solusi persamaan boltzmann dengan nilai...
TRANSCRIPT
SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
YOANITA HISTORIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Solusi Persamaan Boltzmann dengan Nilai Awal Bobylev menggunakan Pendekatan Analitik dan Numerik adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, Agustus 2007
Yoanita Historiani
G551050141
ABSTRACT YOANITA HISTORIANI. Exact Solution of the Boltzmann Equation with Bobylev Initial Condition using Analitycal and Numerical Approach. Under the supervision from ENDAR H. NUGRAHANI and SRI NURDIATI.
A gas flow may be modeled at either a microscopic or a macroscopic level. The microscopic model recognizes the particular structure of the gas as collection of discrete molecules and ideally provides position, velocity and state of every molecule at all times. The position, velocity, and state of each molecules can be modeled as a probability distribution function. The mathematical model at this level is called Boltzmann equation. The macroscopic level recognizes some physical properties like temperature, volume, average velocity, energy, and impul.
Mathematical model contained in Boltzmann equation is complicated, involves high dimensional differential and integral form, so it is relatively difficult to find a solution of this equation. This thesis use Bobylev initial condition which takes a general form of normal distribution function.
Exact solution can be found by integrating the differential form of the left hand side and evaluating the solution of the integral form in the right hand side, in such a way that the simplest form of the Boltzmann equation can be obtained. Furthermore, numerical solution of the Boltzmann equation is presented by simulation using DSMC (Direct Simulation Monte Carlo) methods.
ABSTRAK
YOANITA HISTORIANI. Solusi Eksak Persamaan Boltzmann dengan Nilai Awal Bobylev menggunakan Pendekatan Analitik dan Numerik. Dibimbing oleh ENDAR H. NUGRAHANI dan SRI NURDIATI.
Pergerakan molekul pada suatu sistem gas dapat dimodelkan dari 2 sudut pandang yang berbeda, yaitu secara mikroskopik dan makroskopik. Dari sudut pandang mikroskopik, suatu sistem gas diamati sebagai sekumpulan molekul tunggal yang identik yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Setiap molekul gas berada pada posisi tertentu, kecepatan tertentu, pada saat t yang dimodelkan dalam suatu fungsi distribusi peluang. Model matematik yang menggambarkan evolusi distribusi peluang suatu molekul gas terhadap waktu, posisi, kecepatan serta interaksi antar molekul dikenal dengan persamaan Boltzmann. Dari sudut pandang makroskopik, gerak partikel dapat diamati secara lebih jelas dengan melakukan pengukuran besaran fisika pada sistem, antara lain kecepatan rata-rata, tekanan, temperatur, energi dan suhu.
Rumusan matematik persamaan Boltzmann melibatkan fungsi diferensial dan integral dengan dimensi variabel bebas yang tinggi, sehingga persamaan ini relatif sulit dicari solusi meskipun fungsi sebaran yang dipergunakan sebagai nilai awal merupakan fungsi sebaran yang paling sederhana. Pada tesis ini, fungsi sebaran yang dipilih sebagai nilai awal adalah fungsi distribusi Bobylev, yang merupakan bentuk umum dari fungsi distribusi normal.
Solusi eksak diperoleh dengan mengintegralkan ruas kiri dan mengevaluasi nilai dari integral ruas kanan, sedemikian sehingga diperoleh bentuk penyelesaian persamaan Boltzmann yang sederhana. Di sisi lain, solusi numerik diperoleh dengan membuat simulasi tumbukan molekul gas dengan menggunakan metode DSMC (Direct Simulation Monte Carlo).
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
YOANITA HISTORIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Departemen Matematika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Tesis : Solusi Persamaan Boltzmann Dengan Nilai Awal Bobylev menggunakan Pendekatan Analitik dan Numerik Nama : Yoanita Historiani NIM : G551050141
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS Dr. Ir. Sri Nurdiati, MSc Ketua Anggota
Diketahui Ketua Departemen Matematika Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Berlian Setiawaty, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 16 Agustus 2007 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2007 ini adalah Solusi Eksak Persamaan Boltzmann dengan Nilai Awal Bobylev menggunakan Pendekatan Analitik dan Numerik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS dan Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, MSc selaku pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Putu Purnaba, DEA yang telah banyak memberikan saran.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007 Yoanita Historiani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 29 Agustus 1982 sebagai anak pertama dari pasangan Turisno dan Tri Rujiati. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2004.
Penulis adalah staf pengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak Agustus 2005. Mata kuliah yang diajarkan adalah Matematika Dasar I dan Matematika Dasar II.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................... 1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2 Batasan Penelitian ................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Persamaan Lioville(Persamaan Transport) ........................................... 4 Persamaan Boltzmann ........................................................................... 6 Besaran Makroskopik Gas .................................................................... 8
METODE ....................................................................................................... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Solusi Eksak Persamaan Boltzmann dengan Nilai Awal Bobylev ......... 11 Besaran Makroskopik Gas .................................................................... 15 Simulasi dengan Metode DSMC ........................................................... 16
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22
LAMPIRAN ................................................................................................... 23
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Kurva solusi eksak dan numerik dengan nilai awal Bobylev ................ 18
2 Kurva komponen kecepatan x ................................................................ 19
3 Kurva komponen kecepatan y ................................................................ 20
4 Kurva komponen kecepatan z ................................................................ 20
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Integral Gauss .......................................................................................... 24
2 Bukti Persamaan 10 .................................................................................. 25
3 Bukti Persamaan 11 .................................................................................. 25
4 Bukti Persamaan 26 .................................................................................. 26
5 Bukti 334
2
IdS
T π=∫ eee .......................................................................... 29
6 Bukti Persamaan 29 .................................................................................. 31
7 Bukti Persamaan 30 .................................................................................. 32
8 Bukti Persamaan 33 .................................................................................. 32
9 Bukti Persamaan 34 .................................................................................. 33
10 Bukti Persamaan 35 .................................................................................. 33
11 Bukti Persamaan 37 .................................................................................. 36
12 Bukti Persamaan 38 .................................................................................. 41
13 Bukti Persamaan 39 .................................................................................. 42
14 Bukti Persamaan 40 .................................................................................. 42
15 Bukti Persamaan 42 .................................................................................. 43
16 Bukti Persamaan 43 .................................................................................. 44
17 Bukti Persamaan ..................................................................... 45 02
=∫S
ede
18 Bukti Persamaan Besaran Makroskopik .................................................. 45
19 Program Utama ........................................................................................ 51
20 Sub Routine DATAOS.m ........................................................................ 52
21 Sub Routine INITOS4.m ......................................................................... 52
22 Sub Routine SAMPIOS.m ....................................................................... 54
23 Sub Routine MOVEOS.m ........................................................................ 55
24 Sub Routine INDEXS.m .......................................................................... 56
25 Sub Routine COLLS4.m .......................................................................... 57
26 Sub Routine SAMPLEOS.m .................................................................... 58
27 Sub Routine OUTOS.m .......................................................................... 60
28 varinit.m .................................................................................................... 61
x
PENDAHULUAN Latar Belakang
Menurut teori molekuler benda, satu unit volume makroskopik gas
(misalkan 1 cm3) merupakan suatu sistem yang terdiri atas sejumlah besar
molekul (kira-kira sebanyak buah molekul) yang bergerak dengan arah yang
tidak menentu. Karena jumlahnya yang sangat besar, maka secara matematis,
untuk memodelkan gerak dan sifat setiap molekul tidak mudah, sehingga perilaku
setiap molekul gas pada suatu sistem didekati dengan menggunakan sifat partikel.
2010
Pergerakan partikel gas yang tidak melibatkan interaksi dengan partikel
lainnya disebut aliran. Model matematika yang menyatakan peristiwa ini dikenal
dengan persamaan transport. Di sisi lain, model pergerakan partikel yang
melibatkan interaksi dengan partikel gas lain disebut persamaan Boltzmann, yang
pertama kali diungkapkan oleh seorang ahli fisika bernama Ludwig Boltzmann
pada tahun 1898 (Cercignani 1975).
Persamaan Boltzmann merupakan persamaan diferensial integral yang
menggambarkan evolusi distribusi peluang suatu partikel gas sebagai fungsi dari
waktu, posisi dan kecepatannya, serta interaksi antar partikel karena adanya
tumbukan antar partikel gas. Persamaan Boltzmann telah dikenal luas karena
banyak aplikasi dan perluasannya antara lain dalam bidang fisika, biologi,
ekonomi, ekonofisika dan sosial. Pada bidang fisika, aplikasi dari solusi
persamaan Boltzmann dapat digolongkan menjadi dua jenis. Aplikasi yang
pertama berkaitan dengan penarikan kesimpulan mengenai sifat-sifat makroskopik
gas yang didekati dari sifat-sifat mikroskopiknya. Hasilnya memberi banyak
manfaat dalam bidang mekanika statistika, yaitu menjembatani perbedaan antara
sifat-sifat yang terdapat pada struktur atom benda dengan sifat benda pada tingkat
makroskopik. Aplikasi yang kedua berkaitan dengan pengembangan model untuk
jenis zat lain seperti zat padat dan zat cair (Bellomo & Pulvirenti 2000).
Penelitian awal mengenai persamaan Boltzmann yang dilakukan oleh
Maxwell-Boltzmann berhasil menjelaskan sifat-sifat makroskopik gas pada suatu
sistem, menghitung kekentalan zat, serta koefisien hantar panas antar partikel.
2
Besaran makroskopik gas adalah sifat-sifat gas yang dapat diamati secara fisis
pada suatu sistem, seperti suhu, tekanan, dan volume (Cercignani 1975).
Karena rumusan matematis persamaan Boltzmann melibatkan fungsi dengan
dimensi variabel bebas yang tinggi, maka persamaan ini relatif sulit dicari solusi,
meskipun fungsi sebaran yang dipergunakan sebagai nilai awal merupakan fungsi
sebaran yang paling sederhana. Fungsi sebaran yang pernah dipilih sebagai nilai
awal antara lain adalah fungsi sebaran Maxwell, fungsi sebaran Bobylev, fungsi
sebaran Bobylev Cercignani I ,serta fungsi sebaran Bobylev Cercignani II
(Nugrahani 2003).
Secara umum, terdapat 2 jenis solusi persamaan Boltzmann, yaitu solusi
eksak dan solusi numerik. Solusi eksak diperoleh dengan menyelesaikan
persamaan secara matematis, sedangkan solusi numerik diperoleh melalui suatu
simulasi. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk melakukan simulasi
adalah metode Monte Carlo, sedemikian sehingga vektor posisi dan kecepatan
partikel dibangkitkan secara stokastik (Liboff 1990).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Merekonstruksi solusi eksak persamaan Boltzmann dengan menggunakan
distribusi awal Bobylev.
2. Memanfaatkan solusi eksak persamaan Boltzmann untuk menghitung
besaran makroskopik gas.
3. Mencari solusi numerik dengan menggunakan simulasi aliran dan tumbukan
partikel gas dengan menggunakan metode Direct Simulation Monte Carlo.
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi oleh beberapa asumsi, antara lain:
1. Pengamatan gerak molekul hanya dilakukan pada gerak linear, dengan
mengabaikan gerak angular.
2. Sifat-sifat molekul gas didekati dengan menggunakan sifat partikel.
3. Pada sistem, gas dimodelkan sebagai gas ideal, tunggal dan identik.
4. Tumbukan yang terjadi adalah tumbukan antara 2 partikel.
5. Untuk kemudahan teknis, simulasi gerak dan posisi partikel gas sebelum dan
setelah tumbukan hanya dilakukan pada sumbu x saja.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi 1 Gas
Gas adalah suatu sistem dinamik yang terdiri atas sejumlah besar N partikel
dengan massa partikel yang relatif kecil m.
(Cercignani 1975)
Definisi 2 Gas Ideal
Suatu gas dikatakan ideal jika energi potensial dari gaya intermolekulernya
diabaikan, meskipun partikel-partikel tersebut berada pada jarak yang lebih dekat
dari diameter partikel tersebut.
(Cercignani 1975)
Definisi 3 Gas Tunggal
Gas tunggal adalah gas yang molekulnya tidak mempunyai derajat bebas
internal, sedemikian sehingga derajat bebas yang dimiliki hanya berasal dari
vektor posisi dan vektor kecepatan.
(Cercignani 1975)
Definisi 4 Teori Kinetik
Teori kinetik adalah suatu cabang ilmu fisika yang mempelajari sifat-sifat
mikroskopik molekul dan interaksi yang berhubungan dengan sifat-sifat
makroskopik benda seperti hukum gas ideal. Asumsi-asumsi yang mendasari teori
kinetik adalah:
1. Jumlah molekul sangat banyak.
2. Molekul-molekul tersebut merupakan molekul tunggal yang identik.
3. Molekul bergerak secara acak.
4. Gerak molekul tidak melanggar hukum gerak Newton.
5. Molekul mengalami tumbukan elastis dengan molekul lainnya.
6. Gaya gravitasi antar molekul diabaikan.
7. Sifat-sifat molekul didekati dengan menggunakan sifat-sifat partikel
dengan tidak mengabaikan hukum-hukum mekanika klasik.
(Kibble & Berkshire 1996)
4
Definisi 5 Hukum Kekekalan Momentum
Misal terdapat 2 partikel yang bergerak pada suatu sistem. Massa partikel
pertama bergerak dengan kecepatan , serta massa partikel kedua
bergerak dengan kecepatan . Maka hukum kekekalan momentum menyatakan
bahwa:
1m 1v 2m
2v
konstan.2211 ==+ Pvmvm
(Kibble & Berkshire 1996)
Definisi 6 Hukum Kekekalan Energi
Misalkan suatu partikel yang bergerak mempunyai energi kinetik T dan
energi potensial P. Maka berlaku konstan.==+ CVT
(Kibble & Berkshire 1996)
Definisi 7 Fungsi Kepekatan Peluang
Misalkan X peubah acak satu dimensi dalam ruang Ω yang terdiri dari selang
atau gabungan selang. Misal terdapat fungsi ( )xf tak negatif yang memenuhi:
( ) 1=∫Ω
dxxf .
Jika fungsi peluang dengan( )AP Ω∈A dapat dinyatakan dalam bentuk ( )xf
sedemikian sehingga ( ) ( ) ( )dxxfXAP ∫Α
=Ω∈= Pr , maka X merupakan peubah
acak kontinu dan merupakan fungsi kepekatan peluang dari X. ( )xf
(Hogg & Craig 1995)
Definisi 8 Persamaan Lioville (Persamaan Transport)
Misalkan pada suatu sistem terdapat N buah partikel gas ideal tunggal.
Misalkan setiap partikel berada pada posisi xi bergerak dengan kecepatan vi,
dengan . Maka setelah waktu t, persamaan gerak dari partikel
tersebut dapat dituliskan sebagai:
Ni ..., ,2 ,1=
,
,
ii
ii
dtddt
d
vx
av
=
= (1)
dengan ai merupakan percepatan gerak partikel ke-i.
5
Pada sistem, partikel gas bergerak pada suatu bidang fase dengan dimensi
ruang 6N, yaitu 3N merupakan dimensi komponen vektor posisi xi dan 3N lainnya
merupakan dimensi dari komponen vektor kecepatan vi. Misalkan vektor z
menyatakan dimensi ruang 6N. Maka persamaan evolusi z terhadap waktu adalah:
ii
dtd
yz
= . (2)
Jika nilai awal diketahui untuk semua partikel gas, maka nilai untuk
semua partikel dapat diketahui, yaitu dengan menggunakan konsep persamaan
diferensial biasa. Akan tetapi, karena jumlah partikel gas yang terdapat pada
sistem tersebut sangat banyak, maka untuk mengidentifikasi posisi awal x
0z tz
0 dan
kecepatan awal dari setiap partikel akan menjadi sulit dilakukan dan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dirumuskan teknik lain
untuk menggambarkan posisi dan pergerakan awal partikel, yaitu dengan
menggunakan fungsi sebaran
0v
( ) ( )0,0 == tff zz yang menyatakan fungsi
kepekatan peluang pada saat t = 0.
Jika setiap partikel bergerak tanpa bertumbukan satu sama lain dan
banyaknya partikel yang keluar dari sistem sama dengan banyaknya partikel yang
masuk sistem, maka persamaan gerak partikel dapat dinyatakan sebagai:
( ) 0=∂∂+∂∂ yz ftf (3)
yang dikenal sebagai persamaan Liouville atau persamaan aliran. Perhatikan
bahwa ( ) ( )yzzyyz ∂∂+∂∂=∂∂ fff , sehingga:
( ) 0 =∂∂+∂∂+∂∂ y zzy ffftf . (4)
Oleh karena 0 / =∂∂ yz , maka persamaan (4) dapat dituliskan kembali dalam
bentuk: 0=∂∂+∂∂ zy ftf , (5)
atau : ( )( ) ( )( ) ,011
=∂∂∂∂+∂∂∂∂+∂∂ ∑∑==
N
iiii
N
ii ftfttf vvxx
( ) ( ) 011
=∂∂+∂∂+∂∂ ∑∑==
iN
iii
N
ii fftf vaxv
0/././ =∂∂+∂∂+∂∂ vxv faftf (6)
(Cercignani 1975)
6
Definisi 9 Persamaan Boltzmann
Pada persamaan Liouville, setiap partikel diasumsikan hanya bergerak, tanpa
bertumbukan satu dengan lainnya, sehingga nilai ruas kanan persamaan Liouville
bernilai nol. Jika pada sistem terjadi tumbukan antar 2 partikel, maka nilai ruas
kanan berubah, menjadi model matematis yang merepresentasikan tumbukan antar
2 partikel tersebut yang disebut collision integral dan dilambangkan I[ f, f],
dituliskan:
],[ ffIftf
=∂∂
+∂∂
xv (7)
Misalkan terdapat 2 buah partikel yang saling bertumbukan. Sebelum
tumbukan, partikel 1 melaju dengan kecepatan v , sedangkan partikel 2 melaju
dengan kecepatan . Kecepatan partikel setelah tumbukan masing-masing dan
didefinisikan sebagai berikut:
w 'v
'w
ewvwvv'
22−
++
= . (8)
ewvwvw'
22−
−+
= . (9)
Vektor e merupakan vektor normal bidang tumbukan yang dinyatakan dengan
( )ji
ji
xx
xxe
−
−= dengan , ji ≠ N...,,,j,i 2 1= sedemikian sehingga resultan kedua
vektor kecepatan setelah tumbukan memenuhi:
1. Hukum kekekalan momentum
.wvwv '' +=+ (10)
Bukti persamaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Hukum kekekalan energi
.2222wvwv '' +=+ (11)
Bukti persamaan ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
7
Dengan mengasumsikan bahwa 0=∂∂vf , maka persamaan (6) dapat
dituliskan sebagai:
],[ ffIftf
=∂∂
+∂∂
xv , (12)
dengan:
( ) ,)]()()()([cos],[2 3
'' ewwvwv ddffffgffIS R∫ ∫ −= θ (13)
dan
u = v – w,
( )θcosg = parameter tumbukan antar 2 partikel,
e = vektor normal tumbukan,
de = sin θ dθ dϕ,
x = vektor posisi partikel.
yang dikenal dengan persamaan Boltzmann.
(Cercignani 1975)
Definisi 10 Distribusi Kecepatan Maxwell
Menurut Maxwell, pada suatu sistem yang diam, distribusi kecepatan
partikel yang ada di dalamnya simetris di sekitar titik nol. Artinya, jumlah partikel
yang bergerak ke arah kanan dan ke arah kiri adalah sama, sedemikian sehingga
peluang untuk menemukan partikel yang bergerak dengan kecepatan sangat besar
adalah kecil sekali. Jika peristiwa tersebut digambarkan dalam bentuk kurva,
maka diperoleh suatu kurva yang menyerupai kurva sebaran normal, atau Gauss
exp(-x2). Distribusi kecepatan tersebut dikenal dengan distribusi kecepatan
Maxwell dan dinyatakan sebagai:
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
kTm
kTmnf
2exp
24
22
23 vvvπ
π . (14)
(Krane 1992)
8
Definisi 11 Besaran Makroskopik Gas
Salah satu manfaat dari solusi persamaan Boltzmann adalah dapat
menjelaskan beberapa sifat makroskopik benda, khususnya gas dengan
menggunakan pandekatan mikroskopiknya. Sifat makroskopik gas adalah sifat gas
yang dapat teramati secara fisis. Sifat tersebut meliputi densitas, impuls, aliran
impuls, aliran energi, energi, volume, tekanan dan suhu. Sifat mikroskopik gas
berhubungan dengan struktur dan sifat atomik dari gas tersebut.
Misalkan adalah fungsi kepekatan peluang partikel yang berada
pada posisi x dan bergerak dengan kecepatan v pada waktu t. Fungsi kepekatan
peluang di atas dapat dimanfaatkan untuk memperoleh besaran makroskopik.
),,( vxtf
1. Fungsi Densitas
Fungsi densitas (kerapatan) partikel pada ruang 3R didefinisikan sebagai:
. (15) ( ) ( ) vvxx dtftdR∫=3
,,,
2. Impuls
Impuls merupakan hasil perkalian antara fungsi densitas dengan vektor
kecepatan massa . Kecepatan massa didefinisikan sebagai: ( )ξ
( )
( )∫
∫=
3
3
,,
,,
R
Rdtf
dtf
vvx
vvxv
ξ , (16)
sehingga
( ) ( )( )
( )∫
∫∫=
3
3
3 ,,
,,
,,,
R
R
Rdtf
dtf
dtftdvvx
vvxv
vvxξx ,
. (17) ( ) ( ) vvxvxm dtftR∫=3
,,,
3. Aliran Impuls
. (18) ( ) ( ) vvxvvx dtftMR
T∫=3
,,,
9
4. Aliran Energi
( ) ( ) vvxvvx dtftrR∫=3
,,21, 2 . (19)
5. Energi
( ) ( ) vvxvx dtftER∫=3
,,21, 2 . (20)
6. Volume
( )( )
( )∫
∫==
3
3
,,
,,
,
R
Rdtf
dtf
dt
vvx
vvxvmxV . (21)
7. Suhu
( ) ( ) ( ) vvxxVvx dtftGd
tTR
,,,3
1,3
2∫ −= . (22)
dengan G adalah konstanta gas.
8. Tekanan
( ) ( ) ( ) vvxxVvx dtfttPR
,,,31,
3
2∫ −= (23)
(Cercignani 1975)
Definisi 12 Simulasi
Simulasi merupakan suatu proses membuat desain logika matematika dari
suatu sistem real dengan melibatkan batasan-batasan tertentu untuk memecahkan
suatu masalah.
(Pritsker 1999)
Definisi 13 Metode Monte Carlo
Metode Monte Carlo adalah suatu metode algoritma komputasi yang banyak
digunakan dalam simulasi untuk menggambarkan berbagai sistem pada bidang
matematika dan fisika dengan melibatkan bilangan acak sebagai pembangkit
variabel-variabel yang terdapat pada sistem.
(Bird 1990)
10
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, persamaan Boltzmann disederhanakan menjadi
Persamaan Boltzmann spasial homogen, yaitu dengan menetapkan xf ∂∂ dari
persamaan (12) bernilai nol. Artinya, sebaran kecepatan f(v,t) setelah waktu t
dianggap tidak bergantung pada vektor posisinya. Karena ruas kiri persamaan
Boltzmann mengandung bentuk diferensial, maka solusi masalah tersebut sangat
bergantung pada nilai awal yang dipilih.
Langkah-langkah untuk mencari solusi eksak dan numerik persamaan
Boltzmann dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Memilih fungsi distribusi peluang tertentu sebagai nilai awal.
2. Mencari solusi eksak persamaan Boltzmann dengan mengintegralkan ruas
kiri serta mengevaluasi integral ruas kanan Persamaan (12) dan (13),
sehingga diperoleh fungsi distribusi partikel gas pada saat t, .0≠t
3. Solusi numerik diperoleh dengan melakukan simulasi gerak dan tumbukan
partikel gas menggunakan metode DSMC (Direct Simulation Monte Carlo)
satu dimensi dengan asumsi bahwa gerak dan proses tumbukan hanya
diperhatikan dalam sumbu x saja (Bird 1994). Software yang digunakan
untuk melakukan simulasi adalah MATLAB 7.0.
4. Dengan menggunakan metode Monte Carlo, vektor posisi dan kecepatan
molekul dibangkitkan secara stokastik.
5. Selanjutnya, solusi persamaan Boltzmann yang diperoleh dapat
dipergunakan untuk menghitung beberapa besaran makroskopik gas, antara
lain fungsi densitas, kecepatan rata-rata, impuls, serta energi.
11
PEMBAHASAN Pada karya ilmiah ini, persamaan Boltzmann yang akan dicari solusinya
adalah persamaan Boltzmann spasial homogen, yaitu persamaan Boltzmann
dengan xf ∂∂ bernilai nol, dituliskan:
( ) .)]()()()([cos2 3
'' ewwvwv ddffffgtfS R∫ ∫ −=∂∂ θ (24)
Ruas kiri persamaan Boltzmann mengandung bentuk diferensial, sehingga
solusi masalah tersebut bergantung pada nilai awal yang dipilih. Selanjutnya akan
dicari solusi eksak dan solusi numerik dari persamaan Boltzmann dengan
menggunakan nilai awal Bobylev. Solusi numerik akan dicari dengan simulasi
menggunakan Metode DSMC satu dimensi.
Solusi Eksak Persamaan Boltzman dengan Nilai Awal Bobylev
Misalkan dipilih nilai awal Bobylev berikut:
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−+== 2
02
000 exp)()()0,( vvvv CBAff , (25)
dengan dan . 0, 00 ≥BA 00 >C
Selanjutnya, akan dicari nilai dan hubungan antara koefisien dan
dengan memanfaatkan sifat-sifat sebagai berikut:
00 , BA 0C
1. Karena merupakan fungsi kepekatan peluang, maka: . )(0 vf 1)(0 =∫ vv df
2. Dari Persamaan (20), vvv
dfd
T ∫= )(2
123
0
2,
3. 12 00 −= TCβ .
Maka, dari sifat 1,2 dan 3 (lihat Lampiran 4) diperoleh:
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ −+
+⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ +== 2020
02
30
0 2)1(
exp23
2)1(
12
)1(),()0,( vvvv
TTTFf
βββ
πβ
β
(26)
12
dengan parameter 12 00 −= TCβ , 320 0 ≤≤ β menunjukkan simpangan
kesetimbangan dari sebaran awal.
Selanjutnya, akan dicari solusi spasial homogen Persamaan Boltzmann,
yaitu fungsi kepekatan peluang partikel pada saat t, yaitu ( )),(),( tFtf βvv = ,
dengan ( )tβ merupakan simpangan dari sebaran awal pada saat t dan ( ) 00 ββ = .
Pertama, akan dihitung nilai integral dari fungsi kerapatan partikel pada saat
t = 0 terhadap v. Dengan melakukan substitusi koordinat bola (lihat Lampiran 4),
diperoleh:
( 322
),0( 0002
50
23
3
BCAC
dfR
+=∫πvv ) . (27)
Dengan demikian, fungsi kerapatan partikel pada waktu t didefinisikan sebagai:
(∫ +==3
322
),(2
5
23
R
BACC
dtfd πvv ) . (28)
Akan dicari nilai A, B, C yang memenuhi persamaan di atas. Nilai tersebut
dapat diperoleh dari dua fungsi lainnya, yaitu dari aliran impuls dan temperatur.
Dari Persamaan (18), aliran impuls didefinisikan sebagai:
∫=3
),(R
T dtfM vvvv ,
sehingga M (aliran impuls) dapat dinyatakan dalam bentuk:
( )3
27
23
524
IC
BACM +=π , (29)
Bukti persamaan ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Di sisi lain, temperatur (T)
didefinisikan sebagai (lihat lampiran 7):
( )2
7
23
5243
1
C
BACd
trMd
T +==π , (30)
sedemikian sehingga:
13
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −= TCdCA 3
25
23
23
π, (31)
dan
( 122
3
25
−= TCdCBπ
) . (32)
Dengan demikian, fungsi kerapatan partikel pada saat t, , dapat dinyatakan
sebagai:
),( vtf
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−= 22
32
52272
23 exp
2532),( vvvv CCCTCTdtf
π, (33)
sedemikian sehingga, fungsi sebaran partikel pada saat t sangat bergantung pada
kecepatan partikel tersebut.
Ruas kiri persamaan Boltzmann (24) merupakan turunan fungsi sebaran
partikel terhadap waktu t, dengan ( )vtf , pada persamaan (33) diperoleh:
( ) tCCCCCTCdtf ∂∂⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−−=∂∂ 22422
1
23 exp
415521 vvv
π. (34)
Selanjutnya, akan dicari nilai ruas kanan dari persamaan Boltzmann secara
bertahap sebagai berikut:
( ) .)]()()()([cos],[2 3
'' ewwvwv ddffffgffIS R∫ ∫ −= θ
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=− 22222'2'2'' exp)( )()( )( wvwvwvwvwv CBffff
.exp, 22222 ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −= wvUeeUvVU CB TT (35)
Dengan memanfaatkan substitusi dan penyederhanaaan pada persamaan (8), (9)
dan (11), maka:
( ) ( ,3cos 22
µηµθ −+=∫v
UUeeeT
T
S
Idg ) (36)
dengan:
14
( ) ( ) θθθπηθθθπµππ
dgdg sincos2,sincos,2
0
3
0∫∫ ==
+=
wvU .
Ruas kanan persamaan Boltzmann dapat dituliskan kembali dalam bentuk (lihat
Lampiran 11):
( ) .exp4
1552
, 2242
27
232
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−= vvv CCC
C
BffI µπ (37)
Dengan mempergunakan bentuk baru ruas kanan (37) dan kiri persamaan
Boltzmann (34), diperoleh:
( )
,2exp4
152542
27
232
2
4152542212
1
23
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
−+−=
∂∂−+−−
vvv
vvv
CCCC
B
tCCeCCCTCd
µπ
π
( )122
−−=∂∂ CTCdtC µ . (38)
Substitusi 12 −= TCβ dan 2µα d
= , menghasilkan:
( )ββαβ 1+−=∂∂
t. (39)
Persamaan (39) merupakan persamaan diferensial biasa, sehingga solusinya
adalah:
( )t
t
AeAet α
α
β −
−
−=
1)( , A konstanta. (40)
Dengan melakukan substitusi t = 0, pada Persamaan (40), diperoleh:
)1())0(1(
)0(
0
0β
ββ
β+
=+
=A , (41)
sehingga,
)1(1)(
0
0t
t
e
et
α
α
β
ββ
−
−
−+= . (42)
Jadi, solusi eksak persamaan Boltzmann homogen spasial mengambil bentuk yang
sama dengan fungsi awal ( )0,βvf dengan menggantikan 0β dengan ( )tβ , yaitu:
15
( )
( ) ( ) ( ) ( ) ,2
)1(exp23
2)1(1
2)1(
),(),(
2223
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
=
vv
vv
Tt
Ttt
Ttd
tFtf
βββπβ
β
(43)
dengan ( )tβ dari Persamaan (42) serta 320 ,0 ,0 <<>> tTd β .
Besaran Makroskopik Gas
Jika fungsi sebaran partikel pada saat t diketahui, maka besaran
makroskopik dari masalah nilai awal Bobylev dapat dihitung, sebagai berikut:
1. Fungsi Densitas
( ) ( )
( ) ( ) ( )( )
.1
23
2)1(1
2)1(
,,,
3
2
3
2)1(
223
=
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
=
∫
∫
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
R
Tt
R
deT
ttT
td
dtftd
vv
vvxx
vβββ
πβ
2. Kecepatan Rata-rata:
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
.0
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(1
,1,
3
3
2223
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
=
∫
∫
R
R
dT
tT
ttT
tdd
dtfd
xtV
vvvv
vvv
βββπβ
3. Aliran Impuls
( ) ( )
( ) ( ) ( )( )
.
23
2)1(1
2)1(
,,,
3
2)1(
223
3
2
3
dTI
deT
ttT
td
dtftM
R
Tt
T
R
T
=
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
=
∫
∫
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
vvvv
vvxvvx
vβ
ββπβ
4. Aliran Energi
16
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
.0
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
21
,,21,
3
3
2223
2
2
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
=
∫
∫
R
R
dT
tT
ttT
td
dtftr
vvvvv
vvxvvx
βββπβ
5. Energi
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
.23
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
21
,,21,
3
3
2223
2
2
dT
dT
tT
ttT
td
dtftE
R
R
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
=
∫
∫
vvvv
vvxvx
βββπβ
Simulasi dengan menggunakan metode DSMC satu dimensi
Metode DSMC merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mensimulasikan mekanisme tumbukan secara langsung. Inti dari metode ini
adalah membuat representasi sederhana mengenai sebaran awal partikel, gerak,
tumbukan dan pemberian indeks terhadap setiap partikel. Seperti program
simulasi yang lainnya, program ini juga mengalami beberapa penyederhanaan,
antara lain pada jumlah partikel yang dijadikan subjek pengamatan dan pada
dimensi posisi yang digunakan. Posisi partikel diperhatikan hanya berdasarkan
sumbu x saja. Misalkan ruang yang dipergunakan sebagai sistem ada pada
, 10 ≤≤ x 10 ≤≤ y dan 10 ≤≤ z . Untuk memudahkan proses inisialisasi posisi
awal partikel, sumbu x dibagi menjadi beberapa sel dan setiap selnya dibagi lagi
menjadi beberapa sub sel (Bird 1994).
Proses simulasi dilakukan dengan menggunakan MATLAB 7.0. Program
utama diberi nama NSBIC.m, yaitu program untuk menguji prosedur tumbukan
pada gas seragam sederhana. Program NSBIC.m dibuat dengan algoritma sebagai
berikut:
1. Menentukan nilai awal variabel dan aliran partikel pada t = 0.
2. Menentukan nilai awal variabel sampel.
17
3. Mendeskripsikan pergerakan sejumlah partikel pada selang waktu tertentu.
4. Menentukan urutan partikel dalam sel dan sub sel.
5. Menghitung banyaknya tumbukan selama selang waktu tertentu.
6. Menentukan contoh aliran partikel.
7. Menampilkan hasil.
Sistem dibagi menjadi beberapa sel dan subsel. Pada simulasi kali ini, sistem
akan dibagi menjadi 50 sel dan 400 sub sel dengan jumlah partikel maksimal 1000
partikel. Secara keseluruhan, program cukup besar sehingga perlu dipecah
menjadi beberapa subroutine. Pada program NSBIC.m, terdapat 8 buah
subroutine yaitu sebagai berikut:
1. DATAOS.m
Subroutine ini berisi data awal yang berkaitan dengan sifat-sifat fisis
partikel gas seperti kerapatan, suhu, banyak partikel sebenarnya yang
disimulasikan oleh partikel simulasi, interval waktu (time step), jumlah
subsel pada masing-masing sel, massa serta diameter partikel, tetapan
kekentalan, serta scattering parameter.
2. INITOS4.m
Subroutine ini berisi nilai variabel awal dan sebaran partikel pada saat
. Nilai awal yang didefinisikan antara lain adalah konstanta Boltzmann,
, collision cross section, informasi geometri setiap sel dan
sub sel (termasuk nomor sel dan sub sel), serta kecepatan awal masing-
masing partikel.
0=t
233806.1 −= ek
3. SAMPIOS.m
SAMPIOS.m merupakan sub routine yang berisi inisialisasi seluruh
variabel sampling, antara lain: banyaknya tumbukan pada t = 0, jumlah
sampel, banyaknya partikel yang berpindah posisi, serta banyaknya partikel
yang terseleksi untuk bertumbukan dan terpisah lagi.
4. MOVEOS.m
MOVEOS.m merepresentasikan gerak perpindahan partikel dari satu
posisi ke posisi lainnya selama selang waktu tertentu berdasarkan posisi di
sumbu x, melakukan pendataan terhadap sel sebelum dan setelah tumbukan,
dengan asumsi tumbukan yang terjadi antar partikel dan dengan dinding
18
pembatas merupakan tumbukan lenting sempurna, sedemikian sehingga
gerakan pantulnya mengikuti sifat pantulan cermin.
5. INDEXS.m
Subroutine INDEX.m mengatur penomoran partikel berdasarkan
susunan sel dan sub selnya.
6. COLLS3.m
COLLS3.m merupakan subroutine yang mensimulasikan tumbukan
antara dua partikel, yaitu mengatur partikel partikel yang akan bertumbukan
serta menghitung kecepatan relatif partikel, sudut elevasi, azimuth, sudut
defleksi, serta kecepatan partikel setelah tumbukan.
7. SAMPLEOS.m
SAMPLEOS.m melakukan sample terhadap partikel dalam aliran.
8. OUTOS.m
OUTOS.m bertugas menampilkan hasil output pada setiap langkah
waktu tertentu secara terus menerus.
Hasil dari simulasi selama selang waktu t tertentu menghasilkan pola
sebaran sebagai berikut:
Gambar 1 Kurva sebaran kecepatan partikel hasil solusi eksak dan solusi
numerik dengan nilai awal Bobylev.
19
Kurva merah menunjukkan sebaran kecepatan yang diperoleh melalui solusi
eksak. Kurva biru menunjukkan solusi hasil simulasi.
Karena fungsi sebaran partikel terhadap kecepatan dan waktu dari hasil
simulasi telah diketahui, maka dihitung nilai beberapa besaran makroskopik,
antara lain:
1. Fungsi Kepekatan Peluang
Dengan menggunakan algoritma:
Density = sum(fPV)/1000,
Diperoleh Density = 1, yang sesuai dengan hasil yang diperoleh secara
eksak.
Keterangan:
fPV = frekuensi speed partikel.
1000 = jumlah partikel.
2. Kecepatan Rata-rata
Dari hasil simulasi diperoleh:
Vrata = [0.2407, 0.5707, 0.0044]
yang hasilnya mendekati nol, sesuai dengan hasil yang diperoleh secara
eksak.
Dibawah ini adalah kurva yang menunjukkan sebaran partikel
terhadap masing-masing komponen kecepatan partikel.
Gambar 2 Kurva sebaran komponen kecepatan x hasil simulasi.
20
Gambar 3 Kurva sebaran komponen kecepatan y hasil simulasi.
Gambar 4 Kurva sebaran komponen kecepatan z hasil simulasi.
21
KESIMPULAN DAN SARAN
Solusi eksak persamaan Boltzmann homogen spasial dengan nilai awal
Bobylev berhasil diperoleh dengan bentuk sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )( )
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
==
2
2)1(
223
23
2)1(1
2)1(),(),(
vvvv T
t
eT
ttT
tdtFtfβ
ββπββ
dengan ( )320,0,0 <<>> tTd β . Dari hasil tersebut, dapat dihitung nilai dari
beberapa besaran makroskopik seperti fungsi densitas, kecepatan rata-rata, impuls,
dan energi.
Solusi numerik persamaan Boltzmann dengan menggunakan metode
DSMC satu dimensi dapat diperoleh, sedemikian sehingga nilai dari beberapa
besaran makroskopik dapat dihitung, antara lain fungsi densitas dan rata-rata.
Selanjutnya, disarankan untuk menggunakan metode simulasi dengan
dimensi yang lebih tinggi agar hasil yang diperoleh mendekati keadaan
sebenarnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bird, G.A. 1994. Molecular Gas Dynamics and The Direct Simulation of Gas
Flow. New York: Oxford University Press.
Bobylev, A.V. 1975. Exact Solutions of The Boltzmann Equation. Sov. Phys.
Dokl. 20(12):822-824.
Bollomo, Pulvirenti. 2000. Modelling in Applied Science. New York: Birkhaeuser
Boston.
Boltzmann, L. 1964. Lectures on Gas Theory. New York: Dover Publications,
Inc.
Cercignani, C.1975. Theory and Application of The Boltzmann Equation. London:
Scootish Academic Press.
Harris, S. 1971. An Introduction of The Boltzmann Equation. New York: Dover
Publications, Inc.
Kibble, Berkshire. 1996. Classical Mechanics. England: Addison Wesley
Longman Limited.
Krane, K. S. 1992. Fisika Modern. Wospakrik HJ, penerjemah; Jakarta: UI-Pres.
Liboff, R.L. 1990. Kinetic Theory. New York: Prentice-Hall, Inc
Nugrahani, E.H. Beitraege zur Numerik der Boltzmann Gleichung (Some
Contributions to Numerical Solution of the Boltzmann Equation) [disertasi].
Saarbruecken: Universitaet des Saarlandes; 2003.
Roy, B. N. 2002. Fundamentals of Classical and Statistical Thermodynamics.
West Sussex: John Willey & Sons, Ltd.
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1. Integral Gauss Integral Gauss merupakan integral dari fungsi Gauss, yaitu fungsi yang
mengandung bentuk exp(-x2), yang sering muncul dalam mekanika statistik.
Integral Tak Tentu dari dxx )exp( 2∫ − tidak dapat dicari solusinya dengan
mengintegralkan seperti biasa. Misalkan:
( ) ,exp 2 dxxI ∫∞
∞−
−= (44)
Maka integral ini dapat dicari nilainya dengan menggunakan sifat fungsi
eksponensial. Bentuk I di atas dapat dituliskan kembali dengan menggunakan
variabel yang lain:
( )dyyI ∫∞
∞−
−= 2exp (45)
Selanjutnya, dengan mengalikan persamaan (44) dan (45), diperoleh:
( ) ( )dyydxxI ∫∫∞
∞−
∞
∞−
−−= 222 expexp
( ) ( )( )( ) dydxyx
dydxyx
∫∫
∫∫
∞
∞−
∞
∞−
∞
∞−
∞
∞−
+−=
−−=
22
22
exp
expexp
Integral lipat dua tersebut dapat dinyatakan dalam koordinat polar ( )θ,r dengan
, ∞<< r0 πθ 20 << dan . 222 yxr +=
( )
( )
( )π
π
π
θπ
=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −−=
−=
−=
∞
∞
∞
∫
∫∫
0
2
0
2
0
22
0
2
exp212
exp2
exp
r
rdrr
rdrdrI
25
Dengan demikian, ( ) 212exp π=−= ∫
∞
∞−
dxxI . Karena fungsi exp(-x2)
simetris di sekitar 0, maka terdapat nilai yang sama antara x dan –x, sehingga
( )2
exp2
1
0
2 π=−∫
∞dxx .
Dengan cara yang sama, solusi untuk fungsi adalah ( )dxax∫∞
−0
2exp .21 2
1
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
aπ
Lampiran 2. Bukti Persamaan 10
Persamaan 10:
wvwv +=+ ''
Bukti:
wvewvwve
wvwvwv +=−
−+
+−
++
=+2222
''
Lampiran 3. Bukti Persamaan 11
Persamaan 11:
222'2' wvwv +=+
Bukti: 222'2'
2222e
wvwvewvwvwv
−−
++
−+
+=+
22
22
22,
22
2
22,
22
2
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+
−+−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ ++
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+
−++⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +=
ewv
ewvwvwv
ewv
ewvwvwv
2222
2222 ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ ++⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ += e
wvwve
wvwv
26
222
22 e
wvwv⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+
+=
2,2
2,2 2222 wwvvwwvv +−
+++
=
22 wv +=
Lampiran 4. Bukti Persamaan 26
Persamaan 26:
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
== 20200
23
00 2
)1(exp
23
2)1(
12
)1(),()0,( vvvv
TTTFf
βββ
πβ
β
Bukti:
Asumsi 1. 1)(0 =∫ vv df
∫ ∫ ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−+=
3 3
20
200 exp)( ),0(
R R
dCBAdf vvvvv
Dengan melalukan transformasi ke dalam koordinat permukaan bola, ev ρ= ,
diperoleh:
( )∫ ∫∫∞
−+=23 0
20
2200 exp)(),0(
SR
ddCBAdf evv ρρρρ
( )∫ ∫∞
−+=2 0
20
40
20 exp)(
S
dCBAd ρρρρe
( )∫ ∫ ∫ ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡+−=
∞ ∞−
2
20
0 0
40
20
20 exp
S
C deBdCAd ρρρρρ ρe
( ) ( )∫ ∫ ∫ ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−+−=
∞ ∞
2 0 0
20
30
200 expexp
S
dCBdCAd ρρρρρρρρe
27
Dengan mengintegralkan secara parsial, diperoleh:
)21
21
23(
21
21(),0(
21
0000
21
000
23⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= ∫∫ CCC
BCC
AddfSR
ππevv
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
21
020
021
00
0
8
34
4CC
BCC
A πππ ( )0002
50
23
322
BCAC
+=π .
Karena f merupakan fungsi kepekatan peluang, maka , sehingga: ∫ =3
1),0(R
df vv
( ) 1322
0002
50
23
=+ BCACπ .
Asumsi 2. vvv
dfd
T ∫= )(2
123
0
2
∫=3
),0(22
32
R
dfT vvv
∫ ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−+=
3
20
200
2exp)(
2R
dCBA vvvv
Dengan melakukan transformasi ke dalam koordinat permukaan bola, maka:
( )∫ ∫∞
−+=2 0
220
200
2 exp)(21
23
S
ddCBAT eρρρρρ
( )∫ ∫∞
−+=2 0
20
60
40 exp)(
21
S
dCBAd ρρρρe
( ) ( )∫ ∫ ∫ ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−+−=
∞ ∞
2 0 0
20
60
20
40 expexp
21
S
dCBdCAd ρρρρρρe
( ) ( )∫ ∫ ∫ ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−+−=
∞ ∞
2 0 0
20
50
20
30 expexp
21
S
dCBdCAd ρρρρρρρρe .
28
Dengan menggunakan teknik pengintegralan parsial, diperoleh
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
21
03
0
02
1
02
0
021
815
21
43
24 T
23
CCB
CCA πππ
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= 3
0
02
0
02
1
0 1615
834 3T
CB
CA
Cππ
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= 2
0
0
0
0
0
21
0 415
23
414 3T
CB
CA
CCππ
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= 2
0
0
0
02
3
0 415
23 3T
CB
CA
Cπ
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
0
00
23
00 215
32
13CB
ACC
T π
0
00
23
00 2
1536
CB
AC
TC +=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛π
atau
23
00
0
00 6
215
3 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=+π
CTC
CB
A
Asumsi 3. 12 00 −= TCβ
T
C2
100
+=β .
Dengan melakukan substusi hasil asumsi 1, 2 dan 3, diperoleh:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
0
23
00
00
23
00
325
)12(
TCCA
TCCCB
π
π
29
diperoleh:
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−+== 2
02
000 exp)()()0,( vvvv CBAff
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛= 20
200
23
00
23
0 exp)12(325 vv CTCC
CTC
Cππ
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛= 2
02
0002
30 exp)12(3
25 vv CTCCTC
Cπ
( ) ( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+−−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛= 2
02
0002
30 exp)12(12
231 vv CTCCTC
Cπ
( ) ( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −−−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛= 2
002
002
30 exp12
23)12(1 vv CTCTCC
Cπ
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ ++⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ += 20
02
002
30
21
exp1223)12(
21
12
1vv
TTCTC
TTββ
πβ
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ ++⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ += 20
020
02
30
21
exp23
21
12
1vv
TTTβ
ββ
βπβ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ ++⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ += 2020
02
30
21
exp23
21
12
1vv
TTTββ
βπβ
Lampiran 5. Bukti 334
2
IdS
T π=∫ eee
Bukti:
( ) θϕθθϕθϕθθ
ϕθϕθπ π
dddS
T sincos sinsin cossincos
sinsincossin
0
2
02∫ ∫∫
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=eee
θϕθ
θϕθθϕθθ
θϕθϕθϕϕθ
ϕθθϕϕθϕθπ π
ddsin
cos sincossin coscossin
cossinsin sinsin cossinsin
coscossin cossinsin cossin
0
2
0 2
222
222
∫ ∫⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=
30
θϕ
θθϕθθϕθθ
θϕθϕθϕϕθ
ϕθθϕϕθϕθπ π
dd∫ ∫⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=0
2
0 222
2233
2323
cossin sincossin coscossin
cossinsin sinsin cossinsin
coscossin cossinsin cossin
θ
ϕθθϕϕθθϕϕθθ
ϕϕθθϕϕθϕϕϕθ
ϕϕθθϕϕϕθϕϕθ
π
πππ
πππ
πππ
d
ddd
ddd
ddd
∫
∫∫∫
∫∫∫
∫∫∫
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=0
2
0
22
0
22
0
2
2
0
222
0
32
0
3
2
0
22
0
322
0
3
cossin sincossin coscossin
sincossin sinsin cossinsin
coscossin cossinsin cossin
( )
( ) θ
ϕθθϕϕθθϕϕθθ
ϕϕθθϕϕθϕϕθ
ϕϕθθϕϕθϕϕθ
π
πππ
πππ
πππ
d
ddd
ddd
ddd
∫
∫∫∫
∫∫∫
∫∫∫
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=0
2
0
22
0
22
0
2
2
0
22
0
32
0
3
2
0
22
0
32
0
3
cossin sincossin coscossin
sincossin 2
2cos1sin 22sinsin
coscossin 22sinsin
22cos1sin
θ
θθπ
θπ
θππ
d∫⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=0 2
3
3
cossin2 0 0
0 sin 0
0 0 sin
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=
3
4 0 0
0 3
4 0
0 0 3
4
π
π
π
334 Iπ
=
31
Lampiran 6. Bukti Persamaan 29
Persamaan 29:
( )3
27
23
524
),(3
IC
BACdtfMR
T +== ∫πvvvv
Bukti:
∫=3
),(R
T dtfM vvvv
Substitusi koordinat permukaan bola ev ρ= , menghasilkan:
( )( ) ( ) ( ) eee ddCBAM T ρρρρρρ 22
S
2
0exp
2
−+= ∫ ∫∞
( ) ( ) eee ddCBAT ρρρρρ 22
S
2
0
2 exp2
−+= ∫ ∫∞
( ) ( ρρρρ dCBAdT 2
S
2
0
4 exp2
−+= ∫ ∫∞
eee )
) ( ) ( ρρρρ dCBAdT 2
0
64
S
exp2
−+= ∫∫∞
eee
( ) ( ) ⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−+−= ∫∫∫
∞∞ρρρρρρ dCBdCAdT 2
0
62
0
4
S
expexp2
eee
( )3
27
23
3322
1
3322
1
322
1
S
524
1615
83
34
34
1615
83
1615
83
2
IC
BAC
ICB
CA
C
ICB
CA
C
CB
CA
CdT
+=
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛= ∫
π
ππ
ππ
πeee
32
Lampiran 7. Bukti Persamaan 30
Persamaan 30:
( )2
7
23
5243
1
C
BACd
trMd
T +==π
Bukti:
Dari Persamaan (29), aliran impuls (M) dituliskan:
( )3
27
23
524
IC
BACM +=π ,
Dengan demikian,
( ) ( ) ( )2
7
23
27
23
524
524
331
)(31
C
BACd
C
BACd
Mtraced
T
+=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡+
=
=
ππ
Lampiran 8. Bukti Persamaan 33
Persamaan 33:
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−= 22
32
52272
23 exp
2532),( vvvv CCCTCTdtf
π
Bukti: 2
)(),( 2 vvv CeBAtf −+=
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛−+
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −= 22
23
25
23
23
exp12325 vv CTCdCTCdC
ππ
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −= 222
52
3
23 exp123
25 vv CTCCTCCd
π
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+−= 222
5227
25
23
23 exp23
25 vvv CCTCTCCd
π
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−= 22
32
52272
23 exp
2532 vvv CCCTCTd
π
33
Lampiran 9. Bukti Persamaan 34
Persamaan 34:
( ) tCCCCCTCdtf ∂∂⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−−=∂∂ 22422
1
23
exp4
15521 vvvπ
Bukti:
tCCftf ∂∂∂∂=∂∂
tCCCTCTC
CCCTCTd
∂∂
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛−+
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛−−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
=2
12
322522
2223
2522
72
23
25
233
257exp
exp2532
vvv
vvvv
π
tCCCCTCT
CCvTCTd
∂∂⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ ++−
= 2
21
2322
52
2322
522274
23 exp
4153
257
2532
vvv
vvv
π
tCCCTCT
CCTCTCd
∂∂⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ ++−
= 2
222
222234
21
23 exp
4153
257
2532
vvv
vvvv
π
( ) tCCCCCTCd∂∂⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−−= 22422
1
23
exp4
15521 vvvπ
Lampiran 10. Bukti Persamaan 35
Persamaan 35:
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−= 2242
27
232
exp4
1552
, vvv CCCC
BffI µπ
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −=
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=−
22222
22222'2'2''
exp,
exp)( )()( )(
wvUeeUvVU
wvwvwvwvwv
CB
CBffff
TT
Bukti:
)( )()( )( '' wvwv ffff −
34
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
++−−
++++
++−
+−
−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
++−−
++++
++−
+−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
22
32244
52222552
225622
2262742
2'2'
32'2'44
52'2'2'2'552
2'2'562'2'
2'2'6274'2
2
23
exp
425)(
2515
)(39
)(54
)(64
exp
425)(
2515
)(39
)(54
)(64
wv
wv
wvwv
wvwv
wv
wv
wv
wvwv
wvwv
wvv
C
CCTC
CTCCT
TCCT
CTCvT
C
CCTC
CTCCT
TCCT
CTCT
d
π
( )
( )⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−+
−++
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−+
−++
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
22
3452
226572
224562
2'2'
3452
2'2'6572
2'2'4562
2
23
exp
425159
44
)(2586
exp
425159
44
)(2586
wvwv
wv
wvwv
wv
C
CTCCT
TCCCT
CTCCT
C
CTCCT
TCCCT
CTCCT
d
π
( )
( )⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−+
−++
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−+
−++
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
22
3452
226572
224562
2'2'
3452
2'2'6572
2'2'4562
2
23
exp
425159
44
)(2586
exp
425159
44
)(2586
wvwv
wv
wvwv
wv
C
CTCCT
TCCCT
CTCCT
C
CTCCT
TCCCT
CTCCT
d
π
35
( )
( )⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−+
−++
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−+
−++
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
22
3452
226572
224562
2'2'
3452
2'2'6572
2'2'4562
2
23
exp
425159
44
)(2586
exp
425159
44
)(2586
wvwv
wv
wvwv
wv
C
CTCCT
TCCCT
CTCCT
C
CTCCT
TCCCT
CTCCT
d
π
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛= 22222'2'5672
2
23
exp44 wvwvwv CCTCCTd
π
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛= 22222'2'225
2
23 exp144 wvwvwv CTCCTCd
π
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
= 22222'2'2
2
23
25
exp12 wvwvwv CTCdC
π
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= 22222'2'2 exp wvwvwv CB
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −= 2222 exp, wvUeeUvVU CB TT
Catatan:
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−−+⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−++= ewvwvwvewvwvwvwv ,
42.,
42 22222'2'
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−−+⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−++= ewvwvwvewvwvwv ,,
41 2222
36
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+−+−−+−++−+
+−−++
+−−+
=
ewvwvewvwvewvwvwewvwvv
ewvwvwwwvw
ewvwvvwvvv
,,,,
,
,
41
22
22222
22222
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ ++−−−++= ewvewvwvwvwwvv ,,2
41 4224
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−−++= 224224 ,2
41 ewvwvwwvv
Dengan demikian,
22224224222'2' ,241 wvewvwvwwvvwvwv −⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−−++=−
22224224 ,41
41
21
41 wvewvwvwwvv −+−−++=
224224 ,41
41
21
41 ewvwvwwvv +−−+−=
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ +−−+−= 224224 ,2
41 ewvwvwwvv
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛ +−−⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−=
224224 ,
2412
41 ewvwvwwvv
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛ +−−⎟
⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−=
22
222,
241
22ewvwv
wv
UeeUvVU TT22, −=
Lampiran 11. Bukti Persamaan 37
Persamaan 37:
( ) ⎟⎠⎝⎥⎦⎢⎣2
7 42C
⎞⎜⎛−⎤⎡ +−= 2242232
exp155, vvv CCCBffI µπ
Bukti:
( ) ( ) ( )[ ] ewwvwv ddffffgffIS R∫ ∫ −=2 3
)()(cos],[ ''θ
37
( ) ewwvUeeUvVU ddCBgS R
TT∫ ∫ ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −=
2 3
22222 exp,cosθ
( ) ewwvUeeUvVU ddCgBS R
TT∫ ∫ ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −=
2 3
22222 exp,cosθ
( )
( )⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
=
∫ ∫
∫ ∫
ewwvUeeUv
ewwvVU
ddCg
ddCg
B
S R
TT
S R222
222
2
expcos
exp,cos
2 3
2 3
θ
θ
Dengan melakukan transformasi dalam koordinat bola, maka ϕθθ ddd sin=e
sehingga:
( )
( )⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
=
∫ ∫
∫ ∫
ewwvUeeUv
wwvVU
ddCg
dddCg
BffI
S R
TT
S R222
222
2
expcos
sinexp,cos
],[
2 3
2 3
θ
ϕθθθ
( )
( ) ( )⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ ⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
=
∫ ∫∫ ∫
∫ ∫
wwveUeeUeeUv
wwvVU
dCdgg
dCddg
B
S R
T
R S
TT
S R222
222
2
expcoscos
exp,sincos
2 33 2
2 3
θθ
ϕθθθ
Dengan menggunakan hukum kekekalan energi, maka:
( ) ( µηµθ 3cos 22
−+=∫v
UUeeeT
T
S
Idg )
dengan
( )
( ) .sincos2
,sincos
,2
0
3
0
θθθπη
θθθπµ
π
π
dg
dg
∫
∫
=
=
+=
wvU
.
38
Dengan demikian,
( )
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛−
=
∫ ∫
∫∫
3 2
3
222
22
0
2
2
expexpcos
exp,sincos2exp
R S
TTR
dCCdg
dCdgC
BwwvUeeeUv
wwVUv
θ
θθθππ
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛−+−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−
+
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−=
∫
∫
3
3
22
2
22
22
exp3
exp,2
exp
R
TT
R
dCI
dC
CB
wwUv
UUUv
wwwvwv
v
µηµ
η
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛−+−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−=
∫
∫
3
3
22
2
2222
22
exp3
exp22
exp
R
TT
R
dCI
dC
CB
wwUv
UUUv
wwwv
v
µηµ
η
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−+
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛+−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−=
∫
∫
3
3
22
2
2
24224
22
exp3
exp
exp422
24
exp
R
TT
T
R
dC
CI
dC
CB
wwU
v
UUU
wUU
v
wwwwvv
v
µη
µ
η
( )
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−+
−
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛+−
=
∫
∫
−
−
2
22
2
4224
2 exp
exp3
4222
4
3
2
3
2
v
wwU
v
UUU
UUv
wwwvv
w
w
C
dC
eI
de
B
R
TT
CT
R
C
µη
µ
η
39
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−+
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛+−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−=
∫
∫
3
3
22
2
2
24224
22
exp3
exp
exp422
24
exp
R
TT
T
R
dC
CI
dC
CB
wwU
v
UUU
wUU
v
wwwwvv
v
µη
µ
η
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−+
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛+−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−=
∫
∫
3
3
22
2
2
24224
22
exp3
exp
exp422
24
exp
R
TT
T
R
dC
CI
dC
CB
wwU
v
UUU
wUU
v
wwwwvv
v
µη
µ
η
( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛+−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−=
∫
∫
∫
3
3
3
22
2
22
24224
22
exp3
exp
exp422
24
exp
R
TT
R
TR
dC
dCI
dC
CB
wwUv
UUUv
wwUUv
wwwwvv
v
µη
µ
η
( )
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎟
⎠⎞⎜
⎝⎛ +−
=
∫
∫
∫
2
22
2
22
24224
2 exp
exp3
exp
exp24
3
3
3
v
wUUUUv
v
wwUUv
wwwwvv
C
dwC
dCI
dC
B
R
TT
R
TR
µη
µ
η
40
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +++
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ ++−
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
= 2
242
27
23
242
27
23
21
22
122
242
27
23
2 exp
4153
16
3
4153
16
8
341
4153
4
v
vv
vv
vv
vv
C
CCC
CCC
CCCC
CCC
B
µπ
ηπ
ππµπ
ηπ
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +++
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ ++−
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
= 2
242
27
23
242
27
23
21
22
122
242
27
23
2 exp
4153
16
3
4153
16
8
341
4153
4
v
vv
vv
vv
vv
C
CCC
CCC
CCCC
CCC
B
µπ
ηπ
ππµπ
ηπ
Dengan demikian,
( )
.exp4
155
415521
2242
27
232
24221
23
2
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−=
∂∂⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−− −
vCCCC
B
tCeCCCTCd C
vv
vv v
µπ
π
41
Lampiran 12. Bukti Persamaan 38
Persamaan 38:
( 122
−−=∂∂ CTCdtC )µ
Bukti:
Ruas kiri dan kanan persamaan Boltzmann menghasilkan:
( )
2
2
4155
exp4
15521
242
27
232
24221
23
v
v
vv
vv
C
C
eCCC
B
tCCCCTCd
−
−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−=
∂∂⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−−
µπ
π
sehingga:
( )2
7
232
21
23 21
C
BtCCTCd µπ
π=∂∂−
( )CTCdC
B
tC212
1
23
27
232
−=∂∂
π
µπ
Dengan melakukan subsitusi persamaan 32, diperoleh:
( )
( )CTdCC
TCdC
tC21
12
21
23
27
23
2
23
25
−
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛−
=∂∂π
µππ
( )
( )CTdCC
TCCd
21
12
21
23
27
232
3
52
−
−=
πµπ
π
( )
( )12
12
4
323
52
−
−−=
CTdC
TCCd µππ
( )122
−−= CTCdµ
42
Lampiran 13. Bukti Persamaan 39
Persamaan 39:
( )ββαβ 1+−=∂∂
t
Bukti:
Misalkan 12 −= TCβ dan 2µα d
= , maka
tCTt ∂∂=∂∂ 2β
( )⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−= 12
22 CTCdT µ
( )⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−= 12
22 CTCdT µ
( )122
2 −−= CTCdT µ
( )122
12
2 −+
−= CTT
dT βµ
( )ββαβ 1+−=∂∂ t
Lampiran 14. Bukti Persamaan 40
Persamaan 40:
( )t
t
AeAet α
α
β −
−
−=
1)(
Bukti:
( )ββαβ 1+−=∂∂ t
( ) t∂−=∂+
αβββ 1
1
( ) ∫∫ ∂−=∂+
tαβββ 1
1
( ) Ct +−=∂⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−∫ αβββ 1
11
( ) Ct +−=∂+
−∂ ∫∫ αββ
ββ 1
11
43
( ) Ct +−=+− αββ 1lnln
( ) Ct +−=+
αββ
1ln
( ) ( )Ct +−=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
αββ exp
1lnexp
( )Ctee α
ββ −=+1
( ) teA αββ −+= 1
tt AeeA ααββ −− +=
tt AeeA ααββ −− =−
( ) tt AeAe ααβ −− =−1
( )t
t
AeAet
α
αβ
−
−
−=
1)(
dengan A merupakan suatu konstanta.
Pada saat t=0,
))0(1(
)0(β
β+
=A
Lampiran 15. Bukti Persamaan 42
Persamaan 42:
)1)(0(1)0()( t
t
eet
α
α
β
ββ−
−
−+=
Bukti:
Untuk t=0,
( )AA−
=1
)0(β
44
( ) AA =− )0(1 β
AA =− )0()0( ββ
))0(1()0( ββ += A
))0(1()0(
ββ+
=A
( )t
t
AeAet
α
αβ
−
−
−=
1)(
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
+=
−
−
t
t
e
et
α
α
βββ
β
β
)0(1)0(1
)0(1)0(
)(
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
+−
++
+=
−
−
)0(1)0(
)0(1)0(1
)0(1)0(
)(
ββ
ββ
ββ
βα
α
t
t
e
et
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
+−+
+=
−
−
)0(1)0()0(1
)0(1)0(
)(
βββ
ββ
βα
α
t
t
e
et
)1)(0(1)0(1
)0(1)0()(
t
t
eet
α
α
β
ββ
ββ−
−
−+
++
=
)1)(0(1)0()(
t
t
eet
α
α
β
ββ−
−
−+=
Lampiran 16. Bukti Persamaan 43
Persamaan 43:
( ) ( ) ( ) ( )( )
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
==
2
2)1(
223
23
2)1(1
2)1(),(),(
vvvv T
t
eT
ttT
tdtFtf
βββ
πββ
dengan 320,0,0 0 <<>> βTd .
45
Bukti :
Substitusi persamaan 39 ke persamaan 24, sehingga diperoleh:
( ) ( ) ( ) ( )( )
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
==
2
2)1(
223
23
2)1(1
2)1(),(),(
vvvv T
t
eT
ttT
tdtFtfβ
ββπββ
Lampiran 17. Bukti Persamaan 02
=∫S
ede
θϕθθ
ϕθϕθπ π
ddedS
sincos
sinsincossin
0
2
02∫ ∫∫
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=e θϕ
θθϕθ
ϕθπ π
dd∫ ∫
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=0
2
0
2
2
cossinsinsin
cossin
θ
ϕθθ
ϕϕθ
ϕϕθ
π
π
π
π
d
d
d
d
∫
∫
∫
∫
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
=0
2
0
2
0
2
2
0
2
cossin
sinsin
cossin
( ) θ
ϕθθ
ϕθ
ϕθπ
π
π
π
d
d
∫
∫ ⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−=0
2
0
20
2
20
2
cossin
cossin
sinsin
θθπ
πd∫⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
0 2sin00
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
000
Lampiran 18. Bukti Persamaan Besaran Makroskopik
Fungsi Densitas
( ) ( ) 1,,,3
== ∫ vvxx dtftdR
Bukti:
( ) ( ) vvxx dtftdR∫=3
,,,
( ) ( ) ( ) ( )∫ ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=3
2223
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
R
dT
tT
ttT
td vvv βββπβ
46
( ) ( ) ( ) ( ) eddT
tT
ttT
tdS
ρρρβρββπβ 2
0
2223
2 2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
( ) ( ) ( ) ( ) ρρβρββρπβ d
Tt
Tttd
Ttd
S∫ ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=2 0
22223
2)1(exp
23
2)1(1
2)1( e
( ) ( ) ( ) ( ) ρρβρββρππβ d
Tt
Ttt
Ttd ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=0
22223
2)1(exp
23
2)1(14
2)1(
( )
( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
ρ
ρββρ
ρβρββρ
ρβρ
πβπ d
Ttt
Tt
Ttt
Tt
Ttd ∫
∞
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=0
22
222
22
23
2)1(exp
23
2)1(exp
2)1(
2)1(exp
2)1(4
( )
( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=
∫
∫
∫
∞
∞
∞
ρρββρ
ρρβββρ
ρρβρ
πβπ
dT
tt
dT
tT
tt
dT
t
Ttd
0
22
0
24
0
22
23
2)1(exp
23
2)1(exp
2)1(
2)1(exp
2)1(4
( )( ) ( )
( ) ( ) ( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=
∫
∫∞
∞
ρρβρββ
ρρβρβ
πβπ
dT
tT
tt
dT
tt
Ttd
0
24
0
22
23
2)1(exp
2)1(
2)1(exp
231
2)1(4
( )( ) ( )
( ) ( ) ( )⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=
∫
∫∞
∞
ρρβρρββ
ρρβρρβ
πβπ
dT
tT
tt
dT
tt
Ttd
0
23
0
2
23
2)1(exp
2)1(
2)1(exp
231
2)1(4
47
( )( ) ( ) ( )
( ) ( )( ) ( ) ( ) ⎥
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
++
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=2
1
21
23
12
21
113
2)1(
12
21
1231
2)1(4
tT
tT
tT
Ttt
tT
tTt
Ttd
βπ
ββββ
βπ
ββ
πβπ
( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
++⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=t
TT
tttt
Tt
TT
tdβ
ββββπ
βπβπ
13
2)1(
231
12
21
12)1(4
21
23
( )( ) ( )
21
23
12
21
12)1(4 ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=t
Tt
TT
tdβπ
βπβπ
( )( ) ( )
( )( )( )
11
221
12
)1(42
12
1
23
23
=++
+=
t
Tt
T
T
tdβ
πβπ
βπ
Kecepatan Rata-rata:
( ) ( ) 0,1,3
== ∫ vvv dtfd
xtVR
Bukti:
( ) ( ) vvxvx dtfd
tVR∫=3
,,1,
( ) ( ) ( ) ( )∫ ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=3
2223
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(1
R
dT
tT
ttT
tdd
vvvv βββπβ
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ee ddT
tT
ttT
t
S
ρρρβρββπβρ 2
0
2223
2 2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
( ) ( ) ( ) ( ) ρρρβρββπβρ d
Tt
Ttt
Ttd
S
2
0
2223
2 2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
= ee
( ) ( ) ( ) ( ) ρρβρββρπβ d
Tt
Tttd
Tt
S∫ ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=2 0
22323
2)1(exp
23
2)1(1
2)1( ee
Dari Lampiran 17, nilai , sehingga: 02
=∫S
dee
( ) 0, =xtV
48
Aliran Impuls
( ) ( ) 33
,,, dTIdtftMR
T == ∫ vvxvvx
Bukti:
( ) ( ) vvxvvx dtftMR
T∫=3
,,,
( ) ( ) ( ) ( )∫ ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=3
2223
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
R
T dT
tT
ttT
td vvvvv βββπβ
( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) eee ddT
tT
ttT
tdS
T ρρρβρββπβρρ 2
0
2223
2 2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
( ) ( ) ( ) ( ) 2
)1(exp23
2)1(1
2)1( 2
0
22223
2eee dd
Tt
Ttt
Ttd
S
T ρρρβρββρπβ
∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
( ) ( ) ( ) ( ) 2
)1(exp23
2)1(1
2)1(
2 0
22423
ρρβρββρπβ d
Tt
Tttd
Ttd
S
T∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
= eee
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2
)1(exp23
2)1(
34
2)1(
0
242443
23
ρρβρβρββρρππβ d
Ttt
TttI
Ttd ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2
)1(exp2
)1(231
34
2)1(
0
2643
23
ρρβββρρβππβ d
Tt
TtttI
Ttd ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡ ++⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎥⎦
⎤⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=
( )( ) ( )
( ) ( ) ( )⎪⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪
⎬
⎫
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=
∫
∫∞
∞
ρρβρββ
ρρβρβπ
πβ
dT
tT
tt
dT
tt
IT
td2
0
6
0
24
32
3
2)1(exp
2)1(
2
)1(exp231
34
2)1(
( )( ) ( ) ( )
( ) ( )( ) ( ) ⎪
⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪
⎬
⎫
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+
+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=2
13
212
32
3
12
1215
2)1(
12
123
231
34
2)1(
tT
tT
Ttt
tT
tTt
IT
td
βπ
βββ
βπ
ββ
ππβ
( )( ) ( ) ( ) ( )
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=2
5231
12
123
34
2)1( 2
12
32
3tt
tT
tTI
Ttd ββ
βπ
βπ
πβ
49
( )( ) ( ) ( ) ( )
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
= ttt
Tt
TIT
td βββπ
βπ
πβ
25
231
12
123
34
2)1( 2
12
32
3
( )( )( ) ( )( )
( )( )tt
T
t
T
T
tId ββ
π
βπ
βπ+
++
+⎥⎦⎤
⎢⎣⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= 1
1
2
12
)1(3
423
21
21
21
21
2
2
23
23
23
23
3
( )( )( ) ( )( )
( )( )tt
Tt
T
T
tId ββ
π
βπ
βπ+
++
+⎥⎦⎤
⎢⎣⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= 1
1
212
)1(3
423
21
21
21
21
2
2
23
23
23
23
3
[ ] ( )( )( ) ( )( )
( )( )tT
TT
tt
tId βπ
π
ββ
βπ +++
+= 1
2
2
11
)1(22
3
212
23
21
23
21
212
23
3
[ ] ( )( )( )
( )( ) 32
3
25
25
23
3 1121
1
)1(2 TdItT
T
t
tId =++
+= β
πβ
βπ
Aliran Energi
( ) ( ) 0,,21,
3
2 == ∫ vvxvvx dtftrR
Bukti:
( ) ( ) vvxvvx dtftrR∫=3
,,21, 2
( ) ( ) ( ) ( )∫ ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=3
2223
22
)1(exp23
2)1(1
2)1(
21
R
dT
tT
ttT
td vvvvv βββπβ
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ee ddT
tT
ttT
tdS
ρρρβρββπβρρ 2
0
2223
2
2 2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
21∫ ∫∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=
( ) ( ) ( ) ( ) ρρρβρββπβρ d
Tt
Ttt
Ttdd
S
2
0
2223
3
2 2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
21∫ ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
= ee
( ) ( ) ( ) ( ) ρρβρββρπβ d
Tt
Tttd
Ttd
S∫ ∫
∞
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=2 0
22523
2)1(exp
23
2)1(1
2)1(
21 ee
Dari Lampiran 17, nilai , sehingga: 02
=∫S
dee ( ) 0, =xtr
50
Energi
( ) ( ) dTdtftER
23 ,,
21,
3
2 == ∫ vvxvx
Bukti:
( ) ( ) vvxvx dtftER∫=3
,,21, 2
( ) ( ) ( ) ( )∫ ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=3
2223
22
)1(exp23
2)1(1
2)1(
21
R
dT
tT
ttT
td vvvv βββπβ
( ) ( ) ( )( )
ρρββρπβ ρβ
deT
ttdT
tdS
Tt
∫ ∫∞ ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=2
2
0
2)1(
2423
23
2)1(1
2)1(
21 e
( ) ( ) ( ) ( )( )
∫∞ ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=0
2)1(
2423 2
23
2)1(14
2)1(
21 ρρββρπ
πβ ρβ
deT
ttT
td Tt
( ) ( ) ( ) ( ) ( )( )
∫∞ ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ ++⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +
=0
2)1(
24423 2
2)1(
2314
2)1(
21 ρρββρρβπ
πβ ρβ
deT
tttT
td Tt
( ) ( )
( )
( ) ( )( )
⎪⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪
⎬
⎫
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧
++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+= ∫
∫
∞
∞ ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−
0
0
2)1(
26
2)1(
4
23
23
23
23
2
2
2)1(2
312
)1(2
ρρρββ
ρρβ
π
βπρβ
ρβ
deT
tt
det
T
tdT
t
Tt
( )( ) ( ) ( )
( ) ( )( ) ( ) ⎪
⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪
⎬
⎫
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+
+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+=
213
212
23
23
23
23
12
1215
2)1(
12
123
231
2
)1(2
tT
tT
Ttt
tT
tTt
T
td
βπ
βββ
βπ
ββ
π
βπ
( )( )( ) ( )( )
( ) ( ) ( )( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
++
+−++
+=
tT
Tttt
T
TT
tt
tdβ
βββββ
β
π
ππ1
52
)1(231
11
)1(
22
2 3 2 2
3
212
212
23
23
21
23
21
( )( ) ( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +−
+=
25
231
11
21 3 ttT
td ββ
β ( )( ) ( )( ) TdtTt
d23 1
11
21 3 =+
+= β
β
51
Lampiran 19. Program Utama
Program Utama NSBIC.m
%=========================
% Program utama
%=========================
disp('Solusi Eksak Nilai Awal Bobylev.');
disp(' ')
varinit
nSumE=0;
INITOS4
SAMPIOS
MOVEOS
INDEXS
COLLS2
SAMPLEOS
pause(5);
while NPR < NPT
NPR=NPR+1
for jjj=1:NSP %NSP:jumlah sampel
for iii=1:NIS % NIS: time step antar sampel
TIME=TIME+DTM; %DTM:time step
MOVEOS
INDEXS
COLLS2
end
SAMPLEOS
end
OUTOS
end
disp('Selesai.');
52
Lampiran 20. Sub Routine DATAOS.m
%============================================== % DATAOS.m % Mendefinisikan variabel-variabel fisis %============================================== % set data FND=1.e20; % --densitas-- FTMP=300.; % --suhu-- FNUM=1.0e17; % --jumlah molekul real yang direpresentasikan oleh molekul simulasi--- DTM=25E-4; % --time step-- NSC=8; % --jumlah sub sel di setiap sel-- XF=0.; % --x minimum--- XR=1.; % --x maksimum--- SP(1)=5e-26; % --massa molekul-- SP(2)=3.5e-10; % --diameter molekul-- SPM(2)=273.; % --suhu berdasarkan referensi-- SPM(3)=0.75; % --hukum kekentalan-suhu-- SPM(4)=1; % --VSS scattering parameter-- NIS=4; % --jumlah time step antar sample-- NSP=40; %--jumlah sampel antara restart dan output-- NPT=1; % --jumlah file update
Lampiran 21. Sub Routine INITOS4.m
%==================================================== % INITOS.m % Initialisasi variabel dan aliran molekul pada t=0 %==================================================== disp('Inisialisasi variabel dan kondisi awal.') % mendefinisikan konstanta PI=pi; SPI=sqrt(pi); BOLTZ=1.3806e-23; DATAOS % mendefinisikan data tambahan pada gas SPM(1)=PI*SP(2)^2; % SPM(1)= collision cross section SPM(5)=Gamma(2.5-SPM(3)); % SPM(5)=fungsi gamma dari (5/2-SPM(3)) % SPM(3)=hukum viscosity-temperature % inisialisasi variabel awal TIME=0; NM=0; % NM = jumlah molekul
53
CG(1,1)=XF; CW=(XR-XF)/MNC; for m=1:MNC if(m>1) CG(m,1)=CG(m-1,2); end CG(m,2)=CG(m,1)+CW; CG(m,3)=CW; CC(m)=CW; CCG(m,2)=rand; CCG(m,1)=SPM(1)*300*sqrt(FTMP/300); end % CG(M,N)=geometri sel M % N=1,koordinat x minimum % N=2,koordinat x maksimum % N=3, lebar sel % CCG(M,1)= maksimum dari kecepatan relatif*collision cross section % CCG(M,2)= sisa pembulatan % set sub sel for n=1:MNC for m=1:NSC l=(n-1)*NSC+m; ISC(l)=n; end end REM=0; VMP=sqrt(2*BOLTZ*FTMP/SP(1)); Bo=0.5; alpha=0.5; t=(0:.001:0.999); T=273; for i=1:1000 Bt(i)=Bo*exp(-alpha*t(i))/(1+Bo*(1-exp(-alpha*t(i)))); end v=(0:1:99); xt=1; for i=1:100 a=(((1+Bt(xt))/(2*pi*T))^(3/2)); b=1+(Bt(xt)*(((1+Bt(xt))*(v(i).^2)/(2*T))-3/2)); c=exp(-(1+Bt(xt)*(v(i).^2)/(2*T))); f(i)=a*b*c; end uf=round(f*(1000/sum(f))); if sum(uf)<1000 uf(1)=uf(1)+1000-sum(uf); end
54
sf=0; xf=1; for n=1:MNC MM=FND*CG(n,3)/FNUM+REM; for m=1:MM %merandom tiap mol dalam cell if(NM<=MNM) NM=NM+1; PP(NM)=CG(n,1)+rand*(CG(n,2)-CG(n,1)); % batas kiri + random(cell width) IP(NM)=floor((PP(NM)-CG(n,1))*(NSC-0.001) / CG(n,3) +1+ NSC*(n-1)); V=(v(xf)+rand)*10; sf=sf+1; if sf>uf(xf) sf=0; xf=xf+1; end Phi=2*PI*rand; Theta=PI*rand; PV(NM,1)=V*sin(Theta)*cos(Phi); PV(NM,2)=V*sin(Theta)*sin(Phi); PV(NM,3)=V*cos(Theta); end end end S1=strcat(num2str(NM),' molecules'); disp(S1);
Lampiran 22. Sub Routine SAMPIOS.m
%=============================================== % % SAMPIOS.m % % Initialisasi semua variabel contoh % %=============================================== NPR=0; NCOL=0; NSMP=0; MOVT=0; SELT=0; SEPT=0; for n=1:MNC CS(n,1)=1e-6; for m=2:5 CS(n,m)=0; end end
55
Lampiran 23. Sub Routine MOVEOS.m
%===============================================
% MOVEOS.m % sejumlah NM molekul dipindahkan selama selang waktu DTM %================================================ for n=1:NM; MOVT=MOVT+1; MSC=IP(n); MC=ISC(MSC); XI=PP(n); DX=PV(n,1)*DTM; x=XI+DX; while((x<XF)||(x>XR)) if (x<XF) x=2*XF-x; PV(n,1)=-PV(n,1); end if (x>XR) x=2*XR-x; PV(n,1)=-PV(n,1); end end if (x<CG(MC,1)|x>CG(MC,2)) MC=floor((x-XF)/CW+0.99999); if (MC<1) MC=1; end end MSC=floor(((x-CG(MC,1))*(NSC-0.001)/CG(MC,3))+1+NSC*(MC-1)); %dibulatkan if(MSC<0) disp('#'); end IP(n)=MSC; PP(n)=x; end
56
Lampiran 24. Sub Routine INDEXS.m
%=============================================== % % INDEXS.m % % Mengurutkan sejumlah NM molekul berdasarkan % urutan sel, di dalam sel dan subsel %=============================================== for NN=1:MNC IC(NN,2)=0; % reset ke 0 end for NN=1:MNSC ISCG(NN,2)=0; % reset ke 0 end for n=1:NM % dari 1 sampai NM of partikel MSC=IP(n); ISCG(MSC,2)=ISCG(MSC,2)+1; MC=ISC(MSC); IC(MC,2)=IC(MC,2)+1; end m=0; for n=1:MNC IC(n,1)=m; m=m+IC(n,2); end m=0; for n=1:MNSC ISCG(n,1)=m; m=m+ISCG(n,2); ISCG(n,2)=0; end for n=1:NM MSC=IP(n); ISCG(MSC,2)=ISCG(MSC,2)+1; k=ISCG(MSC,1)+ISCG(MSC,2); IR(k)=n; end
57
Lampiran 25. Sub Routine COLLS3.m
%=================================================== % COLLS3.m % Menghitung tumbukan tepat pada DTM pada gas tunggal %==================================================== for n=1:MNC SN=CS(n,1); if (SN>1) AVN=SN/NSMP; else AVN=IC(n,2); end ASEL=0.5*IC(n,2)*AVN*FNUM*CCG(n,1)*DTM/CC(n)+CCG(n,2); NSEL=floor(ASEL); CCG(n,2)=ASEL-NSEL; if (NSEL>0) if (IC(n,2)<2) CCG(n,2)=CCG(n,2)+NSEL; else CVM=CCG(n,1); SELT=SELT+NSEL; for ISEL=1:NSEL k=floor(rand*(IC(n,2)-0.0001))+IC(n,1)+1; l=IR(k); ltemp=m; while (Equal(ltemp,m)) MSC=IP(l); if (Equal(ISCG(MSC,2),1)) NST=1; NSG=1; INC=NSG*NST; NSG=-NSG; NST=NST+1; MSC=MSC+INC; while ((MSC<1)|(MSC>MNSC)|(ISC(MSC)~=n)|(ISCG(MSC,2)<1)) INC=NSG*NST; NSG=-NSG; NST=NST+1; MSC=MSC+INC; end end k=floor(rand*(ISCG(MSC,2)-0.0001))+ISCG(MSC,1)+1; m=IR(k); ltemp=l; end
58
for k=1:3 VRC(k)=PV(l,k)-PV(m,k); end VRR=VRC(1)^2+VRC(2)^2+VRC(3)^2; VR=sqrt(VRR); CVR=VR*SPM(1)*((2*BOLTZ*SPM(2)/(0.5*SP(1)*VRR))^(SPM(3)0.5))/SPM(5); if (CVR>CVM) CVM=CVR; end if (rand<CVR/CCG(n,1)) U=PV(l,:); V=PV(m,:); e=rand(1,3); e=e/norm(e); U1=(U+V)./2+norm(U-V).*e./2; V1=(U+V)./2-norm(U-V).*e./2; PV(l,:)=U1; PV(m,:)=V1; NCOL=NCOL+1; end end CCG(n,1)=CVM; end end end
Lampiran 26. Sub Routine SAMPLEOS.m
%=================================================== % SAMPLEOS.m % mengambil sampel pada proses %==================================================== NSMP=NSMP+1; for n=1:MNC % 1 ~ jumlah cell l=IC(n,2); % jumlah molekul di cell n if (l>0) for j=1:l % untuk semua molekul di cell n k=IC(n,1)+j; % m=IR(k); % CS(n,1)=CS(n,1)+1; % CS: sample information in cell n, 1:nomornya pada sample, 234:uvw, 5:u^2+v^2+w^2 for ll=1:3 CS(n,ll+1)=CS(n,ll+1)+PV(m,ll); CS(n,5)=CS(n,5)+PV(m,ll)^2; end end end end
59
nSumE=nSumE+1;
SumEnergy(nSumE)=0; dPV=zeros(10000,1); maxdPV=0; for n=1:MNM nPV(n)=sqrt(PV(n,1)^2+PV(n,2)^2+PV(n,3)^2); SumEnergy(nSumE)=SumEnergy(nSumE)+nPV(n)^2; rnPV=round(nPV(n)); if(rnPV<1) rnPV=1; end dPV(rnPV)=dPV(rnPV)+1; if(rnPV>maxdPV) maxdPV=rnPV; end end sPV=round(sort(nPV)); fPV=zeros(100,1); for n=1:MNM if (sPV(n)/10<100) fPV(floor(sPV(n)/10)+1) = fPV(floor(sPV(n)/10)+1)+1; else fPV(100) = fPV(100)+1; end end plot(1:100,fPV/50,'.'); xdata=zeros(100,1); x(1:100)=1:100; xdata(1:100)=1:100; SumEnergy(nSumE) Btx=Bo*exp(-alpha*TIME)/(1+Bo*(1-exp(-alpha*TIME))); v=(0:1:99); for i=1:100 a=(((1+Btx)/(2*pi*T))^(3/2)); b=1+(Btx*(((1+Btx)*(v(i).^2)/(2*T))-3/2)); c=exp(-(1+Btx*(v(i).^2)/(2*T))); f(i)=a*b*c; end uf=round(f*(1000/sum(f))); hold on plot(xdata,uf/50,'.r') hold off Va=0; for i=1:100 Va=Va+((i-1)*uf(i)); end Va Vb=0; for i=1:1000 Vb=Vb+sPV(i)/10; end Vb pause(0.1);
60
Lampiran 27. Sub Routine OUTOS.m
%=================================================== % OUTOS.m % menghasilkan progressive sets of results %==================================================== S1=strcat(' FROM ZERO TIME TO TIME_', num2str(TIME)); disp(S1); S1=strcat(' COLLISIONS =_', num2str(NCOL)); disp(S1); S1=strcat(' TOTAL NUMBER OF SAMPLES_', num2str(NSMP)); disp(S1); S1=strcat(num2str(NM),' MOLECULES'); disp(S1); S1=strcat(num2str(MOVT),' TOTAL MOLECULAR MOVE'); disp(S1); S1=strcat(num2str(round(SELT)),' SELECTIONS_'); S1=strcat(S1,num2str(round(NCOL))); S1=strcat(S1,' COLLISIONS, RATIO_'); S1=strcat(S1,num2str(NCOL/SELT)); disp(S1); if(NCOL>0) S1=strcat(' MEAN COLLISION SEPARATION_', num2str(SEPT/NCOL)); disp(S1); end disp(' FLOWFIELD PROPERTIES'); disp(' CELL X COORD SAMPLE U V W TEMP'); TOT=0; for n=1:MNC if (CG(n,3)*NSMP~=0) % <--- cek pembagi nol a=FNUM/(CG(n,3)*NSMP); else a=0; end DENN=CS(n,1)*a; if (CS(n,1)>0.5) for k=1:3 VEL(k)=CS(n,k+1)/CS(n,1); end UU=VEL(1)^2+VEL(2)^2+VEL(3)^2; TT=SP(1)*(CS(n,5)/CS(n,1)-UU)/(3*BOLTZ); TOT=TOT+TT; XC=0.5*(CG(n,1)+CG(n,2));
61
%disp() S1=strcat(num2str(n),'___'); S1=strcat(S1,num2str(XC)); S1=strcat(S1,'___'); S1=strcat(S1,num2str(round(CS(n,1)))); S1=strcat(S1,'___'); S1=strcat(S1,num2str(DENN)); S1=strcat(S1,'___'); S1=strcat(S1,num2str(VEL(1))); S1=strcat(S1,'___'); S1=strcat(S1,num2str(VEL(2))); S1=strcat(S1,'___'); S1=strcat(S1,num2str(VEL(3))); S1=strcat(S1,'___'); S1=strcat(S1,num2str(TT)); disp(S1); end end AVTMP=TOT/MNC; S1=strcat(' AVERAGE TEMPERATURE_',num2str(AVTMP)); disp(S1); FND2=FND; TCOL=2*TIME*FND2*FND2*(XR-XF)*SPM(1)*((AVTMP/SPM(2))^(1-SPM(3)))*sqrt(BOLTZ*SPM(2)/(PI*SP(1)))/FNUM; disp(' RATIO OF COLLISION NUMBER TO THEORETICAL VALUE'); disp(num2str(NCOL/TCOL));
Lampiran 27. varinit.m
%============================================== % varinit.m % alokasi workspace variabel dan konstan awal %============================================== disp('Inisialisasi variabel workspace.'); clear; % Parameter Constants MNM = 1000; % is the maximum number of molecules MNC = 50; % is the maximum number of cells MNSC = 400; % is the maximum number of sub-cells NM = 0; PP=zeros(MNM,1);PV=zeros(MNM,3);IP=zeros(MNM,1); IR=zeros(MNM,1);CC=zeros(MNC,1);CG=zeros(MNC,3);IC=zeros(MNC,2); ISC=zeros(MNSC,1);CCG=zeros(MNC,2);ISCG=zeros(MNSC,2);SP=zeros(2,1); SPM=zeros(5,1);MOVT = 0;NCOL = 0;SELT = 0;SEPT = 0; CS=zeros(MNC,5);TIME=0;NPR=0;NSMP=0;FND=0; FTMP=0;FNUM=0;DTM=0; NIS=0;NSP=0;NPT=0; CW=0;NSC=0;XF=0;XR=0; PI=0;SPI=0;BOLTZ=0;