skb pelarangan ahmadiyah ditunda, kaum radikal-mui meradang filebergigi, rekomendasi bakorpakem itu...

12
1. Bakor Pakem Putuskan Ahmadiyah Menyimpang edisi April 2008 9 H asil rapat Bakor Pakem, Rabu, 16 April 2008, memu- tuskan memberi peringatan keras terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menghentikan ak- tifitasnya. Ini lantaran JAI dinilai tidak menjalankan 12 butir penjelasan Pengurus Pusat Jemaah Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) secara konsisten dan bertanggung jawab. “Rapat Bakor Pakem Rabu, 16 April 2008 sebagai kelanju- tan rapat 15 Januari 2008. Saat itu direkomendasikan apakah 12 butir penjelasan PB JAI dilaksanakan secara konsisten atau tidak,” kata Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto yang juga Ketua Bakor Pakem, di Kejaksaan Agung (16/4/08). Dikatakan Wisnu, pihaknya telah mengawasi JAI melalui tim pemantauan yang diketuai Kepala Litbang dan Diklat De- partemen Agama Atho Mudzhar berdasarkan SK Menag No. 6/2008 tentang Tim Pemantau dan Evaluasi Pelaksanaan 12 (Dua Belas) Butir Penjelasan PBJAI. Tim yang dibantu 33 orang ini menyimpulkan, selama 1 hingga 3 bulan pantauan, JAI tidak melaksanakan 12 butir itu. Misalnya, JAI dinilai masih mengakui Mirza Ghulam Ah- mad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw. “Dari peman- tauan itu, yang tidak sesuai dengan 12 butir pernyataan PB JAI misalnya soal adanya nabi setelah Muhammad. Padahal sudah dinyatakan oleh mereka bahwa Nabi Muhammad SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang Sinopsis B akorpakem yang diketuai oleh Wisnu Subroto akhirnya menjatuhkan vonis dengan merekomendasikan pelarangan kegiatan aliran Ahmadiyah di Indonesia, Senin (16/4/08). Alasannya hasil monitoring atas 12 pernyataan Jemaat Ahmadiyah dinilai Bakorpakem dilanggar oleh kalangan Ahmadiyah. Agar bergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB). Ternyata hingga waktu yang dijanjikan, Senin (5/5/08), pemerintah belum mengeluarkan SKB dua Menteri dan Kejakgung itu. Padahal rekomendasi Bakorpakem itu muncul akibat desakan dan ancaman dari kelompok-kelompok radikal anti Ahmadiyah yang didukung oleh MUI dan Departemen Agama. Melihat sifat dari gerakan- gerakan itu, maka bukan tidak mungkin mereka akan meradang dan terjadi eskalasi kekerasan terhadap Ahmadiyah. Untuk kesekian kalinya Ahmadiyah menjadi sorotan utama Monthly Report edisi IX ini. Kami terus memantau perkembangan kasus Ahmadiyah. Menjelang diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) dua Menteri dan Kejakgung yang hingga laporan ini ditulis masih digodok tim dari Kejaksaan Agung, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Agama, kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah terus terjadi. Aparat pemerintah seolah lumpuh dan tidak mampu menghalau tindak kekerasan itu. Di samping Ahmadiyah, edisi ini juga melaporkan penembakan terhadap Madi, seorang tokoh agama lokal di Palu yang dituduh sesat MUI setempat dan akhirnya ditembak mati oleh polisi. Ada banyak isu dalam kasus Madi, mulai soal keyakinan, isu keamanan, dan juga politik lokal. Apapun, kasus Madi kembali mendemonstrasikan bagaimana pengikut kepercayaan lokal didiskreditkan melalui pemberitaan media massa. Isu lain yang kami laporkan adalah peringataan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap sejumlah acara televisi yang dianggap mengganggu kesucian akidah dan mengganggu waktu shalat. Meski bukan isu baru, namun semprit KPI ini menarik diamati karena manjadikan agama sebagai alasan dalam melarang sebuah program siaran. Vonis empat tahun untuk Mushaddeq, pimpinan al-Qiyadah al- Islamiyah, juga kami laporkan. Mushaddeq dinilai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Demikian juga dengan bentrokan LUIS (Laskar Umat Islam) dengan warga di Surakarta yang menewaskan satu orang juga kami laporkan. Kasus terakhir ini kurang mendapat liputan media, kecuali media lokal. Namun, kasus ini juga menjadi indikasi betapa cara-cara kekerasan seolah telah menjadi bagian dari cara kelompok Islam tertentu untuk menyelesaikan masalah. Susunan Redaksi Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Nurul H Ma’arif, Abd Moqsith Ghazali. Staf Redaksi: M. Subhi Azhari Lay out: Widhi Cahya Alamat Redaksi: The Wahid Institute Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 Website: www.wahidinstitute.org Email: [email protected] Kontributor: Akhdiansyah (NTB), Suhendy (Jawa Barat), Nur Kholik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Alamsyah M. Dja’far (DKI Jakarta), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal (Sulawesi Selatan) Monthly Report on RELIGIOUS ISSUES Kerjasama dengan TIFA Foundation

Upload: phungkiet

Post on 12-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

1. Bakor Pakem Putuskan Ahmadiyah Menyimpang

edis

i

April 2008

9

Hasil rapat Bakor Pakem, Rabu, 16 April 2008, memu-tuskan memberi peringatan keras terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menghentikan ak-

tifitasnya. Ini lantaran JAI dinilai tidak menjalankan 12 butir penjelasan Pengurus Pusat Jemaah Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) secara konsisten dan bertanggung jawab.

“Rapat Bakor Pakem Rabu, 16 April 2008 sebagai kelanju-tan rapat 15 Januari 2008. Saat itu direkomendasikan apakah 12 butir penjelasan PB JAI dilaksanakan secara konsisten atau tidak,” kata Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto yang juga Ketua Bakor Pakem, di Kejaksaan Agung (16/4/08).

Dikatakan Wisnu, pihaknya telah mengawasi JAI melalui tim pemantauan yang diketuai Kepala Litbang dan Diklat De-partemen Agama Atho Mudzhar berdasarkan SK Menag No. 6/2008 tentang Tim Pemantau dan Evaluasi Pelaksanaan 12 (Dua Belas) Butir Penjelasan PBJAI. Tim yang dibantu 33 orang ini menyimpulkan, selama 1 hingga 3 bulan pantauan, JAI tidak melaksanakan 12 butir itu.

Misalnya, JAI dinilai masih mengakui Mirza Ghulam Ah-mad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw. “Dari peman-tauan itu, yang tidak sesuai dengan 12 butir pernyataan PB JAI misalnya soal adanya nabi setelah Muhammad. Padahal sudah dinyatakan oleh mereka bahwa Nabi Muhammad

SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang

Sinopsis

Bakorpakem yang diketuai oleh Wisnu Subroto akhirnya menjatuhkan vonis dengan merekomendasikan pelarangan kegiatan aliran Ahmadiyah di Indonesia, Senin (16/4/08).

Alasannya hasil monitoring atas 12 pernyataan Jemaat Ahmadiyah dinilai Bakorpakem dilanggar oleh kalangan Ahmadiyah. Agar bergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB).

Ternyata hingga waktu yang dijanjikan, Senin (5/5/08), pemerintah belum mengeluarkan SKB dua Menteri dan Kejakgung itu. Padahal rekomendasi Bakorpakem itu muncul akibat desakan dan ancaman dari kelompok-kelompok radikal anti Ahmadiyah yang didukung oleh MUI dan Departemen Agama. Melihat sifat dari gerakan-gerakan itu, maka bukan tidak mungkin mereka akan meradang dan terjadi eskalasi kekerasan terhadap Ahmadiyah.

Untuk kesekian kalinya Ahmadiyah menjadi sorotan utama Monthly Report edisi IX ini. Kami terus memantau perkembangan kasus Ahmadiyah. Menjelang diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) dua Menteri dan Kejakgung yang hingga laporan ini ditulis masih digodok tim dari Kejaksaan Agung, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Agama, kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah terus terjadi. Aparat pemerintah seolah lumpuh dan tidak mampu menghalau tindak kekerasan itu.

Di samping Ahmadiyah, edisi ini juga melaporkan penembakan terhadap Madi, seorang tokoh agama lokal di Palu yang dituduh sesat MUI setempat dan akhirnya ditembak mati oleh polisi. Ada banyak isu dalam kasus Madi, mulai soal keyakinan, isu keamanan, dan juga politik lokal. Apapun, kasus Madi kembali mendemonstrasikan bagaimana pengikut kepercayaan lokal didiskreditkan melalui pemberitaan media massa.

Isu lain yang kami laporkan adalah peringataan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap sejumlah acara televisi yang dianggap mengganggu kesucian akidah dan mengganggu waktu shalat. Meski bukan isu baru, namun semprit KPI ini menarik diamati karena manjadikan agama sebagai alasan dalam melarang sebuah program siaran.

Vonis empat tahun untuk Mushaddeq, pimpinan al-Qiyadah al-Islamiyah, juga kami laporkan. Mushaddeq dinilai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Demikian juga dengan bentrokan LUIS (Laskar Umat Islam) dengan warga di Surakarta yang menewaskan satu orang juga kami laporkan. Kasus terakhir ini kurang mendapat liputan media, kecuali media lokal. Namun, kasus ini juga menjadi indikasi betapa cara-cara kekerasan seolah telah menjadi bagian dari cara kelompok Islam tertentu untuk menyelesaikan masalah. ■

Susunan Redaksi Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Nurul H Ma’arif, Abd Moqsith Ghazali. Staf Redaksi: M. Subhi Azhari Lay out: Widhi Cahya Alamat Redaksi: The Wahid Institute Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 Website: www.wahidinstitute.org Email: [email protected]: Akhdiansyah (NTB), Suhendy (Jawa Barat), Nur Kholik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Alamsyah M. Dja’far (DKI Jakarta), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal (Sulawesi Selatan)

Monthly Report on ReligiouS iSSueS

Kerjasama dengan TIFA Foundation

Page 2: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

kasus-kasus bulan ini

kasus-kasus bulan ini

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008

The Wahid Institute

adalah nabi penutup,” kata Atho Mudhar Kepala Balitbang Depag RI yang juga sebagai ketua tim pemantau.

Menurut Atho, temuan ini setelah dilaku-kan konfirmasi pada JAI di 33 kabupaten, 55 komunitas serta bertemu dengan 275 warga JAI. “Mereka masih menganggap Mirza seba-gai nabi. Mereka tidak mengubah keyakinan-nya itu,” ujar Atho.

Atho mengatakan, JAI juga masih menggu-nakan Tadzkirah sebagai kitab sucinya. Bahkan ayat-ayat al-Qur’an ditarik supaya membenar-kan kenabian Mirza. Berdasarkan temuan ini, Bakor Pakem berpendapat JAI telah melaku-kan kegiatan atau penafsiran keagamaan me-nyimpang dari ajaran Islam. “Yang jelas kita berpendapat JAI sudah menyimpang. Tidak ada negosiasi lagi atau diskusi lagi soal aki-dah,” kata Wisnu.

Apa yang dilakukan JAI, sambung Wisnu, telah menimbulkan keresahan dan pertentang-an di masyarakat, sehingga mengganggu keter-tiban umum. Untuk itu, Bakor Pakem mer-ekomendasikan supaya JAI diberi peringatan keras untuk menghentikan aktifitasnya me-lalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Kejaksaan Agung.

“Peringatan harus dilakukan lewat SKB Menteri Agama, Kejagung dan Mendagri sesuai UU No. 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Pe-nodaan Agama. Jika peringatan keras tak di-indahkan, Bakor Pakem merekomendasikan pemerintah untuk membubarkan organisasi JAI,” ujar Wisnu.

Namun ia buru-buru mengingatkan, supa-ya pemuka agama dan ormas Islam tetap men-jaga ketertiban dan keamanan dengan meng-hormati proses penyelesaian masalah JAI.

Kendati ada himbauan seperti itu, namun rasa takut dan was-was dari JAI tidak lantas hilang. Mereka yang tersebar di berbagai pen-juru negeri ini terus dibayangi ketakutan jika sewaktu-waktu mereka diserang dan aset mer-eka dirusak gerombolan massa dengan me-landaskan pada keputusan Bakor Pakem itu. Di Manis Lor Kuningan Cirebon, JAI yang berjumlah 70 persen dari 4.200 jiwa, ketaku-tan. Rumah-rumah mereka ditutup. Di Tegal, Banyumas, Wonosobo (5.000 orang), Suka-bumi dan berbagai wilayah lainnya, JAI juga

merasakan hal sama. Ketakutan mereka kian bertambah seiring

derasnya gelombang aksi demo menuntut pem-bubaran JAI yang terjadi di berbagai wilayah. Misalnya di Tasikmalaya, Jum’at (18/04/08), beberapa organisasi Islam seperti FPI, KAM-MI, Brigade Thaliban dan ormas lainnya yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) Ta-sikmalaya berunjuk rasa menuntut pembuba-ran JAI .

Di Ciamis, Minggu (20/04/08), juga menggelar aksi serupa. Di awali tabligh akbar, massa yang berasal dari elemen MMI, HTI, FPUI, Persis, IFKAP, dan Majlis Tablig yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) Ciamis menyebar pamflet supaya JAI dibubar-kan, karena dinilai menyimpang dari Islam. Pamflet ditandatangani Ketua FUI Ciamis KH. Abdul Hadi, Sekretaris FUI Dina Prase-tia, serta Ketua MUI Ciamis KH. Koko Koma-rudin.

Bahkan peristiwa mengerikan terjadi di Sukabumi. Sekitar 500 orang membakar Masjid al-Furqon milik JAI di Parakan Salak, Kec. Parakan Salak, Kab. Sukabumi, Senin (28/04/08) sekitar pukul 00.30 WIB. Mas-jid berukuran 30 x 30 meter ini pun hangus dilalap si jago merah. “Kami sudah berusaha meredam emosi warga untuk tidak melaku-kan aksi anarkis. Ini adalah keputusan ber-sama seluruh warga di wilayah III Kab. Suka-bumi, tetapi ternyata warga tidak kuasa me-nahan emosi dan melakukan pembakaran masjid itu,” kata Ketua Forum Komunikasi Jamaatul Muballighin, Endang Abdul Karim, Senin (28/4/2008). Warga, katanya, juga su-dah memberikan peringatan pada JAI untuk menghentikan kegiatan sejak dua hari sebe-lumnya.

Kapolres Sukabumi AKBP Guntur Gaf-far menyatakan, hingga kini pihaknya terus mengumpulkan data-data dari para saksi. “Kami belum bisa mendapatkan tersangka, sebab masih mengumpulkan data, keterangan dan barang bukti,” jelasnya, Senin (28/4/08). Untuk mengantisipasi aksi susulan, pihaknya telah menyiagakan 1 peleton satuan Dalmas di sekitar lokasi.

Dua hari berikutnya, Kepolisian Resor Sukabumi menetapkan lima tersangka dalam pembakaran Masjid al-Furqon. Namun ter-sangka tidak ditahan karena adanya jaminan

Page 3: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

kasus-kasus bulan ini

The Wahid Institute �

Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008 ■

The Wahid Institute

dari pejabat Kabupaten Sukabumi (Kompas, 30/4/08).

Kepolisian Resor Sukabumi akhirnya menetapkan lima orang lagi sebagai tersangka kasus pembakaran Masjid Al-Furqon milik Je-maah Ahmadiyah di Parakansalak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (1/5). Dengan demikian, ada 10 warga yang menjadi tersang-ka dalam kasus pembakaran masjid milik Ah-madiyah itu (Koran Tempo, 2/5/08).

“Setelah memeriksa 14 orang, kami mene-tapkan lima orang lagi sebagai tersangka,” kata Kepala Polres Sukabumi Ajun Komisaris Besar Guntor Gaffar di kantornya Kamis (1/5).

Meski begitu, mereka tidak ditahan. ”Ket-ua MUI dan Pak Bupati Sukabumi menjamin mereka tidak akan melarikan diri,” ujarnya.

Sebelum terjadi pembakaran masjid dan madrasah milik Ahmadiyah Sukabumi, dige-lar tabligh akbar, yang isinya penghasutan dan provokasi, bahkan ancaman penghancuran pada JAI. “Setiap ada tablig akbar, pasti akan ada kerusakan. Di mana saja selalu seperti itu,” kata Juru Bicara JAI, Syamsir Ali, saat jumpa pers di Kantor Pusat JAI, Jalan Balikpa-pan, Jakarta Pusat, Senin (28/4/08). Karena itu, lanjut Syamsir Ali, pihaknya menuntut Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluar-kan fatwa sesat bagi orang atau lembaga yang membakar masjid.

PenolakanBanyak kalangan menolak keputusan Bakor

Pakem, baik internal maupun eksternal JAI. Bahkan JAI akan mengugat keputusan Bakor Pakem . “Kita akan langsung melakukan per-lawanan dengan gugatan. Kita akan layangkan itu, setelah kita menerima suratnya,” kata Kua-sa Hukum JAI, Asfinawati, Rabu (16/4/08). Direktur LBH Jakarta ini menyatakan, tin-dakan Bakor Pakem merupakan pembatasan yang bertentangan dengan konstitusi. “Juga bertentangan dengan Kovenan HAM sosial politik yang telah diratifikasi dalam UU No. 12/2005,” lanjut Asfinawati.

Pihak JAI bahkan berniat melapor masalah ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Juru bicara JAI, Ahmad Mubarik menyatakan, keya-kinan JAI telah dilecehkan dan secara sengaja telah diputarbalikkan dari fakta sebenarnya. “Kami sedih dan malu dengan sikap pemerin-tah yang seperti ini. Kita sudah punya perang-

kat hukum yang cukup jelas, tapi dalam prak-teknya kok seperti ini,” ujar Mubarik, Rabu (16/04/08).

Koordinator Aliansi Kebangsaan untuk Ke-bebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB), Anick H. Tohari menyatakan, negara wa-jib melindungi keyakinan warganya berdasar-kan UUD 1945. “Tindakan Bakor Pakem jelas bertentangan dengan UUD 1945. Juga UU No. 39/1999 dan UU No. 12/2005, bahwa setiap warga negara berkedudukan sama dan setara di depan hukum dan pemerintahan,” kata Anick, di Jakarta, Rabu (16/04/08).

Hal senada dinyatakan Ketua Setara Insti-tute Hendardi. Bakor Pakem, ujarnya, telah melanggar konstitusi dan mengkriminalisasi keyakinan warga. “Tindakan Bakor Pakem menunjukkan ketidakpahaman akan pe-ran dan fungsi kenegaraan,” katanya, Selasa (16/04/08). Bakor Pakem tidak berwenang melarang keyakinan. Pelarangan JAI harus melalui putusan pengadilan dengan dasar hu-kum yang jelas. Bakor Pakem pun dinilainya gebabah karena tidak mendengarkan aspirasi kelompok yang mendukung kebebasan be-ragama. “DPR harus memanggil semua pihak di Bakor Pakem untuk dimintai keterangan. Ini persoalan konstitusional,” lanjut Hendar-di.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie juga turut berkomentar. Pemerin-tah sebaiknya jangan turut campur ribut-ribut JAI ini. Untuk itu, ia menyarankan supaya ma-salah ini diselesaikan melalui internal agama. “Itu kan kasus. Yang paling aman kita serah-kan pada masalah internal agama,” katanya, di Gedung MK Jakarta, Rabu (16/4/08). Menu-rut Jimly, negara wajib turut campur jika ter-jadi tindak kekerasan yang melanggar HAM. “Negara harus ikut campur melindungi warga negara, misalnya dari serangan pihak lain. Tapi soal aliran berpikirnya, negara jangan ikut campur,” tandasnya.

Sejumlah kiai sepuh NU Cirebon, yang tergabung dalam Forum Kiai Peduli Khittah Nahdatul Ulama 26, juga turut menolak kepu-tusan Bakor Pekam itu. Penolakan itu dihasil-kan dalam pertemuan di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Senin (21/04/08).

Dalam pertemuan itu, hadir KH. Syarif Us-man Yahya (Ponpes Kempek), KH. Ulya Ulu-muddin (Ponpes Gebang),Habib Abu Bakar

Page 4: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

kasus-kasus bulan ini

kasus-kasus bulan ini

1. Hasil dari pemantauan Bakor Pakem selama 3 bulan, ternyata JAI tidak melaksanakan 12 Butir Penjelasan PB JAI tanggal 14 Januari 2008 secara konsisten dan bertanggung jawab.

2. Bakor Pakem berpendapat, JAI telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yang dianut di Indonesia, dan menimbulkan keresahan dan per-tentangan di masyarakat sehingga mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.

3. Bakor Pakem merekomendasikan agar warga JAI diperintahkan dan diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya di dalam suatu kepu-

tusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, sesuai dengan UU No. 1 PNPS Tahun 1965.

4. Apabila perintah dan peringatan keras sebagai-mana tersebut pada butir 3 di atas tidak diindah-kan, maka Bakor Pakem merekomendasikan untuk membubarkan organisasi JAI dengan segala ke-giatan dan ajarannya.

5. Bakor Pakem menghimbau kepada para pemuka/tokoh agama beserta organisasi kemasyarakatan Islam dan semua lapisan masyarakat menjaga ke-tertiban dan keamanan masyarakat dengan meng-hormati proses penyelesaian masalah JAI.

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008

The Wahid Institute

2. Madi: Dituduh Sesat lalu Ditembak

Saat umat Islam sedang melaksanakan ibadah puasa Oktober 2005 lalu, di Palu Sulawesi Tengah muncul berita ke-

polisian mengobrak-abrik markas ajaran Ikat Kepala Putih yang dipimpin Madi. Kelompok itu melakukan perlawanan dan Madi mela-rikan diri. Tiba-tiba, Sabtu (5/4/2008) pagi, tersiar kabar Madi telah ditemukan operasi

gabungan Polda Sulawesi Tengah. Madi telah ditembak mati saat digerebek di tempat perse-mbunyiannya di Dusun Salena Dua, Kecama-tan Palu Barat, Sulawesi Tengah.

Penembakan itu, menurut Kapolda Su-lawesi Tengah Brigjend (Polisi) Drs. Badrodin Haiti, dilakukan karena Madi dan kawan-kawannya melakukan perlawanan. ”Madi ter-

bin Yahya (Ponpes Babakan Ciwaringin), KH. Taufikur Rahman (Ponpes Gedongan), KH. Ahmad Zahid (Ponpes Kaliwadas) dan seba-gainya. Mereka menilai, apa yang diputuskan Bakor Pakem tanpa terlebih dulu mengetahui pengertian sesat menurut agama. “Nanti jang-an-jangan semua aliran Islam yang masih ada oleh Bakor Pakem dinyatakan sesat juga,” ujar KH. Syarif Usman Yahya.

Kendati demikian, bukan berarti para kiai mendukung ajaran JAI. Mereka hanya meno-lak rekomendasi Bakor Pakem dan menuntut pemerintah melindungi warga negaranya se-suai UUD 1945. Sebagai dukungan moril ter-hadap JAI, dalam waktu dekat mereka akan mengerahkan 20 ribu santri dan Banser (bari-san Anshor Serbaguna) untuk apel akbar.

Lain lagi sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam. Ia menilai, pelarangan pada JAI tidak tepat, karena sepanjang sejarah, organisasi ini tak pernah membahayakan pemerintah. “Dari dulu, Ahmadiyah itu gerakan yang sangat loyal pada pemerintah dan tidak berbahaya

pada pemerintah manapun,” ujar Asvi dalam seminar nasional bertema Islam, Nasionalisme, dan Konsolidasi Ideologis Partai Politik, di Per-pustakaan Nasional Jakarta (17/04/08).

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution bah-kan menghendaki eksistensi Bakor Pakem ditinjau ulang. Peninjauan ulang ini penting, kata Buyung, karena pembentukan Bakor Pakem tidak memiliki landasan hukum. Apa-lagi Bakor Pakem dibentuk pada masa Soehar-to untuk tujuan mengkoordinir kehidupan beragama. “Pembentukan Bakor Pakem itu bukan berdasarkan UU, cuma Perpres, lalu dijadikan peraturan yang dijadikan alasan eksistensi bagi Bakor Pakem,” ujarnya.

Karena itu, Buyung berencana mencegah pemerintah mengeluarkan SKB yang meru-pakan rekomendasi Bakor Pakem. Tujuannya untuk menjunjung tinggi demokrasi di negeri ini. Dan hingga kini, SKB yang diributkan itu belum keluar juga. Tampaknya pemerintah masih ragu antara mengeluarkan SKB atau tidak. ■

Hasil Rapat Bakor Pakem, Rabu, 16 April 2008

Page 5: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

kasus-kasus bulan ini

The Wahid Institute �

Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008 ■

The Wahid Institute

paksa ditembak karena melakukan perlawa-nan. Dia menyerang aparat dengan parang,” ungkap Badrodin Haiti. Namun Badrodin menolak memberikan rincian informasi lebih lanjut peristiwa itu. Polisi melarang wartawan mengambil gambar dari mayat-mayat tersebut dengan alasan masih mengumpulkan bukti dan keterangan.

Madi buron sejak Oktober 2005 setelah dia bersama pengikutnya membunuh 3 per-sonel polisi. Tiga personel yang tewas dalam penggerebekan ajaran yang digolongkan sesat itu adalah Kasat Samapta Polresta Palu AKP Fuad Chalis, Kasat Intelkam Polresta Palu Imam Haryadi dan Briptu Arwasy AH, Kanit Reskrim Polsekta Palu Barat. Kepolisian ke-mudian menangkap 13 pengikut Madi yang kemudian diadili di Pengadilan Negeri Palu. Masing-masing mereka mendapatkan huku-man antara 2-6 tahun penjara.

Tuduhan Madi menyebarkan aliran sesat dikeluarkan Majelis Ulama Islam (MUI) Su-lawesi Tengah. Keluarnya fatwa tersebut disu-sul dengan ramainya publikasi media massa tentang adanya sekelompok penganut ”ajaran sesat”, yang dianggap telah memicu terjadinya tindakan kekerasan dan ancaman terhadap masyarakat di Dusun Salena.

Menteri Agama RI juga pernah memvonis Madi sebagai pesakitan, dengan menuduh-nya sebagai penyebar ajaran sesat (Kompas, 27/10/05). Kepala Polri menuduh Madi me-larang orang puasa dan shalat di masjid (Kom-pas Cyber Media, 27/10/05). Kedua sikap ini mewakili pandangan resmi pemerintah. Seba-gian media massa dan masyarakat mengambil posisi yang kurang lebih sama.

Dari pengumpulan informasi lapangan, sebagaimana dikemukakan Arianto Sangaji ketika menjabat Direktur Pelaksana Yayasan Tanah Merdeka Palu, (kompas, 29/10/05) me-nyatakan persoalan Madi merupakan ekses dari kombinasi antara ketidakadilan, kesalah-pahaman, prasangka, stigmatisasi, dan krimi-nalisasi yang terjadi sistematis. Pertama, adanya stereotyping terhadap komunitas suku-suku tertentu. Berbagai komunitas yang tinggal di kaki dan lereng Gunung Kamalisi kerap di-panggil to lare (orang gunung) dalam konotasi negatif. Sebutan ini bermakna primitif karena pendidikan yang rendah, ketidakmampuan berbahasa Indonesia, masih mempraktikkan

ritus-ritus agama suku, berladang dengan pola tebang dan bakar yang berorientasi subsisten, agresi terhadap orang asing, dan sebagainya.

Kedua, Madi dan penduduk yang tinggal di Kamalisi adalah potret ketidakadilan dan marginalisasi. Akses terhadap sumber daya alam, yang menjadi sandaran kehidupan, kian sempit sejak Orde Baru. Penetapan kawasan hutan lindung dan masuknya proyek perkebu-nan dan HPH menyebabkan akses tradisional mereka atas tanah dan hutan kian sempit. Pu-luhan proyek pemukiman kembali penduduk oleh pemerintah, yang kadang dilakukan se-cara paksa, menunjukkan bahwa penduduk di sana dipersepsikan sebagai ancaman.

Ketiga, tidak adanya pemahaman antropo-logis atau sosiologis terhadap ’ajaran’ Madi. Padahal, ajarannya tidak lebih dari cermin ri-tus yang biasa dilakukan para petani subsisten pra-kapitalis. Itu mencakup perdukunan, pe-nolakan terhadap penyakit (movala ngata, me-magari kampung), siklus aktivitas pertanian (pembukaan lahan, penanaman, dan panen), dan latihan bela diri bersandar kekuatan gaib. Di Kamalisi, sebagian ritus itu masih diprak-tikkan dengan perbedaan tertentu oleh ber-bagai komunitas di sana. Namun dalam kasus Madi, kemudian disimplifikasi sebagai ajaran sesat.

Padahal, klaim sebagai ajaran sesat meng-gunakan kacamata agama resmi yang diakui pemerintah, yakni dengan menempatkan agama resmi itu vis a vis dengan ritus agama suku. Ini kemudian mengundang intervensi negara. Dalam kasus Madi, negara (aparat ke-amanan) terlampau jauh mengurusi soal ke-percayaan. Dimulai dengan prasangka tentang ajaran sesatnya. Tewasnya tiga polisi semakin menjustifikasi bahwa kekerasan adalah bagian dari metode ajarannya. Karenanya, negara pa-tut menertibkan. Vonis Menteri Agama, MUI dan Kepala Polri bukan hanya kriminalisasi, tetapi sekaligus menggambarkan sifat inter-vensionis negara.

Arus yang sama juga berlangsung di ma-syarakat. Pemberitaan media yang bersan-dar pada argumentasi aparat keamanan dan pemerintah tanpa mengembangkan pemberi-taan yang bersumber dari sisi Madi merupakan propaganda untuk mendiskreditkan dirinya. Penjarahan properti dan pembakaran terha-dap sebagian rumah pengikut Madi di Dusun

Page 6: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

3. Empat Tahun Penjara untuk Rasul dari Gunung Bunder

kasus-kasus bulan ini

kasus-kasus bulan ini

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008

The Wahid Institute

Setelah melalui masa persidangan yang cukup panjang, Pengadilan Negeri Ja-karta Selatan, Rabu (23/4/2008) men-

jatuhkan vonis penjara empat tahun untuk Abdussalam alias Ahmad Mosaddeq atas tu-tuhan melakukan penodaan terhadap agama Islam. Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Zahrul Rabain menyatakan terdakwa Ahmad Musaddeq telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan pe-nodaan agama yang diatur dalam pasal 156a KUHP. Karena itu majelis hakim menjatuh-kan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi masa tahanan.

Putusan ini disambut beragam oleh para pengunjung yang memadati areal pengadilan. Seribuan massa pendukung Mosaddeq melan-tunkan Shalawat Badar sebagai bentuk peno-lakan terhadap keputusan hakim. Sementara ratusan massa FPI meneriakkan takbir sebagai tanda suka cita mereka mendengar putusan tersebut.

Namun berbeda dengan tanggapan massa-mya, Ketua Bidang Pertahanan FPI Tubagus Muhammad Siddiq menyatakan tidak puas dengan putusan hakim. Ia menyatakan Mo-saddeq seharusnya diberi hukuman yang lebih berat karena dia sudah menistakan agama. “Seharusnya dia dihukum mati, tapi karena kita negara hukum, ya kita hargai“ ujarnya (Detik.com 23/04/08).

Sidang pembacaan amar putusan mendapat pengawalan ekstra ketat dari aparat kepoli-sian. Sedikitnya 191 personil gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Selatan dan Polsek Pasar Minggu bersiaga, lengkap deng-

an tameng antikerusuhan. ”Pengamanan di-perketat karena takut terjadi keributan,” kata Wakapolsek Pasar Minggu AKP Bambang Su-geng.

Para pengunjung yang hadir juga harus melewati pemeriksaan ketat petugas. Meski tidak menggunakan metal detektor, petugas melakukan check body kepada seluruh peng-unjung yang masuk ke kompleks pengadilan. Halaman parkir juga disterilkan. Seluruh kendaraan diparkir di luar kompleks penga-dilan (Okezone.com, 23/4/08). Langkah penga-manan ini diambil polisi karena sejak pagi hari ratusan massa baik dari Front Persatuan Nasional (FPN) pendukung Mosaddeq mau-pun dari PFI telah memenuhi kompleks peng-adilan.

Di tengah pembacaan putusan, massa FPI tiba-tiba berteriak. Bahkan sempat terlibat aksi saling dorong anatara FPI dengan pendukung Mossadeq. Pendukung Mosaddeq kurang menggubris aksi provokatif dari anggota FPI. Mereka hanya bertahan dari dorongan para anggota FPI itu. Aksi ini sempat memanc-ing hakim untuk menghentikan sementara jalannya sidang dan mengancam tidak akan melanjutkan sidang jika terus terjadi kericu-han. Akhirnya keributan dapat diatasi setelah belasan aparat kepolisian langsung masuk ke ruang sidang dan melerai kedua belah pihak.

Vonis empat tahun untuk Rasul yang beras-al dari Gunung Bunder Bogor ini bagi majelis hakim setimpal dengan berbagai penyimpan-gan yang dilakukannya terhadap ajaran Is-lam. Mosaddeq dianggap telah mengajak para pengikutnya untuk tidak menjalankan salat 5 waktu, puasa dan zakat. Ia juga membuat syahadat yang menyimpang. Meskipun yang bersangkutan telah menyatakan tobat dan

Salena oleh warga masyarakat pendatang seo-lah merupakan tindakan yang benar.

Kasus Madi merupakan contoh tentang konflik di tengah masyarakat yang kerap ber-muara pada kekerasan. Padahal, fenomena Madi cukup diperhatikan sebagai proses pem-bentukan kembali sebuah identitas berbasis

kultural, sebagai reaksi terhadap ancaman modernitas. Madi seperti mengembangkan sebuah diskursus ’kembali ke adat’. Ia mem-bentuk simbol-simbol baru adat-istiadat le-luhurnya. Sayangnya, reaksi yang penuh pra-sangka telah mendatangkan kekerasan sehing-ga memakan korban jiwa tidak perlu. ■

Page 7: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 10 April 2008, mengeluarkan surat teguran bernomor 174/K/KPI/04/08

kepada stasiun televisi (TV) yang menayang-kan iklan paranormal Ki Joko Bodo. Iklan itu berisi layanan pesan pendek (SMS) dengan harga premium seputar supranatural yang di-asuh paranormal itu.

Bagi lembaga beranggotakan sembilan komisioner itu, iklan Ki Joko Bodo dianggap mengabaikan nilai-nilai agama lantaran men-janjikan dapat mengubah nasib seseorang. “KPI Pusat mengingatkan dalam pasal 36 ayat 6 UU Penyiaran 2002, dicantumkan bahwa isi siaran dilarang memperolokkan, meren-dahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia, atau merusak hubungan internasional,” demikian Siaran Pers KPI seperti dimuat dalam situs resmi mereka.

Selain itu, iklan ini juga dinilai melabrak pasal 46 ayat 3 (d) yang menyebut jika siaran iklan niaga dilarang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama. Pria yang akrab menge-nakan baju berwarna gelap ini mengaku pasrah dan tak akan mengajukan protes atas larangan itu. “Bagi saya dihentikan sama saja, nggak rugi tuh,” kata paranormal Ki Joko Bodo kepada detikcom, Jumat (11/4/2008). Ia juga men-gaku jika dirinya memang bukan mahkluk be-ragama, “...tapi makhluk ber-Tuhan”. “Orang beragama bisa menjelekkan agama orang lain, kalau percaya kepada Tuhan satu tujuan pada

hakiki hidup,” katanya beralasan.Dua iklan serupa lain jauh lebih berun-

tung. KPI hanya meminta iklan layanan Dedi Corbuzier dan Mama Lauren dipindah jam tayang di atas pukul 22.00. Berbekal dua pas-al serupa, lima hari setelah itu KPI kembali menerbitkan surat teguran untuk penyelang-gara program variety show Mamamia Indosiar dan program-program serupa lain seperti Star-Dut dan Super Seleb Show lantaran menabrak waktu shalat Magrib. Teguran itu dikeluarkan setelah KPI mendapat masukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan masyarakat.

Berdasarkan pemantauan KPI, program-program ini dimulai sebelum waktu shalat Maghrib tiba. Indosiar, masih di surat itu, han-ya memberi sedikit jeda waktu untuk adzan maghrib dan kemudian dilanjutkan hingga larut malam. “Selain mengganggu penonton di rumah, KPI pusat juga mendapatkan kelu-han, di studio Indosiar tidak disediakan tem-pat shalat untuk penonton acara reality show tersebut,” kata Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja, dalam surat yang dilayangkan ke PBNU, (15/4/08). Kalaupun dipersiapkan tempat shalat, menurut KPI, pihak Indosiar tidak mungkin bisa menampung ratusan pe-nonton yang hadir, sambil menyiapkan tem-pat berwudhu sekaligus.

Pertanyaannya, bagaimana menentukan isi siaran dianggap merendahkan, melecehkan atau mengabaikan nilai-nilai agama? Siapa yang berwenang menetapkan itu? Bagaimana

4. Semprit KPI untuk “Ki Joko Bodo” dan “Mamamia”

kasus-kasus bulan ini

The Wahid Institute �

Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008 ■

The Wahid Institute

menyesal dari perbuatannya namun tidak bisa meringankan hukuman. ”Pertobatan yang dilakukan terdakwa tidak dapat menjadi ala-san untuk meringankan hukuman terdakwa,” kata ketua Majelis.

Namun tidak demikian menurut kuasa hukum Mosaddeq, M Tubagus. Menurutnya, hanya Tuhan yang boleh nilai pertobatan se-seorang. “Memangnya dia itu Tuhan. Yang penting secara zahir, pertobatan itu benar di-saksikan dan ditandatangani oleh unsur MUI dan kepolisian. Perkara tobat bagaimana itu urusan Allah bukan majelis hakim,” papar

Tubagus (Detik.com 23/04/08). Karena itu, dia mengaku sangat kecewa dengan putusan hakim, keputusan yang menurutnya mence-derai demokrasi yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap orang.

Selain itu, pihak Mosaddeq menilai dalam jalannya persidangan kasus ini banyak terjadi ketidakadilan. Karena itu selain mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, mereka berencana mengadukan majelis ha-kim ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) serta Komisi III DPR. ■

Page 8: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

5. Laskar Islam Bentrok dengan Warga

melihat banyaknya ragam perbedaan pandang-an keagamaan dalam agama? Apakah sesuatu yang dianggap berbeda dari pandangan kea-gamaan mayoritas bisa dianggap melecehkan atau mengabaikan agama dan karenanya di-larang disiarkan? Rentetan pertanyaan ini adalah pekerjaan rumah yang perlu dibenahi

segera. Pandangan ini tak berarti menganggap bah-

wa tayangan supranatural yang kini meruyak itu “tak bermasalah”. Hanya saja untuk men-gatasinya diperlukan langkah strategis yang justru tak menimbulkan masalah-masalah baru. ■

kasus-kasus bulan ini

kasus-kasus bulan ini

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008

The Wahid Institute

Terjadi bentrokan berdarah antara ang-gota LUIS (Laskar Umat Islam) dengan warga di kampung Joyosuran, Semang-

gi, Pasar Kliwon, Senin (17/3/2008) malam. Bentrokan ini menimbulkan korban di pihak warga. Korban meninggal bernama Heri Yu-lianto alias Kipli, 35, warga Semanggi RT 5/VIII sedangkan korban luka parah bernama Tri Joko, 25, warga Kepatihan Wetan, Jebres. Heri menderita luka parah di kepala bagian belakang dan mengeluarkan banyak darah.

Bentrokan terjadi Senin (17/3) sekitar pukul 21.00 WIB di pertigaan Jalan Kapten Mulyadi dan Jalan Kahar Muzakir, Joyosuran. Saksi mata di lokasi mengungkapkan, sebe-lum bentrokan terjadi ada belasan pemuda yang menenggak minuman keras di pertigaan tersebut. Selang beberapa saat, dari arah utara (Jalan Kapten Mulyadi) muncul sekitar 100 orang dari kelompok laskar dengan berjalan kaki. Setiba di TKP, kelompok tersebut lang-sung membubarkan belasan pemuda yang berpesta miras.

Namun, upaya pembubaran itu mendapat perlawanan dari para pemuda. Mereka mela-wan dengan menggunakan bambu dan batu. Perkelahian tak seimbang pun tak terelakkan. Belasan pemuda itu terdesak karena kalah jumlah. Beberapa dari mereka menghubungi teman lainnya sehingga puluhan pemuda ber-datangan dan ikut terlibat perkelahian dengan anggota laskar (Wawasan, 18/3/08).

Pasukan Dalmas Poltabes Solo bersama Samapta dan Satreskrim yang tiba di lokasi berusaha melerai bentrokan. Para anggota las-kar digiring masuk ke Masjid Muslimin yang berada di RW X. Warga yang menjadi korban, Heri dan Tri Joko segera dibawa ke RS Kus-tati. Polisi kemudian menutup jalan Kapten Mulyadi. Hal ini untuk mencegah tawuran

susulan. Para warga di sekitar TKP pun ber-jaga-jaga di depan rumah mereka. Sekitar pukul 23.30 WIB polisi bernegosiasi dengan para anggota laskar untuk dievakuasi, semula mereka menolak untuk dievakuasi, meski akh-irnya bisa dibawa juga ke kepolisian.

Kejadian itu adalah yang kedua kali di Kecamatan Pasar Kliwon. Anggota laskar itu juga pernah men-sweeping pemuda di Semang-gi. Namun, saat itu tidak ada korban nyawa. Beberapa anggota laskar yang terkepung di tengah jembatan dievakuasi oleh polisi (Wa-wasan, 18/3/08).

Selain mengamankan sedikitnya 117 ang-gota laskar, polisi juga menyita barang-barang bukti alat yang digunakan dalam tawuran itu. Sedikitnya, 90 pentungan besi dan kayu, 2 bilah pedang, puluhan ketapel, 3 ruyung, ra-tusan butir kelereng sebagai amunisi ketapel, dan 40 sepeda motor diamankan. Barang buk-ti ditemukan di sekitar lokasi bentrokan, di dalam masjid, dan perumahan sekitarnya.

Pjs Kapoltabes Solo, Kombes Pol Drs A Syukrani SH memimpin langsung proses evakuasi laskar yang digiring ke masjid. Para laskar yang dibawa ke kepolisian kemudian diperiksa secara intensif di Satreskrim Polta-bes Solo. Setelah dilakukan penyidikan, Kasat Reskrim Poltabes Solo, Kompol Syarif Rah-man SIK, mengatakan sejumlah anggota las-kar sudah mengaku turut memukuli korban. ”Sampai sekarang masih dikembangkan.” (Ra-dar Solo, 19/3/08).

Penyidik Poltabes Solo pun menetapkan tujuh tersangka yang diduga sebagai pelaku bentrok di Kelurahan Joyosuran, Solo, yang menewaskan Heri alias Kipli. Ketujuh ang-gota laskar yang ditetapkan sebagai tersangka itu bernama Joko Samiyo (31), Pondra Arief Prasetyo (24), Abdul Syaifullah (30), Heru

Page 9: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

kasus-kasus bulan ini

The Wahid Institute �

Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008 ■

The Wahid Institute

Supatmo (44), Sudarno (40), Sardiyanto (43), dan Hanung (23). Mereka yang kesemuanya warga Kampung Kusumadilagan itu kini be-rada dalam tahanan Poltabes Solo, sementara yang lain sudah dilepas dari Poltabes sejak Se-lasa (18/3/08) tengah malam.

Pasca bentrokan berdarah yang menewas-kan Heri Yulianto alias Kipli, suasana tegang menghiasi beberapa titik di Kota Solo. Salah satunya di Gedung Umat Islam (GUI) Kar-topuran, Serengan, Solo. Puluhan anggota laskar terlihat stand by di gedung itu. Mereka khawatir, lantaran beredar selentingan adanya aksi balas dendam dari teman-teman Kipli ke-pada laskar. Namun sampai laporan ini dibuat (23/3/08), kekhawatiran laskar Islam itu tidak terbukti.

Dari kalangan laskar yang menjadi tersang-ka peristiwa berdarah di Kusumodilagan itu bakal dibela 40 orang pengacara. Ke-40 penga-cara itu berasal dari Jakarta dan Solo. Mereka tergabung dalam Tim Advokat Solo Peduli Da-mai. Tim itu dimotori oleh Anis Priya Anshari SH dan Ali Facrudin SH, dari Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah.

Sementara dari kalangan warga, dibantu oleh tim advokasi dari FMSSHAK (Forum Masyarakat Solo Sadar Hukum dan Anti Ke-kerasan), yang di antaranya adalah Windu Winarso, Wahyu Theo, dan Budi Susilo, akan membentuk tim pencari fakta. Hasil kerja tim yang beranggotakan enam orang ini akan dise-rahkan ke polisi untuk ditindaklanjuti. ’’Kami harapkan kejadian ini merupakan kekerasan yang terakhir di Solo” (Radar Solo, 19/3/08).

Ketua MMI Abu Bakar Ba’asyir menyem-patkan diri untuk menjenguk anggota laskar yang menjadi tersangka (Radar Solo, 20/3/08). Di saat-saat sebelum Ba’asyir datang, Pjs Ka-poltabes Solo Kombespol Ahmad Syukrani memilih pergi meninggalkan kantornya. Para perwira yang menerima kedatangan Ba’asyir adalah Kasat Samapta Kompol Sayid, Kasat Intel Kompol Jaka Wibawa, dan beberapa per-wira pertama di Satintelkam.

Untuk mendinginkan suasana, MUI Solo mempertemukan keluarga dua pihak yang terlibat bentrokan Rabu siang. Pertemuan itu melibatkan keluarga almarhum Heru Y. alias Kipli -korban tewas-, keluarga Tri Joko -korban terluka-, dan keluarga tujuh aktivis Islam ter-sangka pengeroyokan (Radar Solo, 3/4/08).

Dalam pertemuan itu, selain memberikan nasehat, Prof M. Sholeh Y.A. Ihrom, ketua MUI Solo, juga memberikan sumbangan be-rupa uang kepada kesepuluh pihak yang dia pertemukan. M. Sholeh menyebut, keputusan menggelar pertemuan itu merupakan bentuk kasih dan kepedulian sebagai sesama umat Islam. Terlebih lagi, kedua belah pihak yang bertikai ternyata sama-sama muslim.

Selanjutnya Ketua MUI Solo ini, bersama Abu Bakar Ba’asyir dan tokoh sosial politik di Solo Moedrick Sangidoe diklaim koordinator tim pengacara ke tujuh tersangka Ali Fach-rudin mengajukan penangguhan penahanan (Radar Solo, 8/4/08). ”Memang ada rencana mengajukan penangguhan penahanan. Ada beberapa alim ulama yang bersedia menjadi jaminan, terutama yang dari MUI. Selain itu, ada Ustad Abu Bakar Baasyir, Ustad Wahyu-din (pengajar di Ponpes Al Mukmin Ngruki), Mudrick Sangidu, dan beberapa orang lain-nya,” kata Ali di Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Mereka menjamin ketujuh tersangka ter-sangka yang saat ini ditahan polisi tidak bakal melarikan diri, juga tidak bakal mengulangi perbuatannya, jika berada di luar tahanan.

Namun Kasat Reskrim Poltabes Solo Kom-pol Syarif Rahman SIK menyebut pengajuan penangguhan penahanan adalah hak para tersangka. Soal dikabulkan atau tidak, kata dia, itu sepenuhnya wewenang Kapoltabes. Bahkan Syarif mengatakan, tersangka kasus itu bertambah seorang. Dengan demikian ada delapan tersangka. Tujuh orang ditetapkan se-jak sehari setelah bentrokan dan seorang lain-nya sudah dikirimi surat panggilan. Tersangka baru tersebut yaitu Suprawoto Muhammad Salman Alfarizi warga Kecamatan Pasar Kli-won.

Tersangka merupakan orang yang memiliki peran penting yakni sebagai penggerak massa hingga menyulut bentrokan, beberapa pekan lalu. Sepekan kemudian, Suprawoto dipanggil polisi untuk menjalani pemeriksaan di Mapol-tabes Solo (14/4/08). Saat datang ke Mapolta-bes Solo, Suprawoto yang merupakan Ketua Departemen Asykariyah Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Solo didampingi pengurus MMI seperti Adi Basuki dan penasihat hukum Joko Trisnowidodo dan penasihat dari Tim Pengacara Muslim (TPM) (Solo Pos, 17/4/08).

Page 10: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

Dalam sangkaan polisi, Suprawoto diduga menjadi penggerak laskar sehingga terjadi bentrokan dengan puluhan pemuda. Bah-kan, polisi akan menjeratnya dengan Pasal 338 KUHP jo Pasal 351 KUHP jo Pasal 170 KUHP jo Pasal 55 KUHP. ”Ada 35 pertanyaan yang diajukan. Dan kalau mengacu pada pe-meriksaan kali ini, sebenarnya terlalu dini me-netapkan dia sebagai tersangka,” kata Penasi-hat Hukum tersangka Joko Trisnowidodo SH (Solo Pos, 17/4/08).

Tapi Joko menyanggah jika kliennya di-sangka menjadi penggerak, karena tidak ada perintah dari tersangka untuk penyeran-gan. Sedangkan penasihat hukum dari TPM Jawa Tengah, Ali Fahrudin SH mengatakan, tersangka tidak ditahan. ”Namun akan ada

pemeriksaan tambahan,” kata Ali. Dua hari setelah memeriksa Suprawoto,

tujuh tersangka kasus bentrokan di Kusu-modilagan, Joyosuran, Pasar Kliwon kembali dimintai keterangan penyidik Poltabes Solo, Rabu (16/4). Keterangan tujuh tersangka tersebut untuk dikonfrontasi dengan keteran-gan Suprawoto yang telah diperiksa Senin (14/3/08).

Banyak kalangan menyesalkan terjadinya peristiwa ini. Begitu mudahnya nyawa ses-eorang dihilangkan akibat aksi kelompok-ke-lompok yang mengumbar kekerasan. Polisi ditunggu oleh warga di Solo untuk jelas men-gungkapkan kasus ini dan berharap itu adalah kejadian terkahir dari kekerasan-kekerasan yang selama ini muncul. ■

Ds. Cenggu Kec. Belo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, ditetapkan se-bagai proyek percontohan penerapan

Jum’at Khusu oleh pemerintah Kec. Belo. Bagi warga yang tidak menjalankan shalat Jum’at beberapa kali, akan dijemput dengan keranda mayat.

Camat Belo, Sudirman, SE, mengatakan, sejak ditetapkannya Peraturan Daerah (Per-da) Nomor 2 Tahun 2002 tentang program Jum’at Khusu’, pemerintah Kec. Belo sudah merespons dengan membuat keputusan setiap desa wajib melaksanakan program itu. Dari delapan desa di Kec. Belo, Cenggu dinilai pal-ing optimal menerapkan program itu.

Bahkan, kata Sudirman, setahun setelah Perda ditetapkan, pemerintah Ds. Cenggu membuat peraturan untuk mengamankan Perda dengan mewajibkan setiap warga laki-laki untuk shalat Jum’at. Kesepakatan itu meli-batkan semua elemen masyarakat, mulai dari ketua RT, ketua RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan Muspika.

“Warga sepakat untuk menerapkan hu-

kum sosial bagi warga yang kedapatan tidak shalat Jum’at,” katanya di Cenggu, Sabtu (12/4/2008) lalu.

Apa bentuk hukuman sosial yang diterap-kan bagi laki-laki yang tidak shalat Jum’at? Dijelaskan Sudirman, setiap Jum’at warga di-data oleh masing-masing ketua RT untuk di-ingatkan agar shalat Jum’at. Bagi warga yang tidak shalat, tidak akan dibantu pendanaan ketika mengadakan hajatan atau kegiatan lainnya.

Bahkan, katanya, warga yang tidak melak-sanakan shalat Jum’at hingga tiga atau empat kali akan dijemput dan diarak keliling desa dengan keranda mayat. Hukuman sosial yang disepakati itu sangat efektif, sehingga tidak ada warga yang abai melaksanakan shalat Jum’at.

Meski hukuman sosial tersebut telah lama diterapkan, namun hingga saat ini belum ada warga yang kedapatan tidak shalat Jum’at. “Bi-asanya, pemerintah desa setempat memanfaat-kan kaum perempuan untuk mendata kaum lelaki yang tidak shalat Jum’at,” katanya. (www.sumbawanews.com, Senin, 14 April 08). ■

6. Tak Shalat Jum’at, Dijemput Keranda Mayat

kasus-kasus bulan ini

10

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008

The Wahid Institute

Page 11: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

The Wahid Institute 11

Monthly Report on Religious Issues, Edisi IX, April 2008 ■

The Wahid Institute

AnalisisKeputusan Bakor Pakem yang me-rekomendasikan kepada pemerintah un-tuk mengeluarkan SKB 2 menteri dan kejakgung dan melarang aktivitas Ah-madiyah sebenarnya tidak terlalu men-gagetkan. Sejak kasus Ahmadiyah men-cuat pada 2005, pemerintah, mulai dari tingkat pusat sampai daerah, tidak pernah terlihat serius untuk melindungi korban. Pola penanganan standar yang selalu di-lakukan bila ada kekerasan terhadap ko-munitas Ahmadiyah di berbagai tempat adalah merelokasi dan mengungsikan warga Ahmadiyah. Sementara pihak-pi-hak yang melakukan kekerasan, bahkan mengeluarkan ancaman pembunuhan dan menghalalkan darah orang Ahmadi-yah, dibiarkan oleh aparat. Nyaris tidak ada tindakan hukum yang berarti bagi mereka yang mengobarkan api kekerasan terhadap Ahmadiyah. Bahkan, warga Ah-madiyah NTB yang hingga kini tinggal di pengungsian karena diusir dari kampung halamannya, tidak pernah menjadi per-hatian serius. Sejak awal bisa diduga, pe-merintah akan memilih ’mengorbankan’ Ahmadiyah daripada berhadapan dengan sekelompok massa Islam yang terus me-nerus menekan pemerintah. Memilih langkah ini dipandang mempunyai resiko politik dalam negeri paling kecil, meski-pun di dunia internasional Indonesia akan disorot keseriusannya dalam melin-dungi kebebasan beragama dan berkeya-kinan. Hal ini justru menunjukkan kalau pemerintah tidak serius dalam menegak-kan konstitusi dan menjamin hak dasar warganya. Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan begitu jelas dalam kon-stitusi kita, pasal 28e, 29 (2) UUD 1945. Demikian juga dalam pasal 22 UU No. 39 tahun 1999, pasal 18 UU No. 12 ta-hun 2005.

1. Kasus Madi merupakan cermin dari ketegangan soal kepercayaan di Indo-nesia. Perdebatan tentang sinkretisme, agama-agama resmi yang diakui peme-rintah, hubungan antar-umat beragama, perbedaan penafsiran terhadap ajaran-ajaran agama tertentu adalah soal-soal yang belum selesai di negeri ini. Masih sering terjadi, di dalam masyarakat, per-bedaan penafsiran terhadap agama dan kepercayaan bukan dilihat sebagai kon-sekuensi masyarakat plural, tetapi justru menjadi sumber kekerasan. Kekerasan etno-religius yang marak terjadi pascare-formasi 1998 di berbagai tempat di Indo-nesia adalah contoh buruk. Di sisi lain, perbedaan penafsiran tentang kepercay-aan dimanipulasi atau dieksploitasi men-jadi kekerasan bukan karena kepercay-aan itu sendiri, tetapi oleh motif-motif di luarnya. Banyak kasus kekerasan atas nama kepercayaan adalah kulitnya saja. Di balik itu, ada perebutan sumber daya politik dan ekonomi. Perspektif ini sebe-narnya juga bisa digunakan untuk meli-hat kasus LUIS di Surakarta.

Kasus-kasus penodaan agama agaknya akan semakin banyak. Pasal 156a KUHP yang layak dihapus karena bertentan-gan dengan UUD 1945 pasal 28 ayat 1 akan semakin sering digunakan untuk mengadili orang atau kelompok yang dianggap sesat. Pemerintah tampaknya lebih takut terhadap kelompok radikal yang menuntut pelarangan Ahmadiyah ketimbang melindungi warganegara. Ka-rena itu, penggunaan pasal ini secara se-wenang-wenang hanya untuk memenuhi selera massa justru akan menjadi anca-man bagi bangsa Indonesia ke depan. ■

2.

3.

Page 12: SKB Pelarangan Ahmadiyah Ditunda, Kaum Radikal-MUI Meradang filebergigi, rekomendasi Bakorpakem itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung dan ditetapkan

Tidak henti-hentinya MRORI ini mengingatkan pemerintah untuk berpegang teguh pada konstitusi yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Siapapun yang melanggar prinsip ini, apalagi deng-an kekerasan, pemerintah harus berani tegas menindak mereka. Per-lindungan terhadap warga negara adalah ’harga mati’ bagi pemerintah. Mengabaikan hal ini sama artinya pemerintah mengingkari fungsinya.

Andai Ahmadiyah dibubarkan, ada beberapa hal yang perlu direnung-kan.

a. Keputusan ini semakin menunjukkan, dalam penegakan kon-stitusi dan perlindungan kebebasan beragama pemerintah In-donesia telah disandera oleh kekuatan massa dan kelompok radikal. Pemerintah lebih tunduk pada tekanan massa daripa-da teguh menegakkan konstitusi. Jika ini terjadi bisa menjadi pintu masuk untuk melakukan impeachment kepada presiden;

b. jika Ahmadiyah dibubarkan dan tidak ada jaminan untuk te-tap memeluk keyakinannya, warga Ahmadiyah bisa mulai me-mikirkan kemungkinan mencari suaka politik ke negara lain sebagaimana pernah akan dilakukan beberapa warga Ahmadi-yah NTB;

c. Sebenarnya ada ancaman yang lebih serius, yaitu ideologi trans-nasional yang nyata-nyata mengancam NKRI dan men-deklarasikan mengharamkan demokrasi yang menjadi fondasi eksistensi Indonesia. Anehnya, kelompok-kelompok ini justru dibiarkan pemerintah dan bahkan dibiayai pemerintah mela-lui MUI dan tidak dianggap sebagai ancaman. ■

Nur Kholik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Alamsyah M Dja’far, Subhi Azhari, Nurul Huda Maarif, Rumadi (Jakarta)

Rekomendasi