situasi ketahanan pangan dan gizi kota tangerang … · deskriptif menggunakan indikator –...
TRANSCRIPT
i
SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KOTA TANGERANG DAN PENCAPAIAN STANDAR
PELAYANAN MINIMUM TAHUN 2011
ANDRA VIDYARINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Situasi Ketahanan
Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum
Tahun 2011” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Andra Vidyarini NIM. I14104009
i
ABSTRACT
ANDRA VIDYARINI. Food and Nutrition Security Situation at Tangerang City and Its Minimum Service Standards (MSS) in 2011. Supervised by DRAJAT MARTIANTO and IKEU EKAYANTI. The objective of this research is to identify the problem of food and nutrition security at Tangerang City and evaluate the achievement of Minimum Service Standards (MSS) in 2011. This is descriptive analysis study. Secondary data which collected within period September to November 2012 and data used were obtained from various offices at the local government of Tangerang City. The indicators used to analyze the achievement of SPM consist of Food Security and Nutrition, including availability of energy and protein per capita, strengthening food reserves, availability of information supply, prices and access to food in the area, price stability and food supply, achieving a score of PPH, food safety supervision and guidance and handling of food-insecure areas. Four out of seven indicators were exceed the minimum service standar, while others hasn’t reach target in 2015. Four indicator which exceed MSS target in 2015 are availability of energy and protein per capita, availability of information supply, prices and access to food in the area, food safety supervision and guidance andhandling of food-insecure areas. Key words: Food security, Minimum Service Standards (MSS), Tangerang City
ii
RINGKASAN
ANDRA VIDYARINI. Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Tahun 2011. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan IKEU EKAYANTI.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi
masalah ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang berdasarkan data tahun 2011 dan mengevaluasi pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) Mempelajari situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang tahun 2011 berdasarkan indikator ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan serta penanganan kerawanan pangan dan (2) menganalisis pencapaian SPM Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang selama tahun 2011 mengacu pada Permentan Nomor 65 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan mengolah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pengolahan data dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat pada bulan September hingga November 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang menggambarkan situasi ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang, dan diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pencapaian SPM bidang ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang selama tahun 2011 dianalisis secara deskriptif menggunakan indikator – indikator SPM yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2010. Indikator yang digunakan dalam menganalisis pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan dan Gizi adalah ketersediaan energi dan protein per kapita, penguatan cadangan pangan, ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah, stabilitas harga dan pasokan pangan, pencapaian skor PPH, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan daerah rawan pangan. Data – data tersebut kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows.
Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun 2011 kuantitasnya sudah melebihi angka rekomendasi hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun 2011 adalah angka kebutuhan energi (AKE) sebesar 97.7% dan 122.6% angka kebutuhan protein (AKP). Hal ini berarti, ketersediaan energi dan protein telah memenuhi target pada tahun 2015, yaitu 90%. Cadangan pangan untuk kota/kabupaten berdasarkan Permentan tahun 2010 adalah sebesar 150 ekuivalen cadangan pangan. Target capaian SPM indikator penguatan cadangan pangan adalah 60% dan Kota Tangerang belum memenuhi target karena Kota Tangerang belum memiliki cadangan pangan. Kota Tangerang memiliki stok beras yang dikelola oleh Perum Bulog SubDivre Tangerang. Stok beras yang dikelola Perum BULOG dimanfaatkan untuk tiga kebutuhan yaitu saat darurat, kerawanan pangan pasca bencana dan stabilisasi harga.
Target pencapaian informasi (K) nilai harga di Kota Tangerang mencapai 100% dan ketersediaan informasi besarnya pasokan pangan di Kota Tangerang telah memenuhi target yang ditetapkan. Stabilitas harga pangan memiliki target capaian 90% pada tahun 2015. Kota Tangerang selama tahun 2011 memiliki stabilitas harga 85.7%, sedangkan stabilitas pasokan belum dapat diketahui karena data yang diperlukan belum diperoleh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
iii
stabilitas harga pangan di Kota Tangerang belum memenuhi target capaian yang diharapkan.
Target capaian skor PPH pada tahun 2015 berdasarkan Permentan 2010 adalah 90. Skor PPH Kota Tangerang pada tahun 2011 sebesar 77.3 dari 100. Hal ini berarti bahwa konsumsi pangan masyarakat Kota Tangerang pada tahun 2011 belum memiliki mutu yang baik, artinya konsumsi pangan di Kota Tangerang masih belum beragam dan seimbang antara kelompok pangan serta belum mencapai target yang diharapkan. Target capaian indikator pengawasan dan pembinaan keamanan pangan adalah 90% dan persentase pangan yang aman untuk dikonsumsi di Kota Tangerang adalah 96.0%, sehingga target capaian tahun 2015 telah dapat dipenuhi.
Penanganan kerawanan pangan dengan pendekatan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) dapat diketahui melalui indeks komposit beberapa indikator dalam FSVA. Adapun indikator yang digunakan dalam FSVA adalah ketersediaan pangan, kemiskinan, akses jalan, akses listrik, angka harapan hidup, status gizi, angka buta huruf, akses air bersih dan sarana kesehatan. Nilai indeks komposit suatu daerah diperoleh dari nilai indeks komposit sembilan indikator FSVA (IFI). Persentase daerah yang rawan pangan di Kota Tangerang adalah 96.3% dan telah memenuhi target capaian pada tahun 2015.
Dari tujuh indikator yang digunakan dalam analisis pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan dan Gizi, Kota Tangerang memiliki empat indikator yang telah mencapai target pencapaian tahun 2015, yaitu ketersediaan energi dan protein per kapita, ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan kerawanan pangan.
Situasi ini merekomendasikan beberapa hal, yaitu peningkatan kerjasama antara berbagai pihak dalam merealisasikan cadangan pangan daerah, pemberian pelatihan pangan lokal kepada ibu-ibu rumah tangga, penangananan dan perhatian pada daerah yang termasuk rawan pangan serta peningkatan kerjasama antara pemerintah dan berbagai instansi terkait sehingga indikator SPM dapat mencapai target tahun 2015.
iv
SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KOTA TANGERANG DAN PENCAPAIAN STANDAR
PELAYANAN MINIMUM TAHUN 2011
ANDRA VIDYARINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
v
Judul : Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011
Nama : Andra Vidyarini NIM : I14104009
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si NIP. 19640324 198903 1 004
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes NIP. 19660725 199002 2 001
Mengetahui : Ketua
Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah member
kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini dengan baik. Penulisan penelitian dengan judul “Situasi Ketahanan
Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum
Tahun 2011” ini dilakukan sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk
memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penyusunan
skripsi ini tidak terlepas dari arahan, masukan, dan bantuan dari banyak pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
masukan, saran serta semangat kepada penulis selama penulis
menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
masukan, saran serta semangat kepada penulis selama penulis
menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan, masukan, saran serta semangat kepada penulis selama
menjalankan studi alih jenis Ilmu Gizi di IPB
4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, M.S selaku dosen pemandu dan penguji ujian atas
segala saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
5. Kedua orang tua (ibu – papi) dan adik-adik tersayang (Ninis, Ara dan Salsa)
yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh
kasih sayang.
6. Oma atas semua dukungan dan pertanyaannya kepada penulis
7. Seseorang yang telah menemani, A Endang, atas segala doa dan dukungan
selama penulis menyelesaikan skripsi.
8. Pemerintah Kota Tangerang atas pemberian izin menggunakan data yang
digunakan dalam penulisan skripsi.
9. Teman – teman tersayang (Anna, Vilia, Yudhi, Wilda, Dwi N, Ojan, Mona,
Tias, Siti) atas semua dukungan kepada penulis selama menyelesaikan
skripsi.
10. Teman – teman kost M8 (Mpink, Uci, Uly, Ima, Ria, Kak diva, Dewi, Mieke)
atas semua bantuan dan dukungan kepada penulis.
vii
11. Teman – teman seperjungan (Anggrisya, Aldi, Euis, Devi) atas semua
masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan di MIJMG 44 dan alih jenis Gizi Masyarakat
(GM) angkatan ke-4 atas semangat dan dukungannya.
13. Seluruh teman-teman dan pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan doa kepada Penulis. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan
serta keterbatasan dalam penyusunannya. Namun, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua
pihak pada umumnya.
Bogor, Maret 2013
Andra Vidyarini
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 9 Desember
1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Indra Surya dan Ibu Alice Yasmin.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak pada tahun 1995
di TK Pembina Palembang lalu melanjutkan ke SD Negeri 2 Labuhan Ratu
Bandar Lampung hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 – 2004, penulis
melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Bandar Lampung. Penulis menempuh
pendidikan SMA di SMA Al Kautsar Bandar Lampung pada program IPA dan
lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Keahlian
Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi pada bulan Juli tahun 2007 dan
melanjutkan pendidikan Strata 1 (S1) pada Program Alih Jenis Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat IPB pada tahun 2010. Penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit LANUD Atang Sendjaja dan Praktek
Usaha Jasa Boga (PUJB) di Hotel Pangrango 2 Bogor pada tahun 2009/2010.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada bulan Juli hingga
Agustus 2012 di Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten
Indramayu.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. XII
daftar lampiran ......................................................................................... XIII
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................... 2
Kegunaan Penelitian ............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
Ketahanan Pangan ................................................................................ 4
Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan ........................ 6
Ketersediaan dan Cadangan Pangan ............................................... 7
Distribusi Pangan dan Akses Pangan ............................................... 8
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan .................................... 8
Penanganan Kerawanan Pangan ..................................................... 10
Kemiskinan dan Ketahanan Pangan ...................................................... 11
Status Gizi dan Ketahanan Pangan ....................................................... 13
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................ 15
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 17
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 17
Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 17
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 18
Ketersediaan dan Cadangan Pangan ............................................... 19
Distribusi dan Akses Pangan ............................................................ 20
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan .................................... 22
Penanganan Kerawanan Pangan ..................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 26
Gambaran Umum Kota Tangerang ........................................................ 26
Keadaan Geografis dan Administratif ................................................ 26
Kondisi Perekonomian ...................................................................... 28
Analisis Situsi Ketahanan Pangan dan Gizi ........................................... 29
Ketersediaan dan Cadangan Pangan ............................................... 29
Distribusi dan Akses Pangan ............................................................ 34
Penganekaragaman dan Keamanan pangan .................................... 39
x
Penanganan Daerah Rawan Pangan ................................................ 44
Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Kota Tangerang ................... 46
Ketersediaan dan Cadangan Pangan ............................................... 46
Distribusi dan Akses Pangan ............................................................ 46
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan .................................... 47
Penanganan Kerawanan Pangan ..................................................... 48
Capaian Standar Pelayanan Minimum bidang Ketahanan Pangan
dan Gizi ............................................................................................ 49
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 51
Kesimpulan ........................................................................................... 51
Saran .................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 53
LAMPIRAN .............................................................................................. 56
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis dan sumber data yang digunakan. ......................................... 17
2. Indikator SPM Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota........................ 18
3. Indikator penanganan kerawanan pangan menggunakan pendekatan FSVA .......................................................................... 23
4. Wilayah administratif dan jumlah penduduk Kota Tangerang .......... 27
5. Produksi pangan Kota Tangerang tahun 2011 ................................ 30
6. Ketersediaan pangan per kapita Kota Tangerang tahun 2011 ........ 31
7. Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang tahun 2011 ............................................................................................... 32
8. Koefisien keragaman (CV) bahan pokok di Kota Tangerang selama tahun 2011 ......................................................................... 38
9. Skor PPH berdasarkan konsumsi Kota Tangerang tahun 2011 ...... 40
10. Hasil uji operasi pasar keamanan pangan di pasar tradisional dan modern Kota Tangerang .......................................................... 42
11. Hasil uji keamanan pangan di Kota Tangerang selama tahun 2011 ............................................................................................... 43
12. Data FSVA Kota Tangerang pada tahun 2011 ................................ 45
13. Indeks komposit FSVA Kota Tangerang selama tahun 2011 .......... 48
14. Tingkat pencapaian SPM Kota Tangerang tahun 2011 ................... 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran analisis pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada tahun 2011 ..................................................................................... 16
2. Peta Kota Tangerang ..................................................................... 26
3. Penyebaran penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2011 ......................................................... 28
4. Perkembangan harga beras, gula pasir dan minyak goreng di Kota Tangerang selama tahun 2011 ............................................... 35
5. Perkembangan harga bahan pangan hewani di Kota Tangerang selama tahun 2011 ......................................................................... 36
6. Perkembangan harga cabe merah dan kacang kedelai di Kota Tangerang selama tahun 2011 ....................................................... 37
7. Prevalensi balita dengan status gizi buruk di Kota Tangerang tahun 2011 .................................................................................... 45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses jalan Kota Tangerang tahun 2011 ................................................................... 57
2. Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Tangerang tahun 2011 ............. 58
3. Jumlah balita di Kota Tangerang tahun 2011 .................................. 59
4. Harga bahan makanan di Kota Tangerang tahun 2011 ................... 60
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang – Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 1 ayat (17)
menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Untuk itu, ketersediaan
pangan wilayah harus selalu terjaga untuk mewujudkan masyarakat yang tahan
pangan. Ketahanan pangan berperan penting dalam membentuk manusia yang
berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui ketersediaan pangan yang cukup,
aman, bergizi dan tersebar merata di seluruh wilayah serta terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Ketahanan pangan terwujud apabila aksesibilitas fisik dan
ekonomi masyarakat terhadap pangan cukup untuk memenuhi kebutuhan
gizinya.
Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan
senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi
keberlanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Pada era desentralisasi, ketahanan
pangan telah menjadi salah satu urusan wajib pemerintah sebagaimana
dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah antara Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten
Kota. Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan pemerintah wajib adalah urusan pemerintah yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar
(basic service) dalam pemenuhan kebutuhan hidup minimal bagi masyarakat
(Kemenkumham 2007).
Berdasarkan PP No. 38 tahun 2007, terdapat 28 urusan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan 30 jenis urusan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan
wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan
Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap. Penyelenggaraan urusan dasar
tiap daerah berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap (Kemenkumham
2007). Berdasarkan PP No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal, SPM diartikan sebagai ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah
yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM Bidang Ketahanan
2
Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan
ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan
kabupaten/kota (Kementan 2010)
SPM Bidang Ketahanan Pangan disusun sebagai pedoman/acuan bagi
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam
menyelenggarakan urusan wajib di bidang ketahanan pangan. Analisis SPM
menggunakan indikator – indikator SPM bidang ketahanan pangan dan beberapa
aspek terkait. SPM bidang ketahanan pangan memiliki 4 (empat) jenis pelayanan
dasar, yaitu ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan,
penganekaragaman dan keamanan pangan; serta penanganan kerawanan
pangan. Indikator – indikator yang digunakan disesuaikan dengan target yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Millenium Development Goals (MDGs)
2015 (Kementan 2010).
Ketahanan Pangan bagi Kota Tangerang menjadi sangat penting
mengingat Kota Tangerang memiliki letak yang strategis sebagai kota penunjang
ibukota negara dan memiliki beberapa lokasi yang menunjang kegiatan
perekonomian. Peningkatan kondisi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang
dapat dinilai dari pencapaian SPM bidang ketahanan pangan dan gizi Kota
Tangerang. Untuk itu, perlu adanya suatu analisis situasi ketahanan pangan dan
gizi di Kota Tangerang. Hasil analisis situasi ketahanan pangan dan gizi
diharapkan dapat digunakan untuk mewujudkan ketahanan pangan Kota
Tangerang melalui kerjasama yang efektif antar subsistem ketahanan pangan.
Tujuan
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi
situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mempelajari situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang tahun 2011
berdasarkan indikator ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan
akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan serta
penanganan kerawanan pangan.
2. Menganalisis pencapaian SPM Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang
selama tahun 2011 mengacu pada Permentan Nomor 65 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.
3
Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang dan gambaran tentang
pencapaian standar pelayanan minimum (SPM) ketahanan pangan dan gizi
Kota Tangerang pada tahun 2011.
2. Bagi ilmu pengetahuan dan informasi dapat memberikan data dan
informasi tentang kebijakan mengenai situasi ketahanan pangan dan
standar pelayanan minimum Kota Tangerang dan rekomendasi untuk
pengembangan metode pengukuran standar pelayanan minimum (SPM)
ketahanan pangan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan
sebagai: ”Situasi dimana semua orang secara terus menerus, baik secara fisik,
sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup,
bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan
makanan untuk hidup secara aktif dan sehat”. Di Indonesia, Undang-undang No.
7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Konsep dasar ketahanan pangan dimaknai sebagai situasi dimana terdapat
ketersediaan pangan yang cukup dan dengan harga yang stabil sepanjang
waktu. Ketersediaan pangan yang cukup diartikan sebagai situasi dimana jumlah
bahan pangan yang dibutuhkan oleh seluruh penduduk tersedia cukup baik dari
sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas.
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan
dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada
tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui
pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang
pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan. Pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah
desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan bertanggungjawab
terhadap penyelengaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing
dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat (DKP 2009a).
K etahanan pangan yang berkesinambungan dibangun berdasarkan tiga
pilar ketahanan pangan, yaitu: (1) ketersediaan pangan yang cukup dan merata;
(2) distribusi pangan yang efektif dan efisien; serta (3) konsumsi pangan yang
beragam dan bergizi seimbang. Pilar ketahanan pangan dapat pula disebut tiga
sub sistem utama. Tiga sub sistem yaitu ketersediaan pangan, akses pangan,
dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari
ketahanan pangan (Weingärtner 2004). Ketersediaan, akses, dan penyerapan
pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu
subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di
5
tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi
kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan
rapuh.
Ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan diartikan sebagai jumlah
yang cukup dari makanan yang tersedia secara konsisten untuk semua orang
dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan
pangan maupun bantuan pangan (WHO 2013). Ketersediaan pangan di suatu
daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi penduduk (Suhardjo 1989). Berdasarkan Bappenas
(2008b), ketersediaan pangan memiliki beberapa acuan yang dapat digunakan,
yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH). Kinerja
keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu dapat dinilai dengan metode
perhitungan skor PPH.
Akses pangan. Berdasarkan FAO (2006), akses pangan adalah akses
individu untuk sumber daya yang memadai (hak) untuk memperoleh makanan
yang tepat untuk pola makan bergizi. Hak didefinisikan sebagai himpunan semua
komoditas di mana seseorang dapat membangun instruksi yang diberikan dalam
pengaturan hukum politik, ekonomi dan sosial dari masyarakat di mana mereka
hidup (termasuk hak-hak tradisional seperti akses ke sumber daya umum).
Menurut Hanani (2009), akses pangan (food access) adalah kemampuan semua
rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk
memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh
dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan.
Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.
Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga.
Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi),
sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.
Penyerapan pangan. Penyerapan pangan (food utilization) yaitu
penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan
energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan
pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga atau individu, sanitasi dan
ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan
pemeliharaan balita (Riely et al, 1999).
6
Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan
mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Ketahanan Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja
pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan
kabupaten/kota. SPM bidang ketahanan pangan memiliki 4 (empat) jenis
pelayanan dasar, yaitu ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses
pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan; serta penanganan
kerawanan pangan (Kementan 2010).
Penyelenggaran SPM Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting
ketahanan pangan, yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian standar
pelayanan ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan pangan, yang diartikan
bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,
baik jumlah maupun mutunya serta aman, (b) distribusi pangan, adalah pasokan
pangan yang dapat menjangkau keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan
terjangkau oleh rumah tangga, dan (c) konsumsi pangan, adalah setiap rumah
tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi
yang beragam, bergizi dan seimbang serta preferensinya. Indikator kinerja SPM
Bidang Ketahanan Pangan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di
bidang ketahanan pangan yang digunakan untuk menggambarkan besaran yang
hendak di penuhi dalam pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di Provinsi
dan kabupaten/kota berupa masukan proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan.
Dari ketiga aspek ketahanan pangan tersebut di atas, maka Standar
Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota,
terdiri dari 4 (empat) jenis pelayanan dasar : bidang ketersediaan dan cadangan
pangan, bidang distribusi dan akses pangan, bidang penganekaragaman dan
keamanan pangan, bidang penanganan kerawanan pangan. Keempat jenis
pelayanan dasar SPM memiliki standar pencapaian minimal yang disesuaikan
dengan Kementan (2010) dan MDGs 2015.
Pelayanan dasar bidang ketersediaan dan cadangan pangan memiliki
dua indikator didalamnya, yaitu ketersediaan energi dan protein per kapita (target
capaian tahun 2015 adalah 90%) dan penguatan cadangan pangan (target
7
capaian tahun 2015 adalah 60%). Pelayanan dasar bidang distribusi dan akses
pangan didukung oleh indikator ketersediaan informasi pasokan, harga, dan
akses pangan di daerah (target capaian tahun 2015 adalah 90%) dan stabilisasi
harga dan pasokan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 90%). Jenis
pelayanan dasar yang ketiga adalah penganekaragaman dan keamanan pangan
yang memiliki indikator pencapaian skor PPH (target capaian tahun 2015 adalah
90%) dan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan (target capaian tahun
2015 adalah 80%). Pelayanan dasar bidang ketahanan pangan yang terakhir
adalah penanganan kerawanan pangan dengan indikator penanganan daerah
rawan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 60%).
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan Pangan. Ketersediaan pangan berfungsi menjamin
pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi
kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat
dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasokan
pangan; (3) pengelolaan cadangan Pangan (Kementan 2010). Salah satu
indikator dari pencapaian SPM pada suatu daerah adalah cadangan pangan
yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Cadangan Pangan. Cadangan pangan nasional adalah persediaan
pangan di seluruh wilayah untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan
untuk menghadapi keadaan darurat. Berdasarkan Kementan (2010), cadangan
pangan merupakan salah satu komponen penting dalam ketersediaan pangan,
karena cadangan pangan merupakan sumber pasokan untuk mengisi
kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah dari
waktu ke waktu. Pengelolaan cadangan pangan harus dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
desa/kelurahan dan masyarakat, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 2002. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal ketersediaan pangan dan
cadangan pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan energi dan
protein per kapita, dan indikator penguatan cadangan pangan. Indikator yang
digunakan adalah apabila penguatan cadangan pangan mencapai 60% pada
tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mendukung salah
satu poin dari MDGs.
8
Distribusi Pangan dan Akses Pangan
Distribusi pangan. Distribusi pangan adalah suatu kegiatan yang
berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai
prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan
dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang
terjangkau (Kementan 2010).
Akses Pangan. Menurut Bappenas (2010), akses pangan adalah kondisi
penguasaan sumberdaya (sosial, teknologi, finansial, alam, manusia) yang cukup
untuk memperoleh dan atau ditukarkan untuk memenuhi kecukupan pangan.
Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak
semua rumah tangga mampu baik secara ekonomi maupun fisik dan memiliki
akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui
mekanisme tersebut. Akses pangan setiap individu sangat tergantung pada
ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinu
(Bappenas 2007). Aksesibilitas pangan atau keterjangkauan pangan oleh
masyarakat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain: harga pangan, tingkat
pendapatan atau daya beli, kestabilan keamanan sosial, anomali iklim, bencana
alam, lokasi dan topografi wilayah, keberadaan sarana dan prasarana
transportasi, kondisi jalan perhubungan, dan lainnya (DKP 2011).
Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan aksesibilitas masyarakat
terhadap pangan umumnya bersifat kronis yang meliputi aspek fisik, ekonomi,
dan sosial. Aspek fisik berupa infrastruktur jalan dan pasar, dan aspek ekonomi
berupa daya beli yang masih rendah karena kemiskinan dan pengangguran,
serta aspek sosial berupa tingkat pendidikan yang rendah (Bappenas 2010).
Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses
pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan informasi harga,
pasokan dan akses pangan, dan indikator stabilisasi harga dan pasokan pangan.
Indikator yang digunakan adalah apabila ketersediaan informasi harga, pasokan
dan akses pangan di daerah telah mencapai 100% pada tahun 2015, maka
pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah satu poin dari
MDGs.
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka
ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Menurut Hardinsyah dan Martianto
(1992), konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah
9
pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.
Pengertian penganekaragaman pangan dilihat dari dua aspek, yaitu 1)
penganekaragaman horizontal (upaya untuk menganekaragamkan konsumsi
dengan memperbanyak macam komoditas pangan dan upaya meningkatkan
produksi dari masing-masing komoditas) dan 2) penganekaragaman vertikal,
(upaya untuk mengolah komoditas pangan, terutama non beras, sehingga
mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial).
Penganekaragaman pangan dapat dilihat melalui skor pola pangan
harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. Pola pangan
harapan biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan
penyediaan pangan wilayah.
Aspek keamanan pangan menjadi salah satu yang terpenting dalam
ketahanan pangan, dimana pangan tidak hanya tersedia dalam jumlah yang
cukup, tetapi juga dalam kondisi yang aman untuk dikonsumsi. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi
Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia. Parameter utama yang paling mudah dilihat untuk
menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah kasus
keracunan yang terjadi akibat pangan (Bappenas 2007).
Keamanan pangan menjadi salah satu elemen kecukupan pangan (food
adequacy) dalam mewujudkan hak atas pangan bagi setiap individu (FAO 2006).
Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap
kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktifitas ekonomi dan
perkembangan sosial, baik individu, masyarakat, maupun negara. Selain itu,
persaingan internasional yang semakin ketat di bidang perdagangan makanan
menuntut produk-produk makanan lebih bermutu dan aman. Mutu dan keamanan
pangan terkait erat dengan kualitas pangan yang dikonsumsi sehingga
berpengaruh kepada kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan intelegensi
manusia (BBKP 2003).
Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut
dengan foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat
mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau senyawa beracun atau
10
organisme patogen. Penyakit semacam ini masih sering terjadi di Indonesia.
Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam
dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksifikasi. Istilah infeksi digunakan bila
setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri
patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksifikasi adalah keracunan yang
disebabkan karena mengonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun
(Anwar 2006).
Dua hal dalam aspek keamanan pangan yang menjadi penyebab
permasalahan yang memerlukan penanganan lebih lanjut, yaitu: (1) residu
pestisida pada beberapa produk pertanian yang sudah melampaui batas
toleransi, dan meninggalkan residu di atas ambang batas maksimum, baik pada
produk maupun pada lingkungan usaha tani; dan (2) perilaku produsen makanan
jajanan (banyak yang belum terdaftar), yang dalam proses produksinya belum
menggunakan standar yang ditetapkan, bahkan kadang menggunakan zat
pengawet, zat pewarna, dan zat pemanis buatan yang tidak sesuai ketentuan.
Kedua hal tersebut dapat menimbulkan keracunan pada makanan, bahkan dapat
menjadi salah satu penyebab Penyakit Bawaan Makanan atau PBM (food borne
disease) bagi konsumen (DKP 2011). Indikator yang digunakan adalah apabila
pengawasan dan pembinaan keamanan pangan di masyarakat mencapai 80%
pada tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung
salah satu poin dari MDGs.
Penanganan Kerawanan Pangan
Secara umum, kerawanan pangan dapat diartikan sebagai kondisi suatu
daerah, masyarakat, atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan
keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis
bagi pertumbuhan dan kesehatan. Kondisi kerawanan pangan dapat bersifat: (1)
kronis, yang ditampakkan dengan adanya gejala kurang makan secara terus
menerus karena ketidakmampuan memperoleh pangan yang cukup, baik cara
membeli atau menghasilkan sendiri, akibat keterbatasan penguasaan
sumberdaya alam dan kemampuan sumberdaya manusia sehingga pemanfaatan
kemampuan dan kekuatan fisik kurang maksimal; menjadikan rentan terhadap
gangguan penyakit, dan pada gilirannya menyebabkan kondisi masyarakat
semakin miskin; (2) kerawanan trasien, yang merupakan penurunan kemampuan
rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, akibat kondisi tidak
terduga seperti ketidakstabilan harga, ketidakstabilan produksi, dan
11
ketidakstabilan pasokan pangan sebagai akibat bencana alam, kerusuhan,
penyimpangan musim, konflik sosial, dan lain-lain (BBKP 2003).
Tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan dan anak balita kurang
gizi menunjukkan bahwa tingkat ketahanan pangan pada tingkat nasional atau
wilayah tidak selalu berarti bahwa tingkat ketahanan pangan pangan di rumah
tangga dan individu juga terpenuhi. Masalah-masalah distribusi dan mekanisme
pasar yang berpengaruh terhadap harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan
dengan kemiskinan dan pendapatan rumah tangga, dan tingkat pengetahuan
tentang pangan dan gizi sangat berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan
pangan dan gizi rumah tangga (DKP 2009). Kurang beragamnya pangan yang
dipilih dan tidak cukupnya jumlah yang dikonsumsi merupakan masalah
konsumsi pangan dan gizi yang sering terjadi. Indikator yang digunakan adalah
apabila penanganan daerah yang mengalami rawan pangan mencapai 60 pada
tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah
satu poin dari MDGs (Kementan 2010).
Kerawanan pangan dan kelaparan sering terjadi pada petani skala kecil,
nelayan, dan masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya pada
sumberdaya alam yang miskin dan terdegradasi. Kerawanan pangan sangat
dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat pendapatannya.
Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein (DKP
2006).
Berdasarkan Depkes (1996), jika tingkat konsumsi energi <70% dikatakan
defisit tingkat berat, 70-79% dikatakan defisit tingkat sedang, 80-89% dikatakan
defisit tingkat ringan, 90-119% dikatakan normal dan ≥120% dikatakan
berlebihan. Penduduk rawan pangan juga didefinisikan sebagai mereka yang
rata-rata tingkat konsumsi energinya antara 71–89% dari kecukupan energi,
sedangkan penduduk sangat rawan pangan hanya mengkonsumsi energi kurang
dari 70% dari kecukupan energi (Bappenas 2007).
Kemiskinan dan Ketahanan Pangan
Kemiskinan merupakan masalah mendasar yang menjadi perhatian
semua negara. Menurut Sayogyo, garis kemiskinan diartikan sebagai pada
jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah
kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan
perkotaan (Suryawati 2005). Pada kerangka UNICEF (1998), kemiskinan
dianggap sebagai akar penyebab terjadinya masalah gizi buruk. Hal ini
12
menunjukkan bahwa apabila jumlah penduduk miskin dalam suatu wilayah
meningkat maka peluang terjadinya kasus gizi buruk akan semakin tinggi. Untuk
itu, kemiskinan merupakan sebuah indikator untuk kemajuan suatu bangsa.
Menurut Suhardjo (1998), kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki
posisi pertama pada kondisi yang umum. Golongan miskin menggunakan bagian
terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, di mana untuk
keluarga-keluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya.
BKKBN (1996) menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan
kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera,
sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus. Kemiskinan adalah
suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri
dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan
tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Miskin
menurut BKKBN (1996) adalah keluarga yang termasuk dalam kategori
prasejahtera dan sejahtera I. Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera
apabila tidak dapat memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan
ibadah menurut agamanya, makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang
berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, dan bila
anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. Sedangkan keluarga
sejahtera II adalah keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan
tabungan, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi bersama 6 bulan
sekali, menggunakan sarana transportasi. Keluarga sejahtera III sudah dapat
memenuhi kebutuhan berupa tabungan keluarga, makan bersama sambil
berkomunikasi, rekreasi selama 6 bulan sekali, menggunakan sarana
transportasi dan tidak aktif memberikan sumbangan materil secara teratur.
Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah mampu memberikan
sumbangan materil secara aktif dan teratur serta aktif sebagai pengurus
organisasi kemasyarakatan (BKKBN 1996).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dengan menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Pendekatan tersebut memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis
kemiskinan terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM)
13
dan garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan
merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan
dengan 2.100 kkal per kapita per hari yang diwakili oleh 52 jenis komoditas.
Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diwakili oleh 51 jenis komoditi untuk
perkotaan dan 47 jenis komoditi untuk pedesaan (BPS 2008).
World Bank menggunakan garis kemiskinan absolut yang sama untuk
membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam
menentukan arah penyaluran sumber daya finansial dan menganalisis kemajuan
dalam memberantas kemiskinan. Ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia ada
dua, yaitu pendapatan US$ 1 per kapita per hari dan pendapatan US$ 2 per
kapita per hari (BPS 2008).
Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.
Masalah gizi berkaitan dengan masalah kemiskinan merupakan “lingkaran setan”
yang menjadi penghambat bagi pembangunan negara. Situasinya adalah
kemiskinan menyebabkan makanan tidak seimbang sehingga menjadi kurang
gizi yang pada akhirnya akan sakit. Keadaan tersebut menyebabkan
pertumbuhan badan terhambat dan proses belajar menjadi lambat yang
mengakibatkan individu dewasa menjadi kecil dan produktivitasnya rendah.
Rendahnya produktivitas berdampak pada kemampuan bekerja yang rendah
sehingga akan menimbulkan pengangguran. Pada akhirnya kondisi tersebut
menyebabkan kemiskinan kembali, dan akan seperti itu seterusnya (Suhardjo
1989).
Menurut Herawati et al (2011), kemiskinan menyebabkan banyak
keluarga mengalami kesulitan menjalani kehidupan yang layak, sehingga
pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan pangan menjadi tidak
memadai. Ketahanan pangan merupakan salah satu unsur penting dari
pengentasan kemiskinan. Hal ini dikarenakan ketersediaan pangan yang menjadi
salah satu penyebab tak langsung dari masalah gizi merupakan bagian dari
ketahanan pangan. apabila ketersediaan pangan disuatu rumah tangga rendah,
maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan rawan pangan.
Status Gizi dan Ketahanan Pangan
Status gizi (nutritional status) adalah outcome ketahanan pangan yang
merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi diukur
dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi. Status gizi
14
dan kesehatan merupakan indikator kesehatan yang ada kaitannya dengan
kualitas hidup. Berdasarkan kerangka pikir UNICEF(1998), terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi buruknya keadaan gizi disuatu daerah baik penyebab
langsung maupun tidak langsung. Masalah dasar yang timbul adalah masalah
politik dan ekonomi yang dapat menimbulkan berbagai masalah utama salah
satunya ketersediaan pangan yang rendah. Ketersediaan pangan nasional yang
rendah dapat mempengaruhi rendahnya ketersediaan pangan di tingkat rumah
tangga. Rendahnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dapat secara
tidak langsung mempengaruhi kurangnya asupan gizi sehingga dapat
meyebabkan meningkatnya prevalensi kurang gizi di daerah tersebut.
Ketahanan pangan merupakan salah satu penyebab tidak langsung
terhadap status gizi. Hal ini dikarenakan ketersediaan pangan merupakan salah
satu indikator dalam ketahanan pangan. Ketahanan pangan memiliki tiga sub
sistem, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan. Sub
sistem penyerapan pangan lebih menekankan kepada ketahanan gizi (nutrition
security) dibandingkan ketahanan pangan (Gross 2000). Terpenuhinya
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga akan menimbulkan ketahanan gizi.
Ketahanan gizi adalah suatu situasi yang mendorong dan memotivasi
masyarakat untuk membuat pilihan makanan yang berguna untuk kesehatan
yang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Hammond dan Dube
(2011), ketahanan pangan dan gizi didorong oleh sistem yang mendasari suatu
situasi yang kompleks dan kebijakan di daerah akan mendapat manfaat dari
pendekatan sistem.
15
KERANGKA PEMIKIRAN
Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana terpenuhinya pangan
bagi suatu daerah atau rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Ketahanan pangan memiliki beberapa aspek penting yang mendukungnya, yaitu
ketersediaan pangan (produksi pangan, distribusi pangan, impor dan ekspor
pangan serta harga yang berlaku dipasar) dan konsumsi pangan rumah tangga.
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan
konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada
tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui
pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal; teknologi inovatif dan peluang
pasar; serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan
mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Ketahanan Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja
pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan
kabupaten/kota. Penyelenggaran SPM Ketahanan pangan mencakup tiga aspek
penting ketahanan pangan, yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian
standar pelayanan ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan pangan (b)
distribusi pangan dan (c) konsumsi pangan. Indikator kinerja SPM Bidang
ketahanan pangan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di bidang
ketahanan pangan yang digunakan untuk menggambarkan besaran yang hendak
di penuhi dalam pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di provinsi dan
kabupaten/kota berupa masukan proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan.
Dari ketiga aspek ketahanan pangan tersebut di atas, maka Standar
Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota,
terdiri dari 4 (empat) jenis pelayanan dasar : bidang ketersediaan dan cadangan
pangan, bidang distribusi dan akses pangan, bidang penganekaragaman dan
keamanan pangan, bidang penanganan kerawanan pangan. Indikator yang
digunakan untuk mencapai SPM sesuai dengan MDGs adalah penguatan
cadangan pangan, ketersediaan informasi pasokan pangan, harga dan akses
16
pangan, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan
daerah rawan pangan. Kerangka pemikiran analisis pencapaian standar
pelayanan minimal (SPM) ketahanan pangan dan gizi Provinsi Kota Tangerang
pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
Pelayanan Dasar Ketahanan Pangan dan Gizi
Jenis pelayanan Indikator Output
Keterangan :
: bagian yang diteliti
: bagian yang tidak diteliti
• Ketersediaan dan cadangan pangan
• Distribusi dan akses pangan
• Penganekaragaman dan keamanan pangan
• Penanganan kerawanan pangan.
• Pemenuhan hak akses pangan a. Ketersediaan
informasi harga dan pasokan
b. Stabilitas harga dan pasokan
• Sumberdaya manusia berkualitas a. Status gizi baik
• Ketahanan pangan nasional
• Terpenuhinya target MDGs
• Ketersediaan Energi dan Protein per kapita
• Penguatan cadangan pangan
• Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah
• Stabilitas harga dan pasokan pangan
• Pencapaian skor PPH • Pengawasan dan
pembinaan keamanan pangan
• Penanganan daerah rawan pangan melalui indikator pertanian, sosial ekonomi dan kesehatan
Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada tahun 2011
17
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif.
Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang berkaitan dengan
indikator – indikator SPM dan diperoleh dari instansi – instansi terkait di
lingkungan Kota Tangerang. Pengolahan data dilakukan di Bogor, Jawa Barat
pada bulan September – November 2012.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yang digunakan menggambarkan situasi ketahanan pangan dan gizi di
Kota Tangerang. Data yang digunakan diperoleh dari berbagai instansi terkait.
Jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan. Jenis
Pelayanan Dasar
Indikator SPM Jenis Data Tahun Data Sumber Data
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita
Neraca Bahan Makanan (NBM) Kota Tangerang
1 tahun terakhir (2011)
Dinas Pertanian, Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang
Penguatan Cadangan Pangan
Data Stok Pangan Kota Tangerang
1 tahun terakhir (2011)
Perum Bulog SubDiv. Tangerang
Distribusi dan Akses Pangan
Ketersediaan Informasi Harga, pasokan dan akses pangan di daerah
• Data dan informasi kelembagaan dan
• Data dan Informasi harga Pangan Strategis
Tahun 2011 (per hari dan per pasar)
Bappeda Biro Perekonomian Kota Tangerang.
Stabilitas Harga &Pasokan Pangan
Penganekara-gaman dan Keamanan Pangan
Skor Pola Pangan Harapan/PPH
Data konsumsi pangan (SUSENAS)
1 tahun terakhir (2011)
Kantor Litbang dan Statsitik Kota Tangerang
Pengawasan & Pembinaan Keamanan Pangan
• Data presentase pangan aman.
• Data kasus keamanan pangan
1 tahun terakhir (2011)
Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Penanganan Kerawanan Pangan
Penanganan daerah rawan pangan
• Daerah rawan pangan
1 tahun terakhir (2011)
BKP Kota Tangerang .
18
Jenis pelayanan ketahanan pangan dilihat berdasarkan ketersediaan dan
cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan
keamanan pangan serta penanggulangan kerawanan pangan. Variabel
ketersediaan dan cadangan pangan yang digunakan berupa Neraca Bahan
Makanan (NBM) dan cadangan pangan Kota Tangerang selama tahun 2011.
Variabel distribusi dan akses pangan dilihat berdasarkan ketersediaan bahan
pangan di pasar, harga dan sarana prasarana dalam mendapatkan bahan
pangan serta stabilitas harga dan pasokan pangan di Kota Tangerang. Variabel
penanekaragaman dan keamanan pangan menggunakan data berupa skor PPH
untuk penganekaragaman pangan. Data keamanan pangan diperoleh dari data
keracunan makanan selama satu tahun terakhir di Kota Tangerang. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah hasil operasi pasar dan uji
keamanan pangan di Kota Tangerang. Variabel penanganan kerawanan pangan
dilihat dari peta ketahanan dan kerawanan pangan Kota Tangerang selama
tahun 2011.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan
program komputer untuk analisis menggunakan program Microsoft Excel 2007.
Situasi ketahanan pangan dan gizi dianalisis secara deskriptif menggunakan
indikator-indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Ketahanan Pangan
Provinsi dari beberapa aspek pelayanan antara lain ketersediaan, distribusi,
konsumsi, dan status gizi. Indikator yang digunakan dalam analisis ini dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Indikator SPM Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota
Jenis Pelayanan Dasar Bid. KP
SPM
Sumber Data Indikator Acuan baku
Target Capaian 2015 (%)
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan Energi dan Protein per kapita
WNPG (energi 2200 kkal dan protein 57 g)
90% Dinas Pertanian, Bappeda Kota Tangerang
Penguatan cadangan pangan
100 ton 60%
Distribusi dan Akses Pangan
Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah
100% 90% Bappeda Kota Tangerang Stabilitas harga dan
pasokan pangan
100% 90%
19
Jenis Pelayanan Dasar Bid. KP
SPM
Sumber Data Indikator Acuan baku
Target Capaian 2015 (%)
Penganekaragaman dan Keamanan
Pangan
Pencapaian skor PPH
100 90% Kantor Litbang dan Statistik, Dinas Kesehatan
Pengawasan dan pembinaan keamanan pangan
100% 80%
Penanganan Kerawanan Pangan
Penanganan daerah rawan pangan
100% 60% BKPD
Sumber : Kementan (2010)
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Data ketersediaan pangan menggunakan komponen dari penyediaan
pangan yang terdiri dari komponen produksi, perubahan stok, impor dan ekspor.
Secara umum, penyediaan pangan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : Ps = Total penyediaan dalam negeri Pr = Produksi ∆St = Stok akhir – stok awal Im = Impor Ek = Ekspor
Ketersediaan pangan per kapita dihitung kandungan gizinya
menggunakan satuan kkal energi dan gram protein. Data ketersediaan pangan
per kapita per hari dapat diperoleh dari Neraca Bahan Makanan (NBM).
Sedangkan kandungan zat gizi (kalori dan protein) diperoleh dari daftar
komposisi bahan makanan (DKBM). Ketersediaan energi dalam bentuk
Kkal/kapita/hari dihitung menggunakan rumus:
Sedangkan untuk ketersediaan protein dalam bentuk gram/kapita/hari dihitung
menggunakan rumus:
Data penguatan cadangan pangan dapat diperoleh dari jumlah cadangan
pangan provinsi, yaitu data stok pangan kota/kabupaten. Pencapaian penguatan
cadangan pangan tingkat provinsi dapat dihitung menggunakan rumus:
Ps = Pr - ∆St + Im – Ek
����������� ���� /������ /����
��� X kandungan energi X BDD
����������� ���� /������ /����
��� X kandungan protein X BDD
������ ������ ���� ����/��������
��� X 100%
20
Distribusi dan Akses Pangan
Data distribusi dan cadangan pangan diperoleh dari data informasi
pasokan, harga, dan akses pangan disuatu daerah serta data stabilitas harga
dan pasokan pangan. Data informasi pasokan, harga, dan akses pangan disuatu
daerah dapat dihitung menggunkana nilai capaian ketersediaan informasi. Data
ketersediaan informasi (K) adalah rata-rata dari nilai ketersediaan informasi
berdasarkan komoditas (K1), nilai ketersediaan informasi berdasarkan lokasi
(K2) dan nilai ketersediaan informasi berdasarkan waktu (K3). Ketersediaan
informasi dapat dihitung menggunakan rumus:
• Nilai capaian ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan (K)
• Ketersediaan informasi menurut i (i = 1,2,3)
Keterangan :
Ki = Ketersediaan informasi menurut i Dimana : i = 1 = Harga; i = 2 = Pasokan; i = 3 = Akses
Realisasi (j) = banyaknya informasi yang terealisasi pengumpulannya menurut j, dimana j = 1 = komoditas, j = 2 = lokasi, j = 3 = waktu
Target (j) = sasaran banyaknya informasi yang akan dikumpulkan menurut j, dimana j = 1 = komoditas, j = 2 = lokasi, j = 3 = waktu
Data stabilitas harga dan pasokan pangan dilihat dari peningkatan atau
penurunan harga dan pasokan pangan. Harga dinyatakan stabil jika gejolak
harga pangan di suatu wilayah kurang dari 25 % dari kondisi normal. Pasokan
pangan dinyatakan stabil jika penurunan pasokan pangan di suatu wilayah
berkisar antara 5 % - 40 %. Stabilitas harga dan pasokan pangan dapat dihitung
dengan beberapa tahapan, yaitu:
1. Stabilitas Harga (SH) dan Stabilitas Pasokan Pangan (SP) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
n
SKiSK
n
i∑
== 1
31∑
==
n
i
KiK
3
%)100)(arg)(Re
(3
1∑
== j
xjetT
jalisasi
Ki
21
H untuk Harga
P untuk Pasokan
H untuk Harga
P untuk Pasokan
%100_____ xHKi
SDKRiCVKRi =
Realisasi Pasokan komoditas ke i (PRi)
Rata-rata realisasi Harga komoditas ke i (_____
HRi)
Realisasi Harga komoditas ke i (HRi)
Rata-rata realisasi Harga komoditas ke i (_____
PRi )
Keterangan:
K = {
SHi = Stabilitas Harga komoditas ke i
SPi = Stabilitas Pasokan komoditas ke i
I = 1,2,3...n
n = jumlah komoditas
dimana:
• Stabilitas Harga (SH) di gambarkan dengan koefisien keragaman (CV)
• Stabilitas Pasokan (SP) di gambarkan dengan koefisien keragaman (CV)
2. Stabilitas Harga dan Pasokan komoditas ke i (SKi) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
K = {
CVKRi = Koefisien keragaman realisasi untuk harga dan pasokan komoditas ke i
CVKTi = Koefisien keragaman target untuk harga dan pasokan komoditas ke i
3. CVKRi dihitung dari rumus sebagai berikut:
Dimana :
Keterangan :
SDKRi = standar deviasi realisasi untuk harga dan pasokan komoditas ke i
KRi = {
_____
KRi = {
%1002 xCVKTi
CVKRiSKi
−=
1
)(1
___2
−
−=∑
=
n
KRiKRiSDKRi
n
i
22
n
KRiKRi
n
i∑
== 1____
4. Rata-rata harga dan pasokan komoditas pangan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Data penganekaragaman dan keamanan pangan menggunakan data
konsumsi pangan dan data keamanan pangan. Data konsumsi pangan diukur
dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pencapaian skor PPH dapat diukur
dengan:
Skor PPH lalu diukur dengan rumus : Perhitungan konsumsi pangan memiliki beberapa ketentuan, yaitu : 1. Jika hasil perkalian % AKG x bobot lebih besar dari skor maksimum, maka
menggunakan skor maksimum 2. Jika hasil perkalian % AKG x bobot lebih kecil dari skor maksimal, maka
menggunakan hasil perkalian. Data keamanan pangan diperoleh dari data pengawasan mutu dan
keamanan pangan dan kasus keracunan makanan. Persentase pangan aman
dapat dihitung menggunakan rumus:
Keterangan :
A : jumlah sampel pangan yang aman dikonsumsi di pedagang pengumpul di
satu tempat sesuai standar yang berlaku dalam kurun waktu tertentu.
B : jumlah total sampel pangan yang diambil dipedagang pengumpul di suatu
wilayah menurut ukuran yang telah ditetapkan dalam kurun waktu
tertentu.
Penanganan Kerawanan Pangan
Data kerawanan pangan diperoleh dari situasi pangan dan gizi suatu
daerah. Daerah rawan pangan dapat diketahui melalui pendekatan SKPG dan
FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas). Pendekatan ini dilakukan
untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan adalah berdasarkan
indikator yang telah terseleksi dengan penyusunan indeks tingkat
Nilai capaian peningkatan = % AKG x bobot masing-masing kelompok pangan
Prosentase (%) AKG = ����� ����������� ���������
���� �������� ���� X 100%
Pangan Aman = !
" # 100%
23
ketahanan pangan pada masing-masing indikator. Indikator dalam
penanganan kerawanan pangan menggunakan pendekatan FSVA dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Indikator penanganan kerawanan pangan menggunakan pendekatan FSVA
No Indikator I Ketersediaan
Pangan 1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap
ketersediaan bersih “padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar”
II Akses Terhadap
Pangan dan Penghidupan
2. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
3. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai
4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik
III Pemanfaatan Pangan
5. Angka harapan hidup saat lahir 6. Berat badan balita di bawah standar (underweight) 7. Perempuan buta huruf 8. Rumah tangga tanpa akses ke air bersih 9. Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5
km dari fasilitas kesehatan
IV Kerentanan terhadap kerawanan pangan
10. Deforestasi hutan 11. Penyimpangan curah hujan 12. Bencana alam 13. Persentase daerah puso
Untuk menentukan nilai akan dilakukan dengan menghitung indeks dimana
rumus indeks adalah : Indeks ijΧ = minmax
min
ii
iij
XX
XX
−−
Dimana :
1. ijΧ = nilai ke – j dari indikator ke i
2. min danmax = nilai minimum dan maksimum dari indikator
Selanjutnya indeks ketahanan pangan komposit diperoleh dari
penjumlahan seluruh indeks indikator (9 indikator) kerentanan terhadap
kerawanan pangan. Indeks komposit kerawanan pangan dihitung dengan cara
sebagai berikut :
=IFI 1/9 }( HEALTHWATERNUTLEXLITROADPBPLAV IIIIIIII +++++++
Persentase penanganan kerawanan pangan dapat dihitung menggunakan rumus:
Daerah rawan aman = !
" # 100%
24
Keterangan :
A : jumlah daerah yang termasuk kedalam prioritas 4 hingga prioritas 6
B : Jumlah total seluruh daerah/kecamatan pada suatu provinsi,
kota/kabupaten
Definisi Operasional
Cadangan pangan adalah cadangan pangan yang dimiliki dan dikuasai oleh
pemerintah daerah, baik provinsi maupun kota/kabupaten.
Distribusi pangan adalah pasokan pangan yang dapat menjangkau
keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah
tangga.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya seperti sandang, pangan, tempat tinggal
bahkan pendidikan.
Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi
suatu daerah atau rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merat dan terjangkau.
Ketersediaan pangan wilayah adalah tersedianya pangan dari hasil produksi
domestik atau dari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan energi dan
zat gizi lainnya di suatu wilayah tertentu.
Kerawanan pangan dapat diartikan sebagai kondisi suatu daerah, masyarakat,
atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya
tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi
pertumbuhan dan kesehatan
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang
atau kelompok orang pada waktu tertentu.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan
25
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman (UU No. 7/1996).
Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam
pangan dengan prinsip gizi seimbang.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Ketahanan Pangan adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal,
yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan
ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
Tingkat kemiskinan adalah presentase penduduk miskin berdasarkan
pendekatan yang digunakan BPS yaitu berdasarkan pengeluaran
konsumsi dengan batasan kemiskinan berpatokan pada kecukupan
energi (2100 kkal/kapita/hari) dan kebutuhan dasar non makanan lainnya
per kapita per hari (BPS 2005).
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kota Tangerang
Keadaan Geografis dan Administratif
Kota Tangerang merupakan salah satu dari 8 kabupaten/kota di Provinsi
Banten dan secara geografis terletak antara 606’ – 6013’ Lintang Selatan dan
1060 36’ – 1060 42’ Bujur Timur. Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28
Februari 1993 berdasarkan Undang-undang No.2 Tahun 1993 tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang, merupakan hasil
pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Luas wilayah Kota Tangerang sebesar 183,78 km2 (termasuk luas
Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2). Kota Tangerang memiliki batas-
batas wilayah, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga,
Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok Aren,
Kabupaten Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kota
Tangerang dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan
Cikupa, Kabupaten Tangerang.
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012a) Gambar 2 Peta Kota Tangerang
Kota Tangerang memiliki letak yang strategis, yaitu berbatasan langsung
dengan ibukota Negara Republik Indonesia dan memiliki Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Kedua hal ini merupakan salah satu pendorong pertumbuhan
dan perkembangan aktivitas industri, perdagangan serta jasa sebagai basis
27
perekonomian Kota Tangerang. Kota Tangerang secara adminsitratif terdiri dari
13 kecamatan,104 kelurahan yang terdiri dari 960 RW (Rukun Warga) dan 4.721
RT (Rukun Tetangga).
Tabel 4 Wilayah administratif dan jumlah penduduk Kota Tangerang
No Kecamatan Jumlah
Kelurahan RW RT Penduduk 1 Ciledug 8 98 339 147.023 2 Larangan 8 89 401 163.901 3 Karangtengah 7 74 358 118.473 4 Cipondoh 10 95 571 216.346 5 Pinang 11 76 443 160.206 6 Tangerang 8 78 397 152.145 7 Karawaci 16 127 528 171.317 8 Jati Uwung 6 86 446 142.479 9 Cibodas 6 41 216 120.216
10 Periuk 5 60 373 129.384 11 Batu Ceper 7 50 213 103.504 12 Neglasari 7 44 241 90.590 13 Benda 5 42 195 83.017
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012c)
Berdasarkan data Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang, jumlah
penduduk Kota Tangerang pada tahun 2011 adalah 1.847.341 jiwa. Penduduk
berjenis kelamin laki-laki (946.091 jiwa) lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk berjenis kelamin perempuan (901.250 jiwa) sedangkan untuk
kelompok umur, umur 25-29 tahun lebih mendominasi baik jenis kelamin laki-laki
(107.488 jiwa) maupun jenis kelamin perempuan (104.960 jiwa). Rasio beban
ketergantungan sebesar 39.71 atau setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) menanggung 39.71 penduduk usia non produktif. Angka ini menurun dari
tahun sebelumnya, hal ini dipengaruhi meningkatnya jumlah penduduk usia
produktif yang mengisi lowongan kerja pada industri di Kota Tangerang (Kantor
Litbang dan Statistik 2012a).
Jumlah kepala keluarga di Kota Tangerang tahun 2011 adalah 452.990
dan rata-rata setiap keluarga di Kota Tangerang terdiri dari 3.97 anggota
keluarga. Menurut Kantor Litbang dan Statistik (2012c), suatu daerah
dikategorikan padat penduduk bila suatu daerah dihuni oleh > 2000 jiwa per km2,
sedang bila 1000 – 2000 jiwa per km2 dan rendah bila suatu daerah dihuni oleh >
1000 jiwa per km2. Kota Tangerang dapat dikatakan daerah cukup padat
penduduk, dimana setiap kilometer persegi dihuni oleh 10.930 jiwa. Kecamatan
Larangan memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan jumlah penduduk
17.436 jiwa untuk setiap kilometer perseginya, dan Kecamatan Neglasari
28
merupakan kecamatan yang paling tidak padat dengan penghuni sebanyak
6.437 jiwa untuk setiap kilometer perseginya (Kantor Litbang dan Statistik
2012c). Pembagian penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur tahun
2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012a)
Gambar 3 Penyebaran penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2011
Kondisi Perekonomian
Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi
barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam
besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung dalam
dua cara, yaitu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) tahun dasar 2000. Besarnya PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Tangerang tahun 2010 adalah sebesar 56.96 triliun rupiah, atau meningkat
15.47% dari tahun 2009. Pada tahun 2009 PDRB Kota Tangerang sebesar
49.33 triliun rupiah meningkat 10.39% dari tahun 2008. Sedangkan berdasarkan
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, besarnya nilai tersebut pada tahun 2010
adalah 29,40 triliun rupiah (Kantor Litbang dan Statistik 2011).
Sektor pertanian bukanlah menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang.
Namun, sektor ini masih menjadi salah satu mata pencarian utama dari sebagian
kecil penduduk Kota Tangerang pada tahun 2011, yaitu sekitar 1.2% dari total
penduduk Kota Tangerang. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan
dan tanaman pertanian lainnya, peternakan, jasa pertanian, dan perikanan darat.
Adapun lahan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian, peternakan dan
perikanan antara lain sawah (sawah irigasi teknis 656 Ha, sawah irigasi
sederhana 131 Ha, dan sawah tadah hujan 314 Ha), lahan pekarangan (12947
Ha), lahan kosong yang belum dimanfaatkan (332 Ha).
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
Tahun
Laki-laki
Perempuan
29
Pada tahun 2011, luas lahan pertanian di Kota Tangerang sebesar 832
hektar dan sekitar 65% menggunakan irigasi dalam pengairannya, baik irigasi
teknis maupun setengah teknis. Dari 832 hektar lahan pertanian yang ada, petani
di Kota Tangerang bisa memproduksi hingga 6 ton hasil panen untuk setiap
hektar lahan pertanian yang digarap. Angka produksi ini semakin menurun dari
tahun ke tahun seiring dengan menurunnya luas lahan sawah di Kota Tangerang
(Kantor Litbang dan Statistik 2012c).
Lapangan usaha yang menjadi sumber penghasilan utama penduduk
Kota Tangerang tahun 2011 adalah sektor industri pengolahan, jasa, dan
perdagangan besar/eceran dan rumah makan. Dari 104 kelurahan yang ada di
Kota Tangerang, terdapat 55 kelurahan (52.88% kelurahan) memiliki penduduk
yang berpenghasilan utama di sektor industri pengolahan, 25 kelurahan di sektor
jasa dan 20 kelurahan di sektor perdagangan besar/eceran dan rumah makan.
Sektor-sektor lain yang tidak menjadi sektor unggulan yaitu sektor angkutan,
pergudangan, komunikasi dan gas, listrik, perbankan, dll.
Bahan pangan di Kota Tangerang berasal dari hasil produksi Kota
Tangerang dan didistribusikan dari daerah lain. Salah satu bahan pangan yang
menjadi potensi Kota Tangerang adalah jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Pasokan
bahan pangan Kota Tangerang diimpor dari berbagai daerah di sekitar Kota
Tangerang, seperti Lampung dan beberapa daerah di Jawa Barat.
Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan pangan dalam suatu wilayah berfungsi untuk menjamin
pasokan pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga baik dari
segi kuantitas, kualitas, keragaman maupun keamanannya. Ketersediaan
pangan wilayah dapat terpenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam
negeri, (2) impor pangan, (3) pengelolaan cadangan pangan (Bappenas 2008a).
Ketersediaan pangan dalam negeri harus dijaga kestabilannya. Ketersediaan
pangan diperoleh dari kegiatan produksi antara lain pertanian, peternakan,
perikanan, dan sebagainya. Ketersediaan pangan diukur menggunakan suatu
acuan yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya
Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004, dalam satuan rata-rata per kapita per
hari untuk energi sebesar 2.200 kkal dan protein 57 gram. Kota Tangerang
sebagai kota industri dan perdagangan yang menyerap banyak tenaga kerja
menyebabkan tingginya permintaan dan kebutuhan akan pangan. Oleh karena
30
itu, diperlukan pasokan bahan pangan yang baik dari dalam (produksi) maupun
luar (impor) Kota Tangerang. Produksi Kota Tangerang diketahui berdasarkan
hasil panen atau hasil mentah dikali dengan faktor konversi. Produksi pangan
dapat digunakan untuk mengetahui swasembada pangan daerah tersebut.
Produksi pangan merupakan salah satu faktor penentu dari ketahanan pangan
suatu daerah. Produksi pangan Kota Tangeran tahun 2011 dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Produksi pangan Kota Tangerang tahun 2011
No. Kelompok pangan Produksi (Ton)
1 Padi-padian 4.096
2 Umbi-umbian 132
3 Gula -
4 Buah/biji berminyak -
5 Sayur-sayuran 16.531
6 Buah-buahan 1.231
7 Daging 1.532
8 Telur 1.065
9 Susu -
10 Ikan-ikanan 433
11 Minyak dan lemak 40
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2011b)
Produksi tertinggi Kota Tangerang adalah sayur-sayuran dan padi-padian.
Hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang memanfaatkan lahan untuk
berkebun dan bertani. Namun, Kota Tangerang tidak memiliki hasil produksi
kelompok pangan gula, buah/biji berminyak dan susu. Hasil produksi pangan di
Kota Tangerang mempengaruhi penyediaan pangan domestik di Kota
Tangerang.
Ketersediaan pangan per kapita mengindikasikan rata-rata peluang
individu untuk memperoleh bahan pangan. Neraca Bahan Makanan (NBM)
digunakan untuk menyusun persediaan pangan untuk masing-masing komoditas
pangan dan untuk membangdingkan persediaan pangan dengan kebutuhan
pangan (Laura et al, 1986). Berdasarkan hasil analisis NBM, perkembangan
ketersediaan pangan masing-masing komoditas per kapita dalam bentuk jumlah
(ton), energi (Kkal) dan protein (gram) baik per tahun, per bulan maupun per hari
dapat diketahui. Ketersediaan pangan per kapita berdasarkan NBM Kota
Tangerang pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 6.
31
Tabel 6 Ketersediaan pangan per kapita Kota Tangerang tahun 2011
No. Kelompok pangan Penyediaan
Domestik (Ton) Ketersediaan Per Kapita
Kg/tahun Gram/ hari 1 Padi-padian 271.479 143,81 394,01
2 Umbi-umbian 7.830 4,02 11,01
3 Gula 11.380 6,11 16,73
4 Buah/biji berminyak 19.545 7,78 21,32
5 Sayur-sayuran 123.101 64,15 175,75
6 Buah-buahan 54.463 28,28 77,49
7 Daging 25.721 13,23 36,24
8 Telur 23.610 12,48 34,18
9 Susu 98.326 44,87 122,93
10 Ikan-ikanan 59.349 31,16 85,38
11 Minyak dan lemak 17.996 9,59 26,28
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2011b)
Penyediaan domestik adalah penyediaan pangan dalam negeri yang
merupakan hasil dari produksi ditambah dengan impor lalu dikurangi dengan
stok dan ekspor. Penyediaan domestik tertinggi di Kota Tangerang terdapat pada
komoditas padi-padian sebesar 271.479 ton. Penyediaan domestik terendah di
kota Tangerang adalah komoditas umbi-umbian sebesar 7.830 ton. Penyediaan
domestik umbi-umbian rendah dapat disebabkan karena konsumsi umbi-umbian
yang rendah sehingga produksi dan impor umbi-umbian di Kota Tangerang yang
rendah bila dibandingkan dengan komoditas lainnya.
Ketersediaan domestik (gram/hari) kelompok pangan padi-padian Kota
Tangerang sudah memenuhi anjuran konsumsi padi-padian yang disarankan
dalam PUGS (350 gram). Selain kelompok padi-padian, ketersediaan domestik
kelompok pangan hewani di Kota Tangerang sebanyak 155.8 gram dan telah
memenuhi ketentuan konsumsi PUGS, yaitu 150 gram per hari. Selain padi –
padian dan pangan hewani, ketersediaan sayur –sayuran telah mencukupi
rekomendasi konsumsi PUGS. Berdasarkan PUGS, rekomendasi konsumsi buah
– buahan per hari adalah 150 gram dan ketersediaan buah – buahan di Kota
Tangerang belum mencukupi rekomendasi tersebut (77.49 gram).
Berdasarkan ketersediaan kelompok pangan perkapita, ketersediaan
pangan tertinggi di Kota Tangerang adalah padi-padian dan sayuran.
Ketersediaan pangan perkapita dari pangan hewani adalah 278.73
gram/kapita/hari. Bila dibandingkan dengan ketersediaan per kapita padi-padian,
ketersediaan pangan hewani harus ditingkatkan. Hal ini dilakukan agar kualitas
ketersediaan dan konsumsi pangan hewani masyarakat Kota Tangerang
32
meningkat. Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7 Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang tahun 2011
No Kelompok Pangan
Gram/ Kap/ Hari
Tingkat Ketersediaan Energi
Tingkat Ketersediaan Protein
kkal/Kap/ Hari % AKE Gram/Kap/Hari %AKP 1 Padi-padian 394,01 1402 63,7 35,1 61,6
2 Umbi-umbian 11,01 18 0,8 0,08 0,1
3 Gula 16,73 61 2,8 0,01 0,0
4 Buah/biji berminyak 21,32 72 3,3 6,3 11,1
5 Sayur-sayuran 175,75 44 2,0 3,1 5,4
6 Buah-buahan 77,49 33 1,5 0,4 0,7
7 Daging 36.,24 102 4,6 6,4 11,2
8 Telur 34,18 47 2,1 3,8 6,7
9 Susu 122,93 75 3,4 3,9 6,8
10 Ikan-ikanan 85,38 59 2,7 10,8 18,9
11 Minyak dan lemak 26,28 237 10,8 0,02 0,0
Total 2150 97,7 69,91 122,6 Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang (2012b)
Keterangan: – Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG VIII Tahun 2004 = 2.200 kkal/kapita/hari – Angka Kecukupan Protein (AKP) WNPG VIII Tahun 2004 = 57 gram/kapita/hari
Secara kuantitas, tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang
pada tahun 2011 sudah mencukupi angka rekomendasi hasil WNPG. Tingkat
ketersediaan energi Kota Tangerang pada tahun 2011 sebesar 2150
Kkal/kapita/hari dan telah memenuhi 97.7% dari angka kebutuhan energi (AKE)
yang dianjurkan (2200 Kkal/kap/hari). Tingkat ketersediaan protein Kota
Tangerang selama tahun 2011 sebesar 69.9 gr/kap/hari dan telah memenuhi
122.6% angka kebutuhan protein (AKP) yang dianjurkan (57 gr/kap/hari).
Selain kuantitas, kualitas dari kontribusi energi dan protein kelompok
pangan dapat diketahui dari ketersediaan energi dan protein. Kualitas
ketersediaan energi dan protein yang berasal dari padi-padian sudah baik karena
telah mencukupi 50% dari angka kebutuhan energi dan protein. Kualitas
sumbangan energi dan protein dari umbi-umbian terbilang rendah yaitu 0,8%
AKE. Selain umbi – umbian, kualitas kontribusi energi dan protein dari sayuran
dan buah tebilang rendah, yaitu 2.0% dan 1.5% AKE. Hal ini dapat dikarenakan
produksi umbi-umbian sayur dan buah di Kota Tangerang masih rendah dan
distribusi dari daerah lain mengalami kesulitan dan distibusi yang terhambat
dikarenakan produksi umbi-umbian, sayuran, dan buah di daerah yang
33
merupakan sentra produksi mengalami gagal panen dan akses jalan yang
terhambat. Umbi – umbian, sayuran, dan buah di Kota Tangerang berasal dari
produksi Kota Tangerang dan daerah di sekitarnya (Lampung, Kabupaten
Tangerang dan beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah).
Ketersediaan protein Kota Tangerang tahun 2011 sebesar 69.9
gram/kapita per hari dan sumbangan protein terbesar dari kelompok padi –
padian. Sumbangan ketersediaan protein dari kelompok pangan hewani sebesar
24.9 gram/kapita/hari. dan pangan nabati sebesar 6.3 gram/kapita/hari. Menurut
PUGS, konsumsi pangan hewani dan pangan nabati sebaiknya masing – masing
sebanyak 2 – 3 porsi sehari (150 gram). Tingkat ketersediaan energi dan protein
di Kota Tangerang belum mencukupi ketentuan konsumsi per hari sesuai PUGS.
Tingkat ketersediaan protein dari kelompok pangan hewani dan nabati harus
ditingkatkan dengan meningkatkan produksi atau jumlah impor pangan hewani
dari daerah lain.
Indikator lain dalam ketersediaan dan cadangan pangan adalah
penguatan cadangan pangan. Cadangan pangan adalah cadangan pangan yang
dimiliki oleh pemerintah daerah (pemerintah provinsi, kota/kabupaten). Cadangan
pangan kota/kabupaten berdasarkan Permentan tahun 2010 adalah sebesar 100
ekuivalen cadangan pangan. Kota Tangerang belum memiliki cadangan pangan,
namun Kota Tangerang memiliki stok beras yang dikelola oleh Perum Bulog Sub
Divre Tangerang. Stok ini pada dasarnya bukan milik Pemerintah Kota
Tangerang, namun milik Perum BULOG. Mobilisasi pada umumnya mengikuti
standar operasional yang berlaku di Perum BULOG.
Stok beras yang dikelola Perum BULOG dimanfaatkan untuk tiga
kebutuhan yaitu pada saat darurat, kerawanan pangan pasca bencana dan
stabilisasi harga. Ketika daerah mengalami situasi darurat, Pemerintah Provinsi
memiliki kewenangan untuk menyalurkan beras cadangan beras pemerintah atau
stok beras sebanyak 200 ton setahun untuk menjaga ketahanan pangan rumah
tangga korban bencana. Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan
untuk menyalurkan maksimal 100 ton. Setelah situasi darurat, umumnya timbul
ancaman kerawanan pangan pasca bencana karena belum pulihnya
perekonomian. Pada situasi ini Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan
jumlah kebutuhan beras untuk menjaga ketahanan pangan rumah tangga korban
bencana kepada Menteri Sosial dan berdasarkan instruksi, Perum BULOG
menyalurkan beras sejumlah permintaaan yang dibutuhkan.
34
Manfaat ketiga dari cadangan bahan pangan (CBP) yang sudah
digunakan saat ini adalah sebagai alat intervensi pemerintah saat harga beras
bergejolak naik. Gejolak harga umumnya disebabkan oleh berkurangnya suplai
beras saat musim paceklik. Pada saat ini, pemerintah mengintervensi pasar
dengan menambah suplai ke pasar. Dengan memperhatikan perkembangan
harga beras di pasar, Bupati/Walikota mengajukan permohonan OP (operasi
pasar) tingkat provinsi dan akan meneruskan kepada Menteri Perdagangan.
Dengan dasar surat permohonan tersebut, Menteri Perdagangan memerintahkan
Perum BULOG untuk melaksanakan operasi pasar di lokasi yang ditetapkan,
pada harga yang ditentukan dan pada periode yang dibutuhkan. Koordinasi
dengan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota diperlukan agar tidak terjadi
keresahan masyarakat akibat kenaikan harga yang tinggi. (BULOG 2010).
Distribusi dan Akses Pangan
Distribusi dan akses pangan dikaji menggunakan dua indikator, yaitu
ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan serta stabilitas harga
dan pasokan pangan. Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan
dapat diketahui berdasarkan ketersediaan komoditas, lokasi dan waktu
(Lampiran 2). Komoditas bahan pangan diketahui berdasarkan ketersediaan
informasi baik harga maupun pasokannya adalah sembilan komoditas utama,
yaitu padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji
berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain. Informasi
tentang harga dan pasokan dikumpulkan dari tiga pasar tradisional besar di Kota
Tangerang (Pasar Anyar, Pasar Malabar dan Pasar Ciledug) yang diperoleh
setiap minggunya (52 minggu).
Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di Kota
Tangerang telah mencapai nilai 100%. Hal ini berarti ketersediaan informasi
harga, pasokan dan akses pangan tersedia dengan lengkap sehingga
masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai harga, pasokan dan akses
pangan dengan mudah. Kemudahan ini berbanding lurus dengan kemudahan
masyarakat untuk memperoleh bahan makanan karena Kota Tangerang memiliki
pasar yang terdapat di setiap kecamatan dan mudah di akses oleh masyarakat.
Harga bahan pokok di setiap pasar memiliki harga yang terjangkau dan tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Selain itu, hampir seluruh bahan makanan
pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat tersedia dengan lengkap di pasar setiap
kecamatan, tidak hanya terdapat di pasar utama di Kota Tangerang.
35
Stabilitas harga dan pasokan pangan dapat diketahui per komoditas
pangan berdasarkan inflasi harga dan pasokan pangan yang terdapat di Kota
Tangerang. Harga bahan pangan di Kota Tangerang dapat diamati per hari, per
bulan dan per tahun. Harga bahan pokok (beras, gula pasir dan minyak goreng)
di Kota Tangerang cenderung stabil selama tahun 2011. Perkembangan harga
beras, gula dan minyak goreng di Kota Tangerang selama tahun 2011 dapat
dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Bappeda Kota Tangerang (2011)
Keterangan : - November dan Desember angka perkiraan - Beras merupakan rataan harga beras IR I dan IR II - Gula pasir merupakan rataan harga gula impor dan dalam negri - Minyak goreng merupakan rataan harga minyak goreng curah dan
bermerk
Gambar 4 Perkembangan harga beras, gula pasir dan minyak goreng di Kota Tangerang selama tahun 2011
Beras, gula pasir dan minyak goreng merupakan salah satu komoditas
pangan yang dapat digunakan sebagai indikator ketahanan pangan rumah
tangga dan daerah. Hal ini dikarenakan ketiga bahan ini adalah bahan makanan
pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Harga beras di Kota Tangerang
selama 2011 relatif stabil dengan koefisien variasi (CV) sebesar 4% dan standar
deviasi Rp 295 dengan rata-rata laju pertumbuhan harga beras 0.4%. Harga rata-
rata beras di Kota Tangerang selama tahun 2011 sebesar Rp 7.328/kg. Harga
beras yang relatif stabil di Kota Tangerang memiliki dampak yang signifikan pada
masyarakat. Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia sehingga bila harga beras stabil, masyarakat dapat dengan mudah
untuk memperoleh beras. Selain itu, harga beras yang stabil dapat menguatkan
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.
Gula pasir dapat digunakan sebagai indikator ketahanan pangan karena
gula pasir dibutuhkan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan dalam kegiatan
sehari-hari. Harga gula pasir selama tahun 2011 memiliki kecenderungan
02,0004,0006,0008,000
10,00012,00014,000
beras
gula pasir
minyak goreng
36
menurun. Rata-rata laju penurunan per bulan mencapai 0.9%. Perkembangan
harga gula pasir masih tergolong relatif stabil dengan koefisien variasi (CV)
sebesar 3.2%. Minyak goreng digunakan oleh masyarakat dalam sebagian besar
proses memasak. Perkembangan harga minyak goreng relatif stabil pada tahun
2011 dengan koefisien variasi (CV) harga minyak goreng sebesar 2,6%. Harga
minyak goreng yang stabil memiliki dampak yang signifikan di masyarakat
dikarenakan minyak goreng termasuk bahan pokok yang dibutuhkan dan
digunakan hampir pada setiap olahan rumah tangga.
Selain bahan makanan pokok, perkembangan harga pangan hewani
memiliki dampak yang cukup signifikan di masyarakat. Perkembangan harga
bahan pangan hewani yang dipantau adalah daging sapi, daging ayam broiler,
telur ayam dan ikan asin. Perkembangan bahan pangan hewani di Kota
Tangerang selama tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Bappeda Kota Tangerang (2011)
Keterangan : - November dan Desember angka perkiraan - Ikan asin merupakan rataan harga ikan asin sepat, gabus, dan bulu ayam
Gambar 5 Perkembangan harga bahan pangan hewani di Kota Tangerang selama tahun 2011
Daging sapi, daging ayam, telur ayam dan ikan asin merupakan bahan
pangan hewani yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Kenaikan harga
pangan hewani memiliki dampak yang cukup signifikan karena pangan hewani
dikonsumsi oleh masyarakat pada setiap waktu makan. Daging sapi memiliki
harga tertinggi diantara pangan hewani lainnya. Harga daging sapi secara umum
cenderung meningkat selama tahun 2011 dengan rata-rata kenaikan harga 0.7%
setiap bulannya dan koefisien variasi harga sebesar 3.6%.
Daging ayam broiler merupakan pangan hewani yang sering dikonsumsi
oleh masyarakat karena harga daging ayam broiler tidak setinggi daging sapi
sehingga relatif terjangkau oleh masyarakat. Harga daging ayam broiler cukup
010,00020,00030,00040,00050,00060,00070,00080,000
daging sapi
daging ayam broiler
telur ayam broiler
ikan teri medan
ikan asin
37
stabil dengan koefisien variasi harga 4% dan laju kenaikan harga 0.0%. Selain
daging ayam broiler, konsusmi telur ayam broiler juga cukup tinggi. Telur ayam
broiler lebih sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan telur ayam
kampong karena harga telur ayam broiler yang lebih murah bila dibandingkan
dengan telur ayam kampung. Harga telur ayam broiler pada tahun 2011 cukup
stabil dengan koefisien variasi sebesar 5.5% dengan rata-rata laju pertumbuhan
harga adalah -0.02% per bulan.
Perkembangan harga ikan teri medan dan ikan asin (sepat, gabus, bulu
ayam) di Kota Tangerang mengalami penurunan sepanjang tahun 2011. Secara
umum, rata-rata penurunan harga ikan teri medan dan ikan asin (sepat, gabus,
bulu ayam) masing-masing 1.5% dan 0.2% per bulan. Koefisien variasi harga
ikan asin teri medan sebesar 6,6%, sedangkan koefisien variasi rataan harga
ikan asin sepat, gabus, dan bulu ayam sebesar 1,8%.
Selain bahan pokok dan pangan hewani, perkembangan harga cabe
merah dan kacang kedelai imut mempengaruhi akses pangan bagi masyarakat.
Hal ini dikarenakan cabe merah digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu
dalam masakan dan kacang kedelai merupakan bahan baku pembuatan tahu
serta tempe. Tahu dan tempe merupakan pangan nabati bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Perkembangan harga cabe merah dan kacang kedelai di
Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Bappeda Kota Tangerang (2011)
Keterangan : - November dan Desember angka perkiraan - Kacang kedelai merupakan rataan harga kacang kedelai lokal dan impor - Cabe merah merupakan rataan harga cabe merah biasa dan keriting
Gambar 6 Perkembangan harga cabe merah dan kacang kedelai di Kota Tangerang selama tahun 2011
Cabe merah memiliki rata-rata laju penurunan harga sebesar 7.6% per
bulan dengan standar deviasi Rp 11.377. Fluktuasi harga cabe merah dapat
dilihat dari tingginya nilai koefisien variasi dari cabe merah, yaitu 58%. Fluktuasi
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
kacang kedelai
cabe merah
38
harga cabe merah memiliki dampak pada kegiatan perekonomian, khususnya
pada usaha makanan olahan rumah tangga. Hal ini dikarenakan hampir seluruh
olahan makanan menggunakan cabe merah sebagai bumbu masakan.
Kacang kedelai tidak tersedia di semua pasar sehingga data harga
kedelai menjadi terbatas. Kedelai jenis impor/ekspor tidak terdapat di Pasar
Malabar, sedangkan kedelai lokal hanya terdapat di Pasar Malabar.
Perkembangan harga kacang kedelai relatif stabil pada bulan Januari hingga
Desember. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi (CV) yaitu sebesar
2.6% dengan rata-rata laju petumbuhan harga per bulan mencapai 0.4%.
Kenaikan harga kacang kedelai dapat mengakibatkan konsumsi pangan nabati di
masyarakat menurun. Hal ini dikarenakan kacang kedelai merupakan bahan
baku utama pembuatan tahu dan tempe. Apabila harga kacang kedelai
meningkat, produksi tahu dan tempe menurun sehingga ketersediaan tahu dan
tempe di masyarakat menjadi langka.
Koefisien keragaman atau CV digunakan untuk menggambarkan
stabilitas dari suatu harga pangan. CV harga suatu pangan dapat diperoleh
dengan membagi standar deviasi harga pangan tersebut dengan harga rata-rata
dikali dengan 100. CV beberapa pangan pokok di Kota Tangerang dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Koefisien keragaman (CV) bahan pokok di Kota Tangerang selama tahun 2011
No Jenis pangan Satuan Harga (Rp) Standar Deviasi
CV (%)
1 Susu Bubuk 400 g 26,337 218 1.1 2 Tepung Terigu Segi Tiga Biru Kg 7,061 80 1.1 3 Susu Kental 397 gram 8,324 95 1.3 4 Ikan Asin Kg 42509 772 1.8 5 Minyak Goreng Liter 11,196 287 2.6 6 Kacang Kedelai Kg 7,544 199 2.6 7 Gula Pasir Kg 10,561 341 3.2 8 Daging Sapi Kg 67,235 2,440 3.6 9 Daging Ayam Broiler Kg 26,575 1,068 4.0
10 Beras Kg 7,328 295 4.0 11 Telur Ayam Broiler Kg 14,690 815 5.5 12 Ikan asin Teri Medan Kg 64,415 4,276 6.6 13 Kacang Tanah Kg 16,351 1,089 6.7 14 Jagung Pipilan Kg 8,472 1,175 13.9 15 Kacang Hijau Kg 17,331 2,427 14.0 16 Ketela Pohon Kg 2,503 547 21.9 17 Bawang Putih Kg 18,524 4,720 25.5 18 Bawang Merah Kg 15,231 4,079 26.8 19 Cabe Merah (Kriting & Biasa) Kg 19,610 11,377 58.0
Sumber : Bappeda Kota Tangerang (2011), Diolah
39
Semakin tinggi CV maka harga pangan tersebut fluktuatif dan apabila CV
kecil maka harga pangan tersebut cenderung stabil. Koefisien keragaman (CV)
dari kebutuhan pokok di Kota Tangerang beragam dalam rentang 58.0 hingga
1.1. Bahan pangan yang memiliki CV terbesar atau yang memiliki harga paling
fluktuatif adalah cabe merah (58.0). Selain cabe merah, bahan pangan yang
memiliki CV tinggi atau harga yang fluktuatif adalah bawang merah. Bawang
merah memiliki harga rata-rata Rp 15.231 selama tahun 2011. Harga cabe
merah dan bawang merah memiliki harga yang fluktuatif selama tahun 2011
memiliki beberapa penyebab. Penyebab – penyebab adalah terhambatnya
distribusi dari daerah produksi dan hasil produksi yang mengalami penurunan.
Salah satu faktor yang menyebabkan hasil produksi yang menurun adalah cuaca
yang berubah-ubah dan gangguan hama pada tanaman.
Harga bahan pangan pokok yang bersifat fluktuatif di Kota Tangerang
dapat menyebabkan berbagai dampak pada kehidupan masyarakat. Cabe merah
dan bawang merah yang memiliki harga paling fluktuatif diantara bahan pangan
pokok lainnya tidak menyebabkan dampak yang cukup signifikan di masyarakat.
Hal ini dikarenakan kedua bahan ini merupakan bahan tambahan yang sering
digunakan oleh masyarakat dalam olahan masakan rumah tangga. Bahan
pangan yang kenaikan harganya menyebabkan dampak yang signifikan bagi
masyarakat adalah beras. Hal ini dikarenakan beras merupakan bahan pangan
pokok bagi masyarakat Indonesia. Kenaikan harga beras dapat menyebabkan
ketahanan pangan rumah tangga melemah.
Bahan pangan yang memiliki CV terendah adalah tepung terigu dan susu
bubuk(1.1). Hal ini dikarenakan karena tepung terigu dan susu bubuk merupakan
hasil produksi industri sehingga harganya relatif stabil. Bahan pangan non
industri yang memiliki CV terendah adalah ikan asin (1.8). Ikan asin (bulu ayam,
sepat dan gabus) memiliki harga yang cukup stabil dikarenakan ikan asin
termasuk bahan yang dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Selain itu,
ikan asin dapat diperoleh dengan relatif mudah karena terdapat di seluruh pasar
di Kota Tangerang.
Penganekaragaman dan Keamanan pangan
Penganekaragaman dan keamanan pangan diketahui dari data konsumsi
pangan dan data keamanan pangan di Kota Tangerang. Data konsumsi pangan
diperoleh dari data SUSENAS Kota Tangerang dan diukur dengan Pola Pangan
Harapan (PPH). PPH merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang
40
dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, PPH digunakan untuk
mengukur keseimbangan dan keanekaragaman pangan. Skor PPH dapat
mencerminkan mutu konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan.
Tabel 9 menyajikan skor PPH berdasarkan konsumsi Kota Tangerang pada
tahun 2011.
Tabel 9 Skor PPH berdasarkan konsumsi Kota Tangerang tahun 2011
No Kelompok Pangan Standar (PPH Ideal) Aktual (Tahun 2011)
Kkal % AKE Skor PPH Kkal %
AKE Skor PPH
1. Padi-padian 1000 50 25 1121 56,0 25,0
2. Umbi-umbian 120 6 3 17 0,8 0,4
3. Pangan Hewani 240 12 24 229 11,5 22,9
4. Minyak&Lemak 200 10 5 215 10,7 5,0
5. Buah/Biji Berminyak 60 3 1 9 0,4 0,2
6. Kacang-kacangan 100 5 10 56 2,8 5,6
7. Gula 100 5 3 55 2,7 1,4
8. Sayur dan Buah 120 6 30 67 3,4 16,8
9. Lain-lain 60 3 - 53 2,6 0,0
Total 2000 100 100 1822 91,0 77,3
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2011)
Berdasarkan tabel 9, skor PPH Kota Tangerang pada tahun 2011 sebesar
77.3 dari 100. Hal ini berarti konsumsi pangan masyarakat Kota Tangerang pada
tahun 2011 belum memiliki mutu yang baik karena masih belum seimbang. Skor
PPH nasional pada tahun 2011 sebesar 77.5. Bila dibandingkan dengan skor
PPH nasional, skor PPH Kota Tangerang sudah hampir menyamai skor PPH
nasional, yaitu 77.9. Penganekaragaman pangan merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan pengembangan gizi yang lebih mencukupi pada tingkat
daerah pedesaan, regional maupun nasional. Penganekaragaman dapat
dilakukan dengan penerapan kebijakan “one day no rice” atau penyediaan bahan
pangan berupa umbi-umbian yang lebih beragam.
Berdasarkan kelompok bahan makanan kontribusi energi paling banyak
diperoleh dari kelompok padi-padian, sedangkan dari kelompok umbi-umbian
hanya memenuhi 13.3% dari standar PPH ideal. Bahan pangan yang telah
memenuhi skor PPH ideal adalah kelompok pangan padi-padian serta minyak
dan lemak, sedangkan kelompok pangan hewani, buah/biji berminyak, kacang-
kacangan, gula serta sayur dan buah masih belum memenuhi skor PPH standar.
Kelompok pangan hewani hanya memenuhi 95.4% standar ideal, buah/biji
berminyak memenuhi 20% standar ideal, kacang-kacangan memenuhi 56%
standar ideal, gula memenuhi 46.7% standar ideal serta sayur dan buah hanya
memenuhi 56% dari standar skor PPH.
41
Berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE), kelompok pangan yang
telah memenuhi AKE (2000 Kkal) adalah kelompok padi-padian (56% AKE) serta
minyak dan lemak (10.7%). Kelompok pangan lainnya belum dapat memenuhi
persentase AKE ideal, yaitu umbi-umbian hanya memenuhi 0.8% AKE, buah/biji
berminyak memenuhi 0.4% AKE. Sedangkan kelompok pangan yang hampir
memenuhi AKE standar adalah kelompok pangan hewani memenuhi 11.5% dari
AKE, kacang-kacangan memenuhi 2.8% AKE, gula memenuhi 2.7% AKE, sayur
dan buah hanya memenuhi 3.4% AKE dan lain-lain hanya memenuhi 2.6% dari
standar AKE. Hal ini disebabkan konsumsi masyarakat Kota Tangerang yang
masih belum seimbang antara kelompok pangan. Berdasarkan angka kebutuhan
karbohidrat, angka kebutuhan karbohidrat standar adalah 50%-60%. Kebutuhan
karbohidrat Kota Tangerang telah memenuhi kebutuhan karbohidrat, yaitu 56%
berasal dari kelompok pangan padi-padian.
Berdasarkan skor PPH, konsumsi umbi – umbian, kacang – kacangan
serta sayur dan buah harus lebih ditingkatkan. Kondisi ini tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat Kota Tangerang yang sebagian besar merupakan golongan
penduduk menengah. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk miskin di Kota
Tangerang selama tahun 2011 sebanyak 6.88% dan dibandingkan dengan
jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten sebanyak 6.32% dan nasional
sebanyak 12.49%. Konsumsi masyarakat yang masih kurang pada kelompok
pangan sayur dan buah dapat dikarenakan masyarakat masih enggan
mengkonsumsi sayur dan buah karena malas atau lebih memilih konsumsi fast
food. Selain itu, konsumsi umbi-umbian yang cukup rendah dapat pula
dikarenakan masyarakat belum mengetahui cara pengolahan umbi-umbian yang
bervariasi sehingga enggan untuk mengkonsumsinya. Masalah-masalah
distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh terhadap harga dan daya beli
rumah tangga serta masih tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya tingkat
pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat berpengaruh kepada konsumsi dan
kecukupan pangan dan gizi rumah tangga (DKP 2009a).
Isu tentang keamanan pangan merupakan masalah penting karena
diperkirakan lebih dari 90% masalah kesehatan manusia terkait dengan
makanan. Berdasarkan data WHO tahun 2000 diketahui penyakit karena pangan
(foodborne disease) merupakan penyebab 70% dari sekitar 1,5 milyar kejadian
penyakit diare, dan setiap tahunnya menyebabkan 3 juta kematian anak berusia
di bawah 5 tahun (Bappenas 2007). Parameter utama yang paling mudah dilihat
42
untuk menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah
kasus keracunan yang terjadi akibat pangan (Bappenas 2007). Aspek keamanan
pangan menjadi salah satu terpenting dalam ketahanan pangan, dimana pangan
tidak hanya tersedia dalam jumlah yang cukup, tetapi juga dalam kondisi yang
aman untuk dikonsumsi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, keamanan pangan didefinisikan
sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Berikut hasil uji operasi
pasar keamanan pangan Kota Tangerang yang dilakukan pada tanggal 25
hingga 27 Juli tahun 2011 disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil uji operasi pasar keamanan pangan di pasar tradisional dan modern Kota Tangerang
Jenis Sampel Jumlah Sampel
Hasil Uji (+) Jumlah Sampel
Formalin Rhodamin B Boraks Residu
Logam (Pb) MS* TMS**
Tahu 8 4 - - 4 4 Kerupuk 5 3 - 1 2 3 Mie 4 2 1 2 2 Otak-Otak Ikan 4 - - 4 0 Bakso 5 - - 5 0 Teri Medan 1 - 1 0 Kerang Hijau 1 - 1 0 Kikil 1 - - 1 0 Berondong Beras
1 1 1 0 1
Total 30 6 4 1 2 20 10
Sumber : Operasi pasar keamanan pangan di pasar tradisional dan pasar modern (Dinas Indagkop, Dinkes dan Dinas Pertanian) (2011)
Keterangan : MS* : Memenuhi Syarat TMS** : Tidak Memenuhi Syarat
Berdasarkan hasil operasi pasar yang dilakukan oleh Dinas Indagkop;
Dinkes; dan Dinas Pertanian, masih banyak bahan kimia berbahaya yang
digunakan dalam bahan pangan. B ahan kimia tersebut antara lain boraks,
rhodamin B dan formalin. Penggunaan bahan kimia tersebut dimaksudkan agar
bahan makanan menjadi lebih tahan lama dan menarik perhatian konsumen.
Penggunaan bahan kimia berbahaya paling banyak ditemukan dalam tahu,
kerupuk dan mie. Penggunaan boraks, formalin dan rhodamin B menyebabkan
berbagai penyakit bagi kesehatan bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang
lama. Konsumsi boraks terus menerus dalam jangka lama dapat menyebabkan
akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Boraks yang
digunakan dengan jumlah banyak dalam bahan makanan dapat menyebabkan
demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat,
43
menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal,
pingsan, hingga kematian (Handayani 2012). Apabila formalin dikonsumsi dalam
jangka waktu pendek dapat menyebabkan gangguan pernapasan, batuk dan jika
terhirup akan terjadi iritasi dan rasa terbakar pada organ penciuman serta
tenggorokan. Jika tertelan, formalin akan menyebabkan mulut, tenggorokan, dan
perut akan terasa terbakar, sakit ketika menelan, mual, muntah, diare,
kemungkinan terjadi perdarahan, dan sakit perut yang hebat. Konsumsi formalin
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak,
limpa, pankreas, ginjal, serta sistem susunan saraf pusat. Rhodamin B dapat
menyebabkan ganguan fungsi hati atau kanker hati, dapat menumpuk dilemak
sehingga jumlahnya akan terus bertambah dan dapat memicu kanker jika
dikonsumsi terus menerus (Anafarma 2012).
Jenis sampel yang paling banyak diuji adalah tahu, yaitu 8 sampel. Hasil
uji menunjukkan 50% dari sampel tahu tergolong tidak memenuhi syarat.
Sebanyak 4 dari 8 sampel tahu yang diuji terbukti positif mengandung Formalin.
Sampel tahu yang terbukti positif Formalin berasal dari pasar tradisional, yaitu
Pasar Ciledug dan Pasar Malabar. Sebagian dari sampel kerupuk dan mie yang
diuji terbukti tidak memenuhi syarat. Berikut hasil uji menunjukkan 60% dari
sampel kerupuk dan 50% dari sampel mie tergolong tidak memenuhi syarat.
Sebanyak 3 dari 5 sampel kerupuk yang diuji terbukti positif mengandung
Rodamin B, sedangkan sebanyak 2 dari 4 sampel mie yang diuji terbukti
mengandung Formalin. Seperti halnya sampel tahu, sampel kerupuk dan mie
yang tidak memenuhi syarat berasal dari pasar tradisional.
Hasil berbeda didapatkan dari uji keamanan pangan yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang. Hal ini dapat dikarenakan sampel
yang diuji merupakan sampel yang berbeda jenis dan tempat pengujian. Hasil
operasi keamanan pangan Kota Tangerang yang dilakukan terhadap beberapa
sampel kelompok makanan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil uji keamanan pangan di Kota Tangerang selama tahun 2011
No Kelompok sampel Jumlah Hasil uji
Target Realisasi Sampel aman Persentase
1 Jajanan Sekolah 336 336 324 96.4 2 Bahan Makanan/ pangan segar - - - - 3 Hasil Olahan rumah tangga 137 137 130 94.9 4 Hasil produk UMKM - - - -
Total 473 473 454 96.0 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang (2011)
44
Target sampel bahan pangan yang diuji sebanyak 473 sampel dan
berhasil dilakukan pengujian terhadap seluruh target. Setelah dilakukan uji
terhadap sampel, sampel yang aman untuk dikonsumsi sebanyak 454 sampel.
Kategori sampel aman adalah sampel yang tidak kadaluarsa dan tidak
mengandung bahan kimia berbahaya. Persentase sampel aman untuk
dikonsumsi berdasarkan hasil survey Dinkes adalah 96%. Perbedaan hasil uji
keamanan pangan antara yang dilakukan oleh dinas kesehatan dan dinas
Indagkop; kesehatan dan pertanian dikarenakan sampel yang diuji berbeda, baik
jenis sampel maupun lokasi pengambilan sampel. Selain itu, sampel yang
diambil oleh DInkes terdiri dari beberapa kelompok sampel yang berbeda.
Berdasarkan data BPOM RI, keracunan bahan makanan selama tahun
2011 terjadi sebanyak 128 kasus di seluruh Indonesia dan 4 kasus terjadi di
Provinsi Banten. Pangan yang paling banyak menyebabkan kasus keracunan
secara nasional pada tahun 2011 adalah masakan rumah tangga (58 kasus),
pangan jasa boga (30 kasus), pangan jajanan(16 kasus) dan pangan olahan (16
kasus). Bila dibandingkan dengan hasil uji operasi pasar di Kota Tangerang,
bahan makanan yang banyak diuji adalah bahan pangan yang sering diolah
dalam masakan rumah tangga. Berdasarkan hal ini, hasil uji dinas kesehatan dan
hasil survey yang dilakukan oleh BPOM RI tidak memiliki hasil yang jauh
berbeda, yaitu bahan makanan yang dikelola di rumah tangga paling banyak
terbukti terkandung bahan pangan yang tidak aman.
Penanganan Daerah Rawan Pangan
Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang
dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk
memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan
masyarakat. Penduduk dikatakan rawan konsumsi energi apabila rataan
konsumsi energinya kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup
aktif dan sehat (DKP 2009a). Kerawanan pangan dan kelaparan sering terjadi
pada petani skala kecil, nelayan, dan masyarakat sekitar hutan yang
menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam yang miskin dan
terdegradasi. Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat
yang ditentukan tingkat pendapatannya. Rendahnya tingkat pendapatan
memperburuk konsumsi energi dan protein (DKP 2006). Kerawanan pangan
dapat diketahui melalui beberapa metode pendekatan, yaitu metode konsumsi
pangan rumah tangga, metode pendekatan
Gizi (SKPG) dan metode
Salah satu indikator pada
yang dapat dilihat dari status kesehatan. S
dapat diketahui dengan prevalensi
dengan status gizi kurang di Kota Tangerang dapat dilihat pada
Sumber : Dinas Kesehatan Kota TangerangGambar 7 Prevalensi
2011
Balita di Kota Tangerang berjumlah 86.084 jiwa dengan
sebanyak 1.503 jiwa.
Kecamatan Karawaci (137 jiwa
Jatiuwung (4%). Prevalensi balita dengan
tahun 2011 sebanyak 12.6%.
Penanganan kerawa
beberapa indikator dan penyusunan indeks
pada masing-masing indikator. Data
kecamatan di Kota Tangerang
Tabel 12
No Kecamatan Ketersediaan
1 Ciledug 878,62 Larangan 0
3 Karang Tengah 152,4
4 Cipondoh 160,85 Pinang 51,7 6 Tangerang 0 7 Karawaci 0 8 Jati Uwung 1265,69 Cibodas 0
10 Periuk 31,6 11 Batu Ceper 74,9 12 Neglasari 5,0 13 Benda 6,9
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik
8%
8%
9%
pangan rumah tangga, metode pendekatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan
dan metode Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA)
Salah satu indikator pada pendekatan SKPG adalah indikator kesehatan
yang dapat dilihat dari status kesehatan. Status kesehatan Kota Tangerang
diketahui dengan prevalensi gizi kurang pada balita. Prevalensi b
kurang di Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar
Dinas Kesehatan Kota Tangerang (2011) revalensi balita dengan status gizi buruk di Kota Tangerang tahun
alita di Kota Tangerang berjumlah 86.084 jiwa dengan
1.503 jiwa. Kecamatan dengan balita gizi buruk terbanyak terdapat di
Kecamatan Karawaci (137 jiwa / 12%) dan paling sedikit terdapat di Kecamatan
Prevalensi balita dengan gizi kurang di Kota Tangerang selama
tahun 2011 sebanyak 12.6%.
Penanganan kerawanan pangan dengan pendekatan FSVA dilihat melalui
beberapa indikator dan penyusunan indeks komposit tingkat ketahanan pangan
masing indikator. Data masing – masing indikator
kecamatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 12.
12 Data FSVA Kota Tangerang pada tahun 2011Keterse-
diaan Miskin Ja-lan Listrik
Harapan
Hidup
Under-weight
Buta huruf
878,6 3,5 0 0,0 72,1 12.0 1,4 2,5 0 0,0 72,8 9,9 1,2
4 3,6 0 0,0 71,4 16,4 2,1 160,8 3.7 0 0,0 71,9 11,8 2,7
6,6 0 0,1 73,4 13,1 6,1 5,3 0 0,0 73,9 17,3 2,1 7,2 0 0,1 70,7 11,9 1,0
1265,6 4,7 0 0,0 72,9 3,1 1,0 5.0 0 0,0 71,4 15,7 1,4
5,9 0 0,0 67,9 11,8 1,4 6,7 0 0,0 72,1 11,0 2,1 20,0 0 0,1 69,3 15,6 7,6 13,4 0 0,1 72,2 20,3 4,4
Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012c)
6%5%
10%
8%
7%
11%6%
4%
6%
9%12%
Ciledug
Larangan
Karangtengah
Cipondoh
Pinang
Tangerang
Karawaci
Jatiuwung
45
Sistem Kewaspadaan Pangan dan
FSVA).
adalah indikator kesehatan
Kota Tangerang
Prevalensi balita
Gambar 7.
di Kota Tangerang tahun
alita di Kota Tangerang berjumlah 86.084 jiwa dengan balita gizi buruk
buruk terbanyak terdapat di
) dan paling sedikit terdapat di Kecamatan
kurang di Kota Tangerang selama
endekatan FSVA dilihat melalui
tingkat ketahanan pangan
tor FSVA pada tiap
Data FSVA Kota Tangerang pada tahun 2011 Air
bersih
Sarana kesehata
n 23,7 0 18,4 0
21,6 0 12,6 0 22.0 0 18,4 0 13,0 0 8,7 0 13,6 0 10,2 0 5,1 0 17,1 0 5,4 0
Ciledug
Larangan
Karangtengah
Cipondoh
Pinang
Tangerang
Karawaci
Jatiuwung
46
Berdasarkan data FSVA, indikator yang telah memenuhi kriteria pada
seluruh kecamatan di Kota Tangerang adalah indikator sarana kesehatan dan
akses jalan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sarana kesehatan dan akses
jalan di seluruh kecamatan di Kota Tangerang telah memenuhi persyaratan
daerah tahan pangan. Sarana kesehatan seperti puskesmas dan tersedianya
tenaga kesehatan. Akses jalan yang dilihat adalah sarana dan prasarana
transportasi menuju daerah tersebut.
Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Kota Tangerang
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi
dalam negeri dan/atau sumber lain. Ketersediaan pangan per kapita digunakan
untuk melihat peluang masyarakat memperoleh pangan. Ketersediaan energi
dan protein pangan per kapita dapat diperoleh dengan ketersediaan pangan per
kapita per hari dibagi 100 kemudian dikali dengan kandungan energi atau protein
dan dikali dengan berat bahan dapat dimakan (BDD). Tingkat ketersediaan
energi dan protein Kota Tangerang pada tahun 2011 telah memenuhi sebesar
97.7% dan 122.6% dari ketersediaan energi yang dianjurkan dalam Widyakarya
Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004, dalam satuan rata-rata per kapita per
hari untuk energi sebesar 2.200 kkal dan protein 57 gram.
Dalam Permentan 2010, setiap Kabupaten/Kota minimal memiliki 100 ton
ekuivalen cadangan pangan untuk memenuhi kebutuhan daerah. Cadangan
pangan suatu daerah dapat dihitung dengan membagi jumlah cadangan pangan
kota/kabupaten dengan 100 lalu dikali 100%. Kota Tangerang belum memiliki
cadangan pangan kota. Cadangan pangan daerah adalah cadangan pangan
dimiliki dan dikelola oleh Pemda Kota Tangerang, bukan yang dikelola oleh
Perum BULOG. Kota Tangerang sedang merencanakan pembangunan pasar
induk beras ataupun bekerja sama dengan masyarakat untuk memenuhi
ketentuan minimum cadangan pangan daerah.
Distribusi dan Akses Pangan
Informasi harga, pasokan dan akses pangan dapat diperoleh dari
ketersediaan informasi menurut harga, komoditas dan akses, serta realisasi dan
target banyaknya informasi yang dikumpulkan berdasarkan komoditas, lokasi dan
waktu. Target pencapaian informasi (K) nilai harga di Kota Tangerang mencapai
90%. Ketersediaan informasi besarnya pasokan pangan di Kota Tangerang
100% karena data pasokan dapat diperoleh dari NBM Kota Tangerang. Nilai
47
ketersediaan informasi akses pangan di Kota Tangerang adalah 100%. Hal ini
dikarenakan ketersediaan informasi akses pangan di Kota Tangerang dapat
diperoleh dari peta jalan Kota Tangerang. Hal ini berarti nilai ketersediaan
informasi harga, pasokan dan akses pangan di Kota Tangerang adalah 100%
selama tahun 2011.
Stabilitas harga dan pasokan pangan dapat dikatakan stabil jika gejolak
harga yang terjadi di suatu wilayah kurang dari 25% dari kondisi harga normal
dan pasokan dikatakan stabil bila penurunan pasokan pangan disuatu wilayah
berkisar antara 5-40%. Stabilitas harga dan pasokan dapat digambarkan dengan
koefisien keragaman (CV) dari pangan. Koefisien keragaman dapat diperoleh
dengan membagi standar deviasi harga pangan dengan harga rata-rata pangan
lalu dikali 100. Koefisien keragaman target untuk stabilitas harga dan pasokan
adalah 25%. Stabilitas harga pangan di Kota Tangerang selama tahun 2011
adalah 85.7%, sedangkan stabilitas pasokan belum dapat diketahui dikarenakan
data yang diperlukan belum diperoleh. Stabilitas harga pangan di Kota
Tangerang dapat dikatakan belum stabil karena masih belum memenuhi target
pada tahun 2015.
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Konsumsi masyarakat Kota Tangerang selama tahun 2011 dapat
digunakan untuk melihat keanekaragaman bahan pangan yang dikonsumsi.
Konsumsi dapat diketahui melalui data SUSENAS Kota Tangerang 2011.
Keanekaragaman konsumsi masyarakat Kota Tangerang dihitung menggunakan
skor pola pangan harapan (PPH). Skor PPH dapat diperoleh dengan mengalikan
persentase angka kecukupan gizi (AKG) kelompok pangan dengan bobot
masing-masing kelompok pangan. Persentase AKG kelompok pangan dapat
diperoleh dengan membagi energi masing-masing komoditas atau kelompok
pangan dengan AKG lalu dikali dengan 100. Jika hasil perkalian antara
persentase AKG dikali dengan bobot lebih besar dari skor maksimum, maka skor
yang digunakan adalah skor maksimum, sedangkan bila hasil perkalian
persentase AKG dikali dengan bobot lebih kecil dari skor maksimal, maka skor
yang digunakan adalah hasil perkalian (Kementan 2010). Skor PPH Kota
Tangerang pada tahun 2011 sebesar 77.3 dari 100. Hal ini berarti konsumsi
pangan masyarakat Kota Tangerang pada tahun 2011 belum memiliki mutu yang
baik karena masih belum beragam dan seimbang antara kelompok pangan.
48
Konsumsi masyarakat Kota Tangerang terhadap buah dan sayur masih rendah
yang dapat dilihat dari skor PPH yang masih tergolong rendah.
Data keamanan pangan diperoleh dari data pengawasan mutu dan
keamanan pangan dan kasus keracunan makanan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang. Persentase pangan yang aman untuk dikonsumsi di
Kota Tangerang dapat diperoleh dengan membagi jumlah pangan yang aman
untuk dikonsumsi dengan jumlah total sampel yang diambil untuk diuji lalu dikali
100%. Dari 473 sampel pangan yang diuji keamanan pangan oleh dinas
kesehatan, sebanyak 454 sampel atau sebanyak 96.0% merupakan bahan
pangan aman untuk dikonsumsi.
Penanganan Kerawanan Pangan
Penanganan kerawanan pangan dapat dilakukan dengan menentukan
prioritas daerah rawan pangan melalui pendekatan FSVA. Penanganan
kerawanan pangan dengan pendekatan FSVA dapat diketahui melalui indeks
komposit beberapa indikator dalam FSVA. Berdasarkan data FSVA yang telah
diperoleh, indeks komposit indikator FSVA dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Indeks komposit FSVA Kota Tangerang selama tahun 2011 No Kecamatan IAV IBPL IROAD IELEC ILIT ILEX INUT IWATER IHEALTH IFI R_IFI 1 Ciledug 0.69 0.06 0.00 0.08 0.06 0.29 0.51 1.00 0.00 0.30 4 2 Larangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.17 0.40 0.72 0.00 0.15 5
3 Karang Tengah
0.12 0.07 0.00 0.00 0.16 0.42 0.77 0.88 0.00 0.27 5
4 Cipondoh 0.13 0.07 0.00 0.00 0.19 0.33 0.50 0.40 0.00 0.18 5 5 Pinang 0.04 0.24 0.00 0.75 0.77 0.07 0.58 0.91 0.00 0.37 4 6 Tangerang 0.00 0.16 0.00 0.17 0.17 0.00 0.82 0.71 0.00 0.23 4 7 Karawaci 0.00 0.27 0.00 0.58 0.00 0.53 0.51 0.43 0.00 0.26 5 8 Jati Uwung 1.00 0.13 0.00 0.08 0.00 0.16 0.00 0.20 0.00 0.17 5 9 Cibodas 0.00 0.14 0.00 0.17 0.06 0.42 0.73 0.46 0.00 0.22 5
10 Periuk 0.03 0.20 0.00 0.00 0.06 1.00 0.51 0.28 0.00 0.23 6 11 Batu Ceper 0.06 0.24 0.00 0.08 0.17 0.30 0.46 0.00 0.00 0.15 5 12 Neglasari 0.00 1.00 0.00 1.00 1.00 0.76 0.73 0.65 0.00 0.57 3 13 Benda 0.01 0.62 0.00 0.50 0.51 0.28 1.00 0.02 0.00 0.33 4
Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012c)
Nilai indeks komposit suatu daerah diperoleh dari nilai indeks komposit
sembilan indikator FSVA (IFI). Nilai ”IFI” berkisar antara 0 – 1. Jika nilai ”IFI”
sama dengan 0, maka menunjukkan daerah tersebut tahan pangan. Sebaliknya,
apabila nilai ”IFI” sama dengan 1 maka daerah tersebut masuk kategori rawan
pangan (DKP 2009b). Berdasarkan indeks indikator FSVA, Kota Tangerang tidak
memiliki kecamatan dengan prioritas 1 dan prioritas 2 dalam penanganan
kerawanan pangan. Daerah yang menjadi prioritas ke 3 adalah kecamatan
Neglasari. Kecamatan Neglasari menjadi prioritas ke 3 karena beberapa alasan,
yaitu prevalensi underweight pada balita tinggi, persentase penduduk dibawah
49
garis kemiskinan nasional tinggi, rumah tangga tanpa akses air bersih tinggi,
rasio konsumsi normatif per kapita terhadap produksi rendah dan rumah tangga
tanpa akses listrik tinggi.
Capaian Standar Pelayanan Minimum bidang Ketahanan Pangan dan Gizi
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal, yang kualitas
pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan ketahanan pangan yang
diselenggarakan oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sesuai Permentan
tahun 2010, standar pelayanan minimum (SPM) bidang ketahanan pangan
memiliki target capaian indikator pada tahun 2015. Target capaian indikator
tersebut disesuaikan dengan target MDGs (Millenium Development Goals) 2015.
Target dan capaian SPM bidang ketahanan pangan Kota Tangerang disajikan
pada Tabel 14.
Tabel 14 Tingkat pencapaian SPM Kota Tangerang tahun 2011
No Indikator SPM Bidang Ketahanan Pangan Acuan baku Target Indikator
Tahun 2015 (%)
Tingkat pencapaian Indikator Tahun
2011 (%) 1 Ketersediaan Energi dan
Protein per kapita
WNPG (energi 2200 kkal dan protein 57 g)
90 Energi : 97.7 Protein : 122.6
2 Penguatan cadangan pangan 100 ton 60 -
3 Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah
100% 90 100
4 Stabilitas harga dan pasokan pangan 100% 90 85.7
5 Pencapaian skor PPH 100 90 77.3 6 Pengawasan dan pembinaan
keamanan pangan 100% 80 96.0
7 Penanganan daerah rawan pangan 100% 60 92.3
Berdasarkan data yang tersedia, tingkat pencapaian SPM Kota
Tangerang selama tahun 2011 belum mencapai target tahun 2015. Selama tahun
2011, indikator SPM bidang ketahanan pangan di Kota Tangerang yang telah
mencapai target pada tahun 2015 adalah indikator ketersediaan energi dan
protein per kapita, ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di
daerah, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan serta penanganan
daerah rawan pangan. Indikator yang belum mencapai target adalah penguatan
cadangan pangan, stabilitas harga pangan dan pencapaian skor PPH.
Penguatan cadangan pangan di Kota Tangerang belum mencapai target
yang ditentukan pada tahun 2015. Kota Tangerang belum memiliki cadangan
50
pangan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan Kota
Tangerang sedang merencanakan pembangunan pasar induk beras atau gudang
logistik untuk menampung cadangan pangan daerah. Selain merencanakan
membangun pasar induk atau gudang logistik, pemerintah Kota Tangerang
merencanakan untuk bekerja sama dengan masyarakat untuk membangun
lumbung pangan di masyarakat sehingga cadangan pangan daerah Kota
Tangerang dapat dimiliki dan memenuhi target.
Stabilitas harga pangan di Kota Tangerang belum mencapai target pada
tahun 2015. Hal ini dikarenakan harga beberapa bahan pangan di Kota
Tangerang selama tahun 2011 relatif belum stabil. Harga pangan yang tidak
stabil dapat disebabkan karena ketersediaan pangan yang terbatas di
masyarakat. Keterbatasan ketersediaan pangan dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu produksi pangan yang rendah dan distribusi pangan yang
terhambat. Produksi pangan yang rendah disebabkan oleh cuaca yang tidak
mendukung dan serangan hama pada tanaman. Distribusi pangan terhambat
dapat dikarenakan akses jalan yang terhambat dan cuaca yang tidak
mendukung.
Target pencapaian skor PPH pada tahun 2015 adalah 90%, namun Kota
Tangerang belum dapat mencapai target tersebut. Skor PPH belum mencapai
target dikarenakan konsumsi masyarakat yang belum beragam dan berimbang.
Peningkatan skor PPH dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan sehingga skor PPH kelompok
pangan umbi-umbian dapat meningkat. Konsumsi masyarakat masih didominasi
oleh pangan padi-padian dan kurang mengkonsumsi sayur dan buah. Kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi pangan hewani serta sayur dan buah harus
ditingkatkan. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan
yang beragam dan berimbang dapat meningkatkan skor PPH sehingga dapat
mencapai target tahun 2015.
51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun
2011 secara kuantitas sudah mencukupi angka rekomendasi hasil Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004. Namun, Kota Tangerang belum
memiliki cadangan pangan daerah, melainkan sudah memiliki stok beras yang
dikelola oleh Perum BULOG Sub Divre Tangerang. Nilai ketersediaan informasi
harga, pasokan dan akses pangan di Kota Tangerang sudah baik. Stabilitas
harga pangan di Kota Tangerang sudah hampir mendekati namun belum
memenuhi target tahun 2015 sesuai dengan Permentan 2010.
Konsumsi masyarakat Kota Tangerang pada tahun 2011 belum beragam
memiliki mutu yang baik karena belum mencapai skor PPH standar, yang
mengartikan bahwa konsumsi masyarakat belum beragam dan seimbang.
Kerawanan pangan Kota Tangerang telah dianalisis berdasarkanprioritas daerah
rawan pangan dan Kota Tangerang tidak memiliki kecamatan dengan prioritas 1
dan 2. Namun, Kota Tangerang belum memiliki rencana penanganan daerah
yang termasuk prioritas rawan pangan.
Dari tujuh indikator pelayanan dasar yang digunakan dalam Standar
Pelayanan Minimum (SPM) bidang ketahanan pangan dan gizi, tiga indikator
belum mencapai target tahun 2015 yang telah ditetapkan dalam Permentan
2010. Berdasarkan tujuh indikator yang digunakan,indikator yang telah mencapai
target pada tahun 2015 adalah indikator ketersediaan energi dan protein per
kapita; ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah;
pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan kerawanan
pangan. Indikator yang belum tercapai dikarenakan ketersediaan pangan yang
terbatas, konsumsi masyarakat yang belum beragam dan berimbang.
52
Saran
1. Perlu kerjasama pemerintah Kota Tangerang dengan instansi terkait dan
swasta dalam merealisasikan cadangan pangan daerah.
2. Pengujian sampel keamanan pangan antar instansi sebaiknya dilakukan
secara bersama dan menguji sampel yang sama sehingga tidak terjadi
inkronisasi informasi.
3. Daerah yang termasuk kedalam daerah rawan pangan hendaknya mendapat
perhatian lebih dari pemerintah Kota Tangerang dan daerah yang telah tahan
pangan tetap mendapat perhatian
4. Indikator – indikator yang belum mencapai target (penguatan cadangan
pangan, stabilisasi harga pangan dan pencapaian skor PPH) sebaiknya
menjadi prioritas sasaran kebijakan pemerintah dan instansi terkait agar dapat
mencapai target tahun 2015.
53
DAFTAR PUSTAKA
Anafarma. 2012. Bahaya rhodamin B. http://www.univrab.ac.id/artikel [29 November 2012].
Anonim. 2012. Bahaya formalin bagi kesehatan. http://koran-jakarta.com/artikel [29 November 2012].
Anwar F. 2006. Keamanan pangan. Makalah dalam Pengantar Pangan dan Gizi: Jakarta: Penebar Swadaya.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. 2007. Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI.
. 2008a. Kebijakan dan Peta Jalan (Roadmap) Pembangunan Pertanian dalam Rangka Ketahanan dan Swasembada Pangan. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI.
. 2008b. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI.
. 2010. Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI.
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2012. Laporan Perkembangan Harga Bahan Makanan Kota Tangerang tahun 2011. Tangerang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang.
[BBKP] Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2003. Evaluasi Pemantapan Ketahanan Pangan 2000-2003. Jakarta: Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI.
[BKKBN]. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1996. Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Badan Pusat Statistik RI.
. 2005. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2005. Jakarta: Badan Pusat Statistik RI.
. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik RI.
[BULOG] Badan Urusan Logistik. 2010. Alur cadangan beras pemerintah. http://bulog.co.id. [21 november 2012].
[Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Tangerang. 2011a. Data kesehatan balita. Tangerang: Dinas Kesehatan.
. 2011b. Data keamanan pangan Kota Tangerang. Tangerang: Dinas Kesehatan
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Direkorat Gizi Masyarakat.
[DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
54
_______. 2009a. Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
_______. 2009b. Panduan Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
_______. 2011. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
[FAO] Food and Agriculture Organiation. 1996. World Food Summit, 13-17 November 1996. Volume 1, 2 dan 3. Rome: FAO.
_______. 2006a. Right to Food Indikator Description. Rome: FAO.
_______. 2006b. Policy Brief of Food Security. 2 Juni 2006. Netherlands: FAO.
Hanani N. 2007. Ketahanan pangan dan pertanian kota. http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/ 2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pdf [20 Februari 2012].
Hanani N. 2009.Pengertian ketahanan pangan. http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/ 2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pdf [15 September 2012].
Handayani. 2012. Bahaya boraks dan bleng. http:// anitanet.staff.ipb.ac.id. [29 November 2012]
Hardinsyah dan Martianto D. 1992. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Kantor Menpora.
Hardinsyah, Baliwati YF, Martianto D, Rachman HS, Widodo A, Subiyakto. 2001. Pengembangan Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan Dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI.
Harper J.L, Brady J.D, Judy A.D. 1989. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Terjemahan dari: Food, Nutrition and Agriculture.
Herawati Tin, Ginting Basita, Asngari Pang, Susanto Djoko, Puspitawati Herien. 2011. Ketahanan pangan keluarga peserta program pemberdayaan masyarakat di Pedesaan. Jurnal Pangan dan Gizi. 6(3): 208–216.
Gross Rainer, Schnoeneberger Hans, Pfeifer Hans, Preuss Hans Joachim. 2000. The feur dimensions of food and nutrition security definitions and concept. Inwent
[Kemenkumham] Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2007. Peraturan Pemerintah. Jakarta: Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jakarta: Peraturan Kementrian Pertanian. Kementrian Pertanian RI.
[Litbag] Kantor Penelitian dan Pengembangan Statistik Kota Tangerang. 2011a. Potensi Kelurahan Kota Tangerang 2011. Tangerang: Kantor Penelitian dan Pengembangan Statistik Kota Tangerang.
2011b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tangerang 2010. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang.
55
. 2012a. Kota Tangerang dalam Angka 2011. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang.
. 2012b. Neraca Bahan Makanan (NBM) Kota Tangerang 2011. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang.
. 2012c. Potensi Kelurahan Kota Tangerang 2011. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang.
. 2012d. Peta ketahanan dan kerentanan pangan (Food Security and Vulnerability Atlas- FSVA) Kota Tangerang. Tangerang: Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan.
Riely Frank, Mock N., Cogill B., Bailey L. and Kenefick E (1999). Food Security Indicator and Framework for Use in Monitoring and Evaluation of Food Aid Program. Washington DC: Food and Nutirion Technical Assistance, Academy for Educational Development.
Suhardjo et al. 1989. Sosio Budaya Gizi, Hidayat Syarif, penelaah. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
_______. 1989. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suryawati C 2005. Memahami kemiskinan secara multidimensional. http://www.jmpk-online.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf. [30 September 2012].
[UNICEF] United Nations Children’s Fund. 1998. The State of World’s Children. New York. UNICEF.
Weingärtner, L. 2004. The Concept of Food and Nutrition Security. International Training Course Food and Nutrition Security Assessment Instruments and Intervention Strategies.
[WHO] World Health Organization. 2013. Food security. http://www.who.int/foodsecurity [20 Februari 2013]
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses jalan Kota Tangerang tahun 2011
i j
Harga Pasokan Lokasi
T R Rj/Tj *100%
T R Rj/Tj
*100% T R
Rj/Tj *100%
Komoditas 9 9 100 9 9 100 9 9 100 Lokasi 3 3 100 3 3 100 3 3 100
Waktu (minggu) 52 52 100 52 52 100 52 52 100 Ki 100 100 100 K 100
Ket : - T = Target, R = Realisasi
- 9 = banyaknya komoditas yang ingin diketahui informasinya - 3 = banyaknya pasar yang ingin diketahui informasi harga dan pasokan - 52 = waktu (dalam minggu) informasi yang diketahui - Ki = nilai capaian ketersersediaan informasi - K = nilai capaian ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan
Sumber : Bappeda Kota Tangerang, diolah, 2011
58
Lampiran 2 Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Tangerang tahun 2011
No Kelompok Kalori Modul Perhari Perkapita/Hari
% % AKG Bobot Skor Aktual
Skor AKG
Skor PPH
Skor Max
1 Padi-Padian 14,491,789,988 2,070,255,713 1,121 61.5 56.0 0.5 30.8 28.0 25.0 25.0
2 Umbi-Umbian 217,059,753 31,008,536 17 0.9 0.8 0.5 0.5 0.4 0.4 2.5
3 Pangan Hewani 2,966,238,710 423,748,387 229 12.6 11.5 2.0 25.2 22.9 22.9 24.0
4 Minyak dan Lemak 2,774,468,361 396,352,623 215 11.8 10.7 0.5 5.9 5.4 5.0 5.0
5 Buah dan Biji Berminyak 112,855,849 16,122,264 9 0.5 0.4 0.5 0.2 0.2 0.2 1.0
6 Kacang-Kacangan 719,459,968 102,779,995 56 3.1 2.8 2.0 6.1 5.6 5.6 10.0
7 Gula 710,691,662 101,527,380 55 3.0 2.7 0.5 1.5 1.4 1.4 2.5
8 Sayur dan Buah 869,649,983 124,235,712 67 3.7 3.4 5.0 18.5 16.8 16.8 30.0
9 Bumbu & Lain-Lain 683,808,479 97,686,926 53 2.9 2.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
TOTAL 23,546,022,752 3,363,717,536 1,821 100.0 91.0
77.3 100.0
Sumber : Kantor Statistik, Neraca Bahan Makanan (NBM) Kota Tangerang (2011)
59
Lampiran 3 Jumlah balita di Kota Tangerang tahun 2011
Kecamatan Jumlah Balita (Jiwa) Jumlah Anak menurut Status Gizi (jiwa)
Buruk % Kurang % Baik % Lebih %
Ciledug 7,852 108 1.4 830 10.6 6,510 82.9 404 5.1 Larangan 7,614 97 1.3 657 8.6 6,420 84.3 440 5.8 Karangtengah 4,501 104 2.3 634 14.1 3,491 77.6 272 6.0 Cipondoh 9,197 171 1.9 912 9.9 7,789 84.7 325 3.5 Pinang 6,915 118 1.7 788 11.4 5,654 81.8 355 5.1 Tangerang 5,242 131 2.5 775 14.8 4,083 77.9 253 4.8 Karawaci 9,135 137 1.5 949 10.4 7,630 83.5 419 4.6 Jatiuwung 6,968 65 0.9 150 2.2 6,684 95.9 69 1.0 Cibodas 7,823 112 1.4 1,113 14.2 6,150 78.6 448 5.7 Periuk 6,675 132 2.0 656 9.8 5,348 80.1 539 8.1 Batu Ceper 5,221 104 2.0 471 9.0 4,526 86.7 120 2.3 Neglasari 4,814 108 2.2 643 13.4 3,983 82.7 80 1.7 Benda 4,127 116 2.8 723 17.5 3,146 76.2 142 3.4
Kota Tangerang 86,084 1,503 1.7 9,301 10.8 71,414 83.0 3,866 4.5
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2011
60
Lampiran 4 Harga bahan makanan di Kota Tangerang tahun 2011
N NAMA BAHAN POKOK DAN JENISNYA
SATUAN
Rata-Rata (Rp) Rata-Rata
Jan Feb Maret April Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov* Des*
1 BERAS
- IR I Kg 7,699 7,617 7,575 7,244 7,000 7,139 7,443 7,767 8,084 7,860 7,882 7,905 7,601
- IR II Kg 7,000 6,995 7,088 6,844 6,600 6,683 6,935 7,233 7,367 7,273 7,307 7,341 7,056
Rata-Rata 7,349 7,306 7,332 7,044 6,800 6,911 7,189 7,500 7,726 7,567 7,594 7,622 7,328
2 GULA PASIR
- Impor Kg 10,968 10,667 10,333 10,500 10,500 10,500 10,387 10,000 10,200 10,000 9,900 9,801 10,313
- lokal Kg 11,312 11,333 11,000 11,000 11,000 10,800 10,677 10,333 11,006 10,500 10,418 10,337 10,810
Rata-Rata 11,140 11,000 10,667 10,750 10,750 10,650 10,532 10,167 10,603 10,250 10,158 10,067 10,561
3 MINYAK GORENG
- Bimoli Liter 11,720 12,196 12,349 12,833 12,640 12,506 12,177 11,333 11,917 12,400 12,487 12,575 12,261
- curah Liter 10,747 11,000 10,656 10,061 10,000 9,956 9,484 9,833 9,978 10,033 9,962 9,890 10,133
Rata-Rata 11,234 11,598 11,503 11,447 11,320 11,231 10,831 10,583 10,947 11,217 11,218 11,219 11,196
4 DAGING
- Sapi Kg 65,538 65,119 65,430 65,167 65,000 65,000 66,022 68,426 70,000 69,867 70,372 70,880 67,235
-Ayam Broiler Kg 27,194 27,071 27,086 26,356 25,882 25,900 27,376 28,130 23,822 26,683 26,693 26,703 26,575 -Ayam Kampung Kg 43,333 43,333 46,774 57,889 52,027 52,722 52,688 57,315 43,500 46,333 47,056 47,790 49,230
5 TELUR -Ayam Broiler Kg 14,371 13,970 14,382 14,900 14,067 14,861 15,978 16,565 14,794 14,133 14,131 14,129 14,690 -Ayam Kampung
Butir 1,504 1,467 1,467 1,467 1,696 1,467 1,467 1,467 1,507 1,467 1,466 1,466 1,492
6 SUSU KENTAL
-Merk Bendera 397 gr 8,433 8,433 8,442 8,484 8,433 8,473 8,490 8,500 8,783 8,600 8,619 8,639 8,528
-Merk Indomilk
397 gr 8,033 8,033 8,094 8,142 8,033 8,033 8,145 8,267 8,340 8,100 8,111 8,123 8,121
Rata-Rata 8,233 8,233 8,268 8,313 8,233 8,253 8,318 8,383 8,562 8,350 8,364 8,379 8,324
7 SUSU BUBUK
-Merk Bendera 400 gr 25,667 25,667 25,710 25,900 25,667 25,944 26,000 26,000 26,000 26,000 26,038 26,075 25,889
-Merk Dancow 400 gr 26,500 26,500 26,522 26,317 26,500 26,917 27,000 27,000 27,000 27,000 27,060 27,120 26,786
Rata-Rata 26,083 26,083 26,116 26,108 26,083 26,431 26,500 26,500 26,500 26,500 26,548 26,596 26,337
8 GARAM - Halus 250 gr 842 850 1,184 1,917 1,000 1,000 1,000 733 - - 762 792 1,008
- Bata Buah 125 125 210 263 125 125 125 125 - - 132 140 150
9 TEPUNG TERIGU
- Segi Tiga Biru Kg 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,039 7,070 7,000 7,067 7,167 7,186 7,205 7,061
10 KACANG KEDELAI - Exs/Import Kg 7,000 7,313 7,565 7,683 7,500 7,461 7,500 7,250 7,042 7,333 7,374 7,416 7,370
61
N NAMA BAHAN POKOK DAN JENISNYA
SATUAN
Rata-Rata (Rp) Rata-Rata
Jan Feb Maret April Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov* Des*
- Lokal Kg 7,839 8,000 8,000 - - - - 8,000 6,967 7,875 7,918 7,961 7,820
Rata-Rata 7,419 7,656 7,782 7,683 7,500 7,461 7,500 7,625 7,004 7,604 7,632 7,660 7,544
11 MIE INSTAN
- Indomie Bks 1,333 1,340 1,376 1,386 1,378 1,367 1,357 1,333 1,303 1,342 1,343 1,344 1,350
12 CABE MERAH - Kriting Kg 50,301 39,583 25,118 17,311 14,398 11,644 9,333 8,611 14,322 19,833 18,783 17,788 20,586
- Biasa Kg 49,882 27,054 17,797 18,278 17,591 14,367 13,194 9,972 13,356 15,650 14,244 12,965 18,696
Rata-Rata 50,091 33,318 21,458 17,794 15,995 13,006 11,263 9,292 13,839 17,742 16,387 15,136 19,610
- Rawit Merah Kg 73,387 87,679 70,527 57,244 34,839 28,567 24,796 17,204 14,800 16,633 14,388 12,446 37,709
- Rawit Hijau Kg - 41,298 24,280 17,644 15,398 13,033 12,613 7,694 12,400 14,783 13,703 12,701 16,868
13 BAWANG MERAH Kg 19,581 22,143 21,634 15,467 14,661 16,328 15,677 12,167 12,200 11,517 10,963 10,436 15,231
14 BAWANG PUTIH Kg 22,882 23,190 23,398 22,422 22,473 21,844 18,882 11,333 12,394 14,950 14,484 14,032 18,524
15 IKAN ASIN - Teri Medan Kg 67,989 68,143 66,785 69,722 66,667 63,889 63,226 66,667 66,000 58,833 57,959 57,098 64,415
- Sepat Kg 39,151 37,262 38,495 43,056 40,000 38,611 38,742 40,000 41,667 39,733 39,860 39,988 39,714
- Gabus Kg 60,914 60,238 60,000 60,000 60,000 60,000 60,118 60,000 58,667 58,167 57,871 57,576 59,463
- Bulu Ayam Kg 30,151 28,119 27,957 28,311 27,333 25,944 24,763 28,000 29,978 29,867 29,888 29,908 28,352 Rata-Rata
43,405 41,873 42,151 43,789 42,444 41,519 41,208 42,667 43,437 42,589 42,514 42,439 42,503
16 KACANG HIJAU Kg 19,086 19,357 19,043 19,100 18,495 18,444 18,602 19,361 15,233 14,167 13,746 13,338 17,331
17 KACANG TANAH Kg 15,161 15,268 16,016 15,822 15,667 16,033 17,032 19,333 16,333 16,333 16,514 16,697 16,351
18 KETELA POHON Kg 2,067 2,067 2,142 2,250 2,067 1,789 2,301 2,667 2,894 3,100 3,263 3,434 2,503
19 JAGUNG PIPILAN Kg 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 8,000 10,000 8,773 9,646 9,960 10,285 8,472
Keterangan : * =merupakan harga perkiraan Sumber : Bappeda Kota Tangerang, diolah, 2011