skripsi finish
TRANSCRIPT
SINERGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sampai saat ini, Pemerintah dan Pemerintah Daerah di Indonesia masih
menghadapi permasalahan kemiskinan yang bersifat multidimensional.
Kemiskinan menjadi sebab dan akibat dari lingkaran setan (vicious cyrcle)-
rangkaian permasalahan pengangguran, rendahnya kualitas sumber daya manusia
Indonesia, dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi tersebut
digambarkan dengan masih tingginya jumlah penduduk miskin dan jumlah
pengangguran terbuka, serta masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia
(Indonesia) Indonesia dibanding mayoritas negara-negara lain. Kualitas sumber
daya manusia ditandai oleh indeks pembangunan manusia (IPM) atau human
development index (HDI). Indeks pembangunan manusia merupakan indikator
komposit status kesehatan yang dilihat dari angka harapan hidup saat lahir, taraf
pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf penduduk dewasa dan
gabungan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar, menengah, tinggi,
serta taraf perekonomian penduduk yang diukur dengan pendapatan domestik
bruto (PDB) per kapita dengan paritas daya beli.
Merujuk data dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010-2014, perkembangan jumlah penduduk miskin, jumlah
pengangguran, dan indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia antara tahun
2004-2009 sebagai berikut:
Berdasarkan data dalam Surat Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
(Bapermas, P3AKB) Kota X Nomor 511.1/662/VIII/2009 tentang Permohonan
Alokasi Raskin Bulan Agustus 2009; dan data Bagian Administrasi Pemerintahan
Sekretariat Daerah Kota X, diketahui bahwa Rumah Tangga Sasaran (RTS)
penerima raskin : tahun 2008 sebanyak 26.521 KK, tahun 2009 sebanyak 22.729
KK dan tahun 2010 sebanyak 21.954 KK yang terdiri dari 11.251 rumah tangga
hampir miskin, 7.135 rumah tangga miskin, dan 3.568 rumah tangga sangat
miskin. Merujuk data dari Bappeda Kota X dan Bapermas, P3AKB Kota X,
bahwa jumlah penduduk miskin di Kota X pada tahun 2009 mencapai 104.988
jiwa, ditambah jumlah gakin di Panti Sosial, Diffabel, total penduduk miskin di
Kota X sebanyak 106.389 jiwa.
Untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, berbagai program penanggulangan
kemiskinan telah digulirkan oleh Pemerintah sejak era Orde Baru hingga saat ini.
Beberapa program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat yang pernah dilaksanakan yaitu : Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit
Industri Kecil (KIK), Kredit Candak Kulak (KCK), Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Padat Karya, Jaring Pengaman Sosial- Program Daerah Mengatasi Dampak Krisis
Ekonomi (JPS-PDMDKE), Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah
Daerah (P2MPD), P4K, TPSP-KUD, Unit Ekonomi Desa dan Simpan Pinjam
(UEDSP), Pengembangan Kawasan Terpadu, Program Pengembangan Kecamatan
(PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Dalam era
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (Kabinet Indonesia
Bersatu I), Pemerintah menetapkan salah satu prioritas dan arah kebijakan
pembangunan untuk menanggulangi kemiskinan. Sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009,
khususnya berkaitan dengan agenda peningkatan kesejahteraan masyarakat, salah
satu sasarannya yaitu : menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2% dan
pengurangan pengangguran menjadi 5,1% dari total angkatan kerja pada tahun
2009.
Pemerintah meluncurkan tiga kelompok (kluster) program penanggulangan.
Dalam materi presentasi Deputi Menkokesra Bidang Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (2008) yang berjudul "Harmonisasi Program-Program
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat" dan Buletin
Sambung Hati 9949 edisi bulan November 2009, terdapat tiga kluster program
untuk penanggulangan kemiskinan yaitu :
1. Program-Program dalam kluster program Bantuan dan Perlindungan Sosial.
Kelompok program ini bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar,
pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin.
Program ini dianalogikan dengan pemberian ikan kepada masyarakat miskin
dan kelompok rentan lainnya seperti kaum miskin, lansia, korban bencana dan
konflik, penyandang cacat, komunitas adat terkecil, yang jumlahnya 19,1 juta
Rumah Tangga Sasaran (RTS) secara nasional. Program-program dalam
Kluster ini meliputi : Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Rumah Tangga
Miskin (Raskin), Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) atau Program Keluarga
Harapan (PKH), Bantuan untuk Pengungsi/Korban Bencana, Bantuan untuk
Penyandang Cacat dan Bantuan untuk Kelompok Lansia. Bantuan untuk
Penyandang Cacat diberikan kepada penyandang cacat permanen, dalam arti
tidak dapat menghidupi diri sendiri dan sepenuhnya tergantung kepada orang
lain dalam melakukan aktivitas. Pemerintah memberikan bantuan dana
jaminan sosial bagi penyandang cacat berat dengan indeks Rp 300.000 per
orang per bulan selama 12 bulan. Bantuan pelayanan dan jaminan sosial lansia
terlantar diberikan kepada masyarakat yang tidak berdaya secara fisik,
ekonomi, dan sosial. Bantuan Lansia dikirim lewat PT POS Indonesia dan
para pendamping bertugas mengantar dana bantuan tersebut kepada penerima
yang berhak. Pemerintah memberikan bantuan dana jaminan sosial bagi
Lansia dengan indeks Rp 300.000 per orang per bulan selama 12 bulan.
Anggaran dan Sasaran Program-Program Bantuan dan Perlindungan Sosial
tercantum dalam tabel berikut :
2. Program-Program Pemberdayaan Masyarakat. Kluster ini diibaratkan sebagai
kail, dimana pemerintah melaksanakan program-program yang tergabung
dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM
Mandiri yang diluncurkan pemerintah pada 30 April 2007. Melalui Program
ini dibangun infrastruktur seperti jalan kampung, jembatan, irigasi, air bersih,
sarana pendidikan, sarana kesehatan, bantuan dana bergulir untuk usaha, unit
ekonomi produktif (UEP), simpan pinjam perempuan (SPP) dan sebagainya.
Anggaran PNPM Mandiri tahun 2007 sebesar Rp 2,794 triliun, tahun 2008
sebesar Rp 5,924 triliun, dan tahun 2009 sebesar Rp 7,647 triliun. Tahun 2008
untuk PNPM Penguatan mencakup 3,999 kecamatan dan 47.954 desa dan
Sasaran 500.000 RTSM di Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. 700.000 RTSM
13 provinsi. Enam provinsi tambahan adalah NAD, Sumatera Utara, DIY,
Banten, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Selatan.
3. Program UMKM untuk Kemandirian Masyarakat. Dalam upaya
mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta memberdayakan usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah melaksanakan program
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kluster ini diibaratkan sebagai perahu, di mana
UMKM mendapat kredit usaha dari bank-bank milik negara yaitu Bank BRI,
Bank BNI, Bank Mandiri, dan Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin dan
Bank BTN. Hingga Oktober 2009 KUR yang telah disalurkan sebesar Rp
8.332.161.000.000 dengan jumlah nasabah 2.236.926 orang. Pada tahun 2008,
KUR menciptakan lapangan kerja untuk 4,59 juta orang. Pada tahun 2009
diperkirakan akan membuka lapangan kerja untuk 6 juta orang.
Alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu : pada tahun 2004
mencapai Rp 19 triliun, tahun 2005 meningkat 26.3 % menjadi Rp 24 triliun,
tahun 2006 meningkat 70.8 % menjadi Rp 41 triliun, tahun 2007 meningkat
24.4% menjadi Rp 51 triliun dan tahun 2008 meningkat 13.7 % menjadi Rp 58
triliun dan tahun 2009 meningkat 12 % menjadi 66,2 triliun.
Berbagai program penanggulangan kemiskinan dengan dukungan peningkatan
anggaran untuk pengentasan kemiskinan yang cukup signifikan sejak tahun
2004 hingga tahun 2009, mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di
Indonesia walaupun tidak secara drastis. Tingkat kemiskinan yang pada tahun
2007 sebesar 16,58 persen, pada tahun 2008 sudah menurun menjadi sebesar
15,42 persen, pada tahun 2009 tingkat kemiskinan menurun lagi menjadi
14,15 persen. Tetapi, target yang ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2004-2009
untuk menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2% pada tahun 2009
tidak tercapai.
Dalam era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (Kabinet
Indonesia Bersatu II), Pemerintah tetap menetapkan salah satu prioritas dan
arah kebijakan pembangunan untuk menanggulangi kemiskinan. Berdasarkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, sasaran
bidang penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pembangunan adalah
menurunkan tingkat kemiskinan menjadi sebesar 8-10% pada akhir 2014.
Untuk mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan dan prioritas program
penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan Pemerintah tahun 2010-2014
dalam tabel berikut yaitu : Pertama, meningkatkan pertumbuhan pada sektor-
sektor yang menyerap tenaga kerja dan efektif menurunkan kemiskinan.
Kedua, Meningkatkan kualitas dan efektivitas kebijakan dalam rangka
mempercepat penurunan kemiskinan. Ketiga, meningkatkan efektivitas
pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah khususnya daerah tertinggal dan
korban bencana.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, kelompok program penanggulangan kemiskinan
terdiri dari kelompok program : berbasis bantuan dan perlindungan sosial,
berbasis pemberdayaan masyarakat, dan berbasis pemberdayaan usaha mikro
dan kecil.
Untuk menanggulangi kemiskinan di Kota X, beberapa program Pemerintah
Pusat yang dilaksanakan antara lain : Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Langsung Tunai
(BLT), Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri-Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan),
Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Langsung
Pemberdayaan Sosial (PPFM-BLPS) atau dikenal dengan Kelompok Usaha
Bersama Ekonomi (KUBE), dan Padat Karya Produktif serta Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
Menindaklanjuti pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dan dalam rangka
desentralisasi dan otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah berperan besar
untuk menanggulangi kemiskinan. Pemerintah Daerah dengan didukung
stakeholders dan masyarakat, dapat mengembangkan prakarsa untuk
menyusun berbagai kebijakan dan melaksanakan program-program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah Daerah juga dapat berperan dengan menyediakan dana atau
program pendamping untuk pelaksanaan program-program dari Pemerintah
Pusat.
Beberapa program berbasis pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan oleh
Pemerintah Kota X meliputi : Program bantuan perbaikan/rehap Rumah Tidak
Layak Huni (RTLH); Sanitasi Masyarakat (Sanimas); Bantuan operasional
Posyandu Balita dan Lansia; Kegiatan pendidikan ketrampilan, pembangunan
tempat usaha, pinjaman modal bergulir untuk koperasi dan usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM); Solo Techno Park; Pengembangan Wisata Kuliner-
Galabo, alokasi Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) dan Program Terpadu
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Gender (P2MBG).
Program-program pemberdayaan dari Pemerintah dan Pemerintah Kota X
yang dilaksanakan di tingkat kelurahan meliputi : PNPM Mandiri Perkotaan,
BLPS- P2FM (KUBE), Bantuan Rehap RTLH, P2MBG, Padat Karya
Produktif dan DPK. Untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kebijakan
dalam rangka mempercepat penurunan kemiskinan, salah satunya melalui
sinkronisasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, serta
harmonisasi antar pelaku. Berbagai program pemberdayaan masyarakat dari
Pemerintah dan Pemerintah Kota X memerlukan sinergi baik dalam tataran
kebijakan, kelembagaan dan implementasi program. Penanggulangan
kemiskinan memerlukan perubahan yang cukup sistemik dan menyeluruh,
namun penanganannya selama ini cenderung parsial sektoral, tidak
terintegrasi, dan belum sinergis. Dalam dokumen Strategi Penanggulangan
Kemiskinan Di Kota X (2008:3), disebutkan : tindakan penanganan
kemiskinan menghadapi permasalahan dan tantangan, antara lain :
1) Indikator atau tolok ukur kriteria penduduk miskin masih banyak
perbedaan diantara beberapa SKPD, sehingga data yang dihasilkan juga
berbeda.
2) Belum sepenuhnya memberdayakan masyarakat.
3) Terjadi salah sasaran.
4) Tidak optimalnya pengelolaan dana.
5) Usaha yang dipilih tidak berorientasi pasar.
6) Distribusi dana kurang mendasarkan pada kebutuhan nyata.
7) Belum terpadunya pelaksanaan kegiatan.
8) Mental dan perilaku, pola ketergantungan pada bantuan dan lemahnya
motivasi untuk melakukan usaha produktif.
9) Perilaku budaya masyarakat yang senang menerima bantuan sehingga
apabila ada pendataan untuk bantuan jumlah masyarakat miskin selalu
bertambah.
10)Program yang bergulir di masyarakat setelah selesai tidak ada mekanisme
monitoring dan evaluasinya.
11)Lemahnya koordinasi masing-masing SKPD saat menyusun intervensi
kemiskinan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penelitian tentang Sinergi
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Di Kota X relevan dan menarik untuk dilakukan. Program-program
pemberdayaan masyarakat yang diteliti mencakup : PNPM Mandiri
Perkotaan, KUBE, Bantuan Rehap RTLH, P2MBG, dan DPK.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisa sinergi kebijakan penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat di Kota X. Secara terperinci,
permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana kebijakan dan kelembagaan yang mendukung sinergi dalam
penanggulangan kemiskinan di Kota X ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk sinergi dalam implementasi program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan di tingkat kelurahan di Kota X?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mendeskripsikan kebijakan dan kelembagaan yang mendukung
sinergi dalam penanggulangan kemiskinan di Kota X
2. Mendeskripsikan dan menganalis bentuk-bentuk sinergi dalam
implementasi program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di tingkat kelurahan di
Kota X.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Manfaat Praktis.
Memberikan rekomendasi untuk sinergi dalam penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di tingkat kelurahan
di Kota X.
2. Manfaat Akademik.
Mengembangkan pengetahuan tentang sinergi dalam inplementasi kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang mendasarkan pada kajian teori governance dan
teori kolaborasi collaboration. Teori governance merupakan basis teori untuk
menjelaskan dan menganalisa sinergi peran antar pelaku (aktor) kebijakan
penanggulangan kemiskinan. Teori kolaborasi untuk menjelaskan dan menganalisa
bentuk-bentuk sinergi.
PERANAN SUPERVISI PENGAWAS TK/SD/SDLB DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SD PADA
PEMBELAJARAN IPS SEJARAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan peraturan pemerintah
nomor 25 tahun 2000 tentang pembagian kewenangan antara pusat dan daerah telah
membawa perubahan pada sistem pengelolaan pendidikan nasional dari sentralistik
menjadi desentralistik. Menurut pasal 11 ayat 2 undang-undang nomor 22 tahun 1999,
pendidikan termasuk bidang yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota.
Dengan demikian masa depan pendidikan nasional akan sangat bergantung pada daerah
kabupaten atau kota terutama dalam mengelola pelaksanaan dan mengawasi pelaksanaan
pendidikan.
Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Kualitas mengajar guru secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
kualitas pembelajaran. Untuk itu diperlukan pembinaan terus-menerus dari Pengawas
atau Kepala Sekolah yang antara lain melalui supervisi pengajaran. Konsep supervisi
yang digunakan adalah supervisi yang bersifat ilmiah, yaitu : 1) Sistematis, artinya
dilaksanakan secara teratur, terencana, dan terus menerus, 2) Objektif, artinya ada data
yang didapat berdasarkan observasi nyata, bukan berdasarkan tafsiran pribadi, 3)
Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk
mengadakan penilaian terhadap proses pembelajaran di kelas (Sahertian, 2000: 16)
Harris (dalam Sahertian 2000 : 20) menyatakan, bahwa supervisi pengajaran adalah
segala sesuatu yang dilakukan personalia sekolah untuk memelihara atau mengubah apa
yang dilakukan sekolah dengan cara yang langsung untuk mempengaruhi proses belajar
mengajar dalam usaha meningkatkan proses belajar siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi pengajaran adalah upaya memberi
layanan kepada Kepala Sekolah dan para guru baik secara individual maupun kelompok
sebagai usaha memperbaiki proses pengajaran. Kata kunci dari pemberi supervisi pada
akhirnya adalah memberikan layanan dan bantuan. Supervisi pengajaran perlu diarahkan
pada upaya-upaya yang sifatnya memberikan kesempatan kepada Kepala Sekolah dan
para guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih mampu
melaksanakan tugas pokoknya yaitu memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran di Sekolah Dasar (SD).
Supervisi adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi, dan membimbing secara
kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun kolektif, agar
lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Dengan
demikian mereka dapat mensimulasi dan membimbing pertumbuhan siswa secara kontinu
serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern
(Boardman dalam Sahertian 2000 : 16).
Supervisi yang baik sangat efektif dalam meningkatkan kualitas sekolah yang tercermin
antara lain, melalui ; 1) kualitas manajemen sekolah, 2) kepemimpinan Kepala Sekolah,
3) pengelolaan pembelajaran, 4) ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan, dan
5) hasil belajar siswa. Supervisi oleh supervisor harus diarahkan untuk meningkatkan
kualitas hasil belajar siswa melalui dua sasaran utama, yaitu Kepala Sekolah dan guru
(Hartoyo 2006 : 72).
Supervisi pengajaran mempunyai peran penting dalam upaya peningkatan kemampuan
profesional Kepala Sekolah dan para guru, yang akan berdampak terhadap peningkatan
mutu proses dan hasil pembelajaran atau mutu pendidikan. Bagi guru supervisi
pengajaran mempunyai nilai yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja guru,
khususnya dalam mencapai kualitas profesional dalam pembelajaran
Pengertian di atas mengandung maksud bahwa guru diharapkan dapat berperan aktif
sebagai organisator dalam kegiatan pembelajaran, dan juga hendaknya mampu
memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang
menunjang terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah. Pemahaman akan pengertian dan
pandangan mengajar akan banyak mempengaruhi peranan dan aktivitas guru dalam
mengajar. Sebaliknya aktivitas guru dalam mengajar serta aktivitas siswa dalam belajar
sangat bergantung pula pada pemahaman guru terhadap mengajar. Mengajar bukan hanya
sekadar menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pengertian yang lebih
luas, yakni terjadinya interaksi manusiawi dengan berbagai aspeknya yang cukup
kompleks. Komponen yang paling pokok dari pekerjaan guru adalah mengajar dan
pekerjaan murid ialah belajar. Namun demikian guru juga ikut bertanggungjawab
terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswanya dengan cara memberi petunjuk cara-
cara belajar yang efektif dan efisien.
Agar kegiatan supervisi dapat berjalan efektif dan optimal, diperlukan kiat-kiat tertentu,
antara lain: 1) Supervisi pengajaran harus disosialisasikan kepada semua kepala sekolah
dan guru, 2) Supervisi pengajaran dilaksanakan dengan efektif, 3) Mengoptimalkan
supervisi pengajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu dengan melaksanakan
supervisi melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Tahap tindak
lanjut sangat diperlukan karena hal ini merupakan salah satu bentuk pembinaan yang
diberikan oleh Kepala Sekolah/Pengawas TK/SD/SDLB sebagai supervisor kepada para
guru. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi pengajaran yang
dilaksanakan oleh Pengawas TK/SD/SDLB secara efektif dan optimal dapat
meningkatkan profesionalisme guru, yang akan berdampak kepada peningkatan mutu
proses dan hasil pembelajaran (Depdiknas 2006 : 7 ).
Peranan guru yang begitu besar dalam pendidikan menjadi faktor penting dalam
menentukan tinggi rendahnya kualitas hasil belajar. Posisi strategis guru untuk
meningkatkan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesionalnya,
motivasi kerja, kompetensi paedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian serta
kesejahteraannya. Kedudukan guru yang strategis sebagai agen transformasi dalam dunia
pendidikan harus mampu menjalankan tugas utamanya yakni mengajar dan mendidik.
Realisasi dari tugas guru tersebut secara nyata akan tampak dari kinerjanya, sebagai bukti
profesionalismenya, karena dengan melihat sikap profesionalnya itu dapat dilihat kualitas
dalam pembelajarannya.
Sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Kurikulum 2006, bahwa usaha peningkatan
profesionalisme guru merupakan tuntutan kebutuhan di tingkat satuan pendidikan,
utamanya dalam pembelajaran IPS sejarah, guru dituntut untuk mampu mengelola proses
pembelajaran secara efektif, karena kurikulum ini tidak hanya menuntut kemampuan
kognitif siswa saja, tetapi juga kemampuan psikomotorik dan afektif, sehingga sangat
diperlukan seorang guru yang profesional. Sedangkan syarat guru yang profesional harus
menguasai empat komponen standar kompetensi yaitu Kompetensi Paedagogik
(penguasaan akademik dalam pengelolaan pembelajaran), Kompetensi Profesional
(pengembangan profesional), Kompetensi Kepribadian, dan Kompetensi Sosial (dalam
pergaulan dengan masyarakat). Dengan berdasar pada uraian di atas maka penelitian ini
akan memfokuskan pada supervisi yang dilaksanakan oleh Pengawas TK/SD/SDLB
dalam meningkatkan profesionalisme guru SD pada pembelajaran IPS Sejarah di
Kecamatan X Kabupaten X.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi empirik kegiatan pembelajaran IPS Sejarah di SD ?
2. Permasalahan apa saja yang muncul dalam pembelajaran IPS Sejarah di SD yang
kemudian dipecahkan dengan kegiatan supervisi ?
3. Bagaimana intensitas kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Pengawas TK/SD/SDLB
pada pembelajaran IPS Sejarah ?
4. Bagaimana tanggapan para Kepala Sekolah dan guru terhadap pelaksanaan supervisi
yang dilaksanakan oleh Pengawas TK/SD/SDLB pada pembelajaran IPS Sejarah ?
5. Bagaimana pelaksanaan kegiatan Supervisi Klinis untuk meningkatkan
profesionalisme guru SD dalam pembelajaran IPS Sejarah ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami dan
mendeskripsikan secara rinci dan mendalam mengenai :
1. Kondisi empirik kegiatan pembelajaran IPS Sejarah di SD.
2. Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran IPS Sejarah di SD yang kemudian
dipecahkan dengan kegiatan supervisi.
3. Intensitas kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Pengawas TK/SD/SDLB pada
pembelajaran IPS Sejarah.
4. Tanggapan para Kepala Sekolah dan guru terhadap pelaksanaan supervisi yang
dilaksanakan oleh Pengawas TK/SD/SDLB pada pembelajaran IPS Sejarah.
5. Kegiatan Supervisi Klinis untuk meningkatkan profesionalisme guru SD dalam
pembelajaran IPS Sejarah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memiliki manfaat :
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap
pengembangan pendidikan dasar pada umumnya, dan khususnya dapat memberikan
masukan tentang model supervisi dan memecahkan masalah di dalam peningkatan
profesionalisme guru SD .
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru, diharapkan kegiatan supervisi dapat digunakan sebagai acuan untuk
memotivasi diri dalam meningkatkan profesionalisme pada pembelajaran IPS Sejarah.
b. Bagi Kepala Sekolah, diharapkan dengan kegiatan supervisi dapat digunakan untuk
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, terutama dalam mengembangkan program
peningkatan profesionalisme guru SD.
c. Bagi UPT Pendidikan, diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi penyusunan
strategi dalam program peningkatan profesionalisme guru Sekolah Dasar melalui
supervisi oleh Pengawas TK/SD/SDLB.
KINERJA GURU TERSERTIFIKASI DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI SISWA DI MI X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan, abad dimana pengetahuan akan menjadi
landasan utama segala aspek kehidupan. Untuk meningkatkan pengetahuan tidak akan
terlepas dari dunia pendidikan. Karena pendidikan adalah jalur utama menuju masyarakat
yang berpengatahuan.
Secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam sebuah
pendidikan yang bermutu untuk menuju masyarakat yang berpengetahuan. Faktor-faktor
tersebut antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan dan
kurikulum. Kelima faktor tersebut memegang peranan dan wewenang masing-masing
yang saling mendukung.
Guru adalah pelaku utama dalam pendidikan karena guru yang bersingunggan langsung
dengan peserta didik. Sarana dan prasarana merupakan pendukung dalam tercapainya
tujuan pendidikan, begitu juga dengan kurikulum yang berperan sebagai menu wajib bagi
siswa untuk dipelajari sesuai dengan tingkatan dan kompetensinya. Sehingga faktor-
faktor tersebut harus berjalan dengan baik dan saling menguatkan.
Namun, sering kali pendidikan di Indonesia mengasumsikan bahwa apabila ada
kemerosotan dalam pendidikan, memposisisikan kurikulum, sarana dan prasarana sebagai
penyebab utama merosotnya pendidikan di Indonesia. Hal tersebut tercermin dengan
adanya perubahan kurikulum mulai kurikulum 1975 sampai dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK).
Sebagaimana Nasanius menjelaskan bahwa pada realita yang ada ternyata kemerosotan
pendidikan bukan dikarenakan oleh lemahnya kurikulum dan sarana-prasarana,
melainkan oleh kurangnya kompetensi guru. Sehingga pendidikan kita belum
menemukan model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi anak didik
kita.
Faktor guru apabila kita cermati mempakan faktor yang sangat penting dan tidak dapat
diganti oleh apapun, karena guru sebagai subyek pendidik dan sebagai penentu
keberhasilan dalam pendidikan itu sendiri. Nana Sudjana menyebutkan bahwa prestasi
siswa sangat dipengamhi oleh guru dan guru mumpakan pelaku utama dalam peningkatan
prestasi belajar siswa.
Peran guru dalam meningkatkan prestasi siswa akan semakin kelihatan apabila berada
pada keterbatasan sarana dan prasarana. Sejalan dengan penelitian Nana di atas dari hasil
study yang dilakukan oleh Heyneman dan Loxly dalam Dedi Supriyadi menjelaskan
bahwa dari 16 negara berkembang guru memberikan kontribusi besar terhadap prestasi
siswa sebesar tiga puluh empat prosen.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, tergambar secara jelas bahwa peran guru sangat
penting dalam peningkatan prestasi siswa dalam pendidikan. Meskipun sarana dan
prasarana sudah begitu lengkap dan cangih, namun apabila tidak di tunjang oleh
keberadaan guru yang kompeten dan profesional maka mustahil pendidikan bisa berjalan
dengan maksimal. Guru adalah faktor kunci bagi terlaksanannya pendidikan nasional.
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai
landasan yuridis untuk peningkatan kualifikasi dan profesional guru, dengan asumsi
bahwa guru sebagai profesi yang profesional dengan segala kompetensi yang harus
dimiliki akan berdampak dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, output maupun
outcome. Setiap pendidik dan tenaga kependidikan layaknya memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial.
Kompetensi guru mempakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam
diri guru agar dapat mewujudkan kinerja secara tepat dan efektif Sedangkan guru yang
profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
keguman sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal.
Pendidik yang profesional tidak akan lepas dari kemampuan pedagogiknya, karena
pedagogik mempakan ilmu yang membahas pendidikan, yaitu ilmu pendidikan anak. Jadi
pedagogik mencoba menjelaskan tentang seluk beluk pendidikan anak. Pedagogik
sebagai ilmu sangat dibutuhkan oleh guru, khususnya guru madrasah atau sekolah dasar
karena mereka akan berhadapan dengan anak yang belum dewasa.
Tugas guru bukan hanya mengajar untuk menyampaikan, atau mentransformasikan
pengetahuan kepada para anak di sekolah, melainkan guru mengemban tugas untuk
mengembangkan kepribadian anak didiknya secara terpadu. Guru mengembangkan sikap
mental anak, mengembangkan hati nurani anak, sehingga anak akan sensitif terhadap
masalah-masalah kemanusiaan, harkat, derajat manusia, dan menghargai sesama
manusia. Begitu juga guru harus mengembangkan keterampilan anak, keterampilan hidup
di masyarakat sehingga mampu untuk menghadapi segala permasalahan hidupnya.
Kompetensi pedagogik tersebut didapat dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Namun untuk mencapai hal
tersebut dan menjadi seorang guru yang profesional tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Ada lima syarat yang harus dilewati untuk menjadi guru profesional, yaitu: 1)
Seorang guru bisa dikatakan sebagai seorang profesional apabila dia memiliki latar
belakang pendidikan sekurang-sekurangnya setingkat sarjana (S1/D4), 2) Guru adalah
seorang ahli. Sebagai seorang ahli,
maka dalam diri guru harus tersedia pengetahuan yang luas dan mendalam (kemampuan
kognisi atau akademik) yang terkait dengan substansi mata pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya, 3) Guru dituntut untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul
dalam bidang pendidikan dan pembelajaran (kemampuan pedagogik), seperti:
keterampilan menerapkan berbagai metode dan teknik pembelajaran, teknik pengelolaan
kelas, keterampilan memanfaatkan media dan sumber belajar, dan sebagainya. Sehingga
akan timbul motivasi dan gairah berprestasi pada diri siswa, 4) Guru bekerja dengan
kualitas tinggi. Pekerjaan guru termasuk dalam bidang jasa atau pelayanan (service).
Pelayanan yang berkualitas dari seorang guru ditunjukkan melalui kepuasan dari para
pengguna jasa guru yaitu siswa, dan 5) Guru dapat berperilaku sejalan dengan kode etik
profesi serta dapat bekerja dengan standar yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, kita ketahui bahwa untuk menjadi guru dengan predikat
sebagai profesional tampaknya tidaklah mudah, tidak cukup hanya dinyatakan melalui
selembar kertas yang diperoleh melalui proses sertifikasi. Namun guru dituntut untuk
memiliki kemampuan menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang
menyenangkan dan sesuai dengan kriteria yang berlaku dengan tujuan agar dapat
mendorong peningkatan dan tumbuhnya prestasi, motivasi, dan kreatifitas pada diri
siswa.
Peningkatan prestasi pada siswa dipengamhi oleh faktor lingkungan, internal dan
eksternal siswa, selain itu faktor utama peningkatan prestasi siswa terletak pada
bagaimana kualitas proses pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu untuk
meningkatkan prestasi siswa, proses pembelajaran dikelas harus berlangsung dengan
baik, berdaya guna dan berhasil guna. Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik
apabila didukung oleh guru yang mempunyai kemampuan profesional (tersertifikasi),
karena guru merupakan faktor utama dalam tercapainya pelaksasanaan pendidikan. Guru
profesional atau yang telah tersertifikasi tentu akan mampu menumbuhkan semangat dan
motivasi belajar siswa lebih baik.
Untuk dapat menumbuhkan kualitas dan prestasi siswa, guru tersertifikasi akan bempaya
untuk mempengamhi emosi dan minat siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa
akan selalu termotivasi dan pada akhirnya akan tercipta pembelajaran yang berdaya guna.
Apabila dalam sebuah pembelajaran sudah berdaya guna tentu akan mudah bagi guru
tersertifikasi untuk dapat meningkatkan prestasi siswa.
Namun kurangnya tenaga pendidik yang profesional, menjadi penyebab permasalahan
keilmuan yang dihadapi lembaga pendidikan saat ini, umumnya mengalami kekurangan
guru yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan subyek
atau guru bidang studi yang kompeten dan sesuai dengan latar belakang guru. Akhirnya
sekolah terpaksa menempuh kebijakan yang tidak populis bagi anak, guru mengasuh
pelajaran yang tidak sesuai bidangnya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau
Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga
pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesional yang
ditunjang dengan sertifikasi belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak
berkualitas dan menyampaikan materi yang kelim sehingga mereka tidak mampu
menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas. Dan
permasalahan inilah yang menjadi faktor awal merosotnya prestasi dalam dunia
pendidikan di Indonesia.
Dengan adanya guru yang sudah tersertifikasi diharapkan dapat menjadikan guru sebagai
guru yang profesional. Sehingga permasalahan kebijakan sekolah yang tidak populis
dapat dicegah. Sertifikasi guru mempakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke depan semua
guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin mengajar. Dengan demikian, upaya
pembentukan guru yang profesional di Indonesia segera menjadi kenyataan dan
diharapkan tidak semua orang dapat menjadi guru dan tidak semua orang menjadikan
profesi guru sebagai batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan.
Pada kenyataanya saat ini guru yang sudah tersertifikasi belum dapat menjalankan
amanahnya dengan sebenar-benarnya sebagaimana kriteria yang telah ditetapkan. Ada
indikasi bahwa guru yang telah tersertifikasi tidak lagi seproduktif ketika mereka belum
mendapatkan tunjangan profesi.
Berdasarkan hal tersebut Madrasah Ibtida'iyah (MI) X memiliki beberapa kelebihan
terkait dengan program sertifikasi yang telah dilakukan dan prestasi siswa baik prestasi
akademik maupun non akademik. Dengan ditunjang sarana dan prasarana yang cukup
memadai yaitu dengan adanya laboraturium multimedia satu-satunya yang ada di
kawawasan gugus enam (Candi Tlagawangi) dan perlengkapan komputer serta alat-alat
kegiatan non akademik. Peningkatan prestasi siswa diharapkan dapat tercapai dengan
baik.
Tercapai dan tidaknya peningktan prestasi siswa tentu tidak akan terlepas dari kinerja
lembaga pendidikan dan khususnya para guru profesional (tersertifikasi). Sebagaimana
uraian di atas yang secara teoritis menjelaskan bahwa mutu pendidikan akan berjalan
dengan baik apabila didukung oleh guru yang profesional.
Namun apakah benar guru yang tersertifikasi mampu meningkatkan prestasi siswa di MI
X. Kemudian upaya apa yang dilakukan guru tersertifikasi di MI X dalam meningkatkan
prestasi siswa. Pernyataan-pernyataan inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui
secara riil bagaimana kinerja dan upaya guru tersertifikasi dalam meningkatkan prestasi
siswa di MI X.
B. Rumusan Masalah
Secara umum dalam penelitian ini peneliti ingin mendeskripsikan kinerja yang dilakukan
oleh guru pra dan pasca sertifikasi dalam meningkatkan prestasi siswa di MI X.
Secara khusus rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah:
1 Kegiatan akademis apa saja yang diikuti oleh guru tersertifikasi di MI X pra dan pasca
sertifikasi?
2 Upaya apa yang dilakukan guru tersertifikasi dalam meningkatkan prestasi siswa di MI
X?
3 Faktor apa yang menghambat guru tersertifikasi dalam peningkatan prestasi siswa di
MI X?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk:
1. Untuk mendeskripsikan kegiatan yang dilakuakan guru tersertifikasi pra dan pasca
sertifikasi di MI X.
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan guru tersertifikasi dalam meningkatkan
prestasi siswa di MI X.
3. Untuk mengetahui faktor penghambat guru tersertifikasi dalam peningkatan prestasi
siswa di MI X
D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengungkapkan dan memaparkan bentuk-
bentuk upaya dan kinerja guru dalam pengembangan guru tersertifikasi di MI X.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi atau
masukan, referensi, dan pertimbangan dari pihak terkait.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan timbul kesadaran bagi para kepala sekolah atau
kepala madrasah tentang pentingnya usaha pembinaan pengelolaan dan pengembangan
guru profesional yang tidak hanya terbatas pada surat keterangan sertifikasi. Juga dapat
dijadikan perhatian bagi para guru untuk selalu mengembangkan dirinya agar menjadi
guru yang profesional, serta mempunyai etos kerja yang tinggi sehingga tercipta
pendidikan yang efektif dan bermutu. Dan pada akhirnya akan melahirkan siswa-siswi
yang berprestasi, kreatif, inovatif dan memiliki semangat (motivasi) tinggi dalam
pendidikan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada permasalah-permasalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini ditujukan kepada guru yang sudah tersertifikasi dengan tujuan guru
tersebut mempakan guru yang sudah profesional dan mampu meningkatkan prestasi
siswa di MI X.
2. Faktor yang diteliti yaitu: kegiatan akademis guru pra-sertifikasi dan pasca-sertifikasi,
upaya yang dilakukan guru tersertifikasi dan faktor penghambat guru tersertifikasi dalam
pelaksanaan peningkatan prestasi siswa di MI X.
3. Lokasi penelitian dilakukan di Madrasah Ibtida'iyah (MI) X.
F. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah penafsiran, maka perlu dikemukakan penegasan istilah dalam
judul tesis, sebagai berikut:
1. Guru tersertifikasi adalah guru yang memiliki keahlian dan ketrampilan karena
pendidikan dan latihan, dan memperoleh bayaran karena pekerjaan itu. Dalam penelitian
ini guru yang tersertifikasi adalah guru yang sudah diasumsikan profesional.
2. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan Prestasi adalah hasil belajar kognitif siswa
yang ditunjukkan dengan penilaian Raport, ulangan tengah semester (UTS), ulangan
akhir semester (UAS), ulangan harian (UH) dan dokumen perolehan prestasi non
akademis siswa.
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Sertifikasi dan Kompetensi Profesional guru dalam peningkatan
prestasi dan motivasi siswa telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sebagaimana
Sudarman menjelaskan bahwa dalam penelitianya bertujuan untuk memberikan
penjelasan tentang tanggapan positif dan tanggapan negatif guru Sekolah Dasar di
Kecamatan Jiwan terhadap program sertifikasi guru dan memperoleh temuan-temuan
yang dapat menjelaskan persepsi guru Sekolah Dasar di Kecamatan Jiwan terhadap
sertifikasi guru. Penelitian ini dirancang dan dianalisis secara kualitatif atau
postpositivistik yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Tanggapan positif
adalah (1) UU No. 14 Tahun 2005 merupakan landasan hukum dalam meningkatkan
kualitas guru, (2) kualifikasi akademik Sarjana/D IV bagi guru sudah sesuai dengan
tuntutan jaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) Guru wajib
memiliki empat kompetensi dasar, (4) sertifikasi model portofolio sangat menguntungkan
bagi guru, (5) tunjangan profesi diyakini guru akan dapat terealisasi.
Tanggapan negatif guru adalah (1) UU No. 14 Tahun 2005 hanya merupakan janji yang
sulit untuk terealisasi, (2) guru tidak harus berkualifikasi Sarjana/D-IV, (3) sertifikasi
model portofolio kurang sosialisasi, (4) tunjangan profesi guru tidak akan dapat
terealisasi. Dalam penelitiannya Sudarman memperoleh temuan-temuan yang terkait
dengan sertifikasi guru antara lain: (1) Guru kurang yakin dapat mencapai skor minimal
yang ditetapkan oleh pemerintah, (2) masih ada guru yang bermoral kurang baik dalam
melengkapi dokumen, (3) penentuan peserta sertifikasi portofolio masih belum sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Dian Maya Shofiana menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa terdapat pengaruh dan
kaitan yang sangat erat antara profesional guru dalam bidang studi Fiqih dengan
peningkatan prestasi siswa di MTs Al-Jamii.ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Lebih dari
50% prestasi siswa diindikasikan oleh kontribusi profesional guru. Dengan kata lain,
dalam penelitian tersebut bahwa prestasi siswa di MTs Al-Jamii.ah ditentukan atau
dipengaruhi oleh tingkat profesional guru sebanyak lima puluh persen (50%), dan faktor
yang lain seperti sarana, prasarana, dan pengembangan kurikulum berpengaruh terhadap
prestasi siswa sebanyak 50%.
Posisi dari penelitian tersebut adalah menganalisa secara statistik pengaruh profesional
guru dengan prestasi siswa. Dari hasil penelian di atas sangat terlihat bahwa faktor Guru
sangat diperlukan dan menjadi kunci dalam peningkatan prestasi siswa apabila
dibandingkan dengan kelengkapan dan fasilitas yang memadai, serta kurikulum yang
selama ini sering menjadi kambing hitam gagalnya peningkatan prestasi pendidikan di
Indonesia.
Sebagaimana penelitian Sudarman dan Dian di atas, Arif Sulistiyo Hadi juga mengkaji
tentang Pengembangan Profesional guru dalam peningkatan prestasi siswa agama Islam
di madrasah tsanawiyah negeri Ketanggung kecamatan Sine kabupaten Ngawi dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa guru agama Islam sudah memenuhi persyaratan
sebagai guru yang profesional karena rata-rata sudah Sarjana dan guru diberi kewenangan
yang besar dari madrasah untuk mengelola dan mengendalikan proses pendidikan dalam
kegiatan belajar mengajar, serta ikut aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di madrasah,
seperti: BTQ, Hadrah, Muqadharoh, dan aktif dalam kegiatan PHBI.
Upaya-upaya pengembangan profesional guru yang telah dilakukan antara lain melalui:
pembinaan dan supervisi terhadap guru agama Islam, meningkatkan kesejahteraan guru,
mengikutkan guru agama Islam pada kegiatan-kegiatan ilmiah, mengaktifkan guru agama
Islam dalam MGMP, memotivasi guru agama Islam untuk sekolah (belajar). Ari juga
menjelaskan faktor-faktor yang menghambat proses pengembangan profesional guru
agama Islam, yang dibagi menjadi dua yaitu , pertama : faktor penghambat dari
madrasah, antara lain : faktor minimnya fasilitas, lemahnya finansial, Kedua : faktor
penghambat dari guru, antara lain : lemahnya kreatifitas guru, rendahnya moral kerja
guru.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pengembangan profesional guru adalah
jalan yang tepat untuk meningkatkan prestasi siswa. Karena dengan guru yang
tersertifikasi dan profesional proses pembelajaran dapat di tingkatkan melalui
pendelegasian, pengaktifan guru dan pembinaan.
Sejalan dengan pengembangan kinerja profesional guru, Arif Firdausi A. dalam tesisnya
menjelaskan bahwa sebagian besar kinerja guru profesional (ter-sertifikat) pendidik
ditinjau dari standar kompetensi guru adalah dalam kategori baik, dalam artian guru yang
profesional telah menjalankan ke empat kompetensi tersebut sesuai dengan kemampuan
dan standar yang berlaku. Namun ada sebagian kecil guru profesional (tersertifikat
pendidik) pada pelaksanaan pembelajaran kurang sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai siswa. Permasalahan tersebut berkenaan dengan kompetensi guru itu sendiri yang
memang masih rendah. Arif Firdaus menjelaskan masih ada guru yang masih kesulitan
dalam memberikan penjelasan pada pelajaran tertentu sehingga tidak dapat mencapai
target hasil pembelajaran.
Dari ketiga penelitian di atas, menunjukkan bahwa kompetensi profesional sangat
berpengaruh terhadap prestasi siswa. Antara penelitian yang satu dengan yang lain saling
melengkapi dan saling menyempurnakan dalam mencapai suatu tujuan. Dian maya, Arif
sulistiyo dan Arif firdausi menjelaskan bahwa lebih dari 50% keberhasilan prestasi siswa
dipengaruhi oleh profesional guru dan guru yang profesional (tersertifikasi) dapat
menjalankan kompetensinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, baik
kompetensi profesional, pedagogik, personal, dan sosial.
Sebagai kesimpulan dari penelitian di atas, bahwa sudah banyak inovasi yang dilakukan
oleh kalangan tenaga pendidik yang tersertifikasi dan profesional untuk meningkatkan
prestasi siswa. Namun demikian, keragaman materi, perkembangan prestasi siswa,
kemampuan SDM guru, kultur sekolah dan sebagainya dari hasil penelitian di atas
nampaknya masih membutuhkan penyempurnaan, karena belum ada kajian yang lebih
spesifik yaitu Upaya guru tersertifikasi dalam meningkatkan prestasi siswa. Upaya
tersebut tidak hanya pada kemampuan guru profesional saja melainkan juga melibatkan
siswa secara aktif dalam proses belajar untuk meraih prestasinya.
Selain itu, penelitian yang secara spesifik mengambil fokus materi upaya guru
tersertifikasi dalam meningkatkan prestasi siswa, sampai saat ini belum dapat peneliti
identifikasi (temukan). Berdasarkan argumen ini, maka penulis merasa tertarik untuk
mengkaji lebih jauh tentang upaya guru tersertifikasi dalam meningkatan prestasi siswa.
Hal ini penting dilakukan mengingat upaya guru yang telah tersertifikasi memiliki
karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dengan apa yang dikaji peneliti sebelumnya.
IMPLEMENTASI PROGRAM RINTISAN SEKOLAH BERTARAF
INTERNASIONAL (SBI)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah telah mempercepat pencanangan Milenium Development Goals, yang
dicanangkan pada tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Millenium development
goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi sebagai era persaingan mutu atau
kualitas, siapa yang bermutu dan ber kualitas dialah yang maju dan mampu
mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu pembangunan SDM suatu keniscayaan
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat
membanggakan namun warganegaranya belum mempunyai kemampuan berfikir
(thingking skill) yang memadai, sehingga tetap menjadi negara yang terperangkap dalam
lingkaran kemiskinan, keterbelakangan, ketidak adilan, terlebih dalam kualitas
pendidikan yang masih jauh dibawah Negara tetangga seperti Malaysia.
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi menuntut semua bidang kehidupan untuk
menyesuaikan visi, misi tujuan dan strategi agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak
ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan sistem
makro, maupun mikro demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan
nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional atau global.
Era globalisasi memaksa kita harus dengan cepat melakukan reevaluasi dan revolusi di
bidang pendidikan agar tidak terjadi ketinggalan pendidikan yang sangat jauh dengan
negara-negara lain yang pada akhirnya akan berdampak pada lemahnya Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dihasilkan untuk mampu bersaing. Perkembangan untuk mampu
bersaing dengan negara-negara maju khususnya dunia pendidikan, maka pendidikan
merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi tantangan globalisai. Penyelenggaraan
pendidikan yang sementara ini berorientasi nasional dituntut mengikuti perubahan zaman
dalam dunia pendidikan global.
Sejalan dengan yang diamanatkan UUSPN nomor 20/2003 pasal 50 ayat 3, pemerintah
dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan
pendidikan dan semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional. Hal ini lebih dijabarkan dalam buku Pedoman
Penjamin Mutu Sekolah Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah (Mendiknas 27 Juni 2007).
Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah yang memenuhi seluruh standar
nasional pendidikan serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan
salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) dan atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
Indikator daya saing di forum internasional dalam bidang pendidikan khususnya yaitu
kemampuan dan daya saing lulusan di forum internasional sebagaimana dijelaskan
UUSPN pada ayat (1) yaitu ditunjukan dengan:
1. diterima pada satuan pendidikan bertaraf internasional di dalam negeri atau satuan
pendidikan di luar negeri yang terakreditasi atau yang diakui oleh negaranya.
2. lulus sertifikasi internasional yang dikeluarkan oleh negara lain yang memiliki
keunggulan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
3. diterima bekerja pada lembaga internasional atau negara lain, dan atau
4. mampu berperan aktif dan berkomunikasi langsung di forum internasional.
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA Negeri X yaitu Sekolah Nasional
Bertaraf Internasional (SNBI) pada awal tahun 2004-2005. Rintisan ini didasari oleh surat
Dirjen Dikdasmen Nomor 13 54/C4/LL/2004 tentang penyusunan School Development
Investment Plan (SDIP) yang menginstruksikan untuk membuka SBI.
Pelaksanaan Program Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di SMA Negeri X pada
tahun 2004-2005 sebagai awal uji coba sehingga baru menerima dua rombongan belajar
dengan siswa setiap kelas hanya 28 siswa didik, kemudian pada tahun pelajaran 2008-
2009 SMA Negeri X telah menerapkan untuk semua siswa didik baru kelas X adalah
RSBI. Tahapan proses seleksi siswa didik baru yaitu pendaftaran, pelaksanaan tes tertulis,
psikotes dan wawancara.
Menurut Dirjen Dikdasmen (2006:10) penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internacional (SBI) dilatarbelakangi oleh :
1. Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi,
manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan beaya
produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk dan
meningkatkan mutu produk.
Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. SDM merupakan
kunci daya saing karena SDM-lah yang akan menentukan siapa yang mampu menjaga
kelangsungan hidup, perkembangan dan kemenangan dalam persaingan.
2. Rintisan penyelenggaraan SBI memiliki dasar hukum yang kuat yaitu pasal 30 ayat 3
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasoinal yang
menyebutkan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Kemudian pada pasal 50 ayat 7 UUAPN 20/2003 manyatakan bahwa ketentuan tentang
sekolah bertaraf internasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Mengingat sampai saat ini PP yang dimaksud belum dibuat, sementara itu tuntutan
penyelenggaraan SBI sudah merupakan keniscayaan, maka pemikiran-pemikiran tentang
perintisan penyelenggaraan SBI saat ini sangat terbuka masukan setelah PP SBI nanti
dibuat. Akan tetapi jika SBI dengan standar sementara dibuat cukup tinggi maka
perubahannya diperkirakan hanya sedikit setelah PP SBI dirumuskan dan diberlakukan.
Meskipun secara formal
belum ada PP-nya, saat ini sejumlah sekolah telah melakukan rintisan ke arah SBI.
Prakarsa ini perlu diarahkan, dibimbing, dan didorong agar berkembang menjadi sekolah
yang benar-benar bertaraf internasional meskipun tetap berjati diri Indonesia.
3. Penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme
(fungsionalisme). Filosofi ekstensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus
menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui
fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan
(kreatif, minat, dan eksperimentif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat dan
kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus
memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat, dan minat peserta didik. Jadi,
peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi
intelektual, emosional, dan spiritualnya. Para peserta didik merupakan aset bangsa yang
sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, secara potensial
mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa
pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu,
keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional,
maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan
sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning
to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan
berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia,
mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai
sistem penilaiannya. Pasalnya, pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai
(Learning to know). Tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong
menerapkan nilai-nilai tersebut (Learning to do) yang diharapkan secara kolaboratif
(Learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai
dirinya (Learning to be).
Undang-Undang Pendidikan No. 20 Tahun 2003 telah menggariskan secara tegas
memanfaatkan perkembangan globalisasi agar mampu membawa kemajuan di bidang
pendidikan yang berkualitas internasional. Dengan tingginya tingkat persaingan yang ada,
maka sekarang ini tidak lagi hanya mengandalkan keunggulan komparatif yang dimiliki
oleh suatu negara, tetapi juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif yang tercipta
dari keunggulan SDM untuk lebih mampu bersaing memperebutkan berbagai peluang
dan kesempatan. Pada dasarnya peningkatan kualitas SDM sangat bergantung pada
kualitas pendidikan yang ada di suatu negara, karena antara kualitas SDM dan kualitas
pendidikan memiliki korelasi positif. Undang-Undang pendidikan juga mengamanatkan
secara langsung tentang keberadaan
sekolah-sekolah bertaraf internasional di setiap jenjang pendidikan dalam suatu daerah
otonom, yang berarti setiap daerah otonom berkewajiban menyelenggarakan pendidikan
bertaraf internasional minimal satu di setiap jenjang pendidikan agar dapat
menyumbangkan SDM yang berkualitas internasional.
Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari anggota organisasi perdagangan bebas dunia
atau WTC (World Trade Organization) juga telah menandatangani kesepakatan tentang
liberalisasi sektor jasa pendidikan, dimana setiap negara anggota WTO berkewajiban
melakukan request maupun offer. Pengertian request adalah meminta negara anggota
WTO membuka pasarnya di bidang jasa pendidikan agar dapat dimasuki oleh lembaga
pendidikan formal maupun non formal dari negara lain. Sedangkan offer adalah setiap
negara anggota WTO dapat mengajukan penawaran untuk memasuki jasa perdagangan
sektor pendidikan di negara lain. Kondisi ini akan menumbuhkan persaingan yang sangat
ketat dalam dunia pendidikan, sehingga hanya lembaga pendidikan yang berkualitas
sajalah yang akan mampu bertahan dan bersaing. Oleh karenanya perlu
ditumbuhkembangkan semangat dan kesadaran setiap pengelola pendidikan baik formal
maupun non formal untuk meningkatkan dan mengembangkan dirinya agar dapat sejajar
dengan lembaga pendidikan asing yang akan memasuki seluruh wilayah Indonesia.
Mensikapi perkembangan dunia pendidikan yang sedemikian itulah maka Provinsi Jawa
Tengah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah membuat suatu
inovasi di bidang pendidikan untuk menjawab tantangan internasionalisasi pendidikan
dengan menyelenggarakan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.
Sekolah Bertaraf Internasional selain berbahasa pengantar bahasa Inggris buku yang
dipergunakan selain mengacu pada kurikulum nasional juga dikembangkan menuju
kurikulum internasional yang dipakai di banyak negara yang telah terakreditasi
internasional. Keberadaan Sekolah Bertaraf Internasional diharapkan bisa menjadi
jawaban bagi permasalahan untuk meningkatkan daya saing di dunia internasional,
karena selama ini kendala utama bagi SDM kita adalah lemahnya penguasaan bahasa
Inggris.
Sebagai suatu hal yang baru, keberadaan Sekolah Bertaraf Internasional tentunya
menghadapi banyak kendala, baik yang bersifat internal seperti kemampuan sekolah,
guru, siswa maupun kurikulumnya juga masalah lain yang berhubungan dengan
stakeholder. Berangkat dari pemikiran tersebut maka sangatlah menarik untuk diteliti dan
dikaji lebih mendalam mulai dari tahap persiapan, penyiapan sarana prasarana,
kurikulum, SDM guru, staf administrasi, manajemen pengelolaan, kerjasama dengan
komite dan orangtua siswa, input siswa, sampai dengan implementasi atau
penyelenggaraan program rintisan SBI di SMA Negeri X.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus permasalahan yang akan diteliti
oleh peneliti dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Implementasi Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di
SMA Negeri X?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan Program Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA Negeri X?
3. Bagaimana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan RSBI di SMA Negeri X, dalam hal
kualitas lulusan, penerimaan di PTN, PTLN dan di dunia kerja.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, antara lain:
1. Untuk mengetahui kesiapan dan upaya-upaya apakah yang dilakukan sekolah dalam
mengimplementasikan Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA
Negeri X.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang di hadapi sekolah dalam
mengimplementasikan Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA
Negeri X.
3. Mengetahui kualitas lulusan, penerimaan di Perguruan Tinggi Negeri, penerimaan
Dunia Kerja melalui Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA
Negeri X.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan diperoleh manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap upaya
memahami implementasi Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di
SMA atau jenjang satuan pendidikan lainnya.
b. Dapat dijadikan bahan penelitian dan kajian lebih lanjut tentang implementasi Program
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA atau jenjang pendidikan lainnya.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif yaitu :
a. Bagi sekolah yang mulai tahun pelajaran 2007/2008 melaksanakan Rintisan SBI,
sebagai bahan kajian untuk dapat melaksanakan RSBI tersebut secara lebih baik lagi.
b. Bagi Kepala Sekolah sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan
manajemen dan masukan bagi sekolah-sekolah untuk mengambil langkah dalam
meningkatkan kualitas SDM guru dan staf, melalui berbagai kegiatan pelatihan-pelatihan
dll.
c. Bagi para guru, akan memberikan langkah awal dan arah yang jelas dalam kesiapannya
menghadapi pelaksanaan Program Rintisan SBI .
d. Bagi Depdiknas dan lembaga-lembaga terkait lainnya, sebagai bahan masukan
sehingga dalam mengambil kebijakan akan dapat mendukung dan memfasilitasi demi
suksesnya pelaksanaan Program Rintisan SBI pada tahun-tahun mendatang.
e. Bagi para peneliti berikutnya, penelitian ini sebagai referensi untuk memahami SBI
lebih mendalam lagi.
HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP SUPERVISI KLINIS DAN
BANTUAN SUPERVISOR DENGAN KINERJA GURU SMAN X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembentukan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan proses pendidikan
yang merupakan proses untuk meningkatkan harkat serta martabat bangsa. Karena
melalui usaha pendidikan ini diharapkan dapat mengarahkan perkembangan anak di
dalam pembentukan suatu pribadi yang mandiri.
Tujuan pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, Tujuan pendidikan
ini bisa menyangkut kepentingan peserta didik sendiri, kepentingan masyarakat dan
tuntutan lapangan pekerjaan atau ketiga-tiganya peserta didik, masyarakat dan pekerjaan
sekaligus. Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan,
kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka
pembentukan dan pengembangan diri peserta didik. Pengembangan diri ini dibutuhkan,
untuk menghadapi tugas-tugas dalam kehidupannya sebagai pribadi, sebagai siswa,
karyawan, profesional maupun sebagai warga masyarakat (Sukmadinata, 2004: 4).
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila
dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan
perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi
arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan
berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota
masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Dalam perilaku guru dituntut lebih profesional, sikap profesional guru dapat terlihat dari
bagaimana guru dapat memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan
dan sikap profesinya. Guru yang profesional cenderung menghargai peraturan-peraturan
yang ada, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pimpinan dan
pekerjaannya. Sikap profesional tersebut dapat terbentuk melalui peningkatan
ketrampilan dan sikap inovatif guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan
peningkatan ketrampilan, seorang guru dapat melaksanakan tugas dengan baik dan lebih
profesional, demikian halnya dengan sikap inovatif guru dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi dan situasi yang ada, sehingga guru lebih dapat diterima di tengah-tengah
masyarakat dan peserta didik.
Dalam mewujudkan tujuan pendidikan, SMA Negeri di Kabupaten X mencanangkan visi
terwujudnya sekolah yang unggul dibidang IMTAQ dan IPTEK, dan misi: (a)
Melaksanakan pembelajaran secara aktif dan koordinatif sehingga setiap siswa dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, (b)
Menumbuhkembangkan semangat keunggulan secara intensif dan koordinatif kepada
seluruh warga sekolah, (c) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenal
potensi dirinya, sehingga dapat berkembang secara optimal, (d) Meningkatkan mutu
pendidikan sesuai dengan tutuntan masyarakat dan perkembangan IPTEK, (e)
Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki,
(f) Menyelenggarakan program pendidikan yang senantiasa berakar pada sistem nilai,
adat istiadat, agama dan budaya masyarakat dengan tetap mengikuti perkembangan dunia
luar, (g) Meningkatkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut
serta budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis
sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten X berkaitan dengan
masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan
secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Tindakan kepala sekolah
dilakukan dalam rangka untuk mendorong kinerja guru dengan menunjukkan rasa
bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok.
Guru merupakan panutan bagi peserta didik, untuk itu disiplin kerja guru merupakan hal
yang sangat ditekankan di SMA Negeri Kabupaten X Disiplin merupakan sikap perilaku
guru yang menunjukkan ketaatan pada aturan yang berlaku baik waktu maupun peraturan
sehingga dalam pelaksanaan tugas dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi disiplin
merupakan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas yaitu mentaati semua yang harus
ditaati dan juga mentaati semua larangan yang tidak boleh dilanggar, hal ini sangat
diperlukan demi tercapainya tujuan itu sendiri.
Meskipun sulit dibuktikan kenyataan yang sering dijumpai masih ada guru yang dalam
melaksanakan tugasnya kurang atau bahkan tidak memperlihatkan kinerja yang baik,
yaitu tidak membuat perencanaan pembelajaran, pelaksanaannya tidak mencapai target
yang direncanakan bahkan masih ada guru yang kurang disiplin dalam kehadirannya
dikelas.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam
suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja
personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan
fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam
organisasi. Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian
tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa
berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai (Ilyas, 1999: 55).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam
pelaksanaan tugasnya guru dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi. Kinerja guru
merupakan serangkaian hasil dari proses dalam melaksanakan pekerjaannya yang sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Hal tersebut sesuai dengan Kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Guru
No. 14 Tahun 2005 pasal 4 yang menyebutkan bahwa "guru berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional".
Terkait dengan otonomi pendidikan, dalam upaya peningkatan kinerja guru diperlukan
adanya menajemen berbasis sekolah (MBS). MBS dipandang sebagai alternatif dari pola
umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat
dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan
kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah.
Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah
merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan
secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala
sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dengan telah ditetapkannya visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan SMA Negeri
Kabupaten X tahun pelajaran XXXX/XXXX maka sekolah telah mengambil kebijakan
untuk memprioritaskan peningkatan kinerja guru. Dalam upaya peningkatan kinerja guru
SMA Negeri Kabupaten X diperlukan adanya kepemimpinan kepala sekolah yang
bijaksana, yang memiliki kemampuan sebagai subervisor, memberikan bantuan
supervisor, dan memiliki kemampuan melaksanakan supervisi dengan baik. Berbagai
upaya dalam meningkatkan kinerja guru telah dilakukan oleh kepala sekolah, namun
masih terdapat berbagai kendala antara lain: (1) masih adanya guru yang kurang disiplin
dalam melaksanakan tugas; (2) kepemimpinan kepala sekolah masih dirasa kurang
komunikatif bagi sebagian guru; (3) masih adanya guru yang kurang bersemangat dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
Terkait dengan permasalahan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan dikaji
hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dan bantuan supervisor dengan kinerja
guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten X.
B. Identifikasi Masalah
Kinerja guru sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain profesionalitas guru,
kesejahtraan guru, kondisi lingkungan kerja, pelaksanaan supervisi, dan sebagainya.
Supervisi sebagai salah satu uppaya pengembangan kemampuan guru secara maksimal
agar menjadi orang yang lebih profesional, Supervisi apabila dilaksanakan secara efektif
akan sangat mempengaruhi kinerjanya, yaitu peningkatan kualitas proses pembelajaran di
kelas. Agar sasaran ini dapat dicapai maka supervisi harus dilaksanakan secara efektif
oleh kepala sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut masalah-masalah yang berkaitan
dengan pelaksanaan supervisi di sekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Efektifitas pelaksanaan supervisi masih belum jelas, karena banya yang melakukan
hanya sekedar memenuhi syarat administrasi atau sekedar melaksanakan tugas tidak
diprogramkan secara sistematis, sehingga setelah kegiatan supervisi dilakukan sering
tidak ada implementasinya atau tidak ada tindak lanjutnya.
2. Profesionalitas supervisor (Kepala sekolah) bervariasi, ada supervisor yang benar-
benar profesional, tetapi tidak sedikit supervisor (Kepala sekolah) yang sebenarnya
kurang profesional terhadap bidang tugasnya.
3. Persepsi guru terhadap kegiatan supervisi kurang mendukung, masih banyak guru-guru
yang acuh tak acuh terhadap pelaksanaan supervisi karena merasa sudah tidak
mempunyai kepentingan lagi dengan urusan kenaikan pangkat, maupun ketidak puasan
terhadap pelaksanaan supervisi yang dilaksanakan selama ini.
4. Tidak semua guru mendapatkan tunjangan sertifikasi sehingga dalam hal ini
memunculkan sikap kecemburuan sosial yang berhubungan dengan finansial. Akibatnya
banyak guru yang melakukan kerja sambilan diluar bidang pekerjaannya sebagai
pendidik karena tuntutan kebutuhan yang tinggi.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini terbatas pada permasalahan yang berkaitan dengan
persepsi guru terhadap supervisi klinis dan bantuan supervisor hubungannya dengan
kinerja guru dengan wilayah penelitian terbatas di Sekolah Menengah Atas Negeri di
Kabupaten X.
D. Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dengan kinerja guru
pada SMA Negeri di Kabupaten X?
2. Apakah terdapat hubungan persepsi guru terhadap bantuan supervisor dengan kinerja
guru pada SMA Negeri di Kabupaten X?
3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi guru terhadap supervisi klinis dan persepsi
guru terhadap bantuan supervisor secara bersama-sama dengan kinerja guru pada SMA di
Kabupaten X?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dengan kinerja
guru pada SMA Negeri di Kabupaten X
2. Untuk mengetahui hubungan persepsi guru terhadap bantuan supervisor dengan kinerja
guru pada SMA Negeri di Kabupaten X
3. Untuk mengetahui hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dan persepsi guru
terhadap bantuan supervisor secara bersama-sama dengan kinerja guru pada SMA Negeri
di Kabupaten X.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan teori-teori manajemen teknologi
pendidikan tentang persepsi guru terhadap supervisi klinis, dan bantuan supervisor;
b. Memberi masukan yang penting dalam perkembangan dan peningkatan mutu ilmu
pendidikan, khususnya sebagai pertimbangan dalam pembagian tugas guru sesuai dengan
keahlian atau bidangnya.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Departemen Pendidikan Kabupaten X dalam rangka
meningkatkan kinerja guru.
b. Sebagai masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas kinerja guru
melalui adanya supervisi
IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS
WEB DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Era globalisasi yang ditandai dengan semakin cepatnya perkembangan ams informasi dan
pertukaran informasi telah melahirkan fenomena bam pada manajemen di suatu
organisasi. Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan dalam
suatu organisasi. Menurut Agus Mulyanto (2009:12) informasi adalah data yang diolah
menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya, sedangkan
data merupakan sumber informasi yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata.
Untuk mendapatkan informasi tersebut perlu adanya sebuah sistem yang mengolah data
menjadi sebuah informasi yang berharga. Sistem itu disebut dengan sistem informasi
manajemen (management information sistem).
Sistem informasi manajemen merupakan suatu komponen yang terdiri dari manusia,
teknologi informasi dan prosedur kerja yang memproses, menyimpan, menganalisis dan
menyebarkan informasi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem Informasi Berbasis Web
adalah suatu sistem penghasil informasi yang mendukung sekelompok manajer dengan
memanfaatkan teknologi web (McLeod, Jr. 2001).
Menurut Agus Mulyanto (2009:32) Manusia mengambil peranan yang penting bagi
sistem informasi manajemen. Manusia dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem
informasi manajemen. Sumber daya manusia dapat dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu pengguna akhir dan pakar sistem informasi manajemen.
Oleh karena itu, sebagai peran yang penting, sumber daya manusia harus disiapkan
sedemikian rupa agar siap menghadapi kemajuan teknologi informasi dan dapat menjadi
sumber daya yang unggul dan bermutu sesuai perkembangan jaman. Bermutu bukan
hanya berarti pandai saja tetapi memenuhi semua syarat kualitas yang dituntut pekerjaan
itu sehingga pekerjaan itu benar-benar dapat diselesaikan sesuai rencana (Sedarmayanti,
2001 : 17).
Suatu organisasi yang tidak memiliki sumber daya manusia berkualitas akan menuai
kegagalan dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan organisasi. Menurut
Sudarmanto (2009:3) Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan bagi keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam mencapai tujuan, baik itu
organisasi publik atau private.
Untuk dapat mengetahui sejauh mana keberadaan peran, dan kontribusi sumber daya
manusia dalam mencapai keberhasilan organisasi, tentu diperlukan pengukuran kinerja.
Tanpa adanya evaluasi atau pengukuran kinerja dalam mencapai tujuan organisasi maka
tidak dapat diketahui penyebab ataupun kendala-kendala kegagalan organisasi dalam
mencapai tujuan. Akhir-akhir ini kinerja telah menjadi konsep yang sering dipakai orang
dalam berbagai pembahasan dan pembicaraan, khususnya dalam kerangka mendorong
keberhasilan organisasi atau sumber daya manusia. Terlebih, saat ini organisasi
dihadapkan pada tantangan kompetensi yang tinggi; era kompetisi pasar global, kemajuan
teknologi informasi, maupun tuntutan pelanggan atau pengguna jasa layanan yang
semakin kritis. Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan
individu yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. (Sudarmanto, 2009:6).
Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) "Kinerja seseorang merupakan kombinasi
dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya".
Penggunaan teknologi informasi akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Saat ini
tidak hanya pada pemsahaan swasta akan tetapi juga pada instansi pemerintah. Teknologi
informasi yang berbasis komputer ini akan berdampak pada aktivitas karyawan,
memudahkan karyawan untuk tidak lagi melakukan tugas secara manual sehingga
pekerjaan dapat terselesaikan secara efektif dan efisen.
X adalah institusi pendidikan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dalam
pengelolaan dan pengembangannya, X menggunakan sistem informasi manajemen baik
itu untuk kegiatan akademik maupun kegiatan non-akademik sebagai bentuk support
dengan tujuan agar mahasiswa dan karyawan dapat menyelesaikan aktivitasnya secara
efektif dan efisien.
Berdasarkan data dari Unit Sistem informasi manajemen (SISFO) X, diperoleh
keterangan bahwa X sudah menggunakan sistem informasi manajemen sejak tahun
1994/1995 yang kemudian disempurnakan menjadi sistem informasi berbasis web sejak
tahun 2002-saat ini . Saat ini pengelolaan dan pengembangan system informasi berada di
unit SISFO X. System informasi dibangun berdasarkan analisis kebutuhan user,
selanjutnya unit SISFO membuat dan melakukan konfirmasi serta testing kepada user
yang bersangkutan. Proses sosialisasi biasanya dilakukan dengan mengadakan workshop
langsung ke user hanya ruang lingkupnya terbatas, tidak langsung ke semua pegawai,
misalnya via atasan (bisa kabag atau kaur).
Berdasarkan pengamatan penulis, wawancara dengan Kabag SISFO dan data dari unit
SDM, dengan adanya dukungan berupa sistem informasi manajemen bagi suatu individu
dalam menjalankan kegiatan operasionalnya di suatu organisasi/perusahaan tentu akan
berdampakjuga terhadap kinerja individu tersebut karena sistem informasi manajemen
erat kaitannya dengan keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan sebagai salah satu
faktor penunjang kerja seorang individu. Jika sistem informasi manajemen tersebut
mendukung keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan maka kinerja individu tersebut
tentu akan bagus namun bila sistem informasi manajemen tersebut menjadi penghambat
keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan maka kinerja individu tersebut tentu akan
menjadi buruk. Sering terjadinya error pada sistem apabila server penuh/sibuk atau
konfigurasi dengan komputer tidak tepat, sehingga pekerjaan yang menggunakan sistem
informasi manajemen harus tertunda sampai error atau kesalahan tersebut diperbaiki dan
terbatasnya ruang lingkup sosialisasi dan informasi mengenai implementasi sistem
informasi manajemen perusahaan tentu akan membuat penggunaan sistem informasi
manajemen oleh karyawan menjadi tidak optimal yang kemudian akan menjadi
penghambat keberadaan pekerjaan, seperti kita lihat pada grafik bahwa adanya
kecenderungan penurunan drastis nilai kinerja pada level kinerja baik sekali (PI) dari
tahun 2005-2008.
Menurut Tb. Sjafri Mangkuprawira (2009:159) ketertinggalan terjadi ketika seorang
karyawan tidak lagi memiliki pengetahuan atau kemampuan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan yang penuh tantangan dengan sukses. Dalam perubahan yang
cepat di bidang teknis tinggi, seperti keteknikan dan komputerisasi administrasi,
ketertinggalan dapat terjadi dengan cepat. Ketertinggalan bisa jadi sebagai hasil dari
kegagalan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya pada teknologi baru, prosedur baru,
dan perubahan-perubahan lainnya. Dengan dilakukannya penelitian terhadap sistem
informasi manajemen berbasis web dan kinerja karyawan, maka akan didapatkan
informasi mengenai kedua variable tersebut terhadap objek penelitian.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
implementasi sistem informasi manajemen berbasis web dan kinerja karyawan dengan
judul : "Implementasi Sistem Informasi Manajemen Berbasis Web Dampaknya terhadap
Kinerja Karyawan pada X"
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1. Identifikasi Masalah
1. Tidak konsisten dan terbatasnya sosialisasi penggunaan sistem informasi manajemen
berbasis web, sosialisasi hanya dilakukan kepada Kabag atau Kaur saja.
2. Sering terjadinya error pada sistem apabila server penuh/sibuk, konfigurasi dengan
komputer tidak tepat yang menyebabkan pekerjaan yang menggunakan sistem informasi
manajemen berbasis web harus tertunda sampai error atau kesalahan tersebut diperbaiki.
1.2.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tanggapan karyawan mengenai implementasi sistem informasi manajemen
berbasis web yang digunakan di X.
2. Bagaimana kinerja karyawan di X.
3. Seberapa besar implementasi sistem informasi manajemen berbasis web berdampak
terhadap kinerja karyawan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan
untuk diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan, sehingga dapat memperoleh kesimpulan
terhadap masalah yang diteliti dalam hal ini untuk mengetahui hasil implementasi sistem
informasi manajemen berbasis web dampaknya terhadap kinerja karyawan pada X
1.3.2. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tanggapan karyawan mengenai sistem informasi manajemen
berbasis web yang digunakan di X.
2. Untuk mengetahui kinerja karyawan di X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar dampaknya implementasi sistem informasi
manajemen terhadap kinerja karyawan.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Akademis
Dalam kegunaan akademis ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Pengembangan Ilmu Manajemen
Diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang ilmu pengetahuan manajemen
spesialisasi Manajemen Sumber Daya Manusia tentang keterkaitan antara implementasi
Sistem informasi manajemen dampaknya terhadap kinerja karyawan.
2. Penulis
- Memberi pengetahuan mengenai implementasi Sistem informasi manajemen
dampaknya terhadap kinerja karyawan, dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
nilai skripsi program studi manajemen sumber daya manusia.
- Membandingkan antara ilmu pengetahuan dan teori-teori mengenai sistem informasi
manajemen dan manajemen sumber daya manusia yang telah dipelajari dengan yang
terjadi di dunia nyata.
3. Penulis lainnya
- Memberi informasi kepada peneliti lain yang ingin mengkaji dalam bidang yang sama
mengenai implementasi Sistem informasi manajemen dampaknya terhadap kinerja
karyawan
- Memberi informasi kepada peneliti lain yang ingin mengkaji atau membuat sistem
informasi manajemen sesuai kebutuhan perusahaan.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi kepada X dalam upaya
pengembangan kinerja karyawan melalui Sistem informasi manajemen.
2. Karyawan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi tentang pentingnya
implementasi Sistem informasi manajemen dampaknya terhadap kinerja karyawan.
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA
DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI BPS X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kejadian anemi di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini terbukti menurut penelitian Chi,
dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia.
Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu. Anemia
karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil
dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain (Ridwanamirudin, XXXX).
Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi
ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, hal ini semakin meningkat
seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung
berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju.
Menurut penelitian yang dilakukan Fakultas Kedokteran Udayana di Bali menunjukkan
63,5% ibu hamil di Indonesia terkena anemia (Depkes, XXXX). Sedangkan kejadian
anemi pada ibu hamil di Jawa Tengah sebesar 58,1 gr % (Amin, XXXX).
Upaya penanggulangan anemia telah banyak dilakukan, tetapi belum menunjukkan
penurunan yang berarti. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar ibu belum
menyadari pentingnya pencegahan anemia serta bahaya yang akan ditimbulkan. Salah
satu penanganannya adalah perlu melakukan analisis cermat perubahan perilaku pada
sasaran yang lebih dini, yaitu penilaian tiga bentuk operasional perilaku berupa
pengetahuan, sikap dan praktek (PSP) yang ada di masyarakat (BKKBN, XXXX).
Penelitian sejenis berjudul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Dengan
Pencegahan Anemia Selama Kehamilan dari Muzayyaroh, Penelitian ini menggunakan
jenis Cross Sectional dengan 30 sampel penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan pencegahan anemia selama
kehamilan. Pada 30 responden diperoleh pengetahuan baik sebesar 46,7%, cukup baik
sebesar 26,7 % dan kurang baik sebesar 30%. Sedangkan responden yang mempunyai
pencegahan anemia dalam katagori baik adalah 43,3%, cukup baik sebesar 26,7%, dan
kurang baik sebesar 30%. Teknik pengambilan data menggunakan alat bantu berupa
kuesioner. Keadaan tersebut memungkinkan ibu hamil mengalami anemia karena
kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang anemia. Oleh karena itu, pencegahan terhadap
anemia sangat diperlukan untuk menekan angka kejadian anemia.
Sumber data yang didapat dari BPS (Bidan Praktek Swasta) X menyebutkan prevalensi
anemia ibu hamil pada tahun XXXX sebesar 60%. Anemia paling sering dijumpai pada
ibu hamil disebabkan karena defisiensi zat besi (Manuaba, XXXX).
Berbagai alasan di atas menjadi suatu ketertarikan peneliti untuk melakukan penilitian
tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu
hamil.
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia
pada ibu hamil di BPS X tahun XXXX?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di BPS X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang anemia pada ibu hamil di BPS X
b. Mengidentifikasi kejadian anemia pada ibu hamil di BPS X
c. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia denagan kejadian
anemia pada ibu hamil di BPS X
D. Manfaat Penelitian
Upaya menurunkan anemia dengan cara meningkatkan pengetahuan bagi ibu hamil
sehingga ada sikap positif ibu hamil dalam upaya pencegahan anemia.
PENGARUH ANEMIA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
SISWA DI SMP X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus
menerus untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Untuk mewujudkan cita-cita
pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan,
dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan (Depkes RI, XXXX).
Akan tetapi masih banyak masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya
adalah anemia. Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar Hemoglobin
(Hb) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari Hb untuk membawa oksigen ke
seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi
karena kekurangan zat besi. Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi
Indonesia karena kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas
sumber daya manusia Indonesia. Diperkirakan 20% sampai 80% anak di Indonesia
menderita anemia gizi besi.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun XXXX prevalensi
anemia pada remaja sekitar 26,5%. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun
XXXX-XXXX menunjukkan 3,5 juta remaja dan WUS menderita anemia gizi besi
(Sutaryo dalam Republika, XXXX).
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, terutama pada anak sekolah antara lain
adalah kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
motorik, mental dan kecerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, pertumbuhan
dan kesegaran fisik menurun serta interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat
menurunkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan ini tentu memprihatinkan bila
menimpa anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan (Depkes RI,
XXXX).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh
bagaimana pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X.
B. Rumusan Masalah
Seberapa besar pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seberapa besar prosentase motivasi belajar siswa kelas 1 yang
mengalami anemia di SMP X.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengaruh anemia terhadap motivasi
belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi institusi sekolah agar dapat lebih memperhatikan siswanya yang
menderita anemia.
b. Sebagai masukan bagi orang tua agar dapat lebih memperhatikan kesehatan anaknya.
0Share
KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV PENGARUH PENDIDIKAN
KESEHATAN TENTANG PIJAT BAYI TERHADAP PRAKTIK PIJAT
BAYI DI POLINDES X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang anak memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keluarga dan bangsa. Setiap orang
tua mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga dapat
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh. Tercapainya pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling
berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan rangsangan atau stimulasi yang
berguna (Dasuki, XXXX).
Ikatan batin yang sehat sangat penting bagi anak terutama dalam usia 2 tahun pertama
yang akan menentukan perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Selain faktor
bawaan yang dianugerahkan Tuhan sejak lahir, stimulus dari luar juga berperan bagi
pertumbuhan fisik dan perkembangan emosional anak (Wibowo, XXXX).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/XXXX
tentang Standar Profesi Bidan menyebutkan bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu
bentuk stimulasi tumbuh kembang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah
dengan melakukan pijat bayi.
Pijat bayi adalah pemijatan yang dilakukan dengan usapan-usapan halus pada permukaan
kulit bayi, dilakukan dengan menggunakan tangan yang bertujuan untuk menghasilkan
efek terhadap syaraf, otot, sistem pernafasan serta sirkulasi darah dan limpha (Subakti
dan Rizky, XXXX).
Sentuhan dan pijat pada bayi setelah kelahiran dapat memberikan jaminan adanya kontak
tubuh berkelanjutan yang dapat mempertahankan perasaan aman pada bayi. Laporan
tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus Ebers, yaitu catatan
kedokteran zaman Mesir Kuno. Ayur-Veda buku kedokteran tertua di India (sekitar 1800
SM) yang menuliskan tentang pijat, diet, dan olah raga sebagai cara penyembuhan
utamamasa itu. Sekitar 5000 tahun yang lalu para dokter di Cina dari Dinasti Tang juga
meyakini bahwa pijat adalah salah satu dari 4 teknik pengobatan penting (Roesli,
XXXX).
Setelah melakukan studi pendahuluan pada 20 responden di Polindes Harapan Bunda,
masih banyak orang tua bayi yang belum mengetahui manfaat lebih jauh dari pijat bayi
dan belum memahami bagaimana memijat bayi yang benar sehingga tidak bisa
melakukan pemijatan secara mandiri. Alasan orang tua memijatkan bayinya karena bayi
sedang sakit batuk, rewel dan terjatuh. Maka dari latar belakang tersebut penulis ingin
meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang pijat bayi terhadap praktik pijat
bayi di Polindes X.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah "Adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang pijat bayi terhadap praktik pijat
bayi di polindes X?"
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang pijat bayi terhadap praktik
pijat bayi di polindes X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden yang melakukan praktik pijat bayi baik sebelum
dan setelah mendapatkan pendidikan kesehatan.
b. Mengetahui praktik pijat bayi sebelum diberikan pendidikan kesehatan.
c. Mengetahui praktik pijat bayi setelah diberikan pendidikan kesehatan.
D. Manfaat
1. Teori
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam
ruang lingkup kesehatan anak tentang pijat bayi.
2. Aplikatif
a. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana kepustakaan dan informasi ilmiah
tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang pijat bayi terhadap praktik pijat bayi.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaat dari pijat
bayi serta cara memijat bayi yang benar sehingga dapat memotivasi orang tua untuk
meningkatkan kesehatan bayinya.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti menjadikan penelitian ini sebagai acuan pembuatan karya tulis ilmiah yang lebih
baik di masa yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Zulaika (XXXX) dengan judul "Pengaruh Pijat
Bayi Terhadap Berat Badan Neonatus di RB Y". Penelitian Zulaika (XXXX)
menggunakan desain penelitian Quasi Eksperiment dengan rancangan Rendomized
Control Group Pretest and Postest, Analisa data menggunakan t-test.
Perbedaan penelitian Zulaika (XXXX) dengan penelitian ini yaitu terletak pada variabel
bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini menggunakan rancangan One Group
Pretest-Postest.
AKTIVITAS PENGUKURAN WAKTU PASAR DAN
PENYELEKSIAN (MARKET TIMING AND SELECTIVITY) PADA
KINERJA REKSA DANA SYARIAH DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian
Investasi pada masa kini sudah cukup dikenal masyarakat menengah di Indonesia.
Bahkan, pemerintah mendorong upaya-upaya agar masyarakat menjadi lebih 'melek
finansial'. Perkenalan pada dunia investasi dan finansial menjadi penting terutama ketika
taraf hidup masyarakat naik, dan mereka mempunyai dana berlebih yang tidak digunakan.
Dana berlebih itu diharapkan dapat disalurkan melalui investasi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sebagai investor, maupun si pengguna investasi. Apabila
masyarakat tidak kenal investasi, maka kesempatan peningkatan kesejahteraan tersebut
akan hilang. Selain itu, masyarakat jadi mudah ditipu dengan janji-janji investasi palsu
yang malah menghilangkan uang mereka.
Kendala yang dihadapi masyarakat biasanya terkait dengan pemahaman bahwa investasi
itu butuh dana yang besar. Masyarakat segan mengeluarkan dana besar yang hasilnya
baru dapat dinikmati di masa depan. Untuk menghadapi kendala itu, dan tentunya meraih
investor yang lebih luas, maka investasi reksa dana pun dibentuk.
Investasi di reksa dana sangat menarik terutama karena tidak memerlukan dana awal
yang besar dan imbal hasilnya pun lumayan, paling tidak lebih tinggi dari tabungan yang
mendominasi penempatan uang masyarakat.
Reksa dana mulai diperkenalkan ke Indonesia ketika PT Danareksa didirikan tahun 1976.
Kemudian pada tahun 1995 berdiri sebuah reksa dana tertutup yaitu PT BDNI Reksa
Dana. Tahun XXXX, sempat terjadi pencairan besar-besaran dana investor yang
membuat pasar reksa dana terpuruk. Tapi, pada tahun XXXX dan XXXX, reksa dana
kembali naik dan menjadi salah satu instrumen investasi yang digemari.
Reksa dana syariah merupakan produk yang muncul awal tahun 2000-an, dan merupakan
jawaban bagi investor yang ingin menanamkan modalnya pada usaha-usaha yang
dianggap halal. Masyarakat pemodal tersebut tidak hanya ingin mendapatkan
pertumbuhan dari investasinya, tapi juga mengharapkan dananya tidak ditanamkan pada
usaha-usaha yang haram atau yang tidak mereka sukai. Maka, reksa dana syariah menjadi
instrumen investasi yang menarik dan semakin bertumbuh.
I. 2. Perumusan Masalah
Penelitian ini ingin mengetahui:
a. Apakah manajer investasi memiliki kemampuan pengukuran waktu pasar (market
timing) !
b. Apakah manajer investasi memiliki kemampuan penyeleksian efek (selectivity) !
I. 3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada produk reksadana syariah yang beroperasi pada jangka waktu
Januari XXXX sampai Desember XXXX. Rentang waktu tersebut dipilih karena cukup
mewakili pergerakan pasar reksa dana syariah di Indonesia. Dari batasan waktu tersebut,
penulis mendapatkan 8 produk reksa dana syariah yang berasal dari 5 manajer investasi.
Penelitian dibatasi pada analisis bagian dari imbal hasil reksa dana syariah yang berkaitan
dengan kemampuan pengukuran waktu pasar (market timing) dan kemampuan
penyeleksian efek (selectivity) dari manajer investasi.
I. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk:
a. mengetahui kemampuan manajer investasi dalam mengukur waktu pasar (timing) dan
menyeleksi efek (selectivity) pada masing-masing sampel reksa dana syariah.
b. mengetahui aktivitas pengukuran waktu pasar dan seleksi pada seluruh sampel reksa
dana syariah secara umum.
c. Memberi informasi tambahan yang berguna untuk menilai dan memilih investasi di
reksa dana
I. 5. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang didapatkan dari telaah
literatur baik berupa buku, jurnal, maupun internet. Data yang dibutuhkan adalah Nilai
Aktiva Bersih (NAB) harian dari kedelapan produk reksadana syariah yang didapat dari
situs Bapepam LK (www.bapepam.go.id). Data Jakarta Islamic Index sebagai tolak ukur
indeks pasar didapat dari situs Bursa Efek Indonesia (www.bei.co.id). Data Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai acuan risk-free rate didapat dari situs Bank
Indonesia (www.bi.go.id).
I. 6. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab yang disusun sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi gambaran umum mengenai penelitian yang dilakukan. Gambaran umum
tersebut mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, ruang lingkup
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metode pengumpulan data, serta sistematika
penulisan penelitian.
BAB II Landasan Teori
Pada bab ini penulis akan menguraikan konsep dasar reksa dana konvensional dan
syariah, evaluasi kinerja portfolio, serta penjabaran teori pengukuran waktu pasar (market
timing) dan penyeleksian efek (selectivity). Sumber penjabaran tersebut adalah buku serta
jurnal-jurnal terkait.
BAB III Metodologi Penelitian
Pada bab ini penulis akan menguraikan metode pengolahan data yang digunakan dalam
mengukur kinerja reksadana serta melihat keberadaan kemampuan pengukuran waktu
pasar dan penyeleksian efek dari manajer investasi. Metode pengolahan data yang
digunakan adalah Henriksson & Merton.
BAB IV Analisis Data
Pada bab ini penulis akan menuangkan data-data olahan dan menganalisisnya. Analisis
akan dilakukan berdasarkan metode pengolahan data, serta dari berbagai teori serta
literatur.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini penulis akan menyimpulkan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan,
serta saran-saran yang berguna untuk penelitian selanjutnya.
ANALISIS VOLATILITAS NILAI AKTIVA BERSIH ANTARA
REKSA DANA CAMPURAN KONVENSIONAL DENGAN REKSA
DANA CAMPURAN SYARIAH
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sesuai dengan Undang-Undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995, pasal 1 ayat 27, reksa
dana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manager investasi
yang telah mendapat izin dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). Portofolio
investasi dari reksa dana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga
seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen
diatas.
Dalam beberapa tahun terakhir jumlah investor dan dana yang diinvestasikan dalam
reksadana meningkat dengan pesat. Nilai Aktiva Bersih mulai mengalami peningkatan di
tahun XXXX yang mencapai Rp 110 triliun, dan mencapai puncaknya pada bulan
Februari XXXX dengan total dana yang dikelola mencapai Rp 113 triliun. Namun pada
triwulan akhir XXXX sempat mengalami penurunan, baik dalam hal NAB maupun
jumlah investor. Peningkatan NAB dan investor ini disebabkan situasi ekonomi yang
relatif stabil dan kondusif bagi perkembangan reksadana serta semakin banyaknya jumlah
Wakil Agen Penjual Reksa Dana. Apalagi saat ini kita dapat menggunakan media
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mendapatkan
pelayanan reksa dana.
Berikut merupakan jenis-jenis reksa dana yang terdapat di Indonesia beserta efek, resiko,
dan tujuan investasinya.
* Tabel sengaja tidak ditampilkan *
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini, penulis lebih memfokuskan diri pada reksa
dana campuran. Alasan pemilihan reksa dana jenis ini adalah untuk memudahkan
melakukan pembandingan karena pada reksa dana campuran terdapat jenis konvensional
dan syariah. Reksa dana campuran adalah jenis reksa dana yang menginvestasikan
dananya pada berbagai instrumen keuangan seperti portofolio saham, obligasi, dan surat
berharga pasar uang dengan komposisi yang berbeda-beda. Reksa dana campuran di
Indonesia terbagi menjadi 2 yaitu reksa dana campuran konvensional dan reksa dana
campuran syariah. Ada beberapa hal yang membedakan kedua reksa dana tersebut.
Reksadana campuran syariah memiliki kebijakan investasi yang berbasis pada prinsip-
prinsip Islam. Instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang
dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi
tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, tidak
melakukan riba atau membungakan uang. Jadi, saham, obligasi dan sekuritas lainnya
yang dikeluarkan perusahaan yang usahanya berhubungan dengan produksi atau
penjualan minuman keras, rokok dan tembakau, produk mengandung babi, bisnis hiburan
berbau masksiat, bisnis senjata, perjudian, pornografi, dan sebagainya tidak akan
dimasukkan ke dalam portofolio reksadana. Intisarinya, hanyalah sekuritas yang
dikategorikan halal yang bisa masuk dalam portofolio reksadana syariah ini. Di samping
itu, segi pengelolaan dana reksadana ini juga berdasarkan Islam, yang tidak mengizinkan
penggunaan strategi investasi yang menjurus ke arah spekulasi.
Acuan yang diperlukan reksadana ini, sudah tentu haruslah juga berprinsip Islam. Kira-
kira setahun yang lalu, di Bursa Efek Jakarta sudah diluncurkan indeks harga saham yang
disebut indeks syariah atau sering disebut dengan Jakarta Islamic Index (JII). Saham-
saham yang masuk ke dalam JII adalah saham-saham yang dikategorikan halal. Salah
satu tujuan peluncuran indeks syariah ini, tak lain adalah untuk memudahkan dan
menarik minat investor muslim untuk berinvestasi pada saham-saham yang dikategorikan
halal. Dari nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana per 31 Maret, total kapitalisasi reksa
dana campuran di Indonesia sebesar Rp9,54 triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar
46,3 %. Dengan tingkat pertumbuhan yang sebesar ini maka reksa dana campuran
semakin menarik untuk diteliti. Hal ini pula lah yang menjadi alasan pemilihan reksa
dana ini sebagai topik penelitian dalam skripsi ini.
Namun saat ini masih banyak investor reksa dana yang hanya membandingkan return saja
dan mengabaikan faktor risiko. Padahal reksa dana juga mempunyai resiko, termasuk
pada reksa dana campuran konvensional dan syariah. Ada beberapa hal yang mungkin
menyebabkannya :
- Volatilitas dari Nilai Aktiva Bersih
- Resiko redemption (rush) yaitu Fund manager mungkin terpaksa menjual efeknya di
waktu yang tidak tepat karena terjadi redemption
Karena adanya perbedaan profil resiko pada reksa dana konvensional dan syariah maka
penulis ingin melakukan perbandingan antar kedua jenis reksa dana tersebut dengan
melakukan perbandingan volatilitas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui reksadana mana
yang lebih volatile antara kedua reksadana tersebut. Dalam melakukan analisis tersebut
penulis menggunakan jenis reksadana dari perusahaan investasi yang sama agar
perbedaan policy antar manajer investasi dapat diminimalkan.
Salah satu cara untuk menganalisa risiko sebelum berinvestasi adalah dengan analisa
volatilitas (analisa teknikal) NAB reksa dana di masa lampau. Sehingga dengan adanya
analisa volatilitas dari satu atau beberapa aset maka diharapkan tingkat variabilitasnya
akan terdeteksi. Jika suatu aset memiliki volatilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa
harga aset tersebut sangat fluktuatif sehingga return yang dihasilkan juga berfluktuasi.
Volatilitas merupakan sebuah terminologi kepekaan (sensitifitas) atau ukuran dari
ketidakpastian sebuah data deret waktu keuangan sehingga merupakan risiko yang
mungkin dihadapi investor dalam perdagangan di bursa dimana besaran ini dinyatakan
sebagai standar deviasi dari laju perubahan penyusun data deret waktu keuangan.
(Yohanes Surya dan Hokky Situngkir, Sifat Statistika Data Keuangan)
Analisis volatilitas ini akan dilakukan dengan menggunakan model ARCH/GARCH.
Metode ARCH/GARCH digunakan karena mengandung konsep Conditional
Heteroscedastic, yaitu sebuah konsep tentang ketidak-konstanan varians dari data acak
dimana perubahan variansi ini dipengaruhi oleh data acak sebelumnya.
Sampel yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini harus memenuhi
beberapa kriteria, antara lain :
a. Reksa dana campuran konvensional dan syariah yang dipilih berada di bawah Manajer
Investasi yang sama.
b. Data NAB yang diambil memiliki periode yang sama
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan manakah jenis reksadana yang lebih
volatile antara reksadana campuran konvensional atau reksadana campuran syari'ah
dengan menggunakan pemodelan ARCH GARCH.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik volatilitas kondisional
reksadana campuran konvensional dan reksadana campuran syari'ah dengan
menggunakan pemodelan ARCH GARCH.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa pergerakan volatilitas kondisional antara
reksa dana campuran konvensional dengan reksa dana campuran syariah pada periode 3
Januari XXXX-28 Desember XXXX.
1.4. Metode Pemilihan Sampel
Pada penelitian ini peneliti menggunakan sample reksa dana campuran konvensional
yang diwakili oleh AAA Balanced Fund, BNI Dana Flexible, Danareksa Anggrek
dibandingkan dengan reksa dana campuran syariah AAA Syariah Fund, BNI Danaplus
Syariah, dan Danareksa Syariah Berimbang.
Sampel yang diambil adalah data nilai aktiva bersih selama 2 (dua) tahun dari 3 Januari
XXXX- 28 Desember XXXX. Alasan pemilihan penelitian pada periode tersebut adalah
karena reksa dana campuran, khususnya syariah, baru mulai berkembang secara pesat
pada awal tahun XXXX.
1.5. Metode Pengolahan Data
Penulis mengambil data Nilai Aktiva Bersih selama periode 3 Januari XXXX-28
Desember XXXX. Setelah itu dilakukan pemeriksaan apakah setiap harinya sudah terisi
Nilai Aktiva Bersih. Jika ada yang masih kosong (karena hari libur nasional atau sebab
yang lain), maka akan diisi dengan Nilai Aktiva Bersih pada hari sebelumnya (asumsi
efficient market) .
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder
yang telah beredar di masyarakat dan secara mudah didapatkan melalui internet atau
website badan-badan terkait.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pemodelan
ARCH/GARCH. Metode ARCH/GARCH digunakan karena kebanyakan data keuangan
mengandung konsep Conditional Heteroscedastic, yaitu sebuah konsep tentang ketidak-
konstanan variansi dari data acak dimana perubahan variansi ini dipengaruhi oleh data
acak sebelumnya. Secara garis besar langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut :
1. Pengumpulan data-data yang akan digunakan dalam penelitian, dalam hal ini nilai
aktiva bersih (NAB) reksa dana campuran konvensional dan syariah, serta melakukan
normalisasi
2. Cek Stasioneritas
3. Membersihkan data dari day of the week effect
4. Estimasi stationary mean
5. Pengujian autocorrelation
6. Pengujian ARCH error
7. Estimasi conditional volatility
8. Pembentukkan GARCH variance series
Untuk pengolahan data digunakan alat bantu berupa software E-Views versi 4.1 dan
Microsoft Excel.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini akan terdiri dari lima bab utama, diantaranya :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang
lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini akan berisikan tinjauan literatur mengenai teori-teori dan konsep-konsep tentang
investasi, reksa dana, konsep volatilitas, model optimal tingkat mean dan varians, dan
GARCH variance series.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini menjabarkan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mulai dari cek
stasioneritas, penyusunan model optimal tingkat mean dan varians dengan menggunakan
ARCH/GARCH, hingga pembentukan GARCH variance series.
Bab IV : Analisis dan Pembahasan Penelitian
Bab ini berisikan analisis dari penelitian yang dilakukan dan juga akan dijelaskan
bagaimana temuan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut.
Bab V : Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan atas hasil penelitian, keterbatasan penelitian serta saran-
saran yang terkait dengan penelitian ini sehigga diharapkan dapat berguna untuk
penelitian selanjutnya.
ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN TERHADAP MUTU
PELAYANAN UNIT RAWAT JALAN DI PUSKESMAS X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimal, maka berbagai
upaya harus dilaksanakan, salah satu di antaranya ialah menyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk masyarakat di tingkat dasar di
Indonesia adalah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang merupakan unit
organisasi fungsional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya dan diberi tanggung jawab
sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat tiap wilayah Kecamatan dari Kabupaten/
Kotamadya bersangkutan (Depkes).
Sejalan dengan makin tingginya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat, maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan tampak makin
meningkat pula. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut, tidak ada upaya
lain yang dapat dilakukan, kecuali menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-
baiknya (Azwar, 1994).
Untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya, diperlukan
pelayanan yang berorientasi kepada pasien, artinya produk atau jasa yang didesain sesuai
dengan kebutuhan dan harapan pasien, dengan demikian mutu pelayanan dapat
meningkat. Fokus kepada pasien merupakan tanda bahwa organisasi pelayanan telah
menerapkan suatu sistem manajemen mutu. Adopsi ini hendaknya menjadi keputusan
yang strategis bagi organisasi. Dimana fokus pasien ini merupakan salah satu dari
delapan prinsip manajmen mutu versi Internasional Standard Organization (ISO)
9001:2000.
Fokus pada kebutuhan dan harapan pasien diperkenalkan sebagai kunci peningkatan mutu
oleh Deming, Juran, Crosby dan pencetus Total Quality Management (TQM). Pihak yang
menentukan mutu pelayanan adalah pasien. Karena itu perusahaan perlu mengetahui
sampai sejauh mana tingkat kepuasan pasien dan kebutuhan pasien yang perlu dipenuhi
oleh perusahaan (Kurniasari dan Kuntjoro, XXXX).
Dalam menentukan kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan dapat digunakan dimensi
mutu berdasarkan teori menurut Parasuraman et.all (1991) yang menyatakan bahwa
dimensi mutu yang perlu diperhatikan adalah "responsiveness (ketanggapan), reliability
(kehandalan), assurance (jaminan), emphaty (empati), tangibles (bukti langsung) yaitu
sarana dan fasilitas fisik".
Puskesmas Kecamatan X yang sejak tahun XXXX telah berkomitmen untuk menjalankan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan hingga saat ini, Puskesmas tersebut selalu
melakukan perbaikan berkesinambungan dalam pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Salah satu klausul dalam ISO 9000:2000 dinyatakan bahwa organisasi harus
memenuhi kebutuhan pasien.
Hasil survei kepuasan pasien yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan X pada bulan
Juli XXXX terhadap pasien rawat jalan, menunjukkan bahwa dari 75 orang, didapatkan
48% menyatakan cukup puas terhadap kesesuaian diagnosa, 43% menyatakan cukup puas
terhadap keramahan petugas, 50% menyatakan cukup puas terhadap kebersihan ruangan,
41% menyatakan puas terhadap perhatian petugas, 45% menyatakan cukup puas terhadap
waktu pelayanan, 53% menyatakan cukup puas terhadap kemudahan komunikasi, dan
53% menyatakan cukup puas terhadap penanganan keluhan.
Pemenuhan kebutuhan pasien di Puskesmas Kecamatan X hanya berdasarkan aspek
pengukuran kepuasan pasien, puas atau tidak puas. Dan itu belum menggambarkan
bahwa sesungguhnya apa yang menjadi kebutuhan pasien.
Untuk memenuhi kebutuhan pasiennya, maka Puskesmas Kecamatan X perlu
mengidentifikasi kebutuhan pasien. Selama ini Puskesmas Kecamatan X telah melakukan
penanganan keluhan pasien terhadap mutu pelayanan, pengukuran kepuasan pasien
dengan melakukan survei kepuasan pasien, dan melakukan tindakan koreksi dan
pencegahan terhadap keluhan dan pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan pasien.
Serta adanya kotak saran untuk menampung aspirasi pasien.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui secara mendalam mengenai bagaimana
kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan berdasarkan dimensi-dimensi mutu. Dalam
hal ini, peneliti lebih berfokus pada kebutuhan pasien unit rawat jalan, terdiri dari : loket,
Balai Pengobatan Umum (BPU), Apotik, Balai Pengobatan Gigi (BPG), Balai
Pengobatan Mata (BPM), laboratorium, radiologi, klinik gizi, klinik Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Ruang
Bersalin (RB), Pelayanan penanggulangan Tuberkulosis Paru (P2TB), mengingat unit
tersebut merupakan pelayanan yang utama, ramai di kunjungi, dan telah tersertifikasi ISO
9001:2000. Dengan mengetahui kebutuhan pasien, maka organisasi yang berorientasi
kepada pasien dapat meningkatkan mutu pelayanan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
permasalahannya bahwa pada unit rawat jalan Puskesmas Kecamatan X tahun XXXX
belum diketahui kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan unit rawat jalan Puskesmas
Kecamatan X Tahun XXXX ?
1.4 Tujuan Peneliti
1.4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan unit rawat jalan Puskesmas
Kecamatan X Tahun XXXX.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya kebutuhan pasien terhadap dimensi responsiveness unit rawat jalan
Puskesmas Kecamatan X Tahun XXXX.
2. Diketahuinya kebutuhan pasien terhadap dimensi reliability unit rawat jalan Puskesmas
Kecamatan X Tahun XXXX.
3. Diketahuinya kebutuhan pasien terhadap dimensi assurance unit rawat jalan Puskesmas
Kecamatan X Tahun XXXX.
4. Diketahuinya kebutuhan pasien terhadap dimensi emphaty unit rawat jalan Puskesmas
Kecamatan X Tahun XXXX.
5. Diketahuinya kebutuhan pasien terhadap dimensi tangibles unit rawat jalan Puskesmas
Kecamatan X Tahun XXXX.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan menjadi dasar dan masukan bagi Puskesmas mengenai
kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan unit rawat jalan. Sebagai bentuk aplikasi
terhadap ilmu yang didapat khususnya mengenai mutu pelayanan dan analisis kebutuhan.
Selain itu juga sebagai pembelajaran, menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai kebutuhan pasien.
1.6 Ruang Lingkup Peneliti
Penelitian yang dilaksanakan adalah mengenai kebutuhan pasien unit rawat jalan di
Puskesmas Kecamatan X Kota Y Tahun XXXX. Alasan penelitian ini dilakukan karena
belum diketahuinya kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan unit rawat jalan.
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan terhitung tanggal 3 sampai 28 November
tahun XXXX. Identifikasi kebutuhan pasien dengan menggunakan data primer berupa
wawancara mendalam dengan pasien unit rawat jalan dan menyebar kuesioner. Selain itu
juga dilakukan studi literatur terhadap data sekunder.
ANALISIS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI
KELURAHAN X
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia sehat XXXX adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat
kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia
ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan dan sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik
Indonesia.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut dilakukan upaya-upaya
kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi program pemerintah di
antaranya adalah program pemberantasan penyakit diare yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit diare, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
diare.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan karena diare serta menimbulkan
banyak kematian terutama pada bayi dan anak balita.
Menurut data WHO pada tahun XXXX-XXXX diare merupakan penyebab kematian
nomor tiga di dunia pada anak di bawah umur lima tahun, dengan Proportional Mortality
Rate (PMRJ 17% setelah kematian neonatal 37% dan pnemonia 19%. Pada tahun yang
sama, diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada
anak di bawah umur lima tahun dengan Proportional Mortality Rate (PMR) sebesar 18%.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun XXXX menunjukkan
bahwa di Indonesia penyakit diare merupakan penyebab kematian nomor tiga pada balita
dengan Proportional Mortality Rate (PMR) 10% setelah penyakit sistem pernafasan
(28%) dan gangguan perinatal (26%). Sedangkan dari hasil Survei Kesehatan Nasional
(Surkesnas) tahun XXXX diketahui bahwa penyakit diare penyebab kematian nomor dua
pada balita dengan Proportional Mortality Rate (PMR) 13,2% setelah penyakit sistem
pernafasan. Dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup anak, penanggulangan
diare merupakan program prioritas yang diwujudkan melalui penurunan angka kesakitan
dan kematian serta penanggulangan Kejadian luar Biasa (KLB).
Menurut data di provinsi X tahun XXXX penyakit diare menyebabkan kematian pada
saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di enam Kabupaten yaitu, kabupaten A dengan
Attack Rate (AR) 0,82% dan Case Fatality Rate (CFR) 3,23%, Kabupaten B dengan AR
0,04% dan CFR 4%, Kabupaten C dengan AR 3,29% dan CFR 1,62%, Kabupaten D
dengan AR 1,16% dan CFR 2,6%, Kabupaten E dengan AR 1,45% dan CFR 1,25% dan
Kabupaten F dengan AR 0,01%.
Menurut Profil Kesehatan Kota X tahun XXXX dilaporkan proporsi penderita rawat jalan
di puskesmas untuk balita 2,68% yaitu 20.996 penderita dari 780.706 seluruh penderita
berbagai jenis penyakit dan Iain-lain. Penyakit diare menduduki urutan ke enam pada
sepuluh penyakit terbesar di seluruh puskesmas kota X.
Berdasarkan laporan SP2TP di puskesmas Z yang wilayah kerjanya adalah Kecamatan X,
didapatkan bahwa penyakit diare masuk dalam sepuluh penyakit terbesar yang
menduduki peringkat ke sembilan dengan proporsi sebesar 2,44%.
Hasil laporan dari Puskesmas Pembantu X Kecamatan X tahun XXXX bahwa penyakit
diare menduduki urutan kelima dalam sepuluh penyakit terbesar dengan proporsi 1,97%.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk
menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di
Kelurahan X Kecamatan X.
1.2. Perumusan Masalah
Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita
di Kelurahan X Kecamatan X tahun XXXX.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengenalisis kejadian diare pada anak balita di Kelurahan X Kecamatan X tahun
XXXX.
1.3.2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui prevalens rate diare pada anak balita di Kelurahan X Kecamatan X
tahun XXXX.
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi karakteristik anak balita (umur dan jenis
kelamin, status gizi, status imunisasi dan ASI eksklusif) di Kelurahan X Kecamatan X
tahun XXXX.
c. Untuk mengetahui distribusi proporsi karakteristik ibu dari anak balita (umur,
pendidikan dan pekerjaan) di Kelurahan X Kecamatan X tahun XXXX.
d. Untuk mengetahui distribusi proporsi karakteristik lingkungan (ketersediaan jamban,
sanitasi lingkungan, penyediaan air bersih) anak balita di Kelurahan X Kecamatan X
tahun XXXX.
e. Untuk mengetahui hubungan faktor anak balita (umur, jenis kelamin, status gizi, status
imunisasi, dan ASI eksklusif) dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan X
Kecamatan X tahun XXXX.
f. Untuk mengetahui hubungan faktor ibu (umur, pendidikan, dan pekerjaan) dengan
kejadian diare pada anak balita di Kelurahan X Kecamatan X tahun XXXX.
g. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan (ketersediaan jamban, sanitasi
lingkungan, penyediaan air bersih) dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan
X Kecamatan X tahun XXXX.
h. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan terhadap kejadian diare pada anak
balita di Kelurahan X Kecamatan X tahun XXXX.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Pembantu X dalam program pencegahan
dan pemberantasan diare.
1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM dan penelitian selanjutnya.
1.4.3. Dapat menambah wawasan dan kesempatan penerapan ilmu yang telah diperoleh
selama perkuliahan dan juga sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM).
FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE JADIAN
PENDERITA PENYAKIT TB PARU BTA POSITIF DI KECAMATAN X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit infeksi kronis
menular yang menjadi masalah kesehatan. Penyakit yang sudah cukup lama ada ini
merupakan masalah global di dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh bakteri ini. Hal-hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya
penyakit TBC di dunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur usia manusia yang hidup, perlindungan kesehatan yang tidak
mencukupi di negara-negara miskin, tidak memadainya pendidikan mengenai TBC di
antara para dokter, kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan kasus
TBC serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Amin, XXXX).
Di negara maju dapat dikatakan penyakit TBC dapat dikendalikan, namun adanya
peningkatan kasus penyakit HIV merupakan ancaman yang sangat potensial dalam
peningkatan kasus penyakit TBC baru. Pada tahun 1995 di seluruh dunia terdapat 17 juta
kasus infeksi HIV dan kira - kira ada 6 juta kasus AIDS pada orang dewasa dan anak
sejak timbulnya pandemi HIV. Kira-kira sepertiga dari semua orang yang terinfeksi HIV
juga teinfeksi tuberkulosis, Dari jumlah ini 70% berada di Afrika, 20% di Asia dan 80%
di Amerika latin (Crofton, XXXX).
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC pada tahun 1993, karena di
sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini disebabkan
banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan (Depkes, XXXX). Dinegara-
negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya
dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC
global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia (Depkes, XXXX).
Pada tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien TBC baru dan 3 juta kematian akibat TBC di
dunia. Diperkirakan 7-8 juta yang terkena TBC di negara berkembang, ini terjadi karena
tidak ada peningkatan yang signifikan di dalam upaya pencegahannya dalam tahun 1999-
2020. WHO memperkirakan dalam dua dekade pertama di abad 20, satu miliar orang
akan terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan
mati akibat penyakit ini (Nelson, XXXX). Penyebab kematian wanita akibat TBC lebih
banyak daripada akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TBC adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun) (Depkes, XXXX).
Diperkirakan seorang pasien TBC dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3
sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20 - 30 %. Jika meninggal akibat TBC, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TBC juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial - stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat (Achmadi, XXXX).
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC
di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia. Diperkirakan pada tahun
XXXX, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang sedangkan
angka kematian di Indonesia tahun XXXX sebesar 41/100.000 penduduk. Insidensi kasus
TBC BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Pada tahun 1995-1998, cakupan
penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai 10% dan eror rate pemeriksaan
belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85% serta
penatalaksanaan penderita dan pencatatan pelaporan belum seragam (Depkes XXXX).
Titik berat penanggulangan program TB saat ini di tekankan pada penemuan penderita
baru lebih dari atau sama dengan 70 %, angka konversi lebih dari atau satu dengan 80 %,
angka kesembuhan lebih besar atau sama dengan 85 %, angka pemeriksaan laboratorium
kecil dari atau sama dengan 5 %, di harapkan dapat segera tercapai. Namun sampai saat
ini angka indikator tersebut masih belum tercapai, hal ini dapat dimaklumi mengingat
terjadinya TB Paru adalah multicausal (disebabkan oleh banyak faktor) (Depkes, XXXX)
Sumber penularan penyakit TBC adalah penderita TBC dengan BTA (+). Apabila
penderita TBC batuk, berbicara, atau bersin dapat menularkan kepada orang lain. Tetapi
faktor risiko yang berperan penting dalam penularan penyakit TBC diantaranya faktor
kependudukan dan faktor lingkungan. Faktor kependudukan diantaranya adalah jenis
kelamin, umur, status gizi, dan, kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan
diantaranya lingkungan dan ketinggian wilayah, untuk lingkungan meliputi kepadatan
penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu, kelembaban, dan ketinggian
wilayah (Ahmadi, XXXX). Penelitian Chapman et al mengatakan bahwa faktor
lingkungan dan sosial, kepadatan penghuni, serta kemiskinan berperan dalam timbulnya
kejadian TBC. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara kejadian TBC
pada anak-anak yang tinggal dengan satu atau lebih orang dewasa yang menderita TBC
(Nelson, XXXX).
Penyakit TB Paru yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama lingkungan
dalam rumah serta perilaku penghuni dalam rumah karena dapat memepengaruhi
kejadian penyakit, konstruksi dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat dapat
menjadi faktor risiko sumber penularan berbagai penyakit infeksi terutama ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) dan TB Paru (Depkes, XXXX). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat mempengaruhi
kejadian penyakit TBC sepert hasil penelitian Dahlan (2000) mengatakan bahwa
pencahayaan, ventilasi yang buruk dan kepadatan penghuni yang tinggi merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru di Kota Jambi. Penelitan Edwan
(XXXX) menunjukkan bahwa kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat
mempengaruhi dengan kejadian TB Paru di Kecamatan X. Sedangkan Penelitian Ayunah
(XXXX) menunjukkan hasil bahwa ventilasi dalam rumah yang kurang baik dapat
mempengaruhi kejadian TB Paru di Kecamatan Y.
Di Kota Z, TBC merupakan penyakit lama yang masih tetap ada, pada triwulan pertama
tahun XXXX jumlah penderita baru 316 orang ditambah sembilan penderita kambuhan.
Selama tahun XXXX terdapat 1.759 penderita TBC baru ditambah 61 penderita
kambuhan dengan Case Detection Rate (CDR) sebesar 82,1 %. Pada Tahun XXXX
jumlah penderita TB paru BTA (+) sebanyak 1153 kasus dengan CDR sebesar 80 %,
tahun XXXX di temukan sebanyak 1092 kasus dengan CDR sebesar 70 %, dan pada
tahun XXXX mengalami penurunan hanya terdapat 882 kasus dengan CDR sebesar 54,1
%. Hal ini disebabkan karena belum maksimalnya kerja PMO (pengawas minum obat)
serta kepatuhan penderita dalam menyelesaikan pengobatan yang relatif lama (Dinas
Kesehatan Z).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka di kota Z khususnya Kecamatan X perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang berhubungan
dengan kejadian penderita TB Paru BTA positif sebagai salah satu faktor yang berperan
dalam kejadian penyakit ini.
1.2. Perumusan Masalah
Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang merupakan masalah yang serius, banyak faktor
yang mempengaruhi kejadian penyakit ini. Angka kesakitan penyakit TB Paru dengan
hasil BTA (+) di Kota Z khususnya Kecamatan X masih cukup tinggi. Adanya masalah
penyakit TB Paru di sebabkan oleh beberapa faktor risiko, salah satunya adalah faktor
lingkungan seperti kepadatan hunian,ventilasi pencahayaan, suhu, kelembaban dan jenis
lantai. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara faktor risiko lingkungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) di
Kecamatan X Kota Z.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Apakah faktor risiko lingkungan berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) di
Kecamatan X Kota Z ?
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko lingkungan meliputi kepadatan
hunian,ventilasi pencahayaan, suhu, kelembaban dan jenis lantai dengan kejadian
penderita TB Paru BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
2. Untuk mengetahui gambaran karaktristik individu meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, perilaku batuk dan kebiasaan merokok dengan kejadian penderita
TB Paru (+) di Kecamatan X Kota Z.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penderita TB
Paru BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
4. Untuk mengetahui hubungan antara ventilasi dengan kejadian penderita TB Paru BTA
(+) di Kecamatan X Kota Z.
5. Untuk mengetahui hubungan antara pencahayaan dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
6. Untuk mengetahui hubungan antara kelembaban dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
7. Untuk mengetahui hubungan antara suhu dengan kejadian penderita TB Paru BTA (+)
di Kecamatan X Kota Z.
8. Untuk mengetahui hubungan antara lantai rumah dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
9. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian penderita TB Paru BTA (+)
di Kecamatan X Kota Z.
10. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
11. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
12. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
13. Untuk mengetahui hubungan antara prilaku batuk dengan kejadian penderita TB Paru
BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
14. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penderita
TB Paru BTA (+) di Kecamatan X Kota Z.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat di ambil dari penelitaian ini adalah antara lain :
1. Mengetahui faktor risiko lingkungan yang berperan dalam timbulnya penyakit TB paru
di Kecamatan X Kota Z.
2. Dapat memberikan masukan kepada pihak yang terkait dalam rangka penanggulangan
dan pencegahan penyakit TB paru di Kecamatan X Kota Z
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi kasus kontrol untuk
mengetahui adanya hubungan antara faktor risiko lingkungan dengan kejadian TB paru
BTA (+) di Kecamatan X bulan Oktober tahun XXXX sampai April tahun XXXX.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni tahun XXXX di wilayah kerja empat
puskesmas yang ada di Kecamatan X yaitu Puskesmas A, Puskesmas B, Puskesmas C
dan Puskesmas D. Sampel yang di ambil adalah semua tersangka TB Paru yang datang
berobat ke puskesmas yang berumur >15 tahun. Jumlah sampel yang diperlukan adalah
50 untuk kasus dengan hasil pemeriksaan BTA (+) dan 50 untuk kontrol dengan hasil
pemeriksaan BTA (-), di mana pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematik
random sampling.
Faktor risiko yang diteliti adalah faktor risiko lingkungan meliputi kepadatan hunian,
ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu, dan lantai rumah, dengan memperhatikan
faktor karakteristik individu sebagai faktor yang mempengaruhinya meliputi umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, perilaku batuk dan kebiasaan merokok. Karena semua
variabel yang telah disebutkan diatas memegang peranan penting timbulnya kejadian
penyakit.
GAMBARAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN OLEH
PEMEGANG KARTU JPK GAKIN DI WILAYAH PUSKESMAS
KELURAHAN X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dalam
usaha mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal. Setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal,
mendapatkan pelayanan yang baik dari instansi pelayanan kesehatan dan sebagainya.
Untuk dapat melaksanakan hal tersebut maka diperlukan pembangunan kesehatan dan
penyelenggaraan upaya pemeliharaan kesehatan ke arah yang lebih baik. Berdasarkan
Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, salah satu bentuk
penyelenggaraan upaya pemeliharaan kesehatan adalah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM). Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna (preventif, promotif,
rehabilitatif, dan kuratif) berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang
berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan
secara praupaya (http://www.jpkm-online.net).
Selanjutnya dalam pasal 66 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992 dinyatakan bahwa Pemerintah
mengembangkan, membina dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan,
yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra upaya, berasaskan usaha bersama dan
kekeluargaan (Depkes RI, 1997).
Dampak dari krisis moneter sejak beberapa tahun terakhir berlanjut menjadi krisis
ekonomi sehingga menimbulkan dampak negatif pada semua sektor usaha yang dirasakan
semua kalangan. Dampak dari krisis ekonomi berlanjut pada sektor kesehatan,
masyarakat mengeluhkan tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan terutama bagi
penduduk kurang mampu (miskin). Itu semua karena menurunnya tingkat pendapatan dan
daya beli masyarakat, serta meningkatnya biaya kesehatan.
Kemiskinan dapat mengancam status kesehatan dengan meningkatnya angka kesakitan
dari penduduk miskin yang disebabkan oleh menurunnya akses masyarakat terhadap
pengetahuan dan informasi serta rendahnya kemampuan untuk mengakses pelayanan.
Perubahan pola penyakit akibat pergeseran demografi, kemajuan teknologi dan
perubahan pola pelayanan kedokteran, peningkatan pengangguran akan memberi
pengaruh terhadap sistem pembiayaan kesehatan dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Di sisi lain bahwa sistem pembayaran tunai langsung dari
kantong konsumen (out of pocket) dapat memberatkan masyarakat terutama mereka yang
tergolong kurang mampu dan pembayaran melalui mekanisme asuransi atas tagihan
pemberi pelayanan kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan.
Salah satu arah kebijakan pembangunan kesehatan adalah pengembangan sistem jaminan
kesehatan terutama bagi penduduk miskin. Program ini sebenarnya merupakan
kontinuitas pelayanan yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Peran Pemerintah sebagai safe guarding
tersebut melahirkan kebijakan baru bagi jaminan kesehatan bagi rakyat miskin. Untuk
keluar dari permasalahan tersebut ditetapkan visi Indonesia Sehat XXXX dengan salah
satu misinya yaitu memelihara, meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat termasuk lingkungannya. Untuk mencapai visi dan misi telah ditetapkan
beberapa indikator salah satunya yaitu 100% keluarga miskin mendapat pelayanan
kesehatan (Depkes, 1999).
Dalam UUD 1945 pasal 34 mengamanatkan fakir miskin dan anak-anak terlantar menjadi
tanggung jawab negara. Salah satu bentuk perwujudan amanat UUD 1945, yang harus
dilaksanakan adalah kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan,
utamanya pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Pemerintah menjamin pembiayaan
pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Tetapi, bila dilihat dari anggaran kesehatan yang
dikeluarkan pemerintah termasuk paling rendah dibandingkan dengan sesama negara
berkembang lainnya. Pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia berkisar 1,6% dari GDP,
sementara rata-rata di negara berkembang 4,5% dari GDP (Depkes RI, XXXX). Di
kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan pengeluaran kesehatan
terendah dibandingkan negara-negara lainnya, yaitu hanya seperempat dari pengeluaran
kesehatan Thailand dan masih lebih rendah dari Myanmar. Rendahnya investasi di bidang
kesehatan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak memadainya
pelayanan kesehatan dalam menangani masalah kesehatan utama.
Untuk memelihara dan melindungi kesehatan penduduk miskin, sejak tahun 1998
pemerintah telah mengembangkan berbagai upaya antara lain penyelenggaraan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi Keluarga Miskin atau yang sering disebut JPKM dan JPS
BK (Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan). Program tersebut telah berkembang luas
secara nasional sejak krisis moneter dengan pembiayaan pemerintah dalam mengatasi
dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan keluarga miskin. Kemudian melalui UU No.
40 tahun XXXX tentang SJSN yang bertujuan memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta dan atau anggota keluarganya.
Pada tahun XXXX diluncurkan Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi
Energi Bidang Kesehatan (PDPSE-BK) yang kemudian berubah nama menjadi Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Bidang Kesehatan (PKPS-BBM) yang
pengelolaannya diserahkan dan dipertanggung jawabkan oleh masing-masing rumah sakit
dan puskesmas.
Sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab serta komitmen Pemda Provinsi X
terhadap aksesibilitas masyarakat miskin pada pelayanan kesehatan, seperti diamanatkan
dalam UUD 1945 hasil amandemen tahun XXXX pasal 33 dan 34 ayat 1, 2, dan 3, maka
dilaksanakan uji coba Program JPK Gakin dimana dana untuk program tersebut berasal
dari dana PKPS BBM bidang kesehatan dan anggaran Pemerintah Daerah Provinsi X.
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin) diluncurkan
oleh Dinas Kesehatan X sejak tahun XXXX. Program JPK Gakin dibuat oleh Dinas
Kesehatan dan uji cobanya berlangsung selama tiga tahun, serta sistemnya
disempurnakan terus menerus. Program JPK Gakin ini diarahkan pada sistem asuransi
kesehatan dan preminya ditanggung oleh pemerintah
(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0310/3 1/nas09.html).
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Keluarga Miskin (JPK Gakin) adalah suatu
jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan kepada keluarga miskin melalui
pendekatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) atau Asuransi yang
preminya dibayar oleh Pemerintah Provinsi X dan dari anggaran Kompensasi
Pengurangan Subsidi BBM. Peserta JPK Gakin adalah semua keluarga miskin penduduk
X (KTP DKI) sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) X yang diteliti ulang oleh
Tim Desa (Lurah, Kepala Puskesmas Kelurahan beserta kader kesehatan), termasuk
peserta uji coba pelayanan Gakin tahun XXXX di 5 Kecamatan se X. Serta Penghuni
panti sosial yang direkomendasikan oleh Kepala Dinas Bina Mental dan Spiritual
Provinsi X (http://yankes-utara.X.go. id/berita.php?bid=70).
Masyarakat miskin di X dibagi atas empat kategori. Kategori pertama adalah orang
miskin yang memang harus dirawat gratis 100 persen. Kategori kedua, orang miskin
dengan KTP X, tetapi tidak mendapatkan kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
Keluarga Miskin (JPK Gakin) dan menghadapi masalah biaya pelayanan kesehatan.
Mereka diberi surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari RT/RW. Kategori ketiga
adalah orang miskin yang tidak mempunyai kartu JPK Gakin dan tidak bisa mendapatkan
surat keterangan tidak mampu dari RT karena tidak mempunyai KTP X. Dan kategori
keempat, orang miskin rujukan nasional dari seluruh Indonesia yang berobat ke X
(http://www.sarwono.net/berita.php?id=184).
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di X pada tahun XXXX bertambah
sekitar 70.000 orang. Dari sekitar 560.000 orang pada tahun XXXX menjadi 630.000
orang. Pertambahan sekitar 15.000 kelurga miskin hanya diantisipasi dengan penambahan
6.000 kartu gakin baru yang diterbitkan di tahun XXXX. Dinas Kesehatan telah
menerbitkan 154.121 kartu gakin sejak tahun XXXX hingga XXXX. Ketidakseimbangan
antara jumlah kartu gakin dan warga miskin terlihat dari jumlah pemegang surat
keterangan tidak mampu (SKTM) yang mencapai 47.000 keluarga
(http://kompas.com/kompas-cetak/0712/15/metro/4080512.htm).
Kemampuan seseorang atau keluarga dalam mengakses/mencapai pelayanan kesehatan
adalah berbeda-beda. Bagi orang kaya hal ini bukan merupakan masalah, mereka bisa
memilih pelayanan kesehatan sesuai keinginan. Sedangkan bagi keluarga miskin akan
menjadi masalah tersendiri. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pemberian pelayanan
kesehatan antara lain masyarakat yang tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan
yang tersedia karena keterbatasan sarana dan prasarana, nilai sosial dan budaya
masyarakat, pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan/harapan, kualitas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang rendah, serta alokasi dan penggunaan sumber
daya untuk penyampaian pelayanan yang tidak memadai (Sukoco dkk, XXXX).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan
oleh seseorang maupun kelompok, dalam hal ini adalah keluarga miskin yang memiliki
kartu JPK Gakin. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli
pelayanan kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi pelayanan
kesehatan. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencarian pelayanan kesehatan
berarti juga mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan (utilisasi)
pelayanan kesehatan (Ilyas, XXXX).
Wilayah X merupakan salah satu wilayah administrasi dari Provinsi X. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi X, sampai dengan tahun XXXX, jumlah
kartu JPK Gakin yang telah didistribusikan kepada keluarga miskin di wilayah X adalah
sebanyak 12.085 KK. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun XXXX sebanyak
1.284 KK dari 10.801 KK. Kelurahan X merupakan kelurahan dengan jumlah keluarga
miskin paling banyak di kecamatan Jagakarsa yang terlihat dari jumlah keluarga miskin
penerima dana BLT tahun XXXX, yaitu sebanyak 209 rumah tangga. Jumlah pemegang
kartu JPK Gakin di Kelurahan X berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas adalah
sebanyak 106 KK. Pada tahun XXXX total kunjungan pasien pemegang kartu JPK Gakin
adalah 89 kunjungan, dengan rata-rata kunjungan 6,99% tiap bulannya.
Hal ini menjadi pertanyaan penting karena pemerintah telah menyediakan sarana
pengobatan gratis bagi keluarga miskin, namun sayang hal ini belum dimanfaatkan secara
maksimal oleh keluarga miskin. Serta, masih banyaknya warga miskin yang masih
kurang memahami dan mengerti betapa pentingnya JPK Gakin.
Masih rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Green (1980) menggambarkan
bahwa ada tiga faktor yang mendorong dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu
faktor predisposing (meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi),
faktor enabling (ketersediaan fasilitas kesehatan, keterjangkauan biaya, jarak dan fasilitas
transportasi), dan faktor reinforcing (dukungan dari pemimpin, tokoh masyarakat,
keluarga, dan orang tua). Sedangkan Andersen (1975) mengelompokkan faktor
determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan menjadi 3 kategori, yiatu
karakterisetik predisposisi (jenis kelamin, umur, dan status perkawinan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, kepercayaan kesehatan, dll), karakteristik kemampuan (terdiri dari
sumber daya keluarga dan sumber daya masyarakat), dan karakteristik kebutuhan
(penilaian individu dan penilaian klinik terhadap suatu penyakit)
Dengan mempelajari pemanfaatan pelayanan kesehatan banyak manfaat yang diperoleh
yaitu:
1. Untuk menggambarkan hubungan antara berbagai faktor penentu pemanfaatan
pelayanan
2. Untuk memprediksi kebutuhan pelayanan kesehatan masa mendatang.
3. Untuk menentukan distribusi pelayanan kesehatan itu merata atau tidak.
4. Untuk memperkirakan bagaimana cara mengubah atau memanipulasi variabel yang
dikehendaki yang terkait dengan kebijakan tertentu.
5. Untuk mengetahui dampak-dampak program kesehatan yang baru. (Azwar, 1998)
1.2 Rumusan Masalah
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Keluarga Miskin (JPK Gakin) adalah suatu
jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan kepada keluarga miskin melalui
pendekatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) atau Asuransi yang
preminya dibayar oleh Pemerintah Provinsi X dan dari anggaran Kompensasi
Pengurangan Subsidi BBM. Peserta JPK Gakin adalah semua keluarga miskin penduduk
X (KTP DKI) sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) X yang diteliti ulang oleh
Tim Desa (Lurah, Kepala Puskesmas Kelurahan beserta kader kesehatan.
Kemiskinan dapat mengancam status kesehatan dengan meningkatnya angka kesakitan
dari penduduk miskin yang disebabkan oleh menurunnya akses masyarakat terhadap
pengetahuan dan informasi serta rendahnya kemampuan untuk mengakses pelayanan
kesehatan. Pemanfaatan pelayanann kesehatan yang dilihat dari jumlah kunjungan
pemegang kartu JPK Gakin di Puskesmas relatif masih rendah, pada tahun XXXX rata-
rata pemanfaatan sebesar 6,99% per bulannya.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini belum
diketahuinya gambaran faktor penentu pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga
miskin pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas Kelurahan X".
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK
Gakin di wilayah Puskesmas kelurahan X?
2. Bagaimana gambaran Karakteristik keluarga miskin (pendidikan KK, pekerjaan KK,
penghasilan) pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas kelurahan X?
3. Bagaimana gambaran Faktor Predisposing (pengetahuan tentang manfaat kartu JPK
Gakin, pengetahuan tentang cara mengakses pelayanan, persepsi terhadap pelayanan)
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah
Puskesmas kelurahan X?
4. Bagaimana gambaran Faktor Enabling (keterjangkauan jarak dan biaya) dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas
kelurahan X?
5. Bagaimana gambaran Faktor Reinforcing (pengambilan keputusan) dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas kelurahan
X?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK
Gakin di wilayah Puskesmas kelurahan X.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran Karakteristik keluarga miskin (pendidikan, pekerjaan,
penghasilan) pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas kelurahan X.
2. Mengetahui gambaran Faktor Predisposing (pengetahuan tentang manfaat kartu JPK
Gakin, pengetahuan tentang cara mengakses pelayanan, persepsi terhadap pelayanan)
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah
Puskesmas kelurahan X.
3 Mengetahui gambaran Faktor Enabling (keterjangkauan jarak dan biaya) dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas
kelurahan X.
4 Mengetahui gambaran Faktor Reinforcing (pengambilan keputusan) dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas
kelurahan X.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan Provinsi X
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan sebagai penyelenggara
Program JPK Gakin di Provinsi X, untuk selalu melakukan pemantauan terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga miskin, sehingga dapat disusun
perencanaan kesehatan yang lebih baik berkaitan dengan penyediaan pelayanan kesehatan
yang lebih baik bagi keluarga miskin
1.5.2 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sarana evaluasi bagi
Puskesmas dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin agar keluarga
miskin dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dengan menggunakan kartu
JPK Gakin yang dimiliki.
1.5.3 Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Kelurahan
X.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh
pemegang kartu JPK Gakin di wilayah Puskesmas kelurahan X. Penelitian dilakukan
selama bulan Mei-Juni XXXX di RW 06 Kelurahan X. Informasi mengenai kareakteristik
keluarga miskin, faktor predisposing, faktor enabling, faktor reinforcing dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan diperoleh dari keluarga miskin pemegang kartu JPK
Gakin, Kepala Puskesmas, Petugas Gakin Puskesmas dan Ketua RW 06. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode FGD (Focus Group
Discussion) dan wawancara mendalam (indepth interview).
PERANAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU HIDUP SEHAT
LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia
dan masyarakat termasuk usia lanjut. Berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 1988
pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa lanjut usia (lansia)
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Keberhasilan pembangunan
dalam bidang kesehatan mengakibatkan meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) dari
66,7 tahun untuk perempuan dan 62,9 tahun untuk laki-laki pada tahun 1995 menjadi 71
tahun untuk perempuan dan 67 tahun untuk laki-laki di tahun XXXX. Tahun 2020
diproyeksikan jumlah penduduk yang berusia diatas 60 tahun akan berjumlah 28,8 juta
jiwa atau 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia (Depkes RI, XXXX).
Meningkatnya jumlah penduduk lansia akan menimbulkan permasalahan di berbagai
aspek kehidupan lansia, baik secara individu maupun dalam kaitannya dengan keluarga
dan masyarakat. Permasalahan tersebut berupa aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial
dan ekonomi. Dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi, kesehatan dan
kesejahteraan merupakan masalah yang mendominasi dalam kehidupan mereka.
Pola penyakit lansia menempuh siklus hidup yang panjang sebelum menimbulkan
komplikasi dan manifestasi klinik. Awalnya seseorang sehat, dengan bertambahnya usia
dan tergantung gaya hidup yang dijalaninya dari lingkungan serta pelayanan kesehatan
yang diterimanya, orang tersebut menderita penyakit yang biasanya disebut sebagai
faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol meninggi dan Iain-lain.
Apabila penyakit tersebut tidak terdeteksi atau diobati secara dini maka akan terjadi
komplikasi penyakit yang menetap dalam tubuh lansia (Hadisaputro dan Martono, 2000).
Berdasarkan statistik rumah sakit pusat rujukan di X diperoleh gambaran bahwa pasien
lansia pada umumnya menderita kompleksitas penyakit. Penyakit utama adalah penyakit
kardiovaskuler, penyakit paru menahun, tuberkulosis, infeksi saluran pernafasan,
gangguan pencernaan dan penyakit tulang dan sendi (Depkes RI, XXXX).
Martono (2000) mengutip penelitian Sarjadi tahun 1992 yang menemukan adanya
perbedaan persentase tingkat keganasan penyakit lansia laki-laki dan perempuan. Pada
lansia laki-laki berumur 65 tahun keatas tingkat keganansan penyakit berupa kanker kulit
(11,21%) sedangkan lansia perempuan kanker serviks uteri (18,09%). Kondisi ini
tentunya menuntut adanya penanganan secara medik melalui peningkatan pelayanan
kesehatan reproduksi khususnya.
Permasalahan penyakit yang dihadapi lansia tersebut karena adanya kemunduran sel-sel
(proses penuaan) yang dapat mempengaruhi fungsi dan kemampuan sistem tubuh
termasuk syaraf, jantung dan pembuluh darah akan berdampak pada masalah kesehatan
keluarga baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama menyangkut masalah
psikis yang dirasakan lansia ketika berada di masa klimakterium yaitu dimana masa
peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non reproduktif
yang dikenal dengan masa menopause atau andropause pada laki-laki. Oleh karena itu
merupakan suatu tantangan bagi kita untuk mengupayakan lansia tetap memiliki kesiapan
fisik dan mental serta adanya peningkatan perilaku hidup sehat sehingga menjadi sumber
daya manusia yang optimal.
Mengingat berbagai kekhususan perjalanan dan penampilan penyakit pada lansia,
pemerintah melaksanakan pelayanan kesehatan lansia secara komprehensif yang
berkesinambungan dan tatalaksana secara tim syang mencakup pelayanan kesehatan
lansia di masyarakat, pelayanan kesehatan lansia di masyarakat berbasis rumah sakit dan
pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit. Sehubungan dengan upaya
komprehensif ini diperlukan adanya kerjasama antara masyarakat, petugas kesehatan dan
instansi yang berkaitan melalui pengadaan berbagai kegiatan ceramah, symposium,
lokakarya, penyuluhan dan penyediaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat lansia.
(Martono, 2000).
Program Bina Keluarga Lansia (BKL) yang dilaksanakan melalui kegiatan posyandu
lansia merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat berbasis
rumah sakit atas kerjasama antara petugas kesehatan dengan masyarakat. Program BKL
merupakan suatu wadah yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki lansia untuk
mengetahui, memahami, dan mampu membina kondisi dan masalah yang dihadapi lansia.
Pada program BKL dituntut peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan lansia
diantaranya berupa pemenuhan kebutuhan ekonomi, psikososial dan kesehatan fisik,
nutrisi makanan, serta berupaya mendorong lansia agar tetap menanamkan perilaku hidup
sehat sehingga lansia tetap sehat bugar dan tidak menjadi beban (BKKBN, XXXX).
Pembinaan kesehatan lansia melalui wadah BKL di posyandu lansia merupakan salah
satu pendekatan dari program perawatan kesehatan masyarakat {Public Health Nursing)
yang ditujukan untuk meningkatkan jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Dengan adanya pembinaan melalui program posyandu lansia
diharapkan terjadi peningkatan perilaku hidup sehat oleh lansia di kehidupan sehari-hari.
Puskesmas X dijadikan salah satu puskesmas percontohan program posyandu lansia di
Kota X. Kegiatan BKL merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan status
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Tujuan kegiatan BKL diadakan agar adanya
peningkatan kepedulian keluarga lansia dalam mendukung kualitas hidup lansia melalui
keaktifan mereka dalam kegiatan posyandu lansia. Namun berdasarkan cakupan program
posyandu lansia tahun XXXX diketahui dari 3547 lansia sebanyak 1189 lansia yang
berumur 60 tahun ke atas dan jumlah yang terbanyak di wilayah kerja Puskesmas X
dibandingkan dengan puskesmas yang berada di Kota X. Peneliti juga menemukan
informasi bahwa rata -rata kunjungan lansia berumur 60 tahun keatas ke posyandu lansia
masih sangat sedikit yaitu sekitar 16 lansia di Kelurahan Sei Sekambing D dan 21 lansia
di Kelurahan Sei Putih Barat. Sementara banyak dari mereka yang berkeinginan terlibat
dalam kegiatan posyandu lansia, namun dengan adanya keterbatasan fisik ditambah
kurang dukungan dari keluarga untuk aktif di kegiatan tersebut. Lansia yang berkunjung
ke posyandu mempunyai gangguan kesehatan berupa tidak normalnya tekanan darah
(16%), Bronchitis (7,4%), Diabetes mellitus (4%), jantung (2%) dan Iain-lain (ginjal,
IMT, Osteoporosis) sebesar 8%.
Peneliti menghubungkan kondisi di lapangan dengan pendapat Mangoenprasodjo
(XXXX) mengutip dari Wiliam bahwa keluarga adalah jembatan yang menghubungkan
seseorang dengan kehidupan sosial di lingkungan sekitarnya dan berperan dalam
membentuk seseorang untuk mandiri mengambil keputusan dalam upaya
mempertahankan kualitas hidupnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai gambaran peranan keluarga terhadap perilaku hidup sehat lansia di
wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
gambaran peranan keluarga terhadap perilaku hidup sehat lansia di wilayah kerja
Puskesmas X Kecamatan X tahun XXXX?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran peranan keluarga terhadap perilaku hidup sehat lansia di
wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X tahun XXXX.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri lansia di
wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X tahun XXXX.
2. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi lansia di
wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X tahun XXXX.
3. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam pemenuhan pemeliharaan kesehatan lansia
di wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X tahun
XXXX.
4. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam pencegahan potensi kecelakaan pada lansia
di wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X tahun XXXX.
5. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam pencegahan menarik diri dari lingkungan
oleh lansia di wilayah kerja Puskesmas X Kecamatan X tahun XXXX.
6. Untuk mengetahui perilaku hidup sehat lansia di wilayah kerja Puskesmas X
Kecamatan X tahun XXXX.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan informasi bagi masyarakat khususnya keluarga lansia dalam rangka
meningkatkan kesadaran lansia untuk berperilaku hidup sehat.
2. Sebagi informasi bagi lansia agar menyadari sekaligus menerapkan perilaku hidup
sehat di kehidupan sehari-hari.
3. Sebagai masukan bagi Puskesmas X dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
lansia melalui program posyandu lansia dan meningkatkan upaya promosi kesehatan bagi
keluarga lansia.
PENGARUH PERSEPSI IBU BALITA TENTANG PENYAKIT
DIARE TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN DIARE DI
KELURAHAN X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah hal mutlak yang harus diperhatikan untuk kemajuan suatu bangsa selain
pendidikan dan ekonomi. Derajat kesehatan masyarakat sangat ditentukan oleh berbagai
faktor yang saling mendukung satu sama lain mulai dari lingkungan, perilaku masyarakat,
pelayanan kesehatan hingga genetika yang ada di masyarakat.
Lingkungan adalah salah satu faktor yang memengaruhi derajat kesehatan tersebut.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbulnya penyakit dapat bermacam-macam.
Salah satunya adalah sebagai reservoir bibit penyakit. Reservoir adalah tempat hidup
yang paling sesuai bagi bibit penyakit. Timbul atau tidaknya penyakit pada manusia
tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit atau penjamu (Hiswani,
XXXX).
Berkaitan dengan lingkungan, salah satu penyakit menular berbasis lingkungan yang
masih menjadi masalah kesehatan dan merupakan penyebab kesakitan dan kematian
anak-anak di Indonesia adalah diare. Diare hingga kini masih menjadi salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian. Epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan
pada seluruh daerah geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok
umur, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan
anak balita. Di negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali dalam
setahun, dan menjadi penyebab kematian dengan Case Fatality Rate 15% sampai dengan
34% dari semua kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman, XXXX).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun XXXX, menunjukkan angka
kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita adalah 75 per 100
ribu balita (Depkes RI, XXXX).
Menurut Depkes RI (XXXX), insiden diare berkisar antara 400 kasus per 100 penduduk,
di mana 60-70% di antaranya anak-anak di bawah umur 5 tahun. Setiap anak mengalami
diare rata-rata 1 sampai 2 kali setahun dan secara keseluruhan, rata-rata mengalami 3 kali
episode diare per tahun (Bela dkk, XXXX).
Pada tahun XXXX, terjadi KLB di 16 provinsi dan 44 daerah tingkat dua di Indonesia,
dan salah satunya adalah Provinsi X. Jumlah penderitanya sebesar 10.980 dan 77
penderita meninggal dunia akibat penyakit tersebut (Depkes RI, XXXX).
Berdasarkan survei yang dilakukan Bela dkk (XXXX), diare merupakan penyakit yang
sering terjadi di wilayah Puskesmas X selama tahun XXXX dengan rincian sebagai
berikut
* Tabel sengaja tidak ditampilkan *
Dari data di atas dapat dilihat bahwa kejadian angka insidens paling tinggi terjadi di
Kelurahan X pada kelompok umur 0-5 tahun sebanyak 46,75 orang per 1000 penduduk .
Tingginya kasus diare dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan perilaku masyarakat
karena penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan (Depkes
RI, 2000). Perilaku masyarakat erat kaitannya dengan tindakan pencegahan yang
dilakukan oleh masyarakat dalam meminimalisir terjadinya diare.
Beberapa ahli kesehatan kemudian menemukan bahwa ada dua faktor penting dari
keadaan lingkungan yang memengaruhi timbulnya diare, yaitu keadaan air untuk rumah
tangga dan fasilitas jamban (Suharyono, 1980; WHO, 1985). Risiko kejadian diare dan
diare berulang lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai jamban keluarga,
sedangkan penyediaan jamban umum dapat menurunkan prevalensi diare daripada yang
tidak mempunyai jamban, begitu juga dengan penyediaan fasilitas air bersih sedekat
mungkin dengan pemakai dapat menurunkan risiko diare (Munir, 1983).
Dari profil Kecamatan X diketahui bahwa 88,14 % KK di Kelurahan X masih
menggunakan sumur sebagai sumber air bersihnya, dan 1,34 % masih menggunakan air
sungai. Adapun untuk sarana jamban keluarga masih ada 3,73% KK yang belum
mempunyai jamban keluarga.
Selain lingkungan, tindakan pencegahan diare juga dipengaruhi oleh pengetahuan ibu.
Berdasarkan hasil penelitian Pratama (XXXX) di Bali, ibu balita yang mempunyai
tingkat pengetahuan yang rendah beresiko mengalami kejadian diare.
Menurut Handayani (XXXX) pengetahuan ibu memengaruhi tindakan ibu terhadap
pencegahan penyakit diare. Pengetahuan responden yang berada dalam kategori baik
berbanding lurus dengan tindakan terhadap pencegahan.
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat
berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan yang diperoleh. Pengalaman masa
lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam interpretasi. Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru, harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku
tersebut bagi dirinya atau keluarganya (Notoatmodjo, XXXX).
Menurut Wolinsky (1998) bahwa masyarakat mengembangkan pengertian sendiri tentang
sehat dan sakit sesuai dengan pengalaman hidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan oleh
generasi sebelumnya, maka pencegahan penyakit diare yang sering dilaporkan terjadi
akibat lingkungan yang buruk tergantung persepsi masyarakat tentang diare. Artinya, jika
diare dipersepsikan sebagai suatu penyakit tidak serius dan tidak mengancam
kehidupannya maka perilaku pencegahan akan penyakit diare pun tidak terlalu serius
dilakukan. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa diare merupakan masalah
kesehatan yang perlu diwaspadai, otomatis mereka akan bereaksi serius terhadap penyakit
ini dengan mengembangkan perilaku-perilaku pencegahan.
Menurut Soemarno (1995), didapatkan persepsi ibu yang salah tentang diare di Boyolali.
Menurut ibu penyebab diare ada yang langsung terhadap anak yaitu masuk angin, terlalu
lama mandi, makan makanan rasa asam (kecut), dan tidak langsung bila ibu menyusui
masuk angin atau makan makanan yang pedas-pedas, air susu menjadi jelek dan anak
menderita mencret. Tidak ada kepercayaan bahwa diare disebabkan oleh roh halus.
Sehingga persepsi ibu yang salah tentang diare dan penyebabnya menghasilkan perilaku
pengobatan diare pada anak sebagai berikut, mula-mula ditangani sendiri dengan ramuan
tradisional, bila tidak sembuh diobati dengan pil Ciba yang dijual bebas di warung-
warung yang tersebar di desa, bila tetap belum sembuh baru dibawa ke petugas
kesehatan.
Menurut Luthans (XXXX), persepsi berperan penting dalam perilaku seseorang, persepsi
berhubungan dengan bagaimana individu menanggapi individu lain. Karakteristik penilai
dan orang yang dinilai menunjukkan kompleksitas persepsi sosial.
Menurut Rosenstock dalam Muzaham (1995), kesiapan seseorang untuk melakukan suatu
tindakan ditentukan oleh pandangan orang itu terhadap bahaya penyakit tertentu dan
persepsi mereka terhadap kemungkinan akibat (fisik dan sosial) bila terserang penyakit
tersebut.
Berdasarkan data dan hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul "Pengaruh persepsi ibu balita tentang penyakit diare terhadap
tindakan pencegahan diare di Kelurahan X Kecamatan X tahun XXXX".
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa penyakit diare khusus
pada anak balita merupakan masalah yang cukup penting hari ini mengingat angka
kesakitannya yang tinggi, dan hal tersebut tidak terlepas dari peran ibu sebagai pengasuh
terdekat dengan balita untuk melakukan melakukan pencegahan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini dapat dirumuskan masalah apakah ada pengaruh persepsi ibu balita tentang
penyakit diare terhadap tindakan pencegahan diare di Kelurahan X Kecamatan X tahun
XXXX.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan persepsi ibu balita tentang penyakit diare
terhadap tindakan pencegahan diare di Kelurahan X Kecamatan X tahun XXXX.
1.4. Manfaat Peneltian
1. Manfaat bagi tenaga kesehatan, pemerintah/pengambil keputusan dapat memberikan
informasi tentang permasalahan terkait sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan
kejadian diare.
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memberikan informasi baru tentang penelitian
terkait sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian pengembangan
berikutnya
3. Untuk pengembangan ilmu, penelitian ini dapat membuktikan teori yang berkaitan
sekaligus dapat membuka wacana berpikir untuk pengembangan teori yang sudah ada.
PERANCANGAN KENDALI PID UNTUK MOTOR DC
MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER H8/3052
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Motor DC merupakan aktuator yang sangat lazim digunakan. Ada berbagai macam alasan
mengapa motor DC sangat populer digunakan. Salahsatunya adalah sistem tenaga listrik
DC masih umum digunakan pada industri, automobil, dan robotika. Dan meskipun tidak
ada sumber tenaga listrik DC, rangkaian penyearah dan chopper dapat digunakan untuk
menghasilkan sumber listrik DC yang diinginkan. Motor DC juga digunakan karena
kebutuhan akan variasi kecepatan motor yang lebar.
Dalam dunia industri, pengendalian posisi dan kecepatan motor DC sangat penting.
Misalnya pada industri plastik. Pada proses penggulungan plastik, kecepatan
penggulungan plastik harus disesuaikan dengan kecepatan mesin pengirim plastik dan
juga disesuaikan dengan jari-jari gulungan. Jika tidak maka hasil gulungan plastik tidak
rapi atau kusut.
Pada robotika pengendalian posisi dan kecepatan motor DC juga sangat penting misalnya
dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI). Robot
harus dapat bergerak cepat dan tepat, meskipun terdapat berbagai halangan ataupun
gangguan. Karena itu pergerakan robot memerlukan pengaturan posisi dan kecepatan
motor yang baik agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Karena itulah kendali PID diperlukan disini yaitu untuk mengendalikan posisi dan
kecepatan motor DC. Pengendali PID merupakan pengendali yang umum digunakan
dalam berbagai macam proses industri. Popularitas pengendali PID disebabkan
khususnya karena performansinya yang baik dalam jangkauan yang lebar dari berbagai
kondisi operasi dan khususnya dalam kesederhanaan fungsi PID, yang memungkinkan
engineer untuk mengoperasikannya secara simpel dan langsung. Untuk
mengimplementasikan pengendali PID, tiga parameter harus ditentukan pada proses yang
dikendalikan yang meliputi proportional gain, integral gain, dan derivative gain.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk merancang suatu pengendali motor DC dengan
kendali PID berbasis mikrokontroler H8/3052 dengan PC sebagai pemberi set point,
pengukur data, dan penyimpan data.
1.3 Pembatasan Masalah
Penulisan skripsi ini dibatasi pada pengendalian posisi dan kecepatan motor DC
menggunakan feedback encoder dengan hasil yang didapatkan memenuhi kriteria yang
diinginkan. Pengendalian dilakukan dengan sistem pengendali PID. Pengendali tersebut
diharapkan dapat diaplikasikan untuk semua range posisi atau kecepatan. Pengendalian
tersebut diharapkan menghasilkan sebuah sistem yang mempunyai persen overshoot
kecil, settling time yang cepat, dan nilai steady-state error mendekati nol.
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi:
1. Pendekatan studi pustaka, yaitu dengan melakukan studi literatur dari buku-buku
pustaka, referensi yang ada di internet, dan manual book atau datasheet dari suatu piranti.
2. Pendekatan diskusi dengan pembimbing skripsi.
3. Perancangan perangkat keras dan perangkat lunak.
4. Pengujicobaan.
1.5 Sistematika Penulisan
Agar pembahasan masalah pada skripsi lebih sistematis, maka skripsi ini dibagi menjadi
beberapa bab.
Bab Pertama, Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan
masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, membahas mengenai mikrokontroler H8/3052, dan fitur-fitur pendukung
mikrokontroler meliputi ITU, port I/O, SCI, dan Interrupt Controller.
Bab Ketiga, menjelaskan tentang perancangan kendali PID motor DC yang terdiri atas
perancangan motor DC, perancangan blok kendali, perancangan kendali PID,
perancangan perangkat lunak, serta perancangan perangkat keras.
Bab Keempat menuliskan pengujian dan analisa dari percobaan yang dilakukan.
Bab Kelima adalah kesimpulan dari skripsi.
APLIKASI PERMAINAN VIRTUAL ANIMAL PADA MOBILE
DEVICE
BAB I
PENDAHULUAN
Pada Bab Pendahuluan ini akan dijelaskan tentang latar belakang mengapa tugas akhir ini
dibuat, perumusan masalah cara dan bagaimana tugas akhir ini dibuat, tujuan dari tugas
akhir ini, batasan masalah yang membatasi tugas akhir ini agar tidak melebar ke
permasalahan lain, metoda-metoda penelitian dari tugas akhir ini, dan sistematika
penulisan tugas akhir ini bab per bab.
1.1 Latar Belakang
Kegiatan memelihara binatang peliharaan masih digemari oleh banyak orang. Namun
untuk memelihara binatang, pasti ada pengorbanan yang harus dilakukan. Pengorbanan
yang pertama adalah masalah tempat, dimana tempat binatang peliharaan itu tinggal
harus disediakan dan dirawat. Masalah yang kedua adalah adanya biaya tambahan untuk
membelikan pakan dan kebutuhan lain untuk perawatan binatang peliharaan tersebut.
Masalah yang ketiga adalah di tempat-tempat tertentu, seperti apartemen, dilarang untuk
memelihara binatang peliharaan, karena kebijakan dari lingkungan setempat. Masalah
yang keempat adalah resiko akan penyebaran ancaman penyakit yang disebarkan melalui
binatang peliharaan tersebut, serta resiko akan ancaman serangan dari binatang peliharaan
tersebut.
Penanaman sifat kasih sayang dapat juga dilakukan dengan cara memelihara binatang.
Dengan memelihara binatang, maka sang pemelihara akan mencurahkan rasa cinta
kasihnya kepada binatangnya tersebut, hal ini akan meningkatkan nilai moral bagi sang
pemelihara. Sifat kasih sayang yang biasa dicurahkan sang pemelihara kepada binatang
peliharaannya, akan dapat diimplementasikan pada orang lain. Namun jika ada batasan
dan perlunya beberapa pengorbanan untuk memelihara binatang, hal ini akan mengurangi
minat orang-orang yang ingin memelihara binatang. Penanaman sifat kasih sayang baik
ditanamkan ketika usia anak masih kecil, sekitar 8-15 tahun. Hal ini agar perkembangan
jiwa si anak dapat berjalan dengan baik. Penanaman sifat kasih sayang ini dapat
menjadikan anak tersebut menjadi individu yang baik.
Oleh karena itu, dibuatlah aplikasi Virtual Animal ini. Agar anak-anak atau orang-orang
yang ingin memelihara binatang peliharaan dapat memelihara binatang tanpa perlu
banyak berkorban seperti layaknya memelihara binatang sebenarnya. Pemain atau
pemelihara binatang virtual hanya membutuhkan mobile device dan/atau Personal
Computer (PC) yang dapat menjalankan aplikasi ini.
1.2 Perumusan Masalah
Proses pemeliharaan binatang dalam dunia nyata dapat dibuatkan aplikasi perangkat
lunak, yang berprilaku seperti pemeliharaan binatang pada umumnya. Proses pemberian
makan pada binatang peliharaan, memerintahkan binatang peliharaan tersebut untuk
beristirahat atau tidur, dan melatih berbagai keterampilan kepada binatang peliharaan
tersebut. Dengan kemajuan industri perangkat keras dan perangkat lunak pada dunia
mobile device, sehingga pembuatan aplikasi Virtual Animal dapat dilakukan pada mobile
device. Salah satu bahasa pemrograman yang sudah didukung pada mobile device secara
umum adalah J2ME. Spesifikasi bahasa J2ME yang diperlukan dalam sisi perangkat
lunak untuk pembuatan aplikasi Virtual Animal adalah MIDP 2.0 dan CLDC 1.1. Namun
dengan segala keterbatasan dalam perangkat mobile device yang memiliki kemampuan
komputasi yang relatif kecil dibandingkan dengan perangkat PC, sehingga diperlukan
pembuatan aplikasi yang efektif dan efisien agar tidak melampau resource atau sumber
daya yang tersedia dalam mobile device. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan,
bagaimana cara membuat aplikasi Virtual Animal pada mobile device menggunakan
bahasa J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 dan CLDC 1.1 dengan efektif serta efisien?
Perkembangan dunia jaringan (network) juga sudah mencapai tingkat yang maju,
sehingga perkembangan jaringan dalam mobile device juga mengalami kemajuan. Salah
satu teknologi jaringan yang banyak digunakan dalam dunia mobile device adalah
teknologi Bluetooth. Komunikasi antara perangkat dapat didukung oleh teknologi
Bluetooth ini, salah satu contohnya adalah komunikasi antara mobile device dengan PC.
Hal ini memungkinkan untuk dibuatnya komunikasi aplikasi Virtual Animal, yang
dimainkan dalam mobile device, dengan aplikasi lainnya yang berada dalam PC.
Misalnya, pembuatan toko (item mall) pada PC yang menyediakan barang-barang
kebutuhan untuk binatang peliharaan yang dimainkan dalam aplikasi Virtual Animal. Hal
ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat koneksi antara aplikasi
Virtual Animal dalam mobile device dengan aplikasi pendukung dalam PC dengan
menggunakan teknologi Bluetooth?
1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) membuat aplikasi Virtual Animal yang berupa MIDlet menggunakan bahasa
pemrograman J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 dan CLDC 1.1 yang dapat dijalankan
pada mobile device;
b) memperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan resource yang tersedia dalam
mobile device agar aplikasi Virtual Animal dapat berjalan dengan baik;
c) membuat aplikasi pendukung seperti item mall pada perangkat PC yang berlaku
sebagai toko untuk mendukung aplikasi Virtual Animal;
d) membangun hubungan komunikasi jaringan antara mobile device dengan perangkat
PC menggunakan teknologi Bluetooth sebagai penghubung aplikasi Virtual Animal
dengan aplikasi pendukung lainnya.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
- aplikasi Virtual Animal hanya memiliki satu tokoh binatang peliharan untuk mewakili
varian tokoh binatang yang dapat dibuat dalam aplikasi tersebut;
- tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat melakukan aksi makan, tidur, dan
berlatih lari;
- tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal memiliki atribut power (kekuataPi),
flexibility (kelenturan), dan self-confidence (percaya diri);
- pemain dapat memiliki beberapa tokoh binatang dalam sebuah aplikasi yang dibedakan
dengan identitas nama, jenis kelamin, dan umur;
- nilai atribut dari tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat diubah dengan
melakukan aksi tertentu serta dipengaruhi oleh waktu;
- pembelian barang kebutuhan dari binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat
dilakukan pada item mall atau toko yang tersedia dalam perangkat PC menggunakan
koneksi Bluetooth;
- toko atau item mall yang merupakan aplikasi tambahan untuk mendukung aplikasi
Virtual Animal menyediakan persediaan barang yang tak hingga, harga yang sudah diatur
sejak awal, dan tidak memiliki GUI;
1.5 Metoda Penelitian
Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) studi pustaka dan literatur;
b) Perancangan aplikasi Virtual Animal pada perangkat mobile device serta aplikasi
pendukungnya berupa item mall;
c) Pembangunan aplikasi Virtual Animal menggunakan bahasa pemrograman J2ME
dengan spesifikasi MIDP 2.0 CLDC 1.1, serta aplikasi pendukung item mall
menggunakan bahasa pemrograman J2SE 1.6;
d) Pengujian aplikasi Virtual Animal pada perangkat mobile device dan pengaksesan item
mall menggunakan koneksi Bluetooth.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terbagi menjadi lima bab. Kelima bab tersebut adalah
sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi tentang tinjauan pustaka dari pemrograman dengan J2ME, J2SE, dan
teknologi bluetooth.
BAB III. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM
Bab III berisi tentang perancangan dan implementasi aplikasi yang akan dibangun dalam
pelaksanaan tugas akhir ini, yaitu aplikasi permain Virtual Animal dan rancangan modul
pendukung aplikasi tersebut.
BAB IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Bab IV berisi tentang pengujian dan analisis aplikasi permainan Virtual Animal dalam
suatu skenario alur cerita permainan, dan mengamati penggunaan memori dengan
fasilitas memori monitor yang diberikan oleh emulator WTK 2.5.1.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V berisi kesimpulan akhir dan saran pengembangan selanjutnya.
KORELASI HITUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DAN KONDISI KEMISKINAN
Bab I
Pendahuluan
I.l Latar Belakang
Hakekat pembangunan dalam suatu wilayah adalah proses multidimensional yang
mencakup perubahan yang mendasar meliputi struktur-struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan.
Pembangunan juga merupakan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem
sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan dasar, dan keinginan
mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu
kondisi yang lebih baik (SULASDI, 2006).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad
suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial,
ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen
spesifik atas "kehidupan yang lebih baik" itu, pembangunan di semua masyarakat paling
tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok,
peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu.
Sejalan dengan hal tersebut di atas dan dengan semangat otonomi daerah yang
dituangkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang telah disempurnakan lagi oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, sistem
pemerintahan di Indonesia berubah dari sistem sentralistis menjadi desentralistis sehingga
untuk setiap daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya di dalam menyelenggarakan
otonomi daerah dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya
sendiri. Tetapi sebenarnya desentralisasi mengandung resiko, salah satunya adalah
masalah pemerataan. Untuk melaksanakan pembangunan yang secara adil dan merata, isu
strategis yang menjadi tantangan pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan yang
masih tinggi dan semakin bertambahnya penduduk miskin.
Adanya kemiskinan di dalam suatu wilayah merupakan potret bahwa pembangunan itu
secara umum kurang berhasil sehingga pada dasarnya keberhasilan pembangunan suatu
wilayah tergantung pada kegiatan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya.
Kunci desentralisasi yang sukses adalah sikap dan perilaku pemerintah pusat yang
menjamin desentralisasi berjalan sesuai dengan kepentingan masyarakat sehingga
kesepakatan sosial harus dibuat. Kesepakatan itu adalah bahwa sebagai warga negara
Indonesia berhak atas pembangunan baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan
manusia. Standar pembangunan manusia yang menjadi kesepakatan antara lain berhak
untuk bisa membaca dan menulis, untuk hidup sehat, untuk bisa mendapatkan
penghasilan yang layak, untuk mendapat rumah yang memadai, dan untuk hidup sebagai
satu bangsa dengan damai dan aman. Diharapkan dengan desentralisasi atau yang lebih
populer disebut otonomi daerah dapat memotivasi daerah-daerah tingkat propinsi maupun
kabupaten/kota untuk lebih memprioritaskan mengurangi kemiskinan dan
mempersiapkan diri dalam sumberdaya manusia yang handal.
Pada tahun 1996, untuk pertama kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations
Development Programme (UNDP) Indonesia mempublikasikan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) sebagai alat tolok ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-
aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks komposit yang terdiri
dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli). Pada
saat ini IPM dianggap lebih mencerminkan hasil-hasil pembangunan yang berfokus pada
pembangunan manusia.
Sejak diterbitkan dan dipublikasikan IPM menjadi suatu perbincangan yang hangat
sebagai alat ukur tunggal dan sederhana. IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja
pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada
waktu tertentu atau secara spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan
suatu wilayah.
Publikasi tentang IPM memberikan semangat terhadap propinsi-propinsi bahkan
kabupaten/kota dengan melakukan hitungan IPM untuk kepentingan daerahnya. Upaya
untuk menghitung IPM sampai ke tingkat kabupaten/kota sangat penting karena proses
desentralisasi yang berjalan di Indonesia memindahkan sebagian besar proses
pembangunan ke tangan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Untuk itu, tentu
dibutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi setempat dengan dukungan data
yang lebih memadai bagi semua kabupaten/kota di Indonesia.
Seperti daerah pada umumnya, dengan adanya desentralisasi pembangunan di Kota X
tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi saja tetapi pembangunan manusia juga
merupakan prioritas utama, penduduk ditempatkan sebagai objek dan sekaligus subjek
pembangunan. Konsep ini menempatkan manusia sebagai titik pusat dan sekaligus modal
dasar kekuatan, menjadi faktor yang dominan dan menjadi sasaran utama bagi
pembangunan itu sendiri. Pemerintah Kota X melalui misi dan agenda-agenda
pembangunannya secara eksplisit telah melaksanakan pembangunan manusia. Upaya-
upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai sumberdaya dapat dilihat dari berbagai
aspek yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan ekonomi maupun aspek non fisik dalam
hal ini agama dan budaya.
IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi
positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah
yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat
dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan
masyarakat rendah. Kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang baik
dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial. Aspek ekonomi antara lain adalah
kepemilikan lahan, kualitas rumah, pendapatan keluarga, pengeluaran kesehatan
sedangkan aspek sosial dapat dilihat dari hal-hal seperti fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, kesehatan ibu dan balita dan lain-lain.
Pada kenyataannya, besaran nilai IPM tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat
akan tinggi atau tidak menjamin tingkat kemiskinan masyarakat akan rendah, sebagai
contoh hal ini tercermin dari tabel sebagai berikut.
* tabel sengaja tidak ditampilkan *
Tabel I.1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai IPM yang merupakan hasil pengukuran
keberhasilan pembangunan manusia tidak serta merta diikuti dengan pengurangan jumlah
penduduk miskin. Salah satu penyebabnya adalah hitungan nilai IPM didasari oleh nilai
agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata sehingga terjadi ketidakakuratan
hitungan nilai IPM tersebut.
Hitungan dan publikasi IPM di X yang telah dilakukan sejak XXXX sampai dengan
sekarang menunjukkan peningkatan. IPM tersebut di X digunakan sebagai patokan dasar
dalam perencanaan pembangunan. Sedemikian penting IPM tersebut, sehingga sudah
seharusnya hitungan IPM dilakukan dengan data yang selalu diperbaharui dan akurat.
Peran IPM sebagai alat ukur pembangunan akan lebih terlihat bila dilengkapi dengan data
basis dan hitungan yang benar sampai ke wilayah terkecil dan tidak mengabaikan kondisi
kemiskinan, sehingga diharapkan perencanaan pembangunan akan benar-benar memihak
masyarakat tanpa terkecuali.
I.2 Rumusan Permasalahan Penelitian
Pembangunan merupakan realisasi dan aspirasi suatu bangsa. Tujuan pembangunan yang
dimaksudkan adalah untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya
sistematis dan terencana. Proses perencanaan meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap
berbagai program yang telah diimplementasikan pada periode sebelumnya. Dalam
konteks pembangunan daerah, IPM ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang
dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM
menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah. Fungsi IPM dan
indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya
perencanaan dan pembangunan yang terarah.
Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi
dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai
suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat
mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode
sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai
masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai
IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi kemiskinan
masyarakat yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan:
(1) Bagaimana implementasi hitungan IPM riil di Kota X?
(2) Bagaimana kondisi IPM riil di X?
(3) Bagaimana korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di X?
I.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji korelasi antara hitungan IPM dan kondisi
kemiskinan di Kota X.
Sasaran yang dicapai dari penelitian ini adalah:
(1) Mengkaji hitungan IPM di Kota X.
(2) Mengkaji kondisi kemiskinan di X berdasarkan peningkatan IPM.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari pendidikan program Magister
Studi Pembangunan dan diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
(1) Sebagai bahan masukan bagi proses perencanaan pembangunan di Kota X. Bahan
masukan yang tepat dapat membawa kearah perubahan yang diinginkan yaitu
pembangunan yang tepat sasaran, merata, berhasil dinikmati masyarakat dan
berkelanjutan adalah yang diharapkan oleh masyarakat.
(2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota X untuk menentukan kebijakan
pembangunan yang berkaitan kepada capaian IPM yang sebenarnya.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:
(1) Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah penelitian meliputi wilayah administrasi Kota X.
(2) Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian meliputi:
(i) Hitungan IPM berdasarkan indikator-indikatornya yaitu pendidikan, kesehatan,
pendapatan (daya beli). (ii) Pembangunan yang terkait dengan pencapaian IPM yaitu
pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan, dan pembangunan ekonomi. (iii)
Keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di wilayah X.
(3) Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei XXXX
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung ulang nilai IPM dengan
menggunakan metode hitungan IPM yang lazim digunakan oleh BPS. Metode kualitatif
digunakan sebagai penunjang data dari metode kuantitatif.
Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif.
Pendekatan deskriptif eksploratif dilakukan dengan cara studi dokumen dan wawancara.
I.6 Sistematika Penulisan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran tentang penulisan tesis ini, sistematika penulisan tesis
dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian yang meliputi
perumusan permasalahan, tujuan, sasaran dan manfaat penelitian, ruang lingkup
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan tesis secara umum.
Bab II Konsep Pembangunan, Konsep Tolok Ukur Pembangunan, dan Konsep
Kemiskinan
Bab ini berisi uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik kajian, konsep-
konsep dan definisi-definisi yang menunjang penelitian dan menjadi literatur dasar dalam
melaksanakan penelitian, meliputi konsep pembangunan, konsep tentang IPM, dan
konsep kemiskinan.
Bab III Pelaksanaan Penelitian
Bab ini menguraikan secara rinci cara dan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
metode yang dianggap mampu membantu menjawab pertanyaan penelitian.
Bab IV Gambaran Umum Kota X
Bab ini menguraikan secara jelas gambaran umum Kota X secara administratif dan
geografis, kondisi pemerintahan dan kinerja pemerintahan, kondisi sosial ekonomi serta
kondisi kecamatan yang ada di wilayah X.
Bab V Identifikasi dan Analisis Korelasi Hitungan Indeks
Pembangunan Manusia dan Kondisi Kemiskinan Kota X
Bab ini menguraikan analisis dan pembahasan tentang implementasi hitungan IPM
sebenarnya di Kota X, keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di X dan
program-program pemerintah yang mendukung pembangunan manusia dan pengentasan
kemiskinan.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang ringkasan hasil analisis implementasi hitungan IPM di Kota
X dan memberikan bahan masukan bagi perencanaan pembangunan di Kota X dengan
memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini.
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa, membuat
persaingan dalam dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi dan
modernisasi. Jika suatu organisasi atau instansi tidak bisa menyikapi hal tersebut, maka
kelangsungan kegiatan atau pekerjaan di dalam organisasi atau instansi tersebut akan
terhambat. Untuk itu, diperlukan adanya sistem yang baik yang harus dimiliki oleh setiap
organisasi. Sebuah instansi harus didukung sumber daya manusia yang cakap karena
sumber daya manusia sangat berperan dalam menjalankan usaha atau kegiatan di dalam
instansi tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 2).
Perlu disadari, bahwa untuk mengimbangi perubahan-perubahan dan kemajuan dalam
berbagai aspek yang mempengaruhi beban kerja pimpinan dituntut tersedianya tenaga
kerja yang setiap saat dapat memenuhi kebutuhan. Untuk itu, seorang pimpinan harus
dapat mengelola sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien terutama dalam
pengelolaan sumber daya manusia. Dalam kondisi seperti ini, bagian kepegawaian juga
dituntut harus selalu mempunyai strategi baru untuk dapat mengembangkan dan
mempertahankan pegawai yang cakap yang diperlukan oleh suatu instansi. Untuk
mendapatkan pegawai yang profesional dan berintegritas memang harus dimulai dari
seleksi penerimaan, penempatan, promosi sampai dengan pengembangan pegawai
tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatan kinerja pegawai adalah
dengan melalui pengembangan pegawai yaitu dengan melakukan pendidikan dan
pelatihan (Ambar T.S dan Rosidah, 2003: 175). Untuk mencapai kinerja yang diharapkan
dalam suatu organisasi atau instansi, para pegawai harus mendapatkan program
pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk jabatannya sehingga pegawai terampil
dalam melaksanakan pekerjaannya (Anwar, 2005:67). Untuk meningkatkan mutu atau
kinerja pegawai melalui pendidikan dan pelatihan harus dipersiapkan dengan baik untuk
mencapai hasil yang memuaskan. Peningkatan mutu atau kinerja harus diarahkan untuk
mempertinggi keterampilan dan kecakapan pegawai dalam menjalankan tugasnya
(Widjadja, 1995:73).
Untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut
diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada
perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan
wawasan Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu, suatu instansi harus dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan-
kemampuan pegawainya tersebut, dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.
Karena pendidikan dan pelatihan merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha
pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Pengembangan pegawai sangat diperlukan dalam sebuah instansi, karena dengan adanya
program tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai.
Pengembangan pegawai juga dirancang untuk memperoleh pegawai-pegawai yang
mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi dalam geraknya ke rnasa depan.
Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah semata-mata bagi pegawai yang
bersangkutan, tetapi juga keuntungan organisasi. Karena dengan meningkatnya
kemampuan atau keterampilan para pegawai, dapat meningkatkan produktivitas kerja
para pegawai. Produktivitas kerja meningkat berarti organisasi yang bersangkutan akan
memperoleh keuntungan (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:31). Pendidikan dan pelatihan
juga merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
pegawai. Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang,
pendidikan dan pelatihan pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar
sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawainya tersebut (Soekidjo Notoatmodjo,
2003 : 30).
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan,
maka hendaknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan secara kontinue
atau berkelanjutan. Dan dengan adanya pemberian pendidikan dan pelatihan bagi
pegawai negeri sipil, maka diharapkan para birokrat dapat mempersembahkan kinerja
yang maksimal bagi instansinya. Melihat pentingnya sumber daya manusia dalam suatu
organisasi atau instansi, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset
yang paling penting dan berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut
dibandingkan dengan sumber daya-sumber daya lainnya. Karena manusia memberikan
tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi atau instansi tersebut.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai suatu instansi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara langsung dalam bidang ketenagakerjaan juga harusnya mampu
mempersembahkan kinerja yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini, dinas tenaga
kerja juga telah memberikan program diklat setiap tahunnya kepada pegawainya demi
meningkatkan kinerja dan menunujukkan eksistensinya kepada masyarakat. Hal ini
terbukti dengan pemberian program diklat baik diklat prajabatan maupun diklat jabatan
yang terdiri dari diklat fungsional, dan diklat pimpinan yang diselenggarakan tiap tahun
bagi para pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota X.
Pada tahun 2009 ada sekitar 8 orang pegawai negeri sipil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja
Kota X yang mengikuti program diklat baik di tingkat diklat prajabatan, diklat fungsional
maupun diklat struktural. Pengadaan Diklat ini ditujukan agar PNS memiliki kemampuan
administrasi dasar terutama dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berkaitan dengan peranan Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, Dinas Tenaga Kerja Kota X dipandang cukup responsive
dan memiliki kinerja yang cukup baik kepada masyarakat.
Namun, sampai saat ini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi Dinas tenaga Kerja
Kota X dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. Adapun kendala-
kendala tersebut misalnya seperti belum adanya indikator pengukur kinerja para pegawai,
sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang masih kurang, sistem aplikasi
komputer yang belum stabil dan masih belum mencukupi, serta prosedur dan peraturan
yang belum mapan yang disebabkan karena adanya penggabungan Kantor Sosial ke
dalam Dinas Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 3 tahun 2010.
Untuk tahun 2010 ini, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja telah merencanakan untuk
mengirim 24 orang pegawainya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Dengan
adanya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepada para PNS Dinas Sosial Dan Tenaga
Kerja Kota X diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai yang dilihat dari kuantitas
kerja, kuantitas kerja dan prestasi kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik dalam melakukan penelitian
mengenai "Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil
Dinas Tenaga Kerja Kota X"
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka penulis di dalam melakukan
penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:
"Seberapa Besar Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri
Sipil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X"
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut
untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian harus sejalan atau konsisten
terhadap judul dan permasalahan penelitian. Dalam rumusan penelitian harus tercantum
jawaban dan permasalahan penelitian (Amirin, 1987 : 86).
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Pengaruh
Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat melatih dan mengembangkan kemampuan
berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah,
berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik
Universitas X, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa
yang tertarik dalam bidang ini demi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dan masukan
bagi instansi terkait dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial dan
tenaga Kerja Kota X.
E. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,dimana
rumusan maalah penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
elevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
(Sugiyono, 2005:70).
Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah
dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut:
Hipotesis nol (Ho) : Tidak ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS
Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.
Hipotesis Kerja (Ha) : Ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS
Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.
F. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial.
Menurut Singarimbun (1995 : 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena
yang dirumuskan atas dasar generalisasi.
Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang
akan diteliti, maka defenisi konsep yang digunakan dalam pengertian ini adalah :
1. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia
2. Kinerja PNS
Kinerja PNS adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh pegawai
negeri sipil dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab atau
beban kerja yang diberikan padanya.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara
menyusun suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-
indikator pendukung apa saja yang dianalisa dari variabel tersebut. Suatu definisi
operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel.
Adapun indikator-indikator yang dapat mengukur variabel-variabel tersebut diatas
meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan (Variabel X), indikatornya :
1.1 Waktu pelaksanaan DIKLAT, yang mencakup :
a. Frekuensi Peserta Mengikuti Diklat
b. Kesesuaian Pelaksanaan Diklat dengan waktu yang ditetapkan
1.2 Peserta DIKLAT, yang mencakup :
a. Intensitas kehadiran peserta
b. Latar Belakang Pendidikan
1.3 Metode Penyampaian materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Mekanisme Penyampaian materi DIKLAT oleh instruktur
b. Peran/partisipasi aktif peserta dalam kegiatan DIKLAT
c. Komunikasi antara instruktur dan peserta DIKLAT
1.4 Instruktur, yang mencakup
a. Kemampuan/penguasaan instruktur terhadap materi DIKLAT
1.5 Sarana dan Prasarana DIKLAT, yang mencakup :
a. Kesesuaian antara tempat pelaksanaan dengan jumlahpeserta DIKLAT
b. Ketersediaan peralatan, perlengkapan dan kebutuhan DIKLAT
1.6 Materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Kesesuaian materi DIKLAT dengan tugas dan pekerjaan peserta.
b. Penerapan/aplikasi materi diklat dalam pelaksanaan tugas
2. Variabel Y (Variabel terikat) yaitu Kinerja PNS, indikatornya :
2.1 Kualitas Pelayanan yang meliputi:
a. tingkat penyelesaian terhadap pelaksanaan tugas
b. tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas
2.2 Kuantitas Pekerjaan
a. tingkat kecepatan dalam penyelesaian tugas
b. tingkat produktivitas pegawai
2.3 Prestasi kerja
a. tingkat keaktifan dalam bekerja
b. tingkat pencapaian prestasi
H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, definisi operasional dan sistematika
penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data, teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, berupa sejarah, visi dan
misi.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang
dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian yang
dilakukan.
PENGARUH MUTASI TERHADAP SEMANGAT KERJA
PEGAWAI NEGERI SIPIL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan pada hakekatnya adalah kesadaran atau keinsyafan untuk melakukan
kegiatan memperbaiki, mendirikan bahkan menumbuhkan serta meningkatkan daya
upaya yang mengarah kepada keadaan yang lebih baik dengan dilandasi oleh semangat,
kemauan dan tekad yang tinggi yang bertujuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.
Tujuan tersebut baru dapat dicapai apabila pembangunan nasional dilaksanakan secara
menyeluruh dengan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya bukan manusia,
serta pelaksanaan pembangunan disegala bidang, terencana, terarah, bertahap dan
berkesinambungan. Salah satu bidang tersebut adalah pembangunan manusia seutuhnya.
Dalam hal ini keberhasilan pembangunan tergantung pada aspek manusianya yakni
sebagai pemimpin, pelaksana dan pengelola sumber daya yang ada dalam nagara, yang
dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), terutama Pada Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah
Kabupaten X yang merupakan aparatur negara yang menyelenggarakan pemerintahan
dalam melaksanakan pembangunan nasional merupakan tulang punggung pemerintah.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional
terutama tergantung pada kesempurnaan apratur negara baik ditingkat pusat maupun
ditingkat daerah. Dalam ragka mencapai tujuan nasional sebagaimana dikemukakan di
atas, diperlukan adanya pegawai negeri sipil yang penuh kesediaan dan ketaatan kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah serta bersatu padu,
bermental baik, berwibawa, kuat berdaya guna, bersih, berkualitas tinggi dan sadar akan
tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok
kepegawaian, dan tentang wewenang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian
pegawai negeri sipil diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000. Kedua
Peraturan perundang-undangan tersebut merupakan pedoman pelaksanaan mutasi
kepegawaian di setiap instansi pemerintah umum dan daerah terutama pada Dinas Tenaga
Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, bahwa yang termasuk pegawai
pegawai negeri sipil adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan satu peraturan
perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sempurna sebagaimana
diamksudkan di atas, maka pegawai negeri sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya dan
diadakan pengembangan.
Tujuan pembinaan dan pengembangan (Fathoni, 2006:194) tersebut diharapkan agar
setiap pegawai yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dapat memberikan prestasi
kerja yang sebaik-baiknya sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai penghasil kerja
yang tepat guna sesuai dengan sasaran organisasi yang hendak dicapai, terwujudnya
hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan dan terwujudnya pegawai-pegawai yang
setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah,
sehingga pegawai hanya mengabdi kepada kepentingan negara dan masyarakat, demi
terwujudnya aparatur yang bersih dan berwibawa.
Salah satu bentuk dari pengembangan terhadap pegawai negeri sipil adalah mutasi
sebagai penjelmaan/perwujudan dari dianamika organisasi yang dijadikan sebagai salah
satu cara untuk mencapai tujuan organisasi.
Mutasi tidak terlepas dari alasan untuk mengurangi rasa bosan pegawai kepada pekerjaan
serta meningkatkan motivasi dan semangat kerja pegawai, selain itu untuk memenuhi
keinginan pegawai sesuai dengan minat dan bidang tugasnya masing-masing dimana
dalam kegiatan pelaksanaan mutasi kerja sering disalah tafsirkan orang yaitu sebagai
hukuman jabatan atau didasarkan atas hubungan baik antara atasan dengan bawahan.
Dalam pelaksanaan mutasi harus benar-benar berdasarkan penilaian yang objektif dan
didasarkan atas indeks prestasi yang dicapai oleh karyawan mengingat sistem pemberian
mutasi dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi para pegawai negeri sipil untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Semangat kerja pegawai juga dapat menurun apabila pihak atasan tidak memperhatikan
kepentingan para bawahan. Hal ini akan menurunkan semangat kerja para pegawai.
Indikator dari turunnya semangat kerja antara lain rendahnya produktivitas, tingkat
absensi pegawai tinggi, gaji rendah, dan Iain-lain. Dengan demikian pastilah akan
mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam suatu organisasi.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti masalah mutasi yang dikaitkan dengan
semangat kerja pegawai dengan pemikiran bagaimana upaya untuk menumbuhkan
semangat kerja dikalangan pegawai sehingga semangat kerja pegawai dapat meningkat,
khususnya pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah
Kabupaten X.
Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas hal ini
menjadi sebuah objek penelitian, adapun judul yang penulis ajukan adalah :
"Pengaruh Mutasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Tenaga
Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X".
B. Perumusan Masalah
Sebagaimana lazimnya suatu penelitian adalah suatu kegiatan atau pemecahan masalah,
sehingga dalam suatu penelitian untuk mendapatkan hasil yang baik harus dirumuskan
permasalahan secara baik pula.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, yaitu adanya hubungan antara mutasi
kerja dengan semangat kerja, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
"Bagaimana pengaruh mutasi di dalam semangat kerja seorang Pegawai Negeri Sipil
(PNS) pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mutasi di dalam peningkatan semangat
kerja Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah
Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui semangat kerja para Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui frekwensi mutasi pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial
Daerah Kabupaten X.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X, sebagai bahan
masukan terhadap pelaksanaan mutasi secara efektif
dan efisien.
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X, sebagai pelengkap referensi
penelitian dalam bidang Ilmu Administrasi Negara.
3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah ilmu pengetahuan di dalam pelaksanaan mutasi
di lapangan.
4. Bagi para pegawai, sebagai salah satu pengukur untuk mengatasi kejenuhan kerja.
E. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
"Pelaksanaan mutasi pegawai negeri sipil dilakukan dengan baik dan benar akan
berpengamh terhadap semangat kerja pegawai di lingkungan Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X".
F. Defenisi Konsep
Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti,
maka perlu ditetapkan defenisi konsep yaitu :
1. Mutasi adalah segala sesuatu perubahan mengenai seorang pegawai negeri sipil seperti
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, pemensiunan, perubahan susunan keluarga
dan Iain-lain. Namun mengingat banyaknya jenis mutasi pegawai, maka dalam hal ini
dibatasi hanya mengenai mutasi dalam hal perubahan jabatan kerja saja.
2. Semangat kerja adalah kesediaan seorang pegawai atau kemauan aparatur pemerintah
untuk melaksanakan pekerjaan secara giat dan konsekwen sesuai dengan kedudukan dan
fiingsinya di dalam organisasi demi mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
3. Pengaruh Mutasi terhadap semangat kerja pegawai yaitu dengan dilaksanakannya
mutasi secara tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku maka mutasi tersebut akan
berdampak positif terhadap pegawai seperti meningkatnya semangat kerja pegawai.
G. Definisi Operasional
Menurut Singarimbun (1999 : 46), defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana
suatu variabel dapat diukur. Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (Mutasi), indikatornya sebagai berikut:
a. Frekwensi mutasi
Frekwensi mutasi adalah tingkat keseringan pelaksanaan mutasi atau pemindahan jabatan
dalam organisasi.
b. Alasan mutasi
Alasan mutasi adalah alasan-alasan atau motivasi yang mendorong dilaksanakannya
perpindahan atau mutasi tersebut.
c. Ketepatan dalam melaksanakan mutasi yang disesuaikan dengan :
- Kemampuan kerja pegawai
- Tingkat pendidikan
- Lamanya masa menjabat
- Tanggung jawab atau beban kerja
- Kesenangan atau keinginan pegawai
- Kebijaksanaan atau peraturan yang berlaku
- Kesesuaian antara yang lama dan jabatan yang baru
2. Variabel Terikat (semangat kerja), dapat diukur melalui indikator-indikatornya:
a. Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah hasil dari suatu pekerjaan yang dilakukan pegawai.
b. Kepuasan terhadap tugas
Kepuasan terhadap tugas adalah kepuasan para pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya
karena memperoleh tugas yang disukainya.
c. Tingkat kehadiran, yakni persentase kehadiran dalam tugas setiap hari.
d. Rasa keamanan
Rasa keamanan adalah adanya rasa keamanan dan ketenangan jiwa, atas jaminan
kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri
pribadi dan karir dalam pekerjaan.
e. Gaji
Gaji adalah hasil yang diterima pegawai atas hasil kerjanya.
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika
penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data yang digunakan
dalam penelitian.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah
singkat dan struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten X.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat penyajian data yang dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang
diperoleh dari lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang digunakan.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab-bab
sebelumnya atau bab IV.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.
PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP
KINERJA KARYAWAN DI PT. X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, masalah sumber daya manusia menjadi sorotan maupun tumpuan
bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan. Sumber daya manusia mempakan peran
utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Walaupun banyaknya sarana dan prasarana serta
sumber daya, tanpa dukungan sumber daya manusia kegiatan perusahaan tidak akan
berjalan dengan baik. Dengan demikian sumber daya manusia mempakan kunci pokok
yang harus diperhatikan dalam segala kebutuhannya. Sumber daya manusia akan
menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Untuk itu dalam mencapai
tujuan organisasi dibutuhkan kompetensi sumber daya manusia yang memadai dalam
mendorong kinerja karyawan.
Setiap perusahaan dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, dan apabila tercapai bamlah
dapat dikatakan berhasil. Untuk mencapai keberhasilan, diperlukan landasan yang kuat
bempa kompetensi. Dengan demikian, kompetensi menjadi sangat berguna untuk
membantu organisasi meningkatkan kinerjanya. Kompetensi sangat diperlukan dalam
setiap proses sumber daya manusia. Semakin banyak kompetensi dipertimbangkan, maka
semakin meningkat pula kinerjanya.
Perusahaan akan berkembang dan mampu bertahan dalam lingkungan persaingan yang
kompetitif apabila didukung oleh pegawai-pegawai yang berkompeten di bidangnya.
Kompetensi pegawai yang terdiri dari pengetahuan {knowledge),
kemampuan/keterampilan {skill), sikap {attitude) disesuaikan dengan bidang pekerjaan
yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat menghasilkan kinerja pegawai yang
berprestasi.
Kompetensi merupakan suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu
pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi
menunjukkan keterampilan dan pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam
suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting atau sebagai unggulan bidang
tersebut.
Sedangkan kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Kinerja juga dapat dipandang sebagai proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung
untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri menunjukkan kinerja.
Kinerja di dalam organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya manusia dalam
organisasi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankankan kinerjanya. Terdapat faktor
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Perusahaan membutuhkan tim solid untuk menjawab tantangan dunia. Namun sayangnya
banyak perusahaan tidak memiliki karyawan andal untuk berkompetisi. Ironisnya, mereka
yang telah bekerja dalam waktu lama bukannya semakin pintar, sebaliknya malah
semakin tidak sanggup menerima tantangan baru. Selain itu masalah lain yang muncul
yaitu banyak karyawan yang pintar tapi jika tidak menerjemahkan kepandaiannya ke
dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian itu tidak berguna. Jadi,
kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan, namun dapat
mengerjakannya secara baik.
PT. X adalah salah satu perusahaan perkebunan yang memiliki kegiatan pembudidayaan,
pengelolaan dan pemasaran terhadap komoditi utama karet dan kelapa sawit disamping
komoditi perkebunan lain. Perusahaan ini dituntut untuk lebih profesional dan mampu
bersaing bersaing secara global. Untuk itu, perusahaan ini membutuhkan SDM yang
memiliki kompetensi yang memadai. Namun, yang menjadi permasalahan kompetensi di
perusahaan ini yaitu karyawan kurang memiliki keterampilan dalam mengoperasikan
program-program yang ada pada komputer. Beberapa karyawan sering melimpahkan
wewenang kepada karyawan lain yang lebih memiliki keterampilan sehingga butuh
waktu lama untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kemudian informasi-informasi
pekerjaan yang diterima lebih sering menggunakan bahasa Inggris sehingga sulit bagi
karyawan untuk mengerti maksud dari pada tugas-tugas yang diberikan. Keadaan
demikian membuat karyawan salah menerima informasi tugas. Hal tersebut juga
membutuhkan waktu yang lama. Terakhir masalah kompetensi terletak pada kemampuan
karyawan untuk mempertahankan budaya perusahaan. Karyawan sering tidak mematuhi
peraturan-peraturan. Keterlambatan sering kali menjadi pemicu tidak selesainya
pekerjaan dengan tepat waktu sehingga karyawan tidak dapat pulang tepat waktu/lembur.
Latar belakang PT. X menerapkan Model Kompetensi ini antara lain mengingat pola
pengembangan SDM yang belum terintegrasi, belum adanya persyaratan standar untuk
menempati suatu posisi, serta penentuan pelatihan bagi pegawai belum sistematis. Pada
tahap awalnya, aplikasi kompetensi di PT. X terutama di prioritaskan untuk program
pengembangan dahulu.
Setiap perusahaan perlu mengembangkan apa yang dinamakan Model Kompetensi, yaitu
referensi yang disusun secara sistematis untuk pedoman pengelolaan sumber daya
manusia. PT. X mengklasifikasikan kompetensi menjadi empat kelompok yaitu
kompetensi inti, kompetensi manajerial, kompetensi teknis dan kompetensi pribadi.
Kompetensi inti adalah pemahaman terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan seperti
kerjasama, tim, orientasi kepuasan pelanggan. Kompetensi manajerial adalah kemampuan
untuk mengelola sumber daya dan mengatur pelaksanaan tugas, seperti pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan Iain-lain. Kompetensi teknis
adalah pengetahuan dan keterampilan yang sangat spesifik dan berhubungan erat dengan
jenis pekerjaan seperti perencanaan tambang, analisis finansial, aplikasi komputer, dan
Iain-lain.
Teknis pelaksanaan model kompetensi ini dijabarkan dalam Katalog Kompetensi, Profil
Jabatan, dan Profil Pegawai. Berdasarkan pengalaman PT. X, yang membutuhkan waktu
adalah penyusunan Profil Jabatan dan Profil Pegawai. Untuk menghasilkan Profil
Pegawai (Profil Individu) digunakan Metode Uji Kompetensi melalui assesmen 3600
(oleh atasan, bawahan, rekan selevel, dan pelanggan). Metode tersebut umumnya
digunakan untuk level yang tinggi sedangkan level yang lebih rendah assesmen dilakukan
oleh atasan saja. Dengan semakin banyaknya jumlah karyawan maka untuk memelihara
database kompetensi harus ditunjang dengan aplikasi sistem informasi SDM yang
terintegrasi (komputerisasi). Beberapa kendala yang perlu diperhatikan dalam
implementasi model kompetensi ini antara lain dibutuhkannya waktu, resources, serta
perlunya standarisasi kompetensi untuk pekerjaan yang hampir sama di beberapa
departemen.
Penerapan model kompetensi didasari pertimbangan diperlukannya alat ukur untuk
membedakan kompetensi serta karena kurang efektifnya training dan pengembangan
karyawan. Proses implementasi Model Kompetensi di PT. X diawali dengan minta
dukungan dari manajemen perusahaan, training kepada HC {human capital) dan para
Manajer, penyusunan interfunctional competency, dan dilanjutkan dengan penyusunan
functional competency oleh masing-masing departemen, serta penyusunan formulir untuk
teknis pelaksanaannya. Model Kompetensi ini juga diintegrasikan dengan penilaian
kinerja tahunan dan dijadikan dasar untuk menyusun program pengembangan. Mengingat
bahwa dalam penerapan model kompetensi ini perlu diantisipasi kemungkinan hambatan,
dimana beberapa diantaranya adalah butuh waktu lama, butuh pemahaman oleh para
Manajer, manajer enggan melaksanakan karena merasa tak butuh, terlalu rinci dan sulit
untuk dilaksanakan, serta karyawan mengira ada kaitannya dengan penggajian dan hirarki
kepangkatan.
Dari penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
"Pengaruh Kompetensi SDM terhadap Kinerja Karyawan di Kantor Besar PT. X, Tbk)".
1.2. Perumusan Masalah
Untuk dapat mempermudah penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memilki arah
yang yang jelas maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah Kompetensi SDM berpengaruh terhadap
Kinerja Karyawan di PT. X"?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
"Untuk mengetahui apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap
kinerja karyawan di PT. X".
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah
dan menjadi masukan pengetahuan bagi penulis tentang pengaruh kompetensi sumber
daya manusia terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun
informasi tentang pengaruh kompetensi SDM terhadap kinerja karyawan khususnya di
PT. X, Tbk.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbang khazanah ilmiah dan
kepustakaan baru dalam penelitian sosial.
4. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, penelitian sebagai bahan masukan bagi
fakultas dan menjadi referensi tambahan bagi mahasiswa-mahasiswi di masa mendatang.
1.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang dikumpulakan melalui
pengumpulan data. (Sugiyono, 2005: 70)
Adapun hipotesis penelitian yang dikemukakan penulis yaitu:
"Terdapat pengaruh yang positif antara Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap
Kinerja Karyawan P.T X".
1.6 Definisi Konsep
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis mengemukakan beberapa konsep yaitu:
a. Kompetensi Sumber Daya Manusia adalah kemampuan karyawan untuk melaksanakan
satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-
ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang
dilakukan.
b. Kinerja Karyawan adalah tingkat pencapaian hasil oleh karyawan dalam rangka
mewujudkan tujuan perusahaan.
1.7 Definisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi operasional adalah semacam petunjuk
pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. (Singarimbun, 1995: 46)
1. Variabel bebas (X) Kompetensi Sumber Daya Manusia, dengan indikator (Hutapea
danNurianna, 2008: 28):
a. Pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan yang meliputi:
1. Mengetahui dan memahami pengetahuan di bidangnya masing-masing yang
menyangkut tugas dan tanggung jawabnyaaq dalam bekerja.
2. Mengetahui pengetahuan yang berhubungan dengan peraturan, prosedur, teknik yang
baru dalam perusahaan.
b. Mengetahui bagaimana menggunakan informasi, peralatan, dan taknik yang tepat dan
benar.
c. Keterampilan individu meliputi
1. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan baik secara tulisan.
2. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan jelas secara lisan.
d. Sikap kerja
1. Memiliki kemampuan dalam berkreativitas dalam bekerja.
2. Adanya semangat kerja yang tinggi.
3. Memiliki kemampuan dalam perencanaan/ pengorganisasian.
2. Variable bebas (Y) Kinerja, dengan indikatornya yaitu Hasibuan (2002: 56):
a. Kesetiaan
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas-tugas dan tanggung
jawabnya dalam organisasi.
b. Prestasi Kerja
Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi tolak ukur
kinerja.
c. Kedisiplinan
Kedisiplinan pegawai dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melaksanakan
instruksi yang diberikan kepadanya dapat menjadi tolak ukur kinerja.
d. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan mengeluarkan potensi
yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pekerjaan lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
e. Kerjasama
Diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan
lain sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
f. Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya
juga menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kinerja.
g. Tanggung Jawab
Kinerja pegawai juga dapat diukur dari kesediaan karyawan dalam
mempertanggungjawabkan pekerjaan dan hasil kerjanya.
PENGARUH SISTEM REKRUTMEN TERHADAP PENEMPATAN
KERJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian tujuan
perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada sejauh mana perusahaan
mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal dengan
segala potensi dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya berkualitas
yang tersedia merupakan kekayaan {asset) yang tidak ternilai bagi perusahaan.
Perusahaan berusaha memperoleh dan menempatkan karyawan yang tepat sesuai dengan
bidang keahliannya masing-masing agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Sistem
rekrutmen dan penempatan kerja karyawan lakukan sesuai dengan potensi sumber daya
manusia.
Pelaksanaan rekrutmen terhadap calon karyawan dimaksudkan agar perusahaan dapat
memperoleh karyawan yang berkualitas dan mampu merealisasikan tujuan perusahaan.
Prinsip the right man on the right place harus merupakan pegangan bagi manajer
personalia dalam menempatkan karyawan dalam perusahaan.
Kegagalan dalam melakukan rekrutmen dan penempatan kerja akan mempengaruhi
kinerja karyawan yang selanjutnya menjadi penghambat bagi proses pencapaian tujuan
perusahaan. Sistem rekrutmen dan penempatan kerja yang dilakukan dengan tepat dan
sesuai dengan kebutuhan bertujuan agar tercapainya tujuan perusahaan serta kesulitan
dalam mencari dan melatih karyawan dapat dihindari.
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162), penempatan (placement) merupakan salah satu
aspek yang penting dalam proses perencanaan sumber daya manusia, karena mempunyai
hubungan yang erat dengan efesiensi dan keadilan (setiap karyawan diberikan peluang
yang sama untuk berkembang).
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162), penempatan kerja adalah proses pemberian tugas
dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai ruang
lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta
tanggung jawab. Penempatan ini harus didasarkan pada deskripsi pekerjaan dan
sfesipikasi pekerjaan yang telah ditentukan, serta berpedoman kepada prinsip
"Penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat dan penempatan orang yang tepat
untuk jabatan yang tepat". Penempatan yang tepat yang terdiri dari kesesuaian
kemampuan akademis, kesesuaian pengalaman, kesesuaian kesehatan fisik dan mental,
dan kesesuaian status perkawinan juga merupakan suatu cara untuk mendapatkan orang-
orang yang tepat, sehingga tujuan perusahaan yang telah direncanakan akan berhasil.
Dengan penempatan yang tepat, gairah kerja, mental kerja, dan kinerja karyawan akan
mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas karyawan dapat berkembang.
Perusahaan akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang apabila perusahaan
tersebut tidak menempatkan karyawan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Salah
satu dari kesulitan itu dapat berupa turunnya semangat kerja karyawan serta tingginya
labour turn over (tingkat keluar masuknya karyawan). Sistem rekrutmen yang efektif
mungkin agar memperoleh karyawan yang sesuai dengan potensi sumber daya manusia
dan sesuai pada tempatnya (the right man on the right place).
Menurut Mathis (2006:227), perekrutan adalah sebagai proses penarikan sejumlah calon
yang berpotensi untuk diseleksi menjadi karyawan atau dapat juga diartikan, penarikan
{recruitment) adalah masalah penting dalam pengadaan tenaga kerja. Penarikan berhasil
jika banyak pelamar yang memasukkan lamarannya ke perusahaan sehingga peluang
untuk mendapatkan karyawan yang baik terbuka lebar dan perusahaan dapat memilih
terbaik dari yang baik.
Pelaksanaan sistem rekrutmen yang efektif yang dilakukan sesuai dengan tujuan, sesuai
dengan peraturan dan dengan cara yang benar terhadap calon karyawan dimaksudkan
agar perusahaan memperoleh karyawan yang berkualitas dan mampu merealisasikan
tujuan perusahaan sehingga diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Kegagalan dalam melakukan sistem rekrutmen
dapat mempengaruhi penempatan kerja karyawan pada suatu perusahaan.
PT. X merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang
perkebunan dan mempunyai komitmen untuk mengembangkan usahanya dengan
maksimal dan menciptakan lingkungan yang mendorong karyawan mengembangkan
potensinya. Visi PT. X, yakni menjadikan perusahaan agro-industri berbasis perkebunan
yang tangguh dan kompepetitif di pasar global dapat diwujudkan dengan dilakukannya
sistem rekrutmen dan penempatan kerja karyawan yang sesuai dengan prinsip the right
man on the right place dan ditempatkan sesuai diskripsi pekerjaan dan sfesipikasi
pekerjaan melalui program-program yang telah dirancang untuk mendapatkan karyawan
yang tepat dan berkualitas.
Sistem rekrutmen karyawan di PT. X dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sumber rekrutmen yang dilakukan pada PT. X berasal dari dalam dan luar perusahan
yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Karyawan yang direkrut dari
dalam perusahaan merupakan karyawan yang sedang promosi jabatan dan transfer
jabatan sedangkan karyawan yang direkrut dari luar adalah karyawan yang direkrut dari
luar perusahaan karena alasan tertentu seperti ada posisi yang kosong dikarenakan
pensiun dan dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak PT. X.
Karyawan yang direkrut dari luar perusahaan mengikuti on the job training yang
tujuannya untuk menyesuaikan diri karyawan dengan pekerjaan.
Survey awal yang dilakukan oleh peneliti, metode rekrutmen yang dilakukan PT. X
menggunakan metode terbuka dan tertutup. Metode rekrutmen terbuka dipublikasikan ke
masyarakat umum melalui media cetak dan eletronik, diharapkan lamaran banyak masuk
sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas lebih besar. PT. X
juga menggunakan sistem rekrutmen yang tertutup yang hanya diketahui oleh orang-
orang yang tertentu saja. Sistem rekrutmen tertutup sifatnya terlalu pribadi atau
kekeluargaan. Metode tertutup hanya diinformasikan kepada para karyawan atau orang-
orang tertentu saja, akibatnya lamaran yang masuk relatif sedikit sehingga kesempatan
untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan sulit dan proses
penempatan yang dilakukan tidak sesuai dengan spesifikasi keahlian dalam melakukan
pekerjaan pada perusahaan tersebut.
* tabel sengaja tidak ditampilkan *
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa banyak pelamar yang memasukkan lamarannya
sehingga peluang PT. X untuk mendapatkan karyawan yang baik terbuka lebar, karena
perusahaan dapat memilih terbaik dari yang baik, berkualitas, dan dapat ditempatkan
pada jabatan yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian pada Kantor Direksi PT. X dengan judul "Pengaruh Sistem Rekrutmen
Terhadap Penempatan Kerja Pada Kantor Direksi PT. X".
B. Perumusan Masalah
Setiap perusahaan pada umumnya tidak terlepas dari masalah dalam upaya untuk
merealisasikan tujuannya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan,
maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: "Apakah sistem rekrutmen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penempatan kerja pada Kantor Direksi PT.
X ?".
C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum menge nai objek
penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti. Kerangka
dalam penelitian ini mengemukakan variabel yang akan diteliti yaitu sistem rekrutmen
sebagai variabel bebas (X) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
penempatan kerja sebagai variabel terikat (Y) pada Kantor Direksi PT. X agar the right
man on the right place dapat terpenuhi.
Menurut Mathis (2006 : 227), perekrutan adalah sebagai proses penarikan sejumlah calon
yang berpotensi untuk diseleksi menjadi pegawai atau dapat juga diartikan, yaitu
penarikan (recruitment) adalah masalah penting dalam pengadaan tenaga kerja. Setelah
rekrutmen dilaksanakan maka proses selanjutnya adalah pelaksanaan seleksi. Seleksi ini
didasarkan kepada spesifikasi tertentu dari setiap perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162), penempatan kerja adalah proses pemberian tugas
dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai ruang
lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang, serta
tanggung jawabnya.
Sitem rekrutmen yang tepat akan menemukan" the rigth man on the right place".
Kegagalan dalam melakukan penempatan dapat menjadi penghambat bagi proses
pencapaian tujuan perusahaan. Sistem rekrutmen harus benar-benar dilakukan karena
menyangkut proses jangka panjang dari karyawan sehingga orang yang tepat akan
diperoleh. program rekrutmen dan penempatan kerja yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan maka tujuan perusahaan dapat tercapai.
Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa sistem rekrutmen yang yang baik,
maka akan mempengaruhi penempatan kerja dalam suatu perusahaan. Berdasarkan teori
pendukung tersebut, kerangka konseptual pada penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
* gambar sengaja tidak ditampilkan *
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2006:168), hipotesis adalah suatu perumusan atau kesimpulan
sementara mengenai suatu penelitian yang dibuat untuk menjelaskan penelitian itu,
menuntun dan mengarahkan penelitian selanjutnya. Sesuai dengan permasalahan, maka
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : "Sistem rekrutmen mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap penempatan kerja pada Kantor Direksi PT. X".
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem rekrutmen yang
dilakukan terhadap penempatan kerja pada Kantor Direksi PT. X.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan masukan pada Kantor Direksi PT. X
untuk mengetahui pengaruh sistem rekrutmen terhadap penempatan kerja.
b. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam
perkuliahan dengan kenyataannya serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam
bidang manajemen sumber daya manusia.
c. Bagi Peneliti Lanjutan
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi yang diperlukan dan perbandingan
bagi penelitian dimasa yang akan datang, yang berkaitan dengan masalah rekrutmen, dan
penempatan kerja karyawan.
ANALISIS SISTEM REKRUTMEN DAN IMBALAN TERHADAP
KUALITAS KERJA KARYAWAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian
tujuan perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada sejauh mana
perusahaan mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman dari lingkungan
ekstern dengan segala potensi dari sumber daya yang dimiliki. Tersedianya Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan kekayaan (asset) yang tidak ternilai bagi
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha memperoleh dan menempatkan
tenaga kerja yang sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing agar tujuan
perusahaan bisa diwujudkan. Untuk mewujudkan kualitas kerja perusahaan perlu
dilakukan perekrutan yang sesuai dengan potensi Sumber Daya Manusia (SDM).
Kualitas kerja pegawai di dalam perusahaan banyak sekali dipengaruhi oleh berbagai
faktor, beberapa diantaranya adalah sistem rekrutmen yang benar serta imbalan yang
sesuai. Tujuan dari setiap pegawai dalam bekerja adalah untuk memperoleh penghasilan
atau pendapatan yang diberikan perusahaan dalam bentuk imbalan. Menurut Flippo
(2001: 28), meskipun setiap organisasi berbeda pandangan tentang standar dari kualitas
kerja karyawan, tetapi pada intinya efektivitas dan efisiensi menjadi ukuran yang umum.
Kualitas kerja adalah suatu hasil yang dapat diukur dengan efektivitas dan efisiensi suatu
pekerjaan yang dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mencapai tujuan
atau sasaran perusahaan dengan baik dan semaksimal mungkin. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) mengacu pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan
kemampuan (ability). Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan usaha
dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Nilai penting dari penilaian kinerja
adalah menyangkut kualitas kerja pegawai yang diekspresikan dalam penyelesaian tugas-
tugas yang menjadi tanggung-jawabnya secara efektif dan efisien.
Rekrutmen adalah proses mengumpulkan sejumlah pelamar yang berkualifikasi, yang
bagus untuk pekerjaan di dalam suatu organisasi (Malthis, 2001: 26). Prinsip the right
man on the right place harus merupakan suatu pegangan bagi manager personalia dalam
menempatkan tenaga kerja di dalam perusahaan. Kegiatan yang termasuk dalam ruang
lingkup rekrutmen adalah keseluruhan kegiatan dari upaya penarikan pegawai, seleksi
dan penempatan yang intinya memperoleh pegawai yang berkualitas. Fungsi rekrutmen
dalam perusahaan adalah merekrut staff atau pegawai agar perusahaan dapat menjalankan
usahanya secara berkesinambungan. Kegagalan dalam melakukan perekrutan akan
mempengaruhi kualitas kerja pegawai yang selanjutnya menjadi penghambat bagi proses
pencapaian tujuan perusahaan. Proses perekrutan harus benar-benar dilakukan karena
menyangkut proses jangka panjang dari tenaga kerja. Tidak hanya dalam sistem
rekrutmen pegawai, keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai suatu tujuan sangat
ditentukan oleh kemampuan pimpinan perusahaan dalam merencanakan tenaga kerja
yang akan dipakai agar potensi pegawai dapat dimanfaatkan untuk memperoleh hasil
yang maksimal.
Imbalan sangat penting bagi organisasi atau pemsahaan yang mencerminkan upaya
organisasi atau perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai
komponen utama dan merupakan komponen biaya yang paling penting. Disamping
pertimbangan tersebut, imbalan juga merupakan salah satu aspek yang berarti bagi
pegawai, karena bagi pegawai besarnya imbalan dalam bentuk kompensasi
mencerminkan ukuran nilai karya diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan
masyarakat. Bila imbalan diberikan secara adil dan layak pegawai akan termotivasi dan
lebih terpusat untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi atau perusahaan.
Menurut Sulistiani dan Rosidah (2003: 206) imbalan merupakan konteks yang lebih luas
dari pemberian kompensasi. Imbalan meliputi seluruh paket keuntungan yang disediakan
organisasi kepada para anggotanya dan mekanisme-mekanisme serta prosedur-prosedur
dimana keuntungan-keuntungan ini dapat didistribusikan. Upah, gaji, pensiunan, rekreasi
(liburan) dan promosi jabatan yang lebih tinggi atau dengan gaji yang lebih tinggi, tetapi
juga termasuk berbagai pemberian imbalan lainnya seperti jaminan kesehatan kerja,
pemindahan kerja secara liberal pada posisi yang lebih menantang atau pada posisi yang
lebih mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan serta berbagai macam bentuk
pengakuan pelayanan yang diperlukan.
Imbalan yang layak dan wajar akan mendorong peningkatan kualitas kerja dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban. Adanya kualitas kerja pegawai yang tinggi secara
otomatis mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Perusahaan yang
mempunyai pegawai dengan kualitas kerja dan berdaya guna tinggi akan mendorong
aktivitas operasional perusahaan sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan perusahaan.
X merupakan jawaban dari tuntutan terhadap permasalahan dan tanggung jawab public
pada kesehatan mata yang dapat mengakomodir berbagai permasalahan dibidang
kesehatan mata dan turut berperan aktif dalam pembangunan di Propinsi X, khususnya
dikota Y. Dengan adanya klinik tersebut maka X dalam kegiatan usaha pengobatan
membutuhkan pegawai yang memiliki kualitas kerja yang baik.
X sejak mulai awal tahun 2007 merekrut pegawai tidak secara langsung. X menggunakan
jasa perusahaan outsoursching. Perusahaan outsoursching adalah perusahaan jasa yang
bergerak dalam bidang penyedia dan penyalur tenaga kerja dengan ikatan kerja kontrak.
X melakukan kerja sama dengan perusahaan outsoursching untuk merekrut pegawainya.
Perusahaan outsoursching melakukan seluruh tahap rekrutmen karyawan mulai dari tahap
seleksi berkas wawancara awal dengan perusahaan outsoursching, tahap psikotes dan
tahap tes kesehatan. Untuk tahap wawancara akhir, X melakukan secara langsung.
Perusahaan outsoursching yang bekerja sama dengan X adalah Y.
Selain merekrut pegawai melalui perusahaan outsoursching, X juga memberikan imbalan
kepada pegawai tersebut berupa gaji yang cukup besar. Selain kompensasi dalam bentuk
insentif, bonus dan upah lembur juga diberikan untuk meningkatkan motivasi dalam
bekerja yang akan berdampak pada peningkatan kualitas kerja karyawan.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian "Analisis Sistem Rekrutmen Dan Imbalan Terhadap Kualitas Kerja Karyawan
Pada X".
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
"Apakah Sistem Rekrutmen dan Imbalan Mempunyai Pengaruh Yang Positif dan
Signifikan terhadap Kualitas Kerja Pegawai Pada X"?
C. Kerangka Konseptual
Nawawi (2002: 167) menyatakan "Rekrutmen adalah proses mendapatkan sejumlah calon
tenaga kerja yang kualified untuk menduduki suatu posisi jabatan tertentu di lingkungan
suatu organisasi/perusahaan". Berdasarkan pengertian tersebut, berarti rekrutmen
merupakan langkah pertama dalam menerima seseorang bekerja. Di dalamnya terdapat 3
(tiga) kegiatan pokok yang terdiri dari:
1. Seleksi adalah proses menetapkan dan memutuskan karyawan diterima atau tidak
dalam suatu perusahaan untuk mengisi posisi jabatan/pekerjaan tertentu.
Prosesnya dilakukan dengan cara menyeleksi berkas calon karyawan, dan lulus dalam
setiap tes yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari awal tes hingga akhir tes.
2. Penempatan adalah penugasan seorang pekerja pada suatu jabatan atau unit kerja di
lingkungan suatu organisasi/perusahaan. Dengan kata lain calon karyawan yang
ditempatkan harus memiliki kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
pekerjaan dalam suatu jabatan secara efektif dan efisien.
3. Sosialisasi atau orientasi adalah proses memperkenalkan seorang pekerja baru pada
organisasi atau unit tempatnya bekerja/bertugas.
Rizky (2001: 9) menyatakan bahwa imbalan mempunyai cakupan yang lebih luas dari
upah atau gaji. Imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk pekerja, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Matutina (2001:
205) jenis imbalan terbagi atas gaji pokok, bonus, insentif dan tunjangan. Imbalan yang
layak dan wajar akan mendorong peningkatan kualitas kerja karyawan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Adanya kualitas kerja karyawan yang tinggi
secara otomatis mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan perusahaan tersebut.
Kualitas kerja menurut Matutina (2001: 210) mengacu pada kualitas sumber daya
manusia yang terdiri dari:
1. Pengetahuan {knowledge) yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih
berorientasi pada intelegensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang
dimiliki karyawan.
2. Keterampilan {skill) yaitu kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang
tertentu yang dimiliki karyawan.
3. Abilities yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki
seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggungjawab.
Berdasarkan ketiga demensi ini, dapat diketahui bahwa dengan sistem rekrutmen serta
didukung oleh imbalan yang baik akan mempengaruhi kualitas kerja pegawai dalam suatu
perusahaan. Berdasarkan teori pendukung tersebut, kerangka konseptual pada penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut:
* gambar sengaja tidak ditampilkan *
D. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut "Sistem Rekrutmen dan Imbalan Mempunyai Pengaruh Yang Positif dan
Signifikan Terhadap Kualitas Kerja Karyawan Pada X".
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sistem rekrutmen dan imbalan terhadap
kualitas kerja karyawan Pada X.
2 Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Dapat memberikan saran dan masukan yang bermanfaat mengenai sistem rekrutmen yang
baik untuk meningkatkan kualitas kerja pegawai perusahaan.
b. Bagi Penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan penulis mengenai si stem rekrutmen dan imbalan
serta pengaruhnya terhadap kualitas kerja pada suatu organisasi atau perusahaan.
c. Bagi Pihak lain
Referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat dijadikan perbandingan dalam
melakukan pengembangan penelitian yang sama di masa yang akan datang.
PENGARUH SISTEM REKRUTMEN DAN PENGEMBANGAN
TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI PADA PT. BANK
NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk
mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat. Oleh karena itu manajer harus
menjamin bahwa perusahaan atau suatu organisasi memiliki tenaga kerja yang tepat di
tempat yang tepat, dan pada saat yang tepat, yang memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang akan menolong perusahaan untuk mencapai sasaran
secara keseluruhan dengan prestasi yang baik.
Keberhasilan suatu perusahaan juga dapat dilihat dari prestasi kerja pegawainya. Prestasi
kerja yang baik dari para pegawai di anggap dapat membantu meningkatkan kualitas
perusahaan tersebut. Kualitas tersebut dapat dilihat dari tingginya rasa kepercayaan atau
loyalitas masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Dalam perbankan kualitas dilihat dari
pelayanan jasa yang dapat meningkatkan kepercayaan nasabah atau masyarakat yang
menggunakan jasa bank tersebut. Prestasi kerja yang baik dari para pegawai dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank yang mereka percaya.
Pengelolaan prestasi kerja yang dilakukan PT. Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk.
bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan pegawai dan memberikan penilaian hasil
kerja secara lebih obyektif yang pada akhirnya akan meningkatkan laba usaha serta
jumlah nasabah pada PT. Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk. secara keseluruhan.
Perekrutan pegawai secara langsung menunjang program perbaikan performance Bank.
Proses dan penatalaksanaan perekrutan dan pengembangan pegawai didorong oleh
kebutuhan Bank untuk memperbaiki mutu pegawainya. Target utamanya adalah
memperoleh tenaga profesional. Agar dapat memperoleh tenaga berkualitas baik,
perekrutan dan pengembangan harus merupakan proses yang aktif yang menjangkau
calon potensial. Persyaratan posisi jabatan yang jelas dan relevan merupakan dasar
penyelesaian tenaga yang bermutu tinggi untuk memperoleh pegawai yang berprestasi
baik.
Pengembangan pegawai yang dilaksanakan bertujuan untuk menciptakan pegawai yang
memiliki kompetensi dan kualifikasi sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan
perusahaan, juga untuk menunjang building competency yang sesuai dan terfokus pada
jalur spesialisasinya bagi pegawai yang ditempatkan pada posisi-posisi khusus.
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mendefinisikan perekrutan dan penempatan
pegawai adalah suatu proses kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pegawai (baru) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana kerja tahunan {Annual
Business Plan), dengan (calon-calon) pegawai yang berkualitas baik sesuai dengan
kebutuhan.
PT. Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk. merupakan salah satu bank milik Pemerintah
yang melakukan perekrutan dan pengembangan. Adapun perekrutan yang dilakukan
perusahaan harus sesuai dengan spesifikasi jabatan, yaitu menyesuaikan syarat-syarat
yang harus dimiliki pelamar seperti latar belakang pendidikan, skill atau kemampuan-
kemampuan yang dimiliki serta pengalaman dengan jabatan yang tepat dengan kualifikasi
tersebut.
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat jumlah pegawai yang direkrut serta mendapatkan
pengembangan dari tahun XXXX sampai tahun XXXX serta kontribusi karyawan
tersebut dalam meningkatkan jumlah nasabah dan jumlah pegawai yang pensiun dari
tahun XXXX sampai tahun XXXX.
* tabel sengaja tidak ditampilkan *
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah pegawai yg direkrut dan
dikembangkan meningkat, tetapi bila kita lihat dalam persentase yaitu dari tahun XXXX
ke tahun XXXX sebesar 18,40%, dan pada tahun XXXX ke tahun XXXX sebesar
18,24%, maka sebenarnya persentase pertambahan jumlah pegawai yang direkrut dan
dikembangkan turun sebesar 0.16% atau dengan kata lain tidak mengalami peningkatan
bila dilihat dalam bentuk persentase.
Pertambahan jumlah nasabah juga meningkat walau tidak signifikan. Dalam persentase
dapat kita lihat pertambahan nasabah dari tahun XXXX ke tahun XXXX sebesar 7,39%,
sedangkan dari tahun XXXX ke tahun XXXX sebesar 7,33%, maka dapat dilihat
pertambahan jumlah nasabah dalam persentase juga menurun sebesar 0,06%.
Jumlah pegawai yang pensiun juga semakin meningkat hal ini didorong karena adanya
suatu program yaitu PPS (Program Pensiun Sukarela), dimana pegawai diberikan
kesempatan untuk pensiun sebelum masa kerjanya berakhir. Tetapi bila kita lihat
persentasenya pertambahan jumlah pegawai yang pensiun dari tahun XXXX ke tahun
XXXX sebesar 40%, sedangkan pada tahun XXXX ke tahun XXXX sebesar 33,33%,
maka berdasarkan persentasenya pertambahan jumlah pegawai yang pensiun turun
sebesar 6,67%.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui secara rinci
mengenai sistem rekrutmen dan pengembangan terhadap prestasi kerja pegawai pada PT.
Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk. Kantor Wilayah X. Oleh karena itu, penulis
mengambil judul : "Pengaruh Sistem Rekrutmen dan Pengembangan Terhadap Prestasi
Kerja Pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk. Kantor Wilayah X".
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah dalam penelitian
ini adalah "Apakah sistem rekrutmen dan pengembangan berpengaruh terhadap prestasi
kerja pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk. Kantor Wilayah X?".
C. Kerangka Konseptual
Sumber daya manusia yang berkualitas dan loyal sangat menentukan maju mundurnya
suatu usaha. Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas dan loyal
terhadap perusahaan, maka perlu dilakukan penarikan pegawai perusahaan yang dikenal
dengan istilah rekrutmen. Menurut Panggabean (2004:16) "Penarikan tenaga kerja atau
rekrutmen merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk memperoleh sejumlah calon
karyawan yang memenuhi persyaratan (berkualitas)."
Perusahaan yang telah melakukan rekrutmen, selanjutnya dapat melakukan
pengembangan karyawan. Pengembangan karyawan dapat dilakukan melalui orientasi,
pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya pengembangan karyawan bertujuan untuk
menyesuaikan persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pekerjaannya (sekarang atau pada masa mendatang) dengan kualifikasi yang dimiliki
karyawan. (Panggabean, 2004:16)
Target atau hasil yang dituju dari kedua proses di atas adalah prestasi kerja karyawan.
Peningkatan prestasi kerja karyawan tentu akan mendukung peningkatan karirnya.
Disamping itu prestasi kerja akan pula memberikan keuntungan lainnya seperti dalam
rangka untuk penentuan kompensasi atau perbaikan kualitas kerja. Prestasi kerja
merupakan prestasi seorang dalam melakukan pekerjaannya mulai dari disiplin waktu
bekerja, pencapaian target maupun kualitas pekerjaannya.
Berdasarkan teori pendukung diatas, maka penulis lebih menspesifikasikan pembahasan
dalam penyusunan skripsi ini pada masalah perekrutan dan pengembangan. Oleh karena
itu, maka kerangka konseptual pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
* gambar sengaja tidak ditampilkan *
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka konseptual, maka
hipotesis penelitian ini adalah : "Sistem rekrutmen dan pengembangan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Wilayah X".
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis sistem rekrutmen dan
pengembangan pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah
X.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Sebagai sarana informasi dan masukan bagi perusahaan dalam menerapkan sistem
rekrutmen dan pengembangan pegawai di perusahaan.
b. Bagi Pihak lain
Referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya sehingga dapat dijadikan perbandingan
dalam melakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang.
c. Bagi Penulis
Memperluas wawasan peneliti tentang dunia perbankan, khususnya sistem rekrutmen dan
pengembangan karyawan dalam perbankan.
F. Metode Penelitian
1. Batasan Operasional
a. Penelitian ini hanya dibatasi pada analisis sistem rekrutmen dan pengembangan serta
pengaruhnya pada prestasi kerja pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia Tbk. Kantor
Wilayah X.
b. Penelitian ini hanya melihat faktor-faktor sebagai berikut :
1) Sistem rekrutmen
2) Pengembangan
2. Definisi Operasional
Defmisi operasional penelitian ini adalah :
a. Variabel Bebas (X) adalah variabel yang nilainya tidak tergantung pada variabel lain.
Adapun yang menjadi variabel bebas atau independen variabel dari penelitian ini adalah :
1. Sistem Rekrutmen (Xi)
Penarikan tenaga kerja atau rekrutmen merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk
memperoleh sejumlah calon pegawai yang memenuhi persyaratan (berkualitas).
2. Pengembangan (X2)
Pengembangan pegawai merupakan suatu kegiatan yang diberikan oleh perusahaan
kepada pegawainya untuk menunjang kualitas dan kuantitasnya dalam bekerja yang dapat
dilakukan melalui orientasi, pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya pengembangan
pegawai bertujuan untuk menyesuaikan persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pekerjaannya (sekarang atau pada masa mendatang) dengan
kualifikasi yang dimiliki pegawai.
b. Variabel terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi dan nilainya tergantung pada
variabel lain. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah prestasi kerja. Prestasi kerja
merupakan hasil kerja pegawai yang dapat membantu kinerja perusahaan. Menurut Rivai
(2004:563), prestasi kerja terdiri dari 3 (tiga) aspek yang dapat dinilai, yaitu :
1. Kemampuan teknis.
2. Kemampuan konseptual.
3. Kemampuan hubungan interpersonal.
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DI KANTOR CAMAT X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan
tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui
kepemimpinan dan didukung oleh kapasitas organisasi pemerintahan yang memadai,
maka penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud,
sebaliknya kelemahan kepemimpinan merupakan salah satu sebab keruntuhan kinerja
birokrasi di Indonesia. (Istianto, 2009: 2)
Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin (leader)
dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur di dalam kelompok
atau organisasinya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga
menghasilkan kinerja pegawai yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja pegawai
berarti tercapainya hasil kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
Kepemimpinan yang ada di Kantor Camat X Kabupaten X dipimpin oleh seorang Camat
yang membawahi 30 orang pegawai membutuhkan kepemimpinan yang baik sehingga
Kantor Camat X Kabupaten X dapat menciptakan pelayanan yang maksimal kepada
masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Salah satu permasalahan yang terjadi di Kantor Camat X Kabupaten X yang juga
merupakan permasalahan hampir di semua lembaga atau instansi pemerintahan adalah
munculnya keluhan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kepada
masyarakat yang tidak maksimal seperti yang dikemukakan oleh Menteri Perindustrian
Fahmi Idris (http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/24/1346573/kinerja) bahwa
"kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih memprihatinkan, masih buruknya kinerja
PNS diketahui dari masih tingginya persentase keterlambatan masuk kerja dan
pelaksanaan tugas yang tidak sesuai standar".
Masih buruknya kinerja birokrasi ini juga tercermin dari ungkapan seorang pejabat di
DPRD X yang mendesak Bupati mengganti Camat yang tidak berkompeten, Camat yang
merupakan perpanjangan tangan dari kebijakan dan pelayanan Bupati di tingkat
Kecamatan harus siap melayani masyarakat serta memahami betul kondisi daerah yang
dipimpinnya. "Kalau Camat tidak berhasil memimpin masyarakatnya, tentu akan
berdampak kepada citra Bupati juga" tandasnya. Kalau masyarakat resah dan terganggu
untuk berurusan dengan pemerintah khususnya terkait administrasi, tentu pembangunan
juga akan terhambat bahkan bisa menggagagalkan program dan kebijakan pembangunan
di X. (http://www.Analisadaily.com.option=article&id=43244).
Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor Camat X Kabupaten X".
B. Perumusan Masalah
Untuk memudahkan peneliti nantinya, dan agar peneliti memiliki arah yang jelas maka
terlebih dahulu dilakukan perumusan masalah.
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kantor Camat X
Kabupaten X?
2. Apakah kinerja pegawai di Kantor Camat X Kabupaten X sudah maksimal?
3. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kantor Camat X
Kabupaten X?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui pengaruh kepemimpinan di Kantor Camat X Kabupaten X.
2. Ingin mengetahui kinerja pegawai di Kantor Camat X Kabupaten X.
3. Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja
pegawai di Kantor Camat X Kabupaten X.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam menganalisa suatu permasalahan
serta menerapkan segala ilmu yang telah diperoleh.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi Kantor Camat X
Kabupaten X.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi referensi
kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan peneliti lainnya
yang tertarik dalam bidang yang sama.
E. Sistematika Penulisan
BAB I :PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, defmisi konsep, definisi operasional, dan
sistematika penulisan.
BAB II : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum mengenai lokasi (objek) penelitian, batas-batas wilayah,
penduduk dan sebagainya.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan penyajian data-data dari lapangan atau berupa dokumen-dokumen yang
akan dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melakukan penelitian.
BAB VI :PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran untuk kemajuan objek penelitian.
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA PADA
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENANAMKAN KEIMANAN PADA ANAK USIA DINI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan
sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan
dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosio-emosional, konsep diri, seni,
moral, dan nilai-nilai agama (keimanan) dalam diri anak.
Hal ini sesuai dengan hak anak, sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa:
Setiap anak berhak untuk tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
Implementasi dari hak ini salah satunya adalah setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan
pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.
Pendidikan Agama Islam merupakan upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara umum Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk menumbuhkembangkan dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Dari tujuan pendidikan agama Islam tersebut di atas dapat ditarik salah satu dimensi yang
akan ditingkatkan dan diinginkan oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam
baik di lembaga formal seperti halnya Taman Kanak-kanak atau non formal yaitu dimensi
keimanan peserta didik terhadap agama Islam.
Pada dasarnya bayi yang dilahirkan itu sudah memiliki beberapa instink, diantaranya
keagamaan yang termasuk tentang keimanan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada
diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya
instink itu belum sempurna. Dengan demikian, pendidikan agama dan keimanan perlu
diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia tujuh tahun. Artinya jauh sebelum usia
tersebut nilai-nilai keagamaan dan keimanan perlu ditanamkan kepada anak sejak dini.
Nilai pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang
sesuai dengan fitrahnya karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk
mempercayai adanya Allah. Oleh karena itu, penanaman keimanan pada anak harus
diperhatikan dan tidak boleh dilupakan. Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Rum:
30 yang berbunyi:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah
Allah fitrah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya" (QS.
Ar-Rum : 30)
Iman menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam
hati, dengan keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh pada
pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Jadi, iman itu bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan
pula hanya merupakan pengetahuan rukun iman.
Individu tanpa agama dan keimanan, laksana manusia yang tidak ada nilainya dan
akarnya, manusia yang selalu bingung dan ragu-ragu yang tidak mengetahui hakikat
dirinya dan rahasia ujudnya, tidak mengetahui siapa gerangan yang memakaikan pakaian
hidup ini dan kenapa dipakaikan kepadanya, serta kenapa pula kelak dilepas dari dirinya
pada suatu saat tertentu.
Dapat dikatakan inti dari keimanan adalah pembenaran atau pengakuan bahwa hidup ini
ada yang menciptakan yaitu Allah dan yang nantinya setiap individu akan kembali
kepada-Nya. Pengakuan tentang hal ini adalah sangat urgen sekali dan sesuatu yang
sangat prinsipil serta harus berada di hati setiap individu.
Akidah tauhid dan keimanan yang tertanam kokoh dalam jiwa anak, maka ia akan
mewarnai kehidupannya sehari-hari, karena terpengaruh oleh suatu pengakuan tentang
adanya kekuatan yang menguasainya, yaitu Tuhan Allah yang maha Esa, Pencipta. Maka
dari itu, akan timbul rasa takut berbuat kecuali yang baik-baik dan semakin matang
perasaan ke-Tuhan-annya, semakin baik pula segala perilakunya. Jadi, penanaman aqidah
iman adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal pikiran, sedang jiwa telah
ada dan melekat pada anak sejak kelahirannya, maka sejak mula pertumbuhannya harus
ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya.
Anak-anak memiliki dunianya sendiri. Hal itu ditandai dengan banyaknya gerak, penuh
semangat, suka bermain pada setiap tempat dan waktu, tidak mudah letih, dan cepat
bosan. Ia merasa tak mampu dan tidak menyenangi tindakan-tindakan yang tidak tetap
dan tidak tenang. Tetapi menyukai keadaan alamiah yang merupakan ungkapan dari
kebutuhan kejiwaan yang terdalam guna memahami kejadian-kejadian di sekitarnya.
Oleh karena itu, pengetahuan haruslah berkaitan dengan hidup, kecenderungan dan
perasaannya. Hendaklah diberi kesan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan
kepada mereka semata-mata untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang sedang
dihadapi. Dengan demikian, anak bisa menerima pengetahuan-pengetahuan tersebut
dengan sendirinya tanpa adanya paksaan maupun kebencian. Hal ini disebabkan
pengetahuan, menurut anak-anak, adalah sesuatu yang didapatkan dimana anak tersebut
belajar dan bergaul. Kepribadian mereka terbentuk dari pengarahan yang khusus ini.
Sesuai dengan pendapat Zakiyah Daradjat bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa yang
kecil, oleh karena itu, agama yang cocok untuk orang dewasa tidak akan cocok bagi
anak-anak. Kalau ingin supaya agama mempunyai arti bagi anak-anak, hendaklah
disajikan dengan cara yang lebih konkrit, dengan bahasa yang dipahaminya dan kurang
bersifat dogmatik. Anak ingin supaya kebutuhannya untuk tahu (curiosity) dapat
terpenuhi.
Selama ini, banyak lembaga Pendidikan Anak Usia Dini yang salah dalam
memperlakukan anak didiknya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini termasuk Taman Kanak-kanak belum
mengacu betul dengan tahap-tahap perkembangan anak. Pada umumnya
penyelenggaraannya difokuskan pada peningkatan akademik saja yang sifatnya kaku dan
mengabaikan tahapan perkembangan anak.
Latihan-latihan agama yang dilalaikan pada waktu kecil atau diberikan dengan cara yang
kaku, salah atau tidak cocok dengan anak-anak, maka waktu dewasa nanti, ia akan
cenderung atau kurang perduli terhadap agama, atau kurang merasakan pentingnya agama
bagi dirinya. Begitu juga sebaliknya, semakin banyak si anak mendapat latihan-latihan
keagamaan waktu kecil, sewaktu dewasanya nanti akan semakin terasa kebutuhannya
kepada agama.
Sesuai dengan prinsip tersebut, maka dalam rangka menanamkan keimanan pada anak,
agar keimanan tersebut benar-benar dapat tertanam dalam jiwa anak sesuai dengan
perkembangan jiwa keagamaannya, Taman Kanak-kanak sebagai lembaga pendidikan
haruslah memperhatikan model-model pembelajaran yang benar-benar dapat diterima
dengan mudah oleh anak usia dini sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penggunaan
model pembelajaran sentra yang diadopsi dari Creative Center for Childhood Research
and Training (CCCRT) yang berkedudukan di Florida dimaksudkan untuk memperbaiki
praktek penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini yang masih banyak terjadi
salah kaprah tersebut.
Model pembelajaran sentra adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada cara
pengaturan kelas. Kelas disetting sedemikian rupa sesuai dengan aspek yang ingin
dikembangkan di sentra tersebut. Proses pembelajaran secara efektif memungkinkan anak
menciptakan makna serta pemahaman akan sebuah subyek pelajaran. Suatu sentra
pembelajaran memberikan pengalaman belajar dan bergaul secara kooperatif yang
merupakan elemen penting dalam dunia kerja sebenarnya.
Melalui penggunaan model pembelajaran tersebut, anak akan merasa comfort dalam
belajar dan akan dapat melekat di dalam jiwanya hingga kelak ketika dia dewasa. Dapat
diharapkan kelak ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah
SWT, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan
demikian, keimanan yang sejati bisa membentengi dirinya dari berbuat dan berkebiasaan
buruk.
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut peneliti mencoba untuk mengetahui lebih
jauh bagaimana implementasi dari pada model pembelajaran sentra pada pembelajaran
pendidikan agama Islam. Maka dari itu, penulis mengadakan penelitian di salah satu
Taman Kanak-kanak yang sudah menggunakan model pembelajaran sentra dalam
pembelajarannya. Sesuai dengan latar belakang tersebut penulis mengangkat judul
"Implementasi Model Pembelajaran Sentra pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dalam Menanamkan Keimanan pada Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak X."
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran sentra di Taman Kanak-kanak X?
2. Bagaimana upaya-upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-
kanak X?
3. Bagaimana implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak
X?
C. Batasan Masalah
Model pembelajaran sentra pada anak usia dini, dalam penerapannya terdapat beberapa
sentra yang dikembangkan sesuai dengan perkembangan anak. Adapun dalam skripsi ini
karena yang dibahas adalah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam menanaman
keimanan pada anak usia dini yang dalam penerapannya adalah berpusat di sentra imtaq,
agar pembahasan tidak terlalu melebar pembahasan dalam skripsi ini adalah dibatasi pada
sentra imtaq saja. Selain itu, anak usia dini yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
anak yang berusia 4-6 tahun yaitu yang duduk di Taman Kanak-kanak.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui model pembelajaran sentra pada anak usia dini di Taman Kanak-
kanak X.
b. Untuk mengetahui upaya-upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di Taman
Kanak-kanak X.
c. Untuk mendeskripsikan implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di Taman
Kanak-kanak X.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Manfaat teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dalam bidang pendidikan dan dapat menyumbangkan bangunan khazanah perkembangan
ilmu pengetahuan.
b. Manfaat sosial praktis, maksudnya hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi
institusi pendidikan Islam.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari agar tidak ada kesalahan dalam memahami skripsi ini, maka perlu
adanya penjelasan dan penegasan pokok istilah yang ada dalam judul skripsi ini, dengan
perincian sebagai berikut:
1. Implementasi
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, kelayakan atau inovasi dalam suatu
tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan, maupun nilai dan sikap.
2. Model Pembelajaran Sentra
Model : Contoh, pola, acuan, ragam
Pembelajaran : Proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut, banyak
sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dalam diri
individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Sentra : merupakan area kegiatan yang dirancang di dalam atau di luar kelas, berisi
berbagai kegiatan bermain dengan bahan-bahan yang dibutuhkan dan disusun
berdasarkan kemampuan anak serta sesuai dengan tema yang dikembangkan dan
dirancang terlebih dahulu.
Jadi model pembelajaran sentra adalah model pembelajaran yang berpusat pada anak
yang dilaksanakan melalui pendekatan bermain sambil belajar secara aktif dan kreatif di
sentra-sentra pembelajaran dengan menggunakan basis pijakan untuk pengembangan diri
seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan, dan potensi anak.
Sesuai dengan definisi tersebut indikator model pembelajaran sentra adalah :
a. Pembelajarannya berpusat pada anak yang disesuaikan dengan potensi mereka.
b. Pengaturan kelas yang menyenangkan sesuai dengan aspek yang dikembangkan.
c. Proses pembelajarannya memungkinkan anak menciptakan makna serta pemahaman
akan sebuah subyek pelajaran karena dilaksanakan dengan bermain sambil belajar
d. Menggunakan basis pijakan
e. Memberikan pengalaman belajar dan bergaul secara kooperatif
3. Pendidikan Agama Islam
Bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan
hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya
semua ajaran Islam.
4. Menanaman Keimanan
Menanamkan adalah (perbuatan, cara dan sebagainya). Keimanan adalah berasal dari kata
iman yang diberi awalan ke dan akhiran an. Iman menurut bahasa, artinya membenarkan
dengan hati adanya petunjuk-petunjuk Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad
untuk seluruh manusia. Sedang menurut istilah, iman adalah at-tashdiq bi al-jinan wa al-
qaulu bi al-lisan wa al-'amalu bi al-arkan (membenarkan dengan hati dan mengucapkan
dengan lisan serta mengerjakan dengan anggota badan).
Adapun yang dimaksud menanamkan keimanan dalam skripsi ini adalah usaha yang
dilakukan oleh pendidik dalam memberikan atau mengenalkan pendidikan keimanan
pada anak usia dini yaitu mengenalkan anak dengan dasar-dasar iman, mengenalkan pada
anak akan Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir (siksa kubur), qadha' dan qadar.
Selain itu juga mengajarkan dasar-dasar syari'at yang agung seperti ibadah, shalat, puasa,
zakat, haji, akhlak, perundang-undangan, hukum, dan lain-lain. dengan menggunakan
model pembelajaran sentra.
5. Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun (di Indonesia
berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sedangkan
menurut pakar pendidikan anak yaitu kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun.
Adapun yang dimaksud anak usia dini dalam skripsi ini adalah kelompok manusia yang
berusia antara 4-6 tahun yang belajar di Taman kanak-kanak.
6. Taman Kanak-kanak X
Taman kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat
tahun sampai enam tahun.
Dari pengertian di atas, maka yang dimaksud judul penelitian ini adalah mendeskripsikan
suatu model pembelajaran pada anak usia dini dalam menyampaikan materi pendidikan
agama Islam, dilakukan melalui bermain sambil belajar yang menyenangkan pada
ruangan kelas yang khusus didesain dengan suasana religius (sentra imtaq) yang kegiatan
pembelajarannya difokuskan pada anak dengan menggunakan pijakan-pijakan untuk
mengatur perkembangan anak dengan mengambil contoh di Taman Kanak-kanak X
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati.
Di samping itu, penelitian ini dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan
menekankan pada deskripsi alamiah.
Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif, artinya penelitian
yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat
sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini,
penulis menggunakan jenis "case study" atau studi kasus, yang dimaksudkan dengan
studi kasus adalah penyelidikan yang mendalam dari suatu individu, kelompok, atau
institusi. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian kepada suatu kasus
yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.
2. Tahapan Penelitian
Dalam pendekatan penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian, yang mana tahapan-
tahapan itu merupakan gambaran mengenai keseluruhan perencanaan, penafsiran data
dan penulisan laporan penelitian. Dalam hal ini peneliti sependapat dengan Dofland dan
Booman yang menggunakan tahapan-tahapan sebagaimana berikut:
a. Tahapan Pra Lapangan
Tahapan pra lapangan adalah orientasi untuk memperoleh gambaran mengenai latar
belakang penelitian dengan melakukan grand tour observation. Kegiatan ini dilakukan
untuk menyusun rancangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai
keadaan lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian, dan persoalan etika lapangan.
b. Tahapan Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini, peneliti memasuki lapangan dan mengumpulkan data serta dokumen.
Perolehan data kemudian dicatat dengan cermat, menulis peristiwa-peristiwa yang
diamati. Pada tahap ini pula peneliti melakukan penelitian dengan segala perangkat yang
diperlukan dalam penelitian tersebut, yakni observasi, wawancara dan dokumentasi.
Yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan data untuk memperoleh data
tentang sejarah dan profil sekolah, visi dan misi serta motto, sarana dan prasarana,
struktur organisasi, kurikulum, keadaan guru, siswa dan staff, proses belajar dan
mengajar (model pembelajaran sentra), budaya sekolah dan kondisi lingkungan sekitar.
c. Tahapan Analisa Data
Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan, kemudian peneliti menyajikan dan
menganalisa data tersebut dengan mendeskripsikan data yang telah diproses secara apa
adanya sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan penelitian atau dengan
kata lain dinyatakan sebagai seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh
keterangan. Dalam penelitian ini, penulis memilih subyek penelitian di Taman Kanak-
kanak X dikarenakan Taman Kanak-kanak ini adalah salah satu Taman Kanak-kanak
yang berbasis Islam dan mempunyai bargaining position dengan Taman Kanak-kanak
lain di X. Hal yang terpenting adalah Taman Kanak-kanak X ini dalam pembelajarannya
menerapkan model pembelajaran sentra.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu:
1) Data Kualitatif, yaitu data yang hanya dapat diukur secara tidak langsung.37Dalam hal
ini data yang dimaksud sejarah dan profil sekolah, visi dan motto serta logo, sarana dan
prasarana, struktur organisasi, keadaan guru dan siswa, kurikulum, proses pembelajaran,
lingkungan sekitar Taman Kanak-kanak X.
2) Data kuantitatif, adalah data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung karena
berupa angka-angka. Adapun data yang dimaksud adalah: data tentang jumlah guru,
siswa, karyawan, jumlah sarana dan prasarana, dan data lainnya yang berbentuk angka.
b. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam
penelitian ini adalah:
1) Library Research
Yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada baik dari buku, majalah, surat
kabar, jurnal, internet, dan referensi yang lain yang sesuai dengan judul.
2) Field Research
Mencari data dengan cara terjun langsung pada obyek penelitian yang bertujuan untuk
mencari data konkret tentang segala sesuatu yang diselidiki. Adapun pada penelitian ini,
peneliti menggunakan sumber data berupa:
a) Person yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui
wawancara. Adapun sumber tersebut terdiri dari kepala sekolah, wakasek, waka
kurikulum, waka sarana dan pra sarana, guru, orang tua, dan siswa.
b) Place yaitu sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan diam
bergerak, di mana keadaan keduanya merupakan obyek untuk penggunaan metode
observasi. Diam misalnya kondisi sekolah beserta sarana dan prasarananya. Bergerak
misalnya aktifitas kinerja dan kegiatan belajar dan mengajar.
c) Paper yaitu simbol data yang menyajikan data-data berupa huruf, angka, gambar, atau
simbol-simbol yang lainnya, sumber data ini digunakan pada metode dokumentasi.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan seorang penulis untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Adapun teknik yang dipakai
dalam mengumpulkan data adalah:
a. Observasi
Yaitu suatu cara pengambilan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
fenomena-fenomena yang diselidiki secara langsung ataupun tidak langsung. Dari teknik
ini penulis menggunakannya untuk memperoleh data tentang implementasi model
pembelajaran sentra pada pembelajaran pendidikan agama Islam dalam menanamkan
keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X yang berada pada sentra imtaq.
Untuk menggali data menggunakan IPD (Instrumen Penggalian Data) dengan alatnya
yaitu check list.
b. Interview
Interview adalah suatu proses tanya jawab yang berlangsung secara lisan di mana dua
orang atau lebih bertatap muka atau mendengar secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan.
Teknik interview digunakan penulis untuk mendapatkan informasi antara lain:
1) Wawancara kepala sekolah dan wakil kepala sekolah tentang sejarah dan profil
sekolah, visi dan misi serta motto, sarana dan prasarana, struktur organisasi, kurikulum,
keadaan pendidik, siswa.
2) Wawancara dengan guru mengenai implementasi pembelajaran sentra pada
pembelajaran pendidikan agama Islam pada sentra imtaq dalam menanamkan keimanan
pada anak usia dini meliputi materi yang diajarkan, proses pembelajarannya, sarana
pendukungnya serta evaluasinya.
3) Wawancara dengan orang tua siswa mengenai kondisi siswa dalam hal keimanan dan
ketaqwaan yang tercermin melalui perilakunya sehari-hari.
Pedoman wawancara sendiri secara garis besarnya terbagi atas dua macam yaitu:
1) Wawancara tidak berstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang memuat garis besar yang akan ditanyakan.
2) Wawancara berstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang sudah tersusun secara teliti.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini, peneliti menggunakan pedoman
wawancara yang berbentuk "semi structured" yaitu penulis mula-mula menanyakan
sederetan pertanyaan yang sudah berstruktur kemudian satu persatu diperdalam dengan
mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian, jawaban yang diperoleh bisa
meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam. Interview ini
dilakukan untuk memperoleh data mengenai sejarah berdirinya, letak geografis Taman
Kanak-kanak X, model pembelajaran sentra pada pembelajaran pendidikan agama Islam
dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini yang dilakukan kepada guru sentra dan
pengurus sekolah yang bersangkutan.
c. Dokumentasi
Yang tidak kalah pentingnya dari teknik pengumpulan data lainnya adalah dokumentasi.
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel atau catatan transkrip,
buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda, dan lain-lain.
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data tentang gambaran umum
obyek penelitian meliputi sejarah berdirinya, letak geografis, jumlah guru, susunan
pengurus, dan sebagainya.
6. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam suatu penelitian, sebab dari
hasil analisis inilah dapat dijadikan jawaban dalam memecahkan masalah dalam
penelitian. Analisisnya adalah dengan menggunakn analisis deskriptif. Dalam penelitian
kualitatif, proses analisis data di mulai sejak pengumpulan data sedang berlangsung.
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik yang dilakukan Miles dan
Huberman. Adapun dalam penerapannya adalah sebagai berikut:
a. Analisis selama pengumpulan data
Kegiatan analisis data ini dapat di mulai setelah penulis memahami fenomena sosial yang
sedang diteliti, sedangkan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan fokus penelitian (rumusan masalah)
2) Menyusun temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah terkumpul.
3) Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan temuan-temuan
pengumpulan data sebelumnya.
4) Penetapan sasaran pengumpulan data (informan, situasi, dokumen dan lain-lain).
b. Reduksi data
Dalam reduksi data ini penulis memilih data-data yang telah diperoleh selama melakukan
proses penelitian. Hal ini bisa dilakukan dengan menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sehingga
kesimpulan finalnya dapat diverifikasi.
c. Penyajian data
Langkah ini dapat dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun
dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Hal ini dilakukan dengan
alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif biasanya berbentuk
naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan tanpa mengurangi isinya.
d. Menarik kesimpulan (verifikasi)
Kegiatan analisis berikutnya yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Mulai dari mencari pola, tema, hubungan, permasalahan, hal-hal yang sering timbul, dan
sebagainya. Dari data tersebut diambil kesimpulan serta memverifikasi data tersebut
dengan cara menelusuri kembali data yang telah diperoleh.
7. Teknik Keabsahan Data.
Agar data dapat dipertanggungjawabkan, maka dalam penelitian kualitatif memerlukan
metode pengecekan keabsahan data. Dalam hal ini peneliti merasa perlu mengadakan
pemeriksaan keabsahan data.
Adapun cara-cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh keabsahan data tersebut
antara lain:
a. Ketekunan atau keajekan pengamatan.
Ketekunan atau keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi
dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif.
Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat
diperhitungkan dan apa yang tidak dapat diperhitungkan.
Ketekunan pengamatan ini bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan penelitian dengan kata lain peneliti
menelaah kembali data-data yang terkait dengan fokus peneliti, sehingga data tersebut
dapat dipahami dan tidak diragukan.
b. Trigulasi.
Trigulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain. Di
luar data itu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
trigulasi yang paling banyak digunakan aialah pemeriksaan melalui sumber lain.
Dalam hal ini peneliti memeriksa data-data yang diperoleh dari subyek penelitian,
kemudian data tersebut peneliti bandingkan dengan data dari luar yaitu dari sumber lain.
Sehingga keabsahan data tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
G. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini dapat dipahami secara utuh dan berkesinambungan, maka perlu
disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I : Merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan
masalah dan batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian teori yang memaparkan tentang A.
Pengertian model pembelajaran sentra, landasan model pembelajaran sentra, prinsip dasar
model pembelajaran sentra, karakteristik model pembelajaran sentra, macam-macam
sentra dalam modelpembelajaran sentra, B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
meliputi pengertian pendidikan agama Islam, landasan pendidikan agama Islam,
kegunaan dan fungsi pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, ruang lingkup
pendidikan Islam, pendidikan Islam di Taman Kanak-kanak C. Keimanan meliputi
pengertian keimanan, indikator keimanan pada anak, faktor yang mempengaruhi
penanman keimanan pada anak, peranan keimanan dalam kehidupan anak. D. Anak usia
dini meliputi pengertian tentang anak usia dini, karakteristik perkembangan anak usia
dini (TK).
Bab III : Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang meliputi A. Gambaran obyek
penelitian meliputi letak geografis, struktur kelembagaan, visi, misi dan logo, program
pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, keadaan siswa, guru,
sarana dan prasarana. B. Penyajian Data meliputi model pembelajaran sentra di Taman
Kanak-kanak X, upaya-upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di TK X,
implementsi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di TK X. C. Analisis Data meliputi
analisis model pembelajaran sentra di TK X, upaya penanaman keimanan pada anak usia
dini di TK X, implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di TK X.
Bab IV : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM
MEMPERSIAPKAN ANAK KE JENJANG SEKOLAH FORMAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Karena pada
hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu
sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia.
Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan
masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-
masing bangsa atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan perbedaan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan tersebut. Dengan demikian selain bersifat universal
pendidikan juga bersifat nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai penyelenggaraan
pendidikan itu.
Life long education, kalimat yang sering kita kenal sejak dulu sampai sekarang, yang
artinya "Pendidikan sepanjang hayat", dalam ajaran agamapun juga disebutkan
“Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat". Semua itu menjelaskan bahwa
pendidikan telah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia.
Pentingnya pendidikan tidak hanya untuk disuarakan dan disiarkan melalui kalimat dan
jargon, namun perlu langkah nyata dalam kehidupan. Kita realisasi keberadaan anasir-
anasir pendukung terhadap tercapainya suatu tuntutan terhadap pentingnya pendidikan.
Kebijakan-kebijakan dalam sistem pendidikan harus memenuhi unsur aktualisasi dan
berdaya guna. Konsep pendidikan sepanjang hayat menjadi panduan dalam meninggikan
harkat dan martabat manusia. Anak-anak bangsa ini tidak boleh tertinggal dengan bangsa
lainnya di dunia. Oleh karena itu, pendidikan sejak dini harus ditanamkan kepada mereka.
Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan
sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah
pendidikan yang cukup penting dan bahkan menjadi landasan kuat untuk mewujudkan
generasi yang cerdas dan kuat. PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan
yang dilalui oleh anak usia dini. Karena pada waktu manusia lahir, kelengkapan
organisasi otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap dikembangkan serta
diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi. Periode sensitif
perkembangan otak manusia terjadi pada interval umur 3-10 bulan. Para ahli menemukan
bahwa perkembangan otak manusia mencapai kapasitas 50% pada masa anak usia dini.
Para ahli menyebut usia dini sebagai usia emas atau golden age. Anak-anak Indonesia
tidak hanya mengenal pendidikan saat masuk Sekolah Dasar, tetapi telah lebih dulu
dibina di PAUD. Sebagaimana tertulis pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 28 yang menjelaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) diselenggarakan melalui 3 jalur yaitu: Pertama, jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang
sederajat; Kedua, jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB),
Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat dan ketiga, jalur
pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan
PAUD berfungsi membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak
usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan
tahap perkembangannya. Agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan
selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang berbunyi:
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab ".
Salah satu jalur terselenggaranya PAUD adalah jalur pendidikan non formal. PAUD jalur
non formal adalah pendidikan yang melaksanakan program pembelajaran secara fleksibel
sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun
yang dilaksanakan melalui Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan bentuk lain
yang sederajat.
Penyelenggaraan PAUD non formal memiliki manfaat yang tidak sedikit, salah satunya
adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohani serta mengembangkan bakat-bakatnya secara optimal. Selain itu juga
memberikan bimbingan yang seksama agar anak-anak memiliki sifat-sifat, nilai-nilai dan
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. oleh karena itu usaha untuk mendorong
bentuk PAUD non formal terus menerus jadi perhatian kita semua khususnya pemerintah.
Karena sampai sekarang ini, rancangan peraturan pemerintah tentang PAUD yang
mengatur pendidikan usia dini, ternyata belum terlaksana dengan baik. Salah satu
indikator yang menentukan tinggi rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia, adalah
Human Development Index (HDI). Berdasarkan HDI kualitas Sumber Daya Manusia di
Indonesia masih tergolong rendah, di mana pada tahun 2005 Indonesia berada pada
urutan ke-109 dari 174 negara sebagai responden. Sedangkan negara ASEAN lainnya
seperti Singapura berada pada peringkat 22, Brunei Darussalam peringkat 25, Malaysia
peringkat 56, Thailand peringkat 67 dan Filipina peringkat 77.
Berdasarkan kenyataan tersebut perlu adanya upaya-upaya cerdas dalam meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia, yang dapat dimulai sejak usia dini, karena usia dini
merupakan periode awal dari perkembangan setiap individu, dengan demikian pendidikan
yang diterimanya merupakan pendidikan awal yang akan mendasari pendidikan
selanjutnya.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas SDM bagi anak usia dini adalah dengan
menawarkan program-program di luar program yang umumnya dijalankan, khususnya
pada Kelompok Bermain (KB), dengan cara yang tepat dan sesuai dengan perkembangan
anak. Paling utama dengan cara bermain baik melalui nyanyian, drama maupun rekreasi.
Tidak ada paksaan untuk mengikuti salah satu kegiatan.
Namun, faktor ekonomi adalah salah satu yang menjadi penyebab terhambatnya
pendidikan. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara agar pendidikan usia dini
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan pemikiran dan pernyataan tersebut di atas, penulis memandang bahwa
program PAUD merupakan hal penting dalam mempersiapkan anak ke jenjang Sekolah
formal. Berangkat dari pemikiran inilah penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang
"Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Mempersiapkan Anak ke Jenjang
Sekolah Formal (Di Play Group X)". Karena Play Group tersebut adalah salah satu Play
Group Islam yang unggul di antara Play Group lain yang ada di kota X.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka kami rumuskan masalah yang akan
menjadi fokus penelitian pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana program PAUD di Play Group X dalam mempersiapkan anak ke jenjang
Sekolah Formal?
2. Bagaimana upaya mempersiapkan anak ke jenjang Sekolah Formal di Play Group X?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui Bagaimana program PAUD di Play Group X dalam mempersiapkan
anak ke jenjang Sekolah Formal.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya mempersiapkan anak ke jenjang Sekolah Formal
di Play Group X.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka manfaat yang diharapkan yaitu sebagai
berikut:
1. Dengan penelitian ini, akan menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti
khususnya yang berkenaan dengan masalah pendidikan.
2. Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam.
3. Sebagai langkah terapan dari ilmu yang peneliti dapatkan dari bangku kuliah, sehingga
dapat menjadi masukan dalam menyelesaikan skripsi.
E. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap topik judul penelitian ini, penulis menegaskan
per istilah yaitu:
Program : Adalah rancangan yang akan dilaksanakan.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) : Adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan
lebih lanjut.
Mempersiapkan : Adalah menyediakan, mengatur (membereskan) segala sesuatu (untuk),
menyelesaikan, mengerjakan hingga selesai, mengadakan sesuatu untuk membentuk
(mengurus dan sebagainya), mengusahakan supaya bersiap, memberi perintah seperti
bersiap sedia.
Anak : Adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
Jenjang : Adalah tahap dalam pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik, keluasan bahan pengajaran dan
tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam kurikulum.
Sekolah : Adalah lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran, waktu atau pertemuan
ketika murid-murid diberi pelajaran.
Formal : Adalah formil, resmi, sah, secara teratur, dengan sungguh-sungguh, sesuai
dengan adat kebiasaan. Yang dimaksud Sekolah Formal di sini adalah lembaga yang
digunakan untuk proses belajar mengajar bagi anak usia Taman Kanak-kanak atau
Raudlotul Athfal (RA) dan yang lain yang sederajat.
Jadi yang dimaksud dengan judul di atas adalah rancangan kegiatan PAUD dalam
mempersiapkan anak ke jenjang pendidikan sekolah formal, yang pada penelitian ini
lebih menitikberatkan pada Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudlatul Athfal (RA) dan
yang lain yang sederajat.
F. Metode Penelitian
Metode adalah merupakan salah satu faktor yang terpenting dan sangat menentukan
dalam penelitian hal ini disebabkan karena berhasil tidaknya suatu penelitian tergantung
metode yang digunakan.
Suatu hal yang harus diingat oleh seorang peneliti tentang banyaknya metode yang akurat
dalam artian dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah.
Agar peneliti dapat memenuhi kriteria ilmiah maka cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data sampai analisis data, diusahakan tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan metode yang ada.
Sesuai dengan perubahan metode dan prosedur penelitian ini, maka akan dibahas tentang
jenis penelitian, populasi, jenis data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (qualitative
research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan dan menganalisis
fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok. Penelitian kualitatif bersifat induktif maksudnya peneliti
membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk
interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi
dalam konteks yang mendetil disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam,
serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.
Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bertolak dari pandangan
positivisme. Penelitian kualitatif berangkat dari filsafat konstruktivisme, yang
memandang kenyataan itu berdimensi banyak, interaktif dan menuntut interpretasi
berdasarkan pengalaman sosial. penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu
pertama, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan kedua
menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).
2. Obyek Penelitian
Adapun obyek penelitian Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam
Mempersiapkan Anak ke Sekolah Formal ini akan dilakukan di Play Group X. Karena
Play Group tersebut adalah salah satu Play Group Islam yang unggul di antara Play
Group lain yang ada di kota X.
3. Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
melakukan wawancara yang berterus terang artinya tidak sembunyi yakni informan
penelitian mengetahui betul untuk kepentingan apa informasi yang ia berikan.
Sebagai informan dalam penelitian ini dapat diperoleh dari:
a. Kepala Sekolah yaitu untuk memperoleh data-data tentang sejarah berdirinya Play
Group X dan program-program PAUD di Play Group X.
b. Dewan guru untuk memperoleh data-data tentang upaya program-program PAUD di
Play Group X dalam
mempersiapkan anak ke jenjang Sekolah Formal.
c. Wali murid Play Group X untuk memperoleh data-data tentang upaya mempersiapkan
anak ke jenjang Sekolah Formal.
4. Metode Pengumpulan Data a. Metode Interview
Interview atau wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
tanya jawab untuk memperoleh keterangan dalam sebuah penelitian yang dilakukan
antara pewawancara dengan responden sambil bertatap muka. Interview ini penulis
tujukan kepada perangkat sekolah dan wali murid atau masyarakat untuk memperoleh
data tentang sejarah berdirinya Play Group X, bentuk-bentuk program Play Group X, dan
upaya mempersiapkan anak ke jenjang Sekolah Formal di Play Group X.
b. Metode Observasi
Observasi sering disebut sebagai metode pengamatan yang artinya memperhatikan
sesuatu dengan menggunakan mata (secara langsung). Dan untuk mendapatkan observasi
secara sistematis peneliti harus mempunyai latar belakang tentang obyek penelitian,
mempunyai ancer-ancer teori dan sikap yang objektif. Di antara hal-hal yang perlu
diobservasi antara lain: letak geografis, keadaan siswa, guru dan pegawai serta sarana
prasarana yang ada di Play Group X.
c. Metode Dokumentasi
Berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis, di dalam melaksanakan
metode ini peneliti mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan
transkrip, internet, notulen rapat, surat kabar, majalah, agenda, dokumen, buku-buku, dan
peraturan-peraturan. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan dokumen yang ada
pada lembaga atau instansi yang terkait atau bahan-bahan yang tertulis yang bertalian
dengan situasi latar belakang obyek penelitian dan ini sebagai pelengkap. Di antara
dokumen-dokumen yang dibutuhkan antara lain: sejarah berdirinya Play Group X,
program-program Play Group X, letak geografis, visi dan misi, struktur organisasi,
keadaan siswa, guru dan pegawai serta sarana prasarana Play Group X.
5. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul yang dilakukan adalah analisis data, proses analisis data
merupakan salah satu usaha untuk merumuskan jawaban dan pertanyaan dari perihal
perumusan-perumusan dan pelajaran adalah hal-hal yang kita peroleh dari obyek
penelitian.
Tujuan dari analisis data ini adalah untuk mencari kebenaran dari data-data yang telah
diperoleh, sehingga dari sini bisa ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 tahapan, yaitu: reduksi data, display data,
verifikasi data dan mengambil kesimpulan
a. Reduksi data
Reduksi data diawali dengan menerangkan, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting terhadap isi dari suatu data yang berasal dari lapangan.
Sehingga data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang
hasil pengamatan. Dengan begitu, dalam reduksi ini ada proses Living in dan Living out,
maksudnya data yang terpilih adalah Living in dan data yang terbuang (tidak terpakai)
adalah Living out.
b. Display data
Display data merupakan proses menampilkan data secara sederhana dalam bentuk kata-
kata, kalimat, naratif, tabel, matrik dan grafik dengan maksud agar data yang telah
dikumpulkan dikuasai oleh peneliti sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan yang
tepat.
c. Verifikasi dan simpulan (verification and conclusion)
Dalam tahap akhir, simpulan tersebut harus dicek kembali (diverifikasi) pada catatan
yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya ke arah simpulan yang mantap.
Mengambil simpulan merupakan proses penarikan intisari dari data-data yang terkumpul
dalam bentuk pernyataan kalimat yang tepat dan memiliki data yang jelas. Penarikan
simpulan bisa jadi diawali dengan simpulan tentatif yang masih perlu disempurnakan.
Setelah data masuk terus-menerus dianalisis dan diverifikasi tentang kebenarannnya,
akhirnya di dapat simpulan akhir lebih bermakna dan lebih jelas.
Simpulan adalah intisari dari temuan penelitian yang menggambarkan pendapat-pendapat
terakhir yang berdasarkan pada uraian-uraian sebelumnya atau keputusan yang diperoleh
berdasarkan metode berpikir induktif atau deduktif. Simpulan akhir yang dibuat harus
relevan dengan fokus penelitian, tujuan penelitian, dan temuan penelitian yang sudah
dilakukan pembahasan.
Demikian pekerjaan mengumpulkan data bagi penelitian kualitatif harus langsung diikuti
dengan pekerjaan menuliskan, mengedit, mengklasifkasi, mereduksi dan menyajikan data
serta menarik kesimpulan sebagai analisis data kualitatif.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan digunakan untuk mempermudah pembahasan dan
penganalisisan sehingga tersusun secara kronologis, dan untuk menghindari variabel-
variabel yang tidak bisa terkontrol yang akibatnya menimbulkan jawaban yang subjektif.
Adapun sistematika tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang berisi tentang beberapa aspek yang berkaitan dengan soal
penulisan ini, dari latar belakang masalah, diangkat rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan
BAB II : Kajian teori, terdiri dari: (a) Tinjauan tentang Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) yang meliputi: pengertian PAUD, landasan PAUD, fungsi dan tujuan PAUD,
karakteristik anak usia dini dan prinsip-prinsip PAUD, (b) Tinjauan tentang Program
PAUD dalam mempersiapkan anak ke jenjang sekolah formal yang meliputi: bentuk-
bentuk program PAUD dan upaya program PAUD dalam mempersiapkan anak ke
jenjang sekolah formal.
BAB III : Laporan hasil penelitian meliputi: (a) Gambaran umum obyek penelitian yang
meliputi: sejarah berdirinya Play Group X, letak geografis, visi dan misi, struktur
organisasi, keadaan siswa, guru, dan pegawai serta sarana prasarana. (b) Penyajian data,
dan (c) Analisis data.
BAB IV : Penutup yang meliputi: kesimpulan yang diambil dari permasalahan yang telah
dibahas, juga disampaikan saran-saran sebagai masukan agar yang baik dapat
dipertahankan dan yang kurang dapat diperbaiki.
STUDI TENTANG PENGELOLAAN KELAS ANAK
PRASEKOLAH DI TK X (TELAAH PSIKOLOGIS PEDAGOGIS)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia lahir ke dunia dalam keadaan sangat lemah tidak bisa berdiri sendiri, baik dari
segi fisik ataupun dari segi psikis. Akibat dari berinteraksi dengan lingkungan manusia
mengalami pembelajaran untuk menjalani kehidupan sebagaimana yang menjadi budaya
masyarakat yang mengelilinginya. Misalnya saja anak yang lahir dari keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu dan saudaranya akan melaksanakan pendidikan anak, merawatnya
hingga dewasa dan anak mampu hidup secara terpisah dengan kedua orang tuanya.
Kita sadar bahwa pendidikan sangat penting, karena pendidikan akan menunjukkan apa
yang harus kita lakukan pada situasi sekarang ke situasi berikutnya. Selain itu pendidikan
juga akan menyiapkan generasi penerus yang handal dan bertanggung jawab serta tidak
bertindak yang menyimpang dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat yang
bersangkutan, karena itu memberikan pendidikan kepada generasi muda menjadi
kewajiban bagi orang dewasa Firman Allah :
Dan, ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab : "Hendaklah
kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu
menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka
dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang
mereka terima. (QS. Al-Imron : 187)
Ayat diatas menerangkan tetang ancaman Allah kepada ahli kitab sebagai balasan
tindakanya tidak menympaikan isi kitab dan menyembunyikanya dari manusia.
Begitu penting pendidikan bagi kelanjutan peradapan manusia, jadi sudah selayaknya jika
pendidikan dikedepankan. Bahkan Allah berjanji akan meninggikan derajat orang-orang
yang berilmu, dan dengan tegas memerintahkan kepada manusia untuk mencari ilmu
sejak dalam buaian hingga liang lahat.
Dalam Undang-undang pendidikan RI no 20 tahun 2003 tentang Sidiknas (Sistim
Pendidikan Nasional) pasal 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki sepiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Dijelaskan pula oleh para pakar
psikologi dan pendidikan bahwa pendidikan adalah pengembangan potensi atau
kemampuan manusia secara menyeluruh yang pelaksanaanya dengan cara mengajarkan
berbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri.
Tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam yang salah satunya bertujuan
menumbuhkan anak yang beriman dan bertaqwa kepada Allah dan berakhlak utama.
Karena dengan adanya pelajaran agama, generasi yang sholeh dan bermanfaat bagi
dirinya dan masyarakat.
Setelah mengetahui arti pendidikan kita menyadari usaha dalam mewujudkan manusia
yang seutuhnya bertujuan untuk mempengaruhi dan meningkatkan kedewasaan anak
manusia atau dengan sengaja menciptakan situasi agar anak mengalami proses
pendidikan, dibutuhkan beberapa hal sebagai pendukung keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Dalam pelaksanaan pendidikan dibutuhkan komponen-komponen seperti guru
(pembimbing), siswa (terdidik), materi, tujuan, bentuk metode dan lain lain dan masing-
masing komponen tersebut saling berkaitan, jika saja salah satu komponen tersebut tidak
ada maka tidak akan pernah terjadi proses pembelajaran.
Salah satu yang diperlukan dalam pendidikan adalah penciptaan kondisi yang baik untuk
belajar. Dalam dunia pengajaran berfungsi sebagai salah satu alat untuk mempermudah
pembekajaran dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ketepatan
pengkondisian lingkungan pembelajaran akan menentukan keberhasilan suatu
pendidikan. Pengelolaan kelas sebagai bagian usaha penyelenggara pendidikan adalah
salah satu masalah yang akan timbul dalam proses pendidikan, tetapi sebelum membahas
tentang pengelolaan kelas, alangkah baiknya jika kita mempelajari dahulu pentingnya
masa prasekolah.
Keutamaan masa kanak-kanak mungkin sering tidak dimengerti oleh kebanyakan orang,
tetapi sejak zaman dahulu para orang tua mengerti bahwa peristiwa pada masa kanak-
kanak tak akan mudah untuk dilupakan. Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling
penting dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap awal perkembangan
manusia dewasa apakah ia akan menjadi manusia yang normal atau menjadi manusia
yang sakit. Oleh karena itu seluruh penyakit kejiwaan hampir dapat dipastikan adalah
kesalahan dalam memahami karakteristik fase kanak-kanak dan tuntutan-tuntutanya. Rasa
takut, marah, buang air, bertengkar berbohong dan sebagainya akan menjadi penyakit jika
tidak disikapi dan diperlakukan dengan cara yang salah. Oleh karena itu ketika mendidik
anak, ingatlah bahwa anak mempunyai karakteristik dan kemampuan yang masih
tersimpan. Tugas seorang pendidik hanyalah untuk menggali dan kemampuan anak,
bukan mengancam dan selalu menakut-nakuti agar anak menuruti yang menjadi
kehendaknya. Karena itu selalulah berada selangkah didepan anak agar selalu dapat
merasakan kebutuhan dan seberapa jauh pelajaran dapat dilanjutkan.
Pada masa prasekolah, adalah masa yang sangat menajubkan segala potensi berkembang
sangat pesat, karena itulah orang lebih sering menyebutnya dengan gold age (usia emas).
Seorang ahli perkembangan anak dari Universitas Georgia Amerika Serikat, Dr Kith
Osbon mengatakan "Hampir 50% potensi kecerdasan anak mulai terbentuk pada usia 4
tahun kemudian mencapai 80% pada saat anak berusia 8 tahun. Pada saat ini anak mulai
sensitif untuk menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensinya. Mereka
sangat peka terhadap upaya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis. Masa ini
merupakan dasar pertama dalam pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa,
sosial dan sebagainya.
Seperti yang diyakini oleh Maria Monterssori bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir
dan bahwa tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa sangat formatif
paling penting baik secara fisik maupun mental karena itu janganlah sampai disia-siakan
Montessori yakin bahwa pada tahun tahun awal seorang anak mempunyai periode-
periode sensitif (sensitif period) selama masa inilah secara khusus mudah menerima
stimulus-stimulus tertentu. Perkembangan mental sangat cepat sehingga sering disebut
sebagai absorben mind (pikiran anak dapat menyerap) karena kemampuan yang besar
dalam belajar dan asimilasi secara terus menerus dan tanpa sadar dunia yang
mengelilingi.
Dengan pengetahuan perkembangan anak prasekolah yang begitu luar biasa, maka
diperlukan perencanaan yang menyeluruh untuk mengembangkan kemampuan anak
secara optimal kearah yang positif. Kebutuhan akan pengawasan hendaknya jangan
menjadi pembatasan pengarahan serta pengawasan yang terjebak pada sebuah tindakan
kekerasan anak. akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan. Biarkan anak tumbuh
dan berkembang sesuai dengan fasenya dengan terus dipantau dan diperhatikan untuk
kemudian diarahkan bila ada tindakannya yang sekiranya tidak sesuai, tentunya dengan
metode dialogis. Dengan cara seperti itu akan menumbuhkan sikap anak yang
menghargai sebuah proses yang tidak anarkis.
Pendidikan prasekolah secara formal atau yang lebih sering dikenal dengan taman kanak-
kanak, yang akhir-akhir ini banyak diminati olah para orang tua menjadi nilai tambah
untuk membina anak sejak usia dini, selain karena anak usia prasekolah merupakan anak
yang hidup dalam ruang lingkup keluarga yang berpusat pada ibu dan bapak, anak
semakin meluas rasa solidaritasnya, yang tumbuh sebagai akibat dorong oleh rasa ingin
tahu (curiosity) dan ingin berkumpul (gregrariosity). Keluarga sebagai lingkungan sosial
terkecil dan terbatas itu walau mempunyai pengaruh kuat terhadap anak juga memiliki
keterbatasan-keterbatasan dalam tugas pendidikan dalam rangka mengembangkan bakat
dan kemampuan anak. Dengan memberi kesempatan belajar di luar rumah, berarti telah
memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman yang obyektif dan
subyektif, dan juga akan mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam
memilih alternatif-alternatif pemilihan lapangan hidup nanti dimasa dewasa sesuai
dengan dan kemampuan.
Pendidikan anak usia dini mempunyai tujuan untuk mengembangkan seluruh potensi
anak agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh yang baru mengenal dunia,
dimana ia belum mengetahui aturan norma, tata krama dan anak sedang belajar
berkomunikasi serta belajar memahami orang lain. Karena itu anak memerlukan
bimbingan dalam mengenal fenomena alam dan ketermpinan keterampilan yang
dibutuhkab sebagai bekal hidup bermasyarakat. Interaksi anak dengan orang lain dan
benda diperlukan agar anak mampu mengembangkan kepribadian, akhlak dan watak yang
mulia.
Adapun prinsip pendidikan anak prasekolah juga dijelaskan dalam Undang-Undang
Pendidikan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun, yang dilakukan dengan
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
selanjutnya.
Dilihat dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan pendidikan prasekolah (TK)
tidak hanya pendidikan yang bersifat jasmani saja tetapi tercakup pula yang bersifat
rohani. Mengingat bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan ketiga aspek yang
dimiliki manusia yaitu psikomotorik, kognitif dan afektif. Atau dalam bahasa agama
sering disebut dengan pikir, zikir dan amal yang hasil akhirnya adalah manusia yang
sempurna.
Dalam pembinaan perkembangan ketiga aspek tersebut, anak prasekolah membutuhkan
tenaga ahli dalam bidang pendidikan. Guru sebagai seorang pendidik dituntut untuk dapat
membuat perencanaan pembelajaran termasuk didalam mengelola kelas, merancang
kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi
terjadinya proses belajar mengajar sehingga siswa dapat terkendali dan dapat terlibat
secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Menentukan pola pengelolaan kelas khususnya pendidikan anak prasekolah bukanlah
pekerjaan mudah. Kesalahan menentukan pola akan berakibat tidak tercapainya tujuan
yang hendak dicapai dan tak akan berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Psikologi sebagai salah satu cabang ilmu yang menyelidiki atas gejala-gejala kegiatan
jiwa mempunyai peranan yang sangat besar dalam dunia pendidikan. Sesuai dengan
kenyataan yang ada selama ini, psikologi pada umumnya lebih banyak menekankan
penyelidikan terhadap tingkah laku manusia yang bersifat jasmani (psikomotorik)
maupun rohaniyah (kognitif-afektif) dimana tingkah laku psikomotorik meliputi
perbuatan, bicara, duduk, berjalan dan sebagainya. Tingkahlaku rohaniyah meliputi
berfikir, keyakinan, berperasaan dan sebagainya atau dapat dikatakan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia baik-baik selaku individu maupun selaku kelompok, dalam
hubunganya dengan lingkungan. Setidak-tidaknya ada 10 macam kegiatan pendidikan
yang banyak memiliki prinsip-prinsip psikologi yakni 1) Seleksi penerimaan siswa, 2)
Perencanaan pendidikan, 3) Penyusunan kurikulum 4) Penelitian kependidikan, 5)
Administrasi kependidikan 6) Pemilihan materi pembelajaran 7) Interaksi belajar
mengajar dan pelayanan bimbingan dan penyuluhan 9) Metodologi mengajar 10)
Pengukuran dan evaluasi.
Dengan demikian timbul pertanyaan bagaimana metode pengelolaan kelas pada anak
prasekolah yang paling tepat dan sesuai dengan perkembangan psikomotorik, kognitif
dan afektif dan tujuan yang hendak dicapai.
Taman Kanak-Kanak X sebagai salah satu lembaga yang bergerak di bidang pendidikan
anak prasekolah menerapkan beberapa metode dalam pengelolaan kelas, sehingga anak
akan tumbuh menjadi insan yang sempurna sesuai dengan visi dan mi si yang menjadi
landasan gerak mereka. Karena itu penulis ingin mencoba menuangkan dalam bentuk
tulisan tentang metode pengelolaan kelas pada anak prasekolah di TK X dalam telaah
psikologi pendagogi.
B. Penegasan Istilah
Dalam memahami isi skripsi ini diperlukan keterangan secara jelas tentang istilah yang
akan digunakan supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman isi skripsi ini.
1. Pengelolaan kelas anak prasekolah.
A. Pengelolaan kelas
Yaitu ketrampilan untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Dapat dikatakan bahwa pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan seorang guru
dalam melayani kebutuhan siswanya dalam hal pendidikan berupa situasi dan kondisi
yang baik sehingga siswa dapat belajar dengan baik.
B. Anak prasekolah
Yaitu anak usia 4-6 tahun yang terbagi atas
- Kelompok A : anak usia 4-5 tahun
- Kelompok B : anak usia 5-6 tahun.
atau dapat dikatakan bahwa anak-anak prasekolah adalah anak-anak dibawah usia
sekolah atau anak yang belum memasuki sekolah yang dibatasi pada umur 4-6 tahun.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengelolaan kelas anak prasekolah adalah
keterampilan untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar pada anak usia 4-6 dan
mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
2 Telaah psikologi pendagogi
A. Telaah Yaitu penyelidikan secara mendetail
B. Psikologis pedagogis
Ilmu yang menerangkan tentang aktifitas individu dan faktor faktor yang mempengaruhi
dalam proses pendidikan.
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa telaah psikologi pendagogi
berarti suatu penyelidikan secara mendalam tentang pengelolaan kelas dengan menyoroti
dari sisi perkembangan.
Jadi dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa studi tentang
pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengkaji secara mendalam tentang usaha seorang pendidik dalam rangka menciptakan
dan memelihara kondisi belajar yang optimal pada anak usia 4-6 tahun yang mengikuti
pendidikan luar sekolah di TK X dengan mengacu kepada prinsip-prinsip pendidikan dan
metode-metode pendidikan serta perkembangan anak didik..
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sebagaimana dijelaskan diatas muncul berbagai masalah yang
akan dibahas dalam skripsi ini yaitu :
1. Bagaimana pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X.
2. Bagaimana problematika dan solusi yang digunakan dalam pelaksanaan pengelolaan
kelas di TK X.
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi
Tujuan dari penulisan ini tentunya akan menggambarkan secara obyektif bagaimana
sesungguhnya pengelolaan kelas anak prasekolah yang dilaksanakan TK X.
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pola pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X.
2. Mengetahui problematika dan solusi yang digunakan dalam pelaksanaan pengelolaan
kelas anak prasekolah di TK X.
Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah :
1. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para pendidik anak sehingga dapat
memilih pola pengelolaan kelas yang akan digunakan dalam mencapai tujuan.
2. Sebagai bahan bacaan bagi para mahasiswa sehingga menambah wawasan tentang
pengelolaan kelas pada anak prasekolah.
3. Menambah wawasan bagi para pembaca dimanapun berada.
E. Kajian Pustaka
Dalam pengelolaan kelas anak prasekolah penulis memerlukan beberapa poin penting
yang harus diperhatikan oleh para pengelola kelas karena dikelaslah pendidikan yang
sebenarnya dilaksanakan.
Pada hakekatnya penelitian dan penulisan tentang psikologi pedagogi telah banyak
dilakukan oleh para penulis sebelumnya walaupun demikian penulis tersebut tidak
terfokus pada pengelolaan kelas, tetapi mengambil pembahasan lainnya. Dalam hal ini
penulis akan mengkaji tentang pengelolaan kelas anak prasekolah dengan menelaah
psikologi pedagogi, karena itu dibutuhkan beberapa sumber sebagai bahan perbandingan
dalam penyelesaian penelitian ini yang banyak ditulis oleh para ahli pendidikan.
Drs. Ahmad Rohani HM dan Drs. H. Abu Ahmadi dalam buku Pengelolaan Pengajaran
banyak membahas tentang problematika dalam kelas yang terjadi pada individu ataupun
kelompok yang menyebabkan guru harus menyediakan kondisi dalam kelas yang optimal
agar proses belajar mengajar berlangsung efektif baik dari segi fisik maupun kondisi
sosial-emosional.
Berbeda dengan Dr. Suharsimi Arikunto dalam Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah
Pendekatan Evaluatif dia mengatakan bahwa pengelolaan kelas terbagi menjadi dua hal
yaitu pengelolaan yang menyangkut pengelolaan siswa dan pengelolaan fisik yang
meliputi ruang prabot dan pelajaran.
Elizabeth G. Hainstock dalam buku Montersori untuk prasekolah memberi penawaran
tentang lingkungan belajar yang kondusif memungkinkan anak bereaksi secara bebas dan
mengembangkan dirinya dalam garis-garis pikirannya sendiri dengan tatanan ruang kelas
yang semua peralatannya disesuaikan dengan ukuran anak.
Dr. H. Hadari Nawawi dalam Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas lebih banyak
membicarakan faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan manajemen kelas.
E.C. Wragg dalam Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar lebih menekankan pada
tugas guru sebagai perencana, pengorganisir, koordinator, pengarah, pengendali,
komunikasi perawat dan pemupuk kelas baik didalam atau diluar kelas.
F. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan
kualitatif yaitu pendekatan dimana pendekatan ini mempunyai ciri-ciri khusus yang
terletak pada tujuan yaitu mendiskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
keseluruhan kegiatan.
Dalam skripsi ini penulis yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data sebagai bahan skripsi ini menggunakan metode-metode sebagi
berikut :
a. Library research
Yaitu melalui riset kepustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis terbaik yang
telah dipublikasikan atau belum.
Metode ini digunakan untuk menggali sumber-sumber tentang metode pengelolaan kelas
anak prasekolah sebagai landasan teori dalam penelitian ini.
b. Metode observasi
Yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan pengamatan langsung dengan tujuan
dan prosedur yang sistematis.
Metode ini digunakan memperoleh data-data atau melihat kebenaran data-data yang
diperoleh dengan cara melihat secara langsung kepada obyek penelitian tentang
bagaimana metode pengelolaan kelas, dalam hal ini adalah TK X.
c. Metode wawancara
Yaitu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang menginginkan
sebuah informasi dari seorang lainya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(Panduan wawancara).
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang metode pengelolaan kelas anak
prasekolah di TK X. Juga permasalahan yang timbul dan permasalahan yang ditempuh
dalam penggunaan metode yang telah direncanakan. Wawancara dilakukan terhadap guru
kelas/pengampu mata pelajaran, dan kepala sekolah.
d. Metode dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data dengan mencari sumber tertulis, atau filem yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan yang datang dari penyelidik.
Metode ini digunakan untuk mencari data-data yang bersangkutan dengan obyek yang
diteliti dalam hal ini adalah TK X.Dokumen yang digunakan adalah dukumen resmi
internal yaitu dokumen yang berupa pengumuman, instruksi, aturan suatu lmbaga
masyarakat tertentu yang digunalan dalam kalangan sendiri 2. Metode analisis data
Setelah data-data terkumpul, selanjutnya disusun secara sistematis dan dianalisa secara
kualitatif dengan menggunkan metode sebagai berikut :
a. Metode deskriptif
Pada penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata,
gambar-gambar kebanyakan bukan angka-angka. Kalaupun angka-angka sifatnya hanya
sebagai penunjang. Data yang dimaksud meliputi transkip wawancara, catatan lapangan,
foto-foto, dokumen pribadi, nota, dan catatan lainnya.
Metode ini digunakan untuk menganalisis data yang telah diperoleh dari sumber-sumber
pustaka tentang metode pengelolaan kelas anak prasekolah.
b. Metode Induktif
Yaitu metode yang bermula dari fakta khusus akhirnya ditarik kesimpulan yang bersifat
umum.
Metode ini berguna untuk menganalisa fakta yang ada dilapangan untuk kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan landasan teori yang ada.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi hasil penelitian ini akan ditulis dengan sistematika sebagai berikut :
1. Bagian muka yang memuat halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, abstraksi, deklarasi, halaman kata
pengantar dan halaman daftar isi.
2. Bagian isi batang tubuh bagian ini memuat :
Bab I, Pendahuluan yang terdiri atas : Latar belakang masalah, Penegasan istilah,
Rumusan masalah, Tujuan dan manfaat penulisan skripsi, Kajian pustaka, Metodologi
penelitian, Sistematika penulisan skripsi.
Bab II, Pengelolaan kelas anak prasekolah tinjauan psikologi pendagogis yang terdiri dari
: Kondisi fisik dan psikis anak prasekolah dilihat dari psikologi perkembangan yang
berisi tentang : Perkembangan jasmani, Perkembangan kognitif, Perkembangan bahasa
dan sosial, Perkembangan agama. Hubungan psikologi perkembangan dan pendidikan
yang meliputi peranan dan kontribusi psikologi dalam pendidikan. Pengelolaan kelas
anak prasekolah yang berisi tentang : Pengertian pengelolaan kelas, Tujuan pengelolaan
kelas, Dasar dan prinsip pengelolaan kelas anak prasekolah.
Bab III, Laporan hasil penelitian (tinjauan tentang metode pengelolaan kelas anak
prasekolah) yang terdiri atas : Gambaran umum TK X berisi tentang : Tinjauan historis,
Letak geografis, Struktur organisasi, Sarana prasarana dan sumber dana, Keadaan guru
dan siswa, Kurikulum. Penerapan pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X terdiri
atas : Pengelolaan kelas yang digunakan dalam pendidikan anak prasekolah di TK X,
Problematika dan solusi yang digunakan dalam pengelolaan kelas di TK X.
Bab IV, Analisis tentang pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X, memuat tentang :
Analisis tentang pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X, Analisis problematika dan
solusi yang digunakan dalam pengelolaan kelas anak prasekolah di TK X.
Bab V, Penutup yang meliputi : Kesimpulan, Saran-saran, dan penutup.
3. Bagian akhir/referensi yang berisi tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
SOLUSI MENGEMBANGKAN KREATIFITAS BELAJAR BAGI
ANAK BERBAKAT DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI TK X
BAB I
PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menghadapi anak berbakat dan kreatif, orang tua atau guru harus mencari cara perlakuan
khusus. Meskipun tidak berlaku umum, konsep kreatifitas berhubungan dengan sifat
bawaan yang disertai dengan kecerdasan dan keunggulan. Sesuatu dapat dikatakan hasil
kreatifitas jika merupakan pembaharuan dan memiliki fungsi yang memasyarakat.
Biasanya kreatifitas lahir dari tuntutan untuk memenuhi kebutuhan utama manusia.
Banyak orang yang belum menyadari pentingnya pengembangan kreatifitas pada anak.
Masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa kreatifitas semata-mata berhubungan
bakat artistik.
Menurut seorang ahli, kreatifitas adalah suatu proses berfikir yang beragam, diikuti
dengan logika serta pengertian-pengertian yang bersifat intuitif dalam menciptakan
sesuatu keadaan atau benda-benda. Kita bisa melihat dengan jelas bila anak itu bermain ia
menciptakan khayalannya dan spontanitasnya.
Clark memunculkan konsep dimensi kreatif dalam keberbakatan merumuskan bahwa
kreatifitas merupakan ekspresi tertinggi dari keberbakatan yang bersifat terintegrasi yaitu
sintesa dari semua fungsi dasar manusia. Konsep tersebut mencakup kondisi berfikir
rasional yang sifatnya terukurkan dan dapat dikembangkan melalui berbagai latihan
secara sadar dan dirancang. Penginderaan adalah kondisi tulen dalam menciptakan
produk baru dan menurut pengembangan baik mental ataupun fisik atau ketrampilan
tinggi dalam bidang tertentu. Rasa adalah kondisi emosional yang dilepaskan dari
penciptaanya untuk diteruskan kepada konsumen dan menghasilkan respon emosional.
Kondisi intuisi adalah kesadaran tertinggi yang secara paradoksal digali dari alam sadar
dan bukan rasio sadar serta dikembangkan untuk mencapai pencerahan.
Menurut teori psikoanalistik, aebagaimana yang dikemukakan oleh Sigmund freud, carl
jung, ernest kris dan Lawrence kubie menuliskan bahwa proses kreatif yang di
gambarkan oleh clark dan beranjak dari teori jung adalah lundisi relatif (relax) dari ego
yang menjadikan alam bahwa sadar berfungsi bebas mengembangkan ide senghingga
terjadi integrasi antara kehidupan imajinasi dengan masalah yang dihadapi. Atas dasar
itu, kesadaran yang tertinggi rementara proses kreatif itu berlangsung.
Jadi dari para ahli dari atas dapat disimpulkan bahwa kreatifitas itu merupakan suatu
pruses yang mengikutkan segala pola berpikir rasional yang menjadi alam sadar dan
segala yang nersifat intuisi bebas mengembangkan ide. Manusia itu bebas dalam arti
mempunyai daya untuk memilih dari sekian banyak kemungkinan mengharap atau
menuntut kebebasan untuk berpikir dan bertindak dalam arti mempunyai daya yang
datang dari luar dirinya itu benar-benar urang kreatif.
Untuk mengembangkan kreatifitas, piran tidak hanya perlu mendapatkan latihan saja,
tetapi juga harus diisi dengan bahan-bahan yang dapat menjadi bahan untuk mancetuskan
sebuah ide. Bahan yang terbaik untuk pencetus ide adalah pengalaman-pengalaman yang
dialami sendiri merupakan bahan bakar yang terkaya, karena pengalaman ini cenderung
selalu kita ingat dan akan muncul setiap diperlukan.
Diantara masalah terpenting yang harus diperhatikan dan ditangani secara baik oleh para
pendidik adalah mengetahui bakat dan pekerjaan yang sesuai dengan anak yang kelak
menjadi cita-cita hidupnya. Bakat yang ada pada dasarnya merupakan modal emas untuk
meraih prestasi besar karena adanya berbagai faktor bisa menjadi sia-sia. Faktor
Distraktor itu dapat dikategorikan kepada faktor internal dan eksternal. Faktor Internal
adalah faktor yang timbul dari anak itu sendiri, hal ini terjadi karena adanya frustasi.
Sebagai contoh bahwa seorang anak merasa cukup punya bakat dalam bidang musik, tapi
mengingat tidak adanya piano atau gitar yang dapat dipakai untuk mengembangkan
bakatnya kemudian frustasi. Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar individu
yang bersangkutan atau lingkungan sebagai contoh orang tuanya kurang mampu dalam
memberikan sarana yang memadai untuk itu.
Sesungguhnya setiap orang mempunyai bakat kreatif, walaupun masing-masing dalam
jenis dan derajatnya berbeda-beda. Maka yang penting bagi pendidik orang tua dan guru
ialah bahwa setiap anak mempunyai bakat kreatif dan bahwa bakat kreatif itu perlu
dipupuk sejak dini, agar dapat diwujudkan secara optimal. Ada beberapa pertimbangan
dasar mengapa kreatifitas perlu dipupuk sedini mungkin. Pertama kerana usia pra sekolah
merupakan masa yang sangat subur untuk mengembangkan kreatifitas anak-anak usia pra
sekolah sebagimana telah dilukiskan sebelum memiliki banyak kepribadian kreatif
hendaknya pendidik tidak menyia-nyiakan bakat alamiah anak usia pra sekolah ini.
Keadaan anak prasekolah menguntungkan untuk pengembangan kreatifitas, karena pada
masa ini masih banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif. Kedua
bahwa usia pra sekolah merupakan masa yang kritis untuk perkembangan kreatifitas dan
proses-proses intelektual lainnya.
Proses-proses mental yang dikembangkan pada usia dini akan menjadi bagian menetap
dari individu dan akan mempunyai dampak terhadap perkembangan intelektual
selanjutnya. Perkembangan dini dari berfikir, bersikap dan berperilaku kreatif akan
membentuk dasar yang kuat baik bagi prestasi orang dewasa dalam ilmu teknologi dan
seni maupun untuk menikmati hidup secara lebih mendalam.
Seorang anak memulai kehidupan sekolah, ia bergairah mencari pengalaman-pengalaman
baru dan ia condong untuk belajar. Oleh karena itu, kita melihat bahwa sekolah
membantu dalam menyandarkan anak akan keadaan yang sedang dilalui dalam masa
pertumbuhan yang terus menerus. Mereka memperhatikan setiap hal yang baru yang
terjadi padanya dan mereka terdorong untuk melakukan setiap pekerjaan yang baru, dari
rangkaian yang mereka sukai.
Menurut Dr. Muhammad Khalifah Barakat ada berbagai cara dalam menghadapi atau
melihat bakat anak-anak agar selalu hidup dan kuat menjadi pendorong bagi mereka
dalam belajar antara lain:
a. Ketahuilah bakat dari masing-masing murid anda dan setiap mereka diberi pelajaran
dengan baik apa kecondongannya yang menonjol.
b. Hendaknya kita selalu menjadikan murid-murid anda sebagai titik tolak dan
mengarahkan mereka kepada bakatnya masing-masing, dimana saja anda temukan, serta
jadikanlah bakat-bakat tersebut asas dari pendidikan dan pengajaran mereka.
c. Wajib dikembalikan bakat kodrati yang umum yang terdapat pada murid-murid yang
sebaya.
d. Bantulah murid-murid untuk merasakan adanya hubungan sekolah dengan
kehidupannya melalui adanya hubungan sekolah dengan pribadi anak.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik mengangkat tema :
"Solusi mengembangkan kreatifitas belajar pada anak berbakat dalam proses belajar
mengajar". Karena kreatifitas dalam belajar sangat perlu dikembangkan dan digali
terutama pada anak yang mempunyai bakat sebagai modal emas untuk meraih prestasi
belajar demi kesuksesan cita-citanya.
B. Penegasan Judul
Sebelum penulis memaparkan lebih lanjut, maka terlebih dahulu akan penulis kupas
beberapa istilah dari judul diatas untuk menghindari kesalahan dalam memahami isi
tulisan ini, yaitu :
1. Solusi menurut Kamus Ilmiyah Populer berarti pemecahan dan penyelesaian suatu
masalah. Yang dimaksud oleh penulis disini adalah bagaimana menyelesaikan problem
anak berbakat dalam mengembangkan kreatifitasnya.
2. Kreatifitas Belajar Anak Berbakat
a. Kreatifitas adalah suatu proses berfikir yang beragam diikuti dengan logika serta
pengertian-pengertian yang bersifat intuitif menciptakan suatu benda akan khayalan.
b. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah individu melalui interaksi dengan
lingkungan.
c. Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai kemampuan yang unggul, mempu
memberikan prestasi yang tinggi. Yang dimaksud oleh penulis bahwa kreatifitas belajar
pada anak berbakat adalah suatu proses perubahan tingkah dalam berfikir yang beragam
dengan logika serta pengertian yang bersifat intuitif untuk mampu memberikan prestasi
yang tinggi.
3. Taman Kanak-Kanak
Adalah suatu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini
bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Maksud TK dalam hal
ini adalah sekolah persiapan untuk anak usia 4-5 tahun sebelum anak memasuki sekolah
yang sebenarnya.
4. Proses Belajar Mengajar
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Maksudnya
belajar dalam hal ini adalah kegiatan yang tidak hanya memfokuskan pada pemahaman
dan ingatan tetapi juga pengalaman dan mengalami.
Sedangkan mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan kepada peserta
didik/murid di sekolah.
Jadi proses belajar mengajar merupakan suatu proses dimana adanya pengolahan
informasi oleh guru kepada siswa yang diharapkan kepada pencapaian tujuan yang
diharapkan.
II. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang penulis kemukakan dapat penulis angkat dalam hal berbagai
permasalahan yaitu :
a. Bagaimanakah solusi mengembangkan kreatifitas belajar pada anak berbakat?
III. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah :
a. Untuk memperdalam pengetahuan tentang bagaimana solusi mengembangkan
kreatifitas belajar pada anak berbakat.
IV. METODE PENELITIAN
Metode penulisan skripsi yang penulis gunakan adalah :
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan grand teori
meksudnya bahwa pengumpulan data pada hakekatnya berpedoman pada usaha untuk
mengembangkan suatu teori, maka pengembangan teori dan pengumpulan data bertalian
erat.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kialitatif ini adalah pendekatan positivistik
maksudnya bahwa penelitian kualitatif ini pada umumnya lebih melihat proses dari pada
produk dari objek penelitian.
Dalam skripsi yang dikaji ini meneliti bagaimana proses mengembangkan kreatifitas
belajar anak berbakat dalam lembaga taman kanak-kanak.
3. Metode Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan
maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah;
a. Observasi
Adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek
baik langsung maupun tidak langsung karena pengamatan memungkinkan gejala-gejala
penelitian dapat diamati dari dekat. Obsevasi digunakan penulis untuk mengamati
perkembangan kreatifitas belajar pada anak berbakat dalam proses belajar mengajar di
TK X.
b. Wawancara
Adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya
jawab secara langsung ataupun tidak langsung dengan sumber data. Wawancara ini
digunakan untuk mendapatkan informasi tentang pengembangan kreatifitas belajar pada
anak berbakat, problem dan solusi anak berbakat melalui informasi kepala sekolah, guru
dan orang tua.
c. Dokumentasi
Adalah cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. Dokumen
ini dugunakan untuk mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variable
yang diteliti meliputi catatan, transkrip buku, surat kabar, majalah dan sebagainya untuk
mendukung keperluan penelitian karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung-
jawabkan.
2. Teknik Analisa data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi
kualitatif. Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan dengan subyek penelitian
berdasarkan data dan veriabel yang diperoleh. Apabila dalam penelitian yang
pendekatannya lebih bersifat kualitatif tentu diskriptifnya tersebut lebih penting lagi.
Analisis data digunakan untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil
observasi, wawancara dan lain-lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian
tentang masalah yang diteliti dengan menyajikan sebuah temuan bagi orang lain.
Untuk menganalisa data yang telah ada, penulis berusaha mengikuti langkah-langkah
berikut yang masih sangat bersifat umum, yakni:
a. Reduksi data
Data yang diperoleh di dalam lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau
laporan yang terperinci. Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal
yang pokok, difokuskan pada hal-hal penting, dicari tema atau polanya. Data ini
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan dapat membantu
dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.
b. Display data
Data yang keseluruhannya diperoleh harus diusahakan untuk dibuat dalam berbagai
macam matriks, grafik, networks dan charts. Dengan demikian peeliti dapat menguasai
data dan tidak tenggelam dalam tumpikan detail.
c. Pembuatan catatan obyektif
Peneliti mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi
sebagaimana adanya, factual atau objektif deskriptif. Dalam hal ini data yang diperoleh di
lapangan akan diklasifikasikan pada segment yang sesuai dan peneliti berhak mengedit
data jika data tidak sesuai dengan situasi yang ada.
d. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
Peneliti berusaha mencari makna data yang dikumpulkan untuk mencari pola, tema,
hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan sebagainya dari data yang
diperolehnya untuk diambil kesimpulan. Data yang telah disimpulkan senantiasa harus
diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi merupakan pemeriksaan tentang
kebenaran suatu laporan. Untuk mencapai intersubjektif consensus yakni persetujuan
bersama agar lebih menjamin validitas atau comfirmability.
V. KAJIAN PUSTAKA
Pembahasan dan penelitian mengenai kreatifitas belajar dan anak berbakat telah banyak
dilakukan oleh penulis sebelumnya terdapat beberapa kajian yang telah membahasnya.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih memfokuskan pada
pembahasan pada pengembangan kreatifitas belajar pada anak berbakat. Dengan
mengetahui cara mengembangkan kreatifitas belajar pada anak berbakat maka diharapkan
dapat mengatahui ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya sebagai bagian dari penyaluran bakat dari peserta didik.
Dengan demikian dalam penelitian ini masih menemukan relevansi dan signifikansi
untuk dilakukan.
VI. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang penulis maksudkan di dini adalah sebagai acuan dalam
embahas skripsi dan sebagai acuan dalam membahas skripsi dan sebagai gambaran umum
tentang hal-hal yang menjadi pembahasan di dalamnya.
a. Bagian muka
Bagian ini memuat halaman judul, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar dan
daftar isi.
b. Bagian isi
Bagian ini terdiri dari :
BAB I Mengenai latar belakang masalah, penegasan, judul, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan metode penelitian
BAB II Mengenai pengertian kreatifitas dan belajar, ciri-ciri kreatifitas belajar, faktor
yang mempengaruhi kreatifitas belajarm tahap-tahap kreatifitas, mengenai pengertian
anak berbakat, ciri-ciri anak berbakat, problema dan solusi anak berbakat, solusi
mengembangkan kreatifitas belajar pada anak berbakat
BAB III Mengenai sejarah berdirinya TK X, proclema anak berbakat dan solusinya,
usaha dan sarana pengembangan kreatifitas belajar pada anak berbakat di TK X.
BAB IV Mengenai Analisis Solusi Mengembangkan Kreatifitas Belajar Pada Anak
Berbakat di TK X.
BAB V Kesimpulan, saran dan penutup.
0Share
PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI EDUCATIVE
PUNISHMENT UNTUK ANAK USIA DINI DAN UPAYA SOLUSINYA
DI TK X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Para ahli psikologi dan pendidikan dan bahkan semua orang berpendapat bahwa setiap
anak manusia berbeda secara lahir maupun batin, jangankan pada aspek biologis, pada
aspek psikologis pun anak manusia berbeda. pendapat ini tidak dapat dibantah, karena
memang demikianlah kenyataannya. Coba amati kehidupan dilingkungan masyarakat,
anak manusia bukan hanya terdiri dari jenis kelamin wanita dan pria , tetapi juga terdiri
dari kelompok umur, mulai dari anak kecil, anak usia pra sekolah, anak remaja, pemuda,
dan orang dewasa, termasuk para orang tua lanjut usia. Secara psikologis mereka- mereka
itu mempunyai perbedaan-perbedaan dengan karakter mereka masing-masing-masing,
ada yang pemarah, ada yang berjiwa sosial, ada yang egois, ada yang cengeng, ada yang
pemalas, ada yang bodoh, ada yang cerdas, ada yang rajin, ada yang pemurung, dan
sebagainya yang semuanya itu dipengaruhi pembawaan dan lingkungan.
Masa usia dini merupakan masa unik dalam kehidupan anak-anak, karena masa ini
merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat dan sekaligus masa yang paling sibuk,
masa ini adalah masa yang paling tepat untuk anak memulai belajar, karena dapat
menumbuhkan nilai-nilai yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan kepribadian anak.
Pendidikan yang diberikan kepada anak sejak usia dini merupakan suatu investasi yang
sangat besar bagu keluarga, bangsa dan agama. Anak adalah generasi penerus keluarga
dan penerus bangsa, betapa bahagianya orang tua yang melihat anak berhasil, baik dalam
hal pendidikan, berkeluarga, bermasyarakat, dan berkarya. Untuk mewujudkan semua itu
yang diperlukan adalah pendidikan.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada anak usia dini berada pada periode pre
operasional yaitu di mana anak belum mampu menguasai operasional mental secara logis,
yang dimaksud operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan
fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau Symbolic
Fungtion, yaitu kemampuan untuk, merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang dengan
menggunakan symbol (kata-kata, gesture /bahasa, gerak, dan benda). Dapat juga
dikatakan sebagai Semiotic fungtio, kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol,
(bahasa, gamabar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau peristiwa).
Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi salah satu diantaranya adalah
pendidikan yang dikhususkan untuk anak usia 4-6 tahun yaitu Taman kanak-Kanak atau
yang biasa kita sebut dengan TK. Anak usia tersebut dipandang perlu untuk dikhususkan
karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan usia anak diatasnya. Pendidikan anak
usia dini mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara-negara maju, karena
menurut ilmu pendidikan pengembangan kapasitas manusia akan lebih mudah dilakukan
sejak dini.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya.
Apabila di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan,
saling membantu (bekerja sama), dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga atau anggota
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga, dan konsisten dalam melaksanakan
aturan, maka anak akan memiliki kemampuan atau penyesuaian sosial dalam
hubungannya dengan orang lain. kematangan penyesuaian anak akan sangat terbantu
apabila anak dimasukkan ke Taman kanak-Kanak. TK sebagai "jembatan bergaul"
merupakan tempat yang memberikan peluang kepada anak untuk belajar memperluas
pergaulan sosialnya, dan mentaati peraturan.
TK dipandang mempunyai kontribusi yang baik bagi perkembangan sosial anak karena
alasan-alasan sebagai berikut :
1. Suasana TK sebagian masih suasana keluarga.
2. Tata tertibnya masih longgar, tidak terlalu mengikat kebebasan anak.
3. anak berkesempatan untuk aktif bergerak, bermain, dan riang gembira yang
kesemuanya mempunyai nilai paedagogis.
4. anak dapat mengenal dan bergaul dengan teman sebaya yang beragam (multi budaya)
baik etnis, agama, dan budaya.
Ilmu pendidikan memberi landasan bagaimana cara mendidik anak, baik secara umum
maupun khusus. Tercakup juga di dalamnya ilmu pembelajaran, tentang bagaimana cara
membelajarkan usia dini. Ilmu pendidikan juga mencakup teknologi pendidikan,
khususnya yang terkait dengan media dan alat-alat bermain anak yang sangat diperlukan
mendidik anak. Disamping itu, ilmu tentang kurikulum dan menerjemahkan kurikulum ke
dalam program pembelajaran dan satuan pembelajaran. Ilmu tentang evaluasi (asesmen)
juga dibutuhkan untuk mengetahui kemajuan pembelajaran anak.
Setiap persoalan pendidikan anak dikaji dari berbagai sudut keilmuan secara terpadu.
Sebagai contoh, untuk mengembangkan keterampilan motorik kasar pada anak usia 3-4
tahun, kira-kira kegiatan apa yang tepat diberikan. Untuk menjawab hal itu perlu dikaji
perkembangan fisik motorik anak usia TK dari segi biologis, psikologi belajar anak, dan
ilmu pendidikan jasmani. Contoh lain ialah bagaimana cara menanamkan nilai-nilai
kedisiplinan pada anak, untuk menjawab persoalan tersebut ilmu psikologi sangat
diperlukan. Oleh sebab itulah seorang guru dituntut untuk menguasai ilmu tersebut
karena ilmu psikologi adalah ilmu yang paling berperan dalam mendidik anak usia dini.
Berbicara mengenai pendidikan, tidak terlepas peranan pelaku pendidikan itu sendiri
yaitu pendidik dan anak didik, selain itu sebuah lembaga pendidikan formal baik itu
untuk anak usia dini, menengah, dan kuliah pasti memiliki sebuah tata tertib atau
peraturan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh para pelaku pendidikan. Tata tertib dan
peraturan yang diberlakukan adalah untuk menjaga ketertiban suasana lingkungan belajar
tetap kondusif, selain itu peraturan juga diberikan untuk anak agar bisa bersikap disiplin
baik itu di sekolah atau pun di masyarakat kelak.
Setiap ada peraturan tentunya juga terdapat sanksi atau hukuman yang diberikan kepada
setiap pelanggar ketertiban. Pemberian hukuman terhadap siswa terutama pada anak usia
dini harus benar-benar memperhatikan psikologi anak, pemberian hukuman yang salah
(tidak sesuai dengan psikologi anak) akan sangat mempengaruhi perkembangan mental
dan jiwa anak. Jika hal itu terjadi, maka proses tumbuh kembang anak akan terganggu
dan berdampak negatif pada tingkah lakunya.
Menghukum anak bukan perkara yang mudah karena masalah tidak hanya selesai saat
seorang guru bisa menahan amarahnya, akan tetapi masalah yang paling penting adalah
dampak dari hukuman tersebut, apakah anak mengalami perubahan positif atau malah
sebaliknya anak mengalami perubahan yang negatif. Dalam beberapa fenomena yang
terjadi adalah anak mengalami mogok belajar, dan cenderung bersikap pasif terhadap
materi yang diberikan guru.
Demikianlah gambaran problematika yang dihadapi oleh para guru di TK X, sampai saat
ini implementasi educative punishment belum dapat terealisasi dengan sempurna, karena
fenomena yang terjadi setelah anak didik melakukan kesalahan dan mendapatkan sanksi
sang guru, yang terjadi justru anak tidak mau mentaati perintah dari guru yang
bersangkutan, dan bahkan ada beberapa anak yang bersikap acuh terhadap sanksi yang
diberikan guru, dan problem yang paling serius adalah ketika anak memutuskan untuk
berhenti atau keluar dari sekolah. Berangkat dari latar belakang yang telah tersebut di
atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui
"Problematika Educative Punishment Untuk Anak Usia Dini dan Upaya Solusinya di TK
X".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang akan dikaji dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan educative punishment ?
2. Bagaimana implementasi educative punishment dan apa saja problematika yang
dihadapi para pendidik dalam memberikan hukuman pada anak di TK X?
3. Bagaimana solusi untuk memecahkan problematika yang dihadapi para pendidik/guru
dalam upaya menerapkan educative punishment pada anak usia dini di TK X ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam skripsi ini:
1. Untuk mengetahui implementasi educative punishment pada anak usia dini di TK X.
2. Untuk mengetahui problematika yang dihadapi guru dalam implementasi educative
punishment pada anak usia dini di TK X.
3. Ingin mengetahui solusi- solusi untuk memecahkan problematika yang dihadapi guru
dalam upaya implementasi educative punishment untuk anak usia dini di TK X.
D. Kegunaan Penelitian
Setelah disebutkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam pembahasan ini,
penulis berharap ada manfaat bagi lembaga yang bersangkutan khususnya bagi penulis
dan para pembaca pada umumnya. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai :
1. Bagi penulis diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan dalam menghadapi
problematika dalam implementasi educative punishment untuk anak usia dini.
2. Bagi lembaga yang dijadikan obyek penelitian, dapat digunakan untuk mengevaluasi
sekaligus menentukan langkah yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang ada
pada lembaga yang bertujuan.
3. Bagi staf pendidik atau guru dapat dijadikan sebagai bahan dalam menentukan metode
dan teknik dalam memberikan hukuman untuk anak usia dini.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahp ahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis
perlu memberikan penjelasan arti dari istilah-istilah yang terkandung di dalamnya, yaitu
sebagai berikut :
1. Problematika : Problematika adalah suatu permasalahan yang belum dijumpai
pemecahannya ketika itu. Sehingga dapat dikatakan, bahwa problematika adalah suatu
masalah yang sulit, hingga sampai waktunya belum ditemukan jalan keluarnya atau
pemecahannya.
2. Implementasi : penerapan, yaitu pelaksanaan atau proses educative punishment di TK
X.
3. Educative Punishment : hukuman yang mendidik. Jadi yang dimaksud educative
punishment dalam penelitian skripsi ini adalah sanksi atau hukuman yang diberikan
kepada anak didik yang melakukan pelanggaran yang memperhatikan aturan dalam
menghukum dan bertujuan untuk mendidik, bukan untuk menyakiti anak. 4. Anak Usia
Dini : yang dimaksud anak usia dini dalam skripsi ini adalah anak yang sedang
mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) yaitu anak yang berusia sekitar 4-6
tahun.
5. Upaya : usaha/ikhtisar untuk mencapai suatu apa yang hendak dicapai atau untuk
diinginkan. Adapun yang dimaksud upaya di sini adalah usaha yang dilakukan oleh guru
terhadap anak usia dini untuk memberikan latihan dan pemahaman terhadap anak usia
dini yang melakukan pelanggaran tentang kedisiplinan.
6. Solusi : solusi adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu solution yang
maksudnya adalah cara pemecahan atau penyelesaiannya.
Jadi yang dimaksud " Problematika Educative Punishment Untuk Anak Usia Dini dan
Upaya Solusinya di TK X" adalah berbagai hambatan permasalahan yang kini belum
dijumpai jalan keluarnya dan dialami oleh para pendidik atau guru di TK X dalam hal
pemberian hukuman terhadap anak usia dini serta berbagai solusinya atau jalan keluarnya
guna mengatasi hambatan-hambatan dari permasalahan-permasalahan tersebut.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian yang sasaran utamanya adalah problematika guru Taman Kanak-Kanak
dalam memberikan hukuman yang mendidik terhadap anak usia dini di TK X. Penulis
menggunakan metode pembahasan dalam penyajian data yang relevan dalam
permasalahan yang telah ditetapkan, dan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan Populasi dan Sampel
Dalam suatu penelitian lapangan seorang peneliti akan menghadapi populasi sebagai
obyek penelitian, populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu obyek yang
diteliti.
Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan anak didik sebagai sumber data, karena
mengingat anak di bawah usia masih belum bisa dijadikan acuan, oleh karena itu penulis
mengambil Kepala Sekolah, guru, dan staf karyawan sebagai subyek dalam penelitian ini.
2. Jenis Data dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini ada dua macam yaitu :
1) Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang biasanya berupa data verbal yang diperoleh dari
pengamatan, wawancara, atau bahan tertulis. Yaitu berupa :
a) Sejarah berdirinya TK X
b) Letak geografis
c) Sarana dan prasarana
d) Implementasi Educative punishment
2) Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka yang diperoleh sebagai hasil
pengukuran atau penjumlahan. yaitu berupa:
a) Jumlah siswa
b) Jumlah guru dan staf karyawan
c) Jumlah kelas
b. Sumber Data
Sumber data adalah subyek di mana data diperoleh dalam penelitian ini sumber data yang
diambil penulis ada dua macam yaitu :
1) Library Reseach
Yaitu data yang diperoleh peneliti dengan cara mempelajari buku-buku atau literatur yang
sesuai, yang digunakan untuk mencari landasan-landasan teori tentang unsur-unsur pada
penelitian ini.
2) Field Reseach
Adalah sumber data yang diperoleh peneliti dari lapangan secara langsung untuk
memperoleh data yang dibutuhkan, yaitu sebagai berikut :
1) Sumber data manusia, yang meliputi sebagai berikut :
a) Kepala Sekolah
b) Semua tenaga pendidik (guru)
c) Semua staf karyawan TK X.
2) Sumber data bukan manusia, meliputi arsip tentang data-data yang diperlukan yang
terdapat di TK X.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam memperoleh suatu data, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut :
a. Metode Observasi
Metode observasi secara luas adalah pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan di sini diartikan lebih sempit, yaitu
pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
obyek dengan seluruh alat indera.
Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
fenomena atau gejala-gejala yang terdapat di lapangan untuk mengetahui situasi umum
dari obyek yang diteliti dan untuk memperoleh data tentang kegiatan responden. Dan
kelebihan yang diperoleh dari penelitian ini adalah data yang diperoleh adalah data segar,
dalam arti data yang diperoleh dari subyek pada saat terjadinya tingkah laku dan
keabsahan alat ukur dapat diketahui secara langsung.
Dalam prakteknya metode ini lebih cenderung digunakan penulis untuk menggali data
tentang :
1) Cara guru memberikan hukuman terhadap anak didik.
2) Respon anak terhadap hukuman yang diberikan guru tersebut.
3) Letak geografis.
4) Fasilitas dan sarana dan pra sarana yang terdapat di TK X.
b. Metode Interview
Metode interview adalah suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh keterangan pendirian koresponden melalui percakapan langsung atau tatap
muka. Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada suatu
penyelidikan.
Melalui metodologi ini penulis bermaksud dapat mencari data yang bersifat informasi
tentang sikap dan respon dalam implementasi educative punishment untuk anak usia dini
di TK X. Penulis menggunakan metode ini ditujukana kepada Kepala Sekolah, guru, yang
bertujuan untuk mengetahui metode dan strategi yang digunakan pada saat memberikan
hukuman dan problem apa saja yang dihadapi ketika memberikan hukuman terhadap
anak didik.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang merupakan
catatan, transkrip, buku, surat kabar,majalah, notulaen, rapat lengger, legenda, dan
sebagainya.
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data-data
yang ada pada TK X sebagai penunjang data. Data-data tersebut meliputi data Kepala
Sekolah, pengajar, karyawan, jumlah siswa, sarana dan pra sarana, dan lain-lain yang
dibutuhkan dalam proses penelitian di TK X.
4. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini merupakan bagian terpenting, karena dengan analisis inilah
data yang ada akan tampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian
dan mencapai tujuan akhir dalam penelitian.
Adapun teknik analisa data yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah teknik analisa
deskriptif, sebagaimana yang sering digunakan dalam penelitian deskriptif adalah
merupakan menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang
dialami sehubungan dengan kegiatan. Pandangan sikap yang tampak atau tentang proses
belajar, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang tampak bertentangan yang
meruncing, dan sebagainya.
Karena dalam penelitian ini tidak merupakan data berupa angka, maka teknik yang
digunakan adalah teknik penelitian kualitatif deskriptif sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis,
sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu meluruskan hipotesa.
Setelah semua data terkumpul, maka selanjutnya data tersebut diolah dan disajikan
dengan menggunakan teknik analisa deskriptif, dengan melalui tahapan-tahapan tertentu,
yakni identifikasi, klasifikasi, dan kategorisasi, selanjutnya diinterpretasikan melalui
penjelasan deskriptif, sehingga dapat dipertanggungj awabkan kebenarannya.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam laporan penelitian ini pembahasan diperinci bab demi bab kemudian dari bab-bab
diperinci lagi menjadi sub-bab.
Bab I berisi pendahuluan yang memuat pokok-pokok pikiran yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan
dilanjutkan dengan sistematika pembahasan.
Bab II membahas tentang landasan teori yang meliputi dua subbab, subbab I menjelaskan
tentang anak usia dini yang terdiri dari fase perkembangan anak manusia, pengertian anak
usia dini, dan faktor-faktor yang mempengaruhi anak usia dini, sub bab II mengenai
educative punishment yang meliputi pengertian educative punishment, fungsi educative
punishment, dan cara menghukum anak usia dini.
Bab III berisi tentang laporan penelitian, yaitu terdiri dari subbab I gambaran umum
obyek penelitian yang meliputi berikut : sejarah singkat berdirinya Taman Kanak-Kanak
X, letak geografis TK X, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa, keadaan sarana dan
pra sarana, metode dan strategi pelaksanaan educative punishment di TK X. Subbab II
berisi tentang penyajian dan analisis data yaitu meliputi : problematika yang dihadapi
guru dalam implementasi educative punishment untuk anak usia dini di TK X, faktor-
faktor penunjang dan penghambat implementasi educative punishment untuk anak usia
dini di TK X, dan solusi-solusi dalam memecahkan problematika yang dihadapi oleh guru
dalam implementasi educative punishment untuk anak usia dini di TK X.
Dari keseluruhan uraian dan pembahasan secara rinci sudah penulis paparkan, namun
sebagai akhir dari uraian dalam pembahasan ini penulis dengan kesimpulan, saran, dan
penutup sebagai rangkaian laporan penelitian yang penulis lakukan ditempatkan pada bab
IV. Dengan berakhirnya bab yang ke IV ini, maka secara tertulis dalam sistematika
pembahasan ini telah selesai.