sejarah rebana

22
TUGAS KELOMPOK Portofolio Seni Budaya Alat Musik Tradisional : Rebana

Upload: jhul-ilyas-mohamad

Post on 28-Dec-2015

1.208 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sejarah mengenai rebana

TRANSCRIPT

TUGAS KELOMPOK

Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

SEJARAH REBANA

Rebana merupakan alat musik tradisi islami, di buat dari bahan kayu pilihan berbentuk bundar, pipih dan berlobang di tengahnya. di satu sisi sebelahnya di pasang kulit yang telah di samak. kalau di pukul pakai telapak tangan maka akan mengeluarkan bunyi nada suara. 

Rebana biasa di mainkan untuk mengiringi kitab barzanji, simthu duror, Ad'dibai, maulid dan sholawat Nabi SAW. Tapi pengembangannya sekarang sudah meluas dan modern. Ada yang untuk mengiringi tari-tarian, instrument musik, sampai ada yang sekedar di jadikan barang cinderamata. Rebana di Bumiayu berdiri sekitar tahun 1954-an, berawal dari angan-angan dan kejelian bapak MADALI yang mempunyai keterampilan dalam menciptakan dan mengolah bahan kayu menjadi sebuah rebana. rebana yang di hasilkannya juga hanya terdapat satu macam yaitu berukuran 37-40 cm. 

Kegiatan itu di lakukan selama puluhan tahun untuk mengisi waktu kesibukan di sela-sela waktu luang beliau bertani. Dan di kerjakan bersama seorang bapak bernama TOIP ( ayahanda ) yang sama-sama seoarang petani. 

Tahun demi tahun puncaknya tahun 1999 Rebana di Bumiayu mengalami perkembangan yang pesat dan meluas, banyak kemajuan dalam membuat ragam jenis rebana hingga sekarang. Ada rebana qasidah / LASQI, Rebana Hadroh / simthu duror, Rebana Diba, Rebana MAPSI ( mata pelajaran seni islam ), rebana marawis, Hajir Marawis, Rebana Jawa/ Bass demak, dan Bedug Masjid/ musholla  dari ragam jenis alat musik modern terdiri dari dari Drum set, Drum Band, Marching Band, aneka kendang, Tamrien / tamborien, dan instrument musik modern lainnya 

SEJARAH REBANA DI PASAR IKAN JAKARTA 

Seperti yang tercatat dalam SEJARAH REBANA DI BUMIAYU, berawal dari Bapak MADALI(alm) dan Bapak TOIP. Tahun 1954-an Rebana pada waktu itu di kaliwadas Bumiayu masih belum punya pasaran. di jual dengan cara di jajakan dan di kelilingkan dari kampung ke kampung juga dari rumah ke rumah. dan masih sekitar daerah Jawa Tengah dengan cara di panggul seperti pedagang kaki lima. Lambat dan penuh kesabaran buat bapak MADALI dan Bapak TOIP untuk menjajakan rebana. pada saat itu harga 1 set Rebana isi 4 cuma Rp 160, jadi per biji di hargai Rp 40 dengan ukuran Diameter 37-40 cm.  Lamanya waktu berlalu di Daerah pasar ikan Jakarta Utara, rame hiruk pikuk pedagang-pedagang ikan sampai cinderamata dan lainnya. salah satunya Haji Sulaiman saudagar dari Tasikmalaya penjual cinderamata, Beliau mendengar di daerah Bumiayu ada pengrajin rebana lalu beliau mampir ke Ayahanda Bapak TOIP untuk menawarkan rebananya di pasarkan di pasar ikan. yang sekarang bernama TOKO SETIA dan merupakan peran utama dalam perkembangan rebana di pasar ikan. 

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Hati gembira di terimalah tawaran tersebut. Dan dari situ kemajuan mulai terlihat untuk pasaran Rebana. sampai akhirnya biasanya Bapak TOIP lebih sering ke sawah untuk ngurusin padi jadi lebih banyak waktunya untuk buat Rebana di rumah. 

Sampai akhirnya berkembanglah rebana di pasar ikan. sampai pedagang-pedagang sebelahnya juga ikut melirik bisnis rebana tersebut.dari almarhum Haji Acep TOKO SINAR HARAPAN MUSIK dan TOKO BALI. Karena pesenan Rebana membludak tidak terkira dan Bapak TOIP kewalahan melayani permintaan, akhirnya satu keluarga ikut membuat rebana untuk stok rebana yang selalu kurang dan kehabisan. Berawal dari Bapak SYAMSURI L TOIP, KHAMBALI TOIP, ABDUL ROSYID TOIP, SOLICHIN TOIP, SOLIKHUN TOIP dan AKHMAD JAWAHIR TOIP. 

Dari awalnya satu keluarga untuk memenuhi permintaan yang cepat, tapi tetap aja stok selalu kurang dan habis, Beliau Haji Sulaeman minta pada pada Bapak TOIP untuk ikut andil supaya masyarakat kaliwadas Bumiayu sama-sama membuat Rebana. salah satunya dari bapak M YUNUS, haji MUJI, bapak JAWAWI dan lainnya ikut membuat dan mengisi rebana di pasar ikan. 

Puncak kejayan rebana rame penikmatnya di Pasar ikan dan Kaliwadas Bumiayu sekitar tahun 1999-an yaitu pada Era Presiden GUS DUR. Dan sampai sekarang perjalanan panjang itu terus berlanjut. Pesan yang paling sering penulis dengar adalah Almarhum Haji Sulaeman berkata pada Ayahanda adalah "...Nanti kalau Pak TOIP tidak lagi membuat rebana, Anak-anak Pak TOIP nanti yang meneruskan..." "...begitu juga nanti anak-anak saya yang meneruskan..," Semoga jaya terus rebana di pasar ikan, Bumiayu dan Indonesia. dan pecinta penikmat alat musik tradisi islami maju terus untuk perkembangan seni Islam. Amin...Amin... Di riwayatkan oleh ayahanda tercinta tuk masyarakat kaliwadas khususnya yang belum semuanya tahu, umumnya untuk masyarakat indonesia pecinta penikmat musik tradisi islami.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

BAGIAN-BAGIAN REBANA

Bahan untuk membuat rebana yaitu terdiri atas kayu, kulit, rotan dan kawat. Kayu yang dipakai adalah kayu jati. Kulit yang dipakai adalah kulit kambing. Rotan dan Kawat dipergunakan sebagai bahan untuk menutup atau membingkai bagian antara penampang kulit rebana dengan badan rebana. Selain itu digunakan juga untuk mengencangkan rebana, terutama pada waktu menyetem dengan cara memasukkan rotan utuh (bulat) ke dalam rongga rebana di sela – sela antara kulit dengan kayu.

Bagian – bagian rebana terdiri atas penampang rebana yang bahannya dari kulit. Di Sumbawa disebut angkang rebana, di Bima disebut tando. Bagian badan rebana dari kayu, di Lombok disebut batang rebana. Rotan sebagai pengencang yang dimasukkan ke dalam rongga rebana, di Sumbawa disebut seda, di Bima disebut sida dan di Lombok disebut sidak. Lingkaran bawah dari rebana ini di Lombok disebut lengkeh, di Sumbawa disebut lengkar dan di Bima disebut kontu. Sedang paku dari kayu yang dipasang pada lengkar berfungsi mengencangkan tali, di Lombok disebut pasek ( paku) dan di Bima disebut wale. Tali – tali pada rebana di Sumbawa mempunyai nama khusus yaitu penaran

Pada mulanhya rebana tidak dihias dengan ornamen – ornamen, namun dalam perkembangannya, ada juga yang diberi hiasan dan dicat. Pada umumnya warna rebana adalah coklat, baik sebagai pelituran maupun karena warna asli kayunya. Khusus di Lombok, kadang – kadang di cat dengan warna merah, biru dan kuning. Karena ornamen itu hanya sebagai hiasan, maka tidak mempunyai maksud simbolis tertentu.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

JENIS-JENIS REBANA

Jenis Rebana awalnya hanya ada dua macam : 

- Rebana   Syrakal   dengan diameter 38-39 cm, tinggi 10 cm terbuat dari kayu Mangga, Laban hingga Sawo.

- Rebana Jawa Klasik yang terbuat dari kayu Kelapa ( Glugu ) sebagai adaptasi alat musik yang konon dipopulerkan oleh Sunan Kalijaga.

Jenis Rebana yang banyak diproduksi saat ini sudah sangat banyak dan bervariasi. Ada Rebana   Hadrah , Diba, Syrakal, Jawa

klasik, Qasidah, Mapsi, Marawis,   Gendang, Hajir, Zimbe , Bedug, paket Band, Marching Ban d dan lain-lain. Rebana Biang

Kong Sa’anan seniman rebana biang. Umurnya 90 tahun. Tinggal di Bojong Gede Depok. Dia generasi ke-9 dari keluarga seniman rebana biang. Meski sudah tua dia selalu bersemangat jika diajak bicara rebana biang.

Menurut Kong Sa’anan rebana biang sampai di Betawi dibawa oleh pasukan Mataram pimpinan Sultan Agung. Ketika itu rebana biang berfungsi sebagai hiburan dan sarana melakukan kegiatan tarekat. Namun diperkirakan rebana biang sudah ada sebelum Agama Islam.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Disebut rebana biang karena salah satu rebananya berbentuk besar. Rebana biang terdiri dari tiga buah rebana. Ketiga rebana mempunyai nama. Yang kecil bergaris tengah 30 cm diberi nama gendung. Yang berukuran sedang bergais tengah 60 cm dinamai kotek. Yang paling besar bergaris tengah 60 – 80 cm dinamai biang. Karena bentuknya yang besar, rebana biang sukar dipegang. Untuk memainkannya para pemain duduk sambil menahan rebana.

Dalam membawakan sebuah lagu, ketiga reban itu mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Biang berfungsi gong. Gendung dipukul secara rutin untuk mengisi irama pukulan sela dari biang. Kotek lebih kepada improvisasi dan pemain kotek biasanya paling mahir.

Setiap grup rebana biang mempunyai perbendaharan lagu berbeda-beda. Meskipun judul lagunya sama namun cara membawakannya cukup berbeda. Lagu rebana biang ada dua macam. Pertama berirama cepat, disebut lagu Arab atau lagu nyalun. Kedua berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu Melayu. Jenis lagu pertama antara lain berjudul : Rabbuna Salun, Allahah, Allah Aisa, Allahu Sailillah, Hadro Zikir. Termasuk jenis kedua berjudul : Alfasah, Alaik Soleh, Dul Sayiduna, Dul Laila, Yulaela, Sollu Ala Madinil Iman, Anak Ayam Turun Selosin, Sangrai Kacang, dan lain-lain.

Penamaan lagu Arab dan lagu Melayu tidak berhubungan dengan syair lagunya. Tetapi pada cepat dan lambatnya irama lagu. Cepat dan lambatnya irama lagu dibutuhkan untuk mengiringi tari. Tari yang diiringi rebana biang ialah tari Blenggo.

Dahulu grup rebana biang banyak tersebar seperti di Kalibata Tebet, Condet, Rambutan, Kalisari, Ciganjur, Bintaro, Cakung, Lubang Buaya, Sugih Tanu, Ciseeng, Pondok Cina, Pondok Terong, Sawangan, Pondok Rajeg, Gardu Sawah, Bojong Gede, dan sebagainya.

Keberadaan rebana biang saat ini sangat menghawatirkan. Grup rebanan biang Pusaka di Ciganjur masih bertahan. Grup ini dipimpin oleh Abdulrahman. Namun personalia grup ini sebagian besar sudah tua. Kemungkinan grup inipun akan hilang karena kesulitan mencari kader yang berminat menggeluti rebana biang.

Kong Sa’anan sudah berusia 90 tahun. Pada tahun 1950-an grup rebana biang Kong Sa’anan sangat ditunggu-tunggu pementasannya. Konon Kong Sa’anan mempunyai Ronggeng Gaib yang selalu menyertai pementasannya. Ronggeng Gaib inilah yang menyedot dan menghipnotis penonton. Sehingga penonton dengan sukarela bertahan samapi pagi.

Kong Sa’anan kini tidak mungkin lagi pentas dengan grup rebana biangnya. Rebana biang yang telah digeluti leluhurnya sejak jaman Mataram, telah dijual. Bagaiman nasib si Ronggeng Gaib selanjutnya? Walallahu ‘alam.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Rebana Hadroh

Sejak kecil Mudehir telah tuna nerta. Dia tinggal di sebuah rumah sederhana di kampung Pondok Pinang Jakarta Selatan. Tetangganya seorang Betawi kaya yang memiliki pabrik batik cap. Setiap hari Mudehir mendengar kesibukan buruh yang bekerja pabrik batik cap itu. Suara hentakan bertalu-talu para buruh itu membangkitkan inspirasi dan imajinasi bagi Mudehir. Semakin didengarkan, suara-suara itu semakin memperkaya batin Mudehir.

Feeling berkesenian Mudehir sangat kuat. Suatu hari dia diajak bermain rebana. Dengan senang hati dia ikut ajakan itu. Ternyata perkumpulan rebana yang mengajaknya adalah perkumpulan rebana hadroh. Bagi Mudehir pukulan-pukulan rebana hadroh terasa tidak asing di telinganya. Bahkan malah sudah sangat akrab. Ternyata pukulan rebana hadroh tidak jauh berbeda dengan suara-suara yang tiap hari didengar dari pabrik batik cap.

Para seniman rebana mengatakan cara memainkan rebana hadroh bukan dipukul biasa tapi dipukul seperti memainkan gendang. Rebana hadroh terdiri dari tiga instrumen rebana. Pertama disebut Bawa. Kedua disebut Ganjil atau Seling. Ketiga disebut Gedug. Bawa berfungsi sebagai komando, irama pukulannya lebih cepat. Ganjil atau Seling berfungsi saling mengisi dengan Bawa. Gedug berfungsi sebagi bas.

Jenis pukulan rebana hadroh ada empat, yaitu : tepak, kentang, gedug, dan pentil. Keempat jenis pukulan itu dilengkapi dengan naman-nama irama pukulan. Nama irama pukulan, antara lain : irama pukulan jalan, sander, sabu, pegatan, sirih panjang, sirih pendek, pegatan, dan bima.

Lagu-lagu rebana hadroh diambil dari syair Diiwan Hadroh dan syair Addibaai. Yang khas dari pertunjukan rebana hadroh adalah Adu Zikir. Dalam Adu Zikir tampil dua grup yang silih berganti membawakan syair Diiwan Hadroh. Grup yang kalah umumnya grup yang kurang hafal membawakan syair Diiwan Hadroh.

Rebana hadroh pernah ada di kampung Grogol Utara, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Kalibata, Duren Tiga, Utan Kayu, Kramat Sentiong, Paseban. Mudehir menjadi tokoh legendaris dalam kesenian rebana hadroh. Mudehir memiliki keterampilan tehnis yang sempurna. Variasi pukulannya sangat kaya. Bahkan dengan kakinya pun suara rebana masih sempurna. Suaranya indah. Daya hafalnya atas syair Diiwan Hadroh sangat baik. Mudehir wafat pada tahun 1960. Sepeninggal Mudehir rebana hadroh semakin surut. Kini rebana hadroh tinggal kenangan.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Kalo disimak dengan seksama memang kesenian betawi ini rata-rata hasil serapan dari Arab, China dan Eropa. ini menunjukkan bahwa orang-orang yang ada di betawi sejak dulunya udah terbuka terhadap pengaruh dari daerah lain yang dianggap positif.

Rebana Dor

Rebana Dor jenis rebana yang fleksibel. Reban Dor dapat digabung pada semua rebana. Dapat dimainkan bersama Rebana Ketimpring, Rebana Hadroh, dan orkes gambung.

Ciri khas Rebana Dor terletak pada irama pukulan yang tetap sejak awal lagu sampai akhir. Cairi lain adalah lagu Yaliil. Yaitu bagian solo vokal sebagai pembukaan lagu. Lagu Yaliil mengikuti nada atau notasi lagu membaca Al-Qur’an. Namanya antara lain : Shika, Hijaz, Nahawan, Rosta, dan lain-lain. Cara memegang Rebana Dor terkadang bertumpu pada lutut kiri kanan. Tangan kiri dan kanan bebas memukul reban.

Syair lagu Rebana Dor diambil dari berbagai sumber. Dapat diambil dari syair Syarafal Anam, Mawalidil Muhammadiyah, Diiwan Hadroh, Addiibai dan lain-lain.

Rebana Dor lebih banyak persamaannya dengan Rebana Kasidah. Perkembangan Rebana Kasidah sangat pesat sehingga menggeser Rebana Dor. Lagi pula Rebana Kasidah lebih diminati remaja putri. Rebana Dor hanya dimainkan oleh orang-orang tua. Rebana Kasidah lebih enak ditonton karena pemainnya remaja putri. Rebana Dor didukung pemain leki-laki yang sudah berusia lanjut.H. Naiman dari kampung Grogol Utara, Arifin dari kampung Kramat Sentiong, dan H. Abdurrahman dari kampung Klender adalah tokoh-tokoh Rebana Dor. Sayangnya ketiga orang ini tidak mempunyai penerus. Sehingga Rebana Dor tidak berkembang.

Rebana Burdah

Keluarga Ba’mar, Azmar, dan Kathum berasal dari Mesir. Keluarga ini telah menetap di Betawi lebih dari tiga generasi. Mereka tinggal di Kampung Kuningan Barat, Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Salah seorang sesepuh mereka yaitu Sayyid Abdullah Ba’mar melahirkan kesenian Rebana Burdah. Dan menamai grupnya dengan naman Firqah Burdah Ba’mar. Abdullah Ba’mar secara intensif membina Rebana Burdah. Semua anak cucunya dianjurkan belajar Rebana Burdah.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Kehadiran Firqah Burdah Ba’mar awalnya untuk mengisi waktu luang menjelang atau sesudah pengajian. Dengan disajikannya Rebana Burdah, pengajian terasa lebih meriah dan tidak membosankan. Karena main di forum pengajian, lagu-lagu yang dinyanyikan diambil dari syair Al-Busyiri. Syair ini berisi puji-pujiab kepada Nabi Muhammad.

Rebana Burdah ternyata disenangi oleh keluarga keturuan Arab. Maka setiap ada kegiatan ditampilkanlah Rebana Burdah. Lagu-lagunya masih tetap dari syair Al-Busyiri.

Rebana Maukhid

Munculnya jenis kesenian Rebana Maukhid tidak lepas dari nama Habib Hussein Alhadad. Habib inilah yang mengembangkan Rebana Maukhid. Habib Hussen mempelajari kesenian rebana dari Hadramaut. Rebana Maukhid yang asli hanya dua buah. Tapi Habib Hussein mengembangkannya menjadi empat sampai 16 buah.

Profesi sehari-hari Habib Hussein adalah muballig. Untuk lebih memeriahkan tablig, Habib Hussein menyanyikan shalawat diiringi rebana. Syair shalawat yang dinyanyikan diambil dari karya Abdullah Alhadad.

Keberadaan Rebana Maukhid bukan semata-mata untuk pertunjukan, tapi sebagai pengis acara tablig. Tidak ada rancangan khusus berkenaan dengan pementasan. Apalagi rencana pengembangan dan perluasan wilayah. Rebana Maukhid hanya ada di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kalaupun di daerah lain ada Rebana Maukhid, mungkin dilakukan oleh murid Habib Hussein Alhadad.

Rebana Ketimpring

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Rebana Ketimpring jenis rebana yang paling kecil. Garis tengahnya hanya berukuran 20 sampai 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima. Rebana lima berfungsi sebagai komando. Sebagai komando, rebana lima diapit oleh rebana tiga dan rebana empat. Rebana Ketimpring ada dua macam. Pertama Rebana Ngarak. Kedua Rebana Maulid.

Sesuai dengan namanya, Rebana Ngarak berfungsi mengarak dalam suatu arak-arakan. Rebana Ngarak biasanya mengarak mempelai pengantin pria menuju ke rumah mempelai pengantin wanita. Syair lagu Rebana Ngarak biasanya shalawat. Syair shalawat itu diambil dari kitab maulid Syarafal Anam, Addibai, atau Diiwan Hadroh. Karena berfungsi mengarak itulah, Rebana Ngarak tidak statis di satu tempat saja.

Rebana Ngarak saat ini berkembang dengan baik. Banyak remaja dan pemuda mempelajarinya. Dalam grup Rebana Ngarak dipelajari pula berbalas pantun dan silat. Dalam upacara ngarak penganten biasanya ada dialog berbalas pantun dan atraksi silat. Grup Rebana Ngarak

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

terdapat di berbagai kampung. Misalnya di kampung Paseban, Kwitang, Karang Anyar, Kali Pasir, Kemayoran, Kayu Manis, Lobang Buaya, Condet, Ciganjur, Grogol, Kebayoran Lama, Pejaten, Pasar Minggu, Kalibata, dan lain-lain.

Rebana Maulid sesuai dengan namanya berfungsi sebagai pengiring pembacaan riwayat nabi Muhammad. Kitab maulid yang biasa dibaca Syarafal Anam karya Syeh Albarzanji dan kitab Addibai karya Abdurrahman Addibai. Tidak seluruh bacaan diiringi rebana. Hanya bagian tertentu seperti : Assalamualaika, Bisyahri, Tanaqqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ‘Alaika, Badat Lana, dan Asyrakal. Bagian Asyrakal lebih semangat karena semua hadirin berdiri.

Pembacaan maulid nabi dalam masyarakat Betawi sudah menjadi tradisi. Pembacaan maulid tidak terbatas pada bulan mulud (Rabiul Awwal) saja. Setiap acara selalu ada pembacaan maulid. Apakah khiatanan, nujuhbulanin, akekah, pernikahan, dan sebagainya.

Pukulan Rebana Maulid berbeda dengan pukulan Rebana Ngarak. Nama-nama pukulan Rebana Maulid disebut : pukulan jati, pincang sat, pincang olir, dan pincang harkat.

Dahulu ada seniman Rebana Maulid yang gaya pukulannya khas. Seniman ini bernama Sa’dan, tinggal di Kebon Manggis, Matraman. Sa’dan memperoleh inspirasi pukulan rebana dari gemuruh air hujan. Gayanya disebut Gaya Sa’dan.

Minat generasi muda belajar Rebana Maulid sangat kurang. Kini pembacaan maulid Nabi Muhammad sudah jarang diiringi rebana.

Rebana Kasidah Rebana Kasidah termasuk yang paling populer. Setiap kampung terdapat grup Rebana Kasidah. Peneliti musik rebana menganggap jenis Rebana Dor mengilhami munculnya Rebana Kasidah.

Sejak awal Rebana Kasidah sudah disenangi, khususnya oleh remaja putri. Ini yang membuat pesatnya perkembangan Rebana Kasidah. Tidak ada unsur ritual dalam penampilan Rebana Kasidah. Maka Rebana Kasidah bebas bermain di mana saja dan dalam acapa apa saja.

Tahun 1970 sampai 1980-an festival kasidah marak dilaksanakan. Grup pemenang festival ditampilkan pada acara-acara penting. Ada pula grup yang merekam ke pita kaset. Kaset rekaman itu laku dijual.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

Penyanyi Rebana Kasidah yang terkenal adalah Hj. Rofiqoh Darto Wahab, Hj. Mimi Jamilah, Hj. Nur Asiah Jamil, Romlah Hasan, dan lain-lain.

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana

TOKOH PENEMU & PENGGUNA REBANA

Rebana ditemukan oleh Mukhlis pada tahun 1990 di Bungah.Rebana dimainkan dengan cara dipukul dengan telapak tangan.

Tokoh-tokoh musik dan para pemain musik rebana1) M. Habib Al Muttaqin : vokalis & pemain2) Toyiburrisqi : pemain3) M. Razaqula’yum : vokalis4) M. Razaqula’wan : pemain5) Fathul Yamin : pemain6) Wahyudi Albar : pemain

11 Portofolio Seni Budaya

Alat Musik Tradisional : Rebana