sifat fisik, kimia dan organoleptik telur asin yang ... · sifat fisik, kimia dan organoleptik...
TRANSCRIPT
SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR ASIN YANG DIRENDAM PADA KONSENTRASI GARAM
DAN UMUR TELUR YANG BERBEDA
ASTRI DAMAYANTI
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL. TERNAK DEPARTEMEN =MU PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ASTRI DAMAYANTI. D14203029. 2008. Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Telur Asin yang Direndam pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda. Sknpsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Dan Teknologi Petemakan, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS.
Itik merupakan ternak unggas yang memberikan sumbangan protein yang tinggi. Protein tinggi tersebut diperoleh dari telur itik. Salah satu pemanfaatan telur itik adalah dengan membuat telur asin. Telur asin yang ada di masyarakat sekarang ini masih memiliki pennasalahan yaitu belum seragamnya rasa asin baik dari putih telur, kemasiran kuning telur serta daya terima masyarakat terhadap telur asin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan keseragaman rasa asin dari putih telur, kemasiran yang tinggi dari kuning telur serta daya terima konsumen terhadap telur asin tersebut.
Penelitian dilakukan di b a ~ a n Ilmu Produksi Ternak Unggas dengan mengasinkan telur pada konsentrasi garam dan urnur yang berbeda dengan metode perendaman. Peubah yang diukur adalah kadar garam putih dan kuning telur asin, kadar air putih dan kuning telur asin, kemasiran kuning telur dan uji organoleptik telur asin. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar garam putih telur asin yang tertinggi dicapai pada konsentrasi garam 1:4 dengan umur telur yaitu 14 hari sebesar 3,06 5 0,59%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 dengan umur telur yaitu 0 hari sebesar 2,01* 0,50%. Kadar garam kuning telur asin tertinggi dicapai pada konsentrasi garam 1:4 pada umur telur itik 14 hari sebesar 0,07 5
0,01%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 pada umur telur itik yaitu 0 hari sebesar 0,03 5 0,01%. Kadar air putih telur asin baik pada konsentrasi garam maupun umur telur itik yang berbeda memiliki nilai yang hampir sama dengan rataan 85,OO-87,32%. Kadar air kuning telur asin tertinggi dicapai pada konsentrasi garain 1:4 dengan umur telur itik yaitu 14 hari sebesar 35,78 rt 1,46%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 dengan umur telur itik yaitu 0 hari sebesar 30,86 * 3,99%. Kemasiran kuning telur asin tertinggi dicapai pada konsentrasi garam 1:4 dengan umur telur itik yaitu 14 hari sebesar 84,36 5
5,25%, sedangkan nilai terendah dicapai pada konsentrasi garam 1:5 dengan umur telur itik yaitu 0 hari sebesar 70,74 5 10,13%.
Uji organoleptik oleh panelis tidak terlatih menunjukkan bahwa konsentrasi garsun dan umur telur yang berbeda tidak berpengaruh terhadap penampilan m u m , rasa asin putih telur dan rasa masir kuning telur.
Kata kunci : telur asin, konsentrasi garam, umur telur
ABSTRACT
The Physic, Chemical and Organoleptic Salted Egg was Soaked With Different Level of Concentration of Salt and the Age of the Eggs
Damayanti, A, N. Ulupi, Rukmiasih
Duck eggs is commonly used for salted eggs. The research was conducted to know based on physic, chemical and organoleptic characteristic with different level of concentration of salt and egg age. The treatment was divided into two different level salt concentration used 1:4 and 1:5 and three different egg age that is 0; 7, and 14 day. Data obtained of physic, chemical characteristic analysed with the descriptive analysis, hecause passed the assumption test. Data for hedonic test was analysed with Kruskal-Wallis. The result showed that salted eggs with salt concentration 1:4 and 14 days age given the highest salt content, moisture content of yolk and grittiness. Moisture content of egg white from salted eggs for all teratment showed that result much the same (85,00%-87,32%). The hedonic test that the treatments was not significant.
Keywords : consentration salt, egg age, salty egg.
SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR ASW YANG DIRENDAM PADA KONSENTRASI GARAM
DAN UMUR TELUR YANG BERBEDA
ASTRI DAMAYANTI Dl4203029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR ASIN YANG DIRENDAM PADA KONSENTRASI GARAM
DAN UMIJR TELUR YANG BERBEDA
Oleh
ASTRI DAMAYANTI
Dl4203029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Kornisi Ujian Lisan pada tanggal 2 Januari 2008
Ir. Niken Ulupi, MS. NIP. 131 284 604
NIP. 131 955 531
Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS NIP. 131 284 605
RIWAYAT BIODUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 September 1985 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Nurdin dan
Ibu Entin Surtini.
Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis pada tahun 1997 di SDN Tajur 2,
pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1
Ciawi, dan pendidikan Lanjutan Tingkat Akhir diselesaikan pada tahun 2003 di
SMAN I Cijeruk.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknolog~ Hasil
Temak, Departemen Ilmu Produksi Temak, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003. Selama
mengikuti pendidikan, penulis pemah aktif di HIMAE'ROTER pada tahun 2004-2005
(anggota kewirausahaan) dan 2005-2006 (anggota club Non Ruminansia dan Satwa
Harapan).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,. karena berkat
rahrnat clan karunia-Nya akhimya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
segala kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki penulis. Skripsi dengan judul
"Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Telur Asin yang Direndam pada
Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda" ini disusun untuk
melengkapi tugas dan memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana
Petemakan di Fakultas Petemakan Institut Pertanian Bogor.
Pada saat ini telur asin yang beredar di pasar seringkali rasa putih telumya
terlalu asin sehingga sebagian besar konsumen tidak menyukainya. Penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan telur asin dengan kualitas yang baik ( rasa putih telur
yang tidak terlalu asin dengan kuning telur yang masir) melalui penggunaan
konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bag para pembaca.
Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
RINGKASAN ........................................................................ i . . ABSTRACT ...................................................................... 11
... RIWAYAT HIDUP ................................................................ 111
KATA PENGANTAR ............................................................ iv
DAFTAR IS1 ........................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................ vii ... DAFTAR GAMBAR ............................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................... , ..................... ix
PENDAHULUAN ................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................. 1 Tujuan ...................................................................... 2 Manfaat ..................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 3
Telur Itik .................................................................... 3 Kerabang Telur ................................................ 4 Putih Telur ...................................................... 6 Kuning Telur ................................................... 6
Kualitas Tel ur ............................................................. 7 .................... Penurunan Kualitas Telur Selma Penyimpanan 8
Pengawetan Telur ........................................................ 9 Pengasinan Telur ......................................................... 10
................ Pembahan yang Tejadi Selama Proses Pengasinan 11 Denaturasi Protein ............................................. I1 Pembentulcan Gel ............................................. 11 Proses Kemasiran Telur ....................................... 12
Penilaian Organoleptik .................................................. 12
METODE ........................................................................... 13
Lokasi dan Waktu ........................................................ 13 ..................................................................... Materi 13
Rancangan Percobaan .................................................... 13 . . Analls~s Data ............................................................ 14
................................................................... Prosedur 14 Pengkoleksian Telur Itik ...................................... 14 Pembuatan Larutan Garam ................................... 14 Pengasinan ...................................................... 15
.............................. Pengukuran Kadar Garam NaC1 15 ....................................... Pengukuran Kadar Air 16
....................... Pengukuran kemasiran Kuning Telur 16
Uji Organoleptik .............................................. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 18 . .
Anallsls Data ............................................................. 18 Kadar Garam Telur Asin ................................................ 18
Kadar Garam Putih Telur ..................................... 18 Kadar Garam Kuning Telur ................................. 19
Kadar Air Telur Asin .................................................... 20 Kadar Air Putih Telur ........................................ 20 Kadar Air Kuning Telur ..................................... 21
Kemasiran Kuning Telur ............................................... 21 . . UJI Organoleptik ......................................................... 23
Penampilan Umum ............................................ 23 Rasa Asin Putih Telur ........................................ 23 Rasa Masir Kuning Telur ............ : ........................ 24
................................................. KESLMPULAN DAN SARAN 25
Kesimpulan ............................................................... 25 Saran ....................................................................... 25
UCAPAN TERlMA KASIH .................................................... 26
............................................................ DAFTAR PUSTAKA 27
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Telur Ayam dan Itik ....................................... 3
..................... 2. Ukuran dan Bentuk Pori-pori Telur Itik dan Ayam 5
3. Kadar Gararn Putih serta Kuning Telur pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda.. ............................ 18
4. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur pada Konsentrasi ............................. Garam dan Umur Telur yang Berbeda.. 20
5. Persentase Tingkat Kemasiran Kuning Telur Asin pada .............. Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda.. 22
6 . Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Telur Asin pada ................ Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda 23
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Telur Ayam .................................................................. 4
2. Susunan Bagian Kerabang Telur ................................................. 5
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 . Diagram Alir Pengasinan Telur .............................................. 30
2 . From Uji Hedonik Telur Asin ...................................................... 31
3 . Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Rasa Asin Putih Telur ........ 32
4 . Uji Non Paramettik Kruskal-Wallis Rasa Masir Kuning Tel ur ... 32
5 . Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Penampilan Umum Telur Asin .............................................................................................. 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik merupakan salah satu temak unggas yang memberikan sumbangan
protein yang cukup besar terhadap masyarakat. Sumber protein yang bisa
dimanfaatkan dari itik terdapat pada telurnya. Telur itik termasuk sumber makan
yang memiliki gizi yang cukup baik. Hal ini terlihat dari kandungan protein (*13%)
serta lemak (112%) yang tinga hbandingkan dengan telur unggas lainnya.
Telur itik memiliki kelebihan diantaranya yaitu kulit telur yang tebal, ukuran
telur yang besar serta kadar air rendah dibandingkan dengan telur ayam. Selain itu
juga ada kekurangannya yaitu pori-pori yang besar dibandingkan dengan telur ayam
sehingga akan terjadi penguapan yang besar dan berakibat pada penurunan kualitas
telur, serta kandungan lemak yang tinggi. Kadar air yang rendah dan kandungan
lemak yang tinggi, oleh sebab itu telur itik baik untuk dijadikan telur asin.
Pencegahan terhadap kerusakan telur dapat dilakukan dengan cara
pengawetan. Pengawetan telur dapat dilakukan dengan cara pengawetan telur utuh
dan pengawetan telur tanpa kulit. Pengawetan telur utuh menggunakan bahan
pengawet garam, atau disebut juga pengasinan yang akan menghasilkan telur asin.
Cara pengawetan tersebut menggunakan teknologi sederhana sehngga memerlukan
biaya yang relatif murah.
Berdasarkan proses pengolahannya pengawetan dengan cara pengasinan ada
dua metode yaitu dengan cara perendaman (larutan garam) dam pembalutan
(cainpuran garam dengan abu gosok atau serbuk bata merah dengan sedikit
penambahan kapur). Pengasinan dengan perendaman yaitu dengan merendam telur
didalam larutan garam jenuh, sedangkan pembalutan yaitu telur dibalut oleh adonan
garam dengan abu gosok atau serbuk bata. Metode yang dikenal masyarakat adalah
perendaman, karena metode ini sangat mudah dilakukan dan biayanya murah. Selain
itu juga prosesnya sangat praktis.
Telur asin yang ada di pasar berasal dari telur itik yang memiliki umur telur
yang tidak seragam. Hal tersebut dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk
pendistribusian telur dari petemak ke produsen. Perbedaan umur telur itik akan
berakibat pada kualitas telur tersebut. Semakin lama urnur simpan telur maka akan
menyebabkan putih telur menjadi encer. Kondisi putih telur yang encer akan
mengakibatkan larutan garam mudah masuk kedalam telur pada saat pengasinan.
Jumlah larutan garam yang masuk akan menentukan rasa asin telur serta kemasiran
kuning telur. Hal tersebut dapat dikombinasikan dengan penggunaan konsentrasi
garam pada saat pengasinan, sehingga dapat dihasilkan rasa asin telur yang tidak
terlalu asin dengan kemasiran yang digemari oleh konsumen.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh umur telur dan kon-
sentrasi gararn yang berbeda terhadap sifat fisikolcimia dan organoleptik telur asin
sehingga dapat menghasilkan telur asin yang baik dan disukai oleh konsumen.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pilihan dalarn penggunaan
konsentrasi garam dan umur telur itik yang tepat untuk pembuatan telur asin. Telur
asin yang diharapkan dari penelitian ini mendapatkan mutu yang lebih baik
dibandingkan dengan metode tradisonal lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
TeIur Itik
Telur adalah salah satu bahan pangan hasil ternak yang memilib kandungan
gizi tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Telur itik mempakan sumber
makanan yang memiliki nilai gizi cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kandungan
protein dan lemak yang tinggi dibandingkan dengan telur ayam (Moutney, 1976).
Pada umumnya telur mengandung komponen utama yang terdiri dari air,
protein, lemak, karbohidrat vitamin dan mineral. Perbandingan kandungan gizi telur
itik dengan telur ayam disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Telur Ayam dan Itik per 100 gram Bahan
Telur Ayam Telur Itik
Komposisi Putih Kuning Telur Putih Kuning Telur telur telur utuh telur telur utuh
Air (96) 88,57 48,50 73,70 88,OO 47,OO 70,60
Protein (%) 10,30 16,15 13,OO 11,OO 17,OO 13,lO
Lemak (g) 0,03 34,65 11,50 0,OO 35,OO 14,30
Karbohidrat (g) 0,65 0,60 0,65 0,80 0,80 0,80
Abu (g) 0,55 1,lO 0,90 . 0,8* 1,2' 1,0*
Surnber : Winarno d m Koswara (2002) *) Rornanoff dan Romanoff (1963)
Struktur telur itik secara keseluruhan harnpir sama dengan telur ayam. Telur
itik terbagi atas tiga bagian utama yaitu kerabang telur (8-1 I%), putih telur (56-61%)
dan kuning telur (27-31%). Akan tetapi telur itik mengandung kuning telur 7% lebih
banyak dan putih telur 5% lebih sedikit dibandingkan dengan telur ayam (Powrie,
1984). Bentuk telur itik normal umumnya sama dengan telur ayam yaitu oval dengan
salah satu ujung meruncing sedangkan ujung yang lainnya tumpul. Bentuk seperti ini
akan berguna meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap tekanan mekanis serta
mengurangi telur tergelincir pada bidang datar. Struktur telur secara keseluruhan
dlsajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Telur Ayam Sumber : Stadelmen dan Cotterill, 1995
Kerabang Telur
Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling kaku dan keras. Fungsi
dari kerabang tersebut adalah sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi
mikroorganisme (Sirait, 1986). Kerabang telur terdiri atas empat lapisan yaitu : (1)
kutikula ( b a ~ a n terluar); (2) lapisan bunga karang (spongiosa); (3) lapisan mamilaris
dan (4) lapisan membran (bagian terdalam) (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Komposisi kerabang telur diperlihatkan pada Gambar 2.
Lapisan kutikula merupakan iapisan terluar dari kerabang telur yang
berfungsi untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang telur dan mengurangi
penguapan air yang terlalu cepat (Sirait, 1986). Telur yang baru keluar dari induknya
dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang terdiri atas 90% protein dan sedikit lemak.
Lapisan kulit telur yang berada dibawah lapisan kutikula adalah lapisan bunga
karang yang merupakan bagian yang kompak.
Lapisan bunga karang sering hsebut sebagai lapisan sebenamya karena
terdiri atas 213 bagian dari seluruh lapisan kulit luar. Lapisan ini terdiri atas protein,
karbohidrat, lamak dan garam kalsium (kalsium karbonat, kalsium phosphat, dan
magnesium karbonat) (Belitz dan Grosch, 1999). Lapisan mamilaris merupakan
lapisan yang terdiri dari mukopolisakarida sialomusin. Ikatan yang terbentuk adalah
ikatan hidrogen dan disulfida (Belitz dan Grosch, 1999). Lapisan ini terdiri dari
jonjot-jonjot kapur yang biasa disebut mamila, serta berbentuk bonggol-bonggol
dengan penampang bulat atau lonjong.
Gambar 2. Susunan Bagian Kerabang Telur Sumber : Stadelman dan Cotteri11,1995
Lapisan terakhlr pada lapisan kerabang yaitu lapisan mernbran. Lapisan
tersebut sangat sulit untuk dipisahkan dari kerabang telur kecuali pada bagian rongga
udara. Membran ini terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan membran kulit luar dan
dalam (Romanoff dan Romanoff, 1963). Winamo dan Koswara (2002)
menambahkan bahwa kedua lapisan Inernbran tersebut disusun oleh protein yang
sama dengan yang terdapat dalam kutikula yaitu mucin. Fungsi dari membran ini
adalah sebagai penghambat bakteri gram positif karena mengandung enzim lipozim.
Karakteristik dari kerabang telur adalah adanya pori-pori pada permukaan
kerabang. Menurut Sirait (1986) pada bagian tumpul telur jumlah pori-pori persatuan
luas lebih besar dibandingkan bagian lainnya sehngga te rjadi rongga udara diselcitar
daerah ini. Pori-pori telur itik berbeda dengan telur ayam, baik dalam jumlah maupun
ukurannya. Perbedaan tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Ukuran dan Bentuk Pori-pori Telur Itik dan Ayam.
Jenis telur Pori-pori besar (mm) Pori-pori kecil (mm)
Itik 0,036 x 0,031 0,014 x 0,012
Ayam 0,029 x 0,020 0,011 x 0,009
Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963)
Putih Telur
Kandungan putih telur pada telur utuh * 60%. Putih telur terdiri dari empat
lapisan yang memiliki perbedaan kekentalannya yaitu lapisan encer luar, lapisan
kental luar, lapisan encer dalam, dan lapisan khalazaferous. Perbedaan kekentalan ini
disebabkan oleh kandungan airnya (Hadiwiyoto, 1983). Antara kuning telur dan
lapisan kental luar putih telur dihubungkan oleh khalaza. Bagian tersebut terdiri dari
protein yang berbentuk serabut spiral, yang behngsi sebagai pertahanan letak
kuning telur agar tetap berada ditengah-tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Proporsi lapisan albumen terdiri dari lapisan encer luar (23,22%), lapisan kental luar
(57,30%), lapisan encer dalam (16,80%), dan daerah kental dalam atau kaladza
(2,70%).
Komponen utama putih telur adalah air dan protein (Powrie, 1973). Protein
putih telur terdiri atas protein serabut dan globular. Jenis protein yang terdapat pa&
putih telur diantaranya ovalbumin, konalbumin, ovomucoit, lizozim, ovoglobulin,
ovomucin, flavoprotein, ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, ovoinhibitor dan
avidin. Ovomucin merupakan protein yang mengandung karbohidrat yang berbentuk
serabut. Serabut-serabut tersebut berbentuk jala yang dapat mengikat bagian cair dari
putih telur sehingga ovomucin menentukan kekentalan putih telur (Powrie, 1973).
Kuning Telur
Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang terdiri atas 113 protein
dan 213 lemak (Belitz dan Grosch, 1999). Protein yang berikatan dengan kuning telur
disebut lipoprotein, sedangkan yang berikatan dengan fosfor adalah fosfoprotein
(Fardiaz, 1986). Lipoprotein mengandung fosfolipid yang berfungsi sebagai
pengemulsi (Matz, 1977). Karbohtdrat yang terdapat pada kuning telur sebanyak
0,2% berikatan dengan protein. Karbohidrat yang tidak berikatan dengan protein
adalah monosakarida dan terdapat sekitar 0,5% dengan jenis yang sama pada putih
telur. Komponen lain yang terdapat pada kuning telur adalah vitamin dan mineral.
Kuning telur yang berbatasan dengan putih telur dibungkus oleh suatu lapisan tipis
yang disebut membran vitellin (Davis dan Reeves, 2002).
Kuning telur terletak ditengah-tengah bila telur dalam keadaan normal atau
masih segar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Posisi kuning telur akan bergeser bila
telur mengalami p e n m a n selama penyimpanan telur. Penumnan tersebut terjadi
6
karena elastisitas membran vitellin menurun, akibat adanya penguapan air yang
berpengaruh terhadap perubahan tekanan osmotik kuning telur (Sirait, 1986).
Kualitas Telur
Kualitas telur adalah kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera
konsumen (Stadelman dan Cotterill, 1995). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963)
kualitas adalah ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat
kesempurnaannya yang akan memepengaruhi penerimaan konsumen.
Menurut Sirait (1986) faktor-faktor kualitas yang dapat memberikan petunjuk
terhadap kesegaran telur adalah penyusutan bobot telur, keadaan diameter rongga
udara, keadaan putih telur dan kuning telur, bentuk dan wama kuning telur serta
tingkat kebersihan kerabang telur. Kualitas yang dipengaruhi oleh faktor genetik
diantaranya tekstur dan ketebalan kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya
putih telur kental dan komposisi telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut
Mountney (1976) kualitas telur dibagi menjadi dua yaitu interior (keadaan putih dan
kuning telur) dan eksterior (bentuk dan wama kerabang serta kebersihan kerabang
telur).
Kualitas telur utuh dinilai secara candling yaitu dengan ineletakkan telur
dalam sorotan sinar yang h a t sehingga menlungkinkan pemeriksaan bagian dalarn.
Selain. itu juga, candling dapat mengetahui keretakan kerabang telur, ukuran serta
posisi kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah, kerusakan oleh
mikroorganisme, dan perturnbuhan benih (Buckle et al., 1987). Kerusakan telur yang
menonjol saja dapat diketahui dengan cara candling.
Kualitas putih telur dapat dinilai dengan menghitung Haugh Units yaitu
menggunakan egg quality slide rule atau menggunakan rumus izaugl? units
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur hams dipecahkan terlebih dahulu kemudian
ketebalan putih telur diukur dengan menggunakan alat mikrometer. Telur yang masih
segar memilila putih telur yang kental dengan ditandai tingginya lapisan putih telur
yang kental. Penurunan tinggi putih telur bersifat logaritmik negatif dan secara
matematis telah dijabarkan oleh Haugh (1937) yang dikenal dengan Haugh unit
(Stadelman dan Cotterill, 1995).
Keadaan kuning telur dapat diukur dengan menghitung indeks kuning telur.
Indeks kuning telur adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis tengahnya
7
yang diukur setelah kuning telur dipisahkan dari putih telur. Dengan bertambahnya
umur telur maka indeks kuning telur &an menurun karena penambahan ukuran
kuning telur akibat perpindahan air (Buckle et aL, 1987). Penurunan kuning telur
dapat mencerminkan kemsakan telur. Wama kuning telur dapat dideterminasi
dengan menggunakan Roche Color Fan yang mempunyai liina belas seri wama.
Penurunan h n g telur merupakan fungsi dari kekuatan menbran vitellin (Stadelman
dan Cotterill, 1995).
Peuurunau Kualitas Telur Selama Penyimpanan
Kualitas telur dapat mengalami penurunan karena adanya faktor
penyimpanan. Penurunan tersebut dapat dinilai pada telur utuh dan telur yang sudah
dipecahkan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penurunan yang tejadi pada telut utuh
diantaranya penyusutan bobot telur, pembesaran rongga udara, sedangkan pada telur
yang sudah dipecahkan dapat diketahui kekentalan putih telur serta keadaan kuning
telur.
Lamanya penyimpanan dapat menyebabkan penguapan gas dan pelepasan air.
Penyusutan bobot telur serta pembesaran kantung udara terjadi karena adanya
pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan kadang-kadang H2S. Selain i t - juga
pelepasan gas tersebut dapat menyebabkan bau yang menyimpang dari telur.
Perubahan selanla penyimpanan dipengaruhi oleh suhu, suhu penyimpanan tinggi
maka kualitas telur akan semahn rendah. Pembahan penampakan kuning telur dapat
terjadi karena pada suhu maupun kelembaban udara yang tinggi dapat tejadi
kondensasi air yang berlebihan pada kulit telur sehingga dapat menjadi media baik
untuk pertumbuhan kapang dan bakteri. Timbulnya bintik hitam pada kerabang telur
disebabkan oleh kapang dan distribusi air yang tidak merata diseluruh permukaan
kerabang telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kualitas putih telur ditentukan oleh tingginya lapisan putih telur yang kental.
Kekentalan tersebut akan menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal mi
tejadi ahbat pelepasan air dan penguapan C02 yang &an menyebabkan pH telur
meningkat dari 7.6 (telur segar) menjadi basa sehingga mencapai 9,O-9,7.
Peningkatan pH tersebut akan tejadi ikatan kompleks ovomucm-lysozym yang akan
mengeluarkan air sehingga putih telur menjadi encer (Stadelman clan Cotterill, 1995).
Romanoff dan Romanoff (1963) menambahkan perubahan nilai pH putih telur
8
disebabkan oleh hllangnya C02 dan aktifnya enzim proteolitik yang merusak
membran vitellin menjadi lemah dan akhirnya pecah sehingga menyebabkan putih
telur menjadi cair dan tipis.
Selama penyimpanan kuning telur akan mengalami penurunan kekuatan
membran vitellin akibat adanya penguapan COz serta air yang berasal dari putih telur
masuk ke dalam kuning telur melalui proses osinosis (Romanoff dan Romanoff,
1963).
Pengawetan Telur
Pengawetan adalah salah satu teknik untuk membuat bahan pangan tidak
mudah rusak. Telur yang diawetkan hams memiliki kualitas yang baik (telur segar),
bentuk dan ukuramya normal, keadaan rongga udara dan kebersihan kulit telur
termasuk kualitas AA. USDA membagi telur dalam tingkatan kualitas berdasarkan
dalam nilai haugh units yaitu kualitas AA (HUL72), A (723U260), dan B
(HU<60). (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kualitas AA adalah termasuk kualitas
tertinggi dalam Masifikasi telur. Nilai haugh units akan semakin menurun dengan
adanya penyimpanan terhadap telur. Menurut Rosidah (2006) nilai haugh units akan
menurun sebesar 0,43 seiring dengan semakin lamanya telur disimpan. Selain itu
juga terjadi pembesaran ukuran kantung udara, putih dan kuning telur menjadi lebih
encer, pH telur menjadi basa, timbul bau busuk akibat mikroba yang masuk ke dalam
telur. Pengawetan terhadap telur dilakukan agar dapat menghambat terjadinya
kebusukan oleh bakteri dan menunda kerusakan fisik dan lamia dari telur (Hintono,
1984).
Metode pengawetan telur dibagi menjadi dua yaitu pengawetan telur pecah
dan pengawetan telur utuh. Pengawetan telur hpecahkan belum cukup dikenal
dimasyarakat ha1 tersebut karena memerlukan prasarana yang mahal dan prospek
pemasarannya belum baik. Bahan pengawet yang biasa digunakan untuk
pengawetan telur utuh antara lain parafin, vaselin kapur, waterglass, garam dapur,
bahan penyamak nabati, dan lain-lain. Pengawetan telur utuh yang menggunakan
ballan pengawet garam dapur biasa disebut dengan pengasinan telur (Romanoff dan
Romanoff, 1963).
Pengasinan Telur
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan
oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah
kemsakan dan kebusukan telur serta memberi citarasa khas dari telur (Sirait, 1986).
Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain mudah
untuk dilakukan, biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan kesukaan
konsumen.
Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang digunakan yaitu
perendaman dengan menggunakan lamtan garam jenuh dan pembalutan dengan
mencampur garam, serbuk bata merah atau abu gosok, dan kadang-kadang
menggunakan kapur. Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode
perendaman dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis. Keunggulan
pembuatan telur asin dengan perendaman adalah prosesnya singkat, sedangkan
dengan cara pembalutan prosesnya rumit.
Garam dapur mengandung 91.62% NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fe
dalarn bentuk garam klorida (Joedawinata, 1976). Garam mempunyai sifat
higroskopis sehingga dapat menyebabkan plasmolisis dan dehidrasi pada sel bakteri,
menghambat kerja enzim proteolitik, mengurangi daya larut oksigen serta
menurunkan daya aktivitas air (Frazier dan Westhoff, 1983). Garam yang digunakan
dalam proses pengawetan membutuhkan konsentrasi garam sebesar lebih dari 15%
(Ayres et al., 1980).
Ukuran kristal garam dapat mempengaruh~ dalan proses pengasinan telur.
Ukuran kristal yang baik sekitar 1-6 mm!. Apabila ukurannya lebih kecil dari 1 mm3
maka laju difusinya akan cepat sehingga menyebabkan kekerasan pada protein putih
telur, sedangkan ukuran kristal garam lebih dari 6 mm3 maka laju difusinya menjadi
lambat (Koswara, 1991).
Mekanisine yang terjadi pada pengasinan adalah proses penetrasl garam
dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi ion ~ a ' dan Cf. Kedua ion
tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan
mamilaris, membran kulit telur, putih telur, membran vitellin dan yang terakhir
adalah kuning telur. Laju difusi mendapat hambatan dari lapisan kapur yang terdapat
pada kerabang telur serta lapisan lemak pada kuning telur (Koswara, 1991). Larutan
garam yang berdifusi ke dalam telur disebabkan oleh terdapatnya pori-pori pada
kerabang telur dan konsentarsi larutan garam NaCl. Difusi ini hiasa disebut dengan
osmosis.
Larutan garam dari putih telur yang masuk ke dalam kuning telur melalui
membran vitellin karena adanya perhedaan tekanan osmotik antara kedua bagian
tersebut. Membran vitellin adalah salah satu bagian terpenting pada kuning telur
selama proses pengasinan. Ketebalan membran ini sekitar 0,012 - 0,023 mm, yang
sebagian besar tersusun dari keratin (Moran dan Hale, 1936 dalam Shenstone, 1968).
Pada membran vitellin, air didorong keluar dari kuning telur dan mencegah air
masuk, mendorong NaCl masuk kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar
(Romanoff dan Romanoff, 1993). Kecepatan difusi pada putih telur lebih cepat
dibandingkan dengan kecepatannya pada kuning telur. Hal tersebut dipengaruhi oleh
konduktivitas membran vitellin putih telur tinggi, sedangkan konduktivitas pada
kuning telur rendah (Shenstone, 1968).
Perubahan yang Terjadi Selama Proses Pengasinan
Denaturasi Protein
Denaturasi adalah proses perubahan konfigurasi tiga dimensi dari molekul
protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida (Tarigan, 1983). Menurut
Pomeranz (1985) menyatakan bahwa denaturasi adalah proses modifikasi ikatan
selain ikatan rantai pada rantai utama. Denaturasi protein terjadi karena putusnya
ikatan hidrogen oleh urea dan garam guanidina (Winarno, 1991).
Terdapat dua jenis denaturasi yaitu, denaturasi tidak dapat balik dan
denaturasi yang dapat balik (Tarigan, 1983). Menurut Fennema (1985)
mengkategorikan denaturasi menjadi dua jenis yaitu agen fisik dan agen kimia.
Denaturasi yang disebabkan oleh agen fisik yaitu temperatur, tekanan, hidrostatis dan
gaya mekanik yang besar, sedangkan yang disebabkan oleh agen kimia adalah pH,
zat organik, garam-garaman dan detergen.
Pembentukan Gel
Gel adalah fase antara padat dan cair, sebagai sistem larutan yang kehilangan
sifat mengalir. Gelasi terjadi pada saat terbentuk ikatan nonkovalen dari gugus
fungsional yang sudah stabil. Mekanisme dari gelasi ini adalah pemerangkapan air,
immobilisasi dan pembentukan struktur gel yang stabil (Fennema, 1985).
Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi, agregasi,
koagulasi dan flokulasi (Pomeranz, 1985). Garam merupakan salah satu faktor yang
inenyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pa& kuning telur. Hal
tersebut terjadi karena adanya aktivitas kation dan anion dari garam yaitu ~ a + dan C1-
yang meningkat (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Proses Kemasiran Telur
Kemasiran merupakan salah satu karakteristik kuning telur asin. Tekstur
masir pada kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen (Chi dan
Tseng, 1998). Ukuran granul diakibatkan oleh adanya air garam yang masuk ke
&lam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL). Menurut
Chang, Powrie dan Fennema (1997) menambahkan garam yang masuk ke dalam
kuning telur akan bereaksi dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk
fraksi low densiw). Hal diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.
Penilaian Organoleptik
Penilaian organoleptik biasa disebut juga penilaian inderawi atau sensori
karena melibatkan panca indera (Soekarto, 1985). Penilaian ini dilakukan karena
pelaksanaannya mudah dan cepat. Panca indera yang biasanya digunakan adalah
penglihatan, perasa dan penciuman.
Penilaian mutu produk yang menggunakan indera penglihatan diantaranya
adalah warna, ukuran dan penampakan m u m . Indera perasa melibatkan lidah
sebagai media yang dapat merasakan rasa asin, pahit, manis, dan asin (Winarno,
1991). Penciuman terhadap bau merupakan produk dengan mencium baunya baik
pada produk pangan maupun non pangan.
Uji hedonik merupakan uji kesukaan dari panelis sebagai salah satu
penerimaan produk yang diujikan. Bentuknya berupa tanggapan atau respon pribadi
suka atau tidaknya terhadap sampel oleh panelis. Tanggapan tingkat kesukaan dari
panelis dinyatakan dalam skala hedonik. Jumlah panelis untuk uji hedonik adalah
15-20 orang (agak terlatih) dan lebih dari 80 orang untuk panelis yang tidak terlatih
(Soekarto, 1985).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di baaan Ilmu Produksi Temak Unggas, Bagian
Ilmu Nutrisi clan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Mei sampai
Oktober 2006.
Materi
Bahan utama yang digunakan adalah telur itik yang berasal dari itik yang
dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Temak Unggas, Fakultas Petemakan IPB. Bahan
yang digunakan dalam proses pengasinan adalah garum dapur, sedangkan untuk
analisis kadar garam diantaranya H N O 3 4 N, KSCN O,11 N, tawas fen ammonium
sulfat 40%
Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah candler, wadah telur
(egg .tray), timbangan dengan ketelitian 0,001 g, cawan porselen, gelas piala, toples
bening, oven 60' C, oven 105' C, tanur, labu erlemeyer, kompor listrik, pipet, buret,
piring kecil, plastik transparansi, kertas manila, gunting.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial 3 x 2
dengan dua kelompok. Faktor pertama (A) adalah urnur telur yaitu telur segar (0
hari), telur berumur 7 hari, telur berumur 14 hari. Faktor kedua (B) adalah
konsentrasri garam yang terdiri dari 2 taraf yaitu (20% dan 25%) dengan
perbandingan garam dan air yaitu 1 : 4 dan 1 : 5. Sebagai kelompok adalah waktu
pengasinan yang berbeda.
Peubah yang diukur terdiri atas kadar garam putih telur dan kuning telur, I
kadar air putih telur dan kuning telur, kemasiran h n g telur, serta uji organoleptik
telur asin (penampilan m u m , rasa asin putih telur, rasa masir kuning telur).
Hasil penelitian uji hedonik dianalisis dengan menggunakan model non-
pararnetrik Kruskal-Wallis. Jika diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata,
maka dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking yang dikembangkan oleh
Gibbons (1975). Model rancangannya yaitu sebagai berikut :
l ~ i - ~ j I S Z I k ( ~ + 1 ) / 6 I ~ '
Jika I Ri - Rj I 2 Z I k (N+1)/6 I O", maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata
pada taraf Z = 0,05.
Keterangan :
Ri = Rataan perlakuan ke-i Rj = Rataan perlakuan ke-j K = Jumlah level dalam perlakuan N = Jumlah total data Z = Nilai Z untuk perbandingan lebih dari dua rata-rata.
Analisis Data
Data yang diperoleh kadar garam putih dan kuning telur asin, kadar air putih
dan kuning telur asin, kemasiran kuning telur sebelum dianalisis dilakukan pengujian
asumsi yaitu uji kehomogenan, uji kemormalan, uji keaditifan, serta uji kebebasan
galat. Apabila memenuhi persyaratan keempat asumsi di atas maka dilakukan
analisis ragam. Bila tidak memenuhi persyaratan empat pengujian asumsi maka data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Uji organoleptik dianalisis menggunakan
model non-parametrik Kruskal-Wallis.
Prosedur
Pengkoleksian Telur Itik
Telur diperoleh dari itik yang dipelihara di kandang bagian Ilinu Produksi
Unggas sebanyak 216 butir. Telur itik tersebut kemudian ditimbang dan dicuci. Telur
dikelompokkan berdasarkan perlakuan umur penyimpanan selama 0, 7, dan 14 hari.
Masing-masing umur telur memiliki bobot telur sebesar 64 * 3 gramlbutir dan
disimpan dalam suhu ruang.
Pembuatan Larutan Garam
Garam yang dipakai merupakan garam dapur halus. Larutan garam yang
digunakan adalah larutan garam dengan konsentrasi 1:4 (1 bagian garam yang
dilarutkan dalam 4 bagian air) dan larutan garam dengan konsentrasi garam 1:5 (1
bagian garam yang dilarutkan dalam 5 bagian air). Garam yang diperlukan
ditimbang sesuai dengan perlakuan. Garam dilarutkan dalam air mendidih kemudian
larutan garam tersebut didiarnkan selama 1 hari dan disaring untuk memperoleh la-
mtan yang bening.
Pengasinan
Pengasinan yang dilakukan yaitu dengan cara merendam telur didalam
larutan garam. Telur yang telah ditirnbang dengan masing-masing bobot 63*4 garm
dicuci dengan air hangat lalu dikering udarakan kemudian diteropong (candling).
Telur direndam dalam lamtan garam sesuai dengan perlakuan masing-masing selama
12 hari kemudian dikeluarkan dan dicuci dengan air. Telur yang telah diasinkan
disimpan di suhu ruang selama 2 hari di dalam toples.
Pengukuran Kadar Garam NaCl (Volhard dalam Tim Laboratorium Ilmu dan
Tehologi Pakan, 2003).
Sampel putih telur ataupun kuning telur diambil sebanyak 4-5 gram
kemudian dimasukan ke dalam cawan porselin. Sampel yang telah diberi kode
kemudian dimasukkan dalam oven 60" C selama 24 jam. Sampel diangkat, kemudian
di letakkan dalam oven 105' C selama 5 jam. Sampel dikeluarkan dalam oven
kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
Sarnpel yang telah dioven keinudian diabukan dalam tanur (600" C).
Abu yang diperoleh ditambah dengan air dan HN03 pekat sampai lembab.
Sampel tersebut dimasukan dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan air
hingga tanda garis pada labu dan didiamkan selama satu malam. Larutan tersebut
dipipet sebanyak 10 ml ke dalam labu erlemeyer. Setelah itu ditambahkan 10 ml
HN03 4 N dan tawas feri ammonium sulfat 40% sebanyak 10 ml. Larutan tersebut
dititrasi dengan KSCN O,11 N. Volume KSCN yang digunakan dicatat dan dibuat
sebagai penetapan blanko. Kadar garam dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut : (B-A)xfpxNKSCNx58,50
Kadar garam (%) = : 100% mg sampel
Keterangan
B =ml blanko A =ml contoh N = normalitas KSCN 58,50 = berat molekul NaCl fp = faktor pengenceran
Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984)
Sampel (putih atau kuning telur) sebanyak 4 - 5 gram dalam cawan yang telah
diketahui bobotnya dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan dengan suhu 105" C
selama 15 menit, kemudian didingnkan dalam desikator selama 15 menit kemudian
ditimbang kembali.
Kehilangan berat Kadar air = x 100%
Berat sampel
Pengukuran Kemasiran Kuning Telur (AAICS, 1974)
Pengukuran kemasiran telur dilakukan terhadap telur asin yang telah direbus.
Pengukuran kemasiran diawali dengan memotong kertas manila berukuran 1x1 cm,
2x2 cm, 3x3 cm, 4x4 cm, dan 5x5 cm. Masing-masing ukuran kertas dihltung
luasnya dan ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital.
Berdasarkan data luas tersebut dan berat tersebut dapat diketahui rata-rata luas
kertas persatuan berat (a cm2/gram).
Pengukuran kemasiran kuning telur dilakukan dengan mengukur luas
permukaan kuning telur yang masir dan dinyatakan dalam bentuk persen. Permukaan
luas kuning telur yang masir dilakukan dengan meletakkan plastik transparansi ke
atas permukaan kuning telur. Bagian kuning total clan bagian yang masir kemudian
ditandai clan digambar pada plastik transparansi. Plastik transparansi ditandai,
kemudian diplotkan pada kertas manila. Plastik yang diplotkan pada kertas manila
tersebut adalah sisi sebaliknya dari plastik transparansi yang mengenai telur. Kertas
manila kuning telur total kemudian dipotong dan ditimbang (b gram). Kertas manila
dari bagian yang inasir (Y) dipotong dan dipisahkan dari bagian yang tidak masir
(X). Bagian kertas yang masir tersebut kemudian ditimbang (Y gram). Kertas manila
dari kuning total (b gram) dan bagian yang masir (Y gram) yang telah ditimbang
tersebut, kemudian dikonversikan dalam satuan luas dengan menggunakan rumus :
Bagian kuning telur total (P cm2) = a cm2/gram x b gram
Luas bagian kertas yang masir (Q an2) = a cm2/gram x Y gram
Bagian yang tidak masir
Bagian yang masir
Berat kertas kuning telur total dan bagian yang masir yang telah
dikonversikan tersebut dinyatakan luas kuning total (P cm2) dan luas bagian yang
masir (Q cm2). Persentase luas pennukaan yang masir (Y) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
% pennukaan yang masir (Y) = Q cm2 / P cm2 x 100%
Luas permukaan yang masir (Y) menyatakan banyaknya kuning telur yang
masir.
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik). Panelis
&beri formulir isian untuk memberikan penilaian terhadap sampel yang hsajikan.
Sampel yang diujikan pada panelis disajikan secara acak dengan cara pemberian
kode tertentu yang masing-masing terdiri dari tiga angka. Panelis diharapkan dapat
menanggapi persepsi kesukaannya pada sampel yang meliputi nilai hedonik yaitu
penampilan umum, rasa asin putih telur serta rasa masir kuning telur. Skala
hedoniknya adalah : (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4)
netral; (5) agak suka; (6) suka dan (7) sangat suka. Penilaian dilakukan lebih dari 80
orang panelis tidak terlatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data
Data yang diperoleh untuk kadar garam putih dan kuning telur asin, kadar air
putih dan kuning telur asin, serta kemasiran kuning telur tidak memenuhi keempat uji
asumsi yang terdiri dari uji kehomogenan, uji kenormalan, uji keaditifan dan uji
kehebasan galat, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Uji
organoleptik dianalisis menggunakan model non-parametrik Kruskall-Walis.
Kadar Garam Telur Asin
Pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur yang
berbeda (0, 7, dan 14 hari) terhadap kadar garam putih dan kuning telur asin
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Garam Putih serta Kuning Telur Pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda
Bagian Telur Konsentrasi Umur Telur ( Hari ) Garam 0 7 14
... . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . ..% ............................... Putih telur 1 :4 2,47 * 0,21 2,65 k 0,52 3,06 i 0,59
1:5 2,Ol h 0,50 2,51 h 0,39 2,81 i 0,11
Kuning telur 1 :4 0,04 * 0,Ol 0,06 * 0,02 0,07 * 0,Ol 1 :5 0,03 * 0,Ol 0,04 * 0,02 0,04 i 0,02
Kadar Garam Putih Telur
Kadar garam putih telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur
telur yang berbeda berkisar 2,01%-3,06%. Kadar garam putih telur tertingg dicapai
pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4 yaitu sebesar
3,06%. Kadar garam putih telur asin terendah dicapai pada telur itik segar (0 hari)
dengan konsentrasi garam 1:5 yaitu sebesar 2,01%.
Bertambahnya umur penyimpanan pada telur akan mengakibatkan
berubahnya kondisi dari telur baik pada putih maupun kuming telur. Sela~na
penyimpanan terjadi penguapan C02 dan pelepasan air yang menyebabkan putih telur
encer (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penguapan COz terjadi akibat adanya
penguraian senyawa NaHC03 menjadi NaOH (Stadelman dan Cotterill, 1995) yang
selanjutnya NaOH akan terurai kembali inenjadi ion-ion ~ a + dan OH-, sehingga pH
putih telur menjadi naik (bersifat basa). Peningkatan pH pada putih telur tersebut
akan mengakibatkan te jadinya ikatan ovomucin-lysozim sehingga mengeluarkan air.
Reaksi penguraian senyawa NaHC03 menjadi NaOH sebagai berikut :
NaHC03 - NaOH+ COz
NaOH Na++ OK
Keadaan putih telur yang telah encer akibat penyimpanan akan
mempengaruhi kuning telur. Kondisi putih telur yang encer tersebut menyebabkan
larutan garam mudah masuk ke dalam telur. Air yang berada pada putih telur akan
menuju kuning telur.
Proses penetrasi garam masuk ke dalam telur bejalan secara difusi setelah
garam (NaCl) mengion menjadi ion Na+ dan C1-. Ion-ion tersebut masuk ke dalam
telur karena didorong oleh adanya tekanan osmotik dari larutan garam. Tekanan
osmotik dari larutan garam tergantung dari konsentrasi garam. Semakin tinggi
konsentrasi garam maka akan diperoleh tekanan osmotik yang semakin tinggi pula
sehingga kecepatan difusi larutan garam yang masuk ke dalam telur akan semakin
cepat (Romanoff dan Romanoff, 1963). Tekanan osmotik merupakan dorongan untuk
tejadinya transport molekul melalui selaput tipis karena adanya perbedaan
kepekatan (konsentrasi) antara kedua larutan sampai tercapainya keadaan setimbang
(isotonik). Terlihat dari Tabel 3 dengan penggunaan konsentrasi garam tertinggi (1:4)
pada semua umur telur itik (0,7 dan 14 hari) menghasilkan kadar garam putih telur
tertinga masing-masing sebesar 2,47%, 2,65%, dan 3,06% bila dibandingkan dengan
konsentrasi garam 1 :5.
Kadar Garam Kuning Telur
Kadar garam kuning telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan
umur telur yang berbeda berkisar 0,03%-0,07%. Kadar garam kuning telur asin
tertinggi dicapai pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4
yaitu sebesar 0,07%. Pada kondisi tersebut kadar garam di putih telur dalam jumlah
terbanyak yaitu sebesar 3,06%. Larutan garam yang telah masuk di dalam putih telur
akan menuju kuning telur. Semakin larnanya telur disimpan (14 hari) maka laju
difusi larutan garam masuk ke dalam kuning telur semakin cepat. Hal tersebut
disebabkan karena semakin lamanya telur disimpan akan menyebabkan putih
telurnya semakin encer sehingga garam yang melewati putih telur menuju kuning
telur semakin mudah.
Semahn tinggi konsentrasi garam, maka semakin tinggi pula tekanan
osmotiknya sehingga akan mempercepat laju penetrasi garam ke dalam kuning telur.
Adanya tekanan osmotik tersebut akan membantu garain inasuk ke dalam kuning
telur. Kadar garam kuning telur asin terendah dicapai pada telur itik segar (0 hari)
dengan konsentrasi garam rendah yaitu 1:5. Kadar garam kuning telur pada
konsentrasi garam 1:4 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi garam 1:5.
Kadar Air Telur Asin
Pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur yang
berbeda (0,7 dan 14 hari) terhadap kadar air putih serta kuning telur msajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur Pada Konsentrasi garam dan Umur Telur yang Berbeda
Konsentrasi Bagian telur Umur Telur ( Hari )
Garam 0 7 14 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... % ......... .... .. .. ... .. . .. .. .... .
Putih telur 1:4 85,66 * 0,70 85,OO k 1,05 86,58 * 2,86 1:5 86,15 k 0,17 87,32 k 1,72 86,90 * 1,94
Kuning telur 1 :4 33,66 * 1,78 32,25 * 8,46 35,78 5 1,46 1:5 30,86i 3,99 31,53 * 3,79 32,81 * 1,74
Kadar Air Putih Telur
Kadar air putih telur dari telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan
umur telur yang berbeda berkisar 85,00%-87,32%. Kadar air putih telur pada
konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda bila dilihat dari data diatas ternyata
belum begitu terlihat perbedaan yang mencolok.
Masuknya air ke dalam putih telur didorong oleh tekanan osmotik dari larutan
garam. Semakin tinggi konsentrasi garam larutan maka akan semakin tinggi pula
tekanan osmotik yang dihasilkan. Perbedaan tekanan osmotik pada konsentrasi
garam 1 :4 dengan 1 :5 akan mengakibatkan pula pada perbedaan jumlah air dari
larutan garam yang masuk ke dalam putih telur. Hasil yang diperoleh pada data
diatas ternyata kadar air pada konsentrasi garam yang berbeda hampir sama. Dengan
adanya perbedaan jumlah air yang masuk pada putih telur dengan konsentrasi garam
yang berbeda ternyata belum mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut
disebabkan kandungan terbesar putih telur adalah air. Komponen utama dalam putih
telur adalah air dan protein. Kandungan terbesar dari putih telur yaitu air. Kandungan
air putih telur pada telur itik sebesar 88,00% (Winarno dan Koswara, 2002).
Kadar Air Kuning Telur
Kadar air kuning telur pada telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam
dan umur telur itik yang berbeda berkisar 30,86%-35,7896. Kadar air kuning telur
tertinggi dicapai pada telur itik yang bemnur 14 hari pada setiap konsentrasi garam.
Semakin lama umur simpan telur akan mengakibatkan putih telur menjadi encer,
sehingga air yang berada pada putih telur akan masuk ke dalam kuning telur. Hal
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara putih telur dengan
kuning telur. Tekanan yang terdapat pada putih telur lebih tinggi dari pada tekanan
yang terdapat pada kuning telur. Selain itu juga, kondisi dari membran vitellin sudah
melemah saat penyimpanan (Romanoff dan Romanoff, 1963) dan kualitas kuning
telur menurun.
Banyaknya air yang masuk ke dalam kuning telur dipengaruhi oleh tekanan
yang ada pada larutan garam. Adanya perbedaan tekanan diluar dengan tekanan di
dalain telur akan mempengaruhi larutan garam yang masuk ke dalam kuning telur.
Tekanan osmotik larutan dipengaruhi oleh tinggi dan rendahnya konsentrasi garam.
Semakin tinggi konsentrasi garam maka tekanan osmotiknya semalun t i n g ~ pula.
Garam yang masuk ke dalam k m n g telur akan menyebabkan sebagian air yang
berada pada kuning telw akan keluar ke putih telur. Hal tersebut disebabkan karena
adanya proses osmosis. Semalun banyak garam yang masuk akan menyebabkan air
pada kuning telur akan semakin banyak yang keluar ke putih telur (Chi dan Tseng,
1998). Kadar air kuning telur mengalami peningkatan pada setiap umur telur yang
sama dengan meningkatnya konsentrasi garam (1:4).
Kemasiran Kuning Telur
Hasil analisis sifat fisik telur asin dengan pengaruh penggunaan konsentrasi
garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur berbeda (0, 7, dan 14 hari) terhadap tingkat
kemasiran kuning telur disajikan pada Tabel 5.
2 1
Tabel 5. Persentase Tingkat Kemasiran Kuning Telur Asin Pada Konsentrasi Garam dan Umur Telur yang Berbeda
Konsentrasi Umur Telur ( Hari ) Garam 0 7 14
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...... % ..................................................... 1 :4 72,58*9,87 79,33*4,26 84,36*5,25 1 :5 70,74*10,13 72,43*6,37 79,73*3,64
Kemasiran kuning telur akibat penggunaan konsentrasi garam 1:4 dan 1:5
dan umur telur itik yaitu segar (0 hari), 7 dan 14 hari berkisar antara 70,74%-84,36%.
Kemasiran kuning telur tertinggi dicapai pada telur itik yang berumur 14 hari dengan
konsentrasi garam 1 :4 sebesar 84%. Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh kadar
garam yang masuk ke dalam kuning telur. Kadar garan1 kuning telur tertingg dicapai
pada telur itik yang berumur 14 hari dengan konsentrasi garam 1:4 (35,78%).
Kemasiran kuning telur terendah dicapai pada telur itik segar (0 hari) dengan
konsentrasi garam 1:5. Hal ini sesuai dengan data diatas bahwa kadar gararn pada
telur itik segar (0 hari) dan konsentrasi garam 1:5 tersebut memiliki nilai yang
terendah (70,74%). Semalan tinggi konsentrasi garam maka tekanan akan semakin
tinggi pula sehingga menyebabkan laju difusi larutan garam akan semalun cepat.
Keadaan tersebut menyebabkan kemasiran semakin tinggi. Terlihat pada Tabel 5,
semakin tinggi konsentrasi garain (1:4) maka kemasiran kuning telur yang dihasilkan
semakin tinggi pula.
Tekstur masir pada kuning telur asin disebabkan oleh adanya pembesaran
ukuran granula (Chi dan Tseng, 1998). Menurut Chang, Powrie dan Fennema (1997),
granula adalah bintik-bintik atau butiran-butiran lipoprotein yang terdiri dari
lipovitellin (70%), low density lipoprotein (LDL) (12%), dan phosvitin (16%).
Garam yang inasuk ke dalam kuning telur akan bereaksi dengan lipoprotein
(kompleks antara lemak dan protein) yang sebagian besar dalam bentuk fiaksi low
density. Akibat adanya reaksi antara garam dan lipoprotein tersebut akan
menyebabkan ikatan antara lemak dan protein lepas sehingga lemak dan proteinnya
akan berpisah. Hal tersebut inenyebabkan partikel-partikel protein yang terlepas dari
lemak saling menyatu. Selain itu juga, protein akan terdenaturasi dan terkoagulasi
sehingga akan terbentuk gel.
Uji Organoleptik
Pengaruh penggunaan konsentrasi garam (1:4 dan 1:5) dan umur telur yang
berbeda (0, 7, dan 14 hari) terhadap uji organoleptik (hedonik) telur asin dsajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Telur Asin Pada Umur Telur dan Konsentrasi Larutan Garam yang Berbeda
Peubah yang diamati Konsentrasi Umur Telur ( Hari ) Garam 0 7 14
Penampilan umum 1:4 4,91*1,64 4,57*1,66 4,17*1,93 1:5 4,40*1,80 4,52*1,48 4,64*1,49
Rasa asin putih telur 1 :4 4,5011,49 4,24*1,57 4,26*1,53 1 :5 4,33*1,62 4,46*1,54 4,60*1,49
Rasa masir kuning telur 1 :4 4,61+1,73 4,36*1,70 4,62*1,57 1:5 4,63*1,78 4,79*1,56 4,78*1,55
Keterangan : 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3. Agak tidak suka; 4. Netral; 5. Agak suka; 6. suka; 7. Sangat suka.
Penampilan Umum Telur
Penampilan umum telur dinilai dari putih serta kuning telur. Penampilan
umum telur asin akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda
berkisar 4,17-4,91. Kisaran tersebut termasuk dalam skala hedonik agak suka. Hasil
statistik menunjukkan bahwa respon panelis terhadap penampilan umum telur asin
tidak berbeda. Hal tersebut karena panelis belum mampu membedakan penampilan
telur asin akibat adanya penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang berbeda.
Rasa Asin Putih Telur
Nilai rasa asin putih telur berkisar 4,26 - 4,60. Hasil analisis secara statistik
menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata dari respon panelis terhadap rasa asin putih
telur &bat penggunaan konsentrasi garam 1:4 dan 1:5 dan umur telur itik segar (0
hari), 7 dan 14 hari. Respon panelis terhadap rasa asin putih telur belum mampu
untuk membedakannya dengan kadar garam putih telur yang berkisaran 2,01%-
3,06%.
Rasa Masir Kuning Telur
Rasa masir kuning telur asin ahbat penggunaan konsentrasi garam dan umur
telur yang berbeda memiliki nilai rata-rata 4,36-4,79. Kisaran tersebut termasuk
dalam skala hedonik agak suka tetapi secara statistik menunjukkan tidak berbeda.
Hal ini berarti dengan adanya perbedaan persentase tingkat kemasiran sebesar 70,74-
84,36% (Tabel 5) tidak dapat dibedakan rasa kemasirannya oleh penelis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Semalan tinggi konsentrasi garam dan semakin lama umur simpan telur,
kadar garam telur asin yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar air telur asin pada
putih telur hampir sama dengan adanya konsentrasi garam dan umur telur yang
berbeda, sedangkan kadar air kuning telur mengalami peningkatan. Kadar garam dan
kadar air kuning telur mempengaruhi kemasiran kuning telur yang dihasilkan.
Konsentrasi garam yang tinggi dan umur telur yang lama menghasilkan kemasiran
kuning telur semakin tinggi.
Uji organoleptik akibat penggunaan konsentrasi garam dan umur telur yang
berbeda terhadap penampilan mum, rasa asin putih telur, rasa masir kuning telur
tidak berbeda nyata, termasuk dalam skala hedonik agak suka.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini berdasarkan sifat fisik,
kimia dan uji organoleptik adalah peinbuatan telur asin dengan menggunakan
konsentrasi garam 1 : 5 dengan telur itik pada setiap umur sampai dengan 14 hari.
UCAPAN TERIMA KASlH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ridho,
rahmat, kekuatan, kesehatan serta kesempatan yang telah diberikan-Nyalah penulis
dapat menyelesaikan sknpsi ini. Tak lupa penulis panjatkan shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi, MS, dan Ir.
Rukmiasih, MS sebagai dosen pembimbing atas segala masukan, arahan, dan
nasihatnya selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Yamin, M. AgrSc sebagai dosen
pembimbing akademik yang banyak membantu dalam menyelesaikan stud. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati S. Pt, Msi dan Dr. Ir. M. Ridla,
M. Agr sebagai dosen penguji atas segala masukan untuk perbaikan pada skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberi balasan atas segala kebaikannya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk ayahanda Nurdin dan
ibunda Entin Surtini tercinta atas do'a yang tak pemah putus, motivasi, harapan,
kepercayaan, jerih payah dengan dukungan moril maupun materil serta curahan kasih
sayang yang tak pernah henti. Ucapan teriina kasih juga penulis sampaikan kepada
kakak tercinta Reni Nurdianawati, S. Tp, dan Irma Nurmawati atas segala
bantuannya baik material motivasi dan semangat kepada penulis serta adik lelalaku
M. Farhannudin
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Program Hibah Kompetisi
A2, seluruh staf dan teknisi Bagian Ilmu Produksi Temak Unggas atas kerjasama dan
semangat selama penelitian. Kepada teman satu penelitian unggas Windy, Maya,
Lukito, Aif, Anggoro, Aldina, Rmi, Nina, Adit, Yanuar atas kerjasama dan semangat
selama penelitian baik di kandang maupun di Laboratorium, Eva, Manda, Laila, Uqi,
Nawawi, Shanti terima kasih atas jalinan persahabatan yang indah serta rekan-rekan
THT'40 dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
AAICS. 1974. A Course Manual in Tropical Pasture Science. Australian Vicechencellors Committee, Australia.
Association of Official Analytical Chemists ( AOAC ). 1995. Official Methods of Analysis. 1 6 ~ ~ ed. AOAC Inc., Washington DC.
Ayres, J. C., and J. 0. Mundt. 1980. Microbiology of Foods. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany.
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootton. 1985. Illnu Pangan. Dite rjemahkan oleh Hari Pumomo dan Akono. Penerbit UI-Press, Jakarta.
Chang, C. M., Powrie, W. D. and Fennema, 0. 1972. Electron microscopy of mayonaise. J. inst. Can. Sci. Technol. 5 (3).
Davis, C. and R. Reeves. 2002. High Value Opportunities From The Chicken Egg. A Report For Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC Publication No. 021094.
Fennema, 0 . R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc, New York.
Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1983. Food Microbiology. McGraw Hill Co., New York.
Georgia Egg Commission. 2005. Albumen. Http: www. Georgia eggs. Org/pages/composition. html.
Gibbons, J. 1975. Non Parametric Method 4 Quantitive Analysis. Alabana : Elsevier Co.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Hintono, A. 1984. Prinsip pengawetan telur. Poultry Indonesia. 5 (53) : 20-21.
Joedawinata, M. A. 1976. Mempelajari pengaruh perbandingan pemakaian garam dan bata serta waktu pengasinan terhadap kulitas telur asin dari telur ayam. Skripsi. Fakultas Mekanisme dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Matz, S. A. and T. D. Matz . 1978. Cookie and Cracker Technology. The AVI Publishingh Co. Inc., Connecticut.
Mountney, G. I. 1976. Poultry Products Tecnology. The 2"* edition. AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.
Pomeranz, Y. 1985. Functional Propoteis of Food Components Academic Press, Inc., London.
Powrie, W. D. 1973. Chemistry of Egg and Egg Product. P61-90. In: Stadelman, W. J. and 0. J. Cotterill. Egg Science and Technology. The AVI Publising Co. Inc., Connecticut.
Powrie, W. C. 1984.Chemistry of Egg ang Egg Product. The AVI Publishing Company Inc., Westport. Connecticut.
Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Johnwilley and Sons, Inc., New York.
Rosidah. 2006. EIubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Shenstone, F. S. 1968. The gross composition, chemistry and physicochemical basic of organisation of the yolk and the white. In: Egg Quality : A Study of The ~ e n ' s Egg. T. C. Carter (Editors). Oliver and Boyd Edinburgh, England.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Stadelman, W. J., and 0 . J. Cotterill. 1977. Egg Science and Technolog. The AVI Publishing Company, Inc., Connecticut.
Stadelman, W. J., and 0. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Tecnology. 4 " ed. Food Product Press, New York.
Sutresna, N. 1996. Penuntun Belajar Kimia 3. Ganeca Exact Bandung, Bandung
United States Departement of Agriculture. 1972. Egg Grading Manual. Agriculture Handbook, Washington D. C.
Tarigan, P. 1983. Kimia Organik Bahan Makanan. Penerbit Alumni, Bandung.
Tim Laboratoriun Ilmu dan Teknologi Pakan. 2003. Pengetahuan Bahan Makanan Temak. Jurusan Ilmu Nutrisi dan makanan Temak. Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winamo, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winamo, F. G dan Koswara S. 2002. Telur Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
L A M P I R A N
Lampiran 1. Diagram Alir Pengasinan Telur
Telur itik Garam Air bersih
1 Dikoleksi (umur t e l w 0,7,14 hari)
1 Diteropong
1 Ditimbang Bobot telur 63*4 g
Dicuci air hangat dengan suhu 37-39 OC
I + Kering udara
1 Haluskan
I
Masukkan kedalam ember A garam (Kg): air (L)
1 :4 1 :5
1 Diaduk
~idiamk'an semalam
1 Diambil bagan bening dan disaring
/ Pengasinan I (g telur : ml larutan)
(1 :2)
Konsentrasi garan 1:4 Konsentrasi garam 1:5
Umur telur Umur telur
0 hari 7 hari 14 hari 0 hari 7 hari 14 hari
Telur asin Telur asin
Lampiran 2. Form Uji Hedonik Telur Asin
UJI ORGANOLEPTIK (HEDONIK) Nama :.. ...................... Tlp/Hp: .................... Tanggal pengujian :. ........ Jenis sampel : Telw asin Insttuksi : 1. Dihadapan anda tersedia sampel telw asin yang hams dinilai
penampilan mum, rasa asin putih telnr serta rasa masir kuning telur. 2. Beri tanda (4) pada kolom yang tersediaa sesuai dengan penilaian anda.
Lampiran 3. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Rasa Asin Putih Telur
Lampiran 4. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Rasa Masir Kuning
Lampiran 5. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis PenampiIan Umum Telur Asin