skripsi ayu tentang pengeringan jahe untuk hasil yang optimal
DESCRIPTION
simplesia jahe, pengeringan, antioksidan.TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu tanaman temu-
temuan yang tergolong tanaman apotek hidup. Jahe sangat terkenal di masyarakat
Indonesia sebagai bumbu dapur yang dapat memberi aroma dan rasa yang khas
seperti pada biskuit, roti dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan sebagai
bahan baku dalam industri obat-obatan, minyak atsiri dan jamu tradisional.
Menurut Rukmana (2004), jahe dipercaya secara tradisional dapat menghilangkan
masuk angin, mengurangi atau mencegah influenza, rematik dan batuk serta
mengurangi rasa sakit (analgesik) dan bengkak (antiinflamasi).
Hasil penelitian Kikuzaki dan Nakatani (1993), menunjukkan bahwa
senyawa aktif non volatil fenol seperti gingerol, shogaol dan zingeron, yang
terdapat pada jahe terbukti memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Sebagai
antioksidan, senyawa fenol jahe diharapkan dapat menghambat radikal bebas atau
turunan-turunan oksigen (reactive oxygen spesies, ROS) seperti radikal
superoksida, singlet oksigen, hidrogen peroksida, peroksida lemak, radikal alkosil,
radikal peroksil dan radikal hidroksil, sehingga dapat melindungi sel dari
kerusakan oksidatif, mengurangi proses penuaan, mencegah penyakit degeneratif
seperti jantung, diabetes militus dan kanker (Auroma dkk., 1997).
Senyawa antioksidan terdiri dari senyawa antioksidan alami dan senyawa
antioksidan sintetik. Senyawa antioksidan dari bahan-bahan alami mendapat
perhatian sangat besar dari masyarakat karena lebih aman dalam penggunaannya,
dibandingkan senyawa antioksidan sintetik. Pemakaian antioksidan sintetik dalam
1
waktu yang lama dan dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan
mutagenetik dan karsinogenetik. Senyawa antioksidan alami diharapkan dapat
menggantikan antioksidan sintetik seperti BHA (butil hidroksi anisol) dan BHT
(butil hidroksi toluen).
Nurrahman dkk. (1999) menjelaskan bahwa mengkonsumsi sari jahe setiap
hari selama 30 hari berpengaruh terhadap penurunan MDA limfosit. Sementara
itu, Fuhrahman dkk. (2000) juga menjelaskan bahwa mengkonsumsi ekstrak jahe
250 µg setiap hari dapat menghambat penyakit atheroschlerosis. Di dalam
plasma, gingerol menurunkan kolesterol hingga 29% dan LDL 33%. Uraian
tersebut memberi gambaran bahwa jahe mempunyai potensi yang cukup besar
sebagai sumber antioksidan. Permasalahannya adalah senyawa-senyawa
antioksidan jahe dapat mengalami kerusakan dalam pengolahan. Salah satu tahap
pengolahan yang berpotensi menyebabkan kerusakan antioksidan adalah tahap
pengeringan dalam pembuatan simplesia jahe. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
adanya suhu, oksigen, pH, peroksida dan cahaya.
Pada proses pengeringan dalam pembuatan simplesia jahe sangat
memungkinkan terjadinya degradasi atau kerusakan senyawa–senyawa jahe
seperti senyawa gingerol, shogaol dan zingeron dan terjadi penurunan aktivitas
antioksidan karena proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (1986) pada pemanasan
rimpang jahe pada suhu 100 0C selama 10 menit secara nyata mengurangi potensi
antioksidan hampir 20 %nya. Pemanasan selama 30 menit atau lebih ternyata
mengurangi aktivitas antioksidan lebih lanjut tetapi pada kecepatan lebih rendah.
Berdasarkan penelitian di atas, maka dilakukan proses pengeringan dengan
2
menggunakan oven pada suhu 40 0C dengan tujuan untuk menjaga agar
kandungan antioksidan pada simplesia jahe tetap tinggi. Mutu simplesia jahe yang
dikeringkan sangat dipengaruhi oleh lama pemanasan. Lama pemanasan yang
terlalu pendek menyebabkan simplesia jahe yang dihasilkan kadar airnya masih
tinggi sehingga mudah diserang jamur juga menyulitkan ketika dilakukan
ekstraksi (Santosa dkk., 2000). Pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan
kerusakan senyawa antioksidan maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari
lama pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 40 0C sehingga
diperoleh simplesia jahe dengan mutu yang tinggi, terutama kandungan senyawa
antioksidannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kecenderungan lama pengeringan menggunakan oven pada
suhu 40 0C terhadap kerusakan antioksidan dari simplesia jahe (Zingiber
officinale Roscoe) ?
2. Berapa lama pengeringan menggunakan oven yang tepat pada suhu
40 0C sehingga dihasilkan simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe)
dengan mutu dan kandungan antioksidan yang tinggi ?
3
1.3. Hipotesis
1. Lama pengeringan menggunakan oven pada suhu 40 0C
menghasilkan kecenderungan regresi tertentu terhadap kerusakan
antioksidan dari simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe).
2. Lama pengeringan tertentu menghasilkan antioksidan yang optimal dari
simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe).
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kecenderungan lama pengeringan menggunakan oven pada
suhu 40 0C terhadap kerusakan antioksidan dari simplesia jahe (Zingiber
officinale Roscoe).
2. Mengetahui lama pengeringan yang tepat menggunakan oven pada
suhu 40 0C sehingga dihasilkan simplesia jahe (Zingiber officinale
Roscoe) dengan mutu dan kandungan antioksidan yang tinggi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi antara lain :
1. Simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe) terbukti memiliki kandungan
antioksidan yang tinggi daripada jenis rimpang yang lainnya.
2. Simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe) dapat digunakan sebagai
minuman kesehatan untuk menangkal beberapa penyakit degeneratif.
3. Simplesia jahe dapat digunakan sebagai pengganti antioksidan sintetik.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jahe
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) termasuk dalam divisi pteridophyta, sub
divisi Angiospermae, kelas monocotyledoneae, ordo scitameae dan famili
Zingiberaceae serta genus Zingiber (Paimin dan Murhananto, 1991). Komposisi
kimia rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan pedasnya
rimpang jahe. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi jahe adalah
varietas, lingkungan tumbuh dan umur tanaman (Rusli, 1986). Jahe (Zingiber
officinale Roscoe) yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis jahe putih
kecil (jahe emprit) dengan karakteristik morfologi sebagai berikut :
a. Daun berukuran panjang 17,45 – 19,79 cm dengan lebar 22,40 – 32,60 mm.
Kedudukan daun berselang-seling teratur dengan warna hijau muda.
b. Struktur rimpang, kecil berlapis berwarna kekuningan-putih kebiruan dengan
panjang rimpang 6,13 – 31,70 cm.
c. Akar jahe putih kecil/jahe sunti panjangnya 15,35 – 26,20 cm, bentuknya bulat
dengan diameter akar 3,91 – 5,90 cm.
Sifat khas jahe putih kecil/jahe emprit disebabkan oleh adanya minyak
atsiri dan oleoresin. Aroma harum jahe putih kecil/jahe emprit disebabkan oleh
minyak atsiri, sedangkan rasa pedasnya disebabkan oleh oleoresin yang
komponennya mengandung gingerol, shogaol dan zingeron (Purseglove
dkk.1981). Ketaren (1985) mengatakan komponen utama dalam minyak jahe
adalah zingiberen dan zingiberol yang merupakan senyawa paling utama dalam
5
minyak jahe. Minyak atsiri dan oleoresin terdapat dalam sel-sel minyak pada
jaringan epidermis dekat permukaan kulit jahe.
Pengolahan rimpang jahe putih kecil/jahe emprit yang akan dikeringkan
harus dipanen pada umur 8-9 bulan setelah penanaman karena kandungan aroma,
citarasa dan kepedasannya telah maksimal yaitu, minyak atsirinya sebesar 1,5 –
3,3 %, dan kandungan oleoresin sebesar 3 – 4 % (Santosa, 1989). Oleoresin dapat
diekstrak dengan alkohol, aseton dan ester. Struktur kimia utama pada jahe dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia utama jahe adalah gingerol, shogaol dan zingeron.
Menurut Rukmana (2004), zat-zat yang terkandung dalam rimpang jahe
berkhasiat sebagai obat peluruh keringat, obat rematik, sakit kepala, mulas, batuk
kering, penyakit kulit, luka, cacingan, luka lecet, radang tenggorokan, sengatan
binatang, tonikum, penghangat tubuh, penambah nafsu makan, dan masuk angin.
2.2. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh
karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam
tubuh. Fungsi antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya
6
proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan
dalam makanan, serta memperpanjang masa pemakaian bahan dalam industri
makanan. Lipid peroksidase merupakan salah satu faktor yang cukup berperan
dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Raharjo
dkk., 2005).
Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau senyawa yang
keadaannya bebas dan mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang tidak
berpasangan. Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini sangat mudah
menarik elektron dari molekul lainnya sehingga radikal tersebut menjadi lebih
reaktif. Oleh karena sangat reaktif, radikal bebas sangat mudah menyerang sel-sel
yang sehat dalam tubuh. Bila tidak ada pertahanan yang cukup optimal maka sel-
sel sehat tersebut menjadi tidak sehat atau sakit. Senyawa yang dihasilkan oleh
polusi, asap rokok, kondisi stres, bahkan oleh sinar matahari akan berinteraksi
dengan radikal bebas di dalam tubuh. Secara tidak langsung, senyawa radikal
tersebut akan merusak sel sehingga menyebabkan terjadinya suatu penyakit
seperti liver, kanker, dan kondisi yang berhubungan dengan umur seperti alzeimer
(Raharjo dkk., 2005).
Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi tidak cukup
kuat untuk berkompetisi dengan radikal bebas yang dihasilkan setiap harinya oleh
tubuh sendiri. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari
luar (Raharjo dkk., 2005). Sebagai asupan dari luar, selain jahe ada beberapa
herbal yang cukup dikenal dan mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup
tinggi, antara lain sebagai berikut:
7
Bawang putih (Allium sativum) dapat memberikan sistem kekebalan,
membunuh sel kanker, mengatur tekanan darah dan kolesterol, serta
mencegah stroke.
Ekstrak biji buah anggur memiliki fungsi meningkatkan sirkulasi
darah, mencegah penggumpalan darah dan menurunkan kadar
kolesterol.
Ginseng Asia (Panax ginseng) dibuat sebagai teh. Ginsenosida yang
terkandung didalamnya berkhasiat mengatur tekanan darah,
mengendalikan emosional dan stres, serta menormalkan fungsi tubuh.
Teh hijau (Camellia sinensis) bermanfaat membantu mencegah kanker
kulit, paru-paru, dan perut; menurunkan tekanan darah dan kadar LDL
kolesterol; mencegah penyakit hati (liver); dan meningkatkan fungsi
kekebalan untuk mencegah flu.
Potensi antioksidan yang berhubungan dengan reactive oxygen spesies
(ROS) adalah sebagai penghambat radikal superoksida, singlet oksigen, hidrogen
peroksida, peroksida lemak, radikal alkosil dan radikal peroksil yang dapat
menginduksi penyakit kanker, diabetes melitus, jantung dan penuaan, yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan karena proses oksidasi (Auroma dkk., 1997).
2.3. Oksidasi Lipida
Lipida merupakan komponen dalam bahan pangan yang dapat
menyebabkan perubahan flavor ke arah yang tidak diinginkan apabila mengalami
proses oksidasi. Reaksi spontan antara oksigen di atmosfir dengan lipid disebut
autooksidasi (Gordon, 2001).
8
Proses autooksidasi lipida melalui tiga tahap reaksi yaitu inisiasi,
propagasi dan terminasi. Inisiasi dimulai dengan terlepasnya atom hidrogen dari
molekul asam lemak sehingga terbentuk radikal bebas akil. Inisiasi dikatalis oleh
adanya cahaya, panas atau ion logam. Pada tahap propagasi, radikal bebas alkil
yang terbentuk pada tahap inisiasi bereaksi dengan oksigen atmosfir membentuk
radikal bebas peroksi yang tidak stabil. Radikal bebas peroksi yang terbentuk
bereaksi dengan atom hidrogen yang terlepas dari asam lemak tidak jenuh yang
lain membentuk hidroperoksida (ROOH) dan radikal bebas yang baru. Radikal
bebas alkil yang baru akan bereaksi dengan oksigen atmosfir membentuk radikal
bebas peroksi. Pada tahap terminasi terjadi penggabungan radikal-radikal bebas
membentuk produk non radikal yang stabil (Shahidi dan Wanasundara, 2002).
Mekanisme autooksidasi lipida dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Mekanisme autooksidasi lipida (Shahidi dan Wanasundara, 2002).
Ion-ion logam dapat mengkatalis reaksi pembentukan radikal bebas. Ion-
ion logam tersebut misalnya, Fe, Cu, Mn, Cr, Ni, Zn dan Al. Pada proses oksidasi
yang dikatalis oleh ion-ion logam melalui 2 mekanisme yaitu reaksi ion-ion logam
9
Inisiasi : RH R* + H*
Propagasi : R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH + R*
Terminasi : ROO* + ROO* ROOR + O2
ROO* + R* ROOR
R* + R* RR
dengan hidroperoksida atau dengan molekul lipida. Ion-ion logam mengkatalisa
proses oksidasi dengan reaksi langsung dengan lipida tidak jenuh dan menurunkan
energi aktivisi pada tahap inisiasi (Reische dkk., 2002).
Fraksi non volatil ekstrak diklorometan pada rimpang jahe menunjukkan
aktivitas antioksidan sangat kuat yang menggunakan asam linoleat sebagai
substrat dalam larutan buffer etanol-fosfat. Kikuzaki dan Nakatami., (1993)
melaporkan bahwa aktivitas antioksidan pada ekstraksi jahe diukur menggunakan
pengukuran FTC (ferri thiosianat) dan metode TBA (tiobarbituric acid) pada
konsentrasi 0,02 % dalam larutan etanol cair. Selama proses oksidasi, peroksida
berangsur-angsur terpecah menjadi senyawa-senyawa dengan molekul kecil. Nilai
absorbansi rendah berindikasi level tinggi pada aktivitas antioksidan. Berdasarkan
pada indek yang ada, ekstrak diklorometan menunjukkan aktivitas paling tinggi
dibandingkan α-tokoferol. Ekstrak metanol berlebihan menunjukkan pola yang
sama seperti α-tokoferol. Setelah dilakukan destilasi uap pada ekstrak
diklorometan, fraksi non volatil sebagian besar aktivitasnya sangat kuat dibanding
fraksi volatil. Pola ini menjelaskan bahwa komponen antioksidan sebagian besar
dalam ekstrak minyak non volatil. Komponen fraksi non volatil mempunyai pola
yang sama terhadap aktivitas dari kedua metode FTC dan TBA.
Beberapa karakteristik aktivitas antioksidan jahe telah dipelajari oleh
beberapa peneliti. Menurut Lee et al.,(1986) aktivitas antioksidan ekstrak rimpang
jahe dipengaruhi oleh konsentrasi, pH dan suhu pemanasan. Dalam penelitiannya
efek antioksidan jahe diterapkan pada produk daging babi. Konsentrasi ekstrak
jahe yang dicampurkan berkisar 0 5 % dan dengan naiknya konsentrasi ekstrak
jahe maka efek antioksidannya meningkat. Efektivitas antioksidan jahe juga
10
tergantung pada pH dan efektivitas tertinggi diperoleh pada pH 5 – 7. Pemanasan
rimpang jahe pada suhu 100 0C selama 10 menit secara nyata mengurangi potensi
antioksidan hampir 20 %nya. Pemanasan selama 30 menit atau lebih ternyata
mengurangi aktivitas antioksidan lebih lanjut tetapi pada kecepatan lebih rendah.
Santosa dkk. (2000) melaporkan hasil pemanasan air mendidih selama 20
atau 40 menit menunjukkan tidak berpengaruh terhadap penangkap radikal pada
ekstrak jahe. Pemanasan selama 60 menit pada kondisi sama aktivitas antioksidan
menurun. Ekstrak etanol jahe mempunyai aktivitas daya tangkap radikal tinggi
pada pengujian menggunakan diphenylpierylhydrazyl (DPPH) dan lebih tinggi
dibandingkan butil hidroksi anisol (BHA).
2.4. Proses Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering. Hall (1957)
menyatakan bahwa proses pengeringan adalah proses pengambilan atau
penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju
kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme sebelum bahan diolah (digunakan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan yaitu
faktor yang berhubungan dengan udara pengering antara lain suhu, kecepatan
aliran udara pengering dan kelembaban udara, sedangkan faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan yaitu, ukuran dan kadar air
awal dalam bahan.
11
Pada dasarnya proses pengeringan dalam pembuatan simplesia jahe dapat
dilakukan dengan menggunakan oven. Mutu simplesia jahe yang dikeringkan
dengan menggunakan oven sangat dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan udara
pengering. Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering, makin cepat pula
proses pengeringan yang berlangsung karena energi panas yang dibawa makin
besar yang disebabkan jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan
yang dikeringkan makin besar (Taib dkk., 1987).
Lamanya proses pengeringan pada simplesia jahe menyebabkan terjadinya
penguapan dan kerusakan sebagian senyawa fenol, akibatnya terjadi penurunan
aktivitas antioksidan pada simplesia jahe (Santosa dkk., 2000).
2.5. Pengaruh Suhu Udara Pada Proses Pengeringan
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Pada proses pengeringan
diperlukan adanya pergerakan udara, dimana udara berfungsi sebagai penghantar
panas kedalam bahan yang dikeringkan dan untuk mengambil uap air di sekitar
tempat penguapan (Setijahartini, 1980).
Pada proses pengeringan harus diperhatikan suhu udara pengering.
Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang
dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan
sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat.
12
2.6. Pengaruh Pengeringan Terhadap Bahan
Muchtadi (1989) mengatakan bahan pangan yang dikeringkan umumnya
mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan bahan segarnya. Selama
pengeringan terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dll. Pada umumnya bahan
pangan yang dikeringkan akan berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan
warna ini disebabkan oleh reaksi-reaksi baik enzimatis maupun non enzimatis.
Efek lainnya adalah terjadinya ‘Case Hardening’, yaitu suatu keadaan
dimana bagian luar atau permukaan bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan suhu pengeringan yang terlalu tinggi
akan menyebabkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi keras
sehingga menghambat pengupan air selanjutnya.
Akibat lainnya dari pengeringan adalah awetnya bahan dari proses
kerusakan. Hal ini disebabkan karena aktivitas air yang terdapat pada bahan
mengalami penurunan sehingga mikroorganisme sebagai sumber penyebab
kerusakan bahan tidak dapat hidup (Buckle dkk., 1985). Rusli (1986) mengatakan
untuk memperoleh kandungan minyak yang tinggi dari rimpang jahe kering
sebaiknya rimpang jahe dikeringkan sampai kadar air ± 12 %.
13
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar. Waktu
pelaksaan penelitian dimulai dari Oktober – Desember 2006.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe (Zingiber
officinale Roscoe) jenis jahe putih kecil/jahe emprit varietas lokal yang diperoleh
dari Desa Sulangai, Kabupaten Badung. Umur rimpang jahe putih kecil/jahe
emprit ± 9 bulan. Rimpang jahe yang digunakan terdiri rimpang induk (empu) dan
rimpang anakan (cabang).
Bahan kimia yang digunakan adalah minyak kedelai (Sunripe),
tiobarbituric acid dari Merck, buffer fosfat, etanol dari Brathaco Chemical, ferri
thiosioanat dari Merck, Folin ciocalteu phenol dari Merck, asam gallat dari Sigma,
sodium karbonat dibeli dari Merck, ammonium thiosianat dari Merck, radikal
DPPH (2,2-dhiphenil-1-picryldhydrazyl radical) dibeli dari Sigma, BHT dari
Brathaco Chemical dan TCA dari Merck.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven (Blue M),
spektrofotometer (Turner SP-870), centrifuge (IEC HN-S II), blender (Miyako),
vortex (thermolyne), inkubator (Memmert, model 500), vial, tabung reaksi (Pirex),
timbangan (Lion star), timbangan analitik (Adventurer Tm.ohaus AR 2140),
pisau, Transferpette 100 - 1000l (Brand), Transferpette 25 - 250l (Brand),
14
tissue, pipet mikro (Brand), kompor gas (Hitachi), eksikator, labu ukur 250 ml
(Pirex), labu ukur 10 ml (Pirex), aluminium foil (Klin pack), pengaduk kaca,
corong.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengamati total fenol, aktivitas antioksidan
dengan metode TBA, FTC, DPPH, dan kadar air akibat perbedaan lama
pengeringan dari simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe). Adapun lama
pengeringan yang dilakukan yaitu : 0, 13, 14, 15, 16, dan 17 jam yang masing-
masing diulang 3 kali. Data dari total fenol dan DPPH dianalisis dengan regresi
menggunakan metode persamaan regresi linier, kudratik dan eksponensial. Model
persamaan regresi dipilih dengan cara menentukan nilai r2 tertinggi. Sementara
perubahan kadar air, perlakuan TBA dan FTC hanya dibuat grafik dengan dilihat
trend perlakuannya.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Simplesia Jahe (Zingiber officinale Roscoe)
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan modifikasi metode Afifah
(2003) yang diuraikan sebagai berikut : Jahe yang berumur ± 9 bulan dipanen
pada sore hari pukul 17.00 WITA. Rimpang jahe segar dicuci dengan air bersih,
kemudian dikupas kulit arinya. Rimpang yang telah dikupas diiris melintang
dengan tebal ± 0,6 cm kemudian diblanching dengan uap air mendidih pada suhu
± 90 0C selama 10 menit yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim dan
mencegah pencoklatan (browning) pada rimpang jahe. Pengeringan dilakukan
15
dengan menggunakan oven pada suhu 40 0C. Rimpang kering yang dihasilkan
disebut simplesia. Diagram alir pembuatan simplesia jahe dapat dilihat pada
Gambar 3.
Simplesia selanjutnya dihancurkan dengan blender dan diayak dengan
ayakan ukuran 60 mesh sehingga diperoleh bubuk simplesia jahe, kemudian
dilakukan pengamatan total fenol (Metode Julkunen-Tiito, 1985), kemampuan
menangkap radikal bebas DPPH (diphenylpieryl hydrazyl), kadar air (AOAC
1970, Ranggana 1979 dalam Sudarmadji dkk. 1984), pengujian aktifitas
antioksidan dengan metode TBA (tiobarbituric acid) yang dimodifikasi serta
pengujian aktifitas antioksidan dengan metode FTC (angka peroksida) yang
dimodifikasi (Kikuzaki dan Nakatani, 1993)
16
Rimpang Jahe Segar
Air mengalir Air + kotoran
Simplesia Jahe
Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan penelitian
17
Blanching ( 90 0C)(10 menit)
Pengeringan Oven (suhu 40 0C)
Lama pengeringan sesuai perlakuan(0,13,14,15,16 dan 17 jam)
Pemotongan(tebal 0,6 cm)
Pengujian Aktivitas Antioksidan(total fenol, DPPH, Kadar Air, TBA dan FTC)
Pencucian rimpang jahe
3.4.2. Penentuan Total Fenol Ekstrak Simplesia Jahe (Metode Julkunen
Tiito, 1985)
Analisa menggunakan pereaksi folin-ciocalteu phenol. Sampel 50 - 100 µl
dilarutkan dalam etanol sampai dicapai volume 2 ml di dalam labu ukur 10 ml.
Pereaksi folin-ciocalteu phenol sebanyak 1 ml ditambahkan, kemudian labu ukur
digoyang-goyang perlahan. Sodium karbonat 20% sebanyak 5 ml ditambahkan
dan digoyang. Setelah 20 menit larutan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 750 nm. Penentuan kadar total fenol digunakan (+)-asam
gallat sebagai standard.
3.4.3. Penentuan Kemampuan Menangkap Radikal Bebas DPPH
Komponen Senyawa Fenolik dari Ekstrak Simplesia jahe (Yun, 2001)
Larutan etanol yang mengandung ekstrak simplesia jahe dicampur dengan
pelarut etanol dan 2 ml larutan etanol dari radikal DPPH (1 mM DPPH dalam
0,250 ml) ditambahkan, sehingga diperoleh larutan 6 ml. Campuran divortex
selama 15 detik kemudian dibiarkan diudara terbuka selama 30 menit. Absorbansi
larutan diukur dengan metode spektofotometri pada panjang gelombang 517 nm
dengan etanol sebagi blanko. Larutan standard dibuat dengan konsentrasi fenol
masing-masing sebanyak 0, 50, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250 ppm.
Selanjutnya dilakukan uji komparatif kapasitas penangkapan radikal bebas DPPH
antara ekstrak jahe dan BHT.
18
3.4.4. Penentuan Kadar Air Cara Pemanasan (AOAC 1970, Rangana, 1979
dalam Sudarmadji dkk., 1984)
Penetuan kadar air dari bubuk simplesia jahe dengan metode oven, yaitu
bahan yang telah dihaluskan diambil sebanyak ± 2 gram timbang pada neraca
analitik hingga berat kostan, kemudian keringkan dalam oven pada suhu 100 –
105 0C selama 3 – 5 jam. Selanjutnya dimasukkan kedalam desikator selama 15
menit lalu timbang. Oven kembali selama 30 menit dan dinginkan dalam desikator
selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulang hingga berat konstan.
Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan Kadar air dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
a - bKadar Air (%) = x 100 %
aKeterangan :
a = berat awal
b = berat akhir
3.4.5. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode TBA (Kikuzaki dan
Nakatami, 1993) yang dimodifikasi
Larutan ekstrak jahe dilarutkan ke dalam alkohol 95% dengan konsentrasi
200 ppm kemudian diambil 4 ml dan dimasukkan dalam vial tertutup. Minyak
kedelai 2,51% dalam etanol 95% diambil 4,1 ml dan dicampurkan dengan ekstrak
simplesia jahe dalam vial. Larutan buffer fosfat 0,05 M dengan pH 7 diambil
sebanyak 8 ml dan aquades sebanyak 3,9 ml dicampur dengan larutan dalam vial.
Vial berisi campuran larutan tersebut diinkubasi dengan ditempatkan dalam oven
19
pada suhu 40 0C selama 8 hari. Sebagai kontrol adalah perlakuan tanpa
penambahan ekstrak bubuk simplesia jahe.
Pengujian aktivitas antioksidan metode thiobarbiturit acid (TBA) dengan
cara diambil 1 ml larutan sampel yang telah diinkubasi ditambahkan 2 ml asam
trikloroasetat 20% dan 2 ml larutan TBA 0,02 M. Campuran didihkan dalam
penangas air selama 10 menit, kemudian didinginkan dan disentrifugasi pada 3000
rpm selama 20 menit. Supernatan diukur pada panjang gelombang 532 nm.
3.4.6. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode ferry thiosianat
(Kikuzaki dan Nakatami, 1993) yang dimodifikasi
Larutan ekstrak jahe dalam 95% dengan konsentrasi 200 ppm (0,02%)
kemudian diambil 4 ml dan dimasukkan dalam vial tertutup. Minyak kedelai
2,51% dalam etanol 95% diambil 4,1 ml dan dicampurkan dengan ekstrak
simplesia jahe dan asam linoleat dalam vial. Larutan buffer fosfat 0,05 M dengan
pH 7 diambil sebanyak 8 ml dan aquades sebanyak 3,9 ml dicampur dengan
larutan dalam vial. Vial berisi campuran larutan tersebut diinkubasi dengan
ditempatkan dalam oven pada suhu 40 0C selama 8 hari. Sebagai kontrol adalah
perlakuan tanpa penambahan ekstrak bubuk simplesia jahe.
Pengujian aktivitas antioksidan metode angka peroksida (ferri thiosianat)
dengan cara diambil 0,1 ml larutan sampel yang telah diinkubasi ditambahkan
9,7 ml etanol 75% dan 0,1 ml amonium thiosianat 30%. Tiga menit berikutnya
ditambah dengan 0,1 ml ferro klorida 0,02 M dalam 3,5% HCl. Absorbansi warna
merah ditera pada panjang gelombang 500 nm.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Total Fenol Simplesia Jahe
Hasil analisis regresi total fenol simplesia jahe selama pengeringan
menggunakan oven pada suhu ± 40 0C dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persamaan regresi dan determinasi (r2) total fenol simplesia jahe dengan menggunakan oven pada suhu ± 40 0C
No. Tipe Regresi Persamaan r2
1 Linier У = -1,0053x + 7,0114 0,7041
2 Kuadratik y = 0,3439x2 – 3,4128x + 10,221 0,8799
3 Eksponensial y = 7,7187e -0,2643x 0,8655
Tabel 1, menunjukkan bahwa persamaan regresi total fenol simplesia jahe
mempunyai kecocokan regresi kuadratik berdasarkan koefisien determinasi (r2)
yaitu 0,8799 dibandingkan regresi linier (0,7041) dan regresi eksponensial
(0,8655). Pengaruh perlakuan lama pengeringan terhadap respon total fenol
simplesia jahe sebesar 87,99% (regresi kuadratik) dan sisanya sebesar 12,01%
dipengaruhi oleh faktor luar antara lain oksigen, peroksida dan cahaya. Grafik
total fenol simplesia jahe selama pengeringan menggunakan oven pada suhu
40 0C dapat dilihat pada Gambar 4.
21
y = 0,3439x2 - 3,4128x + 10,221
R2 = 0,8799
0
2
4
6
8
10
0 13 14 15 16 17
Lama Pengeringan (jam)
To
tal
Fen
ol
(%)
Total Fenol
Poly. (Total Fenol)
Gambar 4. Grafik total fenol simplesia jahe selama pengeringan menggunakan oven pada suhu 40 0C.
Gambar 4, menunjukkan bahwa pada tahap awal proses pengeringan
senyawa fenol cenderung mengalami penurunan sangat cepat yang disebabkan
karena selama pengeringan senyawa fenol mengalami oksidasi oleh enzim
polifenoloksidasi menjadi kuinon, menyebabkan terjadinya kerusakan berupa
pencoklatan (browning) pada simplesia jahe. Oleh karena itu perlu dilakukan
proses blanching untuk menginaktifkan enzim yang terdapat dalam simplesia jahe
sehingga proses pencoklatan (browning) dapat dihambat. Lama pengeringan
menyebabkan banyaknya kerusakan senyawa fenol, penguapan air dalam simpesia
jahe, senyawa-senyawa lain seperti vitamin, pigmen serta etanol sebagai pelarut
ikut mengalami penguapan, hal inilah yang menyebabkan pada awal pengeringan
terjadi penurunan senyawa fenol yang sangat cepat, sedangkan pengeringan
berikutnya terjadi penurunan senyawa fenol yang melambat, disebabkan karena
sebagian senyawa fenol telah mengalami kerusakan. Reaksi kerusakan senyawa
fenol dapat dilihat pada Gambar 5.
22
Gambar 5. Reaksi kerusakan senyawa fenol selama pengeringan
4.2. Aktivitas Antiradikal (Uji DPPH) Simplesia Jahe
Hasil analisis regresi aktivitas antiradikal DPPH simplesia jahe selama
pengeringan menggunakan oven pada suhu ± 40 0C dapat dilihat Tabel 2.
Tabel 2. Persamaan regresi dan determinasi (r2) antiradikal (DPPH %) simplesia jahe dengan menggunakan oven pada suhu ± 40 0C
No. Tipe Regresi Persamaan r2
1 Linier y = -0,4731x + 4,7227 0,4730
2 Kuadratik y = 0,2714x2 + 2,3730x + 7,2559 0,8050
3 Eksponensial y = 4,4912e-0,1243x 0,4966
Tabel 2, persamaan regresi antiradikal (DPPH) simplesia jahe dengan
pengeringan oven mempunyai kecocokan regresi kuadratik berdasarkan nilai
determinasi (r2) yaitu 0,8050 dibandingkan regresi linier (0,4730) dan regresi
ekponensial (0,4966). Persamaan regresi kuadratik menunjukkan pengaruh lama
pengeringan terhadap respon antiradikal (DPPH) simplesia jahe sebesar 80,50%
dan sisanya yaitu 19,5% dipengaruhi oleh faktor luar antara lain oksigen,
OH
OH
R
+ O2Polifenoloksidase
R
PigmenCoklat
O
O
KuinonSenyawa Fenol
23
peroksida dan cahaya. Aktivitas antiradikal (DPPH) simplesia jahe selama proses
pengeringan menggunakan oven pada suhu 40 0C dapat dilihat pada Gambar 6.
y = 0,2714x2 - 2,3730x + 7,2559R2 = 0,8050
01
234
56
0 13 14 15 16 17
Lama Pengeringan (jam)
DP
PH
(%
)
Aktivitas DPPH
Poly. (AktivitasDPPH)
Gambar 6. Grafik aktivitas antiradikal (DPPH) simplesia jahe selama pengeringan menggunakan oven pada suhu 40 0.
Gambar 6, menunjukkan bahwa pada awal pengeringan sebagian senyawa
fenol cenderung mengalami penurunan yang sangat cepat, mengakibatkan
aktivitas antiradikal DPPH mengalami penurunan yang sangat cepat pula. Hal ini
disebabkan karena senyawa fenol yang mengalami oksidasi selama pengeringan
menyebabkan sebagian senyawa fenol banyak mengalami kerusakan. Aktivitas
antiradikal DPPH tergantung pada banyaknya kandungan senyawa fenol yang
mempunyai aktivitas sebagai antiradikal.
4.3. Kadar Air
Hall (1957) menyatakan bahwa proses pengeringan adalah proses
pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat
memperlambat laju kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme sebelum bahan
diolah (digunakan) dan juga dapat memperpanjang masa simpan bahan. Hal ini
disebabkan karena aktivitas air yang terdapat pada bahan mengalami penurunan
sehingga mikroorganisme sebagai sumber penyebab kerusakan bahan tidak dapat
24
hidup (Buckle dkk., 1985). Rusli (1986) mengatakan untuk memperoleh
kandungan minyak yang tinggi dari rimpang jahe kering atau simplesia jahe
sebaiknya rimpang jahe dikeringkan sampai kadar air ± 12 %. Penurunan
presentase kadar air simplesia jahe selama pengeringan menggunakan oven pada
suhu 40 0C dapat dilihat pada Gambar 7.
Kadar Air Simplesia Jahe
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00
0 13 14 15 16 17
Lama Pengeringan (jam)
Kad
ar
Air
(%
)
Penurunan Kadar Air
Gambar 7. Grafik penurunan presentase kadar air simplesia jahe
Gambar 7, Pada awal pengeringan, kadar air dalam rimpang jahe masih
tinggi, artinya pada awal pengeringan panas yang diberikan oleh media pengering
(oven) belum sepenuhnya menguapkan air yang terdapat dalam rimpang jahe atau
masih dalam kondisi dimana mikroorganisme masih dapat hidup, namun lamanya
pengeringan dan adanya udara yang mengalir akan menghasilkan panas yang
tinggi, yang mengakibatkan penurunan kadar air dan kerusakan antioksidan yang
semakin banyak
4.4. Aktivitas Antioksidan Dengan Metode TBA
Pengujian antioksidan dengan metode TBA adalah berdasarkan
terbentuknya asam melanol dehid (MDA). Reagen TBA akan bereaksi dengan
MDA dan membentuk senyawa komplek dengan warna merah muda yang dapat
25
ditera pada panjang gelombang (λ) = 532 nm. Aktivitas antioksidan (uji TBA)
simplesia jahe selama proses pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu
40 0C dapat dilihat pada Gambar 8 dengan kontrol dan antioksidan BHT
sebagai pembanding.
00,005
0,010,015
0,020,025
0,030,035
Lama Pengeringan (Jam)
Ab
so
rban
si (5
32 n
m)
4 Hari
8 Hari
Gambar 8. Diagram aktivitas antioksidan (uji TBA) simplesia jahe
Keterangan : Kontrol adalah larutan inkubasi tanpa penambahan bubuk simplesia jahe dan BHT merupakan antioksidan sintetik.
Aktivitas antioksidan diuji metode TBA terhadap simplesia jahe dengan
menggunakan oven pada suhu 40 0C pada pengamatan inkubasi 4 hari dan 8
hari, semua variasi lama pengeringan menunjukkan aktivitas antioksidan lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Pada inkubasi 4 hari aktivitas antioksidan simplesia
jahe lebih rendah dibandingkan perlakuan antioksidan BHT, kecuali pada
pengeringan awal atau 0 jam mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi karena
tidak mengalami proses pengeringan sehingga tidak terjadi pembentukan asam
melanol dehid (MDA). Pada inkubasi 8 hari menunjukkan aktivitas antioksidan
dengan uji TBA lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol pada semua variasi
lama pengeringan. Aktivitas antioksidan dengan uji TBA lebih tinggi
26
dibandingkan perlakuan antioksidan BHT, kecuali pada lama pengeringan 14
sampai 17 jam mempunyai aktivitas antioksidan lebih rendah karena lama
pengeringan menyebabkan asam melanol dehid (MDA) yang terbentuk makin
banyak. Terbentuknya asam melanol dehid pada reaksi oksidasi menyebabkan
kerusakan senyawa fenol semakin tinggi dengan semakin meningkatnya lama
pengeringan yang ditunjukkan pada Gambar 8.
4.5. Aktivitas Antioksidan dengan Metode FTC
Pengukuran aktivitas antioksidan yang dilakukan dengan metode FTC
berdasarkan terbentuknya peroksida yang merupakan hasil oksidasi asam linoleat
dari minyak kedelai. Peroksida ini akan mengoksidasi ion ferro menjadi ferri, dan
kemudian membentuk feritiosianat yang dapat diukur secara kuantitatif pada
panjang gelombang (λ) = 500 nm. Aktivitas antioksidan simplesia jahe dengan
metode FTC pada pengeringan menggunakan oven ditunjukkan pada Gambar 9
dengan kontrol dan antioksidan BHT sebagai pembanding.
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
1 2 3 4 5 6 7 8 9Lama Inkubasi (Hari)
Ab
so
rban
si
(500 n
m)
Kontrol
0
13
14
15
16
17
BHT
Gambar 9. Grafik aktivitas antioksidan simplesia jahe dengan metode FTC
Keterangan : Kontrol adalah larutan inkubasi tanpa penambahan bubuk simplesia jahe dan BHT merupakan antioksidan sintetik.
27
Gambar 9, menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan simplesia jahe
(metode FTC) dengan menggunakan pengering oven pada semua variasi lama
pengeringan, menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan
perlakuan kontrol dan lebih rendah dibandingkan perlakuan antioksidan BHT,
kecuali pada lama pengeringan 13 jam pertama mempunyai aktivitas antioksidan
sama dengan perlakuan antioksidan BHT. Kontrol merupakan perlakuan dengan
larutan inkubasi tanpa penambahan ekstrak bubuk simplesia jahe sehingga pada
kontrol angka absorbansinya tinggi yang menunjukkan oksidasi pada kontrol tidak
dihambat sehingga peroksida lebih banyak terbentuk. Perlakuan antioksidan BHT
(butylated hidroksitoluene) adalah inkubasi dengan penambahan antioksidan fenol
sintetik yang digunakan sebagai kontrol bawah. Penambahan perlakuan
antioksidan BHT dalam sampel ternyata mampu menahan laju reaksi oksidasi,
sehingga menghambat terbentuknya peroksida. Terbentuknya radikal pada tahap
inisiasi menyebabkan O2 mempunyai kecepatan reaksi yang tinggi. Hal ini
menyebabkan oksidasi tahap propagasi berjalan cepat. Tahap propagasi
menyebabkan terbentuknya hidroksi peroksida dan tahap terminasi terbentuk
senyawa-senyawa sederhana. Nilai absorbansi sampel yang jauh di bawah kontrol
adalah sesuai karena simplesia jahe mengandung antioksidan yang dapat
menghambat proses oksidasi lemak/minyak, sehingga terbentuknya senyawa
hidroksi peroksida dapat dihambat. Kerusakan senyawa fenol cenderung semakin
tinggi dengan meningkatnya lama pengeringan, sehingga kerusakan senyawa
fenol mempengaruhi kemampuan aktivitas antioksidan pada simplesia jahe.
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengamatan aktivitas antioksidan simplesia jahe dengan menggunakan oven
pada suhu ± 40 0C menunjukkan kecenderungan penurunan presentase total
fenol dan aktivitas antiradikal (diphenylpierylhydrazyl) DPPH mendekati
persamaan regresi kuadratik dengan nilai determinasi total fenol sebesar
87,99% dan DPPH sebesar 80,50%, sedangkan untuk kadar air, aktivitas
antioksidan metode TBA (tiobarbituric acid) dan FTC (ferri thiosianat)
menunjukkan grafik penurunan aktivitas antioksidan dengan BHT sebagai
pembanding.
2. Pada pengeringan 17 jam dihasilkan simplesia jahe dengan kandungan
antioksidan dari total fenol sebesar 1,625% dan DPPH sebesar 2,478%,
dengan kadar air ± 12%.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian aktivitas
antioksidan dengan metode pengeringan yang berbeda terhadap beberapa
varietas jahe.
29
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E.2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Auroma, O.I., Spencer, J.P.E, Warren, D., Jenner, P., Butler, J. and Halliwell, B.1997. Characterization of Food Antioxidants, Illustrated using Commercial Garlic and Ginger Prepation. J. Food Chem. 60 (2):149-156.
Buckle, K. A., Edwards, R. A, G. H. Fleet and M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Penerbit UI-Pres Jakarta.
deMan, John M. 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Furrahman, C.C., Kuo, M.C. Ho, C.T. 1986. High Performance Liquid Cromatographic Determination of Pungent Gingerol Compounda of (Zingiber officinale Roscoe). J. Food Sci. 51:1364-1365.
Gordon, M.H., 2001. The Development of Oxidative Rancidity in Foods. Dalam Pakarnya, J., Yanishlieva, N. dan Gordon, M. (ed), Antioxidant in Food Practical Applications. CRS Press, New York.
Hall, C.W. 1957. Drying farm Crops. Edward Brothers Co., Michigan.
Julkunen-Tiitto, R.1985. Phenolic Constutuens in the leaves of Northen Willows: methods for the analysis of Certain Ohenolics. J. Agic. Food. Chem. 33:213-217.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.
Kikuzaki, H. and Nakatami, N.1993. Antioxidant Effects of Some Ginger Constituents. J. Food science. 58 (6):1407-1410.
Lee Y.B., Kim, Y.S. and Ashmore, C.R.1986 Antioxidant Property in GingerRhizome and Its Application to Meat Products. J. Food Science. 51(1):20-23.
30
Nurrahman, Zakaria, F.R., Sajuthi, D., dan Sanjaya. 1999. Pengaruh Konsumsi Sari Jahe Terhadap Perlindungan Limfosit Dari Stres Oksidatif Pada Mahasiswa Pondok Pesantren Ulil Al Baab. Seminar Nasional Industri Pangan.
Muchtadi, T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Paimin, Farry B. Murhananto. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. 1991. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purseglove, J. W., Brown E. G. Green, C. L, and Robbins, S. R. J. 1981. Spices. Vol.2. Longman Inc. New York..
Raharjo, M. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. (Jakarta: Penebar Swadaya,2005).
Rukmana, R., 2004. Temu-temuan (Apotik Hidup di Pekarangan). Kanisius. Yogyakarta.
Rusli, S. 1986. Mutu dan Pengolahan Jahe, Makalah Dalam Temu Usaha dan Temu Tugas Tanaman Rempah dan Obat. Dirjen Perkebunan. Pemda Tk 1 Jateng.
Reische, DW., Lilard, D.A. dan Eitenmiller, R.R.2002. Antioxidants. Dalam Akoh, C.C., dan Min, D.B, Food Lipids Chemistry, Nutrition, and Biothechnology. Second Edition, Revised and Expanden. Marcel Dekker, Inc. New York.
Santosa, H.B. 1989. Jahe. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Santosa, U., Sukardi dan Anggrahani, S.2000. Pengaruh Pemanasan Terhadap Daya Tangkap Radikal Ekstrak Beberapa Macam Rimpang. Seminar Nasional Industri Pangan.
Sudarmadji. S,. B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
31
Shahidi, F., dan wanasundara, U.N.2002.Methods for Measuring Oxidative Rancidity in Fats and Oils. Dalam Akoh, C.C., dan Min, D.B, Food Lipids Chemistry, Nutrition, and Biothechnology. Second Edition, Revised and Expanden. Marcel Dekker, Inc. New York.
Sri Setijahartini. 1980. Pengeringan. Jurusan Teknologi Industri. Fateta. Institut Pertanian Bogor.
Taib, G., Said, S. Wiraatmadja. 1987. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT.Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Yun, L. 2001. Free Radical Scavenging Properties of Conjugated Linoic Acids. J. of Agric and Food Chem. 49:3452-3456
32