sistem respirasi 2
DESCRIPTION
sistem repspirasiTRANSCRIPT
Tuberkulosis Paru, Atypical pneumonia,
Demam Tifoid, Malaria
Meidalena Anggresia Bahen
102010056
E5
5 Juni 2012
1
Tuberkulosis Paru, Atypical pneumonia, Demam Tifoid,
Malaria
Meidalena Anggresia Bahen*
Pendahuluan
Pernapasan secara harafiah berarti pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke sel
dan keluarnya karbon dioksida (CO2) dari sel ke udara bebas. Pemakaian O2 dan pengeluaran
CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh.Karena itu, sel-sel tersebut
memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun untuk mengangkut gas-gas tersebut.1
Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah dan terdapat peranan yang sangat penting
dari sistem pernapasan , sistem saraf pusat,serta sistem kardiovaskular. Pada dasarnya, system
pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluaran udara disebut ventilasi atau bernafas. Sistem
saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk bernapas, dan secara refleks
merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan
udara. Difusi O2 dan CO2 melalui membrane kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernapasan
eksternal. Sistem kardiovaskular menyediakan pompa, jaringan pembuluh dan darah yang
diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru dan sel-sel tubuh. Hb yang berfungsi baik
dalam jumlah cukup dan diperlukan untuk mengangkut gas-gas tersebut. Fase terakhir
pengangkutan gas ini adalah proses difusi O2 dan CO2 antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh.
Pernapasan internal adalah reaksi-reaksi kimia intraselular saat O2 dipakai dan CO2 dihasilkan,
bersamaan dengan sel memetabolisme karbohidrat dan zat-zat lain untuk membangkitkan
adenosis trifosfat (ATP) dan pelepasan energi. Fungsi yang cukup bnaik dari semua system ini
penting untuk respirasi sel.1
*Alamat korespondensi :
Meidalena Anggresia Bahen, Mahasiswa semester 4 Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
2
Anamnesis
Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien, dimana pasien mengemukakan keluhan
utama. Anamnesis yang baik terdiri dari:
Identitas Pasien, yaitu Nama lengkap, Tempat/tanggal lahir, Status perkawinan,
Pekerjaan, Alamat, Jenis kelamin, Umur, Agama, Suku bangsa, dan pendidikan.
Keluhan Utama, yaitu keluhan paling utama yang menyebabkan pasien
memutuskan untuk periksa ke dokter.
Riwayat penyakit sekarang, berupa :
o Kapan mulai muncul gangguan tersebut
o Frekuensi serangan
o Sifat serangan, akut/kronis/intermittent
o Durasinya, lama menderitanya
o Sifat sakitnya, sakitnya seperti apa
o Lokasinya, dimana letak pasti skaitnya, apakah disitu saja atau berpindah-
pindah
o Perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
o Hubungan dengan fungsi fisiologis yang lain, adakah gangguan fisiologis yang
lain, yang ditimbulkan oleh gangguan tidur, banyaknya keringat yang keluar,
dan sebagainya.
o Akibat yang timbul, masih dapat bekerja, atau hanya tiduran saja
Riwayat penyakit dahulu, yakni :
1. Mengenai kemungkinan adanya riwayat penyakit sebelumnya. Pernakah pasien
menderita keluhan yang sama di waktu-waktu dahulu, atau keluhan yang mirip
dengan yang sekarang dirasakan.
2. Mengenai kemungkinan riwayat penyakit yang pernah diderita dengan melihat
diagnosis banding penyakit yang sekarang ini.
3. Kemungkinan pasien menderita penyakit yang serius di waktu-waktu yang lain.
Apakah pasien pernah dirawat inap di rumah sakit, sebelumnya.
3
Riwayat kesehatan Keluarga, menanyakan keadaan anggota keluarga mulai dari
umur, jenis kelamin, keadaan kesehatan (masih hidup/ meninggal), jika masih hidup
sehat/sakit apa, jika sudah meninggal apa penyebab meninggalnya.
Riwayat penyakit menahun keluarga, apakah pasien atau ada anggota keluarga
pasien yang menderita penyakit misalnya alergi, asma, tuberculosis, arthritis,
hipertensi, jantung, ginjal, lambung, kencing manis(DM), penyakit liver, stroke, dan
lain-lain.2
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Umur < 2 tahun : lingkaran dada < lingkaran kepala
Umur > 2 tahun : lingkaran dada > lingkaran kepala. Jika terdapat disproporsi, maka hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan kepala yang abnormal.
Bayi : Bentuk dada hampir bulat. Dengan pertumbuhan, dada membesar dalam diameter
transversal.
Prematuritas : iga-iga masih tipis, pada inspirasi mungkin sela iga ikut tertarik ke dalam.3
Beberapa macam bentuk thoraks:
1. ‘Funnel chest’ : sternum bagian bawah masuk ke dalam, biasanya kongenital atau
adanya hipertrofi adenoid.
2. ‘Pigeon chest’ (dada membusung) : sternum menonjol ke luar. Terdapat pada
penyakit rakitis, osteoporosis.
3. ‘Barrel chest’ : dada yang bulat atau emfisematus, biasanya terdapat pada penyakit
paru yang menahun, seperti asma.
Perhatikan selanjutnya adanya : (1) pembengkakan pada pertemuan tulang rawan dan
tulang iga yang dinamai tasbeh (‘rosary’). (2) posisi scapula : scapula alta terdapat pada
kelemahan otot-otot sekitar scapula atau pada anomali kongenital misalnya tidak adanya
klavikula. Hampir selalu ditemukan depresi daerah iga VII-X, sedangkan iga di
bawahnya seperti mengembang. Depresi ini disebabkan melekatnya diafragma pada iga
4
dan terkenal sebagai celah Harrison. Perhatikan mengembangnya toraks dan gejala celah
iga. Gerakan akan berkurang pada belahan dada yang menderita pneumonia, hidrotoraks,
pneumotoraks, atelektasis, sumbatan oleh benda asing. Retraksi supra-sternal terdapat
pada obstruksi tinggi seperti sumbatan pada laring dan rektraksi infra-sternal pada
sumbatan yang rendah misalnya bronkiolitis.
Penyakit-penyakit seperti stridor kongenital, difteria, bronkiolitis, peritonitis, dan
paralisis diafragma menimbulkan retraksi diatas dan dibawah sternum dengan gerakan
interkostal yang bertambah. Perhatikan asimetri, ‘pericordial bulging’ menunjukkan
kemungkinan defek septum interarium , atau penyebab lain daripada pembesaran
ventrikel kanan, penumotoraks. Buah dada anak pria atau wanita sebaiknya diperhatikan,
tetapi jangan dipegang. Umumnya buah dada neonates membesar selama satu sampai dua
bulan. Pada anak wanita pertumbuhan buah dada mulai pada umur 10 sampai 14 tahun.
Pertumbuhan ini tidak ada kelainan gonad, kelenjar hipofisis, hyperplasia adrenal, dan
malnutrisi energy protein (MEP) yang berat.3
Pernafasan
Perhatikan : frekuensi, dalamnya dan simetri.
Pada neonates jenis pernapasannya adalah pernapasan abdominal. Kalau sudah berjalan
pernapasan kosto-abdominal. Frekuensi pernafasan paling dapat dipercaya waktu tidur.
Jenis pernafasan :
1. Cheyne-Stokes : pernfasan yang dalam dan cepat diselingi pernafasan yang lambat dan
dangkal atau sama sekali tidak bernafas.
Dalam keadaan normal dapat terlihat pada neonatus, prematuritas dan akan menghilang
sesudah umur empat minggu. Dalam keadaan patologis ditemukan pada tekanan
intrakranial meninggi, tumor serebrum, meningitis, penyakit ginjal, penyakit jantung
yang lanjut, intoksikasi.
2. Kussmaul : pernafasan yang dalam dan cepat, terdapat pada asidosis atau penyakit
susunan saraf sentral.
5
3. Biot : pernafasan yang tidak teratur, kadang-kadang lambat kadang-kadang cepat,
kadang-kadang dalam dan dangkal diselingi dengan apnea. Ditemukan pada kelainan
susunan saraf pusat seperti ensefalitis atau poliomyelitis bulbaris.3
Palpasi
Pada palpasi anak, telapak tangan diletakkan datar pada dada dan meraba dengan telapak
tangan dan ujung-ujung jari. Cara ini untuk menentukan :
1. Simetri atau asimetri torakas atau kelainan tasbeh (‘rosary’) pada rakitis, bagian Yng
nyeri atau benjolan, kelenjar limfe, aksila, fossa supraklavikula, dan fossa infraklavikula.
2. Fremitas suara : mudah pada anak yang menangis atau yang dapat diajak berbicara
dengan mengatakan : delapan puluh delapan atau tujuh puluh tujuh dan akan teraba
getaran yang sama pada kedua telapak tangan. Meninggi jika ada konsolidasi, misalnya
pada pneumonia. Mengurang pada obstruksi jalan nafas, atelektasis, pleuritis sika, tumor
diantara dinding paru dan dada.
3. Sela iga ; ada retraksi atau tidak. Jika getaran bertambah, menunjukkan aktivitas
pernapasan yang bertambah. Jika getaran berkurang, menunjukkan aktivitas pernafasan
yang berkurang atau ada paralisis muskulus interkostalis.3
Perkusi
Perkusi langsung : dengan satu jari. Cara inin cepat, lembut, tetapi memerlukan latihan
banyak. Perkusi tidak langsung : biasanya digunakan dua jari. Pada anak tidak boleh mengetok
terlalu keras karena dinding toraks anak lebih tipis dann otot-ototnya lebih kecil. Keadaan ini
menyebabkan toraks lebih resonan daripada orang dewasa.
Pada perkusi paru ditentukan dibagian depan : batas paru dengan jantung dan batas paru
dengan hati setinggi iga VI. Pada bagian belakang : batas diafragma setinggi iga VIII-X. Bunyi
perkusi normal sonor. Perkusi redup ditemukan di atas scapula, diafragma, hepar, dan jantung.
Bunyi perkusi yang abnormal : (1) Hipersonor /timpani : jika udara dalam paru atau
pleura bertambah, seperti pada emfisema paru atau pneumotoraks (2) redup/pekak : terdapat
pada konsolidasi jaringan paru (pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga
pleura. 3
6
Auskultasi
Perhatikan bunti pernafasan dan bunyi tambahan.
Bunyi pernafasan:
1. Vesikuler (bunyi normal), oleh karena udara masuk ke dalam dan ke luar melalui jalan
nafas paru. Suara inspirasi lebih keras dan lebih panjang daripada ekspirasi. Terdengar
seperti membunyikan f dan w. Beberapa perubahan seperti :
Vesikuler melemah: ditemukan pada keadaan penyempitan bronkus (bronkostenosis),
elastisitas paru yang berkurang, emfisema, pneumotoraks, cairan dalam rongga pleura,
udara menghilang dari paru (atelektasis, tumor).
Vesikuler mengeras: kalau ventilasi bertambah.
Pada anak keadaan ini fisiologis, oleh karena dinding dada anak tipis sehingga bunyi
pernafasan anak lebih keras daripada orang dewasa dan hampir semua vesikuler
mengeras.
Ekspirasi yang memanjang ditemukan pada penderita asma bronchial.
2. Bronkial : inspirasi keras disusul oleh ekspirasi yang lebih keras dan lebih panjang. Dapat
disamakan dengan membunyikan ‘ch’. Normal hanya terdengar pada tempat bronkus
besar bercabang ke bronkus kanan dan kiri, di interskapula kanan dan kiri, di interskapula
kanan interkosta III. Kalau didengar pada tempat lain , hal ini menunjukkan konsolidasi
luas, misalnya pada pneumonia lobaris. Subbronkial (bronkovesikuler) : kombinasi
daripada vesikuler dan bronchial.
3. Amforik : menyerupai bunyi tiupan di atas leher botol kosong. Dapat didengar pada
kaverne dan kadang-kadang pada pneumotoraks.
4. ‘Cog-wheel breath sound’ : inspirasi atau ekspirasi kadang-kadang terputus-putus, tidak
kontinyu, mungkin disebabkan oleh adesi pleura atau kelainan bronkus kecil. Terdapat
pada tuberculosis dini.
5. ‘Metamorphosing breath sound’ : suara pernafasan yang mulainya halus akhirnya
mengeras atau yang mulainya vesikuler berubah menjadi bronchial.3
7
Bunyi tambahan:
(1) Ronki : Basah dan kering. (2) Krepitasi. (3) Friksi pleura (bunyi gesekan). (4) Sukusio
Hippocrates.
Ronki basah : terjadi oleh karena cairan dalam jalan nafas dilalui oleh udara, sehingga
menimbulkan getaran. Dibagi dalam : ronki basah halus, sedang (bronkus kecil) dan kasar
(bronkus besar). Dibagi juga dalam ronki basah nyaring (infiltrat/konsolidasi) dan tidak nyaring
(tidak ada infiltrat). Nyaring berarti nyata benar terdengar, oleh karena suara disalurkan melalui
benda padat (infiltrat atau konsolidasi) ke stetoskop. Ronki basah terdengar pada akhir inspirasi.
Ronki kering : Dapat ditemukan pada penyempitan jalan nafas misalnya oleh (a) lender yang
kering dan ketal (b) spasme otot (asma). Jenis suara: ‘piping’, ‘whistling’, ‘squeaking’,
‘groaning’. Terdengar pada inspirasi and atau ekspirasi. Mudah menghilang terutama setelah
dibatukkan dan mudah timbul kembali .
Krepitasi : suara mebukanya alveoli. Normal terdengar dibagian belakang bawah dan sisi pada
waktu inspirasi dalam, sesudah istirahat terlentang. Patologis terdapat pada pneumonia lobaris
dengan terdengarnya krepitasi induks dan krepitasi reduks.
Friksi pleura (bunyi gesekan) : terdapat pada pleuritis fibrinosa, karena pleura viseral dan dan
pleura parietal saling bergerak dengan fibrin di tengah-tengahnya. Terdengar pada inspirasi dan
ekspirasi terutama pada paru bawah belakang belakang dan sisi, jarang sekali di apeks.
Sukusio Hippocrates : terdapat pada sero-pneumotoraks, yakni kalau penderita digerakkan
dadanya, terdengar ‘splashing sound’ (kocokan).
Bronkofoni : penghantaran suara dan perkataan yang jelas sekali, misalnya delapan puluh
delapan. Terdengar pada konsolidasi (pneumonia), karena konsolidasi (sesuatu yang padat)
menghantarkan sura yang lebih baik ke stetoskop.3
8
Pemeriksaan Penunjang
Tuberculosis paru pada anak
Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis
pada tuberculosis. Uji tuberculin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya
konversi dari negatif (recent tuberculin converter). Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji
tuberculin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan
kelainan klinis dan radiologis, demikian pula halnya kalau terdapat konversi uji tuberculin. Uji
tuberculin dilakukan berdasarkan timbulnya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein karena
adanya infeksi.4
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu cara Moro dengan salep, dengan
goresan disebut patch test cara von Pirquet, cara Mantoux dengan penyuntikan intrakutan dan
“multiple puncture method” dengan 4-6 jarum berdasarkan cara Heaf dan Tine.4
Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat di
pertanggung-jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya.
Reaksi local yang terdapat pada ui Mantoux terdiri atas:
1. Eritema karena vasodilator primer
2. Edema karena reaksi antigen yang disuntikkan dengan antibody.
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
melintanng dari indurasi yang terjadi. Tuberkulin yang biasanya dipakai ialah Old Tuberkulin
(OT) dan Purifed Protein Derivative tuberculin (PPD).4
Pengenceran OT dan PPD yang biasanya digunakan ialah:
Dosis baku tuhberkulin uji Mantoux ialah 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT
1/2000 yang disuntikkan intrakutan. Indurasi dengan diameter 5 mm ke atas dianggap positif
dengan catatatn 0-4 mm negative, 5-9 mm masih meragukan dan 10 mm ke atas jelas positif.
9
Kalau uji tuberkulin dengan PPD-RT23 2 TU, PPD-S 5 TU atau dengan OT 1/2000
negatif maka pemeriksaan harus diulang dengan PPD-RT23 100 TU atau OT 1/100 untuk
memastikan bahwa uji tuberkulin itu negatif. Juga kalau dengan PPD-RT 23 2 TU, PPD-S 5 TU
atau OT 1/2000 negatif tetapi masih dicurigai akan adanya tuberculosis aktif, misalnya diketahui
terdapat kontal dengan penderita tuberkulosis aktif, keadaan umum yang jelek dan kemungkinan
adanya anergi, maka pemeriksaan diulang dengan PPD-RT23 100 TU atau 1/100.4
Di Indonesia uji Mantoux dengan OT 1/100 (PPD-RT23 100 TU) dikerjakan secara rutin
kalau dengan OT 1/2000 (PPD-RT23 2 TU atau PPD-S 5 TU) negatif. Sebaiknya uji tuberkulin
dikerjakan secara rutin pada setiap anak dan kalau negatif diulang tiap 6-12 bulan untuk
menemukan tuberkulosis sedini mungkin.
Penyuntikan BCG menyebabkan konversi uji tuberkulin sehingga dapat mengacaukan
penilaian uji tuberkulin untuk diagnosis tuberkulosis. Dinyatakan bahwa RT23 2 TU, PPD-S 5
TU atau OT 1/2000 menimbulkan indurasi lebih dari 15 mm, maka harus dicurigai akan adanya
superinfeksi tuberkulosis. Kalau BCG di reaksi dengan indurasi 5 mm atau lebih terhadap PPD-
RT23 2 TU atau PPD-S 5 TU dan tidak ada yang berekasi dengan diameter indurasi 10 mm ke
atas. Uji tuberkulin akan menjadi negatif untuk sementara pada penderita tuberkulosis (anergi)
dengan :
1. Malnutrisi Energi Protein
2. Tuberkulosis berat
3. Morbili, Varisela
4. Pertusis, Difteria, Tifus Abdominalis
5. Pemberian kortikosteroid yang lama
6. Vakasin virus misalnya poliomyelitis
7. Penyakit ganas, misalnya penyakit Hodgkin.4
Pemeriksaan radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin
dilakukan foto Rontgen paru dan atas indikasi juga dibuat foto Rontgen alat tubuh lain, mislanya
foto tulang punggung pada spondilitis. Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada
tuberkulosis paru ialah :
10
1. Kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal
3. Penyebaran milier
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis edengan efusi.
Pemeriksaan radiologis paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
tuberkulosis, tetapi harus disertai dengan data klinisnya.4
Pemeriksaan bakteriologis
Penemuan basil tuberkulosis memastikian diagnosis tuberkulosis, tetapi tidak
ditemukannya basil tuberkulosis bukan berarti tidak menderita tuberkulosis.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis, ialah:
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum pada anak besar
4. Cairan pleura
5. Likuor serebrospinalis
6. Cairan asites
7. Bahan-bahan lainnya
Di negeri yang telah maju dengan sarana laboratorium yang baik, basil tuberkulosis dapat
ditemukan sebesar 50-90% dari anak dengan tuberkulosis. Pada umumnya hanya dapat
ditemukan 25-30% saja.4
Di Jakarta pada tahun 1956-1960 pemeriksaan bilasan lambung pada 204 anak dengan
meningitides tuberkulosa menghasilkan basil tuberkulosis positif pada 27 (13%) anak dan ada
pemeriksaan likour serebrospinalisnya hanya ditemukan 18,5% (38 anak).4
11
Pemeriksaan patologi natomi
Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. Biasanya diperiksa kelenjar
getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit dan lain-lain. Pada pemeriksaan biasanya
ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.4
Uji BCG
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin (BCG
langsung). Bila pada anak yang mebdapat BCG langsung terdapat reaksi local yang besar dalam
waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan
diperiksa lebih lanjut ke arah tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan
menimbuklkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu reaksi BCG ini dapat dipakai
sebagai alat dignostik. Sering terdapat kesukaran untuk membuta diagnosis tuberkulosis yang
dini pada anak dengan malnutrisi karena adanya anergi terhadap tuberkulin. Udani (1970)
menyatakan bahwa uji BCG tidak terdapat anergi, Akhir-akhir ini sedang diselidiki pemeriksaan
serologis untuk menunjang diagnosis tuberkulosis.4
Atypical pneumonia
Penaykit paru yang disebabkan infeksi M.atipik secara anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
radiologis tidak dapat atau sukar dibdeakan dengan yang disebabkan M.tuberkulosase, sehingga
menyulitkan diagnosis di samping bisa dijumpai kuman M.atipik di sputum sebagai kolonisasi
dari saluran nafas bawah, sehingga diagnosis harus didasarkan atas criteria yang valid dari klinis
temuan khas dari CT-scan, temuan berulang M.atipik dari dahak atau pertumbuhan M.atipik dari
biopsi paru. Bila specimen berasal dari jaringan, maka diagnosis berdaasarkan gambaran
histologis yang sesuai dengan gambaran penyakit disebabkan mikobakterium dan secara kultur
didapat adanya pertumbuhan kuman. Tes laboratorium tambahan (misalnya pemeriksaan
imunologi) tidak berguna untuk diagnosis.5
Pertumbuhan kultur M.pneumoniae terlalu lambat untuk dapat dinilai secara klinis.
Peningkatan empat kali lipat pada CFT antar specimen akut dengan specimen konvalesen
mengindikasikan infeksi akut. EIA spesifik-IgM, menggunakan antigen permukaan protein A1,
12
bersifat lebih sensitive daripada CFT sehingga memberikan hasil yang positif pada specimen
tunggal. NAAT semakin penting dalam diagnosis.6
Demam tifoid
Biakan darah positif pada awal penyakit, sedangkan biakan urine dan tinja menjadi postif
pascaseptikemia sekunder. Karena jumlah organism relative kecil, biakan darah dapat negatif.
Sumsum tulang, kelenjar getah bening, dan jaringan retikuloendotelial sering mengandung
organism sesudah darah disterilisasi. Pada kasus yang dicurigai dengan biakan negatif, biakan
aspirasi sumsum tulang atau cairan duodenum (untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi
biliaris) dapat membantu.7
Pemeriksaan Rutin
Walalupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat
pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu, dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju
endap darah pada demam tifoid akan meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organisme. Sampai
sekarang, kultur masih menjadi standar baku dalam penegakkan diagnostic. Selain uji widal,
terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan
mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik dari antara lain uji TUBEX.7
Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk edteksis antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji Widal
terjadi suatu rekasi aglutinasi antara antigen kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut
agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspense Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya
13
agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : (a) Aglutinin O (dari tubuh
kuman), (b) Aglutinin H (flagella kuman), (c) Aglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertamam demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan
agglutinin H. pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan,
sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji Widal bukan
untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi uji Widal yaitu: 1).Pengobatan dini dengan
antibiotic, 2) Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid, 3) Waktu
pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non-endemik, 5) Riwayat vaksinasi, 6) Riwayat
anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi
demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, 7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat
aglutinasi silang, strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.7
Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan
mudah untuk dikerjakan. Uji ini untuk mendeteksi antibodi anti-S.thypi O9 pada serum pasien,
dengan cara menghambat ikatan antar IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partikel latex. Hasil
positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serpgroup D walau tidak secara
spesifik mennujuk pada S.thypi. Infeksi oleh S.parathypi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan sehingga dapat merangsang
respons imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari
sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap anti-gen O9 berlangsung cepat sehingga
deteksi terhadap anti O9 dapat dilakukan lebih dini yaitu padahari ke 4-5 untuk infeksi primer
dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji Tubex hanya dapat mendeteksi
14
IgM dan tiadk dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk
mendeteksi infeksi lampau.7
Malaria
Pemeriksaan Tetes Darah Untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat
penting untuk menegakkan diagnose. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak
mengeyampingkan diagnose malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negative maka
diagnose malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga
laboratorik yangberpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat
penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan dtemukannya parasit. Adapun
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :
Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena
tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya
untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
identifikasi parasit.Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang
pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200
lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. HItung
parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila
leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah
parasit per mikro liter darah.8
Tetesan darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium bila dengan preparat darah
tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count), daapt
dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila
jumlah parasit> 100.000/ ul darahmenandakan infeksi yang berat.Hitung parasit penting untuk
menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah
parasit yang minimal. Pengecataan dilakukan dengan cat Giemsa atau Leishman’s atau Field’s
dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium da
merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.8
15
Diagnosis Banding
Tuberculosis paru pada anak
Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit
mulai secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan
atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin secara rutihn dapat ditemukan penyakit
tuberkulosis pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun
selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.4
Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialaha panas, batuk, anoreksia, dan berat badan
yang menurun. Kadang-kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria
yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus
abdominalis pada bayi atau anak kecil, harus dipikirkan juga kemungkinan tuberkulosis sebagai
penyebab panas tersebut.4
Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti bronkopneumonia, sehingga pada
anak dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan poengobatan
bronkopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis.4
Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulosis, terutama
tuberkulosis tonsil, adenoid, dan telinga tengah.Flikten pada mata diduga sebagai gejala
hipersensitivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau
focus tuberkulosis ,masih ada, flikten sering tetap hilang timbul. Flikten sering disertai infeksi
sekunder biasanya oleh Staphylococcus hemolyticus. Hal lain yang juga dapat menyebabkan
timbulnya flikten ialah benda asing, trakoma, dan askariasis. Gambaran klinis lainnya sesuai
dengan organ yang terkena misalnya paru, selaput otak, hepar, tulang dan sendi, ginjal, dan lain-
lain.4
16
Gambar 1. Tuberculosis paru pada anak
(Sumber: http://www.google.co.id/imgres?
q=tuberkulosis+pada+anak&start=104&um=1&hl=id&noj=1&tbm=isch&tbnid=eJTJsKkhPxAmFM:&imgrefurl=ht
tp://kunsantori.wordpress.com/2011/07/03/tuberkulosis-anak/&docid=80mhdXPFnDe8zM&imgurl=http://
kunsantori.files.wordpress.com/2011/07/image028.gif&w=395&h=554&ei=-lryT-
D0F8KIrAeLnNm9DQ&zoom=1&iact=hc&vpx=1118&vpy=168&dur=1655&hovh=266&hovw=189&tx=82&ty=1
21&sig=101276446466328694888&page=5&tbnh=141&tbnw=97&ndsp=29&ved=1t:429,r:7,s:104,i:116&biw=136
6&bih=633)
Atypical pneumonia
Atypical pneumonia disebabkan oleh berbagai organisme, yang tersering adalah
Mycoplasma pneumonia yang sering terjadi pada anak dan dewasa muda. Agen etiologic lain
adalah virus, termasuk virus influenza tipe A dan B, respiratory syncytial virus, adenovirus,
rinovirus, rubella, dan virus varisela; Chlamydia pneumonia; dan Coxiella burnetti (Q fever)100.9
Pasien mengalami demam, mialgia, nyeri dada pleuritik, dan batuk nonproduktif; nyeri kepala
adalah gejala yang menonjol. Antibodi yang mengaglutinasi sel darah merah pejamu pada suhu
rendah menyebabkan sianosis perifer dan sentral setelah terpajan udara dingin. Infeksi
berhubungan dengan arthritis reaktif (pascainfeksi), dan neuritis.6
Patogenisitas. Mycoplasma pneumonia menempel ke sel penjamu melalui protein P1, suatu
antigen 169-kDa. Imunitas bersifat jangka pendek; variasi antigenikdari protein P1 bertanggung
jawab untuk hal ini. Mycoplasma pneumonia menempatkan dirinya sendiri pada dasar siliadiman
17
bakteri ini menginduksi siliostasis. Hidrogen peroksida yang disekresikan merusak membrane sel
pejamu dan bekerja sama dengan superoksida dismutase dan katalase. M.pneumoniaeyang
teropsonisasi siap dihancurkan oleh makrofag dan oleh aktivitas system komplemen. 9
Pengobatan. Organisme ini resiten terhadap β-laktam dan sefalosporin, tetapi sensitive terhadap
eritromisin, tetrasiklin, aminoglikosida, rifampisin, kloramfenikol, dan kuinolon.6
Prognosis. Bentuk sporadic penyakit biasanya ringan dan mempunyai angka kematian rendah,
kurang dari 1%. Namun pneumonia interstisium dapat menyebabkan epidemic dengan tingkat
keparahan dan angka kematian yang tinggi.9 Infeksi M.pneumonia pada umunya baik. Tetapi
beberapa laporan kasus ada yang fatal dengan adanya immunodefisiensi.
Komplikasi. Penyebaran dari infeksi di dalam paru-paru adalah Pleural effusi ringan
merupakan komplikasi pulmonal yang paling sering. Komplikasi yang berat dapat terjadi pada
keadaan tertentu tapi jarang, misalnya SwyerJames Syndrom atau Me Leod Syndrom,massive
pleural effusi, Pulmonari fibrosis,Bronkiolitis obliterans dan Respiratori distress syndrom pada
dewasa yang dapat menyebabkan kematian.10
Gambar 1. Atypical pneumonia
(sumber: http://www.google.co.id/imgres?
q=pneumonia+atipikal&um=1&hl=id&sa=N&noj=1&tbm=isch&tbnid=SwLkOaYuiDGAJM:&imgrefurl=http://
majalah-hilalahmarsolo.blogspot.com/2012/03/pneumonia.html&docid=JspIczHyb2QxLM&imgurl=http://
2.bp.blogspot.com/-IA9pfBbb-o4/T1xa9eiCmrI/AAAAAAAAAzI/MVjB-L0163k/s640/
sehat_khusus_002.jpg&w=432&h=288&ei=vFjyT6eeJ8fhrAfAwMy9DQ&zoom=1&iact=hc&vpx=115&vpy=149
18
&dur=3611&hovh=183&hovw=275&tx=151&ty=82&sig=101276446466328694888&page=2&tbnh=123&tbnw=1
85&start=21&ndsp=30&ved=1t:429,r:0,s:21,i:136&biw=1366&bih=633)
Demam tifoid
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella thypi.Pola demam tifoid pada bayi berkisar dari gastroenteritis ringan sampai
septicemia berat tanpa diare. Demam, hepatomegali, ikterus, anoreksia letargi, dan penurunan
berat badan dapat ditemukan.7
Pada anak yang lebih tua, perjalanannya ditandai dengan demam tinggi, letargi, mialgia,
nyeri kepala, ruam, hepatosplenomegali, dan nyeri abdomen. Diare terjadi pada kurang dari
separuh anak yang lebih tua pada stadium awal, tetapi konstipasi ditemukan pada stadium yang
lebih lanjut. Pasien dapat menjadi sangat lemah dan mengalami delirium serta kebingungan. Pda
stadium penyakit ini, limpa biasanya membesar dan terdapat nyeri tekan perut. Ruam macular
(rose spot) atau makulopapular pada kulit dapat diamati pada sekitar 30% pasien. Hubungan
paradox suhu tinggi dan frekuensi nadi rendah dapat ditemukan. Biasanya, untuk setiap kenaikan
1o di atas 38,3o C (101o F) , nadi akan naik 10 denyut / menit. Biasanya terdapat leukopenia.7
Patogenesis. Usus kecil bagian atas merupakan tempat invasi yang utama. Monosit
memfagositosis , mereka membawa organisme dari darah ke kelenjargetah bening mesenterika
dan retikuloendotelial lain tempat bakteri berproliferasi sehingga menghasilkan radang pada
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Septikemia sekunder tersebar ditempat ini dan biasanya
lama, menginvasi orga-organ lain.Kandung empedu atau darah. Mikroorganisme yang
memperbanyak diri pada kandung empedu akhirnya dikeluarkan ke dalam usus.
Komplikasi. Perforasi usus pada tempat inokulasi biasanya pada ileum, terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan gastrointestinal berat terjadi pada 1-10% anak dengan demam tifoid . Kebanyakan
komplikasi terjadi selama stadium kedua (penyebaran) penyakit dan didahului oleh turunnya
suhu dan tekanan darah serta peningkatan frekuensi nadi. Enselopati toksik, thrombosis serebral,
ataksia serebelar akut, neuritis optic, afasia, ketulian, mielitis transversal, serta kolesistitis akut
dapat terjadi. Pneumonia biasa terjadi selama stadium kedua penyakit, tetapi disebabkan oleh
superinfeksi. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis, adan arthritis septik jarang
19
pada hospes normal. Artritis septic dan osteomielitis ditemukan pada individu dengan
hemoglobinopati.
Pengobatan. Seftriakson, ampisilin, kloramfenikol, trimetoprim/sulfametoksazol, dan
sifrofloksasin merupakan obat yang berguna. Azitromisin dapat efektif untuk banyak isolate
yang resisten dari daerah endemik. Sefalosporin generasi ketiga, terutama obat-obat yang di
metabolism dihati, dapat menyembuhkan carrier.7
Pencegahan. Tersedianya dua vaksin tifoid dengan tingkat kemanjuran 55-77% yaitu vaksin oral
hidup yang dilemahkan dari strain Ty21a S.thypi disetujui untuk digunakan pada anak usia lebih
dari 6 tahun tetapi tidak boleh diberikan meflokuin yang sering digunakan untuk profilkasis
malaria. Diperlukan 4 dosis kapsul. Lamanya respons imuns belum terdokumentasi dengan bail,
disarankan seri booster setiap 5 tahun. Vaksin polisakarida yang dapat diinjeksikan, ViCPS, juga
tersedia untuk anak usia kurang dari 2 tahun; vaksin ini memerlukan dosis booster setiap 2
tahun.7
Malaria
Malaria disebabkan oleh empat spesies dari genus Plasmodium: P.falciparum, P.ovale, P.
vivax, P. malariae. Malaria harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang sakit dengan riwayat
yang bepergian ke daerah endemik, terutama jika mereka mengalami demam atau gejala yang
menyerupai flu. Infeksi oleh P.falciparum dapat dengan cepat berkembang kearah kematian,
terutama pada pelancong non-imun; infeksi oleh spesies lain biasanya lebih ringan. Pelancong
saat liburan tidak memiliki imunitas dan demam yang biasanya ditemukan dapat tidak muncul.
Plasmodium falciparum mengenai semua organ dan menyebabkan rentang komplikasi yang
lebar, seperti malaria serebral, syok sirkulasi, hemolisis akut dan gagal ginjal, hepatitis, dan
edema paru.6
Siklus hidup. Sporozoa diinjeksikan ke dalam sirkulasi melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. Parasit bermutiplikasi kedalam hepatosit. Parasit menginvasi sel darah merah dan
bermutiplikasi. Parasit memacu pelepasan sitokin, yang bertanggung jawab atas terjadinya
banayk tanda dan gejala malaria. Padas el darah merah yang terinfeksi, terbentuk penonjolan
menyerupai tombol yang membuatnya menempel ke dinding kapiler. Hal ini dapat terjadi di otak
menyebabkan mlaria serebral. Beberapa parasit berdiferensiasi memasuki stadium seksual,
20
gametosit, yang diisap oleh nyamuk betina yang menggigit. Gametosit ini berkembang di dalam
saluran cerna nyamuk menjadi sporozoit kemudian akan bermigrasi ke kelenjar saliva nyamuk
yang siap untuk gigitan selanjutnya, Plasmodium vivax dan P.ovale memiliki stadium dorman
(hipnozoit) yang dapat menyebabkan relaps.6
Pengobatan Kemoterapi menghilangkan stadium darah dari parasit. Terapi kombinasi harus
dilakukan; contohnya untuk P.falciparum: kuinin, pirimetamin, dan sulfadoksin atau kuinin dan
doksisiklin. Klorokuin digunakan untuk infeksi P.ovale, P. vivax, dan P. malariae, dan
primakuin digunakan untuk mengeradikasi hipnozoit dari P.oval dan P. vivax.6
Pencegahan. Mereka yang beresiko harus tidur dibawah tempat tidur yang berkelambu,
menutupi kulit yang terpajan antara waktu senja dan fajar saat nyamuk aktif dan menggunakan
losion antinyamuk. Profilaksis harus digunakan mengikuti saran terbaru dari para ahli, tetapi
perlu diingat bahwa pasien yang mengonsumsi profilaksis dapat terkena malaria. Beberapa
vaksin yang ysedang dikembangkan ditujan terutama untuk melawan sporozoa. Vaksin yang
melawan stadium sel darah merah dan gametosit, ditambah obat kombinasi, mungkin akan
diperlukan.
Komplikasi dan Prognosis. Bergantung pada pengobatan yangdiberikan. Pada malaria tropika
(yang disebabkan oleh P.falciparum) dapat timbul komplikasi yang berbahaya yang disebut
Black water fever (hemoglobinuric fever) dengan gagal ginjal akut.4
Patofisiologi
Basil tuberkel yang resisten terhadap pengeringan , diinhalasi dalam inti droplet kecil dan
diendapkan pada jalan nafas distal, organisme ditelah oleh makrofag alveolar, tempat mereka
bereplikasi secra intarselular, bertahan terrhadap pengaruh litik dari fusi fagolisosom. Marofag
yang terinfeksi bermigrasi ke kelenjar getah bening hilus; antigen bakteri disajikan pada sel T,
terutama sel CD4+, dan mengaktifkannya sehingga menyebabkan “hipersensitivitas tipe lambat”.
Patolog disebabkan oleh respons imun hospes terhadap organisme. Dari kelenjar getah
bening ini, basil dapat menyebar melalui vasa limfatika atau secara hematogen ke seluruh tubuh.
Respons imun yang diinduksi terutama yang mengaktifkan makrofag, dapat mengandung
replikasi organisme, seperti ditunjukan oleh pembentukan granuloma yang terdiri dari sel
21
epiteloid, sel raksasa Langerhans, dan limfosit. Adanya respons hipersensitivitas lambat terhadap
M.tuberculosis dievaluasi dengan uji kulit menggunakan ekstrak antigen protein yang
dimurnikan dari mikobakteri yang dibunuh dengan panas. Fokus infeksi ini dapat berkalsifikasi,
membentuk kompleks Ghon (kalsifikasi paru dan kelenjar getah bening), yang dapat inaktif
selama bertahun-tahun. Namun, pada keadaan yang cocok, dan paling sering dalam 2 tahun
pertama pascainfeksi, organisme menghindari pembunuhan makrofag, mulai bereplikasi secara
lokal, dan menyebabkan penyakit reaktivasi khususnya pada bagian apeks paru atau tempat lain
dalam tubuh. Faktor yng meningkatkan kemungkinan reaktivasi adalah keadaan yang mendasari
yang mengurangi fungsi sel T CD4+ (helper) , seperti infksi HIV, usia (kurang dari 3 tahun);
terapi imunosupresif, terutama dengan kortikosteroid dan antibody terhadap faktor nekrosis
tumor; malnutrisi; faktor genetik; pubertas; dan kehamilan.11
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pengobatan pada tuberkulosis ditentukan berdasarkan 2 pertimbangan, yaitu adanya mutan
yang resisten terhadap obat dan adanya basil tuberkulosis yang hidup karena pertumbuhannya
lambat dan intermiten. Untuk mutan yang resisten, dapat dikombinasikan pemakainan 2 obat
atau lebih. Untuk adanya basil tuberkulosis yang pertumbuhannya lambat dan intermiten dapat
ditanggulangi dengan memperpanjang masa pengobatan sampai 18 bulan atau lebih.4
- INH (isoniazid)
Bekerja secara bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler dan basil
di dalam makrofag. Dosis INH adalah 5 mg/ kgbb/ hari peroral, dapat diberikan selama
18-24 bulan.4
- Rifampisin
Bekerja bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dan dapat
membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin
diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgbb/hari, dosis maksimal
600mg/hari. Jika diberikan bersamaan isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15
mg/kgbb/hari dan isoniazid 10 mg/kgbb/hari. Efek samping adalah perubahan warna urin,
22
ludah, keringat, sputum, air mata menjadi warna orange kemerahan. Selain itu gangguan
gastroimtestinal dan hepatotoksisitas.12
- Streptomisin
Bekerja bakterisidal hanya terhadap basil yang tumbuh aktif ekstraseluler. Diberikan
secara intramuskular dengan dosis 30-50 mg/kgbb/hari, dengan maksimum 750 mg/ hari,
diberikan selama 1-3 bulan kemudiann dapat diberikan 2-3 kali seminggu selama 1-3
bulan lagi.4
- Pirazinamid
Bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler. Dosis pirazinamid adalah 30-35
mg/kgbb/hari, peroral 2 kali sehari selama 4-6 bulan.12
- Etambutol
Belum jelas pakah bekerja secara bakterisidal atau bakteriostatik. Diberikan dengan dosis
20 mg/ kgbb/ hari peroral pada waktu lambung kososng sama sekali.12
- PAS (para aminosalisilat), ationamid, dan sikloserin
Hanya bekerja secara bakteriostatik. Obat ini jarang dipakai karena dosisnya yang tinggi
dan kurang disukai penderita. Biasanya diberikan selama 1 tahun.12
Pada anak-anak yang tidak menunjukkan gejala penyakit dan yang diketahui telah
mengalami infeksi primer, tujuan pengobatannya adalah menyingkirkan risiko penyebaran dari
lesi dan membunuh kuman tuberkulosis pada fokus primer dan kelenjar getah bening terkait.
Pengobatan terdiri atas 5 mg/kgbb isoniazid (INH) satu kali sehari selama minimal 6 bulan.
Sedangkan pada anak dengan gejala dapat diberikan INH dan rifampisin, bersama dengan
pirazinamid.13
Pada anak yang menderita tuberkulosis, diperhatikan juga gizi dan makanannya. Anak
yang sakit sangat berat dan kurang gizi mungkin menolak utuk makan, karena itu berikanlah
makanan dalam jumlah sedikit tapi sering. NGT dapat digunakan jika memang perlu sampai
nafsu makan pulih.13
Non-medikamentosa
1. Pendekatan DOTS
23
Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan
langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Sesuai dengan rekomendasi
WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut.11
1) Komitmen politis dari para pengambilan keputusan, termasuk dukungan dana.
2) Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
3) Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh pengawas menelan obat (PMO).
4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulan TB.
2. Sumber penularan dan case finding
Perlu dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat
dengan anak tersebut. Bila ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan
sentrifugal, yaitu mencari anak lain sekitarnya yang mungkin tertular, dengan cara
uji tuberkulin.12
3. Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu
yang cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar. selain itu, diperlukan
penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan
mikronutrien. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi, tidak perlu membatasi
aktivitas fisik, kecuali pada TB berat.12
Pencegahan
a. Pemberian vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis
yang virulen. Imunitas timbuk 6-8 minggu setelah pemberian BCG. Pemberian BCG dapat
mengurangi morbiditas sampai 74%.4
b. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis biasanya digunakan INH dengan dosis 5 mg/kgbb/hari selama 1 tahun.
Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak (belum
24
infeksi atau masih masa inkubasi). Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk mencegah
berkembangya infeksi menjadi penyakit. Kemoprofilaksis sekunder dapat juga diberikan
pada anak dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru.4
Prognosis
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama telah mendapat infeksi,
luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan social ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat
dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.4
Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran secara limfogen/ hematogen yang akan mengakibatkan TBC
milier, meningitis TBC, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TBC tulang dan sendi.
Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu organisme aerob yang
tumbuh lambat dengan struktur dinding sel kompleks yang mengandung asam mikolat, suatu
asam lemak 70-80 karbon dan arabinogalaktan yang terikat pada asam muramat. Kandungan
lipid yang tinggi menyebabkan organisme bersifat “tahan asam” pada pewarnaan (resisten
terhadap perubahan warna dengan asam alcohol), seperti digunakan pada metode pewarnaan
Ziehl-Neelsen atau Kinyoun yang digunakan untuk mengidentifikasi organisme ini.
M.tuberculosis dapat dibedakan dari mikkobakteri lai dengan tidak adanya pigmentasi, dengan
angka pertumbuhannya lambat, dan dengan waktu penggandaan 24-36 jam dan dengan
penggunaan probe DNA spesifik. 11
Epidemiologi
Diseluruh dunia, TB merupakan penyebab utama morbididtas dan diperkirakan oleh
WHO menyebabkan sekitar 3 juta kematian per tahun; terutama pada negara yang berkembang
25
dan pada populasi yang umumnya terdapat infeksi HIV. TB telah menurun pada orang-orang
yang lahir di Amerika Serikat, tetapi meningkat pada orang yang dilahirkan di negara asing.
Reservoir tuberkulosis adalah lansia, imigran (Asia, Afrika, dan Amerika Latin), tuna wisma,
dan pasien AIDS. Tuberkulosis lebih sering pada masyarakat semiindustri yang penuh sesak dan
di antara orang-orang miskin. Infeksi pada anak terjadi sesudah inhalasi droplet pernapasan yang
teerkontaminasi (dari batuk dan bersin) dari sekresi saluran napas yang terinfeksi berat. Infeksi
pada anak khususnya merupakan akibat dari kontak erat yang lama dengan individu yang
memiliki sputum positif, aktif, berkaverna, dan tidak diobati. Masa inkubasi adri infeksi sampai
terjadinya uj kulit tuberkulin positif adalah 2-6 minggu. 11
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas bahwa anak pada kasus tersebut diduga
mengarah pada penyakit tuberkulosis paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dengan gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialaha panas, batuk, anoreksia, dan berat badan
yang menurun. Kadang-kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria
yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali.
Daftar Pustaka
1. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Jilid II.Edisi 6. Jakarta : EGC; 2005. h.
736-7
2. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Sudoyo, Aru W. et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 25-7.
3. Diagnosis fisis pada anak. Dalam: Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM,
Pudjiadi A, Ghazali MV, et al (eds). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid III. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. p. 1170-3
26
4. Tuberkulosis pada anak. Dalam: Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi
A, Ghazali MV, et al (eds). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. p. 573-84
5. Tanjung A, Keliat EN. Penyakit paru karena mikobakterium atipik. Dalam: Sudoyo, Aru
W. et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009. p. 2263-6
6. Gileespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi 3. Jakarta :
Penerbit Erlangga; 2008. p. 59, 86-7
7. Demam tifoid. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, editor. Esensi Pediatri Nelson Edisi
4. Jakarta : EGC; 2010. p. 445-6
8. Harijanto PN. Malaria . Dalam: Sudoyo, Aru W. et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 2813-25
9. Pneumonia atipikal didapat di masyarakat (virus dan mikoplasma). Dalam: Kumar V,
Abbas AK, Fausto N, editor. Robbins & Cotran Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta
: EGC; 2009. p. 770-2
10. Lubis HM. Pneumonia mikoplasma. Sumatera Utara : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2005. p. 1-9
11. Tuberkulosis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, editor. Esensi Pediatri Nelson Edisi
4. Jakarta : EGC; 2010. p. 431-6
12. Basir D, Rahajoe NN, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberkulosis
pada anak. Jakarta. Edisi ke-2: UKK Respirologi PP IDAI; 2007.p .3-65.
13. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis Ed. 2. Jakarta: widya medika. 2002. p.
31-91.
27