skripsi-analisis wacana kritis terhadap retorika hubungan islam dan amerika serikat dalam pidato...
DESCRIPTION
analisis wacanaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk komunikasi,
tidak pernah terlepas dari simbol dan tanda- tanda dalam kehidupannya
yang diciptakan baik secara alamiah ataupun diciptakan oleh manusia itu
sendiri. Sebagai makluk yang dikaruniai daya pikir, manusia juga dikarunia
ketrampilan untuk berkomunikasi dengan indah dan modern, sehingga
manusia dapat melintasi rintangan jarak dan waktu untuk bekomunikasi.
Dengan ini terciptalah simbol- simbol maupun tanda yang memberikan
makna tersendiri pada gejala- gejala yang terjadi di dalam lingkungan di
mana manusia itu tinggal.
Hal ini membuktikan bahwa manusia sudah mampu mempunyai
kebudayaan tersendiri untuk membangun komunikasi yang lebih canggih
daripada peradaban sebelumnya. Kemampuan manusia membangun
komunikasi ini tidak terlepas dari peran bahasa, peran simbol dan peran
tanda yang membantu manusia untuk saling beruhubungan antara satu
dengan lainnya.
Manusia mempunyai kecakapan yang aktif dengan menggunakan
tanda dan simbol terlebih bahasa sebagai alat perantara untuk
menyampaikan maksud pikiran mereka. Bahasa mempunyai definisi sistem
lambang atau arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005) bahasa berfungsi
sebagai penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan
objek, fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, dan melalui
1
bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut
fungsi transmisi dari bahasa. Tujuan bahasa pun sama mengikuti fungsinya
yaitu menghubungkan pesan atau informasi antar sesama manusia.
Tanpa bahasa hakekatnya manusia mati secara sosial. Bahasa
mempunyai kekuatan tersendiri untuk manusia dalam menunjukkan segala
bentuk ide, konsep, dan pengertian dari hasil pemikiran manusia, yang mana
sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan indikator perkembangan
intelektual dan sosial seseorang. Dari sudut aksiologi dan ontology, bahasa
merupakan alat penyampaian pesan yang berkonotasi emotif, afektif, dan
penalaran.
Bahasa erat kaitannya dengan cara berpikir seseorang. Pola pikir
seseorang terlihat dari cara ia membahasakan segala sesuatu hal. Salah satu
bentuk dari proses pemaparan pikiran adalah pidato. Pidato merupakan hasil
proses pemikiran seseorang yang mana dituangkan dengan berbicara kepada
khalayak umum dengan memberikan urutan pemaparan dalam bentuk
sistematis yang berupa sebuah topik informasi dengan tujuan khalayak
pendengar dapat mengetahui dan mengikuti maksud komunikator tersebut.
Proses pemikiran lain yang dapat dituangkan manusia lewat
berbahasa adalah dengan retorika dan propaganda. Sejatinya retorika
terkenal dengan seni berbicara. Jika dilihat dari asal kemunculannya,
retorika berasal dari bahasa Yunani rhetor, bahasa Inggris orator, yang
berarti mahir berbicara dihadapan umum (Wahyono, 1989:40). Sedangkan
di sisi lain menurut Carl I.Hovland (Propaganda: 2007) propaganda berarti
usaha untuk merumuskan secara tegas azas- azas penyebaran informasi serta
pembentukan opni dan sikap, yang sering kali propaganda dianggap sebagai
suatu usaha dalam melakukan komunikasi yang bersifat persuasif,
direncanakan untuk mempengaruhi pandangan dan tingkah laku individu-
individu agar sesuai dengan keinginan dari propagandis (orang yang
melakukan propaganda).
2
Pidato, retorika, dan propaganda sering kali dipakai sebagai alat
komunikasi politik, karena ketiga-tiganya mempunyai bentuk, tujuan dan
fungsi yang hampir sama yaitu untuk mempengaruhi orang lain agar dapat
mengikuti kemauan dari orang yang melakukan ketiga kegiatan seni
berbahasa tersebut. Berbicara mengenai komunikasi politik tentulah yang
tergambar adalah unsur-unsur politik yang melingkupi dan mendasari
kegiatan pidato, retorika dan propaganda.
Berbicara tentang politik, tidak terlepas dari pembicaraan mengenai
kebijakan. Kebijakan merupakan ide atau rencana yang telah disetujui
bersama oleh sekelompok orang tertentu, partai politik, ataupun pemerintah.
Kebijakan dikeluarkan oleh orang yang mempunyai kuasa atas suatu
pembuatan dan penentuan keputusan, yang salah satunya adalah presiden.
Presiden di sini dititikberatkan bertugas sebagai pembuat kebijakan untuk
menentukan solusi dari suatu isu, permasalahan ataupun tujuan yang penting
yang ingin disampaikan kepada negaranya atau dalam bentuk kerja sama
terhadap negara lain.
Adapun kebijakan dalam bentuk kerja sama terhadap negara lain
yang bersifat politik disebut dengan kebijakan luar negeri. Suatu kebijakan,
khususnya kebijakan dalam bidang politik luar negeri identik dengan sikap
politik yang dimiliki seseorang atau suatu negara. Definisi kebijakan luar
negeri diberikan oleh Holsti (1992:92), ia mengatakan, kebijakan luar negeri
adalah aksi-aksi atau ide -ide yang dibuat oleh para pembuat keputusan
untuk memecahkan masalah atau mengembangkan beberapa perubahan di
dalam lingkungan yaitu dalam kebijakan, sikap, tindakan, dan aksi negara.
Jika sikap politik ini diberlakukan terhadap kondisi negara lainnya,
maka politik luar negerilah yang menjadi acuannya. Politik luar negeri
adalah wawasan internasional yang dimaknai sebagai sebuah identitas yang
menjadi karakteristik pembeda suatu negara dengan negara-negara lain di
dunia. Politik luar negeri merupakan paradigma besar yang dianut sebuah
3
negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia. Jika melihat
konsep bahasa dan sikap politik, dapat diberikan kesimpulan, bahwa hasil
pertautan antara bahasa dan sikap politik suatu negara adalah kebijakan,
khususnya dalam bidang politik luar negeri.
Berkaitan dengan hal komunikasi politik luar negeri yang dilakukan
oleh Barrack Obama, dalam penelitian ini penulis mengambil topik
komunikasi politik yang dilakukan oleh Presiden Amerika Barrack Obama
ketika mengadakan kuliah umum di Universitas Indonesia pada tanggal 10
November 2010. Dalam melakukan komunikasi politik luar negerinya,
Presiden Amerika Barrack Obama menggunakan teknik berpidato yang
didalamnya juga menggunakan unsur retorika sebagai pencitraan seorang
pemimpin kulit hitam muda pertama yang berhasil menjadi presiden
Amerika Serikat yang ke- 44 dari kemampuan atas kekuatan berbahasanya
yang komunikatif.
Kedatangan Presiden Obama ke Indonesia tahun 2009 untuk pertama
kalinya merupakan tindak lanjut dari kunjungan yang telah diawali oleh
Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Kunjungan tersebut
juga dilatarbelakangi oleh kenangan akan masa kecilnya yang dihabiskan
empat tahun di Jakarta, namun dari sudut pandang politik, tujuan tersebut
memiliki makna upaya Barrack Obama dalam memperbaiki hubungan baik
dengan negara-negara Islam. Salah satu negara Islam dalam Asia Tenggara
adalah Indonesia, yang mana diketahui negara Indonesia adalah negara yang
mayoritas warga negaranya memeluk agama Islam, dan juga berpengaruh
dalam organisasi islam Internasional seperti OKI (Organisasi Konfrensi
Islam), ASEAN, dan organisasi dunia lainnya.
Dalam memperbaiki hubungan bilateral Amerika Serikat dengan
negara- negara islam, diketahui bahwa sejak pemerintahan Presiden George
W. Bush sebelum Obama, Amerika Serikat sangat bersikukuh untuk
memerangi teroris yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Ini ditunjukkan
4
dengan perang dingin melalui perang teluk antara AS dan hubungan kubu
komunitas muslim yang terbagi atas kubu komunitas muslim garis keras
(Mazrui, 2004) dan kubu muslim Asia Tenggara yang melibatkan negara
Malaysia dan Indonesia.
Ditunjukkan dengan negara AS banyak berkonflik secara terbuka
dengan berperang dan lewat embargo ekonomi maupun secara terselubung
melalui dukungan politik bagi pihak-pihak tertentu di negara kubu
komunitas muslim garis keras, sedangkan pada kubu muslim Asia Tenggara
membangun aliansi secara politik dengan pemerintahan-pemerintahan lokal
maupun ekonomi melalui bisnis multinasionalnya (Heller, 2009). Banyak
yang dikemukakan lewat pidato Obama mengenai kebijakan politik antara
AS dan Indonesia selain mengajak untuk memerangi terorisme.
Presiden Obama juga mengajak Indonesia memperkuat kerjasama
bilateral antar kedua belah negara yaitu antara bidang ekonomi,
pembangunan, investasi, isu perubahan iklim dan juga transfer teknologi
dari negara sebesar Amerika (Perspektif Online, 5 Februari 2010) dan juga
menyangkut masa depan politik luar negeri Indonesia. Kedatangannya
mengindikasikan konfrensi yang mempromosikan demokrasi AS dan
menekankan pada kontra terorisme selama kunjungannya ke Indonesia.
Seperti yang dikutip dalam situs whitehouse.gov :
(Briefing by White House Press Secretary Robert Gibbs, 2/1/10), “The President and the First Lady will be traveling to Indonesia and Australia in the second half of March. This trip is an important part of the President’s continued effort to broaden and strengthen the partnerships that are necessary to advance our security and prosperity. Indonesia is the world’s fourth most populous country, the third largest democracy; is home to the largest Muslim population in the world; and an important partner in the G20”.
Yang berarti Presiden Obama dan Ibu Negara akan melakukan
perjalanan ke Indonesia dan Australia dalam pertengahan Maret. Perjalanan
ini merupakan bagian yang penting bagi usaha Presiden untuk memperluas
5
dan memperkuat kerjasama yang perlu dalam kemajuan keamanan dan
kemakmuran negaranya. Indonesia adalah negara ke empat yang
mempunyai padat penduduk, negara ketiga terbesar dalam demokrasi; dan
tempat tinggal populasi Muslim terbesar di dunia; dan menjadi kerabat
penting dalam G20;
Sekilas jika berbicara mengenai Presiden Barrack Obama, ia adalah
keturunan Afrika-Amerika pertama yang menjabat Presiden Amerika Serikat
setelah sebelumnya merupakan keturunan Afrika-Amerika pertama yang
dicalonkan oleh sebuah partai politik besar Amerika untuk menjadi
presiden. Obama terkenal public speakingnya yang menyentuh dengan kata-
kata yang bermuatan propaganda yaitu, “Yes! We Can!”. Maksud
pernyataan dari kata tersebut adalah Obama sebelum menjabat sebagai
presiden AS, ia berupaya menunjukkan kepada warga masyarakat Amerika
tentang perubahan yang dibawanya.
Pencitraan masyarakat muda Amerika yang menyukai perubahan
dapat ditunjukkan dengan sepenggal kata tersebut. Dengan memenggal
kalimat “Yes! We Can!” ada pesan yang ingin ia sampaikan yaitu dengan
kemampuannya sebagai pemimpin muda, ia mampu untuk membangun
negara adidaya tersebut menuju pembaharuan. Kata ini sangat kuat makna
sehingga mempunyai bias sampai terkenal di seluruh dunia. Selain “Yes! We
Can!”, Obama juga sangat terkenal dengan sosok kepemimpinannya yang
sangat karismatik yang cocok sebagai kepala negara adidaya yaitu negara
Amerika Serikat
Dalam pidato kemenangannya yang disampaikan di depan ratusan
ribu pendukungnya di Taman Grant di Chicago, Obama menyatakan bahwa
“perubahan telah tiba di Amerika.” Lahir di Hawaii, Obama akan menjadi
Presiden AS pertama yang lahir di luar Daratan Amerika Serikat. Ia juga
akan menjadi Presiden termuda kelima ketika menjabat dan yang kedua
sejak Lincoln yang basis politik utamanya terletak di Illinois. Presiden
6
terpilih Obama disumpah sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44 pada
tanggal 20 Januari 2009.
Ketika melakukan komunikasi poilitik, Obama terkenal sangat
komunikatif dengan audience-nya. Terdapat banyak penggunaan kode dan
simbol-simbol komunikasi politik dalam pidatonya tersebut melakukan
kontak mata atau tatapan langsung terhadap pendengarnya, adapun gesture
yang dicitrakan untuk memperkuat dan mempertegas kalimat yang
diucapkannya, juga penekanan kalimat yang dalam intonasi ketika
membacakan pidatonya tersebut.
Tidak hanya terkenal dengan penggunaan kode verbal dan nonverbal
yang dipakai dalam menjalankan fungsi komunikasi politik, Obama juga
terkenal dengan citra seorang pemimpin muda yang sangat berpengaruh di
negerinya sendiri dan hampir seluruh pelosok dunia dengan perawakannya
yang mendukung citranya tersebut. Dengan latar belakang budayanya yang
meliputi setengah Afrika-Amerika, Obama dapat merepresentasikan ras-nya
(warna kulit hitam) dalam melakukan perubahan di negaranya sendiri.
Peneliti juga mengkaitkan penulisan penelitian ini dengan bidang
studi yang berkaitan yaitu Human Relation yang mana terdapat banyak
unsur, salah satunya Public Speaking dan khususnya pencitraan terlebih
komunikasi interpersonal bedasarkan hubungan bedasarkan komponen
(Bochner, 1978) yang terjadi selama kegiatan komunikasi politik yang
dilakukan antara Presiden Barrack Obama dan khalayak pendengar.
Bedasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai, ”Representasi
Pesan Komunikasi Politik Pidato Barrack Obama ( Analisis Semiotika
Saussare, Pesan Verbal dan Nonverbal Pidato Barrack Obama di
Universitas Indonesia)”. Sepengetahuan dari penulis dengan melihat
contoh kasus mengenai pidato Barrack Obama yang dilakukan di
Universitas Indonesia pada 10 November 2010, belum ada yang memuat
7
penelitian dengan judul yang sama. Hal ini dapat dibuktikan dengan
pencarian judul penelitian pada internet dan sumber- sumber lainnya.
Peneliti memakai analisis retorika Ferdinand De Saussure, yang mana
terkenal dengan ahli penanda dan pertanda makna dalam linguistik.
Sehingga, dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menganalisa pidato
yang dilakukan oleh Presiden Barrack Obama dengan mengartikan apa
makna dari pesan verbal dan nonverbal yang terkandung di balik
komunikasi politiknya tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang sesuai dengan penulisan bedasarkan latar
belakang masalah di atas adalah, “Apa makna dari pesan representasi
komunikasi politik Verbal dan Nonverbal yang terdapat dalam pidato
Presiden Barrack Obama ketika mengadakan kuliah umum di Universitas
Indonesia pada 10 November 2010?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan makna pesan representasi komunikasi politik verbal dan
nonverbal yang terkandung pada pidato Presiden Barrack Obama di UI
tanggal 10 November 2010.
1.4 Fokus Penelitian
Untuk menghindari lingkup penulisan yang terlalu luas, sehingga
dapat mengaburkan tujuan penulisan, maka peneliti membatasi masalah
pada mencari dan mendeskripsikan makna pesan reprensentasi komunikasi
politik verbal dan nonverbal yang terkandung pada pidato Presiden Barrack
Obama di Universitas Indonesia pada tanggal 10 November 2010 dengan
menggunakan studi analisis semiotika pertanda dan penandaan Ferdinand
De Saussure.
8
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Akademis
Secara akademis, penulisan ini menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang Human Relation kepada mahasiswa Jurusan Ilmu
Komunikasi dalam rangka menumbuh-kembangkan wawasan tentang studi
semiotika yang terkandung dalam sebuah pidato, pencitraan dan bagaimana
penerapan Human Relation yaitu public speaking dapat tercapai dengan
baik dalam berpidato, beretorika, dan aksi propaganda lewat komunikasi
politik yang dilakukan oleh Presiden Amerika Barrack Obama.
1.5.2 Manfaat Teoritik
Secara teoritis, penulisan ini dapat menjadi masukan dan
pemahaman analisis dalam pengembangan teori-teori komunikasi
khususnya Human Relation yaitu memperluas aplikasi kajian teori
semiotika Ferdinand De Saussure terhadap analisis teks dalam petanda dan
penandaan, memberikan pemahaman analisis semiotika Saussure khususnya
pada teks pidato berdasarkan perspektif penulis pada semiotika Saussure,
memberikan sumbangan pemikiran Saussure terhadap teks pidato Barrack
Obama, dan dapat menjadi rujukan yang diperluas untuk mengkaji berbagai
teks lainnya.
1.5.3 Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini dapat menjadi masukan bagi pihak-
pihak yang berkompeten, menambah pengetahuan berkenaan dengan hasil
penelitian ini dan dapat memberikan sumbangsih pemahaman mengenai
perilaku politik verbal dan nonverbal semiotik Presiden Barrack Obama
dalam merepresentasikan seorang pemimpin yang mempunyai kekuatan
retorika lewat komunikasi politik dalam menyampaikan pidatonya. Dan
dapat menjadi tempat bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh
9
selama masa kuliah serta memperluas cakrawala pengetahuan, memperluas
kajian analisis pesan dan tanda semiotika terhadap teks pidato.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Empirik
Ada beberapa penulisan sebelumnya yang peneliti gunakan untuk di
lihat sebagai studi pustaka dari penelitian sebelumnya yang berjudul,
“ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA
HUBUNGAN ISLAM DAN AMERIKA SERIKAT DALAM PIDATO
OBAMA DI KAIRO, MESIR” yang diambil dari judul skripsi mahasiswi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Inggris, Universitas
Indonesia, Juli 2010, Febrianisa Mutiara.
Dalam penulisannya tersebut, Febrianisa Mutiara mengkaji Pidato
Presiden Barrack Obama ketika berada di Kairo Mesir dalam kunjungannya
membahas hubungan bilateral Amerika dan negara- negara Islam yang salah
satunya adalah Mesir. Penelitian dilihat dari sebuah struktur retorika teks
dengan menggunakan Teori Struktur Retorika yang dikembangkan oleh
Linguis William C. Mann dan Sandra A. Thompson. Metode yang
digunakan dalam penelitiannya adalah Analisis Wacana Kritis dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif secara eksplanatif yang
dikembangkan oleh Norman Fairclough.
Dengan tujuan dapat menghasilkan pemaparan yang komperhensif
tanpa melepaskan teks tersebut dari konteksnya dan berharap pembaca dapat
melihat kompleksitas dan kedalaman struktur hierarkis dalam tataran tekstua
pidato tentang sebuah retorika.
Penelitian ini diambil oleh penulis sebagai perbandingan
pengamatan penelitian yang menitikberatkan pada penelitian tekstual pada
pidato. Yang memedakan antara penulisan Febrianisa Mutiara dengan
11
penulis adalah Febrianisa Mutiara menggunakan metode Analisis Wacana
Kritis, sedangkan penulis menggunakan metode analisis studi semiotika
Ferdinand De Saussure dan menambah komponen sasaran penelitian yaitu
pesan verbal dan nonverbal komunikasi yang digunakan dan melihat
kekuatan retorika pada pidato Presiden Barrack Obama.
2.2 Kajian Teoritik
2.2.1 Semiotika
Semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu: semeion yang berarti
tanda. Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode
kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada
kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena
bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana
sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat
dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang
sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu
sendiri (Piliang,1998:262). Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang
suatu tanda (sign).
Dalam ilmu komunikasi ”tanda” merupakan sebuah interaksi makna
yang disampaikan kepada orang lain melalui tanda-tanda. Dalam
berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa lisan saja namun dengan tanda
tersebut juga dapat berkomunikasi. Ada atau tidaknya peristiwa, struktur
yang ditemukan dalan sesuatu, suatu kebiasaan semua itu dapat disebut
tanda. Sebuah bendera, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu
keheningan, gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, rambut uban,
lirikan mata dan banyak lainnya, semua itu dianggap suatu tanda (Zoezt,
1993:18).
Dalam semiologi, penerima atau pembaca pesan, dipandang
memiliki peran yang aktif, dibandingkan dalam paradigma transmisi di
12
mana mereka dianggap pasif. Semiologi lebih suka memilih istilah
“pembaca” untuk komunikan, karena “pembaca” pada dasarnya aktif dalam
menciptakan pemaknaan teks atau tanda (sign) dengan membawa
pengalaman, sikap, emosi terhadap teks atau tanda tersebut (Fiske:1990).
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak
mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat.
Latar belakang keilmuan adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat.
Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).
2.2.2 Macam- Macam Semiotika
Menurut Patenda dalam Sobur (2006:100), ada sembilan macam
semiotika yang dikenal sekarang, yaitu:
1. Semiotik Analitik
Semiotik analitik adalah semiotik yang menganalisis sistem tanda.
Menurut Pierce, semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi
ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan
makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada ob-
jek tertentu.
2. Semiotik Deskriptif
Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda
yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap
seperti yang disaksikan sekarang.
13
3. Semiotik Faunal (Zoo semiotic)
Semiotik Faunal adalah semiotik yang khusus memperhatikan sistem
tanda yang dihasilkan oleh hewan.
misalnya aungan srigala menandakan adanya serigala di tempat aungan ter-
dengar.
4. Semiotik Kultural
Semiotik kultural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
5. Semiotik Naratif
Semiotik Naratif adalah semiotik yang menelaah sistem tanda dalam
narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (Folkkore)
6. Semiotik Natural
Semiotik natural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh alam. Misalnya cuaca yang mendung menandakan
akan terjadinya hujan.
7. Semiotik Normatif
Semiotik normatif adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang di buat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-
rambu lalu lintas.
8. Semiotik Sosial
Semiotik sosial adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh manusia yang berupa lambang.
14
9. Semiotik Struktural
Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan semiotik struktural yang
mana menjelaskan sistem tanda yang terdapat dalam teks pidato Presiden
Barrack Obama dan juga pesan verbal komunikasi politik yang dicitrakan
dengan intonasi suara Presiden Barrack Obama.
2.2.3 Semiotika Dalam Perspektif Ferdinand De Saussure
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-
1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu
penanda (signifier) dan petanda (signified). tanda mempunyai dua entitas,
yaitu signifier (signifiant/wahana tanda/penanda/ mengutarakan/simbol) dan
signified (signifie/makna/petanda/yang diutarakan/thought of reference).
Tanda menurut Saussure adalah kombinasi dari sebuah konsep dan sebuah
sound-image yang tidak dapat dipisahkan.
Pemikiran De Saussure ini dapat di jelaskan melalui bagan elemen
pengertian pada gambar kerangka berikut:
Gambar 1.1 Bagan Elemen Pengertian Ferdinand De SaussureSumber : Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, 2011
15
SIGNFIED
SIGNIFIER
Hubungan antara signifier dan signified adalah arbitrary (mana
suka). Tidak ada hubungan logis yang pasti diantara keduanya, yang mana
membuat teks atau tanda menjadi menarik dan juga problematik pada saat
yang bersamaan (Berger, 1998: 7-8). Penanda dilihat sebagai bentuk atau
wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang petanda
dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-
nlai yang terkandung didalam karya arsitektur.
Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan
petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika
signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam
sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial
diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Menurut Saussure, tanda
terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan
konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk men-
girim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda
tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan
Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk
signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menye-
butkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika
orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal
tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure,
“Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti
dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur: 2006).
Saussure mengembangkan bahasa sebagai suatu sistim tanda. Semi-
otik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji tanda, proses menanda dan
proses menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda tertentu. Dengan
demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik.
Saussure menggunakan kata ‘semiologi’ yang mempunyai pengertian sama
dengan semiotika pada aliran Pierce.
16
Kata semiotics memiliki rival utama, kata semiology. Kedua kata ini
kemudian digunakan untuk mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari
semiotik. Tradisi linguistik menunjukkan tradisi-tradisi yang berhubungan
dengan nama-nama Saussure sampai Hjelmslev dan Barthes yang menggu-
nakan istilah semiologi. Sedang yang menggunakan teori umum tentang
tanda-tanda dalam tradisi yang dikaitkan dengan nama-nama Pierce dan
Morris menggunakan istilah semiotics.
Kata Semiotika kemudian diterima sebagai sinonim dari kata semi-
ologi (Istanto:2000). Saussure kemudian merumuskan dua cara pengorgan-
isasian tanda kedalam kode, yaitu:
1. Paradigmatik
Merupakan sekumpulan tanda yang dari dalamnya dipilih satu
untuk digunakan.. dalam semiotic, paradigmatik digunakan un-
tuk mencari oposisi- oposisi (simbol- simbol) yang ditemukan di
dalam teks (tanda) yang bias membantu memberikan makna.
Dengan kata lain, bagaimana oposisi- oposisi yang tersembunyi
dalam teks menggeneralisasi makna.
2. Syntagmatik
Merupakan pesan yang dibangun dari paduan tanda- tanda yang
dipilh. Contohnya, rambu lalu lintas adalah sintagma, yakni pad-
uan dari bentuk- bentuk pilihan dengan simbol pilihan. Dalam
bahasanya, misalnya, kosakata adalah paradigm dan kalimat
adalah sintagma. Dalam semiotic, sintagmadigunakan untuk
menginterpretasikan teks (tanda) bedasarkan urutan kejdian atau
peristiwa atau kejadia yang memberikan makna atau bagaimana
urutan peristiwa atau kejadia menggeneralisasi makna.
Benny H. Hoed dalam bukunya Semiotik & Dinamika Sosial
Budaya membahas empat konsep penting dari Saussure yang perlu
dipahami.
17
1. Teori Sosial tentang Bahasa dan Tanda Bahasa: Signifiant-
Signifier
Bahasa adalah alat komunikasi dalam masyarakat yang
menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional
oleh anggota masyarakat bahasa yang bersangkutan. Tanda bahasa terdiri
dari dua unsur yang tak terpisahkan yakni unsur citra akustik (bentuk)
(signifiant/penanda) dan unsur konsep (signifie/petanda). Kedua unsur itu
tak terpisahkan seperti dua sisi selembar kertas. Hubungan antara pendanda
dan pertanda, yakni antara bentuk dan makna, didasari konvensi dalam
kehidupan sosial. Kedua unsur itu terdapat dalam kognisi para pemakai
bahasa.
2. Hubungan Antartanda
Menurut Saussure, bahasa menggunakan tanda yang dimaknai secara
konvensional. Tanda-tanda bahasa itu tersusun dalam rangkaian yang
disebutnya rangkaian "sintagmatik". Dalam hal ini, tanda bahasa berada
dalam relasi sintagmatik, yakni rangkaian tanda yang berada dalam ruang
dan waktu yang sama atau relasi in praesentia. Contoh yang dapat kita
berikan dari bahasa Indonesia adalah:
Ali --> makan --> nasi.
Urutan ketiga kata itu tidak bersifat sebarang, tetapi dipedomani oleh
kaidah (langue) bahasa Indonesia. Jadi, arah panah pada contoh di atas tidak
hanya memperlihatkan urutan (karena bahasa bersifat linear), tetapi juga
hubunga fungsi sintaktis:
Subjek --> Predikat --> Objek.
Kata-kata (baca: unsur bahasa) yang berada dalam relasi sintag
gmatik tersusun dalam sebuah struktur. Kita dapat melihat pada kalimat di
atas adanya struktur, yakni unsur-unsur (Ali, makan, nasi) yang masing-
masing menempati "tempat kosong" yang kita sebut "gatra". Sesuai dengan
18
kaidah (langue) Bahasa Indonesia, gatra dapat diisi oleh unsur bahasa
tertentu. Jadi, gatra adalah "tempat kosong" yang terdapat sebelum, di antara
dan sesudah panah, dalam contoh di atas, yang dapat kita sebut gatra:
(1) --> (2) --> (3).
Dalam sintaksis (1), (2), dan (3) masing-masing disebut fungsi
sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi kata tertentu sesuai
kaidah bahasa Indonesia. Dalam contoh yang pertama Ali --> makan -->
nasi, gatra (1) dapat diisi oleh kata seperti Amat, Ida, ia, mereka atau kucing
saya. Namun, kata-kata itu tidak dapat berada di ruang (dan waktu) yang
sama. Hubungan antara kata-kata itu bersifat asosiatif.
Kata-kata yang dapat masuk ke dalam suatu gatra itu tergolong
dalam kategori yang sejenis, biasanya dianggap masuk dalam paradigma
yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada makan yang memunyai relasi
asosiatif dengan kata seperti menanak, menyendok dan membungkus nasi.
Begitu seterusnya, setiap gatra hanya dapat diisi unsur bahasa yang
memenuhi syarat tertentu. Oleh karena itu relasi asosiatif kemudian disebut
juga sebagai relasi paradigmatik.
Pada tataran langue, setiap penutur bahasa menguasai semacam
jejaring unsur-unsur bahasa yang terolong-golong dalam paradigma. Jadik,
sekaligus semua unsur itu dapat saling membedakan diri. Jejaring ini disebut
sistem.
3. Teori tentang "Langue" dan "Parole"
Dalam memahami bahasa sebagai alat komunikasi dan sebagai
gejala sosial, De Saussure melihat ada dua tataran yang berkaitan satu sama
lain. Bahasa sebagai gejala sosial disebut "langgage" yang terdiri atas dua
tataran. Tataran pertama--pada tataran sosial atau lintas individu--adalah
yang disebut "langue", yakni tataran konsep dan kaidah. Tataran
dibawahnya adalah yang disebutnya "parole", yakni tataran praktik
berbahasa dalam masyarakat.
Menurut De Saussure langue (kaidah) menguasai parole (praktik
19
berbahasa). Tanpa menguasai langue seorang tidak dapat ikut serta
mempraktikkan langage dalam sebuah masyarakat bahasa. Jadi, kita tidak
akan dapat mempraktikan parole bahasa Urdu kalau kita tidak menguasai
dulu langue dari langage Urdu. Konsep ini dapat diterapkan pada gejala
nonverbal. De Saussure memberi contoh yang sangat terkenal yaitu
"permainan catur".
Para pemain sebagai "komunitas pecatru" menguasai kaidah
permainan tersebut, yakni langue, antara lain aturan tentang cara
menjalankan setiap jenis bidak catur, misalnya "kuda" mengikuti gerakan
"huruf L", "raja" hanya bisa bergerak satu kotak demi satu kota, "ratu" dapat
bergerak melewati semua kotak kecuali berjalan secara diagonal, dan
seterusnya. Kaidah itu mengarahkan bagaimana pecatur harus menjalankan
bidaknya, yaitu parole.
4. Bahasa yang Utama adalah yang Lisan
Bertentangan dengan pandangan Derrida (yang juga akan dibahas
dalam artikel lain), Saussure meyakini bahwa bahasa tulis merupakan
"turunan" dari bahasa lisan. Jadi bahasa yang utama adalah bahasa lisan.
Bahasa yang sebenarnya adalah bahasa lisan. Ini merupakan kritik terhadap
para peneliti bahasa yang terlampau terfokus pada bahasa tulis yang oleh de
Saussure dipandang sebagai "tidak alamiah".
Setelah berbicara tentang "langue" dan "parole" sebagai baian dari
"langage", Saussure membicarakan pentingnya bahasa lisan. "Langage"
yang utama adalah bahasa lisan, yang merupakan objek kajian utama
linguistik. Menurut Saussure, tulisan sering dianggap bahasa
yang ;menurunkan bahasa lisan karena penelitian bahasa-bahasa kuno
(seperti Yunani, Latin dan Sansekerta) memberikan citra bahwa bahasa
tertulis lebih berprestise. Padahal tulisan adalah turunan dari bahasa lisan
yang menurut de Saussure diatur oleh "langue", sedangkan tulisan
merupakan sistem yang berbeda. Bahasa lisan juga dianggap yang utama
karena menurut Saussure makna lebih dekat pada yang lisan daripada yang
20
tertulis. Objek kajian utama linguistik adalah bahasa lisan.
Karena hubungan antara penanda dan petanda secara bersamaan
membentuk tanda, keduanya tidak terlepas satu sama lain. Dengan
demikian, keduanya membentuk satu kesatuan--yakni tanda--yang
seringkali (konsep seperti ini) disebut struktur. Begitu pula hubungan antara
"langue" dan "parole" (sebagai bagian dari "langage"), keduanya berkaitan
satu sama lain secara tak terpisahkan, sehingga membentuk sebuah struktur,
yakni "langage”.
Pemikiran Saussure juga mempunyai gaung yang kuat dalam
rumpun ilmu-ilmu sosial budaya secara umum dan akhirnya menjadi sumber
ilham bagi sebuah paham pemikiran yang dinamakan strukturalisme.
Prinsip-prinsip linguistik Saussure dapat disederhanakan kedalam butir-butir
pemahaman sebagai sebagai berikut :
1. Bahasa adalah sebuah fakta sosial.
2. Sebagai fakta sosial, bahasa bersifat laten, bahasa bukanlah
gejala-gejala permukaan melainkan sebagai kaidah-kaidah yang
menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut sengai
langue. Langue tersebut termanifestasikan sebagai parole, yakni
tindakan berbahasa atau tuturan secara individual.
3. Bahasa adalah suatu sistem atau struktul tanda-tanda. Karena itu,
bahasa mempunyai satuan-satuan yang bertingkat-tingkat, mulai
dari fonem, morfem, klimat, hingga wacana.
4. Unsur-unsur dalam setiap tingkatan tersebut saling menjalin
melalui cara tertentu yang disebut dengan hubungan
paradigmatik dan sintakmatik.
5. Relasi atau hubungan-hubungan antara unsur dan tingkatan
itulah yang sesungguhnya membangun suatu bahasa. Relasi
menentukan nilai, makna, pengertian dari setiap unsur dalam
bangunan bahasa secara keseluruhan.
6. Untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-
prinsipnya yang telah disebut di atas, bahasa dapat dikaji
21
melalui suatu pendekatan sinkronik, yakni pengkajian bahasa
yang membatasi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu,
tidak meninjau bahasa dalam perkembangan dari waktu ke
waktu (diakronis).
2.3 Batasan Konsep
2.3.1 Konsep Komunikasi
Komunikasi menurut De Vito (1997) mengacu pada tindakan, oleh
satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi
gangguan, terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, da
nada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Menurut Harold D.
Laswell, cara tepat untuk menerangkan komunikasi dengan menjawab
pertanyaan, “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui
saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya?”.
Sedangkan menurut Hafied Cangara (2008) istilah komunikasi
berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.
Singkatnya definisi komunikasi merujuk pada suatu proses bertukar pesan
antara orang yang mengirim pesan (komunikator) kepada pihak yang
menerima pesan (komunikan) dengan menggunakan media sebagai
perantaranya dan kemudian mempunyai feedback yaitu tangapan balik dari
komunikan atas penyamaan makna yang sudah diterima.
Komunikasi menjadi hal yang penting bagi manusia untuk saling
berhubungan dengan sesamanya. Harold D. Laswell menyebutkan ada tiga
fungsi dasar yang menjadi penyebab komunikasi menjadi sangat penting
bagi manusia yaitu adalah hasrat manusia untuk menggontrol
lingkungannya, adalah upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, yang ketiga adalah upaya untuk melakukan transformasi
22
warisan sosialisai.
Profesor David K. Berlo dari Michigan State University menyebut
secara ringkas bahwa komunikasi sebagai instrument dari interaksi sosial
berguna untuk mengetahui dan memprediksi orang lain, juga untuk
mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan
dengan masyarakat (Byrnes,1965).
Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang dikemukakan secara
sadar atau tidak, dikenal dan sebaliknya, juga tidak perlu mereka yang
terlibat (komunikator dan komunikan) meyepakati tujuan komunikasi antara
lain, yaitu menemukan yang dalam pengertiannya yaitu penemuan akan diri;
berhubungan dengan orang lain sebagai motivasi yang kuat; untuk
meyakinkan untuk mengubah sikap dan perilaku; dan untuk menghibur diri
(De Vito, 1997:31-33). Memang ada tujuan-tujuan lain menurut para ahli,
tetapi penulis menjabarkan empat tujuan sebagai yang utama dalam proses
berkomunikasi.
Dalam ruang lingkupnya, komunikasi menggambarkan bagaimana
seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu
kepada orang lain dimana manusia sebagai pelaku komunikasi baik terjadi
secara tatap muka langsung atau dengan menggunakan media komunikasi
sebagai perantara pesan.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi yaitu sumber
yang membuat dan mengirim pesan; pesan yaitu informasi yang dibawa;
media yaitu alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari tempat
yang satu ketempat yang lain; penerima yaitu pihak yang menjadi pihak
penerima pesan; pengaruh atau efek adalah perbedaan yang terjadi sebelum
dan sesudah penerima menerima pesan; tanggapan balik sebagai bentuk
pengaruh yang berasal dari penerima; dan lingkungan dimana faktor- faktor
atau situasi dapat mempengaruhi proses pengiriman pesan.
23
Menurut pakar komunikasi bukan hanya definisi komunikasi yang
berhak untuk di klasifikasi atas pembagiannya tetapi juga dalam bentuk
komunikasi yang dapat diklasifikasi. Klasifikasi dibagi bedasarkan atas
sudut pandang masing- masing pakar menurut pengalaman dan bidang studi
yang dialami. Joseph De Vito (Communicology: 1982) membagi komunikasi
kedalam empat macam, yakni komunikasi intrapribadi; komunikasi
antarpribadi; komunikasi kelompok kecil; komunikasi publik; dan
komunikasi massa.
2.3.2 Pesan Verbal dan Nonverbal
Dalam proses komunikasi yang dilakukan antara manusia, salah satu
unsur yang terpenting dalam melakukan proses komunikasi adalah pesan
(message). Pesan, komunikator, dan komunikan tidak dapat terlepas antara
satu dengan yang lain, tetapi menjadi keterkaitan didalamnya. Tujuan dari
komunikasi itu sendiri adalah mencoba membawa pesan atau informasi
yang hendak disampaikan antara manusia kepada sesamanya.
Pesan dapat disampaikan dengan cara melakukan tatap muka atau
jika tidak dapat berlangsung dapat juga diperbantukan dengan menggunakan
media komunikasi. Havied Changara (2005) menyebutkan bahwa isi pesan
dapat berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, bahkan
propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan diterjemahkan dengan kata
message, content, atau information. Pesan kemudian dalam
penyampaiannya dibagi menjadi pesan verbal dan pesan nonverbal.
2.3.2.1 Pesan Verbal
Pesan verbal dalam penggunaanya sering memakai bahasa. Aloliliweri
(15:1994) mengatakan bahasa sebagai alat komunikasi (lisan maupun
tulisan) yang mempunyai fungsi- fungsi yang dapat dipahami penuturnya
atau untuk dipahami para penuturnya. Fungsi- fungsi tersebut dikelompokan
kedalam empat fungsi utama yaitu menjadi identitas, sebagai wahana
24
interaksi sosial, sebagai wahana kartasis atau dengan kata lainnya sebagai
konsep yang dalam psikologi menjelaskan mengenai proses pembebasan
manusia dari setiap tekanan, dan sebagai manipulasi (Arnold dan Hirsch:
1997).
Komunikasi verbal merupakan pesan- pesan lisan yang dikirimkan
melalui suara. Komunikasi lisan biasanya melibatkan simbol- simbol verbal
dan nonverbal sedangkan komunikasi tertulis merupakan komunikasi
melalui kata- kata yang ditulis atau dicetak. Komunikasi verbal-tertulis
berurusan dengan penciptaan dan pengiriman pesan. Pesan lisan diucapkan
terus-menerus dengan suara yang menghubungkan kata demi kata,
sedangkan dalam komunikasi tertulis, kata- kata tampak berbeda satu sama
lain karena dikelilingi oleh spasi, koma, titik koma, dan titik (Liliweri, 378:
2011).
Pesan verbal terbagi atas bahasa lisan dan tertulis. Efektivitas bahasa
lisan dilihat dari pengucapan dalam berbicara, kejelasan kata yang
diucapkan, kosakata, rasa percaya diri, suara nada dan gaya. Sedangkan
pada bahasa tertulis terdapat ”perangkat penulisan” yang merujuk pada
factor yang mempenagruhi kapasitas seseorang seperti mendengar,
membaca, kemampuan berpikir, memori, kekuatan pengamatan dan
kekuatan belajar, kemampuan mengumpulkan dan menganalisa informasi,
daya imajinasi, satuan bahasa, kemampuan menulis, dan kemampuan
mendayagunakan medium (Liliweri, 381: 2011).
2.3.2.2 Pesan Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan
pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk
melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan
tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat
dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling
jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan
25
sehari-hari.
Sobur (2009) mendefenisikan pesan nonverbal kedalam komunikasi
tanpa bahasa, tanpa kata makan pesan nonverbal berarti tanda minus bahasa
atau tanda minus kata. Berbeda dengan De Vito, mengungkapkan pesan
nonverbal adalah pesan yang dikomunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan
mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan,
dan volume bicara bahkan juga keheningan (1997:177). Menurutnya dengan
sikap- sikap seperti ini kita dapat melihat apa yang ada di balik pesan- pesan
verbal yang “jelas”.
Jika dirangkum kedua pengertian ahli, definisi mengenai pesan non
verbal berupaya untuk menjadi subtitut atau pengganti pesan verbal ketika
bahasa tidak mampu bekerja dan diolah menjadi pesan dan peran dari tiap-
tiap anggota tubuh bekerja untuk menarik sehingga terciptanya sebuah
pencapaian pesan pada komunikan.
Terdapat enam ciri umum dari pesan- pesan nonverbal seperti
bersifat komunikatif, kontekstual, paket, dapat dipercaya, dikendalikan oleh
aturan, dan seringkali bersifat metakomunikasi. Semuanya ini dinamakan
universal. Ada enam fungsi utama dari pesan nonverbal menurut para
periset nonverbal (Ekman, 1965; Knapp, 1978) seperti untuk menekankan
beberapa bagian dari pesan verbal, untuk melengkapi dan memperkuat
makna dari pesan verbal, untuk menujukkan kontradiksi, mengatur dalam
hal ini mengendalikan dan mengisaratkan pesan, untuk mengulangi atau
menegaskan sebuah pesan dan untuk menggantikan pesan verbal.
Liliweri (2011) mengkategorikan pesan-pesan nonverbal sebagai
berikut:
a. Pesan Kinesik. Bidang komunikasi visual Nonverbal dapat diperinci
dalam beberapa komponen: (1) bahasa isyarat (gestures),
menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan
26
tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna; (2) ekspresi wajah
menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat
menyampaikan paling tidak ada 30.000 lebih ekspresi wajah yang
maknanya berbeda satu dengan yang lain seperti: kebagiaan, rasa
terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman,
minat, ketakjuban, tekad, dan senyuman. Senyuman dalam budaya
Asia Tenggara pada umumnya, berungsi menutupi kemarahan,
perasaan malu, perasaan marah; (3) bersalaman (handshake)
merupakan sesuatu yang patut diperhatikan dalam komunikasi antar
budaya. Ada perbedaan tafsiran antarbudaya terhadap makna
bersalaman; (4) kontak mata adalah koneksi visual yang
menggambarkan salah satu pihak menatap kedalam mata pihak lain.
Tatapan mata merupakan pesan yang paling intens untuk
memunjukkan emosional; (5) tampilan fisik tubuh (Jalaludin
Rakhmat, 1994) berkenaan dengan keseluruhan anggota badan,
makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan
kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur
yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan
dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi
pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang
yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c.
Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada
lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak
berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
b. Pesan Prosemik. Adalah bahasa nonverbal yang ditampilkan melaui
“ruang” dan “jarak” antara individu dan orang lain waktu
komunikasi atau antara individu dan objek. Prosemik dibagi atas
prosemik jarak, prosemik ruang, dan prosemik waktu. Prosemik
jarak merupakan bahasa jarak sebagai simbol komunikasi yang
paling sensitive. Jarak dapat digolongkan sebagai zona intim(0- 45
27
cm), zona pribadi (45- 122 cm), zona sosial (122- 300 cm), dan zona
public ( >300 cm). Prosemik ruang dibagi kedalamenam aspek yang
meliputi ukuran ruang, hawa atau udara dalam ruang, warna,
pencahayaan, jangkauan ruang, dan bentuk dan tata letak ruang.
Sedangkan prosemik waktu menentukan kedekatan sosial dan
personal antara dua orang dalam komunikasi personal, karena itu
waktu dapat menggambarkan sebuah peristiwa yang dapat
memberikan makna, maksud, dan tujuan tertentu. Ada dua konsep
yang menjelaskan prosemik waktu yaitu monokrik (pandangan
bahwa waktu selalu bergerak secara liner, waktu akan bergerak
seperti deret hitung, pergantian waktu merupakan sesuatu yang tidak
terlalu luar biasa) dan polikronik (pandangan terhadap waktu waktu
yang sangat berharga).
c. Pesan Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan
dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal
yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan
secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya
sebagai parabahasa. Seperti volume suara yang dapat menentukan
derajat sopan santun kepada siapa kita berbicara.
d. Pesan Artefak dalam komunikasi nonverbal dengan berbagai benda
disekitar kita. Benda digunakan untuk menampilkan pesan saat
digunakan. Dalam situasi sosial, benda memberikan pesan kepada
orang lain.
2.3.3 Konsep Teks, Bahasa, dam Makna
Teks merupakan kata- kata, klausa atau kalimat yang diucapkan dan
dapat berupa tulisan yang membentuk suatu makna. Untuk memahami
makna dalam teks, tidak hanya satu sisi, tetapi harus mempunyai banyak
sudut pandang yang harus dilihat untuk mengartikan sebuah makna dalam
teks. Penulis mengkaitkan konsep yang dikemukana oleh Halliday, yaitu
context of situation, maksudnya "melalui sebuah hubungan yang sistematik
28
antara lingkungan sosial pada satu sisi dan organisasi bahasa yang
fungsional pada sisi lainnya" (Halliday, 1985:11) yang diartikan dalam
memahami suatu makna dalam teks juga harus dilihat dari konteksnya.
Teks membentuk suatu kalimat yang tertata dalam bahasa. Bahasa
adalah simbol yang dipakai untuk mewakili suara manusia yang ketika
disatukan membentuk frasa, kata, dan kalimat; bahasa adalah sitem tanda,
simbol, isyarat, atau aturan yang digunakan dalam komunikasi. Bahasa oleh
manusia diciptakan sebagai alat berkomunikasi untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan dalam kehidupan sosial dan kultural (Alo Liliweri,
340-341: 2011)
Bahasa sebagai alat komunikasi (lisan maupun tulisan) yang
mempunyai fungsi- fungsi yang dapat dipahami penuturnya atau untuk
dipahami para penuturnya (Alo liliweri, 15:1994). Fungsi- fungsi tersebut
dikelompokan kedalam lima fungsi dasar yaitu:
(1) Bahasa deskriptif yang mana melalui bahasa manusia
menggambarkan pikiran dan perasaanya melalui ungkapan kata- kata atau
kalimat kepada orang lain. Umumnya bahasa deskriptif menampilkan pesan-
pesan berupa data, fakta- fakta sebagaimana “apa adanya” pada pihak lain;
(2) Bahasa ekspresif merupakan penggunaan bahasa untuk
“mengekspresifkan” pikiran, perasaan, dan perbuatan dengan
mengungkapkan kata- kata secara verbal ditambah visual dan vokal
(paralinguistik). Fokus dari fungsi bahasa ini adalah bagaimana cara untuk
menyampaikan pesan berbasis pada emosi;
(3) Bahasa langsung, yang mana diucapkan atau ditulis secara
langsung dari sumber kepada penerima. Umumnya, pada bahasa langsung
pesan berisi perintah atau anjuran dari pengirim kepada penerima untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu;
29
(4) Bahasa seremonial artinya bahasa yang terstruktur bedasarkan tata
aturan dan kebiasaan atau etika komunikasi yang berlaku. Aspek seremonial
bahasa terletak pada aktivitas mengomunikasikan pesan secara terprogram,
dengan tujuan dan fungsi tertentu, dengan struktur sesuai etika
berkomunikasi dengan mengharapkan sesuatu yang akan terjadi;
(5) Bahasa khusus, merupakan bahasa spesial yang dipakai untuk
mengirimkan informasi, mengekspresikan perasaan, berkomunikasi secara
langsung atau mengarahkan penerima dengan ungkapan atau kata-kata atau
pepatah khusus yang hanya dimengerti dalam konteks penerima.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahasa merupakan syarat bagi
manusia untuk melakukan proses komunikasi. Disebutkan bahwa dalam
bahasa terdapat simbol- simbol, tanda, isyarat, atau aturan yang dipakai
untuk berkomunikasi. Tiap pencitraan simbol, tanda, dan isyarat dalam
bahasa mempunyai pengertian makna berbeda-beda yang digunakan dalam
konteks atau situasi yang sudah, sementara, dan yang akan terjadi.
Pemberian makna merupakan proses yang aktif. Makna diciptakan
dengan kerja sama di antara sumber dan penerima, pembicara dan
pendengar, penulis dan pembaca (Wendell Johnson, 1951). Menurut
Johnson (1951), makna tidak terletak pada kata- kata melainkan manusia.
Kita menggunakan kata- kata untuk mendekati makna yang ingin kota
komunikasikan. Tetapi kata- kata ini tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang kita maksudkan.
Demikian pula, makna yang di dapat pendengardari pesan- pesan kita
akan sangat berbeda dengan makna yang kita ingin komunikasikan.
Komunikasi hanya adalah sebuah proses yang kita gunakan untuk
mereproduksi , di benak pendengar apa yang ada di dalam benak kita.
Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bias salah.
30
2.3.4 Konsep Situasi Dalam Teks
Situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi. Konteks situasi
adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun
lingkungan tempat teks itu di produksi (diucapkan atau ditulis). Untuk
memahami teks dengan sebaik- baiknya, diperlukan pemahaman terhadap
konteks situasi dan konteks budayanya. Dalam pandangan Halliday (1978:
110), konteks situa terdiri dari tiga unsur, yakni medan teks, pelibat teks,
dan modus teks.
2.3.5 Konsep Tanda, Simbol dan Kode
Tanda, simbol dan kode dalam kehidupan sehari- hari tidak dapat
dipisahkan dari pengertian yang sama. Manusia tidak dapat membedakan
konsep antara simbol dan kode karena keduanya mempunyai persepsi yang
hampir sama. Kedua konsep ini dipakai dalam ilmu semiotika untuk
menjelaskan sistem kognitif manusia ketika berhadapan dengan tanda.
Tanda (sign) merupakan “pengidentifikasi” atau merupakan “sesuatu”
yang mewakili “dirinya” dan tidak mewakili “sesuatu” yang lain. Tanda
memberikan makna yang sama untuk semua orang yang menggunakannya.
Setiap tanda berhubungan langsung dengan objeknya. Dalam pengertiannya
tanda secara langsung mewakili suatu. Tanda adalah dasar dari semua
komunikasi karena tanda menjelaskan sestuatu tentang dirinya sendiri,
apalagi makna suatu tanda ditentukan oleh penanda (signifier) dan pertanda
(signified).
Sedangkan simbol merujuk pada definisi tanda untuk mengartikan
sesuatu yang diambil dari bahasa Latin symbolicum yang semula dari bahasa
Yunani yaitu sumbolon. Verdeber (1986) menyatakan simbol selalu diwakili
oleh kata- kata yang dapat saja memiliki pengertian yang berbeda- beda
maka menurutnya, komunikasi verbal lisan maupun tertulis tergantung pada
penguasaan dan tata bahasa. (Liliweri, 347-351: 2011).
31
Dan kode merupakan system yang mengorganisasikan tanda- tanda;
merupakan aturan atau konvensi tentang bagaimana kita mengkombinasikan
tanda yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Kode mengatur sebuah
tanda sehingga tanda tersebut mempunyai makna (Liliweri, 346: 2011).
2.3.5 Konsep Representasi
Ahli perilaku (behavioris) mencoba untuk mengamati dan mengukur
dunia nyata secara langsung. Fenomenologis secara eksklusif tertarik pada
pengalaman mawas diri seseorang. Ahli semiotika dan retorika mencoba
untuk memahami hubungan antara dunia internal kita dan dunia luar, dan
hubungan yang diperlukan, mereka percaya, karena dunia luar selalu
dimediasi oleh indera kita dan pikiran kita. Sementara ahli retorika telah
menyelidiki bagaimana manusia membuat dan memanipulasi simbol dalam
rangka untuk mempengaruhi manusia lain, ahli semiotik telah lebih tertarik
pada bagaimana manusia (dan hewan lainnya) menerjemahkan setiap jenis
tanda, termasuk simbol, yang diciptakan oleh orang lain, serta tanda-tanda
alami yang mungkin dihasilkan dari tanaman, hewan, atau bahan anorganik.
Kedua ahli retorika dan ahli semiotika prihatin dengan bagaimana tanda-
tanda "mediasi" antara dunia eksternal dan "dunia" internal kami, atau
bagaimana sebuah tanda "berarti" atau "mengambil tempat" sesuatu dari
dunia nyata dalam pikiran seseorang. Apa yang bersangkutan dengan para
ahli disebut representasi. Bab ini menjelaskan kekuatan dan kelemahan dari
empat jenis teori tentang bagaimana merepresentasikan gambar.
Konsep representasi telah dianggap sebagai hubungan dengan dua,
tiga, dan empat bagian. Dua bagian model yang dikaitkan dengan Saussure
(di antara banyak lainnya), yang mendefinisikan tanda linguistik sebagai
"entitas dua sisi psikologis" yang terdiri dari sarana sebuah tanda dan
maknanya. Ia menggunakan penanda kata sebagai sarana penanda
(pengalaman antecedent, atau kata, atau ungkapan, atau suara bicara) dan
kata tersebut menunjuk kepada makna dari tanda tersebut (dengan
32
pengalaman sebagai akibat, atau sesuatu, atau konten, atau respon
pendengarnya).
Ketiga bagian model dikaitkan dengan Pierce (di antara banyak
lainnya), yang didefinisikan sebagai representasi hubungan antara tanda,
objek, dan penafsir.
Untuk Peirce, semiosis terjadi ketika tanda yang ada dihubungkan
dengan objek yang ditandai untuk menghasilkan makna dalam benak
penafsir.
Keempat bagian model terkait dengan Mitchell (1990). Dimensi
tambahan adalah pembuat representasi. Mitchell membayangkan
representasi sebagai sebuah segiempat dengan dua sumbu diagonal, yang
menghubungkan objek presentasional dengan yang merepresentasikan
(seperti model dyadic Saussure), dan lainnya menghubungkan pembuat
representasi ke penampil. Garis yang menghubungkan antara penanda dan
objek disebut sumbu representasi. Garis yang menghubungkan antara
pembuat dan pemirsa disebut sumbu komunikasi. Model triadic Peirce
menghilangkan dimensi keempat (pembuat) karena membolehkan
kemungkinan terjadinya gejala alamiah, yang tidak memiliki pembuat yang
hendak untuk berkomunikasi. Salah satu keuntungan dari model Mitchell,
oleh karena itu, adalah bahwa ia menekankan komunikasi, yang sesuai
untuk studi gambar, yang mungkin diciptakan dengan tujuan untuk
berkomunikasi, atau untuk mengekspresikan perasaan pencipta, atau untuk
mendapatkan respon (dimaksudkan) emosional si pemirsa.
Sebuah pertimbangan penting untuk analisis representasi adalah
hubungan antara tanda dan objek. Ahli semiotika membedakan tiga jenis
hubungan: ikon suatu relasi yang menekankan kemiripan, hubungan
simbolis yang terutama sewenang-wenang, dan hubungan indexical yang
didasarkan pada sebab dan akibat, atau hubungan seperti kedekatan fisik
atau keterkaitan. Sebagian besar representasi menggunakan lebih dari satu
33
jenis hubungan antara objek tanda.
Empat jenis teori representasi piktorial secara langsung terhubung ke
tiga jenis hubungan antara gejala dan objek mereka. Teori hubungan sebab
akibat (termasuk teori transparansi dan teori pengakuan) menekankan
hubungan indeksikal dan ikonik. Kemiripan teori (termasuk nonperceptual
dan persepsi) menekankan hubungan ikonik. Teori Konvensi menekankan
hubungan simbolik. Teori konstruksi mental (termasuk ilusi, membuat
percaya, dan "melihat di dalam") menekankan hubungan ikonik dan
simbolik (Handbook Of Visual Communication. Theory, Methods, And
Media BAB 6: 122).
2.3.6 Konsep Komunikasi Politik
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai komunikasi politik, dalam
konsep penulisan ini, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai komunikasi
dan politik. Komunikasi adalah proses kegiatan pertukaran makna yang
terjadi dengan komunikator membawa pesan lewat media pada komunikan
kemudia komunikan membalas pesan tersebut dengan memberikan umpan
balik seperti tanggapan.
Sedangkan politik merujuk pada ilmu tentang kekuasaan (Harold D.
Laswell). Adapun meyebutkan bahwa ilmu politik sebagai ilmu Negara
bukan lagi dalam skope intitutsional yang statis, tetapi lebih maju dengan
melihat Negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Sehingga digabungkan komunikasi dan politik menjadi sebuah
studi intersisiplin yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu
terutama dalam hubungannya, antara proses komunikasi dan proses politik.
Dahlan (Hafied Cangara, 2009:35) mendefenisikan komunikasi politik
merupakan suatu proses pengoperan lambang- lambang atau simbol- simbol
komunikasi yang berisi pesan- pesan politik dari seseorang atau kelompok
kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara
34
berpikir, serta mempegaruhi sikpa dan tingkah laku khalayak yang menjadi
target politik. Hafied Cangara menjelaskan bahwa komunikasi politik
adalah suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi
terhadap aktifitas politik yang artinya komunikasi politik memiliki pesan
bermuatan politik. Dari kedua pengertian ahli ini jelaslah bahwa komunikasi
politik adalah studi yang menjelaskan proses komunikasi yang didalamnya
terdapat lambang- lambang atau simbol- simbol komunikasi yang berisi
pesan- pesan politik yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap
aktifitas politik yang ditujukan komunikator politik pada komunikan.
Komunikasi politik memiliki lima fungsi dasar menurut McNair
(2003:21) sebagai berikut.
a. Memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi
disekitarnya.
b. Mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikansi fakta yang
ada.
c. Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-
masala politik, sehingga dapat menjadi wacana dalam
membentuk opini public, dan mengembalikan hasil opini
tersebut kepada masyarakat.
d. Membuat publikasi yang ditujukan pada pemerintah dan
lembaga- lembaga politik.
e. Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi
sebagai sarana advokasi yang bias membantu agar kebijakan dan
program- program lembaga politik dapat disalurkan kepada
media massa.
Dalam pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah isi dari teks
pidato yang dibawakan oleh Presiden Barrack Obama termasuk salah satu
35
bentuk dari komunikasi politik. Dalam penyampaian pidatonya terdapat
lambang- lambang atau simbol- simbol komunikasi yang berisi pesan- pesan
muatan politik yang terkandung didalamnya.
Hal ini dipersepsikan dengan kalimat- kalimat politis yang dibiaskan
dengan kalimat sederhana sehingga khalayak pendengar tidak tersadar
dengan pesan verbal- nonverbal politik. Bagaimana disini pengertian makna
pesan verbal- nonverbal dapat diartikan dengan teori Ferdinand Saussure
yaitu mengindikasikan tanda dalam pesan komunikasi politik yang hendak
dibangun dengan cara melihat unsur paradigmatik dan sintagmatik.
2.3.6 Retorika, Pidato, dan Propaganda Sebagai Alat Komunikasi
Politik
Aristotoles ahli retorika mendefinisikan retorika sebagai kemampuan
untuk mengemukakan suatu suatu kasus tertentu secara menyeluruh melalui
persuasi. Sedangkan menurut Sonja dan Karen Foss menyebutkan retirka
sebagai aksi manusia untuk tampil ketika mereka menggunakan simbol-
simbol dalam berkomunikasi dengan orang orang lain; Retorika juga
merupakan perspektif yang difokuskan pada proses simbolik (Liliweri, 13:
2011).
Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni
berbicara yang dikenal dengan istilah retorika. Retorika adalah seni
berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah
orang secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika
seringkali disamakan dengan istilah pidato. Fokus retorika mencakup segala
cara manusia dalam meggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungan
di sekitarnya dan untuk mengembangkan dunia dimana manusia tinggal.
Wiyanto (2006:23) mengatakan berpidato sebenarnya kegiatan
berkomunikasi di depan umum antara pembicara dan pendengar. Salah
seorang pakar pidato, Siregar (1984:31) berpendapat bahwa pidato adalah
salah satu cara dari sekian banyak cara komunikasi antara si pembicara
36
(komunikator) dengan sejumlah orang (audience). Sedangkan Rendra
(1979: 86) berpendapat bahwa berpidato adalah cara menyampaikan isi
perasaan, buah pikiran, atau cerita kepada hadirin dan hadir di depan hadirin
itu. Jadi dengan membuat kesimpulan pada definisi diatas menurut para ahli,
pidato merupakan sebuah kegiatan berkomunikasi atau sebuah seni
berbicara yang dilakukan antar komunikator dengan sejumlah komunikan di
depan umum dengan menyampaikan isi perasaan, buah pikiran, atau cerita.
Dari isi pidato yang disampaikan dapat berupa pesan, ide (butir pikiran), isi
hati atau perasaan, sebuah program atau rencana, dan lain sebagainya.
Pidato berarti kegiatan berbicara di depan orang banyak yang dilakukan di
atas sebuah mimbar atau podium dengan mengarahkan maksud dan tujuan
langsung dengan secara lisan tepat pada sasaran pendengar yaitu
komunikan. Oleh sebab itu, ketika menyampaikan pidato bukan saja
pemaparan pesan yang diperhatikan tetapi ada bebrapa aspek lain yang
sebenarnya penting juga dalam menyampaikan sebuah pidato, yaitu
penampilan, ekspresi atau mimik muka, perilaku, dan intonasi. Apabila
dalam penyampaian, aspek- aspek ini tidak diperhatikan, maka sebaik
apapun pidatonya tidak akan efektif pada sasaran yaitu komunikan. Pidato
merupakan seni berbicara di depan orang banyak.
Harorl D. Laswell (1972) mendefinisikan propaganda sebagai
keinginan yang sistematis untuk memastikan sejauh mana tingkat validitas
dan realibilitas dari suatu fenomena. Propaganda merupakan control
terhadap pendapat umum melalui simbol- simbol pesan yang signifikan
yang telah dikemas dalam kecakapan berbicara secara lebih konkret, namun
terkadang dengan argumentasi yang kurang akurat, terkadang diselipi
dengan cerita-cerita humor, laporan, gambar, dan bentuk-bentuk komunikasi
sosial (Liliweri, 773: 2011).
Propaganda seringkali dianggap sebagai suatu usaha dalam
melakukan komunikasi yang bersifat persuasif, direncanakan untuk
mempengaruhi pandangan dan tingkah laku individu agar sesuai dengan
37
keinginan komunikator atau propagandis. Tujuan dari propaganda dapat
bersifat “terbuka” atau “tersembunyi” bagi audience-nya. Propaganda
menjadi senjata ampuh bagi seorang komunikator untuk memuluskan
jalannya agar maksud dan tujuannya diikuti oleh komunikan.
Dengan cara menyebarluaskan tujuan berupa informasi yang
dilakukan secara sitematis dan berulang-ulang, komunikator mengharapkan
informasi yang yang mengandung pesan tersebut dapat mengubah pendapat
komunikan mejadi mengikuti komunikator sebagai hasil proses propaganda.
Pidato, retorika, dan propaganda tidak dapat dipisahkan karena dalam
penggunaanynya ketiganya merupakan seni komunikasi yang sama
tujuannya untuk mempengaruhi khalayak pendengar.
Didalam sebuah pidato selalu mempunyai unsur retorika. Keindahan
bahasa yang mengikat di telinga pendengar menjadi kekuatan tersendiri oleh
komunikator untuk membuat topik pembicaraan tetap hidup. Tidak saja
secara lisan tetapi kekuatan retorika dan pidato terletak pada teks yang
digunakan. Oleh karenanya, dalam menyampaikan pidato, seorang
komunikator harus memahami dengan benar teks pidato yang telah
dipersiapkannya, kemudian bagaimana ia membahasakan teksnya tersebut
dengan sebuah retorika yang indah.
Dalam sebuah pidato dan retorika pun terdapat unsur propoaganda.
Hal ini yang dipahami benar oleh Presiden Barrack Obama ketika berpidato.
Obama banyak menggunakan kalimat- kalimat retoris yang menggugah
pendengarnya. Salah satu penggunaan retorika dalam pidatonya terdapat
pada bahan penelitian yang akan penulis teliti. Bagaimana dengan kekuatan
retorika dalam teksnya dapat menyampaikan maksud dan tujuannya sampai
pada pendengar dengan penggunaan tanda verbal dan nonverbal komunikasi
politik.
38
2.4 Kerangka Berpikir
Pidato merupakan seni berbicara di depan orang banyak, sama
halnya dengan retorika dan propaganda. Retorika, pidato, dan propaganda
adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang
kepada sejumlah orang secara langsung dengan bertatap muka. Tidak ada
perbedaan yang signifikan untuk membedakan pidato, propaganda, dan
retorika karena bertujuan sama yaitu mempengaruhi khalayaknya untuk
mengikuti keinginan dari komunikator atau orang yang menyampaikan
pesan.
Dalam pidato mempunyai unsur retorika dan propaganda,
sebaliknya di dalam propaganda mempunyai unsur retorika dalam bentuk
sebuah pidato. Yang paling terpenting dalam kegiatan berpidato adalah
proses pemaparan pesan. Pesan sebelum dipaparkan, harus disusun terlebih
dahulu dengan mempertimbangkan apa poin-poin yang akan dipaparkan
dengan penyusunan bahasa
Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menghubungkan
bagaimana kekuatan retorika dapat berhasil dengan menganalisis teks pidato
menggunakan analisis semiotika. Tujuan analisis semiotika berupaya untuk
menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik
sebuah tanda seperti teks, iklan, dan berita disebabkan sistem tanda sifatnya
amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Karena
pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai
konstruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada (Rachmat
Kriyanto, 2010: 266).
Teks pidato sebagai sistem tanda mempunyai makna yang harus dapat
diartikan dengan menggunakan teori dan analisa tanda yang jelas. Sebab
dalam teks pidato mempunyai banyak makna yang terkandung entah
disampaikan secara “tampak” atau tidak. Dalam teori analisis semiotika,
disebutkan bahwa tanda- tanda mempunyai arti yang luas. Tiap teks
39
mempunyai banyak makna, ini yang memungkinkan khalayak pendengar
harus menganalisis tiap teks dengan melihat dan memahami sesuai dengan
konteks dan tanda- tanda yang ada.
Penulis mengambil pemikiran Ferdinand De Saussure yang
menggunakan penanda (signifier) dan pertanda (signified) untuk
menjelaskan tanda dan makna dalam sebuah teks pidato. Dalam konsep
pemikiran De Saussure teks pidato merupakan tanda-tanda yang mempunyai
makna bagi si komunikator untuk dinyatakan pada khalayak pendengar.
Tiap-tiap kata yang diucapkan dengan memuat unsur komunikasi politik
dengan tambahan kode nonverbal seperti gerakan tubuh, mimik wajah, dan
lirikan mempunyai tanda yang mempunyai makna berbeda-beda, sehingga
penanda dan pertanda tersebut harus dapat diinterpretasi secara subjektif
agar dapat membentuk suatu makna yang sama antara Obama dan khalayak
pendengar.
Namun, dalam konsep Saussare mempunyai syarat yaitu antara
komunikator dan komunikan harus mempunyai bahasa atau pengetahuan
yang sama terhadap system tanda tersebut agar komunikasi dapat berjalan
dengan lancar (Rachmat Kritanto, 2010: 270).
40
Bedasarkan permasalahan di atas, maka penulis akan membuat
kerangka kerja penelitian sebagai berikut:
41
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan penelitian
studi pendekatan kritis khususnya metodologi riset kualitatif dimana metode
risetnya diambil dari studi semiotika Ferdinand De Saussare dengan
menggunakan analisis deskriptif. Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan
bahwa penelitin kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia
baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Rachmat Kriyanto (2010) menyebutkan bedasarkan tataran atau
cara menganalisis data, dikenal beberapa jenis atau tipe riset salah satunya
adalah jenis deskriptif. Jenis riset ini bertujuan membuat deskripsi secara
sistematis, faktul dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau
objek tertentu. Penelitian dengan menggunakan studi analisis semiotika
dilihat dari tujuannya (Rachmat Kriyanto, 2010:266) berupaya untuk
menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik tanda
baik itu teks, iklan, dan berita.
Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada
penggunaan tanda tersebut. Pemikiran penggunaan tanda merupakan hasil
pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut
berada. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menjelaskan makna
pesan verbal dan nonverbal dari pidato Presiden Obama ketika mengadakan
kuliah umum di Universitas Indonesia pada 10 November 2010 pdi
hadapan pendengarnya.
42
3.2 Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian dalam penulisan ini yaitu berupa teks
serta visualisali pidato Presiden Obama ketika berpidato.
3.3 Unit Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis studi semiotik
Ferdinand De Saussare. Ada lima pandangan menurutnya yang menjadi
penggorganisasian tanda yaitu Signifier dan Signified (penanda dan
pertanda); Form dan Konteks; Langue dan Parole; Sinkronik dan
Diakronik; Sintagma dan Assosiatif; yang akan dipakai dalam menganalisis
data. Yang menjadi unit untuk di analisis adalah teks pidato serta visualisali
Obama ketika berpidato.
3.4 Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata- kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Sumber data diperoleh dari:
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertma
atau tangan pertama dilapangan (Rackmat Kriyantono: 2010). Dalam
penelitian ini, data primer yang digunaka diambil dari penelitian kepustakan
(library research) dengan mengumpulkan literature dan bacaan yang relevan
untuk mendukung penelitian. Data primer yang diambil berupa video
dokumentasi rekaman Pidato Presiden yang diambil dari media sosial
Youtube, dan teks pidato yang berasal dari website yang di ambil dari
internet yaitu situs www.whitehouse.gov. jadi dapat dikatakan data yang
dipakai bersifet primer karena diperoleh langsung dari dari hasil unduhan,
43
bukan hasil analisis yang sudah digunakan sebelumnya (penjelasan
dijabarkan pada latar belakang).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua. Data
sekunder dapat diperoleh dari data primer penelitian sebelumnnya yang
telah diolah lebih lanjut menjadi informative bagi pihak yang memerlukan
(Rackmat Kriyantono: 2010). Data sekunder bersumber dari kumpulan
studi pustaka yang memuat isi penelitian yaitu makalah penelitian terdahulu,
catatan para ahli, surat kabar, opini pengamat, dan buku-buku yang
berkaitan dengan penelitian.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi
yaitu penulis mengumpulkan data dari rekaman berupa video sewaktu Presi-
den Barrack Obama berpidato di Universitas Indonesia tanggal 10 Novem-
ber 2010 serta teks pidato sebanyak 6 halaman yang terdiri dari 51 paragraf
yang diambil pada transkip pidato resminya (http://www.whitehouse.gov)
Selanjutnya dilakukan metode observasi yang mana instrumennya
digunakan dari panduan pengamatan yang diambil dari pembatasan
masalah, tujuan penelitian, dan ditinjau dari kajian teoritik dan konsep
sebagai pedoman dan tentunya lembar pengamatan untuk menulis hasil
pengamatan. Adapun proses pengumpulan data dilakukan dengan langkah-
langkah berikut ini.
1. Teks pidato dibaca secara keseluruhan.
2. Bagian dari teks pidato dipilah dan dicatat, kemudian dipilah
dalam kategori proses, partisipan, dan sirkumstan.
3. Untuk data lisan, dilakukan pencatatan pada bagian-bagian yang
mendukung analisis retorika dan diberikan penandaan untuk
44
memperjelas maksud dari data.
Berbeda dengan teks pidato yang diteliti, meneliti data visual
dilakukan dengan beberapa cara seperti:
1. Video yang sudah di ambil dari website kemudian di tonton
secara keseluruhan
2. Pada bagian yang dituju, gambar akan di potong dan dianalisa
dengan menggunakan teori yang digunakan.
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam hal ini, data yang digunakan adalah data tertulis dan lisan
yang berupa pidato pelantikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.
Berikut ini adalah prosedur analisisnya, yaitu:
(1) Data dipilah menjadi teks dan visualisasi berupa rekaman pidato
(2) Data yang sudah dipilah, kemudian diidentifikasi dalam teori De
Saussure
(2) Berdasarkan hasil identifikasi, data dianalisis dan dituliskan
hasil analisisnya .
(3) Data kemudian diidentifikasikan dan dianalisis ke dalam
konteks situasinya.
(4) Hasil dari analisis (1), (2), dan (3), kemudian dideskripsikan
untuk menemukan jawaban kekuatan retorika dalam teks pidato
pelantikan Presiden Amerika Serikat , Barack Obama.
(6) Menginterpretasikan hasil analisis.
45
3.7 Korpus Data
Korpus data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
teks dan pesan nonverbal pidato Presiden Barrack Obama.
3.8 Rincian Biaya
Rincian biaya yang digunakan dalam proposal penelitian ini
sebanyak Rp 756.500.00
3.9 Organisasi
1. Pembimbing I : Prof. Dr. Aloysius Liliweri, M.S
NIP. 19570619 198103 1 001
2. Pembimbing II : Drs. Umrah Kamahi, M.Si
NIP. 19620930 198901 1 001
3. Nama Peneliti : Angaela Ivania Kanapau
NIM 0903051636
4. Jurusan : Ilmu Komunikasi
5. Konsentrasi : Human Relations
3.10 Jadwal Penelitian
Proposal penelitian dibuat selama dua minggu dan penelitian akan
dilaksanakan selama dua minggu.
46
DAFTAR PUSTAKA
Barthes, Rolend. 2012. Elemen Elemen Senmiologi. Yogyakarka: Jalasutra.
Cangara, Havied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Cangara, Havied. 2009. Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DeVito, Joseph. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books.
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti.
_____________________. 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Herrick, J. A. 2001. The Hisrtory and The Theory of Rhetoric, Massachussest: Allyn and Bacon
Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Jakarta: Ko-munitas Bambu.
King, Larry. 2010. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja Dimana Saja, Raha-sia Komunikasi Yang Baik, Jakarta: Gramedia Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
PustakaUtama.
Kriyanto, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Ken-cana Prenada Media Group.
Leanne, Shell. 2009. Berbicara dan Menang Seperti Obama. Jakarta: Gra-media Pustaka.
Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung: Citra Aditya Bakti.
47
__________. 2011. Komunikasi Seba Ada Serba Makna, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
LittleJhon, W Stephen. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Hu-manika.
Moleong, Lexy. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Rahardjo, Turnomo. 2009. Cetak Biru Teori Komunikasi dan Studi Komu-nikasi di Indonesia, Jakarta: Universitas Diponegoro
Rakhamat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya
Penelitian Sebelumnya:
Mutiara, Febrianisa. 2010. Analisis Wacana Kritis Terhadap Retorika
Hubungan Islam dan Amerika SErikat Dalam Pidato Barrack Obama di
Mesir, Jakarta: Universitas Indonesia.
48
Internet:
http://www.whitehouse.gov
http://www.youtube.com/results?
search_query=pidato+presiden+obama+di+ui&oq=pidato+presiden+obama
+di+ui&gs_l=youtube.
http://ndahindah.wordpress.com/2012/05/17/semiotika-makna-dalam-
komunikasi/ http://organisasi.org/pidato/Pengertian Pidato/
Tujuan/Sifat/Metode/Susunan Dan Persiapan Pidato Sambutan/
http://fahri99.wordpress.com/2006/10/14/semiotika-tanda-dan-makna/
http://archaeologyofknowledge.blogspot.com
http://kolom-biografi.blogspot.com/
http://www.kompasiana.com/channel/polhukam
http://raaratiara.blogspot.com/2012/12/teori-representasi.html
49