slaid hukum
DESCRIPTION
ppt HukumTRANSCRIPT
D A L A M R A N A H H U K U M P I D A N A L I N G K U N G A N H I D U P
D I I N D O N E S I A
PENGATURAN DAN PENERAPAN PEDOMAN PEMIDANAAN
STRAFTOEMETING LEIDRAAD
Ruang lingkupHukum Penitensier
1 Jenis-jenis
pidana (straf) dan tindakan (maatregel)
2Pedoman
pemidanaan (straftoemetin
g leidraad)
3Tujuan
pemidanaan
4Ukuran
pemidanaan (strafmaat)
5Pelaksanaan pemidanaan
PEDOMANPEMINDANAANBerguna bagi hakim dlm memutus perkara pidana & mempunyai dasar pertimbangan rasional
Sangat dipengaruhi oleh aliran-aliran hukum pidana yang dianut suatu negara
Aliran-aliran hukum pidana berusaha memperoleh sistem hukum pidana yg praktis & bermanfaat sesuai perkembangan persepsi HAM
D A L A M K U H PP E D O M A N P E M I N D A N A A N
Pedoman pemidanaan tidak kita jumpai dalam KUHP, hanya dapat disimpulkan dari beberapa rumusan KUHP, misalnya
hal-hal yang meringankan pemidanaan & yang memberatkan pemidanaan. Hal ini mengindikasikan bahwa KUHP menganut aliran neoklasik yaitu berorientasi pada perbuatan maupun
orang.
UU Tindak Pidana Ekonomi yg mengatur ttg adanya hakim & jaksa yg khusus untuk delik ekonomi, yg mengetahui secara
luas tentang ekonomi dan perekonomian.
Contoh:
Prof. jur. Andi Hamzah, S.H., berpendapat: “Delik-delik dlm perundang-undangan pidana khusus,
pengaturan pidana dlm situasi konkrit lebih rumit lagi krn banyak ketentuannya yg menyimpang dari KUHP, ditambah
lagi adanya beberapa tindakan tata tertib yang dapat dijatuhkan oleh hakim.”
Ciri-CiriAliran hukum
PEMIDANAANTERKAIT
Pedoman
ALIRAN KLASIK ALIRAN MODERN ALIRAN Neo-KLASIK
1 Definisi hukum dari kejahatan;
Menolak definisi hukum dari kejahatan;
Modifikasi dari doktrin kebebasan berkehendak yg dapat dipengaruhi oleh patologi, kemampuan, penyakit jiwa, dan keadaan lain;
2 Pidana harus sesuai dengan kejahatan;
Pidana harus sesuai dengan pelaku tindak pidana;
Diterima berlakunya keadaan-keadaan yg meringankan;
3 Doktrin kebebasan berkehendak;
Doktrin determinasi; Modifikasi dari doktrin pertanggung-jawaban untuk peringanan pemidanaan;
4 Pidana mati untuk beberaepa tindak pidana;
Penghapusan pidana mati;
Masuknya kesaksian ahli di dalam acara peradilann.
5 Tidak ada riset empiris;
Riset empiris;
6 Pidana ditentukan secara pasti.
Pidana yang tidak ditentukan dengan pasti.
PEDOMAN PEMINDANAAN DALAM KUHP
Aliran Perlindungan
Masyarakat Baru
Aliran NEO-
KLASIK
(Marc Ancel)
KUHP tidak mencantumkan
Pedoman Pemidanaan
secara eksplisit
Pedoman Pemidanaan hanya dapat disimpulkan dr beberapa rumusan KUHP, misalnya: (i) Pembunuhan biasa (Psl 338: penjara maks.15
thn), pembunuhan yg memberatkan (Psl 339: penjara
seumur hidup atau penjara maks. 20 thn), & pembunuhan yg
direncanakan (Pasal 340: pidana mati, seumur hidup, atau penjara
maks. 20 thn); (ii) Merampas nyawa org lain dgn sengaja (Pasal 338: penjara maks. 15 thn, & bila dilakukan krn kealpaan/kelalaian menyebabkan org lain meninggal dunia (Psl 359: penjara maks. 5
thn).
Pedoman Pemidanaan dalam Rancangan KUHPPedoman pemidanaan (straftoemeting leidraad) dalam KUHP dan RKUHP sangat berbeda pengaturannya; namun demikian RKUHP juga memuat ketentuan-ketentuan yang disebut dengan aturan-aturan pemberian pidana (straftoemeting regels). Aturan-aturan ini memuat:1Hal-hal yang tidak mungkin
dijatuhi pidana penjara
2Faktor-
faktor yang memperingan
pidana
3Faktor-faktor
yang memperberat
pidana
Artinya aturan dalam RKUHP mengacu pada KUHP kita yang masih berlaku dan menambahkan dengan hal-hal baru. Kalau dikaji ketentuan-ketentuan ini terjada perwujudan dari individualisasi pemidanaan.
DELIK LINGKUNGANKUHP DAN R-KUHPdalam
KUHP R-KUHPDalam rumusan delik yg berkaitan dgn lingkungan itu terutama yg akan dilindungi ialah kesehatan dan nyawa manusia. Jadi manusia adalah primer sedangkan lingkungan fisik adalah sekunder.
Dalam RKUHP ditambahkan delik lingkungan yg mirip dengan tambahan di Ned. WvS.: Pasal 296 & 297 RKUHP (Pasal 173a dan 173b Ned. WvS).
Pasal 187 KUHP, yaitu dgn sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, maka ancaman pidananya: 1) maks. 12 thn penjara, jika timbul bahaya umum bagi barang; 2) maks 15 thn penjara, jika timbul bahaya bagi nyawa org lain, 3) pidana penjara seumur hidup atau 20 thn, jika timbul bahaya terhadap nyawa & mengakibatkan matinya orang lain.
Pasal 296 mengenai perbuatan sengaja memasukkan zat yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan manusia ke dalam air permukaan, tanah atau udara. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya orang lain, yg bersalah dipidana dgn pidana penjara maks 15 thn.
Pasal 188 KUHP: Barang siapa krn kealpaannya, menyebabkan kebakaran, ledakan, atau banjir diancam pidana penjara maks. 5 thn atau kurungan maks 1 thn, atau denda maks. Rp 300 jt jika karenanya timbul bahaya umum bagi barang atau nyawa orang lain atau mengakibatkan matinya orang.
Pasal 297 mengenai perbuatan kelalaian sehingga zat tsb masuk ke dlm air permukaan, tnh, atau udara, diancam dgn pidana penjara maks 3 thn atau denda maks kategori IV. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya org lain, yg bersalah dipidana dgn pidana penjara maks. 5 thn atau denda maks kategori V.
DELIK LINGKUNGANUUPPLHDALAM
UUPPLH dan undang-undang penjabaraannya yang terutama dilindungi adalah lingkungan, sedangkan manusia menjadi sekunder sebagai salah satu unsur di dalamnya.
Ketentuan Pidana dalam UUPPLH ada yang mencantumkan pidana minimal dan hukumannya bersifat kumulatif. Hukuman yang bersifat kumulatif dapat dilihat dari rumusan kata “dan” di antara hukuman “penjara” dan “denda”.
Dlm hukuman pidananya ada hukuman yang bersifat hukuman tambahan seperti diatur dlm Psl 119 yg ditujukan kepada badan usaha. Juga sanksi kepada Pengurus (pemberi perintah): pidana penjara & denda diperberat dgn sepertiga (Psl 116 & 117).
Pola pemidanaan dalam UUPPLH (Bab XV Ketentuan Pidana pada Pasal 97 s.d. Pasal 120) terdapat sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi tindakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 119 hanya bersifat komplemen/pelengkap; tidak ada bedanya dengan sanksi pidana tambahan yang bersifat fakultatif.
Sanksi tindakan: sanksi yang bersifat antisipatif, bukan reaktif terhadap pelaku tindak pidana yg berbasis pada filsafat determinisme dlm ragam bentuk sanksi yg dinamis & spesifikasi, bukan penderitaan fisik/perampasan kemerdekaan, tujuannya utk memulihkan keadaan tertentu bagi pelaku maupun korban.
Sanksi pidana ada dlm Psl 98 s.d.111 UUPPLH, Psl 113 s.d. 115 UUPPLH yang mengenakan sanksi pidana penjara dan denda.
PEDOMAN HAKIMPedoman
PemidanaanS E B A G A I
Terdakwa drg, Julius Ahmad Zuir (TERDAKWA I) saat perkara ini diajukan, sbg Direktur RSIA Hermina Depok. TERDAKWA I diputus bersalah: “Dengan
melawan hukum menjalankan kegiatan pengolahan limbah cair yg dpt menimbulkan pencemaran lingkungan hidup”, divonis 3 bln penjara &
denda Rp. 125 juta.
Terdakwa Arie Setyo Wahyudi, S. KM. (TERDAKWA II). Saat perkara diajukan, berkedudukan sbg kepala bagian sarana & prasarana RSIA Hermina.
TERDAKWA II dinyatakan tidak bersalah oleh PN Cibinong. Menurut kelompok kami, hakim telah benar dlm menggunakan ketentuan krn dlm pemilihan &
pemilahan pidana umum dan khususnya sudah dilakukan secara benar: unsur2nya telah memenuhi dlm hubungannya dgn pidana khusus maupun
pidana umum. Sedangkan mengenai delik formil & materil, dapat disimpulkan bahwa Hakim kurang mengenal teori delik formil & delik materil
dlm pembuktian unsur pidana lingkungan.
Menurut kelompok kami, hakim telah benar dlm menggunakan ketentuan krn dlm pemilihan & pemilahan pidana umum dan khususnya sudah dilakukan secara benar: unsur2nya telah memenuhi dlm hubungannya dgn pidana
khusus maupun pidana umum. Sedangkan mengenai delik formil & materil, dapat disimpulkan bahwa Hakim kurang mengenal teori delik formil & delik
materil dlm pembuktian unsur pidana lingkungan.
Selain itu alasan hakim menggunakan Pasal 43 UULH 1997 dikarenakan di dalam pengajuan Pasal yang lainnya tidak diajukan bukti yang cukup.
Mengenai kausalitas dan kesengajaan maka dalam hal ini RS. Hermina dapat dibuktikan telah melakukan kesengajaan karena telah mengakui apa akibat
dari pencemaran yang dilakukannya tersebut.
Kasus: RSIA Hermina Depok
Terdakwa drg, Julius Ahmad Zuir (TERDAKWA I) saat perkara ini diajukan, sbg Direktur RSIA Hermina Depok. TERDAKWA I diputus bersalah: “Dengan
melawan hukum menjalankan kegiatan pengolahan limbah cair yg dpt menimbulkan pencemaran lingkungan hidup”, divonis 3 bln penjara &
denda Rp. 125 juta.
Terdakwa Arie Setyo Wahyudi, S. KM. (TERDAKWA II). Saat perkara diajukan, berkedudukan sbg kepala bagian sarana & prasarana RSIA Hermina.
TERDAKWA II dinyatakan tidak bersalah oleh PN Cibinong. Menurut kelompok kami, hakim telah benar dlm menggunakan ketentuan krn dlm pemilihan &
pemilahan pidana umum dan khususnya sudah dilakukan secara benar: unsur2nya telah memenuhi dlm hubungannya dgn pidana khusus maupun
pidana umum. Sedangkan mengenai delik formil & materil, dapat disimpulkan bahwa Hakim kurang mengenal teori delik formil & delik materil
dlm pembuktian unsur pidana lingkungan.
Menurut kelompok kami, hakim telah benar dlm menggunakan ketentuan krn dlm pemilihan & pemilahan pidana umum dan khususnya sudah dilakukan secara benar: unsur2nya telah memenuhi dlm hubungannya dgn pidana
khusus maupun pidana umum. Sedangkan mengenai delik formil & materil, dapat disimpulkan bahwa Hakim kurang mengenal teori delik formil & delik
materil dlm pembuktian unsur pidana lingkungan.
Selain itu alasan hakim menggunakan Pasal 43 UULH 1997 dikarenakan di dalam pengajuan Pasal yang lainnya tidak diajukan bukti yang cukup.
Mengenai kausalitas dan kesengajaan maka dalam hal ini RS. Hermina dapat dibuktikan telah melakukan kesengajaan karena telah mengakui apa akibat
dari pencemaran yang dilakukannya tersebut.
Kasus: Lumpur Lapindo
S E B A G A I P E D O M A N H A K I MP E D O M A N P E M I N D A N A A N
Dari kedua kasus tsb., dapat dikatakan bahwa kasus pidana lingkungan hidup mengandung aspek2 tambahan yang lebih pelik. Hakim harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang lebih
advance.MA secara khusus menerbitkan SK No. 26/KMA/SK/II/2013 tentang Sistem Seleksi dan Pengangkatan Hakim Lingkungan Hidup (18-Feb-
2013). Pertimbangannya: agar penegakan hukum dilaksanakan berdasarkan kepastian hukum yg adil & perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.Peningkatan penegakan hukum lingkungan hidup dan sumber daya sekaligus memberikan jaminan pelaksanaan sertifikasi hakim dgn cara
& metode yang baku dan standar yang mengikat. Metode baku & standar yang mengikat inilah yang terkait erat
dengan pedoman pemidanaan (straftoemeting leidraad). Walaupun hakim bebas untuk mempertimbangkan berat pidana yang akan dijatuhkan dari batas minimum ke batas maksimum
dalam situasi konkrit, ia tidak boleh sewenang-wenang menuruti perasaan subyektifnya.
Keputusan Ketua MA-RI No. 26/KMA/SK/II/2013 tentang SISTEM SELEKSI DAN PENGANGKATAN
HAKIM LINGKUNGAN HIDUP
1Ketentuan
UmumKetentua
n Penutup
42Seleksi Hakim Lingkungan
Hidup
3Pendanaan
SK ini merupakan tindak-lanjut pengaturan tahapan penyelenggaraan seleksi yang menjabarkan SK-SK sebelumnya, yaitu: (i) Keputusan Ketua MA RI No.
134/KMA/SK/IX/2011 ttg. Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup; dan (ii) Keputusan Ketua MA RI No.
178/KMA/SK/XI/2011 ttg. Pembentukan Tim Seleksi dalam Sistem Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup.
Keadaan
PedomanPemidanaan
Obyektifdalam
2Umur terdakwa
1Jenis
kelamin
3Akibat yang
ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa
4Keseriusan
delik bersangkuta
n
5Nilai-nilai khusus daerah setempat dan tentu juga
dampaknya terhadap filsafat
negara, yaitu Pancasila
BEBERAPA KEADAAN OBYEKTIF YANG DAPAT DIPERTIMBANGKAN
SIMPULANPedoman pemidanaan (straftoemeting leidraad) sangat penting dibanding dengan teori2 yang bersifat abstrak. Terlebih karena ternyata KUHP kita tidak mengatur cara bagaimana hakim menerapkan peraturan perundang-undangan dalam batas maks. & min. ancaman pidana. Dalih kebebasan hakim berpotensi menimbulkan perbedaan yang sangat mencolok antara hakim2 pidana dalam menjatuhkan pidana untuk kasus yang sama sehingga menimbulkan rasa tidak adil di kalangan masyarakat.
Dalam perkara pidana lingkungan hidup, inkonsistensi penerapan pedoman pemidanaan memunculkan pertimbangan2 hakim yang beragam sehingga bukan hanya jauh dari keadilan masyarakat, tetapi juga tidak adanya kepastian hukum bagi para pemangku kepentingan (stakeholders). Selain daripada permasalahan lingkungan hidup yang membutuhkan keahlian khusus, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum juga dikarenakan UUPPLH cenderung mengarah kepada badan usaha sebagai pelaku tindak pidana namun masih terkendala saat penegakannya.
SARANKetentuan mengenai pedoman pemidanaan (straftoemeting
leidraad) seyogyanya dicantumkan secara eksplisit sehingga
menjadi panduan praktis bagi para hakim yang memutus perkara
pidana.
Ketentuan pedoman pemidanaan juga harus dicantumkan dengan jelas dan cermat dalam hukum pidana lingkungan hidup, baik untuk pelaku perorangan maupun
badan usaha.