sensor dan tranduser
TRANSCRIPT
19
BAB I
SENSOR
1.1. Pengertian
Sensor adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu yang digunakan
untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi
tegangan dan arus listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari transduser dengan atau
tanpa penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam satu sistem pengindera.
Contoh: Camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran,
kulit sebagai sensor peraba, LDR (Light dependent resistance) sebagai sensor
cahaya, dan lainnya.
Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan
yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah
oleh kontroller sebagai otaknya.
1.2. Klasifikasi
a. Sensor thermal (panas)
Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala
perubahan panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi
ruang tertentu.
Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo
dioda, photo multiplier, photovoltaik, I rared pyrometer, hygrometer.
Gambar 1.2.1. Contoh Sensor Thermal (panas)
Alat Ukur dan Pengukuran
19
b. Sensor mekanis
Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis,
seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar,
tekanan, aliran, level dsb.
Contoh; strain gage, linear variable deferential transformer (LVDT),
proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube.
Gambar 1.2.2. Contoh Sensor Mekanis
c. Sensor optik (cahaya)
Sensor optic atau cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya
dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai
benda atau ruangan.
Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo
multiplier, pyrometer optic.
Gambar 1.2.3. Contoh sensor optik (cahaya)
Alat Ukur dan Pengukuran
19
1.3. Jenis
a. Sensor Kedekatan (Proximity), yaitu sensor atau saklar yang dapat
mendeteksi adanya target (jenis logam) dengan tanpa adanya kontak fisik.
Sensor jenis ini biasanya tediri dari alat elektronis solid-state yang
terbungkus rapat untuk melindunginya dari pengaruh getaran, cairan,
kimiawi, dan korosif yang berlebihan. Sensor ini dapat diaplikasikan pada
kondisi penginderaan pada objek yang dianggap terlalu kecil/lunak untuk
menggerakkan suatu mekanis saklar. Prinsip kerjanya adalah dengan
memperhatikan perubahan amplitudo suatu lingkungan medan frekuensi
tinggi.
2. Sensor Magnet juga disebut relai buluh, adalah alat yang akan terpengaruh
medan magnet dan akan memberikan perubahan kondisi pada keluaran.
Seperti layaknya saklar dua kondisi (on/off) yang digerakkan oleh adanya
medan magnet di sekitarnya. Biasanya sensor ini dikemas dalam bentuk
kemasan yang hampa dan bebas dari debu, kelembapan, asap ataupun uap.
3. Sensor Sinar terdiri dari 3 kategori:
a. Fotovoltaic atau sel solar adalah alat sensor sinar yang mengubah energi
sinar langsung menjadi energi listrik, dengan adanya penyinaran cahaya
akan menyebabkan pergerakan elektron dan menghasilkan tegangan.
b. Fotokonduktif (fotoresistif) yang akan memberikan perubahan tahanan
(resistansi) pada sel-selnya, semakin tinggin intensitas cahaya yang
terima, maka akan semakin kecil pula nilai tahanannya.
c. Fotolistrik adalah sensor yang berprinsip kerja berdasarkan pantulan
karena perubahan posisi/jarak suatu sumber sinar (inframerah atau laser)
ataupun target pemantulnya, yang terdiri dari pasangan sumber cahaya
dan penerima.
4. Sensor Efek-Hall dirancang untuk merasakan adanya objek magnetis
dengan perubahan posisinya. Perubahan medan magnet yang terus menerus
menyebabkan timbulnya pulsa yang kemudian dapat ditentukan
frekuensinya, sensor jenis ini biasa digunakan sebagai pengukur kecepatan.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
5. Sensor Ultrasonik bekerja berdasarkan prinsip pantulan gelombang suara,
dimana sensor ini menghasilkan gelombang suara yang kemudian
menangkapnya kembali dengan perbedaan waktu sebagai dasar
penginderaannya. Perbedaan waktu antara gelombang suara dipancarkan
dengan ditangkapnya kembali gelombang suara tersebut adalah berbanding
lurus dengan jarak atau tinggi objek yang memantulkannya. Jenis objek
yang dapat diindera diantaranya adalah: objek padat, cair, butiran maupun
tekstil.
6. Sensor Tekanan sensor ini memiliki transduser yang mengukur ketegangan
kawat, dimana mengubah tegangan mekanis menjadi sinyal listrik. Dasar
penginderaannya pada perubahan tahanan pengantar (transduser) yang
berubah akibat perubahan panjang dan luas penampangnya.
7. Sensor Suhu ada 4 jenis utama sensor suhu yang biasa digunakan;
thermocouple (T/C), resistance temperature detector (RTD), termistor dan
IC sensor.
a. Thermocouple pada pokoknya terdiri dari sepasang transduser panas dan
dingin yang disambungkan/dilebur bersama, perbedaan yang timbul
antara sambungan tersebut dengan sambungan referensi yang berfungsi
sebagai pembanding.
b. Resistance Temperature Detector (RTD) didasari pada tahanan listrik
dari logam yang bervariasi sebanding dengan suhu. Kesebandingan
variasi ini adalah presisi dengan tingkat konsisten/kestabilan yang tinggi
pada pendeteksian tahanan. Platina adalah bahan yang sering digunakan
karena memiliki tahanan suhu, kelinearan, stabilitas dan
reproduksibilitas.
c. Termistor adalah resistor yang peka terhadap panas yang biasanya
mempunyai koefisien suhu negatif, karena saat suhu meningkat maka
tahanan menurun atau sebaliknya. Jenis ini sangat peka dengan o
perubahan tahan 5% per C sehingga mampu mendeteksi perubahan suhu
yang kecil.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
d. IC Sensor adalah sensor suhu dengan rangkaian terpadu yang
menggunakan chipsilikon untuk kelemahan penginderanya. Mempunyai
konfigurasi output tegangan dan arus yang sangat linear.
8. Sensor Kecepatan/RPM proses penginderaan merupakan proses kebalikan
dari suatu motor, dimana suatu poros/object yang berputar pada suatui
generator akan menghasilkan suatu tegangan yang sebanding dengan
kecepatan putaran object. Kecepatan putar sering pula diukur dengan
menggunakan sensor yang mengindera pulsa magnetis (induksi) yang timbul
saat medan magnetis terjadi.
9. Sensor Penyandi (Encoder) digunakan untuk mengubah gerakan linear atau
putaran menjadi sinyal digital, dimana sensor putaran memonitor gerakan
putar dari suatu alat. Sensor ini biasanya terdiri dari 2 lapis jenis penyandi,
yaitu; Pertama, Penyandi rotari tambahan (yang mentransmisikan jumlah
tertentu dari pulsa untuk masing-masing putaran) yang akan membangkitkan
gelombang kotak pada objek yang diputar. Kedua, Penyandi absolut (yang
memperlengkapi kode binary tertentu untuk masing-masing posisi sudut)
mempunyai cara kerja sang sama dengan perkecualian, lebih banyak atau
lebih rapat pulsa gelombang kotak yang dihasilkan sehingga membentuk
suatu pengkodean dalam susunan tertentu.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
BAB II
Tranduser
2.1. Pengertian
Transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke
bentuk lain, yang merupakan elemen penting dalam sistem pengendali. Secara
umum transduser dibedakan atas dua prinsip kerja yaitu: pertama, Transduser
Input dapat dikatakan bahwa transduser ini akan mengubah energi non-listrik
menjadi energi listrik. Kedua, Transduser Output adalah kebalikannya, mengubah
energi listrik ke bentuk energi non-listrik.
2.2. Klasifikasi
1. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri)
Self generating transduser adalah transduser yang hanya memerlukan satu
sumber energi. Contohnya piezo electric, termocouple, photovoltatic,
termistor, dsb. Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu energi listrik
dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser berperan sebagai
sumber tegangan.
Gambar 2.2.1. Contoh tranduser pembangkit sendiri
Alat Ukur dan Pengukuran
19
2. External power transduser (transduser daya dari luar)
External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah
energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contohnya RTD
(resistance thermal detector), Strain gauge, LVDT (linier variable
differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb.
Gambar 2.2.1. Contoh daya dari luar
2.3. Tabel Pengelompokan Tranduser
a. Transduser Pasif (daya dari luar)
Alat Ukur dan Pengukuran
19
BAB III
Peryaratan Umum Sensor dan Transduser
3.1. Linearitas
Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara
kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan berubah secara kontinyu. Sebagai
contoh, sebuah sensor panas yang dirasakannya,. Dalam kasus seperti ini,
biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran
dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. Gambar 1.1
memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda. Garis lurus
pada gambar 1.1 (a) memperlihatkan tanggapan linier, sedangkan pada gambar 1.1
(b) adalah tanggapan non-linear.
3.2. Sensitivitas
Sensitivitas akan menunjukkan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap
kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang
menunjukkan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”.
Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu
volt per derajat”., yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan
menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panasa lainnya dapat
saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memliki kepekaan dua
Alat Ukur dan Pengukuran
Gambar 3.1.1 Keluaran dari tranduser panas
19
kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas
dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya jugan akan sama
untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor denngan tanggapan pada
gambar 1.1 (b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur
yang rendah.
3.3. Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukkan seberapa cepat tanggapannya
terhadap perubahan masukan . Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan
frekuensi yang buruk adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah
temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan
temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti
tampak pada gambar 1.2 (a)
Alat Ukur dan Pengukuran
Gambar 3.3.1 Temperatur perubahan pada saat kontinyu
19
BAB IV
SENSOR CAHAYA
4.1. Pengertian
Elemen-elemen sensitive cahaya merupakan alat terandalkan untuk
mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap
semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra
merah. Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan
secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik
kompensasi.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetis (EM) yang memiliki
spectrum warna yang berbeda satu sama lain. Setiap warna dalam spectrum
mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda. Hubungan
spektrum optis dan energi dapat dilihat pada formula dan Gambar berikut. Energi
photon (Ep) setiap warna dalam spektrum cahaya nilainya adalah:
Dimana :
Wp = energi photon (eV)
h = konstanta Planck’s (6,63 x 10-34 J-s)
c = kecepatan cahaya, Electro Magnetic (2,998 x 108 m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (Hz)
Bahan-bahan yang dapat dijadikan sumber energi selain matahari adalah
antara lain:
a. Incandescent Lamp yaitu lampu yang menghasilkan energi cahaya dari pijaran
filament bertekanan tinggi, misalnya lampu mobil, lampu spot light, lampu
flashlight.
b. Energi Atom, yaitu memanfaatkan loncatan atom dari valensi energi 1 ke level
energi berikutnya.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
c. Fluorescense yaitu sumber cahaya yang berasal dari perpendaran bahan
fluorescence yang terkena cahaya tajam, seperti layar osciloskop.
d. Sinar Laser adalah sumber energi mutakhir yang dimanfaatkan untuk sebagai
cahaya dengan kelebihannya antara lain : monochromatic (cahaya tunggal atau
membentuk garis lurus), coherent (cahaya seragam dari sumber sampai ke
beban sama), dan divergence (simpangan sangat kecil yaitu 0,001 radians).
4.2. Jenis-Jenis Sensor Cahaya
Banyak peralatan sistem kendali menggunakan sensor cahaya, oleh karena
sensor ini bayak jenisnya. Baik berdasarkan prinsip kerja maupun ukuran sensor
ini terdiri dari berbagai jenis, diantaranya adalah :
1. Dioda foto
2. Transistor foto
3. Tabung cahaya berisi gas
4. Pemfotodaraf
5. Fotosel
4.2.1. Dioda
Dioda foto memanfaatkan sifat-sifat sel emisi cahaya atau tabung cahaya.
Tabung cahaya merupakan sebuah alat pemancar energi yang mengontrol
pancaran elektronnya bila dihadapkan ke cahaya yang datang. Kontruksi sebuah
dioda foto diperlihatkan pada Gambar 4.2.1 (a) dan simbolnya dalam diagram
skema pada Gambar 4.2.1 (b).
Gambar 4.2.1.1 Dioda foto
Alat Ukur dan Pengukuran
19
4.2.2. Transistor Foto
Sama halnya dioda foto, maka transistor foto juga dapat dibuat sebagai
sensor cahaya. Teknis yang baik adalah dengan menggabungkan dioda foto
dengan transistor foto dalam satu rangkaian seperti terlihat pada Gambar 4.2.2.1.
Gambar 4.2.2.1 Rangkaian Uji Transistor Foto
Adapun perbedaan karateristik antara dioda foto dan transistor foto adalah sebagai
berikut:
• Karakteristik transistor foto yaitu hubungan arus, tegangan dan intensitas foto
dapat dilihat pada Gambar 4.2.2.2.
• Kombinasi dioda foto dan transistor dalam satu chip
• Transistor sebagai penguat arus
• Linieritas dan respons frekuensi tidak sebaik dioda foto
Alat Ukur dan Pengukuran
19
4.2.2.2 Gambar Karakteristik Transistor Foto
4.2.3.Tabung Cahaya Berisi Gas
Tabung cahaya berisi gas memiliki kontruksi umum yang sama seperti
tabung cahaya vakum, kecuali bahwa penutup berisi gas lamban (biasanya
argon) pada suatu tekanan yang sangat rendah. Elektron dipancarkan dari katoda
melalui kekuatan photoelectric dan mempercepatnya melalui gas dengan
memberikan tegangan pada anoda. Jika energi elektron melebihi potensial
ionisasi gas (15, 7 V untuk argon), tumbukan sebuah elektron dan molekul gas
dapat menyebabkan ionisasi, yakni pembentukan sebuah ion positif dan sebuah
elektron sekunder.
Jika selanjutnya tegangan diperbesar melebihi potensial ionisasi, arus yang
dikumpulkan oleh anoda bertambah karena jumlah tumbukan antara elektron
cahaya (photo-elektron) dan molekul gas lebih banyak. Jika tegangan anoda
dinaikkan ke suatu nilai yang sangat tinggi, arus menjadi tidak terkontrol; maka
semua molekul gas terionisasi dan tabung memiliki suatu lucutan kilap (glow
discharge). Keadaan ini harus dicegah karena dapat merusak tabung untuk
seterusnya. Karateristik khas anatara arus dan tegangan untuk berbagai level
cahaya diperlihatkan pada Gambar 4.2.3.1.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
Gambar 4.2.3.1 Karakteristik Khas Antara Tegangan dan Arus pada Tabung Gas
4.2.4.Pemfotodarap (Photomultiplier)
Untuk mendeteksi level-level cahaya yang sangat rendah, dalam
kebanyakan pemakaian diperlukan penguatan khusus bagi arus cahaya.
Pemfotodarap atau alat menggandakan cahaya (photomultiplier), menggunakan
emisi sekunder untuk memberikan penguatan arus diatas faktor 106 dan berarti
menjadi sebuah detektor yang sangat bermanfaat bagi level cahaya yang rendah.
Dalam sebuah pemfotodarap, elektron yang dipancarkan oleh fotokatoda
diarahkan secara elektrostatik ke sebuah permukaan pancar sekunder yang
disebut dynoda. Jika pada dynoda ini diberikan tegangan kerja yang sesuai, tiga
sampai enam elektron sekunder dipancarkan untuk setiap elektron primer yang
menumbuk dynoda. Elektron sekunder ini difokuskan ke sebuah dynoda kedua
dimana proses berulang. Dengan demikian pancaran katoda semula digandakan
beberapa kali. Gambar 4.2.4.1 memperlihatkan sebuah pemfotodarap beserta
sepuluh dynoda. Dynoda terakhir (ke-10) disusul oleh anoda yang
mengumpulkan elektron dan dalam kebanyakan pemakaian bekerja sebagai
elektron keluaran sinyal.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
Pemfotodarap linear pada Gambar 4.2.4.1 (juga dikenal sebagai tabung
Matheson) memiliki struktur sangkar pemusat (pemfokus) yang dirancang secara
khusus dengan permukaan efektif yang besar untuk pengumpulan elektron cahaya
pada dynoda pertama. Tabung Matheson ini menggunakan sebuah katoda
lengkung dan cincin-cincin annular untuk pemusatan elektron-elektron cahaya
secara elektrostatik. Kontruksi ini memperlihatkan pengumpulan foto-elektron
yang sangat efektif dan juga waktu peralihan yang sangat pendek (respons
frekuensi tinggi).
Gambar 4.2.4.1 Pola Kerja dari Pemfotodarap
Alat Ukur dan Pengukuran
19
Penguatan pemfotodarap bergantung pada jumlah dan sifat-sifat bahan
dynoda. Untuk sebuah tabung khas dengan sepuluh dynoda seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.8, penguatan ini akan berada dalam orde 106 dengan pemberian
tegangan sebesar 100 V setiap tingkatan (dalam hal ini akan diperlukan sumber
tegangan 1000 V). Respons spektral dapat dikontrol oleh bahan katoda dan
dynoda. Keluaran pemfotodarap adalah linear, serupa dengan keluaran tabung
cahaya vakum.
Medan-medan magnetik mempengaruhi penguatan pemfotodarap sebab
sebagian elektron mungkin dibelokan dari lintasan normalnya diantara
tingkatan-tingkatan, dan dengan demikian tidak pernah mencapai sebuah dynoda
atau akhirnya anoda. Dalam pemakaian alat cacah kelipatan efek ini bisa
mengganggu, dan untuk ini pelindung magnetik logam-mu sering dipasang
sekeliling pemfotodarap.
4.2.5.Fotosel
Fotosel adalah elemen-elemen yang daya hantarnya merupakan fungsi dari
radiasi elektromagnetik yang masuk. Banyak bahan bersifat fotokonduktif sampai
tingkat tertentu, akan tetapi yang terpenting secara komersial adalah kadmium-
sulfida, germanium dan silikon. Respons spektral dari sel kadmium-sulfida hampir
sesuai dengan mata manusia, dan dengan demikian sel ini sering digunakan dalam
pemakaian dimana penglihatan manusia merupakan suatu faktor, seperti halnya
pengontrolan cahaya jalan atau pengontrol selaput pelangi otomatik pada alat-alat
kamera.
Elemen-elemen dasar dari sebuah fotosel adalah substrat keramik, lapisan
bahan konduktif, elektroda metalik untuk menghubungkan alat ke sebuah
rangkaian, dan sebuah penutup tahan uap air. Sebuah pandangan terpotong
lancip dari sebuah fotosel diperlihatkan pada Gambar 4.2.5.1.
Suatu pemakaian khas dari sebuah rangkaian praktis fotosel untuk
mengontrol on-off ditunjukkan pada gambar 4.2.5.2 Tahanan R2, R3, dan R4
dipilih sehingga catu emitter ke basis Q2 cukup positif untuk mengijinkan Q2
konduksi. Sebagai akibatnya, relay di dalam rangkaian kolektor Q2 akan
bekerja. Bila digunakan konfigurasi A sebagai rangkaian kontrol, relay bekerja
bila cahaya pada Fotosel berada dibawah suatu level yang telah ditentukan.
Alat Ukur dan Pengukuran
19
Gambar 4.2.5.1 Konstruksi Fotosel
Gambar 4.2.5.2 Rangkaian Fotosel untuk Mengontrol on-off
Alat Ukur dan Pengukuran
19
Bila fotosel diterangi, catu emitter ke basis dari Q1 menjadi cukup positif
untuk mengijinkan Q1 konduksi. Potensial kolektornya menjadi sangat kurang
positif, mengurangi catu pada Q2, dan Q2 terputus mematikan relay. Bila yang
digunakan adalah konfigurasi B, relay akan bekerja bila cahaya yang masuk
pada fotosel berada di atas suatu level telah ditentukan sebelumnya.
Fotosel semikonduktor digunakan dalam beberapa pemakaian. Karakteristik
volt-ampere dari sebuah bahan p-n bisa nampak berupa garis tebal pada Gambar
2.11, tetapi bila cahaya diberikan pada sel, kurva bergeser ke bawah seperti
diperlihatkan oleh garis patah.
Dalam pemakaian fotosel dicatu dalam arah balik. Bila sel tersebut disinari,
arus balik bertambah dan suatu tegangan keluaran dapat dibangkitkan melalui
sebuah tahanan keluaran. Selanjutnya tegangan keluran ini sebanding dengan
jumlah cahaya yang masuk. Orde khas besarnya pertambahan arus keluaran
adalah sekitar 0,7 μA untuk setiap pertambahan penerangan sebesar 1 fc (foot-
candle). Pertambahan arus cahaya ini adalah linear terhadap pertambahan
penerangan. Konstanta waktu fotosel dari bahan p-n yang relatif cepat, membuat
alat ini sangat bermanfaat untuk frekuensi eksitasi optik sekalipun di atas daerah
audio.
Alat Ukur dan Pengukuran