sken 3.docx

42
ANEMIA DEFISIENSI BESI Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoietik , karena cadangan besi kosong, sehingga pembentukan hemoglobin berkurang. Berbeda dengan anemia akibat penyakit kronik, berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoietik terjadi akibat pelepasan besi dari system retikuloendotelial yang berkurang, sementara cadangan besi normal. Namun, kedua jenis anemia ini merupakan anemia dengan gangguan metabolisme besi. Epidemiologi : Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling banyak diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk di indonesia. Sebanyak 16- 50 % laki-laki dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%). 25-48 % perempuan dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak menorraghia (33%) , hemoroid (17%) dan infeksi cacing tambang (17%). 46-92 % wanita hamil di Indonesia menderita ADB. Etiologi

Upload: udunk-adhink

Post on 25-Sep-2015

56 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoietik , karena cadangan besi kosong, sehingga pembentukan hemoglobin berkurang. Berbeda dengan anemia akibat penyakit kronik, berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoietik terjadi akibat pelepasan besi dari system retikuloendotelial yang berkurang, sementara cadangan besi normal. Namun, kedua jenis anemia ini merupakan anemia dengan gangguan metabolisme besi.

Epidemiologi :

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling banyak diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk di indonesia. Sebanyak 16-50 % laki-laki dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%). 25-48 % perempuan dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak menorraghia (33%) , hemoroid (17%) dan infeksi cacing tambang (17%). 46-92 % wanita hamil di Indonesia menderita ADB.

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan kronik :

1. Faktor nutrisi

kurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas ( kualitas ) besi dalam asupan makanan misalnya ; makanan banyak serta, rendah daging, rendah vitamin C.

2. Kebutuhan besi meningkat

prematuritas, anak dalam masa petumbuhan dan kehamilan

3. Gangguan absorbsi besi

gastrektomi, colitis kronik

4. Perdarahan kronik

saluran cerna ; tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon, kanker lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, hemoroid

saluran genitalia wanita ; menoraghia, mtroraghia

saluran kemih ; hematuria

saluran nafas ; hemoptoe

Metabolisme Besi

Patogenesis dan Patofisiologi :

(Iron Depleted StatedCadangan besi menurun namun, eritropoietik belum tergangguPerubahan Fungsional AnemiaPerubahan Fungsional Non-AnemiaIron Deficient EritropoieticCadangan besi kosong dan eritropoietik terganggu namun, gejala anemia belum manifesIron Deficiency AnemiaEritropoietik sangat terganggu, kadar Hb menurun sehingga gejala anemia bermanifesferitin serum pengecatan besi pada sumsum tulang negatifabsorbsi besi melalui usus AnemiaDefisiensi BesiFree protophorfirin TIBC Anemia hipokrom mikrositerGejala klinik anemiaSistem Neuromuskuler Fe mioglobin, enzim sitokrom, gliserofosfat gangguan gilkolisis asam laktat kelelahan ototGangguan mental dan kecerdasan Fe gangguan enzim aldehidoksidase & enzim monoaminooksidase serotonin & katekolamin di otakGangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi Fe enzim untuk sintesis DNA dan enzim mieloperoksidase netrofil imunitas selulerGangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandung Fe angka kematian maternal, gangguan partus, risiko prematuritas, morbiditas & mortalitas fetus )

Manifestasi Klinik :

Gejala umum anemia

Gejala ini baru akan timbul apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin hingga 7-8 gr/dl

Lemah, lesu, lelah, mata berkunang-kunang dan telinga berdenging

Gejala khas defisiensi besi

Koilonichya (spoon nail) yaitu kuku yang cekung seperti sendok, memiliki garis-garis vertikal dan rapuh

Atrofi papil lidah sehingga permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

Stomatitis angularis (cheilosis) yaitu adanya radang pada sudut mulut berupa bercak keputihan

Disfagia

Atrofi mukosa gaster

Pica ; keinginan makan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat, lem dll

Gejala penyakit dasar

Gejala tergantung penyebab dasar yang menimbulkan anemia

Pada infeksi cacing tambang terdapat gejala dispepsia, parotis yang membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami

Anemia akibat kanker kolon dapat disertai oleh gangguan BAB

Penegakan Diagnosis

Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi, yaitu :

1. Penentuan adanya anemia

Anemia secara klinis dapat memberikan beberapa gambaran, yang disebut sebagai sindroma anemia yakni badan lemah, letih, leu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, telinga sering berdenging. Namun, biasanya, gejala simptomatis ini ditemukan apabila kadar Hb < 7 g/dl.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan anemis pada konjutiva dan jaringan bawah kuku.

Berdasarkan kadar hemoglobin, kriteria anemia menurut WHO ( Hoffbrand AV, 2001) :

Kelompok

Kriteria anemia ( Hb)

Laki-laki dewasa

< 13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil

< 12 g/dl

Wanita dewasa hamil

< 11 g/dl

2. Penentuan defisiensi besi sebagai penyebab anemia

Manifestasi klinis yang khas untuk anemia defisiensi besi adalah ;

Atrofi papil lidah ; permukaan lidah licin, mengkilap karena papil lidah hilang

Stomatitis angularis ; radang pada sudut mulut

Disfagia akibat kerusakan epitel hipofaring

Koilonichya ; kuku sendok ( spoon nail ), kuku rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok

Atrofi mukosa gaster

Pica ; makan yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem dll

Secara laboratorium, untuk menegakan diagnosis defisiensi besi ( modifikasi kriteri Kerlin, et al ) yaitu :

Anemia hipokrom mikrositik pada apusan darah tepi , atau MCV < 80 fl, dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari criteria berikut :

2 dari 3 parameter berikut :

Besi serum < 50 mg/dl

TIBC > 350 mg/dl

Saturasi transferin < 15 %

Feritin serum < 20 mg/l

Pengecatan besi sumsum tulang negative

Pemberian SF 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu dapat meningkatkan kadar Hb > 2 gr.dl

3. Penentuan penyebab dasar timbulnya anemia defisiensi besi

Gejala klinis tergantung pada penyeakit dasar yang menyertai. Pada anemia yang disebabkan oleh penyakit cacing tambang, ditemukan dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan kuning seperti jerami. Apada anemia akibat perdarahan kronik akibat kanker kolon akan ditemukan keluhan BAB .

Apabila dicurigai penyakit cacing tambang, dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing. Pada kecurigaan perdarahn sementara tidak ditemukan perdarahan nyata, maka dapat dilakukan tes darah samar ( occult blood test ) pada feses, dapat juga dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah jika ada indikasi.

Terapi

1. Memberikan diet kaya kalori, protein dan zat besi

2. Memberikan preparat besi

Preparat besi oral:

- sulfas ferrosus 4 x 1 tab

- Ferrous fumarat 4 x 1 tab dan ferrous glukonat 3 x 1

Pemberian preparat besi ini dilanjutkan 4-6 bulan sesudah hb normal. Obat ini aman digunakan, hanya kadang-kadang dapat memberikan efek samping berupa nyeri epigastrium, konstipasi dan diare.

Pemberian preparat besi parentaral

Hanya dianjurkan pada penderita yang mengalami intoleransi gastrointestinalberupa mual muntah. Preparat besi parenteral yang lazim digunakan adalah interferon, jectofer, venofer.

3. Mengatasi penyebabnya.

A. AGRANULOSITOSIS

Agranuositosis adalah neutropenia akut berat yang ditandai dengan menghilangnya prekursor neutrofil di sumsum tulang dan penurunan hebat hitung granulosit di darah perifer. Hitung jenis leukosit memperlihatkan tidak adanya neutrofil atau jumlah atau sel granulositik kurang dari 500 hal ini dapat terjadi mendadak pada orang yang tampak normal , dan terutama terjadi sebagai suatu reaksi obat idiosinkratik. Keadaan ini juga terjadi berkaitan dengan proses autoimun atau infeksi-infeksi tertentu. Obat kadang-kadang mempengaruhi kadar granulosit tanpa mempengaruhi unsur sumsum tulang yang lain, tetapi umumnya jumlah sel darah merah dan/atau tromobosit juga berkurangAgranulocytosis ditandai dengan reduksi jumlah granulosit yang beredar dan menyebabkan infeksi berat, meliputi lesi ulcerative necrotizing pada mukosa mulut, kulit, dan gastrointestinal serta saluran genitourinary. Bentuk yang lebih ringan dari penyakit ini disebut neutropenia atau granulocytopenia.

Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius ditandai dengan jumlah leukosit yang endah dan tidak adanya neutrofil.1 Agranilositosis ini merupakan gangguan langka yang mengancam jiwa didefinisikan sebagai neutrofil mutlak yang kurang dari 0.56109/l. Laporan tingkat kematian kasus adalah 5 - 16%. Lebih dari 70% kasus berkaitan dengan drugs. Namun, sangat sedikit data yang tersedia tentang fitur klinis dan hematologi dari kondisi ini

Obat adalah penyebab paling umum dari agranulocytosis tetapi dalam beberapa kasus penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Agranulocytosis telah dilaporkan setelah administrasi obat-obatan seperti aminopyrine, barbiturat dan derivatnya, derivat cincin benzene, sulfonamid, gold salt, atau obat-obat yang mengandung arsen. Ini biasanya terjadi dalam bentuk penyakit akut. Tetapi juga dapat dalam bentuk kronis atau periodik dengan siklus neutropenic berulang (misalnya neutropenia siklik).

Onset penyakit disertai dengan demam, malaise, lemah, dan sakit tenggorokan. Ulserasi pada rongga mulut, orofaring, dan tenggorokan adalah ciri khasnya. Mukosa menunjukkan bercak-bercak nekrotik berwarna hitam dan abu-abu dan memiliki batas yang tegas dari daerah sekitarnya. Tidak adanya reaksi inflamatori yang jelas karena kurangnya granulosit adalah sifat yang khas. Batas gingiva dapat terlibat ataupun tidak. Perdarahan gingiva, nekrosis, peningkatan salivasi, dan fetid odor adalah gambaran klinis yang menyertai. Pada neutropenia siklik, perubahan gingiva terjadi kembali dengan eksaserbasi rekuren penyakit. Terjadinya periodontitis agresif (yang dahulu disebut rapidly progressive) telah tampak dalam neutropenia siklik.

Karena infeksi adalah sifat umum dari agranulocytosis, diagnosa banding melibatkan pertimbangan atas kondisi-kondisi seperti acute necrotizing ulcerative gingivitis, diphtheria, noma, dan acute necrotizing inflamation pada tonsil. Diagnosa definitif tergantung pada penemuan hematologis dari leukopenia dan hampir tidak adanya neutrofil.

ETIOLOGI

Infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan dapat menyebabkan leukopenia. Penyebab tersering adalah keracunan obat seperti fenotiazin (yang paling sering), begitu juga clozapine yang merupakan suatu neuroleptika atipikal. Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon, dan chloramphenicol juga dapat menyebabkan leukopenia. Selain itu, radiasi berlebihan terhadap sinar X dan juga dapat menyebabkan terjadinya leukopenia.

Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar gamma yang disebabkan oleh ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan (sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik betalaktam, Penicillin, ampicillin, tiourasil). Obat-obat yang sering dikaitkan adalah agen-agen kemoterapi mielosupresif (menekan sumsum tulang) untuk pengobatan keganasan hematologi atau untuk keganasan lainnya, analgetik dan antihistamin jika sering serta makin banyak digunakan dan diketahui mampu menebabkan neutropenia atau agranulositosis berat.

PATOGENESIS

Agranulositosis dapat secara luas dibagi menjadi:

Penyakit herediter karena mutasi genetik .Banyak dari gangguan ini disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode neutrofil elastase, atau ELA2. Beberapa alel yang terlibat yang paling umum adalah substitusi intronic yang menonaktifkan sambatan situs dalam intron 4. Gen selain ELA2 juga terlibat. Sebuah sejarah yang kuat terhadap infeksi berulang, biasanya dimulai di masa kecil, sangat mengindikasikan dari cacat genetik.

Acquired disease ,Acquired disease mungkin juga disebabkan karena obat-obatan, bahan kimia, autoiminutas, agen infeksi, dan penyebab lainnya.

Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil (50- 75%), eusinofil (1 2%), basofil (0,5 1%), monosit (6%), limfosit (25-33%). Sel mengalami proliferasi mitotik, diikuti fase pematangan memerlukan waktu bervariasi dari 9 hari untuk eusinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Proses ini akan mengalami percepatan bila ada infeksi. Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan 10 kali jumlah neutrofil yang dihasilkan per hari. Bila infeksi cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Neutrofil merupakan sistem pertahanan priemer tubuh dengan metode fagositosis. Eusinofil mempunyai fagositosis lemah dan berfungsi pada reaksi antigen antibodi. Basofil membawa faktor pengaktifan histamin. Monosit meninggalkan sikulasi menjadi makrofag jaringan. Limfosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit T bergantung pada timus, berumur panjang dibentuk dalam timus, bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif antigen. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel ini bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral

Sumsum tulang dan darah perifer adalah sistem organ yang terkena. Kondisi ini ditandai oleh produksi neutrofil yang tidak memadai, penghancuran neutrofil yang berlebihan, atau keduanya. Infeksi yang dihasilkan cenderung melibatkan rongga mulut, lendir membran, dan kulit. Systemic life-threatening sepsis mungkin terjadi. Organisme paling umum menginfeksi adalah staphylococci, streptococci, gram negatif organisme, dan anaerob. Jamur juga sering terlibat sebagai agen infeksi sekunder

DIAGNOSIS

Gejala Klinis agranulositosis :

a. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi.

b. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering.

c. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing)

d. Tukak pada membran mukosa

e. Takikardi

f. Disfagia

Pemeriksaan laboratorium

1. Menunjukkan CBC, termasuk pembagian manual, berhati-hati pada evaluasi smear darah tepi yang menyediakan informasi tentang RBC, dan morfologi platelet.

2. Pemeriksaan smear tulang belakang dan sampel biopsi dengan teknik flow sitometri.

3. Kultur mikrobiologi dari darah, dahak dan cairan tubuh yang mengindikasikan febris pasien.

4. Test antineutrofil antibodi

5. Pada neutropenia kongenital dan siklik neutropenia, analisis genetik diperlukan untuk klasifikasi kondisi tersebut

Pemeriksaan radiologi

1. Tidak terdapat gambaran spesifik, yang dapat menentukan diagnosis agranilositosis.

2. Merupakan bagian dari penetuan lokalisasi infeksi, berdasarkan radiografi (foto thoraks).

3. Studi pencitraan lain ditentukan oleh spesifik keadaan dari setiap kasus.

Bone marrow aspiration and biopsy

Biopsi sumsum tulang untuk menilai cacat sumsum intrinsik, penangkapan pematangan, neutropenia bawaan, infeksi jamur, dan kekurangan vitamin B-12 atau folat. Ini membantu untuk menyingkirkan karsinoma metastasis, limfoma, infeksi granulomatosa, dan myelofibrosis. Jika infeksi mikobakteri atau jamur dicurigai, aspirat dapat dibudidayakan.

Periksa sumsum tulang smear dan biopsi sampel dengan teknik termasuk sitometri. Sumsum tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau tidak adanya myeloid prekursor. Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan penangkapan pematangan pada tahap pita promyelocyte, mielosit, atau bahkan neutrofil pematangan. Temuan yang terakhir ini sering terjadi pada neutropenias imbas obat dan kekebalan tubuh, sebagai kehancuran mungkin selektif dari neutrofil lebih matang saja. Pada kesempatan, sumsum mungkin hypercellular.

Penemuan histologi

1. Pada smear gambaran darah tepi tidak didapatkan adanya neutrofil

2. Sumsum tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau hilangnya precusor myeloid.

3. Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan pematangan suatu menangkap pada tahap promyelocyte.

4. Pada kesempatan, sumsum mungkin hypercellular

PENATALAKSANAAN

Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya (simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih. Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah pasien harus dilindungi oleh setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium (misal: hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika demam harus ditangani dengan antibiotik sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene mulut juga harus dijaga. Irigasi tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar tetap bersih dari eksudat nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.

B. ARTHEROSKLEROSIS

DEFINISI

Atherosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa Yunani (athera) suatu bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak atau hubungan dengan atheroma. Sedangkan sklerosis dalam bahasa Yunani berarti indurasi dan pengerasan; seperti pengerasan sebagian peradangan, pembentukan jaringan ikat meningkat atau penyakit zat intersisial. Aterosklerosis adalah bentuk spesifik dari ateriosklerosis. Meskipun kedua istilah tersebut dalam aplikasinya dapat saling menggantikan. Aterosklerosis merupakan pengerasan pembuluh darah arteri yang disebabkan karena penumpukkan simpanan lemak (plak) dan substansi lainnyaAterosklerosis adalah kondisi suatu penebalan dinding arteri sebagai suatu hasil dari akumulasi bahan-bahan lemak seperti kolesterol

Arteri adalah pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi dari jantung ke anggota, tubuh yang lain. Ciri-ciri arteri yang sehat yaitu fleksibel, kuat dan elastis. Lapisan permukaan dalamnya licin sehingga darah dapat mengalir tanpa batasan. Tetapi, suatu waktu, terlalu banyak tekanan pada arteri dapat menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi tebal dan kaku, akhirnya akan membatasi darah yang mengalir ke organ dan jaringan. Proses ini disebut arteriosclerosis atau pengerasan pembuluh arteri.Aterosklerosis dapat mempengaruhi arteri pada tubuh, termasuk arteri di jantung, otak, tangan, kaki, dan panggul. Akibatnya, penyakit yang berbeda dapat berkembang berdasarkan arteri yang terkena.Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai akumulasi lipid ekstrasel, recruitment dan akumulasi lekosit, pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi miosit, deposit matriks ekstrasel, akibat pemicuan patomekanisme multifaktor yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama paparan faktor lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi virus dan bakteri, faktor imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai faktor tersebut.

Pada individu yang lebih tua, perubahan arteriosclerosis yang ditandai dengan penebalan intimal, penyempitan lumen, penebalan media, dan hialinisasi media dan adventia, dengan atau tanpa kalsifikasi, banyak ditemukan pada pembuluh darah di daerah rahang dan juga pada daerah inflamasi periodontal. Atherosclerosis adalah penebalan setempat dari intima arterial, lapisan paling dalam dari lumen pembuluh darah, dan media arterial, lapisan tebal dibawah intima yang terdiri dari otot polos, kolagen, dan serat elastik. Pada awal pembentukan plak atherosclerotik, monosit yang beredar melekat pada endothelium vaskular. Perlekatan ini dimediasi oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endothelial, termasuk intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), endhothelial leukocyte adhesion molecule-1 (ELAM-1), dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Molekul adhesi ini dibentuk oleh sejumlah faktor seperti LPS bakterial, prostaglandin, proinflammatory cytokines. Setelah berikatan dengan lapisan sel endothelial, monosit akan masuk ke endothelium dan bergerak dibawah intima arterial. Monosit mengedarkan low-density liporpotein (LDL) dalam bentuk yang teroksidasi dan menjadi besar, membentuk sifat foam cell dari plak atheromatous.

Saat berada di dalam media arterial, monosit juga dapat berubah menjadi makrofag. Host dari proinflammatory cytokines seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha (TNF-) dan prostaglandin E2 (PGE2) akan kemudian dihasilkan, yang dapat memperbanyak lesi atheromatous. Faktor mitogenik seperti faktor pertumbuhan fibroblas dan faktor pertumbuhan yang diperoleh dari platelet akan menstimulasi proliferasi otot polos dan kolagen di dalam media, sehingga menebalkan dinding arteri. Pembentukan plak atheromatous dan penebalan dinding pembuluh darah mempersempit lumen sehingga dapat menurunkan aliran darah secara dramatis. Arterial thrombosis seringkali terjadi setelah adanya kebocoran plak atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan terjadinya paparan darah yang beredar terhadap kolagen arterial dan faktor jaringan dari monosit / makrofag yang mengaktifkan platelet dan jalur koagulasi. Akumulasi platelet dan fibrin membentuk thrombus yang dapat menyumbat pembuluh darah, menyebabkan kondisi iskemia seperti angina atau MI. Thrombus dapat terpisah dari dinding pembuluh darah dan membentuk embolus, yang juga dapat menyumbat pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan kondisi akut seperti MI atau cerebral infarction (stroke).

ETIOLOGI ARTHEROSCLEROSIS

Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama paparan faktor lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi virus dan bakteri, faktor imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai faktor. Aterogenesis dimulai ketika terjadi jejas pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme molekuler dan seluler yang menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik.

Kadar kolesterol LDL yang tinggi merupakan penjejas utama endotel dan miosit. Kemampuan LDL-oks dalam memulai terjadinya aterosklerosis menunjukkan bahwa LDL-oks sangat mudah menimbulkan terbentuknya sel busa. Kolesterol HDL cenderung membawa kolesterol menjauhi arteri dan kembali ke hati, menyingkirkan kolesterol yang berlebihan di plak ateroma dan menghambat perkembangan plak ateroma. Hipertensi menginisiasi disfungsi endotel dalam proses aterogenesis. Stres oksidatif dapat mempromosi aktivasi atau disfungsi endotel, serta menginduksi ekspresi molekul adesi, sehingga memacu migrasi monosit. Pola pemahaman ekspresi gen bisa membantu menjelaskan perbedaan kerentanan terhadap agen penyebab aterosklerosis. Aterosklerosis jelas bukan hanya merupakan akibat sederhana dari akumulasi lipid, namun juga akibat respon inflamasi, namun bila komponen inflamasi berbahaya bagi arteri secara selektif dapat dimodifikasi dengan mempertahankan keutuhan aspek protektifnya, maka bisa tercipta pandangan baru dalam diagnosis dan manajemen penyakit pada 50 persen pasien kardiovaskuler yang tidak mengalami hiperkolesterolemia.

TIPE LESI ARTHEROSKLESOSIS

Lesi aterosklerotik, terutama terjadi pada arteri elastis berukuran sedang dan besar serta arteri muskularis, dapat menimbulkan iskemi jantung, otak atau ekstremitas yang menyebabkan terjadinya infark. The American Heart Association Committee on Vascular Lesions menentukan klasifikasi baru perkembangan lesi aterosklerotik menjadi 6 (enam) fase. Sistem klasifikasi ini mengkaitkan fase klinik evolusi plak dengan tipe lesi yang tampak secara patologis.

Lesi aterosklerotik tipe I

Lesi aterosklerotik tipe I atau lesi inisial memperlihatkan perubahan paling dini yang pertamakali bisa terdeteksi secara mikroskopik dan kimiawi. Secara seluler ditandai dengan penambahan sejumlah sel busa di tunika intima arteri dan penebalan adaptif tunika intima, terutama di regio yang mudah terkena.4)

Gambar 1 Disfungsi endotel ( lesi inisial ) pada aterosklerosis

Lesi aterosklerotik tipe II

Lesi tipe II (garis lemak) berupa garis-garis, bercak atau bintik berwarna kuning di permukaan intima arteri. Gambaran mikroskopis lesi aterosklerotik tipe II terdiri atas; sel busa berlapis, miosit berisi butiran lemak, sejumlah besar makrofag tanpa butiran lemak, sel limfosit T dan sel mast di tunika intima, disertai butiran heterogen lipid ekstrasel. Garis lemak mulanya terdiri atas makrofag, monosit, dan limfosit T yang mengandung sel busa yang bergabung dengan sejumlah sel miosit. Tahapan pembentukan garis lemak meliputi; 1) migrasi miosit yang distimulasi oleh PDGF, FGF 2 dan TGF-, 2) aktivasi sel T yang diperantarai oleh TNF-, IL-2 dan GMCSF, 3) pembentukan sel busa yang diperantarai oleh LDL-oks, MCSF, TNF-, IL-1, 4) aderensi dan agregasi platelet yang dirangsang oleh integrin, P-selektin, fibrin, tromboksan A2, faktor jaringan dan faktor lain yang bertanggungjawab terhadap aderensi dan migrasi lekosit.

Gambar 2. Pembentukan garis lemak pada aterosklerosis

Lesi aterosklerotik tipe III

Lesi tipe III (intermedia, transisional, preateroma) merupakan jembatan morfologis dan kimiawi antara lesi tipe II dan lesi tipe lanjut (tipe IV). Gambaran histopatologinya khas, ditandai timbunan butiran dan partikel lipid ekstrasel yang identik dengan lesi tipe II, di sekitar lapisan miosit di era tertentu yang mengalami penebalan adaptif tunika intimanya. Timbunan lipid yang lebih banyak dan tebal terletak tepat di bawah lapisan makrofag dan sel busa, menggantikan matriks dan serabut proteoglikan intersel, serta mendorong dan memisahkan miosit

Lesi aterosklerotik tipe lanjut (IV, V dan VI)

Pada lesi lanjut yang terbagi menjadi tipe IV, V dan VI, terdapat deposit lipid ekstrasel yang cukup besar untuk merusak intima, juga terjadi mekanisme trombotik yang lebih menonjol dalam mempercepat terjadinya aterosklerosis. Sedangkan pada stadiun yang amat lanjut, deposit lipid memodifikasi tunika media dan adventitia di bawahnya. Lesi fase ini (Gambar 2.15) cenderung membentuk sumbat fibrosa yang memisahkan lesi dengan lumen arteri. Sumbat fibrosa menutupi campuran lekosit, lipid dan debris yang membentuk inti nekrotik. Pinggiran lesi meluas akibat adesi dan masuknya lekosit yang terus berlangsung. Faktor utama yang berhubungan dengan akumulasi makrofag meliputi; MCSF, MCP-1 dan LDL-oks. Inti nekrotik merupakan akibat terjadinya apoptosis dan nekrosis, peningkatan aktivitas proteolitik dan akumulasi lipid. Sumbat fibrosa terbentuk akibat meningkatnya aktivitas PDGF, TGF-, IL-1, TNF- dan osteopontin, serta berkurangnya degradasi jaringan ikat

Gambar 3. Pembentukan lesi lanjut pada aterosklerosis

Gambar 4. Sumbatn Fibrosa yang tidak stabil dalam artherosklerosis

MEKANISME TERJADINYA ARTHEROSKELOROSIS

Atherogenesis adalah proses pembentukan dari plak-plak atheroma. Hal tersebut ditandai dengan remodeling dari arteri yang bersamaan dengan akumulasi sel (terutama leukosit seperti monosit yang merupakan turunan makrophage) dan dimodifikasi oleh lipoprotein. Selanjutnya radang memacu, ke arah pembentukan plak artheroma di dalam arteri intima, suatu daerah pada dinding sel yang terletak antara endothelium, media dan adventitia. Bagian utama dari lesi ini terdiri atas kelebihan lemak, sel, kolagen dan elastin.23)

GAMBARAN KLINIS ARTHEROSKLEROSIS

Tanda dan gejala atherosklerosis biasanya berkembang secara bertingkat. Pertama, gejala muncul setelah adanya upaya yang kuat , ketika arteri tidak dapat menyuplai cukup oksigen dan nutrisi kepada otot.

Aspek klinis. Gejala-gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi. Penderita aterosklerosis ringan dapat mengalami gejala infark myocard dan pasien yang menderita aterosklerosis tingkat lanjut dapat tidak mengalami gejala-gejala yang berarti. Jadi tidak ada perbedaan gejalagejala klinis antara aterosklerosis yang ringan ataupun yang telah parah. Aterosklerosis dapat menjadi kronik dengan menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding dengan umur (penyakit degeneratif) dan lamanya menderita aterosklerosis. Meskipun merupakan sebuah penyakit sistemik yang mengglobal tetapi aterosklerosis dapat pula hanya menyerang salah satu organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk masing-masing penderita

Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yang terjadi akibat aterosklerosis : 21)

Adanya penyempitan diameter pembuluh darah akibat penumpukan jaringan fibrous (plaque) yang makin lama makin besar. Penyempitan dapat mencapai hingga nilai 50-70% dari diameter pembuluh awal. Hal ini berakibat terganggunya sirkulasi darah kepada organ yang membutuhkan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu. Contoh penyakit yang berhubungan dengan masalah ini adalah angina pectoris, mesenterik angina, dan lain sebagainya.

Plaque yang telah terbentuk dapat pecah dan mengalir mengikuti pembuluh darah menjadi trombus dan emboli. Trombus ini dapat menyumbat arteri-arteri penting tubuh yang penting. Jika menyumbat arteri koroner maka dapat mengakibatkan otot jantung mengalami iskemia (kekurangan nutrisi) dan selanjutnya dapat memicu terjadinya infark myocard dan stroke. Emboli ini dapat juga terjadi secara tanpa sengaja pada peristiwa pembedahan aorta, angiograf, dan terapi trombolitik pada pasien aterosklerosis.

Angina pectoris ditunjukkan dengan perasaan tidak nyaman pada daerah retrosternal dan menyebar ke daerah lengan kanan yang kadang-kadang disalah artikan sebagai gejala dyspnea. Angina pectoris timbul setelah melakukan kerja berat dan diobati dengan beristirahat atau terapi nitrat. Jika angina pectoris berlanjut dan terjadi berulang-ulang dapat berlanjut kepada infark myocard (serangan jantung).

Stroke merupakan kelanjutan dari adanya sumbatan pada pembuluh darah otak. Akibatnya sel-sel otak mengalami iskemia dan mangalami gangguan dalam hal fungsinya.

Penyakit vaskuler perifer meliputi perasaan pegal, impotensi, luka yang tak kunjung sembuh dan infeksi pada daerah ekstremitas. Perasaan pegal ini meningkat setelah berolahraga dan sembuh ketika beristirahat. Perasaan ini dapat diikuti dengan kulit kepucatan atau kesemutan.

Iskemia pada organ-organ visceral berakibat pada kerusakan susunan dan fungsi dari organ yang terkena.

Mesenterik angina ditandai dengan sakit pada epigastrium atau periumbilikal setelah makan dan dianalogkan dengan henatemesis, diare, defisiensi nutrisi, atau berkurangnya berat badan.

Aneurisme pada aorta abdominalis dimana aorta abdominalis mengalami kerusakan sehingga membesar menimbulkan sebuah benjolan pada dinding luar aorta abdominalis.

Emboli arteri sering timbul bersamaan dengan nekrosis pada jari-jari, pendarahan saluran pencernaan, infark myocard, iskemia pada retina, infark serebral, dan gagal ginjal.

Aspek Fisik Tanda-tanda fisik dari aterosklerosis meliputi adanya penimbunan lemak, pelebaran dan kakunya arteri muskular yang besar, dan iskemia atau infark dari beberapa organ tertentu. Berikut ini disajikan tanda fisik dari aterosklerosis :

Hiperlipidemia adalah adalah meningkatnya kadar lemak di dalam darah. Lemak ini dapat memicu ter adanya penimbunan plaque pada dinding pembuluh darah.

Penyakit pada arteri koroner . Ditandai dengan adanya bunyi jantung keempat yang semakin jelas, takikardi, hipotensi, atau hipertensi.

Penyakit serebrovaskuler . Ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri karotis dan kemunduran dari fungsi otak

Penyakit vaskuler perifer. Ditandai dengan penurunan denyut nadi perifer, sumbatan pada erteri perifer, sianosis perifer, gangrene, atau luka yang sukar sembuh

Aneurisme pada aorta abdominalis. Ditandai dengan timbulnya benjolan pada arteri abdominalis atau kolapsnya sistem sirkulasi

Emboli pada arteri. Ditandai dengan gangrene, sianosis, munculnya "pedal pulses" yang dikaitkan adanya penyakit mokrovaskular dan emboli kolesterol.

HUBUNGAN PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN ATEROSKLEROSIS

Penyakit periodontal dan arteriosclerosis meningkat seiring bertambahnya usia, dan telah disimpulkan bahwa kerusakan sirkulasi disebabkan oleh perubahan vaskular yang dapat meningkatkan kerentanan pasien terhadap penyakit periodontal. Pada hewan percobaan, iskemia parsial yang lebih dari 10 jam menyebabkan terjadinya oklusi arteriolar, menyebabkan perubahan dalam enzim oksidatif dan aktivitas asam fosfat serta dalam kandungan glikogen dan lemak dari epitelium gingiva. Nekrosis setempat, yang diikuti oleh ulserasi, terjadi pada epitelium dengan junctional epithelium sebagai bagian yang paling sedikit terkena. Duplikasi DNA ditekan. Tidak terjadi perubahan yang khas dari penyakit periodontal. Iskemia diikuti oleh hiperemia, disertai perubahan metabolik dan peningkatan sintesis DNA di dalam epitelium serta proliferasi dan penebalan epithelial semua dianggap sebagai bagian dari respon gingiva terhadap oklusi arteriolar.

Peran infeksi pada aterosklerosis telah dibicarakan selama bertahun-tahun. Baru-baru ini, dari bukti yang telah dikumpulkan bahwa beberapa infeksi rongga mulut biasa memainkan peran penting dalam aterosklerosis. Lesi aterosklerosis dapat terjadi pada arteri elastis berukuran besar dan menengah dan arteri otot. Hal ini dapat menyebabkan lesi iskemik pada otak, jantung, atau anggota gerak dan dapat mengakibatkan thrombosis dan infark yang merusak pembuluh darah, yang menimbulkan kematian.

Proses, didukung oleh cukup banyak bukti, bahwa aterosklerosis adalah penyakit inflamasi. Konsep ini, juga disebut The Ross response-to-injury hypothesis of atherosclerosis, mengusulkan bahwa permulaan lesi adalah hasil dari cedera pada endothelium dan petunjuk menuju proses peradangan kronis di artery. Hal ini mengakibatkan migrasi monosit melalui endothelium ke dalam jaringan dasar dan proliferasi sel otot polos. Pengaktifan monosit ( makrofag ) di dalam pembuluh darah menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, kemokin dan faktor pertumbuhan, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut, mengakibatkan nekrosis fokal. Akumulasi lipid merupakan ciri utama dari proses ini, dan secara bertahap kemudian plak atheromatous dapat ditutup dengan serat penutup mengelilingi area nekrotik fokal. Pada titik tertentu, tutup fibrosa dapat menjadi terkikis dan pecah, yang menyebabkan pembentukan thrombus dan kemacetan dalam arteri, menghasilkan suatu infark

Infeksi periodontal mempengaruhi terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler, periodontitis dan aterosklerosis keduanya mempunyai faktor etiologi yang komplek. Aterosklerosis adalah penebalan pembuluh darah arteri, terjadi pada lapisan dalam pembuluh darah, penebalan dibawah lapisan intima yang terdiri dari otot polos, kolagen dan serat elastik

Gambar 5. Patognesis aterosklerosis.

1. Monosit/makrofag menempel pada endotel

2. Monosit/makrofag berpenetrasi ke dalam arteri, menghasilkan sitokin dan faktor pertumbuhan

3. Pembesaran monosit

4. Proliferasi otot dan penebalan dinding pembuluh darah ( Caraanza, 2006 )

Pembentukan aterosclerosis diawali dengan sirkulasi monosit menempel pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1), endotelial leucocyte adhesion molecule (ECAM-1) dan vaskular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).1,7 Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi kelapisan lebih dalam dibawah lapisan intima, terjadi pembesaran monosit dan terbentuk atheromatous plaque. Pembentukan atheromatous plaque dan penebalan dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah pecahnya plaque atheromatous, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Kumpulan platelet dan fibrin dapat menutupi pembuluh darah menyebabkan iskemi seperi angina atau myocardial infarction

Efek Infeksi Periodontal. Infeksi periodontal dapat mempengaruhi onset atau perkembangan atherosclerosis dan penyakit jantung koroner melalui mekanisme tertentu. Periodontitis dan atherosclerosis keduanya memiliki faktor etiologi yang kompleks, yang menggabungkan pengaruh genetika dan lingkungan. Penyakit ini memiliki banyak faktor resiko dan hanya memiliki sedikit kesamaan dalam mekanisme patogenesis dasar.

Gambar 6. Infeksi periodontal menyebabkan artherosklerosis (Reddy.s, 2008)

Dalam sebuah penelitian pada hewan, bakteri gram negatif dan lipopolisakarida menyebabkan infiltrasi sel-sel inflamasi ke dalam dinding arteri, proliferasi otot polos arteri dan koagulasi intravaskular. Perubahan ini identik dengan kejadian yang dapat diamati pada atheromatosis. Penyakit periodontal menyebabkan infeksi sistemik kronis, keadaan bakteriemi mengawali respon tubuh dengan mempengaruhi koagulasi, endotel dan integritas dinding pembuluh darah, fungsi platelet, ini menyebabkan perubahan atherogenic dan terjadinya thromboembolic

Gambar 7. Hubungan infeksi periodontal dan aterosklerosis pada penyakit kardiovaskuler

Dalam kombinasi dengan faktor risiko lain, fenotip MO ' berpredisposisi kepada aterosklerosis dan periodontitis .Produk bakteri dan mediator inflamasi yang terkait dengan periodontitis mempengaruhi vascular endothelium, monosit / makrofag, trombosit, dan otot halus dan dapat meningkatkan kemampuan koagulasi darah. Hal ini semakin dapat meningkatkan aterosklerosis dan mengakibatkan tromboemboli dan kejadian iskemik.

Penyakit kardiovaskuler dan periodontal merupakan suatu keadaan inflamasi yang umum pada manusia. Dalam aterogenesis, inflamasi memainkan suatu peran terus menerus terhadap munculnya sel endothelial pada molekul adhesi dalam perkembangan lapisan lemak, pembentukan plak, dan terakhir robeknya plak. Munculnya infeksi seperti penyakit periodontal dinyatakan mengekalkan terjadinya inflamasi dalam aterosklerosis. Studi observasi terkini dan analisa meta terus memperlihatkan suatu peningkatan resiko ringan tetapi signifikan pada penyakit kardiovaskuler di antara orang yang tekena penyakit periodontal. Percobaan dengan model binatang lebih jauh menunjukkan bahwa infeksi periodontal dapat meningkatkan aterosklerosis dengan ada atau tidak adanya hiperskolesterolemia.

Mikrobial dapat mencederai sel endotel pembuluh darah secara langsung, memulai respon inflamatory yang merupakan proses awal dari aterosklerosis. Mikrobial tersebut menstimulasi sitokin proinflamatory dan faktor pertumbuhan jaringan pada dinding arteri seperti peningkatan akumulasi lemak ( low density lipoprotein atau LDL ) dengan menstimulasi reseptor makrofag atau reseptor LDL. Mikrobial juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan aterosklerosis dengan efek sistemik tanpa secara langsung menyerang endotel pembuluh darah yaitu dengan pembebasan endotoksin dan lipopolisakarida ke dalam sirkulasi yang dapat secara tidak langsung merusak arteri endotel pembuluh darah atau respon imunnya dan menghasilkan bentuk lipid abnormal yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis atau dapat mempengaruhi lingkungan arteri menjadi tingkat prokoagulan yang dihasilkan pada trombus akut diatas plak pembuluh darah yang mudah terkena luka dan dapat menyebabkan iskemia akut.

Hubungan klinis antara penyakit periodontal dan aterosklerosis telah dievaluasi dengan menggunakan angiogram koroner. Dalam satu studi, ada hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan penyakit periodontal yang dinilai radiografi dan derajat atheromatosis koroner. Dalam studi lain, tingkat dan keparahan periodontitis secara signifikan lebih besar pada orang dengan stenosis dari satu atau lebih epicardial arteri dibandingkan dengan orang tanpa stenosis arteri. Namun, bila data disesuaikan untuk memperhitungkan pengaruh dari usia dan merokok, faktor umum baik penyakit periodontal dan penyakit jantung, hubungan antara penyakit itu tidak lagi signifikan secara statistik. Penelitian ini berfungsi untuk menunjukkan faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika memeriksa bukti-bukti penyakit periodontal yang berhubungan dengan kondisi sistemik lainnya, yaitu pengganggu yang mungkin terjadi saat faktor risiko bersama oleh berbagai penyakit. Misalnya, merokok dan diabetes adalah faktor risiko untuk periodontitis dan CHD. Dalam menentukan hubungan antara periodontitis dan CHD, penting untuk memahami status merokok dan status diabetes subjek yang diperiksa dalam berbagai penelitian untuk memastikan bahwa hubungan berada di antara dua penyakit dan bukan diantara faktor risiko bagi penyakit. Hal ini umumnya dilakukan melalui analisa data statistik, menggunakan tes yang dapat menjelaskan faktor pembaur tersebut dan dapat memberikan dukungan yang merupakan faktor risiko pemberian (seperti penyakit periodontal) adalah independen dari faktor-faktor risiko yang dikenal (seperti merokok).

CHD dan kondisi yang berhubungan dengan CHD adalah penyebab utama kematian. Infark miokard telah dinyatakan berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus sistemik akut dan infark terkadang didahului dengan gejala seperti influenza. Apakah mungkin bahwa infeksi oral berhubungan dengan infark miokard?

Faktor resiko tradisional seperti merokok, dislipidemia, hipertensi dan diabetes mellitus tidak menjelaskan keberadaan atherosclerosis koroner pada sejumlah besar pasien. Infeksi lokal yang menyebabkan reaksi inflamatori kronis dikatakan sebagai mekanisme yang terjadi sebelum penyakit jantung koroner ditemukan pada individu-individu ini. Aterosklerosis umum terjadi pada pasien periodontitis sehingga diperkirakan penyakit periodontal dan penyakit jantung koroner mempunyai jalur penyebab yang sama.

Pada studi cross-sectional pasien dengan infark miokard akut atau CHD dibandingkan dengan usia dan jenis kelamin yang sesuai, pasien infark miokard memiliki kesehatan mulut yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hubungan antara kondisi gigi yang buruk dan infark miokard tidak tergantung pada faktor resiko untuk penyakit jantung seperti usia, tingkat kolesterol, hipertensi, diabetes, dan merokok karena artherosclerosis adalah faktor determinan utama dari kondisi yang berhubungan dengan CHD, kesehatan gigi juga dikatakan berhubungan dengan atheromatosus koroner.

Penyakit Jantung Iskemik. Penyakit jantung iskemik berhubungan dengan proses atherogenesis dan thrombogenesis. Peningkatan viskositas pada darah dapat meningkatkan penyakit jantung iskemik mayor dan stroke melalui peningkatan formasi thrombus.

Pemeriksaan radiografik oral dan pemeriksaan angiografik koroner diagnostik pada pria dengan CHD, terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat keparahan penyakit gigi dan derajat atheromatosis koroner. Hubungan ini tetap signifikan setelah memperhitungkan faktor resiko lain yang diketahui untuk penyakit arteri koroner. Studi cross-sectional menyatakan adanya hubungan antara kesehatan mulut dan penyakit jantung koroner.

Namun, studi seperti itu tidak dapat menentukan kausalitas dalam hubungan ini. Namun, penyakit gigi dapat menjadi indikator praktik kesehatan umum misalnya penyakit periodontal dan CHD keduanya berhubungan dengan gaya hidup dan menunjukkan sejumlah faktor resiko seperti merokok, diabetes, dan status sosioekonomi yang rendah. Infeksi bakterial memiliki efek yang signifikan pada sel endothelial, koagulasi darah, metabolisme lemak, dan makrofag monosit. Penelitian yang dilakukan oleh Mattila dan rekan menunjukkan bahwa infeksi gigi adalah satu-satunya faktor diluar faktor resiko koroner yang sudah dikenal selama ini, yang tidak tergantung pada tingkat keparahan arteriosclerosis koroner.

Studi ini dan studi lainnya dimana kondisi periodontal diketahui mendahului kondisi yang berhubungan dengan CHD mendukung konsep bahwa penyakit periodontal adalah faktor resiko untuk CHD, tidak tergantung pada faktor resiko klasik lainnya.

Peningkatan plasma fibrinogen adalah faktor resiko untuk kondisi cardiovascular dan penyakit vaskular perifer. Dan juga peningkatan jumlah sel darah putih serta faktor koagulasi VIII telah dinyatakan berhubungan dengan resiko penyakit jantung iskemik.

Thrombogenesis. Agregasi platelet memainkan peranan utama dalam thrombogenesis, dan pada sebagian besar kasus infark miokard akut disebabkan oleh thromboembolisme. Organisme oral dapat terlibat dalam thrombogenesis koroner karena platelet dapat secara selektif terikat pada beberapa strain Streptococcus sangius, yang merupakan komponen umum pada plak supragingiva dan Porphyromonas gingivalis, patogen yang berkaitan erat dengan periodontitis.

Aktivitas sehari-hari: Aktivitas rutin sehari-hari seperti mastikasi dan prosedur kebersihan mulut seringkali menyebabkan bakterimia dengan organisme oral. Waktu pemaparan terhadap bakterimia dari pengunyahan sehari-hari dan penyikatan gigi jauh lebih besar terhadap prosedur perawatan gigi. Penyakit periodontal dapat meningkatkan resiko pasien terhadap insidensi bakteremia. Telah diperkirakan bahwa sekitar 8 persen dari semua kasus endocarditis infektif berhubungan dengan penyakit periodontal atau dental tanpa adanya prosedur perawatan gigi.

Infeksi Periodontal dan Stroke. Infark cerebral iskemik atau stroke seringkali diawali oleh infeksi bakteri atau virus sistemik. Dalam sebuah studi, pasien dengan iskemia cerebral memiliki resiko lima kali lebih besar dalam mengalami infeksi sistemik dalam waktu 1 minggu sebelum kondisi iskemik dibanding subjek kontrol yang non-iskemik. Infeksi terkini adalah faktor resiko yang signifikan untuk iskemia cerebral dan tidak tergantung pada faktor resiko lain seperti hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes, merokok, dan penyakit jantung koroner.