seminar lichen fmipa-unma
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pandeglang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang
mempunyai wilayah pegunungan yang cukup luas. Gunung yang ada di
Kabupaten Pandeglang ini meliputi Gunung Aseupan,Gunung Karang dan
Gunung Pulosari (Akarsari) serta di bagian selatan yang umumnya
pegunungan dengan ketinggian rendah seperti Gunung Payung (480 m),
Gunung Honje (620 m), Gunung Tilu (562 m) dan Gunung Raksa (320 m)
(Anonim, 2007).
Gunung Pulosari merupakan gunung yang berada di kecamatan
Pulosari dengan ketinggian 1.346 m di atas permukaan laut yang berbatasan
dengan gunung Karang dan Gunung Aseupan. Di Gunung mempunyai
keanekaragaman organisme yang sangat kompleks, baik flora maupun
faunanya. Gunung karang mempunyai topografi yang berlembah-lembah,
tebing yang curam dan memiliki banyak air terjun dari mata air yang ada di
Gunung Pulosari.
Lembah adalah wilayah bentang alam yang dikelilingi oleh
pegunungan atau perbukitan yang luasnya dari beberapa kilometer persegi
sampai mencapai ribuan kilometer persegi. Lembah dapat terbentuk dari
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
1
beberapa proses geologis. Lembah gletser yang umumnya berbentuk-U
terbentuk puluhan ribu tahun yang lalu akibat erosi gletser. Selain berbentuk-
U, lembah juga dapat berbentuk-V. Lembah di Gunung Pulosari ada yang
curam dan ada juga yang datar. Lembah biasanya banyak di lewati oleh
aliran sungai karena letaknya di bagian kaki gunung yang mempunyai
ketinggian rendah. Maka dari itu, lembah lebih mempunyai aneka organisme
yang komplit baik yang mikro maupun yang makro. Di lembah juga banyak di
temukan tanaman cormophyta ataupun thallophyta seperti algae, fungi, lumut
maupun lumut kerak (lichen).
Lumut kerak atau lichen adalah organisme hasil simbiosis antara fungi
dan alga, sedemikian rupa sehingga dari hasil morfologi dan fisiologi lumut
kerak merupakan satu kesatuan (Tjitrosoepomo, 1981 dalam Istam).
Menurut Ahmadjian (1993), lumut kerak adalah hubungan simbiosis
antara fungi (mycoobiont) dan pasangan penghasil fotosintesis (photobiont),
yang terdiri dari alga atau cyanobacterium (ganggang hijau biru). Beberapa
lumut kerak semuanya terdidri dari tiga macam organisme. Hubungan
diantaranyapun bukan sebuah pencampuran yang sederhana.
Menurut Yurnaliza (2002), bahwa lumut kerak (lichen) merupakan
gabungan antara fungi dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi
merupakan satu kesatuan. Lumut ini hidup secara epifit pada pohon-
pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu
cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
2
Lumut kerak tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam
pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk
pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya, lumut kerak tidak memerlukan
syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka
waktu yang lama. Lumut kerak yang hidup pada batuan dapat menjadi kering
karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan
bisa hidup kembali. Lumut kerak mempunyai banyak manfaat diantaranya
bisa sebagai bahan makanan, obat herbal dan juga bisa dijadikan sebagai
bahan indikator lingkungan (Boonpragob, 2003).
Di kawasan lembah biasanya lumut kerak jenisnya sangat beragam,
maka untuk itu patutlah ada sebuah informasi mengenai kekayaan lumut
kerak di kawasan lembah Gunung Pulosari karena mengingat perannya yang
sangat penting bagi ekosistem sekitar dan juga manfaatnya. Maka sebab
latar belakang di atas itulah peneliti ingin melakukan sebuah penelitian yang
mendalam mengenai indeks-indeks keanekaragaman (biodiversitas) jenis
lumut kerak di kawasan lembah Gunung Pulosari.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana indeks keanekaragaman jenis lumut kerak (lichens) di
kawasan lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang Provinsi
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
3
Banten.
2. Jenis lumut kerak (lichens) apakah yang mendominasi di kawasan
lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang - Banten.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui indeks biodiversitas lumut kerak di kawasan lembah
Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang - Banten.
2. Untuk mengetahui jenis lumut kerak yang mendominasi kawasan
lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang serta bagaimana
interaksinya terhadap ekosistem sekitar.
D. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:
1. Sebagai sumber belajar untuk menambah pengetahuan dasar tentang
lumut kerak (lichens).
2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan dunia ilmu
pengetahuan mengenai diversitas lumut kerak yang terdapat di
kawasan lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang.
3. Untuk menjaga kelestarian keanekaragaman jenis lumut kerak yang
ada di Gunung Pulosari agar tetap lestari.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Indeks Biodiversitas Jenis
1). Pengertian
Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan ungkapan
pernyataan terdapatnya berbagai variasi bentuk, jumlah dan sifat yang
terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk hidup, yaitu tingkat
ekosistem, jenis dan genetika. Dalam menilai potensi keanekaragaman
hayati, seringkali yang lebih banyak menjadi pusat perhatian adalah
keanekaragaman jenis, karena paling mudah teramati, sementara
keanekaragaman genetik yang merupakan penyusunan jenis-jenis tersebut
secara umum lebih sulit dikenali.
Keanekaragaman adalah jumlah jenis yang terdapat dalam suatu
area. Indeks keanekaragaman adalah suatu penggambaran secara
matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi tentang
jumlah individudan spesies organisme serta beberapa banyak jumlah jenis
yang ada dalam suatu area (Odum, 1971)
Menurut Desmukh (1992) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis
sebagai jumlah jenis dan jumlah individu dalam satu komunitas. Jadi
keanekaragaman jenis adalah menunjuk pada jumlah jenis dan jumlah
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
5
individu setiap jenis. Keanekaragaman jenis adalah gabungan antara jumlah
jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam komunitas. serta
menurut Soegianto (1994), keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu
karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya.
Sedangkan indeks keanekaragaman jenis adalah kekayaan jenis dalam
komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah
individu tiap jenis (Odum, 1971).
Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dipengaruhi oleh
hubungan fungsional tingkat-tingkat tropik, misalnya jumlah perumputan atau
pemangsaan sangat mempengaruhi keanekaragaman dari komunitas yang
dimangsa. Komunitas dalam lingkungan yang mantap mempunyai jenis yang
lebih tinggi daripada komunitas yang dipengaruhi oleh gangguan-gangguan
musiman atau secara periodik oleh manusia atau alam (Odum, 1971). Pada
komunitas yang baru terbentuk keanekaragamannya cenderung rendah
karena organisme yang terbentuk baru sedikit dan tahap suksesi belum
begitu sempurna.
Odum (1971) menyatakan bahwa ada dua komponen
keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan kesamarataan. Kekayaan
jenis adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Kekayaan jenis dapat
dihitung dengan indeks jenis atau area yakni jumlah jenis per satuan area.
Kesamarataan atau akuitabilitas adalah pembagian individu yang merata
diantara jenis. Namun pada kenyataan setiap jenis itu mempunyai jumlah
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
6
individu yang tidak sama. Satu jenis dapat diwakili oleh 100 hewan, yang lain
oleh 10 hewan dan ketiganya diwakili oleh 1 hewan. Kesamarataan menjadi
maksimum bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama atau rata.
Cara sederhana mengukur keanekaragaman jenis adalah menghitung jumlah
jenis (S) atau species richnes (Soegianto 1994,dalam indriyanto, 2006).
2). Macam-macam Penentuan Indeks Biodiversitas
Untuk mengetahui indeks-indeks penting keanekaragaman jenis, maka
di gunukan beberapa parameter untuk mengetahuinya diantaranya adalah :
- Indeks Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman suatu komunitas organisme ditandai oleh banyaknya
spesies organisme yang membentuk suatu komunitas tersebut. Semakin
banyak jumlah spesies semakin tinggi biodiversitasnya. Keanekaragaman
lumut kerak ini dapat ditentukan dengan menggunakan teknik formulasi dari
Shanon dan weiner (1963). Indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan
jenis dalam komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam
pembagian jumlah individu tiap jenis (Odum, 1994).
Untuk memprakirakan keanekaragaman spesies ada beberapa indeks
keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis komunitasa,
antara lain sebagai berikut (Odum, 1993; Soegianto, 1994; Indriyanto, 2006).
Indeks Shannon atau Shannon Index of Generaal Diversity (H)
∑−= PiPiH ln
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
7
Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman
pi = n/N
n = nilai penting suatu jenis
N = total nilai penting seluruh jenis
Indeks keanekaragaman (H’) terdiri dari beberapa kriteria, yaitu
H’ > 3,0 = Menunjukkan keanekaragaman sangat tinggi
H’ >1,5 – 3,0 = Menunjukkan keanekaragaman tinggi
H’ 1,0 – 1,5 = Menunjukkan keanekaragaman sedang
H’ < 1 = Menunjukkan keanekaragaman rendah
Untuk menentukan ada tidaknya perbedaan parameter indeks
keanekaragaman komunitas lumut kerak pada dua area yang dipelajari data
diuji menggunakan t test.
- Indeks Kemerataan ( Equabilitas )
Indeks ini mengambarkan perataan penyebaran individu dari spesies
organisme komunitas (Suwasono Hedy, Metty Kurniati, 1994).
Kemerataan di hitung dengan menggunakan rumus indeks equabilitas
(J') dari Pielau ( 1996 ).
J = SLogH
Keterangan :
J = Indeks Perataan
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
8
H = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah Individu
indeks keseragaman jenis ini digunakan untuk mengetahui
penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme. Indeks keseragaman
jenis (E) berkisar antara nilai 0 sampai 1, semakin mendekati 0, semakin kesil
nilai keseragaman populasi. Artinya behwa penyebaran jumlah individu tiap
jenis tidak sama (ada kcenderungan satu jenis mendominasi) dan sebaliknya.
Semakin mendekati 1 maka penyebaran individu tiap jenis merata (tidak ada
jenis yang mendominasi).
- Indeks Kelimpahan (Dominasi)
Indeks dominasi (Index of Dominance) adalah parameter kuantitatif
yang menytakan tingkat terpusatnya dominasi (penguasaan) spesies dalam
suatu komunitas (Idriyanto, 2006). Penguasaan atau dominanansi spesies
dalam komunitas bias terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau
pada banyak spesies yang dapat diprakirakan dari tinggi rendahnya dari
indeks dominasi (ID).
ID =
2
Nni
Keterangan :
ni = Nilai penting tiap spesies ke-i
N = Total nilai penting
Suatu spesies akan dikatakan dominan jika >5% dan dikatakan sub
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
9
dominan jika 2%, Di > 5% (Suwasono Heddy, Mety Kurniati, 2008).
Indeks dominasi bekisar antara 0-1. semakin mendekati nilai 0 berarti
tidak ada jenis yang mendominasi, artinya tiap jenis menyebar merata,
semakin mendekati 1 berarti terdapat dominasi dari satu atau beberapa jenis.
- Kerapatan ( Densitas )
Menurut ( Odum, 1993 ) untuk mengukur suatu kerapatan (densitas)
(X) dapat digunakan rumus persamaan berikut :
X = ∑ nXn
Keterangan :
Xn = Jumlah Individu Spesies n = Jumlah Plot / Sampling
B. Lumut Kerak (Lichens)
1) Sejarah Singkat dan Terminologi
Orang yang petama membuat klasifikasi lumut kerak dengan tepat
adalah Erik Acharius (1757–1819). Oleh karena itu, dia dipandang sebagai
Bapak lichenologist. Penemuan berikutnya adalah penemuan dari Simon
Schwendener yang pertama kali mencetuskan bahwa lumut kerak merupakan
organisme yang mempunyai hubungan simbiosis antara alga atau ganggang
hijau biru dengan fungi baik ascomycotina maupun basidiomycotina yang
sebelumnya dianggap sebagai organisme tunggal (Nash, 1993). Bukti lebih
jauh mengenai lumut kerak di alam yaitu ketika Eugen Thomas
mempublikasikan hasil eksperimennya pada tahun 1939 yang meresintesis
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
10
penelitiannya mengenai lumut kerak. Sehingga membangun perkembangan
pengetahuan mengenai lumut menjadi cukup maju.
Lumut kerak didefinisikan sebgai hubungan simbiosis organisme yang
biasanya disusun oleh pasangan fungi (mikobion) dan oleh satu atau lebih
fotobion yaitu yang alga hijau atau cyianobacterium (alga hijau biru) (Nash,
1993).
Lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dari golongan
Ascomycotina atau Basidiomycotina (mikobion) dengan Chlorophyta atau
Cyanobacteria bersel satu (fikobion) (Campbell, 2003).
Lumut kerak (lichens) Adalah bentuk interaksi yang stabil saling
menguntungkan antara fungi (ascomycota, deuteromycota dan
basidiomycota) dengan mikroalga (Chlorophyta dan Xanthophyta) juga
Cyanobacteria, menghasilkan bentuk tubuh (thalus) makroskopik yang khas
dan jumlahnya sekitar 15.000 jenis.
Sedangkan menurut Polunin (1990) dalam Istam (2007), Lumut kerak
merupakan organisme ganda yang khas, yang dihsilkan oleh asosiasi erat
antara dua organisme, suatu cendawan dengan suatu alga atau tumbuhan
belah, dan oleh karenanya tergolong dalam kelompok yang berlainan.
Hidup bersama antara dua organisme yang berlainan jenis umumnya
disebut simbiosis. Masing-masing organisme itu sendiri simbion. Pada lumut
kerak, simbiosis antara alga dan cendawan terjadi penafsiran yang berbeda,
ada yang menafsirkan sebagai mutualisme, karena dipandang kedua-duanya
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
11
dapat memperoleh keuntungan dari hidup bersama yaitu, alga memberikan
hasil-hasil fotosintesis terutama yang berupa karbohidrat kepada cendawan,
dan sebaliknya cendawan memberikan air dan mineral kepada alga. Dapat
juga hubungan antara alga dan cendawan pada lumut kerak sebagai
helotisme yaitu keuntungan timbale balik balik yang hanya bersifat
sementara, hanya pada permulaannya saja (Tjitrosoepomo, 1994).
Lumut kerak (lichens) merupakan simbiosis antara fungi dengan alga
yang menyatu membentuk morfologi dan fisiologi tersendiri. Lichens
mempunyai sifat sebagai berikut :
a) Hidup di pohon dan tanah, terutama pada tundra (padang lichens di
Kutub Utara) yang luasnya mencapai ribuan km dan merupakan
sumber makanan bagi rusa kutub.
b) Alga penyusun lichens disebut gonidium, umumnya yang bersel
tunggal soliter atau dapat pula yang berkoloni, dapat berupa : khusus
genus Chroococcus dan Nostocalga hijau biru), khusus genus
Cystococcus dan Tentropohlia alga hijau).
c) Jamur penyusun lichens yakni : ordo Discomycetales atau pun
Pyrenoimycetales dan Ascomycetes (umumnya), Kemungkinan juga
Basidiomycetes (Tjitrosoepomo, 2003) juga fungi imperfecti.
d) Ganggang (alga) memberi hasil fotosintesisnya (terutama karbohidrat)
kepada jamur. Jamur menyediakan air yang melarutkan zat organik
bagi ganggang.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
12
e) Jika panas terik, lichens yang hidup di batu menjadi kering, namun
tidak mati; ketika hujan turun, tumbuh kembali.
f) Pertumbuhan thallus ini sangat lambat, dalam satu tahun jarang lebih
dari 1 cm. Tubuh buah baru tumbuh setelah pertumbuhan vegetatif
bertahun-tahun.
g) Habitus (perawakannya) serupa semak, merupakan vegetatif perintis
(seperti juga alga hijau biru), yakni lambat laun mampu
menghancurkan batu menjadi tanah.
Lumut kerak juga bisa sebagai bioindikator yang telah digunakan sejak
lama dengan cara membuat peta penyebaran lumut kerak. Sistem Skala
Polusi Lumut kerak Hawkssworth & Rose pada tahun 1970 menggunakan
ada atau tidak adanya spesies sensitif tertentu untuk mengetahui konsentrasi
sulfur dioksida dalam udara ambien. Begitu juga dibuat skala untuk zat-zat
pencemar udara yang lain (Bell ,2001 dalam Istam, 2007).
Lumut kerak tidak memiliki kutikula sehingga mengabsorpsi nutrien
dan air dari atmosfer (Bungartz). Hal ini menjelaskan mengapa lumut kerak
dapat menjadi bioindikator pencemaran udara. Perubahan lingkungan
menyebabkan lumut kerak berubah dalam keanekaragamannya,
morfologinya, fisiologinya, genetik, dan kemampuan mengakumulasi zat
pencemar udara (Barreno). Kesensitifannya ini memenuhi faktor-faktor
pemilihan bioindikator.
Pada tahun 1866, diketahui bahwa penyebab hilangnya komunitas
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
13
lumut kerak di Jardin de Luxembourg dekat Paris disebabkan oleh sulfur
dioksida (Boonpragob, 2003). Kejadian ini dan kejadian-kejadian lain serupa
menyadarkan bahwa kerak memiliki potensi besar sebagai bioindikator.
Berdasarkan morfologinya, lumut kerak umumnya dibedakan menjadi
Crustose, Foliose, Squamulose, dan Fructicose. Fructicose merupakan lumut
kerak yang paling sensitif terhadap pencemaran udara dan merupakan jenis
lumut kerak yang akan pertama kali hilang ketika terpapar pada udara
tercemar. Sedangkan Crustose merupakan jenis lumut kerak yang paling
resisten terhadap pencemaran udara (Boonpragob, 2003).
2. Morfologi Lumut Kerak (lichen)
A). Morfologi Luar
Tubuh lichens dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai
kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu-abu
kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau
merah dengan habitat yang bervariasi. Bagian tubuh yang memanjang
secara selluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus
atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan lichens.
Alga selalu berada pada bagian permukaan dari thallus. Berdasarkan
bentuknya lichens dibedakan atas empat bentuk yaitu :
a. Crustose
Lichens yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
14
selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah
untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Lichen Crustose yang
tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di
permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan
tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal sedangkan lichen yang
longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis disebut leprose.
b. Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus
lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya
datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian
permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting
dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi
makanan.
c. Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk
seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-
daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan
atas dan bawah.
d. Squamulose
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut
squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering
memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
15
A. Crustose (Caloplaca luteominea) B. Foliose (Peltigera malacea)
C. Fruticose (Ramalina stenospora) D. Squamulose (C. carneola)
Gambar 1. Berbagai tipe lumut kerak
B). Morfologi dalam (Anatomi)
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini
mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu.
Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa
jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian
ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
16
Gambar 2. Anatomi Lumut Kerak
• Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak
dibawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang
longgar.Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa,
Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat
fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
• Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu
bagiantengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini
tersebar kesegala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal.
Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu
yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan
demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua
pembuluh.
• Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat
dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
17
sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa
sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis lichens tidak mempunyai
korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang
terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi. Dari potongan
melintang Physcia sp. terlihat lapisan hijau sel-sel alga dan rhizines
coklat bercabang pada bagian bawah. Bagian tengah yang berwarna
putih terdiri dari sel-sel jaringan jamur yang disebut medulla. Struktur
pipih pada bagian atas dan kanan disebut apothecia dan lapisan coklat
di atasnya disusun oleh asci, yaitu bagian dari ascomycete yang
megandung spora jamur.
C). Struktur Vegetatif
Struktur tubuh lichens secara vegetatif terdiri dari :
• Soredia, terdapat pada bagian medulla yang keluar melalui celah kulit.
Diameternya sekitar 25 – 100 mμ , sehingga soredia dapat dengan
mudahditerbangkan angin dan akan tumbuh pada kondisi yang sesuai
menjaditumbuhan licenes yang baru. Jadi pembiakan berlangsung
denganperantaraan soredia. Soredia itu sendiri merupakan kelompok
kecil sel-sel gangang yang sedang membelah dan diselubungi
benang-benang miselium menjadi satu badan yang dapat terlepas dari
induknya. Soredia ini terdapat di dalam soralum.
• Isidia, berbentuk silinder, bercabang seperti jari tangan dan terdapat
pada kulit luar. Diamaternya 0,01 – 0,03 mμ dan tingginya antara 0,5 –
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
18
3 mμ. Berdasarkan kemampuannya bergabung dengan thallus, maka
dalam media perkembangbiakan, isidia akan menambah luas
permukaan luarnya. Sebanyak 25 – 30 % dari spesies foliose dan
fructicose mempunyai isidia. Proses pembentukan isidia belum
diketahui, tetatpi dianggap sebagai faktor genetika.
• Lobula, merupakan pertumbuhan lanjutan dari tahllus lichens yang
sering dihasilkan di sepanjang batas sisi kulit luar. Lobula ini dapat
berkembang dengan baik pada jenis foliose, Genus Anaptycia,
Neproma, Parmelia dan Peltigera. Lobula sangat sukar dibedakan
dengan isidia.
• Rhizines, merupakan untaian yang menyatu dari hifa yang berwarna
kehitam-hitaman yang muncul dari kulit bagian bawah (korteks bawah)
yang mengikat thallus ke bagian dalam. Ada dua jenis rhizines yaitu
bercabang seperti pada Ctraria, Physcia dan Parmelia dan yang tidak
bercanag terdapat pada Anaptycis dan beberapa Parmelia.
• Tomentum, memiliki kepadatan yang kurang dari rhizines dan
merupakan lembaran serat dari rangkaian akar atau untaian yang
renggang. Biasanya muncul pada lapisan bawah seperti pada
Collemataceae, Peltigeraceae dan Stictaceae.
• Cilia, berbentuk seperti rambut, menyerupai untaian karbon dari hifa
yang muncul di sepanjang sisi kulit. Cilia berhubungan dengan rhizines
dan hanya berbeda pada cara tumbuh saja.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
19
• Cyphellae dan Pseudocyphellae, berbentuk rongga bulat yang agak
besar serta terdapat pada korteks bawah dan hanya dijumpai pada
genus Sticta. Pseudocyphellae mempunyai ukuran yang lebih kecil
dari cyphellae yaitu sekittar 1 mμ dan terdapat pada korteks bawah
spesies Cetraria, Cetralia, Parmelia dan Pasudocyphellaria. Rongga ini
berfungsi sebagai alat pernafasan atau pertukaran udara.
• Cephalodia, merupakan pertumbuhan lanjutan dari thallus yang terdiri
dari alga-alga yangg berbedadari inangnya. Pada jenis peltigera
aphthosa, cephalodia mulai muncul ketika Nostoc jatuh pada
permukaan thallus dan terjaring oleh hifa cephalodia yang berisikan
Nostoc biru kehijauan. Jenis ini mampu menyediakan nitrogen thallus
seperti Peltigera, Lecanora, Stereocaulon, Lecidea dan beberapa jenis
crustose lain.
3. Klasifikasi Lumut Kerak
Lichens sangat sulit untuk diklasifikasikan karena merupakan
gabungan dari alga dan fungi serta sejarah perkembangan yang berbeda.
Para ahli seperti Bessey (1950), Martin (1950) dan Alexopoulus (1956),
berpendapat bahwa lichens dikelompokkan dan diklasifikasikan ke dalam
kelompok jamur sebenarnya. Bessey meletakkannya dalam ordo
Leocanorales dari Ascomycetes. Smith (1955) menganjurkan agar lichens
dikelompokkan dalam kelompok yang terpisah yang berbeda dari alga dan
fungi. Lichens memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar dasar
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
20
klasifikasinya secara umum adalah sebagai beriktu :
1) Berdasarkan komponen cendawan yang menyusunnya
Menurut Tjitrosoepomo (1981), lumut kerak berdasarkan komponen
yang menyusunnya dapat dibedakan menjadi dua kelas, yaitu :
a). Kelas Ascolichens
Kelas Ascolichenes ini terbagi dalam dua kelompok :
• Pyrenomycetales, lumut kerak ini menghasilkan tubuh buah berupa
peritesium, yang berumur pendek dan dapat hidup bebas, tubuh buah
yang dihasilkan berupa peritesium. Contoh : Dermatocarpon dan
Verrucaria.
• Discomycetes. Lumut kerak ini membentuk tubuh buah berupa
apothecium yang berumur panjang membentuk tubuh buah berupa
apotesium. Apotesium pada lumut kerak ini berumut panjang, bersifat
seperti tulang rawan dan mempunyai askus yang berdinding tebal..
Contoh : Usnea dan Parmelia.
Dalam Klas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen alga dari
famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa gelatin.
Genus dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa
dan lain-lain. Dari Cholophyceae adalah : Protococcus, Trentopohlia,
Cladophora dll.
b). Basidiolichens
kebanyakan lumut kerak ini mempunyai talus yang berbentuk
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
21
lembaran-lembaran. Pada tubuh buah terbentuk lapisan himenium yang
mengandung basidium, yang sangat menyerupai tubuh buah
Hymenomycetales, contohnya adalah Cora pavonia.
Fink (1961) dalam Januardania (1995), menambahkan selain kedua
golongan tersebut terdapat golongan tersendiri, yaitu Lichenes Imperfecti
(Deuterolichens). Golongan ini tidak membentuk spora fungi dan talus
tersusun dari hifa atau massa padat yang seringklali terlihat menyerupai
serbuk atau bubuk pada substrat yang ditumbuhinya.
2). Berdasarkan alga yang menyusun thalus
a). Homoimerus
Sel alga dan hifa jamur tersebar merat pada thallus. Komponen alga
mendominasi dengan bentuk seperti gelatin, termasuk dalam Mycophyceae.
b). Heteromerous
Sel alga terbentuk terbatas pada bagian atas thallus dan komponen
jamur menyebabkan terbentuknya thallus, alga tidak berupa gelatin
Chlorophyceae, contoh : Parmelia.
3). Berdasarkan type thallus dan kejadiannya
a). Crustose atau Crustaceous.
Merupakan lapisan kerak atau kulit yang tipis di atas batu, tanah atau
kulit pohon. Seperti Rhizocarpon pada batu, Lecanora dan Graphis pada kulit
kayu. Lumut kerak tersebut terlihat sedikit berbeda antara bagian permukaan
atas dan bawah.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
22
b). Fruticose atau filamentous
Lichen semak, seperti silinder rata atau seperti pita dengan beberapa
bagian menempel pada bagian dasar atau permukaan. Thallus bervariasi,
ada yang pendek dan panjang, rata, silindris atau seperti janggut atau
benang yang menggantung atau berdiri tegak. Bentuk yang seperti telinga
tipis yaitu Ramalina. Yang panjang menggantung seperti Usnea dan
Alectoria. Cladonia adalah tipe antara kedua bentuk itu.
4. Perkembangan Lumut Kerak
Perkembangbiakan lichens melalui tiga cara, yaitu :
a. Secara Vegetatif
• Fragmentasi
Fragmentasi adalah perkembangbiakan dengan memisahkan bagian
tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi
individu baru. Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan
fragmen. Pada beberapa fruticose lichens, bagian tubuh yang lepas tadi,
dibawa oleh angin ke batang kayu dan berkembang tumbuhan lichens yang
baru. Reproduksi vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling
produktif untuk peningkatan jumlah individu.
• Isidia
Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang masing-masing
mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika
kondisinya sesuai.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
23
• Soredia
Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang
membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan
yang dapat terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus,
soredium tersebar seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens
baru. Lichens yang baru memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
b. Secara Aseksual
Metode reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang
sepenuhnya bergantung kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual
disebut pycnidiospores. Pycnidiospores itu ukurannya kecil, spora yang tidak
motil, yang diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia. Pygnidia
ditemukan pada permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah
kecil yang terbuka yang disebut Ostiole. Dinding dari pycnidium terdiri dari
hifa yang subur dimana jamur pygnidiospore berada pada ujungnya. Tiap
pycnidiospore menghasilkan satu hifa jamur. Jika bertemu dengan alga yang
sesuai terjadi perkembangan menjadi lichens yang baru.
c. Secara Seksual
Perkembangan seksual pada lichens hanya terbatas pada pembiakan
jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah
kelompok jamur yang membangun tubuh lichens.
5. Kegunaan Lumut Kerak
Lichens memiliki bermacam-macam kegunaan dan bahaya, antara
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
24
lain:
a. Lichens sebagai bahan makanan
Thallus dari lichens belum digunakan sebagai sumber makanan
secara luas, karena lichens memiliki suatu asam yang rasanya pahit dan
dapat menimbulkan gatal-gatal, khususnya asam fumarprotocetraric. Asam ini
harus dibuang terlebh dahulu dengan merebusnya dalam soda. Contoh yang
bisa dimakan adalah Umbilicaria, Cladina stellaris, Lobaria linita.
b. Lichens sebagai obat-obatan
Lobaria pulmonaria digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-
paru karena Lobaria dapat membentuk lapisan tipis pada paru-paru. Selain
itu lichens juga digunakan sebagai ekspektoran dan obat liver. Senyawa
asam usnat (yang terdapat dalam ekstrak spesis Usnea) saat ini telah
digunakan pada salep antibiotik, deodoran dan herbal tincture. Diperkirakan
sekitar 50% dari semua spesies lichens memiliki sifat antibiotik.
c. Kegunaan lain dari lichen
Dari hasil ekstraksi Everina, Parmelia, dan Ramalina diperoleh minyak.
Beberapa di antaranya digunakan untuk sabun mandi dan parfum. Di Mesir
digunakan sebagai bahan pembungkus mummi dan campuran buat pipa
cangklong untuk merokok, khususnya Parmelia audina yang mengandung
asam lecanoric. Ekstrak lichens dapat juga dibuat sebagai bahan pewarna
untuk mencelup bahan tekstil dengan cara diekstrak dan difermentasi.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
25
C. Faktor-faktor Lingkungan Gunung Pulosari
Menurut Azwar, Samodra dan Tarigan (1988), gunung api mempunyai
pengertian yang cukup kompleks, yaitu :
1. Merupakan bentuk timbulan dipermukaan bumi yang dibangun oleh
timbunan rempah gunung api.
2. Dapat diartikan sebagai jenis ataum kegiatan magma yang sedang
berlangsung.
3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas
gunungapi yang berasal dari dalam bumi.
Di dalam ekosistem gunungapi, ada dua aspek penting yang
berpengaruh terhadap organisma yang berada di lingkungan gunungapi,
yaitu aspek yang berlaku sebgai pendukung (supports) semua kegiatan
organisma dan aspek yang berfungsi sebagai pembatas (constraint) (Azwar,
Samodra dan Tarigan, 1988). Dimana kedua faktor tersebut sangat
berpengaruh juga terhadap keanekaragaman spesies organisma yang
menempati wilayah pegunungan.
Gunung pulosari merupakan sebuah gunungapi yang masih aktif yang
terdapat di Desa Cilentung Kecamatan Pulosari Kabupaten Pandeglang
dengan ketinggian 1.346 m di atas permukaan laut yang sebagian
wilayahnya merupakan hutan produksi yang diawasi dan dikelola oleh pihak
Perhutani. Secara geografis Gunung Pulosari beratasan dengan Kecamatan
Mandalawangi pada daerah utara dan sebelah timur, sebelah selatan
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
26
berbatasan dengan Kecamatan Cisata dan sebelah baratnya berbatasn
dengan Kecamatan Pulosari sendiri.
Gunung Pulosari ini sangatlah kaya akan keanekaragaman jenis fauna
dan floranya. Kehidupan ekosistem yang berada di dalamnya sangatlah
mempengaruhi antara faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik meliputi
fauna dan flora seperti pohon-pohon tropis, paku-pakuan (pteridophyta),
lumut (bryophyta) dan faunanya seperti babi hutan, aneka jenis burung, kera
dan lain-lain. Sedangkan faktor abiotiknya adalah kelembapan, intensitas
cahaya, air, suhu, udara maupun keadaan tanah. Keadaan faktor lingkungan
itu sangatlah memberi peran terhadap kehidupan alam di kawasan
pegunungan. Jikalau kehidupan seperti itu ada sebuah intervensi manusia
yang sifatnya merugikan seperti galian-C, maka keanekaragamanpun flora
dan fauna akan terkikis dan terancam punah.
Gambar 3. Gunung Pulosari
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
27
D. Ekosistem Lembah Gunung Pulosari
Lembah merupakan sepanjang batas wilayah dataran rendah diantara
cakupan pegununan, bukit, atau wilayah tinggi lainnya, biasanya lembah
sering mempunyai atau dilewati sungai. Lembah pada umumnya dibentuk
oleh erosi tanah baik oleh sungai maupun gletser tetapi juga bisa di bentuk
oleh gesekan geologi (Anonim, 2007).
Kawasan lembah mempunyai keanekaragaman flora yang cukup baik
itu terlihat dari banyaknya pohon-pohon serta tanaman thallus seperti lumut
maupun lumut kerak yang ditemukan disana. Dataran lembah ini sangatlah
subur, karena adanya aliran zat hara yang dibawa oleh aliran sungai ke
daerah lembah. Untuk itu, biasanya dataran rendah seperti ini banyak sekali
digunakan sebagai lahan pertanian.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk
mengungkap masalah yang diteliti, sehingga pelaksanaannya dan hasil
penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal-hal yang dibahas
dalam metode penelitian ini adalah:
A. Waktu dan Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan
April di kawasan lembah Gunung Pulosari, Desa Cilentung, Kecamatan
Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Propvinsi Banten.
Penelitian ini di lakukan pada ketinggian ± 650 meter di atas
permukaan laut (dpl). Lembah ini di apit oleh Gunung Pulosari dan bukit
sekitar yang berbentuk huruf U yang tidak begitu curam. Di lembah ini ada
sebuah aliran sungai yang mengalir dari arah pegunungan, sehingga
keadaan ekosistem sangat stabil dan keadaan geografisnya sangat subur
sehingga sangat baik untuk dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman
spesies.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
29
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis Lumut Kerak
(Lichen) yang hidup di lembah Gunung Pulosari sebelah barat dengan luas
daerah penelitian ± 1,5 Ha dan panjang lembah ± 1 km.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua jenis Lumut Kerak
(Lichens) yang berada di setiap kuadran di Lembah Gunung Pulosari
sebelah barat dengan luas daerah penelitian ± 1,5 Ha dan panjang lembah ±
1 km.
3. Teknik Sampling
Teknik sampling menggunakan Purposive Sampling yang merupakan
suatu pengambilan sampel dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan
atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu (Arikunto, 1993). Teknik ini menggunakan transek garis untuk
membantu sebaran spesies lumut kerak. Pengukuran dengan transek garis
menggunakan alat ukur berupa meteran berskala dengan panjang tertentu.
Cara ini dilakukan agar sampel yang dilalui meteran tersebut dapat diambil,
sehingga dapat diketahui jenis-jenis lumut keraknya. Berdasarkan
pertimbangan ketinggian untuk mendapatkan data yang diharapkan dapat
mewakili daerah penelitian maka, daerah yang akan diambil sampel adalah
pada bagian barat Gunung Pulosari, dengan dibuat garis tegak lurus garis
lembah dan dibuat jarak 250 meter, serta dibuat garis transek sebanyak 5
buah dengan jarak masing-masing garis transek adalah 50 meter. Jarak
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
30
antara panjang sisi lembah adalah kurang lebih 30 meter, maka dapat dibuat
plot sebanyak 5 buah dengan ukuran 5 x 5 meter dengan jarak antar plot
sejauh 1 meter dengan prosedur sebagai berikut :
1. Memilih area lembah yang mudah dijangkau tanpa menggunakan alat
bantu.
2. Memasang transek garis tegak lurus garis lembah.
3. Mencatat jumlah jenis yang ditemukan pada saat pengambilan sampel
dilakukan.
Cara peletakan garis transek atau plot dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
31
C. Variabel Penelitian
1. Variabel utama dalam penelitian ini adalah jenis lumut kerak (lichens)
dan jumlah individu setiap jenis yang ada di transek yang telah
ditentukan.
2. Variabel faktor pendukung adalah faktor lingkungan yaitu suhu udara
dan ketinggian tempat.
D. Alat dan Bahan
1. Alat-alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Buku panduan identifikasi spesies lumut kerak (lichen)
b) Kompas
c) Kamera
d) Tali rafia
e) Pisau
f) Alat tulis
g) Pita meter
2. Bahan
Komunitas jenis lumut kerak (lichens) di kawasan lembah Gunung
Pulosari Desa Cilentung, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pandeglang.
E. Metode Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengambilan data adalah
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
32
sebagai berikut :
1. Menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan.
2. Membersihkan dan mengecek apakah semua peralatan dapat
berfungsi dengan baik.
3. Mencatat faktor biotik pada area yang di tentukan yaitu jenis lumut
kerak yang terdapat pada plot-plot garis transek di lembah Gunung
Pulosari.
4. Pengambilan data dengan memetakan plot kuadran pada area sampel
dan melakukan pencatatan mengenai spesies lumut kerak yang
ditemukkan.
5. Mengambil jenis lumut kerak untuk dijadikan sampel dan dimasukkan
ke dalam kantong plastik.
6. Dokumentasi jenis lumut kerak pada area sampel yang ditemukan
pada plot.
7. Studi pustaka untuk mengidentifikasi jenis dengan acuan buku-buku
tentang identifikasi lumut kerak dengan kunci determinasi.
8. Membuat tabulasi data serta memasukkan data pada tabel identifikasi
seperti di bawah ini :
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
33
Tabel 1. Tabel untuk keperluan identifikasi lumut kerak
Individu Nama Spesies No.
F. Analisis Data
Analisis data adalah cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil
pengujian. Analisis data dilakukan dengan cara statistik agar hasil penelitian
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis data bertujuan untuk
menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk
mengetahui indeks keanekaragaman jenis, maka digunakan rumus berikut ini
:
1. Keanekaragaman komunitas lumut kerak dapat dihitung dengan menggunakan rumus indeks diversitas dari Shannon (Odum:1993)
H = NniLog
Nni∑−
atau H = - pi Log pi
Keterangan :
ni = nilai kepentingan tiap jenis (jumlah individu tiap jenis)
N = nilai kepentingan total (jumlah total semua individu)
Pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis (ni/ N)
Setelah diperoleh indeks keanekaragaman di kelompokkan kedalam
kriteria tinggi, sedang dan rendah. Menurut Hardjosuwarno (1990) Kriteria
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
34
tingkat Keanekaragaman yaitu :
(H ) > 3,0 = Menunjukan Keanekaragaman sangat tinggi
(H ) 1,6 – 3,0 = Menunjukan Keanekaragaman tinggi
(H ) 1,0 – 1,5 = Menunjukan Keanekaragaman sedang
(H ) < 1,0 = Menunjukan Keanekaragaman rendah
2. Indeks Perataan (Equitability Index)
J = MaxHH
= SLogH
Keterangan :
J = Indeks Perataan
H = Indeks Keanekaragaman
s = Jumlah Spesies
3. Indeks Kelimpahan (Dominasi Index)
2
∑
=NniC
Keterangan :
ni = Jumlah Individu
N = Total nilai penting
4. Indeks Kerapatan ( Densitas )
X = ∑ nXn
Xn = Jumlah Individu Spesies n = Jumlah Plot / Samplig
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diungkapkan mengenai keanekaragaman jenis
lumut kerak (lichen) dari hasil penelitian yang sudah dilakukan di kawasann
lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten . Hasil dari
seluruh sampel penelitian antara lain didapatkan sebagai berikut :
A. Hasil Penelitian
1. Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak di Lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Dari hasil penelitain lumut kerak di lembah Gunung Pulosari
Kabupaten Pandelang Provinsi Banten didapatkan 14 spesies lumut kerak
yang terdiri dari 3 kelas, 7 ordo dan 8 suku (family). Jumlah total individu
spesies yang ditemukan adalah 379. Pengelompokan atau klasifikasi kelas
lumut kerak mengikuti acuan pada buku-buku mengenai identifikasi lumut
kerak antara lain Thomas H. Nash (1996) dan Vernon Ahmadjian (1993).
Hasil perhitungan statistik lumut kerak (lichen) diperoleh indeks
keanekaragam (H’) berkisar antara 3,16 sampai 3,47, indeks dominasi antara
0,0016 sampai 0.0023, indeks kemerataan antara 2,59 sampai 3,29 dan
indeks kerapatan berkisar antara 0,54 sampai 0,72.
Adapun jenis dan jumlah anggota spesies lumut kerak (lichen) di
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
36
lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Jenis lumut kerak yang ditemukan di lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang pada bulan Maret sampai bulan April 2010.
Tabel 3. Indeks penting Jenis lumut kerak pada masing-masing individu.
No. Spesies Transek Jml H’ C’ J’ X’1 2 3 4 5
1. Caloplaca marina 5 0 0 1 2 8 3,65
0,0007 4,06 0.32
2. Crusta sp. 16
23
12
28
15 84 1,7
40,030
6 0,90 3.36
3. Flavoparmelia caperata 2 0 3 0 4 9 3,77
0,0005 3,97 0.36
4. Graphis scripta 6 12 8 4 2 32 2,4
90,006
9 1,65 1.28
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
No. Spesies Transek JumlahI II III IV V
1. Caloplaca marina 5 0 0 1 2 82. Crusta sp. 16 23 12 28 15 843. Flavoparmelia caperata 2 0 3 0 4 94. Graphis scripta 6 12 8 4 2 325. Hypogymnia physodes 4 7 3 6 4 246. Lobaria pulmonaria 0 2 6 4 6 187. Lepraria incana 1 1 13 5 9 298. Menegazzia subsimilis 2 5 2 1 4 149. Parmelia sulcata 0 2 3 6 3 1410. Parmotrema sp. 4 7 2 12 2 2711. Staurothele sp. 1 5 2 4 4 1612. Verrucaria sp. 15 21 8 12 16 7213. Xanthoparmelia 0 1 4 4 2 1114 Xanthoria elegans 11 4 5 1 0 21
Jumlah 978 978 978 978 978 978 H’ (Keanekaragaman) 3.47 3.16 3.26 3.17 3.26 C’ (Dominasi) 0.002
00.002
30.001
60.001
90.001
7 J’ (Kemerataan) 3.29 2.62 2.87 2.59 2.84 X’ (Kerapatan) 0.54 0.72 0.57 0.70 0.58
37
5. Hypogymnia physodes 4 7 3 6 4 24 2,63
0,0052 1,91 0.96
6. Lobaria pulmonaria 0 2 6 4 6 18 2,83
0,0035 2,25 0.72
7. Lepraria incana 1 1 13 5 9 29 2,5
80,005
8 1,77 1.16
8. Menegazzia subsimilis 2 5 2 1 4 14 3,15
0,0019 2,74 0.56
9. Parmelia sulcata 0 2 3 6 3 14 2,94
0,0028 2,56 0.56
10. Parmotrema sp. 4 7 2 12 2 27 2,6
20,005
3 1,83 1.08
11. Staurothele sp. 1 5 2 4 4 16 2,94
0,0028 2,45 0.64
12. Verrucaria sp. 15
21 8 1
216 72 1,8
20,026
2 0,98 2.88
13. Xanthoparmelia 0 1 4 4 2 11 3,22
0,0016 3,10 0.44
14 Xanthoria elegans 11 4 5 1 0 21 2,7
60,004
0 2,09 0.84
Jumlah978
978
978
978
978
379 39.14
0,0978 32.26 15.16
Spesies yang dominan pada penelitian ini adalah Crusta sp. Sekitar 84
jenis dan Verrucaria sp sekitar 72 jenis. Sebenarnya golongan kelas
eurotimycetes ini tidak rata ditemukan disetiap plot penelitian, karena
golongan crustose ini mempunyai kemampuan tinggi untuk hidup dimanapun
maka perkembanganya akan menjadi lebih baik pada saat menemukan
tempat yang cocok. Sedangkan keberadaan yang terendah adalah spesies
Caloplaca marina dan Flavoparmelia caperata. Untuk melihat lebih jelas
komposisi keberadaan kelas lumut kerak yang ditemukan dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
38
Eur55%
Pel4%
Lec41%
Eur48%
Pel24%
Lec28%
Eur48%
Pel3%
Lec49%
Eur31%
Pel7%
Lec62%
Eur50%
Pel2%
Lec48%
Transek I Transek II
Transek III Transek IV
Transek V Keterangan :
= Lecanoromycetes
= Eurotiomycetes
= Peltigerales
Gambar 5. Komposisi lumut kerak untuk tingkat kelas pada hasil pengamatan
Kelas lecanoromycetes mencapai komposisi tertinggi yaitu sekitar
48% sampai 62%, komposisi kedua yaitu kelas eurotiomycetes yang tidak
jauh beda komposisinya dengan lecanoromycetes yaitu sekitar 31% sampai
50% dan komposisi yang paling sedkit yaitu kelas peltigerales sekitar 2%
sampai 7%.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
39
2. Faktor Biotik dan Abiotik Lembah Gunung Pulosari.
Faktor biotik merupakan faktor organisme yang hidup disekitar lumut
kerak yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
keadaan perkembanganya. Adapun jenis biotik yang hidup disekitar lumut
kerak antara lain tumbuhan lumut (bryophyta), serangga dan beberapa
tumbuhan berkayu yang memiliki kanopi cukup rimbun yang dapat
menghalangi masuknya cahaya matahari kepermukaan tanah.
Beberapa keadaan faktor abiotik di lembah Gunung Pulosari
diantaranya adalah suhu udara yang relatif rendah yang berkisar antara 21 -
230 C, keadaan sekitar penelitian yang cukup lembab dan ada beberapa
tempat yang intesitas cahayanya kecil karena terhalang oleh daun
pepohonan. Ketinggian lembah pada saat penelitian yaitu ± 650 m di atas
permukaan laut. Faktor-faktor abiotik tersebut baik langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi juga keberadaan lumut kerak yang berada di
sekitar kawasan lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandglang Provinsi
Banten.
B. Pembahasan
Tingkat keanekaragaman lumut kerak di lembah Gunung Pulosari
Kabupaten Pandeglang tergolong dalam kategori tinggi sampai sangat tinggi
yaitu berkisar antara 2,65 sampai 3,91 untuk tiap plotnya dan berkisar antara
3,16 sampai 3,47 unutk tiap transeknya karena menurut Odum (1993), jika
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
40
nilai H’ antara 1,6 – 3 maka termasuk kategori tinggi dan nilai H’ > 3 termasuk
kategori sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan karena lumut kerak mampu
hidup tanpa memerlukan syarat hidup yang cukup tinggi sehingga lumut
kerak mampu hidup berkembang baik di daerah manapun, apalagi di wilyah
pegunungan yang tingkat polusinya hampir tidak ada atau cukup rendah.
Selain itu, menurut Beschel (1961), dalam Nash (1996), dalam suatu kondisi
ekstrimpun beberapa lumut kerak diduga mampu bertahan hidup sampai
1000 tahun dan berguna dalam melapukan permukaan batu.
Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang
tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman rendah jika komunitas itu
disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang
dominan. Transek I memiliki nilai keanekaragaman yang paling tinggi yaitu
3,47 dan diikuti oleh transek III dan V yang memliki nilai keanekaragaman
3,26. Sedangkan transek terendah adalah transek II yaitu 3.16 dan transek IV
yaitu 3.17. Keanekaragman pada tiap transek ini perbedaannya tidak begitu
signifikan, karena kawasan pada lembah ini tidak berbeda jauh kondisi alam
sekitarnya sehingga komunitas lichen tersebar dengan merata. Lumut kerak
biasanya hidup secara epifit pada pohon atau tanaman lain, permukaan batu
atau di tempat lain manapun baik di kutub maupun di subkutub (Nash, 1996).
Karena lumut kerak mampu hidup di tempat manapun sehingga lumut kerak
mudah sekali dijumpai, apalagi di wilayah pegunungan yang mempunyai
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
41
Transek I22%
Transek II
19%Transek III
20%
Transek IV
19%
Transek V
20% Transek I21%
Transek II
24%Transek
III17%
Transek IV
20%
Transek V
18%
Transek I24%
Transek II
18%Transek III
20%
Transek IV
18%
Transek V
20%Transek I
17%
Transek II
23%Transek III
18%
Transek IV
23%
Transek V
19%
banyak pohon yang bisa dijadikan substrat pada kulit kayu ataupun pada
permukaan batu. Lumut kerak bisa sangat baik berkembang pada wilayah
yang memliki oksigen tinggi, dan ini sangat cocok sekali di wilayah sekitar
pegunungan yang memliki kadar oksigen cukup tinggi. Persentase komposisi
lumut kerak di lembah Gunung Pulosari dapat dilihat pada gambar diagram di
bawah ini :
Indeks Keanekaragaman Indeks Dominasi
Indeks Kemerataan Indeks Kerapatan
Gambar 6. Beberapa nilai komposisi indeks (Keanekaragaman, Dominasi, Kemerataan dan Kerapatan spesies) pada tiap jalur transek.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
42
Lumut kerak yang ditemukan terdapat 3 kelas yaitu kelas
Lecanoromycetes, Eurotiomycetes dan Peltigerales. Kelas yang
mendominasinya adalah kelas Lecanoromycetes. Pada indeks dominansi ini
untuk tiap transeknya tidak begitu jauh berbeda antara transek satu dengan
transek lainnya. Ini disebabkan karena wilyah lembah lebih cenderung sama
dalam hal kondisi topografi dan floranya. Lumut kerak yang ditemukan pada
pohon kebanyakan jenis foliose dan pada batu berjenis crustose. Beberapa
jenis lumut kerak dapat berkembang memasuki bagian dalam batu dan oleh
karena itu disebut bersifat endolitik. Pertumbuhannya pada permukaan
karang atau batuan besar diikuti oleh penghancuran dengan cepat bagian
batu di bawahnya. Banyak lumut kerak yang tumbuh subur dan berkembang
biak di habitat yang tak memungkinkan vegetasi lain hidup. Nilai Indeks
dominansi berbanding terbalik dengan nilai keseragaman. Kisaran nilai
indeks dominansi adalah 0 – 1, jika semakin mendekati 0 berarti tidak ada
jenis yang mendominasi dan sebaran antar jenis merata, jika mendekati 1
berarti ada jenis tertentu yang mendominasi. Dari kisaran yang diperoleh
menunjukkan bahwa sebaran jenis tiap individu pada tiap individu hampir
dikatakan rata, tetapi ada beberapa spesies yang cukup menonjol yaitu
crusta sp. dan verrucaria sp. Keadaan ini menunjukkan bahwa masih
tergolong stabilnya ekosistem di wilayah lembah Gunung Pulosari Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten.
Spesies crusta sp. adalah spesies yang paling banyak ditemukan.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
43
Spesies ini merupakan kelompok crustose dengan talus berwarna putih pada
semua bagian talus. Talus yang berkembang pada bagian batang terlindung
oleh tumbuhan bawah berwarna lebih mencolok di atas substrat, daripada
talus yang tumbuh di bagian batang yang lebih tinggi. Warna talus yang
tumbuh pada bagian batang yang terbuka terhadap cahaya matahari terlihat
memucat atau memudar dan terkesan lebih tipis.
Spesies verrucaria sp. merupakan spesies kedua terbanyak yang
mendominasi tiap transek. verrucaria sp ini tergolong kedalam kelompok
crustose umumnya berwarna putih atau abu kehijau-hijauan pada sebagian
besar talus daan berwarna putih pada bagian pinggir talus. Warna putih
melingkari bagian pinggir talus tanpa terputus seperti cincin, sehingga terlihat
seperti batas talus. Pada talus yang ukurannya lebih besar warna putih tidak
jelas terlihat sehingga batas talus terlihat samar-samar. Talusnya sangat tipis
dibandingkan dengan lumut kerak lain yang menempel pada kulit kayu.
Koloni talus verrucaria sp. Lebih sering ditemukan tertindih oleh koloni jenis
lain. Tumpang tindih terjadi pada sebagian atau semua talus.
Individu spesies yang paling sedikit ditemukan adalah spesies
Caloplaca marina dan Flavoparmelia caperata serta Xanthoparmelia sp.
Caloplaca marina memliki talus berwarna kuning hingga orange dan
Caloplaca marina ini sering dijimpai pada permukaan batu yang keras. Lumut
kerak ini sebenarnya banyak ditemukan di wilayah pesisir pantai atau daerah
dataran cukup rendah. Flavoparmelia caperata merupakan bangsa dari
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
44
Lecanorales ini memiliki tubuh buah hijau pucat, apabila terkena sinar
matahari talusnya akan terlihat keriput padahal sebelumnya terasa halus.
Lumut kerak ini menempel pada bagian bawah pohon seperti daun kecil.
Sedangkan Xanthoparmelia sp. golongan foliose yang memiliki warna talus
hijau keputih-putihan dengan sedikit warna hitam pada bagian tengahnya.
Batas talus lumut kerak ini cukup jelas dan biasanya ditemukan pada
permukaan batu dan kulit kayu pada pohon. Keberaradaan lumut kerak
Flavoparmelia caperata dan Xanthoparmelia sp. ini sering ditemukan di
wilayah yang memiliki pepohonan yang cukup banyak.
Banyaknya speises lumut kerak pada permukaan kayu menunjukkan
bahwa lumut kerak membutuhkan suatu keadaan yang kondisinya memiliki
cukup air dan penuh dengan unsur hara serta dengan kadar oksigen tinggi
dan juga daerahnya tanpa terkontaminasi polusi udara yang tinggi. Batu
sekitar lembah hasil letusan terdahulu juga menjadi suatu substrat yang
penting bagi lumut kerak. Karena lumut kerak mampu mendegradasi batuan
yang cukup keras dengan bantuan zat asamnya sehingga membuka peluang
bagi tumbuhan lain untuk hidup dan berkembang yang tadinya tidak
memungkinkan untuk hidup.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat di lembah Gunung Pulosari
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten didapatkan individu sebanyak 14
spesies lumut kerak yang terdiri dari 3 kelas, 7 ordo dan 8 suku (family).
Jumlah total individu spesies yang ditemukan adalah 379 individu. Nilai
keanekaramannya dari tinggi sampai sangat tinggi. Spesies yang paling
banyak ditemukan adalah golongan crustose yaitu crusta sp. dan verrucaria
sp. Spesies yang sedikit ditemukan adalah Caloplaca marina dan
Flavoparmelia caperata serta Xanthoparmelia sp.
B. Saran
1. Perlu kiranya melanjutkan penelitian selanjutnya untuk memperoleh
data yang lebih lengkap dan akurat mengenai jenis lumut kerak karena
melihat banyak sekali kajian harus diteliti kembali mengenai
keberadaan lumut kerak di lembah Gunung Pulosari Kabupaten
Pandeglang – Banten dan tidak menutup kemungkinan adanya
sebuah perubahan struktur ekosisitem yang telah ada.
2. Usaha pelestarian perlu mendapatkan perhatian yang cukup baik bagi
masyarakat sekitar maupun PEMDA setempat untuk selalu menjaga
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
46
kelestarian keanekaragaman jenis di Gunung Pulosari agar tetap
lestari dan hendaknya masyarakat sekitar dapat memanfaatkan lumut
kerak sebagai sumber perekonomian tanpa harus merusak atau
mengganggu kelestarian jenisnya.
FMIPA-UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR
47
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadjian, Vernon. 1993. The Lichen Symbiosis. John Wiley. New York.
Alzwar, Muzil, Samodra H. dan Tarigan, J.J. 1988. Pengantar Dasar Ilmu
Gunung Api. Nova. Bandung.
Anonim. 2008. Indek Shannon. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 7
Maret 2010.
Anonim. 2008. Indeks diversitas. http:// www.irwantoshut.com. Diakses
tanggal 7 Maret 2010.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Rineka Cipta Putra. Jakarta.
Anonim. 2007. Capaian Pembangunan Kabupaten Pandeglang. http://
www.pandeglang.co.id. Diakses Tanggal 4 Maret 2010.
Boonpragob, Kansri. 2003. Using Lichen As Bioindicator Of Air Pollution.
Ramkhamhaeng University. Bangkok. http://www.infofile.pcd.go.th.
Diakses tanggal 4 Maret 2010.
Campbell, dkk. 2003. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Heddy Suwasono, Kurniati Metty, 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Istam, C. Yeane. 2007. Respon Lumut Kerak Pada Vegetasi Pohon Sebagai
Indikator Pencemaran Udara Di Kebun Raya Bogor Dan Hutan Kota
Manggala Wana Bakti. Skripsi, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak
Diterbitkan.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Januardania, Dadan. 1995. Jenis-Jenis Lumut Kerak Yang Berkembang
Pada Tegakan Pinus Dan Karet Di Kampus IPB Darmaga Bogor. Skripsi,
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak Diterbitkan.
Leksono, S., Amin. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif.
Banyumedia. Malang.
Nash, Thomas H. 1996. Lichen Biology, Second Edition. Cambridge
University Press. New York.
Odum, E. P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Sharnoff. S. D. 2002. Lichen Biology And The Environment The Special
Biology Of Lichens. http:/ www.lichen.com. Diakses Tanggal 3 Maret
2010.
_________________. Lichens And Wildlife. http://www.lichen.com. Diakses
Tanggal 3 Maret 2010.
_________________. Lichens And People. For a Bibliographical Database
of the Human Uses of Lichens. http://www.lichen.com.
Diakses Tanggal 3 Maret 2010.
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan
49
Komunitas. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Yurnaliza. 2002. Lichenes (Karakteristik, Klasifikasi Dan Kegunaan).
Universitas Sumatra Utara. http:www.digitallibrary.usu.ac.id. Diakses
tanggal 4 Maret 2010.
ABSTRAK
Gunung pulosari merupakan sebuah gunung yang terdapat di Desa Cilentung Kecamatan Pulosari Kabupaten Pandeglang dengan ketinggian 1.346 m di atas permukaan laut yang memiliki beberapa lembah. Gunung Pulosari ini mengandung kekayaan alam flora dan fauna yang beranekaragam, salah satu diantaranya adalah keanekaragam lumut kerak (lichen). Lumut kerak mempunyai peranan penting baik dari segi ekologi maupun ekonomi. Informasi yang terbatas mengenai keanekaragaman lumut kerak di lembah Gunung Pulosari ini mendorong untuk dilakukan penelitian tentang keanekaragaman jenis lumut kerak. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis lumut kerak di lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2010 dengan pengambilan sampel dilakukan selama tiga hari. Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis lumut kerak di lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan menggunakan transek garis untuk membantu pola sebaran lumut kerak. Variabel penelitian ini adalah keanekaragaman jenis lumut kerak, faktor lingkungan biotik dan abiotik di lembah Gunung Pulosari. Metode analisis data yang digunakan adalah rumus indeks keanekaragaman dari Shannon Wienner, rumus indeks dominansi dari Simpson, rumus kemerataan dari Pielau, dan rumus kerapatan ( Odum, 1971 ).
Hasil penelitian diperoleh total individu berjumlah 379 yang terbagi kedalam 3 kelas, 7 ordo, 8 familia dan 14 spesies. Indeks keanekaragaman (H’) lumut kerak berkisar antara 3.16 – 3.47. Indeks dominasi berkisar antara 0,0016 – 0,0023, indeks kemerataan berkisar antara 2,59 – 3,29 dan kerapatan berkisar antara 0,54 – 0,72.
Simpulan yang dapat diambil yaitu bahwa indeks keanekaragaman jenis lumut kerak di lembah Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten berada pada tingkat tinggi sampai sangat tinggi. Oleh karena itu hendaknya usaha untuk melestarikan tetap mendapat perhatian yang cukup, agar kelestarian lumut kerak di Gunung Pulosari dapat dipertahankan yaitu dangan cara mengurangi segala bentuk usaha yang dapat merusak atau mengganggu lingkungan hutan baik flora maupun fauna yang berada di dalamnya.
ABSTRACT
Pulosari mountain is a mount which there are in Cilentung Village, Subdistrict of Pulosari, District of Pandeglang with height 1.346 m above sea level owning some dale. This Pulosari mountain contain flora natural resources and fauna which heterogeneous, one of the among others is lichen diversity. Lichen have important role either from ecology and economics facet. Limited information about lichen diversity in the Pulosari valley push to be conducted research about lichen species diversity. Aim conducted this research is to know lichen species diversity in valley of Pulosari Mountain at Pandeglang District Province of Banten.
Research have conducted in March until April 2010 with intake of sample during three days. Population of research is all lichen species in Pulosari valley Sub-Province of Pandeglang. Sampling technique in this research is purposive sampling with using transek lines to assist lichen pattern distribution. The variable of research is lichen species diversity, environmental factor of abiotik and biotik in valley of Pulosari mountain. Analysis method of data used diversity index formula from Shannon Wienner, dominance index formula from Simpson, equitability index formula from Pielau, and density formula (Odum, 1971).
Result of research obtained of individual total amount to 379 which divided into 3 class, 7 ordo, 8 family and 14 species. Lichen Diversity index (H') approximate between 3.16 - 3.47. dominance Index approximate between 0,0016 - 0,0023, equitability index approximate between 2,59 - 3,29 and density approximate between 0,54 - 0,72.
Conclusion able to be obtained is that lichen species diversity index in Valley of Pulosari mountain at Pandeglang District Province of Banten reside on high until very high level. Therefore shall the effort to preserve remain to get attention which enough, so that continuity of lichen in Pulosari Mountain can be defended that is with of way of lessening all kind of effort able to destroy or bother good forest environment of fauna and flora residing in depth.
PENENTUAN INDEKS BIODIVERSITAS JENIS LUMUT KERAK (Lichen) DI LEMBAH GUNUNG PULOSARI
KABUPATEN PANDEGLANG - BANTEN
S E M I N A R
Disusun oleh :
Nama : AGUS KURNIAWAN
NIM : G.15.06.0028
DEPARTEMEN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR2010