sekitar penyitaan penyitaan.pdf · dalam contoh surat gugatan perkara harta bersama dalam perkara...
TRANSCRIPT
SEKITAR PENYITAAN
(Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)
A. Pengertian Penyitaan
Sita (Beslag) adalah suatu tindakan hukum pengadilan atas benda bergerak
ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas permohonan Penggugat untuk
diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan Penggugat/Kemenangan Penggugat
tidak menjadi hampa.1
Pengertian penyitaan menurut Retno Wulan Sutantio dan Iskandar
Oeripkartowinata untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, atas
barang-barang miliki Tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama
proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita, atau dengan lain perkataan bahwa
terhadap barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau
dipindahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain.2
Pengertian penyitaan menurut M. Yahya Harahap, Penyitaan berasal dari
terminology Beslag (Belanda) dan istilah Indonesia “Beslag” tetapi istilah bakunya
ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah :
a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam
keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant);
b. Tindakan paksa penjagaan (Custody) itu dilakukan secara resmi (official)
berdasarkan perintah pengadilan atau hakim; 1 Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi, PT. Tatanusa, Jakarta. 2004, hal 20 2 Retno Wulan S dan Iskandar O, Hukum Acara Perdata dan Praksely, CV Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 98
2
c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang
disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat
pembayaran atas pelunasan utang debitur atau Tergugat, dengan jalan menjual
lelang (Exetorial Verkoop) barang yang disita tersebut;
d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses
pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang
menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.3
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sita atau
penyitaan adalah :
a. Mengambil atau menahan barang harta kekayaan dari kekuasaan orang lain
dilakukan berdasarkan atas penetapan dan perintah ketua pengadilan atau ketua
majelis.
b. Barang-barang yang sudah diletakkan sita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan
atau dipindahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain.
c. Sita merupakan tindakan hukum eksepsional, sebagai tindakan hukum yang diambil
oleh pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan
atau dilaksanakan pada saat pemeriksaan perkara sedang berjalan.
d. Menjamin suatu hak atas barang yang telah diletakkan sita agar tidak dialihkan,
dihilangkan dan dirusak, sehingga dapat merugikan pihak pemohon sita dan
diharapkan agar gugatan penggugat tidak hampa (illusoir) dengan kata lain hanya
menang dalam kertas.
3 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 283
3
Dalam proses penyitaan apabila pemohon sita dikabulkan oleh ketua pengadilan
agama atau oleh ketua majelis hendaknya juru sita melaksanakan tugasnya secara
profesional dan proporsional artinya dengan cermat dan hati-hati, sebab juru sita
sedang berhadapan dengan orang yang sedang bersengketa, maka tidak ada salahnya
sebelum melaksanakan tugas penyitaan terlebih dahulu memberi pemahaman yang
konferhensif terhadap tersita dengan penjelasan bahwa dengan diletakkan sita bukan
berarti tersita telah kalah dalam pengadilan akan tetapi sita hanyalah menghentikan
barang sengketa agar tidak dialihkan dan tetap dalam penguasaan tersita.
Pandangan masyarakat umum, dalam penyitaan seolah-olah pengadilan telah
menghukum tergugat lebih dahulu sebelum pengadilan menjatuhkan putusan atau
pandangan bahwa sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah
berdasarkan putusan, tergugat sudah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa
atau harta kekayaan yang dikuasai tergugat.
Menurut M. Yahya Harahap bahwa pengabulan penyitaan sebagai tindakan
hukum eksepsional atau pengecualian, maka penerapannya harus dilakukan oleh Ketua
Pengadilan atau majelis hakim dengan pertimbangan yang sangat hati-hati sekali
dengan alasan yang kuat dan didukung dengan fakta yang kuat pula.
Dalam mengabulkan sita hendaknya ketua pengadilan atau majelis hakim sejak
awal sebaiknya sudah dilandasi dengan bukti-bukti yang kuat tentang kemungkinan
akan dikabulkannya gugatan penggugat.
4
1. Sifat Penyitaan
a. Penyitaan dapat bersifat permanen apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan
dengan amar putusan menyatakan sita yang telah diletakkan sah dan berharga
dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada penggugat berdasarkan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap, atau apabila penyitaan dilanjutkan
kemudian dengan penjualan lelang untuk melunasi pembayaran hutang tergugat
kepada penggugat.
b. Penyitaan dapat bersifat temporer (sementara) apabila penyitaan dikemudian hari
dilanjutkan dengan amar putusan hakim memerintahkan pengangkatan sita.
Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti ini terjadi berdasarkan surat
penetapan majelis hakim pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan
bisa juga dilaksanakan oleh majelis hakim pada saat menjatuhkan putusan ketika
gugatan penggugat ditolak.
2. Hakikat Penyitaan :
a. Sita hanya sebagai jaminan
Hakikat dilaksanakan penyitaan semata-mata untuk menjamin gugatan penggugat
agar tidak hampa (Illusoir)
b. Benda sitaan tetap dikuasai tergugat
Walaupun benda milik tergugat telah diletakkan oleh juru sita atas perintah ketua
pengadilan atau majelis hakim, barang tersebut masih tetap berada ditangan
tergugat sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi) hal ini sesuai maksud
pasal 197 ayat 9 HIR atau pasal 212 R.bg.
5
Maksud Pasal 197 Ayat 9 HIR / Pasal 212 R. Bg sebagai berikut : Memberi
kewenangan juru sita untuk menyerahkan penjagaan, penguasaan dan
pengusahaan barang yang disita ditangan tersita atau dibawah penjagaan
pengadilan.
B. Tujuan Penyitaan
Tujuan penyitaan adalah agar tergugat tidak memindahkanatau membebankan
harta benda yang telah disita kepada pihak ketiga agar benda sitaan tersebut tetap untuk
selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara tersebut memperoleh
putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai dengan pelaksanaan putusan
(eksekusi).
Dengan adanya perintah penyitaan atas harta tergugat atas harta sengketa,
secara hukum telah terjamin keutuhan keberadaan barang yang disita misalnya di
dalam contoh surat gugatan perkara harta bersama dalam perkara warisan pada bagian
penyitaan biasanya dimohonkan kepada hakim agar dilakukan sita jaminan terhadap
barang-barang yang disengketakan.4
Dari uraian tersebut diatas, penyitaan merupakan upaya hukum agar terjaga
keutuhan harta yang disita sampai putusan hakim dapat dieksekusi, sekaligus menjaga
agar gugatan penggugat pada saat eksekusi, tidak hampa sehingga dengan telah
diletakkan sita pada harta sengketa milik kekayaan tergugat, dan pelaksanaan
penyitaan telah didaftarkan dan diumumkan kepada masyarakat, terhitung sejak
tanggal pendaftaran dan pengumuman sita, sesuai pasal 198 HIR / 213 R. Bg. Telah
4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2000, hal 57
6
digariskan akibat hukumnya sebagaimana diatur dalam pasal 200 HIR / 215 R. Bg
yaitu :
a. Demi hukum melarang Tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan
kepada siapapun
b. Pelanggaran atas itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum
1) Akibat hukum dari segi perdata :
Jika terjadi transaksi jual beli terhadap barang sitaan yang telah diletakkan sita,
maka batal demi hukum.
2) Akibat hukum dari segi pidana :
Jika terjadi transaksi Tergugat menjual barang yang telah diletakkan sita maka
tergugat telah melakukan tindakan kejahatan yang diancam dengan hukuman
pidana penjara maksimal 4 tahun sesuai pasal 31 KUHP.
Dari uraian tersebut di atas, maka semakin jelas tujuan perlunya peletakan sita
terhadap barang yang menjadi obyek sengketa dalam gugatan penggugat, lagi pula ini
akan memudahkan pelaksanaan eksekusi apabila gugatan penggugat terkabulkan
dengan menyatakan sita sah dan berharga.
Kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan
penegasan Mahkamah Agung RI. Yang menyatakan, bila putusan telah berkekuatan
hukum tetap maka barang yang disita demi hukum langsung menjadi sita eksekusi.5
5 Himpunan tanya jawab Rakerda, MARI, 1987, hal 177
7
C. Syarat Penyitaan
1. Sita berdasarkan adanya permohonan
a. Permohonan sita diajukan dalam surat gugatan
Para advokat / kuasa hukum biasanya mengajukan permohonan sita
jaminan diajukan bersama-sama dalam surat gugatan, bentuk dan tata cara
permohonan sita secara tertulis dalam bentuk surat gugatan, sekaligus bersamaan
dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita yang demikian
tidak dapat dipisahkan dari dalil gugatan pokok kecuali penyitaan harta bersama
dengan alasan salah satu pihak dikhawatirkan melakukan perbuatan yang
merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan
sebagainya. Hal ini diatur dalam Pasal 95 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
sebagai berikut : “Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 Ayat (2) Huruf c
PP. Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 Ayat (2) suami atau isteri dapat meminta
Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa
adanya permohonan gagasan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang
merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan
sebagainya.
1) Permohonan sita dirumuskan setelah uraian posita/ dalil gugatan
2) Permohonan sah dan berharga diajukan pada petikan kedua
3) Permohonan terpisah dari pokok perkara disamping gugatan tentang pokok
perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan sita dalam surat yang
lain, atau dapat mengajukan permohonan sita secara lisan, walaupun yang
8
lazim mengajukan permohonan sita bersamaan dengan gugatan pokok
perkara secara tertulis.
2. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita
Penentuan tenggang waktu pengajuan sita diatur dalam pasal 227 HIR / 261 ayat R.
Bg.
a. Ketentuan tenggang waktu yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan
belum dijatuhkan atau selama putusan belum berkekuatan hukum tetap
b. Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang pengadilan sampai
putusan dijatuhkan. Sesuai pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R. Bg sebagai :
“Selama putusan belum dijatuhkan”.
c. Selama putusan belum dapat dieksekusi
Dalam pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R.Bg juga memuat ketentuan yang
berbunyi “Selama putusan belum dapat dieksekusi (dilaksanakan), selama
putusan belum dapat dilaksanakan untuk mengandung arti yuridis selama putusan
yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.6
D. Alasan Penyitaan
Berdasarkan pasal 227 HIR / 261 RBG alasan pokok permintaan sita.
a. Ada kekhawatiran atau persengketaan bahwa tergugat mencari akal untuk
menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya selama proses pemeriksaan
perkara sedang berlangsung.
b. Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara obyektif.
6 Ibid hal 27
9
Penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang adanya langkah-langkah tergugat
untuk menggelapkan atau mengasingkan hartanya selama proses pemeriksaan
berlangsung, paling tidak tergugat dapat menunjukkan indikasi objektif tentang
adanya daya upaya tergugat untuk menghilangkan atau mengasingkan barang-
barangnya guna menghindari gugatan.
E. Permohonan Sita diajukan pada instansi yang berwenang
1. Pengadilan agama berwenang melaksanakan penyitaan berdasarkan Pasal 38
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009.
2. Pengadilan tinggi agama berwenang memerintahkan sita melalui pengadilan agama
yang mewilayahi pengadilan agama dimana harta objek sengketa berada.
Menurut pendapat Prof. Subekti7 Pemohon penyitaan dapat diajukan kepada
pengadilan tinggi selama pokok perkaranya belum diputus oleh pengadilan tingkat
banding, alasan beliau berpijak pada pasal 261 R.Bg, yang di dalamnya terdapat
kalimat “Sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap” disini beliau
menyimpulkan kalimat tersebut, menunjukkan bahwa permohonan sita dapat juga
ditunjukkan kepada pengadilan tinggi selama pokok perkaranya belum diputus dalam
tingkat banding.
F. Penggugat Wajib Menunjukkan Barang yang akan disita
a. Menjelaskan letak, sifat dan ukuran barang
7 Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977 hal 49
10
b. Mengemukakan surat-surat yang berkenaan dengan identitas barang
c. Status kepemilikan barang
Setelah penggugat telah dapat mengajukan bukti kepemilikan dan identitas barang
yang akan diajukan sita, maka tugas hakim yang akan menilai apakah layak atau
tidaknya barang tersebut disita.
Menurut Prof. Supomo yang menjelaskan dalam peradilan perdata tugas hakim
adalah mempertahankan tata hukum perdata.8
G. Bentuk-bentuk Penyitaan
1. Penyitaan Berdasarkan Jenisnya
Penyitaan menurut jenisnya ada dua macam, ialah :
a. Penyitaan terhadap barang milik sendiri
Penyitaan terhadap barang milik sendiri barang milik penggugat yang
dikuasai oleh orang lain atau tergugat. Penyitaan ini bertujuan penyerahan barang
yang disita kepada penggugat apabila putusan hakim telah berkekuatan hukum
tetap.
Sila jaminan terhadap barang milik sendiri ada 2 macam ialah :
1. Sita Revindikasi (Revindikatoir) dalam pasal 260 R.Bg menurut pasal 1977
Ayat (2) KUH perdata disebutkan bahwa hanyalah pemilik benda yang
bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat mengajukan sita
revindikasi, tuntutan sita revindikasi ini dapat dikabulkan langsung terhadap
orang yang menguasai barang sengketa tanpa meminta pembatalan lebih
8 K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata BRG/HIR, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal 9
11
dahulu tentang jual beli dan barang yang dilakukan oleh orang tersebut
dengan pihak lain.9 dan ciri-ciri dari bentuk sita revindikasi yaitu antara lain
benda yang menjadi objek sengketa tersebut telah dikuasai atau berada
ditangan tergugat secara tidak sah atau dengan cara melawan hukum, serta ciri
khas lainnya pada bentuk sita revindikasi hanya terbatas pada benda bergerak
saja, sehingga tidak mungkin diajukan dan dikabulkan terhadap benda tidak
bergerak walaupun dalil gugatan berdasarkan hak milik.
Menurut pasal 505 KUH perdata barang bergerak ini dapat dibagi atas
benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Sita
revindikasi hanya dapat dimohonkan sita berdasarkan sengketa hak milik, dan
dasar alasan sengketa hak milik itu terbatas pada :
a. Benda yang dikuasai oleh tergugat dengan jalan melawan hukum (dicuri
atau digelapkan)
b. Benda yang dikuasai tergugat dengan secara tidak sah seperti dari
penadahan atau hasil penipuan
Pada saat sita revindikasi dikabulkan dan dalam amar putusannya
menyatakan sah dan berharga, maka majelis hakim secara langsung
memerintahkan tergugat menyerahkan langsung kepada Penggugat. Sehingga
penjagaan dan penguasaan berpindah.
2. Sita Marital (Maritale Beslag) dalam pasal 823 RV sita marital dapat
dimohonkan oleh seorang isteri kepada pengadilan dalam perkara perceraian,
9 Subekti, Kumpulan Putusan, MA, hal 243
12
tujuannya agar pihak suami tidak memindahtangankan barang tersebut sesuai
pasal 190 KUH Perdata.
Sita marital tidak diatur dalam R.Bg atau HIR tetapi diatur dalam pasal
823 RV. Sita ini hanya dapat diajukan terhadap harta bersama dalam
perkawinan supaya harta tersebut, tetap utuh sampai perkara tersebut
mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai pelaksanaan
eksekusi.
Sita marital hanya dapat diajukan perhubungan dengan adanya perkara
perceraian.10 menurut UU Nomor 01 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP
Nomor 9 Tahun 1975 pihak isteri maupun suami berhak mengajukan
permohonan sita terhadap harta bersama dalam perkawinan selama proses
pemeriksaan perkara perceraian berlangsung, bahkan dalam Pasal 95 KHI
pihak suami atau isteri dapat mengajukan permohonan sita terhadap harta
bersama yang diperoleh dalam perkawinan sekalipun tanpa disertai dengan
gugat perceraian.
Menurut Pasal 35 dan 36 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
membedakan antara harta bersama yang menjadi hak bersama suami isteri,
dan harta pribadi (bawaan) yang menjadi hak penuh secara perseorangan bagi
suami atau isteri. Sita marital tidak meliputi sharta bawaan atau harta pribadi
suami atau isteri.
b. Penyitaan Terhadap Barang Milik Tergugat (Debitur)
10 P.N.H, Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Surakarta, 2009, hal. 206
13
Menurut Sudikno Merto Kusumo, sita conservatoir ini merupakan
tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua
pengadilan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan
dapat menjaga barang agar tidak dialihkan atau tidak dijual.11
Menurut Prof. Subekti dalam bukunya hukum acara perdata beliau tegas
mengalihkan istilah conservatoir Beslag menjadi istilah yang bernama sita
jaminan.12
Penegasan Prof. Subekti itu diperkuat dengan SEMA No. 05/1975
Tanggal 1 Desember 1975, yang telah mengalih bahasa conservatoir Beslag
menjadi sita jaminan. Sita jaminan diatur dalam Pasal 261 R.Bg. sita jaminan
dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak baik terhadap benda
berwujud maupun tidak berwujud (Lychammelijk on Lychammelijk). Tentang
benda berwujud tentunya dapat kita temukan dengan mudah, sedangkan benda
tidak berwujud misalnya macam-macam hal-hal tersebut seperti hak gadai, hak
merek dan lainnya.13
Sita jaminan yang diletakkan atas harta kekayaan tergugat dengan
sendirinya akan berubah menjadi sita eksekusi, hal ini terjadi apabila gugatan
dikabulkan yang terhitung sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sita jaminan menurut asasnya otomatis menjadi sita eksekusi apabila
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Oleh karena sita jaminan otomatis
11 Sutikno, Mertokusumo, op. cit, hal 93 12 Subekti, Op. Cit, hal 48. 13 C.S.T. Konsil, Pengantar Ilmu Hukum Umum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal 244
14
mempunyai kekuatan hukum executorial Beslag, dengan demikian tidak ada lagi
diperlukan tahap proses executorial Beslag.14
Sita jaminan dalam penjaganya diatur dalam pasal 212 R.Bg dan pasal
508 RV, yakni diberikan kepada tersita (Tergugat). Tersita sebagai penjaganya
demi hukum. Tersita boleh memanfaatkan barang yang telah disita dengan syarat
harga barang yang disita tidak boleh turun.
Menurut Sudikno Mentokusumo dalam bukunya hukum acara perdata
Indonesia, yang dapat disita berdasarkan sita jaminan adalah :
1. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur
2. Sita jaminan atas barang-barang tetap milik debitur
3. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur yang adapada pihak
ketiga
4. Sita jaminan atas kreditur
5. Sita gadai (panden Beslag)
6. Sita atas barang-barang debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal yang
dikenal di Indonesia atau orang yang bukan penduduk Indonesia
7. Sita jaminan terhadap pesawat terbang
8. Sita jaminan terhadap barang milik negara, ditambah
9. Sita jaminan atas kapal (manurut M. Yahya Harahap) 15
H. Penyitaan Berdasarkan Pelaksanaannya
a. Sita Persiapan (permulaan)
14 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 70 15 Sudiko Merto Kusumo, Op Cit Hal 95
15
Sita dilaksanakan agar nantinya apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap,
putusan segera dapat dilaksanakan (dieksekusi) dan memastikan agar gugatan
tidak hampa (illusoir)
Contoh sita persiapan adalah :
1) Sita jaminan (Consevatoir Beslag).
2) Sita revindikasi (revinikatoir Beslag).
3) Sita marital (marital Beslag).
b. Sita Eksekusi
Dari segi kewenangan, kewenangan memerintahkan sita eksekusi berada pada
pimpinan Ketua Pengadilan Agama, hal ini diatur dalam Pasal 208 R.Bg Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Sita Eksekusi sama dengan tata cara sita jaminan.
Sita eksekusi timbul akibat Tergugat (pihak yang kalah) tidak mau melaksanakan
isi putusan secara sukarela. Dengan demikian salah satu prinsip yang melekat pada
eksekusi merupakan tindakan yang timbul secara sukarela.16
c. Sita Lanjutan
Apabila harta kekayaan tersita telah habis yang hanya cukup untuk memenuhi
sebagian tuntutan saja sedangkan pemohon yang lain belum mendapatkan bagian
maka dapat diajukan lagi sita lanjutan agar terpenuhi semua tuntutan.
I. Sita Berdasarkan Jangka Waktu
a. Sita yang bersifat permanen
16 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan dan Kewenanangan Eksekusi Bidang Perdata, Op.Cit , hal 12
16
Dengan putusan menyatakan sita sah dan berharga dan putusan tersebut telah
berkekuatan hukum tetap, penyitaan dapat dilanjutkan dengan perintah penyerahan
benda atas barang penggugat dan dapat juga dilanjutkan dengan penjualan lelang
guna memenuhi isi putusan.
b. Sita yang bersifat temporer
Penyitaan yang bersifat temporer ini belum dilandasi kekuatan hukum yang pasti
berupa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sewaktu-waktu sita yang
demikian dapat diangkat bilamana gugatan penggugat ditolak.
J. Ruang Lingkup Penerapan Sita
a. Sita Revindikasi (Revindikatoir Beslag)
Sita revindikasi terbatas pada sengketa hak milik saja, barang sitaan diperoleh
dengan cara tidak sah atau dengan cara melawan hukum dan objek sengketa hanya
terbatas benda bergerak saja.
b. Sita Marital (Maritale Beslag)
Mengacu pada Pasal 190 KUH Perdata, Pasal 24 Ayat (2) Huruf c PP No. 9 Tahun
1975 dan Pasal 95 KHI, sita marital penerapannya dapat didasarkan pada sengketa
yang timbul antara suami isteri antara lain :
1. Pada perkara perceraian
2. Pada perkara pembagian harta bersama
3. Pada perbuatan yang membahayakan harta bersama
c. Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
17
Sita jaminan dapat diletakkan terhadap barang-barang milik debitur, barang-barang
bergerak dan tidak bergerak, sita jaminan dapat didasarkan pada gugatan hak milik,
ganti rugi.
d. Sita Penyesuaian
Sita penyesuaian hanya bisa diletakkan pada barang yang menjadi objek sengketa
telah lebih dahulu disita oleh orang lain.
e. Sita Eksekusi
Sita eksekusi hanya terbatas pada telah adanya putusan yang berkekuatan hukum
tetap, jadi bila putusan telah berkekuatan hukum tetap, maka sita eksekusi dapat
dilaksanakan, sita eksekusi dapat berjalan bilamana pihak yang kalah tidak mau
melaksanakan isi putusan secara sukarela. Sehingga diperlukan upaya paksa bahkan
sampai memohon kekuatan kepolisian.
f. Sita Lanjutan
Ruang lingkup penerapan sita lanjutan terbatas pada suatu keadaan dimana barang-
barang yang menjadi objek sitaan tersebut tidak cukup memenuhi tuntutan para
kreditur.
K. Tata Cara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
1. Permohonan Sita
Penggugat mengajukan gugatan pokok perkara dapat sekaligus mohon diletakkan
sita jaminan, atau dapat pula diajukan dalam proses persidangan yang sedang
berlangsung.
2. Permohonan sita harus beralasan
18
Penggugat mempunyai alasan yang kuat bahwa Tergugat berusaha akan
menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan dengan maksud
menjauhkan barang-barang tersebut.
3. Ketua Pengadilan Agama (apabila belum menetapkan PMH) atau Ketua Majelis
(apabila telah ditetapkan PMH)
a. Memeriksa obyek sengketa yang dimohonkan sita tentang bukti kepemilikan,
jenis, ukuran merek dan batas-batas kalau berupa benda tetap.
b. Memeriksa apakah beralasan bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan,
memindah tangankan atau menyingkirkan atau mebnjauhkan barang tersebut.
c. Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis memberikan penetapan.
Penetapan tersebut ada tiga kemungkinan.
1) Mengabulkan permohonan sita dengan demikian Ketua Pengadilan Agama
atau Ketua Majelis memerintahkan juru sita untuk melaksanakan
penyitaan.
2) Menolak permohonan sita, karena tidak terbukti Tergugat akan
menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau
menjauhkan barang tersebut.
3) Menangguhkan permohonan sita karena majelis perlu mendengarkan
jawaban dari Tergugat.
4. Penetapan dapat dijatuhkan oleh Ketua Pengadilan Agama sebelum menunjuk
Majelis Hakim dan dapat juga oleh Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari
berkas perkara secara seksama.
19
5. Ketua majelis dalam menjatuhkan penetapan sita dapat bersama-sama dengan
PHS, penetapan hari sidang dan dapat pula dalam sidang insidentil.
6. Pelaksanaan sita
Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita atau juru sita pengganti dengan dibantu oleh
2 (dua) orang saksi.
7. Jurusita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya
memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan Termohon sita.
8. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita.
9. Jurusita atau juru sita pengganti membuat berita acara sita.
10. Jurusita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara Sita kepada
Termohon sita, Pemohon sita, Ketua Majelis / Ketua Pengadilan Agama dan
Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan.
11. Jurusita mendapatkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita
berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan penyitaan tersebut kepada
Kepala Desa / Lurahnya bila tanah yang disita belum bersertifikat serta
mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor.
12. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang
dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg)
Bagaimana kalau juru sita atau juru sita pengganti dalam melaksanakan penyitaan
tidak ditemukan barang yang akan disita? Atau barang yang akan disita tidak
sesuai dengan penetapan sita.
Dalam hal yang demikian juru sita atau juru sita pengganti membuat Berita Acara
yang menyatakan sita tidak dapat dilaksanakan karena barang-barang tersebut
20
tidak dapat ditemukan selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Agama
atau Ketua Majelis.
Tata cara sita eksekusi
1. Permohonan sita eksekusi diawali dari permohonan eksekusi dari Penggugat atau
pihak yang memang setelah putusan berkekuatan hukum tetap sedangkan Tergugat
atau yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela
2. Pemanggilan terhadap tereksekusi untuk diberi teguran (aanmaning).
Apabila tereksekusi dipanggil tidak hadir dan ketidakhadirannya beralasan, maka
tereksekusi dipanggil sekali lagi untuk di aanmaning.
3. Apabila tereksekusi ketidakhadirannya tanpa alasan yang sah maka Ketua
Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan perintah sita eksekusi dengan
membuat penetapan yang intinya memerintahkan juru sita atau juru sita pengganti
untuk melaksanakan sita eksekusi.
4. Apabila tereksekusi hadir dalam panggilan tersebut maka Ketua Pengadilan Agama
mengadakan sidang insidentil didampingi panitera sidang yang intinya menegur
tereksekusi supaya melaksanakan isi putusan dengan member kesempatan selama 8
hari.
5. Panitera sidang membuat Berita Acara Aanmaning. Apabila dalam waktu 8 hari
tereksekusi tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka Ketua Pengadilan
Agama membuat penetapan yang isinya memerintahkan kepada juru sita atau juru
sita pengganti melaksanakan sita eksekusi terhadap objek sengketa.
21
6. Juru sita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya
memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan termohon sita.
7. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita.
8. Juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan penyitaan didampingi 2 (dua) orang
saksi dan membuat Berita Acara sita eksekusi.
9. Juru sita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara sita kepada
tereksekusi, Pemohon eksekusi dan Ketua Pengadilan Agama serta Kepala Desa /
Lurah untuk diumumkan.
10. Juru sita atau juru sita pengganti mendaftarkan penyitaan tersebut kepada BPN jika
barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan kepada Kepala
Desa / Lurah jika berupa tanah yang belum bersertifikat serta mendaftarkan ke
kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor.
11. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap
lebih aman (Pasal 212 R.Bg)
12. Setelah objek sengketa diletakkan sita eksekusi maka proses selanjutnya adalah
eksekusi melalui proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses pelelangan
dengan bantuan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).