sensa revisi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap orang selalu menginginkan ketika hidup di dunia bergelimangan harta
benda dan ketika meninggal dunia masuk surga. Keduanya harus dilakukan secara
seimbang maksudnya hidup di dunia maupun diakhirat nanti membawa kedamaian
dan kesejahteraan. Pada kondisi yang demikian ini kadangkala seseorang yang telah
matang pikirannya pertimbangan bahwa hidup di dunia yang sifatnya sementara dan
hidup di akhirat nanti kekal, berbagai macam cara dilakukannya untuk mengejar
kehidupan di akhirat yang bahagia. Menurut agama Islam kehidupan di akhirat dapat
bahagia jika mempunyai tiga hal pokok yaitu ilmu yang diamalkan, amal jariah dan
anak sholeh yang dapat mendoakannya.
Sehubungan dengan amal jariah salah satu diantaranya yaitu memberikan
sebagian hartanya kepada pihak yang mengelola demi kepentingan keagamaan yang
lebih dikenal dengan wakaf. Perihal wakaf, khususnya wakaf berupa hak atas tanah
mendapatkan pengaturan tersendiri dalam Pasal 49 ayat 3 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Hukum Agraria (selanjutnya disingkat UUPA)
yang menentukan perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (selanjutnya disebut PP No. 28 Tahun
1977). Latar belakang dikeluarkan peraturan ini, dikarenakan perwakafan tanah
1
sebelumnya berjalan seperti apa adanya dan tanpa melalui penanganan sungguh-
sungguh. Umumnya, persoalan perwakafan hanya dipandang dari segi keagamaan
dan segi hukum. Kemudian pada tahun 2004 diundangkan Undang-undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf (selanjutnya disingkat UU No. 41 Tahun 2004) dengan
pertimbangan sebagaimana Konsideran bagian menimbang huruf c UU No. 41 Tahun
2004 sebagai berikut: “Bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama
hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta
masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan”. Pasal 1 angka 1 UU
No. 41 Tahun 2004 menentukan: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah”.
Pembahasan mengenai wakaf tanah ini ada kaitannya dengan kasus yang
ternyata wakaf tanah tersebut digunakan oleh penerima wakaf (selanjutnya disebut
Nazhir) tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga wakaf dimohonkan pembatalan
oleh pemberi wakaf (selanjutnya disebut Wakif) sebagaimana kasus di bawah ini.
Hj. Nurwahidah pada tahun 1984 telah mewakafkan sebidang tanah yang
terletak di RT. III RW. IV Jalan Bhakti Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau,
Kabupaten Bengkalis dengan luas 100 x 80 meter kepada nadzir yaitu Sudirman DT.
Manggung Simarajo. Surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April 1984 tersebut dibuat dengan selembar surat bersegel, dan hanya ditanda tangani
2
oleh satu orang nadzir yaitu Sudirman DT. Manggung Simarajo tanpa ada saksi,
untuk dipergunakan sebagai sarana ibadah bagi ummat Islam yaitu Masjid, Mushola
dan untuk kesejahteraan umum lainnya.
Semenjak Hj. Nurwahidah mewakafkan tanah tersebut, tanah wakaf itu
dibiarkan begitu lama dan baru belakangan ini dipergunakan untuk perkebunan dan
peternakan, tanah wakaf tersebut dipergunakan tidak sesuai apa yang semestinya
menurut ikrar wakaf. Karena tanah wakaf tersebut dikelola tidak sebagaimana
mestinya, maka tahun 1997 Hj. Nurwahidah mewakafkan kembali kepada pihak lain
yaitu H. Ali Syamsir/selaku nazhir, akan tetapi timbul keributan dan akhirnya Hj.
Nurwahidah serta merta mencabut dan membatalkan surat-surat yang berhubungan
dengan tanah wakaf tersebut.
Obyek wakaf berupa hak atas tanah tersebut belum dimanfaatkan
sebagaimana ketentuan wakaf, baik mengenai status tanahnya maupun pengelolaan
oleh Nazhir, karena pewakafan tersebut tidak sesuai dengan yang diharuskan oleh
undang-undang perwakafan yaitu ikrar wakaf. Tanah wakaf tersebut dikelola oleh
nazhir, namun pengelolaannya bertentangan dengan maksud dan tujuan wakif
mewakafkan tanahnya yaitu untuk kepentingan agama seperti sarana ibadah bagi
ummat Islam atau untuk kesejahteraan umum, namun tanah wakaf tersebut dikelola
untuk usaha pribadi Nazhir.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Hj. Nurwahidah mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Agama Dumai disertai permohonan agar memberikan putusan
sebagai berikut:
3
Primair:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;2. Menyatakan batal demi hukum wakaf yang telah dilaksanakan Penggugat
terdahulu;3. Memerintahkan kepada pihak-pihak yang menguasai tanah tersebut untuk
diserahkan guna diwakafkan kembali kepada umat muslimin agar lebih berguna dan sesuai dengan aturan hukum;
4. Menetapkan tanah tersebut di atas adalah tanah wakaf untuk kepentingan umat Islam;
5. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Subsidair:
- Bila Pengadilan Agama Dumai berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya.
Menanggapi gugatan penggugat tersebut Pengadilan Agama Dumai
memberikan putusan No. 222/ Pdt.G/2000/PA.DUM tanggal 31 Desember 2002 M.
bertepatan dengan tanggal 26 Syawal 1423 H. sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April Tahun 1984 antara Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II batal demi
hukum;
3. Memutuskan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 Kelurahan Babussalam
Kecamatan Mandau, adalah tanah wakaf Penggugat untuk kepentingan umat
Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II atau siapa saja yang menguasai tanah
wakaf tersebut di atas untuk menyerahkannya dalam keadaan kosong dari apa saja
yang ada di atasnya kepada Penggugat untuk diserahkan kembali kepada Umat
4
Islam (Kaum Muslimin) yang berada sekitar tanah wakaf tersebut sesuai
peraturan perwakafan yang berlaku.
Tergugat I dan Tegugat II mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi
Agama. Pengadilan Tinggi Agama memberikan putusan dengan bunyi putusan
sebagai berikut :
Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru No.
24/Pdt.G/2003/PTA.PBR tanggal 23 Desember 2003 M. bertepatan dengan tanggal
29 Syawal 1424 H. adalah sebagai berikut:
- Menyatakan, bahwa permohonan banding Pembanding dapat diterima;
- Membatalkan putusan Pengadilan Agama Dumai tanggal 31 Desember2002 M.
bertepatan dengan tanggal 26 Syawal 1423 H. No. 222/Pdt.G/2000/PA.DUM.
dan Dengan Mengadili Sendiri:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
- Menghukum Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat
pertama sebesar Rp. 1.323.500,- (satu juta tiga ratus dua puluh tiga ribu lima ratus
rupiah) dan pada tingkat banding sebesar Rp. 107.000,- (seratus tujuh ribu rupiah).
Pihak penggugat/terbanding yakni Hj. Nurwahidah tidak berhenti begitu saja
namun terus mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung RI
memberikan amar putusan No. 289 K/AG/2004 tanggal 6 Juli 2005 yang telah
berkekuatan hukum tetap adalah sebagai berikut:
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Hj. Nurwahidah tersebut;
5
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru tanggal 23 Desember
2003 M. bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1424 H. No. 4/Pdt.G/2003/PTA.PBR.
Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April 1984 antara Penggugat dengan Tergugat I batal dan tidak mempunyai
kekuatan hukum;
3. Menetapkan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 Kelurahan Babussalam,
Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis adalah tanah wakaf untuk kepentingan
umat Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan tanah wakaf tersebut
di atas dalam keadaan kosong dari apa saja yang ada di atasnya kepada Penggugat
untuk diserahkan kembali kepada Umat Islam (Kaum Muslimin) yang berada
disekitar tanah wakaf tersebut sesuai peraturan perwakafan yang berlaku;
Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat
peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 500.000,- (lima ratus
ribu rupiah).
Wakaf adalah pemberian meskipun demikian harus memenuhi rukun wakaf
salah satu di antaranya ikrar wakaf menurut pasal 1 angka 3 UU No. 41 Tahun 2004
adalah “pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan
kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya”. Sedangkan menurut pasal
17 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut:
6
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (selanjutnya disingkat PPAIW) dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan
dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Selanjutnya Pasal 42 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan bahwa : “Nazhir wajib
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukannya”.
Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Sebagai penyerahan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan guna keperluan ibadah agar sah harus dilakukan ikrar
wakaf. Di dalam wakaf tidak ditentukan kapan harta benda tersebut dimanfaatkan,
ketika harta benda belum dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya, wakaf
dibatalkan dan dialihkan kepada pihak lain yang ternyata juga belum dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Oleh wakif, wakaf tersebut dibatalkan melalui mengajukan
gugatan ke Pengadilan Agama. Pengadilan Agama dalam putusannya tingkat pertama
mengabulkan gugatan penggugat, tingkat banding dalam putusannya menguatkan
putusan Pengadilan Agama dan pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung dalam
p;utusannya menolak permohonan kasasi pemohon, yang berarti mengesahkan Surat
7
penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984, yang dibuat
tanpa adanya akta ikrar wakaf .
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka yang dipermasalahkan
adalah: Apakah tepat putusan Mahkamah Agung Nomor No. 289 K/AG/2004 yang
membatalkan surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April
1984 dikarenakan tanah wakaf tidak digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan
wakif ?
3. Alasan Pemilihan Judul
Skripsi berjudul “Pembatalan Wakaf yang Ditandatangani oleh Nazhir Tanpa
Akta Ikrar Wakaf (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 289 K/AG/2004)”
dipilih dengan alasan:
Akta ikrar wakaf yang dibuat oleh PPAIW merupakan syarat sahnya wakaf,
sehingga jika wakaf diberikan tanpa adanya akta ikrar wakaf, maka wakaf tersebut
tidak sah karena tidak memenuhi syarat wakaf.
Wakaf yang dibuat tanpa ikrar wakaf dan wakaf tidak digunakan sesuai dengan
tujuan wakaf dimohonkan pembatalan, hakim Mahkamah Agung yang memeriksa
pada tingkat kasasi membatalkan wakaf tersebut dengan pertinbangan hukum wakaf
digunakan tidak sesuai dengan tujuan wakaf. Sebenarnya wakaf adalah batal demi
8
hukum, karena tidak dibuat dengan akta ikrar wakaf. Hal inilah yang dijadikan alasan
dipilihnya judul skripsi sebagaimana tersebut di atas.
4. Tujuan Penulisan
a. Tujuan akademis dari penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi
dan memenuhi tugas sebagai syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Surabaya.
b. Tujuan praktis, untuk mengetahui dan memahami apakah tepat putusan
Mahkamah Agung Nomor No. 289 K/AG/2004 yang membatalkan surat
penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984.
5. Metode Penelitian
a. Tipe Penelitian
Tipe penelitian dalam penyusunan skripsi ini yang digunakan adalah tipe
penelitian yuridis normatif, merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian
terhadap peraturan perundang-undangan maupun literatur yang berkaitan dengan
materi yang dibahas.
b. Pendekatan Masalah
Masalah dalam skripsi ini didekati menggunakan metode statute approach
dan conseptual approach. Statute approach, yaitu pendekatan yang dilakukan
dengan mengidentifikasi serta membahas peraturan perundang-undangan yang
berlaku berkaitan dengan materi yang dibahas. Sedang pendekatan secara conseptual
9
approach, yaitu suatu pendekatan di mana membahas pendapat para sarjana melalui
studi literatur sebagai pendukung.
c. Bahan Hukum
- Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, berupa per-
aturan perundang-undangan dalam hal ini UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, dan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
dan Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI), Peraturan Pemerintah
Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik dan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
- Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer, yaitu literatur maupun karya ilmiah para sarjana yang berkaitan
dengan materi yang dibahas.
d. Langkah Penelitian
Langkah pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini adalah melalui studi
kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum yang terkait
dengan pokok permasalahan, kemudian diadakan klasifikasi bahan hukum yang
terkait dan selanjutnya bahan hukum tersebut disusun dengan sistematisasi untuk
lebih mudah membaca dan mempelajarinya.
Langkah pembahasan dilakukan dengan menggunakan penalaran deduksi, dan
untuk sampai pada jawaban permasalahan digunakan penafsiran sistematis, yaitu
10
penelitian dilakukan dengan menelaah pengertian-pengertian dasar dalam sistem
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
6. Pertanggungjawaban Sistematika
Bab I, Pendahuluan. Bab ini merupakan pengantar skripsi, sehingga di
dalamnya diuraikan gambaran secara umum. Sub bab pendahuluan terdiri atas Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penulisan,
Metode Penelitian dan Pertanggungjawaban Sistematika.
Bab II. Tinjauan Tentang Wakaf. Bab ini diuraikan secara teoritis sebagai
dasar pembahasan masalah pada bab berikutnya. Sub babnya terdiri atas Pengertian
Wakaf, Syarat-syarat dan Prosedur Wakaf serta Pengalihan Wakaf.
Bab III. Analisis putusan Mahkamah Agung Nomor No. 289 K/AG/2004 yang
membatalkan surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April
1984. Bab ini disajikan dalam bentuk pembahasan masalah dengan didasarkan atas
uraian secara teoritis pada bab II. Sub babnya terdiri atas Duduknya Perkara,
Pertimbangan Hukum dan Putusan Mahkamah Agung Nomor No. 289 K/AG/2004.
Bab IV, Penutup yang pada hakikatnya merupakan suatu kajian yang beranjak
dari masalah dan diakhiri dengan suatu konklusi yang merupakan jawaban atas
masalah yang dikaji. Sub babnya terdiri dari Simpulan, yang merumuskan kembali
secara singkat jawaban masalah sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab uraian
yang harus dikaitkan dengan sub bab pendahuluan dan Saran sebagai alternatif
pemecahan masalah.
11
BAB II
TINJAUAN TENTANG WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Menurut Adijani Al-Alabij wakaf menurut bahasa Arab berarti al-habsu, yang
berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau
memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi habbasa dan berarti
mewakafkan harta karena Allah.1
Menurut pasal 1 angka 1 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan: “Wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah”.
PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, sehingga hanya
mengatur wakaf tanah, namun perwakafan tanah sebelumnya berjalan seperti apa
adanya dan tanpa melalui penanganan sungguh-sungguh. Umumnya, persoalan
perwakafan hanya dipandang dari segi keagamaan dan kurang memperhatikan segi
administrasi. Kemudian pada tahun 2004 diundangkan UU No. 41 Tahun 2004, oleh
karenanya UU No. 41 Tahun 2004 termasuk peraturan perundang-undangan tentang
wakaf yang masih baru. Perlunya diadakan pengaturan tentang wakaf ini adalah
1
? Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h. 25.
12
12
untuk memperoleh suatu kepastian hukum dan jelas penggunaan wakaf, mengingat
lembaga wakaf sebagai sarana pranata keagamaan yang sangat potensial, yang
tentunya rawan untuk digunakan menyimpang dari tujuan wakaf. Hal ini nampak dari
Konsideran bagian Menimbang UU No. 41 Tahun 2004 sebagai berikut:
a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Azhar Basyir sebagaimana dikutip dari buku Ali Rido mengartikan wakaf
sebagai berikut: “Wakaf berasal dari Kata Arab wakif yang menurut lughat berarti
menahan. Menurut istilah, wakaf berarti menahan harta benda yang dapat diambil
manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta
dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT”2. Adijadi Al-Alabij
menyatakan : “wakaf menurut Bahasa Arab berarti al-habsu yang berasal dari kata
kerja habasu-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan”.3
Kemudian wakaf berkembang menjadi habasa dan berarti “mewakafkan harta karena
Allah. Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqafa (filmadi) – yaqifu (fiil
mudari) – waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri”.4 Sedangkan
2
? Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 2001, h. 121.
3
? Ibid.
4 Ibid.
13
menurut syara, adalah : “Menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa
menghabiskan atau merusakkan bendanya (sinnya) dan digunakan untuk kebaikan”.5
Menurut Jumhur Ulama, wakaf ialah: “Suatu harta yang mungkin dimanfaatkan
selagi barangnya utuh, dengan putusnya hak penggunaan dari si wakif untuk
kebajikan yang semata-mata demi mendekatkan diri kepada Allah. Harta yang
diwakafkan itu telah lepas dari hak milik wakif dan menjadi ditahan sebagai pemilik
Allah SWT”.6
Macam-macam wakaf menurut Albul Ghofur Anshori dibagi menjadi dua
bagian yaitu wakaf Khairi dan wakaf Ahli.
a. Wakaf Khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-prang tertentu.
b. Wakaf Ahli atau wakaf keluarga ialah wakaf yang ditujukan pada orang-orang tertentu seorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan.7
2. Unsur dan Syarat Wakaf
Mengenai unsur-unsur wakaf PP No. 28 Tahun 1977 tidak mengaturnya,
hanya mengatur syarat-syarat wakaf sebagaimana pasal 3 PP No. 28 Tahun 1977
sebagai berikut :
(1) Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk
5
? Ibid.6
? Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Jakarta, 1999, h. 175.
7 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan Di Indonesia, Pilar Media, Yogyakarta, 2005, h. 34.
14
melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal Badan-badan Hukum, maka yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
Unsur-unsur wakaf diatur dalam pasal 6 UU No. 41 Tahun 2004, yaitu:
a. Wakif;b. Nazhir;c. Harta Benda Wakaf;d. Ikrar Wakaf;e. Peruntukan harta benda wakaf;f. Jangka waktu wakaf.
Ad. a. Wakif
Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 41 Tahun 2004 ditentukan bahwa: “Wakif
adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya”. Sedangkan
Abdul Ghofur Ansori mengemukakan bahwa :
Wakif harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil. Artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak di bawah pengampuan dan tidak karena terpaksa berbuat. Cakap ber tabarru didasarkan pertimbangan akal yang sempurna pada orang yang telah mencapai umur baligh. Di dalam fikih Islam baligh dititik beratkan pada umur sedangkan rasyid mengacu kepada kematangan jiwa atau kemantangan akalnya.8
Berdasarkan Pasal 7 UU No. 41 Tahun 2004, wakif meliputi :
a. perseorangan;
b. organisasi;
c. badan hukum.
8
? Rochmat Soemitro, Op. cit., h. 6.
15
Wakif perseorangan menurut pasal 8 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2004 harus
memenuhi persyaratan, sebagai berikut :
Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan:a. dewasa;b. berakal sehat;c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dand. pemilik sah harta benda wakaf.
Hal ini sesuai pasal 3 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977 sebagaimana dikutip di atas.
Persyaratan wakif perseorangan tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh
penjelasan pasal 7 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2004 sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi Indonesia atau organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum, tidak ada penjelasan lebih lanjut, namun tentunya berhubungan dengan syarat sepakat maupun cakap dalam bertindak hukum.
Mengenai wakif yang berbentuk organisasi, hanya dapat melakukan wakaf
apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan. Sedangkan
jika wakif berbentuk badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi
ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum
sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
Ad. b. Nazhir
Nazhir menurut pasal 1 angka 4 PP No. 28 Tahun 1977 adalah : “Kelompok
orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda
wakaf”. Sedangkan menurut pasal 1 angka 4 UU No. 41 Tahun 2004 adalah : “Pihak
16
yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan
sesuai dengan peruntukannya”. Sedangkan menurut Abdul Ghofur Anshori Nazhir
adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta
wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut.9
Berdasarkan Pasal 9 UU No. 41 Tahun 2004 Nazhir meliputi :
a. perseorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum”.
Mengenai persyaratan bagi Nazhir perseorangan terdapat dalam pasal 6 ayat
(1) PP No. 28 Tahun 1977 sebagai berikut :
a. warganegara Republik Indonesia; b. beragama Islam; c. sudah dewasa; d. sehat jasmaniah dan rohaniah; e. tidak berada dibawah pengampuan;
Sedangkan menurut pasal 10 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2004 ditentukan sebagai
berikut :
a. warga negara Indonesia;b. beragama Islam;c. dewasa;d. amanah;e. mampu secara jasmani dan rohani; danf. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
9
? Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., h. 34.
17
Nazhir organisasi PP No. 28 Tahun 1977 tidak mengaturnya, sedangkan menurut
Pasal 10 ayat (2) UU No. 41 Tahun 2004 nazhir dalam bentuk organisasi ditentukan
sebagai berikut :
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan
dan/atau keagamaan Islam.
Nazhir yang berbentuk badan hukum di dalam pasal 6 ayat (2) PP No. 28 Tahun 1977
persyaratannya ditentukan sebagai berikut :
a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang
diwakafkan.
Nazhir berbentuk badan hukum menurut Pasal 10 ayat (3) UU No. 41 Tahun 2004
persyaratannya ditentukan sebagai berikut :
a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi pesyaratan Nazhir perseorangan sebagai mana dimaksud pasa ayat (1); dan
b. Badan Hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; dan
c. Badan Hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.
Mengenai tugas-tugas Nazhir dalam pasal 11 UU No. 41 Tahun 2004
mengatur sebagai berikut:
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi, dan peruntukannya;c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
18
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Mengenai kewajiban nazhir menurut pasal 7 PP No. 8 Tahun 1977 sebagai berikut :
(1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri
Agama sesuai dengan tujuan wakaf (2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang
menyangkut kekayaan wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Tatacara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih
lanjut oleh Menteri Agama.
Menurut pasal 13 UU No. 41 Tahun 2004, menentukan bahwa: “Dalam
melaksanakan tugasnya Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia”. Dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2004 menentukan
bahwa: “Dalam rangka pembinaan, Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia”. Nazhir dalam menjalankan tugas pengurusan menurut pasal 8
PP No. 28 Tahun 1977 “berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besarnya
dan macamnya ditentukan lebih lanjut oleh Menteri agama”, namun peraturanm
Menteri Agama yang dimaksud belum pernah terbentuk. Pada dasarnya menurut
Abdul Ghofur Anshori siapa saja dapat menjadi Nazhir asalkan dia tidak terhalang
melakukan perbuatan hukum.10
Ad. c. Harta Benda Wakaf
10
? Ibid., h. 28.
19
Mengenai harta benda wakaf haruslah milik wakif sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 15 UU No. 41 Tahun 2004, sebagai berikut : Harta benda
wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah.
Harta benda wakaf menurut PP No. 28 Tahun 1977 berupa tanah hak milik,
sehingga yang dapat diwakafkan tidak ada bentuk lain selain tanah. Sedangkan
menurut pasal 16 UU No. 41 Tahun 2004, yang menentukan sebagai berikut :
(1) harta benda wakaf terdiri dari :a. benda tidak bergerak; danb. benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.(3) Benda bergerak terdiri atas benda-benda yang tidak habis karena
dikonsumsi, meliputi:a. uang;b. logam mulia;c. surat berharga;d. kendaraan;e. hak atas kekayaan intelektual;f. hak sewa; dang. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Menurut Abdul Ghofur Anshori harta benda wakaf dipandang sah apabila
merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan dan hak milik wakif murni.11
11
20
Menurut Adijadi Al-Alabij, untuk barang yang diwakafkan ditentukan
beberapa syarat sebagai berikut :
a. Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika diambil manfaatnyab. Kepunyaan orang yang berwakaf. Benda yang bercampur haknya dengan
orang lain pun boleh diwakafkan seperti halnya boleh dihibahkan atau diswakan
c. Bukan barang haram atau najis.12
Ad. d. Ikrar Wakaf
Pasal 1 angka 3 PP No. 28 Tahun 1977 menentukan : “Ikrar adalah pernyataan
kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya”. sedangkan menurut pasal 1
angka 3 UU No. 41 Tahun 2004 adalah: “Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak
wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan
harta benda miliknya”.
Menurut 9 PP No. 28 Tahun 1977 ditentukan :
(1) Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
(2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
(3) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama. (4) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap
sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(5) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut dalam ayat (2) surat surat berikut : a. sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
? Ibid., h. 26.
12
? Adijani Al-Alabij, Op. Cit., 33.
21
b. surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa;
c. surat keterangan pendaftaran tanah; d. izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub
Sedangkan pasal 17 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan bahwa:
(2) Ikrar wakaf harus dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi
(3) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam akta ikrar wakaf oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).Menurut Abdul Ghofur Anshori, ikrar wakaf dapat dikemukakan dengan
tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahmi maksudnya. Pernyataan
dengan tulisan atau lisan dapat dipergunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja,
sedangkan cara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara
tulisan atau lisan. Tentu saja pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-
benar dimengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di
kemudian hari.13
Ad. e. Peruntukan harta benda wakaf
Mengenai peruntukan wakaf ini tidak lepas dari tujuan dan fungsi wakaf,
sesuai dengan pasal 2 PP No. 28 Tahun 1977 yang menentukan : “Fungsi wakaf
adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf”. Menurut
pasal 4 UU No. 41 Tahun 2004 bahwa : “Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda
13
? Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., h. 28.
22
wakaf sesuai dengan fungsinya”. Sedangkan fungsi wakaf menurut pasal 5 UU No.
41 Tahun 2004 adalah : “Mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum”.
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf harta benda wakaf pasal 22 UU No.
41 Tahun 2004 menentukan:
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi;a. sarana dan kegiatan ibadah;b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;c. bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/ataue. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan.
Mengenai peruntukan wakaf ini tercantum secara jelas dalam ikrar wakaf,
sebagaimana pasal 23 UU No. 31 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut:
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf;
(2) Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat penetapan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Ad. f. Jangka waktu wakaf
Perihal jangka waktu wakaf, PP No. 28 Tahun 1977 tidak memberikan jangka
waktu wakaf, karena wakaf harus diberikan selama-lamanya. Hal ini nampak dari
Penjelasan umum PP No. 28 Tahun 1977 sebagai berikut:
Dalam Undang-undang Pokok Agraria hanya hak milik yang mempunyai sifat yang penuh dan bulat, sedangkan hak-hak atas tanah lainnya seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, hanyalah mempunyai jangka waktu yang terbatas, sehingga oleh karenanya pemegang hak-hak tersebut tidak mempunyai hak dan kewenangan seperti halnya pemegang hak milik. Berhubung dengan masalah perwakafan tersebut bersifat untuk selama-lamanya
23
(abadi), maka hak atas tanah yang jangka waktunya terbatas tidak dapat diwakafkan. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini diatur juga mengenai kepengurusan dari wakif (Nadzir), tatacara perwakafan, tatacara pemberian hak dan tata cara untuk mendapatkan kepastian hak atas tanah yang diwakafkan.
Di atas telah disebutkan bahwa di dalam ikrar wakaf tercantum jangka waktu wakaf.
Mengenai lamanya waktu wakaf ini tidak terdapat ketentuan yang jelas. Jika
dikaitkan dengan pasal 1 angka 1 UU No. 41 tahun 2004 yaitu selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan abadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentinganya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Jadi harta benda
wakaf harus dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan atau keperluan ibadah.
Menurut Abdul Ghoful Anshori untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-
syarat sebagai berikut :
a. Wakaf harus dilakukan tunai tanpa digantungkan kepada akan terjadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan berwakaf.
b. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan.
c. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat. Tidak boleh membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai atau selamanya.14
3. Tata Cara Pelaksanaan Wakaf
14
? Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., h. 30-31.
24
Mengenai tata cara pelaksanaan wakaf, pasal 19 UU No. 41 Tahun 2004
menentukan sebagai berikut: “Untuk itu dalam wakaf, wakif atau kuasanya harus
menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada
PPAIW”. Tentang ikrar wakaf menurut pasal 21 UU No. 41 Tahun 2004 ditentukan
sebagai berikut:
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat :a. nama dan identitas Wakif;b. nama dan identitas Nazhir;c. data dan keterangan harta benda wakaf;d. peruntukan harta benda wakaf;e. jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Harta benda yang dijadikan obyek wakaf wajib didaftarkan sebagaimana
diatur dalam pasal 32 UU No. 41 Tahun 2004 yang menentukan
sebagai berikut :”PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada
Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf
ditandatangani”.
Di dalam pendaftaran wakaf pasal 33 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan
sebagai berikut:
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan:a. salinan akta ikrar wakaf;b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
Terhadap harta benda yang sudah diwakafkan berdasarkan Pasal 40 UU No.
41 Tahun 2004 terdapat hal-hal yang tidak boleh dilakukan yaitu sebagai berikut:
25
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
a. dijadikan jaminan;b. disita;c. dihibahkan;d. dijual;e. diwariskan;f. ditukar; ataug. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Khusus mengenai larangan benda wakaf untuk ditukar, masih memungkinkan untuk
dilakukan penukaran yaitu untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum
tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah dan ada izin tertulis dari Menteri atas
persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Wakaf yang sudah diubah statusnya karena
ketentuan pengecualian wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai
tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
Ikrar wakaf tidak dapat dibatalkan, sehingga menimbulkan suatu kewajiban
bagi penerima wakaf atau Nazhir untuk mengelola harta wakaf. Mengenai kewajiban
dari Nazhir tertuang dalam pasal 42 sampai dengan pasal 46 UU No. 41 Tahun 2004,
yang menentukan: “Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya”. Jadi kewajiban tersebut
berhubungan dengan maksud wakif yaitu mengharapkan suatu pahala dengan
menyerahkan harta benda miliknya di jalan agama. Oleh karena itu Nazhir harus
mampu memfungsikan harta wakaf tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 43 UU No. 41
Tahun 2004 sebagai berikut:
26
(1) pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
Sebagai pengelola Nazhir harus mampu mengembangkan benda wakaf
sebagaimana diatur dalam pasal 44 UU No. 41 Tahun 2004, yang menentukan
sebagai berikut:
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazdir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Oleh karena tugas pokoknya adalah mengelola harta wakaf, maka jika tidak
mampu mengelola harta wakaf, Nazhir dapat diganti. Hal ini nampak dalam
ketentuan pasal 45 UU No. 41 Tahun 2004 sebagai berikut:
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan:a. meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum;
c. atas permintaan sendiri;d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar
ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
27
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Mengenai kelanjutan harta kekayaan wakaf, pasal 11 PP No. 28 Tahun 1977
menentukan sebagai berikut :
(1) Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam Ikrar Wakaf.
(2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni : a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh
wakif; b. karena kepentingan umum.
(3) Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut dalam ayat (2) harus dilaporkan oleh Nadzir kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
28
BAB III
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 289 K/AG/2004
YANG MEMBATALKAN SURAT PENYERAHAN WAKAF
TANAH NO. 36/135/1984
1. Duduknya Perkara
Setiap orang selalu mengharapkan bahwa kelak setelah meninggal dunia,
amalan ketika masih hidup di dunia dapat membantu untuk mengantarkan dirinya ke
sorga. Salah satu bentuk amalan terutama bagi orang-orang yang beragama Islam
yang dapat membantu mengantarkan ke surga yaitu mewakafkan bagian dari
tanahnya untuk kepentingan keagamaan, dengan harapan selama tanah yang
diwakafkan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan agama, dapat meringankan
dosa-dosa selama hidup di dunia. Demikian halnya dengan Hj. Nurwahidah sebelum
meminggal dunia mewakafkan sebagian bidang tanahnya, tepatnya pada tahun 1984
yaitu mewakafkan sebidang tanah yang terletak di RT. III RW. IV Jalan Bhakti
Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dengan luas 100 x
80 meter ummat Islam seperti Masjid, Mushola dan untuk kesejahteraan umum
lainnya. Wakaf Hj. Nurwahidah diterima oleh Sudirman DT. Manggung Simarajo
selaku nadzir.
Wakaf diserahkan dengan bukti surat penyerahan wakaf tanah No.
36/135/1984, tertanggal 11 April 1984 tersebut dibuat dengan selembar surat
bersegel, ditandatangani oleh Sudirman DT. Manggung Simarajo tanpa ada saksi.
29
29
Semenjak Hj. Nurwahidah mewakafkan tanah tersebut, tanah wakaf dibiarkan begitu
lama dan baru belakangan ini dikelola, namun tidak lagi sesuai apa yang dikehendaki
dalam surat wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984. Karena tanah
wakaf tersebut tidak juga dikelola sebagaimana mestinya, tahun 1997 Hj.
Nurwahidah mewakafkan kembali kepada pihak lain yaitu H. Ali Syamsir/selaku
nazhir, akan tetapi timbul keributan dan akhirnya Hj. Nurwahidah serta merta
mencabut dan membatalkan surat-surat yang berhubungan dengan tanah wakaf
tersebut. Untuk menghindari sengketa antara penerima wakaf sebelumnya yaitu
Sudirman DT. Manggung Simarajo dengan penerima wakaf berikutnya yaitu H. Ali
Syamsir/selaku nazhir, Hj. Nurwahidah mengajukan gugatan pada Pengadilan Agama
agar membatalkan surat wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984.
Menanggapi gugatan penggugat tersebut Pengadilan Agama Dumai yang
memeriksa pada tingkat pertama memberikan putusan No. 222/ Pdt.G/2000/PA.DUM
tanggal 31 Desember 2002 M. bertepatan dengan tanggal 26 Syawal 1423 H. yang
amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April antara Penggugat I dan Penggugat II dengan Tergugat I batal demi hukum;
3. Memutuskan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 Kelurahan Babussalam
Kecamatan Mandau, adalah tanah wakaf Penggugat untuk kepentingan umat
Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut.
30
Putusan Pengadilan Agama tersebut di atas disertai pertimbangan hukum bahwa
Nazhir membiarkan obyek wakaf begitu lama dan baru belakangan ini dikelola,
namun tidak lagi sesuai apa yang semestinya menurut ikrar wakaf. Bahwa karena
tanah wakaf tersebut tidak juga dikelola sebagaimana mestinya, maka wakif yang
mewakafkan kembali kepada pihak lain adalah sah.
Tergugat I dan Tegugat II mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi
Agama. Pengadilan Tinggi Agama memberikan putusan No. 24/Pdt.G/2003/
PTA.PBR tanggal 23 Desember 2003 M. bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1424
H. adalah sebagai berikut:
- Menyatakan, bahwa permohonan banding Pembanding dapat diterima;
- Membatalkan putusan Pengadilan Agama Dumai tanggal 31 Desember2002 M.
bertepatan dengan tanggal 26 Syawal 1423 H. No. 222/Pdt.G/2000/PA.DUM. dan
Dengan Mengadili Sendiri:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
- Menghukum Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat
pertama sebesar Rp. 1.323.500,- (satu juta tiga ratus dua puluh tiga ribu lima ratus
rupiah) dan pada tingkat banding sebesar Rp. 107.000,- (seratus tujuh ribu
rupiah).
Putusan Pengadilan Tinggi Agama yang membatalkan putusan Pengadilan Agama
dan menyatakan surat wakaf sah, mengandung maksud bahwa Pengadilan Tinggi
Agama menyatakan sah wakaf meskipun dibuat tanpa akta ikrar wakaf di hadapan
PPAIW.
31
Pihak penggugat/terbanding yakni Hj. Nurwahidah tidak berhenti begitu saja
namun terus mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung RI
memberikan amar putusan No. 289 K/AG/2004 tanggal 6 Juli 2005 yang telah
berkekuatan hukum tetap adalah sebagai berikut:
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Hj. Nurwahidah tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru tanggal 23 Desember
2003 M. bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1424 H. No.
4/Pdt.G/2003/PTA.PBR.
Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April 1984 antara Penggugat dengan Tergugat I batal dan tidak mempunyai
kekuatan hukum;
3. Menetapkan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 Kelurahan Babussalam,
Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis adalah tanah wakaf untuk kepentingan
umat Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan tanah wakaf tersebut
di atas dalam keadaan kosong dari apa saja yang ada di atasnya kepada Penggugat
untuk diserahkan kembali kepada Umat Islam (Kaum Muslimin) yang berada
disekitar tanah wakaf tersebut sesuai peraturan perwakafan yang berlaku.
Putusan Mahkamah Agung tersebut disertai pertimbangan hukum sebagai berikut:
32
- Bahwa judex factie putusan Pengadilan Tinggi salah dalam menerapkan
hukumnya.
- Menggunakan obyek wakaf tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana
surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984 adalah
batal.
Mengambilalih pertimbangan Pengadilan Agama bahwa Nazhir membiarkan obyek
wakaf begitu lama dan baru belakangan ini dikelola, namun tidak lagi sesuai apa yang
semestinya menurut ikrar wakaf, maka wakif yang mewakafkan kembali kepada
pihak lain adalah sah.
2. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 289 K/AG/2004
Hj. Nurwahidah menyerahkan bidang tanah miliknya di RT. III RW. IV Jalan
Bhakti Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dengan
luas 100 x 80 meter ummat Islam seperti Masjid, Mushola dan untuk kesejahteraan
umum lainnya, diterima oleh Sudirman DT. Manggung Simarajo, yang berarti
terdapat unsur wakaf karena penyerahan bidang tanah tersebut adalah untuk
kepentingan keagamaan. Menurut Adijani Al-Alabij wakaf menurut bahasa Arab
berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan
orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi
habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah.15 Sedangkan secara normatif
sebagaimana pasal 1 angka 1 UU No. 41 Tahun 2004 bahwa: “Wakaf adalah
15
? Adijani Al-Alabij, Op. Cit., h. 25.
33
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah”. Jadi Hj. Nurwahidah memisahkan sebagian harta benda miliknya
berupa sebidang tanah untuk dimanfaatkan guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Meskipun demikian Nurwahidah baru dinyatakan sah apabila wakaf tersebut
dilakukan memenuhi unsur dan syarat wakaf.
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. Peruntukan harta benda wakaf;
f. Jangka waktu wakaf.
Hj. Nurwahidah adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya
sehingga telah memenuhi syarat wakif. Wakif harus mempunyai kecakapan
melakukan tabarru yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil. Artinya
mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak di bawah pengampuan dan tidak
karena terpaksa berbuat. Cakap ber tabarru didasarkan pertimbangan akal yang
sempurna pada orang yang telah mencapai umur baligh. Di dalam fikih Islam baligh
dititik beratkan pada umur sedangkan rasyid mengacu kepada kematangan jiwa atau
kemantangan akalnya. Hj. Nurwahidah adalah orang perorangan dan cakap bertindak
34
sebagai wakif, yaitu dewasa; berakal sehat; tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum; dan pemilik sah harta benda wakaf. Sehingga unsur harus ada wakif telah
terpenuhi.
Hj. Nurwahidah menyerahkan bidang tanahnya untuk keperluan keagamaan
diterima oleh Sudirman DT. Manggung Simarajo. Orang yang menerima wakaf
menurut pasal 1 angka 4 PP No. 28 Tahun 1977 disebut sebagai Nazhir adalah
kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan
benda wakaf. Menurut pasal 1 angka 4 UU No. 41 Tahun 2004 adalah : “Pihak yang
menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai
dengan peruntukannya”. Sedangkan menurut Abdul Ghofur Anshori Nazhir adalah
orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf
sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut.16 Hal ini berarti syarat Nazhir telah
terpenuhi.
Hj. Nurwahidah mewakafkan bidang tanah yang terletak di RT. III RW. IV
Jalan Bhakti Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis
dengan luas 100 x 80 meter ummat Islam seperti Masjid, Mushola dan untuk
kesejahteraan umum lainnya. Jika dikaitkan dengan harta benda wakaf haruslah milik
wakif sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 15 UU No. 41 Tahun 2004, sebagai
berikut : Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai
oleh wakif secara sah. Harta benda wakaf menurut PP No. 28 Tahun 1977 berupa
16
? Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., h. 34.
35
tanah hak milik, sehingga yang dapat diwakafkan tidak ada bentuk lain selain tanah.
Sedangkan menurut pasal 16 UU No. 41 Tahun 2004, berupa benda tidak bergerak;
dan benda bergerak. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi: hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; bangunan atau bagian
bangunan yang berdiri di atas tanah; tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan
tanah; hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; benda tidak bergerak lain sesuai dengan
ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga syarat
hibah yaitu harta benda hibah telah terpenuhi.
Hj. Nurwahidah mewakafkan bidang tanah diterima oleh Sudirman DT.
Manggung Simarajo dibuat secara tertulis, tidak ditindak lanjuti menghadap PPAIW.
Sebagaimana pasal 1 angka 3 PP No. 28 Tahun 1977 bahwa “Ikrar adalah pernyataan
kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya”. Sedangkan menurut pasal 1
angka 3 UU No. 41 Tahun 2004 adalah: “Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak
wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan
harta benda miliknya”. Menurut 9 PP No. 28 Tahun 1977 ditentukan : Pihak yang
hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf
ditetapkan oleh Menteri Agama. Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta
Ikrar Wakaf, dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
36
(dua) orang saksi. Pada ikrar wakaf disyaratkan yang mewakafkan tanah membawa
dan menyerahkan kepada Pejabat surat surat berikut : sertifikat hak milik atau tanda
bukti pemilikan tanah lainnya; surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat
oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan
tidak tersangkut sesuatu sengketa; surat keterangan pendaftaran tanah; izin dari
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub. Hal ini berarti bahwa syarat
wakaf yaitu ikrar wakaf tidak terpenuhi.
Peruntukan harta benda wakaf, Hj. Nurwahidah. Peruntukan wakaf ini tidak
lepas dari tujuan dan fungsi wakaf, sesuai dengan pasal 2 PP No. 28 Tahun 1977
yang menentukan : “Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai
dengan tujuan wakaf”. Menurut pasal 4 UU No. 41 Tahun 2004 bahwa : “Wakaf
bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya”. Sedangkan
fungsi wakaf menurut pasal 5 UU No. 41 Tahun 2004 adalah : “Mewujudkan potensi
dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum”. Hj. Nurwahidah mewakafkan bidang tanah
miliknya untuk pembangunan tempat ibadah bagi ummat Islam yaitu Masjid, atau
Mushola, namun kenyataannya bidang tanah seluas 100 x 80 meter sebagian
digunakan untuk lahan perkebunan dan peternakan. Sehingga syarat peruntukan harta
wakaf tidak terpenuhi.
Perihal jangka waktu wakaf jika dikaitkan dengan pasal 1 angka 1 UU No. 41
tahun 2004 yaitu selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
37
syariah Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentinganya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Jadi harta benda wakaf harus dimanfaatkan
sesuai dengan kepentingan atau keperluan ibadah. Hj. Nurwahidah mewakafkan
bidang tanah miliknya untuk selama-lamanya, sehingga syarat jangka waktu wakaf
telah terpenuhi.
Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa
wakaf tanah seluas 100 x 80 meter dari Hj. Nurwahidah selaku wakif yang diterima
oleh Sudirman DT. Manggung Simarajo selaku nazhir, belum sah karena tidak
memenuhi unsur wakaf yaitu wakaf belum dibuat dalam bentuk ikrar wakaf yang
dibuat oleh PPAIW. Oleh karena wakaf belum dinyatakan sah, maka jika Hj.
Nurwahidah membatalkan wakaf tersebut dengan alasan obyek wakaf digunakan
tidak sesuai dengan peruntukannya tidak dapat dibenarkan.
Mahkamah Agung memeriksa pada tingkat kasasi sebagaimana No. 289
K/AG/2004 tanggal 6 Juli 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap adalah sebagai
berikut:
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Hj. Nurwahidah tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru tanggal 23 Desember
2003 M. bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1424 H. No.
4/Pdt.G/2003/PTA.PBR.
38
Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April 1984 antara Penggugat dengan Tergugat I batal dan tidak mempunyai
kekuatan hukum;
3. Menetapkan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 Kelurahan Babussalam,
Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis adalah tanah wakaf untuk kepentingan
umat Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut.
Hal sebagaimana di atas berarti Mahkamah Agung dalam putusannya mengabulkan
permohonan Hj. Nurwahidah, hanya saja karena tidak digunakan sesuai dengan
peruntukannya, maka surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11
April 1984 batal, yang berarti batalnya wakaf bukan disebabkan karena wakaf dibuat
dalam bentuk akta ikrar wakaf di hadapan PPAIW. Sebagaimana diketahui bahwa
wakaf Hj. Nurwahidah yang diterima oleh Sudirman DT. Manggung Simarajo selaku
nazhir hanya dibuat dalam bentuk surat penyerahan wakaf, yang di dalamnya
tercantum mengenai kegunaan tanah wakaf, namun dalam pelaksanaannya tanah
wakaf tidak sesuai dengan peruntukannya, oleh karena itu wakaf tersebut adalah batal
demi hukum. Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan wakaf yang dibuat
tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana surat wakaf, maka wakaf dapat
dibatalkan.
39
BAB IV
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan uraian sebagaimana bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa putusan Mahkamah Agung Nomor No. 289 K/AG/2004 yang membatalkan
surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984 dikarenakan
tanah wakaf tidak digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan wakif adalah tepat,
karena :
a. Surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984
dibatalkan sebab tanah wakaf digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya
yaitu untuk kepentingan agama melainkan untuk kepentingan pribadi nazhir
(kebun dan ternak).
b. Hj. Nurwahidah mewakafkan bidang tanah seluas 100 x 80 meter kepada
nadzir yaitu Sudirman DT. Manggung Simarajo didasarkan atas surat
penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984, tertanggal 11 April 1984 dan tidak
dilanjutkan dengan akta ikrar wakaf di hadapan PPAIW.
40
40
Saran
Hendaknya Instansi terkait memberikan penyuluhan hukum tentang arti
pentingnya akta ikrar wakaf sebagai syarat sahnya wakaf, agar wakaf tersebut
mempunyai kekuatan hukum.
41
DAFTAR BACAAN
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan Di Indonesia, Pilar Media, Yogyakarta, 2005.
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 2001.
Rahmadi Usman, Hukum Perwakafan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Jakarta, 1999.
42
43
PEMBATALAN WAKAF YANG DITANDATANGANI OLEH
NAZHIR TANPA IKRAR WAKAF
(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 289 K/AG/2004)
SKRIPSI
Oleh
SENSA CARMAN NOVARSI
NRP 2040206
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURABAYA
SURABAYA
2 0 1 0
44
45
46
P U T U S A NNo. 03 PK/AG/2008BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMDEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAM A H K A M A H A G U N Gmemeriksa perkara perdata agama dalam peninjauan kembali telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:1. SUDIRMAN DT. MANGGUNG SIMARAJO, bertempat tinggal di Jalan Erba No. 23, RT. 01/RW. 6, Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru;2. H. ALI SYAMSIR, bertempat tinggal di Jalan Bhakti Nusantara No. 1, RT. 2/RW. 6, Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis; para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi/paraTergugat/turut Terbanding-Pembanding;m e l a w a n :Hj. NURWAHIDAH, bertempat tinggal di Jalan Kejaksaan No. 261, Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis; Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Penggugat II/Terbanding;Mahkamah Agung tersebut;Membaca surat-surat yang bersangkutan;Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi/para Tergugat/ turut Terbanding-Pembanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung No. 289 K/AG/2004 tanggal 6 Juli 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Penggugat II/ Terbanding dengan posita gugatan sebagai berikut:Bahwa Penggugat I dan Penggugat II pada tahun 1984 telah mewakafkan sebidang tanah yang saat sekarang ini terletak di RT. III RW. IV Jalan Bhakti Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dengan luas 100 x 80 meter;Bahwa pada saat Penggugat berwakaf tersebut dimana hanya dibuat selembar surat di atas Segel yaitu berupa surat penyerahan wakaf tanah, namun di dalam surat penerima wakaf dan saksi hanya ditanda tangani oleh satu orang saja;Bahwa semenjak Penggugat mewakafkan tanah tersebut, tanah wakafitu terbiar begitu lama dan baru belakangan ini dikelola, namun tidak lagisesuai apa yang semestinya menurut ikrar wakaf;Bahwa karena tanah wakaf tersebut tidak juga dikelola sebagaimanamestinya, maka tahun 1997 Penggugat mewakafkan kembali kepada pihaklain, akan tetapi timbul keributan dan akhirnya Penggugat serta mertamencabut dan membatalkan surat-surat yang berhubungan tanah wakaftersebut;
47
Bahwa sampai sekarang ini tanah wakaf tersebut belum dilaksanakansebagaimana ketentuan pewakaf, baik mengenai status tanahnya maupunpengelola (Nazhir ) dimana tidak terdaftar sebagaimana yang diharuskan oleh undang-undang perwakafan;Bahwa memang pada saat sekarang ini tanah tersebut dikelola, namun sudah bertentangan dimana pengelola itu sendiri tidak terdaftar sebagaimana ketentuan yang berlaku dan apa yang dikelola di atas tanah wakaf itupun juga tidak ada kejelasan statusnya, karena lebih terlihat dan menonjol adalah usaha pribadi pengelolaan sendiri;Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat I dan II mohon kepada Pengadilan Agama Dumai agar memberikan putusan sebagai berikut:PRIMAIR:1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;2. Menyatakan batal demi hukum wakaf yang telah dilaksanakan Penggugatterdahulu;3. Memerintahkan kepada pihak-pihak yang menguasai tanah tersebut untukdiserahkan guna diwakafkan kembali kepada umat muslimin agar lebihberguna dan sesuai dengan aturan hukum;4. Menetapkan tanah tersebut di atas adalah tanah wakaf untuk kepentinganumat Islam;5. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan yang berlaku;SUBSIDAIR:- Bila Pengadilan Agama Dumai berpendapat lain, mohon putusan yangseadil-adilnya;Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Agama Dumai No. 222/Pdt.G/2000/PA.DUM tanggal 31 Desember 2002 M. bertepatan dengantanggal 26 Syawal 1423 H. adalah sebagai berikut:1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984,tertanggal 11 April antara Penggugat I dan Penggugat II dengan TergugatI batal demi hukum;3. Memutuskan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 KelurahanBabussalam Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dengan batas-batassebagai berikut:- Sebelah Utara berbatasan dengan SD No. 069 Duri, tanah Mariani dantanah Suarni;- Sebelah Selatan berbatasan dengan Gang/Jalan Tarbiyah;- Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Hangtuah;- Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Eltis Anggraini, tanah Hj.Nurwahidah (Penggugat II) dan jalan;adalah tanah wakaf Penggugat I dan Penggugat II untuk kepentinganumat Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut;4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II atau siapa saja yang menguasai
48
tanah wakaf tersebut di atas untuk menyerahkannya dalam keadaankosong dari apa saja yang ada di atasnya kepada Penggugat untukdiserahkan kembali kepada Umat Islam (Kaum Muslimin) yang beradasekitar tanah wakaf tersebut sesuai peraturan perwakafan yang berlaku;5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar seluruh biayayang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 1.323.500,- (satu juta tiga ratusdua puluh tiga ribu lima ratus rupiah);Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Tinggi AgamaPekanbaru No. 24/Pdt.G/2003/PTA.PBR tanggal 23 Desember 2003 M.bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1424 H. adalah sebagai berikut:- Menyatakan, bahwa permohonan banding Pembanding dapat diterima;- Membatalkan putusan Pengadilan Agama Dumai tanggal 31 Desember2002 M. bertepatan dengan tanggal 26 Syawal 1423 H. No. 222/Pdt.G/2000/PA.DUM;DAN DENGAN MENGADILI SENDIRI:- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;- Menghukum Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara padatingkat pertama sebesar Rp. 1.323.500,- (satu juta tiga ratus dua puluhtiga ribu lima ratus rupiah) dan pada tingkat banding sebesar Rp.107.000,- (seratus tujuh ribu rupiah);Menimbang, bahwa amar putusan Mahkamah Agung RI No. 289 K/AG/2004 tanggal 6 Juli 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Hj. NURWAHIDAH tersebut;Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru tanggal 23 Desember 2003 M. bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1424 H. No. 24/Pdt.G/2003/PTA.PBR;MENGADILI SENDIRI:1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;2. Menyatakan bahwa surat penyerahan wakaf tanah No. 36/135/1984,tertanggal 11 April 1984 antara Penggugat I dan Penggugat II denganTergugat I batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum;3. Menetapkan bahwa tanah yang terletak di RT. 03 RW. 06 KelurahanBabussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dengan batasbatassebagai berikut:- Sebelah Utara berbatasan dengan SD No. 069 Duri, tanah Mariani dantanah Suami;- Sebelah Selatan berbatasan dengan Gang/Jalan Tarbiyah;- Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Hangtuah;- Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Altis Anggraini, tanah Hj.Nurwahidah (Penggugat II) dan jalan;
49
adalah tanah wakaf Penggugat I dan Penggugat II untuk kepentinganumat Islam (Kaum Muslimin) sekitar tanah tersebut;4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan tanah wakaftersebut di atas dalam keadaan kosong dari apa saja yang ada di atasnyakepada Penggugat untuk diserahkan kembali kepada Umat Islam (KaumMuslimin) yang berada disekitar tanah wakaf tersebut sesuai peraturanperwakafan yang berlaku;Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalamsemua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyakRp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatanhukum tetap tersebut, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 289 K/AG/2004tanggal 6 Juli 2005 diberitahukan kepada para Termohon Kasasi/paraTergugat/turut Terbanding-Pembanding pada tanggal 12 April 2006 kemudianterhadapnya oleh para Termohon Kasasi/para Tergugat/turut Terbanding-Pembanding, diajukan permohonan peninjauan kembali secara lisan padatanggal 25 April 2006 sebagaimana ternyata dari akte permohonan peninjauan kembali No. 222/Pdt.G/2000/PA.DUM yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Dumai, permohonan mana diikuti oleh memori peninjauan kembali yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama tersebut pada tanggal 26 September 2006;Bahwa setelah itu oleh Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Penggugat II/Terbanding yang pada tanggal 3 Oktober 2006 telah diberitahu tentang memori peninjauan kembali dari para Termohon Kasasi/para Tergugat/turut Terbanding-Pembanding diajukan jawaban memori peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Dumai pada tanggal 16 Maret 2007;Menimbang, bahwa oleh karena memori peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali baru diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pengadilan Agama Dumai pada tanggal 26 September 2006 sedangkan permohonan peninjauan kembali diajukan pada tanggal 25 April 2006 sehingga permohonan Peninjauan Kembali telah melewati tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, maka permohonan peninjauan kembali tersebut tidak memenuhi syaratformal sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima;Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali daripara Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan tidak dapat diterima, makapara Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkaradalam pemeriksaan peninjauan kembali ini;Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubahdengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, Undang-Undang No. 7 Tahun
50
1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3Tahun 2006 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;M E N G A D I L I :Menyatakan, bahwa permohonan peninjauan kembali dari paraPemohon Peninjauan Kembali: 1. SUDIRMAN DT. MANGGUNGSIMARAJO, dan 2. H. ALI SYAMSIR tersebut tidak dapat diterima;Menghukum para Pemohon Peninjauan Kembali/para Tergugat untukmembayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesarRp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah);Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan MahkamahAgung pada hari Jum’at tanggal 15 Agustus 2008 oleh PROF. DR. H.ABDUL MANAN, S.H., S.IP., M.Hum., Hakim Agung yang ditetapkan olehKetua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Drs. H. MUKHTARZAMZAMI, S.H., M.H. dan DR. RIFYAL KA’BAH, MA., Hakim-Hakim Agungsebagai Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum padahari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dandibantu oleh Drs. H. FAISOL, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidakdihadiri oleh kedua belah pihak;Hakim-Hakim Anggota: Ketua,ttd ttdDrs.H.MUKHTAR ZAMZAMI,S.H.,M.H. PROF.DR. H. ABDUL MANAN, S.H., S.IP., M.Hum.ttdDR. RIFYAL KA’BAH, MA.Biaya Peninjauan Kembali: Panitera Pengganti,1. Meterai ……….………………… Rp. 6.000,- ttd2. Redaksi …..…………………….. Rp. 1.000,- Drs.H.FAISOL,S.H.,M.H.3. Administrasi peninjauan kembali Rp. 2.493.000,-Jumlah ………….……………….. Rp. 2.500.000,-Untuk SalinanMAHKAMAH AGUNG R Ia.n. PaniteraPanitera Muda Perdata Agama,Drs. HASAN BISRI, S.H., M.Hum.NIP. 150169538.
51
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………….………....
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………
1. Latar Belakang …………..…………….……………….
2. Rumusan Masalah ……………………………………
3. Tujuan Penulisan………………………………….........
4. Metode Penelitian …………………………………......
5. Pertangungjawaban Sistematika …………….......
BAB II TINJAUAN TENTANG WAKAF……………......................
1. Pengertian Wakaf................................................................
2. Unsur dan Syarat Wakaf .....................................................
3. Tata Cara Pelaksanaan Wakaf ....................................
BAB III ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR
289 K/AG/2004 YANG MEMBATALKAN SURAT
PENYERAHAN WAKAF TANAH NO. 36/135/198 ..............
1. Duduknya Perkara …….......................................................
2. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 289
K/AG/2004 ………………………………………………..
iii
vi
1
1
8
8
8
10
12
12
14
24
12
29
29
33
52
BAB IV PENUTUP ………………………….......................................
1. Simpulan ………………………………………………...
2. Saran …………………………………………………….
DAFTAR BACAAN
40
40
41
53
54