seorang anak dengan retardasi mental (1)
DESCRIPTION
makalh METRANSCRIPT
Seorang Anak dengan Retardasi Mental
Kelompok IV
03009185 Prasada Wedatama 03011091 Ezra Karthera M
03011001 AA Gede Indrayana P 03011092 Fadhilla Fitri Ami H
03011003 Abdurrachman Machfudz 03011119 Hadi Tjong
03011035 Anisa Putri Zakirah 03011120 Hana Kashira Cherina
03011036 Annisa Anzar A 03011147 Jeffrey Chandra
03011057 Brenda Shahnaz Qurrota 03011148 Jiwa Zhaqi Adiguna
03011058 Cheras Yezia Kharismia
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Retradasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis maupun sosial. Kelainan ini
ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh gangguan yang bermakna dalam
inteligensi terukur dan perilaku penyesuaian diri (adaptif). Retradasi mental juga mencakup
status sosial, hal ini dapat lebih menyebabkan kecacatan daripada cacat khusus itu sendiri.
Karena batas-batas antara “normalitas” dan “retardasi” seringkali sulit digambarkan, identifikasi
pediatri, evaluasi, dan perawatan anak dengan kesulitan kognitif serta keluarganya memerlukan
tingkat kecanggihan teknis maupun sensitivitas interpersonal yang besar.
Perubahan-perubahan dramatis dalam sikap-sikap sosial dan politik terhadap individu
dengan ketidakmampuan perkembangan selama 2 dekade terakhir telah merevolusi cara
endekatan pediatric pada anak dengan retardasi mental praktek-praktek sebelumnya, yang
menahan cara-cara penyelamatan kehiduan neonates dengan kelainan congenital, telah
dimodifikasi dengan penanganan yang bersangsi hukum terhadap anak dengan gangguan yang
berat dan ireversibel. Prakteknya, yang hampir secara automatis merupakan anak kecil dengan
kecacatan dalam lembaga-lembaga setempat, telah diganti dengan upaya yang luas untuk
mengembangkan system pelayanan berdasarkan masyarakat yang mengkoordinasi berbagai
sumber untuk anak maupun keluarga. Tanggung jawab dokter anak telah beralih dari menolong
untuk “menjauhkan anak” menjadi “menormalkan” kehidupan anak dan keluarganya.1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berumur 4 tahun merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara
datang diantar oleh ibunya dengan keluhan: belum bicisa bicara dengan jelas dan sulit diatur.
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Anak pertama seorang laki-laki
berumur 10 tahun mengalami gangguan autism dan sekarang sudah duduk di kelas V Sekolah
Dasar. Anak kedua perempuan berumur 7 tahun, tidak ada keluhan. Anak ketiga adalah pasien
sendiri.
Ayah seorang yang sibuk, jarang di rumah. Sedangkan ibu tidak mempunyai pembantu
dan mengalami kerepotan karena harus mengerjakan pekerjaan trumah sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : -
Usia : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Agama : -
Golongan Darah : -
Nama Orang Tua : -
Pekerjaan Orang Tua : Ibu rumah tangga
Jumlah Saudara : 2 (pasien anak terakhir)
IDENTIFIKASI MASALAH
- Seorang anak laki – laki berusia 4 tahun yang belum bisa bicara dengan jelas serta
sulit diatur. Masalah utama pada anak ini adalah belum bisa bicara dengan jelas.
Sehingga, dampak dari belum bisa bicara dengan jelas ini kemungkinan adalah sulit
diatur.
- Kakak pasien yang pertama adalah seorang anak berusia 10 tahun yang mengalami
gangguan autisme. Melihat keadaan kakak pasien, ada kemungkinan perhatian orang
tua pasien akan terbagi kepada kakak pasien dan pasien sendiri.
- Ayah pasien adalah seorang yang sibuk sehingga jauh dari rumah. Ibu pasien tidak
mempunyai pembantu dan mengalami kerepotan karena harus mengerjakan pekerjaan
rumah sendiri. Jika melihat dari keadaan orang tua pasien, dapat dipikirkan bahwa
orang tua pasien tidak memperhatikan dan membantu perkembangan anaknya secara
maksimal. Padahal, menurut teori perkembangan anak oleh Erik H. Erikson, pasien
sedang dalam tahap “initiative vs guilt”, dimana pasien seharusanya sedang dalam
tahap mengendalikan diri. Selain itu, pada tahap ini, pasien seharusnya juga sedang
dalam tahap perkembangan kemampuan bahasa. Jika pasien tidak dibantu
berkembang secara maksimal pada tahap ini, ada kemungkinan pasien dapat
mengalami gangguan dalam berbicara jelas. Selain itu, pada tahap ini, sosok ayah
memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak. Oleh dikarenakan ayah pasien
sibuk dan jarang berada dirumah, ada kemungkinan pasien mengalami gangguan
bicara karena kondisi ini.
HIPOTESIS
1. Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)
Hal ini berdasarkan masalah di kasus yang kami dapatkan yaitu kesulitan berbicara
dengan jelas dan sulit diatur. Anak dengan gangguan ini biasanya sulit diatur serta
mengalami gangguan dalam komunikasi verbalnya.
2. Autisme
Kami mengemukakan hipotesa ini karena anak dengan autisme biasanya mengalami
gangguan dalam berkomunikasi serta hiperaktif dalam kegiatannya dan kemungkinan
adanya faktor genetik yang diketahui bahwa kakaknya yang pertama mengalami autisme.
3. Retardasi mental
Tidak dapat berbicara dengan jelas dapat pula berdampak pada gangguan adaptasi sosial,
yaitu salah satunya sulit diatur. Ini sesuai dengan definisi retardasi mental menurut
Grossman yaitu penurunan fungsi intelektual berdampak secara langsung menyebabkan
gangguan sosial.2
ANAMNESIS
1. Berapakah usia ibu saat kehamilan pasien ini?
Ibu dengan usia lebih dari 35 tahun saat kehamilan mempunyai faktor risiko melahirkan
anak dengan kondisi retardasi mental, autisme, dan penyakit kongenital.
2. Bagaimana prestasi belajar anak ibu di sekolah ?
Anak dengan penyakit gangguan perhatian dan hiperaktif (ADHD) biasanya memiliki
hasil belajar yang kurang memuaskan.
3. Bagaimana interaksi anak ibu dengan teman sebayanya?
Anak dengan penyakit gangguan perhatian dan hiperaktif (ADHD) biasanya memiliki
sifat yang usil, suka mengganggu teman sebayanya.
4. Apakah anak ibu memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi?
5. Apakah ada riwayat trauma saat kehamilan?
6. Apakah anak ibu lahir dengan normal atau menggunakan operasi?
7. Apakah ada kontak mata saat berkomunikasi?
Pasien dengan penyakit gangguan perhatian dan hiperaktif (ADHD) dan retardasi mental
ditemui adanya kontak mata saat dipanggil oleh orang lain, sedangkan anak dengan
autisme tidak ditemui adanya kontak mata dengan lawab bicaranya.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Tanda Vital
1. Suhu : -
2. Denyut nadi : -
3. Tekanan darah : -
4. Pernapasan : -
Berat Badan : cukup
Tinggi Badan : cukup
Kontak Mata : (+)
Dengan adanya kontak mata pada anak ini, bisa menyingkirkan hipotesis kami yaitu
autisme. Dimana jika pada anak autisme itu tidak adanya kontak mata.
Bicara : (-)
Bicara yang belum jelas termasuk tidak normal pada usia anak ini. Karena seharusnya
pada usia 4 tahun, anak ini sudah bisa berbicara lancar seperti dewasa.
Tidak bisa membedakan warna ini disebabkan karena tidak pernahnya
dilatih atau diajarkan oleh orang tuanya,
menjadikan kemampuan kogniftif anak ini
Tidak bisa membedakan organ tubuh tergolong rendah dari pada anak seusianya.
Bisa mengetahui yang mana orangtuanya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes BERA ( Brain Evoked Response Audiometry)
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa digunakan
untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan.
Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem AuditoryEvoked Potential (BAEP) atau
Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi
saluran atau organ pendengaran mulaidari perifer sampai batang otak.3
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurology sangat besar
manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibanding kandengan pemeriksaan
audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasive, dan dapat dilakukan pada
pasien koma sekalipun; menyebabkan pemeriksaan BERA ini dapat digunakan secara luas.
Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif.
Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil. Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa
digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada anak baru lahir,
anak kecil, pasien yang sedang mengalami koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban
atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien harus memencet tombol jika
mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.
Tes IQ (Inteligent Quotient)
Test IQ (Inteligent Quotient) adalah test yang nilainya mencerminkan kecerdasan
Individu yang menjalani test tersebut, test IQ ada bermacam-macam jenisnya, ada yang
berbentuk pertanyaan tulis, ada pula yang berbentuk pertanyaan dalam gambar.
Kata "kecerdasan" yang ditebalkan, yang tertulis diatas merupakan istilah umum yang
digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami
gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.
Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ.
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia
berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Adapun fungsi dari tes IQ adalah :
Dapat mengetahui kecerdasan yang dimiliki
Dapat melihat sejauh mana potensi bisa dikembangkan secara maksimal.
Untuk mengkreasikan antara tingkat kecerdasan dengan hasil belajar yang dicapai (jika
IQ tinggi harusnya prestasi belajar juga tinggi)
Untuk mendeteksi kesulitan belajar disebabkan karena faktor kemampuan ataukah faktor
yang lain seperti kemalasan, dll.
Untuk pertimbangan dalam memilih jenjang pendek/panjang.
Cara penghitungan IQ:
IQ diukur dengan menghubungkan antara usia mental dan usia kronologis. Usia mental
ditentukan oleh tingkat usia di mana kebanyakan orang bisa menjawab pertanyaan pada tes IQ.
Sebagai contoh, jika seserang dengan umur 4 tahun dapat menjawab pertanyaan yang biasanya
hanya bisa dijawab oleh usia 2 tahun, maka usia 4 tersebut mempunyai usia mental 2 tahun.
Pada pasien ini, usia mentalnya adalah 2 tahun bedasarkan kemampuannya sehari-hari pada
laporan kasus. Usia mental yang kemudian dibagi dengan usia kronologis dan dikalikan dengan
100 mendapat hasil sebagai berikut:
(2/4x100 = 50)
Jadi pada pasien ini kami memperkirakan IQ nya adalah 5o di mana sudah termasuk golongan retardasi mental.
DIAGNOSIS1. Diagnosis kerja
Bedasarkan gejala klinis dan riwayat yang telah kami dapat, kami mendiagnosis
pasien ini mengalami retardasi mental sedang. Kriteria diagnosis untuk retardasi mental
antara lain:
a) Nilai IQ sekitar 70 atau dibawahnya.
b) Adanya defisit atau gangguan pada fungsi adaptif minimal 2 dari fungsi berikut:
komunikasi, self-care, tempat tinggal, kemampuan sosial/interpersonal, akademis,
kerja, kesehatan, keamanan, penggunaan tempat umum, self-direction, makan.
c) Onset terjadi sebelum berumur 18 tahun.
Kami mengklasifikasikan pasien ini dalam retardasi mental sedang karena hasil
perhitungan intelligent Quotiens (IQ) ytang didapat yakni 50.
2. Diagnosis banding
Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)
Attention DeficitHipeactivity disorder adalah gangguan mental masa anak-anak yang
ditandai dengan tidak ada perhatian (seperti bingung, mudah lupa, tidak menyelesaikan
tugas, tampak tidak mendengarkan), hiperaktivitas dan impulsivitas.4
Kami memilih ADHD sebagai diagnosis dikarenakan keluhan ibu yang menyatakan
anaknya sulit untuk diatur.
AUTISME
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek
dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk
berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku
dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat
mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Kami memasukkan autisme sebagai diagnosis banding karena pasien ini belum dapat
berbicara dengan jelas pada usianya yang telah menginjak 4 tahun. Selain itu kakak tertua
dari pasien ini juga telah didiagnosis autisme. Keadaan lingkungan di mana kedua
orangtuanya sibuk juga turut mendukung diagnosis ini.
TATALAKSANA
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan sangat individual.
Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan multidisiplin merupakan jalan yang
terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual
untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimmal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan
psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter
anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisis penyebab, dan mengobati penyakit atau kelainan
yang mungkin ada. Juga kehadiran pekerja sosial kadang-kadang diperlukan untuk menilai
situasi keluarganya. Atas dasar itu di buatlah strategi terapi. sering kali melibatkan lebih banyak
ahli lagi, misalnya ahli syaraf bila anak menderita epilepsi, palsi serebral, psikiater bila anaknya
menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orangtuanya membutuhkan dukungan terapi
keluarga, ahli rehabilitasi medis, bila di perlukan untuk merangsang perkembangan motorik
sensorik.5 Ahli terapi wicara, untuk memperbaiki gangguan bicaranya atau merangsang
perkembangan bicaranya, serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak anak retardasi
mental.
Pada orangtuanya perlu diberikan penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya, dan
apa yang dapat di harapkan dari terapi yang di berikan. Kadang-kadang di perlukan waktu yang
lama untuk menyakinkan orangtua mengenai keadaan anaknya. Bila orang tua belum dapat
menerima keadaan anaknya, maka perlu konsultasi pula dengan psikolog dan psikiater. Di
samping itu diperlukan kerja sama yang baik antara guru dengan orangtuanya, agar tidak terjadi
kesimpang-siuran dalam strategi penanganan anak di sekolah dan di rumah, anggota keluarga
lainnya juga harus diberi pengertian, agar anak tidak diejek atau di kucilkan, disamping itu
masyarakat perlu diberikan penerangan tentang retardasi mental, agar mereka dapat menerima
anak tersebut dengan wajar.
Anak retardasi mental memerlukan pendidikan khusus, yang sesuaikan dengan taraf IQ-
nya,6 mereka digolongkan yang mampu didik untuk golongan retardasi mental ringan, dan yang
mampu latih untuk anak retardasi mental sedang . sekolah khusus untuk anak retardasi mental ini
adalah SLB-C. Disekolah ini di ajarkan pula tentang baik buruknya suatu tindakan tertentu,
sehingga mereka diharapkan tidak melakukan yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, dan
kejahatan lainnya.
Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan
kesehatan rutin, imunisasi, dan mentoring terhadap tumbuh kembangnya. Anak-anak ini juga
disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan penanganan yang khusus. Misalnya pada anak
yang mengalami infeksi pranatal dengan cytomegalovirus akan mengalami kelainan gangguan
pendengaran yang progresif walaupun lambat , demikian pula anak dengam sindrom down dapat
timbul gejala hipotiroid. Masalah nutrisi juga perlu mendapat perhatian.
KOMPLIKASI
Penyakit mental merupakan penyebab utama kecacatan. Komplikasi terkait dengan
penyakit mental meliputi:7
Ketidakbahagiaan
Konflik dalam keluarga
Isolasi masyarakat sosial
Kehilangan pekerjaan atau sekolah, atau masalah lain yang berkaitan dengan pekerjaan
atau sekolah
Kemiskinan dan tunawisma
Menyakiti diri dan membahayakan orang lain, termasuk bunuh diri atau pembunuhan
Peningkatan risiko kecelakaan kendaraan bermotor
Risiko penyakit jantung
PROGNOSIS
Ad Vitam: BonamAlasan kami mengatakan prognosis ad vitam kami ad bonam adalah karena gangguan pada pasien ini sama sekali tidak mengancam nyawanya.
Ad Fungsionam: BonamAlasan kami mengatakan prognosis ad fungsionam kami ad bonam adalah karena pasien dicurigai mengalami retardasi mental yang tidak disebabkan oleh kerusakan organ – organ fungsional, sehingga seharusnya tidak ada gangguan apapun yang dapat mengakibatkan kerusakan organnya.
Ad Sanationam: Bonam.Alasan kami mengatakan prognosis ad sanationam kami ad bonam adalah ukuran gangguan pada pasien merupakan gangguan perkembangan yang terjadi pada usianya.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Autisme
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan
dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia
tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil gejalanya sudah ada sejak bayi.Autis juga merupakan
suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks
yang mempengaruhi banyak fungsi antara lain persepsi (perceiving), intending, imajinasi
(imagining) dan perasaan (feeling).
Kriteria Autisme
DSM IV (Diagnostic Statistical Manual ) mendefinisikan anak autis sebagai berikut:
1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b dan c, meliputi sekurang-kurangnya:
satu item dari setiap kelompok
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling sedikit dua diantara
berikut:
1) Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku non verbal seperti, kontak
mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya yang mengatur interaksi sosial
2) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya atau
teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.
3) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara spontan
dengan orang lain (seperti; kurang tampak adanya perilaku memperlihatkan, membawa
atau menunjuk objek yang menjadi minatnya).
4) Ketidakampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit satu dari yang
berikut:
1) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak (bukan disertai
dengan mencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara-cara komunikasi alternatif
seperti gerakan tubuh atau lainnya)
2) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai pembicaraan
atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain
3) Pemakaian bahasa yang stereotipe atau berulang-ulang atau bahasa yang aneh
(idiosyncantric)
4) Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara spontan,
kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya
c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang ditunjukkan oleh
paling tidak satu dari yang berikut:
1) Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan stereotipe baik
dalam intensitas maupun dalam fokusnya.
2) Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus, atau yang
tidak memiliki manfaat.
3) perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti : memukul-mukulkan atau
menggerakgerakkan tangannya atau mengetuk-ngetukan jarinya, atau menggerakkan
seluruh tubuhnya).
4) Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (object).
2. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia tiga tahun seperti yang ditunjukkan oleh
keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak-anak yang mengalami
kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi:
persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling) yang terjadi
sebelum umur tiga tahun dengan dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi
sosial, komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau obyek yang mana mereka memerlukan
layanan pedidikan khusus untuk mengembangkan potensinya.8
FAKTOR PENYEBAB
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.Penyakit genetik
yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom
fragile X (20-30%).Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya
kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4.
Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu
melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan
pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki
dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).
2. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir semua
struktur otak.Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil.Hampir semua
peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme.Berkurangnya sel
purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi
pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknyapertumbuhan akson yang abnormal dapat
menimbulkan sel purkinye mati. (Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), 2003). Otak kecil
berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur
perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu fungsi
bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku.
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan makanan
atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang
mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan
pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah
dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme
menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki
dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini
mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk
alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu
sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang
anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain.9
Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar
dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi
4. Kemungkinan Lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak seperti virus rubella yang
terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak.Kemungkinan yang lain adalah
faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk
berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat
menyebabkan anak menderita autisme
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada kasus ini,
kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien ini menderita retardasi mental ringan yang
disebabkan oleh karena anak mendapatkan perhatian yang kurang dari ayah dan ibunya pada
saat usia yang sangat memerlukan perhatian, pendidikan, dan kasih sayang dari ayah dan ibunya.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Shonkoff JP. Retardasi mental. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors. In: Nelson
Ilmu Kesehatan anak. 15th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokterqan EGC; 2000. p. 161.
2. Prasadio T. Gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan retardasi mental. Disertasi.
Surabaya: Universitas Airlangga, 1976.
3. Balasubramanian T. BERA, 2007. Available at: http://www.drtbalu.co.in/bera.html.
Accessed on March 23rd , 2013.
4. W.A. Newman. . In: Hartanto, Huriawati (eds.)Kamus Kedokteran Dorland. 16th ed.
Jakarta: EGC; 2002. p. 652.
5. Toback C. Mental retardation in psichological handbook: A guideline for pediatric helath
care provider, 1st. Ed. Exterpa Medica Co. Singapore, p. 100-109.
6. Shonkoff JP. Mental retardation, in Behrman RE & Vaughan VC (Eds) Nelson Textbook
of pediatric, 12 th. Ed. WB Saunders, Philadelphia, 1992, p.123-129.
7. Mayo Clinic Staff. Mental Illness, 2012. Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/mental-illness/DS01104/DSECTION=complications.
Accessed on March 23rd , 2013.
8. American Psychiatric Association, Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders, Washington DC.: American Psychiatric Association Publisher. 2000 p.13-5.
9. Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di Indonesia,
(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I.