sejarah pki

17
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklz PENUMPASAN G 30 S PKI XI IPA 2 Mega Amelia (25) Monica Salim (26) Muhammad Fadhil (27) Nabila Sarnia (28) Nardi Kiswanto (29) Nariswari Khairannisa (30) Raden Muhammad Dimas Prasetyo (31) Raedhita Arya Kanigoro (32)

Upload: nariswari-khairanisa

Post on 25-Jul-2015

690 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEJARAH PKI

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd

fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx

cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc

vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc

vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn

mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert

yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas

dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklz

PENUMPASAN G 30 S PKI

XI IPA 2

Mega Amelia (25)

Monica Salim (26)

Muhammad Fadhil (27)

Nabila Sarnia (28)

Nardi Kiswanto (29)

Nariswari Khairannisa (30)

Raden Muhammad Dimas Prasetyo (31)

Raedhita Arya Kanigoro (32)

Page 2: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 2

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap tanggal 1 Oktober, diperingati hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila

adalah sarana untuk mengenang tragedi kemanusiaan pemberontakan Gerakan 30 September atau

yang lebih dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI yang dilakukan oleh organisasi pergerakan nasional

PKI. Hal ini dilakukan PKI untuk merebut kekuasaan yang sah di Indonesia. Namun upaya tersebut

berhasil digagalkan oleh unsur-unsur yang setia terhadap Pencasila.

Gerakan 30 September dilatarbelakangi oleh persaingan antara PKI dengan Angkatan

Darat karena adanya perbedaan kepentingan. PKI ingin mendirikan Negara komunis di Indonesia,

sedangkan Angkatan Darat berkepentingan untuk mengamankan Pancasila sebagai dasar negara.

Ketegangan itu mencapai puncaknya pada pada hari Kamis tanggal 30 September 1965 di

Ibukota Republik Indonesia, Jakarta telah terjadi “gerakan militer dalam Angkatan Darat” yang

dinamakan “Gerakan 30 September”, dikepalai oleh Letkol Untung, Komandan Bataliyon

Cakrabirawa, pengawal pribadi Presiden Soekarno. Sejumlah besar jendral telah ditangkap, alat-

alat komunikasi yang penting-penting serta obyek penting lainnya sudah dikuasai Gerakan tersebut

dan Presiden Soekarno selamat dalam lindungan Gerakan 30 September. Gerakan tersebut ditujukan

kepada jendral-jendral anggota yang menamakan dirinya Dewan Jendral. Komandan Gerakan 30

Sepetember itu menerangkan bahwa akan dibentuk Dewan Revolusi Indonesia ditingkat pusat yang

dikuti oleh tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.

Tetapi, bagaimanakah sikap pemerintah dalam menumpaskan pemberontakan gerakan 30

September?

Karena itulah kami menyusun makalah yang berjudul “Penumpasan G 30 S/PKI” ini guna mengetahui

bagaimana cara penumpasan terhadap Gerakan 30 September.

Dengan ini kami juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi pelajar untuk menambah

pengetahuan dan wawasan.

1.2 Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas maka kami merumuskan permasalahannya

sebagai berikut:

Apa yang dimaksud dengan G 30 S/PKI?

Bagaimanakah penumpasan G 30 S/PKI?

Bagaimanakah pasca terjadinya G 30 S/PKI?

Page 3: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 3

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai ialah:

Mengetahui apa yang dimaksud dengan G 30 S/PKI

Mengetahui cara penumpasan G 30 S/PKI

Mengetahui keadaan pasca kejadian G 30 S/PKI

1.4 Manfaat

Manfaat dari makalah ini ialah:

Sebagai bahan referensi untuk bahan pembelajaran

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penumpasan G 30 S/PKI

Page 4: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 4

BAB I

TENTANG G 30 S PKI

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia

yang berideologi komunis. PKI merupakan partai komunis yang

terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet.

Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari

pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat

buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani

Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.

Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan

artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta

anggota dan pendukung.

Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial

Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh

membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan

peristiwa G30S/PKI.

Ada pun Gerakan 30 September 1965, secara politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer

yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah sersan

(U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi militer dipimpin

oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang bermarkas di Pangkalan

Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang

juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah

Letkol. Untung Samsuri.

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan

September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi

selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira

tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan

kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Alasan utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada melawan apa

yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat terhadap Presiden Sukarno“.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh

dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang

dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung Samsuri. Panglima

Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan

terhadap gerakan tersebut.

Page 5: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 5

BAB II

PENUMPASAN G 30S PKI

1. TINDAKAN KOSTRAD

1. Penilaian Panglima Kostrad

Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari, setelah memperoleh informasi terjadinya

penculikan dan pembunuhan terhadap pimpinan TNI-AD , pangkostrad Mayjend TNI Soeharto

segera mengumpulkan staffnya di markas Kostrad, untuk mempelajari situasi. Dalam rapat

tersebut Pangkostrad belum mendapat gambaran yang lengkap dan jekas tentang gerkan yang

beru saja terjadi, serta belum mengetahui tempat presiden berada. Setelah tampilnya Letkol Inf.

Untung, seorang perwira menengah TNI-AD yang pernah berdinas dalam jajaran Kodam

VII/Doponegoro dan beliau ketahui sebagai anggota PKI, dengan pengumuman pertamannya

yang disiarkan setelah warta berita RRI Jakarta pukul 07.00, maka Pangkostrad Mayjend TNI

Soeharto mempunyai keyakinan bahwa Gerakan 30 September adalah gerakan PKI yang

bertujuan menggulingkandan merebut kekuasan dari Pemerintah RI yang sah.

2. Operasi Penumpasan

Berdasarkan keyakinan itu, Pangkostrad Mayjend TNI Soeharto segera menyusun rencana untuk

menumpas gerakan pengkhiatan tersebut. Beliau segera mengkonsolidasikan dan menggerakkan

personil Markas Kostrad dan satuan-satuan lain di Jakarta yang tidak mendukung Gerakan 30

September, disertai dengan usaha menginsyafkan kesatuan-kesatuan yang digunakan oleh

Gerakan 30 September. Imbangan kekuatan makin tidak menguntukan pihak Gerakan 30

September, terutama setelah sebagian besar satuan yang digunakan oleh beberpa perwira yang

dibina PKI berhasil disadarkan dan kembali menggabungkan diri kedalam Komando dan

pengendalian Kostrad.

Setelah pasukan-pasukan yang dopengaruhi oleh

G30S berhasil disadarkan, maka langkah

selanjutnya adalah merebut RRI Jakarta dan

Kantor Besar Telkom yang sejak pagi-pagi

diduduki oleh pasukan Kapten Inf. Suradi yang

berada dibawah komando Kolonel Inf. A. Latief.

Pada pukul 17.00 pasukan RPKAD dibawah

pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo

diperintahkan merebut kembali kedua objek

penting tersebut dengan sejauh mungkin

menghindari pertumpahan darah.

Pada pukul 17.20 Studio RRI Jakarta telah dikuasai oleh RPKAD dan bersamaan dengan itu telah

direbut pula Kantor Besar Telkom. Setelah diperoleh laporan bahwa daerah di sekitar pangkalan

Uadara Halim Perdanakusuma digunakan sebagai basis Gerakan 30 September, operasi

penumpasan diarahkan ke daerah tersebut. Perkembangan menjelang petang tanggal 1 Oktober

1965 berlangsung dengan cepat. Pasukan pendukung G 30 S yang menggunakan Pondok Gede

sebagai basis segera menyadari adanya situasi yang semakin tidak menguntungkan gerakannya.

Page 6: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 6

Situasi menjadi semakin gawat bagi pasukan G 30 S setelah Presiden memerintahkan secara lisan

kepada Brigjen TNI Soepadjo agar pasukan-pasukan yang mendukung G 30 S menghentikan

pertumpahan darah.

Setelah RRI berhasil dikuasai kembali oleh RPKAD, pada pukul 19.00 Mayjen TNI Soeharto selaku

pimpinan sementara AD menyampaikan pidato radio yang dapat ditangkap diseluruh wilayah

tanah air. Dengan bukti-bukti siaran G 30 S melalui RRI Jakarta Soeharto menjelaskan bahwa

telah terjadi tindakan pengkhianatan oleh apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.

Selanjutnya dijelaskan bahwa G 30 S telah melakukan penculikab terhadap beberapa Perwira

Tinggi TNI-AD, sedangkan Presiden dan Menko Hankam/Kasab Jendral TNI A.H. Nasution dalam

keadaan aman. Situasi Ibu Kota Negara telah dikuasai kembali dan telah dipersiapkan langkah-

langkah untuk menumpas G 30 S tersebut. Untuk sementara pimpinan AD dipegang oleh Soeharto.

Pidato Pangkostrad tersebut dapat menentramkan hati rakyat yang seharian penuh diliputi

suasana gelisah dan tanda tanya.

Pasukan pendukung G 30 S setelah melakukan perlawanan lebih kurang setengah jam, pada

tanggal 2 Oktober 1965 pukul 14.00 menghentikan perlawanannya dn melarikan diri dari

Pondok Gede.

3. Ditemukannya Tempat Penguburan Para Korban Penculikan di Lubang Buaya

Dengan hancurnya kekuatan fisik G 30 S / PKI

di Ibu Kota operasi dilanjutkan untuk

mengetahui nasib para korban penculikan.

Sukitman, anggota polisi yang ditangkap

pasukan penculik pada saat dilakukannya

penculikan terhadap Brigjen TNI D.I. Panjaitan,

yang berhasil melarikan diri melaporkan

kepada pasukan keamanan bahwa ia

menyaksikan sendiri penyiksaan dan

membunuhan yang dilakukan terhadap korban

penculikan.

Atas perintah Mayjen Soeharto dengan bantuan Sukitman tanggal 3 Oktober 1965 sekitar 17.00

dapat ditemukan timbunan tanah dan sampah yang diperkirakan sebagai tempat penguburan

kemudian dilakukan penggalian terhadap timbunan tanah dan sampah tersebut yang ternyata

adalah sebuah sumur tua. Hasil penggalian membenarkan bahwa sumur tua tersebut ditemukan

tanda-tanda adanya janazah sesuai dengan laporan Sukitman.

Atas perintah Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo, penggalian timbunan tanah dihentikan karena

mengalami kesulitan teknis, dan lagi hal tersebut perlu dilaporkan terlebih dahulu kepada Mayjen

Soeharto.

Keesokan harinya, setelah mendapat laporan tentang ditemukannya tempat yang kemmungkinan

besar menjadi tempat para korban penculikan dikubur, Mayjen Soeharto kemudian menuju sumur

tua itu yang berada di lingkuangan kebun karet di daerah Lubang Buaya. Atas perintah Soeharto

penggalian mulai dilakukan, yang pelaksanaan teknisnya dilakukan oleh anggota kesatuan Intai

para Ampibi (KIPAM) dari KKU AD (Marinir) bersama-sama anggota RPKAD dengan disaksikan

kembali oleh mayjen Soeharto. Dalam sumur tua tersebut ditemukan jenazah semua korban

penculikan yang berjumlah tujuh orang, Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen

TNI S. Parman, Mayjen TNI Haryono M. T, Brigjen TNI D. I Panjaitan, Brigjen TNI Soetojo S, serta

Lettu Czi Pierre Andreas Tendean.

Page 7: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 7

Dengan telah ditemukannya seluruh korban penculikan dalam keadaan meninggal, Soeharto

menyampikan pidato yang kemudian disiarkan oleh RRI Jakarta tanggal 4 Oktober 1965 sekitar

pukul 20.00. dalam pidato tersebut Soeharto mengatakan bahwa dengan kesaksian beliau sendiri

secara langgsung telah berhasil ditemukaan jenazah 6 orang jendral dan seorang Perwira

pertama yang menjadi korban penculikan Gerakan 30 September.

Ketujuh jenazah tersebut dikubur dalam sebuah sumur tua di ddaerah Lubang Buaya, tempat

pelatihan sukwan-sukwati pemuda Rakyat dan Gerwani. Hal itu terbukti dari pengakuan seorang

anggota Gerwani yang berasal dari Jawa Ten gah yang pernah dilatih ditempat tersebut dan

tertangkap di Cirebon.

Setelah dirawat sebagaimana mestinya, para korban fitnah dan pembunuhan G 30 S kemudian

disemayamkan d iaula markas Besar TNI AD jakarta. Keesokan harinya pertepatan dengan HUT

ke 20 ABRI, tanggal 5 Oktober 1965 dengan upacara kebesaran militer jenazah para putra

terbaik bangsa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Jendral TNI A.H Nasution

bertindak selaku inspektur upacara. Dalam pidato pengantar jenazah para pahlawan itu, Menko

Hankam/Kasab dengan terbata-bata dan penuh kesedihan menyatakan bahwa hari angkatan

bersenjata tanggal 5 Oktober adalah hari yang selalu gemilang, tetapi pada hari itu telah

dihinakan oleh pengkhianatan dan penganiayaan para perwira tinggi TNI AD. Beliau juga

mengatakan bahwa fitnah terhadap ABRI merupakan perbuatan yang lebih kejam daripada

pembunuhan dan mengajak segenap prajurit TNI untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan

tersebut dengan meminta kepada rakyat agar ikhlas melepas para pahlawan tersebut

menghadap Tuhan YME.

Di sepanjang jalan iring-iringan jenazah para pahlawan Revolusi itu, ratusan ribu rakyat

mengantarkannya sebagai perwujudan rasa hormat, belasungakawa dan simpati.

Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung

PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp

konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung

dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan

pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:

"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat

menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat

membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-

benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."

Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi

korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional

Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dariFrankfurter

Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam

galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani

meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.

Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk

membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-

Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi

mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.

Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi.

Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir

Page 8: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 8

1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun

1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan

Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.

2. TUNTUTAN MASSA DALAM PEMBUBARAN PKI

1. Reaksi Partai Politik dan organisasi Massa

Kenyataan menunjukkan bahwa setelah tersiar adanya G 30 S melalui studio RRI Jakarta

pada tanggal 1 Oktober 1965, baik parpol maupun ormas belum menentukan sikap karena

sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan latar belakangnya. Mereka

belum mempunyai pedoman untuk menanggapinya. Situasi maupun kondisi sosial politik pada

saat itu memaksa mereka bertindak sangat cermat sekali agar sikap yang mereka ambil

jangan sampai menimbulkan kerugian politis bagi partai atau golongan.

Baru setelah mendengar siaran langsung pidato Soeharto ditempat ditemukannya para

korban penculikan pada tanggal 4 Oktober 1965 dan siaran upacara pemakaman para

pahlawan Revolusu tanggal 5 Oktober 1965, keluarlah pernyataan-pernyataan dan ormas

yang umumnya bernada sebagai berikut:

Mengucap syukur atas terhindarnya presiden Soekarno dari bahaya;

Tetap berdiri penuh di belakang presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung

Karno;

Mengutuk pemberontakan dan pengkhianatan G 30 S

2. Tindakan Spontan Massa terhadap PKI

Setelah diperoleh tanda-tanda yang semakin jelas bahwa PKI adalah dalang dari pelaku

Gerakan 30 September, mulailah terjadi aksi-aksi spontan berbagai kelompok massa

pemuda, mahasiswa dan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 mulai terjadi aksi-aksi

massa menyerbu gedung-gedung kantor PKI serta ormas-ormasnya. Aksi-aksi massa tersebut

terjadi diberbagai daerah dan tempat-tempat dimana terdapat basis-basis kekuatan PKI

disitu terjadi suasana tegang dan konflik fisik.

Sementara itu tanggal 8 Oktober 1965 di taman Suropati Jakarta, partai politik dan

berbagai organisasi massa melakukan apel kebulatan tekad untung mengamankan Pancasila.

Apel kebulatan tekad tersebut juga mendesak Presiden untuk membubarkan PKI beserta

ormas pendukungnya, membersihkan kabinet, DPR-GR, MPRS, serta lembaga-lembaga

negara lainnya dari unsur-unsur G 30 S/PKI.

Kegiatan penindakan terhadap PKI yang semula hanya timbul secara spontan dari masing-

masing golongan masa, pemuda, mahasiswa dan pelajar kemudian menjadi lebih luas. Pada

tanggal 2 Oktober 1965 berbagai partai politik yaitu NU, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, PSII,

unsur-unsur perti, dan unsur-unsur PNI, serta ormas-ormas aanti komunis seperti Muhamadiyah,

SOSKI, dan lain-lain membentuk dan begabung menjadi fron Pancasila.

Dengan memperhatikan munculnya suasana yang sama dilingkungan mahasiswa dalam

menuntut pembubaran PKI dan menyerbu gedung-gedung PKI, tanggal 25 Oktober 1965

Page 9: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 9

Menteri perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Brigjen TNI dr. Syarif Thayeb,

memanggil beberapa tokoh dari organisasi mahasiswa. Beliau mengatakan bahwa untuk

menghadapi gerakan komunis, para mahasiswa agar tidak bergerak sendiri-sendiri tetapi

terpadu dalam satu kesatuan aksi. Dan menganjurkan kepada mahasiswa agar membentuk

Gerakan Mahasiswa yang terpadu dengan nama “ Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia”

(KAMI). Sejak saat itulah terbentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang kemudian diikuti

oleh munculnya berbagai kesatuan aksi lainnya. Kesatuan-kesatuan aksi ini tergabung dalam

Badan Koordinasi Kesatuan Aksi. Pada tanggal 31 Desember 1965 BKKA dan Fron Pancasila

menandatangani naskah deklarasi mendukung pancasila, yang bertujuan menggalang

persatuan antara rakyat dan ABRI sebagai Dwi Tunggal dalam mengamalkan ideologi

pancasila secara murni serta menolak usaha pembelaan terhadap Gerakan 30 September

dalam bentuk apapun.

3. Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)

Janji yang berulang kali diucapkan Presiden Soekarno untuk memberikkan penyelesaian

politik yang adil terhadap pemberontakan G-30-S/PKI belum juga diwujudkan. Sementara

itu, gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI kian keras dan bertambah luas. Situasi

yang menjurus kearah konflik politik tersebut bertambah lagi dengan munculnya rasa tidak

puas terhadap kesdaan ekonomi negara.

Dalam keadan serba tidaak puas dan tidak sabar, akhirnya tercetuslah Tri-Tuntutan hati

Nurani Rakyat, atau lebih dikenal sebagai Tri Tuntutan Rakyat, yang disingkat menjadi

Tritura. Dengan dipelopori oleh KAMI dam KAPI, pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-

kesatuan aksi yang bergabung dalam fron Pancasila memenuhi halaman DPR GR dan

mengajukan tiga buah tuntutan yang kemudian dikenal sebagai Tritura itu, yang isinya

adalah:

Pembubaran PKI;

Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI; dan

Penurunan harga dan perbaikan ekonomi.

Page 10: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 10

3. KOMANDO PEMULIHAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Sore hari tanggal 2 Oktober 1965 setelah berhasil mengiuasai kembali keaasaan kota Jakarta,

Mayend Soeharto menemui Presiden di Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut presiden memutuskan

untuk secra langsung memegang tampuk PimpinanAngkatan Darat yang semenjak tanggak 1 Iktober

1965 untuk sementara Mayjend Soeharto. Sebagai pelaksana harian presiden menunjuk Mayjend

Pranoto Reksosamudro untuk menyelenggarakan pemulihan keamanan dan ketertiban seperti sedia

kala ditunjuk Mayjend Soeharto, panglima Kostrad.

Keputusan tersebut disiarkan oleh Presiden dalam Pidato melalui RRI Pusat dini hari pukul 01.30

tanggal 3 Oktober 1965. Pengangkatan Mayjend Soeharto sebagai panglima operasi pemulihan

keamanan dan ketertiban serta pembentukan komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban

(Kopkamtib) kemudian diatur dengan Kepres/Pangti ABRI/Koti Nomor 142/Koti/1965 tanggal 1

November 1965, Nomor 162/Koti/1965/tgl 12 November 1965 dan Nomor 179/Koti/1965

tanggal 6 Desember 1965.

Tugas pokok Kopkamtib adalah memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa

Gerakan 30 September serta menegakkan kembali kewibawaan pemerintah pada umumnya dengan

jalan operasi fisik, militer dan mental. Dalam usaha penumpasan gerakan pemberontakan ini, di

mana-mana ABRI mendapat bantuan dari rakyat dan bekerjasama dengan organisai-organisasi

politik dan organisasi-organisasi massa yang setia kepada pancasila.

4. SURAT PERINTAH 11 MARET

Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto,

menteri/pangad, yang pokoknya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk atas nama

presiden/Pangti ABRI/peminpim besar Revolusi, mengambil sega tindakan yang dianggap perlu guna

terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kesetabilam pemerintahan.

Pemberian surat perintah tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus pemberian

wewang kepda Letjend Soeharto untuk mengatasi keadaan yang waktu itu serba tidak menentu.

Keluarnya Surat Perintah tersebut disambut dengan semangat yang menggelora oleh rakyat dan

durat perintah tersebut sering disebut “Supersemar” (Surat Perintah 11 Maret). Berdasarkan

kewenangan yang bersumber pada Supersemar, dengan menimbang masih adanya kegiatan sisa-sisa

G30S/PKI serta memperhatikan hasil-hasil pengadilan dan keputusan Mahkamah militer Luar Biasa

terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI, pada tanggal 12 Maret 1966 Letjend Soeharto atas nama

Presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi menandatangani Surat Keputusan Prsiden/Pangti

ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/PBR. No 1/3/1966, yaitu pembubaran PKI dan organisasi-organisasi

yang bernaungdan berlindung dibawahnya serta menyatakan sebagai organisasi terlarang di

wilayah kekuasaan Negara RI.

Page 11: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 11

Page 12: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 12

5. PEMBUBARAN PKI

Berdasarkan wewenang yang bersumber pada Supersemar, Letjend Soeharto atas nama Presiden

menetapkan pembubaran dan pelarangan PKI, termasuk semua bagian-bagian organisasinya dari

tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang se azas/ berlindung/bernaung

dibawahnya, keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden/Pangti ABRI/mandataris

MPR/PBR no.1/3/1966 tanggal 12 maret 1966 dan merupakan tindakan pertama Letjen Soeharto

sebagai pengemban perintah 11 Maret atau Supersemar.

Keputusan pembubaran dan pelarangan PKI itu diamabil oleh pengemban Supersemar berdasarkan

pertimbangan bahwa PKI telah nyata-nyata melakukan perbuatan kejahatan dan kekejaman. Bukan

itu saja, tetapi telah dua kali pengkhianatan terhadap negara dan rakyat Indonesia yang sedanag

berjuang.

Seluruh rakyat yang menjunjung tinggi landasan falsafah dan ideologi Pancasila waktu itu serentak

menuntut dibubarkannya PKI. Oleh karena itu, keputusan pembubaran PKI itu disambut dengan

gembira dan perasaan lega oleh seluruh rakyat Indonesia.

Page 13: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 13

BAB III

PASCA PENUMPASAN G 30S PKI

Ada beberapa dampak setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI. Karena ketidaktegasan sikap

pemerintah terhadap PKI membuat rakyat merasa kecewa.

Aksi Tritura

Pada tanggal 10 Januari 1966, KAMI dan KAPPI menggelar demonstrasi di DPR GR dan menyerukan

Tritura yang berisi : a. Bubarkan PKI dan ormas2 nya, b. Bersihkan kabinet Dwikora dari PKI, c.

Turunkan harga2 barang

Muncul pula aksi yang dilakukan KABI, KASI, KAWI, dan KAGI. Pada tanggal 26 Oktober 1966,

mereka bersatu menjadi Front Pancasila.

Sikap Angkatan Darat

Karena AD menjadi koraban provokasi PKI, mereka mendukung aksi Tritura. Bentuk dukungan

tersebut yaitu: seluruh Kodam Indonesia melarang pembentukan Barisan Soekarno di

wilayahnya masin2, Kodam Jaya melindungi para mahasiswa anggota KAMI saat membentuk

Laskar Arief Rachman Hakim

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30

September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada

masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga

ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September.

Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila

Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan

revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak

ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.

Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk

mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai

pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40

tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para

korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan

Putmainah.

Page 14: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 14

Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional",

yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian

kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan

organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak

melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama

"Tribune".

Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin Uni-

Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan

rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita

mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat

Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti

secara mendalam."

Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi

Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden

Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah[5]:

“ Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan

kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan dari pada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata

daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri

di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari,

yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.

Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik

Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka

dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut,

Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat

ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.

Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan

engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu

beserta kita dan beserta engkau! ”

Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-

Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas

penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi

terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto.

Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan

"penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-

Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan

Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang

dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk

bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."

Page 15: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 15

Pembangunan Monumen Pancasila Sakti

Pembuatan film Penumpasan Pengkhianatan G 30S PKI

Page 16: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 16

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN Penumpasan G 30 S PKI dilakukan untuk menjaga keutuhan bangsa dari

ancaman yang datang dari dalam. Hal ini dilakukan agar kekerasan yang memakan korban nyawa dalam upaya pemaksaan ideologi komunisme segera

dihentikan.

4. 2 SARAN Salah satu kutipan Ir. Soekarno yang terkenal adalah “Jas Merah” yang berarti

jangan sekali-kali melupakan sejarah. Untuk itu, setelah kita memahami kronologi dari tragedi dan penumpasan G 30 S PKI, berikut adalah hikmah

yang dapat diambil sebagai pelajaran dari masa lalu dan pedoman bagi masa depan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:

Sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, hendaknya kita

menghormati kesatuan negara dengan tidak mencoba untuk mengobrak-abrik konsep yang ada.

Kepentingan negara haruslah diletakkan di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Demi bangsa dan negara, kita harus rela berkorban, bahkan nyawa

sekalipun.

Kekerasan bukanlah jawaban dari setiap masalah, baik masalah kenegaraan maupun politik.

Kita tidak boleh memaksakan paham dan kehendak kita kepada orang lain.

Page 17: SEJARAH PKI

SEJARAH | PENUMPASAN G 30 S PKI 17

DAFTAR PUSTAKA

Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah.terjemahan Nugroho

Notosusanto. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia

Matroji. 2008. Sejarah 2 SMA. Jakarta: Bumi Aksara

1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia.

Jakarta: Sekretarit Negara RI.

1981. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Sekretariat Kementrian

Negara RI.

http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September