siswoko-banjir

18
Siswoko BANJIR, MASALAH BANJIR DAN UPAYA MENGATASINYA Oleh: Ir. Siswoko, Dipl. HE, Dirjen Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum 1. Umum Banjir di Jakarta Tahun 2007 Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kaasan yang berupa dataran banjir !flood plain" suatu sungai. #$ndisi lahan di kaasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai p$tensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. %leh karena itu, k$ta-k$ta besar serta pusat- pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kaasan industri, pariisata, prasarana perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kaasan ini. &ebagai c$nt$h, di Jepang sebanyak '() jumlah penduduk dan 7*) pr$perti terletak di dataran banjir yang luasnya +0) luas daratan sedangkan sisanya *+) jumlah penduduk dan hanya 2*) pr$perti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya (0) luas daratan. Hampir seluruh k$ta-k$ta besar di nd$nesia juga berada di dataran banjir !Tabel +".

Upload: hendi-selwyn-

Post on 02-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

banjir

TRANSCRIPT

SiswokoBANJIR, MASALAH BANJIR DAN UPAYA MENGATASINYAOleh: Ir. Siswoko, Dipl. HE, Dirjen Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum1. Umum

Banjir di Jakarta Tahun 2007Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak di dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya 90% luas daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir (Tabel 1).

Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir sampai saat ini dilakukan oleh Pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya yang bersifat struktur (structutal measures). Berbagai upaya tersebut pada umumnya masih kurang memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dantop down, serta adanya berbagai kendala / keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, terjadinya krisis ekonomi serta berbagai permasalahan yang ada, semakin meningkatkan bobot dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan, strategi dan upaya penanganan masalah banjir yang telah ada, baik yang menyangkut aspek-saspek teknis maupun nonteknis.Tulisan ini menguraikan tentang banjir, masalah banjir, dan upaya mengatasinya secara umum dan belum menguraikan kebijakan, strategi, dan upaya mengatasi banjir secara rinci. Beberapa hal yang dikemukakan antara lain menyangkut penggunaan istilah dan pengertian, proses terjadinya masalah banjir, dan upaya mengatasi masalah banjir secara umum; dengan tujuan untuk menyamakan pengertian dan pemahaman bagi seluruhstakeholders.Berbagai upaya pencegahan yang telah dilaksanakan masih perlu dikembangkan dan disempurnakan baik menyangkut upaya fisik (stuktural) maupun nonfisik (nonstruktral). Upaya fisik yang masih perlu disempurnakan antara lain dalam rangka mengantisipasi kejadian banjir yang lebih besar dari debit banjir yang dikendalikan.2. Pengertian Yang Terkait Dengan Masalah BanjirBeberapa istilah, pengertian dan rumusan yang menyangkut banjir, masalah banjir dan upaya untuk mengatasinya yang telah populer dan beredar luas di masyarakat maupun di lingkungan aparatur pemerintah sampai saat ini masih banyak yang keliru. Kekeliruan, ketidakseragaman dan keterbatasan pengertian masyarakat terhadap masalah ini menimbulkan dampak negatif terhafap upaya mengatasi masalah banjir, antara lain berupa kurangnya kepedulian dan peran masyarakat dalam mengatasi masalah banjir serta kesalahan persepsi menyangkut upaya mengatasi banjir. Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa upaya mengatasi banjir adalah merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah sepenhnya. Demikian pula adanyapemahaman yang keliru terhadap kinerja sistem pengendali banjir, dengan menganggap bahwa begitu sistem pengendali banjir dibangun masalah banjir hilang.Indikasi masih terbatasnya pemahaman masyarakat dan aparat menyangkut masalah banjir dan upaya mengatasinya tercermin dari berbagaipernyataan dan pertanyaan masyarakat yang sumbangyang sering muncul di berbagai media, antara lain:1. Mengapa para insinyur tidak dapat mengatasi masalah banjir dengantuntas?2. Kapankah wilayah DKI Jakarta akanbebasbanjir? Berapa miliar / triliun dana yang masih diperlukan untuk itu?3. Untuk membebaskan wilayah DKI Jakarta terhadap masalah banjir diperlukan dana untuk proyek sekian triliun rupiah selama sekian tahun,4. Berbagai proyek untuk mengatasi masalah banjir dengan biaya yang besar telah dilaksanakan, akan tetapi mengapa masalah banjir tetap saja meningkat?5. Bukankah masalah banjir iitu justru dipelihara oleh para tukang insinyur agar pekerjaaannya tidak segera habis?6. Pengendalian banjir dinyatakan untuk debit banjir periode ulang 25 tahunan, akan tetapi mengapa proyek baru saja selesai dikerjakan telah terjadi banjir lagi?7. Bangunan yang dibuat oleh masyarakat d dataran banjir telah mengikuti IMB dan berada di atas peil banjir yang resmi ditetapkan oleh pemerintah, tetapi mengapa masih saja tergenang banjir?8. Terjadinya banjir / genangan di DKI Jakarta adalah akibat banjir kiriman dari Bogor / Jawa Barat. Terjadinya banjir di Riau adalah akibat banjir kiriman dari Sumatera Barat. Terjadinya banjir di Bojonegoro adalah akibat banjir kiriman dari Solo dan Madiun !9. Pernyataan berbagai iklan real estat yang dibangun di dataran banjir, bahwa dagangannya bebas banjir sampai tua. Pernyataan seperti ini dapat menyesatkan masyarakat / konsumen.Disamping pernyataan dan pertanyaan masyarakat yang kemungkinan memang masih awam dan belum memahami banjir dan masalah banjir tersebut di atas, terdapat juga pernyataan dari pakar banjir dari Amerika Serikat di salah satu majalah yang bernadakan kebingungan dan frustasi, sebagai berikut:The flood that devastated the Mississippi and Missouri river valleys in 1993 have created questions:Is our approach to flood control correct? And where do we go from here?Beberapa istilah dan pengertian teknis yang perlu dimengerti dan dipahami oleh masyarakat secara benar antara lain tentang:1. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air meresap dan / atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan (Gambar 1)2. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai (Gambar 2).3. Dataran banjir (flood plain) adalah lahan / dataran yang berada di kanan kiri sungai yang sewaktu-waktu dapat tergenang banjir (Gambar 3). Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 63 / 1993 tentang Garis Sempadan Sungai dan Bekas Sungai, batas dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit rencana sekurang-kurangnya untuk periode ulang 50 tahunan. Contoh: kurang lebih 40 50 % wilayah DKI Jakarta berada di dataran banjir 13 sungai yang melewatinya. Real estat, hotel mewah, pertokoan, perkantoran, dan perumahan mewah di DKI Jakarta yang terendam banjir pada bulan Januari Pebruari 2002 semuanya berada di dataran banjir.

Gambar 3. Dataran Banjir (Flood Plain)4. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sungai sampai dengan tepi tanggul sebelah dalam. Fungsi bantaran sungai adalah tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada saat banjir (high water channel). Sehubungan dengan itu maka pada bantaran sungai dilarang membuang sampah dan mendirikan bangunan untuk hunian (Gambar 4).

Gambar 4. Bantaran Sungai, Garis Sempadan, Daerah Penguasaan Sungai5. Garis sempadan (GS) adalah garis batas luar pengamanan sungai (Gambar 4).6. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir , daerah retensi banjir, bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan (Gambar 4).7. Pengendalian banjir adalah upaya fisik atau struktur di sungai (on stream) untuk mengatasi masalah banjir yang didasarkan pada debit banjir rencana tertentu.8. Debit banjir rencana dan periode ulang banjir. Debit / aliran air di sungai selalu berubah dan tidak konstan, oleh karena iru besarnya debit di sungai selain dinyatakan berdasarkan volume air yang mengalir per satuan waktu (m3/dt) juga dinyatakan menurut periode ulangnya. CVotoh: Debit banjir rencana sungai Citanduy untuk periode ulang 25 tahun sebesar 1.000 m3/dt, an untuk periode ulang 100 tahun sebesar 2.500 m3/dt. Pernyataan atau bahasan yang biasa digunakan oleh para pakar hdrologi tersebut seringkali menyesatkan masuyarakat (misleading), dan masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa debit banjir seesar 1.000 m3/dt tersebut terjadi setiap 25 tahun sekali secara periodeik, demikian pula ddebit banjir sebesar 2.500 m3/dt terjadi setiap 100 tahun seali. dengan anggapan tersebut maka bila tanggul sungai Citanduy dibangun dengan debit banjir rencana 25 tahun an sebesar 1.000 m3/dt, maka selama 25 tahun ke dean masyarakat yang dilindungi tanggil akan merasa aman dan tidak perlu khawatir terjadi banjir yang lebih besar karena banjir dengan debit 2.500 m3/dt toh akan datang hanya setiap 100 tahun sekali !. Pemahaman tersbut salah dan yang benar adalah: untuk setiaop tahun, kemungkinan terjadi debit banjir sama atau lebih besar dari 1.000 m3/dt di Sungai Citanduy aalah sebesar 100;25 = 4 (empat) persen, dan untuk setiap tahun kemungkinan terjadi debit banjir sama atau lebih besar dari 2.500 m3/dt di Cinatnduy adalah sebesdar 100:100 = a (satu) persen. dengan demikian maka untuk setiap tahun dbit banjir dengan besaran berapapun kemungkina bisa terjadi, dan oleh sebab iru makamasyarakat yang terlindungi prasarana pengendali banjir (yang direncanakan berdasarkan debit banjir tertentu) harus tetap waspada karena selalu terdapat kemungkinan kapasitas prasarana tersebut terlampaui oleh debit banjir yang lebih besar. Debit banjir rencana untuk beberapa negara di dunia dapat diperiksa pada Tabel 2.

Tabel 2. Debit Banjir Rencana Beberapa NegaraIstilah dan pengertian yang salah namun telah kaprah yang terlanjur beredar dan berkembang di masyarakat antara lain tentang: banjir kiriman, kawasan bebas banjir, pengamanan banjir, pengendalian banjir yang dirancukan dengan penanggulangan banjir, dan sebagainya. Istilah-istilah yang salah tersebut seharusnya tidak digunakan karena dapat menimbulkan salah pengertian / salah persepsi.3. Proses Terjadinya Masalah BanjirBerdasarkan kamus ICID,banjir (flood)didefinisikan sebagai: A relatively high flow or stage in a river, markedly higher than usual; also the inundation of low land which may result there from. A body of water, rising, sweeling, and overflowing land not usually thus covered. Definisi banjir (flood) menurut kamus tersebut sama sekali tidak mengandung pengertian adanya gangguan, kerusakan, kerugian maupun bencana terhadap umat manusia, dan hanya menggambarkan suatu kejadian / gejala / peristiwa. Kejadian tersebut tiidak selalu berakibat buruk terhadap kehidupan manusia, sehinggaperlu dibedakan antara banjir yang menimbulkan masalah terhadap kehidupan manusia (masalah banjir) dan banjir yang tidak menimbulkan masalah. Pada kondisi tertentu kejadian tersebut justru dapat mendatangkan manfaat misalnya dengan terjadinya proses kolmatase di dataran banjir yang berupa rawa-rawa. Luapan banjir juga membawa unsur hara yang dapat menyuburkan tanah di dataran banjir. Genangan di dataran banjir akibat luapan sungai menimbulkan masalah apabila dataran banjir yang bersangkutan telah dikembangan / dibudidayakan.

Banjir dan Masalah BanjirGenangan yang terjadi sehubungan dengan aliran di saluran drainase akibat hujan setempat yang terhambat masuk ke saluran induk dan atau ke sungai, sering juga disebut banjir. Untuk membedakan antara genangan akibat luapan sungai dengan genangan akibat hujan setempat yang kurang lancar mengalir ke sungai, atau akibat keduanya; seringkali mengalami kesulitan (Gambar 5).

Gambar 5. Masalah GenanganMasalah banjir pada umumnya terjadi akibat adanya interaksi berbagai faktor penyebab, baik yang bersifat alamiah maupoun beberapa faktor lain yang merupakan akibat / pengaruh / dampak kegiatan manusia (Tabel 3).

Tabel 3. Faktor Penyebab Terjadinya Masalah BanjirBerbagai faktor yang bersifat alamiah dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok. Kelompok pertama menyangkutkondisi alamyang relatif statis antara lain: kondisi fisiografi dan kondisi alur sungai (pembendungan / hambatan akibatmeanderingalur sungai,bottle neck, ambal alam, kemiringan dasar sungai yang landai); dan kelompok kedua menyangkut peristiwa /kejadian alamyang bersifat dinamis antara lain berupa: curah hujan yang tinggi, pembendungan di muara sungai akibat pasang dari laut, pembendungan dari sungai induk terhadap anak sungai, amblesan tanah (land subsidence), dan sedimentasi (agradasi dasar sungai).Pengaruh kegiatan manusia antara lain berupa: pengembangan / pembudidayaan dan penataan ruang di dataran banjir yang tidak / kurang mempertimbangkan adanya ancaman / risiko tergenang banjir, pembudidayaan dan penataan ruang DAS hulu yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, pembudidayaan bantaran sungai untuk permukiman, pembangunan sistem drainase di kawasan permukiman / perkotaan yang tidak berwawasan konservasi sehingga memperbesar debit banjir di sungai, bangunan silang (jembatan, gorong-gorong, sipon, pipa air, dsb) yang menghambat aliran banjir, sampah padat yang dibuang di sungai sehingga mengurangi kapasitas pengaliran sungai, pendangkalan sungai akibat erosi dan sedimentasi yang berlebihan, amblesan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah yang berlebihan, keterbatasan pengertian masyarakat tentang fenomena alam berupa banjir yang bersifat dinamis, keterbatasan biaya pembangunan prasarana pengendali banjir dan biaya operasi dan pemeliharaannya, kemiskinan, terbatasnya upaya pengaturan dan pengawasan, dan sebagainya.4. Upaya Mengatasi Masalah Banjir Secara UmumUntuk mengatasi masalah banjir dan genangan sampai saat ini masih mengandalkan pada upaya yang bersifat represif dengan melaksanakan berbagai kegiatanfisik / upaya strukturyaitu membangun sarana dan prasarana pengendali banjir dan atau memodifikasi kondisi alamiah sungai sehingga membentuk suatu sistem pengendali banjir (in-stream). Langkah tersebut diterapkan hampir di seluruh negara-negara di dunia yang mengalami masalah banjir. Sedangkan upaya preventif yang pada dasarnya merupakan kegiatan non struktur penerapannya masih terbatas. Di beberapa negara upaya struktur telah dikombinasikan denganupaya nonfisik / nonstruktur(off-stream) sehingga membentuk sistem penanganan yang menyeluruh / komprehensif dan terpadu seperti misalnya di Jepang . Ada juga negara yang mulai meninggalkan upaya struktur dan lebih mengutamakan upaya nonstruktur. Kedua jenis upaya ini berfungsi untuk menekan / memperkecil besarnya masalah banjir (flood damage mitigation) dantidak dapat menghilangkan / membebaskan masalah secara mutlak(Tabel 4danGambar 6).

Tabel 4. Upaya Mengatasi Masalah Banjir secara MenyeluruhBerbagai jenis kegiatan fisik / struktur berikut manfaatnya antara lain:1. Pembangunan tanggul banjir untuk mencegah meluapnya air banjir sampai tingkat / besaran banjir tertentu. Dengan dibangun tanggul terbentuk penampang sungai yang tersusun untuk mengalirkan debit banjir rencana (Gambar 4)2. Normalisasi alur sungai, penggalian sudetan, banjir kanal, dan interkoneksi antar sungai untuk merendahkan elevasi muka air banjir sungai. Berbagai kegiatan ini harus direncanakan dengan sangat hati-hati mengingat perubahan apapun yang dilakukan terhadap sungai akan menimbulkan reaksi yang boleh jadi berlawanan dengan yang diingini pengelola3. Pembangunan waduk penampung dan atau retensi banjir, banjir kanal dan interkoneksi untuk memperkecil debit banjir; serta4. Pembangunan waduk /polder, pompa dan sistem drainase untuk mengurangi luas dan tinggi genangan.Masing-masing jenis prasarana fisik tersebut di atas dapat berdisiri sendiri atau dikombinasikan satu dengan lainya sehingga membentuk satu kesatuan sistem pengenali banjir. Kondisi dan permasalahan pada setiap sungai selalu berbeda atau tidak ada yang sama, sehingga penetapan sistem pengendali banjir ang optimal pada setiap sungai harus melewati suatu kajian yang menyeluruh dengan membandingkan beberaoa alternatif / kombinasi. Sistem tersebut didisain berdasarklan besaran debit banjir tertentu yang lazimnya didasarkan pada periode ulang banjir, misalnya debit banjir 5 tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan dan 100 tahunan sesuai dengan tingat kelayakannya; dan bukan untuk debit banji yang terbesar. Oleh sebab iu upaya struktur ini selalu mengandung keterbatasan, atau tidak dapat membebaskan lahan dataran banjir terhadap kemungkinan tergenang banjir secara mutlak. Meskipun telah dilaksanakan upaya struktur, pada lahan dataran banjir tetap berisikop tergenang banjir. Sebagai ilustrasi dapat diperiksa padaGambar 4danGambar 6yang menunukan satu contoh pengendalian banjir dengan tanggul yang mempunyai keterbatasan.

Gambar 6. Keterbatasan Pengendalian Banjir dengan TanggulPerencanaan teknis sistem pengendalian banjir (secara fisik) yang selama ini dikerjakan adalah didasarkan pada debit banjir tertentu tanpa mengantisipasi terjadinya debit banjir yang lebih besar dari debit banjir rencana. Terjadinya kerusakan dan bencana banjir yang relatif besar yang sering terjadi akhir-akhir ini antara lain disebabkan oleh masalah ini. Terdapat berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, yang disebut upaya non struktur. Masyarakat yang tinggal di lahan yang berupa dataran banjir harus sadar dan memahami bahwa meskipun telah dibangun prasarana fisik pengendali banjir, lahan tersebut sewaktu-waktu masih dapat tergenang banjir. Mereka harus selalu siap dan waspada serta ikut berupaya menekan besarnya kerugian / bencana, antara lain dengan membangun rumah panggung dan berbagai upaya penyesuaian lainnya. Antisipasi lainnya misalnya konstruksi bangunan pengendali banjir seperti misalnya tanggul untuk daerah permukiman / perkotaan padat harus cukup aman dan stabil serta tidak jebol pada saat terjadi limpasan banjir di atas tanggul.

Kegiatannonstruktur / nonfisikbertujuan untuk menghindarkan dan juga menekan besarnya masalah yang ditimbulkan oleh banjir, antara lain dengan cara mengatur pembudidayaan lahan di dataran banjir dan di DAS sedemikian rupa sehingga selaras dengan kondisi dan fenomena lingkungan / alam termasuk kemungkinan terjadinya banjir. Untuk itu maka sebagai pelaku uatama dari kegiatan ini adalah masyarakat baik secara langsung maupun tak langsung. Upaya-upaya non-struktur tersebut dapat berupa:1. Konservasi tanah dan air di DAS hulu untuk menekan besarnya aliran permukaan dan mengendalikan besarnya debit puncak banjir serta pengendalian erosi untuk mengurangi pendangkalan / sedimentasi di dasar sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara rekayasa teknik sipil dengan teknik agro, yang bertujuan untuk mengendalkan aliran permukaan antara lain dengan terasering, bangunan terjunan,check dam/ dam penahan sedimen, dam pengendali sedimen, kolam retensi, penghijauan, dan reboisasi serta sumur resapan.2. Pengelolaan dataran banjir (flood plain management) berupa penataan ruang dan rekayasa di dataran banjir yang diatur dan menyesuaikan sedemikian rupa sehingga risiko / kerugian / bencana yang timbul apabila tergenang banjir sekecil mungkin (flood risk / flood damage management). Rekayasa yang berupa bangunan antara lain berupa: rumah tipe panggung, rumah susun, jalan layang, jalan dengan perkerasan beton, pengaturan penggunaan rumah / gedung bertingkat, dan sebagainya. Sedangkan rekayasa di bidang pertanian dapat berupa pemilihan varitas tanaman yang tahan genangan. Perangkat lunak yang diperlukan antara lain berupaflood plain zoning, flood risk map,dan rambu-rambu atau papan peringatan yang dipasang di dataran banjir3. Penataan ruang dan rekayasa di DAS hulu (yang dengan pertimbangan tertentu kemungkinan ditetapkan menjadi kawasan budidaya) sedemikian rupa sehingga pembudidyaan / pendayagunaan lahan tidak merusak kondisi hidroorologi DAS dan tidak memperbesar debit dan masalah banjir.4. Penanggulangan banjir (flood fighting) untuk menekan besarnya bencana dan mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan satkorlak penanggulangan banjir, yang dilaksanakan sebelum kejadian banjir (meliputi perondaan dan pemberian peringatan dini kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir / dataran banjir), pada saat kejadian banjir berupa upaya penyelamatan, pengungsian penutupan tanggul yang bocor dan atau limpas, maupun kegiatan pasca banjir tyang berupa penanganan darurat perbaikan kerusakan akibat banjir.5. Penerapan sistem prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya bencana bila banjir benar-benar terjadi. Upaya ini untuk mendukung kegiatan penanggulangan banjir.6. Flood proofingyang dilaksanakan sendiri baik oleh perorangan, swasta maupun oleh kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah banjir secara lokal, misalnya di kompleks perumahan / real estat, industri, antara lain, dengan membangun tanggul keliling, polder dan pompa, serta rumah panggung.7. Peran msyarakat yang didukung penegakan hukum antara lain dalam menaati ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan DAS hulu, menghindarkan terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat sampah padat maupun bangunan / hunian dan tanaman di daerah sempadan sungai.8. Penetapan sempadan sungai yang didukung dengan penegakan hukum. Dasar hukum yang dapat dipakai sebagai acuan adalah Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Pada setiap sungai harus ditetapkan batas sempadannya yang diatur dengan Peraturan Daerah.9. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai aspek dalam rangka meningkatan pemahaman, kepedulian dan perannya.10. Penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation). Masyarakat miskin di perkotaan banyak yang terpaksa menghuni daerah sempadan sungai yang seharusnya bebas hunian karena sangat membahayakan keselamatan jiwanya; demikian pula masyarakat petani lahan kering di DAS hulu pada umumnya miskin sehingga kesulitan untuk melaksanakan pola bercocok tanam yang menunjang upaya konservasi tanah dan air.Belajar dari pengalaman yang selama ini dilaksanakan termasuk pengalaman dari negara-negara lain dengan berbagai keberhasilan dan kekurangan yang ada, dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah banjir di Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan upaya yang bersifat fisik / struktur saja sebagaimana yang selama ini dilaksanakan, dan harus merupakangabungan antara upaya strukrur dengan upaya nonstruktur. Terhada upaya struktur yang telah dilaksanaan masih perlu disempurnakan dan dilengkapi dengan upaya nonstruktur.5.BerbagaiPenyebab Mengapa Masalah Banjir Cenderung Meningkat Dan Saran PemecahannyaUpaya mengatasi masalah banjir di Indonesia tlah dilaksanakan sejak l;ama, namun masalah banjir ridak kunjung berkurang, dan sebaliknyua justrui semakin meningkat. beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:1. Konsep penanganan masalah yang kurang tepat dan kurang inovatif, hanya mengandalkan upaya fisik / struktur2. Belum adanya kesamaan pemahaman diantara parastakeholders(masyarakat, swasta dan pemerintah) menyangkut banjir, masalah banjir dan upaya mengatasinya yang ditunjang prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.3. Kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengawasan oleh yang berwenang yang tidak memadai.4. Sumberdaya (terutama sumber daya manusia yang memahami dan ahli di bidang ini sebagai perencana, pelaksanan dan pemelihara ) yang sangat terbatas.Untuk mengatasi masalah itu diperlukan kerjasama berbagai pihak terutama dalam mengubah atau menyempurnakan kebijakan, strategi dan berbagai upaya yang telah ada, yang bersifat lintas sektor dan melibatkan seluruhstakeholders.Daftar Pustaka1. Berbagai Peraturan Perundang-Undangan yang menyangkut Sungai dan Banjir2. Jansen,Principles of River Engineering, Pitman, 1979.3. Peterson, Margaret S.,River Engineering, Prentice-Hall, 19864. Framji, KK.,Manual of Flood Control Methodes and Practices, ICID, 19835. Framji, KK. and Garg, BC.,Flood Control in The World, a Global Review, ICID Vol I, 1976, Vol. II, 19776. Direktorat Sungai Dirjen Pengairan,Flood Control Manual, 1993.7. Direktorat Sungai Dirjen Pengairan,Flood Plain Management Plan for Upper Citarum Basin, Proyek PPS Citarum Hulu, 1993.8. Siswoko, Ir. Dipl. HE,River Engineering, Lecture Notes untuk Pendidikan Pasca Sarjana Teknik Pengairan, Bandung, 1986.9. Siswoko, Ir. Dipl. HE,Pengendalian Banjir, Modul untuk kursus di lingkungan Ditjen Pengairan, 199010. Siswoko, Ir. Dipl. HE,Pengaturan Alur Sungai, Modul untuk kursus di lingkungan Ditjen Pengarian, 1990.11. Siswoko, Ir. Dipl. HE,Pembinaan Sungai. Modul untuk kursus di lingkungan Ditjen Pengairan, 1991.12. Siswoko, Ir. Dipl. HE,Laporan Mengikuti Kongres ke 13 ICID, Den Haag, September, 1991313. Siswoko, Ir. Dipl. HE,Laporan Mengikuti Simposium Internasional tentang Management of Rivers for the Future, Kuala Lumpur, November, 1993.Sumber: Siswoko (2007). Banjir, Masalah banjir dan Upaya Mengatasinya. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Nasional Peringatan Hari Air Dunia ke -15 Tahun 2007; Mengatasi Kelangkaan Air dan Menangani Banjir Secara Terpadu.