skripsi - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/30184/1/1511410051.pdf · sampaikan ucapan terima kasih...
TRANSCRIPT
HEALTH BELIEF PADA MAHASISWA PEROKOK AKTIF
DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SKRIPSI
disajikan sebagai satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh
Pramudani Dwi Wibowo
1511410051
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERUNTUKAN
Motto
Seberuntung-beruntungnya manusia adalah yang setiap berbuat baik tidak ia
sengaja, sehingga terbebaslah ia dari rasa berjasa. (Sujiwo Tejo)
Hidup sehat atau kesehatan hidup itu merupakan gabungan antara kesehatan jiwa,
kesehatan badan dan kesehatan hubungan manusia dengan Tuhan.
(Muhammad Ainun Najib)
Peruntukan:
Buah pemikiran ini penulis
persembahkan untuk orang
khususnya bapak, ibu dan
kakak serta teman-teman
saya.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Segenap usaha dan kerja keras
yang dilakukan penulis tidak mungkin membuahkan hasil tanpa kehendak-Nya.
Segala halangan dan rintangan tidak akan mampu dilalui tanpa jalan terang yang
ditunjukkan dan digariskan-Nya. Berkat izin dan rahmat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Health Belief pada Mahasiswa Perokok
Aktif di Universitas Negeri Semarang”. Skripsi ini di susun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Selama penyusunan skripsi ini bantuan, motivasi, dukungan, dan doa dari
berbagai pihak sangat membantu. Untuk itu, pada karya sederhana ini penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang selaku Ketua Panitia Sidang Skripsi,
2. Drs. Sugeng Hariyadi, S. Psi. M.S., Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang
3. Anna Undarwati, S.Psi, M.A. sebagai dosen penguji I yang telah
memberikan masukan dan kritik kepada penulis.
4. Andromeda, S.Psi., M.Psi sebagai penguji II serta dosen pembimbing I
sekaligus sebagai dosen wali dalam penulisan penelitian ini yang selalu
memberikan masukan dan penilaian.
vi
5. Sugiariyanti, S.Psi., M.A. sebagai penguji III dan dosen pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan dalam menulis
skripsi.
6. Seluruh dosen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang yang senantiasa mendidik dan membimbing penulis.
7. Bapak dan Ibu yang telah memberikan do‟a dan semangat.
8. Untuk Darajatun, David Mafazi, Deni (Rewok), Apung dan lain-lainnya
yang selalu hadir disaat saya membutuhkan bantuan.
Akhir kata, penulis bersyukur dan penulis ucapkan terima kasih setulus-
tulusnya kepada pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan pengetahuan serta menjadi kajian dalam bidang ilmu yang
terkait.
Semarang, 15 Agustus 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Wibowo, Pramudani Dwi, 2017. Health Belief pada Mahasiswa Perokok Aktif di
Universitas Negeri Semarang. Skripsi. Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Pembimbing Andromeda, S.Psi.,
M.Psi., Sugiariyanti, S.Psi., M.A.
Kata Kunci: Health Belief, Mahasiswa, Perokok Aktif
Semua mahasiswa memiliki pengetahuan tentang bahaya merokok, tetapi
mereka tetap merokok karena sudah menjadi kebiasaan dan tidak mengalami
gangguan secara fisik yang signifikan, perokok berpikir bahwa selama tidak ada
efek yang langsung terasa, maka rokok dianggap tidak berbahaya, meskipun
informasi tentang bahaya merokok sudah ada di mana saja, namun kebiasaan
merokok tidak terpengaruh oleh hal tersebut. Secara umum diyakini bahwa
seseorang akan mengambil tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan
mengontrol kondisi gangguan kesehatan tergantung dari health belief yang
dimilikinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui health belief pada mahasiswa perokok aktif di Universitas
Negeri Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random
sampling atau memilih subjek secara acak. Data penelitian diambil dengan
menggunakan skala skala Likert berdasarkan komponen-komponen health belief
yang terdiri atas 30 aitem dengan koefisien validitas antara 0,398 sampai 0,584
dan koefisien reliabilitas sebesar 0,851..
Hasil penelitian menunjukkan Health belief mahsiswa secara umum di
Universitas Negeri Semarang berada pada kategori sedang yakni sebesar 60,6%.
Berdasarkan dari komponen health belief pada mahasiswa perokok aktif
seluruhnya pada kategori sedang yaitu perceived suspecbility secara umum berada
pada kategori sedang sebesar 66%, perceived severity secara umum berada pada
kategori sedang sebesar 93%, perceived benefit secara umum berada pada kategori
sedang sebesar 71%. perceived barrier secara umum berada pada kategori sedang
sebesar 92%, cues to action secara umum berada pada kategori sedang sebesar
77%.
.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
MOTTO DAN PERUNTUKAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
BAB
1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................. 8
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 8
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9
2.1. Health Belief ..................................................................................... 9
2.1.2 Komponen Health Belief ................................................................... 12
ix
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Health Belief ........................................ 17
2.2. Perilaku Merokok ............................................................................... 19
2.1.2 Pengertian Perilaku Merokok ............................................................ 19
2.1.3 Dampak Merokok .............................................................................. 21
2.1.4 Tahapan dalam Perilaku Merokok ..................................................... 28
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok ................................. 29
3. METODE PENELITIAN ................................................................ 32
3.1. Jenis dan Desain Penelitian ................................................................ 32
3.2. Variable Penelitian ............................................................................. 32
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................... 33
3.4. Populasi dan Sampel .......................................................................... 33
3.4.1. Populasi .............................................................................................. 33
3.4.2. Sampel................................................................................................ 34
3.5. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 34
3.6. Skala Health Belief ............................................................................ 36
3.7. Validitas dan Realibilitas ................................................................... 37
3.7.1 Validitas ............................................................................................. 37
3.7.2 Realibilitas ......................................................................................... 38
3.8. Metode Analisis Data ......................................................................... 39
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 40
4.4 Persiapan Penelitian ........................................................................... 40
4.4.1. Orientasi Kancah Penelitian ............................................................... 40
4.4.2. Proses Perijinan .................................................................................. 41
x
4.4.3. Penentuan Sampel .............................................................................. 41
4.5 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 42
4.5.1. Pengumpulan Data ............................................................................. 42
4.5.2. Pelaksanaan Skoring ......................................................................... 42
4.6 Hasil Penelitian .................................................................................. 43
4.3.1 Gambaran Mahasiswa Universitas Negeri Semarang ........................ 43
4.3.2 Health Belief pada Mahasiswa Perokok Aktif Universitas Negeri
Semarang............................................................................................ 44
4.3.3 Tingkat Merokok dan Umur Mahasiswa Universitas Negeri
Semarang............................................................................................ 46
4.3.4 Health belief pada Mahasiswa Perokok Aktif Universitas Negeri
Semarang Berdasarkan Komponen .................................................... 48
4.3.5 Health Belief pada Mahasiswa Perokok Aktif Universitas Negeri
Semarang Berdasarkan Fakultas ........................................................ 60
4.7 Pembahasan........................................................................................ 63
5. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 75
5.1 Simpulan ............................................................................................ 75
5.2 Saran .................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77
LAMPIRAN .................................................................................................... 80
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Peringkat Jumlah Perokok Dunia ............................................... 2
3.1 Kriteria Skor Jawaban Skala Health Belief ................................ 36
3.2 Blue Print Health Belief .............................................................. 37
4.1 Descriptive Statistic .................................................................... 44
4.2 Penghitungan Kategori Interval Skor Health Belief ................... 45
4.3 Distribusi Frekuensi Health Belief .............................................. 45
4.4 Responden Menurut Tingkat Umur ............................................ 46
4.5 Responden Menurut Tingkat Merokok ....................................... 47
4.6 Descriptive Statistics ................................................................... 49
4.7 Penghitungan Kategori Interval Skor Health Belief .................. 49
4.8 Standar Baku Penghitungan Kategori Interval Skor ................... 50
4.9 Distribusi Frekuensi Perceived Suspecbility ............................... 50
4.10 Descriptive Statistics ................................................................... 51
4.11 Penghitungan Kategori Interval Skor Perceived Severity ........... 51
4.12 Standar Baku Penghitungan Kategori Interval Skor ................... 52
4.13 Distribusi Frekuensi Perceived Severity ..................................... 52
4.14 Descriptive Statistics ................................................................... 54
4.15 Penghitungan Kategori Interval Skor Health Belief ................... 54
4.16 Standar Baku Penghitungan Kategori Interval Skor ................... 54
4.17 Distribusi Frekuensi Perceived Benefit ....................................... 55
4.18 Descriptive Statistics ................................................................... 56
xii
4.19 Penghitungan Kategori Interval Skor Perceived Barrier ........... 56
4.20 Standar Baku Penghitungan Kategori Interval Skor ................... 57
4.21 Distribusi Frekuensi Perceived Barrier ...................................... 57
4.22 Descriptive Statistics ................................................................... 58
4.23 Penghitungan Kategori Interval Skor Cues to Action ................. 59
4.24 Standar Baku Penghitungan Kategori Interval Skor ................... 59
4.25 Distribusi Frekuensi Cues to Action ........................................... 59
4.26 Descriptive Statistics ................................................................... 61
4.27 Penghitungan Kategori Interval Skor Cues to Action ................. 61
4.28 Distribusi Frekuensi Kematangan Karier Dilihat Dari Fakultas . 62
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Responden Menurut Fakultas ............................................................ 44
4.2 Distribusi Frekuensi Health Belief ..................................................... 46
4.3 Diagram Batang Tingkat Umur pada mahasiswa Universitas Negeri
Semarang............................................................................................ 47
4.4 Diagram Batang Tingkat Merokok pada mahasiswa Universitas
Negeri Semarang ................................................................................ 48
4.5 Diagram Batang Perceived Suspecbility pada mahasiswa
Universitas Negeri Semarang ............................................................ 50
4.6 Diagram Batang Perceived Severity pada mahasiswa Universitas
Negeri Semarang ................................................................................ 53
4.7 Diagram Batang Perceived Suspecbility pada mahasiswa
Universitas Negeri Semarang ............................................................ 55
4.8 Diagram Batang Perceived Barrier pada mahasiswa Universitas
Negeri Semarang ................................................................................ 58
4.9 Diagram Batang Cues to Action pada mahasiswa Universitas
Negeri Semarang ................................................................................ 60
4.10 Diagram Batang Health Belief pada Mahasiswa Perokok Aktif
Dilihat dari Fakultas ........................................................................... 63
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skala Psikologi ........................................................................................... 81
2. Tabulasi Data ............................................................................................. 86
3. Tabulasi Data Perkomponen ...................................................................... 100
4. Hasil Uji Validitas ...................................................................................... 107
5. Hasil Uji Reliabilitas .................................................................................. 110
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku merokok memang tidak dapat diremehkan akibatnya. Sudah
banyak individu menyadari akan akibat bahaya merokok. Bahaya yang
ditimbulkan rokok antara lain dapat mengancam kesehatan individu,
memunculkan berbagai macam penyakit (misalnya: jantung koroner, kanker paru-
paru, impotensi), dan dapat mengancam janin bagi ibu hamil. Armstrong (dalam
Putra, 2013: 29) mengemukakan merokok adalah menghisap tembakau yang
dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskan kembali keluar. Merokok
merupakan perilaku yang telah umum dijumpai dalam masyarakat. Individu yang
merokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok usia yang
berbeda-beda.
Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan.
Graham (dalam Etika dan Wijaya, 2015: 13) menyatakan bahwa dengan merokok
dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi
keadaan- keadaan yang sulit. Graham juga menyebutkan keuntungan merokok
terutama bagi perokok yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi
dan menyenangkan.
Merokok dapat menyebabkan kecanduan, efek ini disebabkan oleh adanya
nikotin di dalam rokok. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia,
termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga lingkungan
yang terpapar dengan asap tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan
2
yang serius. Nikotin yang ada di dalam rokok, dapat mengakibatkan individu
merasakan kecanduan, dan sulit meninggalkan perilaku merokok.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sekitar 95 juta orang di
Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40,3 juta anak Indonesia usia 0-14
tahun telah menjadi perokok pasif. Padahal paparan asap rokok yang banyak
ditemukan di tempat umum tersebut memiliki dampak negatif yang sama
bahayanya jika dibanding dengan seorang perokok aktif. Bahkan menurut buku
The Tobacco Atlas yang diterbitkan oleh American Cancer Society dan World
Lung Foundation paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker
paru-paru sebesar 30% dan sebesar 25 % penyakit jantung koroner (Depkes,
2016.).
Berdasarkan data terbaru dari The Tobacco Atlas tahun 2015
(http://lifestyle.kompas.com). Adapun 9 negara dengan persentase pria perokok
pada usia 15 tahun ke atas terbesar di dunia dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 1.1 Peringkat Jumlah Perokok Dunia
No Nama Negara Persentase Pria
perokok
1. Indonesia 66%
2. Rusia 60%
3. China 53%
4. Filipina 48%
5. Vietnam 47%
6. Thailand 46%
7. Malaysia 44%
8. India 24%
9. Brasil 22%
3
Indonesia juga diketahui sebagai negara dengan jumlah perokok yang
besar. Data yang dihimpun oleh Global Adult Tobaco Survey (GATS) tahun 2016
(Pratiwi, 2014:2) menyatakan bahwa Indonesia memiliki prestasi buruk di dunia
yaitu sebagai negara ketiga terbesar dalam hal mengonsumsi rokok. Data ini
berdasarkan WHO (World Health Organization) yang mengatakan bahwa 4,8%
dari 13 milyar konsumen rokok berasal dari Indonesia, dan diperkirakan jumlah
ini akan terus meningkat.
Menurut Priyoto (2014: 139) berdasarkan variabel demografi
sosiopsikologi dengan perilaku merokok dinyatakan perilaku merokok lebih
banyak dijumpai pada remaja pria yang memiliki tingkat pendidikan rendah dari
pada yang memiliki pendidikan tinggi. Namun berdasarkan hasil wawancara
langsung peneliti kepada 3 (tiga) orang mahasiswa perokok aktif di sebuah
indekos sekitar Unnes pada 23 Maret 2017, bahwa semua mahasiswa memiliki
pengetahuan tentang bahaya merokok, tetapi mereka tetap merokok karena sudah
menjadi kebiasaan dan tidak mengalami gangguan secara fisik yang signifikan.
Intensitas merokok mereka akan semakin tinggi ketika mereka mengalami stres
seperti yang dialami oleh mahasiswa berinisial D dan S. Mahasiswa D mengaku
pernah berhenti merokok selama satu tahun setelah meninggalnya kakeknya
akibat sakit paru-paru akibat merokok, tetapi ia kembali merokok setelah
mengalami masalah asmara, peneliti menyimpulkan adanya pandangan yang
menyatakan bahwa merokok dianggap sebagai bagian dari budaya sehari-hari
masyarakat terutama di kalangan mahasiswa, anggapan tersebut juga peneliti
dapatkan pada 7 (tujuh) mahasiswa dalam wawancara berikutnya di kantin
4
Universitas Negeri Semarang. Mahasiswa perokok aktif yang peneliti temui
menganggap merokok adalah hal yang wajar, perilaku yang dianggap membuat
mudah dalam berpikir atau menghasilkan ide-ide. Setelah peneliti melakukan
pengamatan dilapangan, seluruh mahasiswa perokok aktif berjenis kelamin laki-
laki, bagi mereka merokok merupakan identitas seorang laki-laki dan peneliti
menemukan bahwa perokok berpikir bahwa selama tidak ada efek yang langsung
terasa, maka rokok dianggap tidak berbahaya.
Informasi tentang bahaya merokok sudah beredar dimana-mana, informasi
tersebut disampaikan baik secara tertulis maupun bergambar, bahkan dibuat
larangan merokok di berbagai tempat seperti di institusi pendidikan. Peringatan
dampak merokok terhadap kesehatan diberikan untuk meningkatkan kesadaran
akan bahaya yang ditimbulkan karena merokok. Dengan penyampaian informasi
yang bersifat peringatan mengenai pengaruh buruk merokok, diharapkan
menjadikan individu perokok menjadi sadar akan bahaya merokok.
Secara umum diyakini bahwa seseorang akan mengambil tindakan untuk
mencegah, mengurangi, dan mengontrol kondisi gangguan kesehatan tergantung
dari health belief yang dimilikinya (Rosenstock,1974: 34). Health belief model
yang dikembangkan oleh Becker digunakan untuk mempelajari perilaku seseorang
terhadap perilaku pencegahan penyakit dan kepatuhan (Notoatmojo, 1990: 56).
Health belief mengemukakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh
persepsi seseorang yang meliputi persepsi tentang kerentanan, keseriusan,
hambatan, dan manfaat. Teori health belief tepat digunakan dalam penelitian ini
karena perilaku merokok bersifat pribadi dan teori health belief menyatakan
5
bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh persepsi atau kepercayaan individu itu
sendiri tanpa memandang apakah persepsi tersebut sesuai atau tidak dengan
realita.
Hasil penelitian Salawati, Amalia (2010: 172) hasil penelitian
menunjukkan pengetahuan, sikap, keyakinan, motivasi dan praktik merokok di
kalangan informan dari fakultas kesehatan maupun non kesehatan tidak terlalu
jauh berbeda, walaupun pada pertanyaan tertentu informan dari fakultas kesehatan
bisa memberi penjelasan sedikit lebih banyak. Temuan menarik dari penelitian ini
antara lain bahwa walaupun beberapa informan dari fakultas kesehatan
menyatakan bahwa merokok adalah hak azasi dan mereka merasa kesulitan untuk
berhenti merokok, namun berdasarkan hasil FGD dan wawancara diketahui bahwa
mereka sebenarnya mempunyai beban, karena sebagai calon petugas kesehatan
mereka seharusnya bisa menjadi contoh, sehingga sebagian besar dari mereka
tetap berniat untuk berhenti bila sudah bekerja. Hal tersebut tidak ditemui pada
informan dari fakultas non kesehatan. Walaupun sebagian besar yakin bahwa
merokok itu berbahaya, namun mereka tidak yakin mampu berhenti dan hanya
berniat mengurangi saja. Mereka tidak memiliki beban yang sama dengan
informan dari Fakultas Kesehatan, karena mereka bukan calon petugas kesehatan.
Berdasarkan penelitian Kumboyono (2011: 37) menyatakan terdapat
hubungan bermakna antara persepsi terhadap ancaman penyakit akibat rokok
dengan motivasi berhenti merokok. Persepsi manfaat (perceived benefit) berhenti
merokok berhubungan dengan motivasi berhenti merokok. Persepsi terhadap
manfaat merupakan prediktor kuat dalam health belief yang melatarbelakangi
6
berbagai pilihan tindakan untuk berhenti merokok. Persepsi penghambat
(perceived barrier) berhenti merokok berhubungan dengan motivasi berhenti
merokok.
Penelitian juga dilakukan Suryaningsari (2013: 3) menyatakan Rendahnya
persepsi ancaman karena persepsi pemilihan pendamping rokok yaitu kopi dan
juga pengganti rokok disaat tidak merokok yaitu permen membuat rendahnya
persepsi kerentanan, walaupun informan telah merokok lama dan tetap merokok
jika telah terkena penyakit akibat rokok. Informan mengetahui bahaya akibat
rokok dan keinginan yang besar untuk merokok, mereka mempunyai persepsi
bahwa rendahnya keparahan yang disarankan, hal ini karena informan memilih
rokok filter dan hanya menghisap dengan cara biasa. Meskipun informan
merasakan kerugihan banyak baik secara psikologis maupun non-psikologis
akibat merokok. Namun, mereka juga merasakan keuntungan dari merokok secara
psikologis. Selain faktor di atas, faktor eksternal yang berasal dari teman juga
mempengaruhi keinginan untuk merokok. Kesimpulan dapat dilihat dari teori
health belief yakni likelihood of behavior untuk tetap merokok dipengaruhii oleh
rendahnya perceived threat dan perceived barrier serta tingginya perceived
benefits. Rendahnya perceived susceptibility dan perceived severinty serta
tingginya cues to action.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Winurini (2011: 13), yang
menyimpulkan bahwa, berhenti merokok bukanlah hal yang mudah dilakukan
oleh perokok. Kebanyakan dari mereka menyadari bahwa rokok berbahaya bagi
kesehatannya dan karenanya mereka berniat berhenti merokok. Namun, tidak
7
semua perokok berhasil melewati masa rehabilitasinya dan seringkali mengalami
relapse. Penelitian ini mendalami permasalahan rehabilitasi yang dirasakan
perokok berat, yang memiliki pengalaman relapse lebih kompleks dibanding
tingkat perokok yang lain, dengan pendekatan kognisi, yaitu health belief. Untuk
memahami permasalahan secara mendalam, metode kualitatif digunakan. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan, bahwa kendati sudah menjalani masa
rehabilitasi, perokok belum menyadari sepenuhnya bahaya merokok bagi dirinya.
Faktor internal paling berperan adalah motivasi kesehatan dan kontrol diri, yang
mempengaruhi persepsi mereka terhadap ancaman kesehatan serta evaluasi
mereka terhadap perilaku sehat. Pemerintah memiliki peran dalam menyukseskan
perubahan perilaku baru yang sehat, melalui peraturan-peraturan yang dibuat.
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya peneliti bermaksud
untuk melakukan penelitian dengan judul “health belief pada mahasiswa perokok
aktif di Universitas Negeri Semarang”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas dapat disimpulkan rumusan
masalah dalam penelitian ini, adalah “bagaimana gambaran health belief pada
mahasiswa perokok aktif di Universitas Negeri Semarang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran health belief
pada mahasiswa perokok aktif di Universitas Negeri Semarang.
8
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah kajian ilmu dalam bidang Psikologi
khususnya Psikologi Klinis dan Psikologi Pendidikan mengenai health belief pada
mahasiswa perokok aktif di Universitas Negeri Semarang.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi mahasiswa
Melalui penelitian ini mahasiswa dapat belajar untuk lebih mengenal diri
sendiri sehingga dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan dalam
permasalahan hidup. Dapat mengambil langkah-langkah yang tepat sehingga
kedepan supaya dapat berperilaku dengan mengedepankan kesehatan.
2. Bagi lembaga pendidikan
Melalui hasil yang diperoleh dapat dilakukan sebagai dasar upaya
penanganan dari berbagai pihak terkait, utamanya universitas / perguruan tinggi,
baik dalam upaya memperbaiki kesehatan generasi muda.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai penelitian survei, penelitian ini dapat dijadikan dasar dari
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan health belief pada mahasiswa
perokok aktif.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Health Belief
Menurut kajian teori health belief model, health belief adalah perilaku
individu yang dipengaruhi oleh persepsi dan kepercayaan individu itu sendiri
tanpa memandang apakah persepsi dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak
sesuai dengan realitas. Dalam hal ini penting sekali untuk bisa membedakan
penilaian kesehatan secara obyektif dan subjektif. Penilaian secara obyektif
artinya kesehatan dinilai dari sudut pandang tenaga kesehatan, sedangkan penilain
subjektif artinya kesehatan dinilai dari sudut pandang individu berdasarkan
keyakinan dan kepercayaannya, dalam kenyataan di lapangan penilaian secara
subjektif inilah yang sering dijumpai dimasyarakat (Priyoto, 2014: 136)
Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Rosenstock (1966),
kemudian ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada tahun 1974, 1984 dan
1988.Sejak tahun 1974, teori health belief model telah menjadi perhatian para
peneliti. Model teori ini merupakan formulasi konseptual untuk mengetahui
persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka.
Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan,
kepercayaan mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari penyakit tersebut.
Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat
atau health adalah suatu kondisi tubuh yang lengkap secara jasmani, mental, dan
sosial, dan tidak hanya sekedar terbebas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan
10
atau kecacatan, sedangkan menurut UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan.Menurut
peneliti belief adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku
tertentu. Misalnya individu percaya bahwa belajar sebelum ujian akan
berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis kepercayaan tersebut terkadang tanpa
didukung teori lain yang dapat dijelaskan secara logika.
Menurut Priyoto (2014: 135) teori health belief model merupakan teori
perubahan perilaku kesehatan dan model psikologis yang digunakan untuk
memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan kepercayaan
individu terhadap suatu penyakit. Health belief model merupakan suatu konsep
yang mengungkapkan alasan dari individu untuk mau atau tidak mau melakukan
perilaku sehat (Janzdan Becker, 1984:34). Health belief model juga dapat
diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam
berperilaku sehat (Conner dan Norman, 2005:91). Health belief adalah suatu
model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap
perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku
sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas
kesehatan.
Health belief model (Rosenstock, 1977:28) merupakan salah satu model
kognitif yang dapat digunakan mengetahui perilaku kesehatan. Health belief
11
model memberi kerangka kerja dalam memahami langkah-langkah khusus untuk
berhenti merokok sebagai tindakan pencegahan (Sumijatun, 2006:44). Health
belief memiliki 4 komponen yang menggambarkan persepsi terhadap pencegahan
dan manfaatnya, yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived
benefits, perceived barriers. Sedangkan cues to action dipengaruhi faktor
eksternal dalam menentukan perilaku kesehatan. Perceived susceptibility (persepsi
terkena penyakit) dan perceived severity (persepsi keparahan) dapat
mempengaruhi persepsi terhadap ancaman penyakit. Demikian halnya dengan
cues to action dan faktor modifikasi (demografis, struktural, dan sosiopsikologis)
juga dapat berpengaruh pada persepsi terhadap ancaman penyakit yang
berhubungan langsung dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan
perilaku kesehatan. Sedangkan perceived benefit (persepsi terhadap manfaat) dan
perceived barrier (persepsi terhadap penghambat) merupakan prediktor utama
dalam health belief yang memiliki dampak sangat besar pada kecenderungan
perilaku kesehatan seseorang (Pender, dkk., 2002:48).
Konsep utama dari health belief adalah perilaku sehat ditentukan oleh
kepercaaan individu atau persepsi tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk
menghindari terjadinya suatu penyakit. Munculnya health belief model didasarkan
pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-
kegagalan orang atau masyarakat menerima usaha-usaha pencegahan dan
penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini
akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit
yang oleh Becker (1974) menjadi health belief model, Notoatmodjo (2007: 213)
12
Teori health belief model didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan
mengambil tindakan yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan persepsi
dan kepercayaannya (Priyoto, 2014: 136).
Health belief model pada awalnya dikembangkan pada tahun 1950an Oleh
sekelompok psikolog sosial di Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat,
dalam usaha untuk menjelaskan kegagalan secara luas partisipasi masyarakat
dalam program pencegahan atau deteksi penyakit. Kemudian, model diperluas
untuk melihat respon masyarakat terhadap gejala-gejala penyakit dan bagaimana
perilaku mereka terhadap penyakit yang didiagnosa, terutama berhubungan
dengan pemenuhan penanganan medis. Oleh karena itu, lebih dari tiga dekade,
model ini telah menjadi salah satu model yang paling berpengaruh dan secara luas
menggunakan pendekatan psikososial untuk menjelaskan hubungan antara
perilaku dengan kesehatan.
Dari pengertian-pengertian mengenai health belief yang sudah dijelaskan
diatas dapat disimpulkan bahwa health belief adalah teori perubahan perilaku
yang digunakan untuk memprediksi perilaku individu dalam berperilaku sehat.
2.1.1 Komponen Health Belief
Teori health belief (Rosenstock, 1974: 330) didasarkan pada pemahaman
bahwa seseorang akan mengambil tindakan yang berhubungan dengan kesehatan
berdasarkan persepsi dan kepercayaannya. Teori ini dituangkan dalam 5
pemikiran dalam diri individu untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu
13
1. Perceived Suspectibility (Kerentanan yang dirasakan)
Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih
kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin
besar resiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam
perilaku untuk mengurangi resiko.
2. Perceived Severity (Keseriusan penyakit yang dirasakan)
Perceived Severity berkaitan dengan keyakinan/kepercayaan individu
tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Persepsi keseriusan sering
didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan. Juga dapat berasal dari
keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan
akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum.
3. Perceived Benefit (Manfaat yang dirasakan)
Perceived Benefit berkaitan dengan manfaat yang akan dirasakan jika
mengadopsi perilaku yang dianjurkan. Dengan kata lain, perceived benefit
merupakan persepsi seseorang tentang nilai atau kegunaan dari suatu perilaku
baru dalam mengurangi resiko terkena penyakit.
4. Perceived Barrier (Hambatan yang dirasakan untuk berubah)
Karena perubahan perilaku adalah bukan sesuatu yang dapat terjadi
dengan mudah bagi kebanyakan orang, unsur lain dari teori health belief
model adalah masalah hambatan yang dirasakan untuk melakukan perubahan.
Hal ini berhubungan dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan
yang dihadapi untuk mengadopsi perilaku baru. Persepsi tentang hambatan
yang akan dirasakan merupakan unsur yang signifikan dalam menentukan
apakah terjadi perubahan perilaku atau tidak. Berkaitan perilaku baru yang
akan diadopsi, seseorang harus percaya bahwa manfaat dari perilaku baru
14
lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku lama. Hal ini
memungkinkan hambatan yang harus diatasi dan perilaku baru yang akan
diadopsi.
5. Cues to Action (Isyarat untuk bertindak)
Health belief model menunjukkan perilaku yang juga dipengaruhi oleh
isyarat untuk bertindak. Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa,
orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku
mereka. Isyarat untuk bertindak ini dapat berasal dari informasi dari media
masa, nasihat dari orang-orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga,
artikel, dan lain sebagainya.
Menurut Priyoto (2014: 136) komponen-komponen health belief antara
lain:
1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil resiko kesehatan
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku
3. Perilaku itu sendiri.
Sedangkan Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan
(health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model
Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam peranan kesehatan (Notoatmodjo,
2007: 215), yakni :
1. Karakteristik Predisposisi (Prediposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap
individu mempunyai kecenderungan untuk disebabkan karena adanya ciri-ciri
15
individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok antara lain yaitu ciri-ciri
demografi, seperti jenis kelamin dan umur, yang kedua struktur sosial, seperti
tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya, yang ketiga
manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson juga
berpendapat bahwa setiap individu atau orang mempunyai perbedaan
karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan
mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan, setiap individu
mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan pola
penggunaan pelayanan kesehatan, dan individu percaya adanya kemanjuran
dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007: 215 – 216).
2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai
predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak
untuk menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya.
Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan
konsumen untuk membayar.
3. Karakteristik Kebutuhan (Need characteristic)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari
pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai
kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus
langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat
predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2
16
kategori, dirasa atau preceived (subjectassesment) dan evaluated (clinical
diagnosis) (Notoatmodjo, 2007: 216).
Teori health belief model sendiri dalam perkembangannya terdapat enam
konstruk yaitu Perceived susceptibility adalah konstruk tentang resiko atau
kerentanan (susceptibility) personal, dimana pada konstruk ini individu dianggap
mempunyai sebuah persepsi terhadap dirinya sendiri terkait apakah memiliki
resiko yang tinggi atau tidak terhadap sebuah penyakit. Perceived Severity
membicarakan keyakinan individu tentang keseriusan atau keparahan suatu
penyakit, hal ini biasanya terkait dengan informasi yang individu ketahui tentang
penyakit yang dia alami. Selanjutnya konstruk perceived benefits yaitu terkait
dengan pandangan seseorang terhadap nilai atau kegunaan dari perilaku sehat baru
yang akan mereka lakukan, individu akan dihadapkan pada situasi apakah dia
harus mengadopsi perilaku tersebut atau tidak. Yang keempat perceived barriers
atau hambatan yang dirasakan untuk berubah. Sebagai tambahan untuk empat
keyakinan (belief ) atau persepsi, health belief juga mengajukan suatu konstruk
lain yaitu cues to action dimana dalam konstruk tersebut dijelaskan bahwa suatu
perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi seseorang untuk
melakukan suatu tindakan atau perilaku. Terakhir adalah motivasi, dimana
konstruk ini terkait dengan motivasi individu untuk selalu hidup sehat. Terdiri atas
kontrol terhadap kondisi kesehatannya serta health value (Conner dan Norman,
2005).
17
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Health Belief
Health belief dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang
kerentanan penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan
terhadap penyakit, adanya kepercayaan bahwa merubah perilaku dapat
memberikan keuntungan, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan,
interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku,
dan pengalaman mencoba perilaku itu sendiri, Priyoto (2014: 136)
Health belief dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
demografis (Rosenstock, 1974 dalam Conner dan Norman, 2005:95), karakteristik
psikologis (Conner dan Norman, 2005:19), dan juga dipengaruhi oleh structural
variable, contohnya adalah ilmu pengetahuan (Sarafino, 1994:113). Faktor
demografis yang mempengaruhi health belief individu adalah kelas sosial
ekonomi. Individu yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah kebawah
memiliki pengetahuan yang kurang tentang faktor yang menjadi penyebab suatu
penyakit (Hossack dan Leff, 1987 dalam Sarafino, 1994:118). Faktor demografis
(Rosenstock, 1974 dalam Conner dan Norman, 2005:51), karakteristik psikologis
(Conner dan Norman, 2005:41), dan structural variable (Sarafino, 1994:86), pada
akhirnya mempengaruhi health belief pada individu yang mengalami fraktur.
Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi health belief
individu (Bayat dkk, 2013:124). Kurangnya pengetahuan akan menyebabkan
individu merasa tidak rentan terhadap gangguan, yang dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Edmonds dan kawan – kawan adalah osteoporosis (Edmonds
dkk, 2012:47). Karakteristik psikololgis merupakan faktor yang mempengaruhi
health belief individu (Conner dan Norman, 2005:11). Dalam penelitian ini,
18
karakteristik psikologis yang mempengaruhi health belief kedua responden
adalah ketakutan kedua responden menjalani pengobatan secara medis.
Beberapa faktor health belief berbasis kognitif (seperti keyakinan dan
sikap) dan berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan
keputusan individu dalam menentukan cara sehat individu. Dalam kajian
psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih perilaku
sehat dikaji dalam teori health belief model. Health belief model adalah model
kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner dan Norman 2005:29).
Health belief model juga dapat menjelaskan tentang perilaku pencegahan
pada individu. Hal ini menjelaskan mengapa terdapat individu yang mau
mengambil tindakan pencegahan, mengikuti skrining, dan mengontrol penyakit
yang ada. Perilaku responden juga dapat ditinjau dari pendekatan modelling dan
operant conditioning, sehingga perilaku berubah karena konsekuensinya
(Sarafino, 1994:91). Modelling dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku
orang lain (Bandura, 1969:38), melakukan observasi dan melakukan modelling
terhadap urutan perilaku dapat merubah perilaku hidup sehat secara efektif
(Sarson dkk, 1991:214).
Rosenstock berpendapat bahwa perilaku kesehatan memiliki aspek-aspek
pokok yaitu yang pertama adalah ancaman, ancaman dijelaskan oleh Rosenstock
meliputi persepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit (atau kesedian
menerima diagnosa sakit), persepsi tentang keparahan sakit atau kondisi arapan
kesehatan, persepsi tentang keuntungan suatu tindakan, persepsi tentang
hambatan-hambatan untuk melakukan suatu, dan tindakan. Yang kedua pencetus
19
tindakan: media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang mengingatkan (reminder),
ketiga faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin atau
gender, suku bangsa), keempat penilaian diri (persepsi tentang kesanggupan diri
untuk melakukan tindakan itu) (Anonim, 2012:12).
2.2. Perilaku Merokok
2.2.1 Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku merupakan sifat-sifat yang terdapat dalam perbuatan. Hal ini tentu
berhubungan langsung dengan akidah yang dimiliki oleh si anak. Poerwadarminta
dalam kamusnya menyebutkan bahwa perilaku adalah perbuatan, tingkah laku,
perangai (Poerwadarminta, 2003: 554). Hurlock (1999: 386), mengemukakan:
“Behavior which may be called “true morality” not only conforms to
social standards but also is carried out voluntarily. It comes with the
transition from external to internal authority and consists of conduct
regulated from within”.“Tingkah laku/yang dikenal dengan moral
yang baik, bukan hanya merupakan aturan kemasyarakatan saja, tetapi
yang lebih penting harus dilaksanakan secara suka rela.Tingkah laku
tersebut dapat dilihat dari luar yang digerakkan oleh sebuah kekuatan
yang diatur dari dalam”.
Menurut Sujanto (1980: 81) perilaku adalah perubahan yang ditunjukkan
melalui perubahan pada dirinya. Maka, perilaku adalah respon seseorang yang
menimbulkan perubahan pada dirinya muncul karena adanya rangsangan yang
berasal dari diri sendiri atau lingkungan sekitar. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat penulis menyimpulkan bahwa perilaku merupakan suatu reaksi individu
bertindak, berbuat, berperilaku sesuai dengan lingkungannya.
Poerwadarminta (dalam Putra, 2013: 29) mendefinisikan merokok sebagai
menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang
berbalut daun nipah atau kertas. Subanada, 2004 (dalam Putra, 2013: 29)
20
menyatakan merokok adalah sebuah kebiasaan yang dapat memberikan
kenikmatan bagi perokok sendiri, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak
buruk baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Merokok
adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan
rokok maupun menggunakan pipa (Sittopou, 2000: 76).Sedangkan Istiqomah,
2003 (dalam Ni‟mah, 2011: 7) mengemukakan merokok adalah membakar
tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan rokok secara langsung atau tanpa
alat bantu yang lain maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok yang
tengah dibakar dapat mencapai ± 9000
Celcius untuk ujung rokok yang dibakar,
dan 300
Celcius untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok.
Sari, dkk (2003: 84) menyatakan perilaku merokok adalah aktifitas
menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.
Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas individu yang
berhubungan dengan perilaku merokok, yang diukur dari intensi merokok, dan
fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000: 3).
Pendapat lain dari Levy, 1984 (dalam Putra, 2013: 29) bahwa perilaku merokok
adalah sesuatu yang dilakukan individu berupa membakar dan menghisapnya serta
dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.
Sulifan, dkk, (2014: 86-95), Perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas
membakar rokok kemudian menghisapnya dan menghembuskanya keluar, asap
yang ditimbulkan dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
Berdasarkan pendapat para tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa
perilaku merokok adalah aktivitas menghisap tembakau dengan cara
membakarnya menggunakan pipa atau membakarnya secara langsung tanpa alat
21
bantu dengan rokok berbentuk gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau
kertas kemudian menghembuskannya keluar sehingga menimbulkan asap yang
dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri ataupun orang-orang
yang ada di sekitarnya.
2.2.2 Dampak Merokok
Bahan utama pembuatan rokok ialah tembakau. Tembakau menimbulkan
sejumlah besar radikal bebas dalam tubuh. Saat radikal bebas meningkat, maka
akan dinetralisasi oleh enzim antioksidan super-oksida dismutase (SOD). Pada
saat melewati usia 40 tahun, jumlah SOD dalam tubuh menurun menyebabkan
radikal bebas meningkat dalam tubuh sehingga pembuluh-pembuluh darah kapiler
menyempit dan mengakibatkan oksigenasi dan nutrisi ke organ hepar terganggu
dan terjadi cidera sel hepar (Shinya,2015: 126).
Menurut Gondodiputro yang dikutip oleh Latumahina dkk, asap rokok
dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam jumlah yang sangat tinggi karena
pada saat merokok diperkirakan terdapat 1.014 molekul radikal bebas yang masuk
ke dalam tubuh. Bahan baku rokok seperti tar, nikotin, dan karbon monoksida
merupakan toksik utama yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas
(Latumahina, dkk, 2011: 106). Asap rokok yang mengandung zat kimia akan
dibawa ke paru-paru kemudian aliran darah akan mendistribusikan ke seluruh
tubuh. Salah satu enzim di hati mengikat zat kimia dalam rokok dan bisa
menyebabkan kanker (Sudoyo, dkk, 2009: 88).
Organ hepar memiliki kapasitas tinggi mengikat bahan kimia dan
menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh. Pemeriksaan fungsi hepar salah
22
satunya yaitu Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT). Enzim ini akan
keluar dari sel hepar apabila sel hepar mengalami kerusakan sehingga dengan
sendirinya akan menyebabkan peningkatan kadarnya dalam serum darah. SGPT
adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis berbagai fungsi tubuh. SGPT
dianggap lebih spesifik untuk menilai kerusakan hepar dibandingkan SGOT
(Bastiansyah, 2008: 53).
Merokok menyebabkan peroksidasi lipid yang menyebabkan kerusakan
membran sel normal dari hepar. Bila terjadi kerusakan sel hepar, akan terjadi
peningkatan SGPT dan SGOT pada perokok dibandingkan bukan perokok
(Alsalhen dan Abdalsalam, 2014: 291-295). Merokok merupakan penyebab utama
apoptosis sel-sel endotel arteri koroner. Berdasarkan data WHO (2009) yang
dikutip oleh Tanuwihardja RK, rokok menyebabkan kematian lebih dari 5 juta
orang setiap tahun diseluruh dunia dan Indonesia menempati peringkat ke-3 dari
10 negara dengan tingkat perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India.
Merokok menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang merusak membran
biologis pada hati dan jantung (Saranya dan Ananthi, 2013: 41). Merokok sangat
membahayakan bagi organ tubuh. Paparan asap rokok secara terus menerus bisa
menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung, gangguan pernapasan,
dan kanker. Merokok telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia (Suiraoka, 2012: 16-19).
Merokok sangat membahayakan bagi organ tubuh. Paparan asap rokok
secara terus menerus bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit
jantung, gangguan pernapasan, dan kanker. Merokok telah menjadi salah satu
23
penyebab kematian terbesar di dunia (Suiraoka, 2012:19). Merokok sangat
membahayakan bagi organ tubuh. Paparan asap rokok secara terus menerus bisa
menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung, gangguan pernapasan,
dan kanker. Merokok telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia. Toksik utama yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas (Atumahina,
dkk., 2011: 106).
Asap rokok yang mengandung zat kimia akan dibawa ke paru-paru
kemudian aliran darah akan mendistribusikan ke seluruh tubuh. Salah satu enzim
di hati mengikat zat kimia dalam rokok dan bisa menyebabkan kanker (Budiman,
2009: 88).
Organ hepar memiliki kapasitas tinggi mengikat bahan kimia dan
menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh. Pemeriksaan fungsi hepar salah
satunya yaitu Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT). Enzim ini akan
keluar dari sel hepar apabila sel hepar mengalami kerusakan sehingga dengan
sendirinya akan menyebabkan peningkatan kadarnya dalam serum darah. SGPT
adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis berbagai fungsi tubuh. SGPT
dianggap lebih spesifik untuk menilai kerusakan hepar dibandingkan SGOT
(Bastiansyah, 2008: 5).
Merokok menyebabkan peroksidasi lipid yang menyebabkan kerusakan
membran sel normal dari hepar. Bila terjadi kerusakan sel hepar, akan terjadi
peningkatan SGPT dan SGOT pada perokok dibandingkan bukan perokok
(Alsalhen dan Abdalsalam, 2014: 291-295). Menurut penelitian yang dilakukan
24
oleh Alsalhen dan Abdalsalam tahun 2014, aktivitas SGPT dan SGOT sangat
meningkat pada plasma darah dari perokok.
Menurut Kurtul dkk yang dikutip oleh Elameen dan Abdarabo (2013: 39-
41), tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar SGOT antara perokok dan
bukan perokok. Namun, pada kadar SGPT didapatkan lebih tinggi pada perokok
dibandingkan bukan perokok.
Smet (1994: 23) menyatakan bahwa individu pertama kali merokok pada
usia berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya merokok pada usia sebelum
18 tahun. Brigham (Mubarok, 2009: 17) mengatakan pada awalnya saat pertama
kali merokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa
getir, perut terasa mual, dan kepala pusing. Hal ini disebabkan adanya nikotin
yang bersifat adiktif, sehingga jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan
stres. Kandel (Baker, 2004: 35) juga menyatakan bahwa pengaruh nikotin dalam
rokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada
rokok. Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary (2011:
23) mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan merokok di
kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas adalah
perokok. Kebiasaan merokok yang turun-menurun ditambah kurangnya
pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku merokok
mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet (1994: 37) mengatakan bahwa
seseorang merokok karena faktor-faktor sosio kultural seperti kebiasaan budaya,
kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.
25
Orang yang terlanjur memiliki kebiasaan merokok akan sulit untuk
menghentikannya. Semakin sering frekuensi merokoknya maka semakin tinggi
kandungan nikotin dalam tubuh. Semakin sering orang menghisap rokok secara
berulang-ulang maka nikotin dalam tubuh akan lebih kuat untuk memberikan per-
asaan yang positif. Meskipun ia tidak merokok setiap hari namun bila ia merokok
pada saat kondisi psikis yang mendukung untuk merokok, maka ia akan merokok
berulang-ulang hingga kondisi psikisnya dirasa membaik dan akhirnya menjadi
ketergantungan terhadap rokok. Selain itu, secara psikis perokok yang sudah
terbiasa sering mengambil batang rokok dan korek api dari dalam sakunya, maka
ketika ia meninggalkan kebiasaan itu maka ia akan merasa ada sesuatu yang
hilang dalam hidup-nya. Dengan demikian perokok akan semakin sulit
meninggalkan kebiasaan merokoknya. Oleh karena itu keberhasilan berhenti
merokok dapat diprediksi melalui faktor frekuensi merokok (Rosita, dkk, 2012: 1-
9).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kebiasaan merokok
merupakan penyebab utama yang meruntuhkan kesehatan manusia dan
menyebabkan kematian dini. Data statistik menggambarkan bahwa 90% yang
disebabkan karena penyakit jantung koroner dan 75% yang disebabkan karena
penyakit emphysema, semua itu dipacu karena kebiasaan merokok. Selain itu
bahaya bagi ibu hamil yang merokok adalah mampu membuat anak yang
dilahirkannya mengalami BBLR (Berat Badan Lahir Rendah < 2500 gr), kematian
prenatal, dan SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), kelahiran prematur, dan juga
rentan terhadap keguguran (Husaini, 2006: 25).
26
Dampak buruk rokok tidak hanya sebatas pada perokok saja tetapi
juga pada orang di sekitarnya. Perokok pasif dapat meningkatkan resiko kanker,
penyakit jantung, dan paru. Pada anak dapat menimbulkan kematian mendadak.
Di Amerika Serikat sekitar 4000 orang perokok pasif meninggal setiap tahun
karena kanker paru. Amstrong (Susanna dkk., 2003: 47-49) mengatakan bahwa
asap rokok dapat menyebabkan iritasi mata dan saluran hidung bagi orang
yang berada di sekitarnya. Pengaruh lingkungan asap tembakau dan kebiasaan ibu
hamil merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anaknya bahkan
sebelum anak 80 dilahirkan. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok selama
hamil dan bayi yang hidup di lingkungan asap rokok mempunyai resiko kematian
yang sama. Walaupun bahaya rokok sudah banyak diketahui, namun jumlah
para perokok tidak berkurang. Data yang dikeluarkan WHO pada tahun 2008,
Indonesia berada pada urutan ketiga dari 10 negara perokok terbesar di dunia
dengan klasifikasi perokok anak/remaja Indonesia 13,5% dan 34% perokok
dewasa (Nusantaraku, 2009: 1). Merokok juga diprediksi akan menjadi kebiasaan
yang paling berbahaya bagi kesehatan karena akan membunuh lebih dari 6,4 juta
orang setiap tahunnya mulai tahun 2015 dan dapat meningkatkan penyebaran
penyakit seperti kanker dan serangan jantung yang persentasenya 50% lebih tinggi
daripada serangan HIV/AIDS. Laventhal dan Cleary (Mc Gee, 200: 675)
mengatakan bahwa perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan
semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan
meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan
perokok mengalami ketergantungan nikotin.
27
Hasil studi tentang rokok menyatakan angka kematian akibat dari
mengkonsumsi rokok meningkat pesat. Sekitar 500 ribu orang diperkirakan
meninggal dan lebih dari setengahnya adalah anak-anak dan remaja Berdasarkan
data dari Dinkes Kota Sidoarjo (2010:6) menunjukkan bahwa pada tahun 2008
sebagian besar perokok di Sidoarjo (63,7%) ternyata berada pada usia remaja dan
anak-anak. Persentase ini meningkat dari tahun 2000 (54,5%) dan 2006 (58,9%).
Merokok di usia muda cenderung akan memiliki penyakit terkait dengan
tembakau dan mengalami resiko kematian lebih besar. Berhenti merokok pada
usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam status kesehatan seseorang.
Usia yang lebih muda untuk merokok lebih mungkin untuk memiliki penyakit
yang berhubungan dengan merokok dibandingkan dengan perokok di kelompok
usia lainnya. Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok mengandung faktor
resiko untuk kesehatan. Merokok dapat menjurus berbagai macam penyakit paru-
paru kronis. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok
dan umur awal merokok yang lebih dini (Suroso dan Muhid, 2014: 86-95).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Apriana AD, lamanya paparan
CO dapat meningkatkan kadar SGPT yang menunjukkan terjadinya kerusakan
fungsi hepar. Toksisitas suatu zat ditentukan oleh besarnya paparan atau jumlah
rokok yang dikonsumsi. Semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi maka
semakin tinggi resiko terkena berbagai macam penyakit.
Perokok berat dapat meningkatkan kadar SGPT karena terjadi hipoksia
jaringan yang merangsang pembentukan hormon eritropoietin dan meningkatkan
penyerapan zat besi oleh usus halus sehingga terjadi penumpukan dan endapan zat
28
besi yang menyebabkan kerusakan hepar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Razaq dan Ahmed tahun 2013 mengenai efek dari merokok terhadap tes fungsi
hepar, disimpulkan bahwa merokok dapat mempengaruhi peningkatan SGPT
karena merokok menginduksi stres oksidatif dan mengurangi kemampuan
antioksidan sehingga menyebabkan kerusakan sel hepar (Razaq dan Ahmed,
2013: 556-561). Asap rokok mengandung radikal bebas yang tidak dapat
dinetralisir, maka terjadilah reaksi stres oksidatif. Akibat stres oksidatif yang
meningkat, maka asam lemak dalam tubuh akan teroksidasi sehingga terbentuk
peroksidasi lipid yang akan menyebabkan kerusakan sel seperti sel hepar (Kumar,
dkk., 2013: 13-16).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maulina N (2013), salah satu
faktor yang dapat menurunkan kadar SGPT yaitu dengan pemberian ekstrak
etanol kulit manggis. Hal ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit
manggis dapat meningkatkan fungsi organ hepar, karena di dalam ekstrak kulit
manggis terdapat senyawa antioksidan.
2.2.3 Tahapan dalam Perilaku Merokok
Menurut Laventhal dan Clearly dalam Komalasari dan Helmi (2000:39),
mengungkapkan ada 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok,
yaitu:
1. Tahap persiapan (preparatory) adalah ketika seseorang mendapatkan
gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,
melihat, atau hasil baca sehingga dapat menimbulkan minat untuk merokok.
29
2. Tahap permulaan (initiation) merupakan tahap perintisan yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokoknya.
3. Tahap menjadi seorang perokok (becoming a smoke) adalah ketika seseorang
telah menghisap rokok sebanyak empat batang perhari.
4. Tahap mempertahankan perilaku merokok (maintenance of smoking)
merupakan tahap dimana merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara
pengaturan diri (self regulation). Ini merupakan tahap ketika merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok
kemudian menghisapnya dan menghembuskanya keluar, asap yang ditimbulkan
dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Menurut Mu‟tadin (2002:26) faktor
penyebab remaja merokok adalah pengaruh orang tua, salah satu temuan tentang
remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga
yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya
dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok
dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang
bahagia Baer dan Corado (dalam Atkinson, 1999:94). Pengaruh teman sebaya,
berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka
semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian
sebaliknya. Faktor kepribadian, orang mencoba untuk merokok karena alasan
ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan
diri dari kebosanan. Pengaruh iklan, melihat iklan di media massa dan elektronik
30
yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau
glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti
yang ada dalam iklan tersebut mengklasifikasikan perokok berdasarkan
banyaknya rokok yang dihisap, yaitu: 1). Perokok berat yang menghisap lebih dari
15 batang rokok lebih dalam sehari. 2). Perokok sedang yang menghisap 5-14
batang rokok sehari, 3). Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok sehari.
sampai dengan 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 sampai dengan 18 tahun,
dan masa remaja akhir adalah usia 18 sampai dengan 24 tahun.
Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary
(2011:13) mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan
merokok di kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas
adalah perokok. Kebiasaan merokok yang turun-menurun ditambah kurangnya
pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku merokok
mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet (1994:27) mengatakan bahwa
seseorang merokok karena faktor-faktor sosio kultural seperti kebiasaan budaya,
kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.
Menurut Oskamp dkk (Smet, 1994:74) individu mulai merokok
dikarenakan pengaruh lingkungan sosial seperti teman-teman, orang tua, dan
media. Pendapat tersebut didukung oleh Lewin (Komalasari dan Helmi,
2000:164) yang menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari
lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-
faktor dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994:45)
juga mengungkapkan data bahwa merokok tahap awal dilakukan dengan teman-
31
teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua
(14%).
Masa remaja adalah suatu periode peralihan dari masa anak-anak menuju
masa dewasa, masa remaja mengalami proses tumbuh dan berkembang untuk
mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Sebagai periode
yang paling penting, masa remaja ini memiliki karakteristik yang khas jika
dibanding dengan periode-periode perkembangan lainnya, yaitu : masa remaja
adalah periode yang penting, masa peralihan, periode perubahan, usia bermasalah,
pencarian identitas diri, usia yang ditakutkan, tidak realistis, ambang dari masa
dewasa (Suroso dan Muhid, 2014: 86-95).
75
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan di bab sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan bahwa:
1. Health Belief pada mahasiswa perokok aktif Universitas Negeri Semarang
berada pada kategori sedang, sebesar 60,6 %. Sementara itu mean empiris
sebesar 75.22 yang ditempatkan pada kategorisasi secara teoritik berada pada
kategori sedang.
2. Responden rata-rata berumur diantara 20-25 tahun, dari 160 responden
mahasiswa yang merokok, jumlah terbanyak terdapat pada usia 21 tahun
yakni 31,9% dan paling sedikit terdapat pada usia 25 tahun yakni 3,8%.
3. Tingkat merokok dari 160 responden mahasiswa yang berada pada kategori
rendah (1-4 batang per hari) yaitu sebanyak 29,4% yang berada pada kategori
sedang (5-14 batang per hari) yaitu sebanyak 43,1%, dan mahasiswa yang
berada pada kategori berat (>15 batang per hari) yaitu sebanyak 27,5%.
Tingkat merokok yang tertinggi pada kategori sedang yaitu 69 mahasiswa
yang menghabiskan rokok 5-14 batang rokok per hari.
4. Health belief di lihat dari komponen health belief pada mahasiswa perokok
aktif seluruhnya pada kategori sedang yaitu perceived suspecbility secara
umum berada pada kategori sedang sebesar 66%, perceived severity secara
76
umum berada pada kategori sedang sebesar 93%, perceived benefit secara
umum berada pada kategori sedang sebesar 71%. perceived barrier secara
umum berada pada kategori sedang sebesar 92%. cues to action secara umum
berada pada kategori sedang sebesar 77%
5. Health belief di seluruh fakultas Universitas Negeri Semarang berada pada
kategori sedang yakni FE sebesar 12,50%, FIK sebesar 9,40%, FIS sebesar
8,80%, FT sebesar 8,10%, FIP sebesar 7,50%, FBS sebesar 7,50%, FT
sebesar 6,90%, FH sebesar 6,30%.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Subyek Penelitian
Peneliti memberikan saran kepada subyek penelitian agar lebih memahami
bahaya merokok secara komprehensif, sehingga meningkatkan kepercayaan dalam
dirinya yang akan mengarahkan untuk berperilaku sehat, dalam hal ini subyek
berhenti merokok.
5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hendaknya mempertimbangkan variabel lain untuk diteliti bersama
dengan health belief dengan menggunakan jenis penelitian lain dan teknik-teknik
penelitian yang lain agar dapat memperkaya data-data yang didapat. Selain itu,
hendaknya mempertimbangkan porsi jenis kelamin dan lamanya subyek merokok.
Kekurangan penelitian ini memberikan peluang bagi peneliti selanjutnya yang
berniat mengembangkan penelitian serupa mampu mencapai hasil yang lebih
sempurna.
77
DAFTAR PUSTAKA
Alsalhen KS, dan Abdalsalam RD. 2014, Effect of cigarette smoking on liver
functions. International current pharmaceutical; 3 (7)
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Atumahina GJ, dkk., 2011, Peran madu sebagai antioksidan dalam mencegah
kerusakan pankreas mencit (Mus Musculus) terpapar asap rokok kretek.
Jurnal kedokteran dan kesehatan program studi pendidikan dokter
universitas Pattimura.
Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validitas, Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
________. 2009. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar
________. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Bastiansyah E., 2008, Pemeriksaan Darah. Paduan Lengkap Membaca Hasil Tes
kesehatan. Edisi ke-1. Jakarta: Penebar plus
Conner, M., dan Norman, P., 2005, Predicting Health Behavior (2nd ed). London:
Open University Press.
Elameen M, dan Abdrabo AA. 2013, Comparative study of liver enzymes
activities in smokers and diabetic sudanese patients. Asian journal of
biomedical and pharmaceutical sciences; 3(27)
Hadi, S. 1991. Analisa Butir untuk Instrumen, Angket, Tes dan Skala Rating.
Jogjakarta: Andi Offset
Hurlock, Elizabeth B., t.th, Child Development, Sixty Edition Internasional
Students, Edition 146, Graw – Hill, Kogakusa, LTD
Husaini, A., 2006, Tobat Merokok Rahasia dan Cara Empatik Berhenti Merokok,
Depok: Pustaka Iiman.
Komalasari, D. dan Helmi, A.F., 2000, Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja, Jurnal Psikologi, 28
Kumar V, dkk., 2013, Cell Injury, Cell Death, and Adaptations, In: Kumar V,
Abbas A, Aster J. Robbins basic pathology. 9th ed. Canada: Elsevier
78
Kumboyono, Analisis Faktor Penghambat Motivasi Berhenti Merokok
Berdasarkan Health Belief Model Pada Mahasiswa Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang, Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing), Volume 6, No.1, Maret 2011
Latumahina GJ, dkk., 2011, Peran madu sebagai antioksidan dalam mencegah
kerusakan pankreas mencit (Mus Musculus) terpapar asap rokok kretek.
Jurnal kedokteran dan kesehatan program studi pendidikan dokter
universitas Pattimura.
Maulina N., 2013, Pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia
mangostana L) terhadap perubahan kadar enzim ALT, AST hati mencit
jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium
Glutamate (MSG) dibandingkan dengan vitamin E [thesis]. Medan(SU):
Universitas Sumatera Utara.
Mc Gee, dkk., 2005, Is Cigarette Smoking Associated with Suicidal Ideation
Among Young People. The American Journal of Psychology.
http://www.proquest.com.
Miris, Indonesia Peringkat Satu Dunia untuk Jumlah Pria Perokok
http://lifestyle.kompas.com/read/2016/05/25/15500323/miris.Indonesia.per
ingkat.satu.dunia.untuk.jumlah.pria.perokok
Mubarok, 2009, Remaja dan Perilaku Merokok. http://id.shvoong.com/medicine-
and-health/1928293-remaja-dan-perilaku-merokok
Notoatmodjo, Soekidjo, 2007, Promosi Kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta:
Rineka cipta
Pender, Nola J., dkk., 2002, Health Promotion in Nursing Practice, New Jersey:
Pearson education, Inc
Priyoto, 2014, Teori sikap dan Perilaku dalam kesehatan; dilengkapi dengan
contoh kuesioner, Yogyakarta: Nuha Medika
Razaq SN, dan Ahmed BM., 2013, Effect of cigarette smoking on liver function
test and some other related parameters. Zanco J Med Sci ;17(3)
Rosemary, R., 2011, Antara Motivasi dan Tantangan Berhenti Merokok (Studi
Kasus Mahasiswa di Banda aceh). Aceh Development International
Conference. Malaysia. Maret.
Rosenstock, Irwin M., 1974, Health Education Monographs VOL. 2, NO. 4,
Michigan: University of Michigan
Rosita, Riska, dkk, 2012, Penentu Keberhasilan Berhenti Merokok Pada
Mahasiswa, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8 (1)
79
Salawati, Trixie, dan Rizki Amalia, 2010, Perilaku Merokok Di Kalangan
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang (Smoking behaviour
among students in UNIMUS), Jurnal Unimus
Saranya B, dan Ananthi T., 2013, Biochemical Investigation of bidi smokers in
rural areas of Thanjavur district of Tamil Nadu, India. Scholars journal of
applied medical sciences.
Sari, Dwi Prawesti Suryaning, 2011, Aplikasi Teori Health Belief Model (HBM)
Pada Perokok Aktif Di Kalangan Mahasiswa Kampus B Universitas
Airllannga, ADLN Universitas Airlangga
Shinya H., 2015, The Miracle of Enzyme. Edisi ke-17. Bandung: Qanita
Smet, B., 1994, Psikologi Kesehatan, Jakarta: PT Grasindo
Sudoyo AW, dkk, editor. 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna publishing;
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suiraoka, I. 2012, Penyakit Degeneratif. Mengenal Mencegah dan Mengurangi
Faktor Resiko Penyakit Degeneratif. Edisi ke-1. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sujanto, Agus, dkk, 1980, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Bumi Aksara
Sulifan, Suroso, dan Muhid, 2014, Efektifitas Terapi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Technique) untuk Mengurangi Perilaku Merokok Remaja
Madya, Jurnal Psikologi Tabularasa, Volume 9, No.1, April
Sumijatun, 2006, Konsep Dasar Keperawatan Komunitas, Jakarta: EGC
Suroso dan Abdul Muhid, 2014, Efektifitas Terapi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Technique) untuk Mengurangi Perilaku Merokok Remaja
Madya, Jurnal Psikologi Tabularasa, Volume 9, No.1, April
Susanna, D., Budi H. & Hendra F., 2003, Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap
Rokok. Jurnal Kesehatan. 7
Winurini, Sulis, 2012, Penyebab Relapse (Kembali Merokok) Pada Perokok Berat
Ditinjau Dari Health Belief Model, Aspirasi Vol. 2 No. 1, Juni