sintesis dan diagnosis pbl

36
DOSEN PENGAMPUH : Djoko Purwoko, SKM MATA KULIAH : Penyakit Berbasis Lingkungan SINTESIS DAN DIAGNOSIS PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN NAMA : SUKMAWATI NIM : PO 71.4.221.13.2.047 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR KESEHATAN LINGKUNGAN PRODI D.IV 2013/2014

Upload: sukmaummaawesz

Post on 22-Dec-2015

69 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Sintesis dan Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan

TRANSCRIPT

Page 1: Sintesis Dan Diagnosis PBL

DOSEN PENGAMPUH : Djoko Purwoko, SKMMATA KULIAH : Penyakit Berbasis Lingkungan

SINTESIS DAN DIAGNOSIS PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

NAMA : SUKMAWATI

NIM : PO 71.4.221.13.2.047

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI D.IV

2013/2014

Page 2: Sintesis Dan Diagnosis PBL

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang pantas penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang karena bimbingan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan

makalah dengan judul " Sintesis Dan Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan".

Makalah ini dibuat sebagai tugas pengganti ujian semester mata kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan.

Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Makassar, Desember 2014

Penulis

i

Page 3: Sintesis Dan Diagnosis PBL

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Tujuan.............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3

A. Sintesis Teori Penyakit Berbasis Lingkungan ................................

B. Totalitas Sistem................................................................................

C. Model Dinamika Transmisi Penyakit

Berbasis Lingkungan .......................................................................

D. Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan........................................

BAB III PENUTUP ...................................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................................

B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Sintesis Dan Diagnosis PBL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya diagnosis penyakit berbasis lingkungan bertujuan untuk

mencari strategi solusi upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.

Sedangkan sintesis perlu dilakukan agar dapat diperoleh pemahaman dan

pengertian yang utuh, singkat, padat, dan jelas. Sintesis juga perlu karena

untuk melakukan upaya diagnosis penyakit berbasis lingkungan, diperlukan

suatu pemahaman yang utuh, pengetahuan yang bersifat integratif

menggunakan komponen sistem dalam sebuah wilayah.

Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan merupakan upaya strategis

untuk melakukan pencegahan dan pengendalian kejadian penyakit di sebuah

wilayah komunitas. Mengingat begitu banyak penyakit-penyakit yang harus

dikendalikan, tentu harus dipilih penyakit mana yang dianggap prioritas.

Penentuan prioritas diserahkan kepada pengambil kebijakan lokal sebuah

wilayah bersama masyarakat, bagaimana kehendak masyarakat. Dalam upaya

diagnosis maupun implementasi pemecahan permasalahan itupun harus

menggunakan prinsip pelibatan masyarakat sebagaimana prinsip-prinsip

kesehatan masyarakat. Prinsip-prinsip pendekatan kesehatan masyarakat

adalah: setiap upaya kesehatan harus berbasis komunitas, preventif oriented,

harus ada partisipasi masyarakat, serta melibatkan berbagai disiplin ilmu dan

terorganisasi (Achmadi, 2008).

Prinsip-prinsip kesehatan masyarakat di atas pada hakikatnya adalah

sebuah pendekatan. Pendekatan untuk meningkatkan derajat kesehatan.

Dalam setiap upaya kesehatan harus ada tema atau sesuatu yang dijadikan

pokok masalah yang harus diselesaikan. Pengelompokkan masalah kesehatan

dalam suatu wilayah itupun berbeda satu sama lain, tergantung prioritas

daerah. Sebuah wilayah bisa menentukan tema kurang gizi pada kelompok

balita, wilayah lain lebih menekankan bagaimana membebaskan masyarakat 

1

Page 5: Sintesis Dan Diagnosis PBL

dari penyakit malaria, agar penduduknya bisa lebih produktif. Wilayah lain

bisa saja menetapkan penyakit filariasis, atau penyakit gangguan pertumbu-

han janin akibat penggunaan pestisida (Suhartono, 2010). Semua tergantung

prioritas wilayah masing-masing. Yang paling sulit adalah apabila menghada-

pi kelompok masyarakat yang tidak memahami apa masalah dan apa penyakit

yang menjadi prioritas di wilayahnya.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui sintesis teori penyakit berbasis lingkungan

2. Untuk mengetahui totalitas sistem.

3. Untuk mengetahui model dinamika transmisi penyakit berbasis lingku-

ngan.

4. Untuk mengetahui diagnosis penyakit berbasis lingkungan

2

Page 6: Sintesis Dan Diagnosis PBL

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sintesis Teori Penyakit Berbasis Lingkungan

Kita memahami bahwa adanya prevalensi dan insidensi suatu penyakit

yang menyerang atau terjadi dalam sebuah komunitas yang tinggal dalam

sebuah wilayah pada dasarnya merupakan babak akhir dari sebuah proses.

Proses tersbut pada hakikatnya merupakan resultante hubungan interaksi

antara komponen lingkungan dan manusia dengan genomic statusnya, dengan

peradaban, budaya, perilaku, dan status pekerjaan yang dimilikinya dan lain-

lain. Berbagai variabel pembentuk manusia seutuhnya atau yang ada pada diri

manusia tersebut merupakan variabel kontributor penentu hubungan interaksi

antara penduduk dengan lingkungannya.

Sementara itu, komponen lingkungan yang berisi agen penyakit serta

senantiasa berinteraksi dengan manusia adalah air, udara, pangan, binatang

dan serangga penular penyakit. Keberadaan agen penyakit pada media

transmisi berasal dari suatu tempat asalnya atau lazim kita sebut sebagai

sumber penyakit. Baik keberadaan sumber penyakit maupun dinamika

perjalanan atau kinetika agen + media di lingkungan, amatlah kompleks,

memerlukan waktu, serta tidak tertutup kemungkinan agen penyakit di

dalamnya mengalami perubahan-perubahan, sebelum akhirnya bertemu atau

kontak dengan kelompok population at risk atau kelompok penduduk yang

berada dalam posisi terkena resiko. Kelompok ini entah karena hobi atau

pekerjaannya atau tempat tinggalnya berada dalam posisi berhubungan

dengan kombinasi agen dan media tersebut, atau lazim kita kenal sebagai

komponen lingkungan yang tercemar atau terkontaminasi baik oleh karena

bakteri, bahan kimia maupun agen fisik.

Hubungan interaktif antara komunitas dengan lingkungan dalam suatu

wilayah, dipengaruhi oleh determinan perubahan-perubahan global seperti

pemanasan bumi dan globalisasi perdagangan. Globalisasi telah menyebab-

3

Page 7: Sintesis Dan Diagnosis PBL

kan perubahan lingkungan dan pergerakan manusia pembawa penyakit,

intensitas pergerakan barang dan jasa yang pada akhirnya kejadian penyakit.

Semakit cepat perubahan tersebut terjadi dalam suatu wilayah, semakin cepat

risiko kejadian penyakit baru itu datang. Global Warming menyebabkan

perubahan dinamika agen dan media transmisi, terutama nyamuk dan reaksi

sekunder beberapa bahan pencemar udara, pvngan maupun air.

Diketahui pula bahwa hubungan interaksi manusia dengan berbagai

komponen lingkungan tersebut sangat bervariatif, kompleks sifatnya. Ada

yang mendapatkan kontak dengan komponen lingkungan yang beragen

penyakit di hutan, ada yang di gedung mewah, di hotel, di pantai sedang ber-

kreasi, semua tergantung perilaku atau behavioral aspeknya. Di sini timbul

konsep behavioral exposure (Achmadi, 2005). Berbagai variabel lain yang

ikut berperan antara lain suhu lingkungan, ketinggian atau topografi,

kelembapan, arah dan kecepatan angin, musim kemarau, musim hujan dan

lain-lain. Semua berperan baik terhadap media, terhadap agen itu sendiri,

terhadap sumber, bahkan terhadap perilaku manusia itu sendiri. Masyarakat

yang tinggal di wilayah musim dingin akan lebih suka berjemur, sebaliknya

masyarakat tropis suka berteduh di kerindangan pohon. Pemajanan terhadap

ultraviolet akan menyebabkan perbedaan risiko dan distribusi penyakit kanker

yang dihubungkan dengan sinar ultraviolet dari matahari.

Sementara itu, agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh manusia

mengalami berbagai hambatan yang dikenal sebagai sistem pertahanan tubuh.

Ketika bahan kimia beracun masuk ke dalam tubuh, dihadapkan pada suatu

kenyataan adanya struktur anatomi yang mencoba menghadan masuknya

bahan kimia ke dalam tubuh, kemudian kalau ternyata berhasil menerobos

masuk ke dalam tubuh melalui mekanisme uptake, maka akan masuk ke

dalam sistem peredaran darah, yang terlebih dulu dinetralkan melalui meka-

nisme biotransformasi. Biotransformasi menggunakan prinsip penetralan

(membuat sifat racun menjadi kurang beracun) yakni bahan-bahan kimia

beracun yang semula bersifat lipofilik direaksikan menjadi bahan kimia yang

bersifat hidrofilik atau mudah larut dalam air, sehingga mudah dikeluarkan

4

Page 8: Sintesis Dan Diagnosis PBL

melalui urin, keringat atau kotoran. Meski demikian kadang metabolit sebagai

hasil biotransformasi ada yang menjadi lebih berbahaya dan justru meracuni

manusia. Sebagian bahan kimia dideposit dalam berbagai organ, sebagian

dikeluarkan. Prinsip keracunan atau tidaknya seseorang tergantung kecepatan

absorpsi, distribusi transformasi dan ekskresi. Ada kalanya terjadi kerusakan

tingkat genetika dan menimbulkan kelainan-kelainan yang dapat diturunkan

kepada anak cucu dan/atau menimbulkan cacat bawaan atau kelainan

kongenital.

Akan halnya mikroorganisme yang menyerang kelompok penduduk,

pada dasarnya tubuh manusia telah dilengkapi dengan sistem kekebalan.

Sistem kekebalan ini dimulai dari bentuk anatomi tubuh, hingga sistem

kekebalan yang diciptakan oleh Tuhan. Sistem kekebalan ada dua yakni

selular dan humoral, serta masing-masing ada yang spesifik dan nonspesifik.

Konsep kekebalan spesifik ditujukan pada mikroorganisme tertentu dikem-

bangkan ke dalam vaksin buatan.

Pertempuran baik antara mikroorganisme, bahan kimia be-racun, agen

fisik dengan masyarakat yang tinggal di sebuah wilayah, pada hakikatnya

menggunakan prinsip ekosistem. Bagi sebagian dari mikroorganisme kejadian

penyakit adalah masalah survival. Masalah survival kehidupan dapat dilihat

baik dari sisi manusia, maupun sisi mikroorganisme tersebut. Mikroorganis-

me menginfeksi manusia karena hendak merebut materi genetik yang ada

pada manusia. Virus misalnya, terutama virus polio dan virus cacar.

Demikian pula ada virus yang menyerang tanaman, ada yang menyerang

hewan, semua dalam rangka survival perebutan materi genetik.

Dalam hal bahan kimia beracun yang meracuni kelompok penduduk

misalnya pestisida, dapat dilihat kepada sifat dasar egoisme dan kerakusan

manusia itu sendiri. Manusia dengan peradaban berhasil merekayasa berbagai

bahan kimia sintetik untuk tujuan kemaslahatan kehidupan manusia itu

sendiri. Namun, pada akhirnya berbagai bahan kimia sintetik tersebut menjadi

agen penyakit apabila kontak dengan manusia itu sendiri beserta anak

cucunya. Teknologi rekayasa kimia menjadikan manusia senantiasa terancam

5

Page 9: Sintesis Dan Diagnosis PBL

karena ciptaannya sendiri. Berbagai simpul dinamika transmisi, dinamika

kontak dan lain sebagainya, dapat digambarkan ke dalam sebuah model.

Proses kejadian penyakit pada hakikatnya amat kompleks. Seperti

telah disampaikan perpindahan agen penyakit melalui berbagai media seperti

air, udara, pangan, serangga atau langsung kontak dengan tubuh manusia,

memiliki jalur rumit dan memiliki sifat khas masing-masing agen penyakit.

Untuk tujuan pencegahan, setiap ahli kesehatan masyarakat harus

mampu memberikan gambaran dinamika transmisi tiap penyakit, baik

penyakit menular maupun penyakit tidak menular, dengan penggambaran ke

dalam model atau paradigma. Kemudian melakukan manajemen pencegahan

penyakit tersebut dengan sebaik-baiknya.

B. Totalitas Sistem

Kejadian penyakit merupakan ujung dari sebuah proses. Merujuk ke-

pada uraian tersebut di atas, dalam perspektif kesisteman proses tersebut

melibatkan berbagai institusi dalam sebuah wilayah. Kejadian penyakit pada

wilayah pertanian misalnya melibatkan berbagai institusi, mulai dari penjual

bahan kimia, sektor pertanian, sektor perdagangan, dan institusi petani itu

sendiri. Dalam kejadian penyakit malaria tipe perkebunan misalnya, akan

melibatkan baik petani, dinas-dinas perkebunan, perdagangan, agen tenaga

kerja, dinas tenaga kerja dan lain sebagainya. Di lain pihak, prinsip-prinsip

kesehatan masyarakat modern mengajarkan perlunya pemahaman terhadap

sistem secara totalitas dalam sebuah wilayah (Achmadi, 2008; Baum, 2002).

Oleh karena kejadian penyakit dalam sebuah wilayah administratif melibat-

kan berbagai institusi, maka diperlukan kemampuan analisis lapangan dengan

melihat kejadian penyakit dalam perspektif totalitas sebuah sistem dalam satu 

wilayah. Diperlukan kemampuan analisis dan kemudian menggambarkannya

ke dalam sebuah model hubungan keterkaitan satu sama lain.

6

Page 10: Sintesis Dan Diagnosis PBL

C. Model Dinamika Transmisi Penyakit Berbasis Lingkungan

Proses transmisi atau penularan malaria tampak sederhana, yakni ada

sumber penularan yaitu penderita dan tersedia nyamuk penular dan terjadilah 

proses penularan kepada manusia di sekitarnya. Namun, di mana penularan

terjadi? Apakah di rumah ketika sedang tidur, ketika sedang memancing atau

di pinggir jalan ketika penduduk sedang berangin-angin di halaman di malam

hari, atau mungkin di tempat-tempat sumber air ketika penduduk mengambil

air atau buang hajat di kolam ikan di pagi hari ketika hari masih gelap?

Semua harus digambarkan dalam sebuah model dinamika transmisi.

Diperlukan prosedur tertentu sebelum mendapatkan gambaran permodelan. 

Permodelan diperlukan agar strategi pencegahan dan pengendalian dapat di-

lakukan sebaik-baiknya. Tanpa penggambaran dinamika transmisi, upaya

pencegahan tidak akan berjalan efektif. Misalnya saja, kekeliruan dalam

upaya penyemprotan residu pestisida yang dilakukan di dinding rumah,

padahal penularan terjadi di halaman atau di tempat pengambilan air di lereng

lembah pegunungan. Ibu-ibu hamil diharuskan tidur di dalam kelambu

padahal proses transmisi sudah terjadi di luar rumah di tempat pengambilan

air di mata air.

Untuk menggambarkan dinamika transmisi malaria, Hakim (2009)

dan Susana (2009) menggunakan metode SDP-Survey Dinamika penularan

malaria. Pertama-tama didahului dengan penemuan kasus di sebuah wilayah.

Penemuan kasus harus di konfirmasi dengan pemeriksaan untuk mendapatkan

plasmodium di dalam sediaan darah atau dapat juga menggunakan teknik

Diagnostik Tes lainnya. Setelah itu dilakukan investigasi, baik dengan

wawancara mendalam, Focus Group Discussion maupun observasi lingku-

ngan lainnya. Harus diketahui pula spesies nyamuk, maka segera diketahui

sifat dan karakteristik nyamuk tersebut seperti tempat istirahat,

perindukannya, dan lain-lain. Ini dapat dikenal dengan cara memahami

karakteristik media transmisi. Kemudian harus diketahui pula pola perilaku

penduduk seperti jam berapa dan kegiatan apa yang dilakukan penduduk

7

Page 11: Sintesis Dan Diagnosis PBL

sehingga penduduk tersebut berakibat exposed atau tergigit nyamuk.

Semuanya digambarkan ke dalam sebuah dinamika transmisi.

Langkah-langkah survei

Gambar 1. Bagian Survei Dinamika Penularan

Sumber: Lukman Hakim, 2009

1. Contoh lain adalah perjalanan logam berat timah hitam atau lead. Dulu,

bahan bakar bensin menggunakan timah hitam untuk memperpanjang

oktana atau anti-knocking. Akibatnya, lead akan berada di udara menjadi

salah satu pencemar udara berbahaya di kota-kota besar. Timah hitam

yang melayang di udara dapat terhirup penduduk secara langsung.

Sebagian timah hitam di udara yang kemudian mengendap di tanah, akan

terserap oleh tanaman. Akibatnya, manusia akan keracunan secara kronik

apabila memakan sayur-mayur yang telah tercemar timah hitam tersebut.

Timah hitam juga dapat jatuh ke air, mengendap, dan bercampur dengan

8

Parasitologi Pengumpulan dan analisis data Epidemiologi

Penentuan lokasi survei

Kasus malaria

Observasi lingkungan

Penangkapan jentik di TPN dan nyamuk dewasa

Analisis faktor risiko

Wawancara dan observasi kasus

(riwayat penyakit dan perilaku berisiko)

Pengambilan dan pemeriksaan SD

Entomologi

Penentuan pemberantasan malaria

Teridentifikasinya mitra potensial terkait

Promosi kesehatan

Page 12: Sintesis Dan Diagnosis PBL

lumpur yang merupakan bahan penyubur tanaman, yang pada akhirnya

kontak dengan manusia melalui jalur pangan dan seterusnya.

Perjalanan yang amat kompleks dari timah hitam, kita kenal sebagai

kinetika atau pergerakan timah hitam. Hal ini harus diketahui, dengan cara

membaca berbagai literatur penelitian, sehingga dapat digambarkan

sebagai model dinamika transmisi penyakit, atau proses enhance

knowledge. Dalam teknik diagnostik penyakit berbasis lingkungan

diperlukan tahapan penambahan dan pemantapan pengetahuan kepada

persoalan yang dihadapi.

2. Contoh lain adalah perjalanan merkuri organik sebagai hasil buangan

proses penambangan emas rakyat pengguna merkuri sebagai bahan

pemrosesan untuk mendapatkan emas. Sebagian dari merkuri berubah

menjadi merkuri organik yang sangat berbahaya. Dari proses penelusuran,

pengamatan, wawancara, observasi didapatkan bahwa proses penamba-

ngan mengeluarkan atau mengemisikan merkuri anorganik dalam tiga

jalur, yakni udara, air, dan pangan seperti digambarkan dalam model. Jalur

badan air atau air sungai kontak dengan manusia terkena risiko, melalui air

secara langsung atau proses pangan. Jalur udara dapat mengendap ke tanah

dan diserap oleh tanaman sekitar dan masuk ke manusia melalui jalur

pangan. Jalur udara menjadi pencemaran udara yang dapat kontak manusia

melalui jalur pernapasan. Penduduk yang sakit-sakitan dalam jangka

panjang tidak bisa meneruskan proses produksi, dan kemiskinan akan

membayangi penduduk sekitar pertambangan emas yang tidak

memerhatikan lingkungan. Kemiskinan akan menimbulkan situasisanitasi

buruk dan penduduk akan bertambah sakit-sakitan terutama penyakit

infeksi.

9

Page 13: Sintesis Dan Diagnosis PBL

Gambar 2. Model Teori Simpul Lanjut

Penggambaran dinamika transmisi (atau modelling) amat diperlukan

oleh setiap ahli kesehatan masyarakat atau manajer pengendali penyakit.

Tanpa pengetahuan patogenesis yang lebih rinci seperti digambarkan oleh

dinamika transmisi, upaya pencegahan atau manajemen penyakit tidak akan

berjalan efektif.

Untuk mengendalikan tiap-tiap penyakit harus dibuat gambar model

dinamika transmisi, agar dapat ditentukan di titik mana intervensi preventif

maupun promotifnya dapat dilakukan. Merujuk dinamika transmisi malaria di

atas, maka intervensi dapat dilakukan di tempat pengambilan air. Di rumah

dengan menerapkan kelambunisasi, mungkin efektif, tetapi hanya untuk

balita. Bagi orang dewasa mungkin sudah mendapat penulara penyakit di luar

rumah. Sedangkan untuk mencegah terjadinya keracunan timah hitam yang

berasal dari pencemaran udara, harus diwaspadai kontak langsung dengan

10

Penambangan

Gangguan Ekosistem

Cd Hg dll

Air

Produktivitas

Penduduk/ Pekerja

Tanah/ Pangan

Sanitasi Bururk

Udara

Kriminalitas

Kemiskinan

Sakit

Page 14: Sintesis Dan Diagnosis PBL

udara yang tercemar. Tidak mengonsumsi air tercemar Pb, ataupun pangan

yang diperkirakan mengandung logam berat tersebut.

Berbagai Agen Penyakit dalam Aneka Media. Jarang ada sebuah proses

yang bersifat sungle agen single exposure, atau satu jenis agen penyakit

dalam satu media. Yang lebih banyak terjadi adalah, multiple agen multiple

exposure. Kelompok penduduk perkotaan akan mengalami pemajanan dari

berbagai media yang mengandung berbagai agen penyakit. Begitu banyak

ragam bahan pencemaran, masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai

macam ragam media. Sebagai contoh udara kota-kota besar seperti Surabaya,

Jakarta, Bandung didapati keanekaragaman bahan pencemar di udara, baik

aneka bahan kimia beracun seperti CO, SO2, NOx, hingga bakteri, spora jamur

mungkin virus melayang-layang ikut arah dan kecepatan angin kontak dengan

sekelompok penduduk. Kelompok risiko tinggi berbagai bahan pencemar

adalah kelompok yang karena pekerjaannya harus berada di pinggir jalan.

Sebagian dari orang tersebut perokok aktif dan sebagian perokok pasif.

Mereka merokok seusai menyantap makanan-makanan yang kebetulan juga

menggunakan berbagai bahan kimia, mulai dari pengawet, bahan pewarna,

serta mengonsumsi pula ayam maupun sayur berbahan kimia. Setelah minum

air yang mengandung bakteri E. Coli ataupun bahan kimia. Masih ditambah

lagi tertidur pulas karena terlalu capek di malam dan siang hari, dan orang-

orang ini dihisap darahnya oleh Aedes aegypti yang membawa virus Demam

Berdarah. Orang atau kelompok penduduk perkotaan seperti ini akan

mendapatkan multiple agen dari berbagai media yang kontak dengan

tubuhnya atau multiple exposure dari berbagai media tersebut.

D. Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan

Berbeda pengertian dengan tata cara diagnostik pada praktik

kedokteran, diagnosis penyakit berbasis lingkungan bertujuan untuk

identifikasi faktor risiko atau risk factors identification, mengukur, analisis,

menegakkan kesimpulan untuk menyusun alternative solution dalam sebuah

komunitas yang hidup dalam sebuah wilayah. Sedangkan praktik kedokteran

11

Page 15: Sintesis Dan Diagnosis PBL

memiliki prinsip, anamnestik, pemeriksaan baik fisik maupun penunjang

seperti laboratorium, analisis dan kesimpulan yakni diagnostik (medik), dan

pada akhirnya tindakan untuk menyelesaikan masalah yang lazim dikenal

sebagai pengobatan ‘treatment’. Dunia praktik kedokteran berbasis individu.

Kesehatan masyarakat berorientasi ‘pencegahan’. Demikian pula ke-

sehatan lingkungan yang merupakan satu rumpun ilmu-ilmu kesehatan

masyarakat juga berorientasi pencegahan. Oleh sebab itu, pada proses identi-

fikasi bukan hanya agen penyakitnya, namun semua faktor risiko kelompok

untuk kemudian dikendalikan. Baik upaya diagnostik maupun upaya

pengendalian menggunakan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat (Achmadi,

2005; Achmadi, 2008). Diagnostik Penyakit Berbasis Lingkungan dapat

dilakukan dengan menggunakan dua metode retrospektif dan prospektif,

sebagaimana lazimnya studi epidemiologi lingkungan. Apabila hanya

informasi outcome gejala penyakitnya yang diketahui, maka upaya-upaya

penggalian faktor risiko secara retrospektif harus digunakan. Faktor risiko

adalah semua variabel baik variabel yang ada dalam lingkungan maupun yang

ada dalam diri manusia (termasuk status genomiknya) yang berperan atau

memberikan kontribusi terhadap kejadian penyakit pada seseorang atau

kelompok penduduk.

Dalam proses diagnostik selain terfokus pada kejadian interaksi antara

komponen linkungan dengan penduduk, juga berbagai faktor risiko yang

berada di belakang (latar belakang kejadian) proses hubungan interaktif

tersebut. Sebagai contoh kebijakan atau peraturan larangan memelihara

unggas pada proses pencegahan merebaknya flu burung di Jakarta adalah

sebuah contoh. Untuk mengurangi kedekatan manusia dengan unggas, maka

diberlakukan larangan tersebut.

Contoh lain adalah Model penularan malaria di sebuah wilayah di

Pulau Sumatra. Dalam kejadian merebaknya malaria di wilayah ini, penderita

malaria akan terpengaruh produktivitasnya, yang pada akhirnya akan

menurunkan kondisi sosial ekonomi, dan menghasilkan teori perampokan

tambak sebagai penyebab terlantarnya tambak, serta penggundulan hutan

12

Page 16: Sintesis Dan Diagnosis PBL

bakau. Keduanya baik penggundulan bakau, serta penelantaran tambak akan

menyebabkan populasi nyamuk meningkat dan migrasi ke pemukiman. Siklus

lingkaran tak berkesudahan ini, akan selesai kalau upaya pencarian dan

pengobatan kasus malaria secara pro aktif, dibarengi pula dengan upaya

reboisasi, dan rehabilitasi tambak. Merebaknya kasus malaria di wilayah

tersebut disebabkan karena ‘meledaknya’ populasi nyamuk penular malaria,

akibat terlantarnya tambak. Berkurangnya ikan tambak pemangsa jentik dan

tumbuhnya lumut sutera sebagai penyebab timbulnya perindukan Anopheles

Sundaicus. Tambak terlantar, karena sering terjadi perampokan tambak.

Penyakit Berbasis Lingkungan adalah sebuah konsep atau ‘body of

knowledge’ yang mempelajari kejadian penyakit yang berakar pada lingku-

ngan dan kependudukan. Telah disebutkan pada dasarnya kejadian penyakit

berbasis lingkungan. Penyakit berbasis lingkungan juga mempelajari berbagai

variabel lingkungan dan kependudukan yang berperan dalam timbulnya

kejadian penyakit. Contoh faktor risiko adalah budaya, perilaku, umur,

gender, habitat, suhu lingkungan, kelembapan, musim, ketinggian tanah dan

lain sebagainya. Hal ini lazim dikenal sebagai faktor risiko kejadian penyakit.

Di sebuah masyarakat kejadian penyakit selalu kompleks dan saling

terkait. Tidak ada variabel tunggal yang berperan dalam kejadian sebuah

penyakit. Oleh sebab itu, diperlukan teknik untuk bagaimana melakukan

identifikasi berbagai variabel berperan dalam kejadian penyakit yang terjadi

di lapangan atau di sebuah komunitas. Teknik ini dikembangkan oleh

Achmadi (2008), dengan mengembangkan pendekatan apa yang disebut

sebagai: Community dignosis for Spatial Management of the Disease

Occurrences. Konsep Community dignosis itu sendiri dikembangkan oleh

Departemen Kesehatan Amerika Serikat tahun 1996. Konsep ini pada

dasarnya bukan untuk melakukan diagnosis penyakit berbasis lingkungan,

namun didapatkan ide untuk mengembangkannya ke dalam teknik diagnosis

penyakit berbasis lingkungan yang melibatkan masyarakat.

13

Page 17: Sintesis Dan Diagnosis PBL

Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan merupakan modifikasi dari

Community Diagnosis atau diagnosis kesehatan masyarakat. Istilah

Community Diagnosis atau diagnosis kesehatan masyarakat adalah (WHO) :

“a quantitative and qualitative description of

the health of citizens and the factors which

influence their health. It identifies problems,

proposes areas for improvement and

stimulates action”.

Secara bebas diartikan sebagai upaya untuk mendeskripsikan

kesehatan masyarakat dan variabel yang berperan (influence) dalam

kesehatan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Memodifikasi pengertian di atas, maka diagnosis penyakit berbasis

lingkungan adalah deskripsi bagaimana penyakit yang terjadi di masyarakat

itu terjadi. Dengan mengidentifikasi berbagai variabel atau faktor risiko yang

berperan serta totalitas sistem dalam sebuah wilayah, maka diharapkan

masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan, serta upaya-upaya pengen-

dalian faktor risiko lainnya.

Teknik diagnostik Penyakit Berbasis Lingkungan harus berbagai di-

siplin ilmu dan lintas sektor. Sebagai contoh malaria, harus melibatkan ento-

mologis, ahli antropologi kesehatan, dokter, epidemiologis kesehatan

lingkungan, bahkan sektor pertanian, sektor perikanan, dan lain sebagainya.

Sedangkan penyakit berkenaan dengan bahan beracun memerlukan toksiko-

logi, yang terpenting tergantung penyakit apa yang diduga atau kemudian bisa

berkembang. Bila diperlukan bisa ditambah dengan ahli-ahli lain.

Definisi atau batasan-batasan Diagnosis Penyakit Berbasis Lingku-

ngan adalah:

Suatu upaya analisis kejadian penyakit

dengan cara-cara identifikasi berbagai

variabel yang berperan dalam sebuah

kejadian penyakit yang beredar atau terjadi di

masyarakat dalam suatu wilayah, mengukur,

14

Page 18: Sintesis Dan Diagnosis PBL

analisis, prediksi, memvisualisasi ke dalam

model hubungan berbagai variabel dan

institusi yang berperan, serta mengusulkan

usulan cara-cara pengendalian dan/atau

pencegahannya.

Langkah-langkah Diagnosis Penyakit Berbasis Lingkungan adalah

1. Inisiasi Penentuan Prioritas dan Wilayah

Inisiasi kegiatan bisa dimulai dari penentuan prioritas baik itu outcome

gejala penyakit maupun faktor risiko. Prioritas penyakit bisa ditetapkan

dengan cara-cara yang lazim, misalnya berdasa insidensi dan prevalensi

laporan rutin, hasil penelitian perguruan tinggi, concern para pemimpin

wilayah, maupun luar wilayah, ancaman terhadap produktivitas penduduk,

dan lain sebagainya.

Pengamatan baik secara visual observasi dalam rangka identifikasi

faktor risiko yang beredar atau terjadi di wilayah tersebut. Misalnya saja

daerah pertambangan yang banyak mengeluarkan bahan radioaktif, atau

bahan kimia beracun berbentuk limbah. Kemudian langkah berikutnya

menentukan wilayah pengamatan berdasar sifat dan karakteristik media agen

serta variabel lain yang berperan, misalnya habitat binatang penular penyakit,

baik berdasar ecosystem, berdasar sebaran atau dinamika bahan pencemar

ataupun wilayah administratif.

Inisiasi bisa bermula dari penemuan kasus, misalnya kasus kanker

nasopharings. Bila ketemu kasus pertama diikuti oleh ‘cluster’ yakni kasus

yang sama tidak jauh dari kasus pertama, maka semakin bisa dijadikan

pertimbangan prioritas. Bisa juga yang diketemukan adalah faktor risiko,

misalnya konsentrasi agen dalam salah satu atau lebih media, udara, pangan,

air dan lain sebagainya. Bila dalam hal pertama kita menggunakan

pendekatan teknik retrospektif, maka pada penemuan faktor risiko bia

melakukan mencari kasus pada kelompok yang terkena risiko.

15

Page 19: Sintesis Dan Diagnosis PBL

Proses inisiasi boleh jadi merupakan proses tersulit, karena harus

membentuk Tim dan meyakinkan pengambil keputusan untuk membiayai.

Tim harus terdiri dari berbagai keahlian baik dalam rumpun ilmu-ilmu

kesehatan masyarakat, atau non kesehatan. Unsur dokter sangat diperlukan,

kemudian berturut-turut Ahli Kesehatan Lingkungan yang memiliki pemaha-

man epidemiologi, entomologi kesehatan, ahli antropologi kesehatan, teknik

lingkungan dan lain sebagainya. Intinya dari berbagai keahlian yang diperlu-

kan baik dari pemerintah, profesi, LSM dan/atau masyarakat harus dilibatkan.

Dalam hal ini masalah pembiayaan harus dipikirkan mengingat bahwa untuk

penentuan kasus maka beberapa jenis pemeriksaan terutama Non-Communi-

cable Disease itu cukup mahal. Apabila diperlukan karena beberapa penyakit

perlu diselidiki sekaligus, maka perlu dibentuk sub-sub tim. Misalnya Sub-

tim Malaria, Japanese Encephalitis.

2. Pengumpulan Data

Dimulai dengan sebuah rencana dengan mengikuti kaidah studi

epidemiologi lingkungan (lihat WHO, 1983). Pada prinsipnya berbagai teknik

pengukuran baik kualitatif maupun kuantitatif diperlukan. Dalam hal ini

desain, metodologi harus diperhatikan. Kesemuanya harus memenuhi asas

validitas sebagaimana studi epidemiologi lingkungan.

Intrumen yang digunakan tergantung kebutuhan, seperti wawancara

mendalam, self-administerd questionnaire, hingga teknik diagnostik seperti

echo cardiography, Geiger Muller counter, radiologi, PCR, dan lain sebagai-

nya.

Dalam tahap ini diperlukan pada suatu kegiatan: Enhance Knowledge

to support risk identification and measurement. Teori-teori kinetika dan

dinamika agen + media dipelajari, teori bionomic nyamuk yang bersangkutan

(kalau berkaitan dengan penyakit ditransmisikan oleh nyamuk, aspek beha-

vioral kependudukan-budaya, pekerjaan, institusi dan lain-lain.

3. Observasi Variabel Lain yang Berperan

16

Page 20: Sintesis Dan Diagnosis PBL

Observasi variabel lain yang berperan, dimaksud adalah observasi hal-

hal yang diperkirakan ikut berperan seperti topografi, budaya, lokasi

penularan, termasuk pengamatan jentik, tempat perindukan. Termasuk di sini

pengukuran sumber atau variabel lain. Dalam hal ini, selain mengumpulkan

evidence yang berfokus pada dinamika hubungan interaktif antara agen

patogen-media dengan kelompok penduduk, maka diperlukan observasi atau

lakukan penggalian-penggalian informasi kepada institusi terkait, ataupun

software seperti peraturan yang berperan dalam proses kejadian penyakit

yang bersangkutan.

Pelibatan masyarakat dan institusi lintas sektor non-kesehatan

setidaknya dalam sebuah tim besar untuk setiap langkah upaya perencanaan

dan pengumpulan data harus dipikirkan.

4. Analisis

Analisis adalah tahapan critical stage lain yang harus diperhatikan,

terutama dalam penentuan berbagai simpul variabel yang berperan yang ditu-

jukan untuk penentuan upaya atau strategi pencegahan. Berbagai teknik

analisis baik kualitatif, kuantitatif harus dipelajari dengan baik. Pada tahap ini

enhance knowledge sangat bermanfaat. Local specificity juga harus

diperhatikan. Seperti halnya setiap individu adalah unik, maka setiap wilayah

dengan ekosistemnya juga unik. Upaya-upaya generalisasi harus dilakukan

dengan hati-hati.

5. Modeling

Pembuatan model dari analisis proses kejadian baik mikro yakni yang

hanya memerhatikan hubungan interaktif atau proses transmisi agen dari

sumber hingga kontak dengan korban berikutnya, hingga analisis komprehen-

sif sesuai dengan model hubungan berbagai variabel yang berperan adalah

penting untuk dilakukan. Baik model yang terfokus pada hubungan interaktif

agen-media dengan kelompok penduduk maupun model komprehensif keja-

dian malaria di sebuah wilayah di Sumatra.

17

Page 21: Sintesis Dan Diagnosis PBL

6. Pengembangan Alternatif Solusi Pengendalian atau Pencegahan

Tahap terakhir dari penyusunan langkah diagnosis penyakit berbasis

lingkungan adalah menyusun alternatif solusi. Penyelesaian endemisitas ma-

laria di sebuah wilayah harus melibatkan Dinas Kehutanan dan Dinas Perika-

nan. Sedangkan di tempat lain misalnya di Banjarnegara Jawa Tengah pada

2003 melibatkan Departemen Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Perkebunan

(salak) dan lain sebagainya. Perencanaan yang terintegrasi dengan sektor lain,

seyogianya Dinas Kesehatan setempat harus bekerja sama dengan dinas ter-

kait dengan salah satu penyakit yang dijadikan prioritas pengendalian.

Selanjutnya Upaya Community Diagnosis Penyakit Berbasis Lingku-

ngan bisa pula diterapkan atau bermakna untuk mencari prioritas kesehatan

yang ada di lapangan seperti kurang gizi, angka kematian bayi, angka

kematian ibu dan lain sebagainya.

18

Page 22: Sintesis Dan Diagnosis PBL

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berbagai variabel pembentuk manusia seutuhnya atau yang ada pada diri

manusia tersebut merupakan variabel kontributor penentu hubungan

interaksi antara penduduk dengan lingkungannya.

2. Kejadian penyakit dalam sebuah wilayah administratif melibatkan ber-

bagai institusi, maka diperlukan kemampuan analisis lapangan dengan

melihat kejadian penyakit dalam perspektif totalitas sebuah sistem dalam 

satu wilayah.

3. Permodelan diperlukan agar strategi pencegahan dan pengendalian dapat 

dilakukan sebaikbaiknya. Tanpa penggambaran dinamika transmisi, upa-

ya pencegahan tidak akan berjalan efektif.

4. Dalam proses diagnostik selain terfokus pada kejadian interaksi antara

komponen linkungan dengan penduduk, juga berbagai faktor risiko yang

berada di belakang (latar belakang kejadian) proses hubungan interaktif.

B. Saran

Dengan mengidentifikasi berbagai variabel atau faktor risiko yang

berperan, serta totalitas sistem dalam sebuah wilayah, maka diharapkan masya-

rakat dapat melakukan upaya pencegahan, serta upaya-upaya pengendalian 

faktor risiko terhadap penyakit berbasis lingkungan.

19

Page 23: Sintesis Dan Diagnosis PBL

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. (2011). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.