sistem sosial komunitas sepeda onthel dalam...
TRANSCRIPT
SISTEM SOSIAL KOMUNITAS SEPEDA ONTHEL
DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI
KOMUNITAS
(Studi Kasus: Bintaro Onthel Solidarity (BOS), Tangerang Selatan)
Skripsi
Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Arif Hadi Luqman
NIM: 1113111000037
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul
SISTEM SOSIAL KOMUNITAS SEPEDA ONTHEL DALAM
MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI KOMUNITAS (Studi Kasus: Bintaro
Onthel Solidarity (BOS), Tangerang Selatan)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya Saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 28 Maret 2018
Arif Hadi Luqman
NIM. 1113111000037
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Arif Hadi Luqman
NIM : 1113111000037
Program studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
SISTEM SOSIAL KOMUNITAS SEPEDA ONTHEL DALAM
MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI KOMUNITAS (Studi Kasus: Bintaro
Onthel Solidarity (BOS), Tangerang Selatan)
Dan telah memenuhi persyaratan untuk di uji.
Jakarta, 28 Maret 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Wahidah R. Bulan.,
NIP. 197609182003122033 NIDN. 0010106517
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
SISTEM SOSIAL KOMUNITAS SEPEDA ONTHEL DALAM
MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI KOMUNITAS (Studi Kasus: Bintaro
Onthel Solidarity (BOS), Tangerang Selatan)
Oleh
Arif Hadi Luqman
1113111000037
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 April
2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S. Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si
NIP. 197609182003122033 NIP. 196808161997032002
Penguji I, Penguji II,
Dra. Ida Rosyidah, M.A Muhammad Ismail, M.Si
NIP. 196306161990032002 NIP. 196803081997031002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 12 April 2018.
Ketua Program Studi Sosiologi
FISIP UIN JAKARTA
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si
NIP. 197609182003122033
v
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang "Sistem Sosial Komunitas Sepeda Onthel dalam
Mempertahankan Eksistensi Komunitas (Studi Kasus: Bintaro Onthel Solidarity
(BOS) Tangerang Selatan)". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya
mambangun dan mengembangkan komunitas, kontribusi melestarikan sepeda onthel,
dan hubungan BOS dengan Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI). Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan studi dokumen. Subjek dalam penelitian ini adalah pengurus dan
anggota BOS beserta pengurus KOSTI. Proses analisis data dilakukan dengan
pengumpulan data baik data primer maupun sekunder dan kemudian peneleti
mereduksi data, menyajikan data hasil penelitian, dan penarikan kesimpulan.
Penelitian ini menggunakan teori sistem sosial komunitas dari Irwin Sanders.
Berdasarkan hasil temuan dan analisa, Komunitas BOS memiliki berbagai upaya
membangun dan mengembangkan komunitas BOS dalam mempertahankan eksistensi
komunitas. Upaya terjadi karena adanya sistem yang beroperasi seperti perekrutan
anggota baru, komunikasi, diferensiasi dan alokasi status, alokasi barang dan jasa,
sosialisasi, kontrol sosial dan alokasi kekuasaan, serta integrasi. Komunitas BOS
memiliki kontribusi dalam melestarikan sepeda onthel. Kontribusi itu diaplikasikan
dengan merawat sepeda onthel, mengoleksi sepeda onthel, dan memberikan edukasi
tentang sepeda onthel. Apalagi, ada organisasi yang menaungi komunitas-komunitas
sepeda tua di Indonesia yang bernama KOSTI (Komunitas Sepeda Tua Indonesia).
Komunitas BOS merupakan salah satu komunitas yang berada di bawah naungan
KOSTI. Karena letaknya di Tangerang Selatan, BOS masuk di dalam bagian KOSTI
Tangerang Selatan.
Kata Kunci: Komunitas, Bintaro Onthel Solidarity (BOS), Komunitas Sepeda Tua
Indonesia (KOSTI)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Sistem
Sosial Komunitas Sepeda Onthel dalam Mempertahankan Eksistensi Komunitas
(Studi Kasus: Bintaro Onthel Solidarity (BOS), Tangerang Selatan)".
Dalam penyelesaian skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan. Selama
proses penulisan hingga selesainya skripsi ini peneliti banyak dukungan, bantuan,
bimbingan, dan do'a dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Selaku rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Zulkifli, MA. Selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Prodi Sosiologi sekaligus dosen
seminar proposal skripsi yang telah bersedia membimbing dan memberi
masukan serta motivasi kepada penulis.
4. Dr. Joharatul Jamilah, M.Si, selaku Sekretaris Prodi Sosiologi yang telah
membantu dan membimbing penulis.
5. Dosen pembimbing Dr. Wahidah R Bulan., yang bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, serta saran yang
membangun.
6. Segenap dosen dan staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya
Prodi sosiologi yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bermanfaat
bagi penulis.
7. Keluarga tercinta, Bapak Suyadi dan Ibu Sri Rahayu beserta Adik Qori
Hadi Sahhal yang selalu memberikan dorongan motivasi, semangat serta
do‟a bagi penulis.
vii
8. Segenap keluarga besar komunitas Bintaro Onthel Solidarity (BOS) yang
telah menerima dan menyambut baik penulis selama proses penelitian.
Beserta para informan yang bersedia membantu penulis dalam proses
pencarian data penelitian.
9. Keluarga besar Sosiologi A 2013 atas kebersamaan dan kehangatan selama
4 tahun kuliah.
10. Sahabat-sahabat HMN, Monji, Ilham, Nanik, Dana, Jaldi, Adi, Ubay,
Lukman, Nisa, Yasser, Inu yang selalu memberi motivasi dan semangat
kepada penulis.
11. Sahabat KKN D‟Most Jauhari, Putri, Isti, Fikri, Suci, Irfan, Husni, Dhiaul,
Tama, Tohir, dan Muce atas kebersamaan selama sebulan pengabdian.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, terimakasih pada semua pihak yang
telah membantu dan memberikan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan berguna bagi pengetahuan dibidang sosial.
Jakarta, 2 April 2018
Arif Hadi Luqman
NIM. 1113111000037
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiii
BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah .......................................................................................... 1
B. Pertanyaan Masalah .......................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 7
E. Kerangka Teori................................................................................................ 14
F. Definisi Konsep ............................................................................................... 21
1. Komunitas ................................................................................................... 21
2. Eksistensi ..................................................................................................... 27
3. Melestarikan ................................................................................................ 28
G. Metodologi Penelitian ..................................................................................... 29
1. Jenis Penelitian ............................................................................................ 29
2. Informan/Narasumber ................................................................................. 31
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 32
4. Jenis Data .................................................................................................... 32
5. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 32
6. Analisis Data ............................................................................................... 35
H. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 36
ix
BAB II ........................................................................................................................ 38
GAMBARAN UMUM .............................................................................................. 38
A. Sejarah Perkembangan Sepeda Onthel di Indonesia ....................................... 38
B. Profil Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) ......................................... 39
1. Sejarah Komunitas Sepeda Onthel di Indonesia (KOSTI) .......................... 39
2. Landasan Hukum KOSTI ............................................................................ 44
C. Profil Bintaro Onthel Solidarity (BOS) .......................................................... 47
1. Sejarah Singkat BOS ................................................................................... 47
2. Arti BOS ...................................................................................................... 51
3. Tujuan Komunitas BOS .............................................................................. 52
4. Struktur Organisasi BOS ............................................................................. 54
5. Keanggotaan BOS ....................................................................................... 56
BAB III ...................................................................................................................... 58
TEMUAN DAN ANAILISA ..................................................................................... 58
A. Upaya Bintaro Onthel Solidarity (BOS) Membangun dan Mengembangkan
Diri Sebagai Sebuah Komunitas ............................................................................. 58
1. Perekrutan Anggota Baru ............................................................................ 59
2. Komunikasi ................................................................................................. 62
3. Diferensiasi dan Alokasi Status ................................................................... 64
4. Alokasi Barang dan Jasa .............................................................................. 66
5. Sosialisasi .................................................................................................... 67
6. Kontrol Sosial dan Alokasi Kekuasaan ....................................................... 71
7. Integrasi ....................................................................................................... 72
B. Kontribusi Bintaro Onthel Solidarity (BOS) dalam Melestarikan Sepeda
Onthel ..................................................................................................................... 78
1. Kontribusi dalam Merawat Sepeda Onthel.................................................. 79
2. Kontribusi dalam Mengoleksi Sepeda Onthel ............................................. 79
3. Kontribusi dalam Memberikan Edukasi Sepeda Onthel ............................. 80
x
C. Relasi Bintaro Onthel Solidarity (BOS) dengan Komunitas Sepeda Tua
Indonesia ................................................................................................................ 81
BAB IV ...................................................................................................................... 93
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 93
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 93
B. Saran ................................................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 95
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1. Matriks Tinjauan Pustaka .......................................................................... 11
Tabel I.2. Profil Informan .......................................................................................... 31
Tabel II.1. Jumlah Anggota BOS ............................................................................... 56
Tabel III.1. Kegiatan BOS 2017 ................................................................................ 76
Tabel III.2. Agenda KOSTI 2017 .............................................................................. 85
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Logo Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) ............................... 42
Gambar II.2. Logo Bintaro Onthel Solidarity (BOS) ................................................. 48
Gambar II.3. Komunitas Bintaro Onthel Solidarity ................................................... 51
Gambar II.4. Bagan Struktur Organisasi BOS ........................................................... 55
Gambar III.1. Perkumpulan BOS dengan Pakaian Unik............................................ 68
Gambar III.2. Upacara Bendera Memperingati Kemerdekaan RI ............................. 69
Gambar III.3. Liputan “Selamat Pagi Indonesia” Metro TV ..................................... 71
Gambar III.4. Kumpul di Basecamp BOS ................................................................. 73
Gambar III.5. BOS Mengikuti Event KOSTI di Yogyakarta ..................................... 76
Gambar III.6. Proses Informasi KOSTI ..................................................................... 89
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
AD/ART Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
AKON Asosiasi Klitikan Onthel Nasional
BLO Bandung Lautan Onthel
BOC Buitenzorg Onthel Club Bogor
BOS Bintaro Onthel Solidarity
BKST Balai Kajian Sepeda Tua
BSD Bumi Serpong Damai
BUMK Badan Usaha Milik KOSTI
BUMN Badan Usaha Milik Negara
Contry Community Onthel Tridaya
DKI Daerah Khusus Ibukota
DPP Dewan Pimpinan Pusat
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
FORMI Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia
G30S/PKI Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia
GBPK Garis Besar Program Kerja
GOR Gelanggang Olah Raga
HI Hotel Indonesia
HUT Hari Ulang Tahun
IVCA International Veteran Cycling Association
JobFest Jakarta Onthel Beach Festival
JOC Jogja Onthel Community
JRO Jogja Republik Onthel
LEPRID Lembaga Prestasi Rekor Indonesia Dunia
KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia
KOBA Komunitas Onthel Batavia
KONSER Komunitas Onthel Serpong Utara
KONTAS Komunitas Onthel Tangerang Selatan
KONI Komite Olahraga Nasional Indonesia
Korwil Kordinator Wilayah
Kopdar Kopi Darat
KOSTI Komunitas Sepeda Tua Indonesia
KOSTUM Komunitas Sepeda Tua Makassar
Menpora Menteri Pemuda dan Olahraga
MKO Mekanisme Kerja Organisasi
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
MTQ Musahabah Tilawatil Qur’an
xiv
Munas Musyawarah Nasional
NCC No’ Nyono’ Cycling Club Sumenep
NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia
PASKAS Paguyuban Sepeda Kuno Arek Suroboyo
PemDa Pemerintah Daerah
PemKab Pemerintah Kabupaten
PemKot Pemerintah Kota
PMI Palang Perah Indonesia
POC Prima Onthel Club Bekasi
Podjok Paguyuban Onthel Djogjakarta
POLRI Polisi Republik Indonesia
PSB Paguyuban Sapedah Baheula Bandung
Raker Rapat Kerja
Silatnas Silaturahmi Nasional
Tangsel Tangerang Selatan
TNI Tentara Nasional Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Di zaman modern ini, keberadaan sepeda onthel di masyarakat sudah jarang
terlihat. Pada masa lampau sepeda onthel bisa dikatakan sebagai kendaraan yang
sangatlah populer sebagai alat transportasi pada masyarakat. Sepeda onthel pada masa
lalu bahkan merupakan moda transportasi yang cukup digemari. Namun
pemandangan seperti itu semakin bekurang seiring berjalannya waktu. Seiring dengan
arus modernisasi yang terus berjalan, moda transportasi terus mengalami
perkembangan dengan kualitas kendaraan yang semakin modern sehingga keberadaan
sepeda onthel mulai terpinggirkan. Hal itu juga berdampak pada mengurangnya
penggunaan sepeda sebagai moda transportasi di kalangan masyarakat hingga saat ini.
Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Chodak tentang
modernisasi. Menurut Chodak modernisasi adalah contoh khusus dan penting dari
kemajuan masyarakat, contoh usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai standar
kehidupan yang lebih baik (Sztompka, 2011: 153). Semakin padatnya lalu lintas
masyarakat lebih memilih kendaraan yang memiliki fungsi lebih efisiensi dan efektif
sehingga kendaraan bermotor lebih dipilih sebagai alat transportasi favorit
masyarakat di bandingkan sepeda. Kendaraan bermotor dinilai lebih nyaman dan
lebih cepat untuk digunakan sebagai alat transportasi. Dengan kemajuan teknologi ini
2
semakin memanjakan masyarakat untuk lebih tergantung kepada kendaraan bermotor
untuk pergi melakukan segala aktifitas.
Meskipun masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor, akan
tetapi pennguna sepeda tetap ada hingga saat ini. Pemandangan pengguna sepeda
masih terlihat walaupun tidak sebanyak pengguna kendaraan bermotor. Menurut
budayawan Yogyakarta, Indra Tranggono, bersepeda terkait erat dengan habit,
dengan kebiasaan, dengan tradisi dan kultur. Sebagai perilaku yang “baru”, bersepeda
akan meninggalkan persoalan psikologis. Orang yang terbiasa hidup serba praktis,
mudah, dan berirama cepat, tidak bisa dengan serta-merta menjalani kehidupan yang
lebih lamban, tidak praktis, dan susah. Kadar kesulitan akan jauh lebih tinggi dengan
mengendarai sepeda dibanding dengan sepeda motor. Lebih lanjut, Tranggono
menyebut kampanye budaya bersepeda perlu diwujudkan sebagai gerakan
kebudayaan. Gerakan kebudayaan bersepeda bisa dimaknai sebagai langkah-langkah
yang tersistem untuk mengubah perilaku masyarakat dalam berkendara dari sepeda
motor atau mobil menjadi sepeda (Arif, 2010: 127).
Walaupun sepeda kini bukan menjadi kendaraan favorit dalam transportasi
masyarakat, akan tetapi sepeda digemari sebagai sarana fasilitas untuk kegiatan
berolahraga. Karena dengan bersepeda, hal itu akan memberikan kehidupan yang
lebih sehat. Apalagi bersepeda merupakan salah satu upaya dalam menjaga
lingkungan yang sudah tercemar semenjak semakin bertambahnya kendaraan
bermotor yang telah menyebarkan polusi udara.
3
Selain itu, sepeda kini bisa dilihat sebagai sebuah gaya hidup. Selain berfungsi
sebagai alat transportasi serta untuk berolahraga, sepeda juga memiliki fungsi lain,
yaitu sebagai sebuah perkumpulan atau komunitas. Komunitas sendiri ialah suatu unit
atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan
kepentingan bersama (communities of common interest), baik yang bersifat
fungsional maupun yang mempunyai territorial (Rasdian, 2014: 1). Dalam hal ini,
dapat dikatakan bahwa sepeda dapat menjadi sebuah perkumpulan atau komunitas
dimana individu atau kelompok memiliki kesamaan hobi yaitu bersepeda atau bisa
disebut sebagai pecinta sepeda. Misalnya seperti Bintaro Onthel Solidarity (BOS)
salah satu komunitas pecinta sepeda onthel di Bintaro sekaligus sebagai bahasan pada
penelitian ini.
Sepeda onthel merupakan sepeda kuno atau sepeda tua yang telah menjadi
barang antik yang perlu untuk dilestarikan keberadaannya. Namun, saat ini
keberadaan sepeda onthel kalah tenar dengan sepeda-sepeda yang tergolong lebih
modern seperti sepeda BMX, fixie, MTB, dan sebagainya. Kebanyakan dari
masyarakat khususnya anak-anak muda lebih memilih sepeda-sepeda dengan model
dan fitur yang lebih modern tersebut bahkan hingga terbentuk komunitasnya.
Komunitas BOS merupakan salah satu komunitas yang berperan untuk kembali
menghidupkan eksistensi sepeda onthel. Komunitas BOS adalah komunitas pecinta
sepeda tua yang bermarkas di kawasan Bintaro. Tempat perkumpulan BOS sendiri
berada di depan Bank Permata Sektor 7 Bintaro di hari minggu pagi. Di sanalah para
anggota BOS saling berbagi cerita dan pengalaman, membicarakan hobi sepeda
4
tuanya. Kegiatan rutin berkumpul ini dilakukan selain untuk bertukar informasi, juga
untuk saling menguatkan hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin antar anggota
(http://tabloid.yellowpages.co.id/bintaro-onthel-society/, akses 1 November 2016).
Dengan kegiatan rutin ini, diharapkan dapat terus terjadi interaksi sosial antar
sesama anggota komunitas agar semakin memperkuat ikatan kelompok sehingga
memunculkan rasa solidaritas yang kuat di dalam komunitas BOS tersebut. Interaksi
sosial sendiri merupakan hubungan timbal balik antarmanusia dalam kehidupan
sosial. Adapun manusia sebagai insan individu masing-masing memiliki karakter dan
kepribadian yang berbeda. Berangkat dari realitas tersebut berarti kehidupan sosial
terdiri dari kelompok manusia yang beragam karakter dan kepribadian. Dengan
demikian, kehidupan kelompok sosial akan ditemukan keanekaragaman kepentingan,
pemikiran, sikap, tujuan, tingkah laku manusia yang ditemukan dalam sebuah wadah
sosial yang disebut komunitas sosial. Dalam kehidupan kelompok akan ditemukan
berbagai kepentingan. Berbagai kepentingan yang terangkum dalam kelompok
disebut kepentingan bersama atau kepentingan sosial. Dengan adanya kepentingan
kolektif, kepribadian kolektif, tujuan kolektif, maka kolektivitas sosial tersebut akan
melahirkan identitas kelompok. Identitas kelompok merupakan ciri atau karakter
kehidupan manusia dalam komunitasnya yang oleh banyak pihak menyebutnya
dengan istilah budaya. Dengan demikian, istilah kebudayaan akan selalu merujuk
pada pola-pola kelakuan kolektif, bukan pola-pola kelakuan individual (Setiadi dan
Kolip, 2011: 95-96).
5
Apalagi komunitas BOS saat ini berada di bawah naungan KOSTI (Komunitas
Sepeda Tua Indonesia). KOSTI merupakan wadah bagi komunitas sepeda tua di
seluruh Indonesia. KOSTI sebagai komunitas induk berperan untuk merangkul setiap
komunitas-komunitas sepeda tua di Indonesia. KOSTI sendiri, selaku pusat dari
komunitas sepeda tua di Indonesia berperan sebagai penghubung komunitas sepeda
tua se-Indonesia dengan mengadakan event di daerah-daerah yang selalu di ikuti
berbagai komunitas sepeda tua di Indonesia. Salah satunya BOS yang juga sering
mengikuti event yang di adakan KOSTI. Dengan begitu, komunitas BOS juga bisa
berkumpul dan bersilaturahmi dengan berbagai komunitas BOS sehingga
perkumpulan ini bersifat lebih besar lagi.
Peneliti memilih komunitas BOS sebagai objek penelitian karena komunitas
BOS ini adalah komunitas sepeda onthel tertua dan terbesar di daerah Tangerang
Selatan. Meskipun ada beberapa komunitas sepeda onthel di Tangerang Selatan,
tetapi komunitas BOS adalah komunitas yang paling eksis dibandingkan komunitas
lainnya. Komunitas BOS juga memiliki daya tarik tersendiri dalam upayanya
menghidupkan keberadaan sepeda onthel melalui cara BOS mensosialisasikan sepeda
onthel dengan menggunakan pakaian-pakaian uniknya. Ditambah lagi, komunitas
BOS dianggap telah berhasil menghadapi arus modernisasi dengan menghidupkan
budaya bersepeda yang telah memudar seiring moda tranportasi yang semakin maju.
Hal itu semakin terwujudkan karena komunitas BOS terdaftar di dalam bagian dari
KOSTI yang merupakan induk dari komunitas pecinta sepeda onthel di Indonesia.
Dengan begitu keinginan bersama dari komunitas BOS dalam melestarikan sepeda
6
onthel terjadi karena adanya keaktifan komunitas yang rutin menjalankan kegiatannya
baik itu kegiatan mingguan maupun kegiatan dari KOSTI. Dengan keaktifan
komunitas BOS dalam menjalani kegiatan-kegiatannya, diharapkan rasa solidaritas,
kekeluargaan, dan persaudaraan dapat terus terjalin sehingga komunitas ini tetap bisa
menjaga eksistensi komunitas sampai saat ini. Maka dari itu, disini penulis berusaha
untuk menjelaskan sistem sosial komunitas sepeda onthel dalam mempertahankan
eksistensi komunitas (studi kasus: Bintaro Onthel Solidarity (BOS), Tangerang
Selatan).
B. Pertanyaan Masalah
Berdasarkan pada pernyataan di atas, maka pertanyaan yang akan diteliti
adalah:
1. Bagaimana upaya komunitas BOS (Bintaro Onthel Solidarity)
mambangun dan mengembangkan ikatan kelompok sebagai sebuah
komunitas?
2. Bagaimana komunitas BOS berkontribusi dalam upayanya melestarikan
sepeda onthel?
3. Bagaimana BOS (Bintaro Onthel Solidarity) membangun hubungan
dengan KOSTI (Komunitas Sepeda Tua Indonesia) yang merupakan
organisasi yang menaungi komunitas sepeda tua di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
7
1. Untuk menjelaskan upaya komunitas BOS (Bintaro Onthel Solidarity)
dalam mambangun dan mengembangkan ikatan kelompok sebagai sebuah
komunitas.
2. Untuk mengidentifikasi kontribusi komunitas BOS dalam upayanya
melestarikan sepeda onthel.
3. Untuk mendeskripsikan hubungan BOS (Bintaro Onthel Solidarity)
dengan KOSTI (Komunitas Sepeda Tua Indonesia) yang merupakan
organisasi yang menaungi komunitas sepeda tua di Indonesia.
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk:
1. Manfaat teoritis: Hasil penelitian ini berusaha untuk memberikan
kontribusi positif pada kajian sosiologi yang berkaitan dengan komunitas
terkait pada sistem sosial komunitas BOS dalam mempertahankan
eksistensinya di Bintaro.
2. Manfaat Praktis: Hasil penelitian penulis berharap bisa memberikan
tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.
D. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang dapat menjadi referensi penulis
karena memiliki sedikit keterkaitan dengan penelitian ini.
Pertama, jurnal atau penelitian yang dilakukan oleh Pariyanto dari Ilmu
Budaya Universitas Airlangga mengenai “Makna dan Ideologi Komunitas Sepeda
Kebo di Surabaya dalam Kajian Subkultur”. Penelitian ini merupakan penelitian
8
kualitatif dengan desain penelitian fenomenologi. Hasil dari penelitian ini
menjelaskan bahwa pada komunitas sepeda kebo di Surabaya ditemukan bahwa
makna komunitas sepeda kebo bagi anggotanya merupakan simbol kerukunan,
persaudaraan, kekeluargaan, melestarikan budaya, dan guyub sesama onthelis.
Komunitas sepeda kebo adalah wadah onthelis untuk menjalin kerukunan,
persaudaraan, kekeluargaan dengan sesama pecinta sepeda kebo dan budaya tempo
dulu untuk menciptakan suasana dan keadaan guyup antara onthelis. Keberadaan
komunitas sepeda kebo dapat menjadikan onthelis awalnya tidak kenal bisa menjadi
teman, dari teman menjadi saudara, dari saudara menjadi keluarga, dan akhirnya
menjadi rukun dan guyup sesama onthelis. Komunitas sepeda kebo merupakan
resistensi budaya dan budaya tandingan (counter culture) budaya lokal yaitu nilai-
nilai ke-Indonesia-an (persaudaraan, kerukunanan, dan persatuan) terhadap nilai-nilai
yang budaya yang dibawa era globalisasi yaitu individualis.
Kedua, jurnal atau penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Mahatir dari
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Riau mengenai “Pola Komunikasi Komunitas
Laskar Sepeda Tua Pekan Baru Dalam mempertahankan Solidaritas Kelompok”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
analisis interaksi komunikasi Laskar Sepeda Tua Pekanbaru berbentuk komunikasi
intens terus menerus/intensitas komunikasi langsung secara terus menerus antar
anggota membuat para anggota memiliki rasa kekeluargaan yang kuat sehingga
komunitas bisa mempertahankan solidaritas anggota kelompok. Komunikasi satu arah
komunitas Laskar Sepeda Tua Pekanbaru dalam penyampaian pesan memiliki pola
9
dari pemimpin ke humas, humas ke korwil, dan selanjutnya korwil akan
menyampaikan kepada anggota, dengan adanya jenjang komunikasi seperti ini
membuat pesan yang di sampaikan dari pemimpin kepada anggota dapat berjalan
dengan baik dan tepat sasaran. Jaringan komunikasi komunitas laskar sepeda tua
Pekanbaru berbentuk Skema semua saluran (all channel) dimana setiap anggota dapat
saling berkomunikasi dengan pengurus lainnya dalam sebuah pertemuan maupun di
luar kegiatan komunitas, dengan adanya pola seperti ini memungkinkan partisipasi
anggota secara umum sehingga rasa kekeluargaan diantara sesama anggota dapat
selalu terjalin. Hubungan timbal balik dan peran pemimpin sangat menentukan dalam
membangun solidaritas dan kohesivitas kelompok sehingga para anggota memiliki
keterikatan satu sama lain.
Ketiga, jurnal atau penelitian yang dilakukan oleh Etna Paramita Dewi dan
Sugeng Harianto dari Prodi Sosiologi Universitas Negeri Surabaya mengenai
“Interaksionisme Simbolik Antar Anggota Komunitas Sepeda Gunung No’ Nyono’
Cycling Club (NCC) Sumenep”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam
penelitian ini menjelaskan bahwa dalam komunitas sepeda gunung No’ Nyono’
Cycling Club (NCC) Sumenep keberadaan anggota terbagi menjadi dua, yaitu
anggota senior dan anggota junior. Interaksi sosial antar anggota dalam komunitas
NCC adalah berbeda-beda. Seperti antara anggota senior dengan anggota junior,
interaksi yang terjalin adalah anggota senior lebih mendominasi dalam hal
pengambilan keputusan tertentu. Adanya bahasa bullying oleh anggota senior
terhadap anggota junior juga terkesan lebih bersifat semaunya. Pemikiran (mind)
10
dalam komunitas sepeda gunung NCC adalah ketika anggota mulai berpikir mengenai
respon apa yang tepat bagi stimulus yang muncul. Seperti pada saat anggota
pengguna sepeda gunung merek lokal menerima bahasa bullying dari anggota
pengguna sepeda gunung merek impor, ia akan berpikir mengenai respon atau
tindakan apa yang tepat untuk menghindari adanya bahasa bullying tersebut. Konsep
diri (self) muncul ketika anggota menjadikan dirinya sebagai “I” (subyek) maupun
“Me” (obyek). Dalam hal ini ketika anggota mulai berpikir untuk beralih
menggunakan sepeda gunung merek impor, ia mempertimbangkan kembali mengenai
sepeda gunung impor merek apa yang akan dipilihnya, sehingga konsep diri (self)
anggota akan menjadi “Me” sebab ia akan memposisikan dirinya sebagai obyek dan
menginternalisasikan seluruh pengalaman yang diperolehnya dari obyek sosialnya.
Keempat, jurnal dari Brian Adam dan Fx Sri Sadewo dari Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Modal Sosial
dalam Komunitas Vespa BananaCity150 di Kecamatan Gedangan-Siduarjo”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
segi tiga pilar modal sosial yang meliputi hubungan saling percaya, pranata dan
jaringan sosial dengan berbagai komponen di dalamnya secara bersamasama dapat
membangun komunitas vespa yang kuat. Inter relasi ketiga pilar modal tersebut
akhirnya akan berujung pada sifat hubungan saling percaya antar individu dalam
komunitas atau komunitas dengan komunitas. Hubungan saling percaya dan
solidaritas tinggi ini menjadi dasar bagi pendayagunaan modal sosial dalam
11
kehidupan komunitas Vespa BananaCity150 di Gedangan Sidoarjo. Terutama dalam
hal penerimaan anggota yang tidak mengkhususkan komunitasnya.
Tabel I.1. Matriks Tinjauan Pustaka
No Data Umum Hasil Penelitian Persamaan dan
Perbedaan
1 Jurnal dari
Pariyanto,
Makna dan
Ideologi
Komunitas
Sepeda Kebo di
Surabaya (Ilmu
Budaya), metode
kualitatif
Hasil penelitian ini
menjelaskan pada komunitas
sepeda kebo di Surabaya
ditemukan bahwa makna
komunitas sepeda kebo bagi
anggotanya merupakan
simbol kerukunan,
persaudaraan, kekeluargaan,
melestarikan budaya, dan
guyub sesama onthelis. .
Komunitas sepeda kebo
merupakan resistensi budaya
dan budaya tandingan
(counter culture) budaya
lokal yaitu nilai-nilai ke-
Indonesia-an (persaudaraan,
kerukunanan, dan persatuan)
terhadap nilai-nilai yang
budaya yang dibawa era
globalisasi yaitu
individualis.
Persamaan pada
penelitian ini adalah
membahas komunitas
sepeda tua. Perbedaan
penelitian ini terletak
pada fokus penelitian.
Pariyanto berfokus pada
makna dan ideologi,
sedangkan peneliti
berfokus pada sistem
sosial yang beroperasi
pada komunitas BOS
sehingga dapat
mempertahankan
eksistensi komunitas.
12
2 Jurnal dari
Muhammad
Mahatir, Pola
Komunikasi
Komunitas
Laskar Sepeda
Tua Pekan Baru
dalam
Mempertahankan
Solidaritas
Kelompok (Ilmu
Komunikasi),
metode kualitatif
Interaksi komunikasi Laskar
Sepeda Tua Pekanbaru
berbentuk komunikasi intens
terus menerus/intensitas
komunikasi langsung secara
terus menerus antar anggota
membuat para anggota
memiliki rasa kekeluargaan
yang kuat sehingga
komunitas bisa
mempertahankan solidaritas
anggota kelompok. Terdapat
komunikasi satu arah yang
berpola dari pemimpin
hingga anggota. Jaringan
komunikasi komunitas
laskar sepeda tua Pekanbaru
berbentuk Skema semua
saluran (all channel) dimana
setiap anggota dapat saling
berkomunikasi dengan
pengurus lainnya dalam
sebuah pertemuan maupun
di luar kegiatan komunitas.
Persamaan pada
penelitian ini terletak
pada kajiannya tentang
komunitas sepeda tua dan
upaya mempertahankan
eksistensi komunitas.
Perbedaan peneliti
dengan penelitian
Muhammad Mahatir
terletak pada
pembahasannya.
Penelitian Muhammad
Mahatir membahas
bentuk pola komunikasi
komunitas sepeda di
Pekan Baru sehingga
solidaritas komunitas
tetap bertahan.
Sedangkan peneliti
membahas sistem sosial
yang beroperasi di dalam
komunitas agar eksistensi
komunitas terus bertahan.
3 Jurnal dari Etna
Paramita Dewi
dan Sugeng
Harianto,
Dalam penelitian ini
menjelaskan bahwa dalam
komunitas sepeda gunung
No’ Nyono’ Cycling Club
Persamaan terletak
pembahasan tentang
komunitas sepeda.
Perbedaan terletak pada
13
Interaksionisme
Simbolik Antar
Anggota
Komunitas
Sepeda Gunung
No’ Nyono’
Cycling Club
(NCC) Sumenep,
(Sosiologi),
Metode
Kualitatif, teori
interaksionisme
simbolik
(NCC) Sumenep keberadaan
anggota terbagi menjadi dua,
yaitu anggota senior dan
anggota junior. Interaksi
sosial antar anggota dalam
komunitas NCC adalah
berbeda-beda sehingga
timbul bahasa bullying.
Dengan itu, terdapat upaya
yang dilakukan untuk
mendhindar hal-hal bersifat
bullying. Konsep diri (self)
anggota akan menjadi “Me”
sebab ia akan memposisikan
dirinya sebagai obyek dan
menginternalisasikan
seluruh pengalaman yang
diperolehnya dari obyek
sosialnya.
teori yang digunakan.
Penelitian Etna Paramita
Dewi dan Sugeng
Arianto menggunakan
teori interaksionisme
dimana terdapat interaksi
yang berbeda antara
senior dan junior.
Sedangkan peneliti
menggunakan teori
sistem sosial komunitas.
Dimana pada suatu
komunitas memiliki
sistem sosial yang dapat
beroperasi agar
komunitas bisa tetap
berjalan.
4 Jurnal dari dari
Brian Adam dan
Fx Sri Sadewo,
Modal Sosial
dalam
Komunitas
Vespa
BananaCity150
di Kecamatan
Temuan penelitian ini
menunjukan bahwa segi tiga
pilar modal sosial yang
meliputi hubungan saling
percaya, pranata dan
jaringan sosial dengan
berbagai komponen di
dalamnya secara
bersamasama dapat
Kesamaan peelitian ini
yaitu sama-sama
membahas komunitas.
Perbedaanya penelitian
Brian Adam dab Fx Sri
Sadewo membahas
modal sosial dengan
objek penelitiannya
komunitas vespa,
14
Gedangan-
Siduarjo.
(Sosiologi)
Metode
Kualitatif, Teori
Modal Sosial.
membangun komunitas
vespa yang kuat. Inter relasi
ketiga pilar modal tersebut
akhirnya akan berujung pada
sifat hubungan saling
percaya antar individu
dalam komunitas atau
komunitas dengan
komunitas. Hubungan saling
percaya dan solidaritas
tinggi ini menjadi dasar bagi
pendayagunaan modal sosial
dalam kehidupan komunitas
Vespa BananaCity150 di
Gedangan Sidoarjo.
sedangkan penelitian dari
peneliti membahas
sistem sosial yang mana
objek penelitiannya
adalah komunitas sepeda
onthel.
E. Kerangka Teori
Menurut Irwin Sanders sebuah komunitas dapat berjalan karena adanya sistem
operasi yang bekerja. Studi tentang komunitas ini ingin mengetahui bagaimana
bagian-bagian ini sesuai untuk membuat keseluruhan sistem bekerja. Ada beberapa
bentuk pengoperasian sistem komunitas (Sanders, 1966: 38): perekrutan anggota
baru, sosialisasi, komunikasi, diferensiasi dan alokasi status, alokasi barang dan jasa,
kontrol sosial, alokasi kekuasaan, alokasi prestise, mobilitas sosial, dan integrasi.
a. Perekrutan anggota baru
15
Agar sistem dapat bertahan, komponen baru diperlukan sebagai pengganti
yang lama. Dalam organisme biologis, seperti tubuh manusia, sel baru terus
terbentuk. Analogi-analogi seperti ini seharusnya tidak dibawa jauh ke aplikasi
pada sistem sosial seperti komunitas, namun setidaknya berfungsi sebagai
pengingat bahwa sebuah komunitas terus berjalan hanya melalui rekrutmen
anggota baru, cara yang paling obyektif melalui kelahiran anak-anak ke rumah
komunitas. Cara perekrutan kedua adalah migrasi orang dari tempat lain. Dimana
pendatang baru ini tiba di kelompok keluarga, ada penggantian orang di semua
tingkat usia. Namun secara umum, orang yang beranjak dewasa cenderung
pindah ke kota untuk mencari peluang kerja (Sanders, 1966: 39).
Masalah lebih lanjut berkembang ketika orang-orang yang secara fisik
berada dalam komunitas tetapi tidak berpartisipasi di dalam sistem status dan
peran yang merupakan bagian yang pasti dari sistem komunitas itu. Di setiap
komunitas, seperti dikatakan Hiller, ada tamu, atau transien; mereka yang dalam
status transisi merupakan anggota sementara tetapi tidak bisa disebut tamu;
melainkan anggota sementara dengan status dan peran yang diakui di komunitas.
Hal itu merupakan salah satu tahap penerimaan ke tahap berikutnya terkait
dengan karakteristik perekrutan komunitas(Sanders, 1966: 39-40).
b. Komunikasi
Dalam kasus komunitas, akan menunjukkan bahwa tidak hanya orang saja
yang perlu bergerak secara fisik, namun gagasan dan informasi perlu diedarkan.
Gagasan dan informasi ini harus dan melampaui peristiwa berita biasa untuk
16
memasukkan gagasan tentang apa yang diinginkan dan tidak diinginkan oleh
komunitas. Hanya melalui pertukaran seperti itu orang bisa sampai pada sebuah
konsensus atau kesepakatan tentang tindakan bersama (Sanders, 1966: 40).
Komunikasi memiliki makna yang berarti bahwa sistem sosial dapat
bertahan karena setiap komponen pentingnya dapat melakukan hal khusus untuk
keseluruhan sistem. Di dunia sosial hal ini tidak dilakukan oleh unit yang
mengisolasi dirinya sendiri dan mengikuti kepentingannya sendiri, tetapi dengan
berpartisipasi seperti yang diharapkan di dalam jaringan suatu hubungan. Ini
menyiratkan bahwa kegagalan pada komponen apa pun untuk melakukan seperti
yang diharapkan akan mengganggu seluruh jaringan. Studi menunjukkan bahwa,
di mana kegagalan dalam kinerja seperti itu terjadi, masalah mendasar seringkali
terbukti menjadi salah satu komunikasi atau ketidakmampuan untuk "membaca
sinyal" interaksi dengan benar (Sanders, 1966: 40).
Oleh karena itu, masalah komunitas muncul ketika berbagai kelompok
menjaga diri mereka sendiri tanpa mengembangkan perspektif komunitas secara
luas sehingga gagal untuk menyadari bahwa banyak dari apa yang mereka
lakukan memiliki pengaruh terhadap apa yang dilakukan oleh orang lain. Di
mana ada kesalahpahaman, disitu terdapat aturan tentang prosedur praktis, yang
sudah lama diakui oleh pekerja komunitas yang sukses, untuk membuat para
pihak berselisih dengan berbicara satu sama lain. Pembentukan komunikasi
semata-mata sering cenderung memperjelas masalah dan mengarah pada
17
pemahaman yang lebih baik, sebuah fakta yang diakui oleh mereka yang bekerja
dalam hubungan ras (Sanders, 1966: 40).
c. Diferensiasi dan alokasi status
Komunitas yang kompleks di dunia pada saat ini perlu melakukan banyak
hal yang tidak lagi sesuai dengan kemampuan sumber daya dari satu atau bahkan
kelompok kecil manapun pada individu. Jika ingin mempertahankan dirinya
sebagai sistem yang berfungsi dengan benar, beberapa mekanisme harus
beroperasi di komunitas untuk menentukan spesialisasi apa yang dibutuhkan dan
layak menerima penghargaan dan kemudian menetapkan atau mengalokasikan
anggota (atau kelompok) yang memadai untuk menjadikan spesialisasi tersebut
(Sanders, 1966: 40-41).
Pada setiap komunitas, tentu saja terdapat perbedaan dari status yang
berkaitan dengan perbedaan usia, jenis kelamin, kondisi pernikahan (menikah,
tidak menikah, dll), kekerabatan, dan beberapa spesialisasi pekerjaan. Seiring
dengan tumbuhnya komunitas yang menjadi lebih kompleks, tentu akan
mengalami perubahan sosial yang lebih besar dan semakin terdiferensiasi. Tidak
hanya setiap orang yang diminta untuk memegang lebih banyak status dalam
rutinitas sehari-hari, namun beberapa dari status ini dipegang oleh orang-orang
yang relatif sedikit. Hasilnya adalah setiap anggota mempunyai berbagai status
dan peran yang dimiliki masing-masing. Tetapi meskipun sebuah komunitas
dalam pengertian teoritis memiliki banyak spesialisasi, itu akan lumpuh jika
beberapa spesialisasi yang penting tidak diisi. Bagian dari operasi yang
18
menyertai diferensiasi adalah alokasi status, atau penugasan orang (atau
kelompok) ke status yang perlu diisi (Sanders, 1966: 41).
d. Alokasi Barang dan Jasa
Tidak hanya orang-orang yang dialokasikan ke seluruh jajaran status dalam
sebuah komunitas, namun barang dan jasa yang ada harus dialokasikan kepada
komunitas berdasarkan status yang mereka pegang. Karena perolehan barang dan
jasa di komunitas adalah melalui media pasar, mereka yang memegang posisi
dengan gaji tertinggi berada di lokasi yang paling menguntungkan. Ada beberapa
hal penting minimum yang harus diterima anggota komunitas (makanan, pakaian,
tempat tinggal, pendidikan), walaupun kualitas dari hal-hal penting ini akan
berbeda dengan status ekonomi mereka (Sanders, 1966: 42).
e. Sosialisasi
Tak perlu dikatakan lagi, pada saat perubahan drastis, para pemimpin
komunitas merasa jauh lebih sulit untuk memilih metode pelatihan terbaik dan
menyepakati tujuan sehingga orang muda dapat siap menghadapi tanggung jawab
ketika mereka dewasa. Sosialisasi, seperti yang digunakan di sini, tidak hanya
mencakup perkiraan nilai dan pengakuan akan peran apa yang dimainkan sesuai
dengan status sosial tertentu dalam situasi tertentu, namun juga melibatkan
efisiensi teknis dalam menjalankan peran ini (Sanders, 1966: 42).
f. Kontrol sosial dan Alokasi Kekuasaan
19
Sebagai diskusi tentang kontrol sosial, setiap individu melakukan kontrol
dalam ruang sosial yang dia tempati. Tetapi kontrol penguasa yang paling sah ada
di tangan orang-orang yang bertindak atas nama institusi pemerintah. Selain itu,
seringkali ada struktur kekuasaan lain, yang sebagian besar bersifat sosioekonomi,
yang dalam kasus beberapa komunitas mengalokasikan kekuatan kepada sedikit
individu yang terlibat dalam keputusan terpenting yang mempengaruhi
komunitas. Tidak perlu untuk meninjau kembali hal-hal mendasar tentang kontrol
sosial selama seseorang menyadari bahwa ini menggambarkan bagaimana dan
kepada siapa kekuasaan didistribusikan dan kekuasaan dijalankan, terutama
dengan mengacu pada perilaku menyimpang dan pengenalan perusahaan baru
atau bahkan sudut pandang yang berbeda ke dalam komunitas (Sanders, 1966:
43).
g. Alokasi Prestise
Alokasi status, yang disebut sebagai operasi ketiga sistem, mengacu pada
semua status di komunitas apakah mereka memiliki prestise atau tidak. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa banyak hal yang berbeda-beda yang harus
dilakukan, dan ada beberapa jenis posisi yang penghuninya seharusnya
melakukan sesuai dengan statusnya. Alokasi status adalah operasi dimana posisi
penting naik dan turun (Sanders, 1966: 43).
h. Mobilitas Sosial
20
Operasi komunitas lainnya menggambarkan pergerakan orang dari satu
lapisan ke lapisan lainnya. Karena melibatkan perubahan yang berkaitan dengan
kelas sosial, hal ini merupakan kombinasi dari berbagai jenis alokasi yang
disebutkan. Misalnya, para pemimpin komunitas tahu bahwa mereka tidak akan
memegang posisi mereka tanpa batas waktu; sehingga banyak dari mereka
mencoba untuk memilih anak didik yang dapat melanjutkan ketika pemimpin asli
telah pensiun. Gerakan ini dalam sistem kelas komunitas berarti orang-orang yang
berkualitas dari anak tangga yang lebih rendah dapat naik ke anak tangga yang
lebih tinggi. Pada saat yang sama, beberapa orang yang memiliki posisi yang
disukai mungkin gagal mengukurnya dan karenanya mengalami mobilitas ke
bawah, karena anggota masyarakat tidak menilai mereka sama seperti
sebelumnya. Sama seperti masyarakat sebagai sebuah sistem membutuhkan
peredaran ide (disebut sebagai komunikasi), maka dibutuhkan sirkulasi
kemampuan, yang seringkali tercermin dalam bangkitnya mereka yang
berkualifikasi untuk posisi yang lebih tinggi (Sanders, 1966: 44).
i. Integrasi
Ketika berbicara tentang integrasi sebagai operasi sistem, kita
menggunakannya sebagai label untuk menggambarkan semua kecenderungan di
dalam sistem untuk memberikan orientasi bersama (komunikasi dan sosialisasi),
rasa partisipasi dan identifikasi, dan merapikan rintangan pada kinerja masing-
21
masing komponen kontribusi (fungsi) yang saling bergantung yang diharapkan
dapat dilakukan pada sistem. (Sanders, 1966: 45)
Tidak ada cara untuk meringkas berbagai operasi yang telah disebutkan,
karena mereka tidak bergerak secara progresif dari konsep kecil ke konsep yang
lebih inklusif. Sebaliknya, mereka adalah cara untuk menggambarkan jenis
perilaku yang harus terjadi jika komunitas ingin terus eksis sebagai sebuah
sistem. Semua operasi jelas berhubungan satu sama lain; rekrutmen anggota baru
terkait dengan sosialisasi; komunikasi, integrasi; satu jenis alokasi ke jenis
lainnya; dan mobilitas sosial untuk alokasi prestise, untuk menyebutkan hanya
beberapa koneksi (Sanders, 1966: 45).
F. Definisi Konsep
1. Komunitas
Kata komunitas (community) berasal dari kata Latin communire
(communion) yang berarti memperkuat. Dari kata ini dibentuk istilah communitas
yang artinya persatuan, persaudaraan, umat/jemaat, kumpulan bahkan masyarakat.
Secara sama-samar kata communitas disisipi pengertian tempat tinggal bersama.
Bahkan kata yang sepokok commune berarti milik bersama, untuk digunakan
bersama; dan dulu mengandung pengertian “tanah” sebagai milik bersama
menyusul kemudian hasil tanah dan benda-benda lain. Jadi arti klasik kata
komunitas ialah kesatuan hidup orang-orang yang bermukim di atas sebidang
tanah yang sama. Kemudian “unsur tanah yang sama” dilepaskan, dan tekanan
22
dialihkan pada pengertian persaudaraan kumpulan atau persatuan (Hendropuspito,
1989: 56).
Komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan
dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of
common interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai
territorial. Kriteria yang utama bagi adanya komunitas adalah terdapat hubugan
sosial (social relationships) antara anggota suatu kelompok. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa komunitas merujuk pada bagian masyarakat yang
bertempat tinggal di suatu wilayah dengan batas-batas tertentu dan faktor utama
yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya,
dibandingkan dengan penduduk di wilayah batas luasnya (Rasdian, 2014: 72).
Dalam perspektif sosiologi, komunitas adala warga setempat yang dapat
dibedakan dari masyarakat yang lebih luas (society) melalui kedalaman perhatian
bersama (a community of interest) atau oleh tingkat interaksi yang tinggi. Para
anggota komunitas memiliki kebutuhan bersama (common needs). Jika tidak ada
kebutuhan bersama itu bukan suatu komunitas (Rasdian, 2014: 2-3).
Komunitas sebagai fenomena moral yang nampaknya melibatkan rasa
identitas dan kesatuan dengan kelompok seseorang dan melibatkan perasaan dan
keutuhan pada pihak individu. Singkatnya, komunitas telah terbiasa merujuk pada
kondisi di mana manusia menemukan diri mereka terjerat dalam jaringan
hubungan yang bermakna dengan sesama manusia (Poplin, 1972: 5).
23
Menurut Hilleri dalam (Poplin, 1972: 8-9) mengatakan bahwa setidaknya
tiga elemen utama masuk ke dalam kebanyakan definisi sosiologis komunitas, (1)
wilayah geografis, (2) interaksi sosial, dan (3) ikatan bersama. Menurut Hillery
sebuah 'komunitas terdiri dari orang-orang dalam interaksi sosial di dalam area
geografis dan memiliki satu atau lebih tambahan ikatan bersama'. Perlu dicatat
bahwa definisi ini termasuk dalam variabel teritorial (wilayah geografis), variabel
sosiologis (interaksi sosial) dan variabel psikokultural (ikatan bersama).
a. Komunitas sebagai Unit Territorial: Definisi Hillery mengingatkan kita
bahwa komunitas ada dalam lingkungan ruang. Memang, komunitas telah
disebut sebagai unit spasial, sebagai kumpulan orang yang tinggal di
wilayah geografis tertentu, atau hanya sebagai "tempat". Namun, agak sulit
untuk menganalisis secara menyeluruh semua aspek dimensi ruang
komunitas. Mungkin beberapa kemajuan dapat dicapai dalam arah ini
dengan menunjukkan bahwa (1) faktor teritorial membantu
mempertanggungjawabkan lokasi, universalitas, dan persistensi masyarakat
dan (2) anggota komunitas secara mahal memodifikasi lingkungan teritorial
tempat mereka tinggal (Poplin, 1972: 9)
b. Komunitas sebagai Unit Organisasi Kemasyarakatan: Ada kesepakatan luas
bahwa komunitas merupakan unit dasar organisasi sosial. Namun, bahkan
survei sepintas literatur menunjukkan bahwa hanya ada sedikit kesepakatan
mengenai cara terbaik untuk menggambarkan komunitas sebagai entitas
sosiologis. Secara umum, ada dua pendekatan untuk masalah ini. Pertama,
24
komunitas telah dipandang sebagai kelompok sosial atau, baru-baru ini,
sebagai sistem sosial. Kedua, komunitas telah dianalisis sebagai jaringan
interaksi. Kenyataannya, ini bukanlah dua pendekatan yang berbeda untuk
studi komunitas (Poplin, 1972: 11-12)
c. Komunitas sebagai Unit Psikokultural: Roland R. Warren mengemukakan
bahwa sejauh mana orang-orang secara psikologis mengidentifikasi diri
dengan sistem sosial lokal bervariasi dari satu komunitas ke masyarakat
lainnya. Sedangkan Irwin T. Sanders mencurahkan satu bab teksnya untuk
diskusi tentang tradisi dan nilai komunitas. Menurut perspektif psikologis,
orang mendapatkan rasa aman karena mereka mengenal komunitas mereka;
Namun, pendukung perspektif budaya berpendapat bahwa identifikasi ini
ada karena anggota komunitas memiliki nilai, norma, dan tujuan yang
sama. Kedua gagasan ini tercakup dalam konsep sentimen komunitas
seperti yang digunakan oleh Maclver dan Page, yaitu, "kesadaran untuk
berbagi jalan hidup dan juga kesamaan bumi (Poplin, 1972: 19).
Menurut Ife & Tesoriero (2008: 191-194) komunitas dimengerti sebagai
bentuk organisasi sosial dengan ciri berikut ini.
a. Skala Manusia: Sebagai lawan dari struktur yang bersifat besar, tidak
bersifat pribadi dan terpusat, komunitas melibatkan interaksi-interaksi pada
suatu skala yang mudah dikendalikan dan digunakan oleh individu-
individu.
25
b. Identitas dan Kepemilikan: Kata komunitas akan ada sebentuk perasaan
„memiliki‟, atau perasaan diterima dan dihargai dalam lingkup kelompok
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penggunaan istilah anggota
komunitas, konsep keanggotaan memiliki arti memiliki, penerimaan oleh
yang lain dan kesetiaan pada tujuan-tujuan kelompok. Jadi, suatu
komunitas dapat memberikan rasa identitas kepada seseorang.
c. Kewajiban-kewajiban: Keanggotaan dari sebuah organisasi dapat
memberikan hak maupun tanggung jawab, dan sebuah komunitas juga
menuntut kewajiban tertentu bagi para anggotanya. Terdapat harapan
bahwa orang dapat berkontribusi kepada „kehidupan komunitas‟ dengan
berpartisipasi dalam paling sedikit beberapa dari kegiatan-kegiatannya, dan
mereka akan berkontribusi kepada pemeliharaan struktur komunitas.
d. Gemeinshaft: Sebuah ungkapan dari Ferdinand Tonnies tentang
Gemeinschaft melihat sebuah komunitas akan memungkinkan orang
berinteraksi dengan sesamanya dalam keragaman peran yang lebih besar,
yang peran-peran tersebut kurang dibeda-bedakan dan bukan berdasarkan
kontrak, dan yang akan mendorong interaksi-interaksi dengan yang lain
sebagai „seluruh warga‟ ketimbang sebagai peran atau kategori yang
terbatas dan tetap.
e. Kebudayaan: Suatu komunitas memungkinkan pemberian nilai, produksi
dan ekspresi dari suatu kebudayaan lokal atau berbasis masyarakat, yang
akan mempunyai ciri-ciri unik yang berkaitan dengan komunitas yang
26
bersangkutan, yang akan memungkinkan orang untuk menjadi produser
aktif dari kultur tersebut ketimbang konsumen yang pasif, dan yang akan
kemudian, mendorong baik keanekaragaman diantara komunitas maupun
partisipasi yang berbasis lebar.
Sebuah kelompok atau komunitas diamati melalui ruang kaca satu arah dan
setiap pernyataan seseorang direkam untuk keperluan analisis proses interaksi,
yang kemudian diklasifikasi ke dalam salah satu di antara duabelas kategori,
misalnya: menunjukan solidaritas, menghargai status orang lain, memberi
bantuan, memberi imbalan; setuju, menunjukan sikap menerima yang pasif,
memahami, sepakat, patuh, meminta pendapat, penilaian, analisis, pernyataan
perasaan; menunjukan sikap menentang, merendahkan status orang lain, membela
atau menonjolkan diri. Kemudian, dalam proses pemecahan masalah terdapat tiga
tahap: (1) Tahap orientasi: para anggota bertanya dan mencari informasi; (2)
Tahap evaluasi: para anggota membahas informasi, bertukar pendapat; (3) Tahap
kontrol: para anggota menyarankan jalan keluar, mencapai kesimpulan (Horton
dan Hunt, 1984: 223).
Yang dimaksud komunitas disini adalah komunitas Bintaro Onthel
Solidarity (BOS). Komunitas BOS sendiri adalah kelompok orang yang
berwilayah di Bintaro dan sekitarnya dengan memiliki hobi yang sama, tujuan
yang sama, serta visi-misi yang sama yakni melestarikan sepeda onthel.
Melestarikan sepeda onthel ini adalah bentuk komunitas BOS dalam menjalankan
27
tindakan kolektif yang dilakukan para anggota komunitas sehingga bisa eksis
hingga saat ini. Adanya tingkat interaksi yang tinggi membuat eksistensi
komunitas BOS tetap bertahan dan berkembang.
2. Eksistensi
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan,
kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Abidin (dalam
Andriani dan Ali, 2013: 255) “Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu
„menjadi‟ atau „mengada‟. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri,
yakni exsistere, yang artinya keluar dari, „melampaui‟ atau „mengatasi‟. Jadi
eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan
mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada
kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.
Dalam buku kamus ilmiah arti kata eksistensi adalah keberadaan wujud
yang tampak. Eksistensi juga bisa diartikan keberadaan, dimana keberadaan yang
di maksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidak adanya sesuatu yang
diusahakan. Eksistensi merupakan pembuktian akan hasil kerja (performa) di
dalam suatu kejadian. Eksistensi juga dapat diartikan suatu keberadaan yang -
selain diakui oleh diri sendiri- diakui juga oleh pihak lain. Kata eksistensi berasal
dari kata Latin Existere, dari ex yang berarti keluar, dan sitere yang berarti
membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang
dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Dalam konsep eksistensi,
28
satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta.
Setiap hal yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten
(Andriani dan Ali, 2013: 255-256).
Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami
perkembangan meningkat, stagnan atau sebaliknya mengalami kemunduran,
tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh
sebab itu, arti istilan eksistensi analog dengan „kata kerja‟ bukan „kata benda‟.
Sumber lain menjelaskan bahwa eksistensi adalah sesuatu yang akan mendapat
maknanya jika adanya kontinuitas atau keberlanjutan dan keberlanjutan tersebut
akan mendapat maknanya jika ada aktivitas sehingga eksistensi juga dapat
diartikan sebagai keberlanjutan dari suatu aktivitas (Andriani dan Ali, 2013: 256).
Dalam penelitian ini eksistensi pada komunitas sepeda onthel adalah
keberadaan sepeda onthel yang eksis di Bintaro. Eksistensi BOS sebagai
komunitas sepeda onthel sangat terlihat karena keaktifan komunitas dalam
kegiatan mingguan dengan dihadiri banyak anggota komunitas. Sehingga BOS
disebut sebagai komunitas terbesar di daerah Tangerang Selatan karena
keaktifannya tersebut. Rasa solidaritas merupakan salah satu asa mempertahankan
eksistensi komunitas BOS yang sudah bertahan selama Sembilan tahun lebih.
3. Melestarikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diakses dari
www.kbbi.web.id, lestari memiliki arti tetap seperti keadaannya; tidak berubah;
29
bertahan; kekal. Kemudian, melestarikan memiliki arti menjadikan (membiarkan)
tetap tidak berubah; membiarkan tetap seperti keadaan semula; mempertahankan
kelangsungan (hidup dan sebagainya). Jadi melestarikan adalah sebuah upaya
untuk mempertahankan sesuatu untuk tetap ada tanpa ada sebuah perubahan.
Melestarikan disini ditujukan pada komunitas BOS yang telah berupaya
untuk mempertahankan eksistensi sepeda onthel agar keberadaannya tidak punah
dan dilupakan. Upaya komunitas BOS dalam melestarikan sepeda onthel tentu
merupakan bentuk tujuan bersama komunitas sehingga berhasil menjadikan
sepeda onthel tetap ada dan terwadahi melalui komunitas.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian untuk melihat peran komunitas BOS dalam
mempertahankan eksistensinya di Bintaro ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif sendiri merupakan metode-metode untuk
mengekplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial
atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya
penting, seperti mengajukan pertanyaam-pertanyaan dan prosedur-prosedur,
mengumpulkan data yang spesifikasi dari para partisipan, menganalisis data
secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan
menafsirkan makna data (Creswell, 2009 ed. Ketiga: 4-5).
30
Dalam melakukan penelitian pada komunitas BOS, peneliti akan
menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study
research). Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau
sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti
mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Creswell, 2009 ed.
Ketiga: 20).
Kemudian dalam Haymon dan Holloway (2008, 162), studi kasus adalah
pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber bukti (yang bisa jadi kualitatif,
kuantitatif, atau dua-duanya). Terhadap suatu entitas tunggal yang dibatasi ole
ruang dan waktu. Pada umumnya, studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi.
“Kasusnya” mungkin sebuah organisasi, sekumpulan orang seperti kelompok
kerja atau kelompok sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu, maupun kampanye.
Adapula cara menghidupkan nuansa komunikasi dengan menguraikan
segumpal kenyataan, yaitu dengan cara (Haymon dan Holloway, 2008: 162):
- Melakukan analisis mendetail mengenai kasus dan situasi tertentu.
- Berusaha memahaminya dari sudut pandang orang-orang yang bekerja di
sana.
- Mencatat bermacam-macam pengaruh dan aspek-aspek hubungan
komunikasi dan pengalaman.
31
- Membangkitkan perhatian pada cara faktor-faktor tersebut berhubungan
satu sama lain.
2. Informan/Narasumber
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancara sebanyak 12 orang yang terdiri
dari 10 orang di dalam komunitas BOS, diantaranya ketua, wakil ketua,
penasehat, sekertaris 1 dan 2, bendahara dan 4 anggota BOS. Kemudian, peneliti
juga mewawancarai 2 orang perwakilan KOSTI yang diantaranya 1 Sekjen
KOSTI Pusat dan 1 Ketua KOSTI Tangerang Selatan. Akan tetapi, informan
disini tidak ada yang perempuan dikarenakan saat peneliti melakukan penelitian
belum ada anggota perempuan di komunitas BOS.
Adapun kriteria informan yang dipilih dari penelitian ini adalah informan
yang memiliki data sesuai dengan yang peneliti inginkan. Berikut beberapa profil
informan yang peneliti wawancara.
Tabel I.2. Profil Informan
No Nama Usia Keterangan
1 Irwan Bob 56 tahun Ketua dan Pendiri BOS
2 Azis Aris Munandar (Darat
Aris)
41 tahun Sekjen KOSTI Pusat
3 Muhdini 49 tahun Ketua KOSTI Tangerang
Selatan
4 H. Muyitno 61 tahun Penasehat BOS dan Pengurus
KOSTI
5 Hari Tjahyadi 61 tahun Wakil Ketua BOS
6 Indriyo Tarmono 43 tahun Sekertaris BOS
7 Supriyadi 63 tahun Sekertaris BOS
8 Imam Santoso 61 tahun Bandahara BOS
9 Ali 41 tahun Anggota BOS (Pendiri BOS)
10 Awaludin 31 tahun Anggota BOS
32
11 Jatmiko 60 tahun Anggota BOS
12 Romo 60 tahun Anggota BOS
Sumber: Data Wawancara 2017
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2017 sampai dengan September 2017.
Lokasi dari penelitian ini dilakukan di depan Bank Permata Bintaro, Tangerang
Selatan. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena tempat ini merupakan
basecamp dari komunitas BOS.
4. Jenis Data
Pada penelitian kualitatif ini, adapula jenis data yang digunakan untuk
melihat indikator penelitian ini. Jenis data tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan
langsung dan wawancara pada pengurus dan anggota BOS serta pengurus
KOSTI.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kajian kepustakaan yang
dapat mendukung data primer, seperti buku-buku, jurnal, koran, artikel
dan sebagainya yang terkait pada penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan
mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti
33
dan sistematis sasaran perilaku yang dituju. Cartwright mendefinisikan
sebagai suatu yang melihat, mengamati, dan mencermati serta “merekam”
perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi ialah suatu
kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu
kesimpulan atau diagnosis (Herdiansyah, 2012: 131).
Jadi disini peneliti dapat datang langsung ke lokasi dimana komunitas
BOS biasa berkumpul pada minggu pagi yang berlokasi di depan Bank
Permata Bintaro sebagai peneliti untuk mengamati aktivitas-aktivitas dari
komunitas BOS saat berkumpul. Dari observasi yang peneliti lakukan,
terdapat aktivitas-aktivitas pada komunitas BOS seperti melakukan bersepeda
bareng, berkumpul, mengikuti car free day, membicarakan agenda-agenda apa
yang akan dilakukan, pengajian, sampai acara makan bersama.
b. Wawancara
Dalam penelitian lapangan atau observasi, peneliti lapangan selain
mengamati dan mencatat, tentu melakukan wawancara. Wawancara ini tentu
saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur
(unstructured) dan bersifat terbuka (openended) yang dirancang untuk
memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan (Creswell, 2009, Ed.
Ketiga: 267).
Dalam hal ini, peneliti dapat melakukan wawancara langsung dengan
informan dari pengurus dan anggota BOS serta pengurus KOSTI. Wawancara
34
ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai data penelitian bagi
peneliti terkait dengan penelitian tentang komunitas BOS.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah buku,
artikel, jurnal, dan skripsi atau tesis tentang komunitas.
d. Proses Penelitian
Proses awal penelitian dimulai peneliti dalam menentukan masalah dan
studi kasus yang akan diteliti. Setelah itu, peneliti menentukan komunitas
BOS sebagai objek penelitian. Kemudian peneliti mencari data awal melalui
internet untuk mendapatkan informasi terkait apa yang akan diteliti.
Setelah mendapat data awal, peneliti melakukan observasi atau
pengamatan awal dengan datang ke basecamp komunitas BOS untuk
berkenalan dan memperkenalkan diri bahwa komunitas BOS akan dijadikan
objek penelitian. Observasi dilakukan dengan mengamati berbagai kegiatan-
kegiatan komunitas BOS. Di dalam perkumpulan BOS, peneliti mengamati
berbagai perbincangan baik berupa agenda kegiatan, pengetahuan tentang
sepeda onthel, hingga candaan-candaan dari para anggota komunitas. Peneliti
juga mengikuti berbagai acara komunitas sebagai upaya untuk mengamati
pelaksanaan kegiatan komunitas.
Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada beberapa pengurus
dan anggota BOS beserta pengurus KOSTI untuk mendapatkan data.
35
Wawancara dilakukan di basecamp BOS, sekretariat BOS, kantor informan,
maupun rumah informan. Ada beberapa hambatan atau kendala saat peneliti
melakukan penelitian. Kendala tersebut karena hampir dari beberapa anggota
BOS menolak untuk diwawancara. Beberapa anggota tersebut tidak mau dan
melempar kepada anggota lainnya atau kepada pengurus ketika peneliti ingin
mewawancarakannya. Meskipun begitu, peneliti tetap berhasil mendapatkan
data wawancara walaupun lebih banyak dari pengurus dibandingkan dengan
anggota. Setelah mendapatkan data wawancara, kemudian hasil wawancara
ditranskip untuk dianalisa. Lalu, peneliti juga melakukan dokumentasi foto-
foto kegiatan-kegiatan komunitas sabagai tambahan data.
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data primer maupun data
sekunder secara lengkap. Tahapan selanjutnya penulis mereduksi data dengan
memilih, menyederhanakan, serta mengorganisasikan data-data yang telah
terkumpul menjadi lebih terperinci. Kemudian, penyajian data dilakukan dengan
memberikan sekumpulan data yang lebih rinci sehinngga memungkinkan adanya
penarikan kesimpulan. Terakhir proses penarikan kesimpulan yang dilakukan
untuk meninjau ulang data-data yang sudah terkumpul secara terperinci agar
penelitian ini dapat dipahami dengan jelas dan dimengerti.
36
H. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini peneliti membagi ke dalam 4 bab, setiap babnya terdiri dari
terdiri dari sub-sub bab pembahasan yang memiliki keterkaitan antara bab dengan
sub-sub bab yang satu dengan lainnya, yaitu sebagai berikut.
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini penulis menurut pernyataan masalah atau
latar belakang penelitian, pertanyaan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teori, definisi konsep, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Gambaran Umum
Bab ini merupakan gambaran umum, yang meliputi:
sejarah sepeda onthel, sejarah komunitas sepeda onthel
Indonesia (KOSTI), landasan hukum KOSTI, sejarah
Bintaro Onthel Solidarity (BOS), arti BOS, struktur
organisasi BOS, serta kegiatan BOS
BAB III : Temuan dan Analisis Data
Pada bab ini berisi memaparkan tentang Peran
komunitas sepeda onthel dalam mempertahankan
eksistensinya, yang meliputi: upaya BOS dalam
37
membangun dan mengembangkan diri sebagai sebuah
komunitas, kontribusi BOS dalam melestarikan sepeda
onthel, relasi BOS dengan KOSTI, dan refleksi teori.
BAB VI : Penutup
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari
seluruh pembahasan materi pokok yang telah disajikan
pada bab-bab sebelumnya.
38
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Perkembangan Sepeda Onthel di Indonesia
Sepeda onthel merupakan sebuah sepeda kuno atau orang Jawa kebanyakan
menyebutnya dengan sepeda Untho atau sepeda kebo karena bentuknya yang tinggi
besar. Sepeda onthel ini sebenarnya merupakan sepeda buatan Belanda. Ada 2
produsen sepeda onthel asal Belanda yang terkenal hingga saat ini, yaitu: Rijiwiel dan
Oudefiets. Sedangkan merk sepeda onthel yang paling terkenal adalah Fongers.
Sepeda onthel ini merupakan satu-satunya moda transportasi rakyat yang populer saat
penjajahan belanda dimana saat itu sepeda onthel banyak digunakan oleh para
mandor, pegawai pemerintahan, dan lainnya
(https://carapedia.com/tentang_sepeda_onthel_info3236.html, akses 1 November
2016).
Berbagai macam merek sepeda onthel dari berbagai Negara beredar di pasar
Indonesia. Pada segmen premium terdapat misalnya merk Fongers, Gazelle dan
Sunbeam. Kemudian pada segmen dibawahnya diisi oleh beberapa merek terkenal
antara lain seperti Simplex, Burgers, Raleigh, Humber, Rudge, Batavus, Philips dan
NSU.
Sepeda Onthel ini mulai banyak digunakan pada jaman Hindia Belanda.
Kemudian pada tahun 1970-an keberadaan sepeda onthel mulai digeser oleh sepeda
jengki yang berukuran lebih kompak baik dari ukuran tinggi maupun panjangnya dan
39
tidak dibedakan desainnya untuk pengendara pria atau wanita. Waktu itu sepeda
jengki yang cukup popular adalah merek Phoenix dari China. Selanjutnya, sepeda
jengki pada tahun 1980-an juga mulai tergeser oleh sepeda MTB sampai sekarang.
Sepeda onthel kemudian pada tahun 1970-an lebih banyak digunakan oleh
masyarakat pedesaan disbanding perkotaan. Namun pada akirnya karena usia dan
kelangkaan, sepeda onthel telah berubah menjadi barang antik dan unik. Mulailah
situasi berbalik, sepeda onthel yang dulunya terbuang, sekarang pada tahun 2000-an
justru diburu kembali oleh semua kalangan mulai dari pelajar, mahasiswa sampai
pejabat. Orang Jawa mengatakan inilah “wolak-waliking jaman”. Keranjingan
masyarakat terhadap sepeda onthel adalah tepat bersamaan dengan berkembangnya
ancaman global warming.
Kini banyak klub-klub dan komunitas sepeda kuno dari berbagai daerah di
Indonesia, tersebar dari Sabang hingga Merauke yang jumlahnya ratusan komunitas,
itupun hanya yang sempat terpantau dan terdaftar, belum lagi masih banyak yang
tidak terdaftar atau ikut organisasi dibawah naungan KOSTI (Komunitas Sepeda Tua
Indonesia) (dikutip dari www.kosti.or.id).
B. Profil Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI)
1. Sejarah Komunitas Sepeda Onthel di Indonesia (KOSTI)
Kita perlu mengetahui, jauh sebelum berkembangnya komunitas sepeda tua
terkemuka, dinamika komunitas/paguyuban sepeda tua Indonesia sudah merebak
di daerah-daerah, Jawa Barat dengan pionernya PSB Bandung, PODJOK di
40
Jogjakarta, KOBA di Jakarta, KOSTUM di Makassar, bahkan yang paling tertua
dalam pembinaan sebuah komunitas adalah PASKAS di Surabaya, terlebih
banyak daerah-daerah lainnya juga bertumbuh komunitas sepeda tua, namun
sifatnya hanya sektorial eksis di daerahnya masing-masing. Mayoritas komunitas
adalah sebagai kolektor dan pelaku hobi pada sepeda tua.
Karena semakin berkembangnya komunitas sepeda onthel di Indonesia,
terjadilah sebuah Temu Onthelis Nasional di Jogjakarta, 19 November 2007 yang
bakal menjadi cikal bakal sebuah ide untuk membentuk wadah nasional
penggemar sepeda tua se-Indonesia, beberapa rekan-rekan pecinta sepeda onthel
sedikit urun rembuk untuk mewujudkannya, dan semangat mrnghimpunkan
komunitas sepeda tua Indonesia lahir dari gagasan, ide, kebersamaan dan potensi
klub KOBA (Jakarta), BOC (Bogor), POC (Bekasi), Contry (Tambun) yang
notabene merupakan komunitas-komunitas yang baru berkembang.
Menyikapi gagasan tersebut, sebuah rapat kecil di Bogor 9 Desember 2007
membentuk kepanitiaan pelaksana sebuah acara yang saat itu disepakati
“KONGRES Komunitas Sepeda Tua Seluruh Indonesia”. Ke-empat klub diatas
bahu-membahu mewujudkannya. Sebuah blog website sederhana
www.sepeda.wordpress.com yang didirikan pemuda-pemuda kreatif Bahtiar,
Heru, Alex, Tatanka, Nino dkk menjadi barometer dan penyebaran informasi
pelaksanaan acara ini, gagasan, saran, kritik, dan ide-ide dari seluruh nusantara
turut mewarnai pra pelaksanaannya. Hingga kemudian, hajatan KONGRES pun
41
digelar disebuah gedung bersejarah tepat di depan Istana Negara Bogor, Gedung
Berkowil Jawa Barat, Jl. Raya Bogor pada tanggal 9-10 Februari 2008.
Arus kesederhanaan dan kebersamaan saat itu menjadi memorial dan rekor
tersendiri, dimana untuk pertama kalinya pribadi-pribadi penuh semangat
berkumpul untuk turut berbuat sesuatu terhadap eksistensi sebuah hobi yang
sangat penuh inspirasi. 210 orang peserta terabsensi mewakili sekitar 50an
klub/komunitas yang datang dari segala penjuru nusantara.
Dengan fasilitas yang sangat minim, dan diiringi hujan di kota Bogor, tepat
selepas senja datang, lahirlah sebuah wadah berhimpun komunitas sepeda tua
bernama: KOSTI (Komunitas Sepeda Tua Indonesia) setelah sebelumnya penuh
perdebatan panjang untuk menamai organisasi ini. Begitu juga representative
kepengurusan pertama yang diamanahkan oleh kolektivitas kepanitiaan dengan
mengangkat H. Daswara Sulanja SH sebagai ketua umum yang pertama.
42
Gambar II.1. Logo Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI)
Sumber: kosti.or.id
Hal penting lainnya yang dihasilkan oleh KONGRES tersebut adalah
melahirkan amanah bersama untuk membuat AD/ART, melegalkan KOSTI untuk
diakui secara resmi sebagai organisasi masyarakat, tidak membawa dinamika
komunitas ini ke ranah politik, selalu menjaga kebersamaan dan silaturahmi serta
mengedepankan nilai-nilai etika dan moral dalam mengedepankan kemajuan
budaya sepeda tua.
Setelah KOSTI hadir, perkembangan sepeda tua di nusantara pun tumbuh
bergeliat dari data yang dihimpun sejak awal 2008, bahwa jumlah klub &
komunitas yang awalnya hanya 131 komunitas , di tahun 2009 bertambah 100%
menjadi 271 komunitas, diakhir tahun 2010 menjadi hampir 400-an komunitas
sepeda tua seluruh Indonesia, dan ini menjadi pencapaian rekor di dunia
Internasional bahwa klub sepeda tua di Indonesia menjadi yang terbanyak
43
sedunia (walaupun tidak pernah dicatat di lembaga rekor manapun). Untuk
KOSTI sendiri, sampai laporan manapun ini diselesaikan sudah membentuk
secara resmi untuk tingkat Pengurus Provinsi diantaranya KOSTI Kalsel, KOSTI
Jatim, KOSTI Sulsel, KOSTI Jabodetabek & kwa, KOSTI Kaltim, KOSTI
Banten, KOSTI Jateng, KOSTI Jabar, KOSTI Sumsel, KOSTI Kalbar, KOSTI
Kalsel, KOSTI Aceh, KOSTI Lampung, KOSTI Bali, KOSTI Riau, KOSTI
Jogjakarta, dan KOSTI Kalteng. Dengan total pecinta sepeda tua dan
simpatisannya berjumlah sekitar 3 Juta orang se-Indonesia.
Perkembangan komunitas ini didukung juga oleh perkembangan teknologi
yang membuat informasi semakin dekat, melalui Internet dengan
www.sepeda.wordpress.com, www.kosti.or.id, facebook, milist, twitter, serta
blog. Juga berbagi liputan berita, acara, iklan di televisi, radio, surat kabar dan
lain-lain semakin membuat penambahan semangat percaya diri terhadap
kecintaan sepeda tua (dikutip dari www.kosti.or.id).
Setelah kehadiran KOSTI sebagai organisasi yang mewadahi komunitas-
komunitas sepeda tua di Indonesia. Kemudian, semakin berkembang dan mulai
bermunculan komunitas-komunitas sepeda tua di Indonesia dengan sangat
bergejolak. Salah satu komunitas yang juga muncul setelah kehadiran KOSTI
adalah kominitas Bintaro Onthel Solidarity (BOS) salah satu komunitas di
Tangerang Selatan. BOS sendiri terdaftar di KOSTI sejak awal-awal terbentuknya
KOSTI. Kemudian pada tahun 2015 lahir korwil KOSTI di Tangerang Selatan
sehingga BOS saat ini terdaftar di dalam korwil KOSTI Tangerang Selatan.
44
2. Landasan Hukum KOSTI
Sebagai sebuah organisasi, KOSTI cukup profesional dalam mengelola
sistem organisasi yang dijalankannya. Hal itu dibuktikan dari keseriusan KOSTI
dengan membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sebagai
landasan hukum yang dijalankan. Dalam anggaran dasar nama dan tempat
kedudukan pada Pasal 1.1. mengatakan bahwa perkumpulan ini bernama
Komunitas Sepeda Tua Indonesia. Kemudian pada Pasal 1.2. menyebut bahwa
perkumpulan dapat membuka cabang atau kantor di tempat lain, di Wilayah
Republik Indonesia berdasarkan keputusan pengurus dengan persetujuan Rapat
pengurus, dengan persetujuan pengawas.
Terdapat tujuan dan fungsi dari KOSTI didalam perkumpulan yang
dilakukannya. Tujuan itu disebut pada Pasal 5 yang mengatakan bahwa
perkumpulan mempunyai tujuan untuk memajukan anggota agar berperan aktif
dalam mewujudkan masyarakat yang demokratis, terbuka dan berkeadilan menuju
masyarakat mandiri yang melestarikan sepeda tua sebagai aset budaya, olahraga
dan pariwisata serta sebagai aset sejarah bangsa yang harus dijaga. Kemudian
pada Pasal 6 berbunyi perkumpulan mempunyai fungsi sebagai representasi
keberadaan Komunitas ini dan wadah berhimpun bagi komunitas atau klub
perkumpulan sepeda tua dengan lintas suku, golongan, agama, dan profesi.
Sebagai sebuah organisasi tentu KOSTI memiliki kegiatan-kegiatan agar
ada keaktifan di dalam organisasi. Pada Pasal 8 menyebut untuk mencapai
45
maksud dan tujuan tersebut diatas, Perkumpulan menyelenggarakan kegiatan,
sebagai berikut:
1. Bidang Ekonomi: Memberdayakan dan mengembangkan potensi ekonomi
dan usaha klub/komunitas secara adil dan demokratis.
2. Bidang Budaya dan Pariwisata: Menjadikan sepeda tua jadi asesoris dan
aset kota dalam pelaksanaan dan pariwisata, berperan aktif dengan dunia
tourism menjadikan sepeda tua sebagai tranportasi parawisata yang nyama,
aman, penuh nostalgia, tanpa solusi dan mencerminkan kesederhanaan
kepada turis mancanegara.
3. Bidang Sosial: Berkontribusi secara aktif dalam mewujudkan cita-cita
“jalur sepeda”, turut serta mengikuti dan menyelenggarakan segala bentuk
kegiatan sosial yang berkaitan denga kehidupan orang banyak sesuai
dengan kemampuan dan fungsi yang ada demi meningkatkan harkat dan
martabat bangsa.
4. Bidang Pendidikan: Memberikan pengetahuan tentang berbudaya sepeda
tua kepada masyarakat, berusaha meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yang berakhlak mulia, mandiri, terampil, professional dan kritis
terhadap lingkungan sosial di sekitarnya dan ikut mengusahakan
terwujudnya system pendidikan nasional yang berorientasi kerakyatan,
murah dan berkesinambungan.
46
5. Bidang Hukum: Berusaha mengatakan dan mengembangkan Negara
hukum yang beradab, mampu mengayomi seluruh anggotanya, menjunjung
tinggi hak-hak asasi manusia dan berkeadilan sosial.
Untuk keanggotaan tertulis dalam Pasal 10 yang berbunyi anggota
perkumpulan terdiri dari organisasi, klub, komunitas dan paguyuban sepeda tua.
Kemudian untuk menjadi anggota terdapat pada Pasal 11 bahwa untuk diterima
menjadi anggota perkumpulan adalah sebagai berikut:
1. Sanggup aktif mengikuti kegiatan yang ditetapkan oleh Perkumpulan.
2. Menerima Anggara Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Garis Besar
Program Kerja (GBPK), Mekanisme Kerja Organisasi (MKO), program
umum dan peraturan-peraturan Perkumpulan.
3. Menyatakan diri untuk menjadi anggota dengan mengisi formulir
keanggotaan.
4. Telah memiliki identitas, kepengurusan, kesekretariatan, kejelasan anggota
dan memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
5. Ditetapkan dan disahkan oleh pengurus dengan keputusan yang berlaku
melalui kartu tanda anggota dengan sistem member (co branding).
6. Ketentuan mengenai persyaratan menjadi anggota diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga perkumpulan.
47
Adapun beberapa kewajiban bagi anggota. Kewajiban anggota tersebut
telah dituliskan pada Pasal 13 yang berbunyi bahwa setiap anggota perkumpulan
berkewajiban untuk:
1. Mentaati dan melaksanakan sepenuhnya semua ketentuan Anggaran Dasar
dan Anggara Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan lain yang telah
ditetapkan oleh pengurus.
2. Setia dan tunduk kepada disiplin Organisasi Perkumpulan.
3. Aktif dalam kegiatan-kegiatan Perkumpulan serta bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya.
4. Menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik Perkumpulan serta
menentang setiap upaya dan tindakan yang merugikan Perkumpulan
dengan cara yang berakhlak.
C. Profil Bintaro Onthel Solidarity (BOS)
1. Sejarah Singkat BOS
Bersosialisasi merupakan kebutuhan semua orang. Berkumpul bersama
orang-orang yang memiliki kegemaran dan kecintaan yang sama dan
membicarakan topik yang sama, akan merupakan hal yang sangat
membahagiakan. BOS adalah sebuah komunitas pencinta sepeda tua/lawas yang
artinya “BINTARO ONTHEL SOLIDARITY”. Para pecinta sepeda tua yang biasa
menyebut diri sebagai onthelers atau onthelis ini biasa berkumpul di bundaran
Bintaro yang sekarang sudah menjadi fly over depan gedung permata sektor 7 di
48
setiap hari Minggu pagi mulai pukul 06.30. Sesuai dengan kepanjangannya,
anggota BOS mayoritas bertempat tinggal di daerah Bintaro, namun lebih banyak
onthelers atau onthelis yang berasal dari daerah di luar Bintaro, yang usia
pengguna sepeda onthel ada berumur 12 sampai dengan 70 tahun lebih
bersemangat mengayuh sepeda onthel bersama sama. Mereka pun pada saat
berkumpul dan mengayuh sepeda terkadang mengekspresikan diri tanpa segan
dan malu dengan bangga dan percaya diri penuh semangat menggunakan pakaian
yang unik unik dari model zaman dulu seperti pakaian centeng, petani, kompeni
& demang ada juga yang mengenakan pakaian daerah seperti jawa, bali, betawi,
badui dan pakaian tradisional lainnya.
Gambar II.2. Logo Bintaro Onthel Solidarity (BOS)
Sumber: Data dari Bintaro Onthel Solidarity
49
BOS sepakat berdiri pada 24 Maret 2008. Pada tanggal tersebut tercetus
nama BOS yang dipilih sebagai nama komunitas onthelers daerah Bintaro. Jauh
sebelumnya ada beberapa onthelers yang sering berkumpul di Bintaro, namun
jumlahnya hanya sebanyak hitungan jari. Ali yang menjabat sebagai humas
adalah salah satu cikal bakal onthelers Bintaro. Namun ia sempat vakum beberapa
saat karena satu dan lain hal. Pertengahan 2007, Samsuri mulai mengumpulkan
orang-orang yang bersepeda onthel dan sering berlalu lalang di sekitar bundaran
Bintaro pada hari minggu. Bersama dengan Ali, dua sekawan ini menjaring lebih
banyak lagi onthelers daerah Bintaro hingga kini. Ada juga Irwan Bob atau yang
sering disapa Bang Bob sebagai ketua yang juga turut berperan besar dalam
kemunculan komunitas BOS ini. Dalam sebuah wawancara dengan Bapak Ali
salah satu pendiri BOS mengatakan.
“saya pendiri yaa, pendiri yang disini, tapi yaa bukan saya sendiri, tapi dalam arti
awal mula dari onthel ini di BOS ini…. oh jadi saya begini, ehm kan kita juga satu
hobi dulu yaa, satu hobi dulu sepeda, ehm awalnya memang kita bener-bener cinta
dan menyukai sepedalah, nah terus kalo kita ngumpul-ngumpul sendirikan nggak
seru, artinya kita jalan sendiri nggak seru, gimana caranya bikin komunitas.
Awalnya sih nggak kepikiran sampai komunitas, tapi karena setelah kita ajak
orang, dulu ada ehm tiga yaa, satu ehm Bang Samsuri, satu lagi ehm Bang Bob
nah kalo itu yang Bang Samsuri ini luar biasa memang untuk ngajak orang, ngajak
orang, ngajak orang, cuman kita juga yang kira-kira ini ayo silahkan gabungkan
ke komunitas, dari situlah akirnya kita bikin, sayang kalo nggak kita bikin
komunitas…” (Data Wawancara Pendiri BOS, Bapak Ali, 17 September 2017)
Komunitas BOS ini merupakan komunitas sepeda tua pertama di Tangerang
Selatan. Cikal bakal komunitas sepeda tua di Tangerang Selatan bisa dikatakan
berawal dari BOS. Setelah kemunculan BOS, lambat laun komunitas-komunitas
50
sepeda tua di Tangerang Selatan mulai bermunculan. Hal itu diungkapkan oleh
bapak Irwan Bob atau sering disapa Bang Bob yang merupakan ketua sekaligus
pendiri komunitas BOS:
“Pertama kita cuman berempat, hampir ehhm tiga puluh orang nah kita coba
kompromi sama teman-teman untuk bentuk komunitas sepeda tua istilahnya.
Karena saya lihat untuk daerah Tangerang Selatan belum ada, untuk daerah
Tangerang Selatan belum ada, nah akhirnya kita coba angkat nih dari sepeda tua,
nah Alhamdulillah dari karena keisengan kita dan juga kalo menurut saya itu
positif, akhirnya sampai sekarang Alhamdulillah masih bisa bertahan dan setelah
itu masih banyak komunitas-komunitas sepeda tua istilahnya yang timbul tuh
daerah Tangerang untuk Tangerang Selatan akhirnya”. (Data Wawancara Ketua
dan Pendiri BOS Bapak Irwan Bob, 13 Agustus 2017)
Jumlah keanggotaan BOS saat ini mencapai 200 orang baik warga Bintaro
dan sekitarnya dari berbagai kalangan. Mereka berasal dari berbagai latar
belakang yang berbeda beda dari kuli bangunan,tukang ojek,petugas
keamanan,kepolisian.pedagang dan karyawan PNS juga swasta dan lain lain,
namun memiliki kecintaan yang sama terhadap sepeda onthel. Dengan latar
belakang itulah BOS selalu menumbuhkan atau menanamkan sikap utama
solidarity / solidaritas bagi sesama anggota BOS untuk selalu bersama dan rukun
sebagai satu keluarga besar.
Bersama Irwan atau yang biasa dipanggil Bang Bob yang dipercaya sebagai
ketua, BOS hadir mewarnai komunitas yang ada di Bintaro dan tangerang.
Bahkan tidak hanya didaerah tangerang saja kini BOS telah meramaikan
komunitas sepeda onthel yang ada di Jakarta dan Indonesia bahkan membuming
di Negara Negara tetangga (dikutip dari onthelersbos.blogspot.com)
51
Gambar II.3. Komunitas Bintaro Onthel Solidarity
Sumber: Dokumen Bintaro Onthel Solidarity
2. Arti BOS
Nama BOS sendiri dicetuskan oleh para pendiri-pendiri saat itu dimana
awalnya adalah merek dari lampu BOSCH dengan berbagai macam kepanjangan.
Namun karena masih belum ada kecocokan dari kepanjangan BOSCH, akhirnya
huruf C dan H dihilangkan menjadi BOS. Dengan mengambil akhiran solidarity
diharapkan komunitas ini memiliki solidaritas yang kuat. Hal itu disampaikan
oleh Pak Irwan Bob yang merupakan salah satu pendiri sekaligus ketua dari BOS.
Menurut Bapak Irwan Bob dalam sebuah wawancara pada tanggal 13 Agustus
2017.
“karena pada saat itu saya mencetuskan nama itu, itupun bukan saya
pribadi, kita musyawarah sama teman-teman kurang lebih ada delapan
orang hampir satu malam, persis satu malam kita cari nama yang cocok.
Sebenarnya kita pengen ngambil nama BOS itu dari nama lampu apa nama
ini dynamo, ada nama tulisan BOS tapi gak ada tulisan “C” nya, eh tulisan
“H”nya, karena ada tuhkan tulisan BOSCH kan ada tuh merek lampu atau
merek-merek sepeda, tetapi karena tidak dapat disitu yaudah kita ambil
52
singkat aja, kita ambil simple aja yaitu namanya BOS” (Data Wawancara
dengan Bapak Irwan Bob, 13 Agustus 2017)
BOS adalah kependekan dari Bintaro Onthel Solidarity. Bintaro atau
tepatnya bundaran Bintaro yang sekarang menjadi Fly Over Bintaro sektor IX
depan gedung bank permata adalah tempat anggota BOS berkumpul setiap hari
minggu jam 7 pagi. Onthel adalah benda atau barang yang berwujud sepeda tua
peninggalan zaman dulu yang disebut orang sepeda kebo,piet lawas dan Sepeda
Onthel yang menjadi kecintaan semua anggota BOS yang sangat mereka jaga dan
rawat dengan baik. Sedangkan Solidarity atau yang dalam bahasa Indonesia
berarti solidaritas adalah sikap utama yang terus ditumbuhkan pada setiap anggota
BOS. Hadirnya BOS diharapkan mampu melestarikan keberadaan sepeda onthel,
sebagai sebuah bagian dari sejarah yang kini sudah hampir tidak diproduksi lagi
di Negara asalnya. Adanya BOS juga mewarnai komunitas-komunitas yang ada di
Bintaro.
Kegiatan rutin BOS setiap minggunya adalah bersepeda di daerah-daerah
sekitar Bintaro. BOS juga berusaha menjalin silaturahmi dengan Komunitas
sepeda onthel lain di daerah JABODETABEK dan Indonesia. BOS juga
mengikuti beberapa acara komunitas sepeda onthel dan beberapa undangan acara
Fan Bike (dikutip dari onthelersbos.blogspot.com).
3. Tujuan Komunitas BOS
Komunitas BOS memiliki visi-misi atau tujuan yang sama, yakni
melestarikan sepeda onthel, menyalurkan hobi, berolahraga, serta berkumpul dan
53
bersilaturahmi. Hal ini bertujuan untuk dapat mengembalikan nostalgia akan
sepeda onthel yang keberadaanya sudah terbilang langka sekaligus sarana untuk
berolahraga dan berkumpul di dalam lingkungan komunitas. Karena adanya
kesamaan visi-misi, komunitas BOS selalu aktif berkumpul di setiap minggunya
dalam upayanya untuk melestarikan, olahraga, dan silaturahmi. Dalam wawancara
dengan Bapak Supriyadi menyatakan bahwa.
“visi misinya kita melestarikan sepeda, yang sudah mulai mesinnya sudah tidak
ada pabrikan, terus dilestarikan supaya kita ada, kedua kali sudah ada yang
sepuh-sepuh awalnya bersepeda sehat, tanda kutip murah, olahraga apa yang kita
dapat, yang paling penting, ikatan silaturahmi kita ini yang diutamakan, seperti
kayak ini kekeluargaannya tinggi, nggak melihat, memandang ini siapa, ini siapa,
ini siapa, sama-sama punya hobi, kita sehati, kita merasa satu” (Data Wawancara
dengan Bapak Supriyadi, 10 September 2017)
Hal senada juga dikatakan oleh Awaludin (Mas Awang). Dalam sebuah
wawancara Mas Awang mengatakan.
“komunitas BOS inikan tujuannya tidak mengikat, jadi banyak setiap hari, setiap
minggu, setiap tahunnya orang silih berganti masuk jadi anggota yaa. Jadi
mungkin lebih ke ini sih, lebih kekeluargaannya misinya, selain apa, melestarikan
keberadaan sepeda tua yang memang apa, memang banyak peninggalan-
peninggalan jaman dulu yaa, peninggalan jaman Belandanya, dari Inggris, dan
lain-lainnya yaa mungkin itu, melestarikan sepeda, sarana buat silaturahmi juga,
kekeluargaan, ya mungkin sebagai interaksi sosial aja mungkin” (Data
Wawancara dengan Awaludin, 16 September 2017)
Selain itu komunitas BOS juga memiliki tujuan untuk mempertahankan
keanggotaan komunitas. Karena untuk mempertahankan keanggotaan komunitas
BOS terbilang cukup sulit. Hal itu terjadi karena berbagai urusan dan masalah
yang berbeda-beda di dalam keanggotaan BOS. Sehingga dibutuhkan sebuah
komitmen untuk tetap berkumpul setiap minggu sebagai upaya BOS
54
mempertahankan keanggotaan agar keeksistensian komunitas BOS tetap terjaga.
Dalam wawancara dengan Bapak H. Muyitno, mengatakan.
“kitakan masalahnya organisasi hobi, paguyuban hobi itu bukan kayak sebuah
perusahaan yang ingin mencapai sesuatu. Kayak perusahaan itu harus mencapai
sesuatu target produksi sekian kita nggak seperti itu, kita anu apa hobi aja. Tentu
yaa kita di komunitas ini targetnya adalah bagaimana bisa mempertahankan
keanggotaan, karena anggota inikan berubah terus, mungkin saya baru bisa sampe
sini, karenakan orangkan ada yang punya urusannya keluarga bisa nggak hadir
lagi, jadi tujuannya bisa mempertahankan keanggotaan yang ada dan kalo bisa
merekrut anggota yang baru” (Data Wawancara Bapak H. Muyitno, 28 Mei 2017)
4. Struktur Organisasi BOS
Di keanggotaan BOS, terdapat struktur organisasi yang memiliki peran-
peran di dalam komunitas. Peran tersebut dijalankan sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab sehingga memiliki pengaruh terhadap kemajuan komunitas.
Struktur organisasi dalam komunitas BOS bersifat hierarkis, terdapat beberapa
aktor yang memiliki status dalam komunitas seperti ketua, wakil ketua, penasehat,
sekertaris, dan bandahara. Tujuan adanya struktur kelompok itu memberikan
peran-peran yang diemban oleh pengurus BOS untuk dapat menggerakan
komunitas BOS menjadi lebih aktif. Dalam sebuah wawancara dengan Bapak
Imam Santoso.
“organisasikan ada ketua, wakil ketua, sekertaris ada dua, bandahara itu, itu, jadi
ketuanya tau tuh Pak, Pak Bob walaupun di onthel nggak sering datang tapi tetap
dianggap ketua, kenapa? Mungkin udah taukan, dulu di Bintaro belum ada orang
onthel, dia ngonthel sendirian satu, ada lagi dua, tiga, cuman yang lain-lain udah
kayak cuman satu yaa maaf meninggal, atau ada yang pindah kontrakan, pindah
kerja, atau pindah tempat kayak itu, wakil ketuanya dulu namanya Pak Raharjo,
kompes Polisi disini perigi sini meninggal mendadak, nah ini diundang bapak
meninggal, nah sekarang diganti oleh Pak Hari, sekertarisnya Indriyo Tarmono
sama, sama Pak Pri, penasihatnya Pak Muyitno yang kamu wawancarai itu,
bandaharanya saya heheh gitu bandahara” (Data Wawancara dengan Bapak
Imam Santoso, 30 Agustus 2017)
55
Seperti yang sudah dijelaskan, komunitas BOS memiliki struktur organisasi
dengan status dan peran yang dimiliki. Berikut adalah struktur organisasi dari
komunitas Bintaro Onthel Solidarity:
Gambar II.4. Bagan Struktur Organisasi BOS
Sumber: Data Bintaro Onthel Solidarity
Keterangan :
- Penasehat. : 1. Bapak H. Muyitno
2. Bapak H. Moelyono
- Ketua : 1. Bapak Irwan Bob (Bang Bob)
- Wakil Ketua : 1. Bapak Hari Tjahyadi
- Sekertaris : 1. Bapak Supriyadi
2. Bapak Indriyo Tarmono
- Bandahara : 1. Bapak Imam Santoso
Penasehat 1
Ketua
Wakil Ketua
Sekertaris 1
Sekertaris 2
Bendahara
Penasehat 2
56
5. Keanggotaan BOS
Komunitas BOS merupakan komunitas sepeda onthel terbesar di Tangerang
Selatan. Di Tangerang Selatan, komunitas BOS memiliki jumlah anggota paling
banyak di dalamnya dibandingkan dengan komunitas sepeda tua lainnya. Anggota
komunitas BOS adalah orang-orang yang bermukim di wilayah Bintaro dan
sekitarnya. Jadi, anggota BOS tidak hanya berdomisili di Bintaro saja, melainkan
ada juga yang berdomisili disekitar Bintaro seperti Ciputat, Jombang, Ciledug,
Rempoa dan sebagainya di dalam komunitas BOS. Anggota komunitas BOS juga
diisi dari berbagai macam kalangan, dari kalangan orang tua sampai kalangan
anak muda, maupun dari kalangan atas sampai kalangan bawah.
Saat ini, anggota komunitas BOS yang terdaftar kurang lebih sekitar 250
anggota. Akan tetapi, anggota yang aktif untuk kumpul setiap minggunya kurang
lebih sekitar 30 sampai 50 anggota. Dengan begitu, anggota pasif di dalam
komunitas BOS sekitar 200 sampai 220 anggota. Bapak Irwan Bob mengatakan.
“kalau jumlah anggota menurut data dari sekretariat itu hampir ehm karena
dionthel ini keluar masuk tidak part time. Kalau memang untuk datanya kurang
lebih 250 ada, tapi biasa eksis paling sampai 30 paling banyaknya 50-lah setiap
minggu kita nongkrong” (Data Wawancara dengan bapak Irwan Bob, 13 Agustus
2017)
Tabel II.1. Jumlah Anggota BOS
No Keterangan Jumlah
1 Anggota terdaftar 250 anggota
2 Anggota aktif 30-50 anggota
57
3 Anggota pasif 200-220 anggota
Sumber: Bintaro Onthel Solidarity, 2017
58
BAB III
TEMUAN DAN ANAILISA
Pada bab sebelumnya, peneliti telah menjelaskan beberapa gambaran umum
tentang sejarah perkembangan sepeda onthel, Profil Komunitas Sepeda Tua Indonesia
(KOSTI), dan Profil Bintaro Onthel Solidarity. Kemudian, pembahasan pada Bab ini
akan memaparkan upaya Bintaro Onthel Solidarity (BOS) dalam membangun dan
mengembangkan diri sebagai sebuah komunitas, lalu kontribusi Bintaro Onthel
Solidarity (BOS) dalam melestarikan sepeda onthel, dan relasi Bintaro Onthel
Solidarity (BOS) dengan Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI).
A. Upaya Bintaro Onthel Solidarity (BOS) Membangun dan
Mengembangkan Diri Sebagai Sebuah Komunitas
Komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan
dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of
common interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai
teritorial. Kriteria yang utama bagi adanya komunitas adalah terdapat hubugan
sosial (social relationships) antara anggota suatu kelompok (Rasdian, 2014: 72).
Pada sub bab ini, peneliti akan menjelaskan bagaimana BOS membangun
dan mengembangkan diri sebagai sebuah komunitas. Berbagai upaya dilakukan
komunitas BOS untuk menjaga komunitas ini tetap eksis. Ada beberapa bentuk
pengoperasian sistem komunitas agar eksistensi komunitas tetap bertahan, yaitu
59
(Sanders, 1966: 38): perekrutan anggota baru, sosialisasi, komunikasi, diferensiasi
dan alokasi status, alokasi barang dan jasa, kontrol sosial, alokasi kekuasaan,
alokasi prestise, mobilitas sosial, dan integrasi.
1. Perekrutan Anggota Baru
Agar sistem dapat bertahan, komponen baru diperlukan sebagai
pengganti yang lama. Dalam organisme biologis, seperti tubuh manusia, sel
baru terus terbentuk. Analogi-analogi seperti ini seharusnya tidak dibawa jauh
ke aplikasi pada sistem sosial seperti komunitas, namun setidaknya berfungsi
sebagai pengingat bahwa sebuah komunitas terus berjalan hanya melalui
rekrutmen anggota baru (Sanders, 1966: 39).
Dalam upaya komunitas BOS untuk menambah atau merekrut anggota
disini terjadi secara natural. Karena untuk menjadi anggota BOS sendiri tidak
memiliki aturan-aturan atau persyaratan-persyaratan yang ketat. Hal itu akan
berjalan dengan sendirinya tanpa sebuah paksaan dan sebuah aturan. Ada
beberapa upaya BOS untuk menambah anggota. Pertama yaitu dengan
berkumpulnya BOS di basecamp. BOS selalu berkumpul setiap hari minggu
pagi di depan Bank Permata Bintaro dekat fly over Bintaro. Kehadiran BOS
yang berkumpul dipinggir jalan tentu dapat memberikan daya tarik tersendiri
kepada masyarakat yang berlalu lalang di sekitar Bintaro untuk datang ke
basecamp BOS. Ini merupakan upaya BOS secara pasif dalam melakukan
pendekatan kepada masyarakat Bintaro karena mereka yang melihat akan
60
datang dengan sendirinya untuk melakukan foto-foto, bertanya-tanya, hingga
tertarik untuk bisa bergabung. Dalam sebuah wawancara Bapak Supriyadi
mengatakan.
“kita pokoknya punya komunitas berkumpul orang umum yang lewat
tau, kebanyakan pada berhenti, melihat, foto bersama kira-kita mereka
ternyata senang, mereka akan bergabung” (Data Wawancara dengan Bapak
Supriyadi, 10 September 2017)
Kedua melalui interaksi dengan kerabat. Interaksi antar kerabat
memungkinkan untuk menambah anggota BOS dengan memberikan
informasi wadah sepeda onthel di Bintaro. Informasi itu bisa disampaikan
melalui tetangga, saudara, atau teman-teman yang juga memiliki keinginan
untuk melestarikan sepeda onthel. Seperti yang disampaiakan Awaludin atau
sering disapa Awang dalam sebuah wawancara.
“mungkin kalo ngerekut sih natural aja yaa, biasanya sih kalo gua liat ehm,
misalnya ada, mungkin udah ada yang bergabung kali yaa, entah udah ada
tetangganya, ada sodaranya, ada temennya, nih dia tertarik sama komunitas
BOS, mungkin dari situ” (Data Wawancara dengan Awaludin, 16 September
2017)
Hal serupa juga dikatakan Bapak Indriyo Tarmono salah satu anggota
BOS yang bergabung dari tahun 2013. Dalam sebuah wawancara Bapak
Indriyo Tarmono mengatakan.
“awal masuknya gitu mas kenalan, jadi istilahnya ada juga temen yang
punya sepeda onthel, tetangga kita, kita ajak aja kesini gitu dari situ
mulut ke mulut sih mas jadi yah karena, karena hobi aja sih, yang
tadinya mereka ngerasa ngonthel ga ada temen terus tau-tau kesini yang
orang dari Ciledug, dari Rempoa, dari mana-mana kesini mas, jadi
bareng-bareng. Jadi sampai sekarang pun jadinya kalo minggu ga
ketemu tuh jadi kaya ada yang ilang gitu” (Data Wawancara dengan
Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
61
Ketiga yakni dengan pendekatan kepada masyarakat Bintaro melalui
acara car free day Bintaro. Dari sini adalah kesempatan yang memungkinkan
untuk bertambahnya anggota dari daya tarik yang dimiliki BOS. BOS
memiliki kesempatan untuk memperkenalkan sepeda onthel yang sudah
menjadi identitas BOS di ruang publik seperti car free day kepada masyarakat
Bintaro. Melalui car free day masyarakat bisa melihat secara langsung bahwa
ada komunitas sepeda onthel yang eksis di Bintaro. Seperti yang dikatakan
Bapak Hari pada sebuah wawancara.
“kadang kalo car free day kita kumpul disana ehm di depan Giant, kita
ngumpul disana sekalian gowes terus sehat, itu jugakan orang rame
pada ngeliat juga karena kita ini unik ya pakaiannya, sepedanya, terus
ehm apa kita uniklah mungkin kadang-kadang tertarik mereka terus
tanya-tanya yaa gitu” (Data Wawancara dengan Bapak Hari Tjahyadi, 27
Agustus 2017)
Ketika sudah bergabung dengan komunitas BOS, hal yang harus
dilakukan adalah untuk anggota yang baru bergabung adalah harus bisa
beradaptasi di lingkungan baru komunitas. Karena untuk masuk di lingkungan
baru, diharuskan untuk bisa beradaptasi dengan baik sebagai anggota
komunitas agar bisa bertahan di dalam komunitas. Dalam wawancara dengan
Awang mengatakan.
“dulu sih apa yaa udah 2007-2008 awal-awal itu asik aja, karenakan dulu
banyak yang muda-muda juga, jadi dulu banyak 2007 itu banyak yang muda-
muda, banyak yang seumuran, bahkan ada yang dibawahnya. Jadi punya temen
barulah, lingkungan baru, temen baru, aktivitas baru, di luar kebiasaan lama”
(Data Wawancara dengan Awaludin, 16 September 2017)
Seiring berjalannya waktu, keanggotaan BOS akhirnya terus bertambah
setiap tahunnya. Kini jumlah anggota BOS yang sudah berjalan hingga
62
sembilan tahun, yang terdaftar berjumlah di atas 200 orang. Namun meski
sebanyak itu, orang-orang yang tetap aktif di dalam perkumpulan mingguan
bisa sekitar 30 sampai 50 orang. Hal itu juga disampaikan oleh Bapak Indriyo
Tarmono di dalam sebuah wawancara.
“kalo anggota sih mungkin bisa di atas 200 ya mas, tapi ga setiap
minggu mereka kumpul, jadi kita ngumpul tiap hari minggu disini, itu
kita ganti-ganti personelnya, tapi sih minimal rata-rata sekitar sesepi-
sepinya itu 30 sepeda terus paling rame-ramenya kurang lebih sekitar 50
sepeda” (Data Wawancara dengan Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
2. Komunikasi
Komunikasi memiliki makna yang berarti bahwa sistem sosial dapat
bertahan karena setiap komponen pentingnya dapat melakukan hal khusus
untuk keseluruhan sistem. Di dunia sosial hal ini tidak dilakukan oleh unit
yang mengisolasi dirinya sendiri dan mengikuti kepentingannya sendiri, tetapi
dengan berpartisipasi seperti yang diharapkan di dalam jaringan suatu
hubungan (Sanders, 1966: 40).
Oleh karena itu, masalah komunitas muncul ketika berbagai kelompok
menjaga diri mereka sendiri tanpa mengembangkan perspektif komunitas
secara luas sehingga gagal untuk menyadari bahwa banyak dari apa yang
mereka lakukan memiliki pengaruh terhadap apa yang dilakukan oleh orang
lain. Di mana ada kesalahpahaman, disitu terdapat aturan tentang prosedur
praktis, yang sudah lama diakui oleh pekerja komunitas yang sukses, untuk
membuat para pihak berselisih dengan berbicara satu sama lain (Sanders,
1966: 40).
63
Agar eksistensi terus bertahan, komunikasi adalah hal terpenting pada
sebuah komunitas. Begitu pula dengan yang terjadi pada komunitas BOS.
Komunikasi dapat memberikan ikatan kekeluargaan dan solidaritas yang kuat
sehingga komunitas BOS bisa eksis hingga sekarang. Hal itu seperti yang
telah diungkapkan Bapak Hj. Muyitno pada sebuah wawancara.
“iya komunikasi, jadi ini dari tahun 2008 sampai saat ini itu yaa seperti ini,
tadi kamu liatkan kita ada pakai mik kita ngomong, yaa itu komunikasinya itu
tadi, ada informasi kegiatan, ada informasi teman yang sakit, informasi teman
yang meninggal itu dijaga, makanya kalo setiap hari minggu kesini pasti ada
bentuk komunikasi itu, itu BOS lakukan gitu, nanti ada acara-acara tertentu di
seketariat kita gitu, minum teh bareng itu kita bangun untuk bisa memberikan
apa yaa kekompakanlah, rasa kebersamaan, rasa memiliki itu yang mau kita
bangun” (Data Wawancara dengan Bapak Muyitno, 28 Mei 2017)
Komunikasi tentu akan lebih mudah di era kecanggihan teknologi saat
ini. Teknologi akan memudahkan komunitas BOS untuk terus berkomunikasi
dan berinteraksi secara lebih intens. Karena itulah hubungan komunitas BOS
bisa terus bertahan sampai saat ini. Pada wawancara peneliti dengan Bapak
Supriyadi mengungkapkan.
“kita zaman sudah modern, ada yang namanya sudah memakai hp, punya wa
grup, itu sarana kita yang untuk itu tuh, disamping itu ada temen-temen yang
hobi kuliner, eh disana ada nasi uduk enak, eh disana ada nasi goring enak,
mereka saling memberikan informasi. Kalau ada waktu mereka saling
berWAan, untuk ketemu, untuk nongkrong bareng-bareng ke tempat kuliner
yang tadi, itulah cara komunikasi kita, setiap temen-temen ada berita-berita
yang dari luar memang masuk ke kita, kita sebarkan” (Data Wawancara
dengan Bapak Supriyadi, 10 September 2017)
Pada setiap komunitas, tentu akan terjadi perbedaan pendapat. Adanya
perbedaan ini merupakan kendala yang harus dihadapi komunitas BOS. Untuk
mengatasi itu, komunitas BOS memusyawarahkan dan harus ada yang
64
mengalah demi kepentingan komunitas. Dalam ungkapan Bapak Indriyo
Tarmono mengatakan.
“kalo hambatan sih pasti ada, ya namanya kita orang banyak, beda kepala,
beda pemikir pasti ada, tapi ya harus ada yang dikalahkan si termasuk ego tadi,
jadi pembelajaranlah semua banyak belajar disini tentang ya itu tadi dengan
latar belakang yang berbeda disini mereka membaur menjadi satu, ya banyak
belajarlah mereka disini dia dapet” (Data Wawancara dengan Bapak Indriyo
Tarmono, 21 Mei 2017)
3. Diferensiasi dan Alokasi Status
Jika ingin mempertahankan dirinya sebagai sistem yang berfungsi
dengan benar, beberapa mekanisme harus beroperasi di komunitas untuk
menentukan spesialisasi apa yang dibutuhkan dan layak menerima
penghargaan dan kemudian menetapkan atau mengalokasikan anggota (atau
kelompok) yang memadai untuk menjadikan spesialisasi tersebut. Seiring
dengan tumbuhnya komunitas yang menjadi lebih kompleks, tentu akan
mengalami perubahan sosial yang lebih besar dan semakin terdiferensiasi.
Tidak hanya setiap orang yang diminta untuk memegang lebih banyak status
dalam rutinitas sehari-hari, namun beberapa dari status ini dipegang oleh
orang-orang yang relatif sedikit. Hasilnya adalah setiap anggota mempunyai
berbagai status dan peran yang dimiliki masing-masing. Tetapi meskipun
sebuah komunitas dalam pengertian teoritis memiliki banyak spesialisasi, itu
akan lumpuh jika beberapa spesialisasi yang penting tidak diisi. Bagian dari
operasi yang menyertai diferensiasi adalah alokasi status, atau penugasan
orang (atau kelompok) ke status yang perlu diisi (Sanders, 1966: 40-41).
65
Pada komunitas BOS, terdapat diferensiasi dan alokasi status dalam
bentuk struktur organisasi komunitas. Adanya struktur organisasi merupakan
upaya dari komunitas BOS dalam membentuk spesialisasi berdasarkan status
dan peran sebagai penggerak komunitas BOS. Misalnya ada ketua, wakil
ketua, penasehat, sekertaris, dan bendahara (lihat bab 2). Namun dengan
adanya struktur organisasi bukan berarti para pengurus keorgansisasian saja
yang dapat menggerakan komunitas BOS, melainkan para anggota juga turut
berpartisipasi dalam bentuk gotong royong untuk memperkokoh eksistensi
komunitas. Dalam pernyataan Bapak Indriyo Tarmono mengatakan.
“kalo organisasi kita hampir sama ada ketua, wakil, sekertaris, bendahara
semua ada, tapi sih kita lebih banyak di gotong royongnya” (Data Wawancara
dengan Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
Disini peneliti mengamati bentuk gotong royong komunitas BOS dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Seperti ketika komunitas BOS
mengadakan acara, para anggota komunitas BOS akan saling bekerja sama
dan bergotong royong untuk mensukseskan acara yang diadakan. Seperti saat
persemian sekretariat BOS, dimana pada saat itu komunitas ini mengundang
komunitas sepeda onthel yang ada di Tangerang Selatan. Setiap anggota turut
berpartisipasi secara gotong royong dan memiliki pembagian tugas di dalam
acara tersebut. Sehingga acara yang diselelenggarakan berjalan dengan sukses
hingga acara selesai.
66
4. Alokasi Barang dan Jasa
Tidak hanya orang-orang yang dialokasikan ke seluruh jajaran status
dalam sebuah komunitas, namun barang dan jasa yang ada harus dialokasikan
kepada komunitas. Karena perolehan barang dan jasa di komunitas adalah
melalui media pasar, mereka yang memegang posisi dengan gaji tertinggi
berada di lokasi yang paling menguntungkan. Ada beberapa hal penting
minimum yang harus diterima anggota komunitas (makanan, pakaian, tempat
tinggal, pendidikan), walaupun kualitas dari hal-hal penting ini akan berbeda
dengan status ekonomi mereka (Sanders, 1966: 42).
Alokasi barang dan jasa disini terjadi dari jual beli barang ataupun jasa
dari beberapa anggota komunitas. Di komunitas BOS, pada suatu observasi
peneliti menemukan bahwa adanya transaksi jual beli terutama terkait dengan
sepeda onthel. Dalam wawancara dengan Bapak Imam mengatakan.
“Makanya kalo udah punya sepeda dan seneng sepeda dan banyak duit,
sepedanya lebih dari lima, merek ini, merek ini, tadi aku lebih dari sepuluh,
sekarang tinggal tujuh heheh. Tapi itu tadi. Jadi kalau teman kita tuh seneng
yaa “pak noh sepedanya kok banyak? Mereknya Pak Imam punya fongers,
buat saya Pak Imam” yaa kita mikir “buat apa?” “buat jalan-jalan Pak
Imam” monggoh silahkan asalkan nggak rugi aja katakanlah belinya monggoh
berapa. Biasanya begitu itu lebih bagus daripada kita beli di orang lain, kalo
sama temenkan biasanya kalo rusak bisa dibetulin” (Data Wawancara dengan
Bapak Imam Santoso, 30 Agustus 2017)
Perkumpulan komunitas BOS juga dapat membantu perekonomian
sebagian anggotanya. Di komunitas BOS ini, ada beberapa anggota yang
merambah di dunia bisnis baik itu menjual barang ataupun jasa. Adanya
67
wadah komunitas BOS ini, bisnis tersebut dapat terbantu bagi sebagian
anggota yang memiliki usaha tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Bapak
Indriyo Tarmono pada sebuah wawancara
“Kalo dibilang sih sebenernya udah ini, udah ke ekonomi kerakyatan ya, jadi
ada bisnislah disini, ada teman yang punya apa, usaha apa, kayak Pak Nardi
punya usaha keripik segala macem jadi bisa jual disini, terus ada yang punya
seneng jualan baju-baju daerah atau segala macem bisa disini dah pokoknya
akhirnya tumbuh yang kayak gitu, tumbuh silaturahminya itu bisa berbentuk
seperti itu. Karena kitakan macem-macem jadi ada semacam kayak mbah Wiji
itukan ada usaha pengeboran sumur apa segala macem gitukan dari situlah kita
bisa masarin, jadi dari mulut ke mulutlah intinya” (Data Wawancara dengan
Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
5. Sosialisasi
Tak perlu dikatakan lagi, pada saat perubahan drastis, para pemimpin
komunitas merasa jauh lebih sulit untuk memilih metode pelatihan terbaik dan
menyepakati suatu tujuannya. Sosialisasi, seperti yang digunakan di sini, tidak
hanya mencakup perkiraan nilai dan pengakuan akan peran apa yang
dimainkan sesuai dengan status sosial tertentu dalam situasi tertentu, namun
juga melibatkan efisiensi teknis dalam menjalankan peran ini (Sanders, 1966:
42).
Komunitas BOS melakukan sosialisasi sebagai upayanya
memperkenalkan komunitas. Sosialisasi komunitas BOS ini dilakukan dengan
menjalankan kegiatan-kegiatan mingguan komunitas. Komunitas BOS yang
berkumpul dipinggir jalan, membuat proses sosialisasi untuk memperkenalkan
komunitas BOS dapat terjadi secara natural. Apalagi perkumpulan komunitas
BOS ini mengenakan pakaian uniknya sehingga memberikan daya tarik bagi
68
orang-orang yang melihatnya. Pada wawancara dengan Bapak Hj Muyitno
mengatakan.
“yaa itu tadi kitakan memberikan apa namanya ehm memberikan semacam
penyegaran, semacam informasi yang asiklah katakan, kebetulan basecamp
kita dipinggir jalan nih, kita ngumpul disinikan banyak orang liat iyakan, kaya
pakaian, kostum, sepeda, ini tuh yang bikin daya tarik bagaiamana orang bisa
kok mau gituloh lama-lama dia mulai minggir naik motor mulai Tanya-tanya,
mulai cari, mulai bergabung gitu” (Data Wawancara dengan Bapak Hj
Muyitno, 28 Mei 2017)
Gambar III.1. Perkumpulan BOS dengan Pakaian Unik
Sumber: (Dokumen Pribadi, 2017)
Pada Gambar III.5 bertempat di basecamp BOS di depan Bank Permata
Bintaro yang merupakan tempat BOS selalu berkumpul setiap minggunya.
Mereka selalu menggunakan pakaian-pakaian unik ketika sedang berkumpul
dengan sepeda onthelnya. Pakaian-pakaian dari ABRI, polisi, kolonial, koboy,
hingga pakaian adat daerah sering mereka kenakan dan menjadi identitas bagi
komunitas sepeda onthel seperti BOS.
69
Sosialisasi BOS juga dilakukan dalam program car free day maupun
melalui bakti sosial. Acara car free day adalah kesempatan BOS untuk bisa
memperkenalkan komunitas BOS langsung kepada masyarakat. Begitu juga,
dengan bakti sosial, komunitas BOS bergerak dengan memberikan santunan-
santunan yang juga merupakan bentuk sosialisasi komunitas BOS. Dalam
wawancara dengan Bapak Irwan Bob mengatakan.
“kalau sosialisasi komunitas BOS cukup, saya rasa cukup. Kadang-kadang kita
yaa, yaa contohnya sampel besok di hari kemerdekaan RI yang ke-72 kita
mungkin akan merayakan di hari minggunya di tanggal 20, insyaallah disini,
eh ngga di depan giant pas car free day, tapi kita mungkin adakan upacara
bendera yah, terus masalah sosial kita sering buka santunan, baik itu ke
sunatan massal, atau ke istilahnya ke MTI, kita tetap, kita jembatani mereka
yaa disitulah semakin eratnya kita dan di tambah anggota-anggota kita ini”
(Data Wawancara dengan Bapak Irwan Bob, 13 Agustus 2017)
Gambar III.2. Upacara Bendera Memperingati Kemerdekaan RI
Sumber: (Dokumen Pribadi, 2017)
Dari Gambar III.3 merupakan kegiatan upacara bendera dalam
memperingati kemerdekaan Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan saat acara
70
car free day Bintaro pada tanggal 20 Agustus 2017. Kegiatan ini ditonton dan
diikuti masyarakat yang sedang berada di lokasi car free day.
Keberadaan media sosial bisa juga dijadikan sebagai wadah untuk bisa
mensosialisasikan atau memperkenalkan sepeda onthel kepada masyarakat.
Media sosial merupakan salah satu sarana yang paling praktis untuk
memperkenalkan sepeda onthel kepada masyarakat. Kegunaan media sosial di
zaman sekarang ini dapat mempermudah komunitas BOS untuk memberikan
informasi tentang keberadaan Bintaro Onthel Solidarity sebagai wadah bagi
pecinta sepeda onthel di sekitar Bintaro. Dalam wawancara dengan Bapak
Indriyo menjelaskan:
“kalo dikita kan nih dulu karena ada cuma orangnya gak tau siapa yang
mengelola difbnya ada Bintaro Onthel Solidarity, terus kalo di
websitenya kalo gak salah sih cuman itu aja mas ada blog-blog itu aja
sih ada beberapa orang sih” (Data Wawancara dengan Bapak Indriyo
Tarmono, 21 Mei 2017)
Namun, keberadaan media sosial nampaknya kurang begitu
berpengaruh di dalam komunitas BOS. Karena kegiatan BOS sendiri tidak
update di setiap kegiatannya. Hal itu juga diungkapkan oleh Mas Awang
dalam sebuah wawancara.
“Karena kalo yang gua tau media sosial kita tidak mempunyai blog
khusus yang rutin di update tiap minggu sekali, media sosial apa twitter,
lainnya nggak ada, mungkin facebook ada tapi kayaknya buat orang-
orang baru” (Data Wawancara dengan Awaludin, 16 September 2017)
Dari sosialisasi yang telah dilakukan komunitas BOS membuat
keberadaan komunitas ini semakin terlihat eksistensinya. Apalagi kegiatan
71
komunitas BOS sampai diliput stasiun televisi Metro TV pada acara “Selamat
Pagi Indonesia”. Kegiatan tersebut juga diikuti peneliti saat melakukan
observasi pada tanggal 3 September 2017. Sebelumnya, komunitas BOS juga
pernah mengikuti sebuah acara di Trans TV pada tahun lalu. Hal itu
diungkapkan oleh Bapak Tjatmiko pada sebuah wawancara.
“kayak kemarenkan ada acara disini selamat pagi Indonesia acara apa namanya
sama metro tv kan disiarin langsung itu live di televisi itu aja. Waktu tahun
kemaren juga ada sama trans tv acara apa tuh ehm ranking satu alhamdulillah
kita diundang disana kita masuk televisi ya gitu” (Data Wawancara dengan
Bapak Tjatmiko, 17 September 2017)
Gambar III.3. Liputan “Selamat Pagi Indonesia” Metro TV
Sumber: metrotvnews.com
Pada gambar III.2 merupakan liputan yang dari Metro TV dalam acara
“Selamat Pagi Indonesia”. Acara tersebut membahas tentang sejarah,
komunitas, anggota, pakaian, kegiatan-kegiatan dari BOS sampai kegiatan
KOSTI dan sebagainya.
6. Kontrol Sosial dan Alokasi Kekuasaan
Sebagai diskusi tentang kontrol sosial, setiap individu melakukan
kontrol dalam ruang sosial yang dia tempati. Tetapi kontrol penguasa yang
72
paling sah ada di tangan orang-orang yang bertindak atas nama institusi
pemerintah. Selain itu, seringkali ada struktur kekuasaan lain, yang sebagian
besar bersifat sosioekonomi, yang dalam kasus beberapa komunitas
mengalokasikan kekuatan kepada sedikit individu yang terlibat dalam
keputusan terpenting yang mempengaruhi komunitas (Sanders, 1966: 43).
Pada sebuah komunitas, biasanya memiliki ketua sebagai individu yang
berkuasa untuk melakukan kontrol sosial. Tugas ketua juga sebagai penggerak
agar komunitas bisa berjalan sesuai dengan sistem yang ada. Akan tetapi, di
komunitas BOS ini ketua tidak harus bertugas untuk mengontrol kegiatan dari
komunitas BOS. Komunitas BOS tetap bisa bergerak meskipun tidak ada
perintah dari ketua. Bapak Supriyadi mengatakan.
“Bang Bob disini yang tadi yang kayak koboy yaa, maaf-maaf ini, itu sampai
kapanpun, kita pikirin, kita jadiin ketua terus, karena memang kita hargain,
karena memang dia salah satunya waktu membidangi lahirnya komunitas BOS
ini, pendirinya. Tetapi walaupun ketua tidak hadir, kita berjalan terus kita
bersatu, tidak perlu ketua berkomando, dia nggak ngomandoin kita jalan, dia
tidak usah harus gini-gini kita jalan” (Data Wawancara dengan Bapak
Supriyadi, 10 September 2017)
7. Integrasi
Ketika berbicara tentang integrasi sebagai operasi sistem, kita
menggunakannya sebagai label untuk menggambarkan semua kecenderungan
di dalam sistem untuk memberikan orientasi bersama (komunikasi dan
sosialisasi), rasa partisipasi dan identifikasi, dan merapikan rintangan pada
kinerja masing-masing komponen kontribusi (fungsi) yang saling bergantung
yang diharapkan dapat dilakukan pada sistem. (Sanders, 1966: 45)
73
Upaya integrasi ini bermaksud untuk menjalin dan menjaga hubungan
dengan para anggota komunitas. Adanya hubungan yang berjalan baik,
membuat komunitas BOS tetap eksis dan bertahan sampai saat ini. Untuk
menjaga hubungan tersebut, para anggota telah berkomitmen untuk
berkumpul disetiap minggunya. Perkumpulan disini diisi dengan berbagai
rangkaian kegiatan guna memberikan motivasi bagi para anggota BOS agar
tetap semangat. Hal tersebut diutarakan oleh Bapak Hj. Muyitno dalam
sebuah wawancara.
“jadi setiap minggu kita sudah berkomitmen setiah hari minggu kita kumpul
disini, nah untuk menjaga salah satu menjaga itu ya kita lakukan tadi, ada
sambung rasa, penyampaian informasi, ada kegiatan apa di Indonesia, di luar
negeri kaya misalkan tadi saya bilang karenakan hari ini ada kongres tuh di
Jerman kita ikut tuh 10 orang kesana, biaya perorang 35 juta ke Jerman. Nah
kita sengaja memberikan itu informasi, memberikan motivasi, menjaga upaya
bahwa mereka seneng bahwa kemari itu adalah refreshing” (Data Wawancara
dengan Bapak Muyitno, 28 Mei 2017)
Gambar III.4. Kumpul di Basecamp BOS
Sumber: (Dokumen Pribadi, 2017)
74
Pada Gambar III.1 merupakan kegiatan berkumpul di setiap hari minggu
yang rutin dilaksanakan komunitas BOS. Kegiatan ini selalu diisi dengan
memberikan atau penyampaian informasi, merencanakan agenda-agenda,
serta candaan-candaan yang selalu ada.
Integrasi komunitas BOS juga dilakuakan kepada masyarakat di sekitar
Bintaro. Melalui car free day, komunitas BOS dapat berkomunikasi kepada
masyarakat sebagai upayanya menjalin hubungan dan memperkenalkan
sepeda onthel. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Indriyo Tarmono.
“ya kita kadang-kadang suka ada acara car free day mas , kita kan setiap
minggu sekali ada acara car free day disini di depan Giant ini. Kita biasanya
disana, kita, kita kumpulnya disana. Kita, kita kumpulnya disana ya kita cari
orang pada ngeliatkan orang tertarik dan kadang-kadang ada yang nyobakan
yah kita silahkan yah cuman buat mereka ini aja” (Data Wawancara dengan
Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
Komunitas BOS juga menjalin hubungan dengan komunitas-komunitas
lain. Komunitas BOS pada dasarnya merupakan komunitas penghobi pecinta
sepeda tua sehingga hal itu menciptakan hubungan dengan komunitas sesama
pecinta sepeda tua lainnya. Sebuah wawancara dengan Bapak Hj. Muyitno
mengatakan.
“kalo hubungan dengan komunitas lain itu kita interaksi antar sesama teman
saja, karena kitakan penghobi, misalnya kita sama komunitas Pamulang kan
ada komunitas di Pamulang jadi yaa kita anu komunikasi antara sesama
penggemar sepeda” (Data Wawancara dengan Bapak Muyitno, 28 Mei 2017)
Di tambah lagi, komunitas BOS berada dibawah naungan KOSTI
(Komunitas Sepeda Tua Indonesia). Dengan keberadaan KOSTI, hubungan
antara BOS dengan komunitas lain yang ada di Indonesia dapat lebih
75
terintegrasi sebagai sesama pecinta sepeda tua. Dalam wawancara dengan
Bapak Supriyadi mengatakan.
“nah kitakan punya wadah, wadah KOSTI, wadah wa, kita di websitenya
sudah ada wadahnya, kita komunikasi dengan telekomu eh apa alat komunikasi
sudah canggih, terus kalo kita ada undangan-undangan, mereka juga tau
keberadaan komunitas, kita diundang ketemu wadahnya. Di KOSTI itukan di
Provinsi ada wadahnya, kita nyemplung disitu mereka yang sudah lama-lama
pada kenal, dan itu yaa kita terus berkomunikasi” (Data wawancara dengan
Bapak Supriyadi, 10 September 2017)
Acara yang diadakan KOSTI merupakan event sepeda onthel tingkat
nasional yang dilaksanakan di beberapa kota-kota di Indonesia. Melalui event
dari KOSTI, anggota BOS dapat bersilaturahmi dengan onthelis-onthelis lain
di Indonesia. Hal itu diungkapkan Bapak Imam Santoso pada sebuah
wawancara.
“komunitas onthel itukan dipegang oleh KOSTI pusat, itu sampai berbagai
daerah itu ada semuanya, kayak onthel ini tuh banyak, saya aja ke daerah aja
udah ada kali sepuluh daerah, katakanlah Jogja pernah, Solo, Sukoharjo berapa
kali dua kali, Purwokerto, Bandung, ehm Tegal, Slawi, Pekalongan, banyak”
(Data Wawancara Bapak Imam Santoso, 30 Agustus 2017)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Jatmiko salah satu
anggota BOS yang hampir sering mengikuti event luar kota. Dalam
wawancara dengan Bapak Jatmiko mengatakan.
“yaa kalo pengalaman kita yaa banyak, kita tuh seneng berangkat kesana tuh
yaa kayak ke Tasik, kita ke Jogja, kita ke Solo, kita ke Blitar kemana aja tuh,
jadi kita seneng gitu, itunya kesenengannya disitu. Jadi kita tuh bisa ketemu
semua karena komunitas ini bukan hanya di Bintaro, seluruh Indonesia itu”
(Data Wawancara Bapak Jatmiko, 17 September 2017)
76
Gambar III.5. BOS Mengikuti Event KOSTI di Yogyakarta
Sumber: (Dokumen Bintaro Onthel Solidarity, 2017)
Pada Gambar III.4 merupakan kegiatan yang diadakan KOSTI di
Yogyakarta. Disini BOS mengirim beberapa anggota untuk mengikuti
kegiatan tersebut. BOS hampir selalu memenuhi undangan KOSTI karena
BOS adalah bagian dari KOSTI.
Adapula rangkaian kegiatan-kegiatan BOS di tahun 2017, diantaranya
seperti data berikut:
Tabel III.1. Kegiatan BOS 2017
Tanggal Acara Lokasi
18 – 19 Februari
2017
Mengikuti event KOSTI di
Solo (Solo Ngangeni – Berseri
Tanpa Polusi)
Solo
24 Maret 2017 HUT BOS Ke- 9 Lapangan Arinda
Bintaro
16 April 2017 Peresmian sekretariat BOS Sekretariat BOS
29-30 April
2017
Mengikuti event KOSTI di
Slawi (Slawi Ayu Lautan
Sepeda Onthel)
Slawi
3 Juni 2017 Buka Bersama Sekretariat BOS
77
16 Juli 2017 Halal Bihalal Sekretariat BOS
12 – 13 Agustus
2017
Mengikuti event KOSTI di
Gombong (Onthel
Kemerdekaan)
Gombong
20 Agustus 2017 Upacara Kemerdekaan Car Free Day Bintaro
(Depan Giant Bintaro)
27 Agustus2017 Memenuhi undangan HUT
KOBA (Komunitas Onthel
Batavia)
Gedung Juang Jakarta
3 September
2017
Liputan program acara
“Selamat Pagi Indonesia”
Metro TV
Basecamp BOS
30 September
2017
Nonton Bareng G30S/PKI Sekretariat BOS
21 – 22 Oktober
2017
Mengikuti event KOSTI di
Jogja (Jogja Republik Onthel)
Jogja
5 November
2017
Temu Onthelis Se-Tangerang
Selatan (KOSTI Tangerang
Selatan)
Tandon Ciater
Serpong
31 Desember
2017
Memenuhi undangan Bintaro
Plaza dalam acara
“Celebration New Year
Symphony 2018”
Bintaro Plaza
Sumber: Dokumen Pribadi Bintaro Onthel Solidarity 2017
Dari beberapa temuan dan analisa diatas, peneliti menemukan bahwa dalam
upayanya BOS membangun dan mengembangkan diri sebagai sebuah komunitas,
peneliti menggunakan teori dari Sanders bahwa sistem sosial komunitas dapat
beroperasi karena adanya (Sanders, 1966: 38): perekrutan anggota baru,
sosialisasi, komunikasi, diferensiasi dan alokasi status, alokasi barang dan jasa,
kontrol sosial, alokasi kekuasaan, alokasi prestise, mobilitas sosial, dan integrasi..
Akan tetapi, peneliti tidak menemukan adanya alokasi prestise dan mobilitas
78
sosial di dalam komunitas BOS. Sehingga kedua sistem sosial tersebut tidak
berfungsi pada komunitas BOS.
B. Kontribusi Bintaro Onthel Solidarity (BOS) dalam Melestarikan Sepeda
Onthel
Melestarikan sepeda onthel merupakan salah satu visi misi dari komunitas
BOS. Para anggota melakukan aksi bersama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan
komunitas. Sepeda onthel sendiri telah menjadi identitas yang sangat melekat di
dalam komunitas BOS. Keberadaan sepeda onthel yang memiliki sejarah panjang
menjadikan para anggota BOS berusaha untuk melestarikan sepeda onthel yang
hampir jarang produksi. Dalam sebuah keterangan Bapak Indriyo Tarmono pada
sebuah wawancara mengatakan.
“kita ya pengen melestarikan sejarah ya mas, maksudnya ya sepeda-sepeda
ini kan sudah termasuk itungannya barang-barang langka ya, terus dan
setiap sepeda kan punya karakteristik dan ceritanya masing-masing ya, nah
itu aja sih daripada hilang terus akhirnya jadi besi tua, dan berkat
komunitas sepeda tua tuh mereka jadi sadar bahwa ya sepeda mereka entah
tuh apapun mereknya tahun berapapun ya punya sejarahnya sendiri-sendiri
akhirnya mereka tau dan menghargai sepeda-sepeda itu” (Data Wawancara
dengan Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
Berbagai kontribusi BOS lakukan dalam melestarikan sepeda yang terhitung
langka ini. Setiap aktor dalam komunitas BOS bertindak secara kolektif untuk
mewujudkan tujuan bersama dengan berkontribusi dalam melestarikan sepeda
onthel. Kontribusi yang dilakukan diantaranya adalah kontribusi dalam merawat
sepeda onthel, mengoleksi sepeda onthel, dan memberikan edukasi tentang sepeda
onthel.
79
1. Kontribusi dalam Merawat Sepeda Onthel
Kontribusi BOS dalam merawat sepeda onthel juga salah satu bentuk
upaya komunitas untuk tetap melestarikan barang bersejarah tersebut.
Merawat sepeda seperti sudah menjadi keharusan tersendiri bagi para anggota
komunitas BOS yang memang memiliki kecintaan pada sepeda onthel. Seperti
yang disampaikan Bapak Imam Santoso pada sebuah wawancara.
“untuk melestarikan yaa kita rawat yaa namanya juga sepeda tua yaa kita
harus ehm kalo sepeda kita itu rusak, kitakan kalau ada acara di daerah itu, itu
di daerah-daerah itu banyak orang yang menyediakan sepeda katakanlah ada
yang punya sepeda tapi kok nggak jalan, apanya nih, kadang-kadang kita bantu
entah sperpatnyalah, entah persnelingnya atau giginya, kita cari” (Data
Wawancara Bapak Imam Santoso, 30 Agustus 2017)
2. Kontribusi dalam Mengoleksi Sepeda Onthel
Kontribusi BOS untuk melestarikan sepeda onthel juga bisa dalam
bentuk mengoleksi sepeda onthel. Keberadaan sepeda onthel yang hampir
punah, para onthelis BOS memiliki tujuan untuk melestarikan sepeda onthel
dengan cara mengoleksinya. Bahkan di dalam komunitas BOS rata-rata
anggotanya minimal memiliki dua sampai tiga sepeda onthel. Seperti
ungkapan Bapak Romo pada sebuah wawancara.
“yaa alhamdulillah itu kawan-kawan itu selalu dilestarikan sepeda tua ini, ini
jarang sepeda tua itu punya satu sepeda itu jarang, minimum tiga rata-rata itu,
jadi emang perlu dilestarikan sepeda ini, satu anggota minimal punya tiga
sepeda paling nggak, paling nggak itu hehehh” (Data Wawancara dengan
Bapak Romo, 17 September 2017)
Karena sudah menjadi hobi, banyak di keanggotaan BOS yang telah
mengoleksi berbagai macam merek sepeda karena kecintaannya terhadap
sepeda onthel. Pada dasarnya tujuan komunitas ini sendiri untuk melestarikan.
80
Dengan begitu, seperti hal wajar jika sebagian anggotanya memiliki koleksi
sepeda yang banyak. Seperti yang dikatakan Bapak Imam Santoso dalam
sebuah wawancara.
“Biasanya begitu itu lebih bagus daripada kita beli di orang lain, kalo sama
temenkan biasanya kalo rusak bisa dibetulin, Mas Indriyo itu sama Indriyo itu
banyak sepeda, terutama gazelle macem-macem banyak, koleksi banyak tuh
dia, Pak Pri tuh wah lebih dari 20 kali, Pak Pri, Pak Agus. Rata-rata seneng itu
yaa itu ngoleksi itu, sepeda itu bukan satu merek, kan ada merek fongers,
merek gazelle, merek bsa” (Data Wawancara Bapak Imam Santoso, 30
Agustus 2017)
3. Kontribusi dalam Memberikan Edukasi Sepeda Onthel
Sebagai komunitas sepeda onthel, tentu BOS harus memiliki
pengetahuan tentang sepeda onthel. Untuk itu dalam bentuk melestarikan
sepeda onthel tentu BOS memberikan edukasi atau wawasan yang berkaitan
dengan sepeda onthel. Karena sepeda onthel sendiri memiliki berbagai macam
varian, merek, orisinalitas, tahun produksi dan sebagainya. Dalam wawancara
dengan Bapak Haji Muytino mengatakan.
“kontribusi BOS, ya itu tadi dengan cara apa menjaring teman-teman yang bisa
hadir, terus juga memberikan edukasi terhadap pengetahuan tentang sepeda,
karena sepeda itu banyak merek aja belum tentu lebih dari seratus belum
varian, tau varian? Kayak ini, ini sepeda onthel variannya dames, eh inheren,
yang ini dames, yang itu jengki, wandu, dan banyak lagi, kalo jengki bisa
cewek kalo itu wandu bisa laki bisa perempuan, makanya itu diberi
pengetahuan, itu satu merek kalo tiga varian udah tiga ratus macam, belum lagi
jumlah masing-masing sepeda di produksi berapa, originalitas, kalo sepeda
merek a stangnya seperti apa belnya seperti apa dan seterunya apa itu kita
kasih pengetahuan, sharing disini, sharing pengetahuan misalnya topiknya
sepeda simplek, simplek tuh begini-begini, begini itu kita lakukan” (Data
Wawancara dengan Bapak Hj. Muyitno, 28 Mei 2017)
Hal serupa juga dikatakan Bapak Indriyo bahwa dalam melestarikan
sepeda onthel salah satunya adalah memberikan counseling clinic kepada para
81
anggota komunitas. Dengan adanya counseling clinic seperti ini diharapkan
dapat memberikan wawasan lebih mengenai sepeda onthel kepada para
anggota komunitas BOS. Pada wawancara dengan Pak Indriyo Tarmono
mengungkapkan.
“ya jadi disinilah kita berbagi ilmu dan segala macem, kadang-kadang kita
disini kita juga ada event bulanan itu counseling clinic sepeda ini ciri khasnya
gimana, gimana, gimana. Jadi misalnya kaya sepeda seri taro aja simpleklah,
simplek, orang yang punya simplek tuh pengen tahu sih sepeda ini betulnya
kayak gimana, kelengkapannya gimana, gimana, nah kadang-kadang kita suka
ngundang ada orang, ada dari kita sendiri yang mungkin yang paham jadi jelas
nih jenisnya” (Data Wawancara dengan Bapak Indriyo Tarmono, 21 Mei 2017)
C. Relasi Bintaro Onthel Solidarity (BOS) dengan Komunitas Sepeda Tua
Indonesia
Dalam sebuah komunitas tentu diharuskan untuk dapat terorganisasi dengan
baik. Karena di dalam komunitas pasti memiliki kegiatan-kegiatan yang aktif agar
eksistensi komunitas tetap bertahan. Karena itu, sebuah komunitas juga harus
mempunyai wadah agar kegiatan-kegiatan akan semakin aktif. Wadah yang
dimaksud adalah organisasi.
Bintaro Onthel Solidarity (BOS) merupakan sebuah komunitas sepeda tua
yang mewadahi onthelis-onthelis di kawasan Bintaro dan sekitarnya. BOS saat ini
merupakan komunitas di bawah naungan KOSTI (Komunitas Sepeda Tua
Indonesia). KOSTI adalah organisasi besar yang memberikan wadah untuk
komunitas-komunitas sepeda tua di Indonesia, termasuk BOS. Sebagai wadah
antar komunitas sepeda onthel, KOSTI disini memiliki peran untuk
mengagendakan kegiatan-kegiatan dan memberikan aturan-aturan kepada
82
komunitas-komunitas yang dinaungi. Hal tersebut tentu diharapkan agar
eksistensi komunitas sepeda onthel dapat terus bertahan karena adanya kegiatan
tambahan yang memungkinkan adanya pertemuan onthelis di Indonesia.
Berbagai upaya KOSTI lakukan untuk dapat menambah relasi dengan
komunitas-komunitas sepeda tua di Indonesia seperti BOS. Salah satunya dengan
adanya pengurus-pengurus KOSTI diberbagai daerah. Saat ini KOSTI sudah
tercatat membawahi sekitar 17 Provinsi yang ada di Indonesia. Dengan begitu
kepengurusan KOSTI tidak hanya di satu tempat saja, tetapi dibagi ke berbagai
daerah. Dalam wawancara dengan Bapak Darat Aris selaku Sekjen KOSTI Pusat
mengatakan.
“banyak itu kita waktu pembuatan struktur organisasi kita sebar, contoh dari
Kalimantan kita ambil, dari Sulawesi kita ambil, dari Makasar kita ambil, Padang,
Medan, Lampung, Palembang, Jakarta sendiri, Banten, Cilegon, Bogor, semuanya
se-Indonesia, seluruhnya, kita membawahi 17 Provinsi” (Data Wawancara dengan
Sekjen KOSTI Pusat Bapak Darat Aris, 5 September 2017)
KOSTI memiliki sebuah visi misi untuk menyatukan NKRI, silaturahmi,
dan bisa bercengkrama dengan onthelis-onthelis di Indonesia dengan menjadikan
sepeda onthel sebagai perantara. Karena bisa dilihat bahwa di Indonesia ini
terbagi dari berbagai macam suku, ras, dan agama. Visi-misi tersebut diharapkan
untuk menyatukan bangsa Indonesia melalui komunitas sepeda onthel. Dengan
adanya KOSTI diharapkan agar komunitas onthel di Indonesia ini tetap eksis dan
menjadi besar. Hal itu pula diungkapkan oleh bapak Darat Aris dalam sebuah
wawancara.
83
“slogannya yang resminya adalah “KOSTI Perekat NKRI” nah itu artinya sudah
ketauan yaa visi misinya perekat NKRI, nah kenapa? Semua uniform yang mereka
pake mau jadi pejuang, mau dari Jogja yang menggunakan belangkon, mau dari
ehm apa namanya dari Pontianak, dari Palangkaraya, dari Balikpapan yang
menggunakan atribut ke dayak-dayaknya tetap bisa ketemu disini. Kita banyak
sekali perbedaan prinsip agama, pekerjaan, dan sebagainya tetapi kita bisa
dipersatukan oleh sepeda tadi, makanya kita, kita cetuskan dengan slogan yang
baru yaitu “KOSTI Perekat NKRI” gitu salah satunya. Kemudian ada lain lagi
adalah “Sepeda hanya stagna, silaturahmi yang utama” nah itukan keliatan yaa,
udah keliatan juga itu sebagai visi misi juga, tetapi salah satu slogan atau jargon-
jargon tertentu. Jadi kita gunakan sepeda tadi, kita gowes sepeda kita, kita bawa
sepeda kita, kita jadikan sarana untuk tujuannya silaturahmi, gitu. Kemudian, satu
lagi ada jargon yang terkenal lain dari yang dua tadi, yaitu “Satu sepeda berjuta
saudara” kalau satu sepeda berjuta saudara, bayangkan kalau masnya punya dua
sepeda, berarti sudah berjuta-juta saudara ya” (Data Wawancara dengan Bapak
Darat Aris, 5 September 2017)
Sebagai organisasi besar, KOSTI telah professional dalam mengemas
kepengurusan dengan membagi jajaran-jajarannya di seluruh Indonesia. Karena
organisasi KOSTI ini memiliki jajaran-jajarannya dari pusat hingga tersebar ke
daerah-daerah di Indonesia. Hal itu menegaskan slogan KOSTI “KOSTI Perekat
NKRI” karena kepengurusan KOSTI yang tersebar ke daerah-daerah Indonesia.
Dalam pernyataan Bapak Darat Aris mengatakan.
“metode pengorganisasian, oke kalau di pusat kita, kita yang saat ini
metode pengorganisasiannya adalah dwitunggal nah kemudian sudah
seperti yang saya jelaskan didepan adalah adanya departemen. Departemen
dia mempunyai beberapa bidang yang akan diatur oleh kepala departemen,
secara kerjanya mereka dewasa bersikap, ehm kemudian departemen akan
selalu kordinasi dengan ehm pimpinan, kemudian turun ke level bawahnya
provinsi, mereka mempunyai kepengurusan tersendiri hampir mirip-mirip
dengan keputusan pusat, mereka akan delegasikan ke bawah lagi sampai
kabupaten, sampai tingkat kota, kemudian dia langsung baik dari pemkab
atau pemkot dia masuk ke komunitas, komunitas sudah langsung masuk ke
ujung tombak akar rumput, jadinya ehm komunitas udah langsung disebar,
contohnya oh ini slogan baru “KOSTI Perekat NKRI” mereka dari
sekarang ngomong dari pusat tek masuk ke, dari pusat ke provinsi udah
langsung tembus ke bawah, udah langsung jadi” (Data Wawancara dengan
Bapak Darat Aris, 5 September 2017)
84
Upaya KOSTI dalam membangun hubungan dengan komunitas-komunitas
onthel dapat mereka gunakan dengan kemajuan teknologi. Ditambah lagi sosial
media saat ini sudah menjadi wadah yang hampir tidak memiliki batasan.
Sehingga mudah dalam berkomunikasi dengan komunitas-komunitas onthel di
Indonesia. Dalam wawancara dengan Bapak Darat Aris mengatakan.
“upayanya adalah salah satunya begini, selain kita, kalau sekarang kita mengikuti
ini teknologi, kita buat beberapa grup, grup ya wa kalo sekarang, lalu instagram,
facebook yaa” (Data Wawancara dengan Bapak Darat Aris, 5 September 2017)
KOSTI yang merupakan organisasi besar yang mewadahi onthelis di
seluruh Indonesia sering mensosialisasikan sepeda onthel dengan mengadakan
event daerah yang dapat mengumpulkan onthelis-onthelis di Indonesia. Dengan
begitu, silaturahmi yang di dapat tidak hanya di komunitas kecil saja, melainkan
juga dapat bersilaturahmi dengan komunitas-komunitas seluruh Indonesia
sehingga dapat menambah pertemanan dan persaudaraan. Hal itu juga merupakan
upaya KOSTI dalam mensosialisasikan sepeda onthel di daerah-daerah di
Indonesia. Dalam wawancara dengan Bapak Darat Aris mengatakan.
“ehm sosialisasinya kita, contoh yang tadi seperti menghidupkan visi misi ataupun
penyamaan visi misi tadi, contoh selain kita selalu komunikasi melalui sosial
media kita juga selalu ketemu di event, kemudian ehm, kemudian kita membuat
souvenir-souvenir dengan branding KOSTI, contohnya muk, muk KOSTI, piring
KOSTI, kaos KOSTI, cincin KOSTI, kemudian ada lagi ehm yang lain-lainlah,
yang lain-lain. Itu untuk, untuk ini, ehm apa namanya, untuk mensosialisasikan
keeksisan KOSTI ini seperti ini seperti itu bahwa saling mengingatkan bahwa
kalian temennya banyak, kalian saudaranya banyak, yang di kabupaten kalian
rangkul kecamatan, kelurahan, yang di provinsi kalian rangkul yang di pengkab,
yang di pengkot yaa, pengurus kabupaten dan pengurus kota” (Data Wawancara
dengan Bapak Darat Aris, 5 September 2017)
85
Disamping event daerah, adapula agenda-agenda lain di keorganisasian
KOSTI. Bahkan agenda KOSTI sendiri sudah mencapai pencapaian yang luar
biasa, karena telah merambah dunia internasional. Ditambah lagi tahun 2018,
akan diselenggarakan event internasional atau disebut IVCA (International
Veteran Cycling Association) yang akan diselenggarakan di Bali, Indonesia.
Dengan begitu, hal tersebut dapat menjadi sebuah prestasi tersendiri untuk
KOSTI. Seperti yang dijelaskan Bapak Darat Aris pada sebuah wawancara.
“Kalo event nasional banyak, selain tadi yang saya sebutkan juga kongres itu
nasional, munas nasional musyawarah nasional, silatnas silaturahmi nasional
iyakan, gitu kemudian ehm selain nasional ada internasional, besok itu IVCA
(International Veteran Cycling Association) yang dilaksanakan di Bali bulan April
2018, kemudian acara-acara yang mengundang, acara nasional yang mengundang
tamu-tamu internasional, itu contohnya dulu pernah diadakan di Ancol, itu
namanya Jobfest Ancol yaa, Jakarta Onthel Beach yaa jadi di Ancol itu, festival
Ancol, Jobfest Ancol, kita mengundang perwakilan dari beberapa keduataan yang
ada di Indonesia, kalo gak salah itu ada kedutaan Belanda, Inggris, sama Swedia
datang” (Data Wawancara dengan Bapak Darat Aris, 5 September 2017)
Adapula beberapa agenda KOSTI di tahun 2017 seperti gambaran dari tabel
berikut ini.
Tabel III.2. Agenda KOSTI 2017
Tanggal Acara Lokasi
18 – 19 Februari
2017
Solo Ngangeni – Berseri
Tanpa Polusi
Gelora Pemuda Bung
Karno – Manahan –
Surakarta
18 – 19 Maret 2017 Parade Sepeda Tua Nusantara Simpang Lima Gumul
Kediri
1 -2 April 2017 Kongres KOSTI Ke-IV 2017-
2021
Benteng Fort Rotterdam
Makassar
8 – 9 April 2017 Jambore Onthel Nusantara
DOEA
Stadion Gajayana
Malang Jl. Tenes
Malang
29-30 April 2017 Slawi Ayu Lautan Sepeda
Onthel
Gedung Yaumi Kab.
Tegal
86
6 – 7 Mei 2017 Jambore Sepeda Tua Stadion Gelora 10
November Surabaya
24 – 29 Mei 2017 Memenuhi undangan IVCA
(International Veteran
Cycling Association) Khalsure
Germany
Khalsure – Germany
30 Juli 2017 Pelantikan Pengurus KOSTI
2017-2021
Museum Sumpah
Pemuda Jakarta Pusat
12 - 13 Agustus
2017
Onthel Kemerdekaan Benteng Van Der Wijk
Gombong
23 – 24 September
2017
Bandung Pedal Power GOR Sport Jabar,
Arcamanik – Bandung
21 – 22 Oktober
2017
Jogja Republik Onthel Benteng Vredeburg
Yogyakarta
Sumber: kosti.ir.id//twitter
Sudah dijelaskan diatas bahwa KOSTI adalah organisasi besar yang
mewadahi komunitas-komunitas sepeda tua yang ada di Indonesia, salah satunya
adalah BOS. Tidak hanya itu, salah satu anggota BOS ada juga yang terdaftar
sebagai kepengurusan dari KOSTI sehingga memudahkan relasi antara BOS
dengan KOSTI. Dalam wawancara dengan Bapak Irwan Bob menyatakan.
“KOSTI itu sebenarnya Komunitas Sepeda Tua Indonesia, jadi kita itu dipayungi
dengan KOSTI, semua onthelis dipayungi dengan KOSTI baik itu KOBA, BOS
disini, di Jakarta kita ada KOBA, kita disini di Tangerang ada BOS, itu dibawah
naungan KOSTI. Jadi orang KOSTI sebenarnya anggotanya yaa orang BOS. Jadi
orang KOSTI itu dia punya jajaran, kepengurusan yaa orang BOS salah satunya,
Pak Haji Muyitno, jadi kita sebetulnya dibawah naungan sepeda Indonesia” (Data
Wawancara dengan Bapak Irwan Bob, 13 Agustus 2017)
Apalagi KOSTI saat ini telah memiliki kordinator wilayah (korwil) di
Tangerang Selatan. Sehingga BOS yang berada di wilayah Tangerang Selatan
masuk di dalam bagian korwil KOSTI Tangerang Selatan. Dengan adanya korwil
87
di Tangerang Selatan hubungan KOSTI dengan BOS bisa terjalin lebih dekat.
Dalam wawancara dengan Bapak H. Muyitno mengatakan.
“karenakan KOSTI seluruh Indonesia nggak mungkin satu-satu, kita aja klub nih
jadi induknya itu Tangsel, ada KOSTI Tangerang Selatan Pak Haji Muhdini jadi
ini KOSTI pusat dibawahnya lagi dari korwil-korwil pengprov, pengurus provinsi,
pengurus kabupaten, pengurus kota madya gitu baru anak-anaknya KOSTI yang
di kabupaten yang di kota madya itu anak-anaknya begini nih komunitas-
komunitas, kalo KOSTI pusatkan regulasi aja yah” (Data Wawancara dengan
Bapak H. Muyitno, 28 Mei 2017)
Kemunculan KOSTI Tangerang Selatan bermula karena adanya keinginan
komunitas-komunitas di Tangerang Selatan yang sudah mulai banyak. Karena itu
para komunitas-komunitas sepeda onthel di Tangerang Selatan musyarah dan
mufakat untuk membentuk KOSTI Tangerang Selatan sebagai wadah komunitas-
komunitas onthel di Tangerang Selatan. Seperti yang diungkapkan bapak H.
Muyitno pada sebuah wawancara.
“ohiya dibentuk, karena banyaknya beberapa komunitas yang ada di Tangerang
Selatan. Maka teman-teman klub ini mempunyai kesempatan dalam membentuk
KOSTI, namanya KOSTI Tangsel gitu. jadi atas kesepakatan kita tapi kita minta
rekomendasi dari pusat akan mendirikan KOSTI Tangsel, maka berdasarkan
musyawarah mufakat kita akan dibentuknya KOSTI Tangsel, ketuanya Bapak Hj
Muhdini” (Data Wawancara Bapak H. Muyitno, 28 Mei 2017)
Untuk Tangerang Selatan, saat ini tercatat sekitar sebelas komunitas sepeda
tua yang ada dibawah naungan KOSTI Tangerang Selatan. Dengan begitu, bisa
dikatakan bahwa komunitas BOS bukan satu-satunya komunitas sepeda onthel di
Tangerang Selatan. Akan tetapi komunitas BOS ini termasuk komunitas sepeda
onthel yang tertua dan terbesar di wilayah Tangerang Selatan. Seperti yang
diungkapkan Bapak Muhdini dalam sebuah wawancara.
88
“Kalo di Tangsel saya ketua KOSTI Tangerang Selatan untuk menaungi
komunitas-komunitas di Tangerang Selatan termasuk BOS, VDOC, KONTAS,
terus disini ada yang namanya KONSER disini Komunitas Onthel Serpong Utara,
lalu disana ada perumahan Bukit Dago, bukan Villa Dago ya ono ada Villa Dago
ada Bukit Dago, ada juga onthel Villa Dago, ada onthel apa namanya Pondok
Cabe, terus di Serpong ada komunitas anak-anak stasiun Serpong, jadi banyak
hampir, hampir, hampir sebelas, sebelaslah yang aktif komunitas di Tangerang
Selatan ini. Kalo dikumpulin mungkin bisa diatas 500 orang” (Data Wawancara
dengan Ketua KOSTI Tangerang Selatan Bapak Muhdini, 14 Juli 2017)
Dengan adanya korwil-korwil dari KOSTI dapat memudahkan upaya untuk
bisa bercengkrama dengan komunitas-komunitas di wilayah-wilayah Indonesia
yang terbilang luas. Seperti KOSTI Tangerang Selatan dalam upayanya untuk
dapat terus berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan BOS. Dalam wawancara
dengan Bapak Muhdini selaku ketua KOSTI Tangerang Selatan mengatakan.
“ya gitu jadikan setiap minggu kita ehm mereka itu ada kumpul-kumpul bersama
seperti ya di Bank Permata ya. Selagi ada waktu saya dateng kesana, atau pas dia
setiap tahun adain ulang tahun, atau ngadain halal bihalal. Nah BOS sendiri
kayaknya minggu besok nih ngadain halal bihalal” (Data Wawancara dengan
Bapak Muhdini, 14 Juli 2017)
Tidak hanya itu, adanya KOSTI Tangerang Selatan juga dapat memberikan
kumpulan-kumpulan informasi agenda dari KOSTI pusat kepada komunitas-
komunitas onthel di Tangerang Selatan. Dengan begitu, informasi yang di dapat
BOS tentang agenda-agenda KOSTI pusat bisa di dapat dari KOSTI Tangerang
Selatan. Dalam wawancara dengan Bapak H. Muyitno menuturkan.
“kalo BOS dengan KOSTI berkaitan apa kalo ada anu kegiatan-kegiatan pusat.
Tapi kalo BOS secara organisasi berhubungan dengan KOSTI nggak ada, tapi
kitakan secara personal kita punya hubungan dengan KOSTI, kan KOSTI
interaksi induk, kita klub, jadi interaksinya ada anggotanya tapi kalo KOSTI mau
bikin agenda apa-apa itu sih ehm informasinya ke KOSTI Tangsel dan seterusnya
ke klub-klub itu” (Data Wawancara dengan Bapak H. Muyitno, 28 Mei 2017)
89
Ditambah lagi media sosial saat ini telah menjadi media komunikasi yang
dapat memberikan informasi-informasi secara praktis. Dengan adanya media
sosial, informasi agenda KOSTI yang didapat BOS bisa lebih cepat diterima.
Apalagi di kepengurusan KOSTI terdapat salah satu anggota BOS yakni Bapak H.
Muyitno. Karena itu, Bapak H. Muyitno yang tergabung di kepengurusan dan
grup KOSTI dapat memberikan informasi lebih cepat kepada anggota-anggota
BOS. Dalam pernyataan Bapak H. Muyitno pada sebuah wawancara mengatakan.
“di BOS dapat informasi. Tadikan situ bilang media sosial, misalnya facebook
atau wa, itukan ada wa grup gitukan KOSTI pusat pengurus dan lain-lain dari situ
kita dapat informasi walaupun lewat korwil karena kita menjadi anggota grup kita
bisa dapat lebih cepat yang dapat diinformasikan” (Data Wawancara dengan
Bapak H. Muyitno, 28 Mei 2017)
Gambar III.6. Proses Informasi KOSTI
Sumber: (Data Wawancara Bapak H. Muyitno, 2017)
Pada Gambar III.6 merupakan proses penyampaian informasi berupa
agenda-agenda KOSTI kepada komunitas-komunitas sepeda onthel di Indonesia,
termasuk BOS. agenda-agenda itu di dapat secara hierarki dari KOSTI Pusat,
KOSTI Pusat
Korwil KOSTI Tangerang Selatan
Bintaro Onthel Solidarity (BOS)
90
turun kepada KOSTI Tangerang Selatan, kemudian sampai ke komunitas BOS.
Namun, karena di BOS ada salah satu pengurus KOSTI, informasi itu bisa secara
cepat didapat melalui media sosial. Sehingga informasi-informasi dari KOSTI
Pusat lebih cepat dan mudah untuk sampai ke komunitas BOS tanpa melalui
KOSTI Tangerang Selatan.
Karena BOS berada di bawah naungan KOSTI, komunitas BOS pun juga
dapat turut berpartisipasi berbagai agenda-agenda dari KOSTI. Agenda-eganda
itupun bermacam-macam, seperti Kongres, silaturahmi nasional, musyawarah
nasional dan sebagainya. Pada wawancara dengan Bapak H. Muyitno
menjelaskan.
“ohiya, kan tadi saya bilang BOS itu klub, BOS itu mendukung adanya KOSTI
Tangerang Selatan, makanya itu kontribusi BOS disitu. Kalau di Kongres juga
kita berpartisipasi, kan kebetulan di BOS itu ada ehm orang yang pengurusnya
disana, daintaranya saya, saya tuh pengurus di pusat dari BOS. Kemudian juga di
Tangerang sana Pak Hj. Muhdini, gitu kemudian kalo ada kegiatan-kegiatan
Kongres kita diundang, kita diundang karenakan Kongres itu KOSTI, bukan klub,
jadi KOSTI Tangerang Selatan gitu yang diundang, maka boleh jadi teman-teman
BOS atau yang lain mewakili KOSTI Tangsel dia bisa hadir di Kongres itu, ya
agendanya macam-macam, membicarakan anggaran dasar, anggaran rumah
tangga, ada juga kebijakan-kebijakan organisasi” (Data Wawancara dengan Bapak
H. Muyitno, 28 Mei 2017)
Jadi KOSTI disini bertugas membuat regulasi seperti AD/ART, kebijakan-
kebijakan, program-program, visi-misi dan sebagainya. Sedangkan BOS disini
merupakan komunitas yang menjalankan regulasi tersebut. Dengan kegiatan rutin
BOS yang aktif menjadikan bahwa komunitas BOS ini adalah bagian dari KOSTI.
Bapak H. Muyitno pada sebuah wawancara mengatakan.
“kita regulasinya ada di KOSTI gitu, jadi KOSTI itu membuat anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, visi misi begini dia hanya regulasi saja tapi dia nggak
91
punya siapa-siapa KOSTI itu, anggotanya yaa kita ini gitu makanya KOSTI
regulasi kita ambil garis besarnya gimana kita mau gimana yaa tergantung kita
gituloh tapi kita diayomi nginduknya kesana gituloh, tapi bagaimana kita bisa
bahwa kita bagian dari KOSTI yaa itu tadi kita aktif dalam kegiatan-kegiatan
begini kita ngumpul-ngumpul, siaturahim gituloh” (Data Wawancara dengan
Bapak H. Muyitno, 28 Mei 2017)
BOS juga selalu berpartisipasi hampir di setiap event yang diadakan dari
KOSTI. Hal tersebut merupakan bentuk dukungan BOS terhadap program-
program dari KOSTI yang memiliki tujuan menyatukan sekaligus silaturahmi
bersama onthelis-onthelis di Indonesia. Dalam keterangan wawancara dengan
Awang mengatakan.
“iya kita sih support yaa misalnya KOSTI kayak misalnya ulang tahun-
ulang tahun didaerah gitukan, misalnya KOSTInya Jawa Tengah ataupun
biasanya kalo yang gede-gede itu biasanya yang ngadain kayak Kotalah ya,
misalnya kayak Jogja, Kediri, Surabaya, yaa kita dukung, misalkan dengan
kita hadir disana, ikut datang, ikut bergabung yaa misalkan walau hanya
sebagian dari perwakilan yaa itu salah satu apa bentuk dukungan kita sih”
(Data Wawancara dengan Awaludin, 16 September 2017)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Indriyo Tarmono pada sebuah
wawancara. Dimana BOS dapat bersinergi dengan KOSTI maupun komunitas-
komunitas lainnya melalui event yang dibuat KOSTI. Dari event itu tidak hanya
silaturahmi yang di dapat, melainkan ilmu-ilmu tentang sepeda onthel juga di
dapat. Bapak Indriyo mengatakan.
“kalo sinergi itu lebih banyak di acara mas, maksudnya event-event itu, terus
kadang-kadang juga ada yaa lebih banyak ke sosial mas, arti kata entah ada
anggota yang sakit atau segala macem kunjungan-kunjungan, terus undangan-
undangan seperti Sarah Sehan, terus kalo KOSTI mengundang pakar-pakar sepeda
dari Belanda biasanya itu diundang sedaerah gitu, jadi yang sempet itu diundang
kadang yaa hadir berbagi ilmulah istilahnya” (Data Wawancara dengan Bapak
Indriyo Tarmono, 7 Mei 2017)
92
Dari penjelasan yang diatas, peneliti menyimpulkan bahwa tugas KOSTI
adalah untuk menaungi, mewadahi, atau mempayungi komunitas-komunitas
sepeda onthel di Indonesia. Dalam keorganisasian KOSTI terdapat pembagian
tugas dan peran-peran kepada jajaran di kepengurusan pusat hingga turun ke
daerah-daerah. Dengan adanya KOSTI, komunitas-komunitas sepeda tua di
Indonesia bisa dapat bertemu dan bersilaturahmi dalam skala nasional baik
melalui event, Kongres, silaturahmi nasional, musyawarah nasional dan
sebagainya.
BOS sendiri memiliki salah satu pengurus dari KOSTI. Dengan begitu
relasi BOS dengan KOSTI dapat terjalin lebih mudah. Apalagi di Tangerang
Selatan saat ini telah memiliki korwil KOSTI Tangerang Selatan yang menaungi
komunitas-komunitas sepeda ontel di Tangerang Selatan. Dengan adanya KOSTI
Tangerang Selatan, hubungan BOS dan KOSTI akan lebih erat untuk tetap bisa
mempertahankan keeksistensian komunitas. Tidak hanya itu, BOS juga turut
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan dari KOSTI seperti Kongres, silaturahmi
nasional, musyawarah nasional hingga ke event nasional. Dengan partisipasi BOS
terhadap KOSTI hubungan BOS tidak hanya terjalin antara BOS dengan KOSTI
saja, melainkan dengan komunitas-komunitas sepeda onthel lainnya di Indonesia.
93
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menjelaskan sistem sosial komunitas sepeda onthel dalam
mempertahankan eksistensi komunitas studi kasus komunitas Bintaro Onthel
Solidarity (BOS). Komunitas BOS merupakan salah satu komunitas sepeda onthel
pertama dan terbesar di Tangerang Selatan. Hal itu dikarenakan komunitas BOS yang
selalu aktif dalam melaksanakan kegiatan bersama sehingga membuat eksistensi
komunitas BOS yang lahir sejak tahun 2008 tetap bertahan dan terus berkembang.
Komunitas BOS telah berupaya membangun dan mengembangkan diri sebagai
sebuah komunitas. Hal itu bertujuan agar eksistensi komunitas BOS dapat terus
bertahan. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut dikarenakan adanya sistem sosial
yang berjalan. Sistem sosial yang beroperasi di komunitas BOS terdapat: perekrutan
anggota baru, komunikasi, diferensiasi dan alokasi status, alokasi barang dan jasa,
sosialisasi, kontrol sosial dan alokasi kekuasaan, dan integrasi. Beberapa sistem yang
beroperasi tersebut membuat komunitas BOS dapat berhasil mempertahankan
eksistensi komunitasnya.
Komunitas BOS juga berperan dalam kontribusinya melestarikan sepeda onthel.
Berbagai kontribusi BOS telah dilakukan dalam pelestarian sepeda onthel, yakni
kontribusi dalam merawat sepeda onthel, mengoleksi sepeda onthel, dan memberikan
edukasi tentang sepeda onthel. Kontribusi tersebut dilakukan pada setiap anggota
94
BOS sebagai upayanya melestarikan sepeda onthel yang sudah jarang produksi di
pasaran.
Komunitas BOS saat ini berada dibawah naungan KOSTI (Komunitas Sepeda
Tua Indonesia). KOSTI merupakan organisasi yang mewadahi komunitas-komunitas
sepeda tua di Indonesia. Adanya KOSTI tentu menambah agenda-agenda kegiatan
komunitas dengan mengadakan beberapa event dan acara antar komunitas sepeda
onthel di Indonesia. Dengan itu, ada hubungan yang terjalin antara komunitas BOS
dengan KOSTI dan komunitas sepeda onthel lain. Ditambah KOSTI memiliki korwil
daerah Tangerang Selatan sehingga hubungan antara KOSTI dan BOS dapat terjalin
dengan baik. Adanya media sosial juga dapat mempermudah BOS dalam
mendapatkan informasi-informasi KOSTI lebih cepat.
B. Saran
Untuk para anggota komunitas BOS hendaknya dapat terus melaksanakan
kumpul mingguan ataupun kegiatan-kegiatan komunitas guna memperkuat ikatan
solidaritas dan kebersamaan yang telah terjalin hingga saat ini. Hal itu diharapkan
agar eksistensi komunitas BOS dapat bertahan dan semakin eksis sebagai komunitas
sepeda onthel di Tangerang Selatan.
95
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arif, Ahmad. Jelajah Sepeda Kompas: Melihat Indonesia Dari Sepeda. Jakarta: Buku
Kompas, 2010.
Cresswel, W. John. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2014.
Daymon, Karya Christine & Immy Holloway. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam
Public Relations dan Marketing Communications. Yogyakarta: Bentang, 2008.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero (Penj: Sastrawan Manulang, Nurul Yakin, M. Rusyidi).
Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era
Golbalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Poplin, Dennis E. Communities: A Survey of Theories and Methods of Research.
Newyork: Macmillan Publishing Co., Inc, 1972.
Rasdian, Fredian Tonny. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor, 2014.
Sanders, Irwin T. The Community: An Introduction to a Social System. Newyork: The
Ronald Press Company, 1966.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi - Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana, 2011.
Sztompka, Piotzr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada, 2011.
Jurnal
Adam, Brian dan Fx. Sri Sadewo. “Modal Sosial dalam Komunitas Vespa
BananaCity150 di Kecamatan Gedangan-Siduarjo”. Jurnal Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial, Universtitas Negeri Surabaya. Paradigma, Volume 02 Nomor 02,
96
Tahun 2014. Diakses melalui http://www.e-jurnal.com/2016/04/modal-sosial-
dalam-komunitas-vespa.html tanggal 1 November 2016.
Andriani, Maritfa Nika dan Mohammad Mukti Ali. “Kajian Eksistensi Pasar
Tradisional Kota Surakarta”. Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 2 2013.
Diakses melalui https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/2351
tanggal 22 Oktober 2017.
Dewi, Etna Paramita dan Sugeng Harianto. “Interaksionisme Simbolik Antar
Anggota Komunitas Sepeda Gunung No’ Nyono’ Cycling Club (NCC)
Sumenep”. Jurnal Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Surabaya. Paradigma, Volume 03 Nomor 03, Tahun 2015. Diakses
melalui jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article/16675/39/article.doc tanggal 1
November 2016.
Mahatir, Muhammad. “Pola Komunikasi Komunitas Laskar Sepeda Tua Pekanbaru
dalam Mempertahankan Solidaritas Kelompok”. Jurnal Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau. JOM
Fisip Volume 2 No. 2 – Oktober 2015. Diakses melalui
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/download/5758/5631 tanggal
1 November 2016.
Pariyanto. “Makna dan Ideologi Komunitas Sepeda Kebo di Surabaya”. Jurnal
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, Vol. 4, No. 1 (2015).
Diakses melalui https://e-journal.unair.ac.id/LAKON/article/view/1935 tanggal
1 November 2016.
Internet
Bintaro Onthel Society. Diakses melalui http://tabloid.yellowpages.co.id/bintaro-onthel-
society/ tanggal 1 November 2016.
Indah. Tentang Sepeda Onthel. Diakses melalui
https://carapedia.com/tentang_sepeda_onthel_info3236.html tanggal 1
November 2016.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. diakses dari www.kbbi.web.id tanggal 1 November
2016.
Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI). Diakses melalui http://www.kosti.or.id/
tanggal 15 September 2017.
97
Suryanto, Achmad. Bintaro Onthel Solidarity. Diakses melalui
http://onthelersbos.blogspot.co.id/2009/05/bintaro-onthel-solidarity.html
tanggal 15 September 2017.
Sumber Wawancara
Wawancara dengan informan Irwan Bob Ketua dan Pendiri BOS, di basecamp BOS
Bintaro. Minggu, 13 Agustus 2017.
Wawancara dengan informan Azis Aris Munandar Sekjen KOSTI Pusat, di Kostrad
Tanah Kusir. Selasa, 5 September 2017.
Wawancara dengan informan Muhdini Ketua KOSTI Tangerang Selatan, di
Kecamatan Serpong Utara . Jumat, 14 Juli 2017.
Wawancara dengan informan Muyitno Penasehat BOS dan Pengurus KOSTI, di
basecamp BOS Bintaro. Minggu, 28 Mei 2017.
Wawancara dengan informan Hari Tjahyadi Wakil Ketua BOS, di basecamp BOS.
Minggu, 27 Agustus 2017.
Wawancara dengan informan Indriyo Tarmono Sekertaris BOS, di basecamp BOS
Bintaro Minggu, 21 Mei 2017.
Wawancara dengan informan Supriyadi Sekertaris BOS, di sekretariat BOS Pondok
Betung, Minggu, 10 September 2017.
Wawancara dengan informan Imam Santoso Bandahara BOS, di rumah informan
Ciputat. Rabu, 30 Agustus 2017.
Wawancara dengan informan Awaludin anggota BOS, di Mc Donald Bintaro, Sabtu,
16 September 2017.
98
Wawancara dengan informan Ali anggota BOS (Pendiri BOS), di basecamp BOS
Bintaro, Minggu 17 September 2017.
Wawancara dengan informan Jatmiko anggota BOS, di basecamp BOS Bintaro,
Minggu 17 September 2017.
Wawancara dengan informan Romo anggota BOS, di basecamp BOS, Minggu 17
September 2017.