sg indo legal system (2)
DESCRIPTION
nehTRANSCRIPT
Indonesian Legal SystemDepartment of Public Relations Studies
Department of Marketing Studies
Department of Mass Communication Studies
Department of Advertising Studies
Study Guide 2005
Prepared by
M.A. Tomasouw
LAW117
The London School of Public Relations -JakartaSekolah Tinggi Ilmu Komunikasi
Produced by learning materials center
CopyrightSTIKOM LSPR 2005
ACD/SG-LAW117/032/00/04/CBC
Prepared by M.A.Tomasouw for learning materials centerSekolah Tinggi Ilmu KomunikasiThe London School of Public Relations – Jakarta
I. SUBJECT OUTLINE.
See Attachment.Sistem Hukum Indonesia oleh M.A.Tomasouw.Jakarta, 6 September 2004.
Subject objectives :
After studying this subject students will have :
· Additional knowledge of law, which will be of great help in whatever field of jobthey obtain.
· Everyone knows that law has a role in every aspect of life. Not one Department,Institution, Office or a bonafide Company which does not have a legal departmentor legal bureau.
· Therefore the very short period available in STIKOM – LSPR for studying the Indone-sian Legal System (Sistem Hukum Indonesia) must be used to the utmost by thestudents in order to obtain a good legal knowledge in solving the various mattersthey will experience in future.
· The book which must be studied, and is available at STIKOM – LSPR, is“PENGANTAR ILMU HUKUM” and “TATA HUKUM INDONESIA” written by Drs.C.S.T. KANSIL,SH, does not include the subject of INTELLECTUAL PROPERTY RIGHT (Hak MilikIntelektual) (Brand/Trade Mark, Patent, Copyright). Therefore in establishing theguide book for the subject of Indonesian Legal System (Sistem Hukum Indonesia) Ihave also included material regarding Brand/Trade Mark, using as the main sourceLaw No. 15 year 2001 regarding Brand/Trade Mark.
· I hope this guide book will be useful for those students who really want to study.
II) Study Guide Writer
I joined the London School of Public Relations as Lecturer in 1999, prior to that I wasa Public Prosecutor (Jaksa) at the Attorney General’s Office in Jakarta with national andinternational experiences.
In 1964 I completed my study from the Law Faculty of Gajah Mada University, Yogyakarta.Then I joined the Attorney General’s Office as a Public Prosecutor.
My experiences are among others as follows :1. 1971 Intelligence Course in Jakarta.2. 1972 Special Course in International Police Academy, Washington DC,
USA.3. 1974 National Workshop for Handling Narcotic Cases.
(Preparing / Made Working Paper)4. 1974 – 1981 Head of Public Relations and Protocol Department at Attorney
General’s Office / Spokesman of the Attorney General.5. 1987 Seminar on Laws and the Medical Profession at Sam Ratulangi
University in Manado.6. 1989 Seminar on Intellectual Property Right at Sam Ratulangi
University in Manado.7. 1990 Special Management Course at International Management
Development Institute, Graduate School of Public and International Affairs, University of Pittsburgh, USA.
8. 1991 Seminar on Enforcement of Environmental Law in Semarang.(Departemen Lingkungan Hidup).
9. 1991 Special Course in Environmental Law Enforcement at PolytechnicIJsselland, Den Haag, Holland.
10.1992 Legal Workshop on Drug Investigation, Legal Proceedings andRelated International Cooperation in Bangkok as a representative ofthe Republic of Indonesia.
11. 1993 Special Course on Judicial & Crime Management, White Collar &Corporate Crime, Computer Crime at IMDI / JSPIA, University ofPittsburgh, USA.
12. July-August Meeting and Discussion with :1993 1. Director of International Law Institute, Washington DC,
USA.2. Chief of Training Division of Federal Bureau of Investiga
tion(FBI) at US Marince Corps Base, Quantico, Virgina, USA.
3. Management of US Environmental Protection Agency, Atlanta, Georgia, USA.
4. Vice Director of Custom, Miami, Florida, USA.
III. SCHEME OF WORK
Week 1 Pengertian tata hukum Indonesia
Arti tata hukum
Dasar-dasar hukum berlakunya aneka warna hukum di Indonesia
Week 2 Lapangan-lapangan hukum di Indonesia
Keadaan tata hukum Indonesia
Sejarah hukum perdata di Indonesia
Week 3 Pembagian dan sistematik hukum perdata
Hukum perorangan (personenrecht)
Hukum keluarga (familierecht)
Week 4 Hukum Perkawinan menurut hukum perdata Eropa
Hukum Perkawinan berdasarkan UU No.1 tahun 1974
Week 5 Hukum harta kekayaan (vermogensrecht)
Week 6 Idem lanjutan
Week 7 UU Merek tahun 2001
Ketentuan Umum
Lingkup Merek
Week 8 Mid term exam
Week 9 Permohonan pendaftaran merek
Pendaftaran merek
Week 10 Pengalihan hak atas merek terdaftar
Penyelesaian sengketa
Week 11 Asas-asas hukum pidana / pengertian hukum pidana
Riwayat hukum pidana Indonesia
Week 12 Pembagian hukum pidana
Tujuan hukum pidana
Kitab UU hukum pidana
Week 13 Asas-asas hukum acara pengadilan
Pengertian pokok hukum acara
Week 14 Pelaksanaan acara perdata
Week 15 Pelaksanaan acara pidana
Week 16 Final exam.
DAFTAR ISI
PENGANTAR 1
BAB I PENGERTIAN TATA HUKUM INDONESIA 2
PAR. 1 ARTI TATA HUKUM 2
PAR. 2 TATA HUKUM INDONESIA 3
PAR. 3 DASAR-DASAR HUKUM BERLAKUNYA ANEKA WARNA 4
PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA
1. Peraturan-peraturan Pokok pada zaman 4
Hindia Belanda
2. Peraturan-peraturan Pokok pada zaman 5
Jepang
3. Pernyataan berlakunya peraturan-peraturan 5
Sebelum Republik Indonesia
PAR. 4 LAPANGAN-LAPANGAN HUKUM DI INDONESIA 8
PAR. 5 KEADAAN TATA HUKUM INDONESIA 9
1. Asas Konkordansi 9
2. Keadaan Hukum Kodifikasi di Indonesia 11
3. Kesatuan Berlakunya Hukum Pidana (Unifikasi Hukum 10
Pidana)
4. Pluralisme dalam Hukum Perdata di Indonesia 11
BAB II ASAS-ASAS HUKUM PERDATA 12
PAR. 6 SEJARAH HUKUM PERDATA DI INDONESIA 12
1. Kodifikasi Hukum Perdata Belanda, Tahun 1830. 12
2. Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia tahun 1848 12
PAR. 7 PEMBAGIAN DAN SISTEMATIK HUKUM PERDATA 16
PAR. 8 HUKUM PERORANGAN (PERSONENRECHT) 17
PAR. 9 HUKUM KELUARGA (FAMILIERECHT) 18
1. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht) 18
2. Perwalian (voogdij) 19
3. Pengampuan (curatele) 19
4. Hukum Perkawinan menurut Hukum Perdata Eropa 20
PAR. 10 HUKUM PERKAWINAN INDONESIA BERDASARKAN 23
UNDANG-UNDANG No.1 TAHUN 1974
A. Sistematika dan Isi Pokok UU No.1 tahun 1974 23
B. Konsiderans UU No.1 Tahun 1974 23
C. Pengertian Umum tentang Perkawinan 24
menurut UU No.1 tahun 1974
D. Syarat-syarat Perkawinan 26
PAR. 11 HUKUM HARTA KEKAYAAN (VERMOGENSRECHT) 281. Hukum Benda (zakenrecht) 292. Hukum Perikatan (verbintenissenrecht) 31
BAB III MEREK 39PAR. 12 UU MEREK TAHUN 2001 39
1. Isi Pokok UU Merek tahun 2001 392. Dasar Hukum UU Merek 393. Dasar Pertimbangan dikeluarkan UU Merk tahun 2001 40
PAR. 13 KETENTUAN UMUM 404. Beberapa Pengertian 40
PAR. 14 LINGKUP MEREK 415. Merek Dagang dan Merek Jasa 416. Merek yang tidak dapat didaftar dan ditolak 42
PAR. 15 PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK 447. Syarat dan tata cara permohonan 448. Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas 46
PAR. 16 PENDAFTARAN MEREK 46PAR. 17 PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR 50PAR. 18 PENYELESAIAN SENGKETA 53
BAB IV ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 54PAR. 19 PENGERTIAN HUKUM PIDANA 54PAR. 20 RIWAYAT HUKUM PIDANA INDONESIA 56PAR. 21 PEMBAGIAN HUKUM PIDANA 58PAR. 22 TUJUAN HUKUM PIDANA 60PAR. 23 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 61
BAB V ASAS-ASAS HUKUM ACARA PENGADILAN 68PAR. 24 PENGERTIAN POKOK HUKUM ACARA 68PAR. 25 PELAKSANAAN ACARA PERDATA 69PAR. 26 PELAKSANAAN ACARA PIDANA 72
KEPUSTAKAAN
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
1
LAW117, Indonesian Legal System
P E N G A N T A R
Matakuliah SISTEM HUKUM INDONESIA atau TATA HUKUM INDONESIA di Fakultas Hukumlazimnya diberikan sebagai lanjutan dari PENGANTAR ILMU HUKUM. Oleh karena itu untukmahasiswa yang tidak pernah mendapat matakuliah Pengantar Ilmu Hukum dan diwajibkanlangsung mempelajari SISTEM HUKUM INDONESIA atau TATA HUKUM INDONESIA, perlu kiranyadisiapkan bahankuliah yang disesuaikan dengan kebutuhan nyata dari masing-masing tingkatpendidikan (Fakultas /Akademi).
Khusus untuk para mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School ofPublic Relations – Jakarta ( STIKOM LSPR ), penyusun berusaha menyusunkan Buku Pedomanmatakuliah SISTEM HUKUM INDONESIA ini mengacu pada buku wajib yang disediakan olehSTIKOM LSPR yaitu PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA karangan Drs.C.S.T. KANSIL, S.H.
Untuk melengkapi pengetahuan mahasiswa dalam masalah HAK MILIK INTELEKTUAL (khususHak Merek), maka selain buku karangan Drs. C.S.T. KANSIL, S.H. dengan judul HAK MILIKINTELLEKTUAL, HAK MILIK PERINDUSTRIAN dan HAK CIPTA, penyusun juga menggunakan bukukarangan Prof.Mr.Dr. Sudargo Gautama berjudul “Masalah-Masalah PERDAGANGAN,PERJANJIAN, HUKUM PERDATA INTERNASIONAL dan HAK MILIK INTELEKTUAL”, dan UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK (Undang-Undang Nomor 15 / 2001), sebagai sumber .
Berbagai kekurangan dan kekeliruan pasti ada dalam menyusun Buku Pedoman ini,karenanya masukan dari siapapun demi perbaikan sangat diharapkan.
Bahan-bahan kuliah yang disajikan dalam buku ini disusun secara sederhana namuntetap diupayakan sistematis agar mudah dipelajari dan terutama dipahami oleh paramahasiswa.
Semoga buku ini dapat bemanfaat.
Jakarta, 6 September 2004.
M.A.Tomasouw.
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
2
LAW117, Indonesian Legal System
tata hukum.Tiap-tiap bangsa mempunyai tata
hukumnya sendiri, demikian juga bangsa In-donesia mempunyai tata hukum sendiri, TATAHUKUM INDONESIA.
Barang siapa mempelajari Tata Hukum In-donesia, maksudnya terutama ialah inginmengetahui perbuatan atau tindakan manakahyang menurut hukum, dan yang manakahbertentangan dengan hukum, bagaimanakahkedudukan seseorang dalam masyarakat ,apakah kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenangnya, semuanya itu menurut hukumIndonesia.
Dengan singkatnya dapat dikatakan,
bahwa ia ingin mengetahui hukum yangberlaku sekarang ini di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hukum yang sedang
berlaku di dalam suatu negara itu dipelajari,
dijadikan obyek dari ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang obyeknya ialah hukum
yang sedang berlaku dalam suatu negara,disebut ilmu pengetahuan hukum positif [
ius constitutum ].
Hukum yang berlaku terdiri dari dan
diwujudkan oleh ketentuan-ketentuan atau
aturan-aturan hukum yang saling berhubungan
dan saling menentukan. Misalnya : aturanbahwa hak milik diakui; jika tidak diakui
adanya hak milik, maka tak ada kemungkinan
pencabutan hak milik tersebut.
Selanjutnya aturan bahwa hak milik
BAB
PENGERTIAN TATA HUKUM INDONESIA
Par. 1
ARTI TATA HUKUM.
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The Lon-don School of Public Relations – Jakarta(STIKOM LSPR) , menggunakan istilahmatakuliah “SISTEM HUKUM INDONESIA”sedang buku acuan karangan Drs. C.S.T. Kansil,S.H. menggunakan istilah “TATA HUKUM IN-DONESIA”.
Untuk menghindari kekeliruan pengertianperlu dijelaskan kesamaan arti dua istilahtersebut yaitu SISTEM HUKUM dan TATAHUKUM. Menurut Kamus Umum Bahasa Indo-nesia karangan Prof. Dr. J.S. Badudu dan Prof.Sutan Mohammad Zain,
sistem = susunan kesatuan-kesatuan yangmasing-masing berdiri sendiri-sendiri, tetapiberfungsi membentuk kesatuan secarakeseluruhan,
tata = pemadan kata lain yang berartiaturan, kaidah, sistem.
Oleh karena itu dapat dikatakan SISTEMHUKUM sama artinya dengan TATA HUKUMyaitu SEGALA ATURAN DAN TERTIB HUKUMYANG MEMBENTUK SUATU KESATUAN HUKUMYANG BERLAKU DI SUATU NEGARA.
Pada masa kini, tak ada suatu bangsa didunia ini yang tidak mempunyai hukumnyasendiri. Apabila dalam bahasa dikenal tatabahasa, demikian juga dalam hukum dikenal
I
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
3
LAW117, Indonesian Legal System
Par. 2
TATA HUKUM INDONESIA
Tata Hukum Indonesia ditetapkan oleh
masyarakat hukum Indonesia, ditetapkan oleh
Negara Indonesia. Oleh karena itu adanya Tata
Hukum Indonesia baru sejak lahirnya Negara
Indonesia (17 – 8 – 1945). Pada saat berdirinya
Negara Indonesia dibentuklah tata hukumnya;
hal itu dinyatakan dalam :
1) Proklamasi Kemerdekaan : “Kami bangsa
Indonesia dengan ini menyatakan
Kemerdekaan Indonesia.”
2) Pembukaaan UUD – 1945 : “ Atas berkat
Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya.” “Kemudian daripada
itu ……disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia…..”
Pernyataan tersebut mengandung arti :
a) menjadikan Indonesia suatu Negara
yang merdeka dan berdaulat
b) pada saat itu juga menetapkan tata
hukum Indonesia, sekedar mengenai
bagian yang tertulis. Di dalam Undang-
Undang Dasar Negara itulah tertulis
tata hukum Indonesia (yang tertulis).
UUD hanyalah memuat ketentuan-
ketentuan dasar dan merupakan rangka dari
Tata Hukum Indonesia. Masih banyak
ketentuan-ketentuan yang perlu
diselenggarakan lebih lanjut dalam pelbagai
Undang-Undang Organik.
mempunyai fungsi social, menentukan luasnyakewenangan seseorang dalam menggunakanhak miliknya itu. Oleh karena itu aturan-aturan tadi merupakan suatu susunan (tata),suatu Tata Hukum.
Tata Hukum itu sah, berlaku bagi suatumasyarakat tertentu jika dibuat olehpenguasa (authority) masyarakat itu.
Suatu masyarakat yang menetapkan tatahukumnya bagi masyarakat itu sendiri danoleh sebab itu turut serta sendiri dalamberlakunya tata hukum itu, artinya tunduksendiri kepada tata hukum itu, disebutmasyarakat hukum (misalnya : desa dannegara). Tata hukum sebagai suatu susunanmerupakan suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya salin berhubungan dan salingmenentukan serta saling mengimbangi.
Dalam tiap-tiap tata hukum caraberhubungan, cara menentukan dan caraperimbangan antara bagian yang satu denganbagian yang lain itu adalah tertentu. Misalnyaimbangan antara bagian yang tertulis denganbagian yang tak tertulis. Dalam tata hukumHindia Belanda dinyatakan dalam I.S.(Indische Staatsregeling) pasal 131 dan A.B.pasal 15; dalam tata hukum Indonesia pernahdinyatakan dalam UUDS – 1950 pasal 32 jo.pasal 102.
Dapat dikatakan, tiap-tiap tata hukummempunyai Struktur tertentu yaknistrukturnya sendiri. Masyarakat yangmenetapkan dan menuruti tata hukum ituhidup, berkembang, bergerak, berubah.Demikian pun tata hukumnya, sehinggastruktur tata hukum pun dapat berubah-ubahjuga, oleh karena itu dikatakan, bahwa tatahukum mempunyai struktur terbuka.
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
4
LAW117, Indonesian Legal System
Oleh karena sampai sekarang belum jugabanyak Undang-Undang demikian, maka masihsangat pentinglah arti ketentuan peralihandalam pasal II Aturan Peralihan UUD1945.Dengan adanya aturan peralihantersebut, pengaturan dalam peraturan-perundangan Organik yang menyelenggarakanketentuan Dasar dari UUD, maka melaluijembatan pasal peralihan tersebut, masihharus kita pergunakan peraturan perundangantentang hal itu dari tata hukum sebelum 17Agustus 1945, ialah Tata Hukum Belanda.
Kenyataan demikian, dewasa ini masihterdapat dalam banyak lapangan hukum In-donesia. Kiranya tak ada tata hukum di duniaini yang “sesulit” tata hukum Indonesia !
Akan tetapi walaupun demikian, tatahukum Indonesia tetap berpribadiIndonesia,yang sepanjang masa mengalamipengaruh dari anasir tata hukum asing, yangpada masa penjajahan Belanda hampir-hampir terdesak oleh tata hukum HindiaBelanda. Tetapi akhirnya dengan ProklamasiKemerdekaan hidup kembali dengan segarnyadengan kesadaran akan pribadinya sendiri.
Bahwasannya bangsa Indonesiamempunyai tata hukum pribadi asli itudibuktikan oleh adanya ilmu pengetahuanHukum Adat, berkat hasil penyelidikan ilmiahProf. Mr. C. Van Vollenhoven di Indonesia.
Dalam pada itu tata hukum Indonesia,semenjak tanggal 17 Agustus 1945 ada ditengah-tengah dunia modern. Tata HukumIndonesia yang pada waktu dahulu dikatakantidak berbentuk tertentu kini menemukandirinya lahir kembali dalam bentuk tertentu.
Negara Indonesia dengan Undang-UndangDasarnya, sebagai perwujudan dari pribadi
tata hukum Indonesia. UUD 1945 adalah intitata hukum Nasional Indonesia yang harus kitakembangkan.
Par. 3
DASAR-DASAR HUKUM BERLAKU-NYA ANEKA WARNA PERATURANPER-UNDANGAN DI INDONESIA.
1. Peraturan-Peraturan Pokok Pada ZamanHindia Belanda
Telah kita ketahui, bahwa di Indonesiadewasa ini terdapat beraneka warnaPeraturan -perundangan baik yang diadakanoleh Pemerintah Republik Indonesia sendirisejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17Agustus 1945 maupun yang diadakanPemerintah pada zaman penjajahan HindiaBelanda dan Bala Tentara Jepang.
Sejak berachirnya kekuasaan dengan hakMonopoli dan Oktrooi dari V.O.C. pada 31Desember 1799 dan dimulainya PemerintahHindia Belanda pada 1 Januari 1800, hinggamasuknya Pemerintahan Militer Jepang di In-donesia pada 9 Maret 1942, tidaklah sedikitperaturan – perundangan yang telahdikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Yang menjadi Peraturan Pokok padazaman Hindia Belanda ialah :a. Algemene Bepalingen van Wetgeving
voor Indonesia, disingkat A.B.(Ketentuan-ketentuan Umum tentangPeraturan-perundangan untuk Indonesia).A.B. ini dikeluarkan pada 30 April 1847termuat dalam Stb. 1847 / 23. Beberapaketetuan penting dalam A.B. ini terdapat
dalam pasal 15 dan 22.
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
5
LAW117, Indonesian Legal System
b. Regerings Regleement (R.R.) yang
dikeluarkan pada 2 September 1854 yangtermuat dalam Stb. 1854 / 2. Ketentuanyang penting dalam R.R. ini misalnya yangdiatur dalam pasal 75.
c. Indische Staatsregeling (I.S.) atauPeraturan Ketatanegaraan Indonesia.Pada tanggal 23 Juni 1925 RegeringsReglement tersebut dirobah menjadiIndische Staatsregeling, termuat dalamStb. 1925 / 415 yang mulai berlaku pada1 Januari 1926.R.R. dan I.S. ini adalah peraturan-
peraturan pokok yang dapat dikatakanmerupakan “undang-undang dasar HindiaBelanda” dan merupakan sumber peraturan-peraturan organik pada masa itu.
Macam-macam peraturan organik sepertiOrdonansi, Regerings Verordening, LokaleVerordening dan lain-lain diatur dalam pasal95 I.S.
2. Peraturan Pokok di zaman Jepang.Satu-satunya peraturan pokok yang
diadakan Pemerintah Militer Jepang di Indo-nesia ialah Undang-Undang No.1 tahun 1942yang menyatakan berlakunya kembali semuaperaturan-perundangan Hindia Belanda yangtidak bertentangan dengan kekuasaan MiliterJepang.
3. Pernyataan berlakunya peraturan-peraturan sebelum Republik Indonesia.
Telah kita lihat, bahwa Pemerintah Hindia
Belanda telah mengeluarkan bermacam-
macam peraturan yang jumlahnya tidak
sedikit. Kemudian dengan berkuasanyaPemerintah Militer Jepang yang juga
mengeluarkan pelbagai macam peraturan,maka dapatlah dibayangkan betapabanyaknya peraturan perundangan yangberlaku sekarang ini, jika ditambahkan puladengan Peraturan-Peraturan yang diadakan RIsejak Proklamasi Kemerdekaan.
Timbullah kini pertanyaan bagi kita :“Apakah semua peraturan perundangan
tersebut, baik yang diadakan Pemerintah RI,m,aupun yang diadakan oleh keduaPemerintahan jajahan, masih berlaku lagi diIndonesia sekarang ini?”
Untuk mengetahui peraturan perundanganatau hukum apakah yang berlaku dalam suatunegara, kita harus melihat kepada Undang-Undang Dasar atau Peraturan Pokok darinegara tersebut.
Oleh karena itu untuk menjawabpertanyaan tersebut di atas, kita harusmelihat pula Undang-Undang Dasar yangberlaku. Dan pertanyaan tersebut dijawaboleh Undang-Undang Dasar yang sekarangberlaku (UUD 1945) dalam Pasal II AturanPeralihan : “Segala badan negara danperaturan yang ada masih langsung berlaku,selama belum diadakan yang baru menurutUndang-Undang Dasar ini.”
Peraturan-peraturan apakah dan manakahyang ada pada saat Dekrit Presiden 5 Juli1959 (dekrit yang menyatakan berlakunyakembali UUD 1945)? Peraturan yang ada padasaat Dekrit Presiden tersebut, ialah segalaperaturan-peraturan yang diadakan
berdasarkan UUDS-1950 dan peraturan-
peraturan yang dinyatakan berlaku oleh
UUDS-1950 tersebut.
Peraturan Perundangan yang dinyatakan
berlaku oleh UUDS-1950 ialah segala
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
6
LAW117, Indonesian Legal System
peraturan-peraturan yang telah ada sebelum
terbentuknya UUDS-1950 pada 15 Agustus
1950, sebab menurut UUDS-1950 Pasal 142.
Ketentuan Peralihan :“Peraturan undang-undang dan
ketentuan-ketentuan tata-usaha negara
yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950,
tetap berlaku dengan tidak berobah sebagai
peraturan-ketentuan RI sendiri, selama dan
sekedar peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut,
ditambah atau diubah oleh Undang-Undang
dan ketentuan tata-usaha atas kuasa UUD
ini.”
Jelaslah di sini, bahwa segala peraturan-
peraturan perundangan yang ada sebelum
terbentuknya UUDS-1950 tetap berlaku selama
belum dicabut, ditambah atau diubah.
Tetapi peraturan-peraturan apakah dan
manakah sudah ada tanggal 17 Agustus 1950?
Peraturan-peraturan yang sudah ada pada 17
Agustus 1950 ialah segala peraturan-peraturan
yang diadakan berdasarkan Konstitusi RIS
1949, dan peraturan-peraturan yang
dinyatakan berlaku oleh Konstitusi RIS
tersebut.
Peraturan-peraturan yang dinyatakanberlaku oleh Konstitusi RIS itu adalah segala
peraturan-peraturan yang telah ada sebelum
terbentuknya Konstitusi RIS pada 6 Februari
1950, seperti yang dinyatakan oleh Pasal 192
Ketentuan Peralihan Konstitusi RIS:
“Peraturan-Peraturan dan ketentuan tata-
usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi
ini mulai berlaku tetap berlaku dengan
tidak berubah sebagai peraturan-peraturan
dan ketentuan-ketentuan Republik Indone-
sia sendiri selama dan sekedar peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan itu
tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh
Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan
tata-usaha atas kuasa Konstitusi itu.”
Teranglah pula di sini, bahwa segala
peraturan-peraturan perundang-undangan
yang sudah ada sebelum terbentuknya
Konstitusi Ris tetap berlaku selama belum
dicabut, ditambah atau diubah. Peraturan-
peraturan apakah dan manakah yang sudah
ada pada saat mulai berlakunya Konstitusi
RIS?
Peraturan-peraturan yang sudah ada pada
6 Februari 1950 ialah segala peraturan yang
diadakan berdasarkan UUD 1945 (UUD
Proklamasi) dan peraturan-peraturan yang
dinyatakan berlaku oleh UUD 1945 tersebut.
Peraturan-peraturan yang dinyatakan
berlaku oleh UUD 1945 itu ialah segala
peraturan-peraturan yang sudah ada pada saat
Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945
diumumkan, seperti yang tersebut dalam Pasal
II Peraturan Peralihan UUD 1945 : “Segala
badan negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut UUD ini.”
Jelas pula kepada kita sekarang, bahwa
segala peraturan-peraturan perundangan yang
telah ada pada saat kita memproklamasikan
kemerdekaan (yaitu segala peraturan-
peraturan perundangan yang dibuat pada
zaman penjajahan Jepang dan Belanda) tetap
berlaku/ dinyatakan berlaku sebagai
peraturan-peraturan RI; diadakannya Aturan
Peraturan Pasal II ini, disebabkan tidak cukup
waktu sama sekali untuk membuat peraturan-
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
7
LAW117, Indonesian Legal System
peraturan yang baru untuk menggantikan
semua peraturan-peraturan yang diadakan
kedua pemerintahan jajahan tersebut.
Lagi pula akan sangat besar pula akibatnya
jika peraturan-peraturan perundangan Jepang
dan Belanda tersebut secara serentak
dihapuskan, sehingga menimbulkan
kekosongan (vacuum) dalam peraturan-
perundangan dan hukum.
Sekarang marilah kita tinjau keadaan
peraturan-peraturan sebelum Proklamasi
Kemerdekaan: Peraturan Peralihan Pasal II
UUD 1945 itu menyatakan berlakunya segala
peraturan-peraturan yang telah ada pada saat
Proklamasi. Sedangkan peraturan-peraturan
yang telah ada pada saat kita merdeka ialah
peraturan-peraturan yang dibuat oleh
Pemerintah Militer Jepang sejak menduduki
Indonesia pada tahun 1942.
Disamping peraturan-peraturan yang
diadakan oleh Pemerintah Militer Jepang di
Indonesia, mereka juga menyatakan
berlakunya segala peraturan-peraturan
perundangan yang dibuat oleh Pemerintah
Hindia Belanda yang sesuai dengan peraturan
yang dikeluarkan mereka itu sendiri.
Untuk itu pada tanggal 7 Maret 1942
Pemerintah Balatentara Jepang di Indonesia
telah mengeluarkan Undang-Undang No.1
tahun 1942 yang dalam Pasal 3 ditentukan
“Semua badan-badan Pemerintahan dan
kekuasaannya hukum dan undang-undang
dari Pemerintah yang dulu, tetap diakui sah
buat sementara waktu, asal saja tidak
bertentangan dengan Aturan Pemerintah
Militer.”
Ternyata pula di sini, bahwa Pemerintah
Militer Jepang mengambil alih segalaperaturan-peraturan di zaman Hindia Belanda
(Indonesia pada zaman “Hindia Jepang”
dikuasai oleh Pemerintah Militer Jepang.
Untuk Jawa dan Madura dikuasai oleh
Angkatan Darat Kerajaan Jepang dan untuk
daerah-daerah seberang dikuasai oleh
Angkatan Laut Kerajaan Jepang).
Dari keterangan-keterangan pelajaran
tersebut di atas dapat diambil keringkasan
sebagai berikut ini :
1) Semua peraturan-peraturan perundangan
Hindia Belanda yang diambil alih oleh
Pemerintah Militer Jepang ditambah
dengan peraturan-peraturan yang dibuat
Pemerintah Jepang sendiri, berlaku pada
zaman penjajahan Jepang di Indonesia.
2) Semua peraturan-peraturan perundangan
yang belaku pada masa penjajahan
Jepang yang diambil alih oleh UUD 1945
(Pasal II Aturan Peralihan) ditambah
dengan peraturan-peraturan yang dibuat
berdasarkan UUD 1945 tersebut, berlaku
pada masa UUD 1945 (yang pertama).
3) Semua peraturan-peraturan perundangan
yang berlaku pada masa UUD 1945 yang
diambil alih oleh Konstitusi RIS (Pasal 192
Aturan Peralihan) ditambah dengan
peraturan-peraturan yang dibuat
berdasarkan Konstitusi RIS tersebut,
berlaku selama masa Konstitusi RIS.
4) Semua peraturan-peraturan perundangan
yang berlaku pada masa Konstitusi RIS
yang diambil alih oleh UUDS 1950 (Pasal
142 Ketentuan Peralihan), ditambah
dengan peraturan-peraturan yang dibuat
berdasarkan UUDS 1950 tersebut selama
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
8
LAW117, Indonesian Legal System
masa UUDS 1950.
5) Akhirnya semua peraturan-peraturan per-
undangan yang berlaku selama masa
berlakunya UUDS 1950 yang diambil alih
oleh UUD 1945 (UUD 1945 dinyatakan
berlaku dengan Dekrit Presiden),
ditambah dengan Peraturan-peraturan
perundangan yang dibuat berdasarkan
UUD 1945 (yang kedua) ditambah lagi
dengan peraturan-peraturan yang dibuat
berdasarkan Dekrit Presiden (sebagai
peraturan-peraturan pelaksanaan Dekirt
Presiden tersebut sepanjang belum
dicabut) berlaku pada masa sekarang ini.
Alhasil dapatlah kita mengambil
kesimpulan bahwa berdasarkan :
a) Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
(Setelah Dekrit Presiden)
juncto (berhubungan dengan)
b) Pasal 142 ketentuan Peralihan UUDS RI
1950 juncto
c) Pasal 192 ketentuan Peralihan Konstitusi
RIS juncto
d) Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
(Proklamasi) juncto
e) Pasal 3 Undang-Undang Balatentara
Jepang tahun 1942 No.1
Maka dapatlah dikatakan, bahwa :
Segala peraturan – perundangan yang
diadakan di zaman Hindia Belanda, di zaman
Bala tentara Jepang dan di zaman Republik
Indonesia hingga sekarang, berlaku seluruhnya
di Indonesia sekarang ini, asal saja peratauran-
peraturan perundangan tersebut tidak
bertentangan dengan UUD 1945 yang sekarang
berlaku dan tetap akan berlaku di Indonesia
seterusnya selama belum dicabut, ditambah
atau diubah oleh ketentuan-ketentuanberdasarkan UUD 1945 yang sekarang berlakudi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Par. 4
LAPANGAN-LAPANGAN HUKUMDI INDONESIA
Aturan-atuan Hukum yang beraneka-ragamitu dapat digolongkan menjadi lapangan-lapangan hukum tertentu. Di dalam UUDS(1950) pernah disebut beberapa lapanganhukum yaitu dalam pasal 102 dan 108.
Dalam pasal 102 UUDS disebut :a.Hukum Perdata dan Hukum Dagang.b.Hukum Pidana Sipil dan Hukum Pidana
Militer.c.Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara
Pidana.
Pasal 108 UUDS menyebut pula Hukum TataUsaha . Kedua pasal ini tidaklah memuatpembagian lapangan hukum di Indonesia,sehingga tidak menyebut lengkap semualapangan hukum.
Pasal 102 UUDS ini hanya menyebut
lapangan-lapangan hukum yang harus “diatur
dengan undang-undang dalam kitab-kitab
hukum.” Dengan kata lain, pasal 102 UUDS
hanya menyebut lapangan-lapangan hukum
yang harus “ dikodifikasikan.”Sedangkan pasal 108 UUDS hanya
menentukan siapa harus memutuskan
sengketa-sengketa yang mengenai hukum tata
usaha ( Hukum Administrasi ). Pada pokoknya
jenis-jenis lapangan hukum dapatlah
disebutkan sebagai berikut :
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
9
LAW117, Indonesian Legal System
semua peraturan-peraturan hukum yang
diadakan / diatur oleh negara atau bagian-
bagiannya dan berlaku pada waktu itu untuk
seluruh masyarakat dalam negara itu.
Jelasnya, semua hukum yang berlaku bagi
suatu masyarakat pada suatu waktu dalam
suatu tempat tertentu.. Oleh karena itu ada
sarjana yang mempersamakan tata hukum itu
dengan Hukum Positif atau Ius constitutum.
Tujuan tata hukum ialah untuk
mempertahankan, memelihara dan
melaksanakan tata tertib di kalangan anggota-
anggota masyarakat dalam negara itu dengan
peraturan-peraturan yang diadakan oleh
negara atau bagian-bagiannya.
Peraturan-peraturan Hukum tertulis yang
berlaku di Indonesia sebagian besarnya telah
dikodifikasikan dan disebut HukumKodifikasi.
Dasar Hukum dari Kodifikasi itu tercantumdalam pasal 75 ayat 1 Regerings Reglement [R.R.] yang kemudian diganti menjadi pasal
131 ayat 1 Indische Staatsregeling [ I.S.], yaitu
Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda,
yang berbunyi : “Hukum Perdata dan Hukum
Dagang begitu pula Hukum Pidana beserta
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
harus diletakkan dalam Undang-Undang.” (
yaitu harus dikodifikasikan).
1. Asas Konkordansi (Asas keselarasan).Hukum kodifikasi (misalnya Hukum
Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana) yang
sekarang berlaku di Indonesia adalah selaras
[ Konkordan ] dengan Hukum Kodifikasi yang
berlaku dinegeri Belanda. Keselarasan Hukum
Kodifikasi tersebut disebabkan berlakunya
Pertama-tama ialah Hukum Tata Negara.Dengan terwujudnya Negara Indonesia dapatdimengerti bahwa aturan-aturan hukum tentangnegara Indonesia merupakan Hukum Tata NegaraIndonesia. Sesudah itu sebagai lapangan keduaialah Hukum Administrasi Negara, karena eratpertaliannya dengan Negara.
Jika Hukum Tata Negara mengaturbagaimana keadaan organisasi yang disebutnegara itu dan tugas-tugasnya, maka HukumAdministrasi Negara mengatur cara negaraatau alat-alat perlengkapan negara hendaknyabertingkah-laku dalam menjalankan tugasnyaitu. Lapangan ketiga ialah Hukum Perdata,yaitu keseluruhan aturan hukum yangmengatur tingkah-laku orang-orang terhadaporang lainnya di dalam negara, tingkah –lakuantara warga masyarakat dalam hubungankeluarga dan pergaulan masyarakat.
Lapangan keempat ialah Hukum Dagang,yang pada hakekatnya bagian Hukum Perdatadi bidang perdagangan atau perusahaan.
Lapangan kelima ialah Hukum Pidanayakni aturan-aturan hukum yang mengaturtindakan-tindakan apa yanmg dilarang danmemberikan pidana kepada siapa yangmelanggarnya. Ada Hukum Pidana Sipil danHukum Pidana Militer.
Lapangan hukum keenam ialah HukmAcara, yang meliputi Hukum Acara Perdatadan Hukum Acara Pidana.
Par. 5
KEADAAN TATA HUKUM INDO-NESIA.
Seperti telah dijelaskan, Tata Hukum ialah
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
10
LAW117, Indonesian Legal System
Asas Konkordansi ( asas keselarasan = asas
persamaan berlakunya system hukum ) di In-
donesia. Asas Konkordansi diatur dalam I.S.
pasal 131 ayat 2 yang berbunyi : “Untuk
golongan bangsa Belanda harus dianut (
dicontoh ) undang-undang di negeri Belanda.”
Hal itu berarti, bahwa hukum yang
berlaku bagi orang-orang Belanda di
Indonesiaharus dipersamakan dengan hukum
yang berlaku di negeri Belanda. Jadi
selarasnya hukum kodifikasi di Indonesia
dengan hukum kodifikasi di negeri Belanda
adalah berdasarkan asas konkordansi tersebut.
Namun demikian hukum kodifikasi yang
berlaku di Belanda ini umumnya juga
mencontohi hukum kodifikasi yang berlaku
diPerancis, yang pada akhirnya kodifikasi
Perancis berpokok-pangkal pada hukum
kodifikasi di Romawi Kuno.
2. Keadaan Hukum Kodifikasi di Indonesia.Bagaimanakah keadaan hukum kodifikasi
yang sekarang berlaku di Indonesia ?Walaupun konkordan dengan hukum kodifikasiyang terdapat di negeri Belanda, namuntidaklah sama dalam kesatuan berlakunya(unifikasi) bagi seluruh golongan penduduk.
Hukum kodifikasi di Indonesia terutama
Hukum Sipil berlaku hanya bagi beberapa
golongan rakyat tertentu saja, sedangkan bagi
golongan terbesar dari rakyat Indonesia
berlaku susunan Hukum Perdata yang lain
pula, yang pada umumnya tak tertulis, yaitu
Hukum Perdata Adat ( Hukum Adat ).
Perbedaan dalam Hukum Perdata itu
sebenarnya sudah ada semenjak sebelum
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan,
yaitu zaman penjajahan Belanda dan Jepang.
Sampai sekarang ini keadaan yang demikian
itu (dualisme) masih belum dapat
dihindarkan.
Adapun sebabnya ialah karena negara
Republik Indonesia sendiri belumlah
mengadakan hukum kodifikasi yang baru.
Untuk menghindari kekosongan [ vacuum ]
dalam hukum, maka negara kita mengadakan
peraturan-peraturan peralihan dalam
beberapa Undang-Undang Dasar yang telah
dan sedang berlaku.
Peraturan-peraturan itu menyatakan,
bahwa hukum kodifikasi yang lama (hukum
kodifikasi yang konkordan dengan hukum
kodifikasi di negeri Belanda) masih tetap
berlaku. Pembentuk Undang-Undang RI belum
dapat menghasilkan hukum kodifikasi yang
baru, oleh karena untuk itu diperlukan waktu
yang tidak sedikit dan pengetahuan hukum
yang luas.
Di samping itu diperlukan banyak ahli-
ahli hukum yang berpengalaman untuk
mengadakan penyelidikan yang mendalam,
berhubung dengan banyaknya macam
golongan rakyat dan suku bangsa yang masing-
masing mempunyai kebutuhan-kebutuhan
hukum yang berlainan serta mendiami beribu-
ribu kepulauan tersebar di seluruh Nusantarayang luas ini.
3. Kesatuan berlakunya Hukum Pidana[Unifikasi Hukum Pidana]Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH
Pidana) di Indonesia yang dikodifikasi padatahun 1918 itu adalah merupakan satu-satunyahukum kodifikasi yang berlaku umum untuk
Pengertian Tata Hukum Indonesia
STIKOM LSPR
11
LAW117, Indonesian Legal System
semua golongan penduduk yang berada dalamdaerah Indonesia. KUH Pidana ini berlakuterhadap setiap orang dalam daerah Indone-sia yang melakukan suatu perbuatan yangdapat dihukum (tindak pidana = delik).Kesatuan berlakunya atau unifikasi HukumPidana yang telah dikodifikasikan ini mulaiberlaku sejak 1 Januari 1918.
Tetapi jauh sebelum tanggal tersebut,masih terdapat juga dualisme dalam hukumpidana, karena waktu itu berlaku dua macamhukum pidana, yakni hukum pidana yangberlaku khusus untuk golongan Eropah di In-donesia dan hukum pidana yang berlaku bagigolongan rakyat bukan Eropah.
4. Pluralisme dalam Hukum Perdata di Indo-nesiaKalau Hukum Pidana di Indonesia itu
sebagai Hukum Kodifikasi telah diadakanunifikasi, maka sebaliknya Hukum Perdata diIndonesia masih “ber-bhineka”, yaituberaneka warna.
Di Indonesia berlaku bermacam-macamhukum perdata, yaitu Hukum Eropah (Barat), Hukum Perdata Timur Asing dan HukumPerdata Adat [Hukum Adat], yang kesemuanyaitu berlaku resmi bagi golongan-golonganpenduduk di Indonesia.Keadaan demikiandisebut pluralisme dalam Hukum Perdata(berlakunya bermacam-macam hukumperdata bagi masing-masing golonganpenduduk).Beberapa bagian dari HukumPerdata di Indonesia sekarang ini telahdiadakan perubahan dan dinyatakan berlakubagi semua warga negara Indonesia sepertimisalnya : peraturan tentang perkawinan danpencatatan sipil.
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
12
LAW117, Indonesian Legal System
dan bertugas membuat rencana kodifikasihukum perdata Belanda dengan menggunakansebagai sumber sebagian besar “Code Napo-leon” dan sebagian kecil hukum Belanda Kuno.
Meskipun penyusunan tersebut sudahselesai sebelumnya (5 Juli 1830) tetapi HukumPerdata Belanda baru diresmikan pada 1Oktober 1838.
Pada tahun itu dikeluarkan :1. Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil).2. Wetboek van Koophandel (KUH
Dagang).
Berdasarkan asas konkordinasi, kodifikasihukum perdata Belanda menjadi contoh bagikodifikasi hukum perdata Eropa di Indone-sia. Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal30-4-1847 Staatsblad No. 23 dan mulai berlakupada 1 Mei 1848 di Indonesia.
2. Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia,tahun 1848.KUHS yang terlaksana dalam tahun 1848
itu adalah hasil panitia kodifikasi yangdiketuai oleh Mr. C.J SCHOLTEN vanOUDHAARLEM.
Maksud daripada kodifikasi pada waktuitu untuk mengadakan persesuaian antarahukum dan keadaan di Indonesia denganhukum dan keadaan di negeri Belanda. Dinegeri Belanda aliran kodifikasi adalahdaripada aliran kodifikasi yang di Eropa
BAB
ASAS-ASAS HUKUM PERDATA
Par. 6
SEJARAH HUKUM PERDATA DIINDONESIA
1. Kodifikasi Hukum Perdata Belanda, tahun1830.Sumber pokok Hukum Perdata
(Burgerlijkrecht) ialah Kitab Undang-UndangHukum Sipil (Burgerlijk Wetboek), disingkatKUHS (B.W.).
KUHS sebagian besar adalah hukumperdata Perancis, yaitu Code Napoleon tahun1811-1838; akibat pendudukan Perancis diBelanda, berlaku di Negeri Belanda sebagaiKitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi.
Sebagian dari Code Napoleon ini adalahCode Civil, yang dalam penyusunannyamengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa Perancis tentang hukumRomawi (Corpus Juris Civilis), yang padajaman dahulu dianggap sebagai hukum yangpaling sempurna. Juga unsur-unsur hukumkanoniek (hukum agama Katholik) dan hukumkebiasaan setempat mempengaruhinya.
Peraturan-peraturan yang belum ada padajaman Romawi, tidak dimasukkan dalamCode Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialahCode de Commerce.
Setelah pendudukan Perancis berakhir,oleh pemerintah Belanda dibentuk suatupanitia yang diketuai oleh Mr J.M. Kemper
II
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
13
LAW117, Indonesian Legal System
dan lain karena pengangkatannya dilakukanberkenaan dengan hal, bahwa setelahundang-undang baru Belanda itu dijalankan,di Indonesia peraturan-peraturan lama masihtetap berlaku, sedangkan sampai tahun 1835itu kodifikasi Belanda tadi belum jugaberlaku, keadaan mana disebabkan olehpemberontakan Belgia.
“Kodifikasi itu adalah hasil daripadapekerjaan kebanyakan orang-orang Belgia,dan karena adanya revolusi itu, makasekarang ini saya belum dapat mengadakanPersiapan,” demikian HAGEMANNselanjutnya. Tepatkah jawaban ini?Pertimbangan HAGEMANN itu tidak masukakal, sebab tanpa bergantung pada pisahtidaknya Belgia dari Belanda, Belanda akantetap mengadakan kodifikasi. Dan itu berarti,di Indonesia juga akan ada kodifikasi. Jadipersiapan diperlukan juga.
Tahun 1836 HAGEMANN pulang ke negeriBelanda: sebagai Ketua Mahkamah Agung iadiganti oleh SCHOLTEN van OUDHAARLEMtersebut di atas.
SCHOLTEN van OUDHAARLEM tidak diberitugas seperti HAGEMANN, tapi ia minta diberitugas itu (tugas diberikan tanggal 24 Septem-ber 1837), karena merasa bertanggung jawabatas usaha kodifikasi di Indonesia. Iamengusulkan supaya dibentuk panitia.Pemerintah Hindia Belanda menyambuthasrat itu dengan baik dan dengan surattanggal 31 Oktober 1837 SCHOLTEN vanOUDHAARLEM diangkat sehagai ketua panitia,dan Mr A.A. van VLOTEN sera Mr P. MEYER,masing-masing sebagai anggota panitia,dengan tugas menjalankan tindakan-tindakanpersiapan, mengemukakan usul-usul tentang
berlangsung secara umum pada akhir abadke-18; malah pada waktu itu sudah adanegara-negara yang telah selesai dengankodifikasinya.
Demikian antara lain Perancis, sesudah10 tahun bekerja, dalam tahun 1804 telahmenyelesaikan kodifikasinya, yaitu Code civildes Francais.
Di negeri Belanda, setelah merdeka daripenjajahan Perancis, aliran kodifikasidiwujudkan tahun 1830 dalam KUHS(tertanggal 5 Juli 1830) dan akan mulaiberlaku jam 12 malam tanggal 31 Januari 1831(antara 31 Januari dan 1 Februari 1831).
Sesudah kodifikasi itu setelah pemerintahBelanda mengangkat Mr C.C. HAGEMANNsebagai Presiden daripada Mahkamah Agung(Hooggerechtshof) di Hindia Belanda dengancatatan, supaya ia menyesuaikan peraturan-peraturan lama di Hindia Belanda dengankodifikasi tadi. Dengan demikian iadiwajibkan mengadakan penyelidikanseperlunya, dan ia harus pula mengemukakanusul-usul kepada pemerintah Belanda.
Teranglah, bahwa ia mendapat perintahistimewa untuk menjalankan persiapandaripada kodifikasi di Indonesia.
HAGEMANN diangkat bulan Juli 1830, tapisampai 1835 tidak dikerjakannya sesuatuapapun juga. Pemerintah Hindia Belanda,Gubernur Jenderal J.CH.BAUD menegurHAGEMANN karena kelalaiannya itu padabulan Agustus 1835. HAGEMANN 3 bulankemudian., yaitu tanggal 19 Desember 1835,menjawab, bahwa ia mengakui belumdikerjakannya sedikit pun tugas itu. Dalampada itu ia mengemukakan alasan, bahwa takmungkinnya berbuat sesuatu itu adalah satu
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
14
LAW117, Indonesian Legal System
pembagian daripada peradilan di Indonesiadan lain-lain.
Panitia bekerja giat, tapi hasil yangdiharapkan tidak ada, karena SCHOLTEN vanOUDHAARLEM jatuh sakit dan kembali kenegeri Belanda atas nasehat dokter. Juga vanVLOTEN meninggalkan Jakarta, sehinggapanitia tadi bubar dengan sendirinya.
Dalam pada itu dalam waktu yang singkat,yaitu dalam 1 tahun, panitia tadi denganmengadakan kontak dengan pimpinanJavasche Bank dan NederlandscheHandelmaatschappij telah dapat mengerjakanhukum dagang, dan atas pertimbanganinstansi-instansi itu panitia pada tanggal 23April 1838 menyampaikan laporan kepadapemerintah.
Dengan suratnya tanggal 23 Desember1838 SCHOLTEN van OUDHAARLEMmenganjurkan kepada Gubernur Jenderal,supaya diangkat panitia baru, tapi panitia itujangan disuruh bekerja di Indonesia melainkandi negeri Balanda. Ia menyediakan dirisebagai anggota atau ketua panitia. Denganadvis baik surat itu diteruskan ke negeriBelanda. Pemerintah Belanda minta lebihdulu advis anggota Staten-General, J.Chr.BAUD; hasilnya ialah dibentuknya panitiadengan SCHOLTEN van OUDHAARLEM sebagaiketua, sedangkan anggotanya adalah :
1) Mr I.SCHNEITHER (bekas SekretarisPemerintah Hindia Belanda).
2) Mr I.F.H. van NES (bekas hakim padaHooggerechtshof (HGH) dan bekasResiden Pasuruan).
Tugas panitia adalah :1) merancang peraturan, agar aturan-
aturan undang-undang Belanda dapatdijalankan;
2) mengemukakan usul-usul;3) memperhatikan organisasi kehakiman
(rechterlijke organisatie = R.O.);
Panitia itu berhasil membuat rancanganperaturan tentang susunan badan peradilandi Hindia Belanda (Reglement op de R.O.),yang walaupun suidah disahkan olehpemerintah Belanda, mulai berlakunyaditangguhkan.
Rancangan disahkan itu dikirimkan kepadaGubernur Jenderal untuk mendapat advis.Gubernur Jenderal MERKUS yang menerimaperaturan itu kemudian minta advis J. vande VINNE directeur ‘s Lands Middelen enDomein.
Advis dari van de VINNE adalah sangatjauh dari baik, dan perlawanan dari pihaknyademikian hebatnya, sehingga SCHOLTEN vanOUDHAARLEM diminta mengadakan kontakdengan van de VINNE. Hasil kontak itu ialahdiubahnya rancangan tadi. Kemudian van deVINNE diangkat menjadi anggota Raad vanState.
Panitia menyelesaikan pula beberapa usul,antara lain tentang KUHS dan RO.
Dalan Raad van State, van de VINNEmenyampaikan pandangannya tentangrancangan peraturan tadi, pandangan manabersifat :
1) prinsipil2) umum3) politis
Ad 1): Di sini keberatannya adalahsebagai berikut :
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
15
LAW117, Indonesian Legal System
a. peraturan-peraturan tidak cocokdengan kepentingan berjuta-juta or-
ang di Indonesia dan aturan-aturan yang
ruwet (gecompliceerd) itu tidak akan
difahami; lagipula agama Islam tidak
akan tunduk.
b. gelijkgestelden (orang yangdipersamakan hak dengan orang Eropa)
(lihat pasal 7 A.B.) tidak akan
menyetujui undang-undang itu
sedangkan orang Indonesia Kristen
keadaan dan pikirannya tidak beda pula
dengan orang yang beragama lain.c. peraturan-peraturan itu tidak cocok
bagi orang Belanda peranakan, karena
mereka itu pikirannya sama dengan
pikiran orang Belanda.
d. orang-orang Belanda totok jumlahnya
sedikit, dan yang sudah sedikit itukelakuannya tidak baik.
Ad 2): Disini keberatannya adalah sebagai
berikut : penyelesaian daripada panitia itu
tidak baik, karena tidak lebih dulu minta
advis ahli-ahli hukum di Indonesia.
Ad 3): Disini keberatannya adalah sebagai
berikut : kekuasaan yang diberikan oleh
peraturan-peraturan itu menjadikan Gubernur
Jenderal berkedudukan sama dengan Raja
dalam monarkhi konstitusional, sedangkan
hendaknya janganlah demikian. Gubernur
Jenderal harus mempunyai kekuasaan lebih
banyak. Oleh karena itu, maka kekuasaan
dalam KUHS itu janganlah diberikan juga
kepada Ketua HGH, melainkan kepada
Gubernur Jenderal saja.
Walaupun sengitnya reaksi itu, namun
SCHOLTEN van OUDHAARLEM sebagai jurist
masih dapat mempertahankan pendiriannya,
sehingga usulnya diterima menjadi undang-
undang (KUHS dan RO).
Sebagai telah diketahui, maka peraturan
di Indonesia konkordan dengan peraturan di
negeri Belanda.
Asas konkordansi yang bagaimanakah,
yang dipakai oleh KUHS di Indonesia ?
SCHOLTEN van OUDHAARLEM menjawab
: “Panitia mencari persamaan seerat-eratnya
dengan peraturan di negeri Belanda, jadi yang
diikuti adalah konkordinasi sempit (enge
concordantie).”
Pendirian ini ditentang oleh Menteri
Kehakiman Mr de JONGE van CAMPENS-
NIEUWLAND dengan pernyataan sebagai
berikut :
“Mengapa peraturan-perundangan Indone-
sia harus mengekor peraturan-peraturan
Belanda? Keadaannya jauh berlainan, dan jika
ternyata peraturan-perundangan itu tidak
baik, untuk apa ia dipakai di Indonesia.”
Ia berpendirian, bahwa peraturan-
peraturan Belanda itu hendaklah baru diikuti,
bila peraturan itu sesuai dengan keadaan di
Indonesia.
Pada waktu itu jabatan Menteri Jajahan
dipegang oleh J.Chr. BAUD; ia tidak
menyetujui pendapat Menteri Kehakiman;
diikutinya pendirian SCHOLTEN vanOUDHAARLEM dengan alasan sebagai berikut:
“Tidaklah mungkin, bahwa peraturan-peraturan di Indonesia lebih baik dariperaturan-perundangan di negeri Belanda.”Karena pendirian BAUD yang wibawa itu serta
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
16
LAW117, Indonesian Legal System
kelemahan Kementerian Kehakiman karenatidak dapat menunjukkan manakah hasilpertauran-perundangan dagang di negeriBelanda yang dianggap tidak baik, makadapatlah ditarik kesimpulan, bahwa asaskonkordansi itu adalah sempit (engeconcordantie), jadi, peraturan-peraturanBelanda selalu diikuti oleh Hindia Belanda.
Hanya bila sangat perlu saja bolehmenyimpang; konkordansi itu demikianeratnya, sehingga, walaupun peraturanBelanda nyata-nyata salah, namun peraturanIndonesia tidaklah boleh menyimpang.
Oleh karena asas konkordansi itu KUHSBelanda mendapat perhatian lebih besaruntuk dipelajari jiwanya. Demikianlah KUHSIndonesia sekarang ini (yang mulai berlakusejak 1 Mei 1848) dapat dikatakan suatu copyKUHS Belanda, sehingga untuk menyelidikinyaperlulah dengan sendirinya menyelidiki KUHSBelanda.
Par. 7
PEMBAGIAN DAN SISTEMATIKHUKUM PERDATA.
Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialahrangkaian peraturan-peraturan hukum yangmengatur hubungan hukum antara orang yangsatu dengan orang lain, denganmenitikberatkan kepada kepentinganperseorangan.
Hukum perdata diatur dalam (bersumberpokok pada) Kitab Undang-Undang HukumSipil yang disingkat KUHS (BurgerlijkWetboek, disingkat B.W.).
KUHS itu terdiri atas 4 Buku, yaitu :
1. Buku I, yang berjudul Perihal Orang(Van Personen), yang memuat HukumPerorangan dan Hukum Kekeluargaan;
2. Buku II, yang berjudul Perihal Benda(Van Zaken), yang memuat HukumBenda dan Hukum Waris;
3. Buku III, yang berjudul PerihalPerikatan (Van Verbintenissen), yangmemuat Hukum Harta Kekayaan yangberkenaan dengan hak-hak dankewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu;
4. Buku IV, yang berjudul PerihalPembuktian dan Kadaluwarsa atauLiwat Waktu (Van Bewijs en Verjaring),yang memuat perihal alat-alatpembuktian dan akibat-akibat liwatwaktu terhadap hubungan-hubunganhukum.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, HukumPerdata (yang termuat dalam KUHS) dapatdibagi dalam 4 bagian, yaitu :
1. Hukum Perorangan (Personenrecht)yang memuat antara lain :
a. peraturan-peraturan tentang manusiasebagai subyek hukum;
b. peraturan-peraturan tentangkecakapan untuk memiliki hak-hak danuntuk bertindak sendiri melaksanakanhak-haknya itu.
2. Hukum Keluarga (Familierecht) yangmemuat antara lain :
a. perkawinan beserta hubungan dalamhukum harta kekayaan antara suami/isteri;
b. hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua –
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
17
LAW117, Indonesian Legal System
ouderlijke macht);c. perwalian (voogdij);d. pengampuan (curatele).3. Hukum Harta Kekayaan (Vermogens-
recht),yang mengatur tentanghubungan- hubungan hukum yang dapatdinilaikan dengan uang.Hukum Harta Kekayaan meliputi :
a. hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlakuterhadap tiap orang;
b. hak perorangan, yaitu hak-hak yanghanya berlaku terhadap seorang atausuatu pihak tertentu saja.
4. Hukum Waris (Erfrecht), yangmengatur tentang benda atau kekayaanseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungankeluarga terhadap harta peninggalanseseorang).
Par. 8
HUKUM PERORANGAN (PER-SONENRECHT).
Dalam pelajaran terdahulu telahdijelaskan, bahwa di dalam hukum perkataan“orang” atau “persoon” berarti “pembawa hak “, yaitu segala sesuatu yangmempunya hak dan kewajiban dan disebutsubyek hukum yang terdiri dari :
1. manusia (natuurlijke persoon)2. badan hukum (rechtspersoon).
Berlakunya seorang manusia sebagaipembawa hak (subjek hukum) ialah mulai saatia dilahirkan dan berakhir pada saat ia
meninggal dunia.Hukum Perdata mengatur seluruh segi
kehidupan manusia sejak ia belum lahir danmasih dalam kandungan ibunya sampaimeninggal dunia.
Hal itu diatur dalam KUHS pasal 2 ayat 1:“Anak yang ada dalam kandungan seorangperempuan dianggap sebagai telah dilahirkan,apabila kepentingan si anak menghen-dakinya.”
Dengan demikian seorang anak yang masihdalam kandungan ibunya sudah dijamin untukmendapat warisan jika ayahnya meninggaldunia.
Selanjutnya pasal 2 ayat 2 KUHSmenyatakan, bahwa apabila ia dilahirkanmati, maka ia dianggap tidak pernah ada.
Sebagai Negara hukum, Negara RepublikIndonesia mengakui setiap orang sebagaimanusia terhadap undang-undang, artinyabahwa setiap orang diakui sebagai subjekhukum oleh undang-undang. UUD 1945 pasal27 menetapkan segala warga negarabersamaan kedudukannya di dalam hukumdan pemerintahan dan wajib menjunjunghukum dan pemerintahan itu dengan tidakada kecualinya.
Di samping manusia sebagai pembawahak, di dalam hukum juga badan-badan atauperkumpulan-perkumpulan dipandang sebagaisubyek hukum yang dapat memiliki hak-hakdan melakukan perbuatan-perbuatan hukumseperti manusia.
Badan-badan dan perkumpulan-
perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan
sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum
dengan perantaraan pengurusnya, dapat
digugat dan menggugat di muka Hakim,
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
18
LAW117, Indonesian Legal System
singkatnya diperlakukan sepenuhnya sebagai
seorang manusia.
Badan-badan atau perkumpulan tersebut
dinamakan Badan Hukum (Rechtspersoon),
yang berarti orang (persoon) yang diciptakan
oleh hukum.
Yang dimaksud dengan badan hukum itu
adalah misalnya : Negara, Propinsi,
Kabupaten, Perseroan Terbatas, Koperasi,
Yayasan (Stichting), Wakaf, Gereja, dan lain-
lain.
Suatu perkumpulan dapat dimintakan
pengesahan sebagai badan hukum dengan
cara:
a. didirikan dengan Akte Notaris.
b. didaftarkan di kantor Panitera
Pengadilan Negeri setempat.
c. dimintakan pengesahan Anggaran
Dasarnya kepada Menteri Kehakiman.
d. diumumkan dalam Berita Negara.
Menurut hukum tiap-tiap orang harusmempunyai tempat tinggal di mana ia harusdicari; tempat tinggal itu disebut domisili.Suatu badan hukum pun harus pulamempunyai domisili.
Pentingnya domisili itu ialah dalam hal :a. dimana seorang harus menikah;b. dimana seorang harus dipanggil oleh
Pengadilan;c. Pengadilan mana yang berwenang
terhadap seseorang, dan sebagainya.
Seseorang yang tidak mempunyai domisilidi tempat kediamannya yang pokok(tertentu), maka domisilinya dianggap beradadi tempat di mana ia sungguh- sungguh
berada.Ada orang-orang yang mempunyai domisili
mengikuti pada domisili orang lain, sepertiseorang istri berdomisili di tempat tinggalsuaminya, anak-anak yang belum dewasapada domisili orang tuanya dan buruh dirumah majikannya.
Ada pula domisili pilihan, misalnya duaorang yang mengadakan suatu perjanjian(perdagangan) memilih domisili di kantorseorang Notaris atau kantor KepaniteraanPengadilan Negeri.
Par. 9
HUKUM KELUARGA.
Hukum Keluarga memuat rangkaianperaturan-peraturan hukum yang timbul daripergaulan hidup kekeluargaan.
Termasuk hukum keluarga antara lainialah:
1. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht:KUHS pasal 198 dan seterusnya).Setiap anak wajib hormat dan patuh
kepada orang tuanya, sebaliknya orang tuawajib memelihara dan memberi bimbingananak-anaknya yang belum cukup umur sesuaidengan kemampuannya masing-masing.
Setiap anak yang belum dewasa (belum21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin)dianggap tidak cakap bertindak(handelingsonbekwaam) dalam lalu lintas
hukum oleh undang-undang. Mereka
ditentukan tidak dapat mengadakan
persetujuan-persetujuan: maka itu orang
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
19
LAW117, Indonesian Legal System
tualah yang wajib menyelenggarakan segala
kebutuhannya. Akan tetapi bagi anak yang
sudah 20 tahun dapat mengajukan permintaan
pernyataan dewasa (venia aetatis =handlichting) kepada Menteri Kehakiman.
Kepada orang tua dibebankan wajib
nafkah (kewajiban alimentasi) yaitu
kewajiban untuk memelihara dan mendidik
anak-anaknya yang belum cukup umur;
demikian sebaliknya anak-anak yang telah
dewasa wajib memelihara orang tuanya dan
keluarganya menurut garis lurus ke atas yang
dalam keadaan tidak mampu.
Kekuasaan orang tua ini berlaku selama
ayah dan ibunya masih hidup dalam
perkawinan; mereka mempunyai hak
menikmati hasil harta benda anak-anaknya.
Kekuasaan orang tua itu berhenti apabila :
1. Anak tersebut telah dewasa (sudah 21
tahun);
2. perkawinan orang tua putus;
3. kekuasaan orang tua dipecat oleh
Hakim, misalnya karena pendidikannya
buruk sekali;
4. pembebasan dari kekuasaan orang tua,
misalnya kelakuan si anak luar biasa
nakalnya hingga orang tuanya tidak
berdaya lagi.
Jadi segala hak dan kewajiban yang
timbul antara anak dengan orang tua seperti
akibat-akibat kekuasaan bapak terhadap si
anak dan harta bendanya, pembebasan dan
pemecatan kekuasaan orang tua, kewajiban
timbal balik orang tua dan anak tersebut
kesemuanya diatur dalam peraturan tentang
kekuasaan orang tua.
2. Perwalian (Voogdij : KUHS pasal 331 danseterusnya).Anak yatim piatu atau anak-anak yang
belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaanorang tua memerlukan pemeliharaan danbimbingan; karena itu harus ditunjuk waliyaitu orang atau perkumpulan-perkumpulanyang akan menyelenggarakan keperluan-keperluan hidup anak-anak tersebut.
Wali ditetapkan oleh hakim atau dapatpula karena wasiat orang tua sebelum iameninggal; sedapat mungkin wali diangkatdari orang-orang yang mempunyai pertaliandarah terdekat dengan si anak itu ataubapaknya yang karena sesuatu hal telahbercerai atau saudara-saudaranya yangdianggap cakap untuk itu. Hakim juga dapatmenetapkan seseorang atau perkumpulan-perkumpulan sebagai wali.
Perwalian dapat terjadi karena (1)perkawinan orang tua putus baikdisebabkan salah seorang meninggal ataukarena bercerai (2) kekuasaan orang tuadipecat atau dibebaskan, maka Hakimmengangkat seorang Wali yang disertai WaliPengawas yang harus mengawasi pekerjaanWali tersebut. Wali Pengawas di Indonesiadijalankan oleh penjabat Balai HartaPeninggalan (Weeskamer).
3. Pengampuan (Curatele, KIHS pasal 433dan seterusnya).Orang yang telah dewasa akan tetapi (1)
sakit ingatan (2) pemboros (3) leman dayaatau (4) tidak sanggup menguruskepentingan sendiri dengan semestinya,disebabkan kelakuan buruk di luar batasatau mengganggu keamanan, memerlukan
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
20
LAW117, Indonesian Legal System
pengampuan. Oleh sebab itu diperlukan
adanya Pengampu (Kurator); biasanya suami
jadi pengampu atas isterinya atau sebaliknya,
akan tetapi mungkin juga Hakim mengangkat
orang lain atau perkumpulan-perkumpulan
sedangkan sebagai Pengampu Pengawas ialah
Balai Harta Peninggalan.
Penetapan di bawah pengampuan dapat
dimintakan oleh suami atau isteri, keluarga
sedarah, Kejaksaan dan dalam hal lemah daya
hanya boleh atas permintaan yang
berkepentingan saja.
Orang yang di bawah pengampuan disebut
Kurandus; dan akibatnya ia dinyatakan tidak
cakap bertindak. Pengampuan berakhir
apabila alasan-alasan itu sudah tidak ada lagi.
Tentang hubungan hukum antara Kurator dan
Kurandus, tentang syarat-syarat timbul dan
hilangnya pengampuan dan sebagainya
kesemua itu diatur dalam peraturan tentang
pengampuan atau curatele.Ada persamaan dan perbedaan antara
kekuasaan orang tua, perwalian dan
pengampuan. Persamaannya ialah bahwa
kesemua itu mengawasi dan menye-
lenggarakan hubungan hukum orang-orang
yang dinyatakan tidak cakap bertindak,
sedangkan perbedaannya: pada kekuasaan
orang tua kekuasaan asli dilaksanakan oleh
orang tuanya sendiri yang masih dalam ikatan
perkawinan terhadap anak-anaknya yang
belum dewasa; pada perwalianpemeliharaan dan bimbingan dilaksanakan
oleh wali, dapat salah satu ibunya atau
bapaknya yang tidak dalam keadaan ikatan
perkawinan lagi atau orang lain terhadap
anak-anak yang belum dewasa; sedangkan
pada pengampuan bimbingan dilaksanakan
oleh kurator (yaitu keluarga sedarah atau
orang yang ditunjuk) terhadap orang-orang
dewasa yang karena sesuatu sebab dinyatakan
tidak cakap bertindak di dalam lalu lintas
hukum.
4. Hukum Perkawinan menurut HukumPerdata Eropa (menurut KUHS, pasal 26dan seterusnya).Hukum perkawinan ialah peraturan-
peraturan hukum yang mengatur perbuatan-
perbuatan hukum serta akibat-akibatnya
antara dua fihak, yaitu seorang laki-laki dan
seorang wanita dengan maksud hidup bersama
untuk waktu yang lama menurut peraturan-
peraturan yang ditetapkan dalam undang-
undang. Kebanyakan isi peraturan mengenai
pergaulan hidup suami istri diatur dalam
norma-norma keagamaan, kesusilaan atau
kesopanan.
Hukum perkawinan yang diatur di dalam
KUHS berdasarkan agama Kristen yang
berasaskan monogami (seorang suami hanya
diperbolehkan mempunyai seorang istri).
Syarat-syarat yang pokok yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu perkawinan menurut
Hukum Perdata Barat antara lain :
1) pihak-pihak calon mempelai dalam
keadaan tidak kawin;
2) laki-laki berumur 18 tahun, perempuan
15 tahun;
3) dilakukan di muka Pegawai Catatan
Sipil (Burgerlijke Stand);
4) tidak ada pertalian darah yang
terlarang;
5) dengan kemauan yang bebas, dan
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
21
LAW117, Indonesian Legal System
sebagainya.
a. Hak dan kewajiban suami istri.Adapun hak dan kewajiban suami istri
ialah misalnya:
1) Kekuasaan marital dari suami, yaitu
bahwa suami menjadi kepala keluarga
dan bertanggung jawab atas istri dan
anak-anaknya;
2) Wajib nafkah (kewajiban alimentasi):
Suami wajib memelihara istrinya; or-
ang tua wajib memelihara dan
mendidik anak-anaknya yang belum
cukup umur; anak-anak yang telah
dewasa wajib memelihara orang
tuanya, kakek neneknya atau keluarga
sedarah menurut garis lurus, yang
dalam keadaan miskin; menantu wajib
memelihara mertua dan sebaliknya;
3) Istri mengikuti kewarganeraan
suaminya;
4) Istri mengikuti tempat tinggal
(domisili) suaminya;
5) Istri menjadi tidak cakap bertindak.
Di dalam segala perbuatan hukum ia
memerlukan bantuan dari suaminya,
kecuali dalam beberapa hal antara lain:
(a)perbuatan sehari-harinya guna
keperluan rumah tangga;
(b)mengadakan perjanjian kerja sebagai
majikan guna kepentingan rumah
tangga;
(c)melakukan pekerjaan bebas (dokter,
pengacara);
(d)membuat wasiat;
(e)membuat perjanjian kerja sebagai
buruh;
(f)memperoleh hak milik atas sesuatu
benda;
(g)menyimpan dan mengambil uang di
Bank Tabungan Pos;
(h)menggugat perceraian, dan
sebagainya.
Suami berhak mengurus dan menguasai
harta perkawinan gabungan jika sebelumnya
tidak diadakan perjanjian harta perkawinan
pisah. Istri mengurus harta kekayaan sendiri,
jika sebelumnya diadakan perjanjian harta
perkawinan pisah.
b. Hubungan hukum dalamperkawinan.
Selanjutnya ikatan perkawinan itu penting
juga artinya bagi keturunan dan hubungan
kekeluargaan; sedangkan bagi fihak ketiga
terutama penting untuk mengetahui
kedudukan harta perkawinan.
Oleh hukum yang berlaku sekarang
ditetapkan bahwa :
(1) anak-anak yang belum dewasa (belum
21 tahun dan tidak lebih dahulu telah
kawin);
(2) orang-orang yang ada di bawah
pengampuan.
(3) Wanita yang bersuami, dianggap tidak
cakap bertindak (handelingson-bekwaam) di dalam lalu lintas hukum.
Apabila seseorang yang belum dewasa
kawin, dan perkawinannya itu kemudian
dibubarkan sebelum ia berumur genap 21
tahun, maka orang itu tetap dianggap dewasa
dan ia tetap dianggap cakap bertindak dalam
lalu lintas hukum.
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
22
LAW117, Indonesian Legal System
Seseorang yang cakap bertindak, akan
tetapi oleh hukum dicabut haknya untuk
melakukan sesuatu perbuatan tertentu, maka
ia disebut tidak berwenang bertindak
(handelingsonbevoegd) misalnya seorang juru
lelang tidak berwenang bertindak untuk
membeli barang-barang tetap yang ia lelangkan.
Peraturan-peraturan tentang kekuasaan
orang tua, perwalian, pengampuan, hukum
perkawinan, hukum harta perkawinan dan
hukum perceraian semua menjadi inti dalam
hubungan kekeluargaan; sebab itu peraturan-
peraturan tersebut digolongkan menjadi satu
yang disebut Hukum Keluarga.
c. Putusnya Perkawinan.
Sebab-sebab putusnya perkawinan
ialah:
1. Kematian
2. Kepergian suami atau istri selama
sepuluh tahun
3. Akibat perpisahan meja makan dan
tempat tidur
4. Perceraian.
Ad.1. Kematian. Menurut ajaran agama
Kristen, hanya kematianlah yang dapat
memutuskan perkawinan.
Ad.2. Kepergian selama sepuluh tahun.
Jika salah satu fihak pergi selama sepuluh
tahun, maka pihak yang lain dapat
melangsungkan perkawinannya yang baru
dengan orang lain dengan syarat-syarat yang
telah ditetapkan oleh hukum perkawinan.
Dengan terjadinya perkawinan yang baru itu,
maka putuslah perkawinannya yang lama.Sebab ini belum sah dan belum dapat
dipakai sebagai alasan kalau belum
diadakan panggilan lebih dahulu, misalnya
panggilan dalam surat kabar, majalah dan
sebagainya.
Bepergian selama sepuluh tahun itu dapat
diperpendek menjadi satu tahun, apabila:
a. kepergian itu dengan menumpang
kapal, sedang diketahui bahwa kapal
tersebut telah hancur, hilang atau
terbakar.b. Kepergian itu ke tempat yang
berbahaya, misalnya malapetaka,
gunung meletus, perang, sehingga
diyakinkan bahwa yang pergi itu telah
musnah.
Ad.3 Akibat perpisahan meja makandan ranjang. Setelah perpisahan meja makan
dan ranjang selama lima tahun, suami atau
istri dengan persetujuan maupun dengan
alasan-alasan dapat menuntut di muka hakim
untuk diputuskan perkawinannya.
Ad.4. Perceraian: artinya diputuskannya
perkawinan itu oleh hakim, karena suatu
sebab tertentu.
Sedangkan perceraian karena persetujuan
bersama antara suami istri tidak
diperbolehkan.
Perceraian disebabkan oleh :
a. Zina;
b. Meninggalkan tempat tinggal dengan
sengaja;
c. Hukuman selama lima tahun;
d. Penganiayaan yang menyebabkan luka
berat.
Perceraian ini baru sah sesudah
diumumkan oleh Pengadilan.
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
23
LAW117, Indonesian Legal System
Perkawinan
3) Bab III : Pencegahan
Perkawinan
4) Bab IV : Batalnya Perkawinan
5) Bab V : Perjanjian Perkawinan
6) Bab VI : Hak dan Kewajiban
Suami Istri
7) Bab VII : Harta Benda dalam
Perkawinan
8) Bab VIII : Putusnya Perkawinan
serta akibatnya
9) Bab IX : Kedudukan Anak
10) Bab X : Hak dan Kewajiban
antara Orang Tua dan
Anak
11) Bab XI : Perkawinan
12) Bab XII : Ketentuan-ketentuan
lain
13) Bab XIII : Ketentuan Peralihan
14) Bab XIV : Ketentuan Penutup
b. 67 Pasal
4. Penjelasan Undang-Undang Perka-winan, yang terbagi atas :
a. Penjelasan Umum, yang terdiri dari 5
Pokok Penjelasan
b. Penjelasan Pasal demi Pasal.
B. Konsiderans UU No. 1 Tahun 1974.1. Dasar Pertimbangan
Adapun dasar pertimbangan Pemerintah
Republik Indonesia dan DPR untuk
mengeluarkan Undang-Undang Perkawinan ini
ialah, bahwa sesuai dengan Falsafah Pancasila
serta cita-cita untuk pembinaan hukum
nasional, perlu adanya Undang-Undang
tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua
Warganegara Indonesia.
Par. 10
HUKUM PERKAWINAN INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974.
A. Sistematik dan Isi Pokok Undang-UndangPerkawinan Tahun 1974Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan disingkat UUP) disahkanPresiden pada tanggal 2 Januari 1974 dandiundangkan dalam Lembaran Negara Tahun1974 No.1 dan Penjelasannya dimuat dalamTambahan Lembaran Negara No. 2019.
UUP ini mempunyai sistematik sebagaiberikut.
1. Konsiderans (alas an-alasan
dikeluarkannya Undang-Undang ini)
Yang terdiri dari :a. Dasar Pertimbangan: satu alinea
b. Dasar Hukum:
1) Pasal-pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat
(1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29
Undang-Undang Dasar 1945.
2) Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
2. Diktum yang berbunyi : Memutuskan:Menetapkan Undang-Undang tentang
Perkawinan.3. Batang Tubuh atau Isi Undang-
Undang Perkawinan, yang terdiri dari:
a. 14 Bab. Yaitu :1) Bab I : Dasar Perkawinan2) Bab II : Syarat-syarat
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
24
LAW117, Indonesian Legal System
2. Dasar Hukum Penyusunan Undang-UndangPerkawinanSebagai dasar atau landasan bagi
penyusunan Undang-Undang Perkawinan iniDisebutkan peraturan-peraturan yang
berikut:a. UU 1945 :1) Pasal 5 ayat 1: Presiden memgang
kekuasaan membentuk Undang-Undangdengan persetujuan DPR;
2) Pasal 20 ayat 1: Tiap-tiap Undang-Undang menghendaki persetujuan DPR;
3) Pasal 27 ayat 1: Segala warganegarabersamaan kedudukannya di dalamHukum dan Pemerintahan dan wajibmenjunjung Hukum dan Pemerintahanitu dengan tidak ada kecualinya;
4) Pasal 29:ayat 1: Negara berdasar atasKetuhanan Yang Maha Esa;ayat 2: Negara menjamin kemerdekaantiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untukberibadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.
b. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973tentang Garis-Garis Besar HaluanNegara, antara lain:
1) Landasan :Garis-garis Besar Haluan Negara disusunberdasarkan landasan idial Pancasiladan konstitusional UUD 1945;
2) Modal Dasar :Kepercayaan dan keyakinan Bangsaatas kebenaran Falsafah Pancasilamerupakan modal sikap mental yangdapat membawa Bangsa menuju cita-citanya;
3) Agama dan Kepercayaan TerhadapTuhan Yang Maha Esa :Atas dasar Kepercayaan Bangsa Indo-nesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa,maka perikehidupan beragama danperikehidupan berkepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esadidasarkan atas kebebasan menghayatidan mengamalkan Ketuhanan YangMaha Esa sesuai dengan FalsafahPancasila;
4) Pembinaan Keluarga Sejahtera :Pembinaan keluarga yang sejahteraadalah sarana bagi pembinaan GenerasiMuda. Untuk pembinaan keluarga yangsedemikian itu maka Hak-hak Wanitadijamin serta kedudukannya dalamkeluarga dan masyarakat dilindungi.
5) Hukum :Peningkatan dan penyempurnaanpembinaan Hukum Nasional denganantara lain mengadakan pembaharuan,kodifikasi serta unifikasi Hukumdengan jalan memperhatikan KesadaranHukum dalam masyarakat.
C. Pengertian Umum Tentang Perkawinanmenurut UU No. 1 Tahun 1974.Berkenaan dengan mutlak adanya Undang-
Undang Perkawinan, aneka ragam hukumperkawinan dan asas-asas perkawinan, dalamUndang-Undang No. 1 Tahun 1974 secaraumum dijelaskan sebagai berikut :1. Mutlak adanya Undang-Undang Perkawinan
Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti In-donesia adalah mutlak adanya Undang-Undang Perkawinan Nasional yang sekaligus
menampung prinsip-prinsip dan mem-
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
25
LAW117, Indonesian Legal System
berikan landasan hukum perkawinan yang
selama ini menjadi pegangan dan telah
berlaku bagi berbagai golongan dalam
masyarakat kita.
2. Aneka ragam Hukum Perkawinan di Indone-siaDewasa ini (sebelum berlaku UU No.1
tahun 1974) berlaku berbagai hukum
perkawinan bagi berbagai golongan
warganegara dan berbagai daerah seperti
berikut :
a. bagi orang-orang Indonesia Asli yang
beragama Islam berlaku hukum agama
yang
telah diresiplir dalam Hukum Adat;
b. bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya
berlaku Hukum Adat;
c. bagi orang-orang Indonesia Asli yang
beragama Kristen berlaku Huwelijksor-
donnantie Christen Indonesia (S.1933
Nomor 74);
d. bagi orang Timur Asing Cina dan
warganegara Indonesia keturunan Cina
berlaku ketentuan-ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dengan
sedikit perubahan;
e. bagi orang-orang Timur Asing lainnya
dan warganegara Indonesia keturunan
Timur Asing lainnya tersebut berlaku
Hukum Adat mereka;
f. bagi orang-orang Eropa dan
Warganegara Indonesia keturunan
Eropa dan yang disamakan dengan
mereka berlaku Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
3. Undang-Undang Perkawinan mewujudkanprinsio-prinsip yang terkandung dalamPancasila dan UUD 1945.Sesuai dengan landasan falsafah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,maka Undang-Undang ini di satu fihak harusdapat mewujudkan prinsip-prinsip yangterkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan di lain fihakharus dapat pula menampung segalakenyataan yang hidup dalam masyarakatdewasa ini. Undang-Undang Perkawinan initelah menampung di dalamnya unsur-unsurdan ketentuan-ketentuan Hukum Agamanyadan Kepercayaannya itu dari yangbersangkutan.
4. Asas-asas Perkawinan.Dalam Undang-Undang ini ditentukan
prinsip-prinsip atau asas-asas mengenaiperkawinan dan segala sesuatu yangberhubungan dengan perkawinan yang telahdisesuaikan dengan perkembangan dantuntutan zaman. Asas-asas atau prinsip-prinsipyang tercantum dalam Undang-Undang iniadalah sebagai berikut :
a. Tujuan Perkawinan.Tujuan Perkawinan adalah membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal.Untuk itu suami istri perlu saling
membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengem-bangkankepribadiannya membantu dan mencapaikesejahteraan spiritual dan material.
b. Sahnya Perkawinan.Dalam Undang-Undang ini dinyatakan,
bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamanadilakukan menurut hukum masing-masing
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
26
LAW117, Indonesian Legal System
agamanya dan kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harusdicatat menurut peraturan perundangan yangberlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinanadalah sama halnya dengan catatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupanseseorang, misalnya kelahiran, kematian yangdinyatakan dalam surat-surat keterangan,suatu akte resmi yang juga dimuat dalamdaftar pencacatan;
c. Asas Monogami.Undang-Undang ini menganut asas
monogami; hanya apabila dikehendaki olehyang bersangkutan, karena hukum dan agamadari yang bersangkutan mengizinkannya,seorang suami dapat beristeri lebih dariseorang. Namun demikian perkawinan seorangsuami dengan lebih dari seorang isteri,meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapatdilakukanapabila dipenuhi berbagaipersyaratan tertentu dan diputuskan olehPengadilan.
d. Mempersukar terjadinya perceraian.Karena tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk keluarga yang bahagia kekal dansejahtera, maka Undang-Undang ini menganutprinsip untuk mempersukar terjadinyaperceraian. Untuk memungkinkan perceraianharus ada alasan-alasan
tertentu serta harus dilakukan di depanSidang Pengadilan.
e. Hak dan kedudukan istri.Hak dan kedudukan istri adalah seimbang
dengan hak dan kedudukan suami baik dalamkehidupan rumah tangga maupun dalampergaulan masyarakat, sehingga dengandemikian segala sesuatu dalam keluarga dapat
dirundingkan dan diputuskan bersama olehsuami istri.
D. Syarat-syarat Perkawinan (Pasal 6 s/d 12).1. Syarat-syarat untuk dapat melangsungkan
perkawinan.Untuk dapat melangsungkan perkawinan
secara sah, harus dipenuhi syarat-syaratperkawinan yang ditegaskan dalam Pasal 6UUP yaitu:
(1)Perkawinan harus didasarkan ataspersetujuan kedua calon mempelai.Ditetapkannya syarat “persetujuankedua mempelai” oleh karenaperkawinan mempunyai maksud agarsuami dan isteri dapat membentukkeluarga yang kekal dan bahagia, dansesuai dengan cita-cita dari keduabelah pihak yang melangsungkanperkawinan tersebut, tanpa adapaksaan dari pihak mana pun.Ketentuan dalam pasal ini, tidakberarti mengurangi syarat-syaratperkawinan menurut ketentuan hukumperkawinan yang sekarang berlaku,sepanjang tidak bertentangan denganketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 ayat (1) Undang-UndangPerkawinan yang telah disebutkan diatas.
(2)Untuk melangsungkan perkawinanseorang yang belum mendapat umur 21(dua puluh satu) tahun harus mendapatizin kedua orang tua.
(3)Dalam hal salah seorang dari keduaorang tua telah meninggal dunia ataudalam keadaan tidak mampu
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
27
LAW117, Indonesian Legal System
menyatakan kehendaknya, maka izindimaksud ayat (2) pasal ini cukupdiperoleh dari orang tua yang masihhidup atau dari orang tua yang mampumenyatakan kehendaknya.
(4)Dalam hal kedua orang tua telahmeninggal dunia atau dalam keadaantidak mampu untuk menyatakankehendaknya, maka izin diperoleh dariwali, orang yang memelihara ataukeluarga yang mempunyai hubungandarah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dandalam keadaan dapat menyatakankehendaknya.
(5)Dalam hal ada perbedaan pendapatantara orang-orang yang disebut dalamayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atausalah seorang atau lebih di antaramereka tidak menyatakanpendapatnya, maka Pengadilan dalamdaerah hukum tempattinggal orangyang akan melangsungkan perkawinanatas permintaan orang tersebut dapatmemberikan izin setelah lebih dahulumendengar orang-orang tersebutdalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6)Ketentuan tersebut ayat (1) sampaidengan (5) pasal ini berlaku sepanjanghukum masing-masing agamanya dankepercayaannya dari yangbersangkutan tidak menentukan lain.
Selanjutnya dalam pasal 7 UUP digaskanhal-hal yang berikut :
(1)Perkawinan hanya dizinkan jika pihakpria sudah mencapai umur 19 tahun
(sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 (enam
belas) tahun. Ketentuan ini diadakan
ialah untuk menjaga kesehatan suami
istri dan keturunan, dan karena itu
dipandang perlu diterangkan batas
umur untuk perkawinan dalam Undang-
Undang Perkawinan.
(2)Dalam hal penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak
wanita. Dengan berlakunya Undang-
Undang ini maka ketentuan-ketentuan
yang mengatur tentang pemberian
dispensasi terhadap perkawinan yang
dimaksud pada ayat (1) seperti diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan Ordonansi Perkawinan In-
donesia Kristen (S. 1933 Nomor 74)
dinyatakan tidak berlaku.
(3)Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan
salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4)
Undang-Undang ini, berlaku juga dalam
hal permintaan dispensasi tersebut ayat
(2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
2. Larangan Perkawinan.Menurut pasal 8 UUP, perkawinan dilarang
antara dua orang yang :
a. berhubungan darah dalam garis
keturunan lurus ke bawah ataupun ke
atas;
b. berhubungan darah dalam garisketurunan menyamping yaitu antara
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
28
LAW117, Indonesian Legal System
saudara, antara seorang dengansaudara orang tua dan antara seorangdengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan saudara dengan istri atausebagai bibi atau kemenakan dari istri,
dalam hal seorang suami beristri lebihdari seorang;
e. berhubungan susuan, yaitu orang tuasusuan, anak susuan, saudara susuan danbibi/paman susuan;
f. berhubungan saudara dengan istri atausebagai bibi atau kemenakan dari istri,dalam hal seorang suami beristri lebihdari seorang;
g. yang mempunyai hubungan yang olehagamanya atau peraturan lain yangberlaku, dilarang kawin.
Menurut pasal 9 UUP seorang yang masihterikat tali perkawinan dengan orang laintidak dapat kawin lagi, kecuali jika :
1) mendapat izin dari Pengadilan(berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (2)UUP yang disebutkan di atas).
2) dengan alasan bahwa istri (Oasal 4UUP) :a) tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai istri;b) mendapat cacad badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan;c) tidak dapat melahirkan keturunan.
Apabila suami dan istri yang telah ceraikawin lagi satu dengan yang lain dan bercerailagi untuk kedua kalinya, maka di antaramereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan
lagi; sepanjang hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu dari yangbersangkutan tidak menentukan lain (Pasal
10).
Oleh karena perkawinan mumpunyai
maksud agar suami dan istri dapat
membentuk keluarga yang kekal, maka suatu
tindakan yang mengakibatkan putusnya suatuperkawinan harus benar-benar dapat
dipertimbangkan dan dipikirkan masak-
masak.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk
mencegah tindakan kawin-cerai berulang
kali, sehingga suami maupun istri benar-benarsaling menghargai satu sama lain.
Adapun seorang wanita yang putusperkawinannya berlaku jangka waktu tunggu(Pasal 11 ayat 1), sedangkan tenggang waktujangka waktu tunggu tersebut masih akandiatur dalam Peraturan Pemerintah lebihlanjut (Pasal 11 ayat 2).
Demikian pula tata cara pelaksanaanperkawinan, menurut pasal 12 UUP diaturdalam peraturan perundangantersendiri.
Ketentuan pasal 12 UUP ini tidakmengurangi ketentuan yang diatur dalamUndang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentangPenetapan Undang-Undang tentangPencacatan Nikah, Talak dan Rujuk di seluruhluar Jawa dan Madura.
Par. 11
HUKUM HARTA KEKAYAAN
Hukum harta kekayaan yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
29
LAW117, Indonesian Legal System
kewajiban manusia yang bernilai uang.Hukum harta kekayaan meliputi dualapangan, yaitu :
1. Hukum Benda, yaitu peraturan-
peraturan hukum yang mengatur hak-
hak kebendaan yang bersifat mutlak
artinya hak terhadap benda yang oleh
setiap orang wajib diakui dan
dihormati.
2. Hukum Perikatan ialah peraturan-
peraturan yang mengatur perhubungan
yang bersifat kehartaan antara dua or-
ang atau lebih di mana fihak pertama
berhak atas sesuatu prestasi
(pemenuhan sesuatu) dan fihak yang
lain wajib memenuhi sesuatu prestasi.
Ad.1. Hukum Benda. Manusia di dalam
pergaulan hidup memerlukan benda-benda
baik untuk dipergunakan langsung ataupun
sekedar sebagai alat untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya.
Benda dalam arti Ilmu Pengetahuan
Hukum ialah segala sesuatu yang dapat
menjadi obyek hukum sedangkan menurut
pasal 499 KUHS benda ialah segala barang dan
hak yang dapat menjadi milik orang (obyek
hak milik). Benda-benda tersebut dapat
dibedakan menjadi :
a. Benda tetap ialah benda-benda yang
karena sifatnya, tujuannya atau
penerapan undang-undang dinyatakan
sebagai benda tak bergerak misalnya
bangunan-bangunan, tanah tanam-
tanaman (karena sifatnya), mesin-
mesin pabrik, sarang burung yang
dapat dimakan (karena tujuannya),
hak opstal, hak erfpah, hak hipotik(karena penentuan undang-undang dansebagainya.
b. Benda bergerak ialah benda-bendayang karena sifatnya atau karenapenentuan undang-undang dianggapbenda bergerak misalnya alat-alatperkakas, kendaraan, binatang (karenasifatnya), hak-hak terhadap surat-suratberharga (karena undang-undang dansebagainya).
Benda-benda itu juga dapat dibedakanlagi menjadi :
1) Benda-benda berwujud (= barang-barang) dan;
2) Benda-benda tak berwujud (=bermacam-macam hak).
Benda-benda ini dapat dimiliki dandikuasai oleh manusia dan karena itudiperlukan peraturan-peraturan hukum yangmengatur hubungan manusia dengan benda-benda tersebut. Timbullah peraturan-peraturan tentang hukum kebendaan(zakelijke rechten) yang bersifat mutlak(absoluut recht) artinya dapat berlaku danharus dihormati oleh setiap orang.
Hak mutlak dalam lapangan keperdataan,dapat meliputi :
(1)benda-benda berwujud, misalnya hakeigendom, hak opstal, hak erfpah,hak gadai, hak hipotik dan sebagainya.
(2)benda tak berwujud, seperti hakpanenan, hak pengarang (hak cipta),hak oktroi, hak merk, dan sebagainya.
Di dalam KUHS diatur beberapa hak
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
30
LAW117, Indonesian Legal System
kebendaan, antara lain :a. Hak Eigendom (hak milik Barat),
(Recht van Eigendom, KUHS pasal 570dan seterusnya), ialah hak untukmenikmati dengan bebas danmenguasai mutlak sesuatu benda, asaltidak dipergunakan yang bertentangandengan undang-undang, peraturan-peraturan lain dan tidak mengganggukepentingan orang lain; kesemuanya itusekedar tidak diadakan pencabutanhak milik (onteigening) oleh Negarauntuk kepentingan umum.
b. Hak pekarangan (Servituut, KUHSpasal 674 dan seterusnya) ialahkewajiban bagi pemilik pekaranganyang berdekatan dengan kepunyaan or-ang lain untuk mengizinkan memakaiatau menggunakan pekarangantersebut.
c. Hak Opstal (Recht van Opstal, KUHSpasal 711 dan seterusnya) ialah hakuntuk mempunyai atau mendirikanbangunan-bangunan atau tanaman diatas tanah milik orang lain. Untukmendirikan bangunan atau menanamitanah itu, diperlukan izin pemiliknya,sedangkan orang itu tidak perlumemiliki tanah sendiri.
d. Hak Erfpacht (KUHS pasal 20 danseterusnya), ialah suatu hak untukmempergunakan benda tetapkepunyaan orang lain dengankemerdekaan penuh, seolah-olahmenjadi miliknya sendiri, denganpembayaran uang canon (pacht) padatiap-tiap tahun baik berupa uangataupun benda lain atau buah-buahan.
e. Hak Pemakaian Hasil (Vruchtgebruik,KUHS pasal 756 dan seterusnya) ialahhak atas benda tetap atau bendabergerak, untuk menggunakanseluruhnya serta memungut hasil danbuahnya sedang sifat benda tersebuttidak boleh berubah ataupunberkurang nilainya; sebab itu undang-undang mengharuskan ada jaminangadai, hipotik atau tanggungan orang.
f. Hak gadai (Pand, KUHS pasal 1150 danseterusnya) adalah hak seseorangkreditur (penagih) atas sesuatu bendabergerak yang diserahkan kepadanyaoleh debitur atau orang lain atasnamanya sebagai jaminan darihutangnya dengan ketentuan bahwakreditur tersebut harus dibayar lebihdahulu dari kreditur-kreditur lainnyadengan jalan melelang benda tersebutdi muka umum.
g. Hak Hipotik (KUHS pasal 1162 danseterusnya) ialah hak tanggunganseperti hak gadai; akan tetapi bendayang dijadikan jaminan berupa bendatetap (rumah, tanah dan sebagainya).Kapal yang muatannya 20 m3 ke atas,segala hak-hak kebendaan seperti hakpostal, erfpah, pemakaian hasil danlain-lain dapat dibebani hipotik.
Pada tahun 1960 telah ditetapkanpenghapusan hak-hak berkenaan dengantanah.
Hal ini diatur dalam undang-undang PokokAgraria (Undang-Undang No. 5 tahun 1960).
Undang-Undang ini bermaksud untukmengadakan hukum agraria nasional yangberdasarkan atas hukum adat tentang tanah.
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
31
LAW117, Indonesian Legal System
Dengan lahirnya undang-undang ini maka telahtercapailah suatu keseragaman (uniformiteit)mengenai hukum tanah, sehingga tidak lagiada hak-hak atas tanah menurut hukum Baratdi sampingnya hak-hak atas tanah menuruthukum adat.
Dengan undang-undang ini telah dicabutBuku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Burgerlijk Wetboek) sepanjang yangmengenai bumi, air serta kekayaan alam yangterkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masihberlaku pada mulai berlakunya undang-undangini.
Maka dengan demikian telah dihapuskandari BW segala ketentuan atau pasal-pasalyang mengenai eigendom dan hak-hakperbendaan (zakelijke rechten) lainnya atastanah dan oleh undang-undang baru itu telahdiciptakan hak-hak yang berikut atas tanah :
a. hak milik;b. hak guna usaha;c. hak guna bangunan;d. hak pakai;e. hak sewa.
a) Hak milik adalah hak turun temurunterkuat dan terpenuh yang dapatdipunyai orang atas tanah, denganmengingat bahwa semua hak atastanah itu mempunyai funksi social.
b) Hak guna usaha adalah hak untukmengusahakan tanah yang dikuasai olehNegara, dalam jangka waktu palinglama 25 tahun (untuk perusahaan yangmemerlukan waktu lebih lama dapatdiberikan untuk waktu 35 tahun),waktu mana dapat diperpanjang.
c) Hak guna bangunan adalah hak untukmendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukanmiliknya sendiri dengan jangka waktupaling lama 30 tahun, waktu manadapat diperpanjang.
d) Hak pakai adalah hak untukmenggunakan dan atau memungut hasildari tanah yang dikuasai langsung olehNegara atau tanah milik orang lain,yang memberi wewenang dankewajiban yang ditentukan dalamkeputusan pemberiannya olehpenjabat yang berwenangmemberikannya atau dalam perjanjiandengan pemilik tanahnya yang bukanperjanjian sewa menyewa atauperjanjian pengolahan tanah.
e) Hak sewa : Seseorang atau suatu badanhukum mempunyai hak sewa atastanah apabila ia berhakmempergunakan tanah milik orang lainuntuk keperluan bangunan, denganmembayar kepada pemiliknyasejumlah uang sebagai sewa.
Ad.2 Hukum Perikatan (Verbintenissen-recht). Dalam mencapai kebutuhan hidupnyamanusia memerlukan kerja-sama.
Mereka saling mengikatkan diri untukmemenuhi sesuatu prestasi, sehinggatimbullah hukum perikatan yaitu suatuperhubungan hukum antara dua orang ataulebih yang menyebabkan fihak yang satuberhak atas sesuatu dan fihak yang lainmempunyai kewajiban untuk melakukan ataumemberikan sesuatu. Fihak yangberkewajiban memenuhi perikatan disebut
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
32
LAW117, Indonesian Legal System
debitur, fihak yang berhak atas pemenuhansesuatu perikatan disebut kreditur.
Yang menjadi obyek perikatan ialahprestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.
Macam-macam prestasi ialah :1. memberikan sesuatu, seperti
membayar harga, menyerahkan barangdan sebagainya.
2. berbuat sesuatu, misalnyamemperbaiki barang yang rusak,membongkar bangunan, kesemuanyakarena putusan Pengadilan dansebagainya.
3. tidak berbuat sesuatu, misalnya untuktidak mendirikan sesuatu bangunan,untuk tidak menggunakan merekdagang tertentu, kesemua karenaditetapkan oleh putusan pengadilan.
Kalau debitur tidak memenuhi atau tidakmenepati perikatan disebut cidra janji(wanprestasi). Sebelum dinyatakan cidrajanji terlebih dahulu harus dilakukan somasi(ingebrekestelling) yaitu suatu peringatankepada debitur agar memenuhikewajibannya.
Apabila seorang dalam keadaan-keadaantertentu beranggapan bahwa perbuatandebiturnya akan merugikan, maka ia dapatminta pembatalan perikatan.
Kita harus membedakan bermacam-macam perikatan yaitu :
1a. Perikatan Sipil (Civiele verbin-tenissen), yaitu perikatan yang apabilatidak dipenuhi dapat dilakukan gugatan(hak tagihan) misalnya jual beli,pinjam meminjam, sewa menyewadan sebagainya.
b. Perikatan Wajar (Natuurlijkeverbintenissen), yaitu perikatan yangtak mempunyai hak tagihan akantetapi kalau sudah dibayar ataudipenuhi tidak dapat diminta kembali;misalnya hutang karena pertaruhan,perjudian, persetujuan di waktu pailitdan sebagainya.
2a. Perikatan yang dapat dibagi(deelbare verbintenissen) yaituperikatan yang menurut sifat danmaksudnya dapat dibagi-bagi dalammemenuhi prestasinya, misalnyaperjanjian mencangkul dansebagainya.
b. Perikatan yang tak dapat dibagi(ondeelbare verbintenissen) yaituperikatan yang menurut sifat danmaksudnya tak dapat dibagi-bagidalam melaksanakan prestasinya,misalnya perjanjian menyanyi.
3a. Perikatan pokok (Principale atauhoof-dverbintenissen) ialah perikatan-perikatan yang dapat berdiri sendiritidak tergantung pada perikatan-perikatan lainnya misalnya, jual beli,sewa menyewa, hutang piutang dansebagainya.
b. Perikatan tambahan (accessoire ataunevenverbintenissen) ialah perikatanyang merupakan tambahan dariperikatan lainnya dan tak dapat berdirisendiri, misalnya : perjanjian gadai,hipotik tanggungan adalah merupakanperjanjian tambahan dari perjanjianhutang piutang.
4a. Perikatan spesifik (spesifieke verbin-tenissen) yaitu perikatan yang secara
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
33
LAW117, Indonesian Legal System
khusus ditetapkan macamnya prestasi.b. Perikatan generic (genericke verbin-
tenissen) yaitu perikatan hanyaditentukan menurut jenisnya.
5a. Perikatan sederhana (eenvoudigeverbin-tenissen), perikatan yang hanyaada satu prestasi yang harus dipenuhioleh debitur.
b. Perikatan jamak (meervoudigeverbin-tenissen), yaitu perikatan yangpemenuhannya oleh debitur lebih darisatu macam prestasi harus dipenuhimaka disebut bersusun (cumulatieveverbintenis), tapi jika hanya salah satusaja di antaranya yang harus dipenuhiitu maka disebut perikatan boleh pilih(alternatip). Perikatan fakultatip ialahperikatan yang telah ditentukanprestasinya, akan tetapi jika karenasesuatu sebab tidak dapat dipenuhimaka debitur berhak memberi prestasiyang lain.
6a. Perikatan murni (zuivere verbintenis)ialah perikatan yang prestasinyaseketika itu juga wajib dipenuhi.
b. Perikatan bersyarat (voorwaardelijkeverbintenis) ialah perikatan yangpemenuhannya oleh debitur,digantungkan kepada sesuatu syarat,yaitu keadaan-keadaan yang akandatang atau yang pasti terjadi; jikaperikatannya itu pemenuhannya masihdigantungkan pada waktu tertentumaka disebut perikatan denganpenentuan waktu (verbintenis mettijdsbepaling).
Dari Hukum Perikatan dapat timbul hak-
hak relatif (hak-hak perseorangan =persoonlijke rechten) yaitu hak-hak yanghanya wajib dihormati dan diakui oleh or-ang-orang yang berkepentingan saja misalnyahak tagihan, hak menyewa, hak memunguthasil dan sebagainya.
Sesuatu perikatan dapat berakhirdisebabkan karena :
a. Pembayaran (betaling) artinya jikakewajiban terhadap perikatan itu telahdipenuhi. Pembajaran harus diartikanluas misalnya seorang pekerjamelakukan pekerjaan termasuk jugapembayaran. Ada kemungkinan fihakketiga yang membayar hutang seorangdebitur kemudian ia sendiri menjadikreditur baru pengganti kreditur yanglama. Keadaan semacam itu disebutsubrogasi.
b. Penawaran bayar tunai diikutipenyimpanan (consignatie) yaitupembayaran tunai yang diberikan olehdebitur, namun tidak diterima olehkreditur tetapi kemudian oleh debiturdisimpan pada Pengadilan. KalauPengadilan mengesahkan pembayaranitu maka perikatan dianggap berakhir.
c. Pembaharuan hutang atau novasiyaitu apabila hutang yang lamadigantikan oleh hutang yang baru.
d. Imbalan (vergelijking) ataukompensasi yaitu apabila kedua belahfihak saling mempunyai hutang, makahutang mereka masing-masingdiperhitungkan; misalnya A berhutangRp.1.000,00 kepada B, dan B berhutangRp.800,00 kepada A, maka jikadiadakan kompensasi sisa hutangnya
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
34
LAW117, Indonesian Legal System
Rp.200,00 (hutang A kepada B).e. Percampuran hutang (schuldver-
menging) yaitu apabila pada suatuperikatan kedudukan kreditur dandebitur ada di satu tangan seperti padawarisan, perkawinan dengan hartagabungan dan sebagainya.Contoh :Seorang anak sebagai ahli warismempunyai hutang kepada bapaknya.Jika kemudian bapaknya sebagaikreditur meninggal, maka si anak(debitur) berhak menerima warisan(termasuk hak tagihan kepada dirinyasendiri), maka dengan sendirinyalunaslah hutang tersebut.
f. Pembebasan hutang (kwijtscheldingder schuld) yaitu apabila krediturmembebaskan segala hutang-hutangdan kewajiban fihak debitur.
g. Batal dan pembatalan (nietigheid ofte niet doening) apabila perikatan itubatal atau dibatalkan misalnya karenafihak-fihak tak cakap bertindak,terdapat paksaan, penipuan ataukekeliruan, dan sebagainya.
h. Hilangnya benda yang diperjanjikan(het vergaan der verschuldigde zaak)apabila benda yang diperjanjikanbinasa, hilang atau menjadi tidak dapatdiperdagangkan, maka perjanjianmenjadi batal.
i. Timbul syarat yang membatalkan(door werking ener ontbindendevoorwaarde) misalnya A akan memberiRp.1.000,00 kepada B, tapi jika B tidaklulus ujian SMA maka pemberian itutidak jadi. Akhirnya B sungguh-sungguh
tidak lulus; maka batallah perjanjianitu.
j. Kadaluwarsa (Verjaring). Periksa lagikadaluwarsa pembebasan (extinctiefverjaring) dari pelajaran terdahulu.
Sumber Hukum Perikatan ialah :A. Perjanjian (kontrak);B. Undang-Undang.
Ad.A. Hukum Perikatan yang bersumberpada Perjanjian. Perjanjian (kontrak) adalahsuatu perbuatan di mana seseorang ataubeberapa orang mengikatkan dirinya kepadaseorang atau beberapa orang lain. Untukmempermudah memperoleh keperluan-keperluan hidupnya manusia di dalampergaulan masyarakat saling mengadakanhubungan dan persetujuan-persetujuanberdasarkan persesuaian kehendak (=verbintenissen). Dari persetujuan-persetujuanitu timbul akibat-akibat hukum yang mengikatkedua belah fihak ( = partijen, contractanten)dan persetujuan-persetujuan yang demikiandisebut perjanjian (kontrak).
Agar sesuatu perjanjian dianggap sah,harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Izin kedua belah fihak berdasarkanpersetujuan kehendak mereka masing-masing, artinya pada waktu perjanjianitu diadakan tidak terdapat paksaan,penipuan atau kekeliruan.
2) Kedua belah fihak harus cakapbertindak; jika syarat ini tidak dipenuhimaka perjanjian itu dapat dibatalkandengan perantaraan Hakim.
3) Ada obyek tertentu; jumlah, jenis danbentuk yang diperjanjikan sudah
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
35
LAW117, Indonesian Legal System
tertentu.4) Ada sebab yang dibolehkan, artinya ada
sebab-sebab hukum yang menjadi dasarperjanjian yang tidak dilarang olehperaturan-peraturan, bertentangandengan keamanan dan ketertiban umum,misalnya tidak boleh mengadakanperjanjian pemberian hadiah untukmemukul atau membunuh orang yangditunjuk; dilarang mengadakanperjanjian jual beli budak dan lain-lain.
Suatu perjanjian terjadi dengan sahapabila masing-masing fihak dapat bebasmengikatkan dirinya. Jika dalam perjanjianitu terdapat ketidakbebasan kehendak(wilsgebrek), maka perjanjian itu dapatdibatalkan. Suatu perjanjian dianggap tidakada kebebasan kehendak apabila terjadinyakarena :
a. paksaan (dwang)b. kekeliruan (dwaling)c. penipuan (bedrog)
Perjanjian adalah merupakan sumberpokok adanya perikatan.
Jenis-jenis perjanjian tertentu adalahsebagai berikut :
1. Perjanjian jual beli (koop en verkoop).Jual beli adalah suatu persetujuan antara
dua pihak, di mana pihak ke satu berjanjiakan menyerahkan suatu barang, dan pihaklain akan membayar harga yang telahdisetujuinya.
Syarat-syarat jual beli ialah :1) Harus antara mata uang dan barang.2) Barang yang dijual adalah milik sendiri.
3) Jual beli itu bukan antara suami istriyang masih dalam perkawinan.
Untuk menghindarkan atau mengurangiresiko-resiko tersebut maka pada waktusekarang ada macam-macam jual beli sebagaiberikut :
1) Jual beli dengan percobaan (koop opproef) yaitu jual beli yang berlakunyamasih ditangguhkan pada hasil-hasilpercobaan dalam satu masa. Jika sipembeli menyetujui, maka jadilahperikatan itu, jika tidak, makaperikatan itu tidak berlaku.
2) Jual beli dengan contoh (koop opmonster) yaitu jual beli yang disertaicontoh-contoh jenis barang yangditawarkan. Contoh-contoh inimaksudnya untuk disamakan denganbarang-barang yang akan diterimanyananti. Jika barang-barang yang diterimapembeli tidak sama jenisnya denganmonster, maka ia dapat menuntutpembatalan jual beli tersebut.
3) Beli sewa (huurkoop) adalahperjanjian jual beli di mana si pembelimenjadi pemilik mutlak dari barangyang dibelinya itu, pada saat pencicilanterakhir telah dibayar, sedangkanselama barang itu belum lunas dibayar,kedudukan si pembeli sama denganseorang penyewa. Jika si pembelisewa tidak mau membayar sewanya,perikatan dapat diputuskan.
2. Perjanjian tukar menukar (Ruil, KUHS pasal1541 dst.)Ialah sama dengan perjanjian jual beli
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
36
LAW117, Indonesian Legal System
tetapi bedanya pada tukar menukar keduabelah pihak berkewajiban untukmenyerahkan barang, sedangkan pada jualbeli pihak yang satu wajib menyerahkanbarang pihak yang lain menyerahkan uang.3. Perjanjian sewa menyewa (Huur en verhuur,
KUHS pasal 1548 dst.)Ialah suatu perjanjian di mana pihak
pertama (yang menyewakan) memberi izindalam waktu tertentu kepada pihak lain (sipenyewa) untuk menggunakan barangnyadengan kewajiban dari si penyewa untukmembayar sejumlah uang sewaannya.
4. Pinjam pakai (Bruiklening, KUHS pasal 1740dst.)Ialah perjanjian, di mana pihak pertama
(yang meminjamkan) memberikan sesuatubenda untuk di-pakai, sedangkan pihak lain(peminjam) berkewajiban mengembalikanbarang tersebut tepat pada waktunya dandalam keadaan semual.
5. Pinjam pakai sampai habis = pinjammengganti (Verbruiklening, KUHS pasal1754 dst.)Adalah suatu perjanjian di mana pihak
pertama (yang meminjamkan) menyerahkansejumlah barang-barang yang habis dipakaikepada pihak lain (si peminjam) denganketentuan pihak terakhir ini (si peminjam)akan mengembalikannya sebanyak jumlahyang sama jenisnya dengan barang-barangyang telah dipinjamnya.
6. Perjanjian Penitipan (Bewaargeving, KUHSpasal 1694 dst.)Adalah suatu perjanjian, di mana pihak
pertama (yang menitipkan) menyerahkansesuatu barang untuk dititipkan dan pihak lain(yang dititipi) berkewajiban menyimpanbarang tersebut dan mengambalikannya padawaktunya dalam keadaan semula.
7. Perjanjian Kerja (Arbeidscontract, KUHSpasal 1601 dst)Adalah suatu perjanjian di mana pihak
pertama ( buruh, pekerja ) akan memberikantenaganya untuk melakukan sesuatupekerjaan bagi pihak lain (majikan) denganmenerima upah yang telah ditentukan.
8. Perserikatan ( Maatschap, KUHS pasal 1618dst )Adalah suatu perjanjian antara dua orang
atau lebih yang mengikatkan dirinya masing-masing untuk mengumpulkan sesuatu ( hartaatau tenaga ) dengan maksud membagi-bagikeuntungan yang diperoleh daripadanya.
9. Pemberian beban (Lastgeving, KUHS pasal1792)Adalah suatu perjanjian di mana seseorang
(Lastgever) memberikan sesuatu gunakepentingan atas nama si pemberi beban.
Kita dapat membedakan 2 macampemberian beban :
a). Perwakilan langsung ialah apabila yangdiberi kuasa itu menghubungkansipemberi kuasa langsung dengan pihakyang dihubungi misalnya makelar;
b).Perwakilan tak langsung ialah apabilayang memberi kuasa itu tidakberhubungan langsung dengan pihakyang dihubungi melainkan hubungannya
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
37
LAW117, Indonesian Legal System
melalui orang yang diberi kuasamisalnya komisioner.
10. Pemberian hadiah ( Schenking, KUHS pasal1666 dst)Adalah suatu perjanjian di mana pihak
pertama akan menyerahkan suatu bendakarena kebaikannya kepada pihak lain yangmenerima pemberian kebaikan itu.
Seperti juga pinjam pakai, pemberianhadiah ini adalah suatu perjanjian unilat-eral ( eenzijdig = sepihak ), artinya suatuperjanjian yang isinya menyatakan bahwahanya satu pihak sajalah yang wajibmelaksanakan prestasi.
11. Pertanggungan (Borgtocht, KUHS pasal1820 dst.)Adalah suatu perjanjian di mana seseorang
(si penanggung) wajib memenuhi perikatanseorang debitur kepada krediturnya, apabiladebitur tadi tidak memenuhi kewajibannya.
Ada persamaan antara gadai, hipotik danpertanggungan yaitu bahwa kesemuanyamerupakan (1) perjanjian dengan jaminan (2) perjanjian asesor, sedangkan perbedaannyadari gadai dan hipotik ialah bahwa dalampertanggungan yang dijadikan jaminan adalahorang, dan pertanggungan merupakan hakperseorangan.
12. Penarikan perkara ( Dading, KUHS pasal1851 dst.)Adalah suatu perjanjian di mana pihak-
pihak akan menyelesaikan atau memecahkanperkara-perkara tentang penyerahan, janji,atau pengembalian sesuatu barang yang
menjadi persengketaan.Seseorang menganggap dirinya sebagai
yang berhak akan sesuatu, sedangkan oranglain menyangkal dan tidak mengakuinya.Timbul perselisihan. Untuk mencegahperselisihan hukum semacam itu kemudianmereka mengadakan persetujuan bahwamasing-masing akan mengorbankan sebagiandari kepentingannya untuk memperolehperdamaian.
Segala perjanjian dalam lapangankehartabendaan (vermogensrechtelijk)pelaksanaan-nya dijamin oleh Tata Hukum.
Ad. B. Hukum Perikatan yangbersumber pada Undang-Undang.
Peraturan – perundangan juga dapatmenjadi sumber pewrikatan. Perikatan yangterjadi karena undang-undang, dibagi puladalam dua golongan yaitu :
1). Perikatan yang terjadi karena undang-undang itu sendiri.
2). Perikatan yang terjadi karena undang-undang disertai dengan tindakanmanusia yakni :a. tindakan menurut hukum/hakiki
(rechtmatige daad).b. tindakan melanggar hukum
(onrechtmatige daad).Ad.1) Karena suatu keadaan telah
ditentukan oleh peraturan perundangan, makatimbullah suatu perikatan seperti timbulnyahak dan kewajiban antara dua pemilikpekarangan yang berdekatan (servituut);timbulnya wajib nafkah dan seterusnya.
Ad.2a) Tindakan hakiki (rechtmatigedaad) yaitu perbuatan manusia berdasarkan
Asas-Asas Hukum Perdata
STIKOM LSPR
38
LAW117, Indonesian Legal System
haknya seperti seseorang yang ataskerelaannya sendiri mengurus urusan oranglain (zaakwaarneming) maka timbullahperikatan terhadap orang itu; seseorang yangdengan niat baik membayar hutang yangsebenarnya tidak ada (onverschuldigebetaling), maka timbullah ikatan-ikatanterhadap yang menerima uang untukmenyerahkan kembali dan orang yang telahmembayarkan berhak menagih kembali.
b) Tindakan melanggar hukum(onrechtmatige daad) diatur dalam KUHSpasal 1365 dst.): Seseorang melempar manggadengan batu dan kena kaca rumah orang lain.Baik menurut perasaan kesusilaan maupunkesopanan tindakan orang itu adalah tidakpantas dan oleh karena itu wajibmembetulkan kembali atau memberikan gantikerugian.
Perlindungan hukum terhadap tindakan-tindakan dursila ini, diatur di dalam peraturantentang tindakan melanggar hukum pasal1365 KUHS dst. yang berbunyi: “Setiaptindakan melanggar hukum yangmenyebabkan kerugian kepada orang lain,maka orang yang bersalah menyebabkankerugian itu wajib memberi ganti kerugian.”
Bunyi peraturan dalam pasal tersebut,terlalu luas lagi samar-samar sehingga dalamdunia perniagaan setiap pengusaha yangmendirikan perusahaan baru, berartimenyaingi dan merugikan kepada pengusahalama lainnya, maka menurut peraturantersebut tindakannya itu adalah termasuktindakan melanggar hukum.
Untuk memberi batas-batas yang tegasdalam membedakan bermacam-macamtindakan itu, maka baik tata hukum maupun
jurisprudensi mengartikan bahwa tindakanmelanggar hukum itu ialah “Berbuat atautidak berbuat sesuatu yang: (1) melanggarhak orang lain (2) atau berlawanan dengankewajiban hukum orang yang berbuat atautidak berbuat itu sendiri (3) ataubertentangan dengan tatasusila maupun (4)berlawanan dengan sikap berhati-hatisebagaimana patutnya dalam pergaulanmasyarakat, terhadap diri atau barang oranglain.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka asaltindakan dilakukan dengan ketentuan dankepantasan sebagaimana dapat diharapkandari pergaulan masyarakat yang baik, tidakperlu orang khawatir bahwa perbuatannyaitu tergolong dalam tindakan melanggarhukum. Contoh-contoh lain tentang tindakan-tindakan melanggar hukum misalnyapengaduan palsu untuk merugikan orang lain,persaingan curang. fitnahan dan seterusnya.
Setelah dikemukakan bermacam-macamperjanjian selanjutnya disebutkan caralenyapnya (berakhirnya) suatu perjanjian(persetujuan), yakni karena :
1) Telah lampau waktunya.2) Telah tercapai tujuannya.3) Dinyatakan berhenti.4) Dicabut kembali.5) Diputuskan oleh Hakim.
Merek
STIKOM LSPR
39
LAW117, Indonesian Legal System
mempunyai isi pokok/sistematika :Bab I : Ketentuan UmumBab II : Lingkup MerekBab III : Permohonan Pendaftaran
MerekBab IV : Pendaftaran MerekBab V : Pengalihan Hak Atas Merek
TerdaftarBab VI : Merek KolektifBab VII : Indikasi-Geofrafis dan
Indikasi-AsalBab VIII : Penghapusan dan
Pembatalan PendaftaranMerek
Bab IX : Administrasi MerekBab X : BiayaBab XI : Penyelesaian SengketaBab XII : Penetapan Sementara
PengadilanBab XIII : PenyidikanBab XIV : Ketentuan PidanaBab XV : Ketentuan PeralihanBab XVI : Ketentuan Penutup
2. Dasar Hukum Undang-undang Merek2001a). Pasal 5 ayat (1) , Pasal 20 , dan Pasal
33 Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
b).Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994tentang Pengesahan Agreement Estab-lishing the World Trade Organization
BAB
MEREK
Par. 12
UNDANG-UNDANG MEREKTAHUN 2001.
Pada tanggal 1 Agustus 2001 telahdiundangkan Undang-undang No.15 tahun2001 tentang Merek. Undang-undang Merektahun 2001 diundangkan dalam LembaranNegara tahun 2001 No.110 dan Penjelasannyadiumumkan dalam Tambahan LembaranNegara No.4131. Dengan berlakunya Undang-undang Merek No.15 tahun 2001 maka Undang-undang Merek No.19 tahun 1992 tentangMerek sebagaimana telah diubah denganUndang-undang No.14 tahun 1997 dan Undang-undang Merek tahun 1961 tentang MerekPerusahaan dan Merek Perniagaan dinyatakantidak berlaku lagi.
Selain itu, semua peraturan pelaksanaanyang dibuat berdasarkan UU No.21 tahun 1961tentang Merek Perusahaan dan MerekPerniagaan, Undang-undang Merek No. 19tahun 1992 sebagaimana telah diubah denganUndang-undang No.14 tahun 1997 yang telahada, dinyatakan tetap berlaku selama tidakbertentangan atau belum diganti dengan yangbaru berdasarkan UU Merek tahun 2001.
1. Isi Pokok Undang-Undang Merek Tahun2001.UU No.15 tahun 2001 tentang Merek
III
Merek
STIKOM LSPR
40
LAW117, Indonesian Legal System
ini yang dimaksud dengan :1) Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, hruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasidari unsure-nusur tersebut yangmemiliki daya pembeda dan digunakandalam kegiatan perdagangan barangatau jasa.
2) Merek Dagang adalah Merek yangdigunakan pada barang yangdiperdagangkan oleh seseorang ataubeberapa orang secara bersama-samaatau badan hukum untuk membedakandengan barang sejenis lainnya.
3) Merek Jasa adalah Merek yangdigunakan pada jasa yangdiperdagangkan oleh seseorang ataubeberapa orang secara bersama-samaatau badan hukum untuk membedakandengan jasa-jasa sejenis lainnya.
4) Merek Kolektif adalah Merek yangdigunakan pada barabg dan/atau jasadengan karakteristik yang sama yangdiperdagangkan oleh beberapa orangatau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan denganbarang dan/atau jasa sejenis lainnya.
5) Permohonan adalah permintaanpendaftaran Merek yang diajukansecara tertulis kepada DirektoratJenderal.
6) Pemohon adalah pihak yangmengajukan Permohonan.
{Persetujuan Pembentukan OrganisasiPerdagangan Dunia), (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1994 Nomor57, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3564);
3. Dasar Pertimbangan DikeluarkanUndang-undang Merek 2001.Adapun yang menjadi dasar pertimbangan
dikeluarkannya Undang-undang Merek 2001
disebutkan hal-hal berikut ini.a).Di dalam era perdagangan global,
sejalan dengan konvensi-konvensiinternasional yang telah diratifikasiIndonesia, peranan Merek menjadisangat penting, terutama dalammenjaga persaingan usaha yang sehat;
b).Memperhatikan hal tersebut di atas
diperlukan pengaturan yang memadai
tentang Merek guna memberikan
peningkatan pelayanan bagi masyarakat;
c).Berdasarkan pertimbangan tersebut pada
huruf a dan huruf b, serta
memperhatikan pengalaman dalam
melaksanakan Undang-undang Merek yang
ada, dipandang perlu untuk mengganti
Undang-undang No 19 Tahun 1992 tentang
Merek sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Par. 13
KETENTUAN UMUM
4. Beberapa pengertian (Pasal 1)Dalam Undang-undang Merek Tahun 2001
Merek
STIKOM LSPR
41
LAW117, Indonesian Legal System
7) Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek
yaitu pejabat yang karena keahliannya
diangkat dengan Keputusan Mentri, dan
ditugasi untuk melakukan pemeriksaan
terhadap Permohonan pendaftaran
Merek.
8) Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan
Inetelektual.
9) Menteri adalah Menteri yang
membawahkan departenmen yang
salah satu lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang hak
kekayaan intelektual, termasuk Merek.
10)Direktorat Jenderal adalah Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang
dipimpin oleh Menteri.
11)Tanggal Penerimaan adalah tanggal
penerimaan Permohonan yang telah
memenuhi persyaratan administratif.
12)Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
adalah orang yang memiliki keahlian
di bidang hak kekayaan intelektual dan
secara khusus memberikan jasa di
bidang pengajuan dan pengurusan
Permohonan Paten, Merek, Desain
Industri serta bidang-bidang hak
kekayaan intelektual lainnya dan
terdaftar sebagai Konsultan Hak
Kekayaan Intelektual di Direktorat
Jenderal.
13)Lisensi adalah izin yang diberikan olehpemilik Merek terdaftar kepada pihaklain melalui suatu perjanjianberdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak ) untukmenggunakan Merek tersebut, baikuntuk seluruh atau sebagian jenisbarang dan/atau jasa yang didaftarkandalam jangka waktu dan syarattertentu.
14)Hak Prioritas adalah hak pemohonuntuk mengajukan permohonan yangberasal dari negara yang tergabungdalam Paris Convention for the Pro-tection of Industrial Property atauAgreement Establishing the WorldTrade Organization untukmemperoleh pengakuan bahwa tanggalpenerimaan di negara asal merupakantanggal prioritas di negara tujuan yangjuga anggota salah satu dari keduaperjanjian itu, selama pengajuantersebut dilakukan dalam kurun waktuyang telah ditentukan berdasarkanParis Convention for the Protectionof Industrial Property.
15)Hari adalah hari kerja.
Par. 14
LINGKUP MEREK
5. Merek Dagang dan Merek JasaMenurut Pasal 2 UU Merek :Merek sebagaimana diatur dalam Undang-
undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek
Merek
STIKOM LSPR
42
LAW117, Indonesian Legal System
Jasa.Menurut Pasal 3 UU Merek :Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada pemilik Merekyang terdaftar dalam Daftar Umum Merekuntuk jangka waktu tertentu denganmenggunakan sendiri Merek tersebut ataumemberikan izin kepada pihak lain untukmenggunakannya.
Kecuali secara tegas dinyatakan lain, makayang dimaksud dengan pihak lain dalam pasalini dan pasal-pasal selanjutnya dalam UU iniadalah seseorang, beberapa orang secarabersama-sama atau badan hukum.
6. Merek yang tidak dapat didaftar danditolakMenurut Pasal 4 UU Merek :Merek tidak dapat didaftar atas dasar
Permohonan yang diajukan oleh Pemohonyang beriktikad tidak baik.
Dalam penjelasan Pasal 4 dikatakanPemohon yang beriktikad baik adalahPemohon yang mendaftarkan Mereknyasecara layak dan jujur tanpaada niat apapun untuk membonceng, meniru, ataumenjiplak ketenaran Merek pihak lain demikepentingan usahanya yang berakibatkerugian pada pihak lain itu ataumenimbulkan kondisi persaingan curang,mengecoh, atau menyesatkan konsumen.Contohnya, Merek Dagang A yang sudahdikenal masyarakat secara umum sejakbertahun-tahun, ditiru demikian rupasehingga memiliki persamaan pada pokoknyaatau keseluruhannya dengan Merek Dagang Atersebut. Dalam contoh ini sudah terjadiiktikad tidak baik dari peniru karena setidak-
tidaknya patut diketahui unsurkesengajaannya dalam meniru Merek Dagangyang sudah dikenal tersebut.
Bahwa iktikad baik adalah sendi daripadasistem hukum Indonesia, dapat dilihat secarategas dari berbagai keputusan MahkamahAgung. Bukuan saja “ siapa yang pertama-tama memakai” suatu merek di Indonesiayang mendapat hak atas merek bersangkutanitu, seperti dicantumkan dalam UU Mereksejak tahun 1961 (UU Nomor 21 Tahun 1961tentang Merk Perusahaan dan MerkPerdagangan), tetapi ditambahkan olehMahkamah Agung bahwa hanya pemakaimerek pertama yang beriktikad baik adalah yang dilindungi. Hal ini dapat kitasaksikan secara tegas dalam jurisprudensiMahkamah Agung dalam merek perkara“Tancho” dari 13 Desember 1972 No. 677/K/Sip/1972 dan kemudian juga dalam perkara“Nike” dari tgl 30 Oktober 1986 putusanMahkamah Agung No. 220/PK/Prd./1986 olehKetua Prof. Z. Asikin Kusumah Atmadja SH,yang ternyata juga adalah hakim dalam teamputusan Tancho.
Jadi interpretasi “pemakai pertama”sekarang ini adalah “pemakai pertama yangberiktikad baik”. Dalam konsiderans dariputusan Menkeh tahun 1981 telahdikemukakan pula bahwa dalam penjelasanUU Merek 1961 No.21 hanya pemakai merekyang beriktikad baik yang harus dilindungi,pemakai merek yang beriktikad tidak baiktidak berhak mendapat perlindungan hukumdan ini adalah wajar. Pembajak tidak padatempatnya untuk diberikan perlindungan.
Menurut pasal 5 UU Merek :
Merek
STIKOM LSPR
43
LAW117, Indonesian Legal System
Merek tidak dapat didaftar apabila merektersebut mengandung salah satu unsuredibawah ini :
a) bertentangan dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku,moralitas agama, kesusilaan, atauketertiban umum;
b) tidak memiliki daya pembeda;c) telah menjadi milik umum; ataud) merupakan keterangan atau berkaitan
dengan barang atau jasa yangdimohonkan pendaftarannya.
Ad. a) Termasuk dalam pengertian ber-tentangan dengan moralitas agama,kesusilaan, atau ketertiban umum adalahapabila penggunaan tanda tersebut dapatmenyinggung persasaan, kesopanan,ketenteraman, atau keagamaan dari khalayakumum atau dari golongan masyarakattertentu.
Ad.b) Tanda dianggap tidak memiliki dayapembeda apabila tanda tersebut terlalusederhana seperti satu tanda garis atau satutanda titik, ataupun terlalu rumit sehinggatidak jelas.
Ad.c) Salah satu contoh merek sepertiini adalah tanda tengkorak diatas dua tulangyang bersilang, yang secara umum telahdiketahui sebagai tanda bahaya. Tandaseperti itu adalah tanda yang bersifat umumdan telah menjadi milik umum. Oleh karenaitu, tanda itu tidak dapat digunakan sebagaimerek.
Ad.d) Merek tersebut berkaitan atauhanya menyebutkan barang atau jasa yangdimohonkan pendaftarannya. Contohnya :Merek Kopi atau gambar kopi untuk jenis
barang kopi atau untuk produk kopi.Menurut pasal 6 UU Merek :(1) Permohonan harus ditolak oleh
Direktorat Jenderal apabila merektersebut:a. mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannyadengan merek milik pihak lain yangsudah terdaftar lebih dahulu untukbarang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan padapokoknya atau keseluruhannyadengan merek yang sudah terkenalmilik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan padapokoknya atau keseluruhannyadengan indikasi-geografis yang sudahdikenal.
Ad.a) Yang dimaksud dengan persamaanpada pokoknya adalah kemiripan yangdisebabkan oleh adanya unsure-unsur yangmenonjol antara merek yang satu dan merekyang lain, yang dapat menimbilkan kesanadanya persamaan baik mengenai bentuk,cara penempatan, cara penulisan ataukombinasi antara unsure-unsur ataupunpersamaan bunyi ucapan yang terdapat dalammerek-merek tersebut.
Ad.b) Penolakan Permohonan yangmempunyai persamaan pada pokoknya ataukeseluruhan dengan merek terkenal untukbarang dan/atau jasa yang sejenis dilakukandengan memperhatikan pengetahuan umum
masyarakat mengenai merek tersebut dibidang usaha yang bersangkutan. Disamping
itu, diperhatikan pula reputasi merek
Merek
STIKOM LSPR
44
LAW117, Indonesian Legal System
terkenal yang diperoleh karena promosi yang
gencar dan besar-besaran, investasi di
beberapa negara di dunia yang dilakukan olehpemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran
merek tersebut di beberapa negara. Apabila
hal-hal diatas belum dianggap cukup,Pengadilan Niaga dapat memerintahkan
lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survey guna memperolehkesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya
merek yang menjadi dasar penolakan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hruf b dapat pula
diberlakukan tehadap barang dan/atau
jasa yang tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang
akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(3) Permohonan juga harus ditolak oleh
Direktorat Jenderal apabila Merek
tersebut :
a. merupakan atau menyerupai nama
orang terkenal, foto, atau namabadan hukum yang dimiliki orang
lain, kecuali atas persetujuan
tertulis dari yang berhak;b. merupakan tiruan atau menyerupai
nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau symbol atau emblemnegara atau lembaga nasional
maupun internasional, kecuali atas
pesetujuan tertulis dari pihak yangberwenang;
c. merupakan tiruan atau menyerupai
tanda atau cap atau stempel resmi
yang digunakan oleh negara atau
lembaga Pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yangberwenang.
Yang dimaksud dengan nama badanhukum adalah nama badan hukum yangdigunakan sebagai Merek dan terdaftar dalamDaftar Umum Merek.
Par. 15
PERMOHOANAN PENDAFTARANMEREK
7. Syarat dan Tata Cara PermohoananDalam Pasal 7 UU Merek 2001 ini
ditegaskan:(1)Permohonan diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepadaDirektorat Jenderal denganmencantumkan:a. tanggal, bulan dan tahun;b. nama lengkap, kewarganegaraan,
dan alamat Pemohon;c. nama lengkap dan alamat Kuasa
apabila permohonan diajukanmelalui Kuasa
d. warna-warna apabila merek yangdimohonkan pendaftarannyamenggunakan unsur-unsur warna;
e. nama negara dan tanggal permintaanMerek yang pertama kali dalam halpermohonan diajukan dengan HakPrioritas.
(2)Permohonan ditandatangani Pemohon
atau Kuasanya.
(3)Pemohon sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat terdiri dari satu
Merek
STIKOM LSPR
45
LAW117, Indonesian Legal System
orang atau beberapa orang secarabersama atau badan hukum.
(4)Permohonan dilampiri dengan buktipembayaran biaya.
(5 ) Dalam hal Permohonan diajukan olehlebih dari satu Pemohon yang secarabersama-sama berhak atas merektersebut, semua nama Pemohondicantumakan dengan memilih salahsatu alamat sebagai alamat mereka.
(6)Dalam hal Permohonan sebagaimanadimaksud pada ayat (5), Permohonantersebut ditandatangani oleh salah satudari Pemohon yang berhak atas merektersebut dengan melampirkanpersetujuan tertulis dari pada Pemohonyang mewakilkan.
(7)Dalam hal Permohonan sebagaimanadimaksud pada ayat (5) diajukanmelalui Kuasanya, surat kuasa untuk ituditandatangani oleh semua pihak yangberhak atas merek tersebut.
(8)Kuasa sebagaimana dimaksud dalamayat (7) adalah Konsultan Hak KekayaanIntelektual.
(9)Ketentuan mengenai syarat-syarat untukdapat diangkat sebagai Konsultan HakKekayaan Intelektual diatur denganPeraturan Pemerintah, sedangkan tatacara pengangkatannya diatur denganKeputusan Presiden.
Menurut Pasal 10 UU Merek Permohonanyang diajukan oleh Pemohon yang bertempattinggal atau berkedudukan tetap di luarwilayah Negara Republik Indonesia wajibdiajukan melalui Kuasanya di Indonesia.Pemohon sebagaimana dimaksud di atas
wajib menyatakan dan memilih tempattinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya diIndonesia.
8. Permohonan Pendaftaran Merek denganHak Prioritas.Permohonan Pendaftaran Merek dengan
Hak Prioritas ini diatur dalam Pasal 11 Pasal12 UU Merek sebagai berikut :
Permohonan dengan menggunakan HakPrioritas harus diajukan dalam waktu palinglama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggalpenerimaan permohonan pendaftaran merekyang pertama kali diterima di negara lain,yang merupakan anggota Paris Conventionfor the Protection of Industrial Propertyatau anggota Agreement Establishing theWorld Trade Organization.
Ketentuan ini dimaksudkan untukmenampung kepentingan negara yang hanyamenjadi salah satu anggota dari Paris Con-vention for the Protection of Industrial Prop-erty 1883 (sebagaimana telah beberapa kalidiubah) atau Agreement Establishing theWorld Trade Organization.
Selain harusmemenuhi ketentuansebagaimana dimaksud dengan Bagian PertamaBab ini, Pemohon dengan menggunakan HakPrioritas wajib dilengkapi dengan buktitentang penerimaan permohonan pendaftaranMerek yang pertama kali yang menimbulkanHak Prioritas tersebut.
Bukti Hak Prioritas sebagaimana dimaksuddi atas diterjemahkan ke dalam bahasa In-donesia.
Dalam hal ketentuan sebagaimanadimaksud di atas tidak dipenuhi dalam waktupaling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
Merek
STIKOM LSPR
46
LAW117, Indonesian Legal System
hak mengajukan Permohonan denganmenggunakan Hak Prioritas sebagaimanadimaksud dalam Pasal 11, Permohonantersebut tetap diproses, namun tanpamenggunakan Hak Prioritas.
Bukti Hak Prioritas berupa suratpermohonan pendaftaran beserta tandapenerimaan permohonan tersebut yang jugamemberikan penegasan tentang tanggalpenerimaan permohonan. Dalam hal yangdisampaikan berupa salinan atau fotokopisurat atau tanda penerimaan, pengesahanatas salinan atau fotokopi surat atau tandapenerimaan tersebut diberikan olehDirektorat Jenderal apabila Permohonandiajukan untuk pertama kali.
9. Pemeriksaan Kelengkapan Persya-ratanPendaftaran Merek.Dalam Pasal 13 ditegaskan bahwa :(1)Direktorat Jenderal melakukan
pemeriksaan terhadap kelengkapanpersyaratan pendaftaran Mereksebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11,dan Pasal 12.
(2)Dalam hal terdapat kekurangan dalamkelengkapan persyaratan sebagaimanadimaksud pada ayat (1), DirektoratJenderal meminta agar kelengkapanpersyaratan tersebut dipenuhi dalamwaktu paling lama 2 (dua) bulanterhitung sejak tanggal pengirimansurat permintaan untuk memenuhikelengkapan persyaratan tersebut.
(3)Dalam hal kekurangan tersebutmenyangkut persyaratan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 12, jangka waktu
pemenuhan kekuranagn persyaratantersebut paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak berakhirnya jangka
waktu pengajuan Permohonan dengan
menggunakan Hak Prioritas.
10. Waktu Penerimaan PermohonanPendaftaran Merek.Menurut Pasal 15 UU Merek :
(1)Dalam hal seluruh persyaratan admin-
istrative sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, Pasal8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
11, dan Pasal 12 telah dipenuhi,terhadap Permohonan diberikan
Tanggal Penerimaan.
(2)Tanggal Penerimaan sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh
Direktorat Jenderal.
Tanggal Penerimaan dikenal dengan fil-ing date.
Tanggal Penerimaan mungkin sama dengan
tanggal pengajuan Permohonan apabila
seluruh persyaratan dipenuhi pada saat
pengajuan Permohonan. Kalau pemenuhankelengkapan persyaratan baru terjadi pada
tanggal lain sesudah tanggal pengajuan,
tanggal lain tersebut ditetapkan sebagai
Tanggal Penerimaan.
Par. 16
PENDAFTARAN MEREK
11. Pemeriksaan SubstantifPemeriksaan Substantif diatur dalam Pasal
18, Pasal 19, dan Pasal 20 UU MerekMenurut Pasal 18 :
Merek
STIKOM LSPR
47
LAW117, Indonesian Legal System
(1)Dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak Tanggal
Penerimaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal
melakukan pemeriksaan substantif
terhadap Permohonan.
(2)Pemeriksaan substantif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal
5, dan Pasal 6.
(3)Pemeriksaan substantif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
dalma (waktu palin lama 9 (sembilan)
bulan.
Menurut Pasal 19 :
(1)Pemeriksaan substantif dilaksanakan
oleh Pemeriksa pada Direktorat
Jenderal.
(2)Pemeriksa adalah pejabat yang karena
keahliannya diangkat dan
diberhentikan sebagai pejabat
fungsional oleh Menteri berdasarkan
syarat dan kualifikasi tertentu.
(3)Pemeriksa diberi jenjang dan
tunjangan fungsional di samping hak
lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 20 :
(1)Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil
pemeriksaan substantif bahwa
Permohonan dapat disetujui untuk
didaftar, atas persetujuan Direktur
Jenderal, Permohonan tersebut
diumumkan dalam Berita Resmi Merek.(2)Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil
pemeriksaan substantif bahwa
Permohonan tidak dapat didaftar atauditolak, atas persetujuan DirekturJenderal, hal tersebut diberitahukansecara tertulis kepada Pemohon atauKuasanya denag menyebutkanalasannya.
(3) Dalam waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggalpenerimaan surat pemveritahuansebagaimana dimaksud pada ayat (2),Pemohon atau Kuasanya dapatmenyampaikan keberatan atautanggapannya dengan menyebutkanalasan.
(4) Dalam hal Pemohon atau Kuasanyatidak menyampaikan keberatan atautanggapan sebagaimana dimaksud ayat(3), Direktorat Jenderal menetapkankeputusan tentang penolakanPermohonan tersebut.
(5) Dalam hal Pemohon atau Kuasanyamenyampaikan keberatan atautanggapan sebagaimana dimaksud padaayat (3), dan Pemeriksa melaporkanbahwa tanggapan tersebut dapatditerima, atas persetujuan DirekturJenderal, Permohonan itu diumumkandalam Berita Resmi Merek.
(6) Dalam hal Pemohon atau Kuasanyamenyampaikan keberatan atautanggapan sebagaimana dimaksud padaayat (3), dan Pemeriksa melaporkanbahwa tanggapan tersebut tidak dapatditerima, atas persetujuan DirekturJenderal, ditetapkan keputusantentang penolakan Permohonantersebut.
(7) Keputusan penolakan sebagaimana
Merek
STIKOM LSPR
48
LAW117, Indonesian Legal System
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6)
diberitahukan secara tertulis kepada
Pemohon atau Kuasanya dengan
menyebutkan alas an.
(8)Dalam hal Permohonan ditolak, segala
biaya yang telah dibayarkan kepada
Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik
kembali.
12. Pengumuman PermohonanPasal 21, pasal 22 dan pasal 23 mengatur
tentang Pengumuman Permohonan.
Menurut Pasal 21 UU Merek :
Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari
terhitung sejak tanggal disetujuinya
Permohonan untuk didaftar, Direktorat
Jenderal mengumumkan Permohonan
tersebut dalam Berita Resmi Merek.
Selanjutnya menurut Pasal 22 :
(1)Pengumuman berlangsung selama 3
(tiga) bulan dan dilakukan dengan :
a. menempatkannya dalam Berita Resmi
Merek yang diterbitkan secara
berkala oleh Direktorat Jenderal,
dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus
yang dengan mudah serta jelas dapat
dilihat oleh masyarakat yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal.
(2)Tanggal mulai diumumkannya
Permohonan dicata oleh Direktorat
Jenderal dalam Berita Resmi Merek.
Yang dimaksud dengan sarana khusus yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal
mencakup antara alin papan pengumuman.
Jika keadaan memungkinkan, sarana khusus
itu akan dikembangkan dengan antara lain,
microfilm,microfiche, CD-ROM, internet dan
media lainnya.
Menurut Pasal 23 UU Merek :
Pengumuman dilakukan dengan
mencantumkan :
a. nama dan alamat lengkap Pemohon,
termasuk Kuasa apabila Permohonan
diajukan melalui Kuasa;
b. kelas dan jenis barang dan/atau jasa
bagi Merek yang dimohonkan
pendaftarannya;
c. tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal penerimaan
permohonan yang pertama kali, dalam
hal Permohonan diajukan dengan
menggunakan Hak Prioritas; dan
e. contoh Merek, termasuk keterangan
mengenai warna dan apabila etiket
Merek menggunakan bahasa asing dan/
atau huruf selain huruf Latin dan/atau
angka yang tidak lazim digunakan
dalam bahasa Indonesia, disertai
terjemahannya ke dalam bahasa Indo-
nesia, huruf Latin atau angka yang lazim
digunakan dalam bahasa Indonesia,
serta cara pengucapannya dalam ejaan
Latin.
13. Keberatan dan SanggahanDalam Pasal 24 UU Merek disebutkan :
(1) Selama jangka waktu pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,setiap pihal dapat mengajukan
Merek
STIKOM LSPR
49
LAW117, Indonesian Legal System
keberatan secara tertuli kepadaDirektorat Jenderal atas Permohonanyang bersangkutan dengan dikenaibiaya.
(2)Keberatan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat diajukan apabilaterdapat alas an yang cukup disertaibukti bahwa Merek yang dimohonkanpendaftarannya adalah Merek yangberdasarkan Undang-undang ini tidakdapat diaftar atau ditolak.
(3)Dalam hal terdapat keberatan,sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Direktorat Jenderal dalam waktu pal-ing lama 14 (empat belas) hariterhitung sejak tanggal penerimaankeberatan mengirimkan salinan suratyang berisikan keberatan tersebutkepada Pemohon atau Kuasanya.
Menurut Pasal 25 UU Merek :(1) Pemohon atau Kuasanya berhak
mengajukan sanggahan terhadapkeberatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 24 kepada DirektoratJenderal.
(2) Sanggahan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diajukan secara tertulisdalam waktu paling lama 2 (dua)bulan terhitung sejak tanggalpenerimaan salinan keberatan yangdisampaikan oleh Direktorat Jenderal.
14. Jangka Waktu Perlindungan MerekTerdaftarMenurut Pasal 28 UU Merek :Merek terdaftar mendapat perlindungan
hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktuperlindungan itu dapat diperpanjang.
15. Permohonan BandingPermohonan banding diatur dalam Pasal
29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32. UUMerek.
Menurut Pasal 29(1) Permohonan banding dapat diajukan
terhadap penolakan Permohonan yangberkaitan dengan alas an dan dasarpertimbangan mengenai hal-hal yangbersifat substantif sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atauPasal 6.
(2) Permohonan banding diajukan secaratertulis oleh Pemohon atau Kuasanyakepada Komisi Banding Merek dengantembusan yang disampaikan kepadaDirektoratJenderal dengan dikenaibiaya.
(3) Permohonan banding diajukan denganmenguraikan secara lengkap keberatanserta alas an terhadap penolakanPermohonan sebagai hasil pemeriksaansubstantif.
(4) Alasan sebagaimana dimaksud padaayat (3) harus tidak merupakanperbaikan atau penyempurnaan atasPermohonan yang ditolak.
Permohonan banding hanya terbatas padaalasan atau pertimbangan yang bersifatsubstantif, yang menjadi dasar penolakantersebut. Dengan demikian banding tidakdapat diminta karena alas an lain, misalnyakarena dianggap ditariknya kembaliPermohonan.
Alasan, penjelasan, atau bukti yang
Merek
STIKOM LSPR
50
LAW117, Indonesian Legal System
disertakan dalam permohonan banding harusbersifat pendalaman atas alasan, penjelasanatau bukti yang telah atau yang seharusnyatelah disampaikan.
Ketentuan ini perlu untuk mencegahtimbulnya kemungkinan banding digunakansebagai alat untuk melengkapi kekurangandalam Permohonan karena untuk melengkapipersyaratan telah diberikan dalam tahapsebelumnya.
Pasal 30 UU Merek menentukan :(1)Permohonan banding diajukan paling
lama dalam waktu 3 (tiga) bulanterhitung sejak tanggal suratpemberitahuan penolakanPermohonan.
(2)Apabila jangka waktu sebagaimanadimaksud pada ayat (1) telah lewattanpa adanya permohonan banding,penolakan Permohonan dianggapditerima oleh Pemohon.
(3)Dalam hal penolakan Permohonantelah dianggap diterima sebagaimanadimaksud pada ayat (2), DirektoratJenderal mencatat dan mengumumkanpenolakan itu.
Menurut Pasal 31 UU Merek :(1)Keputusan Komisi Banding Merek
diberikan dalam waktu paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggalpenerimaan permohonan banding.
(2)Dalam hal Komisi Banding Merekmengabulkan permohonan banding,Direktorat Jenderal melaksanakan
pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, kecuali terhadap
Permohonan yang telah diumumkandalam Berita Resmi Merek.
(3)Dalam hal Komisi Banding Merek
menolak permohonan banding,
Pemohon atau Kuasanya dapat
mengajukan gugatan atas putusan
penolakan permohonan bandingkepada Pengadilan Niaga dalam waktu
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya keputusan
penolakan tersebut.
Pasal 32 UU Merek menentukan :Tata cara permohonan, pemeriksaan
serta penyelesaian banding diatur lebih lanjutdengan Keputusan Presiden.
Par. 17
PENGALIHAN HAK ATASMEREK TERDAFTAR
16. Pengalihan Hak.Menurut Pasal 40 UU Merek :
(1)Hak atas Merek terdaftar dapat beralih
atau dialihkan karena :
a. pewarisan;
b. wasiat;
c. hibah;d. perjanjian; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan
oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan hak atas Merek
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)wajib dimohonkan pencatatannya
kepada Direktorat Jenderal untuk
Merek
STIKOM LSPR
51
LAW117, Indonesian Legal System
dicatat dalam Daftar Umum Merek.(3) Permohonan pengalihan hak atas
Merek sebagaimana dimaksud padaayat (2) disertai dengan dokumen yangmendukungnya.
(4) Pengalihan hak atas Merek terdaftaryang telah dicatat sebagaimanadimaksud pada ayat (2), diumumkandalam Berita Resmi Merek.
(5) Pengalihan hak atas Merek terdaftaryang tidak dicatatkan dalam DaftarUmum Merek tidak berakibat hukumpada pihak ketiga.
(6) Pencatatan pengalihan hak atas Mereksebagaimana dimaksud pada ayat (1)dikenai biaya sebagaimana diaturdalam Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan sebab-sebab lainyang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dalam ayat (1) huruf e sepanjangtidak bertentangan dengan undang-undangini, misalnya kepemilikan Merek karenapembubaran badan hukum yang semulapemilik Merek.
Menurut Pasal 41 UU Merek :(1)Pengalihan hak atas Merek terdaftar
dapat disertai dengan pengalihan namabaik, reputasi, atau lain-lainnya yangterkait dengan Merek tersebut.
(2)Hak atas Merek Jasa terdaftar yangtidak dapat dipisahkan darikemampuan, kualitas, atauketerampilan pribadi pemberi jasayang bersangkutan dapat dialihkandengan ketentuan harus ada jaminanterhadap kualitas pemberian jasa.
Pengalihan hak atas Merek Jasa pada ayatini hanya dapat dilakukan apabila adajaminan, baik dari pemilik Merek ataupenerima Lisensi, untuk menjaga kualitas jasayang diperdagangkan.
Untuk itu , perlu suatu pedoman khususyang disusun oleh pemilik Merek (pemberiLisensi atau pihak yang mengalihkan Merektersebut) mengenai metode atau carapemberian jasa yang dilekati Merek tersebut.
17. L i s e n s iLisensi diatur dalam 7 pasal yaitu Pasal
43 sampai dengan Pasal 49 UU Merek ini.Pemilik Merek terdaftar selain menggunakansendiri Mereknya berhak untuk mengalihkanpenggunaan Merek tersebut kepada pihak lainatas dasar perjanjian.
Menurut Pasal 43 UU Merek :(1) Pemilik Merek terdaftar berhak
memberikan Lisensi kepada pihak laindengan perjanjian bahwa penerimaLisensi akan menggunakan Merektersebut untuk sebagian atau seluruhjenis barang atau jasa.
(2) Perjanjian Lisensi berlaku di seluruhwilayah Negara Republik Indonesia,kecuali bila diperjanjikan lain, untukjangka waktu yang tidak lebih lamadari jangka waktu perlindungan Merekterdaftar yang bersangkutan.
(3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkanpencatatannya pada Direktoratjenderal dengan dikenai biaya danakibat hukum dari pencatatanperjanjian Lisensi berlaku terhadappihak-pihak yang bersangkutan dan
Merek
STIKOM LSPR
52
LAW117, Indonesian Legal System
tehadap pihak ketiga.(4)Perjanjian Lisensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dicatat olehDirektorat Jenderal dalam DaftarUmum Merek dan diumumkan dalamBerita Resmi Merek.
Menurut Pasal 44 UU Merek :Pemilik Merek terdaftar yang telah
memberikan Lisensi kepada pihak lainsebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat(1) tetap dapat menggunakan sendiri ataumemberikan Lisensi kepada pihak ketigalainnya untuk menggunakan Merek tersebut,kecuali bila diperjanjikan lain.
Pasal 45 UU Merek mengatur bahwa :Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan
bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensilebih lanjut kepada pihak ketiga.
Menurut Pasal 46 UU Merek :Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia
oleh penerima Lisensi dianggap sama denganpenggunaan Merek tersebut di Indonesia olehpemilik Merek.
Maksud dibuatnya pasal 46 ini untukmelindungi pemilik Merek terdaftar yang tidakmenggunakan sendiri Mereknya dalamperdagangan barang atau jasa di Indonesia.Penggunaan Merek tersebut oleh penerimaLisensi diakui sama dengan penggunaan olehpemilik Merek terdaftar itu sendiri. Hal ituberkaitan dengan kemungkinan penghapusanpendaftaran Merek yang tidak digunakandalam perdagangan barang atau jasa dalamwaktu 3 (tiga) tahun berturut-turutsebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(2) huruf a.Kata Lisensi berasal dari kata Latin l i c e
n t i a, yang berarti kebebasan atau izin.Apabila seseorang memberikan lisensi atas suatumerek umpamanya, maka hal itu berartiiamemberikan kebebasan atau persetujuankepada orang lain untuk digunakannya sesuatuyang semula tidak diperkenankan ; yakni untukmemakai merek yang dilindungi hak-haknya.Tanpa persetujuan tersebut maka or-ang lain itu tidak bebas menggunakan merekitu, karena hak khusus atas merek itu beradadi tangan orang yang memilikinya.
Lisensi lazimnya diberikan di bidang in-tellectual property rights.
Dalam kepustakaan dikenal beberapa jenislisensi :
a. Lisensi tunggal dan lisensi yang diberikankepada beberapa perusahaan. Dalam hallisensi tunggal, satu perusahaan atau satuorang tertentu memperoleh izin untukmenggunakan salah satu hak intelektualtadi. Pemekaian hak itu denganmengecualikan semua orang lain(termasuk di dalamnya pemegang hakitu sendiri).Dalam hal lisensi diberikan kepadabeberapa perusahaan/orang, makaperusahaan/orang ini memakai hak itubersam-sama /di samping beberapaperusahaan/orang lain. Kita lazimnyalalu berbicara tentang exclusive dannon exclusive license. Di sini kitaberbicara perihal siapa saja yangberhak menggunakan lisensi itu.
b. Lisensi terbatas dan lisensi tidakterbatas.
Merek
STIKOM LSPR
53
LAW117, Indonesian Legal System
Di sini kita berbicara perihal luasnyaruang lingkup pemberian lisensi itu.Dalam hal lisensi tidak terbatas makapemegang lisensi berhak melakukanapa saja sebagaimana halnya pemilikhak itu sendiri. Lain halnya denganlisensi terbatas.Pembatasan dapat dilakukan misalnyamengenai luasnya hak-hak yangdiberikan lisensinya. Dalam hal lisensimerek misalnya dapat ditentukanbahwa hak untuk memakai merek ituhanya terbatas untuk satu ataubeberapa barang tertentu saja.Bisa juga dilakukan pembatasanmengenai syarat-syarat penjualan,wilayah di mana barang-barang denganmerek itu bisa dipasarkan. Dapat puladiadakan persyaratan bahwa barang-barang dengan merek itu harusdiedarkan melalui grosir-grosirtertentu dan sebagainya.
Par. 18
PENYELESAIAN SENGKETA
18. Gugatan atas Pelanggaran MerekMenurut Pasal 76 UU Merek :
(1)Pemilik Merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak
lain yang secara tanpa hak
menggunakan Merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa
yang sejenis berupa :a. gugatan ganti rugi, dan / atau
b. penghentian semua perbuatan yangberkaitan dengan penggunaan Merektersebut.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) diajukan kepada PengadilanNiaga.
Menurut Pasal 77 UU Merek :Gugatan atas pelanggaran Merek
sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 dapatdiajukan oleh penerima Lisensi Merekterdaftar baik secara sendiri maupunbersama-sama dengan pemilik Merek yangbersangkutan.
Menurut Pasal 78 UU Merek :(1)Selama masih dalam pemeroksaan dan
untuk mencegah kerugian yang lebihbesar, atas permohonan pemilik Merekatau penerima Lisensi selakupenggugat,hakim dapat memerintah-kantergugat untuk menghentikan produksi,peredaran dan/atau perdagangan barangatau jasa yang menggunakan Merektersebut secara tanpa hak.
(2)Dalam hal tergugat dituntut jugamenyerahkan barang yang menggunakanMerek secara tanpa hak, hakim dapatmemerintahkan bahwa penyerahanbarang atau nilai barang tersebutdilaksanakan setelah putusan pengadilanmempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut Pasal 79 UU Merek :Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya
dapat diajukan kasasi.
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
54
LAW117, Indonesian Legal System
dan kejahatan-kejahatan terhadap
kepentingan umum, perbuatan mana diancam
dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.
Dari definisi tersebut di atas tadi dapatlah
kita mengambil kesimpulan, bahwa Hukum
Pidana itu bukanlah suatu hukum yang
mengandung norma-norma yang baru,
melainkan hanya mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum
yang mengenai kepentingan umum.
Adapun yang termasuk dalam pengertian
kepentingan umum ialah :
1. Badan dan peraturan perundangannegara, seperti Negara. Lembaga-
lembaga Negara, Penjabat Negara,
Pegawai Negeri, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, dan seba-
gainya.
2. Kepentingan hukum tiap manusia,
yaitu: jiwa, raga/tubuh, kemerde-
kaan, kehormatan, dan hak milik/
harta benda.
Antara pelanggaran dan kejahatan
terdapat perbedaan yang berikut :
1) Pelanggaran ialah mengenai hal-hal
kecil atau ringan, yang diancam dengan
hukuman denda, misalnya: Sopir mobil
yang tak memiliki Surat Izin Mengenudi
BAB
ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
Par. 19
PENGERTIAN HUKUM PIDANA.
Ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-
tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-
peraturan (norma-norma) yang ada dalam
masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini
dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa
dalam masyarakat itu yang disebut
Pemerintah.
Namun walaupun peraturan-peraturan ini
telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang
melanggar peraturan-peraturan, misalnya
dalam hal pencurian yaitu mengambil barang
yang dimiliki orang lain dan yang
bertentangan dengan hukum (KUHP pasal
362). Terhadap orang ini sudah tentu
dikenakan hukuman yang sesuai dengan
perbuatannya yang bertentangan dengan
hukum itu. Segala peraturan-peraturan
tentang pelanggaran (overtredingen),
kejahatan (misdrijven), dan sebagainya,
diatur oleh Hukum Pidana (strafrecht) dan
dimuat dalam satu Kitab Undang-undang yang
disebut KITAB UNDANG-UNDANG HUKUMPIDANA (Wetboek van Strafrecht) yang
disingkat “KUHP” (WvS).
Hukum Pidana itu ialah hukum yang
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran
IV
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
55
LAW117, Indonesian Legal System
Kita mengetahui bahwa Pengadilan
Perdata baru bertindak kalau sudah ada
pengaduan (klacht) dari pihak yang menjadi
korban. Orang itulah sendiri yang harus
mengurus perkaranya ke dan di muka
Pengadilan Perdata.
Sedangkan dalam Hukum Pidana yang
bertindak dan yang mengurus perkara ke dan
di muka Pengadilan Pidana, bukanlah pihak
korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan
negara seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Oleh karena itu kemudian ternyata,
bahwa orang-orang yang berkepentingan
hukumnya diserang malu-malu, segan atau
takut mengurus sendiri perkaranya ke muka
Pengadilan Perdata, maka mudah dapat
dimengerti, bahwa banyak perkara yang
tidak sampai ke pengadilan sehingga
merajalela pelanggaran atas kepentingan
hukum orang.
Keadaan demikian itu tentu tidak
membawa ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat; berhubung dengan hal itu, dan
juga terdorong oleh perubahan zaman yang
menganggap tiap-tiap orang adalah anggota
masyarakat, maka sekarang tiap-tiap
serangan atas kepentingan hukum
perseorangan dipandang juga sebagai
serangan terhadap masyarakat.
Dan karena masyarakat yang tertinggi itu
adalah negara, maka negaralah dengan
perantaraan polisi, jaksa, dan hakim yang
bertindak menguruskan tiap-tiap warganya
yang diserang kepentingan hukumnya. Jadi
di samping hal pelanggaran atas kepentingan
hukum tiap orang itu adalah urusan Hukum
Perdata, sekarang hal itu juga termasuk
(SIM), bersepeda pada malam hari
tanpa lampu, dan lain-lain.
2) Kejahatan ialah mengenai soal-soal
yang besar, seperti: pembunuhan,
penganiayaan, penghinaan, pen-
curian, dan sebagainya.
Contoh pelanggaran kejahatan
terhadap umum berkenaan dengan:
a. Badan/Peraturan PerundanganNegara, misalnya pemberon-takan,
penghinaan, tidak membayar pajak,
melawan pegawai negeri yang
sedang menjalankan tugasnya;
b. Kepentingan hukum manusia :
a) terhadap jiwa : pembunuhan
b) terhadap tubuh : penganiayaan
c) terhadap kemerdekaan : pencu-likan
d) terhadap kehormatan : penghi-naan
e) terhadap milik : pencurian
Mengenai pelanggaran terhadap
kepentingan hukum tiap manusia mungkin
timbul pertanyaan, apakah hal-hal itu
bukanlah mengenai kepentingan
perseorangan yang sudah diatur dalam Hukum
Perdata?
Hukum Pidana itu tidak membuat
peraturan-peraturan yang baru, melainkan
mengambil dari peraturan-peraturan hukum
yang lain yang bersifat kepentingan umum.
Memang sebenarnya peraturan-peraturan
tentang jiwa, raga, milik, dan sebagainya,
dari tiap orang telah termasuk Hukum
Perdata.
Hal pembunuhan, pencurian, dan
sebagainya antara orang-orang biasa, semata-
mata diurus oleh Pengadilan Pidana.
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
56
LAW117, Indonesian Legal System
3) Pidana kurungan (sekurang-kurangnya1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun)
4) Pidana denda5) Pidana tutupan.
2. Pidana tambahan :1) pencabutan hak-hak tertentu2) perampasan (penyitaan barang-barang
tertentu3) pengumuman keputusan hakim
Par. 20
RIWAYAT HUKUM PIDANA INDO-NESIA
Hukum Pidana yang berlaku sekarang iniialah hukum yang tertulis dan telahdikodifikasi.
Peraturan-peraturan Hukum Pidana initersebar dimana-mana sebab tiap-tiap BadanLegislatif dan tiap-tiap orang yang diserahitugas untuk menjalankan undnag-undang (Presiden, Menteri, Kepala Daerah, KomandanTentara, dan sebagainya) berhak membuatPeraturan Pidana, yaitu peraturan-peraturanyang mengandung ancaman hukuman berupasuatu penderitaan terhadap si pelanggar.
Tentu saja perautran-peraturan pidanayang dibuat oleh Badan Legislatif dan BadanEksekutif yang lebih rendah kedudukannya,tak boleh beretentangan dengan ataumenyimpang dari peraturan-peraturan pidanadari Badan-Badan Legislatif dan Eksekutifyang lebih tinggi kedudukannya.
Di atas telah diterangkan, bahwaperaturan-peraturan pidana itu tersebar dimana-mana. Tetapi pada umumnya kalau kita
urusan Hukum Pidana.
Pembunuhan, penganiayaan, penculikan,
penghinaan, pencurian, dan sebagainya,
sekalipun antara orang-orang biasa telahmenjadi kepentingan umum pula.
Untuk menjaga keselamatan darikepentingan umum itu, Hukum Pidanamengadakan satu jaminan yang istimewaterhadapnya yaitu seperti tertulis padabagian terakhir dari definisi Hukum Pidana,“…. perbuatan mana diancam dengan suatuhukuman yang berupa siksaan.”
Pidana adalah hukuman berupa siksaanyang merupakan keistimewaan dan unsur yangterpenting dalam Hukum Pidana. Kita telahmengetahui, bahwa sifat dari hukum ialahmemaksa dan dapat dipaksakan; dan paksaanitu perlu untuk menjaga tertibnya, diturutnyaperaturan-peraturan hukum atau untukmemaksa si perusak memperbaiki keadaanyang dirusakkannya atau mengganti kerugianyang disebabkannya.
Pokoknya untuk menjaga danmemperbaiki keseimbangan atau keadaanyang semula.
Tapi dalam Hukum Pidana paksaan itudisertai suatu siksaan atau penderitaan yangberupa hukuman. Hukuman itu bermacam-macam jenisnya.
Menurut KUHP pasal 10 hukuman ataupidana terdiri atas :1. Pidana pokok (utama) :
1) Pidana mati.2) Pidana penjara :
a. pidana seumur hidup.b. pidana penjara selama waktu
tertentu (setinggi-tingginya 20 tahundan sekurang-kurangnya 1 tahun)
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
57
LAW117, Indonesian Legal System
membicarakan tenatng Hukum Pidana, makayang dimaksudkan ialah pewrauran-peraturanpidana yang terkumpul dalam suatu kitab yaitu: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disingkatKUHP ( Wetboek van Strafrecht = W.v.S).
Haruslah diperhatikan benar-benar,bahwa semua peraturan-peraturan pidanadibukukan dalam Kitab Undang-UndangHukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukumpidana merupakan induk dari peraturan-peraturan pidana. KUHP memuat peraturan-peraturan pidana yang berlaku terhadapsegenap penduduk Indonesia, karena ia dibuatoleh Badan Legislatif yang tertinggi dan sesuaidengan asas unifikasi hukum.
KUHP ialah kitab peraturan pidan yangdipakai sehari-hari.
Bagi kita cukuplah dengan mempelajariKUHP itu untuk sekedar mengetahui selukbeluknya Hukum Pidana kita. Sebelum kitamulai meninjau isi KUHP, maka baiklah jikakita terlebih dahulu mengetahui isinya.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yangberlaku sekarang ini bukanlah asli ciptaan kitabangsa Indonesia. Kitab Undang-UndangHukum Pidana ini lahir dan telah mulai berlakusejak 1 Januari 1918.Jadi ia dibuat padazaman Hindia Belanda dahulu.
Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan dariUUD 1945 yo. pasal 192 Konstitusi RIS 1949yo. Pasal 142 UUDS 1950, maka sampai kinimasih diperlakukan KUHP yang lahir pada 1Januari 1918 itu, karena belum juga diadakanKUHP yang baru. Tapi itu tidak berarti, bahwaKUHP kita yang sekarang, masih dalam keadaanasli atau telah diambil alih langsung olehnegara kita, tetapi isinya dan jiwanya telahbanyak diubah dan diganti, sehingga telah
sesuai dengan keperluan dan keadaan nasionalkita dewasa ini.
Perubahan yang penting dari KUHP ciptaanHindia Belanda itu diadakan dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1946. Dengan KUHP itumaka mulai 1 Januari 1918 berlakulah satumacam Hukum Pidana untuk semua golonganpenduduk Indonesia (unifikasi Hukum Pidana).
Sebelum tanggal 1 Januari 1918 di tanahair kita ini berlaku dua KUHP yaitu :
a. satu untuk golongan Indonesia (mulaiberlaku 1 Januari 1873 ;
b. satu untuk golongan Eropa (mulaiberlaku 1 Januari 1867.
KUHP untuk golongan Indonesia ( 1873 )adalah copy /turunan dari KUHP untukgolongan Eropa ( 1867). Dan KUHP untukgolongan Eropa ini adalah pula satu copydari Code Penal, yaitu Hukum Pidana diperancis di zaman Napoleon pada tahun 1811.
Perbedaan antara KUHP untuk orangEropa (1867) dan dengan KUHP untuk orangIndonesia (1873) adalah terutama macamnyahukuman.
Misalnya :a. Orang Indonesia dapat diberi kerja
paksa dengan lehernya diberi kalungbesi atau kerja dengan tidak dibayaruntuk mengerjakan pekerjaan umum,sedang orang Eropa tidak, hanyahukuman penjara atau kurungan saja.
b. KUHP untuk orang Indonesia dise-suaikan dengan keadaan dan kebiasaanorang Indonesia.
Misalnya :- perkawinan dengan lebih dari satu or-
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
58
LAW117, Indonesian Legal System
ang perempuan tidak dihukum;- pengemisan dan mandi tanpa pakaian
di muka umum tidak dihukum.
Sebelum tahun 1867 orang-orang Eropadi Indonesia pada umumnya dikenakan HukumPidana dari negeri Belanda atau Hukum PidanaRomawi. Sedang bagi orang Indonesiasebelum tahun 1873 diperlakukan Hukum AdatPidananya masing-masing. Hukum AdatPidana di Indonesia pada umumnya tidaktertulis dan kalau tertulis belum merupakansuatu kodifikasi, sebab masih tercampurdengan hukum yang lain, lagi pula Hukum AdatPidana itu bersifat sedaerah-daerah.
Contoh-contoh dari Hukum Adat Pidanayang tertulis:
1) Kutaramanawa dalam KerajaanMojopahit kira-kira tahun 1350;
2) Pepakem Cirebon untuk Kerajaan diCirebon tahun 1768.
Jadi mulai 1 Januari 1873 Hukum AdatPidana yang bersifat sedaerah-daerah itudihapuskan dan untuk semua orang Indonesiaberlaku satu KUHP saja.
Di muka sudah diterangkan bahwa KUHP1873 adalah Copy dari KUHP 1967, dan KUHP1967 ini adalah pula turunan dari Code PenalPerancis.
Pada waktu 1 Januari 1918 di Indonesiasystem DUALISME dihapuskan dan hanyadiadakan satu KUHP saja untuk semuaGOLONGAN penduduk di Indonesia, makaKUHP yang baru ini (1918), bukan lagi copydari Code Penal Perancis, melainkanmerupakan turunan dari KUHP nasional negeriBelanda tahun 1886.
Sebelum tahun 1886, KUHP negeriBelanda adalah pula suatu copy dari CodePenal Perancis Tahun 1811. Tetapi mulai daritahun 1886 berlakulah di negeri Belanda suatuKUHP yang bersifat nasional. Beberapaperbedaan penting antara KUHP Belanda yangnasional dengan yang merupakan copy dariCode Penal adalah :
Hapusnya hukuman yang serendah-rendahnya dan hukuman mati (1870).
Dalam KUHP Belanda nasional keadaan si
pelanggar diperhatikan.
Pada umumnya KUHP Belanda yang
bersifat nasional itu adalah lebih modern dan
lebih sesuai dengan kemajuan zaman, jikadibandingkan dengan KUHP dari lain-lain
negara pada waktu itu, sebab KUHP Belanda
ini dibuat belakangan, sehingga dapat
menarik keuntungan-keuntungan dari KUHP
negara lain.
Perbedaan yang penting antara KUHPBelanda 1886 dengan copynya di Indonesia
yang mulai berlaku 1 Januari 1918 ialah masih
ada hukuman mati dalam KUHP Indonesia
pada tahun 1918.
Par. 21
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA.
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai
berikut:
1. Hukum Pidana Obyektif (Jus Punale),yang dapat dibagi ke dalam:
a. Hukum Pidana Material.b. Hukum Pidana Formal (Hukum
Acara Pidana).
2. Hukum Pidana Subyektif (Jus
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
59
LAW117, Indonesian Legal System
Puniendi).3. Hukum pidana Umum.4. Hukum Pidana Khusus, yang dapat
dibagi lagi ke dalam:a. Hukum Pidana Militer.b. Hukum Pidana Pajak (Fiskal).
1) Hukum Pidana Obyektif (Jus Punale)ialah semua peraturan yang mengandungkeharusan atau larangan, terhadappelanggaran mana diancam denganhukuman yang bersifat siksaan.
Hukum Pidana Obyektif dibagi dalamHukum Pidana Material dan
Hukum Pidana Formal :a) Hukum Pidana Material ialah peraturan-
peraturan yang mene-gaskan:(1) Perbuatan-perbuatan apa yang dapat
dihukum.(2) Siapa yang dapat dihukum.(3) Dengan hukuman apa menghukum
seseorang.
Singkatnya Hukuman Pidana Materialmengatur tentang apa, siapa danbagaimana orang dapat dihukum.Jadi Hukuman Pidana Materialmengatur perumusan dari kejahatandan pelanggaran serta syarat-syaratbila seseorang dapat dihukum.Hukum Pidana Material membedakanadanya :(a) Hukum Pidana Umum.(b) Hukum Pidana Khusus, misalnya
Hukum Pidana Pajak (seorang yangtidak membayar pajak kendaraanbermotor, hukumannya tidakterdapat dalam Hukum Pidana
Umum, akan tetapi diatur tersendiridalam undang-Undang (PidanaPajak).
b) Hukum Pidana Formal ialah hukum yangmengatur cara-cara menghukumseseorang yang melanggar peraturanpidana (merupakan pelaksanaan dariHukum Pidana Material).Dapat juga dikatakan bahwa HukumPidana Formal atau Hukum AcaraPidana memuat peraturan-peraturantentang bagaimana memelihara ataumem-pertahankan Hukum Pidana Ma-terial; dan karena memuat cara-carauntuk menghukum seseorang yangmelanggar peraturan pidana, makahukum ini dinamakan juga HukumAcara Pidana.
Hukum Acara Pidana terkumpul/diaturdalam Reglemen Indonesia yangdibaharui disingkat dahulu R.I.B.(Herziene Inlandsche Reglement =H.I.R.) sekarang diatur dalam KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHP) Tahun 1981.
2) Hukum Pidana subyektif (Jus Puniendi),ialah hak Negara atau alat-alat untukmenghukum berdasarkan HukumPidana Obyektif.Pada hakekatnya Hukum PidanaObyektif itu membatasi hak Negarauntuk menghukum. Hukum Pidanasubyektif ini baru ada, setelah adaperaturan-peraturan dari Hukum PidanaObyektif terlebih dahulu.
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
60
LAW117, Indonesian Legal System
Dalam hubungan ini tersimpulkekuasaan untuk dipergunakan olehNegara, yang berarti, bahwa tiap or-ang dilarang untuk mengambil tindakansendiri dalam menyelesaikan tindakpidana (perbuatan melanggar hukum =delik).
3) Hukum Pidana Umum ialah HukumPidana yang berlaku terhadap setiappenduduk (berlaku terhadap siapa punjuga di seluruh Indonesia) kecualianggota ketentaraan.
4) Hukum Pidana Khusus ialah HukumPidana yang berlaku khusus untuk or-ang-orang yang tertentu.
Contoh :a) Hukum Pidana Militer, berlaku
khusus untuk anggota militer danmereka yang dipersamakan denganmiliter.
b) Hukum Pidana Pajak, berlakukhusus untuk perseroan dan merekayang membayar pajak (wajibpajak).
Par. 22
TUJUAN HUKUM PIDANA.
Hukum Pidana merupakan ilmupengetahuan hukum; oleh karena itupeninjauan bahan-bahan mengenai HukumPidana terutama dilakukan dari sudutpertanggungan jawab manusia tentang
“Perbuatan yang dapat dihukum”. Kalau
seorang melanggar peraturan pidana, maka
akibatnya ialah bahwa orang itu dapat
dipertanggung-jawabkan tentang
perbuatannya itu sehingga ia dapat dikenakan
hukuman (kecuali orang gila, di bawah umur
dan sebagainya).
Tujuan Hukum Pidana itu memberi sistem
dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum
itu: Asas-asas dihubungkan satu sama lain
sehingga dapat dimasukkan dalam satu
sistem. Penyelidikan secara demikian adalah
dogmatis juridis.
Selain itu Hukum Pidana dilihat sebagai
ilmu pengetahuan kemasyarakatan.
Sebagai ilmu pengethuan social, maka
diselidiki sebab-sebab dari kejahatan dan
dicari cara-cara untuk memberantasnya.
Penyelelidikan tentang sebab dari kejahatan
(Crime) ini dapat dicari pada diri orang
(keadaan badan dan jiwanya) atau pada
keadaan masyarakat.
Seperti juga tiap-tiap Ilmu Pengetahuan
membutuhkan bantuan dan keterangan-
keterangan dari Ilmu Pengetahuan lain,
demikian pula Ilmu Hukum Pidana ini
mempunyai ilmu-ilmu pengetahuan
pembantunya, diantaranya:
1. Anthropologi
2. Filsafat
3. Ethica
4. Statistik
5. Medicina Forensic (Ilmu Kedokteran
bagian Kehakiman)
6. Psychiatrie – Kehakiman
7. Kriminologi.
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
61
LAW117, Indonesian Legal System
Par. 23
KITAB UNDANG-UNDANGHUKUM PIDANA (KUHP)
Peninjauan terhadap KUHP dapat dari luardan dapat pula dari dalam. Peninjauan dariluar ialah mengenai riwayatnya yang telahkita bicarakan dahulu, sekitar Undang-UndangPidana dan beberapa ilmu pengetahuanpembantu dari Hukum Pidana.
Dari dalam ialah mengenai bentuk danisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Baiklah kita meninjau dari dalam karenariwayat KUHP telah dipaparkan di muka, dankita mulai dengan uraian sekitar Undang-Undang Pidana :
1. Undang-Undang Hukum Pidana.Apakah Undang-Undang Hukum Pidana itu?
Undang-Undang Hukum Pidana itu adalahperaturan hidup (norma) yang ditetapkanoleh instansi kenegaraan yang berhakmembuatnya, norma mana ditambah denganancaman hukuman yang merupakanpenderitaan (sanksi) terhadap barang siapayang melanggarnya. Lazim juga dikatakanbahwa Undang-Undang Hukum Pidana adalah“Norma plus Sanksi”.
Norma dan sanksi itu pada umumnyaterdapat pada satu pasal. Misalnya pasal 338KUHP bunyinya: “Barang siapa dengan sengajamengambil nyawa orang lain dihukum, karenamakar mati (pembunuhan), dengan hukumanpenjara setinggi-tingginya 15 tahun.”
Dapat juga norma dan sanksi terpisahdalam beberapa pasal. Jadi dalam pasal I, IIdan seterusnya disebutkan dahulu norma-
normanya dan baru kemudian dalam pasalterakhir diterangkan bahwa: “Pelanggaran-pelanggaran terhadap pasal I, II danseterusnya dihukum dengan hukuman penjarapaling lama sekian tahun.”
Ada juga Undang-Undang Hukum Pidanayang bentuknya mengancam dengan hukuman(sanksi) terlebih dahulu. Sedangkan norma-normanya belum ada seperti misalnya bunyipasal 122 KUHP: “Dihukum dengan hukumanpenjara setinggi-tingginya 15 tahun, barangsiapa dalam masa perang dengan sengajamelanggar suatu peraturan yang diadakanoleh pemerintah untuk menjaga keselamatannegara.”
Di dalam pasal ini belum terdapatnormanya melainkan baru nanti diadakankalau masa perang tiba. Jika kita meninjaudengan teliti norma dari Undang-UndangHukum Pidana itu, maka norma itu bukanlahnorma asli dari Hukum Pidana melainkan darinorma-norma hukum lain.
Yang asli dan istimewa adalah sanksinya.Tetapi ini tidaklah berarti bahwa kalau kitamelanggar Undang-Undang Hukum Pidanayang kita langgar sanksinya, melainkan tetapnormanya.
Sanksi itu tidak berdiri sendiri melainkanadalah untuk melindungi normanya itu.
2. Siapakah yang berhak membuat Undang-Undang Hukum Pidana itu ?Kalau perkataan undang-undang Hukum
Pidana itu diartikan sempit sebagai undang-undang, maka yang berhak membuatnyaadalah Badan Legislatif yang tertinggi (DPR)bersama Pemerintah.
Kalau diartikan luas sebagai peraturan
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
62
LAW117, Indonesian Legal System
maka yang berhak membuat peraturan pidanaadalah semua badan legislatif dan semua or-ang yang mempunyai kekuasaan Eksekutif(Presiden, Menteri, Kepala Daerah, KepalaPolisi, Komandan tentara dan lain-lain).
Tentunya badan-badan dan orang-orangyang lebih rendah kedudukannya tidak bolehlagi membuat peraturan-peraturan pidanayang sudah dibuat oleh instansi-instandi yanglebih tinggi, apa lagi yang bertentangan ataumelampaui batas-batas kekuasaannya. Jikaterjadi demikian maka dengan sendirinyaperaturan pidana dari instansi bawahan itutidak sah (menjadi batal).
3. Bila suatu Undang-Undang Pidana mulaisah berlaku ?Syarat mutlak untuk berlakunya suatu
Undang-undang ialah sesudah diundangkanoleh pemerintah (dalam hal ini menteriSekretaris Negara) dalam Lembaran Negara(LN), Dalam Zaman Hindia Belanda Undang-undang itu diundangkan dalam STAATSBLAD(Stb. = S). Setelah diundangkan dalamLembaran Negara Undang-undang tersebutlalu diumumkan dalam Berita Negara (zamanHindia Belanda: De Javasche Courant, danberita resmi di zaman Jepang: Kan Po).
Tanggal mulai berlakunya Undang-undangitu ialah menurut tanggal yang ditetapkandalam Undang-undang itu sendiri dan kalautanggal itu tidak disebutkan, maka Undang-undang itu mulai berlaku untuk Jawa danMadura 30 hari sesudah diundangkan dalamLembaran Negara dan untuk daerah yang lain100 hari sesudah pengundangan itu. Sesudahsyarat tersebut di atas dipenuhi maka tiap-tiap orang telah dianggap mengetahui
Undang-undang itu. Tidak boleh orang yangmelanggar undang-undang itu, sambilmembela atau membebaskan diri denganalasan: “Saya tidak tahu peraturan itu.”
4. Bila suatu Undang-undang Pidana tidakberlaku lagi ?Mulai tidak berlakunya itu dapat
dinyatakan dengan tegas oleh Instansi yangmembuatnya atau oleh instansi yang lebihtinggi dengan menyatakan: Undang-undangnomor sekian dicabut; dapat juga suatuundang-undang tidak berlaku lagi dengantidak disebut-sebutkan, yaitu karena hal itutelah diatur dengan undang-undang yang baruoleh instansi yang membuatnya atau olehinstansi yang lebih tinggi; Juga kalau waktuberlakunya undang-undang itu telah habis.
Singkatnya:1) Suatu peraturan tak berlaku lagi bila
waktu yang telah ditentukan olehperaturan itu sudah lampau.
2) Bila keadaan untuk mana bunyiperaturan itu diadakan sudah tidak adalagi.
3) Bila peraturan itu dicabut (dengan tegasatau tidak langsung).
4) Bila telah ada peraturan yang baru yangisinya bertentangan dengan peraturanyang duluan (kebijaksanaan dalamketatanegaraan).
5. Sampai di manakah kekuasaanberlakunya Undang-undang HukumPidana Indonesia ?
Kekuasaan berlakunya Undang-UndangHukum Pidana Indonesia dapat dipandang daridua sudut :
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
63
LAW117, Indonesian Legal System
a. Yang bersifat negatifb. Yang besifat positif
Ad.a Yang bersifat negatif ini adalahmengenai:
Berlakunya Undang-Undang Pidanaberhubung dengan waktu.
Undang-Undang Pidana itu tidak berkuasa(berlaku) terhadap sesuatu perbuatan yangdilakukan sebelum Undang-Undang Pidana itudiadakan.
Jadi suatu Undang-Undang Pidana ituhanya berlaku untuk masa depannya (datang)dan tidak dapat diperlakukan terhadapperbuatan-perbuatan sebelum diadakannyaUndang-Undang Pidana itu.
Pendirian tersebut dengan tegasdinyatakan (dapat disimpulkan) dalam Pasal1 ayat 1 KUHP yang berbunyi: “Sesuatuperbuatan tidak dapat dihukum selain ataskekuatan aturan Pidana dalam Undang-Undang, yang diadakan sebelum perbuatanitu terjadi.”
Hal itu berarti, bahwa seseorang hanyadapat dijatuhi hukuman, jika perbuatannyaitu telah ada atau telah disebut di dalamKUHP. Jadi menurut pasal 1 ayat 1 jika or-ang dituduh melakukan sesuatu kejahatan,akan tetapi kemudian terbukti, bahwaperbuatannya itu tidak terdapat dalam KUHP,maka si tersangka tadi dibebaskan darituduhan tersebut, dan ia tidak dijatuhihukuman.
Hal ini oleh Anselm von Feuerbachdirumuskan sebagai berikut :
“Nulla poena sine legeNulla poena sine CrimineNullum Crimen sine poena legali”.
Artinya :“Tidak ada hukuman, kalau tak ada
Undang-Undang,Tidak ada hukuman, kalau tak ada
kejahatanTidak ada kejahatan, kalau tidak ada
hukuman, yang berdasarkanUndang-Undang.”
Dengan diadakannya pasal 1 ayat 1 inidapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa :
1) Hukum Pidana itu mencegah adanyapenjatuhan hukuman secara sewenang-wenang oleh Pengadilan (Hakim).
2) Dapat dicapai kepastian hukum.3) Hukum Pidana itu bersumber kepada
hukum tertulis.
Peraturan yang terdapat dalam pasal 1ayat 1 ini dikecualikan oleh pasal 1 ayat 2KUHP yang berbunyi: “Apabila ada perubahanperaturan perundangan sesudah perbuatan itudilakukan, maka haruslah dipakai aturan yangringan bagi tersangka.”
Jadi pasal 1 ayat 2 adalah merupakanpengecualian terhadap pasal 1 ayat 1 KUHP.
Dikatakan, bahwa dalam pasal 1 ayat 1KUHP terdapat asas:
“Undang-Undang Pidana tak dapat berlakusurut” (Strafrecht heeft geen terug-werkende kracht).
Ad.b. Yang bersifat positif, adalah:Berlakunya Undang-Undang Pidanaberhubung dengan tempat.
Hal ini diatur dalam pasal 2 sampai denganpasal 9 KUHP, yang memuat 4 asas :
1) Asas territorial (daerah).
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
64
LAW117, Indonesian Legal System
2) Asas nasional yang aktif.3) Asas nasional yang pasif.4) Asas universal.
Ad.1) Asas Territorial.Undang-Undang Pidana Indonesia berlaku
terhadap setiap orang yang melakukansesuatu pelanggaran/kejahatan di dalamwilayah kedaulatan negara Republik Indone-sia.
Jadi bukan hanya berlaku terhadap warganegara Indonesia sendiri saja, namun jugaberlaku terhadap orang asing yang melakukankejahatan di wilayah kekuasaan Indonesia.
Yang menjadi dasar adalah tempat dimana perbuatan melanggar itu terjadi, dankarena itu dasar kekuasaan Undang-UndangPidana ini dinamakan asas Daerah atau asasTerritorial.
Yang termasuk wilayah kekuasaanUndang-Undang Pidana itu, selain daerahdaratan (territoir), lautan dan udara territo-rial, juga kapal-kapal yang memakai benderaIndonesia (kapal-kapal Indonesia) yang beradadi luar perairan Indonesia.
Asas territorial terdapat dalam pasal 2 dan3 KUHP:
Pasal 2: Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang yangdalam Indonesia melakukan sesuatuperbuatan yang boleh dihukum (delik = tindakpidana).
Pasal 3: Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang diluar Indonesia dalam kapal atau perahu Indo-nesia yang melakukan sesuatu perbuatan yangboleh dihukum (tindak pidana).
Pasal 3 KUHP sebenarnya mengenai
perluasan dari pasal 2.Sebagai pengecualian asas Territorial,
ialah bahwa Undang-Undang Pidana Indone-sia tidak berkuasa terhadap:
a. Mereka yang mempunyai Hak Ex-ter-ritorial, yaitu orang-orang di daerahnegara asing tidak dikenakan Undang-Undang Pidana dari negara itu dan olehkarena itu mereka berada di luarkekuasaan hukum negara di manamereka berada.Mereka itu ialah:1) Kepala negara asing dengan
keluarganya yang berada di Indone-sia.
2) Duta dengan keluarganya danpegawai-pegawai kedutaan.
3) Anak buah kapal perang asing,meskipun mereka berada di luarkapalnya.
4) Anggota ketentaraan asing yangmempunyai izin mengunjungi Indo-nesia.
5) Sekretaris Jenderal PBB.6) Anggota delegasi negara asing yang
sedang dalam perjalanan menujusidang PBB, dan singgah di Indone-sia.
Hak Ex-Territorial diakui dalam pasal 9KUHP.
b. Hak Immuniteit – Parlementair (HakKekebalan).Para anggota MPR dan DPR Pusat danDPR Daerah serta para Menteri jugatidak dikenakan hukuman (Pidana)untuk segala apa yang dikatakannya(dan tulisan-tulisan mereka) di dalam
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
65
LAW117, Indonesian Legal System
gedung Parlemen.Mereka ini mempunyai Hak Immuniteit-Parlementair.Hak ini tak diatur dalam KUHP, tetapidiatur dalam Hukum Tata negara(Ketetapan MPR No. 1/MPR/1983 danUndang-Undang No.13 tahun 1970).
Ad.2) Asas Nasional Aktif.Undang-Undang Pidana Indonesia berlaku
juga terhadap Warganegara Indonesia yangberada di luar negeri.
Kalau asas Territorial yang dipentingkan“Tempat terjadinya” kejahatan, maka asasNasional aktif yang menjadi dasar ialah orang(kebangsaan) yang melakukan kejahatan itu.
Dengan orang di sini dimaksudkan warganegara Indonesia, oleh karena itu asas inidinamakan “ asas personaliteit atau asasNasional aktif”. Hal ini diatur dalam KUHPpasal 5 ayat 1 sub 1: “Ketentuan pidana dalamundang-undang Indonesia berlaku bagiwarganegara Indonesia yang melakukankejahatan (tertentu) di luar Indonesia.”
Untuk dapat menuntut Warganegara kitadi luar negeri maka diperlukan dulu“penyerahannya” oleh negara asing yangbersangkutan kepada kita. Mengenai“penyerahan” akan dibicarakan kemudian.
Ad.3) Asas Nasional Pasif.Undang-Undang Pidana Indonesia berkuasa
juga mengadakan penuntutan terhadapsiapapun juga di luar negara Republik Indo-nesia juga terhadap orang asing di luar RI.
Di sini dipentingkan kepentingan hukumsesuatu negara (keselamatan negara) yangdilanggar oleh seseorang. Oleh karena itu
asas ini dinamakan “asas perlindungan” atau“asas nasional pasif.”
Yang termasuk perbuatan-perbuatan yangmerugikan negara kita ialah: memalsukanuang Indonesia, Meterai, Lambang Negara,cap negara, surat hutang yang ditanggungPemerintah Indonesia dan lain-lain.
Hal-hal ini diatur dalam KUHP pasal 4 ayat1, 2 dan 3, pasal 7 dan pasal 8.
Untuk dapat menuntut seseorang di luarnegeri, juga dengan jalan “penyerahan” yangakan dibicarakan kemudian.
Ad.4) Asas Universal (universaliteit).Undang-Undang Pidana kita dapat juga
diberlakukan terhadap perbuatan-perbuatanjahat yang bersifat merugikan keselamataninternasional, yang terjadi dalam daerah yangtidak bertuan.
Jadi disini mengenai perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan dalam daerahyang tidak termasuk kedaulatan sesuatunegara manapun, seperti : di lautan terbuka,atau di daerah kutub.
Kejahatan-kejahatan yang bersifatmerugikan keselamatan Internasional adalah: “pembajakan di laut”, pemalsuan mata uangnegara mana pun juga. Karena di sini yangdipentingkan keselamatan Internasional, makadinamakan “Asas Universal”.
Hal ini diatur dalam KUHP pasal 4 ayat 4.Asas ini didasarkan atas pertimbangan, seplah-olah di seluruh dunia telah ada satuketertiban hukum.
5. Penyerahan (extradition = uitlevering)Dari uraian tersebut di atas, ternyata,
bahwa Undang-Undang Pidana Indonesia
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
66
LAW117, Indonesian Legal System
mempunyai kekuasaan tidak saja di dalamnegara kita, tetapi juga di luar negeri.
Bagaimanakah sekarang jalannya untukdapat menuntut seseorang yang melanggarUndang-Undang Pidana Indonesia, tetapi iaberada di luar negeri?
Untuk dapat menuntut orang tersebut,maka terlebih dahulu perlu dia diserahkanoleh negara asing yang bersangkutan kepadanegara kita.
Permintaan penyerahan seseorang itu,harus melalui saluran-saluran Diplomatik.Akan tetapi sebelumnya harus terlebih dahuluada perjanjian penyerahan antara keduanegara itu.
Peraturan-peraturan untuk Hindia Belandadahulu ditetapkan dalam LN/Stb. 1883No.188.
Menurut peraturan ini sudah diadakanbeberapa traktat penyerahan oleh Belandauntuk Hindia Belanda dengan beberapaNegara-negara lain, yang sekarang masihberlaku, yaitu antara lain : pada tahun 1895dengan Spanyol, Belgia dan Denmark; padatahun 1897 dengan Italia, pada tahun 1898dengan Jerman dan Perancis, pada tahun 1899dengan Inggris dan Swis; pada tahun 1904dengan USA.
Ada beberapa hal dimana orang itu tidakdiserahkan yaitu :
a. Kalau orang yang diminta diserahkanitu Warganegara sendiri.
b. Kalau dianggap oleh Negara asing itubahwa Perbuatan orang itu adalahbersifat “Kejahatan Politik”. KejahatanPolitik terdiri atas :i. Kejahatan Politik Mutlak.
Kalau kejahatan ditujukan secara
langsung untuk merobohkan negara;ii. Kejahatan Politik Relatif :
Kalau kejahatan itu secara tidaklangsung hendak mengganggukeamanan negara.
c. Kalau orang itu oleh Pengadilan NegaraAsing sudah diputuskan perkaranya.
d. Kalau permintaan penyerahan darinegara yang dilanggar undang-undangnya dianggap kasib oleh negaraasing itu.
e.Kalau orang yang diminta diserahkanitu penjabat suatu agama.
Keputusan tentang penyerahan PenjahatPolitik berada di tangan Pemerintah yangsedang melindungi pelarian politik itu, setelahdiminta pertimbangan dari PengadilanTertinggi.
6. Interpretasi (Penafsiran) Undang-UndangPidana.Kita telah maklum, bahwa suatu kalimat
bahkan suatu perkataan pun dapat di tafsirkanberlain-lainan.
Bagaimanakah menafsirkan Undang-Undang Pidana? Undang-Undang Pidana hanyadapat ditafsirkan menurut kata-kata dalamHukum Pidana itu sendiri, oleh karenaterhadap beberapa perkataan yang terdapatdi dalam KUHP itu oleh Pembentuk KUHPsudah ditegaskan apa yang dimaksud denganperkataan-perkataan itu (disebut penafsiranAuthentiek). Penafsiran dari beberapaperkataan itu tercantum dalam Buku I title IXdari KUHP, dan penafsiran-penafsiran ituhanya berlaku terhadap perkataan-perkataanyang tercantum di dalam KUHP.
Jadi penafsiran itu tidak berlaku
Asas-Asas Hukum Pidana
STIKOM LSPR
67
LAW117, Indonesian Legal System
terhadap perkataan-perkataan yang di luarKUHP.
Penafsiran tentang kata-kata dalam KUHPdiatur dalam Buku I title IX pasal 86 sampaidengan pasal 101.
Beberapa penafsiran yang penting ialah :Pasal 88 : Meruntuhkan pemerintahan,
berarti menghapus atau merobah denganjalan yang tidak sah bentuk pemerintahanyang berdasarkan UUD.
Pasal 89 : Yang disamakan denganmelakukan kekerasan, yaitu membuat orangjadi pingsan atau tak berdaya lagi.
Pasal 90: Luka berat berarti : a. Penyakit atau luka yang tidak dapat
diharapkan akan sembuh lagi, atau yangdapat mendatangkan bahaya maut.
b. Menyebabkan tidak cakap lagimengerjakan jabatannya ataupekerjaannya.
c. Kehilangan salah satu pancaindra,cacad, lumpuh.
d. Pikiran terganggu lebih dari 4 minggu.e. Menggugurkan atau membunuh anak
yang sedang dikandung.Pasal 96 :a. Termasuk sebutan musuh adalah juga
pemberontak.b. Termasuk sebutan perang adalah juga
perang saudara.c. Termasuk keadaan perang adalah juga
keadaan diwaktu mana, sangatmungkin peperangan meletus,demikian juga kalau telahdiperintahkan dan selama adamobilisasi tentara.
Pasal 97 : Sehari berarti, masa yanglamanya 24 jam, sebulan berarti, masa yang
lamanya 30 hari.Pasal 98 : Malam berarti, masa antara
matahari terbenam dan matahari terbit.Pasal 99 : Dengan perkataan memanjat,
dimaksudkan juga memasuki rumah melaluilobang yang telah ada, tetapi tidak untuktempat orang lalu, atau melalui lobang yangsengaja digali, demikian juga melalui selokanatau parit yang membatasi rumah itu.
Pasal 101 : Ternak berarti hewan yangberkuku satu, hewan yang memamah biakdan babi.
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
68
LAW117, Indonesian Legal System
1. Hukum Acara Perdata (Hukum PerdataFormal).
2. Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana For-mal).
Hukum Acara Perdata ialah rangkaianperaturan hukum yang menentukanbagaimana cara-cara mengajukan ke depanpengadilan perkara-perkara keperdataandalam arti luas (meliputi juga Hukum Dagang)dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan(vonnis) hakim juga diambil berdasarkanperaturan-peraturan tersebut; dapat jugadisebut rangkaian peraturan-peraturan hukumtentang cara-cara memelihara danmempertahankan Hukum Perdata Material.
Adapun lapangan keperdataan itu memuatperaturan-peraturan tentang keadaan hukumdan perhubungan hukum yang mengenaikepentingan-kepentingan perseorangan,misalnya : soal perkawinan, jual beli, sewamenyewa, hutang piutang, hak milik, warisandan lain-lain sebagainya. Perkara perdataialah suatu perkara mengenai perselisihanantara kepentingan perseorangan atau antarakepentingan suatu badan hukum dengankepentingan perseorangan misalnya:perselisihan tentang perjanjian jual beli atausewa menyewa, pembagian warisan dansebagainya.
Lembaga-lembaga hukum yang terdapatdalam lapangan keperdataan ialah misalnya
BAB
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PENGADILAN
Par. 24
PENGERTIAN POKOK HUKUMACARA
Menurut ajaran Montesquieu, kekuasaanuntuk mempertahankan peraturanperundangan atau kekuasaan peradilan(kekuasaan yudikatif) berada di tanganBadan Peradilan yang terlepas dan bebasdari campur tangan kekuasaan legislatif daneksekutif.
Untuk dapat menjalankan tugasnya dengansebaik-baiknya, Badan-badan Peradilanmemerlukan peraturan-peraturan hukum yangmengatur cara-cara bagaimana dan apakahyang akan terjadi jika norma-norma hukumyang telah diadakan itu tidak ditaati olehmasyarakat.
Adapun bidang hukum yang demikian itudinamakan Hukum Acara atau Hukum Formal,yakni rangkaian kaedah hukum yang mengaturcara-cara bagaimana mengajukan sesuatuperkara ke muka suatu badan peradilan sertacara-cara Hakim memberikan putusan; dapatjuga dikatakan, suatu rangkaian peraturanhukum yang mengatur tentang cara-caramemelihara dan mempertahankan hukummaterial.
Hukum Acara yang mengatur danmelaksanakan soal-soal peradilan disebutHukum Acara Pengadilan, terdiri dari :
V
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
69
LAW117, Indonesian Legal System
a. Dilarang bertindak sebagai hakimsendiri;
b. Hukum Acara harus tertulis dandikodifikasikan;
c. Kekuasaan pengadilan harus bebas daripengaruh kekuasaan badan negaralainnya;
d. Semua putusan pengadilan harus berisidasar-dasar hukum;
e. Kecuali yang ditetapkan oleh undang-undang sidang pengadilan terbukauntuk umum dan keputusan hakimsenantiasa dinyatakan dengan pintuterbuka.
Par. 25
PELAKSANAAN ACARA PERDATA.
1. Sumber-sumber hukum dari Hukum AcaraPerdata.Hukum Acara Perdata di Indonesia
bersumber pada 3 kodifikasi hukum, yakni :a. Reglement Hukum Acara Perdata, yang
berlaku bagi golongan Eropa di Jawandan Madura (Reglement op deBurgerlijke Rechtsvordering);
b. Reglement Indonesia yang Dibaharui(RIB), yang berlaku bagi golongan In-donesia di Jawa dan Madura (HerzieneInlandsch Reglement = H.I.R.);sekarang untuk hukum acara pidanadiganti oleh Kitab Undang-UndangHukum Acara Pidana (KUHAP);
c. Reglement hukum untuk DaerahSeberang, yang berlaku bagi peradilanEropa dan Indonesia di daerah luarJawa dan Madura (Rechtsreglement
: Pengadilan Perdata, Kantor Catatan Sipil(untuk pendaftaran kelahiran, perkawinan,perceraian, kematian), Balai HartaPeninggalan (Weeskamer), KantorPendaftaran Tanah (kadaster), Notaris, JuruSita, Juru Lelang, Kantor Lembaga BantuanHukum dan Pengacara.
Hukum Acara Pidana ialah rangkaianperaturan hukum yang menentukanbagaimana cara-cara mengajukan ke depanpengadilan, perkara-perkara kepidanaan danbagaimana cara-cara menjatuhkan hukumanoleh hakim, jika ada orang yang disangkamelanggar aturan hukum pidana yang telahditetapkan sebelum perbuatan melanggarhukum itu terjadi; dapat juga disebutrangkaian kaedah-kaedah hukum tentangcara memelihara dan mempertahankanhukum pidana material.
Setiap orang yang dituntut karenadisangka melakukan sesuatu tindak pidanaberhak dianggap tidak bersalah sampai dapatdibuktikan kesalahannya oleh hakim dalamsuatu Sidang Pengadilan yang diadakanmenurut aturan-aturan hukum yang berlaku,dan si tersangka dalam sidang itu diberikansegala jaminan hukum yang telah ditentukandan yang diperlukannya untuk pembelaan.
Lapangan kepidanaan meliputi halpengusutan, penuntutan, penyelidikan,penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain.
Perkara pidana ialah suatu perkara tentangpelanggaran atau kejahatan terhadap suatukepentingan umum, perbuatan mana diancamdengan hukuman yang bersifat suatupenderitaan.
Dalam bidang Hukum Acara Pengadilanberlaku asas-asas pengadilan yang antara lain:
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
70
LAW117, Indonesian Legal System
Pengajuan permohonan gugatan olehpenggugat dilakukan baik secara tertulis diatas kertas yang bermeterai, maupundisampaikan secara lisan kepada KetuaPengadilan Negeri setempat. Pada waktumengajukan surat gugatan, pihak penggugatdiharuskan membayar sejumlah uang yangtelah ditentukan kepada Panitera PengadilanNegeri untuk ongkos perkara yangbersangkutan, namun dapat juga dibebaskanjika penggugat tersebut tidak mampumembayar.
Apabila kedua pihak telah hadir pada hariyang telah ditentukan hakim membuka sidangpengadilan. Mula-mula dalam sidangpengadilan itu, Ketua Majelis berusaha untukmendamaikan kedua pihak yang bersengketa.Jika tercapai perdamaian, maka dibuatlahakte perdamaian yang isinya harusdilaksanakan oleh kedua pihak tersebut.
Namun jika pihak-pihak yang berperkaraitu tidak dapat didamaikan lagi, maka hakimlalu membacakan surat gugatan yang telahdiajukan oleh penggugat, dan kemudiansetelah itu hakim memeriksa baik penggugatmaupun tergugat. Selama pemeriksaan masihberlangsung, masing-masing pihakdiperkenankan mengajukan saksi-saksi untukmenguatkan kebenarannya.Sebelummemberikan kesaksiannya, para saksi ituterlebih dahulu harus mengangkat sumpah.
Ketua Pengadilan setelah selesaimendengarkan dan mempertimbangkansegala sesuatu berkenaan dengan perkaratersebut (keterangan-keterangan kedua pihakyang berperkara, saksi-saksi dan bukti-buktiyang dikemukakan dalam sidang pengadilan),maka Ketua Pengadilan akan memutuskan :
Buitengewesten).
Namun demikian, dalam kenyataanpelaksanaan hukum oleh pengadilan dewasaini, sebagian besar digunakan RIB bagi seluruhIndonesia. Apabila ada hal-hal yang tidakdiatur dalam RIB, maka pengadilanmempergunakan aturan-aturan dariReglement Hukum Acara Perdata.
Adapun pelaksanaan acara perdata secaragaris besar dapat digambarkan sebagaiberikut : Pihak penggugat (yang dirugikan)mengajukan surat gugatan kepada KantorPanitera Pengadilan Negeri setempat.Berdasarkan surat gugatan tersebut, Juru Sitamenyampaikan sebuah surat pemberitahuankepada pihak tergugat (yang menimbulkankerugian) yang isi pokoknya menyatakan,bahwa pihak tergugat harus datangmenghadap ke Kantor Pengadilan untukdiperiksa oleh hakim dalam suatu perkarakeperdataan seperti yang disebutkan dalamsurat pemberitahuan tersebut.
Untuk menguruskan suatu perkara perdatadi Pengadilan, pihak penggugat dapat jugamemintakan bantuan jasa (perantaraan)seorang Pengacara atau Pembela (Advokat).Tata cara mengajukan gugatan haruslahmemenuhi syarat-syarat yang telahditentukan, karena jika tidak gugatan yangdiajukan itu akan menjadi tidak sah.
Pada masa sekarang, berdasarkan suratgugatan dari pihak penggugat, hakim
memanggil kedua pihak (penggugat dantergugat) untuk datang menghadap ke sidangpengadilan yang akan melakukan pemeriksaandalam perkara perdata seperti yangdijelaskan dalam surat gugatan tersebut.
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
71
LAW117, Indonesian Legal System
siapa yang benar, yang sifatnya menerimagugatan dan berarti penggugat yang menang,ataupun menolak gugatan yang berarti pihakpenggugat yang dikalahkan. Pihak yangdikalahkan wajib membayar ongkos-ongkosperkara.
Putusan hakim Pengdilan Negeri itu masih
dapat dimintakan banding (appel) kepada
Pengadilan Tinggi.
Dalam hal pihak penggugat atau
pembelanya menganggap Pengadilan Negeri
tidak berwenang untuk memeriksa
perkaranya, ia dapat mengajukan perlawanan
(esksepsi).Hakim pengadilan dapat mengadili dan
memutuskan suatu perkara tanpa hadirnya
pihak tergugat, dalam hal pihak tergugat
tidak hadir pada hari pemeriksaan walaupun
ia telah dipanggil dengan sepatutnya.
Pihak tergugat sebagai terhukum dapat
pula mengajukan perlawanan (verzet)terhadap putusan hakim pengadilan tanpa
hadirnya tergugat. Putusan yang dijatuhkan
hakim tanpa hadirnya pihak tergugat, disebut
putusan verstek (verstek vonnis).Adapun putusan hakim pengadilan dalam
bidang keperdataan dapat merupakan :
a. Keputusan Deklarator, yakni
keputusan yang menguatkan terhadap
hak seseorang. Contoh: hakim
menetapkan, bahwa pihak yang
berhak atas barang yang disengketakan
itu ialah tergugat atau penggugat.
b. Keputusan Konstitutif, yakni
keputusan yang menimbulkan hukum
baru. Contoh: hakim yang
membatalkan suatu perjanjian maka
antara pihak-pihak yang bersangkutan
timbul keadaan hukum baru, misalnya
harus saling mengembalikan barang-
barang dan uang yang telah diterima
masing-masing.
c. Keputusan Kondemnator, yakni
keputusan penetapan hukuman
terhadap salah satu pihak. Contoh:
pihak terhukum harus menyerahkan
barang-barangnya kembali atau pihak
terhukum tidak dibolehkan mendirikan
bangunan dan sebagainya.
2. Alat-alat Pembuktian.Menurut KUHS pasal 1865 dab R.I.B. pasal
163, bahwa barang siapa menyatakan
mempunyai hak atau menyebutkan sesuatu
peristiwa, maka ia harus membuktikan adanya
hak itu atau adanya peristiwa tersebut.
Berhubung dengan itu dalam Hukum Acara
Perdata dikenal 5 macam alat pembuktian
(cara pembuktian) yaitu :
a. Bukti tulisan;
b. Bukti saksi;
c. Persangkaan (dugaan);
d. Pengakuan;
e. Sumpah.
Bukti tulisan itu merupakan akte-akte dan
surat-surat lainnya. Adapaun yang
dimaksudkan dengan akte ialah sebuah surat
yang ditandatangani dan sengaja dibuat untuk
dijadikan bukti. Kita mengenal dua macam
akte, yaitu :
1. Akte Authentiek (resmi). Ialah surat-
surat yang dibuat dengan bentuk-
bentuk tertentu oleh atau di hadapan
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
72
LAW117, Indonesian Legal System
penjabat-penjabat yang berkuasa
membuatnya, seperti notaries, juru
sita, pegawai catatan sipil, gubernur,
bupati dan sebagainya.
Contoh akter authentiek : akte
kelahiran, akte perkawinan, akte
perceraian, akte kematian, akte no-
taries, sertifikat tanah dan lain-lain.
2. Akte dibawah tangan (onderhands
akte) yaitu akte yang dibuat pihak-
pihak yang berkepentingan tanpa
perantaraan penjabat-penjabat resmi.
Adapun surat-surat lainnya ialah surat-surat
yang bukan merupakan akte, misalnya surat-
surat biasa, faktur, kwitansi, karcis kereta
api dan lain-lain.
Bukti saksi ialah pernyataan seseorang
mengenai sesuatu peristiwa ataukeadaan.
Orang yang menjadi saksi itu harus disumpah
terlebih dahulu dan tidak ada hubungan
keluarga, telah dewasa, tidak sakit ingatan
dan sebagainya.
Persangkaan yaitu kesimpulan yang dapat
diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang
telah diketahui.
Pengakuan ialah pernyattan sesuatu pihak
mengenai peristiwa tertentu atau sesuatu
hak.
Adapun yang dimaksudkan dengan
sumpah, ialah pernyataan dengan segala
keluhuran untuk memberikan janji atau
keterangan dengan disaksikan Tuhan dan
sanggup menerima segala hukumannya.
Sumpah penentuan (decisoire) ialah
sumpah atas permintaan salah satu pihak
untuk menentukan sesuatu perkara apabila
kekurangan bukti-bukti lain; pihak yang
bersumpah lazimnya ialah pihak yang
dimenangkan. Sumpah tambahan
(suppletoire) ialah sumpah yang
diperintahkan hakim pengadilan karena
jabatannya untuk melengkapi bukti-bukti yang
ada namun kurang lengkap.Sumpah penentuan diatur dalam pasal 156
R.I.B. sedangkan sumpah tambahan diaturdalam pasal 155 R.I.B.
Par. 26
PELAKSANAAN ACARA PIDANA
Adapun proses pelaksanaan acara pidanaterdiri dari tiga tingkatan yaitu :
a. Pemeriksaan pendahuluan(vooronderzoek)
b. Pemeriksaan dalam sidang pengadilan(eindonderzoek)
c. Pelaksanaan hukuman (strafexecutie).
1. Pemeriksaan Pendahuluan.Pemeriksaan pendahuluan ialah suatu
tindakan pengusutan dan penyelidikan apakahsesuatu sangkaan itu benar-benar beralasanatau mempunyai dasar-dasar yang dapatdibuktikan kebenarannya atau tidak. Dalamtingkat pemeriksaan ini diselidiki ketentuanpidana apa yang dilanggar, dan diusahakanuntuk menemukan siapa yang melakukannyadan siapakah saksi-saksinya.
Dalam kegiatan pemeriksaan pendahuluanterdapat tiga pekerjaan yang harusdilaksanakan yaitu:
a. Pekerjaan pengusutan (opsporing)untuk mencari dan menyelidikikejatan dan pelanggaran yang terjadi.
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
73
LAW117, Indonesian Legal System
Tugas ini dibebankan kepada penjabat-penjabat khusus ditugaskan untuk itu,yaitu misalnya kepala desa, camat,penjabat polisi umum, penuntut umumpada Pengadilan Negeri dan lain-lainpenjabat yang ditetapkan dalamperaturan perundangan.
b. Penyelesaian pemeriksaan pendahuluan(nasporing) untuk meninjau secarayuridis, yakni mengumpulkan bukti-bukti dan menetapkan ketentuanpidana apa yang dilanggar.
c. Pekerjaan penuntutan (vervolging)yakni pengajuan perkara ke sidangPengadilan oleh pegawai penuntutumum ataupun pembantu magistraat(kepala distrik, camat, mantri polisiatau pegawai polisi yang ditunjuk olehJaksa Agung).
Dalam tahap pemeriksaan pendahuluan,dipergunakan sebagai pedoman, asas-asasyang berikut ini :
1) asas kebenaran materiil (kebenaran dankenyataan) yaitu usaha-usaha yangditujukan untuk mengetahui apakahbenar-benar telah terjadi.
2) Asas inkwisitor, yaitu bahwa sitersangka hanyalah merupakan obyekdalam pemeriksaan, tidak mempunyaihak apa-apa dan segala tindakandilakukan dalam keadaan yang tidakterbuka untuk umum.
2. Pemeriksaan dalam Sidang Penga-dilan.Adapun pemeriksaan dalam sidang
Pengadilan bertujuan meneliti dan menyaringapakah suatu tindak pidana itu benar atau
tidak, apakah bukti-bukti yang dimajukan itusah atau tidak, apakah pasal dari KitabUndang-Undang Hukum Pidana yang dilanggaritu sesuai perumusannya dengan tindakanpidana yang telah terjadi itu.
Pemeriksaan di muka sidang Pengadilanbersifat akusator, yang berarti si terdakwamempunyai kedudukan sebagai “pihak” yangsederajat menghadapi pihak lawannya, yaituPenuntut Umum, seolah-olah kedua belahpihak itu sedang “bersengketa” di mukaHakim, yang nanti akan memutuskan“persengketaan” itu.
Pemeriksaan di muka sidang Pengadilandilakukan secara terbuka untuk umum, kecualikalau peraturan menentukan lain, misalnyadalam hal pemeriksaan kejahatan kesusilaandan lain-lain.
Setelah semua surat pemeriksaanpendahuluan selesai, Kepala Kejaksaan Negeriakan menyerahkan surat-surat itu serta bukti-buktinya dalam perkara yang bersangkutankepada Ketua Pengadilan Negeri yangberkuasa, dengan permintaan supaya perkaradiserahkan kepada Pengadilan.
Setelah Ketua ataupun Hakim telahmempelajari berkas pemeriksaanpendahuluan itu dan menganggapnya cukup,maka ia menentukan suatu hari sidang,dengan memerintahkan kepada Jaksa untukmemanggil terdakwa dan saksi-saksi untukmenghadap di muka sidang.
Pada waktu menerima panggilan siterdakwa akan diberikan suatu salinan darisurat tuduhan yang dikeluarkan oleh HakimPengadilan Negeri yang disalin dari tuduhanyang telah diajukan oleh Jaksa. Dalam surattuduhan termuat suatu penguraian tentang
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
74
LAW117, Indonesian Legal System
perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan
oleh si terdakwa yang dipandang sebagai
pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, dengan diterangkan keadaan-keadaan
dalam mana perbuatan-perbuatan itu
dilakukan, dengan menyebutkan pasal-pasal
undang-undang yang dilanggar.
Setelah pemeriksaan selesai Penuntut
Umum (Jaksa), membacakan tuntutannya
(requisitoir) dan menyerahkan tuntutan itu
kepada Hakim. Dan setelah Hakim
memperoleh keyakinan dengan alat-alat bukti
yang sah akan kebenaran perkara-perkara
tersebut, maka ia akan mempertimbangkan
hukuman apa yang akan dijatuhkannya.
Menurut R.I.B. Keputusan Hakim (vonnis)
dapat berupa :
a. Pembebasan dari segala tuduhan
apabila sidang Pengadilan menganggap
bahwa perkara tersebut kurang cukup
bukti-bukti.
b. Pembebasan dari segala tuntutan
hukum apabila perkara yang diajukan
itu dapat dibuktikan akan tetapi tidak
merupakan kejahatan maupun
pelanggaran.
c. Menjatuhkan pidana (hukuman) apabila
tindak pidana itu dapat dibuktikan
bahwa terdakwalah yang melakukan
dan Hakim mempunyai keyakinan akan
kebenarannya.
3. Pekaksanaan hukuman.Keputusan Hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat harus
dilaksanakan dengan segera oleh atau atas
perintah Jaksa :
a. Oleh Jaksa jika keputusan itu mengenaihukuman denda atau hukumanperampasan (penyitaan) barang-barangtertentu dari terhukum.
b. Atas perintah Jaksa jika mengenaihukuman lainnya.
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan
STIKOM LSPR
75
LAW117, Indonesian Legal System
KEPUSTAKAAN
1. KANSIL, C.S.T., Drs, SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, BalaiPustaka – Jakarta 1989
2. KANSIL, C.S.T., Drs, SH. Hak Milik Intelektual, Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta,Sinar Grafika – Jakarta 1997
3. SUDARGO GAUTAMA, Prof. Mr. Dr., Masalah-Masalah Perdagangan, Perjanjian, HukumPerdata Internasional dan Hak Milik Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti -Bandung 1992
4. SETAWAN, SH,. Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni – Bandung1992
5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK