stemi lapsus
DESCRIPTION
Lapsus StemiTRANSCRIPT
BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUSKEDOKTERAN VASKULAR MEI 2016FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
ST Elevation Myocard Infarction
DISUSUN OLEH : ASVIRA ANIS ANWAR C11112126AISYAH NAULI SIHOTANG C11112128NURUL NADIAH C11110856
SUPERVISOR PEMBIMBING : Prof. dr. Peter Kabo, Ph.D, SpFK, SpJP(K), FIHA, FAsCC
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2016
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Tanggal Lahir / Usia : 10-02-1974 / 42 tahun, 2 bulan, 4 hari
No.Rekam Medis : 753819
Pendidikan : SMA Sederajat/ lain-lain
Pekerjaan : Lain-lain
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Tammeroddo
Telp/HP : 081340280987
Masuk RS : 13-04-2016 pukul 16:03:03
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dada dialami kurang lebih 1 minggu terakhir saat istirahat. Pasien juga
mengeluhkan keringat dingin disertai pingsan. Durasi nyeri lebih dari15 menit.
Riwayat sesak nafas beberapa kali dalam satu minggu terakhir DOE(+),
PND(+),ortopnea (+). Batuk kurang lebih 1 bulanBengkak kedua kaki tidak
ada. Riwayat merokok ada. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat pengobatan
TB disangkal. Riwayat DM tidak ada.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
2
Riwayat Penyakit yang Sama dalam Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang/obesitas/GCS 15 (compos mentis)
Status Antropometri
- Tinggi Badan : 158 cm
- Berat Badan : 60 kg
- Indeks Massa Tubuh : 24,03 kg/m2
Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 kali/menit, reguler
- Frekuensi napas: 20 kali/menit
- Suhu (aksilla) : 36,7oC
Kepala
Deformitas : Tidak ada
Simetris muka : Simetris
Rambut : Sukar dicabut
Ukuran : Normocephal
Bentuk : Mesocephal
Mata
Eksoftalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis (-)
Kornea : Refleks kornea (+)
Enoptalmus : Tidak ada
Sklera : Ikterus (+)
Pupil : Isokor 2,5 mm/2,5 mm
Telinga
Pendengaran: Dalam batas normal
Otorrhea : Tidak ada
Hidung
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorrhea: Tidak ada
3
Mulut
Bibir : Kering (-) Lidah : Kotor (-)
Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis Faring : Tidak Hiperemis
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran DVS : R+4 cmH2O (30o)
Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran Kaku kuduk : Tidak Ada
Dada
Bentuk : Simetris kiri sama dengan kanan
Sela iga : Simetris kiri sama dengan kanan
Pulmo
Palpasi : Fremitus simetris kiri sama dengan kanan, Nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Batas paru hepar ICS VI dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi (+) di basal
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas atas ICS II sinistra
Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea axilla anterior sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler
Bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas
Edema tidak ada
Terlihat bercak kemerahan di daerah paha dan kaki
D. ELEKTROKARDIOGRAM
Interpretasi
1. Irama : Sinus Rhytme
2. Laju QRS : 96x/menit
3. Regularitas : Regular
4. Aksis : Normoaksis
5. P wave : durasi 0,08 detik, amplitudo 0,1 mV
6. P-R Interval : 0,20 detik
7. QRS complex : durasi 0,12 detik
8. ST Segmen : ST elevasi pada lead II, III, aVF
9. T wave : T inverted pada lead III, V1, V2
Kesimpulan: Sinus rhytm, infark inferior wall.
E. LABORATORIUM
Hematologi Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Hematologi Rutin
WBCRBCHGBHCTMCVMCHMCHCPLT
KoagulasiPTINRAPTT
Kimia DarahGlukosaGDS
Fungsi GinjalUreumKreatinin
Fungsi HatiSGOTSGPTAlbumin
Penanda JantungCKCK-MB
Kimia DarahElektrolitNatriumKaliumKlorida
Fraksi lipidKolesterol totalHDLLDLTrigliserida
8.14.7013.941.48829.633.5442
12.01,1529.5
115
280.63
28363.3
48.005.4
1392.9107
25827110140
4.00-10.004.00-6.0012.0-16.037.0-48.080.0-97.026.5-33.531.5-35.0150-400
10-14
22.0-30.0
140
10-50L(<1,3); P(<1.1)
<48<413.5-5.0
L(<190); P(<167)<25
136-1453.5-5.197-111
200L (>55) P (>65)<130200
103/uL106/uLg/dL%fLpgg/dL103/uL
Detik
Detik
mg/dL
mg/dLmg/dL
U/LU/LGr/dL
U/LU/L
Mmol/LMmol/LMmol/L
Mg/dlMg/dlMg/dlMg/dl
Tabel 1: Pemeriksaan Laboratorium
F. RADIOLOGI
1. Foto Thorax PA (13 April 2016)
- Corakan bronchovaskular dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
- Cor membesar dengan cardiothoracic index 0,54, aorta dilatasi dan
elongasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan:
Cardiomegaly dengan dilatasi et elongasi aortae
G. ECHOCARDIOGRAPHY
Kesan:
- Fungsi sistolik ventrikel kiri menurun
- Hipertrofi ventrikel kiri konsentrik
- Hipokinetik segmental
- Disfungsi diastolic grade I
H.ASSESSMENT
1. ST-Elevation Myocardial Infarction Inferoposterior + RV infark onset
undetermined Killip II
2. CHF NYHA II
3. High degree AV Block
4. Tinea Corporis
5. Tinea Cruris
6. Hipokalemia
I. TERAPI
1. Oksigen 4-5 liter per menit via nasal kanul
2. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam/IV
3. Furosemide 20 mg/12jam/IV
4. Farsorbid (isosorbide dinitrate) 10mg/8jam/oral
5. Captopril 6,25 mg/8 jam/oral
6. Aspilet 80mg/24jam/oral
7. Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral
8. ISDN 5 mg/ prn nyeri dada/ sublingual
9. Atorvastatin 40 mg/ 24 jam/oral
10. Alprazolam 0,5 mg/24 jam/oral
11. Laxadyne syr 10 ml/24 jam/oral
12. Arixtra (fondaparinux) 2,5mg/24j/SC
13. KSR 600 mg/24 jam/ oral
14. Bisoprolol 1,25/24 jam/oral
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga
aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi,oksigen dan mati.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari
spectrum sindrom coroner akut (ACS) yang teridri dari angina pectoris tak stabil,
MI tanpa elevasi ST dan MI dengan elevasi ST.
B. PATOFISOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri
coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok,hipertensi,dan akumulasi lipid.
Penelitian histologi menunjukan plak koronre cenderung mengalami rupture
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen , ADP,
epinefrin,serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Factor VII dan X diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
coroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin.
C. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation
Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2
sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,
maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi
trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :
Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial
Sifat nyeri : rasa sakit ditekan,terbakar,ditindih benda berat,
ditusuk,diperas,dipelintir.
Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut
Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat
Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah
makan.
Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat
dingin,cemas,lemas.
Lama Nyeri : Lebih dari 20 menit
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan
ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan
keluhan dari:
Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)
dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.
Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang
mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks,
udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang
hilang dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat
asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan
digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat
gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :
Dyspnea on Effort (DOE)
Orthopnea
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal
jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu
normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri
yang makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak
terjadi sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari
desaturasi arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung
PEMERIKSAAN FISIS
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali
ekstremitas pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark
Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I
dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
Biomarker kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan
Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark
Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan
ada nekrosis jantung (miokard infark).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan
CKMB
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
D. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah mengurangi/menghilangkan
nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh
kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG
intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi
atau edema paru.Tapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistol <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, dan hipotensi).
2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis
yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval
PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas
menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan
simpatis, sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan darah arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberikan efek samping
bradikardia, blok jantung derajat tiga, terutama pada pasien dengan infark
posterior. Namun hal ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV
3. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi gagal jantung atau takiaritmia ventrikular maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adlah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi
reperfusi ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2
jam pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko mortalitas pasien
STEMI, risiko perdarahan, waktu & fasilitas di RS
Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi
luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada
beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Streptokinase (SK), Tissue
Plasminogen Activator (tPA), Reteplase (Retavase), dan Tenekteplase
(TNKase). Di Indonesia umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis
pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan
secara infus selama 1 jam.
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam
pertama Infark Miokard Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis
jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan
trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama
pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada
sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang
mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikin PCI lebih mahal
dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS
Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)
Onset < 3 jam Onset > 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif terapi
Kontak doctor-baloon atau
door-baloon> 90 menit
(door-baloon) minus (door-
needle) lebih dari 1 jam.
Tidak terdapat kontraindikasi
fibrinolisis
Tersedia ahli PCI
Kontak doctor-baloon atau door
balloon < 90 menit
Doorbaloon) minus (door-needle)
< 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis,
termasuk resiko perdarahan dan
perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip
≥ 3)
Diagnosis STEMI diragukan.
E. KOMPLIKASI
a. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI. Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat
infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem
konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang
terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada
AMI. Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab
utama kematian mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat
merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan “peringatan” akan terjadinya VT atau VF adalah :
Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan
VES
VES yang sering > 4/menit
Repetitif VES : couple, triple, quatriple
Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial :
atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada
menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan
nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena
pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel disebut
kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang
paling seding terjadi setelah Infark Miokard.
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui PTCA di
beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian utama pada
pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.Syok kardiogenik
merupakan lingkaran maut dengan perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik dan
hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi
syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68%
jika tidak segera diobati. Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon
intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok
pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.
d. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam
10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2
dimensi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki
trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior dan
posterior.Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan
dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat inap.
Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat
menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral. Sebagian besar emboli
paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan
meningkatnya risiko.
e. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran darah
ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior dan
posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan adanya
penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu
arteri.Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri.
Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan
defek septum ventrikel.Tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan
sehingga darah dipirau melalui defek dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar
ke tekanan lebih rendah). Darah yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar
jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat
berkurang, disertai dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-
paru
F. PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik
b. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung
dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
c. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI
yang mendapat terapi trombolitik.
TABEL .Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas Defenisi Mortalitas %
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
TABEL Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Klas Indeks kardiak
(L/min/m2)
PCWP (mmHg) Mortalitas %
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51