skripsiku akhir(2)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menyikapi era globalisasi, Pemerintah Republik
Indonesia telah melakukan berbagai langkah konkrit guna melaksanakan
reformasi disegala bidang, salah satu tandanya dengan dikeluarkannya UU No.
22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakan
dengan UU No.32 dan 33 tahun 2004. Khususnya mengenai reformasi bidang
pendidikan, pemerintah telah berusaha untuk menjabarkan desentralisasi
pendidikan di daerah-daerah seperti yang tercantum dalam pasal 7 Undang-
Undang No. 22 tahun 1999. Dari mulai tingkatan pendidikan dasar dan
menengah yang diatur sepenuhnya oleh pemerintah daerah sampai pendidikan
tinggi yang diberi kewenangan mengelola institusinya dalam bentuk Badan
Hukum Milik Negara (BHMN). Dalam PP No.153 tahun 2000 dijelaskan
pengelolaan Perguruan Tinggi BHMN tersebut meliputi sumber daya,
kerjasama dan keuangan sepenuhnya diserahkan ke perguruan tinggi
bersangkutan (http://www.ugm.ac.id/workshop, 07 Juli 2004).
Undang-undang otonomi daerah tersebut memberi wewenang kepada
perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan untuk melakukan otonomi dalam
pengembangan institusinya. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah
menindaklanjuti reformasi pendidikan tersebut dengan mengeluarkan UU
1
Sisdiknas (UU No.20 Tahun 2003). Semangat otonomi dari peraturan tersebut
menegaskan bahwa perguruan tinggi diberi keleluasaan untuk
mengembangkan segala potensinya dengan mengadakan kerjasama akademik
dan non akademik dengan lembaga atau badan di dalam maupun di luar negeri
tanpa terkait secara langsung ataupun tidak langsung dengan pemerintah
pusat. Kerjasama yang dikembangkan tentunya tidak hanya bertaraf lokal saja
melainkan sampai melakukan kerjasama luar negeri (internasional).
Sebenarnya dalam peraturan terdahulu, terutama dalam pasal 122
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi
disebutkan bahwa perguruan tinggi dapat melaksanakan kerjasama dengan
perguruan tinggi lain dan atau lembaga lain baik di dalam maupun di luar
negeri dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di
perguruan tinggi yang bersangkutan. Selengkapnya untuk kerjasama luar
negeri diatur kemudian dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0109/U/1992 serta petunjuk pelaksanaannya yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No.
72/Dikti/Kep/1992. Kedua peraturan tersebut memberikan kemudahan secara
teknis dan yuridis kepada institusi pendidikan tinggi untuk mengadakan
kerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri dengan
memanfaatkan semua potensi yang ada dalam menjalin kerjasama. Namun
karena semangat sentralisasi dalam segala bidang termasuk dalam pendidikan
pada saat itu masih kuat maka pengembangan kerjasama luar negeri perguruan
tinggi masih stagnan dan diatur sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Saat ini,
2
setelah reformasi digulirkan peluang tersebut sangat terbuka, namun pada
realitanya peluang menjalin kerjasama tentunya tidak tercipta begitu saja,
melainkan harus memiliki metode dan strategi tertentu yang memerlukan
perencanaan matang, koordinasi dan relasi yang baik. Selanjutnya agar tujuan
peningkatan kualitas pendidikan melalui kerjasama luar negeri di atas tercapai
maka harus mengacu pada kaidah yang tepat yaitu berdasarkan kaidah hukum
internasional.
Sebagai contoh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang sudah
menerapkan pola kerjasama berdasarkan standar kaidah hukum internasional
adalah Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, yang sampai akhir tahun
2002 tercatat 14 kerjasama dengan perguruan tinggi di Eropa, 8 perguruan
tinggi di Asia dan 9 perguruan tinggi di Australia yang hampir semuanya
dilaksanakan berdasarkan perjanjian secara tertulis melalui Memorandum of
Understanding (MOU) (http://www.undip.ac.id/kerjasama.htm, tanggal 13
September 2004). Selain itu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) seluruh Indonesia
sudah sejak lama menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan di luar
negeri. Berdasarkan rekapitulasi jumlah kerjasama luar negeri perguruan
tinggi swasta di Indonesia periode tahun 1998-2000 saja tercatat 311
kerjasama untuk 17 kopertis wilayah dan untuk kopertis wilayah V (D.I.
Yogyakarta) terdapat 30 kerjasama yang terlaksana dengan berlandaskan
MOU ( http://www.dikti.org/pts1998-2000, 24 Agustus 2004).
Kalau melihat contoh pelaksanaan kerjasama internasional di atas,
kemudian timbul pertanyaan mengapa setiap perjanjian internasional harus
3
berdasarkan pada bukti tertulis melalui Memorandum of Understanding
(MOU) atau Nota Kesepakatan, jawabannya karena MOU merupakan dan
termasuk suatu perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak yang berkepentingan
(Mulyadi, SH. LLM dalam http//.www.hukum-online.com/wawancara,
tanggal 28 September 2004) dan menurut Mohd.Burhan Tsani (1990:67)
dalam pergaulan internasional MOU adalah instrumen penting untuk
mendapatkan pengakuan umum anggota masyarakat bangsa-bangsa. Oleh
karenanya suatu MOU yang dibuat antara 2 (dua) belah pihak akan mengikat
kedua belah pihak tersebut. Kedua belah pihak tersebut sedemikian rupa
harus mematuhi seluruh ketentuan-ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam
klausula-klausula yang terdapat dalam MOU. Lebih lanjut manfaat kerjasama
luar negeri dengan berlandaskan MOU setidaknya dapat dirasakan oleh
Universitas Islam Indonesia (UII) dikala pelaksanaan MOU itu mandeg atau
dengan istilah “MOU macan kertas” artinya kesepakatan mati bisa
dibangkitkan dan ditelusuri secara hukum supaya hidup kembali. Seperti yang
diungkapkan oleh Ir. Wiryono Rahardjo M.Arch PR IV UII dalam UII News,
Edisi 10 Tahun I, tanggal 17 Februari 2004.
Secara formal, peraturan terbaru mengenai pelaksanaan kerjasama atau
hubungan luar negeri diatur dengan UU No. 37 tahun 1999 tentang hubungan
luar negeri, secara tersirat dalam peraturan tersebut perguruan tinggi sebagai
institusi dan lembaga hukum di bawah Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) memiliki kecakapan hukum sebagai subjek hukum internasional
untuk mengadakan hubungan luar negeri dan sekaligus mengadakan perjanjian
4
internasional sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 1 dan 3 sebagai
berikut : dalam ayat 1 yang dimaksud dengan hubungan luar negeri adalah
setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang
dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-
lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.
Selanjutnya dalam ayat 3 menyatakan, perguruan tinggi dapat mengadakan
perjanjian internasional dengan mengacu pada maksud perjanjian dalam
bentuk dan sebutan apa pun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat
secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih
negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta
menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang
bersifat hukum publik.
Dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional pasal 5
ayat 1 disebutkan bahwa lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik
departemen maupun non-departemen di tingkat pusat dan daerah yang
mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional terlebih dahulu
melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan
menteri.
Kedua undang-undang di atas selanjutnya akan mendasari pelaksanaan
kerjasama luar negeri setiap insititusi atau lembaga baik secara administrasi
maupun legalitas berdasarkan hukum internasional yaitu pemberian hak dan
5
kewajiban dalam hal ini kepada perguruan tinggi untuk melaksanakan
kerjasama dan hubungan luar negeri.
Menurut biro kerjasama luar negeri departemen pendidikan nasional
dalam portal resmi Depdiknas (http//.www.depdiknas.go.id/info, tanggal 22
Oktober 2004) dalam kolom informasi mengenai tata cara melakukan
perjanjian internasional di lingkungan departemen pendidikan nasional
setidaknya ada 15 bentuk kerjasama luar negeri yang bisa dituangkan dalam
bentuk perjanjian internasional, yaitu :
1. Traktat (treaty)
2. Konvensi (convention)
3. Persetujuan (agreement)
4. Memorandum saling pengertian /MOU (Memorandum of Understanding)
5. Protokol (protocol)
6. Piagam (charter)
7. Deklarasi (declaration)
8. Final Act
9. Kesepakatan (arrangement)
10. Pertukaran Nota (exchange of notes)
11. Risalah yang disepakati (agreed minutes)
12. Summary Record
13. Process Verbal
14. Modus Vivendi
15. Letter of intent
6
Pada umumnya bentuk perjanjian internasional menunjukkan bahwa
materi yang diatur oleh perjanjian tersebut mewakili bobot kerjasama yang
berbeda tingkatannya. Namun secara hukum perbedaan tersebut tidak
mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam suatu
perjanjian internasional. Penggunaan suatu bentuk tertentu bagi perjanjian
internasional pada dasarnya hanya menunjukkan keinginan dan maksud para
pihak terkait serta dampak politiknya bagi para pihak tersebut. Sebagaimana
secara umum sudah dipahami, bahwa setiap perjanjian melahirkan hubungan
hukum berupa hak-hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat pada
perjanjian, dari semenjak perundingan untuk merumuskan perjanjian,
pemberlakuan, pelaksanaan dan segala permasalahan yang timbul serta
pengakhiran berlakunya perjanjian, seluruhnya tunduk pada hukum
internasional maupun hukum perjanjian internasional, sebagaimana yang
diungkapkan oleh I Wayan Parthiana (2002:17).
Namun perlu diketahui, bentuk perjanjian bagaimana yang melahirkan
hubungan hukum berupa hak-hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat
pada perjanjian dan adakah akibat hukumnya bagi suatu perjanjian hubungan
luar negeri yang tidak termasuk dalam 15 bentuk perjanjian di atas. Dalam arti
adakah perbedaan kekuatan hukum suatu perjanjian secara tertulis dengan
perjanjian tidak tertulis. Pada umumnya perjanjian internasional digolongkan
dalam dua bentuk. Pertama, perjanjian internasional tidak tertulis, maksudnya
suatu perjanjian itu terbentuk berdasarkan suatu kebiasaan internasional
(sopan santun internasional) dimana perjanjian itu muncul manakala dua
7
pemimpin negara atau dua pihak yang mewakili lembaga dari suatu negara
yang berkumpul dalam suatu forum resmi atau setengah resmi dan terjadi
percakapan timbal balik seolah-olah berjanji kepada pihak yang diajak bicara
dan bagi negara yang diajak bicara terhadap manapun ucapan atau perilaku itu
ditujukan, dapat memandangnya sebagai janji atau kesediaan negara yang
diwakilinya. Apalagi kalau ucapan itu diucapkan secara berkali-kali (Syahmin
AK,1985: 71-73). Kedua, perjanjian internasional tertulis, yaitu suatu
perwujudan kata sepakat yang otentik dan mengikat para pihak. Kata sepakat
itu dirumuskan dalam bahasa dan tulisan yang dipahami dan disepakati para
pihak yang bersangkutan (I Wayan Parthiana, 2002:27).
Dari kedua bentuk perjanjian di atas baik perjanjian tidak tertulis
maupun perjanjian tertulis sama-sama memiliki akibat hukum tertentu tetapi
lebih lanjut menurut I Wayan Parthiana, perjanjian internasional dengan
bentuk tertulis menjamin adanya ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum
bagi para pihak maupun bagi pihak ketiga yang mungkin suatu waktu
tersangkut pada perjanjian tersebut. Sedangkan perjanjian internasional dalam
bentuk tidak tertulis dalam praktek hubungan antar negara harus memiliki
unsur-unsur tertentu supaya memenuhi kriteria hukum internasional. Selain itu
tidak semua perjanjian internasional dalam bentuk tidak tertulis dapat
dipandang sah sebagai suatu janji kepada pihak lain. Jadi terdapat perbedaan
yang signifikan secara kualitas yuridis (keterikatan pada hukum) suatu
hubungan luar negeri dalam bentuk perjanjian kerjasama secara tertulis dan
bentuk perjanjian kerjasama secara tidak tertulis.
8
Selanjutnya, lahirnya hubungan hukum berupa hak-hak dan kewajiban
bagi para pihak yang terikat pada perjanjian menandakan betapa pentingnya
suatu kerjasama luar negeri yang berdasarkan kaidah hukum internasional.
Dan pelaksanaan kerjasama luar negeri yang berbentuk tertulis atau tidak
tertulis inilah yang menarik perhatian untuk diteliti di Universitas Negeri
Yogyakarta, karena Universitas Negeri Yogyakarta sebagai institusi
pendidikan tinggi negeri yang memiliki kewenangan dan otonomi untuk
melaksanakan hubungan atau kerjasama luar negeri sebagaimana telah
dijelaskan dalam peraturan di atas belum memanfaatkan secara maksimal
kekuatan hukum dari MOU secara yuridis dalam melaksanakan kerjasama luar
negerinya, selain itu kurangnya upaya peningkatan jumlah kerjasama dan
berbagai kendala yang dihadapi Universitas Negeri Yogyakarta menyebabkan
secara kualitas dan kuantitas kerjasama belum signifikan dirasakan.
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 003/O/2001 tentang Statuta Universitas Negeri Yogyakarta, BAB XV
tentang Kerjasama, pasal 83 menyatakan :
(1). Untuk melaksanakan kegiatan akademik, Universitas Negeri Yogyakarta
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dari dalam dan luar negeri.
(2). Kerjasama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kerjasama dalam pelaksanaan dan atau pengembangan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam pengertian luas.
Berlandaskan statuta tersebut sebenarnya banyak yang bisa dilakukan
Universitas Negeri Yogyakarta dalam upayanya meningkatkan kualitas dan
9
kuantitas pelaksanaan kerjasama luar negerinya. Sebagai pedoman yuridis
pengembangan universitas, secara umum statuta tersebut bisa dijadikan modal
penanganan secara professional serta pemahaman dari pelaku kerjasama
mengenai kemampuan strategi dan tools yang dibutuhkan untuk kerjasama
yang akan dilaksanakan baik dari aspek teknis maupun hukum (lampiran
Pidato Rektor UNY, pada Dies Natalis ke XXXVII, 21 Mei 2001).
Sebagai gambaran disajikan daftar mitra kerjasama Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah dan sedang menjalin kerjasama mulai tahun 1993-2004
sebagaimana tercantum dalam tabel 1 berikut ini.
10
Tabel 1. Daftar Mitra Kerjasama Luar Negeri Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 1993-2004No Nama Mitra Macam Naskah Dan Waktu Tanda
TanganKomponen Kerjasama Bidang Ilmu
MOU Tanpa MOU1 Deakin University
AustraliaTanpa MOUTahun 1993
Pertukaran Informasi Penelitian, Informasi, Staf dan Mahasiswa
Bahasa Asing (Inggris dan Indonesia)
2 University of Western Sydney (UWS) Australia
Tanpa MOU25 November 1996
Pertukaran di beberapa bidang akademis: research, pengajaran, science, Teknologi dan Informasi
Historical Courses Program
Seminar dan Workshop Olahraga
Pertukaran Staf Kerajinan dan Seni
3 Charles Sturt Univesity (CSU)Australia
Tanpa MOU05 Januari1998
Pelatihan, pertukaran bahan penelitian, staf dan mahasiswa
Pertukaran bahasa dan budaya
Pertukaran dosen dam mahasiswa
4 La-Trobe UniversityAustralia
Tanpa MOUJanuari 1995
Pertukaran Informasi disemua bidang akademis: research, pengajaran, science, Teknologi dan Informasi
Semua bidang
5 AMESAustralia
Tanpa MOUTahun 1996
Pelatihan, pertukaran bahan penelitian, staf dan mahasiswa
Semua bidang
6 University of NewcastleAustralia
Tanpa MOUTahun 2001
Pelatihan, pertukaran bahan penelitian, staf dan mahasiswa
Semua bidang
7 The University of Profesional Education of UtrechBelanda
MOUTanggal 21 Juni 2002
Pelatihan, pertukaran bahan penelitian, staf dan mahasiswa
Semua bidang
8 Sun Moon UniversityKorea Selatan
MOUTanggal 25 Februari 2002
Pelatihan, pertukaran bahan penelitian, staf dan mahasiswa
Semua bidang
9 Hogskolan I BorasSwedia
MOUTanggal 2 Juni 2002
Pelatihan, pertukaran bahan penelitian, staf dan mahasiswa
Semua bidang
10 Osaka Sangyo UniversityJepang
Tanpa MOUTanggal 24 Februari 2003
Semua bidang
11 Deutscher Akademischer Austauch-Dienst (DAAD)
Tanpa MOU Tahun 2003
Pertukaran Pengajar Bahasa Jerman dan Beasiswa
12 Sun Moon UniversityKorea Selatan Dan Asian University Federation
Tindaklanjut MOU 2003-2004
Beasiswa dari AUF untuk belajar di SMU
Bahasa Korea
13 Australia Consortium for In-Country Indonesia Studies Australia
Tindak lanjut kerjasama,Tanpa MOU Tahun 2004
Pertukaran Pelajar Fotografi, tari, lingkungan, musik dan pengajaran bahasa Indonesia untuk orang asing
14 European Union Tanpa MOU Tahun 2004
Pengiriman/pertukaram informasi
Pengiriman buku, leafleat, dan kaset video tentang Negara-negara UE dan tawaran grant
15 Japan International Corporation Agency (JICA)
MOU Tindak lanjut MOU dengan FMIPA
Peningkatan mutu pengajaran matematika dan sains
Hibah peralatan laboratotium, pelatihan dan buku-buku.
Sumber : Laporan Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri tahun 2003-2004, Kantor kerjasama Humas dan Protokol Universitas Negeri Yogyakarta.
11
Berdasarkan data di atas, nampak secara kuantitas sedikit sekali jumlah
kerjasama yang dilakukan Univesitas Negeri Yogyakarta dengan pihak luar
negeri. Kemudian dari kualitas kerjasama yaitu macam naskah kerjasama
yang dilakukan terutama untuk penggunaan naskah kerjasama secara tertulis
(berbentuk MOU) dalam menjalin kerjasama, nampak hanya empat MOU dari
lima belas kerjasama yang pernah dan sedang dijalin. Dengan demikian sudah
menjadi tugas bagi Universitas Negeri Yogyakarta melalui Kantor Kerjasama,
Humas dan Protokol untuk lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas
kerjasama dengan pihak luar negeri, sehingga terjalin kerjasama yang saling
menguntungkan untuk kemajuan Universitas Negeri Yogyakarta dalam segala
aspek pengembangan dan pembangunan yang dibutuhkan.
12
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas dan kuantitas pelaksanaan kerjasama yang dilakukan
Universitas Negeri Yogyakarta dalam upaya meningkatkan jalinan
kerjasama luar negeri?
2. Hambatan apakah yang dihadapi Universitas Negeri Yogyakarta dalam
upaya menjalin pelaksanaan kerjasama luar negeri?
3. Upaya apa yang telah dan akan di lakukan oleh Universitas Negeri
Yogyakarta untuk mengatasi hambatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Ada hal-hal yang ingin diketahui dalam penelitian yang menjadi tujuan
dari penelitian, antara lain :
1. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pelaksanaan kerjasama luar
negeri yang dilakukan Universitas Negeri Yogyakarta dalam upaya
menjalin kerjasama luar negeri.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi Universitas Negeri
Yogyakarta dalam upaya menjalin pelaksanaan kerjasama luar negeri.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Universitas Negeri Yogyakarta
dalam mengatasi hambatan tersebut.
13
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dicapai melalui kegiatan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Hukum Internasional,
Hukum perjanjian internasional dan Hukum Administrasi Negara. Selain
itu juga dapat dijadikan rujukan bagi penelitian sejenis yang akan
dilakukan selanjutnya.
2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan pertimbangan bagi pengambil keputusan di Universitas
Negeri Yogyakarta dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas
kerjasama luar negeri yang sedang dan akan dilakukan.
E. Batasan Pengertian
Batasan pengertian dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang maksud dari judul untuk menghindari kesalahpahaman terhadap
masalah yang akan diteliti, untuk itu perlu diberikan batasan pengertian
sebagai berikut:
1. Tinjauan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud tinjauan adalah
mempelajari dengan cermat; memeriksa untuk memahami sesuatu hal.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (1995:897)
adalah kegiatan melakukan sesuatu hal atau usaha melakukan sesuatu.
14
3. Kerjasama Luar Negeri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kerjasama artinya kegiatan
atau usaha yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk mencapai tujuan
bersama. Jadi dalam hal ini yang dimaksud pelaksanaan kerjasama luar
negeri adalah kegiatan atau usaha yang dilaksanakan oleh Universitas
Negeri Yogyakarta dengan pihak luar negeri untuk mencapai tujuan
bersama.
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian, Tugas dan Fungsi Perguruan Tinggi
1. Pengertian Perguruan Tinggi
Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 19 ayat 1 :
“yang dimaksud perguruan tinggi adalah merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi ”.
Selain itu perguruan tinggi juga mempunyai pengertian pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur
pendidikan sekolah. Perguruan Tinggi di sini adalah tingkatan universitas
yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu (H.
Basir Barthos,1992:25).
2. Tugas Perguruan Tinggi
Menurut Cony R. Semiawan (1998:12) secara umum tugas
penyelenggaraan pendidikan tinggi saat ini bertambah berat karena
paradigma baru seperti akuntabilitas, kualitas pendidikan, otonomi dan
evaluasi diri pendidikan tinggi dipersyaratkan oleh masa depan yang
menuntut aktualisasi keunggulan kemampuan manusia secara optimal,
yang sementara ini masih “tersembunyi” dalam diri (hidden excellence in
personhood). Prinsip-prinsip sebagaimana tersebut di atas dihadang oleh
berbagai masalah krusial dalam strategi pengembangannya. Peradaban
16
baru yang dijanjikan oleh abad baru ke 21 menuntut perguruan tinggi
untuk mampu menciptakan lulusan perguruan tinggi untuk berkinerja,
sehingga dapat bertahan (survive) dan berkembang mencapai aktualisasi
keunggulan secara optimal. Namun pada dasarnya strategi dalam mencapai
cita-cita tersebut banyak ditentukan oleh visi dan kebijaksanaan (policy)
pengambil keputusan dalam proses pengembangan pendidikan tinggi di
perguruan tinggi bersangkutan (pimpinan perguruan tinggi).
Secara khusus tugas perguruan tinggi dapat kita lihat dalam PP No.
30 tahun 1990 tentang Perguruan Tinggi. Dalam ketentuan umum, Pasal 1
ayat 2 :
“Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi”.
Selanjutnya dalam mukadimah Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 603/O/2001 dinyatakan tugas perguruan tinggi adalah :
“…… berperan aktif dalam perbaikan dan pengembangan kualitas kehidupan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pengembangan pengertian dan kerjasama internasional untuk mencapai kedamaian dunia dan kesejahteraan lahir batin umat manusia berkelanjutan…”.
Di situ dijelaskan bahwa selain diberi tugas untuk
menyelenggarakan pendidikan tinggi, perguruan tinggi juga mengemban
tugas pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia,
pengembangan kerjasama internasional, kedamaian dunia dan
kesejahteraan lahir batin umat manusia.
3. Fungsi Perguruan Tinggi
17
Selanjutnya menurut Conny R. Semiawan (1998:33) pendidikan
tinggi antara lain berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
manusia yang memiliki perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang
berlaku sehingga mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri
sesuai tata cara hidup bangsa. Dalam penelitian ini, peneliti ingin
menyoroti wewenang para pengambil kebijakan di perguruan tinggi yang
berkaitan langsung dalam kewenangannya menentukan kebijakan
kerjasama luar negeri disatuan pendidikan perguruan tinggi untuk menguji
sejauh mana peran pengambil kebijakan di Perguruan Tinggi dalam upaya
peningkatan kerjasama luar negeri. Mengenai kewenangan penentuan
kebijakan ini, PP No.30 tahun 1990 Bab I Pasal 1 ayat 8 tentang ketentuan
umum mengatur sebagai berikut :
“Perangkat kewenangan tertinggi dalam penentuan kebijakan adalah pimpinan perguruan tinggi sebagaimana ditetapkan di perguruan tinggi masing-masing”.
Para pimpinan perguruan tinggi dengan wewenangnya bertugas
untuk mengembangkan perguruan tinggi-nya ke luar dan ke dalam
berdasarkan pedoman tertentu yang disebut statuta, yang termaktub dalam
Bab I Pasal 1 ayat 7 tentang aturan umum perguruan tinggi yang berbunyi:
“Statuta adalah suatu pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan yang dipakai sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan penyelenggaraan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan, berisi dasar yang dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum, peraturan akademik dan prosedur operasional yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan”.
18
Statuta tersebutlah yang menjadi pedoman dan barometer
keberhasilan dan kemajuan pengembangan perguruan tinggi dari salah satu
upaya ke arah pengembangannya melalui kerjasama luar negeri. Hal ini
bukan tidak berdasarkan alasan yang jelas melainkan sudah dirasakan
menjadi keperluan mendesak. Sebagaimana Asosiasi Perguruan Tinggi
Agama Islam (APTAIS) mengemukakan bahwa pembukaan kerjasama
luar negeri adalah langkah strategis meningkatkan kualitas PTAIS (Swara
Dipertais, No.14 Th.II, 31 Agustus 2004).
B. Tinjauan Umum Hukum Internasional
1. Pengertian Hukum Internasional
Berbicara tentang hukum internasional maka akan dihadapkan pada
dinamika hukum internasional itu sendiri yang terus berkembang sesuai
dengan perubahan jaman baik dari segi subjek maupun isinya. Hal tersebut
setidaknya dapat kita lihat dari berbagai macam pendapat para ahli Hukum
Internasional dalam mendefinisikannya.
Banyak para ahli hukum memberikan definisi hukum internasional,
diantaranya adalah Rebbeca M. Wallace (1986:1) mengemukakan bahwa:
“Hukum internasional adalah peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional.”
Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes (2003:4)
memberikan definisi sebagai berikut:
“Hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara
19
antara: (1) Negara dengan Negara (2) Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.”
Pendapat lain datang dari J.G. Starke (1992:15) yang
mendefinisikan Hukum Internasional sebagai berikut:
“Hukum internasional sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain”.
Berdasarkan pengertian hukum internasional dari beberapa pakar
hukum internasional di atas, dapat terlihat gambaran umum tentang isi dan
ruang lingkup hukum internasional. Di dalamnya terkandung unsur, subjek
atau pelaku-pelaku yang berperan, hubungan-hubungan hukum antara
subjek serta kaidah-kaidah maupun prinsip-prinsip hukum yang lahir dari
hubungan antar subjek tersebut yang keseluruhannya itu merupakan suatu
kesatuan yang saling terjalin satu dengan yang lainnya (I Wayan Parthiana,
1990:4).
2. Subjek Hukum Internasional
a. Subjek Hukum Internasional Umum
Menurut I Wayan Parthiana (1990:58) subjek hukum pada
umumnya diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban menurut hukum.
Dengan kemampuan sebagai pemegang hak dan kewajiban tersebut,
berarti adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan hukum yang
melahirkan hak-hak dan kewajiban. Secara umum yang dipandang sebagai
subjek hukum adalah : (a) individu atau orang perorangan atau disebut
20
pribadi alam dan (b) badan atau lembaga yang sengaja didirikan untuk
suatu maksud dan tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan coraknya
yang sedemikian rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek
hukum. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa subjek hukum
internasional adalah pemegang atau pendukung hak dan kewajiban
menurut hukum internasional; dan setiap pemegang atau pendukung hak
dan kewajiban menurut hukum internasional adalah subjek hukum
internasional.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh F. Sugeng Istanto (1998:17)
yang mengatakan bahwa yang dianggap sebagai subjek hukum bagi
hukum internasional adalah negara, organisasi internasional dan individu.
Subjek hukum tersebut masing-masing mempunyai hak dan kewajiban
sendiri yang berbeda satu sama lain.
b. Subjek Hukum Internasional Khusus
Yang dimaksud subjek hukum internasional khusus menurut I
Wayan Parthiana (1990:58) adalah pribadi hukum atau badan-badan
hukum dalam sistem hukum nasional dari pelbagai negara seperti
perseroan terbatas, lembaga hukum adat dan lain-lainnya. Pribadi
hukum/badan hukum tersebut lazim dipandang sebagai subjek hukum
internasional tetapi juga bisa berkedudukan sebagai subjek hukum
nasional.
Berpegang pada pengertian subjek hukum internasional pada
umumnya dan subjek hukum internasional pada khususnya di atas maka
21
secara mudah dapat dirumuskan apa yang dimaksud dengan subjek hukum
internasional. Subjek hukum internasional adalah pemegang dan
pendukung hak dan kewajiban hukum internasional. Dengan perkataan
lain, setiap pendukung atau pemegang hak dan kewajiban internasional
(termasuk di dalamnya pribadi hukum dan badan hukum nasional) adalah
subjek hukum internasional. Kemudian siapa saja yang diakui sebagai
subjek hukum internasional. Ada beberapa pendapat pakar hukum
internasional di bawah ini:
a. Menurut Mochtar kusumaatmadja, subjek hukum
internasional ada 6 :
1. Negara2. Tahta Suci3. Palang Merah Internasional4. Organisasi Internasional5. Orang perorangan (individu)6. Pemberontak dan pihak dalam sengketa
(Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, 2002: 98-110)
b. Menurut I Wayan Parthiana, subjek hukum internasional ada 8 :1. Negara2. Organisasi internasional3. Palang Merah Internasional4. Tahta suci atau Vatikan5. Organisasi pembebasan atau bangsa-bangsa yang sedang
memperjuangkan hak-haknya.6. Wilayah-wilayah perwalian7. Kaum beligerensi8. Individu
( I Wayan Parthiana, 1990:59)
c. Menurut J.G Starke, subjek hukum internasioal ada 5 :
1. Lembaga-lembaga dan organisasi internasional2. Negara3. Individu-individu
22
4. Bagian-bagian dari negara, wilaya-wilayah yang belum merdeka, protektorat-protektorat dan wilayah-wilayah yang dimasukan ke dalam lingkup beberapa konvensi.
5. Para pemberontak (belligerent)( J.G Starke, 1992: 77)
d. Lain hal menurut Rebecca M. Wallace yang menyebut subjek hukum
internasioal dengan istilah Kepribadian Internasional, menurutnya
subjek hukum internasional ada 4 :
1. Negara-negara2. Organisasi organisasi internasional3. Individu4. Kesatuan lain anomali-anomali (Tahta Suci). ( Rebecca M. Wallace, 1986: 62)
Perbedaan jumlah subjek hukum internasional yang dikemukan
para pakar hukum internasional di atas menandakan bahwa hukum dan
subjek hukum internasional senantiasa berubah secara dinamis dan sudah
merupakan fakta yang tidak dapat disangkal lagi.
Fakta yang menunjukkan perubahan jumlah subjek hukum
internasional tersebut diakibatkan oleh meningkatnya hubungan-hubungan
internasional yang pada perkembangannya menempatkan badan-badan
hukum dalam sistem hukum nasional seperti perseroan terbatas (lembaga
negara), lembaga-lembaga hukum adat dan lainnya dipandang sebagai
subjek hukum internasional (I Wayan Parthiana, 1990:58). Dengan
perkembangan tersebut secara legal lembaga negara seperti perguruan
tinggi dapat menjadi subjek hukum internasional.
3. Sumber Hukum Internasional
23
Selanjutnya sebagai runtutan kajian permasalahan peneliti maka
yang paling pokok dalam penelitian adalah kajian sumber hukum
internasional dimana salah satu sumber hukum internasional adalah
perjanjian internasional dan perjanjian internasional itu adalah hal yang
mutlak dalam melaksanakan hubungan atau kerjasama internasional.
Untuk lebih paham apa itu sumber hukum internasional maka pengertian
dan apa saja sumber hukum internasional harus diketahui terlebih dahulu.
Secara hukum formal I Wayan Parthiana (1990:148) mengatakan
bahwa yang dimaksud sumber hukum internasional adalah segala sesuatu
yang berkaitan darimana awal mula atau asal usul hukum, bagaimana
terjadi hukum dan dalam bentuk apa saja hukum itu mewujudkan atau
menampakkan diri sebagai acuan atau petunjuk bagi Mahkamah
Internasional dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara
internasional.
Menurut J.G Starke (1992:42) yang dimaksud sumber hukum
internasional adalah bahan-bahan aktual darimana seorang ahli
menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap keadaan tertentu.
Hampir semua sarjana hukum internasional dalam membahas
sumber hukum internasional dalam arti formal, tidak jauh menyimpang
dari rumusan seperti tercantum dalam pasal 38 Statuta Mahkamah
Internasional. Tegasnya yang termasuk sebagai sumber hukum
internasional dalam arti formal adalah :
1. Kebiasaan
24
2. Perjanjian internasional atau traktat
3. Keputusan pengadilan
4. Doktrin atau pendapat para sarjana
5. Keputusan-keputusan atau resolusi-resolusi organisasi internasional
Jadi dengan sangat jelas bahwa perjanjian internasional adalah
salah satu dari sumber hukum internasional yang oleh karenanya setiap
subjek hukum internasional mengadakan perjanjian internasional terikat
secara hukum di dalamnya (Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes,
2002:113).
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Internasional
1. Pengertian Perjanjian Internasional
Secara umum dan luas perjanjian internasional dalam bahasa Indonesia
disebut juga persetujuan, traktat ataupun konvensi. Banyak para sarjana
hukum internasional memberikan definisi perjanjian internasional,
diantaranya adalah T. May Rudy (2002:123) mengemukakan :
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu”.
Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes,
pengertian perjanjian internasional lebih sederhana lagi :
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu”.
25
Menurut Rebecca M. Wallace (1986:20), secara tersirat
mendefinisikan:
“Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh subjek hukum internasional yang mengkin terjadi diantara dua negera (bipartite) atau antara banyak negara (multi partite) yang membentuk hukum-hukum (traite lois).Menurut Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986 pasal 2
ayat 1 huruf a definisi perjanjian internasional adalah :
“Treaty means an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, wheter embodied in a single instrument or in two or more related instrument ang whatever its particular designation”(Perjanjian internasional berarti suatu persetujuan internasional yang ditanda-tangani antar Negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah dibuat dalam wujud satu instrumen tunggal atau dalam dua instrumen yang saling berhubungan atau lebih dan apapun yang menjadi penandaan khususnya).
Menurut I Wayan Parthiana (1992:12) dari keempat pengertian
perjanjian internasional yang dikemukakan di atas masih sangat umum dan
luas, ditunjukkan pada:
Pertama, dalam definisi semua subjek hukum internasional
dipandang dapat mengadakan perjanjian internasional, padahal dalam
kenyataan tidaklah setiap subjek hukum internasional dapat berkedudukan
sebagai pihak dalam perjanjian internasional atau tidak semua subjek
hukum internasional itu dapat mengadakan perjanjian internasional.
Hingga kini, hanya negara, tahta suci, dan organisasi internasional (tidak
semuanya), kaum belligerensi bangsa yang memperjuangkan hak-haknya
yang dapat berkedudukan sebagai pihak dalam perjanjian internasional.
26
Kedua, definisi tersebut di samping mencakup perjanjian
internasional tertulis juga mencakup perjanjian internasional yang
berbentuk tidak tertulis, yang masing-masing memiliki karakter yang
sangat berbeda, meskipun sama-sama merupakan perjanjian internasional.
2. Fungsi Perjanjian Internasional
Menurut Mohd. Burhan Tsani (1990:66-67) dalam kehidupan
masyarakat internasional dewasa ini perjanjian internasional mempunyai
beberapa fungsi yang tidak bisa diabaikan, diantaranya :
1. untuk mendapatkan pengakuan umum anggota
masyarakat bangsa-bangsa.
2. sarana utama yang praktis bagi transaksi dan
komunikasi antar anggota masyarkat negara.
3. berfungsi sebagai sumber hukum internasional
4. sarana pengembang kerjasama internasional secara
damai
3. Unsur-unsur Perjanjian Internasional
Salah-satu hal yang menjadi titik fokus perhatian penelitian ini
adalah dari segi bentuk perjanjian internasional tertulis atau tidak tertulis
yang telah jelas dikemukakan di atas memiliki kekuatan hukum yang
berbeda walaupun sama-sama merupakan perjanjian internasional, namun
adakah para sarjana hukum internasional memberikan batasan pada
perjanjian internasional tertulis dan tidak tertulis dalam menentukan
27
bentuk perjanjian internasional pada umumnya. Menurut I Wayan
Parthiana (1992:13) yang dimaksud perjanjian internasional yaitu:
“Kata sepakat antara dua atau lebih subjek hukum internasional (negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi internasional) mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis dan tunduk pada atau yang diatur oleh hukum internasional”.
Dengan demikian maka dapat dijabarkan beberapa unsur atau
kualifikasi yang harus terpenuhi suatu perjanjian, untuk dapat disebut
sebagai perjanjian internasional, yaitu:
a. Kata sepakat
b. Subjek-subjek hukum
c. Berbentuk tertulis
d. Obyek tertentu
e. Tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional.(Walter S. Jones, 1993:113)
4. Subjek-subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan untuk
mengadakan perjanjian internasional.
Menurut T. May Rudy (2002:131) pada umumnya hanya negara-
negara yang memenuhi syarat ketatanegaraan menurut hukum
internasional dan organisasi internasional yang dapat menjadi peserta dan
dapat mengadakan perjanjian internasional. Tetapi kemudian pernyataan
tersebut di atas dilengkapi oleh I Wayan Parthiana (2002:18), yang
menyatakan bahwa semua subjek hukum internasional adalah pemegang
hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional, termasuk memiliki
hak untuk mengadakan ataupun menjadi pihak atau peserta pada suatu
28
perjanjian internasional. Namun bukan berarti semua subjek hukum
internasional memiliki kemampuan untuk mengadakan ataupun sebagai
pihak atau peserta pada perjanjian internasional. Dengan kata lain, tidak
semua subjek hukum internasional memiliki kapasitas yang sama. Ada
yang memiliki kapasitas atau kemampuan penuh (full capacity), ada yang
memiliki kemapuan lebih terbatas, bahkan ada yang sama sekali tidak
memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional. Sebagai
contoh, individu dapat diakui sebagai subjek hukum internasional
sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu tersebut termasuk
dalam masalah masyarakat dan hukum internasional. Tegasnya subjek-
subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan untuk
mengadakan perjanjian internasional adalah :
1. Negara
2. Negara bagian
3. Tahta suci atau Vatikan
4. Wilayah Perwalian
5. Organisasi Internasional
6. Kaum Beligerensi
7. Bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan haknya (I
Wayan Parthiana, 2002:14).
Selanjutnya negara sebagai subjek hukum internasional yang
memiliki kemampuan penuh untuk mengadakan perjanjian internasional,
pada prakteknya tidak hanya mengadakan perjanjian antar negara dengan
29
negara atau antar pemerintah (Government to Government/G to G) tetapi
juga sering melibatkan instansi/lembaga hukum di dalam negara atas
nama pemerintah dalam melakukan praktek kerjasama/perjanjian
internasional.
Seperti disampaikan di muka bahwa lembaga hukum pada suatu
negara juga memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian
internasional dikarenakan badan-badan hukum tersebut termasuk dalam
sistem hukum nasional dengan kata lain bisa berkedudukan sebagai
subjek hukum internasional tetapi juga bisa berkedudukan sebagai subjek
hukum nasional. Maka dalam hal ini akan timbul suatu pertanyaan,
bagaimana suatu lembaga hukum seperti Universitas Negeri Yogyakarta
dapat melakukan perjanjian internasional?. Jawabannya dapat dilihat pada
peraturan perundang-udangan yang mengatur mekanisme hubungan luar
negeri dan perjanjian internasional lembaga-lembaga negara, yaitu
Undang-undang nomor 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri,
Undang-undang nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan
Petunjuk pembuatan perjanjian internasional di lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional yang dikeluarkan oleh Biro kerjasama luar negeri
Depdiknas tahun 2000.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomor 37 Tahun 1999
tentang hubungan luar negeri, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek
regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah tingkat pusat
30
dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha,
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
atau warga Negara Indonesia. Karena Universitas Negeri Yogyakarta
termasuk lembaga negara di bawah Departemen Pendidikan Nasional
maka dapat melakukan kegiatan internasional termasuk membuat
perjanjian internasional. Namun dalam hal membuat perjanjian
internasional tersebut Universitas Negeri Yogyakarta harus terlebih dahulu
berkonsultasi dengan Menteri Pendidikan Nasional sebagaimana diatur
Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 pasal 13 :
“Lembaga Negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional terlebih dahulu melakukan konsultasi mengenai rencana tersebut dengan menteri”
Kemudian diatur lebih lanjut melalui Undang-undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional khususnya pasal 5 ayat 1
yang bunyinya hampir sama :
“Lembaga Negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri”
Adanya penambahan kata “koordinasi” pada pasal 5 ayat 1 tersebut
menunjukkan aturan yang lebih spesifik mengenai peraturan pembuatan
perjanjian luar negeri lembaga pemerintah daripada aturan sebelumnya.
Sebenarnya aturan yang lebih lengkap mengenai pembuatan
perjanjian di lingkungan lembaga pemerintah khusunya Departemen
Pendidikan Nasional dapat dilihat pada Informasi Pembuatan Perjanjian
31
Internasional yang merupakan pedoman pembuatan perjanjian baku di
lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Dalam Bab IV pedoman
pembuatan perjanjian internasional tersebut dijelaskan bahwa yang
dimaksud perjanjian internasional, meliputi beberapa jenis kerja sama luar
negeri yang berbentuk kerjasama :
a. Antar pemerintah (Government to Government/G to G)
Kerjasama luar negeri G to G ini dimaksudkan sebagai
kerjasama luar negeri antar pemerintah Republik
Indonesia/Departemen Pendidikan Nasional dan pemerintah
negara asing secara bilateral.
b. Antar pemerintah dan orgnisasi non pemerintah (Government
to Non Government Organization/G to NGO).
Kerjasama luar negeri G to NGO ini dimaksudkan sebagai
kerjasama luar negeri antar pemerintah Republik
Indonesia/Departemen Pendidikan Nasional dan
badan/organisasi non pemerintah asing (swasta).
c. Kerjasama Khusus (University to University/U to U)
Kerjasama luar negeri secara khusus ini dimaksudkan
kerjasama luar negeri antar lembaga pendidikan
tinggi/universitas di Indonesia dan di luar negeri. Kerjasama
tersebut sering disebut kerjasama antar universitas yang diatur
dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, No. 223/U/1998 tentang “Kerjasama antar
32
Perguruan Tinggi” dan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, No.003/DIKTI/Kep 99 tentang “Petunjuk
Pelaksanaan Kerjasama Perguruan Tinggi di Indonesia dengan
Perguruan Tinggi/Lembaga lain di luar negeri”.
Kerjasama Perguruan Tinggi di Indonesia, di dalam hal ini
dimaksudkan sebagai kerjasama perguruan tinggi yang berada di Indonesia
dengan perguruan tinggi di luar negeri dengan bentuk lembaganya adalah
akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Kerjasama ini
meliputi :
a. Kontrak manajemen
b. Program kembaran
c. Penelitian
d. Pengabdian kepada masyarakat
e. Tukar menukar dosen dan/atau mahasiswa dalam pelaksanaan
kegiatan akademik.
f. Pemanfaatan sumber data dalam pelaksanaan kegiatan
akademik
g. Program pemindahan kredit
h. Penerbitan bersama karya ilmiah
i. Penerbitan bersama kerja ilmiah
j. Penyelenggaraan bersama pertemuan ilmiah atau kegiatan
ilmiah lainnya.
33
Mengenai persyaratan kerjasama luar negeri secara umum meliputi
hal-hal sebagai berikut :
a. tidak ada ikatan politik apapun
b. mitra sejajar
c. tidak semata-mata mencari keuntungan
d. tersedia tenaga pendamping/pengelola dan sarana
e. kejelasan kegiatan program
f. kejelasan sumber dana untuk pembiayaan
g. kontribusi program/kegiatan kerja sama.
5. Perbedaan antara perjanjian internasional tertulis dan perjanjian
internasional tidak tertulis
Dalam istilah para sarjana hukum internasional dikenal adanya dua
bentuk perjanjian internasional yaitu :
1. Berbentuk tidak tertulis atau perjanjian internasional
lisan (unwritten agreement atau oral agreement).
2. Perjanjian internasional yang berbentuk tertulis (written
agreement).
Perjanjian internasional tak tertulis, pada umumnya adalah
merupakan pernyataan secara bersama atau secara timbal balik yang
diucapkan oleh kepala negara, kepala pemerintahan atau menteri luar
negeri, atas nama negaranya masing-masing mengenai suatu masalah
tertentu yang menyangkut kepentingan para pihak (I Wayan Parthiana,
1990:160). Di samping itu, suatu perjanjian internasional tidak tertulis
34
dapat berupa pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh para pejabat atau
organ-organ pemerintah negara yang kemudian pernyataan tersebut
ditanggapai secara positif oleh pejabat atau organ-organ pemerintah dari
negara lain yang berkepentingan sebagai tanda persetujuan. Menurut
Mohd.Burhan Tsani (1990:66) menyatakan bahwa apapun penanda khusus
pada suatu perjanjian internasional dibenarkan oleh hukum internasional
(dalam pasal 2 ayat 1a Konvensi Wina 1986) asal merupakan
kesepakatan/persetujuan (agreement) para pihak yang melakukan
persetujuan dan bentuk perjanjian tidak harus dalam bentuk tertulis.
Jika dibandingkan dengan perjanjian internasional yang berbentuk
tertulis, perjanjian internasional tak tertulis mempunyai bentuk maupun
sifat yang kurang formal. Tentu saja juga kurang jelas dan kurang
menjamin kepastian hukum bagi para pihak, tetapi dapat mengikat sebagai
hukum yang sama derajatnya dengan perjanjian internasional yang
berbentuk tertulis ( I Wayan Parthiana, 2002: 35-36).
Perjanjian internasional yang berbentuk tertulis dewasa ini
mendominasi hukum internasional maupun hubungan-hubungan
internasional. Hal ini disebabkan karena memang perjanjian internasional
yang berbentuk tertulis memiliki beberapa keunggulan, seperti ketegasan,
kejelasan, dan kepastian hukum, bagi para pihak dan merupakan sumber
hukum utama yang paling logis (Walter S. Jones, 1993:331).
Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan tabel perbedaan antara
perjanjian internasional tak tertulis dan perjanjian internasional tertulis :
35
Tabel 2. Perbedaan antara perjanjian internasional tak tertulis dan perjanjian internasional tertulis
No Bentuk Perjanjian Keunggulan Kelemahan
1. Berbentuk tidak tertulis
a. Bisa hanya sebuah pernyataan lisan para pejabat atau organ-organ pemerintah.
b. Bisa dinyatakan dalam situasi tidak formal
c. Tidak memerlukan aturan protokoler kenegaraan.
a. Bentuk dan sifatnya kurang formal.
b. Kurang jelas dan kurang menjamin kepastian hukum.
2. Berbentuk tertulis a. Memiliki ketegasan tentang materi obyek dan subjek perjanjian.
b. Memiliki kejelasan aturan main karena dibuat dalam dokumen otentik.
c. Kepastian hukum bagi para pihak, antara hak dan kewajiban yang harus di penuhi dalam perjanjian.
a. Harus dibuat dalam bentuk formal dan tertulis.
b. Melalui tahap protokoler pembuatan perjanjian.
c. Tidak bisa dilakukan dalam situasi non formal.
Sumber buku “Hukum Perjanjian Internasional” I Wayan Parthiana, 2002 hal 37.
6. Struktur Perjanjian Internasional
Menurut O’Connel dan juga Starke sebagaimana dikutip oleh
Mohd.Burhan Tsani (1990:71) walaupun perjanjian internasional
mempunyai nama atau istilah yang bermacam-macam, akan tetapi
mengenai strukturnya dapat dikatakan akan selalu mengikuti suatu pola
36
tertentu. Pola struktur perjanjian internasional pada umumnya adalah
sebagai berikut :
1. Judul;
2. Preambul;
3. Klausula substantif;
4. Klausula formal;
5. Pembuktian formal;
6. Tanda tangan delegasi.
Selanjutnya dari keenam pola struktur perjanjian internasional di
atas dijelaskan oleh Mohd.Burhan Tsani (1990:72-73).
Dalam judul suatu perjanjian internasional pada umumnya tersirat :
1. Nama yang dimaksud bagi perjanjian internasional yang
bersangkutan; apakah dengan nama convention, treaty, agreement,
final act ataukah nama yang lain;
2. Materi pokok yang diatur dengan perjanjian internasional yang
bersangkutan, misalnya : mengenai hukum perjanjian internasional,
hubungan diplomatik dan konsuler, penindasan perbuatan melawan
hukum terhadap pesawat terbang;
3. Sering pula dimuat nama tempat dilangsungkan atau
ditandatanganinya suatu perjanjian internasional.
Preambul adalah bagian pokok perjanjian internasional yang
merupakan permulaan pengucapan suatu perjanjian internasional. Hal-hal
yang biasa dimuat dalam preambul (pembukaan) adalah :
37
1. Pembeberan nama para pihak, apakah kepala negara,
negara ataukah pemerintah;
2. Tujuan atau maksud ditutupnya suatu perjanjian
internasional;
3. Ketetapan hati, dasar atau alasan para pihak untuk ikut
serta atau menyelenggarakan perjanjian internasional.
4. Nama-nama dan penandaan (identitas) para utusan yang
mempunyai kuasa penuh.
Klausula substantif sering juga disebut dengan istilah “dispositive
provisions” (ketentuan yang bersifat mengatur) atau batang tubuh
perjanjian internasional. Klausula ini terdiri dari pasal-pasal yang
mengatur inti persoalan atau materi pokok perjanjian internasional. Dari
pasal-pasal inilah dapat diketemukan hukum internasional positif yang
berlaku bagi materi yang bersangkutan. Klausula substantif inilah yang
merupakan bagian pokok terpenting perjanjian internasional yang
bersangkutan.
Klausula formal sering juga disebut dengan istilah klausula final
atau klausula protokoler. Dalam klausula ini dimuat hal-hal yang bersifat
teknis, hal-hal pokok yang formal dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan penerapan dan mulai berlakunya perjanjian internasional yang
bersangkutan. Klausula formal ini pada umumnya secara terpisah memuat
dan mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. tanggal perjanjian;
38
2. cara penerimaan terhadap perjanjian internasional yang
bersangkutan, misalnya dengan penanda-tanganan, aksessi dan
sebagainya;
3. terbukanya perjanjian internasional bagi penanda-tanganan;
4. mulai berlakunya perjanjian internasional;
5. jangka waktu berlakunya perjanjian internasional;
6. pernyataan pengakhiran perjanjian internasional yang bersangkuatn
oleh para pihak;
7. penerapan perjanjian internasional oleh perundang-undangan
nasional;
8. penerapan perjanjian internasional terhadap wilayah dan
sebagainya;
9. bahasa yang dipakai dalam draft perjanjian internasional;
10. penyelesaian sengketa;
11. amandemen atau revisi terhadap perjanjian internasional;
12. pendaftaran perjanjian internasional;
13. pemeliharaan instrumen asli perjanjian internasional.
Bagian pokok perjanjian internasional yang berwujud pembuktian
formal, merupakan pengakuan atau pembenaran terhadap penanda-
tanganan perjanjian internasional. Bagian inilah yang memuat hal-hal yang
bersifat testimonium. Selain itu juga dimuat tanggal dan tempat penanda-
tanganan perjanjian internasional.
39
Bagian akhir suatu perjanjian internasional pada umunya memuat
tanda-tangan para utusan yang mempunyai “full-powers”. Akan tetapi ada
juga perjanjian internasional yang memakai sistem pemuatan tanda-tangan
para delegasi pada instrumen yang terpisah dari perjanjian internasional itu
sendiri, yaitu dalam final act (Starke, 2000 : 439,440).
Untuk memudahkan pemahaman di bawah ini bagan struktur
perjanjian internasional :
Gambar 1. Pola “Struktur Perjanjian Internasional”
40
II
III
IV
IJUDUL : PERJANJIAN INTERNASIONAL
PREAMBUL :1. membeberkan nama para pihak (Kepala Negara/Pemerintah)2. tujuan ditutupnya Perjanjian Internasional3. dasar alasan menjadi pihak Perjanjian Internasional4. nama-nama dan penunjuk para pihak
Klausula substantif/depositive provisions/Ketentuan-ketentuan yang mengatur : hal-hal yang menyangkut materi perjanjian internasional (berujud pasal-pasal).
Klausula formal (klausula final) protokoler :1. hal-hal teknis2. hal-hal formal3. masalah yang berhubungan dengan penerapan atau mulai berlakunya
perjanjian internasional
(Sumber : Mohd.Burhan Tsani, 1990, p 74).
7. Bentuk-bentuk (istilah) perjanjian internasional tertulis
Untuk lebih memahami perjanjian internasional dalam bentuk tertulis,
secara garis besar berikut disampaikan pendapat dua pakar hukum
internasional. Pertama Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes yang
mengemukakan bahwa istilah-istilah perjanjian internasional adalah :
1. Traktat (treaty)2. Pakta (pact)3. Konvensi (convention)4. Piagam (statute)5. Charter6. Deklarasi7. Protocol8. Arrangement9. Accord10. Modus vivendi11. Covenant
(Sumber : Mochtar Kusumaatmadja, & Etty R. Agoes, 1993:119)
Sedangkan menurut I Wayan Parthiana lebih lengkap, yaitu dengan
disebutkannya pengertian dari setiap bentuk perjanjian internasional,
diantaranya sebagai berikut:
41
V
VI
Pembuktian formal/pengakuan(pembenaran) penandatanganTanggal dan tempat penandatanganan.
TANDA TANGAN DELEGASI
1. Traktat
Traktat adalah istilah yang sudah umum dipergunakan untuk
perjanjian-perjanjian internasional antara negara-negara yang
substansinya tergolong penting bagi para pihak.
Contoh : Treaty Banning Nuclear Weapon test in the atsmosphere in
outher space and under water of August 5, 1963 (Traktat tentang
larangan melakukan percobaan senjata nuklir di atmosfir, angkasa luar,
dan di bawah air, tanggal 5 Agustus 1963).
2. Konvensi (Convention atau conventie).
Adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut suatu perjanjian
internasional multilateral, baik yang diprakarsai oleh negara-negara
maupun oleh lembaga-lembaga atau organisasi internasional.
Contoh : Convention of the crime of genocide of December 9, 1948
(konvensi tentang pencegahan dan penghukuman atas kejahatan
genocide, tanggal 9 Desember 1948).
3. Deklarasi (Declaratie atau declaration).
Deklarasi merupakan kesepakatan antara para pihak yang masih
bersifat umum dan berisi tentang hal-hal yang merupakan pokok-
pokok saja.
Contoh : Deklarasi Bangkok 8 Agustus 1967, Universal Declaration of
Human Rights, tanggal 10 Desember 1948.
4. Statuta (statute)
42
Adalah perjanjian internasional yang dijadikan sebagai konstitusi suatu
organisasi internasional.
Contoh : Organisasi internasional yang menggunakan istilah statute
untuk piagamnya adalah Mahkamah Internasional Permanent dan
Mahkamah Internasioanal yang masing-masing piagamnya disebut
Statute of Permanent Court of International justice, dan Statute of
International Court of justice.
8. Piagam ( Charter)
Adalah perjanjian internasional yang dijadikan sebagai konstitusi suatu
organisasi internasional.
Contoh : Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan Charter of United
Nations.
9. Kovenan (Covenant).
Istilah covenant juga mengandung arti sama dengan piagam, jadi
digunakan sebagai konstitusi suatu organisasi internasional.
Contoh : pemakainya adalah Liga Bangsa-Bangsa dengan (Covenant of
the League of Nations).
10. Persetujuan (agreement, arrangement)
Adalah perjanjian internasional yang ditinjau dari segi isinya lebih
bersifat teknis dan administratif.
43
Contoh : Agreement between the government of the Republic of
Indonesia and the government of the Republic India relation of the
delimitation of the continental shelf boundary between the two
countries, August 21, 1974.
11. Perjanjian
Perbedaan persetujuan dengan perjanjian sangat penting artinya dalam
hukum nasional, khusunya Hukum Tata Negara terutama berkenaan
dengan pengesahan atau pengundangannya menjadi peraturan
perundang-undangan. Menurut praktek yang berlaku perjanjian
disahkan atau diundangkan dalam bentuk undang-undang sedangkan
persetujuan disahkan atau diundangkan dalam bentuk keputusan
presiden.
12. Pakta (Pact)
Adalah perjanjian internasional dalam bidang militer, pertahanan dan
keamanan.
Contoh : Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty
Organizations-NATO).
13. Protokol (protocol)
Menurut J.G Starke yang dikutip oleh I Wayan Parthiana, protokol
merupakan jenis perjanjian internasional yang kurang formal jika
dibandingkan traktat ataupun konvensi.
14. MOU (Memorandum of Understanding)
44
Secara harfiah MOU dapat dikatakan sebagai Nota kesepakatan atau
memorandum saling pengertian, tetapi secara hukum dapat diartikan
sebagai suatu dokumen sah yang menggambarkan suatu
persetujuan/perjanjian antara para pihak dan merupakan suatu
alternatif yang lebih formal bagi suatu persetujuan/perjanjian, tetapi
lebih sedikit formal dibanding suatu kontrak (Ensiklopedia
Wikipedia.org, www.en.wikipedia.org/wiki/MOU).
Contoh : MOU antara Indonesia dan Malaysia tentang penempatam
tenaga kerja Indonesai di Malaysia, 10 Mei 2004.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelititan ini dilaksanakan di Kantor Kerjasama Humas dan Protokol
Universitas Negeri Yogyakarta. Dipilihnya lokasi tersebut dengan
pertimbangan bahwa di Kantor kerjasama Humas dan protokol ditemukan
permasalahan mengenai kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta.
Penelitian ini berlangsung mulai November 2004 sampai dengan Juni
2005.
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
45
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
metode penelitian kualitatif. Dikatakan penelitian deskriptif, karena penelitian
ini hanya untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu keadaan objek
penelitian, yaitu menggambarkan kualitas dan kuantitas kerjasama luar negeri
Universitas Negeri Yogyakarta, hambatan-hambatan yang dihadapi, dan upaya
untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut. Seperti dikatakan Hadari
Nawawi dan Mimi Martini (1994: 73), metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan objek pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode deskripsi memusatkan
perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding) sebagaimana keadaaan
sebenarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa penelitian deskriptif
adalah penelitian yang memberi gambaran atau deskripsi tentang fenomena
atau kejadian yang secara akurat berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif karena data yang dihasilkan dalam penelitian ini
berupa kata-kata tertulis atau lisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan
dan Taylor yang dikutip Lexy J. Moleong (2002:3) yang menyatakan bahwa
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seorang lain dan perilaku
yang diamati. Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa kata-kata tertulis
atau lisan. Dengan demikian penelitian kualitatif dapat difahami sebagai
penelitian yang dilaksanakan secara intensif, terperinci dan mendalam
46
terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu melalui metode
kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif.
C. Penentuan Subjek Penelitian
Yang dimaksud subjek penelitian menurut Sanapiah Faisal (2001:109),
menunjuk pada orang/individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan
(kasus) yang diteliti. Teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan
adalah dengan menggunakan teknik (purposive). Teknik purposive adalah
berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu (Lexy J. Moleong, 2002 :
165).
Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dihubungi disesuaikan
dengan ciri-ciri tertentu yang ditetapkan berdasarkan permasalahan penelitian
yaitu tentang pelaksanaan kerjasama luar negeri Universitas Negeri
Yogyakarta (Tinjauan Hukum Internasional). Adapun kriteria yang
ditentukan peneliti adalah:
1. Pejabat Universitas Negeri Yogyakarta yang mempunyai
wewenang untuk menentukan kebijakan kerjasama luar negeri dengan
pihak asing
2. Pejabat Universitas Negeri Yogyakarta yang secara langsung
ataupun tidak langsung terlibat dalam pembuatan naskah kerjasama luar
negeri.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka subjek penelitian yang diperoleh, yaitu :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Pembantu Rektor I Universitas Negeri Yogyakarta.
47
3. Kepala Kantor Kerjasama Humas dan Protokol Universitas Negeri
Yogyakarta.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Lexy J. Moleong, 2002: 135). Dengan kata lain, wawancara merupakan
suatu proses interaksi dan komunikasi antara pewawancara dengan yang
diwawancarai.
Metode wawancara mempunyai kedudukan yang utama sebagai
metode pengumpulan data dalam penelitian. Metode wawancara bertujuan
untuk memperoleh data primer karena data ini diperoleh langsung dari
subjek penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak
yang terkait langsung dengan pokok permasalahan.
Tujuan diadakannya wawancara yaitu untuk menggali data,
informasi dan keterangan dari subjek penelitian mengenai kuantitas dan
kualitas kerjasama, hambatan-hambatan yang dihadapi Universitas Negeri
Yogyakarta ditinjau dari hukum internasional. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang
digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu cara mengajukan
pertanyaan yang dikemukakan secara bebas artinya kalimat tidak terpaku
pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok dalam
48
penelitian kemudian dapat diperdalam dan dikembangkan sesuai dengan
kondisi di lapangan.
2. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi digunakan untuk
memperkuat data yang ada. Dokumentasi sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan dan meramalkan (Lexy J.
Moleong, 2002: 161). Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi
sebagai sumber data sekunder adalah setiap bahan baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis baik dalam bentuk gambar atau yang lain yang
dapat dipergunakan untuk memperkuat data yang ada. Dalam penelitian ini
dokumentasi yang dimaksud berupa data tertulis yang berkaitan dengan
kerjasama Universitas Negeri Yogyakarta ditinjau dari kaidah hukum
internasional.
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data antara lain :
1. Jumlah pelaksanaan kerjasama luar negeri Universitas
Negeri Yogyakarta mulai tahun 1993 sampai 2004.
2. Jumlah pelaksanaan kerjasama luar negeri Universitas
Negeri Yogyakarta yang dilakukan melalui penandatanganan MOU.
3. Daftar mitra kerjasama luar negeri Universitas Negeri
Yogyakarta.
4. Dokumentasi berkaitan dengan upaya menjalin
kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pejabat Universitas Negeri
Yogyakarta.
49
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggung-jawabkan
secara ilmiah, maka data-data yang telah ada terlebih dahulu perlu
dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Dalam penelitian ini teknik
pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah cross-check data.
Cross-check data dilakukan dengan menggunakan strategi pengumpulan
data ganda pada objek yang sama (Burhan Bungin, 2001: 95-96).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua metode
pengumpulan data yaitu metode wawancara dan dokumentasi. Oleh karena
itu, cross-check dilakukan dengan mengecek data hasil wawancara antara
subjek yang satu dengan yang lain, kemudian dicek dengan dokumentasi.
Pada penelitian ini cross-check data yang dilakukan dengan
mengecek data hasil wawancara dengan data berupa dokumen tentang
kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta ditinjau menurut
kaidah hukum internasional.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data
induktif. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Hadari Nawawi dan
Mimi Martini (1994: 51) bahwa pengolahan data kualitatif dititikberatkan
pada cara berfikir induktif, karena pada umumnya bertolak dari kasus-
kasus yang diinterpretasikan sebagai suatu generalisasi yang berlaku untuk
umum.
50
Teknik analisis secara induktif digunakan karena beberapa alasan.
Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan
ganda yang terdapat dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat
membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat
dikenal, dan akuntabel. Ketiga, analisis induktif lebih dapat menguraikan
latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat
tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya. Keempat, analisis induktif
lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-
hubungan dan dapat mempehitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai
bagian dari struktur analitik (Lexy J. Moleong, 2002: 5). Analisis induktif
pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis data tentang kerjasama
luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta berdasarkan kaidah hukum
internasional.
Adapun langkah-langkah yang diambil untuk menganalisis data
dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah menurut Sanapiah Faisal
(2001:256-258) sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Data yang dihasilkan dari wawancara dan dokumentasi
merupakan data mentah yang masih perlu diolah. Peneliti melakukan
pemilihan data yang relevan dan bermakna untuk disajikan dengan
cara memilih data yang mampu menjawab permasalahan penelitian
tentang kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta menurut
tinjauan hukum internasional, hambatan-hambatan yang dihadapi
51
dalam upaya menjalin kerjasama luar negeri dan upaya Universitas
Negeri Yogyakarta untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Selanjutnya data-data tersebut masih perlu disederhanakan lagi.
2. Unitisasi dan Kategorisasi
Data yang telah disederhanakan dan dipilih tersebut kemudian
disusun secara sistematis ke dalam suatu unit-unit dengan sifat masing-
masing dan dengan menonjolkan hal-hal yang bersifat pokok dan
penting. Unit-unit data yang telah terkumpul dipilah-pilah kembali dan
dikelompokkan sesuai dengan kategori yang ada sehingga dapat
memberikan gambaran yang jelas dari hasil penelitian tentang
kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta ditinjau dari
kaidah hukum internasional dan upaya apa yang dilakukan oleh
Universitas Negeri Yogyakarta untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kerjasama luar negeri dan bagaimana caranya untuk
mengatasi hambatan-hambatan yang ada.
3. Display Data
Pada tahap ini, peneliti menyajikan data yang telah direduksi ke
dalam laporan secara sistematis. Data disajikan dalam bentuk narasi
berupa informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu
mengenai kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta
ditinjau dari kaidah hukum internasional, hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kerjasama
52
dan bagaimana mengatasai hambatan tersebut. Selain itu berfungsi
juga sebagai daftar yang bisa diringkas dan dapat menunjukkan data
yang telah dikumpulkan bila dianggap belum lengkap atau kurang
dapat diburu datanya pada sumber yang relevan.
4. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi
Data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti di
atas, kemudian ditarik kesimpulan yang berangkat dari hal-hal yang
khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang obyektif.
Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat
kembali pada hasil reduksi data maupun display data, sehingga
kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan
penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Selintas Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta
Sejarah lahirnya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tidak dapat
dilepaskan dari sejarah perkembangan IKIP Yogyakarta, bahkan lebih jauh
lagi perkembangan Universitas Gadjah Mada. Pada tanggal 23 Januari 1951,
53
berdasarkan PP Nomor 37 Tahun 1950. Universitas Gadjah Mada membuka
Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat (SPF). Pada tanggal 19 September
1955 Fakultas tersebut dipecah menjadi 3 fakultas yaitu :
1. Fakultas Sastra dan Kebudayaan
2. Fakultas Umum dan Filsafat
3. Fakultas Pedagogik
Dalam perkembangan selanjutnya Fakultas Pedagogik membuka
keahlian umum bagian psikologi dan pada pertengahan tahum 1960 membuka
bagian Didaktik yang mempunyai 12 jurusan.
Pada tahum 1960 tejadi integrasi kursus BI, BII ke dalam bagian
Didaktik Fakultas Pedagogik. Karena adanya perbedaan kurikulum, maka
bagian Didaktik menjadi Bagian Didaktik I, sedang bekas kursus BI-BII
menjadi Bagian Didaktik II yang terdiri dari 13 jurusan.
Berdasarkan surat edaran Presiden Universitas Gadjah Mada No.
267/SU11/62 tertanggal 2 Februari 1962, Fakultas Pedagogik dipecah menjadi
3 Fakultas:
1 . Fakullas lImu Pendidikan (FIP)
2. Fakultas Pendidikan Djasmani (FPD)
3. Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan (FKIP)
Pemecahan Fakultas Pedagogik tersebut secara de facto telah mulai
berlaku sejak 1 Januari 1962. Kemudian surat edaran Presiden Universitas
Gadjah Mada tersebut mendapat pengesahan Menteri PTIP berdasarkan Surat
54
Keputusan Menteri Perguruan Tinggi llmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 119
Tahun 1962.
Fakultas Pendidikan Jasmani merupakan perkembangan Bagian pen
didikan Jasmani dan integrasi jurusan Pendidikan Jasmani dari Bagian Di
daktik II. Fakultas Ilmu Pendidikan merupakan gabungan Bagian Pendidikan
Umum, Bagian Pendidikan Sosial, bagian Keahlian Umum, Bagian Psikologi,
dan Integrasi Jurusan Ilmu Pendidikan dari Bagian Didaktik II, sedangkan
Jurusan-jurusan lain dari Bagian Didaktik I dan Bagian Didaktik II bergabung
menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 92 Tahun 1962 berdiri Lembaga
Pendidikan dengan nama Institut Pendidikan Guru (IPG). Sementara FIP,
FPD, dan FKIP masih merupkan Fakultas pada Universitas Gadjah Mada di
bawah Menteri PTIP. IPG dan FKIP merupakan masalah dalam dunia
pendidikan. Untuk mengatasi hal ini keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor
1 Tahun 1963, tanggal 3 Januari 1963, yang memutuskan penyatuan FKIP dan
IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Sebagai
pelaksanaan Keppres tersebut di atas keluarlah surat Keputusan Menteri PTIP
Nomor 55 Tahun 1963 yang menetapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang, sejak 1 Mei 1963.
Dengan keputusan menteri PTIP Nomor 36 Tahun 1964 tanggal 4 Mei
1964, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Gadjah Mada (FIP UGM)
dimasukan ke dalam IKIP Yogyakarta. IKIP Yogyakarta diresmikan oleh
55
Menteri PTIP pada tanggal 21 Mei 1964, dipimpin oleh seorang Rektor, dan
tanggal tersebut ditetapkan sebagi Dies Natalis IKIP Yogyakarta.
Pada bulan Desember 1965 dikeluarkan keputusan Rektor Nomor 05
Tahun 1965 tentang Struktur Organisasi IKIP Yogyakarta. Berdasarkan SK
Rektor tersebut IKIP Yogyakarta menyelenggarakan 5 Fakultas dengan
jumlah total jurusan sebanyak 26 jurusan.
Mulai tanggal 28 Maret 1977 berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 042/C/1977, Sekolah Tinggi Olahraga
dimasukkan ke dalam IKIP Yogyakarta dengan nama Fakultas Keguruan Ilmu
Keolahragaan (FKIK), dengan jurusan: (1) Jurusan Olahraga
Prestasi/Kepelatihan, dan (2) Jurusan Olahraga Pendidikan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1981 tentang
penataan Fakultas, dan Keputusan Presiden Nomor 54 tahun 1982 ditetapkan
jumlah, jenis, dan urutan fakultas di IKIP Yogyakarta sebagai berikut :
1. Fakultas Pendidikan (FIP)
2. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS)
3. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
4. Fakultas Pendidikan llmu Pengetahuan Sosial (FPIPS)
5. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK)
6. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Nomor 0554/0/1983 tanggal 8 Desember 1983 dan Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud Nomor 31/DIKT1/Kep/1984, IKIP
56
Yogyakarta memiliki 30 Jurusan dan 36 Program Studi. Dalam
perkembangannya lebih lanjut atas Kebijaksanaan Dirjen Dikti, 3 Program
Studi pada FIP IKIP Yogyakarta, yakni Program Studi Filsafat dan Sosiologi
Pendidikan, Psikologi Pendidikan, dan Program Studi Pengembangan
Kurikulum. sejak tahun 1987/1988 tidak lagi menerima mahasiswa baru.
Pada Tahun 1990 sejalan dengan kebijaksanaan nasional tentang peng-
hapusan SPG dan SGO yang kemudian diintegrasikan pada Lembaga Pendi-
dikan Tenaga Pendidikan (LPTK), IKIP Yogyakarta menyelenggarakan
Program DII Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Guru Kelas, yang
pengelolaannya di bawah Fakultas Ilmu Pendidikan. Tahun berikutnya 1991
diselenggarakan pula Program D2 PGSD Guru Pendidikan Jasmani yang
dikelola oleh FPOK, namun program ini hanya sekali diselenggarakan pada
tahun akademik 1991/1992.
Sejak tahun 1993/1994 program studi Keterampilan Kerajinan pada
jurusan Seni Rupa FPBS yang semula diselenggarakan dalam jenjang D3 telah
mendapat persetujuan untuk diselenggarakan dalam jenjang S 1.
Pada tahun 1996 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 245/Dikti/Kep/1996 tentang Program studi yang diseleng-
garakan di lingkungan IKIP Yogyakarta yang meliputi 25 program studi.
Selanjutnya pada tahun 1997 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi me-
ngeluarkan Surat Keputusan Nomor 240/Dikti/Kep/1997, tertanggal 15
Agustus 1997 tentang jumlah program studi non kependidikan di lingkungan
57
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta, sehingga keseluruhan ada
37 program studi baik untuk kependidikan maupun nonkependidikan.
Seiring dengan perkembangan IKIP Yogyakarta, sejak tahun 1990
mulai berkembang ide atau pemikiran tentang pengembangan IKIP Yogya-
karta menjadi Universitas. Pemikiran ini lahir karena struktur kelembagaan
yang berbentuk IKIP dirasakan terlalu sempit untuk pengembangan dan sra-
wung keilmuan. Di samping itu dengan semakin banyaknya alumnus IKIP
Yogyakarta yang mampu menembus pasar kerja non guru serta meningkatnya
tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang memiliki skill yang mantap, juga ikut
memberikan dorongan kuat bahwa IKIP Yogyakarta sudah selayaknya
dikembangkan menjadi universitas yang direncanakan bernama Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY).
Dalam rangka merealisasikan pemikiran mengenai pengembangan
IKIP Yogyakarta menjadi Universitas maka serangkaian diskusi dan
penyusunan konsep, untuk pengembangan itu terus dilakukan. Memasuki
tahun 1996, pemikiran tentang pengembangan dan perluasan mandat IKIP
Yogyakarta menjadi universitas telah mengkristal dan memasuki tahap
legalitas. Dalam kaitan ini Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud
telah mengeluarkan Surat Keputusan Nornor 1449/I)/T/ 1996 tertanggal 20
Juni 1996 yang menetapkan bahwa IKIP Yogyakarta, juga 3 IKIP yang lain
(IKIP Medan, IKIP Padang, IKIP Malang) diberi perluasan tugas ke arah
perubahan kelembagaan menjadi universitas. Sejak penetapan ini maka IKIP
Yogyakarta mulai dan terus bekerja menyiapkan segala sesuatunya yang
58
terkait dengan persiapan dan kesiapan pengembangan IKIP Yogyakarta
menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. Untuk itu telah dibentuk tim yang
bertugas merancang dan menyusun konsep pengembangan termasuk konsep
penamaan kelembagaan dan model pengembangan kurikulum sesuai dengan
visi dan misi Universitas Negeri Yogyakarta.
Dalam rangka pelaksanaan perluasan mandat tersebut, maka mulai
tahun 1997/1998 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Nomor 240/DIKT1/Kep/1997 tertanggal 15 Agustus 1997, IKIP Yogyakarta
membuka 12 Program Studi non kependidikan jenjang S1 dan D3 pada 3
fakultas, FPBS, FPMIPA dan FPTK. Menyusul kemudian pada tahun aka-
demik 1999/2000 dibuka 2 program studi yakni 1 di FPIPS dan 1 di FPOK.
Sejalan dengan Surat Keputusan dari Dirjen Dikti tersebut, rencana pengem-
bangan IKIP Yogyakarta menjadi Universitas Negeri Yogyakarta dilaksana-
kan dalam 2 tahap. Pertama: tahap perluasan mandat yang sudah dimulai sejak
tahun akademik 1997/1998 dengan membuka dan menerima mahasiswa baru
non kependidikan pada fakultas-fakultas kependidikan yang berpotensi
menyelenggarakan dan mengembangkan bidang ilmu non kependidikan.
Kedua : tahap pelaksanaan konversi IKIP menjadi Universitas Negeri
Yogyakarta yang dimulai tahun akademik 1999/2000 dengan bertumpu pada
program studi non kependidikan yang telah dibuka dan pengembangan
fakultas-fakultas kependidikan menjadi fakultas-fakultas non kependidikan.
Sehubungan dengan tahapan yang kedua tersebut, setelah menunggu
beberapa saat maka pada tanggal 4 Agustus 1999 Universitas Negeri
59
Yogyakarta yang merupakan konversi atau pengembangan dari IKIP
Yogyakarta telah disahkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 93 Tahun
1999. Dengan demikian pada tanggal 4 Agustus 1999 lahirlah Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY) yang merupakan Lembaga Pendidikan Tinggi
Negeri yang berkedudukan di Yogyakarta. Ini artinya tahap kedua dari
rencana pelaksanaan pengembangan IKIP Yogyakarta menjadi Universitas
NegeriYogyakarta mulai dilaksanakan.
Untuk memantapkan pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan di
dalam wadah UNY itu, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI telah
mengeluarkan Keputusan Nomor 274/O/1999 tertanggal 14 Oktober 1999
tentang Penetapan Organisasi dan Tata Kerja (OTK) UNY. Menurut
organisasi tata kerja itu UNY memiliki enam fakultas yakni :
1. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (Pengembangan dari
FPMIPA)
2. Fakultas Teknik (Pengembangan dari FPTK)
3. Fakultas llmu Pendidikan
4. Fakultas, Bahasa dan Seni (Pengembangan dari FPBS)
5. Fakultas Ilmu Sosial (Pengembangan dari FPIPS)
6. Fakultas Ilmu Keolahragaan (Pengembangan dari FPOK)
Adapun Visi dan Misi Universitas Negeri Yogyakarta adalah : (a) Visi,
penyelenggaraan kegiatan di dalam wadah UNY diharapkan dapat
mewujudkan universitas yang mampu membangun manusia Indonesia
seutuhnya sebagai pribadi atau masyarakat belajar dan ilmiah yang bertaqwa
60
kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menempatkan manusia sebagai kunci
pembangunan yang bermartabat setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia
untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin serta kedamaian dalam
kehidupan. (b). Misi, mendidik manusia dan masyarakat Indonesia dengan
melaksanakan pendidikan akademik dan atau profesional dalam bidang
kependidikan dan non kependidikan yang diarahkan untuk menghasilkan
manusia bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia yang
memiliki kecerdasan dan keterampilan yang bemanfaat bagi pembangunan
bangsa dan negara, melakukan kegiatan penelitian untuk mengkaji dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang mensejahterakan
manusia serta melakukan kegiatan pendidikan pada masyarakat yang mengacu
pengembangan segala potensi alam dan sosial.
Kekhususan Universitas Negeri Yogyakarta berbeda dengan
universitas pada umumnya terutama yang sekaligus sebagai Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Universitas Negeri Yogyakarta
memiliki kekhasan dalam penyelenggaraan kelembagaan dan
pembelajarannya antara bidang kependidikan dan non kependidikan. Bisa
dilihat dengan adanya program studi kependidikan berada di dalam jurusan
non kependidikan dengan kata lain ada perpaduan antara ilmu kependidikan
dan ilmu murni, sehingga srawung keilmuan antara mahasiswa dan dosen
antar bidang (kependidikan dan non kependidikan) secara alamiah akan saling
memperkaya satu sama lain. Di samping itu, akan diperoleh efisiensi biaya
penyelenggaraan pendidikan, baik jumlah dosen, tenaga administrasi maupun
61
sarana akademik non akademik. Pola pembelajaran dan penyusunan
kurikulumnya berpola common ground, sehingga mobilitas mahasiswa dalam
menempuh beban studi sangat luwes. Disadari, bahwa pola ini menuntut
kesiapan administrasi akademik yang berat dan teliti. Sistem Informasi
Akademik (SIAKAD) dipersiapkan lebih dini. Sifat khusus lain adalah bahwa
Universitas Negeri Yogyakarta tetap memberikan prioritas dalam
mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan guru. Dengan demikian
setiap alumnus program bidang kependidikan memiliki kemampuan
profesional guru yang tinggi.
Kemampuan lulusan Universitas Negeri Yogyakarta disetiap jenjang
dan program studi harus menghasilkan lulusan dengan ciri-ciri kemampuan
sebagai berikut :
Sarjana mempunyai kemampuan
a. Menerapkan pengetahuan yang menyangkut keahlian dan profesinya ke
dalam kegiatan produktif dan memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b. Mengikuti perkembangan bidang profesi dan bidang ilmunnya melalui
studi literatur.
Magister mempunyai kemampuan:
a. Meningkatkan pelayanan profesi dengan jalan riset pengembangan
b. Berpartisipasi dalam pengembangan bidang ilmu
c. Mengembangkan penampilan profesionalnya dalam spektrum yang lebih
luas dengan mengaitkan bidang ilmu atau profesi yang serupa.
62
d. Merumuskan pendekatan untuk memecahkan berbagai masalah
masyarakat dengan cara penalaran ilmiah.
Doktor mempunyai kemampuan :
a. Mengembangkan konsep baru dalam bidang ilmunya atau
profesinya melalui riset.
b. Melaksanakan, mengorganisasikan dan memimpin program riset.
c. Pendekatan interdisipliner bagi penerapan professional.
Bertolak dari dasar bentuk peranan seorang tenaga kependidikan
khususnya guru maka lulusan UNY harus memiliki :
1. Kemampuan pribadi
2. Kemampuan akademik
3. Kemampuan profesi
4. Kemampuan kemasyarakatan.
Keempat kemampuan ini harus terkait dalam satu pribadi yang utuh.
Khusus yang menyangkut ketetuan-ketentuan pokok Pendidikan Tenaga
Kependidikan Sekolah Menengah (PTKSM) yang mulai diberlakukan sejak
tahun 1992 ditetapkan beberapa perangkat kemampuan yang diharapkan
dikuasai lulusan program pendidikan prajabatan guru yang pada dasarnya
meliputi:
1. Kesadaran dan kemampuan pengembangan diri sebagai individu warga
pendidikan tinggi dan sebagai pekerja profesional.
2. Menguasai bidang ilmu dan sumber bahan ajar.
63
3. Menguasai prinsip-prinsip kependidikan dan memahami hakekat subjek
didik.
4. Kemampuan menyusun dan menyelenggarakan program pengajaran dan
tugas-tugas kegiatan kependidikan lainnya (Sumber disarikan dari Majalah
Pewara Nomor 20 Tahun II, Edisi April 2001.)
B. Struktur Organisasi Universitas Negeri Yogyakarta.
Sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan pasal 4 Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 1999 tentang perubahan Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) menjadi Universitas, maka lahirlah
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 274/O/1999 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Universitas Negeri Yogyakarta. Dari Keputusan
Menteri tersebut dapat dilihat kedudukan, tugas pokok, dan fungsi Universitas
Negeri Yogyakarta dan masing-masing unsur pimpinan di UNY.
Struktur organisasi Universitas Negeri Yogyakarta yang secara formal
dalam pasal 1 keputusan presiden di atas menjelaskan Universitas Negeri
Yogyakarta selanjutnya disebut UNY adalah perguruan tinggi yang
diselenggarakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, mempunyai tugas
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah
disiplin ilmu teknologi dan/atau kesenian tertentu. Kemudian untuk
menyelenggarakan tugas pokok tersebut, UNY mempunyai fungsi :
64
a. Pelaksanaan dan pengembangan pendidikan tinggi;
b. Pelaksanaan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian;
c. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat;
d. Pelaksanaan pembinaan sivitas akademika dan hubungannya dengan
lingkungan;
e. Pelaksanaan kegiatan layanan administratif
Dalam bagan di bawah ini digambarkan Organisasi dan Tata Kerja
Universitas Negeri Yogyakarta :
65
Gambar 2 : Bagan Organisasi dan Tata Kerja Universitas Negeri Yogyakarta Sumber : Salinan lampiran Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 274/O/1999 Tanggal 14 Oktober 1999.
Secara organisatoris unsur-unsur pimpinan di Universitas Negeri
Yogyakarta terdiri atas :
a. Rektor dan Pembantu Rektor;
b. Senat Universitas;
c. Fakultas :
66
1. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2. Fakultas Teknik
3. Fakultas Ilmu Pendidikan
4. Fakultas Bahasa dan Seni
5. Fakultas Ilmu Sosial
6. Fakultas Ilmu Keolahragaan
d. Program Pasca Sarjana;
e. Dosen;
f. Lembaga Penelitian;
g. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat;
h. Biro Admistrasi Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Sistem
Informasi;
i. Biro Administrasi Umum dan Keuangan;
j. Unit Pelaksana Teknis;
1. Perpustakaan
2. Pusat Komputer
3. Unit Pelaksana Teknis Lainnya;
k. Dewan Penyantun;
Masing-masing unsur dan pimpinan di atas memiliki tugas dan fungsi
sebagai berikut :
1. Rektor dan Pembantu Rektor
Rektor mempunyai tugas :
67
a). Memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, tenaga
administrasi, dan hubungannya dengan lingkungan;
b). Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi, badan swasta,
dan masyarakat untuk memecahkan persoalan yang timbul, terutama
yang berkaitan dengan bidang tanggung jawabnya.
Dalam melaksanakan tugasnya Rektor dibantu oleh 3 (tiga) orang
Pembantu Rektor yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Rektor, yaitu :
a. Pembantu Rektor Bidang Akademik, yang selanjutnya disebut
Pembantu Rektor I;
b. Pembantu Rektor Bidang Admistrasi Umum, yang selanjutnya
disebut Pembantu Rektor II;
c. Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, yang selanjutnya
disebut Pembantu Rektor III;
Dari ketiga Pembantu Rektor tersebut memiliki tugas sebagai berikut:
Pembantu Rektor I
Pembantu Rektor I mempunyai tugas membantu Rektor dalam memimpin
pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Pembantu Rektor II
Pembantu Rektor II mempunyai tugas membantu Rektor dalam memimpin
pelaksanaan kegiatan dibidang keuangan dan admisitrasi umum.
Pembantu Rektor III
68
Pembantu Rektor III mempunyai tugas membantu Rektor dalam
memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan mahasiswa dan
layanan kesejahteraan mahasiswa.
2. Fakultas
Fakultas mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan
pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu atau seperangkat
cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut fakultas mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan dan pengembangan pendidikan;
b. Pelaksanaan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian;
c. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat;
d. Pelaksanaan pembinaan sivitas akademika;
e. Pelaksanaan urusan tata usaha
Fakultas terdiri atas :
a. Dekan dan Pembantu Dekan;
b. Senat Fakultas;
c. Jurusan;
d. Laboratorium/studio;
e. Dosen
f. Bagian Tata Usaha
1). Dekan dan Pembantu Dekan
69
Dekan mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan pendidikan,
penelitian, pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga
kependidikan, mahasiswa, tenaga administrasi, administrasi fakultas.
Pembantu Dekan terdiri atas :
a. Pembantu Dekan Bidang Akademik, selanjutnya disebut Pembantu
Dekan I;
b. Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum, selanjutnya disebut
Pembantu Dekan II;
c. Pembantu Dekan Bidang kemahsiswaan, selanjutnya disebut
Pembantu Dekan III;
Dari ketiga Pembantu Dekan tersebut memiliki tugas sebagai berikut :
Pembantu Dekan I
Pembantu Dekan I mempunyai tugas membantu Dekan dalam
memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
Pembantu Dekan II
Pembantu Dekan II mempunyai tugas membantu Dekan dalam
memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan dan admisitrasi
umum.
Pembantu Dekan III
Pembantu Dekan III mempunyai tugas membantu Dekan dalam
memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan mahasiswa dan
layanan kesejahteraan mahasiswa.
70
2). Jurusan
Jurusan adalah unsur pelaksana akademik pada fakultas yang memiliki
tugas melaksanakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam
sebagian atau satu cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
kesenian tertentu. Jurusan dipimpin oleh seorang ketua dan dibantu
oleh seorang Sekretaris Jurusan.
3). Laboratorium/Studio
Laboratorium/Studio mempunyai tugas melakukan kegiatan dalam
cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian tertentu
sebagai penunjang pelaksanaan tugas jurusan sesuai dengan ketentuan
bidang yang bersangkutan.
4). Bagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi
umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pendidikan di
fakultas. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut bagian tata usaha
mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan administrasi pendidikan;
b. Pelaksanaan administrasi umum dan perlengkapan;
c. Pelaksanaan administtrasi keuangan dan kepegawaian
d. Pelaksanaan administrasi kemahasiswaan dan alumni
Bagian Tata Usaha tersebut terdiri atas :
a. Subbagian Pendidikan, dengan tugas melakukan administrasi
pendidikan
71
b. Subbagian Umum dan Perlengkapan, dengan tugas melakukan
urusan tata usaha, rumah tangga dan perlengkapan.
c. Subbagian Keuangan dan Kepegawaian, dengan tugas melakukan
administrasi keuangan dan kepegawaian
d. Subbagian Kemahasiswaan, dengan tugas melakukan administrasi
kemahsiswaan dan alumni.
3. Program Pasca Sarjana
Program Pasca Sarjana mempunyai tugas melaksanakan pendidikan
Program Magister dan Doktor berfungsi sebagai :
a. Pelaksanaan dan pengembangan pendidikan;
b. Pelaksanaan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian;
c. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat;
d. Pelaksanaan pembinaan sivitas akademika
e. Pelaksanaan urusan tata usaha
4. Dosen
Dosen mempunyai tugas utama mengajar, membimbing, dan/atau melatih
mahasiswa serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
5. Lembaga Penelitian
Lembaga Penelitian mempunyai tugas melaksanakan, mengkoordinasikan,
memantau, menilai pelaksanaan kegiatan penelitian yang diselenggarakan
oleh Pusat Penelitian, serta ikut serta mengendalikan administrasi sumber
daya yang diperlukan. Adapun fungsinya adalah :
72
a. Melaksanakan penelitian ilmiah murni;
b. Melaksanakan penelitian ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
kesenian tertentu untuk menunjang pembangunan;
c. Melaksanakan penelitian untuk pendidikan dan pengembangan
institusi;
d. Melaksanakan penelitian ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
kesenian serta penelitian untuk mengembangkan konsepsi
pembangunan nasional, wilayah, dan/atau daerah;
e. Melaksanakan urusan tata usaha.
6. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat mempunyai tugas
menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan ikut
mengusahakan sumber daya yang diperlukan, dengan fungsinya sebagai
berikut :
a. Pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian;
b. Peningkatan relevansi program UNY sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
c. Pelaksanaan pemberian bantuan kepada masyarakat dalam
melaksanakan pembangunan;
d. Pelaksanaan pengembangan pola dan konsepsi pembangunan
nasional, wilayah, dan/atau daerah;
e. Pelaksanaan tata usaha.
73
7. Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Sistem
Informasi.
Biro ini mempunyai tugas memberikan layanan administrasi bidang
akademik, kemahasiswaan, perencanaan, dan sistem informasi di
lingkungan UNY, dengan fungsi sebagai berikut :
a. Pelaksanaan administrasi pendidikan dan kerjasama;
b. Pelaksanaan administrasi kemahasiswaan;
c. Pelaksanaan administrasi perencanaan dan sistem informasi.
Biro administrasi akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Sistem
Informasi terdiri atas :
a. Bagian Pendidikan dan Kerjasama, dengan tugas melaksanakan
administrasi pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat
dan kerjasama;
Bagian Pendidikan dan Kerjasama dibagi menjadi empat Subbagian :
1) Subbagian Pendidikan dan Evaluasi, dengan tugas
melakukan administrasi pendidikan dan evaluasi;
2) Subbagian Registrasi dan Statsistik, dengan tugas
melakukan registrasi dan statistik;
3) Subbagian Sarana Pendidikan, dengan tugas melakukan
adminstrasi sarana pendidikan;
4) Subbagian Kerjasama, dengan tugas melakukan
administrasi kerjasama.
b. Bagian Kemahasiswaan
74
Bagian Kemahasiswaan mempunyai tugas melaksanakan administrasi
kemahasiswaan, dan untuk menyelenggarakan tugas tersebut
mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan administasi minat, penalaran, dan informasi
kemahasiswaan;
b. Pelaksanaan layanan kesejahteraan mahasiswa.
Bagian kemahasiswaan ini terdiri atas :
1) Subbagian Minat, Penalaran, dan Informasi
Kemahasiswaan dengan tugas melakukan administrasi minat,
penalaran, dan informasi kemahasiswaan.
2) Subbagian Pelayanan Kesejahteraan Mahasiswa, dengan
tugas melakukan tugas layanan kesejahteraan mahasiswa.
c. Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi
Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi mempunyai tugas
melakukan administrasi perencanaan dan untuk menyelenggarakan
tugas tersebut mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan administrasi perencanaan;
b. Pelaksanaan adminstrasi sistem informasi;
Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi terdiri atas :
1) Subbagian Perencanaan, dengan tugas melakukan
tugas administrasi perencanaan akademik dan fisik.
2) Subbagian Sistem dan Informasi, dengan tugas
melakukan pengumpulan data serta layanan informasi.
75
8. Biro Adiministrasi Umum dan Keuangan
Biro Adiministrasi Umum dan Keuangan mempunyai tugas memberikan
layanan adiministrasi umum dan keuangan di lingkungan UNY dan untuk
menyelenggarakan tugas tersebut mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, hukum dan
tatalaksana, dan perlengkapan;
b. Pelaksanaan urusan kepegawaian;
c. Pelaksanaan urusan keuangan.
Biro Adiministrasi Umum dan Keuangan terdiri atas :
a. Bagian Umum, Hukum dan Tatalaksana, dan
Perlengakapan dengan tugas melaksanakan urusan umum, hukum dan
tatalaksana, dan perlengakapan.
Bagian Umum, Hukum dan Tatalaksana, dan Perlengakapan terdiri
dari:
1) Subbagian Tata Usaha, dengan tugas
melakukan urusan tata usaha.
2) Subbagian Rumah Tangga, dengan tugas melakukan urusan rumah
tangga.
3) Subbagian Hukum dan Tata Laksana, dengan tugas urusan hukum
dan perundang-undangan, tata laksana, dan hubungan masyarakat.
4) Subbagian Perlengakapan, dengan tugas melakukan urusan
perlengkapan.
76
b. Bagian Kepegawaian mempunyai tugas
melaksanakan urusan kepegawaian. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut bagian kepegawaian mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan administrasi akademik
b. Pelaksanaan administrasi tenaga administratif
Bagian Kepegawaian terdiri atas:
1) Subbagian Tenaga Akademik, dengan tugas melakukan
administrasi akademik dan tenaga penunjang akademik.
2) Subbagian Tenaga Administratif, dengan tugas
melaksanakan administrasi dan tenaga penunjang administrasi.
c. Bagian keuangan.
Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan administrasi
keuangan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut bagian keuangan
mempunyai fungsi:
a) Pelaksanaan administrasi anggaran
rutin dan pengkoordinasian anggaran pembangunan;
b) Pelaksanaan administrasi dana
yang berasal dari masyarakat;
c) Pelaksanaan monitoring dan
evaluasi.
Bagian keuangan terdiri dari :
77
1) Subbagian Anggaran
Rutin dan Pembangunan, dengan melakukan adminstrasi anggaran
rutin dan administrasi pembangunan.
2) Subbagian Dana
Masyarakat, dengan tugas melakukan administrasi dana yang
berasal dari masyarakat.
3) Subbagian Monitoring
dan Evaluasi, dengan tugas melakukan administrasi monitoring dan
evaluasi.
9. Unit Pelaksana Teknis
a. Perpustakaan
Perpustakaan mempunyai tugas memberikan layanan bahan pustaka
untuk keperluan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Dan untuk menyelenggarakan tugas tersebut perpustakaan
mempunyai fungsi :
a) Penyediaan dan pengolahan bahan pustaka;
b) Pemberian layanan dan pendayagunaan bahan
pustaka;
c) Pemeliharaan bahan pustaka;
d) Pemberian layanan referensi;
e) Pelaksanaan urusan tata usaha.
b. Pusat Komputer
78
Pusat Komputer mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah,
menyajikan, menyimpan, data dan informasi, serta memberikan
layanan untuk program-program pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat
10. Kantor Kerjasama Humas dan Protokol
Kantor Kerjasama Humas dan Protokol berdasarkan hasil wawancara
tanggal 28 Februari 2005 dengan SG sebagai kepala kantor kerjasama
humas dan protokol adalah lembaga unifikasi dari subbagian kerjasama,
kehumasan dan protokoler yang diresmikan pada tanggal 29 Maret 2004
berkedudukan di bawah rektor dan bertanggung jawab langsung kepada
rektor dengan tugas pokok melaksanakan kerjasama dalam dan luar negeri,
kehumasan dan urusan protokoler di lingkungan UNY.
Lebih lanjut dalam pasal 96 Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 207/O/1999 dinyatakan bahwa tata kerja setiap pemimpin
suatu organisasi dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, baik di lingkungan masing-masing
maupun antar satuan organisasi di lingkungan UNY serta dengan instansi lain
di luar UNY sesuai dengan tugas masing-masing.
C. Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri Universitas Negeri Yogyakarta
Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode
kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan kerjasama luar
negeri di Universitas Negeri Yogyakarta, hambatan-hambatan yang timbul
79
dalam pelaksanaan dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi
hambatan tersebut ditinjau dari sudut pandang hukum internasional. Hasil
penelitian ini berupa data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
para subjek penelitian, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil wawancara
dan observasi dalam penelitian ini merupakan data primer, sedangkan data
dokumentasi merupakan data sekunder.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas dan berdasarkan informasi
yang diberikan informan dan studi dokumentasi, dijelaskan oleh SG selaku
Kepala Kantor Kerjasama Humas dan Protokol Universitas Negeri Yogyakarta
bahwa secara umum sebenarnya pelaksanaan kerjasama luar negeri baik yang
berdasarkan perjanjian tertulis dalam bentuk MOU maupun perjanjian tidak
tertulis khususnya bidang pendidikan sudah dilakukan oleh masing-masing
fakultas di lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta. Hal ini diperkuat oleh
SY selaku Rektor yang menyatakan bahwa secara teknis pelaksanaan
kerjasama luar negeri yang sudah berjalan selama ini sebenarnya banyak
dilakukan oleh fakultas atau malah inisiatif fakultas sendiri yang kemudian di
fasilitasi oleh universitas, jadi mekanismenya bisa top-down atau bottom-up.
Artinya kerjasama tersebut bisa usulan dari universitas kemudian dilaksanakan
oleh fakultas (sebagai pelaksana teknis) atau sebaliknya atas usulan fakultas
dan dilaksanakan oleh universitas dan fakultas atau malah bisa jadi atas usulan
fakultas dan universitas (wawancara tanggal 14 Maret 2005, pukul 09.03-
09.25). Hal senada juga dikemukakan oleh SM selaku Pembantu Rektor I
yang mengatakan bahwa UNY sebenarnya tidak begitu ketinggalan dari
80
universitas lain dalam hal kerjasama luar negeri. Ini bisa dibuktikan dengan
adanya program-program kerjasama pertukaran dosen dan mahasiswa,
kerjasama publikasi ilmiah, penelitian ilmiah dan lainnya yang dilaksanakan
atau diprakarsai oleh universitas maupun fakultas baik itu berdasarkan
perjanjian tertulis maupun tidak tertulis (wawancara tanggal 08 Maret 2005,
pukul 08.50-09.50). Khusus untuk perjanjian secara tertulis dikemukakan SY
bahwa perlunya formalisasi kerjasama, maksudnya kedepan kerjasama yang
belum diformalkan akan segera di formalkan/tertulis (wawancara tanggal 14
Maret 2005, pukul 09.03-09.25). Sementara itu untuk penandatanganan
naskah MOU biasanya dilakukan oleh Rektor, selanjutnya Rektor
mendelegasikan Pembantu Rektor I dan Dekan Fakultas yang bersangkutan
untuk membuat perjanjian pelaksanaan kerjasama yang bersifat teknis dan
secara formal disebut “Action Plan”. Lebih lanjut mengenai bentuk perjanjian
(naskah MOU), dikatakan oleh SG bahwa bila perjanjian tersebut
dilaksanakan antara G to G (government to government) maka naskah
perjanjian tersebut biasanya berbentuk agreement tetapi bila antar lembaga
maka bentuk naskah perjanjian tersebut adalah MOU. (Wawancara, tanggal 29
Februari 2005, pukul 10.00-11.05 WIB).
Lebih rinci SG memberikan paparan mengenai proses dan tahapan
pelaksanaan kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta dalam tiga
proses utama yang diikuti oleh tahapan-tahapan tertentu pada setiap
prosesnya. Adapun ketiga proses tersebut adalah sebagai berikut :
1. Proses Pra Penandatangan Draft MOU
81
a. Tahap usulan
Dengan adanya otonomi fakultas, maka mekanisme usulan bisa
bersifat bottom-up artinya inisiatif atau usulan kerjasama bisa datang
dari fakultas atau jurusan kemudian disampaikan ke tingkat universitas
untuk mendapat persetujuan. Begitupun juga sebaliknya kerjasama
yang akan dijalin mekanismenya bisa top-down artinya inisiatif
kerjasama atas prakarsa universitas untuk ditindaklanjuti oleh fakultas
atau pihak yang ditunjuk atau bisa campuran antara keduanya.
b. Tahap identifikasi
Tahapan ini adalah identifikasi atas pihak atau lembaga mana yang
akan bekerjasama, kerjasama apa yang akan dilakukan, bagaimana
kredibilitas lembaganya dan dalam bentuk apa kerjasama itu akan
diformalkan.
c. Tahap negosiasi
Tahapan ini meliputi:
a) Pertemuan penjajakan antara kedua
pihak yang merupakan tahap awal perundingan mengenai
kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian kerjasama luar negeri.
b) Pertemuan lanjutan antara kedua
belah pihak untuk membahas substansi dan masalah teknis yang
akan disepakati dalam kerjasama luar negeri.
c) Setelah pertemuan lanjutan
mencapai kesepakatan antara kedua pihak tahapan selanjutnya
82
adalah membuat draft bentuk formal kerjasama, bila disepakati
bentuk kerjasama akan diformalkan dalam MOU maka kedua belah
pihak membuat draft MOU bersama.
d) Tahapan selanjutnya setelah
pembuatan draft selesai adalah penandatanganan draft MOU oleh
kedua belah pihak menjadi sebuah naskah MOU sebelum
mendapat kekuatan hukum tetap dari instansi terkait negeri
masing-masing pihak.
2. Proses Pasca Penandatangan Draft MOU
Setelah kedua belah pihak menyetujui naskah MOU dan
menandatanganinya maka bagi pihak Universitas Negeri Yogyakarta,
langkah selanjutnya adalah mengirimkan naskah MOU yang telah
ditandatangani tersebut ke Departemen Pendidikan Nasional untuk
mendapatkan pengesahan Dirjen Dikti Depdiknas dan didaftarkan di
Departemen Luar Negeri kemudian tembusannya disampaikan ke
Sekretariat Negara Republik Indonesia.
3. Pengembalian naskah MOU yang telah disahkan.
Setelah ketiga proses di atas dilalui maka naskah MOU telah menjadi
dokumen resmi suatu perjanjian internasional yang memiliki kekuatan
hukum formal dan berlaku mengikat secara definitif kedua belah pihak
83
sesuai dengan perjanjian yang tertulis dalam MOU tersebut (pasal 6 ayat 2
Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000).
Sebagai gambaran berikut disajikan Skema alur proses kerjasama luar
negeri yang telah dilakukan oleh Universitas Negeri Yogyakarta :
Gambar 3: Skema Alur proses kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta.
84
Meliputi 4 TahapUsulan kerjasamaPerumusan kerjasamaPembuatan naskah kerjasamaNegosiasi
Tahapan ini meliputi hal :Pembicaraan Penentuan bentuk kerjasamaPembuatan draft kerjasama
Pra Penandatanganan Draft MOU
Pasca Penandatanganan Draft MOU
Pengiriman draft kerjasama untuk mendapat pengesahanan Dirjen Dikti, didaftarkan di Deplu dan ditembuskan ke Setneg
Pengembalian MOU yang sudah disetujui dan disahkan (naskah)
MOU siap digunakan sebagai dasar hukum formal dalam kerjasama
Penandatanganan Draft
Dari paparan alur proses kerjasama luar negeri Universitas Negeri
Yogyakarta yang dikemukakan SG di atas dapat ditinjau secara yuridis
berdasarkan instrumen perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Indikator
tinjauannya adalah sebagai berikut:
a. Proses Perumusan
Dalam hukum perjanjian internasional dikenal adanya langkah dalam
proses perumusan perjanjian yaitu pendekatan Informal menuju langkah
Formal. Artinya pihak-pihak yang bermaksud untuk membuat atau
merumuskan suatu perjanjian internasional mengenai masalah tertentu,
terlebih dahulu melakukan pendekatan-pendekatan baik yang bersifat
informal maupun formal dalam rangka mencapai suatu kesepakatan (I
Wayan Parthiana, 2002:93). Langkah-langkah tersebut yang secara teknis
dijelaskan pada pasal 6 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2000 "Pembuatan
perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan,
85
perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan”. Dan apabila
bentuk perjanjian internasional tersebut melibatkan banyak pihak yang
mengikatkan diri (multilateral agreement) maka penandatanganan bukan
merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak, keterikatan terhadap
perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan
(ratification/accession/-acceptance/approval) kecuali perjanjian tersebut
hanya mengikat dua pihak (bilateral). Oleh karena semua bentuk
kerjasama yang telah dilakukan Universitas Negeri Yogyakarta adalah
kerjasama bilateral (bilateral agreement) maka penandatanganan naskah
kerjasama merupakan tahap akhir dalam perundingan untuk melegalisasi
naskah kerjasama tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 15
ayat 1 yang menyatakan:
“Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan adanya pengesahan dalam pemberlakuan perjanjian tersebut dan memuat materi yang bersifat teknis atau merupakan pelaksanaan teknis atas suatu perjanjian induk, dapat langsung berlaku setelahpenandatanganan, pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik atau setelah melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak pada perjanjian internasional. Perjanjian yang termasuk dalam kategori tersebut diantaranya adalah perjanjian yang secara teknis mengatur kerja sama di bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan, kesehatan, keluarga berencana, pertanian, kehutanan, serta kerja sama antar propinsi dan antar kota”.
Dipertegas dengan pasal 11 Konvensi Wina 1969 yang dikutip I Wayan
Parthiana (1990:176) yang menyatakan bahwa penandatangan (signature)
adalah salah satu cara yang sudah dikenal untuk menyatakan persetujuan
terikat pada suatu perjanjian internasional. Seperti secara jelas
dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang dikutip oleh I Wayan
86
Parthiana (1990:170) bahwa ditinjau dari tahap yang harus dilalui sampai
berhasil dilahirkan atau dibentuk suatu perjanjian internasional maka
naskah MOU Universitas Negeri Yogyakarta dapat dikategorikan sebagai
perjanjian internasional melalui dua tahap. Kedua tahap tersebut adalah
tahap perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature).
Dalam tahap perundingan ini, wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu
forum merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan. Selanjutnya
memasuki tahap kedua yaitu tahap penandatanganan, maka perjanjian
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi para pihak yang
bersangkutan. Dengan demikian, tahap terakhir dalam perjanjian dua
tahap, mempunyai makna sebagai persetujuan pengikatan diri dari para
pihak terhadap naskah perjanjian yang telah disepakati (Consent to be
Bound by a Treaty). Cara-cara tersebut sudah lazim dilakukan sebagai
hukum kebiasaan internasional, dimana langkah penandatanganan sebagai
pernyataan persetujuan untuk terikat pada perjanjian digabungkan dengan
langkah langkah pengadopsian dan pengotentikasian naskah perjanjian.
Pasal 12 ayat 1 Konvensi Wina 1969 selengkapnya menyatakan sebagai
berikut :
The Consent of a state to be bound by a treaty is expressed by the signature of its representative when:(a) The treaty provides that signature shall have that affect;(b) It is otherwise established that the negotiating States were agred
that signature should have that effect; or(c) The intention of the State to give that effect to the signature
appears from the full power of its representative or was expressed during the negotiation.
87
Persetujuan suatu negara untuk terikat pada suatu perjanjian internasional dinyatakan dengan penandatanganan wakil-wakilnya, apabila:(a) Perjanjian itu sendiri menentukan bahwa
penandatanganan tersebut menjadikan negara-negara itu terikat pada perjanjian tersebut;
(b) Sebaliknya negara-negara yang melakukan perundingan menyepakati bahwa penandatanganan akan menjadikan negara-negara itu akan terikat pada perjanjian tersebut;
(c) Maksud dari suatu negara untuk menjadikan terikat dengan cara penandatanganan tersebut tampak dari kuasa penuh dari wakilnya atau dinyatakan selama perundingan.
Dari pasal yang dikutip oleh Sugeng Istanto (2002:112) di atas,
menyatakan bahwa suatu perjanjian internasional dimana negara-negara
menyatakan persetujuan untuk terikat pada perjanjian internasional dengan
cara melakukan penandatanganan, diatur secara legal dalam hukum
internasional.
b. Pengesahan naskah
Secara umum yang dimaksud pengesahan menurut Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2000 adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri
pada suatu pejanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification),
aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval).
Namun seperti dikemukakan di atas keempat bentuk pengesahan tersebut
diperlukan apabila memang dipersyaratkan dalam perjanjian. Bila suatu
perjanjian tidak mensyaratkan pengesahan, maka tidak ada unsur
keharusan untuk mendapatkan pengesahan. Hal tersebut diatur dalam pasal
9 ayat 1 yang menyatakan “Pengesahan perjanjian internasional oleh
Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh
88
perjanjian internasional tersebut”. Jadi perjanjian internasional yang
dilakukan oleh UNY adalah memenuhi syarat kaidah hukum internasional
Selanjutnya dari semua bentuk perjanjian kerjasama tertulis yang
dituangkan dalam MOU antara Universitas Negeri Yogyakarta dengan
universitas atau lembaga lain di luar negeri, tentunya secara administratif
harus mengacu pada standar penulisan perjanjian tertulis sebagaimana
lazimnya dilakukan dalam pembuatan naskah perjanjian internasional.
Terutama dalam hal struktur perjanjian yang berupa MOU. Maka pola
penulisan yang harus dilakukan adalah mengacu pada pola struktur
perjanjian internasional. Menurut O’Connel dan Starke yang dikutip oleh
Mod.Burhan Tsani (1990:71-72), pola struktur perjanjian internasional
pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Judul;
2. Preambul;
3. Klausula substantif;
4. Klausula formal;
5. Pembuktian formal;
6. Tanda tangan delegasi.
Di bawah ini adalah contoh MOU yang pernah dibuat antara
Universitas Negeri Yogyakarta (IKIP Yogyakarta) dengan Charles Sturt
University, dilihat struktur MOU tersebut berdasarkan pola struktur perjanjian
internasional :
89
90
91
92
93
Keterangan struktur perjanjian (MOU) di atas :
I. Menunjukkan Judul perjanjian
II. Menunjukkan Preambul perjanjian
III. Menunjukkan Klausula substantif
IV. Menunjukkan Klausula formal
V. Menunjukkan Pembuktian formal
VI. Menunjukkan Tandatangan para delegasi.
Melihat prakteknya struktur di atas bisa saja ditambahi dengan
tandatangan pengesahan dari pihak berwenang (Dirjen Dikti) yang
ditempatkan dibawah tandatangan para delegasi.
94
Perkembangan yang tidak kalah menarik selain bentuk kerjasama
secara tertulis Universitas Negeri Yogyakarta dengan pihak luar negeri, juga
perlu diperhatikan bentuk kerjasama berdasarkan perjanjian yang tidak tertulis
atau yang lebih dikenal (unwritten agreement/oral agreement). Menurut hasil
wawancara dengan SG (wawancara tanggal 12 Juni 2005) menjelaskan bahwa
peranan kerjasama luar negeri secara lisan atau berdasarkan hasil kesepakatan
tanpa MOU dengan pihak luar negeri tidak kalah penting kontribusinya
daripada perjanjian secara tertulis bagi perkembangan kerjasama luar negeri
Universitas Negeri Yogyakarta terutama dalam tahap penjajagan atau
perintisan kerjasama selanjutnya. Walaupun proses pembuatan
kesepakatannya hanya merupakan perjanjian secara lisan antara pihak
(delegasi) Universitas Negeri Yogyakarta dengan pihak (delegasi) luar negeri,
tetapi daya mengikat perjanjian tersebut dapat dirasakan pada implementasi
kegiatannya yang tidak jarang malah menjadi suatu awal (rintisan) pada
perjanjian formal (tertulis). Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa
kerjasama yang telah dan sedang berlangsung. Di bawah ini daftar beberapa
kerjasama yang sempat terdokumentasikan oleh Kantor Kerjasama Humas dan
Protokol, dari tahun 2000-2005 :
Tabel 3 : Daftar kerjasama (Non MOU) yang digolongkan sebagai unwritten agreement tahun 2000-2004.
No
Pihak Kerjasama Waktu Bentuk Kerjasama Tindak lanjut
1 UNY dan National University of Singapore(NUS)
16 Mei 2000
Kunjungan studi banding tim kesenian NUS & penajajagan kerjasama dalam bidang kesenian
Dalam penjajagan/pros
es2 UNY dengan European
Union (EU)Tidak disebutkan
Pengiriman buku-buku, informasi,leaflet, kaset, video dll.
Kiriman rutin
3 UNY dengan Consortium 20 Juli Kunjungan Studi Banding guru TK- Tidak ada
95
For Teaching Asia And The Fasific In The School (CTAPS) Amerika Serikat
2000 SMU dari AS dilanjutkan dengan diskusi, pertukaran informasi dan ramah tamah.
4 UNY dengan American Embassy
3 Agustus, 9 Oktober 2000 dan 26 Januari 2001
Dialog, promosi Civic Education, ,dan pertukaran informasi.
Kiriman e-mail secara rutin
5 UNY dengan Australian Embassy dan University of Western Sidney (UWS)
21 November 2000
Seminar dan kursus bahasa indonesia Tidak ada
6 UNY dengan Deutscher Akademischer Austauch-Dienst (DAAD)
2003 Penugasan Volenteer pengajar Bahasa Jerman di UNY
Tidak ada
7 UNY Dengan Australian Consortium For In-Country Indonesian Study(ACICIS), Australia.
2003-2004 Pertukaran Mahasiswa Tindak lanjut dari tahun 2003
8 UNY dengan Konstanz University Jerman
2004 Pementasan Drama Multimedia Tidak ada
9 UNY dengan Pitoe Galery-University Kebangsaan Malaysia (UKM)
2004 Malam refleksi puisi dan dialog sastra dengan menhadirkan Prof.Siti Zainon Tidak ada
keterangan
10 UNY dengan prof. Bart Crum (Belanda)
2004 Sosialisasi Tenis Kursi Roda bantuan ITF
Tidak ada
11 Walailan University Thailand
2005 Pertemuan Delegasi dari Tahiland untuk membicarakan peluang Kerjasama bidang Pendidikan
Dalam tahap perumusan
Sumber : Hasil rekapitulasi pada Lampiran Pidato Rektor Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2001-2004.
Dalam prakteknya, kerjasama non MOU ini merupakan serangkaian
komunikasi bilateral antara kedua belah pihak yang biasanya berawal dari
perbincangan nonformal antara (delegasi) pejabat UNY dengan pihak luar
negeri di suatu pertemuan. Hasil perbincangan itu ditindak lanjuti dengan
saling berkirim surat atau E-mail (Dokumen yang diperlukan) dan bila
dianggap perlu saling menelpon. Bila komunikasi sudah matang maka akan
ditindak lanjuti dengan pertemuan. Pertemuan ini diperlukan apabila dari
pertukaran dokumen dan informasi tadi terlihat suatu peluang saling
menguntungkan kemudian saling menjajagi perihal peluang kerjasama yang
lebih intensif, perkenalan program dan tawar menawar bila kemungkinan
96
adanya pendanaan (dana pendamping) bagi kerjasama yang akan
dilaksanakan. Namun apabila dipandang tidak ada peluang, biasanya akan
terjadi kesepakatan secara lisan untuk saling berkirim informasi/dokumen
lainnya yang sifatnya tidak mengikat dan tidak perlu ada konsekwensi timbal
balik (pendanaan). Sebagai contoh kerjasama yang terjalin selama ini antara
UNY dengan EU dan DAAD dalam hal pertukaran informasi study di negara
Eropa. Bentuk kerjasamanya adalah saling berkirim buku, leafleat, jurnal dan
lain-lain (Wawancara dengan SG tanggal 11 Juni 2005, pukul 08.30-09.00
WIB).
D. Hambatan-hambatan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan
Kerjasama Luar Negeri Universitas Negeri Yogyakarta.
Untuk mencapai sebuah kemajuan tentunya akan selalu dihadapkan
pada tantangan dan hambatan. Hal tersebut dapat dirasakan oleh Universitas
Negeri Yogyakarta dalam upayanya mengembangkan kerjasama luar
negerinya. Dari data yang didapat tentang Mitra Kerjasama Luar Negeri UNY
sampai dari 1993 sampai tahun 2004 terlihat bahwa hanya 4 kerjasama dari
lima belas kerjasama yang terjalin yang memiliki dokumen formal melalui
MOU. Hal ini mengindikasikan adanya beberapa hambatan dalam
pelaksanaannya, diantaranya adalah:
1. Kerjasama memerlukan dana pendamping yang besar.
97
Seperti diungkapkan oleh SG pada saat wawancara tanggal 23 Februari
2005, bahwa dasar pertimbangan kerjasama luar negeri dalam bentuk
kerjasama apapun adalah prinsip menguntungkan kedua pihak. Hal ini
berarti bila satu pihak mengeluarkan dana maka pihak lain yang diajak
kerjasama juga harus mengeluarkan hal yang sama, secara gamblang SG
membuat contoh bila UNY mengadakan kerjasama dengan suatu
universitas di luar negeri maka UNY harus menyediakan dana
pendamping untuk melaksanakan kegiatan kerjasama tersebut. Sedangkan
dana untuk kegiatan kerjasama di UNY sangat terbatas bahkan kalau
dilihat dalam Alokasi Anggaran Rutin (DIK) Universitas Negeri
Yogyakarta Tahun 2003 tidak terlihat penganggaran khusus, berikut
disajikan tabel alokasi anggaran rutin UNY :
Tabel 4. Alokasi Anggaran Rutin (DIK) Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2003.
No KodePembelanjaan
Uraian Anggaran Alokasi Anggaran(Rp)
123
4567
89
10
MAK 5110MAK 5120MAK 5150
MAK5120MAK5220MAK5230MAK5250
MAK5330MAK5350
MAK 5410
Belanja PegawaiGaji upahTunjangan beras1. Honor vakasi2. Lembur3. T I D Sub JumlahBelanja BarangKeperluan sehari-hari perkantoranInventaris kantorLangganan daya dan jasaBelanja barang dan lain-lain Sub JumlahBelanja PemeliharaanPemeliharaan kendaraan dinasPemeliharaan lain-lain Sub JumlahBelanja perjalananPerjalanan dinas Sub Jumlah
38,672,056,0001, 231,299,000
216,000,00032,040,00099,600,000
40,250,995,000
250,000,00018,000,000
600,000,0001,100,000,0001,968,000,000
80,000,000500,000,000580.000,000
43,998,00043,998,000
Jumlah Total 42,842,993,000
98
Sumber : Lampiran Laporan Dies Natalis XXXIX UNY Tahun 2003.Hal 119
Dari keseluruhan anggaran di atas diakui oleh SG memang tidak adanya
anggaran khusus untuk kerjasama karena semua anggaran diperuntukkan
hanya untuk kegiatan riil yang bersifat rutin dan pasti, sedangkan bila ada
kerjasama yang memerlukan dana pendamping maka bisa diambilkan dari
dana cadangan yang tidak pasti jumlahnya. Hal tersebut diperkuat oleh SM
sebagai Pembantu Rektor I yang menyatakan bahwa kendala utama
peningkatan kerjasama luar negeri UNY adalah masalah pendanaan karena
setiap universitas/pihak di luar negeri biasanya mau mengadakan barter
kerjasama selalu memakai standar US Dollar dalam pendanaannya. Hal ini
jelas sangat memberatkan UNY dan tidak semua dapat dilaksanakan
kecuali kontra prestasi atau imbal jasa dari pihak UNY bukan berbentuk
dana segar melainkan fasilitas fisik atau jasa yang ada di UNY
(Wawancara tanggal 08 Maret 2005, pukul 08.50-09.50 WIB).
Hal senada juga disampaikan oleh SY selaku Rektor UNY yang
mengatakan bahwa mengadakan kerjasama itu bukan tidak memiliki
kendala, salah satu kendala yang penting adalah UNY tidak memiliki
Anggaran (budget). Misalnya salah satu syarat pertukaran mahasiswa atau
dosen luar negeri adalah UNY harus mengcover seluruh asuransi bagi
mahasiswa/dosen asing yang datang ke UNY. Hal tersebut tidak mungkin
terpenuhi oleh UNY secara finansial (Wawancara tanggal 14 Maret 2005,
pukul 10.12-10.50 WIB).
99
Dari ketiga pernyataan pejabat UNY di atas dapat disimpulkan bahwa
ternyata ada pengecualian apabila ada kerjasama yang memerlukan dana
pendamping yang sifatnya masih terjangkau dan saling menguntungkan
yaitu bisa diambilkan dari dana cadangan yang tidak pasti jumlahnya,
pernyataan tersebut setidaknya dilontarkan oleh SG pada saat wawancara
tanggal 29 Februari 2005, pukul 10.00-11.05 WIB. Pernyataan SG
tersebut dapat disinkronkan dengan data Alokasi Anggaran Pembangunan
(DIP) Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2003, sebagai berikut:
Tabel 5. Alokasi Anggaran Pembangunan (DIP) Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2003.
TOLOKUKUR
URAIAN KEGIATAN JML ANGGARAN
0101
0407
2201
2517
3113
4320
ADMINISTRASI PROYEK1. Pengelolaan proyek selama 10 BL
BANTUAN BEASISWAA. Bantuan beasiswa PPA1. Mahasiswa lama (715 orx12 bl)2. Mahasiswa baru (60 orx 4 bl)B. Beasiswa bantuan Belajar Mahasiswa (BBM)
PENGADAAN ALAT PENDIDIKAN1. Pengadaan alat/peraga dan penunjang pendidikan
PENGADAAN BUKU-BUKU PERPUSTAKAAN1. Pengadaan buku-buku perpustakaanPEMBANGUNAN GEDUNG PENDIDIKAN1. Lanjutan pemb.gedung lab serbaguna nonstandard
tahap VI
OPERASI & PEMELIHARAAN FASILITAS PEND1. Operasional&Pemeliharaan Pend.Tinggi (DBO)2. Bahan3. Lain-lain
44.545.00044.545.000
1.349.820.000661.500.000643.500.00018.000.000
688.320.000
335.000.000335.000.000
48.000.00048.000.000
3.300.000.0003.300.000.000
1.007.975.0001.007.975.000
657.375.000350.600.000
100
5102
5106
6340
6601
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNISDiklat Pekerti1. Gaji/upah2. Bahan3. Perjalanan4. Lain-lain
RINTISAN PENDIDIKAN GELARA. Penyelengaraan S21. Gaji/upah2. Bahan3. Perjalanan4. Lain-lain
B. Penyelenggaraan S31. Gaji/upah2. Bahan3. Perjalanan4. Lain-lain
PENELITIAN ILMU TERAPAN-Penelitian
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASIA. Operasional SP4 PTB. Kerjasma dengan JICA Teknik (FMIPA)C. Pengembangan Due Like tahun ke V
20.000.00020.000.0004.340.0007.250.0003.480.0004.930.000
3.529.959.0002.736.519.000
576.504.00055.162.000
122.000.0001.983.053.000
793.440.000147.114.00021.978.00012.000.000
612.348.000
135.000.000135.000.000
3.279.000.00029.000.000
250.000.0003.000.000.000
JUMLAH 13.049.299.000
Sumber: Lampiran Laporan Dies Natalis ke XXXIX UNY tahun 2003 Hal 121
Dalam kolom tolok ukur 6601 huruf B disebutkan bahwa kerjasama
dengan JICA Teknik FMIPA membutuhkan anggaran sebesar Rp.
250.000.000,-. Ketika alokasi dana tersebut dikonfirmasikan kepada SM
beliau membenarkan bahwa kerjasama luar negeri yang selama ini yang
masih berjalan adalah dengan JICA (Japan International Coorporations
Agency) dalam bidang pendidikan. Secara teknis memang Fakultas MIPA
(FMIPA) yang bekerjasama dengan pemerintah Jepang namun dalam hal
pengadaan dana pendamping kerjasama tetaplah universitas yang
mendanai walau dalam jumlah yang terbatas.
2. Isu global (politik dan keamanan)
101
Hambatan peningkatan kualitas dan kuantitas kerjasama yang satu
ini sangatlah pelik. Dikatakan pelik karena memang berkaitan dengan isu
politik-keamanan lokal dan global. Sebagaimana diketahui setelah rezim
orde baru runtuh tahun 1998 kondisi keamanan Indonesia semakin buruk.
Banyak investor luar negeri yang hengkang dari negeri ini dikarenakan
tidak terjaminnya keamanan. Hal ini tentunya berdampak buruk kepada
seluruh sektor pembangunan tak terkecuali sektor pendidikan merasakan
dampaknya. Banyak para pelajar dan pangajar dari luar negeri yang
dipanggil pulang oleh institusinya dengan alasan tidak bisa menjamin
keamanan mereka selama tinggal di Indonesia, ini menjadi bumerang bagi
pengembangan kerjasama luar negeri bidang pendidikan di institusi
manapun. Diperparah lagi dengan kejadian 12 Oktober 2002 yaitu
meledaknya Bom Bali. Ini merupakan pukulan telak bagi dunia parawisata
pada umumnya dan dunia pendidikan pada khusunya. Setidaknya
dirasakan oleh UNY yang banyak memiliki mahasiswa asal Austarlia,
akibat kejadian bom tersebut hubungan kerjasama yang selama ini terjalin
dengan baik menjadi terganggu. Langkah Australia yang memanggil
pulang warga negaranya (mahasiswa/dosen), menjadi pedoman bagi
negara asing seperti dari Eropa dan Asia lainnya untuk melakukan hal
yang sama. Dampak buruk lainnya merambat pada pertimbangan negara
asing dalam mengambil kebijakan untuk bekerjasama dengan institusi
yang berada di Indonesia. Mereka pikir-pikir dan sangat hati-hati untuk
mengambil keputusan “Ya” dalam mengadakan kerjasama. Dengan
102
otomatis setelah kejadian tersebut banyak kerjasama dan peluang
kerjasama yang terputus begitu saja, ini dikarenakan pemerintah negara
asing, sebagai contoh Australia lalu mengeluarkan Travel Warning bagi
semua warganya yang ada di Indonesia atau akan bepergian ke Indonesia
(Wawancara dengan SG Tanggal 23 Februari 2005). Pernyataan SG
tersebut diperkuat oleh SY sebagai Rektor UNY yang mengatakan bahwa
pengaruh politik dan keamanan di negara kita akhir-akhir ini sangat
berpengaruh terhadap pengembangan kerjasama institusi pendidikan
termasuk di dalamnya UNY.(Wawancara tanggal 08 Maret 2005, pukul
10.10-11.00 WIB).
3. Birokrasi
Walaupun bukan merupakan hal yang sangat mempengaruhi
peningkatan kualitas dan kuantitas kerjasama luar negeri UNY.
Kelambanan dan sulitnya birokrasi proses pengakuan/pengesahan naskah
kerjasama UNY yang memerlukan rentetan urusan birokrasi dengan Dirjen
Dikti Depdiknas kemudian Sekretaris Negara dan Departemen Luar
Negeri, sedikit banyaknnya mempengaruhi prospek kerjasama yang yang
ada. Seperti sebuah pengalaman yang diungkapkan SG kepada peneliti :
“Memang benar, alur birokrasi selama ini cukup panjang bahkan kadang memerlukan waktu berbulan-bulan sampai satu tahun untuk mendapat pengesahan. Bahkan suatu ketika, UNY berkehendak memperpanjang MOU dengan suatu universitas di luar negeri menjadi batal dikarenakan MOU tersebut nyangkut di salah satu instansi di Jakarta (Dirjen Dikti), ketika pihak kami datang untuk menelusuri, jawabannya adalah “MOU yang mana ya?, coba kami periksa! Atau anda membuat lagi MOU tersebut! Bagaimana?” begitulah jawaban diplomatis dari instansi tersebut yang mengindikasikan bahwa MOU tersebut sudah hilang entah
103
kemana”. (wawancara tanggal 26 Februari 2005, pukul 09.00-10.15 WIB).
Ketika pengalaman kemacetan birokrasi di Jakarta tersebut
disampaikan kepada SM selaku PR I beliau memberi komentar bahwa
birokrasi Jakarta sebenarnya tidak sulit melainkan “Jakarta” selalu berhati-
hati dan memberikan pertimbangan apakah MOU yang akan dijalankan itu
mampu secara finansial dilaksanakan, karena suatu MOU tentu akan
memuat suatu hak dan kewajiban bagi para pihak untuk dilaksanakan. Jika
memang terjadi MOU yang sedang diperpanjang hilang ketika dalam
proses maka itu adalah “Keteledoran Jakarta” yang perlu diperbaiki
bersama. Beliau mengakui bahwa semua proses pengajuan kerjasama tidak
semuanya mulus melainkan banyak pertimbangan dengan sangat hati-hati.
Beliau menambahkan lagi kendala yang paling utama adalah justru datang
dari UNY itu sendiri yaitu bagaimana meningkatkan sumber daya UNY
untuk menunjang kerjasama tersebut terutama kemampuan Bahasa Inggris
dosen yang ada sebagai modal utama kerjasama luar negeri. (Wawancara
tanggal 08 Maret 2005, pukul 10.00-11.05 WIB).
Secara teknis menurut pertimbangan SG, bila suatu kegiatan
kerjasama dilaksanakan tanpa MOU maka akan mengakibatkan
konsekwensi sebagai berikut:
2. Urusan keimigrasian terutama Visa dan Pasport akan terhambat.
3. Ijin kerja bagi orang asing akan kena pajak sehingga bea pajak harus
ditanggung oleh UNY, sedangkan bila orang asing datang berdasarkan
104
kesepakatan suatu kerjasama bilateral maka orang tersebut dikatakan
sebagai volunteer dan bebas pajak.
4. Jika terjadi sesuatu pada orang asing tersebut maka pihak Negara
pengirim tidak akan menjamin asuransinya dan ini dibebankan
sepenuhnya pada UNY. (Wawancara dengan SG, tanggal 26 Februari
2005, pukul 09.00-10.15 WIB).
E. Upaya-upaya Universitas Negeri Yogyakarta Dalam Mengatasi
Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Universitas Negeri Yogyakarta
dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam peningakatan kualitas dan
kuantitas kerjasama luar negeri terdiri dua upaya, antara lain:
a. Upaya Internal
Upaya ke dalam dimasudkan adalah upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia UNY sebagai modal utama kerjasama luar negeri. Dalam hal
ini yang paling pokok adalah peningkatan penguasaan Bahasa Inggris bagi
dosen dan mahasiswa, meliputi :
1) Tes TOEFL Institusional gratis bagi 25 dosen
2) Tes TOEFL bagi mahasiswa baru 2 kali dalam setahun
3) Program unggulan, yang meliputi :
a) Kependidikan
b) Ilmu Pengetahuan Dasar
c) Karya Teknologi
105
d) Karya Seni
4) Optimalisasi Anggaran Pembangunan
Sebagaimana diungkapkan oleh SM pada saat diwawancarai
tanggal 8 Maret 2005, upaya peng-internasionalan UNY sudah dilakukan
melalui berbagai upaya diantaranya memberikan test TOEFL gratis bagi
25 dosen yang diharapkan bila berhasil mencapai nilai TOEFL tinggi
maka dapat melanjutkan studi keluar negeri disamping itu tujuan lainnya
adalah guna membentuk sebuah “Pasukan Elit UNY” istilah pasukan elit
ini dimaksudkan sebagai pasukan khusus UNY yang terdiri dari beberapa
dosen yang mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh
dosen lainnya, yaitu memiliki skor TOEFL minimal 500. Ini ditujukan
guna mempersiapkan sumber daya manusia UNY yang siap dan mampu
menjadi subjek kerjasama luar negeri untuk kemajuan UNY. Kalau diteliti
apa yang diungkapkan oleh SM di atas adalah sebagian contoh upaya
UNY dalam peningkatan SDM-nya. Fakta lain dapat dilihat dari data
kuantitatif dosen yang sedang menempuh pendidikan lanjut baik di dalam
maupun luar negeri tahun akademik 2003/2004. Berikut adalah tabelnya:
Tabel 6. Dosen yang sedang menempuh pendidikan lanjut menurut fakultas dan strata tahun akademik 2003/2004.
Fakultas S2 S3 JumlahDN LN DN LN
FMIPA
FT
FIP
FBS
FIS
FIK
10
19
20
35
7
11
0
0
0
1
2
0
9
14
6
10
5
5
6
4
0
0
0
0
25
37
26
46
14
16
106
Jumlah 102 3 49 10 164Sumber : Lampiran Dies Natalis XL UNY Tahun 2004 hal 99.
Data di atas menunjukan upaya serius UNY dalam upaya
peningkatan kualitas SDM guna menunjang semua aspek pengembangan
termasuk di dalamnya kerjasama luar negeri, walau bisa dicermati lebih
banyak dosen yang melanjut pendidikan di dalam negeri yaitu 102 orang
untuk S2 sebanyak 49 orang untuk S3, daripada dosen yang melanjutkan
studi ke luar negeri yaitu 3 orang untuk S2 dan 10 orang untuk S3. Kalau
dijumlahkan berdasarkan tempat studi maka 152 orang melanjutkan studi
di dalam negeri dan 13 orang melanjutkan studi di luar negeri.
Upaya peningkatan SDM tidak hanya sebatas upaya peningkatan
skor TOEFL bagi dosen saja melainkan mahasiswa pun menjadi garapan
selanjutnya. Langkah ini mulai di realisasikan pada tahun ajaran
2004/2005 melalui test TOEFL yang diwajibkan bagi mahasiswa baru. Hal
ini dapat dilihat dari data kuantitatif yang disampaikan oleh SM selaku PR
II pada saat pengarahan bagi segenap karyawan FIS, tanggal 16 Februari
2005 di Gedung Cut Nyak Dien :
Diagram 1 : Persentase Sekor Min 400 Test TOEFL Mhs & Persentase Absensi
107
Sumber : Pengarahan PR I UNY pada karyawan FIS, tanggal 16 Februari 2005.
Dua upaya riil di atas menunjukan angka skor TOEFL yang memerlukan
penangan khusus untuk peningkatan skor minimal untuk dapat bersaing
dan sejajar dengan universitas lain yang sudah memenuhi standar
internasional. Di lain pihak SM menambahkan, bahwa penanganan khusus
guna peningkatan kualitas Bahasa Inggris di UNY adalah dengan
menciptakan budaya komunikasi dalam Bahasa Inggris dan hal tersebut
sudah berjalan dengan menambah jumlah volenteer dari luar negeri untuk
diajak berdialog atau berdiskusi dan sudah disebarkan kesetiap fakultas.
b. Upaya Eksternal
Upaya ke luar guna mempromosikan UNY dalam bentuk publikasi ilmiah
meliputi kegiatan-kegiatan antara lain: penerbitan jurnal, majalah ilmiah,
dan reportase. Publikasi ilmiah dari sivitas akademika, tidak hanya
terbatas pada penerbitan yang ada di UNY. Banyak hasil karya ilmiah
dosen, karyawan, maupun mahasiswa yang dimuat dan diterbitkan oleh
sejumlah media massa cetak pada tingkat regional, nasional maupun
internasional. Secara jelas karya civitas akademika UNY yang telah
ditebitkan oleh jurnal/majalah ilmiah dan surat kabar di luar penerbitan
UNY dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 7. Jumlah artikel civitas akademika UNY tahun 2002-2003
108
Media 2002 2003
Jurnal/Majalah internasional 4 11Jurnal/Majalah terakreditasi 41 92Jurnal/Majalah ber-ISSN 63 188Surat Kabar Lokal/Nasional 110 124
Jumlah 218 415Sumber. Lampiran I hasil pelaksanaan program dan pengembangan tahun 2003/2004 (Dies Natalis XL UNY tahun 2004).
Data di atas menunjukan peningkatan jumlah publikasi dari tahun
2002 sampai tahun 2003 terutama yang berhasil dipublikasikan di
Majalah/jurnal internasional karena hal tersebut diharapkan akan dapat
merangsang minat institusi di luar negeri untuk mengadakan kerjasama
dengan UNY.
Disamping menerapkan metode promosi universitas ke dalam
maupun ke luar negeri untuk mengatasi hambatan peningkatan kerjasama
luar negeri, pihak Universitas Negeri Yogyakarta melalui kantor kerjasama
telah melakukan langkah konstruktif dengan mengunjungi dan
mendelegasikan kepada mahasiswa atau dosen yang sedang menempuh
studi di beberapa universitas di luar negeri terutama Australia guna
memberikan penjelasan secara mendasar mengenai kondisi keamanan
Indonesia khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang aman bagi
warga negara manapun untuk melakukan kegiatan kerjasama dalam segala
bidang. Pada prinsipnya banyak lembaga dan institusi di luar negeri yang
faham dengan penjelasan seperti itu, tetapi keputusan tetap ada pada
109
kebijakan masing-masing pemerintahnya. (Wawancara dengan SG,
tanggal 28 Februari 2005, pukul 08.10-09.00 WIB.).
Lain hal mengenai masalah sulitnya birokrasi pengesahan MOU ke
Jakarta, dijawab secara diplomatis oleh SM selaku PR I bahwa untuk
mengatasi hal tersebut perlunya upaya peningkatan SDM UNY karena
mungkin saja mereka khawatir tidak siapnya UNY untuk melakukan
kerjasama (Wawancara tanggal 08 Maret 2005, pukul 10.00-11.05 WIB ).
Dari penjabaran upaya-upaya mengatasi hambatan pengembangan
program kerjasama di atas baik dalam atau luar negeri. Kantor kerjasama
humas dan protokol UNY dalam laporan Dies Natalis XL menyimpulkan
upaya apa saja yang sedang dan akan ditempuh melalui kegiatan-kegiatan
yang mendasarkan pada isu-isu yang berkembang, diantaranya sebagai
berikut:
1. Menggali dan mengidentifikasi lembaga-lembaga dalam dan luar
negeri yang memilki potensi untuk melakuakan kerjasama.
2. Mengkoordinasikan kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh
perorangan atau fakultas dengan kantor kerjasama, sehingga terjadi
pemanfaatan kerjasama yang optimal oleh fakultas/lembaga, dan
universitas.
3. Mempromosikan program-program unggulan di UNY untuk
meningkatkan daya tarik UNY bagi lembaga-lembaga dalam dan luar
negeri, sehingga mereka termotivasi untuk melakukan kerjasama
dengan UNY di bawah koordinasi Kantor Kerjasama.
110
4. Mengevaluasi realisasi dan penjabaran MOU yang telah ditandatangani
oleh UNY dan lembaga-lembaga eksternal.
5. Mempererat jalinan kerjasama dengan lembaga kerjasama di
universitas maupun lembaga lain, terutama dalam pengelolaan
informasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarakan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
mengenai pelaksanaan kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta
bidang pendidikan dari tahun 1993-2004 dapat dikemukakan kesimpulan
sebagai berikut:
111
1. Pelaksanaan kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh Universitas
Negeri Yogyakarta, dikoordinasikan oleh Kantor Kerjasama Humas dan
Protokol sehingga terjadi pemanfaatan kerjasama yang optimal oleh
fakultas/lembaga, dan universitas.
2. Adapun pelaksanaan kerjasama luar negeri secara tertulis
Universitas Negeri Yogyakarta dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu :
a. Proses Pra Penandatangan Draft MOU
Proses ini meliputi beberapa tahapan yaitu:
1). Tahap usulan
Mekanisme usulan bisa bersifat bottom-up artinya inisiatif atau
usulan kerjasama bisa datang dari fakultas atau jurusan kemudian
disampaikan ke tingkat universitas untuk mendapat persetujuan.
Begitupun juga sebaliknya kerjasama yang akan dijalin
mekanismenya bisa top-down artinya inisiatif kerjasama atas
prakarsa universitas untuk ditindaklanjuti oleh fakultas atau pihak
yang ditunjuk atau bisa campuran antara keduanya.
2). Tahap identifikasi
Tahapan ini adalah identifikasi atas pihak atau lembaga mana yang
akan bekerjasama, kerjasama apa yang akan dilakukan, bagaimana
kredibilitas lembaganya dan dalam bentuk apa kerjasama itu akan
diformalkan.
3). Tahap negosiasi
Tahapan ini meliputi:
112
a) Pertemuan penjajakan antara kedua
pihak yang merupakan tahap awal perundingan mengenai
kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian kerjasama luar negeri.
b) Pertemuan lanjutan antara kedua
belah pihak untuk membahas substansi dan masalah teknis
yang akan disepakati dalam kerjasama luar negeri.
c) Setelah pertemuan lanjutan
mencapai kesepakatan antara kedua pihak tahapan selanjutnya
adalah membuat draft bentuk formal kerjasama, bila disepakati
bentuk kerjasama akan diformalkan dalam MOU maka kedua
belah pihak membuat draft MOU bersama.
d) Tahapan selanjutnya setelah
pembuatan draft selesai adalah penandatanganan draft MOU
oleh kedua belah pihak menjadi sebuah naskah MOU sebelum
mendapat kekuatan hukum tetap dari instansi terkait negeri
masing-masing pihak.
b. Proses Pasca Penandatangan Draft MOU
Setelah kedua belah pihak menyetujui naskah MOU dan
menandatanganinya maka bagi pihak Universitas Negeri Yogyakarta,
langkah selanjutnya adalah mengirimkan naskah MOU yang telah
ditandatangani tersebut untuk mendapatkan pengesahan Dirjen Dikti
Depdiknas, didaftarkan di Departemen Luar Negeri kemudian
tembusannya disampaikan ke Sekretariat Negara Republik Indonesia.
113
c. Pengembalian naskah MOU yang telah disahkan.
Setelah ketiga proses di atas dilalui maka naskah MOU telah menjadi
dokumen resmi suatu perjanjian internasional yang memiliki kekuatan
hukum formal dan berlaku mengikat secara definitif kedua belah pihak
sesuai dengan perjanjian yang tertulis dalam MOU tersebut
3. Kesesuaian dengan kaidah hukum internasional.
Kerjasama luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta secara
yuridis formal telah memenuhi kriteria prosedur pembuatan dan penulisan
berdasarkan kaidah hukum nasional dan internasional berdasarkan
Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,
Pedoman Pembuatan Perjanjian Internasional di lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional dan Konvensi Wina 1969 yang merupakan pedoman
Hukum Perjanjian Internasional.
4. Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas dan kuantitas kerjasama
luar negeri Universitas Negeri Yogyakarta dijumpai beberapa hambatan,
diantaranya :
a. Pelaksanaan kerjasama memerlukan dana pendamping
yang besar.
Bahwa dasar pertimbangan kerjasama luar negeri dalam bentuk
kerjasama apapun adalah prinsip menguntungkan kedua pihak. Hal ini
berarti bila satu pihak mengeluarkan dana maka pihak lain yang diajak
kerjasama juga harus melakukan hal yang sama. Hal ini berlaku pula
114
bila UNY mengadakan kerjasama dengan suatu universitas di luar
negeri maka UNY harus menyediakan dana pendamping untuk
melaksanakan kegiatan kerjasama tersebut. Sedangkan dana untuk
kegiatan kerjasama di UNY sangat terbatas.
b. Isu global (politik dan keamanan)
Sebagaimana diketahui setelah rezim orde baru runtuh tahun 1998
kondisi keamanan Indonesia semakin buruk. Banyak investor luar
negeri yang hengkang dari negeri ini dikarenakan tidak terjaminnya
keamanan. Hal ini tentunya berdampak buruk kepada seluruh sektor
pembangunan tak terkecuali sektor pendidikan merasakan dampaknya.
Banyak para pelajar dan pangajar dari luar negeri yang dipanggil
pulang oleh institusinya dengan alasan tidak bisa menjamin keamanan
warga negaranya yang tinggal di Indonesia, ini telah menjadi menjadi
bumerang bagi UNY pada khususnya. Diperparah lagi dengan kejadian
12 Oktober 2002 yaitu meledaknya Bom Bali. Ini merupakan pukulan
telak bagi UNY yang banyak memiliki mahasiswa dan pengajar yang
berasal dari luar negeri. Hubungan kerjasama yang selama ini terjalin
menjadi terganggu, bahkan tidak sedikit yang meninjau ulang kembali
kebijakan untuk bekerjasama dengan institusi yang berada di
Indonesia.
c. Kelambanan dan sulitnya birokrasi
Secara langsung ataupun tidak kelambanan dan sulitnya birokrasi
mempengaruhi peningkatan kualitas dan kuantitas kerjasama luar
115
negeri UNY, proses pengakuan/pengesahan naskah kerjasama yang
memerlukan rentetan urusan birokrasi dengan Dirjen Dikti Depdiknas
kemudian Sekretaris Negara dan Departemen Luar Negeri. Alur
birokrasi yang cukup panjang tersebut kadang memerlukan waktu
berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun untuk dapat pengesahan.
5. Upaya yang dilaksanakan Universitas Negeri Yogyakarta dalam
mengatasi hambatan pelaksanaan kerjasama luar negeri.
Upaya tersebut adalah :
1. Optimalisasi anggaran pembangunan dan pengembangan
universitas, sehingga semua kerjasama luar negeri yang dianggap
mengungtungkan UNY dan pihak luar negeri dan jumlah dana
pendampingnya terjangkau maka bisa mendapatkan dana pendamping
dari dana cadangan universitas.
2. Pendelegasian dosen dan mahasiswa yang sedang studi di
luar negeri untuk menjelaskan keadaan sebenarnya di Indonesia dan
mempromosikan program-program unggulan di UNY untuk
meningkatkan daya tarik UNY bagi lembaga-lembaga dalam dan luar
negeri
3. Peningkatan Sumber Daya Manusia Universitas Negeri
Yogyakarta baik tenaga akademik maupun tenaga administrasi
sehingga meyakinkan Depdiknas untuk memberikan pengesahan
secara cepat pada setiap pembuatan MOU.
B. Saran
116
Dari beberapa hal yang diperoleh dari penelitian di Universitas Negeri
Yogyakarta maka saran-saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengatasi hambatan dana pendamping dalam melaksanakan
kerjasama, hendaknya UNY mengusulkan kepada pemerintah untuk
memberikan dana khusus pendampingan bagi universitas yang akan
melakukan kerjasama tentunya dengan catatan bahwa dana tersebut
tidaklah cuma-cuma melainkan harus melalui kompetisi khusus untuk
mendapatkannya.
2. Untuk mengatasi hambatan pengaruh isu politik dan keamanan,
hendaknya UNY dengan berkoordinasi dengan instansi terkait sering
menyelengarakan atau memfasilitasi even-even internasional dimana
dalam acara tersebut diselipkan pesan-pesan dan pemberitahuan tentang
kondisi keamanan sebenarnya di Indonesia. Cara yang lainnya yang bisa
ditempuh adalah dengan mengirimkan nota atau surat resmi kepada
pemerintah negara-negara sahabat atau mitra kerjasama UNY tentang
kondisi politik dan keamanan Indonesia pada umumnya.
3. Sedang untuk mengatasi hambatan birokrasi yang lamban dan sulit,
hendaknya UNY membentuk tim khusus seperti “Pasukan Elit-nya UNY”
atau dengan membentuk “Korps Diplomatik” yang secara serius dan
profesional menjadi duta dan ujung tombak dalam menggarap sektor
pengembangan kualitas dan kuantitas kerjasama sehingga mampu
menembus birokrasi yang lamban atau bahkan mampu menaklukan
birokrasi yang sangat sulit sekalipun.
117
118
119