sepsis pada lansia

16
Sepsis pada Lansia 1 Reading Assignment Supervisor 14 Februari 2012 dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI SEPSIS PADA LANSIA Faisal Parlindungan, Endang Sembiring, Saut Marpaung, Fransiscus Ginting, Tambar Kembaren, Armon Rahimi,Yosia Ginting Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai sejumlah gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis atau lekopenia, takikardi dan takipnea. 1,2 Sepsis sampai saat ini menjadi masalah baik di negara berkembang maupun negara maju, baik dari segi morbiditas, mortalitas maupun ekonomi. Pemanfaatan kemajuan ilmu kedokteran untuk pengelolaan sepsis dan syok septik berupa dipakainya peralatan monitoring invasif, sarana diagnostik yang lebih canggih, obat vasopresor dan inotropis yang lebih baik serta antibiotik yang lebih kuat memang dapat menekan angka kematian, namun diikuti dengan peningkatan biaya yang sangat besar untuk persatuan nyawa yang diselamatkan. 3 Tingginya angka kematian dan konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan mengharuskan kita mengubah paradigma pengelolaan sepsis; dari tindakan yang baru dikerjakan setelah sepsis dan komplikasinya terjadi; ke arah tindakan penanganan infeksi sebelum sepsis dan komplikasinya terjadi. Sepsis adalah permasalahan yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada orang lanjut usia (lansia). Lansia lebih rentan terkena infeksi karena proses perubahan tubuh dan menurunnya fungsi organ-organ serta adanya penyakit komorbid. 4 Diagnosis sepsis pada lansia agak sulit, karena lansia

Upload: wida-prima-nugraha

Post on 28-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sepsis

TRANSCRIPT

Page 1: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !1!

!

Reading Assignment Supervisor

14 Februari 2012 dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI

SEPSIS PADA LANSIA

Faisal Parlindungan, Endang Sembiring, Saut Marpaung, Fransiscus Ginting,

Tambar Kembaren, Armon Rahimi,Yosia Ginting

Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU /

RSHAM

PENDAHULUAN

Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai sejumlah

gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis atau lekopenia, takikardi

dan takipnea.1,2 Sepsis sampai saat ini menjadi masalah baik di negara berkembang

maupun negara maju, baik dari segi morbiditas, mortalitas maupun ekonomi.

Pemanfaatan kemajuan ilmu kedokteran untuk pengelolaan sepsis dan syok septik

berupa dipakainya peralatan monitoring invasif, sarana diagnostik yang lebih

canggih, obat vasopresor dan inotropis yang lebih baik serta antibiotik yang lebih

kuat memang dapat menekan angka kematian, namun diikuti dengan peningkatan

biaya yang sangat besar untuk persatuan nyawa yang diselamatkan.3 Tingginya

angka kematian dan konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan mengharuskan kita

mengubah paradigma pengelolaan sepsis; dari tindakan yang baru dikerjakan

setelah sepsis dan komplikasinya terjadi; ke arah tindakan penanganan infeksi

sebelum sepsis dan komplikasinya terjadi.

Sepsis adalah permasalahan yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang

tinggi terutama pada orang lanjut usia (lansia). Lansia lebih rentan terkena infeksi

karena proses perubahan tubuh dan menurunnya fungsi organ-organ serta adanya

penyakit komorbid.4 Diagnosis sepsis pada lansia agak sulit, karena lansia

Page 2: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !2!

!

memberikan respon yang kurang jelas terhadap sepsis dan dapat disertai dengan

delirium. Karena penegakan diagnosis yang agak sulit, penatalaksanaan terhadap

sepsisnya dapat tertunda sehingga mempengaruhi hasil akhir pengobatan. Terdapat

kecenderungan untuk menangani lansia secara kurang agresif karena faktor

penuaan, namun perlu dipertimbangkan hal-hal selain umur dalam menentukan

keagresifan terapi,misalnya performance level, kualitas hidup, dan keinginan

pasien.3

Page 3: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !3!

!

TINJAUAN PUSTAKA

Sepsis

Terdapat beberapa istilah yang erat kaitannya dengan infeksi serta sepsis.

Inflamasi adalah respons lokal yang dipicu oleh jejas atau kerusakan jaringan,

bertujuan untuk menghancurkan, melarutkan bahan penyebab, jejas ataupun

jaringan yang mengalami jejas, yang ditandai dengan gejala klasik dolor, calor,

rubor, tumor, dan functio laesa. Infeksi adalah ditemukannya organisme pada tempat

yang normal steril, yang biasanya disertai dengan respons inflamasi tubuh.

Bakteremia adalah ditemukan bakteri di dalam darah, dibuktikan dengan biakan,

dapat bersifat transien. Septikemia adalah bakteremia disertai dengan gejala klinis

yang bermakna.5

Sepsis adalah infeksi disertai dengan respon sistemik; respons sistemik

tersebut ditandai dengan 2 atau lebih tanda1,2 :

" Temperatur > 38oC atau < 36 oC

" Denyut jantung >90 kali/menit

" Respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg (< 4.3 kPa)

" Sel darah putih > 12 000/mm3, <4000/mm3, atau >10% bentuk immature/band

Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respons sistemik

yang menyebabkan gangguan organ berupa : insufisiensi respirasi, disfungsi renal,

asidosis atau gejala mental. Septik shock adalah sepsis syndrome disertai dengan

hipotensi dan adanya gangguan perfusi. Refractory septik shock adalah syok septik

yang berlangsung lebih dari satu jam tanpa respons terhadap intervensi cairan atau

obat farmakologis.5

Page 4: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !4!

!

Gambar 1. Patofisiologi sepsis1

Sepsis Pada Lansia

Dalam 5 dekade terakhir, jumlah penduduk dengan kategori lanjut usia

(lansia) terus meningkat, di mana menurut WHO, batasan usia lansia adalah 60

tahun.6 Secara global, jumlah penduduk lansia meningkat 1.2% per tahunnya, di

mana hampir 2/3 di antaraya berada di negara-negara berkembang. Jika pada tahun

1950 terdapat 8 lansia dari 100 orang, maka pada tahun 2050 diperkirakan akan ada

22 lansia dari 100 orang tersebut. Sementara usia harapan hidup akan bertambah

dari 65 tahun pada 1995 menjadi 76 tahun pada 2050.4,6 Bertambahnya jumlah

Page 5: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !5!

!

lansia ini akan menimbulkan masalah kesehatan baru, mengingat kelompok usia ini

memiliki prevalensi terbesar dalam hal penyakit kronis dan multipatologis.

Tabel 1. Penyebab kematian pada lansia 7 Faktor Resiko Terhadap Pasien Lansia

Proses penuaan adalah suatu proses yang berhubungan dengan berbagai

faktor resiko yang meningkatkan insidens dan mortalitas sepsis. Beberapa di

antaranya yaitu:3,4,6,8

Status performans Beberapa perubahan tubuh akibat proses penuaan dapat menyebabkan

status performans yang lebih buruk, yang merupakan prediktor independen untuk

mortalitas:

1. disuse atrophy akibat inakitivitas fisik 2. sarcopenia karena semakin meningkatnya pengurangan massa otot 3. perubahan pada respons terhadap hormon-hormon tropic ( growth hormone,

androgen, estrogen) 4. perubahan neurologis

Page 6: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !6!

!

5. perubahan regulasi sitokin 6. perubahan metabolisme protein 7. perubahan asupan makanan

Nutrisi Salah satu perubahan fisiologis akibat proses menua adalah penurunan

signifikan pada sensitivitas diskriminasi rasa setelah usia 70 ; sensasi rasa manis,

asam, pahit, dan asin terganggu. Hal ini menyebabkan lansia kurang menikmati

makan sehingga dapat memicu penurunan berat badan. Status gizi lansia juga

dipengaruhi oleh :

1. inaktivitas 2. kekurangan sumber daya 3. permasalahan mobilitas dan transportasi 4. isolasi sosial 5. keterbatasan fungsional 6. demensia 7. depresi 8. status kesehatan gigi yang buruk 9. polifarmasi 10. penyalahgunaan obat dan alkohol

Perubahan sosial

Perawatan lansia di rumah-rumah perawatan atau panti jompo cukup sering

dialami lansia. Mereka harus menjalani tahap-tahap penyesuaian terhadap

lingkungan barunya. Dukungan sosial dapat membantu mereka melewati proses

tersebut, dan mengurangi masalah yang dapat muncul seperti depresi dan

kekurangan perhatian, yang dapat memberikan dampak terhadap status gizi dan

imunitas mereka.

Fungsi imun

Pasien lansia sering mengalami gangguan nutrisi atau imunologis, sehingga

menjadi lebih mudah terkena infeksi dan komplikasinya. Pasien lansia kerapkali

mengalami gangguan komorbid yang membutuhkan penanganan dengan peralatan

medis (misalnya kateter urin, gastrostomi, sistostomi, trakeostomi, pemasangan

infus) yang mengakibatkan peningkatan resiko infeksi dan komplikasinya. Terdapat

Page 7: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !7!

!

juga bukti adanya penurunan fungsi sel B dan sel T pada lansia, walaupun mungkin

ekspresi sitokin proinflamasi dapat normal.

Tabel 2. Hubungan disfungsi imun dengan beberapa penyakit kronis 9

Obat-obatan Bersihan obat dari tubuh, terutama melalui mekanisme renal, terganggu

sejalan dengan proses penuaan. Penurunan fungsi ginjal terkait usia adalah faktor

utama yang menyebabkan penurunan bersihan obat.karena ginjal merupakan organ

yang sangat berperan bagi ekskresi sebagian antibiotik, penyesuaian dosis dan

pemantauan kadar obat dalam darah mungkin diperlukan terhadap sebagian obat.

Beberapa antibiotik efek samping nya dapat meningkat pada lansia. Interaksi obat

juga meningkat pada lansia namun demikian hal ini adalah terutama akibat

banyaknya obat yang dikonsumsi, bukan akibat proses penuaan itu sendiri.

Page 8: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !8!

!

Tabel 3. Efek samping antibiotik pada lansia3

Manifestasi Klinis Sepsis Pada Lansia1,2,8,9,10

Proses sepsis dicirikan dengan beberapa tanda dan gejala yang mencakup :

• demam atau hipotermi • leukositosis atau leucopenia • takikardi • takipnea

Gejala-gejala ini jika tidak dikenali dan ditangani secara cepat dan tepat,

dapat berlanjut menjadi sebuah runtutan kejadian yang dapat mengakibatkan cedera

endovascular difus, thrombosis mikrovaskuler, iskemia organ dan kematian.

Pasien lansia memiliki kesulitan-kesulitan tertentu dalam diagnosis dan

penatalaksanaan sepsis. Pertama, mendapatkan sampel diagnostik dari pasien

membutuhkan kerja sama dengan pasien tersebut, padahal pasien lansia dapat

berada dalam kondisi rapuh, mengalami penurunan kognitif, atau sakit parah

sehingga kurang dapat bekerja sama dengan tim medis. Kedua, manifestasi klinis

SIRS dapat tidak terlihat, atau kurang dapat diamati dengan jelas. Hal ini dapat

menunda tindakan intervensi penting yang pada akhirnya akan mempengaruhi

outcome dari pasien ini. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jika terapi empiris

untuk sepsis ditunda 8-24 jam, maka mortalitas dapat meningkat 8 sampai 22 kali

lipat.

Manifestasi infeksi pada lansia sering tidak khas, dan karenanya perlu

pengamatan yang cermat. Demam misalnya, seringkali tidak mencolok. Banyak

studi yang mendapatkan penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak

menunjukkan gejala demam. Demam dapat tidak ditemui pada sepertiga pasien

berusia di atas 65 tahun yang mengalami infeksi akut berat yang membahayakan

Page 9: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !9!

!

nyawa. Bahkan pada 20% penderita sepsis, justru didapatkan hipotermia. Hal ini

menyebabkan timbulnya istilah the older the colder.

Tidak dijumpainya demam pada pasien lansia dengan sepsis dapat terjadi

karena beberapa alasan. Variasi harian dari suhu tubuh berkurang, dan suhu basal

lansia adalah sekitar 0.6-0.8oC lebih rendah dari dewasa muda. Mekanisme yang

mendasarinya adalah : berkurangnya produksi sitokin (misalnya IL-6), berkurangnya

sensitivitas reseptor hipotalamik terhadap sitokin dan rusaknya adaptasi

termoregulasi perifer terhadap perubahan suhu. Sebagai tambahan, penggunaan

obat-obatan yang sering dipakai lansia misalnya NSAID, kortikosteroid, B-reseptor

blocker, antihistamin, ranitidin dapat menekan respon febril terhadap inflamasi.

Peningkatan suhu tubuh di atas 1.5oC dapat diartikan sebagai reaksi febris

dan indikator infeksi. Metode pengukuran suhu adalah hal penting yang harus

diperhatikan. Pengukuran suhu rektal dapat mendeteksi demam pada sekitar 86%

pasien, sublingual 66%, dan aksila hanya 32%. Pengukuran suhu rektal secara klinis

adalah metode pengukuran yang terbaik pada pasien lansia.

Sama halnya dengan demam, indikator klasik untuk infeksi, seperti C-reactive

protein atau jumlah leukosit pada lansia spesifisitas dan sensitivitasnya berkurang.

Hal ini diistilahkan sebagai immunosenescence, yaitu kurang berfungsinya respon

imun pada pasien lansia. Begitu juga dengan gejala-gejala lain, seperti batuk pada

pneumonia, nyeri khas pada apendisitis dan kolesistitis, sering tidak dikeluhkan dan

dianggap ‘biasa’.

Fokus infeksi yang sering dijumpai pada lansia serupa dengan kelompok

umur yang lain, mencakup sistem pernafasan, kemih dan gastrointestinal.

Organisme yang paling sering dijumpai adalah basil gram negatif, namun terdapat

peningkatan tajam insidens infeksi kokus gram positif. Peningkatan ini mungkin

diakibatkan perawatan pasien lansia di rumah jompo, dan peningkatan penggunaan

dini antibiotik spektrum luas

Pilihan Terapeutik 3,10,11,12

Page 10: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !10!

!

Proses sepsis dapat diubah atau dimodifikasi jika dikenali secara dini dan

perawatan suportif yang adekuat diberikan. Intervensi yang paling penting adalah

dengan membuat diagnosa dini – suatu hal yang sulit mengingat gambaran tidak

khas dari sepsis pada lansia ini. Saat diagnosa telah dibuat, antibiotik yang sesuai

harus diberikan sebagai upaya untuk menghentikan berlanjutnya kaskade inflamasi.

Penggunaan antibiotik yang tertunda dapat mengurangi survival pasien.

Pengobatan awal untuk infeksi hampir selalu berdasarkan pengalaman

empiris. Seorang klinisi harus menyadari pathogen apa yang paling sering

menyebabkan sebuah infeksi, antimikroba apa yang sesuai untuk setiap pathogen,

dan pola resistensi antibiotik lokal. Pada lansia yang sering dirawat di rumah sakit,

memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi nosokomial dan pathogen

resisten seperti metihicillin-resistant Staphylococcus aureus.

Walaupun terapi empiris adalah yang pertama sekali diberikan, namun sangat

penting untuk mendapatkan spesimen untuk analisis mikrobiologi ( seperti kultur

darah, kultur urin) sebelum pasien mendapatkan antibiotik terapi. Rejimen terapi

empiris dapat diubah sesuai hasil pemeriksaan mikrobiologi jika pasien tidak respon

secara klinis terhadap terapi empiris tersebut. Hasil pemeriksaan mikrobiologis harus

ditafsirkan sesuai dengan presentasi klinis pasien, sehingga tidak semua hasil kultur

yang positif harus diberikan antibiotik. Misalnya, bakteriuria asimtomatik tidak

membutuhkan antibiotik.

Dalam memilih antibiotik untuk pasien lansia, umumnya semua obat dapat

diberikan sesuai indikasi yang sama dengan pasien dewasa muda. Namun, dosis

dan interval obat harus disesuaikan pada lansia yang memiliki berat badan yang

rendah dan fungsi ginjal yang terganggu. Efek samping obat terjadi 2-3 kali lebih

sering pada lansia dibandingkan dewasa muda. Pada suatu studi di Belgia, insidens

terjadinya efek samping obat pada lansia diperkirakan sekitar 20% pada pasien

rawat inap. Antibiotik juga sering berinteraksi dengan obat-obatan lain yang sering

dipakai lansia.

Page 11: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !11!

!

Tabel 4. Interaksi antibiotik dengan obat-obat yang sering dipakai lansia9

Penggunaan dosis obat yang tepat tidak hanya penting untuk menentukan

keberhasilan terapi, tetapi juga untuk mencegah terjadinya resistensi. Dosis

antibiotik suboptimal dapat menyebabkan munculnya pathogen-patogen yang

resisten. Pemilihan dosis yang tepat untuk lansia merupakan sebuah ‘seni’ yang

harus mempertimbangkan kurangnya penetrasi obat ke jaringan, terganggunya

farmakokinetik obat, penyakit-penyakit penyerta dan lemahnya system imun tubuh.

Page 12: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !12!

!

Tabel 5. Perubahan fisiologis pada lansia dan efek farmakokinetik obat9

Perkembangan terkini dalam memahami sepsis telah membantu untuk

mengembangkan pilihan-pilihan terapeutik baru, dan penelitian-penelitian yang

sedang dilakukan menjanjikan pilihan-pilihan yang lain di masa yang akan datang.

Beberapa target potensial untuk intervensi kaskade inflamasi telah diidentifikasikan,

antara lain: 3,13

" TNF " Endotoksin " IL-1 dan IL-6 " Phospholipase A2 " Antithrombin III (AT III) " Platelet-activating faktor (PAF) " Tissue faktor pathway inhibitor " Activated protein C

Steroid, ibuprofen, dan obat-obatan lain juga telah digunakan dalam usaha

menghentikan respons inflamasi, dengan berbagai hasil yang masih diamati.

Abnormalitas dalam produksi kortisol adrenal merupakan prediktor mortalitas yang

sangat tinggi pada sepsis, dan beberapa penelitian sekarang menunjukkan bahwa

steroid dosis rendah dapat memberikan manfaat dalam sebagian kasus-kasus

sepsis.

Perawatan suportif yang adekuat dengan pemantauan ketat, nutrisi cukup,

profilaksis terhadap ulkus dan deep vein thrombosis, dan dukungan ventilasi harus

dipertimbangkan sebagai komponen esensial dalam perencanaan perawatan pasien

lansia dengan sepsis. Penelitian terbaru telah mencatat bahwa pasien-pasien lansia

ditangani secara kurang agresif dibandingkan pasien usia muda, terutama pada

mereka yang di atas 85 tahun. Hal ini mungkin karena anggapan bahwa pasien

lansia memiliki jangka hidup yang lebih pendek, terlalu lemah untuk dapat

beradaptasi secara fisiologis terhadap proses sepsis, dan mereka yang bertahan

hidup sangat mungkin menjadi tergantung, membutuhkan dukungan sosioekonomi

Page 13: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !13!

!

yang kuat, dan dengan memperpanjang perawatan, maka kesakitan dan

penderitaan pasien menjadi lebih meningkat dan lebih lama. Walaupun demikian,

keputusan perawatan dengan hanya berdasarkan usia tanpa mempertimbangkan

faktor prognostik yang lain dapat menyebabkan pasien-pasien yang seharusnya

memperoleh manfaat dari perawatan agresif menjadi under-treated (tidak dirawat

dengan optimal).

Karena terapi antisepsis yang baru mungkin cukup mahal, maka pemahaman

yang lebih baik terhadap aspek clinical-effectiveness dan cost-effectiveness pada

seluruh pasien merupakan hal yang penting. Sayangnya, uji-uji klinis terhadap obat-

obatan antisepsis cenderung mengekslusikan populasi lansia, karena dianggap

memiliki respon yang kurang terhadap perawatan. Namun demikian, pasien lansia

merupakan bagian yang besar dari populasi sepsis, dan apabila tidak disertakan

dalam uji klinis maka akan dapat mengurangi validitas uji klinis tersebut, dan

membatasi pengetahuan kita terhadap pilihan-pilihan terapi.

Prognosis Sepsis Pada Lansia 3,4,8 Sepsis berat adalah keadaan yang memiliki prognosis jelek pada seluruh

kelompok umur. Faktor-faktor yang digunakan untuk memprediksi outcome pada

pasien dengan penyakit kritis mencakup :

" Status imunitas " Jenis kelamin " Umur " Kejadian nosokomial " Komorbiditas " Keparahan penyakit

Walaupun studi populasi menunjukkan bahwa pasien lansia memang memiliki

mortalitas yang lebih tinggi pada sepsis, namun penting bagi klinisi untuk

memisahkan prognosis umum antara populasi lansia dengan individu lansia. Umur

tidak bisa menjadi satu-satunya faktor untuk memprediksi outcome atau untuk

menentukan pilihan perawatan pada pasien. Walaupun umur adalah faktor penting

dalam memprediksi lama rawatan di ICU, namun peningkatan mortalitas yang terjadi

pada lansia dengan sepsis terjadi karena penyakit komorbid yang dialami kelompok

usia ini, antara lain :

Page 14: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !14!

!

" Metastatic neoplasm (43.4%) " Penyakit hati kronik (37.1%) " Non-metastatic neoplasm (36.9%) " Penyakit ginjal kronis " PPOK (32.1%)

KESIMPULAN

Sepsis adalah permasalahan yang sering dijumpai dengan mortalitas yang

tinggi, terutama pada lansia. Pasien lansia lebih rentan terkena infeksi karena

berbagai faktor resiko seperti status performans, fungsi imun, nutrisi, penggunaan

obat-obatan dan adanya perubahan sosial. Sepsis pada lansia memiliki gejala-gejala

yang tidak khas sehingga menyulitkan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Terapi

antibiotik, perawatan yang adekuat, dan penggunaan intervensi-intervensi terbaru

untuk sepsis harus dipertimbangkan dalam menangani sepsis pada lansia.

Walaupun survival pasien adalah outcome yang paling penting, namun

kualitas hidup lansia juga penting untuk dipertimbangkan. Studi lebih lanjut harus

dilakukan untuk mengevaluasi penatalaksanaan sepsis pada lansia, sehingga dapat

memperbaiki status fisiologis, independensi sosial, kualitas hidup dan mortalitas.

Dengan peningkatan populasi lansia, pemahaman terhadap hal-hal tersebut dapat

membantu penatalaksanaan pada lansia secara lebih efektif dan efisien, sehingga

lansia dapat menjalani hidup dengan baik,

Page 15: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !15!

!

DAFTAR PUSTAKA 1. Nasronuddin. Imunopatogenesis Sepsis dan Prinsip Pelaksanaan. In : Nasronuddin

et al, eds. 2nd ed Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga

University Press. 2011: p320-25

2. HA Guntur. Imunologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan Sepsis. In : Diding HP,

editor. 1st ed Steroid Dosis Rendah Pada Penatalaksanaan Sepsis.UNS Press. 2011:

p1-45.

3. Destarac LA, Ely EW. Sepsis in Older Patients : An Emerging Concern in Critical

Care. Advances in Sepsis. 2002; Vol 2 No 1: p.15-22

4. Hadisaputro S, Martono HH. Infeksi pada Usia Lanjut. In : Martono HH, Pranarka K,

eds. 4th ed Geriatri. Balai Penerbit FKUI. 2009:p 443-57

5. Suharto. Sepsis Dasar Patogenesis dan Pemberian Obat Antimikroba. In :

Nasronuddin et al, eds. 2nd ed Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan

Mendatang. Airlangga University Press. 2011: p419-25

6. Setiati S, Harimurti , et al. Proses Menua dan Implikasi Klinis. In: Sudoyo AW, et al,

eds. 5th ed Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Dept Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2009: p1335-40

7. Sanya EO, et al. Profile and Causes of Mortality Among Elderly Patients Seen in

Tertiary Care Hospital in Nigeria. Annals of African Medicine. 2011; 10:p278-83

8. Visser M. Changes in Body Composition with Aging : Result from Longitudinal

Studies. J Am Geriatric Soc. 2008;53: p897-904

9. Girard TD, Opal SM, et al. Insights into Severe Sepsis in Older Patients : From

Epidemiology to Evidence-Based Management. Aging and Infectious Diseases.

March 2005: p. 719-25

10. Bellmann-Weiler R, Weiss G. Pitfalls in the Diagnosis and Therapy of Infections in

Elderly Patients- A Mini-Review. Gerontolgy. Jauary 2009: p.241-8

11. Bressler R, Bahl JJ. Principles of Drug Therapy for the Elderly Patient. Mayo Clin

Proc. 2003;78: p1564-77 12. McCue JD. Antibiotic Use in The Elderly : Issues and Nonissues. Clin Infect Dis.

2009;28: p750-2

Page 16: Sepsis Pada Lansia

Sepsis pada Lansia ! !16!

!

13. Suharto. Strategi Baru Pengobatan Sepsis. In : Nasronuddin et al, eds. 2nd ed

Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University Press.

2011: p454-9