sebuah alternatif: better life ... - universitas indonesia
TRANSCRIPT
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 16 No. 2 Januari 2016: 123-140p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280
DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v16i2.597 123
Sebuah Alternatif: Better Life Index sebagai Ukuran PembangunanMultidimensi di Indonesia
An Alternative: Better Life Index as a Measure of MultidimensionalDevelopment in Indonesia
Dody Pratomoa,��, Bagus Sumargob,�
aBadan Pusat Statistik Kabupaten Bulungan Kalimantan UtarabProgram Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta
[diterima: 22 Januari 2016 — disetujui: 5 Desember 2016 — terbit daring: 3 Januari 2017]
Abstract
The purpose of this study is to get value-BLI Better Life Index as a measure of multidimensional development in Indonesia,and to analyze the relationship between BLI with the human development index HDI, regional development index IPR,and economic growth. BLI formation method through three stages: normalization, weighting, and aggregation. Theresults show that Indonesia’s BLI is in the lower-middle class. Province of Jakarta, East Kalimantan, North Sulawesi,Riau and South Sumatra with the highest value of BLI. BLI size has a positive and significant correlation with IPM andIPR compiled by the BPS-Statistics Indonesia. However, BLI was a negative and significant correlation with economicgrowth.Keywords: Multidimensional of Development; Better Life Index; Human Development Index; Regional DevelopmentIndex; Economic Growth
AbstrakTujuan penelitian ini adalah mendapatkan nilai Better Life Index (BLI) sebagai ukuran keberhasilanpembangunan di Indonesia, serta menganalisis hubungan antara BLI dengan Indeks Pembangunan Manusia(IPM), Indeks Pembangunan Regional (IPR), dan pertumbuhan ekonomi. Metode pembentukan BLI melaluitiga tahap: normalisasi, pembobotan, dan agregasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai BLIIndonesia termasuk kategori menengah bawah. Provinsi Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Riau,dan Sumatera Selatan dengan nilai BLI tertinggi. Ukuran BLI ini mempunyai korelasi yang positif dansignifikan dengan IPM dan IPR yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun demikian, BLIberkorelasi negatif secara signifikan dengan pertumbuhan ekonomi.Kata kunci: Pembangunan Multidimensi; Better Life Index; Indeks Pembangunan Manusia; IndeksPembangunan Regional; Pertumbuhan Ekonomi
Kode Klasifikasi JEL: O15; O33
Pendahuluan
Pada berbagai negara, termasuk Indonesia, keber-hasilan suatu pembangunan seringkali dilihat darisisi pertumbuhan ekonominya, khususnya pertum-buhan Produk Domestik Bruto (PDB), dalam halini PDB dan komponen-komponen sektoralnya me-rupakan dampak intermediate (Lisna et al., 2013).
�Alamat Korespondensi: PPs UNJ, Jl. Rawamangun Muka,Jakarta 13220. E-mail: [email protected].��E-mail: [email protected].
Setidaknya selama satu dekade ini, PDB per kapitaatas dasar harga konstan (ADHK) 2000 Indonesiaselalu mengalami kenaikan, bahkan persentase per-tumbuhan PDB ADHK dari tahun 2001 sampai 2008mempunyai tren yang cenderung meningkat. Padatahun 2010, tercatat pertumbuhan ekonomi sebe-sar 6,1% dan 6,5% pada tahun 2011 dengan yangditargetkan sebesar 6%.
Dari segi ekonomi, keadaan Indonesia terlihatsemakin membaik termasuk pemerataan pendapa-tannya pun mulai tampak keadaan yang relatif baik.
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...124
Gambar 1: PDB per Kapita Indonesia ADHK 2000Sumber: BPS (2010d, 2011), diolah
Gambar 2: Persentase Pertumbuhan PDB per Kapita Indonesia ADHK 2000Sumber: BPS (2009a), diolah
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 125
Sesuai dengan data Survey Sosial Ekonomi Nasional(Susenas) BPS, nilai koefisien Gini Indonesia tahun2010 menurun menjadi 0,33. Angka ini menunjuk-kan bahwa pemerataan pendapatan di Indonesiaberada dalam kondisi yang cukup merata (antara 0sampai 0,4). Nilai koefisien Gini Indonesia menurunsejak tahun 2008. Hal tersebut menunjukkan bahwasejak tahun 2008 tingkat kemerataan pendapatanIndonesia semakin merata. Keadaan koefisien GiniIndonesia lebih baik dibandingkan negara-negaraberkembang lainnya seperti India yang mempunyaikoefisien Gini 0,4 dan negara-negara Amerika Latinjuga mempunyai koefisien Gini yang cukup tinggi.
Angka-angka pada Gambar 1 dan 2 tentunyabelum menggambarkan kondisi keberhasilan pem-bangunan yang lainnya. Telah diakui bahwa sebe-narnya masyarakat telah lama menginginkan suatuukuran kebahagiaan (sebagai hasil dari pembangun-an), tidak hanya dengan uang tetapi juga menca-kup dimensi kebahagiaan yang lainnya. Ukuranyang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) yang disebut dengan Indeks PembangunanManusia (IPM) masih dipandang sebagai catatanpelengkap saja. Di samping itu, dimensi IPM ha-nya mencakup dimensi pendapatan, kesehatan, danpendidikan.
Organization for Economic Co-operation and Deve-lopment (OECD) pada Mei 2011 mendeklarasikansuatu ukuran pembangunan yang disebut Better LifeIndex (BLI). Indeks ini tersusun atas sebelas dimen-si pembangunan yaitu dimensi perumahan, pen-dapatan, pekerjaan, kemasyarakatan, pendidikan,lingkungan, pemerintahan, kesehatan, kepuasanhidup, keamanan, dan keseimbangan waktu. IdeBLI adalah untuk mengukur lebih dekat hal-halyang orang-orang pikir penting bagi mereka. In-deks ini pun disambut baik dan telah digunakandi puluhan negara anggota OECD. Indonesia yangmerupakan negara berkembang yang mulai majutentu sangat sesuai untuk menggunakan ukuranini karena melihat pembangunan dari segi ekonomisaja pada saat sekarang sudah kurang relevan.
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah men-dapatkan suatu ukuran BLI sebagai ukuran pem-bangunan di Indonesia, mengetahui keberhasilanpembangunan dengan ukuran BLI di Indonesia se-cara nasional maupun provinsi, serta menganalisishubungan antara BLI dengan IPM, Indeks Pemba-ngunan Regional (IPR), dan pertumbuhan ekonomi.
Tinjauan Literatur
Pembangunan dan Indikatornya
Menurut Arham (2014), pembangunan merupakanproses transformasi yang ditandai oleh perubahanstruktur, yaitu perubahan pada landasan kegiatanekonomi maupun pada kerangka susunan ekono-mi masyarakat yang bersangkutan. Pembangunanadalah proses perubahan yang mencakup seluruhsistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastruktur,pertahanan, pendidikan dan teknologi, serta kelem-bagaan dan budaya (Badruddin, 2009). Pembangun-an nasional dapat diartikan sebagai transformasiekonomi, sosial, dan budaya secara sengaja melaluikebijakan dan strategi menuju arah yang diingin-kan. Transformasi dalam struktur ekonomi contoh-nya pertumbuhan yang cepat di sektor industridan jasa sehingga kontribusinya terhadap penda-patan nasional semakin besar. Transformasi sosialdapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuranmelalui pemerataan terhadap perolehan akses sum-ber daya ekonomi seperti pendidikan, kesehatan,perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan parti-sipasi dalam proses pembuatan keputusan politik.Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkandengan bangkitnya semangat kebangsaan dan na-sionalisme, di samping adanya perubahan nilai dannorma yang dianut masyarakat.
Menurut Todaro dan Smith (2004), pembangun-an harus dipandang sebagai suatu proses multi-dimensional yang mencakup berbagai perubahanmendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat,dan institusi-institusi nasional, di samping tetapmengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, menga-tasi ketimpangan pendapatan, dan mengentaskankemiskinan. Pada hakekatnya, pembangunan harusmencerminkan perubahan total suatu masyarakatatas penyesuaian sistem sosial secara menyeluruhtanpa mengabaikan kebutuhan dasar dan keingin-an individu maupun kelompok untuk mencapaikondisi spiritual dan material yang lebih baik. Ja-di dapat disimpulkan, bahwa pembangunan padaintinya merupakan transformasi yang dilakukansecara sengaja dengan berbagai kebijakan terhadapbanyak aspek secara total menuju arah yang lebihbaik.
Pembangunan pada akhirnya adalah mencipta-kan kebahagiaan bagi masyarakatnya. Kebahagia-an sendiri tidak bisa dilihat dari sisi ekonomi saja.Menurut Lagas et al. (2015): ”In order create economicgrowth, the strengthening of competitiveness is essen-
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...126
tial; an important aspect of this competitiveness is the”quality of living””. Todaro dan Smith (1994) me-nyebutkan bahwa menurut United Nation ResearchInstitute on Social Development (UNRISD), indikatorkunci pembangunan sosial ekonomi terdiri atas 7indikator ekonomi dan 9 indikator sosial. Indikator-indikator tersebut di antaranya adalah harapanhidup, kombinasi pendidikan dasar dan menengah,serta rata-rata jumlah orang per kamar. MenurutEconomics and Social Commission for Asia and the Pa-cific (ESCAP, 2009), sebuah badan di bawah PBB,dalam tulisan yang berjudul Gross National Happi-ness Index: Towards Measuring the Progress of Societies,sistem statistik nasional harus menghasilkan statis-tik untuk memantau perhatian masyarakat sepertidemokrasi, hak asasi manusia dan pemerintahan,pelanggaran terhadap anak dan perempuan, sertakontribusi wanita terhadap pertumbuhan ekonomidan kebahagiaan.
Indeks
Menurut J. Supranto (2001), indeks adalah suatuukuran yang digunakan untuk mengukur peru-bahan atau perbandingan variabel ekonomi/sosial,misalnya untuk mengukur perubahan tingkat pro-duktivitas, penggangguran, gaji/upah, dan harga.Angka indeks bisa membandingkan dua variabelyang berbeda pada satu waktu atau membanding-kan variabel yang sama pada waktu yang berbeda.
Menurut OECD (2008), indeks komposit adalahsekumpulan ekuitas, indeks, atau faktor lainnyayang dikombinasikan dengan cara standar, menye-diakan ukuran statistik yang berguna dari pasarsecara keseluruhan atau kinerja sektor dari wak-tu ke waktu. Indeks komposit dapat menyajikanberbagai informasi menjadi satu angka yang lebihringkas sehingga mudah dalam analisis. Indekskomposit biasanya tersusun atas gabungan dariberbagai macam indeks. Menurut OECD (2008),langkah-langkah utama dalam menyusun indekskomposit adalah standarisasi, pembobotan, danagregasi.
IPM dan IPR
IPM atau Human Development Index (HDI) merupa-kan suatu indeks komposit yang digunakan untukukuran pembangunan manusia. IPM ini ditetap-kan oleh PBB secara standar agar dapat digunakanuntuk membandingkan antar-wilayah atau antar-negara. Indeks ini dibentuk berdasarkan empat
indikator, yaitu angka harapan hidup, angka me-lek huruf, rata-rata lama sekolah, dan kemampuandaya beli. Indikator angka harapan hidup mem-presentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Se-lanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lamasekolah mencerminkan output dari dimensi penge-tahuan. Adapun indikator kemampuan daya belidigunakan untuk mengukur dimensi hidup layak(BPS, 2008, 2010a). Menurut Nikolaev (2014): ”TheHDI Human Develpment Index is an attempt to track thecapabilities, or opportunities, that people have exercisetheir freedom to attain a better life”. Namun demikian,menurut Setiawan dan Hakim (2013) disebutkanbahwa PDB dan IPM tidak harus berjalan linier, ka-rena peningkatan PDB tanpa disertai peningkatanpemerataan pendapatan juga tidak akan mening-katkan IPM.
Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh IPM,salah satunya adalah belum mampu secara utuhmengukur kinerja pembangunan wilayah, memun-culkan ide mengenai pengukuran pembangunanregional yang lebih luas. Badan Pusat Statistik (BPS)mengajukan ukuran yang disebut sebagai IndeksPembangunan Regional (IPR) yang mencoba meng-ukur kinerja pembangunan wilayah dari berbagaidimensi. Ada kaitan yang erat antara PDB denganIPR seperti yang diungkapkan oleh Lagas et al.(2015): ”significant correlation is found between RQIRegional Quality of Living Indicator scores and the GDPper capita and population density”. Kajian awal menge-nai IPR oleh BPS dilakukan pada tahun 2009 danpenyempurnaan penyusunan IPR dilakukan padatahun 2010. IPR tersusun atas lima dimensi yangmasing-masing dimensi terdiri dari beberapa sub-dimensi dan indikator. Dimensi pembentuk IPRadalah dimensi ekonomi, sosial, infrastruktur danpelayanan publik, kualitas lingkungan hidup, sertadimensi teknologi, informasi, dan komunikasi.
Better Life Index OECD
OECD mempunyai beberapa dimensi yang di-gunakan untuk mengetahui kebahagiaan negara-negara anggotanya. Dimensi itu adalah dimensipendapatan, perumahan, pekerjaan, kemasyarakat-an, pendidikan, lingkungan, pemerintahan, kese-hatan, kepuasan hidup, keamanan, serta keseim-bangan waktu. Dimensi-dimensi ini dipilih karenasesuai dengan teori yang ada serta berdasarkanpengalaman OECD dalam meneliti keadaan eko-nomi dan pembangunan negara-negara. MenurutDurand dan Smith (2013), ”the eleven dimensions BLI
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 127
can be considered as universal, i.e. as possibly relevantto people living in all socialities. However, their relativeimportance will vary across individuals and countri-es”. Suatu ukuran yang diperkenalkan OECD iniyang mencakup berbagai dimensi di atas dikenaldengan istilah Better Life Index (BLI). Ukuran inisetidaknya telah dipakai oleh 34 negara anggotaOECD yang dapat dikatakan sebagian besar adalahnegara-negara maju.
Setiap dimensi yang digunakan terdiri atas satusampai tiga indikator yang berkaitan. Dimensi danindikator tersebut adalah:
1. Dimensi perumahan menggunakan dua indi-kator, yaitu banyaknya kamar per kapita untukmengukur apakah seseorang tinggal dalamkondisi hunian yang sesak, serta persentase ru-mah tangga yang mempunyai fasilitas buangair besar sendiri;
2. Dimensi pendapatan menggunakan dua indi-kator, yaitu rata-rata pendapatan disposabelrumah tangga dan rata-rata nilai aset finansialyang dimiliki rumah tangga;
3. Dimensi pekerjaan dalam konsep OECD initerdiri dari dua indikator. Indikator yang per-tama adalah angka penduduk bekerja yangmerupakan lawan dari angka pengangguranterbuka dan indikator yang kedua adalah ting-kat pengangguran jangka panjang yang dide-finisikan oleh OECD adalah penduduk yangtidak bekerja setidaknya selama satu tahun;
4. Dimensi kemasyarakatan atau komunitas di-ukur melalui satu ukuran, yaitu banyaknyateman, tetangga, atau kerabat dekat lainnyayang bersedia memberi pertolongan jika pen-duduk dalam keadaan membutuhkan;
5. Dimensi pendidikan menggunakan dua indika-tor, yaitu tingkat pencapaian pendidikan dankemampuan murid dalam hal membaca;
6. Dimensi lingkungan dilihat melalui tingkatpencemaran udara;
7. Dimensi pemerintahan dilihat dari dua indika-tor, yaitu angka partisipasi pemilihan umumserta angka transparansi dan keterbukaan pe-merintahan dalam pembuatan peraturan;
8. Dimensi kesehatan tersusun atas angka ha-rapan hidup dan laporan mengenai kesehatanpenduduk secara umum;
9. Dimensi kepuasan hidup; OECD telah meng-adakan survei tersendiri untuk mengetahuibagaimana seseorang mengevaluasi tentangkehidupannya secara umum berdasarkan pe-ngalaman positif dan negatif yang telah dilalui;
10. Dimensi keamanan; OECD menggunakan pen-dekatan dengan ukuran tingkat penyeranganyang dialami penduduk dan tingkat pembu-nuhan setiap 100.000 penduduk;
11. Dimensi keseimbangan waktu terdiri dari tigaindikator. Indikator yang pertama adalah ting-kat wanita yang mempunyai anak usia sekolahyang bekerja. Indikator yang kedua adalah per-sentase penduduk bekerja yang mempunyaijam kerja lama (lebih dari 50 jam seminggu)dan indikator yang ketiga adalah waktu yangdimiliki untuk memanjakan diri dan untukwaktu luang.
Better Life Index Indonesia
Konsep Better Life Index Indonesia pada umum-nya mengadopsi dari konsep yang digunakan OE-CD. Namun, ada kalanya beberapa indikator yangdigunakan OECD kurang relevan untuk diguna-kan di Indonesia sehingga dilakukan pendekatanatau penggunaan indikator yang lainnya. MenurutDurand dan Smith (2013) yakni ”The BLI has beendesigned to disseminate the result of how’s life? To awide audience and to involve people in the discussion onwell-being”.
Pada dimensi perumahan, ukuran banyaknya ka-mar per kapita hanya banyak digunakan di negara-negara di Eropa. Untuk Indonesia sendiri mempu-nyai ukuran luas lantai per kapita yang diguna-kan BPS dalam melihat kondisi perumahan rumahtangga. Kedua ukuran tersebut pada hakekatnyamengukur hal yang sejalan. Berdasarkan PeraturanMenteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indo-nesia Nomor 22/PERMEN/M/2008 tentang StandarPelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Da-erah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, luashunian per kapita yang layak huni adalah lebih dari7,2 m2.
Pada dimensi pendapatan, sangat sulitnya men-dapatkan data tentang pendapatan rumah tanggamembuat BPS menggunakan nilai pengeluaran ru-mah tangga sebagai proksi pendapatan. Hal inijuga yang digunakan dalam konsep BLI Indone-sia ini, yakni nilai pengeluaran per kapita yangdisesuaikan dengan daya beli.
Pada dimensi pekerjaan, tidak adanya data ten-tang pengangguran jangka panjang (minimal satutahun menganggur) membuat peneliti melakukanpendekatan dengan persentase penempatan tena-ga kerja terdaftar terhadap jumlah pencari kerjaterdaftar dalam satu tahun yang merupakan data
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...128
dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi(Kemenakertrans) (BPS, 2010d).
Pada dimensi kemasyarakatan, Indonesia telahmempunyai ukuran yang serupa, yakni modal so-sial. Namun, pada penelitian ini, data yang digu-nakan hanya sebagian dari indikator modal sosialterutama yang sesuai dengan konsep OECD, yak-ni yang berhubungan dengan banyaknya kerabat,tetangga, atau teman yang siap menolong jika di-butuhkan.
Pada dimensi pendidikan, angka melek huruf ma-sih menjadi indikator yang fundamental meskipunukuran ini hanya ukuran dasar dari kemampuanmembaca. Hal ini dapat ditunjukkan dengan ting-ginya bobot indikator ini pada aspek pendidikandalam penghitungan IPM.
Untuk melihat dimensi lingkungan, penelitianini menggunakan Indeks Kualitas Lingkungan Hi-dup (IKLH) yang diterbitkan oleh KementerianLingkungan Hidup (2010). Selain mencakup pen-cemaran udara yang sesuai dengan konsep OECD,indeks ini mencakup pencemaran air sungai danluas tutupan hutan.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) (BPS, 2009b)digunakan dalam dimensi pemerintahan. Selain ka-rena mencakup angka partisipasi pemilu, IDI jugamenggambarkan ukuran demokrasi yang mencer-minkan keterbukaan dan transparansi pemerin-tahan. Dalam publikasi IDI, demokrasi diartikansebagai sistem pemerintahan yang ditandai anta-ra lain oleh adanya kebebasan yang diatur olehundang-undang yang berkaitan dengan kepenting-an publik.
Pada dimensi kesehatan, tingkat penduduk yangtidak mempunyai keluhan kesehatan merupakanindikator yang paling sesuai untuk proksi ukur-an mengenai evaluasi penduduk tentang seberapasehat mereka yang digunakan OECD.
Menilik dimensi kepuasan hidup, bahwa kepu-asan hidup merupakan ukuran yang sangat sulitdiukur dan sangat subyektif. Setiap individu mem-punyai definisi yang berbeda tentang kepuasanhidupnya. Dalam teori psikologi, Maslow berpen-dapat bahwa seseorang akan mendapatkan kepuas-an hidup jika kebutuhan hidupnya terpenuhi. Salahsatu dari lima kebutuhan hidup menurut Maslowadalah kebutuhan ketentraman jaminan hidup yangdi dalamnya mencakup adanya jaminan atau asu-ransi yang menanggung kalau terjadi hal-hal yangtidak diinginkan (Puradiredja, 2011). Di sisi lain,berwisata juga dapat menciptakan kepuasan hidup.Menurut James J. Spillane (1982: 20) dalam tesis
Achmad Agus Nasihuddin (2010), wisata merupa-kan kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuandi antaranya adalah untuk mendapatkan kenik-matan dan mencari kepuasan. Berdasarkan hal-haltersebut, jaminan atau asuransi kesehatan dan kegi-atan wisata atau rekreasi dapat dijadikan indikatoryang cukup bagi kepuasan hidup.
Kerangka Pikir
Adanya suatu ukuran statistik yang dikenalkan olehOECD untuk mengukur tingkat kebahagiaan ataukeberhasilan pembangunan negara anggotanya me-rupakan suatu hal yang perlu mendapat apresiasipositif. Ukuran ini tidak hanya mencakup dimensiekonomi saja yang selama ini sering digunakan un-tuk tolak ukur keberhasilan pembangunan. Untukitu, Indonesia yang merupakan negara berkembangyang telah cukup menunjukkan kemajuan ekonomiyang positif, perlu mencoba melihat keberhasilanpembangunannya dengan ukuran yang lebih kom-pleks dan relevan.
Dimensi-dimensi yang digunakan dalam BLI OE-CD sangat sesuai digunakan sebagai ukuran pem-bangunan yang sesuai dengan teori konseptualyang dijabarkan sebelumnya, yakni pembangun-an yang multidimensional. Aspek pembangunansosial dapat terwakili oleh dimensi perumahan,pekerjaan, kemasyarakatan, pendidikan, pemerin-tahan, kesehatan, kepuasan hidup, keamanan, sertakeseimbangan waktu. Aspek ekonomi terwakilioleh dimensi pendapatan yang terdiri dari indika-tor pendapatan/pengeluaran rumah tangga dan asetfinansial (tabungan) rumah tangga. Selain aspeksosial dan ekonomi, BLI juga mencakup aspek yangmenjadi isu hangat beberapa tahun belakangan,yakni aspek lingkungan.
Untuk mengukur BLI di Indonesia, peneliti meng-gunakan rujukan teori BLI dari konsep yang di-gunakan oleh OECD yang meliputi dimensi pen-dapatan, perumahan, pekerjaan, kemasyarakatan,pendidikan, lingkungan, pemerintahan, kesehat-an, kepuasan hidup, keamanan, dan keseimbanganwaktu. Variabel yang digunakan dalam penelitianini semaksimal mungkin menggunakan variabelyang sama persis. Namun, karena berbagai kon-disi yang berbeda maka sebagian variabel yangdigunakan dalam penelitian ini juga berbeda tetapitidak mengubah dari esensi atau maksud awal da-ri pemilihan variabel tersebut oleh OECD (masihmengukur hal yang sama). Dari dimensi-dimensiyang multidimensional akan terbentuk BLI dengan
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 129
Gambar 3: Kerangka Pikir PenelitianSumber: Diolah sebagai Kajian Teori
penimbang tertentu. Penentuan penimbang terten-tu ini menggunakan analisis matriks korelasi. Se-telah mendapatkan nilai BLI untuk Indonesia dansetiap provinsi di Indonesia, analisis dilanjutkanuntuk mengetahui hubungan antara indeks ini de-ngan ukuran-ukuran sosial ekonomi yang sudahada yakni IPM, IPR, dan pertumbuhan ekonomi.Selain untuk mengetahui tingkat keeratan hubung-an BLI dengan ukuran-ukuran tersebut, analisis inijuga sebagai kontrol untuk melihat validitas ataukesesuaian BLI.
Metode
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan dimensi yang digu-nakan oleh OECD untuk mengukur BLI di negara-negara anggotanya. Namun, secara operasional pe-neliti menggunakan beberapa variabel yang tidaksama persis tetapi tetap sejalan dan mengacu de-ngan konsep yang diberikan OECD. Sebagai contoh,variabel banyaknya kamar per kapita yang digu-nakan OECD didekati dengan variabel luas lantaiper kapita, variabel mengenai kesehatan penduduksecara umum didekati dengan persentase pendu-duk yang tidak mempunyai keluhan kesehatan,serta variabel mengenai tingkat penyerangan danpembunuhan per 100.000 penduduk didekati de-ngan persentase rumah tangga yang tidak menjadikorban kejahatan.
Semua data variabel yang digunakan merupakandata tahun 2009 sehingga angka yang dihasilkandalam penelitian ini adalah ukuran tahun 2009.Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
Perumahan:1. X1 yaitu persentase rumah tangga yang me-
miliki luas hunian per kapita lebih besar 7,2m2;
2. X2 yaitu persentase rumah tangga yang mem-punyai toilet sendiri.
Pendapatan:1. X3 yaitu pengeluaran per kapita yang disesuai-
kan dengan daya beli;2. X4 yaitu simpanan masyarakat per kapita.
Pekerjaan:1. X5 yaitu tingkat penduduk bekerja;2. X6 yaitu persentase penempatan tenaga kerja
terdaftar.Kemasyarakatan:
1. X7 yaitu persentase rumah tangga yang salingtolong-menolong.
Pendidikan:1. X8 yaitu persentase penduduk yang memiliki
ijazah minimal SMP;2. X9 yaitu persentase penduduk yang tidak buta
huruf.Lingkungan:
1. X10 yaitu Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.Pemerintahan:
1. X11 yaitu Indeks Demokrasi.Kesehatan:
1. X12 yaitu angka harapan hidup;2. X13 yaitu persentase penduduk yang tidak
mempunyai keluhan kesehatan.Kepuasan Hidup:
1. X14 yaitu persentase penduduk yang melaku-kan perjalanan wisata;
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...130
2. X15 yaitu persentase rumah tangga yang me-miliki jaminan kesehatan.
Keamanan:1. X16 yaitu persentase rumah tangga yang tidak
menjadi korban kejahatan.Keseimbangan Waktu:
1. X17 yaitu persentase penduduk bekerja yangbekerja lebih dari 50 jam seminggu.
2. X18 yaitu persentase kerja kepala rumah tang-ga (KRT) wanita/istri KRT dengan anak usiasekolah.
3. X19 yaitu rata-rata jam kerja per hari.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yangdiperoleh dari berbagai instansi terkait seperti BPS,Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenakertrans,serta Bank Indonesia. Secara ringkas mengenai me-tode pengumpulan data dapat dilihat melalui Tabel1.
Susenas merupakan survei tahunan yang diran-cang untuk mengumpulkan data sosial ekonomidengan cakupan relatif luas. Susenas pertama ka-li dilakukan pada tahun 1963. Pada Susenas 2009,pengumpulan data dilakukan melalui wawancaralangsung dengan responden. Untuk pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang ditujukan untukindividu, diusahakan agar individu yang bersang-kutan yang menjadi responden. Sedangkan untukpetanyaan yang ditujukan untuk rumah tangga di-kumpulkan melalui wawancara langsung denganKRT, istri/suami KRT, atau anggota rumah tanggayang lainnya yang mengetahui karakteristik itemyang ditanyakan.
Kerangka sampel yang digunakan dalam Suse-nas 2009 terdiri dari tiga kerangka sampel, yaitukerangka sampel untuk pemilihan blok sensus, ke-rangka sampel untuk pemilihan sub-blok sensus(khusus untuk blok sensus yang memiliki muatanlebih dari 150 rumah tangga), dan kerangka sampeluntuk pemilihan rumah tangga dalam blok sen-sus. Kerangka sampel blok sensus adalah daftarblok sensus biasa hasil sensus ekonomi tahun 2006yang dilengkapi dengan jumlah rumah tangga hasilpencacahan Pendaftaran Pemilih dan PendataanPenduduk Berkelanjutan (P4B). Kerangka sampelblok sensus ini mencakup blok sensus di 471 kabu-paten/kota dan dibedakan berdasarkan perdesaandan perkotaan. Pelaksanaan Susenas Juli 2009 men-cakup 18.243 blok sensus atau 291.888 rumah tanggasampel yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
Kerangka sampel rumah tangga adalah daftar ru-mah tangga hasil pendaftaran rumah tangga darikegiatan listing.
Data untuk dimensi perumahan pada penelitianini menggunakan data yang diolah hasil Susenas.Data Susenas juga digunakan pada publikasi Sta-tistik Kriminal, termasuk pada dimensi keamananyang digunakan pada penelitian ini, bahwa datadiambil dari publikasi Statistik Kriminal 2011 yangdiolah dari Susenas. Selain itu data Susenas juga di-gunakan pada dimensi kesehatan yaitu pendudukyang tidak mempunyai keluhan kesehatan.
Pada dimensi pekerjaan, variabel persentase pen-duduk bekerja masih menggunakan data Susenassedangkan variabel tingkat penempatan tenaga ker-ja terdaftar merupakan pembagian antara jumlahpenempatan tenaga kerja terdaftar dengan jumlahpencari kerja terdaftar yang merupakan data admi-nistrasi dari Kemenakertrans.
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) meru-pakan ukuran yang dikeluarkan oleh KementerianLingkungan Hidup untuk menggambarkan kondisilingkungan hidup di Indonesia. Indeks ini diadopsidari konsep Environmental Performance Index (EPI)yang dikembangkan Yale University dan ColumbiaUniversity yang berkolaborasi dengan World Econo-mic Forum dan Joint Research Center of the EuropeanCommission (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).IKLH dapat dimanfaatkan untuk mengukur keber-hasilan pogram-progam pengelolaan lingkungan.Indikator yang dipakai dalam indeks ini adalahkualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupanhutan. Dalam pengukuran IKLH, ada beberapa pro-vinsi yang nilai indeksnya diambil dari nilai indeksprovinsi lainnya yang bersebelahan dikarenakan ke-terbatasan data. Jadi, pengukuran yang dilakukanpada provinsi tertentu dianggap mewakili provinsitersebut dan provinsi sebelahnya. Provinsi-provinsitersebut yaitu:
1. Provinsi Kepulauan Riau, mengikuti ProvinsiRiau;
2. Provinsi Gorontalo, mengikuti Sulawesi utara;3. Provinsi Sulawesi Barat, mengikuti Provinsi
Sulawesi Selatan;4. Provinsi Maluku Utara, mengikuti Provinsi
Maluku;5. Provinsi Papua Barat, mengikuti Provinsi Pa-
pua.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakansebuah ukuran untuk melihat demokrasi melalui
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 131
Tabel 1: Sumber Data Penelitian
No. Data/variabel Sumber Instansi Keterangan(1) (2) (3) (4)1 Persentase rumah tangga dengan luas hunian per ka-
pita lebih dari 7,2m2BPS Website BPSa
2 Persentase rumah tangga yang mempunyai toilet sen-diri
BPS Statistik Indonesia 2010
3 Pengeluaran per kapita yang disesuaikan BPS IPM 20094 Simpanan masyarakat (rupiah dan valas) di bank
umum dan BPR per kapitaBank Indonesia Website BIb
5 Tingkat penduduk bekerja BPS Statistik Indonesia 20106 Persentase penempatan tenaga kerja terdaftar Kemenakertrans7 Persentase rumah tangga yang saling tolong-menolong BPS Susenas 2009 (Blok VII, r3-r9)8 Persentase penduduk yang memiliki ijazah minimal
SMPBPS Statistik Indonesia 2010
9 Angka melek huruf BPS IPM 200910 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan hidup IKLH 200911 Indeks Demokrasi BPS Indeks Demokrasi 200912 Angka harapan hidup BPS IPM 200913 Persentase penduduk yang tidak mempunyai keluhan
kesehatanBPS Statistik Indonesia 2010
14 Persentase penduduk yang melakukan perjalanan wi-sata
BPS Susenas 2009
15 Persentase rumah tangga yang memiliki jaminan kese-hatan
BPS Susenas 2009
16 Persentase rumah tangga yang tidak menjadi korbankejahatan
BPS Statistik Kriminal 2011
17 Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerjalebih dari 50 jam
BPS Susenas 2009
18 Persentase bekerja dari KRT wanita/ istri KRT yangmempunyai anak usia sekolah
BPS Susenas 2009
19 Rata-rata jam kerja per hari BPS Susenas 2009Sumber: Dirangkum dari berbagai sumber, diolahKeterangan: a Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Luas Hunian per kapita ¤ 7,2 m2, 1993–2015. Diakses dariKeterangan: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1557Keterangan: b Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI). Diakses dari http://www.bi.go.id/id/statistik/seki/terkini/Keterangan: moneter/Contents/Default.aspx
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...132
tiga aspek penting: kebebasan sipil, hak-hak politik,dan lembaga demokrasi. IDI menyajikan gambarankondisi demokrasi masing-masing provinsi ber-dasarkan indikator-indikator yang dikembangkandari tiga aspek tersebut. Metode pengumpulan da-ta yang digunakan dalam penyusunan IDI adalahmetode triangulation, yakni mengombinasikan anta-ra metode kuantitatif dan kualitatif sehingga datayang didapat dari metode yang satu akan mem-validasi data yang dipakai dengan metode yanglain. Empat metode utama yang digunakan dalampengumpulan data untuk penyusunan IDI yaitureview media (analisis isi berita surat kabar), reviewdokumen (analisis isi dokumen resmi yang dikelu-arkan pemerintah), Focus Group Discussion (FGD),dan wawancara mendalam (in-depth interview).
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yang digunakan dalam pene-litian ini merupakan analisis untuk memberikangambaran informasi dengan menyajikan tabel-tabel,diagram-diagram, dan gambar-gambar yang in-formatif. Analisis deskriptif akan menjelaskan ba-gaimana penimbang suatu dimensi dan indikatorBLI terbentuk. Selain itu, analisis deskriptif jugamenggambarkan kondisi atau posisi suatu provinsiberdasarkan nilai BLI yang terbentuk.
Analisis Korelasi
Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui kee-ratan hubungan antara dua variabel. Tingkat keerat-an hubungan antar-variabel ini dinotasikan denganρ untuk keeratan populasinya dan r untuk estima-si nilai ρ. Nilai korelasi antara -1 sampai dengan1 (Supranto, 2001). Analisis korelasi Pearson me-nunjukkan hubungan linier antara dua variabel.Formula penghitungan korelasi Pearson adalah:
r � n°
xiyi �°
xi°
yibn°
x2i � p
°xiq2b
n°
y2i � p
°yiq2
(1)
Pengujian hipotesisi tentang ρ dapat dituliskanseperti di bawah ini:H0 : ρ � 0H1 : ρ � 0
Statistik uji:
t0 � r?
n� 2?1� r2
(2)
Keputusan: tolak H0 jika |t0| ¡ tα{2pn�2q
Penyusunan Indeks Komposit
Standarisasi
Standarisasi diperlukan pada data yang memilikiunit pengukuran yang berbeda. Metode standar-isasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahmetode maksimum-minimum. Dalam metode iniseluruh data ditransformasi ke dalam sistem skor 0–100. Sebelum dilakukan standarisasi ini, semua va-riabel sudah dibuat sedemikian rupa agar mempu-nyai arah yang sama yaitu arah yang positif (makinbesar nilainya, makin bagus). Metode maksimum-minimum yang digunakan adalah:
Iin � xin � xmin
xmax � xmin� 100 (3)
dengan:xmin : nilai minimum dari variabel tertentu;xmax : nilai maksimum dari variabel tertentu;xin : nilai variabel pada suatu observasi.
Nilai minimum dan maksimum variabel yang di-gunakan dalam penelitian ini secara ringkas dapatdilihat pada Tabel 2.
Pembobotan
Penjelasan pembobotan mengacu pada pendapatKasparian dan Rolland (2012), bahwa: ”The globalindex score of each country is obtained by a weighted me-an of the scores of all criteria. The originality of OECD’sBLI is to let the user choose its own weights”. Pem-bobotan dilakukan dengan menggunakan analisiskorelasi atau lebih tepatnya dalam bentuk matrikskorelasi. Menurut BPS (2010c), penimbang yangditentukan berdasarkan pada matriks korelasi di-asumsikan proporsional (sebanding) dengan nilaiabsolut koefisien korelasi pada masing-masing barisatau kolom. Penimbang setiap variabel ditentukandengan menghitung proporsi dari jumlah tiap-tiapbaris/kolom terhadap jumlah keseluruhan. Dalambuku yang sama, yakni Penyempurnaan PenyusunanIndeks Pembangunan Regional, Ray (2006) dalam BPS(2010c) menyatakan bahwa asumsi yang mendasari
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 133
Tabel 2: Nilai Minimum dan Maksimum pada Setiap Variabel
Variabel Minimum Maksimum Keterangan(1) (2) (3) (4)Persentase rumah tangga dengan luas hunian per kapita 0 100 -Persentase rumah tangga dengan fasilitas buang air besar (BAB) miliksendiri
0 100 -
Pengeluaran per kapita yang disesuaikan 360.000 732.720 IPM 2008 dan 2009Simpanan masyarakat per kapita di bank konvensional dan BPR 1.360.627,248 97.735.368,21 Data EmpirisTingkat penduduk bekerja 0 100 -Persentase penempatan tenaga kerja terdaftar 0 100 -Persentase rumah tangga yang saling tolong-menolong 0 100 -Persentase penduduk yang memiliki ijazah minimal SMP 0 100 -Persentase penduduk yang melek huruf 0 100 -Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 0 100 -Indeks Demokrasi 0 100 -Angka harapan hidup 25 85 IPM 2008 dan 2009Persentase penduduk yang tidak mempunyai keluhan kesehatan 0 100 -Persentase penduduk yang melakukan perjalanan wisata 0 100 -Persentase penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan 0 100 -Persentase rumah tangga yang tidak menjadi korban kejahatan 0 100 -Persentase penduduk bekerja yang bekerja lebih dari 50 jam seminggu 0 100 -Persentase KRT wanita/istri KRT dengan anak usia sekolah yang bekerja 0 100 -Rata-rata selain jam kerja per hari 13 23 BPS, UU Tenaga Kerja
Sumber: Dirangkum dari berbagai sumber, diolah
bahwa sebuah variabel yang lebih penting akan me-miliki jumlah koefisien korelasi lebih besar adalahsebuah asumsi yang masuk akal.
Sebagai contoh untuk mendapatkan penimbangvariabel X1, dibentuk matriks korelasi seperti Tabel3.
Tabel 3: Matrik Korelasi Antar-Variabel Xi
Nilai absolut korelasi X1 X2 � � � Xp JumlahX1 1 R12 � � � R1p T1X2 R21 1 � � � R2p T2...
......
. . ....
Xp Rp1 Rp2 � � � 1 TpJumlah T1 T2 � � � Tp T
Sumber: BPS (2010)
Penimbang untuk variabel X1 adalah W1 � T1{T.Sehingga dengan cara yang sama maka akan diper-oleh penimbang setiap variabel.
Agregasi
Agregasi merupakan bagian yang cukup pentingdalam membangun indeks komposit karena sete-lah melalui tahap agregasi akan terbentuklah nilaiakhir suatu indeks. Metode agregasi yang digu-nakan dalam penelitian ini adalah agregasi linier.Rumusan agregasi linier yang sering digunakanadalah penjumlahan pembobot dan nilai indikator
yang telah distandarisasi, yaitu:
BLI �p̧
i�1
WiIi (4)
dengan:BLI : Better Life Index;p : banyaknya variabel;Wi : penimbang variabel ke-i;Ii : nilai variabel ke-i yang telah distandarisasikan.
Metode pembentukan indeks komposit denganlangkah-langkah di atas akan menghasilkan nilaiindeks komposit yang tidak hanya dapat digunakanuntuk membandingkan antar-wilayah tetapi jugadapat membandingkan antar-waktu. Hal tersebutkarena standarisasi yang dilakukan menggunakanteknik minimum-maksimum yang nilai minimumdan maksimumnya telah ditetapkan. Selama bobotindikator yang digunakan masih sama, indeks inidapat dibandingkan antar-waktu.
Hasil dan Analisis
Penentuan atau pembentukan penimbang pada in-dikator BLI menggunakan analisis matriks korelasi.Variabel yang dianalisis sebanyak 19 variabel. Pe-nimbang yang diperoleh masing-masing variabeldapat dilihat pada Tabel 4.
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...134
Tabel 4: Penimbang Setiap Variabel
Variabel Weight Variabel Weight(1) (2) (3) (4)X1 0,047 X11 0,043X2 0,070 X12 0,054X3 0,053 X13 0,040X4 0,055 X14 0,056X5 0,050 X15 0,044X6 0,043 X16 0,049X7 0,049 X17 0,059X8 0,063 X18 0,051X9 0,053 X19 0,069X10 0,052 TOTAL 1
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Berdasarkan Tabel 4, secara umum setiap variabelmempunyai bobot yang hampir sama yaitu sekitar0,05. Hal tersebut memberikan informasi bahwadalam proses pembangunan hendaknya memper-hatikan semua variabel tersebut karena mempunyaitingkat kepentingan yang hampir sama. Sementaraitu, untuk mendapatkan penimbang setiap variabelterhadap dimensi yang berkaitan dapat dilakukandengan cara membagi penimbang variabel terse-but dengan jumlah penimbang variabel dalam satudimensi yang sama. Sebagai contoh untuk menda-patkan penimbang variabel luas hunian per kapi-ta terhadap dimensi perumahan maka dilakukanperbandingan yaitu 0, 047{p0, 047� 0, 07q � 0, 402.Langkah ini dilakukan untuk memperoleh indeksdimensi.
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut darinilai-nilai indeks komposit yang diperoleh, dalampenelitian ini dilakukan pengategorian secara relatifyang dibuat peneliti terhadap nilai BLI menjadi tigakategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Meng-gunakan asumsi nilai BLI mengikuti sebaran nor-mal (simetri), maka pengategorian merujuk padapenggunaan formula selang keyakinan (confidenceinterval) dengan nilai tengah adalah rata-rata (µ),kemudian didapat nilai batas bawah dan nilai batasatas dengan besaran toleransi tergantung nilai sim-pangan baku (standard deviation) dikali konstanta k.Besaran konstanta k ditentukan melalui eksplorasidata yang berlaku umum atau simulasi berbagainilai konstanta k, yaitu k � 0, 25; k � 0, 5, dan k � 1.Pada akhirnya menghasilkan suatu nilai konstantak yang memadai yakni k � 0, 5-. Batasan pengate-gorian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Rendah Ñ nilai indeks 57,93882. Sedang Ñ 57,9388 ¤ nilai indeks ¤ 59,12223. Tinggi Ñ nilai indeks ¡ 59,1222
Kategori ”rendah” meliputi nilai BLI di bawahnilai batas bawah selang, dan kategori ”tinggi” meli-puti nilai BLI di atas nilai batas atas dalam selang ke-yakinan, dan di antara batas bawah sampai dengannilai batas atas termasuk kategori ”sedang”. Sebagaicatatan penting adalah untuk meningkatkan satupoin skor BLI membutuhkan usaha atau kebijak-an program yang efektif dibandingkan meningkat-kan satu poin IPM atau indeks komposit lainnyadengan jumlah dimensi lebih sedikit. Selain itu, kon-disi provinsi-provinsi di Indonesia yang beranekaragam dengan karakteristik daerahnya yang khasmenjadikan suatu provinsi mempunyai keunggul-an dalam satu atau beberapa dimensi sementaradimensi lainnya relatif kurang (Tabel 7) sehinggasecara agregat nilai BLI relatif berdekatan.
Secara nasional, pencapaian BLI Indonesia hanyamencapai nilai 58,4246. Penulis menyadari bah-wa kondisi Indonesia masih belum bisa dikata-kan baik ditinjau dari ukuran ini. Dimensi-dimensiyang perlu diperbaiki untuk meningkatkan BLI In-donesia adalah pendapatan, kemasyarakatan, dankepuasan hidup. Nilai BLI Indonesia pada dimensi-dimensi tersebut berturut-turut adalah 39,44; 41,56;dan 20,84 (pencapaian indeks dimensi BLI dapatdilihat pada Tabel 7).
Ditinjau menurut provinsi, nilai BLI masing-masing provinsi dapat dilihat melalui Tabel 5. Adasebelas provinsi yang mempunyai nilai BLI dengankategori rendah atau di bawah rata-rata. Mendu-duki posisi indeks yang paling rendah di antaraprovinsi-provinsi Indonesia adalah Papua denganBLI 53,0694. Papua yang sudah dikenal sebagai pro-vinsi yang masih tertinggal tampaknya memangbenar-benar perlu mendapat perhatian. Daerah ter-tinggal lainnya, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB),mempunyai nilai BLI 54,9930. Angka ini menem-patkan NTB ke dalam dua provinsi dengan nilaiBLI terendah.
Di sisi lain, meskipun provinsi Banten dan JawaTimur berada di Pulau Jawa yang merupakan pulauyang menjadi pusat pembangunan, kedua provinsiini masuk dalam kategori nilai BLI rendah. NilaiBLI untuk Banten dan Jawa Timur masing-masingadalah 56,9849 dan 57,4523. Walaupun Provinsi Ja-wa Timur yang termasuk provinsi maju, bahkandi dalamnya terdapat kota metropolitan, Suraba-ya, ternyata memiliki nilai indeks rendah dalamdimensi pendidikan, pemerintahan, dan keseim-bangan waktu hidup. Dari dimensi komponen pe-nyusun IPM pun, angka melek huruf, dan lamasekolah, Provinsi Jawa Timur ternyata mempunyai
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 135
Tabel 5: Nilai Better Life Index untuk Masing-masing Provinsi berdasarkan Kategori Indeks
KetegoriRendah Sedang Tinggi
Provinsi Nilai BLI Provinsi Nilai BLI Provinsi Nilai BLI(1) (2) (3) (4) (5) (6)Papua 53,0694 Bali 57,6508 Lampung 59,7155Nusa Tenggara Barat 54,9930 Sulawesi Tenggara 57,6515 Kep. Riau 59,9525Gorontalo 56,2932 Maluku Utara 57,8045 Jambi 59,9816Kalimantan Selatan 56,5207 Jawa Barat 58,2344 Bengkulu 60,0817Banten 56,9849 Papua Barat 58,3575 Sumatera Selatan 60,6725Sulawesi Barat 57,2791 Kalimantan Tengah 58,3688 Riau 61,2275Nusa Tenggara Timur 57,3107 Jawa Tengah 58,4734 Sulawesi Utara 61,7402Maluku 57,3613 Sumatera Barat 58,6026 Kalimantan Timur 61,9955Jawa Timur 57,4523 Sulawesi Selatan 58,6273 DKI Jakarta 63,1248Sulawesi Tengah 57,5377 DI Yogyakarta 58,9519Kalimantan Barat 57,5393 Kep. Bangka Belitung 59,2247
Sumatera Utara 59,2610Aceh 59,4644
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
nilai yang lebih rendah dari nilai nasional, bahkandaerah yang dikenal sebagai daerah tapal kuda (Pa-suruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo,Bondowoso, dan Banyuwangi) keadaannya sangatberbeda dengan daerah lain. Sementara ProvinsiBanten mempunyai nilai BLI rendah dikarenakanpada dimensi pendapatan, kemasyarakatan, kese-hatan, dan keamanan mempunyai nilai indeks yangrendah, termasuk juga pada dimensi lingkungan.Berdasarkan nilai IKLH, Provinsi Banten hanyamempunyai nilai IKLH sebesar 50,86.
Selain empat provinsi yang disebutkan sebelum-nya, beberapa provinsi berikut juga masuk dalamkategori nilai BLI rendah, yakni Kalimantan Selatan,Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, NusaTenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Gorontalo.Berdasarkan analisis deskriptif secara umum terha-dap dimensi-dimensi pada provinsi-provinsi yangmempunyai nilai BLI rendah, ditemukan beberapadimensi yang hampir di setiap provinsi tersebutmasih rendah. Dimensi-dimensi tersebut adalahkesehatan, perumahan, dan pendidikan.
Provinsi Papua Barat yang termasuk provinsibagian timur Indonesia mampu mengalahkan pro-vinsi tetangganya yaitu Provinsi Papua dalam halBLI. Provinsi Papua Barat mempunyai nilai BLIsebesar 58,3575. Provinsi ini mampu mewujudkanpembangunan kualitas hidup yang hampir dapatdisejajarkan dengan DI Yogyakarta, Jawa Barat, danJawa Tengah dalam kategori BLI sedang bersamaprovinsi-provinsi lain, yakni Bali, Sulawesi Teng-gara, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, SumateraBarat, Kalimantan Tengah, Kepulauan Bangka Be-
litung, Sumatera Utara, dan Aceh. Setidaknya adatiga dimensi BLI yang baik pada Provinsi PapuaBarat, yaitu dimensi lingkungan, kepuasan hidup,dan keseimbangan waktu.
Pada kelompok provinsi dengan BLI sedang, ana-lisis deskriptif secara umum pada dimensi-dimensiBLI menghasilkan informasi bahwa dimensi ling-kungan, pemerintahan, dan kemasyarakatan meru-pakan dimensi dengan nilai indeks dimensinya ren-dah. Peningkatan atau perbaikan kondisi dimensi-dimensi itu dapat meningkatkan BLI pada kelom-pok provinsi tersebut menjadi kategori tinggi.
Kelompok provinsi dengan BLI tinggi sebagianbesar adalah provinsi di Pulau Sumatera. Hal inibisa kita sadari mengingat Pulau Sumatera jugamerupakan pulau yang menjadi orientasi pemba-ngunan setelah Pulau Jawa. Sementara itu, beberapaprovinsi lainnya yang memiliki nilai BLI tinggi ter-sebar di beberapa pulau, yakni Provinsi DKI Jakarta,Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Peringkatpertama BLI dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta de-ngan nilai BLI 63,1248. Beberapa dimensi penyusunBLI dikuasai oleh Provinsi DKI Jakarta seperti pen-dapatan, pendidikan, dan pemerintahan sehinggasangat kontributif terhadap nilai BLI DKI Jakartayang tinggi. Namun demikian, dimensi lingkunganProvinsi DKI Jakarta merupakan angka yang palingrendah di Indonesia mengingat aktivitas ekonomiyang tinggi ditambah tingkat kepadatan pendudukyang tinggi menyebabkan Provinsi DKI Jakarta me-miliki tingkat pencemaran yang tinggi. Di sampingitu, Provinsi Kalimantan Timur cukup bagus di seba-gian besar dimensi terutama dimensi pendapatan,
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...136
Gambar 4: Better Life Index Setiap Provinsi di IndonesiaSumber: Hasil Pengolahan Penulis
perumahan, dan kesehatan sehingga mampu men-dukung pencapaian BLI sebesar 61,9955. Di ProvinsiSulawesi Utara, pada dimensi kemasyarakatan, pen-didikan, dan lingkungan mempunyai nilai indeksyang tinggi, bahkan indeks lingkungan ProvinsiSulawesi Utara merupakan indeks lingkungan ter-tinggi di Indonesia, sehingga tidak mengherankanProvinsi Sulawesi Utara mempunyai kategori BLIyang tinggi dengan nilai BLI 61,7402.
Sebagai ukuran yang baru, tentunya keberadaan-nya perlu dilakukan tes validitas atau kontrol de-ngan ukuran yang telah terbukti memadai dan telahdigunakan. Menurut Saifuddin Azwar (1997) untukmengetahui validitas alat ukur baru dapat digu-nakan validitas konkuren dengan cara menghitungkorelasi antara alat ukur yang baru tersebut denganukuran yang menjadi kriteria, yakni ukuran ekster-nal yang telah dianggap valid. Untuk melakukanhal itu, analisis korelasi dilakukan terhadap BLIdengan nilai IPM dan IPR.
Korelasi antara nilai BLI dengan IPM cukup kuatdan positif. Hasil output pengolahan menggunakanSPSS menunjukan nilai korelasi BLI dengan IPMadalah 0,855. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalamBLI juga mencakup beberapa dimensi ekonomidan sosial, termasuk sebagian yang terdapat dalamIPM. Tentu saja karena keterbatasan IPM yang tidakmencakup dimensi-dimensi lain yang ada dalamBLI, membuat BLI lebih kompleks dalam mengukurkeberhasilan pembangunan. Analisis korelasi initelah membuktikan bahwa ukuran BLI mempunyaivaliditas yang tinggi.
Hubungan yang positif juga terjadi antara BLIdengan IPR. Hal ini mengindikasikan secara umumada kecenderungan bahwa, semakin tinggi nilai IPRsuatu daerah semakin tinggi pula nilai BLInya. Hasilpengolahan SPSS menunjukkan bahwa korelasiBLI dengan IPR adalah 0,575. Hasil ini sekaligusmendukung bahwa BLI merupakan ukuran yangvalid digunakan di Indonesia.
Sementara itu, hasil yang menarik diperoleh saatmenganalisis hubungan BLI dengan pertumbuh-an ekonomi yang diukur dari pertumbuhan PDBatas dasar harga konstan. Analisis korelasi menun-jukkan bahwa BLI mempunyai keeratan hubung-an yang negatif atau berbanding terbalik denganpertumbuhan ekonomi. Nilai korelasi tersebut ada-lah -0,585. Fakta ini dapat mendukung latar be-lakang penelitian ini bahwa aspek material (pen-dapatan/pengeluaran/ produksi) tidak menjaminaspek-aspek atau dimensi pembangunan yang la-innya. Bahkan jika pembangunan hanya berfokuspada ekonomi tidak menutup kemungkinan justruakan mendapat hasil yang kurang baik pada aspekyang lainnya atau pertumbuhan ekonomi dimak-sud dapat dikatakan sebagai pseudo-growth. Hasilini senada dengan Boris Nikolaev (2014): ”GDP ispoor measure for quality of life because it fails to accountfor the crucial dimension of psychological well-being”.Ini senada dengan rekomendasi The OECD’s BetterLife Initiative (2011) –The Stiglitz-Sen-Fitoussi Commis-sion: ”The recommendations made by this Commissionsought to address concerns that standard macroeconomicstatistics like GDP failed to give a true account of peo-
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 137
ple’s current and future well-being”. Hal yang perlumendapat perhatian adalah bukanlah menciptakanpertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi pertum-buhan ekonomi yang optimal dengan dibarengipembangunan pada dimensi lain. Dengan kata lain,untuk mengukur pembangunan yang dimensionaltidak tepat jika menggunakan ukuran pertumbuh-an ekonomi (yang masih univariate dimension, yakniekonomi), tapi sebaiknya menggunakan BLI yangmeliputi dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, danlain-lain.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis yang dilakukan, pe-neliti dapat mengambil beberapa simpulan berikutini. Pertama, dalam penentuan BLI di Indonesia, se-bagian besar variabel mempunyai penimbang yangrelatif hampir sama, yakni sekitar 0,05, yang berartibahwa semua variabel mempunyai tingkat kepen-tingan yang relatif sama. Secara umum, hasil penyu-sunan BLI ini dapat digunakan untuk mengukurdan membandingkan keberhasilan pembangunanantar-wilayah maupun antar-waktu. Kedua, pen-capaian pembangunan dengan ukuran BLI untuknasional Indonesia adalah 58,4246. Berdasarkan BLItiap provinsi, lima provinsi dengan BLI tertinggiadalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur, SulawesiUtara, Riau, dan Sumatera Selatan sedangkan limaprovinsi dengan BLI terendah adalah Papua, NusaTenggara Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, danBanten. Ketiga, BLI mempunyai hubungan yang cu-kup kuat dan positif dengan IPM dan IPR, akantetapi memiliki keeratan hubungan yang negatifdengan pertumbuhan Produk Domestik RegionalBruto (PDRB). Hal tersebut sekaligus mengindika-sikan bahwa BLI cukup valid digunakan sebagaiukuran pembangunan yang bersifat multidimen-sional di Indonesia.
Berdasarkan simpulan yang diutarakan sebelum-nya, saran yang dapat diberikan dari penelitian iniadalah sebagai berikut. Pertama, pembangunan hen-daknya dilakukan dengan memberikan perhatiansecara merata pada semua dimensi pembangunan,tetapi perlu adanya prioritas terhadap dimensi-dimensi pembangunan yang memiliki indeks di-mensi rendah. Secara nasional, dimensi-dimensipembangunan yang perlu mendapat prioritas daripemerintah berdasarkan penelitian ini adalah di-mensi pendapatan, kemasyarakatan, dan kepuasanhidup. Kedua, kelompok provinsi dengan kategori
BLI rendah seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, Go-rontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten tentu per-lu mendapat prioritas dalam peningkatan pemba-ngunan. Lebih khusus lagi pada kelompok provinsidengan BLI rendah ini, pembangunan dapat diprio-ritaskan pada dimensi kesehatan, perumahan, danpendidikan. Sementara itu, pada kelompok provin-si dengan BLI sedang, pemerintah dapat memberiprioritas pembangunan pada dimensi lingkungan,pemerintahan, dan kemasyarakatan.
Ketiga, pemerintah, baik pusat maupun daerah,diharapkan mempertimbangkan BLI ini sebagaialternatif ukuran pembangunan yang multidimen-sional. Dan keempat, mengingat bahwa penentuanBLI ini masih sangat tergantung ketersediaan datavariabel-variabel penyusunannya, perlu diperhati-kan untuk menggunakan pendekatan variabel lainyang lebih terjamin ketersediaan datanya secararutin apabila ada variabel yang tidak bisa diperolehsetiap tahun, misalnya variabel Indeks Demokrasidapat dilakukan pendekatan dengan data persepsimasyarakat terhadap pemerintahan dari LembagaSurvei Indonesia (LSI).
Daftar Pustaka[1] Arham, M. A. (2014). Kebijakan Desentralisasi Fiskal, Perge-
seran Sektoral, dan Ketimpangan Antarkabupaten/Kota diSulawesi Tengah. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia,14(2), 145–167.
[2] Azwar, Saifuddin. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogya-karta: Pustaka Pelajar.
[3] Badruddin, S. (2009, 19 Maret). Teori dan Indikator Pem-bangunan. Diakses dari http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/. Tanggal ak-ses 19 April 2012.
[4] BPS. (2008). Indeks Pembangunan Manusia 2006–2007. Jakarta:Badan Pusat Statistik.
[5] BPS. (2009a). Data Produk Domestik Regional Bruto Atas DasarHarga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Indonesia. Jakarta:Badan Pusat Statistik.
[6] BPS. (2009b). Indeks Demokrasi. Jakarta: Badan Pusat Statis-tik.
[7] BPS. (2010a). Indeks Pembangunan Manusia 2008–2009. Ja-karta: Badan Pusat Statistik.
[8] BPS. (2010b). Indikator Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta:Badan Pusat Statistik.
[9] BPS. (2010c). Penyempurnaan Penyusunan Indeks Pembangun-an Regional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[10] BPS. (2010d). Statistik Indonesia 2009. Jakarta: Badan PusatStatistik.
[11] BPS. (2010e). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta:Badan Pusat Statistik.
[12] BPS. (2011). Statistik Indonesia 2010. Jakarta: Badan PusatStatistik.
[13] Durand, M., & Smith, C. (2013). The OECD Better LifeInitiative: How’s Life? and the Measurement of Well-Being.
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...138
Tabe
l6:M
atri
ksK
orel
asiA
ntar
-Var
iabe
l
Kor
elas
iX
1X
2X
3X
4X
5X
6X
7X
8X
9X
10X
11X
12X
13X
14X
15X
16X
17X
18X
19X
11
0,40
10,
525
-0,2
90-0
,062
0,26
00,
163
0,09
60,
330
-0,2
40-0
,060
0,19
80,
225
0,25
0-0
,250
0,43
4-0
,300
0,09
5-0
,210
X2
0,40
11
0,44
80,
338
-0,3
150,
380
-0,3
600,
523
0,41
0-0
,490
0,31
60,
627
0,24
10,
360
-0,2
500,
368
-0,3
800,
388
-0,4
90X
30,
525
0,44
81
0,05
4-0
,095
0,42
80,
025
0,18
30,
120
-0,3
900,
106
0,29
50,
016
0,53
0-0
,430
0,28
2-0
,560
0,18
0-0
,480
X4
-0,2
900,
338
0,05
41
-0,3
610,
036
-0,5
500,
637
0,20
0-0
,360
0,24
50,
369
-0,0
200,
500
-0,1
800,
098
-0,3
400,
249
-0,5
20X
5-0
,060
-0,3
20-0
,100
-0,3
601
-0,1
300,
343
-0,5
30-0
,510
0,24
2-0
,120
-0,1
00-0
,160
-0,3
400,
0250
-0,0
200,
370
-0,6
400,
415
X6
0,26
00,
380
0,42
80,
036
-0,1
251
-0,1
50-0
,070
0,15
0-0
,410
0,31
40,
124
0,21
20,
200
-0,4
700,
239
-0,1
600,
035
-0,1
70X
70,
163
-0,3
600,
025
-0,5
500,
343
-0,1
501
-0,3
40-0
,020
0,49
1-0
,190
-0,2
60-0
,300
-0,3
100,
109
-0,3
200,
090
-0,2
200,
348
X8
0,09
60,
523
0,18
30,
637
-0,5
32-0
,070
-0,3
401
0,53
0-0
,170
0,11
80,
586
0,24
70,
390
-0,2
200,
330
-0,3
900,
292
-0,5
60X
90,
331
0,40
90,
123
0,20
3-0
,512
0,15
4-0
,020
0,52
61
-0,1
500,
456
0,25
80,
150
0,09
0-0
,200
0,31
3-0
,300
0,59
9-0
,320
X10
-0,2
40-0
,490
-0,3
90-0
,360
0,24
2-0
,410
0,49
1-0
,170
-0,1
501
-0,2
60-0
,150
-0,0
20-0
,400
0,10
4-0
,170
0,23
0-0
,290
0,40
4X
11-0
,060
0,31
60,
106
0,24
5-0
,116
0,31
4-0
,190
0,11
80,
460
-0,2
601
0,34
5-0
,030
-0,1
40-0
,140
0,18
1-0
,230
0,40
4-0
,310
X12
0,19
80,
627
0,29
50,
369
-0,1
010,
124
-0,2
600,
586
0,26
0-0
,150
0,34
51
0,29
20,
270
-0,2
200,
407
-0,2
000,
100
-0,3
70X
130,
225
0,24
10,
016
-0,0
20-0
,157
0,21
2-0
,300
0,24
70,
150
-0,0
20-0
,030
0,29
21
-0,2
10-0
,410
0,66
90,
214
0,07
50,
094
X14
0,25
40,
361
0,53
30,
498
-0,3
420,
195
-0,3
100,
390
0,09
0-0
,400
-0,1
400,
265
-0,2
101
-0,2
50-0
,020
-0,4
800,
162
-0,5
50X
15-0
,250
-0,2
50-0
,430
-0,1
800,
025
-0,4
700,
109
-0,2
20-0
,200
0,10
4-0
,140
-0,2
20-0
,410
-0,2
501
-0,4
400,
093
0,09
50,
153
X16
0,43
40,
368
0,28
20,
098
-0,0
190,
239
-0,3
200,
330
0,31
0-0
,170
0,18
10,
407
0,66
9-0
,020
-0,4
401
-0,1
000,
139
-0,1
60X
17-0
,300
-0,3
80-0
,560
-0,3
400,
370
-0,1
600,
090
-0,3
90-0
,300
0,23
0-0
,230
-0,2
000,
214
-0,4
800,
093
-0,1
001
-0,4
800,
904
X18
0,09
50,
388
0,18
00,
249
-0,6
350,
035
-0,2
200,
292
0,60
0-0
,290
0,40
40,
100
0,07
50,
160
0,09
50,
139
-0,4
801
-0,4
50X
19-0
,210
-0,4
90-0
,480
-0,5
200,
415
-0,1
700,
348
-0,5
60-0
,320
0,40
4-0
,310
-0,3
700,
094
-0,5
500,
153
-0,1
600,
904
-0,4
501
Sum
ber:
Has
ilPe
ngol
ahan
Penu
lis
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Pratomo, D. & Sumargo, B. 139
Tabe
l7:I
ndek
sD
imen
siM
enur
utPr
ovin
si
No
Prov
insi
PER
UM
PEN
DA
PPE
KER
JM
ASY
PEN
DID
LIN
GK
PEM
ERK
ESH
KEP
UA
SK
EAM
SEIM
BN
ilai
R.
Nila
iR
.N
ilai
R.
Nila
iR
.N
ilai
R.
Nila
iR
.N
ilai
R.
Nila
iR
.N
ilai
R.
Nila
iR
.N
ilai
R.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
1A
ceh
67,6
022
34,3
328
45,4
232
39,4
526
71,8
56
72,4
713
66,2
923
69,2
821
31,5
92
98,3
42
60,9
63
2Su
mat
era
Uta
ra77
,15
739
,40
863
,84
1345
,38
1672
,24
462
,48
2160
,20
3272
,63
716
,91
3197
,18
1555
,27
25
3Su
mat
era
Bara
t65
,05
2537
,39
1359
,73
2346
,21
1470
,89
887
,04
360
,29
3169
,84
1821
,04
1697
,46
1254
,20
30
4R
iau
83,3
81
39,6
17
68,3
48
42,3
319
72,0
45
51,6
527
75,8
52
74,1
23
16,5
232
97,9
26
60,5
65
5Ja
mbi
74,2
010
37,1
817
68,3
19
4022
67,1
314
75,0
410
7111
73,3
84
14,4
233
97,8
97
60,2
07
6Su
mat
era
Sela
tan
70,5
716
37,1
118
97,9
01
51,9
58
66,7
317
69,3
015
72,5
26
71,3
412
17,6
426
97,2
614
57,6
015
7Be
ngku
lu73
,87
1135
,73
2355
,17
2856
,59
568
,84
1179
,58
564
,76
2571
,89
1020
,52
1896
,66
2157
,19
168
Lam
pung
80,9
33
34,4
127
59,7
422
56,9
74
65,7
020
73,7
411
67,4
718
68,9
822
17,5
829
96,5
022
56,7
519
9K
ep.
Bang
kaBe
litun
g
77,2
96
39,6
96
69,1
77
41,1
820
65,5
922
52,1
526
67,0
120
66,1
328
25,4
77
96,7
720
58,5
413
10K
ep.
Ri-
au80
,47
442
,29
364
,82
1140
,23
2169
,27
1051
,65
2873
,61
469
,59
2025
,46
897
,81
854
,77
26
11D
KI
Jaka
rta
73,2
613
86,1
01
62,0
518
18,4
833
82,0
51
41,7
333
73,9
13
72,9
16
19,6
320
97,1
716
54,2
929
12Ja
wa
Ba-
rat
73,8
712
36,7
821
76,8
83
35,0
130
66,1
719
49,6
930
71,0
710
7016
20,6
517
96,3
724
58,0
514
13Ja
wa
Te-
ngah
76,4
78
37,3
514
77,8
02
45,7
715
61,0
728
55,4
024
66,4
522
735
22,7
714
97,6
810
53,0
531
14D
IYog
ya-
kart
a79
,50
540
462
,87
1749
,77
971
,19
753
,52
2567
,55
1771
,08
1323
,64
1195
,52
3049
,16
32
15Ja
wa
Ti-
mur
75,2
29
39,0
19
63,4
614
39,5
025
61,6
227
59,0
123
62,4
929
71,3
711
18,9
224
97,3
213
54,4
328
16Ba
nten
69,8
619
36,8
320
63,1
916
35,1
329
68,0
312
50,8
629
67,9
816
64,5
629
22,9
112
95,7
627
58,7
511
17Ba
li70
,29
1739
,83
560
,71
2045
,23
1765
,06
2485
,50
470
,35
1369
,96
1717
,58
2897
,96
546
,47
3318
Nus
aTe
ngga
raBa
rat
52,3
131
36,8
419
57,3
227
64,4
81
55,7
732
73,6
912
58,1
233
60,9
433
26,4
36
93,9
931
54,7
527
19N
usa
Teng
gara
Tim
ur
61,8
326
32,3
432
64,5
112
49,6
610
55,8
831
66,6
120
71,6
49
62,9
130
31,8
81
92,8
833
60,9
54
20K
alim
anta
nBa
rat
68,9
120
37,2
915
69,6
25
37,1
128
59,5
529
71,9
214
72,3
87
68,1
923
17,6
027
98,0
93
56,7
618
21K
alim
anta
nTe
ngah
66,8
024
37,2
716
63,4
115
42,4
618
67,0
415
45,7
032
77,6
31
74,7
61
19,0
922
98,7
21
59,7
08
22K
alim
anta
nSe
lata
n71
,02
1538
,16
1069
,42
639
,92
2465
,39
2348
,25
3166
,63
2161
,27
3218
,88
2596
,21
2656
,52
21
23K
alim
anta
nTi
mur
81,1
32
42,7
82
74,6
14
33,8
931
72,7
73
68,6
316
72,3
18
74,3
12
24,8
69
97,6
611
56,4
722
24Su
law
esi
Uta
ra70
,21
1837
,43
1253
,99
2958
,31
273
,30
288
,21
170
,94
1272
,44
819
,40
2196
,23
2562
,43
1
25Su
law
esi
Teng
ah60
,63
2835
,86
2261
,30
1955
,83
666
,45
1868
,51
1766
,02
2466
,14
2718
,93
2397
,12
1858
,60
12
26Su
law
esi
Sela
tan
71,4
614
37,9
011
57,8
525
39,9
723
61,7
126
67,6
218
61,4
830
71,9
69
24,5
210
97,1
317
60,5
16
27Su
law
esi
Teng
gara
68,5
621
34,0
931
59,8
221
46,7
313
65,6
121
60,5
322
64,2
926
68,0
624
26,9
85
96,8
919
55,6
323
28G
oron
talo
50,9
932
34,7
825
45,8
031
57,7
13
62,9
125
88,2
12
73,5
05
61,6
631
27,2
44
93,9
432
55,3
024
29Su
law
esi
Bara
t61
,59
2735
,69
2457
,85
2654
,44
759
,29
3067
,62
1967
,99
1567
,14
2622
,41
1597
,97
459
,36
9
30M
aluk
u57
,34
3034
,20
3052
,60
3049
,50
1170
,15
978
,80
669
,07
1467
,50
2522
,79
1395
,75
2857
,12
1731
Mal
uku
Uta
ra59
,40
2932
,12
3365
,91
1049
,42
1267
,46
1378
,87
67,2
119
69,7
719
17,4
430
97,7
79
58,9
310
32Pa
pua
Bara
t67
,05
2334
,21
2935
,62
3337
,39
2766
,88
1675
,30
863
,06
2871
,07
1430
,40
396
,38
2361
,30
2
33Pa
pua
45,6
333
34,6
426
58,5
124
26,7
232
54,3
733
75,3
09
63,8
027
70,0
215
19,9
119
95,6
829
56,6
920
NA
SIO
NA
L73
,07
39,4
465
,14
41,5
665
,53
59,7
967
,30
70,5
520
,84
96,9
256
,23
Sum
ber:
Has
ilPe
ngol
ahan
Penu
lis
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140
Sebuah Alternatif: Better Life Index...140
Paper Prepared for the International Association for Research inIncome and Wealth (IARIW) Session at the 2013 World Statis-tics Conference, Sponsored by the International StatisticalInstitute, Hong Kong, August 26, 2013. Diakses dari http://www.iariw.org/papers/2013/DurandPaper.pdf. Tang-gal akses 4 September 2012.
[14] ESCAP. (2009). Gross National Happiness Index: To-wards Measuring the Progress of Societies. Paper,E/ESCAP/CST/INF/21. Committee on Statistic, Economi-cs and Social Commission for Asia and the Pacific.Diakses dari https://www.unescap.org/sites/default/files/pre-ods/CST1-INF21.pdf. Tanggal akses 19 April2012.
[15] Kasparian, J., & Rolland, A. (2012). OECD’s ’Better LifeIndex’: Can Any Country be Well Ranked?, Journal of AppliedStatistics, 39(10), 2223–2230.
[16] Kementerian Lingkungan Hidup. (2010). Indeks KualitasLingkungan Hidup 2009. Jakarta: Asisten Deputi UrusanData dan Informasi Lingkungan, Kementerian LingkunganHidup. Diakses dari http://datin.menlh.go.id/assets/berkas/IKLH-2009-.pdf. Tanggal akses 19 April 2012.
[17] Lagas, P., van Dongen, F., van Rijn, F., & Visser, H. (2015).Regional Quality of Living in Europe. Region: The Journal ofERSA, 2(2), 1–26.
[18] Lisna, V., Sinaga, B. M., Firdaus, M., Sutomo, S. (2013).Dampak Kapasitas Fiskal terhadap Penurunan Kemiskin-an: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Jurnal Ekonomi danPembangunan Indonesia, 14(1), 1–26.
[19] Nasihuddin, A. A. (2010). Pusat Wisata Kuliner di Kabupa-ten Lamongan: Tema Eklektik Bahari. Undergraduate thesis.Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
[20] Nikolaev, B. (2014). Economic Freedom and Quality of Life:Evidence from the OECD’s Your Better Life Index. Journalof Private Enterprise, 29(3), 61–96.
[21] OECD. (2008). Handbook on Constructing Composite Indicators:Methodology and User Guide. Diakses dari http://www.oecd.org/std/leading-indicators/42495745.pdf. Tanggalakses 4 September 2012.
[22] Puradiredja, H. (2011, 19 Januari). Pandang-an Arti Kebahagiaan dan Kepuasan Hidup Ba-rat dan Timur. Kompasiana.com. Diakses darihttp://filsafat.kompasiana.com/2011/01/19/
pandangan-arti-kebahagiaan-dan-kepuasaan-hidup-
barat-dan-timur/. Tanggal akses 23 Mei 2012.[23] Setiawan, M. B., & Hakim, A. (2013). Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia. Jurnal Economia, 9(1), 18–26.[24] Supranto, J. (2001). Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Er-
langga.[25] Todaro, M. P. & Smith, S. C. (2004). Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
JEPI Vol. 16 No. 2 Januari 2016, hlm. 123–140