semenjak terpilihnya jokowi sebagai presiden ri ke

3
Semenjak terpilihnya Jokowi sebagai presiden RI ke-7 memunculkan banyak pro dan kontra dari berbagai pihak, salah satunya yang sudah ditulikan oleh Yudi Latif dalam harian Kompas. Cendekiawan muslim ini membeberkan masyarakat Indonesia semakin pesimis dengan gagasan revolusi mental yang dijalankan oleh Presiden Jokowi yang dianggapnya sudah keluar dari tindakan-tindakan revolusioner. Revolusi mental yang diagung-agungkan Jokowi saat pemilu lalu membuat dirinya terhempas bumerang dengan kata-katanya sendiri, seakan-akan kata “Revolusi Mental” tidak memberikan aksi yang kongkret untuk mengubah mental bangsa Indonesia. Yudi Latif berpendapat bahwa negara gagal menunaikan kewajibannya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Saya sangat setuju dengan pernyataan ini, hal dikarenakan banyak problematika yang terjadi selama pemerintahan yang baru memimpin negeri ini. Problematika yang terjadi dimulai dari ricuhnya sidang saat rapat paripurna DPR RI yang mana anggota DPR sebagai wakil rakyat seolah-olah tidak beretika, tidak berpendidikan, tidak menerapkan nilai-nilai pancasila. Lantas inikah revolusi mental? Rasa saling mendukung, saling menghargai berubah menjadi saling menyalahkan, engoisme, dan menjatuhkan satu sama lain hanya demi status dan kekuasaan. Tak henti sampai disitu, tak lama kemudian pemerintah menetapkan menaikkan harga bahan bakar minyak disaat kondisi harga minyak dunia turun. Rakyat kecil semakin menjerit menderita, lantas dimanakah letak kewajiban negara untuk mensejahterakan bangsa Indonesia?. Tak cukup sampai disini, kisruh terjadi lagi dengan kasus berbeda, dua lembaga penegak hukum saling berseteru yakni KPK lawan POLRI. Dua lembaga yang seharusnya bekerjasama kini justru saling menjatuhkan, mengaku saling benar sehingga Indonesia terpecah menjadi dua kubu yang saling menjatuhkan. Lantas dimanakah kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia?. Problematika inilah yang membuat mayoritas masyarakat beropini bahwa pemerintahan gagal menunaikan kewajibannya sebagai negara. Selain hal itu, Yudi Latif juga menuliskan bahwa kekayaan alam yang ada di Indonesia sebagai pokok kemakmuran rakyat, yang seharusnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, semakin dikuasai oleh asing. Saya sangat setuju

Upload: edy-doremifasollasido

Post on 21-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jjj

TRANSCRIPT

Semenjak terpilihnya Jokowi sebagai presiden RI ke-7 memunculkan banyak pro dan kontra dari berbagai pihak, salah satunya yang sudah ditulikan oleh Yudi Latif dalam harian Kompas. Cendekiawan muslim ini membeberkan masyarakat Indonesia semakin pesimis dengan gagasan revolusi mental yang dijalankan oleh Presiden Jokowi yang dianggapnya sudah keluar dari tindakan-tindakan revolusioner. Revolusi mental yang diagung-agungkan Jokowi saat pemilu lalu membuat dirinya terhempas bumerang dengan kata-katanya sendiri, seakan-akan kata Revolusi Mental tidak memberikan aksi yang kongkret untuk mengubah mental bangsa Indonesia. Yudi Latif berpendapat bahwa negara gagal menunaikan kewajibannya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Saya sangat setuju dengan pernyataan ini, hal dikarenakan banyak problematika yang terjadi selama pemerintahan yang baru memimpin negeri ini. Problematika yang terjadi dimulai dari ricuhnya sidang saat rapat paripurna DPR RI yang mana anggota DPR sebagai wakil rakyat seolah-olah tidak beretika, tidak berpendidikan, tidak menerapkan nilai-nilai pancasila. Lantas inikah revolusi mental? Rasa saling mendukung, saling menghargai berubah menjadi saling menyalahkan, engoisme, dan menjatuhkan satu sama lain hanya demi status dan kekuasaan. Tak henti sampai disitu, tak lama kemudian pemerintah menetapkan menaikkan harga bahan bakar minyak disaat kondisi harga minyak dunia turun. Rakyat kecil semakin menjerit menderita, lantas dimanakah letak kewajiban negara untuk mensejahterakan bangsa Indonesia?. Tak cukup sampai disini, kisruh terjadi lagi dengan kasus berbeda, dua lembaga penegak hukum saling berseteru yakni KPK lawan POLRI. Dua lembaga yang seharusnya bekerjasama kini justru saling menjatuhkan, mengaku saling benar sehingga Indonesia terpecah menjadi dua kubu yang saling menjatuhkan. Lantas dimanakah kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia?. Problematika inilah yang membuat mayoritas masyarakat beropini bahwa pemerintahan gagal menunaikan kewajibannya sebagai negara.Selain hal itu, Yudi Latif juga menuliskan bahwa kekayaan alam yang ada di Indonesia sebagai pokok kemakmuran rakyat, yang seharusnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, semakin dikuasai oleh asing. Saya sangat setuju dengan pendapat tersebut, terbukti tidak lama ini pemerintah telah memperpanjang kontrak freeport kepada asing hingga 2041. Sungguh hal yang ironis, kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan apa yang tertulis dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33. Permasalahan-permasalahan tersebut membuat gabungan mahasiswa se-Indonesia bergerak dan meberikan aksi dan peringatan yang tegas kepada pemerintahan khususnya presiden Jokowi. Aksi demo mahasiswa sudah menjalar ke berbagai wilayah. Bahkan gabungan mahasiswa se-Indonesia akan mengadakan demo besar-besar pada tanggal 20 Mei 2015 langsung di Jakarta mendesak menurunkan Jokowi sebagai presiden Indonesia karena telah dianggap gagal memimpin negeri ini. Oleh karena itu, Yudi menggagaskan revolusi Pancasila sebagai alternatif revolusi mental. Pancasila yang dimaksud adalah menjalankan semua sila yang terkandung dalam butir-butir Pancasila. Krena revolusi mental yang di jalankan Presiden Jokowi baru sampai berputar-putar pada sila ke tiga saja - 'Persatuan Indonesia'. Ia menambahkan revolusi yang di jalankan mempunyai waktu yang lama dan hanya bisa di jalankan oleh orang-orang yang revolusioner. Pancasila merupakan dasar negara dan kepribadiannya yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini paling benar, paling adil, paling baik, sesuai dengan bangsa Indonesia sehingga dapat mempersatukan bangsa. Mungkin ada sebagian pihak yang menganggap pancasila itu salah dan tidak cocok sebagai dasar negara Indonesia. Mereka beranggapan bahwa hanya ideologi Islam lah yang hanya pantas diterapkan Indonesia. Hanya nilai-nilai Islamiah lah yang akan membuat Indonesia damai dan sejahtera. Namun Indonesia adalah negara multikultural, Indonesia terdiri dari berbagai agama, meskipun mayoritas adalah muslim namun jika ideologi Islam dipakai Indonesia, bagaimanakah nasib warga non muslim yang notabene sebagai warga minoritas?, bukan menolak namun ditakutkan akan terjadi perpecahan antar umat beragama, karena masing-masing agama memiliki ideologi yang berbeda.Mengenai revolusi pancasila, saya setuju dengan gagasan ini, selama tidak mengubah fungsi dan kedudukan pancasila sebagai dasar negara. Karena revolusi mental yang digagaskan oleh Jokowi menurut saya masih ambigu. Mental apakah yang akan dirubah? Darimana dasarnya?. Revolusi pancasila merupakan revolusi moral dan etika yang menjadikan butir-butir dan nilai-nailai pancasila sebagai dasarnya. Namun seperti yang dijelaskan tadi, bahwa sebuah revolusi mempunyai waktu yang tidak sebentar, butuh kesadaran diri dan kerja keras serta sifat revolusionisme antar masing-masing elemen masyarakat dan pemerintahan Indonesia.