sepsis dan syok sepsis
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

SEPSIS DAN SYOK SEPSIS
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan
inflamasi)1
Terminologi dan Definisi Sepsis1
SIRS ( Systemic Inflammatory Response Syndrome )
Respons tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 hal atau lebih keadaan berikut:
1. suhu >380C atau <360C
2. frekuensi jantung >90x.menit
3. frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
4. leukosit darah >12000/mm3, <4000/mm3 atau batang >10%
Sepsis
Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS
Sepsis berat
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat,
oligouria dan penurunan kesadaran
Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40
mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya.
Renjatan septik
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau
memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ

Patofisiologi Sepsis
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag,
sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi
disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan
gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri
gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma,
dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit,
diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian
akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan
CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear
factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi
yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan
menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).1
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA)
dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang
menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen
presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam
jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.1,2
Peran sitokin pada sepsis
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi
mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih,
yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit,
makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti
komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain
mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi,
reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.1

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah
TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi.
Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi
TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi
molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1,
PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan
mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2),
tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan
angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain
yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.3
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis
berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.4
Peran komplemen pada sepsis
Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun
dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis,
aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan
fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada
reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi
pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan
ekspresi faktor jaringan.1
Peran NO pada sepsis
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis,
produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa
hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit.
Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif
dengan vasopresor.1
Peran netrofil pada sepsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator
kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat,
walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun.1 Netrofil seperti pedang bermata dua pada
sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan
oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.4
Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah
komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada
pasien dengan sepsis juga tidak efektif.4
Penatalaksanaan
Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam mencari
dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab (berdasarkan
pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam memberikan terapi
antimikroba empirik.1,5,6
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol
sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang
sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi
suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons
imun maladaptif host terhadap infeksi.
1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi
cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).6
2. Eliminasi sumber infeksi

Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan
prostesis yang terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang
adekuat.6
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur
diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen
bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.6 Oleh karena
pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat
mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada
keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ.1
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi
dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi
lebih baik daripada monoterapi.6
4. Terapi suportif
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
b. Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer
laktat) maupun koloid.1,6
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan
onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah
pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb
yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
c. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan
adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan
dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg.
Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine
0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit
atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1
d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L
dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1
e. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki
dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin
dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi
ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti
gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1
f. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis),
ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis,
hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi:
kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.1
g. Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar
10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula
darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan
bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat
diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko
hipoglikemia.1
h. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis
berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis
sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi
antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila
diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
i. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg
bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid
sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.6
5. Modifikasi respons inflamasi
Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida);
antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF;
metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein,
selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-
CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous
activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan
fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari
human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien
dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.7

SEPSIS
DISADUR OLEH:dr I Nyoman Rudi Susantha,SpOGsemoga bahan ini berguna untuk sejawat yg ada di daerahsumber makalah: bahan kuliah
Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ ( MOF) mengenai hampir 750. 0000 penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Angka kematian oleh karena sepsis berkisar 9,3 % dari seluruh penyebab kematian di Amerika Serikat, setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh lebih tinggi dari kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara. Rata – rata angka menginap dirumah sakit berkisar 19, 6 hari dan biyaya per kasus sebesar 22.100 US dolar.5 6Istilah septikemia pertamakali dikemukakan oleh Scottmuller 1914, yaitu invasi mikroba dari tempat masuk tertentu ( portal of entery ), menyebar ke seluruh tubuh/ jaringan yang dapat menyebabkan tanda dan gejalan klinis suatu penyakit. 7SIRS merupakan respon sistemik yang disebabkan oleh aktifitas sistim inflamasi penderita yang mengakibatkan kerusakan organ yang bervariasi dan luas serta berhubungan dengan berbagai kondisi klinik. Selain infeksi, penyebab lain SIRS meliputi pankreatitis, iskemia, perdarahan, syok, kerusakan organ yang diperantarai oleh reaksi imun, luka bakar. Tidak semua pasien infeksi berkembang menjadi sepsis, dan terdapat perkembangan dari infeksi yang bersifat lokal menjadi bakterimia, kemudian sepsis, dan selanjutnya syok septik.Sepsis merupakan kumpulan gejala klinis sebagai respon inflamasi secara sistemik ( systemic inflamatory response syndrome/ SIRS) akibat adanya infeksi oleh bakteri,virus, jamur, protozoa, seperti :1. Suhu tubuh > 38 C atau < 36 C2. Denyut jantung > 90x / menit3. Pernafasan > 20 X / menit4. Leukosit darah > 12.000 / mm3 atau < 4000 mm3 atau 10 % dalam bentuk immatureSepsis berat adalah sepsis yang dihubungkan dengan disfungsi organ – organ, hipoperfusi, atau hipotensi sementara syok septik adalah sepsis yang menginduksi hipotensi terkecuali adanyaresusitasi cairan yang adekuat. Pasien pasien yang memperoleh pengobatan initropik atau vasopresor tidak menjadi hipotensi pada saat abnormalitas perfusi diukur. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan ≥ 40 mmHg dari base line pada keadaan tidak adanya penyebab lain dari hipotensi.2 5 10Terdapat banyak kebingungan yang timbul akibat terminologi sepsis dan keadaan patologi lain yang dihubungkan dengan sepsis. Kosensus yang dicapai oleh American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine tentang definisi sepsis, Severe sepsis, septic syock, systemic inflamatory response syndrome/ SIRS, multi organ dysfuncion syndrome/MODS pada tabel berikut 6 :
Tabel 1. definisi sepsis, Severe sepsis, septic syock, systemic inflamatory response syndrome/ SIRS, multi organ dysfuncion syndrome/MODS§ Infection :- Inflammatory response to microorganism, or Invasive of normally sterile tissue.
§ Severe Sepsis :

- Sepsis- Organ dysfunction§ Systemic Inflammatory Response Syndrome ( SIRS ) :- Systemic response to varriety of processes- Septic Syok :- Sepsis- Hypotension despite fuid resuscitation§ Sepsis :- Infections plus- ≥ SIRS criteria
§ Multiple Organ Dysfunction Syndrome ( MODS )- Altered organ fuction in an acutely ill patient- Homeostasis cannot be maintained without intervention
Antara sepsis dan SIRS yang dipicu terjadinya oleh faktor non infeksi seperti trauma, ,luka bakar, diabetes, pankreatitis dan pembedahan, terdapat overlapping dimana pada daerah sepsis yang tidak mendapat penanganan dengan baik dapat berkembang menjadi severe sepsis dan multi organ failure (MOF) seperti gambar berikut :
Severe sepsisMOFSIRSINFECTIONSepsis Pada MaternalBakterimia terjadi sekitar 5 – 10 % dari wanita dengan karioamnionitis, pyelonefritis, atau endomertitis post partum. Dari wanita – wanita dengan bakterimia ini, 4 – 5 % menjadi sepsis atau syok sepsis dan sekitar 3 % dari mereka meninggal. Mortalitas syok septik pada wanita yang tidak hamil sebesar 20 – 50 % dan tergantung pada penyakit medis yang mendasari. Alasan prognosis yang lebih baik pada wanita hamil bersifat multifaktorial, antara lain 2:1. Usia yang lebih muda2. Infeksi yang bersifat sementara pada kasus- kasus obstetri3. Sedikitnya organisme yang bersifat toksik4. Lokasi infeksi primer lebih terjangkau untuk memproleh pengobatan5. kesehatan wanita sebelumnya yang tanpa kelainan medis.Wanita hamil meskipun lebih mudah mengalami sepsis, fetus yang dikandungnya juga berada pada risiko tinggi, Resiko pada fetus bukan karena efek langsung bakteri atau endotoksin pada fetus tetapi endotoksin menyebabkan penurunan suplai darah uteroplasenta dan peningkatan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan terjadinya hipoksia fetus , asidosis, dan persalinan preterm. Pada kasus yang berat dapat menyebabkan fetal distress dan kematian. Pada keadaan ini persalinan hanya akan memperburuk keadaan ibu dan fetus, sehingga pada keadaan ini diharapkan terjadi stabilisasi keadaan ibu dulu sebelum persalinan.Penyebab tersering bakterimia ( 70- 80 % ) pada pasien obstetri akibat endometriosis setelah persalinan dengan seksio sesaria, dan tersering sepsis ( 80%) pasien pasien obstetrik terjadi pada

periode post partum. Persalinan SC dihubungkan dengan insiden yang lebih tinggi terjadinya bakterimia daripada persalinan pervaginam( 3% : 1%). Dengan demikian SC merupakan satu yang terbanyak faktor risiko berkembangnya bakterimia dan sepsis.Seperti halnya pada populasi non obstetrik, kuman – kuman gram negatif, kuman – kuman penghasil endotoksin, basilus aerobik,ditemukan sering kali pada pasien pasien obsterik denganbakterimia atau sepsis. Organisme – organisme ini terbanyak berasal dari flora vagina dan bukan infeksi nosoksomial. Walaupun bakteri ini menyebabkan sepsis pada kehamilan sampai 60 – 80 %, bakteri lainnya dapat menyebabkan sepsis dan pada 20 % kasus obstetrik dengan sepsis penyebabnya bersifat polimikrobial dan 10 % dari kasus infeksi penyebabnya tidak diketahui.
Faktor Resiko1. Menurunnya sistim pertahanan tubuh§ Menurunnya sistim retikuloendotelial§ Gangguan cell mediated immunity§ Defek sistim imunitas seluler2. Tindakan invasive yang dilakukan pada penderita seperti : intubasi endotrakeal,kanulasi pada vena serta arteri,insersi pipa nasogastrik, urine kateter, pembedahan dll3. Pemakaian antimikroba yang tidak tepat seperti golongan betalaktam yang ditenggarai menyebabkan lepasnya endotoksin kedalam plasma akibat hancur atau lisisnya kuman gram negatif, yamg dapat mencetuskan sepsis.
PatofisiologiTimbulnya sepsis menunjukkan bahwa telah terjadi penyebaran bakteri kedalam sirkulasi melalui daerah injury, infeksi nosoksomial dan proses translokasi kuman yang terutama terjadi didaerah mukosa oleh karena kebanyakan infeksi port de entrynya melalui mukosa. Mekanisme terjadinya sepsis merupakan proses yang sangat kompleks, dan melibatkan interaksi multi sistim yang terkait dengan inflamasi, respon imun dan perfusi seluler seperti : kaskade sitokin, kaskade pembekuan, sistem komplemen, cell mediated immunity dan respon imun humoral.Kuman yang menyebabkan terjadinya sepsis akan melepaskan endotoksin yang dihasilkan oleh kuman gram negatif dan endotoksin oleh kuman gram positif yang didalam plasma akan berikatan dengan lipo- polysaccaride binding protein ( LBP). Kompleks dari ikatan tersebut akan berikatan dengan CD14 yang terdapat pada permukaan makrofag maupun monosit, sehingga sel –sel tersebut menjadi aktif. Aktivasi makrofag dan monosit akan mengakskresi sitokin pro-inflamasi, seperti : interleukin - ! ( IL-1) serta TNF α, dan secara klinis akan timbul gejala SIRS . Apabila proses inflamasi makin berat maka akan dilepaskan mediator lainnya ( kaskade inflamasi ) oleh sel inflamasi, endotel, sistem komplemen akan dapat memperburuk hemodinamik, metabolisme serta kerusakan jaringan yang selannjutnya gangguan ekstraksi oksigen sampai terjadinya gejala disfungsi organ multipel ( MODS).6 10Pada saat yang sama tubuh akan mengembangkan mekanisme kendali yang mencegah penyebaran reaksi inflamasi, berupa pelepasan sitokin anti-inflamasi dan berbagai mediator yang dapat meredam reaksi inflamasi. Tujuan dari reaksi ini ( pro dan anti inflamasi ) adalah untuk mengatasi agen penyebab, mendorong penyembuhan kerusakan jaringan, serta mencegah perluasan reaksi yang membahayakan tibuh. Reaksi ini merupakan reaksi fisiologik yang harus dimiliki oleh setiap orang. Pada sepsis, mekanisme ini tidak terkendali sehingga berbagai sitokin dan mediator menyebar secara sistemik, yang dapat menimbulkan kerusakan pada tempat yang jauh dari sumber infeksi.

Manifestasi KlinikSyok terjadi bila perfusi jaringan tidak adekuat dan berakhir pada disfungsi sel dan seringkali berakhir dengan kematian sel, bila berlanjut terlalu lama. Organ yang sering terlibat seperti jantung, paru – paru, ginjal, hati, SSP, dan sistim koagulasi. Pada kehamilan, uterus dan fetus dapat terlibat. Prognosis semakin buruk dengan semakin banyaknya organ yang terlibat. Kematian sering kali menyertai kegagalan satu atau lebih sistim organ yang terlibat atau hipotensi yang tidak teratasiPerubahan hemodinamik pada syok septik berbeda dengan penyebab syok yang lain : kardiogenik, obstuksi vaskuler, dan hipovolemia. Pada syok septik, resistensi vaskuler sistemik (SVR) meningkat sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah, dan perbedaan oksigen aretiovenosa meningkat, mencerminkan pengambilan oksigen sistemik oleh jaringan hipoperfusi. Perubahan hemodinamik yang dihasilkan oleh sepsis atau syik septik lebih kompleks dan secara klasik dibadi menjadi 3 fase, yaitu 2 :1. Syok awal (panas)2. Syok lanjut ( dingin)3. Syok sekunder ( irreversibel)Fase pertama menunjukan terjadinya sustu sindrom syok hiperdinamik dengan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan meningkatnya cardiac output ( syok panas). Onset sepsis didahului oleh hipovolemia, disertai dilatasi kombinasi arteri dan vena dan keluarnya plasma kedalam ruang ekstravaskuler akibat kerusakan endotelial. Bila keadaan hipovolemia ini diobati, pasien akan mempunyai SVR yang rendah, peningkatan cardiac output, takikardia dan menurunnya perbedaan oksigen arterivenosa. Vasodilatasi merupakan hasil dari pelepasan sitokin, bradikinin, histamin, dan prostaglandin. Meskipun terdapat peningkatan cardiac uotput, terutama peningkatan denyut jantung, fungsi ventrikrl ditekan oleh faktor penekan myokardial sirkulasi. Keadaan ini menyebabkan penekanan fraksi ejeksi dan dilatasi ventrikel. Akhirnya penurunan perbedaanoksigen arteriovenosa sebagai akibat penurunan penggunaan oksigen perifer. Keadaan ini merupakan hasil maldistribusi aliran darah (oksigen) ke jaringan dengan perkembangan terjadinya laktat asidosis.Fase dingin dari syok septik secara klasik ditandai oleh penurunan volume sekuncup sebagai akibat menungkatnya SVR dan semakin memburuknya disfungsi miokardial. Peningkatan SVR sebagai akibat vasokonstriksi berat disebabkan oleh katekolamin sirkulasi dan prostaglandin vasoaktif( tromboksan). Meskipun kebanyakan pasien mengalami penurunan SVR, tanda klinik syok dingin terjadi akibat penurunan volume sekuncup, akumulasi asam laktat, hipovolemia persisten, dan insuffisiensi mikrovaskuler. Pada fase ini perfusi jaringa tidak adekuat dan tidak berrespon terhadap cairan bolus, sehingga obat-obatan inotropik dan vasoaktif diperlukan untuk mempertahankantekanan darah yang adekuat.Fase akhir dari syok menunjukkan semakin buruknya hipotensi yang tidak berrespon terhadap terapi konvensional dengan cairan dan obat-obatan inotropik atau vasoaktif. Berkembangnya kerusakan organ target yang bersifat irreversibel terjadi selama fase ini.
Tanda dan gejala klinikDimulai dari peningkatan tempratur akibat bakterinemia dengan tanda klinis awal sepsis sebagai presyok :§ Takipneu dan respiratori alkalosis

§ Hiperdinamik mulai tampak ditandai dengan peningkatan volume sekuncup dan peningkatan SVR tanpa perubahan tekanan darah.Syok awal ditandai dengan dengan keadaan hiperdinamik dengan hipotensi dan tekanan darah sistolik < 60 – 90 mmHg atau terjadi penurunan ≥ 40 mmHg dari semula.Gejala awal seringkali berupa perasaan cemas, bingung, dan disorientasi. Tanda klinik lain selama fase ini meliputi instabilitas temperatur,perasaan panas dan vasodilatasi perifer. Dengan perkembangan kearah syok lanjut, terjadi hipotensi, kulit yang dingin dan lembab, hipoksemia,oligouria, dan memburuknya keadaan mental. Selama perioda syok awal, tanda dari kerusakan organ target dapat terlihat dan keadaan ini dapat memburuk menjadi syok lanjut.
Organ yang mengalami disfungiSistim pernafasanAdult Respiratory Distress Syndrome (ARDS ) terjadi pada 25 % kasus yang berperan pada terjadinya hipoksemia dan angka mortalitasnya 50 %.HemodinamikTrombositopenia terjadi pada 50 % kasus dan 5 % berkembang menjadi DIC.HeparLebih jarang terjadi kecuali pada keadaan iskemia yang berat.
DiagnosisDiagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada wanita – wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik ( syok panas atau dingin ) dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan tempratur dan lekosit dengan pergeseranke kiri, tetapi pada beberapa wanita terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria. 2Karena sebanyak 25 % wanita dapat mengalami ARDS dengan kegagalan respirasi. ARDS merupakan gagal pernafasan mendadak tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnnya. Faktor predisposisi yang mendasari dapat berupa sepsis, perdarahan, ruda paksa paru atau bagian tubuh lain, pankreatitis, aspirasi airan lambung dl. Dokter perlu mengamati tanda terjadinya distres pernafasan, hipoksemia, dan tanda memburuknya hipoksemia. Pada awal sepsis pasien menunjukkan respirasi alkalosis akibat hiperventilasi. Dengan memburuknya sepsis, terjadi respirasi asidosis sebagai akibat dari pengumpulan asam laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik sel. Kadar asam laktat berhubungan dengan derajat hipoksia organ, dan meningkatnya kadar asam laktat mencerminkan memburuknya prognosis dan dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pengobatan.9Dalam hal membantu menegakkan diagnose sepsis stau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Pemeriksaan fisik pasien obstetrik

difukuskan pada sistem genitourinaria, gastrointestinal, respirasi dan luka – luka seperti luka operasi, epiostomi dan lain – lain. Kemungkinan fokus infeksi pada wanita post partum meliputi sisa hasil konsepsi, mikroabses uterus, abses pelvis, infeksi luka, dan trombosis pelvis. Sedikitnya diperlukan 2 bahan kultur darah yang berbeda. Sensitivitas kultur tunggal untuk bakterimia adalah 80 %, dua bahan 89 % dan 3 bahan99%. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.2
PengobatanSekitar 70 % pada septik syok dapat dicegah. Untuk mencapai keadaa ini di perlukan tindakan diagnosis dini dan penanganan awal yang benar. Tujuan dari penanganan syok septik adalah mempertahankan kardiak output, mempertahankan perfusi organ target dan oksigenasi, mengobati infeksi sebagai sumber bakteremia, mempertahankan ventilasi yang adekuat, dan memperbaiki atau mengoreksi kerusakan organ.2 5 6 7 10
Resusitasi cairanPenanganan awal memerlukan tindakan yang secara langsung memperbaiki volume sekuncup jantung dan oksigenasi yang adekuat. Keadaan ini dapat dilakukan melalui pemberian cairan intravena dengan jarum besar dan aliran yang cepat. Resusitasi cairan dimulai dengan 1 – 2 liter ringer laktat atau normal salin selama 15 – 20 menit tanpa alat monitor. Jika pemberian cairan diteruskan, dapat dipasang kateter Swan Ganz untuk membantu menghitung jumlah cairan yang diperlukan, karena resiko terjadinya oedem paru, ARDS dan disfungsi myokardial. Cairan intravena tambahan di perlukan untuk mencapai tekanan kapiler pulmonar yang optimal, antara 12 – 17 mmHg. Jika terjadi kehilangan darah akut, atau hematokrit turun dibawah 30 %, cairan yang paling sesuai adalah red blood cell
Oksigenasi dan Ventilasi :Karena resiko terjadinya ARDS, wanita dengan syok septik memerlukan pemantauan untuk menghindari hipoksemia dan kegagalan ventilasi. Oksimeter secara kontinyu harus digunakan untuk memonitor saturasi oksigen arterial, dan terkadang diperlukan pemeriksaan analisa gas darah arterial. Pengobatan dengan oksigen diindikasikan bila tekanan oksimetri < 90 %, saturasi oksigen arteri < 92 %, atau tekanan O2 arteri < 60 %. Tujuan dari pengobatan dengan oksigen adalah untuk memelihara oksigenasi adekuat ke dalam jaringan. Keadaan ini mungkin memerlukan intubasi dan bantuan ventilasi dengan positive end- expiratory pressure (PEEP).
Pengobatan obat- obat vasoaktif atau initropikJika resusitasi cairan (tekanan kapiler pulmonar 12-17 mmHg) fungsi kardiovaskuler tetap tidak membaik dan tekanan darah tetap hipotensi ( rata – rata tekanan arterial < 60 mmHg atau tekanan sistolik < 90 mmHg, produksi urine yang kurang ( < 0,5 cc/kg/hr ), volume sekuncup tidak adekuat, atau memburuknya laktat asidosis, pemberian obat – obatan sangat diperlukan. Obat – obat pemacu tekanan terbaik diberikan adalah golongan α agonis dan obat – obatan yang bersifat inotropik diberikan adalah golongan β abonis.Dopamin merupakan obat pilihan pertama jika hipotensi menetap setelah pemberian cairan. Pada dosis yang kecil( < 2ug/kg/menit) dopamine secara selektif berperan sebagai vasodilator ginjal dan vaskuler bed mesenterik dimana terdapat reseptor dopaminergik. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi urine tanpa efek denyut jantung atau peningkatan tekanan darah. Pada

dosis yang ditingkatkan, terjadi penurunan efek dopaminergik dan β1 adrenergik serta peningkatan efek α adrenergik. Pada dosis 5 – 10 ug/kg/menit, efek α adrenergik menyebabkan peningkatan SVR dan PCWP tanpa penurunan kardiak output. Pada dosis diatas10 ug/kg/menit kardiak output dapat menurun, dan pada dosis diatas 20 ug/kg/menit dopamin mempunyai efek yang hampir sama dengan norepineprine. Karena itu dosis awal selalu dimulai pada dosis 5 ug/kg/menit kemudian dinaikkan sampai diatas 20 ug/kg/menit jika diperlukan. Jika dosis 20 ug/kg/menit diperlukan, maka harus ditambahkan obat lain seperti dobutamin atau norepineprin untuk menghindari penekanan myikardium serta SVR normal. Keadaan ini merupakan stimulasi reseptor β1 pada myokardial secara langsung yang menyebabkan peningkatan kardiak output dengan peningkatan minimal denyut jantung. norepineprine ( atau phenyleprine di tambahkan jika terjadi hipotensi menetap akibat rendahnya SVR yang menetap ( dosis dimulai 1-2 ug/menit, rentang dosis 2 – 12 ug/menit)
Pengobatan terhadap infeksiPengobatan terhadap infeksi merupakan faktor yang penting pada penanganan sepsis. Pengobatan antibiotika sedini mungkin dapat menurunkan angka komplikasi sebesar 50 %. Pengobatan infeksi melipiti penggunaan antibiotika broad spektrum dan penanganan secara bedah fokus infeksi jika diperlukan.

TERAPI Terapi pneumonia dilandaskan pada diagnosis empirik berupa AB untuk mengeradikasi MO yang diduga sebagai kausalnya. Dalam pemakaian AB selalu harus dipakai pola berfikir "Panca Tepat" yaitu diagnosis tepat, pilihan AB yang tepat, dan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang tepat dan pengertian patogenesis penderita secara tepat(19). AB yang bermanfaat untuk mengobati kuman intraseluler seperti halnya pada PA oleh kelompok M. pneumonia adalah obat yang bisa berakumulasi intraseluler di samping ekstraseluler, seperti halnya obat golongan makrolid. Dapat dijumpai beberapa pendekatan terapi : 1) Anjuran American Thoracic Society (1993)(20)ATS membagi PK untuk terapi empiris atas 4 kelompok berdasarkan usia, adanya penyakit dasar dan tempat rawat pasien. Untuk PK usia <60 tahun, tanpa penyakit dasar dianjurkan sefalosporin generasi 2, betalaktam + antibetalakta-mase atau makroid. Di Lab/SMF IP Dalam FKUP/RSHS di tahun 1990 telah dilakukan penelitian pemakaian roxythromycin, po, suatu AB
golongan makrolid terhadap 20 penderita ISNBA yang dirawat nginap. Didapat hasil penyembuhan sebesar 90% kasus yang diteliti terdiri bronkopneumonia/pneumonia(12), bronkitis eksa-serbasi akut(5)dan bronkiektasis terinfeksi(3). Didapatkan kuman berupa Str. pneumonia(16), Streptococcus spp.(3), Klebs. pneumonia(3), dan E. coli(1).

Dalam upaya pemberian antibiotika sebagai terapi utama pada pneumonia, maka diagnosis atau klasifikasi pneumonia yang digunakan haruslah bisa sebaik mungkin mengarahkan kepada pengenalan kuman kausal Tabel 7. Antibiotika pada pneumonia komunitas(21)5. Niederman MS. Empirical therapy for community-acquired pneumonia. Semin Respir Infect 1994; 9 : 192-98. Cited by Mandell LA, Chest 1995; 108 : 35S-42S. Mikroorganisme Antibiotika Pneumococcus Haemophillus Staphyloccus Legionella Mycoplasma Anaerob Kuman Gr (-) Virus Kuman opportunis Penisilin, sefalosporin, makrolide Sefalosporin gen. 3, amoxyc/clavulanic Flucloxacilin, sefalosporin, makrolide Makrolide Tetrasiklin, makrolide Metronidazole Sefalosporin, aminoglikosida Ribavirin, amantadine (setelah identifikasi virus) Sesuai diagnosis AB yang dipilih harus mencakup kedua tipe kuman; karena itu
pada PK yang berobat jalan dapat digunakan makrolid