selasa, 28 februari 2017 utama momentum dorong …gelora45.com/news/sp_20170228_03.pdf · 900.000...

1
3 Suara Pembaruan Selasa, 28 Februari 2017 Utama [JAKARTA] Kunjungan kenegaraan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia, 1-9 Maret, diha- rapkan menjadi momentum untuk mendorong investasi dari Timur Tengah. Sebagai negara kaya karena berlimpah minyak, nilai investasi Arab Saudi masih sangat kecil. Pada saat bersamaan, Arab tengah fokus melakukan diver- sifikasi investasi, dan tidak ingin hanya bergantung pada pro- duksi minyak. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2016, investasi Arab Saudi ke Indonesia mero- sot drastis dari US$ 30,36 juta pada 2015, menjadi US$ 900.000 pada 2016. Investasi US$ 900.000 tersebut mengu- cur ke 44 proyek, baik di sektor industri kimia dasar, hotel dan restoran, perdagangan dan reparasi, pertambangan, proper- ti dan kawasan industri serta jasa. Posisi Arab Saudi sebagai negara asal investasi terbesar nomor 25 bergeser menjadi nomor 57, di bawah Afrika Selatan yang menanamkan modalnya sebesar US$ 1 juta dan Mali yang mampu meng- investasikan US$ 1,1 juta. Lalu jika dihitung pada periode 2010 hingga 2015, nilai investasi Arab Saudi tercatat kecil hanya mencapai US$ 34 juta atau 0,02% dari total investasi yang masuk ke Indonesia. Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menu- turkan, pencapaian investasi Arab Saudi ini pun masih jauh di bawah negara-negara pro- dusen minyak yang tergabung dalam OPEC. Irak investasinya mencapai US$ 2,7 juta sedang- kan Kuwait US$ 3,6 juta. Terkait kunjungan Raja Salman, Bhima menilai, saat ini Arab tengah melakukan diversifikasi investasi, me- nyusul harga minyak dunia yang sempat anjlok. Apalagi, salah satu misi utamanya ada- lah mempromosikan peluang investasi, termasuk rencana penawaran saham perdana Saudi Arabian Oil Co atau lebih dikenal dengan nama Saudi Aramco. Perusahaan minyak pelat merah Arab Saudi itu memang berencana untuk melepas 5% sahamnya, dengan nilai sekitar US$ 100 miliar. Langkah itu sebagai bagian untuk menghimpun dana US$ 2 triliun. Raja Salman dikenal begi- tu ambisius melakukan refor- masi ekonomi negaranya sejak dua tahun lalu. Hal itu dilaku- kan agar Arab bisa lepas dari kebergantungan pada minyak. Sebagai salah satu pengekspor minyak terbesar di dunia, Arab dirundung masalah harga minyak mentah yang tak stabil dalam beberapa tahun bela- kangan. Ketidakstabilan harga minyak bahkan sempat mem- bawa Arab Saudi pada ancam- an kebangkrutan dalam lima tahun ke depan. Oleh karenanya, mereka kini gencar mengembangkan industri nonminyak. Pada Agustus lalu, Arab Saudi telah menandatangani 15 perjanjian awal dengan Tiongkok untuk membangun proyek perumah- an dan juga proyek air bersih dan kilang minyak. Langka serupa juga akan dilakukan di Indonesia. Selain berinvestasi untuk kilang minyak di Cilacap, Raja Salman direncanakan juga membuka peluang investasi di sektor lainnya dengan Indonesia, seperti sektor pariwisata. Hal ini yang menjadi alasan meng- apa Raja Salman membawa 1.500 orang yang terdiri dari 10 menteri, pejabat-pejabat perusahaan terbesar di negara- nya, dan 25 pangerannya ke Bali selama enam hari. “Jadi, peluang investasi Arab Saudi masih terbuka lebar, salah satunya ada di industri halal dan infrastruktur,” katanya. Selain investasi, Bhima menambahkan, kunjungan Raja Salman juga harus dimanfaat- kan untuk mendorong perda- gangan. Selama ini hubungan Indonesia cukup baik dalam bidang haji umrah, namun kalau dilihat banyak barang konsum- si yang dijual Arab Saudi justru berasal dari negara lain seper- ti Tiongkok, porsi produk Indonesia masih kecil. Kedatangan raja Salman bisa membuka penetrasi produk Indonesia ke Arab lebih besar lagi,” ucapnya. Hal senada dikatakan Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono yang menilai bahwa kedatangan Raja Salman dapat berdampak positif bagi neraca perdagangan dalam negeri. “Selama ini, ekspor perdagang- an Indonesia ke Arab Saudi belum optimal. Dengan peme- rintah Arab Saudi datang ke sini, akan dapat memicu kese- pakatan dagang baru,” imbuh- nya. Pihaknya pun berharap akan adanya negosiasi business to business (B to B) dalam kun- jungan Raja Salman ke Indonesia. Pasalnya, sempat ada percakapan dengan para pelaku usaha Arab Saudi. Hasilnya, para pelaku usaha Arab Saudi dikatakannya sedang ingin menjajaki perdagangan sektor pengolahan nonmigas, di luar portofolio dagang sektor perminyakan. “Kalau dikembangkan sendiri di Arab Saudi tidak mudah, karena terkait bahan baku dan tenaga kerja. Sehingga, paling memungkinkan dikem- bangkan di luar Arab Saudi dan salah satu yang paling poten- sial dilihatnya Indonesia. Apalagi, Indonesia sebagai negara penduduk muslim ter- besar,” ujar Handito. Momentum Mahal Secara terpisah, Dosen Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran (FISIP Unpad), Teuku Rezasyah menilai, kunjungan Raja Arab Saudi adalah momentum yang mahal. Jumlah rombongan yang mencapai 1.500 orang termasuk para pejabat tinggi dan pange- ran, menunjukkan keseriusan negara itu untuk bekerja sama dengan Indonesia. Rezasyah mengatakan kunjungan Raja Salman juga menandai perkembangan hubungan Arab Saudi dengan negara-negara Asia, dyang iistilahkan saat ini “Saudinasia”. Hal itu salah satunya terpenga- ruh dari perubahan administra- si Amerika Serikat (AS) selaku sekutu Arab, yang kini dipim- pin Presiden Donald Trump. AS beberapa kali mengkritik Arab dengan menyebut Islam radikal, sehingga negara itu mulai beralih untuk mencari pangsa baru investasi termasuk Indonesia. “AS saat ini membingung- kan seluruh dunia, termasuk kalangan sekutunya. Jadi sudah tepat sekali jika dua kepenting- an bertemu (Indonesia-Saudi) dengan muatan bukan agama, tapi bisnis. Intinya bisnis,” ujarnya. Rezasyah mengakui nilai investasi Arab ke Indonesia masih sangat kecil. Itulah sebabnya pertemuan Raja Salman dan Presiden Joko Widodo harus mengedepankan peningkatan investasi. Indonesia tidak bisa mengandalkan kesa- maan dari sisi faktor agama, tetapi harus menunjukkan kualitas pemerintahan yang baik (good governance) serta menjamin keamanan investor Arab. “Jangan kita yakin Islam ketemu Islam itu akan jadi, belum tentu. Kalau betul agama jadi faktor utama, sudah dari dulu dia (Saudi) investasi ke kita,” kata Rezasyah. Pemerintah Indonesia bisa meminta bantuan pendanaan dari Saudi khususnya untuk pembiayaan infrastruktur yang mahal seperti teknologi infor- masi dan supervisi internasional. “Arab juga mempunyai pengalaman bisnis dengan Eropa dan Amerika yang tentu saja bisa kita minta untuk dibagi dengan Indonesia,” kata Rezasyah. Sedangkan, dari sisi perda- gangan, pemerintah sebisa mungkin mendorong agar terjadi direct trade antara Indonesia-Saudi, tanpa perlu lewat tangan ketiga. “Misalnya dibangun jalur dari Surabaya langsung ke Jeddah atau dari Belawan ke Jeddah. Itu men- jadi nilai tambah bagi kedua negara,” ujarnya. Terkait tenaga kerja Indonesia (TKI), Rezasyah mengatakan, Arab bisa ikut membantu dalam pelatihan TKI yang akan diberangkatkan ke negaranya. Misalnya, dengan menggelar kursus singkat selama 1-2 bulan tentang pengenalan Arab sebagai kawasan TKI. Mengenai haji, Rezasyah mengatakan Saudi diharapkan bisa melakukan pengelolaan lebih baik sehingga tidak teru- lang lagi tragedi saat jatuhnya crane di Masjidil Haram pada 2015. “Kita juga minta ada pembayaran kepada WNI korban crane , tapi minta dengan baik, bukan terkesan menagih,” katanya. “Branding” Bali Sementara itu, pelaku industri pariwisata di Bali menyambut baik kunjunag wisata Raja Salman bersama 1.500 anggota rombongannya ke Pulau Dewata. Diyakini, efek publikasi dari kunjungan Raja Arab Saudi akan mendo- rong kunjungan wisman, khususnya dari Arab dan kawasan Timur Tengah lainnya. “Efeknya, kalau raja atau publik figur yang datang, dam- pak ikutan itu pasti ada,” ungkap Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau akrab disapa Cok Ace. Cok Ace menyebut terlepas apakah Raja Arab yang mela- kukan investasi atau tidak di Bali, namun rencana kedatang- an Raja Salman akan mening- katkan branding Bali sebagai destinasi yang bisa dikunjungi oleh wisatawan Timur Tengah seperti Arab Saudi. Menurutnya, Bali memang salah satu desti- nasi wisata yang kerap dikun- jungi wisatawan Timur Tengah jika berlibur ke Indonesia. Hal senada juga dikatakan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali, I Ketut Ardana yang mengatakan, masyarakat Arab Saudi bisa menyaksikan kunjungan Raja Salman ke Bali melalui siaran media milik Arab Saudi. “Dengan kunjungan rajanya (Raja Salman), kita tidak perlu berpromosi lagi. Sudah pasti ke depannya, masyarakatnya pasti ke sini (Bali),” jelas Ketut Ardana. [O-2/C-5/137] Momentum Dorong Investasi dari Timur Tengah

Upload: ngokhanh

Post on 27-Jun-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3Sua ra Pem ba ru an Selasa, 28 Februari 2017 Utama

[JAKARTA] Kunjungan kenegaraan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia, 1-9 Maret, diha-rapkan menjadi momentum untuk mendorong investasi dari Timur Tengah. Sebagai negara kaya karena berlimpah minyak, nilai investasi Arab Saudi masih sangat kecil.

Pada saat bersamaan, Arab tengah fokus melakukan diver-sifikasi investasi, dan tidak ingin hanya bergantung pada pro-duksi minyak.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2016, investasi Arab Saudi ke Indonesia mero-sot drastis dari US$ 30,36 juta pada 2015, menjadi US$ 900.000 pada 2016. Investasi US$ 900.000 tersebut mengu-cur ke 44 proyek, baik di sektor industri kimia dasar, hotel dan restoran, perdagangan dan reparasi, pertambangan, proper-ti dan kawasan industri serta jasa.

Posisi Arab Saudi sebagai negara asal investasi terbesar nomor 25 bergeser menjadi nomor 57, di bawah Afrika Selatan yang menanamkan modalnya sebesar US$ 1 juta dan Mali yang mampu meng-investasikan US$ 1,1 juta. Lalu jika dihitung pada periode 2010 hingga 2015, nilai investasi Arab Saudi tercatat kecil hanya mencapai US$ 34 juta atau 0,02% dari total investasi yang masuk ke Indonesia.

E k o n o m I n s t i t u t e Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menu-turkan, pencapaian investasi Arab Saudi ini pun masih jauh di bawah negara-negara pro-dusen minyak yang tergabung dalam OPEC. Irak investasinya mencapai US$ 2,7 juta sedang-kan Kuwait US$ 3,6 juta.

Terkait kunjungan Raja Salman, Bhima menilai, saat ini Arab tengah melakukan diversifikasi investasi, me- nyusul harga minyak dunia yang sempat anjlok. Apalagi, salah satu misi utamanya ada-lah mempromosikan peluang investasi, termasuk rencana penawaran saham perdana Saudi Arabian Oil Co atau lebih dikenal dengan nama Saudi Aramco. Perusahaan minyak pelat merah Arab Saudi itu memang berencana untuk melepas 5% sahamnya, dengan nilai sekitar US$ 100 miliar. Langkah itu sebagai bagian untuk menghimpun dana US$ 2 triliun.

Raja Salman dikenal begi-tu ambisius melakukan refor-masi ekonomi negaranya sejak dua tahun lalu. Hal itu dilaku-kan agar Arab bisa lepas dari kebergantungan pada minyak. Sebagai salah satu pengekspor minyak terbesar di dunia, Arab dirundung masalah harga minyak mentah yang tak stabil dalam beberapa tahun bela-kangan. Ketidakstabilan harga

minyak bahkan sempat mem-bawa Arab Saudi pada ancam-an kebangkrutan dalam lima tahun ke depan.

Oleh karenanya, mereka kini gencar mengembangkan industri nonminyak. Pada Agustus lalu, Arab Saudi telah menandatangani 15 perjanjian awal dengan Tiongkok untuk membangun proyek perumah-an dan juga proyek air bersih dan kilang minyak.

Langka serupa juga akan dilakukan di Indonesia. Selain berinvestasi untuk kilang minyak di Cilacap, Raja Salman direncanakan juga membuka peluang investasi di sektor lainnya dengan Indonesia, seperti sektor pariwisata. Hal ini yang menjadi alasan meng-apa Raja Salman membawa 1.500 orang yang terdiri dari 10 menteri, pejabat-pejabat perusahaan terbesar di negara-nya, dan 25 pangerannya ke Bali selama enam hari.

“Jadi, peluang investasi Arab Saudi masih terbuka lebar, salah satunya ada di industri halal dan infrastruktur,” katanya.

Selain investasi, Bhima menambahkan, kunjungan Raja Salman juga harus dimanfaat-

kan untuk mendorong perda-gangan. Selama ini hubungan Indonesia cukup baik dalam bidang haji umrah, namun kalau dilihat banyak barang konsum-si yang dijual Arab Saudi justru berasal dari negara lain seper-ti Tiongkok, porsi produk Indonesia masih kecil. Kedatangan raja Salman bisa membuka penetrasi produk Indonesia ke Arab lebih besar lagi,” ucapnya.

Hal senada dikatakan Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono yang menilai bahwa kedatangan Raja Salman dapat berdampak positif bagi neraca perdagangan dalam negeri. “Selama ini, ekspor perdagang-an Indonesia ke Arab Saudi belum optimal. Dengan peme-rintah Arab Saudi datang ke sini, akan dapat memicu kese-pakatan dagang baru,” imbuh-nya.

Pihaknya pun berharap akan adanya negosiasi business to business (B to B) dalam kun-jungan Raja Salman ke Indonesia. Pasalnya, sempat ada percakapan dengan para pelaku usaha Arab Saudi. Hasilnya, para pelaku usaha

Arab Saudi dikatakannya sedang ingin menjajaki perdagangan sektor pengolahan nonmigas, di luar portofolio dagang sektor perminyakan.

“Kalau dikembangkan sendiri di Arab Saudi tidak mudah, karena terkait bahan baku dan tenaga kerja. Sehingga, paling memungkinkan dikem-bangkan di luar Arab Saudi dan salah satu yang paling poten-sial dilihatnya Indonesia. Apalagi, Indonesia sebagai negara penduduk muslim ter-besar,” ujar Handito.

Momentum MahalSecara terpisah, Dosen

Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran (FISIP Unpad), Teuku Rezasyah menilai, kunjungan Raja Arab Saudi adalah momentum yang mahal. Jumlah rombongan yang mencapai 1.500 orang termasuk para pejabat tinggi dan pange-ran, menunjukkan keseriusan negara itu untuk bekerja sama dengan Indonesia.

Rezasyah mengatakan kunjungan Raja Salman juga menandai perkembangan hubungan Arab Saudi dengan

negara-negara Asia, dyang iistilahkan saat ini “Saudinasia”. Hal itu salah satunya terpenga-ruh dari perubahan administra-si Amerika Serikat (AS) selaku sekutu Arab, yang kini dipim-pin Presiden Donald Trump. AS beberapa kali mengkritik Arab dengan menyebut Islam radikal, sehingga negara itu mulai beralih untuk mencari pangsa baru investasi termasuk Indonesia.

“AS saat ini membingung-kan seluruh dunia, termasuk kalangan sekutunya. Jadi sudah tepat sekali jika dua kepenting-an bertemu (Indonesia-Saudi) dengan muatan bukan agama, tapi bisnis. Intinya bisnis,” ujarnya.

Rezasyah mengakui nilai investasi Arab ke Indonesia masih sangat kecil. Itulah sebabnya pertemuan Raja Salman dan Presiden Joko Widodo harus mengedepankan peningkatan investasi. Indonesia tidak bisa mengandalkan kesa-maan dari sisi faktor agama, tetapi harus menunjukkan kualitas pemerintahan yang baik (good governance) serta menjamin keamanan investor Arab.

“Jangan kita yakin Islam ketemu Islam itu akan jadi, belum tentu. Kalau betul agama jadi faktor utama, sudah dari dulu dia (Saudi) investasi ke kita,” kata Rezasyah.

Pemerintah Indonesia bisa meminta bantuan pendanaan dari Saudi khususnya untuk pembiayaan infrastruktur yang mahal seperti teknologi infor-masi dan supervisi internasional.

“Arab juga mempunyai pengalaman bisnis dengan Eropa dan Amerika yang tentu saja bisa kita minta untuk dibagi dengan Indonesia,” kata Rezasyah.

Sedangkan, dari sisi perda-gangan, pemerintah sebisa mungkin mendorong agar terjadi direct trade antara Indonesia-Saudi, tanpa perlu lewat tangan ketiga. “Misalnya dibangun jalur dari Surabaya langsung ke Jeddah atau dari Belawan ke Jeddah. Itu men-jadi nilai tambah bagi kedua negara,” ujarnya.

Terkait tenaga kerja Indonesia (TKI), Rezasyah mengatakan, Arab bisa ikut

membantu dalam pelatihan TKI yang akan diberangkatkan ke negaranya. Misalnya, dengan menggelar kursus singkat selama 1-2 bulan tentang pengenalan Arab sebagai kawasan TKI.

Mengenai haji, Rezasyah mengatakan Saudi diharapkan bisa melakukan pengelolaan lebih baik sehingga tidak teru-lang lagi tragedi saat jatuhnya crane di Masjidil Haram pada 2015. “Kita juga minta ada pembayaran kepada WNI korban crane, tapi minta dengan baik, bukan terkesan menagih,” katanya.

“Branding” BaliSementara itu, pelaku

industri pariwisata di Bali menyambut baik kunjunag wisata Raja Salman bersama 1.500 anggota rombongannya ke Pulau Dewata. Diyakini, efek publikasi dari kunjungan Raja Arab Saudi akan mendo-rong kunjungan wisman, khususnya dari Arab dan kawasan Timur Tengah lainnya.

“Efeknya, kalau raja atau publik figur yang datang, dam-pak ikutan itu pasti ada,” ungkap Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau akrab disapa Cok Ace.

Cok Ace menyebut terlepas apakah Raja Arab yang mela-kukan investasi atau tidak di Bali, namun rencana kedatang-an Raja Salman akan mening-katkan branding Bali sebagai destinasi yang bisa dikunjungi oleh wisatawan Timur Tengah seperti Arab Saudi. Menurutnya, Bali memang salah satu desti-nasi wisata yang kerap dikun-jungi wisatawan Timur Tengah jika berlibur ke Indonesia.

Hal senada juga dikatakan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali, I Ketut Ardana yang mengatakan, masyarakat Arab Saudi bisa menyaksikan kunjungan Raja Salman ke Bali melalui siaran media milik Arab Saudi.

“Dengan kunjungan rajanya (Raja Salman), kita tidak perlu berpromosi lagi. Sudah pasti ke depannya, masyarakatnya pasti ke sini (Bali),” jelas Ketut Ardana. [O-2/C-5/137]

Momentum Dorong Investasi dari Timur Tengah