spiritualitas pada remaja panti asuhan yang mengalami...

38
SPIRITUALITAS PADA REMAJA PANTI ASUHAN YANG MENGALAMI KESEPIAN OLEH MELINDA MERMANI OCKTORA SERRA 802007064 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: lamduong

Post on 26-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

SPIRITUALITAS PADA REMAJA PANTI ASUHAN

YANG MENGALAMI KESEPIAN

OLEH

MELINDA MERMANI OCKTORA SERRA

802007064

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan
Page 3: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan
Page 4: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan
Page 5: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan
Page 6: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan
Page 7: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

SPIRITUALITAS PADA REMAJA PANTI ASUHAN

YANG MENGALAMI KESEPIAN

Melinda Mermani Ocktora Serra

Aloysius L. S. Soesilo

Krismi Diah Ambarwati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 8: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

i

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai apa yang dialami dan

dirasakan sebagai pengalaman spiritualitas yang dimaknai remaja panti asuhan yang

mengalami kesepian. Kesepian yang dialami oleh partisipan dapat ditinjau dari beberapa

aspek antara lain: perasaan yang muncul, faktor penyebab kesepian, dampak psikologis,

dan tahapan kesepian serta strategi koping yang dilakukan. Selain itu, berdasarkan

dimensi spiritualitas yang dialami partisipan juga akan meninjau mengenai pengalaman

spiritualitasnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi

kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi

partisipan (Yin, 2006). Partisipan penelitian ini ialah dua remaja perempuan dan satu

remaja laki-laki yang berusia 12-18 tahun. Hasil penelitian ini adalah partisipan

mengalami kesepian emosional dan spiritualitas intrinsik. Kesepian yang dialami

partisipan disebabkan oleh faktor psikologis dan sosiologis. Spiritualitas dianggap oleh

partisipan sebagai pengalaman mengenai percaya kepada Tuhan yang penting dalam

proses perkembangan hidupnya dan juga strategi koping yang paling baik dibanding

strategi lainnya untuk meringankan perasaan kesepian. Bagi peneliti selanjutnya

disarankan untuk meneliti dengan lebih mendalami mengenai hubungan antara

spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan pengalaman kesepian anak panti

asuhan.

Kata kunci: Spiritualitas, remaja panti asuhan, kesepian, kesepian emosional,

spiritualitas intrinsik.

Page 9: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

ii

Abstract

This study aimed to describe about what was experienced and perceived as a spirituality

by orphanage adolescents who experienced loneliness. Loneliness experienced by

participants can be viewed from several aspects, among others: the feelings that arise,

the causes of loneliness, psychological impact, and the stages of loneliness and coping

strategies did. In addition, based on the dimensions of spirituality experienced

participants will also review about the experience of spirituality. This study is a

qualitative case study method. Data collection methods used were interviews and

participant observation (Yin, 2006). Participants of this study were two teenage girls

and a teenage boy with the age range of 12-18 years old. The results of this study were

participants experienced emotional loneliness and intrinsic spirituality. Participants

experienced loneliness caused by psychological and sociological factors. Spirituality

was considered by the participants as the experience of believing in God is important in

the development of life and coping strategies are also better than most other strategies to

alleviate feelings of loneliness. Further research is recommended to examine and further

explore the relationship between extrinsic spirituality that embrace orphans who

experience loneliness.

Keywords: Spirituality, youth orphanage, loneliness, emotional loneliness, intrinsic

spirituality.

Page 10: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

1

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa perubahan dan krisis identitas serta krisis harga

diri berdasarkan perkembangan-perkembangan secara umum dialaminya seperti

perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosional. Pada perkembangan sosioemosional,

remaja mulai berusaha membentuk individualitasnya, relasi sosial, melakukan proses

sosialisasi, mengidentifikasikan orang lain dengan diri mereka dalam mencari identitas

diri dan pola perilaku berdasarkan nilai, harapan dan standar yang ditetapkan orang tua,

keluarga, dan masyarakat sekitarnya (Santrock, 1995). Namun masalah yang terjadi,

remaja seringkali merasakan kurangnya dukungan sosial keluarga di sekitar mereka.

Oleh karena itu, hal tersebut terkadang dapat memengaruhi kondisi perkembangan

identitas dirinya termasuk ketika mengalami permasalahan sosial dalam

perkembangannya.

Berdasarkan hasil survei dari UNICEF Jepang berada pada urutan kedua yang

memiliki jumlah tertinggi remaja usia 15 tahun yang merasa kesepian setelah hasil

survei tersebut dilakukan di antara negara-negara industri yang sebagian besar di Eropa.

Hampir satu di antara tiga (29,8 %) remaja Jepang menyatakan setuju dengan kalimat

yang mengatakan "Saya merasa kesepian", menurut laporan hasil survei yang meliputi

24 dari kumpulan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi

Dan Pembangunan (OECD) dengan jumlah total anggotanya 25 negara (Tempo, 2007).

Permasalahan-permasalahan sosial yang dialami banyak remaja adalah ketika

mereka harus mengalami pilihan-pilihan sulit dan perubahan-perubahan diri dalam

kehidupannya yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri serta kurangnya dukungan

orang lain yang sesuai harapan mereka untuk membantu mereka mengatasi kesepian.

Hal tersebut mengganggu tugas perkembangan yang dijalani remaja tersebut. Menurut

Page 11: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

2

Tjiptasastra (dalam Sudarman, 2011) remaja yang dihadapkan pada pilihan yang sulit

di mana individu harus berpisah dari keluarga atau menjadi yatim-piatu yang pada

akhirnya mereka dititipkan di panti asuhan. Secara khusus, kehilangan orang tua yang

dialami remaja yang tinggal di panti asuhan. Pengalaman dini akan adanya penolakan

dan kehilangan (seperti ketika orang tua meninggal) dapat menimbulkan efek merasa

kesepian yang berlangsung lama (Santrock, 2003).

Menurut Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 15 A/

HUK/2010, Tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) akan

melakukan pelayanan sosial berbasis keluarga (penjangkauan/outreach, home care

services, reunifikasi dan reintegrasi keluarga, dan lain-lain), selain tetap memberikan

pengasuhan pada anak-anak yang kehilangan asuhan dalam keluarga. Namun di sisi

lain, pengasuhan di panti asuhan menjadi pilihan yang kurang tepat karena kebanyakan

anak asuh merasakan dirinya berada pada situasi keluarga yang tidak wajar karena

kurangnya dukungan sosial mengenai peran perawatan dan pengasuhan yang

seharusnya didapat dari pihak panti asuhan selain kebutuhan secara fisik saja. Sehingga

perawatan anak di yayasan dirasakan sangat tidak baik, karena anak-anak dipandang

sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis dan makhluk sosial

(Margareth, dalam Hurlock, 1995).

Kesepian yang dialami remaja dalam tahap perkembangan sangat kompleks.

Salah satunya masalah yang terjadi pada remaja yang mengalami kesepian di panti

asuhan PSAA “Filadelfia” yang terletak di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan hasil

wawancara dan pengamatan awal (data diambil dari bulan Juni 2012 hingga Desember

2013) yang telah dilakukan dengan pembina panti. Saat ini terdapat kurang lebih 18

anak yang masih diasuh dengan rentang usia 5-18 tahun. Beberapa anak cenderung

Page 12: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

3

menampilkan sikap pendiam, tidak percaya diri, tidak suka berkumpul dengan teman-

teman yang lain, tidak mematuhi aturan yang berlaku, menyembunyikan kehidupan

pribadinya, terlihat acuh tak acuh terhadap orang lain, dan ada juga ingin selalu

diperhatikan orang lain dengan membuat ulah atau masalah. Beberapa anak merasa diri

mereka kurang atau tidak merasa cocok bersosialisasi dengan teman lain yang berada di

panti asuhan seperti cenderung menghindari berkumpul bersama orang lain.

Di PSAA tersebut selain diurus oleh pembina panti (yang berprofesi sebagai

pendeta) juga ada beberapa orang pengurus yang membantu dalam mengurus kegiatan

dan merawat anak-anak asuh di panti yang terdiri dari dua orang yang ikut membantu.

Mereka berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidup warga panti tersebut (seperti

kebutuhan fisik dan pendidikan). Pembina juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang

menunjang dalam memberikan arahan dan bimbingan rohani termasuk ketika anak

asuhnya terlihat mengalami kesulitan ataupun permasalahan sosial. Setiap hari anak

asuh di panti tersebut melakukan kegiatan-kegiatan rutin dalam hal tanggung jawab

pekerjaan rumah yang wajib dilakukan semua anak asuh panti; dan kegiatan spiritual

yang dilakukan setiap hari Minggu hingga Jumat pada pukul 04.30-05.30 WIB dan

pukul 20.00-21.00 WIB dengan mengikuti kegiatan renungan singkat dan menyanyikan

pujian.

Beberapa remaja berharap jika panti asuhan dapat menjadi solusi yang akan

mengurangi dampak stres ataupun kesepian ketika mereka harus diasuh atau dititipkan

di panti asuhan. Namun yang sering terjadi, mereka mengalami hambatan-hambatan

dalam menyelesaikan permasalahannya. Karena anak yang tinggal di panti asuhan pada

penelitian Hartini (dalam Rahma, 2011) mengalami banyak problem psikologis dengan

karakter sebagai berikut kepribadian yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah

Page 13: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

4

putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Selain itu, berdasarkan penelitian

sebelumnya yang dilakukan kepada anak-anak dalam panti asuhan terutama panti-panti

asuhan yang kekurangan tenaga kerja di negara-negara yang tengah berkembang,

menderita hospitalisme dan depresi analitis (analytic depression) atau kesepian

emosional (Spitz, dalam Bruno, 2000).

Menurut Bruno (2000) kesepian dapat didefinisikan ke dalam tiga

penggolongan, yaitu: cognitive loneliness (terjadi bila seseorang hanya memiliki sedikit

teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting); behavioral

loneliness (terjadi bila individu kurang atau tidak mempunyai teman sewaktu berjalan-

jalan dan melakukan kegiatan-kegiatan luar rumah); dan emotional loneliness (terjadi

bila seseorang membutuhkan kasih sayang tapi tidak mendapatkannya). Bruno (2000)

juga membedakan menjadi dua jenis berdasarkan lamanya kesepian, antara lain: a.)

kesepian sementara (transient loneliness) bersifat reaktif dan situasional, datangnya

singkat dan cepat berlalu; dan b.) kesepian kronis (chronic loneliness) di mana kesepian

ini terus-menerus atau tak hilang dalam waktu lama. Sedangkan menurut Rubenstein,

Shaver, dan Peplau (dalam Miller, Perlman, & Brehm, 2007) ada empat jenis perasaan

yang dirasakan oleh orang yang kesepian, yaitu: desperation (terdiri dari merasa putus

asa, tidak berdaya, takut, tidak memiliki harapan, merasa ditinggalkan, mudah

tersinggung); impatient boredom (antara lain menjadi tidak sabar, bosan, ingin berada di

tempat lain, cemas, marah, tidak dapat berkonsentrasi); self-deprecation (di antaranya

seperti merasa diri tidak menarik, rendah diri, merasa bodoh, malu, merasa tidak aman);

depression (di antaranya merasa sedih, tidak semangat, merasa kosong, terkucil,

menyesali diri, murung, merasa asing, merindukan seseorang yang istimewa). Sehingga

individu dapat menurunkan derajat kesepiannya dengan cara mengubah hubungan

Page 14: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

5

sosialnya atau mengubah kebutuhan dan keinginan sosialnya (Peplau dan Perlman,

dalam Santrock, 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas, para partisipan mengalami kesepian emosional

karena adanya kehilangan figur orang tua yang mereka sayangi dengan efek yang masih

dirasakannya walaupun bersifat reaktif dan situasional (Bruno, 2000).

Kesepian dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dapat disebabkan oleh

berbagai macam hal dalam kehidupannya. Seringkali kesepian dikaitkan dengan jenis

kelamin, hubungan kedekatan dengan orang lain, kemampuan diri dan kepercayaan diri,

latar belakang keluarga, status sosial, ekonomi, budaya, psikologis, perkembangan, serta

spiritual. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan pada aspek spiritual diharapkan

mampu digunakan sebagai strategi koping pada individu terhadap perasaan kesepian

yang dialaminya.

Selain terpenuhinya kebutuhan pada aspek ekonomi, sosial, budaya, psikologis,

dan fisiologis pada remaja panti; pemenuhan kebutuhan aspek spiritual pada dirinya

juga akan berdampak dalam mengurangi permasalahan sosial yang dialami. Memahami

keyakinan, nilai-nilai dan praktek pemuda dalam pendampingan perawatan untuk

memperkuat diri dari trauma dan ketidakpastian adalah elemen penting dari praktek

kompeten dengan budaya, terkait akan perawatan individu dalam sebuah keluarga asuh,

dukungan dalam komunitas, konseling atau kasus manajemen diri individu (Jackson,

dkk., 2010).

Menurut Singleton, Mason dan Webber (2004) spiritualitas mengandung makna

lebih dari praktek dan keyakinan; namun juga pengalaman yang dialami individu dalam

kehidupannya termasuk di dalamnya mengenai cara hidup dan cara mengerti hidup yang

didasarkan pada beberapa bentuk transendensi. Selain itu Ismail (2010) menjelaskan

Page 15: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

6

spiritualitas itu bersifat universal, karena spiritualitas adalah perasaan yang bisa timbul

pada tiap orang yang sedang menyadari dirinya sebagai makhluk yang sedang disapa

Sang Khalik.

Sedangkan menurut Hill dan Butler (dalam King, 2011) bahwa spiritualitas

dibedakan berdasarkan faktor yang memengaruhinya, antara lain: spiritualitas intrinsik

(ialah kepercayaan yang berfokus ke dalam diri sendiri mengenai percaya kepada Tuhan

atau kekuasaan yang lebih tinggi yang memengaruhi arti kehidupan dan memberikan

panduan hidup baginya); dan spiritualitas ekstrinsik (ialah spiritualitas yang mengadopsi

perilaku ekstrinsik di mana mungkin atau tidak mungkinnya akan berwujud

kepercayaan spiritual).

Menurut Singleton, Mason, dan Webber (2004) terdapat sepuluh dimensi

spiritualitas, yaitu sebagai berikut:

1) Dimensi pertama: hubungan agama (relationship to religion) melibatkan sebuah

komitmen pada iman tertentu tentang praktek, keyakinan dan pengalaman spiritual

yang menjadi dasar kehidupan spiritualitas individu.

2) Dimensi kedua: ekspresi spiritualitas (expressions of spirituality) mengungkapkan

beberapa unsur dalam spiritualitas seperti 'sensings', intuisi, perasaan, suasana hati,

motivasi, atraksi, pertanyaan, dll.

3) Dimensi ketiga: koherensi (coherence) mengungkap ada tidaknya pertanyaan

langsung dalam jadwal wawancara yang koherensi atau sistematisasi; yang

disimpulkan dari respons partisipan untuk memberikan pertanyaan lainnya.

Spiritualitas orang-orang di awal remaja cenderung kurang terintegrasi dan koheren

daripada orang-orang muda di usia pertengahan sampai akhir dua puluhan.

Page 16: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

7

4) Dimensi keempat: eklektisisme (eclecticism) yang terdiri dari tiga tingkatan

kualitas eklektisisme responden dalam mendalami spiritualitasnya dalam

menguraikan tentang pengalaman mereka: rendah (salah satu sumber yang utama,

seperti agama dunia); cukup (unsur-unsur hingga tiga sumber, tidak ada yang

mendominasi); tinggi (beberapa sumber mengalami pembauran).

5) Dimensi kelima: hal yang dianggap penting (salience) berhubungan dengan suatu

hal yang sangat menonjol sebagai hal yang menjadi penting bagi responden

berdasarkan dalam refleksi, membaca, wacana, tindakan mereka, yang hampir tidak

diperhatikan.

6) Dimensi keenam: pengaruh (influence) menjelaskan sejauh mana spiritualitas

seseorang dalam membentuk hidup, memengaruhi pandangan dunia, perasaan dan

tindakannya.

7) Dimensi ketujuh: antropologi (anthropology) melibatkan berbagai keyakinan dan

sikap untuk diri sendiri, orang lain dan masyarakat.

8) Dimensi kedelapan: otoritas (authority) mencakup hal memeriksa kedudukan

kekuasaan lain pada spiritualitas seseorang.

9) Dimensi kesembilan: perantara (medium) meneliti media utama komunikasi di

mana spiritualitas tertentu yang datang untuk diketahui dan dinyatakan.

10) Dimensi kesepuluh: perkembangan (development) berkaitan sejauh mana cara

hidup seseorang secara sadar, sejauh mana kehidupan mereka memiliki peranan

penting yang reflektif.

Lebih lanjut spiritualitas sendiri bukan lawan atau pengganti agama, melainkan sebuah

unsur untuk agama (Ismail, 2010).

Page 17: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

8

Spiritualitas yang dialami oleh para partisipan termasuk pada kategori

spiritualitas intrinsik karena mereka mengaku keyakinan yang terfokus ke dalam diri

mengenai percaya kepada Tuhan yang memengaruhi perubahan pola hidup mereka

sebagai pemeluk agama Kristen dan memberikan harapan masa depan yang lebih baik

(Hill dan Butler, dalam King, 2011).

Pada sebuah studi lebih dari 700 remaja, Pearce dan rekan-rekan (2003)

mengatakan bahwa kehadiran agama pada tingkat yang lebih tinggi, rangking

kereligiusan diri dan pengalaman keagamaan yang positif dapat dikaitkan dengan

tingkat depresi yang secara signifikan lebih rendah. Spiritualitas adalah aset

perkembangan yang memberikan kontribusi resiliensi untuk orang-orang muda yang

menghadapi kesulitan yang terkait dengan trauma, kesedihan dan kehilangan, penyakit

fisik dan mental, serta cacat (Wright, Frost, dan Wisecarver,1993; Witvliet, 2001;

Browne, 2002; Pendleton, Cavalli, Pargament, & Nasr, 2002; DiLorenzo; Nix-Early

2004; Cotton, Zebracki, Rosenthal, Tsevat, & Drotar, 2006; Scott, Munson, McMillen,

& Ollie, 2006; Daining; DePanfilis, 2007, dalam Jackson, dkk., 2010). Oleh karena itu,

perkembangan kepercayaan individu terutama aspek spiritual yang dimiliki individu

dapat mendukung dan memperkuatnya dalam menghadapi keadaan sulit seperti trauma

saat berada dalam pengasuhan yang tidak berasal dari keluarga asalnya. Hal ini

memungkinkan adanya pengaruh dalam diri remaja tersebut ketika menghadapi

kehidupan dengan lingkungannya.

Pertanyaan penelitian ini adalah apa yang dialami dan dirasakan sebagai

pengalaman spiritualitas yang dimaknai remaja yang mengalami kesepian yang tinggal

di panti asuhan. Adapun tujuan dari penelitian ialah untuk mendeskripsikan mengenai

pemaknaan spiritualitas dan dimensi-dimensi spiritualitas yang dialami remaja panti

Page 18: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

9

asuhan yang mengalami kesepian. Kedua untuk mendeskripsikan dinamika pengalaman

kesepian, faktor penyebab, tahapan-tahapan kesepian yang dialami, dan strategi koping

yang dilakukan remaja panti asuhan untuk mengurangi perasaan kesepiannya.

Manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis ialah memberikan ilmu

pengetahuan yang bermanfaat dan informasi yang positif yang bermanfaat dan

memberikan sumbangan bagi perkembangan bidang psikologi perkembangan, psikologi

remaja, psikologi klinis, dan juga psikologi sosial, terutama mengenai spiritualitas yang

dimaknai remaja yang mengalami kesepian yang tinggal di panti asuhan sebagai bentuk

peningkatan kualitas hidup para penghuni panti asuhan bagi peneliti, disiplin ilmu dan

juga pihak/lembaga terkait terutama partisipan, pengurus/pembina panti asuhan, orang

terdekat dan pihak-pihak terkait (seperti para psikolog dan departemen sosial) supaya

panti asuhan mendapat perhatian yang lebih mendalam.

Page 19: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

10

METODE PENELITIAN

Partisipan

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka peneliti

melibatkan dua remaja perempuan dan satu remaja laki-laki. Karakteristik partisipan

penelitian ini antara lain: individu yang masih tinggal di panti asuhan minimal satu

tahun dan berusia 12 sampai 18 tahun, serta individu tersebut mempunyai pengalaman

kesepian maksimal satu tahun. Peneliti memilih partisipan yang mengalami kesepian

berdasarkan perilaku, kegiatan yang dilakukan dan mengetahui banyaknya teman yang

dimiliki. Proses pengambilan partisipan penelitian diperoleh peneliti secara insidental

berdasarkan pemilihan dari observasi awal yang telah dilakukan sekitar delapan belas

bulan lamanya (dari bulan Juni 2012 hingga Desember 2013) serta informasi yang

diperoleh dari wawancara dengan pembina panti maupun beberapa anak panti asuhan

tersebut. Karakteristik partisipan yang dipilih, antara lain: 1) partisipan 1 memiliki latar

belakang ayah yang meninggal dan ibu menikah kembali; 2) partisipan 2 memiliki ayah

yang meninggalkan keluarga untuk menikah kembali, ibu serta kakak yang bekerja di

luar kota; dan 3) partisipan 3 memiliki orang tua yang lengkap namun terpaksa berpisah

dari orang tua. Ketiga partisipan dititipkan di panti asuhan karena berada pada kondisi

ekonomi keluarga yang berkekurangan.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PSAA Filadelfia yang terletak di Dukuh Tlatar, Desa

Kebonbimo, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Setting (lokasi

dan waktu) penelitian bersifat situasional, disesuaikan dengan perjanjian terhadap

partisipan penelitian.

Page 20: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

11

Analisis

Proses analisis data dimulai dengan pengetikan transkip wawancara dengan

mendengarkan hasil rekaman dan mengetik ke dalam bentuk verbatim kata perkata serta

mendeskripsikan hasil observasi lapangan yang didapatkan pada saat pengambilan data

berlangsung. Peneliti selanjutnya melakukan proses pengodean pada transkrip

wawancara agar memudahkan dalam proses analisis data. Proses selanjutnya ialah

penentuan tema dan juga makna dibalik setiap kalimat yang diungkapkan partisipan

penelitian baik secara verbal maupun non verbal. Tema dan makna tersebut peneliti

tambahkan pada bagian kiri transkrip. Kemudian proses pengelompokan data ke dalam

aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian lalu melakukan penafsiran data dengan

membandingkan antara partisipan pertama, kedua dan ketiga.

HASIL

Relasi Di Dalam Diri dan Di Luar Diri Individu

Ketiga partisipan penelitian mengaku keluarga mereka berada pada keadaan

ekonomi yang berkekurangan dan mengharuskan mereka terpaksa diasuh/dititipkan di

panti asuhan oleh pihak keluarga supaya mereka dapat melanjutkan pendidikan hingga

lulus SMA.

Perasaan sedih, tidak percaya dan belum siap menerima dirasakan ketiga

partisipan terutama ketika terjadi perubahan kondisi dalam kehidupan P1 dan P2

tersebut menyebabkan mereka memiliki hubungan yang renggang dengan keluarganya.

Hal ini menimbulkan perasaan sedih, kecewa dan rindu dalam dirinya terhadap kasih

sayang orang tuanya serta harapannya bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.

Page 21: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

12

“….Pengin dipeluk kayak disayang sama orang tua lainnya gitu loh. Kalau dulu

kalau pas kecil…pasti juga sudah pernah. Tapi habis itu udah nggak

pernah.”(Partisipan1,2).

Kedekatan yang terjalin dengan teman dekat memengaruhi ketiga partisipan

ketika sedang menghadapi masalah. P3 cenderung akan mendekati temannya terlebih

dahulu dan memiliki harapan untuk hubungan yang dekat seperti saudara kandung

termasuk di saat mereka sedang menghadapi masalah. Hubungan yang dimiliki oleh

ketiga partisipan dengan teman dekat mereka itu baik namun mereka juga mengaku

kurang memiliki hubungan yang dekat dan tidak sesuai dengan harapan hubungan yang

mereka inginkan.

“Nggak ada sih.... terus biasanya sama orang itu ya... nggak deket gitu sama

dia. Ya biasa rasanya... cuman kadang aku mikir... kok kayak masih ya saya

pengin deket lagi sama dia.”(Partisipan 1,2,3).

Kesepian

Pengalaman kesepian yang dialami tiap partisipan berbeda-beda. Perpisahan

fisik dengan keluarga dan terlebih harus berbagi kasih sayang di antara warga panti

lainnya ketika remaja harus dititipkan di panti. Hal tersebut menimbulkan perasaan

kesepian dalam diri partisipan pada waktu-waktu tertentu karena adanya kesenjangan

antara harapan kasih sayang yang diinginkan dengan apa yang ia alami.

“....Pengin dipeluk kayak disayang sama orang tua lainnya gitu loh. Kalau dulu

kalau pas kecil... pasti juga sudah pernah. Tapi habis itu udah nggak pernah.”

(Partisipan 1,2,3).

Berakhirnya hubungan emosional yang dekat merupakan salah satu penyebab

psikologis yang paling umum yang menyebabkan munculnya perasaan kesepian pada

diri ketiga partisipan. Kesepian yang juga dirasakannya ketika ketiga partisipan tidak

dapat berkumpul dengan orang tuanya pada waktu-waktu yang diharapkan. Kerinduan

Page 22: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

13

yang mendalam terhadap kehadiran sosok ayahnya dan keinginan untuk berkumpul

dengan orang tua dirasakan P2 ketika melihat warga panti lain yang dikunjungi oleh

keluarganya. Pemikiran mengenai dirinya yang merasa tidak berguna dan iri karena

melihat kerenggangan hubungan dan perpisahan orang tuanya tersebut menimbulkan

perasaan malu, sedih, takut, dan kecewa, serta sikap ingin mencari perhatian dengan

menjadi banyak bicara yang dirasakannya di saat ia melihat kelebihan orang lain.

Namun demikian, P2 merasa lebih senang, bersyukur, dan berusaha menerima masalah

yang dihadapinya serta ia dapat melanjutkan pendidikannya ketika ia tinggal di panti.

Sikap kurang percaya dan berhati-hati timbul dalam diri ketiga partisipan ketika

berhadapan dengan orang yang dianggap asing.

“Terus... lha ya makanya awalnya sih pasti curiga atau gimana nih... gini...

gini... gini. Apa... kan sudah pernah terjadi ya gitu... jadi kalau mau terjadi tuh

mikir-mikir dulu.” (Partisipan 1,2,3).

Ketika P2 sedang melakukan aktivitas sosial bersama orang yang baru dikenalnya,

perasaan tidak bisa akrab dan terlihat sombong tersebut timbul dalam dirinya.

“...Langsung aku... aku nggak bisa akrab gitu loh. Aku cuma masuk kamar terus

langsung keluar gitu thok. Lha kan aku pas itu nggak tau sifatnya dia gitu loh.

Lha kalau aku belum tau sifatnya dia... kayak gini...gini...gini. Aku memang

kayak sombong gitu. Tapi kalau udah tau ya biasa aja, aku kan gitu. Kan

soalnya aku lihat orang dari sifatnya dulu gitu loh.” (Partisipan 2).

Selain itu, perasaan kesepian seringkali memunculkan perasaan iri dalam diri P2 yang

menimbulkan perasaan tidak nyaman dan seperti disendirikan saat berhadapan dengan

orang lain yang kurang cocok dengannya serta rasa malu dengan keadaan dirinya sendiri

terutama saat melakukan aktivitas bersama orang lain. Sikap diam juga dilakukan

ketiga partisipan ketika berhadapan dengan orang yang kurang memiliki kecocokan

dengannya.

Page 23: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

14

Interaksi dengan keluarga secara langsung yang sulit dilakukan oleh ketiga

partisipan karena perubahan situasi juga menjadi penyebab sosiologis munculnya

perasaan kesepian. Harapan untuk dapat bersama orang tua mereka lebih kuat dalam diri

mereka pada saat tertentu. Keterbatasan aturan panti dan biaya yang mereka miliki

tersebut juga membuat mereka tidak selalu bisa berkumpul bersama keluarganya.

Walaupun ketiga partisipan diberi perhatian oleh pembina panti ataupun ditemani oleh

teman dekatnya, mereka masih tetap merasakan kekosongan dalam dirinya akibat

mereka tidak dapat bertemu langsung dengan orang tuanya. Hal ini dapat digambarkan

dalam pernyataan berikut:

“....Apa itu... pas aku berdoa itu kan karena aku kangen sama orang tuaku.... Ya

aku inginnya seperti dulu tapi kan. Tapi kan nggak mungkin sama.”(Partisipan

1,2,3).

Kenangan kebersamaan dengan keluarganya memicu timbulnya perasaan kerinduan

yang mendalam dan kehilangan figur orang-orang yang disayangi di dalam diri ketiga

partisipan. Ketiga partisipan mengalami kesepian emosional, namun perasaan kesepian

yang muncul merupakan keadaan sementara dan dirasakan pada waktu-waktu tertentu.

Dari ketiga partisipan dapat disimpulkan bahwa perasaan yang muncul saat

partisipan mengalami kesepian ialah sedih, takut, terbebani, kekosongan yang muncul

dari ketiadaan orang-orang yang dikasihi, perasaan tidak berguna, perasaan rindu yang

mendalam, dan timbulnya keinginan untuk bersama orang lain, terutama orang tua.

Perasaan kesepian yang dialami partisipan melalui proses secara umum dapat

disimpulkan berupa tahapan-tahapan kesepian di antaranya sebagai berikut: tahap

keterpisahan jarak antara partisipan dan orang tua membuat kesenjangan antara harapan

kasih sayang yang diinginkan dengan apa yang ia alami oleh ketiga partisipan

menyebabkan hilangnya kesempatan dalam perilaku timbal balik dengan orang tua yang

Page 24: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

15

mereka kasihi, kemudian tahap timbulnya perasaan kurang percaya diri, tidak berguna,

seperti sendiri, diabaikan yang membuat perasaan rindu yang mendalam, dan timbulnya

keinginan untuk bersama orang tua. Selain itu sikap kurang percaya, berhati-hati, sikap

curiga dan mengenal pribadi orang tersebut dilakukan para partisipan ketika berhadapan

dengan orang yang dianggap asing serta mengambil jarak dan memilih masuk kamar

dilakukannya ketika merasa kesepian.

Spiritualitas

Spiritualitas ketiga partisipan memberikan kesadaran akan kehadiran kekuatan

yang lebih besar dibanding dirinya sendiri membuat partisipan memahami pentingnya

peran Tuhan melalui pengalaman spiritualitas dalam kehidupannya.

“Ya tapi menurutku ya aku orang beragama….Ya pokoknya aku kalau

dibanding Islam sama Kristen, mending Kristen. Tapi kalau kita cuma sekedar

percaya belum tentu orang itu... misalnya iya dari depannya percaya tapi belum

tentu dari belakangnya dia bisa nggak percaya gitu loh. Misalnya aku percaya

sama Tuhan Yesus begini... aku percaya sama Tuhan gini... aku percaya sama

agama ini gitu. Tapi belum tentu dalam hidupnya dia percaya gitu loh. Kalau

cuma ngomong percaya sih, semua orang juga bisa ngomong percaya. Tapi

kalau hidup dalam Tuhan itu aku ada perubahan... yang jadi perbedaan di diri

kita. Ya Tuhan Yesus luar biasa sih. Ehmmm... apa tuh... apa... dia itu ajaib

sih.” (Partisipan 1,2,3).

Pengalaman spiritualitas yang dialami ketiga partisipan menguraikan beberapa

dimensi spiritualitas yang mereka alami di antaranya: dimensi pertama: hubungan

agama memperlihatkan pemahaman komitmen iman ketiga partisipan yang dipelihara

melalui praktek, keyakinan dan pengalaman spiritual sebagai pemeluk agama Kristen

ketika tinggal di panti. Kepercayaan ketiga partisipan kepada Tuhan yang tidak hanya

dalam praktek dan keyakinan spiritual namun juga pengalaman yang mereka alami dan

Page 25: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

16

menganggap Tuhan sebagai bapa yang melindungi dan mengasihi mereka melebihi

orang-orang di sekitar mereka.

P2 mengaku setelah berpindah agama dari agama Islam menjadi agama Kristen

semenjak masuk ke panti. Ia juga mengalami perubahan sikap menjadi pribadi yang

lebih baik. Ketiga partisipan menemukan kenyamanan ketika mengenal Tuhan dan

ajaran agama Kristen yang diungkapkan juga sebagai ekspresi spiritualitas yang

merupakan dimensi kedua.

Pada ketiga partisipan bahwa aktivitas spiritual sebagai hal dianggap penting

yang merupakan dimensi kelima, yang menonjol dan sering mereka lakukan ketika

mereka merasa kesepian ataupun saat mereka sedang menghadapi masalah yang tidak

dapat diselesaikan sendiri. Dimensi kesepuluh mengenai perkembangan dalam

kehidupan spiritual ketiga partisipan melalui pengalaman spiritualitas mereka yang

semakin merubah pola hidup mereka menjadi lebih baik dan memandang masa depan

mereka indah sesuai janji Tuhan.

“Kalau menurutku... kalau Tuhan itu lebih dari segala-segalanya ya. Kalau kita

nggak bisa terbuka sama orang lain... kita bisa terbuka dengan Dia gitu. Kalau

kita punya masalah berdoa terus kayak... berdoa sama memuji Tuhan gitu...

pada saat sendiri, berdua sama Tuhan tuh kayaknya enak gitu setelah berdoa

sama Tuhan....Itu kan pas.... berani sama orang tua... suka bantah. Berani

mukul sama adikku sendiri... sama kakakku kalau udah marah. Tapi kan

sekarang aku di sini jarang nglakuinnya... aku ya sekarang nggak berani. Kan

udah jauh, sekarang udah nggak nglakukan. Dulu pas di sana, aku nakal kok.

Dulu nggak mau belajar, sekarang mau belajar....Kalau aku yakin masa

depanku tuh cerah... terus apatuh... dan menurut firman Tuhan gitu loh. Ya bisa

sukses. Walaupun nantinya bisa sukses, ya aku nggakakan pernah ninggalin

Tuhan.”(Partisipan 1,2,3).

Spiritualitas dari ketiga partisipan termasuk kategori spiritualitas intrinsik karena

mereka menerapkan spiritualitas pada keyakinan mengenai percaya kepada Tuhan

terfokus dalam diri mereka yang memengaruhi perubahan pola hidup mereka sebagai

Page 26: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

17

pemeluk agama Kristen dan memberikan harapan masa depan yang indah sesuai dengan

janji Tuhan.

Strategi Koping untuk Meringankan Kesepian

Kesadaran partisipan terhadap perasaan kesepian yang dialami, memberikan

kesadaran mereka untuk melakukan strategi koping yang dapat meringankan perasaan

kesepian. Saat merasa kesepian, mereka berusaha untuk melakukan sesuatu sehingga

perasaan kesepian yang dialami bisa menjadi lebih ringan. Beberapa strategi koping

yang diterapkan berbeda oleh ketiga partisipan untuk meringankan perasaan kesepian

yang mereka alami.

Sikap mendekati, meminta maaf, dan menyelesaikan dengan menanyakan

masalahnya terhadap teman yang bermasalah dengannya serta bersikap sabar biasa

dilakukan P2 sebagai strategi koping terhadap perasaan kesepian yang dialaminya.

Selain itu, ia berusaha selalu merasa senang dan mengucap syukur baik di kala ia

sedang menghadapi masalah maupun sedang tidak menghadapi masalah. Peningkatan

aktivitas sosial lain yang dilakukan oleh P2 seperti menjauh atau meninggalkan

kamarnya untuk mengobrol dengan teman dekatnya di panti, menyanyi, dan membaca

buku, yang biasa dilakukan untuk menghilangkan perasaan kesepiannya.

Ketiga partisipan menyampaikan bahwa pengalaman spiritualitasnya membuat

mereka memperoleh ketenangan batin yang tidak diperolehnya dari kegiatan yang lain.

Saat mengalami kesepian, ketiga partisipan memilih untuk berdoa dan mencurahkan apa

yang dirasakan, masalah yang sedang dihadapi serta segala kekhawatiran kepada Tuhan.

Perubahan pola hidup dialami ketiga partisipan setelah mereka melakukan kegiatan

spiritual terutama bagi P2 yang berpindah menjadi agama Kristen Protestan ketika ia

Page 27: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

18

masuk ke panti asuhan. Pada akhirnya spiritualitas menjadi strategi yang bersifat

holistik dan cenderung digunakan dalam meringankan kesepian karena bagi mereka

aktivitas spiritual dan pengalaman sangatlah penting sehingga dapat memberikan

harapan tentang masa depan mereka yang lebih baik.

Page 28: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

19

PEMBAHASAN

Keterpisahan partisipan dengan orang tua mereka membuat mereka merasakan

keadaan diri mereka sebagai anak yatim-piatu secara sosial ataupun yatim-piatu yang

sebenarnya. Akibatnya partisipan kurang mendapat dukungan seperti perhatian atau

kasih sayang seperti layaknya ketika bersama dengan orang tuanya. Hasilnya menjawab

penelitian Cooper dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1995) dan hal tersebut

menyebabkan terganggunya proses perkembangan identitas remaja.

Kondisi orang tua partisipan yang berkekurangan memberikan dampak negatif

bagi partisipan yang menjadi salah satu penyebab mereka mengalami kesepian. Tidak

hanya sekedar kurangnya uang yang membatasi mobilitas partisipan seperti yang

diungkapkan oleh Lake (1989) pada penelitian yang dilakukan pada orang dewasa.

Namun pada penelitian ini memberikan bukti yang memfokuskan dampak pada diri

remaja panti asuhan yang mengalami kesepian bahwa kondisi orang tua yang

mengharuskan mereka terpaksa harus hidup terpisah dengan orang tua dan

menyebabkan partisipan mengalami kerinduan yang mendalam akan kehadiran sosok

orang tuanya serta mengalami kesenjangan antara harapan kasih sayang ataupun

perhatian yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi.

Perubahan kondisi keluarga seperti akibat berpisah jarak, perpisahan, meninggal

dan keterbatasan komunikasi secara langsung dengan orang tua yang dialami partisipan

menimbulkan perasaan kesepian ketika tinggal di panti. Semua partisipan mengalami

beberapa kondisi yang memberikan dampak psikologis dalam kehidupannya.

Pengalaman dini akan adanya penolakan dan kehilangan (seperti ketika orang tua

meninggal) dapat menimbulkan efek merasa kesepian pada remaja walaupun

pengalaman kesepian yang ditemukan memiliki hasil berbeda dengan penelitian

Page 29: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

20

Santrock (2003) karena bersifat reaktif dan situasional. Penelitian ini mengindikasikan

semua partisipan dikategorikan mengalami kesepian emosional karena ketiadaan figur

kasih sayang yang intim di saat remaja tinggal di panti asuhan yang kekurangan tenaga

kerja sehingga memperkuat penelitian sebelumnya oleh Spitz (dalam Bruno, 2000).

Hasil penelitian selarasdengan penelitian Sudarman (2010) mengenai faktor

penyebab psikologis. Di antaranya ialah adanya keterbatasan bertemu langsung dengan

orang tua, pengalaman traumatis (disebabkan oleh kematian ayah yang tiba-tiba, ibu

yang menikah kembali, dan ayah yang meninggalkan keluarga untuk menikah kembali),

kurangnya dukungan dari lingkungan (diakibatkan oleh penolakan karena anggapan

negatif dan pengabaian akan keberadaan berada di lingkungan), dan kepribadian yang

tidak sesuai (munculnya sikap patuh dan mencari perhatian dengan membuat masalah

ataupun menjadi banyak bicara menjadikan pribadi yang tidak menyenangkan). Selain

itu, sulit berinteraksi dengan lingkungan (munculnya sikap tidak akrab dan mengambil

jarak dengan orang yang dianggap asing menjadikan terciptanya hubungan yang kurang

dekat dengan lingkungan) dan sulit berinteraksi dengan keluarga (akibat perpisahan

fisik) sebagai faktor penyebab sosiologis dalam penelitian Sudarman dan hal tersebut

dialami oleh semua partisipan.

Pengalaman kesepian yang tidak sama pada setiap partisipan memunculkan

perasaan kesepian berbeda pula. Perasaan yang muncul saat partisipan mengalami

kesepian ialah sedih, takut, terbebani, kekosongan yang muncul dari ketiadaan orang-

orang yang dikasihi, perasaan tidak berguna, perasaan rindu yang mendalam, dan

timbulnya keinginan untuk bersama orang lain, terutama orang tua. Hal ini secara

umum sesuai dengan penelitian perasaan kesepian sebelumnya yang dilakukan oleh

Rubenstein, Shaver, dan Peplau (dalam Miller, Perlman, & Brehm, 2007).

Page 30: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

21

Kesepian yang dialami oleh semua partisipan memiliki tahapan-tahapan

kesepian yang hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Lake (1989) antara lain

sebagai berikut: tahap keterpisahan jarak antara partisipan dan orang tua menyebabkan

hilangnya kesempatan dalam perilaku timbal balik yang dirasakan, kemudian tahap

timbulnya perasaan kurang percaya diri, tidak berguna, seperti sendiri, diabaikan yang

menyebabkan perasaan rindu yang mendalam, dan timbulnya keinginan untuk bersama

orang tua. Tahap munculnya sikap kurang percaya, berhati-hati, sikap curiga dan

mengenal pribadi orang tersebut dilakukan para partisipan ketika berhadapan dengan

orang yang dianggap asing serta sikap mengambil jarak dan memilih masuk kamar

dilakukannya ketika merasa kesepian.

Permasalahan sosial yang dialami para partisipan di saat tinggal di panti

menimbulkan problem psikologis tersendiri di dalam diri partisipan ketika berhadapan

dengan lingkungan terutama orang yang dianggap asing atau yang memiliki masalah

dengan mereka. Beberapa partisipan menunjukkan sikap apatis, berpandangan negatif,

malu, curiga, hati-hati, ragu-ragu, menarik diri, tidak bisa berbuat apa-apa, bingung,

pasif, dan ketakutan. Selain itu, beberapa partisipan juga menampilkan sikap sombong

dan banyak bicara ketika berhadapan dengan orang yang baru dikenal tersebut. Sikap

sombong dan banyak bicara ini memberikan ciri baru yang melengkapi penelitian

dilakukan oleh Hartini (dalam Rahma, 2011) karena mereka tidak menjelaskan sikap ini

dan hanya membicarakan sisi negatifnya secara umum. Padahal banyak bicara dalam

penelitian ini juga memberikan dampak positif karena membangun keterbukaan untuk

berkomunikasi.

Masalah sosial yang menghimpit dapat memberikan kesadaran mereka akan

pentingnya pemahaman spiritualitas mengenai arti Tuhan di dalam kehidupan setiap

Page 31: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

22

partisipan. Secara umum beberapa dimensi spiritualitas menurut Singleton, Mason, dan

Webber (2004) dialami oleh partisipan di antaranya: dimensi pertama: hubungan agama

memperlihatkan pemahaman komitmen iman ketiga partisipan yang dipelihara melalui

praktek, keyakinan dan pengalaman spiritual sebagai pemeluk agama Kristen ketika

tinggal di panti. Kepercayaan ketiga partisipan kepada Tuhan yang tidak hanya dalam

praktek dan keyakinan spiritual namun juga pengalaman yang mereka alami dan

menganggap Tuhan sebagai bapa yang melindungi dan mengasihi mereka melebihi

orang-orang di sekitar mereka. Partisipan mengalami perubahan sikap menjadi pribadi

yang lebih baik. Semua partisipan juga menemukan kenyamanan ketika mendekatkan

diri Tuhan dan ajaran agama Kristen yang diungkapkan juga sebagai ekspresi

spiritualitas yang merupakan dimensi kedua.

Ketiga partisipan melakukan aktivitas spiritual sebagai hal dianggap penting

yang merupakan dimensi kelima, yang menonjol dan sering mereka lakukan ketika

mereka merasa kesepian ataupun saat mereka sedang menghadapi masalah yang mereka

anggap tidak dapat mereka selesaikan sendiri. Dimensi kesepuluh yang dialami semua

partisipan mengenai perkembangan dalam kehidupan spiritual melalui pengalaman

spiritualitas mereka semakin merubah pola hidup mereka menjadi lebih baik dan

memandang masa depan mereka indah sesuai janji Tuhan dalam hidup mereka.

Spiritualitas yang dimaknai partisipan memberikan gambaran Allah yang “personal”

sebagai seorang pribadi yang mengenal diri remaja secara lebih baik daripada

pengenalan diri dari individu itu sendiri; hal ini akan memengaruhi individu dalam

upaya menyusun identitas diri yang agak koheren (Fowler, dalam Cremers,1995).

Kesadaran akan pentingnya peran Tuhan baik dalam pengalaman, praktek

maupun keyakinan spiritual mereka memberikan dampak positif ketika mereka

Page 32: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

23

menghadapi beban masalah yang berat dan sulit untuk mereka selesaikan sendiri.

Senada dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jackson dan rekan-rekannya

(2010) mengenai pentingnya pemahaman aspek spiritual partisipan dalam mendukung

perawatan untuk memperkuat diri dari trauma dan ketidakpastian kondisi kehidupan di

saat remaja tinggal di panti asuhan. Hal tersebut memberikan semangat, dorongan dan

kekuatan serta harapan pada diri ketiga partisipan untuk melanjutkan hidupnya terutama

pendidikannya dengan serius dalam memenuhi harapan mereka untuk membahagiakan

orang tua mereka. Spiritualitas dari ketiga partisipan termasuk kategori spiritualitas

intrinsik karena mereka menerapkan spiritualitas pada keyakinan yang terfokus dalam

diri mereka yang memengaruhi perubahan pola hidup mereka sebagai pemeluk agama

Kristen. Partisipan pertama dan kedua yang mengalami perubahan pola hidup setelah

mereka melakukan kegiatan spiritual, terutama bagi partisipan kedua yang berpindah

menjadi agama Kristen Protestan ketika ia masuk ke panti asuhan.

Kesadaran partisipan terhadap perasaan kesepian yang dialaminya dapat

memengaruhi mereka dalam menyadari pentingnya melakukan strategi koping yang

dapat meringankan perasaan kesepiannya. Selain meningkatkan aktivitas, ketiga

partisipan melakukan sikap memaafkan teman yang bermasalah, dan menerima

kenyataan yang terjadi sebagai strategi koping yang dilakukan. Kegiatan kerohanian

serta keyakinan kepada Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi juga dapat memberikan

ketenangan batin mereka yang mengalami kesepian melalui perasaan bersyukur yang

memberi kelegaan dan memberikan mereka harapan untuk masa depan mereka terutama

dalam membahagiakan keluarga. Pengalaman spiritualitas memberikan pemahaman

pada setiap partisipan yang memberikan manfaat positif sebagai salah satu strategi

koping yang paling baik untuk mengurangi perasaan kesepian yang mereka alami dan

Page 33: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

24

hasil ini senada dengan studi yang dilakukan oleh Pearce dan rekan-rekan (2003).

Demikian pula hasil penelitian ini menemukan hasil yang secara umum sama dengan

hasil penelitian sebelumnya yang memaparkan pentingnya spiritualitas sebagai

kontribusi resiliensi pada remaja yang menghadapi kesulitan yang terkait perasaan

kesepian yang ketiga partisipan alami (Wright, Frost, dan Wisecarver,1993; Witvliet,

2001; Browne, 2002; Pendleton, Cavalli, Pargament, & Nasr, 2002; DiLorenzo; Nix-

Early 2004; Cotton, Zebracki, Rosenthal, Tsevat, & Drotar, 2006; Scott, Munson,

McMillen, & Ollie, 2006; Daining; DePanfilis 2007 dalam Jackson, dkk., 2010).

Page 34: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dari masing-masing partisipan menunjukkan relasi di

dalam ataupun di luar diri partisipan berdasarkan latar belakang dan hubungan

kedekatan yang dimiliki dapat memengaruhi pengalaman kesepian dan pengalaman

spiritualitas partisipan. Perasaan kesepian yang dirasakan para partisipan cenderung

mengarah pada kesepian emosional yang disebabkan oleh ketiadaan figur kasih sayang

yang intim. Faktor utama yang menyebabkan perasaan kesepian adalah faktor

psikologis dan sosiologis. Faktor penyebab kesepian, antara lain: keterbatasan

hubungan, pengalaman traumatis, kurangnya dukungan dari lingkungan, kepribadian

yang tidak sesuai, dan sulit berinteraksi dengan lingkungan serta sulit berinteraksi

dengan keluarga. Keterpisahan jarak antara para partisipan dan orang tua menyebabkan

timbulnya perasaan kurang percaya diri, tidak berguna, seperti sendiri, rindu yang

mendalam, dan keinginan untuk bersama orang tua. Selain itu juga, memunculkan sikap

kurang percaya, berhati-hati, sikap curiga dan mengenal pribadi orang yang dianggap

asing serta sikap mengambil jarak dari orang lain ketika merasa kesepian. Sehingga

menyebabkan renggangnya hubungan yang dirasakan antara partisipan dengan orang

lain.

Spiritualitas yang dialami di dalam diri partisipan termasuk pada kategori

spiritualitas intrinsik. Secara umum beberapa dimensi spiritualitas dialami oleh

partisipan di antaranya: hubungan agama, ekspresi spiritualitas, aktivitas spiritual, dan

perkembangan. Kesadaran para partisipan akan kehadiran kekuatan yang lebih besar

dibanding dirinya sendiri membuat partisipan memahami pentingnya peran Tuhan

dalam proses perkembangan hidunya dan melalui pengalaman spiritualitasnya juga

Page 35: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

26

digunakan sebagai strategi paling baik untuk meringankan perasaan kesepian yang

dialami. Selain itu, partisipan meningkatkan aktivitas, memaafkan teman yang

bermasalah, dan menerima kenyataan yang terjadi dan inilah strategi koping yang

digunakan.

Saran

1. Bagi pihak panti asuhan agar dapat lebih mengupayakan aktivitas sosial bersama

dengan lingkungan masyarakat dan bimbingan moral-spiritual yang dinamis

terutama ketika remaja panti asuhan menghadapi kesepian dalam menjalankan

tugas perkembangannya.

2. Bagi partisipan disarankan agar lebih mengupayakan aktivitas sosial bersama

dengan lingkungan masyarakat ataupun aktivitas spiritual yang dinamis terutama

ketika menghadapi kesepian dalam menjalankan tugas perkembangannya.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dengan lebih mendalami

mengenai hubungan antara spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

pengalaman kesepian anak panti asuhan.

Page 36: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

27

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A., Byrne, D., Branscombe, N. R. (2006). Social psychology (11thEd). United

States: Pearson Education.

Bruno, F. J. (2000). Conquer loneliness (menaklukan kesepian): pahami kesepian anda,

buanglah untuk selamanya. Penerjemah: A. R. H. Sitanggang. Diterjemahkan

ulang: C. L. Noviatno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Burns, D. D. (1988). Mengapa kesepian: program baru yang telah diuji secara klinis

untuk mengatasi kesepian. Jakarta: Erlangga.

Dawson, C. (2002). Practical research methods. Oxford: Cromwell Press.

Erol, Nese., Simsek, Zeynep., & Mu¨nir, Kerim. (2010). Mental health of adolescents

reared in institutional care in Turkey: challenges and hope in the twenty-first

century. European Child Adolescence Psychiatry, 19, 113–124.

Fowler, J. W. (1995). Teori perkembangan kepercayaan. (Alih bahasa: A. Cremers)

Yogyakarta: Kanisius.

Hardjana, A.M. (2005). Religiositas, agama, dan spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius.

Hojat, M., & Crandal, R. (1989). Loneliness: theory, research, and application.

California: Sage Publication.

Hulme, W. E. (1988). Loneliness (kesepian): sumber ilham yang kreatif. Jakarta: Cipta

Loka Caraka.

Hurlock, E. B. (1995). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.

Ismail, A. (2011). Selamat menabur: 33 renungan tentang didik-mendidik (Cetakan Ke-

15). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Jackson, L. J., White, C. R., O’Brien, K., DiLorenzo, P., Cathcart, E., Wolf, M.,

Bruskas, D., Pecora, P. J., Nix-Early, V., and Cabrera, J. (2010). Exploring

spirituality among youth in foster care: findings from the casey field office

mental health study. Child and Family Social Work, 15, 107–117.

Kelcourse, F. B. (2004). Human development and faith: life-side stages of body, mind

and soul. United States: Chalice Press.

King, D. E. (2011). Iman, spiritualitas, dan pengobatan: panduan bagi tenaga

pelayanan kesehatan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Kompas.(2008). Mereka yang kurang beruntung di hari raya. Diunduh dari

http://nasional.kompas.com/read/2008/09/30/1727492/mereka.yang.kurang.beru

ntung.di.hari.raya pada bulan September 2012.

Lake, T. (1986). Loneliness: kesepian. (Alih bahasa: FX. Budiyanto) Jakarta: Penerbit

Arcan.

Page 37: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

28

McCall, R. B., Groark, C. J., Fish, Larry., Harkins, D., Serrano, G., dan Gordon, K.

(2010). A socioemotional intervention in a Latin American orphanage. Infant

mental health Journal, 31, 521–542.

Menteri Sosial Republik Indonesia. (2010). Keputusan menteri sosial

nomor15a/huk/2010 tentang panduan umum program kesejahteraan sosial anak

(pksa). Diunduh pada bulan Oktober, 2012 dari https://www.pksa-kemensos.com

Menteri Sosial Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia Nomor: 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak

Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Diunduh dari https://www.pksa-

kemensos.com pada bulan Oktober 2012.

Miller, R. S., Perlman, D., & Brehm, S.S. (2007). Intimate relationships. United States:

McGraw- Hill Higher Education.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Myers, D. G. (1999). Social psychology (6thEd). United States: McGraw- Hill Higher

Education.

Perlman, D., & Peplau, L. A. (1982). Perspectives on loneliness. In L. A. Peplau & D.

Perlman (Eds.), Loneliness: a sourcebook of current theory, research, and

therapy (pp. 1-18). New York: A Wiley Interscience Publication.

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.

Jakarta: Lembaga Penelitian Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi.

Pusat Bahasa (Indonesia). (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Rahma, A.N. (2011). Hubungan efikasi diri dan dukungan sosial dengan penyesuaian

diri remaja di panti asuhan. PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI)

Copyrigth © 2011 Lembaga Penelitian Pengembangan Psikologi dan Keislaman

(LP3K), 8 (2), Hal. 231-246.

Rahmawati, H. (2007). Kesepian pada remaja yatim piatu di panti asuhan. Skripsi (tidak

dipublikasikan).Salatiga: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana.

Santrock, J. W. (1995). Life-span development: perkembangan masa hidup jilid II.

Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2003). Adolencence: perkembangan remaja (Edisi Keenam). Jakarta:

Erlangga.

Sears, S. E., Freedman, L. E., & Peplau, L. E. (1988). Psikologi sosial jilid II (Edisi

Kelima). Jakarta: Erlangga.

Singleton, A., Mason, M., & Webber, R. (2004). Spritituality in adolescence and young

adulthood: a method for a qualitative study. International Journal of Children's

Spirituality, 3(9), 247-261.

Page 38: Spiritualitas Pada Remaja Panti Asuhan yang Mengalami …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8543/2/T1_802007064_Full... · spiritualitas ekstrinsik yang dianut individu dengan

29

Smith, J. A. (2013). Dasar-dasar psikologi kualitatif: pedoman praktis metode

penelitian (CetakanKedua). (Penerjemah: M. Khozim). Bandung: Nusa Media.

Sudarman, A.R. (2010). Kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan (studi

kasus). Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Diakses

dari:http://papers.gunadarma.ac.id/index.php/psychology/article/view/930/884pa

da bulan April 2012.

Taylor, S. E., Peplau, L. E., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial (Edisi Kedua

Belas). (Cetakan Pertama). Jakarta: Kencana.

Tempo. (2007). Remaja Jepang peringkat teratas daftar remaja kesepian. Diunduh dari

http://www.antaranews.com/view/?i=1171934446&c=INT&s pada bulan

September 2012.

Yin, R. K. (2006). Studi kasus: desain dan metode (Edisi Ketujuh). (Penerjemah: M. D.

Mudzakir). Jakarta: Raja Grafindo Persada.