sindrom down
TRANSCRIPT
Skenario A
Blok 4
Hanny
Michael (40 tahun) dan Rossy (38 tahun) merasa ada yang ganjil pada fisik anak
pertamanya, Hanny yang berhidung datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek
dan lebar, telinga kecil dan mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata
berjauhan. Celakanya lagi, meski telah berusia 3 tahun, penampilan fiisk anaknya tidak
sebaik dan sepintar teman sebayanya baik dalam perilaku maupun bertutur kata.
Belum pernah ada yang mempunyai anak berpenampilan fisik seperti itu di keluarga
mereka. Pernah mengalami abortus tahun lalu, membuat Rossy cemas dan khawatir akan
memperoleh anak lagi. Dengan kondisi Hanny yang tidak normal ini, mereka bersepakat
untuk menambah satu anak lagi yang tentu saja tanpa cacat.
Saudara diminta unutk memberikan penjelasan kelainan yang diderita Hnny dan langkah-
langkah apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan anak normal.
I. Klarifikasi Istilah
1. Macroglossia = ukuran lidah yang besar (tidak normal/lidah yang menjulur keluar.
2. Hidung datar = oss nasal yang sejajar dengan ozygomatis.
3. Abortus = fetus yang mati/non viabel (beratnya kurnag dari 500 gr ketika lahir).
4. Cacat = keadaan yang tidak normal.
II. Identifikasi Masalah
1. Hanny yang berhidung datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek dan
lebar, telinga kecil dan mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata
berjauhan.
2. Meski telah berusia 3 tahun, penampilan fiisk anaknya tidak sebaik dan sepintar teman
sebayanya baik dalam perilaku maupun bertutur kata.
3. Belum pernah ada yang mempunyai anak berpenampilan fisik seperti itu di keluarga
mereka.
4. Pernah mengalami abortus tahun lalu, membuat Rossy cemas dan khawatir akan
memperoleh anak lagi.
5. Dengan kondisi Hanny yang tidak normal, mereka bersepakat untuk menambah satu
anak lagi yang tentu saja tanpa cacat.
1
III. Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah I
a. Apa saja kemungkinan penyakit yang ditandai dengan kelainan-kelainan berhidung
datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek dan lebar, telinga kecil dan
mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata berjauhan?
Gejala-gejala fisik yang dipaparkan di atas spesifik dengan suatu kelainan genetik
yang dikenal sebagai Sindrom Down. Penderita kelainan ini dengan mudah dapat
dilihat yaitu wajah yang khas dengan mata sipit yang membujur keatas, jarak kedua
mata yang berjauhan dengan jembatan hidung yang rata, hidung yang kecil, mulut
kecil dengan lidah yang besar sehingga cenderung dijulurkan dan telinga letak
rendah. Tangan dengan telapak yang pendek dan mempunyai rajah telapak tangan
yang melintang lurus (horisontal/ tidak membentuk huruf M), jari pendek-pendek,
jari ke 5 sangat pendek hanya mempunyai 2 ruas dan cenderung melengkung
(clinodactily). Tubuh umumnya pendek dan cenderung gemuk.
b.Michel (40 tahun) dengan Rossy (38 tahun) mempunyai ank pertama bernama
Hanny yang mempunyai kelainan .
Apa penyebab penyakitnya?
Secara umum, Syndrome Down dapat disebabkan oleh 3 hal.
1. Nondisjunction
Nondisjunction adalah kegagalan dua kromosom homolog untuk memisahkan
sel-sel yang membelah selama divisi meiosis. Nondisjunction dapat terjadi pada
meiosis I dan II atau selama mitosis (Mujosemedi, 2008), namun kemungkinan
terjadinya pada waktu meiosis I 3x lebih besar dari pada waktu meiosis II.
Terjadinya nondisjunction dapat dilihat pada gambar 3.
2
Banyak kesalahan dapat terjadi selama pembelahan sel. Pada meiosis, pasang
kromosom yang seharusnya untuk berpisah dan pergi ke tempat yang berbeda
dalam sel membagi, peristiwa ini disebut "disjungsi". Namun, kadang-kadang
salah satu pasangan tidak membagi, dan seluruh pasangan pergi ke satu tempat.
Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24
kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Kecelakaan ini disebut
"nondisjunction”. Jika sperma atau sel telur dengan jumlah abnormal
kromosom menyatu dengan pasangan normal, sel telur dibuahi yang dihasilkan
akan memiliki jumlah abnormal kromosom. Pada sindrom Down, 95% dari
semua kasus disebabkan oleh acara ini: satu sel memiliki dua kromosom 21,
bukan satu, sehingga telur yang dibuahi yang dihasilkan memiliki tiga
kromosom 21. Oleh karena itu nama ilmiah, trisomi 21. Penelitian terbaru telah
menunjukkan bahwa dalam kasus ini, sekitar 90% dari sel-sel abnormal telur.
Penyebab kesalahan nondisjunction tidak diketahui, tetapi pasti ada kaitannya
dengan usia ibu. Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba untuk menentukan
penyebab dan waktu acara nondisjunction.
Adapun penyebab terjadinya nondisjunction sampai saat ini belum diketahui
secarapasti, namun beberapa pakar berpendapat bahwa, nondisjunction ini
disebabkan karena:
a. Production line Hypothesis: Pada hipotesis ini oosit matur pada usia dewasa
identik dengan oogonia yang memasuki fase meiosis pada saat fetal. Oogonia
yang memasuki tahap meiosis lebih lama memungkinkan untuk mengalami
kecacatan pada saat pembentukan kiasma. Hal ini menyebabkan
kemungkinan terjadinya nondisjunction.6 Dalam penelitian ini juga
3
ditemukan frekuensi abortus pada Ibu terdapat pada 3 kasus. Hal ini sesuai
dengan pernyataan bahwa sekitar 80% dari kehamilan dengan trisomi 21
berakhir dengan abortus spontan dan bayi lahir mati, kira kira 2% dari
abortus spontan dan 1% dari bayi lahir mati kemungkinan adalah trisomi 21.
b. Limited oocyte pool model: Pada hipotesis ini, jumlah dari folikel akan
menurun seiring dengan kenaikan usia ibu. Ketika jumlah folikel rendah , hal
ini memungkinkan oosit yang tidak berada dalam kondisi optimal akan
mengalami ovulasi.
c. Abberant Recombination : Pada penelitian terdapat asosiasi antara usia ibu
dan perubahan rekombinasi genetik yang merupakan dua faktor risiko
penting dalam nondisjunction kromosom 21. Perubahan pola dari
rekombinasi genetik ini terlihat pada nondisjunction wanita usia muda.
Rekombinasi kromosom 21 (pada telomere ketiga atau pericentromer region)
rupanya memberikan ketidakstabilan meiosis dibandingkan dengan
perpindahan pada pertengahan kromosom. Pada penelitian terbaru ditemukan
bahwa sexual intercourse yang terlalu cepat atau terlalu lama setelah
terjadinya ovulasi meningkatkan risiko kelahiran anak dengan Sindrom
Down.
2. Translokasi
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom,
disebabkan karena statu potongna kromosom bersambungan dengan potongan
kromosom lain yang bukan homolognya (Suryo, 2008). Pada kasus Down
Syndrome, biasanya diperoleh dari kromosom ibu yang terdapat translokasi
sedangkan ayah normal. Kromosom tersebut nampak berjumlah 46
kromosom, padahal kromosom yang seharusnya terdapat pada kromosom 21
menempel pada kromosom lain (biasanya 14 atau 15).
Translokasi Robertsonian
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom,
disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan
kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada sindrom down
translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada autosom
lain, kadang – kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering
4
dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita
sindroma Down translokasi memiliki 46 kromosom.
3. Mosaicisme
Sisa kasus trisomi 21 adalah karena mosaicism. Orang-orang ini memiliki
campuran garis sel, beberapa di antaranya memiliki satu set kromosom
normal dan lainnya yang memiliki trisomi 21. Dalam mosaicism seluler,
campuran ini terlihat dalam sel yang berbeda dari jenis yang sama. Dalam
mosaicism jaringan, satu set sel, seperti semua sel darah, mungkin memiliki
kromosom normal, dan jenis lain, seperti semua sel-sel kulit, mungkin
memiliki trisomi 21.
c. Apa hubungan usia orang tua terhadap kelainan yang ditunjukan pada anak
mereka?
Hingga saat ini, diketahui adanya hubungan antara usia sang ibu ketika
mengandung dengan kondisi bayi. Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi
pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome (Monks, Knoers, Haditono,
50-1).
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan terjadinya disjunction pada kromosom. perubahan endokrin,
seperti menurunnya kadar peningkatan tajam kadar LH dan FSH secara tiba-tiba
saat mendekati menopause.
Selain itu, hal ini ada hubungannya dengan prosuksi tel telur ibu. Sel telur wanita
telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan yang akan
dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik. Karena
itu, pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi
kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini
mengalami pembelahan yang kurang sempurna.
Faktor resiko tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
o Ibu berusia di atas 35 tahun memiliki kecenderungan mendapatkan anak dengan
kelainan genetik down syndrome. Resiko ini meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia saat hamil.
o Ayah yang berusia lebih dari 40 tahun bila beristrikan wanita berusia lebih dari
35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat dibanding biasanya. Akan tetapi bila
5
wanita berada di bawah usia 35 tahun, usia ayah tidak berpengaruh walaupun
Down syndrome tetap dapat terjadi.
o Dengan usia ibu 35 tahun, risikonya adalah 1 dalam 385.
o Dengan usia ibu 40 tahun, risikonya adalah 1 dalam 106.
o Dengan usia ibu 45 tahun, risikonya adalah 1 dalam 30.
d. Bagaimana patofisiologi kelainan fisik tersebut?
2. Identifikasi MasaIah II
a. Bagaimana hubungan penyakit yang diderita Hanny dengan perkembangan mental
dan kecerdasan?
Kelainan fisik dan mental yang dialami oleh Hanny menunjukan bahwa Hanny
menderita Syndrome Down. Anak yang menderita Sindrom Down mempunyai
jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya. Adanya
kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur
embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan
bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya
menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan,
pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.
6
b. Bagaimana perbandingan penampilan fisik dan mental anak yang berumur 3 tahun
normal dengan anak kelainan seperti Hanny?
Pada anak yang menderita Sindrome Down , terdapat kelainan fisik yang tidak
ditemukan pada anak-anak normal. Kelainan fisik tersebut antara lain :
Bagian belakang kepalanya mendatar
Lesi pada iris mata yang disebut bintik Brushfield
Kepalanya lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal
Hidungnya datar, lidahnya menonjol dan matanya sipit ke atas
Pada sudut mata sebelah dalam terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar
(lipatan epikantus)
Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali
hanya memiliki 1 garis tangan pada telapak tangannya
Jari kelingking hanya terdiri dari 2 buku dan melengkung ke dalam
Telinganya kecil dan terletak lebih rendah
Diantara jari kaki pertama dan kedua terdapat celah yang cukup lebar
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita sindroma
Down tidak pernah mencapai tinggi badan rata-rata orang dewasa)
Selain memiliki kelainan fisik, anak-anak penderita Syndrome Down juga
mengalami retardasi mental. Dimana penderita memiliki tingkat kecerdasan di
bawah anak-anak normal seusianya,dimana IQ dari anak Sindrom Down berada
pada tingkat IQ di bawah normal.
7
3. Identifikasi Masalah III
a. Apa hubungan riwayat keluarga dengan penyakit yang diderita Hanny?
Gejala-gejala kelainan menunjukkan bahwa Hanny menderita Sindrom Down. Dari
segi sitologi, Sindrom Down dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
i. Sindrom Down Trisomi 21, yaitu terdapatnya kelainan jumlah pada kromosom
nomor 21 berupa munculnya satu tambahan kromosom, sehingga penderitanya
memiliki 47 kromosom. Lahirnya anak penderita sindrom ini berhubungan erat
dengan umur ibu. Seorang perempuan lahir dengan oosit yang berjumlah hampir
tujuh juta. Seluruh oosit tersebut berada dalam keadaan istirahat untuk 12-45
tahun. Selama itu, oosit dapat mengalami non-disjunction. Sehingga makin lanjut
usia seorang ibu, makin tinggi resiko kelahiran anak dengan Sindrom Down.
ii. Sindrom Down Translokasi, yaitu Sindrom Down yang disebabkan terjadinya
translokasi pada kromosom nomor 21. Translokasi ialah peristiwa terjadinya
perubahan struktur kromosom yang disebabkan karena suatu potongan kromosom
bersambungan dengan potongan kromosom lain yang bukan homolognya. Pada
Sindrom Down translokasi, lengan panjang dari kromosom nomor 21 melekat
pada kromosom lain (terkadang kromosom nomor 14 atau 15). Sehingga
penderita Sindrom Down translokasi memiliki jumlah kromosom seperti
normalnya, yaitu 46 kromosom. Tidak seperti Sindrom Down trisomi 21,
Sindrom Down translokasi dapat disebabkan keturunan genetik. Hal ini
dikarenakan orang tua dapat menjadi pembawa (carrier) Sindrom Down
translokasi.
Perlu diketahui bahwa penderita kedua tipe Sindrom Down ini memiliki kesamaan
tanda-tanda klinis. Sehingga tipe Sindrom Down yang diderita Hanny dapat
diketahui dari ada atau tidaknya riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti
Hanny.
4. Identifikasi Masalah IV
a. Apa hubungan riwayat abortus anak ke dua dengan penyakit (kelainan) ?
Kehamilan resiko tinggi akan menyebabkan anak selanjutnya mengalami abortus
lagi atau kematian pada saat lahir. Abortus adalah pengakhiran kehamilan sebelum
mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Salah satu penyebab
terjadinya abortus adalah riwayat kehamilan terlebih dahulu dan usia ibu yang
sudah lanjut. Pada skenario telah di tuliskan bahwa Rossy mempunyai riwayat
8
kehamilan yaitu pada anak pertama mengidap sindrom down dan anak ke dua
mengalami abortus. Kemudian usia Rosyy saat menginginkan anak ketiga juga
sudah lanjut, karena saat hamil anak ke dua Rossy sudah berumur 27 tahun.Dengan
adanya data di atas dapat di simpulkan pada hamil ke tiga merupakan kehamilan
beresiko.
Didapat data bahwa apabila pasangan pernah mengalami abortus, maka punya
resiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali maka
meningkat 25%. Dan jika mengalami abortus selama 3 kali berturut maka risiko-
nya menjadi 30/45%. Akan tetapi dengan lanjutnya usia ibu mempertinggi
persentase terjadinya abortus kembali pada anak ke tiga. Selain itu juga, dengan
adanya kelainan pada anak pertama, dan abortusnya anak kedua masih
berhubungan dengan kehamilan pertama membuat kehamilan ketiga menjadi
beresiko tinggi.
5. Identifikasi Masalah V
a. Apa saja langkah-langkah untuk mendapatkan anak normal?
1. Melakukan diagnosis prenatal.
Tindakan ini bertujuan untuk melihat kondisi kesehatan fetus sebelum dilahirkan.
Diagnosis prenatal ini memiliki fungsi antara lain adalah untuk menentukan hasil
kehamilan, memutuskan apakah akan melanjutkan kehamilan, perencanaan untuk
kemungkinan komplikasi, dan mengetahui kondisi yang dapat mempengaruhi
kehamilan. Jika didapatkan janin yang dikandung menderita sindrom Down, maka
dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua. Metode yang digunakan
meliputi ultrasonografi, amniosintesis, maternal serum, dan chorionic virus
sampling.
a. Ultrasound Screening (USG Screening)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi
usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari
ibu siklus haid terakhir).
b. Amniosintesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di
rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit.
* Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati
janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP
9
menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari
biasanya.
* Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan
yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam
sindrom Down kehamilan.
* Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan
digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu
dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada
kehamilan.
* Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk
menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A
meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.
* PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada
trimester pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down
kehamilan.
c. Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan
diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic).
Carrier testing
Merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang
membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan adalah uji darah sederhana
untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu dan atau dengan
mengecek DNA untuk mengetahui kelainan tertentu.
Preimplantasi diagnosis
Merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk mengetahui
kadar kelainan genetik embrio preimplantasi.
b. Apa penyebab dari kemungkinan kelainan pada anak selanjutnya?
Penyebab dari kemungkinan kelahiran anak selanjutnya dengan mengidap
kelainan seperti yang dialami Hanny adalah karena faktor usia ibu yang semakin
tua yang memungkinkan terjadinya risiko kehamilan dengan janin yang memiliki
kelainan semakin besar. Usia ibu yang semakin tua sangat rentan untuk
menyebabkan terjadinya nondisjunction pada kromosom. Selain itu, riwayat ibu
10
yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan sindrom Down dan mengalami
keguguran juga memperbesar peluang terjadinya kelainan pada anak selanjutnya.
IV. Keterkaitan antar Masalah
V. Learning Issues
Topic What I know What I don’t
know
What I have to
prove
How I learn
Abortus Definisi - Jenis-jenis
- Penyebab
- Riwayat A
Hubungan
abortus dengan
skenario pada ibu
Rossy
Textbook
Journal
Kelainan Genetik Definisi - Jenis-jenis
- Patofisiologi
penyakit
Hubungan dengan
kelainan yang
dialami oleh
Hanny
11
Michael (40 tahun) dan Rossy (38 tahun)
ingin punya anak
Anak I (abnormal)
Kelainan fisik dan mentalAnak ke-2 abortus
Non
genetics
Rossy cemas dan khawatir untuk punya anak normal
Langkah-langkah agar Rossy mmempunyai anak normal
Kelainan
Kromosom
Definisi - Kelainan
kromosom
pada Sindrom
Down
Hubungan dengan
kelainan pada
kromosom tubuh
Hanny
Sindrom Down Definisi - Etiologi
- Patofisiologi
- Penatalaksana
an
Kelainan yang
dialami Hanny
Konseling
Geenetika
Definisi - Jenis-jenis
- Faktor-faktor
Hubungan dengan
keinginan ibu
Rossy untuk
memiliki anak
normal
VI. Kerangka Konsep
VII. Sintesis
1. ABORTUS
Abortus/keguguran adalah berakhirnya kehamilan yang ditandai dengan pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, dan sebagai batasan
digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500 gram.
Etiologi Abortus
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah
pada kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan ialah sebagai berikut.
1. Kelainan kromosom.
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan
kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
2. Lingkungan kurang sempurna.
12
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna
sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
3. Pengaruh dari luar.
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil
konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya
dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau,
alkohol, kafein, dan lainnya.
4. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi
plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian
janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi
menahun.
5. Penyakit ibu.
a. Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus
abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan
kematian janin, kemudian terjadi abortus.
b. Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat
meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid
menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi
hipotiroidism yang nyata.
6. Kelainan traktus genitalia
Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravid inkarserata
atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus
dalam trimester ke 2 ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh
kelemahan bawaan pada seviks, dilatasi serviks berlebihan,konisasi, amputasi, atau
robekan serviks luas yang tidak dijahit.
Patologi Abortus
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
13
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus
desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya
plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah
adalah janin disusul dengan plasenta. Pendarahan jumlahnya tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama
(missed abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan secepatnya, maka
akan menjadi mola karneosa. Mola karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi
oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales
yang telah berdegenerasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi
cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang
tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-
benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan janin karena cairan amnion
berkurang akibat diserap, kemudian janin menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam
tingkat lebih lanjut janin dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus
papiraseus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh
cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan
sentuhan ringan. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis.
Klasifikasi Abortus
Berdasarkan jenis tindakan, abortus dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Abortus spontan
14
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (miscarriage).
2. Abortus provokatus
Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat
suatu tindakan. Abortus provokatus dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Abortus provokatus terapeutik / artificialis
American College Obstetricians and Gynecologists (1987) menetapkan petunjuk
untuk abortus terapeutik :
Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau mengganggu
kesehatan secara serius.
Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest.
Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi
dengan retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.
b. Abortus provokatus kriminalis
Interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita yang
bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin atau gangguan
kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan saat ini termasuk dalam
katagori ini.
Secara klinik abortus dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Abortus imminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan
tanpa dilatasi serviks. Pada kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang
berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit.
3. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
15
4. Abortus komplit
Abortus komplit adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu.
5. Abortus tertunda (missed abortion)
Abortus tertunda adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
yang mati tersebut tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed
abortion tidak diketahui, tetapi diduga adanya pengaruh hormone progesteron.
Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat
menyebabkan missed abortion.
6. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut. Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus
spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan
reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami abortus.
7. Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan
abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau
toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
8. Abortus servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium
uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam
kanalis servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis.
Diagnosis Abortus
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan
tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual
dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik
(Pregnosticon, Gravindex).
Sebagai kemungkinan diagnosis yang lain harus dipikirkan kehamilan ektopik
terganggu, mola hidatidosa, atau kehamilan dengan kelainan pada serviks. Kehamilan
16
ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang sulit dibedakan dengan
abortus dimana uterus posisi retroversi.
Karsinoma serviks uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat menyertai
kehamilan. Perdarahan dari kelainan ini dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan
dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis
dengan pasti.
Abortus imminens
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium
uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar
sebesar tuanya kehamilan , serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.
Pada beberapa wanita hamil dapat timbul perdarahan sedikit pada saat haid yang
semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh
penembusan villi koriales kedalam desidua, pada saat implantasi ovum.
Perdarahan implantasi biasanya sedikit, darah berwarna merah, dan cepat
berhenti, serta tidak disertai rasa mulas.
Abortus insipiens
Diagnosis abortus insipiens ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium
uteri eksternum, disertai mules atau adanya kontraksi uterus. Pada pemeriksaan
dalam,ostium terbuka, buah kehamilan masih didalam uterus, serta ketuban masih
utuh dan dapat menonjol.
Abortus inkomplit
Diagnosis abortus inkomplit ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium
uteri eksternum, disertai mules atau adanya kontraksi uterus. Apabila perdarahan
banyak dapat menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka
dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol
dari ostium uteri eksterum.
Abortus komplit
Pada abortus komplit ditemukan adanya perdarahan yang sedikit, ostium uteri
telah menutup, dan uterus telah mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila
hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah
keluar dengan lengkap.
17
Abortus tertunda (missed abortion)
Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus
tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes kehamilan menjadi negatif, serta
denyut jantung janin menghilang. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion
kadang-kadang disertai gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia,
sehingga pemerikaan kearah ini perlu dilakukan.
Abortus habitualis
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis.
Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukan
gambaran klinik yang khas yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi
pembukaan serviks tanpa disertai mulas, ketuban menonjol dan pada suatu saat
pecah. Kemudian timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan
pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita sering mengeluh bahwa ia telah
mengeluarkan banyak lender dari vagina. Diluar kehamilan penentuan serviks
inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi yaitu ostium internum uteri
melebar lebih dari 8 mm.
Abortus infeksiosa, abortus septik
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai
dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan
adanya leukositosis.
Abortus servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium
uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam
kanalis servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis.
Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan diatas ostium uteri
eksternum teraba jaringan.
Penanganan Abortus
o Keadaan umum pasien
o Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90
mmHg, nadi > 112 x/menit
18
o Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya
cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang
terganggu.
o Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau pervaginam,
nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi, gelisah
atau pingsan.
o Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas
kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)
Komplikasi Abortus
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan
bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
3. Infeksi
4. Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena
infeksi berat (syok endoseptik).
2. KELAINAN GENETIK
Gangguan sitogenik.
1. Kelainan jumlah
2n = 46, kromosom normal. Setiap kelipatn bult jumlah haploid (n) disebut
euploid. Jumlah kromosom seperti 3n dan 4n disebut polipoid. Polipoid
menyebabkan abortus spontan.
2. Kelainan struktur
Terjadi akibat krusakkn kromosom yang diikuti oleh hilang atau tertata-ulangnya
kromosom.
19
a. Translokasi
Pemindahan satu bagian dari sebuah kromosom ke kromosom lain. Saat
gametogenesisi, timbu kesulitan yang menyebabkan kelainan keturunan.
b. Isokromosom
Terbentuk apabila sentromer terbagi secara horizontal dan tidak secara vertkal.
Salah satu dari kedua lenngan kromosom lenyap, dan lengan yanng tersissa
mengalami duplikasi, sehingga terbentuk sebuah kromosom dengan dua
lengan pendek atau dua lengan panjang.
c. Delesi
Hilngnya sebagian dari sebuah kromosom. Suatu kerusakan dapat
menyebabkan delesi satu segmen terminal. Dua kerusakan intertisium, disertai
penyatuan kembali segmen proksimal dan distal., dapat menyebabkan
hilangnya segmen intermediet. Fragmen yang terisolasi , yang tidak memiliki
sentromer, hampir tidak pernah bertahan sehingga banyak gen yang hilang.
d. Inversi
Apabila terapat dua kerusakan intertisium di sebuah kromosom, dan segmen
menyatu kembali setelah berputar penuh.
e. Kromosom cincin
Variasi dari delesi. Setelah segmen dari setiap ujung kromosom lenyap,
lengan-lengan kembali menyatu untuk membentuk sebuauh cincin.
Gangguan sitogenik yang melibatkan autosom
- Sindrom down
Penyebab : nondisjunction meiotik. Orang tua para anak ini memiliki kariotipe
normal dan normal dalam semua aspek. Usia ibu memperoleh pengaruh kuat pada
insiden sindrom Down. Tiak dittemukan efek usia ayah pda kasus yang kromosom
tambhannya berasal dari ayah. Merupakan translokasi lengan panjang kromosom
21 ke kromosom 22 atau 14. Secara teoritis pembawa sifat memiliki kamungkinn 1
dari 3 memlki seorg anak sondrom down, pada kasus ini frekuensi anak yang
menggidap penyaki ini jauh lebh rendah. Yanng ckup khas adalah kombinasi
llipatan epikantus dan profil wajah yg rata. Trisomi 21 adalh penyebab utama
retardasi mental. Derajat retardasi mental ckup berat : IQ bervariasi dari 25 sampai
50. Malfoormasi kongenital sering ditemukn dan menimbulkan gejla yg ckup berta.
- Sindrom delesi kromosom 22q11
20
Spektrum gangguan yang trjadi akibat delesi intertisium pita 11 di lengan panjang
kromosom 22. Gambran klnis : cacat jantung bawaan yanng mengenai salurn kluar.
Kelainan langit-langit, dimorfisme wajah, hambatabn pertumbuhan, hipoplasia
timus disertai gangguan immunitas T, dan hipoplasia pratiroid yang menyebabkan
hipokalsemia.
Gangguan sitogenetik yang melibatkan kromosm sex
1. Sindrom klinefelter
Hipoginadisme yang terjadi apabila terdapat paling sedikit dua kromosom X dan
satu atau lebih kromoskm Y. Terjadi akibat nondisjunction kromosom seks
sewaktu meiosisi. Kromosm X tambhan mungkin bersal dari ibu atau ayah. Usia
ibu yang lanjut dan iradiasi salah satu orang mungkin berperan menyebabkan
terjadi gangguan. Gambran : peningktan panjg antra telapk kaki dan tubulus
pubis, yang menciptkan kesan tububh enukoid khas, berkurgnya rmbut wajah,
tbuh dan pubis serta ginekomastia. Testis sangat kecil. Efek klinis utama yiatu
sterilitas.
2. Sindrom turner
Ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe perempuan, terjadi aibat
monosomi parsialpda fenotipe perempuan.
3. KELAINAN KROMOSOM
Karyotyope pada trisomi 21
Kromosom adalah benang-seperti struktur terdiri dari DNA dan protein
lain. Mereka hadir di setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang
diperlukan untuk itu sel untuk berkembang. Gen, yang adalah unit informasi, adalah
"dikodekan" dalam DNA. Sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang dapat
disusun dalam 23 pasang. Dari jumlah tersebut 23, 22 sama dalam pria dan wanita, ini
adalah disebut "autosom." Pasangan kromosom 23 adalah seks ('X' dan 'Y').
Sel manusia membagi dalam dua cara. Yang pertama adalah pembelahan sel
biasa ( "mitosis" ), dimana tubuh tumbuh. Dalam metode ini, satu sel menjadi dua sel
yang memiliki jumlah yang sama persis dan jenis kromosom sebagai sel
induk. Metode kedua pembelahan sel terjadi dalam ovarium dan testis ( "meiosis" )
dan terdiri dari satu sel membelah menjadi dua, dengan sel-sel yang dihasilkan
memiliki setengah jumlah kromosom sel induk. Jadi, telur normal dan sel sperma
21
hanya memiliki 23 kromosom bukan 46. Ini adalah satu set kromosom normal tampak
seperti gambar di bawah. Perhatikan, kromosom merata dipasangkan 22 kromosom
ditambah kromosom seks. XX berarti bahwa orang ini adalah perempuan. Tes di
mana darah atau kulit sampel yang diperiksa untuk jumlah dan jenis kromosom
disebut kariotipe , dan hasilnya terlihat seperti gambar ini.
Karyotype dapat memberikan informasi tentang jumlah kromosom, karena itu kita
dapat mengidentifikasi penyakit sindrom down dengan menggunakan karyotype. Pada
sindrom down terdapat kelebihan satu kromosom pada kromosom 21, sehingga pada
penderita sindrom down mempunyai jumlah kromosom Karyotype pada sindrom
down dapat di lihat pada gambar di bawah.
Kromosom adalah pemegang dari gen, mereka bit DNA yang mengarahkan produksi
beragam bahan yang dibutuhkan tubuh. Arah oleh gen disebut "ekspresi." Gen dalam
trisomi 21, kehadiran set ekstra gen menyebabkan overekspresi dari gen yang
terlibat, yang menyebabkan peningkatan produksi produk tertentu. Untuk sebagian
besar gen, overekspresi mereka memiliki pengaruh yang kecil karena mekanisme
tubuh mengatur gen dan produk mereka. Namun gen yang menyebabkan sindrom
Down tampaknya pengecualian. Salah satu aspek yang lebih penting dari sindrom
22
Down adalah berbagai fitur dan karakteristik dari orang dengan trisomi 21: Ada
berbagai macam retardasi mental dan keterlambatan perkembangan anak-anak dengan
sindrom Down. Beberapa bayi lahir dengan cacat jantung dan yang lain
tidak. Beberapa anak memiliki penyakit yang berhubungan seperti penyakit epilepsi,
hipotiroidisme atau celiac, dan yang lainnya tidak. mungkin ini di karenakan
perbedaan dalam gen yang triplicated.Gen dapat datang dalam bentuk-bentuk
alternatif yang berbeda, yang disebut "alel." Pengaruh overekspresi dari gen-gen
mungkin tergantung pada alel yang hadir pada orang dengan trisomi 21. Alasan kedua
yang mungkin terlibat disebut "penetrasi." Jika satu alel yang menyebabkan kondisi
yang akan hadir pada beberapa orang tetapi tidak yang lain, yang disebut "penetrasi
variabel," dan yang muncul untuk menjadi apa yang terjadi dengan trisomi 21: alel
tidak melakukan hal yang sama untuk setiap orang yang memiliki itu .
Secara umum, Syndrome Down dapat disebabkan oleh 3 hal.
1. Nondisjunction
Nondisjunction adalah kegagalan dua kromosom homolog untuk memisahkan sel-
sel yang membelah selama divisi meiosis. Nondisjunction dapat terjadi pada
meiosis I dan II atau selama mitosis (Mujosemedi, 2008), namun kemungkinan
terjadinya pada waktu meiosis I 3x lebih besar dari pada waktu meiosis II.
Terjadinya nondisjunction dapat dilihat pada gambar 3.
Banyak kesalahan dapat terjadi selama pembelahan sel. Pada meiosis, pasang
kromosom yang seharusnya untuk berpisah dan pergi ke tempat yang berbeda
dalam sel membagi, peristiwa ini disebut "disjungsi". Namun, kadang-kadang
salah satu pasangan tidak membagi, dan seluruh pasangan pergi ke satu tempat. Ini
berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24
23
kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Kecelakaan ini disebut
"nondisjunction”. Jika sperma atau sel telur dengan jumlah abnormal kromosom
menyatu dengan pasangan normal, sel telur dibuahi yang dihasilkan akan memiliki
jumlah abnormal kromosom. Pada sindrom Down, 95% dari semua kasus
disebabkan oleh acara ini: satu sel memiliki dua kromosom 21, bukan satu,
sehingga telur yang dibuahi yang dihasilkan memiliki tiga kromosom 21. Oleh
karena itu nama ilmiah, trisomi 21. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa
dalam kasus ini, sekitar 90% dari sel-sel abnormal telur. Penyebab kesalahan
nondisjunction tidak diketahui, tetapi pasti ada kaitannya dengan usia ibu.
Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba untuk menentukan penyebab dan
waktu acara nondisjunction.
Adapun penyebab terjadinya nondisjunction sampai saat ini belum diketahui
secarapasti, namun beberapa pakar berpendapat bahwa, nondisjunction ini
disebabkan karena:
d. Production line Hypothesis: Pada hipotesis ini oosit matur pada usia dewasa
identik dengan oogonia yang memasuki fase meiosis pada saat fetal. Oogonia yang
memasuki tahap meiosis lebih lama memungkinkan untuk mengalami kecacatan
pada saat pembentukan kiasma. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya
nondisjunction.6 Dalam penelitian ini juga ditemukan frekuensi abortus pada Ibu
terdapat pada 3 kasus. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa sekitar 80% dari
kehamilan dengan trisomi 21 berakhir dengan abortus spontan dan bayi lahir mati,
kira kira 2% dari abortus spontan dan 1% dari bayi lahir mati kemungkinan adalah
trisomi 21.
e. Limited oocyte pool model: Pada hipotesis ini, jumlah dari folikel akan menurun
seiring dengan kenaikan usia ibu. Ketika jumlah folikel rendah , hal ini
memungkinkan oosit yang tidak berada dalam kondisi optimal akan mengalami
ovulasi.
f. Abberant Recombination : Pada penelitian terdapat asosiasi antara usia ibu dan
perubahan rekombinasi genetik yang merupakan dua faktor risiko penting dalam
nondisjunction kromosom 21. Perubahan pola dari rekombinasi genetik ini terlihat
pada nondisjunction wanita usia muda. Rekombinasi kromosom 21 (pada telomere
ketiga atau pericentromer region) rupanya memberikan ketidakstabilan meiosis
dibandingkan dengan perpindahan pada pertengahan kromosom. Pada penelitian
terbaru ditemukan bahwa sexual intercourse yang terlalu cepat atau terlalu lama
24
setelah terjadinya ovulasi meningkatkan risiko kelahiran anak dengan Sindrom
Down.
2. Translokasi
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan
karena statu potongna kromosom bersambungan dengan potongan kromosom lain
yang bukan homolognya (Suryo, 2008). Pada kasus Down Syndrome, biasanya
diperoleh dari kromosom ibu yang terdapat translokasi sedangkan ayah normal.
Kromosom tersebut nampak berjumlah 46 kromosom, padahal kromosom yang
seharusnya terdapat pada kromosom 21 menempel pada kromosom lain (biasanya
14 atau 15).
Translokasi Robertsonian
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan
karena suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan kromosom
lainnya yang bukan homolognya. Pada sindrom down translokasi, lengan panjang
dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang – kadang dengan
autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering dengan autosom nomor 14. Dengan
demikian individu yang menderita sindroma Down translokasi memiliki 46
kromosom.
3. Mosaicisme
Sisa kasus trisomi 21 adalah karena mosaicism. Orang-orang ini memiliki
campuran garis sel, beberapa di antaranya memiliki satu set kromosom normal dan
lainnya yang memiliki trisomi 21. Dalam mosaicism seluler, campuran ini terlihat
dalam sel yang berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaicism jaringan, satu set
sel, seperti semua sel darah, mungkin memiliki kromosom normal, dan jenis lain,
seperti semua sel-sel kulit, mungkin memiliki trisomi 21.
4. SONDROM DOWN
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000
kelahiran hidup, di mana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini
diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur di
atas 35 tahun.
25
Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya
pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak
bermakna. Sedangkan angka kejadiannya pada berbagai golongan sosial ekonomi
adalah sama.
ETIOLOGI
Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down
yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada
sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang penelitian lebih dipusatkan pada
kejadian “non-disjunction” sebagai penyebabnya, yaitu :
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non-disjunction”. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunction” pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar
30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down pernah mengalami radiasi di
daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan
adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya “non-disjunction”.
4. Autoimun
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian
Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya
perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down
dengan ibu yang kontrolnya sama.
5. Umur ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan :non-disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
26
Gambaran Klinis Sindrom Down Anggota Badan
Umum Klinodaktili pada jari ke-5
Hipotonia neonatal Garis tangan tunggal
Retardasi mental ringan sampai sedang Celah yang lebar antara jari kaki pertama
Perawakan pendek dan kedua
Daerah Kepala dan Wajah Lain-lain
menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon,
dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormon) dan FSH (Follicular
Stimulating Hormon) secara tiba-tiba sebelum menopause dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya “non-disjunction”.
6. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh
umur dari ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom bersumber dari ayahnya. Tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lain sperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia
dan frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom
Down.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang paling mencolok pada neonatus adalah hipotonia. Meskipun
diagnosis biasanya dapat ditegakkan pada saat neonatus, namun dapat juga
terlewatkan bila bayi tersebut sangat prematur atau penampakan wajahnya tertutup
alat-alat ventilator. Pada bayi dan anak-anak yang lebih besar, gambaran klinis yang
paling khas adalah fisura palpebra miring ke arah atas dan lidah yang menjulur, garis
tangan yang tunggal, perawakan sedikit pendek, dan gangguan perkembangan yang
ringan sampai sedang. Nilai IQ berkisar dari 25-70 dan keterampilan sosialnya
seringkali melampaui parameter intelektual yang lain. Anak dengan sindrom Down
biasanya gembira dan sangat penyayang.
Harapan hidup penderita sindrom Down meningkat secara dramatis akibat semkain
banyaknya antibiotik yang dapat digunakan dan adanya perkembangan yang pesat
pada bedah jantung. Sekitar 15-20% anak-anak dengan sindrom Down meninggal
sebelum usia 5 tahun, biasanya akibat penyakit jantung bawaan yang berat dan tidak
dapat dioperasi. Sisanya memiliki angka kelangsungan hidup yang baik, hingga
mencapai usia dewasa. Menjelang usia 40 tahun mengalami Alzheimer mungkin
akibat langsung dari pengaruh suatu dosis gen, karena gen yang mengode protein
amiloid yang tampaknya menyebabkan penyakit Alzheimer terletak di kromosom 21.
27
Gambaran Klinis Sindrom Down Anggota Badan
Umum Klinodaktili pada jari ke-5
Hipotonia neonatal Garis tangan tunggal
Retardasi mental ringan sampai sedang Celah yang lebar antara jari kaki pertama
Perawakan pendek dan kedua
Daerah Kepala dan Wajah Lain-lain
PENANGANAN SECARA MEDIS
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,
kedaruratan medis serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat
beberapa keadaan di mana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus,
yaitu dalam hal :
1. Pendengarannya
28
70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh
karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan
tes pendengarannya secara berkala oleh ahli THT.
2. Penyakit jantung bawaan
30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan.
Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3. Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak
sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
4. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya akan
terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya, ada juga kasus
justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga diperlukan
kerja sama dengan ahli gizi.
5. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down yang mencakup dislokasi
patela, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila kelainan yang
terakhir ini samapi menimbulkan depresi medula spinalis atau apabila anak
memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis maka diperlukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6. Lain-lain
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya meliputi masalah
imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan bidang bilogi molekuler maka
memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetik yang
mendasari sindrom Down.
5. GENETIC COUNSELING
Genetic counseling merupakan sebuah proses komunikasi yang berhubungan
dengan risiko kelainan genetik yang mungkin terjadi dalam sebuah keluarga, termasuk
penjelasan mengenai konsekuensi dan sifat dari kelainan genetik tersebut beserta jalan keluar yang
ditawarkan. Konseling genetic juga dapat berarti sebuah usaha untuk membantu mengerti
dan beradaptasi dengan pengobatan maupun proses terapi, juga keadaan psikologis pasien dan
29
keluarga pasien yang disebabkan oleh penyakit genetik. Dalam melakukan konseling genetik,
seorang konselor perlu mempertimbangkan aspek psikologis dan emosi yang terkait dengan
diagnosis, memahami berbagai faktor yang berkaitan dengan konseling, membantu keluarga
mengatasi rasa bersalah dan malu, membantu klien, membuat tujuan konseling, serta memahami bisa
yang disebabkan oleh konselor.
Terdapat beberapa tahapan dalam melakukankonseling genetika, yaitu:
1. Mencari info mengenai keadaan pasien:
a. Alasan menguikuti konseling genetik, pengetahuan mengenai penyakit yang diderita,diagnosis
penyakit, kekhawatiran pasien. (kita dapat mendapatkannya dalam
konselingpertama, dengan melakukan anamnesis pasien)
b. Sejarah kelahiran pasien, sejarah penyakit dan status medis pasien.
c. Membuat sejarah keluarga pasien dengan merancang pedigree meliputi::
i. First degree (anak, saudara, orang tua) dan Second degree (kakek, cucu, tante,
paman,sepupu); (dalam kasus ini kurang essensial, karena sebenarnya, penyakit
downsyndrome tidak diturunkan, pemicunya adalah usia ibu saat kehamilan )
ii. Status kehamilan (bila sedang hamil)
iii.Latar belakang suku, etnisi
iv. Kehadiran consanguinity (hubungan darah)
d. Melihat additional medical record yang terbaru, termasuk pasien dan anggota keluarga
yangterkena penyakit
e. Meninjau sejarah sosial, edukasi, pekerjaan dan fungsi sosial keluarga.
f. Meninjau sumber psikososial keluarga (komunitas, agama)
g. Mengidentifikasi isu etis potensial, seperti confidentiality (kerahasiaan),
insurability (dapatdipertanggungjawabkan), discrimination dan non-paternity ( hal ini cukup
penting mengingat reputasi kedua orang tua memiliki profesi berdasarkan kepercayaan)
h. Melakukan physical examination (pemeriksaan fisik) terhadap pasien
2. Evaluasi: Menginterpretasikan hasil-hasil yang telah didapatkan dari proses assessment
a. Merujuk referensi yang relevan
b. Membandingkan riwayat pasien dengan hasil pengujian untuk merancang diagnosis
c. Mendiskusikan hasil diagnosis
i. Clear diagnosis : Share information about the condition
ii. Differential diagnosis : Suggest further test or evaluation
iii.Unknown diagnosis : discuss what known diagnoses are ruled out, follow ovet time
30
3. Komunikasi: Membicarakan kondisi keluarga saat ini, memberikan pengetahuan dan
informasi yang diperlukan pasien, dalam batas kemampuan pasien untuk mengerti.
a. Meninjau kembali penyakit yang diderita, termasuk
i. Harapan perkembangan penyakit
ii. Intervensi dan tindakan yang memungkinkan
iii. Mencari kemungkinan penyebab genetis yang diketahui
b. Menjelaskan risiko penyakit terhadap anggota keluarga dan masyarakat
c. Mendiskusikan pilihan reproduktif, jika memungkinkan. Termasuk:
:i. Kehamilan dengan test prenatal
ii. Kehamilan tanpa test prenatal
iii. Tidak ada kehamilan lagi
4. Dukungan terhadap keluarga
a.Meninjau apakah akan ada grief response (respon sedih) yang mungkin membutuhkan
dukungan psikososial lebih jauh
b. Merancang strategi untuk pemberitahuan informasi kepada anggota keluarga yang mungkin
memiliki risiko yang sama
c. Mengetahui dan mendiskusikan response keluarga terhadap hasil informasi
d. Memberi rujukan terhadap komunitas yang memiliki kondisi yang sama
5. Follow up
a.Menyusun follow up diagnostic testing atau menyusun jadwal pertemuan berikutnya
b. Mendokumentasikan hasil konseling sebagai rujukan bagi tenaga kesehatan
lainnya dan untuk pasien jika diperlukan
c. Menghubungi pasien untuk mengetahui tingkat pemahaman pasien dan pilihan keputusan
d. Memberi saran kepada pasien untuk mengunjungi klinik untuk mendapatkan informasi
e.Bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan
kemudian.
Pada akhirnya, Konseling genetic dikatakan berhasil apabila konseling tersebut dapat
membantu pasien untuk mengerti sehingga mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang
benar mengenai penyakit tersebut, dan sesuai dengan norma dan agama yang dianut oleh
31
keluargatersebut (sesuai tujuan keluarga); bukan mengurangi jumlah kelahiran dengan kelainan
genetic.
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang
dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
1. pemeriksaan fisik penderita,
2. pemeriksaan kromosom
3. ultrasonograpgy
4. Electro Cardio Gram (ECG)
5. echocardiogram
6. neuroradiologi dapat menemukan adanya kelainan dalam struktur kranium,
misalnya klasifikasi intrakranial atu peningkatan intracranial.
7. Ekoensefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hematoma.
8. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak dengan retardasi mental.
9. Penelitian biokimiawi menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang
diketahui mempengaruhi jaringan otak jika ditemukan dalam jumlah besar atau kecil.(1,6)
Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis
kromosom dengan cara mengambil sedikit bagian janin pada plasenta, pada
kehamilan 10-12 minggu. atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada
kehamilan 14-16 minggu.(6)
32