sistem ketatanegaraan indonesia sebelum dan sesudah amandemen uud 1945
DESCRIPTION
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum Dan Sesudah Amandemen Uud 1945TRANSCRIPT
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai
kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola
mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta
tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut
dengan sistem ketatanegaraan.
Undang - Undang Dasar 1945 adalah konstitusi negara Republik Indonesia yang
merupakan aturan tertinggi di negara Indonesia yang didalamnya mencakup tentang hukum
tata negara Indonesia yang menjelaskan sistem penyelenggaraan dan pembagian kekuasaan
negara yang dianut negara Indonesia .
A. SISTEM PEMERINTAHAN
1. Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 sebelum Diamandemen
tertuang dalam penjelesan UUD 1945 yang membahas 7 kunci pokok sistem
pemerintahan negara Indonesia yaitu :
a. Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
b. Sistem Konstitusinal.
c. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
d. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
f. Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap
DPR.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan 7 kunci pokok diatas, Indonesia pada masa dahulu menganut sistem
pemerintahan Presidensial.
2. Sistem Pemerintahan Indonesia Sesudah Amandemen UUD 1945Setelah terjadi amandemen, Sistem Pemerintahan Indonesia mengalami perubahan
pokok-pokok kunci pemerintahan, yaitu :
a. Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara
terbagi menjadi beberapa prvinsi.
b. Bentuk pemerintahan adalah Republik.
c. Sistem pemerintahan adalah presidensial.
d. Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
e. Kabinet atau menteri diangkat leh presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden.
f. Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
g. Kekuasaan yudikatif dijalankan leh mahkamah agung dan badan peradilan di
bawahnya.
Pada dasarnya tidak ada yang banyak berubah, Indonesia tetap menganut sistem
pemerintahan Presidensial dimana Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Parlemen.Namau ada
beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indnesia adalah sebagai
berikut :
a. Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan
dari DPR.
b. Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau
persetujuan DPR.
c. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau
persetujuan DPR.
d. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang –
undang dan hak budget (anggaran).
Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan
Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama.
Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung.
B. LEMBAGA NEGARA
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan
berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR,
Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota,
sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan
rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik
kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan
penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami
empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945
ini, telah membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya
sistem ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang
ada.
Berikut ini akan dijelaskan lembaga-lembaga Indonesia sebelum dan sesudah
Amandemen UUD 1945 :
1. Lembaga-Lembaga Negara Sebelum Amandemen UUD 1945
a. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas ( super
power ) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”
dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” Susunan keanggotaannya
terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat termasuk
didalamnya TNI / Polri .
Wewenang MPR Sebelum Amandemen
Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang
lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan
Majelis.
Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan
Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden
dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar
Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
Mengubah undang-Undang Dasar.
Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji
anggota.
Nama Ketua MPR sebelum Amandemen :
1. Chaerul Saleh (1960-1966)
2. Wilujo Puspojudo (1966)
3. Abdul Haris Nasution (1966-1971)
4. Idham Chalid (1971-1977)
5. Adam Malik (1977-1978)
6. Daryatmo (1978-1982)
7. Amir Machmud (1982-1987)
8. Kharis Suhud (1987-1992)
9. Wahono (1992-1997)
10. Harmoko (1997-1999)
b. DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat )
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga
negara . Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih
berdasarkan hasil pemilu . Oleh karena itu Presiden tidak dapat membubarkan DPR yang
anggota- anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara berkala lima
tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR . DPR
berkedudukan di tingkat pusat , sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD
provinsi dan yang berada di kabupaten/ kota disebut DPRD kabupaten/ kota.
Wewenang DPR Sebelum Amandemen : Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
Memberikan persetujuan atas PERPU.
Memberikan persetujuan atas Anggaran.
Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden.
Tidak disebutkan bahwa DPR berwenang memilih anggota-anggota BPK dan tiga
hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Nama Ketua DPR sebelum Amandemen :
1. Sartono (1950-1959)
2. Zainul Arifin (1960-1963)
3. Arudji Kartawinata (1963-1966)
4. Mursalin Daeng Mamangung (1966-1968)
5. Achmad Sjaichu (1968-1971)
6. Idham Chalid (1971-1977)
7. Adam Malik (1977-1978)
8. Daryatmo (1978-1982)
9. Amir Machmud (1982-1987)
10. Kharis Suhud (1987-1992)
11. Wahono (1992-1997)
12. Harmoko (1997-1999)
c. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif . Maksudnya,
presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan . Presiden selain
memegang kekuasaan eksekutif ( executive power ) , juga memegang kekuasaan
legislative ( legislative power ) dan kekuasaan yudikatif ( judicative power ). Presiden
mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara .
Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden diangkat dan
diberhentikan oleh MPR dan bertanggung jawab kepada MPR. Presiden mempunyai hak
prerogatif yang sangat besar. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat
menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya, sehingga presiden bisa menjabat seumur hidup.
Wewenang Presiden sebelum Amandemen
Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,
Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai
presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK .
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang ( dalam
kegentingan yang memaksa )
Menetapkan Peraturan Pemerintah
Mengangkat dan memberhentikan menteri -menteri pemilihan .
d. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung
jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Nama Ketua BPK sebelum Amandemen
1. R. Soerasno (1947-1949)
2. R. Kasirman (1949-1949)
3. Drs. Mr. A.K. Pringgodigdo (1957-1961)
4. Mr. I Gusti Ketut Pudja (1960-1964)
5. Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1964-1966)
6. Suprayogi (1966-1973)
7. Umar Wirahadikusumah (1973-1983)
8. M. Jusuf (1983-1993)
9. J.B. Sumarlin (1993-1998)
e. DPA ( Dewan Pertimbangan Agung)
DPA adalah lembaga tinggi negara Indonesia menurut UUD 45 sebelum
diamandemen yang fungsinya memberi masukan atau pertimbangan kepada presiden.
DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 45 sebelum diamandemen. Ayat 2 pasal ini
menyatakan bahwa DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 16 disebutkan bahwa
DPA berbentuk Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada pemerintah.
Pada 25 September 1945, DPA dibentuk melalui pengumuman pemerintah (Berita
Republik Indonesia No. 4) dengan ketua R. Margono Djojohadikusumo. Anggota DPA
pertama ini berjumlah sebelas orang. Di antaranya adalah Radjiman Widiodiningrat,
Syekh Djamil Djambek, Agus Salim dan dr. Latumeten. Tidak banyak yang dikerjakan
DPA pertama ini. Ketika sistem pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer,
keberadaan DPA menjadi tidak berarti. Walau tetap eksis sampai pada 1949 tapi nasib
DPA sebagai lembaga konstitusional menjadi terpuruk.
Nama Ketua DPA sebelum Amandemen
1. R. Margono Djojohadikusumo (Ketua Pertama pada tahun 1945)
2. Acmad Tirtosudiro (Ketua Terakhir 1999-2003)
f. MA (Mahkamah Agung)
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sebelum adanya
amandemen, Mahkamah Agung berwenang dalam kekuasaan kehakiman secara utuh
karena lembaga ini merupakan lembaga kehakiman satu-satunya di Indonesia pada saat
itu.. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa
peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama , peradilan
militer , dan peradilan tata usaha negara ( PTUN ) . Lembaga ini dalam tugasnya diakui
bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang-cabang
kekuasaan lainnya, terutama eksekutif.
Wewenang MA sebelum Amandemen
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi , menguji peraturan
perundangundangan di bawah undang - undang terhadap undang -undang , dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang - undang.
Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi .
Nama Ketua MA sebelum Amandemen
1. Kusumah Atmadja (1945-1952)
2. Wirjono Prodjodikoro (1952-1966)
3. Soerjadi (1966-1968)
4. Prof.R. Soebekti S.H (1968-1974)
5. Prof.Oemar Seno Adji S.H (1974-1981)
6. Mudjono S.H (1981-1984)
7. Ali Said S.H (1984-1992)
8. Purwoto Gandasubrata S.H (1992-1994)
9. H.R. Soerjono S.H (1994-1996)
10. Sarwata bin Kertotenoyo S.H (1996-2000)
a. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Ketua BPK Periode 2014-2019 : Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A.
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri.
Pasal 23F
(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 23G
(1) BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap propinsi
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai BPK di atur dengan undang-undang
b. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Ketua MPR Periode 2014-2019 : Zulkifli Hasan
MPR adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi
negara lainnya seperti Presiden, DPR , DPD, MA, MK, BPK . Yang mempunyai fungsi
legeslasi. pasca perubahan UUD 1945 Keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda
dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat
dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang
sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Susunan dan keanggotaan
MPR:
MPR terdiri atas Anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum
setiap 5 tahun sekali.
Masa jabatan Anggota MPR adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat
Anggota MPR yang baru Mengucapkan sumpah / janji .
Sembelum memangku jabatannya, Anggota MPR mengucapkan sumpah /janji
bersama-sama yang dipandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam Sidang
Paripurna MPR.
Wewenang MPR sesudah Amandemen
Mengubah dan menetapkan Undang –undang Dasar .
Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam
Sidang Paripurna MPR
Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan Presiden dan / atau wakil presiden .
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara
Menghilangkan supremasi kewenangannya
Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN
Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih
secara langsung melalui pemilu)
Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal
terjadi kekosongan Wakil Presiden
Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam Pemilu sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya,
jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN
c. DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat)
Ketua DPR Periode 2014-2019 : A. Setya Novanto, S.E.
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan
keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang
merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif . Hal ini membalik rumusan sebelum
perubahan yang menempatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU.
Setelah amandemen, Kedudukan DPR diperkuat sebagai lembaga legislatif dan fungsi
serta wewenangnya lebih diperjelas seperti adanya peran DPR dalam pemberhentian
presiden, persetujuan DPR atas beberapa kebijakan presiden, dan lain sebagainya.
Wewenang DPR sesudah Amandemen
Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama
Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan
dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan
pemerintah
d. DPD ( Dewan Perwakilan Daerah)
Ketua DPD Periode 2014-2019 : H. Irman Gusman S.E., MBA.
DPD adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan
kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan
daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR . Keberadaanya
dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia. DPD dipilih secara
langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu .
DPD mempunyai fungsi : Pengajuan usul , ikut dalam pembahasan dan memberikan
pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
Wewenang DPD sesudah Amandemen
DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan Undang - undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang - undang
yang berkaitan dengan pajak. pendidikan dan agama
e. Presiden
Presiden Periode 2014-2019 : Ir. H. Joko Widodo
Kedudukan presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan berwenang
membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Masa jabatan presiden adalah lima
tahun dan dapat dipilih kembali selama satu periode. Calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya.
Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.
Setelah amandemen UUD 1945 beberapa wewenang Presiden sudah banyak dikurangi
, antara lain sebagai berikut :
Hakim agung tidak lagi diangkat oleh Presiden melainkan diajukan oleh komisi
yudisial untuk diminta persetujuan DPR , selanjutkan ditetapkan oleh Presiden
( Pasal 24 A ayat ( 3 ) perubahan ketiga UUD 1945) .
Demikian juga anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh
Presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan
oleh Presiden ( Pasal 23 F ayat ( 1 ) perubahan ketiga UUD 1945) .
Wewenang Presiden sesudah Amandemen
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
Presiden tidak lagi mengangkat BPK, tetapi diangkat oleh DPR dengan
memperhatikan DPD lalu diresmikan oleh presiden.
Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara
Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU
bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam
kegentingan yang memaksa)
Menetapkan Peraturan Pemerintah
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR
Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
Menyatakan keadaan bahaya
f. MA ((Mahkamah Agung)
Ketua MA Periode 2014-2019 : Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H., M.H.
MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman disamping itu
sebuah mahkamah konstitusi diindonesia (pasal 24 (2) UUD 1945 hasil amandemen ).
Dalam melaksanakan kekusaan kehakiman , MA membawahi Beberapa macam
lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara( Pasal 24 (2) UUD 1945 hasil amandemen).
Wewenang MA sesudah Amandemen
Fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang
seperti Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh Undang-Undang
Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
g. MK (Mahkamah Konstitusi)
Ketua MK Periode 2014-2019 : Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.H.
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan Kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Agung Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi ( the
guardian of the constitution). Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing
-masing oleh Mahkamah Agung , DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif ,
legislatif , dan eksekutif .
Wewenang MK sesudah Amandemen
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil Pemilihan Umum
Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Menguji UU terhadap UUD , Memutus sengketa kewenangan antar lembaga
negara , memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
presiden dan atau wakil presiden menurut UUD .
h. KY (Komisi Yudisial)
Ketua KY Periode 2014-2019 : Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si
Berdasarkan UU no 22 tahun 2004 Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang
bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon
Hakim Agung. Keanggotaan:
Komposisi keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas dua mantan hakim , dua
orang praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan satu anggota masyarakat .
Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara , terdiri dari 7 orang ( termasuk
Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota) .
Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 ( lima ) tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 ( satu ) kali masa jabatan .
Wewenang KY sesudah Amandemen
Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan
Menjaga dan menegakkan kehormatan , keluhuran martabat , serta perilaku hakim
Menetapkan Kode Etik dan / atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama -
sama dengan Mahkamah Agung;
Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan / atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH) .