siap diprint
DESCRIPTION
abcTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan
jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang
optimum pada arus lalu lintas sebagai akses ke rumah-rumah. Dalam
lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk perencanaan tebal
perkerasan jalan, walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian
dari perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan
seutuhnya. Demikian pula dengan drainase jalan. Jadi tujuan dari
perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infra struktur yang
aman, efisien pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat
penggunaan/biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan nyman kepada
pemakai jalan. Oleh karena itu, pada Praktikum Perancangan Jalan ini
dilaksanakan yang tidak lain adalah untuk melatih dan mencoba
merencanakan suatu jalan pada suatu wilayah tertentu.
B. TUJUAN
Tujuan dari Praktikum Perancangan Jalan adalah untuk melatih
mahasiswa agar dapat merencanakan dan merancang suatu jalan pada
wilayah tertentu agar lalulintas wilayah tersebut dapat bergerak dengan
lancar, aman, nyaman dan ekonomis dengan tidak melenceng dari
ketentuan yang ada.
1. Mengetahui geometrik jalan yang direncanakan ( panjang jalan, lebar
jalan dan jenis tikungan yang dipakai ).
2. Mengetahui volume galian dan timbunan.
3. Mengetahui tebal perkeransan yang digunakan.
4. Mengetahui rincian dan total biaya yang dibutuhkan.
1
2
Ruang Lingkup dalam merencanakan suatu jalan adalah sebagai
berikut:
1. Merencanakan Jalur jalan pada suatu wilayah
2. Perhitungan Alinemen horisontal
3. Perhitungan Alinemen vertikal
4. Menghitung galian dan timbunan
5. Perencanaan perkerasan jalan
6. Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB)
C. KETENTUAN JALAN
Penentuan kriteria dan klasifikasi jalan yang akan direncankan ditentukan
berdasarkan ketentuan pokok dan dasar perencanaan. Kriteria dan klasifikasi
tersebut adalah :
1. Kriteria jalan
1. Kelas jalan : kelas II A
2. Stationing titik A : STA 10 + 250
3. Koordinat titik A : (9400,5600)
4. Azimut Titik A : 350
5. Elevasi muka jalan dititik A : Pada timbunan setinggi + 0,80 m
2. Klasifikasi jalan
1. Kecepatan rencana (Vr) : 60 km/jam (lampiran daftar 1)
2. Lebar Row minimum : 25 m
3. Lebar perkerasan (B) : 3,5 m (lampiran daftar 1)
4. Lebar bahu : 2 m (lampiran daftar 1)
5. Jumlah lajur (n) : 2
6. Lereng melintang perkerasan : 2 % (lampiran daftar 1)
7. Lereng melintang bahu : 4 % (lampiran daftar 1)
8. Kemiringan tikungan maksimum : 10 % (lampiran daftar 1)
9. Jari-jari tikungan minimum (Rmin) : 112 (lampiran daftar 1)
3
10. Landai maksimum : 8 % (lampiran daftar 1)
11. LHR : > 20.000 (lampiran daftar 1)
12. Lereng melintang medan : 4 % (lampiran daftar 1)
13. Landai relatif (1\m) : 1/220 (Tabel I.1)
Gam
bar
1.1
K
lasi
fikas
i Ja
lan
Ray
a
4
BAB II
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
A. PERENCANAAN ALINEMEN HORISONTAL
1. Definisi
Alinemen horizontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan
tegak lurus bidang kertas (peta) yang terdiri dari garis lurus dan garis
lengkung (Bina Marga, 1997). Garis lengkung horizontal adalah bagian yang
lengkung dari jalan yang ditempatkan diantara dua garis lurus untuk
mendapatkan perubahan jurusan yang bertahap (Bina Marga, 1997). Dalam
merencanakan garis lengkung perlu diketahui hubungan antara kecepatan
rencana dengan lengkung dan hubungan keduanya dengan superelevasi.
2. Perhitungan Klasifikasi Medan
Terdapat dua macam klasifikasi medan yang harus dihitung dan dirata-
rata untuk menentukan jenis klasifikasi medan, yaitu :
a. Terhadap as jalan atau trase jalan yang direncanakan
Untuk menentukan klasifikasi medan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur yang dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kemiringan memanjang trase jalan
Keterangan x : jarak horizontal
y : elevasi
x
x x x
E
D
C
B
A
Muka tanah asli
y y
y y
4
5
Besar elevasi AB adalah :
iab = x
y × 100% (2.1)
Besarnya elevasi terhadap kemiringan memanjang as jalan adalah rata-rata
dari elevasi AB, BC, CD, dan DE
irata-rata kemiringan memanjang = 4
decdbc iiii + + + ab (2.2)
b. Terhadap potongan melintang jalan yang direncanakan
Tentukan beberapa titik potongan rencana jalan sesuai gambar atau
pada daerah yang ekstrim seperti pada Gambar 2.2 kemudian setelah
menentukan titik-titik potong dari gambar trase jalan hitunglah elevasi
yang dilewati pada perencanaan yang akan dibuat jalan tersebut seperti
pada Gambar 2.3.
c
b d
a
e f g
Gambar 2.2 Trase rencana jalan
Pada jalan lurus kendaraan bergerak tanpa membutuhkan kemiringan
melintang. Tetapi agar air hujan yang jatuh ke atas permukaan jalan cepat
mengalir ke samping dan masuk ke drainasi samping, maka dibuatkan
kemiringan melintang jalan yang umum disebut sebagai kemiringan
melintang normal. Bentuk kemiringan melintang normal pada jalan 2 lajur
2 arah umumnya berbentuk seperti Gambar 2.3.
6
Gambar 2.3 Kemiringan melintang jalan rencana
Besar elevasi adalah :
ia = x
y × 100% (2.3)
Besarnya elevasi terhadap potongan melintang jalan adalah rata-rata dari
elevasi a, b, c, d, e, f, dan g
irata-rata kemiringan melintang = 7
gfdcb iiiiiii e ++ a (2.4)
3. Elevasi keseluruhan
Perhitungan elevasi keseluruhan adalah rata-rata dari penjumlahan elevasi
terhadap as jalan dan elevasi potongan melintang jalan,yaitu :
Elevasi (y)
Potongan melintang jalan
Muka tanah asli
ROW (x)
(2.5)
7
Berdasarkan hasil perhitungan elevasi keseluruhan, maka dapat ditentukan
jenis medan sesuai Tabel II.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi medan
Kemiringan Medan ( % ) Jenis Medan
< 3
3 – 25
> 25
Datar (D)
Perbukitan (B)
Pegunungan (G)
Sumber : Bina Marga,1997
4. Perhitungan Koordinat dan Jarak
Menentukan trase jalan dengan beberapa tikungan yang terdiri dari
garis (tangen) dan garis lengkung. Tangen dibedakan menurut arah angka
(azimuth), dan antara dua tangen yang berpotongan dihubungkan oleh
garis yang berupa busur lingkaran yang berfungsi sebagai busur peralihan
antara azimuth satu dengan azimuth yang lain, yang dijelaskan pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Trase rencana jalan dengan nama sudut
Untuk menentukan koordinat pada tahap perencanaan adalah
memberikan garis bantu berupa garis putus-putus. Koordinat dibutuhkan
sebagai sarana komunikasi untuk dengan cepat mengenal lokasi yang
sedang dibangun pada tiap-tiap tikungan. Koordinat ini sangat bermanfaat
pada saat pelaksanaan dan perencanaan. Di samping itu dari penomoran
α1
αa
α2
Δ2
Δ1
II
I
A
B
8
koordinat tersebut diperoleh informasi tentang panjang jalan yang terletak
pada koordinat-koordinat tertentu, yang dijelaskan pada
Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Trase rencana jalan
Keterangan :
: besar x bertambah (x +)
: besar x berkurang (x -)
: besar y bertambah (y +)
: besar y berkurang (y -)
Perhitungan koordinat :
1) Koordinat titik A sebagai patokan (diketahui pada soal)
2) Koordinat titik I dihitung dengan rumus :
Koordinat I = Koordinat A (xa;ya) + (x1;y1)
= (xa + x1);(ya + y1) = (x;y) (2.6)
3) Untuk koordinat II dan B juga dapat dihitung dengan cara yang
sama tergantung besarnya penambahan atau pengurangan dari x
dan y.
4) Perhitungan jarak d1 adalah :
d1 = 2211 y)( x (2.7)
Untuk perhitungan jarak selanjutnya juga sama tergantung nilai x dan y.
Jarak total = d1 + d2 + d3 (2.8)
y3
y2
y1
x1
d3
d2
d1
I
B
II A
x2
x3
9
5. Perhitungan Sudut
Lihat Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.
A = sudut azimuth titik A - 90° (2.9)
1 = arc tan 2
2
X
Y (2.10)
2 = arc tan 3
3
X
Y (2.11)
3 = arc tan B
B
X
Y (2.12)
1 = A + 1 (2.13)
2 = 1- 2 (2.14)
3 = 2- 3 (2.15)
6. Perhitungan Tikungan
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi
dari lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan
mempergunakan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk
penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horisontal yang
direncanakan. Diagram superelevasi dapat digambar berdasarkan elevasi
sumbu jalan sebagai garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positif
atau negatif ditinjau dari ketinggian sumbu jalan. Tanda positif untuk
elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi dari sumbu jalan dan
tanda negatif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih rendah dari
sumbu jalan.
a. Tikungan full circle
Pada tikungan full circle pada Gambar 2.6 menunjukkan bahwa
lengkung horisontal berbentuk busur lingkaran sederhana, bagian lurus
dari jalan (di kiri TC atau dikanan CT) dinamakan tangen. Titik peralihan
dari bentuk tangen ke bentuk busur lingkaran circle dinamakan TC dan
titik peralihan dari busur lingkaran circle ke tangen dinamakan titik CT.
10
Tt Et
C
TC M CT
PC D PT
R R
/2 /2
0
Gambar 2.6 Tikungan tipe full circle
Tikungan full circle pencapaian superelevasi dilakukan secara linier
yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Lc
CL
Gambar 2.7 Diagram superelevasi tipe full circle
LC
+e
-e
LS’
-en
¼ LS’ ¾ LS’ ¼ LS’ ¾ LS’
11
Proses perhitungan:
D = R
39,1432
(2.16)
Lc = 360
× 2 × × R (2.17)
M = R(1 – cos2
) (2.18)
Tt = R × tg2
(2.19)
Et = Tt × tg2
(2.20)
b. Tikungan Spiral – Lingkaran – Spiral ( S – C – S )
Gambar 2.8 menggambarkan sebuah lengkung spiral-lingkaran-
spiral (S-C-S) simetris (panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama
dengan dari CS ke ST (=Ls). Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan
berbentuk spiral yang menghubungkan bagian lurus dengan radius tak
berhingga di awal spiral (kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran dengan
radius Rc diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titik peralihan bagian
lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian
spiral ke bagian lingkaran.
12
Tt
Et
Xc
K SC CS
TS ST
R R
c
s s
0
Gambar 2.8 Tikungan belok ke kanan tipe S – C – S
Pada tikungan S-C-S, pencapaian super elevasi dilakukan secara
linier (lihat Gambar 2.9), diawali dari bentuk normal sampai awal
lengkung peralihan TS yang berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu
dilanjutkan sampai super elevasi penuh pada akhir bagian lengkung
peralihan SC.
13
CL ±
0,00%
-
en
Gambar 2.9 Diagram superelevasi tipe S-C-S
Proses perhitungan:
Dipakai jika Lc > 20 m
Ls min = 0,022 × C
eVr
CR
Vr
727,2
3
(2.21)
s = R
Ls
90 (2.22)
c = ∆ - 2×s (2.23)
Lc = 360
c × 2 × × R (2.24)
Tt = (R + P) Tg 2
+ K (2.25)
Et = (R + P) Sec2
- R (2.26)
P = )cos1(6
3
sRLsR
Ls
(2.27)
K = sRLsR
LsLs sin
40 22
5
(2.28)
L = 2 Ls + Lc (2.29)
+ e
LS
TS SC
LC
-e CS
LS
ST
en
14
Yc = LsR
Ls
6
3
(2.30)
Xc = Ls - 22
5
40 LsR
Ls
(2.31)
c. Tikungan Spiral – Spiral ( S – S )
Lengkung horisontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung
tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang
busur (Lc = 0), dan s = ½β, Rc yang dipilih harus sedemikian rupa
sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan
landai relatif minimun yang diisyaratkan, seperti pada Gambar 2.10.
Tt
Et
K
TS R ST
R s s R
Gambar 2.10 Tikungan belok ke kanan tipe S – S
Diagram superelevasinya ditunjukkan pada Gambar 2.11. Radius
minimum untuk jenis lengkung spiral – spiral adalah radius yang
menghasilkan kelandaian relatif < kelandain relatif maksimum.
LS LS SC CS
15
+ e
CL
± 0,00
- 2 %
LS LS
Gambar 2.11 Diagram superelevasi S – S
Proses perhitungan:
Dipakai jika Lc < 20 m
Ls min = 0,022 ×C
eVr
CR
Vr
727,2
3
(2.32)
Ls
Bene
m
)(1 , mBeneLs )( (2.33)
Untuk perhitungan selanjutnya, dipilih yang terbesar antara Ls
(dari tabel) dan Ls yang dihitung
s = R
Ls
90 (2.34)
c = ∆ - 2×s (2.35)
Dihitung ulang :
s = 2
(2.36)
s = R
Ls
90→ Ls
90
Rs (2.37)
Tt = (R + P) Tg 2
+ K (2.38)
16
Et = (R + P) Sec 2
- R (2.39)
L = 2Ls (2.40)
P = LsR
Ls
6
3
– R (1 – Cos s) (2.41)
K = Ls – 22
5
40 LsR
Ls
– R Sin s (2.42)
7. Perhitungan Stationing Titik-Titik Penting
Penomoran (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan
adalah memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal
pekerjaan. Nomor jalan (Sta jalan) dibutuhkan sebagai sarana komunikasi
untuk dengan cepat mengenal lokasi yang sedang dibicarakan,
selanjutnya menjadi panduan untuk lokasi suatu tempat. Di samping
informasi tentang jalan secara keseluruhan. Setiap Sta jalan dilengkapi
dengan gambar potongan melintangnya.
Seperti pada Gambar 2.12 Sta jalan dimulai dari titik A dimulai
dari 0+000m yang berarti 0 km dan 0 m dari awal pekerjaan. Sta titik I,II,
dan B lokasi jalan dapat ditentukan pada jarak tertentu dengan
perhitungan yang ada.
Gambar 2.12 Trase rencana jalan
y3
y2
y1
x1
d3
d2
d1
I
B
II A
x2
x3
17
Perhitungan stationing titik-titik penting, data-data yang harus
diketahui sebelumnya adalah : Sta A, d1 (dA-I) , d2 (dI-II), dan d3 (dII-B),
sedangkan data hitungan tikungan yaitu : Tt, Ls, dan Lc.
Cara perhitungan :
Sta TS = Sta A + (d1-Tt) (2.43)
Sta SC = Sta TS + Ls (2.44)
Sta CS = Sta CS + Lc (2.45)
Sta ST = Sta SS + Ls (2.46)
Pada perhitungan Sta selanjutnya juga sama, dimana hasil perhitungan Sta
sebelumnya menjadi patokan.
8. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
Pelebaran perkerasan pada tikungan dilakukan sepanjang pencapaian
kemiringan dengan cara :
1. Pada tikungan tanpa lengkung spiral, pelebaran dilakukan pada bagian tepi
jalan sebelah dalam.
2. Pada tikungan dengan lengkung spiral, pelebaran dilakukan pada tepi
dalam atau membagi dua sama besar. Masing-masing ditempatkan pada
tepi dalam dan tepi luar.
Data yang harus diketahui adalah data kendaraan rencana yang diambil
sebagai perwakilan, yaitu Truck (ketetapan), dengan :
a. (L) Jarak gandar = 6,09 m
b. (A) Tonjolan depan = 1,218 m
c. (C) Kebebasan samping = 0,609 m
d. (M) Lebar kendaraan = 2,436 m
e. n = Jumlah jalur
f. Fa/Td = Lebar melintang akibat tonjolan
g. Z = Lebar tambahan akibat kelainan
mengemudi
h. V = Lebar lintasan kendaraan truk pada
tikungan
i. Wn = Lebar perkerasan normal
18
j. Wc = Lebar perkerasan yang diperlukan
ditikungan
k. W = Tambahan lebar perkerasan
ditikungan
Rumus yang digunakan :
i. V = M + R – 22 LR (2.47)
ii. Td/Fa = ALAR 22 - R (2.48)
iii. Z = R
Vr105,0
(2.49)
iv. Wc = n (M + C) + Fa (n – 1) + Z (2.50)
Jika jarak Wc > Wn maka ada tambahan pelebaran pada tikungan, sebesar
:Tambahan pelebaran = Wc – Wn
9. Perhitungan Jarak Pandang Horizontal
a. Jarak Pandang Henti ( JPH )
Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk
dapat menghentikan kendaraannya :
d = d1 = d2 = (0,278 × Vr × t) +
f
Vr
254
2
(2.51)
b. Jarak Pandang Menyiap ( JPM )
Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi
sehingga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat
melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas.
Perhitungannya :
a = 2,052 + 0,0036 × Vr (2.52)
t1 = 2,12 + 0,026 × Vr (2.53)
t2 = 6,56 + 0,048 × Vr (2.54)
d1 =
2278,0 1
1
tamVrt (2.55)
19
d2 = 0,278 × Vr × t2 (2.56)
d3 = 100 (2.57)
d4 = 3
2× d2 (2.58)
d = d1 + d2 + d3 + d4 (2.59)
Tabel 2.2 Jarak pandang henti minimun
Kecepatan
rencana
(km/jam)
Kecepatan
jalan
(km/jam)
F d Vr
(m)
d Vj
(m)
d design
(m)
30 27 0,400 29,71 25,94 25 – 30
40 36 0,375 44,60 38,63 40 – 45
50 45 0,350 62,87 54,05 55 – 65
60 54 0,330 84,65 72,32 75 – 85
70 63 0,313 110,28 93,71 95 – 110
80 72 0,300 139,59 118,07 120 – 140
100 90 0,285 207,64 174,44 175 – 210
120 108 0,280 285,87 239,06 240 - 285
Sumber : Bina Marga,1997
Kebebasan Samping
1. Kebebasan samping pada tikungan untuk jarak pandang henti
Data yang harus diketahui sebelumnya : R, JPH, dan panjang tikungan
( L ) = Lc + 2Ls untuk S – C – S atau ( L ) = 2Ls untuk S – S.
JPH < panjang tikungan atau ( L ), maka harus dipakai rumus :
m = R(1 – cos(R
d
90)) (2.60)
2. Kebebasan samping pada tikungan untuk jarak pandang menyiap
Data yang harus diketahui sebelumnya : R, JPH, dan panjang tikungan
( L ) = Lc + 2Ls untuk S – C – S atau ( L ) = 2Ls untuk S – S.
JPM < panjang tikungan atau ( L ), maka harus dipakai rumus :
20
m = R(1 – cos(R
d
90)) (2.61)
10. Perhitungan Alinemen Horizontal
Perhitungan klasifikasi medan
Rumus :
Elevasi x =
a. Perhitungan antar titik
Titik A = 83 - .1.8
17 x 82)-(83
= 82,055 m
Titik 1 = 81- 4.2
1.6 x 79)-(81
= 80,238m
Titik 2 = 80+ 0.4
0.25 x 80)-(82
= 78,127 m
Titik 3 = 80+ 0.55
0.4 x 80)-(82
= 75,607 m
Titik 4 = 80+ 1
0.85 x 80)-(82
= 72 m
Titik 5 =82+ 0.55
0.1 x 82)-(84
= 70,764 m
Titik 6 =82+ 0.95
0.45 x 82)-(84
= 71,959m
Titik 7 =82+ 1.6
1 x 82)-(84
= 75,666 m
Titik 8 =82+ 2.1
1.6 x 82) - (84
= 77,9 m
Titik 9 =82+ 2.9
1.6 x 82)-(84
= 82,083 m
Titik 10 =82+ 2.9
x2.182)-(84
= 86,052 m
(elv tinggi – elv rendah) x jarak titik
Jarak kontur
21
Titik 11 =82+ 2.1
1.3 x 82)-(84
= 87,157 m
Titik 12 = 91
Titik 13 =93- 1.9
x0.680) - (82
= 92,833 m
Titik 14 =80+ 1.9
x0.180) - (82
= 91,666 m
Titik 15 =78+ 0.9
0.1 x 78) - (80
= 91,714 m
Titik B =76+ 2.3
1.8 x 76) -(78
= 92,9 m
b. Perhitungan antar titik
A – 1 = 100%x 50
80.238 - 82.055 = 3,634 %
1 – 2 = 100%x 50
78.127 - 80.238 = 4,222 %
2– 3 = 100%x 50
75.607 - 78.127 = 5,04 %
3– 4 = 100% x 50
72 - 75.607 = 7,214 %
4– 5 = 100%x 50
70.764 - 72 = 2,427 %
5– 6 = 100%x 50
71.959 - 70.264 = 2.39 %
6– 7 = 100%x 50
75.666 - 71.959 = 7,414 %
7– 8 = 100%x 50
77.9 - 75.666 = 4,468 %
8– 9 = 100%x 50
82.083 - 77.9 = 8,366 %
9– 10 = 100%x 50
86.052 - 82.083 = 7,938 %
10– 11 = 100%x 50
87.157 - 86.052 = 2,21 %
22
11– 12 = 100%x 50
91 - 87.157 = 7,686 %
12– 13 = 100%x 50
92.833 - 91 = 3.666 %
13– 14 = 100%x 50
91.666 - 92.833 = 2,334 %
14– 15 = 100%x 50
91.714 - 91.666 = 0,096 %
15– B = 100%x 50
92.9 - 91.714 = 2,372 %
Klasifikasi medan A – B
n
medaniKlasifikas
16
%52,71 = 4,470 %
Sumber: Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Bina marga,
1997
Jadi klasifikasi medan A – B adalah perbukitan
Dari tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota didapat :
1. Kelas jalan : Kelas IIA
2. Koordinat titik A : (3744;7061)
3. Sudut Azimuth : 35 0
4. Elevasi rencana permukaan titik A : timbunan setinggi 0,80 m
5. Kecepatan rencana (Vr) : 60 km/jam
23
6. Lebar row minimum : 20 m
7. Lebar perkerasan : 2 x 3,5 m
8. Lebar bahu : 2 m
9. Lereng melintang perkerasan (en) : 2 %
10. Lereng melintang bahu : 4%
11. Miring tikungan maksimum : 10 %
12. Jari–jari tikungan minimum(Rmin) : 112 m
13. Landai maksimum : 5 %
14. Lebar median minimum : 2 m
15. Klasifikasi medan : Perbukitan
c. Perhitungan koordinat tiap titik dan jarak antar titik
1. Koordinat tiap titik
1. Koordinat titik A – I Tikungan (X=126 m,Y=55 m)
2. Koordinat titik I – II Tikungan (X=225 m,Y=59 m)
3. Koordinat titik II–B Tikungan (X=425 m,Y=40 m)
(A – I) a. 3700 + 123 = 3828 m
b. 7000 + 51 = 7051 m
(I – II) a. 3700 + 222 = 3922 m
b. 7000 + (-59) = 6941 m
(II – B) a. 3700 + 428 = 4128 m
b. 7000 + 45 = 7045 m
d. Jarak antar titik
dA-I = 2255126
= 137,48 m
dI-II = 2258-225
= 232,35 m
24
dII-B = 2245428
= 430,55 m
BAd = dA –I + dI – II + dII – B
= 137,48 + 232,60 + 430,55
= 800,43 m
Gambar 2.13 jarak antar titik
d. Perhitungan sudut
Sudut Azimuth A = 37°52’48” = 37,88 0
Gambar 2.14 Trase rencana jalan
1 = arc tan 1
1
X
Y
= arc tan 225
58
25
= 14,88°
2 = arc tan 2
2
X
Y
= arc tan 428
45
= 6°
1. Tikungan I
1 = A + 1
= 23° + 14,88°
= 37,88°
2. Tikungan II
2 = 1 + 2
= 6° + 14,88°
= 20,88°
e. Perhitungan tikungan
1. Perencanaan tikungan I
1 = 37,880
Rmin = 112 m
Vr = 60 km/jam
Rr = 112 m
en = 2 %
C = 0,4
Dari tabel Panjang Minimum Spiral dan Kemiringan Melintang
diperoleh nilai (Lampiran tabel II.5) :
e = 0,1
Berdasarkan waktu tempuh maksimum :
Ls = 50 m ...... ( 1 )
Berdasarkan rumus short
Ls = C
eVrx
CRr
Vrx
.727,2
.022,0
3
26
= 4,0
1,060727,2
4,0112
60022,0
3 xx
xx
= 65,166 m ...... ( 2 )
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan :
Ls = xVrxre
eem n
6.3
)(
Ls = 60035.06.3
)22.01.0(x
x
= 38,095 m .............( 3 )
Dari...( 1 ),...( 2 ),...( 3 ) dipilih yang terbesar Jadi Ls = 65,166 m
s = xRrx
xLs
4
360
= 1124
166.65360
xx
x
= 16,676°
c = 1 – 2 xs
= 37,88°– 2 x 16,676°
= 4,528°
Lc = 360
2 xRrxcx
= 180
1124,528°x x
= 8,846 m
Diketahui Lc min = 25 m
Lc < Lc min, jadi tikungan yang dipakai tipe S – S
Dihitung ulang :
s = 2
1
= 2
37,88
= 18,94°
27
Ls = 90
s xRrx
= 90
18,94 112xx
= 74,046 m gunakan Ls yang terbesar ( Ls = 74,046 m)
K = 2
3
40xRr
LsLs – Rr x Sin s
= 2
3
11240
046,74046,74
x – 112xSin 18,94°
= 36,885 m
P = xRrxLs
Ls
6
3
- Rr ( 1 – Cos s )
= 1126
046,74 2
x – 318 ( 1 – Cos 18,94°)
= 2,095 m
Tt = ( Rr + P ) tan ½ 1 + K
= ( 112 + 3,238) tan ½ x 37,880+ 40,405
= 76,037 m
Et = ( Rr + P ) cos ½ 1 – Rr
= ( 112+ 3,238)/ cos ½ x 37,880
= 8,262 m
L = 2x Ls
= 2x 74,046
= 148,092 m
28
2. Perencanaan tikungan II
2 = 20,880
Rmin = 112 m
Vr = 60 km/jam
Rr = 112
en = 2 %
C = 0,4
Dari tabel Panjang Minimum Spiral dan Kemiringan Melintang
diperoleh nilai (lampiran tabel II.5) :
e = 0,1
Ls = 50 m ...... ( 1 )
Ls min = C
Vrxex
RrxC
Vrx 727,2022,0
3
= 4,0
1,060727,2
4,0112
60022,0
3 xx
xx
= 65,166 m ...... ( 2 )
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan :
Ls = xVrxre
eem n
6.3
)(
Ls = 60025.06.3
)22.01.0(x
x
= 53,333 m .............( 3 )
Dari...( 1 ),...( 2 ),...( 3 ) dipilih yang terbesar. Jadi, Ls = 65,166 m
s = Rr
xLs
.
360
= 112..4
166,65360
x
= 16,6680
29
c = 2 – 2 xs
= 20,880– (2 x 16,668)
0
= -12,456 0
Lc = 360
2. xRrxxc
= 180
112°456,12 xx
= -24,348 m
Diketahui Lc min = 25 m
Lc <Lc min, jadi tikungan yang dipakai tipe S – S
Dihitung kembali :
s = 2
2
= 2
20,88
= 10,44°
Ls = 90
sxxRr
= 90
x10,44.112x
= 40,815 m gunakan Ls terbesar (LS = 40,815 m)
K = 2
3
.40 Rr
LsLs – Rr x Sin s
= 2
3
11240
815,40815,40
x – 112 x Sin 10,44
0
= 29,456 m
P = xRrx
Ls
6
3
- Rr ( 1 – Cos s )
= 1126
503
x– 112 ( 1 – Cos 10,44
0)
= 2,83 m
30
Tt = ( Rr + P ) tan ½ 2 + K
= ( 112 + 0,976) tan ½ x 20,880+ 22,394
= 50,436 m
Et = ( Rr + P )/cos ½ 2 – Rr
= ( 112 + 0,976)/cos ½ x 20,880– 112
= 3,783 m
L = 2x Ls
= 2x40,815
= 81,63 m
Tabel 2.3 Data Tikungan
Data Tikungan I Tikungan II
Bentuk
Vr
s
c
Ls
Lc
L
Tt
Et
K
P
Xc
Yc
Rr
e
en
S – S
37.880
60 km/jam
18,940
-
74,046 m
-
148.092 m
76,037 m
8,626 m
36,885 m
2,095 m
-
-
112 m
10 %
2 %
S – S
20,880
60 km/jam
10,440
-
50 m
-
81,63 m
50,436 m
3,783 m
29,456 m
1,866 m
-
-
112 m
10 %
2 %
Sumber: Hasil perhitungan praktikumPGJ, 2013
31
a. Diagram Super Elevasi dan Sumbu Putar Jalan
1. Tikungan II Tipe ( S – S )
Gambar 2.15 Tikungan Belok ke kiri Tipe S – S
- 9,9 %
CL ± 0,00%
Gambar 2.16 Diagram Superelevasi Tipe S – S
2%
+9,9% LS = 74,046
ST TS
SC = CS
LS = 74,0146
Kanan
Kiri
32
b. Tikungan I tipe (S –S)
Gambar 2.17 Tikungan Belok ke kanan Tipe S – S
+ 9,9 %
CL ± 0,00%
Gambar 2.18 Diagram Superelevasi Tipe S – S
2%
-9,9%
LS = 50
TS ST
SC = CS
LS = 50
Kanan
Kiri
33
f. Perhitungan stationing titik-titik penting
Gambar 2.19 Stationing titik-titik penting
Sta A = 10 + 250
dA-I = 133,15 m
dI-II = 299,70 m
dII-B = 793,2 m
1. Tikungan I
Sta Ts1 = Sta A+ dA-1– Tt1
= ( 10+250 ) + (133,15) – 76,037
= 10+307,113
Sta Sc1 = CS1 = Sta Ts1 + Ls1
= (10+307,113) + 74,046
= 10+381,159
Sta St1 = ( Sta Cs1 ) + Ls1
= (10+381,159) + 74,046
= 10 + 455,205
2. Tikungan II
Sta Ts2 = Sta St1 + (d1-II – Tt1 – Tt2)
= (10+455,205 + (229,70– 76,037 – 50,436)
= 10 + 558,442
Sta Sc2 = Cs2 = Sta Ts2 + Ls2
= (10 + 558,442) + 50
= 10 + 608,442
A
1
2
B dA-I
dI-II
dII-B
34
Sta St2 = Sta Cs2 + Ls2
= (10+608,442) + 50
= 10+658,442
Sta B = Sta St2 + (dII – B – Tt2)
= (10 + 658,442) + (430,35 – 50,436)
= 11 + 038,356
Panjang jalan (A – B)
= Sta B – Sta A
= (11 + 038,356) – (10 + 250)
= 788,346
g. Pelebaran perkerasan pada tikungan
L = Jarak gandar = 7,6 m
A = Tonjolan depan = 1,218 m
c = Kebebasan samping = 0,8 m
M = Lebar kendaraan = 2,6 m
n = Jumlah jalur = 2
Wn =Lebar Perkerasan Normal = 7 m
1. Tikungan I ( S – S )
Diketahui : Rr = 112 m
V = 60 km/jam
n = 2
Wn = 7 m
a. Lebar lintasan kendaraan rencana pada tikungan ( U )
U = M + R – 22 LR
= 2 + 112 – 22 6,7112
= 2,258 m
35
b. Lebar melintang akibat tonjolan depan ( Td = Fa )
Td = AxLAR 22 - R
= 2,16,722,11122 x - 112
= 0,0878 m
c. Lebar tambahan akibat kelainan pengemudi ( z )
z = R
Vx105,0
= 112
60105,0 x
= 0,595 m
d. Lebar perkerasan pada tikungan ( Wc )
Wc = n ( M + c ) + Td ( n – 1 ) + z
= 2 ( 2,858 + 0,8 ) + 0,0878 ( 2 – 1 ) + 0,595
= 7,9988 m
Lebar perkerassan pada jalan lurus 2 x 3,5 = 7
Ternyata B > 7…..7,9988 > 7 m
Karena B > W, maka diperlukan pelebaran perkerasan pada tikungan sebesar
0,9988.
2. Tikungan II ( S – S )
Diketahui : R = 112 m
V = 60 km/jam
n = 2
Wn = 7 m
a. Lebar lintasan kendaraan rencana pada tikungan ( U )
U = M + R – 22 LR
= 2,6 + 112 – 22 6,7112
= 0,2581 m
36
b. Lebar melintang akibat tonjolan depan ( Td = Fa )
Td = AxLAR 22 - R
= 2,16,722,11122 x - 112
= 0,0878 m
c. Lebar tambahan akibat kelainan pengemudi ( z )
z = R
Vx105,0
= 112
60105,0 x
= 0,595 m
d. Lebar perkerasan pada tikungan ( Wc )
Wc = n ( M + c ) + Td ( n – 1 ) + z
= 2 ( 2,858 + 0,8 ) + 0,0878 ( 2 – 1 ) + 0,595
= 7,9988 m
Lebar perkerassan pada jalan lurus 2 x 3,5 = 7
Ternyata B > 7…..7,9988 > 7 m
Karena B > W, maka diperlukan pelebaran perkerasan pada
tikungan sebesar 0,9988.
h. Jarak Pandang Horizontal
2.14.1 Tikungan I ( S - S )
a. Berdasarkan Jarak Pandang Henti ( JPH )
Diketahui :
Vr = 60 km/jam
t = 3 detik ( t = 0,5 – 4 detik, dipakai t = 3 detik )
f = 0,35 ( dari Tabel Koefisien Gesek )
Rr = 112 m
M = 15
L = 2 x Ls
= 2 x 74,046 = 148,092 m
Jarak pandang henti menurut Shirley L.
37
d = d1 = d2 = xf
VxVxt
254278,0
2
= )01,035,0(254
605,260278,0
2
xxx
= 82,788 m (d < L)
Jarak pandang henti berdasarkan TCPGJAK 1997
Jh = 0,694 VR + 0,004(VR2/fp)
= 0,694(60) + 0,004(602/0,35)
= 82,782
Diambil jarak pandang henti 82,782 m
b. Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (JPM)
a = 2,052 + 0,0036 x V
= 2,052 + 0,0036 x 60
= 2,268 m/dt2
t1 = 2,12 + 0,026 x V
= 2,12 + 0,026 x 60
= 3,68 dt
t2 = 6,56 + 0,048 x V
= 6,56 + 0,048 x 60
= 9,44 dt
d1 =
2278,0 1
1
axtMVxxt
=
2
68,3268,2106068,3278,0
xxx
= 55,421 m
d2 = 0,278 x V x t2
= 0,278 x 60 x 9,44
= 157,459 m
d3 = 30 m (30 – 100 dipakai 100 m )
d4 = 23
2xd
38
= 157,4593
2x
= 104,972 m
d = d1 + d2 + d3 + d4
= 55,421 + 157,459 + 30 + 104,972
= 347,852 m (d > L)
i. Kebebasan samping
E = R’ x (1-cos(28,65 x Jh)/R’)
= 108,5 x (1-cos(28,65 x 82,728)/108,5)
= 6,333
Kebebasan samping berdasarkan jarak pandang menyiap
E = R’x (1-cos (28,65 x Jd)/R’) + (Jd-Lt/2) x (sin (28,65 x
Jd)/R’)
= 108,5x (1-cos (28,65 x 347,852)/108,5) + (347,852-
148,092)/2 x (sin (347,852 x 28,65)/108,5)
= 192,940 m
Keterangan:
Kebebasan samping henti 6,333 m
Kebebasan samping menyiap 192,940 m
Kebebasan samping tersedia 11,5
Kebebasan samping berdasarkan jarak pandang henti 6,333<11,5
Kebebasan samping berdasarkan jarak pandang menyiap 192,940 >
11,5
Jadi kesimpulan nya tidak perlu rambu.lalu lintas
39
2. Tikungan II ( S - S )
a. Berdasarkan Jarak Pandang Henti ( JPH )
Diketahui :
Vr = 60 km/jam
t = 3 detik ( t = 0,5 – 4 detik, dipakai t = 3 detik )
f = 0,35 ( dari Tabel Koefisien Gesek )
R = 112
M = 15
L = 2 x Ls
= 2 x 112,358 = 224,72
b. Jarak pandang henti menurut Shirley L.
d = d1 = d2 = xf
VxVxt
254278,0
2
= )01,035,0(254
605,260278,0
2
xxx
= 82,788 m (d < L)
Jarak pandang henti berdasarkan TCPGJAK 1997
Jh = 0,694 VR + 0,004(VR2/fp)
= 0,694(60) + 0,004(602/0,35)
= 82,782
c. Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap (JPM)
a =2,052 + 0,0036 x V
= 2,052 + 0,0036 x 60
= 2,268 m/dt2
t1 = 2,12 + 0,026 x V
= 2,12 + 0,026 x 60
= 3,68 m/dt
t2 = 6,56 + 0,048 x V
= 6,56 + 0,048 x 60
= 9,44 m/dt
40
d1 =
2278,0 1
1
axtMVxxt
=
2
68,3268,2106068,3278,0
xxx = 55,421 m
d2 = 0,278 x V x t2
= 0,278 x 60 x 9,44
= 157,459 m
d3 = 30 m (30 – 100 dipakai 100 m )
d4 = 23
2xd
= 157,4593
2x
= 104,972 m
d = d1 + d2 + d3 + d4
= 55,421 + 157,459 + 30 + 104,972
= 347,852 m (d > L)
Kebebasan Samping
E = R’ x (1-cos(28,65 x Jh)/R’)
= 108,5 x (1-cos(28,65 x 82,782)/108,5)
= 7,80085
Kebebasan samping berdasarkan jarak pandang menyiap
E = R’x(1-cos(28,65xJd)/R’) + (Jd-Lt/2) x (sin(28,65xJd)/R’)
= 108,5x(1-cos(28,65x347,852)/108,5) + (347,852-81,63)/2 x
(sin (28,65x347,852)/108,5)
= 244,989 m
Keterangan:
Kebebasan samping henti 7,80085 m.Kebebasan samping
menyiap 244,989 m .Kebebasan samping tersedia 11,5. Kebebasan
samping berdasarkan jarak pandang henti 7,80085<11,5
Kebebasan samping berdasarkan jarak pandang menyiap 244,989 >
11,5 Jadi kesimpulan nya tidak perlu rambu.lalu lintas.
41
B. PERENCANAAN ALINEMEN VERTIKAL
1. Definisi
Alinemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal
melalui sumbu jalan dengan bidang rencana permukaan jalan (Bina Marga,
1997). Pada alinemen vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan) atau
landai negatif (turunan), atau landai nol (datar), sedangkan pada bagian
lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung dan lengkung cembung (Bina
Marga, 1997).
3. Perhitungan Kelandaian Jalan
Kelandaian jalan adalah besaran yang menunjukkan kenaikan atau
penurunan secara vertikal dalam satuan jarak horizontal, pada umumnya
dinyatakan dalam persen (%). Berdasarkan kesepakatan gambar jalan dibaca
dari kiri ke kanan maka landai jalan sebagai mana dihitung pada Gambar 3.1.
Naik ( + ) Turun ( - )
Gambar 2.20 Kelandaian jalan
Sewaktu merencanakan alinemen vertikal, terlebih dahulu
ditetapkan kelandaian jalan yang direncanakan. Penetapan kelandaian jalan
harus mengacu pada standar perencanaan geometrik jalan, yaitu tidak
boleh melebihi kelandaian maksimum ditetapkan berdasarkan (Bina
Marga, 1997) yaitu sebagai berikut :
a. Kelas jalan
b. Kondisi medan
c. Kecepatan rencana
42
Tabel 2.4 Kelandaian maksimum
Sumber : Bina Marga 1997
Dalam perhitungan kelandaian suatu alinemen vertikal dapat
diselesaikan dengan menggunakan Persamaan 3.1 dan dapat dijelaskan
sebagaimana pada Gambar 3.2.
Gambar 2.21. Perhitungan kelandaian
id = × 100 % (2.62)
dengan :
id = kelandaian
Eb = Elevasi pada titik b (m)
Ea = Elevasi pada titik a (m)
dn = Jarak antara a dan b (m)
Kec. Rencana
Km/jam
Landai maksimum ( % ) untuk medan
D B G
120
100
80
60
40
30
3 - -
4 5 -
5 6 6
6 7 7
- 8 8
- - 10 – 12
Ea
Eb id
dn
43
4. Perhitungan Stationing Titik-Titik Penting
Sta PPV (Pusat Perpotongan Vertikal) adalah untuk menentukan titik
penting stationing tersebut, dan cara perhitungannya adalah :
Sta A = Ketentuan dari soal
Sta PPV1 = Sta A + d1 (2.63)
Sta PPV2 = Sta PPV1 + d2, dan seterusnya sampai titik B (2.64)
5. Perhitungan Lengkung Vertikal
a. Lengkung Vertikal Cembung
Lengkung vertikal yaitu pergeseran vertikal setiap titik pada lengkung
terhadap tangen adalah sebanding dengan kuadrat jarak horizontal yang
diukur dari ujung lengkung seperti Gambar 3.3 di bawah ini.
Keterangan :
PPV = Pusat Perpotongan Vertikal
PLV = Permulaan Lengkung Vertikal
PTV = Permulaan Tangen Vertikal
EV = Pergeseran Vertikal PPV, ke permukaan jalan rencana (m)
A = Perbedaan Aljabar Landai (%)
x
LV
PTV PLV
Y EV
PPV A
Gambar 2.22 Lengkung vertikal cembung
44
EV = (2.65)
LV = (2.66)
Untuk lengkung lingkaran, jari-jari lengkung vertikal adalah:
R = ; = Konstanta (2.67)
b. Panjang Lengkung Minimum
Panjang lengkung minimum adalah panjang yang diperlukan sehingga
lengkung tersebut dapat menyediakan jarak pandang sesuai dengan syarat
yang telah ditentukan. Kemungkinan yang timbul:
a. Panjang jarak pandang (S) seluruhnya ada di dalam daerah
lengkungan (LV) maka S<LV seperti pada Gambar 3.4.
b. Panjang jarak pandangan (S) melampaui panjang lengkung (LV)
maka S>LV seperti pada Gambar 3.5.
Gambar 2.23 Panjang lengkung minimum di mana terjadi kondisi S<LV
Gambar 2.24 Panjang lengkung minimum di mana terjadi kondisi S>LV
PPV
PTV PLV
EV h1 h2
S
LV
A
PPV
PTV PLV
EV
S
LV
A
g2 g1
g2 g1
45
c. Lengkung Vertikal Cekung
Panjang lengkung minimum ditentukan berdasarkan:
1. Jarak pandangan pada malam hari, yaitu dihitung berdasarkan
jarak penyinaran lampu besar kendaraan dengan tinggi lampu
0,75 m dan berkas sinas menyebar ke atas sebesar 1°.
2. Jarak pandang yang ditentukan bila melewati underpass, dengan
mempertimbangan tinggi ruang bebas minimum serta tinggi
lampu belakang kendaraan.
Jika: S<LV, maka LV = (2.68)
seperti di Gambar 3.6.
S>LV, maka LV = 2S (2.69)
seperti di Gambar 3.7.
LV = (2.70)
Gambar 2.25 Lengkung cekung vertikal di mana dalam kondisi S<LV
LV
S
A PLV 1°
PTV
46
Gambar 2.26 Lengkung cekung vertikal dimana dalam kondisi S>LV
6. Pertimbangan Keamanan
Kendaraan yang berjalan di sepanjang alinemen vertikal di
lengkungan akan mengalami seolah-olah terjadi kehilangan atau
penambahan berat kendaraan. Hal ini akan dirasakan oleh pengemudi
sebagai gaya sentrifugal yang berkerja searah atau berlawanan arah dengan
gaya gravitasi bumi. Untuk itu panjang lengkung vertikal juga sebaiknya
ditentukan dengan mempertimbangkan adanya kenyamanan yang cukup.
Untuk perhitungan alinemen vertical, LV dari Grafik Panjang
Lengkung Vertikal (sebagaimana yang telah dilampirkan), diusahakan
menggunakan LV yang panjang.
7. Perhitungan Elevasi Tanah Asli dan Elevasi Rencana Permukan Jalan
Karena permukaan tanah tidak terlalu datar atau rata, dan juga tuntutan
dari rancangan suatu proyek jalan, maka pekerjaan galian dan timbunan
akan selalu ada. Oleh karena itu, pekerjaan galian dan timbunan perlu
diperhitungkan sedemikan rupa sehingga masalah-masalah yang
berhubungan dengan geometrik jalan tidak akan menjadi suatu hambatan
yang berat, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.27.
LV
S
1° A
PLV
PTV
47
I
Gambar 2.27 Galian dan timbunan
Potongan I-I
Gambar 2.28 Potongan I
Potongan II-II
Gambar 2.29 Potongan II
Galian Rencana Jalan
Timbunan
I II
II
48
8. Perhitungan alinemen vertikal
Gambar 2.30 Trase alinemen vertikal
a. Elevasi
Titik A = 82,8 m
PPV1 = 80,6 m
PPV2 = 86,5 m
Titik B = 83,85 m
b. Jarak Datar
d1 = 300 m
d2 = 185 m
d3 = 310 m
c. Kelandaian
Ii = %100Re
d
ndahElTinggiEl (2.71)
I1 = %100302
80,5-82,8
= 0,76 %
I2 = %1009,138
6,80 85
= 3,16 %
I3 = %1003,361
85 85
= 0 %
A
PPV1
PPV2 B
i1 i2
i3
d1 d2 d3
49
d. Lengkung Vertikal
a. Lengkung I ( Cekung )
A
0,76%
3,16%
Gambar 2.31 Lengkungan I
i1 = 0,76 %
Lv1 = 48,75 m ( dari perhitungan V Panjang Lengkung Vertikal
Cekung )
Ev1 = 800
11xLvi
= 800
75,4876,0 x
= 0,046 m
Sta PPV1 = Sta A + d1
= (10 + 250 ) + 300
= 10 + 550
Sta PLV1 = Sta PPV1 – ½ x Lv1
= (10 +550) – ½ x 48,75
= 10 + 525,625
Sta PTV1 = Sta PPV1 + ½ x Lv1
= (10 + 550) + ½ x 48,75
= 10 + 574,375
el PPV1 = 80,6 m
el PLV1 = el PPV1 + i1 ½ x Lv1
= 80,6 + 100
76,0x ½ x 48,75
= 80,78 m
PPV1 PTV1
PLV1
50
el PTV1 = el PPV1 + i2 x ½ x Lv1
= 80,6 + 100
0 x ½ x 48,75
= 80,6 m
Elev di atas PPV1 = el PPV1 + Ev1
= 80,6 + 0,046
= 80,646 m
- Lengkung II ( Cembung )
PTV2
PPV2
0%
PLV2 3,16 %
Gambar 2.32 Lengkungan II
I2 = 3,16 %
Lv2 = 43,88 m ( dari Grafik V Panjang Lengkung Vertikal
Cembung )
Ev2 = 800
33xLvi
= 800
88,4316,3 x
= 0,1733 m
Sta PPV2 = Sta PPV1 + d2
= (10 + 550) + 138,9
= 10 + 688,9
Sta PLV2 = Sta PPV2 – ½ x Lv2
= (10 + 688,9) – ½ x 43,88
= 10 + 666,96
51
Sta PTV2 = Sta PPV2 + ½ x Lv2
= (10 + 688,9) + ½ x 43,88
= 10 + 710,84
el PPV2 = 85 m
el PLV2 = el PPV2 – i2 x ½ x Lv2
= 85 - 100
16,3 x ½ x 43,88
= 84,30 m
el PTV2 = el PPV2 – i3 x ½ x LV2
= 85 – 100
0 x ½ x 45
= 85 m
Elev di bawah PPV2 = el PPV2 + Ev2
= 85 + 0,1733
= 85,1733 m
Sta B = Sta PPV2 + d3
= (10 + 688,9) + 361,3
= 11 + 050,2
LENGKUNG VERTIKAL III NYA MANA??
52
- C. PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN
Hal-hal yang harus diketahui sebelum memnghitung galian dan
timbunan adalah:
1. Data titik stationing.
2. Elevasi as jalan pada permukaan jalan rencana, dimana untuk jalan lurus
diambil per 50 meter, sedangkan tikungan diambil per 25 meter.
3. Elevasi tanah asli selebar ROW diambil sesuai pengembalian elevasi pada
permukaan jalan rencana.
Setelah elevasi diketahui maka digambarkan profil dari setiap
potongan melintang jalan per jarak yang telah ditentukan.
I. Perhitungan luas tampang potongan galian dan timbunan
Perhitungan untuk mengetahui luas tampang potongan
dilakukan secara perdekatan (secara kasar). Hal ini dikarenakan bentuk
dari luasan yang tidak teratur. Berikut contoh dari salah satu perhitungan
luas tampang potongan
Muka tanah asli
Permukaan jalan
IV IV
Muka tanah asli
Permukaan jalan
Klik area kemudian blok potongan
galian atau timbunan kemudian
enter dan lihat hasilnya di toolbar
Gambar 2.33 Perhitungan volume galian dan timbunan pada AutoCAD
53
II. Perhitungan volume galian dan timbunan
Perhitungan untuk mengetahui volume galian dan timbunan
dilakukan secara pendekatan juga. Hal ini karena bentuk dari luasan yang
tidak teratur.
Menghitung volume galian timbunan adalah:
A pot IA pot II
jarak potongan (1)
Gambar2.34 Perhitungan volume galian dan timbunan
Rumus:
V = Ii = 1*2
ApotIIApotI
(2.72)
Dengan, Pot I = Luas potongan I
Pot II = Luas potongan II
1 = Jarak potongan yang ditinjau
54
Pekerjaan galian dan timbunan
Tabel 2.6 Pekerjaan Galian dan Timbunan
A (m2) A rata-rata (m
2) Volume (m
3)
A 10+250 16.5032
50 47.5489 32.026 1,601.303
1 10+ 300 47.549
11.4 18.608 33.079 377.097
TS1 10 + 311,443 18.608
25 63.133 40.870 1,021.761
2 10 + 336,4 63.133
13.6 71.491 67.312 915.444
3 10 + 350 71.491
11.4 70.442 70.967 809.020
4 10+ 361,4 70.442
24 87.906 79.174 1,900.171
CS1 10 + 385,489 87.906
14.5 90.629 89.267 1,294.373
5 10 + 400 90.629
9.5 105.912 98.270 933.569
6 10 + 409,5 105.912
25 150.235 128.074 3,201.845
7 10+ 434,5 150.235
15.5 158.401 154.318 2,391.934
8 10 + 450 158.401
9.5 163.145 160.773 1,527.344
ST1 10 + 459,535 163.145
40.5 175.195 169.170 6,851.367
9 10 + 500 175.195
25.6 167.217 171.206 4,382.872
PLV1 10 + 525,625 167.217
24.4 161.149 164.183 4,006.071
TimbunanJarak
(m)STATitik
55
PPV1 10 + 550 161.149
15.4 127.968 144.558 2,226.200
TS2 10 + 565,412 127.968
9 133.474 130.721 1,176.489
PTV1 10 + 574,375 133.474
16 124.165 128.820 2,061.114
11 10 + 590,4 124.165
9.6 116.298 120.232 1,154.224
12 10 + 600 116.298
15.4 71.630 93.964 1,447.046
CS2 10 + 615,412 71.630
25 77.002 74.316 1,857.899
13 10 + 640,4 77.002
9.6 122.045 99.523 955.424
14 10 + 650 122.045
15.4 106.472 114.258 1,759.576
ST2 10 + 665,412 106.472
1.9 102.858 104.665 198.863
PLV2 10 + 666,96 102.858
22.1 45.301 74.079 1,637.153
PPV2 10 + 688,9 45.301
10.6 61.078 53.189 563.807
15 10 + 700 61.078
11.3 27.417 44.248 499.998
PTV2 10 + 710,84 27.417
38.8 0 13.709 531.898
47,283.862 JUMLAH
56
A (m2) A rata-rata (m
2)Volume (m
3)
16 10 + 750 10.2768
50 60.5769 35.42685 1771.3425
17 10 + 800 60.5769
50 82.9143 71.7456 3587.28
18 10 + 850 82.9143
50 141.155 112.0346 5601.73
19 10 + 900 141.155
50 142.083 141.6191 7080.955
20 10 + 950 142.083
50 137.687 139.885 6994.25
21 11 + 000 137.687
50 156.201 146.944 7347.2
B 11 + 050 156.201
0 78.10065 0
32,382.76
Jarak
(m)
Galian
JUMLAH
Titik STA
Sumber : Hasil Perhitungan
Volume pekerjaan = xJarakAA
2
21
(4.2)
Contoh perhitungan pada Titik A dan Titik 1
Galian = 502
5769.602768.10x
= 1771.3425 m3
Timbunan = 502
417.27078.61x
= 499.998 m3
Jadi volume pekerjaan galian sebesar 32382.76 m3 dan pekerjaan timbunan
sebesar 47283.862 m3
57
BAB III
TEBAL PERKERASAN JALAN
A. Ketentuan soal
Rencanakan tebal perkerasan lentur dengan methode analisa komponen,
dengan menggunakan data yang ada dibawah ini :
1. CBR = 10 %
2. Curah hujan rata-rata = 800 mm per tahun
3. Umur rencana = 15 tahun
4. Pertumbuhan lalu lintas = 5% per tahun
Tabel 3.1 Tabel LHR
Jenis Kendaraan LHR
Sepeda Motor 8700
Mobil Penumpang 3700
Bus 950
Truck 2 As 850
Truck 3 As 680
Truck 5 As 350
B. Perhitungan
Diketahui :
CBR = 10%
Curahhujan = 800mm/tahun
Umurrencana = 15 tahun
Pertumbuhanlalulintas = 5%
Kelasjalan = 2A
Lebarjalan 7m ( 2 x 3,5 ),2 arah ,2 lajur
Kelandaian rata-rata = 4,47 %
57
58
C. Analisis Hitungan
Tabel 3.2 Lintasharian rata-rata
Jeniskendaraan
LHR
Sepeda motor 8700
Mobil penumpang 3700
Bus 950
Truk 2 as 13 ton 850
Truk 3 as 30 ton 680
Truk 5 as 30 ton 350
Jumlah
15230
A. Angka ekivalen masing-masing kendaraan
Tabel 3.3 Angka ekivalen masing – masing kendaran
Jenis kendaraan
Depan
Belakang
Total
Sepeda motor
Mobil
penumpang
Bus
Truk 2 as 7 ton
Truk 3 as 8 ton
Truk 5 as 10 ton
0
0,0002
0,0036
0,0183
0,0183
0,0577
+0
+0,0002
+0,0183
+0,0577
+0,1410
+2 x 0,0016
0
0,0004
0,219
0,076
0,1593
0,0609
59
B. Angka ekivalen masing – masing kendaraan
Tabel 3.4 Angka ekivalen masing – masing kendaran
Jenis
kendaraan
C
E
LHR
LEP
Sepeda motor
Mobil
penumpang
Bus
Truk 2 as 7 ton
Truk 3 as 8 ton
Truk 5 as 10
ton
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0
0,0004
0,219
0,076
0,1593
0,0609
8700
3700
950
850
680
350
0
0,74
104,025
32,3
54,162
10,658
LEP 201,885
C. Menghitung lintas ekivalen akhir ( LEA)
LEA = LEP x
= 201,885 x
= 419,704
D. Menghitung lintas ekivalen tengah
LET = ( LEP + LEA ) /2
= ( 201,885 + 419,704 ) /2
= 310,79
E. Menghitung lintas ekivalen rencana ( LER )
LER = LET x ( VR / 10 )
= 310,79 x ( 15 / 10 )
= 466,185
Menghitung DDT, dengan rumus :
DDT = 1,6649 + 4,3592 log ( CBR )
= 1,6649 + 4,3592 log ( 10 )
= 5,9
60
F. Faktor regional
% kendaraan berat = ( 950+850+680+350 )/ 15230 ) x 100%
= 18,59%
Data dari curah hujan 800mm/th, Jalan Arteri, kelandaian 4,47
G. Indeks permukaan awal
Direncanakan lapisan permukaan laston dengan roughness < 1000
Maka IP0 ≥ 4
H. Indeks permukaan akhir
Dari table untuk jalan kolektor LER = 466,185
didapat IP0 = 2,5
dari nomogram 1 didapat nilai ITP = 6,5
I. Susunan perkerasan
Lapis permukaan :Laston ( al ) = 0,4
Lapis pondasiatas :BatuPecah (Kelas A) = 0,14
Lapis pondasibawah :sirtukelas A ( a3 ) =0,13
min=7,5
min =10
Dengan ITP = 11,2 denganrumus
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
ITP = 0,4.7,5 + 0,14.10 + 0,13.D3
= 16,15 = 16,2
Gambar 3.1 Lapis Perkerasan
LASTON
LASTON ATAS
SIRTU KELAS A (CBR 70)
CBR 10%
7,5 cm
10 cm
16,2 cm
61
BAB IV
RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB)
A. PENDAHULUAN
Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan hal penting bagi dunia industri
konstruksi. Ketidak akuratan dalam RAB dapat memberikan efek negative pada
seluruh proses konstruksi dan semua pihak yang terlibat. Menurut Pratt (1995)
fungsi dari RAB dalam industri konstruksi adalah:
1. Memperkirakan biaya konstruksi dapat terpenuhi dengan biaya yang ada.
2. Mengatur aliran dana ketika pelaksanaan konstruksi sedang berjalan.
3. Persaingan pada saat proses penawaran.
RAB berdasarkan spesifikasi dan gambar kerja yang disiapkan owner
harus menjamin bahwa pekerjaan akan terlaksana dengan tepat dan kontraktor
dapat menerima keuntungan yang layak. Keakuratan dalam RAB tergantung pada
keahlian dan kerajinan estimator dalam mengikuti seluruh proses pekerjaan dan
sesuai dengan informasi terbaru.
B. TUJUAN
Proses RAB adalah suatu proses untuk mengestimasi biaya langsung yang
secara umum digunakan sebagai dasar penawaran. Salah satu metode yang
digunakan untuk melakukan estimasi biaya penawaran konstruksi adalah
menghitung secara detail harga satuan pekerjaan berdasarkan nilai indeks atau
koefisien untuk analisis biaya, biaya bahan, dan upah kerja.
Pada setiap jenis pekerjaan mempunyai harga satuan pekerjaan yang
merupakan penjumlahan dari hari satuan masing-masing variabel pembentuknya,
dengan masing-masing indeks biaya.
61
62
KEGIATAN :
NO. PAKET : KELOMPOK 5
NAMA PAKET : PERENCANAAN JALAN STA 10+250 - 11+050
VOLUME : PANJANG : 788 M LEBAR : 7 M
KABUPATEN : BANTUL
NO PERKIRAAN HARGA JUMLAH
MATA KUANTITAS SATUAN HARGA
PEMB. Rp Rp
1 2 3 4 5 6
DIV 1. U M U M
1.2 Mobilisasi Ls 1.00 162,090,000.00 162,090,000.00
162,090,000.00
DIV 2. DRAINASE
2.1 Galian untuk drainase,saluran dan jalan air M1 1,283.03 79,490.54 101,988,506.10
101,988,506.10
DIV 3. PEKERJAAN TANAH
3.1 (1) Galian tanah biasa M3 32,382.76 43,259.00 1,400,845,814.84
3.2 (1) Timbunan biasa M3 47,283.86 24,281.00 1,148,099,404.66
3.3 Penyiapan Badan Jalan M2 2,385.00 6,621.00 15,791,085.00
Talud M3 5,293.03 110,831.25 586,632,909.53
Siaran M2 11,641.66 302,183.08 3,517,913,572.93
6,669,282,786.96
DIV 4. PEKERJAAN BAHU JALAN
4.1 (1) Lapis pondasi agregat kelas A M3 236.40 630,201.71 148,979,684.24
4.1 (2) Lapis pondasi agregat kelas B M3 118.20 679,464.29 80,312,679.23
229,292,363.47
DIV 5. PERKERASAN BERBUTIR
5.1 (1) lapis agregat pondasi kelas A M3 1,103.20 626,055.38 690,664,292.26
5.1 (2) Lapis agregat pondasi kelas B M3 551.60 629,004.47 346,958,867.65
1,037,623,159.91
DIV 6. PERKERASAN ASPAL
6.1 (1) Lapis resap pengikat LITER 55.16 9,633.00 531,356.28
6.1 (2) Lapis perekat LITER 55.16 11,942.00 658,720.72
6.3 (4) Laston (AC) M3 584.33 820,708.00 479,560,202.10
480,750,279.10
Jumlah total 8,681,027,095.53
PERENCANAN GEOMETRIK JALAN,TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA
Jumlah harga penawaran untuk devisi 4
Jumlah harga penawaran untuk devisi 5
Jumlah harga penawaran untuk devisi 6
C. Rencana Anggaran Biaya
URAIAN SAT.
Jumlah harga penawaran untuk devisi 1
Jumlah harga penawaran untuk devisi 2
Jumlah harga penawaran untuk devisi 3
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah menyelesaikan Praktikum Perancangan Keairan, didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Data Geometrik Jalan dengan dua tikungan.
Tabel 5.1 Data Geometrik Jalan .
Data Tikungan I Tikungan II
Bentuk
Vr
s
c
Ls
Lc
L
Tt
Et
K
P
Xc
Yc
Rr
e
en
S – S
37.880
60 km/jam
18,940
-
74,046 m
-
148.092m
76,037m
8,626 m
36,885 m
2,095 m
-
-
112 m
10 %
2 %
S – S
20,880
60 km/jam
10,440
-
50 m
-
81,63m
50,436 m
3,783 m
29,456 m
1,866 m
-
-
112 m
10 %
2 %
63
64
2. Tebal perkerasan yang digunakan adalah lapis permukaan dengan laston
7,5 cm, lapis pondasi atas dengan laston atas 10 cm dan lapis pondasi
bawa dengan sirtu kelas A 16,2 cm.
3. Dalam perancangan ini diketahui panjang jalan yang direncanakan 841 m
dengan dua jenis tikungan yaitu tikungan I menggunakan jenis tikungan
Spiral-Circle-Spiral ( S-C-S ) dan tikungan II menggunakan jenis
tikungan Spiral-Spiral ( S-S ). Di dapat jumlah volume galian 45.122,37
m3 dan jumlah volume timbunan 21.885,99 m3 Di dapat rencana
anggaran biaya (RAB) = Rp 8.681.027.095,53.
4. Rancangan anggaran biaya yang didapatkan dari analisis perhitungan
untuk perancangan jalan ini adalah sebesar Rp 8.681.027.095,53
B. SARAN
1. Di harapkan pada praktikum selanjutnya mahasiswa mampu merancang
jalan menggunakan peta RBI ( Rupa Bumi Indonesia ).
2. Dalam perhitungan RAB ( Rencana Anggaran Biaya ) untuk praktikum
kedepanya langkah – langkah dalam perhitungan harga satuan maupun
koefisien di perdetail lagi atau di perjelas lagi.
3. Untuk praktikum kedepanya agar di beri waktu yang cukup.