step 1-7 dmf skenario 5

63
STEP 1 1. Trismus :suatu gangguan pada nervus trigeminus dengan gejala spasme otot yang mengakibatkan adanya gangguan pada saat membuka mulut. Berdasarkan metode maxillary inter insisal opening distance, derajat keparahan trismus dapat diukur berdasarkan pengukuran jarak insisal rahang atas dan insisal rahang bawah. derajat I : 1 cm derajat II : 2 cm derajat III : 2-3 cm derajat IV : > 3 cm 2. Diffuse :pembengkakan yang menyebar sehingga batasnya tidak jelas. 3. Pus discharge :substansi yang dikeluarkan tubuh sebagai respon fisiologis atau patologis berupa serous, mukous dan purulen. 4. Fluktuasi : pergerakan cairan di dalam lesi ketika dilakukan palpasi. Pergerakan tersebut meliputi adanya perubahan peningkatan atau penurunan cairan yang teraba dalam pembengkakan. 1 | Laporan Tutorial – Skenario 5 Blok Penyakit DMF I

Upload: windhi-tutut-maulindha

Post on 30-Nov-2015

456 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

STEP 1

1. Trismus :suatu gangguan pada nervus trigeminus

dengan gejala spasme otot yang mengakibatkan adanya

gangguan pada saat membuka mulut. Berdasarkan metode

maxillary inter insisal opening distance, derajat keparahan

trismus dapat diukur berdasarkan pengukuran jarak insisal

rahang atas dan insisal rahang bawah.

derajat I : 1 cm

derajat II : 2 cm

derajat III : 2-3 cm

derajat IV : > 3 cm

2. Diffuse :pembengkakan yang menyebar sehingga

batasnya tidak jelas.

3. Pus discharge:substansi yang dikeluarkan tubuh sebagai

respon fisiologis atau patologis berupa serous, mukous dan

purulen.

4. Fluktuasi : pergerakan cairan di dalam lesi ketika

dilakukan palpasi. Pergerakan tersebut meliputi adanya

perubahan peningkatan atau penurunan cairan yang teraba

dalam pembengkakan.

5. Limfonodi : kelenjar limfe yang bertugas menyerap

cairan pada lesi ketika ada infeksi.

6. Impaksi : kegagalan erupsi gigi pada posisi yang

seharusnya. Kegagalan tersebut dapat disebabkan karena

posisi gigi maupun adanya jaringan patologis.

7. Mesio angular : posisi gigi lebih ke arah mesial

STEP 2

1. Apa saja klasifikasi penyakit dentomaksilofasial beserta etiologi,

patogenesis serta tanda dan gejala klinisnya?

1 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

STEP 3

Infeksi penyakit DMF diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu:

- infeksi odontogen

- infeksi non odontogen

Infeksi Odontogen

a. Perikoronitis

erupsi yang tidak sempurna mengakibatkan adanya celah. Adanya celah

menjadi tempat invasi bakteri. Bakteri yang berkembang pada celah

gingiva pada saat gigi erupsi meliputi S.mireli dan stomacoccus

mucilogenosus. Inisiasi dilakukan oleh bakteri aerob kemudian bakteri

anaerob juga melakukan inisiasi. Bakteri anaerob akan mengubah

lingkungan menjadi hipoksi sehingga populasi bakteri aerob menurun.

Bakteri anaerob yang menginvasi kebanyakan berbentuk coccus. Coccus

bakteri anaerob gram positive meliputi bacteroides dan fusobacterium,

sedangkan coccus bakteri anaerob gram negative yaitu prevotella.

Fusobacterium bersama S.mireli mengakibatkan infeksi lebih berat.

Dari infeksi bisa menyebar melalui:

- pembuluh limfe

- pembuluh darah

- jaringan ikat

perikoronitis dibagi menjadi 3

# akut

- Sakit menyebar

- Terdapat pus

- Trismus

- Regional limfadenopati

# sub akut

- Operculum dan jaringan ikat membengkak

- Pembengkakan tidak menyebar

- Tidak trismus

2 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

# kronis

- Sakit terlokalisir

- Ketidaknyamanan pada gigi yang erupsi

- Berlangsung berbulan-bulan

Perikoronitis kronis dibagi menjadi 3 macam:

Asymptomatic

Inflamasi derajat lama

Sedang-moderate

b. Abses periapikal

abses periapikal berasal dari karies yang dibiarkan akan menyebar ke

dentin berlanjut ke pulpa hingga apeks sehingga terjadi nekrosis sehingga

menyebabkan gigi non vital.

ligament periodontal membentuk pertahanan menyebabkan membran

pecah nekrosis ligament periodontaldan tulang alveolar terbentuk

rongga pus

penyebaran perikontinuatum:

dari jaringan ikat menembus periosteum tulang menembus tulang

rahang masuk ke spasial wajah menyebar ke otot wajah abses

Gejala dan tanda klinis

- inflamasi

- demam

- erytema dari inflamasi

- pembesaran kelenjar limfe

c. Phlegmon / Celulitis / Angina Ludwig

3 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Phlegmon merupakan kelanjutan infeksi dari gigi M2 dan M3 rahang

bawah dari infeksi kelenjar saliva submandibula dan tonsil. Infeksi

tersebut berasal dari bakteri staphylococcus, pneumonia coccus dan E. coli

Patogenesis

gigi M2 dan M3 akar lebih ke lingual memudahkan infeksi

submandibula dan sublingual menyebar ke posterior dan caudal

sepanjang tepi inferior m.constrictor m.pharyngeal glottis spasia

parapharyngeal spasia retropharyngeal spasia invertebrata

mediasteum menyebar keluar ke submandibula spasia bukal sub

kutan.

Gejala dan Tanda Klinis

- pembengkakan cepat menyebar pada dagu, pipi, leher dan dasar mulut.

- sulit menelan, berbicara dan bernafas

- mengigau ketika tidur

- demam menggigil

- infeksi akut

- ditandai dengan pasien tidak sadar

- temperature tubuh tinggi disertai denyut nadi yang meningkat

Pemeriksaan e.o

- pembengkakan pada kelenjar submandibula, eritema, mengkilat dan rata

Pemeriksaan i.o

- lidah sulit digerakkan

- oklusi gigi terganggu

- trismus

- hipersensitivitas

Infeksi Non Odontogen

a. Osteomilitis

Osteomilitis merupakan infeksi tulang rahang pada spongiosa, korteks, periosteum

atau sum sum tulang.

4 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

terdapat pus yang masuk ke system nervus tulang iskemia suplai nutrisi

menurun pus berkumpul periosteum tertekan abses pada mukosa dan sub

kutan.

Osteomilitis diklasifikasikan menjadi osteomilitis akut dan kronis berdasarkan

waktunya.

Osteomilitis juga diklasifikasikan menjadi supuratif dan non supuratif.

Tanda dan Gejala

- demam

- ditekan nyeri

- peradangan pada sub mandibula

- radang gingiva

- pembesaran kelenjar limfe

- trismus

- gigi goyang

- sukar menelan

- nafas cepat

- erytema pada gingival

- nyeri terjadi pada rahang sampai telinga

b. Actinomycosis

Merupakan infeksi dari bakteri Actinomyces israelli

manifestasi:

- terbentuk daerah lunak

- berbentuk bulat kekuningan

5 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

STEP 4

6 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

MIKROORGANISME

INFEKSI ODONTOGEN DAN NON ODONTOGEN

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN RADIOGRAFIS

PEMERIKSAAN KLINIS

PATOGENESIS

PENANGANAN TANPA PENANGANAN

STEP 5

1. Menjelaskan dan memahami infeksi odontogen dan non odontogen serta pemeriksaan klinis, radiografi, laboratori dan patogenesis yang disertai komplikasi yang mungkin terjadi dari infeksi tersebut.

2. Menjelaskan dan memahami trismus.3. Mejelaskan dan memahami anatomi gigi yang berhubungan dengan

perluasan abses.4. Menjelaskan dan memahami hubungan infeksi odontogen dan non

odontogen dengan limfodenitis dan demam.

STEP 7

1. Infeksi odontogen dan non odontogen serta pemeriksaan klinis,

radiografi, laboratori dan patogenesis yang disertai komplikasi yang

mungkin terjadi dari infeksi tersebut.

Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai

communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata

secara klinik (yaitu, tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik

penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadan dan pertumbuhan agen

biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit

infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus,

bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang menyimpang yang

dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi

penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi.

A. Klasifikasi Infeksi

1. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi

Bakteri

Virus

Parasit

Mikotik

7 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

KOMPLIKASI

2. Berdasarkan Jaringan

Odontogenik

Non-odontogenik

3. Berdasarkan lokasi masuknya

Pulpa

Periodontal

Perikoronal

Fraktur

Tumor

Oportunistik

4. Berdasarkan tinjauan klinis

Akut

Kronik

5. Berdasarkan spasium yang terkena

Spasium kaninus

Spasium bukal

Spasium infratemporal

Spasium submental

Spasium sublingual

Spasium submandibula

Spasium masseter

Spasium pterigomandibular

Spasium temporal

Spasium Faringeal lateral

Spasium retrofaringeal

Spasium prevertebral

B. Definisi Infeksi Odontogen

Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang

paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini

bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan

drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami

8 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

gangguan. Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling

sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan

penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi

odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti

streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi

wajah lain.

C. Tahapan Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka

menjalani resolusi:

1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan

adonannya konsisten.

2. Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak

kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin

dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.

3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah

pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang

terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan

jaringan dan jaringan bakteri.

D. Patogenesis Infeksi Odontogen

Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses

dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang

merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk

ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang

dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival. Penyebaran infeksi melalui

foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses

inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu

periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan

membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk

mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi

9 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses

dentoalveolar.

E. Macam-macam Infekai Odontogen

Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi dentoalveolar,

infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium, selulitis, flegmon,

osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi lebih lanjut.

F. Phlegmon Dasar Mulut atau Ludwig`s Angina

1. Definisi Phlegmon

Menurut kamus kedokteran, kata phlegmon mengacu kepada suatu

keradangan supuratif akut yang mempengaruhi jaringan ikat subcutaneus.

Sedangkan arti kata phlegmon di dalam kamus kedokteran gigi adalah

suatu keradangan hebat yang menyebar melalui rongga jaringan tissue

menjadi area peradangan yang luas dan tanpa batas yang jelas. Secara

klinis sendiri phlegmon terlihat berupa bengkak yang keras tak bernanah.

Kasus-kasus phlegmon merupakan kasus yang jarang terjadi.

Namun ketika kasus ini muncul, akan menjadi suatu kasus infeksi serius

yang dapat mengancam jiwa. Phlegmon dasar mulut bahkan dikatagorikan

sebagai kegawatdaruratan dibidang bedah yang tercantum pada lampiran

surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 477/Menkes/SK/IV/2004 pada

tanggal 19 April 2004.

Phlegmon dasar mulut (submandibular atau sublingual space) atau

Ludwig`s angina. Ludwig`s angina dikemukakan pertama kali oleh Von

Ludwig pada 1836 sebagai selulitis dan infeksi jaringan lunak disekeliling

kelenjar mandibula. Kata angina pada Ludwig`s angina dihubungkan

dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas secara mendadak.

Ludwig`s angina merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat

penjalaran pus dari abses periapikal tergantung jenis gigi (seperti pada

fascial spaces). Kriteria yang mendasari suatu keadaan disebut dengan

Ludwig`s angina yaitu:

10 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

1. Proses selulitis pada submandibular space (bukan merupakan

abses)

2. Keterlibatan dari submandibular space baik unilateral atau

bilateral

3. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous

yang meragukan ketika dilakukan incise dan tidak jelas apakah

itu adalah pus

4. Mengenai fascia, otot, jaringan ikat, dan sedikit jaringan

kelenjar

5. Penyebaran secara langsung dan tidak ada penyebaran secara

limfatik

2. Etiologi

Pada suatu penelitian Jankowska, et al yang dilakukan pada 24

pasien, dimana 16 diantaranya menderita abses leher dan 8 lainnya

menderita phlegmon pada leher. Didapatkan hasil yaitu 59% disebabkan

oleh adanya infeksi pada gigi dan 29% pada penderita pharyngotonsilitis.

Kultur bakteri positif pada semua kasus. Penyebaran infeksi pada

phlegmon juga didasari oleh adanya defisiensi imunologi.

3. Gejala Klinis

Gejala dari Ludwig`s angina yaitu: sakit dan bengkak pada leher,

leher menjadi merah, demam, lemah, lesu, mudah capek, bingung dan

perubahan mental, dan kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan adanya

suatu keadaan darurat) yaitu obstruksi jalan nafas. Pasien Ludwig`s angina

akan mengeluh bengkak yang jelas dan lunak pada anterior leher, jika

dipalpasi tidak terdapat fluktuasi dan pasien akan merasa sangat nyeri.

4. Komplikasi

Pada pasien dengan infeksi cervicofacial yang tidak menrima

perawatan yang sesuai dengan situasi dan perkembangan klinisnya,

Komplikasi dapat timbul jika perawatan yang dilakukan memakan waktu

11 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

yang lama dan perkembangan yang mematikan tidak dapat acuhkan.

Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya

penekanan/kolaps jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung

hebat.

Definisi Abses Odontogenik

Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang

berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri

jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat.

Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang,

atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran

abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari

alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi

tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme.

Abses adalah daerah jaringan yang terbentuk dimana didalamnya terdapat

nanah yang terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri berbahaya

yang menyebabkan infeksi. Sistim imun mengirimkan sel darah putih untuk

melawan bakteri. Sehingga nanah atau pus mengandung sel darah putih yang

masih aktif atau sudah mati serta enzim. Abses terbentuk jika tidak ada jalan

keluar nanah atau pus. Sehingga nanah atau pus tadi terperangkap dalam jaringan

dan terus membesar.

Abses dapat terbentuk pada seluruh bagian di dalam tubuh. Khususnya di

dalam mulut, dapat terbentuk di gusi, gigi, atau akarnya. Bakteri dapat masuk

dengan beberapa jalan:

1. Melalui luka yang terbuka

2. Melalui lubang karies

3. Melalui poket atau gusi yang terbuka

KARAKTER

ISTIK

SELULITIS ABSES

Durasi Akut Kronis

Sakit Berat dan merata Terlokalisi

12 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Ukuran Besar Kecil

Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi

Lokasi Difus Berbatas Jelas

Kehadiran Pus Tidak ada Ada

Tingkat

Keparahan

Lebih berbahaya Tidak darurat

Bakteri Aerob

(Streptococcus)

Anaerob

(Staphylococcus)

Enzim yang

dihasilkan

Streptokinase /

fibrinolisin

Hyaluronidase dan

Streptodornase

Coagulase

Sifat Difus Terlokalisir

Macam-macam Abses Odontogenik

1. Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di

daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi

keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan

jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi

akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba

penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal

sistemik (bakteremia).

13 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Gambar 2.2 : Abses periapikal

Sumber : http://www.dental-health-index.com/toothabscess.html.,

(diakses 16 Juni 2013.)

2. Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan

lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke

ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab.

Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak

terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar

pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi

masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di

daearah lingual

b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal

Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

14 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

a b

3. Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan

kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai

dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak

berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu

masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai

demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi

podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial

mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan

pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit

pada palpasi.

Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan

lokalisasi didaerah bukal.

b. Tampakan klinis Abses Submukosa

Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany,

Springer

4. Abses fosa kanina

15 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

a b

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi

rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta

memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai

dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan

edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak,

seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.

Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina

b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,

Springer

5. Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna

dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam

diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium

infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga

rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.

16 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

a b

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan

menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses

supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas.

Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada

pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada

perabaan.

a b

Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses

lateral ke muskulus buccinator

b. Tampakan Klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,

Springer

6. Abses spasium infratemporal

17 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan

sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak

di bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi

oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian

atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris

interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani.

Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus

faringeal.

a b

Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga

infratemporal

b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer

7. Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara

insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini

berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo

18 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang

antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah

belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular.

Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,

berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula

bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang

berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai

daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

a b

Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke

daerah submasseter

b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,

Springer

8. Abses spasium submandibula

19 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang

memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial

bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus

dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah

submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi

kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial

yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar,

abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau

molar mandibula.

a b

20 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah

submandibular di bawah muskulus mylohyoid

b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,

Springer

9. Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek

diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan

lateral oleh permukaan lingual mandibula.

Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah

terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak

menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan

mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

a b

Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual

b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan

elevasi lidah ke arah berlawanan

Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

10. Abses spasium submental

21 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di

depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental.

Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan

sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab

biasanya gigi anterior atau premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap

akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada

npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-

kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.

Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang

terdekat terutama kearah belakang.

a b

Gambar 2.11 : a.

Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental

b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,

Springer

11. Abses spasium parafaringeal

Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan

apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh

22 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor.

sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan

prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini.

Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena

jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal,

simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai

foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses

otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat

melalui selubung karotis sampai mediastinuim.

A. Selulitis

Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut

pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada

semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama

pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah

tersebut kurang sempurna.

Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa

sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa

disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat

fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu

lokalisasi cairan.

Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa

melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher.

1. Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya

negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium.

Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari

berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai

fungsi yang sinergis.

Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses

periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan

erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami

infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum

23 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound

maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder

dari oral malignancy.

Selulitis dapat digolongkan menjadi:

1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua

spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung

serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya

berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.

2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous

akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang

purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk

eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi

penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam

mengontrol infeksi. Selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada

beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah

pembentukan abses.

a. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

1) Ludwig’s Angina

2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid

3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal

4) Selulitis Fasialis Difus

5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

b. Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan

lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus

gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta

yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa

drainase.

24 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

3. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina

Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang

mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral,

kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai

dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu

sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar

kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya adalah sialodenitis kelenjar

submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak

mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari

keganasan oral.

Gejala klinis dari Angina Ludwig’s, seperti oedema pada kedua

sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam

beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal –

kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan

anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur

tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas

serta stridor.

Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin,

berupa rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik

intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan

Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan

melalui infus, drainase through and through, serta penangganan

saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika

diperlukan.

Maxillari sinusitis

Maxillary sinusitis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa sinus

maksila. Peradangan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik

odontogen dan non-odontogen.

Faktor odontogen

25 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

1. Infeksi dari periapikal gigi

Struktur anatomi dasar sinus maksila yang berbatasan dengan akar-

akar gigi rahang atas memungkinkan terinfeksi nya sinus maksila yang

berasal dari abses periapikal pada gigi-gigi tersebut. Gigi yang

bersangkutan biasanya gigi premolar hingga gigi molar.

2. Kesalahan pada dental extraction

Pada prosedur dental extraction gigi-gigi rahang atas, suatu kesalahan

dapat memungkinkan terbukanya dasar sinus maksila yang berbatasan

dengan gigi tersebut yang kemudian dapat dijadikan sebagai jalan

masuk bakteri rongga mulut untuk menginvasi dan menginfeksi sinus

maksila.

3. Periodontitis

Pada kasus periodontitis gigi-gigi rahang atas posterior, terbentuknya

poket periodontal yang dalam juga dapat mengindikasi terjadinya

sinusitis maksila.

4. Kesalahan prosedur endodontik

Jika pengisian bahan akar pada proedur endodontik telah overfilled,

maka terdapat kemungkinan bahan tersebut akan masuk kedalam sinus

maksila dan mengakibatkan sinusitis.

26 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

5. Penggunaan dental implant

Pada pemasangan dental implant dapat memungkinkan menyebabkan

terbukanya dasar sinus maksila jika terdapat dukungan tulang yang

tidak cukup.

Faktor non-dontogen

1. Obstruksi ostium

Obstruksi ostium yang menhubungkan sinus maksila dengan nasal

cavity menyebabkan penumpukan mukosa pada sinus maksila yang

kemudian dapat diinfeksi oleh bakteri lokal yang komensal.

2. Alergi

Adanya suatu alergen dapat mengiduksi terbentuknya lendir pada

rongga hidung. Penumpukan lendir terjadi hingga ostium sehingga

sinus maksila melakukan retensi sekresi.

3. Trauma

Trauma pada facial utamanya yang melibatkan tulang nasal dan

zygomatic dapat menyebabkan destruksi pada struktur sinus maksila

sehingga menyebabkan ketidaknormalan fungsi yang dapat berujung

pada sinusitis makila.

Gejala klinis pada sinusitis maksila dapat terlihat berdasarkan tiap-tiap

tahap yang terjadi : akut, sub akut serta kronis.

Akut

Nyeri pada daerah yang terinfeksi dan terasa hingga bawah kelopak mata,

tulang alveolar (biasanya terasa pada gigi premolar hingga molar), terdapat

nyeri alih pada bagian dahi dan depan telinga, sesak nafas, terdapat cairan

yang keluar dari hidung yanglama-kelamaan berubah menjadi

mukopurulen, jika infeksi berasal dari gigi maka terdapat halitosis.

Sub akut

Merupakan peralihan dari gejala akut menjadi kronis. Terjadi demam,

sakit kepala hebat, nyeri pada daerah yang terkena mulai berkurang.

27 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Kronis

Nyeri/sakit kepala, rasa kelelahan, demam menurun, malaise, pengap pada

bagian yang terinfeksi.

Pemeriksaan CT scan pada sinusitis maksila, terlihat penebalan pada

mukosa serta opasifikasi sinus.

Pada sinus maksila normal, terlihat ostium sebagai jalan mukus yang berasal dari

sinus maksila menuju rongga hidung.

Pada sinusitis, ruang sinus maksila mulai berkurang dan ditutupi lapisan mukus

yang juga menutupi ostium.

2. Trismus

28 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Trismus didefinisikan dalam Taber's Medical Dictionary sebagai tonik

kontraksi dari otot dari pengunyahan. Dulunya, kata ini sering dipakai untuk

menggambarkan efek dari tetanus, juga disebut "lock-jaw '. Baru-baru ini, istilah

'trismus' telah digunakan untuk menjelaskan pembatasan apapun untuk membuka

mulut, termasuk pembatasan-pembatasan yang disebabkan oleh trauma,

pembedahan atau radiasi. Ini keterbatasan kemampuan untuk membuka mulut

dapat memiliki implikasi serius kesehatan, termasuk gizi berkurang karena

diburukkan pengunyahan, kesulitan dalam berbicara, dan kebersihan dikompromi

lisan.

Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup dalam berbagai cara.

Komunikasi menjadi lebih sulit ketika kita menderita trismus karena terjadi

impairing artikulasi. Trismus dapat menurunkan besarnya resonating rongga

mulut dan dengan demikian mengurangi kualitas vokal. Derajad keparahan

trismus membuat sulit atau tidak mungkin untuk memasukkan makanan melalui

mulut, demikian juga untuk menjaga oral hygiene area mulut.  

Pengukuran trismus menggunakan metode Maximum Interincisal Opening

Distance (MID) (Gambar 1) yaitu mngukur jarak antara insisal gigi insisif RA dan

gigi insisif RB. Menurut Osmani (2001), parameter derajat trismus adalah sebagai

berikut (Tabel 1).

Tabel 1. Derajat trismus

Derajat trismus Jarak interinsisal (cm) Keterangan

I 0,09 -

II 1-1,9 -

III 2-3 -

IV + 3 normal

29 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya trismus ialah infeksi,

trauma, dental treatment, TMD, tumor dan oral care, obat-obatan, radioterapi dan

kemoteapi, masalah kongenital dan miscellaneous disorders.

a. Infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan trismus ialah infeksi odontogenik dan non-

odontogenik. Sumber utama infeksi odontogenik ialah infeksi pulpa, infeksi

periodontal dan infeksi pericoronal. Infeksi odontogenik dapat menimbulkan

trismus sebab infeksi ini dapat menyebabkan keradangan pada otot mastikasi.

Jika tidak ditangani, infeksi ini dapat berkembang ke berbagai spasia wajah dan

dapat menjurus ke komplikasi serius seperti cervical cellulitis. Sedangakan,

infeksi no-odontogenik seperti tonsillitis, tetanus, meningitis, abses parotid dan

abses otak dapat menyebabkan trismus.

b. Trauma

Fraktur, terutama pada mandibula dapat menyebabkan keterbatasan

membuka mulut. Fraktur mandibula dapat terjadi di beberapa lokasi tergantung

tipe injuri dan arah dari kekuatan trauma yang dapat menyebabkan hipomobilitas

mandibula.

Fraktur pada arkus zigomatikus dan zygomaticomaxillary complex (ZMC) dapat

mengganggu pergerakan prosesus koronoideus.

30 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

c. Akibat Perawatan Gigi

Prosedur pembedahan mulut dapat mnyebabkan keterbatasan membuka

mulut. Ekstraksi gigi, terutama odontektomi dapat menimbulkan trismus karena

pasca pembedahan terjadi peradangan pada otot mastikasi ataupun otot sekitar

TMJ.

Tindakan perawatan lain yang dapat menimbulkan trismus ialah akibat

injeksi anestesi local. Trismus umumnya timbul 2-5 hari setelah anestesi blok

mandibula. Hal ini dapat terjadi karena ketidakakuratan posisi jarum saat

memberikan anestesi blok nervus inferior.

d. Temporomandibular Joint Disorders (TMD)

TMD dapat dikelompokkan menjadi extracapsular dan intracapsular

problem. Intracapsular problem biasanya timbul karena trauma, misalnya disc

displacement.

Masalah yang disebabkan oleh trismus

Masalah makan , keterbatasan membuka mulut sering diikuti keadaan

kekurangan gizi. Selain sulitnya untuk memasukkan makanan melalui mulut,

gerakan untuk mengunyah makanan lebih sulit karena keterbatasan pada otot

dan/atau sendi pada rahang.

1. Oral hygiene

Hal ini terjadi kareana mulus sulit untuk membuka. Sehingga pasien

menjadi malas atau memang tidak bisa untuk membersihkan area rongga mulut.

Hal ini dapat menimbulkan infeksi di rongga mulut dan juga kerusakan gigi

(caries). Bila sangat terlambat ditangani, dapat terjadi infeksi ke sistemik

2. Gangguan berbicara

Keterbatasan membuka mulut menyebabkan kesulitan berbicara, dalam hal

artikulasinya. KAta-kata yang diucapkan menjadi kurang jelas.

3. Anatomi Gigi yang Berhubungan dengan Perluasan Abses

31 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Dimulai dari pengertian abses sendiri, menurut kamus Dorlan abses adalah

kumpulan nanah setempat yang terbentuk akibat kerusakan jaringan. Setidaknya

ada dua bakteri yang berperan penting dalam pembentukan abses yakni yang

pertama Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Yang pertama yakni

bakteri Staphylococcus aureus memunyai peran untuk mendesposisi fibrin melalui

enzim koagulase yang dimilikinya. Sementara untuk bakteri Streptococcus mutans

sendiri memiliki lebih banyak enzim yakni ada tiga enzim ; streptokinase,

streptodornase dan hyaluronidase yang mempunyai peran sebagai agen penyebar

infeksi. Sama seperti pada manusia, sel – sel yang terdapat di dalam tubuh host

harus berkomunikasi untuk dapat bertahan hidup. Enzim hyaluronidase yang

dihasilkan oleh bakteri Streptococcus mutans ini nantinya akan berfungsi untuk

merusak jembatan yang digunakan untuk komunikasi yang juga berfungsi sebagai

transport nutrisi, penyusun serta penguat antarsel sehingga apabila jembatan

tersebut terputus sel – sel tersebut pada akhirnya akan mati dan lebih lanjut lagi

akan terjadi kerusakan jaringan dan nekrosis.

Bakteri Streptococcus mutans adalah bakteri yang mempunyai andil paling

besar untuk mengakibatkan nekrosis pulpa selanjutnya bakteri tersebut akan

memperluas areanya ke wilayah yang lebih di dalam yakni di jaringan periapikal.

Ketika terjadi infeksi pada pulpo-periapikal terjadilah percampuran

beberapa bakteri, sehingga disini Streptococcus mutans akan bercampur dengan

bakteri – bakteri lain untuk melakukan destruksi ke jaringan yang lebih dalam.

Tingkat virulensi bakteri yang tinggi yang diikuti dengan ketahanan host yang

kurang baik akan bermanifestasi pada pembentukan rongga patologis abses yang

disertai dengan pus. Yang kemudian akan meluas apabilasi tidak dilakukan

tindakan medikasi.

Kombinasi antara enzim hyaluronidase yang dihasilkan oleh bakteri

Streptococcus mutans dan enzym koagulase yang dihasilkan oleh bakteri

Streptococcus aureus akan membentuk membran abses atau disebut juga sebagai

pseudomembran yang terbentuk dari jaringan ikat di sekitar wilayah yang

didestruksi oleh enzym hyaluronidase Streptococcus mutans tadi, sehingga jika

dilihat melalui rontgenologis, akan terlihat batas abses yang tidak jelas, karena

32 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

jaringan ikat yang juga termasuk jaringan lunak tidak dapat ditangkap dengan baik

pada rontgen foto. Pseudomembran ini juga berfungsi untuk melindungi

Streptococcus mutans dan Streptococcus aureus sendiri dari reaksi keradangan sel

host.

Pus tidak hanya dihasilkan dari proses destruksi jaringan yang dilakukan

oleh bakteri Sterptococcus mtans saja akan tetapi juga hasil dari pembentukan

pus yang dilakukan oleh bakteri pyogenik, yang salah satu contohnya adalah

Streptococcus aureus. Sehingga rongga yang kosong yang dibentuk oleh bakteri

tersebut kemudian akan terisi oleh pus yang terdiri dari leukosit yang mati,

jaringan nekrotik dan bakteri dengan jumlah besar.

Pus tersebut akan terus menerus mencari jalan untuk menuju keluar tubuh,

namun dalam perjalanannya, seringkali menimbulkan gejala – gejala lain yang

mengganggu penderita seperti demam, malaise, dan rasa sakit.

Rongga patologis yang berisi pus tersebut terbentuk di dalam daerah

periapikal yang ada di dalam tulang sehingga untuk mencari jalan keluar, pus

tersebut harus menembus jaringan keras tulang terlebih dahulu hingga kemudian

dapat mencapai jaringan lunak kemudian keluar.

Pus terbentuk di dalam cancellous bone kemudian bergerak menuju ke

tepian tulang yakni korteks tulang. Bagi tulang yang normal, tulang akan dilapisi

oleh lapisan tipis yang tervakularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar

yang disebut dengan periousteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik,

maka respon keradangan ketika pus mencapai korteks dan melakukan eksudasinya

dengan melepas koponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal

(antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang

kandungannya bersifat destruktif. Peristiwa ini biasanya menimbulkan rasa sakit

pada bagian yang terkena penyebaran pus tersebut pada penderita. Keadaan ini

biasanya berlangsung dua sampai dengan tiga hari.

Apabila dibiarkan atau tidak dilakukan penanganan, maka penyebaran

akan berlanjut ke daerah subperiosteal . Setelah sampai pada rongga periosteal,

maka abses periapikal tersebut akan berubah terminologinya menjadi abses

33 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

periosteal. Setelah melewati subperiosteal, maka perjalanan pus akan berlanjut ke

lapisan periosteum. Lapisan periosteum merupakan lapisan tipis sehingga lapisan

ini akan tertembus dalam waktu beberapa jam saja.

Jika periosteum ini sudah tertembus, maka abses akan menjalar ke fascia

space terdekat karena telah mencapai jaringan lunak. Jika abses mengenai fascial

spaces maka terminologi akan berubah menjadi fascial abscess.

Pola Penyebaran Abses pada Spasia Wajah

Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur

(seperti pelapis pada otot), dapat menyebabkan peningkatan spasia (space)

jaringan yang potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi.

Spasia wajah adalah ruangan potensial yang dibatasi, ditutupi, atau dilapisi

oleh lapisan jaringan ikat. Lapisan-lapisan pada fascia menghasilkan spasia pada

wajah yang kesemuanya terisi dengan jaringan pengikat longgar.

Spasia wajah adalah area fascia-lined yang dapat dikikis atau membengkak

berisi eksudat purulent.  Spasia ini tidak tampak pada orang yang sehat namun

menjadi berisi ketika orang sedang mengalami infeksi. Infeksi odontogenic dapat

berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses pengikisan (erosi) pada infeksi

menembus sampai ke tulang paling tipis hingga mengakibatkan infeksi pada

jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan tulang). Berkembang atau

tidaknya menjadi abses spasia wajah, dihubungkan dengan melekatnya tulang

pada sumber infeksi. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi

infeksi spasia wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang

mengandung bakteri pada abses periapikal  akan berusaha keluar dari apeks gigi,

menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah

spasia wajah.

Spasia wajah diklsifikasikan menjadi dua, spasia wajah primer dan spasia

wajah sekunder. Spasia wajah primer dibagi lagi menjadi spasia wajah primer

maxilla dan spasia wajah primer mandibula.

34 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

A. Spasia Wajah Primer ( Maxilla)

A.1 Spasia kanina

Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii

superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi

caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar yang

cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior

hingga otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke

dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii superior.

Ketika spasia ini terinfeksi, gejala  klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian

depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial

menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah

infraorbital dan sinus kavernosus.

A.2 Spasia bukal

Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M.

buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi

akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama

infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia

bukal menjadi berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga

menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators.

Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal

dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di

atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas

inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal.

B. Spasia Wajah Primer (Mandibula)

B.1 Spasia submandibula dan sublingual

35 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi

berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan

dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga

submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya

trismus ringan.

Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar

mandibula, dan dapat juga disebabkan infeksi pada premolar. Yang membedakan

infeksi tersebut apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M.

mylohyoid pada ridge mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi

mengikis medial aspek mandibula di atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi

pada spasia lingual (sering terjadi pada gigi premolar dan molar). Sedangkan jika

infeksi mengikis aspek medial dari inferior mandibula hingga mylohyoid line ,

spasia submandibular pun dapat terkena infeksi.

Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer

mandibula. Sedangkan molar kedua mandibula dapat mengakibatkan baik spasia

sublingual maupun submandibular.

Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m.

mylohyoid. Batas posteriornya terbuka hingga berhubungan langsung dengan

spasia submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior.

Secara klinis, pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan

intraoral, terlihat pada bagian yang terinfeksi pada dasar mulut. Infeksi biasanya

menjadi bilateral dan lidah menjadi terangkat (meninggi)

Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di

atasnya serta fascia superficial. Batas posterior spasia submandibula berhubungan

dengan spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada submandibular

menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior mandibula hingga

meluas secara median menuju m. digastricus dan meluas ke arah posterior menuju

tulang hyoid.

36 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi,

inilah yang disebut dengan Ludwig’s angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat

kea rah posterior menuju spasia sekunder mandibula.

B.2 Spasia submental

Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan

di antara m. mylohyoid dengan kulit di atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena

infeksi dari incisor mandibula. Incisor mandibula cukup panjang untuk dapat

menyebabkan infeksi mengikis bagian labial dari tulang apical hingga perlekatan

m. mentalis. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di

bawah dagu. Infeksi juga dapat terjadi pada batas inferior mandibula hingga ke m.

submentalis

C. Spasia Wajah Sekunder

Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas

ke arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia

sekunder telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan

komplikasi hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan

spasia sekunder dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat

suplai darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur

pembedahan untuk mengeluarkan eksudat purulen.

C.1 Spasia masseter

Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan batas median

m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran infeksi dari spasia

bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga mandibula. Ketika

spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus menjadi bengkak.

Inflamasi m. masseter ini dapat menyebabkan trismus

C.2 Spasia pterygomandibular

37 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

Spasia pterygomandibular berada ke arah median dari mandibula dan ke

arah lateral menuju m. pterygoid median. Area ini merupakan area tempat

penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika dilakukan block pada saraf

alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya merupakan penyebaran dari

infeksi spasia sublingual dan submandibula. Infeksi pada area ini juga sering

menyebabkan trismus pada pasien, tanpa disertai pembengkakan. Ini lah yang

menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini

C.3 Spasia temporal

Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari spasia master dan

pterygomandibular. Dibagi menjadia dua bagian oleh m. temporalis. Bagian

pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m. temporalis, sedangakn

bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan spasia

infratemporal. infeksi ini, baik superficial maupun deep portion hanya terlihat

pada keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika infeksi sudah melibatkan spasia

temporalis, itu artinya pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area temporal ke

arah superior menuju arcus zygoamticus dan ke posterior menuju sekeliling

mata.Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai 

spasia matikator. Spasia ini saling berhubungan, sehingga ketika salah satunya

mengalami infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena infeksi.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomielitis, serupa dengan

komplikasi yang disebabkan oleh infeksi odontogen, dapat merupakan komplikasi

ringan sampai terjadinya kematian akibat septikemia, pneumonia, meningitis, dan

trombosis pada sinus kavernosus.

Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat

menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang

memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis

tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan

menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah

serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan

38 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

abses sub palatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain

abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.

Gigi yang nekrosis juga merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain,

misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi dermatitis, ke mata

menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis maxillaris,

ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke

persendian menjadi arthritis.

Infeksi odontogenic dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses

pengikisan (erosi) pada infeksi menembus sampai ke tulang paling tipis hingga

mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan

tulang). Berkembang atau tidaknya menjadi abses spasia wajah, tetap saja hal ini

dihubungkan dengan melekatnya tulang pada sumber infeksi. Kebanyakan infeksi

odontogenik menembus tulang hingga mengakibatkan abses vestibular. Selain itu

terkadang dapat pula langsung mengikis spasia wajah dan mengakibatkan infeksi

spasia wajah. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi

spasia wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung

bakteri pada abses periapikal  akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus

tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah.

Gigi mana yang terkena abses periapikal ini kemudian yang akan menentukan

jenis dari spasia wajah yang terkena infeksi. Tulang hyoid merupakan struktur

anatomis yang paling penting pada leher yang dapat membatasi penyebaran

infeksi

Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya penekanan

jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung hebat dan dapat menyebabkan

kematian.

Penyebaran infeksi ke ruang fasia dapat menyebabkan pembengkakan

wajah dramatis dan demam tinggi dan, jika tidak diobati, sesak pernapasan.

Karakteristik yang lebih umum infeksi ruang fasia berhubungan dengan

infeksi odontogenik dijelaskan di sini.

Infeksi ruang infraorbital umumnya terkait dengan gigi anterior

rahang atas dan baik terlokalisir pada fossa infraorbital oleh levator labii

39 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

superioris dan levator anguli oris otot. Pembengkakan wajah lateral hidung

yang menonjol, seperti yang penurunan mobilitas bibir atas yang disebabkan

oleh peradangan otot-otot ini. Jika areal tersebut berfluktuasi, insisi

intraoral dan drainase dengan penempatan drain Penrose kecil selama 1

sampai 2 hari umumnya perawatan yang mencukupi. Antibiotik

diindikasikan untuk semua infeksi dari ruang fasia. Trismus adalah ciri dari

infeksi ruang masticator.

4. Hubungan Infeksi Odontogen dan Non Odontogen dengan

Limfodenitis serta Demam

Limfadenitis

Infeksi odontogen dapat meluas dengan berbagai cara. Pertama, dengan

cara langsung, yaitu menyebar melalui jaringan sekitar yang bersebelahan secara

langsung dan kontinyu. Shafer berpendapat, penyebaran infeksi odontogen juga

dapat melalui aliran darah. Cara penyebaran yang lain adalah dengan melalui

aliran limfe.

Dari 800 kelenjar limfe di seluruh tubuh hampir (30% nya) 300 kelenjar

limfe berada di kepala dan leher dengan demikian seringkali baik metastasis

ataupun penjalaran infeksi muncul sebagai pembesaran kelenjar limfe kepala

leher. Perubahan patologis pada kelenjar limfe, baik yang merupakan infeksi

maupun neoplastik sering ditemukan dan sukar dibedakan dari tumor nonlimfatik,

proses radang atau degeneratif. Adanya pembesaran limfe pada bagian

anterolateral atas leher jika berlangsung singkat dan disertai dengan nyeri tekan

dan kemerahan, menunjukkan limfadenitis sekunder akibat infeksi. Pembesaran

kelenjar limfe multiple, yang kadang-kadang mengalami fluktuasi seringkali

saling melekat dan bergabung dan biasanya tidak nyeri tekan sering merupakan

akibat proses granulomatosis kronik.

Faktor dalam menilai kelenjar limfe yang bengkak adalah usia pasien, ciri

khas kelenjar limfe, lokasi kelenjar dan latar belakang klinis yang terkait dengan

limfadenopati. Ciri fisik kelenjar perifer penting, kelenjar linfoma cenderung

40 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan dan tanpa nyeri. Kelenjar pada

karsinoma metastatik biasanya keras dan terfikasasi pada jaringan dibawahnya.

Pada infeksi akut, kelenjar limfe akan teraba lunak, membengkak secara asimetris

dan saling berhubungan serta kulit di atasnya eritematosus (kemerahan).

Infeksi yang terjadi di rongga mulut sering mengakibatkan keradangan

limfonodi regional yang lazimnya disebut limfadenitis. Hal tersebut adalah

konsekuensi dari suatu sistem sirkulasi aliran limfe yang merupakan pertahanan

tubuh di dalam sistem limforetikuler tubuh manusia.

Salah satu tugas limfonodi adalah melakukan penyaringan terhadap

hadirnya antigen yang masuk ke dalam tubuh. Antigen dapat berupa protein asing

atau mikroba penyebab infeksi misalnya bakteri, virus, fungi, protozoa, dan

molekul makro yang dihasilkan oleh mikroba.

Dalam proses penanggulangan infeksi, kadang-kadang terjadi terobosan

mikroorganisme yang masuk ke aliran limfe sampai ke limfonodi. Bila sifat

bawaan mikroorganisme tersebut subvirulen dan dapat ditanggulangi oleh sistem

pertahanan tubuh, maka akan terjadi limfadenitis kronis. Akan tetapi bila sistem

pertahanan tubuh tidak dapat menanggulanginya, dan jasad renik termasuk jenis

piogenik maka akan timbul supurasi pada limfonodi.

Palpasi leher dan wajah harus dilakukan secara sistematik. Kelenjar limfe

leher dan metastatik seringkali terletak pada segitiga leher depan. Daerah ini perlu

diinspeksi dengan cermat, khususnya di bawah otot sternokleidomastoideus dan

sepanjang perjalanan selubung karotis.

Proses pembesaran kelenjar limfe oleh karena infeksi berbeda dengan

metastatis karsinoma (kanker). Pada pembesaran kelenjar limfe yang disebabkan

oleh infeksi berikut penjelasannya.

Infeksi yang dimulai dengan masuknya kuman patogen ke dalam tubuh,

direspon oleh sistem kekebalan yang berlapis. Di lapis depan berjajar komponen

normal tubuh seperti kulit, selaput lendir, batuk, flora normal, dan berbagai sel. Di

pusat pertahanan, terdapat kelenjar limfe yang menyimpan dua mesin perang yaitu

41 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

limfosit T dan limfosit B. kelenjar limfe tersusun secara regional menjaga

kawasan tertentu. Karena itu mereka disebut juga sentinel node (sentinal adalah

penjaga dan node adalah kelnjar limfe). Sentinel node kepala dan muka, terdapat

di leher, payudara dan tangan, ketiak, kaki, lipat paha, dan sebagainya.

Dalam peperangan itu salah satu tugas lapis pertama adalah membawa

sampel kuman ke limfosit untuk diidentifikasi dan pemrogaman

penghancurannya. Kemudian limfe atau cairan getah bening akan membawa sel T

dan sel B, ke daerah konflik. Dalam usahanya kelenjar limfe regional akan

meningkatkan aktivitasnya hingga mebesar. Ciri-ciri pembesaran kelenjar limfe

dalam mengatasi infeksi adalah sakit. Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe

regional dengan nyeri dan disertai tanda-tanda infeksi di daerah itu, pencarian dan

pengobatan pusat infeksi maupun prioritas.

Berbeda dengan infeksi, kelenjar limfe regional akan kewalahan

menghadapi kanker. Mereka melakukan penetrasi secara bertahap dalam waktu

tahunan. Lama-lama kelenjar limfe regional akan membesar tanpa rasa sakit.

Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe regional tidak sakit, pencairan kanker

primer menjadi prioritas.

Demam

Peningkatan temperatur tubuh merupakan salah satu tanda adanya infeksi,

namun dapat juga merupakan manifestasi dari penyakit neoplastik, gangguan

peradangan yang bukan karena infeksi dan katabolisme sebagai tiroksikosis.

Berdasarkan skenario, peningkatan temperatur yang terjadi merupakan tanda

adanya infeksi. Normal atau tidak normalnya temperatur tubuh yang berhubungan

deengan infeksi kemungkinan disebabkan oleh metabolisme yang tidak normal.

Temperatur tubuh dihasilkan dari keseimbangan antara produksi panas dan

hilangnya panas. Temperatur dipertahankan dengan cara perpindahan panas dari

produksi metabolisme panas di dalam tubuh ke kulit melalui sirkulasi. Temperatur

di dalam tubuh di kontrol oleh hipotalamus, vasomotor, sudomotor dan sistem

penggigil. Secara klinis termoregulasi demam di hipotalamus dirangsang oleh

42 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I

pyrogen. Pyrogen merupakan substansi yang dapat meningkatkan temperatur

tubuh. Pyrogen diaktifkan oleh endotoksin bakteri.

KESIMPULAN

Infeksi dentomaksilofasial merupakan infeksi yang terjadi pada daerah

orofasial, berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu infeksi odontogen dan

non odontogen. Infeksi odontogen cenderung akibat infeksi pada daerah gigi

sedangkan infeksi non odontogen berasal dari mukosa ataupun struktur selain

gigi. Identifikasi dari infeksi tersebut menggunakan pemeriksaan klinis, radiologi

dan laboratorium. Dalam proses patogenesisnya apabila tidak ditangani akan

menimbulkan komplikasi.

43 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I