status dan upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik...
TRANSCRIPT
STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP
PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI
( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 )
Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah
PROGRAM STUDI AL AHWAAL AL SYAKHSIYYAH
SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP
PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI
( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 )
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah
Disusun Oleh:
MUSABIKHIN
NIM: 21108022
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI AL AHWAAL AL SYAKHSIYYAH
SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN SALATIGA
2015
STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP
PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI
( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan
Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah
PROGRAM STUDI AL AHWAAL AL SYAKHSIYYAH
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:
Nama : Musabikhin
NIM : 21108022
Jurusan : Syari’ah
Program Studi : Al Ahwaal Al Syakhsiyyah
Judul : STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI
TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK
TALAK OLEH SUAMI (Studi Kasus di Dusun
Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun
2013)
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
iii
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
NIM
Jurusan
Program
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar
hasil karya saya sendiri, bukan plagiat
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah
iv
DEKLARASI
الرحيم الرحمن االله بسم
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
: Musabikhin
: 21108022
: Syari’ah
Program : Ahwal Al Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
rya saya sendiri, bukan plagiat dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah
Salatiga, 22 Januari 2015
Yang menyatakan
Musabikhin
benar merupakan
dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
22 Januari 2015
v
MOTTO
“Penuhilah Janji,
Sesungguhnya Janji itu Pasti Diminta Pertanggung Jawabannya”
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Kedua orang tuaku, bapak Sarno dan ibu Sutarsih terima kasih yang
tak terhingga atas segala yang pernah kuterima sepanjang perjalan
hidupku.
2. Kakak dan Adik-adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas
Faizun, mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak
Nurkhasanah, mbak tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur Ahmad
Zahidin, Nur Ismail, Laelatul Mubarokah, Nanang Mansur, Mat
Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima
kasih atas segala perhatiannya.
3. Sahabat-sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah,
Nastangin, om Azis, Malik, Arif maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin,
atas segala supportnya.
4. Drs. Mahfudz selaku pembimbing, yang telah melakukan bimbingan
secara maksimal dalam penyusunan skripsi ini, pada beliau penyusun
menghaturkan banyak terimakasih.
5. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga.
6. Orang-orang terdekat yang telah mendukung saya selama ini dan
mengajarkan saya banyak hal dalam menyikapi hidup.
7. Almamaterku.
vii
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن االله بسم
Alhamdulillahi robbil alamin. Segala puji syukur penulis haturkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul “STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI
TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI” (Studi Kasus
di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung Tahun 2013) telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat
akhir guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu-ilmu Syariah di Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Salatiga.
Memang tidak dapat penulis ingkari bahwa dalam penyusunan skripsi ini
banyak menghadapi kesulitan-kesulitan. Namun berkat pertolongan Allah SWT
dan bimbingan, saran, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Maka dari itu, perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang
tak terhingga dalam kesempatan ini, kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua STAIN Salatiga
2. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing, atas segala
bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini
3. Bapak Badwan, M.Ag, selaku Pembimbing Akademik
4. Bapak dan Ibu yang terhormat, atas kasih sayang dan doanya.
5. Kakak dan Adik-adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun,
mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak
tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur A
Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak
bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya.
6. Sahabat-sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om
Azis, Malik, Arif maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya.
7. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga.
8. Orang-orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan
mengajarkanku banyak hal dalam menyikapi hidup.
Penulis menyadari bahwa dalam penul
kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak.
Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.
viii
Bapak dan Ibu yang terhormat, atas kasih sayang dan doanya.
adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun,
mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak
tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur Ahmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul
Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak
bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya.
sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om
maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya.
Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga.
orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan
mengajarkanku banyak hal dalam menyikapi hidup.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak.
Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.
الحمد لله رب العالمين
Salatiga, 22 Januari 2015
Penulis
MusabikhinNIM: 21108022
adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun,
mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak
hmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul
Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak
sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om
maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya.
orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan
isan skripsi ini masih banyak
kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.
22 Januari 2015
Musabikhin NIM: 21108022
ix
ABSTRAK Musabikhin. 2015. Status dan Upaya Hukum Isteri Terhadap Pelanggaran Taklik
Talak oleh Suami (Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa
Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung Tahun 2013). Skripsi. Jurusan Syari’ah.
Program studi Al Ahwaal Al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi
Agam Islam Negeri Salatiga : Drs. Machfudz, M. Ag.
Kata Kunci: Isteri, Taklik, Talak, Suami
Fokus dalam skripsi adalah menjawab pertayaan : 1). Bagaimanakah status
isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam? 2). Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan
isteri terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin di Dusun, Kedopokan.
Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung?
Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan
metode pendekatan yuridis sosiologis dengan menggunakan dua sumber data,
yakni data primer dan skunder. Sehingga bisa menunjukkan bahwa menurut
undang-undang No. tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa isteri yang
ditinggalkan oleh suaminya tanpa izin, setatus perkawinannya menggantung dan
belum jelas. Sementara usaha untuk memperjelas perkwaninannya isteri yang
bersangkutan bisa mencari mencari kejelasan ke pengadilan agama setempat. Jika
keberadaan suami tidak diketahui, isteri yang bersangkutan bisa mengajukan
gugatan cerai Ghaib.
Adapun prosedur pengajuan gegatan cerai ghaib sebagaimana dilakukan
oleh salah satu responden dalam penelitian ini adalah ibu marfu’ah warga Dusun,
Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten,
Temanggung. Ibu marfu’ah yang tinggalkan suaminya pada tahun 1975, beliau
mengajukan gugatan cerai kepengadilan agama di Temanggung. Karena
keberadaan tergugat (suami) tidak diketahui, maka agar gugatannya bisa
dipersidangkan, Ibu Marfu’ah harus mencari surat keterangan ghaib dari kepala
desa terahir suaminya diketahui bertempat tinggal. Setelah surat ghaib dan seluruh
berkas gugatan cerai masuk kepengadilan agama Temanggung. Selanjutnya
pengadilan akan menunggu minimal sampai 6 (enam) bulan. Jika selama enam
bulan sejak gugatan cerai terdaftar dan keberadaan suami tetap tidak diketahui,
maka persidangan gugatan cerai baru bisa dilakukan tanpa dihadiri tergugat.
Setelah keputusan cerai dari pengadilan agama temanggung keluar. Ibu
marfu’ah harus menunggu sampai 14 (empat belas hari). Setelah empat belas hari
sejak dikeluarkan keputusan, ternyata tidak ada gugatan balik dari tergugat
(suami). Maka surat cerai baru bisa diambil, dan hak gugat balik dari tergugat
dinyatakan gugur. Namun, jika sebelum 14 hari ternyata tergugat mengguat balik,
maka sidang akan diulang dari awal, dan sidang sebelumnya sudah berlanggsung
dinyatakan batal.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ......................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iv
DEKLARASI ....................................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
ABSTRAK............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 4
E. Penegasan Istilah ................................................................................ 5
F. Metode Penelitian ............................................................................... 6
G. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 11
H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 12
xi
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK DAN
KUAJIBAN SUAMI ISTERI
A. Talak ................................................................................................ 14
1. Pengertian Talak ............................................................................... 14
2. Hukum Talak .................................................................................... 17
3. Macam-Macam Talak ...................................................................... 17
B. Taklik Talak
1. Pengertian ....................................................................................... 26
2. Syarat Sahnya Taklik Talak ............................................................ 30
C. Macam-Macam Taklik ...................................................................... 31
D. Hak dan Kewajiban Suami Isteri ....................................................... 33
1. Hak Isteri atas Suami ................................................................... 35
2. Hak Suami atas Isteri ................................................................... 48
3. Hak Bersama Suami Isteri ............................................................ 55
4. Kewajiban Isteri Terhadap Suami ................................................. 56
5. Kewajiban Suami Terhadap Isteri ................................................. 57
BAB III : TAKLIK TALAK DAN PENYELESAIANNYA DI DUSUN
KEDOPOKAN DESA TLOGOPUCANG KEC.
KANDANGAN KAB. TEMANGGUNG
A. Gambaran Umum Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang
Kec. Kandangan Kab. Temanggung .................................................. 62
B. Temuan Lapangan ............................................................................. 71
xii
BAB IV : STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTRI TERHADAP
PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI
A. Analisis Tentang Status Isteri yang Ditinggal Suami
Tanpa Ijin Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam ............................................................. 78
B. Analisis Tentang Upaya Hukum Terhadap Suami
yang Meninggalkan Isteri Tanpa Izin……………………. .......... 91
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 95
B. Saran-Saran ....................................................................................... 96
C. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 98
LAMPIRAN – LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
NO JENIS TABEL HALAMAN
1 Tabel. 3. 1 Data Admisnistrasi Desa Tlogopucang 61
2 Tabel. 3. 2 Data Luas Wilayah Desa Tlogopucang 61
3 Tabel. 3. 3 Data Keadaan Demografi Desa Tlogopucang 62
4 Table. 3. 4 Data Tingkat Pendidikan Desa Tlogopucang 63
5 Tabel. 3. 5 Data Mata Pencaharian Penduduk Desa
Tlogopucang
63
6 Tebel. 3. 6 Data Fasilitas Pendidikan Desa Tlogopucang 65
7 Tabel. 3. 7 Data Tahapan Keluarga Berencana Desa
Tlogopucang
66
8 Tabel. 3.8 Data PMKS Tahun 2013 Desa Tlogopucang 66
9 Tabel. 3.9 Data Kesenian Tradisional di Desa Tlogopucang 68
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transkip Wawancara
2. Daftar Riwayat Hidup
3. Nota Pembimbing
4. Lembar Konsultasi Pembimbing
5. Laporan SKK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh untuk
hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi,
tenteram dan bahagia. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya saling
pengertian dan saling memahami kepentingan kedua belah fihak, terutama lagi
yang terkait dengan hak dan kewajiban.
Dalam usaha membina keluarga yang bahagia dan sejahtera sangatlah
perlu meletakkan perkawinan sebagai ikatan suami isteri dalam kedudukan
yang semestinya seperti yang diajarkan oleh agama yang dianut.
Pembahasan terhadap persoalan perkawinan selalu akan menarik,
karena lembaga perkawinan itulah yang melahirkan keluarga, tempat seluruh
hidup dan kehidupan manusia berputar. Dan karena kedudukannya yang
istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia, maka masalah perkawinan
perlu diatur dalam suatu undang-undang.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang
perkawinan menegaskan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk suatu
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa. Tujuan perkawinan sangatlah mulia, terkadang mendapatkan
cobaan yang cukup berat dalam mewujudkannya, karena untuk membentuk
keluarga yang damai dan teratur amatlah sulit.
2
Awalnya perkawinan adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi
adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa mengakibatkan perkawinan tidak
dapat diteruskan, jadi harus diputuskan di tengah jalan atau terpaksa putus
dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian diantara suami
isteri.
Secara sederhana, pasangan suami-isteri bisa dikatakan bercerai, jika
talak cerai telah memisahkan ikatan pernikahan tersebut. Dan satu-satunya
fihak yang bisa menjatuhkan talak cerai adalah fihak laki-laki. Selama fihak
suami belum menjatuhkan talak kepada isterinya, dalam keadaan apapun
ikatan perkawanan tersebut masih sah, baik secara hukum agama maupun
hukum yang berlaku di negera kesatuan republik Indonesia. Artinya, selama
status perkawinan masih sah, maka hak dan kewajiban suami isteri masih
mengikat kedua belah fihak.
Hukum talak cerai yang hanya dimiliki fihak laki-laki memang telah
menuai pro dan kontra dalam banyak forum. Hal ini dikarenakan kekuasan
laki-laki yang bergitu besar dalam status perkawinan tersebut dalam beberapa
kasus merugikan fihak wanita, misal: fihak wanita telah berusaha sekuat
mungkin memenuhi kewajibannya sebagai isteri. Sebaliknya, fihak laki-laki
sama sekali tidak pernah memenuhi kewajibannya sebagai suami. Bahkan
dalam kasus lain ada pula suami meninggalkan isteri tanpa memberikan
nafkah, bahkan tanpa meninggalkan kabar setatus keberadaannya selama
bertahun-tahun. Keadaan pernikahan yang demikian tentu merugikan fihak
wanita. Satu sisi fihak wanita berkewajiban menjalankan kewajibannya
sebagai isteri dan tidak bisa menikah lagi selama fihak suami belum
menjatuhkan talak. Sisi lain keberadaan suami yang tidak jelas
3
keberadaannya, selain tidak pernah memberikan nafkah, juga tidak ada
jaminan kalau fihak suami tidak menikah lagi.
Kasus suami meninggalkan isteri selama beberapa tahun tanpa
meninggalkan kabar keberadaannya tersebut salah satunya terjadi di Dusun,
Kedopokan. Desa, TlogoPucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten,
Temanggung. Akibat ketidak jelasanya status maupun keberadaan suami
sebagaimana terjadi di desa tersebut. Selain fihak isteri harus membesarkan
anak yang ditinggalkan sendiri, jika ada laki-laki lain yang bermaksud
melamar. Wanita tersebut tidak bisa menerinya, karena status
perkwaninannya belum dinyatakan bercerai.
Berdasarkan paparan diatas, maka timbul permasalahan yang
mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian lebih lanjut tentang
isteri-isteri yang ditinggal oleh suami tanpa izin dan tidak pernah memberikan
nafkah lahir maupun batin. Selanjutnya permasalahan tersebut penulis
tuangkan dalam skripsi dengan Judul “STATUS DAN UPAYA HUKUM
ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ”.
(Studi kasus di Dusun Kedopokan, Desa Tlogopucang, Kecamatan
Kandangan, Kabupaten, Temanggung).
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas,
maka permasalahan-permasalahan yang akan penulis kemukakan adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)?
4
2. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan isteri terhadap suami yang
meninggalkan isteri tanpa izin di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang.
Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana status isteri yang ditinggal suami tanpa izin
menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI)
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dilakukan isteri
terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin.
D. Kegunaan Penelitian
Untuk memberikan hasil yang bermanfaat, serta diharapkan mampu
menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan
secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya dapat berguna
diantaranya :
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
yang berkaitan dengan hukum perkawinan di masyarakat.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Program Studi Al Ahwal Asy Syakhsiyah
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai rujukan bagi
peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang pelanggaran taklik
talak suami terhadap isteri.
5
b. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan wawasan dan mensosialisasikan kepada
masyarakat luas mengenai betapa pentingnya mengetahui hak dan
kewajiban suami isteri, serta penyelesaian jika ada kasus pelanggaran
taklik talak suami atas isterinya.
E. Penegasan Istilah
1. Pelanggaran adalah perbuatan (perkara dan lain sebagainya).
2. Taklik Talak adalah suatu talak yang digantungkan, pada suatu hal yang
mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah
diperjanjikan lebih dulu.
3. Talak ialah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan. Jadi cerai talak ialah
terputusnya tali perkawinan (akad nikah) antara suami dengan isterinya
dengan talak yang diucapkan suami didepan sidang Pengadilan Agama
(Hoerudin, 1999:17).
4. Studi kasus adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan
dengan fase spesifik atau khas dari suatu personalitas.
F. Metode Penelitian
Penelitian dapat berhasil dengan baik atau tidak bergantung dari data
yang diperoleh, juga didukung oleh proses pengolahan yang dilakukan
terhadap permasalahan. Metode penelitian dianggap paling penting dalam
menilai kualitas hasil penelitian. Hal ini mutlak ada dan tidak dapat dipisahkan
dari keabsahan penelitian.
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis, sebagai
berikut :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
6
a. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan
secara holistik (Moleong, 2011:6).
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang
dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian
yuris sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu
ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan
(Soekanto, 2010:26). Lokasi Penelitian ini dilakukan di Dusun.
Kedopokan, Desa. Tlogopucang, Kecamatan. Kandangan, Kabupaten.
Temanggung
b. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu :
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-
sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data
tersebut. Data primer diperoleh dari Informan.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar
belakang penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai
banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang
informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim
penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim
dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat
7
memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai,
sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar
penelitian setempat (Moleong, 2002:90). Dalam penelitian ini yang
menjadi informan adalah Rt,para isteri yang bersangkutan dan
masyarakat setempat.
2) Data Sekunder
Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya
(Soekanto, 2010:12). Sebagai data sekunder dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a) Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan
b) Buku-buku yang terkait dengan penulisan penelitian ini
2. Prosedur Pengumpulan Data
a. Wawancara (interview)
Wawancara atau interview adalah percakapan yang dilakukan
oleh dua orang pihak. Satu pihak berfungsi sebagai pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Arikunto,
1998: 145). Wawancara dilakukan penulis dengan ketua RT, para isteri
yang bersangkutan dan masyarakat setempat.
b. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis dengan mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap objek yang berkaitan masalah yang diteliti dengan
tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku
8
manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi kenyataannya
dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan
sosial dan salah satu aspek (Soekanto, 2010:239)
Observasi ini termasuk salah satu cara yang dilakukan penulis
untuk mengumpulkan data. Peneliti menggunakan metode ini untuk
mengetahui secara langsung tentang pelanggaran taklik talak yang
terjadi di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan,
Kandangan. Kabupaten, Temanggung.
3. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis
seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk
menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi,
dikategorikan dan selanjutnya disimpulkan (Moleong, 2011:288). Dalam
penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu
suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa
yang dinyatakan oleh responden secara tertulis serta lisan dan juga
perilaku yang nyata ditetilti sebagai sesuatu yang utuh (Soekanto,
2010:13).
4. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga
untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk
memeriksa keabsahan suatu data.
Keabsahan suatu data dalam penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
9
sesuatu yang lain (Moloeng, 2011:330). Denzin (1978) membedakan
empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam hal ini peneliti
menggunakan dua dari keempat macam triangulasi yaitu sumber dan teori.
Dengan kedua macam triangulasi tersebut, maka peneliti dapat
melakukannya dengan jalan sebagai berikut:
a) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
b) Mengecek dengan berbagai sumber data (Moleong, 2011:331-332).
5. Tahap - tahap Penelitian
Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti maka peneliti
melakukan beberapa tahapan untuk melakukan penelitian, yang pertama
penulis memulai dengan melakukan pendahuluan ke Dusun Kedopokan,
Kelurahan Tlogopucang, Kecamatan Kandangan, Kabupaten
Temanggung. yang akan diteliti atau dengan kata lain pengecekan lokasi,
tentunya dengan memasukkan surat izin terlebih dahulu sesuai dengan
prosedur yang berlaku. Selanjutnya memasuki tahap kedua yaitu
pencarian data, dalam hal ini peneliti menggali informasi secara mendetail
dari informan dengan mewawancarai kepada para isteri yang bersangkutan
dan masyarakat. Setelah data yang dibutuhkan sudah terkumpul semua,
memasuki tahap ketiga yaitu menganalisis data yang ditemukan untuk
diperoleh data yang matang dan akurat, dengan cara data-data tersebut
direduksi dan selanjutnya disimpulkan. Tahap keempat, selanjutnya
peneliti melakukan pengecekan data untuk mengetahui kevaliditasan data
yang ditemukan di lapangan baik yang tertulis maupun tidak tertulis
10
dengan yang ada di teori, dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber dan teori.
G. Tinjauan Pustaka
Permasalahan mengenai kasus isteri-isteri yang ditinggalkan suami
sebelumnya pernah dibahas oleh beberapa skripsi, akan tetapi fokus
permasalahan yang dibahas berbeda-beda, di antaranya :
1. Junaidi mahasiswa STAIN Salatiga dengan Nomor Indek Mahasiswa
(NIM) 211 01 017 dalam skripsinya yang berjudul “HAK-HAK ISTERI
DALAM HUKUM ISLAM DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA
(HAM) tahun 2005. Dalam skripsi ini mengungkapkan bahwa Ketidak
adilan terhadap isteri ini tidak hanya diterima dan dialami oleh seorang
isteri yang tidak paham akan tugas-tugasnya tetapi juga buat isteri-isteri
yang sudah paham akan tugas-tugasnya. Pandangan-pandangan
keagamaan klasik diatas kini berhadapan dengan ruas-ruas modernitas
yang terbuka lebar. Tetapi dalam penelitian ini tidak lagi membahas
ketidak adilan terhadap isteri namun sudah lebih jauh pada hak-hak isteri
yang sama sekali tidak dipedulikan oleh mafqud.
2. Uswatun Hasanah Mahasiswi STAIN Salatiaga dengan Nomor Indek
Mahasiswa (NIM) 211-04-003 dalam skripsinya yang berjudul “TALAK
TANPA PUTUSAN PENGADILAN (Studi kasus di Dusun Jambe Desa
Dadapayam Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang)” tahun 2009. Dalam
skripsi ini mengungkapkan bahwa kedudukan Talak Tanpa Putusan
Pengadilan adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena
perceraian mereka hanya mengacu kepada aturan islam sehingga mereka
tidak mempunyai akta cerai dan perceraian mereka dianggap sebagai
11
perceraian lokal. Berbeda dengan penelitian penulis yang lebih
menekankan pada status isteri yang ditinggal mafqud.
3. Wahib Wahabi Mahasiswa STAIN Salatiga dengan Nomor Indek
Mahasiswa (NIM) 211-04-017. Dalam skripsinya yang berjudul
“FENOMENA ISTERI SEBAGAI BURUH MIGRAN DAN KASUS
PERCERAIAN (Studi kasus di Desa Sampar Kecamatan Bandar
Kabupaten Batang) tahun 2009”. Kewajiban pemberian nafkah ini bukan
berdasarkan tradisi, budaya atau adat istiadat. Tetapi hal ini adalah
ketentuan Allah SWT yang diwajibkan oleh suami isteri. Ada beberapa
pembahasan umum yang sama dengan kewajiban suami, tetapi yang
membedakan dengan penelitian ini, penulis tidak hanya pada tataran
normatif tetapi lebih pada pembahasan secara yuridis.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami keseluruhan
mengenai penelitian hokum ini. Maka penulis membagi sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, pada bab ini akan dideskripsikan secara umum
keseluruhan isi dan maksud dari penelitian ini, yang terdiri dari latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II : Kajian pustaka, pada bab ini berisi tentang Taklik Talak.
Pertama: Pengertian Taklik Talak. Kedua : Hukum talak. Ketiga: Macam-
macam Talak. Keempat: Syarat-syarat Taklik Talak. Kelima : Hak dan
kewajiban suami isteri, Meliputi: Hak Isteri atas suami, Hak Suami atas Isteri,
12
Hak Bersama Suami Isteri, Kewajiban Isteri terhadap Suami dan Kewajiban
Suami terhadap Isteri.
Bab III : Paparan hasil penelitian, pada bab ini terdiri dari dua sub
bab. Sub bab yang pertama : Gambaran umum Dusun. Kedopokan, Desa.
Tlogopucang, Kecamatan. Kandangan, Kabupaten. Temanggung. Memuat
tentang letak geografis, keadaan social ekonomi masyarakat. Sub bab kedua :
Hasil wawancara dengan pihak Isteri yang ditinggalkan suami tanpa izin.
Ketiga : Faktor-faktor Suami meninggalkan Isteri.
Bab IV : Pembahasan, dalam bab ini akan memaparkan tentang
analisis data yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, yaitu Isteri-
isteri yang ditinggal suami tanpa izin dan upaya hukumnya, yang terdiri dari
tiga sub bab. Sub bab pertama : analisis tentang status isteri yang ditinggal
suami tanpa izin menurut UU Nomor. 1 tahun 1974 dan kompilasi
hukumislam.. Sub bab kedua : Analisis tentang upaya hukum terhadap suami
yang meninggalkan isteri tanpa izin.
Bab V : Penutup, sub bab ini berisi Kesimpulan dari pembahasan bab-
bab sebelumnya, saran-saran penulis yang mungkin dapat berguna dan
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan juga instansi yang terkait.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI ISTERI
A. Talak
1. Pengertian Talak
Perceraian dalam istilah fiqh disebut “talak atau furqah”, adapun
arti dari pada talak ialah membuka ikatan, membatalkan perjanjian,
sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian
kedua kata itu dipakai oleh para ahli fiqh sebagai satu istilah yang berarti
perceraian antara suami isteri. Istilah talak dalam fiqh mempunyai dua arti,
yaitu arti umum dan arti khusus (Wasman, dkk 2011: 83).
Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian
baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun
perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena
meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Sedangkan arti talak
dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja
(Wasman, dkk 2011: 83).
Talak adalah lepasanya ikatan perkwinan dan berahirnya hubungan
perkawinan (H.S.A. Al-Hamdani, 2002 : 202)
Dalam konteks perpisahan diformulasikan dengan: lepasnya ikatan
pernikahan dan putusnya hubungan antara suami-isteri berdasarkan salah
satu sebab dari sekian banyak sebab. Sementara Pasal 117 dalam
Kompilasi Hukum Islam menyebutkan Talak adalah ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
14
putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal
129, 130, dan 131 (Kompilasi Hukum Islam, pasal: 117).
Pasal 129, seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada
isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan
alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 130, Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak
permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta
upaya hukum banding dan kasasi.
Pasal 131, (1) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari
permohonan dimaksud Pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya 30
hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
(2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua
belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang
bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga,
Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami
untuk mengikrarkan talak.
(3) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami
mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh
isteri atau kuasanya.
(4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6
(enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar
talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami
untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.
15
(5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama
membuat penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang
merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan isteri. Helai pertama
beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang
mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua
dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri, dan helai
keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.
Ucapan talak adakalanya seketika, adakalanya digantungkan pada
suatu syarat dan adakalanya dikaitkan dengan waktu akan datang. Adapun
yang terang/seketika (Sarih) yaitu ucapan talak yang tidak digantungkan
pada suatu syarat, dan tidak dikaitkan dengan waktu yang akan datang,
tetapi dimaksudkan berlaku seketika begitu diucapkan oleh orang yang
menjatuhkan talaknya, seperti suami mengatakan kepada isterinya: Engkau
tertalak. Talak seperti ini hukumnya berlaku seketika ucapan tersebut
keluar dari orang yang mengatakannya dan berlaku kepada pihak yang
dimaksudkannya.
Adapun talak yang bergantung/sindiran (Kinayah), yaitu suami di
dalam menjatuhkan talaknya digantungkan kepada sesuatu syarat,
umpamanya suami berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ketempat
laki-laki lain, maka engkau tertalak (Rasjid, 1994: 403).
2. Hukum Talak
Hukum talak dalam Islam ada empat yaitu:
a. Wajib
16
Yaitu jika suami telah bersumpah tidak akan lagi menggauli
isterinya hingga masa tertentu, sedangkan ia juga tidak mau membayar
kafarah, sehingga pihak isteri teraniaya karenanya (Saleh, 2008: 320).
b. Sunnat
Yaitu apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan
mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga
kehormatan dirinya (Rasjid, 1994: 402).
c. Haram
Yaitu jika dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan, sedangkan
isteri dalam keadaan haid atau suci, padahal sebelumnya telah ia gauli
(Saleh, 2008: 320).
d. Makruh
Yaitu jika suami menjatuhkan talak kepada isteri yang saleh
dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan
isteri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan.
3. Macam-macam Talak
a. Ditinjau dari Keadaan Isteri
1) Talak Sunni
Talak yang sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang
suami menalak isterinya yang pernah dicampuri dengan sekali
talak dimasa bersih dan belum didukhul selama bersih tersebut
(Supriyatna, dkk 2009: 31).
2) Talak Bid'i
Talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak
yang diucapkan dengan tiga kali talak pada yang bersamaan/talak
17
dengan ucapan talak tiga, atau menalak isteri dalam keadaan haid
atau menalak isteri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah
didukhul (Anshary, 2010, 67).
Akan tetapi sebagian ulama mengatakan talak seperti ini
pun jatuhnya sah juga, hanya saja talak jenis ini termasuk berdosa.
Keabsahan talak bid'i ini menurut mereka berdasarkan riwayat
Ibnu Abbas bahwa Ibnu Umar menceraikan isterinya yang sedang
haid, nabi Muhammad SAW menyuruh kembali dengan ucapan
beliau "suruhlah Ibnu Umar kembali kepada isterinya".
b. Ditinjau dari Berat Ringannya Akibat
1) Talak Raj'i
Talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang telah
dikumpuli, bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang
ketiga kali. Pada talak jenis ini, si suami dapat kembali kepada
isterinya dalam masa iddah tanpa melalui perkawinan baru, yaitu
pada talak pertama dan kedua (Mukhtar, 1974,176).
Seperti difirmankan Allah SWT:
مرتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان الطلاق
Artinya:
"Talak yang bisa dirujuk itu dua kali, maka peganglah ia yang baik atau lepaskan dia yang baik pula'. (QS. Al Baqarah : 229).
Yang termasuk dalam kategori talak raj'i adalah sebagai
berikut :
Talak satu atau talak dua tanpa iwad dan telah kumpul.
Talak jenis ini terbagi menjadi:
18
a) Talak mati, tidak hamil.
b) Talak hidup dan hamil.
c) Talak mati dan hamil.
d) Talak hidup dan tidak hamil.
e) Talak hidup dan belum haid ataupun haid.
f) Talak karena ila' yang dilakukan oleh hakim. Ila' artinya
bersumpah. Dalam hal munakahat, ila' maksudnya adalah
seorang suami bersumpah tidak akan menggauli isterinya
dalam waktu tertentu. Jadi, suami dilarang bersetubuh dengan
isterinya sebagai akibat dari sumpahnya sendiri.
Imam Maliki dan Syafi'i berpendapat bahwa talak yang
terjadi karena ila' termasuk talak raj'i. Karena pada dasarnya
setiap talak yang terjadi menurut syara' diartikan kepada talak
raj'i sampai terdapat dalil yang menunjukkan bahwa talak
tersebut adalah talak ba'in.
Imam Abu Hanifah dan Abu Saur berpendapat bahwa
talak tersebut adalah talak ba'in sebab kalau talak tersebut
termasuk talak raj'i, maka kerugian yang menimpa isteri tidak
hilang, karena suami dapat memaksa isterinya untuk dirujuk
kembali.
2) Talak Hakamain.
Talak hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru
damai (hakam) dari pihak suami maupun dari pihak isteri.
Hakam ini bisa diangkat dan dilakukan sendiri, ataupun
dari hakim Pengadilan Agama. Hal ini terjadi karena syiqaq, baik
19
dengan iwad dari pihak isteri yang berarti khuluk maupun talak
biasa, hanya jatuhnya talak dari hakamain atas nama suami.
Allah Swt berfirman:
وإن خفتم شقاق بـينهما فابـعثوا حكما من أهله وحكما من
نـهما إن الله كان عليما أهلها إن يريدا إصلاحا يـوفق الله بـيـ
خبيرا
Artinya: "Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.
Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami
isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal". (QS. An-Nisa':35).
3) Talak Ba'in
Talak yang tidak bisa dirujuk kembali, kecuali dengan
perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak yang
belum dukhul (menikah tetapi belum disenggamai kemudian
ditalak). Talak ba'in dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Talak ba'in sughra
Talak ba'in sughra adalah talak yang terjadi kurang dari
tiga kali, keduanya tidak ada hak rujuk dalam masa iddah, akan
tetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah baru.
Adapun yang termasuk ke dalam bagian talak ba'in sughra
adalah:
1) Talak karena fasakh, yang dijatuhkan oleh hakim di
Pengadilan Agama.
20
Fasakh artinya membatalkan ikatan perkawinan
karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi, atau karena ada
hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan
perkawinan, seperti talak karena murtad.
2) Talak pakai iwad (ganti rugi), atau talak tebus berupa
khuluk.
Talak ini terjadi bila isteri tidak cocok dengan
suami, kemudian ia minta cerai dan suaminya bersedia
membayar ganti rugi kepada isteri sebagai iwad. Adapun
besarnya iwad maksimal sebesar apa yang pernah diterima
oleh isteri. Khuluk bisa lewat hakim di Pengadilan Agama
atau hakamain.
3) Talak karena belum dikumpuli. Isteri yang ditalak dan
belum digauli, maka baginya tidak membawa iddah. Jadi,
bila ingin kembali maka harus akad nikah baru.
b) Talak ba'in kubra
Talak ba'in kubra yaitu talak yang terjadi sampai tiga
kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah maupun
dengan nikah baru, kecuali dalam talak tiga sesudah ada tahlil.
Allah Swt berfirman:
ره فإن فإن طلقها فلا تحل له من بـعد حتى تـنكح زوج ا غيـ
طلقها فلا جناح عليهما أن يـتـراجعا إن ظنا أن يقيما
حدود الله وتلك حدود الله يـبـيـنـها لقوم يـعلمون Artinya: "Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak
yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
21
baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain, Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS. Al-baqarah: 230).
Yang termasuk jenis talak ba'in kubro adalah sebagai
berikut:
1) Talak Li'an
Talak li'an yaitu talak yang terjadi karena suami
menuduh isteri berbuat zina, atau suami tidak mengakui anak
yang dikandung oleh isterinya. Kemudian suami bersumpah
sampai lima kali. Dalam hal ini tidak ada hak untuk rujuk dan
menikah lagi.
2) Talak Tiga
Bagi isteri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak
untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak
pernikahan baru setelah habis masa iddah. Mantan suami bisa
kembali dengan pernikahan baru, apabila :
a) Mantan isteri telah menikah dengan laki-laki lain.
b) Telah digauli oleh suami yang kedua.
c) Sudah dicerai oleh suami yang kedua.
d) Telah habis masa iddahnya.
Imamiyah dan Maliki mensyaratkan bahwa, laki-
laki yang menjadi muhallil (penyelang) itu haruslah baligh,
sedangkan Syafi'i dan Hanafi memandang cukup bila dia
22
(muhallil) mampu melakukan hubungan seksual, sekalipun
dia belum baligh.
c. Ditinjau dari Ucapan Suami
1) Talak sharih
Talak sharih yaitu talak yang diucapkan dengan jelas,
sehingga karena jelasnya, ucapan tersebut tidak dapat diartikan
lain, kecuali perpisahan atau perceraian, seperti ucapan suami
kepada isterinya, "Aku talak engkau atau aku ceraikan engkau".
Imam Syafi'i dan sebagian fuqaha Zhahiri berpendapat
bahwa kata-kata tegas atau jelas tersebut ada tiga, yaitu talak yang
berarti cerai, kemudian kata firaaq yang berarti pisah, dan kata
sarah yang berarti lepas.
Di luar kata tersebut bukan kata-kata yang jelas dalam
kaitannya dengan talak. Para ulama berselisih pendapat apakah
harus diiringi niat atau tidak. Sebagian tidak mensyaratkan niat
bagi kata-kata yang telah jelas tadi, sebagian lagi mengharuskan
adanya niat atau keinginan yang bersangkutan.
Imam Syafi'i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa mengucapkan kata-kata saja tidak menjatuhkan
talak bila yang bersangkutan menginginkan talak dari kata-kata
tersebut, kecuali apabila saat dikeluarkan kata-kata tadi terdapat
kondisi yang mendukung ke arah perceraian. Seperti dikatakan
ulama Maliki, ada permintaan dari isteri untuk dicerai, kemudian
suami mengucapkan kata-kata talak, firaaq, atau sarah.
23
2) Talak Khinayah
Talak khinayah yaitu talak yang diucapkan dengan kata-
kata yang tidak jelas atau melalui sindiran. Kata-kata tersebut dapat
diartikan lain, seperti ucapan suami: "pulanglah kamu", dan
sebagainya. Menurut Malik, kata-kata kinayah itu ada dua jenis,
pertama, kinayah zhahiriyah, artinya kata-kata yang mengarah
pada maksud, misalnya ucapan suami kepada isterinya, "Engkau
tidak bersuami lagi atau ber-iddahlah kamu". Kedua, kinayah
muhtamilah, artinya sindiran yang mengandung kemungkinan,
misalnya, "Aku tak mau melihatmu lagi".
d. Ditinjau dari Masa Berlakunya
1) Berlaku Seketika
Yaitu ucapan suami kepada isterinya dengan kata-kata yang
tidak digantungkan pada waktu atau keadaan tertentu. Maka
ucapan tersebut berlaku seketika artinya mempunyai kekuatan
hukum setelah selesai pengucapan kata-kata tersebut. Seperti,
"Engkau tertalak langsung", maka talak berlaku ketika itu juga.
2) Berlaku untuk waktu tertentu
Artinya ucapan talak tersebut digantungkan kepada waktu
tertentu atau pada suatu perbuatan isteri. Berlakunya talak tersebut
sesuai dengan kata-kata yang diucapkan atau perbuatan tersebut
benar-benar terjadi. Seperti, "Engkau tertalak bila engkau pergi ke
tempat seseorang".
e. Berlaku untuk selama-lamanya (Talak Al-Battah)
24
Artinya talak yang dijatuhkan untuk selama-lamanya, dan tidak
akan dirujuk kembali. Misalnya: "Engkau kuceraikan untuk selama-
lamanya". Menurut Imam Syafi'i, talak semacam ini akan jatuh sesuai
dengan niatnya. Kalau diniatkan tiga, maka hukumnya tiga. Dan kalau
diniatkannya hanya satu atau dua, maka talak itu akan jatuh sesuai
dengan berapa yang diniatkannya.
B. Taklik Talak
1. Pengertian
Pengertian Taklik Talak adalah suatu talak yang digantungkan, pada
suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu
perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu.
Men-taklik-kan talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu
makruh. Ini menurut hukum yang asal. Tetapi kalau adanya taklik itu
akan membawa pada kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi
terlarang (haram).
Apabila kita selidiki pada sebagian umat islam, sungguh amat sayang
dan kecewa hati kita memikirkan taklik yang telah berlaku di Indonesia
ini. Barang siapa yang menikah, dianjurkan men-taklik-kan talak
isterinya yang baru dinikahinya itu. Sedangkan keadaan yang telah
terjadi karena beberapa macam taklik yang dianjurkan tadi amat
menyedihkan kepada kita umat islam, sehingga banyak terjadi perceraian
yang semata-mata disebabkan oleh kehendak hawa nafsu isteri yang
sedang mabuk marah. Juga terjadi hal yang tidak diinginkan karena
kekurangan keinsyafan yang memberi hukum serta karena picik
pengetahuannya. Padahal kalau diperiksa lebih jauh menurut hukum
25
yang benar, talaknya belum jatuh. Sementara itu si perempuan sudah
mencari pasangan yang lain; ada yang sudah berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun menikah dengan orang lain. Kemudian sesudah diperiksa
dengan diteliti oleh yang berhak, pernikahan yang pertama itu
sebenarnya belum putus (H.Sulaiman Rasjid, 2006 : 408).
Mengenai keabsahan dan landasan adanya taklik talak pada waktu
melangsungkan pernikahan, secara detail taklik thalak dikemukanan
dalam pasal 46 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut :
1. Isi Taklik Thalak tidak boleh berntentangan dengan hukum
Islam
2. Apabila keadaan yang di syaratkan dalam taklik thalak bertul-
betul terjadi kemudian, tidak dengan sendiri thalak jatuh.
Supaya thalak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan
persoalannya ke Pengadilan Agama.
3. Perjanjian taklik thalak bukan perjanjian yang wajib diadakan
pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik thalak sudah
diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali(Drs.H.Wasman, 2011:
184).
Meski keberadaan taklik thalak tidak menjadi perjanjian yang wajib
dalam sebuah pernikahan sebagaimana dijelaskan diatas. Namun, praktek
dilapangan sebagaimana sering kita temui, biasanya pejabat pencatat
nikah menyuruh mempelai untuk mengucapkan dan menyanggupi janji
yang shighotnya (ucapannya) telah ditentukan. Dibawah ini adalah
contoh janji yang diucapkan mempelai laki-laki setelah pernikahan
berlangsung:
26
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
بسم االله الرحمن الرحيم
WA AUFUU BIL ‘AHDI INNAL ‘AHDA KAANA MAS’UULAA
ا بالعهد إن العهد كان مسؤولا وأوفو
“ Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.”
SIGHAT TAkLIK YANG DIUCAPKAN SESUDAH AKAD NIKAH
SEBAGAI BERIKUT :
Sesudah akad nikah, saya :
………………………………………. bin
……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa
saya akan mempergauli isteri saya yang bernama : …………………………..
binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf)
menurut ajaran Islam.
Kepada isteri saya tersebut saya menyatakan sighat taklik sebagai berikut :
Apabila saya :
1. Meninggalkan isteri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani isteri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya selama 6 (enam) bulan
atau lebih.
Dan karena perbuatan saya tersebut, isteri saya tidak ridho dan mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh
Pengadilan tersebut kemudian isteri sayamembayar uang sebesar Rp. 10,000,-
(sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah
talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang
‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat
Nasional setempat untuk keperluan ibadah social (http://m-alwi.com/bacaan-
sighat-talik-setelah-akad-nikah.html, diakses pada 25/01/2015, 13.17 PM).
27
Jika kita memperhatikan isi perjanjian diatas secara seksama, maka
isi perjanjian tersebut bisa dikategoreikan taklik thalak yang dikemudian
hari jika suami melanggar janjianya bisa digunakan pihak perempuan
untuk mengajukan gugat cerai sebagaimana dijelaskan dalam pasal 51
Kompilasi Hukum Islam yang secara lengkap berbunyi : “Pelanggaran
atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada isteri untuk meminta
pembatalan Nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan
perceraian ke Pengadilan Agama” (Drs.H.wasman, 2011 : 190).
2. Syarat Sahnya Taklik Talak
a) Perkaranya belum ada, tetapi mungkin terjadi kemudian, jika
perkaranya telah nyata ada sungguh-sungguh ketika diucapkan
kata-kata talak, seperti: Jika matahari terbit, maka engkau tertalak.
Sedang kenyataannya matahari sudah nyata terbit, maka ucapan
yang seperti ini digolongkan tanjiz (seketika berlaku), sekalipun
diucapkan dalam bentuk taklik. Jika takliknya kepada perkara yang
mustahil, maka ini dipandang main-main, umpamanya: Jika ada
unta masuk dalam lubang jarum, maka engkau tertalak.
b) Hendaknya isteri ketika lahirnya akad (talak) dapat dijatuhi talak,
umpamanya karena isteri ada di dalam pemeliharaannya.
c) Ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan isteri berada dalam
pemeliharaan suami.
C. Macam - Macam Taklik
Pertama: taklik dimaksudkan seperti janji, karena mengandung
pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau
menguatkan suatu kabar. Taklik seperti ini disebut taklik dengan sumpah
(taklik kasami) seperti seorang suami berkata kepada isterinya:
28
Jika aku keluar rumah maka engkau tertalak. Maksudnya suami
melarang isteri keluar, bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan talak.
Kedua: taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak bila
telah terpenuhi syarat. Taklik ini disebut taklik bersyarat.
Umpamanya suami berkata kepada isterinya: “Jika engkau
membebaskan aku dari membayar sisa maharnya, maka engkau tertalak”.
Adapun bila ucapan taklik talak dimaksudkan untuk memberi
dorongan, atau melarang atau membenarkan atau mendustakan, maka bila
terjadi pelanggaran atas apa yang diucapkan dalam taklik talak dipandang
talaknya tidak maksuh, baik taklik talaknya diucapkan dalam bentuk
sumpah atau bentuk bersyarat. Karena taklik talak seperti ini oleh semua
orang arab dan bangsa lain dipandang sebagai sumpah.
Apabila ucapan taklik talak merupakan sumpah, maka sumpah
seperti ini ada dua hukumnya, yaitu : adakalanya sumpah itu boleh
dilakukan, tetapi kalau dilanggar dikenakan khafarat, dan adakalanya
sumpah itu tidak boleh dilakukan, seperti sumpah dengan nama-nama
makhluk, maka sumpah seprti ini tidak dikenai khfarat bagi pelanggarnya,
dan adakalanya sumpah itu dilakukan lagi baik, dan tidak dikenakan
khafarat bagi pelanggaran. Akan tetapi sumpah tersebut belakangan ini
tidaklah ada hukumnya dalam kitab Allah, dalam Sunnah Rasulullah dan
tidak pula ada dalilnya (Sabiq, 1982, 40).
a. Ucapan Taklik Talak yang Dikaitkan Pada Waktu Akan Datang
Maksudnya adalah: talak yang diucapkan dikaitkan dengan
waktu tertentu sebagai syarat dijatuhkannya talak, dimana talak itu
jatuh jika waktu yang dimaksud telah datang. Contohnya: Seorang
29
suami berkata kepada isterinya: Engkau besok tertalak atau engkau
tertalak ahir tahun; dalam hal ini tertalak akan berlaku besok pagi atau
ahir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaannya ketika
waktu yang telah tiba yang menjadi syarat bergantungnya talak.
Apabila seorang suami berkata pada isterinya: Engkau tertalak
setahun lagi, maka menurut Abu Hanifah dan Malik berarti
perempuannya tertalak seketika itu juga. Tetapi Syafi’i dan Ahmad
berpendapat belum berlaku sebelum waktu setahun itu berlalu. Ibnu
Hamz berkata: Barang siapa berkata: Apabila ahir bulan datang maka
engkau tertalak atau ia menyebutkan waktu tertentu maka dengan
ucapan seperti ini tidak berarti jatuh talak baik sekarang ini maupun
nanti ketika akhir bulan tiba. Alasannya ialah karena di dalam Al-
Qur’an dan Sunah Nabi tidak ada keterangan tentang jatuhnya talak
seperti itu atau karena Allah telah mengajarkan kepada kita tentang
mentalak isteri yang sudah di kumpuli atau yang belum dikumpuli.
Padahal yang tersebut itu tidak kami ketahui dalilnya.
Di samping itu jika tidak setiap talak bisa berlaku ketika
dijatuhkannya, maka adalah suatu yang mustahil dapat berlaku setelah
lewat waktu menjatuhkannya (Sabiq, 1982, 42).
D. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri
Suami dan isteri apabila telah menikah, maka antara keduanya
memiliki hak dan kewajiban masing-masing dan dalam pemenuhannya
haruslah seimbang antara suami dan isteri namun dalam pelaksanaannya,
banyak sekali ketimpangan yang terjadi dalam pemenuhan hak dan kewajiban
antara suami dan isteri, dimana budaya patriarkhi yang masih mendominasi
30
dunia membuat kesetaraan dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami
dan isteri belum dapat terpenuhi dalam arti yang seimbang. Masih tetap saja
terjadi ketidakseimbangan antara keduanya.
Bukan menjadi rahasia umum, jika dalam rumah tangga, seorang isteri
diperlakukan tidak seimbang dalam haknya. Dan sebaliknya banyak kaum
perempuan yang sangat tersiksa karena harus menaati kewajibannya yang
merupakan hak suami. Hal ini dimungkinkan kesalahan dalam memahami dan
terlanjur budaya telah membentuk maind set itu, sehingga pemenuhan akan
hak isteri kurang diperhatikan.
Tetapi apabila suami dan isteri melakukan kewajibannya dengan
bijaksana, ikhlas, sebagai teman hidup, masing masing merasa bertanggung
jawab atas kewajibannya, maka suami isteri itu akan mendapat kebahagiaan
yang sempurna, insya Allah keduanya akan hidup dengan keridhaan Allah.
Kebanyakan dalam kejadian selama ini, ketidak terpenuhinya hak dan
kewajiban antara suami dan isteri, dan lebih cenderung kepada isteri, mungkin
dikarenakan kurangnya pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang hak
dan kewajiban suami isteri. Seperti misalnya dalam memahami surat an-nisa
ayat 34 yang berbunyi:
ساء بما فضل الله بـعضهم على بـعض وبما أنـفقوا الرجال قـوامون على الن
تي من أموالهم فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الله واللا
ن فإن تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في المضاجع واضربوه
أطعنكم فلا تـبـغوا عليهن سبيلا إن الله كان علي�ا كبيرا
31
Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar. (QS. An Nisa: 34)
Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam menyebutkan bahwa:
Pasal 30 dan 77 ayat (1) yang menyebutkan, Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pasal 31 ayat (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam sasyarakat. Pasal 31 ayat (2) Masing masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 31 ayat (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Pasal 77 ayat (2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. Pasal 77 ayat (3) Suami memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. Pasal 77 ayat (4) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya. Pasal 77 ayat (5) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Bahwa dalam Kompilasi hukum islam yang disebutkan dalam pasal-
pasal di atas Suami dan isteri apabila telah menikah, maka antara keduanya
memiliki hak dan kewajiban masing-masing dan dalam pemenuhannya
haruslah seimbang antara suami dan isteri.
32
1. Hak Isteri Atas Suami
Hak seorang isteri atas suaminya ada dua macam, ada yang berupa
benda dan ada yang berupa bukan benda (Rohaniah). Hak-hak kebendaan
isteri atas suaminya ialah sebagai berikut:
a. Hak-hak Kebendaan
Pertama, Maskawin atau mahar ialah pemberian seorang suami
kepada isterinya sebelum, sesudah atau pada waktu berlakunya akad
sebagai pemberian wajib yang tidak dapat diganti dengan lainya
(Hamdani, 2002, 129). Allah berfirman:
Q.s. An Nisa’ : 4
وآتوا النساء صدقا�ن نحلة فإن طبن لكم عن شيء منه نـفسا
هنيئا مريئافكلوه Artinya: “Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian apabila
mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin
itu dengan senang hati, maka ambillah pemberian itu
sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”. (Q.S.
An Nisa’: 4).
Maksudnya berikanlah mahar kepada para isteri sebagai
pemberian wajib, bukan pembelian atau ganti rugi. Jika isteri telah
menerima maharnya tanpa paksaan, dan tipu muslihat, lalu ia
memberikan sebagian maskawin yang sudah menjadi miliknya, tanpa
paksaan, maka sang suami boleh menerimanya. Maskawin wajib
diterimakan kepada isteri dan menjadi hak isteri, bukan untuk orang
tua atau saudaranya. Maskawin adalah imbangan untuk dapat
33
menikmati tubuh si perempuan dan sebagai tanda kerelaan untuk
diungguli oleh suaminya (Sabiq, 1982: 44).
Mahar ini wjib diberikan kepada isteri sebagaimana dinyatakan
sendiri oleh kata “mahar” ini. Ia meripakan jalan yang menjadikan
isteri berhati senang dan ridha menrima kekuasaansuaminya kepada
dirinya.
Disamping itu maskawin juga akan memperkokoh ikatan dan
untuk menimbulkan kasih sayang dari si isteri kepada suaminya
sebagai teman hidupnya.
Kedua, Perlengkapan rumah tangga, Adat yang sering berlaku
di banyak negeri ialah, bahwa pihak perempuan dan keluarganya harus
menyediakan perlengkapan dan alat-alat rumah tangga, maksudnya
untuk menggembirakan pihak suaminya. Riwayat dari Rasulullah
s.a.w. menerangkan bahwa beliau memberikan bekal kepada anak
perempuan beliau Fatimah berupa kain beludru, menyediakan bantal
dan kasur.
Demikian adat kebiasaan yang berlaku sejak dahulu sampai
sekarang. Lantas apakah biaya yang dipergunakan untuk menyediakan
alat-alat itu hanya dari keluargapengantin putri? Ataukah diambilkan
dari maskawin yang diberikan suami sebelum ia dicampuri? Padahal
maskawin adalah milik si perempuan sebagai imbangan agar si suami
dapat menikmati si isteri, bukan untuk menyediakan perlengkapan
rumah tangga.
34
Adapun yang bertanggung jawab secara hukum untuk
menyediakan peralatan rumah tangga seperti tempat tidur, perabot
dapur dan lain-lain, adalah suami. Isteri dalam hal seperti ini tidaklah
bertanggung jawab, sekalipun mahar yang diterimanya cukup besar.
Menjadi lebih besar dengan pembelian alat-alat rumah tangga tersebut.
Sebab mahar itu menjadi hak perempuan sebagai imbalan dari
penyerahan dirinya kepada suaminya, bukan sebagai harga dari
barang-barang peralatan rumah tangga untuk isterinya. Mahar adalah
hak mutlak bagi perempuan, bukan bagi ayahnya atau suaminya.
Karena itu tak seorangpun yang berhak selain dirinya (Sabiq, 1982:
61).
Ketiga, Belanja (Nafkah), Yang dimaksud dengan belanja
disini yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu
rumah tangga, pengobatan isteri, jika ia seorang kaya.
1) Sebab-sebab Wajibnya Nafkah ( Belanja)
Agama mewajibkan suami membelanjai isterinya, oleh
karena seorang isteri dengan sebab adanya akad nikah menjadi
terikat oleh suaminya, ia berada dibawah kekuasaan suaminya, dan
suaminya berhak penuh untuk menikmati dirinya, ia wajib taat
kepada suaminya, tinggal dirumah suaminya, mengatur rumah
tangga suaminya, mengasuh anak suaminya dan sebagainya.
Dengan demikian, maka agama menetapkan suami untuk memberi
nafkah kepada isterinya selama perkawinan itu berlangsung dan si
isteri tidak nusyuz dan tidak ada sebab lainya yang akan
menyebabkan terhalangnya nafkah berdasarkan kaidah umum yang
35
mengakui bahwa orang yang menjadi milik orang lain dan diambil
manfaatnya, maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang
menguasainya.
Hal ini berdasarkan kepada kaidah umum: “Setiap orang
yang menahan hak orang lain atau kemanfa’atannya, maka ia
bertanggung jawab membelanjainya”.
2) Syarat-syarat untuk menerima Belanja (Nafkah)
Untuk mendapatkan nafkah atau belanja harus dipenuhi
beberapa syarat, apabila tidak terpenuhi, maka tidak berhak
menerima nafkah. Syarat itu sebagai berikut:
a. Akadnya atau ikatan perkawinannya sah
b. Perempuan itu sudah menyerahkan dirinya kepada suaminya
c. Isteri itu memungkinkan bagi sisuami untuk dapat menikmati
dirinya
d. Isteri tidak berkeberatan untuk pindah tempat apabila suami
menghendakinya, kecuali apabila suami bermaksud jahat
dengan kepergiannya itu atau tidak membuat aman diri si isteri
dan kekayaanya, atau pada waktu akad sudah ada janji untuk
tidak pindah dari rumah isteri atau tidak akan pergi dengan
isterinya.
e. Kedua suami isteri masih mampu melaksanakan kewajiban
sebagai suami isteri.
Apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka suami
tidak berkewajiban memberinafkah kepada isterinya. Karena
jika ikatan perkawinannya tidak sah bahkan batal, maka
36
wajiblah suami isteri tersebut diceraikan, guna mencegah
timbulnya bencana yang tidak dikehendaki.
Begitu pula isteri yang tidak mau menyerahkan dirinya
kepada suaminya, atau suami tidak dapat menikmati dirinya
atau isteri enggan pindah ke tempat yang dikehendaki suami,
maka dalam keadaan seperti ini tak ada kewajiban belanja.
Karena penahanan yang dimaksud sebagai dasar hak
penerimaan belanja tidak terwujudkan. Hal ini seperti halnya
dengan pembeli tidak wajib membayar harga barang jika
penjual tidak mau menyerahkan barangnya, atau penjual hanya
mau menyerahkan barangnya di satu tempat tertentu saja dan
tidak mau ditempat lain.
3) Perempuan yang tidak berhak menerima Nafkah (Belanja)
Wanita yang tidak berhak menerima uang belanja atau
nafkah, mereka ialah:
a) Isteri yang masih kecil yang belum dicampuri meskipun ia
sudah bersedia untuk dicampuri. Sebaliknya, kalau yang masih
kecil itu suaminya sedangkan isterinya sudah baligh, maka
nafkah wajib dibayar, sebab kemungkinan nafkah itu ada
dipihak isteri sedang uzur tidak menerima nafkah itu dipihak
suami. Hal ini berdasarkan sunnah Rasulullah s.a.w. waktu
kawin Aisyah r.a., beliau tidak memberi nafkah selama dua
tahun karena belum mencampurinya.
b) Apabila isteri berpindah dari rumah suaminya ke rumah lain
tanpa alasan syar’i atau pergi tanpa izin suami.
37
c) Apabila isteri bekerja atau membuka usaha sedangkan suami
melarangnya untuk bekerja dan si perempuan tidak
memperhatikan larangan suaminya.
d) Apabila isteri berpuasa sunat atau beriktikaf sunat.
e) Apabila si isteri dipenjara karena melakukan kejahatan atau
kerena tidak membayar hutangnya.
f) Apabila si isteri diculik orang lain sehingga berpisah dengan
suaminya.
g) Apabila si isteri nusyuz, durhaka atau berbuat maksiat terhadap
suaminya atau tudak mau meladeni suaminya.
Sebab-sebab diatas menyebabkan seorang isteri tidak
berhak menerima nafkah, karena dia telah menghalangi hak
suami untuk menikmati dirinya tanpa uzur yang dibenarkan
oleh agama. Demikian menurut jumhur ulama, lain dengan
pendapat Ibnu Hazm.
Menurut Ibnu Hazm sama sekali tidak ada keterangan
dari para sahabat tentang perempuan nusyuz kemudian tidak
berhak menerima nafkah, keterangan iyu hanya berasal dari
An-Nakhai, Asy-Sya’bi, Hammad bin Sulaiman, Al-Hasan dan
Az-Zuhri. Kami tidak tahu apa alasan mereka selain semata-
mata karena hubungan kelamin, kalau isteri tidak mau
dicampuri, maka ia tidak berhak menerima nafkah (Hamdani,
2002, 149).
4) Cara pembayaran nafkah
38
Nafkah adalah segala yang diperlukan oleh isteri seperti makanan,
minuman, obat-obatan dan sebagainya. Kiswah atau pakaian
maksudnya ialah kain, baju dan sebagainya. Nafkah ini sah diberikan
oleh suami kepada isteri dengan wujud barang, dan sah pula dengan
uang kemudian membelanjakannya sesukanya.
Nafkah juga dapat dibayar dan ditetapkan secara tahunan,
bulanan, mingguan, atau harian menurut kemampuan suamidan
menurut kebiasaan dalam masyarakat.
Boleh saja seorang suami memberikan nafkah setiap hari
dan memberikan atau membelikan pakaian sekali atau dua kali
setahun, atau menurut keperluan.
5) Hutang nafkah dianggap sebagai hutang suami yang harus
dipertanggung jawabkan
Nafkah adalah kewajiban suami terhadap isterinya apabila
syarat-syarat untuk mendapatkan nafkah telah terpenuhi.
Jika suami sudah berkewajiban memberi nafkah kepada
isteri karena sudah memenuhi syarat tetapi kemudian suami tidak
membayar, maka nafkah itu menjadi hutang. Hutang itu tidak
gugur kecuali apabila sudah dilunasi atau dibebaskan oleh
isterinya.
Perempuan yang diceraikan suaminya berhak menuntut
nafkah sejak ia mengadukan perkaranya kepengadilan, meskipun
lebih dari satu bulan, apabila isteri menuduh suaminya
meninggalkannya tanpa memberi nafkah, padahal selama
meninggalkan itu seharusnya suami berkewajiban memberi nafkah.
39
Nafkah itu tidak lunas karena meninggalkanya suami atau
isteri. Hutang itu juga tidak gugur karena adanya penceraian
meskipun dengan khulu’ (thalak tebus).
Perempuan yang diceraikan berhak mutlak untuk berkeras
hati menuntut nafkah selama perkawinan, asal tidak dijadikan
iwadh atau khulu’. Nusyuz yang terjadi kemudian juga tidak
menggugurkan hutang nafkah, nusyuz hanya menggugurkan
kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada isteri sejak isteri
yang dicerai berbuat nusyuz.
6) Terlanjur memberi nafkah
Apabila suami telah terlanjur memberikan nafkah kepada
isterinya, misalnya untuk sebulan atau setahun, kemudian tiba-tiba
terjadi sesuatu hal yang menyebabkan isteri tidak berhak menerima
nafkah, misalnya karena meninggal dunia atau karena nusyuz,
maka suami berhak meminta kembali nafkah untuk waktu yang
belum dijalani dimana si isteri seharusnya tidak berhak menerima
nafkah, karena si perempuan dianggap mengambil hak milik
suaminya. Apabila kewajiban nafkah itu terhenti,misalnya karena
mininggal dunia atau karena nusyuz, maka si perempuan
berkewajiban mengembalikan sisa nafkah yang sudah diterimanya.
7) Nafkah suami yang tidak berada di tempat ( Ghaib)
Apabila seorang suami pergi dekat dan yang mempunyai
kekayaan, maka pengadilan dapat menetapkan nafkah untuk
perempuan dari kekayaan yang ditinggalkan. Apabila suami tidak
mempunyai kekayaan yang jelas, maka dapat ditangguhkan.
40
Apabila ia tidak mengkirimkan nafkah untuk isterinya, hakim
boleh menceraikannya setelah diberi tenggang waktu. Apabila
suami jauh tempatnya dan tidak dapat dihubungi karena tidak jelas
alamatnya atau suami itu hilang dan jelas kalau suaminya itu tidak
meninggalkan kekayaan untuk nafkah isterinya maka hakin dapat
menceraikan perkawinannya (Hamdani, 2002: 160).
b. Hak-hak Bukan Benda (Rohaniah)
Diantara hak isteri sebgaimana yang telah disebutkan di atas
ada yang berupa kebendaan, yaitu mahar dan nafkah dan lainnya yang
bukan berwujud kebendaan sebagai mana yang akan kita bicarakan di
bawah ini:
1) Mempergauli Isteri dengan Baik
Kewajiban pertama seorang suami terhadap isterinya ialah
memuliakan dan mempergaulinya dengan baik. Menyediakan apa
yang dapat disediakan untuk isterinya yang akan dapat mengikat
hatinya, memperhatikan dan bersabar apabila ada yang tidak
berkenan dihatinya (Hamdani, 2002, 161)
Bahwasanya karakter perempuan secara alamiah ialah
bengkok. Dan untuk mengusahakan kebaikannya hampir tidak
mungkin karena bengkoknya itu ibarat tulang rusuk yang
berbentuk busur yang memang tidak dapat diluruskan. Oleh karena
itu untuk menggauli isteri harus sesuai dengan tabiatnya yang
nyata dan diperlakukan dengan cara yang sebaik-baiknya. Dengan
demikian maka tidaklah ada halangan untuk mendidiknya dan
menuntunnya kejalan yang benar bilamana ia melakukan kesalahan
41
dalam hal apapun juga. Terkadang suami mengeluh karena
beberapa tingkah laku isterinya yang tidak baik dan menutup mata
dari tingkah lakunya yang baik.
Maka islam menganjurkan agar suami menimbang dengan
adil antara sifat yang baik dan yang buruk. Karena apabila ia
melihat sifat yang tidak disenanginya tentu ia akan juga melihat
sifat yang disenanginya.
2) Menjaga Isteri dengan Baik
Di samping berkewajiban mempergauli isteri dengan baik,
suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan isterinya,
mencegah isterinya jangan sampai hina, jangan sampai isterinya
berkata jelek (Mukhtar, 1974, 151)
Apabila seorang laki-laki diwajibkan cemburu kepada
isterinya (jangan sampai diganggu pria lain), maka ia juga harus
adil dalam cemburunya, harus obyektif, jangan berburuk sangka,
jagan keterlaluan mengikuti setiap gerak-gerik isterinya dan tidak
boleh menghitung-hitung aib isterinya, semuanya itu justru akan
merusakkan hubungan suami isteri dan akan menghilangkan kasih
sayang.
3) Mencampuri Isteri
Jumhur ulama dan yang paling terkemuka ialah Ibnu Hazm
berpendapat bahwa mengumpuli isteri itu wajib, sekurang-
kurangnya sekali pada setiap kali suci dari haid kalau suaminya
sanggup. Apabila suami tidak melakukannya dianggap maksiat.
42
Syafi’i bekata: Hukumnya tidak wajib, karena mengumpuli
isteri adalah hak seorang suami. Ahmad bin Hambal menetapkan
bahwa mengumpuli isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali
selama empat bulan, karena Allah menetapkan hal ini sebagai hak
bagi orang yang mengila’ isterinya, demikian pula untuk lainnya.
Apabila seorang suami meninggalkan isterinya dan tidak ada
halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk
membatasinya selama empat bulan, kemudian suami diwajibkan
untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang maka hakim
boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak isteri itu rela.
4) Larangan Menceritakan Rahasia kamar
Menceritakan tentang hubungan suami isteri di tempat
umum berlawanan dengan muru’ah dan sopan santun Islam.
Sebaiknya dihindari selama tidak diperlukan. Apabila diperlukan
untuk menceritakan (misalnya untuk keperluan pengobatan) maka
tidaklah mengapa.
Perenah seseorang perempuan menuduh bahwa suaminya
tidak mampu menggaulinya, maka suami membantah: Ya
Rasulallah sungguh saya goyang-goyangkan dia seperti saya
menggoyangkan kulit. Menyebarluaskan cerita tentang hubungan
suami isteri ditempat tidur diharamkan oleh agama. Rasulullah
Saw tidak pernah auratku dan aku tidak pernah melihat auratnya
(Sabiq, 2002: 170).
5) Ila’ atau sumpah tidak akan mencampuri isteri
43
Ila’ artinya sumpah seorang suami untuk tidak akan
berhubungan kelamin dengan isterinya. Ila’ adalah adat kebiasaan
Arab Jahiliah. Seorang laki-laki bersumpah tidak akan menjamah
seorang isteri setahun atau dua tahun dengan maksud untuk
menyakiti isteri, membiarkan isteri terkatung-katung tanpa suami
dan tidak diceraikan. Kemudian Allah Yang Maha Pengasih
menghapuskan adat ini dengan membatasi praktek yang
menyakitkan hati ini paling lama empat bulan saja, mungkin
setelah melewati separo waktu suami sudah akan kembali kepada
isterinya dan membatalkan sumpahnya dengan membayar kifarat.
Apabila laki-laki meneruskan sumpahnya dan tidak mau kembali
kepada isterinya sampai lewat bulan maka wajib menceraikan.
6) Hukum Ila’
Apabila seorang suami bersumpah tidak akan mendekati
isterinya tanpa menyebutkan sampai berapa lama ia tidak akan
mengumpuli isterinya, maka apabila ia mencampuri isterinya
sebelum lewat waktu empat bulan sumpah ila’nya berahir dan ia
wajib membayar khafarat. Apabila sampai empat bulan suami
belum mengumpuli isterinya, jumhur ulama berpendapat bahwa si
isteri berhak menuntut untuk dicampuri oleh suaminya dan
diceraikannya. Kalau suaminya menolak, maka menurut Imam
Malik perkawinannya diceraikan oleh hakim untuk menghindarkan
madharat atau kerugian yang akan menimpa isterinya. Tetapi
golongan Hanafi berpendapat jika tempo empat bulan telah berlalu
44
dan suami tetap tidak mau mengumpulinya, maka telah jatuh thalak
baa’in, dengan berlakunya tempo tersebut.
Dan suami tidak berhak lagi untuk rujuk. Karena ia telah
berlaku jahat dalam menggunakan haknya, yaitu ia tidak mau
mengumpuli isterinya tanpa alasan sehingga hak isterinya disia-
siakan. Karena itu berarti ia berbuat zalim kepada isterinya.
Imam Malik berpendapat bahwa suami dianggap telah
melakukan ila’ bilamana ia dengan sengaja tidak mau menggauli
isterinya dengan maksud menganiyayanya, kemudhratan kepada
isteri, sebagaimana tidak mau mencampuri isterinya dengan ,
bersumpah.
2. Hak Suami atas Isteri
Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi kewajiban isteri
terhadap suaminya. Diantaranya, isteri harus patuh kepada suaminya asal
tidak diperintah berbuat maksiat, menjaga diri dan menjaga kekayaan
suaminya, tidak melakukan perbuatan yang memuakkan suaminya, isteri
jangan cemberut, jangan menampakkan hal-hal yang membuat suaminya
tidak senang kepadanya.
Perempuan qanitaat ialah perempuan yang taat kepada Allah dan
menjaga diri sewaktu suaminya tidak di rumah dan tidak menghianati
suaminya.
Termasuk kewajiban seorang isteri terhadap suaminya ialah bahwa
isteri tidak menolak keinggnan suaminya, tidak boleh berpuasa sunah
kecuali dengan izin suaminya, kalau ia tetap berpuasa, ia malah berdosa
dan puasanya tidak diterima. Isteri tidak boleh memberikan sesuatu yang
45
ada di rumahnya kecuali dengan izin suaminya, apabila ia melakukannya
juga, maka pahalanya untuk suaminya dan ia menanggung dosanya. Isteri
tidak boleh keluar rumah, ia akan dikutuk Allah dan para malaikat sampai
ia pulang kembali kerumahnya, meskipun suaminya itu zalim. Isteri tidak
boleh mengerjakan ibadah haji sunah kecuali dengan izin suaminya.
Apabila isteri menolak diajak suaminya ketempat tidur hingga
suaminya tidur dengan marah, maka para malaikat akan melaknatnya
sampai pagi. Semuanya ini apabila suami menyuruh untuk melaksanakan
kebaikan, sedangkan apabila disuruh untuk melaksanakan perbuatan
maksiat, maka isteri tidak wajib melaksanakan, karena tidak boleh taat
kepada makhluk untuk berbuat maksiat. Kalau ada seorang suami
menyuruh isterinya berbuat maksiat, maka jangan dituruti, meskipun
sisuami akan marah kepadanya.
a. Larangan Menerima Tamu yang Tidak Disukai Suami
Adalah termasuk kewajiban seorang isteri untuk tidak
memasukkan orang lain yang tidak disukai oleh suaminya kedalam
rumahnya, kecuali dengan izin suaminya. Rasulullah s.a.w. sewaktu
haji wada’ pernah menyampaikan pesan dalam sebuah pidatonya:
Ingatlah, berilah nasehat kepada kaum perempuan dengan baik,
mereka adalah tawanan-tawananmu, kamu tidak mempunyai hak
apapun selain hal itu, kecuali apabila mereka jelas melakukan
kejahatan. Apabila mereka berbuat jahat, maka jauhi dia dari tempat
tidur, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.
Apabila mereka patuh kepadamu, maka tidak ada jalan bagimu
untuk menghukumnya. Ingatlah; kamu mempunyai hak atas isterimu
46
dan isterimu mempunyai hak atas dirimu. Hakmu atas mereka ialah
bahwa mereka tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai
ke bilikmu, jangan sampai mereka mengizinkan orang lain yang tidak
kamu sukai. Ingatlah, bahwa hak mereka atasmu ialah kamu berbuat
baik terhadap mereka, member pakaian dan makanan untuk mereka.
b. Kerjasama Suami Isteri
Apabila seorang perempuan dituntut sesuatu, maka laki-laki
juga dituntut. Dasar yang diletakkan islam ialah kerja sama suami
isteri dan mengatur kehidupan bersama adalah dasar yang sesuai
dengan fitrah manusia. (KHI, pasal: 31, ayat 1 dan 3).
Kaum laki-laki lebih mampu untuk bekerja dan berusaha di
luar rumahnya, sedang kaum perempuan lebih mampu untuk mengatur
rumah tangga, mengasuh anak dan menciptakan ketentraman rumah
tangga. Karena itu, laki-laki mendapat beban sesuai dengan
kesanggupannya dan kaum perempuan juga dibebani tugas sesuai
dengan tabiatnya pula. Dengan demikian, ada pembagian tugas antara
urusan luar dan dalam tanpa kedua belah pihak menetapkannya.
c. Berdusta untuk Kebaikan Rumah Tangga
Dalam islam berdusta adalah maksiat. Karena itu, tidak boleh
orang sengaja berdusta kepada orang lain. Berdusta untuk kebaikan itu
diperkenankan sekedarnya, seperti berdusta untuk mendamaikan dua
orang yang bermusuhan, dusta itu dimaksudkan untuk
mendamaikannya. Demikian pula suami isteri boleh berdusta untuk
kebaikan rumah tangga, untuk menjaga pergaulan yang baik antara
keduanya.
47
d. Isteri Wajib Tinggal Bersama Suami
Termasuk hak suami terhadap isterinya ialah bahwa suami
berhak menahan isterinya agar ia tinggal di rumah yang sudah
disepakati untuk berumah tangga.
Isteri dilarang meninggalkan rumah kecuali dengan izin
suaminya. Tempat tinggal itu disyaratkan sesuai untuk didiami sebagai
tempat berumah tangga, tempat itu dinamakan rumah. Apabila tidak
ada tempat yang sesuai dan tidak memungkinkan untuk dipenuhinya
kewajiban suami isteri sebagai tujuan perkawinan, maka isteri tidak
wajib menempatinya, karena tidak dianggap rumah menurut syar’i.
Misalnya dalam rumah itu ada orang lain yang akan
menghalangi si isteri untuk melaksanakan kewajibannya atau ada
orang lain yang akan menyusahkan isteri, atau dalam rumah itu tidak
ada orang yang seharusnya ada (teman, pembantu) atau tempat itu
menyebabkan isteri tidak betah tinggal di rumah atau karena tetangga
tidak baik.
e. Berpindah Tempat Bersama Isteri
Suami berhak untuk berpindah tempat dengan membawa
isterinya sewaktu-waktu. Larangan menyakiti itu bertujuan agar
perpindahan itu tidak dimaksudkan untuk menyakiti isterinya tetapi
supaya hidup sesuai dengan tujuan perkawinan. Apabila tujuannya
untuk menyakiti, maka isteri berhak menolak pindah bersama suami.
Demikian pula apabila perpindahan itu nampak akan
membahayakan dirinya seperti jalannya tidak aman, atau merepotkan,
atau tempat yang dituju itu akan menyebabkan ia sakit karena iklimnya
48
terlalu panas atau terlalu dingin yang tidak cocok bagi dirinya, atau
pindahnya itu akan merugikan kekayaannya, atau akan merusakkan
akhlaknya, atau perpindahan itu akan menurunkan martabatnya, atau
dengan sebab-sebab lain yang menurut orangnya atau daerahnya
berbeda-beda.
Demikian apabila pihak isteri belum pernah mengajukan syarat
untuk tidak berpindah tempat bersama suaminya atau diajak pergi
meninggalkan kampungnya. Sedangkan apabila isteri sudah pernah
mengajukan syarat (tidak akan pindah tempat), maka suami
berkewajiban untuk memenuhi syarat itu.
f. Melarang Isteri Bekerja
Para ulama membedakan kerja isteri yang dapat mengurangi
hak suami, atau merugikannya atau ia keluar dari rumah dengan
pekerjaan yang tidak merugikan kepada suaminya. Sedangkan yang
kedua, mereka membolehkan. Seorang suami dapat melarang isterinya
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dapat mengurangi hak suaminya
atau merugikannya atau melarang dari rumahnya. Tetapi kalau
pekerjaan yang dilakukannya tidak merugikan suami, maka tidak ada
alasan untuk melarangnya.
Begitu pula suami sebaiknya tidak melarang isterinya kelur dari
rumah untuk melakukan kewajiban kifayat tertentu yang berkenaan
dengan urusan kewanitaan seperti menuntut ilmu yang menjadi
kewajibannya, maka suami wajib mengajarkannya kalau ia mampu.
Jika ia tidak mampu maka isterinya wajib pergi kerumah guru atau
kepengajian untuk belajar agama sekalipun tidak izin suaminya.
49
Jika isteri dianggap cakap tentang hukum-hukum agama atau
ahli dalam fiqh dan ia telah menjadi guru pula, maka ia tidak berhak
keluar untuk menuntut ilmu yang lain kecuali dengan izin suaminya
(Sabiq, 1982, 144).
Para ulama membedakan pekerjaan yang dilakukan seorang
isteri, antara yang akan merugikan suaminya, dengan pekerjaan isteri
yang tidak merugikan suaminya. Kaum perempuan sekarang sudah
menjadi partner kaum lelaki dalam segala lapangan pekerjaan, tanpa
kecuali. Perempuan selalu berdampingan dengan kaum lelaki dipabrik-
pabrik, kantor-kantor, toko-toko, apotik, rumah sakit, stasiun, lapangan
terbang, pelabuhan.
Kebanyakan pramugari adalah perempuan, muslimat maupun
bukan muslimat. Mereka juga banyak menemani kaum laki-laki di
tempat-tempat rekreasi, olah raga seperti kolam renang dan
sebagainya.
g. Menghukum Isteri Karena Menyeleweng
Isteri menyeleweng yaitu yang durhaka kepada suaminya, tidak
taat kepadanya atau menulak diajak ketempat tidurnya atau keluar dari
rumahnya tanpa seizin dari suaminya.
Menasehati isteri yaitu mengingatkan ia kepada Allah,
menakut-nakuti isteri dengan nama Allah dan mengingatkannya
tentang kewajiban kepada suami dan hak-hak suaminya yang wajib
ditunaikan, memalingkan pandangannya dari hal-hal yang dosa dan
perbuatan-perbuatan durhaka, mengingatkan akan kehilangan hak
mendapat nafkah, pakaian, dan ditinggalkan di tempat tidur sendirian.
50
Adapun mendiamkan isteri dengan tidak mengajaknya berbicara boleh
dilakukan asal tidak lebih dari tiga hari.
Tidak boleh memukul isteri bila sedang durhaka sekali. Karena
hal tersebut mengandung hukum tersurat dan tersirat yaitu “wanita-
wanita yang kamu hawatirkan nuzusnya maka nasehatilah mereka”.
Jika mereka berbuat nusuz, maka tinggalkanlah ia di tempat tidur
sendirian. Jika masih tetap berbuat nusuz maka hendaklah kamu pukul.
Jika tidak berhenti dengan nasehat dan tinggalkan sendirian di tempat
tidur maka suami boleh memukulnya.
Dalam memukul hendaklah dijauhi muka dan tempat-tempat
lain yang menghawatirkan. Karena tujuan memukul ialah untuk
memberi pelajaran dan bukan membinasakan (Sabiq, 1982, 145).
h. Isteri Berhias untuk Suami
Adalah dipandang baik isteri berhias dengan celak, pacar,
wangi-wangian dan alat berhias lainya untuk suaminya. Kecantikan
perempuan akan nampak dengan memakai perhiasan, pakaian yang
anggun, dengan parfum, celak bedak dan sebagainya. Makruh bagi
seorang isteri untuk menampakkan segala yang tidak menyenangkan di
hadapan suaminya, misalnya dengan berpakaian yang tidak serasi atau
tidak tepat dengan suasana di mana ia berada.
3. Hak Bersama Suami Isteri
a. Halal saling bergaul dan mengadakan hubungan kenikmatan seksual.
Perbuatan ini dihalalkan bagi suami isteri secara timbal balik. Jadi bagi
suami halal berbuat kepada isterinya, sebagaimana bagi isteri kepada
suaminya. Mengadakan kenikmatan ini adalah hak bagi suami isteri,
51
dan tidak boleh dilakukan kalau tidak secara bersamaan, sebagaimana
tidak dapat dilakukan secara sepihak saja.
b. Halal melakukan perkawinan: yaitu bahwa isteri haram dinikahi oleh
ayah suaminya, Datuknya, anaknya dan cucu-cucunya, begitu pula ibu
isterinya, anak perempuannya dan dan seluruh cucu-cucunya, haram
dinikahi oleh suaminya.
c. Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan perkawinannya yang sah,
bila mana salah seorang meninggal dunia sesudah sempurnanya ikatan
perkawinan, yang lain dapat mewarisi hartanya, sekalipun belum
pernah bersetubuh.
d. Sahnya menabsahkan anak kepada suami yang jadi teman setempat
tidur.
e. Berlaku dengan baik. Wajib bagi suami isteri memperlakukan
pasangannya dengan baik sehingga dapat melahirkan kemesraan dan
kedamaian (Sabiq, 1982: 52).
4. Kewajiban Isteri terhadap Suami
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar.
Yang dimaksud dalam ayat ini ialah taat kepada Allah dan kepada
suami, dan bagaimana seharusnya sikap isteri terhadap suaminya. Isteri
harus demikian karena suami itu telah memelihara isterinya dengan
sebagai kepala rumah tangganya.
52
Sabda Rasulullah saw :
رسول االله صلى االله والمرأة راعية فى بـيت زوجها ومسئـول عن قال
)متفق عليه(راعيتها
Artinya: Isteri itu pemimpin rumah tangga suaminya dan ia
diminta oleh Allah pertanggung jawabannya atas pimpinannya itu (HR.
Mutafaqun alaih).
5. Kewajiban Suami terhadap Isteri
Kewajiban suami terhadap isteri ada yang berbentuk kebendaan
seperti nafkah dan mahar, dan ada yang berbentuk rohaniah seperti
perlakuan adil jika suami berpoligami.
a. Kewajiban Nafkah dan Pengertiannya.
Nafkah menurut bahasa adalah keluar dan pergi, menurut
istilah ahli fikih adalah pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh orang
yang wajib memberi nafkah kepada seseorang yang berhubungan
dengan kebutuhan hidup.
Al-imam Taqiyyudin dalam kitab Kifayatul Akhyar
menjelaskan, ada 3 sebab yang menimbulkan wajibnya nafkah, yaitu :
1) hubungan kerabat, keluarga
2) hubungan pemilikan tuan dengan budaknya
3) hubungan perkawinan.
Ditinjau dari orang yang menerima nafkah, nafkah itu
terdiri dari nafkah isteri, nafkah kerabat dan nafkah barang atau
sesuatu yang dimilki (Nasution, 2005, 247)
53
b. Nafkah Isteri dan Dasar Hukunya
Dasar hukum Nafkah isteri dalam Q.s al-Baqoroh : 233. Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
Sabda Rasulullah saw:
عن معاوية القشير رضي االله عنه قال قـلت يا رسول االله ما حق
زوجة احدنا عليه ؟ قال تطعمها اذا طعمت وتكسوها اذاكتسيت
تـهجر الا فى البـيت ولا تضرب الوجه ولا تـقبح ولا
Artinya: “Dari mu’awiyah Al-Qutsyairy berkata dia : saya bertanya,
wahai Rosulalloh apakah hak seorang isteri dari
suaminya? Sabda Rosululoh : Engkau memberi makan
kepadanya apa yang engkau makan, engkau memberinya
pakaian sebagaimana engkau berpakaian, jannganlah
engkau pukul mukanya, janganlah engkau memisahkannya,
kecuali dalam satu rumah”.
Ibnu Qudamah berkata: para ahli ilmu telah berpendapat
tentang kewajiban suami membelanjai isterinya kecuali bila isterinya
itu durhaka atau nusyuz.
Dari keterangan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa:
54
1) Suami wajib memberi nafkah kepada isterinya berupa
pakaian, makanan dan tempat tinggal (kebutuhan hidup)
2) Suami melaksanakan kewajiban memberi nafkah itu sesuai
dengan kemampuannya.
c. Syarat-syarat Isteri Berhak Menerima Nafkah
Dengan adanya ikatan pernikahan yang sah, maka mewajibkan
suami memberikan nafkah terhadap isterinya, dan isteri menjadi terikat
sehingga harus taat terhadap suaminya.
d. Suami berkewajiban memenuhi semua kebutuhan isteri, memberi
belanja kepadanya, selama ikatan suami isteri itu masih berjalan dan
isteri tidak pernah durhaka terhadap suaminya, karena bila isteri
durhka bisa tidak berkewajiban memberikan nafkah terhadap isterinya.
e. Syarat-syarat isteri berhak menerima nafkah suaminya:
1) Telah terjadi akad nikah yang sah.
Bila diragukan kesahan nikahnya mka isteri belum berhak
menerima nafkah dari suaminya.
2) Isteri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami isteri
dengan suaminya.
3) Isteri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak
suami.
Bila syarat-syarat tersebut diatas terpenuhi maka
pelaksanaan pemberian nafkah itu dilakukan oleh suami apabila :
a) Isteri telah siap melakukan hubungan suami isteri. Dengan
bersikap isteri telah bersedia pindah kerumah suaminya.
b) Bila suami telah memenuhi hak-hak isterinya.
55
c) Bila keadaan suami belum sanggup melakukan hak isteri,
seperti suami dalam keadaan sakit jiwa, dalam tahanan dan
seumpamanya.
Sedangkan isteri telah sanggup melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, dalam hal ini tetap isteri menerima
nafkah haknya.
f. Hak nafkah isteri menjadi gugur apabila:
1) Akad nikah mereka ternyata batal atau fasid rusak.
Misalnya ternyata kedua suami isteri tersebut mempunyai
hubungan mahram.
2) Isteri nusyuz
3) Isteri murtad, pindah agama lain
4) Isteri melanggar perintah Alloh yang berhubungan dengan
kehidupan suami isteri, seperti isteri meninggalkan
rumahnya tanpa izin dari suami serta tidak disertai mahram
dan sebagainya.
5) Isteri dalam keadaan sakit yang oleh karenanya tidak
bersedia serumah dengan suminya. Kecuali bila bersedia
serumah dengan suaminya
6) Pada waktu akad nikah isteri masih belum baligh, dan
belum serumah dengan suaminya. “Nabi Muhammad pada
waktu nikah dengan Aisyah beliau belum serumah dengan
suaminya selama 2 tahun, dan pada waktu itu Rosululoh
saw tidak memberikan Nafkah kepadanya.”
56
Al-Qur`anul Karim dalam surat At-halaq ayat 6 dan
7, surat Al-Baqoroh ayat 233 dan surat serta hadist lain
yang berkaitan dengan nafkah, tidak ada yang menyebutkah
jumlah kadar berapa nafkah yang harus diterima oleh isteri,
hanya diberikan gambaran dengan yang patut dan cukup
untuk keperluan isteri tersebut sesuai dengan penghasilan
suami.
Dengan demikian jumlah nafkah itu berbeda
menurut tempat, zaman dan keadaan suami isteri tersebut.
Apabila ternyata suami kikir, tidak memberikan
nafkah yang wajar, maka isteri berhak mengambil haknya
dari suami, untuk keperluannya yang wajar walaupun tidak
diketahui oleh suami. Hal ini berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhori Muslim, Abu Daud, An-Nasa`I
dari Aisyah seperti yang telah disebutkan sebelum ini
dalam peristiwa Hindun dan Abu supyan yang kikir,
Rosululloh mengatakan ambilah apa yang mencukupi untuk
kamu dan anak-anak kamu dengan cara yang baik”.
57
BAB III
TAKLIK TALAK DAN PENYELESAIANNYA DI DUSUN. KEDOPOKAN,
DESA. TLOGOPUCANG, KEC. KANDANGAN, KAB. TEMANGGUNG
A. Gambaran Umum Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kec.
Kandangan Kab. Temanggung
1. Keadaan Geografis Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang
Kec.Kandangan, Kab. Temanggung
Desa Tlogopucang merupakan salah satu dari 16 Desa di
kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung dengan luas wilayah 1017
Ha². Secara Geografis, Desa Tlogopucang terletak diwilayah pegunungan
yang berketinggian diantara 600 – 1000 m dari Permukaan Laut, dengan
Curah hujan 2000-2500mm/Tahun, suhu rata-rata 29° dengan Kondisi
Kemiringan 15,45%.
Batas wilayah Desa Tlogopucang sebelah Utara berbatasan dengan
Desa Kedawung dan Desa Margolelo, sebelah Timur berbatasan dengan
Dusun Ngoho Desa Kemitir Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang,
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tempuran Kecamatan Kaloran,
dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ngemplak Kecamatan
Kandangan.
a. Pembagian Wilayah
Secara Administratif Desa Tlogopucang terdiri dari 9 Dusun, 9
RW dan 53 RT Yaitu :
58
Tabel. 3. 1
Data Admisnistrasi Desa Tlogopucang
NO DUSUN RW RT
1 Kedopokan 1 10
2 Karang Tengah 1 2
3 Wonosari 1 6
4 Tlogopucang Selatan 1 10
5 Tlogopucang Tengah 1 5
6 Tlogopucang Utara 1 6
7 Dringo 1 7
8 Rowo Rejosari 1 4
9 Karto Margomulyo 1 3
JUMLAH 9 53
Sumber: Data Desa Tlogopucang Tahun 2013
b. Luas Wilayah
Secara keseluruhan Desa Tlogopucang mempunyai luas
1017,00 Ha. Dengan Penggunaan seperti Tabel sebagai berikut:
Tabel. 3.2
Data Luas Wilayah Desa Tlogopucang
NO PENGGUNAAN TANAH LUAS (Ha) % 1 Pemukiman /Tanah Pekarangan 86,00 8,46 2 Tanah Tegalan/Kebun 560,00 55,06 3 Hutan Negara 360,00 35,40 4 Lain-lain 11,00 1,08 JUMLAH 1017,00 100
Sumber: Data Desa Tlogopucang Tahun 2013
2. Keadaan Demografi Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kec.
Kandangan Kab. Temanggung.
Penduduk adalah merupakan salah satu modal pokok dalam
pelaksanaan pembangunan di tingkat Desa, Adapun jumlah penduduk
Desa Tlogopucang sebanyak 6405 jiwa dengan rincian sebagai berikut :
59
Laki – laki : 3231 Jiwa
Perempuan : 3184 Jiwa
Tabel. 3.3
Data Keadaan Demografi Desa Tlogopucang
NO DUSUN JUMLAH
KK
JUMLAH JUMLAH
L + P L P
1 Kedopokan 324 525 517 1042 2 Karang Tengah 57 119 102 221 3 Wonosari 220 454 439 893 4 Tlogopucang Selatan 332 556 580 1136 5 Tlogopucang Tengah 160 258 269 527 6 Tlogopucang Utara 233 443 433 876 7 D r i n g o 246 443 443 876 8 Rowo Rejosari 162 291 285 576 9 Karto Margomulyo 79 142 116 258
JUMLAH 1813 3231 3184
Sumber: Data Desa Tlogopucang Tahun 2013
3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi Dusun Kedopokan Desa
Tlogopucang Kec. Kandangan Kab. Temanggung.
a. Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tlogopucang pada Tahun
2009 sudah lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, sehingga
mempengaruhi keberhasilan masyarakat untuk lebih maju dan mandiri
dalam segala bidang.
Desa Tlogopucang dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat
seperti tabel sebagai berikut :
60
Table. 3.4
Data Tingkat Pendidikan Desa Tlogopucang
NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH % 1 Belum Sekolah/Belum tamat SD 1599 24.60757 2 Tidak Tamat SD 672 10.34164 3 Tamat SD / Sederajat 3413 52.52385 4 Tamat SLTP 487 7.494614 5 Tamat SLTA 293 4.50908 6 Tamat Akademi D-I 9 0.138504 7 Tamat Akademi D-II 7 0.107725 8 Tamat Akademi D-III 7 0.107725 9 Tamat Sarjana S-1 9 0.138504
10 Tamat Sarjana S-2 2 0.030779 11 Tamat Sarjana S-3
Jumlah 6498 100
b. Mata Pencaharian Penduduk
Tabel. 3.5
Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Tlogopucang
NO PEKERJAAN JUMLAH 1 Petani 1059 2 Buruh Tani 1814 3 Angkutan 27 4 Buruh Industri 339 5 Industri Rumah Tangga 219 6 Buruh Bangunan 262 7 Pedagang 245 8 Pegawai Negeri /Pensiunan 9 9 Lain-lain 925
Jumlah 4899
c. Tingkat Kelahiran/Kematian
Tahun 2012 jumlah kelahiran di desa Tlogopucang 38 jiwa dan
jumlah kematian 17 jiwa
d. Perekonomian Desa
1) Pertanian
61
Sebagai penyangga utama perekonomian Desa
Tlogopucang adalah sektor pertanian dengan komoditas utama
pada budi daya tanaman pangan berupa jagung dan ketela,
sebagian kecil saja yang membudi dayakan tanaman palawija dan
holtikultura. Adapun ternak masih merupakan sampingan bagi
petani.
Adapun lembaga yang ada adalah gabungan kelompok tani
(Gapoktan) yang beranggotakan 10 kelompok tani
2) Industri Rumah Tangga
Selain pertanian yang juga tumbuh potensi dibidang
industri rumah tangga seperti pembuatan kripik ketela,criping
ketela, krupuk ketela, Gula aren dan industri makanan ringan
lainnya serta.
3) Perdagangan
Disamping industri rumah tangga Perdagangan juga
tumbuh dan berkembang karena Sebagian masyarakat juga banyak
yang menekuni bidang ini, baik kecil maupun menengah. Kondisi
ini tampak di lapangan seperti berkembangnya pedagang
keliling,warung kelontong dan lain-lain.
4) Pasar Desa
Sarana perdagangan yang ada di desa Tlogopucang adalah
pasar Desa dengan fasilitas yang ada berupa 3 unit Los dan 6 unit
Kios dengan daya tampung kurang lebih 70 pedagang.
62
e. Prasarana Perekonomian
1) Pasar Desa : 1 Buah
2) Kios /Warung : 35 Buah
3) Toko : 45 Buah
4) Koperasi : 1 Buah
f. Sosial Budaya Desa
1) Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Tlogopucang adalah sebagai
berikut :
Tebel. 3.6
Data Fasilitas Pendidikan Desa Tlogopucang
NO Nama Fasilitas Negeri Swasta Ket 1 Taman Kanak-Kanak (TK,RA,BA ) - 4
2 Sekolah Dasar (SD) 2 -
3 Madrasah Ibtidaiyah (MI) - 2
4 SLTP 1 -
5 Pondok Pesantren Salafiyah
1
6 Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)
3
7 Madrasah Diniyah
1
JUMLAH 3 11
g. Kesehatan dan Keluarga Berencana
1) Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada di wilaya Desa Tlogopucang
adalah berupa Puskesmas Pembantu Desa Tlogopucang,
bidan/Perawat Kesehatan praktek swasta, Forum Kesehatan Desa
dan 13 posyandu serta 1 posyandu lansia.
63
2) Keluarga Berencana
Pasangan usia subur yang ada di Desa Tlogopucang
berjumlah 841, sebagian besar dari pasangan ini mengikuti
program Keluarga Berencana dengan metode Kontrasepsi yang
berfariasi.
Adapun Pentahapan Keluarga Sejahtera adalah sebagai
berikut:
Tabel. 3.7
Data Tahapan Keluarga Berencana Desa Tlogopucang
No. Pentahapan Keluarga Sejahtera Jumlah
1 2 3 4 5
Keluarga Pra Sejahtera Keluarga Sejahtera I Keluarga Sejahtera II Keluarga Sejahtera III Keluarga Sejahtera III Plus
1244 162 72 379 0
Jumlah 1857 Sumber data : Hasil pendataan PPKBD tahun 2009
h. Sosial dan Agama
1) Sosial
Jumlah kepala keluarga miskin di Desa Tlogopucang
adalah 616 kepala keluarga tersebar di tiap-tiap dusun
sebagaimana daftar di bawah ini.
64
Tabel. 3.8
Data PMKS Tahun 2013 Desa Tlogopucang
No. Jenis PMKS Jumlah 1. 2.
4. 5. 6.
Rumah Tangga Miskin Anak Cacat a. Cacat Tubuh b. Cacat Rungu Wicara c. Cacat Mata (Tuna Netra) d. Cacat Mental Anak Bibir Sumbing Lanjut Usia Terlantar Penyandang Cacat a. Cacat Tubuh b. Cacat Rungu Wicara c. Cacat Mata (Tuna Netra) d. Cacat Mental Penyandang Cacat Bibir Sumbing Keluarga Berumah Tak layak Huni
460 1 0 0 0 - 20 8 3 11 4 1 176
2) Agama
Jumlah Penduduk Desa Tlogopucang sebanyak 6498 jiwa .
Semuanya memeluk Agama Islam
3) Sarana Ibadah
Jumlah Prasarana dan sarana Ibadah penduduk Desa
Tlogopucang terdiri :
1. Masjid : 10 buah
2. Mushola : 29 buah
i. Olahraga dan Kesenian
1) Olahraga
Diantara potensi olah raga yang ada di Desa Tlogopucang
adalah Sepak bola, bola volly, bulu tangkis,Tenis meja,dan catur
65
Prasarana dan sarana olah raga yang ada adalah berupa 1 unit
Lapangan sepak bola Desa Tlogopucang,4 (empat) unit lapangan
volly, dan beberapa meja pingpong yang ada di dusun-dusun.
2) Kesenian
Potensi Kesenian yang ada di Desa Tlogopucang adalah
berupa beberapa kesenian tradisional sebagaimana daftar berikut :
Tabel. 3.9
Data Kesenian Tradisional di Desa Tlogopucang
No Nama Kesenian Alamat Dusun Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
11
12
Kuda lumping ”MUDO PRAKOSA” Kuda lumping ”REKO BUDHOYO” Kuda lumping ”KUDO TARUNO MS” Kuda lumping ”SINAR CAHYO” Gatholoco Kubro siswo Kubro siswo ”BINTANG SISWO” Rebana Rebana Rebana Rebana Rebana
Dringo Rowo Rejosari Karto Margomulyo Karto Margomulyo Kedopokan Kedopokan Karang Tengah Wonosari Tlogopucang Tengah Tlogopucang Utara Tlogopucang Selatan Kedopokan
Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif
j. Sarana dan Prasarana Desa
1) Jalan dan jembatan
Dilihat dari panjang jalan berdasarkan kelas jalan di Desa
Tlogopucang terdapat jalan DPU sepanjang 4 km dengan 1 buah
jembatan dan jalan desa sepanjang 19 km dengan 3 buah berupa
66
jalan tanah & Trasah swadaya dengan kondisi Jembatan mulai
rusak jalan tlasah kondisi baik dan sebagian rusak serta Jalan
Tanah sepanjang 2 Km dalam keadaan rusak.
2) Sumber daya Air
Di wilayah Desa Tlogopucang terdapat 1 buah dam
pengendali dan 6 sumber mata air sederhara dengan kondisi rusak.
Hanya saja kondisi air di setiap musim kemarau air kering.
B. Temuan Lapangan
Adapun responden atau informan yang didapatkan dalam
penelitian pelanggaran taklik talak terhadap isteri di Dusun, Kedopokan.
Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung,
diantaranya ibu Sumiyati, ibu Marfu’ah, Ibu Badriah, dan Drs. Saiful
karim, M.h, kepala Pengadilan Agama Temanggung. Dalam penelitian ini
penulis mengkategorikan informan dengan kode. Ibu Sumyiati dengan
kode IBS. Ibu Marfu’ah dengan IBM, Ibu Badriah dengan kode IBB, dan
Drs. Saiful karim, M.h dengan kode KPA.
Dibawah ini adalah data yang penulis dapat setelah melakukan
penelitian lapangan di Dusun. Kedopokan. Desa, Tglogopucang.
Kecamatan, Kandangan. Kabupaten Temanggung.
67
1) Keberadaan kasus pelanggaran taklik talak di Dusun,
Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan.
Kabupaten Temanggung.
Setelah melakukan penelitian lapangan di Dusun,
Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan.
Kabupaten Temanggung. Peneliti menemukan tiga responden yang
mengalami kasus pelanggaran taklik talak oleh suaminya, ketiga
responden tersebut adalah: Ibu Sumiyati, Ibu Marfua’ah, dan Ibu
Badriah. Ketiga responden tersebut ditinggalkan oleh suaminya
tanpa izin dan tanpa memperjelas perkawinanya dicerai atau tidak,
dan bahkan selama bertahun-tahun, baik Ibu Marfu’ah, Ibu
Sumiyati, maupun Ibu Badriah tidak mengetahui keberadaan
suminya. Keadaan yang demikian tentu menyulitkan ketiganya,
selain haknya sebagai isteri tidak pernah terpenuhi. Juga, jika ada
laki-laki yang hendak melamarnya, laki-laki tersebut tidak akan
bisa menikahi karena setus perkawinan ketiganya tidak jelas atau
menggantung.
Ibu Sumiyati ditinggalkan suaminya pada tahun 1997, saat
itu usia pernikahannya sudah berjalan 5 (lima) tahun, dan telah
telah dikaruniai dua anak laki-laki. Selain haknya sebagai isteri
tidak terpenuhi, hingga saat ini ibu Sumiyati juga membesarkan
anaknya dan menanggung biaya pendidikannya sendiri (wawancara
dengan IBS, Rabu, 14-Agustus-2013).
Ibu Badriah juga mengalami nasib yang sama seperti Ibu
Sumiyati. Beliau ditinggalkan oleh suaminya sekitar tahun 1999,
68
saat itu usia pernikahan dengan suaminya sudah berjalan 5 (lima0
tahun dan telah diakaruniai 1 (satu anak) perempuan. Seperti ibu
Sumiyati, Ibu Badriah juga mengalami nasib tidak pernah
mendapatkan haknya sebagai isteri dari seorang suami, belaiu juga
harus menanggung seluruh biaya membesarkan dan pendidikan
anaknya (wawancara dengan IBB, Mingu, 18-Agustus-2013).
Baik ibu Sumiyati maupun ibu Badriah, sebenarnya pernah
ada fikiran untuk menikah lagi. Bahkan ibu Badriah pernah dilamar
seorang duda, namun karena tidak tahu cara menyelesaikan
polimik pernikahan menggantung yang diaalminya, pernikahan ibu
Badriah dan duda tersebut gagal terlaksana.
Pelanggaran taklik talak suami juga dialmi oleh responden
ketiga, yaitu Ibu Marfu’ah. Beliau ditinggalkan suaminya sekitar
tahun 1975, saat itu usia pernikahan keduanya sudah berjalan 4
(empat) tahun dan telah dikaruniai 2 (dua) anak perempuan.
Berbeda dengan Ibu Badriah dan Ibu Sumiyati, Ibu
Marfu’ah ternyata melakukan usaha dalam rangka mencari
keadilan di Pengadilan agama di Temanggung. Caranya Ibu
Marfu’ah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama
Temanggung. Karena saat mengajukan gugatan cerai suami ibu
Marfua’ah tidak diketahui keberadaannya, Pengadilan Agama
Temanggung menyuruh Ibu Marfu’ah meminta surat keterangan
ghaib dari kepala desa terahir suaminya tinggal. Setelah enam
bulan menunggu, ahirnya persidangan gugatan cerai sebagaimana
69
diajukan oleh penggugat (Ibu Marfu’ah) bisa dilaksanakan tanpa
dihadiri tergugat (suami).
Dengan usaha mencari keadilan dari Pengadilan Agama
temanggung sebagaimana dilakukan ibu Marfu’ah tersebut.
Ahirnya ibu Marfu’ah bisa mendapat keadilan, perkawinan dengan
suaminya dinyatakan bercerai dan dengan surat cerai yang
dikluarkan oleh Pengadilan Agama, ibu Marfu’ah ahirnya bisa
melangsungkan pernikahan lagi pada tahun 2000 (wawancara
dengan IBM, Jum’at, 16-Agustus-2013).
2) Faktor Pelanggaran Taklik Talak Suami Terhadap Isteri di
Dusun. Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan,
Kandangan. Kabupaten Temanggung.
Setelah melakukan penelitian lapangan, dapat ditemukan
beberapa faktor penyebab pelanggaran taklik talak, yakni
meninggalkan isteri tanpa izin sebagaimana dialami tiga nara
sumber di Dusun. Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan,
Kandangan. Kabupaten Temanggung. Adapun beberapa faktor
tersebut adalah:
a. Komunikasi
Meski secara pasti ketiga responden dalam
penelitian ini tidak tahu pasti penyebab perginya
suaminya. Namun, seperti pengakuan ibu Badriah, bahwa
salah satu penyebab perginya suaminya adalah jalinan
komunikasi antar keduanya sebelum suaminya
meninggalkannya memang tidak berjalan secara harmonis,
70
keduanya sering terjadi pertengkaran. Baik pertengkaran
masalah ekonomi, masalah sosial masyarakat, maupun
masalah lainnya (wawancara dengan IBB, Minggu, 18-
Agustus-2013).
b. Ekonomi
Faktor lain penyebab perginya suaminya
sebagaimana diungkapkan oleh ibu Sumiyati dan Marfu’ah
adalah faktor ekonomi yang menghimpit (wawancara
dengan IBS, Rabu, 14-Agustus-2013 dan IBM, 16-Agustus-
2013).
3) Prosedur Pengajuan Gugatan Cerai Ghaib Sebagai Solusi
Pelanggaran Taklik Talak Suami Terhadap Isteri.
Pelanggaran taklik talak suami terhadap isteri sebagaimana
dialami oleh ketiga responden di Dusun. Kedopokan. Desa,
Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten Temanggung
dalam bentuk meninggalkan isteri tanpa kabar sebagaimana
diungkap oleh ketiga responden saya, baik IBS, IBM, maupun IBB
sebenarnya ada solusinya. Jika isteri yang bersangkutan ingin
mencari kejelasan dengan maksud mencari surat cerai sehingga bisa
melangsungkan pernikahan lagi, isteri yang bersangkutan bisa
mengajukan gugatan cerai ghaib ke pengadilan agama setempat.
Berikut ini adalah prosedur atau cara pengajuan gugat cerai ghaib
yang bisa dilakukan fihak isteri atas suaminya yang tidak diketahui
keberadannya:
1. Isteri (penggugat) mengajukan gugat cerai kepada suami.
71
2. Pengadilan agama akan menjadwalkan persidangan percerai
dengan memanggil penggugat dan tergugat.
3. Jika ternyata tergugat (suami) tidak diketahui keberadaannya
(ghoib), maka penggugat harus mencari terlebih dahulu.
4. Jika setelah enam bulan sejak gugatan didaftarkan di pengadilan
agama dan persidangan tidak bisa dilaksakan karena tergugat tidak
bisa hadir karena tidak diketahui keberadaannya. Maka penggugat
(isteri) meminta surat keterangan gugat cerai ghoib atas suaminya
yang ditandatangani oleh kepala desa terahir suaminya bertempat
tinggal.
5. Setelah surat gugat ghoib, baru persidangan perceraian
sebagaimana diajukan pemohon bisa dilaksanakan tanpa dihadiri
oleh tergugat.
6. Setelah Pengadilan Agama telah memutuskan cerai. Surat cerai
yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama tidak bisa langsung
diambil oleh penggugat hingga batas minimal 14 (empa belas) hari
setelah proses persidangan.
7. Jika sebelum 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan
ternyata tergugat (suami) kembali dan mengajukan gugatan balik.
Maka surat cerai yang sudah diterbitkan Pengadilan Agama
dinyatakan dicabut, dan persidangan akan dimulai dari awal.
Namun, jika setelah 14 (empat belas) hari sejak putusan
pengadilan, penggugat bisa mengambil surat bukti cerai, dan secara
otomatis hak mengajukan gugatan balik pihak tergugat dinyatakan
gugur (wawancara dengan Drs. Saiful Karim, Kepala Pengadilan
Agama Temanggng, 19-Agustus-2013).
72
BAB IV
STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI
TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI
C. Analisis Tentang Status Isteri Yang Ditinggal Suami Tanpa Izin Menurut
UU no. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Pembahasan terhadap soal-soal perkawinan selalu akan menarik
karena lembaga perkawinan itulah yang melahirkan keluarga, tempat seluruh
hidup dan kehidupan manusia berputar. Dan karena kedudukannya yang
istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia, maka masalah perkawinan
perlu diatur dalam suatu undang-undang.
Adapun mengenai peraturan yang berlaku dan mengatur masalah
perkawinan di Indonesia saat ini adalah: Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang perkawinan yang dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan juga
INPRES NO. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya
disebut Undang-Undang Perkawinan disingkat (UUP) disahkan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 2 Januari 1974 dan diundangkan dalam Lembaran
Negara No.1 Tahun 1974 dan penjelasannya dimuat dalam tambahan
Lembaran Negara No. 3019. Adapun dasar pertimbangan pemerintah
Republik Indonesia dan DPR untuk mengeluarkan Undang-Undang
Perkawinan ini adalah bahwa sesuai dengan falsafah pancasila serta cita-cita
untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya undang-undang tentang
73
perkawinan yang berlaku bagi semua warga Negara Indonesia.
Awalnya perkawinan adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi
adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa mengakibatkan perkawinan tidak
dapat diteruskan, jadi harus diputuskan di tengah jalan atau terpaksa putus
dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian diantara suami
isteri.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa ternyata baik itu UU
No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menganggap status dari sang
isteri adalah masih menggantung dan belum jelas sampai sekarang, karena
dari pihak suami tidak ada kabar dan belum diketahui keberadaannya. selama
perpisahan tersebut sang suami tidak memberikan nafkah sampai sekarang.
2. Status Hukum Perkawinan Seorang Wanita yang Masih Memiliki Suami
Mafqud (Hilang) ditinjau dari aspek Hukum Positif dan Hukum Syar’i.
a. Aspek hukum positif
Dalam hukum positif, seorang isteri akan tetap menjadi isteri
dari suami pertamanya yang menikahinya secara sah, sampai suaminya
menceraikannya atau dia sendiri yang mengajukan cerai dan
pengajuannya itu diterima pihak berwenang (dalam hal ini adalah
Kantor Urusan Agama).
Si isteri berhak mengajukan cerai yang disebut khulu’, tapi itu
harus diputuskan oleh pengadilan agama. Bila tidak mengajukan
khulu’ atau tuntutan apapun kepada pihak berwenang. Maka si isteri
yang ditinggal (mafqud) dianggap ridha terhadap perlakuan suami
yang menghilang.
74
Apabila sejak awal akad nikah sudah ada shighat talak taklik
dimana salah satu pointnya adalah ”jika suami menghilang dalam
jangka waktu tertentu (harus disebutkan berapa lama), atau tidak
memberi nafkah, atau hal lain maka secara langsung akan jatuh talak”,
barulah si isteri yang ditinggal (mafqud) bisa dikatakan tercerai.
Sebenarnya dalam buku perkawinan yang ada sekarang ini, ada
shighat taklik, apabila terjadi pelanggaran dari pihak suami, tetap saja
isteri harus mengajukan tuntutan terlebih dahulu ke pengadilan
Agama. Artinya, bila suami melanggar shighat taklik tapi si isteri tidak
mengajukan tuntutan, maka tidak akan terjadi perceraian.
Pada dasarnya adalah, apapun pelanggaran suami termasuk
menghilang tanpa kabar berita dan tidak ada shighat taklik sejak awal
akad, atau si isteri tidak mengajukan penceraian kepada pihak
berwenang, maka si isteri yang ditinggal (mafqud) tetap menjadi isteri
sah dari suami pertama. Akibatnya, perkawinan si isteri yang di
tinggal(mafqud) dengan suami kedua batal sejak awal dan harus
dihentikan.
Dalam kompilasi hukum Islam yang diterbitkan Departemen
Agama, Bab XI pasal 71 point b, ”perkawinan dapat dibatalkan bila
perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi
isteri pria lain yang mafqud (hilang tak ketahuan rimbanya).”
Rujukan pembanding (hukum antar negara):
contoh penetapan dan pembaharuan hukum sudan 17 tahun 1916
tentang bubarnya perkawinan karena (mafqud). Dalam manshurat itu
diungkapkan jika seorang suami pergi menghilang dalam waktu yang
75
panjang meskipun ia meninggalkan harta maka seorang isteri dapat
mengajukan masalah tersebut ke depan pengadilan. selanjutnya
pengadilan akan melakukan pencarian dan melacak informasi keadaan
suami .Jika pengadilan tidak memperoleh informasi maka pengadilan
dapat meminta kepada sang isteri untuk menunggu mafqudnya suami
terhitung empat tahun dan kemudian melaksanakan masa iddah
kematian.
Setelah itu isteri dapat menikah kembali dengan laki laki lain.
jika setelah nikah kedua tiba tiba suami pertama datang kembali, maka
pernikahan kedua tetap sah asal ia telah di gauli suami kedua tanpa tau
sedikitpun mengenai kehidupan suami pertama. Jika suami kedua
mempunya informasi mengenai kehidupan suami pertama, maka
perkawinan kedua di anggap batal dan isteri menjadi milik suami
pertama.
Disinilah letak pentingnya kepedulian semua pihak, terutama
wali bagi wanita untuk memperhatikan nasib wanita yang berada di
bawah perwaliannya. Juga para tokoh masyarakat dan pihak
pemerintah harus peduli akan keadaan semua anggota masyarakat
jangan sampai ada yang tidak tahu hak dan kewajibannya sehingga
melakukan kesalahan prosedural. Sedangkan dalam hukum positif
menggunakan alasan suami meninggalkan isteri selama 2 tahun
berturut-turut, atau karena melanggar tak'lik talaq.
Bagi orang Islam, dalam kaitannya dengan penentuan suami
mafqud (hilang) sebagai alasan perceraian, maka hakim Pengadilan
Agama harus berpijak pada peraturan perundang-undangan yaitu
76
Undang-undang No.3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
sebagai peraturan pelaksananya. Dalam hal ini isteri mengajukan
gugatannya ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal
penggugat. Namun, apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui
maka Panitera akan menempelkan surat gugatan penggugat di papan
pengumuman yang ada di Pengadilan Agama atau melalui media masa.
Sedangkan bagi hakim Pengadilan Negeri, hakim Pengadilan
Negeri harus berpijak pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur masalah perkawinan yakni Undang-undang No.1 Tahun
1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 sebagai peraturan
pelaksananya. Hukum acara yang berlaku dan yang dapat dijadikan
pedoman oleh hakim dalam memutus perkara perceraian dengan alasan
salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain adalah HIR sebagai
ketentuan umum (lex generalis) dan Undang-undang No.7 Tahun 1989
sebagai ketentuan khusus (lex specialis) serta kompilasi hukum Islam
sebagai hukum materiilnya. Ketentuan ini termuat dalam pasal 54
Undang-undang No.7 Tahun 1989.
b. Aspek Syar’i
Kata Mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada
yang berarti hilang.Menurut para Faradhiyun Mafqud itu diartikan
dengan orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya,
tidak diketahui domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan
matinya.
Selain itu, ada yang mengartikan Mafqud sebagai orang yang
tidak ada kabarnya, dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau
77
sudah meninggal. Dalam pembahasan ulama fikih, penentuan status
bagi Mafqud, apakah ia masih hidup atau telah wafat amatlah penting,
karena menyangkut beberapa hak dan kewajiban dari si Mafqud
tersebut serta hak dan kewajiban keluarganya sendiri. Hukum
perkawinan seorang wanita yang masih memiliki suami mafqud
(hilang) ditinjau dari Hukum Islam. Para ulama berbeda pendapat
dalam masalah ini.
Pendapat Pertama : bahwa seorang isteri yang ditinggal lama
oleh suaminya hendaknya sabar dan tidak boleh menuntut cerai. Ini
adalah pendapat madzab Hanafiyah dan Syafi’iyah serta adh -
Dhahiriyah. Mereka berdalil bahwa pada asalnya pernikahan antara
kedua masih berlangsung hingga terdapat keterangan yang jelas,
bahwa suaminya meninggal atau telah menceraikannya. ( az- Zaila’i,
Nasbu ar Rozah fi takhrij ahadits al hidayah: kitab al mafqud , Ibnu
Hamam, Syareh Fathu al Qadir ; Kitab al Mafqud, Ibnu Hazm, al
Muhalla bi al Atsar ; Faskh nikah al mafqud).
Pendapat Kedua : Bahwa seorang isteri yang ditinggal lama
oleh suaminya, dan merasa dirugikan secara batin, maka dia berhak
menuntut cerai. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyah. Para
ulama dari kalangan Hanabilah menyatakan bahwa suami yang
meninggalkan isterinya selama enam bulan tanpa berita, maka isteri
berhak meminta cerai dan menikah dengan laki-laki lain. Mereka
berdalil dengan kisah Umar bin Khattab yang mendengar keluhan
seorang wanita lewat bait-bait syai’irnya ketika ditinggal suaminya
berperang, kemudian beliau menanyakan kepada anaknya Hafshah
78
tentang batas kesabaran seorang perempuan berpisah dengan
suaminya, maka Hafsah menjawab enam bulan.Dan keputusan ini
hanya berlaku bagi suami yang pergi begitu saja tanpa ada udzur
syar’i, dan disebut dengan faskh nikah ( pembubaran pernikahan ) dan
tidak disebut talak. (Zahrah, 1957 : 367 ).
Adapun para ulama Malikiyah menentukan batas waktu satu
tahun, bahkan dalam riwayat lain batasan waktunya adalah empat
tahun, dimana seorang isteri boleh meminta cerai dan menikah dengan
suami lain. Dan ketentuan ini berlaku bagi suami yang pergi, baik
karena ada udzur syar’i maupun tidak ada udzur syar’i. Jika hakim
yang memisahkan antara keduanya, maka disebut talak bain.
Mereka juga membedakan antara yang hilang di Negara Islam, atau di
Negara kafir, atau hilang dalam kondisi fitnah atau hilang dalam
peperangan. Masing-masing mempunyai waktu tersendiri. Jika suami
berada di tempat yang bisa dijangkau oleh surat atau peringatan, maka
seorang hakim diharuskan untuk memberikan peringatan terlebih
dahulu, baik lewat surat, telpon, sms, maupun kurir ataupun cara-cara
yang lain, dan menyuruhnya untuk segera kembali dan tinggal bersama
isterinya, atau memindahkan isterinya ditempatnya yang baru atau
kalau perlu diceraikannya. Kemudian sang hakim memberikan batasan
waktu tertentu untuk merealisasikan peringatan tersebut, jika pada
batas tertentu sang suami tidak ada respon, maka sang hakim berhak
untuk memisahkan antara keduanya. (Ibnu Juzai, 2005: 177).
Pendapat yang lebih mendekati kebenaran- wallahu a’lam-
adalah pendapat yang menyatakan bahwa batasan waktu dimana
79
seorang isteri boleh meminta cerai dan menikah dengan lelaki lain, jika
suami pergi tanpa udzur syar’i adalah satu tahun atau lebih. Itupun,
jika isteri merasa dirugikan secara lahir maupun batin, dan suaminya
telah terputus informasinya serta tidak diketahui nasibnya. Itu semua
berlaku jika kepergian suami tersebut tanpa ada keperluan yang berarti.
Adapun jika kepergian tersebut untuk suatu maslahat, seperti
berdagang, atau tugas, atau belajar, maka seorang isteri hendaknya
bersabar dan tidak diperkenankan untuk mengajukan gugatan cerai
kepada hakim. Gugatan cerai ini, juga bisa diajukan oleh seorang isteri
yang suaminya dipenjara karena kejahatan atau perbuatan kriminal
lainnya yang merugikan masyarakat banyak, sekaligus sebagai
pelajaran agar para suami untuk tidak melakukan tindakan kejahatan.
Adapun fuqoha tidak membolehkan hal tersebut, karena tidak
ada dalil syar’i yang dijadikan sandaran. (DR. Wahbah Az-Zuhaili,
dkk, 1989 : 535).
Jika hakim telah memisahkan antara keduanya dan telah selesai
masa iddahnya, kemudian sang isteri menikah dengan lelaki yang lain,
tiba-tiba mantan suaminya muncul, maka pernikahan isteri dengan
laki-laki yang kedua tidak bisa dibatalkan, karena penikahan dengan
lelaki yang pertama ( mantan suaminya ) sudah batal.
Adapun jika dasar pemisahan antara suami isteri tersebut,
karena diprediksikan bahwa suaminya telah meninggal dunia, tetapi
pada kenyataannya masih hidup, maka pernikahan yang kedua batal.
Dan pernikahan pertama masih berlangsung. kasus ini Imam Syafi’i
mengemukakan dua qaul. Menurut Qaul Jadid ; batas masa tunggu
80
bagi isteri seorang mafqud agar ia boleh menikah dengan lelaki lain,
yaitu hingga ada kepastian suami telah meninggal atau mentalak
isterinya atau sesamanya.
Menurut Qaul Qadim ; batas masa tunggunya adalah 4 tahun
ditambah masa iddah 4 bulan sepuluh hari (iddah wafat). Adapun
dalam mewaris hartanya tidak diperbolehkan hingga ada kejelasan /
kepastian si mafqud telah meninggal atau orang-orang yang seusia
dengannya telah meninggal. Jika dengan sebab kepergian suami
mengakibatkan isterinya kesulitan mendapatkan nafkah maka ia boleh
mengajukan fasakh. Apabila si mafqud datang / kembali, maka ahli
waris harus mengembalikan harta yang telah diwarisnya atau
menggantinya jika telah habis. Dan demikian pula isterinya yang telah
menikah, juga harus kembali menjadi isteri si-mafqud.
Menurut Al Karabisi menukil dari Imam Syafi’i, bahwa suami
pertama boleh memilih antara mencabut isterinya dari suami kedua
atau membiarkannya ditangan suami kedua dengan memungut mahar
mitsil darinya.
Dasar Penetapan: Al-Qur'an
والمحصنات من النساء إلا ما ملكت أيمانكم كتاب الله عليكم
Artinyua: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (maksudnya; budak wanita yang ditawan dan suaminya tidak ikut tertawan) (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. (an-Nisa' : 24).
Pandangan ulama fikih dan dasar hukum yang mengatur
Mafqud. Dalam menetapkan status bagi mafqud (apakah ia masih
81
hidup atau tidak), para ulama fikih cenderung memandangnya dari segi
positif, yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup,
sampai dapat dibuktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat.
Sikap yang diambil ulama fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu
menetapkan hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang
menunjukan hukum lain. Akan tetapi, anggapan masih hidup tersebut
tidak bisa dipertahankan terus menerus, karena ini akan menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu, harus digunakan suatu
pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status hukum bagi si
mafqud (para ulama fikih telah sepakat bahwa yang berhak untuk
menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim, baik untuk
menetapkan bahwa orang hilang telah wafat atau belum.
Ada dua macam pertimbangan hukum yang dapat digunakan
dalam mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud, yaitu:
1) Berdasarkan bukti-bukti yang otentik, yang dibenarkan oleh
syariat, yang dapat menetapkan suatu ketetapan hukum,
sebagaimana dalam kaidah:
ثابت بالبـيـنة كالثبنة بالمعيـنة
Artinya: “yang tetap berdasarkan bukti bagaikan yang tetap berdasarkan kenyataan”.
Misalnya, ada dua orang yang adil dan dapat dipercaya untuk
memberikan kesaksian bahwa si fulan yang hilang telah meninggal
dunia, maka hakim dapat menjadikan dasar persaksian tersebut untuk
memutuskan status kematian bagi si mafqud. Jika demikian halnya,
82
maka si mafqud sudah hilang status mafqudnya. Ia ditetapkan seperti
orang yang mati haqiqy.
2) Berdasarkan tenggang waktu lamanya si mafqud pergi atau
berdasarkan kadaluwarsa. Para ulama berbeda pendapat tenggang
waktu untuk menghukumi/menetapkan kematian bagi si mafqud.
Mereka terbagi kedalam beberapa mazhab:
a) Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menetapkan waktu
yang diperbolehkan bagi hakim memberi vonis kematian si
mafqud ialah 4 (empat) tahun. Pendapat ini beliau istimbatkan
dari perkataan Umar bin Khattab yang menyatakan: “Setiap
isteri yang ditinggalkan oleh suaminya, sedang dia tidak
mengetahui dimana suaminya, maka ia menunggu empat tahun,
kemudian dia ber’iddah selama empat bulan sepuluh hari,
kemudian lepaslah dia.” (HR Bukhari).
b) Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Abu Yusuf dan Muhamad bin al-
Hasan berpendapat bahwa si mafqud boleh diputuskan
kematiannya oleh hakim bila sudah tidak ada kawan sebayanya
yang masih hidup. Secara pasti hal tersebut tidak dapat
ditentukan. Oleh sebab itu, beliau menyerahkan kepada Ijtihad
hakim. Hakim dapat memberi vonis kematian si mafqud
menurut ijtihad-nya demi suatu kemashalatan.
c) Abdul Malik Ibnul-Majisyun menfatwakan agar si mafqud
tersebut mencapai umur 90 tahun beserta umur sewaktu
kepergiannya. Sebab menurut kebiasaan, seseorang itu tidak
akan mencapai umur 90 tahun. Beliau menyatakan alasan
83
tersebut berdasarkan Hadits Rasul SAW yang berbunyi “Umur-
umur umatku itu antara 70 dan 60 tahun.”
d) Imam Ahmad berpendapat bahwa di dalam menetapkan status
hukum bagi si mafqud, hakim harus melihat “situasi” hilangnya
si mafqud tersebut. Manurut beliau situasi hilangnya si mafqud
itu dapat dibedakan atas:
1) Situasi kepergiannya atau hilangnya itu memungkinkan
membawa malapetaka. misalnya dalam situasi naik kapal
tenggelam yang kapalnya pecah dan sebagian
penumpannya telah tenggelam atau dalam situasi
peperangan, maka setelah diadakan penyelidikkan oleh
hakim secermat-cermatnya, hakim dapat menetapkan
kematiannya setelah lewat empat tahun lamanya.
2) Situasi kepergiannya itu menurut kebiasaan tidak sampai
membawa malapetaka. misalnya pergi untuk menurut ilmu,
ibadah haji, dan sebaginya, tetapi kemudian ia tidak
kembali dan tidak diketahui kabar beritanya lagi dan
dimana domisilinya, maka dalam hal seperti itu diserahkan
kepada hakim untuk menetapkan status bagi si mafqud
menurut ijtihad-nya.
Walaupun demikian, praktek pelaksanaannya di
pengadilan agama, bahwa mengenai ada atau tidaknya
kewenangan untuk menetapkan/menghukumi status bagi
mafqud tersebut (dengan menyatakan ia telah meninggal
84
atau belum) masih bersifat masih dapat diperdebatkan
(debatable).
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa
ternyata baik itu Hukum Islam maupun Hukum Positif
menganggap sah perkawinan yang dilakukan oleh wanita
dari suami yang mafqud selama pernikahan tersebut sudah
mentaati kaidah-kaidah yang telah ditentukan oleh ahli
Hukum Islam ataupun ketentuan undang-undang yang ada.
Dan juga selama perkawinan yang dilakukan itu adalah
perkawinan yang sudah memenuhi rukun dan syaratnya
sah-nya perkawinan. Sedangkan tentang keadaan dimana
suami yang mafqud tersebut kembali maka dalam Hukum
Islam terdapat beberapa pendapat para ahli fiqih yang
berbeda-beda, sementara dalam Hukum Positif suami yang
mafqud tersebut tidak berhak lagi menjadi suami dari
wanita tersebut karena pengadilan telah memutuskan
perkawinannya.
D. Analisis Tentang Upaya Hukum Terhadap Suami Yang Meninggalkan
Isteri Tanpa Izin.
Status perkawinan yang tidak jelas menyulitkan bagi perempuan.
Apalagi ingin berumah tangga kembali. Seperti yang dialami Istreri-isteri yang
saya teliti, warga Dusun Kedopokan, Kelurahan Tlogopucang, Kecamatan
kandangan, Kabupaten Temanggung. Dari tiga responden yang saya teliti,
yakni Ibu Sumiyati, Ibu Marfu’ah dan Ibu Badriah mereka jadi serba salah
atas keadaan tersebutt. Ingin mengaku perawan tapi sudah pernah kawin,
85
bahkan punya anak. Disebut sudah berumah tangga, tapi suaminya tidak
pernah ada. Disebut janda juga bukan karena tidak ada pernyataan resmi
bercerai. Artinya tanpa adanya perceraian, kalaupun ada yang melamar wanita
yang sudah bersuami tidak bisa menikah lagi. Abibatnya, sebab laki-laki yang
tidak bertanggung jawab atas isterinya tersebut, meninggalkan beban yang
berat bagi isteri yang ditinggal tanpa kejelasan setatus tersebut, baik beban
rohani maupun materi.
Menanggapi dan mengantisipasi kemudian hari atas kasus yang
menimpa ketiga responden tersebut diatas, sebenarnya jauh hari Pegadilan
Agama yang memiliki wewenang mencacat pernikahan sudah menyiapkan
antisipasi, yakni tak’lik talak yang diucapkan suami waktu pernikahan
berlangsung dulu yang salah satu poin didalamnya berbunyi jika selama enam
bulan berturut meninggalkan isteri tanpa memberikan nafkah maka secara
otomatis telah jatuh talaq satu. Namun, meski demikian agar talaq tersebut
benar-benar jatuh, isteri yang bersangkutan harus mengajukan gugatan cerai
kepengadilan untuk kemudian diproses apakah pelaksanaan persidangan
perceraian sebagaimana disampaikan pemohon akan berjalan secara normal :
hadir dipersidangan penggugat dan tergugat, atau persidangan akan hanya
dihadiri penggugat karena tergugat tidak diketahui keberadaannya (ghoib).
Adapun prosedur mengajukan gugat cerai ghoib adalah sebagia
berikut:
1. Isteri (penggugat) mengajukan gugat cerai kepada suami.
2. Pengadilan agama akan menjadwalkan persidangan percerai
dengan memanggil penggugat dan tergugat.
86
3. Jika ternyata tergugat (suami) tidak diketahui keberadaannya
(ghoib), maka penggugat harus mencari terlebih dahulu.
4. Jika setelah enam bulan sejak gugatan didaftarkan di pengadilan
agama dan persidangan tidak bisa dilaksakan karena tergugat tidak
bisa hadir karena tidak diketahui keberadaannya. Maka penggugat
(isteri) meminta surat keterangan gugat cerai ghoib atas suaminya
yang ditandatangani oleh kepala desa terahir suaminya bertempat
tinggal.
5. Setelah surat gugat ghoib, baru persidangan perceraian
sebagaimana diajukan pemohon bisa dilaksanakan tanpa dihadiri
oleh tergugat.
6. Setelah Pengadilan Agama telah memutuskan cerai. Surat cerai
yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama tidak bisa langsung
diambil oleh penggugat hingga batas minimal 14 (empa belas) hari
setelah proses persidangan.
7. Jika sebelum 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan
ternyata tergugat (suami) kembali dan mengajukan gugatan balik.
Maka surat cerai yang sudah diterbitkan Pengadilan Agama
dinyatakan dicabut, dan persidangan akan dimulai dari awal.
Namun, jika setelah 14 (empat belas) hari sejak putusan
pengadilan, penggugat bisa mengambil surat bukti cerai, dan secara
otomatis hak mengajukan gugatan balik pihak tergugat dinyatakan
gugur.
Meski pengadilan agama sudah memiliki solusi atas polemik tersebut.
Dari ketiga responden yang peneliti temui, ternyata hanya hanya Ibu Marfu’ah
87
yang faham tentang mekanisme pengajuan gugat cerai ghoib. Sehingga setelah
mendapatkan surat cerai deri pengadilan, Ibu Marfu’ah sekarang sudah
menikah lagi, dan suami keduanya ternyata lebih bertanggung jawab baik
memenuhi kebutuhan ibu Marfu’ah mapun anak ibu Marfu’ah dari hasil
perkawinan pertamanya.
Sementara Ibu Sumiyati dan Ibu Badriah, tidak mengetahui bagaimana
mekanisme mengajukan gugatan cerai atas suaminya yang tidak diketahui
keberadaannya. Akibatnya kalaupun ada laki-laki yang mau melamarnya,
mereka berdua tidak berani menerimnya dengan alasan takut dosa karena
status pernikahan pertamanya belum cerai, sehingga selain kebutuhan
batinnya yang tidak pernah terpenuhi. Baik ibu Badriah maupun ibu Sumiyati
harus menanggung semua beban kehidupan sendiri, termasuk membesarkan
dan membiyayai pendidikan anak yang ditinggalkan.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada akhir penulisan Skripsi ini ada beberapa kesimpulan dan saran
yang dapat untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi
kalangan yang berkompeten dalam masalah ini untuk menyelesaikan
permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, baik itu sebagai
pribadi maupun sebagai kelembagaan keagamaan, sehingga mendapat
penerangan dan kejelasan tentang persoalan ini, penulis juga dapat mengambil
benang merahnya, antara lain:
1. UU No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menganggap status
dari sang isteri adalah masih menggantung dan belum jelas sampai
sekarang, karena dari pihak suami tidak ada kabar dan belum diketahui
keberadaannya, selama perpisahan tersebut sang suami tidak memberikan
nafkah sampai sekarang. Dikatakan menggantung karena mengacu pasal
39 ayat 1 UU NO 1 Tahun 1974, bahwa perceraian hanya dapat dilakukan
di depan pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2. Upaya hukum bagi isteri-isteri yang ditinggal suaminya tanpa izin, bisa
mengajukan gugatan cerai ghaib guna mendapat setatus hukum yang jelas.
Seperti yang di jelaskan dalam Pasal 46 Kompilasi Hukum Islam yang
menjelaskan tentang ketentuan dan akibat dari pelanggaran taklik thalaq.
Salah satu contoh penyelesaikan kasus pelanggaran taklik talak adalah
upaya yang dilakukan oleh Ibu Marfu’ah yang mengajukan gugatan cerai
89
goib atas suaminya yang tidak diketahui keberadaannya sebagaimana
dijelaskan di bab V dengan merujuk pada hasil penelitian di bab III.
Dengan pengajuan gugatan cerai goib sebagaimana dilakukan Ibu
Marfu’ah, setelah mendapat setatus cerai yang jelas dari Pengadilan
Agama Temanggung, ahirnya ibu Marfu’ah bisa menikah kembali.
B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas penulis dapat memberi
rekomendasi antara lain:
1. Alangkah lebih baiknya ketika seseorang yang mungkin belum melek
hukum dan menjadi orang yang ditinggal suaminya tanpa izin, harus tetap
mengupayakan status hukum mereka, hal ini demi menjaga nama baik
keluarga dan lebih khusus terhadap mental anak.
2. Dalam memutuskan perkara, demi merespon masalah kekinian maka
hakim peradilan agama benar-benar harus menggali dan berijtihad dengan
sungguh-sungguh agar dalam memutuskan perkara tidak ada kesalahan
dan tidak ada rasa ragu-ragu.
3. Selain itu, ada kekurangan dalam produk legislasi Indonesia, dimana tidak
mengatur dengan jelas dan tegas dalam undang-undang bagaimana
penyelesaian serta akibat-akibat yang harus ditanggung ketika ada
seseorang suami yang meninggalkan isteri atau yang hilang, seperti halnya
dalam bidang pernikahan.
4. Meski negara kita tercatat sebagai negara dengan pemeluk agama islam
terbesar di dunia, ternyata pemahamn agama belum merata ditataran
masyarakat kita termasuk perkaran hukum tentang menikah yang
sebenarnya telah disediakan segala antisipasi segala bentuk kemungkinan,
90
termasuk mengantisipasi jika kemudian hari salah satu pihak pasangan
suami-isteri melanggar janji pernikahan.
5. Agar kejadian yang menimpa ibu Sumiyati dan ibu Badriah yang
mengalami nasib menggantung. Maka perlu peran masyarakat secara luas
agar masyarakat kita faham bagaimana menyelesaikan permasalahan
pernikahan yang menggantung tersebut. Sehingga di kemudian hari tidak
ada wanita yang mengalami nasib sama seperti ibu Sumiyati maupun ibu
Badriah.
91
DAFTAR PUSTAKA
Anshary. 2010: 67. Hukum Perkawinan Di Indonesia (Masalah-masalah Krusial) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Hamdani, Al. 2002: 160. Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam). Jakarta: Pustaka Amani. Hoerudin, Ahrum. 1999. Pengadilan Agama: Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan, Dan Kewenangan Pengadilan Agama, Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Penerbit Bandung: PT. CITRA ADITYA BAKTI. Junaidi, 2005. Hak-hak Isteri Dalam Hukum Islam Ditinjau Dari Hak Asasi Manusia (HAM). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. Hasanah, Uswatun 2009. Talak Tanpa Putusan Pengadilan Dusun Jambe, Desa Dadapayam, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Skripsi ini tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. Wahabi, Wahib 2009. Fenomena Isteri Sebagai Buruh Migran Dan Kasus Perceraian Desa Sampar, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang. Skripsi ini tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. KHI, pasal: 31, ayat 1 dan 3. Mukhtar, Kamal. 1974: 176. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. Moleong. 2011: 26. Etika Terapan l. Sebuah Pendekatan Multikultural, Yogyakarta: Tiara Wacana. ______________ 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. Nasution, Khoerudin. 2005: 247.Hukum Perkawinan 1. Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA. Rasjid, 1994: 403. Fiqh Islam, Bandung. PT Sinar Baru Algensindo. Sabiq, Said. 1982. Fiqh Sunnah Jilid 7. Bandung, PT AL- Ma’Arif.
92
Saleh, 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press
Supriyatna, dkk 2009: 31, Fiqh Munakahat II, Dilengkapi UU No. 1 / 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Yogyakarta, Teras. Wasman dan Nuroniyah. 2011 : 83. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia(Perbandingan Fiqh dan Hukum Positif) Yogyakarta: teras. Http://makalah-update. blogspot.com/2013/02/talak-perceraian-dalam-syariah.html.
93
Transkip wawancaca
Nama responden : Sumiyati
Kode responden : IBS
Hr/tgl wawancara : Rabu, tanggal 14 agustus, 2013
Tempat : Dusun kedopokan, desa tlogopucang, kecamatan
kandangan, kabupaten temanggung
Waktu : 13:00
Pekerjaan : Tani
Bukti : Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb
Perkenalkan nami kulo musabikhin, kulo mahasiswa stain salatiga, aslinipun kulo
temanggung.
Keperluan kulo wonten mriki inggeh puniko badhe wawancara babagan
pelanggaran taklik talak damel bahan skripsi kulo ingkang judulipun “status dan
upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”.
1. Ibu sumiyati puron nopo mboten maringi keterangan ingkang kulo suwun wau? IBS : geh mas kulo puron.
2. “Ngapunten buk. Menawi angsal tanglet, kapan garwo panjenengan tindak sakeng griyo (maaf buk. Kalau boleh tahu, kapan suami anda pergi dari rumah) ?” IBS : “sekitar tahun 1997 mas. Pas kuwi pernikahan wes mlaku 5 tahun
lan wes duwe anak loro lanang (sekitar tahun 1997, mas. Waktu itu
perinikahan kami sudah berjalan 5 tahun, dan telah dikaruniai 2 anak laki-
laki)”.
3. “Panjenengan nopo ngertos sebape garwone panjenengan lungo saking griyo (apakah anda tahu sebab suami anda pergi dari rumah)?”
IBS : “Ora. Tapi, sakwise pirang tahun ada salah siji sedulure bojoku
ngabari nak bojoku wes kawen meneh, jarene balek nak umah
wong tuwone terus lungo meneh. Krungu kabar yok ngono aku
kaget. Jujur, sebenere aku pingin petuk bojoku, terus aku longo
94
nak morotuwoku. Tapi moro tuwoku ae ora reti parane lungone
anak’e. jarene bali sedolok, nganari nak wes kawen meneh,
terus longo meneh tanpa cerita sakini manggon nak endi (Tidak.
Tapi setelah beberapa tahun, salah satu kerabatnya memberi
kabar kalau suamiku telah menikah lagi. Mendengar kabar
seperti itu saya kaget dan langsung pergi kerumah mertua saya
dan ingin menyusul suami saya. Tapi mertua saya saja tidak
tahu tempat tinggal anaknya. Waktu pulang, hanya member
kabar kalau telah menikah lagi, terus pergi lagi tanpa cerita
tempat tinggalnya saat ini )”
4. “Nopo selama garwone panjenengan tindak ninggalaken griyo, mboten nate kirim yotro nopo lentunipun (apakah selama suami ana pergi meninggalkan rumah tidak pernah kirim uang atau lainnya)?”
IBS : “boro-boro kirim duwet mas. Kabare koyo opo ae, teko saiki
aku ra tau reti (jangankan kirim uang, mas. Seperti apa
kabarnya saat inipun, saya tidak pernah tau)”.
5. “Nopo, selama garwone ninggalaken panjenengan tenggriyo, panjenengan enten usaha madosi garwone (apakah selama suami anda pergi dari rumah apakah anda melakukan usaha mencari keberadaan suami anda?” IBS: geh kulo madosi mas, nanging hasile tetep nihil (ya saya mencari
mas, tapi hasilnya tetap nihil).
6. Ngapunten. Terus kangge nyekapi kebutuhan keluarga lan gedeaken lan pendidikan anak’e panjengan pripon? Sinten enkang mbiyayai? (maaf. Terus untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan termasuk membesarkan dan biaya pendidikan anak bagaimana?” IBS: kulo geh kerjo semampu kulo mas, raketong dadi kuli panggul lan
bertani, lha pripon maleh, demi anak-anak kulo (saya ya kerja
semampu saya mas, walaupun jadi kuli panggul dan bertani, ya
bagai mana lagi, demi anak-anak saya).
7. “Keadaan garwone panjengan engkang mboten jelas niko, nopo enten gambaran panjenengan bade nikah maleh? (keberadaan suami anda yang tidak jelas tersebut. Apakah dibenak anda untuk melangsungkan pernikahan lagi?) IBS: mboten mas (tidak mas).
8. Pripun prosedur kangge ngelangsungaken pernikahan engkang enggal. Sementara status pernikahan engkang pertama panjenengan dereng cerai (bagaimanakah prosedur untuk melangsungkan pernikahan yang baru. Sementara pernikahan yang lama belum dinyatakan bercerai?). IBS: mboten ngertos (tidak tahu).
9. Matur suon buk, atas wakdalipun kangge wawancara babakan pelanggaran taklik talak meniko buk. Sekalian buk, sebenere kasus kados engkang alami meniko, menawi panjenengan kepingin status engkang jelas, pengadilan agama gadah solusi. Seumpami mbenjang entan jaler
95
engkang bade ngelamar jenengan, kersane statuse sampyan jelas, lan saget nekah maleh. Panjenengan saget ngajoaken gugatan cerai teng pengadilan agama. Menawi garwone panjenengan mboten jelas tempat tinggalipun, panjenengan saget ngajoaken gugat cerai ghoib, syaratipun sampyan kedah keterangan goib (tidak diketahui) sakeng kepala desa terahir garwonipun panjenengan tinggal. Manggeh sekitar enem wulan, menawi status garwone panjenengan tetep mboten di ketahui. Persidangan perceraian gugatan cerai goib saget dilanjutke. Menawi gugatane sampeyan mpun putus cerai, sampeyan gedah nunggu sampai 14 (empa belas) dini ternyata mboten enten gugatan balik sakeng garwone sampyan, sampyan nembe saget mendet surat cerai. Tapi menawi sak derange 14 (empat belas) dino, ternyata garwone sampyan gugat balek, surat cerai engkang sampun medal mboten saget dipendet, malah dicabut. Terus persidangan diulang sakeng awal maleh, engkang kedah ditekani sampeyan sebagai penggugat, garwone jenengan, lan saksi (terimakasih buk atas waktu yang anda berikan untuk wawancara tentang pelanggaran taklik talak ini. Sekalian saya bermaksud menginformasikan kepada anda. Sebenere kasus seperti yang anda alami tersebut, pengadilan agama punya solusi. Seandainya suatu saat ada laki-laki yang hendak melamar anda, supaya status anda jelas dan bisa melangsungkan pernikahan yang baru. Anda bisa mengajukan gugat cerai ke pengadilan. Kalau keberadaan suami anda tetap tidak diketahui keberadaannya, anda harus meminta keterangan gugat cerai goib dari kepala desa terhir suami anda tinggal. Setelah enam bulan, dan telah dilakukan pemanggilan oleh pengadilan ternyata keberadaan suami anda tetap tidak diketahui, maka persidangan cerai goib baru bisa dilaksanakan. Setelah persidangan selesai dan pengadilan telah mengeluarkan surat cerai, anda harus menunggu sampai 14 (empa belas) hari. Kalau selama empat belas hari tidak ada gugatan balik dari suami anda, anda baru bisa mengambil surat cerai tersebut. Tapi ternyata kalau sebelum empat belas hari suami anda pulang dan menggugat balik kepengadilan agama, maka persidangan yang sudah berlangsung dicabut dan surat cerai yang sudah dikeluarkan ditarik dan persidangan akan diulang dari awal dengan dihadiri penggugat yaitu anda, suami anda, dan saksi.
IBS : Ingih mas. Podo-podo informasine babakan gugat cerai goib.
Sayange aku saiki agek reti. Saiki aku wes tuo, dadi nak ape nikah
meneh, ketoe ora mungkin (iya mas, sama-sama. Terimakasih atas
informasi tentang gugatan cerai goib. Sayangnya setelah sudah tua
saya baru tahu tentang hal tersebut. Jadi, kemungkinan untuk
melakukan pernikahan sudah tidak mungkin).
96
Transkip Wawancara
Nama responden : Marfu’ah
Kode responden : IBM
Hr/tgl wawancara : Jum’at, tanggal 16 agustus, 2013
Tempat : Dusun kedopokan, desa tlogopucang, kecamatan
kandangan, kabupaten temanggung
Waktu : 13:30
Pekerjaan : Tani
Bukti : Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb
Perkenalkan nami kulo musabikhin, kulo mahasiswa stain salatiga, aslinipun kulo
temanggung.
Keperluan kulo wonten mriki inggeh puniko badhe wawancara babagan
pelanggaran taklik talak damel bahan skripsi kulo ingkang judulipun “status dan
upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”.
1. Ibu marfu’ah puron nopo mboten maringi keterangan ingkang kulo suwun wau? IBM : geh mas.
2. “Ngapunten buk. Menawi angsal tanglet, kapan garwo panjenengan tindak sakeng griyo (maaf buk. Kalau boleh tahu, kapan suami anda pergi dari rumah) ?”
IBM : “Sekitar 1975 mas. Pas iku pernikahan wes mlaku 4 tahun, lan
wes duwe anak 2 wedok (sekitar tahun 1975, mas. Waktu itu pernikahan
wes mlaku 4 tahun dan telah dikaruniai 2 (dua) anak perempuan.”
3. “Panjenengan nopo ngertos sebape garwone panjenengan lungo saking griyo (apakah anda tahu sebab suami anda pergi dari rumah)
IBM : “ora mas. (tidak mas)
4. “Nopo selama garwone panjenengan tindak ninggalaken griyo, mboten nate kirim yotro nopo lentunipun (apakah selama suami ana pergi meninggalkan rumah tidak pernah kirim uang atau lainnya)?”
97
IBM: blas, ra tau. Kirim kabar ae ra tau. Saiki ijek urip opo ora, aku ra
reti (tidak pernah sama sekali. Kirim kabar keadaannya saja tidak pernah.
Sekarang masih hidup atau tidak, saya juga tidak tahu).
5. “Nopo, selama garwone ninggalaken panjenengan tenggriyo, panjenengan enten usaha madosi garwone (apakah selama suami anda pergi dari rumah apakah anda melakukan usaha mencari keberadaan suami anda?”
IBM: pon tak padosi ngantik sayah mas, nanging mboten pernah enten
hasile mas (sudah saya cari mas, tepi tidak pernah ada hasilnya mas).
6. Ngapunten. Terus kangge nyekapi kebutuhan keluarga lan gedeaken lan pendidikan anak’e panjengan pripon? Sinten enkang mbiyayai? (maaf. Terus untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan termasuk membesarkan dan biaya pendidikan anak bagaimana?”
IBM: kangge nyukupi anak-anak lan kebutuhan sedidno-dinone, kulo
kerjo buroh serabutan lan bertani mas (untuk mencukupi anak-anak lan
sehari-harinya, saya kerja buruh serabutan dan bertani mas
7. “Keadaan garwone panjengan engkang mboten jelas niko, nopo enten gambaran panjenengan bade nikah maleh? (keberadaan suami anda yang tidak jelas tersebut. Apakah dibenak anda untuk melangsungkan pernikahan lagi?)
IBM: enten mas, kulo malah sampon nikah maleh (ada mas, sekarang saya
sudah nikah lagi).
8. Pripun prosedur kangge ngelangsungaken pernikahan engkang enggal. Sementara status pernikahan engkang pertama panjenengan dereng cerai (bagaimanakah prosedur untuk melangsungkan pernikahan yang baru. Sementara pernikahan yang lama belum dinyatakan bercerai?).
IBM: kulo ngajokke surat gugat cerai ghaib mas teng pengadilan
temanggung. Proseduripon nyuwun surat keterangan ghaib teng
kelurahan tempat terahir suami kulo manggen. Surat niku saget
damel bukti teng Pendadilan Agama kangge ngurus gugat cerai
ghaib mas (saya mengajukan surat gugat cerai ghaib mas di
Pengadilan Agama Temanggung. Prosedurnya minta surat
keterangan ghaib di kelurahan tempat terahir suami saya berada.
Surat itu bisa dijadikan bukti di Pengadilan Agama Temanggung
untuk mengurus gugat cerai ghaib mas).
98
Transkip Wawancara
Nama responden : Badriah
Kode responden : IBB
Hr/tgl wawancara : Minggu, tanggal 18 agustus, 2013
Tempat :Dusun kedopokan, desa tlogopucang, kecamatan
kandangan, kabupaten temanggung
Waktu : 13:00
Pekerjaan : Wirasuasta
Bukti : Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb
Perkenalkan nami kulo musabikhin, kulo mahasiswa stain salatiga, aslinipun kulo
temanggung.
Keperluan kulo wonten mriki inggeh puniko badhe wawancara babagan
pelanggaran taklik talak damel bahan skripsi kulo ingkang judulipun “status dan
upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”.
1. Ibu badriyah puron nopo mboten maringi keterangan ingkang kulo suwun wau?
IBB : geh mas kulo puron.
2. “Ngapunten buk. Menawi angsal tanglet, kapan garwo panjenengan tindak sakeng griyo (maaf buk. Kalau boleh tahu, kapan suami anda pergi dari rumah) ?”
IBB : “sekitar tahun 1999. Pas iku pernikahan umure wes sekitar 5
tahun lan wes duwe anak 1 wedok. Waktu iku, anakku umur 3 taon
(sekitar tahun 1999. Waktu itu pernikahan kami sudah berjalan lima
tahun dan telah dikaruniai anak 1, perempuan. Waktu suami saya
pergi dari rumah, anak saya umurnya 3 tahun).”
3. “Panjenengan nopo ngertos sebape garwone panjenengan lungo saking griyo (apakah anda tahu sebab suami anda pergi dari rumah)?
99
IBB : “seng pasti ora reti. Tapi, mungkin kerono komunikasi. Waktu iku
memang sering padu. Terus ujuk-ujuk longo tanpo pamet, tanpo kabar
(yang pasti tidak tahu. Tapi, munkin karena komunikasi. Sebelum suami
saya pergi, waktu itu, memang kami sering bertengkar. Terus, tiba-tiba
pergi tanpa pamit dan tanpa kabar)”
4. “Nopo selama garwone panjenengan tindak ninggalaken griyo, mboten nate kirim yotro nopo lentunipun (apakah selama suami ana pergi meninggalkan rumah tidak pernah kirim uang atau lainnya)?”
IBB: ora pernah mas, kabare mawon kulo mboten ngertos (tidak mas,
kabarnya saja saya tidak tahu).
5. “Nopo, selama garwone ninggalaken panjenengan tenggriyo, panjenengan enten usaha madosi garwone (apakah selama suami anda pergi dari rumah apakah anda melakukan usaha mencari keberadaan suami anda?”
IBB: kulo sampun madosi nang ndi-ndi nggon mas, nanging geh niku,
hasile tetep mboten ketemu (saya sudah cari ke berbagai tempat mas,
tapi ya itu, hasilnya tetap tidak ketemu).
6. Ngapunten. Terus kangge nyekapi kebutuhan keluarga lan gedeaken lan pendidikan anak’e panjengan pripon? Sinten enkang mbiyayai? (maaf. Terus untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan termasuk membesarkan dan biaya pendidikan anak bagaimana?”
IBB: kulo berdagang di pasar mas, kesah jam gangsal wangsul jam
sepuluan mas, niku kulo lakoni kangge keluargo, ben anak-anak saget
sekolah (saya berdagang mas, berangkat jam lima pulangnya jam
sepuluhan mas, itu saya lakukan demi keluarga, biar anak-anak bisa
sekolah).
7. “Keadaan garwone panjengan engkang mboten jelas niko, nopo enten gambaran panjenengan bade nikah maleh? (keberadaan suami anda yang tidak jelas tersebut. Apakah dibenak anda untuk melangsungkan pernikahan lagi?)
100
IBB: mboten mas (tidak mas).
8. Pripun prosedur kangge ngelangsungaken pernikahan engkang enggal. Sementara status pernikahan engkang pertama panjenengan dereng cerai (bagaimanakah prosedur untuk melangsungkan pernikahan yang baru. Sementara pernikahan yang lama belum dinyatakan bercerai?).
IBB: mboten ngertos mas (tidak tahu mas).
9. Matur suon buk, atas wakdalipun kangge wawancara babakan pelanggaran taklik talak meniko buk. Sekalian buk, sebenere kasus kados engkang alami meniko, menawi panjenengan kepingin status engkang jelas, pengadilan agama gadah solusi. Seumpami mbenjang entan jaler engkang bade ngelamar jenengan, kersane statuse sampyan jelas, lan saget nekah maleh. Panjenengan saget ngajoaken gugatan cerai teng pengadilan agama. Menawi garwone panjenengan mboten jelas tempat tinggalipun, panjenengan saget ngajoaken gugat cerai ghoib, syaratipun sampyan kedah keterangan goib (tidak diketahui) sakeng kepala desa terahir garwonipun panjenengan tinggal. Manggeh sekitar enem wulan, menawi status garwone panjenengan tetep mboten di ketahui. Persidangan perceraian gugatan cerai goib saget dilanjutke. Menawi gugatane sampeyan mpun putus cerai, sampeyan gedah nunggu sampai 14 (empa belas) dini ternyata mboten enten gugatan balik sakeng garwone sampyan, sampyan nembe saget mendet surat cerai. Tapi menawi sak derange 14 (empat belas) dino, ternyata garwone sampyan gugat balek, surat cerai engkang sampun medal mboten saget dipendet, malah dicabut. Terus persidangan diulang sakeng awal maleh, engkang kedah ditekani sampeyan sebagai penggugat, garwone jenengan, lan saksi (terimakasih buk atas waktu yang anda berikan untuk wawancara tentang pelanggaran taklik talak ini. Sekalian saya bermaksud menginformasikan kepada anda. Sebenere kasus seperti yang anda alami tersebut, pengadilan agama punya solusi. Seandainya suatu saat ada laki-laki yang hendak melamar anda, supaya status anda jelas dan bisa melangsungkan pernikahan yang baru. Anda bisa mengajukan gugat cerai ke pengadilan. Kalau keberadaan suami anda tetap tidak diketahui keberadaannya, anda harus meminta keterangan gugat cerai goib dari kepala desa terhir suami anda tinggal. Setelah enam bulan, dan telah dilakukan pemanggilan oleh pengadilan ternyata keberadaan suami anda tetap tidak diketahui, maka persidangan cerai goib baru bisa dilaksanakan. Setelah persidangan selesai dan pengadilan telah mengeluarkan surat cerai, anda harus menunggu sampai 14 (empa belas) hari. Kalau selama empat belas hari tidak ada gugatan balik dari suami anda, anda baru bisa mengambil surat cerai tersebut. Tapi ternyata kalau sebelum empat belas hari suami anda pulang dan menggugat balik kepengadilan agama, maka persidangan yang sudah berlangsung dicabut dan surat cerai yang sudah dikeluarkan ditarik dan persidangan akan
101
diulang dari awal dengan dihadiri penggugat yaitu anda, suami anda, dan saksi.
IBS : Ingih mas. Podo-podo. Jane aku reti jebule enek gugatan cerai goib
ket disek pas aku ijek enom ndisek, paling saiki aku wes nikah
meneh. Ndisek pernah enek dudo seng meh ngelamar aku, tapi aku
ora wani. Wedi doso. Saiki aku wes tuo, dadi nak nikah meneh, ketoe
wes ora mungkin (iya mas, sama-sama. Kalau saya tahu adanya
gugatan cerai goib dari dulu waktu saya masih muda. Mungkin
sekarang sudah menikah lagi. Dulu pernah ada duda yang hendak
melamar saya, tapi saya tidak berani menerimanya karena takut.
Takut dosa. Sekarang saya sudah tua, sepertinya untuk nikah lagi,
sepertinya sudah tidak mungkin)
102
Transkip Wawancara
Nama responden : Drs. Saiful Karim, M.H
Kode responden : KPA
Hr/tgl wawancara : Senin, tanggal 19 agustus, 2013
Tempat : Pengadilan Agama Temanggung
Waktu : 13:00
Bukti : Transkip Wawancara
Assalamu’alaikum wr.wb
Perkenalkan nama saya musabikhin, saya mahasiswa stain salatiga.
Keperluan saya datang kemari yaitu ingin wawancara berkaitan dengan
pelanggaran taklik talak untuk keperluan skripsi saya yang berjudul “status dan
upaya hukum isteri terhadap pelanggaran taklik talak oleh suami”.
Apakah bapak ada waktu untuk memberi keterangan tentang pelanggaran taklik
talak.
1. Apakah sering terjadi kasus suami meninggalkan isteri tanpa izin sang isteri sampai sekian lama tidak ada kabar?
KPA: Ada, setiap bulan kami menangani 2 (dua) sampai 3 (tiga) kasus
gugat cerai ghaib.
2. Kemudian bagaimana solusi untuk mengatasi kasus tersebut pak?
KPA: ya itu tadi, isteri yang di tinggal suami pergi tanpa izin dan tidak
ada kabarnya bisa mengajukan gugat cerai ghaib.
3. lalu untuk mengajukan surat gugat cerai ghaib, alurnya seperti apa pak?
KPA: “Bagi para isteri yang di tinggal oleh suaminya tanpa izin dapat
meminta surat keterangan ghaib di kelurahan tempat terahir suaminya
berada. Surat tersebut bisa dijadikan bukti di Pengadilan Agama untuk
mengurus gugatan cerai ghaib.”
4. Berapa lama untuk mengurus surat gugat cerai ghaib itu?
103
KPA: waktu yang diperlukan untuk mengurus perceraian ghaib paling cepat enam bulan baru bisa sampai putusan hakim. Adapaun landasan kenapa enam bulan, landasan paling jelas adalah sighot taklik talak yang diucapkan suami saat melangsungkan pernikahan dulu, yakni paling lama enam bulan. Kadang, penggugat mengeluh lantaran merasa kelamaan. Tapi begitulah aturannya. Biasanya kita bilang kalau pengen cepat, kenapa tidak bilang dari dulu mengajukan gugatan. Umumnya mereka menjawab baru kepikiran untuk bercerai. Saat melakukan persidangan penggugat (wanita) juga harus mendatangkan saksi minimal 2 (dua) orang, dan setelah diputuskan dipengadilan, mempelai wanita juga tidak bisa langsung mengambil surat cerai sampai batas minimal 14 (empat belas) hari. Setelah 14 hari tidak ada gugatan dari pihak suami, maka surat cerai baru bisa diambil. Namun, jika sebelum 14 hari ternyata suaminya datang dan menggugat perceraian tersebut, maka perceraian yang sudah berlangsung dianggap batal dan sidang perceraian akan diulang de
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatigahttp//www.salatiga.ac.id e
Nama : Musabikhin
Tempat/tgl.lahir : Temanggung, 04 Januari 1990
Alamat : Kedopokan , RT 01/01. Tlogopucang, Kandangan,
Temanggung.
Agama : Islam
Ayah : Sarno
Ibu : Sutarsih
Pendidikan : 1. RA Masyitoh Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan,
Temanggung
2. MI Maarif Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan,
Temanggung
3. MTs Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung
4. MA Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung
5. STAIN Salatiga
104
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga
http//www.salatiga.ac.id e-mail:[email protected]
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
: Musabikhin
: Temanggung, 04 Januari 1990
: Kedopokan , RT 01/01. Tlogopucang, Kandangan,
: Islam
: Sarno
: Sutarsih
: 1. RA Masyitoh Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan,
Temanggung
2. MI Maarif Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan,
Temanggung
3. MTs Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung
4. MA Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung
5. STAIN Salatiga
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga
: 1. RA Masyitoh Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan,
2. MI Maarif Kedopokan, Tlogopucang, Kandangan,
3. MTs Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung
4. MA Mu’allimin Rowoseneng, Kandangan, Temanggung
105
LAPORAN SKK
Nama : Musabikhin
NIM : 21108022
Jurusan / Progdi : Syari’ah / Al Ahwal Al Syakhsyiyah
Dosen PA : Drs. Badwan, M.Ag.
No Jenis Kegiatan Keterangan Pelaksanaan Nilai
1 Orientasi Program Studi
dan Pengenalan Kampus
(Opspek), dengan tema
“Implementasi Nilai-nilai
Kemahasiswaan Melalui
Totalitas Gerakan Menuju
Masyakarat Madani”,
Dewan Mahasiswa 2008
Peserta 25-27 Agustus 2008 3
2 Seminar dan Silaturrahim
Nasional Forum Mahasiswa
Syari’ah Se-Indonesia,
2008
Peserta 15-17 Desember
2008
6
3 Seminar Pembiayaan
Pendidikan Kota Salatiga,
dengan tema “Efektifitas
Dalam Mengaplikasikan
Anggaran Pendidikan Dari
APBD Kota Salatiga”,
Dewan Mahasiswa 2009
Peserta 25 Maret 2009 3
4 Konsolidasi Internal dan
Semalam Sehati Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Salatiga Kota
Salatiga, dengan tama
Panitia 11 September 2009 3
106
“Semalam Sehati Bersama
Pmii Untuk Menumbuhkan
Semangat Kebersamaan”,
PMII 2009
5 Sarasehan Keagamaan,
dengan tema “Optimalisasi
Peran Badan Amil Zakat
(BAZ) Dalam Pengelolaan
Zakat Sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan”,
DEMA dan HMJ Syari’ah
2009
Peserta 14 September 2009 3
6 Masa Penerimaan Anggota
Baru (MAPABA) PMII
Salatiga, dengan tema
“Optimalisasi Gerak Kader
Dalam Menciptakan Gerak
Kolektif” PMII 2009
Panitia 22 November 2009 3
7 Seminar Kebangsaan,
dengan tema
“Memperkokoh
Kepeloporan Mahasiswa
Dalam Pembangunan
Menuju Kejayaan
Indonesia Di Pentas
Global” Dewan Mahasiswa
(DEMA)
Peserta 02 Desember 2009 3
8 Seminar Regional, dengan
tema “Peran Lembaga
Publik Sebagai Alat
Kontrol Pemerintah Demi
Terciptanya Good
governance” Senat
Peserta 22 Maret 2010 4
107
Mahasiswa (SEMA) 2010
9 Public Hearing
Publik Hearing 2010
Peserta 15 Mei 2010 2
10 Seminar Nasional
Pendidikan, dengan tema
“Aktualisasi Nilai-Nilai
Pendidikan Dalam Upaya
Membentuk Karakter Dan
Budaya Bangsa” Dewan
Mahasiswa (DEMA) 2010
Panitia 02 Juni 2010 6
11 Praktikum Pelatihan
“Ikhtibar al-Arabiyah Ka
Lughah Ajnabiyah”
(ILAiK) 2010
Peserta 31 Juli – 22 Agustus
2010
3
12 Praktikum Pelatihan
“(TOEFL)” 2010
Peserta 31 Juli – 22 Agustus
2010
2
13 Bakti Sosial V, dengan
tema “Sadar Pendidikan
Desa Berkembang”, Forum
Mahasiswa Temanggung
Di Salatiga (FORMATAS)
2010
Peserta 16-18 Oktober 2010 2
14 Praktikum “Qira’atil
Kutub” 2010
Peserta 06 November 2010 3
15 Workshop, dengan tema
“Penyuluhan Peraturan
kawasan Kampus Tanpa
Rokok” 2011
Peserta 11 Mei 2011 3
16 Seminar “Radikalisme
Keagamaan di Indonesia”,
Lembaga Percik Salatiga
dan Stain Salatiga
bekerjasama dengan Polres
Peserta 23 Juni 2011 3
108
Salatiga dan The Asia
Foundation Jakarta, 2011
17 Masa Penerimaan Anggota
Baru (MAPABA), dengan
tema” Membangun Nalar
kritis Kader Dalam
Berorganisasi” PMII
Salatiga 2011
Panitia 23 Oktober 2011 3
18 Seminar Regional, dengan
tema “ Negara Islam Dalam
Tinjauan Islam Indonesia
Dan NKRI”, IPNU Kab.
Semarang dan PMII
Salatiga 2011
Panitia 22 Nevember 2011 4
19 Seminar Ekonomi Islam,
dengan tema “Peran
Ekonomi Islam Dalam
Mengatasi Krisis Ekonomi
Global”
Peserta 14 Januari 2012 3
20 Diskusi Publik Dan Rujak
Party, dengan tema
“Merefleksi Hari Pahlawan
Bagi Para Perempuan
Muda (Pemudi)”, PMII
2012
Peserta 09 November 2012 3
21 Diskusi Publik Dan
Silaturahim Nasional,
dengan tema “Kemanakah
Arah Kebijakan BBM?
Mendorong Subsidi BBM
Untuk Rakyat”, PMII,
Aswaja Tengah (Asosiasi
Mahasiswa Asal Jawa
Panitia 10 November 2012 3
109
Tengah, Majalah Trias
Politika, 2012
22 Seminar Nasional, dengan
tema “HIV/AIDS Bukan
Kutukan Dari Tuhan”,
Dewan Mahasiswa
(DEMA) 2013
Peserta 13 Maret 2013 6
23 Pelatihan Karya Tulis
Ilmiah (PKTI) HMJ
Tarebiyah STAIN Salatiga,
dengan tema “Karya Ilmiah
sebagai Wujud Pelaksanaan
Tri Dharma Perguruan
Tinggi”
Peserta 16 Maret 2013 3
24 Seminar Regional, dengan
tema “Selamatkan
Temanggung dari
Lingkaran HIV/AIDS”
FORMATAS (Forum
Mahasiswa Temanggung
Di Salatiga
Panitia 14 April 2013 3
25 Seminar Nasional, dengan
tema “Norma Hukum Serta
Kebijakan Pemerintah
Dalam Mengendalikan
Harga BBM Bersubsidi”.
Dewan Mahasiswa(DEMA)
Peserta 27 Mei 2013 6
26 UPT Perpustakaan,
“Library User Education
(Pendidikan Pemakai
Perpustakaan)”, UPT
PERPUSTAKAAN STAIN
SALATIGA, 2013
Peserta 16 September 2013 3
110
27 Sosialisasi dan Silaturahim
Nasional, dengan tema
“Sosialisasi UU NO.1 Th.
2013, Peran Serta Fungsi
OJK.”. “Peran Pemerintah
Dalam Pengawasan LKM
(Lembaga Keuangan
Mikro)”. HMJ Tarbiyah
dan HMJ Syari’ah STAIN
Salatiga.
Peserta 30 September 2013 6
28 Seminar Nasional HMJ
Tarbiyah Stain Salatiga,
dengan tema “Guru Kreatif
Dalam Implementasi
Kurikulum 2013”, HMJ
Tarbiyah 2013
Peserta 18 November 2013 6
29 WorkShop Leadership,
dengan tema
“Menumbuhkan Jiwa
Kepemimpinan sebagai
Upaya Mewujudkan
Bangsa yang Berdaulat”.
Dewan Mahasiswa
(DEMA).
Peserta 29 Maret 2014 3
30 Seminar Imsakiyah
Ramadhan 1435 H.
Prodi Ahwal Al-
Syakhshiyyah Jurusan
Syari’ah Dan Ekonomi
Islam Stain Salatiga,
Peserta 26 Mei 2014 3
111
31 Seminar Nasional, dengan
tema “Perbaikan Mutu
Pendidikan Melalui
Profesionalitas
Pendidikan”.
HMJ Tarbiyah
Peserta 13 November 2014 6
32 Workshop Pendidikan Anti
Korupsi, dengan tema
“Membangun Kembali
Urgensi Mahasiswa Sebagai
Kader Anti Korupsi”.
HMJ Syari’ah
Peserta 24-25 November
2014
3
JUMLAH 116
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatigahttp//www.salatiga.ac.id
Nomor : Sti.24/K-1/PP.00.9/I
Lamp. : Proposal Skripsi
Hal : Pembimbing
Yth. Drs. Machfudz, M.Ag
Dosen Pembimbing Skripsi
Assalamu’alaikum w.w.
Dalam rangka penulisan Skripsi
Saudara ditunjuk sebagai Dosen Pembimbing Mahasiswa:
Nama
NIM
Jurusan
Judul Skripsi
P
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.
Wassalamualaikum w.w.
Tembusan : Yth. Ketua Stain Salatiga (sebagai laporan)
112
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga
http//www.salatiga.ac.id e-mail:[email protected]
1/PP.00.9/I-2.1. 143 /2012 28 November
: Proposal Skripsi
Drs. Machfudz, M.Ag
Dosen Pembimbing Skripsi
Assalamu’alaikum w.w.
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1)
Saudara ditunjuk sebagai Dosen Pembimbing Mahasiswa:
: MUSABIKHIN
: 21108022
: SYARI’AH
Judul Skripsi : Status dan Upaya Hukum Isteri Terhadap
Pelanggaran Taklik Talak Oleh Suami
dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.
Wassalamualaikum w.w.
: Yth. Ketua Stain Salatiga (sebagai laporan)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga
28 November 2012
Mahasiswa Program Sarjana (S.1)
teri Terhadap
dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas.