sistem drainase kawasan pancasari kabupaten buleleng

117
SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG Ir. I G. N. Kerta Arsana, MT. 0013106401 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2020

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI

KABUPATEN BULELENG

Ir. I G. N. Kerta Arsana, MT.

0013106401

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2020

Page 2: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan Karya Tulis dengan judul “Sistem Drainase

Kawasan Pancasari di Kabupaten Buleleng” dapat diselesaikan.

Karya Ilmiah ini merupakan salah satu bagian dari penelitian yang rutin harus

dilaksanakan di lingkungan Program S-1 Jurusan Teknik Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Universitas Udayana. Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan

Karya Ilmiah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penilis harapkan

untuk menyempurnakan penulisan ini.

Bukit Jimbaran, 24 Januari 2020.

Page 3: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2

1.3

1.4

1.5

1.6

Maksud Dan Tujuan ..................................................................

Sasaran…………………………………………………………

Refrensi………………………………………………………...

Lingkup Pekerjaan……………………………………………..

Tahapan Penyusunan…………………………………………..

2

2

2

3

3

1.7 Lokasi......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Pemikiran........................................................................ 6

2.2 Konsep Drainase Berwawasan Lingkungan.............................. 8

2.3

2.4

2.5

2.6

2.7

Ketentuan-Ketentuan.................................................................

Tahapan Kegiatan......................................................................

Analisa Hidrologi......................................................................

Kriteria Perencanaan.................................................................

Tahapan Penyusunan................................................................

11

13

15

33

34

BAB III SISTEM DRAINASE EKSISTING

3.1

3.2

3.3

3.4

Drainase ……............................................................................

Unsur-Unsur Drainase…………………………………………

Sistem Drainase Eksisting…………………………………….

Permasalahan Drainase Eksisting…………………………….

39

40

44

48

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

4.1

4.2

Analisa Hidrologi .......................................................................

Analisis Debit Rencana………………………………………...

50

63

BAB V RENCANA SISTEM DRAINASE

5.1 Pembagian Sistem Drainase........................................................ 84

5.2 Kriteria Perencanaan………………………............................... 84

5.3

5.4

5.5

Rencana Sistem Drainase............................................................

Rencana Pola Aliran....................................................................

Rencana Penanganan Drainase....................................................

85

91

97

BAB VI REKOMENDASI

6.1

6.2

Kesimpulan ……........................................................................

Rekomendasi…………………………………………………...

111

111

Page 4: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Peraturan Menteri PU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang disebutkan drainase adalah

prasarana yang berfungsi mengalirkan kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air

penerima. Drainase dapat pula diartikan prasarana yang berfungsi untuk mengalirkan

air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan.

Seiring dengan upaya antisipasi perubahan iklim yang dewasa ini terjadi, maka

diperlukan perubahan konsep drainase menuju ke drainase ramah lingkungan atau

ekodrainase. Drainase ramah lingkungan yaitu drainase yang mengelola air

kelebihan (air hujan) dengan cara ditampung untuk dipakai sebagai sumber air

bersih, menjaga lengas tanah dan meningkatkan kualitas ekologi, diresapkan ke

dalam tanah untuk meningkatkan cadangan air tanah, dialirkan atau diatuskan untuk

menghindari genangan serta dipelihara agar berdaya guna secara berkelanjutan.

Kawasan Pancasari merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai PPK

(Pusat Pelayanan Kawasan) yang melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa

desa di Kecamatan Sukasada. Selain memiliki fungsi sebagai PPK, Pancasari juga

merupakan bagian dari KDTWK (Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus) Bedugul-

Pancasari. Oleh karena itu seiring dengan peranan kawasan Pancasari sebagai

kawasan perkotaan yang berfungsi PPK dan sebagai KDTWK maka kawasan

Pancasari mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini dibarengi

dengan tumbuhnya permukiman baru atau menjamurnya fasilitas penunjang wisata

(vila-vila) yang sering tidak terkendali dan tidak sesuai lagi dengan tata ruang

maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan. Meningkatnya kawasan

terbangun akan mengurangi daerah resapan. Ketiadaan saluran drainase dan daerah

resapan yang memadai akan meningkatkan aliran air yang berdampak pada

peningkatan daya rusak air seperti yang terjadi pada kawasan Pancasari, saat ini

setiap turun hujan selalu mengalami banjir/genangan.

Dalam rangka penanggulangan genangan dan dalam upaya untuk mewujudkan akses

universal sanitasi Tahun 2019 khususnya di sektor drainase maka diperlukan suatu

kegiatan pengelolaan sistem drainase yang terarah dan sesuai kaidah teknis yang

berlaku. Sebagai langkah antisipasi dan sesuai dengan Peraturan Menteri PU No. 1

Page 5: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

2

Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan

Penataan Ruang serta arahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Buleleng diperlukan suatu perencanaan menyeluruh, terpadu dan

berkelanjutan terkait sistem drainase di wilayah perkotaan.

1.2. Maksud Dan Tujuan

1. Maksud

Maksud dari Penyusunan Rencana Induk Drainase Kawasan Pancasari ini adalah

untuk menyusun dokumen perencanaan drainase kawasan Pancasari yang

menyeluruh, terarah, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk 20 tahun

kedepan.

2. Tujuan

Tujuan dari Penyusunan Rencana Induk Drainase Kawasan Pancasari ini adalah

menyediakan konsep perencanaan drainase kawasan Pancasari yang menyeluruh,

terarah serta berwawasan lingkungan.

1.3. Sasaran

- Teridentifikasinya kondisi eksisting drainase di wilayah perencanaan (kawasan

Pancasari)

- Teridentifikasinya permasalahan drainase di kawasan pancasari

- Terumuskannya prioritas penanganan

- Tersusunnya arah dan strategi perencanaan dasar drainase mencakup perencanaan

jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek sesuai dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah.

1.4. Refrensi

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan

Lingkungan Hidup

c. Peraturan Menteri PU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

d. Peraturan Menteri PU Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem

Drainase Perkotaan.

Page 6: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

3

1.5. Lingkup Pekerjaan

a. Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah penyusunan dokumen Rencana Induk Drainase Kawasan Pancasari

meliputi kawasan pancasari yang bagian wilayahnya memperhatikan klasifikasi desa

kota serta sesuai dengan RTRW Kabupaten Buleleng. Deliniasi kawasan dikaji oleh

konsultan untuk dibahas dan disepakati dalam pembahasan laporan pendahuluan.

b. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan pekerjaan ini meliputi :

- Inventarisasi kondisi awal sistem drainase

- kajian dan analisis drainase dan konservasi air;

- rencana sistem jaringan drainase perkotaan;

- skala prioritas dan tahapan penanganan; - perencanaan dasar; dan

- pembiayaan.

1.6. Tahapan Penyusunan

a) Tahap Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan beberapa kegiatan yang menunjang kelancaran

penyusunan kegiatan, yaitu persiapan awal, kajian awal data sekunder dan persiapan

teknis yang antara lain meliputi:

- Penggalian isu dan permasalahan kawasan

- Penyiapan metodelogi

- Penyiapan rencana kerja rinci

- Penyiapan perangkat survey

b) Tahap Pengumpulan Data

Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data/informasi baik data primer maupun

data sekunder yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan yang meliputi:

- Data Spasial yang meliputi data peta-peta, data kependudukan, data rencana

pengembangan wilayah (RTRW) dan data spasial lainnya

- Data hidrologi

Page 7: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

4

- Data sistem drainase yang ada, yaitu data kuantitatif banjir/genangan, data saluran

dan bangunan pelengkap, data sarana drainase lainnya

- Data hidrolika

- Data teknik lainnya, meliputi data prasarana dan fasilitas kawasan yang telah ada dan

yang akan direncanakan seperti jaringan jalan, jaringan drainase, jaringan air limbah,

jaringan telepon, jaringan listrik, jaringan pipa air minum, persampahan dan utilitas

lainnya.

- Data non teknik meliputi data pembiayaan termasuk biaya OP, peraturanperaturan

terkait,data institusi/kelembagaan, data sosial ekonomi dan budaya (kearifan lokal),

data peran serta masyarakat serta data keadaan kesehatan lingkungan permukiman.

c) Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan dokumen ini meliputi :

- Analisis kondisi eksisting, meliputi analisis kapasitas sistem drainase eksisting,

kapasitas saluran dan bangunan pendukungnya;

- Analisis kebutuhan untuk menentukan rencana saluran drainase

- Analisis solusi, untuk membuat beberapa alternatif pemecahan yang paling efesien

dan efektif yang dijadikan dasar untuk perencanaan detail dan penyusunan program

tahunan

d) Tahapan Penyusunan Konsep Laporan Akhir

Penyusunan konsep laporan akhir rencana induk drainase Kawasan Pancasari

dilakukan berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan. Muatan substansi yang

wajib tertuang dalam konsep laporan akhir ini meliputi:

- Inventarisasi kondisi awal sistem drainase

- kajian dan analisis drainase dan konservasi air;

- rencana sistem jaringan drainase perkotaan

- skala prioritas dan tahapan penanganan - perencanaan dasar; dan

- pembiayaan.

e) Tahapan Penyusunan Laporan Akhir

Page 8: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

5

Tahap ini merupakan tahap penyempurnaan konsep laporan akhir setelah

memperoleh masukan dalam pembahasan.

1.7. Lokasi Pekerjaan

Lokasi pekerjaan adalah Kawasan Pancasari, Kabupaten Buleleng, Bali.

Page 9: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

6

II. STUDI PUSTAKA

2.1 Dasar Pemikiran

Drainase perkotaan merupakan prasarana kota yang intinya berfungsi selain untuk

mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

untuk menyalurkan kelebihan air lainnya yang bersifat mengganggu dan mencemari

lingkungan perkotaan kota, yaitu air limbah dan air buangan lainnya. Air yang berlebih dan

air limbah, keduanya merupakan air buangan yang harus dibuang ke tempat yang aman.

Air buangan, dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu limpasan air hujan

(relatif belum tercemar) dan air limbah (relatif sudah tercemar). Limpasan air hujan,

diupayakan mulai dari limpasan awalnya sebagian besarnya diresapkan ke dalam tanah agar

apat memberikan imbuhan ke dalam air tanah. Sedangkan sisanya dilimpaskan di

permukaan tanah, agar tidak mengakibatkan banjir. Limpasan air hujan disalurkan ke dalam

saluran terbuka atau tertutup ke sungai atau badan air penerima.

Air limbah dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah domestik (buangan air

rumah tangga) dan air limbah indusri (buangan air proses dan operasi industri). Air limbah

domestik, penangannya ada dua kemungkinan, yaitu sistem penanganan setempat (on site

system), dan penanganan terpusat (off site system). Penanganan setempat dimungkinkan

bila lahan disetiap persil (properti) masih cukup luas untuk dibangun bangunan cubluk atau

bangunan tangki septic lengkap dengan bidang rembesannya. Penanganan terpusat,

dimungkinkan bila lahan pekarangan sangat sempit, sehingga air limbah disalurkan ke

dalam pipa roil.

Saat ini penanganan air limbah rumah tangga di daerah perkotaan menggunakan

system on-site dimana tinja ditampung dalam suatu wadah yang disebut tangki septik, dan

disitu terjadi penguraian oleh bakteri anaerobic, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam

sumur resapan dan langsung meresap kedalam air tanah. Sarana limbah on-site masih

memerlukan IPLT dan armada truk tinja dengan pengelolaan yang cukup rumit.

Penanganan air limbah eksisting mempunyai kelemahan yakni belum bisa menjamin

kualitas air permukaan dan tanah tidak terjadi pencemaran. Untuk mengatasi permasalahan

diatas diperlukan teknologi sarana sanitasi IPAL sistem komunal dengan pemipaan

sederhana (simple sewerage system). Sanitasi IPAL ini dapat menampung limbah air

KM/WC, cuci dan limbah dapur.

Page 10: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

7

Pembuangan air hujan dapat dilakukan secara tersendiri dan tidak tercampur dengan

pembuangan air limbah. Untuk sistem pembuangan air hujan secara terpisah, dapat

dilakukan melalui saluran tepi jalan dan sumur resapan. Saluran tepi jalan berupa saluran

terbuka, atau saluran tertutup di bawah tempat pejalan kaki (trotoar) di perkotaan, dan pada

perlintasan memotong jalan (di perempatan atau di persimpangan jalan). Sumur resapan

adalah sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah

maupun dari air hujan yang disalurkan melalui atap bangunan, dapat berbentuk sumur,

kolam dengan resapan, saluran porousa, saluran resapan dan sejenisnya. Air yang masuk

ke dalam saluran resapan adalah air hujan dan air yang tidak mengandung bahan pencemar.

Secara umum permasalahan drainase perkotaan diidentifikasi sebagai berikut:

1. Genangan air pada umumnya disebabkan karena kurangnya saluran drainase atau

dikarenakan saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi secara optimal.

Identifikasi permasalahan mencakup lokasi, penyebab, dan kualitas genangan (luas,

tinggi, dan lamanya tergenang)

2. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepedulian sosial

yang kemudian menyebabkan rusaknya saluran drainase, kurangnya menjaga

lingkungan yang mengundang timbulnya genangan pada saat hujan. Identifikasi

permasalahan mencakup kejadian kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.

3. Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena banyaknya timbunan

sampah akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.

4. Kepadatan penduduk dan perumahan tinggi sehingga mengakibatkan tingginya

penggunaan air dan saluran air tidak lancar, terutama pada slump area (kawasan

kumuh)

5. Perubahan guna lahan kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun di daerah

atas (hulu) sehingga mengakibatkan berkurangnya air yang terserap ke dalam tanah

dan meningkatnya aliran permukaan.

Pembuangan air atau drainase merupakan usaha preventif (pencegahan) untuk

mencegah terjadinya banjir atau genangan air, serta timbulnya penyakit. Prinsip dasar

pembuangan air (drainase) adalah, bahwa air harus secepat mungkin dibuang dan

secara terus menerus serta dilakukan seekonomis mungkin. Drainase perkotaan

merupakan usaha untuk mengatasi masalah genangan air di kota.

Page 11: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

8

2.2 Konsep Drainase Berwawasan Lingkungan

A. Drainase Pengatusan

Konsep drainase yang dulu dipakai di Indonesia (paradigma lama) adalah drainase

pengatusan yaitu mengatuskan air kelebihan (utamanya air hujan) ke badan air terdekat.

Air kelebihan secepatnya dialirkan ke saluran drainase, kemudian ke sungai dan akhirnya

ke laut, sehinggga tidak menimbulkan genangan atau banjir. Konsep pengatusan ini masih

dipraktekkan masyarakat sampai sekarang. Pada setiap proyek drainase, dilakukan upaya

untuk membuat alur-alur saluran pembuang dari titik genangan ke arah sungai dengan

kemiringan yang cukup untuk membuang sesegera mungkin air genangan tersebut.

Drainase pengatusan semacam ini adalah drainase yang lahir sebelum pola pikir

komprehensif berkembang, dimana masalah genangan, banjir, kekeringan dan kerusakan

lingkungan masih dipandang sebagai masalah lokal dan sektoral yang bisa diselesaikan

secara lokal dan sektoral pula tanpa melihat kondisi sumber daya air dan lingkungan di

hulu, tengah dan hilir secara komprehensif.

.

B. Drainase Ramah Lingkungan (Ekodrainase)

Dengan perkembangan berfikir komprehensif serta didorong oleh semangat antisipasi

perubahan iklim yang dewasa ini terjadi, maka diperlukan perubahan konsep drainase

menuju ke drainase ramah lingkungan atau ekodrainase (paradigma baru). Drainase ramah

lingkungan didefinisikan sebagai upaya untuk mengelola air kelebihan (air hujan) dengan

berbagai metode diantaranya dengan menampung melalui bak tandon air untuk langsung

bisa digunakan, menampung dalam tampungan buatan atau badan air alamiah,

meresapkan dan mengalirkan ke sungai terdekat tanpa menambah beban pada sungai yang

bersangkutan serta senantiasa memelihara sistem tersebut sehingga berdaya guna secara

berkelanjutan.

Dengan konsep drainase ramah lingkungan tersebut, maka kelebihan air hujan tidak

secepatnya dibuang ke sungai terdekat. Namun air hujan tersebut dapat disimpan di

berbagai lokasi di wilayah yang bersangkutan dengan berbagai macam cara, sehingga

dapat langsung dimanfaatkan atau dimanfaatkan pada musim berikutnya, dapat digunakan

untuk mengisi/konservasi air tanah, dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas

ekosistem dan lingkungan, dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi

genangan dan banjir yang ada. Dengan drainase ramah lingkungan, maka kemungkinan

Page 12: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

9

banjir/genangan di lokasi yang bersangkutan, banjir di hilir serta kekeringan di hulu dapat

dikurangi. Hal ini karena sebagian besar kelebihan air hujan ditahan atau diresapkan baik

bagian hulu, tengah maupun hilir. Demikian juga Longsor di bagian hulu akan berkurang

karena fluktuasi lengas tanah tidak ekstrim dan perubahan iklim yang ada di daerah tengah

dan hulu dan beberapa daerah hilir tidak terjadi dengan tersedianya air yang cukup, lengas

tanah yang cukup maka flora dan fauna di daerah tersebut akan tumbuh lebih baik. Hal ini

dapat mengurangi terjadinya perubahan iklim mikro maupun makro di wilayah yang

bersangkutan.

C. Drainase Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim

Konsep drainase ramah lingkungan ini merupakan suatu konsep yang ke depan sangat

diperlukan dan erat kaitannya dengan perubahan iklim. Perubahan iklim ditandai dengan

kenaikan muka air laut, kenaikan temperatur udara, perubahan durasi dan intensitas hujan,

perubahan arah angin dan perubahan kelembaban udara. Dampak perubahan iklim bisa

diantisipasi dengan pembangunan drainase yang berwawasan lingkungan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa reformasi drainase yang diperlukan adalah membalikkan pola pikir

masyarakat dan pengambil keputusan serta akademisi, bahwa apa yang dilakukan

masyarakat, pemerintah termasuk para akademisi yang mengembangkan drainase

pengatusan, justru sebenarnya bersifat destruktif, yaitu: meningkatkan banjir di hilir,

kekeringan di hulu dan tengah dan penurunan muka air tanah serta dampak ikutan lainnya.

Hal ini pada akhirnya justru akan meningkatkan perubahan iklim global.

Oleh karena itu perlu dikampanyekan drainase ramah lingkungan, yaitu drainase yang

mengelola air kelebihan (air hujan) dengan cara ditampung untuk dipakai sebagai sumber

air bersih, menjaga lengas tanah dan meningkatkan kualitas ekologi, diresapkan ke dalam

tanah untuk meningkatkan cadangan air tanah, dialirkan atau diatuskan untuk menghindari

genangan serta dipelihara agar berdaya guna secara berkelanjutan.

Konsep drainase konvensional (paradigma lama) adalah upaya membuang atau

mengalirkan air kelebihan secepatnya ke sungai terdekat. Dalam konsep drainase

konvensional, seluruh air hujan yang jatuh di suatu wilayah, harus secepatnya dibuang ke

sungai dan seterusnya ke laut. Dampak dari konsep ini adalah kekeringan yang terjadi di

mana-mana, banjir, dan juga longsor. Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem,

perubahan iklim mikro dan makro serta tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan

Page 13: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

10

oleh fluktuasi kandungan air tanah pada musim kering dan musim basah yang sangat

tinggi.

Konsep drainase baru (paradigma baru) yang biasa disebut drainase ramah lingkungan

atau ekodrainase atau drainase berwawasan lingkungan yang sekarang ini sedang menjadi

konsep utama di dunia internasional dan merupakan implementasi pemahaman baru

konsep eko-hidrolik dalam bidang drainase.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan

dengan cara meresapkan sebanyak-banyaknya air ke dalam tanah secara alamiah atau

mengalirkan air ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus

dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun

diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk

cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis

dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrim seperti di Indonesia.

Ada beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia,

diantaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side

polder dan metode pengembangan areal perlindungan air tanah (ground water protection

area).

Metode kolam konservasi dilakukan dengan membuat kolam-kolam air baik di

perkotaan, permukiman, pertanian atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk

menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai

secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah

dengan topografi rendah, daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau

secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu.

Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur

untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap perumahan atau kawasan tertentu.

Sumur resapan ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksi

dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah setempat. Perlu

dicatat bahwa sumur resapan ini hanya dikhususkan untuk air hujan, sehingga masyarakat

harus mendapatkan pemahaman mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah

tangga ke sumur resapan tersebut.

Page 14: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

11

Metode river side polder adalah metode menahan aliran air dengan

mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang bantaran sungai. Pembuatan polder

pinggir sungai ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat

secara selektif di sepanjang sungai.

Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder yang dikembangkan mendekati

kondisi alamiah, dalam arti bukan polder dengan pintupintu hidraulik teknis dan tanggul-

tanggul lingkar hidraulis yang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan

mengalir ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir dapat

dikurangi dan konservasi air terjaga.

Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan kawasan

lindung untuk air tanah, dimana di kawasan tersebut tidak boleh dibangun bangunan

apapun. Areal tersebut dikhususkan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Di

berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat yang cocok secara geologi dan

ekologi sebagai areal untuk recharge dan perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian

penting dari komponen drainase kawasan.

2.3 Ketentuan – Ketentuan

A. Umum

Ketentuan-ketentuan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

Rencana induk sistem drainase disusun dengan memperhatikan halhal sebagai

berikut:

o Kondisi topografi, rencana pengembangan kota dan rencana prasarana dan

sarana kota lainnya.

o Keterpaduan pelaksanaan fisiknya dengan prasarana dan sarana kota lainnya,

sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan

pemeliharaannya.

o Ketersediaan air tanah, air permukaan, kekeringan dan banjir yang mungkin

terjadi.

o Kelestarian lingkungan hidup perkotaan terkait dengan ketersediaan air tanah

maupun air permukaan.

o Partisipasi masyarakat yang berbasis pada kearifan lokal.

Page 15: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

12

o Ketergantungan dengan rencana induk lainnya dalam rangka pengembangan

rencana induk tata kota untuk arahan pembangunan sistem drainase di daerah

perkotaan yang mencakup perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan

jangka pendek sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota, dan dapat

dilakukan peninjauan kembali disesuaikan dengan keperluan.

Pemerintah Daerah menyediakan alokasi ruang (space) untuk penempatan saluran

drainase dan sarana drainase serta bangunan pelengkapnya.

Daerah perkotaan/permukiman yang elevasi muka tanahnya selalu lebih rendah

daripada elevasi muka air sungai atau laut dapat dibangun sistem polder.

Pembangunan sistem drainase harus berwawasan lingkungan.

Bangunan pelengkap yang dibangun pada saluran dan sarana drainase kapasitasnya

minimal 10% lebih tinggi dari kapasitas rencana saluran dan sarana drainase.

Rencana induk sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan disahkan oleh

instansi atau lembaga yang berwenang.

B. Teknis

▪ Data dan Informasi

Data dan persyaratan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Data spasial adalah data dasar yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan drainase

perkotaan, yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup antara

lain:

Data peta yang terdiri dari peta dasar (peta daerah kerja), peta sistem drainase dan

sistem jaringan jalan yang ada, peta tata guna lahan, peta topografi masing-masing

berskala antara 1 : 5.000 sampai dengan 1 : 25.000 atau disesuaikan dengan tipologi

kota.

Data kependudukan yang terdiri dari jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan,

penyebaran dan data kepadatan bangunan.

Data rencana pengembangan kota, data geoteknik, data foto udara terbaru (untuk kota

metropolitan).

Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW)

Data hidrologi

Data hujan minimal sepuluh tahun terakhir.

Page 16: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

13

Data tinggi muka air, debit sungai, pengaruh air balik, peil banjir, dan data pasang

surut.

3 Data sistem drainase yang ada, yaitu:

Data kuantitatif banjir/genangan yang meliputi: luas genangan, lama genangan,

kedalaman rata-rata genangan, dan frekuensi genangan berikut permasalahannya serta

hasil rencana induk pengendalian banjir wilayah sungai di daerah tersebut.

Data saluran dan bangunan pelengkap.

Data sarana drainase lainnya seperti kolam tandon, kolam resapan, sumur-sumur

resapan.

Data Hidrolika

Data keadaan, fungsi, jenis, geometri dan dimensi saluran, dan bangunan pelengkap

seperti gorong-gorong, pompa, dan pintu air, serta kolam tandon dan kolam resapan.

Data arah aliran dan kemampuan resapan.

Data teknik lainnya

Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan antara lain:

jaringan jalan kota, jaringan drainase, jaringan air limbah, TPS (Tempat Pengolahan

Sampah Sementara), TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), jaringan telepon, jaringan

listrik, jaringan pipa air minum, jaringan gas (jika ada) dan jaringan utilitas lainnya.

Data non teknik

Data pembiayaan termasuk biaya OP, peraturan-peraturan terkait, data

institusi/kelembagaan, data sosial ekonomi dan budaya (kearifan lokal), data peran

serta masyarakat serta data keadaan kesehatan lingkungan permukiman.

2.4 Tahapan Kegiatan

Lingkup kegiatan ini secara garis besar terdiri dari beberapa kegiatan, meliputi :

A. Persiapan, meliputi:

1. Koordinasi dengan direksi pekerjaan

Page 17: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

14

2. Pengumpulan data awal, data primer dan sekunder, buku-buku referensi yang

berhubungan dengan pekerjaan ini sebagai bahan referensi medan/lapangan dan untuk

penyempurnaan program kerja sehingga akan dicapai suatu hasil pekerjaan yang

maksimal.

3. Desk studi dan diskusi awal

4. Pembuatan dan penyusunan program kerja, pembagian tugas dan pengarahan

B. Pengumpulan Data dan Observasi Lapangan

Pengumpulan semua data hasil pekerjaan yang pernah dilakukan terkait dengan studi

yang dilaksanakan, meliputi. data hidrologi, data disain, data social ekonomi dan

lingkungan, serta pengumpulan peta dasar.

Observasi lapangan merupakan pengumpulan semua informasi yang berkenaan

dengan kondisi lapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan semua

permasalahan yang ada di daerah studi yang ada relevansi dengan pembuangan air hujan.

Kegiatan ini juga untuk mengatur kegiatan lapangan, pengerahan personil dalam

pelaksanaan pekerjaan lapangan dan juga untuk menentukan base camp agar memudahkan

personil dalam pelaksanaan kegiatan lapangan.

C. Inventarisasi dan Identifikasi Lokasi Titik Rawan Banjir

Inventarisasi dan identifikasi titik rawan banjir ini merupakan suatu analisa yang

berkaitan dengn kapasitas penampang saluran eksisting, pemanfaatan / fungsi saluran saat

ini, dan fungsi bangunan pelengkap, daerah-daerah yang memerlukan penanganan banjir

dapat diketahui. Kegiatan Inventarisasi dan identifikasi meliputi pendataan saluran

drainase, pola aliran dan sistem jaringan eksisting baik saluran drainase maupun saluran

irigasi yang dalam perkembangannya mengalami perubahan fungsi.

D. Penyusunan Konsep Dasar Drainase/Trotoar

Perencanaan harus menghasilkan pola dasar sistem pembuangan air hujan ini harus

dilakukan secara menyeluruh pada saluran dan trotoar yang diusulkan akan di rehab yang

dituangkan dalam peta situasi lokasi/trase skala horizontal 1:1.000 atau 1:2.000 skala

vertikal 1:25, dalam pola dasar ini harus terlihat sistem-sistem pembuangan dan

subsistem-subsistemnya dan merupakan satu kesatuan yang terpadu.

Page 18: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

15

Penyusunan pola dasar sistem pembuangan air hujan pada sistem ini harus terlihat

beberapa hal sebagai berikut :

• Saluran pembuangan utama / pembuangan induk yang berupa sungai yang telah ada.

• Saluran sekunder baik yang sudah ada maupun saluran sekunder yang direncanakan.

• Batas-batas daerah pelayanan pada setiap sistem pembuangan dan subsistem-

subsistem.

• Bangunan-bangunan yang penting pada saluran baik yang telah ada maupunyang

direncanakan.

Perkiraan dimensi saluran pembuangan utama dan saluran sekunder sesuai Debit

banjir rencana dan diplot pada gambar, sehingga sudah dapat diperkirakan bagian-

bagian yang memerlukan pelebaran saluran dan daerah-daerah yang harus

diamankan.

2.5 Analisis Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi , baik mengenai terjadinya,

peredaran dan penyebarannya , sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

dengan makhluk hidup. Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan

kompleks. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian siklus hidrologi, rekaman data dan

kualitas data. Karena hujan adalah kejadian yang tidak dapat diprediksi secara pasti seberapa

besar hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu, maka diperlukan analisis

hidrologi.(Triatmodjo,2010)

2.5.1 Data Hujan

Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan

besaran yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut, karena hujan merupakan masukan

utama ke dalam suatu DAS. Maka pengukuran hujan harus dilakukan dengan secermat

mungkin. Dalam menganalisis hujan, pada umumnya tidak hanya diperlukan data hujan

kumulatif harian saja, akan tetapi juga diperlukan data hutan jam-jaman, atau bahkan lebih

rendah lagi. Untuk memperoleh data-data atau perkiraan besaran hujan yang baik terjadi

dalam suatu DAS, maka diperlukan sejumlah stasiun hujan.

Page 19: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

16

Data hujan yang telah dikumpulkan oleh stasiun-stasiun hujan haruslah merupakan

data yang mengandung kesalahan yang sekecil mungkin, agar hasil analisis nantinya tidak

diragukan sebagai acuan perencanaan dan perancangan.

2.5.2 Uji Konsistensi Data

Sebelum data hujan digunakan terlebih dahulu harus lewat pengujian untuk

konsistensi data tersebut, karena hal ini dapat mempengaruhi ketelitian hasil analisa.

Analisis konsistensi data hujan menggunakan metode kurva massa ganda (Double Mass

Curve). Cara ini merupakan cara sederhana untuk mengetahui penyimpangan data. Metode

ini menggambarkan besaran tujuan secara kumulatif stasiun yang diuji dengan besaran

kumulatif rata rata stasiun referensi disekitarnya. Ketidak konsistenan data ditunjukkan oleh

penyimpangan garis terhadap garis lurusnya.(terlampir)

Lengkung massa ganda menggambarkan kurva kumulatif hujan tahunan stasiun

yang ditinjau dengan pengujian dilakukan dari tahun data terbesar sampai dengan data tahun

terkecil. Persamaan yang dipakai adalah:

𝑋𝑡 = ∑ 𝑅. 𝐴𝑡𝑖=1𝑛=𝑡 (2.1)

𝑌𝑡 = ∑ 𝑅𝑖𝑖=1𝑛=𝑡 (2.2)

DMCt = (Xt,Yt)

Dimana :

Xt = Kumulatif hujan stasiun A pada tahun ke t

Yt = Kumulatif hujan stasiun referensi pada tahun ke t

Ri = Rata rata hujan tahunan stasiun referensi pada tahun ke t

R.At = Curah hujan tahunan di stasiun A

DMCt = titik koordinat kurva lengkung massa ganda tahun ke t

Metode ini masih sering menimbulkan keraguan karena adanya kemungkinan tidak

konsistennya data stasiun stasiun referensi. Metode pembanding digunakan untuk menguji

ketidaksesuaian data suatu stasiun dengan data dari stasiun itu sendiri, dengan melihat

pergeseran nilai rata rata. Cara lain yang dapat digunakan untuk uji konsistensi data hujan

adalah RAPS (Rescaled Adjuted Partial Sum). Persamaannya adalah sebagai berikut: (Sri

Harto,1993)

𝑆𝑂* = 0 (2.3)

𝑆𝑘 ∗= 0 ∑ (𝑌𝐼 − 𝑌)2𝑘𝑖=1 , k=1,...,n (2.4)

Page 20: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

17

𝑆𝑘∗∗ =

𝑆𝑘∗

𝐷𝑦 dengan k = 0.1,...n (2.5)

𝐷𝑦2 = ∑

(𝑌𝑖−𝑌)2

𝑛

𝑛𝑖=1 (2.6)

Nilai statistik Q Q = maks 𝑆𝑘∗∗ , dimana 0 ≤ k ≤ n (2.7)

Nilai statistik R ( Range )

R = maks 𝑆𝑘∗∗ - min 𝑆𝑘

∗∗ , dimana 0 ≤ k ≤ n (2.8)

Tabel 2.1 Nilai Q/√n dan R/√n

Sumber : Sri

Harto, 1993

2.5.3 Hujan

Rencana

Banjir rencana harus ditentukan berdasarkan curah hujan, dengan menetapkan curah

hujan rencana. Untuk perencanaan gorong-gorong, jembatan, bendung dan sebagainya di

dalam sungai yang diperlukan ialah besarnya puncak banjir yang harus disalurkan melalui

bangunan tersebut. Jadi sebagai hujan rencana kita tetapkan curah hujan dengan masa ulang

tertentu.

2.5.4 Hujan Kawasan

Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik mana stasiun

tersebut berada, sehingga hujan pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun

pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di masing masing

stasiun tidak sama. Dalam analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan

rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga metode berikut yaitu metode

rata rata aljabar, Metode Tolygon thiessen, dan Metode Isohiet. (Suripin,2004)

n Q/√n R/√n

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38

20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,6

30 1,12 1,24 1,46 1,4 1,5 1,7

40 1,13 1,26 1,5 1,42 1,53 1,74

50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78

100 1,17 1,29 1,55 1,5 1,62 1,86

1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2

Page 21: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

18

1) Rata-rata aljabar

Merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan hujan kawasan.

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh

yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar

tersebar merata/hampir merata,dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari

harga rata ratanya.Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:

𝑃 =𝑃1+𝑃2+𝑃3+⋯+𝑃𝑛

𝑛=

∑ 𝑃𝑖𝑛𝑖=1

𝑛 (2.9)

Dimana 𝑃1,𝑃2, .... 𝑃𝑛 adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,...,n dan

n adalah banyaknya pos penakar hujan (Suripin.2004)

Gambar 2.1 Mengukur Tinggi Curah Hujan Metode Aljabar

2) Metode Poligon Thiessen

Metode ini dikenal juga sebagai metode rata rata timbang (weighted mean). Cara ini

memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi

ketidak seragaman jarak. Hasil metode poligon Thiessen lebih akurat dibandingkan

dengan metode rata rata aljabar. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 5000

km2, dan jumlah pos penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya.

Perhitungan poligon thiessen adalah sebagai berikut: (Suripin,2004)

𝑃 =𝑃1𝐴1+𝑃2𝐴2+⋯+𝑃𝑛𝐴𝑛

𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛=

∑ 𝑃𝑖𝑛𝑖=1 𝐴𝑖

∑ 𝐴𝑖𝑛𝑖=1

(2.10)

Dimana 𝑃1,𝑃2, .... 𝑃𝑛 adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,...,n.

𝐴1,𝐴2,....,𝐴𝑛 adalah luas areal poligon 1,2,...,n. n adalah banyaknya pos penakar hujan

P1

1

P4

P3

P2

P1

Page 22: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

19

A1

A2

A3

A4

Gambar 2.2 Mengukur Tinggi Curah Hujan Metode Poligon Thiesen

3) Metode Isohiet

Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata,

namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungan secara aktual

pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan

Metode isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari

5000 km2. Perhitungan Isohiet adalah sebagai berikut: (Suripin,2004)

𝑃 =𝐴1(

𝑃1+𝑃22

)+𝐴2(𝑃2+𝑃3

2)+⋯+𝐴𝑛−1(

𝑃𝑛−1+𝑃𝑛2

)

𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛 (2.11)

A1

A2

A3

Gambar 2.2 Mengukur Tinggi Curah Hujan Metode Poligon Isohiet

2.5.5 Penentuan Distribusi Frekuensi

Penentuan jenis distribusi frekuensi diperlukan untuk mengetahui suatu rangkaian

data cocok untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran lain. Untuk

P4

P3

P2

P3

P2

P1

Page 23: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

20

mengetahui kecocokan terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu dikaji terlebih dahulu

ketentuan ketentuan yang ada, yaitu :

1. Menghitung parameter parameter statistik Cs dan Ck, untuk menentukan macam

analisis frekuensi yang dipakai.

2. Koefisien kepencengan / skewness (Cs) dihitung dengan persamaan:

𝐶𝑠 =𝑛 ∑(𝑋−𝑋 )3

(𝑛−1)(𝑛−2)𝑆3 (2.12)

3. Koefisien kepuncakan / curtosis (Ck) dihitung dengan persamaan:

𝐶𝑘 =𝑛2 ∑(𝑋−𝑋 )4

(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)𝑆4 (2.13)

4. Koefesien variasi (Cv)

𝐶𝑣 =𝑆

�� (2.14)

Dimana :

n = jumlah data

��= rata rata data hujan (mm)

S = simpangan baku (standar deviasi)

X = data hujan (mm)

Tabel 2.2 Persyaratan Pemilihan Jenis Distribusi/ Sebaran frekuensi

no sebaran syarat

1 normal Cs = 0

2 log normal Cs = 3 Cv

3 gumbel Cs = 1,1396

Ck = 5,4002

4

bila tidak ada yang memenuhi syarat digunakan sebaran Log Person Type

III Sumber : Sri Harto, 1993

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam ditribusi dan empat jenis distribusi

yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah(Suripin,2004):

1. Distribusi normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss yang mempunyai

rumus:

TT KX += (2.15)

Page 24: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

21

Yang dapat didekati dengan

SKXX TT += (2.16) Dimana

S

XXK T

T

−= (2.17)

dimana:

=TX perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan

X = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat

TK = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang.

Karakteristik atau ciri khusus dari Distribusi Normal adalah :(Sri Harto,1993)

a) Nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol

b) Koefisien kurtosis (Ck) = 3.

2. Distribusi Log Normal

Metode distribusi Log Normal dapat dinyatakan dengan persamaan :

TT KY += (2.18)

Yang dapat didekati dengan

SKYY TT += (2.19)

S

YYK T

T

−= (2.20)

TY = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat

TK = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang.

Karakteristik atau ciri khusus Distribusi Log Normal adalah nilai skewness (Cs) kira-

kira sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv). (Suripin,2004)

Page 25: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

22

3. Distribusi Gumbel

Metode E.J. Gumbel dengan persamaan sebagai berikut :

KsXX .+= (2.21)

Dengan :

X = variate yang ektrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk

periode ulang T-tahun

X = harga rata-rata dari data

s = standar deviasi

K = faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return

periode) dan tipe distribusi frekuensi

n

Xi

X

n

i

== 1 (2.22)

( )

1

2

1

==

n

XXi

s

n

i (2.23)

Untuk menghitung faktor frekuensi E.J. Gumbel digunakan rumus :

Sn

YnYK Tr −= (2.24)

Dimana :

TrY = reduce variate sebagai puncak periode ulah T (th)

Yn = reduce mean sebagai fungsi dari banyak data n

Sn = reduce standard deviation sebagai fungsi dari banyaknya data n

−−−=

Tr

TrYTr

1lnln (2.25)

Dengan mensubstitusi ketiga persamaan diatas diperoleh :

SSn

YnYXX Tr

Tr

)( −+= (2.26)

atau

TrTr Ya

bX1

+= (2.27)

dimana

Page 26: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

23

Sn

sa =

Sn

SYXb n−=

Persamaan diatas menjadi :

TrYa

bX .1

+= (2.28)

TrX = debit banjir dengan waktu balik Tr tahun

Karakteristik atau ciri khusus dari Distribusi Gumbel adalah : (Sri Harto,1993)

a) Nilai koefisien skewness (Cs) = 1,1396

b) Koefisien kurtosis (Ck) = 5,4002

Tabel 2.3Faktor Frekuensi Untuk Nilai Ekstrim (K)

10 20 25 50 75 100 1000

15 1.703 2.410 2.632 3.321 3.721 4.005 6.265

20 1.625 2.302 2.517 3.179 3.563 3.896 6.006

25 1.575 2.235 2.444 3.088 3.463 3.729 5.842

30 1.541 2.188 2.393 3.026 3.393 3.653 5.727

40 1.495 2.126 2.326 2.943 3.031 3.554 5.476

50 1.466 2.086 2.283 2.889 3.241 3.491 5.478

60 1.466 2.059 2.253 2.852 3.200 3.446

70 1.430 2.038 2.230 2.824 3.169 3.413 5.359

75 1.432 2.029 2.220 2.812 3.155 3.400

100 1.401 1.998 2.187 2.770 3.109 3.349 5.261

Kala Ulang (tahun)n

Sumber :

Suripin,2004

Tabel 2.4 Simpangan Baku Tereduksi (Sn)

Page 27: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

24

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.94 0.96 0.98 0.99 1.00 1.02 1.03 1.04 1.04 1.05

20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.09 1.09 1.10 1.10 1.10

30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.13

40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15

50 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.1 7 1.17 1.17

60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18

70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.19 1.19 1.19 1.19

80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.20

90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20

100 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20

Sumber : Suripin,2004

Tabel 2.5 Rata rata tereduksi (Yn)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.495 0.499 0.503 0.507 0.51 0.512 0.515 0.518 0.520 0.522

20 0.532 0.525 0.526 0.528 0.529 0.530 0.532 0.533 0.534 0.532

30 0.536 0.537 0.538 0.538 0.539 0.540 0.541 0.541 0.542 0.543

40 0.543 0.544 0.544 0.545 0.545 0.546 0.546 0.547 0.547 0.548

50 0.548 0.549 0.549 0.549 0.550 0.550 0.550 0.551 0.551 0.551

60 0.552 0.552 0.552 0.553 0.553 0.553 0.553 0.554 0.554 0.554

70 0.554 0.555 0.555 0.555 0.555 0.555 0.556 0.556 0.556 0.556

80 0.556 0.557 0.557 0.557 0.557 0.558 0.558 0.558 0.558 0.558

90 0.558 0.558 0.558 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559

100 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.561 0.561

Sumber : Suripin,2004

Tabel 2.6 Reduced Variate (Yt)

Return Periode (Tr) Reduce Variate (Yt)

2

5

10

20

25

50

100

0,3665

1,4999

2,2504

2,9702

3,1985

3,9019

4,6001 Sumber : CD. Soemarto, 1986

4. Distribusi Log-Person III

Page 28: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

25

Tiga parameter penting dalam metode distribusi Log-Person III yaitu : harga rata-rata,

simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Berikut ini langkah-langkah penggunaan

distribusi Log-Person III.

a) Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X

b) Hitung harga rata-rata :

n

X

X

n

i

i== 1

log

log (2.29)

c) Hitung harga simpangan baku :

( )5,0

1

2

1

loglog

==

n

XX

s

n

i

i

(2.30)

d) Hitung koefisien kemencengan :

( )3

1

3

)2)(1(

loglog

snn

XXn

G

n

i

i

−−

=− (2.31)

e) Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

sKXXT .loglog += (2.32)

Untuk perhitungan Distribusi Log Pearson tipe III, data statistiknya tidak mendekati

ciri-ciri khas ketiga distribusi sebelumnya. (Sri Harto,1993)

2.5.6 Uji Kecocokan

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel

data terhadap distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili

distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-kuadrat

dan Smirnov-Kolmogorov

1. Uji Chi Kuadrat

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan disribusi yang

dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel data yang dianalisis. Pengambilan

keputusan uji ini menggunakan parameter X², yang dapat dihitung dengan rumus berikut :

𝑋ℎ2 = ∑

(𝑂𝐼−𝐸𝑖)2

𝐸𝑖

𝐺𝑖=1 (2.33)

Page 29: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

26

Dimana :

X = parameter Chi Kuadrat terhitung

G = jumlah sub kelompok

𝑂𝑖 = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

Prosedur uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut

1) Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil atau sebaliknya

2) Kelompokan data menjadi G sub-grup yang masing masing beranggotakan

minimal 4 data pengamatan

3) Jumlahkan data pengamatan sebesar 𝑂𝑖 tiap tiap sub-grup

4) Jumlahkan data data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei

5) Pada tiap sub-grup hitung nilai

(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)² 𝑑𝑎𝑛 (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2

𝐸𝑖

6) Jumlah seluruh sub − grup nilai (𝑂𝑖−𝐸𝑖)

2

𝐸𝑖 untuk menentukan nilai chi-kuadrat

hitung

7) Tentukan drajat kebebasan dk = G-R-I (nilai R=2 untuk distribusi normal dan

binomial)

Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut :

1) Apabila peluang lebih dari 5% maka persamaan distribusi yang digunakan dapat

diterima.

2) Apabila peluang kurang dari 1% maka persamaan distribusi yang digunakan tidak

dapat diterima.

3) Apabila peluang berada diantara 1-5% maka tidak mungkin mengambil

keputusan, misal perlu tambahan data.

2. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov- Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non

parametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prsedur

pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya ) dan tentukan besarnya peluang

dari masing masing data tersebut

Page 30: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

27

X1 = P(X1)

X2 = P(X2)

X3 = P(X3), dan seterusnya

2) Urutkan nilai masing masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data

(persamaan distribusinya )

X1 = P’(X1)

X2 = P’(X2)

X3 = P’(X3), dan seterusnya.

3) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang

pengamatan dengan peluang teoritis.

D maksimum = (P(Xn) –P’(Xn))

4) Berdasarkan tabel nilai kritis (smirnov-kolmogorov test) tentukan harga Do dari

tabel 2.3

Tabel 2.7 nilai kritis Do untuk uji smirnov-kolmogorov

N derajat kepercayaan

0,2 0,1 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,2 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N>50

1.07

𝑁0.5

1.22

𝑁0.5

1.36

𝑁0.5

1.63

𝑁0.5

Sumber : Suripin,2004

a. Analisis Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum

hujan adalah makin singkat hujan berlangsung maka intensitasnya cenderung makin tinggi

dan makin besar periode ulangnya makin tinggi intensitasnya. Untuk menghitung intensitas

curah hujan tersebut maka digunakan rumus Mononobe yaitu :

Page 31: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

28

3

2

24 24

24

=

t

RI (2.34)

Dimana :

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

𝑅24 = 𝑐𝑢𝑟𝑎ℎ ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 (𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 24 𝑗𝑎𝑚)(𝑚𝑚)

Hubungan antara intensitas , lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam

lengkung Intensitas-Durasi- Frekuensi (IDF). Diperlukan data hujan jangka pendek,

misalnya 5 menit,10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman untuk membentuk lengkung

IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.

Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat

dengan salah satu dari persamaan berikut : (Suripin,2004)

1) Rumus Talbot

bt

aI

+= (2.35)

IIIN

ItIItIa

−=

2

22 .. (2.36)

IIIN

tINtIIb

−=

2

2 .. (2.37)

dimana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi DAS

2) Rumus Sherman

nt

aI = (2.38)

tttN

tIttIa

loglog)(log

loglog.log)(logloglog

2

2

−= (2.39)

Page 32: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

29

tttN

ItNtIn

loglog)(log

log.logloglog2 −

−= (2.27)

dimana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

n = konstanta

3) Rumus Ishiguro

bt

aI

+= (2.40)

IIIN

ITIItIa

−=

2

22. (2.41)

IIIN

tINtIIb

−=

2

2. (2.42)

dimana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

a dan b = konstanta

= jumlah angka –angka dalam tiap suku

N = banyaknya data

Penentuan kurva IDF yang cocok membutuhkan perhitungan dan pekerjaan yang banyak

seperti pembacaan dan penyusunan data curah hujan. Penentuan rumus untuk kurva IDF

dipilih berdasarkan harga-harga I yang paling cocok dan memberikan hasil yang optimum.

b. Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk

mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran (titik kontrol) setelah tanah menjadi

jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.(Suripin, 2004). Tempat yang paling jauh

berhubungan dengan suatu tempat yang membutuhkan waktu aliran yang paling lama.

Waktu konsentrasi (tc) untuk saluran drainase perkotaan terdiri dari waktu yang diperlukan

untuk mengalirkan air melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (TOF : Time Overland

Page 33: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

30

Flow) dan waktu untuk mengalir didalam salurannya ditempat yang diukur (TDF : Time

Detention Flow). Lama waktu konsentrasi sangat tergantung pada ciri-ciri daerah aliran

terutama panjang jarak yang ditempuh air hujan yang jatuh ditempat terjauh dari titik

pengamatan. Untuk daerah aliran yang besar dengan pola drainase yang kompleks aliran

airnya dari tempat terjauh akan terlambat untuk ikut menambah besarnya banjir di titik

pengamatan. Untuk daerah aliran yang kecil dengan pola drainase yang sederhana, lama

waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari tempat terjauh. Salah satu

metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh

Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut (Suripin, 2004):

385.02

1000

87.0

=

xS

xLtc (2.43)

dimana :

tc = waktu konsentrasi (jam)

L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (m)

S = Kemiringan rata-rata saluran utama (%)

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua

komponen, yaitu :

1. Waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran

terdekat 0t

2. Waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran dt

Sehingga :

ct = 0t + dt (2.44)

dimana :

=

S

ndxLxxt 28.3

3

20 menit (2.45)

dan

V

Lt S

d60

= menit (2.46)

dimana :

nd = koefisien retardasi

S = kemiringan lahan

Page 34: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

31

L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)

Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m)

V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

to = waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan

td = waktu yang diperlukan air untuk mengalir di dalam saluran

sampai ke pembuang.

2.5.7 Analisis Debit Banjir Rencana

Pada saat pembangunan bangunan air seperti bendungan, gorong gorong dan saluran

pembuang, dimensi diperhitungkan cukup untuk mengalirkan sejumlah volume air tertentu

dalam satuan waktu tertentu yang disebut dengan debit. Pada saat pembangunan bangunan

air ini yang menjadi masalah adalah berapa debit banjir yang harus disalurkan. Kalau yang

disalurkan itu adalah debit saluran irigasi atau air minum yang besarnya sudah tertentu,

maka dimensi bangunannya ditentukan berdasarkan debit yang tertentu pula, tetapi kalau

yang harus disalurkan tersebut adalah debit saluran pembuang atau sungai maka besarnya

debit air yang harus diambil cukup besarnya, debit banjir ini disebut debit banjir rencana.

Penentuan debit banjir rencana sudah barang tentu tidak terlalu kecil, sehingga air yang

akan dialirkan dengan bangunan yang direncanakan akan meluap jika terjadi curah hujan

yang besar. Sebaliknya debit banjir rencana juga tidak boleh terlalu besar dan tidak

ekonomis. Penetapan besarnya banjir rencana tersebut adalah masalah pertimbangan hidro-

ekonomis.

Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana adalah Metode

Rasional. Perhitungan debit rencana menggunakan Metode Rasional adalah sebagai berikut

:

AICQ ...278,0= (2.47)

dengan :

Q = debit rencana (m³/detik)

C = koefisien aliran permukaan

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

A = luas daerah pengaliran/area (km²)

Page 35: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

32

2.5.8 Koefisien Aliran Permukaan (C)

Koefisien aliran permukaan adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi

daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Koefisien Aliran

Permukaan (C) merupakan rasio perbandingan jumlah air yang melimpas dengan jumlah

hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit

banjir. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau prosentase lahan

kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Permukaan kedap

air, seperti perkerasan aspal dan atap bangunan, akan menghasilkan aliran hampir 100%

setelah permukaan menjadi basah, seberapapun kemiringannya.

Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi

menurun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air

sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C adalah air tanah, derajad kepadatan

tanah, porositas tanah, dan simpanan depresi.(Suripin,2004).

Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran

permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dihitung dengan

persamaan berikut (Suripin,2004).

==n

i

n

i

ii

DAS

Ai

AC

C

1

1 (2.48)

dimana :

CDAS = koefisien pengaliran

Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i

Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i

Tabel 2.8 Koefisien limpasan untuk metode Rasional

Deskripsi lahan / karakter permukaan koefisien aliran , C

business

perkotaan 0,70 - 0,95

pinggiran 0,50 - 0,70

perumahan

rumah tinggal 0,30 - 0,50

multiunit, terpisah 0,40 -0,60

multiunit, tergabung 0,60 - 0,75

perkampungan 0,25 - 0,40

Page 36: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

33

apartemen 0,50 - 0,70

industri

ringan 0,50 - 0,80

berat 0,60 - 0,90

perkerasan

aspal dan beton 0,70 - 0,95

batu bata , paving 0,50 - 0,70

atap 0,75 - 0,95

halaman,tanah berpasir

datar 2% 0,05 - 0,10

rata rata, 2-7 % 0,10 - 0,15

curam, 7% 0,15 - 0,20

halaman, tanah berat

datar 2% 0,13 - 0,17

rata rata, 2-7 % 0,18 - 0,22

curam, 7% 0,25 - 0,35

halaman kereta api 0,10 -0,35

taman tempat bermain 0,20 - 0,35

taman. Perkuburan 0,10 -0,25

hutan

datar, 0-5% 0,10 - 0,40

bergelombang, 5-10% 0,25 - 0,50

berbukit, 10-30% 0,30 -0,60 Sumber: Suripin, 2004

2.5.9 Daerah Pengaliran

Daerah pengaliran merupakan daerah cakupan hujan yang terjadi didalam daerah

pengaliran. Penentuan daerah pengaliran sangat tergantung dari kontur permukaan. Luas

daerah permukaan ditentukan berdasarkan catchment area, yaitu daerah yang dipengaruhi

atau mewakili daerah tangkapan air hujan oleh alat pencatat curah hujan untuk suatu daerah

aliran sungai (DAS).

2.6 Kriteria Perencanaan

Kreteria perencanaan teknis yang akan digunakan dalam pelaksanaan studi ini

menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1 Perencanaan Teknis

a. Setiap sistem drainase didasarkan atas daerah aliran (watershed) yang tercakup dalam

sistem drainase.

Page 37: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

34

b. Frekuensi banjir untuk pembuangan utama adalah sekali dalam 25 tahun (Q) atau

dengan probabilitas kejadian 4 % setiap tahun.

c. Frekuensi banjir saluran untuk pembuang sekunder adalah sekali dalam 5 tahun (Q)

atau dengan probabilitas kejadian 20 % setiap tahun.

d. Bentuk penampung saluran untuk pembuang utama adalah trapesium sedangkan untuk

pembuang sekunder adalah trapesium atau empat persegi.

e. Intensitas hujan ditentukan atas dasar Grafik Intensity Duration Frequency dari dari

Prof. Sherman dengan bantuan “ Average Intensity “ dari Mononobe.

2.7 Tahapan Penyusunan

A. Orientasi Lapangan

Orientasi lapangan untuk mengetahui dengan jelas medan/lokasi pekerjaan serta

sekaligus untuk dapat mengetahui system pembuangan air (drainase) baik utama maupun

sekunder. Kegiatan ini juga untuk mengetahui titik-titik lokasi banjir dan pada lokasi mana

yang harus mendapat penangan yang mendesak terkait dengan rencana indikasi program.

B. Inventarisasi dan Identifikasi Lokasi Titik Rawan Banjir

Kegiatan Inventarisasi dan identifikasi meliputi pendataan saluran drainase, pola

aliran dan sistem jaringan eksisting baik saluran drainase maupun saluran irigasi yang

dalam perkembangannya mengalami perubahan fungsi.

C. Proses Perencanaan

Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan

sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan

lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air

yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih banyak meresap

kedalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan, antara lain dengan

membuat: bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan lansekap dan sengkedan.

Drainase perkotaan di kota-raya dan kota-besar perlu direncanakan secara menyeluruh

melalui tahapan induk. Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat

direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.

Drainase perkotaan di kota sedang yang mempunyai pertumbuhan fisik dan pertambahan

penduduk yang cepat serta drainase perkotaan yang mempunyai permasalahan rumit

Page 38: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

35

karena keadaan alam setempat, perlu perencanaan yang menyeluruh melalui tahapan

rencana induk.

Drainase perkotaan harus direncanakan dengan berbagai alternatif dan pemilihan

alternatif terbaik yang dilaksanakan melalui proses pengkajian dengan memperhatikan

aspek teknik, sosial ekoniomi, finansial dan keuangan.

D. Penetapan debit rencana

Dalam merencanakan pembuangan air yang perlu diketahui adalah banyaknya air

hujan dan limbah yang mengalir ke saluran-saluran pembuangan atau debit pengaliran,

air hujan yang dialirkan ke pembuangan sebanding dengan luas daerah tangkapan hujan

dan jumlah curah hujan, disamping adanya penguapan dan hilangnya air hujan karena

meresap ke dalam tanah. Namun hanya sebagian dari hujan yang jatuh pada daerah

tangkapan akan menjadi aliran langsung air hujan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi debit pengaliran air hujan adalah:

1. Curah hujan, adalah faktor tunggal yang paling penting, yang mempengaruhi debit

dari suatu pengaliran air hujan. Meskipun jumlah curah hujan adalah penting, tetapi

distribusi air hujan menurut waktu dan ruang juga sama pentingnya. Hujan yang

terjadi selama musim tanam, mungkin kontribusinya sangat kecil dan hujan dengan

intensitas rendah dapat meresap ke dalam tanah dan menghasilkan aliran permukaan

yang sangat kecil.

2. Topografi dan geologi setempat juga mempengaruhi kecepatan dan jumlah aliran

permukaan. Kemiringan tanah yang curam dan lapisan kedap air meningkatkan

kecepatan dan debit pengaliran, sementara lapisan tanah yang tembus air (pervious)

dan rata (flat) memperbesar kemungkinan terjadinya peresapan. Pengaruh kedap air

maupun tembus air dari tanah terhadap pengaliran air permukaan dinyatakan dalam

“angka pengaliran“, yaitu prosentase jumlah air hujan yang masuk ke dalam selokan

terhadap jumlah air yang jatuh.

3. Angka pengaliran ini dipengaruhi oleh (1) jenis permukaan yang dilalui air hujan, (2)

kemiringan tanah/tempat yang dilalui oleh air hujan, semakin besar kemiringan

semakin cepat air yang meresap. Jenis tanah yang sama, tetapi dengan kemiringan

yang berbeda akan memberikan angka pengaliran yang berbeda pula, (3) Iklim, pada

Page 39: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

36

waktu musim penghujan yang panjang, angka pengaliran lebih jecil daripada di akhir

musim penghujan, karena pada akhir musim penghujan tanah telah jenuh dengan air.

4. Penguapan (evaporation), adalah fungsi dari temperatur, kecepatan angin dan

kelembaban relatif. Penguapan dari permukaan tanah sangat jauh kurang

dibandingkan dengan penguapan air dari permukaan air terbuka

5. Pencegatan (interception), yaitu air hujan dicegat sebelum jatuh ke atas tanah,

termasuk disini air hujan hujan yang tertahan di atas daun-daun tanaman dan

permukaan yang lain dan tidak pernah jatuh ke tanah. Jumlahnya dapat cukup berarti

dalam setahun, pada daerah yang tertutup vegetasi cukup rapat, namun karena air yang

tertahan ini akhirnya menguap, dimasukkan ke dalam kategori evapotranspirasi.

Dalam jangka pendek, interception dapat mengurangi puncak pengaliran permukaan

(run-off peaks) cukup besar, karena kebanyakan penghambatan terjadi pada awal

hujan. Dalam pengurangan awal dari curah hujan, atau penampungan di daerah

cadangan atau peresapan.

6. Penampungan di cekungan (depression storage), yaitu air yang tertahan di tempat yang

rendah selama terjadi pengaliran di permukaan tanah. Air ini selanjutnya akan

menguap atau meresap kemacetan dalam tanah. Seperti halnya interception, maka

depression strorage mempunyai pengaruh mengurangi jumlah pengaliran permukaan

pada awal curah hujan. Pengaruhnya pada luas daerah pengaliran (catchment area)

dan aliran puncak (peak flow) relatif kecil.

7. Peresapan (infiltration), dipengaruhi oleh jenis tanah, intensitas curah hujan, kondisi

permukaan, dan tumbuh-tumbuhan/vegetasi (yang dapat mengubah porositas tanah).

E. Penetapan Tingkat Layanan

Penetapan tingkat layanan yang sesuai untuk suatu sistem drainase, juga berperan

dalam mencegah gagalnya fungsi sistem drainase. Tingkat layanan yang optimal akan

mengurangi biaya investasi yang ditanamkan, selain menjamin tetap berfungsinya

sistem drainase selama umur pelayanan yang direncanakan. Untuk sistem drainase

mikro disarankan periode ulang rancangan diambil antara 1 sampai 5 tahunan. Periode

ulang 1-2 tahunan dapat dipakai untuk perencanaan sistem drainase adalah untuk

permukiman, sedangkan periode ulang di atas dua tahunan digunakan untuk daerah

komersial dan industri, serta fasilitas-fasilitas transportasi. Kegagalan sistem drainase

Page 40: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

37

disini dapat menimbulkan keruskan yang besar. Untuk sistem drainase mikro, dengan

resiko kerugian harta benda dan jiwa yang amat besar akibat genangan yang

disebabkan gagalnya sistem drainase, periode ulang desain diambil 1-25 tahun.

F. Penentuan Alternatif Sistem

Penyusunan alternatif sistem drainase dilakukan dengan tetap berpedoman pada:

1. Rencana pengembangan kota dan rencana pengembangan prasarana lainnya

2. Keterpaduan pelaksanaan dengan pengembangan prasarana perkotan lainnya, dalam

rangka meminimumkan pembiayaan

3. Disusun berdasarkan arahan pembangunan jangka panjang (selama 25 tahun)

Beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah genangan air,

antara lain:

1. Membuat saluran drainase, baik jenis saluran terbuka maupun jenis saluran tertutup

2. Menyediakan pompa-pompa air untuk drainase

3. Menerapkan sistem drainase yang berwawasan lingkungan

Saluran drainase adalah teknologi yang umum dan secara luas dipakai di Indonesia.

Pemilihan saluran jenis terbuka atau tertutup lebih dipengaruhi oleh kondisi setempat.

Saluran terbuka lebih mudah diperiksa dan dibersihkan dari sampah dan kotoran, tanpa

harus menggunakan peralatan khusus atau tenaga terlatih. Meskipun demikian saluran

terbuka memerlukan lahan yang lebih besar.

Persyaratan teknik yang harus dipenuhi adalah menggunakan alternatif drainase

sistem gravitasi seoptimal mungkin, dengan memperhatikan kondisi topografi

wilayah. Penggunaan pompa-pompa drainase biasanya merupakan alternatif terakhir,

karena pompa-pompa ini membutuhkan tenaga-tenaga khusus yang menyangkut

pekerjaan mekanis dalam kegiatan operasi dan pemeliharaannya, selain juga perlu

penyediaan tenaga listrik.

Pada prinsipnya genangan terjadi akibat tidak mampunyai saluran menampung aliran

air yang ada, karena banyaknya aliran air yang masuk kemacetan saluran drainase

melampaui kemampuan penyerapan air oleh tanah. Dalam hal ini perlu diperkenalkan

suatu sistem drainase yang lebih memperhatikan aspek lingkungan, antara lain dengan

menahan/menampung air hujan yang jatuh dari atap-atap rumah ke dalam sumur-

sumur resapan atau tangki-tangki dan dialirkan sedikit demi sedikit ke saluran

Page 41: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

38

drainase. Konsep ini dikenal sebagai drainase yang berwawasan lingkungan, yang

telah dikembangkan di Eropa dan Amerika. Prinsip dasarnya, adalah mengatur

pengaliran air hujan, agar sesedikit mungkin air hujan yang dialirkan ke saluran-

saluran drainase dan memberikab kesempatan kepada tanah untuk menyerap air,

dengan membuat kantong-kantong air berskala kecil di atap-atap rumah, sumur

resapan di halaman-halaman, tanah-tanah kosong, taman-taman, tempat parkir, dll.

G. Penentuan Prioritas

Prioritas penanganan drainase perkotaan umunya ditujukan untuk mengatasi masalah

genangan air, dengan mengutamakan hal-hal sebagai berikut:

1. Genangan yang menyebabkan kerugian dan kerusakan harta benda dan jiwa (terutama

untuk daerah yang padat penduduk)

a. Tinggi genangan > 0,5 manajemen

b. Luas genangan >5% luas wilayah perkotaan

c. Kepadatan penduduk di wilayah perkotaan > 100 jiwa/ha

d. Frekuensi genangan paling sedikit terjadi 2 kali dalam setahun

e. Lama genangan > 2 jam

2. Daerah yang tergenang memiliki nilai sosial, ekonomi dan politik yang tinggi dan

strategis

3. Daerah dengan kepadatan lalulintas tinggi.

4. Penanganan harus seimbang terhadap besar investasi yang akan dilindungi.

Page 42: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

39

BAB III

SISTEM DRAINASE EKSISTING

3.1 Drainase

Pengertian drainase pada hakekatnya merupakan suatu system saluran, baik itu terbuka

maupun terutup, yang sedemikian rupa sehingga dapat mengumpulkan dan mengalirkan

air hujan yang jatuh ke bumi, untuk selanjutnya menuju ke badan air penerima seperti

sungai, waduk, danau, laut, dalam waktu sesingkat mungkin. Daripengertian ini, bahwa

saluran drainase hanya untuk menampung dan kemudian mengalirkan air hujan saja. Namun

kenyataannya sering terjadi masyarakat membuang limbah rumah tangga ( air mandi dan

cuci ) ke saluran drainase. Hal ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan,

pemandangan tak sedap yang mengganggu lingkungan sekitarnya. Untuk daerah Kota yang

memiliki pemukiman yang padat batasan pelayanan system drainase harus jelas yakni

menampung dan mengalirkan air hujan, sedangkan penyaluran air limbah memiliki sistem

yang tersendiri.

Suatu sistem drainase perkotaan meliputi :

- Sistem drainase local ( minor drainage system )

- sistem drainase utama/makro ( major drainage system )

4

Gambar 9.1 Drainase Makro dan Mikro

Page 43: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

40

Sistem drainase local/mikro adalah merupakan system drainase yang melayani kepentingan

sebagian masyarakat. Sistem ini adalah bagian dari seluruh sistem drainase yang menampung

air hujan dari bagian daerah aliran dan mengalirkan ke sistem drainase utama. Karakteristik

dari sistem ini untuk menampung atau mengeringkan unit-unit kecil daerah aliran yang

meliputi ; daerah perumahan, perdagangan, daerah industri atau setiap daerah kecil yang

mempunyai karakter perkotaan.

Sistem drainase utama/makro adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan

sebagian masyarakat, dan sistem ini menampung limpasan air hujan dari sistem drainase

lokal , untuk selanjutnya dialirkan ke sungai.

Konsep Drainase ramah lingkungan atau Ekodrainase.

- Drainase ramah lingkungan atau ekodrainase menjadi konsep utama dan merupakan

implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidang drainase.

- Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan

cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke

sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

- Air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir

secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan

kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau.

- Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan

kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.

Beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia,

antara lain adalah :

- metode kolam konservasi

- metode sumur resapan

- metode river side polder

- metode pengembangan areal perlindungan air tanah (ground water protection area)

3.2 Unsur- Unsur Drainase

A. Daerah Pengaliran.

Page 44: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

41

Daerah pengaliran adalah daerah yang melimpaskan air hujan yang jatuh diatasnya, ke suatu

aliran yang berbentuk saluran buatan atau saluran alami ( sungai ). Garis batas daerah –

daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran (

DAS ) diperkirakan berdasarkan pengukuran pada peta topografi.

1. Corak daerah pengaliran.

Corak daerah pengaliran dibedakan menjadi :

1. Daerah pengaliran berbentuk bulu burung.

Corak daerah pengaliran ini adalah jalur daerah di kiri kanan sungai utama, dimana

anak – anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran sedemikian mempunyai

debit banjir yang kecil, dan banjirnya berlangsung agak lama.

b. Daerah pengaliran radial.

Daerah pengaliran berbentuk kipas atau lingkaran, dimana anak – anak sungainya

mengkonsentrasikan ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran dengan corak

sedemikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak – anak Sungai.

c. Daerah Pengaliran Paralel.

Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian

hilir. Banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai – sungai.

Gambar 9.2 Corak Daerah Pengaliran

2. Karakteristik Daerah Aliran.

a. Pada tanah terjal / miring.

Page 45: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

42

- Tanpa pohon – pohonan, akan memberikan limpasan besar, sering banjir

besar.

- Terdapat pohon – pohon yang lebat, limpasan aliran permukaan agak sedikit

dan banjir relatif kecil.

b. Pada tanah datar / landai.

- Tanpa pohon – pohonan, akan memberikan aliran limpasan agak besar, banjir

agak besar.

- Berpohon – pohon lebat, akan memberkan limpasan kecil, tidak ada banjir.

c. Pada beberapa keadaan tanah.

- Kedap akan memberikan limpasan yang besar.

- Porous, akan memberikan limpasan kecil.

d. Pada beberapa tata guna lahan.

- Perumahan padat, akan memberikan aliran limpasan agak besar.

- Perumahan jarang, memberikan aliran limpasan agak kecil.

- Daerah pertanian, industri, dan perdagangan, masing – masing memberikan

limpasan yang berbeda.

B. Hujan.

Besarnya hujan tidak sama pada tempat yang satu ke tempat yang lain, dan sangat tergantung

pada keadaan cuaca. Berbagai keadaan hujan tersebut datangnya berulang – ulang, setiap

satu, dua, tiga tahun dan seterusnya. Lama waktu berulang kembalinya keadaan tersebut

disebut periode ulang.

Setiap periode ulang yang berbeda, jumlah air yang dicurahkan pada saat hujan turun berbeda

pula. Besarnya curah hujan dinyatakan dengan satuan mm. Besarnya curah hujan dihitung

dengan batasan waktu dalam menit, jam,hari.

Yang berkaitan dengan hujan, ada beberapa unsure yang perlu diketahui :

a. Intensitas : ketinggian curah hujan yang terjadi persatuan waktu, misalnya ;

mm/menit, mm/jam, mm/hari.

b. Lama waktu : lamanya curah hujan ( durasi ) dalam menit, jam, hari.

c. Tinggi hujan : jumlah atau besarnya hujan yang dinyatakan dalam mm.

d. Frekuensi : frekuensi kejadian, biasanya dinyatakan dengan waktu ulang

Page 46: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

43

( return periode ).

e. Luas geografis curah hujan.

C. Saluran

Pola aliran sistem pembuangan saluran drainase menggunakan pendekatan daerah tangkapan

(DAS) pada suatu sistem pembuangan utama. Rencana pola aliran ini sangat penting didalam

penentuan besaran sistem, seperti luas daerah tangkapan, dimensi saluran, dan panjang

saluran. Pola aliran saluran drainase yang direncanakan sebagai antisipasi penanganan banjir

saat ini maupun yang akan datang.

Menurut Subarkah (1990) juga membagi saluran sungai menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Saluran Drainase Utama/ Primer

Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama/ primer adalah sungai/ tukad yang ada di

wilayah perencanaan yang cukup berpotensi menampung dan mengalirkan air buangan dari

saluran sekunder serta limpasan permukaan yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut.

Sungai-sungai yang berfungsi sebagai pembuangan utama yang ada di wilayah studi perlu

diketahui jumlahnya dan masing-masing sungai akan terbentuk sistem drainase dan pola

aliran tertentu, dengan batas-batas yang sesuai topografi.

2. Saluran Drainase Sekunder

Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier serta limpasan air

permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama (sungai). Berdasarkan

konstruksinya saluran drainase dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Saluran terbuka, dibuat pada daerah dimana masih cukup tersedia lahan serta bukan

merupakan daerah yang sibuk (pertokoan, pasar, dan sebagainya).

b. Saluran tertutup, dapat dipertimbangkan pemakaian ditempat-tempat yang produksi

sampahnya melebihi rata-rata, seperti: pasar, terminal, pertokoan dan pada daerah yang

lalu lintasnya padat.

3. Saluran Drainase Tersier

Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan maupun air limpasan

permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data mengenai kondisi saluran tersier tidak

begitu banyak diperlukan dalam perencanaan sistem pembuangan air hujan. Banjir yang

Page 47: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

44

terjadi pada saluran sekunder dan saluran pembuangan utama akan membawa dampak yang

luas bagi kehidupan masyarakat baik yang menyangkut sosial, ekonomi, maupun kesehatan.

3.3 Sistem Drainase Eksisting

1. Sistem Drainase Eksisting

Saluran pembuangan primer eksisting sebagian besar masih alami dan belum dilakukan

penataan sedangkan areal di sekitar saluran pembuangan primer sudah mengalami perubahan

alih fungsi lahan. Perubahan alih fungsi lahan didominasi peruntukan kebun dan permukiman

baru. Hal ini terjadi di sebelah barat dan timur jalan utama Denpasar – Singaraja.

Perkembangan pembangunan fisik yang sangat pesat namun tidak terkontrol yang sangat

berdampak pada menyempit areal resapan, dimana pada saat musim hujan limpasan air

permukaan langsung menuju saluran drainase. Berkurangnya daerah resapan menyebabkan

kapasitas saluran drainase saat ini menjadi sangat terbatas sehingga fungsi saluran kurang

optimal.

Permasalahan drainase yang menonjol di pusat-pusat kegiatan adalah belum tertatanya pola

aliran, hal ini ditunjukkan dengan adanya kemapuan kapasitas saluran drainase eksisting

yang sangat terbatas. Kondisi ini tidak boleh berlanjut terlalu lama yang bisa menyebabkan

luapan/genangan air yang semakin parah.

Saluran pembuang primer yan terdapat di kawasan Pancasari semua pembuangan menuju

Danau Buyan.

Saluran pembuangan primer yang luas daerah tangkapan berbatasan dengan kecamatan

Baturiti dengan kecamatan Sukasada beban aliran cukup besar dan terjadi perubahan alih

fumgsi lahan yang cukup dominan. Perubahan ini akan berpengaruh pada beban limpasan

menuju Danau Buyan. Disampinng itu perubahan itu disertai dengan cara pola tanam yang

salah terutama pada kemiringan lahan yang curam akan berpengaruh pada beban sedimen

yang terjadi pada setiap musim hujan.

Adapun permasalahan saluran drainase pembuangan primer di wilayah studi adalah sebagai

berikut :

- Terdapat perubahan peruntukan lahan dari tanaman keras menjadi tanaman sayur yang

berpotensi terhadap supply sedimen terutama pada kemiringan lahan lebih dari 20 derajat.

Page 48: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

45

- Beban aliran sedimen yang cukup besar sehingga kapasitas saluran yang ada semakin berat.

- Belum banyak dilakukan terhadap batas-batas saluran primer sehingga menyulitkan dalam

normalisasi.

- Saluran pembuangan primer yang ada di kawasan Pancasari saat ini baru sebagian yang

dinormalisasi

- Saluran pembuangan primer saat ini belum ditata dengan baik dan batas-batas saluran belum

jelas.

2. Peruntukan Lahan

Terdapat perubahan peruntukan lahan dari tanaman keras menjadi tanaman sayur yang

berpotensi terhadap supply sedimen terutama pada kemiringan lahan lebih dari 20 derajat.

Perubahan ini akan berpengaruh pada beban limpasan air dan sedimen menuju Danau Buyan.

Disampinng itu perubahan itu disertai dengan cara pola tanam yang salah terutama pada

kemiringan lahan yang curam akan berpengaruh pada beban sedimen yang terjadi pada setiap

musim hujan.

3. Pola Aliran Eksisting

Berdasarkan survey awal pola aliran pada jalur utama jalan Denpasar – Singaraja adalah

sebagai berikut :

Page 49: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

46

JALAN ANJANI

+ 1255+ 1363

+ 1277 + 1254JALAN DALEM PED

JALAN MARUTI+ 1229 + 1256

+ 1254 + 1268JALAN MENUJU BALI HANDARA GOLF

+ 1257JALAN MANGKU DALEM+ 1282

+ 1257 HOTEL PANCASARI + 1251

+ 1251 JALAN KRESNA + 1248

JALAN ANGGADA + 1241+ 1247

JALAN PASAR

JALAN KEDANGSONG

+ 1250+ 1256

+ 1224 + 1247

+ 1229

+ 1229JALAN BUYAN+ 1227

GAMBAR 4.1 ARAH ALIRAN SALURAN DRAINASE EKSISTING

Page 50: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

47

B (m) 0.70

H (m) 0.63

B (m) 0.90

H (m) 1.20

B (m) 1.50

H (m) 1.50

B (m) 0.30

H (m) 0.20

B (m) 0.60

H (m) 0.30

B (m) 0.45

H (m) 0.25

B (m) 0.95

B (m) 0.45 H (m) 0.80

H (m) 0.30

B (m) 0.30

H (m) 0.35

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

DIMENSI

JALAN ANJANI

+ 1255+ 1363

+ 1277 + 1254JALAN DALEM PED

JALAN MARUTI+ 1229 + 1256

+ 1254 + 1268JALAN MENUJU BALI HANDARA GOLF

+ 1257JALAN MANGKU DALEM+ 1282

+ 1257 HOTEL PANCASARI + 1251

+ 1251 JALAN KRESNA + 1248

JALAN ANGGADA + 1241+ 1247

JALAN PASAR

JALAN KEDANGSONG

+ 1250+ 1256

+ 1224 + 1247

+ 1229

+ 1229

JALAN BUYAN+ 1227

GAMBAR 4.2 DIMENSI SALURAN DRAINASE EKSISTING

Page 51: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

48

3.4 Permasalahan Drainase Eksisting

Secara umum permasalahan drainase perkotaan diidentifikasi sebagai berikut:

1. Terdapat perubahan peruntukan lahan dari tanaman keras menjadi tanaman sayur, bunga

yang berpotensi terhadap supply sedimen terutama pada kemiringan lahan lebih dari 20

derajat.

2. Belum terpolanya saluran drainase pada tingkat sekunder

Kondisi eksisting di wilayah perencanaan belum terlihat perbedaan saluran tersier

dengan sekunder. Dimensi saluran tersier dan sekunder hampir sama padahal luas daerah

tangkapan dan beban aliran berbeda.

3. Terbatasnya Dimensi Penampang Saluran Drainase

Dimensi penampang saluran drainase yang berfungsi sekunder dengan kemiringan yang

relatip datar mempunyai dimensi yang terbatas. Penampang saluran drainase eksisting

sepanjang saluran yang ditinjau kecendrungan mempunyai dimensi yang sama

4. Daerah depresi

Kondisi topografi di beberapa titik-titik terdapat dengan elevasi rendah sehingga

menyulitkan pengaliran dan kondisi ini menyebabkan genangan dan menyulitkan

pengairan secara gravitasi.

5. Genangan air pada umumnya disebabkan karena kurangnya saluran drainase atau

dikarenakan saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi secara optimal. Identifikasi

permasalahan mencakup lokasi, penyebab, dan kualitas genangan (luas, tinggi, dan

lamanya tergenang)

6. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepedulian sosial yang

kemudian menyebabkan rusaknya saluran drainase, kurangnya menjaga lingkungan yang

mengundang timbulnya genangan pada saat hujan. Identifikasi permasalahan mencakup

kejadian kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.

7. Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena banyaknya timbunan

sampah akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.

8. Kepadatan penduduk dan perumahan tinggi sehingga mengakibatkan tingginya

penggunaan air dan saluran air tidak lancar, terutama pada slump area (kawasan kumuh)

Page 52: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

49

9. Perubahan guna lahan kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun di daerah atas

(hulu) sehingga mengakibatkan berkurangnya air yang terserap ke dalam tanah dan

meningkatnya aliran permukaan.

Page 53: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

50

BAB IV

ANALISA HIDROLOGI

4.1 Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi diawali dengan menganalisis hujan dan debit rencana yang

digunakan sebagai Qdisain bangunan air. Dari data curah hujan harian maksimum

tahunan dan data karakteristik DAS (luas dan panjang sungai) dianalisis menjadi hujan

rancangan dan unit hidrograf (menggunakan Nakayasu) menjadi debit rancangan.

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Sta. Candikuning

Sumber : BMKG Ngurah Rai

4.1.1 Uji Konsistensi Data Hujan

Pada suatu seri data hujan, bisa terjadi nonhomogenitas data dan ketidaksamaan

(inconsistency) data. Data tidak homogen maupun tidak konsisten

menyebabkan hasil analisis tidak teliti. Oleh karena itu sebelum data tersebut dipakai

untuk analisis, terlebih dahulu dilakukan uji konsistensi dengan metode RAPS

(Rescaled Adjusted Partial Sums).

Pengujian konsistensi dengan metode RAPS adalah pengujian dengan menggunakan

data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan kumulatif penyimpangan terhadap

nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata penyimpangan terhadap nilai

reratanya.

POS CANDIKUNING, KEC BATURITI KABUPATEN TABANAN

008 15' 40" S - 115 09' 49" E

1247 M

TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES P MAKS

2000 72.50 48.50 162.00 47.00 76.00 15.00 9.00 21.00 0.00 47.00 42.00 6.00 162.00

2001 76.00 71.00 38.00 28.50 26.50 31.00 4.00 11.00 34.00 43.50 37.00 36.00 76.00

2002 63.00 136.00 42.50 41.50 42.50 7.50 2.00 7.00 4.50 23.00 31.00 45.00 136.00

2003 51.00 114.50 71.50 20.00 74.00 6.00 34.00 3.50 62.00 28.00 37.00 60.00 114.50

2004 50.50 79.50 51.00 35.00 68.50 3.00 7.50 2.50 3.00 13.00 84.50 93.50 93.50

2005 42.00 57.00 51.50 61.00 0.00 40.00 11.50 117.00 10.50 66.00 29.50 46.50 117.00

2006 126.50 116.00 105.00 27.00 81.00 30.00 22.50 4.50 13.50 9.00 50.00 71.00 126.50

2007 89.00 43.50 142.50 64.00 46.00 17.50 14.00 15.00 3.00 44.00 78.50 82.00 142.50

2008 115.50 97.00 114.00 45.00 40.00 7.50 8.00 42.50 37.00 91.00 85.00 97.00 115.50

2009 288.00 115.00 123.50 72.50 43.50 13.00 11.00 2.00 22.00 56.00 55.00 91.00 288.00

2010 280.00 84.00 0.00 85.00 45.00 68.00 80.00 42.00 103.00 75.00 80.50 137.00 280.00

2011 225.00 97.00 35.00 53.00 43.00 5.00 16.00 42.00 7.00 51.50 50.00 52.00 225.00

2012 150.00 200.00 325.00 80.00 49.00 3.00 0.00 1.50 0.00 21.50 74.00 100.00 325.00

2013 50.00 81.00 51.00 62.00 52.00 25.00 22.00 3.00 2.00 50.00 50.00 90.00 90.00

2014 123.00 88.00 51.00 60.00 14.50 4.00 25.00 6.00 0.00 19.00 43.00 52.00 123.00

2015 40.00 40.00 64.00 96.00 31.00 11.00 4.00 0.00 0.00 6.00 32.00 31.00 96.00

LOKASI PENGAMATAN/STASIUN :

KOORDINAT :

ELEVASI :

Page 54: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

51

0* So ,

1

1

)'(*k

i

YYiSk dengan k = 1,2,3…….,n

Dy

SkSk

***

Dy 2

n

YYin

i

1

2)'(

Q = maks Sk**

0 k n

R = maks Sk** - min Sk**

0 k n

dimana ;

*Sk = kumulatif penyimpangan

Dy = kumulatif rerata penyimpangan

**Sk = konsistensi

Q, R = nilai statistik

Dengan melihat nilai statistik maka dapat dicari nilai nQ / dan ./ nR Hasil yang

dapat dibandingkan nilai nQ / syarat dan nR / . Sebagai syarat jika nQ / dan

nR / dihitung lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten. Syarat nilai

nQ / dan nR / sesuai dengan tabel dari Sri Harto (1990).

Page 55: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

52

Tabel 4.2 Uji Konsistensi Data Curah Hujan Sta. Candikuning

4.1.2 Analisa Hujan Rerata Daerah

Data yang tercatat pada stasiun pencatat hujan adalah merupakan hujan titik (point

rainfall). Dalam analisa selanjutnya yang perlu diketahui adalah besarnya hujan rerata

daerah. Dalam studi ini metode yang digunakan dalam menghitung hujan rerata

daerah dengan metode rata-rata aljabar (arithmetic mean). Cara ini memberikan hasil

yang dapat dipercaya, dengan syarat stasiun terbagi merata di areal tersebut dan hasil

pengukuran masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari harga rata-rata

seluruh stasiun hujan.

Persamaan nya

d = nin

n

d

n

dddd

1

321 ...

dengan :

No Tahun Hujan Sk* Dy 2 Sk** | Sk** |

mm

1 2000 162.00 44.7188 153.8282 0.5985 0.5985

2 2001 76.00 (41.2813) 131.0878 (0.5525) 0.5525

3 2002 136.00 18.7188 26.9532 0.2505 0.2505

4 2003 114.50 (2.7813) 0.5950 (0.0372) 0.0372

5 2004 93.50 (23.7813) 43.5037 (0.3183) 0.3183

6 2005 117.00 (0.2813) 0.0061 (0.0038) 0.0038

7 2006 126.50 9.2188 6.5373 0.1234 0.1234

8 2007 142.50 25.2188 48.9220 0.3375 0.3375

9 2008 115.50 (1.7813) 0.2441 (0.0238) 0.0238

10 2009 288.00 170.7188 2,241.9147 2.2848 2.2848

11 2010 280.00 162.7188 2,036.7224 2.1778 2.1778

12 2011 225.00 107.7188 892.5638 1.4417 1.4417

13 2012 325.00 207.7188 3,319.0061 2.7800 2.7800

14 2013 90.00 (27.2813) 57.2513 (0.3651) 0.3651

15 2014 123.00 5.7188 2.5157 0.0765 0.0765

16 2015 96.00 (21.2813) 34.8378 (0.2848) 0.2848

1876.5

Rerata= 117.28125 5,582.8783

n = 16

Dy = 74.71866102

Sk**mak = 2.7800

Sk**min = (0.5525)

Q = | Sk**maks | = 2.780012

R = Sk**mak - Sk**min= 3.33250083

Q/n 0.5 0.771036511 < 1.10 90% -------> oke

R/n 0.5 0.924269433 < 1.34 90% -------> oke

Page 56: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

53

d = tinggi curah hujan rata-rata areal

d1,d2,d3,... dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,3,...,n

n = banyaknya pos penakar

4.1.3 Perhitungan Hujan Dan Debit Rancangan

Secara teori untuk memperoleh suatu besaran hidrologi yang direncanakan

diantaranya debit rencan/banjir untuk disain bangunan air dan hujan rencana untuk

menghitung debit rencana dengan metode hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Salah

satu metode untuk memperolehnya dapat dilakukan dengan Analisis Frekuensi. Di

dalam analisis frekuensi ada beberapa distribusi yang berlaku sesuai dengan syarat

parameter statistik setiap jenis distribusinya.

Ada tiga metode perhitungan rancangan debit banjir seperti pada Gambar 5.1.

Gambar 4.1 Debit Banjir dengan Metode Nakayasu

Data Curah Hujan (Stasiun)

Analisis frekuensi

Curah Hujan Rencana

Hujan Jam-jam : Mononoboe

Data DAS

Cari Fungsi Parameter DAS (Qp, Tb, Tp) dengan :

Nakayasu

Unit hidrogaf satuan

Banjir Rancangan

Page 57: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

54

4.1.4 Pemilihan Distribusi Frekuensi

Untuk memperkirakan besarnya debit rencana dan curah hujan rancangan dengan kala

ulang tertentu, terlebih dahulu data-data hujan disesuaikan dengan sebaran distribusi.

Persamaan-persamaan yang yang dipakai dalam penentuan distribusi frekuensi tersebut

adalah :

1

)( 2

n

XXSd : Standar deviasi

X

SdCv : Koefisien keragaman

3

1

3

21 Sdnn

XXn

Cs

n

i

: Koefisien kepencengan

4

1

42

321 Sdnnn

XXin

Ck

n

i

: Koefisien kurtosis

Syarat pemilihan distribusi frekuensi disajikan di Tabel 4-3.

Tabel 4-3 Syarat Pemilihan Distribusi

N

o

Distribusi Syarat Keterangan

1

2

3

Normal

Log Normal

Gumbel Type I

Cs ≈ 0

Cs/Cv ≈ 3

Cs ≈ 1.1396

Ck ≈ 5.4002

Jika analisis ekstrim tidak ada

yang memenuhi syarat

tersebut, maka digunakan

sebaran Log Pearson Type III

Sumber : Sri Harto, 1993

Page 58: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

55

4.1.5 Metode E.J Gumbel Type I

Gumbel menggunakan teori harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret

harga-harga ekstrim X1, X2, X3,…Xn, dimana sampel-samplenya sama besar dan

X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka probabilitas komulatifnya P

dengan sembarang harga diantara n buah harga Xn akan lebih kecil dari harga X

tertentu dengan kala ulang Tr, mendekati

)

)(bXaeeXP

Kala ulang adalah merupakan harga rata-rata banyaknya tahun dimana suatu variate

dilampaui atau disamai oleh suatu harga sebanyak satu kali. Kala ulang dapat

dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

XP

XTr

1

1)(

Persamaan untuk Reduced Variate YT adalah:

XTr

XTrYT

1lnln

Secara umum frekuensi analisis dapat dinyatakan dengan persamaan:

KSdXX T .

dengan :

TX : besaran dengan kala ulang tertentu

X : besaran rata-rata

Sd : standar deviasi

K : faktor frekuensi dari Gumbel

YnYtSn

SxXX t

YnSn

Sxxb

Sn

Sx

a

1

Persamaan diatas menjadi :

Yta

1bXT

YT = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T

= - Ln (-Ln (T - 1) / T) tabel IV - 2.

Page 59: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

56

Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n

Sn = Reduced Standard deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n

Table 4-4 Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu Balik

YT = -ln [-ln{(Tr-1)/Tr}]

Tr (tahun) Reduced

Variate Tr (tahun)

Reduced

Variate

2

5

10

50

0,36651

1,4999

2,2504

3,90194

100

200

500

1000

4,6001

5,2958

6,2136

6,9072

Tabel 4-5 Hubungan Reduced Mean Sn Dengan Besarnya Sample n

n Sn n Sn n Sn n Sn

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

0.9496

0.9676

0.9833

0.9971

1.0095

1.0206

1.0316

1.0411

1.0493

1.0565

1.0628

1.0696

1.0754

1.0811

1.0864

1.0915

1.0961

1.1044

1.1047

1.1086

1.1124

1.1159

1.1193

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

1.1226

1.1255

1.1285

1.1313

1.1339

1.1363

1.1388

1.1413

1.1436

1.1458

1.1480

1.1499

1.1519

1.1538

1.1557

1.1574

1.1590

1.1607

1.1623

1.1638

1.1658

1.1667

1.1681

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

1.1696

1.1708

1.1721

1.1734

1.1747

1.1759

1.1770

1.1782

1.1793

1.1803

1.1814

1.1824

1.1834

1.1844

1.1854

1.1863

1.1873

1.1881

1.1890

1.1898

1.1906

1.1915

1.1923

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

1.1930

1.1938

1.1945

1.1953

1.1959

1.1967

1.1973

1.1980

1.1978

1.1994

1.2001

1.2007

1.2013

1.2020

1.2026

1.2032

1.2038

1.2044

1.2049

1.2055

1.2060

1.2065

Sumber:J. Nemec / Engineering Hydrology

4.1.6 Metode Log Pearson Type III

Page 60: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

57

Metode dalam distribusi Log Pearon Type III dengan mengkonversikan rangkaian

datanya menjadi bentuk logaritmis.

Nilai rerata:

n

ni n

logXLogX

Atau dengan cara :

log x =

1n

nlogxlogx22

Cs =

33232

σlogx2n1nn

logx2logx3nlogxn

Standard Deviasi:

log x = 2

1

1

2

1

loglog

n

i n

XX

Koefisien asimetri :

Cs =

3

n

1i

3

σlogx2n1n

XloglogXn

Nilai X bagi setiap tingkat probabilitas dihitung dari persamaan:

Log Xt = log x + k log x

Faktor frekuensi K, diperoleh dari tabel untuk setiap Cs positif atau negatif seperti

pada Tabel 4-6 dan 4-7

Page 61: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

58

Tabel 4-6 Faktor frekuensi K Untuk Distribusi Log Pearson Type III

Koefisien Asimentri Cs Positif

Return Periode in Year

Skew 2 5 10 25 50 100 200 1000

coeffisient Exceedence probability

Cs or Cw 0,50 0,20 0,10 0,04 0,02 0,01 0,005 0,001

3,0

2,9

2,8

2,7

2,6

2,5

2,4

2,3

2,2

2,1

2,0

1,9

1,8

1,7

1,6

1,5

1,4

1,3

1,2

1,1

1,0

0,9

0,8

0,7

0,6

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0

-0,396

-0,390

-0,384

-0,376

-0,368

-0,360

-0,351

-0,341

-0,330

-0,319

-0,307

-0,294

-0,282

-0,268

-0,254

-0,240

-0,225

-0,210

-0,195

-0,180

-0,164

-0,148

-0,132

-0,116

-0,099

-0,083

-0,066

-0,050

-0,033

-0,017

-0,000

0,420

0,440

0,460

0,479

0,499

0,518

0,537

0,555

0,574

0,592

0,609

0,627

0,643

0,660

0,675

0,690

0,705

0,719

0,732

0,745

0,758

0,769

0,780

0,790

0,800

0,808

0,816

0,824

0,830

0,836

0,842

1,180

1,195

1,210

1,224

1,238

1,250

1,262

1,274

1,284

1,294

1,302

1,310

1,318

1,324

1,329

1,333

1,337

1,339

1,340

1,341

1,340

1,339

1,336

1,333

1,328

1,323

1,317

1,309

1,301

1,292

1,282

2,278

2,277

2,275

2,272

2,267

2,262

2,256

2,248

2,240

2,230

2,219

2,207

2,193

2,179

2,163

2,146

2,128

2,108

2,087

2,066

2,034

2,018

1,993

1,967

1,939

1,910

1,800

1,849

1,818

1,785

1,751

3,152

3,134

3,114

3,093

3,071

3,048

3,023

2,997

2,970

2,942

2,912

2,881

2,484

2,815

2,780

2,743

2,706

2,666

2,626

2,585

2,542

2,498

2,453

2,407

2,359

2,311

2,261

2,211

2,159

2,107

2,054

4,051

4,013

3,973

3,932

3,889

3,845

3,800

3,753

3,705

3,656

3,605

3,553

3,499

3,444

3,388

3,330

3,271

3,211

3,149

3,087

3,022

2,957

2,891

2,824

2,755

2,686

2,615

2,544

2,472

2,400

2,326

4,970

4,909

4,847

4,783

4,718

4,652

4,584

4,515

4,444

4,372

4,298

4,223

4,147

4,069

3,990

3,910

3,828

3,745

3,661

3,575

3,489

3,401

3,312

3,223

3,123

3,041

2,949

2,856

2,763

2,670

2,576

7,150

7,030

6,920

6,790

6,670

6,550

6,420

6,300

6,170

6,040

5,910

5,780

5,640

5,510

5,370

5,230

5,100

4,960

4,810

4,670

4,530

4,390

4,240

4,100

3,960

3,810

3,670

3,520

3,380

3,230

3,090

Sumber: Chow, Applied Hydrology:392

Tabel 4-7 Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Pearson Type III

Koefisien Asimentri Cs Negatif

Return Periode in Year

Skew 2 5 10 25 50 100 200 1000

coeffisient Exceedence probability

Page 62: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

59

Cs or Cw 0,50 0,20 0,10 0,04 0,02 0,01 0,005 0,001

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

-0,5

-0,6

-0,7

-0,8

-0,9

-1,0

-1,1

-1,2

-1,3

-1,4

-1,5

-1,6

-1,7

-1,8

-1,9

-2,0

-2,1

-2,2

-2,3

-2,4

-2,5

-2,6

-2,7

-2,8

-2,9

-3,0

0,000

0,017

0,033

0,050

0,066

0,083

0,099

0,116

0,132

0,148

0,164

0,180

0,195

0,210

0,225

0,240

0,254

0,268

0,282

0,294

0,307

0,319

0,330

0,341

0,351

0,360

0,368

0,376

0,384

0,390

0,396

0,842

0,846

0,850

0,853

0,855

0,856

0,857

0,857

0,856

0,854

0,852

0,848

0,844

0,838

0,832

0,825

0,817

0,808

0,799

0,788

0,777

0,765

0,752

0,739

0,725

0,711

0,696

0,681

0,666

0,651

0,636

1,282

1,270

1,258

1,245

1,231

1,216

1,200

1,183

1,166

1,147

1,128

1,107

1,086

1,064

1,041

1,018

0,994

0,970

0,945

0,920

0,895

0,869

0,844

0,819

0,795

0,771

0,747

0,724

0,702

0,681

0,666

1,751

1,716

1,680

1,643

1,606

1,567

1,528

1,488

1,448

1,407

1,366

1,324

1,282

1,240

1,198

1,157

1,116

1,075

1,035

0,996

0,959

0,923

0,880

0,855

0,823

0,793

0,764

0,738

0,712

0,683

0,666

2,054

2,000

1,945

1,890

1,834

1,777

1,720

1,663

1,606

1,549

1,492

1,435

1,379

1,324

1,270

1,217

1,166

1,116

1,069

1,023

0,980

0,939

0,900

0,864

0,830

0,798

0,768

0,740

0,714

0,639

0,666

2,326

2,252

2,178

2,104

2,029

1,955

1,880

1,806

1,733

1,660

1,588

1,518

1,449

1,383

1,318

1,256

1,197

1,140

1,087

1,037

0,990

0,946

0,905

0,867

0,832

0,799

0,769

0,740

0,714

0,690

0,670

2,576

2,482

2,388

2,294

2,201

2,108

2,016

1,926

1,837

1,749

1,664

1,581

1,501

1,424

1,351

1,282

1,216

1,155

1,097

1,044

0,995

0,949

0,907

0,869

0,833

0,800

0,769

0,741

0,714

0,90

0,670

3,090

2,950

2,810

2,670

2,530

2,400

2,270

2,140

2,020

1,900

1,790

1,168

1,580

1,480

1,390

1,310

1,240

1,170

1,110

1,050

1,000

0,950

0,910

0,870

0,833

0,800

0,770

0,740

0,714

0,690

0,670

Sumber: Chow, Applied Hydrology:392

4.1.7 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

a. Metode Smirnov Kolmogorov

Pemeriksaan uji ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa

distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui beberapa hal :

1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan

atau yang diperoleh secara teoritis.

2. Kebenaran hipotesa (diterima / ditolak).

Hipotesa suatu rancangan awal adalah merupakan perumusan sementara mengenai

sesuatu hal yang dibuat dan untuk menjelaskan hal itu diperlukan adanya

Page 63: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

60

penyelidikan. Untuk mengadakan pemeriksaan uji tersebut terlebih dahulu harus

diadakan plotting data dari hasil pengamatan di kertas probabilitas dan garis durasi

yang sesuai.

Plotting data pengamatan dan garis durasi pada kertas probabilitas tersebut

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun dari besar ke

kecil

2. Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull sebagai berikut :

P = ( m / (1 + n )) x 100 %

dengan

P = Probabilitas

m = Nomor urut data dari seri yang telah disusun

n = Besarnya data

3. Plot data hujan Xi dan Probabilitas

4. Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai

Nilai Delta kritis untuk uji smirnov dapat dilihat pada Tabel 4-8.

Tabel. 4 - 8 Nilai Delta Kritis Untuk Uji Smirnov - Kolmogorov

n

0.2 0.1 0.05 0.01

5 0.45 0.51 0.56 0.67

10 0.32 0.37 0.41 0.67

15 0.27 0.30 0.34 0.40

20 0.23 0.26 0.29 0.36

25 0.21 0.24 0.27 0.32

30 0.19 0.22 0.24 0.29

35 0.18 0.20 0.23 0.27

40 0.17 0.19 0.21 0.25

45 0.16 0.18 0.20 0.24

50 0.15 0.17 0.19 0.23

n > 50

n

22,1

n

36,1

n

63,1

Sumber : Sumber : M.M.A. Shahin, Statistik, Statistical Analysis in

Hydrology

n

07,1

Page 64: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

61

b. Chi Square

Dari distribusi (sebaran) Kai - Kuadrat, dengan penjabaran seperlunya, dapat

diturunkan

X2 = (Ef - Of)2 / Ef

dengan

X2 = Harga Chi Square

Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan

pembagian kelasnya

Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

Nilai X2 yang terdapat ini harus lebih dari harga X2 cr (Kai - Kuadrat Kritis) pada

Tabel 4 - 9, untuk suatu derajat nyata tertentu (level of significance), yang sering

diambil sebesar 5 %.

Tabel. 4 -9 Harga Chi-Square untuk Chi-Square Test

Degrees of

Freedom

Probability of a

deviation greater than

x2

0,20 0,10 0,05 0,01 0,001

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

1,642

3,219

4,642

5,989

7,289

6,558

9,803

11,030

12,242

13,442

14,631

15,812

16,985

18,151

19,311

20,465

21,615

2,706

4,605

6,251

7,779

9,236

10,645

12,017

13,362

14,684

15,987

17,275

18,549

19,812

21,064

22,307

23,524

24,769

3,841

5,991

7,815

9,488

11,070

12,592

14,067

15,507

16,919

18,307

19,675

21,062

22,362

23,685

24,996

26,296

27,587

6,635

9,210

11,345

13,277

15,086

16,812

18,475

20,090

21,666

23,206

24,725

26,217

27,688

29,141

30,578

32,000

33,409

10,827

13,815

16,268

18465

20,517

22,457

24,322

26,125

27,877

29,588

31,264

32,909

34,528

36,123

37,967

39,252

40,790

Page 65: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

62

18

19

20

22,760

23,900

25,038

25,989

27,204

28,412

28,869

30,144

31,410

34,805

36,191

37,566

42,312

43,820

43,315

4.1.8 Intensitas Hujan

Intensitas curah hujan rencana atau probabilitas intensitas hujan maksimum yang

terjadi pada periode ulang tertentu dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe

yaitu:

3

2

24 24

24

cT

RI

dengan :

I = intensitas hujan (mm/jam)

R = curah hujan maksimum yang terjadi selama 24 jam (mm)

Tc = waktu konsentrasi (time of consentration)

Sedangkan untuk mendapatkan persamaan lengkung IDF dipakai cara kwadrat

terkecil ( least Square ) dari 3 (tiga) jenis metode yang umum dipakai yaitu :

a. Jenis I : Prof. Talbot

bt

aI

b. Jenis II : Sherman

nt

aI

c. Jenis III : Dr. Ishiguro

bt

aI

Dari ketiga persamaan tersebut didapatkan lengkung kurva intensitas hujan (kurva

IDF) aadalah seperti berikut (gambar 5.2 dan gambar 5.3), dan hasil selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran analisa hidrologi.

Page 66: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

63

4.2 Analisis Debit Rencana

Perhitungan Debit Rencana menggunakan rumus Rasional adalah sebagai berikut :

AICQ ...278,0

dengan :

Q = debit rencana (m3/detik)

C = koefisien pengaliran/limpasan

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah pengaliran/area (km2)

Berdasarkan alternatif jaringan drainase terpilih dilakukan perhitungan debit banjir

rencana. Untuk saluran sekunder digunakan intensitas hujan dengan periode ulang 5

tahun, sedangkan untuk saluran tersier menggunakan periode ulang 2 tahun.

Perhitungan kapasitas saluran tersebut dilakukan dengan memperhatikan koefisien

kekasaran manning, bentuk penampang saluran, prinsip-prinsip saluran terbuka

yang didasarkan pada skema sistem jaringan.

Parameter yang menentukan dalam perhitungan debit adalah sebagai berikut ;

Page 67: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

64

i. Daerah Pengaliran

Daerah pengaliran merupakan daerah cakupan hujan yang terjadi didalam daerah

pengaliran. Penentuan daerah pengaliran sangat tergantung dari kontur permukaan.

ii. Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi persatuan waktu, dimana

air tersebut terkosentrasi.

iii. Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah suatu variable yang didasarkan pada kondisi daerah

pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.

Tabel 4-10 Koefisien Pengaliran

Character of surface Return Period (years)

2 5 10 25 50 100 500

Developed

Asphaltic

Concrete/roof

Grass areas (lawns,parks,etc)

Poor Condition (grass cover less

than 50 % of area)

Flat, 0-2%

Average, 2 – 7%

Step,over 7%

Fair condition (grass cover on 50

% to 70 % of the area)

Flat, 0-2%

Average, 2 – 7%

Step,over 7%

Good condition (grass cover larger

than 75 % of the area)

Flat, 0-2%

Average, 2 – 7%

Step,over 7%

Undeveloped

Cultivated Land

Flat, 0-2%

Average, 2 – 7%

Step,over 7%

Pasture/Range

Flat, 0-2%

Average, 2 – 7%

Step,over 7%

0.73

0.75

0.32

0.37

0.40

0.25

0.33

0.37

0.21

0.29

0.34

0.31

0.35

0.39

0.25

0.33

0.37

0.77

0.80

0.34

0.40

0.43

0.28

0.36

0.40

0.23

0.32

0.37

0.34

0.38

0.42

0.28

0.36

0.40

0.81

0.83

0.37

0.43

0.45

0.30

0.38

0.42

0.25

0.35

0.40

0.36

0.41

0.44

0.30

0.38

0.42

0.86

0.88

0.40

0.46

0.49

0.34

0.42

0.46

0.29

0.39

0.44

0.40

0.44

0.48

0.34

0.42

0.46

0.90

0.92

0.44

0.49

0.52

0.37

0.45

0.49

0.32

0.42

0.47

0.43

0.48

0.51

0.37

0.45

0.49

0.95

0.97

0.47

0.53

0.55

0.41

0.49

0.53

0.36

0.46

0.51

0.47

0.51

0.54

0.41

0.51

0.54

1.00

1.00

0.58

0.61

0.60

0.49

0.56

0.58

0.49

0.56

0.58

0.57

0.60

0.61

0.53

0.58

0.60

Page 68: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

65

Forest/Woodland

Flat, 0-2%

Average, 2 – 7%

Step,over 7%

0.22

0.31

0.35

0.25

0.34

0.39

0.28

0.36

0.41

0.31

0.40

0.45

0.35

0.43

0.48

0.39

0.47

0.52

0.48

0.56

0.58

Sumber : Applied Hidrology (Ven Te Chow, 1988)

4.2.1 Analisis Koefisien Run-Off

Koefisien pengaliran dari suatu bidang tanah/suatu daerah tergantung dari: Tata

guna tanah, kepadatan penduduk,struktur geologi tanah

Besar koefisien pengaliran rata-rata dari suatu wilayah dapat dihitung sebagai

berikut:

i

ii

AAA

ACACAC

..............

.........

21

2211

Keterangan :

C = koefisien pengaliran

A = luas wilayah pengaliran

Sedangkan penentuan koefisien Run-Off campuran untuk kawasan dapat dengan

menggunakan persamaan :

)1( 00 CNCCn

Dimana :

Cn = Koef. Run off saat ini

C0 = Koef. Run off awal; untuk daerah studi diambil = 0,05

N = Prosentase lahan yang tidak tertutup bangunan

4.2.2 Distribusi Hujan

Perhitungan distribusi/sebaran hujan jam-jaman digunakan metode dari

Mononobe dengan persamaan sebagai berikut:

3

2

24

T

t

T

RRt

dengan :

Page 69: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

66

Rt = intensitas hujan hujan rata-rata dalam t jam

(mm/jam)

R24 = curah hujan efektif dalam 1 hari

t = waktu konsentrasi (jam)

T = waktu mulai hujan (jam)

4.2.3 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah

pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.

Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah :

1. Keadaan hujan

2. Luas dan bentuk daerah aliran

3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai

4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah

5. Kebasahan tanah

6. Suhu udara dan angin serta evaporasi dan

7. Tata guna tanah

Koefisien pengaliran yang disajikan pada tabel berikut, didasarkan dengan suatu

pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor - faktor

fisik.

Tabel 4-11 Angka Koefisien Pengaliran

KONDISI DAS

KOEFISIEN

PENGALIRAN

(C)

Pegunungan Curam 0,75 – 0,90

Pegunungan Tersier 0,70 – 0,80

Tanah berelief berat dan berhutan kayu 0,50 – 0,75

Dataran pertanian 0,45 – 0,60

Dataran sawah irigasi 0,70 – 0,80

Sungai di pegunungan 0,75 – 0,85

Sungai di dataran rendah 0,45 – 0,75

Sungai besar yang sebagian alirannya berada di

dataran rendah 0,50 – 0,75

Page 70: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

67

Kemudian Dr. Kawakami menyusun sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk

sungai-sungai tertentu koefisien itu tidak tetap, tetapi berbeda-beda tergantung curah

hujan.

f = 1 - R’ / Rt = 1 – f 1

dengan :

f = koefisien pengaliran

f1 = laju kehilangan = t / Rs

Rt = jumlah curah hujan (mm)

R’ = kehilangan curah hujan

t, s = tetapan

Berdasarkan jabaran rumus tersebut diatas, maka tetapan nilai koefisien pengaliran,

seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4 - 12 Distribusi Curah Hujan Jam-Jaman

No. Daerah Kondisi Sungai Curah Hujan Rumus Koef.

Pengaliran

Hulu f = 1 - 15.7/Rt 3/4

2 Tengah Sungai biasa f = 1 - 5.65/ Rt 3/4

3 Tengah Sungai di Zone Lava Rt 200 mm f = 1 - 7.2/ Rt 3/4

4 Tengah Rt 200 mm f = 1 - 3.14/ Rt 3/4

5 Hilir f = 1 - 6.6/ Rt 3/4

4.2.4 Hujan Netto

Hujan netto adalah hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run -

off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan (surface run - off) dan

interflow (air yang masuk kedalam lapisan tipis dibawah permukaan tanah dengan

permeabilitas rendah, yang keluar lagi ditempat yang lebih rendah dan berubah

menjadi limpasan permukaan).

Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung

mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat

dinyatakan sebagai berikut :

Page 71: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

68

Rn = C x R

dengan

Rn = Hujan netto

C = Koefisien limpasan

R = Intensitas curah hujan

4.2.5 Hidrograf Satuan Nakayasu

Penggunaan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, diperlukan beberapa

karakteristik parameter daerah alirannya, seperti :

1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak

magnitute).

2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time log).

3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph).

4. Luas daerah aliran.

5. Panjang aluran sungai utama terpanjang (length of the longest channel) dan

6. Koefisien pengaliran.

Persamaan umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut

(Soemarto, 1987), dan dikoreksi untuk nilai waktu puncak banjir dikalikan 0,75 dan

debit puncak banjir dikalikan 1,2 untuk penyesuaian dengan kondisi di Indonesia.

Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah :

Qp = 3,0p T0,3T3,6

RoA1,2

dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m3 / det)

Ro = Hujan satuan (mm)

TP = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai

menjadi 30 % dari debit puncak

Untuk menentukan Tp dan T0,3, digunakan pendekatan rumus, sebagai berikut :

Page 72: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

69

Tp = Tg + 0,8 Tr

T0,3 = x Tg

→ Untuk daerah pengaliran biasa α = 2

→ Untuk hidrograf dengan lengkung naik lambat dan lengkung turun cepat α = 1.5

Untuk hidrograf naik cepat dan turun lambat α = 3

Tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam).

Tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

- Sungai dengan panjang lebih dari 15 km, maka

Tg = 0,40 + 0,058 L

- Sungai dengan panjang kurang dari 15 km, maka

Tg = 0,21 L 0,70

a = Parameter hidrograf

tr = Satuan waktu hujan (1 jam)

Persamaan satuan hidrograf adalah :

- Pada waktu naik

0 t Tp

Qt =

2,4

PT

tQmaks

- Pada kurva turun :

0 t (Tp + T0,3)

Qt =

3,03,0T

Tt

p

p

Q

(Tp + T0,3 (Tp + T0,3 + T0,32)

Qt =

3,0

3,0

5,13,0

T

TTt

p

p

Q

Page 73: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

70

t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)

Qt =

t

pQ 3,0

Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, oleh karena itu dalam penerapannya

terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan pemilihan parameter yang sesuai

dengan Tp, dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf yang

mendekati dengan hidrograf banjir yang diamati.

Hydrograph banjir dengan berbagai periode ulang untuk saluran pembuangan utama

Tukad Dasong dan saluran primer pada system drainase kawasan Pancasari dapat

dilihat pada table dan gambar berikut ini.

Tabel 4-14. Hydrograph banjir Tukad Dasong dengan berbagai periode Ulang.

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 13.55 55.40 67.42 77.53 83.14 94.98 107.19

3 2.00 12.45 50.91 61.96 71.25 76.40 87.29 98.51

4 3.00 8.59 35.13 42.76 49.17 52.72 60.24 67.98

5 4.00 4.17 17.03 20.73 23.84 25.56 29.20 32.95

6 5.00 2.35 9.60 11.69 13.44 14.41 16.47 18.58

7 6.00 1.42 5.81 7.07 8.13 8.71 9.96 11.24

8 7.00 0.89 3.65 4.45 5.11 5.48 6.27 7.07

9 8.00 0.56 2.31 2.81 3.23 3.47 3.96 4.47

10 9.00 0.36 1.46 1.78 2.04 2.19 2.50 2.82

11 10.00 0.23 0.92 1.12 1.29 1.38 1.58 1.78

12 11.00 0.14 0.58 0.71 0.82 0.87 1.00 1.13

13 12.00 0.09 0.37 0.45 0.52 0.55 0.63 0.71

14 13.00 0.06 0.23 0.28 0.33 0.35 0.40 0.45

15 14.00 0.04 0.15 0.18 0.21 0.22 0.25 0.28

16 15.00 0.02 0.09 0.11 0.13 0.14 0.16 0.18

17 16.00 0.01 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 0.11

18 17.00 0.01 0.04 0.05 0.05 0.06 0.06 0.07

19 18.00 0.01 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05

20 19.00 0.00 0.01 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03

21 20.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02

22 21.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Q10 Q20 Q25 Q50 Q100T Q2 Q5

Periode Ulang

Page 74: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

71

Page 75: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

72

Tabel 4-15. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 2) dengan berbagai periode Ulang

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 8.66 35.42 43.10 49.57 53.15 60.73 68.53

3 2.00 8.15 33.30 40.53 46.60 49.98 57.10 64.44

4 3.00 5.69 23.24 28.29 32.53 34.88 39.85 44.97

5 4.00 2.84 11.62 14.13 16.25 17.43 19.91 22.47

6 5.00 1.62 6.61 8.05 9.25 9.92 11.33 12.79

7 6.00 0.99 4.06 4.95 5.69 6.10 6.97 7.87

8 7.00 0.64 2.60 3.17 3.64 3.91 4.47 5.04

9 8.00 0.41 1.69 2.06 2.36 2.54 2.90 3.27

10 9.00 0.27 1.10 1.33 1.53 1.64 1.88 2.12

11 10.00 0.17 0.71 0.86 0.99 1.07 1.22 1.37

12 11.00 0.11 0.46 0.56 0.64 0.69 0.79 0.89

13 12.00 0.07 0.30 0.36 0.42 0.45 0.51 0.58

14 13.00 0.05 0.19 0.24 0.27 0.29 0.33 0.38

15 14.00 0.03 0.13 0.15 0.18 0.19 0.22 0.24

16 15.00 0.02 0.08 0.10 0.11 0.12 0.14 0.16

17 16.00 0.01 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10

18 17.00 0.01 0.03 0.04 0.05 0.05 0.06 0.07

19 18.00 0.01 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04

20 19.00 0.00 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03

21 20.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02

22 21.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Q10 Q20 Q25 Q50 Q100T Q2 Q5

Periode Ulang

Page 76: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

73

Page 77: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

74

Tabel 4-16. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 3) dengan berbagai periode Ulang

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 7.43 30.36 36.95 42.48 45.56 52.05 58.74

3 2.00 6.54 26.75 32.55 37.43 40.14 45.86 51.76

4 3.00 4.34 17.73 21.57 24.81 26.60 30.39 34.30

5 4.00 1.97 8.04 9.79 11.25 12.07 13.79 15.56

6 5.00 1.06 4.32 5.25 6.04 6.48 7.40 8.35

7 6.00 0.60 2.46 2.99 3.44 3.69 4.22 4.76

8 7.00 0.35 1.43 1.75 2.01 2.15 2.46 2.78

9 8.00 0.20 0.84 1.02 1.17 1.26 1.43 1.62

10 9.00 0.12 0.49 0.59 0.68 0.73 0.84 0.94

11 10.00 0.07 0.28 0.35 0.40 0.43 0.49 0.55

12 11.00 0.04 0.17 0.20 0.23 0.25 0.28 0.32

13 12.00 0.02 0.10 0.12 0.14 0.15 0.17 0.19

14 13.00 0.01 0.06 0.07 0.08 0.08 0.10 0.11

15 14.00 0.01 0.03 0.04 0.05 0.05 0.06 0.06

16 15.00 0.00 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04

17 16.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02

18 17.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01

20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Periode Ulang

T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100

Page 78: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

75

Page 79: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

76

Tabel 4-17. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 4) dengan berbagai periode Ulang

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 4.56 18.65 22.70 26.10 27.99 31.98 36.09

3 2.00 3.93 16.08 19.56 22.50 24.12 27.56 31.10

4 3.00 2.50 10.21 12.42 14.28 15.32 17.50 19.75

5 4.00 1.06 4.34 5.28 6.07 6.51 7.44 8.39

6 5.00 0.53 2.18 2.66 3.05 3.27 3.74 4.22

7 6.00 0.29 1.17 1.42 1.64 1.76 2.01 2.26

8 7.00 0.15 0.63 0.76 0.88 0.94 1.08 1.22

9 8.00 0.08 0.34 0.41 0.47 0.51 0.58 0.65

10 9.00 0.04 0.18 0.22 0.25 0.27 0.31 0.35

11 10.00 0.02 0.10 0.12 0.14 0.15 0.17 0.19

12 11.00 0.01 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10

13 12.00 0.01 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.05

14 13.00 0.00 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03

15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02

16 15.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Periode Ulang

T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100

Page 80: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

77

Page 81: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

78

Tabel 4-18. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 4) dengan berbagai periode Ulang

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 4.56 18.65 22.70 26.10 27.99 31.98 36.09

3 2.00 3.93 16.08 19.56 22.50 24.12 27.56 31.10

4 3.00 2.50 10.21 12.42 14.28 15.32 17.50 19.75

5 4.00 1.06 4.34 5.28 6.07 6.51 7.44 8.39

6 5.00 0.53 2.18 2.66 3.05 3.27 3.74 4.22

7 6.00 0.29 1.17 1.42 1.64 1.76 2.01 2.26

8 7.00 0.15 0.63 0.76 0.88 0.94 1.08 1.22

9 8.00 0.08 0.34 0.41 0.47 0.51 0.58 0.65

10 9.00 0.04 0.18 0.22 0.25 0.27 0.31 0.35

11 10.00 0.02 0.10 0.12 0.14 0.15 0.17 0.19

12 11.00 0.01 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10

13 12.00 0.01 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.05

14 13.00 0.00 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03

15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02

16 15.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Periode Ulang

T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100

Page 82: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

79

Page 83: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

80

Tabel 4-19. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 5) dengan berbagai periode Ulang

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 4.88 19.95 24.28 27.92 29.93 34.20 38.60

3 2.00 4.22 17.26 21.00 24.15 25.89 29.58 33.39

4 3.00 2.70 11.03 13.43 15.44 16.56 18.91 21.35

5 4.00 1.16 4.74 5.77 6.64 7.12 8.13 9.17

6 5.00 0.59 2.41 2.94 3.38 3.62 4.14 4.67

7 6.00 0.32 1.31 1.59 1.83 1.96 2.24 2.53

8 7.00 0.17 0.71 0.87 1.00 1.07 1.22 1.38

9 8.00 0.09 0.39 0.47 0.54 0.58 0.66 0.75

10 9.00 0.05 0.21 0.26 0.30 0.32 0.36 0.41

11 10.00 0.03 0.12 0.14 0.16 0.17 0.20 0.22

12 11.00 0.02 0.06 0.08 0.09 0.09 0.11 0.12

13 12.00 0.01 0.03 0.04 0.05 0.05 0.06 0.07

14 13.00 0.00 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04

15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02

16 15.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01

18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Periode Ulang

T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100

Page 84: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

81

Page 85: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

82

Tabel 4-20. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 6) dengan berbagai periode Ulang

Waktu

No

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 1.00 5.22 21.33 25.95 29.85 32.00 36.56 41.26

3 2.00 4.45 18.19 22.14 25.46 27.30 31.19 35.20

4 3.00 2.79 11.42 13.90 15.98 17.14 19.58 22.10

5 4.00 1.15 4.71 5.73 6.59 7.07 8.08 9.12

6 5.00 0.56 2.30 2.79 3.21 3.44 3.93 4.44

7 6.00 0.29 1.19 1.44 1.66 1.78 2.03 2.29

8 7.00 0.15 0.61 0.75 0.86 0.92 1.05 1.19

9 8.00 0.08 0.32 0.39 0.44 0.48 0.54 0.61

10 9.00 0.04 0.16 0.20 0.23 0.25 0.28 0.32

11 10.00 0.02 0.08 0.10 0.12 0.13 0.14 0.16

12 11.00 0.01 0.04 0.05 0.06 0.07 0.07 0.08

13 12.00 0.01 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04

14 13.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02

15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

16 15.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01

17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Q10 Q20 Q25 Q50 Q100T Q2 Q5

Periode Ulang

Page 86: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

83

Page 87: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

84

BAB V

RENCANA SISTEM DRAINASE

5.1. Pembagian Sistem Drainase

Beberapa sungai yang terdapat di wilayah studi sangat membantu dalam pengaliran

air dari beberapa sub daerah tangkapan air dalam 1 (satu) sistem pembuangan utama

drainase. Pembuangan saluran drainase pada sub sistem (primer,sekunder) menuju

sungai atau langsung ke laut. Dalam wilayah perencanaan perlu dibuat pembagian

sistem drainase yang berdasarkan pola aliran airnya.

Maksud dari direncanakannya pembagian sistem drainase adalah sebagai berikut :

- Dengan pembagian sistem drainase wilayah perencanaan terdapat pola aliran yang

jelas antara pembuangan utama, pembuangan sekunder dan pembuangan tersier.

- Pola aliran yang terdapat dalam sistem dan subsistem dapat menjawab persoalan-

persoalan banjir pada saat ini dan dimasa-masa yang akan datang.

- Mempermudah dalam menentukan besaran-besaran dalam sistem dan subsistem

seperti : luas daerah tangkapan, dimensi saluran sekunder.

5.2. Kriteria Perencanaan

Kriteria dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam membuat Perencanaan Rencana

Induk Sistem Drainase adalah sebagai berikut :

- Setiap sistem drainase didasarkan atas daerah aliran (watershed) yang tercakup

dalam sistem drainase.

- Frekuensi banjir untuk pembuangan utama adalah sekali dalam 25 tahun (Q 25 ) atau

dengan probabilitas kejadian 4 % setiap tahun.

- Frekuensi banjir saluran untuk pembuangan primer adalah sekali dalam 10 tahun

sekali atau dengan probobalias 10 % setiap tahun

- Frekuensi banjir saluran untuk pembuang sekunder adalah sekali dalam 5 tahun (Q

5 ) atau dengan probabilitas kejadian 20 % setiap tahun.

- Bentuk penampung saluran untuk pembuang utama adalah trapesium sedangkan

untuk pembuang sekunder adalah trapesium, empat persegi atau kombinasi segi

empat dengan segitiga atau setengah lingkaran.

Page 88: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

85

5.3. Rencana Sistem Drainase

Pembagian sistem dalam wilayah studi sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah antara

lain :

a. Topografi

Kondisi topografi sangat penting dalam penentuan pembagian sistem drainase dan

dari peta topografi dapat ditentukan dengan jelas batas daerah pelayanan pada masing

– masing sistem drainase.

b. Pola Aliran

Pola aliran sistem drainase secara alamiah mengikuti kemiringan topografi.

c. Kondisi Drainase Eksisting

Kondisi saluran pembuangan utama eksisting sangat diperlukan dalam perencanaan

untuk mengetahui apakah cukup mampu mengalirkan debit banjir rencana.

Kondisi saluran drainase eksisting yang dimaksud, antara lain ;

- Ukuran / dimensi penampang sungai utama.

- Perkembangan daerah pemukiman di sekitar daerah aliran sungai.

- Pemukiman di sekitar daerah aliran sungai perlu diperhatikan mengenai sepadan

sungai, sehingga fungsi sungai tetap bisa dipertahankan.

- Dasar sungai apakah terjadi pendangkalan, erosi, atau masih alami.

Saluran Pembuangan Utama

Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama / primer adalah sungai / tukad

yang ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi untuk menampung dan

mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta limpasan permukaan yang ada

pada daerah tangkapan sungai tersebut. Sungai – sungai yang berfungsi sebagai

pembuangan utama yang ada di wilayah studi perlu untuk diketahui jumlahnya dan

dari masing – masing sungai utama akan terbentuk sistem drainase dan pola aliran

tertentu, dengan batas – batas yang jelas sesuai dengan topografi.

Saluran Pembuangan Primer

Fungsi dari saluran primer adalah untuk menampung air drainase sekunder serta

limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama ( sungai).

Page 89: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

86

Saluran Pembuangan Sekunder

Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier serta

limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama ( sungai ).

Saluran Pembuangan Tersier.

Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan maupun air

limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data mengenai kondisi saluran

tersier tidak begitu banyak diperlukan dalam perencanaan sistem pembuangan air

hujan. Banjir yang terjadi pada saluran tersier bersifat setempat, sedangkan banjir pada

saluran sekunder dan saluran pembuangan utama akan membawa dampak yang luas

bagi kehidupan masyarakat baik yang menyangkut social, ekonomi, maupun kesehatan.

Gambar 5.1 Sistem Drainase Perkotaan

1. Rencana Sistem Drainase Makro

Hampir semua aliran permukaan di Kawasan Pancasari menuju pembuangan akhir

Danau Buyan. Berdasarkan survei lapangan dan peta dasar Bakorstanal diinventarisasi

bahwa sebagai pembuang utama adalah Tukad/Sungai Dasong. Sungai/Tukad Dasong

berada pada bagian barat wilayah Desa Pancasari dengan kondisi daerah tangkapan

dengan vegetasi yang alami. Dibagian hulu dan tengah daerah tangkapan air (DAS)

dengan kemiringan yang relatif besar dan kondisi vegetasi tetap dilestarikan dan harus

ada upaya konservasi tanaman yang memberikan supply air baku dengan kualitas baik.

Page 90: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

87

Pada kawasan Pancasari juga terdapat saluran pembuang air hujan/pangkung juga

semua pembuangan akhir menuju Danau Buyan.

a. Saluran Pembuangan Utama

Saluran pembuangan utama yang terdapat pada kawasan Pancasari adalah

Sungai/Tukad Dasong. Daerah tangkapan air (DAS) Tukad/Sungai Dasong adalah

bagian barat wilayah Pancasari dengan kondisi vegetasi cukup bagus.

b. Saluran Primer

Sebagai saluran primer di kawasan Pancasari terdapat 7 (tujuh) pangkung yang

menampung air hujan dan pembuangan akhir menuju Danau Buyan. Saluran primer

yang dimaksud adalah 1 (satu) saluran primer yangt terdapat di tengah lapangan golf

Bali Handara, 2 (dua) saluran primer yang aliran keluar di dekat hotel Pancasari dan

dekat pasar banjar Peken. Sedangkan 4 (empat) saluran primer terdapat di sebelah

barat dusun Sari Tengah sampai perbatasan DAS Tukad Sadong.

Saluran primer yang menuju depan Hotel Pancasari saat ini sudah dibuatkan sodetan

sebelah barat jalan utama Denpasar – Singaraja dan pembuangan akhir menuju Danau

Buyan. Pembuatan sodetan ini bertujuan untuk memudahkan aliran air hujan menuju

pembuangan akhir. Permasalahan utama banjir pada tahun belakangan ini adalah

aliran lumpur sehingga pengaliran menjadi terganggu dan beban saluran menjadi

berat.

2. Rencana Sitem Drainase Mikro

Berdasarkan survei lapangan dan peta dasar Bakorstanal dilakukan penetapan saluran

pembuangan utama dan saluran primer. Kawasan studi Pancasari hanya terdapat satu

pembuangan utama yakni Tukad/Sungai Dasong dan beberapa pangkung kering yang

berfungsi sebagai saluran primer. Pembuangan akhir dari Tukad/Sungai Dasong dan

beberapa saluran primer mengarah ke Danau Buyan.

Besarnya aliran permukaan dan disertai dengan lumpur/erosi permukaan

menyebabkan fungsi saluran drainase agak terganggu dan kuantitas air baku Danau

Buyan menurun. Kondisi eksisting yang demikian menyebabkan penanganan drainase

kawasan Pancasari lebih ditonjolkan penanganan drainase dengan konsep ekologi dan

penanganan daerah tangkapan (DAS) secara vegetatif. Pemanfaatan lahan terutama

dengan kemiringan yang lebih dari 20o perlu dilakukan evaluasi terhadap pemanfaatan

Page 91: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

88

lahan yang sekarang yakni tanaman sayur, bunga. Lahan dengan kondisi kemiringan

lebih dari 200 harus dengan tanaman keras sehingga proses erosi lahan dapat

dihindarkan.

a. Saluran Sekunder

Saluran sekunder yang terdapat di kawasan Pancasari adalah sebagai berikut :

- Saluran sekunder jalan utama Denpasar – Singaraja menuju saluran primer depan hotel

Pancasari.

- Saluran sekunder jalan Kedangsong

- Saluran sekunder yang pembuangan menuju saluran primer dan saluran ini terdapat di

sebelah barat Dusun Peken.

b. Saluran Tersier

Saluran tersier yang terdapat pada kawasan Pancasari berupa saluran yang menerima

limpasan air hujan dari permukiman. Saluran tersier permukiman ini menuju saluran

sekunder terdekat. Penataan saluran tersier pada studi ini tidak banyak dibahas karena

tidak begitu besar memeberikan dampak terhadap bahaya banjir/genangan kawasan.

Page 92: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

89

Gambar 5.1 Saluran Pembuangan Drainase Eksisting Kawasan Pancasari (Peta Bakorstanal)

Page 93: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

90

Gambar 5. Sistem Drainase Saluran Pembuangan Drainase Eksisting Kawasan Pancasari (Peta Bakorstanal)

Page 94: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

91

5.4 Rencana Pola Aliran

1. Rencana Pola Aliran Saluran Drainase Makro

Pembagian sistem drainase didasarkan pada pertimbangan batas daerah tangkapan air

wilayah sungai. Dalam wilayah studi Pancasari pembagian sistem darianse didasarkan

pada luas daerah tangkapan dan potensi sumber air permukaan yang dialirkan. Adapun

rencana pola aliran saluran drainase makro terdiri dari :

a. Saluran Pembuangan Utama

Sebagai saluran pembuangan utama adalah sungai/tukad Dasong. Sungai/tukad

Dasong dengan daerah tangkapan yang mempunyai vegetasi yang cukup bagus.

Sungai/tukad Dasong terletak bagian barat wilayah Pancasari dan pembuangan akhir

menuju Danau Buyan.

b. Saluran Primer

Yang berfungsi sebagai saluran primer berupa pangkung kecil yang berjumlah 7

(tujuh) dan semua pembuangannya menuju danau Buyan. Adapun saluran primer yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

- 1 (satu) saluran primer yangt terdapat di tengah lapangan golf Bali Handara,

- 2 (dua) saluran primer yang aliran keluar di dekat hotel Pancasari dan dekat pasar

banjar Peken

- 4 (empat) saluran primer terdapat di sebelah barat dusun Sari Tengah sampai

perbatasan DAS Tukad Sadong.

2. Rencana Pola Aliran Saluran Drainase Mikro

Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan

sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang

berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi

sumber daya air yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih

banyak meresap kedalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan,

antara lain dengan membuat: bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan

lansekap dan sengkedan.

Terdapat beberapa permasalahan drainase yang perlu dikaji dalam tingkat mikro adalah

sebagai berikut :

Kondisi saluran drainase eksisting

Page 95: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

92

Fungsi saluran drainase eksisting perlu dikaji secara menyeluruh termasuk batasan

– batasan daerah pelayanan berdasarkan topografi permukaan dan pola aliran.

Saluran yang ada apakah berfungsi sebagai saluran drainase atau saluran pembawa

air irgasi. Saluran drainase berfungsi menampung air permukaan, kemudian

dialirkan pada sistem pembuangan drainase dan elevasi dasar saluran dibawah

elevasi permukaan batas pelayanan. Sedangkan saluran irigasi berada di punggung

sebagai pembawa air irgasi dan fungsi saluran ini bertentangan dengan saluran

drainase.

Dimensi Penampang

Dimensi penampang saluran drainase eksisting sangat diperlukan untuk

mengevaluasi kapasitas aliran apakah mampu mengalirkan debit banjir rencana

dengan periode ulang tertentu sesuai fungsi saluran. Disamping itu bentuk

penampang perlu dilakukan survey sebagai bahan pertimbangan didalam nantinya

merencanakan saluran. Pemilihan bentuk penampang erat kaitannya dengan

kemiringan topografi dan kemudahan dalam pengglontoran.

Topografi Permukaan

Kemiringan permukaan pada wilayah perencanaan sangat menentukan didalam

pemilihan bahan / konstruksi saluran. Kemiringan topografi yang cukup besar akan

semakin besar pula kecepatan aliran yang berpengaruh pada stabilitas dinding

dan dasar saluran. Kondisi geologi pada daerah perencanaan menentukan pula jenis

konstruksi yang akan diterapkan.

Tata Guna Lahan

Pemanfaatan lahan yang terdapat di wilayah perencanaan sangat menentukan

pengambilan nilai run off coefficients. Besarnya nilai koefisien run off merupakan

parameter yang sangat penting didalam menghitung debit banjir rencana.

Pengambilan koefisien run off yang terlalu besar menyebabkan hasil perhitungan

debit banjir yang over estimated, mengakibatkan konstruksi terlalu mahal.

Rencana pola aliran sistem pembuangan saluran sekunder menggunakan pendekatan

daerah tangkapan (DAS) pada suatu sistem pembuangan utama. Rencana pola aliran ini

Page 96: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

93

sangat penting didalam penentuan besaran sistem seperti ; luas daerah tangkapan,

dimensi saluran, dan panjang saluran. Pola aliran saluran sekunder yang direncanakan

sebagai antisipasi penanganan banjir saat ini maupun yang akan datang.

Page 97: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

94

Gambar 5.3 Rencana Pola Aliran Saluran Drainase

Page 98: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

95

Gambar 5.4 Rencana Penanganan Sistem Drainase Kawasan Pancasari

SALURAN PEMBUANGAN UTAMA

SALURAN PRIMER

SALURAN SEKUNDER

SODETAN

KANTONG LUMPUR

EMBUNG KECIL

Page 99: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

96

Gambar 5.5 Dimensi Saluran Drainase Eksisting

B (m) 0.70

H (m) 0.63

B (m) 0.90

H (m) 1.20

B (m) 1.50

H (m) 1.50

B (m) 0.30

H (m) 0.20

B (m) 0.60

H (m) 0.30

B (m) 0.45

H (m) 0.25

B (m) 0.95

B (m) 0.45 H (m) 0.80

H (m) 0.30

B (m) 0.30

H (m) 0.35

DIMENSI

DIMENSI SAL. SEKUNDER

DIMENSI SAL.TERSIER

DIMENSI SAL.PRIMER

DIMENSI SAL.TERSIER

DIMENSI SAL. TERSIER

DIMENSI SAL. TERSIER

DIMENSI SAL.TERSIER

DIMENSI SAL.TERSIER

JALAN ANJANI

+ 1255+ 1363

+ 1277 + 1254JALAN DALEM PED

JALAN MARUTI+ 1229 + 1256

+ 1254 + 1268JALAN MENUJU BALI HANDARA GOLF

+ 1257JALAN MANGKU DALEM+ 1282

+ 1257 HOTEL PANCASARI + 1251

+ 1251 JALAN KRESNA + 1248

JALAN ANGGADA + 1241+ 1247

JALAN PASAR

JALAN KEDANGSONG

+ 1250+ 1256

+ 1224 + 1247

+ 1229

+ 1229

JALAN BUYAN+ 1227

Page 100: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

97

5.5 Rencana Penanganan Banjir

1. Umum

Pada suatu daerah perlu dibuat sistem pengendalian yang baik dan efisien, dengan

memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan pemanfaatan sumber air

mendatang. Pada penyusunan sistem pengendalian banjir perlu adanya evaluasi dan

analisis atau memperhatikan hal-hal yang meliputi antara lain:

- Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut/yang sedang

berjalan.

- Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir, termasuk data kerugian akibat

banjir.

- Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di daerah

bawah/dataran banjir.

- Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan yang

akan datang.

- Memperhatikan potensi dan pengembangan sumber daya air di masa mendatang.

- Memperhatikan pemanfaatan sumber daya air yang ada termasuk bangunan yang

ada.

Perencanaan sistem pengendalian dengan memperhatikan hal-hal tersebut harus

disesuaikan dengan kondisi yang ada (existing) mulai dari dari hulu sampai hilir sungai

sehingga semua perencanaan sedapat mungkin dapat terlaksana yang dituangkan pada

rencana pengendalian banjir. Rentang waktu perencanaan dan pelaksanaan tidak

terlalu lama mengingat sifat sungai yang dinamis.

Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang

penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling

optimal.

Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya dapat

dikelompokkan menjadi dua:

- Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat

memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir,

pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan

penghijauan di Daerah Aliran Sungai.

Page 101: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

98

- Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan

pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way,

pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.

Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:

- Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).

- Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).

Detail metode struktur dan metode non-struktur ditunjukkan dalam Gambar 5…..

Gambar 5.6 Pengendalian Banjir Metode Struktur Dan Non Struktur

Semua kegiatan tersebut dilakukan pada prinsipnya dengan tujuan:

- Menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga tidak

mengganggu daerah-daerah peruntukan di sepanjang sungai.

Page 102: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

99

- Mengalirkan debit banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di

bagian hilir.

- Menambah atau memperbesar dimensi tampang alur sungai.

- Memperkecil nilai kekasaran alur sungai.

- Pelurusan atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber-

meander. Pelurusan ini harus sangat hati-hati dan minimal harus

mempertimbangkan geomorfologi sungai.

- Pengendalian transpor sedimen.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan

pengendalian banjir adalah sebagai berikut:

- Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi (degradasi dan agradasi

sungai) dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan.

- Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.

- Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.

- Perkembangan pembangunan daerah.

- Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah

hilirnya.

2. Kriteria Perencanaan Sistem Pengendalian Banjir

a. Jangka waktu tahun penyelesaian

Pada pekerjaan pengendalian banjir perlu adanya target tahun penyelesaiaan,

dengan pelaksanaan bertahap setiap dekade tertentu.

b. Bagian alur sungai yang dikeruk/diperbaiki

Untuk menentukan lokasi kegiatan pengerukan alur sungai dari suatu pengendalian

banjir (segmen alur sungai tertentu) harus berdasarkan pertimbangan:

- Kondisi alur sungai yang ada.

- Kondisi bagian hilir dari segmen tersebut dengan pertimbangan bahwa aliran air

bersifat kontinyu dan makin ke hilir debit makin besar sehingga kapasitas sungai

juga makin besar.

Page 103: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

100

- Kondisi topografi baik di sungai, sempadan dan daerah aliran sungai sekitar

segmen.

- Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.

- Penggunaan tata guna lahan yang ada dan yang akan datang.

- Pengendalian banjir yang ada.

c. Periode ulang debit banjir (skala perencanaan). Skala perencanaan ditentukan

berdasarkan:

- Skala perencanaan secara umum yang berlaku di Indonesia, antara 10 - 100 tahun

periode ulang. Semakin besar periode ulang semakin mahal konstruksinya.

- Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.

- Potensi kerugian akibat banjir masa mendatang.

- Penggunaan lahan di sempadan dan daerah aliran sungai di sekitar segmen.

- Proyeksi penggunaan lahan di masa mendatang.

d. Alternatif pengendalian banjir

Berdasarkan alternatif-alternatif pengendalian banjir yang diusulkan, dapat dipilih

yang paling menguntungkan dengan pertimbangan berbagai kombinasi. Alternatif

terpilih ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis, ekonomis, sosial,

budaya, hukum, kelembagaan, lingkungan bahkan politis. Salah satu metodenya

adalah dengan penentuan dan pemberian score/angka dari masing-masing alternatif.

e. Pertimbangan teknis rencana perbaikan sungai dan alur pengendali banjir

Analisis perencanaan yang digunakan untuk memformulasikan rencana perbaikan

sungai dan saluran banjir diantaranya adalah debit rencana dengan periode ulang

yang akan dipakai dan kondisi alur sungai. Pertimbangan kondisi alur sungai

diantaranya adalah:

- Alur pengendali banjir.

- Elevasi muka air banjir memanjang sungai.

- Profil memanjang dasar sungai.

- Penampang melintang sungai.

Page 104: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

101

3. Pengendalian Banjir Secara Teknis (Metode Struktur)

1) Pola Aliran

Karakteristik saluran drainase sekunder eksisting mempunyai alur saluran

yang panjang dan dimensi sama sepanjang saluran. Untuk mengoptimalkan

fungsi saluran eksisting perlu dilakukan penataan pola aliran sehingga beban

aliran merata dengan membagi debit aliran dan membuang aliran sekunder

sedekat mungkin dengan saluran pembuangan utama.

2) Saluran diversi

Saluran diversi adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian

atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada

daerah yang dilindungi. Faktor-faktor yang penting sebagai pertimbangan

dalam desain saluran saluran diversi adalah sebagai berikut:

- Biaya pelaksanaan yang relatif mahal.

- Kondisi topografi dari rute alur baru.

- Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran diversi untuk mengontrol

kecepatan air dan erosi.

- Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur saluran diversi (contoh:

membuat saluran sampai batuan dasar sungai).

- Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai

- Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir dari

lokasi percabangan.

- Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari lokasi

percabangan diversi.

3) Kolam Retensi

Kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara

debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi, retention berarti

penyimpanan. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik

hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet.

Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah

dataran rendah . Kolam retensi ini digunakan untuk menampung air permukaan

Page 105: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

102

dengan membuat penampungan air secara alami dengan pinngiran kolam dari

pasanga batukali dan dasar kolam dasar tanah. Untuk strategi pengendalian

yang andal diperlukan:

- Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir.

- Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau

evakuasi.

- Sistem drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan

secepatnya setelah banjir reda.

Gambar 5.7 Kolam Retensi

4) Sumur Resapan

Konsep dasar sumur resapan adalah memberi kesempatan dan jalan pada air

hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam

tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu system resapan.

Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke

sungai diteruskan ke laut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan

ke dalam sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman rumah. Sumur resapan

ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar

sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air

hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehimgga

pengisian tanah menjadi optimal.

Sumur resapan adalah suatu konstruksi berupa lubang yang digali pada tanah

dengan tujuan untuk meresapkan air ke dalam tanah. Air yang diresapkan ini

khususnya dari air hujan (selain yang melimpas sebagai air permukaan)

disamping itu juga berfungsi sebagai tambahan bagi air tanah.

Page 106: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

103

Sebagai suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peresap air ke dalam tanah,

sumur resapan memiliki syarat-syarat yang menjadi pertimbangan dalam

perencanaannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain :

- Mempunyai kedalaman (H) yang cukup, hal ini erat kaitannya dengan

keperluan debit resapan.

- Mempunyai bidang luas resap (A) yang cukup, baik pada dinding sumur

maupun pada dasar sumur.

- Mempunyai volume tampung (V) yang cukup bagi air yang akan

diresapkan, sehingga tidak sampai terjadi peluberan air.

Dalam pembuatan sumur resapan perlu memperhitungkan beberapa faktor,

yaitu :

a. Faktor iklim

Faktor yang perlu diperhatikan adalah besarnya curah hujan. Semakin

besar curah hujan di suatu wilayah, berarti semakin besar sumur resapan

yang diperlukan.

b. Kondisi air tanah

Pada kondisi air tanah yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara

besar-besaran. Sebaliknya pada lahan yang muka airnya dangkal, sumur

resapan ini kurang efektif dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Terlebih

pada daerah rawa dan pasang surut, sumur resapan kurang efektif.

c. Kondisi tanah

Keadaan tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya daya resap tanah

terhadap air hujan. Sifat fisik tanah yang langsung berpengaruh terhadap

besarnya infiltrasi (resapan air) adalah tekstur dan pori-pori tanah. Tanah

berpasir dan porus lebih mudah merembeskan air hujan dengan cepat.

Sehingga waktu yang diperlukan air hujan untuk meresap lebih cepat

dibandingkan dengan tanah yang kandungan liatnya tinggi dan lekat

d. Tata guna lahan

Page 107: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

104

Tata guna lahan akan berpengaruh terhadap persentase air yang meresap

ke dalam tanah dengan aliran permukaan. Pada tanah yang banyak tertutup

beton bangunan, air hujan yang mengalir di permukaan tanah akan lebih

besar dibandingkan dengan air yang meresap ke dalam tanah.

5) Kantong Lumpur

Penerapan kantong lumpur pada saluran primer dilakukan pada topografi yang

relatip datar yakni di bagian tengah atau deket bagian hilir saluran primer. Tata

letak kantong lumpur dan penempatan tersaji pada gambar berikut.

6) Embung konservasi

Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya

bendungan (PP No 37 Tahun 2010). Waduk pada umumnya dibangun untuk

pengembangan sumber daya air sungai, dengan menampung air pada waktu

musim hujan untuk memperbaiki kondisi aliran sungai terutama pada musim

kemarau. Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan air yang meningkat terutama

pada musim kemarau.

Page 108: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

105

Di samping itu waduk biasanya dibangun untuk beberapa manfaat yang

disebut multi guna atau multi purpose dam, misalnya untuk irigasi, penyediaan

air baku (air minum), pembangkit listrik tenaga air, dsb.

Waduk yang mempunyai faktor tampungan atau dapat menampung air,

mempunyai efek terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk

dapat merubah pola inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di

hilir waduk biasanya menguntungkan terhadap pengendalian banjir, dengan

adanya debit banjir yang lebih kecil dan perlambatan waktu banjir.

Gambar 5.8 Waduk Konservasi

Gambar 5.9 Hidrograp Banjir

Page 109: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

106

Gambar 5.10

4. Pengendalian Banjir Non Teknis (Metode Non Struktur)

1) Pengelolaan DAS

Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan pelatihan.

Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan atau

menahan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktifitas-aktifitas

berikut ini:

- Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS

- Penanaman vegetasi untuk mengendalikan atau mengurangi kecepatan aliran

permukaan dan erosi tanah.

- Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,

sepanjang tanggul drainasi, saluran-saluran dan daerah lain untuk pengendalian

aliran yang berlebihan atau erosi tanah.

- Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal chek-dam)

sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.

Page 110: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

107

Gambar 5.11 Batas-Batas DAS

Sasaran penting dari kegiatan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai keadaan-

keadaan berikut:

- Mengurangi debit banjir di daerah hilir

- Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai.

- Meningkatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna tanah dan

perlindungan air.

- Meningkatkan lingkungan di DAS dan daerah sempadan sungai.

2) Pengaturan Tata Guna lahan

Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan lahan,

sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini untuk menghindari

penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan DAS

yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di

DAS dimaksudkan untuk:

- Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir

pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

- Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga dapat

menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.

Penataan masing-masing kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan lahan

dan cara pengelolaan masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik.

Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah penyangga, yang

berfungsi sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah, perlu diperhatikan

luasan masing-masing kawasan.

Page 111: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

108

Gambar 5.12 Pengaturan Tata Guna Lahan Dalam Satu DAS

3) Penerapan batas-batas sempadan Sungai

Batas – batas sempadan sungai sepanjang alur Sungai /Tukad belum jelas

terlihat di lapangan. Penerapan sempadan sungai sangat penting untuk

kegiatan pemeliharaan sungai seperti ; pengerukan dasar sungai, perbaikan dan

pengaturan sungai (tanggul dan perkuatan tebing).

Penggunaan jalan inspeksi sangat penting diterapkan pada tingkat saluran

sekunder maupun pada saluran pembuangan utama. Apabila penerapan

sempadan sungai dan saluran sudah diterapkan akan memudahkan dalam

melakukan pemeliharaan dan rehabilitasi saluran. Untuk kondisi dilapangan

masih memungkinkan penerapan jalan inspeksi karena penggunaan lahan

masih didominasi oleh lahan irigasi.

Gambar 5.13. Penerapan Batas Sempadan Sungai / Saluran

4) Peramalan dan Sistem Peringatan Banjir

Pada suatu sungai perlu adanya flood warning system, terutama untuk sungai

yang melewati daerah yang padat penduduk dan mempunyai sifat banjir yang

Bagian Hulu

Bagian Tengah Bagian Hulir

Page 112: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

109

membahayakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerugian akibat

banjir yang lebih besar.

Berdasarkan perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin modern dan

bahaya banjir yang semakin meningkat, maka perlu adanya peramalan

datangnya banjir secara tepat dan cepat. Maka secara teknis dapat dilakukan

antara lain:

Pengamatan tinggi muka air pada pos-pos pengamat

Cara ini dilakukan dengan melakukan pengamatan tinggi muka air sungai pada

beberapa pos pengamatan tinggi muka air sungai. Pos duga muka air sungai

diperlukan minimum 2 buah, pertama pos duga di sebelah hulu dan pos kedua

pada daerah yang diamankan. Pada kedua pos tersebut mempunyai hubungan

tinggi muka air sungai dan debit banjir yang berupa tabel atau grafik. Jadi

apabila tinggi muka air banjir pada pos di hulu diketahui, dapat menentukan

besarnya tinggi muka air banjir dan debit banjir yang akan datang dan waktu

tiba banjir pada pos di sebelah hilir. Pembacaan pada pos tersebut dapat

dilakukan secara manual ataupun automatik.

Telemetering/pengamatan curah hujan

Untuk daerah yang bahaya banjirnya tinggi, biasanya menggunakan sistem

peramalan yang lebih dini, yaitu menggunakan radar pencatat hujan di daerah

aliran sungai. Berdasarkan radar tersebut, informasi tinggi hujan dikirimkan

pada pos pengolah data, yang akan meramalkan besarnya banjir dan waktu tiba

banjir pada daerah yang akan diamankan. Cara ini bekerjanya secara otomatis

dan menggunakan peralatan yang cukup modern, sehingga hanya dipakai pada

sungai-sungai tertentu yang bahaya.

Pemberitaan banjir

Pada saat banjir tiba, perlu adanya persiapan penanggulangan banjir,

diantaranya kegiatan pemberitaan bahaya banjir. Untuk menjamin ketepatan

berita banjir, perlu diperhatikan:

- Kesamaan bahasa komunikasi

- Pemakaian bahasa yang singkat & jelas

- Penyampaian berita pada saat yang tepat terhadap banjir

- Adanya jalur komunikasi yang jelas

- Sarana komunikasi yang memadai

Page 113: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

110

- Ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas

5) Law Enforcement

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku

dalam lalu lintas atau hubungan2 hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

6) Penyuluhan Pada Masyarakat

Pihak yang berwenang termasuk instansi yang terkait, harus betul-betul

melaksanakan pembinaan, pengawasan, pengendalian dan penanggulangan

terhadap banjir secara intensif dan terkoordinasi.

- Penyuluhan oleh pihak yang berwenang, bagaimana cara menghindari bahaya

banjir, supaya kerugian yang timbul tidak terlalu besar.

- Meningkatkan kesadaran masyarakat, bahwa kerusakan daerah aliran sungai

yang diakibatkan oleh umat manusia, dapat mengakibatkan banjir yang lebih

parah.

- Mengembangkan sikap masyarakat bahwa membuang sampah dan lain-lain di

sungai adalah tidak baik dan akan menimbulkan permasalahan banjir.

- Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa aktivitas di daerah alur sungai,

misalnya tinggal di bantaran sungai adalah mengganggu dan dapat

menimbulkan permasalahan banjir.

- Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa tinggal di daerah bawah atau

daerah dataran banjir, perlu mentaati peraturan-peraturan dan mematuhi

larangan yang ada, untuk menghindari permasalahan banjir dan menghindari

kerugian banjir yang lebih besar.

Pada akhirnya kembali pada masyarakat itu sendiri dan para aparat dari pihak

yang berwenang, untuk dapat meningkatkan kesadaran atas kewajiban

sehubungan dengan permasalahan banjir.

Karena penanganan yang lebih dini dan perhatian dari semua pihak, akan

memudahkan untuk pengendalian banjir dan dapat menurunkan biaya

pemeliharaan.

Page 114: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

111

Page 115: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

111

BAB VI

REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis yang dilakukan, ada beberapa hal yang

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kawasan perencanaan wilayah Pancasari terdapat saluran pembuang yang cukup

mampu menampung debit aliran pembuang air hujan. Saluran pembuang yang

terdekat dengan daerah perencanaan harus ditindak lanjuti dengan batas-batas

sempadan sungai sehingga kedepan memudahkan dalam pengembangan wilayah

Sungai.

2. Perubahan alih fungsi lahan di kawasan Pancasari dari area pertanian berubah

menjadi permukiman, fasilitas akomodasi hotel, perubahan pola bertani akan

berdampak pada aliran permukaan dan beban sedimentasi yang cukup besar.

Tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi di kawasan Pancasari akan menjadi

permaasalahan yang serius dan sangat berpengaruh terhadap menurunnya

kemampuan penampang saluran drainase.

3. Perencanaan pola aliran saluran drainase pada masing-masing Sistem pembuangan

Utama (sungai) dan saluran primer, beban aliran permukaan yang diterima saluran

drainase akan terbagi sehingga lebih memudahkan dalam melakukan

pengoperasian saluran drainase.

4. Untuk penanganan/ pengendalian banjir di kawasan Pancasari harus diutamakan

penanganan dengan konsep ekodrain melalui penanganan banjir metode struktur

dengan membuat embung konservasi, kolam retensi, sumur resapan, normalisasi

saluran. Sedangkan metode non struktur meliputi pengelolaan DAS, pemanfaatan

lahan, pengendalian erosi dan penegakkan hukum.

6.2 Rekomendasi

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka penanganan yang bersifat teknis dapat

disampaikan sebagai berikut :

1. Prioritas Utama Penanganan Banjir

Melaksanakan pembangunan dan penataan saluran primer drainase sesuai perioritas

untuk mengatasi banjir yang terjadi setiap musim hujan.

Page 116: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

112

2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat pola pertanian yang benar terutama

yang memanfaatkan lahan dengan kemiringan lebih dari 20 derajat, dimana lahan ini

memberikan kontribusi terjadinya erosi dan sedimentasi.

3. Prioritas Penanganan Sistem Pembuang Utama

1) Normalisasi alur saluran primer

2) Membuat embung konservasi di bagian hulu

3) Membuat kolam retensi dekat area Bali Handara

4) Saluran primer dilengkapi kantong lumpur.

5) Membuat jalan inspeksi

6) Penggelontoran secara berkala

7) Pemeliharaan dinding saluran yang rusak

4. Prioritas Penanganan Sistem Pembuang Sekunder

1) Menata system pembuang sekunder yang jelas

2) Membuat dinding dan dasar saluran yang lebih halus untuk kemiringan yang

relatip datar, sedangkan untuk kemiringan relatip besar digunakan dinding

saluran yang kasar dan setiap perubahan kemiringan dilengkapi grounsil.

3) Memperbaiki penampang saluran agar lebih mudah mengalirkan sedimen

dengan membuat dinding yang lebih halus

4) Normalisasi dan pemeliharaan saluran terutama terhadap sedimentasi

5. Prioritas Penanganan Sistem Pembuang Tersier

1) Menata system pembuang tersier yang jelas

2) Membuat dinding saluran yang lebih halus

3) Memperbaiki penampang saluran agar lebih mudah mengalirkan sediment

4) Normalisasi dan pemeliharaan saluran terutama terhadap sedimentasi

Page 117: SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI KABUPATEN BULELENG

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Badung, 2001, “ Laporan Teknis “, Strategic Structural Plan For Kuta, CMPS

Asia Pasific Pty Ltd, PT Hasfarm DK, PT Pedicinal, PT Lenggogeni.

CD Soemarto, 1985, “ Hidrologi Teknik “ , Usaha Nasional, Surabaya

Chow, V.T., 1988, “ Applied Hydrology “ , McGraw – Hill Book Company.

Chow, V.T., 1985,” Open Channel Hydraulics “ , Erlangga, Jakarta.

Imam Subarkah, 1980, “ Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air “ , Idea

Dharma,Bandung.

Linsley, R.K., Kohler, M.A , Paulhus, J.L.H. , Yandi Hermawan, 1986 , “ Hidrologi Untuk

Insinyur “ , Erlangga, Jakarta.

Sri Harto Br. , 1993, “ Analisis Hidrologi “ , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta