skenario c blok 14 l7 fix (1)
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C
BLOK 14
Disusun oleh:
Kelompok 7
Anggota :
Fitri Heriyati Pratiwi 04111001003
Ferdy Sugianto 04111001062
Auliya Bella Oktarina 04111001099
Kevin Putrawan 04111001105
Luthfy Uly Marcelyne S. 04111001106
Randina Dwi Megasari 04111001110
Ridhya Rahmayani 04111001111
Moza Guyanto 04111001112
Nyimas Nursyarifah 04111001113
Carollius P. Putra 04111001120
Pratiwi Raissa Windiani 04111001122
Randa Deka Putra 04111001141
Tutor : dr. Aida
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario C blok 14 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini: tutor pembimbing, dr. Aida dan anggota kelompok 7.
Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................................ii
Skenario............................................................................................................................1
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
I. Klarifikasi Istilah...................................................................................................1
II. Identifikasi Masalah..............................................................................................2
III. Analisis Masalah...................................................................................................3
IV. Keterkaitan Antar Masalah...................................................................................24
V. Hipotesis................................................................................................................24
VI. Identifikasi Topik Pembelajaran...........................................................................24
VII. Sintesis..................................................................................................................25
VIII. Kerangka Konsep..................................................................................................51
IX. Kesimpulan...........................................................................................................52
Daftar Pustaka...................................................................................................................53
3
SKENARIO
Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD sebuah RS
karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang
lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering
mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa
bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan
bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140x/menit regular, RR 24x/menit, suhu 39oC
Kepala : exophthalmus (+), Mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk.
Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).
Jantung : takikardia; paru : bunyi nafas normal
Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat
Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)
Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin : Hb : 12g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah : Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal
Tes fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dL
Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini? Jelaskan secara rinci.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Aloanamnesis : anamnesis kepada orang yang mengetahui tentang keadaan
pasien
b. Diare : peningkatan frekuensi dan perubahan konsentrasi buang air
besar menjadi lembek atau cair
c. Delirium : Gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya
mencerminkan keadaan toksik yang ditandai oleh halusinasi,
delusi, kegirangan, dan inkoheren.
d. Exophtalmus : Protrusio mata yang abnormal
4
e. Hiperemis : Kelebihan darah pada suatu bagian
f. Struma difussa : pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan
di bagian depan leher dan bersifat tidak berbatas tegas atau
setempat
g. Kaku kuduk : perasaan kaku pada leher bagian belakang
h. Bising usus : suara yang ditimbulkan saat usus kontraksi
i. Tremor : Gerakan bergetar involunter dan ritmis yang disebabkan oleh
kontraksi otot berlawanan secara bergantian
j. Reflek patologis : Refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang-
orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil.
k. TSH : Thyroid Stimulating Hormone, hormon yang dihasilkan oleh
hipofisis anterior untuk merangsang sekresi hormon tiroid
l. T4 bebas : Hormon Tetraiodotyronine (Tiroksin) yang tidak berikatan
dengan protein plasma
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD
sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu.
2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi,
batuk pilek dan sakit tenggorokan.
3. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah
dan lendir.
4. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak,
mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
5. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140x/menit regular, RR 24x/menit,
suhu 39oC
Kepala : exophthalmus (+), Mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk.
Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).
Jantung : takikardia; paru : bunyi nafas normal
Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tidak teraba, bising usus
meningkat
Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)
6. Pemeriksaan lab
5
Darah rutin : Hb : 12g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah : Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum
normal
Tes fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dL
III. ANALISIS MASALAH
1. Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke
IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu.
a. Jelaskan tingkatan kesadaran!
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan tingkat kesadaran dibedakan
menjadi:
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
b. Apa saja dampak dari penurunan kesadaran selama 4 jam?
Sakit kepala hebat, Muntah proyektil, Papil edema, Asimetris pupil, Reaksi
pupil terhadap cahaya melambat atau negative, Demam, Gelisah, Kejang,
Retensi lendir / sputum di tenggorokan, Retensi atau inkontinensia urin,
6
Hipertensi atau hipotensi, Takikardi atau bradikardi, Takipnu atau dispnea,
Edema lokal atau anasarka, Sianosis, pucat
2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi,
batuk pilek dan sakit tenggorokan.
a. Jelaskan mekanisme dari :
demam tinggi
Mekanisme demam tinggi ada dua :
- Pertama demam disebabkan adanya infeksi akut. Dimana Nn. SS ini
mengeluh pula batuk pilek dan sakit tenggorokan. Infeksi ini bisa
disebabkan oleh bakteri gram negatif dan positif, virus, jamur. Adanya
mikroorganisme ini merupakan suatu pirogen eksogen, suatu zat yang
menyebabkan demam, eksogen berasal dari luar tubuh dan
berkemampuan untuk merangsang interleukin-1 , serta merangsang
demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
Daerah spesifik dari IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang
mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding
rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus kalosum lamina
terminalis (OVTL) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf
termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan
masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap
hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau
penurunan dingin, sedang saraf sensitif terhadap dingin meningkat
dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah
dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan
merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis
mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1
masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler
untuk merangsang sel memproduksi PGE-2, secara difusi masuk
kedalam preoptik/region hipotalamus untuk menyebabkan demam atau
bereaksi pada serabut saraf dalam OVLT. Prostaglandin E2
memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya
hubungan erat antara demam, IL-1, dan peningkatan kadar PGE2 di
otak.
7
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic
set-point yang akan member isyarat serabut saraf eferen, terutama
serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan
produksi panas (menggigil). Kation Na+, Ca2+, dan cAMP berperan
dalam mengatur suhu tubuh, meski mekanisme pastinya belum begitu
jelas. Prostaglandin E2 diketahui mempengaruhi secara negative-feed
back dalam pelepasan IL-1, sehingga mengakhiri mekanisme ini yang
awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, vasopressin (AVP)
beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced
fevers.
- Selain itu, demam tinggi juga disebabkan suatu kondisi krisis tiroid.
Dimana terjadi peningkatan hormon tiroid. Hormon tersebut
merangsang mitokondria yang meningkatnya energi untuk aktifitas sel
dan produksi panas. Hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan
metabolisme, peningkatan pemenuhan persediaan lemak dan
meningkatnya nafsu makan serta pemasukan makanan, akibatnya
curah jantung meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan yang meningkat dan vasadilatasi perifer yang akan
meningkatkan produksi panas.
Batuk pilek
Mekanisme batuk pilek pada pasien ini merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk mengeluarkan benda asing seperti bakteri dari saluran
pernapasan
- Batuk : benda asing yang masuk ke saluran pernafasan, akan
menempel di mucus saluran pernafasan.Selanjutnya akan terjadi
iritasi pada reseptor batuk,sehingga terjadi aktifasi pusat batuk, fase
ini disebut fase iritasi. Reseptor batuk dan medulla spinalis
dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan
memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi
pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan
menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan
relaksasi intercosta pada abdominal. Hal ini akan menyebabkan
glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya
8
inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam, fase ini
disebut fase Inspirasi. Kemudian saat bernafas paru memiliki daya
kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2
detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai
300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi
- Pilek : Alergen yang masuk ditangkap oleh APC (Antigen Presenting
Cell). APC ini kemudian memicu serangkaian reaksi yang pada
akhirnya akan mengaktifkan histamine yang salah satu efeknya adalah
meningkatkan sekresi mucus.
sakit tenggorokan
Pada hipertiroid kelenjar tiroid di paksa mengsekresikan hingga diluar
batas sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel-sel kelenjar tiroid
membesar dan menekan area trakea dan esofagus sehingga terjadi
gangguan respirasi, menelan dan sesak nafas juga bisa disebabkan oleh
kelemahan otot-otot pernafasan yang dapat menyebabkan dipsnea dan
edema.
b. Jelaskan hubungan antar gejala yang dialami Nn. SS!
Tidak ada hubungan antar gejala. Gejala-gejala diatas merupakan respon tubuh
dan akibat dari adanya infeksi.
c. Adakan hubungan antara gejala dengan penurunan kesadaran yang dialami Nn.
SS?
Hubungan dari penurunan kesadaran dengan gejala adalah keduanya
disebakan oleh suatu penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar
tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH
dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon
tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas
imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon
9
tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang
uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari
tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid
yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid
(dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon
tiroid oleh sel-sel tubuh. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan
kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Hipermetabolik ini menyebabkan dehidrasi dan krisis tiroid yang lanjut
dapat menyebabkan hipotensi dan gangguan kesadaran.
3. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai
darah dan lendir.
a. Jelaskan mekanisme dan interpretasi diare yang dialami Nn. SS?
Motilitas organ saluran cerna dipengaruhi oleh input dari miogenik, neural,
neuroendokrin. Faktor yang mempengaruhinya adalah:
Aktivitas listrik otot polos gastrointestinal yang diatur oleh rasio ino
Kalium intra dan ekstraseluler
Ion Kalsium dan Kalium
Kontraksi otot
Sistem saraf enteric disepanjang esophagus sampai anus untuk mengatur
pergerakan dan sekresi hormone dan neurotransmitter
Hormon yang disekresikan oleh neuron enteric
Pada kondisi hormone tiroid tinggi atau hipertiroid terjadi peningkatan
aktivitas listrik dan motorik di esophagus, lambung, usus halus, dan usus
besar yang pada akhirnya menyebabkan diare
b. Apa dampak dari diare sebanyak 3-4 kali sehari
10
Diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak.
Hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi, yaitu:
Dehidrasi : ringan, sedang, dan berat.
Dehidrasi ringan, Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat
badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis,
suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
Dehidrasi Sedang, Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat
badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara
serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat, Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat
badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi
sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai
koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
Dehidrasi dapat menyebabkan letih, nyeri sendi, hipertensi, sakit
kepala, kulit kering, penurunan kesadaran, imunitas menurun.
Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang.
Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala
meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim
laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.
Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang,
pengeluaran bertambah).
4. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat
banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-
buru.
a. Jelaskan mekanisme dari :
gugup, mudah cemas, dan selalu terburu-buru
11
Hypertiroid T3 dan T4 akan meningkatkan kepadatan B andregenik, yg
selanjutnya akan mengaktifkan reseptor B adregenik yg merangsang
kelenjar adrenal dan ujung syaraf melepas katekolamine (epinephrine,
norepinephrine) yg membuat syaraf simpatik lebih peka. Syaraf yg lebih
peka menyebabkan hyperaktivitas syaraf anxious (meningkatnya tonus
otot) yg berdampak pada tremor, selalu terburu-buru dan mudah cemas
keluar keringat banyak
Tingginya hormon tiroid menyebabkan terjadinya hipermetabolisme
pada pasien yang menyebabkan produksi panas yang berlebihan
sehingga pasien mengeluarkan banyak keringat.
Hipertiroid metabolisme meningkat peningkatan jumlah reseptor
adrenergik beta otot skelet vasodilatasi perifer keluar keringat
banyak
sulit tidur
Hipertiroid yang ditandai dengan meningkatnya hormon tiroid dan
meningkatkan aktivitas metabolisme. Karena efek yang memelahkan
dari tingginya hormon tiroid pda otot dan sistem saraf pusat, maka
pasien hipertiroid seringkali merasa kellahan terus menerus. Dan terjadi
efek eksitasi hormon tiroid pada sinaps, menyebabkan timbul gangguan
sukar tidur.
5. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140x/menit regular, RR
24x/menit, suhu 39oC
Kepala : exophthalmus (+), Mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk.
Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).
Jantung : takikardia; paru : bunyi nafas normal
Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tidak teraba, bising usus
meningkat
Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)
a. Jelaskan interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik Nn. SS!
Kesadaran : delirium
12
Delirium biasa terjadi pada penyakit yang susah semakin parah seperti
pada kasus ini pada krisis tiroid atau thyroid storm. Delirium juga dapat
disebabkan karena dehidrasi, intoksikasi obat, atau gangguan tidur akibat
kecemasan dan tingginya metabolism tubuh. Terkadang penyebab
delirium sulit diketahui.
TD 100/80, Nadi140x/menit
- TD 100/80,termasuk rendah,seharusnya berkisar antara 120-14/80-90
mmHg.
- Nadi 140x/menit, termasuk tinggi,seharusnya berkisar antara 60-100.
Denyut nadi yang tinggi ini disebabkan karena adanya takikardia pada
jantung. Dan karena suhu tubuh yang tinggi (kenaikan suhu tubuh 10C
menyebabkan peningkatan denyut nadi 10x/menit).
Hormon tiroid memberikan efek terhadap metabolisme pada tubuh.
Kelebihan hormone tiroid mengakibatkan peningkatan kerja
metabolism tubuh, pembentukan ATP untuk memproduksi energy
yang kemudian akan digunakan untuk membantu metabolism juga
meningkat. Oksigen yang dibawa oleh darah dibutuhkan dalam
pembentukan ATP sehingga untuk memenuhi kebutuhannya, aaliran
darah meningkat. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara
lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada
fase berikutnya dan disertai syok.
RR 24x/menit, Suhu 39oC
- RR 24x/menit
Interpretasi : abnormal
Nilai normal : 14-18 kali / menit.
Mekanisme abnormal :
Pada keadaan hipertiroid, maka akan terjadi peningkatan kecepatan
metabolisme. Peningkatan kecepatan metabolisme ini kana
meningkatkan konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida.
Efek ini akan mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan
kecepatan dan kedalaman pernafasan.
13
- Suhu 39oC
Interpretasi : abnormal
Nilai normal : 36,5-37,5oC
Mekanisme Abnormal :
Secara Infeksi dan ditambah dengan keadaan hipertiroid.
Terdapat enzim-enzim yang aktifitasnya meningkat sebagai
respon terhadap hormon tiroid. Enxim ini adalah NA-K-ATPase.
Pada keadaan hipetiroid, amaka terjadi peningkatan aktitivitas enzim
ini. Peningkatan aktivitas enzim ini akan meningkatkan kecepatan
transpor baiknion natrium maupun kalium melalui membran sel di
beberapa jaringan. Karena proses ini membutuhkan energi, maka akan
menyebakan peningkatan panas yang dibentuk di dalam tubuh. Selain
itu, hormon tiroid menyebabkan membran sel dari sebagian besar sel
mudah dilewati oleh ion natrium sehingga akan mengaktifkan pompa
natrium dan lebih jauh lagi kan meningktakan pembentukan panas.
Mekanisme demam karena infeksi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah
putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik
berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah
putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan
pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan
pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin
yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di
pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini
memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara
lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti
memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas
dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001)
14
Kepala, Mulut
- Kepala : exopthalmus (+)
Interpretasi : tidak normal
Exopthalmus pada kasus ini terjadi karena adanya reaksi
inflamasi autoimun yang menginfiltrasi ke jaringan orbital dan
otot-otot ekstraokular sehingga terjadi edema jaringan
periorbital dan pembengkakan otot orbital yang mengakibatkan
bola mata terdesak keluar
reaksi autoimun infiltrasi makrofag & limfosit pada jaringan
orbital & otot ekstraokuler ↑ volume jaringan ↑ tekanan
osmotic retroorbital mata terdorong keluar
- Mulut : faring hiperemis
Interpretasi : tidak normal
Faring hiperemis terjadi karena vaskularisasi di area faring
tinggi untuk memudahkan transpor leukosit untuk melawan
infeksi.
- Mulut : Oral hygiene buruk
Interpretasi : tidak normal
Oral hygiene buruk mungkin terjadi karena pasien tidak
menjaga kebersihan mulutnya dengan baik
Leher
- Struma diffusa (+)
Struma timbul akibat meningkatnya TSH sebagai reaksi terhadap
menurunnya hormon tiroid (kadar T3 dan T4) yang
bersirkulasi,merangsang sel-sel folikel hypertrophy dan hyperplasia.
Penurunan fungsi T limfosit supressor sel dan terjadi produksi TRAb
terhadap TSH receptor di sel folikel yang merupakan IgG. TRAb
punya kapasitas mengikat TSH reseptor dan menstimulasisel folikel
cAMP yang analog dengan TSH sendiri hiperplasia.
- Kaku kuduk (-)
Tidak ada kaku kuduk, berarti tidak ada kerusakan neurologis
Jantung : takikardia; paru : bunyi nafas normal
15
Hormon tiroid juga mempunyai efek ke kardiovaskular. T3 akan
menstimulasi a). transkripsi myosin hc-β dan menghambat myosin hc-
β akibatnya kontraksi otot miokard menguat. b). transkripsi Ca2+
ATPase di reticulum sarkoplasma meningkatkan tonus diastolic, c).
mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergic, sehingga
akhirnya hormone tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia.
Pada keadaan hipertiroidisme, salah satunya terjadi pertambahan
reseptor adrenergic-beta miokard, dan menurunnya reseptor
adrenergic alfa miokard, maka sensitifitas terhadap katekolamin akan
meningkat. Sehingga menimbulkan takikardia.
Abdomen
Interpretasi : dinding perut lemas menunjukkan konten usus berkuran
drastis yang bisa disebabkan diare, hati dan limpa tak teraba disebabkan
tidak ada pembesaran hati dan limpa, dan bising usus meningkat
disebabkan peningkatan peristaltik usus.
Mekanisme abnormal : peningkatan peristaltik usus yang diikuti diare
disebabkan hipermetabok tubuh sebagai respon dari peningkatan hormon
tiroid. Hormon tiroid yang bekerja merangsang otot-otot polos dari traktus
gastrointestinal sehingga menyebabkan peningkatan peristaltik usus.
Ekstremitas
- Telapak tangan lembab disebabkan karena pengeluaran keringat yang
banyak.
Pada hipertiroid terjadi peningkatan kadar hormon tiroksin, tingginya
hormon tiroksin meningkatkan sensitifitas reseptor simpatis
pembuluh darah, jantung dan organ lain termasuk kelenjar keringat di
telapak tangan. Karena terlalu sensitif, produksi banyak penguapan
kurang.
Lalu kelenjar keringat juga dipengaruhi oleh stimulasi simpatis, yaitu
sistem saraf yang aktif ketika tubuh merasa terancam atau dalam
16
kondisi tekanan. Jadi,saat seseorang merasa cemas,maka produksi
kelenjar keringat akan meningkat sehingga tangan tampak basah.
- Tremor
- Hipertiroid sensitivitas reseptor adrenergik terhadap
katekolamin (norepineprin) merangsang saraf simpatis
otot skeletal fine tremor
- Hipertiroid kepekaan sinaps saraf di medulla tonus otot
fine tremor.
- Tidak adanya refleks patologis karena tidak terjadi gangguan
neurologis.
b. Jelaskan indikasi dan tujuan pemeriksaan kaku kuduk dan refleks patologis!
Karena hasil pemeriksaan kaku kuduk negatif sehingga mengindikasikan
pembengkakan pada leher tidak membatasi gerakan pd leher serta kekakuan
pada leher. Hal ini juga menghilangkan dugaan terhadap kaku kuduk pada
meningitis, tetanus. Pada refleks patologis negatif mengindikasikan tidak
adanya kelemahan otot, terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati
proksimal). Hal ini juga mengindikasikan tidak adanya gangguan neurologis.
6. Pemeriksaan lab
Darah rutin : Hb : 12g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah : Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit
serum normal
Tes fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dL
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium ?
Darah rutin : Hb 12 g%, WBC 17.000/mm3
- WBC 17.000/mm3
Interpretasi : Abnormal
Nilai normal : 7000-10.000/mm3
Mekasnisme Abnormal : bisa arena infeksi dan karena pengaruh
hormon efinefrin akibat peningktan hormon tiroid.
17
Pengaruh hormon efinefrin :
Sekresi hormon efinefrin dari medula adrenal karena tingginya hormon
tiroid, menyebabkan kontraksi pebuluh darah dan kapiler bed serta
kelenjar limfe sehingga leukosit yang berada di marginal pool aka ke
sirkulasi darah menyebabkan leukositosi. Lekositosis karena pengaruh
hormon ini tidak disertai munculnya neutrofil muda dalam sirkulasi
tapi akan banyak dijumpai neutrofil dewasa, Leukositosis pada kasus
ini, dapat dijumpai peningkatan limfosit.
Pengaruh karena infeksi
Leukositosis disebabakan oleh infeksi. Penyakit infeksi disebabkan
oleh bakteri, jamur,virus,dll. Saat terjadi infeksi, maka sel darah putih
akan meningkat jumlahnya untuk mafagositosis antigen yang dihasilak
dari proses infeksi sebagai bentuk pertahanan tubuh.
Kimia darah
Interpretasi : Seluruh hasil tes kimia darah normal.
Glukosa normal artinya kondisi hipertiroidnya belum sampai
menyebabkan hipoglikemi yang menunjukkan hipermetabolisme sangat
tinggi yang bisa berakibat henti jantung, fungsi ginjal dan hati normal
menunjukkan krisis tiroid nya bukan disebakan disfungsi ginjal. Tampak
bahwa nefritis interstisial sebagaimana pula eksodontia merupakan faktor
yang dapat meningkatkan fungsi tiroid. Elektrolit serum normal juga
menunjukkan belum sampai terjadi gangguan elektrolit akibat diare yang
berlebihan.
Tes fungsi tiroid
Kadar normal dari T4 bebas adalah 1,0-2,3 ng/dL, dan TSH adalah 0,4-4,5
mIU/L. Dari scenario didapatkan kadar T4 bebasnya meningkat,
sedangkan kadar TSH mengalami penurunan.
Hal ini terjadi akibat adanya autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
18
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar
tiroid dirangsang terus menerus oleh autoantibody terhadap reseptor TSH
sehingga terjadi peningkatan dari hormone tiroid (T3 dan T4) dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormone
tiroid tersebut.
b. Indikasi dan tujuan pemeriksaan kimia darah
Untuk mengetahui apabila terjadi kelainan fungsi hati, otot jantung, ginjal,
lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit.
c. Adakah pemeriksaan penunjuang pada kasus ini?
T4 Serum
Ditemukan peningkatan T4 serum pada hipertiroid. T4 serum normal
antara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L).Kadar T4 serum
merupakan tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya hipertiroid.
T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya meningkat.Normal T3 serum adalah 70-220
mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L).
Tes T3 Ambilan Resin
Pada hipertiroid, ambilan T3 lebih besar dari 35% (meningkat).Normal
ambilan t3 ialah 25% hingga 35% (fraksi ambilan relative: 0,25 hingga
0,35).
Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
Pada hipertiroid ditemukan kenaikan kadar TSH serum
Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Tes TRH akan sangat berguna bila Tes T3 dan T4 tidak dapat
dianalisa.Pada hipertiroidisme akan ditemukan penurunan kadar TRH
serum.
Tiroslobulin
Pemeriksaan Tiroslobulin melalui pemeriksaan radio
immunoassay.Kadar tiroslobulin meningkat pada hipertiroid.
d. Bagaimana metabolisme hormon Tiroid?
19
Yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukkan hormone tiroid.
Yodium dalam makanan berasal dari makanan laut, susu, daging, telur, garam
beryodium. Yodium diserap oleh usus halus pada bagian atas dan lambung dan
1/3 hingga ½ ditangkap kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih.
Biosintesis Hormon Tiroid
Iodida bersama dengan Na+ diserap oleh transporter (NIS) yang terletak di
membrane plasma basal sel folikel. Proses ini distimulasi oleh TSH sehingga
mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100 – 500 kali lebih tinggi
disbanding kadar ekstrasel. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium
dan aktivitas tiroid. Beberapa bahan seperti tiosianat (SCN-), perklorat
(ClO4-), TcO4, SeCN, NO2, Br justru menghambat proses ini.
Tiroglobulin (Tg) adalah salah sati glikoprotein yang disintesis di RE tiroid
dan glikosilasinya diselesaikan di apparatus golgi yang akan dikeluarkan dan
mencapai membrane apical, dimana peristiwa selanjutnya terjadi. Protein
kunci lain yang akan berperan adalah tiroperoksidase (TPO). Proses di apeks
melibatkan iodide, Tg, TPO, dan hydrogen peroksida. Produksi hydrogen
peroksida membutuhkan Ca, NADPH, NADPH oksidase. Iodida dioksidasi
oleh hydrogen peroksida dan TPO yang selanjutnya menempel pada residu
tirosil yang ada dalam rantai peptide Tg, membentuk MIT atau DIT.
Kemudian 2 molekuk DIT (masih berada dan merupakan bagian dari Tg)
menggabung menjadi T4
20
Sesudah pembentukan hormone selesai, Tg disimpan eksrasel yaitu dilumen
folikel tiroid. Bahan koloid yang ada dalam lumen sebagian besar terdiri dari
Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan hormone maupun yodium.
Pengeluaran hormone dimulai dengan terbentuknya vesikel endositosik dan
digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom. Hasil akhirnya adalah
dilepaskannya T4 dan T3 bebas ke sirkulasi, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT
tidak dikeluarkan melainkan mengalami deiodinisasi oleh enzim iodotirosis
deiodinase, dan iodidanya masuk kembali ke simpanan yodium intra tiroid.
Secara singkat :
1. Trapping : pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid
2. Oksidasi : Iodida menjadi yodium
3. Pengikatan yodium menjadi MIT dan DIT
4. Coupling : iodotirosin menjadi T3 / T4
5. Deiodonisasi : Iodida + residu tirosil + Tg
6. Proteolisis & sekresi hormone dari kelenjar tiroid
Transportasi Hormon
Baik T3 maupun T4 diikat oleh protein pengikat dalam serum. Hanya 0,35%
T4 total dam 0,25% T3 total yang berada dalam bentuk bebas. Ikatan T3 –
protein lebih lemah dibandingkan T4 – protein, tetapi karena efek hormonnya
lebih kuat dan turnovernya lebih cepat, maka T3 ini sangat penting
Metabolisme T3 dan T4
Sebagian T4 endogen dikonversi menjadi T3 melalui proses
monodeiodinisasi. Jaringan yang bisa melakukan konversi ini ialah hati,
ginjal, paru – paru, hipofisis. Dalam konversi ini terbentuk juga rT3 yang
secara metabolic non aktif. Agaknya deiodonisasi T4 menjadi rT3 ini
digunakan untuk metabolism pada tingkat selular.
Pengaturan sekresi hormon tiroid
Pengaturan Fungsi Tiroid
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
21
1) TRH (Thyrotrophin relasing hormon) : Hormon ini disintesa dan dibuat
di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal
ke sel tirotrop hipofisis.
2) TSH (Thyroid Stimulating Hormone) : Suatu glikoprotein yang
terbentuk oleh sub unit (alfa dan beta). Sub unit alfa sama seperti
hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic
gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif.
Tetapi sub unit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang
masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid
TSH-receptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan
trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya
adalah produksi hormon meningkat.
3) Umpan balik sekresi hormon. Kedua ini merupakan efek umpan balik
ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan
bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis
juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi
kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
4) Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Gangguan yodinasi tirosin
dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff
escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium
sehingga kadar intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada
penyakit tiroid autoimun.
7. a. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit ini?
Pada anamnesis didapatkan riwayat penyakit dahulu pasien mencakup
tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi,
nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun, keringat berlebih
dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat
penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum
dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan
nafsu makan dan kehilangan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten
melebihi 38,5 derajat celcius. Pasien bahkan dapat mengalami
22
hiperpireksia hingga melebihi 41derajat celcius dan keringat berlebih.
Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan
tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan
disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-
tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,
seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi).
Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan,
hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma.
Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus
seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan
normotensif) yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel,
seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana keduanya merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Kecurigaan akan terjadi krisis thyroid apabila terdapat triad gejala, yaitu
menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipetermi.
Apabila terdapat triad diatas, maka kita dapat meneruskan dengan skor
indeks klinis krisis thyroid dari burch-wartosky
Kriteria Burch-Wartofsky yang didasarkan pada disfungsi regulasi suhu,
gangguan sistem saraf perifer, disfungsi gastrointestinal-hepar, disfungsi
kardiovaskular dengan ditemukannya takikardi, gagal jantung, fibrilasi
atrium, dan riwayat pencetus. Riwayat pencetus meliputi persiapan
operasi dengan antitiroid inadekuat, infeksi pada tirotoksikosis,
penghentian obat antitiroid, trauma, post terapi radioaktif pada
tirotoksikosis berat, dan hipoglikemi. Bila didaptkan jumlah dari
semuanya lebih atau sama dengan 45 berarti penderita sangat mungkin
mengalam krisis tiroid, bila 25-44 ancaman krisis tiroid, dan kurang dari
25 mengindikasikan bukan krisis tiroid.
Thermoregulator dysfunctionTempeature
- 99-99.9 5
- 100-100.9 10 - 101-101.9 15 - 102-102.9 20 - 103-103.9 25
Cardiovascular dysfunctionTachycardia
- 99-109 5 - 110-119 10 - 120-129 15 - 130-139 20 - Lebih dari sama dengan 140 25
23
- Lebih dari sama dengan 104.0 30Central nervous system effects
Mild - Agitation
10
Moderate - Delirium - Psychosis - Extreme lethargy
20
Severe - Seizure - Coma
30
Congestive heart failureMild
Pedal edema5
Moderate Bibasilar rales
10
Severe Pulmonary edemaAtrial fibrillation
1510
Gastrointestinal-hepatic dysfunctionModerate
DiarrheaNausea/vomitingAbdominal pain
10
Severe Unexplained jaundice
20
Precipitant historyNegative 0Positive 10
Table kriteria diagnostic untuk krisis thyroid burch-wartofsky
- Pada kasus tirotoksikosis pilih angka tertinggi - lebih dari 45 untuk high suggestive
- 25-45 untuk suggestive of impending stor - Dibawah 25 kemungkinan kecil
b. Apa diagnosis bandingnya?
Diagnosa banding penyebab hipertiroid pada kasus ini adalah grave disease,
plummer disease, dan toxic adenoma
DiseaseRadioactive
iodine Uptake
TSH receptor
antibodies
(TRAb)
TSH T4 Exopthalmus Nodul
Grave
disease
meningkat + Di
bawah
normal
di atas
normal
+ -
Plummer
disease
meningkat - Di
bawah
normal
di atas
normal
- Multiple
nodul
Toxic
Adenoma
meningkat - Di
bawah
normal
di atas
normal
_ Single nodul
c. Apa diagnosis penyakit Nn. SS?
24
Nn. SS, 22 tahun mengalami penurunan kesadaran akibat krisis tiroid yang
merupakan komplikasi hipertiroidisme akibat Grave’s Disease.
d. Bagaimana tatalaksana dari penyakit ini?
Tatalaksana untuk Krisis tiroid
Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl
dan cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, kalau perlu obat
sedasi, kompres es.
Mengkoreksi hipertiroidisme dengan cepat : a). memblok sintesis
hormone baru : PTU dosis besar (loading dose 600-1000 mg) diikuti
dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg;
b). memblok keluarnya cikal bakal hormone dengan solusio lugol (10
tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI (larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes
setiap 6 jam). Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak
solusio lugol/SSKI tidak memadai; c). menghambat konversi perifer dari
T4 T3 dengan propranolol, ipodat, penghambat beta dan/ atau
kortikosteroid.
Pemberian hidrokortison dosis stress (100 mg tiap 8 jam atau
deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya ialah karena
defisiensi steroid relative akibat hipermetabolisme dan menghambat
konversi perifer T4.
Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin (aspirin akan
melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free hormone meningkat).
Apabila dibutuhkan, propranolol dapat digunakan, sebab disamping
mengurangi takikardi juga menghambat konversi T4 T3 di perifer.
Dosis 20-40 mg tiap 6 jam.
Mengobati faktor pencetus (misalnya infeksi). Respons pasien (klinis
dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun
ada yang berlanjut hingga seminggu.
e. Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini!
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat
25
Gugup, berkeringat banyak, cemas, terburu-buru, dan sulit tidur sejak
beberapa bulan yang lalu
Demam, batuk dan pilek, sakit tenggorokan, dan diare sejak 1 minggu
yang lalu
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung
dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan
otot proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis
tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50
tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit
dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan
adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat
meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik
menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu
dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena
kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk
menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid
yang atipik
f. Bagaimana prognosis dari penyakit ini?
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi
terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor
pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.
g. Bagaimana KDU pada kasus ini?
KDU pada kasus ini adalah 3A di mana dokter harus mampu membuat
diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter juga harus dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan serta merujuk ke speliasis
yang relevan.
IV. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
26
V. HIPOTESISNn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran karna Hipertiroid,disebabkan oleh:
- Grave’s disease
- Plummer disease
- Adenoma toxic
VI. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN
Learning Issue
a. Anatomi, histologi kelenjar tiroid
b. Fisiologi kelenjar tiroid (metabolisme Hormon Tiroid)
c. Hipertiroidisme
d. Krisis Tiroid
27
VII. SINTESIS
A. ANATOMI, HISTOLOGI KELENJAR TIROID
Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di anterior trakea dari tulang vertebra C5 sampai
T1.Kelenjar ini terdiri dari dua lobus,kiri dan kanan. Keduanya dihubungkan oleh
suatu struktur yang dinamakan isthmus. Struktur isthmus yang dalam bahasa Latin
artinya penyempitan merupakan struktur yang menghubungkan lobus kiri dan kanan.
Posisinya kira-kira setinggi cincin trakea 2-3 dan berukuran sekitar 1,25 cm.
Anastomosis di antara kedua arteri thyroidea superior terjadi di sisi atas ismus,
sedangkan cabang-cabang vena thyroidea inferior beranastomosis di bawahnya.
Pada sebagian orang dapat ditemukan lobus tambahan berupa lobus piramidal yang
menjulur dari ismus ke bawah Setiap lobus kelenjar tiroid berbentuk seperti buah
pir. Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia.
Pada keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur
perkembangan embriologi tiroid.
Kelenjar tiroid divaskularisasi oleh arteri tiroid superior yang merupakan
cabang pertama arteri carotis externa.Arteri ini menembusi pretracheal fascia
sebelum sampai ke bagian superior pole lobe kelenjar tiroid. Di belakang arteri
tiroid superior,terdapat nrvus laryngeal, jadi jika dalam pembedahan tiroidektomi,
kemungkinan besar saraf ini terpotong jika tidak berhati-hati.Kelenjar tiroid juga
divaskularisasi oleh arteri tiroid inferior yang merupakan cabang dari thyrocervical
trunk (cabang daripada arteri subclavian). Dalam 3% populasi manusia, terdapat satu
lagi arteri ke kelenjar tiroid, yaitu arteri thyroid ima.
28
Histologi
Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis yang terdiri dari jaringan ikat padat
irregular,terutama serabut retikuler.Serabut ini masuk ke dalam parenkim kelenjar
membentuk septa yang membagi kelenjar tiroid menjadi lobulus-lobulus.Kelenjar
tiroid ini terdiri dari folikel-folikel yang terisi koloid.Setiap folikel terdiri dari sel
folikular dan sel parafolikular.
Sel folikel atau disebut juga sel principal,merupakan sel utama yang
membentuk kelenjar tiroid.Sel ini berbentuk kuboidrendah sampai silindris.Sel ini
juga memiliki inti bulat sampai oval dan memiliki 2 anak inti.Sel folikel memiliki
sitoplasma basofilik,vesikel-vesikel kecil,dan terdapat granula sekretoris kecil.Sel ini
menghasilkan hormone T3 dan T4 yang distimulus oleh hormone TSH.
Sel parafolikular terletak di antara sel folikular taupun antara sel folikular
dengan membrane basalis folikel,dan sel ini tidak mencapai lumen.Sel ini berukuran
lebih besar dari sel folikular dengan inti besar dan bulat,memiliki sitoplasma yang
29
terwarna pucat,dan memiliki sel sekretoris kecil.Sel parafolikular menghasilkan
hormone kalsitonin.
B. FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Sintesis Hormon Tiroid
ORGANIFIKASI, COUPLING, STORAGE, RELEASE
Setelah iodida masuk ke tiroid, ia dijebak dan ditranspor menuju membrane apical
dari sel folikular tiroid, dimana iodide akan dioksidasi dalam reaksi organifikasi yang
melibatkan TPO dan hydrogen peroksida. Atom iodine reaktif ditambahkan ke residu
tirosil tertentu di dalam Tg, sebuah protein dimerik besar yang terdiri dari 2769 asam
amino. Iodotirosin di dalam Tg kemudian dipasangkan (proses coupling) melalui
hubungan ether dalam sebuah reaksi yang juga dikatalisis oleh TPO. Baik T4 atau T3
dapat diproduksi lewat reaksi ini, tergantung jumlah atom iodine yang terdapat dalam
iodotirosin. Setelah coupling, Tg dikembalikan ke dalam sel tiroid, dimana ia diproses
di dalam lisosom untuk melepaskan T4 dan T3. Mono dan diiodotirosin (MIT, DIT)
yang tidak berpasangan dideiodinasi oleh enzim dehalogenase, dengan demikian
terjadi pengolahan kembali beberapa iodide yang tidak dikonversi menjadi hormone
tiroid.
30
Gangguan sintesis hormon tiroid adalah penyebab langka hipotiroidisme kongenital.
Sebagian besar gangguan ini disebabkan oleh mutasi resesif di TPO atau Tg, tetapi
cacat juga telah diidentifikasi dalam TSH-R, NIS, pendrin, generasi hidrogen
peroksida, dan dehalogenase. Karena cacat biosintesis, kelenjar tidak mampu
mensintesis jumlah hormon yang cukup, yang menyebabkan TSH meningkat dan
gondok besar.
KERJA TSH
TSH mengatur fungsi kelenjar tiroid melalui TSH-R, tujuh pasang reseptor G protein
transmembran (GPCR). TSH-R digabungkan ke subunit protein stimulator G (Gs),
yang mengaktifkan adenilat adenylyl, yang menyebabkan peningkatan produksi siklik
AMP. TSH juga merangsang turnover phosphatidylinositol dengan mengaktifkan
fosfolipase C. Peran fungsional TSH-R ditunjukkan oleh konsekuensi dari mutasi
yang terjadi secara alami. Mutasi hilang-fungsi resesif menyebabkan hipoplasia tiroid
dan hipotiroidisme kongenital. Mutasi peningkatan-fungsi dominan menyebabkan
hipertiroidisme sporadis atau familial yang ditandai dengan gondok, hiperplasia sel
tiroid, dan fungsi otonom. Sebagian besar mutasi aktivasi tersebut terjadi dalam
domain transmembran reseptor. Mereka diperkirakan menyerupai perubahan
konformasional disebabkan oleh pengikatan TSH atau interaksi dari thyroid-
stimulating imunoglobulin (TSI) pada penyakit Graves '. Mutasi TSH-R aktivasi juga
31
terjadi sebagai peristiwa somatik dan menyebabkan seleksi klonal dan perluasan dari
sel folikel tiroid yang terkena dampak.
FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI SINTESIS DAN
PELEPASAN HORMON
Meskipun TSH adalah hormon pengatur yang dominan terhadap pertumbuhan dan
fungsi kelenjar tiroid, berbagai faktor pertumbuhan, yang paling banyak diproduksi
secara lokal di kelenjar tiroid, juga mempengaruhi sintesis hormon tiroid. Seperti
insulin-like growth factor I (IGF-I), faktor pertumbuhan epidermal, transforming
growth factor (TGF-), endothelins, dan berbagai sitokin. Peran kuantitatif faktor-
faktor ini tidak dipahami dengan baik, tetapi mereka penting dalam kondisi penyakit
tertentu. Pada acromegaly, misalnya, peningkatan kadar hormon pertumbuhan dan
IGF-I berhubungan dengan gondok dan predisposisi terjadinya multinodular goiter
(MNG). Sitokin tertentu dan interleukin (ILS) yang diproduksi dalam hubungannya
dengan penyakit tiroid autoimun menginduksi pertumbuhan tiroid, sedangkan yang
lain mengarah ke apoptosis. Kekurangan yodium meningkatkan aliran darah ke tiroid
dan meregulasi NIS, merangsang penyerapan yang lebih efisien. Kelebihan iodida
secara sementara menghambat organifikasi iodida tiroid, sebuah fenomena yang
dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Pada individu dengan tiroid yang normal,
kelenjar lolos dari efek penghambatan dan organifikasi iodida berlanjut; tindakan
supresif iodida tinggi dapat menetap pada pasien dengan penyakit tiroid autoimun
yang mendasarinya.
Transport dan Metabolisme Hormon Tiroid
SERUM BINDING PROTEINS
T4 disekresi dari kelenjar tiroid sekitar 20x lipat lebih banyak dibanding T3.
Keduanya berikatan dengan protein plasma, termasuk dengan thyroxine-binding
globulin (TBG); transthyretin (TTR, juga dikenal sebagai thyroxine-binding
prealbumin atau TBPA); dan albumin. Protein plasma pengikat meningkatkan pool
dari hormone yang bersirkulasi, memperlambat eliminasi hormone, dan bisa mengatur
pengantaran hormone ke jaringan yang khusus. Konsentrasi TBG relatif rendah (1-2
mg/dL), tapi, karena afinitasnya tinggi terhadap hormone tiroid (T4>T3), TBG
membawa sekitar 80% jumlah hormone yang terikat. Albumin memiliki afinitas
terhadap hormone tiroid yang relatif rendah tapi memiliki konsentrasi plasma terbesar
32
(~3,5 g/dL), dan mengikat 10% T4 dan 30% T3. TTR membawa sekitar 10% T4 dan
sedikit T3.
Ketika pengaruh protein-protein pengikat yang beragam ini dikombinasikan, sekitar
99,98% T4 dan 99,7% T3 diikat oleh protein. Karena T3 kurang terikat kuat
dibanding T4, fraksi T3 yang tidak terikat lebih besar dari T4 tak terikat, tapi hanya
sedikit T3 tak terikat di sirkulasi karena ia dihasilkan dalam jumlah lebih kecil dan
dibersihkan lebih cepat daripada T4. Konsentrasi hormone yang tak terikat atau bebas
adalah ~2 x 10-11 M untuk T4 dan ~6x10-12 untuk T3. Hormon yang bebas diketahui
secara biologis terdapat di jaringan, walaupun penemuan megalin sebagai transporter
selular dari steroid pengikat protein meningkatkan kemungkinan sistem transport
yang berbeda untuk hormone yang terikat maupun tidak. Mekanisme homeostasis
yang mengatur axis tiroid diarahkan untuk penjagaan konsentrasi normal dari
hormone yang bebas.
DEIODINASES
T4 dapat dianggap sebagai prekursor untuk T3 yang lebih poten. T4 dikonversi ke T3
oleh enzim deiodinase. Deiodinase tipe I, yang terletak terutama di tiroid, hati, dan
ginjal, memiliki afinitas relatif rendah untuk T4. Deiodinase tipe II memiliki afinitas
yang lebih tinggi untuk T4 dan ditemukan terutama di kelenjar hipofisis, otak, lemak
coklat, dan kelenjar tiroid. Ekspresi deiodinase tipe II memungkinkan untuk mengatur
konsentrasi T3 lokal, sebuah properti yang mungkin penting dalam konteks
levothyroxine (T4) pengganti. Deiodinase tipe II juga diatur oleh hormon tiroid;
hipotiroid menginduksi enzim, menghasilkan peningkatan konversi T4 ke T3 pada
jaringan seperti otak dan pituitari. Konversi T4 T3 terganggu dengan berpuasa,
penyakit sistemik atau trauma akut, agen kontras oral, dan berbagai obat-obatan
(misalnya, propylthiouracil, propranolol, amiodaron, glukokortikoid). Deiodinase tipe
3 menginaktivasi T4 dan T3 dan merupakan sumber yang paling penting dari reverse
T3 (RT3). Hemangioma massif yang mengekspresikan deiodinase tipe III adalah
penyebab langka hipotiroidisme pada bayi.
Kerja Hormon Tiroid
TRANSPORT HORMON TIROID
Hormon tiroid yang bersirkulasi memasuki sel dengan difusi pasif dan melalui
transporter 8 monocarboxylate (MCT8) yang diidentifikasi pada pasien dengan defisit
33
neurologis multipel dan kelainan fungsi tiroid (T4 rendah, TSH tinggi, T3 tinggi).
Setelah masuk sel, hormon tiroid bertindak terutama melalui reseptor nuklear,
meskipun mereka juga merangsang membran plasma dan respon enzimatik
mitokondria.
RESEPTOR NUKLEAR HORMON TIROID
Hormon tiroid berikatan dengan afinitas tinggi terhadap reseptor hormon tiroid (TRs)
nuclear alfa dan beta. Kedua TR diekspresikan dalam sebagian besar jaringan, tetapi
tingkat ekspresi relatif mereka bervariasi antara organ; TR alfa sangat berlimpah di
otak, ginjal, gonad, otot, dan jantung, sedangkan ekspresi TR beta adalah relatif tinggi
di hipofisis dan hati. Kedua reseptor ini secara bervariasi disusun untuk membentuk
isoform unik. Isoform TR beta 2, yang memiliki terminal amino yang unik, secara
selektif diekspresikan dalam hipotalamus dan hipofisis, di mana ia memainkan peran
dalam kontrol umpan balik dari aksis tiroid. Isoform TR alfa 2 berisi terminal
karboksi unik yang menghalangi pengikatan hormon tiroid sehingga dapat berfungsi
untuk memblokir aksi isoform TR lainnya.
TRs mengandung DNA-binding domain sentral dan ligand-binding domain C-
terminal. Mereka mengikat urutan DNA spesifik, yang disebut respon elemen tiroid
(Tres), di daerah promotor gen target. Reseptor berikatan sebagai homodimers atau,
lebih sering, sebagai heterodimer dengan reseptor asam retinoat X (RXRs). Reseptor
yang diaktifkan dapat menstimulasi transkripsi gen (misalnya, rantai berat myosin)
34
atau menghambat transkripsi (misalnya, TSH-subunit gen), tergantung pada sifat dari
unsur-unsur regulasi dalam gen target.
C. HIPERTIROIDISME
Definisi
Hipertiroid atau disebut juga tirotoksikosis merupakan suatu ketidakseimbangan metabolism
yang terjadi karena produksi yang berlebihan hormone tiroid
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan
bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi
TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi
hormon tiroid yang berlebihan
Klasifikasi
Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat
antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul
pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi
menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan
rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.
Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala
menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.
35
Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama
1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid
autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
1. Toksisitas pada strauma multinudular
2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-TSH)
atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan
dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan
penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran
yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi
cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,
berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid
yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar
hipofisis anterior.
36
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala
klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal.
Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami
gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah
satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan
reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot
ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi
sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin
atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk
dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga
menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves
(miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast
didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans .
Patogenesis dan patofisiologi Grave’s disease
Hyperthyroidisme pada Grave’s diseas, disebabkan oleh adanya reaksi auitoimun secara
abnormal terhadap reseptor TSH. Munculnya autoimun itu, tidak diketahui mekanismenya.
Reaksi autoimun itu, disebabkan oleh autoantibodi :
Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI) – TSI merupakan IgG yang akan
berikatan dengan reseptor TSH kemudian menstimulasi aktivitas adenylate
cyclase sehingga terjadi peningkatan sekresi hormon thyroid.
Thyroid Growth-Stimulating Immunoglobulin (TGI) – Ketika TGI berikatan
dengan reseptor TSH maka akan ada induksi terhadap proliferasi epitel folikel
thyroid dan menyebabkan hiperplasi.
TSH-Binding Inhibitor Immunoglobulin (TB-II) – TBII merupakan inhibitor
terhadap TSH. Ketika TBII berikatan dengan reseptor TSG maka akan terjadi
stimulasi terhadap aktivitas hormon thyroid.
Manifestasi Klinis
37
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih
dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya
hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain
adalah :
a. Peningkatan frekuensi denyut jantung
b. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
c. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan
d. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
e. Peningkatan frekuensi buang air besar
f. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
g. Gangguan reproduksi
h. Tidak tahan panas
i. Cepat letih
j. Tanda bruit
k. Haid sedikit dan tidak tetap
l. Mata melotot (exoptalmus).
Manifestasi klinis yang sering muncul pada Grave’s disease, adalah sebagai berikut :
Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis,
berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf
simpatis. Thyrotoxicosis itu akan memunculkan manifestasi anxietas, tremor,
takikardia, palpitasi, hiperrefleksi, tidak tahan panas, bertambah nafsu makan,
hipermotilitas usus, diare, malabsorbsi, dan berkurangnya berat badan.
Infiltrative opthalmopathy dengan dengan akibat exopthalmus.
Infiltrative dermopathy dengan akibat pretibial myxerema.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau
kelenjar tiroid.
2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
38
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan pembesaran
kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia.
Langkah penegakan diagnosa pada Grave’s disease
Penegakan diagnosa Grave’s disease diawali dengan anamnesis tentang riwayat penyakit baik
dirinya sendiri maupun keluarga (apakah dari keluarga ada yang menderita, karena grave’s
disese bersifat herediter), gejala-gejala/manifestasi klinisnya serta test laboratorium.
Takikardi, pada pasien tanpa kelainan jantung adalah salah satu contoh manifestasi klinis
yang dapat digunakan dalam penegakkan diagnosa hipertiroidisme.
Exopthalmus juga merupakan gejala yang khas pada grave’s disease. Meskipun begitu,
pemeriksaan laboratorium tetap perlu dilakukan untuk lebih menguatkan diagnosa. Pada
pemeriksaan Lab ditujukan untuk mengetahui jumlah hormone thyroid(pada grave’s disease
akan ditemukan penurunan angka TSHs serta kenaikan angka FT4 dan FT3). Scan atau
radioactive image untuk mengetahui struktur kelenjar thyroid apakah mengalami kelainan
atau tidak. Untuk lebih menguatkan diagnosa perlu dilakukan test darah untuk mengetahui
adanya TSAb (Thyroid Stimulating Antibodies). Pada penderita Grave’s disease
ditemukan TSAb.
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada Graves disease maupun
tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada Graves
disease.Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau
padaeksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada Graves disease dan hipertiroidisme
umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar
hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-
tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin
stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan
39
meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan
menurun.
Pada Graves disease , adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membrane sel folikel tiroid,
menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar
hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di
kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak
terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling
sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat
mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik,
dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).
Penatalaksanaan
Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid.
Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala
hipotiroidisme.
Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol, yang
diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan
tiroksin.
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat antitiroid. Karena
manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang
oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian
penyekat beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang
berlebihan. Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin.
Indikasi :
1) Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan
struma ringan – sedang dan tiroktosikosis
2) Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah
pengobatan yodium radioaktif
3) Persiapan tiroidektomi
40
4) Pasien hamil, usia lanjut
5) Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi
eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4
dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan
setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs.
Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil
yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan
dihentikan, dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat
antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat
tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat
berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan dengan
karakteristik sebagai berikut:
1) Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya
2) Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil
3) TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum
4) Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian liotironin.
Surgical
Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif, kontraindikasi untuk
anak-anak dan wanita hamil.
Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani
terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak
terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang
menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak
diobati dapat menyebabkan kematian.
41
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
D. KRISIS TIROID
Krisis tiroid disebut juga badai tiroid (Thyroid Strom), exaggerated hyperthyroidism,
accelerated hyperthyroidism, dan decompensated hyperthyroidism. Krisis tiroid adalah
komplikasi hipertiroid yang sekarang ini jarang dijumpai lagi yang merupakan kondisi
hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai dengan keadaan gawat sebagai akibat
meningkatnya gejala dan tanda hipertiroidisme pada seseorang yang menderita tirotoksikosis.
Pada krisis tiroid terjadi status decompensasi tiroid yang ditandai metabolisme yang
meningkat (dengan akibat vasodilatasi), diikuti degradasi protein, demam tinggi dan disfungsi
sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Krisis dapat terjadi pada kasus
tirotoksikosis baru maupun lama.
Krisis tiroid berawal dari timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar
tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat,
yaitu tirotoksikosis dan jika keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis maka disebut krisis thyroid.
Krisis thyroid tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau
tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan, infeksi, trauma atau adanya tekanan
emosi. Krisis tiroid ini sulit dibedakan dengan hipertiroidi berat dan pada beberapa penderita
42
dapat ditemukan faktor pencetus timbulnya krisis tiroid yang merupakan kedaruratan medis
yang disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Walaupun cara
pengobatan telah dikenal namun angka kematian pada krisis tiroid masih cukup tinggi sekitar
10-75%. Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan.
HIPERTIROID DAN TIROTOKSIKOSIS
Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis berhubungan
dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan
memberikan respon terhadap hormon tiroid secara berlebihan yang dapat timbul spontan atau
akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan, sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
sebagai akibat dari produksi kelenjar tiroid itu sendiri.
Tirotoksikosis adalah lintasan metabolisme toksisitas yang dipicu oleh simtoma tingginya
rasio plasma hormon tiroid di dalam tubuh, simtoma ini seperti yang terjadi pada patogenesis
hipertiroidisme. Toksisitas yang terjadi merupakan kombinasi antara hiperglisemia,
peningkatan sintesis glukosa, terutama pada lintasan glukoneogenesis, dan menginduksi
resistansi insulin di dalam hati, serta hiperkalsemia seperti yang terjadi pada hipertiroidisme.
Hiperthyroid disebabkan pengaruh peningkatan yang berlebihan dari hormon thyroid di
sirkulasi dan jaringan. Bila regulasi hormon thyroid gagal mengendalikan jumlah hormon
thyroid maka jumlah yang berlebihan menimbulkan stimulasi yang berlebihan terutama
terhadap sistem simpatis/ kardiovaskuler.
Penyebab hipertiroid yang sering adalah penyakit Graves, sedangkan yang tergolong jarang
dan yang telah dilaporkan terjadi pada anak yaitu penyakit Plummer, karsinoma tiroid yang
hiperfungsional, thyrotoxicosis factitia dan tiroiditis supurativa akut. Hipertiroidisme yang
disebabkan oleh sekresi tirotropin yang berlebihan jarang terjadi dan kebanyakan karena
tumor hipofise yang mensekresi TSH.
PENYEBAB DAN PROSES TERJADINYA KRISIS TIROID
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang
merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya,
kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama
43
oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat
dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk
yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat
sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon
tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.1
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan
autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG,
tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang
terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan
karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan
dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan
TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu,
antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar
tiroid.3
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid
yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan
merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh
sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk
bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian.2 Diduga bahwa hormon tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.7
Patogenesis atau proses terjadinya krisis tiroid belum jelas dan tidak ada hubungannya
dengan tingginya kadar hormon tiroksin dalam darah. Krisis thyroid adalah tirotoksikosis
yang amat membahayakan, meskipun jarang terjadi. Hampir semua kasus diawali dengan
adanya faktor pencetus. Tidak ada satu indikator biokimiawipun mampu meramalkan
kejadian timbulnya krisis thyroid, sehingga tindakan kita di dasarkan pada kecurigaan atas
tanda-tanda krisis thyroid membakat, dengan kelainan yang khas maupun yang tidajk khas.
44
Beberapa keadaan yang merupakan faktor pencetus timbulnya krisis tiroid adalah : infeksi,
pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, bahan kontras yodium, hipoglikemi,
persalinan, penghentian obat thiourea, amiodaron, palpasi tiroid, eklamsia, stress emosi,
pengobatan dengan iodium 131, ketoasidosis diabetik, trombo - emboli paru ,gagal jantung
kongestif, toksemia gravidarum, cerebral vascular accident, infark usus, trauma, ekstraksi
gigi gangguan pembuluh darah otak.
Mekanisme timbulnya krisis tiroid mungkin oleh karena:
o Pengeluaran T4 atau T3 dari tiroid meningkat mendadak.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid diduga dapat menyebabkan
manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid, namun
analisis laboratorium T3 dan T4 mungkin tidak nyata dalam fenomena
ini.
Hal ini ditemukan pada : palpasi yang berlebihan pada tiroid, sesudah
terapi yodium 131, penghentian obat PTU, sesudah pemberian yodium
atau bahan kontras yodium.
o Berkurangnya pengikatan pada hormon tiroid.
Ditemukan pada keadaan stress, operasi, infeksi, ketoasidosis dimana
tiroksin bebas (Free Thyroxine=FT4) meningkat oleh karena
menurunnya kemampuan mengikat protein mungkin oleh karena ada
hambatan dalam sirkulasi. Pada stress akut dapat juga terjadi
penghambatan perubahan T4 menjadi T3 sehingga terjadi keadaan
hipometabolik.
o Peranan sistim saraf simpatis.
Diduga katekholamin berperan dalam timbulnya krisis tiroid terbukti
pada perbaikan klinis setelah pemberian obat-obatan yang
menghambat katekholamin seperti reserpin, sekat beta dan guanetidin.
Hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain,
walaupun masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid
atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan peningkatan
sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun interaksi tiroid
katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia,
meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi
45
panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status
katabolik.
o Respons seluler jaringan perifer terhadap hormon tiroid.
Hal ini sesuai dengan keadaan penderita dengan hipoksia jaringan,
ketoasidosis, asidosis laktat, dan infeksi.
Mungkin sebagai fosforilasi oksidasi mengakibatkan terbentuknya
asam lemak bebas ( free fatty acid = FFA ) berlebihan dari lipolisis.
Oksidasi dan metabolisme asam lemak bebas yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen, kalori, dan hipertermi dari krisis
tiroid melalui peningkatan produksi panas. Penderita mencoba
mengatasi timbulnya panas dengan berkeringat banyak dan
vasodilatasi cutaneus yang nampak pada penderita tirotoksikosis yang
berat.
GAMBARAN KLINIS KRISIS TIROID
Kebanyakan penderita jelas mempunyai gejala-gejala dan tanda-tanda dari hipertiroidi
termasuk struma, adanya penyakit Graves dan oftalmopati, namun kadang-kadang krisis
tiroid ditemukan pada penderita dengan “apathetic thyrotoxicosis” dimana gejala-gejala dan
tanda-tanda hipertiroidi tidak ditemukan. Gejala karakteristik yang hampir selalu terjadi
adalah hiperpireksia yaitu suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2 derajat
celcius atau lebih.
Gejala-gejala dan tanda-tanda lain ialah :
o Sistem saraf pusat : gambaran ensefalopati seperti agitasi, gelisah, tremor,
delirium, stupor, koma, psikosis, kejang dan perubahan perilaku.
o Sistem kardiovaskuler : takhikardi, aritmia, gagal jantung kongestif, syok
kardiovaskuler.
o Sistem gastrointestinal : nyeri abdomen, muntah-muntah, diare, hepatomegali,
splenomegali, ikterus.
Pada beberapa kasus dapat ditemukan gejala dan tanda dari faktor pencetus timbulnya krisis
tiroid seperti infeksi saluran nafas. Faktor pencetus yang paling sering ditemukan adalah
46
infeksi, sehingga agak sulit untuk menentukan apakah febris dan takhikardi adalah akibat
infeksi atau krisis tiroid.
CARA MENDIAGNOSIS KRISIS TIROID
Pada anamnesis didapatkan riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis
atau gejala-gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang
dengan berat badan sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi
sekolah yang menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit
sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak,
penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi
38,5 derajat celcius. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi
41derajat celcius dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan
antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase
berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam.
Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti
fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda
neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal
transien, tremor, kejang, dan koma. Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas,
ada satu laporan kasus seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik
(normotermi dan normotensif) yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang
multipel, seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana keduanya merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Kecurigaan akan terjadi krisis thyroid apabila terdapat triad gejala, yaitu
menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipetermi. Apabila
terdapat triad diatas, maka kita dapat meneruskan dengan skor indeks klinis krisis
thyroid dari burch-wartosky
Kriteria Burch-Wartofsky yang didasarkan pada disfungsi regulasi suhu, gangguan
sistem saraf perifer, disfungsi gastrointestinal-hepar, disfungsi kardiovaskular dengan
ditemukannya takikardi, gagal jantung, fibrilasi atrium, dan riwayat pencetus.
Riwayat pencetus meliputi persiapan operasi dengan antitiroid inadekuat, infeksi pada
tirotoksikosis, penghentian obat antitiroid, trauma, post terapi radioaktif pada
tirotoksikosis berat, dan hipoglikemi. Bila didaptkan jumlah dari semuanya lebih atau
47
sama dengan 45 berarti penderita sangat mungkin mengalam krisis tiroid, bila 25-44
ancaman krisis tiroid, dan kurang dari 25 mengindikasikan bukan krisis tiroid.
Thermoregulator dysfunction
Tempeature
- 99-99.9 5
- 100-100.9 10
- 101-101.9 15
- 102-102.9 20
- 103-103.9 25
- Lebih dari sama dengan
104.0
30
Cardiovascular dysfunction
Tachycardia
- 99-109 5
- 110-119 10
- 120-129 15
- 130-139 20
- Lebih dari sama dengan 140 25
Central nervous system effects
Mild
- Agitation
10
Moderate
- Delirium
- Psychosis
- Extreme lethargy
20
Severe
- Seizure
- Coma
30
Congestive heart failure
Mild
Pedal edema
5
Moderate
Bibasilar rales
10
Severe
Pulmonary edema
Atrial fibrillation
15
10
Gastrointestinal-hepatic dysfunction
Moderate
Diarrhea
Nausea/vomiting
Abdominal pain
10
Severe
Unexplained jaundice
20
Precipitant history
Negative 0
Positive 10
Table kriteria diagnostic untuk krisis thyroid burch-wartofsky
- Pada kasus tirotoksikosis pilih angka tertinggi
48
- lebih dari 45 untuk high suggestive
- 25-45 untuk suggestive of impending stor
- Dibawah 25 kemungkinan kecil
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris.
Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena
menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis.
Tiroksin total (TT4), Triyodotironin total (TT3), T3 resin uptake (T3RU) dan tes
pengambilan yodium radioaktif 24 jam meningkat, namun peningkatan ini tidak banyak
berbeda dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi. Pada T3 tirotoksikosis TT4 normal dan
hanya TT3 yang meningkat. Tidak dijumpai hubungan peningkatan hormon tiroid dengan
timbulnya krisis tiroid, sehingga mungkin lebih tepat digunakan istilah “dekompensated”
karena reaksi tubuh terhadap peningkatan hormon tiroid yang tidak sesuai.
Pemeriksaan laboratorium yang lain dapat ditemukan : hiperglikemia tanpa adanya diabetes
mellitus, leukositosis meskipun tidak adanya infeksi, elektrolit normal, kecuali calcium
meningkat sedikit yang mungkin karena hemo konsentrasi atau pengaruh hormon tiroid pada
resorbsi tulang, laktat dehidrogenase (LDH), glutamik oksaloasetat transaminase serum
(SGOT) dan bilirubin meningkat akibat dari gangguan fungsi hati. Di temukan juga
peningkatan kadar serum untuk SGPT, LDH, kreatinin kinase dan alkali fosfatase.
PENANGANAN KRISIS TIROID
Tindakan pencegahan merupakan hal yang utama untuk menghindari terjadinya krisis tiroid.
Persiapan yang baik sebelum operasi tiroidektomi,kuretase, pengenalan terhadap gejala-
gejala hipertiroidi terutama pada “apathetic hyperthyroidism” dan juga pengobatan yang
adekuat terhadap faktor-faktor pencetus, merupakan salah satu cara untuk menghindarkan
timbulnya krisis tiroid. Menemukan sedini mungkin krisis tiroid seperti adanya hiperpireksia,
gangguan kesadaran, timbulnya diare dan muntah sangat penting, agar diberikan tindakan
seawal mungkin, sehingga dapat memberikan hasil yang baik dalam pengobatan krisis tiroid.
Pengobatan krisis tiroid dapat dibagi atas 4 bagian:
1. Pengobatan langsung terhadap kelenjar tiroid.
49
2. Pengobatan spesial yang ditujukan pada dekompensasi sistemik seperti hipertermi,
syok, gagal jantung kongestif.
3. Pengobatan langsung menghambat kerja hormon tiroid di perifer.
4. Pengobatan terhadap faktor pencetus seperti infeksi dll.
Pengobatan langsung terhadap kelenjar tiroid.
Obat anti tiroid PTU dan metimazole (Tapazole) diberikan untuk menghambat sintesa
hormon tiroid. Biasanya diberikan melalui pipa nasogastrik sebab belum tersedianya
preparat suntik. PTU lebih unggul dari pada metimazole sebab bekerja lebih cepat
serta menghambat konversi T4 menjadi T31. Dosis permulaan PTU 1200-1500
mg/hari diberikan tiap 4 jam, methimazole 60-120 mg/hari diberikan tiap 4 jam.
Secara bersamaan juga diberikan obat untuk menghambat pelepasan hormon tiroid
dari kelenjar tiroid yaitu dengan preparat yodium seperti cairan Lugol per oral (8 tetes
tiap 6 jam) atau natrium yodida (0,5 –1 gr tiap 12 jam) dengan tetesan intravena.
Preparat yodium sebaiknya jangan diberikan sebelum 1 jam pemberian PTU atau
metimazole untuk mencegah pembentukan hormon tiroid yang baru. Bila penderita
alergi terhadap yodium, dapat diberikan litium karbonat untuk menghambat pelepasan
hormon tiroid. Dosis permulaan 300 mg tiap 6 jam, selanjutnya kadar litium dalam
serum dipertahankan sekitar 1 mEq/l 5,10.
Pengobatan langsung terhadap dekompensasi sistemik.
Febris yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin, kipas angin, selimut dingin dan
anti piretik sebaiknya golongan asetaminofen. Antipiretik golongan salisil sebaiknya
dihindari pemakaiannya karena golongan ini lebih meningkatkan metabolisme melalui
pembebasan tiroid hormon yang terikat oleh protein.
Kehilangan cairan karena hiperpireksia, muntah dan diare diganti dengan cairan yang
sebaiknya mengandung glukosa, elektrolit dan cukup kalori serta ditambahkan
vitamin. Payah jantung kongestif, bila ditemukan pada penderita ditanggulangi
dengan digitalis dan diuretik dengan dosis yang lebih besar dari biasanya.
Walaupun belum cukup bukti, bahwa pada krisis tiroid terjadi kekurangan hormon
adrenal, pemberian kartikosteroid biasanya dianjurkan. Hidrokortison diberikan
dengan dosis permulaan sebanyak 300 mg kemudian diikuti dengan 100 mg tiap 8
jam. Deksametason dan hidrokortison mempunyai kerja menghambat pembentukan
T3 dari T4.
50
Pengobatan langsung terhadap kerja hormon tiroid di perifer.
Sekat beta merupakan obat yang dikenal mengurangi kerja hormon tiroid. Propranolol
sangat luas pemakaiannya terutama di USA untuk penderita tirotoksikosis dengan
dosis 20-40 mg tiap 6 jam. Pada penderita dengan krisis tiroid dosis propranolol
dinaikkan sampai 60-120 mg tiap 6 jam. Keuntungan propranolol pada krisis tiroid
adalah adanya perbaikan dalam agitasi, konfulsi, psikotik, tremor, diare, febris.
Penggunaan propranolol harus hati-hati pada penderita diabetes yang mendapat
insulin atau obat anti diabetes golongan sulfonilurea karena dapat terjadi hipoglikemi.
Kontra indikasi penggunaan propranolol adalah penderita dengan riwayat asma atau
spasme bronchus.
Obat lain yang mempunyai kerja seperti propranolol adalah reserpin, dapat diberikan
dengan dosis 2,5-5 mg tiap 4 jam i.m, guanetidin dengan dosis 30-40 mg tiap 6 jm
diberikan per oral. Kedua jenis obat ini dapat menyebabkan hipotensi dan diare,
sehingga tidak dianjurkan penggunaannya pada penderita syok.
Pengobatan langsung terhadap faktor pencetus.
Ketiga bagian pengobatan diatas mungkin telah dapat menyelamatkan penderita,
namun penting pula dicari serta diobati secara dini penyakit dasar yang merupakan
faktor pencetus timbulnya krisis tiroid.
Krisis tiroid yang terjadi pada operasi, persalinan, trauma tidak memerlukan
penanganan tambahan sesudah kejadian itu, namun pada penderita dengan perubahan
sekresi tiroid oleh karena penghentian terapi PTU, atau pemberian yodium, atau
bahan kotras yodium memerlukan perhatian khusus.
Krisis tiroid yang ada hubungannya dengan hipoglikeim, ketoasidosis, trombo-emboli
paru dan gangguan pembuluh darah otak biasanya memerlukan penanganan lebih
intensif sesuai dengan faktor pencetusnya.
Krisis tiroid dimana faktor-faktor pencetus seperti tersebut diatas tidak jelas, maka
harus dicari sumber infeksi dengan melakukan pemeriksaan kultur urine, darah dan
sputum. Pemberian antibiotika tidak dianjurkan sebelum terbukti adanya infeksi.
Penatalaksanaan efek samping
Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi mudah
berdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas, peningkatan
51
kadar transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi akibat
agranulositosis), pruritus hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis maupun ulkus oral
vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun termasuk rekomendasi di beberapa
pendapat ahli masih merekomendasikan bahwa obat ini harus tetap dipertimbangkan
sebagai lini pertama terapi penyakit Graves selama kehamilan. Risiko kerusakan hati
serius, seperti gagal hati dan kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak,
terutama selama enam bulan pertama terapi.
Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan obat anti-
tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas dan
mengancam jiwa pasien yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yang
sering muncul adalah demam (92%) dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis klinis
awal biasanya adalah faringitis akut (46%), tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%)
dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur darah positif untuk Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli,Staphylococcus aureus, Capnocytophaga species.
Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan gagal organ
yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumoniaedan P. aeruginosa,
merupakan patogen yang paling sering ditemui pada isolat klinis. Antibiotik spektrum
luas dengan aktifitas anti-pseudomonas harus diberikan pada pasien dengan
agranulositosis yang disebabkan oleh obat anti-tiroid yang menampilkan manifestasi
klinis infeksi yang berat.
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,
kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi
RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang
terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan
kelemahan otot proksimal.
Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah
kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah
masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan
adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga
6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi
hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis
52
tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula
untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
PROGNOSIS
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat
krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang
menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis
biasanya akan baik.
PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis
ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade
hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme
terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum
pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon
tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid
seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli
endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama
krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol)
hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari
setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat
menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan
pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko
mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).2
53
Antibodi
TSI TGI IgG1
Exophtalmus Hipertiroid (Grave’s Disease)Hiperplasia epitel tiroid (struma difusa)Free T4
TSH
Peningkatan motilitas usus
Bising usus
Diare
Aliran darah melalui jaringan diantara 2 denyut jantung
Nadi 140x/menit
Kepekaan katekolamin dan julmah reseptor β-adrenergik
Gugup, keringat banyak, sulit tidur, mudah cemas, tremor
infeksi
Batuk pilek Faring hiperemis Demam
Krisis Tiroid
Hipotensi (TD 100/80) Penurunan Kesadaran (Delirium)
Kecepatan metabolisme Saliva
Frekuensi pernafasanDenyut jantung
WBC
VIII. KERANGKA KONSEP
54
IX. KESIMPULAN
Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran karena krisis tiroid yang
merupakan komplikasi hipertiroidisme yang disebabkan oleh Grave’s Disease.
55
DAFTAR PUSTAKA
Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A cellular
and molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.
Fenzi G. Clinical approach to goiter. Clin Endocrinol Metab 1988 ; 2:671
Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol Metab
1990;71: 276
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 11. Jakarta : EGC
Harrison’s, Principles Of Internal Medicines 12th Edition, 1991
Leksana, Mirzanie H. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta, 2005. Hal VIII.1 – 5
Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity. Endocr
Rev 1990; 11:354
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, ed. 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996. Hal 932 – 4.
Solomon B. Current trend in the management of Graves disease. J Clin Endocrinol Metab
1990 ; 70:1518
Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in thyroid
disorders. JAMA 1990; 263:1529
W.Sudoyo,Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V . FKUI, Jakarta, 2009.
Hal :1993-2008
Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am 1987;229:1
Waspadji , 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, FKUI : Jakarta
56