sk2 a16

35
Blok Mekanisme Pertahan Tubuh Wrap Up: Skenario 2 Kelompok : A-16 Ketua : Febrian Alam Vedaxena 1102014098 Sekretaris : Firdausina Ardian Vega 1102014102 Anggota : Almarchiano Sandi 1102014013 Amirah Dhia Nabila S. 1102014020 Dafi Yulinda 1102014064 Fajar Pambudi 1102014090 Fitri Iriyani 1102014106 Hani Hanifah 1102014119 Afdhalul Mahfud 1102010008 Airiza Aszelea Athira 1102010011 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: amirah-sinum

Post on 05-Jan-2016

241 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

restdftgjhdfuiyof

TRANSCRIPT

Page 1: SK2 A16

Blok Mekanisme Pertahan Tubuh

Wrap Up: Skenario 2

Kelompok : A-16

Ketua : Febrian Alam Vedaxena 1102014098

Sekretaris : Firdausina Ardian Vega 1102014102

Anggota : Almarchiano Sandi 1102014013

Amirah Dhia Nabila S. 1102014020

Dafi Yulinda 1102014064

Fajar Pambudi 1102014090

Fitri Iriyani 1102014106

Hani Hanifah 1102014119

Afdhalul Mahfud 1102010008

Airiza Aszelea Athira 1102010011

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JL. LET. JEND. SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH, JAKARTA PUSAT, 10510

FAKULTAS KEDOKTERAN

Page 2: SK2 A16

REAKSI ALERGI

Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (paracetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatka oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat antihistamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.

2

Page 3: SK2 A16

KATA SULIT

Angioedema : Reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau submucosa (Dorland)

Urtikaria : Reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai dengan gambaran sementara bercak yang agak menonjol, yang lebih merah dan seringkali disertai dengan gatal yang hebat (Dorland)

Hipersensitivitas : Keadaan berubahnya reaktivitas ditandai dengan reaksi tubuh berupa respon imun yang bertambah terhadap sesuatu yang dianggap sebagai benda asing (Dorland)

Alergi : Peningkatan reaktivitas/ sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan sebelumnya (Dorland)

Antihistamin : Agen yang melawan kerja histamine dan digunakan untuk mengobati reaksi alergi & sebagai komponen dalam sediaan obat batuk dan influenza (Dorland)

Paracetamol : Amida asam asetat dan p aminophenol mempunyai efek analgesic % antipiuretik mirip aspirin, tetapi mempunyai efek anti inflamasi yang lemah. Diberikan melalui oral (Dorland)

3

Page 4: SK2 A16

BRAIN STROMING

PERTANYAAN

1. Bagaimana mekanisme terjadinya gatal-gatal?2. Apa saja tipe hipersensitivitas?3. Mengapa angioedema muncul di daerah muka dan bibir?4. Mengapa bahan yang tidak berbahaya pada seseorang bisa menimbulkan bahaya bagi

orang lain?5. Apa ciri-ciri hipersensitivitas tipe 4?6. Mengapa dokter memberikan obat antihistamin?7. Apakah ada obat yang dapat menyembuhkan alergi?8. Bagaimana mekanisme terjadinya alergi?9. Apa saja penyakit yang ditimbulkan oleh alergi obat?10. Apa saja tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui reaksi alergi?11. Pandangan agama islam terhadap bahasan konsumsi obat?

JAWABAN

1. Allergen masuk – berikatan dengan IgE & sel mast – APC – sekresi interleukin 4 & interleukin 13 - degranulasi sel mast – timbul gejala klinis seperti gatal-gatal

2. Berdasarkan waktu : cepat, sedang, lambatBerdasarkan Gell dan Coombs : tipe I, tipe II. Tipe III, tipe IV

3. Karena di mata dan bibir submucosa lebih tipis4. Adanya IgE spesifik terhadap alergi5. Cepat muncul gejala sekitar 15-30 menit6. Untuk memblokade mediator-mediator histamine 7. Menyembuhkan pada simptomatik (anti radang, kortikosteroid), namun pada alerginya

belum ada8. Allergen masuk – berikatan dengan IgE & sel mast – APC (menstimulasi T Helper 2) –

sekresi interleukin 4 & interleukin 13 - degranulasi sel mast (pelepasan histamine) – timbul gejala klinis.

9. SSJ10. Tes injeksi, skin prick test, pemeriksaan in vitro (Im)11. Tergantung tujuan : untuk kemaslahatan

Tergantung dosis karena yang berlebihan dilarang oleh Allah

4

Page 5: SK2 A16

HIPOTESIS

Hipersensitivitas terbagi menjadi tiga menurut waktu yaitu reaksi cepat, intermediet dan lambat. Selain itu menurut Gell dan Coombs hipersensitivitas terbagi menjadi empat yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV. Mekanisme hipersensitivitas terjadi ketika allergen masuk ke dalam tubuh kemudian allergen berikatan dengan IgE kemudian menstimulasi pembentukan sel limfosit T helper 2 sekresikan IL 4 dan IL 13 yang membuat degranulasi sel mast. Hal itu menyebabkan terlepasnya histamine dan timbulnya gejala klinis seperti angioedema dibagian mata dan bibir dan urtikaria. Hipersensitivitas dapat diketahui dengan cara tes injeksi, skin prick test, pemeriksaan in vitro (Im), dan dapat ditangani dengan pemberian antihistamin dan kortikosteroid walaupun kedua obat tersebut tidak dapat menyembuhkan hipersensitivitas dan alergi. Sesuai dengan pandangan islam kita harus memilih obat kita harus sesuai dengan tujuan untuk kemaslahatan.

5

Page 6: SK2 A16

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas

1.1 Definisi

1.2 Etiologi

LI.2. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe I

2.1 Mekanisme

2.2 Manifestasi

LI.3. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe II

3.1 Mekanisme

3.2 Manifestasi

LI.4. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe III

4.1 Mekanisme

4.2 Manifestasi

LI.5. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe IV

5.1 Mekanisme

5.2 Manifestasi

LI.6. Memahami dan menjelaskan peranan anti histamin dan kortikosteroid

6.1 Farmakokinetik

6.2 Farmakodinamik

LI.7. Mampu menjelaskan pandangan islam terhadap konsumsi obat

6

Page 7: SK2 A16

LI.1. Mehamami dan Menjelaskan Hipersensitivitas

1.1. Definisi

Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi terhadap respons imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda asing. Hasil reaksi ini dapat berupa sutu lesi yang berbentuk ringan sebagai inflamasi lokal sampai syok menyuluruh. Hipersensitivitas terhadap antigen tubuh sendiri disebut penyakit autoimun.

(Dorland, 2010)

Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak pertama adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat menginduksi sensitasi terhadap antigen spesifik tersebut.

(Jawetz et al. 2008 )

1.2. Etiologi

Penyebab alergi tidaklah jelas walaupun tampaknya terdapat predisposisi genetic. Predisposisi tersebut dapat berupa pengikatan IgE yang berlebihan, mudahnya sel mast dipicu untuk berdegranulasi , atau respon sel T helper yang berlebihan. Hasil penelitian terkini menunjukan bahwa defisiensi sel T regulatori dapat menyebabkan responsivitas berlebihan dari system imun dan alergi. Pajanan berlebihan terhadap alergen-alergen tertentu setiap saat, termasuk selama gestasi, dapat menyebabkan respon alergi.

Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor lain misalnya :

Perbedaan keadaan fisik setiap bahan Kekerapan pajanan Daya tahan tubuh seseorang Adanya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi

(Retno W.Soebaryo, 2002)

Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :Faktor Internal

Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.

Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.

Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen bertambah.

7

Page 8: SK2 A16

LI.2. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe I

2.1. Mekanisme

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.

Pajanan dan antigen mengaktifkan sel Th2. Sel Th2 merangsang sel B menjadi sel plasma dan sel memori.Sel plasma menghasilkan IgE.

b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

Lalu ikatan itu terjadi pada permukaan sel mast yang akan mengaktifasi SyK. Sinyal SyK akan menimbulkan degranulasi produksi LT dan traskripsi gen sitokin dan

Sel Mast mengeluarkan

mediator vasoaktif

Terpajan Ulang

IgE akan diikatoleh sel

melalui reseptor yang berada dibawah sel

Merangsang sel B untuk

membentuk antibodi (IgE)

dipresentasikan ke sel Th2, sel

Th2 melepaskan sitokin IL-4,IL-5

ditangkap oleh sel fagosit (sel

dendritik)

Antigen masuk tubuh

8

Page 9: SK2 A16

kemokin. Itu semua adalah mediator farmakologis aktif (amin fasoaktif) dari sel mast dan basofil.Mediator-mediator itu yang berperan dalam gejala akut dan kronis penyakit alergi.

c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.(Baratawidjaja, Karnen:2014)

2.2. Manifestasia. Reaksi lokal

Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

b. Reaksi sistemik – anafilaksisAnafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa

menit saja.Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa.Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang

melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun.Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun.Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya.Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi.Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.(Baratawidjaja, Karnen:2014)

LI.3. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe II

9

Page 10: SK2 A16

3.1. MekanismeReaski hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sito litik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis igG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membrane sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolism sel dilibatkan

Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi Tipe II dapat menunjukan berbagai menifestasi klinik

Reaksi transfusiSejumlah besar protein dan glikoprotein pada membrane SDM dikandi oleh berbagai gen. Bila darah individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, oleh karena B isoheaglutunin berikatan dengan sel darah B yang Menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat. Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh imkopatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM.

10

Page 11: SK2 A16

Dalam beberapa dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalu ginjal dan menimbulkan hemoglobinuria, hal tersebut disebabkan oleh sel darah yang lisis juga akan memcah hemoglobin yang dikandungnya. Beberapa heglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gelaja khasnya berupa demam, mengigil nausea bekuan dalan pembuluh darah, nyeri pinggang bawah dan hemoglobinuria.

Reaksi transfusi darah yang lambat terjadi pada mereka yang pernah mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namum inkompatibel dengan golongan darah lainnya. reaksi terjadi 2 sampai 6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membrane golongan darah, tersering adalah golongan Rhesus, Kidd, Kell dan Duffy.

3.2. Manifestasi

Penyakit hemolitik bayi baru lahir

Penyakit hemolitik pada nayi baru lahir ditimbulkan oleh inkmpabilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah Rhesus negatif dan janin dengan Rhesus posiitif.

Anemia hemolitik.

Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik pada protein membrane SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulakn lisis dengan anemia progesif.

LI.4. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe III

4.1. Mekanisme

11

Page 12: SK2 A16

Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan

1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks

imunsehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:

• Agregasi trombosit• Aktivasi makrofag• Perubahan permeabilitas vaskuler• Aktivasi sel mast• Produksi dan pelepasan mediator inflamasi• Pelepasan bahan kemotaksis

margrofag akan merusak jaringan di

sekitar tempat tersebut

Melepaskan mediator magrofag kemotatik

faktor

Mengaktifkan komplemen

Kompleks imun antigen dan antibodi

12

Page 13: SK2 A16

• Influks neutrofil

Sumber (Baratawidjaja, Karnen:2014)

2. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran

kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-3-reaksi-kompleks-antigen-antibodi/

13

Page 14: SK2 A16

Antigen yang membentuk kompleks imun dapat berasal dari luar, seperti protein asing yang diinjeksikan atau dihasilkan mikroba.Juga berasal dari dalam jika seseorangmenghasilkan antibido melawan komponennya sendiri (autoimun).Reaksi hipersensitivitas tipe 3 dapat dipicu dalam jaringan kulit individu yang sensitisasi, yang memiliki antobodi IgG yang spesifit terhadap antigenpemicusensitisasi tersebut.Apabila antigen disuntikan ke dalam individu tersebut, IgG yang telah terdifusi ke jaringan kulit membentuk senyawa kompleks imunsetempat. Kompleks imun tersebut akan mengikat reseptor Fc pada permukaan sel dan juga mengaktifkan komplemen sehingga C5a yang terbentuk akan memicu respon peradanngan setempat disertai peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

4.2. Manifestasi

• urtikaria

• demam• kelainan sendi, atralgia dan efusi sendi• imfadenopati• gejala-gejala timbul 5-20 hari setelah pemberian obat

Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk reaksi, yaitu lokal dan sistemik.

A. Reaksi Lokal atau Fenomena ArthusPada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di

tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:

1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.

2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas

14

Page 15: SK2 A16

Sumber (Baratawidjaja, Karnen:2014)

3. Pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.

4. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

B. Reaksi Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme

sebagai berikut:

1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin.

2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)

3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.

4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan.

15

Page 16: SK2 A16

5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.(Baratawidjaja, Karnen:2014)

LI.5. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV5.1. Mekanisme

Sumber:http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipe-iv-delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/

Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase sensitasi

Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

16

Page 17: SK2 A16

b. Fase efektor

Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan :

- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.

- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar.

- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.

Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8

+ yang teraktivasi.

Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :

Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasela. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan

oleh antibodi.b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis

yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.

Respon pada infeksi M. tuberkulosisa. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag

yang merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru

dan menimbulkan nekrosis jaringan.Granuloma terbentuk pada :a. TBb. Leprac. Skistosomiasisd. Lesmaniasise. Sarkoidasis (Baratawidjaja, Karnen:2014)

5.2. Manifestasi1. Dermatitis kontak

Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak

berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).

2. Hipersensitivitas tuberculinBentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan

Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan

17

Page 18: SK2 A16

menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4

+.

3. Reaksi Jones MoteReaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang

mencolokpada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan.Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan.Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.

4. Penyakit CD8+

Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh

sel sasaran.Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.

LI.6 Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid

6.1 Farmakokinetik

Antihistamin - Antagonis reseptor H1 (AH1)

▪ FarmakodinamikAH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

- Antagonis reseptor H2 (AH2)➢ Simetidin dan Ranitidin

▪ FarmakodinamikSimetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

➢ Famotidin▪ Farmakodinamik

Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin.Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

➢ Nizatidin▪ Farmakodinamik

Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

18

Page 19: SK2 A16

Kortikosteroid- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain

itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.

(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

6.2 Farmakodinamik

Antihistamin- Antagonis reseptor H1 (AH1)

Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

- Antagonis reseptor H2 (AH2)Simetidin dan RanitidinAbsorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan.Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral.Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.

Famotidin Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20 jam.

Nizatidin Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

KortikosteroidPerubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai

kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.

Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

19

Page 20: SK2 A16

Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Indikasi

AntihistaminAntagonis reseptor H1 (AH1)

AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.

Antagonis reseptor H2 (AH2)- Simetidin dan Ranitidin

Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

- FamotidinEfektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.

- NizatidinEfektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Kortikosteroid

Adrenokortikotropin (ACTH)

o ACTH banyak digunakan utk membedakan antara insufisiensi adrenal primer dan sekunder. pd insufisiensi primer, pemberian ACTH tdk akan menyebabkan peninggian kadar kortisol dlm darah, karena pd keadaan ini kelenjar adrenal yg mengalami gangguan. Sebaliknya pd insufisiensi sekunder, di mana gangguan terietak di kelenjar hipofisis, pemberian ACTH akan menyebabkan peninggian kadar kortisol darah.

o Pemberian ACTH dapat merangsang sekresi mineralokortikoid shg dapat menyebabkan retensi air dan elektrolit.

Adrenokortikosteroid dan analog sintetiknya

o Kecuali untuk terapi substitusi pada defisiensi, penggunaan kortikosteroid lebih banyak bersifat empiris. Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan sebelum obat ini digunakan :

20

Page 21: SK2 A16

o Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan dan harus direvaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

o Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya

o Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.

(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Kontraindikasi

Antihistamin

1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara

struktural

2. Bayi baru lahir atau premature

3. Ibu menyusui

4. Narrow-angle glaucoma

5. Stenosing peptic ulcer

6. Hipertropi prostat simptomatik

7. Bladder neck obstruction

8. Penyumbatan pylorodudenal

9. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)

10. Pasien tua

11. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)

KortikosteroidSebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut

kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.

(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

LO.6.3Efek Samping

AntihistaminAntagonis reseptor H1 (AH1)

Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat,

21

Page 22: SK2 A16

inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

- Antagonis reseptor H2 (AH2)Simetidin dan RanitidinEfek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

FamotidinEfek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

NizatidinEfek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

Kortikosteroid

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respons jaringan terhadap hormon lain.(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum. Tempat macam efek samping

1.Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,

ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,

kolitis ulseratif.

2.Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3.Susunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,

mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,

kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah

22

Page 23: SK2 A16

4.Tulang Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur

tulang panjang.

5.Kulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis

akneiformis, purpura, telangiektasis

6.Mata Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

7.Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8.Pembuluhdarah Kenaikan tekanan darah

9.Kelenjaradrenal bagian

kortek

Atrofi, tidak bisa melawan stres

10.Metabolismeprotein, KH

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula

meninggi, obesitas,

buffao hump

, perlemakan hati.

11.Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

12.Sistem Immunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

LI.8. Mampu menjelaskan pandangan islam terhadap konsumsi obat Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengambil manfaat atau

23

Page 24: SK2 A16

menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.

Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu

• Kemasalahatan menurut manusia, dan• Kemaslahatan menurut syari‟at.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, “Obatilah dia.”

Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah ada kebaikan dalam ilmu kedokteran?” Rasullah menjawab, “Ya,”

Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Panggilkan dokter.” Lalu Hilal bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya?” “Ya,” jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf: V/21)

Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, “Panggilkan dokter!” kemudian ada yang bertanya, “Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah?” “Ya,” jawab beliau.

Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)

Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,”Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit.’ Mereka bertanya,’Apa itu?’ Rasulullah menjawab,’Penyakit tua’.”(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))

Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.”(HR Bukhari: VII/158)

Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan Muslim)

24

Page 25: SK2 A16

Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bangun untuk kemaslahatan artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat  dan kebaikan.

Misal : Allah melarang minuman keras dan judi  karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya,  sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219

ك�ب�ر� أ� ا م� ه� �ث�م� إ و� ل�لن�اس� ع� ن�اف� و�م� ك�ب�ير� �ث�م� إ ا م� يه� ف� ق�ل� ر� ي�س� ال�م� و� ر� م� ال�خ� ع�ن� أ�ل�ون�ك� ي�س�

ا م� ع�ه� ن�ف� م�ن�

2:219. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.

Firman Allah ta’ala :

الخبائث عليهم يحرم و الطيبات لهم يحل )157: االعراف ( و

Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka segala sesuatu yang buruk “ ( al a’raf : 157 )

Al-Quran obat terbaik “Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi

orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian.” (Al-Isra:82)

Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.”(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)

a. Mafsadah atau mudharatAl-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.

25

Page 26: SK2 A16

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A., Aster, J. & Kumar, V. (2014). Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th edition. Philadelphia, Elsevier-Saunders

Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI:Jakarta.

Brooks, GF, et al. 2014. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology. 26th Edition. New York, McGraw Hill

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2012). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI

Katzung, BG., Masters, SB. & Trevor, AJ. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. 12th edition. New York, McGraw Hill

26

Page 27: SK2 A16

Mescher, AL. 2013. Junqueira’s Basic Histology and Atlas. 13th Edition. New York, McGraw Hill

Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi — Muslim.Or.Id – Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Terjemahan oleh Brahm U Pendit. Jakarta, EGC

27