skripsi tentang sss
TRANSCRIPT
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
1/66
KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT
PEMANENAN HUTAN DI PT. SALAKI SUMMA SEJAHTERA
PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT
IKA NOVI INDRIYATI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
2/66
KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT
PEMANENAN HUTAN DI PT. SALAKI SUMMA SEJAHTERA
PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT
IKA NOVI INDRIYATI
E14050940
SKRIPSISebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
3/66
RINGKASAN
Ika Novi Indriyati. E 14050940. Kerusakan Tegakan Tinggal
Akibat Pemanenan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau
Siberut, Sumatera Barat. Di bawah bimbingan Dr.Ir. JuangRata Matangaran, MS dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.
PT. Salaki Summa Sejahtera (PT. S3) adalah perusahaan pemanfaatan kayu
yang berada di kawasan cagar biosfer Pulau Siberut. PT. S3 dalam upaya
memanfaatkan hasil hutan kayu melakukan kegiatan pemanenan hutan. Kegiatan
pemanenan meliputi penebangan dan penyaradan pasti menimbulkan kerusakan
hutan. Kegiatan perusahaan ini mendapat sorotan dari LSM, masyarakat lokal
maupun dunia internasional. Oleh sebab itu PT.S3 harus berhati-hati dalam
kegiatan pengelolaannya. Perusahaan harus melakukan kegiatan pemanenan
yang tidak hanya fokus pada dampak lingkungan, tetapi juga kepada semua
prinsip pengelolaan hutan lestari.Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kerusakan
tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan, menganalisis hubungan
tingkat kerusakan pohon terhadap kelerengan, intensitas tebang dan kerapatan
tegakan.
Metode penelitian ini berupa pengukuran tingkat kerusakan pohon setelah
penebangan dan penyaradan pada 10 plot contoh masing-masing seluas 1 ha.
Persentase dan tingkat kerusakan pohon dihitung dengan membandingkan
jumlah kerusakan pohon setelah pemanenan dengan jumlah pohon sebelum
pemanenan. Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisa hubunganantara tingkat kerusakan pohon terhadap kelerengan, intensitas tebang dan
kerapatan tegakan.Hasil penelitian menunjukkan bentuk kerusakan, yaitu rusak tajuk, rusak kulit
dan batang, rusak roboh, dan patah batang. Persentase kerusakan ringan,
kerusakan sedang dan kerusakan berat masing-masing 24,73%, 7,53% dan
67,74%. Persentase kerusakan pohon akibat penebangan sebesar 13,98% atau
sebanyak 10,73 pohon/ha dan persentase kerusakan pohon akibat penyaradan
sebesar 10,27% atau sebanyak 7,89 pohon/ha. Persentase kerusakan tegakan
tinggal rata-rata sebesar 24,25% atau 18,62 pohon/ha. Analisis regresi
menunjukkan hubungan antara persentase kerusakan dengan intensitas tebang,kelerengan dan kerapatan tegakan. Intensitas tebang berpengaruh nyata terhadap
besarnya kerusakan tegakan. Jumlah pohon yang ditebang dalam setiap hektar
harus dibatasi. Menebang enam pohon setiap satu hektar dianggap signifikanmengurangi kerusakan penebangan.
Kata kunci: kerusakan tegakan tinggal, Pulau Siberut, cagar biosfer, intensitas
tebang, penebangan dan penyaradan.
SUMMARY
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
4/66
Ika Novi Indriyati. E 14050940. Residual Stand Damage Caused by
Harvesting in Salaki Summa Sejahtera Forest Company Siberut Island, West
Sumatera. Supervised by Dr.Ir. Juang Rata Matangaran, MS and Dr. Ir.Teddy Rusolono, MS.
Salaki Summa Sejahtera forest company is the company which the area laidon the production forest at biosphere reserve of Siberut island. In order to utilize
the forest, this company conducts logging operation. Logging operation such as
felling the trees and skidding operation cause the damage of the forest. Logging
activities of this company have made conspicuous of the non government
organization, local and international communities. This company have to conduct
the logging operation which concern not only to the environmental impact but
also to all of the principle of sustainable forest management.
The objectives of the study is (1) to identify and to analyze the residual stand
damage after felling and skidding operation, (2) to analyze the relation among the
stand damage and the slope, felling intensity and stand density.
The method of the research is to measure the stand damage after felling andskidding operation at 10 sample plot which 1 hectare in each plot. The percentageand the level of tree damage were calculated through comparing the number of
tree damage after logging with the number of tree before logging. Multiple linierregression was used to analyze the relation among the number of stand damage
and the slope, felling intensity and stand density.
The result of the study showed that the type of damage was crown damage,
bark and stem injury, fallen tree and broken stem. The percentage of the minor,
medium and severe damage were 24.73%, 7.53% and 67.74% respectively. The
percentage of stand damage caused by felling was 13.98% or 10.73 tree/hectare,
and the stand damage caused by skidding operation was 10.27% or 7.89
tree/hectare. The average percentage of the damage was 24.25% or 18.62
trees/hectare. The regression analysis showed that there is relation between the
percentage of stand damage and felling intensity, slope, and stand density. Felling
intensity was significantly affect to stand damage. The number of tree felled in
each hectare have to be limited. Felling six trees in each one hectare is considered
significantly reduce logging damage.
Keywords: stand damage, Siberut Island, biosphere reserve, felling and skidding,felling intensity.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
5/66
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerusakan Tegakan
Tinggal Akibat Pemanenan Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut,
Sumatera Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Pebruari 2010
Ika Novi Indriyati NRP E14050940
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
6/66
Judul Penelitian : Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat
Pemanenan Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera
Pulau Siberut, Sumatera Barat
Nama Mahasiswa : Ika Novi Indriyati
NIM : E 14050940
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS
NIP. 19631221 198803 1 001 NIP. 19621024 198803 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr.Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus:
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
7/66
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkat
dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan
Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menghitung dan menganalisis
tingkat kerusakan pohon berdiameter lebih besar dari 20 cm akibat penebangan
dan penyaradan kayu di PT. Salaki Summa Sejahtera (S3).
Tingkat kerusakan yang terjadi, kategori kerusakan ringan 24,70%, sedang
7,53%, dan berat 67,70%. Kerusakan pohon akibat penebangan 13,98% atau
sebanyak 10,73 pohon/ha, kerusakan pohon akibat penyaradan 10,27% atau
sebesar 7,89 pohon/ha. Total kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan adalah
24,25% atau 18,62 pohon/ha.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu
dimohon kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Pebruari 2010
Penulis
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
8/66
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkat
dan, kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai
tugas akhir yang berjudul “Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan
Hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat”.
Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, almarhum ayahanda Suyadi dan Ibunda Srimaryani
serta adikku tercinta Dian Dwi Djayani yang telah memberikan dukungan
moral dan material serta kasih sayang.
2. Bapak Basyir Ahmad Barmawi selaku ayah asuh yang telah memberikan
bantuan dan motivasi baik secara moral dan material.
3. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
menjadi mahasiswa di Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga meminta maaf
sebesar-besarnya jika telah melakukan berbagai kesalahan dan kekhilafan.
4. Segenap pimpinan dan staf pegawai PT. Salaki Summa Sejahtera khususnya
Ir. Besthalman (Manajer Camp PT. Salaki Summa Sejahtera), Ir. Andi (Kepala
Perencanaan PT. Salaki Summa Sejahtera), Ir. Agus, Ryan Junjunan, S.Hut.,
Ondi, dan seluruh staf atas kesempatan dan segala perhatian yang telah
diberikan.
5. Staf lapangan PT. Salaki Summa Sejahtera antara lain Karyanto, Suwardji,
Wagiman, Rumitian, Nurkhadi, Samsul, Jon, Nason, Karmilus, Usman,
Herman, Sri, Ian, Ladi, John, Jaiz, Heri, Carlo, dan Rome.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, namun demikian
penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Bogor, Pebruari 2010
Penulis
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
9/66
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 29 November 1986 sebagai
anak pertama dari dua bersaudara pasangan almarhum Bapak Suyadi dan Ibu
Srimaryani.
Pada tahun 1991 penulis memulai pendidikan formal di TK Kintelan
Semarang dan lulus pada tahun 1993. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang
pendidikan ke SD Negeri Bendungan 01-02 Semarang dan lulus pada tahun 1999.
Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 3 Semarang
kemudian pindah ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun
yang sama penulis melanjukan pendidikan ke SMU Negeri 1 Bogor dan lulus
pada tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen
Hutan dengan penentuan jurusan di semester tiga. Pada semester enam, penulis
memilih Bagian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan.
Pada tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(P2EH) di RKPH Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai. Pada tahun
2008 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat dan KPH Cianjur. Pada bulan Februari sampai dengan bulan April
2009 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI PT. Toba
Pulp Lestari.
Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul
“Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Hutan di PT. Salaki Summa
Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang Rata
Matangaran, MS dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
10/66
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR TABEL .................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian.............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) .................... 4
2.2 Kerusakan Tegakan Tinggal ............................................... 5
2.3 Keterbukaan Areal Hutan ................................................... 12
2.4 Kelerengan Lapangan ......................................................... 13
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 15
3.2 Alat dan Bahan ................................................................... 15
3.3 Batasan masalah .................................................................. 15
3.4 Metode Penelitian............................................................... 16
3.5 Analisis Data ....................................................................... 18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Perusahaan .............................................................. 22
4.2 Letak dan Luas .................................................................... 23
4.3 Kondisi Fisik ....................................................................... 24
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ................................... 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Umum Kegiatan Penebangan dan Penyaradan..... 29
5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal ............................................... 30
5.3 Keterbukaan Tegakan Tinggal ............................................ 40
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
11/66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ......................................................................... 43
6.2 Saran ................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 44
LAMPIRAN ............................................................................................. 46
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
12/66
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Perbandingan metode pemanenan konvensional dan metode pemanenan berwawasan lingkungan ................................................ 7
2. Persen kerusakan tegakan tinggal di PT. Narkata Rimba dan
PT. Kiani Lestari .............................................................................. 8
3. Derajat keterbukaan areal dari intensitas pemanenan ........................ 8
4. Distribusi kelas diameter pohon sebelum dan setelah pemanenan ..... 9
5. Persentase dan tipe kerusakan pohon ................................................ 9
6.
Intensitas tebang, volume, dan kerusakan tegakan tinggal ................. 97. Persentase pohon rusak jenis perdagangan diameter lebih dari
20 cm akibat penebangan di dua HPH .............................................. 10
8. Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi .................. 11
9. Luas keterbukaan tanah .................................................................... 13
10. Kelas kelerengan .............................................................................. 14
11. Jumlah dan kepadatan penduduk di areal PT. S3 Kecamatan SiberutUtara ................................................................................................ 26
12. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di sekitarareal PT. S3 ...................................................................................... 27
13. Komposisi penduduk berdasarkan kelas umur Kabupaten
Kepulauan Mentawai ........................................................................ 27
14. Keadaan plot penelitian .................................................................... 31
15. Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada setiap plot
penelitian akibat penebangan ............................................................ 31
16. Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap
plot akibat penebangan ..................................................................... 31
17. Persentase tingkat kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang
rusak akibat penebangan .................................................................. 33
18. Kerusakan akibat penyaradan ........................................................... 34
19. Kerusakan setelah penebangan dan penyaradan ................................ 35
20. Luas Bidang Dasar (LBDS) pohon diameter lebih dari 20 cmsetelah kegiatan penebangan dan penyaradan .................................. 36
21. Rekapitulasi intensitas tebang dengan kerusakan .............................. 36
22. Besarnya kerusakan tegakan tinggal, kelerengan, intensitas tebang,
dan kerapatan tegakan ...................................................................... 37
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
13/66
23. Analisis ragam hubungan kerusakan tegakan dengan peubah
kelerengan, intensitas tebang, dan kerapatan tegakan ........................ 39
24. Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal
40
25. Persen keterbukaan jalan sarad (pohon/ha) ...................................... 41
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
14/66
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Pengukuran keterbukaan bekas jalan sarad ........................................... 20
2. Sebaran data dan korelasi sederhana faktor kelerengan, intensitas tebang,
dan kerapatan tegakan. ......................................................................... 38
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
15/66
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan ............................... 47
2. Rekapitulasi akibat penebangan plot 1 sampai dengan plot 6 ............... 50
3. Rekapitulasi akibat penebangan plot 7 sampai dengan plot 10.............. 51
4. Rekapitulasi keterbukaan jalan sarad ................................................... 52
5. Luka batang akibat pemanenan ............................................................ 54
6. Pecah batang akibat pemanenan ........................................................... 54
7. Jalan sarad akibat pemanenan .............................................................. 54
8. Patah tajuk akibat pemanenan .............................................................. 55
9. Rusak miring akibat pemanenan .......................................................... 55
10. Bulldozer CAT D7G ........................................................................... 55
11. Pohon roboh akibat pemanenan ........................................................... 56
12. Patah batang akibat pemanenan ........................................................... 56
13. Peta kerja PT. Salaki Summa Sejahtera ............................................... 57
14. Peta plot penelitian akibat pemanenan petak 209 ................................. 58
15. Peta plot penelitian akibat pemanenan petak 238 ................................. 59
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
16/66
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. Salaki Summa Sejahtera (selanjutnya disebut PT. S3) merupakan salah
satu perusahaan yang area pemanfaatannya berada di kawasan cagar biosfer
Pulau Siberut. Cagar biosfer adalah ekosistem daratan dan pesisir/laut atau
kombinasi dari padanya yang ideal untuk penelitian, pemantauan jangka panjang,
pelatihan, pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat sehingga
memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam
konservasi dan pemanfaatan sumberdaya secara lestari, yang secara internasional
ditetapkan berada di dalam kerangka Program Manusia dan Biosfer dari UNESCO
(PT. Salaki Summa Sejahtera 2008). Kawasan konsesi milik IUPHHK (Ijin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) PT. S3 sebelumnya merupakan milik PT.
Tjirebon Agung dengan luas areal pemanfaatan 70.000 Ha. Setelah areal ini
dikelola oleh PT. S3 luas areal pemanfaatannya menjadi 49.440 Ha dan sisanya
seluas 20.000 Ha sebagai kawasan Taman Nasional Siberut (PT. Salaki Summa
Sejahtera 2008). Dalam kegiatan operasionalnya PT. S3 perlu memanfaatkan hasil
hutan kayu dengan melakukan pemanenan. Kegiatan pemanenan pasti
menimbulkan kerusakan hutan. Kawasan PT. S3 yang berada pada cagar biosfer
tersebut diwajibkan menekan kerusakan sekecil mungkin. Adapun teknik
pemanenan yang digunakan dirancang agar mengoptimalkan potensi kayu yang
dapat dikeluarkan dari hutan. Semua kegiatan perusahaan mendapat sorotan dari
LSM, masyarakat lokal maupun dunia internasional.
Pengelolaan hutan dapat dilaksanakan secara ramah lingkungan. Ijin
pengusahaan hutan yang diberikan pada hutan alam produksi harus melakukan
sistem pengelolaan yang tepat agar sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang
berlaku. Penerapan sistem silvikultur TPTI pada hutan alam produksi diharapkan
dapat menjamin kelestarian produksi kayu. Sistem ini diperlukan agar menjamin
kelestarian hutan alam produksi.
Kegiatan pemanenan kayu walaupun dilakukan secara hati-hati, terjadinya
kerusakan pada tegakan sulit untuk dihindarkan. Setiap pohon yang dipanen rebah
senantiasa ada pohon lain disekitarnya yang rusak. Meskipun kerusakan pada
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
17/66
tegakan yang dipanen tidak dapat dihindari namun harus diikuti dengan tindakan
meminimalkan kerusakan. Kerusakan tegakan tinggal dapat berupa pohon rebah
atau pohon yang masih berdiri berupa banir, batang atau tajuknya rusak dan
diperkirakan tidak dapat tumbuh normal kembali. Pada kegiatan penyaradan kayu
betapapun hati-hatinya dilakukan, kerusakan tetap terjadi. Penggunaan bulldozer
untuk menyarad kayu dapat mengakibatkan kerusakan pada pohon-pohon
disekitarnya. Hal ini disebabkan manuver bulldozer ketika menyarad pohon yang
ditebang menabrak atau menggusur pohon-pohon yang masih berdiri sehingga
menimbulkan kerusakan tegakan tinggal yang cukup besar (Thaib 1985).
Penyaradan yang dilakukan pada intensitas penebangan yang berbeda akan
menyebabkan kerusakan berbeda-beda. Intensitas penebangan merupakan salah
satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan pemanenan hutan.
Menurut Elias (1998) agar kerusakan akibat penebangan dan penyaradan kayu
dapat ditekan serendah mungkin maka diperlukan sinkronasi antara jaringan jalan
sarad, arah penyaradan dan arah rebah pohon. Arah rebah pohon yang terbaik
untuk kelancaran penyaradan adalah yang berbentuk pola sirip ikan terhadap arah
penyaradan.
Menurut Elias (2002a) ekosistem hutan pada umumnya mempunyai
keterbatasan daya tahan terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem akan rusak
bila batas-batas ketahanannya dilampaui. Sampai saat ini penilaian kerusakan
hutan akibat pemanenan masih dititik beratkan pada kerusakan vegetasi sebagai
tolok ukur dapat tidaknya dicapai kelestarian hasil. Kriteria kerusakan ini sesuai
dengan fungsi hutan pada suatu areal yang menonjol saat ini.
Penelitian tentang kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hingga saat ini
sudah banyak dilakukan, akan tetapi pada perusahaan PT. S3 penelitian ini belum pernah dilakukan. Penelitian kerusakan tegakan tinggal sangat penting dilakukan
mengingat bahwa lokasi PT. S3 berada di kawasan Cagar Biosfer yang telah
ditetapkan oleh UNESCO. Terjadinya kerusakan akan berdampak besar terhadap
kelestarian ekosistem dan keberlangsungan perusahaan.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
18/66
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi, menghitung dan menganalisis tingkat kerusakan pohon
berdiameter lebih besar dari 20 cm akibat kegiatan penebangan dan akibat
kegiatan penyaradan.
2. Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter lebih besar
dari 20 cm dengan kelas lereng, intensitas penebangan dan kerapatan
tegakan.
1.3 Manfaat Penelitian
Indikator kerusakan tegakan tinggal menjadi penilaian dalam mandatori
PHAPL (Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari) Departemen Kehutanan
untuk melanjutkan operasi pemanenan hutan di PT. S3. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan pertimbangan kepada perusahaan untuk menetapkan sistem
pemanenan yang baik agar pengelolaan hutan berjalan secara lestari dengan
meminimalkan kerusakan tegakan tinggal mengingat PT. S3, Pulau Siberut,
Sumatera Barat berada pada kawasan Cagar Biosfer.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
19/66
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
2.1.1 Definisi dan tujuan TPTI
Tebang Pilih Tanam Indonesia adalah salah satu sistem silvikultur yang
diterapkan pada hutan-hutan alam tak seumur yang mengatur cara penebangan
dan permudaan hutan. Sejarah sistem tebang pilih di Indonesia secara resmi
ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No.
35/Kpts/DD/I/1972 tentang Pedoman TPI, THPA, THPB, dan pedoman-pedoman
pengawasannya. Selama masa pelaksanaannya, dijumpai beberapa kesulitan,
sehingga pada tahun 1989 diterbitkan SK Menteri Kehutanan No. 485/Kpts-
II/1989 tentang sistem silvikultur pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia.
SK ini kemudian ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan No.
564/Kpts/IV-BPHH/89 tentang pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Tujuan
TPTI adalah terbentuknya struktur dan komposisi tegakan hutan alam tak seumur
yang optimal dan lestari sesuai dengan sifat-biologi dan keadaan tempat tumbuh
aslinya. Sedangkan menurut Elias (2002a) tujuan TPTI adalah mengatur
pemanfaatan hutan alam produksi serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas
maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk siklus tebangan berikutnya.
2.1.2 Persyaratan TPTI
Dalam pelaksanaannya, kegiatan TPI/TPTI terdiri dari 11 tahapan yang
disesuaikan dengan tata waktu pelaksanaannya, dalam mengatur kegiatan
penebangan dan pembinaan hutan alam produksi, TPI/TPTI mensyaratkan:
a. Jumlah pohon inti berdiameter 20-29 cm minimal 25 pohon/ha.
Pohon inti diutamakan dari jenis pohon komersial yang sama
dengan jenis pohon yang ditebang.
b. Asas penebangan yang dianut adalah menebang pohon-pohon yang
sudah masak tebang dan diupayakan agar terbentuk rumpang yang
tersebar merata di dalam hutan.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
20/66
c. Batas diameter pohon yang boleh ditebang adalah ≥ 50 cm untuk
pohon di areal hutan produksi tetap dan ≥ 60 cm untuk pohon di
areal hutan produksi terbatas.
d. Diusahakan agar kerusakan tegakan tinggal dan kerusakan tanah
akibat pemanenan kayu sekecil mungkin.
e. Pohon inti, pohon yang dilindungi dan semua pohon di kawasan
lindung tidak boleh ditebang (Elias 2002a).
Departemen Kehutanan (1990) menjelaskan bahwa hal yang perlu
diperhatikan dalam mencapai kelestarian hutan dengan sistem Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI) adalah kelangsungan produksi, penyelamatan tanah dan
air, perlindungan alam dan teknik silvikultur yang sesuai dengan kondisi
lingkungan, keadaan lapangan, komposisi dan silvikultur hutan, sifat tumbuh
jenis-jenis pohon serta pertimbangan pengusahaan hutan yang menguntungkan.
Menurut Elias (2002a) dalam hubungan dengan sistem TPTI logging merupakan
tindakan silvikultur yang paling dominan dalam mengatur atau menentukan
struktur dan komposisi tegakan tinggal dibandingkan dengan tindakan silvikultur
lainnya, seperti pengayaan, perapihan, pemeliharaan, dan penjarangan.
2.2 Kerusakan Tegakan Tinggal
Tegakan tinggal adalah tegakan yang telah dipilih, yang menjadi modal
pengusahaan berikutnya, berisi pohon-pohon binaan dan pohon pendamping.
Pohon binaan adalah pohon yang harus dirawat setelah tebang pilih, yang berupa
pohon-pohon niagawi yang muda dan sehat berdiamter kurang dari diameter
minimum tebangan, dapat berasal dari permudaan alam maupun dari pengayaan
(Departemen Kehutanan, 1990). Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakanyang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana
untuk dipanen hasilnya pada waktu itu. Kerusakan-kerusakan itu antara lain
berupa pohon roboh atau pohon masih berdiri yang bagian batang, banir atau
tajuknya rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh lagi dengan normal
(Sastrodimedjo dan Radja 1976). Selain itu menurut Thaib (1986), salah satu
bentuk kerusakan tegakan tinggal adalah keterbukaan areal lahan.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
21/66
Tingkat kerusakan tegakan tinggal di hutan alam tropika dapat
dipengaruhi oleh teknik pemanenan kayu yang digunakan. Menurut Elias
(1998) tingkat kerusakan vegetasi tegakan tinggal ditetapkan berdasarkan
perbandingan antara jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan
kayu dengan jumlah pohon yang terdapat di dalam areal tersebut sebelum
pemanenan dikurangi jumlah pohon yang dipanen.
Pemanenan akan menyebabkan kerusakan pada tegakan yang ditinggalkan
beserta permudaannya. Pemanenan yang tidak teratur dan tidak terkontrol dapat
merusak hutan dan dapat menyebabkan terganggunya hutan dalam
mempertahankan produksinya. Pemanenan yang terlalu intensif akan
menyebabkan pembukaan tajuk hutan secara tiba-tiba dan akan menghancurkan
sebagian besar pohon-pohon yang tidak ditebang serta melukai permudaan dan
pohon-pohon yang muda.
1. Kriteria Pohon yang Rusak
Dalam TPI/TPTI pohon digolongkan rusak apabila mengalami satu
atau lebih keadaan sebagai berikut:
a. Tajuk pohon rusak lebih dari 30% atau percabangan pohon/dahan
besar patah.
b. Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari ¼ keliling batang
dengan panjang lebih dari 1,5 m.
c. Perakaran terpotong atau ⅓ banirnya rusak.
2. Ketentuan Penanaman Pengayaan
Keadaan tegakan tinggal yang tidak memerlukan pengayaan adalah
apabila pada areal tegakan tinggal terdapat pohon inti minimal 25
pohon/ha atau permudaan tingkat tiang minimal 75 batang/ha atau permudaan tingkat pancang minimal 200 batang/ha yang sehat dan
tersebar merata (Elias 2002a).
Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan
penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan berlangsung. Di
lapangan atau jalan sarad yang miring, traktor menggunakan pisaunya untuk
memperoleh jalan sarad yang lebih landai ataupun untuk mendorong kayu yang
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
22/66
disarad. Kerapatan tegakan yang menyusun areal sangat mempengaruhi besarnya
kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan lantai hutan.
Menurut Yanuar (1992) kerusakan tegakan tinggal tidak terjadi pada semua
kelas diameter. Kerusakan terbesar timbul dalam tahap penebangan kayu. Tipe
kerusakan pohon terberat yang juga mengurangi jumlah pohon dari dalam tegakan
adalah pohon patah dan roboh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanenan kayu secara konvensional
dalam sistem TPTI mengakibatkan kerusakan lebih berat dan lebih besar pada
tanah dan tegakan tinggal dibandingkan dengan cara pemanenan kayu
berwawasan lingkungan.
Tabel 1 Perbandingan metode pemanenan konvensional dan metode pemanenan berwawasan lingkungan
No Jenis Metode Pemanenan
Konvensional(%)
BerwawasanLingkungan
(%)
1. Persen Kerusakan Tegakan Tinggal dariPopulasi Vegetasi
a) Semai b) Pancangc) Tiang
33,4734,9340,42
17,6519,5919,08
2. Persen Kerusakan Tegakan Tinggal dariUkuran Kerusakan
a) Ringan b) Sedangc) Berat
7,234,65
28,99
4,162,93
11,99
3. Persen Keterbukaan Areala) Akibat Penebangan
b) Akibat Penyaradan
11,10
8,73
7,65
5,21
Sumber : Elias (1997a)
Dari hasil penelitian yang ditampilkan dalam tabel 1 menunjukkan bahwa
metode pemanenan berwawasan lingkungan mampu mengurangi 50% kerusakan
tegakan tinggal dibanding dengan metode konvensional.
Penelitian lain juga menampilkan persen kerusakan yang terjadi akibat
pemanenan kayu berwawasan lingkungan yang disajikan dalam tabel berikut ini:
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
23/66
Tabel 2 Persen kerusakan tegakan tinggal di PT. Narkata Rimba dan PT. Kiani
Lestari
Narkata Timber(%)
Kiani Lestari(%)
Berdasarkan Vegetasia) Semai
b) Pancangc) Tiangd) Pohon
30,02
27,1724,60
-
38,20
43,4033,2612,62
Berdasarkan Ukuran Kerusakana) Berat b) Sedang
c) Ringan
82,1213,19
4,58
83,296,15
10,56Sumber : Elias (1997b)
Menurut Elias (1997b) derajat kerusakan tegakan dan keterbukaan areal
disebabkan oleh besarnya intensitas kegiatan penebangan dan penyaradan.
Tabel 3 Derajat keterbukaan areal dari intensitas pemanenan
No Peneliti Lokasi Intensitas
Pemanenan(∑/ha)
Persen Keterbukaan Total
Penebang
An
Penyaradan
1. Abdulhadi et al (1981)
Lempake,KalimantanTimur
11 - - 30,00
2. Butar Butar (1991) PT. Austral
Bina,Kalimantan
Tangah
9 20,79 14,94 32,02
3. Yanuar (1992) PT. KayuPesaguan,KalimantanBarat
5-11 14,32 8,38 22,61
4. Elias et al (1993) PT. NarkataRimba,
KalimantanTimur
2-16 11,13 16,42 27,79
Sumber : Elias (1997b)
Menurut Matangaran (2003) dalam penelitiannya yang dilaksanakan di PT.
Siak Raya Propinsi Riau tingkat kerusakan semai, tiang dan pancang masing-
masing 39,10%, 38,40%, dan 38,70%. Semakin besar diameter pohon yang
ditebang semakin banyak pohon disekitarnya yang rusak. Beberapa pionir
ditemukan di areal bekas tebangan. Tingkat kerusakan disekitar pohon yang
ditebang sebesar 24,20%.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
24/66
Tabel 4 Distribusi kelas diameter pohon sebelum dan setelah pemanenan
Area Hutan Kelas Diameter (cm) dalam 1 ha
20-25 25,1-30 30,1-35 35,1-40 40,1-45 45,1-50 >50
Hutan Alam
Keterbukaan Areal1 Tahun
Keterbukaan Areal5 TahunKeterbukaan Areal10 Tahun
Keterbukaan Areal17 Tahun
76 107 46 42 44 57 18
53 75 50 25 25 8 3
55 73 83 28 45 25 11
102 97 75 38 33 38 15
110 105 53 58 30 35 23
Sumber : Matangaran (2003)
Tabel 5 Persentase dan tipe kerusakan pohon
Tipe Kerusakan Pohon (%)
Kerusakan Berata) Pohon Roboh 7,3 b) Pecah Batang 10,2
Kerusakan Sedanga) Rusak Tajuk 3,4
Kerskan Ringana) Kulit dan Batang Terluka 2,2
b) Rusak Banir 1,1
Total 24,2
Sumber : Matangaran (2003)
Menurut Elias (2002b) besarnya volume kayu produksi per hektar sangat
tergantung dari intensitas tebang. Makin besar intensitas tebang (pohon/ha), makin
tinggi volume kayu produksi per ha. Demikian pula terhadap kerusakan tegakan
tinggal, makin tinggi intensitas tebang, makin besar kerusakan terhadap vegetasi,
keterbukaan, dan pemadatan tanah.
Tabel 6 Intensitas tebang, volume, dan kerusakan tegakan tinggal
Intensitas Tebang(jumlah pohon yang
ditebang/ha)
Volume Produksi(m3/ha)
KerusakanVegetasi (%)
Luas Tanah Terbuka danTerpadatkan (m2/ha)
46
562
442
13
28,9327,08
36,1224,57
6,26
18,1016,40
4,38
5,3717,79
37,3440,37
50,8937,7427,16
39,9953,3746,50
23,3852,17
730,621225,00
796,871299,37
490,62
634,37748,75
1146,87
323,121329,75
Sumber : Elias (2002b)
Hasil penelitian Elias (1998) besarnya kerusakan struktur tegakan akibat
penebangan adalah sebagai berikut: jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
25/66
penebangan rata-rata adalah 146 pohon (21,13%) dari populasi pohon sebanyak
691 batang pohon/ha. Pohon-pohon yang rusak tersebut terdiri dari kelas diameter
10-20 cm sebanyak 101 pohon (14,61%), kelas diamter 21-30 cm sebanyak 33
pohon (4,77%), kelas diameter 31-40 sebanyak 9 pohon (1,31%), dan kelas
diameter 41-50 cm sebanyak 3 pohon (0,44%). Hasil penelitian Thaib (1985)
mengemukakan bahwa kegiatan pemanenan hasil hutan dengan sistem traktor
mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 3,80% sampai 50,80% per
hektar untuk jenis perdagangan. Selanjutnya penulis tersebut menyatakan bahwa,
penurunan pohon berdiameter lebih besar dari 20 cm terjadi antara 11,70% sampai
31,80% untuk penebangan 5 sampai 9 pohon/ha.
Tabel 7 Presentase pohon rusak jenis perdagangan diameter lebih dari 20 cmakibat penebangan di dua HPH per ha
NamaHPH
KeadaanTegakan
SebelumPemanenan
(pohon)
SetelahPemanenan
(pohon)
Ditebang(pohon/ha)
PresentasePohon Rusak
(%)
A 1
234
56
7
96
829185
8779
81
83
687973
7678
70
9
1110
8
98
7
4,60
4,204,603,90
2,604,20
5,4089
10
936865
765755
1287
6,205,005,20
JumlahRata-rata
82782,70
71371,30
898,90
45,904,59
B 1
2345
67
89
10
87
76615990
5869
708591
72
64525276
5159
577077
10
8659
57
910
9
6,50
5,905,403,706,20
3,804,80
6,606,606,10
JumlahRata-rata
74674,60
63063,00
787,80
55,605,56
Sumber : Suhartana (1993)
Hasil penelitian yang dilakukan Elias (2002a) tingkat kerusakan pada pohon
berdiameter ≥ 10 cm berkisar antar a 9,39%- 35,42% dengan rata-rata 21,96%.
Data mengenai kerusakan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
26/66
Tabel 8 Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi
Plot ∑ PohonSebelum
Pemanenan
Kayu (>10cm)
∑ Pohon yangDipanen
∑ Pohonyang Rusak
(> 10 cm)
KerusakanTegakan Tinggal
(%)
TingkatKerusakan
III
III
697748
620
617
2
146259
58
21,1335,43
9,39
RinganSedang
BeratSumber : Elias (2002a)
Berdasarkan tabel 8, intensitas penebangan semakin tinggi akan menyebabkan
kerusakan tegakan tinggal semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan
tipe-tipe kerusakan pohon akibat penebangan adalah:
1. Rusak tajuk : 49,45%
2.
Patah batang : 23,08%3. Roboh : 19,23%
4. Luka batang/kulit dan pecah batang : 8,24%
Sedangkan tipe-tipe kerusakan pohon akibat penyaradan adalah:
1. Roboh : 88,32%
2. Condong : 4,47%
3. Luka batang/kulit : 4,47%
4. Rusak tajuk, banir, dan patah batang : 2,74%
Kerusakan paling banyak terjadi pada pohon berdiameter 10-19 cm yakni
65,29% dan pohon berdiameter 20-29 cm yakni 21,38%. Jika dilihat tingkat
kerusakan berdasarkan besarnya luka tiap pohon, maka tingkat kerusakan pohon-
pohon tegakan tinggal akibat pemanenan kayu adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan berat : 82,13%
2. Kerusakan sedang : 13,29%
3. Kerusakan ringan : 4,58%
Hasil penelitian Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan rata-rata besarnya
kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan berkisar antara 5-19,70% dengan
rata-rata 11,50% (16 pohon/ha) sedangkan kerusakan tegakan tinggal akibat
penyaradan berkisar antara 5-35,10% dengan rata-rata 15,40% (20 pohon/ha).
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
27/66
2.3 Keterbukaan Areal Hutan
Keterbukaan areal hutan adalah luas tanah yang terbuka akibat kegiatan
penyaradan oleh traktor yang melintasi lahan hutan baik untuk membuat jalan
sarad atau pada waktu traktor menarik log dari tempat penebangan ke TPn.
Keterbukaan areal hutan terjadi akibat penggusuran dan pengikisan tanah oleh
traktor pada waktu penyaradan, pembukaan jalan angkutan, pembukaan tempat
penumpukan kayu dan pendongkelan pohon-pohon yang ditebang dan roboh.
Luas keterbukaan areal karena teknik konvensional dipengaruhi oleh jumlah
persatuan luas yang ditebang, kemiringan lahan, dan faktor manajemen (Elias
1993).
Menurut Thaib (1986) keterbukaan tanah adalah terbukanya permukaan tanah
kerena terkelupasnya lapisan serasah yang menutupinya, karena terdongkelnya
pohon-pohon yang ditebang dan yang roboh, terkikis dan tergusur oleh traktor
sewaktu penyaradan, pembuatan jalan angkutan dan pembuatan TPn.
Menurut Purwodidodo (1999) keterbukaan lahan dapat terjadi karena
penebangan yang berlebihan dan perencanaan jalan sarad yang kurang baik.
Keterbukaan lahan cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas
penyaradan yang dilakukan (Thaib 1986). Menurut Thaib (1986) ada 3 macam
wilayah hutan yang memiliki potensi terjadinya keterbukaan lahan, yaitu kawasan
pada daerah tebang bayang, daerah yang dilalui jalan sarad dan tempat
pengumpulan kayu (TPK).
Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan
penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan berlangusng. Pada
lapangan atau jalan sarad yang miring, traktor menggunakan pisaunya untuk
memperoleh jalan sarad yang lebih landai ataupun untuk mendorong kayu yangdisarad. Kerapatan tegakan yang menyusun areal sangat mempengaruhi besarnya
kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan lantai hutan. Sedangkan Sularso
(1996) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan lahan akibat
pemanenan kayu adalah kerapatan tegakan, kemiringan lahan, intensitas tebangan,
serta teknik pemanenan kayu.
Menurut Elias (2002a) keterbukaan areal/tanah akibat penebangan dan
penyaradan per satuan luas sangat tergantung dari intensitas penebangan. Makin
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
28/66
tinggi intensitas penebangan, makin luas juga keterbukaan areal/tanah. Hal ini
nampak dalam hasil penelitian ini yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 9 Luas keterbukaan tanah
Plot IntensitasPenebangan
(batang/ha)
Luas Keterbukaan Tanah (m2) Akibat
Penebangan Penyaradan Total
IIIIII
6172
8082512
92
20082324
596
28164856
688
Sumber : Elias (2002a)
Luas keterbukaan areal/tanah akibat penebangan per pohon rata-rata 142,17
m2 dan akibat penyaradan per pohon rata-rata 205,33 m2, sehingga untuk
memanen satu batang pohon akan menyebabkan keterbukaan tanah rata-rata347,50 m2. Rata-rata keterbukaan areal/tanah akibat pemanenan sebesar 2780 m2
per hektar atau 27,80% (Elias 2002a). Selain itu pada penelitian lain, Elias
(2002a) juga menuliskan jumlah pohon yang ditebang pada plot secara berturut-
turut adalah 6, 7, dan 2 pohon yang mengakibatkan keterbukaan areal/tanah seluas
2816 m2, 4836 m2, dan 688 m2 atau 333,60 m2 per pohon, serta kerusakan tegakan
tinggal sebesar 21,27%, 35,43%, dan 9,55%. Faktor yang paling berpengaruh
terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal dan luas keterbukaan tanah pada
penelitian ini adalah intensitas penebangan.
Menurut Sukanda (1995) rata-rata keterbukaan tanah akibat pemanenan adalah
1701,50 m2 (17,02 %) yang terdiri dari keterbukaan akibat penebangan 724,95 m2
(7,25 %) dan keterbukaan akibat penyaradan 976,60 m2 (9,76%).
2.4 Kelerengan Lapangan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan
bahwa jumlah pohon yang ditebang, kerapatan tegakan, dan kelerengan
berpengaruh sangat nyata terhadap kerusakan tegakan tinggal.
Berdasarkan SK Mentri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 tentang kriteria
dan tata cara penetapan hutan lindung, kelas kelerangan lapangan diklasifikasikan
sebagai berikut:
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
29/66
Tabel 10 Kelas kelerengan
Kelas lereng Kelerengan (%) Keterangan
1 0 – 8 Datar
2 9 – 15 Landai
3 16 – 25 Agak curam
4 26 – 40 Curam
5 >40 Sangat curam
Kelerengan lapangan tersebut dapat diketahui dengan berdasarkan dengan
melihat peta topografi dari areal yang ingin diamati atau dengan melakukan
pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan alat bantu untuk
mengukur kelerengan. Besarnya kelerengan ditentukan oleh jarak horizontal dan
vertikal dari 2 titik yang akan dicari kelerengannya. Untuk kelerengan bernilai
100% adalah kelerengan yang mempunyai sudut 45o.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
30/66
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Hutan dilaksanakan
pada bulan Agustus hingga September 2009 di PT. S3, Pulau Siberut, Kepulauan
Mentawai, Propinsi Sumatera Barat.
3.2 Objek dan Alat Penelitian
Objek penelitian adalah kerusakan tegakan tinggal yang terjadi setelah dilakukan
kegiatan penebangan dan penyaradan dengan sistem Silvikultur TPTI.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Phiband meter untuk mengukur diameter pohon.
2. Pita meter untuk mengukur areal penelitian.
3. Kompas untuk menunjukkan arah.
4. Clinometer untuk menghitung kelerengan.
5. Global Positioning System (GPS) untuk mengetahui jalur penyaradan dan
luasan keterbukaan areal.
6. Cat untuk menandai jalur pengukuran dan pengamatan.
7. Patok untuk menandai batas-batas jalur dan petak pengamatan.
8. Alat-alat bantu lainnya seperti tally sheet serta alat tulis.
9. Software Microsoft Excel 2007 dan MINITAB 15 dan SPSS 15 untuk
mengolah data pengukuran.
10. Software Map Info untuk pemetaan.
11. Kamera untuk dokumentasi.
3.3 Batasan Masalah Penelitian
Kerusakan tegakan pada pohon akibat kegiatan penebangan dan penyaradan.
Pohon yang dimaksud adalah pohon berdiameter lebih besar dari 20 cm.
Penebangan mekanis dilakukan dengan menggunakan chainsaw Stihl 70 dan
penyaradan dilakukan menggunakan bulldozer CAT D7G.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
31/66
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Metode kerja
Langkah awal dalam melaksanakan penelitian ini adalah dengan cara menentukan
secara purposive petak tebang yang akan dilakukan penebangan. Petak yang
terpilih dibuat plot berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot dengan lokasi
mengikuti kegiatan pemanenan dalam satu petak tersebut. Pengukuran kerusakan
tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan hutan dilakukan dengan cara
pengamatan langsung terhadap vegetasi yang rusak disekitar pohon yang rebah.
Untuk kerusakan setelah penyaradan dilakukan dengan mengikuti jalur sarad
pohon yang ditebang.
3.4.2 Metode pengumpulan data
Tahapan kerja yang dilakukan dalam kegiatan ini, adalah:
1. Menentukan plot contoh
a. Observasi lokasi tebangan (melihat peta kerja PT. S3 yang
masuk dalam RKT (Rencana Kerja Tahunan) yang akan
dilakukan kegiatan penebangan).
b. Menetapkan plot contoh (purposive sampling sebanyak 10 plot
dengan luas tiap plot sebesar 100m x 100m). Plot yang diambil
yaitu 6 plot pada petak 209 dan 4 plot pada petak 238. Plot
yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, intensitas
penebangan yang berbeda, dan kerapatan tegakan yang
berbeda. Pembuatan plot dilakukan oleh tim cruising dengan
metode jalur.
c.
Mengetahui topografi lapangan (menggunakan clinometer ).2. Inventarisasi pohon pada plot contoh
a. Memeriksa kebenaran LHC (Laporan Hasil Cruising),
mengambil beberapa pohon untuk dihitung ulang dan
dicocokkan dengan LHC.
b. Inventarisasi ulang pohon berdiameter lebih dari 20 cm pada
plot contoh (10 plot). Mencatat nama pohon, nomor pohon,
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
32/66
jenis pohon, dan mengukur diameter setinggi dada (1,3m di
atas permukaan tanah).
c. Memperbaiki kesalahan LHC
3. Penebangan
a. Memperkiraan arah rebah
b. Menghitung jumlah pohon yang rusak pada setiap plot akibat
kegiatan penebangan
c. Menghitung bentuk kerusakan pohon:
1. Jenis kerusakan (rusak tajuk, luka batang, patah batang,
pecah batang, roboh, miring, dan rusak banir)
2. Menghitung % kerusakan
3. Mengkategorikan kerusakan yang akan dikelompokan
berdasarkan kategori kerusakan pohon yaitu kerusakan
ringan, sedang atau berat.
4. Penyaradan
a. Mengukur panjang dan lebar jalan sarad menggunakan GPS
b. Menghitung kehilangan pohon akibat jalan sarad
Untuk mengukur derajat kerusakan, digunakan kriteria (Direktorat Jendral
Pengusahaan Hutan 1990), yaitu :
a. Tajuk pohon rusak lebih dari 30% atau percabangan pohon/dahan
besar patah.
b. Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari ¼ keliling batang
dengan panjang lebih dari 1,5 m.
c. Perakaran terpotong atau ⅓ banirnya rusak
Pohon dikatakan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan tersebut.Persentase kerusakan dihitung dengan cara membandingkan data jumlah pohon
sebelum penebangan dengan sesudah penebangan.
3.4.3 Data sekunder
Data sekunder yang diambil, yaitu data seperti data potensi tegakan sebelum
dilakukannya kegiatan penebangan tiap RKT yang diperoleh dari Laporan Hasil
Cruising (LHC), data kondisi umum perusahaan, peta kawasan pengusahaan
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
33/66
hutan, peta pohon, peta topografi, dan daftar nama pohon yang berada di kawasan
PT. S3.
3.5 Analisis Data
3.5.1 Tingkat kerusakan tegakan tinggal
Menurut Elias (1993), kerusakan tegakan tinggal ditetapkan dengan dua cara,
yaitu:
1. Berdasarkan populasi pohon dalam petak, yaitu pembagian antara jumlah
pohon yang rusak setelah kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon
sebelum penebangan dikurangi dengan jumlah pohon yang ditebang.
2. Berdasarkan tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal dengan
menggunakan kriteria yang terjadi pada individu pohon.
Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dapat
dikelompokkan sebagai berikut: kerusakan ringan (besarnya kerusakan tegakan
tinggal 50%).
Persentase dilihat dari kerapatan awal tegakan sebelum pemanenan dengan
banyaknya pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan.
Beberapa tingkat kerusakan yang terjadi pada individu pohon (Elias 1993)
yaitu:
1. Tingkat kerusakan berat
a. Patah batang.
b. Pecah batang.
c. Roboh, tumbang atau miring sudut < 45° dengan permukaan tanah.
d. Rusak tajuk (>50% tajuk rusak), juga didasarkan atas banyaknya
cabang pembentuk tajuk patah.e. Luka batang/rusak kulit (>1/2 keliling pohon atau 300-600 cm kulit
mengalami kerusakan).
f. Rusak banir/akar (>1/2 banir atau perakaran rusak/terpotong).
2. Tingkat kerusakan sedang
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
34/66
a. Rusak tajuk (30-50% tajuk rusak atau 1/6 bagian tajuk mengalami
kerusakan).
b. Luka batang/rusak kulit (1/4-1/2 keliling pohon rusak atau 150-300 cm
kulit rusak).
c. Rusak banir/akar (1/3-1/2 banir/akar rusak atau terpotong).
d. Condong atau miring (pohon miring membentuk sudut >45o dengan
tanah).
3. Tingkat kerusakan ringan
a. Rusak tajuk (
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
35/66
Dimana : π = Konstanta (3,14)
D = Diamater dbh (cm)
Untuk mengetahui pengaruh kegiatan penebangan dan penyaradan terhadap
kerusakan tegakan tinggal pada pohon berdiameter lebih dari 20 cm , diuji dengan
menggunakan regresi linier berganda.
3.5.2 Perhitungan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan
Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat
kegiatan penyaradan pohon yang dilewati oleh bulldozer atau lalu lintas bulldozer
menuju lokasi penyaradan. Keterbukaan lahan akibat penyaradan ditentukandengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada plot tebangan kemudian
dihitung luas jalan sarad tersebut. Apabila ditemukan percabangan di jalan sarad,
maka pengukuran dilakukan dengan membentuk segitiga. Penelusuran jalur sarad
dengan menggunakan GPS dan meteran.
Gambar 1 Pengukuran keterbukaan bekas jalan sarad.
Persen keterbukaan lahan akibat penyaradan dihitung dengan rumus :
%100000.10
x L
K
Dimana : K = Persentase keterbukaan lahan (%)
L = Luas lahan terbuka akibat penyaradan (m2
)
L
PKeterangan : L = Lebar jalan sarad (m)
P = Panjang jalan sarad (m)
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
36/66
3.5.3 Analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan
tegakan tinggal
Untuk mengetahui pengaruh penebangan dan penyaradan terhadap kerusakan
tegakan tinggal dilakukan analisis regresi. Faktor-faktor yang diperkirakan
berpengaruh dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah kelerengan,
intensitas tebang, dan kerapatan tegakan sebelum ditebang. Hubungan regresi
dinyatakan dalam persamaan regresi berganda.
Ŷ = bo + b1X1+ b2X2+ b3X3
Dimana : Ŷ = Kerusakan tegakan tinggal (%)
bo…b3 = Koefisien regresi
X1 = Kelas kelerengan lapangan (%)
X2 = Intensitas penebangan (pohon/ha)
X3 = Kerapatan tegakan (pohon/ha)
Untuk mengetahui persamaan ketiga peubah X1, X2, dan X3 terhadap persamaan
regresi yang dihasilkan, dilakukan analisis ragam dan pengujian hipotesis. Untuk
memeriksa keeratan hubungan antar peubah dipakai analisis korelasi sederhana.
Analisis data menggunakan paket statistik SPSS (Statistical Product Service
Solution) versi 15 .
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
37/66
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Perusahaan
Areal PT. S3 merupakan areal bekas PT. Tjirebon Agung yang mempunyai
areal pemanfaatan seluas 70.000 ha berdasarkan SK IUPHHK Nomor
195/Kpts/Um4/1973 dan berakhir pada tahun 1993. Setelah perijinan PT. Tjirebon
Agung habis maka PT. S3 mengajukan permohonan untuk melakukan IUPHHK di
areal tersebut hanya seluas 48.000 Ha. Pengajuan permohonan mendapat ijin
berdasarkan Surat Rekomendasi dari Bupati Kepulauan Mentawai Nomor
552.11/392/Perek-2000 tanggal 9 November 2000 mendapat persetujuan
pencadangan areal IUPPHK seluas 48.000 ha, serta rekomendasi dari Gubernur
Sumatera Barat Nomor 525.26/1465/Perek-2000 tanggal 20 November 2000.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
102/Menhut-IV/2001 tanggal 30 Januari 2001 dan sesuai telaahan yang dilakukan
oleh Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan dan Areal Kebun
dengan Nomor 136/VIII/KP-4.2.1/2001 tertanggal 2001 dihitung ulang secara
planimetris pencadangan areal seluas 49.440 ha yang mampu dikelola dan tidak
tumpang tindih dengan perusahaan lain (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
Selain itu untuk mendukung perijinan kajian AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) juga telah dilakukan dengan menggunakan acuan peta
pencadangan areal yang telah disahkan Gubernur Propinsi Sumatera Barat
SK.660.1.227.2001 tanggal 18 Juli 2001. Secara administrasi ijin IUPHHK
diperoleh, maka diterbitkanlah SK IUPHHK melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No. SK.413/Menhut-II/04 tanggal 19 Oktober 2004 yang berisi tentang
Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam atas nama PT.
S3 di Propinsi Sumatera Barat seluas 48.420 ha. Berkaitan dengan ijin yang
diberikan kepada PT. S3 yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi
Taman Nasional Siberut, maka Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan
Kawasan Hutan dan Areal Kebun, Badan Planologi Kehutanan melalui surat No.
136/VIII/KP-4.2.1/2001 Tanggal 9 Februari 2001, menentukan perlunya lahan
seluas 3.190 ha dengan lebar koridor 1 km sebagai kawasan penyangga ( buffer
zone) bagi Taman Nasional Siberut karena belum dilakukan tata batas. Pada
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
38/66
kawasan penyangga PT. S3 tidak boleh melakukan penebangan tegakan dan
diharuskan untuk melakukan pengamanan bersama Taman Nasional Siberut.
4.2
Letak dan Luas
PT S3 memiliki luas kawasan hutan sekitar 48.420 ha yang berada dalam
kelompok hutan Siberut dan berdasarkan pembagian wilayah administrasi
pemerintahan, terletak di dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara dan Siberut
Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatera Barat. Secara
geografis wilayah PT. S3 terletak diantara 98° 40’ sampai dengan 99° 15’ Bujur
Timur (BT) dan 00° 95’ sampai dengan 01° 15’ Lintang Selatan (LS). Batas areal
kerja PT. Salaki Suma Sejahtera adalah:
1. Sebelah Utara : Areal Penggunaan Lain (APL) dan Samudera
Indonesia
2. Sebelah Timur : Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) dan
Areal Penggunaan Lain (APL)
3. Sebelah Selatan : Taman Nasional Siberut, Hutan Produksi dan HPH
Koperasi Andalas Madani Universitas Andalas
(UNAND)
4. Sebelah Barat : Samudera Indonesia
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kepulauan Mentawai
2001-2010 (Perda No. Tahun 2001) maupun dalam revisi RTRWK Tahun 2004,
lokasi areal kerja berstatus hutan produksi tetap (HP), begitu juga status lahan
Taman Nasional Siberut tidak mengalami perubahan fungsi maupun batas
kawasan. Selain itu berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan
Propinsi Sumatera Barat (Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. 422/Kpts-II/99) status lahan di areal kerja juga merupakan Hutan Produksi Tetap (HP), (PT.
Salaki Summa Sejahtera 2008).
Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) ditetapkan seluas 43% dari total luas
Pulau Siberut 403.300 ha, sedangkan untuk Kawasan Lindung yang terdiri dari
Hutan Suaka Alam Wisata (HSAW) dan Kawasan Suaka Alam (KSA) ditetapkan
51% dari luas Pulau Siberut yang sebelumnya adalah fungsi hutan HPT, HL dan
sebagian HP. Taman Nasional Siberut memiliki luasan 190.500 ha yang
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
39/66
merupakan bagian dari Kawasan Suaka Alam, sedangkan sisanya merupakan
kawasan budidaya non kehutanan seluas 6%.
4.3 Kondisi Fisik
4.3.1 Topografi dan kemiringan lapangan
Konfigurasi lapangan di areal PT. S3 berbeda-beda. Persentase pada daerah
datar dengan kemiringan lereng 0 – 8% sebesar 11% atau seluas 5.134 ha. Daerah
landai dengan kemiringan lereng 8-15% sebesar 34% atau seluas 16.261 ha,
daerah agak curam dengan kemiringan 15%-25% sebesar 39% atau seluas 19.083
ha, daerah curam dengan kemiringan 25%-40% sebesar 14% atau seluas 6.905
ha, dan daerah sangat curam dengan kemiringan >40% sebesar 2% atau seluas
1.037 ha. Secara menyeluruh areal kerja termasuk dalam daerah landai.
Ketinggian PT. S3 berada pada 50 – 340 mdpl.
4.3.2 Tanah
Jenis tanah dalam kawasan hutan PT. S3 terdiri dari podsolik merah kuning
37% atau seluas 18.056 ha, latosol 32% atau seluas 15.290 ha, dan aluvial 31%
atau seluas 15.074 ha (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
4.3.3 Iklim
Klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt dan Ferguson areal PT. S3
termasuk dalam iklim tipe A, yaitu iklim tropis dengan curah hujan merata
sepanjang tahun dengan rata-rata selama sepuluh tahun terakhir (1990-1999). Dari
data stasiun meterologi Sicincin, Padang Pariaman memiliki 11,3 bulan basah dan
0,3 bulan kering dengan nilai Q = 2,65% dan IH (Intensitas Hujan) = 18 mm/hh(PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
4.3.4 Potensi tegakan
Pada PT. S3 kelas penutupan lahan dikelompokkan menjadi 3, yaitu kelas
hutan primer, kelas hutan bekas tebangan, dan kelas bukan hutan.
Pada kelas hutan primer, fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan 1.244 ha
dengan buffer zone Taman Nasional Siberut seluas 1.247 ha atau sekitar 5 % dari
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
40/66
luas total PT. S3. Potensi rata-rata per hektar untuk seluruh jenis pohon, yaitu
kelas diameter 20 cm sebesar 302,26 m3/ha (264,21 btg/ha), kelas diameter 50 cm
sebesar 182,91 m3/ha (38,74 btg/ha), dan untuk kelas diameter 60 cm sebesar
145,54 m3/ha (24,21 btg/ha), (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
Kelas hutan bekas tebangan, fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan
37.874 ha atau sekitar 89 % dari luas total PT. S3 dengan buffer zone Taman
Nasional Siberut seluas 1.949 ha. Potensi rata-rata per hektar untuk seluruh jenis
pohon, yaitu kelas diameter 20 cm sebesar 207,07 m3/ha (260,79 btg/ha), kelas
diameter 50 cm sebesar 87,03 m3/ha (20,08 btg/ha), dan untuk kelas diameter 60
cm sebesar 63,61 m3/ha (10,64 btg/ha). Sedangkan untuk kelas bukan hutan,
fungsi hutan produksi tetap memiliki luasan 3.063 ha dengan buffer zone Taman
Nasional Siberut Mentawai seluas 43 ha atau sekitar 6 % dari luas total PT. S3
(PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
Secara keseluruhan PT. S3 didominasi oleh jenis kayu Meranti. Selain Meranti
jenis yang banyak ditemukan, yaitu Keruing, Katuka, Gut-gut, Ungra, Peiki,
Alosit, Tumu, Polenggu dan Dulatkau. Dari 10 jenis pohon yang dominan hampir
seluruhnya termasuk kedalam kayu komersil.
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
4.4.1 Kependudukan
Penduduk asli di sekitar PT. S3 merupakan orang Mentawai. Dari pendataan
diketahui bahwa jumlah penduduk di dalam dan disekitar wilayah areal kerja
mencapai 7.224 jiwa dengan luas wilayah 1.557 km2 (PT. Salaki Summa Sejahtera
2008). Data menunjukkan kondisi sebaran penduduk yang masih renggang di
wilayah tersebut. Hal ini disebabkan oleh perkembangan wilayah KecamatanSiberut yang relatif baru, sehingga sebaran penduduk masih belum merata.
Kepadatan penduduk tertinggi yaitu berada di Desa Sigapokna dengan jumlah
7,81 jiwa/km2 dibandingkan 4 desa lainnya. Adapun faktor yang menyebabkan
tingginya kepadatan di Desa Sigapokna karena wilayahnya lebih terbuka berada
dipesisir pantai.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
41/66
Tabel 11 Jumlah dan kepadatan penduduk di areal PT.S3 Kecamatan Siberut
Utara
Wilayah DesaTerintegrasi
Luas(km
2)
Data Umum Kependudukan
Laki-laki(Jiwa)
Perempuan(Jiwa)
Jumlah(Jiwa)
Jumlah(KK)
Kepadatan(Jiwa/km
2)
Sigapokna 230 904 893 1.797 368 7,81
Malancan 430 961 930 1.891 475 4,40
Sot Boyak 102 369 314 683 140 6,70
Bojakan 225 567 526 1.093 259 4,86
Simalegi 570 942 818 1.760 343 3,09
Jumlah 1.557 3.743 3.481 7.224 1.585 5,37 *)
Keterangan : *) Kepadatan Penduduk Rata-rataSumber : PT. Salaki Summa Sejahtera (2008)
4.4.2 Mata pencaharian penduduk
Mata pencaharian penduduk di luar PT. S3 sebagian besar adalah petani
sebanyak 85%. Lahan yang dikerjakan oleh sebagian besar penduduk, yaitu
ladang sagu yang menjadi sumber makanan pokok dan pendapatan disamping
sumber lain seperti pisang, keladi (talas), kelapa, dan buah-buahan. Pada saat ini
juga mulai dikembangkan pertanian cengkeh, pala dan nilam. Selain itu penduduk
yang punya modal lebih besar bisanya menjadi nelayan. Kegiatan pertanian lain
guna memenuhi kebutuhan rumah tangga biasanya mereka mencari gaharu.
Namun beberapa tahun belakangan ini, kegiatan itu sudah mulai berkurang
dikarenakan hasil hutan yang menurun, permintaan yang mulai berkurang, dan
peraturan yang tidak memperbolehkan mengeksploitasi hasil hutan secara besar-
besaran. Adapun pendapatan masyarakat yang didapat dari hasil hutan sebesar Rp
425.000,00 – 725.000,00 per KK setiap bulan dan nelayan Rp 150.000,00 –
750.000,00 per KK setiap bulan. Selain menjadi petani dan nelayan, sebagian
penduduk bekerja sebagai pengadaan jasa, pegawai negeri dan lainnya (PT. Salaki
Summa Sejahtera 2008).
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
42/66
Tabel 12 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di sekitar areal
PT.S3
Nama Desa
Jenis Mata Pencaharian (KK) Pertanian
Petani PNS Jasa Nela
yan
Lain-
lainJumlah Sawah Sagu Kelapa
Sigapokna 602 18 26 47 36 729 240 300 270
Simalegi 542 16 23 43 33 657 320 350 380
Malancan 700 21 30 55 42 848 300 450 230
Sotboyak 624 8 12 - 26 670 150 410 300
Bojakan 448 13 18 2 33 514 90 390 60
Jumlah 2.916 76 109 147 170 3.418 1.100 1.900 1.240
Sumber : PT. Salaki Summa Sejahtera (2008)
Sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam PT. S3, sebagian
besar bekerja di sektor perkebunan, perikanan dan perladangan. Masyarakat
sekitar juga mencari rotan, kayu bakar, gaharu, madu, sarang burung walet dan
membuat sirap. Hasil bercocok tanam, ternak, tangkapan ikan dan hasil lannya
dijual ke dusun terdekat atau ke Padang. Selain bertani kesempatan kerja di
bidang lain biasanya menjadi karyawan harian perusahaan yang ada di sekitarnya.
Kesempatan ini terbuka karena banyak menggunakan tenaga lokal untuk kegiatan
operasionalnya. Adanya PT. S3, memberikan peluang dan kesempatan kerja yang
besar bagi masyarakat untuk ikut serta menjadi bagian dari perusahaan.
Hasil perhitungan penduduk di areal PT. S3 diketahui jumlah penduduk
kelompok anak-anak (usia 0 – 9 tahun) mencapai 14.736 jiwa dan penduduk
dewasa (usia 20 hingga > 75 tahun) sebanyak 34.249 jiwa. Sedangkan untuk
penduduk usia produktif (usia 20 – 50) di areal IUPHHK mencapai 28.467 jiwa
(43%), (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
Tabel 13 Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur KabupatenKepulauan Mentawai
No Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 0 – 9 8.096 6.640 14.736
2. 10 – 19 9.193 8.154 17.347
3. 20 – 50 14.946 13.521 28.467
4. 50 – 74 3.273 2.300 5.573
5. ≥ 75 105 104 209
Jumlah 35.613 30.719 66.332
Sumber : PT. Salaki Summa Sejahtera (2008)
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
43/66
4.4.3 Agama dan kepercayaan
Pada saat ini masyarakat Mentawai sudah mulai menganut ajaran agama.
Sebagian besar beragama Kristen Protestan dan Katolik, tetapi ada pula yang
beragama Islam. Sebelumnya mereka menganut kepercayaan terhadap roh-roh
alam. Walaupun sebagian kecil anggota masyarakat tidak ada secara resmi
menganut kepercayaan tersebut, akan tetapi dibeberapa permukiman seperti di
Desa Bojakan (Dusun Simatalau) konsep dan unsur-unsur upacara yang berasal
dari kepercayaan lama masih dijalankan (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
44/66
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Umum Kegiatan Pemanenan
Sistem pemanenan hasil hutan yang dilaksanakan pada PT. S3 adalah sistem
pemanenan mekanis. Secara garis besar kegiatan pemanenan terdiri dari kegiatan
penebangan, penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan.
Proses penebangan di PT. S3 dilakukan oleh regu chainsaw dengan sistem
borongan. Setiap regu chainsaw menebang pada batas luas kepemilikan suku,
bukan atas luas petak tebang. Operator chainsaw dibantu oleh seorang helper .
Sebelum proses penebangan biasanya operator melihat keadaan pohon untuk
menentukan boleh atau tidaknya pohon tersebut ditebang. Ketentuan itu dilihat
dari diameter dan bentuk batang. Operator chainsaw tidak akan menebang pohon
yang boleh ditebang yang berdiameter 50 cm. Umumnya yang ditebang adalah
pohon berdiameter lebih dari 60 cm dengan pertimbangan bahwa pada bagian
ujung batang bebas cabang berdiameter tidak kurang dari 50 cm. Penentuan arah
rebah lebih mempertimbangkan kemiringan pohon dan akar yang melilit di pohon.
Terdapat dua operator chainsaw yang membantu penelitian ini. Operator tersebut
merupakan operator pendatang dan operator lokal. Operator pendatang
mempunyai pengalaman kerja lebih lama dibandingkan operator lokal. Operator
lokal menebang dengan cara “tumbang tembak”. Tumbang tembak merupakan
cara menebang pohon lebih dari satu pohon secara bersamaan. Operator
pendatang menebang dengan cara menyelesaikan setiap pohon mulai dari tebang
sampai pembagian batang atau trimming kemudian disarad. Di petak tebang,
dilakukan pemotongan dan pembagian batang. Hal ini disebabkan oleh
pertimbangan kemampuan alat sarad yang tidak mampu menarik kayu dalam
ukuran yang panjang lebih dari 15 meter. Sering dijumpai putusnya seling (kabel
tali baja pengikat kayu) akibat ukuran kayu yang di sarad melebihi dari
kemampuan alat.
Kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan bulldozer CAT D7G
dimana jenis D7G ini memiliki mesin 6 silinder yang dapat menghasilkan tenaga
sebesar 200 tenaga kuda. Berat dari bulldozer ini adalah sekitar 18 ton. Ukuran
lebar blade dari bulldozer ini 4 meter dan memiliki winch pada bagian
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
45/66
belakangnya yang digunakan untuk menyarad kayu. Panjang winch berkisar 20
meter. Daya jelajah efektif bulldozer ini pada umumnya sejauh 500 meter.
Apabila jarak sarad lebih dari 500 meter dari TPn maka dibuatkan TPn baru.
Kegiatan penyaradan dimulai dengan bulldozer membuka jalan sarad. Pemilihan
sistem mana yang digunakan dalam penyaradan tergantung kondisi lapangan dan
operator bulldozer . Proses penyaradan selain dilakukan oleh satu bulldozer setiap
petak, juga dilakukan double skidding setiap petak. Double skidding adalah cara
penyaradan menggunakan dua bulldozer dalam satu petak tebang secara bersama-
sama dengan tujuan membagi volume pekerjaan yang ada. Setiap operator
bulldozer dibantu oleh satu helper yang bertugas mengaitkan choker pada kayu
siap sarad, membantu proses penyaradan hingga ke TPn, dan melihat
kemungkinan bulldozer dapat membuka jalan sarad. Perusahaan tidak membuat
perencanaan trace jalan sarad. Oleh sebab itu operator bulldozer membuat jalan
sarad yang mampu dilalui untuk menarik kayu walaupun jalan sarad dibuat lebih
panjang.
Muat bongkar dilakukan di TPn dan di logpond dengan menggunakan loader .
Pemuatan dilakukan di TPn dan TPn antara sedangkan pembongkaran dilakukan
di TPn antara dan logpond , kemudian dilakukan perakitan kayu dari logpond ke
ponton/tongkang.
Pengangkutan dilakukan setelah proses penyaradan dan pemuatan. Alat angkut
yang digunakan yaitu logging truck merk Scania. Cuaca merupakan kendala
proses pengangkutan di PT. S3. Apabila hujan maka proses pengangkutan akan
dihentikan, karena jalan menuju TPn atau logpond tidak disiapkan all weather
(jalan yang dirancang digunakan dalam segala macam cuaca).
5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal
5.2.1 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan
Hasil ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan) pada plot yang
diteliti menunjukkan besarnya kerapatan pohon diameter lebih dari 20 cm rata-
rata 76,80 pohon/ha, untuk potensi rata-rata pohon yang layak tebang sebanyak
13,50 pohon/ha atau 141,68 m3/ha. Dari total 135 pohon layak tebang hanya 72
pohon (104,25 m3/ha) yang ditebang (Tabel 14).
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
46/66
Tabel 14 Keadaan plot penelitian
No
Plot
Kelerengan
(%)
*Kerapatan
(pohon/ha)
Pohon Layak Tebang(label merah)
Pohon yang Ditebang
Jumlah
(pohon/ha)
Volume
(m3
)
Jumlah
(pohon/ha)
Volume
(m3
)12
345
6789
10
2850
453526
15172844
43
6661
688192
69688980
94
1820
101315
1411108
16
252,15203,69
71,33109,70143,92
157,27143,96
68,3756,87
209,54
69
459
10943
13
85,36136,94
53,8365,16
131,10
150,27133,42
46,7238,67
201,05
Jumlah 768 135 1416,80 72 1042,50
Rata-rata 76,8 13,50 141,68 7,20 104,25*kerapatan: jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm setiap ha
Secara garis besar rekapitulasi kerusakan dari tiap bentuk kerusakan dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada setiap plot
penelitian akibat penebangan
Bentuk Kerusakan
Plot (jumlah pohon) PersentasePohon yang
Rusak (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Jumlah
(pohon)Rusak tajuk 2 10 2 1 1 10 26 27,96
Luka batang 2 2 1 5 5,38
Patah batang 4 3 1 1 3 4 1 2 2 8 29 31,18
Pecah batang 2 2 1 5 5,38
Roboh 1 4 1 2 5 4 4 3 24 25,81
Miring 1 1 1 1 4 4,30
Rusak banir 0 0,00
Total (jumlah pohon)
10 20 4 5 8 13 5 3 6 19 93 100
Dari Tabel 15 jumlah pohon yang rusak paling banyak terjadi di plot 2 dan 10
dengan total kerusakan masing-masing 20 pohon/plot dan 19 pohon/plot. Dilihat
dari jumlah pohon yang rusak pada setiap bentuk kerusakan maka bentuk rusak
tajuk dan patah batang adalah yang terbesar masing-masing 26 pohon dan 29
pohon yang rusak. Persentase bentuk kerusakan patah batang adalah 31,18%
sedangkan rusak tajuk adalah 27,96% dihitung dari perbandingan jumlah pohon
yang rusak pada setiap bentuk kerusakan dibagi total pohon yang rusak. Patah
batang lebih disebabkan oleh banyaknya liana yang saling melilit dan besarnya
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
47/66
hempasan ketika pohon selesai ditebang yang menimpa individu lainnya. Pada
penelitian Elias (2002) kerusakan terbesar terjadi pada bentuk rusak tajuk sebesar
49,45% dan patah batang kerusakan yang dialami sebanyak 23,08% dari total
pohon yang rusak. Berbeda dengan penelitian Matangaran (2003) kerusakan
terbesar terjadi pada bentuk kerusakan pecah batang 42,15% dan pohon roboh
28,47%. Untuk jenis kerusakan tajuk hanya 14,05%, rusak kulit 9,09%, dan rusak
banir 4,55%. Hasil penelitian Elias dan Matangaran dengan penelitian di PT. S3
berbeda karena kerapatan awal tegakan yang berbeda.
Tabel 16 Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap
plot akibat penebangan
JumlahPohon
yang
Ditebang
(pohon/ha)
∑ Pohon Sebelum Penebangan(pohon/ha)
Jumlah Pohon Rusak (pohon/ha) Kerusakan(%)
No
plot
20-29
(cm)
30-39
(cm)
40-49
(cm)
>50
(cm)
20-29
(cm)
30-39
(cm)
40-49
(cm)
>50
(cm)
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j)*
1 6 30 12 6 18 8 2 16,67
2 9 18 9 14 20 13 4 3 38,46
3 4 33 16 9 10 1 2 1 3,13
4 5 40 15 13 13 2 2 1 6,58
5 9 35 27 15 15 3 4 1 9,64
6 10 28 15 12 14 9 4 22,00
7 9 31 11 15 11 2 3 8,508 4 41 24 14 10 2 1 3,50
9 3 42 12 18 8 4 2 7,80
10 13 46 21 11 16 7 8 4 23,50
Total 72 344 162 127 135 51 32 10 0
Rata-
rata/plot
7,20 34,40 16,20 12,70 13,5 5 3,20 1 0 13,98
Persentase dari kerapatan awal/ha 14,80 19,75 7,80
Simpangan baku 8,24 5,94 3,40 3,84 3,96 1,99 1,41 11,21
*j = (f+g+h+i+j)/((b+c+d+e)-a)x100%
Kerusakan akibat penebangan menyebabkan distribusi kelas diameter
mengalami perubahan dibandingkan sebelum penebangan. Persentase pohon rusak
setelah penebangan pada kelas diameter 20-29 cm, 30-39 cm, 40-49 cm, lebih dari
50 cm masing-masing sebesar 14,83%, 19,75%, 7,87%, dan 0%. Kerusakan-
kerusakan tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Elias
(1998) yang menyatakan besarnya kerusakan pohon pada kelas diameter 21-30
cm, 31-40 cm, 41-50 cm masing- masing sebesar 4,77%, 1,31%, dan 0,44%
Tingginya tingkat kerusakan pada kelas diameter 20-29 cm di PT. S3 terjadi
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
48/66
karena sebaran jumlah individu dari semua kelas diameter tertinggi terdapat pada
kelas diameter tersebut sehingga memiliki peluang rusak lebih tinggi.
Besarnya kerusakan pada masing masing tingkat kerusakan dapat dilihat pada
Tabel 17.
Tabel 17 Persentase tingkat kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang
rusak akibat penebangan
Tingkat Kerusakan Jumlah Kerusakan(pohon)
Persentase Kerusakan*(%)
Berat1. Rusak tajuk > 50% 3
2. Luka batang > 1/2 d 1
3. Patah batang 29
4. Pecah batang 5
5. Roboh 246. Miring < 45 ° 17. Rusak banir > 1/2 d 0
Jumlah 63 (a) 67,74
Sedang
1. Rusak tajuk 30-50% 3
2. Luka batang 1/4-1/2 1
3. Rusak banir 1/3-1/2 0
4. Miring > 45° 3
Jumlah 7 (b) 7,53
Ringan
1. Rusak Tajuk < 30% 202. Luka Batang 3
3. Rusak Banir < ¼ 0
Jumlah 23 (c) 24,73
Jumlah total (a+b+c) 93 (d) 100,00keterangan: a+b+c= jumlah total pohon yang rusak (d)*dihitung dari jumlah jumlah pohon yang rusak pada setiap tingkat kerusakan dibagi (d)
Dari ketiga kelas tingkat kerusakan, nilai kerusakan terbesar terjadi pada
tingkat kerusakan berat dengan persentase 67,74% dari total kerusakan. Kemudian
kerusakan ringan dengan persentase 24,73%, dan kerusakan sedang sebesar
7,53%. Penelitian Matangaran (2003) menunjukkkan besarnya kerusakan pada
tingkat kerusakan berat sebanyak 72,31% dari kerapatan awal, kerusakan sedang
sebesar 14,05%, dan kerusakan ringan sebesar 13,64%. Jika dibandingkan oleh
penelitian yang dilakukan Elias (2003) tingkat kerusakan berat menempati nilai
terbesar yaitu 82,13% dari total kerusakan nilai ini berbeda dengan hasil yang di
dapat pada penelitian di PT. Salaki Summa Sejahtera, kerusakan sedang sebesar
13,29% sedangkan hasil penelitian menunjukkan 7,53%. Untuk tingkat kerusakan
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
49/66
ringan hasil yang didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Elias sangat kecil
yaitu sebesar 4,58% sedangkan di PT. S3 sebesar 24,7%, hal ini disebabkan
kerapatan awal hutan pada kedua lokasi berbeda.
5.2.2 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan
Penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kerusakan
tegakan tinggal. Berdasarkan hasil perhitungan, kerusakan tegakan tinggal di 10
plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Kerusakan akibat penyaradan
No plotKerapatan(pohon/ha)
Intensitas tebangan(pohon/ha)
Jumlah pohon rusak/ha Kerusakan(%)Penebangan
(pohon/ha)Penyaradan(pohon/ha)
(a) (b) (c) (d) e = d/(a-b)x100%
1 66 6 10 3 5,00
2 61 9 20 2 3,85
3 68 4 4 8 12,50
4 81 5 5 3 3,95
5 92 9 8 13 15,66
6 69 10 13 12 20,34
7 68 9 5 7 11,86
8 89 4 3 6 7,06
9 80 3 6 4 5,19
10 94 13 19 14 17,29
Rata-rata 76,80 7,20 9,30 7,20 10,27
Simpangan baku 3,26 6,15 4,4 6,08
Persen kerusakan terbesar adalah pada plot 6 dengan persentase sebesar
20,34% atau jumlah pohon yang rusak sebanyak 12 pohon dengan intensitas
tebang 10 pohon/ha. Pada plot 2 dan plot 5 meskipun sama untuk intensitas
tebang tetapi kerusakan yang terjadi lebih besar pada plot 5. Hal ini disebabkan
oleh kerapatan pohon yang ada di plot 5 lebih besar yaitu 92 pohon/ha sedangkan
di plot 2 sebanyak 61 pohon/ha sehingga pada proses penyaradannya lebih banyak
pohon yang tergusur.
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
50/66
5.2.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan
penyaradan
Besarnya kerusakan secara total yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan
dan penyaradan disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Kerusakan setelah penebangan dan penyaradan
Plot
Jumlah
pohon
sebelum
pemanenan/
ha
(pohon/ha)
Jumlah
pohon yang
ditebang/ha
(pohon/ha)
Jumlah pohon yang
rusak/ha
Kerusakan (%)
Penebangan
(pohon/ha)
Penyaradan
(pohon/ha)
Penebangan Penyaradan Total
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)e = c/(a-b)x100% f = d/(a-b)x100% g=e+f
1 66 6 10 3 16,67 5,00 21,67
2 61 9 20 2 38,46 3,85 42,31
3 68 4 4 8 3,13 12,50 15,63
4 81 5 5 3 6,58 3,95 10,53
5 92 9 8 13 9,64 15,66 25,30
6 69 10 13 12 22,00 20,34 42,34
7 68 9 5 7 8,50 11,86 20,36
8 89 4 3 6 3,50 7,06 10,56
9 80 3 6 4 7,80 5,19 12,99
10 94 13 19 14 23,5 17,29 40,79
Rata
-rata76,80 7,20 9,30 7,20 13,98 10,27 24,25
Simpangan baku 3,26 6,15 4,40 11,21 6,08 13,03
Dari hasil penghitungan dengan sumber data di lapangan didapatkan hasil
akhir tegakan sisa terkecil terdapat pada plot 2 sebanyak 30 phon/ha, sedangkan
tegakan sisa terbesar terdapat pada plot 8 sebanyak 76 pohon/ha. Hal ini
disebabkan oleh nilai kerapatan yang berbeda. Kerusakan total terbesar setelah
penebangan dan penyaradan yaitu terjadi pada plot 6 dengan nilai kerusakan
sebesar 42,34%. Rata-rata kerusakan tegakan akibat penebangan dan penyaradan
sebesar 24,25% atau sebanyak 18,62 pohon/ha. Kerusakan ini terjadi pada sistem
pemanenan di TPTI jika dibandingkan dengan sistem pemanenan RITH ( Reduce
Impact of Timber harvesting ) yang penelitiannya dilakukan oleh Muhdi pada
tahun 2006 di areal HPH PT. Sukma Jaya makmur, Kalimantan Barat
menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu sebesar 19,53 %. Hasil penelitian
Suhartana (1993) persentase kerusakan akibat penebangan sebesar 4,59%, dengan
jumlah pohon setelah penebangan rata-rata sebanyak 71,3/ha. Pada penelitian
Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan rata-rata besarnya kerusakan tegakan
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
51/66
tinggal akibat penebangan 11,50% (16 pohon/ha) dan akibat penyaradan 15,40%
(20 pohon/ha) atau kerusakan total sebesar 26,90%.
Luas bidang dasar setiap plot pada keadaan awal sebelum dan setelah
pemanenan dapat dilihat dalam Tabel 20.
Tabel 20 Luas bidang dasar (LBDS) pohon diameter lebih dari 20 cm sebelum
dan setelah kegiatan penebangan dan penyaradan
No plot
LBDS (m2/ha)
Sebelum
Pemanenan
Pemanenan Rusak Setelah Pemanenan
1. 15,69 3,44 0,69 11,56
2. 13,52 6,57 1,42 5,53
3. 7,03 2,33 1,09 3,61
4. 10,38 2,88 0,63 6,87
5. 13,84 6,47 1,57 5,80
6. 12,23 7,13 1,57 3,53
7. 11,57 6,41 0,87 4,29
8. 9,87 2,15 0,63 7,09
9. 8,57 1,73 0,61 6,23
10. 16,26 10,03 2,51 3,72
Rata-rata 11,90 4,91 1,15 5,83
Simpangan
baku3,00 2,77 0,61 2,42
Dari Tabel di atas besarnya LBDS rata-rata per plot sebelum penebangan dan
penyaradan yaitu, 11,90 m2 yang hilang akibat kegiatan pemanenan sebesar 6,06
m2. Menurut Elias (1993) besarnya kerusakan yang disarankan yaitu jika berada
pada batas maksimal 25%. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan jumlah
intensitas tebang maksimum PT. S3 (Tabel 21).
Tabel 21 Rekapitulasi intensitas tebang dengan kerusakan
Intensitas tebang (pohon/Ha) Kerusakan (%)
3
4*
5
6
9*
10
13
12,99
13,09
10,53
21,67
29,32
42,34
40,79
*keterangan : diambil rata-rata dari intensitas tebang yang sama
Pada Tabel 21 diatas dapat dilihat besarnya kerusakan pada intensitas tebang 6
pohon/ha sebesar 21,67% jika dibandingkan dengan penelitian Elias (2002a)
-
8/16/2019 skripsi tentang Sss
52/66
persentase ini lebih besar. Perbedaan ini terjadi karena kerapatan awal tegakan
sebelum penebangan berbeda. Hasil penelitian Elias (2002a) menunjukkan
besarnya kerusakan 21,13%. Hasil penelitian di PT. S3 pada intensitas tebang 9
pohon/ha kerusakan menjadi 29,32%. Hal ini menunjukkan bahwa pada intensitas
tebang 9 pohon/ha akan menimbulkan kerusakan yang besar. Persentase
kerusakan yang melebihi > 25% tidak diinginkan (Elias 1993), maka batas
penebangan yang disarankan untuk PT. S3, yaitu pada intensitas tebang
maksimum 6 pohon/ha.
5.2.4 Hubungan antara kelerengan, intensitas tebang dan kerapatan tegakan
terhadap kerusakan tegakan tinggal
Faktor yang mempengaruhi kerusakan yaitu jumlah pohon yang ditebang,
kelerengan dan kerapatan tegakan. Semakin tinggi jumlah pohon yang ditebang
dalam setiap plot tebangan, kelerengan dan kerapatan tegakan semakin besar nilai
kerusakannya. Hasil pengukuran besarnya kerusakan tegakan tinggal, kelerengan,
intensitas tebang dan kerapatan tegakan awal disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Besarnya kerusakan tegakan tinggal, kelerengan, intensitas tebang, dan
kerapatan tegakan
No PlotKelerengan
(%)Intensitas (pohon/ha)
Kerapatan Awal(pohon/ha)
Kerusakan (%)
1 28 6 66 21,67
2 50 9 61 42,31