simulasi perancangan dan analisis qos pada jaringan mpls ...€¦ · 1 simulasi perancangan dan...
TRANSCRIPT
i
Simulasi Perancangan dan Analisis QoS
pada Jaringan MPLS Menggunakan Tunneling VPLS
(Studi Kasus: PT. Grahamedia Informasi)
Artikel Ilmiah
Peneliti:
Raden Aulia Adam Hudaya (672015055)
Wiwin Sulistyo, S.T., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
November 2018
ii
Simulasi Perancangan dan Analisis QoS
pada Jaringan MPLS Menggunakan Tunneling VPLS
(Studi Kasus: PT. Grahamedia Informasi)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Peneliti:
Raden Aulia Adam Hudaya (672015055)
Wiwin Sulistyo, S.T., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
November 2018
iii
iv
v
vi
vii
1
Simulasi Perancangan dan Analisis QoS
pada Jaringan MPLS Menggunakan Tunneling VPLS
(Studi Kasus: PT. Grahamedia Informasi)
1)Raden Aulia Adam Hudaya, 2) Wiwin Sulistyo
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1) [email protected], 2) [email protected]
Abstract
In globalization era, high-speed and network efficiency become absolute necessities for
companies’ network needs. Concerning for fulfilling the data communication needs, ISP
companies are trying to implement VPLS tunneling technology in MPLS as its backbone
network. Automatic data packet delivery, maximally sends from one node to another
without the VPN header being cut since it uses L2MTU for label placement so that the
data distribution process can be optimized. From the test which has been conducted, it is
able to decrease the delay for about 19,53 % optimize 20,91% throughput and minimize
jitter for about 34,09% for video streaming service. Therefore, MPLS-VPLS is able to
give better QoS rather than EoIP tunnel.
Keywords: VPLS, MPLS, EoIP, QoS.
Abstrak
Di era globalisasi, kebutuhan jaringan pada perusahaan dengan kemampuan komunikasi
data dengan cepat dan efisien merupakan kebutuhan yang mutlak. Untuk memenuhi
kebutuhan komunikasi data tersebut, perusahaan ISP berusaha menerapkan teknologi
tunneling VPLS pada MPLS sebagai jaringan backbone-nya. Pengiriman paket data
otomatis secara maksimal mengirim dari node satu ke node yang lain tanpa dipotong
header VPN karena menggunakan L2MTU untuk penempatan label sehingga proses
distribusi data dapat lebih optimal. Dari hasil pengujian yang dilakukan mampu
mengurangi delay 19,53%, memaksimalkan throughput 20,91%, dan mengurangi jitter
34,09% untuk layanan video streaming. Sehingga dapat dikatakan MPLS-VPLS
memberikan QoS lebih baik daripada EoIP tunnel untuk diterapkan di PT. Grahamedia
Informasi Salatiga.
Kata kunci: VPLS, MPLS, EoIP, QoS.
1)
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. 2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana.
2
1. Pendahuluan
Di era globalisasi ini kebutuhan akan jaringan pada perusahaan dengan
kemampuan komunikasi data yang aman, cepat, dan efisien merupakan suatu
kebutuhan yang mutlak dibutuhkan pada masa ini. Dalam memenuhi
kebutuhannya tersebut, perusahaan harus dapat mempertimbangkan teknologi
yang dapat diterapkan di dalamnya. Dengan mendukung akses data perusahaan
membutuhkan sistem jaringan yang terbaik untuk kebutuhan tersebut. Dengan
demikian infrastruktur jaringan perusahaan dapat berjalan lancar tanpa ada
masalah dalam hal komunikasi data.
Begitu juga dengan berlakunya perusahaan penyedia layanan internet (Internet
Service Provider). Dengan infrastruktur jaringan yang besar, pastinya akan
diperlukan biaya yang cukup mahal jika membutuhkan skalabilitas tinggi
sehingga kecepatan, keamanan dan kemudahan dalam bertukar informasi atau
data antar cabang atau client bisa terealisasi dengan baik.
Saat ini teknologi tunneling banyak digunakan oleh perusahaan ISP agar
memiliki jalur khusus yang aman saat berkomunikasi dalam satu perusahaan.
Teknologi ini menyediakan kecepatan transfer data yang tinggi, terjaminnya QoS
(Quality of Service), dan juga menyediakan jaringan private yang memberikan
fungsi dalam menjaga kerahasian data [1]. Dengan adanya teknologi tunneling ini,
antar cabang suatu perusahaan yang memiliki lokasi geografis yang berbeda dapat
saling berkomunikasi dengan aman walaupun melalui jaringan public. Namun
kelemahan dari teknologi tunneling ini yaitu tingkat kompleksitas jaringan
backbone yang tinggi serta perangkat jaringannya pun mahal.
Dari kelemahan ini dapat diatasi dengan menerapkan salah satu teknologi
tunneling yang unggul yaitu tunneling VPLS atau Virtual Private LAN Service
yang berjalan pada jaringan MPLS sebagai jaringan backbone-nya. Dengan
menggunakan MPLS atau Multiprotocol Label Switching, kecepatan transfer data
yang diberikan pun tinggi. Hal ini disebabkan pada jaringan MPLS, metode
forwarding datanya menggunakan informasi dari label yang disisipkan pada paket
IP, sehingga dapat mengurangi delay pembacaan routing table.
Dengan menyediakan tunneling service yang bergerak pada layer 2 ini VPLS
merupakan salah satu cara yang paling inovatif untuk menyediakan MPLS atau
Ethernet VPNs. VPLS ini menggunakan interface Ethernet ke client-nya dengan
mengijinkan beberapa tempat dikoneksikan menggunakan sebuah jembatan
(bridge) domain melalui sebuah jaringan yang diatur oleh penyedia layanan
dengan dukungan jaringan MPLS [2]. Namun, untuk teknologi tunneling ini
memiliki beberapa jenis diantaranya yaitu EoIP tunnel yang saat ini digunakan di
perusahaan ISP di Salatiga, PT. Grahamedia Informasi. EoIP ini sebagai virtual
LAN atau tunnel untuk menghantarkan atau memisahkan jaringan setiap client.
Namun saat ini PT. Grahamedia Informasi menemukan kelemahan dalam
menggunakan EoIP tunnel, yaitu IP header atau paket header menggunakan
kapasitas cukup besar yang saat penyampaian data menuju client tidak optimal.
Header dalam EoIP tunnel menggunakan kapasitas cukup besar dikarenakan
terjadinya encapsulation, sehingga paket yang sudah ada header-nya, akan
ditambahkan header selama proses pengiriman data tersebut. Dapat dijelaskan
3
bahwa saat proses pengiriman dengan EoIP tunnel ini terjadi penambahan header
yang cukup identik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
unjuk kerja jaringan dari teknologi VPLS (Virtual Private LAN Service) yang
berjalan pada jaringan MPLS (Multi Protocol Label Switching) sebagai bahan
evaluasi perusahaan yang akan beralih memanfaatkan teknologi tunneling ini
yang diharapkan dapat memaksimalkan bandwidth yang dimiliki backbone,
throughput jaringan serta kecepatan, keamanan, kemudahan, serta optimalnya
dalam bertukar informasi atau data antar cabang atau client. Simulasi penelitian
ini akan dilakukan pada simulator GNS3 dengan melihat parameter QoS (Quality
of Service) berupa packet loss, delay, jitter, dan throughput untuk digunakan
sebagai bahan analisis.
2. Tinjauan Pustaka
Pada tahun 2013 penelitian terdahulu dari Farham Harvianto [3] membahas
teknologi MPLS telah menguntungkan secara teknis dari layer ke 2 dan router di
layer 3, karena dengan itu sekarang teknologi VPN menjadi bersih dan jaringan
HoPE konfigurasi dari MPLS VPN menjadi sebuah model yang bagus, karena
telah memecahkan masalah. Selain memecahkan masalah dalam sisi teknis,
MPLS VPN juga memecahkan masalah dari sisi bisnis sebuah perusahaan.
Dengan MPLS VPN semua jaringan yang ada di sebuah perusahaan yang
memiliki kantor cabang yang banyak dapat terkoneksi dengan baik, karena
menggunakan jalur khusus untuk mengakses koneksi. selain itu keamanan dari
sisi datanya juga dapat diminimalisir.
Kemudian dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Devi Fitriani pada
tahun 2014 [4] menjelaskan dari hasil pengukuran bahwa jaringan VPLS
Multicast memiliki performansi QoS seperti delay, packet loss, dan throughput
yang lebih baik daripada jaringan OSPF Multicast. Jaringan VPLS Multicast
terbukti dapat mengurangi delay sampai 20.03%, meningkatkan throughput
sampai 23.13%, dan mengurangi packet loss sampai 79.91%.
Pada penelitian terdahulu pada tahun 2015 dilakukan oleh Umar Bashir Sofi
dan Er. Rupinder Kaur Gurm [5] bahwa pada layer 3 MPLS VPN memiliki waktu
konvergensi yaitu 5 sampai 5,5 detik yang kemudian dapat dikurangi menjadi 2,5
hingga 3 detik dengan mempercepat perhitungan SPF pada link state IGP yang
digunakan dalam core ISP. Sedangkan pada layer 2 MPLS VPN menyediakan
waktu konvergensi yaitu 4 sampai 4,5 detik yang kemudian dapat dikurangi
hingga sub-second setelah terjadinya tuning calculation SPF pada link state IGP
yang digunakan dalam core ISP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja layer
2 MPLS VPN jauh lebih baik bila dibandingkan dengan layer 3 MPLS VPN.
Berdasarkan penelitian terdahulu, dengan membuat simulasi perancangan
pengalihan protokol Mikrotik yang saat ini masih digunakan PT. Grahamedia
Informasi dengan teknologi layer ketiga yaitu EoIP tunnel menuju teknologi layer
kedua yang bersifat multipoint to multipoint VPN dan dapat mengkoneksikan
antar beberapa sites dalam single bridge domain pada jaringan MPLS yaitu
dengan VPLS. Penggunaan VPLS di jaringan MPLS pada simulasi perancangan
4
ini berguna untuk melihat kondisi QoS pada jaringan PT. Grahamedia Informasi
yang diharapkan akan lebih maksimal dan berfungsi dengan baik dan efisien.
Multi Protocol Label Switching atau disingkat MPLS merupakan suatu solusi
untuk permasalahan yang dihadapi oleh kecepatan jaringan, rancangan lalu lintas
data dan manajemen dan salah satu bentuk konvergensi vertikal dalam topologi
jaringan [3]. MPLS menjanjikan banyak harapan untuk peningkatan performansi
jaringan paket tanpa harus menjadi rumit seperti ATM. Dengan MPLS, keputusan
forwarding paket tidak lagi didasarkan pada IP header dan tabel routing sehingga
efisiensi adalah manfaat utama dari MPLS. MPLS dikatakan sebagai
multiprotocol karena teknik ini mampu digunakan lebih dari sekedar protokol
network layer [6]. Berikut cara kerja MPLS yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Prinsip kerja MPLS
Prinsip kerja dari MPLS ini adalah menggabungkan kecepatan switching pada
layer 2 dengan kemampuan routing dan skalabilitas pada layer 3. MPLS akan
menyelipkan label diantara header layer 2 dan layer 3 pada paket yang diteruskan.
Label ini ditambahkan dan juga akan dihilangkan oleh LER (Label Edge Router)
yang dimana sebagai penghubung antara jaringan MPLS dan jaringan luar. Label
ini berisi informasi tujuan node selanjutnya kemana paket harus dikirim. MPLS
sudah menyiapkan jalur aliran data ke semua kombinasi node yang disebut
sebagai LSP (Label Switching Path). Setiap router yang tergabung dalam jarinagn
MPLS berperan serta dalam pembuatan LSP ini. Selanjutnya paket data
disalurkan ke setiap LSR (Label Switching Router) sesuai LSP yang sudah
ditentukan sebelumnya [7]. Dapat dikatakan bahwa MPLS diharapkan dapat
meningkatkan kinerja lapisan jaringan routing dan menyediakan fleksibilitas yang
lebih besar dalam pengiriman layanan routing.
Virtual Private LAN Service atau disingkat VPLS merupakan multipoint VPN
layer 2 yang menyediakan sebuah mekanisme yang memberikan kemampuan TLS
(Transparent LAN Service) di seluruh jaringan IP atau MPLS, sehingga seluruh
client yang menggunakan VPLS akan terlihat berada pada jaringan LAN (Local
Area Network) yang sama, namun sebenarnya pada area yang berjauhan. Layanan
VPLS disediakan untuk operator, penyedia layanan, dan perusahaan besar yang
membutuhkan ketersediaan layanan Ethernet dengan kinerja tinggi dan jaminan
5
Quality of Service (QoS) [2]. Kemudian perpaduan kerja MPLS-VPLS adalah
setelah jaringan MPLS terbentuk, maka VPLS (Virtual Private Lan Service)
diterapkan dan kemudian VPLS akan menjalankan logika atau fungsi VPN. VPLS
ini akan membuat tunnel dari node satu ke node yang lain melewati MPLS cloud.
Gambar 2. VPLS Reference Model [1]
Dari Gambar 2 jaringan VPLS terdiri dari Customer Edge (CE), Provider
Edge (PE), dan jaringan MPLS sebagai core network-nya. Perangkat CE
merupakan sebuah router atau switch yang terletak pada sisi client, dapat dimiliki
maupun di-manage oleh client ataupun dimiliki dan juga di-manage oleh service
provider. Perangkat CE terhubung ke PE melalui sebuah Attachment Circuit
(AC). Dalam kasus VPLS, diasumsikan bahwa interface antara CE dan PE adalah
Ethernet.
Perangkat PE merupakan dimana kecerdasan VPN berada, dimana VPLS
dimulai dan diakhiri, dan dimana semua tunnel yang dibutuhkan dibentuk untuk
menghubungkan semua PE. Karena VPLS merupakan layanan Ethernet layer 2,
PE harus memiliki kemampuan untuk pembacaan Media Access Control (MAC).
Core network IP/MPLS menginterkoneksikan setiap PE. Sebenarnya core
IP/MPLS tidak benar-benar berpartisipasi dalam fungsi VPN. Trafik secara simple
di-switch berdasarkan MPLS label.
Untuk mendukung routing pada proses ini dapat menggunakan protokol
routing OSPF atau Open Shortest Path First. OSPF merupakan sebuah protokol
perutean berjenis IGP (Interior Gateway Protocol) yang hanya dapat bekerja
dalam jaringan internal suatu organisasi atau perusahaan [8]. OSPF menggunakan
informasi link-state dalam melakukan proses pengiriman paket. Dengan adanya
MPLS, penggunaan OSPF hanya melakukan lookup destination address dari
routing OSPF satu kali saja, setelah itu proses routing menggunakan informasi
tabel yang diberikan MPLS tanpa harus melakukan proses routing dan melihat
tabel routing lagi.
Ethernet over Internet Protocol (EoIP) merupakan fitur pada Mikrotik
RouterOS yang membangun sebuah network tunnel antar mikrotik router di atas
sebuah koneksi TCP/IP [9]. Teknologi layer 3 ini ketika diaktifkan maka interface
6
EoIP dianggap sebagai sebuah interface Ethernet. Kemudian jika Bridge mode
diberlakukan pada EoIP tunnel maka semua protokol yang berbasis ethernet akan
dapat berjalan di Bridge tersebut (dianggap seperti hardware interface ethernet
yang di bridge). Dan EoIP tunnel diaktifkan hanya dapat dibuat di Mikrotik
RouterOS dengan menggunakan protocol GRE (RFC1701).
Kemudian untuk Quality of Service (QoS) dapat dikatakan sebagai
terminologi yang digunakan untuk mendefinisikan karakteristik suatu layanan
(service) jaringan [10]. Dari segi networking, QoS mengacu kepada kemampuan
memberikan pelayanan berbeda kepada lalu lintas jaringan. Parameter QoS adalah
delay, jitter, packet loss, throughput. QoS sangat ditentukan oleh kualitas jaringan
yang digunakan. Beberapa parameter ini akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Delay (Waktu Tunda)
Delay adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke
tujuan. Delay dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik, kongesti atau juga waktu
proses yang lama. Delay versi Telecommunications and Internet Protocol
Harmonization Over Networks (TIPHON) dikelompokkan menjadi empat
kategori seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori Delay Kategori
Degradasi
Delay
Sangat Bagus <150 ms
Bagus 150 ms s/d 300 ms
Sedang 300 ms s/d 450 ms
Buruk >450 ms
Persamaan (1) merupakan perhitungan delay yang menunjukkan persamaan:
Rata-rata Delay = total 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦
jumlah total paket yang diterima (1)
b. Packet Loss (Paket Hilang)
Merupakan suatu parameter yang menggambarkan suatu kondisi yang
menunjukkan jumlah total paket yang hilang, dapat terjadi karena collision dan
congestion pada jaringan. Hal ini disebabkan banyaknya variasi panjang antrian
paket dalam waktu proses paket dan waktu penghimpunan ulang paket-paket.
Packet loss versi Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over
Networks (TIPHON) dikelompokkan menjadi empat kategori seperti pada Tabel
2.
7
Tabel 2. Kategori Packet Loss Kategori
Degradasi
Packet Loss
Sangat Bagus 0%
Bagus 3%
Sedang 15%
Buruk 25%
Persamaan (2) merupakan perhitungan packet loss yang menunjukkan
persamaan:
Packet loss = (paket dikirim−paket diterima)
paket dikirim 𝑥 100% (2)
c. Jitter (Variasi Waktu Tunda)
Jitter adalah jumlah variasi waktu kedatangan paket-paket yang dikirimkan
terus-menerus dari satu terminal (source) ke terminal lain (destination) pada
jaringan. Delay antrian pada router dan switch dapat menyebabkan jitter [8]. Jitter
versi Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over Networks
(TIPHON) mengelompokkan menjadi empat kategori penurunan kinerja jaringan
berdasarkan nilai jitter seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategori Jitter Kategori
Degradasi
Jitter
Sangat Bagus 0 ms
Bagus 0 ms s/d 75 ms
Sedang 75 ms s/d 125 ms
Buruk 125 ms s/d 225 ms
Persamaan (2) merupakan perhitungan jitter yang menunjukkan
persamaan:
Jitter = total variasi 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦
total paket yang diterima − 1 (3)
d. Throughput
Throughput merupakan parameter QoS yang menunjukkan suatu kecepatan
rata-rata bandwidth yang sebenarnya, diukur dengan satuan waktu tertentu pada
kondisi jaringan tertentu untuk melakukan pengiriman paket dengan ukuran
tertentu juga. Hasil throughput diambil dari jumlah paket data yang dikirim dibagi
dengan jumlah waktu yang diperlukan saat pengiriman paket data. Persamaan (4)
merupakan persamaan throughput yang menunjukkan persamaan:
Throughput = jumlah data yang dikirim
waktu pengiriman data (4)
8
3. Metode dan Perancangan
Metode yang digunakan dalam perancangan sistem ini adalah PPDIOO yang
merupakan metode penelitian dan perancangan jaringan yang dikembangkan oleh
Cisco System.
Gambar 3. Tahapan Penelitian PPDIOO [11]
3.1. Fase Prepare (Persiapan)
Fase Prepare (persiapan) merupakan tahapan awal untuk mempersiapkan
segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penelitian, berkenaan dengan persiapan
rencana kerja dan proses simulasi perancangan jaringan. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi masalah apa saja yang terkait dalam menerapkan jaringan MPLS
dengan layanan tunneling VPLS. Tahap ini menyangkut analisis permasalahan
yang muncul ketika menggunakan sistem yang ada sekarang ini dan sistem seperti
apa yang dibutuhkan. Dilakukan pengumpulan kebutuhan sistem dengan
melakukan wawancara dan observasi di PT. Grahamedia Informasi.
3.2. Fase Plan (Perencanaan)
Fase Plan (perencanaan) adalah dilakukannya mengidentifikasi persyaratan
jaringan berdasarkan tujuan, fasilitas, dan kebutuhan pengguna Sebuah
perencanaan proyek dikembangkan untuk mengelola tugas-tugas, pihak-pihak
yang bertanggung jawab, dan semua sumber daya untuk melakukan desain dan
simulasi perancangan jaringan.
3.3. Fase Design (Desain)
Fase Design (desain) merupakan tahapan yang dimulai dengan ditentukannya
desain jaringan yang dikembangkan berdasarkan persyaratan teknis, dan bisnis
yang diperoleh dari kondisi sebelumnya. Topologi jaringan yang akan digunakan
harus adanya ketersediaan, kehandalan, keamanan, skalabilitas dan kinerja.
Berikut ini gambar rancangan topologi yang akan digunakan pada penelitian ini:
9
Gambar 4. Design Topologi Jaringan
Gambar 4 merupakan desain topologi yang digunakan untuk simulasi
perancangan jaringan pada penelitian ini. Perangkat yang dibutuhkan pada
topologi jaringan tersebut antara lain adalah router, switch, serta client dan server
(Windows Server).
Topologi jaringan untuk simulasi perancangan ini dapat dilihat pada Gambar
3 yang terdapat 3 router sebagai Label Switching Router (LSR), 2 router sebagai
Label Edge Router (LER) serta 2 Personal Computer (PC) sebagai server dan
client yang masing-masing tersambung dengan router LER. Pada PC server dan
client diinstall VLC yang dijadikan sebagai video streaming. Data dari PC server
yang dikirim ke router LER yang akan diteruskan ke router LSR yang berfungsi
mengatur traffic saat paket memasuki jaringan MPLS. Dalam jaringan MPLS ini
berperan dalam menetapkan LSR yang menggunakan teknik label swapping
dengan kecepatan yang telah ditetapkan. Kemudian saat data keluar dari jaringan
MPLS, akan melewati router LSR yang berfungsi untuk mengatur traffic saat
paket meninggalkan jaringan MPLS menuju ke router LER.
Kemudian untuk VPLS yang merupakan fungsi tambah sebagai akses privasi
dan keamanan jaringan MPLS. Pada teknologi tunneling VPLS ini diinstall hanya
pada sisi router Customer Edge (CE) sehingga end user pada satu sisi CE bisa
mengakses pada PC end user sisi lainnya dengan memiliki hak akses yang sama
halnya dengan berada pada satu Local Area Network (LAN) tersebut.
3.4. Fase Implement (Implementasi)
Fase Implement (implementasi) ini adalah fase dimana peralatan-peralatan
yang digunakan dalam perancangan simulasi sesuai spesifikasi desain yang
kemudian diterapkan konfigurasi jaringan. Rancangan desain topologi jaringan ini
akan disimulasikan ke dalam aplikasi GNS3.
3.5. Fase Operate (Operasional)
Fase Operasional merupakan adalah ujian akhir bagi tahapan desain. Tahapan
ini melakukan percobaan skenario yang telah disiapkan dengan diberikannya
trafik bandwidth untuk pengujian video streaming pada jaringan MPLS-VPLS
10
dengan menggunakan protokol RTP dari source ke destination menggunakan
perangkat lunak VLC Media Player untuk video streaming. Kemudian melakukan
capture Wireshark untuk menguji QoS dari skenario yang sudah dibuat selama
proses pengambilan data.
3.6. Fase Optimize (Optimalisasi)
Fase Optimize (optimalisasi) adalah proses menganalisis kinerja jaringan
yang telah dibuat. Jika terjadi masalah pada kinerja jaringan, maka akan
diidentifikasi dan diselesaikan sebelum persoalan tersebut mempengaruhi
jaringan. Selanjutnya data yang diperoleh dari proses analisis dikaji lagi sampai
didapat hasil yang maksimal.
4. Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan karena paket header saat pengiriman data
dengan menggunakan EoIP tunnel sangat besar sehingga terjadinya duplikasi
header. Dengan menggunakan MPLS-VPLS ini diharapkan dapat
mengoptimalkan saat proses distribusi data menuju client. Berikut tampilan data
paket header EoIP tunnel dengan MPLS-VPLS.
Gambar 5. Data paket header EoIP tunnel
Dijelaskan pada Gambar 5 adalah proses pengiriman data pada EoIP
tunnel menggunakan protokol FTP. Dengan packet FTP-DATA pada saat pertama
kali proses pengiriman dimulai pada frame 59. Dapat dilihat pada Gambar 5 yang
ditandai warna merah, bahwa header pada EoIP tunnel cukup besar, dikarenakan
terjadinya proses encapsulation sehingga saat saat proses pengiriman paket yang
sebelumnya sudah ada header, akan ditambahkan header kembali. Sehingga dapat
dikatakan proses pengiriman data menggunakan EoIP tunnel tidak optimal karena
terjadinya duplikasi header.
11
Gambar 6. Data paket header MPLS-VPLS
Kemudian pada Gambar 6 adalah proses pengiriman data pada MPLS-VPLS
menggunakan protokol FTP. Dengan packet FTP-DATA pada saat pertama kali
proses pengiriman dimulai pada frame 65. Dapat dilihat pada Gambar 6 yang
ditandai warna merah, bahwa header pada MPLS-VPLS lebih kecil dibandingkan
dengan EoIP tunnel dikarenakan MPLS akan menggunakan informasi dari label
yang disisipkan pada paket, sehingga dapat mengurangi delay pembacaan routing
table.
Gambar 7. Flowchart Perancangan Penelitian
Gambar 7 menunjukkan proses perancangan penelitian yang digunakan
perangkat lunak GNS3 sebagai simulator jaringan, VLC Media Player sebagai
server dan client dan Wireshark untuk capture pengambilan data parameter QoS
video streaming. Kemudian dilakukan pemodelan topologi jaringan PT.
Grahamedia pada GNS3 dan dilakukan konfigurasi baik dengan EoIP maupun
MPLS-VPLS. Untuk kode konfigurasi antara EoIP tunnel dan MPLS-VPLS akan
dijelaskan pada Kode Konfigurasi 1.
12
Kode Konfigurasi 1. Konfigurasi MPLS-VPLS
Sesuai dengan Kode Konfigurasi 1, untuk membangun komunikasi perangkat
di jaringan MPLS, menggunakan IP Loopback pada masing-masing perangkat.
Supaya IP Loopback ini dapat diakses di semua perangkat, dilakukan routing
dinamic menggunakan OSPF pada Kode Konfigurasi 1 baris 1. IP Loopback ini
akan digunakan sebagai LSR-ID dan juga Transport Address untuk komunikasi
MPLS. Konfigurasi OSPF dengan backbone area untuk memperkenalkan IP
Loopback tersebut.
Selanjutnya adalah konfigurasi MPLS yang dimulai pada Kode Konfigurasi 1
baris 5. LDP pada konfigurasi MPLS berfungsi mengaktifkan label LDP (Label
Distribution Protocol) untuk mendistribusikan informasi pada label ke setiap
LSR (Label Switching Router). Selanjutnya menambahkan LSR-ID dan juga
transport address yang merupakan address loopback yang dimiliki oleh sebuah
router. Setelah itu mendefinisikan interface yang akan digunakan untuk MPLS
tersebut.
Setelah jaringan MPLS terbentuk, untuk menghubungkan kedua perangkat
CE dengan jaringan MPLS membutuhkan sebuah tunnel untuk koneksinya
diantaranya adalah VPLS yang dimulai pada Kode Konfigurasi 1 baris 9. Yang
perlu dikonfigurasi dalam pembuatan VPLS hanyalah remote address dan juga ID
VPLS. Remote address sendiri merupakan address router yang nantinya akan
membuat tunneling VPLS. Sedangkan ID VPLS sendiri, merupakan unique
number yang ada dalam VPLS untuk mendefinisikan wilayah yang ditempatinya.
Jadi apabila sebuah router dengan router lainnya memiliki keinginan membuat
tunneling, maka keduanya harus mendefinisikan ID VPLS yang sama.
Dikarenakan VPLS sendiri merupakan tunneling yang bekerja pada layer 2,
sehingga dibutuhkan interface bridge. Oleh karena itu, membuat interface bridge
dan mendefinisikan VPLS yang sudah dibuat dengan interface yang menuju ke
1. [[email protected]] > /routing ospf instance
2. [[email protected]] /routing ospf instance> set [find default=yes]
redistribute-connected=as-type-1 router-id=172.16.100.1
3. [[email protected]] > /routing ospf network
4. [[email protected]] /routing ospf network> add area=backbone
network=2.0.21.0/24
5. [[email protected]] > /mpls ldp
6. [[email protected]] /mpls ldp> set enabled=yes lsr-id=172.16.100.1 transport-
address=172.16.100.1
7. [[email protected]] > /mpls ldp interface
8. [[email protected]] /mpls ldp interface> add interface=ether1
9. [[email protected]] > /interface vpls
10. [[email protected]] /interface vpls> add disabled=no l2mtu=1500 mac-address=02:72:59:79:E5:DD name=vpls1 remote-peer=172.16.100.7 vpls-id=1:1
11. [[email protected]] > /interface bridge 12. [[email protected]] /interface bridge> add name=lo add name=net.120 add
name=net.121 add name=net.125
13. [[email protected]] > /ip address 14. [[email protected]] /ip address> add address=2.0.21.104/24 interface=ether1
network=2.0.21.0
15. [[email protected]] /ip address> add address=117.74.120.1/30 interface=vpls1 network=117.74.120.0
16. [[email protected]] /ip address> add address=192.168.100.1/24 interface=vpls1 network=192.168.100.0
17. [[email protected]] /ip address> add address=172.16.100.1 interface=lo network=172.16.100.1[[email protected]] > /ip dhcp-client
18. [[email protected]] /ip dhcp-client> add disabled=no interface=ether1 19. [[email protected]] /ip dhcp-client> add dhcp-options=hostname,clientid
disabled=no interface=net.120
13
jaringan lokal yang dapat dilihat pada Kode Konfigurasi 1 baris 11. Setelah
konfigurasi interface bridge selesai, perlu dilakukan penambahan IP address
untuk identifikasi setiap interface.
Kode Konfigurasi 2. Konfigurasi EoIP
Pada Kode Konfigurasi 2 baris 1, untuk membangun komunikasi perangkat
pada jaringan EoIP tunnel menggunakan routing dinamic yaitu OSPF yang
ditambahkan konfigurasi backbone area pada jaringan yang dituju. Kemudian
selanjutnya adalah konfigurasi EoIP yang dimulai pada Kode Konfigurasi 2 baris
5 dengan menambahkan MAC address serta parameter Remote Address dan
Tunnel ID. Kemudian pada Kode Konfigurasi 2 baris 7 adalah menambahkan
konfigurasi interface bridge yang nantinya akan menjembatani transmisi data dari
jaringan LAN yang akan melewati EoIP. Selanjutnya, menambahkan interface
EoIP dan interface ethernet yang terkoneksi ke jaringan lokal LAN ke dalam port
bridge. Setelah itu menambahkan konfigurasi IP address untuk identifikasi setiap
interface.
Setelah konfigurasi router sesuai skenario pengujian selesai, dilakukan proses
pengambilan data. Proses pengambilan data dengan me-capture menggunakan
Wireshark dan kemudian dilakukan analisis untuk parameter Quality of Service
(QoS) yaitu delay, jitter, throughput, dan packet loss. Untuk pengambilan data,
dengan menggunakan satu file video dengan format codec MPEG-2 + TS
berukuran 53,1 MB. Proses pengambilan data video streaming ini dilakukan
selama 3 menit dan 10 kali proses capture untuk membuat parameter QoS.
Pengujian ini digunakan pada pada jaringan biasa dengan EoIP tunnel dan
jaringan MPLS dengan tunneling VPLS.
1. [[email protected]] > /routing ospf instance
2. [[email protected]] /routing ospf instance> set [find default=yes]
redistribute-connected=as-type-1 router-id=172.16.100.1\
3. [[email protected]] > /routing ospf network
4. [[email protected]] /routing ospf network> add area=backbone
network=2.0.21.0/24
5. [[email protected]] > /interface eoip
6. [[email protected]] /interface eoip> add mac-address=FE:E0:CF:31:00:ED
name=eoip1 remote-address=172.16.100.7 tunnel-id=1
7. [[email protected]] > /interface bridge
8. [[email protected]] /interface bridge> add name=bridge1 add name=lo add
name=net.120 add name=net.121 add name=net.125
9. [[email protected]] > /interface bridge port
10. [[email protected]] /interface bridge port> add bridge=bridge1 interface=eoip1 add bridge=bridge1 interface=ether2
11. [[email protected]] > /ip address 12. [[email protected]] /ip address> add address=2.0.21.104/24 interface=ether1
network=2.0.21.0
13. [[email protected]] /ip address> add address=172.16.100.1 interface=lo network=172.16.100.1
14. [[email protected]] /ip address> add address=117.74.120.1/30 interface=eoip1 network=117.74.120.0
15. [[email protected]] > /ip dhcp-client 16. [[email protected]] /ip dhcp-client> add disabled=no interface=ether1 add
dhcp-options=hostname clientid disabled=no interface=net.120
14
Dalam simulasi perancangan pada GNS3 ini, jalur yang menuju PC client
diberikan trafik bandwidth dibawah 1Mbps sebesar 128 kbps, 256 kbps dan 512
kbps untuk pengujian video streaming. Untuk konfigurasi bandwidth dengan
memanfaatkan fitur limit queue pada router Mikrotik. Setelah konfigurasi
perangkat sesuai skenario pengujian selesai, dilakukan proses pengambilan data
dengan melakukan capture menggunakan aplikasi Wireshark. Jika proses
pengambilan data masih belum selesai atau ada penambahan konfigurasi, kembali
lagi ke langkah sesuai flowchart yaitu langkah konfigurasi. Jika tidak, maka
dilanjut ke proses selanjutnya yaitu analisis hasil pengambilan data dan
kesimpulan.
4.1. Delay
Berikut ini merupakan hasil pengukuran parameter QoS delay berdasarkan
skenario pengujian yang telah ditentukan sebelumnya.
Gambar 8. Grafik hasil pengukuran rata-rata delay
Hasil pengukuran rata-rata delay menjelaskan bahwa semakin kecil nilai
delay yang dihasilkan maka semakin baik jaringan tersebut. Dapat dilihat pada
Gambar 8 bahwa data grafik delay layanan video streaming dengan semua
skenario memiliki golongan indeks yang sangat bagus menurut standar TIPHON
dengan kurang dari 150 ms. Dengan pengujian video streaming menunjukkan
antara MPLS-VPLS dan EoIP tunnel memiliki nilai rata-rata delay yang cukup
signifikan.
Pada hasil pengukuran delay yang dilewatkan MPLS-VPLS menunjukkan
nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai delay pada layanan yang dilewatkan
EoIP tunnel dengan perbaikan nilai delay sebesar 9,99 ms dengan diberikan trafik
bandwidth 512 kbps. Hal ini disebabkan karena EoIP saat melakukan pengiriman
paket harus membaca IP address terlebih dahulu sehingga pengiriman lebih
lambat. Sedangkan tunneling VPLS menggunakan backbone MPLS, paket hanya
akan dibaca sekali pada saat paket memasuki jaringan MPLS dan pemilihan jalur
berdasarkan pada label yang terdapat pada setiap paket sehingga menghasilkan
0204060
128kbps
256kbps
512kbps
EoIP tunnel 44.29 48.87 51.14
MPLS-VPLS 35.95 45.41 41.15
Milisecond
Delay
15
waktu tempuh paket dari pengirim ke penerima relatif lebih cepat sehingga
menghasilkan delay yang kecil.
4.2. Jitter
Berikut ini merupakan hasil pengukuran parameter QoS jitter berdasarkan
skenario pengujian yang telah ditentukan sebelumnya.
Gambar 9. Grafik hasil pengukuran jitter
Hasil pengukuran jitter yang dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa data grafik
jitter layanan video streaming ini dengan kedua metode tergolong indeks bagus
menurut standar TIPHON yaitu antara 0-75 ms. Pada grafik yang ditunjukkan
bahwa semakin besar beban trafik bandwidth yang diberikan maka semakin besar
juga jitter-nya sehingga mengakibatkan nilai QoS akan semakin turun.
Hasil pengamatan menyatakan bahwa selisih kedua metode memiliki nilai
yang cukup signifikan dimana hasil pengukuran jitter yang dilewatkan MPLS-
VPLS menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai jitter pada layanan
yang dilewatkan EoIP tunnel. Dengan menunjukkan perbaikan nilai jitter sebesar
19,21 ms dengan diberi trafik bandwidth 512 kbps. Nilai jitter ini disebabkan
karena layanan tunneling membutuhkan waktu tambahan untuk mengatur
pengaturan tunnel yang mengakibatkan variasi delay dalam jaringan relatif besar.
4.3. Throughput
Berikut ini merupakan hasil pengukuran parameter QoS throughput
berdasarkan skenario pengujian yang telah ditentukan sebelumnya.
0204060
128kbps
256kbps
512kbps
EoIP tunnel 36.48 43.73 56.35
MPLS-VPLS 24.87 39.72 37.14
Milisecond
Jitter
16
Gambar 10. Grafik hasil pengukuran throughput
Hasil pengukuran throughput menjelaskan bahwa nilai throughput adalah
bandwidth aktual yang terukur pada saat melakukan proses pengiriman data.
Sehingga semakin besar nilai throughput maka semakin baik nilai QoS tersebut.
Dapat dilihat pada Gambar 10 bahwa data grafik throughput pada layanan video
streaming menunjukkan bahwa MPLS-VPLS memiliki nilai throughput yang
lebih besar dan terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan EoIP tunnel. Rata-
rata nilai yang didapatkan throughput antara EoIP tunnel dan MPLS-VPLS
memiliki perbedaan nilai yang tidak begitu signifikan yaitu memaksimalkan nilai
throughput sebesar 0,045 Mbps dengan diberi trafik bandwidth 512 kbps.
4.4. Packet Loss
Berikut ini merupakan hasil pengukuran parameter QoS packet loss
berdasarkan skenario pengujian yang telah ditentukan sebelumnya.
Gambar 11. Grafik hasil pengukuran packet loss
Berdasarkan standarisasi TIPHON bahwa kualitas packet loss yang sangat
bagus adalah 0%. Dari hasil penelitian pada Gambar 11 menunjukan bahwa
seluruh nilai packet loss termasuk kategori sangat bagus pada EoIP tunnel dan
MPLS-VPLS karena memiliki nilai packet loss sebesar 0%, yang artinya tidak ada
paket yang hilang selama proses pengiriman data.
00.10.20.30.4
128kbps
256kbps
512kbps
EoIP tunnel 0.247 0.221 0.220
MPLS-VPLS 0.304 0.266 0.266
Mbps
Throughput
0
0.5
1
128kbps
256kbps
512kbps
EoIP 0 0 0
MPLS-VPLS 0 0 0
Mbps
Video Streaming Packet Loss
17
Dalam proses simulasi perancangan tunneling VPLS pada jaringan MPLS
telah berjalan dengan baik tanpa ada kendala. Dari hasil pengujian dengan QoS
(Quality of Service), MPLS-VPLS memiliki keunggulan. Dengan menggunakan
MPLS ini maka paket data (MTU) yang besar maksimalnya adalah 1500, akan
secara penuh dikirim dari node satu ke node yang lain tanpa dipotong header
VPN, karena label MPLS-VPLS tidak menggunakan MTU tetapi menggunakan
L2MTU untuk penempatan label. Dapat dipastikan bahwa dengan penerapan
tunneling VPLS dalam menggunakan jaringan MPLS dapat memaksimalkan
pengiriman data sehingga proses distribusi data lebih ringan, optimal.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian pada simulasi perancangan MPLS-VPLS dengan
tunneling EoIP dengan semua skenario dan menggunakan parameter QoS (delay,
jitter, throughput dan packet loss), dapat disimpulkan bahwa kedua metode ini
mampu mempertahankan QoS dari komunikasi video streaming. Namun dapat
dilihat dari hasil nilai parameter QoS dalam layanan video streaming, tunneling
VPLS yang berjalan pada jaringan MPLS ini mampu mengurangi delay 19,53%,
memaksimalkan throughput 20,91%, dan mampu mengurangi jitter 34,09%.
Jika perusahaan ISP seperti PT. Grahamedia Informasi menggunakan
teknologi layer kedua bersifat multipoint to multipoint VPN yang dapat
mengkoneksikan antar beberapa sites dalam single bridge domain seperti
tunneling VPLS pada jaringan MPLS, akan memaksimalkan pengiriman data serta
proses distribusi data lebih ringan dan optimal. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dari hasil pengukuran dan analisis, dengan simulasi perancangan pada
MPLS-VPLS ini dapat menawarkan nilai QoS yang lebih baik jika dibandingkan
dengan EoIP tunnel.
Dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang perlu
diperhatikan untuk penelitian lebih lanjut. Saran tersebut antara lain yaitu perlu
adanya analisis kebutuhan untuk penggunaan spesifikasi komputer yang
mendukung jaringan MPLS ini, perlu adanya pengamatan pada sistem keamanan
dari MPLS-VPLS, serta perlu dilakukan penyajian data QoS lebih detail seperti
penambahan proses error identification dan correction paket data yang terjadi
dalam lalu lintas jaringan.
6. Daftar Pustaka
[1]. Latifah, Fitri. dkk. 2015. Implementasi Virtual Private Network (VPN)
dengan Otentikasi Radius Server Pada PT. Anugerah Tunggal Mandiri Jakarta,
Jurnal Techno Nusa Mandiri, 12(1): 23-34.
[2]. Nabila, dkk. 2016. Implementasi dan Analisis Performansi Jaringan Virtual
Private LAN Service-Te Tunnel dengan Openimscore Sebagai Server Layanan
Multimedia, 3(3): 4641-4648.
[3]. Harvianto, Farham. 2013. Analisis Jaringan MPLS VPN Menggunakan
Bakchaul dengan Metode Overlapping, Jurnal, Universitas Budi Luhur: Jakarta
Selatan.
18
[4]. Fitriani, Devi. 2014. Implementasi dan Analisis Performansi Jaringan
Multicast VPLS untuk Layanan Video Streaming, e-Proceeding of Engineering,
1(1): 171-180.
[5]. Sofi, Umar B., dkk. 2015. Comparative Analysis of MPLS Layer 3vpn and
MPLS Layer 2 VPN, IJCST, 3(3): 214-220.
[6]. Syahputra, Muhammad Rizky. 2017. Novelty Simulator OPNET Didalam
Kinerja Jaringan MPLS, Jurnal Elektro dan Telekomunikasi, 4(2): 44-47.
[7]. PT. Citraweb Solusi Teknologi, 2005. Konfigurasi Dasar MPLS di MikroTik,
http://www.mikrotik.co.id/artikel_lihat.php?id=242. Diakses pada 08 Oktober
2018.
[8]. P. Goransson and C. Black. 2014. “Software Defined Network: A
Comprehensive Approach”. New York: Morgan Kaufmann.
[9]. Riyadi, Valens & Chris, Novan. 2010. Modul Certified Mikrotik Training
Basic Class. Citraweb Nusa Infomedia. (Mikrotik Certified Training Partner).
Yogyakarta.
[10]. NINGSIH, KURNIA, Y., DKK. 2004, Analisis Quality Of Service (QoS)
pada Simulasi Jaringan Multiprotocol label Switching Virtual Private Network
(MPLS VPN), JETri, 3(2): 33-48.
[11]. Wilkins, S. 2011. Cisco’s PPDIOO Network Cycle., Indianapolis: CISCO
Press.