sekolah pascasarjana fakultas mipa universitas …
TRANSCRIPT
Karakterisasi dan Bioaktivitas Antikanker Metabolit Sekunder
Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp. Dari Perairan Spermonde Sulawesi Selatan
Characterization and Secondary Metabolite’s Anticancer Bioactivity of the Sponge Cinachyrella australiensis and Cinachyrella sp.
from Spermonde Archipelago, South Sulawesi
ABRAHAM RAHMAN
P0700314403
SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
Karakterisasi dan Bioaktivitas Antikanker Metabolit Sekunder
Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp. Dari Perairan Spermonde Sulawesi Selatan
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor
Program Studi S3 Ilmu Kimia
Disusun dan diajukan oleh
ABRAHAM RAHMAN P0700314403
Kepada
Sekolah Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin
Makassar
2018
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., atas
Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan Disertasi ini, sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan S3 pada Program Studi Doktor Ilmu Kimia di
Universitas Hasanuddin Makassar.
Dalam proses penelitian dan penyusunan Disertasi ini, penulis banyak
menemukan kesulitan, kendala, rintangan, dan hambatan. Berkat bantuan
dari berbagai pihak maka pada akhirnya penulis dapat menyelesaikannya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Nunuk Hariani Soekamto, MS. sebagai promotor, Ibu Dr.
Hasnah Natsir, M.Si. sebagai Kopromotor, Bapak Prof. Dr. Yana
Maolana Syah, MS. sebagai Kopromotor atas keihlasannya
meluangkan waktu dalam memberikan saran, koreksi, bimbingan
selama penelitian dan penulisan Disertasi ini.
2. Bapak. Prof. Dr. rer.nat Muharram, M.Si., Bapak Prof. Ahyar Ahmad,
Bapak Dr. Firdaus, MS., Ibu Dr. Paulina Taba, M. Phil., Ibu Dr.
Seniwati Dali, MS. sebagai penguji/penilai yang banyak memberrikan
petunjuk dan saran untuk penyempurnaan Disertasi ini.
3. Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas bantuan
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri 2014 dan Hibah
Penelitian Disertasi Doktor 2017.
4. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari yang telah memberikan
kesempatan mengikuti program S3.
5. Rektor Universitas Hasanuddin Makassar, Dekan Sekolah
Pascasarjana Unhas, Dekan FMIPA Unhas, Ketua Program Studi Ilmu
Kimia Sekolah Pascasarjana FMIPA Unhas beserta seluruh staf atas
dukungan yang diberikan dalam jenjang pendidikan Doktor.
6. Kepala Lab. Kimia Organik FMIPA Unhas, Kepala Lab. Fitokimia
Fakultas Farmasi Unhas, Kepala Lab. Bioarganik dan Organik Sintesis
FMIPA ITB Bandung, Kepala Lab. Kimia Organik Bahan Alam ITB
Bandung beserta seluruh staf atas dukungan fasilitas laboratorium
selama pelaksanaan penelitian.
7. Kepala Lab. Spektroskopi Massa dan NMR FMIPA ITB Bandung atas
bantuan pengukuran NMR dan HRMS isolat senyawa, Kepala Lab.
Anatomi dan Biologi Sel FKU Unpad Bandung khususnya bapak dr.
Andri Rezano, M.Kes., Ph.D. atas pengukuran aktivitas in vitro isolat
senyawa pada sel HeLa, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI
Jakarta Utara khususnya bapak Tri Aryo Hadi, MSi. atas identifikasi
sampel spons.
8. Rekan-rekan mahasiswa selama penelitian di Lab. Kimia Organik
Unhas, di Lab. Bioarganik dan Organik Sintesis ITB, dan di Lab. Kimia
Organik Bahan Alam ITB mulai dari program S1, S2, dan S3 atas
bantuan dan kerjasamanya.
9. Ayahanda Andi Abd. Rahman Nusu dan Ibunda Andi Sitti Hamidah
tercinta, Adik-adikku tersayang dr. Suhartini Rahman SPOG., Dr. Andi
Abubakar Rahman, SIP., MSi., Andi Mulia Rahman, SP., MP. yang
senantiasa memberikan motivasi, doa, dan dukungannya.
10. Istriku tercinta Halijah, Am.Keb., SKM. atas segala doa, dukungan
dan pengorbanannya, Anak-anakku tersayang Andi Ramlah Avianti,
Andi Muhammad Said, Andi Nurismi Rahmani atas pengertiannya
selama penulis menempuh pendidikan doktor.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak sempat disebut
satu persatu.
Semoga Allah Swt. menerimanya sebagai amal ibadah atas semua
bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga hasil Disertasi ini
dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada ilmu kimia dan bidang kesehatan, Amin.
Makassar, 02 Juli 2018
Penulis
Abraham Rahman
ABSTRAK
ABRAHAM RAHMAN. Karakterisasi dan Bioaktivitas Antikanker Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp. dari Perairan Spermonde Sulawesi Selatan (dibimbing oleh Nunuk Hariani Soekamto, Hasnah Natsir, dan Yana Maolana Syah). Isolasi senyawa metabolit sekunder dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. yang dikumpulkan dari perairan Spermonde Sulawesi Selatan telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi metabolit sekunder, dan mengungkap potensi bioaktivitasnya terhadap sel HeLa. Metode karakterisasi yang digunakan dalam penelitian adalah spektroskopi NMR dan HRMS. Bioaktivitas senyawa antikanker diketahui melalui uji sitotoksik dan antiproliferasi terhadap sel line kanker serviks. Berdasarkan hasil karakterisasi, senyawa yang diperoleh adalah guneribol [1]; 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2]; 3-karbonitril indol [3]; asam -3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4]; 4-hidroksi benzonitril [5]; asam-4-metil benzoat [6]. Senyawa-senyawa tersebut baru pertama kali ditemukan pada spons genus Cinachyrella. Hasil uji bioaktivitas menunjukkan bahwa senyawa 1, 2, 3, dan 6 memiliki aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 masing-masing 9,89; 6,42; 9,32 dan 5,45 ppm, sedangkan senyawa 4 dan 5 dengan nilai IC50 masing-masing 12,98 dan 20,63 ppm tidak aktif terhadap sel HeLa. Kata kunci : Cinachyrella, guneribol, 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon,
3-karbonitril indol, asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat, 4-hidroksi benzonitril, asam-4-metil benzoat, sel line kanker serviks.
ABSTRACT
Abraham, Characterization and Secondary Metabolite’s Anticancer Bioactivity of the Sponge Cinachyrella australiensis and Cinachyrella sp. from Spermonde Archipelago, South Sulawesi (supervised by Nunuk Hariani Soekamto, Hasnah Natsir, and Yana Maolana Syah). Isolation of secondary metabolites of C. australiensis and Cinachyrella sp. obtained from Spermonde Archypelago, South Sulawesi has been done. This research aims to characterize secondary metabolites, and reveal their potential bioactivity as anticancer toward HeLa cells. The characterization methods of secondary metabolites used in the study were NMR and HRMS spectroscopy. The bioactivity of the anticancer compounds was performed by cytotoxic and antiproliferation assay against cervical cancer cell lines. Based on the characterization, compopunds obtained were guneribol [1]; 3-hydroxy-3-methyl-2-indolinone [2]; Indole-3-carbonitrile [3]; 3-(4-hydroxy phenyl) propanoic acid [4]; 4-hydroxy benzonitrile [5]; 4-methyl benzoic acid [6]. The compounds were firstly found from the sponges of the Cinachyrella genus. The bioactivity assay showed that compounds 1, 2, 3, and 6 had anticancer activity against HeLa cells with IC50 values 9.89; 6.42; 9.32 and 5.45 ppm respectively, whereas compouns 4 and 5 with the IC50 values 12.98 and 20.63 ppm respectively are not active against HeLa cells.
Keywords : Cinachyrella, guneribol, 3-hydroxy-3-methyl-2-indolinone,
Indole-3-carbonitrile, 3-(4-hydroxy phenyl) propanoic acid, 4-hydroxy benzonitrile, 4-methyl benzoic acid, cervical cancer’s line cells.
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Spons Cinachyrella 8
B. Komponen Senyawa Spons Cinachyrella 10
1. Senyawa Steroid 10
2. Senyawa Alkaloid 13
3. Senyawa Turunan Benzen 13
C. Bioaktivitas Senyawa dan Ekstrak dari Spons Cinachyrella
14
D. Toksisitas 16
E. Antioksidan 16
F. Sitotoksik 17
E. Proliferasi 18
D. Kerangka Pikir 19
E. Hipotesis 22
BAB III. METODE PENELITIAN 23
A. Waktu dan Tempat 23
B. Alat dan Bahan 23
C. Prosedur Penelitian 24
1. Sampel 24
2. Preparasi Sampel 25
3. Ekstraksi Sampel 25
4. Uji Bioaktivitas Ekstrak 26
5. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 28
6. Uji Aktivitas Senyawa Pada Sel line Kanker Serviks
30
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 33
A. Komponen Senyawa Hasil Isolasi dari Spons Cinachyrella
35
1. Guneribol [1] 35
2. 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2] 37
3. 3-karbonitril indol [3] 38
4. Asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4] 40
5. 4-hidroksi benzonitril [5] 41
6. Asam-4-metil benzoat [6] 42
B. Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella dan Bahan Alam Lain
43
C. Bioaktivitas Senyawa-Senyawa Hasil Isolasi dari Spons Cinachyrella
46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51
A. Kesimpulan 51
B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 53
LAMPIRAN 61
RIWAYAT HIDUP 64
1
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang
sangat luas, dan Kawasan Timur Indonesia terletak pada pusat
keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu daerah di kawasan timur,
Sulawesi Selatan berada di dua ecoregion laut, yaitu ecoregion perairan
Selayar yang berada di laut Banda dan ecoregion Selat Makassar.
Perairan Spermonde yang meliputi perairan Pangkep, perairan Kota
Makassar, dan perairan Bulukumba terdapat di Selat Makassar (Huffard,
et al., 2012).
Ekosistem terumbu karang di perairan Spermonde merupakan habitat
bagi beraneka ragam biota laut, baik berupa tumbuhan maupun hewan.
Salah satu biomassa utama dan terbesar pada terumbu karang adalah
spons (Hochmuth, et al., 2010). Cleary, et al. (2005) mengidentifikasi 150
spesies spons di perairan spermonde yang terdistribusi mulai dari laut
dangkal dekat pantai sampai laut dalam.
Spons sebagai hewan sessile filter feeder memiliki mekanisme
pertahanan terhadap infeksi, nudibranch, gastropoda pemangsa spons,
dan ikan karnivora (Muller, et al. 2004), serta memproduksi bermacam-
macam metabolit sekunder (Bell, 2008) yang seringkali memiliki struktur
unik atau baru dan gugus fungsi yang tidak biasa ditemukan pada
organisme teresterial (Oku. et al., 2010).
2
Spons Cinachyrella merupakan genus terbesar pada famili Tetillidae
(Rützler dan Smith, 1992). Beberapa komponen senyawa ditemukan pada
spons genus Cinachyrella. Senyawa (3E)-kolest-4-en-3,6-dion-3-oksim
diisolasi dari spons C. australiensis dengan aktivitas sitotoksik tehadap
virus hepatitis B (Xiao, et al., 2005). Cinasiramin diperoleh dari spons
Cinachyrella sp. dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa S3
(Shimogawa, et al., 2006). Dua senyawa keramid dari spons C. carvenosa
menunjukkan peran sebagai molekul penekan tumor yang mendorong
apoptosis dan induksi yang menghambat siklus sel (Lakshmia, et al.,
2008). Enigmazol A dari spons C. enigmatica menunjukkan sitotoksik
terhadap sel line NCI 60 antitumor (Oku, et al., 2010). Lektin dari spons
C. apion menunjukkan potensi antiproliferasi terhadap sel line tumor
(Rabelo, et al., 2012). Cinantrenol A, yang terdiri atas fenantren dan
sistem spiro [2,4] heptan, diisolasi dari spons laut Cinachyrella sp. dengan
aktivitas estrogen (Machida et al., 2014).
Senyawa 1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien-8-ol dari
spons laut Cinachyrella sp. (Nurhayati, et al., 2014a), menunjukkan
mekanisme seluler terhadap sel T47D, penghambatan proliferasi seluler,
menginduksi apoptosis dan menghambat siklus sel (Nurhayati, et al.,
2015a). Pendekatan molekular docking menunjukkan bahwa
1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien-8-ol menghambat
enzim cyclin dependent kinase 2 (cdk2) (Nurhayati. et al., 2015b).
Senyawa-senyawa yang telah dilaporkan dari beberapa spons genus
3
Cinachyrella sebagian besar adalah golongan steroid dan alkaloid dengan
berbagai aktivitas biologi terutama sebagai antikanker.
Toksisitas suatu sampel (ekstrak) terhadap larva Artemia salina
merupakan skrining awal isolasi senyawa dengan aktivitas antikanker
(McLaughlin and Rogers, 1998). Spons mampu memproduksi senyawa
metabolit sekunder yang bersifat toksik, sebagai konsekuensi terhadap
tekanan lingkungan yang ekstrem (Perdicaris, et al. 2013) dan kompetisi
ruang dengan organisme lain (Schupp, et al. 1999). Pembentukan
senyawa metabolit sekunder pada spons sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Spons dengan jenis yang sama tetapi berasal dari lingkungan
yang berbeda menunjukkan kandungan metabolit sekunder yang berbeda
dan aktivitas biologis yang juga berbeda (Rachmat, 2007).
Kanker dapat disebabkan oleh paparan zat karsinogen seperti
senyawa radikal bebas yang berlebihan dan dapat mengakibatkan mutasi
DNA yang memicu terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sel yang
abnormal. Senyawa radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan.
Senyawa antioksidan mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada radikal bebas dan menetralisir reaksi
berantai dari radikal bebas tersebut, sehingga kerusakan pada sel dapat
dicegah (Antolovich, et al., 2002). Hal tersebut menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan suatu sampel (ekstrak) merupakan gambaran
potensinya sebagai antikanker.
4
Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilakukan Badan Litbangkes
Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa kanker serviks
(leher rahim) merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di
Indonesia. Kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Pappiloma
Virus (HPV) yang menyerang leher rahim dan tidak sembuh dalam waktu
yang lama. Sel line kanker serviks adalah sel HeLa, merupakan kultur sel
line pertama yang diisolasi tahun 1951 dari kanker serviks seorang wanita
yang bernama Henrietta Lacks. Sel ini tidak dapat berhenti berproliferasi
secara normal dan dapat membelah secara tidak terbatas sehingga
menimbulkan pertumbuhan jaringan yang tidak normal (Kappel, 2011;
Ullah, et al., 2009).
Obat antikanker yang berasal dari bahan alam seperti tanaman dan
organisme laut jumlahnya lebih dari 60%. Senyawa derivat dari bahan
alam mempunyai target bioaktif yang spesifik dan efek samping yang
rendah (Iwamaru, et al., 2007), sehingga pencarian obat antikanker bahan
alam terutama dari laut masih terus dilakukan (Nobili, et al., 2009).
Pencarian senyawa antikanker dapat dilakukan dengan pendekatan
selular melalui penelitian in vitro (Castell, et al., 1997). Pada penelitian
disertasi ini dilakukan uji aktivitas sitotoksik in vitro isolat senyawa
terhadap sel kanker sirviks dan untuk mengetahui toksisitas senyawa yang
berpotensi sebagai antikanker dilakukan melalui uji antiproliferasi terhadap
sel HeLa.
5
Pada penelitian ini diusulkan pula jalur biogenesis senyawa yang
diisolasi dari spons Cinachyrella. Isolat senyawa diproduksi secara
spesifik oleh spons mengikuti jalur biogenesis yang sesuai untuk senyawa
metabolit sekunder tersebut sehingga dapat diketahui hubungan
kekerabatan organisme berdasarkan kandungan metabolit sekundernya
(kemotaksonomi).
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi satu senyawa sterol, dua
senyawa alkaloid indol, dan tiga senyawa turunan benzen yang diisolasi
dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. yang dikumpulkan dari
perairan Spermonde Sulawesi Selatan. Senyawa tersebut adalah
guneribol [1], 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2], 3-karbonitril indol [3],
asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4], 4-hidroksi benzonitril [5], asam
-4-metil benzoat [6]. Senyawa 1-6 baru pertama kali ditemukan pada
spons genus Cinachyrella.
Studi in vitro pada senyawa 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 terhadap sel line kanker
serviks menunjukkan aktivitas sitotoksik senyawa-senyawa tersebut
dengan nilai IC50 berturut-turut 9,89; 6,42; 9,32; 12,98; 20,63 dan 5,45
ppm. Analisis antiproliferasi menunjukkan bahwa senyawa 1, 2, 3, dan 6
memiliki aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 kurang
dari 10 ppm.
Aktivitas senyawa yang diperoleh pada penelitian ini terhadap sel
HeLa merupakan gambaran in vitro senyawa sebagai antikanker
khususnya pada kanker serviks. Data penelitian ini, dapat digunakan
6
sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya guna mewujudkan obat
antikanker baru dari bahan alam laut. Sebagian dari hasil penelitian ini
telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dan disajikan dalam pertemuan
ilmiah (Abraham et. al., 2016, 2017, 2018).
B. Rumusan Masalah
Dalam rangka mengkarakterisasi senyawa dan bioaktivitas antikanker
metabolit sekunder spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari
perairan Spermonde Sulawesi Selatan, maka dirumuskan masalah berikut
1. Bagaimanakah toksisitas ekstrak dari spons C. australiensis dan
Cinachyrella sp. terhadap larva Artemia salina ?
2. Bagaimanakah sifat antioksidan ekstrak dari spons C. australiensis
dan Cinachyrella sp.?
3. Senyawa metabolit sekunder apakah yang dapat diisolasi dan
diidentifikasi dari spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.?
4. Bagaimanakah sitotoksiknya dan aktivitas penghambatan proliferasi
terhadap sel HeLa, isolat senyawa murni dari spons C. australiensis
dan Cinachyrella sp.?
5. Bagaimanakah jalur biogenesis senyawa yang diisolasi dari spons
C. australiensis dan Cinachyrella sp.?
7
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis toksisitas ekstrak kedua spons terhadap larva Artemia
salina.
2. Menganalisis sifat antioksidan ekstrak kedua spons.
3. Mengkarakterisasi senyawa metabolit sekunder yang diisolasi dari
spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.
4. Menganalisis sitotoksik dan aktivitas antiproliferasi isolat senyawa
murni yang diperoleh dari kedua spons terhadap sel HeLa.
5. Mengusulkan jalur biogenesis senyawa yang diisolasi dari spons
C. australiensis dan Cinachyrella sp.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi ilmiah berupa informasi
kandungan kimia dan struktur senyawa, gambaran bioaktivitas in vitro
senyawa terhadap sel line kanker serviks, serta jalur biogenesis senyawa
metabolit sekunder spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari
perairan Spermonde Sulawesi Selatan.
8
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Spons Cinachyrella
Spons merupakan hewan invertebrata multiseluler dengan fungsi
jaringan dan organ yang paling sederhana strukturnya dibandingkan
dengan hewan multiseluler yang lain (Bergquist, et al., 1980). Hewan ini
mengandalkan aliran air konstan yang melalui tubuhnya untuk
mendapatkan makanan, oksigen, dan untuk menghilangkan limbah.
Makanan berupa zat-zat organik dan organisme-organisme kecil seperti
plankton masuk melalui permukaan tubuhnya. Makanannya dicerna
secara intraseluler oleh sel-sel koanosit. Di dalam sel, makanan dicerna
oleh vakuola makanan, kemudian diteruskan oleh sel amebosit dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Sisa makanan diteruskan ke spongosol
kemudian dikeluarkan melalui oskulum. Sistem pernafasan yang dimiliki
sangat sederhana, oksigen diambil langsung dari air oleh sel-sel koanosit
secara absorpsi. Karbondioksida hasil pernafasan dikeluarkan langsung
dari dalam sel ke lingkungan (Amir dan Budiyanto, 1996). Demospongiae
(demo = tebal, spongiae = spons) merupakan kelas terbesar yang
mencakup 90% spons laut di Indonesia (van Soest,1989), termasuk spons
Cinachyrella dari famili Tetilidae.
Famili Tetillidae dikenal sebagai spons bulan atau spons globular,
spons ini berbentuk bulat berdiameter hingga 5 cm, eksoskeletonnya
tersusun atas kerangka lunak dengan struktur tulang radial. Spons jenis ini
9
memiliki lubang-lubang kecil (rongga) atau pori-pori (ostia) seperti busa
(spons) yang disebut spongosol atau porocalices yang tersebar tak teratur
pada tubuhnya (Chambers, et al., 2013). Tetilidae terdiri atas 8 genus :
Acanthotetilla, Amphitethya, Cinachyra, Cinachyrella, Craniella,
Fangophilina, Paratetilla, dan Tetilla (van Soest and Rützler, 2002).
Cinachyrella adalah genus terbesar pada spons Tetilidae, dengan lebih
dari 49 spesies. Spons Cinachyrella mudah dikenali namun spesiesnya
masih kurang dipahami. Kesulitan utama mengidentifikasi Cinachyrella
dan sebagian besar Tetillidae adalah banyaknya variasi morfologi
eksternal dan karakter skeletal (misalnya bentuk spikula, komposisi dan
frekuensi) (Rützler dan Smith, 1992).
Karakter penting untuk membedakan genus Cinachyra dan
Cinachyrella adalah ―ada atau tidak adanya‖ korteks khas. Genus
Cinachyra saat ini hanya terdiri atas empat spesies : C. barbata Sollas,
C. crustata (Wilson), C. uteoides Dendy, dan C. helena sp. Nov., semua
spesies serupa yang tidak memiliki korteks digolongkan ke genus
Cinachyrella termasuk C. australiensis (Rodriguez dan Muricy, 2007).
Szitenberg. et al. (2013) mengklasifikasikan spons Cinachyrella sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Sub Kelas : Tetratinomorpha
10
Ordo : Spirophorida
Famili : Tetillidae
Genus : Cinachyrella
Spesies 1 : Cinachyrella australiensis
Spesies 2 : Cinachyrella sp.
B. Komponen Senyawa Spons Cinachyrella
Beberapa informasi hasil penelitian komponen senyawa steroid,
alkaloid, dan turunan benzen dari spons genus Cinachyrella dijelaskan
berikut ini :
1. Senyawa Steroid.
Ekstrak metanol spons C. tarentina, menunjukkan adanya senyawa
kolesterol [7], 24-metilkolesta-5,22-dien-3β-ol [8], 24-metilkolesta
-5,24(28)-dien-3β-ol [9], kolest-4-en-3-on [10], 24-metilkolesta-4,22-dien
-3-on [11], 24-metilkolesta-4,24(28)-dien-3-on [12], kolest-4-en-3,6-dion
[13] dan 24-etilkolest-4-en-3,6-dion [14]. Sebelumnya, senyawa 13 dan 14
ditemukan tidak sebagai senyawa alami (Aiello, et al., 1991).
.
11
Barnathan, et al. (1992) melaporkan komposisi sterol dari tiga spesies
spons laut genus Cinachyrella : C. alloclada dan C. kukenthali yang
terdapat di pantai Sinegal dan C. aff. schulzei dari laut Noumea Kaledonia
baru. Berdasarkan studi gas chromatography-mass spectrometer (GC-
MS) dan GC, empat belas sterol diidentifikasi dari ketiga spesies yaitu
senyawa 7, 8, 9, latosterol [15], kampesterol [16], kolestanol [17],
23,24-dimetilkolesta-5,22-dien-3ol [18], stigmasta-5,22-dien-3ol [19],
klionasterol [20], fukosterol [21], isofukosterol [22] 24-norkolesta-5,22-
dien-3ol [23], 22(Z)-dehidrokolesterol [24], 22(E)-dehidrokolesterol [25].
Rodriguez, et al. (1997) telah mengisolasi dua steroid hidroksimino
baru, yaitu (6E)-24-etilkolest-6-hidroksimino-4-en-3-on [26] dan (6E)
kolest-6-hidroksimino-4-en-3-on [27], serta senyawa 10 dari campuran dua
morfospesies spons Cinachyrella (C. alloclada dan C. apion). Dengan
GC-MS, Barnathan, et al. (2003) mengidentifikasi delapan belas sterol
yaitu senyawa 7, 9, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, stigmasta
-7-en-3-ol [28], stigmastanol [29], stigmasterol [30], klerosterol [31],
kampesta-7-en-3-ol [32] dan sebuah sterol baru yaitu gorgosterol [33] dari
spons C. alloclada dan C. kukenthali. Li, et al. (2004) telah mengelusidasi
kolesta-4-en-3-ol [34] dari spons laut C. australiensis.
12
Sebuah senyawa steroid baru diisolasi dari fraksi etil asetat spons laut
C. australiensis yang dikumpulkan di Laut Cina Selatan. Strukturnya
diketahui sebagai (3E)-kolest-4-en-3,6-dion-3-oksim [35] (Xiao, et al.,
2005).
13
Sebuah steroid baru yaitu Cinantrenol A [36], yang terdiri atas fenantren
dan sistem spiro [2,4] hepten, diisolasi dari spons laut Cinachyrella sp.
Senyawa 36 tersebut merupakan steroid pertama yang mengandung
fenantren (Machida et al., 2014). Wahidullah, et al. (2015) mengidentifikasi
senyawa 7, 9, 16, 17, 20, 22, 24, 25, 37, 38a-c, 39, 40, 41, 42, 43 dari C.
cavernosa dengan GC-MS.
2. Senyawa Alkaloid.
Li, et al. (2004) mengelusidasi sebuah alkaloid baru isolumikrom [44]
serta timidin [45] dan zarzissin [46] dari spons laut C. australiensis.
.Shimogawa, et al. (2006) mengisolasi sebuah alkaloid baru, cinasiramin
[47] yang berupa garam trifluoroasetat dari spons laut Cinachyrella sp. dari
Okinawa. Nurhayati, et al. (2014a) mengisolasi alkaloid turunan senyawa
cinasiramin dari spons laut Cinachyrella sp. yang diidentifikasi sebagai
1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien-8-ol (C10H13N3O) [48].
3. Senyawa Turunan Benzen.
Li, et al. (2004) mengelusidasi lima senyawa turunan benzen dari
spons laut C. australiensis yaitu : p-hidroksi benzaldehid [49], p-hidroksi
benziletanol [50], p-hidroksi benzilpropanol [51], dibutil ftalat [52],
bis-(2-etilheksil) ftalat [53]. Wahidullah, et al. (2015) mengidentifikasi
14
senyawa 52, 53 dan diisobutil ftalat [54] dari spons C. cavernosa dengan
GC-MS.
C. Bioaktivitas Senyawa dan Ekstrak Spons Cinachyrella.
Beberapa peneliti mempelajari aktivitas biologi komponen senyawa
dan ekstrak spons genus Cinachyrella, ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1.Biokativitas Beberapa Komponen Senyawa dan Ekstrak Spons Cinachyrella
No Spons Komponen
Senyawa/Ekstrak Bioaktivitas
1. C. australiensis (3E)-kolest-4-en-3,6-dion-3-oksim [35] (Xiao, et al., 2005)
sitotoksik tehadap virus hepatitis B.
2 Cinachyrella sp. cinachyramin [47] (Shimogawa, et al., 2006)
menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa S3 dengan IC50 6.8 mg/mL.
3. C. carvenosa Keramid 1 [55] dan 2 [56] (Lakshmia, et al., 2008)
berperan penting sebagai tumor suppressor yang kuat (molekul signaling) yakni mendorong apoptosis dan induksi yang menghambat siklus sel.
4. Cinachyrella sp. Ekstrak air (Marinho. et al., 2008)
menunjukkan aktivitas terhadap resistensi bakteri dengan spektrum yang luas seperti Staphylococcus aureus, koagulase negatif staphylococci dan Enterococcus faecalis.
15
5. C. enigmatica enigmazol A [57] (Oku, et al., 2010)
menunjukkan sitotoksik yang signifikan terhadap NCi 60-sel line screen antitumor, dengan rata-rata GI50 1.7 mM.
6. C. tarentine ekstrak diklorometan dan etanolnya (El-Amraoui, et al., 2010)
menunjukkan aktivitas antijamur yang kuat.
7. C. apion Lektin (Rabelo, et al., 2012)
menunjukkan potensi antiproliferatif terhadap sel line tumor.
8. Cinachyrella sp. Cinanthrenol A [36] (Machida et al., 2014).
menunjukkan aktivitas estrogen.
9. Cinachyrella sp. ekstrak etanol (Nurhayati. et al., 2014b).
sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 897,809 μg/mL, tetapi tidak toksik terhadap sel T47D, WiDr dan Vero.
4 fraksi dari ekstrak etanol (Nurhayati. et al., 2014b).
sitotoksik terhadap sel T47D dengan nilai IC50 F1 (82,744 μg/mL); F2 (163,679 μg/mL); F3 (66,522 μg/mL) dan F4 (333,026 μg/mL). F3 pada 31,5 μg/mL menghambat proliferasi sel T47D pada inkubasi 24 jam
10. Cinachyrella sp 1,4,9-triazatrisiklo-[7,3,1,0]-trideka-3,5(13),10-trien -8-ol [48]. (Nurhayati, et al., 2014a).
Senyawa [48] menunjukkan mekanisme seluler terhadap sel T47D dengan nilai IC50 123.18 μg/mL, penghambatan proliferasi seluler pada inkubasi 48 jam, menginduksi apoptosis 11,77%, dan menghambat siklus sel pada fase sub-G1 5,87% dan fase G2/M 50,5% (Nurhayati, et al., 2015a).
Uji in vitro senyawa [48] menginduksi penghambatan siklus sel pada fase sub-G1 dan G2/M. Pendekatan molekular docking menunjukkan senyawa [48] menghambat enzim cdk2. Kekuatan interaksi antara [48] dan cdk2 (nilai docking = -65,43) lebih stabil dibanding interaksi antara doxorubicin dan cdk2 (-36,59) (Nurhayati. et al., 2015b).
16
D. Toksisitas
Toksisitas merupakan potensi suatu bahan kimia untuk dapat
menyebabkan kerusakan ketika senyawa tersebut mengenai atau masuk
ke dalam tubuh hewan uji. Pengujian toksisitas suatu sampel dapat
dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai uji
pendahuluan untuk penapisan aktivitas farmakologis suatu sampel,
maupun skrining senyawa bioaktif antikanker (McLaughlin and Rogers,
1998). Hasil yang diperoleh dihitung sebagai nilai Lethal Concentration
50% (LC50) ekstrak uji, yaitu jumlah dosis atau konsentrasi ekstrak uji
yang dapat menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah
masa inkubasi 24 jam (Meyer, et al., 1982). Secara spesifik kategori
toksisitas suatu ekstrak adalah:
Tabel 2. Tingkat Toksisitas Ekstrak sesuai kriteria Meyer et al. (1982).
Nilai LC50 (ppm) Aktivitas Toksik
Kurang dari 30 Sangat toksik 30 – 1000 Toksik
Lebih dari 1000 Tidak toksik
E. Antioksidan
Tubuh manusia mempunyai sistem antioksidan yang diproduksi
secara kontinyu untuk menangkal atau meredam radikal bebas. Bila
jumlah senyawa radikal bebas melebihi jumlah antioksidan alami dalam
tubuh maka radikal bebas akan menyerang komponen lipid, protein dan
DNA. Sehingga dibutuhkan asupan antioksidan yang dapat membantu
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas (Antolovich, et al., 2002).
Antioksidan merupakan senyawa reduktor yang mampu menginaktivasi
17
reaksi oksidasi dengan mencegah terbentuknya radikal melalui pemberian
elektron (elektron donor) (Molyneux, 2004). Salah satu metode yang
umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan
radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) (Antolovich, et al., 2002).
Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian DPPH adalah
dengan nilai IC50. Nilai IC50 merupakan konsentrasi larutan sampel yang
mampu mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50
berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). Secara
spesifik kategori aktivitas antioksidan suatu ekstrak adalah:
Tabel 3. Aktivitas Antioksidan Ekstrak sesuai kriteria Molyneux (2004)
Nilai IC50 (ppm) Aktivitas Antioksidan
Kurang dari 50 Sangat kuat 50 – 100 Kuat
100 – 150 Sedang 150 – 200 Lemah
Lebih dari 200 Sangat lemah
F. Sitotoksik
Sitotoksik adalah sifat toksik atau beracun yang dimiliki oleh suatu
ekstrak atau senyawa tertentu terhadap sel hidup. Uji sitotoksik adalah
suatu uji in vitro yang dilakukan menggunakan kultur sel untuk
menentukan potensi ketoksikan suatu ekstrak atau senyawa terhadap sel
berdasarkan parameter nilai IC50 (Sismindari, 2003). Dua metode umum
yang digunakan untuk uji sitotoksik adalah metode perhitungan langsung
(direct counting) dengan menggunakan trypan blue dan metode MTT.
Semakin besar nilai IC50, semakin banyak kristal formazan yang terbentuk
(kristal ini memberi warna ungu), maka semakin tinggi nilai absorbansinya
18
pada ELISA reader, mengindikasikan mortalitas yang rendah karena
semakin banyak sel yang hidup, sehingga ekstrak atau senyawa tersebut
semakin tidak toksik (Lasisi and Idowu, 2011).
G. Proliferasi
Proliferasi adalah fase sel saat mengalami siklus sel yang
berlangsung terus-menerus dan berulang (siklik) tanpa hambatan. Siklus
sel adalah proses duplikasi secara akurat untuk menghasilkan jumlah
DNA kromosom yang cukup banyak dan untuk menghasilkan dua sel
anakan yang identik secara genetik. Sel-sel normal akan mati dengan
sendirinya tanpa ada efek peradangan melalui proses apoptosis, ini
merupakan suatu proses kematian sel melalui digesti enzimatik oleh
dirinya sendiri dan mekanisme yang efisien untuk mengeliminasi sel yang
tidak diperlukan dan mungkin berbahaya bagi tubuh. Program terminasi
sel ini penting untuk menjaga homeostasis perkembangbiakan sel, dengan
program ini dapat diatur berapa jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh
secara fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur
tertentu (Wargasetia, 2008). Pada sel-sel kanker, sel mengalami
metastasis. Sel kanker akan terus hidup meski seharusnya mati (immortal)
(Schneiders, et al., 2009). Sel yang rusak dapat terus membelah tanpa
batas, yang akhirnya menjadi kanker (Beesoo, et al., 2014)
19
H. Kerangka Pikir
Demospongiae merupakan jenis spons laut yang terbanyak di
Indonesia, seperti spons Cinachyrella. Sebagai organisme laut, spons
merupakan sumber metabolit sekunder yang seringkali memiliki struktur
unik atau baru dan gugus fungsi yang tidak biasa ditemukan pada
organisme teresterial. Spons Cinachyrella merupakan genus terbesar
pada famili Tetillidae. Beberapa komponen senyawa ditemukan pada
spons genus Cinachyrella. Senyawa 35 merupakan steroid baru yang
beranggotakan 27 atom karbon dengan aktivitas sitotoksik terhadap virus
hepatitis B. Steroid ini memiliki keunikan pada kerangka molekulnya
dengan adanya gugus oxim di C-3 dan gugus keton di C-6. Senyawa 36
merupakan steroid baru yang mengandung fenantren dan sistem spiro
[2,4] heptan dengan aktivitas estrogen. Senyawa 47 merupakan suatu
alkaloid baru dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa. Kerangka
molekul alkaloid ini mirip dengan quinolin dan isoquinolin tanpa ikatan
rangkap terkonjugasi.
Senyawa 48 merupakan senyawa alkaloid turunan cinasiramin.
Senyawa 48 menunjukkan mekanisme seluler terhadap sel T47D,
penghambatan proliferasi seluler pada inkubasi 48 jam, menginduksi
apoptosis dan menghambat siklus sel. Pendekatan molekular docking
menunjukkan, senyawa 48 menghambat enzim cdk2. Kekuatan interaksi
antara senyawa 48 dan cdk2 (nilai docking = -65,43) lebih stabil dibanding
interaksi antara doxorubicin dan cdk2 (-36,59). Senyawa keramid [55] dan
20
[56] merupakan suatu spingolipid baru dengan aktivitas yang mendorong
apoptosis dan induksi yang menghambat siklus sel. Senyawa keramid ini
memiliki gugus hidroksi yang lebih banyak dan tidak memiliki ikatan
rangkap C-C. Senyawa 57 merupakan suatu makrolida baru dengan
aktivitas sitotoksik terhadap sel line NCI 60. Makrolida ini memiliki
keunikan pada cincin laktonnya yang dibangun oleh ester siklik dan eter
siklik serta terdapat subtituen asam fosfat. Senyawa-senyawa yang telah
diisolasi dari spons genus Cinachyrella sebagian besar adalah golongan
steroid dan alkaloid dengan bioaktivitas umumnya sebagai antikanker
termasuk pada sel HeLa
Spons Cinachyrella ditemukan pula di perairan Spermonde Sulawesi
Selatan. Metabolit sekunder yang dihasilkan spons tersebut dapat berupa
komponen steroid dan alkaloid yang berbeda dari yang telah ditemukan
sebelumnya karena pengaruh kondisi lingkungan yang berbeda. Akan
tetapi hingga tahun 2016 belum ada laporan informasi kimia maupun
aktivitas antikanker spons Cinachyrella dari Perairan Spermonde
khususnya C. australiensis dan Cinachyrella sp.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi metabolit sekunder spons
C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari perairan Spermonde yang
diawali dengan ekstraksi sampel spons dengan pelarut organik. Ekstrak
dengan aktivitas toksik dan antioksidan yang terbaik dipisahkan dan
dimurnikan dengan teknik kromatografi. Struktur senyawa-senyawa murni
yang diperoleh ditetapkan melalui analisis spektrum NMR dan HRMS.
21
Bioaktivitas in vitro senyawa-senyawa murni sebagai antikanker
ditentukan melalui uji sitotoksik dan antiproliferasi terhadap sel HeLa. Jalur
biogenesis Isolat senyawa diusulkan sesuai dengan biosintesis senyawa-
senyawa metabolit sekunder. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
dasar bagi penelitian selanjutnya baik dalam bidang kimia sebagai model
untuk sintesis senyawa dengan bioaktivitas yang lebih baik maupun dalam
bidang kesehatan untuk memperoleh obat antikanker baru dari derivat
senyawa bahan alam laut yang lebih aman dalam pemakaiannya. Secara
garis besar bagan kerangka pikir disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Komponen Senyawa (steroid dan alkaloid)
Bioaktivitas antikanker (sel HeLa)
Spons Cinachyrella
Spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. di perairan Spermonde Sulawesi Selatan
Ekstrak Spons dengan aktivitas Toksik dan Antioksidan
Isolat Senyawa Murni
Struktur Senyawa Bioaktivitas Antikanker Senyawa
Usulan Jalur Biogenesis Senyawa
~ Sintesis senyawa dengan bioaktivitas antikanker yang lebih baik ~ Obat antikanker baru yang lebih aman dalam pemakaiannya
22
I. Hipotesis
Spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. dari perairan Spermonde
Sulawesi Selatan mengandung komponen kimia seperti steroid dan
alkaloid yang memiliki bioaktivitas antikanker terhadap sel HeLa.
23
BAB III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015 sampai
November 2017. Lokasi pengambilan sampel spons adalah di perairan
Spermonde Sulawesi Selatan. Proses ekstraksi dan uji bioaktivitas ekstrak
(uji toksisitas dan uji antioksidan) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik
Fakultas MIPA Unhas dan Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi
Unhas Makassar. Pemisahan dan pemurnian senyawa serta analisis
spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan High Resolution
Mass Spectrometry (HRMS) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik
FMIPA ITB Bandung. Uji sitotoksik dan antiproliferasi senyawa murni
dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Biologi Sel FKU Unpad Bandung.
B. Alat dan Bahan
Spektrum NMR diukur menggunakan Agilent 500 MHz, NMR Proton
(1H-NMR) 500 MHz dan NMR Karbon (13C-NMR) 125 MHz. Spektrum
massa resolusi tinggi diukur dengan HRESI-MS Waters LCT Premier XE
detektor TOF. Penentuan titik leleh dengan alat penetapan titik leleh
Fisher Johns 120 V, 1.4 A, 60/60 Hz seri 4631.
Analisis kromatografi vakum cair (KVC) dengan adsorben Si gel
Merck 60 GF254, kromatografi radial (KR) menggunakan alat kromatotron
dengan Si gel Merck 60 PF254, dan analisis kromatografi lapis tipis (KLT)
24
pada plat berlapis Si gel Merck Kieselgel 60 F254. Pereaksi penampak
noda digunakan larutan asam sulfat 5%.
Ekstraksi dan kromatografi menggunakan pelarut metanol, etil asetat,
dan n-heksan teknis yang telah didestilasi. Untuk kromatografi digunakan
pula aseton teknis yang telah didestilasi, kloroform dan diisopropil eter
berkualitas pro analis (pa).
Uji toksisitas digunakan metanol (pa), garam dapur, aquades, telur
Artemia salina, inkubator dengan aerator dan lampu pijar 40 watt. Uji
antioksidan digunakan DPPH dan metanol (pa), serapannya diukur
dengan UV-Vis Agilent 8453.
Uji sitotoksik dan antiproliferasi digunakan sel line kanker serviks
HeLa dari American Type Culture Collection, RPMI-1640, MTT, DMSO,
FBS, PBS, SDS, etoposide, ELISA reader; mikroplate.
Berbagai alat-alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium,
neraca analitik, lampu ultraviolet (UV), rotary evaporator, hotplate, lemari
pendingin, hammer mill, aluminium foil, kertas saring, etanol 70%.
C. Prosedur Penelitian
1. Sampel
Sampel spons dikumpulkan di perairan Spermonde Sulawesi Selatan,
pada kedalaman 10-25 m selama September-Oktober 2015. Kemudian
dicuci dan dibersihkan lalu dipreparasi dan analisis selanjutnya.
Karakterisasi morfologi pada Pusat Penelitian Oseanografi LIPI di Jakarta
25
Utara diidentifikasi sebagai Cinachyrella australiensis (SVP 01/10/15) dan
Cinachyrella sp. (SVP 02/10/15).
2. Preparasi Sampel.
Sampel spons yang telah bersih, dicelupkan pada alkohol 70%
kemudian dikering anginkan, lalu dipotong-potong dan digiling sampai
halus (80-100 mesh).
3. Ekstraksi Sampel
Sampel spons halus (C. autraliensis dan Cinachyrella sp.) masing-
masing ditimbang 10 kg dimaserasi dengan pelarut metanol beberapa kali,
pelarutnya diuapkan dengan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak
metanol (ekstrak kasar dan garamnya + lapisan air dan garamnya).
Ekstrak metanol kasar dan garamnya dipisahkan dengan lapisan air dan
garamnya menggunakan corong pisah.
Ekstrak metanol kasar dilarutkan dengan metanol dan dipartisi
dengan n-heksan. Diperoleh lapisan n-heksan, lapisan metanol, dan
garam. Lapisan metanol dipartisi lagi dengan etil asetat, diperoleh lapisan
etil asetat dan lapisan metanol sisa. Pelarutnya diuapkan sehingga
diperoleh ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol.
Lapisan air dipartisi dengan n-heksan, diperoleh lapisan n-heksan dan
lapisan air. Lapisan air dipartisi lagi dengan etil asetat, diperoleh lapisan
etil asetat dan lapisan air. Lapisan air dicuci dengan metanol, diperoleh
lapisan metanol dan garam. Pelarutnya diuapkan sehingga diperoleh
ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol dari lapisan air.
26
4. Uji Bioaktivitas Ekstrak.
Seluruh ekstrak (dari metanol kasar dan dari lapisan air) diuji
toksisitas dengan BSLT serta diuji fitokimia. Ekstrak n-heksan, etil asetat,
dan metanol yang diperoleh dari metanol kasar diuji antioksidan dengan
DPPH.
a. Uji Toksisitas (Muaja, et al., 2013).
1) Penyiapan larva uji (A. salina)
Telur A. salina (1 g) direndam dalam air selama 10–15 menit, telur
yang ada di dasar wadah diambil dan ditetaskan dalam wadah yang berisi
2 L air laut buatan, diberi penerangan lampu pijar 40 watt dan aerator.
Telur A. salina menetas menjadi larva setelah 24 jam, larva dibiarkan lagi
selama 24 jam. Setelah 48 jam larva aktif (nauplii) siap sebagai larva uji.
2) Pembuatan konsentrasi larutan uji
Larutan uji dibuat dengan konsentrasi 1000 μg/mL, 100 μg/mL,
10 μg/mL. Ekstrak (50 mg), dilarutkan dalam 5 mL metanol, diperoleh
konsentrasi larutan stok 10.000 μg/mL.
Larutan uji 1000 μg/mL dibuat dengan memipet 0,5 mL larutan stok
dan dimasukkan ke dalam vial uji lalu ditambahkan 5 mL air laut. Untuk
larutan uji 100 μg/mL dibuat dari larutan 1000 μg/ml dan larutan uji
10 μg/mL dibuat dari larutan 100 μg/ml dengan cara yang sama.
Perlakuan kontrol dilakukan dengan cara yang sama dengan sampel
dengan menggunakan air laut dan pelarut metanol.
27
3) Uji BSLT
Larva A. salina (10 ekor) dimasukkan ke dalam masing-masing vial.
Volumenya dicukupkan dengan ditambahkan air laut buatan, diulang 3 kali
untuk tiap konsentrasi larutan uji dan kontrol. Disimpan ditempat yang
cukup mendapat sinar lampu. Pengamatan jumlah larva yang mati
dilakukan setelah 24 jam.
Data larva yang mati untuk tiap konsentrasi larutan uji dan kontrol
dihitung dan ditabulasi. Data dianalisis probit untuk menentukan nilai LC50
setiap ekstrak.
b. Uji Antioksidan (Selvasundhari, et al., 2014).
1) Pembuatan larutan DPPH (0,4 mM)
DPPH (BM=394,32) sebanyak 15,8 mg dilarutkan dengan metanol
(pa) sampai 100 mL, ditempatkan dalam botol gelap.
2) Pembuatan larutan blanko
Larutan DPPH (0,4 mM) dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke
dalam labu takar 5 mL, ditambahkan metanol (pa) sampai tanda, lalu
dihomogenasi.
3) Pembuatan larutan uji
Sampel ekstrak (5 mg) dilarutkan dalam 5 mL metanol (1000 ppm),
larutan ini merupakan larutan induk. Larutan induk masing-masing dipipet
25, 50, 125, 250, dan 500 μL dan dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL.
Larutan DPPH sebanyak 1 mL dan metanol (pa) ditambahkan sampai
28
tanda batas, kemudian dihomogenisasi dan diperoleh larutan uji dengan
konsentrasi 5, 10, 25, 50, dan 100 μg/mL.
4) Pengukuran dan perhitungan nilai IC50
Larutan uji dengan beberapa konsentrasi serta larutan blanko
diinkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit (tepat), kemudian
serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum 517 nm dengan
spektrofotometri UV-Vis. Serapan larutan uji dan blanko ditabulasi dan
dihitung persen hambatannya, selanjutnya data dianalisis probit untuk
menentukan nilai IC50 setiap ekstrak.
5. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa
Ekstrak etil asetat dari metanol kasar kedua spesies spons dipisahkan
dengan KVC menggunakan adsorben silika gel. Fraksi-fraksinya
dipisahkan dan dimurnikan dengan KR dan rekristalisasi sehingga
diperoleh senyawa-senyawa murni.
a. Pemisahan dan pemurnian senyawa dari ekstrak etil asetat spons
C. australiensis.
Ekstrak etil asetat spons C. australiensis (33,28 g) difraksinasi
menggunakan KVC, diperoleh dua puluh fraksi
1) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 1 dari Spons C. australiensis
F3 (333,9 mg) merupakan kristal berminyak berwarna kekuningan,
direkristalisasi beberapa kali sehingga membentuk kristal putih (8 mg).
Kristal senyawa 1 (AB1.3) diukur titik lelehnya dan dianalisis KLT
menunjukkan satu spot.
29
2) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 2 dari Spons C. australiensis
F13-15 digabung (1,5 g), difraksinasi dengan KVC diperoleh 20 fraksi.
F6-13 digabung (570,5 mg), kemudian direfraksinasi dengan KR diperoleh
3 fraksi. F3 (42,2 mg) dimurnikan dengan KR, diperoleh F3 (6,4 mg)
berupa serbuk berwarna hijau muda (AB1.4) dan dianalisis dengan KLT.
3) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 4.
F18-20 digabung (467,1 mg) lalu difraksinasi dengan KR, diperoleh
13 fraksi. F9-11 digabung (27,5 mg) dan difraksinasi dengan KR, diperoleh
6 fraksi. F2-4 digabung (14,7 mg), dimurnikan dengan KR dan diperoleh
isolat senyawa 4 (6,1 mg), lalu dianalisis dengan NMR dan HRMS.
b. Pemisahan dan pemurnian senyawa dari ekstrak etil asetat spons
Cinachyrella sp.
Ekstrak etil asetat spons Cinachyrella sp. (28 g) difraksinasi
menggunakan KVC sehingga diperoleh dua belas fraksi.
1) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 3, 5, dan 6.
F5 (53 mg) difraksinasi dengan KR, diperoleh 10 fraksi. F5 (2,2 mg)
sebagai senyawa 3, F7 (2,3 mg) sebagai senyawa 5, dan F9 (3,0 mg)
sebagai senyawa 6 dianalisis dengan NMR. Ketiga isolat senyawa
diklarifikasi strukturnya berdasarkan data HRMS.
2) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 1 dari Spons Cinachyrella sp.
F4 (107,7 mg) merupakan kristal berminyak yang berwarna
kekuningan, direkristalisasi beberapa kali sehingga membentuk kristal
30
putih (6,3 mg), analisis KLT kristal senyawa 1 (AB2.4) menunjukkan satu
spot.
Analisis KLT antara isolat AB1.3 dari spons C. australiensis dengan
isolat AB2.4 dari spons Cinachyrella sp., disimpulkan sebagai senyawa
yang sama (senyawa 1). Kristal senyawa 1 kemudian dianalisis NMR.
3) Pemisahan dan Pemurnian Senyawa 2 dari Spons Cinachyrella sp.
F10 (119,8 mg) difraksinasi dengan KR, diperoleh 5 fraksi. F3 (25,3
mg) dimurnikan dengan KR dan diperoleh F3 (4,4 mg) yang diberi kode
AB2.6.
F12 (500 mg) difraksinasi dengan KR, diperoleh 3 fraksi. F3 (139,4
mg) direfraksinasi dengan KR dan diperoleh F4 (21,6 mg). F4 dimurnikan
dengan KR dan diperoleh F1 (8,2 mg) yang diberi kode AB2.7.
Analisis KLT antara isolat AB1.4 dari spons C. australiensis dengan
isolat senyawa AB2.6 dan AB2.7 dari Spons Cinachyrella sp. disimpulkan
sebagai senyawa yang sama (senyawa 2). Serbuk senyawa 2 kemudian
dianalisis dengan NMR dan HRMS.
6. Uji Aktivitas Senyawa Pada Sel line Kanker Serviks
Senyawa-senyawa murni diuji sitotoksik dan antiproliferasi terhadap
sel HeLa mengikuti prosedur Rezano, et al., 2013.
a. Uji Sitotoksik dengan MTT.
Suspensi sel line kanker serviks (sel HeLa) ditanam pada 96 sumuran
dan diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24-48 jam sampai sel
mencapai konfluen 70-80%. Sel kemudian diberi perlakuan variasi
31
konsentrasi 0, 1, 3, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500, 1000 µg/mL
kemudin diinkubasi kembali selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu 37°C.
Perlakuan ini dilakukan duplikat pada satu waktu dan diulang tiga kali
pada waktu berbeda. Sebagai kontrol positif digunakan etoposide dengan
konsentrasi 50 uM dan medium digunakan sebagai kontrol negatif. DMSO
digunakan sebagai pelarut obat dengan konsentrasi akhir < 1 %.
Pada akhir inkubasi, medium pada masing-masing sumuran dibuang,
dicuci dengan PBS 10% lalu diberikan reagen MTT sebanyak 100 µL dan
diinkubasi kembali selama 4 jam. Reduksi garam kuning tetrazolium MTT
oleh enzim reduktase (indikator sel hidup) yang terdapat dalam rantai
respirasi sel pada mitokondria membentuk kristal formazan berwarna
ungu. Reagen stopper SDS (bersifat detergenik) kemudian ditambahkan
yang akan melarutkan kristal formazan. Nilai absorbansi (Abs.) dari
masing-masing sumuran kemudian dibaca menggunakan ELISA reader
pada panjang gelombang 450 nm. Intensitas warna ungu yang terbentuk
proporsional dengan jumlah sel hidup. Persentase sel hidup dihitung
menggunakan rumus :
Penentuan nilai IC50 dilakukan dengan menganalisis respon konsentrasi
serial menggunakan regresi logaritmik.
32
b. Uji proliferasi sel dengan trypan blue
Metode trypan blue dilakukan dengan memberi perlakuan variasi
konsentrasi senyawa terhadap sel HeLa pada konsentrasi di sekitar
konsentrasi IC50 senyawa uji. Sel ditanam pada 6 sumuran sebanyak
5x105 sel per sumuran, diinkubasi selama 24 jam sampai sel mencapai
konfluen 70-80%. Selanjutnya, sel HeLa diberi perlakuan dengan
memberikan 10 µg/mL senyawa uji yang memiliki aktivitas sitotoksik pada
konsentrasi diatas dan dibawah 10 ppm dan diinkubasi serial waktu
selama 0, 1, 2, 3, 4, 5 hari. Perlakuan ini dilakukan duplikat pada satu
waktu dan diulang dua kali pada waktu berbeda .
Pada akhir inkubasi, medium sel dibuang dan dicuci dengan PBS
10%, kemudian sel dipanen menggunakan trypsin. Sebanyak 10 µL
suspensi sel dalam PBS dimasukkan ke 96 sumuran. Tambahkan trypan
blue dengan volume yang sama dengan volume suspensi sel, aduk
sampai homogen dengan menggunakan pipet. Masukkan suspensi
sel-trypan blue ke dalam kamar hemositometer. Hitung sel di bawah
mikroskop cahaya dengan tally counter. Sel yang mati akan terwarnai
trypan blue berwarna biru sedangkan sel yang hidup akan bulat, refraktif
dan tidak berwarna. Selanjutnya, proliferasi sel Hela dianalisis
menggunakan kurva linear dengan membandingkan jumlah sel (106)
terhadap serial waktu inkubasi.
33
BAB IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perolehan ekstrak kedua spons genus Cinachyrella dari perairan
Spermonde, metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak, toksisitas,
dan antioksidannya ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perolehan, Metabolit Sekunder, Toksisitas, dan Antioksidan Ekstrak Spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.
Spesies Spons
Ekstrak Massa (gram)
Metabolit Sekunder
Toksisitas (LC50 ppm)
Antioksidan (IC50 ppm)
C.
au
str
alie
nsis
Meta
no
l K
asa
r
n-heksan 245,00 steroid (+) 7265,92 25176,76
Etil asetat 33,28 steroid (+) 247,57 1076,46
Metanol 166,00 alkaloid (+++) 624,97 5023,42
Cin
ach
yre
lla
sp
.
n-heksan 265,64 steroid (+) 742,56 849,37
Etil asetat 28,00 steroid (+) 338,31 639,73
Metanol 214,87 alkaloid (+++) 1952,84 1172,19
C.
au
str
alie
nsis
La
pis
an
Air
n-heksan 1,33 steroid (+) 4794,45
Etil asetat 9,40 372,71
Metanol 463,12 alkaloid (+) 15629,17
Cin
ach
yre
lla
sp
.
n-heksan 0,82 steroid (+) 297,25
Etil asetat 2,14 387,21
Metanol 227,00 alkaloid (+) 3676,98
Keterangan alkaloid (+++); positif Wegner, Meyer, Dragendorf alkaloid (+); positif Dragendorf
steroid (+); positif Liebermann Burchard
Senyawa yang terkandung pada ekstrak metanol kasar dari
C. australiensis dan Cinachyrella sp., didominasi senyawa-senyawa
non-polar. Tabel 4 menunjukkan bahwa perolehan ekstrak n-heksan
paling besar pada kedua spesies spons, selanjutnya ekstrak metanol
34
(senyawa polar), dan yang terkecil ekstrak etil asetat (senyawa
semi-polar). Sementara pada ekstrak lapisan air kedua spons lebih
didominasi senyawa-senyawa polar. Pada Tabel 4, tampak perolehan
ekstrak metanol kedua spons paling besar dibanding ekstrak etil asetat
dan n-heksan.
Berdasarkan kriteria toksisitas Meyer et al. (1982) pada Tabel 2,
empat ekstrak dari metanol kasar menunjukkan aktivitas toksik terhadap
larva A. salina. Tampak pada Tabel 4 nilai LC50 ekstrak etil asetat
C. australiensis (247,57 ppm) dan Cinachyrella sp. (338,31 ppm) lebih
rendah dari ekstrak metanol C. australiensis (624,97 ppm), dan ekstrak
n-heksan Cinachyrella sp. (742,56 ppm). Data tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak etil asetat dari kedua spesies spons memiliki aktivitas
toksik yang terbesar dibanding ekstrak lainnya dan mengandung senyawa
golongan steroid. Pada Tabel 4, juga tampak ada tiga ekstrak dari lapisan
air yang menunjukkan aktivitas toksik terhadap larva A. salina yaitu
ekstrak etil asetat (LC50 372,71 ppm) C. australiensis, ekstrak n-heksan
(297,25 ppm) dan etil asetat (387,21 ppm) spons Chynachyrella sp., akan
tetapi kuantitas ekstrak tersebut sangat sedikit. Aktivitas toksik ekstrak
khususnya ekstrak etil asetat dari metanol kasar, merupakan indikasi
potensi aktif senyawa yang terkandung pada ekstrak etil asetat dari
C. australiensis dan Cinachyrella sp. terhadap sel kanker.
Aktivitas antioksidan seluruh ekstrak dari metanol kasar spons genus
Cinachyrella menunjukkan nilai IC50 > 200 ppm. Sesuai kriteria Molyneux
35
(2004) pada Tabel 3, nilai IC50 > 200 ppm merupakan aktivitas antioksidan
yang sangat lemah. Tabel 4 menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak
setiap spesies spons berbanding lurus dengan aktivitas toksik ekstrak
tersebut. Ekstrak etil asetat spons C. australiensis dan Cinachyrella sp.
dengan aktivitas terbaik dibanding ekstrak lainnya, masing-masing dengan
nilai LC50 (247,57 dan 338,31 ppm) dan IC50 (1076,46 dan 639,73 ppm).
Hal tersebut merupakan indikasi bahwa senyawa dengan potensi
antikanker terkandung pada ekstrak etil asetat kedua spesies spons.
A. Komponen Senyawa Hasil Isolasi dari Spons Cinachyrella.
1. Guneribol [1].
Senyawa 1 diperoleh berupa kristal pasir berwarna putih dengan titik
leleh 130-133 0C. Data NMR (1H, 13C, DEPT, HSQC, HMBC, H2BC)
senyawa 1 ditampilakan pada Tabel 5.
Hubungan korelasi H2BC dan HMBC antara proton (empat angka
dibelakang koma) ke karbon (dua angka dibelakang koma) pada senyawa
1 digambar sebagai berikut. .
H2BC HMBC
36
Tabel 5. Data NMR senyawa 1
No C
HSQC DEPT HMBC H2BC
δC (ppm) δH (ppm)
1 37,22 1,8173 CH2 C3, C5, C10, C19 1,0626 C2, C10
2 31,46 1,8173 CH2 C3, C4, C10 1,4757
3 71,61 3,4950 CH C2, C4
4 42,11 2,2546 CH2
5 140,74 C
6 121,66 5,3329 CH C4, C7, C10
7 31,88 1,9382 CH2 C9 1,5173 C8
8 31,86 1,4327 CH C9, C14
9 50,09 0,9051 CH C11
10 36,47 C
11 21,05 1,4826 CH2 1,4240
12 39,74 1,9842 CH2 1,1466 C18 C11
13 42,28 C
14 56,72 0,9929 CH C17, C18 C13
15 24,27 1,5495 CH2 1,0536 C14
16 28,22 1,8173 CH2 1,2408 C17
17 55,99 1,0839 CH C18 C20
18 11,83 0,6650 CH3
19 19,37 0,9925 CH3 C1, C5, C9, C10
20 35,86 1,3501 CH C21, C22
21 18,67 0,9051 CH3 C20
22 18,69 0,9051 CH3 C20
Data HSQC menunjukkan bahwa ada delapan karbon metilen yang
seluruhnya terangkai pada kerangka cincin, menguatkan analisis NMR.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa senyawa 1 adalah Guneribol
37
[1]
2. 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2].
Senyawa 2 diperoleh berupa serbuk berwarna hijau muda. Data NMR
(1H, 13C, HSQC, HMBC) senyawa 2 ditampilakan pada Tabel 6.
Tabel 6. Data NMR senyawa 2.
No. C
δC (ppm) δH [i, m, J (Hz)] (ppm) 1H 13C
2 2* 2 2* HSQC HMBC
1 - - 9.32 [1H, bs] (proton NH)
7.81 [1H, bs, -NH]
- -
2 179.51 180.2 - - - -
3 73.07 73.9 - - - -
3a 133.35 131.7 - - - -
4 109.69 110.2 6.91 [1H, d, 7.4]
6.88 [1H, bd, 7.8]
C4 C3, C3a, C5
5 121.95 123.3 7.02 [1H, td, 7.5, 7.4]
7.09 [1H,ddd, 7.8, 7.8, 1.1]
C5 C3a, C4, C6, C7
6 128.93 129.7 7.23 [1H, td, 7.8, 7.5]
7.26 [1H,ddd, 7.8, 7.8, 1.1]
C6 C4, C7, C7a
7 123.50 123.9 7.37 [1H, d, 7.8]
7.40 [1H, bd, 7.8]
C7 C3, C6, C7a
7a 141.18 139.7 - - - -
8 24.19 24.8 1.50 [3H, s] 1.60 [s, Me] C8 C2, C3, C3a
- - - 4.99 [1H, s] (proton OH)
2.85 [1H,s, -OH]
- C2, C3, C3a, C8
2 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; 13C NMR, 125 MHz; aseton-d6) 2* Chen, et al. (2015) (1H NMR, 600 MHz; 13C NMR, 150 MHz; CDCl3)
38
Hubungan korelasi HSQC (garis tebal) dan HMBC (tanda panah),
antara proton ke karbon pada senyawa 2 digambar sebagai berikut.
Spektrum HRMS menunjukkan massa ion molekul pada m/z 162.0559
dan massa kalkulasi 162.0555 yang sesuai dengan formula molekul
C9H8NO2 [M-H]. Data HRMS menunjukkan struktur senyawa 2
mengandung heteroatom N menguatkan usulan struktur dari analisis
NMR, maka senyawa 2 adalah 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon.
[2]
3. 3-karbonitril indol [3].
Senyawa 3 diperoleh berupa gel berwarna coklat. Spektrum TOCSY
menunjukkan proton pada δH 7,48 ppm kopling tiga ikatan dengan proton
δH 7,35 ppm dan kopling empat ikatan dengan proton δH 7,32 ppm. Hal ini
berarti bahwa proton δH 7,48 kopling orto dengan proton δH 7,35 ppm,
proton δH 7,35 kopling orto pula dengan proton δH 7,32 ppm, dan proton
δH 7,32 juga kopling orto dengan proton δH 7,80 ppm. Proton pada δH 7,75
ppm tidak kopling dengan proton aromatik yang ada, sebab proton δH 7,75
39
terangkai pada gugus alkena dan ada C kuarterner yang membatasi
korelasinya ke proton aromatik. Data NMR (1H, 13C, HSQC, HMBC, hmbc
3Hz, CIGAR) senyawa 3 ditampilakan pada Tabel 7.
Tabel 7. Data NMR senyawa 3
No. C
δC (ppm) δH [i, m, J (Hz)] (ppm) 1H 13C
3 3* 3 3* HSQC HMBC HMBC 3HZ
CIGAR
1 - - 8,80 [1H, bs]
8.86 [1H, s]
- - - -
2 131,74 131.7 7,75 [1H,d,2.8]
7.76 [1H, s]
C2 C3a, C7a, C8
C3, C7a
C3,C3a, C8
3 115,75 115.7 - - - - - -
3a 126,94 126.9 - - - - - -
4. 119,75 119.6 7,80 [1H,d,7.6]
7.81 [1H,d,6.4]
C4 C6, C7a - -
5 122,39 122.3 7,32 [1H,t,7.2]
7.31 [1H, m]
C5 C3a, C7 - -
6 124,33 124.3 7,35 [1H,t,7]
7.42 [1H, m]
C6 C4, C7a - -
7 111,99 112.0 7,48 [1H,d,7.9]
7.51 [1H,d,8.4]
C7 C3a, C5 - -
7a 134,80 134.8 - - - - - -
8 87,63 87.5 - - - - - -
3 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; 13C NMR, 125 MHz; CDCl3) 3* Yuen, et al. (2013) (1H NMR, 400 MHz; 13C NMR, 100 MHz; CDCl3)
Korelasi HSQC (garis tebal), HMBC ( ), HMBC 3Hz ( ), dan CIGAR ( ) antara proton ke karbon pada usulan struktur senyawa 3 adalah :
40
Data HRMS menunjukkan massa ion molekul pada m/z 141.0453 dan
massa kalkulasi 141.0453 yang sesuai dengan formula molekul C9H5N2
[M-H]. Data HRMS mendukung usulan struktur dari analisis NMR, maka
senyawa 3 adalah 3-karbonitril indol.
[3]
4. Asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4].
Senyawa 4 diperoleh berupa gel berwarna hijau kekuningan.
Data 1H dan 13C NMR senyawa 4 dibandingkan dengan senyawa
asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat yang telah dilaporkan pada literatur
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Data 1H dan 13C NMR asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat.
No C. δC δH [integrasi, m, J (Hz)]
4 4* 4 4*
1 176,47 179,9 - -
2 37,11 35,5 2,89 [2H,t, 7.5] 2,89 [2H,t, 8.0]
3 35,68 29,8 2,63 [2H,t, 7.5] 2,64 [2H,t, 8.0]
1’ 132,23 131,1 - -
2’ & 6’ 129,41 129,4 7,07 [2H,d, 8.2] 7,07 [2H,d, 8.0]
3’ & 5’ 115,38 115,4 6,76 [2H,d, 8.2] 6,76 [2H,d, 8.0]
4’ 154,19 155,6 - - 4 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; 13C NMR, 125 MHz; CDCl3) 4* Takahashi, et al. (2010) (1H NMR, 400 MHz; 13C NMR, 100 MHz; CDCl3)
Data HRMS menunjukkan massa ion molekul pada m/z 165,0547 dan
massa kalkulasi 165,0552 sesuai dengan formula molekul C9H9O3 [M-H],
maka senyawa 4 adalah asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat.
41
[4]
5. 4-hidroksi benzonitril [5].
Senyawa 5 diperoleh berupa gel berwarna kecoklatan. Data 1H NMR
Senyawa 5 dibandingkan dengan senyawa 4-hidroksi benzonitril yang
telah dilaporkan pada literatur disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Data 1H NMR Senyawa 4-hidroksi benzonitril
δH [integrasi, m, J (Hz)]
5 5*
5.37 [1H, bs] 6.79 [1H, bs]
6.94 [2H, d, 8.4] 6.94 [2H, d, 8.6]
7.54 [2H, d, 8.4] 7.56 [2H, d, 8.6]
5 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; CDCl3) 5* Chankeshwara, et al. (2008) (1H NMR, 300 MHz; CDCl3)
Data tersebut mengindikasikan adanya bidang simetri pada cincin
benzen. Signal brod singlet pada δH 5.37 ppm merupakan signal proton
gugus –OH yang terangkai ke cincin aromatik dan berposisi para terhadap
subtituen berikutnya.
Spektrum HRMS menunjukkan massa ion molekul pada m/z 118.0298
dan massa kalkulasi 118.0293 yang sesuai dengan formula molekul
C7H4NO [M-H], mengindikasikan bahwa subtituen berikutnya adalah
gugus –CΞN. Berdasarkan analisis data 1H NMR dan HRMS maka
senyawa 5 adalah 4-hidroksi benzonitril.
42
[5]
6. Asam-4-metil benzoat [6].
Senyawa 6 diperoleh berupa gel berwarna kecoklatan. Data 1H NMR
Senyawa 6 dibandingkan dengan senyawa asam-4-metil benzoat yang
telah dilaporkan pada literatur disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Data 1H NMR Senyawa Asam-4-metil benzoat
δH [integrasi, m, J (Hz)]
6 6*
2.56 [3H, s] 2.43 [3H, s] 6.89 [2H, d, 8.8] 7.28 [2H, d, 8.1] 7.90 [2H, d, 8.8] 8.01 [2H, d, 8.1] 6 Senyawa hasil isolasi (1H NMR, 500 MHz; CDCl3) 6* Nemoto, et al. (2010) (1H NMR, 400 MHz; CDCl3)
Data tersebut mengindikasikan adanya bidang simetri pada cincin
benzen. Signal singlet pada δH 2.56 ppm merupakan signal proton gugus
–CH3 yang terangkai ke cincin aromatik dan berposisi para terhadap
subtituen berikutnya.
Spektrum HRMS menunjukkan massa ion molekul pada m/z 135.0441
dan massa kalkulasi 135.0446 yang sesuai dengan formula molekul
C8H7O2 [M-H], mengindikasikan bahwa subtituen berikutnya adalah gugus
–COOH. Berdasarkan analisis data 1H NMR dan HRMS maka senyawa 6
adalah asam-4-metil benzoat.
[6]
43
B. Metabolit Sekunder Spons Cinachyrella dan Bahan Alam Lain
1. Sterol
Guneribol [1] merupakan senyawa sterol dengan rantai samping
pendek (kurang dari delapan atom karbon), yang secara biosintesis jarang
ditemukan. Carlson et al. (1978), telah mengidentifikasi sterol dengan
rantai samping pendek pada ekstrak beberapa invertebrata laut (Porifera
dan Coelenterata). Palermo et al. (1996) mengidentifikasi sterol dengan
rantai samping pendek yaitu senyawa 1 dan 20-etilpregn-5-en-3β-ol dari
pir laut Polyzoa opuntia. Kamenarska et al. (2002) mengidentifikasi
senyawa 1 (0,3%) dari alga coklat Cystoseira crinita dengan GC.
Senyawa 1 yang berhasil diisolasi pada penelitian ini, pertama kali
diidentifikasi dari spons laut genus Cinachyrella.
Senyawa 1 terbentuk melalui jalur biosintesis yang lazim pada
pembentukan senyawa sterol, diawali pembentukan asetat teraktifasi
melalui jalur asam mevalonat hingga menghasilkan farnesil pirofosfat
(FPP). Dua molekul FPP kemudian bergabung secara ekor-ekor
membentuk triterpen skualen yang kemudian menggalami oksidasi
menjadi 2,3-epoksiskualen, selanjutnya terjadi siklisasi ganda disusul
penataan atom-atom hidrogen dan gugus metil menghasilkan lanosterol.
Kemudian terjadi pelepasan tiga gugus metil (2 gugus metil pada C4 dan
dan 1 gugus metil pada C14) membentuk kolesterol (Dewick, 2002).
Kolesterol kemudian mengalami reduksi pada rantai samping membentuk
guneribol dengan melepaskan isopentan.
44
2. Alkaloid Indol.
Senyawa 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2] dan 3-karbonitril indol [3]
merupakan senyawa alkaloid indol yang telah dikenal sebelumnya.
Senyawa 2 diidentifikasi dari urin pasien schizophrenic dengan
spektrometri massa dan NMR, senyawa tersebut yang tidak berkaitan
dengan obat yang diberikan. Laporan ini yang pertama kali mengaitkan
senyawa 2 dengan biokimia manusia dan diduga sebagai produk oksidasi
in vivo 3-metil indol melalui jalur metabolisme triptofan yang diproduksi
oleh bakteri di usus besar (Albrecht. et al., 1989). Skiles. et al. (1989)
mengidentifikasi senyawa 2 sebagai metabolit utama pada urine tikus, ini
adalah identifikasi pertama indole dari sumber mamalia.
Dua senyawa baru turunan nitrotiramine dan senyawa 3 diisolasi dari
broth kultur bakteri halofilik anaerob Barillus murinus. Senyawa 3
sebelumnya dikenal sebagai produk sintetis, ini untuk pertama kalinya
dilaporkan sebagai produk alami (Fu dan Schmitz, 1995). Senyawa 3 dan
sepuluh senyawa lain, berhasil diisolasi dari alga merah Grateloupia
turuturu. Kesebelas komponen tersebut pertama kali diisolasi dari
G. turuturu (Li. et al., 2008).
Hasil fermentasi cair jamur endophytic Hypoxylon sp. yang berasosiasi
dengan akar tumbuhan Taiwanese Ilex formosana, berhasil diisolasi
senyawa 2 untuk pertama kalinya dari sumber alami (Chen.et al., 2015).
He., et al. (2015), berhasil mengisolasi senyawa 2 dari jamur Capnodium
sp. yang berasosiasi dengan mangrove. Ekstrak jamur menunjukkan efek
45
penghambatan yang baik pada pertumbuhan miselium jamur Fusarium
graminearum pada 100 μg/mL, namun senyawa 2 tidak menunjukkan
aktivitas antijamur yang diharapkan.
Senyawa 2 dan 3 baru pertama kali diisolasi dan diidentifikasi dari
spons laut genus Cinachyrella. Kedua senyawa terbentuk melalui jalur
biosintesis 3-metil indol sebagai produk degradasi asam amino triptopan
oleh bakteri simbion sponge C. australiensis dan Cinachyrella sp.
Senyawa 3-metil indol mengalami oksidasi membentuk 2,3-epoksi-3-metil
indol, kemudian teroksidasi lebih lanjut menjadi 3-metiloksindol
selanjutnya membentuk senyawa 2. Senyawa 2,3-epoksi-3-metil indol
melalui beberapa tahap berubah menjadi 3-hidroksi-3-metilindolenin dan
selanjutnya teroksidasi menjadi senyawa 2. Senyawa 3-metil indol
mengalami pelepasan elektron menjadi 3-metilenindolenin (Lanza et al.,
1999; D’Agostino et al., 2009). Karbon metilen pada 3-metilenindolenin
kemudian berikatan dengan NH3 yang merupakan produk deaminasi dari
asam amino, kemudian mengalami dehidrogenasi membentuk senyawa 3.
3. Senyawa Turunan Benzen.
Senyawa asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4]; 4-hidroksi benzonitril
[5]; dan asam-4-metil benzoat [6] merupakan senyawa aromatik turunan
benzen yang dikenal sebagai produk sintetis. Senyawa 4, 5, 6 untuk
pertama kalinya diisolasi dan diidentifikasi dari spons genus Cinachyrella.
Beberapa senyawa turunan benzena yaitu etil 4-hidroksi benzoat,
asam 4-hidroksi benzoat, asam 4-metoksi benzoat, dan 4-hidroksi
46
benzaldehid berhasil diisolasi dari spons laut Ianthella sp. (Zhang. et al.,
2012). Analisis GC-MS mengidentifikasi senyawa 4 dan 54 senyawa lain
dari ekstrak supernatan statis dan ekstrak miselium jamur Aspergillus
unguis. Ekstrak jamur diisolasi dari sponge Agelas sp. (Abd El-Hady. et
al., 2015).
C. Bioaktivitas Senyawa-Senyawa Hasil Isolasi dari Spons Cinachyrella.
Aktivitas sitotoksik keenam senyawa [1-6] yang berhasil diisolasi dari
spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. terhadap sel line kanker
serviks (sel HeLa) disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Aktivitas Sitotoksik Senyawa Terhadap Sel HeLa
Senyawa Sitotoksik (IC50 ppm)
Asam-4-metil benzoat [6] 5,45
3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2] 6,42
3-karbonitril indol [3] 9,32
Guneribol [1] 9,89
Asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4] 12,98
4-hidroksi benzonitril [5] 20,63
Senyawa 6 memiliki potensi ketoksikan paling aktif terhadap sel HeLa
dengan nilai IC50 terkecil dibandingkan senyawa lain yang berhasil
diisolasi Uji aktivitas antiproliferasi dilakukan terhadap senyawa di sekitar
konsentrasi IC50 senyawa [1-6]. Agar kinetika pertumbuhan sel dapat
diamati maka senyawa 1 dan 4 dengan nilai IC50 masing-masing 9,89
dan12,98 ppm dipilih sebagai senyawa uji.
Analisis proliferasi dilakukan dengan membandingkan waktu inkubasi
0-5 hari terhadap persen inhibisi proliferasi sel HeLa pada kontrol medium
47
dan 10 µg/mL senyawa uji [1 dan 4]. Gambar 2 menunjukkan bahwa
proliferasi sel pada kontrol tidak mengalami hambatan, sehingga
pertumbuhan jumlah sel terus meningkat seiring waktu inkubasi. Ini berarti
bahwa sel mampu beradaptasi dengan lingkungan media. Hal yang
hampir sama terlihat pada perlakuan dengan 10 µg/mL senyawa 4,
proliferasi sel HeLa tidak mengalami hambatan sehingga jumlah sel terus
bertambah seiring waktu inkubasi. Ini berarti senyawa 4 tidak sitotoksik
terhadap sel HeLa.
a. b.
Gambar 2. Kinetika Proliferasi Sel HeLa pada 10 µg/mL Senyawa Uji
Pada perlakuan dengan 10 µg/mL senyawa 1, proliferasi sel terus
berlangsung sampai hari ke-2. Penghambatan proliferasi sel mulai tampak
pada hari ke-3 dengan persen inhibisi 1,77% dan terus berlangsung pada
hari ke-4 (2,65%) hingga hari ke-5 (15,75%). Ini berati senyawa 1
sitotoksik terhadap sel HeLa yang ditunjukkan dari kemampuannya untuk
menghambat proliferasi sel setelah hari ke-2 sehingga jumlah sel hidup
berkurang seiring waktu inkubasi. Berdasarkan profil kinetika proliferasi
pada Gambar 2, senyawa 6, 2, dan 3 dengan nilai IC50 lebih kecil dari IC50
48
senyawa 1 juga memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel dan mampu
menghambat proliferasi sel HeLa, sementara senyawa 4 dan 5 tidak
sitotoksik terhadap sel HeLa.
Mekanisme aktivitas senyawa dari spons genus Cinachyrella terhadap
sel kanker serviks diawali oleh interaksi antara senyawa dengan reseptor
pada sel membentuk kompleks senyawa-reseptor yang memicu timbulnya
respon biologis dan mempengaruhi aktivitas sel. Reseptor merupakan
bagian pada struktur sel yang berfungsi mengenal dan mengikat suatu
senyawa kemudian meneruskannya ke dalam sel (Ahmad, 2012). Ikatan
kimia yang membentuk kompleks senyawa-reseptor dipengaruhi oleh
struktur molekul dan gugus fungsi dari senyawa. Perbedaan aktivitas
senyawa 4, 5, dan 6 yang merupakan turunan benzen, disebabkan
perbedaan gugus fungsi pada cincin benzen.
Senyawa 4 dan 5 memiliki gugus fungsi yang memungkinkan
terbentuknya ikatan hidrogen intermolekul dan membentuk polimer linier.
Polimer linier tersebut memiliki ikatan hidrogen antar molekul yang
menghalangi pembentukan kompleks senyawa-reseptor, sehingga
senyawa tersebut sukar menembus membran sel. Hal tersebut
menyebabkan senyawa 4 dan 5 memiliki aktivitas yang lemah terhadap
sel kanker serviks.
Aktivitas senyawa 5 terhadap sel HeLa lebih lemah dibandingkan
dengan senyawa 4. Energi ikatan hidrogen antar molekul pada senyawa 5
lebih besar dibandingkan dengan senyawa 4, sehingga pembentukan
49
kompleks senyawa-reseptor pada senyawa 5 menjadi lebih susah. Pada
senyawa 5, delokalisasi elektron dari cincin benzen akan meningkatkan
rapatan elektron pada atom N dari gugus CN dengan mengemban muatan
negatif dan mengurangi rapatan elektron pada atom O dari gugus OH
dengan mengemban muatan positif, sehingga energi ikatan hidrogen
intermolekulnya menjadi lebih besar dan akan lebih kuat menghalangi
pembentukan kompleks senyawa-reseptor.
Pada senyawa 4, induksi elektron ke arah gugus propanoat tidak
meningkatkan rapatan elektron pada gugus karboksil yang berjarak tiga
ikatan dari cincin benzen. Rapatan elektron yang kurang melimpah pada
gugus karboksil menyebabkan energi ikatan hidrogen intermolekulnya
menjadi lebih kecil dan akan lebih lemah untuk menghalangi pembentukan
kompleks senyawa-reseptor.
Gugus fungsi pada senyawa 6 hanya dapat membentuk dimer melalui
ikatan hidrogen intermolekul antar gugus karboksil tanpa melibatkan
gugus metil pada posisi orto, sehingga strukturnya menjadi lebih nonpolar.
Gugus metil yang bebas dari ikatan hidrogen dan sturuktur dimer yang
nonpolar menyebabkan senyawa 6 mudah berinteraksi dengan reseptor
untuk membentuk kompleks senyawa-reseptor dan lebih mudah
menembus membran sel sehingga sangat sitotoksik terhadap sel kanker
serviks dibandingkan dengan isolat lainnya.
Senyawa 2 dan 3 merupakan alkaloid jenis indol. Kedua senyawa
menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 yang
50
sedikit berbeda karena dipengaruhi oleh gugus fungsinya. Struktur
senyawa 3 dapat membentuk dimer melalui ikatan hidrogen intermolekul
yang menghalangi efektivitas interaksi gugus aktifnya (CN dan NH)
dengan reseptor, sehingga kompleks senyawa-reseptor lebih sulit
terbentuk.
Struktur senyawa 2 dapat membentuk kelat melalui ikatan hidrogen
intramolekul antara oksigen karbonil dengan hidrogen hidroksi, sehingga
efektivitas interaksi gugus aktifnya (CH3 dan NH) dengan reseptor tidak
terhalang. Sturuktur senyawa 2 yang lebih mudah berinteraksi dengan
reseptor membentuk kompleks senyawa-reseptor yang menyebabkan
sitotoksisitasnya lebih tinggi karena senyawa tersebut lebih mudah
menembus membran sel dibandingkan dengan senyawa 3.
51
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian karakterisasi senyawa dan bioaktivitas
antikanker metabolit sekunder dari spons C. australiensis dan Cinachyrella
sp. asal perairan Spermonde Sulawesi Selatan, maka disimpulkan
sebagai berikut :
1. Ekstrak etil asetat spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. asal
perairan Spermonde Sulawesi Selatan menunjukkan aktivitas toksik
yang lebih baik dari ekstrak lainnya dengan nilai LC50 masing-masing
247,57 dan 338,31 ppm.
2. Aktivitas antioksidan ekstrak spons C. australiensis dan Cinachyrella
sp. asal perairan Spermonde Sulawesi Selatan berbanding lurus
dengan aktivitas toksik ekstrak tersebut. Ekstrak etil asetat kedua
spesies spons memiliki nilai IC50 dan LC50 paling rendah dibandingkan
ekstrak lainnya.
3. Komponen senyawa yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari
spons C. australiensis dan Cinachyrella sp. asal perairan Spermonde
Sulawesi Selatan adalah; satu senyawa sterol yaitu guneribol [1],
dua senyawa alkaloid indol yaitu 3-hidroksi-3-metil-2-indolinon [2],
3-karbonitril indol [3], dan tiga senyawa turunan benzen yaitu
asam-3-(4-hidroksi fenil) propanoat [4], 4-hidroksi benzonitril [5],
asam-4-metil benzoat [6].
52
4. Keenam senyawa [1, 2, 3, 4, 5, 6] bersifat sitotoksik terhadap sel
HeLa dengan nilai IC50 berturut-turut 9,89; 6,42; 9,32; 12,98; 20,63
dan 5,45 ppm. Analisis antiproliferasi menunjukkan bahwa empat
senyawa [1, 2, 3, 6] memiliki aktivitas antikanker terhadap sel HeLa
dengan nilai IC50 < 10 ppm.
5. Senyawa 1 terbentuk melalui jalur asam mevalonat yang
menghasilkan kolesterol kemudian mengalami reduksi membentuk
senyawa 1. Senyawa 2 dan 3 terbentuk dari 3-metil indol yang
merupakan hasil degradasi asam amino triptopan. 3-metil indol
mengalami beberapa tahap oksidasi dan membentuk senyawa 2.
3-metil indol mengalami pelepasan elektron kemudian berikatan
dengan gugus NH3 membentuk senyawa 3.
B. SARAN.
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mewujudkan obat antikanker
baru dari bahan alam laut, mulai dari sintesis senyawa dengan
aktivitas antikanker terhadap sel HeLa, dilanjutkan dengan uji in vivo
guna mengetahui aktivitas senyawa pada jaringan kanker, hingga uji
pra klinis dan klinis pada bidang medis.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan uji bioaktivitas yang lain, sehingga
potensi senyawa dari spons Cinachyrella dengan spektrum yang lebih
luas dapat diketahui.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abd El-Hady, F.K., Abdel-Aziz, M.S., Shaker, K.H., El-Shahid, Z.A.,
Ibrahim, L.S. 2015. Antioxidant, Acetylcholinesterase and α-Glucosidase Potentials of Metabolites from the Marine Fungus Aspergillus unguis RSPG_204 Associated with the Sponge (Agelas sp.) Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res. 30(1), No. 48, 272-278.
Abraham, Soekamto, N.H., Natsir, H., Syah, Y.M. 2016. Studi Pendahuluan Ekstrak Lapisan Air Spons Genus Cinachyrella Asal Perairan Spermonde Sulawesi Selatan. Buku Abstrak Simposium Nasional Kimia Bahan Alam Indonesia XXIV, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 17-19 Oktober, 59.
Abraham, Syah, Y.M., Natsir, H., Soekamto, N.H. 2017. Anticancer Pre-screening of Marine Sponge Cinachyrella Extract From Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia. Res. J. Pharm. Biol. Chem. Sci. 8(4): 833-837.
Abraham, Syah, Y.M., Natsir, H., Soekamto, N.H. 2018. Benzene derivatives from the marine sponges Cinachyrella. J. Phys. Conf. Ser. 979. 012022. 1-4.
Ahmad, A. 2012. Pendekatan Biokimia dan Medisinal Senyawa Kimia Obat. Dua Satu Press. ISBN: 978-602-18631-1-4
Aiello, A., Fattorusso, E., Magno, S., Menna, M., and Panzini, M. 1991. Steroids of The Marine Sponge Cinachyra tarentina : Isolation of Cholest-4-ene-3,6-dione and (24R)-24- Ethylcholest-4-ene-3,6-dione. J. Nat. Prod. 54(1): 281-285.
Albrecht C.F., Chorn D.J., dan Wessels P.L. 1989. Detection of 3-Hydroxy-3-Methyloxindole in Human Urine. Life Sci. 45(12) : 1119-1126.
Amir, I. dan Budiyanto, A. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oseana. XXI(2) : 15-31.
Antolovich, M., Prenzler, P.D., Patsalides, E., McDonanald, S., Robards, K. 2002. Methods for testing antioxidant activity. Analyst. 127 : 183–198.
Barnathan, G., Miralles, J., Njinkoue, J.M., Mangoni, A., Fattorusso, E., Debitus, C., Esnault, N.B., and Kornprobst, J.M. 1992. Sterol Composition of Three Marine Sponge Species from the Genus Cinachyrella. Comp. Biochem. Physiol. 103B(4) : 1043-1047.
54
Barnathan, G., Genin, E., Velosaotsy, N.E., Kornprobst, J.M., Al-Lihaibi, S., Al-Sofyani, A., Nongonierma, R. 2003. Phospholipid fatty acids and sterols of two Cinachyrella sponges from the Saudi Arabian Red Sea: comparison with Cinachyrella species from other origins. Comp. Biochem. Physiol. Part B. 135 : 297-308.
Beesoo, R., Vidushi, N.-B., Bhagooli, R., Bahorun, T. 2014. Apoptosis inducing lead compounds isolated from marine organisms of potential relevance in cancer treatment. Mutat. Res. 768 : 84–97.
Bell, J.J. 2008. Sponges as agents of biological disturbance. Mar. Ecol. Prog. Ser. 368 : 127–135.
Bergquist, P.R., Hofheinz, W., and Oesterhelt, G. 1980. Sterol Composition and the Classification of the Demospongiae. Biochem. Syst. Ecol. 8 : 423-435.
Carlson, R.M.K., Popov, S., Massey, I., Delseth, C., Ayanoglu, E., Varkony, T.H., and Carl Djerassi, C., 1978. Minor and Trace Sterols in Marine Invertebrates. VI. Occurrence and Possible Origins of Sterols Possessing Unusually Short Hydrocarbon Side Chains. Bioorg. Chem. 7 : 453-479.
Castell, J.V., Gomez-Lechon, M.J., Ponsoda, X., and Bort, R. 1997. In vitro Investigation of Molecular Mechanisms of Hepatotoxicity. Arch. Toxicol. 19 : 313-321.
Chambers, K., Padovan, A., Alvarez, B., and Gibb, K. 2013. Microbial signatures can help distinguish moon sponges (family Tetillidae) from Darwin Harbour, Australia. Mar. Freshwater Res.
Chankeshwara, S.V., Chebolu, R., and Chakraborti, A.K. 2008. Organocatalytic Methods for Chemoselective O-tert-Butoxycarbonylation of Phenols and Their Regeneration from the O-t-Boc Derivatives. J. Org. Chem. 73 : 8615–8618.
Chen. Y-S., Cheng. M-J., Hsiao. Y., Hing-Yuen Chan. H-Y., Hsieh. S-Y., Chang. C-W., Liu. T-W., Chang. H-S., and Chen. I-S. 2015. Chemical Constituents of the Endophytic Fungus Hypoxylon sp. 12F 0687 Isolated from Taiwanese Ilex formosana. Helv. Chim. Acta. 98 : 1167-1176
Cleary, D.F.R., Becking, L.E., de Voogd, N.J., Renema, W., de Beer, M., van Soest, R.W.M., Hoeksema, B.W. 2005. Variation in the diversity and composition of benthic taxa as a function of distance offshore, depth and exposure in the Spermonde Archipelago, Indonesia. Estuar. Coast. Shelf Sci. 65 : 557-570.
55
D’Agostino J., Zhuo X., Shadid M., Morgan D.G., Zhang X., Humphreys W.G., Yue-Zhong S., Yost G.S., and Ding X. 2009. The Pneumotoxin 3-Methylindole Is a Substrate and a Mechanism-Based Inactivator of CYP2A13, a Human Cytochrome P450 Enzyme Preferentially Expressed in the Respiratory Tract. Drug Metab. Dispos. 37(10) : 2018-2027.
Dewick P.M., 2009. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach, 3rd Edition. John Wiley & Sons, Ltd. ISBN: 978-0-470-74168-9
El-Amraoui, B., Biard, J.-F., Uriz, M.J., Rifai, S., Fassouane, A. 2010. Antifungal and antibacterial activity of Porifera extracts from the Moroccan Atlantic coasts. J. de Mycol. Méd. 20 : 70—74.
Fu X. dan Schmitz F. J. 1995. Chemical Constituents of Halophilic Facultatively Anaerobic Bacteria, 1. J. Nat. Prod. 58(12) : 1950-1954
He H., Ma Z., Wang Q., Liu Y., and Xu H. 2015. Chemical constituents of the mangrove-associated fungus Capnodium sp. SZ-F22. A new eremophilane sesquiterpene. Nat. Prod. Res. 1-6.
Hochmuth, T., Niederkruger, H., Gernert, C., Siegl, A., Taudien, S., Platzer, M., Crews, P., Hentschel, U., and Piel, J. 2010. Linking Chemical and Microbial Diversity in Marine Sponges: Possible Role for Poribacteria as Producers of Methyl-Branched Fatty Acids. ChemBioChem. 11: 2572 – 2578.
Huffard C.L., Erdmann M.V., Gunawan T.R.P. 2012. Geographic Priorities for Marine Biodiversity Conservation in Indonesia. ResearchGate (Online). (http://www.researchgate.net/ publication/263083689. diakses 31 Desember 2015)
Iwamaru, A., Szymanski, S., Iwado, E., Aoki, H., Yokoyama, T., Fokt, I., Hess, K., Conrad, C., Madden, T., Sawaya, R., Kondo, S., Priebe, W., and Kondo, Y. 2007. A novel inhibitor of the STAT3 pathway induces apoptosis in malignant glioma cells both in vitro and in vivo. Oncogene. 26 : 2435–2444.
Kamenarska, Z., Yalcın, F.N., Ersöz, T., Calis¸ I., Stefanov K., and Popov, S., 2002. Chemical Composition of Cystoseira crinita Bory from the Eastern Mediterranean. Z. Naturforsch. 57c : 584-590.
Kappel, H. 2011. Henrietta Lacks and Her ―Immortal‖ Cells. Dartmouth Undergrad. J. Sci. 12-13.
Lakshmi, V., Raghubir, R. and Gupta, P. 2008. New ceramides from the sponge Cinachyra cavernosa. J. of Asian Nat. Prod. Res. 10(8) : 747-751.
56
Lanza D.L., Code E., Crespi C.L., Gonzalez F.J., and Yost G.S. 1999. Specific Dehydrogenation of 3-Methylindole and Epoxidation of Naphthalene by Recombinant Human CYP2F1 Expressed in Lymphoblastoid Cells. Drug Metab. Dispos. 27(7) : 798-803.
Lasisi, A. and Idowu, O. 2011. In vitro anthelmintic and cytotoxic activities of extracts from the stem barks of Berlinia confusa (C. Hoyle) and identification of its active constituents. J. of Saudi Chem. Soc. 18 : 939–944.
Li K., Li X.M., Wang B.G. 2008. Chemical constituents of the red alga Grateloupia turuturu. J. Biotechnol. 136, Supplement, S598-S599
Li, Li-Ya., Deng, Zhi-Wei., Li, Jun., Fu, Hong-Zheng., Lin, Wen-Han. 2004. Chemical Constituents from Chinese Marine Sponge Cinchyrella australiensis. J. of Peking Univ. (Health Sci.). 36(1) : 12-17.
Machida, K., Abe, T., Arai, D., Okamoto, M., Shimizu, I., de Voogd, N.J., Fusetani, N., and Nakao, Y. 2014. Cinanthrenol A, an Estrogenic Steroid Containing Phenanthrene Nucleus, from a Marine Sponge Cinachyrella sp. Org. Lett. 16 : 1539−1541
Marinho, P.R., Muricy,G.R.S., Silva, M.F.L., deMarval, M.G., Laport M.S. 2010. Antibiotic-resistant bacteria inhibited by extracts and fractions from Brazilian marine sponges. Revista Brasileira de Farmacognosia Brazilian J. Pharm. 20(2) : 267-275.
McLaughlin, J.L. and Rogers, L.L. 1998. The Use of Biological Assays to Evaluate Botanicals. Drug Inf. J. 32 : 513-524.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., McLaughlin, J.L. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for active Plant Constituets. J. Med. Plant Res. 45 : 31-34.
Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26(2) : 211-219.
Muaja, A. D., Koleangan, H. S. J., Runtuwene, M. R. J. 2013. Uji
Toksisitas dengan Metode BSLT dan Analisis Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Soyogik (Saurauia bracteosa DC) dengan Metode Soxhletasi. J. Mipa Unsrat Online. 2(2) : 115-118.
57
Muller, W.E.G., Sanja, P-O., Cetkovic, H., Gamulin, V., Schröder, H.C., Kropf, K., Moss, C., Korzhev, M., Bärbel, D-S., Müller, I.M. 2004. Molecular markers for germ cell differentiation in the demosponge Suberites domuncula. Int. J. Dev. Biol. 48 : 293-305.
Nemoto, K., Yoshida, H., Egusa, N., Morohashi, N., and Hattori, T. 2010. Direct Carboxylation of Arenes and Halobenzenes with CO2 by the Combined Use of AlBr3 and R3SiCl. J. Org. Chem. 75 : 7855–7862.
Nobili, S., Lippi, D., Witort, E., Donnini, M., Bausi, L., Mini, E., Capaccioli, S. 2009. Natural compounds for cancer treatment and prevention. Pharmacol. Res. 59 : 365–378.
Nurhayati, A.P.D., Pratiwi, R., Wahyuwono, S., Istriyati., Fadlan, A., Syamsudin. 2014a. Isolation and Identification of Alkaloid Compound of Marine Sponge Cinachyrella sp. (Family Tetillidae). J. of Adv. Bot. Zool. 2(1) : 1-4.
Nurhayati, A.P.D., Pratiwi, R., Wahyuono, S., Istriyati., and De Voogt, N.J. 2014b. The Anticancer Activity of Marine Sponge Cinachyrella sp. (Family Tetillidae). IPTEK, J. Technol. Sci. 25(3) : 71-77.
Nurhayati, A.P.D., Pratiwi, R., Wahyuono, S., Istriyati., Abdillah, S. 2015a. Cellular mechanism of anti-cancerous activity in active marine sponge Cinachyrella anomala against T47D cell. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci. 4(3): 785-791.
Nurhayati, A.P.D., Pratiwi, R., Wahyuono, S., Istriyati., Purnomo, H., Abdillah, S. 2015b. In Vitro Test and Molecular Docking of Alkaloid Compound in Marine Sponge Cinachyrella anomala against T47D Cell Cycle. J. Marine Sci. Res. Dev. 5:2.
Oku, N., Takada, K., Fuller, R.W., Wilson, J.A., Peach, M.L., Pannell, L.K., McMahon, J.B., and Gustafson, K.R. 2010. Isolation, Structural Elucidation, and Absolute Stereochemistry of Enigmazole A, a Cytotoxic Phosphomacrolide from the Papua New Guinea Marine Sponge Cinachyrella enigmatica. J. Am. Chem. Soc. 132 : 10278-10285.
Palermo, J.A., Brasco, M.F.R., Hughes, E.A., Seldes, A.M., Balzaretti, V.T., and Cabezas, E., 1996. Short side chain sterols from the tunicate Polizoa opuntia. Steroids. 61 : 2-6.
58
Perdicaris, S., Vlachogianni, T. and Valavanidis, A. 2013. Bioactive Natural Substances from Marine Sponges: New Developments and Prospects for Future Pharmaceuticals. Nat. Prod. Chem. Res. 1(1) : 1-8.
Rabelo, L., Monteiro, N., Serquiz, R., Santos, P., Oliveira, R., Oliveira, A., Rocha, H, Morais, A.H., Uchoa, A., and Santos, E. 2012. A Lactose-Binding Lectin from the Marine Sponge Cinachyrella apion (CaL) Induces Cell Death in Human Cervical Adenocarcinoma Cells. Mar. Drugs. 10 : 727-743.
Rachmat, R. 2007. SPONS INDONESIA KAWASAN TIMUR Keragaman,Distribusi, Kelimpahan, dan Kandungan Metabolit Sekundernya. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 33 : 123 – 138.
Rezano, A., Kuwahara, K., Yamamoto-Ibusuki, M., Kitabatake, M., Moolthiya, P., Phimsen, S., Suda, T., Tone, S., Yamamoto, Y., Iwase, H., and Sakaguchi, N. 2013. Breast cancers with high DSS1 expression that potentially maintains BRCA2 stability have poor prognosis in the relapse-free survival. BMC Cancer. 13(562) : 1-12
Rodriguez, P.R.D., Muricy, G. 2007. A new species of Cinachyra (Demospongiae: Tetillidae) collected by Project REVIZEE off Espírito Santo State, SE Brazil. Porifera Research: Biodiversity, Innovation and Sustainability. 547-553.
Rodriguez, J., Nunez, L., Peixinho, S., and Jimenez, C. 1997. Isolation and Synthesis of the First Natural 6-Hydroximino-4-en-3-one Steroids from the Sponges Cinachyrella spp. Tetrahedron Lett. Pergamon. 38(10) : 1833-1836.
Rützler, K. dan Smith, K.P. 1992. Guide to Western Atlantic Species of Cinachyrella (Porifera: Tetillidae). Proc. Biol. Soc. Wash. 105(1) : 148-164
Schneiders, U.M., Schyschka, L., Rudy, A.,Vollmar, A.M. 2009. BH3-only proteins Mcl-1 and Bim as well as endonuclease G are targeted in spongistatin 1–induced apoptosis in breast cancer cells. Mol. Cancer Ther. 8(10) : 2914-2925.
Schupp, P., Eder, C., Paul, V., Proksch, P. 1999. Distribution of secondary metabolites in the sponge Oceanapia sp. and its ecological implications. Mar. Biol. 135 : 573-580.
59
Selvasundhari, L., Babu, V., Jenifer, V., Jeyasudha, S., Thiruneelakandan, G., Sivakami, R., and Anthoni, S.A. 2014. In Vitro Antioxidant Activity of Bark Extracts of Rhizophora mucronata. Sci. Technol. Arts. Res. J. 3(1) : 21-25.
Shimogawa, H., Kuribayashi, S., Teruya, T., Suenaga, K., and Kigoshi, H. 2006. Cinacchyramine, the novel alkaloid possessing a hydrazone and two aminals from Cinachyrella sp. Tetrahedron Lett. 47 : 1409-1411.
Sismindari. 2003. Cytotoxic effects of methanol extract isolated from Erythrina fusca Lour leaves on cancer cell-lines. Berkala llmu Kedokferan. 35(2) : 75-78.
Skiles G.L., Adams J.D, Yost Jr., and G.S. 1989. Isolation and Identification of 3-Hydroxy-3-methyloxindole, the Major Murine Metabolite of 3-Methylindole. Chem. Res. Toxicol. 2(4) : 254-259.
Szitenberg A., Becking L.E., Vargas S., Fernandez J.C.C, Santodomingo N., Wörheide G., Ilan M., Kelly M., Huchon D. 2013. Phylogeny of Tetillidae (Porifera, Demospongiae, Spirophorida) based on three molecular markers. Mol. Phylogen. Evol. 67 : 509–519
Takahashi, T., Miyazawa, M. 2010. Tyrosinase inhibitory activities of cinnamic acid analogues. Pharm. 65 : 913–918.
Ullah, Z., Lee, C.Y., and DePamphilis, M.L. 2009. Cip/Kip cyclin-dependent protein kinase inhibitors and the road topolyploidy. Cell Div. 4(10) : 1-15.
van Soest, RWM. 1989. The Indonesian Sponge Fauna: A Status Report. Neth. J. of Sea Res. 23(2): 223-230.
van Soest RWM., Rützler K. 2002. Family Tetillidae Sollas, 1886. Systema Porifera: a guide to the classification of sponges. In: Hooper JNA, van Soest RWM (eds). Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York. 85-98.
Wahidullah, S., Naik, B.G., Al-Fadhli, A.A. 2015. Chemotaxonomic study of the demosponge Cinachyrella cavernosa (Lamarck). Biochem. Syst. Ecol. 58 : 91-96.
Wargasetia, T.L. 2008. Peran Gen p63 dalam Regulasi Proliferasi Sel. JKM. 7(2) : 1-6.
Xiao, D.-J., Peng, X.-D., Deng, S.-Z., Ma, W.-J., Wu, H.-M. 2005. Structure Elucidation of (3E)-Cholest-4-en-3,6-dione-3-oxime in Marine Sponge Cinachyrella australiensis from the South China Sea. Chin. J. Org. Chem. 25(12) : 1606-1609.
60
Yuen, O.Y., Choy, P.Y., Chow, W.K., Wong, W.T., and Kwong, F.Y. 2013. Synthesis of 3-Cyanoindole Derivatives Mediated by Copper(I) Iodide Using Benzyl Cyanide. J. Org. Chem., 78(7) : 3374-3378
Zhang, H., Conte, M.M., Huang, X.-C., Khalil, Z., and Capon, R.J. 2012. A search for BACE inhibitors reveals new biosynthetically related pyrrolidones, furanones and pyrroles from a southern Australian marine sponge, Ianthella sp. Org. Biomol. Chem. 10 : 2656-2663.
61
Lampiran 1. Gambar Spons Cinachyrella australiensis dan Cinachyrella sp.
A. Spons Cinachyrella australiensis
Foto di dalam laut Foto di permukaan
B. Spons Cinachyrella sp.
Foto di dalam laut Foto di permukaan
62
dimaserasi dengan metanol beberapa kali di KLT
dievaporasi
dilarutkan dengan metanol dipartisi dengan heksan beberapa kali
dievaporasi dipartisi dengan etil asetat
beberapa kali
dievaporasi dievaporasi
dipartisi dengan heksan beberapa kali
dievaporasi dipartisi dengan etil asetat beberapa kali
dievaporasi
dievaporasi
dicuci dengan metanol beberapa kali
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi Spons C. autraliensis dan Cinachyrella sp.
10 kg Sampel Spons Halus
Maserat Metanol Residu
Ekstrak Metanol (ekstrak kasar & garamnya + lapisan air & garamnya)
Lapisan heksan
Ekstrak heksan
Lapisan metanol
Ekstrak etil asetat
Lapisan etil asetat
Ekstrak metanol
Lapisan metanol sisa
Ekstrak kasar & garamnya
Lapisan air & garamnya
garam
Lapisan heksan
Ekstrak heksan dari lapisan air
Lapisan air & garamnya
Lapisan etil asetat
Ekstrak metanol dari lapisan air
garam
Ekstrak etil asetat dari lapisan air
Lapisan metanol
Lapisan air & garamnya
63
Lampiran 3. Surat Keterangan Determinasi Sampel Spons
64
RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama : Abraham Rahman
Tempat, Tgl. Lahir : Bone, 19 Desember 1972
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen Pada Jurusan Pendidikan Kimia FKIP
Universitas Halu Oleo Kendari
NIP / NIDN : 197212192000121001 / 0019027205
Pangkat/Golongan : Penata Tingkat I, III/d
Jabatan Fungsional : Lektor
Alamat Rumah :
Jln. Rambutan No. 27 Kendari Sulawesi Tenggara (93117)
Perumahan Mega Buana Dallah Taibah Moncongloe Maros
Sulawesi Selatan
Nama Istri : Halijah, Am.Keb., SKM.
Anak : 1. Andi Ramlah Avianti
2. Andi Muhammad Said
3. Andi Nurismi Rahmani
Orang Tua
a. Ayah : Andi Abd. Rahman Nusu
b. Ibu : Andi Sitti Hamidah
2. Riwayat Pendidikan :
SDN 2 WUA-WUA KENDARI, 1985
MTsN KENDARI, 1988
SMAN MANDONGA KENDARI, 1991
S-1 Pendidikan Kimia Universitas Haluoleo Kendari, 1997
S-2 Ilmu Kimia (Kimia Organik) Universitas Padjadjaran Bandung,
2002
S-3 Ilmu Kimia Universitas Hasanuddin Makassar, 2018
65
3. Publikasi Ilmiah Selama Studi S3
Abraham, Soekamto, N.H., Natsir, H., Syah, Y.M. 2016. Studi
Pendahuluan Ekstrak Lapisan Air Spons Genus Cinachyrella Asal
Perairan Spermonde Sulawesi Selatan. Buku Abstrak Simposium
Nasional Kimia Bahan Alam Indonesia XXIV, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 17-19 Oktober, 59.
Abraham, Syah, Y.M., Natsir, H., Soekamto, N.H. 2017a.
Anticancer Pre-screening of Marine Sponge Cinachyrella Extract
From Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia.
Res. J. Pharm. Biol. Chem. Sci. 8(4): 833-837.
Abraham, Syah, Y.M., Natsir, H., Soekamto, N.H. 2018. Benzene
derivatives from the marine sponges Cinachyrella.
J. Phys. Conf. Ser. 979. 012022. 1-4.
4. Beberapa Kegiatan Ilmiah Selama Studi S3
Workshop Penulisan Proposal Jurnal Internasional.
19-20 November 2015. Makassar
Workshop Penulisan Artikel Jurnal Internasional.
19 Desember 2015. Makassar.
Workshop Nuclear Magnetic Resonance (NMR), X-Ray Difraction
(X-RD), High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
17 Oktober 2016. Yogyakarta.
Workshop dan Klinik Peningkatan Kualitas Hasil Penelitian Program
Peningkatan Kapasitas Riset Tahun 2017. 24-26 Agustus 2017.
Makassar
The 2nd International Conference on Science. Hasanuddin
University, Makassar, Indonesia, November 2nd – 3nd, 2017.
Seminar on Publishing and Scientific Writing. November 30, 2017.
Makassar.
Pelatihan Pemanfaatan Hasil Penelitian, dan Pengabdian kepada
Masyarakat yang berpotensi Paten. 15-17 Maret 2018. Makassar.