soal soal uuk(rambo)

Upload: guntarski

Post on 12-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SOAL KEPABEANAN

TRANSCRIPT

  • SOAL-SOAL UNDANG-UNDANG KEPABEANAN. Lingkari jawaban (huruf a,b,c,atau d) yang paling tepat/benar.

    1. Kepabeanan adalah:

    a. segala hal yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

    b. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas barang yang diimpor ke dalam atau diekspor keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

    c. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

    d. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

    2. Daerah pabean adalah:

    a. wilayah teritorial Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang

    udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

    b. wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang Kepabeanan.

    c. wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

    d. wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    3. Batas daerah pabean Indonesia di laut:

    a. 3 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau terluar Indonesia.

  • b. 6 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau terluar Indonesia.

    c. 9 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau terluar Indonesia.

    d. 12 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus yang menghubungkan pulau-pulau terluar Indonesia.

    4. Batas luar Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia adalah:

    a. sampai dengan kedalaman 200 meter di laut. b. sampai 100 (seratus) mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus. c. sampai 200 (dua ratus) mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus. d. 200 sampai 350 mil dari pantai dengan garis pangkal tegak lurus.

    5. Kawasan pabean adalah:

    a. kawasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan

    untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    b. kawasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang impor dan ekspor yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    c. kawasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang mendapat izin untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    d. kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    6. Kantor pabean adalah;

    a. kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean

    sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. b. kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean

    sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. c. kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean

    sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    d. kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

  • 7. Pos pengawasan pabean adalah: a. pos yang digunakan oleh pegawai bea dan cukai untuk melaksanakan pengawasan

    terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor. b. pos yang digunakan oleh pegawai bea dan cukai untuk melakukan pengawasan

    terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor. c. tempat yang digunakan oleh pegawai bea dan cukai untuk melakukan pengawasan

    terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor. d. tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan

    terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.

    8. Berdasarkan Pasal 5 ayat (4), Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh:

    a. Menteri Keuangan Republik Indonesia bersama dengan Menteri dari Kementerian

    Teknis terkait. b. Menteri Keuangan Republik Indonesia bersama dengan Menteri Perhubungan. c. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. d. Menteri Keuangan Republik Indonesia.

    9. Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan, sebagaimana yang

    diatur dalam pasal 5 ayat (3) adalah untuk:

    a. pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. b. pengawasan pemenuhan kewajiban pabean. c. pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean, kecuali pada pos pengawasan. d. pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean.

    10. Kewajiban pabean adalah:

    a. kegiatan di bidang kepabeanan yang harus dilakukan untuk memenuhi ketentuan

    dalam Undang-Undang Kepabeanan. b. kegiatan di bidang kepabeanan yang harus dilakukan untuk memenuhi ketentuan

    dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    c. semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    d. setiap kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

  • 11. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. Penegasan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean maksudnya:

    a. agar pejabat Bea dan Cukai dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. b. agar tersedia tempat bagi importir dan eksportir untuk memenuhi kewajiban

    pabeannya. c. agar tersedia tempat bagi pengguna jasa kepabeanan untuk memenuhi kewajiban

    pabeannya. d. jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk

    sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang kepabeanan.

    12. Pemberitahuan pabean adalah: a. pemberitahuan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean

    dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    b. pemberitahuan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    c. pemberitahuan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    d. pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    13. Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dapat disampaikan dalam bentuk: a. tulisan di atas formulir atau lisan. b. tulisan di atas formulir, lisan atau dalam bentuk data elektronik. c. lisan atau dalam bentuk data elektronik.

  • d. tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.

    14. Impor adalah: a. memasukkan barang ke dalam daerah pabean. b. memasukkan barang ke dalam wilayah teritorial Republik Indonesia yang meliputi

    wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    c. memasukkan barang ke dalam wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    d. kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

    15. Ekspor adalah: a. mengeluarkan barang dari daerah pabean. b. mengeluarkan barang dari wilayah teritorial Republik Indonesia yang meliputi wilayah

    darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    c. kegiatan mengeluarkan barang dari wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    d. kegiatan mengeluarkan barang dari wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    16. Bea masuk adalah:

  • a. pungutan berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

    b. pungutan berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

    c. pungutan berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor untuk dipakai.

    d. pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

    17. Bea keluar adalah:

    a. pungutan berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang ekspor. b. pungutan berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang

    ekspor. c. pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan

    terhadap barang ekspor tertentu. d. pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.

    18. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-

    Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu: a. pada saat barang diimpor dan menetapkan saat barang tersebut dikenai bea masuk

    serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.

    b. pada saat barang melintasi daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut harus dibayar bea masuknya serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.

    c. pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pegawai bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.

    d. pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.

    19. Barang yang diekspor, dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor, apabila: a. barang melintasi daerah pabean.

  • b. telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari pelabuhan. c. telah dimuat di sarana pengangkut dan melintasi daerah pabean untuk diangkut ke

    pelabuhan lain. d. telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean.

    20. Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk tujuan luar daerah pabean, dapat

    dianggap bukan sebagai barang ekspor, apabila: a. dilaporkan akan dibongkar di pelabuhan dalam daerah pabean. b. dapat dibuktikan bahwa barang tersebut tidak akan dibongkar di luar daerah pabean. c. dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat

    dalam daerah pabean. d. dapat dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam daerah pabean dengan

    menyerahkan suatu pemberitahuan pabean.

    21. Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dimaksudkan untuk: a. menjamin terpenuhinya kebutuhan konsumen dalam negeri; b. menjamin terpenuhinya kebutuhan industri dalam negeri; c. menambah pendapatan Negara. d. melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya saing komoditi

    ekspor di pasar internasional.

    22. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean, artinya: a. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan fisik yang dilayani dengan jalur merah. b. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan dokumen yang dilayani dengan jalur

    hijau. c. Terhadap barang impor tidak dilakukan pemeriksaan dokumen yang dilayani dengan

    jalur kuning d. Pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang dan

    dilakukan secara selektif.

    23. Pada dasarnya pemeriksaan pabean atas barang impor dilakukan dalam daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai secara selektif dengan mempertimbangkan risiko yang melekat pada barang dan importir. Namun, dengan mempertimbangkan kelancaran arus barang dan/atau pengamanan penerimaan negara, Menteri dapat menetapkan: a. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar kawasan pabean oleh pejabat bea dan cukai

    atau pihak lain.

  • b. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar kawasan pabean oleh pejabat bea dan cukai atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    c. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai d. pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai

    atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    24. Dalam rangka mendorong ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk

    meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian: a. Terhadap barang ekspor hanya dilakukan penelitian dokumen saja b. Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen, tidak perlu dilakukan

    pemeriksaan fisik. c. pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus

    diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya.

    d. Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen dan dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor.

    25. Pengawasan pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, hanya dilakukan terhadap pengangkutan barang tersebut dari satu tempat ke tempat lain dalam daerah pabean yang dilakukan melalui:

    a. luat, udara, dan darat perbatasan (lintas batas) darat. b. udara. c. darat (antar provinsi). d. laut.

    26. Pengawasan pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bertujuan untuk: a. mengawasi pengantarpulauan barang-barang impor yang mendapat pembebasan atau

    keringanan. b. mengawasi pengantarpulauan barang-barang ekspor yang mendapat fasilitas KITE. c. mengawasi pengantarpulauan barang-barang impor yang mendapat fasilitas impor

    sementara. d. mencegah penyelundupan ekspor dengan modus pengangkutan antarpulau barang-

    barang strategis seperti hasil hutan, hasil tambang, atau barang yang mendapat subsidi.

  • 27. Berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Terhadap barang yang diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Ayat ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan dalam undang-undang ini yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh:

    a. Penegak hukum di bidang impor atau ekspor. b. POLRI. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan POLRI d. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    28. Barang impor atau ekspor, kecuali Narkotika dan Psikotropika yang tidak dipenuhi

    kewajiban pabeannya yang ditegah oleh POLRI atau penegak hukum lainnya, penyelesaian kewajiban pabean atau penyidikannya dilakukan oleh:

    a. POLRI. b. Penegak hukum yang menegah barang. c. POLRI bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai d. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    29. Berdasarkan pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan

    Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk:

    a. mendapat nomor identitas selaku importir, eksportir dan Pengusaha Pengurusan Jasa

    Kepabeanan. b. mendapat nomor identitas selaku importir, eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa

    Kepabeanan dan Perusahaan Jasa Titipan c. mendapat nomor identitas selaku importir, eksportir dan Pengusaha Pengurusan Jasa

    Kepabeanan dalam rangka pemenuhan kewajiban pabean. d. mendapat nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan.

    30. Kewajiba untuk memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut (RKSP) ke

    kantor pabean tujuan, kecuali sarana pengangkut darat sebagaimana yang diatur dalam pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dilakukan oleh pengangkut:

    a. sejak kedatangan sarana pengangkut. b. sebelum pembongkaran muatan dimulai. c. sejak berlabuh atau lego jangkar di perairan pelabuhan. d. sebelum kedatangan sarana pengangkut.

  • 31. Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari dalam daerah pabean dengan mengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan wajib menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. Dalam hal tidak segera dilakukan pembongkaran, kewajiban dimaksud dilaksanakan: a. paling lambat 72 (tujuh pulu dua) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk

    sarana pengangkut yang melalui laut; b. paling lambat 36 (tiga puluh enam) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk

    sarana pengangkut yang melalui laut; c. paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk

    sarana pengangkut yang melalui laut. d. paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana

    pengangkut yang melalui laut.

    32. Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari dalam daerah pabean dengan mengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (1) Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, wajib menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. Pemberitahuan pabean tersebut mengenai barang niaga yang diangkutnya, yaitu: :

    a. barang impor, b. barang ekspor, c. barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam daerah pabean

    melalui luar daerah pabean. d. barang impor, barang ekspor dan barang asal daerah pabean yang diangkut ke

    tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean.

    33. Kewajiban pengangkut untuk menyerahkan pemberitahuan pabean sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7A ayat (6) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, paling lambat 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran, berlaku terhadap:

    a. sarana pengangkut yang melalui laut dan melakukan pembongkaran terlebih dahulu. b. sarana pengangkut yang melalui udara dan melakukan pembongkaran terlebih dahulu. c. sarana pengangkut yang melalui darat. dan melakukan pembongkaran terlebih

    dahulu. d. sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran dalam keadaan darurat.

    34. Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut (pasal 7A Undang-Undang

    Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan), adalah seperti tersebut dibawah ini, tetapi bukan huruf:

  • a. saat lego jangkar di perairan pelabuhan untuk sarana pengangkut melalui laut. b. saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana pengangkut melalui udara. c. saat kedatangan (melintasi perbatasan) sarana pengangkut untuk sarana pengangkut

    yang melalui darat. d. saat pembongkaran muatan untuk sarana pengangkut melalui darat (melintasi

    perbatasan).

    35. Pengangkut yang tidak memberitahukan Rencana Kedatangan Sarana Pangangkut sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit:

    a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). b. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). c. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) d. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

    rupiah).

    36. Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (3), ayat (4), atau ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), karena sebab-sebab seperti tersebut di bawah ini, kecuali:

    a. tidak menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran.

    b. dalam hal sarana pengangkut yang tidak segera melakukan pembongkaran , tidak menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran setelah lewat waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut.

    c. dalam hal sarana pengangkut yang tidak segera melakukan pembongkaran , tidak menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran setelah lewat waktu 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui udara.

    d. dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, tidak menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran setelah lewat waktu 72 (tujuh puluh dua) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut.

    37. Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun

  • 1995 Tentang Kepabeanan, wajib diberitahukan ke kantor pabean. Pengangkutan barang dimaksud adalah:

    a. pengangkutan barang melalui laut. b. pengangkutan barang melalui udara. c. pengangkutan barang melalui perbatasan darat (lintas batas) d. pengangkutan barang melalui darat (inland transportation).

    38. Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

    pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,

    a. Diberikan surat tegoran tertulis untuk mempertanggungjawabkan kekurangan

    bongkar. b. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar. c. dikenai sanksi administrasi berupa denda. d. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar dan dikenai

    sanksi administrasi berupa denda.

    39. Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, berdasarkan pasal 8A ayat (2), wajib membayar bea masuk dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), karena:

    a. jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam

    pemberitahuan pabean. b. jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam

    pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya.

    c. jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean.

    d. jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya.

    40. Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 8A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan , tetapi jumlah barang impor

  • yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya;

    a. diberikan surat tegoran tertulis untuk mempertanggungjawabkan kelebihan bongkar. b. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang lebih dibongkar. c. wajib membayar bea masuk atas barang impor yang lebih dibongkar dan dikenai

    sanksi administrasi berupa denda. d. dikenai sanksi administrasi berupa denda.

    41. Berdasarkan pasal 8B ayata (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan: Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlah dan jenis barangnya didasarkan pada hasil pengukuran:

    a. di pelabuhan tujuan di luar daerah pabean untuk barang ekspor. b. di pelabuhan muat di luar daerah pabean untuk barang impor. c. pada saat pemuatan atau dialirkan untuk barang impor atau ekspor. d. di tempat pengukuran terakhir dalam daerah pabean.

    42. Peranti lunak dan data elektronik (softcopy):

    a. bukan merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun

    2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    b. bukan merupakan barang yang menjadi objek dari dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan pengangkutan atau pengirimannya dapat dilakukan melalui transmisi elektronik.

    c. merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan pengangkutan atau pengirimannya tidak dapat dilakukan melalui transmisi elektronik.

    d. merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan pengangkutan atau pengirimannya dapat dilakukan melalui transmisi elektronik misalnya melalui media internet.

    43. Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju:

    1) ke luar daerah pabean; 2) ke dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor,

    dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain di dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean

  • wajib menyerahkan: a. Rencana Keberangkatan Sarana Pengangangkut dan pemberitahuan pabean atas

    barang yang diangkutnya. b. Rencana Keberangkatan Sarana Pengangangkut dan pemberitahuan pabean atas

    barang yang diangkutnya 24 jam setelah keberangkatan sarana pengangkut. c. pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya 24 jam setelah keberangkatan

    sarana pengangkut. d. pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya sebelum keberangkatan sarana

    pengangkut.

    44. Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan penyerahan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

    a. dikenai sanksi berupa teguran keras secara tertulis.. b. dikenai sanksi berupa teguran keras secara tertulis dan sarana pengangkutnya tidak

    dizinkan berangkat. c. dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta

    rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). d. dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta

    rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    45. Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

    a. dapat dibongkar di kawasan pabean atau di tempat lain yang berfungsi sebagai

    pelabuhan laut internasional. b. dapat dibongkar di kawasan pabean atau di tempat lain setelah mendapat izin

    pengusaha pelabuhan. c. dapat dibongkar di kawasan pabean atau di tempat lain setelah mendapat izin kepala

    kantor pabean. d. wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah

    mendapat izin kepala kantor pabean.

    46. Barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat dibongkar ke sarana pengangkut lainnya di laut dan barang tersebut:

    a. dapat dibawa ke pelabuhan lain dalam daerah pabean melalui jalur pelayaran. b. dapat dibawa ke pelabuhan lain di luar daerah pabean melalui jalur pelayaran. c. dapat dibawa ke kantor pabean lain dalam daerah pabean melalui jalur pelayaran.

  • d. wajib dibawa ke kantor pabean melalui jalur yang ditetapkan.

    47. Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10A ayat (1 ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berupa:

    a. teguran keras secara tertulis. b. denda sebesar 25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah). c. denda paling sedikit Rp5.000.000,00 ( lima juta rupiah) dan paling banyak

    Rp25.000.000,00 (dua puluh lima puluh juta rupiah). d. denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak

    Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

    48. Berdasarkan pasal 10A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bahwa barang impor, sementara menunggu pengeluarannya dari kawasan pabean:

    a. harus ditimbun di tempat penimbunan sementara. b. wajib ditimbun di tempat penimbunan sementara. c. perlu ditimbun di tempat penimbunan sementara. d. dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara.

    49. Yang dimaksud dengan barang diangkut terus, yaitu barang yang diangkut dengan sarana

    pengangkut dari: a. dan tujuan dalam daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan

    pembongkaran terlebih dulu. b. dan tujuan dalam daerah pabean melalui kantor pabean tanpa dilakukan

    pembongkaran terlebih dulu. c. dan tujuan luar daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan

    pembongkaran terlebih dulu. d. luar daerah pabean tujuan dalam atau luar daerah pabean melalui kantor pabean

    tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.

    50. Yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut, yaitu:

    a. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari dan tujuan dalam daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dulu.

    b. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari dan tujuan dalam daerah pabean melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.

  • c. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari dan tujuan luar daerah pabean melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.

    d. barang yang diangkut dengan sarana pengangkut dari luar daerah pabean tujuan dalam atau luar daerah pabean melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dulu.

    51. Orang yang mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara, setelah memenuhi semua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran dari pejabat bea dan cukai:

    a. dikenai sanksi administrasi berupa teguran keras secara tertulis. b. dikenai sanksi administrasi berupa teguran keras secara tertulis dan denda. c. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus

    ribu rupiah). d. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima

    juta rupiah).

    52. Impor untuk dipakai adalah:

    a. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk diolah; atau memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang di Indonesia.

    b. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dirakit; atau memasukkan barang ke dalam daerah pabean oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

    c. memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk digabungkan atau memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai.

    d. memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

    53. Barang impor dapat dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara setelah dipenuhinya kewajiban pabean untuk maksud seperti disebutkan di bawah ini, kecuali:

    a. diimpor untuk dipakai. b. diimpor sementara. c. ditimbun di tempat penimbunan berikat. d. ditimbun di tempat penimbunan pabean.

    54. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai setelah:

    a. diserahkan pemberitahuan pabean dan ditangguhkan bea masuknya. b. diserahkan pemberitahuan pabean dan tidak dipungut bea masuknya.

  • c. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan ditangguhkan bea masuknya. d. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 42.

    55. Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannya:

    a. wajib diajukan kepada pejabat bea dan cukai untuk diperiksa. b. wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai cukup secara lisan. c. wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai harus secara tertulis. d. wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai secara tertulis atau lisan.

    56. Berdasarkan pasal 10B ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan:

    a. setelah diperiksa pejabat bead dan cukai b. setelah dibayar bea masuknya. c. setelah diperiksa pejabat bead dan cukai dan dibayar bea masuknya. d. atas persetujuan pejabat bea dan cukai.

    57. Berdasarkan pasal 10C ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Importir dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan data pemberitahuan pabean yang telah diserahkan sepanjang kesalahan tersebut terjadi karena kekhilafan yang nyata, seperti:

    a. kesalahan tarif. b. kesalahan nilai pabean, c. kesalahan jumlah dan jenis barang. d. kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya perubahan peraturan.

    58. Permohonan perubahan atas kesalahan data pemberitahuan pabean oleh importir

    sebagaimana diatur dalam pasal 10 C ayat (2) ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, tidak ditolak apabila:

    a. barang telah dikeluarkan dari kawasan pabean; b. kesalahan tersebut merupakan temuan pejabat bea dan cukai; atau c. telah mendapatkan penetapan pejabat bea dan cukai. d. barang belum dikeluarkan dari kawasan pabean, kesalahan tersebut bukan

    merupakan temuan pejabat bea dan cukai, dan belum mendapatkan penetapan pejabat bea dan cukai.

  • 59. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu importasinya benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali:

    a. paling lama 3 (tiga) bulan. b. tidak berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. c. yang diberikan keringanan bea masuk, tidak dikenai bea masuk. d. yang diberikan keringanan bea masuk, setiap bulan dikenai bea masuk.

    60. Ketentuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 A Undang-Undang Nomor 17 Tahun

    2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, berikut ini adalah benar, kecuali:

    a. Barang yang akan diekspor dapat diberitahukan dengan pemberitahuan pabean. b. Pemberitahuan Ekspor Barang tidak diperlukan terhadap barang pribadi penumpang,

    awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

    c. Pemuatan barang ekspor dilakukan di kawasan pabean atau dalam hal tertentu dapat dimuat di tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.

    d. Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara atau tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.

    61. Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor:

    a. ekspornya tidak dapat dibatalkan. b. pembatalannya tidak wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan cukai. c. yang tidak dilaporkan pembatalan ekspornya tidak dikenai sanksi administrasi berupa

    denda. d. yang tidak dilaporkan pembatalan ekspornya dikenai sanksi administrasi berupa denda

    sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

    62. Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk, diatur dalam:

    a. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. b. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. c. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. d. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    63. Berdasarkan pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diikecualikan dari

  • ketentuan pungutan bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk, seperti barang impor dibawah ini, kecuali:

    a. barang impor hasil pertanian tertentu. b. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada

    Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan. c. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau

    barang kiriman melalui pos atau jasa titipan. d. barang impor beupa mesin-mesin dalam rangka penanaman modal.

    64. Dengan tetap memperhatikan kemampuan daya saing industri dalam negeri,

    kebijaksanaan umum di bidang tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif yang ada dengan tujuan seperti yang disebutkan dibawah ini, kecuali:

    a. meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran internasional. b. melindungi konsumen dalam negeri. c. mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dalam rangka mendukung

    terciptanya perdagangan bebas. d. meningkatkan impor barang kebutuhan konsumen akhir.

    65. Untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar, barang dikelompokkan berdasarkan

    sistem klasifikasi barang. Yang dimaksud dengan sistem klasifikasi barang yaitu:

    a. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk penetapan tarif barang impor.

    b. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk penetapan tarif barang ekspor.

    c. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk penetapan tarif barang impor dan ekspor.

    d. suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik.

    66. Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk berdasarkan nilai sebagaimana yang

    disebutkan dibawah ini, kecuali:

    a. nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. b. nilai transaksi dari barang identik. c. nilai transaksi dari barang serupa. d. nilai transaksi berdasarkan harga jual barang produksi dalam negeri.

    67. Termasuk dalam nilai transaksi sebagai nilai pabean untuk perhitungan bea masuk seperti

    tersebut dibawah ini, kecuali:

  • a. sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.

    b. biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean.

    c. biaya asuransi. d. komisi pembelian.

    68. Dua barang dianggap identik apabila kondisinya seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. keduanya sama dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas, dan

    reputasinya sama, serta b. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau c. diproduksi oleh produsen lain di negara yang berbeda. d. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.

    69. Dua barang dianggap serupa apabila kondisinya seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama.

    b. keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial dapat dipertukarkan, serta

    c. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau d. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.

    70. Baerdasarkan pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

    a. Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif terhadap barang impor sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean.

    b. Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean barang impor untuk penghitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean.

    c. Dalam hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk kecuali importir mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) , importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.

    d. Dalam hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan barang belum dikeluarkan dari kawasan pabean, importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.

    71. Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal:

  • a. pemberitahuan pabean oleh pengangkut. b. penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara. c. pemberitahuan pabean oleh Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (BC. 23). d. terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean oleh importir (PIB).

    72. Dalam hal penetapan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk oleh

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, maka hal-hal yang harus dipenuhi dan/atau ditaati seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk melunasi bea

    masuk yang kurang dibayar atau mendapatkan pengembalian bea masuk yang lebih dibayar.

    b. Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian bea masuk yang lebih dibayar sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas dibayar sesuai dengan penetapan kembali.

    c. apabila penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas diakibatkan oleh adanya kesalahan nilai transaksi yang diberitahukan sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.

    d. penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai setelah jangka waktu 2 tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean.

    73. Disebut Bea Masuk Anti Dumping atas barang impor, terutama karena :

    a. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut. b. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang

    produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. c. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia

    secara diskriminatif. d. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya.

    74. Disebut Bea Masuk Imbalan atas barang impor, terutama karena:

    a. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang

    produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. b. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia

    secara diskriminatif. c. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya. d. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut.

  • 75. Disebut Bea Masuk Tindakan Pengamanan atas barang impor, terutama karena: a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya. b. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut. c. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia

    secara diskriminatif. d. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang

    produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

    76. Disebut Bea Masuk Pembalasan atas barang impor, terutama karena: a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya. b. adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut. c. terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang

    produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing d. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia

    secara diskriminatif.

    77. Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean:

    a. diberikan pembabasan Bea masuk. b. diberikan keringanan Bea Masuk. c. diberikan Penangguhan Bea Masuk. d. tidak dipungut Bea Masuk.

    78. Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diberikan atas impor yang tersebut dibawah ini, kecuali terhadap:

    a. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang

    kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. b. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang

    diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. c. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian; d. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang tidak

    sama dengan kualitas pada saat diekspor.

    79. Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diberikan atas impor yang tersebut dibawah ini, kecuali terhadap:

    a. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.

  • b. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.

    c. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.

    d. barang contoh.

    80. Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diberikan atas impor yang tersebut dibawah ini:

    a. buku ilmu pengetahuan. b. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah, amal, sosial, kebudayaan atau

    untuk kepentingan penanggulangan bencana alam. c. huruf a dan b, salah. d. huruf a dan b betul.

    81. Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 Undang-

    Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat diberikan atas impor, kecuali terhadap:

    a. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk

    kepentingan umum. b. barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga

    nasional. c. barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman

    dan/atau hibah dari luar negeri. d. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan

    tujuan untuk diimpor.

    82. Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat diberikan atas impor, kecuali terhadap:

    a. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk

    jangka waktu tertentu. b. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan. c. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian,

    peternakan, atau perikanan d. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang tidak mendapat izin.

    83. Pemberian fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor berdasarkan :

    a. pasal 26 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan

    Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

  • b. pasal 26 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    c. pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    d. pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    84. Orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan bea masuk yang ditetapkan menurut pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

    a. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. b. paling sedikit 200% (dua ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. c. paling sedikit 300% (tiga ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. d. paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan

    paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

    85. Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagaian bea masuk yang telah dibayar atas, kecuali:

    a. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26. b. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di

    bawah pengawasan pejabat bea dan cukai. c. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak. d. impor barang yang telah diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah

    yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah.

    86. Contoh Pemberitahuan Pabean adalah seperti tersebut dibawah ini, kecuali :

    a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut. b. pemberitahuan impor sementara; c. pemberitahuan pemindahan barang dari suatu Kantor Pabean ke Kantor Pabean lain

    dalam Daerah Pabean. d. pemberitahuan keberangkatan sarana pengangkut.

    87. Pengurusan pemberitahuan pabean yang diwajibkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

    2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dilakukan oleh:

    a. Freight forwarder. b. Perusahaan Bongkar Muat. c. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

  • d. pengangkut, importir, atau eks portir dan PPJK yang mendapat kuasa dari importir atau eksportir.

    88. Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak:

    a. diserahkan pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut. b. barang impor melintasi batas daerah pabean. c. selesai dibongkar dan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara. d. tanggal pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang).

    89. Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) Undang-

    Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeana. Ketentuan ini berlaku untuk:

    a. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengangkut. b. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan

    sementara. c. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan pengelola tempat penimbunan

    pabean. d. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Importir.

    90. Pengangkut bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak:

    a. diserahkan pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut. b. selesai dibongkar dan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara. c. tanggal pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang). d. barang impor melintasi batas daerah pabean sampai selesai dibongkar dan ditimbun di

    Tempat Penimbunan Sementara.

    91. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak: a. diserahkan pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut. b. barang impor melintasi batas daerah pabean. c. barang impor melintasi batas daerah pabean sampai selesai dibongkar. d. barang impor ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara sampai pengajuan

    pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang).

    92. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang dalam hal:

    a. pengangkut memberi kuasa. b. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara memberi kuasa. c. Perusahan Bongkar Muat memberi kuasa. d. importir tidak ditemukan.

    93. Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) ) Undang-

    Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, harus memenuhi ketentuan tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas

    Impor. b. berdasarkan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang

    Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    c. dibayar dalam mata uang rupiah. d. nilai tukar mata uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk

    berdasarkan nilai kurs tengah yang ditetapkan Bank Indonesia.

    94. Pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS) dibebaskan dari tanggung jawab atas bea masuk barang impor yang ditimbun di TPS-nya , jika terjadi hal-hal yang disebutkan dibawah ini, kecuali:

    a. barang impor telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara. b. barang impor telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara lain. c. barang impor telah dipindahkan ke tempat penimbunan berikat atau tempat

    penimbunan pabean. d. barang impor telah musnah.

    95. Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebut ditimbun dan nilai pabean ditetapkan oleh pejabat bea dan cukai. Ketentuan ini berlaku untuk:

    a. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengangkut. b. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Importir c. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan pengelola tempat penimbunan

    pabean.

  • d. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan sementara.

    96. Pengusaha tempat penimbunan berikat bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunan berikatnya, sejak:

    a. barang impor melintasi batas daerah pabean. b. selesai dibongkar dan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara. c. tanggal pemberitahuan pabean atas impor (Pemberitahuan Impor Barang). d. barang impor ditimbun di tempat penimbunan berikatnya.

    97. Pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB) dibebaskan dari tanggung jawab atas bea

    masuk barang impor yang ditimbun di TPB-nya , jika terjadi hal-hal yang disebutkan dibawah ini, kecuali:

    a. barang impor telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara. b. barang impor telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara. c. barang impor telah dipindahkan tempat ke penimbunan penimbunan pabean. d. barang impor telah musnah.

    98. Perhitungan bea masuk atas barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang harus dilunasi didasarkan pada tarif yang berlaku pada saat dilakukan pencacahan dan nilai pabean barang pada saat ditimbun. Ketentuan ini berlaku untuk:

    a. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Importir. b. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan pengelola tempat penimbunan

    pabean. c. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan

    sementara. d. barang impor yang harus dipertanggungjawabkan Pengusaha tempat penimbunan

    berikat.

    99. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan tidak lagi dipenuhi, bea masuk atas barang impor yang terutang menjadi tanggung jawab orang tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. Orang yang mendapatkan pembebasan. b. Orang yang mendapatkan keringanan. c. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana

    dimaksud huruf a atau b tidak ditemukan.

  • d. Orang sebagaimana dimaksud huruf a atau b, dan dalam hal tidak ditemukan, Bea Masuk terutang menjadi piutang negara kepada yang bersangkutan.

    100. Perhitungan bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas Impor. Ketentuan ini berlaku untuk:

    a. Impor sementara. b. Impor tujuan Tempat Penimbunan Berikat. c. Impor untuk diangkut lanjut atau terus ke luar daerah pabean. d. Impor untuk dipakai dengan mendapat pembebasan atau keringanan.

    101. Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangan sarana

    pengangkut atau di daerah perbatasan yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi (bisa saja) yang tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. penumpang. b. awak sarana pengangkut. c. pelintas batas. d. pegawai perusahaan pengangkut yang mengurusi barang-barang orang tersebut pada

    huruf a, b, dan c.

    102. Yang dimaksud dengan "tempat tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk" adalah seperti tersebut dibawah ini, kecuali.

    a. suatu tempat di daerah perbatasan yang merupakan bagian dari jalan perairan

    daratan. b. jalan darat di perbatasan yang ditunjuk sebagai tempat lintas batas (point of entry). c. pos pengawasan lintas batas. d. jalan atau tempat yang belum ada pos pengawasan bea dan cukai (jalan

    setapak/tikus).

    103. Berdasarkan pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut undang-undang ini, dibayar di tempat tersebut dibawah ini, kecuali di:

    a. Kantor kas negara. b. Kantor Pos Persepsi c. Bank Devisa Persepsi. d. Bank lainnya.

  • 104. Berdasarkan pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini adalah benar, kecuali:

    a. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut

    undang-undang ini, dibayar di kas negara. b. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut

    undang-undang ini, dibayar di di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.

    c. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah. d. Bea masuk, denda administrasi, dan bunga dibayar dalam mata uang rupiah atau

    dollar.

    105. Berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, ketentuan berikut ini adalah benar,kecuali:

    a. Bea masuk yang terutang wajib dibayar paling lambat pada tanggal pendaftaran

    pemberitahuan pabean. b. Kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diberikan

    penundaan dalam hal pembayarannya ditetapkan secara berkala. c. Penundaan kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf b

    tidak dikenai bunga sepanjang pembayarannya ditetapkan secara berkala. d. Penundaan kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf b

    dikenai bunga sepanjang pembayarannya ditetapkan secara berkala.

    106. Berdasarkan pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, bea masuk yang terutang wajib dibayar:

    a. paling lambat sebelum penetapan jalur oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen. b. paling lambat sebelum pemeriksaan fisik barang. c. paling lambat sebelum persetujuan pengeluaran barang. d. paling lambat pada tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean atas impor.

    107. Kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi yang terutang wajib

    dibayar paling lambat:

    a. 10 (sepuluh) hari hari sejak tanggal penetapan. b. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan. c. 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan. d. 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal penetapan.

  • 108. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 37A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

    a. Kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi yang terutang wajib

    dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan. b. Atas permintaan orang yang berutang, Direktur Jenderal dapat memberikan

    persetujuan penundaan atau pengangsuran kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) bulan.

    c. Penundaan kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.

    d. Penundaan kewajiban membayar bea masuk dan/atau denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.

    109. Ketentuan tersebut dibawah ini sesuai dengan ketentuaan dalam pasal 38 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

    a. Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau

    kurang dibayar dikenai bunga. b. Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau

    kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. c. Pengenaan bunga tersebut huruf b untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan

    dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya. d. bagian bulan dimaksud pada huruf c dihitung 1 (satu) bulan.

    110. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal

    38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

    a. Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau

    kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan.

    b. Penghitungan utang atau tagihan kepada negara menurut undang-undang ini dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah.

    c. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang terutang jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada huruf a, yaitu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.

  • d. dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara yaitu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat keputusan pengembalian oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.

    111. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal

    39 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali:

    a. Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pabean atas barang-barang milik

    yang berutang. b. Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bea

    masuk, denda administrasi, bunga, dan biaya penagihan. c. Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal

    diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.

    d. Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak tanggal diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.

    112. Ketentuan tersebut dibawah ini adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali :

    a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang

    barang bergerak dan/atau tidak bergerak. b. biaya pengangkutan suatu barang impor. c. biaya hidup dalam menunggu penyelesaian suatu warisan. d. biaya penagihan cicilan utang yang berutang.

    113. Hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kedaluwarsa setelah:

    a. satu tahun sejak timbulnya kewajiban membayar. b. tiga tahun sejak timbulnya kewajiban membayar. c. lima tahun sejak timbulnya kewajiban membayar. d. sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.

    114. Masa kadaluwarsa Hak penagihan atas utang berdasarkan pasal 40 Undang-Undang

    Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat diperhitungkan dalam hal :

    a. yang terutang bertempat tinggal di Indonesia.

  • b. yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia. c. yang terutang tidak memperoleh penundaan. d. yang terutang tidak melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006

    Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

    115. Ketentuan mengenai jaminan yang disyaratkan menurut pasal 42 Undang-Undang Undang

    Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dapat digunakan seperti tersebut di bawah ini, kecuali dengan cara:

    a. jaminan yang diserahkan hanya sebagaian. b. jaminan yang diserahkan hanya dapat digunakan sekali. c. jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada pelunasan Bea Masuk sampai

    jaminan tersebut habis. d. jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas sehingga setiap pelunasan bea

    masuk dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan.

    116. Ketentuan tentang bentuk jaminan tersebut di bawah ini yang dapat diserahakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali :

    a. uang tunai. b. jaminan bank. c. jaminan dari perusahaan asuransi. d. jaminan lainnya dalam bentuk cek atau giro dari importir.

    117. Ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

    pasal 43 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali :

    a. di setiap Kawasan Pabean disediakan tempat penimbunan sementara yang dikelola

    oleh pengusaha tempat penimbunan sementara. b. dalam hal barang ditimbun di tempat penimbunan sementara, jangka waktu

    penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejak penimbunannya. c. pengusaha tempat penimbunan sementara yang tidak dapat

    mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar dua puluh lima persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

    d. Ketentuan tentang penunjukan tempat penimbunan sementara, tata cara penggunaannya, dan perubahan jangka waktu penimbunan diatur lebih lanjut oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.

  • 118. Dalam hal barang ditimbun di tempat penimbunan sementara, jangka waktu penimbunan barang paling lama:

    a. satu bulan sejak penimbunannya. b. tiga puluh hari sejak penimbunannya. c. dua bulan sejak penimbunannya. d. enam puluh hari sejak penimbunannya.

    119. Pengusaha tempat penimbunan sementara yang tidak dapat mempertanggungjawabkan

    barang yang seharusnya berada di tempat tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

    a. dua puluh lima persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar. b. lima puluh persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar. c. seratus persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar. d. lima ratus persen dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

    120. Kegiatan-kegiatan tersebut dibawah ini, merupakan kegiatan yang dapat dilakukan di

    Tempat penimbunan berikat berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kecuali :

    a. menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai, dikeluarkan ke tempat

    penimbunan berikat lainnya atau diekspor. b. menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor

    untuk dipakai. c. menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean, guna

    dipamerkan. d. menimbun barang impor guna diberi merek buatan Indonesia.

    121. Kegiatan-kegiatan tersebut dibawah ini, merupakan kegiatan yang dapat dilakukan di

    Tempat penimbunan berikat berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan:

    a. menimbun barang impor guna diimpor sementara, dikeluarkan ke tempat

    penimbunan berikat lainnya atau diekspor. b. menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. c. Huruf a dan b betul. d. Huruf a dan b salah.

    122. Tempat penimbunan berikat yang menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual

    barang impor kepada orang dan/atau orang tertentu tersebut dibawah ini dengan mendapat pembebasan bea masuk, kecuali kepada:

  • a. warga negara asing yang bertugas di Indonesia sebagai pejabat atau pegawai perwakilan negara asing berdasarkan asas timbal balik (reciprocal).

    b. warga negara asing yang bertugas di Indonesia sebagai pejabat atau pegawai organisasi/badan internasional yang ditetapkan pemerintah.

    c. warga negara Indonesia yang bertugas di Indonesia sebagai pejabat atau pegawai perwakilan negara asing berdasarkan asas timbal balik (reciprocal).

    d. orang yang berangkat ke luar negeri.

    123. Barang dapat dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat atas persetujuan pejabat bea dan cukai dan tetap mendapat penaggguhan bea masuk dengan maksud seperti tersebut dibawah ini, kecuali:

    a. diimpor untuk dipakai. b. diolah. c. diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau tempat penimbunan

    Sementara d. dikerjakan dalam daerah pabean dan kemudian dimasukkan kembali ke tempat

    penimbunan berikat dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.

    124. Orang yang mengeluarkan barang dari tempat penimbunan berikat sebelum diberikan

    persetujuan oleh pejabat bea dan cukai tanpa bermaksud mengelakkan kewajiban pabean, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

    a. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). b. Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). c. Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). d. Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    125. Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan

    barang yang seharusnya berada di tempat tersebut:

    a. wajib membayar bea masuk yang terutang, b. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea

    masuk yang seharusnya dibayar. c. wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa

    denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

    d. wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

    126. Bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat:

  • 1) berada dalam pengawasan kurator sehubungan tempat penimbunan berikat, atau 2) menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan tempat penimbunan

    berikat; izin tempat penimbunan berikatnya:

    a. dibekukan. b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan. c. dicabut. d. dapat diberlakukan kembali.

    127. Bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat yang telah dibekukan izinnya :

    1) tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau 2) tidak mampu lagi mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut;

    izin tempat penimbunan berikatnya:

    a. dibekukan. b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan. c. dicabut. d. dapat diberlakukan kembali.

    128. Bilamana penyelenggara tempat penimbunan berikat :

    1) telah melunasi utangnya; atau 2) telah mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut;

    izin tempat penimbunan berikatnya:

    a. dibekukan. b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan. c. dicabut. d. dapat diberlakukan kembali.

    129. Dalam hal :

    1) penyelenggara tempat penimbunan berikat untuk jangka waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan kegiatan.

    2) penyelenggara tempat penimbunan berikat mengalami pailit. 3) penyelenggara tempat penimbunan berikat bertindak tidak jujur dalam usahanya;

    atau 4) terdapat permintaan dari yang bersangkutan;

    izin tempat penimbunan berikatnya:

    a. dibekukan. b. dapat diubah dari dibekukan menjadi pencabutan. c. dicabut.

  • d. dapat diberlakukan kembali.

    130. Bilamana izin tempat penimbunan berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, pengusaha harus :

    1) melunasi semua bea masuk yang terutang; 2) mengekspor kembali barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat; atau 3) memindahkan barang yang masih ada di tempat penimbunan berikat ke tempat

    penimbunan berikat lain; dalam batas waktu:

    a. tiga puluh hari sejak pencabutan izin. b. satu bulan sejak pencabutan izin. c. enam puluh hari sejak pencabutan izin. d. dua bulan sejak pencabutan izin.

    131. Tempat Penimbunan Pabean dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan

    disediakan di setiap:

    a. Kawasan pabean. b. Tempat Penimbunan Sementara. c. Pos Pengawasan Pabean. d. Kantor pabean.

    132. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeana: Importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan wajib menyelenggarakan pembukuan. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan diperlukan:

    a. agar pejabat Bea dan Cukai dapat mengetahui keuntungan perusahaan yang diaudit. b. agar pejabat Bea dan Cukai dapat mengetahui kerugian perusahaan yang diaudit. c. untuk mengetahui tingkat kepatuhan membayar pajak dari auditee. d. untuk pelaksanaan audit kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari kawasan

    pabean.

    133. Berdasarkan pasal 50, orang yang dimaksud dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan audit kepabeanan, atas permintaan:

  • a. Penyidik pegawai negeri sipil Bea dan Cukai. b. Pegawai bea dan cukai. c. Public Auditor. d. Pejabat bea dan cukai.

    134. Pembukuan wajib diselenggarakan:

    a. di Indonesia atau di negara tempat kedudukan kantor pusat perusahaan yang

    bersangkutan. b. dengan menggunakan huruf latin atau huruf yang lazim digunakan perusahaan yang

    bersangkuan. c. dengan menggunakan angka Arab dengan mata uang rupiah. d. dengan menggunakan bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa

    asing.

    135. Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan wajib disimpan pada tempat usahanya di Indonesia, selama:

    a. 2 (dua) tahun. b. 3 (tiga) tahun. c. 5 (lima) tahun. d. 10 (sepuluh) tahun.

    136. Dalam hal data pembukuan berupa data elektronik, orang wajib:

    a. munggunakan perangkat komputer berkapasitas besar. b. menggunakan sistem pengoperasian komputer yang dirancang oleh pejabat bea dan

    cukai. c. menggunakan sistem pengoperasian komputer yang mutakhir. d. menjaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar data elektronik yang

    disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali setiap waktu.

    137. Orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

    a. Rp10.000.000,00 (sepuluh juta) rupiah. b. Rp20.000.000,00 (dua puluh juta) rupiah. c. Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta) rupiah. d. Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

  • 138. Orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

    a. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). b. Rp10.000.000,00 (sepuluh lima juta rupiah). c. Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). d. Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

    139. Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan

    pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada:

    a. Pejabat Bea dan Cukai. b. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. c. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. d. Menteri Keuangan Republik Indonesia.

    140. Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau

    diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku:

    a. dibatalkan ekspornya. b. diekspor kembali. c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai. d. atas permintaan importir atau eksportir:

    1) dibatalkan ekspornya; 2) diekspor kembali; atau 3) dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.

    141. Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan

    atau diberitahukan secara tidak benar:

    a. dapat dibatalkan ekspornya, diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    b. atas permintaan importir atau eksportir: 1) dibatalkan ekspornya; 2) diekspor kembali; atau 3) dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.

    c. dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai.

  • d. dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    142. Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, ketua pengadilan

    niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada:

    a. hakim pengadilan niaga. b. juru sita pengadilan niaga. c. penyidik pegawai negeri sipil bea dan cukai. d. pejabat bea dan cukai;

    untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia.

    143. Permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, kepada Ketua pengadilan niaga; a. diajukan dengan disertai :

    1) bukti mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan. 2) bukti pemilikan merek atau hak cipta. 3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang

    dimintakan penangguhan pengeluarannya; dan 4) jaminan.

    b. diajukan dengan disertai : 1) bukti mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan. 2) bukti pemilikan merek atau hak cipta. 3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang

    dimintakan penangguhan pengeluarannya; dan 4) jaminan.

    c. diajukan dengan disertai:

    1) bukti mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan. 2) bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan. 3) perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang

    dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh pejabat bea dan cukai; dan

  • 4) jaminan.

    d. diajukan dengan disertai: 1) bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang

    bersangkutan. 2) bukti pemilikan merek atau