skripsi kesesuaian terapi empiris antibiotik pada pasien ... · dan 14 sampel yang memenuhi...
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
KESESUAIAN TERAPI EMPIRIS ANTIBIOTIK PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR- ASSOCIATED PNEUMONIA DI RSUP
SANGLAH DENGAN ATS GUIDELINES 2005
PUTU KESSI VIKANESWARI
NIM 1102005147
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
2
Lembar Pengesahan
SKRIPSI INI TELAH DISETUJIUI
TANGGAL 21 DESEMBER 2014
Pembimbing,
dr. Putu Andrika, Sp.PD-KIC
NIP. 19640525 199003 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Dr. dr. Dewa Putu Gde Purwa Samatra,Sp.S (K)
NIP. 19550321 198303 1 004
3
SKRIPSI INI TELAH DIUJI DAN DINILAI OLEH PENGUJI
PADA TANGGAL 21 DESEMBER 2014
Penguji,
Penguji I Penguji II
dr. Putu Andrika, Sp.PD-KIC dr. I Gusti Ngurah Bagus Artana, Sp.PD
NIP. 19791116 200812 1 003 NIP. 19791110 201212 1 002
4
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya tulis yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau
meniru tulisan orang lain sebagai hasil pemikiran saya sendiri, maka gelar dan ijazah
yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Denpasar, 13 November 2014
Yang menyatakan
Putu Kessi Vikaneswari
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Penyusunan
skripsi ini dilakukan dalam rangka tugas akhir semester VII. Saya menyadari
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Bersama ini saya menyampaikan terima kasih kepada:
1. DR. dr. I Wayan Putu Sutirtayasa, MM.Si sebagai ketua blok Elective Study.
2. Dr. Putu Ayu Asri Damayanti, M. Kes sebagai sekertaris blok Elective Study.
3. dr. Putu Andrika, Sp,PD-KIC sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing
saya dalam penyusunan proposal ini.
4. RSUP Sanglah yang menjadi tempat untuk melaksanakan penelitian ini.
5. Orang tua beserta keluarga saya yang senantiasa memberikan dukungan moral
maupun material.
6. Serta pihak lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu - persatu atas bantuannya
secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, November 2014
6
Penulis
ABSTRAK
KESESUAIAN TERAPI EMPIRIS ANTIBIOTIK PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR- ASSOCIATED PNEUMONIA DI RSUP
SANGLAH DENGAN ATS GUIDELINES 2005
Pneumonia Nasokomial menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nasokomial di
Amerika Serikat. Delapan puluh persen dari Pneumonia Nasokomial ini berhubungan
dengan penggunaan ventilator mekanis dan disebut dengan ventilator-associated
pneumonia (VAP). Berdasarkan jurnal terbaru ditemukan antara 10% hingga 20%
pasien yang menggunakan ventilator mekanis akan mendapat Ventilator Associated
Pneumonia. Pasien dengan VAP memiliki angka mortalitas 30%-70%. Pemberian
terapi empiris antibiotika yang adequate dan appropriate berperan penting dalam
menekan mortalitas pasien VAP. Saat ini ATS Guidelines 2005 menjadi acuan dalam
pemberian terapi empiris antibiotik di RSUP Sanglah oleh karena RSUP Sanglah
belum memiliki panduan tersendiri. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti
gambaran kesesuaian pemberian terapi empiris antibiotika pada pasien VAP di RSUP
Sanglah dengan ATS Guidelines 2005 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kata kunci : Ventilator Associated Pneumonia, terapi empiris antibiotik, ATS
Guidelines 2005.
7
ABSTRACT
THE COMPATIBILITY OF ANTIBIOTIC EMPIRICAL THERAPY IN PATIENTS
WITH VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA AT RSUP SANGLAH WITH
ATS GUIDELINES 2005
Penumonia infection ranked 2nd as the nasocomial infection in United States. Eighty
percent of Nasocomial Pneumonia related with the using of mechanical ventilator and
called as Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Based on the most recent journal
10% -20% patients who use mechanical ventilator will later develop into VAP.
Patient with VAP has mortality rate around 30%-70%. An Adequate and Appropriate
Antibiotic Empirical Therapy plays an important role in suppressing the mortality
rate of VAP. Nowadays, ATS Guidelines 2005 becomes the latest guidelines use by
RSUP Sanglah as the guidelines of VAP therapy since RSUP Sanglah has not had its
own guidelines. Ini this research, I would like to find compatibility of antibiotic
empirical therapy given in RSUP Sanglah with ATS Guidelines 2005 and also finding
about other factors which could influence the incompatibility.
Keywords : Ventillator Associated Pneumonia, terapi empiris antibiotik, ATS
Guidelines 2005
8
RINGKASAN
Pneumonia Nasokomial yang berhubungan dengan penggunaan ventilator
mekanis dan disebut dengan ventilator-associated pneumonia (VAP). Berdasarkan
studi kasus, angka mortalitas VAP mencapai sebesar 33% hingga 50%. Pemberian
terapi empiris antibiotik yang adekuat dan sesuai berperan penting dalam mengurangi
angka mortalitas dan morbiditas. Hingga saat ini panduan terbaru dan umum
digunakan adalah ATS Guidelines 2005. RSUP Sanglah belum memiliki panduan
khusus terapi empiris antibiotika untuk pasien VAP, oleh karena itu penulis ingin
melihat gambaran kesesuaian terapi empiris antibiotika yang diberikan di RSUP
Sanglah dengan ATS Guidelines 2005 serta faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaiannya.
VAP dapat dibagi menjadi dua kategori : VAP onset awal (terjadi pada hari
ke 2-4) tanpa faktor risiko MDR dan onset terlambat (terjadi setelah 5 hari) dengan
atau tanpa faktor risiko MDR (ATS Guidelines, 2005). Terapi empiris antibiotika
pada pasien VAP berdasarkan pada kategori VAP. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pemberian terapi empiris antibiotik antara lain: alergi, komorbiditas
pasien (penyakit jantung, hepar, metabolis, dan ginjal), karakteristik antibiotik, dan
tanggungan kesehatan pasien.
Metode yang digunakan untuk penelitian ini cross sectional deskriptif
analisis. Pengumpulan data dilakukan di RSUP Sanglah menggunakan sampel dari
data rekam medis pasien dengan VAP yang dirawat di ruang ICU dalam periode
Januari 2014-Juli 2014. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 20 sampel, yang terdiri
dari 15 laki-laki dan 5 perempuan.
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan karakteristik pasien seperti umur dan
jenis kelamin, tingkat pendidikan, penyakit komorbiditas, penggunaan antibiotik,
tanggungan kesehatan dan kesesuaian terapi empiris antibiotik dengan ATS
Guidelines 2005. Berdasarkan usia dibagi menjadi 4 kelompok : <15 thn, 15-24 thn,
25-45 thn, >45 thn. Gambaran profil pasien VAP berdasarkan usia dan jenis kelamin
sebagai berikut pada usia kurang dari 15 tahun terdapat 2 pasien laki-laki dan 0
pasien perempuan, pada usia 15 hingga 24 tahun terdapat 6 pasien laki-laki dan 1
pasien perempuan, pada usia 25-35 tahun terdapat 2 pasien laki-laki dan 3 pasien
perempuan, dan pada usia lebih dari 45 tahun terdapat 5 pasien laki-laki dan 1 pasien
perempuan.
Gambaran pasien VAP berdasarkan jenjang pendidikan yang dibagi menjadi
SD, SMP, SMA dan Sarjana adalah jumlah sampel jenjang pendidikan SD sebanyak
6 orang (30%), sampel dengan jenjang pendidikan SMP sebanyak 3 orang (15%),
sampel dengan pendidikan SMA sebanyak 7 orang (35%), dan yang sarjana sebanyak
4 orang (20%). Gambaran pasien VAP berdasarkan komorbiditas yang didapat
periode Januari 2014 hingga Juli 2014 di RSUP Sanglah meliputi 9 orang (45%)
dengan komorbiditas lainnya, 2 orang(10%) dengan penyakit hepar, 3 orang (15%)
dengan penyakit jantung dan metabolis, 2 orang (10%) mengidap penyakit ginjal dan
hepar, 2 orang(10%) memiliki penyakit jantung, ginjal, dan metabolis, serta 2 orang
(10%) dengan penyakit jantung, ginjal, metabolis, dan hepar.
9
Jenis-jenis antibiotika yang diberikan pasien VAP yang dirawat di ruang ICU
RSUP Sanglah periode Januari 2014 hingga Juli 2014 antara lain : ceftriaxone pada
10 sampel (50%), 6 sampel (30%) mendapat levofloksasin, 3 orang (15%)
mendapatkan meropenem, sefiksim, gentamisin, amoksisilin, piperasilin-tazobactam,
siprofloksasin, dan ampisilin sulbactam pada 1 sampel (5%).
Data yang diperoleh dari rekam medis ruang ICU RSUP Sanglah
menunjukkan dari 20 sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian penelitian,
sebanyak 6 sampel yang tidak sesuai dengan ATS Guidelines 2005 atau sebesar 30%,
dan 14 sampel yang memenuhi kriteria ATS Guidelines 2005 yakni sebesar 70%.
Gambaran kesesuain terapi empiris antibiotik berdasarkan kategori VAP
sebagai berikut, dari 20 sampel yang didapatkan, sebanyak 14 pasien (70%) masuk
kategori VAP early onset dan 6 pasien lainnya (30%) masuk kategori VAP late onset.
Pada 14 pasien VAP early onset terdapat 13 pasien (93%) yang memperoleh terapi
empiris sesuai dengan ATS Guidelines 2005 dan 1 pasien (7%) yang tidak sesuai.
Sedangkan pada pasien VAP late onset terdapat 1 orang (16%) yang memperoleh
terapi empiris antibiotik yang sesuai ATS Guidelines 2005 dan 5 orang sisanya (84%)
tidak sesuai.
Profil pasien VAP berdasarkan tanggungan kesehatan dengan rincian sebagai
berikut yang masuk kategori umum berjumlah 5 orang dengan persentase 25%, yang
mendapat tanggungan dari asuransi swasta sebanyak 1 orang dengan persentase 5%,
pasien yang membayar dengan JKBM ada 5 orang dengan besar persentase 25 %,
sedangkan yang mendapat jaminan BPJS berjumlah 9 orang dengan persentase 45 %.
Ketidaksesuaian yang ditemukan pada 6 sampel ini merupakan penggunaan
jenis antibiotik yang tidak sesuai dengan diagnosis kategori VAP. Dari 6 sampel yang
tidak sesuai, 5 sampel merupakan pasien dengan VAP late onset ( 3 orang diberikan
seftriakson, 1 orang diberi sefiksim, dan 1 orang lagi mendapat seftriakson,
levofloksasin dan sefoperazon-sulbactam), dan 1 sampel merupakan pasien dengan
VAP early onset yang diberikan amoksisilin.
Faktor yang mempengaruhi pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan
ATS guidelines 2005 antara lain, pemberian amoksisilin dan seftriakson yan
diperngaruhi oleh faktor komorbiditas, pemberian seftriakson dan sefiksim yang
dipengaruhi oleh faktor karakteristik antibiotik, dan pemberian sefoperazone-
sulbactam yang dipengarhi oleh jaminan kesehatan pasien.
Insiden pasien dengan ventilator associated pneumonia (VAP) di ruang ICU
RSUP Sanglah sebanyak 20 pasien atau 30% dari total 62 pasien yang menggunakan
ventilator. Dari 20 pasien tersebut angka kesesuaian pemberian terapi empiris
antibiotika pada pasien VAP dengan ATS Guidelines 2005 sebesar 70% sedangkan
yang tidak sesuai sebesar 30%. Faktor yang paling banyak mempengaruhi
ketidaksesuaian terapi empiris antibiotika pada pasien VAP di RSUP Sanglah adalah
faktor komorbiditas, diikuti dengan faktor karakteristik antibiotika, dan yang terakhir
adalah faktor tanggungan kesehatan.
10
SUMMARY
Nasocomial Pneumonia related with the using of mechanical ventilator is
called ventilator-associated pneumonia (VAP). Based on recent case study, the
mortality rate of VAP is about 33%-50%. Adequate and appropriate antibiotic
empirical therapy plays an important role in decreasing the mortality rate. Until now,
the most recent and common use guideline for antibiotic empirical therapy is ATS
Guidelines 2005. Because RSUP Sanglah doesn’t have its own guidelines for VAP,
the writer wants to see the description of the compatibility of antibiotic empirical
therapy (AET) given at RSUP Sanglah with ATS Guidelines 2005. And other factors
which influenced the incompatibility
Ventilator-associated pneumonia could be divided into 2 categories: early
onset (on day 2 - 4) without risk factor of multi drug resistant (MDR) dan late onset
(on day 5 or >) with or without risk factor of (MDR). Antibiotic empirical therapy for
VAP is based on these categories. Other factors which could influence antibiotic
empirical therapy such as: allergy, co morbidities (heart disease, liver disease,
metabolic disease, and renal disease), antibiotic characteristic, and patient’s health
insurance.
Method used in this study is descriptive analytical cross sectional. Data
collection took place at RSUP Sanglah using sample from medical records of VAP
patients in ICU from January 2014 until July 2014. The total of sample found is 20
samples, which consist of 15 men and 5 women.
The results of this study presented by patient characteristics such as age and
gender, education level, comorbid disease, use of antibiotics, health insurance and
suitability of empirical antibiotic therapy with ATS Guidelines 2005. Based divided
into four age groups: <15 yrs, 15-24 yr, 25-45 yr,> 45 yr. Description of VAP
patients by age and gender as follows at age less than 15 years there are 2 males and
0 female, aged 15 to 24 years there are 6 males and 1 female, aged 25-35 year there
are 2 males and 3 females, and at the age of 45 years there are 5 males and 1 female
Description of VAP patients based on education level which is divided into
elementary (SD), junior high (SMP), high school (SMA) and undergraduate. The
numbers of samples for SD are 6 people (30%), SMP 3 people (15%), SMA by 7
people (35%), and the undergraduate of 4 people (20%). Profile of VAP patients
based on co morbidities obtained period January 2014 to July 2014 in Sanglah
includes 9 people (45%) with other co morbidities, 2 people (10%) with liver disease,
3 (15%) with heart disease and metabolic, 2 people (10%) of kidney and liver disease,
2 people (10%) have heart disease, kidney, and metabolic, and 2 (10%) with heart
disease, renal, metabolic, and liver.
The types of antibiotics given VAP patients treated in the ICU Sanglah during
the period January 2014 to July 2014, among others: ceftriaxone on 10 samples
(50%), 6 samples (30%) received levofloxacin, 3 people (15%) received meropenem ,
cefixime, gentamicin, amoxicillin, piperacillin-tazobactam, ciprofloxacin, and
ampicillin sulbactam in 1 sample (5%).
Data obtained from medical records ICU Sanglah show from total of 20
samples with the criteria of the research study, a total of 6 samples are not compatible
11
with the ATS Guidelines 2005 or by 30%, and 14 samples compatible with the
criteria of the ATS Guidelines 2005 which amounted to 70%.
Overview of empirical antibiotic therapy compatibility by category VAP as
follows, from 20 samples are obtained, 14 patients (70%) in the category of early
onset VAP and other 6 patients (30%) in the category of late onset VAP. In 14
patients with early onset VAP, there are 13 patients (93%) received empirical therapy
compatible with ATS Guidelines 2005 and 1 patient (7%) is not compatible. Whereas
in patients with late onset VAP, there is 1 patient (16%) received empirical antibiotic
therapy compatible ATS Guidelines 2005 and the remaining 5 (84%) are not
compatible.
VAP patient profiles based on health insurance with the following details
which are general payments are 5 people with the percentage of 25%, of private
insurance as much as one person with a percentage of 5%, of patients who pay with
JKBM are 5 people with percentage of 25%, whereas BPJS insured amount to 9
people with the percentage of 45%.
Incompatibility are found in 6 samples is the use of antibiotics that are not
compatible with a diagnosis of VAP category. Of 6 samples that do not compatible, 5
samples are patients with late onset VAP (3 given ceftriaxone, 1 person was given
cefixime, and 1 more person gets ceftriaxone, levofloxacin and sefoperazon-
sulbactam), and one sample was patient with early-onset VAP given amoxicillin.
Factors affecting the administration of antibiotics which are incompatible with
the ATS guidelines in 2005,such as, the administration of amoxicillin and ceftriaxone
influenced by comorbid factors, ceftriaxone and cefixime administration influenced
by factors characteristic of antibiotics, and administration of cefoperazone-sulbactam
are influenced by health insurance.
The incidences of patients with ventilator associated pneumonia (VAP) in the
ICU Sanglah are 20 patients or 30% of the total of 62 patients using a ventilator. Of
the 20 patients the compatibility number of empirical antibiotic therapy in patients
with VAP with ATS Guidelines 2005 is 70%, while the incompatibility is 30%. The
factors that most influence the incompatibility of empirical antibiotic therapy in
patients with VAP in Sanglah are comorbid factors, followed by antibiotics
characteristic factor, followed by patient’s health insurance.
12
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM …………………………………………………… i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………………………iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .......................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
ABSTRAK…………….. .......................................................................... vi
ABSTRACT…………. ............................................................................. vii
RINGKASAN………. .............................................................................. viii
SUMMARY………… .............................................................................. x
DAFTAR ISI………… ............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ventilator Asociated Pneumonia ...................................................... 4
2.2 Terapi Empiris Antibiotik ................................................................. 5
2.3 Faktor Medis yang Mempengaruhi Terapi Empiris Antibiotik......... 7
2.3.1 Alergi ...................................................................................... 7
2.3.2 Komorbiditas .......................................................................... 7
13
2.3.3 Karakteristik Antibiotik .......................................................... 8
2.4 Faktor Non-Medis yang Mempengaruhi Terapi Empiris Antibiotik 11
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 13
3.2 Konsep Penelitian ............................................................................ 13
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 14
4.2 Populasi, Sampel dan Besar Sampel ................................................. 14
4.3 Variabel Penelitian ............................................................................ 14
4.3.1 Klasifikasi Variabel .......................................................... 14
4.3.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 14
4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian........................................................ 15
4.5 Cara atau teknik analisis data ............................................................ 15
4.7 Cara pengambilan data ...................................................................... 15
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Prevalensi pasien VAP di ruang ICU RSUP Sanglah
Periode Januari 2014 sampai Juli 2014 ............................................. 16
5.2 Profil pasien VAP di ruang ICU RSUP Sanglah Periode
Januari 2014 sampai Juli 2014 .......................................................... 17
5.2.1 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis
Kelamin ............................................................................................. 17
14
5.2.2 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan
Kelompok Usia ................................................................................. 18
5.2.3 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Jenjang Pendidikan
........................................................................................................... 18
5.2.4 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan
Komorbiditas ..................................................................................... 19
5.2.5 Gambaran Profil Pasien VAP berdasarkan
penggunaan antibiotik ....................................................................... 21
5.2.6 Gambaran Kesesuaian Pemberian Terapi Empiris
Antibiotik pada Pasien VAP dengan ATS Guidelines
2005 ................................................................................................... 22
5.2.7 Gambaran Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotik
berdasarkan penggolongan VAP ....................................................... 22
5.2.8 Gambaran Pasien VAP Berdasarkan Tanggungan
Kesehatan .......................................................................................... 23
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Kesesuaian Pemberian Terapi Empiris Antibiotik pada
pasien VAP di RSUP Sanglah dengan ATS Guidelines
2005 ................................................................................................ 25
6.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kesesuaian
pemberian terapi empiris antibiotik pada pasien VAP .................... 27
6.2.1 Komorbiditas .......................................................................... 27
6.2.2 Antibiotik ................................................................................ 28
15
6.2.3 Tanggungan kesehatan ........................................................... 29
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ........................................................................................... 31
7.2 Saran .................................................................................................. 31
Daftar Pustaka
Lampiran
16
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Pasien VAP di Ruang ICU RSUP Sanglah ............... 16
Tabel 2. Initial Empiric Antibiotic Therapy for Hospital Acquired
Pneumonia or Ventilator Associated Pneumonia in Patients with No
Known Risk Factors for Multidrug Pathogen, Early onset and any
Disease Severity ............................................................................................ 25
Tabel 3. Initial Intravenous, Adult Doses of Antibiotic for
Empiric
Therapy of Hospital Acquired Pneumonia, including Ventilator
Associated Pneumonia, and Healtcare-Associated Pneumonia in
Patients with Late-Onset Disease or Risk Factors for
MultidrugResisten Patogens ......................................................................... 26
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Profil Pasien VAP berdasarkan jenis kelamin............................. 17
Gambar 2. Grafik Distribusi pasien VAP berdasarkan jenis kelamin dan usia 18
Gambar 3. Profil pasien VAP berdasarkan jenjang pendidikan .................... 19
Gambar 4. Profil Pasien VAP berdasarkan komorbiditas ............................. 20
Gambar 5. Profil Pasien VAP berdasarkan penggunaan antibiotika ............ 21
Gambar 6. Gambaran kesesuaian terapi empiris antibiotik pada pasien VAP
Dengan ATS Guidelines 2005 ..................................................................... 22
Gambar 7. Gambaran Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotika berdasarkan
kategori VAP ................................................................................................. 23
Gambar 8. Gambaran pasien VAP berdasarkan tanggungan kesehatan ....... 24
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Algoritma Inisial Terapi Empiris Antibiotik berdasarkan ATS
Guidelines 2005 ........................................................................................... 33
Lampiran 2.Inisial Terapi Empiris Antibiotik pada pasien VAP onset awal tanpa
faktor resiko patogen MDR ........................................................................... 33
Lampiran 3. . Inisial Terapi Empiris Antibiotik pada pasien VAP onset akhir dengan
faktor resiko MDR ........................................................................................ 34
Lampiran 4. Tabel Hasil Penelitian ............................................................... 35
19
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pneumonia yang didapat saat pasien dirawat di rumah sakit disebut Pneumonia
Nasokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP). Infeksi Pneumonia ini
menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nasokomial di Amerika Serikat. Delapan
puluh persen dari Pneumonia Nasokomial ini berhubungan dengan penggunaan
ventilator mekanis dan disebut dengan ventilator-associated pneumonia (VAP).
Berdasarkan jurnal terbaru ditemukan antara 10% hingga 20% pasien yang
menggunakan ventilator mekanis akan menjadi Ventilator Associated Pneumonia
Sekali terinfeksi, tingkat kematian menjadi hampir dua kali lipat daripada pasien
berventilator tanpa VAP, dengan mortalitas pada studi kontrol kasus sebesar 33%
hingga 50% (Nicasio, dkk, 2010).
Insiden VAP meningkat seiring lamanya penggunaan, tingkat perkiraan 3% per
hari untuk 5 hari pertama, 2% per hari untuk 6-10 hari, dan 1 % per hari setelah hari
ke 10. VAP memiliki tingkat mortalitas yang bervariasi dari 30% hingga 70%.
(Kollef, 2004). Variasi ini merupakan hasil dari perbedaan populasi dan variasi
pemberian terapi empiris pada dua hari pertama. Lebih jauh lagi, jenis organisme
yang menginfeksi juga mempengaruhi tingkat mortalitas, dimana peningkatan terjadi
pada infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa atau Acinetobacter spp. Selain tingkat
mortalitas, dari sisi ekonomi VAP meningkatkan waktu rawat inap (dari 4 menjadi 13
hari) dengan biaya sekitar $5,000 dan $20.000 per diagnosis. (Koenig, 2006)
20
Terapi empiris antibiotika yang adequate dan appropriate merupakan pilihan
pertama dalam meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dengan VAP. Berdasarkan
Guidelines dari American Thoracic Society : Guidelines for the Management of
Adults with Hospital Acquired, Ventilator associated, and Health Care associated
Pneumonia tahun 2005, pemilihan antibiotika untuk pasien pneumonia dibagi dalam
dua panduan utama : VAP dengan faktor risiko multiple drug resisten (MDR) dan
VAP tanpa risiko MDR.
Panduan ATS 2005 untuk VAP yang dikeluarkan oleh American Thoracic
Society telah digunakan dibanyak negara, antara lain Irlandia dan Indonesia. Panduan
ATS 2005 masih dipakai hingga saat ini karena merupakan panduan terakhir yang
diterbitkan dengan bukti-bukti terbaru untuk penanganan hospital acquired
pneumonia (HAP) termasuk di dalamnya healthcare-association pneumonia (HCAP)
dan ventilator associated pneumonia (VAP) (ATS Guidelines, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui penerapan ATS
Guidelines 2005 di rumah sakit di Indonesia, khususnya di Bali, di RSUP Sanglah.
Karena hingga saat ini belum pernah dipublikasikan penelitian mengenai penerapan
terapi empiris antibiotika yang sesuai dengan ATS Guidelines 2005, maka penulis
ingin melihat kesesuaian pemberian terapi empiris antibiotika di RSUP Sanglah
dengan ATS Guidelines 2005, dan mempelajari lebih jauh mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan ketidaksesuaian dengan Guidelines melalui penelitian
yang berjudul “Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotika pada Pasien dengan
Ventilator Associated Pneumonia di RSUP Sanglah dengan ATS Guidelines
2005”
21
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian terapi empiris antibiotika yang dilakukan di RSUP Sanglah
sesuai dengan terapi empiris antibiotika berdasarkan Guidelines 2005?
2. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesesuaian pemberian terapi
empiris antibiotika pada pasien VAP di RSUP Sanglah?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pemberian terapi empiris antibiotika pada pasien
VAP di RSUP Sanglah
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan terapi empiris antibiotika yang dilakukan di RSUP
Sanglah dengan terapi empiris antibiotika berdasarkan Guidelines ATS 2005
2. Mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian terapi empiris
antibiotika pada pasien VAP di RSUP Sanglah
2.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Keilmuan
Penulis ingin memperdalam pengetahuan tentang terapi empiris antibiotika
yang diberikan pada pasien VAP.
b. Manfaat Pelayanan
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan angka keberhasilan dalam
pengobatan pasien dengan VAP di RSUP Sanglah
22
23
BAB I
PENDAHULUAN
2. Latar Belakang
Pneumonia yang didapat saat pasien dirawat di rumah sakit disebut Pneumonia
Nasokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP). Infeksi Pneumonia ini
menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nasokomial di Amerika Serikat. Delapan
puluh persen dari Pneumonia Nasokomial ini berhubungan dengan penggunaan
ventilator mekanis dan disebut dengan ventilator-associated pneumonia (VAP).
Berdasarkan jurnal terbaru ditemukan antara 10% hingga 20% pasien yang
menggunakan ventilator mekanis akan menjadi Ventilator Associated Pneumonia
Sekali terinfeksi, tingkat kematian menjadi hampir dua kali lipat daripada pasien
berventilator tanpa VAP, dengan mortalitas pada studi kontrol kasus sebesar 33%
hingga 50% (Nicasio, dkk, 2010).
Insiden VAP meningkat seiring lamanya penggunaan, tingkat perkiraan 3% per
hari untuk 5 hari pertama, 2% per hari untuk 6-10 hari, dan 1 % per hari setelah hari
ke 10. VAP memiliki tingkat mortalitas yang bervariasi dari 30% hingga 70%.
(Kollef, 2004). Variasi ini merupakan hasil dari perbedaan populasi dan variasi
pemberian terapi empiris pada dua hari pertama. Lebih jauh lagi, jenis organisme
yang menginfeksi juga mempengaruhi tingkat mortalitas, dimana peningkatan terjadi
pada infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa atau Acinetobacter spp. Selain tingkat
mortalitas, dari sisi ekonomi VAP meningkatkan waktu rawat inap (dari 4 menjadi 13
hari) dengan biaya sekitar $5,000 dan $20.000 per diagnosis. (Koenig, 2006)
24
Terapi empiris antibiotika yang adequate dan appropriate merupakan pilihan
pertama dalam meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dengan VAP. Berdasarkan
Guidelines dari American Thoracic Society : Guidelines for the Management of
Adults with Hospital Acquired, Ventilator associated, and Health Care associated
Pneumonia tahun 2005, pemilihan antibiotika untuk pasien pneumonia dibagi dalam
dua panduan utama : VAP dengan faktor risiko multiple drug resisten (MDR) dan
VAP tanpa risiko MDR.
Panduan ATS 2005 untuk VAP yang dikeluarkan oleh American Thoracic
Society telah digunakan dibanyak negara, antara lain Irlandia dan Indonesia. Panduan
ATS 2005 masih dipakai hingga saat ini karena merupakan panduan terakhir yang
diterbitkan dengan bukti-bukti terbaru untuk penanganan hospital acquired
pneumonia (HAP) termasuk di dalamnya healthcare-association pneumonia (HCAP)
dan ventilator associated pneumonia (VAP) (ATS Guidelines, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui penerapan ATS
Guidelines 2005 di rumah sakit di Indonesia, khususnya di Bali, di RSUP Sanglah.
Karena hingga saat ini belum pernah dipublikasikan penelitian mengenai penerapan
terapi empiris antibiotika yang sesuai dengan ATS Guidelines 2005, maka penulis
ingin melihat kesesuaian pemberian terapi empiris antibiotika di RSUP Sanglah
dengan ATS Guidelines 2005, dan mempelajari lebih jauh mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan ketidaksesuaian dengan Guidelines melalui penelitian
yang berjudul “Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotika pada Pasien dengan
Ventilator Associated Pneumonia di RSUP Sanglah dengan ATS Guidelines
2005”
25
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian terapi empiris antibiotika yang dilakukan di RSUP Sanglah
sesuai dengan terapi empiris antibiotika berdasarkan Guidelines 2005?
2. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesesuaian pemberian terapi
empiris antibiotika pada pasien VAP di RSUP Sanglah?
1.4 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pemberian terapi empiris antibiotika pada pasien
VAP di RSUP Sanglah
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan terapi empiris antibiotika yang dilakukan di RSUP
Sanglah dengan terapi empiris antibiotika berdasarkan Guidelines ATS 2005
2. Mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian terapi empiris
antibiotika pada pasien VAP di RSUP Sanglah
2.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Keilmuan
Penulis ingin memperdalam pengetahuan tentang terapi empiris antibiotika
yang diberikan pada pasien VAP.
b. Manfaat Pelayanan
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan angka keberhasilan dalam
pengobatan pasien dengan VAP di RSUP Sanglah
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ventilator-Associated Pneumonia
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi pada 48
jam atau lebih setelah pemasangan ventilasi mekanis melalui endotracheal tube atau
tracheostomy. VAP dapat dibagi menjadi dua kategori: VAP early onset (terjadi pada
hari ke 2-4) tanpa faktor risiko MDR dan late onset (terjadi setelah 5 hari) dengan
atau tanpa faktor risiko MDR (ATS Guidelines, 2005)
Sebagian besar kasus VAP disebabkan oleh bakteri patogen yang umumnya
berkolonisasi di orofaring dan usus, atau ditularkan melalui transmisi oleh petugas
kesehatan dari lingkungan rumah sakit atau dari pasien lainnya. Patogen yang
umumnya menginfeksi adalah spesies Pseudomonas dan bakteri bacillus gram negatif
yang sangat resisten, staphylococci, enterobacteriaceae, streptococci, dan spesies
haemophilus. Patogen yang resisten terhadap antibiotika seperti spesies Pseudomonas
dan Acinetobacter dan methicilllin-resisten strains of Staphylococcus aureus (MRSA)
juga umum menginfeksi setelah penggunaan antibiotika sebelumnya. Infeksi oleh
bakteri patogen ini juga tergantung pada karakteristik pasien dan kondisi tertentu,
seperti acute respiratory distress syndrome, tracheostomy, luka trauma, atau luka
bakar. Namun hal penting yang mempengaruhi perbedaan karakteristik ini adalah
lama penggunaan ventilator mekanis dan atau lamanya paparan penggunaan
antibiotika sebelumnya. (Park, 2005)
27
Riwayat kesehatan pasien perlu diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui faktor
risiko yang berhubungan dengan patogen multi drug resistant (MDR), faktor risiko
tersebut antara lain:
1. Lama rawat inap yang sedang berlangsung lebih dari 5 hari.
2. Masuk rumah sakit lebih dari 2 hari dalam 90 hari terakhir.
3. Penggunaan antibiotika dalam 90 hari terkakhir.
4. Tinggal di rumah penampungan.
5. Penggunaan infuse di rumah dan penatalaksanaan luka.
6. Dialysis jangka panjang dalam 30 hari.
7. Pasien dengan immunocompromise.
Dalam mendiagnosis VAP dapat menggunakan diagnostic triad dengan kriteria
berikut:
Infeksi Paru-Paru : dengan gejala panas, adanya sekresi purulen, dan
leukosistosis.
Bukti bakteriologis untuk infeksi paru.
Bukti radiologis untuk infeksi paru.
Jika terdapat kombinasi dari infiltrate radiologis dan 2 kriteria klinis lainnya,
sensitifitas dari VAP sebesar 69% dan spesifisitas nya 75%. (Fabregas, 1999)
2.2 Terapi Empiris Antibiotika
Terapi empiris antibiotika adalah pilihan awal dari pemberian antibiotika yang
bertujuan melawan barbagai macam patogen yang dicurigai menyebabkan infeksi
secara efektif. Terapi empiris disebut appropriate jika patogen yang terisolasi
28
sensitive secara in vitro pada setidaknya satu antibiotika. Berdasarkan studi,
appropriate empirical antibiotic therapy (AEAT) diasosiasikan dengan penurunan
tingkat kematian pasien dengan berbagai tipe infeksi. (Swanson, 2013)
Terapi empiris antibiotika pada pasien VAP berdasarkan pada kategori VAP
yaitu pada early onset dan onset akhir. Pada pasien dengan early onset dibagi kembali
menjadi pasien dengan faktor risiko MDR seperti yang disebut diatas dan pasien yang
tidak memiliki risiko namun dengan patogen yang spesifik (Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus,
Antibiotic-sensitive enteric gram-negative bacilli or Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae or Enterobacter species, Proteus species, Serratia marcescens)
antibiotika yang dapat digunakan antara lain : seftriaksone, levofloksasin,
moksifloksasin, siprofloksasin, ampisilin/sulbactam, ertapenem.
Sedangkan pada pasien onset akhir VAP (> 5 hari) atau dengan faktor risiko
patogen MDR (Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter
species) dan MRSA (Legionella pneumophila), menggunakan antibiotika kombinasi
dengan spektrum luas seperti: Antipseudomonal sefalosporin (sefepime, seftazidime),
Antipseudomonal carbepenem (imipenem or meropenem), Lactam/_-lactamase
inhibitor (piperasilin–tazobactam) dan Antipseudomonal fluorokuinolone
(siprofloksasin or levofloksasin) atau Aminoglikosida (amikasin, gentamisin, dan
tobramycin) dan Linezolid or Vankomisin. (ATS Guidelines, 2005)
2.3 Faktor Medis yang Mempengaruhi Terapi Empiris Antibiotika
Faktor medis datang dari pasien. Riwayat kesehatan pasien sebelum dan
selama pemakaian ventilator mekanis dan terinfeksi VAP dapat mempengaruhi terapi
29
empiris antibiotika yang akan diberikan. Berikut adalah beberapa faktor internal yang
akan diteliti dalam penelitian ini :
2.3.1. Alergi
Alergi adalah reaksi hipersensitifitas terhadap suatu obat (dalam kasus ini
Antibiotika). Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas akut yang terjadi akibat
adanya antigen-antibody complexes, yang biasanya dimediasi oleh antibody IgE.
Anafilaksis dapat menyebabkan laringospsame, bronkospasme, hipotensi dan
kematian. Antibiotika golongan beta-lactam (penisilin, sefalosporin, carbapenem)
paling sering mengakibatkan reaksi ini dibandingan antibiotika jenis lainnya
(Granowitz,et al, 2008)
2.3.2 Penyakit lain (Komorbiditas)
Antibiotika dapat menyebabkan toksisitas akibat dosis yang berlebihan atau
metabolisme obat yang terganggu. Berikut adalah beberapa kondisi yang berisiko
dalam penggunaan antibiotika pada pasien VAP :
2.3.2.1 Penyakit Jantung
Beberapa antibiotika dapat memperpanjang interval QT (interval yang
menggambarkan depolarisasi dan repolarisasi ventrikel jantung) yang bisa
menyebabkan ventrikuler aritmia seperti: makrolid (eritromicin) dan florokuinolones
(moksifloksasin, siprofloksasin, levofloksasin). Penggunaan vankomisin juga
menimbulkan depresi miocardial, hipotensi, dan kematian mendadak. (Granowitz,et
al, 2008).
30
2.3.2.2 . Gangguan Ginjal
Aminoglikosida (Gentamisin, Tobramycin) dapat menimbulkan nephrotoxicity akibat
hancurnya sel tubular epithelial dan nekrosis akut tubular. Β-Lactam,
florokuinolones, sulfonamides, vankomisin, dan rifampin bisa menimbulkan
interstitial nephritis (Granowitz, dkk, 2008)
2.3.2.3 Gangguan Hati
Pasien yang dirawat di ICU umumnya memiliki hasil tes yang abnormal untuk fungsi
hatinya. Rifampin mengakibatkan hepatitis berat. Sefalosporin, imipenem, tetrasiklin,
makrolid, kuinolones, sulfonamide dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Penggunaan
seftriaksone dengan dosis tinggi dapat menimbulkan hepatitis, dan cholestasis akibat
penumpukan endapan dari saluran biliari (Granowitz, et al, 2008).
2.3.2.4. Penyakit metabolis
Pasien VAP dengan diabetes yang menggunakan antibiotika golongan tertentu
cenderung mengalami fluktuasi gula darah yang parah. Golongan antibiotika yang
berisiko pada pasien VAP dengan diabetes antara lain golongan flurokuinolones,
makrolid, dan β-lactam. Insiden hiperglikemia tertinggi terjadi pada penggunaan
moksifloksasin, diikuti levofloksasin, dan siprofloksasin. Insiden hipoglikemia
ditemukan pada penggunaan makrolid dan sefalosporin. (Ochner, 2013)
2.3.3. Karakteristik antibiotika
Hasil pengobatan yang optimal pada pasien VAP dapat diperoleh dengan kombinasi
terapi empiris yang sesuai (appropriate initial therapy) dan terapi regimen yang
adekuat (adequate therapy regimen). Terapi regimen yang adekuat tidak hanya dalam
pemilihan jenis antibiotika yang sesuai dengan patogen penyebab tapi juga dengan
31
dosis yang optimal dan cara pemberian yang tepat (oral, intravenous, aerosol) untuk
memastikan antibiotika dapat menembus lokasi infeksi, dan penggunaan kombinasi
terapi jika diperlukan. (ATS Guidelines, 2005)
Untuk pasien VAP, pemberian dosis antibiotika harus berdasarkan percobaan klinis.
Untuk pasien dengan fungsi ginjal dan hepar normal. Efikasi antibiotika tergantung
pada konsentrasi aman yang dapat dicapai di dalam darah dan lokasi infeksi
(farmakokinetis), dan aktifitas antibiotika pada profil konsentrasi-waktu melawan
patogen (farmakodinamis).
2.3.3.1 Farmakokinetis
Farmakokinetis dapat dibagi menjadi kategori concentration dependent dan time-
dependent. Concentration dependent berarti semakin tinggi konsentrasi obat diatas
MIC (minimum inhibitory concentration), kerja obat semakin efektif, contoh obatnya:
aminoglycoside dan florokuinolones. Pada time dependent, efektifitas maksimal obat
tergantung pada proporsi waktu yang diperlukan oleh obat untuk mencapai
konsentrasi diatas MIC, contoh obatnya: vankomisin dan beta-lactams. (Park, 2005)
2.3.3.2 Farmakodinamis
Beberapa antibiotika memiliki karakteristik farmakodinamis yang menarik dan
disebut dengan fenomena “post antibiotic effect” atau (PAE). PAE berarti obat
tersebut masih memiliki efek penghambat walaupun konsentrasinya sudah turun di
bawah level MIC. Sebagian besar antibiotika menunjukkan efek PAE pada patogen
Gram Positif. Namun, Beta-Lactam tidak memiliki efek PAE pada bacilli Gram-
Negatif. Efek PAE yang panjang terdapat pada jenis aminoglikosida,
fluorokuinolones, dan carbapenems, sekaligus juga makrolid, tetrasiklin, dan
32
rifampin. Efek farmakodinamis ini menyebabkan regimen yang spesifik untuk setiap
jenis antibiotika yang akan diberikan. Beta-lactam dengan efek maksimal yang
tergantung pada lamanya konsentrasi obat melewati level MIC dan efek PAE
terbatas, akan bekerja efektif jika konsentrasi dijaga diatas level MIC pada organisme
yang menginfeksi selama yang diperlukan. Hal ini berarti pemberian obat diberikan
lebih sering, atau melalui infus terus menerus. Sedangkan untuk golongan kuinolones
dan aminoglycoside dengan efek PAE yang panjang, pemberian obat dapat diberikan
lebih jarang. Karena sifatnya tergantung pada konsentrasi obat, pemberian kuinolone
dan aminoglycoside dapat ditingkatkan effikasi nya dengan cara meningkatkan serum
konsentrasi obat, salah satunya dengan cara terapi kombinasi. (Park, 2005)
2.3.3.3 Terapi Kombinasi dan Monoterapi
Terapi kombinasi umumnya digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh patogen
MDR. Terapi kombinasi harus menggunakan jenis antibiotika dengan kelas berbeda
untuk mencegah antagonisme mekanisme terapi. Untuk bakteri gram negatif regimen
menggunakan kombinasi dua obat dari kelas beta-lactam, kuinolone atau
aminoglikosida. Kombinasi terapi dilanjutkan kurang lebih sepanjang masa terapi,
dengan penghentian aminoglikosida setelah 5 hari jika pasien membaik.
2.3.3.4 Cara Pemberian
Untuk rute pemberiannya, semua pasien VAP harus diberikan terapi secara intravena
pada terapi empiris. Pemberian secara oral/enteral dapat diberikan pada pasien yang
merespon dengan baik. Quionolones dan Linezolid memiliki formula oral dengan
bioavailabilitas yang sama dengan bentuk intravena, hal ini dapat memfasilitasi
perubahan rute pemberian dari intravena ke oral pada pasien dengan respon klinis
33
yang baik dan kondisi gastrointestinal yang masih baik. Pada pemberian kuinolone
secara oral metode “step-down” terbukti aman dan efektif. (ATS, 2005)
2.3.3.5 Lama Terapi
Lama terapi tergantung pada jenis bakteri dan pemberian terapi empiris. VAP yang
disebabkan oleh H.Influenza dan S. pneumonia, dapat dihilangkan dengan cepat,
sedangkan Enterobacteriacea, S. aureus, dan P.aeruginosa tetap ada, walaupun
rentan secara in-vitro terhadap pemberian antibiotik. Lama terapi biasanya 7-8 hari.
Perbaikan yang signifikan dalam semua aspek klinis terlihat pada 6 hari pertama
sejak dimulainya terapi antibiotika. Berdasarkan penelitian oleh Luna dan kawan-
kawan, perbaikan klinis terlihat pada hari 3-5 dengan terapi antibiotika yang adekuat.
Terapi yang terlalu singkat atau terlalu lama dapat menimbulkan kolonisasi bakteri
yang resisten terhadap antibiotika. Kecenderungan terjadinya relapse akibat terapi
dengan waktu yang terlalu pendek biasanya disebabkan oleh bakteri P.aeruginosa
atau spesies Acinetobacter. (ATS, 2005)
2.4 Faktor Non-Medis yang Mempengaruhi Terapi Empiris Antibiotika
2.4.1 Kemampuan Tanggungan Kesehatan
Pasien yang dirawat di RSUP Sanglah datang dari latar belakang yang berbeda,
termasuk secara keuangan. Saat ini RSUP Sanglah telah melayani pasien dengan
berbagai macam asuransi dari Askes, Jamsostek, JKBM, BPJS dan lain-lain. Para
pengguna asuransi ini telah ditentukan jenis perawatan dan jenis obat yang diberikan
sesuai dengan penyakitnya. Umumnya obat yang ditanggung adalah yang bersifat
generik. Namun, pada beberapa kasus seperti Ventilator Associated-Pneumonia,
pemberian terapi empiris antibiotika dapat terkendala dengan pemberian obat
34
antibiotika yang harus disesuaikan dengan standar asuransi kesehatan yang
bersangkutan. Dimana terkadang dokter harus memberikan obat di luar standar
asuransi jika kondisi klinis pasien memburuk. Dalam kondisi ini, mau tidak mau
dokter harus menyesuaikan pemberian antibiotik dengan yang tercantum di daftar
untuk menghindari penggunaan antibiotik yang tidak efektif.
35
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1. Kerangka berpikir
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.2. Kerangka konsep
insiden VAP yang tinggi
mortalitas dan
morbiditas tinggi
terapi empiris
antibiotik
menurunkan mortalitas
dan morbiditas
Ventilator
Associated
Pneumonia
Terapi Empiris
Antibiotika
Tidak sesuai
dengan Guidelines
ATS 2005
Sesuai dengan
Guidelines ATS
2005
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
Faktor medis : alergi, komorbiditas,karakteristik
antibiotika
Faktor non-medis : finansial
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional deskriptif analisis untuk
melihat kesesuaian terapi empiris antibiotika di ruang ICU RSUP Sanglah dengan
Guidelines ATS 2005.
4.2. Populasi, Sampel dan Besar Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita VAP yang didapat di
ICU di RSUP Sanglah pada periode Januari 2014-Juli 2014 yang dikumpulkan
secara konsekutif melalui rekam medis.
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Klasifikasi Variabel :
a. Variabel Bebas : Faktor medis dan non medis. Merupakan variabel nominal dan
numerik
b. Variabel Tergantung : Terapi empiris antibiotika. Merupakan variabel nominal.
4.3.2 Definisi Operasional Variabel
4.3.2.1. Variabel bebas :
Faktor internal :
a. Alergi Alergi adalah reaksi hipersensitifitas terhadap suatu obat
b. Karakteristik antibiotika: dosis, regimen, cara pemberian, lama pemberian.
37
c. Komorbiditas: Riwayat penyakit pasien sebelum dan saat penggunaan
ventilator
Faktor Eksternal :
a. Tanggungan Kesehatan: latar belakang keuangan pasien (JKBM, asuransi,
BPJS, umum)
4.3.2.2. Variabel Tergantung:
a. Terapi Empiris Antibiotika : berdasarkan Guidelines ATS 2005
4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian : Data untuk penelitian ini menggunakan
rekam medis pasien di ruang ICU RSUP Sanglah periode Januari 2014-Juli 2014
4.5. Cara atau tehnik analisis data:
Dengan menggunakan SPSS untuk menaksir kualitas data berupa jenis variabel,
ringkasan statistik (mean, median, modus, standar deviasi).
4.6 Cara Pengambilan Data
Data diambil dari rekam medis setelah melakukan diskusi dengan dokter di
ruang
38
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Prevalensi pasien VAP di ruang ICU RSUP Sanglah Periode Januari sampai
Juli 2014
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medis RSUP Sanglah selama
periode bulan Januari sampai Juli 2014, terdapat 62 pasien yang dirawat di ICU yang
menggunakan ventilator. Kasus VAP ditemukan pada 20 pasien yang memenuhi
kriteria penelitian. Karakteristik pasien VAP di Ruang ICU RSUP Sanglah periode
Januari-Juli 2014 dapat dilihat dibawah pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik pasien VAP di RSUP Sanglah periode Januari - Juli 2014
Karakteristik Jumlah
(Total =20)
Persentase
(%)
Karakteristik Jumlah
(total = 20)
Persentase
(%)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. perempuan
15
5
75
25
Tanggungan Kesehatan
a. Umum
b. Asuransi
c. JKBM
d. BPJS
5
1
5
9
25
5
25
45
Usia (tahun)
a. <15
b. 15-24
c. 25-45
d. >45
2
7
5
6
10
35
25
30
Alergi
a. Ya
b. Tidak
0
20
0
100
Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Sarjana
6
3
7
4
30
15
35
20
Komorbiditas
a. Ada
b. Tidak
11
9
55
45
Terapi empiris antibiotik
a. Sesuai
Guidelines
b. Tidak sesuai
Guidelines
14
6
70
30
39
5.2 Profil pasien VAP di ruang ICU RSUP Sanglah Periode Januari-Juli 2014
5.2.1 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Sampel yang diambil melalui rekam medis yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian. Dari 20 sampel tersebut didapatkan yang memenuhi
kriteria penelitian dengan jumlah sampel laki-laki sebanyak 15 orang (75%) dan
jumlah sampel perempuan sebanyak 5 orang (25%).
Gambar 1. Profil Pasien VAP berdasarkan jenis kelamin
5.2.2 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Usia
Sebaran sampel juga dibagi berdasarkan kelompok usia dari pasien. Dimana pada
penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok usia. Kelompok pertama yaitu rentang usia
0-15 tahun, kelompok kedua memiliki rentang usia lebih dari 15 tahun hingga 24
tahun, kelompok ketiga memiliki rentang usia 25-45 tahun, serta kelompok keempat
memiliki rentang usia >45 tahun.
75%
25%
laki-laki
perempuan
Profil Pasien VAP Berdasarkan Jenis Kelamin
40
Gambar 2. Grafik distribusi pasien VAP berdasarkan jenis kelamin dan usia
Secara keseluruhan tanpa dibagi menurut jenis kelamin, distribusi sampel pasien
VAP dengan kelompok umur kurang dari 15 tahun berjumlah 2 orang, kelompok
usia 15 hingga 24 berjumlah 7 orang, kelompok usia 25 hingga 45 tahun berjumlah
5 orang, serta kelompok usia lebih dari 45 tahun berjumlah 6 orang.
Adapun rincian dari sampel tersebut adalah pada usia kurang dari 15 tahun terdapat 2
pasien laki-laki dan 0 pasien perempuan, pada usia 15 hingga 24 tahun terdapat 6
pasien laki-laki dan 1 pasien perempuan, pada usia 25-35 tahun terdapat 2 pasien
laki-laki dan 3 pasien perempuan, dan pada usia lebih dari 45 tahun terdapat 5 pasien
laki-laki dan 1 pasien perempuan.
5.2.3 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Berdasarkan catatan dari rekam medis di ruang ICU RSUP Sanglah pasien VAP
berdasarkan jenjang pendidikan dibagi menjadi 4 kategori : SD, SMP, SMA, dan
Sarjana.
2
6
2
5
0
1
3
1
0
1
2
3
4
5
6
7
< 15 th 15 -24 th 25 - 45 th > 45 th
Laki-laki
Perempuan
Profil pasien VAP berdasarkan jenis kelamin dan usia
41
Gambar 3. Profil pasien VAP berdasarkan jenjang pendidikan
Distribusi jumlah sampel jenjang pendidikan SD sebanyak 6 orang, sampel dengan
jenjang pendidikan SMP sebanyak 3 orang, sampel dengan pendidikan SMA
sebanyak 7 orang, dan yang sarjana sebanyak 4 orang. Dalam persentase, sampel
dengan pendidikan SD adalah 30%, dengan jenjang pendidikan SMP sebesar 15%,
dengan pendidikan SMA sebanyak 35%, dan yang sarjana sebesar 20%.
5.2.4 Gambaran Distribusi Sampel Berdasarkan Komorbiditas
Komorbiditas yang didapatkan dari rekam medis di ruang ICU RSUP Sanglah
dikelompokkan menjadi penyakit hepar, jantung, ginjal, dan metabolis, serta lainnya.
Yang dimaksud dengan kelompok lainnya adalah komorbiditas yang ditemukan saat
pengumpulan data namun tidak termasuk dalam kelompok penyakit hepar, jantung,
ginjal dan metabolis. Komorbiditas lainnya antara lain trauma kepala, trauma organ
visceral, gangguan pada kehamilan (eclampsia) dan sepsis. Pada beberapa sampel
dapat ditemukan lebih dari satu jenis komorbiditas.
6
7
3
4
0
1
2
3
4
5
6
7
8
SD SMA SMP Sarjana
SD
SMA
SMP
Sarjana
Profil Pasien VAP berdasarkan jenjang pendidikan
42
Gambar 4. Profil Pasien VAP berdasarkan komorbiditas
Rincian lebih lanjut mengenai distribusi sampel berdasarkan komorbiditas yang
didapat periode Januari 2014 hingga Juli 2014 di RSUP Sanglah meliputi 9 orang
dengan komorbiditas lainnya, 2 orang dengan penyakit hepar, 3 orang dengan
penyakit jantung dan metabolis, 2 orang mengidap penyakit ginjal dan hepar, 2 orang
memiliki penyakit jantung, ginjal, dan metabolis, serta 2 orang dengan penyakit
jantung, ginjal, metabolis, dan hepar.
Gambaran persentase pasien dengan komorbiditas lainnya sebesar 45%, dengan
penyakit hepar 10%, untuk penyakit jantung dan metabolis 15%, penderita penyakit
ginjal dan hepar 10%, pengidap penyakit jantung, ginjal, dan metabolis 10%, serta
sampel dengan 4 penyakit sekaligus yaitu jantung, ginjal, metabolis dan hepar sebesar
10%.
05
1015202530354045
Profil Komorbiditas pada Pasien VAP
jumlah
persentase
43
5.2.5 Gambaran Profil Pasien VAP berdasarkan penggunaan antibiotika
Pemberian terapi empiris antibiotika pada pasien VAP di ruang ICU RSUP Sanglah
berdasarkan rekam medis menunjukkan penggunaan 15 jenis antibiotika pada 20
sampel.
Gambar 5. Profil pasien VAP berdasarkan penggunaan antibiotika
Jenis-jenis antibiotika yang diberikan pasien VAP yang dirawat di ruang ICU RSUP
Sanglah periode Januari 2014 hingga Juli 2014 antara lain : seftriaksone pada 10
sampel, 6 sampel mendapat levofloksasin, 3 orang mendapatkan meropenem,
sefiksim, gentamisin, amoksisilin, piperasilin-tazobactam, siprofloksasin, dan
ampisilin sulbactam pada 1 sampel.
Persentase pemberian seftriaksone pada 10 sampel mencapai angka 50 %, pemberian
levofloksasin sebesar 30%, meropenem sebanyak 15%, pemberian ampisilin,
gentamisin, sefiksim, amoksisilin, piperasilin-tazobactam, siprofloksasin, dan
ampisilin-sulbactam masing-masing sebesar 5 %.
6
1
10
3
1 1 1 1 1 130% 5% 50% 15% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Profil Pasien VAP BerdasarkanPenggunaan Antibiotika
jumlah persentase
44
5.2.6. Gambaran kesesuaian pemberian terapi empiris antibiotika pada pasien
VAP dengan ATS Guidelines 2005
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pemberian terapi empiris
antibiotika pada pasien VAP yang dirawat di ruang ICU RSUP Sanglah periode
Januari 2014 hingga Juli 2014 dengan ATS Guidelines 2005.
Gambar 6. Gambaran Pemberian Terapi Empiris Antibiotika pada pasien VAP
Data yang diperoleh dari rekam medis ruang ICU RSUP Sanglah menunjukkan dari
20 sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian penelitian, sebanyak 6 sampel yang
tidak sesuai dengan ATS Guidelines 2005 atau sebesar 30%, dan 14 sampel yang
memenuhi kriteria ATS Guidelines 2005 yakni sebesar 70%.
5.2.7. Gambaran Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotik Berdasarkan
Penggolongan VAP
Terapi empiris antibiotik pada pasien VAP diberikan berdasarkan penggolongan
VAP, yaitu early onset dan late onset. Jika pada hasil kultur menunjukkan adanya
70%
30%
Profil Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotik dengan ATS Guidelines 2005
sesuai guidelines
tidak sesuai guidelines
45
faktor resiko bakteri MDR seperti Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae,
Acinetobacter species maka akan dimasukan ke golongan late onset.
Gambar 7. Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotik berdasarkan Kategori VAP
Dari 20 sampel yang didapatkan, sebanyak 14 pasien (70%) masuk kategori VAP
early onset dan 6 pasien lainnya (30%) masuk kategori VAP late onset. Pada 14
pasien VAP early onset terdapat 13 pasien (93%) yang memperoleh terapi empiris
sesuai dengan ATS Guidelines 2005 dan 1 pasien (7%) yang tidak sesuai. Sedangkan
pada pasien VAP late onset terdapat 1 orang (16%) yang memperoleh terapi empiris
antibiotik yang sesuai ATS Guidelines 2005 dan 5 orang sisanya (84%) tidak sesuai.
5.2.8 Gambaran pasien VAP berdasarkan tanggungan kesehatan
Berdasarkan data rekam medis yang diperoleh dari ruang ICU RSUP Sanglah,
peneliti membagi tanggungan kesehatan pada pasien VAP menjadi 4 kategori yaitu
umum (pasien membayar tunai di rumah sakit), asuransi (dari pihak swasta), BPJS,
dan JKBM.
0
2
4
6
8
10
12
14
sesuai tidak sesuai
Kesesuaian Terapi Empiris Antibiotik Berdasarkan Kategori VAP
VAP early onset
VAP late onset
46
Gambar 8. Profil Pasien VAP berdasarkan tanggungan kesehatan
Pasien yang masuk kategori umum berjumlah 5 orang dengan persentase 25 %, yang
mendapat tanggungan dari asuransi swasta sebanyak 1 orang dengan persentase 5%,
pasien yang membayar dengan JKBM ada 5 orang dengan besar persentase 25 %,
sedangkan yang mendapat jaminan BPJS berjumlah 9 orang dengan persentase 45 %.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Kesesuaian Pemberian Terapi Empiris Antibiotika pada pasien VAP di
RSUP Sanglah dengan ATS Guidelines 2005
45%
25%
25%
5%
Profil pasien VAP berdasarkan tanggungan kesehatan
BPJS
JKBM
Umum
Asuransi
47
Penggolongan VAP berdasarkan pada lamanya pemakaian ventilator menjadi
early onset (hari ke 2 - 4) dan late onset (setelah hari ke 5). Karena terapi empiris
antibiotik tergantung pada penggolongan kategori VAP maka jenis antibiotik yang
diberikan berbeda jenisnya untuk early onset maupun late onset.
Tabel 2. Initial Empiric Antibiotic Therapy for Hospital Acquired Pneumonia or
Ventilator Associated Pneumonia in Patients with No Known Risk Factors for
MultiDrug-Pathogens, Early onset and Any Disease Severity.
Patogen Potensial Jenis Antibiotik
Streptococcus pneumonia Ceftriaxone
or
Haemophilus influenza Levofloxacin, moxifloxacin, or
ciprofloxacin or
Methicillin-sensitive Staphylocccus aureus Ampicillin/sulbactam or
Antibiotic-sensitive enteric gram negative bacilli
Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Enterobacter species
Proteus species
Serratia marcescens
Ertapenem
Tabel 3. Initial Intraveous, Adult Doses of Antibiotics for Empiric Therapy of
Hospital Acquired Pneumonia, Including Ventilator-Associated Pneumonia, and
Healthcare Associated Pneumonia in Patients with Late-Onset Disease or Risk
Factors for Multidrug Resisntant Pathogens
Jenis Antibiotik Dosis
48
Antipseudomonal sefalosporin
Sefepime
Seftazidim
1-2 g / 8-12 jam
2 g / 8 jam
Carbapenems
Imipenem
Meropenem
500 mg / 6 jam atau 1 g / 8 jam
1 g / 8 jam
β-lactam / β-lactamase inhibitor
Piperacillin-tazobactam
4,5 g / 6 jam
Aminoglikosida
Gentamisin
Tobramicin
Amikacin
7 mg/kg per hari
7 mg/kg per hari
20 mg/kg per hari
Antipseudomonal kuinolones
Levofloksasin
Siprofloksasin
750 mg / hari
400 mg / 8 jam
Vankomisin 15 mg/kg / 12 jam
Linezolid 600 mg / 12 jam
Penelitian ini menunjukan jika pemberian terapi empiris antibiotika di RSUP
sanglah yang sesuai dengan ATS Guidelines 2005 sebanyak 14 kasus dari total 20
kasus atau sebesar 70%, sedangkan yang tidak sesuai sebanyak 6 kasus atau sebesar
30 % selama periode Januari 2014-Juli 2014.
Ketidaksesuaian yang ditemukan pada 6 sampel ini merupakan penggunaan
jenis antibiotik yang tidak sesuai dengan diagnosis kategori VAP. Dari 6 sampel yang
tidak sesuai, 5 sampel merupakan pasien dengan VAP late onset ( 3 orang diberikan
seftriakson, 1 orang diberi sefiksim, dan 1 orang lagi mendapat seftriakson,
levofloksasin dan sefoperazon-sulbactam), dan 1 sampel merupakan pasien dengan
VAP early onset yang diberikan amoksisilin.
49
6.2. Faktor faktor yang mempengaruhi kesesuaian pemberian terapi empiris
antibiotika pada pasien VAP
6.2.1 Komorbiditas
Sampel pasien VAP dengan terapi empiris antibiotik yang tidak sesuai dengan ATS
Guidelines 2005 memiliki komorbiditas sebagai berikut :
a) 14039663 : multiple trauma, efusi pleura, hipocalcemia, hipoalbumin
b) 14016711 : CAP, ADHF, Grave disease, Hipertensi Terkontrol
c) 14032735: subdural hematoma (post trepanasi), hipertensi heart disease.
d) 1254397: Syok sepsis, CAP, post cardiac arrest, diabetes mellitus tipe 2
e) 14000748 : Spondylolysis, abses pleura, pneumonia
f) 14015898 : trauma tumpul abdomen
Amoksisilin diberikan pada pasien dengan komorbiditas community acquired
pneumonia (CAP), acute decompensated heart failure (ADHF), Grave disease, dan
Hipertensi terkontrol. Amoksisilin termasuk dalam golongan beta lactam yang
bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antibiotik ini memiliki
indikasi untuk digunakan pada pasien dengan gangguan jantung. (Kaur, 2011)
Seftriaksone diberikan pada pasien dengan komorbiditas trauma kepala, trauma
tumpul abdomen, dan sepsis. Selain efektif untuk menangani infeksi pneumonia,
seftriaksone juga mampu mempenetrasi hingga cairan cerebrospinal sehingga dapat
digunakan untuk mencegah infeksi pada otak. Seftriaksone juga digunakan untuk
mencegah terjadinya sepsis. (MIMS, 2013)
6.2.2 Antibiotika
50
Sampel pasien VAP dengan terapi empiris antibiotik yang tidak sesuai dengan ATS
Guidelines 2005 jenis antibiotik sebagai berikut :
a) 14039663 (VAP late onset) : seftriakson
b) 14016711 (VAP early onset) : amoksisilin
c) 14032735 (VAP late onset) : seftriakson
d) 1254397 (VAP late onset) : seftriakson, levofloksasin, sefoperazon-sulbactam
e) 14000748 (VAP late onset) : sefiksim
f) 14015898 (VAP late onset) : seftriakson
Seftriaksone dan sefiksim termasuk dalam antibiotika golongan cephalosphorin
generasi ke-3. Sefalosporin generasi ke-3 memiliki tingkat keaktifan yang lebih
rendah pada gram positif aerobic cocci dan tingkat keaktifan yang tinggi pada gram
negative aerobes seperti Hemophilus influenza, Enterobacteriaceae (e.g. Escherichia
coli, Klebsiella species, Proteus mirabilis, Providencia). Seftriaksone tidak efektif
untuk Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan Sefiksim tidak efektif terhadap
methicillin-susceptible staphylococcus aureus, dan tidak bisa dipakai secara rutin
mengeliminasi Streptoccocus pneumonia (Levison, 2013)
6.2.3 Tanggungan Kesehatan
Pada subjek yang ditanggung oleh JKBM dan BPJS pemberian antibiotika tambahan
yang tidak termasuk dalam ATS Guidelines 2005 masuk di dalam daftar tanggungan
obat antibiotika . Berikut adalah daftar obat antibiotika yang ditanggung dalam
51
JKBM dan BPJS berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 328/MENKES/SK/VIII/2103.
Beta-lactam : amoksisilin, ampisilin, penisilin, sefadroksil, sefaleksin,
sefazolin, sefepim, sefiksim, sefotaksim, sefpodoksim, sefoperazon,
seftazidim, seftriaksone, sefuroksim
Tetrasiklin : doksisiklin, oksitetrasiklin HCL, tetrasiklin
Kloramfenikol
Sulfa-trimetoprim : kotrimoksazol
Makrolid : azitromisin, eritromisin, klaritomicin, klindamicin, spiramisin
Aminoglikosida : amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin
Kuinolone : levoflokasin, ofloksasin, siprofloksasin
Lain-lain : meropenem, metronidazole, vankomisin
Tanggungan umum dan asuransi tidak bisa dijelaskan lebih lanjut oleh penulis
dikarenakan tidak adanya data lengkap jenis asuransi, biaya tanggungan serta jenis
antibiotika yang ditanggung oleh asuransi tersebut.
Pemberian antibiotika tambahan yang dipengaruhi oleh tanggungan pasien adalah
sefoperazone sulbactam. Pada pasien yang diberikan obat ini mendapat tanggungan
asuransi. Sefoperazone temasuk dalam golongan sefalosporin yang bekerja dengan
cara menghambat sintesis dinding bakteri, sedangkan sulbactam adalah penghambat
beta lactamase, yang bekerja untuk meningkatkan aktifitas antibakteri dari
sefoperazone.
52
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Insiden pasien dengan ventilator associated pneumonia (VAP) di ruang ICU
RSUP Sanglah sebanyak 20 pasien atau 30% dari total 62 pasien yang menggunakan
ventilator. Dari 20 pasien tersebut angka kesesuaian pemberian terapi empiris
antibiotika pada pasien VAP dengan ATS Guidelines 2005 sebesar 70% sedangkan
yang tidak sesuai sebesar 30%. Faktor yang paling banyak mempengaruhi
ketidaksesuaian terapi empiris antibiotika pada pasien VAP di RSUP Sanglah adalah
faktor komorbiditas, diikuti dengan faktor karakteristik antibiotika, dan yang terakhir
adalah faktor tanggungan kesehatan.
7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan :
1. Perlunya dibuat panduan tersendiri oleh RSUP Sanglah dalam pemberian terapi
empiris antibiotika pada pasien VAP
2. Perlunya penelitian yang lebih mendalam tentang faktor-faktor lain, selain yang
dicari oleh penulis, yang dapat mempengaruhi pemberian terapi empiris antibiotika
pada pasien VAP.
53
DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society Board of Director. (2005). Guidelines for the
Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and
Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388–416
Fabregas N, Ewig S, Torres A, El-Ebiary M, Ramirez J, de La Bellacasa JP, et al.
(1999) Clinical diagnosis of ventilator associated pneumonia revisited : comparative
validation using immediate post-mortem lung biopsies. Thorax. Oct;54 (10):867-73
Granowitz EV, Brown RB. (2008). Antibiotik Adverse Reactions and Drug
Interactions. Crit Care Clin 24 421–442
Grgurich PE, Hudcova J, Lei Y, Sarwar A, Craven DE. (2012). Management and
prevention of ventilator-associated pneumonia caused by multidrug-resistant
pathogen. Expert Rev Respir Med. 6(5):533-55. Doi.1586/ers.1245
Strategy for the Control of Antimicrobials Resistance in Ireland (SARI) by HSE
Health Protection Surveillence Center (2011). Guidelines for the prevention of
ventilator associated pneumonia in adults in Ireland.
Kaur PS, Rao R, Nanda S. (2011). Amoxicillin : A Broad Spectrum Antibiotic. Int J
Pharm Pharm Sci, Vol 3, Issue 3, 2011, 3037
Koenig,S,. Truwit. J (2006). Ventilator-Associated Pneumonia: Diagnosis, Treatment,
and Prevention. Clin. Microbiol. Rev., Oct. 2006, p. 637–657 Vol. 19, No. 4
Kollef MHM.( 2004) Prevention of Hospital-Associated Pneumonia and Ventilator-
Associated Pneumonia. Critical Care Medicine; 32:1396-1405.
54
Levison, Matthew E. (2013). Β-Lactam. Tersedia di
http://www.merckmanuals.com/professional/infectious_diseases/bacteria_and_antiba
cterial_drugs/%CE%B2-lactams.html#v1604434. Diakses pada Oct 31th 2014
Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS, Matarucco W, Baredes NC, Desmery P,
Palizas F, Menga G, Rios F, Apezteguia C. (2003). Resolution of ventilator-
associated pneumonia: prospective evaluation of the clinical pulmonary infection
score as an early clinical predictor of outcome. Crit Care Med; 31:676-682
MIMS Indonesia. 2012. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Ed 12 2012/2013.
Pramudianto, Arlina dan Evaria (Eds). Jakarta. BIP
Nicasio A, Eagye K, Nicolau D, Shore E, Palter M, Pepe J, Kuti. (2010).
Pharmacodynamic-based clinical pathway for empiric antibiotik choice in patients
with ventilator-associated pneumonia. Journal of Critical Care 25, 69–77
Ochner C, Myers A. (2013) Certain Antibiotics Tied to Blood Sugar Swings in
Diabetics. Clinical Infectious Diseases, news release, Aug, 15, 2013
Park, DR (2005). The microbiology of ventilator-associated pneumonia. Respir Care.
Jun;50(6):742-63; discussion 763-5
Perhimpuan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2003) Pneumonia Nasokomial :
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Solomkin, Joseph S, Mazuski, John E, Bradley, John S, et al. (2010). Diagnosis and
Management of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children:
Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases Society of
America. Clinical Infectious Diseases 2010; 50:133–64
55
Swanson JM, Wells DL. (2013) Empirical Antibiotik Therapy for Ventilator-
Associated Pneumonia. Antibiotics, 2, 339-351; doi:10.3390/antibiotiks2030339
Wayne A. Ray, Ph.D., Katherine T. Murray, M.D., Kathi Hall, B.S., Patrick G.
Arbogast, Ph.D., and C. Michael Stein, M.B., Ch.B. (2012) Azithromycin and the
Risk of Cardiovascular Death. N Engl J Med 2012; 366:1881-1890
56
Lampiran
Lampiran 1. Algoritma Terapi Empiris Antibiotik untuk HAP berdasarkan ATS
Guidelines 2005
Lampiran 2. Inisial Terapi Empiris Antibiotik untuk pasien VA onset awal tanpa
resiko pathogen MDR berdasarkan ATS Guidelines 2005
57
Lampiran 3. Inisial Terapi Empiris Antibiotik untuk pasien VAP onset akhir dengan
resiko pathogen MDR berdasarkan ATS Guidelines 2005