skill lab penyakit mulut
DESCRIPTION
Pemeriksaan subjektif, pemeriksaan obyektif, penentuan diagnosa, pemeriksaan penunjang dan rencana perawatanTRANSCRIPT
CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN DI BIDANG PENYAKIT MULUT
A. DATA PRIBADI PASIEN
Nama : An Kanwangwang Dwi Nada A
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Mastrip 2 nomor 10
Pekerjaan : Pelajar
Status Perkawinan : Belum kawin
Kebangsaan/suku bangsa : Indonesia/Jawa
B. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF (ANAMNESIS)
1. Keluhan Utama
Tahapan awal dari penanganan pasien adalah dengan melakukan
pemeriksaan subyektif yaitu anamnesis. Dengan anamnesis, salah satu hal yang
didapatkan adalah keluhan utama yang menjadi tujuan pasien datang ke dokter
gigi. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pasien mengeluhkan adanya
rasa sakit dan perih pada bagian dalam mulut sebelah kiri.
Dari keluhan utama diatas kami mendapat gambaran awal bahwa
kemungkinan lesi yang diderita pasien merupakan suatu ulserasi. Kemudian
dalam penentuan etiologi, diagnosa dan rencana perawatan dari keluhan utama
pasien tersebut, diperlukan pemeriksaan obyektif yang teliti meliputi pemeriksaan
klinis ekstra oral dan intra oral. Namun dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang
untuk menundukung penentuan diagnosis.
2. Riwayat penyakit
Berdasarkan anamnesis, didapatkan bahwa pasien merasakan perih pada
luka dibagian dalam mulut sebelah kiri. Rasa sakit dan perih dirasakan pasien
ketika sedang makan.
Sebelumnya, 3 hari yang lalu pasien menderita demam, nyeri kepala dan
nyeri otot dan diberi obat ibuprofen untuk menurunkan demam. Setelah diberi
obat, panasnya turun. Sehari setelahnya timbul rasa sakit di mulut. Keluhan di
mulut belum diobati.
1
3. Keadaan Umum
Pasien tidak sedang atau pernah dalam perawatan rumah sakit
(opname/sakit dalam jangka waktu yang panjang), maupun sedang/pernah
menderita penyakit tertentu.
(TB/BB : 120 cm / 35 kg, BP :-/-, P :-, T: 38˚C)
Suhu pasien tergolong tinggi, yaitu 38˚C, namun pasien mengatakan bila
suhunya saat diperiksa, lebih rendah dibandingkan tiga hari sebelumnya.
4. Obat - obatan yang sedang dan telah dijalani dalam 6 bulan
terakhir
Dalam 3 hari, semenjak pasien mengalami demam, nyeri kepala dan nyeri
otot pasien mengonsumsi ibuprofen untuk mengurangi demam serta gejala
lainnya. Untuk luka pada rongga mulutnya belum diobati.
5. Keadaan Sosial dan Kebiasaan Buruk penderita
Pada anamnesa keadaan sosial, diketahui bahwa pasien memiliki
kebiasaan sosial dengan taraf yang sedang dimana disini berarti pasien tidak
terlalu memiliki kebiasaan sosial yang buruk. Pada kartu status pasien dicoret
selain yang pilihan sedang.
Sedangkan pada anamnesis kebiasaan buruk, diketahui pasien tidak
memiliki sama sekali kebiasaan buruk baik yang pernah atau yang masih
dilakukan sampai sekarang dimana pasien tidak melakukan baik itu menggigit
bibir, merokok, mandi di sungai, minum alkohol, dan semacamnya. Sehingga
pada kartu status pasien dapat dituliskan keterangan TAA atau tidak ada
abnormalitas.
Dengan demikian, baik keadaan sosial maupun kebiasaan buruk dari
pasien tidak mempengaruhi dari penyebab dari terjadinya penyakit pada rongga
mulut pasien.
5. Riwayat Keluarga
Setelah dilakukan anamnesis pasien mengatakan bahwa keluarga tidak
memiliki kelainan sistemik apapun.
2
B. PEMERIKSAAN KLINIS
1. Ekstra Oral
Pemeriksaan Ekstra Oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar
mulut bagian luar. Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang
terlihat secara visual, atau terdeteksi dengan palpasi. Seperti adanya kecacatan,
pembengkakan,benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi lain sebagainya.
Pemeriksaan yang dilakukan di klinik gigi, dibatasi pada inspeksi dan palpasi pada
jaringan superficial dan rongga mulut, kepala dan leher, dan bagian-bagian yang terpapar dari
ekstremitas.
Pada struktur-struktur ekstraoral, dilakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh bagian
seperti dinyatakan dalam kartu status. Hasil inspeksi meliputi: macam lesi, bentuk lesi, ukuran,
jumlah, warna, batas, tepi, permukaan dan hal lain yang dianggap perlu. Hasil palpasi meliputi:
konsistensi, fluktuasi, krepitasi, mudah berdarah atau tidak, sakit atau tidak, bertangkai atau tidak,
ada perubahan suhu atau tidak.
a. Muka
1. Pipi Kanan dan Kiri
Pemeriksaan visual daerah muka dilihat dari depan. Perhatikan
apakah ada tonjolan, cacat, bercak di kulit, lesi, asimetri wajah yang
berlebihan (sebagian besar wajah memang sedikit asimetris) ataupun
facial palsy. Dapat juga dilakukan palpasi untuk melihat adanya kelainan
pada daerah pipi.
Pada pasien, tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah pipi
kanan maupun kiri.
2. Bibir Atas dan Bawah
Pemeriksaan visual: Perhatikan tonus otot (misalnya, sudut mulut
yang turun dan ketidakmampuan untuk membentuk huruf “o” dengan bibir
pada Bell’s palsy), setiap perubahan warna atau tekstur, ulserasi, bercak,
lesi herpetik, cheilitis angularis. Perhatikan juga kemampuan/
ketidakmampuan bibir untuk berfungsi.
3
Palpasi bimanual: Palpasi untuk tonjolan dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk, satu intra oral, yang lain ekstra oral.
Setelah dilakukan pemeriksaan, pada bibir atas dan bawah pasien
tidak ditemukan adanya kelainan.
3. Sudut Mulut Kanan / Kiri
Pemeriksaan visual: Perhatikan tonus otot (misalnya, sudut mulut
yang turun dan ketidakmampuan untuk membentuk huruf “o” dengan bibir
pada Bell’s palsy), setiap perubahan warna atau tekstur, ulserasi, bercak,
lesi herpetik, cheilitis angularis.
Setelah dilakukan pemeriksaan, pada sudut mulut kanan maupun
kiri tidak ditemukan adanya kelainan.
b. Kelenjar Saliva
1. Kelenjar saliva parotis
Pemeriksaan dilakukan dari arah depan. Bagian bawah daun
telinga akan terdorong ke luar bila kelenjar membengkak. Lakukan
palpasi pada kelenjar untuk melihat adanya pembengkakan atau
perabaan yang lunak. Kelenjar terletak di distal ramus asendens pada
mandibula. Kadang tampilan yang lebih baik pada kelenjar parotis
diperoleh dari arah punggung pasien.
Perhatikan: Pembengkakan unikateral pada kelenjar parotis dapat
menunjukkan adanya:
a. Sumbatan pada duktus
b. Tumor
c. Abses
d. Infeksi retrograd pada kelenjar
Pembengkakan bilateral kelenjar parotis menunjukkan adanya:
a) Infeksi virus, misalnya mumps.
b) Pembengkakan degeneratif, misalnya sialosis.
Setelah dilakukan pemeriksaan pasien, tidak ditemukan adanya
kelainan pada kelenjar saliva parotis.
4
2. Kelenjar saliva submandibula
Pasien memutar kepala ke kiri, lalu ke kanan untuk memeriksa
regio submandibula sisi kiri dan kanan. Bila pasien tidak terlalu
gemuk, biasanya pembengkakan kelenjar sublingual, nodus limfatik
dan kelenjar submandibula akan terihat.
Palpasi bimanual (Gambar 1): Gunakan jari telunjuk dan jari
tengah dari satu tangan untuk pemeriksaan intra oral, kemudian jari
telunjuk dan jari tengah tangan yang lain di luar mulut. Lakukan
palpasi pada kelenjar saliva submandibula di atas dan di bawah
musculus myohyoid. Jangan lupa untuk memeriksa juga duktus
kelenjar untuk melihat adanya batu kelenjar liur.
Gambar 1 Palpasi bimanual kelenjar saliva submandibula.
Setelah dilakukan pemeriksaan pasien, tidak ditemukan adanya
kelainan pada kelenjar saliva submandibula.
c. Nodus Limfatik
Nodus limfatik yang normal tidak dapat diraba. Bila suatu nodus
limfatik teraba, berarti kondisi itu abnormal.
Anatomi nodus limfatik
Nodus limfatik daerah kepala dan leher dibagi ke dalam dua
kelompok utama:
A. Kelompok melingkar
5
B. Kelompok servikal
Gambar 2 Anatomi nodus limfatik
A. Kelompok melingkar (letaknya teratur melingkari dasar tulang
kepala).
Kelompok ini dibagi lagi ke dalam bagian luar dan bagian dalam.
Bagian luar:
a. Submental – di balik dagu, letaknya pada otot milohioid.
b. Submandibula – di antara mandibula dan kelenjar saliva
submandibula.
c. Facial (buccal) – letaknya pada musculus buccinator, di sebelah
anterior insersi musculus masseter.
d. Mastoid (post-auricular) – terletak pada prosesus mastoideus.
e. Parotid (pre-auricular) – terletak di depan tragus telinga.
f. Occipital – mengelilingi arteri occipitalis.
Bagian dalam (tidak ada di gambar 2). Nodus limfatik yang diberi
nama termasuk:
a) Retropharyngeal
b) Pre-tracheal
c) Para-tracheal
Kelompok melingkar mengalir ke rantai servikal bagian dalam
(deep cervical chain).
6
B. Kelompok servikal
Nodus limfatik servikal di permukaan (tersebar di sekitar vena jugularis
eksterna dan anterior). Nodus limfatik ini mengalir ke rantai servikal bagian
dalam.
Rantai servikal bagian dalam (tersebar di sepanjang vena jugularis
interna). Beberapa nodus penting termasuk:
a. Jugulodigastric (di antara sudut mandibula dan tepi anterior musculus
sternomastoideus).
b. Jugulo-omohyoid (di balik vena jugularis interna, di atas belly
omohyoid, tertutup oleh tepi posterior sternomastoid).
Pemeriksaan klinis nodus limfatik
Sebaiknya nodus limfatik diperiksa secara ekstra oral, bimanual, dan
palpasi yang dilakukan dari arah belakang pasien:
Bagian leher dibiarkan terbuka, bila tertutup minta pasien untuk
membukanya. Leher tidak perlu dipanjangkan, karena musculus
sternomastoideus perlu dalam posisi relaks. Dengan menggunakan ujung
jari, bawa kelenjar ke arah struktur yang lebih keras.
Submental – Kepala sedikit menunduk ke depan, gerakkan nodus ke
arah bagian dalam tulang mandibula.
Submandibula – Sama seperti di atas, hanya kepala pasien
dimiringkan ke arah sisi yang akan diperiksa (Gambar 3).
Jugulodigastric – Gerakkan tepi anterior musculus sternomastoid ke
arah belakang.Jugulo-omohyoid – Gerakkan tepi posterior musculus
sternomastoid ke arah depan.
Gambar 3 - Palpasi pada nodus limfatik submandibula.
7
Bila suatu nodus ternyata teraba, maka catatlah:
1) Lokasinya
2) Ukurannya (diukur menggunakan kaliper).
3) Teksturnya – lunak (infeksi), kenyal seperti karet (kemungkinan
penyakit Hodgkin), keras seperti batu (kemungkinan karsinoma
sekunder).
4) Lunak pada saat dilakukan palpasi (kemungkinan infeksi).
5) Fiksasinya terhadap jaringan sekitarnya (mungkin suatu kanker yang
sudah mengalami metastasis).
6) Lesi bergabung menjadi satu (misalnya pada tuberkulosis).
7) Jumlah nodus yang terlibat (multipel – pada glandular fever,
leukemia, dsb.). Bila lebih dari satu nodus terlibat, rujuk untuk
pemeriksaan tubuh keseluruhan: limfadenopati menyeluruh dan tes
darah.
Ciri-ciri nodus yang teraba saat palpasi:
a. Infeksi akut – membesar, lunak, sakit, dapat digerakkan, berdiri
sendiri, terjadi dengan cepat.
b. Infeksi kronis – membesar, kokoh, tidak terlalu lunak, dapat
digerakkan.
c. Limfoma – seperti karet yang keras, kasar permukaannya, tidak sakit,
multipel.
d. Kanker yang mengalami metastasis – keras seperti batu, ada fiksasi
dengan jaringan di bawahnya, tidak sakit.
Bila ada penyebab non-dental yang dicurigai, sebaiknya dirujuk untuk
pemeriksaan medis. Tetaplah berpikir akan adanya kemungkinan terjadi
kanker yang mengalami metastasis ataupun limfoma, hingga telah dapat
dibuktikan bahwa lesi tersebut bukan keganasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan pada nodus limfatik, tidak ditemukan
adanya kelainan pada pasien.
8
2. Intra Oral
Pemeriksaan Intra Oral merupakan suatu pemeriksaan Objektif, yang
harus dilakukan seorang dokter gigi sebelum menentukan diagnosa.
Pemeriksaan ini dilakukan dapat dengan menggunakan instrument maupun
tidak, jika menggunakan instrument seperti pada pelaksanaan skill lab OM
dapat dilakukan dengan menggunakan kaca mulut nomor 3 dan 4,
Pemeriksaan intra oral dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan
diperiksa setiap bagiannya, untuk menentukan diagnosa sementara yang
didapat dari pemeriksaan Subjektif, diantaranya:
1. Gigi Geligi
Riwayat Perawatan Gigi Geligi:Tidak pernah melakukan perawatan gigi-
geligi
Pemeriksaan gigi geligi digunakan untuk mengetahui akan kondisi
gigi pada rongga mulut pasien tersebut, dimana pada rongga mulut pasien
akan dibagi mendjadi empat regio utama yang terdiri dari kanan rahang
atas ( 1 ), kiri rahang atas ( 2 ), kiri rahang bawah ( 3 ), dan kanan rahang
bawah ( 4 ), keempat region pada gambar ini dibagi atau dipisah dengan
garis imajiner berbentuk +.
Selanjutnya, adalah penomoran yang dilakukan adalah didapati angka
romawi dan angka nominal, dimana angka romawi menunjukkan gigi
sulung ( I II III IV V ) dan angka nominal menunjukan akan gigi permanen
( 12345678 ). Didapati juga symbol symbol yang dituliskan pada bagian
atas penomoran gigi yang menunjukan status keabnormalan yang didapati
oleh gigi tersebut
Pada pasien didapati bahwa pasien di usia 12 tahun (sesuai anamnesis)
memiliki kondisi gigi geligi yang baik, serta gigi permanen telah erupsi
sempurna
2. Pemeriksaan Jaringan Lunak
Pada pemeriksaan jaringan lunak, pada klinik Penyakit Mulut, akan
dibagi dalam beberapa bagian sesuai dengan diagaram yang ada,
9
pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat menentukan lokasi lesi dengan
tepat sehingga akan memudahkan diagnosis, lokasi tersebut diantaranya
a. Mukosa labial atas ( 5 ) : TAA
b. Mukosa labial bawah ( 6 ) : TAA
c. Mukosa pipi kiri( 41 ), ( 4 ), ( 3 ) : TAA
d. Mukosa pipi kanan ( 40 ), ( 2 ), ( 1 ) : TAA
e. Bucal Fold atas( 9 ), ( 7 ) : TAA
f. Bucal Fold bawah( 10 ), ( 12 ) : TAA
g. Gingiva Rahang Atas ( 13 ), ( 14 ), ( 15 ), ( 19 ), ( 20 ), ( 21 ): Eritema
meluas, konsistensi lunak, dengan ulser, multiple, bulat, diameter ± 1-2
mm
h. Gingiva Rahang Bawah ( 16 ), ( 17 ), ( 18 ), ( 22 ), ( 23 ), ( 24 ): Eritema
meluas, konsistensi lunak, dengan ulser, multiple, bulat, diameter ± 1-2
mm, dan bergerombol.
i. Lidah ( 28 ), ( 29 ), ( 30 ), ( 31 ), ( 32 ), ( 33 ), ( 34 ), ( 35 ) : Terdapat
pseudomembran putih dapat dikerok, tidak sakit
10
j. Dasar mulut dan kelenjar sub lingualis : TAA
k. Palatum( 36 ), ( 37 ), ( 38 ), ( 39 ) : TAA
l. Tonsil Ki / Ka : TAA
m. Pharynx : TAA
Pada pemeriksaan intra oral, pada gingival atas dan bawah didapati adanya
eritema meluas, konsistensi lunak, dengan ulser, multiple, bulat, diameter ± 1-2
mm, dan bergerombol pada gingival anterior rahang bawah regio 32, 33. Pada
lidah dijumpai pseudomembran putih dapat dikerok dan tidak sakit. Pasien juga
mengeluhkan adanya rasa sakit yang dialami selama ulserasi tersebut muncul.
11
C. DIAGNOSA
Sebelum menentukan diagnosa dari lesi penyakit rongga mulut pada
pasien, terlebih dahulu harus dipahami mengenai ciri – ciri dari setiap penyakit
dari rongga mulut. Dari anamnesa pasien dan pemeriksaan klinis didapatkan
diagnosis yaitu Gingivostomatitis herpetika primer. Berikut adalah karakteristik
dari Gingivostomatitis herpetika primer.
Gingivostomatitis herpetika primer adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan lesi ulserasi pada lidah, bibir, mukosa gingiva, palatum durum dan molle.
Gingivostomatitis herpetika primer merupakan bentuk tersering dari infeksi HSV
tipe 1 pada rongga mulut. Gingivostomatitis herpetika primer merupakan penyakit
yang mudah menular melalui kontak langsung dengan membrane mukosa atau
lesi kulit. Infeksi HSV-1 tinggi pada anak kecil, dimana resiko pertukaran sekresi
oral dan virus.
Onset gingivostomatitis herpetika primer dilaporkan memiliki 2 puncak.
Terutama terjadi padamasa anak, biasanya pada usia 6 bulan sampai 5 tahun,
puncak kedua terjadi pada usia awal 20 tahun. Kebanyakan infeksi HSV tipe 1
pada anak bersifat asimtomatik atau ringan sehingga anak dan orang tuatidak
menyadarinya. Beberapa penelitian menyatakanhanya 10-20% anak yang
terinfeksi memiliki gejaladan tanda klinis yang cukup berat.
a. Gejala klinis
Periode inkubasi hingga 2 minggu. Setelah periode inkubasi timbul fase
pada anak yang sebelumnya tampak sehat. Faseprodromal ditandai malaise
dan kelelahan, sakit otot dan kadang sakit tenggorokan. Pada tahap awal
nodus limfe submandibular sering membesar dan sakit. Faseprodromal ini
berlangsung 1-2 hari dan diikuti dengan timbulnya lesi oral dan kadang
sirkumoral.
b. Manifestasi
Vesikula kecil berdinding tipis dikelilingi dasar eritematous yang cenderung
berkelompok timbul pada mukosaoral. Vesikula kemudian pecah dengan
cepat danmenimbulkan ulser bulat dangkal. Ulser dapat terjadipada semua
bagian mukosa mulut. Denganberkembangnya penyakit, beberapa lesi
12
bersatumembentuk lesi ireguler yang lebih besar. Lesi inidisertai simptom
demam, anoreksia, limfadenopati dan sakit kepala.
Gambar : Manifestasi gingivostomatitis herpetika primer pada rongga mulut
13
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan
setelah pemeriksaan fisik pada penderita. Spesimen yang diperoleh dari pasien
akan mengalami berbagai macam pemeriksaan mikroskopik, biokimia,
mikrobiologi maupun imunofluoresensi. Dengan semakin bervariasinya kelainan
jaringan lunak mulut, maka diperlukan informasi tambahan dari pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan diagnosis lesi. Pemeriksaan laboratorium saja
belum dapat digunakan untuk mengetahui sifat lesi ataupun menentukan
diagnosis. Masih perlu lagi dikumpulkan informasi dari biodata pasien, riwayat
kesehatan umumnya, riwayat lesi yang dikeluhkan, pemeriksaan klinis ekstra oral
maupun intra oral. Suatu diagnosis yang tepat juga akan dapat menghasilkan
perawatan yang tepat. Untuk itu dilakukan pemeriksaan penunjang agar diagnosis
dapat ditentukan dengan yakin, sehingga tidak ada keraguan dalam memberikan
perawatan.
Berikut ini pemeriksaan penunjang untuk Primary Herpetic
Gingivostomatitis
a. Sitologi
Pemeriksaan sitologi ini dimulai dengan vesicle baru dibuka atau
preparat di buat dari dasar lesi, diletakkan pada slide mikroskop lalu
diberi pewarnaan Giemsa. Dilihat apakah terdapat Multinucleat Giant
Cells, Synsyntium dan Balooning degeneration of nucleus, yang
merupakan gambaran spesifik Primary Herpetic Gingivostomatitis
b. Isolasi HSV
Virus yang diisolasi berasal dari lesi dan diidentifikasi setelah dilakukan
kultur jaringan. Metode terbaik adalah dengan spesifitas dari sensitivitas
100%. Sel kultur jaringan harus disiapkan jadi monolayer tabung kultur,
kemudian dilakukan porses kultur virus. Selama 7 hari tabung kultur
dioservasi setiap harinya untuk melihat efek sitopatik (CPE)
c. Titer Antibody
Titer antibody ini baru bisa dilakukan setelah infeksi sembuh, jadi tidak
bisa digunakan sebagai penegakan diagnosa. Serum pada masa
14
penyembuhan dapat memastikan diagnosa infeksi primer dengan
menunjukkan paling sedikit kenaikan 4 kali lipat titer antibody, namun
apabila titer sama pada masa akut dan pada masa penyembuhan,
menunjukkan bahwa infeksi adalah recurent.
d. Pemeriksaan anti HSV 1 IgG untuk mengetahui adanya antibody IgG
terhadap HSV tipe 1, untuk mendiagnosis infeksi penyakit herpes
simplek lampau. Pemeriksaan anti HSV 1 IgM untuk mengetahui adanya
antibody IgM terhadap HSV 1, hal ini untuk mendiagnosis infeksi
penyakit herpes simpleks yang baru saja terjadi. Yang terakhir adalah tes
tzanck, tes ini dipakai untuk mengetahui apakah pasien terkena virus
herpes atau tidak.
15
E. RENCANA PERAWATAN
Terapi yang diberikan berupa anti virus terbukti efektif melawan infeksi
HSV dengan menghambat DNA virus sehingga dapat menghambat perkembangan
herpes virus, pada lesi dini dapat digunakan obat topikal berupa salep/krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklovir (Zovirax) juga beberapa obat antivirus lain seperti Famciclovir,
Valacyclovir; anti piretik; multivitamin berupa vitamin B dan vitamin C (B
complex, C capsul 2x sehari 1) maupun multivitamin syrup 1X1 sendok teh untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, antiseptik misalnya chlorhexidine gluconate;
obat kumur berupa benziadamin HCL 0,2 % 3-4x sehari, dikumur setelah makan;
obat kumur tetrasiklin dapat menurunkan infeksi sekunder; dan Obat kumur
analgesik akan mengurangi rasa sakit terutama saat pasien makan. Pemberian
analgesik oral atau topikal sebelum makan atau minum dapat memperbaiki nafsu
makan. Di klinik lesi diulasi dengan povidone iodine 10% setelah itu diulasi
dengan triamsinolone acetonid 0,1% sebagai antiinflamasi diberikan untuk
mengurangi rasa sakit. Kortikosteroid tidak digunakan untuk mengobati herpes
simpleks karena bisa menyebabkan perluasan infeksi.
Pencegahan kekambuhan bisa dilakukan dengan menghilangkan atau
mengurangi faktor pencetus dengan memberikan pengarahan serta mengobati
infeksi dan meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan kondisi
tubuh. Selain itu pasien juga dianjurkan untuk menghindari makanan pedas dan
berbumbu tajam, serta istirahat yang cukup dan mengkonsumsi makanan lunak
berkalori tinggi dan protein seperti roti, susu dan jus buah untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dan menghindari dehidrasi dengan banyak minum air, jus jeruk
atau nanas dihindari untuk mencegah iritasi mukosa akibat kadar asam tinggi.
Selama terapi pasien mematuhi pengobatan dan edukasi dengan baik dan pasien
sembuh pada hari ke-14.
Untuk menurunkan demam, dapat diberikan paracetamol atau ibuprofen
setiap 6 jam sekali. Jika paracetamol dan ibuprofen dikonsumsi secara bersamaan,
dapat diberikan setiap 2 jam sekali dengan bergantian. Namun perlu diperhatikan
bahwa ibuprofen tidak dapat dikonsumsi dalam jangka panjang karena efek
sampingnya.
16
Untuk mencegah pasien agar tidak mengalami dehidrasi, dapat diberikan
larutan elektrolit setiap 2 jam sekali sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang.
Untuk mengurangi rasa sakit, dapat diberikan aloevera gel. Berbagai
penelitian mengungkapkan bahwa penerapan aloe vera pada bagian oral dapat
mengurangi rasa sakit, meningkatkan remisi dan meningkatkan kualitas hidup
pada pasien yang hidup dengan OLP. Dalam sebuah studi oleh Salazar-Sánchez et
al.39, 64 pasien dengan OLP yang dipilih secara acak dalam studi double-blind;
32 pasien diobati dengan aloe vera dengan dosis 0,4 ml (70% konsentrasi) tiga
kali sehari dan 32 pasien lainnya diberi plasebo. 61% pasien yang diobati dengan
lidah buaya menunjukkan remisi rasa nyeri yang sempurna setelah 12 minggu.
Pada kelompok plasebo, persentase ini adalah 41,6%. Tidak ada efek samping
pada salah satu kelompok diatas. Dengan meningkatkan total kualitas kehidupan
pada pasien dengan OLP. Pada pemilihan acak, double-blind, placebo. Dalam
percobaan terkontrol dari 54 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok yang
dilakukan oleh Choonhakarn et al.40 di mana pasien diberi gel aloe vera atau
plasebo selama 8 minggu. 22 pasien yang diobati dengan aloe vera menunjukan
respon yang baik setelah 8 minggu pengobatan, 2 pasien yang diobati dengan aloe
vera memiliki remisi klinis lengkap. Rasa sakit yang terbakar benar-benar
menghilang pada 9 pasien yang diobati dengan aloe vera.
Untuk mencegah infeksi berlanjut dan semakin meluas, dapat diberikan
acyclovir 15 mg/kg 5 kali sehari selama 5-7 hari. Agar mendapatkan hasil yang
efektif, acyclovir diberikan 72 jam pertama sejak gejala mucul.
Vitamin dan makanan tinggi protein seperti pediasure dapat diberikan
karena pasien mengalami kesulitan menelan dan makan, sehingga asupan gizi
tetap dapat terpenuhi.
17