strategi daya saing organisasi perguruan tinggi...
TRANSCRIPT
i
Disertasi
STRATEGI DAYA SAING ORGANISASI
PERGURUAN TINGGI NEGERI KALIMANTAN TIMUR
EAST KALIMANTAN HIGHER EDUCATION ORGANIZATION COMPETITIVENESS STRATEGY
Oleh :
FAJAR APRIANI P0900309008
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ii
STRATEGI DAYA SAING ORGANISASIPERGURUAN TINGGI NEGERI
KALIMANTAN TIMUR
Disertasi Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelarDoktor
Program Studi AdministrasiPublik
DisusundanDiajukanOleh
FAJAR APRIANI
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
iii
DISERTASI
STRATEGI DAYA SAING ORGANISASI PERGURUAN TINGGI NEGERIKALIMANTAN TIMUR
Disusundandiajukanoleh
FAJAR APRIANI
NomorPokok P0900309008
Telahdipertahankan di depanPanitiaUjianDisertasi
padatanggal2Juli 2013 dandinyatakantelahmemenuhisyarat
Menyetujui : Tim Promotor,
Prof. Dr. Sangkala, MA. Promotor
Dr. H. Muhammad Yunus, MA. Dr. H. Baharuddin, M.Si. Ko-Promotor Ko-Promotor Ketua Program Studi S3 Direktur Program Pascasarjana AdministrasiPublik, UniversitasHasanuddin, ______________________ ______________________ Prof. Dr. Suratman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Mursalim
iv
SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA :
Erwandoyo, SE.,DiandranayaEryaPutridan
RamadhanAthallahErya Putra – atasseluruhkasihsayang, kesetiaan,
kesabaran, pengertiandansemangat yang telahdiberikan
dalamhidupsaya.
Petikan-petikan :
“Jikakitatahudimanakitaberadadanbagaimanakitaakanmencapaitujuankita, kitamungkindapatmelihatarahkitaberjalan – danjikahasil yang terlihattidaksesuai, makabuatlahperubahansegera”. Abraham Lincoln “Saatstrategiadalah kata yang diasosiasikandenganmasadepan,sebenarnyaiajugaberhubungandenganmasalalu. Hidupitumelangkahkedepannamunmengambilpelajarankebelakang. Strategidigunakanuntukmasadepan,namundipahamimelaluimasalalu”. Henry Mintzberg
v
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertandatangan di bawahini :
Nama : FajarApriani
NomorPokok : P0900309008
Program Studi : AdministrasiPublik
Menyatakandengansebenarnyabahwadisertasi yang
sayatulisinibenar-benarmerupakanhasilkaryasayasendiri,
bukanmerupakanpengambilalihantulisanataupemikiran orang lain. Apabila
di
kemudianhariterbuktiataudapatdibuktikanbahwasebagianataukeseluruhan
disertasiinihasilkarya orang lain,
sayabersediamenerimasanksiatasperbuatantersebut.
Makassar, Juli2013
Yang menyatakan
FajarApriani
vi
PRAKATA
Bismillahirrohmaanirrohim,
Alhamdulillahirobbilalamin.Tiadakekuatandandayapenulisuntukmenyelesai
kantugasdancita-citamuliainitanpaijindankeridhoan Allah SWT
sebagaipenentudarisegenapupayamanusia.Untukitu,
makapujisyukurpenulishaturkanterutamakepadaIllahiRobbiatasrahmatdan
hidayahNya.
StudiinimengkajistrategidayasaingorganisasiPerguruanTinggiNegeri
Kalimantan Timur, yang
terlahirdariminatdankepedulianpenulisakanpentingnyapeningkatankondisip
endidikantinggipadaProvinsi yang dikenal kaya
hasilalamnyanamunmasihperlu ‘memperkaya’ sumberdayamanusianya.
Sebagaisebuahkaryamanusia,
disertasiinitentunyatidaklahsempurnadanmemerlukanmasukandan saran
yang
bersifatkonstruktifdariberbagaipihak.Makadariitupadakesempataninipenuli
smenyampaikanterimakasihdanpenghargaanatasbudibaikdanperansertap
arapihak yang telahmembantu.
Secarakhususpenulissampaikanterimakasihsertapenghargaan yang
setinggi-tingginyakepada Prof. Dr. Sangkala, MA.selakuPromotor, yang
denganpenuhperhatiansertapemikiran yang inovatifdankreatif,
vii
memberikanarahan, petunjuk, motivasidanbimbingan yang
takternilaiharganyapadasetiapkesempatandanselalumenginspirasipenulisu
ntukmenciptakansuatukarya yang baik.
Ucapanterimakasihdanpenghargaan yang
samajugapenulissampaikanpada Dr. H. Muhammad Yunus, MA. dan Dr.
H. Baharuddin, M.Si. masing-masingselakuKo-promotor, yang
selamainitelahbanyakmemberikanmotivasi, nasehat,
perhatiandanpemikiranbagipenulisandisertasiini.
SelanjutnyapenulisjugamenyampaikanterimakasihkepadaDirektorat
JenderalPendidikanTinggiKementerianPendidikandanKebudayaan yang
telahberkenanmembiayaistudipenulisdengan Dana BPPS pada 2009-
2012, Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B.,
Sp.BO.selakuRektorUniversitasHasanuddin, Prof. Dr. Ir.
MursalimselakuDirekturPascasarjanabesertajajarannya yang
telahmemberikankesempatankepadapenulisuntukmengikuti program
doktorpada Program PascasarjanaUniversitasHasanuddin, danProf. Dr.
Suratman, M.Si. selakuKetua Program
DoktorAdministrasiPubliksekaligussebagaianggotatimpenguji yang
selalumemberinasehat yang bijakdanmemotivasipenyelesaianstudipenulis.
Demikian pula disampaikanterimakasih yang sedalam-
dalamnyakepadaanggotatimpengujilainnya, antara lain Prof. Dr.
HaedarAkib, M.A. selakupengujieksternaldariUniversitasNegeri Makassar
yang senantiasamendukunginspirasipenulisuntukmenghasilkankaryatulis
viii
yang inovatif, Prof. Deddy T. Tikson, Ph.D. dan Dr. Alwi,
M.Si.yangbanyakmemberikan saran-saran, diskusidanperdebatanteoritik
demi penyempurnaandisertasiini.
Ucapanterimakasihjugadisampaikankepada Prof. Dr. H.
HamkaNaping,
MA.selakuDekanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasHasanuddin
yang
telahmemberikanizinpenulismelanjutkanstudidantelahberupayamenciptaka
nlingkunganorganisasi yang
kondusifpadamasakepemimpinannyauntukmendukungkelancaranstudima
hasiswa, termasukseluruhjajarannya yang telahmemberikanpelayanan
yang sangatbaikdalam proses penyelesaianstudipenulis.
Taklupajugapenulissampaikanterimakasihkepadabapak /
ibudosenFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasHasanuddin yang
berjasamenambahwawasandanpengetahuanpenulisdalam proses studi.
TerimakasihjugapenulissampaikankepadaProf. Dr. H. Zamrudin
Hasid, SE., SU.selakuRektorUniversitasMulawarman, Ir. H. Ibayasid,
M.Sc.selakuDirekturPoliteknikNegeriSamarindadanDr. H. HadiMutamam,
M.Ag.selakuKetua STAIN Sultan SulaimanSamarinda, yang
telahbersediamenjadikey informandalampenelitianini,
besertaseluruhjajarannyadanpihak-pihakterkait yang
telahbersediamenjadiinformanpenelitian.
ix
Akhirnya, tiadatergantikanucapanterimakasih yang paling
mendalamkepadasuamitercinta, Erwandoyo, SE. danputra-putripenulis
yang tersayang, DiandranayaEryaPutridanRamadhanAthallahErya Putra,
yang telahturutsertabergulatbersamapadaepisode
perjuanganpenyelesaianstudidalamsejarahhiduppenulis.
Pencapaianinimengorbankantidaksedikitterenggutnyakebersamaanpenulis
sebagaiistridanibudarikeduabuahhati, sehinggakesabaran, pengertiandan
air matatelahtakterhitungdalamperjalanannya.Ucapanterimakasihterhatur
pula kepadaseluruhkeluargabesarpenulisatasdo`arestudandukunganmoril
yang diberikandengantiadaterhinggaselamaini.
Semogasegalakebaikandanperansertaparapihaktersebut di
atassenantiasamemperolehkeridhoan Allah SWT.Amin yarobbalalamiin.
Makassar, Juli 2013
FajarApriani
x
ABSTRAK
FAJAR APRIANI. StrategiDayaSaingOrganisasiPerguruanTinggiNegeri Kalimantan Timur(dibimbingolehSangkalasebagaiPromotor, H. Muhammad YunusdanH. Baharuddinmasing-masingsebagaiKo-promotor).
PenelitianinibertujuanuntukmenganalisisstrategidayasaingorganisasiPerguruanTinggiNegeri(PTN) di Kalimantan Timur.PenelitianinidilakukanpadaPTN di Kalimantan Timur.SampelpenelitianadalahUniversitasMulawarman, PoliteknikNegeriSamarindadanSekolahTinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan SulaimanSamarinda.Jenispenelitian yang digunakanadalahstudikasustiga PTN di Kalimantan Timurdan level analisiseksplanatif. Pengumpulan data dilakukanmelaluiwawancara.Teknikanalisis data adalah model interaktifterhadapanalisis SWOT yang telahdilakukanoleh PTN tersebutbesertamatriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation) yangtelahdihasilkan.
HasilpenelitianmenunjukkanbahwaketigaPTN di Kalimantan Timurberadapadatigakuadran yang berbedadalammatriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation) yangtelahdihasilkan.Diantaraketiga PTN tersebut, yang memilikistrategidayasainghanyalahPoliteknikNegeriSamarindasebabberadapadakuadranAggressive.SedangkanUniversitasMulawarman yang beradapadakuadranConservative dan STAIN Sultan SulaimanSamarinda yang beradapadakuadranDefensive, belummemilikistrategidayasaing.Disampingitu, tahapperumusanstrategidalamperencanaanstratejik yang telahdilakukanUniversitasMulawarmandan STAIN Sultan SulaimanSamarindabelummenemukankesesuaianantarkomponenstruktural (yang meliputitujuanumumorganisasi, penentuantipologiataustrategi yang dipergunakan, pemahamanterhadaplingkunganpasardanpemilihankonfigurasiataustruktur yang akandipergunakan)
xi
daridesainorganisasinyasebagaimanarumusanteoritik yang dikemukakanoleh Burton, deSanctisdanObel. Olehkarenaitu, UniversitasMulawarmandan STAIN Sultan SulaimanSamarindamemerlukanpembenahandalammelakukan proses perencanaanstratejikdenganmemusatkanperhatianpadakesesuaiankomponenstrukturaldanperlumelakukanpenguatansumberdaya-sumberdaya internal untukmembangundayasaing. Kata Kunci :Strategidayasaing, PTN.
ABSTRACT
FAJAR APRIANI, East Kalimantan Higher Education Organization Competitiveness Strategy (under guidance of Sangkalaas Promotor, H. Muhammad Yunusand H. Baharuddin. as Co-promotors).
This research aims to analyze higher education organization competitiveness strategy in East Kalimantan.This research sample areMulawarman University, Samarinda Government Polytechnic and Sultan Sulaiman’s Government Islamic High School. This is a case study research of three Higher Education Organizations at East Kalimantan in explanative level by data collecting through interview. Data analysis technique is interactive of SWOT analysis that has been done by Higher Education Organization and the matrix of Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) that have been produced.
The research result showsthree Higher Education Organizations at East Kalimantan are located on three different quadrant in (Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) matrix that have been produced. Among the three Higher Education Organizations, which have a competitiveness strategy is the Samarinda Government Polytechnic because located on the aggressive quadrant. While Mulawarman University Mulawarman that located on conservative quadrant and and Sultan Sulaiman’s Government Islamic High School that located on defensive quadrant, still don’t have a competitiveness strategy. In addition, the strategies formulation in strategic planning that was done by Mulawarman University and and Sultan Sulaiman’s Government Islamic High School haven’t found structural alignment between components (such as organizations goals, strategy, environment and configuration that will be used) of organizational design as the Burton, deSanctis and Obel’s
xii
outline. Therefore, Mulawarman University and Sultan Sulaiman’s Government Islamic High School requires improvements in conducting strategic planning process by focusing on the suitability of the structural components and need to do a strengthening of internal resources to build competitiveness. Keywords : Competitiveness strategy, higher education organizations.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI .............................................. v PRAKATA ............................................................................................ vi ABSTRAK ............................................................................................ x ABSTRACT .......................................................................................... xi DAFTAR ISI .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii DAFTAR TABEL .................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xix BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 25 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................... 27 1.4. Signifikansi Penelitian ........................................................ 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Perspektif Strategi dalam Ilmu Administrasi
Publik ................................................................................. 32 2.1.1. Perspektif Paradigmatik Administrasi Publik ........... 32 2.1.1.1. Perkembangan Paradigma Administrasi
Publik ......................................................... 32 2.1.1.2. Perspektif New Public Management .......... 40 2.1.1.3. Manajemen Stratejik dalam Perspektif
Administrasi Publik ..................................... 43 2.1.1.4. Manajemen Stratejik .................................. 51 2.1.1.5. Perencanaan Stratejik Sektor Publik .......... 77 2.1.1.6. Model Perencanaan Stratejik Sektor Publik 82 2.1.2. Keterkaitan Manajemen Stratejik dengan
Organisasi ............................................................... 102 2.1.2.1. Teori Organizational Life Cycle .................. 103 2.1.2.2. Evolusi Teori Organisasi ............................ 118 2.1.3. Keterkaitan Strategi dengan Organisasi .................. 121
2.1.3.1. Hubungan Strategi, Organisasi dan Lingkungan ................................................ 121
2.1.3.2. Permasalahan Desain : Pengaturan Strategi dan Organisasi ............................. 126
2.1.4. Teori dan Perspektif Strategi ................................... 151 2.1.4.1. Konsep Strategi ......................................... 151
xiv
2.1.4.2. Jenis Strategi ............................................. 156 2.1.4.3. Model Strategi ............................................ 166 2.1.4.4. Aliran dalam Pembentukan Strategi
(Formation Strategy Schools) .................... 170 2.1.5. Hasil Penelitian yang Relevan ................................. 201 2.1.6. Kerangka Pikir Penelitian ........................................ 207
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian ....................................................... 213 3.2. Fokus Penelitian................................................................. 214 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 216 3.4. Desain Penelitian ............................................................... 217 3.5. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 218 3.6. Sumber dan Jenis Data ...................................................... 219 3.7. Analisis Data ...................................................................... 221 3.8. Keabsahan Data ................................................................ 224
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................ 229 4.1.1. Profil Universitas Mulawarman Samarinda .............. 229 4.1.2. Profil Politeknik Negeri Samarinda .......................... 233 4.1.3. Profil STAIN Sultan Sulaiman Samarinda ............... 239 4.2. Hasil Penelitian .................................................................. 243 4.2.1. Perencanaan Stratejik Universitas Mulawarman ..... 243 4.2.1.1. Analisis Kesiapan Sistem Unmul ............... 243 4.2.1.2. Pernyataan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Unmul ........................................................ 252 4.2.1.3. Analisis SWOT Unmul ............................... 259 4.2.1.4. Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif
Program Unmul .......................................... 290 4.2.1.5. Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi
Sumberdaya Unmul ................................... 291 4.2.1.6. Model Empirik Perencanaan Stratejik
Unmul ........................................................ 293 4.2.2. Perencanaan Stratejik Politeknik Negeri Samarinda 303 4.2.2.1. Analisis Kesiapan Sistem Polnes ............... 303 4.2.2.2. Pernyataan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Polnes ........................................................ 307 4.2.2.3. Analisis SWOT Polnes ............................... 317 4.2.2.4. Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif
Program Polnes ......................................... 331 4.2.2.5. Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi
Sumberdaya Polnes ................................... 332 4.2.2.6. Model Empirik Perencanaan Stratejik
Polnes ........................................................ 334
xv
4.2.3. Perencanaan Stratejik STAIN Sultan Sulaiman Samarinda ............................................................... 344
4.2.3.1. Analisis Kesiapan Sistem STAIN ............... 344 4.2.3.2. Pernyataan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
STAIN ........................................................ 346 4.2.3.3. Analisis SWOT STAIN ............................... 355 4.2.3.4. Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif
Program STAIN .......................................... 371 4.2.3.5. Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi
Sumberdaya STAIN ................................... 372 4.2.3.6. Model Empirik Perencanaan Stratejik
STAIN ........................................................ 374 4.3. Pembahasan ...................................................................... 386 4.3.1. Kasus Universitas Mulawarman (Unmul) ................ 386 4.3.1.1. Strategi Daya Saing Unmul ........................ 386 4.3.1.2. Kesesuaian Model Empirik Perencanaan
Statejik Unmul dengan Kerangka Pikir ....... 386 4.3.2. Kasus Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) .......... 410 4.3.2.1. Strategi Daya Saing Polnes ....................... 410 4.3.2.2. Kesesuaian Model Empirik Perencanaan
Statejik Polnes dengan Kerangka Pikir ...... 414 4.3.3. Kasus STAIN Sultan Sulaiman Samarinda ............. 417 4.3.3.1. Strategi Daya Saing STAIN........................ 417 4.3.3.2. Kesesuaian Model Empirik Perencanaan
Statejik STAIN dengan Kerangka Pikir ...... 420 4.3.4. Model Alternatif Perencanaan Stratejik dalam
Perumusan Strategi Daya Saing Organisasi PTN Kalimantan Timur .................................................... 436
4.3.5. Proposisi Empirik ..................................................... 443
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ........................................................................ 445 5.2. Implikasi Penelitian ............................................................ 446 5.2.1. Implikasi Teoritik ...................................................... 446 5.2.2. Implikasi Metodologis .............................................. 447 5.2.3. Implikasi Praktis ...................................................... 448
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 450 LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 457
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman
2.1. Model Matriks Pendekatan Manajemen Stratejik dari Idenburg .............................................................................. 57
2.2. Model Komprehensif Manajemen Stratejik .......................... 60 2.3. Model Manajemen Stratejik dari Hunger dan Wheelen ....... 62 2.4. Model Manajemen Stratejik dari Pearce dan Robinson ....... 63 2.5. Model Manajemen Stratejik dari Steiss ............................... 75 2.6. Diagram Skematik Perencanaan Stratejik dari Steiss ......... 85 2.7. Matriks SWOT dari Weilrich ................................................ 92 2.8. Matriks SPACE .................................................................... 93 2.9. Matriks MacMillan untuk Program Analisis Kompetitif ......... 95 2.10. Matriks Kebijakan Multipel ................................................... 99 2.11. Model Daur Hidup Organisasi ............................................. 104 2.12. Organizational Life Cycle .................................................... 115 2.13. Evolusi Organisasi ............................................................... 120 2.14. Model Hubungan Strategi, Organisasi dan Lingkungan ...... 122 2.15. The Goal Space .................................................................. 129 2.16. The Strategy Space ............................................................. 136 2.17. The Environment Space ...................................................... 140 2.18. The Alternative Organizational Configurations of the Firm .. 143
xvii
2.19. Jenis-jenis Strategi .............................................................. 160 2.20. Jenis-jenis Strategi dan Pembagian Peran ......................... 160 2.21. Rentang Jenis-jenis Strategi ............................................... 162 2.22. Matriks Ansoff untuk Pengembangan Bisnis ....................... 176 2.23. Matriks Pertumbuhan / Bagian Pasar .................................. 179 2.24. Strategi Generik Michael Porter .......................................... 181 2.25. Kerangka Pikir Penelitian .................................................... 208 3.1. Desain Penelitian ................................................................ 217 3.2. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) ............ 222 4.1. Perkembangan Program Studi pada Universitas
Mulawarman ........................................................................ 261 4.2. Keketatan Persaingan Ujian Masuk .................................... 266 4.3. Perbandingan Jumlah Mahasiswa ....................................... 267 4.4. Perkembangan Jumlah Kerjasama Unmul dengan Institusi
Lain .................................................................................... 280 4.5. Posisi Unmul dalam Matriks SPACE ................................... 286 4.6. Fokus Perubahan Universitas Mulawarman ........................ 287 4.7. Model Empirik Perencanaan Stratejik Unmul ...................... 295 4.8. Posisi Polnes dalam Matriks SPACE .................................. 330 4.9. Model Empirik Perencanaan Stratejik Polnes ..................... 335 4.10. Posisi STAIN Sultan Sulaiman dalam Matriks SPACE ........ 369 4.11. Model Empirik Perencanaan Stratejik STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda ........................................................... 376 4.12. Model Kesesuaian Komponen Perencanaan Stratejik dan
Komponen Struktural dalam Desain Organisasi Burton dkk 395
xviii
4.13. Model Sistem Organisasi Pembelajar ................................. 405 4.14. Model Alternatif Perencanaan Stratejik untuk Perumusan
Strategi Daya Saing Unmul ................................................. 437 4.15. Model Alternatif Perencanaan Stratejik untuk Perumusan
Strategi Daya Saing STAIN Sultan Sulaiman Samarinda .... 439
xix
DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman
1.1. Tingkat Pendidikan Dosen PTN Kalimantan Timur ............. 16 1.2. Rekap Jumlah Mahasiswa berdasarkan Fakultas di
Universitas Mulawarman ..................................................... 17 1.3. Daftar Program Studi yang Tidak Aktif pada Universitas
Mulawarman ........................................................................ 18 2.1. Perbedaan Perspektif Paradigma Birokratik dan Post-
Bureaucratic ........................................................................ 39 2.2. Organizational Life Cycle dan Ciri Khas yang Sesuai ......... 117 2.3. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Sederhana ............ 139 2.4. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Fungsional ............ 140 2.5. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Divisional .............. 142 2.6. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Matriks .................. 144 2.7. Hubungan antar Aspek Desain Organisasi untuk
Komponen Struktural ........................................................... 145 2.8. Konsep Strategi Hunger dan Wheelen ................................ 150 2.9. Konsep Strategi Fred R. David ............................................ 152 2.10. Pengembangan Jenis Strategi Umum dari Mintzberg dan
Waters ................................................................................. 157 2.11. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Strategi Publik .. 159 2.12. Jenis-jenis Strategi Sektor Publik dari Wechsler dan
Backoff ................................................................................ 160
xx
2.13. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis ................................................................................ 202
4.1. Keadaan Dosen Unmul Samarinda ..................................... 232 4.2. Keadaan Tenaga Administrasi Unmul Samarinda ............... 233 4.3. Keadaan Dosen Politeknik Negeri Samarinda .................... 236 4.4. Keadaan Tenaga Administrasi Politeknik Negeri
Samarinda ........................................................................... 236 4.5. Keadaan Dosen STAIN Sultan Sulaiman Samarinda .......... 241 4.6. Keadaan Tenaga Administrasi Politeknik Negeri
Samarinda ........................................................................... 242 4.7. Kebutuhan Anggaran Unmul 2008-2012 ............................. 249 4.8. Alokasi Biaya Operasional Unmul 2008-2012 ..................... 250 4.9. Alokasi Biaya Investasi Unmul 2008-2012 .......................... 251 4.10. Perkembangan Jumlah Mahasiswa Unmul Penerima
Beasiswa dari Pemerintah maupun Swasta 2010-2012 ...... 264 4.11. Beberapa Potensi Penerimaan Unmul ................................ 274 4.12. Kualifikasi Pendidikan Dosen Unmul ................................... 276 4.13. Rasio Dosen dan Mahasiswa Universitas Mulawarman ...... 277 4.14. Rekapitulasi Faktor Eksternal Internal Universitas
Mulawarman ........................................................................ 285 4.15. Matriks Keterkaitan Strategi, Kebijakan dan Program pada
Universitas Mulawarman ..................................................... 293 4.16. Rekapitulasi Komponen Struktural dari Perumusan
Strategi Unmul ..................................................................... 297 4.17. Rekapitulasi Faktor Eksternal Internal Politeknik Negeri
Samarinda ........................................................................... 329 4.18. Rekapitulasi Komponen Struktural dari Perumusan
Strategi Polnes .................................................................... 337
xxi
4.19. Akreditasi Program Studi pada STAIN Sultan Sulaiman ..... 357 4.20. Rekapitulasi Faktor Eksternal Internal STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda ........................................................... 368 4.21. Rekapitulasi Komponen Struktural dari Perumusan
Strategi STAIN Sultan Sulaiman Samarinda ....................... 378 4.22. Kesesuaian antara Konfigurasi, Lingkungan, Strategi dan
Tujuan ................................................................................. 394 4.23. Definisi Strategi Alternatif bagi Organisasi dalam Kuadran
Agresif ................................................................................. 412 4.24. Perbedaan Organisasi Tradisional dan Organisasi
Pembelajar .......................................................................... 428
xxii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman
1. Daftar Pertanyaan Wawancara ........................................... 457 2. Dokumentasi Penelitian ....................................................... 460 3. Surat Keterangan Telah Meneliti di Universitas
Mulawarman ........................................................................ 463 4. Surat Keterangan Telah Meneliti di Politeknik Negeri
Samarinda ........................................................................... 464 5. Surat Keterangan Telah Meneliti di STAIN Sultan
Sulaiman ............................................................................. 465 6. Daftar Status Program Studi dan Akreditasi Universitas
Mulawarman ........................................................................ 466 7. Kondisi Sarana – Prasarana Universitas Mulawarman ....... 469 8. Hasil Survei terhadap Tingkat Kepuasan Mahasiswa
Universitas Mulawarman ..................................................... 473 9. Struktur Organisasi Politeknik Negeri Samarinda................ 476 10. Struktur Organisasi STAIN Sultan Sulaiman Samarinda ..... 477 11. Saran Perbaikan Seminar Hasil Penelitian .......................... 478
xxiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan model sistem terbuka, organisasi merupakan sistem
yang saling berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Sama seperti
halnya pada organisme biologis, maka organisasi perlu menyesuaikan diri
terhadap tuntutan maupun persyaratan spesifik dari lingkungan, agar
mampu melanjutkan keberadaannya.
Kejadian-kejadian eksternal menentukan dinamika internal serta
struktur suatu organisasi. Variabel-variabel tertentu seperti teknologi,
skala organisasi, pilihan strategik, dinamika dan kompleksitas lingkungan
membentuk tuntutan maupun persyaratan spesifik yang harus dipenuhi
oleh setiap organisasi (Rainey dalam Heene,2010: 19).
Manajemen mempunyai tugas utama yaitu terus-menerus
memantau variabel-variabel lingkungan tersebut serta mengoptimalkan
kemampuan adaptasi dari organisasi. Tujuan akhirnya tertuju pada upaya
penyesuaian diri yang maksimal antara organisasi dengan keberadaan
hadirnya berbagai tuntutan maupun persyaratan dari lingkungan
sekitarnya. Agar mampu meraih tujuan tersebut, maka proses internal dan
eksternal dari organisasi patut dikelola sebaik mungkin.
Melalui apa yang disebut dengan manajemen strategik,
pengelolaan tersebut dapat dicapai. Manajemen strategik merupakan
xxiv
suatu kesatuan proses manajemen pada suatu organisasi yang berulang-
ulang dalam menciptakan nilai serta kemampuan untuk menghantar dan
memperluas distribusinya kepada pemangku kepentingan ataupun pihak
lain yang berkepentingan (Heene, 2010: 9).Strategi adalah bagian dari
strategic planning yang merupakan alat dalam manajemen strategik
organisasi.Maka dari itu, dalam studi administrasi publik, strategi
merupakan salah satu aspek kajian dalam manajemen strategik
organisasi.
Pengadopsian aspek-aspek bisnis termasuk strategi bersaing
dalam organisasi bisnis oleh organisasi sektor publik di dalam perspektif
administrasi publik tidak terlepas dari ketidakmampuan administrasi publik
selama ini dalam merespon tuntutan lingkungan, baik internal maupun
eksternal, yang mengakibatkan munculnya paradigma kedua administrasi
publik yaitu public management.Paradigma public management lebih
menekankan pada efektivitas, efisiensi dan mutu pelaksanaan tugas,
kemudian terdapat pemisahan manajemen strategis (apa) dari
manajemen operasional (bagaimana), serta adanya pengendalian yang
berorientasi pada persaingan dengan cara pemisahan wewenang antara
pihak yang memberi dana dan pihak pelaksana tugas. Tujuan public
management yaitu administrasi publik sebagai penyedia jasa bagi warga
harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan
efektif, namun di lain pihak tidak boleh berorientasi pada laba.
xxv
Dalam perkembangan selanjutnya muncul paradigma baru yang
dikenal dengan istilah new public management, yang intinya bagaimana
mendorong terciptanya efisiensi dan pengelolaan birokrasi yang
berorientasi pasar.New Public Management dipandang sebagai
pendekatan baru dalam administrasi publik yang menerapkan
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen
bisnis dan disiplin yang lain untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas dan
kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern. Selain itu, new public
management diarahkan pada prinsip fleksibilitas, pemberdayaan, inovasi
dan orientasi pada hasil, dan contracting out, serta manajemen dan
anggaran berbasis kinerja (Rakhmat, 2009: 172).
Pembaharuan manajemen publik pada dasarnya merupakan
sebuah pemikiran baru yang mengandung makna bahwa sektor publik
perlu dikelola secara efisien melalui model dan pendekatan baru, serta
orientasi baru. Proses transformasi dan pembaharuan dalam lingkungan
organisasi publik sebagai akibat adanya pergeseran paradigma dewasa
ini dapat dilihat dalam bentuk desentralisasi, downsizing, debirokratisasi,
deregulasi, privatisasi, restrukturisasi, reinventing serta berbagai
perkembangan pendekatan manajemen kontemporer seperti manajemen
mutu terpadu, manajemen stratejik dan manajemen publik.
Dalam pandangan manajemen, sebuah perubahan memungkinkan
organisasi menyesuaikan diri secara efektif untuk berubah dalam jangka
panjang.Menurut David dalam Rakhmat(2009: 178), satu-satunya yang
xxvi
tidak berubah adalah perubahan organisasi yang berhasil secara efektif
dalam mengatur perubahan, terus-menerus menyesuaikan birokrasi
strategi, sistem, dan budaya agar dapat bertahan hidup dalam kehidupan
yang penuh dengan persaingan.
Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel (1998: 4) mengemukakan
terdapat sepuluh aliran dalam pembentukan strategi yang merupakan cara
pandang yang berbeda satu sama lain, sebagian besar tercermin dalam
praktek manajemen. Masing-masing aliran memiliki perspektif unik yang
berfokus pada satu aspek utama dari proses pembentukan strategi.
Sepuluh aliran tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar,
yaitu :prespective in nature atau aliran perspektif, descriptive the
strategies atau aliran deskriptif dan configuration atau aliran konfigurasi.
Kelompok prespective in nature atau aliran perspektif lebih
memperhatikan bagaimana suatu strategi seharusnya diformulasikan
kemudian bagaimana membuat bentuknya, sedangkan kelompok
descriptive the strategies atau aliran deskriptif lebih mempertimbangkan
aspek-aspek khusus mengenai proses formulasi strategi, namun kurang
peduli terhadap rumusan perilaku strategis yang ideal daripada
mendeskripsikan bagaimana strategi dilakukan. Lain pula halnya dengan
kelompok configuration yang mengintegrasikan kedua kelompok tersebut.
Kelompok aliran pembentukan strategi yang dirumuskan oleh
Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel (1998: 4) tersebut, menghantarkan
peneliti untuk meneliti manajemen stratejik yang dipergunakan oleh
xxvii
sejumlah perguruan tinggi dalam rangka mempertahankan eksistensinya
sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi dan mencoba
menganalisis model perencanaan stratejik yang mampu memberikan
kemanfaatan yang lebih besar bagi perguruan tinggi tersebut dengan
mempergunakan aliran pembentukan strategi sebagai mainstream-nya.
Terkait dengan pembaharuan dalam lingkungan organisasi publik,
salah satu tugas pemerintah adalah bertanggungjawab memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan
kesejahteraan. Pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah
diklasifikasikan oleh Mahmudi (2007: 214) dalam dua kategori utama,
yaitu pelayanan kebutuhan dasar dan pelayanan umum. Pelayanan
kebutuhan dasar meliputi pelayanan kesehatan, pendidikan dasar dan
bahan kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan pelayanan umum
meliputi pelayanan administratif, pelayanan barang dan pelayanan jasa.
Pelayanan jasa pendidikan tinggi merupakan salah satu bentuk jasa yang
dibutuhkan publik.
Pelayanan jasa pendidikan penting sebagai indikator pembangunan
ekonomi dan kualitas kehidupan, yang menjadi kunci untuk menentukan
apakah sebuah negara telah berkembang, sedang berkembang atau
belum berkembang, sehingga maju mundurnya suatu negara ditentukan
oleh tingkat pendidikan warganya.Pendidikan di Indonesia patut dicermati
mengingat pembangunannya cukup tertinggal dibanding negara-negara
lain, bahkan di kawasan Asia Tenggara sekalipun, kecuali dengan negara
xxviii
baru, Timor Leste. Ketertinggalan pembangunan pendidikan Indonesia
tercermin dalam Education Index Report 2009, yang menempatkan
Indonesia pada urutan ke 104dari 181 negara di dunia
(http://en.wikipedia.org./wiki/Education_Index). Urutan pendidikan
Indonesia ini, masih di atasVietnam yang menempati urutan ke 115,
Myanmar yang menempati urutan ke 121 dan Laos yang menempati
urutan ke 139. Namun masih berada di bawah Malaysia yang menempati
urutan ke 98.
Di Indonesia, upaya dalam pembangunan pendidikan juga
dilakukan di berbagai jenjang, mulai pendidikan dasar, menengah sampai
pendidikan tinggi.Dalam konteks globalisasi, pendidikan tinggi memainkan
peran sentral dalam membangun masyarakat berpengetahuan, sebab
perguruan tinggi merupakan basis produksi, aplikasi ilmu pengetahuan
serta inovasi teknologi. Perguruan tinggi berperan strategis dalam konteks
pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian, kompetensi
profesional, dan kemahiran teknikal. Sehingga daya saing nasional amat
ditentukan oleh kemampuan bangsa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, melakukan inovasi teknologi dan mendorong program riset
dan pengembangan untuk melahirkan berbagai penemuan baru.
Oleh sebab itu, hubungan segitiga antara ilmu pengetahuan, dunia
industri dan perguruan tinggi (triple helix of knowledge-industry-university)
menjadi tak terelakkan. Selain menjadi pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dan inovasi teknologi, perguruan tinggi menyediakan tenaga
xxix
profesional yang diperlukan dalam dunia industri. Perguruan tinggi juga
dapat melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang memberi
manfaat bagi perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan dunia industri dapat mengalokasikan dana untuk menopang
kegiatan litbang di perguruan tinggi. Sangat jelas, dinamika hubungan
segitiga ini akan memberi sumbangan besar pada peningkatan
produktivitas nasional.
Dalam konteks demikian, dukungan finansial pemerintah amat vital
guna mengembangkan perguruan tinggi menjadi institusi yang kuat. Ada
empat pertimbangan sosial ekonomi yang penting. Pertama, investasi
untuk pendidikan tinggi akan melahirkan manfaat eksternal jangka
panjang yang menjadi faktor krusial pembangunan ekonomi yang
bertumpu pada ilmu pengetahuan. Kedua, investasi untuk pendidikan
tinggi memberi manfaat sosial politik karena akan melahirkan lapisan
masyarakat terpelajar yang dapat memperkuat kohesi sosial dan
memantapkan dasar-dasar demokrasi. Ketiga, pendidikan tinggi
memainkan peran kunci dalam menopang pendidikan dasar dan
menengah.Keempat, pengembangan teknologi dan kegiatan penelitian
dasar dan terapan oleh perguruan tinggi akan membawa keuntungan
jangka panjang guna mencapai keunggulan bangsa (Slameto, 2010
diunduh dari http://www/ispi.or.id).
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan tinggi merupakan salah
satu pilar penting yang diharapkan dapat membawa perubahan suatu
xxx
bangsa. Dunia pendidikan tinggi tidak hanya dapat menjadi sarana bagi
peningkatan kualitas sumber daya manusia, tetapi proses pembelajaran di
kampus juga diharapkan menjadi wahana yang sangat penting untuk
merubah pola pikir masyarakat menuju terwujudnya masyarakat sipil yang
demokratis. Namun demikian, bagaimana sesungguhnya jati diri
pendidikan tinggi di Indonesia ?
Data statistik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional mencatat bahwa secara kuantitas perkembangan
perguruan tinggi (akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
universitas) di Indonesia cukup fluktuatif.Pada tahun 2004 jumlah
perguruan tinggi adalah 2.428 buah, pada tahun 2008 meningkat menjadi
2.945 buah, yang terdiri atas 2.801 buah PTS (95,11 persen) dan 144
buah PTN (4,89 persen), maka pada tahun 2011 telah mengalami
penurunan sebesar 3,29 persen, dimana jumlah seluruh perguruan tinggi
menjadi 2.848 buah, yang terdiri atas 2.673 buah PTS (93,86 persen) dan
175 buah PTN (6,14 persen)(http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_perguruan
_tinggi_negeri_di_Indonesia).Dengan demikian, jumlah PTN di Indonesia
kini sebesar enam persen dari jumlah seluruh perguruan tinggi di
Indonesia.Kondisi demikian tentunya mendorong kompetisi antar
perguruan tinggi pada tataran nasional.
Disamping itu, perkembangan mutu perguruan tinggi pada tingkat
nasional pun turut mengiringi rendahnya daya saing perguruan tinggi
nasional yang tampak dari hasil akreditasi oleh BAN-PT (Badan Akreditasi
xxxi
Nasional Perguruan Tinggi) yang dijadikan standar oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Hasil akreditasi selama empat tahun terakhir
menunjukkan bahwa perguruan tinggi dengan peringkat A semakin
menurun dari 24 persen pada tahun 2004, menjadi delapan persen pada
tahun 2008. Sedangkan peringkat B menurun dari 59 persen pada tahun
2004 menjadi 46 persen pada tahun 2008. Sementara peringkat C
meningkat dari 16 persen pada tahun 2004 menjadi 45 persen pada tahun
2008 (Purwanto, 2011 diunduh dari http://repositori.mb.ipb.ac.id/).Hasil
akreditasi BAN tersebut menunjukkan kondisi perguruan tinggi di
Indonesia belum memenuhi harapan karena sebagian besar perguruan
tinggi berperingkat akreditasi B atau C.
PenelitianKuncoro (dalam Alma, 2008:93) menyatakan bahwa pada
dunia pendidikan tinggi di Indonesia, terjadi penurunan minat masyarakat
dalam menyekolahkan anaknya pada perguruan tinggi. Penurunan minat
ini terjadi karena rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada
perguruan tinggi sebab : (1) Tidak adanya jaminan diterima di dunia kerja,
(2) Tingginya biaya pendidikan jika dikaitkan dengan pendapatan per
kapita masyarakat, terutama pada jurusan-jurusan yang berbiaya tinggi
seperti fakultas teknik dan kedokteran, (3) Disangsikannya kemampuan
perguruan tinggi untuk menciptakan tenaga siap pakai.Hal tersebut
menunjukkan semakin merosotnya kualitas dan daya saing sumberdaya
manusia Indonesia, padahalperguruan tinggi merupakan salah satu
xxxii
wadah yang memiliki tanggungjawab dalam menghasilkan sumberdaya
manusia yang berkualitas.
Disamping itu, rendahnya daya saing perguruan tinggi Indonesia
juga terkait dengan rendahnya kesadaran akan makna pendidikan bagi
produktivitas dan kesejahteraan bangsa. Permasalahan ini terkait dengan
rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) yang menunjukkan rasio antara
jumlah mahasiswa dengan jumlah penduduk usia kuliah (18 hingga 25
tahun). APK di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia
kuliah hanya sebesar 13 persen yang kuliah atau menjadi mahasiswa
(Slameto, 2010). APK yang rendah tersebut menyebabkan kualitas input
yang masuk perguruan tinggi menjadi terbatas, selain itu sumberdaya dari
peran serta masyarakat untuk perguruan tinggi juga semakin rendah.
Masih rendahnya kemampuan perguruan tinggi Indonesia dalam
menghasilkan keluaran sumberdaya manusia yang berkualitas berawal
pada kondisi perguruan tinggi yang tidak memiliki kemampuan dalam
memformulasi kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar. Selain itu, peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang
terintegrasi untuk terciptanya link and match antara perguruan tinggi
dengan dunia usaha belum sepenuhnya dijalankan (Alma, 2008:95).
Membangun daya saing perguruan tinggi guna meningkatkan daya
saing sumberdaya manusia perlu dikerjakan oleh semua
pihak.Pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha serta masyarakat
perlu membagi peran masing-masing dalam memformulasikan kerangka
xxxiii
strategik daya saing perguruan tinggi dalam periode jangka panjang.
Mengingat dalam era persaingan yang sangat ketat ini, masing-masing
perguruan tinggi harus memiliki competitive distinctive yang membedakan
dengan perguruan tinggi lainnya dan juga perlu pula memiliki kemampuan
daya saing bila dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya, baik di
dalam maupun di luar negeri.
Hampir dua dekade terakhir ini, pendidikan tinggi di Indonesia
mengalami perubahan paradigma dalam pengelolaan pendidikan tinggi,
yaitu yang semula menggunakan pendekatan sentralistik sebagaimana
tercantum dalam Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka
Panjang (KPPT-JP) 1996-2005, bergeser menjadi pendekatan
desentralistik sebagaimana digunakan dalam Higher Education Long
Term Strategy (HELTS) 2003-2010. Perubahan paradigmatik tersebut
terjadi secara paralel dengan perubahan sifat pemerintahan dari
sentralistik ke desentralistik. Selain itu kondisi krisis ekonomi pada tahun
1997 mendorong berbagai usaha penyelamatan yang dilakukan oleh
bangsa Indonesia, termasuk penyelamatan keberlangsungan
pengembangan pendidikan tinggi. Akan tetapi dengan keterbatasan dana
yang tersedia, maka pemerintah mengambil langkah kebijakan yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pembangunan di
berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan tinggi.
Sesuai dengan paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi
tersebut, masing-masing perguruan tinggi dengan spesifikasi yang
xxxiv
berlainan (dalam hal sejarah, budaya, visi misi, pengorganisasian, model
kepemimpinan, sumberdaya serta jenis dan jumlah mahasiswa), dapat
menentukan sendiri tingkat dan cara pencapaian HELTS 2003-2010
dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan kesiapan, kemampuan, serta
situasi dan kondisi dimana perguruan tinggi tersebut berada. Namun
demikian, semua perguruan tinggi terikat pada satu tujuan sebagaimana
dirumuskan dalam Visi 2010 Pendidikan Tinggi Indonesia, yaitu “Pada
tahun 2010 telah dapat diwujudkan sistem pendidikan tinggi, termasuk
perguruan tinggi yang sehat, sehingga mampu memberikan kontribusi
pada daya saing bangsa”. Ciri-ciri perguruan tinggi dengan kriteria
tersebut antara lain berkualitas, memberi akses dan berkeadilan, serta
bersifat otonom.
Di masa yang akan datang, pengembangan pendidikan tinggi tidak
dapat dipisahkan dari prediksi perkembangan ilmu pengetahuan.
Perekonomian dunia sedang mengalami perubahan yang mendasar pada
kekuatan daya saingnya, dari yang berdasar pada kekayaan SDA serta
upah buruh yang rendah, menjadi daya saing yang ditopang oleh
kemampuan bangsa tersebut untuk mengembangkan kreativitas dan
inovasi dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Lulusan serta hasil penelitian perguruan tinggi sangat diharapkan mampu
menggali dan mengolah kekayaan dan keragaman SDA untuk
kesejahteraan masyarakat.Daya saing bangsa hanya dapat dicapai
apabila perguruan tinggi dapat menjalankan peran sebagai pemersatu
xxxv
bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan
memberikan kesempatan yang luas bagi seluruh bangsa, menghasilkan
penelitian yang mampu menggali potensi lokal dan memberikan manfaat
bagi masyarakat luas.
Disamping itu, usaha peningkatan kualitas lulusan perguruan tinggi
di Indonesia juga berbeda dengan masa sebelumnya karena pasar
terbuka telah menyebabkan penetrasi tenaga kerja dari luar negeri akan
semakin besar, sehingga persaingan di tingkat nasional tidak hanya terjadi
antar lulusan perguruan tinggi nasional saja, tetapi juga antar lulusan
perguruan tinggi nasional dengan perguruan tinggi luar negeri. Kompetisi
tersebut menuntut perhatian penyelenggara pendidikan tinggi untuk selalu
melakukan penyesuaian kurikulum, proses dan materi pembelajaran
terhadap perkembangan dunia kerja.Peningkatan relevansi pendidikan
sebagiknya menjadi sasaran dari peningkatan kualitas yang terus-
menerus (continuous quality enhancement) sebagai bagian dari suatu
sistem penjaminan mutu (quality assurance system) perguruan tinggi
secara keseluruhan.Melalui suatu perencanaan yang baik, perguruan
tinggi dengan potensi dan kemampuan yang memadai dapat
mengembangkan program studi yang lebih memusatkan pendidikannya
pada kebutuhan tenaga peneliti atau pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
Kualitas dan relevansi merupakan dua aspek pendidikan tinggi
yang saling berkaitan dan mempunyai kontribusi langsung pada
xxxvi
peningkatan daya saing bangsa dalam bidang SDM. Meningkatkan
kualitas dan relevansi pendidikan tinggi merupakan tugas kompleks
karena menyangkut banyak faktor seperti kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan, kualitas sarana dan prasarana pendidikan, sistem
pengelolaan pendanaan, dan suasana akademik yang tercipta di dalam
perguruan tinggi masing-masing, yang membutuhkan perencanaan
stratejik yang baik.
Perguruan tinggi tidak hanya perlu dilihat sebagai pusat ilmu
pengetahuan, pusat penelitian dan pusat pengabdian masyarakat.Tetapi
juga sebagai suatu entitas korporat penghasil ilmu pengetahuan yang
perlu bersaing untuk menjamin kelangsungan hidupnya, sebagaimana
perspektif sistem terbuka dalam teori organisasi. Dengan demikian
persaingan yang dihadapi perguruan tinggi sama halnya dengan
persaingan yang dialami oleh perusahaan profit, yang terkait dengan
persaingan di bidang mutu, harga dan layanan. Walaupun demikian,
ruang lingkupnya mengandung perbedaan, yaitu dari segi orientasi,
pangsa pasar dan strateginya.
Pergeseran lingkungan dan kekuatan persaingan dalam industri
pendidikan menyebabkan timbulnya kesenjangan antara tuntutan
lingkungan dan persaingan dengan kekuatan satuan pendidikan pada
berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Perubahan lingkungan pendidikan
tinggi lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan perguruan tinggi
nasional untuk meresponnya. Pasar dan persaingan pendidikan tinggi
xxxvii
menjadi lebih luas. Keadaan ini menunjukkan bahwa tuntutan lingkungan
dan persaingan pendidikan tinggi di Indonesia semakin kompleks dan
dinamis, padahal sumberdaya yang dimiliki perguruan tinggi relatif
beragam dan terbatas.Dengan demikian, perguruan tinggi saat ini dan di
masa yang akan datang, menghadapi permasalahan rendahnya tingkat
kelayakan strategis yang bersumber dari adanya kesenjangan antara
tuntutan lingkungan dan persaingan dengan sumberdaya internalnya.
Daya saing sejumlah perguruan tinggi dalam persaingan pendidikan tinggi
cenderung menurun sehingga mengancam keunggulan posisi dan
keberlanjutan perguruan tinggi yang bersangkutan.Oleh karena itu,
diperlukan suatu penerapan strategi daya saing yang tepat dalam rangka
mempertahankan eksistensi organisasi perguruan tinggi dalam lingkungan
persaingan yang terjadi.
Studi ini mempelajari kasus tiga PTN di Kalimantan Timur, yaitu
Universitas Mulawarman, Politeknik Negeri Samarinda dan STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda. Adapun kondisi yang dihadapi PTN Kalimantan
Timuryang menunjukkan dibutuhkannya upaya revitalisasi organisasi
melalui perumusan strategi daya saing yang berakar dari aliran konfigurasi
:
1. Tingkat pendidikan dosen PTN Kalimantan Timur masihrendah.
Data pendukung uraian permasalahan tersebut tampak pada tabel
berikut :
Tabel 1.1. Tingkat Pendidikan Dosen PTN Kalimantan Timur
xxxviii
No Tingkat
Pendidikan
Nama PTN
Unmul Polnes STAIN Sultan
Sulaiman Jml % Jml % Jml %
1 S3 (Doktor) 170 18,34 1 0,38 7 8,54 2 S2 (Magister) 657 70,87 113 42,97 65 79,27 3 S1 (Sarjana) 100 10,79 149 56,65 10 12,19
Jumlah 927 100 263 100 82 100
Sumber : Diolah dari Tiap-tiap Bagian Kepegawaian PTN di Kaltim, 2012.
Data tersebut di atas menunjukkan PTN Kalimantan Timur memiliki
tugas panjang dalam meningkatkan kualifikasi tenaga pengajarnya,
sebab jumlah tenaga pengajar berpendidikan sarjana (S1) masih
demikian besar, sementara jumlah tenaga pengajar berpendidikan
doktor (S3) masih sangat terbatas.
Kualitas tenaga pengajar merupakan komponen yang penting dalam
pemeringkatan dan akreditasi BAN-PT, antara lain jumlah tenaga
pengajar yang cukup, jumlah tenaga pengajar yang berpendidikan S3
dan jumlah tenaga pengajar yang mempunyai kepangkatan akademik
lektor kepala dan guru besar (Purwanto, 2011). Apabila kualitas tenaga
pengajar meningkat, maka akan berimbas pada jumlah penelitian yang
menghasilkan paten, hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal
internasional, dan banyaknya tenaga pengajar yang menjadi
pembicara pada taraf internasional, yang merupakan sejumlah faktor
penilaian akreditasi lainnya. Apabila hal tersebut dapat dicapai, maka
syarat dari daya saing perguruan tinggi berupa research quality dan
teaching quality pun dapat dipenuhi.
xxxix
2. Sejumlah fakultas di Universitas Mulawarman mengalami penurunan
jumlah mahasiswa.
Berikut adalah data pendukung uraian permasalahan tersebut :
Tabel 1.2. Rekap Jumlah Mahasiswa berdasarkan Fakultas di
Universitas Mulawarman
No Fakultas Jumlah Mahasiswa Perkemb
angan Terakhir
2009 2010 2011
1 Ekonomi 5.532 6.822 6.661 Turun 2 Ilmu Sosial dan Politik 4.949 5.608 5.807 Naik 3 Pertanian 936 1.208 1.302 Naik 4 Kehutanan 474 565 536 Turun 5 Keguruan & Ilmu
Pendidikan 12.355 11.100 12.907 Naik
6 Perikanan & Ilmu Kelautan
388 458 402 Turun
7 Hukum 1.112 1.220 1.243 Naik 8 MIPA 1.594 2.044 1.787 Turun 9 Teknik 1.174 1.434 1.506 Naik 10 Kesehatan Masyarakat 978 1.089 807 Turun 11 Kedokteran 443 452 450 Turun 12 UP. Fakultas Farmasi 500 550 540 Turun 13 Pascasarjana 2.183 2.370 3.116 Naik 14 UP. Fakultas Ilmu Budaya 82 209 305 Naik 15 UP. Fakultas Teknologi
Informasi & Komunikasi - 139 447 Naik
Jumlah 32.700 35.268 37.816
Sumber : BAAK Universitas Mulawarman, 2011.
Jumlah mahasiswa aktif Universitas Mulawarman secara keseluruhan
pada tiap tahunnya memang mengalami peningkatan, namun apabila
dicermati lebih dalam, tujuh fakultas diantara 15 fakultas (46,67persen)
mengalami penurunan jumlah mahasiswa yang cukup mencolok
dibandingkan pada fakultas lainnya.
xl
3. Sejumlah program studi di Universitas Mulawarmantidak memiliki calon
mahasiswa yang memadai sehingga program studinya ditutup atau
sudah tidak menerima mahasiswa baru lagi.
Berikut data mengenai hal tersebut :
Tabel 1.3. Daftar Program Studi yang Tidak Aktif pada
Universitas Mulawarman
No. Fakultas Program
Studi Tgl
Pendirian Keterangan
1 Keguruan dan Ilmu Pendidikan
D2 Pendidikan Guru TK
21-2-2006 Ditutup 2010
2 Keguruan dan Ilmu Pendidikan
D2 Pendidikan Guru SD
21-2-2006 Ditutup 2010
3 Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
D3 Sekretaris 19-4-1999 Tidak menerima mhs baru lagi
sejak 2010 4 Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik D3 Pariwisata 23-5-2000 Tidak menerima
mhs baru lagi sejak 2010
Sumber : BAAK Universitas Mulawarman, 2011.
4. Sejumlah program studi di Universitas Mulawarman terpaksa
mengalihkan calon mahasiswa ke program studi lain untuk memenuhi
kuota mahasiswa baru pada program studi yang tidak diminati calon
mahasiswa.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kekosongan
mahasiswa pada program-program studi eksakta pada umumnya,
yang saat ini kurang diminati dibandingkan dengan ilmu-ilmu
sosial.Kebijakan tersebut dilakukan dengan menyetujui program studi
pilihan kedua calon mahasiswa dalam tahap ujian masuk perguruan
tinggi.
5. Sejumlah program studi di STAIN Sultan Sulaiman belum terakreditasi.
xli
Sebelum tahun 2011, hampir semua program studi belum terakreditasi,
kecuali program studi Pendidikan Agama Islam.Pada tahun 2009 ijin
penyelenggaraan program studi yang sudah tidak berlaku, baru diurus
dan kemudian diusulkan akreditasinya.
Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki luas mencapai 211.440
km2 atau satu setengah kali pulau Jawa dan Madura, memiliki potensi
daerah di bidang perkebunan, peternakan, pariwisata serta perikanan dan
kelautan. Di bidang perkebunan, Provinsi Kalimantan Timur telah
mengembangkan areal perkebunan dari kawasan Budidaya Non
Kehutanan, dengan menetapkan potensi lahan perkebunan sawit sebesar
4,7 juta ha dan sisanya (0,61 juta ha) diperuntukkan bagi pengembangan
usaha perkebunan lainnya. Di bidang peternakan, Provinsi Kalimantan
Timur masih memiliki prospek untuk dikembangkan, karena hingga saat
ini untuk pemenuhan daging ternak maupun unggas bagi masyarakat
masih didatangkan dari luar daerah seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, Jawa Timur dan Bali. Di bidang pariwisata, posisi Provinsi
Kalimantan Timur berada pada segmen special interest group akibat
hampir 90 persen objek wisata yang ada disediakan oleh alam yang
dibaur dengan budaya dan sejarah, serta dikemas dalam paket wisata
ecoturism, dan 10 persen lainnya adalah objek wisata buatan.Di bidang
perikanan dan kelautan, Provinsi Kalimantan Timur memiliki komoditi
prospektif yang menonjol melalui budidaya laut, air payau dan tambak.
xlii
Mencermati potret potensi daerah tersebut, maka Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) di Kalimantan Timur berupaya menghasilkan SDM yang
mampu memenuhi kebutuhan daerah untuk pengembangan berbagai
sektor potensi daerah dalam rangka pembangunan yang lebih baik.
Mengingat jumlah angkatan kerja dengan jumlah lapangan pekerjaan di
Kalimantan Timur masih belum seimbang, sehingga upaya mengatasi
pengangguran menjadi agenda utama dalam agenda prioritas
pembangunan Kaltim (http://kaltimprov.go.id). Provinsi Kalimantan Timur
ke depan direncanakan menjadi pusat agroindustri dan energi terkemuka.
Untuk itu, maka kebutuhan akan SDM yang cerdas, terampil, berakhlak
mulia dan memiliki daya saing tinggi senantiasa diperlukan. Melalui PTN-
lah SDM yang dimaksud, diharapkan dapat dihasilkan. Oleh karena itu
tidak mengejutkan apabila perkembangan di lingkungan pendidikan
terutama pada PTN Kalimantan Timur memiliki progress yang cukup
pesat.Namun perkembangan tersebut belum menjanjikan keberlanjutan
yang kuat sebab PTN di Kalimantan Timur belum menduduki peringkat
nasional yang baik.
Daya saing PTN Kalimantan Timur secara nasional dibandingkan
dengan beberapa provinsi lain di Indonesia sampai tahun 2012 masih
relatif rendah. Data peringkat PTN Kalimantan Timur
versiWebcometricspada Juli 2012 menunjukkan bahwa Unmul berada
pada peringkat 116 di Indonesia. Pemeringkatan perguruan tinggi menurut
Webcometrics memperhatikan empat faktor, yaitu (1) visibility, (2) size, (3)
xliii
rich file dan (4) scholar.Sementara pada pemeringkatan
versi4International Colleges and Universities pada tahun 2012,
Unmulditempatkan pada peringkat 48 dan Universitas Borneo Tarakan
(UBT) yang baru saja berubah status menjadi PTN berada pada
peringkat150 dari 355 Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia. Namun
pada tahun 2013 terjadi kemerosotan peringkat yang sangat mengejutkan
dimana Unmul berada pada peringkat 91 sedangkan UBT pada peringkat
184 dari 348 Perguruan Tinggi di seluruh
Indonesia(http://www.4icu.org/id). Kriteria yang dipergunakan 4ICU antara
lain : (1) Google Page Rank, (2) Yahoo inbound links,dan (3) the Alexa
traffic ranking rank.Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) berada pada
peringkat 5 dari 19 Politeknik Negeri di seluruh Indonesia, dan STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda berada pada peringkat 22 dari 31 STAIN di
seluruh Indonesia (http://duniasoal.com/id).Dengan demikian, asumsi
peneliti adalah PTN di Kalimantan Timur belum memiliki strategi yang
tepat di dalam persaingan.Penelitian ini juga berasumsi bahwa kondisi
persaingan yang terjadi di antara perguruan tinggi pada dasarnya akan
kembali pada strategi bisnisnya, bukan pada apa strategi pemasarannya,
tetapi yang lebih penting pada aspek formulasi strategi daripada sebuah
organisasi dalam mengelola faktor-faktor yang memiliki nilai daya saing
sebagai suatu ‘alat’ untuk memenangkan persaingan.
Padahal tersedianya SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan
seni dalam jumlah, mutu dan memiliki daya beli yang memadai hasil dari
xliv
lembaga-lembaga pendidikan tinggi akan mendorong tumbuhnya
lembaga, dunia dan industri berbasis ilmu pengetahuan yang dapat
menyerap tenaga kerja produktif, yang dapat menghasilkan barang atau
jasa yang berdaya saing tinggi. Asumsinya adalah untuk mendapatkan
tenaga kerja yang berkualitas harus dilihat dari kualitas sistem pendidikan
yang ada di suatu negara, termasuk perguruan tinggi selaku
penyelenggara pendidikan tinggi. Sehingga jika suatu daerah memiliki
perguruan tinggi yang baik, maka akan mampu melahirkan tenaga kerja
yang baik pula.Uraian mengenai beberapapermasalahandan potret
potensi daerah sebagaimana telah terjabar di atas bagi penulis
merupakan isu permasalahan yang penting untuk dikaji sebab terdapat
gap antara keinginan lingkungan dengan keluaran yang
dihasilkan.Penelitian ini berfokus pada upaya menganalisis strategi daya
saing PTN Kalimantan Timur.
Studi-studi mengenai upaya peningkatan daya saing perguruan
tinggi selama ini berfokus pada hal-hal yang bervariasi satu sama lain,
namun umumnya menekankan pada aspek resource-based model dalam
penyusunan strategi untuk mencapai tujuan organisasinya, seperti hasil
penelitian Cyert (1993) yang mengukur besarnya pengaruh beberapa
variabel yang dapat meningkatkan daya saing perguruan tinggi, dengan
hasil penelitian berupa suatu proposisi bahwa kemampuan daya saing
suatu perguruan tinggi bergantung pada competitive distinctive-nya
masing-masing.Penelitian Furrer dkk (2008) juga menggunakan
xlv
pendekatan resource-based dengan hasil temuan berupa model jalinan
antara sumber-sumber daya diantara tingkat perusahaan. Penelitian
lainnya berfokus pada temuan akan strategi yang paling tepat untuk
meningkatkan daya saing organisasi.Sebagaimana tampak pada hasil-
hasil penelitian yang antara lain dilakukan oleh Istijanto (2004) mengenai
strategi positioning perguruan tinggi, serta penelitian Chung, Fam dan
Holdsworth (2009) mengenai nilai-nilai budaya yang mempengaruhi
pilihan universitas bagi siswa. Berbeda pula halnya dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sherman, Rowley dan Armandi (2007) dengan
temuan berupa sebuah profil strategik bagi perusahaan yang mendukung
analisis SWOT, serta penelitian O’Shannassy (2008) yang lebih
mengeksplorasi kegiatan analisis lingkungan pada tahapan formulasi
strategi dengan mengidentifikasi sumber daya keunggulan bersaing
perusahaan.Penelitian Ham dan Hayduk (2003) justru mengaitkan upaya
peningkatan daya saing dengan teori kesenjangan antara ekspektasi
dengan persepsi dari kualitas pelayanan jasa pendidikan.
Posisi penelitian ini dibanding penelitian yang pernah ada yaitu
dengan menganalisis strategi bersaing yang telah ditentukan PTN melalui
aspek aliran konfigurasi / struktur (Mintzberg, Ahlstrand dan Limpel, 1998:
4) dalam pembentukan strategi dengan melakukan tinjauan atas analisis
lingkungan dalam tahap formulasi strategi dan tinjauan atas komponen
struktural dari desain organisasi yang telah dilakukan (meliputi tujuan,
strategi, lingkungan dan struktur organisasi). Kemudian untuk selanjutnya
xlvi
mengidentifikasi posisi strategis organisasi melalui proses transformasi
yang telah dilalui oleh PTN. Poin pembaharuan kedua di dalam penelitian
ini dibandingkan dengan penelitian yang pernah ada terletak pada
penggunaan matriks (Strategic Position and Action Evaluation)
SPACEsebagai model deskriptif yang dibawa ke lapangan untuk
menganalisis strategi daya saing PTN Kalimantan Timur dan
mencermatiperencanaan stratejikyang telah dilakukan PTN Kalimantan
Timur melalui aspek komponen-komponen struktural dari desain
organisasi. Penelitian ini mencoba menghasilkan suatu proposisi bahwa
untuk kondisi Kalimantan Timur, upaya peningkatan daya saing PTN tidak
cukup hanya melalui perumusan strategi yang berfokus pada konsumen,
tetapi juga memerlukan ketepatandesain komponen struktural organisasi.
Pembaharuan ketiga terletak pada pemilihan obyek penelitian yang dalam
penelitian sebelumnya banyak dilakukan pada sektor industri dan
manufaktur (Sherman dkk 2007; Furrer dkk 2008; O’Shannassy 2008)
atau pada sektor jasa pendidikan tinggi namun menggunakan pendekatan
resource-based (Cyert 1993; Ham dan Hayduk 2003; Istijanto 2004;
Chung dkk 2009), maka penelitian ini adalah untuk sektor jasa pendidikan
tinggi negeri dengan menggunakan pendekatan integrated-based.
Penelitian ini dilakukan pada tiga bentukPTN di Kalimantan Timur,
antara lain universitas, politeknik dan sekolah tinggi, mengingat jumlah
PTN di Provinsi Kalimantan Timur hanya sebesar 10 persen dari jumlah
seluruh perguruan tinggi yang ada di Kalimantan Timur, dimana dari 50
xlvii
perguruan tinggi yang ada, hanya lima diantaranya yang berstatus
sebagaiPTN.Sedangkan secara nasional jumlah PTN hanya sebesar 6,14
persen dari jumlah seluruh perguruan tinggi yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia (Dirjen DIKTI, 2011). Dengan demikian dibutuhkan
upaya revitalisasi perencanaan stratejik organisasi untuk
mempertahankan keberlanjutan perguruan tinggi, khususnya PTN di
Kalimantan Timur dalam merespon perubahan lingkungan pendidikan
tinggi yang berlangsung cepat akibat tuntutan lingkungan dan persaingan.
1.2. Rumusan Masalah
Bahasan konsep daya saing bagi organisasi sektor publik bidang
pendidikan berbeda dengan konsep daya saing perusahaan ataupun
industri.Daya saing pada tingkatan perusahaan (mikro) didefinisikan
sebagai kemampuan suatu perusahaan mengatasi perubahan dan
persaingan pasar dalam memperbesar dan mempertahankan keuntungan,
pangsa pasar, dan/atau ukuran bisnisnya.Kemudian definisi pada
tingkatan industri (meso) adalah kemampuan suatu industri menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi dari industri pesaingnya.Suatu perusahaan
memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif (competitive advantage)
ketika perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki
pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu
melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain
(Porter dan McFetridge, 1995 (http://2.bp.blogspot.com).
xlviii
Sedangkan daya saing bagi organisasi sektor publik bidang
pendidikan adalah kemampuan lembaga penyelenggara pendidikan untuk
tumbuh dan berkembang diantara organisasi lainnya melalui keunggulan
kompetitif yang dimiliki, dalam rangka menarik minat sejumlah calon
mahasiswa.Pilar utama daya saing terletak pada perumusan strategi yang
dipergunakan dalam mengelola sejumlah keunggulan kompetitif yang
dimiliki. Daya saing perguruan tinggi akan membangun citra perguruan
tingginya (Alma, 2008: 99).
Upaya meningkatkan daya saing dan produktivitas sumberdaya
manusia (dalam Purwanto, 2011) diupayakan dengan mengembangkan
organisasi yang sehat.Higher Education Long Term Strategy Pendidikan
Tinggi (HELTS DIKTI) memasukkan unsur tata kelola, kepemimpinan dan
manajemen SDM sebagai bagian dari penyehatan organisasi.Tata kelola
organisasi menyangkut visi dan misi, keterbukaan, tanggungjawab, adil
dan akuntabilitas. Kepemimpinan menyangkut karakteristik kepemimpinan
yang efektif dan sistem pengelolaan fungsional dan operasional yang
mencakup :planning, organizing, staffing, leading, controlling. Sedangkan
manajemen SDM mencakup efektivitas, sistem seleksi, perekrutan,
penempatan, pengembangan dan pemberhentian; sistem monitoring dan
evaluasi serta rekam jejak kinerja; kualifikasi akademik dan kompetensi
dosen (BAN-PT, 2009).
Jones (dalam Reigeluth, 1999: 97) menyatakan bahwa model
berperan penting dalam pengembangan teori karena berfungsi sebagai
xlix
konsep dasar untuk memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai
hubungan sebab-akibat (cause-effect) dalam suatu sistem, serta untuk
menyediakan interpretasi kualitatif dan kuantitatif yang lebih baik akan
sistem tersebut. Dalam penelitian ini, matriks Strategic Position and Action
Evaluation (SPACE) menjadi model deskriptif dan prediktif yang dibawa ke
lapangan dalam menganalisis strategi daya saing PTN Kalimantan Timur.
Model deskriptif hanya menggambarkan situasi sebuah sistem sebagai
miniatur dari obyek yang dipelajari, sekaligus memberi rekomendasi
terhadap apa yang terjadi dan peramalan apabila sesuatu terjadi.
Dengan dilatar belakangi uraian dasar penelitian tersebut, maka
permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana strategi daya saing organisasi Perguruan Tinggi Negeri di
Kalimantan Timur ?
1.3. Tujuan Penelitian
Membangun daya saing perguruan tinggi sebagaimana
diamanatkan dalam Rencana Strategis Pendidikan Tinggi tidak hanya
cukup dilakukan dengan mengelola perguruan tinggi berupa perkuliahan
dengan baik saja. Perguruan tinggi yang mampu bersaing dan bertahan
lama atau berkelanjutan harus mempunyai daya saing yang baik di mata
konsumen dengan berfokus pada kepuasan stakeholders, mutu proses
yang tinggi untuk menghasilkan outcome pada industri pemakai, dan
kinerja sumberdaya yang tinggi (Buku Penuntun HELTS 2003-2010).
l
Penelitian ini melakukan penilaian strategi dalam merumuskan
alternatif perumusan strategi daya saing organisasi PTNuntuk
mempertahankan eksistensinya pada lingkungan persaingan yang
ada.Sehinggatujuan dari penelitian ini adalah : Menganalisis strategi daya
saing organisasi Perguruan Tinggi Negeri Kalimantan Timur.
1.4. Signifikansi Penelitian
Strategi daya saingmerupakan sebuah ranah kajian manajemen
stratejik dalam organisasi yang tidak terlepas dari disiplin ilmu administrasi
publik. Studi ini dikembangkan secara metodologis ilmiah untuk
memberikan kontribusi teoritik, metodologis dan praktis sebagai berikut :
1. Teoritik
Dari segi akademik, penelitian ini berusaha memberikan kontribusi
yang orisinil ke arah pengembangan teori organisasi sebagai sebuah
disiplin ilmu dan pengembangan perencanaan stratejik organisasi
publik bidang pendidikan melalui penelaahan strategi sebagai salah
satu aspeknya.Teori organisasi adalah sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari tentangstruktur dan desain organisasi.Teori organisasi
menjelaskan bagaimana organisasi sebenarnya distruktur dan
menawarkan tentang bagaimana organisasi dapat dikontruksi guna
meningkatkan keefektifannya.Teori organisasi memfokuskan diri
kepada perilaku dalam organisasi dan menggunakan definisi yang luas
tentang keefektifan organisasi.Teori organisasi tidak hanya
li
memperhatikan prestasi dan sikap para anggotanya, tetapi juga
kemampuan organisasi secara keseluruhan untuk menyesuaikan diri
dan mencapai tujuan-tujuannya (Akdon, 2011: 47-48).Sedangkan
strategi yang merupakan bagian dari strategic planning, merupakan
alat dalam manajemen strategik organisasi.Maka dari itu, manajemen
stratejik sebagai salah satu perkembangan pendekatan manajemen
yang muncul dari pergeseran paradigma administrasi publik dari
manajemen publik ke new public management (Rakhmat, 2009: 176),
dalam penelitian ini menjadi ruang analisis atas pengelolaan strategi
yang dijalankan oleh suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penciptaan
dan pengembangan teori serta praktek ilmu administrasi publik yang
terfokus pada strategi daya saing pada aspek manajemen stratejik
organisasi dalam dimensi perencanaan stratejik organisasi. Terhadap
pengembangan teori diharapkan hasil penelitian ini akan :
a. Mampu memberikan sumbangsih pemikiran intelektual ke arah
bidang kajian administrasi publik yang terfokus pada penerapan
perencanaan stratejik yang sesuai dengan kondisi lingkungan
internal dan eksternal organisasi, melalui hubungan komponen-
komponen struktural dalam desain organisasiuntuk merumuskan
strategi daya saing yang tepat.
b. Mampu memberi ruang perdebatan dalam diskusi teori organisasi
dalam rangka menambah wawasan keilmuan yang terfokus pada
lii
bidang kajian strategi sebagai bagian dari strategic planning melalui
pendalaman studi tentang strategi daya saing organisasi sektor
publik bidang pendidikan.
2. Metodologis
Dari segi metodologis, penelitian ini berusaha memperkaya khasanah
penelitian di bidang administrasi publik, khususnya mengenai daya
saing PTN dengan menggunakan metode dan pendekatan kualitatif,
dengan mengembangkan filsafat fenomenologis yang lebih
mengutamakan penghayatan (vestehen), dengan berusaha memahami
dan menafsirkan makna akan suatu peristiwa beserta interaksi tingkah
laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif penulis.
3. Praktis
Dari segi praktis, secara umum penelitian ini diharapkan akan mampu
memberikan informasi kepada para praktisi tentang komponen-
komponen yang perlu menjadi perhatian utama dalam memperbaiki
atau membenahi perumusan strategi daya saing yang dilakukan oleh
PTN sebagai organisasi publik bidang pendidikan, dalam rangka
meningkatkan kemampuan daya saingnya dalam pemberian jasa
pendidikan. Sejumlah kemanfaatan dari hasil penelitian ini yang
diharapkan dapat berguna bagi kehidupan praktis antara lain :
a. Mampu memberi sumbangsih berupa masukan kepada pimpinan
PTN Kalimantan Timur, khususnya dalam desain model alternatif
strategi daya saing organisasi dalam melakukan fungsi pemberian
liii
pelayanan bidang pendidikan yang lebih mampu membantu PTN
untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan
persaingan.
b. Mampu membuka ruang kritis terhadap organisasi publik bidang
pendidikan, khususnya sebagai ruang yang dinamis untuk
melakukan perubahan sesuai tuntutan lingkungan internal dan
eksternal organisasi.
c. Mampu memberi petunjuk yang rasional, berwawasan lokal dan
nasional dalam mempermudah perumusan strategi daya saing
organisasi pada era persaingan dan perubahan di masa depan
agar mampu mempertahankan keberadaan organisasi secara lebih
baik.
liv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori dan Perspektif Strategi dalam Ilmu Administrasi Publik
Muara kerangka pikir penelitian ini adalah proposisi Mintzberg
bahwa praktek manajemen strategik suatu organisasi tergantung pada
aliran pembentukan strategi yang dipergunakan. Masing-masing aliran
memiliki perspektif unik yang berfokus pada satu aspek utama dari proses
pembentukan strategi (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 4).
Disamping itu, paradigma fakta sosial turut melatarbelakangi penelitian
yang mempergunakan teori organisasi sebagai grand theory, teori
manajemen stratejik sebagai middle theory dan teori perencanaan stratejik
sebagai application theory ini.
2.1.1. Perspektif Paradigmatik Administrasi Publik
2.1.1.1. Perkembangan Paradigma Administrasi Publik
Perkembangan studi administrasi publik sangat dipengaruhi oleh
perubahan kebutuhan filosofis manusia dalam memahami hakikat dasar
dari peranan administrasi publik sebagai fenomena sosial. Pemahaman ini
mencakup pemahaman terhadap pergeseran cara berpikir dan asumsi-
asumsi yang digunakan dalam menghadapi permasalahan publik.
Dalam perkembangan ilmu administrasi publik telah tumbuh dan
dikenal sejumlah paradigma yang menggambarkan adanya perubahan-
lv
perubahan dan perbedaan-perbedaan dalam tujuan, teori, metodologi
atau dalam bagaimana epistimologi serta nilai-nilai yang mendasarinya.
Menurut Kuhn (1993), ilmu pengetahuan akan berkembang melalui
tahapan paradigmanya. Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-
nilai, metode-metode, prinsip dasar atau cara memecahkan sesuatu
masalah, yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada masa tertentu.
Dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu administrasi publik,
anomali pernah terjadi beberapa kali dan terlihat pada pergantian cara
pandang yang lama dengan yang baru, sebagaimana diungkapkan oleh
Henry (1995: 21-49). Standar suatu disiplin ilmu mencakup fokus dan
lokus. Fokus mempersoalkan what of the field atau metode dasar yang
digunakan atau cara-cara ilmiah apa yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu persoalan. Sedang lokus mencakup where of the field
atau tempat dimana metode tersebut digunakan atau diterapkan.
Berdasarkan dua kategori disiplin tersebut, perkembangan
paradigma administrasi publik menurut Henry (1995: 32-54) dapat
dikelompokkan dalam lima paradigma :
1) Dikotomi antara politik dan administrasi negara (1900 – 1926).
Fokus dari ilmu administrasi terbatas pada masalah-masalah
organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam
birokrasi dan pemerintahan. Sedangkan masalah-masalah
pemerintahan, politik dan kebijakan merupakan substansi ilmu
politik. Lokus paradigma ini adalah mempermasalahkan dimana
lvi
seharusnya administrasi negara berada. Frank J. Goodnow dan
Leonard D. White dalam bukunya Politics and Administration
mengatakan bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang amat
berbeda satu sama lain, yaitu politik dan administrasi.
2) Prinsip-prinsip administrasi (1927 – 1937).
Lokus dari administrasi negara tidak merupakan masalah dalam
paradigma ini, yang penting adalah fokusnya, yaitu prinsip-prinsip
administrasi yang dipandang dapat berlaku universal pada setiap
bentuk organisasi dan setiap lingkungan sosial budaya. Pada masa
itu, administrasi memiliki prinsip-prinsip yang jelas dimana
administrasi negara dapat diterapkan di negara mana saja
walaupun berbeda kebudayaan, lingkungan, visi dan lainnya. Pada
fase ini administrasi mencapai puncak reputasinya. Adapun
beberapa karya yang menonjol dalam fase paradigma ini antara
lain :
a. Principle of Scientific Management oleh F. W. Taylor.
b. Principles of Public Administration oleh Willoughby.
c. Creative Experience oleh Mary Parker Follet.
d. Industrial and General Management oleh Henry Fayol.
e. Principles of Organization oleh James D. Mooney dan Allan C.
Reiley.
f. Paper on the Science of Administration oleh Luther H. Gullick
dan Lyndall Urwick.
lvii
3) Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950 – 1970).
Fase paradigma ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan
kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dan ilmu
politik. Konsekuensi dari usaha ini adalah keharusan untuk
merumuskan bidang administrasi negara sebagai ilmu politik,
hubungannya dengan fokus keahliannya yang disebut esensial.
Waldo memprotes perlakuan ilmu politik terhadap ilmu administrasi
yang menyebut administrasi bukan lagi dianggap sebagai ilmu
politik berdasarkan Laporan Komisi Ilmu Politik, tapi sebagai suatu
disiplin baru dari ASPA (American Political Science Associaton,
1962) dengan tulisannya bahwa sarjana-sarjana ilmu politik tidak
lagi mengidentifikasi dirinya dengan administrasi negara adalah
bersikap tidak mempedulikan dan memusuhi. Sehingga sarjana
administrasi Negara dianggap sebagai warga kelas dua.
4) Administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1954 – 1970).
Administrasi negara berkembang sebagai ilmu administrasi.
Perkembangan ini diawali dengan ketidaksenangan bahwa ilmu
administrasi dianggap sebagai ilmu kedua setelah ilmu politik.
Sebagai suatu paradigma, pada fase ini administrasi hanya
memberikan fokus, bukan lokusnya. Tahun 1965 Jurnal
Administration Science Quarterly sebagai sarana yang amat
penting untuk menyuarakan pendapat dan konsepsi-konsepsi dari
paradigma ini.
lviii
5) Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970).
Pada masa ini administrasi negara telah berkembang menjadi ilmu
administrasi negara, merambah ke teori organisasi, ilmu kebijakan
(policy science) dan ekonomi politik. Dalam waktu singkat,
administrasi negara sebagai suatu bidang kajian telah
menunjukkan warna tersendiri. Beberapa departemen, fakultas dan
akademi baru administrasi negara dan public affairs bermunculan,
salah satunya The National Association of School of Public Affairs
and Administration.
Frederickson (1984: 24-30) juga membagi perkembangan
administrasi negara dalam enam paradigma, dengan penjabaran :
1) Birokrasi klasik.
Fokus pengamatan paradigma ini adalah struktur (desain)
organisasi dan fungsi prinsip-prinsip manajemen. Sedangkan yang
menjadi lokus adalah berbagai jenis organisasi, baik pemerintahan
maupun bisnis. Nilai pokok yang ingin diwujudkan adalah efisiensi,
efektivitas, ekonomi dan rasionalitas.
2) Birokrasi neo-klasik.
Nilai yang dianut dan ingin dicapai paradigma ini adalah serupa
dengan paradigma pertama, tetapi yang merupakan lukos dan
fokusnya berbeda. Lokus dari paradigma ini adalah keputusan yang
dihasilkan oleh birokrasi pemerintahan, sedangkan fokusnya
adalah proses pengambilan keputusan dengan perhatian khusus
lix
kepada penerapan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisa sistem
dan penelitian operasi.
3) Kelembagaan.
Paradigma kelembagaan fokusnya terletak pada pemahaman
mengenai perilaku birokrasi yang dipandang juga sebagai suatu
organisasi yang kompleks. Masalah-masalah efisiensi, efektivitas
dan produktivitas organisasi kurang mendapat perhatian. Salah
satu perilaku organisasi yang diungkapkan oleh paradigma ini
adalah perilaku pengambilan keputusan yang bersifat gradual dan
inkremental, yang oleh Lindblom dipandang sebagai satu-satunya
cara untuk memadukan kemampuan dan keahlian birokrasi dengan
preferensi kebijakan dan berbagai kemungkinan bisa dari pejabat-
pejabat politis.
4) Hubungan kemanusiaan.
Inti yang mendasari paradigma ini adalah keikutsertaan dalam
pengambilan keputusan, minimasi perbedaan dan status dan
hubungan antar pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri dan optimasi
tingkat kepuasan. Fokus dari paradigma hubungan kemanusiaan
adalah dimensi-dimensi kemanusiaan dan aspek sosial dalam tiap
jenis organisasi ataupun birokrasi.
5) Pilihan publik.
Lokus dari administrasi negara menurut paradigma ini tak lepas
dari politik. Sedangkan fokusnya adalah pilihan-pilihan untuk
lx
melayani kepentingan publik akan barang dan jasa yang harus
diberikan oleh sejumlah organisasi yang kompleks.
6) Administrasi negara baru.
Fokus dari administrasi negara baru meliputi usaha untuk
mengorganisasikan, menggambarkan, mendesain ataupun
membuat organisasi dapat berjalan ke arah dan dengan
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang
dilaksanakan dengan menggambarkan sistem desentralisasi dan
organisasi-organisasi demokratis yang responsif dan mengundang
partisipasi serta dapat memberikan secara merata jasa-jasa yang
diperlukan masyarakat. Karakteristik administrasi negara baru
menurut Frederickson, menolak bahwa para administrator dan teori
administrasi bersifat netral atau bebas nilai dan nilai-nilai
sebagaimana dianut dalam berbagai paradigma tersebut di atas
adalah relevan sekalipun terkadang bertentangan satu sama lain.
Kurang lebih setelah sepuluh tahun, terjadi pergeseran paradigma
yang dikenal dengan nama post-bureaucratic paradigm oleh Barzelay dan
Armajani (1997: 496) yang benar-benar berbeda dengan paradigma
birokratik yang banyak dikritik orang. Berikut tersaji tabel mengenai
perbedaan perspektif paradigma birokratik dan paradigma post-
bureaucratic :
lxi
Tabel 2.1. Perbedaan Perspektif Paradigma Birokratik dan Post-Bureaucratic
No Paradigma Birokratik Paradigma Post-Bureauratic 1 Menekankan
kepentingan publik, efisiensi, admi- nistrasi dan kontrol.
Menekankan hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas dan nilai, produk dan keterikatan terhadap norma.
2 Mengutamakan fungsi, otoritas dan struktur.
Mengutamakan misi, pelayanan dan hasil akhir.
3 Menilai biaya, menekan- kan tanggungjawab.
Menekankan pemberian nilai bagi masyarakat, membangun akuntabilitas dan memperkuat hubungan kerja.
4 Mengutamakan ketaatan terhadap aturan dan prosedur.
Menekankan pemahaman dan penerapan norma-norma, identifikasi dan pemecahan masalah, serta proses perbaikan yang berkelanjutan.
5 Mengutamakan beropera- sinya sistem-sistem ad- ministrasi.
Menekankan pemisahan antara pelayanan dengan kontrol, membangun dukungan terhadap norma, memperluas pilihan pelanggan, mendorong kegiatan kolektif, memberikan insentif, mengukur dan menganalisis hasil, dan memperkaya umpan balik.
Sumber : Barzelay dan Armani, 1997: 496.
Dalam saat yang bersamaan muncul paradigma yang sangat
bersifat reformatif yaitu Reinventing Government yang disampaikan oleh
Osborne dan Gaebler pada tahun 1992 dan kemudian dioperasionalkan
oleh Osborne dan Plastrik pada tahun 1997. Di dalam paradigma ini,
pemerintahan pada saat sekarang harus bersifat 1) katalitik, 2)
memberdayakan masyarakat, 3) mendorong semangat kompetisi, 4)
berorientasi pada misi, 5) mementingkan hasil, 6) mengutamakan
kepentingan pelanggan, 7) berjiwa wirausaha, 8) selalu berupaya
mencegah masalah atau bersikap antisipatif, 9) bersifat desentralistis, dan
10) berorientasi pada pasar.
lxii
Paradigma Reinventing Government juga dikenal sebagai New
Public Management (NPM) dan mencapai puncaknya ketika prinsip Good
Governance diimplementasikan. Pada tahun 2003, atau kurang lebih
sepuluh tahun kemudian, muncul lagi paradigma baru dalam administrasi
publik yaitu The New Public Service oleh Denhardt dan Denhardt.
Keduanya menyarankan untuk meninggalkan prinsip administrasi klasik
dan Reinventing Government atau NPM, dan beralih ke prinsip New
Public Service. Ide pokok New Public Service antara lain :
1) Serve citizen, not customers : melayani warga masyarakat bukan
pelanggan.
2) Seek the public interest : mengutamakan kepentingan publik.
3) Value citizenship over entrepreneurship : lebih menghargai warga
negara daripada kewirausahaan.
4) Think strategically, act democratically : berpikir strategis dan
bertindak demokratis.
5) Recognized that accountability is not simple : menyadari bahwa
akuntabilitas bukan merupakan sesuatu yang mudah.
6) Serve rather than steer : melayani daripada mengendalikan.
7) Value people, not just productivity : menghargai orang, bukan
hanya produktivitas semata.
2.1.1.2. Perspektif New Public Management
Paradigma NPM melihat bahwa paradigma manajemen terdahulu
kurang efektif dalam memecahkan masalah pemberian pelayanan kepada
lxiii
publik. Hood dalam Keban (2004: 34) mengungkapkan ada tujuh prinsip
dalam NPM, yaitu :
1) Pemanfaatan manajemen profesional dalam sektor publik.
2) Penggunaan indikator kinerja.
3) Penekanan yang lebih besar pada kontrol output.
4) Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil.
5) Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi.
6) Penekanan gaya sektor swasta pada penerapan manajemen.
7) Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam
penggunaan sumber daya.
NPM secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan
administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk
memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kinerja pelayanan publik pada
birokrasi modern. Selain itu, new public management diarahkan pada
prinsip fleksibilitas, pemberdayaan, inovasi dan orientasi pada hasil,
outsourching, dan contracting out, serta manajemen dan anggaran
berbasis kinerja (Rakhmat, 2009: 172).
NPM telah mengalami berbagai perubahan orientasi menurut
Ferlie, Ashburner, Filzgerald dan Pettigrew dalam Keban (2004: 35) yaitu :
1) Orientasi the efficiency drive, yaitu mengutamakan nilai efisiensi
dalam pengukuran kinerja.
lxiv
2) Orientasi downsizing and decentralization, yaitu mengutamakan
penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi dan mendelegasikan
otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi
secara cepat dan tepat.
3) Orientasi in search of the excellence, yaitu mengutamakan kinerja
optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Orientasi public service, yaitu menekankan pada kualitas, misi dan
nilai-nilai yang hendak dicapai organisasi publik, memberikan
perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, kebutuhan dan
partisipasi pengguna dan warga masyarakat, memberikan otoritas
yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih masyarakat termasuk
wakil-wakilnya, menekankan social learning dalam pemberian
pelayanan publik, dan penekanan pada evaluasi kinerja secara
berkesinambungan, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.
Perspektif NPM berfokus pada kerjasama yang berorientasi pada
outcome antara publik dengan sektor swasta dalam menyediakan layanan
kepada warga negara. Bentuk reformasi ini berupaya menggantikan
model pemerintahan tradisional yang berbasis aturan, proses yang
didorong oleh kewenangan, dengan berbasis pasar, taktik yang didorong
oleh persaingan. Bahkan di beberapa negara, BUMN seperti perusahaan
telepon, listrik, secara eksplisit menerapkan model pasar. Tetapi proses
reformasi global lebih merupakan upaya untuk menggantikan proses yang
lxv
lama dengan mekanisme baru yang disebut mekanisme pasar (market
mechanism) (Sangkala, 2012: 186).
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik utama NPM adalah
memperkenalkan mekanisme pasar untuk menjalankan organisasi
layanan publik atau disebut marketisasi pelayanan publik (Hood dalam
Sangkala, 2012: 188).
2.1.1.3. Manajemen Stratejik dalam Perspektif Administrasi Publik
Menurut Shafritz dan Russel (1997: 20), manajemen berkenaan
dengan orang yang bertanggungjawab menjalankan suatu organisasi, dan
proses menjalankan organisasi itu sendiri yaitu pemanfaatan sumberdaya
untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, muncul tipe manajemen
khusus yang disebut sebagai manajemen publik yaitu manajemen instansi
pemerintah di dalam paradigma public management.
Overman dalam Keban (2004: 85) mengemukakan bahwa
manajemen publik bukanlah scientific management, meskipun sangat
dipengaruhi oleh scientific management. Manajemen publik bukan policy
analysis, bukan juga administrasi publik baru atau kerangka yang lebih
baru. Akan tetapi, manajemen publik merefleksikan tekanan-tekanan pada
orientasi rasional-instrumental pada satu pihak, dan orientasi politik
kebijakan di pihak lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner
dari aspek-aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara
fungsi manajemen di satu sisi, dengan berbagai sumberdaya di sisi lain.
lxvi
Namun demikian, ditelaah melalui perkembangan ilmu administrasi
publik, manajemen publik berada pada paradigma kedua menurut Henry
(1995: 32) yaitu paradigma prinsip-prinsip administrasi, dimana fokus dari
paradigma ini adalah prinsip-prinsip administrasi dipandang dapat berlaku
universal pada setiap bentuk organisasi. Dalam rangka pemenuhan
kebutuhan akan pelayanan publik yang lebih baik, pada
perkembangannya, organisasi publik mengadopsi prinsip-prinsip
manajemen publik dalam pemberian pelayanan publiknya.
Perkembangan manajemen publik paling tidak dipengaruhi oleh
tiga pandangan (Keban, 2004: 86-97), yaitu :
1) Manajemen Normatif.
Manajemen dilihat sebagai suatu proses penyelesaian tugas atau
pencapaian tujuan. Efektivitas dari proses tersebut diukur dari
apakah kegiatan-kegiatan organisasi direncanakan, diorganisir,
dikoordinasikan, dan dikontrol secara lebih efisien. Manajemen
normatif sejak pembentukannya lebih bersifat profit-oriented atau
business-oriented dan karena itu dianggap tidak cocok dengan
ideologi administrasi publik yang lebih berorientasi pada public
service, namun memang sering mempengaruhi pola dan dinamika
manajemen baik di sektor swasta maupun publik.
2) Manajemen Deskriptif.
Pendekatan manajemen deskriptif dapat diamati dari karya
Mintzberg mengenai fungsi-fungsi manajemen seorang manajer di
lxvii
tempat kerjanya yang terdiri atas : a) kegiatan personal, yaitu
kegiatan yang dilakukan manajer untuk mengatur waktunya sendiri,
berbicara dan menghadiri kegiatan-kegiatan yang memuaskannya
atau keluarganya, b) kegiatan interaktif, yaitu kegiatan yang
berhubungan dengan bawahan, atasan, pelanggan, organisasi lain
dan pemimpin-pemimpin masyarakat, c) kegiatan administratif,
yaitu kegiatan yang mencakup surat-menyurat, penyediaan dan
pengaturan anggaran, monitoring kebijakan dan prosedur,
penanganan masalah kepegawaian, d) kegiatan teknis, yaitu
kegiatan manajer untuk memecahkan masalah-masalah teknis,
melakukan supervisi terhadap pekerjaan teknis, dan bekerja
dengan menggunakan perlengkapan-perlengkapan.
3) Manajemen Publik.
Manajemen publik merupakan suatu spesialisasi relatif baru, tetapi
berakar dari manajemen normatif, yang diawali melalui tulisan
Wilson dalam The Study of Administration tahun 1887. Wilson
meletakkan empat prinsip dasar bagi studi administrasi publik yang
mewarnai manajemen publik hingga sekarang yaitu : a) pemerintah
sebagai setting utama organisasi, b) fungsi eksekutif sebagai fokus
utama, c) pencarian prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang
lebih efektif sebagai kunci pengembangan kompetensi administrasi,
d) metode perbandingan sebagai suatu metode studi dan
pengembangan bidang administrasi publik.
lxviii
Disadari bahwa bukan saja makna “strategi” rentan terhadap
kecenderungan multi tafsir. Tetapi juga makna dari pemahaman
“manajemen stratejik” dapat menjadi sangat berbeda dan ditafsirkan
dengan banyak cara, disesuaikan dengan keadaan yang tengah dihadapi.
Adapun mengenai prosedur dimana para manajer berinteraksi dengan
strategi, prosedur dimana strategi-strategi organisasi itu diterima dan
dilaksanakan, serta prosedur dimana manajemen stratejik dirumuskan di
dalam organisasi, dapat pula saling berbeda antara organisasi yang satu
dengan yang lainnya.
Manajemen stratejik memprioritaskan orientasinya pada
pengelolaan strategi dari suatu organisasi secara kontinum. Suatu
organisasi publik yang dikelola secara strategis bukanlah spontan dapat
dikatakan sebagai suatu organisasi yang telah menyusun perencanaan
strategik, terkecuali bagi organisasi dimana keseluruhan proses-proses
manajemennya dikendalikan dari sejumlah agenda strategis yang
memayunginya.
Penerapan manajemen strategik pada sektor non-profit, Aliansi
untuk Manajemen Nonprofit (2001) menegaskan dalam penerapan
manajemen stratehik pada sektor non-profit bahwa manajemen strategik
merupakan aplikasi dari pemikiran strategis mengenai tugas memimpin
organisasi. Hal ini memerlukan perhatian pada “gambar besar” dan
kemauan untuk beradaptasi terhadap perubahan keadaan, dan terdiri dari
tiga elemen :
lxix
1) Perumusan misi masa depan organisasi dalam rangka merubah
faktor-faktor eksternal seperti regulasi, kompetisi, teknologi dan
pelanggan.
2) Pengembangan strategi kompetitif untuk mencapai misi.
3) Kreasi dari struktur organisasi yang akan menggunakan
sumberdaya untuk berhasil melaksanakan strategi kompetitifnya.
Manajemen stratejik dalam organisasi-organisasi publik memiliki
ciri-ciri perilaku serta spesifikasi yang natural dan khas dikenali sebagai
milik organisasi publik. Namun model-model perencanaan stratejik yang
ada tidaklah selalu mencurahkan secara optimal perhatiannya pada
spesifikasi dari organisasi-organisasi publik, dan seringkali mengabaikan
akan realitas empiris bahwa organisasi-organisasi publik bergerak dalam
suatu konteks “politis” dimana pemikiran maupun tindakan ekonomis yang
rasional tentu saja tidak selalu diposisikan di jajaran terdepan.
Heene dkk (2010: 116) menyatakan bahwa perencanaan stratejik
akan membawa manfaat bagi organisasi, akan tetapi perencanaan
stratejik hanyalah dapat diimplementasikan secara berhasil apabila telah
memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Pendekatan-pendekatan paling
terkini dalam pemikiran strategi menempatkan makna kompetensi
keorganisasian selaku unggulan utama. Sedangkan pendekatan
konseptual dalam strategi, terutama sekali menyarankan dilakukannya
penanganan dari manajemen stratejik yang dapat membuka peluang bagi
lxx
organisasi untuk menemukan jawaban atas tantangan strategis dalam
suatu lingkungan yang penuh ketidakpastian dan sulit diprediksikan.
Heene dkk (2010: 113-115) menjabarkan konteks perilaku publik
menjadi tiga tema pokok manajemen strategik dari organisasi-organisasi
publik dari karya-karya Joubert (1988), Korsten (1993) dan Rainey (1997)
sebagai berikut :
1) Dinamika percaturan politik, yakni :
a. Ambiguitas politik, dimana garis-garis orientasi strategi yang
memayungi komunitas politik seringkali dijabarkan secara tersamar
ketimbang dalam suatu komunitas yang berorientasi pada laba,
b. Atmosfer-atmosfer yang semu dikarenakan terdapatnya suatu
siklus rentang waktu politik. Mau tak mau, suatu siklus rentang
waktu politik meningkatkan tekanan untuk mengedepankan
prioritas demi mendahulukan dan mengutamakan kebijakan jangka
pendek di atas kebijakan-kebijakan yang bernuansakan visi yang
lebih berjangka panjang,
c. Koalisi-koalisi politik yang labil, yang menopang suatu kebijakan
strategis,
d. Pemilahan peran politik yang serba kabur. Saling keterkaitan serta
pemilahan pertanggungjawaban antara para manajer dari
organisasi-organisasi publik dengan kekuasaan politik (selaku
pihak yang melakukan monitoring), seringkali nampak bervariasi
dan bahkan diliputi ketidakjelasan.
lxxi
2) Proses-proses pembentukan keputusan politik, yakni :
a. Sebuah keterbukaan yang lebih besar terhadap para stakeholder
sangatlah dianjurkan meskipun tidaklah diwajibkan, sehingga
muncul suatu dukungan yang lebih besar dari para stakeholder
yang akan berdampak pada strategi,
b. Proses pembentukan keputusan yang terlalu sering berlangsung
dalam suasana keterbukaan. Keterbukaan akan menghantar pada
munculnya perdebatan serta pada mobilitas dari beragam alternatif
kecenderungan pilihan, sehingga berakibat pada lahirnya
konsensus-konsensus maupun kompromi-kompromi. Namun
hasilnya boleh jadi hanya berupa sebuah orientasi strategi yang
kurang sinergis,
c. Sering pula dijumpai suatu proses pembentukan keputusan tiba-
tiba diulang kembali pada saat pelaksanaan dari strategi itu.
Biasanya, pada momen pengimplementasian isu-isu dilontarkan
kembali dan mampu memunculkan dampak signifikan yang
memungkinkan para stakeholder tertentu memiliki alasan kuat
menyuarakan keinginan mereka untuk mengubah keputusan yang
sudah dibuat.
3) Nuansa manajemen publik, yakni :
a. Kurang berpengalaman dengan manajemen stratejik. Banyak
organisasi publik hanya memiliki pengalaman yang sedikit atau
bahkan sama sekali tidak memiliki pengalaman praktek dengan
lxxii
manajemen stratejik. Dibutuhkan pergulatan mental dan loncatan
budaya untuk merubah prosedur pelaksanaan yang terbiasa serba
praktis menjadi lebih berorientasikan pemikiran jangka panjang
yang terintegrasi juga holistis,
b. Keterkaitan dualistis antara pelanggan dan warga masyarakat,
serta kebutuhan-kebutuhan diantara mereka yang saling berbeda,
bahkan ada kalanya saling bertolakbelakang, semakin
mempertinggi kompleksitas dari manajemen stratejik dalam
organisasi-organisasi publik,
c. Tolok ukur keberhasilan dalam sektor publik seringkali dievaluasi
dengan teramat susah payah. Outcome dimensi kemasyarakatan
yang sangat spesifik dari manajemen stratejik dalam organisasi
publik, seringkali membuatnya serba sulit untuk ditentukan maupun
diprediksikan,
d. Manajemen stratejik dalam organisasi publik antara lain bercirikan
adanya penentuan tujuan yang multi dimensi. Organisasi-
organisasi publik seringkali dibebankan tugas-tugas pokok yang
melebar, sehingga suatu penentuan tujuan organisasi yang cukup
layak terjangkau akhirnya terdesak ke belakang, dan arus
merelakan diri bagi pelaksanaan paket penugasan yang selalu
bertambah meluas cakupannya,
e. Kehidupan bersama yang multi identitas semakin lebih
menonjolkan lagi sisi kompleksitas dari manajemen stratejik dalam
lxxiii
organisasi-organisasi publik. Organisasi-organisasi publik selalu
saja harus berjuang menghadapi beragam kelompok tujuan
maupun beragam kelompok pemangku kepentingan, juga
kelompok-kelompok kemasyarakatan lainnya, yang amat sangat
terdiferensiasi,
f. Manajemen stratejik dalam organisasi publik mempunyai satu
portofolio produk jasa yang seringnya bersifat kompleks dan tidak
kasat mata. Misalnya saja, cukup banyak organisasi-organisasi
publik yang dibebankan tugas dalam memupuk nilai-nilai dan
norma-norma ketertiban sosial dimana mereka pun terpaksa harus
bersitegang dengan warga masyarakat.
Dengan demikian, dalam hal reformasi pelayanan publik NPM
memperkenalkan pendekatan mekanisme pasar yaitu dalam bentuk
contracting-out, outsourching, termasuk memberlakukan kebijakan
privatisasi terhadap aspek kepemilikan dan menggantinya dengan kontrol
berupa regulasi. Jadi kesimpulannya, NPM secara umum terlibat di dalam
dua ciri penting yaitu memperkenalkan teknik-teknik manajerial dari sektor
swasta, dan mengembangkan mekanisme pasar di dalam layanan publik
(Sangkala, 2012: 194).
2.1.1.4. Manajemen Stratejik
Stratejik adalah kerangka yang membimbing dan mengendalikan
pilihan-pilihan yang menetapkan sifat dan arah suatu organisasi. Skinner
dalam Akdon (2011: 4) menyatakan stratejik merupakan filosofi yang
lxxiv
berkaitan dengan alat untuk mencapai tujuan. Chandler dalam Akdon
(2011: 12-13) mengemukakan bahwa strategi merupakan alat untuk
mencapai tujuan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan jangka
panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya.
Sejalan dengan pengertian di atas, berdasarkan etimologis,
penggunaan kata “stratejik” dalam manajemen sebuah organisasi dapat
diartikan sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara
sistematis dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang terarah
pada tujuan stratejik organisasi.
Manajemen stratejik didefinisikan David (2006: 5) sebagai seni dan
ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai
tujuannya. Manajemen stratejik berfokus pada mengintegrasikan
manajemen, pemasaran, keuangan / akuntansi, produksi / operasi,
penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk
mencapai keberhasilan organisasi.
Manajemen stratejik dikatakan oleh Wahyudi (1996: 15) sebagai
suatu seni dan ilmu dari pembuatan, penerapan dan evaluasi keputusan-
keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah
organisasi mencapai tujuan-tujuan masa mendatang. Gluek dan Jauch
dalam Akdon (2011: 5-6) mengemukakan manajemen stratejik merupakan
arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu
strategi atau strategi-strategi yang efektif untuk membantu mencapai
lxxv
sasaran organisasi. Proses manajemen stratejik ialah suatu cara dengan
jalan bagaimana para perencana strategi menentukan sasaran dan
membuat kesimpulan strategi.
Viljoen dalam Akdon (2011: 6) mengutarakan sebuah penafsiran
yang sangat rinci dengan mengasumsikan bahwa manajemen stratejik
adalah suatu proses dari pengidentifikasian, pemilihan dan
pengimplementasian aktivitas-aktivitas yang dapat memperbaiki kinerja
jangka panjang dari organisasi, melalui penentuan arah disertai
melanjutkan komitmen ataupun penyesuaian antara keterampilan internal
dengan sarana-sarana dari organisasi berikut pula dengan lingkungan
yang berubah evolutif dimana organisasi itu beroperasi.
Kemudian Pearce dan Robinson (2009: 5) merumuskan
manajemen stratejik sebagai satu set keputusan dan tindakan yang
menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk
meraih tujuan suatu perusahaan.
Beberapa penulis telah melakukan pendekatan terhadap konsep
manajemen stratejik secara sangat pragmatis, dan mendefinisikannya
sebagai suatu proses dimana organisasi menata diri demi tercapainya
tujuan-tujuan keorganisasian melalui cara :
(1) Analisis strategi yang proporsional,
(2) Perumusan strategi yang dijadikan keunggulannya,
(3) Pengimplementasian strategi yang akurat, dan akhirnya
lxxvi
(4) Pengevaluasian kontinum terhadap kinerjanya (Houthoofd dalam
Heene dkk, 2010: 76).
Hunger dan Wheelen (1999: 4) mengemukakan manajemen
stratejik adalah serangkaian daripada keputusan manajerial dan kegiatan-
kegiatan yang menentukan keberhasilan perusahaan dalam jangka
panjang. Kegiatan tersebut terdiri dari perumusan atau perencanaan
strategik, pelaksanaan atau implementasi dan evaluasi. Karena itu studi
tentang manajemen stratejik menekankan pada pemantauan dan evaluasi
peluang serta ancaman lingkungan berdasarkan analisis kekuatan dan
kelemahan organisasi.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, diperoleh beberapa
kesimpulan bahwa manajemen stratejik pada intinya adalah memilih
alternatif strategi yang terbaik bagi organisasi dalam segala hal untuk
mendukung gerak usaha organisasi. Disamping itu, manajemen stratejik
harus dilaksanakan secara terus-menerus dan terdiri atas tiga macam
proses yaitu pembuatan strategi, penerapan strategi dan evaluasi strategi.
Terkait dengan tiga tahapan proses manajemen stratejik tersebut,
selanjutnya penulis akan menyajikan beberapa teori dan konsep tentang
hal tersebut.
David (2006: 6) mengemukakan bahwa proses manajemen stratejik
terdiri atas tiga tahap : formulasi strategi, implementasi strategi dan
evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan
misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi,
lxxvii
menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka
panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi tertentu yang
akan dilaksanakan. Isu formulasi strategi mencakup bisnis apa yang akan
dimasuki, bisnis apa yang harus ditinggalkan, bagaimana mengalokasikan
sumberdaya, apakah harus melakukan ekspansi atau diversifikasi bisnis,
apakah harus memasuki pasar internasional dan bagaimana menghindari
pengambilalihan secara paksa.
Tidak ada organisasi yang memiliki sumberdaya tak terbatas, maka
penyusun strategi harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan
memberikan keuntungan terbanyak. Keputusan formulasi strategi
mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumberdaya dan teknologi
yang spesifik untuk periode waktu yang panjang. Strategi menentukan
keunggulan kompetitif jangka panjang. Untuk kondisi baik dan buruk,
keputusan strategis memiliki konsekuensi di berbagai bagian fungsional
dan efek jangka panjang terhadap organisasi. Manajer tingkat atas
memiliki sudut pandang terbaik dalam mengerti secara penuh pengaruh
keputusan formulasi strategi, mereka memiliki wewenang untuk
menempatkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk implementasi.
Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk
menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan,
dan mengalokasikan sumberdaya sehingga strategi yang telah
diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk
mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur
lxxviii
organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan
anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, dan
menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.
Implementasi strategi seringkali disebut tahap pelaksanaan dalam
manajemen stratejik. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi
karyawan dan manajer untuk menempatkan strategi yang telah
diformulasikan menjadi tindakan. Seringkali dianggap sebagai tahap yang
paling rumit dalam manajemen stratejik, implementasi strategi
membutuhkan disiplin pribadi, komitmen dan pengorbanan. Suksesnya
implementasi strategi terletak pada kemampuan manajer untuk
memotivasi karyawan, yang lebih tepat disebut seni daripada ilmu.
Strategi yang telah diformulasikan tetapi tidak diimplementasikan tidak
memiliki arti apapun. Kemampuan interpersonal sangatlah penting dalam
implementasi strategi. Aktivitas implementasi strategi mempengaruhi
semua karyawan dan manajer dalam organisasi.
Evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen stratejik.
Manajer sangat ingin mengetahui kapan strategi tidak dapat berjalan
seperti diharapkan. Evaluasi strategi adalah alat utama untuk
mendapatkan informasi ini. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa
datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga
aktivitas dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal
dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja,
lxxix
dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi dibutuhkan karena
kesuksesan hari ini tidak menjamin kesuksesan di hari esok.
Berbeda dengan konsepsi tersebut di atas, Pearce dan Robinson
(2009: 5) mengemukakan bahwa manajemen stratejik terdiri atas
sembilan tugas penting sebagai berikut :
1. Merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas
mengenai maksud, filosofi dan sasaran perusahaan.
2. Melakukan suatu analisis yang mencerminkan kondisi dan kapabilitas
internal perusahaan.
3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, termasuk faktor persaingan
dan faktor kontekstual umum lainnya.
4. Menganalisis pilihan-pilihan yang dimiliki oleh perusahaan dengan cara
menyesuaikan sumberdayanya dengan lingkungan eksternal.
5. Mengidentifikasikan pilihan paling menguntungkan dengan cara
mengevaluasi setiap pilihan berdasarkan misi perusahaan.
6. Memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan
menghasilkan pilihan paling menguntungkan tersebut.
7. Mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang
sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah
ditentukan.
8. Mengimplementasikan strategi terpilih melalui alokasi sumberdaya
yang dianggarkan, dimana penyesuaian antara tugas kerja, manusia,
struktur, teknologi dan sistem penghargaan ditekankan.
lxxx
9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai masukan
pengambilan keputusan di masa mendatang.
Sebagaimana diindikasikan oleh kesembilan tugas tersebut, maka
Pearce dan Robinson (2009: 6) mengemukakan bahwa manajemen
stratejik mencakup perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, dan
pengendalian atas keputusan dan tindakan terkait strategi perusahaan.
Cara belajar dan mengaplikasikan proses manajemen stratejik
adalah dengan menggunakan model. Setiap model mempresentasikan
semacam proses. Manajemen stratejik menawarkan banyak model.
Menurut Idenburg dalam Heene dkk (2010: 80), pendekatan-pendekatan
manajemen stratejik dapat dipilah pada hal-hal yang bersifat mendasar,
yakni yang berorientasi pada tujuan (“apa”) dan yang berorientasi pada
proses (“bagaimana”). Kedua dimensi itu membentuk model empat
pendekatan pada manajemen stratejik sebagai berikut :
Gambar 2.1. Model Matriks Pendekatan Manajemen Stratejik dari Idenburg
Sumber : Idenburg dalam Heene dkk, 2010: 80.
Perencanaan
Rasional
Logika
Inkremental
Strategi Spontan
Pendekatan
Proses Belajar
Orientasi Proses
Orienta
si T
uju
an
lxxxi
Pada perencanaan rasional, orientasi yang terarah pada tujuan
nampak dominan, sedangkan orientasi yang terarah pada proses nampak
kurang dominan. Perencanaan rasional sangat erat kedekatannya dengan
penafsiran dari Mintzberg tentang “strategi yang dikehendaki”. Suatu
orientasi tertentu yang dihendaki sebagai tujuan dijabarkan secara garis
besar, kemudian dipaparkan lagi dengan lebih rinci dan semua langkah
penyimpangan dari arah yang hendak dituju akan ditolak.
Pada logika inkremental, baik orientasi yang terarah pada tujuan
maupun yang terarah pada proses, memisahkan diri terhadap keberadaan
bobot penilaian yang kaku dari perencanaan terhadap proses. Suatu
strategi yang sepenuhnya dilaksanakan sesuai rencana tak ubahnya perlu
dilalui melalui proses belajar melalui tindakan yang realistis, dimana
strateginya senantiasa dikendalikan. Langkah yang akan ditempuh
mungkin saja dipenuhi silang penafsiran, akan tetapi tujuan akhirnya tidak
demikian.
Pada pendekatan strategi spontanitas, baik orientasi yang
terarah pada tujuan maupun pada proses, adalah sama-sama kurang
dominan. Penilaian akan strategi yang digunakan akan terjadi pada saat
suatu strategi dilaksanakan. Strategi spontanitas tidak mengenal ketatnya
pembatasan orientasi sehingga memperlihatkan adanya kontradiksi.
Sedangkan pendekatan proses belajar, ditandai ciri adanya
orientasi yang terarah pada tujuan yang kurang dominan, dan orientasi
yang terarah pada proses yang sangat dominan. Mengingat adanya
lxxxii
pandangan dari pendekatan proses belajar yang bahwa dalam realitasnya
situasi yang ada itu hampir mustahil dapat diprediksikan, maka metode-
metode dalam pendekatan ini tidak terlalu difokuskan pada aktivitas
memperkirakan perubahan-perubahan evolutif situasional, akan tetapi
lebih ditujukan pada pengembangan kreativitas dan pencapaian
konsensus. Dalam pendekatan ini, upaya pembelajaran yang bersifat
terarah sangat diprioritaskan.
Selanjutnya tersaji model komprehensif proses manajemen stratejik
yang diterima secara luas dikemukakan oleh Fred R. David :
Gambar 2.2. Model Komprehensif Manajemen Stratejik
Formulasi Implementasi Evaluasi Strategi Strategi Strategi
Sumber : Fred R. David, How Companies Define Their Mission, 1989: 40.
Mengembang- kan Pernyataan Visi dan Misi
Menetapkan
Tujuan Jangka Panjang
Menjalankan
Audit Eksternal
Menjalankan Audit Internal
Merumuskan, Mengevaluasi dan Memilih
Strategi
Implemen-
tasi Strategi
Mengukur
dan Mengevaluasi Kinerja
lxxxiii
Model ini tidak menjamin keberhasilan, tetapi menunjukkan
pendekatan yang jelas dan praktis untuk memformulasi,
mengimplementasi dan mengevaluasi strategi.
Model lain yang cukup baik, sederhana, mudah dilaksanakan dan
masuk akal ialah model yang dikembangkan oleh Hunger dan Wheelen
dalam Indrajit dan Djokopranoto (2006: 64). Hunger dan Wheelen
membagi proses manajemen strategik menjadi empat langkah atau empat
elemen dasar dengan beberapa sub elemen yang dijabarkan sebagai
berikut ini :
1. Pemindaian lingkungan :
a. Analisis eksternal
b. Analisis internal
2. Formulasi strategi :
a. Penentuan misi
b. Penentuan obyektif
c. Perumusan strategi
d. Penentuan kebijakan (pemilihan strategi)
3. Implementasi strategi :
a. Pembuatan program
b. Penyusunan anggaran
c. Pembuatan prosedur
4. Evaluasi dan pengawasan : pengukuran kinerja.
lxxxiv
Keempat elemen dasar yang merupakan proses berlangsungnya
manajemen stratejik beserta hubungan interaksi keempat elemen
tersebut, digambarkan dalam bentuk sebuah model manajemen stratejik
sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.3. Model Manajemen Stratejik dari Hunger dan Wheelen
Pemindaian Formulasi Implementasi Evaluasi & Lingkungan Strategi Strategi Pengawasan Eksternal Misi
Lingkungan Obyektif Tugas
Strategi Lingkungan Sosial
Kebijakan
Internal Program Struktur Anggaran Budaya Sumber Daya Prosedur Kinerja
Umpan Balik
Sumber : Hunger dan Wheelen dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2006: 65.
Sedikit berbeda dengan dua konsepsi model manajemen stratejik
sebelumnya, Pearce dan Robinson (2009: 15) mengembangkan model
pilihan yang dikatakannya mewakili sebagian besar pemikiran dalam
bidang manajemen stratejik. Model ini, yang disajikan dalam gambar 2.8
halaman selanjutnya, memiliki tiga fungsi utama : (1) Menggambarkan
lxxxv
urutan dan hubungan antar komponen utama dari proses manajemen
stratejik, (2) Merupakan garis besar yang memberikan pandangan umum
mengenai proses manajemen stratejik, (3) Menawarkan suatu pendekatan
untuk menganalisis studi kasus dan membantu para analis
mengembangkan kemampuan untuk merumuskan strategi.
Gambar 2.4. Model Manajemen Stratejik dari Pearce dan Robinson
Mungkin ?
Apa yang diinginkan ?
Sumber : Pearce dan Robinson, Manajemen Strategis, 2009: 15.
Misi, Tanggungjawab Sosial, dan Etika Perusahaan
Lingkungan Eksternal : Lingkungan Jauh Lingkungan Industri Lingkungan Operasi
Analisis Internal
Analisis dan Pilihan Strategis
Tujuan Jangka Panjang
Strategi Besar dan Strategi Turunan (Umum)
Tujuan Jangka Pendek : Sistem
Penghargaan
Kebijakan
Taktik Fungsional
Struktur, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Pengendalian, Inovasi dan Kewirausahaan Strategis
Um
pan Balik
Um
pan Balik
Lambang : Dampak Mayor Dampak Minor
lxxxvi
Proses merupakan arus informasi melalui berbagai tahapan
analisis yang saling berkaitan ke arah pencapaian suatu tujuan. Sehingga
Pearce dan Robinson (2009: 19) menyatakan bahwa model manajemen
stratejik tersebut di atas menggambarkan suatu proses. Dalam proses
manajemen stratejik, arus informasi mencakup data historis, data saat ini
dan data ramalan mengenai operasi dan lingkungan bisnis. Data-data ini
dievaluasi dengan mempertimbangkan nilai serta prioritas dari individu
atau kelompok yang berpengaruh – seringkali disebut para pemangku
kepentingan / stakeholders – yang terutama tertarik pada tindakan
perusahaan. Tahapan proses yang sudah berkaitan merupakan 11
komponen yang akan dibahas kemudian. Terakhir, tujuan dari proses
tersebut adalah merumuskan dan mengimplementasikan strategi yang
dapat dilakukan untuk mencapai misi jangka panjang serta tujuan jangka
pendek perusahaan.
Lebih lanjut Pearce dan Robinson (2009: 20-21) menyatakan
bahwa memandang manajemen stratejik sebagai suatu proses memiliki
beberapa implikasi penting, antara lain :
1. Perubahan pada suatu komponen akan mempengaruhi beberapa atau
seluruh komponen lainnya.
Sebagian besar tanda panah pada model manajemen stratejik
menunjuk ke dua arah. Hal ini berarti bahwa arus informasi biasanya
bersifat timbal balik.
2. Perumusan dan implementasi strategi dilakukan secara berurutan.
lxxxvii
Proses ini dimulai dengan pengembangan atau evaluasi kembali atas
misi perusahaan. Tahap ini berkaitan dengan pembuatan profil
perusahaan dan penilaian terhadap lingkungan eksternal. Kemudian,
sesuai urutannya, adalah pilihan strategis, definisi tujuan jangka
panjang, desain strategi utama, definisi tujuan jangka pendek, desain
strategi operasi, pelembagaan strategi serta tinjauan dan evaluasi.
3. Perlunya umpan balik dari pelembagaan, tinjauan dan evaluasi sampai
tahap awal proses.
Umpan balik dapat didefinisikan sebagai analisis atas hasil-hasil
pasca-implementasi yang dapat digunakan untuk memperkaya
pengambilan keputusan di masa depan. Oleh karena itu, manajer
strategis sebaiknya menilai dampak dari strategi yang
diimplementasikan terhadap lingkungan eksternal. Dengan demikian,
perencanaan masa depan dapat mencerminkan perubahan apapun
yang diciptakan oleh tindakan strategis. Manajer strategis juga
sebaiknya menganalisis dampak strategi terhadap kemungkinan
adanya kebutuhan untuk melakukan modifikasi terhadap misi
perusahaan.
4. Kebutuhan untuk menanggapi manajemen stratejik sebagai sistem
yang dinamis.
Dinamis (dynamic) menggambarkan perubahan kondisi secara terus-
menerus yang mempengaruhi aktivitas strategis yang saling
bergantung dan berkaitan. Manajer sebaiknya memahami komponen-
lxxxviii
komponen proses strategis terus-menerus berevolusi, tetapi
perencanaan formal secara artifisial membekukan komponen-
komponen tersebut. Karena perubahan bersifat terus-menerus, proses
perencanaan strategis yang dinamis harus dipantau secara konstan
sebagai tindakan pencegahan untuk tidak mengimplementasikan
strategi yang usang.
Berikut adalah penjelasan mengenai 11 komponen inti dalam
model manajemen stratejik Pearce dan Robinson (2009: 16-19) :
1. Misi Organisasi
Misi organisasi adalah tujuan unik yang membedakan organisasi
dengan organisasi lain yang sejenis dan mengidentifikasikan lingkup
dari operasinya. Secara singkat, misi organisasi menjelaskan bidang
penekanan dari produk, pasar dan teknologi organisasi sedemikian
rupa sehingga mencerminkan nilai dan prioritas dari para pengambil
keputusan strategis.
2. Analisis Internal
Organisasi menganalisis kuantitas dan kualitas dari sumberdaya
keuangan, manusia, dan fisik organisasi. Organisasi juga menilai
kekuatan dan kelemahan dari struktur manajemen dan struktur
organisasinya. Terakhir, organisasi juga membandingkan keberhasilan
di masa lalu serta pertimbangan tradisionalnya dengan kapabilitas
organisasi saat ini guna menentukan tingkat kapabilitas organisasi di
masa depan.
lxxxix
3. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal organisasi terdiri atas seluruh kondisi serta
kekuatan yang mempengaruhi pilihan strategis dan menentukan situasi
kompetitifnya. Model manajemen stratejik membagi lingkungan
eksternal dalam tiga segmen interaktif : lingkungan jauh, lingkungan
industri dan lingkungan operasi.
4. Analisis dan Pilihan Strategis
Penilaian terhadap lingkungan eksternal dan profil organisasi yang
dilakukan secara simultan memungkinkan suatu organisasi untuk
mengidentifikasi beragam peluang interaktif menarik. Peluang
merupakan cara investasi, namun harus disaring menggunakan
kriteria-kriteria yang sesuai dengan misi organisasi untuk
menghasilkan sekelompok peluang yang mungkin dan diinginkan.
Proses penyaringan ini menghasilkan sekelompok pilihan dari mana
pilihan strategis dibuat. Proses ini dimaksudkan untuk menyediakan
kombinasi tujuan jangka panjang, strategi umum, dan strategi utama
yang menempatkan organisasi secara optimal di lingkungan eksternal
untuk mencapai misi organisasi. Analisis dan pilihan strategis terpusat
pada pengidentifikasian strategi yang paling efektif dalam menciptakan
keunggulan kompetitif yang dapat dipertahankan berdasarkan aktivitas
dan kapabilitas rantai nilai utama (key value chain) yaitu kompetensi
inti yang dimiliki organisasi.
xc
5. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang adalah hasil yang ingin dicapai organisasi
selama periode beberapa tahun. Tujuan semacam ini biasanya
melibatkan sebagian atau seluruh bidang berikut : profitabilitas, tingkat
pengembalian investasi, posisi kompetitif, keunggulan teknologi,
produktivitas, hubungan dengan karyawan, tanggungjawab publik dan
pengembangan karyawan.
6. Strategi Umum dan Strategi Utama
Strategi umum adalah pilihan-pilihan filosofis mendasar bagi desain
strategi. Sedangkan strategi utama adalah cara pencapaian tujuan.
Meskipun secara fakta setiap strategi utama merupakan suatu paket
strategi jangka panjang yang unik, terdapat 15 pendekatan dasar yang
dapat diidentifikasi, yaitu konsentrasi, pengembangan pasar,
pengembangan produk, inovasi, integrasi horizontal, integrasi vertikal,
usaha patungan, aliansi strategis, konsorsium, diversifikasi konsentris,
diversifikasi konglomerasi, perputaran, divestasi, kepailitan dan
likuidasi.
7. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek adalah hasil yang diinginkan oleh organisasi
selama periode satu tahun atau kurang. Tujuan ini biasanya konsisten
dengan tujuan jangka panjang organisasi. Organisasi umumnya
memiliki beberapa tujuan jangka pendek yang berfungsi secara
pedoman bagi aktivitas fungsional dan operasionalnya.
xci
8. Taktik Fungsional
Taktik adalah tindakan spesifik yang perlu dilakukan untuk mencapai
tujuan jangka pendek, biasanya berdasarkan bidang fungsional.
Kemudian taktik fungsional adalah pernyataan jangka pendek dengan
lingkup sempit yang merinci “sarana” atau aktivitas yang akan
digunakan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan jangka pendek
dan menciptakan keunggulan kompetitif.
9. Kebijakan yang Memberdayakan Tindakan
Kebijakan merupakan keputusan luas yang didasarkan pada situasi
yang mendahuluinya untuk memandu atau menggantikan pengambilan
keputusan manajerial yang berulang atau yang bersifat sensitif
terhadap waktu.
10. Restrukturisasi, Rekayasa dan Pemusatan Organisasi
Manajer merumuskan strategi dan memulai implementasi melalui
rencana tindakan dan taktik fungsional. Proses tersebut mengambil
fokus internal – membuat pekerjaan bisnis dilakukan secara efisien
dan efektif sedemikian rupa sehingga strategi tersebut berhasil.
Perampingan, restrukturisasi dan rekayasa merupakan istilah-istilah
yang mencerminkan tahapan kritis dalam implementasi strategi dimana
manajer berusaha membentuk kembali organisasinya. Struktur,
budaya kepemimpinan, dan sistem imbalan dapat diubah untuk
memastikan keunggulan biaya dan kualitas yang dituntut secara
khusus oleh strategi organisasi.
xcii
11. Pengendalian Strategis dan Perbaikan Kontinyu
Pengendalian strategis adalah menelusuri strategi ketika
diimplementasikan, mendeteksi masalah atau perubahan pada asumsi
dasar, serta membuat penyesuaian yang diperlukan. Pengendalian
strategis ditujukan untuk mengarahkan tindakan sesuai dengan
strategi umum dan strategi utama ketika tindakan tersebut dilakukan
dan hasil akhir masih akan dicapai beberapa tahun kemudian.
Kemudian perbaikan kontinyu adalah bentuk pengendalian strategis
dimana manajer didorong untuk proaktif dalam memperbaiki seluruh
operasi organisasi.
Selain ketiga model manajemen stratejik tersebut, terdapat pula
konsep manajemen stratejik lainnya, yang khusus diperuntukkan bagi
organisasi sektor publik dan nirlaba. Antara lain dirumuskan oleh Joyce
(2001: 6) maupun Steiss (2003: 8).
Joyce (2001 : 6-17) menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat
model manajemen stratejik yang dipergunakan pada organisasi pelayanan
publik, yaitu :
1) Model Perencanaan Klasik.
Manajemen stratejik, juga perencanaan stratejik, bukan merupakan
pilihan untuk organisasi pelayanan publik pada umumnya. Pendekatan
ini pada dasarnya merupakan dukungan atas pendekatan rasional
yang direncanakan untuk manajemen. Asumsi-asumsi tersebut
disarankan oleh latihan yang dilakukan pada tahun 1997 ketika
xciii
rencana-rencana stratejik dihasilkan oleh agen-agen federal US yang
telah dihukum untuk kepatuhan oleh Kongres melalui cara yang sangat
logis. Misalnya apakah pernyataan misi sejalan dengan mandat dan
berorientasi pada hasil? Apakah tujuan stratejik dapat diukur dan
berhubungan dengan pernyataan misi? Apakah kebutuhan
sumberdaya dari strategi mampu dijelaskan? Dan sebagainya.
Model ini dipimpin oleh tujuan perencanaan ditambah pengukuran
kinerja yang dianggap sebagai ide bagus dan harus selalu
diaplikasikan dimanapun untuk memastikan bahwa uang publik
dihabiskan dengan bijak dan digunakan secara efektif. Pelayanan
publik harus diletakkan dengan sejumlah perubahan besar dalam
pemikiran politis.
Kerangka kebijakan memerlukan perencanaan stratejik yang dapat
diciptakan oleh banyak perencana stratejik. Rasionalitas perencanaan
stratejik pada pelayanan publik telah memberikan warna baru pada
tahun 1990-an oleh desakan analisis terkenal mengenai penyakit pada
sektor publik, yang makin meyakinkan pendapat bahwa sektor publik
telah gagal menyesuaikan pada waktu yang baru dan alasan-alasan
untuk kegagalan tersebut dapat menjadi semakin luas pada ‘pintu’
organisasi birokrasi. Penyembuhannya telah terlihat sebagai paruh
waktu daripada kerangka kewirausahaan dari pemerintah (Osborne
dan Gaebler, 1992). Hal ini mengakibatkan keseluruhan nilai-nilai yang
berbeda, termasuk membuat persaingan, menciptakan pernyataan
xciv
misi, membiayai keluaran daripada masukan, dan otoritas
desentralisasi pada pemberdayaan bawahan dan kelompok. Juga
termasuk menggunakan perencanaan stratejik yang bernilai untuk
jalan dimana pemerintah diijinkan untuk mengantisipasi masa depan
dan kemudian menggunakan pengukuran yang memungkinkan (lebih
ekonomis).
Perencanaan stratejik juga membantu pelayan publik melakukan
perubahan dan menjadi inovatif. Pandangan atas pemerintahan
kewirausahaan menekankan pada keuangan, perubahan
pemerintahan kewirausahaan dan inovasi (Osborne dan Gaebler,
1992: 17).
2) Model Manajemen Stratejik Bisnis.
Sebuah survei nasional mengenai perencanaan stratejik di
pemerintahan Amerika Serikat muncul pada tahun 1992 (Berry dan
Wechsler, 1995: 161-162). Responden pada umumnya mengatakan
bahwa perencanaan stratejik dipergunakan di dalam agensi mereka,
telah diinisiasikan sejak tahun 1985 dan kemudian meluas menjadi
masalah insiatif manajerial. Pemerintahan negara telah menghadapi
bertambahnya tantangan yang sulit dari pengurangan program
domestik federal, perubahan demografi, tuntutan warga negara akan
pelayanan tanpa kenaikan pajak, dan bertambahnya panggilan dari
para pejabat terpilih untuk menjalankan pemerintah lebih seperti
bisnis, dengan mengadopsi perencanaan stratejik sebagai alat untuk
xcv
merespon tuntutan lingkungan dan berbagai tekanannya. Untuk itulah,
kemudian muncul ide-ide dari para politisi untuk menjalankan
pelayanan publik lebih kepada bisnis, agar pelayanan publik tidak
terlalu banyak menghabiskan anggaran namun dapat menghasilkan
‘simpanan’ ketika dijalankan secara lebih efisien.
3) Model Perencanaan Stratejik Visionaris.
Tidak seperti model perencanaan stratejik bisnis, model perencanaan
stratejik visionaris memiliki titik perhatian jangka panjang. Ide dasarnya
adalah untuk mencari masa depan yang diharapkan dari pelayanan
publik dan kemudian untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan
organisasi dari keadaan saat ini menuju ke masa depan.
Pada saat para politisi atau manajer tingkat atas terlibat di dalam
proses manajemen stratejik melalui brainstorming atau cara lain dalam
menentukan visi stratejik, karyawan juga terlibat dalam prosesnya
melalui penginternalisasian sejumlah nilai-nilai. Banyak organisasi
pelayanan publik yang menghabiskan waktu dan bermasalah dalam
mengidentifikasikan nilai-nilai intinya, dan kemudian mempromosikan
penerimaan atas kekuatan kerjanya. Serangkaian nilai-nilai
dipergunakan untuk menciptakan sebuah kesatuan tujuan di balik
sebuah strategi.
4) Model Manajemen Stratejik berdasarkan Foresight
Model ini dapat didefinisikan sebagai ide dasar dari petunjuk aksi
stratejik yang mempergunakan intelegensi. Model ini mempergunakan
xcvi
pandangan jangka panjang atas perubahan stratejik, juga membangun
sebuah visi stratejik, sebagaimana model visionaris. Tetapi,
perencanaan dalam kasus ini tidak sederhana mengenai identifikasi
kegiatan-kegiatan yang akan membawa organisasi menuju visi
stratejik. Sebuah organisasi pelayanan publik yang mempergunakan
model manajemen stratejik foresight berfokus pada pembangunan
wilayah kapabilitas khusus, dan membangun hubungan kooperatif
dengan organisasi-organisasi lainnya yang dipercaya akan diperlukan
untuk mewujudkan visi stratejik. Model ini berhubungan dengan format
kepemimpinan intelektual yang menitikberatkan pada penggabungan
hati dan pikiran dari para manajer dan karyawan, serta mengamankan
konsentrasi mereka pada arah strategi yang telah disusun. Tipe
kepemimpinan intelektual ini juga mengenali dan berunding dengan
ketidakpastian dalam bangunan kapabilitas dan bergerak menuju
masa depan jangka panjang. Ketidakpastian ini muncul karena
lingkungan dapat menciptakan sejumlah isu, misalnya peluang-
peluang (atau ancaman-ancaman) yang harus dievaluasi.
Sedangkan Steiss (2003: 8) mengemukakan bahwa sebuah
manajemen stratejik kontinum menangani tujuan-tujuan dasar melalui :
1) Perencanaan strategis (efektivitas) : Melakukan hal-hal yang benar.
2) Manajemen sumberdaya (efisiensi) : Melakukan hal-hal dengan benar.
3) Kontrol dan evaluasi (akuntabilitas) : Menjadi bertanggungjawab atas
apa yang sudah dilakukan.
xcvii
Lebih lanjut Steiss (2003: 8) mengatakan bahwa manajemen
stratejik berkaitan dengan memutuskan terlebih dahulu apa yang harus
dilakukan organisasi di masa depan (perencanaan stratejik), menentukan
bagaimana hal itu dilakukan dan siapa yang melakukannya (manajemen
sumberdaya), serta mengawasi dan meningkatkan kegiatan yang sedang
berjalan dan operasi-operasi (kontrol dan evaluasi). Hal-hal tersebut
melibatkan kombinasi dari tiga komponen dasar dalam menuju tujuan
sebuah organisasi sebagaimana tampak pada gambar berikut ini :
Gambar 2.5. Model Manajemen Stratejik dari Steiss
Input Processor Output
Sumber : Steiss, Strategic Management for Public and Nonprofit Organizations, 2003 : 9.
Goals and Objectives
Goals and Objectives
Achievement
Financial Planning and
Budgeting
Operating Systems
Management Control
Financial Planning and Budgeting
Resource Management
Program Guidelines
Program Guidelines
Strategic Planning
Feedback and Evaluation
xcviii
Gambar tersebut di atas menunjukkan pendapat Steiss yang
mengemukakan bahwa perencanaan strategik mengidentifikasi
tindakan-tindakan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan strategi
tertentu. Manajemen sumberdaya melibatkan penetapan konfigurasi
tertentu dari sumberdaya untuk dipekerjakan dan alokasi dari sumber-
sumber untuk unit-unit dari organisasi yang akan melaksanakan rencana.
Proses dan struktur organisasional, juga alokasi sumberdaya,
menyediakan sarana yang melalui usulan strategi yang akan
dilaksanakan. Kontrol dan evaluasi berfokus pada persyaratan-
persyaratan internal untuk pelaksanaan strategi yang dipilih. Umpan balik
dari berbagai mekanisme kontrol dipergunakan untuk menetapkan
modifikasi dari alokasi sumberdaya yang memungkinkan dan di dalam
prosesnya juga struktur organisasinya bertemu dengan tuntutan
lingkungan, dapat memastikan kesuksesan sebuah strategi. Evaluasi
kinerja mengikat output-output organisasi sebagai persyaratan
lingkungan internal. Sebuah penilai dari seluruh kapabiltas organisasi,
sebagaimana pertimbangan politik tertentu, membantu untuk
menghubungkan permintaan organisasi atas lingkungan ekternal dan
internalnya.
Dari sajian beberapa model manajemen stratejik tersebut, dapat
dipahami bahwa walaupun terdapat perbedaan dalam rincian dan tingkat
formalisasi dari setiap model yang dikemukakan oleh para pakar tersebut
xcix
di atas, komponen-komponen dasar dari model yang digunakan untuk
menganalisis operasi manajemen stratejik pada umumnya sangat serupa.
2.1.1.5. Perencanaan Stratejik Sektor Publik
Banyak pakar terbiasa mempergunakan konsep perencanaan
stratejik dan manajemen stratejik secara bergantian. Aliansi Manajemen
Nonprofit (2001) bagaimanapun telah mengamati bahwa perencanaan
stratejik hanya dapat berguna jika mendukung pemikiran stratejik dan
memimpin kepada manajemen stratejik – sebuah dasar untuk organisasi
yang efektif. Pemikiran stratejik berarti bertanya “Apakah kita telah
melakukan hal yang benar?” Mungkin, lebih tepat hal tersebut berarti
membuat penilaian dengan menggunakan tiga kunci persyaratan
mengenai pemikiran stratejik, yaitu : 1) sebuah tujuan yang terdefinisi di
dalam pikiran; 2) sebuah pemahaman terhadap lingkungan, terutama dari
kekuatan yang mempengaruhi atau menghalangi pemenuhan tujuan itu;
dan 3) kreativitas dalam membangun respon yang efektif atas kekuatan-
kekuatan itu.
Moore (1995: 74) juga menegaskan bahwa secara stratejik dalam
sektor publik mensyaratkan para manajer untuk menetapkan substansi
penting, politik dan implementasi organisasi.
Dalam konteks organisasi publik dan nonprofit, perencanaan
stratejik adalah komponen dari sistem manajemen stratejik yang didesain
untuk (1) memperjelas tujuan, (2) menetapkan kebijakan-kebijakan untuk
akuisisi dan membagikan sumberdaya-sumberdaya organiasi, serta (3)
c
membangun basis untuk menerjemahkan kebijakan-kebijakan dan
keputusan-keputusan kepada komitmen tindakan yang lebih spesifik.
Perencana stratejik mengidentifikasi kebutuhan jangka panjang sebuah
organisasi, menjelajahi konsekuensi dan implikasi dari kebijakan serta
program yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan, dan merumuskan
strategi-strategi untuk memaksimalkan aspek-aspek positif dan
meminimalkan aspek-aspek negatif dari kekuatan alam di masa depan
(Steiss, 2003: 10).
Tujuan utama dari perencanaan stratejik adalah untuk mendukung
pembuatan keputusan dengan merumuskan sejumlah tindakan-tindakan
alternatif yang akan memiliki konsekuensi jangka panjang yang
diinginkan. Perencanaan stratejik harus melibatkan sebuah penilaian dari
tindakan-tindakan alternatif tersebut serta dampak dan konsekuensi yang
merupakan hasil dari pelaksanaannya.
Secara historis, perencanaan stratejik bermula pada sektor privat
dalam periode pertumbuhan dan perubahan yang berawal pada akhir
tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an. Delapan pendekatan dasar
perencanaan stratejik perusahaan telah muncul lebih dari 35 tahun, antara
lain : (1) Model Kebijakan Harvard, (2) Sistem Perencanaan Strategik, (3)
Pendekatan Manajemen Stakeholders, (4) Metode Portofolio Bisnis, (5)
Analisis Kompetitif dari Kunci-kunci Sukses, (6) Manajemen Isu-isu
Strategis, (7) Negosiasi Strategik dan (8) Inkrementalisme Logika (Bryson
dan Roering dalam Steiss, 2003: 51).
ci
Sedangkan hasil penerapan perencanaan stratejik pada sektor
publik dimulai pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, sebagai
bagian dari kritik atas perencanaan komprehensif – yang dianjurkan oleh
pemerintah (tetapi jarang berhasil) selama lebih dari tiga dekade.
Catanese dan Steiss menjabarkan sebuah alternatif untuk pendekatan
perencanaan tradisional di dalam buku mereka pada tahun 1970 yang
berjudul Perencanaan Sistemik : Teori dan Aplikasi. Model ini menurut
mereka berfokus pada masa depan probabilistik dan kombinasi dari fitur
yang terbaik dari teknik analitikal yang menakjubkan dengan tradisi
humanistik perencanaan publik. Perencanaan sistemik diperkenalkan
sebagai tantangan bagi generasi baru perencana untuk menghindari
teknokratik determinisme, sementara mencapai pendekatan yang lebih
sistematis untuk pengambilan keputusan publik (Steiss, 2003: 53).
Inisial P dalam konsep PPBS (Planning – Programming –
Budgeting Systems) merupakan sebuah refleksi dari masalah-masalah
umum untuk perspektif yang lebih lama dalam merumuskan tujuan dan
sasaran. Hal tersebut diasumsikan bahwa perencanaan dapat
memberikan kerangka yang lebih luas dan lebih rinci dalam fungsi
pemrograman dan penganggaran yang dapat dilakukan. Pendekatan
PPBS merupakan model top-down dimana tujuan dan sasaran
diformulasikan pada eselon atas dari organisasi (sama halnya dengan
pendekatan perusahaan terhadap perencanaan stratejik). Tujuan-tujuan
tersebut kemudian akan difilter ke bawah melalui apa yang disebut oleh
cii
Herbert Simon dengan means-ends chains. Pada akhir proses, program-
program tertentu akan dibangun dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
dan sasaran tersebut. Melalui pendekatan ini, arah dari atas seringkali
miskin koordinasi, kontradiktif dan seringkali tidak eksis. Sebagai
konsekuensinya, banyak agen-agen publik mengoperasikan mandat
PPBS melalui gerakan pemenuhan persyaratan prosedural, menggunakan
kesesuaian tetapi dengan sedikit perubahan dalam pendekatan bertahap
tradisional kepada program dan anggaran kegiatannya (Steiss, 2003: 53).
Komponen penting lainnya dalam pengembangan perencanaan
stratejik adalah pengakuan hirarki perencanaan dimana tanggungjawab
perencanaan masing-masing berada pada berbagai tingkat dalam sebuah
organisasi. Pada aplikasi di sektor publik, Anthony dalam Steiss (2003:
56) menguraikan bahwa hirarki ini terdiri dari : (1) perencanaan stratejik,
(2) perencanaan manajemen, dan (3) pengendalian kegiatan.
Perencanaan manajemen adalah bahan penting dalam pendekatan ini
yang melibatkan : (1) pemrograman tujuan yang disetujui ke proyek-
proyek, program-program dan kegiatan yang spesifik, (2) unit-unit
rancangan organisasional membawa program-program yang disetujui, dan
(3) staf dari unit-unit dan pengadaan pendapatan yang diperlukan untuk
mendukung program-program yang disetujui. Namun dalam hal kerangka
perencanaan stratejik, perencanaan manajemen dapat menjadi terputus-
putus dan kontraproduktif. Pada waktu yang bersamaan, tanpa
konsistensi yang mengikuti perencanaan manajemen (pemrograman dan
ciii
penganggaran), perencanaan stratejik kemungkinan kecil dapat
direalisasikan.
Sedangkan Saffold (2005: 135-137) menyatakan bahwa tidak ada
komposisi yang lebih penting untuk keluaran yang baik daripada komitmen
yang utuh terhadap proses perencanaan yang berasal dari pimpinan.
Terdapat sejumlah teknik perencanaan stratejik yang dapat dipergunakan
untuk memperoleh input bottom up, tetapi perencanaan stratejik juga
memerlukan dukungan top down. Sebuah sinyal yang jelas dan tidak
ambigu dari pimpinan senior perlu dikomunikasikan bahwa proses
perencanaan merupakan hal penting dan hasilnya dapat diambil dengan
serius. Tidak ada yang dapat ‘membunuh’ suatu perencanaan stratejik
lebih cepat daripada hal tersebut, dimana setelah banyak orang disiapkan
untuk pekerjaan-pekerjaan berat, ternyata tidak ada yang dapat dilakukan.
Kenyataan tersebut memiliki tiga implikasi, yaitu :
1. Pimpinan harus sungguh-sungguh menginginkan proses perencanaan
itu menghasilkan perubahan.
2. Pimpinan harus mengijinkan dan berpartisipasi di dalam diskusi
terbuka mengenai isu-isu yang sensitif dan kontroversial.
3. Harus ada sebuah rencana untuk merespon hal-hal yang
direkomendasikan oleh tim perencana.
Singkat kata, komitmen yang positif dari proses perencanaan yang
berasal dari pimpinan utama merupakan sebuah strategi pemberdayaan
civ
yang dapat menghadirkan antusiasme dan ketertarikan mengenai masa
depan.
2.1.1.6. Model Perencanaan Stratejik Sektor Publik
Dikatakan oleh Steiss (2003: 57), dari perspektif sebuah sistem,
perencanaan stratejik harus menjadi bagian dari proses manajemen
stratejik yang meliputi alokasi dan manajemen sumberdaya, sebaik
evaluasi kinerja dan umpan balik. Perencanaan stratejik harus melibatkan
pengujian terhadap tindakan-tindakan alternatif dan estimasi dari dampak
dan konsekuensi yang dihasikan dari pelaksanaannya. Ketentuan eksplisit
harus dibuat untuk berurusan dengan ketidakpastian probabilistik. Seni
manajemen adalah untuk mengurangi ketidakpastian dan membawa
resiko dalam batas-batas toleransi. Dalam konteks ini, perencanaan
stratejik dapat memainkan peran penting melalui para asisten manajer
dalam mengorganisir tujuan dan sasaran serta dalam membangun
tindakan-tindakan yang memungkinkan untuk mencapai tujuan dan
sasaran itu.
The Alliance for Nonprofit Management (2001) membangun
pendekatan lima langkah dalam perencanaan stratejik yang dapat
diaplikasikan pada organisasi sektor publik juga nonprofit. Model generik
ini menyatukan komponen-komponen dasar yang meliputi pendekatan-
pendekatan perencanaan stratejik : (1) menetapkan kesiapan organisasi
untuk melakukan perencanaan, (2) merumuskan pernyataan visi dan misi
untuk memandu keseluruhan proses perencanaan, (3) membawa
cv
penilaian situasional (SWOT), (4) membangun tujuan, sasaran dan
strategi, serta (5) mempersiapkan rencana tertulis.
Sorkin, Farris dan Hudak dalam Steiss (2003: 58) mengidentifikasi
tujuh langkah dasar dalam perencanaan stratejik pada tingkatan
masyarakat : (1) memindai lingkungan, (2) memilih isu-isu utama, (3)
menyusun pernyataan misi dan tujuan utama, (4) melakukan análisis
eksternal dan internal, (5) merumuskan tujuan, sasaran dan strategi yang
sesuai dengan masing-masing isu utama, (6) menciptakan rencana
pelaksanaan untuk menghasilkan tindakan-tindakan stratejik, (7)
mengawasi, memperbaharui, dan memindai lingkungan.
Model perencanaan stratejik yang dirumuskan oleh Steiss (2003:
58) menganjurkan lima komponen dasar sebagaimana terurai berikut ini :
1) Penelitian dasar dan analisis untuk menetapkan kesiapan sistem.
a) Mengumpulkan data dasar, mempersiapkan inventaris dan
melakukan penilaian kebutuhan.
b) Mengidentifikasi isu-isu, permasalahan atau pilihan-pilihan kritis
untuk masa depan organisasi.
c) Menjelaskan peran dan tanggungjawab, mengidentifikasi kelompok
klien untuk dilayani, dan melibatkan stakeholder dalam proses.
d) Membuat profil organisasi dan mengumpulkan serta menganalisis
informasi lingkungan.
2) Pernyataan visi misi, tujuan dan sasaran.
a) Memformulasikan misi organisasi.
cvi
b) Menggambarkan perubahan struktural yang signifikan, yang
diperlukan untuk mewujudkan pernyataan misi.
c) Menentukan keadaan yang diinginkan dari sistem (pernyataan
misi).
d) Mengidentifikasi sasaran-sasaran program untuk mencapai
pernyataan yang diingkan, membuat matriks sasaran dan
menentukan kembali pernyataan sistem untuk memperjelas
sasaran-sasaran secara lebih rinci.
3) Analisis SWOT atau pernyataan situasional.
a) Melakukan análisis lingkungan internal dan eksternal.
b) Mendiagnosis tren dan kebutuhan.
c) Menggambarkan pandangan perencanaan.
4) Perumusan strategi dan analisis alternatif program.
a) Mengidentifikasi strategi-strategi untuk pengembangan organisasi.
b) Mempersiapkan strategi-strategi untuk mengembangkan,
mengelola dan menyampaikan program.
c) Mengembangkan strategi-strategi yang berfokus pada asministratif
dan kebutuhan pendukung.
d) Menggambarkan dan menganalisis program alternatif untuk
mencapai strategi-strategi yang diharapkan.
5) Alternatif kebijakan dan rekomendasi sumberdaya.
a) Menerjemahkan tujuan dan sasaran kepada kebijakan-kebijakan
umum.
cvii
b) Merumuskan serangkaian kebijakan eksplisit.
c) Menggambarkan pengukuran efektivitas dan efisiensi.
Penjabaran lima komponen dalam model perencanaan stratejik
tersebut tampak digambarkan oleh Steiss (2003: 60) sebagaimana
tampak pada gambar berikut ini :
Gambar 2.6. Diagram Skematik Perencanaan Stratejik dari Steiss
Basic Data Collection & Inventories 1)
Develop Policy Alternatives &
Resource Recommendations 5)
Clarify Roles & Responsibilities
1)
Prepare Vision
Statement 2)
Identify Goals & Objectives 2)
Formulated Strategies &
Alternatives 4)
Delineate Planning
Horizon 3)
Develop Organizational
Profile 1)
Formulate Mission
Statement 2)
Conduct SWOT Analysis 3)
Identify Issues, Problems & Critical
Choices 1)
cviii
Sumber : Steiss, Strategic Management for Public and Nonprofit
Organizations, 2003 : 60.
Model perencanaan stratejik dari Steiss tersebut mengandung lima
komponen dasar, antara lain : 1) Analisis kesiapan sistem, 2) Pernyataan
visi misi, tujuan dan sasaran, 3) Analisis SWOT, 4) Perumusan strategi
dan analisis alternatif program, dan 5) Perumusan alternatif kebijakan dan
rekomendasi sumberdaya. Sejumlah komponen yang diuraikan dalam
model ini mengandung banyak pendekatan perencanaan stratejik.
Keunikan lain dari model di atas yang perlu didiskusikan lebih lanjut.
Elemen-elemen unik tersebut meliputi (1) pandangan perencanaan, 2)
penekanan pada sasaran program, 3) matriks sasaran, 4) perumusan
serangkaian kebijakan, dan (5) penggunaan pengukuran efektivitas.
Penyiapan sistem sebagai komponen pertama dalam model
perencanaan stratejik Steiss, mengandung lima tugas harus dilakukan
dalam rangka membuka jalan bagi proses perencanaan yang terorganisir :
1) Mengidentifikasi lima hingga sepuluh isu-isu signifikan, permasalahan
fundamental atau pilihan-pilihan kritikal mengenai masa depan
organisasi yang harus diatasi selama proses perencanaan stratejik
dilakukan.
2) Mengklarifikasi aturan (siapa yang melaksanakan proses) dan
memadukan stakeholder inti di dalam proses tersebut.
cix
3) Menciptakan komite perencanaan (lima hingga tujuh individu),
termasuk kedua “visionaris” dan “pelaksana” untuk ujung tombak
proses tersebut.
4) Mempersiapkan profil organisasi, dan mengumpulkan serta
menganalisis informasi lingkungan.
5) Mengidentifikasi informasi yang harus dikumpulkan untuk membantu
keputusan, termasuk informasi finansial secara historis, proyeksi arus
kas dan anggaran.
Produk dari tahap ini adalah rencana untuk perencanaan (a plan for
planning) yaitu sebuah garis besar komponen yang diperlukan untuk
menunjukkan bahwa organisasi sudah siap untuk melakukan
perencanaan stratejik.
Kemudian pernyataan visi dan misi sebagai komponen kedua
dari model perencanaan stratejik Steiss, dikatakan merupakan hal yang
penting bagi organisasi. Sebuah pernyataan misi biasanya diuraikan oleh
organisasi dalam konsep sebagai berikut :
a) Tujuan : mengapa organisasi diciptakan dan apa yang berusaha untuk
dicapai
b) Bisnis : metode utama atau aktivitas organisasi yang mengisi tujuan
utama.
c) Nilai-nilai : prinsip-prinsip atau keyakinan yang memandu anggota
organisasi karena mereka mengejar tujuan organisasi.
cx
Perumusan tujuan dan sasaran merupakan bagian lanjutan dari
komponen kedua model perencanaan stratejik Steiss. Dalam
perencanaan stratejik, serangkaian tujuan dan sasaran tentatif
dirumuskan dan kemudian diujikan dalam konteks pandangan alternatif
tertentu yang mengijinkan faktor-faktor baru muncul dan dapat dianggap.
Dengan kata lain, sebuah pendekatan deduktif akan menggantikan teknik
induktif tradisional dari perencanaan.
Kebanyakan organisasi melakukan secara eksplisit maupun
implisit, adanya sebuah hirarki dari tujuan dan sasaran (Richards dalam
Steiss, 2003: 64). Pada tingkatan teratas, adalah tujuan yang relatif
terbatas – pernyataan dari hasil yang diinginkan atau output yang
digambarkan dalam tujuan utama organisasi – sebagai alasan
keberadaan organisasi yang seringkali tidak dapat diukur dan bersifat
abstrak sebagai suatu pernyataan misi. Tujuan ini, pada selanjutnya harus
dapat diterjemahkan ke dalam sasaran program yang lebih spesifik untuk
memberikan panduan bagi anggota organisasi pada semua tingkatan di
dalam organisasi. Sasaran program menghasilkan ‘jembatan kritis’ antara
tujuan utama organisasi dengan komitmen tindakan tertentu,
sebagaimana Anthony dan Welsh dalam Steiss (2003: 64-65) mengatakan
bahwa pada saat sebuah rencana dipersiapkan pada dasar tujuan tertentu
manapun, harus ada arti dari pengukuran tingkatan proses menuju tujuan
itu, jika tidak maka seluruh proses perencanaan menjadi sewenang-
wenang melalui ukuran kesalahan untuk panduan pelaksanaan dan
cxi
pengendalian; sasaran-sasaran yang lebih rinci akan menghasilkan
penilaian operasional.
Terkait dengan sasaran, dengan cara yang sama, sasaran (atau
serangkaian sasaran) yang berbeda, dapat mengarahkan pada tujuan
yang sama, namun dengan berbagai biaya dan manfaat. Program-
program tindakan yang terkait dengan tujuan masing-masing mungkin
melibatkan operasi dan biaya-biaya modal yang berbeda. Pendekatan
biaya dan manfaat tersebut dapat membantu dalam diskusi antara
berbagai kelompok dan masyarakat secara umum dalam klarifikasi tujuan
lebih lanjut.
Steiss (2003: 65) mengemukakan tiga level sasaran yaitu 1)
sasaran stratejik, 2) sasaran manajemen dan 3) sasaran operasional.
Sasaran strategik didefinisikan sebagai kondisi perubahan yang
diharapkan, kesejahteraan atau perilaku sebagai konsekuensi dari inisiasi
sejumlah program dan aktivitas. Sasaran yang demikian berhubungan
dengan dampak program atau aktivitas organisasi pada pelanggan atau
kelompok pelayanan (biasanya eksternal).
Sasaran manajemen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
program tertentu dalam konsep bagaimana dan dimana sumberdaya
tertentu (anggaran proyek) dapat dipergunakan. Sasaran manajemen
mengidentifikasi komitmen yang muncul untuk menerjemahkan sasaran
strategik kepada aktivitas yang lebih spesifik. Sasaran manajemen
seringkali merefleksikan persyaratan staf atau komitmen lain mengenai
cxii
sumberdaya apa yang diperlukan organisasi untuk mencapai satu hasil
utama.
Sasaran operasional seringkali dihubungkan dengan implementasi
dan pengendalian sejumlah tugas-tugas, dan persetujuan atas
sumberdaya tertentu untuk mencapai sasaran strategik dan sasaran
manajemen. Dimana fokus prinsipil dari sasaran strategik adalah
efektivitas, dan kunci dari sasaran operasional paling sering adalah
efisiensi. Sasaran operasional seringkali merefleksikan pengukuran
kinerja eksplisit yang dapat diambil dari pengawasan kegiatan organisasi.
Komponen ketiga dari model perencanaan stratejik Steiss adalah
analisis SWOT (kadangkala disebut sebagai penilaian situasional)
dikatakan Steiss (2003: 73-74) meliputi kompilasi dari sejumlah informasi
mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi serta informasi kinerja
yang merupakan isu-isu eksternal kritis (peluang dan ancaman) yang
harus dapat diatasi oleh rencana strategis. Komponen kunci dari analisis
SWOT adalah evaluasi dari efisiensi dan efektivitas dari proses dan
program-program organisasi. Penilaian ini harus mencakup proses
evaluasi yang berdasarkan pada data kuantitatif (ulasan dari catatan,
statistik deskriptif yang berkaitan dengan berbagai indeks, evaluasi kinerja
formal) dan data kualitatif (opini perwakilan / klien mengenai program-
program organisasi). Sebuah analisis SWOT harus memuat :
cxiii
1) Persepsi stakeholder internal dan eksternal tentang organisasi, yang
dikumpulkan dari tahap brainstorming, focus-groups, wawancara
inpersonal atau telepon, serta kuesioner.
2) Tren eksternal yang mempengaruhi organisasi, dikategorikan dalam
politik, ekonomi, sosial, teknologi, demografi, dan kekuatan hukum
serta termasuk sejumlah keadaan seperti perubahan kebutuhan
konstituen / klien, peningkatan kompetisi, perubahan peratutan
pemerintah dan sebagainya.
Manajemen senior harus merespon sejumlah pertanyaan tersebut
melalui perspektif mereka masing-masing dan dari cara pandang tersebut
mereka menyepakati :
1) Kekuatan-kekuatan : Kelebihan apa yang dimiliki organisasi ? Apakah
hal itu baik ?
2) Kelemahan-kelemahan : Pada wilayah mana dapat dilakukan
perbaikan ? Apa yang sedang dilakukan saat ini bertumpu pada
efektivitas dan efisiensi ?
3) Peluang-peluang : Dimanakah kesempatan yang baik untuk perubahan
dan perbaikan ? Tren apa yang menarik ?
4) Ancaman-ancaman : Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh
organisasi ? Apa yang dilakukan oleh kompetisi ? Apakah perubahan
teknologi mengancam posisi pasar organisasi ? Apakah organisasi
memiliki masalah arus kas atau hutang yang buruk ? Apakah
cxiv
spesifikasi dari misi, produk, atau layanan organisasi berubah ?
(Steiss, 2003: 74-75).
Mengenai SWOT sebagai sebuah alat analisis terhadap lingkungan
organisasi, Weilrich dalam Steiss (2003: 75) mengajukan penggunaan
matriks sederhana untuk merekam kekuatan dan kelemahan, juga
peluang dan ancaman yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Gambar
berikut menunjukkan alat untuk mengidentifikasi dan merekam awal
strategi yang dapat diadopsi dalam menanggapi analisis SWOT suatu
organisasi :
Gambar 2.7. Matriks SWOT dari Weilrich
Sumber : Steiss, Strategic Management for Public and Nonprofit Organizations, 2003 : 76.
Setelah mempergunakan matriks SWOT dalam menganalisis
lingkungan yang dihadapi oleh organisasi, maka dapat dilanjutkan dengan
sebuah alat untuk menentukan strategi yang perlu dipergunakan
organisasi dalam mencapai visi misi, tujuan dan sasaran yang telah
dirumuskan.
STRENGTHS List strengths
WEAKNESS
List weakness
Minimize weaknesses and
avoid threats
Use strengths to take
advantage of opportunities
Use strengths
to avoid threats
THREATS List threats
Overcome weakness by
taking advantage of opportunities
OPPORTUNITIES List opportunities
cxv
Rowe, Mason dan Dickel dalam Steiss (2003: 75-76) menciptakan
the Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) Matrix sebagai
sarana untuk menentukan apakah strategi agresif, konservatif, defensif
atau kompetitif yang paling sesuai untuk suatu organisasi. Berikut adalah
sajian matriks SPACE yang dimaksud tersebut di atas :
Gambar 2.8. Matriks SPACE
Financial Strength
+ 6 + 5 + 4 Conservative Aggressive + 3 + 2
+ 1 Competitive Industry Advantage - 6 - 5 - 4 - 3 - 2 - 1 0 + 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 Strength
- 1 - 2 - 3 Defensive - 4 Competitive - 5 - 6
Environmental Stability
Sumber : Steiss, Strategic Management for Public and Nonprofit Organizations, 2003 : 77.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan sebuah
matriks SPACE adalah sebagai berikut :
cxvi
1) Nilai numerik yang diberi peringkat dari +1 (terburuk) hingga +6
(terbaik) diberikan untuk setiap variabel yang dipilih untuk mewakili
kekuatan keuangan dan dimensi status ekonomi.
2) Nilai numerik yang diberi peringkat dari -1 (terbaik) hingga -6 (terburuk)
diberikan untuk setiap variabel yang dipilih untuk mewakili dimensi
stabilitas lingkungan dan keunggulan kompetitif.
3) Nilai rata-rata dihitung untuk masing-masing dimensi dengan
menjumlahkan nilai-nilai yang diberikan ke variabel-variabel, dan
membagi dengan jumlah variabel termasuk dalam dimensi masing-
masing. Contohnya, jika nilai yang diberikan untuk variabel kekuatan
keuangan adalah +1, +3, +4 dan +5, maka nilai rata-ratanya adalah
13/4 = +3,25.
4) Dua nilai pada sumbu x disimpulkan dan titik resultan diletakkan pada
X. Dua nilai pada sumbu y disimpulkan dan titik resultan diletakkan
pada Y. Persimpangan dari titik XY selanjutnya pun dapat dibentuk.
5) Sebuah garis arah dapat digambar dari matriks melalui titik
persimpangan yang baru tersebut. Garis arah tersebut
mengungkapkan jenis strategi yang direkomendasikan untuk
organisasi.
Ian MacMillan dalam Steiss (2003: 78) menciptakan grid strategi
untuk membantu organisasi publik dan nonprofit untuk menilai status
kompetitifnya. Matriks MacMillan, sebagaimana tersaji pada gambar 2.9,
cxvii
menguji empat dimensi program yang memandu penempatan grid strategi
dan mengindikasikan strategi yang dapat dilakukan, yaitu :
1) Alignment with mission statement : derajat mengenai ketepatan
program organisasi.
2) Competitive position : derajat dimana organisasi memiliki kapabilitas
yang lebih kuat dan potensial untuk memberikan program-program
dibandingkan organisasi lainnya.
3) Program attractiveness : kompleksitas yang berhubungan dengan
manajemen program.
4) Alternative coverage : sejumlah organisasi lain yang mencoba untuk
memberikan atau berhasil dalam menyampaikan program serupa di
wilayah yang sama untuk konstituen yang serupa.
Gambar 2.9.
Matriks MacMillan untuk Program Analisis Kompetitif
Sumber : Steiss, Strategic Management for Public and Nonprofit
Organizations, 2003: 79.
Alternative Coverage
Low
High Program Attractiveness “Easy” Program
Alternative Coverage
High
Weak Competitive
Position
Low Program Attractiveness “Difficult” Program
Strong Competitive
Position
1. Aggressive Competition
7. Orderly Divestment
8. “Foreign Aid” or Joint
Venture
3. Aggressive Divestment
4. Build Strength or
Get Out
2. Aggressive Growth
5. Built up the Best
Competitor
6. “Soul of the Agency”
Alternative Coverage
Low
Alternative Coverage
High
GOOD FIT
POOR FIT
10. Orderly Divestment
9. Aggressive Divestment
cxviii
MacMillan menyarankan agar organisasi harus melepaskan diri dari
layanan atau program yang tidak sejalan dengan misinya, atau yang tidak
dapat menarik pada keterampilan yang sudah ada atau pengetahuan di
dalam organisasi. Matriks MacMillan menyediakan sepuluh sel untuk
menempatkan program yang telah dibahas melalui empat dimensi SWOT.
Tiap-tiap sel memberi sebuah strategi yang mengarahkan masa depan
program yang tercantum di dalam sel (misalnya, kompetisi agresif, joint
venture, divestasi teratur, dan lain-lain). Satu sel matriks, “Soul of the
Agency”, memerlukan penjelasan tambahan karena merupakan program
yang sukar bagi organisasi yang seringkali menjadi “terakhir, harapan
terbaik” bagi konstituen atau klien. Manajemen harus menemukan cara
untuk mempergunakan program pada sel lain untuk dikembangkan,
dukung-dukungan, mensubsidi, meningkatkan, mempromosikan, atau jika
tidak, dengan mendukung program-program dalam kategori ini.
Selanjutnya, komponen keempat dari model perencanaan stratejik
Steiss adalah perumusan strategi dan analisis alternatif program.
Dikatakan Steiss (2003: 80) bahwa tujuan dan sasaran menggambarkan
hasil yang ingin dicapai secara umum dan spesifik, dimana fokus strategi
pada pendekatan yang digunakan telah diambil. Tujuan dan sasaran
harus bisa dirincikan untuk menghasilkan pedoman yang berguna bagi
penciptaan isu-isu dan strategi-strategi.
Tipe-tipe strategi organisasi merupakan campuran dari tindakan-
tindakan yang berguna dan reaksi atas pengembangan yang tidak
cxix
diantisipasi serta tekanan eksternal. Sejak strategi menjadi nilai-nilai dari
sasaran yang dituju, maka terdapat tiga kategori atau tingkatan yang
berbeda mengenai strategi itu, antara lain :
1) Strategi organisasional : merefleksikan sasaran dan rencana yang
dijalankan untuk pengembangan organisasi (misalnya, program inisiatif
baru, kolaborasi, akuisis dan penggabungan, ekspansi, dan lain-lain).
2) Strategi programatik : dirancang untuk melaksanakan manajemen
sasaran dan mengatasi bagaimana membangun, mengatur, dan
membawa program baru (misalnya, melaksanakan pelayanan
kesehatan prenatal untuk para ibu hamil yang kurang beruntung).
3) Strategi fungsional : berfokus pada kebutuhan administratif dan
kebutuhan pendukung, serta dampaknya bagi efisiensi dan efektivitas
organisasi (misalnya mengadopsi format anggaran program,
menginstal sistem keuangan yang berdasarkan pada metode
akuntansi akrual).
Merumuskan strategi melibatkan campuran rasionalitas, pengujian
ilmiah dan intuisi tebakan terbaik yang berpendidikan. Sebuah metode
yang efektif untuk mengeneralisasikan strategi adalah dengan membuat
daftar terpisah mengenai isu-isu penting dan kekuatan organisasi, dan
untuk melakukan brainstorming pada bagaimana kekuatan itu atau
keterampilan lainnya dapat diterapkan untuk mengatasi isu-isu penting.
Suatu usaha harus dilakukan untuk mengidentifikasi cara untuk
mensintesis peluang dan kekuatan.
cxx
Pembuatan strategi merupakan proses dinamis dan jarang strategi-
strategi dipahami dengan sangat baik dan tahan lama bahwa organisasi
dapat menghindari evaluasi kembali secara berkala, perbaikan dan
membentuk kembali pengadopsian strategi. Bahkan rencana stratejik
manusia harus memiliki kapasitas untuk menampung pergeseran kondisi,
mengubah kebutuhan klien dan preferensinya, dan memunculkan peluang
dan tantangan. Rencana harus cukup fleksibel untuk menemukan
manuver dari organisasi yang bersaing, untuk menyesuaikan pengalaman
mengenai apa yang dapat berjalan dan yang tidak, dan memasukkan
pemikiran yang segar mengenai bagaimana meningkatkan kinerja
organisasi.
Sedangkan alternatif-alternatif program menghasilkan bangunan
fundamental untuk perencanaan stratejik. Sebuah program dapat
didefinisikan sebagai sebuah rangkaian hal yang berhubungan, aktivitas-
aktivitas interdepensi atau pelayanan yang berkontribusi pada sasaran
umum. Sebuah program berkaitan dengan jangka waktu pengeluaran
yang sering melampaui periode fiskal saat ini. Penekanan pada program
alternatif melibatkan fokus pergeseran dari pengelompokkan kegiatan
tradisional berdasarkan organisasi garis tanggungjawab, program dan
subprogram diarahkan pada pencapaian secara eksplisit yang
diidentifikasi dari tujuan umum (Steiss, 2003: 82).
Terakhir, alternatif kebijakan dan rekomendasi sumberdaya
adalah komponen kelima dari model perencanaan stratejik Steiss.
cxxi
Kebijakan dikatakan Steiss (2003: 84) meliputi pedoman, peraturan,
prosedur, dan latihan administratif yang dibuat untuk mendukung upaya
penerapan strategi dan mencapai tujuan. Kebijakan menghasilkan
petunjuk untuk pengambilan keputusan dan memfasilitasi pemecahan
masalah secara berulang-ulang. Dalam konteks perencanaan stratejik,
pernyataan kebijakan dibuat untuk menutupi seluruh rentang tindakan
memerlukan identifikasi tujuan ke titik dimana dapat mencapai tujuan-
tujuan tersebut.
Lima kategori kebijakan yang dapat ditawarkan, mencakup
berbagai norma-norma dan nilai-nilai di satu sisi, kemudian relatif spesifik
prosedur pedomannya di sisi yang lain. Kebijakan umum di satu sisi
adalah sebagai ujung kontinum dan menentukan kebijakan pengendalian
pada sisi lainnya, antara ekstrimnya menyusun kebijakan strategis,
kebijakan program dan kebijakan pelaksanaan, sebagaimana tampak
pada gambar berikut ini :
Gambar 2.10. Matriks Kebijakan Multipel
Policy Level
Policy Content BASIC ADMINISTRATIVE POLICY POLICY
Program Policy
Plan Policy
Priorities
Objectives
Locus
Control Policy
Implementing Policy
Means
General Policy
cxxii
EXECUTIVE TECHNICAL POLICY POLICY
Sumber : Steiss, Strategic Management for Public and Nonprofit
Organizations, 2003: 86.
Dimensi lain dari matriks kebijakan di atas didefinisikan oleh : 1)
apa yang harus diselesaikan (sasaran), 2) kapan harus diselesaikan
(prioritas), 3) dimana tempat yang harus dicapai (lokus), 4) bagaimana
harus dicapai (arti), dan 5) standar yang dipergunakan untuk
mengevaluasi prestasi. Kelima faktor tersebut berhubungan dan dapat
membantu mendefinisikan isi pernyataan kebijakan.
Sebagaimana tampak pada gambar, empat kuadran dalam matriks
kebijakan mengusulkan perhatian pada beragam partisipan dalam proses
pembuatan keputusan. Basic policy atau kebijakan dasar umumnya
bersifat strategis dan berfokus pada tujuan dan prioritas. Executive policy
atau kebijakan eksekutif diperlukan untuk menetapkan nilai standar dalam
kerangka perencanaan stratejik dan operasional. Sasaran dan prioritas
dari pelaksanaan dan kontrol merupakan bagian dari bidang
administrative policy atau kebijakan administratif, dimana arti dan strandar
dari pelaksanaan dan kontrol pada banyak kasus, melibatkan technical
policy atau kebijakan teknis. Masing-masing kuadran ini menunjukkan
bidang tertentu dari tanggungjawab atas formulasi kebijakan dan lebih
jauh lagi, membatasi fokus dan penekanan yang sesuai untuk setiap
bagian tersebut. Gagasan tentang serangkaian kebijakan tertentu
Standards
cxxiii
menggarisbawahi pentingnya menjaga parameter ini untuk memastikan
agar kuadran yang satu tidak terlalu mengganggu tanggungjawab kuadran
yang lain (Steiss, 2003: 85).
Daerah yang dibentuk oleh demarkasi antara empat kuadran
tersebut juga penting untuk ditentukan. Bidang vertikal mewakili
pertukaran yang harus dilakukan antara kebijakan eksekutif dan
administratif, sementara bidang horisontal mewakili tumpang tindih antara
pertimbangan-pertimbangan strategis, manajerial dan operasional. Pada
daerah inilah terdapat potensi konflik antar kebijakan yang tak terelakkan.
Tahapan final dari proses perencanaan stratejik adalah
meletakkannya di atas kertas, yaitu untuk menggambar dokumen
perencanaan akhir dan diserahkan untuk diulas oleh para pengambil
keputusan kunci. Bagian berikutnya yang umumnya termasuk dalam
rencana strategi antara lain :
1) Pendahuluan
2) Ringkasan eksekutif : untuk membuat pembaca memahami tujuan
organisasi dan arti penting dari pembuatan rencana strategik.
3) Pernyataan visi dan misi : yang dapat berdiri sendiri tanpa teks
pendahuluan lainnya.
4) Profil dan sejarah organisasi : untuk menghasilkan konteks untuk
rencana stratejik.
5) Isu-isu dan stretagis kritikal : untuk membuat pemikiran stratejik
eksplisit dan asumsi-asumsi di balik perencaan.
cxxiv
6) Tujuan dan sasaran program : untuk digunakan sebagai pedoman
perencanaan operasional dan referensi utama untuk pengevaluasian.
7) Tujuan dan sasaran manajemen : untuk menekankan keunggulan
antara tujuan pengembangan organisasi dengan tujuan pelayanan.
8) Lampiran : untuk menyertakan dokumentasi tambahan apapun yang
akan meningkatkan pemahaman pembaca akan rencana.
2.1.2. Keterkaitan Manajemen Stratejik dengan Organisasi
Manajemen stratejik secara prinsipil berfokus pada lingkungan
organisasi dan cara dimana sebuah organisasi dapat menggunakan
sumberdayanya dengan baik untuk mengontrol lingkungan. Secara
khusus, manajemen strategik memandang bagaimana organisasi memilih
strategi untuk mencapai daya saing.
Jones (1995: 20) mengemukakan bahwa memahami teori
organisasi adalah sangat vital bagi pimpinan di level strategik karena akan
mampu menjelaskan mengenai sejumlah faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan bagi desain struktur dan kultur organisasi dalam rangka
mengontrol dan mengkoordinasikan sumberdaya. Tujuan utama
manajemen strategik adalah bagaimana agar organisasi dapat
mempergunakan desain organisasi untuk meningkatkan daya saing dan
mengelola lingkungannya, bukan mengenai bagaimana cara organisasi
bekerja dengan baik.
cxxv
Manajemen strategik pertama, berfokus pada lingkungan dan
prosesnya melalui organisasi, kemudian ke sub unit organisasi, kelompok
kerja dan individu. Pimpinan organisasi berperan dalam menyusun
strategi organisasi yang merupakan faktor utama di dalam manajemen
strategik (Jones, 1995: 21).
Untuk itu, maka diperlukan pemahaman akan teori mengenai daur
hidup organisasi dan evolusi teori organisasi dalam tujuan pelaksanaan
manajemen strategik yang baik oleh organisasi.
2.1.2.1. Teori Organizational Life Cycle
Organisasi memiliki cara yang berlainan dalam struktur
kebudayaan dan strategi pengembangan sumberdaya yang ada untuk
dapat bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Penanaman
strategi yang berlainan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya
ditujukan terutama agara organisasi tersebut dapat bertahan dan
berkembang. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai daur
hidup organisasi (organizational life cycle).
Daft dan Murphy (2010: 356) mengemukakan bahwa daur hidup
organisasi (organizational life cycle) adalah siklus kehidupan sebuah
organisasi yang meliputi penciptaan organisasi hingga kemusnahannya.
Terdapat lima tingkatan atau tahap-tahap yang dilalui oleh setiap
organisasi, yaitu : 1. Kelahiran, 2. Pertumbuhan, 3. Kedewasaan, 4.
Penurunan, dan 5. Kematian.
cxxvi
Sedangkan Jones dalam Akdon (2011: 62) menyatakan terdapat
empat tahapan prinsip dalam daur hidup organisasi yang dapat dilihat
dalam gambar 2.11., yaitu : kelahiran (organizational birth), pertumbuhan
(organizational growth), penurunan (organizational decline) dan kematian
(organizational death). Setiap organisasi mengalami perbedaan tingkatan
dalam melewati setiap tahapnya dan ada sebagian organisasi tidak
mengalami setiap tahapnya. Beberapa organisasi juga mengalami waktu
yang lebih lama dalam tahapan kelahiran.
Gambar 2.11. Model Daur Hidup Organisasi
Kelahiran Pertumbuhan Penurunan Kematian Organisasi Organisasi Organisasi Organisasi
Sumber : Gareth R. Jones dalam Akdon, 2011: 63. 1) Organizational Birth
Organisasi terlahir karena adanya individu-individu yang bergabung
dengan menggunakan kemampuan dan keahliannya masing-masing
untuk menciptakan suatu nilai tertentu. Tahapan kelahiran organisasi
merupakan tahapan yang sangat berbahaya dari keseluruhan daur
hidup organisasi karena merupakan kesempatan terbesar dalam
Keefe
ktifa
n
Org
anis
asi
cxxvii
pembentukan suatu organisasi baru. Organisasi yang beru terbentuk
masih bersifat labil karena masih dalam proses pencarian nilai, belum
stabil dalam pelaksanaannya dan serba tidak menentu. Semuanya
disebabkan karena organisasi masih bersifat trial and error.
2) Organizational Growth
Setelah organisasi dapat bertahan, tahap selanjutnya setelah tahap
kelahiran organisasi adalah tahap peningkatan pengawasan terhadap
sumberdaya organisasi yang akan dapat menjadikan organisasi
tumbuh dan berkembang. Tahap pertumbuhan dalam daur hidup
organisasi merupakan tahap pengembangan nilai untuk dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumberdaya organisasi.
3) Organizational Decline
Penurunan organisasi akan terjadi apabila permasalahan yang
dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik. Tahap penurunan dalam
daur hidup organisasi terjadi ketika organisasi mengalami kegagalan
dalam mengantisipasi tekanan, baik dari dalam maupun luar sehingga
organisasi tidak dapat bertahan. Tahap penurunan organisasi
diidentifikasi oleh William Weitzel dan Ellen Jonsson dalam Akdon
(2011: 68-70) dalam lima tahapan yang diuraikan sebagai berikut :
a) Blinded
Pada tahap ini organisasi tidak dapat mengatasi permasalahan
yang terjadi baik dari dalam maupun luar organisasi, biasanya
dikarenakan kurangnya sistem pengawasan dan sistem informasi
cxxviii
organisasi. Dengan demikian, untuk menghindari penurunan
organisasi pada tahap ini diperlukan sistem informasi yang baik,
sehingga akan terjalin kerjasama yang baik untuk dapat
memajukan organisasi.
b) Inaction
Pada tahap ini meskipun keadaan organisasi semakin memburuk
yang ditandai dengan pengurangan keuntungan atau pendapatan,
namun pemimpin organisasi hanya melakukan sedikit pemecahan
dari permasalahan yang dihadapi. Hal ini merupakan refleksi dari
kurangnya informasi yang dipercaya dapat membuat organisasi
bertahan.
c) Faculty Action
Tahap ini merupakan tahap kesalahan para pemimpin dalam
memecahkan persoalan. Permasalahan-permasalahan yang
dihadapi organisasi semakin kompleks, sehingga memungkinkan
pemimpin organisasi melakukan kesalahan dalam pengambilan
keputusan dikarenakan konflik organisasi atau keputusan yang
terlambat dibuat.
d) Crisis
Pada saat bersamaan, krisis dalam organisasi akan terjadi dan
hanya perubahan yang bersifat radikal dalam penerapan struktur
dan strategi organisasi yang dapat menghentikan penurunan yang
terjadi pada organisasi, sehingga organisasi dapat bertahan.
cxxix
e) Dissolution
Pada tahap ini, organisasi sudah kehilangan kepercayaan dari
pihak yang berkepentingan, sehingga dapat mengurangi pasaran
dan reputasi organisasi. Dengan demikian, tahap ini mengarah
pada tahapan kematian organisasi.
4) Organizational Death
Organisasi akan mengalami kematian apabila tidak mampu mengatasi
permasalahan yang dihadapinya dan kehilangan segala sesuatu yang
semula merupakan kekuatannya.
Hampir sejalan dengan pendapat tersebut, Gupta (2010)
mengemukakan bahwa sebuah organisasi mengalami perubahan pada
dimensi konseptual dan strukturalnya seiring dengan waktu, sebagaimana
organisme biologis yang lahir, berkembang, menjadi dewasa dan akhirnya
mati. Banyak penelitian mengenai lingkaran kehidupan yang merumuskan
tiga tahapan perkembangan dan tahapan penurunan dalam organisasi,
yang masing-masing memiliki variasi konseptual dan hasilnya dalam
perubahan struktur dan visi juga dapat diamati, antara lain :
1) Entrepreneurial stage.
Entrepreneurial stage merupakan tahap konseptual dimana sebuah
produk baru ditemukan, pasarnya teridentifikasi dan rencana
pembangunannya diwujudkan. Ciri-ciri dari tahap ini adalah :
cxxx
a) Fokus kepemimpinan : berada pada kesuksesan pembangunan
prototype atau produk yang dapat dipasarkan, disamping juga
mampu mengelola keuangan dengan baik.
b) Ukuran organisasi : kecil dengan struktur datar dan non birokratik,
terdapat responsibilitas yang baik dalam mengelola seluruh aspek
organisasi.
c) Budaya organisasi : informal, mendukung inovasi dan berani
mengambil resiko, pembuatan keputusan bersifat sentralistik dan
pada umumnya bergantung pada sang pendiri, diharapkan terdapat
jam kerja yang panjang.
d) Spesialisasi : pertumbuhan terbatas bagi fungsionalis inti, seperti
bagian manufaktur dan pelayanan. Para staf biasanya memiliki
keterampilan yang tinggi yang disertai dengan pengalaman yang
relevan dalam fungsi intinya serta kecilnya jumlah staf pendukung.
e) Efektivitas individu merupakan hal yang sangat penting.
2) Expansion.
Dari entrepreneurial stage, apabila sebuah organisasi berhasil dalam
mencapai tujuan menciptakan produk dan memiliki keuangan yang
kuat dan barangkali sedikit pelanggan, maka organisasi kemudian
akan memasuki tahapan komersialisasi dimana organisasi harus
menciptakan produk dalam jumlah banyak, menggapai pelanggan
dengan lebih meluas serta memperoleh keuntungan. Ciri-ciri dari tahap
ini adalah :
cxxxi
a) Fokus kepemimpinan : membuat produk yang baik untuk
menambah penjualan dan pemasukan.
b) Ukuran organisasi : perlu dikembangkan sejak organisasi
membutuhkan lebih banyak sumberdaya dalam produksi dan
penjualan yang lebih besar. Sementara pertumbuhan yang
konsisten dalam fungsi inti berlangsung, pertambahan
pertumbuhan terjadi dalam penjualan dan pemasaran.
c) Budaya organisasi : menjadi ‘miring’ melalui budaya pasar sejak
lingkungan eksternal dalam satu masa menjadi stabil, tahap
entrepreneurial berhasil menyediakan sejumlah waktu sebelum
kompetisi terjadi.
d) Struktur organisasi : menjadi lebih hierarkis dimana sang pendiri
terampil dalam mengelola kesemuanya dan mulai mendelegasikan
tugas-tugas kepada subordinasinya dengan menciptakan hierarki
manajemen. Staf pendukung masih sedikit, namun organisasi
mengadopsi struktur fungsional.
e) Pertumbuhan organisasi membawa lebih banyak spesialis dan
subordinat melalui penerimaan sehingga menciptakan krisis
kepemimpinan pada level atas sejak perubahan organisasi
mengakibatkan permintaan akan pendelegasian tanggungjawab.
Seluruh pendiri dan pemimpin teknis individual perlu bergabung
dengan kekuatan lain yang mereka nikmati pada tahap
entrepreneurial dan bersatu mendelegasikan pembuatan keputusan
cxxxii
serta menampilkan tugas baru dari koordinasi dan team building.
Manajemen menengah berkembang dan bertanggungjawab atas
kegiatan operasi, sementara manajemen atas berfokus pada
strategi bisnis.
f) Proses manajemen : kemunculannya diawali dalam aktivitas-
aktivitas yang berhubungan dengan produksi dan pengawasan,
walaupun mereka belum terlalu baik mengenalinya dan tetap
fleksibel.
g) Tantangan kepemimpinan : secara tetap mengamati lingkungan
eksternal untuk kompetisi dan persaingan, saat organisasi sangat
berfokus pada pertumbuhan.
3) Consolidation.
Hasil dari tahapan ekspansi dalam kegiatan operasi berhubungan
dengan produksi seperti pembelian, pengawasan terhadap persediaan,
dan sebagainya, juga termasuk pengerahan staf penjualan. Organisasi
diarahkan pada pembesaran produksi dan kapasitas penjualan. Dalam
tahap konsolidasi, fokus bergeser pada kontrol biaya, produktivitas dan
keuntungan. Ciri-ciri dari tahap ini adalah :
a) Fokus kepemimpinan : mencapai efektivitas organisasi.
b) Ukuran organisasi : hampir stabil, dimana tahap ekspansi
kemungkinan berhasil memimpin ketidakpastian fungsi inti, namun
tahap konsolidasi kemungkinan termasuk penambahan
sumberdaya manusia untuk mendukung fungsi-fungsi.
cxxxiii
Pertumbuhan dapat terjadi pada penambahan staf yang
berhubungan dengan pengawasan terhadap kualitas, dukungan
pelanggan, fungsi-fungsi administratif dan pemasaran. Tahap
pertumbuhan yang tidak diinginkan saat ukuran organisasi
bertambah besar adalah tahap konsolidasi tergantung pada
downsizing dan penerimaan.
c) Struktur organisasi : terdapat penambahan jumlah produksi,
walaupun mungkin masih berhubungan dengan kompetensi inti
sebagai konsekuensi dari struktur organisasi yang berubah menjadi
divisional dengan lebih banyak departemen.
d) Budaya organisasi : menjadi birokratis yang ditandai dengan
adanya formalisasi yang kental dan proses-proses yang dianggap
perlu sebagai cara untuk mengawasi kegiatan operasi secara lebih
baik.
e) Tantangan kepemimpinan : membangun kelancaran protokol
komunikasi antara departemen-departemen yang berbeda, mencari
tanda-tanda perubahan pada lingkungan eksternal dan membuat
kegiatan koreksi yang memungkinkan.
4) Decline.
Sebuah organisasi memasuki tahap decline atau penurunan ketika
pengalamannya penurunan sumberdayanya terus berlanjut dan
pendapatan atas suatu waktu secara substansial. Ironisnya,
penurunan dapat dikenali dengan pasti hanya ketika sudah terlambat
cxxxiv
untuk memperbaikinya, tanda-tanda awal sementara seringkali salah.
Penurunan dapat terjadi setelah tahap pertumbuhan lainnya, tidak
selalu setelah tahap konsolidasi. Pertumbuhan juga tidak selalu
membawa pada penurunan, namun selalu ada kemungkinan stagnasi
dalam waktu yang panjang.
Stagnasi dapat dikenali sebagai situasi tanpa pertumbuhan, memiliki
sedikit pelanggan namun setia, sedikit pesaing, pasar yang cekung
atau adanya sumberdaya yang berlimpah. Stagnasi tidak selalu berarti
kehilangan hasil dari pendapatan atau downsizing.
Terdapat beberapa penyebab terjadinya penurunan, sebagian bersifat
kuantitatif dan mudah dikenali, sementara sebagian lainnya bersifat
kualitatif dan sukar untuk dipahami. Penurunan dapat menjadi efek
samping dari perubahan pada lingkungan eksternal atau inefisiensi
berkaitan dengan kegiatan operasi internal organisasi :
a) Alasan terjadinya penurunan secara kuantitatif.
Analisis kuantitatf dapat ditemukan di dalam pernyataan keuangan
organisasi, laporan kegiatan operasi internal organisasi dan dengan
mempergunakan parameter pengukuran matematis lainnya.
1. Mengurangi tenaga kerja : Perampingan organisasi
merefleksikan sebuah pengurangan pasar secara menyeluruh,
mengurangi kebutuhan akan produk, kapabilitas pengiriman
produk yang rendah, menjadi alasan yang mendasari sebuah
penurunan. Bagaimanapun, terdapat suatu waktu dimana
cxxxv
‘pemotongan-pemotongan’ yang demikian menjadi pengukuran
sementara untuk merevitalisasi organisasi untuk fase
pertumbuhan lainnya.
2. Mengurangi pangsa pasar : Pengurangan pangsa pasar
membagi sejumlah isu-isu, menumbuhkan kompetisi jika
keseluruhan pasar benar-benar tumbuh atau stabil, atau
berkontraksi pada keseluruhan pasar akibat keusangan produk
maupun teknologi.
3. Mengurangi keuntungan atau pembagian harga : Hal tersebut
menyediakan penilaian investor terhadap margin kegiatan
perusahaan dan prospek pertumbuhannya di masa depan.
b) Alasan terjadinya penurunan secara kualitatif.
1. Kompetisi yang ketat : Sejak tahap entrepreneurial, ‘pemain
besar’ kemungkinan mencoba berbagai alat dari ‘gudang
senjata’ mereka untuk melawan ancaman pendatang baru. Hal
tersebut termasuk latihan-latihan pemberian harga agresif,
memikat klien dengan membangun basis dengan kesepakatan
bonus, akuisisi dari teknologi kompetitif dan membangun produk
sejenis, dan sebagainya. Banyak kejadian permusuhan berhasil
mengambil alih besar-besaran dan perusahaan pun memikat
untuk tujuan mengakhiri persaingan.
2. Pelanggan yang terbatas : Hal tersebut terjadi karena
penurunan yang tidak terduga pada ‘pasar ceruk’, perubahan
cxxxvi
pada pilihan pelanggan untuk produk yang berbeda atau
sederhana karena organisasi gagal menemukan pasar yang
tepat untuk produknya. Hal itu dapat terjadi pada setiap tahap
dalam lingkaran kehidupan, penjualan triwulan dan penerimaan
pada setiap waktunya menjadi indikator yang baik atas dasar
perubahan pelanggan.
3. Keusangan teknologi : Organisasi lama sangat rentan terhadap
teknologi baru yang mampu memberi dampak negatif pada inti
bisnis dan kompetensinya.
4. Keterpurukan ekonomi : Lingkungan ekonomi yang keras
mengurangi pengeluaran pelanggan, beberapa vendor bersaing
untuk mengurangi pangsa pasar, dan juga susah memperoleh
kredit segar dan keuangan untuk usaha-usaha baru atau
kegiatan operasi yang ada.
5. Atrophy organisasi : Biasanya terjadi pada organisasi lama yang
memiliki pengalaman pertumbuhan yang sehat dan stabil dalam
jangka panjang; struktur yang hierarkhis dan budaya birokratis
pada organisasi-organisasi besar dengan personil yang
berlebihan, manajemen menengah yang mentolerir
ketidakmampuan, proses manajemen yang berlebihan dan
kontraproduktif; pada akhirnya dapat memunculkan krisis
kepemimpinan. Karyawan kehilangan kepercayaannya terhadap
kepemimpinan dan visi organisasi, tingkat kepuasan karyawan
cxxxvii
mulai dibenamkan secara konsisten dan demikian pula dengan
efisiensi kegiatan operasinya.
Proses atau siklus organization life cycle tersebut digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.12. Organizational Life Cycle
Competition / Unsustainable Growth
Capital loss / Technology failure
Strategic
Diversification
Sumber : Ashim Gupta, Organizational Life Cycle & Decline, 2010.
Perspektif lain mengenai tahapan dalam daur hidup organisasi
dikemukakan oleh Simon (2001: 1), namun rumusannya lebih berfokus
pada organisasi non profit, dengan mengidentifikasi tahap-tahap sebagai
berikut :
1) Tahap 1 : Imagine and Inspire (“dapatkah mimpi direalisasikan?”)
2) Tahap 2 : Found and Frame (“bagaimana kita akan menariknya?”)
3) Tahap 3 : Ground and Grow (“bagaimana kita dapat
membangunnya?”)
Expansion
Consolidation
Decline
Revitalization
Entrepreneurial Dissolution
cxxxviii
4) Tahap 4 : Produce and Sustain (“bagaimana momen ini bisa
berkelanjutan?”)
5) Tahap 5 : Review and Renew (“apa yang perlu kita rancang
ulang?”) (http://en.wikipedia.org/wiki/organization_lifecycle).
McNamara mengemukakan bahwa organisasi berjalan melalui daur
hidup yang berbeda-beda, sebagaimana manusia menjalani kehidupan.
Contohnya, manusia melalui tahap-tahap dalam kandungan ibu, masa
kanak-kanak, hingga remaja dan seterusnya, yang merupakan bentukan
dari banyak pertumbuhan. Manusia dalam hal ini seringkali melakukan
apa saja untuk bertahan hidup, misalnya makan, mencari tempat
berlindung dan beristirahat. Seringkali orang-orang tersebut menjadi
impulsif, bereaksi cepat atas apa yang terjadi di sekitarnya. Demikian pula
dengan kehidupan organisasi. Seringkali pendiri organisasi atau program
dan anggotanya harus melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk
dapat tetap bertahan dalam lingkungan bisnis. Manusia khawatir bila
menghabiskan banyak waktu sehingga harus membuat perencanaan.
Dalam hal perbandingan organisasi dan program terhadap orang-
orang, perlu dicatat bahwa pada saat manusia memutuskan untuk
mengandung, mereka akan mulai lebih memahami dunia dan diri mereka
sendiri. Pada akhirnya, mereka akan membangun beraneka
kebijaksanaan yang mereka pandang melalui berbagai tantangan
kehidupan dan kerja. Mereka belajar merencanakan dan mempergunakan
sejumlah disiplin keilmuan untuk membawa perencanaan itu. Mereka
cxxxix
belajar untuk mengatur diri mereka sendiri. Untuk dapat bertahan hingga
di masa depan, organisasi maupun program-program harus dapar
melakukannya sendiri, sebaik mungkin. Pimpinan yang berpengalaman
telah mempelajari bagaimana mengenali sebagian daur hidup yang
organisasi atau program jalani. Pimpinan jenis ini memahami untuk
memberi rasa perhatian dan membantu mereka untuk merespon
keputusan dan permasalahan-permasalahan di tempat kerja
(http://managementhelp.org/organizations/life-cycles.htm).
Daft (dalam Quinn dan Camerows, 1983: 41) mengemukakan
bahwa organisasi sebagai suatu keseluruhan sistem, pasti melalui apa
yang disebut dengan daur hidup. Bentuk-bentuk organisasi baru biasanya
terpasarkan secara berbeda dengan organisasi lama (yang biasanya
berukuran lebih besar). Berikut ini adalah tabel rumusan ciri-ciri
kesesuaian organisasi yang berkaitan dengan tahap-tahap di dalam daur
hidup organisasi :
Tabel 2.2. Organizational Life Cycle dan Ciri Khas yang Sesuai Birth Youth Midlife Maturity
Size Small Medium Large Very large Bureaucratic Non
bureaucratic Pre bureaucratic
Bureaucratic Very bureaucratic
Division of Labor
Overlapping tasks
None departements
Many departements
Extensive, with small jobs and many descriptions
Centralization One-person rule
Two leaders rule
Two department heads
Top-management heavy
Formalization No written rules
Few rules Policy and procedures manuals
Extensive
Administrative Secretary, no Increasing Increasing Large-multiple
cxl
Intensity professional staff
clerical and maintenance
professional and staff support
departments
Internal Systems
Nonexistent Crude budget and information systems
Control systems in place budget, performance, reports, etc.
Extensive-planning, financial and personal added
Lateral Teams, Tasks Forces for Coordination
None Top leaders only
Some use of integrators and task forces
Frequent at lower levels to break down bureaucracy
Sumber : Robert E. Quinn dan Kim Camerows, 1983: 41. Rumusan Daft mengenai daur hidup organisasi yang
dikelompokkan atas masa kelahiran, remaja, setengah baya dan dewasa
yang disertai dengan sejumlah ciri-ciri yang khas sebagaimana tampak
pada tabel tersebut di atas, memberikan sumbangsih yang begitu penting
dalam perkembangan pengetahuan akan siklus perkembangan suatu
organisasi yang dapat sangat terkait dengan aspek strategi yang
dipergunakan oleh organisasi dalam membangun kekuatan internal dan
memahami lingkungan eksternalnya.
2.1.2.2. Evolusi Teori Organisasi
Pada kenyataannya, terjadi evolusi pengalaman setiap organisasi,
yaitu transformasi dari organisasi tradisional menjadi organisasi
pembelajar dan organisasi pengembangan. Evolusi tersebut sifatnya
sukarela (Gilley dan Maycunich, 2000: 6).
Mengingat evolusi merupakan proses yang berkelanjutan,
seringkali sulit mengetahui pada tahapan mana suatu organisasi berada.
Oleh karena itu, apa yang senyatanya terjadi ketika suatu tahapan evolusi
terlaksana, ketika itu baru disadari bahwa tahapannya “ternyata” telah
cxli
dilalui. Bukti tentang organisasi tradisional nampaknya cukup banyak
terlihat dimana-mana. Gilley dan Maycunich (2000: 6) secara lugas
menyatakan bahwa lebih dari 80 persen organisasi yang ada dewasa ini
berada pada fase tradisional, yakni organisasi yang hanya mampu
menghasilkan output yang memuaskan atau cukup memuaskan. Meski
demikian, keefektifan kegiatan organisasi tradisional dapat ditingkatkan
dengan mengubahnya menjadi lebih tinggi dan lebih efisien.
Evolusi level organisasi selanjutnya adalah organisasi pembelajar.
Organisasi pembelajar mempertahankan kapasitasnya yang lebih tinggi
daripada organisasi tradisional dalam melakukan pembaruan dan
bersaing, karena organisasi ini menekankan pentingnya fungsi dan peran
sumberdaya manusia dalam mencapai hasil usaha yang diharapkan.
Dampak penekanan pada aspek ini akan terlihat ketika organisasi
pembelajar melakukan pembelajaran, perubahan atau transformasi atau
metamorphosis (Akib, 2011: 231).
Fase terakhir gerakan evolusioner organisasi adalah organisasi
pengembangan, yaitu organisasi yang senantiasa melakukan ekspansi
kapasitas dan kapabilitas di sepanjang tahap evolusi atau metamorphosis
yang dilakukan, memacu kegiatan untuk memajukan dan memperbarui
pertumbuhan individu, kelompok, organisasi dan masyarakat.
Konsekuensinya, organisasi pengembangan menunjukkan penguatan
otonomi, kapasitas, kapabilitas, kualitas, pembaruan atau reformasi, dan
peningkatan kekuatan daya saing secara berkelanjutan.
cxlii
Ketiga fase evolusi organisasi akan semakin jelas dengan gambar
berikut :
Gambar 2.13. Evolusi Organisasi (Tinggi) Dampaknya terhadap pembaruan organisasi & kesiapan melakukan transformasi (Rendah) Menekankan pada pertumbuhan (Rendah) dan perkembangan SDM (Tinggi) Sumber : Gilley dan Maycunich dalam Akib, 2011: 231.
Salah satu cara untuk membedakan fase evolusioner antar
organisasi adalah melihat isu dan karakternya. Untuk merealisasikan hal
itu, dapat dipahami dengan menjelaskan organisasi dan perspektifnya
yang meliputi aspek : kapasitas reformasi organisasi (juga reformasi
birokrasi dan reformasi administrasi), arti penting SDM, asumsi dan
harapan akan pertumbuhan dan perkembangan, tipe-fokus-luaran
Organisasi Pengembangan
Organisasi Pembelajar
Organisasi Tradisional
cxliii
kegiatan pengembangan, skala prioritas organisasi, tipe-model dan gaya
kepemimpinan yang lazim diperankan, struktur-budaya-iklim kerja, peran
pemimpin-manajer-SDM profesional-pekerja, kreativitas dan inovasi yang
terlihat, serta aksi atau perilaku yang diperlukan untuk mempertahankan
fase evolusioner terakhir untuk kemajuan organisasi di masa kini dan di
masa depan (Gilley dan Maycunich, 2000: 8).
Isu sentral yang mencirikan perkembangan organisasi pada
umumnya adalah perlunya pembelajaran organisasi dalam organisasi
pembelajar agar organisasi tidak mati atau bernasib seperti dinosaurus
yang punah karena tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan (de Geus,
1997: 14). Organisasi pembelajar dan organisasi pengembangan akan
berhasil mencapai tujuan strategisnya manakala di dalamnya terjadi
proses kreasi pengetahuan, sebagai inti manajemen pengetahuan (Choo
dan Bontis, 2002: 16).
2.1.3. Keterkaitan Strategi dengan Organisasi
2.1.3.1. Hubungan Strategi, Organisasi dan Lingkungan
Hubungan antara strategi dengan organisasi dikemukakan oleh
Roberts (2004: 16) dengan mengatakan bahwa organisasi adalah wadah
melakukan suatu kegiatan, dan strategi adalah cara untuk
melaksanakannya. Dengan demikian, maka strategi dan organisasi
memiliki keterkaitan satu sama lain. Selain strategi dan organisasi,
determinan ketiga adalah lingkungan dimana organisasi beroperasi,
termasuk para pesaing dan strategi serta desain organisasi mereka,
cxliv
negara sebagai pasar lain dan perusahaan pemasok input, barang
pelengkap dan barang substitusi, pelanggan, teknologi yang
dipergunakan, hukum dan regulasi, kondisi politik, sosial dan demografi
dan sebagainya.
Keterkaitan diantara ketiga unsur tersebut, yaitu strategi, organisasi
dan lingkungan, dirumuskan Roberts (2004: 19) sebagaimana model
berikut ini :
Gambar 2.14. Model Hubungan Strategi, Organisasi dan Lingkungan
Sumber : John Roberts, The Modern Firm, 2004: 19.
Kinerja bergantung kepada strategi, organisasi dan lingkungan.
Rumusan ini mengacu pada teori kontingensi mengenai strategi dan
organisasi yang menyatakan bahwa tidak ada strategi unik yang terbaik
dan tidak ada satu pun langkah terbaik dalam mengorganisir. Daya tarik
strategi hanya dikenali dari bagaimana strategi itu bekerja pada
lingkungan dimana strategi itu dijalankan dan organisasi berusaha untuk
mengimplementasikannya. Nilai dari sebuah desain organisasi bergantung
Designer
Environment Performance
Organization Strategy Activities
cxlv
sepenuhnya pada ketepatan organisasi dengan lingkungan dan
strateginya. Kuncinya terletak pada cara menemukan dan membangun
kecocokan strategi, organisasi dan lingkungan kemudian
mempertahankannya setiap waktu pada saat menghadapi perubahan
(Roberts, 2004: 19-20).
Strategi sebagai suatu pernyataan mengenai arah dan tindakan
yang diinginkan oleh organisasi di waktu yang akan datang mencakup
kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan manajemen untuk
melaksanakan misi organisasi. Strategi berkaitan dengan bagaimana
sasaran kinerja harus dipenuhi, bagaimana organisasi memberikan fokus
perhatian pada pelanggan, bagaimana organisasi akan memperbaiki
kinerja pelayanan dan bagaimana organisasi akan melaksanakan misinya
(Akdon, 2011: 150). Strategi bisa mengalami perubahan setiap saat
sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya, sehingga strategi
tidak bersifat statis, melainkan dinamis.
Lebih lanjut Roberts (2004: 10-11) menyatakan bagaimana sebuah
bisnis pada organisasi atau perusahaan modern dapat berjalan dengan
baik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhinya antara lain :
1. Permasalahan strategi dan organisasi.
2. Diperlukan ketepatan antara strategi dengan organisasi dan dengan
teknologi serta lingkungan persaingan.
3. Perubahan strategi dan perubahan organisasional bukanlah sesuatu
yang mudah, tetapi kadang kala bisa dilakukan dan dapat terjadi.
cxlvi
4. Kesadaran akan lingkungan persaingan yang lebih ketat dapat
mempermudah desain organisasi.
Berdasarkan keempat hal tersebut, kesimpulan pernyataan Roberts
(2004: 12) yaitu para manajer harus dapat menjadi perancang organisasi.
Hal tersebut merupakan sebuah tanggungjawab penting dalam
menentukan strategi yang dapat mengukur bagaimana sebuah bisnis
dapat bersaing. Mereka harus mendesain dan menciptakan sebuah
organisasi melalui cara-cara pengimplementasian suatu strategi. Maka
dengan demikian, dalam rangka mempertahankan eksistensi organisasi
dalam lingkungan persaingan, diperlukan perumusan suatu strategi yang
tepat.
Memilih sebuah strategi sudah merupakan hal yang kompleks,
tetapi ketika seseorang memperhatikan semua elemen dari desain
organisasi, masalah pun menjadi semakin rumit. Terdapat hubungan yang
sering dikenali, dipahami dan diprediksikan melalui lingkungan, pilihan
strategi dan organisasi yang memandu masalah desain. Idenya yakni
strategi dan struktur perlu dicocokkan satu sama lain dengan lingkungan
bisnis sebagai pengakuan bahwa mungkin ada beberapa pola yang
berbeda antara variabel-variabel yang koheren, tetapi tidak selalu sama
baik.
Terkait dengan perubahan organisasi, dalam proses membangun
kecocokan antara lingkungan, strategi dan organisasi jelas merupakan
kesesuaian bagi sebuah organisasi untuk mulai memutuskan yang
cxlvii
pertama kalinya apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Strategi dapat diubah secara relatif cepat. Pada prinsipnya, sebuah
strategi baru dapat dikembangkan dan diperkenalkan dalam waktu
singkat.
Organisasi memiliki dua “indera” yang berbeda. Pertama,
organisasi yang sukses akan cenderung bertahan, menjadi aset jangka
panjang dimana kapabilitas strategi perusahaan sangat tertanam. Kedua,
organisasi tidak dapat diubah secara pasti dan cepat sebagaimana
mengubah strategi (Roberts, 2004: 23).
Kompleksivitas yang menarik datang dari keterkaitan antara
kecepatan perubahan strategi, organsasi dan lingkungan. Pada
pandangan tradisional para pakar manajemen, lingkungan seringkali
dianggap relatif stabil, berubah dengan lambat dan jarang. Sekali
perubahan lingkungan terjadi, lingkungan baru dapat diambil seperti yang
diberikan dan kemungkinan akan bertahan. Sebuah strategi kemudian
dapat dikembangkan untuk mengatasi tawaran peluang lingkungan baru,
dan organisasi bersama-sama melaksanakan strategi pada lingkungan
yang baru itu. Pada saat lingkungan akan berubah lagi, strategi dapat
diubah dan semua aspek organisasi direstrukturisasi sesuai lingkungan
yang baru.
Pada saat perubahan lingkungan menjadi sangat cepat dan
berkelanjutan, bagaimanapun pendekatan yang bersambung untuk
strategi dan organisasi mungkin tidak lagi layak. Sebuah strategi baru
cxlviii
yang dihasilkan dan organisasi yang direstrukturisasi, akan membuat
lingkungan berubah lebih sering lagi. Maka sebagaimana rumusan
Chandler, strategi mengikuti organisasi.
2.1.3.2. Permasalahan Desain : Pengaturan Strategi dan Organisasi
Dalam mengaplikasikan sebuah perspektif desain, tugas manajer
utama adalah merancang strategi dan menciptakan sebuah organisasi
pada lingkungan untuk memaksimalkan kinerja. Roberts (2004: 12-13)
mengemukakan bahwa kinerja yang tinggi dalam sebuah bisnis dapat
diperoleh dan dibangun melalui kesatuan dari strategi, desain organisasi
dan lingkungan tempat operasinya. Permasalahan desain organisasi
mengambil lingkungan ekonomi, hukum, sosial dan teknologi di dalam
kegiatan perusahaan sebagaimana strategi diformulasikan dan kemudian
organisasi diciptakan untuk mengimplementasikan strategi itu pada
lingkungan tertentu. Pendekatan tersebut sejalan dengan rumusan Alfred
Chandler bahwa “structure follows strategy” atau struktur dalam suatu
organisasi mengikuti strateginya.
Sebuah desain organisasi dikatakan oleh Burton, DeSanctis dan
Obel (2006: 3) harus dipilih berdasarkan konteks tertentu, dan lebih jauh
deskripsi daripada konteks itu harus bersifat multidimensi, termasuk
struktural dan komponen manusia lainnya. Komponen struktural dari
desain organisasi meliputi tujuan, strategi dan struktur. Komponen
manusia meliputi proses kerja, orang-orang, koordinasi dan kontrol,
mekanisme insentif. Bersama-sama, komponen-komponen ini
cxlix
memberikan pendekatan yang menyeluruh bagi tantangan desain
organisasi.
Menurut Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 17), desain organisasi
adalah spesifikasi yang lengkap atas strategi, struktur, proses-proses,
orang-orang, koordinasi dan pengawasan, serta komponen insentif dalam
suatu perusahaan / organisasi.
Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 4) menyatakan bahwa desain
organisasi diawali dari tujuan organisasi, kemudian dari situlah kita akan
bekerja dari atas ke bawah, mempertimbangkan strategi, struktur, proses,
orang-orang, koordinasi dan pengawasan. Ini disebut dengan pendekatan
top-down dalam desain. Pendekatan top-down direkomendasikan sebab
dilengkapi dengan penggabungan masalah-masalah yang lebih rendah
pada desain tingkat atas.
Desain organisasi mencakup dua masalah yang saling melengkapi
satu sama lain : (1) bagaimana cara menyebarkan tugas besar dari
seluruh organisasi menjadi tugas yang lebih kecil pada sub unit, dan (2)
bagaimana mengkoordinasi sub unit yang lebih kecil tersebut agar dapat
secara tepat menyadari akan tugas-tugas yang lebih besar atau tujuan
organisasinya (Mintzberg dalam Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 57).
Pilihan akan organisasi, menjadi unit analisis untuk keseluruhan
lima langkah dalam proses desain. Adapun langkah-langkah dalam proses
desain organisasi dijabarkan oleh Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 9-
12) sebagai berikut :
cl
1) Menjangkau permasalahan desain organisasi
Ini merupakan langkah awal yang memungkinkan untuk analisis.
Pikirkan bahwa proses desain merupakan serangkaian tugas desain
organisasi yang rumit dimana harus melalui langkah demi langkah
pada setiap tugas tersebut.
Eselon teratas harus didesain lebih dahulu, kemudian bergeraklah
pada tingkatan selanjutnya yang bisa jadi berupa departemen atau
divisi. Contohnya, mula-mula desainlah divisi-divisi pada organisasi
divisional kemudian tentukan bagaimana divisi itu dapat berkoordinasi
dengan bagian lainnya.
2) Menilai kepentingan relatif akan tujuan utama organisasi, yaitu efisiensi
dan efektivitas
Efisiensi adalah fokus primer akan input, penggunaan sumber daya
dan biaya. Efektivitas adalah lebih berfokus pada output, barang atau
jasa, dan pendapatan. Sebagian organisasi menempatkan prioritas
yang lebih tinggi pada efisiensi, berfokus pada meminimalisir biaya
produksi barang atau jasa. Sebagian lagi menekankan efektivitas,
berfokus pada peningkatan pendapatan atau merebut inovasi terdepan
pada pasar.
Efisiensi dan efektivitas adalah dua dimensi yang tidak berakhir pada
skala tunggal. Pada kedua model dimensi ini terdapat empat macam
tujuan yang berbeda sebagaimana tampak pada gambar berikut ini :
cli
Gambar 2.15. The Goal Space
Efficiency High
Quadrant B Quadrant D Effectiveness Low High Quadrant A Quadrant C
Low Sumber : Burton, DeSanctis dan Obel, Organizational Design : A Step-
by Step Approach, 2006, hal 11. Kuadran A mewakili organisasi yang penekanannya relatif rendah
pada efisiensi maupun efektivitas. Ia memiliki fokus yang kecil dalam
penggunaan sumber daya secara baik dan memiliki sedikit atau tidak
ada tujuan khusus yang berhubungan dengan ide-ide atau target
tingkat atas. Organisasi semacam ini terus ada bahkan sebagian
berhasil dengan baik. Ini bisa jadi merupakan contoh monopoli, atau
bisa jadi merupakan suatu awal yang terlalu cepat.
Perusahaan dalam kuadran B memiliki fokus pada pemanfaatan
sumber daya dalam jumlah kecil yang diperlukan untuk menghasilkan
produk atau jasa. Perusahaan ini melanjutkan apa yang telah mereka
lakukan di masa lalu, memperbaiki atau melanjutkan peningkatan.
Beberapa perusahaan sering bertahan dengan baik pada lingkungan
clii
yang stabil dimana mereka dapat mempertahankan posisinya dengan
berfokus pada biaya rendah.
Perusahaan dalam kuadran C merupakan kebalikannya. Organisasi ini
memiliki fokus yang lebih tinggi pada efektivitas, tetapi fokusnya lebih
rendah pada efisiensi. Hal ini berarti bahwa organisasi berfokus pada
tujuannya, tetapi kurang memperhatikan penggunaan sumber daya
secara efisien. Hal ini bisa menunjukkan lingkungan yang sangat
mudah berubah atau dalam situasi dimana organisasi
mengembangkan secara terus-menerus ide-ide baru dan memiliki
keuntungan bergerak dan memperlakukan biaya sumber daya sebagai
titik perhatian kedua.
Posisi tujuan akhir adalah kuadran D, dimana terdapat penekanan
pada efisiensi maupun efektivitas. Perusahaan dalam kuadran ini
menghadapi persaingan, kompleks, dan lingkungannya mudah
berubah, yang membutuhkan inovasi produk dan biaya rendah dalam
rangka memenangkan persaingan. Organisasi pada kuadran D
mengejar tujuan ganda pada efisiensi dan efektivitas melalui semangat
yang sama.
Dikatakan oleh March (1991: 72) bahwa posisi akhir dari organisasi
mempengaruhi kebutuhan akan pengolahan informasi organisasi.
Efisiensi dapat berhubungan dengan pembelajaran orde pertama,
yang merupakan sebuah rutinitas, proses konservatif inkremental yang
berfungsi menjaga hubungan yang stabil dan keberlanjutan aturan
cliii
yang ada. Efektivitas, di sisi lain, dapat terkait dengan pembelajaran
orde kedua, dimana keberlanjutan aturan dimodifikasi dan
pengetahuan baru dalam organisasi harus difasilitasi.
3) Menilai dimana posisi organisasi dalam diagram efisiensi atau
efektivitas
Proses desain organisasi terdiri dari dua pertanyaan penting : Dimana
kamu, dan kemana kamu mau berada? Merujuk pada tujuan
organisasi, ada dua hal yang harus disadari mengenai unit analisis.
Pertama, dimana letak organisasi dalam diagram ruang lingkup tujuan
organisasi. Kedua, dimanakah organisasi ingin berada pada ruang
desain tersebut.
Pendekatan langkah demi langkah ini dapat membimbing untuk
menilai konsekuensi-konsekuensi perubahan sejumlah strategi dan
efeknya pada tujuan, strategi, struktur, proses dan orang-orang, serta
koordinasi dan pengawasan. Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, kuadran D merupakan lokasi ideal pada ruang desain
organisasi. Tetapi, ruang desain organisasi poin D lebih mengeluarkan
biaya dibandingkan organisasi berfokus tunggal, sehingga mungkin
tidak lebih tepat bagi semua organisasi.
4) Mendeskripsikan strategi organisasi dan lingkungan tempat operasinya
Strategi Organisasi
Chandler menyatakan hubungan penting melalui pernyataannya yang
terkenal “structure follows strategy”. Memberi sebuah strategi, memiliki
cliv
sejumlah struktur organisasi yang dapat diimplementasikan bahwa
strategi itu lebih baik dari strategi yang lain. Strategi adalah
operasionalisasi dari tujuan organisasi (efisiensi dan / atau efektivitas),
sedangkan struktur adalah sarana untuk mencapainya.
Sejalan dengan hal tersebut, mencapai kinerja yang tinggi dalam hasil
bisnis dikatakan Roberts (2004: 4) diperoleh dari membangun dan
mempertahankan tiga elemen : strategi organisasi, desain organisasi
dan lingkungan tempat operasinya.
Strategi organisasi merefleksikan penilaian manajemen akan situasi
organisasi dan pilihan organisasi akan cara pencapaian tujuan
organisasi. Strategi dapat dideskripsikan dalam lima kekuatan pada
situasi ekonomi perusahaan (Porter, 1993: 7) yaitu pemasok, pembeli,
barang pengganti, pendatang potensial dan para pesaing. Kelima
faktor tersebut menghasilkan tiga strategi yang memungkinkan :
pemimpin berbiaya rendah, diferensiasi produk dan berfokus. Dalam
pemasaran, strategi dapat dideskripsikan sebagai pilihan dari empat P,
yaitu product, price, promotion dan place. Produk apa yang harus
diproduksi perusahaan, berapa harganya, bagaimana
mempromosikannya, dan bagaimana pendistribusiannya (Kottler,
2000).
Miles dan Snow (dalam Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 24)
menguraikan empat jenis strategi organisasi yang sangat kuat dan
sering dipergunakan pada masa kini, yang dikatakan oleh March
clv
(dalam Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 24) dirumuskan
berdasarkan pendekatan inovasinya, apakah itu yang memanfaatkan
situasi saat ini (eksplorasi) ataukah yang mengadopsi strategi
mengeksplorasi inovasi-inovasi baru (eksploitasi). Eksplorasi adalah
proses mencari teknologi baru atau cara baru untuk melakukan
sesuatu, yang bisa meliputi pencarian, pemvariasian, pengambilan
resiko dan inovasi. Sedangkan eksploitasi adalah mengambil
keuntungan dari teknologi masa kini untuk melakukan sesuatu dalam
cara baru, yang bisa meliputi perbaikan, efisiensi, penyeleksian dan
pengimplementasian.
Eksplorasi dan eksploitasi dikembangkan untuk menganalisis
pembelajaran organisasional dan sifat pengetahuan, yang
berhubungan dengan strategi organisasi. Strategi merupakan aplikasi
dari pengetahuan, pembelajaran adalah perubahan dasar
pengetahuan untuk membangun strategi baru. Penjabaran mengenai
keempat jenis strategi tersebut adalah sebagai berikut :
a) Reactor atau Reaktor
Organisasi dengan strategi reaktor, lemah dalam eksplorasi
maupun eksploitasi dalam pencapaian tujuannya. Organisasi ini
tidak memiliki strategi yang disengaja untuk inovasi. Pengaturan
baru dilakukan pada saat terpaksa atau menghadapi situasi atau
masalah yang mendesak. Strategi reaktor seringkali diamati dalam
organisasi dalam masa peralihan / transisi.
clvi
b) Defender atau Pembela
Organisasi dengan strategi defender, memiliki eksploitasi yang
tinggi terhadap sumber daya serta situasinya dan eksplorasinya
rendah terhadap segala sesuatu yang baru. Organisasinya inovatif
secara sempit, pada ruang yang terbatas. Inovasinya terbatas dan
sangat terfokus. Para pelaksana di dalam organisasi ini berfokus
pada upaya mempertahankan posisi di pasar. Rencana dibangun
untuk mempertahankan posisi dan menangkis para pesaing atau
pada akhirnya mengamankan diri dari upaya pelanggaran wilayah
strategis. Organisasi dengan strategi defender memiliki harga yang
sangat kompetitif atau produk yang istimewa sehingga sukar untuk
ditembus pihak lain. Posisinya dibangun dengan menjalankan
efisiensi pada penggunaan sumber daya, sehingga tidak dapat
berubah banyak atau berubah dengan cepat.
c) Prospector atau Pencari
Organisasi dengan strategi prospector, memiliki eksplorasi yang
tinggi pada peluang-peluang yang dimiliki dan eksploitasi yang
rendah pada situasi tertentu. Hal tersebut mengakibatkan
pendekatan yang agresif terhadap inovasi, secara sistematis
mencari peluang-peluang baru, seringkali bereksperimen dengan
perubahan. Organisasi dengan strategi prospector mencari
keberlanjutan untuk peluang pasar baru dan melakukan
eksperimen secara teratur melalui ide-ide baru, teknologi baru dan
clvii
proses baru. Dengan kata lain, ia menciptakan perubahan.
Organisasi dengan strategi prospector membangun posisi
kompetitifnya dengan keterbaruan dan membuat perubahan dalam
situasi kompetitif. Namun tidak memusatkan perhatian pada
eksloitasi atau tidak membangun efisiensi dalam penggunaan
sumber dayanya. Efisiensinya rendah, tetapi dalam situasi
kompetitif tetap dapat bertahan dengan struktur biaya yang lebih
tinggi dengan menuntut harga tinggi, strategi ini terlalu beresiko.
d) Analyzer without or with Innovations atau Penganalisis dengan atau
tanpa Inovasi
Organisasi dengan strategi analisis tanpa inovasi strateginya sama
dengan organisasi berstrategi defender, yang berfokus kuat pada
eksploitasi sumber daya dan situasi serta lemah pada eksplorasi
tetapi memiliki strategi inovasi yang pasif atau strategi salinan,
dimana ia mengikuti apa yang dilakukan organisasi yang berhasil
kemudian menciptakan barang atau jasa imitasi yang sejenis untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Fokusnya juga seperti organisasi
defender, yaitu mempertahankan posisi organisasi di pasar. Jadi ia
efisien dalam penggunaan sumber daya dan disertai peniruan
terhadap organisasi lain, efektivitasnya menengah, sehingga bisa
membuat perubahan kecil tetapi tujuannya tetap pada efisiensi dan
mempertahankan posisi.
clviii
Untuk organisasi dengan strategi analisis dengan inovasi, berfokus
pada eksplorasi maupun eksploitasi. Ia mengkombinasikan dua
aspek strategi antara defender dan prospector. Organisasi ini
mengeksploitasi penggunaan sumber daya dan posisi pasarnya,
dan pada waktu yang sama juga mengadopsi strategi inovasi aktif
melalui pengembangan barang atau jasa baru serta proses
pendistribusiannya. Sehingga ia efisien sekaligus efektif. Rencana
dibangun untuk mempertahankan posisi organisasi dan menangkis
para pesaing sementara di saat yang sama mengeksplor batas
baru. Ini adalah bentuk desain organisasi yang paling rumit.
Berikut sajian ruang strategik atas eksplorasi dan eksploitasi
bersama empat tipe dasar strategi yang berhubungan tersebut :
Gambar 2.16. The Strategy Space
Exploitation High
Analyzer without innovation Defender Analyzer with Innovation Exploration Low High Reactor Prospector
Low Sumber : Miles and Snow (dalam Burton, DeSanctis dan Obel,
Organizational Design : A Step-by Step Approach, 2006, hal 25).
clix
Gambar tersebut menunjukkan tipe-tipe strategi dan tujuan
organisasional yang sesuai dengan empat kuadran dari ruang desain
organisasi. Agar organisasi dapat memperoleh kesesuaian yang baik,
strategi dan tujuan harus jatuh pada kolom yang sama dalam tabel
tersebut.
Lingkungan Organisasi
Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 35) menyatakan lingkungan adalah
segala sesuatu di luar batas unit analisis organisasional, antara lain
para pelanggan, para pesaing, para pemasok, pasar finansial, regulasi
dan situasi hukum atau sistem politik, peluang dan aspek lain dimana
organisasi beroperasi.
Pernyataan tersebut sejalan dengan rumusan Robbins (2006: 608)
bahwa lingkungan organisasi terdiri dari lembaga-lembaga atau
kekuatan-kekuatan yang berada di luar organisasi dan berpotensi
mempengaruhi kinerja organisasi itu. Lazimnya lingkungan mencakup
pemasok, pelanggan, pesaing, badan pengaturan pemerintah,
kelompok publik penekan dan semacamnya. Struktur organisasi pasti
dipengaruhi oleh lingkungannya karena ketidakpastian lingkungan.
Scott (dalam Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 37) menyatakan
bahwa kinerja organisasi bergantung pada bagaimana kecocokan
organisasi dengan lingkungannya. Hal ini disebut pandangan rasional
dalam pengorganisasian.
clx
Teori sistem terbuka dapat didefinisikan sebagai teori organisasi yang
memandang organisasi tidak sesederhana struktur birokrasi, tetapi
merupakan entitas yang memiliki kompleksitas tinggi, menghadapi
ketidakpastian yang besar dalam operasinya dan berinteraksi secara
tetap dengan lingkungannya. Sistem ini juga berasumsi bahwa
komponen organisasional akan menemui equilibrium / keseimbangan
antara kekuatan yang menekannya dan tanggapan mereka terhadap
kekuatannya sendiri (Milakovich dan Gordon, 2001: 165).
Banyak pakar telah mendeskripsikan lingkungan organisasi. Dari
berbagai deskripsi tersebut, terdapat persamaan aspek. Pertama,
terdapat sifat umum dari lingkungan organisasi, tidak berupa daftar
detail mengenai faktor-faktor elemental yang dimaksud. Kedua,
terdapat tindakan-tindakan yang merupakan persepsi yang dibuat
manajemen organisasi yang tidak sepenuhnya obyektif. Ketiga,
kapanpun deskripsi lingkungan tertentu dipergunakan, lingkungan
merupakan determinan yang luas dari desain organisasi. Lingkungan
merupakan penentu utama dari bagaimana suatu organisasi
seharusnya didesain. Lingkungan menciptakan batas dan peluang bagi
strategi organisasi dan kemudian pada strukturnya (Burton, DeSanctis
dan Obel, 2006: 38).
Sejalan dengan itu, Lawrence dan Lorsch (dalam Burton, DeSanctis
dan Obel, 2006: 38) menemukan bahwa menambah ketidakpastian di
dalam lingkungan membutuhkan peningkatan diferensiasi pada
clxi
struktur organisasional dalam rangka menjadikan suatu organisasi
efisien. Kemudian integrasi dibutuhkan untuk membuat kerja
departemen berbeda di dalam koordinasi. Dengan demikian,
lingkungan merujuk kepada kekuatan-kekuatan yang berada di sekitar
organisasi yang berdampak pada kinerjanya.
Untuk mendeskripsikan lingkungan organisasi, Burton, DeSanctis dan
Obel (2006: 41-42) mempergunakan dua dimensi, yaitu kompleksitas
dan ketidakpastian. Kompleksitas adalah sejumlah kekuatan yang
mempengaruhi organisasi. Ketidakpastian adalah derajat
ketidakjelasan mengenai kekuatan yang berdampak pada organisasi.
Dalam pengaplikasian dimensi kompleksitas dan ketidakpastian untuk
mendeskripsikan lingkungan, terdapat empat tipe lingkungan dapat
digambarkan Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 43) sebagaimana
gambar 2.11.
a) Calm Environment atau Lingkungan Tenang
Lingkungan yang tenang memiliki kompleksitas dan ketidakpastian
yang rendah. Lingkungannya sederhana dan dikenali dari adanya
sedikit kejutan. Jika suatu organisasi hanya memiliki sedikit produk
dan menjualnya ke pasar dimana pasar tersebut dapat
diprediksikan, maka lingkungan semacam itu disebut calm
environment. Masalah politik dan keuangan biasanya bukan
merupakan tantangan utama bagi manajemen, kecuali perusahaan
itu dalam situasi monopoli yang diproteksi oleh sistem politik.
clxii
Pelaksana pada lingkungan yang tenang, berfokus pada masalah
desain organisasi lainnya, dan menangani masalah yang lebih
internal. Perlu diketahui beberapa resiko dari persepsi pelaksana
pada lingkungan yang tenang. Pertama, persepsi pelaksana bisa
saja salah. Kedua, lingkungan dapat berubah, dan dengan asumsi
lingkungan yang tenang, sepertinya setiap perubahan akan
diabaikan atau terlewatkan. Maka, praduga lingkungan yang tenang
oleh pelaksana merupakan suatu hal yang sangat beresiko.
Gambar 2.17. The Environment Space
Complexity High
Varied Turbulent Unpredictability Low High Calm Locally Stormy
Low Sumber : Burton, DeSanctis dan Obel, Organizational Design : A Step-
by Step Approach, 2006, hal 43. b) Varied Environment atau Lingkungan Bervariasi
Lingkungan yang bervariasi sangat kompleks karena memiliki
banyak faktor yang dapat dibawa dalam pertimbangan dan dapat
saling bergantung, tetapi faktor-faktor ini relatif dapat diprediksikan
dan / atau cenderung berubah dalam batas-batas yang telah
clxiii
dikenali. Jika suatu perusahaan memiliki banyak produk dan
menjualnya di pasar yang dapat diprediksikan, maka lingkungan
yang semacam itu disebut lingkungan yang bervariasi. Lebih lanjut,
masalah politik dan keuangan dapat menambah sejumlah faktor
dalam lingkungan itu. Fokus pelaksana dalam lingkungan ini
terletak pada perencanaan dan koordinasi yang akan
memungkinkan organisasi me-manage kebergantungan antara
faktor-faktor yang terdapat di dalam lingkungannya.
c) Locally Stromy Environment atau Lingkungan Badai Lokal
Lingkungan badai lokal memiliki ketidakpastian yang tinggi tetapi
tidak terlalu rumit dimana terdapat beberapa faktor dalam
lingkungan itu yang relatif berhubungan, tetapi tidak dapat
diprediksikan. Perusahaan yang baru mulai yang bergantung pada
ketepatan paten atau hasil dari outcome tertentu, disebut berada
dalam lingkungan badai lokal. Para pelaksana lebih berfokus pada
faktor-faktor lingkungan yang tidak dapat diprediksikan yang
berdampak pada perusahaannya.
d) Turbulent Environment atau Lingkungan Pergolakan
Lingkungan pergolakan memiliki kompleksitas yang tinggi dan
ketidakpastian yang tinggi pula, dimana terdapat banyak faktor
yang tidak dapat diprediksikan. Bagi para manajer, ini merupakan
lingkungan yang paling sukar untuk dioperasikan karena
membutuhkan peramalan terbatas dan juga fleksibilitas
clxiv
penyesuaian yang cepat dan terkoordinasi untuk mengenali
peristiwa. Lingkungan pergolakan membutuhkan organisasi yang
memiliki kapasitas pengolahan informasi yang luas dan cepat, agar
organisasi dapat memilih secara cepat diantara alternatif-alternatif
program yang dapat dilakukan. Dengan demikian, penyesuaian
harus dibuat bersama-sama dengan cepat.
5) Memilih sebuah konfigurasi dan menentukan kompleksitas organisasi
Konfigurasi Organisasi
Pilihan akan konfigurasi organisasi – kadang kala disebut struktur atau
arsitektur organisasi – adalah keputusan kritikal yang dilakukan oleh
pelaksana (Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 57). Memilih konfigurasi
dan memutuskan kompleksitas organisasi akan memungkinkan untuk
melakukan dengan baik segala tujuan dan strategi pada lingkungan
organisasi.
Sedangkan Robbins (2006: 585) menyatakan strategi mendefinisikan
cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan
secara formal. Enam unsur kunci dalam merancang struktur organisasi
antara lain spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando,
rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi.
Dua dimensi penting yang telah dipergunakan untuk membedakan
dasar konfigurasi adalah barang / jasa atau orientasi pelanggan dan
spesialisasi pekerjaan. Dimensi barang / jasa atau orientasi pelanggan
menyarankan bahwa tugas total organisasi akan disebarkan oleh
clxv
output dari organisasi itu sendiri, yang akan memberi fokus eksternal.
Sedangkan dimensi spesialisasi pekerjaan mengindikasikan bahwa
pekerjaan akan dibagi dengan kegiatan khusus. Dua dimensi ini
mengindikasikan fokus mengenai bagaimana pekerjaan akan dibagi
kemudian bagaimana mengkoordinasikannya.
Gambar 2.18. The Alternative Organizational Configurations of the Firm
Functional Specialization
High Functional Matrix Product/Service/ Customer Orientation Low High Simple Divisional
Low Sumber : Miles and Snow (dalam Burton, DeSanctis dan Obel,
Organizational Design : A Step-by Step Approach, 2006, hal 59).
Gambar tersebut di atas menunjukkan empat konfigurasi dasar
organisasi yang dihasilkan dari dua dimensi konfigurasi dengan
penjelasan masing-masing konfigurasi sebagai berikut :
a) Simple Configuration
Konfigurasi sederhana memiliki kelemahan pada barang / jasa atau
dimensi pelanggan dan kelemahan pada dimensi spesialisasi
clxvi
pekerjaan. Konfigurasi sederhana biasanya ada pada organisasi
kecil, terdiri dari pelaksana dan kemungkinan beberapa individu-
individu lainnya. Para eksekutif memberitahu yang lain apa yang
harus dilakukan dan mengatur operasi yang sedang berjalan.
Karyawan individu tidak memiliki tugas khusus atau melakukan
aktivitas, juga tidak ada deskripsi pekerjaan yang didefinisikan
dengan baik. Keseluruhan tugas dalam organisasi dipecah menjadi
tugas-tugas yang lebih kecil dan ditugaskan pada para karyawan
oleh eksekutif pada dasar yang diperlukan, koordinasi dari kegiatan
juga dilakukan oleh eksekutif. Maka penugasan dan koordinasi
dilakukan oleh eksekutif secara berkelanjutan dan
berkesinambungan.
Konfigurasi sederhana bersifat fleksibel tetapi biasanya tidak efisien
maupun efektif. Efisiensi dari spesialisasi tidak dapat diwujudkan
sebab para karyawan yang diperintahkan melaksanakan tugas
tidak memiliki keahlian yang tinggi. Konfigurasi sederhana sangat
bergantung pada visi eksekutif pada efektivitas orientasinya.
Eksekutif merupakan pusat dari segala kegiatan. Jika eksekutif
menggunakan waktu dengan baik, membuat keputusan yang baik,
aktivitas koordinasi berjalan dengan baik, maka konfigurasi
sederhana akan menghasilkan kinerja yang baik. Tapi bila eksekutif
gagal dalam tugas, maka kinerja organisasi akan menderita.
clxvii
Menurut rumusan Robbins (2006: 595) konfigurasi atau struktur
sederhana adalah struktur yang dicirikan oleh derajat rendah
departementalisasi, luasnya rentang kendali, otoritas terpusat pada
satu orang, dan sedikit formalisasi.
Robbins dan Counter (dalam Heene dkk, 2010: 215) menyajikan
sejumlah kekuatan dan kelemahan dari struktur sederhana yang
tersaji sebagaimana tampak pada tabel berikut ini :
Tabel 2.3. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Sederhana
Kekuatan Kelemahan
Cepat Tidak sesuai bagi organisasi yang berkembang
Fleksibel / lentur Tidak sesuai bagi organisasi skala besar
Murah Ketergantungan pada satu orang adalah sangat beresiko
Kejelasan dalam pertanggungjawab-an
Sumber : Robbins dan Counter (dalam Heene dkk, Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, 2010, hal 215.
b) Functional Configuration
Konfigurasi fungsional memiliki kelemahan pada barang / jasa atau
dimensi pelanggan dan kuat pada spesialisasi pekerjaan. Fokus
kerjanya terletak pada spesialisasi pekerjaan. Konfigurasi
fungsional lebih rumit daripada konfigurasi sederhana, dengan titik
perhatian pada pengolahan informasi. Dalam konfigurasi
fungsional, terdapat manajer-manajer departemen dengan sub unit-
sub unit yang khusus, yang masing-masing telah memiliki
pekerjaan yang jelas. Keseluruhan tugas pada organisasi dibagi
clxviii
dan ditugaskan pada sub unit-sub unit, koordinasi dilakukan secara
bersama, secara hierarkis, dengan mempergunakan kombinasi
atas aturan dan petunjuk. Konfigurasi fungsional lebih seperti mesin
dan dapat mengakomodir organisasi skala luas sebaik derajat
pengolahan informasinya yang tinggi.
Tabel 2.4. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Fungsional
Kekuatan Kelemahan
Efisiensi biaya dikarenakan adanya proses belajar dan membesarnya skala
Keterbatasan kemampuan inovasi dan adaptasi
Pengembangan keterampilan spesifik melalui pendalaman spesialisasi
Lemahnya koordinasi diantara departemen
Sasaran fungsional yang terarah dan terjangkau
Hubungan hierarki yang kuat yang memberikan beban lebih kepada manajemen puncak
Sebaiknya berkenaan dengan satu atau lebih produk / jasa
Deskripsi yang sempit dan terbatas pada tujuan organisasi
Sumber : Duncan (dalam Heene dkk, Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, 2010, hal 217.
Eksekutif juga menjadi pusat bagi organisasi untuk menyalurkan
informasi kepada dan dari atas, membuat keputusan, serta
melakukan aktivitas koordinasi pada sub unit-sub unit. Keuntungan
utama dari konfigurasi fungsional adalah spesialisasi memberikan
alasan rasional untuk menetapkan individu-individu dan sub unit-
sub unit pada tugas khusus yang akan dilakukan secara efisien.
Eksekutif pada konfigurasi fungsional dapat menjadi keberatan
apabila lingkungan tidak dapat diprediksikan. Konfigurasi fungsional
efisien untuk aktivitas yang tidak berubah, walaupun efisiensi akan
clxix
hilang pada saat perubahan dibutuhkan. Konfigurasi fungsional
merupakan pilihan yang baik apabila organisasi menjalankan
efisiensi dan ketelitian yang tinggi.
c) Divisional Configuration
Konfigurasi divisional memiliki kekuatan pada barang / jasa atau
dimensi pelanggan dan lemah pada spesialisasi pekerjaan. Ia tidak
banyak berfokus pada spesialisasi internal, tetapi lebih berfokus
pada barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan atau pada
pelanggan yang dilayaninya. Terdapat tingkatan eksekutif yang
mengawasi sub unit-sub unit yang relatif bergantung satu sama lain
dan memiliki batas hubungan dengan atasan. Setiap sub unit,
dapat disebut unit bisnis, bisnis produk, bisnis pelanggan, atau
bisnis kota, yang secara teratur terorganisir sebagai konfigurasi
sederhana atau fungsional dengan sub unitnya. Setiap divisi
berfokus dan memiliki pasar dan pelanggan masing-masing,
mengejar nasibnya masing-masing melalui kendala dan kebijakan
atasan. Hubungan yang terpenting adalah keuangan, dimana
setiap divisi memiliki tujuan finansial yang diperoleh dari mengelola
keuangan serta investasi dana jangka panjang (Williamson dalam
Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 63).
Keuntungan dari rasionalitas konfigurasi divisional yakni organisasi
bertujuan menjadi efektif melalui fokus eksternal terhadap produk,
pelanggan atau wilayah. Konfigurasi divisional lebih responsif pada
clxx
pasar daripada konfigurasi fungsional, sebab divisi-divisi relatif
otonom, mereka dapat membuat keputusan-keputusan sendiri,
memahami kebutuhan pasar melalui cara-cara yang kreatif dan
mendorong kesempatan untuk pertumbuhan. Kerugian format
divisional yaitu tiap divisi akan relatif bebas satu sama lain dalam
hal operasi kegiatan dan pasarnya. Konfigurasi divisional tidak
mengatasi ketergantungan antar divisi dengan baik.
Duncan (dalam Heene dkk, 2010: 218) menyajikan sejumlah
kekuatan dan kelemahan dari struktur divisional sebagaimana
tampak pada tabel berikut ini :
Tabel 2.5. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Divisional
Kekuatan Kelemahan
Sangat sesuai pada perubahan yang cepat dalam lingkungan yang tidak stabil
Keuntungan skala yang terbatas pada pembagian berdasarkan fungsi
Para pelanggan merasa sangat puas dikarenakan adanya pertanggungja- waban atas produk / jasa dan kejelasan untuk menghubunginya
Koordinasi yang lemah antar divisi
Koordinasi kuat antar fungsi di dalam satu divisi
Keterbatasan intensitas persaingan dan spesialisasi teknik
Divisi-divisi dapat mudah menye- suaikan diri pada perbedaan dalam produk / jasa, wilayah dan pelanggan
Sulit melakukan integrasi dan standarisasi antar masing-masing divisi
Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi
Sebaiknya diterapkan pada organisasi berskala besar
Sumber : Duncan (dalam Heene dkk, Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, 2010, hal 218.
clxxi
d) Matrix Configuration
Konfigurasi matriks memiliki kekuatan pada dua dimensi, yaitu
pada barang / jasa atau pelanggan dan spesialisasi pekerjaan, dan
menyarankan kebutuhan akan kapasitas pengolahan informasi
yang tinggi untuk meraih tujuan ganda berupa efisiensi dan
efektivitas. Sehingga terdapat dua hierarki fungsional dan hierarki
divisional pada perusahaan yang sama. Eksekutif tingkat atas
bertanggungjawab pada kedua dimensi fungsi dan divisional –
untuk merangkai kebijakan, merangkai prioritas dan menyelesaikan
konflik antar sub unit. Eksekutif tingkat atas tidak terlibat dalam
kegiatan operasi secara detail, tetapi mengawasi keseluruhan
organisasi.
Konfigurasi matriks bisa menjadi sangat fleksibel, sejalan dengan
informasi baru dan menyesuaikan diri dengan cepat terhadap
situasi baru untuk menggunakan sumber daya yang terbatas dalam
rangka menemukan prioritas organisasi. Keuntungannya, matriks
dapat menyadari format fungsional untuk efisiensi dan format
divisional untuk efektivitas. Pada saat hal tersebut berjalan dengan
baik, maka akan menghasilkan efisiensi dan efektivitas.
Tapi ketika konfigurasi matriks tidak berjalan sebagaimana
mestinya, organisasi dapat menjadi tidak efisien dan juga tidak
efektif. Tantangan dari mengelola matriks meliputi mendamaikan
konflik antara sub unit lateral dan vertikal, kelebihan informasi,
clxxii
kelebihan pertemuan-pertemuan dan penundaan pengambilan
keputusan.
Sejalan dengan uraian tersebut, Robbins (2006: 597) merumuskan
bahwa konfigurasi atau struktur matriks adalah struktur yang
menciptakan dua garis wewenang yang merupakan gabungan
departementalisasi produk dan fungsional. Duncan (dalam Heene
dkk, 2010: 220) menyajikan sejumlah kekuatan dan kelemahan dari
struktur matriks sebagaimana tampak pada tabel berikut ini :
Tabel 2.6. Kekuatan dan Kelemahan dari Struktur Matriks
Kekuatan Kelemahan
Koordinasi kuat sehingga dapat berprestasi lebih baik memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pelanggan
Para partisipan (rekanan) dihadapkan pada situasi kepengurusan yang menghadirkan kekuasaan rangkap
Sangat sesuai bagi proses pengambilan keputusan yang kompleks pada lingkungan yang dinamis
Perlu dilakukan pelatihan intensif agar diperoleh keterampilan relasi sosial yang sangat baik
Sarana-sarana organisasi tersebar secara merata
Menyita waktu, juga memerlukan penanganan konflik secara tuntas
Membuka kesempatan seluas mungkin bagi pengembangan keterampilan
Para partisipan (rekanan) dituntut mampu mengedepankan atribut perilaku kolegial-horisontal dan sanggup melepaskan dirinya dari pola pikir vertikal-tradisional
Menuntut adanya upaya-upaya yang gigih untuk bisa mempertahankan keseimbangan kekuasaan diantara kedua “poros”
Sumber : Duncan (dalam Heene dkk, Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, 2010, hal 220.
clxxiii
Berdasarkan uraian mengenai langkah-langkah desain organisasi
dari komponen struktural tersebut, maka berikut disajikan tabel aspek-
aspek desain organisasi menurut Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 194)
tersebut :
Tabel 2.7. Hubungan antar Aspek Desain Organisasi untuk
Komponen Struktural
Kuadran dalam Ruang Desain
Organisasi
A B C D
Tujuan organisasi
Tidak keduanya
Efisiensi Efektivitas Efisiensi dan efektivitas
Tipe strategi Reaktor Defender Prospector Analyzer with innovation or without innovations
Lingkungan Tenang Bervariasi Badai lokal Pergolakan Konfigurasi Sederhana Fungsional Divisional Matriks Sumber : Burton, DeSanctis dan Obel, Organizational Design : A Step-by-
Step Approach, 2006, hal 194.
Burton, deSanctis dan Obel (2006: 4) mengemukakan bahwa
ketepatan desain organisasi bergantung kepada kesesuaian antar
komponen di dalam ruang desain organisasi itu.
2.1.4. Teori dan Perspektif Strategi
2.1.4.1. Konsep Strategi
Ditinjau secara etimologi, pengertian strategi bersumber dari kata
Yunani Klasik, yakni “strategos” yang berarti jenderal, yang pada dasarnya
diambil dari pilihan kata-kata Yunani untuk “pasukan” dan “memimpin”.
Penggunaan kata kerja Yunani yang berhubungan dengan “strategos”
clxxiv
dapat diartikan sebagai “perencanaan dan pemusnahan musuh-musuh
dengan menggunakan cara yang efektif berlandaskan sarana-sarana yang
dimiliki (Bracker, 1980: 219).
Selama berabad-abad lamanya penggunaan kata “strategi”
berlanjut hanya sebatas dalam konteks militer-politik. Namun sesudah
Perang Dunia II, Von Neumann dan Morgenstern memperkenalkannya ke
dalam atmosfer kehidupan organisasi swasta yang berorientasi laba
ataupun organisasi publik. Bracker mengurai beberapa elemen umum
yang dijumpainya pada berbagai pendefinisian yang ada, yang secara
langsung mengaitkan strategi dengan :
1) Posisi suatu organisasi di dalam lingkungannya, dan
2) Upaya penggunaan sarana-sarana organisatoris untuk mewujudkan
tujuan-tujuan organisasi (Bracker, 1980: 220).
Chandler (1962) menyatakan strategi adalah penetapan sasaran
dan tujuan jangka panjang sebuah perusahaan, dan arah tindakan serta
alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan
itu. Sejalan dengan itu, Andrew (1971) menyatakan strategi adalah pola
sasaran, maksud atau tujuan dan kebijakan, serta rencana-rencana
penting untuk mencapai tujuan itu, yang dinyatakan dengan cara seperti
menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh perusahaan,
dan jenis atau akan menjadi jenis apa perusahaan itu (dalam Anoraga,
2009: 339)
clxxv
Mintzberg mengajukan kritik bahwa pada dasarnya konsep
“strategi” itu menyimpan lebih banyak arti lagi. Menurutnya konsep
“strategi” itu sekurang-kurangnya mencakup lima arti yang saling terkait,
dimana suatu strategi adalah suatu :
1) Perencanaan untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh
organisasi secara rasional mewujudkan tujuan-tujuan jangka
panjangnya,
2) Acuan yang berkenaan dengan penilaian konsistensi ataupun
inkonsistensi perilaku serta tindakan yang dilakukan oleh organisasi,
3) Sudut pemosisian yang dipilih organisasi saat memunculkan
aktivitasnya,
4) Suatu perspektif menyangkut visi yang terintegrasi antara organisasi
dengan lingkungannya, yang menjadi tapal batas bagi aktivitasnya,
5) Rincian langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk
mengelabui para pesaing ataupun oposan (Heene dkk, 2010: 54-55).
Saling keterkaitan antara kelima butir arti strategi yang serba
berbeda itu bisa lebih tergambarkan di lapangan, misalnya suatu strategi
telah menghantar pada pilihan mengenai sudut pemosisian berikut
perspektif organisasi, yang kemudian dimasukkan ke dalam rumusan
perencanaan (Houthoofd, 2000: 57).
Kelima arti strategi tersebut di atas, dapat pula dikritisi bahwa yang
dimaksudkan strategi organisasi patut dikaitkan penafsirannya dalam
bingkai makna strategi sebagai suatu perencanaan. Dengan demikian,
clxxvi
organisasi patut mengembangkan diri secara rasional serta berperilaku
proaktif untuk bergulir perlahan sesuai pedoman bakunya sendiri menuju
ke arah yang dikehendakinya. Tetapi sebaliknya, upaya untuk
menerapkan strategi ada kalanya juga cenderung didasarkan pada
penafsiran strategi sebagai sesuatu yang sudah terpolakan.
Seringkali terdengar bahwa strategi adalah suatu rencana atau
sesuatu yang setara dengan pengarahan, panduan atau arah tindakan di
masa depan, jalan dari sini ke sana. Strategi juga adalah pola yang tetap
pada perilaku sepanjang waktu. Maka organisasi membangun rencana
untuk masa depan dan juga membangun pola untuk ke luar dari masa
lalunya. Sehingga strategi bisa merupakan rencana bila dimaksudkan,
bisa pula merupakan pola bila disadari (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel,
1998: 9).
Porter (1996: 68) menyatakan bahwa strategi adalah penciptaan
posisi yang unik dan berharga, yang melibatkan serangkaian kegiatan
yang berbeda. Sehingga, bagi sebagian orang strategi merupakan suatu
posisi, dimana strategi melihat ke bawah menuju posisi dimana barang
atau jasa bertemu dengan pelanggan menuju pasar. Sebagian lagi
memandang strategi sebagai suatu perspektif, dimana strategi dilihat ke
dalam dan ke atas, ke dalam yaitu memandang strategi organisasi
sedangkan ke atas yaitu memandang visi utama dari organisasi.
Hill dan Jones dalam Akdon (2011: 14-15) meninjau strategi dari
dua sisi, yaitu :
clxxvii
1) Pendekatan Tradisional (the Traditional Approach)
Berdasarkan pendekatan ini strategi dipandang sebagai pola
atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama organisasi,
kebijakan-kebijakan dan tahapan tindakan-tindakan yang mengarah
pada keseluruhan yang bersifat kohesif atau saling terkait.
2) Pendekatan Baru (the Modern Approach)
Pendekatan baru dikemukakan oleh Mintzberg (1985) bahwa
strategi merupakan pola di dalam arus keputusan atau tindakan. Lebih
jauh Mintzberg menekankan bahwa strategi melibatkan lebih dari
sekedar perencanaan seperangkat tindakan. Strategi juga ternyata
melibatkan kesadaran bahwa strategi yang berhasil justru muncul dari
dalam organisasi. Dalam prakteknya, strategi pada kebanyakan
organisasi merupakan kombinasi dari apa yang direncanakan dan apa
yang terjadi.
Porter (1993: 2-3) mengaitkan strategi dengan upaya organisasi
untuk mencapai keunggulan bersaing, bahkan dikatakan bahwa strategi
adalah alat penting dalam rangka mencapai keunggulan bersaing. Hal
tersebut sejalan dengan tujuan strategi yaitu untuk mempertahankan atau
mencapai suatu posisi keunggulan dibandingkan dengan pihak pesaing.
Implikasi dari kajian tersebut adalah bahwa organisasi dikatakan masih
meraih suatu keunggulan apabila ia dapat memanfaatkan peluang-
peluang dari lingkungannya, yang memungkinkan organisasi untuk
clxxviii
menarik keuntungan-keuntungan dari bidang-bidang yang menjadi
kekuatannya.
2.1.4.2. Jenis Strategi Banyak pakar mengemukakan mengenai berbagai jenis strategi :
1. Jenis Strategi menurut Hunger dan Wheelen.
Strategi utama dari strategi generik yang dikemukakan oleh Hunger
dan Wheelen (2002) menggunakan konsep dari GE (General Electric) :
Tabel 2.8. Konsep Strategi Hunger dan Wheelen
Strategi Generik Strategi Utama Strategi Pertumbuhan
(Growth Strategy) a. Strategi Pertumbuhan Konsentrasi :
1. Horizontal 2. Vertikal
b. Strategi Pertumbuhan Diversifikasi : 1. Terpusat 2. Konglomerasi
Strategi Stabilitas (Stability Strategy)
a. Strategi Istirahat (Pause Strategy) / Strategi Terus dengan Hati-hati (Proceed with Caution Strategy)
b. Strategi Tanpa Perubahan (No Change Strategy)
c. Strategi Laba (Profit Strategy) Strategi Penciutan
(Retrenchment Strategy)
a. Strategi Perubahan Haluan (Turnaround Strategy)
b. Strategi Memikat Perusahaan Lain (Captive Company Strategy)
c. Strategi Jual / Ditutup (Sell Out / Divestment Strategy)
d. Strategi Pelepasan (Bankruptcy Strategy) / Strategi Likuidasi (Liquidation Strategy).
Sumber : Hunger and Wheelen, 2002.
Strategi Generik terdiri atas tiga jenis strategi, yakni strategi
pertumbuhan, strategi stabilitas dan strategi penciutan.
clxxix
a. Strategi pertumbuhan (growth) adalah strategi perusahaan yang
tujuannya mengacu pada pencapaian pertumbuhan penjualan,
modal, laba atau kombinasi diantara itu.
b. Strategi stabilitas (stability) paling tepat digunakan oleh perusahaan
yang sukses beroperasi pada daya tarik industri menengah karena
menghadapi pertumbuhan yang biasa-biasa saja bahkan tidak ada
pertumbuhan, atau adanya perubahan lingkungan dan masa depan
yang tidak pasti. Strategi ini berguna untuk jangka pendek, tetapi
dapat berbahaya untuk jangka panjang.
c. Strategi penciutan (retrenchment) dilaksanakan jika perusahaan
mempunyai posisi persaingan yang lemah dalam daya tarik
industrinya. Posisi kompetitif yang lemah mengakibatkan kinerja
yang buruk seperti penjualan menurun dan laba berubah menjadi
kerugian. Dalam usahanya untuk menghilangkan kelemahan yang
akan menyeret perusahaan mundur, maka kemudian pihak
manajemen dapat mengikuti satu dari beberapa pengurangan.
2. Jenis Strategi menurut Fred R. David
Strategi utama dari strategi generik menurut Fred R. David (2006:
227) dapat dilihat melalui tabel 2.9. pada halaman selanjutnya.
Forward Integration, Backward Integration dan Horizontal
Integration merupakan tiga macam strategi yang termasuk di dalam
Strategi Integrasi Vertikal. Strategi ini menghendaki agar perusahaan
melakukan pengawasan yang lebih terhadap distributor, pemasok, dan /
clxxx
atau para pesaing, baik melalui merger, akuisisi, atau membuat
perusahaan sendiri.
Tabel 2.9. Konsep Strategi Fred R. David
Strategi Generik Strategi Utama Strategi Integrasi Vertikal a. Strategi Integrasi Ke Depan
b. Strategi Integrasi Ke Belakang c. Strategi Integrasi Horizontal
Strategi Intensif a. Strategi Pengembangan Pasar b. Strategi Pengembangan Produk c. Strategi Penetrasi Pasar
Strategi Diversifikasi a. Strategi Diversifikasi Konsentrik b. Strategi Diversifikasi
Konglomerat c. Strategi Diversifikasi Horizontal
Strategi Bertahan a. Strategi Usaha Patungan b. Strategi Penciutan Biaya c. Strategi Penciutan Usaha d. Strategi Likuidasi
Sumber : Fred R. David, 2006: 227.
Strategi-strategi Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar dan
Pengembangan Produk adalah tiga buah strategi yang dikelompokkan ke
dalam apa yang sering disebut sebagai Strategi Intensif, karena strategi-
strategi ini dalam implementasinya memerlukan usaha-usaha intensif
untuk meningkatkan posisi persaingan perusahaan melalui produk-produk
yang ada.
Concentric Diversification, Horizontal Diversification dan
Conglomerate Diversification adalah tiga tipe umum dari strategi
diversifikasi. Secara keseluruhan, kelompok strategi ini makin lama makin
kurang populer, paling tidak ditinjau dari sisi tingginya tingkat kesulitan
manajemen dalam mengendalikan aktivitas-aktivitas perusahaan yang
berbeda-beda tersebut. Disamping strategi integratif, intensif dan
clxxxi
diversifikasi, perusahaan dapat juga melakukan strategi bertahan yang
terdiri atas strategi-strategi Joint Venture, Retrenchment atau Liquidation.
3. Jenis Strategi menurut Mintzberg dan Waters.
Mintzberg dan Waters dalam Heene dkk (2010: 56) menyatakan
bahwa berbagai penyebab kesulitan untuk menerapkan rumusan strategi
yang dikehendaki ke dalam pelaksanaan nyata secara utuh, terletak pada
dua fakta. Pertama, hampir selalu terjadi strategi yang telah dirumuskan
dalam kenyataannya tidak mungkin dapat direalisir karena ada kendala
untuk pengimplementasiannya.
Kemudian kedua, formulasi strategi (strategi yang rasional) hanya
sebagian saja yang berhasil diimplementasikan dikarenakan ada titipan
(pendomplengan) strategi lain yang muncul belakangan yang bersifat
oportunis dan terlampau dipaksakan dengan sendirinya. Secara internal,
tentunya organisasi dapat saja memperlakukannya sebagai aktivitas yang
nanti secara bersamaan seolah-olah ikut membentuk pola yang konsisten.
Pembentukan pola yang menyerupai aktivitas konsisten ini dapat terus
berkembang dikarenakan kondisi internal organisasi yang ditengarai
mengidap gangguan terdapat kerancuan strategikal, atau justru
memperlihatkan gelagat organisasi sangat membutuhkan hadirnya
strategi yang rasional. Ada kalanya strategi oportunis sanggup
“mengoreksi” dan mengendalikan strategi yang rasional, sehingga dalam
pengembangan dan pelaksanaan orientasi strategikalnya, organisasi
clxxxii
senantiasa perlu mewaspadai munculnya situasi keluar jalur muncul di
momen tertentu.
Jenis-jenis strategi menurut Mintzberg dan Waters dalam Heene
dan Desmidt (2003: 4) terilustrasikan pada gambar berikut ini :
Gambar 2.19. Jenis-jenis Strategi
Strategi yang Rasional Strategi mendompleng Strategi yang Melenceng Strategi penyeimbang Strategi oportunis
Sumber : Mintzberg dan Waters dalam Heene dan Desmidt, 2003: 4.
Dari gambar tersebut, diketahui sejumlah strategi yang dapat
muncul di dalam tahap perencanaan strategi maupun dalam tahap
pelaksanaan strategi yang menjadi semacam proses pembelajaran di
dalam suatu organisasi. Sedangkan berikut ilustrasi pandangan Mintzberg
dan Waters dalam Heene dan Desmidt (2003: 6) mengenai jenis-jenis
strategi dan pembagian perannya di dalam manajemen :
Gambar 2.20. Jenis-jenis Strategi dan Pembagian Peran
Implementasi Analisis Stimulasi Sebab Akibat Integrasi Pengelabuan Eksploitasi Strategi mendompleng Strategi yang Melenceng Strategi penyeimbang
Perencanaan Strategi Pelaksanaan Strategi
Pro
ses
Pem
bela
jara
n P
rose
s Pem
bela
jara
n
Pro
ses
Pem
bela
jara
n P
rose
s Pe
mbela
jara
n
SELANJUTNYA FORMULASI
clxxxiii
Strategi oportunis
Sumber : Mintzberg dan Waters dalam Heene dan Desmidt, 2003: 7.
Kutub dari strategi yang diinginkan memiliki harapan agar pihak
manajemen senantiasa berkiprah :
Merumuskan dan menentukan strategi,
Merancang rencana-rencana pengimplementasian strategi, dan
Menugaskan para karyawan melaksanakan strategi ke arah yang telah
ditetapkan.
Kutub dari strategi yang mendompleng belakangan akan berupaya
mempengaruhi pihak manajemen dalam :
Menetapkan tujuan-tujuan akhir organisasi,
Menciptakan struktur dan proses organisasi yang mendorong inisiatif
munculnya pelaku strategik secara spontan, dan
Menyaring kemunculan berbagai strategi, sambil menciptakan
“peluang-peluang kelangsungan hidup” bagi strategi-strategi yang
mendompleng belakangan yang diyakini amat dibutuhkan demi
menjamin masa depan organisasi.
Sedangkan bagi strategi yang mendompleng dan oportunis, sudah
pasti akan bersikeras agar pihak manajemen terus-menerus :
Menganalisis lingkungan internal dan eksternal arah organisasi,
Mempertanyakan sekaligus mengeksploitasi strategi organisasi.
Sebagai kelanjutan paparan mengenai pembagian jenis strategi,
Mintzberg dan Waters dalam Heene dan Desmidt (2003: 8) memilah
clxxxiv
delapan bentuk pengembangan strategi umum. Pengembangan strategi
umum yang dirumuskan Mintzberg dan Waters tersebut disajikan
sebagaimana tampak pada gambar berikut :
Gambar 2.21. Rentang Jenis-jenis Strategi
Sumber : Mintzberg dan Waters dalam Heene dan Dasmidt, 2003: 8. Berdasarkan karya Mintzberg dan Waters mengenai strategi –
dalam karyanya yang berjudul “Of Strategies, Deliberate and Emergent” -
identifikasi ciri-ciri kedelapan jenis strategi tersebut yang dapat dipahami
sebagaimana terurai di dalam bagan mengenai pengembangan jenis
strategi umum yang mereka rumuskan berikut ini :
Strategi Terencana
Strategi Ideologi
Strategi Proses
Strategi Konsensus
Strategi Rasional
Strategi Mendom-
pleng
Strategi Intrapreneur
Strategi Payung
Strategi Parsial
Strategi Penyeimbang
clxxxv
Tabel 2.10. Pengembangan Jenis Strategi Umum dari Mintzberg dan Waters
Jenis-jenis Strategi dan Karakteristiknya
Strategi Simbol Karakteristik / Ciri-ciri Strategi yang Terencana
Strategi merupakan keluaran dari pe- rencanaan formal dirumuskan dan didis- tribusikan oleh manajemen tingkat atas, yang menjaga kesinambungan imple- mentasi dalam lingkungan yang ter- kendali dan teramalkan melalui sarana prosedur pengendalian formal.
Strategi Intrapreneur
Strategi merupakan keluaran dari visi yang terpusat, yang kadangkala berasal dari gagasan satu / beberapa manajer dan yang dapat disesuaikan dengan pe- luang-peluang baru. Pemimpin / manajer tersebut melaksanakan pengendalian pri- badi terhadap organisasi.
Strategi Ideologi
Strategi merupakan keluaran dari nilai-ni- lai kemasyarakatan yang secara normatif diperkuat dan dikendalikan melalui sosia- lisasi dan indoktrinasi. Ada kalanya orga- nisasi bereaksi secara proaktif berkenaan dengan perubahan lingkungan.
Strategi Payung
Strategi merupakan keluaran dari suasa- na penuh keterbatasan, dimana manaje- men tingkat atas hanya mempunyai we- wenang terbatas untuk mengendalikan organisasi, mendefinisikan strategi aturan main, yang hanya disimpulkan dari perki- raan-perkiraan sasaran yang bersifat umum. Ciri khasnya : dapat diterapkan pada lingkungan kompleks yang sulit un- tuk diramalkan.
Strategi Proses
Strategi merupakan keluaran dari suatu proses, dimana manajemen tingkat atas mengawasi semua proses strategi terse- but (mencari anggota, penataan struktur) dan mendelegasikan elemen-elemennya pada pelaku lain dalam organisasi.
Strategi Parsial
Strategi muncul menjadi bagian-bagian kecil, dimana para pelaku dalam organi- sasi mengembangkan sendiri pola-pola tertentu dalam aktivitas mereka dikarena- kan ketiadaan suatu strategi terpusat / keadaan situasi yang berlawanan dengan ketentuan terpusat yang berlaku.
1 2
clxxxvi
Lanjutan Tabel 2.10. Pengembangan Jenis Strategi Umum dari Mintzberg dan Waters
Jenis-jenis Strategi dan Karakteristiknya
Strategi Simbol Karakteristik / Ciri-ciri Strategi Konsensus
Strategi muncul dari kesepakatan melalui upaya saling pengertian, dimana para pelaku organisasi saling menyesuaikan pola yang mereka kembangkan, dikarenakan oleh ketiadaan ketentuan terpusat / yang lebih mengikat.
Strategi Pendukung
Strategi merupakan keluaran dari dinamika lingkungan, dimana lingkungan mendikte pola-pola tertentu dalam aktivitas organisasi. Lingkungan secara langsung menggiring strategi organisasi / secara tidak langsung membatasi melalui pemilihan alternatif yang berbeda.
Sumber : Mintzberg dan Waters dalam Heene dkk, 2010: 60-61. 4. Jenis Strategi menurut Wechsler dan Backoff
Analog dengan Mintzberg dan Waters, Wechsler dan Backoff
beranggapan bahwa strategi yang secara nyata dapat direalisir oleh
organisasi pada dasarnya merupakan sebuah pola yang terbentuk dari
strategi yang rasional dan strategi yang mendompleng belakangan.
Wechsler dan Backoff mencoba bertumpu mencari dasar pijakan kokoh
dengan mengurai secara mendalam penerapan strategi organisasi publik
melalui upaya :
(a) merumuskan baik faktor-faktor internal maupun eksternal yang
berpengaruh terhadap strategi dari organisasi publik, dan
(b) menyusun suatu paparan yang lebih aplikatif dibandingkan dengan
apa yang pernah diungkapkan oleh Mintzberg dan Waters.
clxxxvii
Menurut Wechsler dan Backoff (1986: 323), penerapan strategi
organisasi publik pada akhirnya dipengaruhi oleh tujuh faktor eksternal
dan tujuh faktor internal. Faktor-faktor tersebut termuat pada tabel berikut
ini :
Tabel 2.11. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Strategi Publik
Internal Eksternal
Kepemimpinan Sarana yang tersedia Kapasitas dari organisasi Persyaratan yang diminta para
stakeholder Kesepakatan internal mengenai wewenang yang berlaku
Pengaruh dari berbagai agenda politik
Ruang kebebasan yang tersedia melalui pelimpahan pengendalian oleh atasan
Dukungan publik terhadap organisasi dan aktivitasnya
Bonafiditas dari sumber-sumber keuangan alternative
Alokasi anggaran yang dikendalikan atasan
Keragaman akan kewenangan Perimbangan kekuatan politik Perkembangan dalam teknologi jasa
Badan hukum dalam organisasi
Sumber : Wechsler dan Backoff, 1986: 323.
Keberadaan akan faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dengan
bobot yang relatif hampir sama satu dengan lainnya itu, menjadikan pola-
pola strategi yang diberlakukan organisasi publik cenderung bergerak
dalam suatu tingkat rigiditas tertentu.
Wechsler dan Backoff pun menekankan bahwa terbuka peluang
untuk mengidentifikasi dalil-dalil yang memungkinkan kategorisasi
penerapan strategi organisasi publik ke dalam empat corak persilangan,
yang ditentukan secara cermat, yakni strategi ekspansi, strategi
transformasi, strategi isolasi dan strategi politisasi, dengan ciri-ciri spesifik
sebagaimana yang tertuang pada tabel 2.12. :
clxxxviii
Tabel 2.12. Jenis-jenis Strategi Sektor Publik dari Wechsler dan Backoff
Ciri-ciri Strategi
Ekspansi
Strategi Transfor-
masi
Strategi Isolasi
Strategi Politik
Kekuatan pengaruh faktor eksternal
Lemah Kuat Kuat Sedang
Lokasi pengendalian strategik
Internal Eksternal Eksternal Internal
Modus operandi tindakan strategik
Proaktif Reaktif Reaktif Reaktif
Fokus strategi Organisasi Kebijakan Politik Politik Perubahan kecenderungan
Inkremental Fundamental Status quo
Inkremental
Cakupan strategi
Lebar Sedang Sempit Sempit
Intensitas tindakan strategik
Tinggi Sedang Rendah Rendah
Sasaran umum strategi
Kombinasi Internal Kombinasi Kombinasi
Sumber : Wechsler dan Backoff, 1986: 325. 2.1.4.3. Model Strategi
Pada umumnya suatu satuan pendidikan memiliki tujuan dan untuk
mencapainya memerlukan strategi. Strategi merupakan suatu kesatuan
rencana yang luas dan terintegrasi yang menghubungkan antara kekuatan
internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan
eksternalnya. Strategi dirancang untuk memastikan tujuan organisasi
dapat dicapai melalui implementasi yang tepat. Substansi strategi pada
dasarnya merupakan rencana. Oleh karena itu strategi berkaitan dengan
clxxxix
evaluasi dan pemilihan alternatif yang tersedia bagi suatu manajemen
dalam mancapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rahayu dalam Alma (2008: 60) menyatakan terdapat tiga model
dalam penyusunan strategi untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu model
market-based, resource-based dan integrated-based. Masing-masing
model menjelaskan kondisi yang harus dipelajari suatu organisasi dalam
memperoleh input yang digunakan untuk memilih strategi. Model market-
based menyatakan bahwa kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal
merupakan input utama dan penentu strategi untuk mencapai tujuan
organisasi. Menurut model ini, pencapaian tujuan organisasi lebih banyak
ditentukan oleh karakteristik lingkungan eksternal daripada lingkungan
internal atau sumberdaya internal organisasi. Sedangkan model resource-
based menyatakan bahwa lingkungan internal atau sumber daya internal
merupakan input utama dan penentu strategi untuk mencapai tujuan
organisasi. Dalam hal ini, lingkungan internal atau sumberdaya internal
organisasi lebih penting dalam menentukan strategi untuk mencapai
tujuan organisasi itu daripada lingkungan eksternal. Meskipun dasar yang
digunakan kedua model di atas berbeda dalam penetapan strategi, tetapi
arah yang ingin dicapainya sama, yaitu value-creation.
Model market-based mengasumsikan bahwa suatu organisasi
tertantang untuk menentukan industri yang paling menarik untuk bersaing.
Organisasi umumnya dianggap memiliki sumberdaya yang relatif sama
dan mudah berpindah atau dipertukarkan, sehingga daya saing organisasi
cxc
dapat ditingkatkan dengan menentukan keuntungan potensial yang tinggi
dan mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya itu untuk
menyusun dan menerapkan strategi yang diperlukan sesuai dengan
karakteristik suatu industri.
Sedangkan model resource-based mengasumsikan bahwa
organisasi dalam suatu industri mengendalikan sumber daya yang
berbeda dan sumber daya ini tidak dapat berpindah antara organisasi
secara sempurna. Melalui pilihan dan langkah yang tepat, sumber daya
internal organisasi dapat dikembangkan ke dalam core competence.
Dalam model resource-model, core competence merupakan dasar dalam
memilih strategi untuk mencapai customer value dan kinerja yang tinggi.
Kedua model untuk mencapai tujuan dan tingkat kinerja yang tinggi,
model market-based dan model resource-based, menunjukkan bahwa
persaingan yang berhasil mensyaratkan organisasi untuk memahami
lingkungan eksternal dan lingkungan internalnya. Dalam kerangka
manajemen strategik, model market-based dan model resource-based
dikembangkan dalam suatu model yang terintegrasi atau model
integrated-based.
Landasan perumusan dan penerapan strategi untuk mencapai
tujuan dan atau kinerja yang tinggi tidak cukup hanya bersumber dari input
lingkungan internal atau lingkungan eksternal saja. Strategi yang hanya
didasarkan pada lingkungan internal atau sumber daya internal tidak
cukup efektif untuk mencapai tujuan dan atau kinerja yang tinggi tanpa
cxci
diarahkan atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan eksternal.
Sebaliknya, potensi profitabilitas yang tinggi dalam suatu industri tidak
akan efektif menjadi keunggulan bersaing tanpa didukung atau direspon
oleh sumber daya internal organisasi (Alma, 2008: 65-66).
Meskipun telah memadukan orientasi strateginya (integrated-
based), tetapi banyak organisasi yang tingkat kemampuan mencapai
keunggulan masih relatif rendah. Ini berkaitan dengan rendahnya
kemampuan bersaing (competitiveness) yang ditunjukkan oleh
kemampuan mencocokkan daya tarik pasar dengan kekuatan internalnya.
Dalam hal ini, masalahnya bukan terletak pada model strategi yang dipilih
tetapi pada konsistensi suatu proses perumusan strategi, mulai dari
analisis situasi, perumusan strategi, implementasi sampai dengan
pengendalian kinerja. Pencapaian tujuan dan atau kinerja organisasi pada
akhirnya ditentukan oleh kecerdikan manajemen dalam menyikapi situasi
selama proses perumusan dan implementasi strategi, serta evaluasi dan
pengendalian.
Perumusan strategi yang didasarkan pada input lingkungan
eksternal dan lingkungan internal atau sumber daya internal secara
bersamaan mempelajari tiga hal, yaitu siapa, apa dan bagaimana.
Organisasi menentukan segmen pasar mana yang akan dilayani,
kebutuhan apa dari konsumen pada segmen pasar itu yang harus dilayani
dan bagaimana kompetensi inti digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pasar.
cxcii
2.1.4.4. Aliran dalam Pembentukan Strategi (Formation Strategy Schools) Pembentukan strategi tidak hanya berkenaan dengan nilai dan visi,
kompetensi dan kapabiliti, tetapi juga berkenaan dengan keprajuritan,
krisis dan komitmen, pembelajaran organisasional dan keseimbangan,
organisasi industrial dan revolusi sosial (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel,
1998: 8).
Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel (1998: 4) mengemukakan
sepuluh aliran dalam pembentukan strategi yang merupakan cara
pandang yang berbeda satu sama lain, sebagian besar tercermin dalam
praktek manajemen. Masing-masing aliran memiliki perspektif unik yang
berfokus pada satu aspek utama dari proses pembentukan strategi.
Sepuluh aliran tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar :
1) Prespective in Nature atau Aliran Perspektif
Kelompok aliran ini lebih memperhatikan bagaimana suatu strategi
seharusnya diformulasikan kemudian bagaimana membuat bentuknya.
Aliran yang termasuk dalam kelompok ini antara lain aliran rancangan,
aliran perencanaan dan aliran pemosisian.
2) Descriptive the Strategies atau Aliran Deskriptif
Kelompok aliran ini mempertimbangkan aspek-aspek khusus
mengenai proses formulasi strategi, namun kurang peduli terhadap
rumusan perilaku strategis yang ideal. Fokus aliran ini adalah pada
cxciii
menggambarkan bagaimana strategi bekerja dan sejauhmana telah
dilaksanakan. Ada enam aliran yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain aliran kewirausahaan, kognitif, pembelajaran, kekuatan,
budaya dan lingkungan.
3) Configuration atau Aliran Konfigurasi
Kelompok aliran ini hanya terdiri atas satu jenis aliran, yaitu aliran
konfigurasi. Kelompok ini berusaha untuk menjadi integratif,
mengkluster berbagai elemen dalam proses pembuatan strategi, isi
strategi, struktur organisasi dan konteksnya, hingga ke tahap atau
episode yang berbeda.
Kesepuluh aliran dalam proses pembentukan strategi yang
dikemukakan Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel (1998: 5) dapat dijabarkan
penulis sebagai berikut :
1) The Design School atau Aliran Rancangan
Aliran rancangan merupakan pandangan klasik dan paling tua, yang
merupakan hasil dari proses pemikiran sadar dan dilakukan dengan
sangat hati-hati. Aliran rancangan mempersembahkan pandangan
yang paling berpengaruh dalam proses pembentukan strategi. Aliran
rancangan mengusulkan sebuah model pembuatan strategi yang
berusaha mencapai kecocokan antara kapabilitas internal dan peluang
eksternal. “Membangun kecocokan” adalah motto dari aliran
rancangan. Hasil dari pemikiran ini adalah sebuah model diagnostik
cxciv
SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) dari Kenneth
Andrews dan Harvard Business School pada tahun 1960-an.
Pengikut aliran ini antara lain Philip Selznick dan Alfred D. Chandler.
Aliran rancangan menempatkan penekanan primer pada penilaian
situasi eksternal dan internal, ancaman dan peluang pada lingkungan,
mengungkap kekuatan dan kelemahan organisasi. Terdapat dua faktor
penting dalam pembuatan strategi. Pertama, nilai-nilai manajerial yakni
keyakinan dan preferensi pemimpin organisasi. Kedua, tanggungjawab
sosial yakni etika sosial tertentu dalam fungsi organisasi yang
diketahui oleh manajer.
Pada saat alternatif strategi telah ditentukan, langkah selanjutnya
adalah mengevaluasinya dan memilih satu yang terbaik (Rumelt dalam
Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 27). Kriteria yang dapat
dipergunakan untuk pemilihan strategi adalah konsistensi, harmoni,
keuntungan dan kemungkinan dari strategi itu. Ketika sebuah strategi
telah dievaluasi, maka kemudian akan dilaksanakan.
Aliran rancangan tidak mengembangkan terlalu banyak pemberian
dasar bagi perkembangan aliran lain. Beberapa ide aliran ini dapat
diambil dan dijabarkan ke dalam asumsi-asumsi lain tentang proses
strategi. Beberapa premis aliran rancangan antara lain :
a) Pembentukan strategi harus menjadi proses yang disengaja dari
pikiran sadar
cxcv
b) Tanggungjawab yang mengontrol dan kesadaran harus beristirahat
dengan kepala eksekutif bahwa orang adalah strategi
c) Model pembentukan strategi harus sederhana dan informal
d) Strategi harus menjadi satu hasil yang terbaik dari proses
rancangan individual
e) Proses rancangan lengkap apabila strategi muncul sepenuhnya
dan dirumuskan sebagai perspektif
f) Strategi harus eksplisit sehingga dapat terus menjadi sederhana
g) Akhirnya, setelah keunikan, keeksplisitan dan kesederhanaan dari
strategi telah terbentuk, maka ia baru bisa diimplementasikan
(Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 30-32).
Dengan demikian, ciri dari aliran rancangan ialah :
a) Adanya penilaian akan kekuatan dan kelemahan organisasi
b) Struktur mengikuti strategi sebagaimana kaki kiri mengikuti kaki
kanan
c) Membuat strategi menjadi eksplisit
d) Adanya pemisahan antara formulasi dan implementasi (Mintzberg,
Ahlstrand dan Lampel, 1998: 43-44).
Aliran rancangan telah mengembangkan rumusan penting melalui
diskusi strategi utama dan telah menyediakan gagasan sentral yang
mendasari begitu banyak rumusan di bidang manajemen strategik,
yaitu strategi yang mewakili kesesuaian dasar antara peluang
cxcvi
eksternal dan kemampuan internal. Model diagnostik SWOT yang
dihasilkan dari aliran rancangan memiliki kelebihan antara lain :
a) Kesederhanaannya untuk diaplikasikan dan digunakan,
b) Ide untuk mencocokkan antara apa yang dimiliki korporasi dan apa
yang dibutuhkan pasar,
c) Strategi harus dibuat eksplisit, dan
d) Model ini dapat menemukan strategi yang cocok bagi korporasi.
Adapun kelemahan dari model ini adalah :
a) Asumsi bahwa eksekutif mengetahui kekuatan dan kelemahan
korporasi yang dipimpinnya,
b) Proses penyusunan model dari atas ke bawah (top-down) tidak
mengikuti mode dan dalam berbagai situasi tidak cocok dengan
situasi lapangan,
c) Model ini memisahkan antara fungsi perencanaan dan
pelaksanaan, dan
d) Model ini terlalu sedikit memberikan petunjuk tentang cara
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dan model juga terlalu
sedikit memberikan cara untuk mengidentifikasikan ancaman dan
peluang sehingga terkesan sangat subyektif.
2) The Planning School atau Aliran Perencanaan
Pesan inti dari aliran perencanaan cocok dengan seluruh tren dalam
pendidikan manajemen dan bisnis besar maupun praktek
pemerintahan yang besar, yaitu prosedur formal, pelatihan formal,
cxcvii
analisis formal, dalam jumlah banyak. Strategi harus dipandu oleh
kader perencana berpendidikan tinggi, bagian dari departemen
perencanaan khusus strategis dengan akses langsung kepala
eksekutif. Perencanaan tidak hanya menjadi pendekatan untuk
pembentukan strategi tetapi sebagai dasar virtual yang akan
diumumkan dengan semangat misionaris.
Adapun model dasar perencanaan strategik terdiri atas :
1) Tahap pengaturan obyektif
2) Tahap audit eksternal
3) Tahap audit internal
4) Tahap evaluasi strategi
5) Tahap pengoperasionalan strategi
6) Menjadwalkan seluruh proses.
Beberapa premis aliran perencanaan antara lain :
a) Strategi dihasilkan dari suatu pengawasan, proses sadar dari
perencanaan formal, lanjut pada langkah-langkah terpisah yang
masing-masing digambarkan oleh daftar dan didukung oleh teknik.
b) Tanggungjawab untuk seluruh proses beristirahat dengan kepala
eksekutif dalam prinsip-prinsip.
c) Strategi mendekati proses lengkap untuk dijadikan eksplisit
sehingga dapat diimplementasikan melalui perhatian yang rinci
pada obyektif, dana, program dan berbagai rencana kegiatan
(Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 58).
cxcviii
Hasil dari pemikiran aliran perencanaan adalah Ansoff Matrix yang
diperkenalkan oleh H. Igor Ansoff pada tahun 1960-an sebagaimana
ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.22. Matriks Ansoff untuk Pengembangan Bisnis
Baru Market Pasar Lama Sudah Ada Baru Sumber : Igor Ansoff dalam Kodrat, Manajemen Strategi, 2009: 5. Model ini mengasumsikan tujuan dari suatu korporasi adalah
memaksimalkan profitabilitas jangka panjang. Matriks Ansoff
menunjukkan ada empat pilihan untuk meningkatkan penjualan, yaitu :
a) Market penetrasi adalah menjual lebih banyak produk yang sudah
ada, di pasar yang sudah ada. Strategi ini berusaha untuk
meningkatkan market share dengan resiko rendah. Strategi ini akan
berguna bila perusahaan melakukan cara-cara obyektif untuk
mencapainya.
b) Product development adalah pengembangan produk baru untuk
meningkatkan penjualan di pasar yang ada. Strategi ini digunakan
ketika : (1) memiliki produk yang berhasil dan telah berada pada
tahap jenuh, (2) pesaing menawarkan produk dengan kualitas lebih
baik dan harga lebih murah, (3) korporasi memiliki kemampuan
Market Development
Market Penetrasi
Product Development
Product Diversification
cxcix
riset dan pengembangan, (4) bersaing di industri yang sedang
tumbuh.
c) Market development adalah meningkatkan penjualan dengan
produk yang ada melalui penambahan langganan baru. Tindakan
ini sangat tepat bila tambahan biaya relatif kecil dan akan sangat
beresiko bila pasar baru memerlukan investasi dalam bentuk biaya
tetap. Strategi ini digunakan ketika : (1) jaringan distribusi tersedia,
berkualitas dan tidak mahal, (2) korporasi memiliki kelebihan
kapasitas produksi, (3) korporasi saat ini sangat berhasil atas apa
yang dikerjakan, dan (4) muncul pasar baru atau pasar belum
jenuh.
d) Product diversification adalah meningkatkan penjualan dengan cara
menjual produk baru di pasar yang baru pula. Strategi ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa peluang ini akan dimanfaatkan oleh
pesaing bila tidak segera dilakukan.
Kelemahan model ini adalah :
a) Cara pandang seperti mesin mengenai dunia dan cara berpikir lini
produk,
b) Peristiwa dapat diprediksi,
c) Memisahkan antara perencanaan dengan operasional,
d) Terlalu memberikan petunjuk dan sedikit ruang untuk melakukan
percobaan, dan
cc
e) Memberikan peran yang sangat kecil pada gagasan mengenai
keunggulan bersaing.
3) The Positioning School atau Aliran Pemosisian
Penganut aliran pemosisian adalah Michael E. Porter, Dan Schendel
dan Ken Hatten. Premis-premis dari aliran pemosisian antara lain
sebagai berikut :
a) Strategi bersifat umum dan mengidentifikasi posisi di pasar
b) Pasar bersifat ekonomis dan kompetitif.
c) Proses pembentukan strategi adalah karena salah satu dari pilihan
posisi ini bersifat umum berdasarkan perhitungan analitis.
d) Analis memainkan peranan utama dalam proses ini, memberikan
hasil dari perkiraannya kepada manajer yang mengawasi pilihan.
e) Strategi yang keluar dari proses lengkap, yang diartikulasikan dan
diimplementasikan akan membuat struktur pasar mengarah pada
strategi penempatan yang disengaja yang mendorong struktur
organisasi (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 85).
Melalui penekanan pada analisis dan perkiraan, aliran pemosisian
dikurangi perannya dari formulasi strategi dengan melakukan analisis
strategis yang mendukung proses itu. Aliran pemosisian telah
membuka nilai-nilai menakjubkan bagi penelitian dan menghasilkan
serangkaian konsep yang kuat untuk latihan.
cci
Aliran ini menentukan pendekatan apa yang kemungkinan paling baik
dalam lingkungan seperti apa. Aliran ini menggunakan pendekatan
mikro ekonomi, lebih menitikberatkan pada isi daripada strategi itu
sendiri. Disebut aliran pemosisian karena berfokus pada seleksi posisi
strategik dalam pasar. Hasil dari pemikiran aliran pemosisian adalah
Boston Consulting Group (BCG). Model BCG dari Bruce Henderson
pada tahun 1960-an dan 1970-an tampak sebagai berikut :
Gambar 2.23. Matriks Pertumbuhan / Bagian Pasar
20% Market Tingkat 10% Pertumbuhan Pasar 0 10X 1X 0,1X Bagian Pasar Relatif Sumber : Bruce Henderson dalam Kodrat, Manajemen Strategi, 2009:
7. Gambar tersebut di atas menunjukkan tingkat pertumbuhan pasar
berikut ini :
a) Bisnis question mark mendatangkan dilema strategi yang paling
besar. Bisnis ini berada pada posisi yang tingkat pertumbuhannya
tinggi namun biaya yang harus dikeluarkan besar. Bisnis ini
kemungkinan kecil dapat menghasilkan uang atau dapat didorong
menjadi pemimpin pasar. Bila tidak berhasil dikelola dengan baik,
maka uang yang diinvestasikan tidak pernah akan kembali lagi. Bila
Stars (2)
Cash Cow (3)
Dog (4)
Question Mark (1)
ccii
bisnis ini tidak terlalu dekat dengan bisnis yang lainnya, dapat
dipertimbangkan untuk dijual atau ditutup.
b) Bisnis stars adalah bisnis untuk menjadi pemimpin pasar dengan
tingkat pertumbuhan tinggi. Yang terpenting adalah investasi untuk
mengembangkan pasar. Namun tidak setiap bisnis berada pada
posisi ini. Bila bisnis stars berhasil dikelola dengan baik, maka akan
membawa korporasi pada posisi sebagai market leader,
mempunyai profit yang tinggi dan tumbuh sepanjang waktu. Bila
bisnis stars pertumbuhannya melambat, korporasi telah memiliki
bisnis yang besar dengan tingkat laba yang amat tinggi. Artinya
korporasi telah siap masuk menjadi cash cow.
c) Bisnis cash sow adalah bisnis yang membawa korporasi sebagai
market leader namun tidak memberikan tingkat pertumbuhan yang
terlalu tinggi. Bisnis ini merupakan bisnis minoritas (20 persen dari
total bisnis korporasi) namun memberikan laba mayoritas (80
persen dari penghasilan). Aturan untuk cash cow adalah
memastikan bahwa bisnis ini mendapat “rumput” yang baik
sehingga terlindungi dengan baik, bertumbuh menjadi lebih besar
dan kuat. Bisnis cash cow cukup mudah dikelola karena seleranya
tidak terlalu rakus seperti bisnis stars.
d) Bisnis dog adalah bisnis yang menghasilkan profit negatif dan
uangnya selalu bocor.
cciii
Kemudian pada tahun 1980-an, Michael Porter juga menghasilkan
strategi generik dari pemikiran aliran pemosisian yang digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.24. Strategi Generik dari Michael Porter
KEUNGGULAN STRATEGIK Keunikan Posisi Biaya Rendah Industri Luas Market Target Strategik Hanya segmen Pasar tertentu Sumber : Porter, Competitive Strategy : Techniques for Analyzing
Industries and Competitors, 1998. Strategi overall cost leadership lebih memperhitungkan para pesaing
daripada pelanggan. Korporasi yang menerapkan strategi ini
memfokuskan pada harga jual yang murah. Mereka melakukannya
dengan membuat rendah biaya produksinya. Strategi ini
menghindarkan pengeluaran yang besar, kadangkala mereka lebih
pada meniru atau menjiplak model produk yang telah dikembangkan
korporasi lain dengan tujuan mengurangi biaya risetnya. Cara-cara
yang dapat dilakukan untuk menerapkan overall cost leadership yaitu :
Diferensiasi
Fokus
Overall Cost Leadership
cciv
a) Membuat desain produk yang sederhana dan menstandarisasi
komponen-komponennya,
b) Berusaha mendapatkan bahan baku yang murah,
c) Melakukan inovasi baru pada proses produksi,
d) Mengembangkan jaringan pemasaran yang berbiaya rendah dan
e) Mengusahakan pengurangan biaya overhead seperti penyimpanan,
tenaga kerja dan pemeliharaan.
Selain itu, korporasi pun perlu memperhatikan keterampilan dan
sumberdaya korporasi dan organisasi korporasi. Strategi diferensiasi
lebih fokus pada pelanggan daripada biaya. Strategi ini berusaha untuk
membangun persepsi pelanggan akan keunggulan kualitas, desain
produk, teknologi, jaringan distribusi, bahan dan pelayanan. Bila
korporasi mengimplementasikan strategi ini, maka korporasi dapat
menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan yang optimal tetapi
harus menciptakan produk yang bagi pelanggan tampak berbeda
ketimbang produk lain yang sudah ada. Perbedaan atau ciri khas
produk inilah yang akan dibayar mahal (premium) dan menjadi suatu
persepsi tersendiri bagi pelanggan. Untuk menerapkan strategi
diferensiasi, korporasi perlu memperhatikan keterampilan dan
sumberdaya korporasi dan organisasi korporasi, antara lain :
a) Kemampuan pemasaran yang kuat,
b) Bakat yang kreatif,
c) Perekayasaan produk,
ccv
d) Kemampuan yang kuat dalam riset dasar,
e) Reputasi korporat untuk kepemimpinan mutu dan teknologi,
f) Tradisi yang lama dalam industri atau gabungan yang unik dari
keterampilan yang diambil dari usaha-usaha yang lain dan
g) Kerjasama yang kuat dari saluransi-saluran.
Untuk persyaratan organisasi yang diperlukan adalah : (1) Koordinasi
yang kuat antara fungsi-fungsi dalam riset dan pengembangan produk
dengan pemasaran, (2) pengukuran dan insentif yang subyektif
daripada tolok ukur kuantitatif, dan (3) suka untuk menarik tenaga yang
berketerampilan tinggi, ilmuwan dan orang-orang kreatif.
Sementara strategi fokus dipakai korporasi untuk menghindari diri dari
konfrontasi langsung dengan para pesaing. Caranya dengan
mengkonsentrasikan diri pada pangsa pasar yang lebih kecil (niches).
Prinsip dasarnya adalah menggunakan strategi overall cost leadership
atau diferensiasi untuk melayani pasar tertentu dengan lebih baik
daripada para pesaingnya.
Untuk memenangkan persaingan bisnis, jika konsumen yang dihadapi
bervariasi, maka korporasi harus mengkombinasikan strategi overall
cost leadership dengan diferensiasi (Porter dalam Hariadi, 2005: 114).
4) The Entrepreneurial School atau Aliran Kewirausahaan
Aliran kewirausahaan berfokus pada proses pembentukan strategi
secara khusus pada pemimpin tunggal, tetapi juga menekankan pada
keadaan mental dan proses – intuisi, penilaian, kebijaksanaan,
ccvi
pengalaman dan wawasan. Konsep utama pada aliran kewirausahaan
adalah representasi mental strategi, menciptakan atau setidaknya
dinyatakan oleh kepala pemimpin. Visi itu melayani inspirasi dan
kebutuhan yang harus dipenuhi.
Intisari dari aliran kewirausahaan antara lain membahas tentang
adanya pemimpin hebat, jiwa wirausaha serta kepemimpinan
visionaris. Adapun beberapa premis dari aliran kewirausahaan antara
lain :
a) Strategi berada di dalam pikiran pemimpin sebagai cara pandang,
terutama berupa panduan jangka panjang, sebuah visi masa depan
organisasi.
b) Proses pembentukan strategi bersifat semi sadar, berakar pada
pengalaman dan intuisi pemimpin, apakah ia benar-benar
menciptakan strategi atau mengadopsi dari orang lain kemudian
menginternalisasikannya dalam perilakunya sendiri.
c) Pemimpin memperkenalkan pikiran visi tunggal, mempertahankan
kontrol pribadi dekat pelaksanaan agar mampu merumuskan
aspek-aspek khusus yang diperlukan.
d) Visi strategis demikian lunak, dan strategi kewirausahaan juga
cenderung disengaja dan muncul, disengaja dalam visi keseluruhan
dan muncul dalam bagaimana rincian visi terungkap.
e) Organisasi menyukai kelunakan, sebuah struktur sederhana yang
responsif terhadap panduan pemimpin.
ccvii
f) Strategi kewirausahaan cenderung mengambil format yang ceruk,
dimana satu atau lebih posisi pada pasar dijaga dari kekuatan
kompetisi sekaligus (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 143).
Aliran kewirausahaan bersifat inovatif dan masuk akal. Biasanya tidak
ada kesenjangan antara pemikiran dan pelaksanaan. Hasil dari aliran
ini adalah perumusan visi dan misi organisasi. Visi merupakan aspirasi
jangka panjang dari seorang pemimpin korporasi. Namun apabila
strategi merupakan visi pribadi, maka strategi formasi juga harus dapat
dimengerti sebagai sebuah proses konsep pencapaian dalam
pemikiran seseorang.
Proses berpikir dikelompokkan menjadi tiga yaitu : mekanik, intuisi dan
strategik (Ohmae dalam Kodrat, 2009: 14). Berpikir mekanis hanya
menyusun kembali elemen-elemen yang ada. Berpikir intuisi hanya
optimal secara lokal atau dapat diumpamakan seperti orang melihat
pohon tetapi tidak melihat hutannya. Sedangkan berpikir stratejik
menghasilkan perubahan atau pergantian bentuk. Dari ketiganya dapat
disimpulkan bahwa berpikir stratejik akan menghasilkan visi dan misi
yang lebih kreatif dan berbeda bentuknya daripada hanya berdasarkan
berpikir mekanik dan intuisi saja.
5) The Cognitive School atau Aliran Kognitif
Tugas dari aliran kognitif adalah menggali pikiran para ahli strategi
untuk lebih memahami visi strategis dengan sebaiknya. Aliran ini telah
menarik sangat banyak penelitian selama sepuluh hingga lima belas
ccviii
tahun lalu. Aliran ini meyakini bahwa para ahli strategi
mengembangkan struktur pengetahuan mereka dan memikirkan
proses pembuatan strategi melalui pengalaman secara langsung.
Aliran ini menggambarkan cara otak bekerja dan bagaimana
pengalaman dapat memainkan bagian utama dalam menyusun
strategi. Aliran ini muncul karena berusaha mencari pesan kognitif
untuk dapat memasuki pikiran stratejik seseorang.
Terdapat dua acuan penting pada aliran kognitif. Pertama, pengolahan
dan penstrukturan pengetahuan merupakan usaha untuk
menghasilkan semacam gambar obyektif tentang dunia. Pikiran
memiliki ‘mata’ sebagai kameranya. Kedua, strategi dipandang secara
subyektif sebagai penafsiran dari dunia. Pikiran berbalik ke dalam,
mengambil apa yang ia lihat di luar yakni peristiwa, simbol, perilaku
pelanggan, dan sebagainya.
Batasan aliran kognitif sebagai kerangka pemikiran strategik dapat
dijelaskan pada poin-poin sebagai berikut :
a) Kognisi sebagai pengakuan
b) Kognisi sebagai pengolahan informasi
c) Kognisi sebagai peta
d) Kognisi sebagai pencapaian konsep
e) Kognisi sebagai konstruksi
Premis-premis aliran kognisi antara lain :
ccix
a) Pembentukan strategi adalah proses kognitif yang mengambil
tempat pada pikiran para ahli strategi.
b) Strategi kemudian muncul sebagai suatu perspektif yang
menggambarkan bagaimana orang-orang dalam organisasi
berurusan dengan input dari lingkungan.
c) Input ini (obyektif) mengalir melalui segala macam filter distorsi
sebelum ia mengkode peta kognitif, atau yang lain hanyalah
interpretasi dari dunia yang hanya ada dalam hal bagaimana itu
dirasakan (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 170-172).
Dari semua itu, aliran kognitif memberitahu bahwa lebih baik
memahami pikiran manusia sebaik memahami otak manusia apabila
ingin memahami pembentukan strategi.
6) The Learning School atau Aliran Pembelajaran
Bagaimanakah strategi seharusnya berjalan ? Aliran pembelajaran
menjawab pertanyaan itu yaitu dengan belajar setiap waktu. Beberapa
penganut aliran ini adalah Charles Lindblom dan H. Edward Wrapps.
Aliran pembelajaran mengusulkan bahwa image tradisional dari
formulasi strategi hanya menjadi mimpi, yang salah satunya mungkin
menarik para manajer tetapi tidak dapat menjelaskan apa yang
sesungguhnya terjadi dalam organisasi.
Premis-premis aliran pembelajaran antara lain :
a) Dasar lingkungan organisasi yang rumit dan tidak pasti, seringkali
berpasangan dengan difusi pengetahuan yang mungkin bagi
ccx
strategi, menghalangi kontrol yang disengaja, pembuatan strategi
harus mengambil bentuk proses pembelajaran sepanjang waktu
dimana formulasi dan implementasi harus dipisahkan.
b) Pada saat pemimpin juga harus belajar, anggota organisasi juga
menjadi suatu sistem kolektif yang belajar pula, sehingga terdapat
banyak ahli strategi potensial pada kebanyakan organisasi.
c) Pembelajaran menghasilkan mode dadakan melalui perilaku yang
merangsang cara berpikir, sehingga rasa itu kemudian dapat
menjadi tindakan.
d) Peran kepemimpinan dengan demikian menjadi tidak berprasangka
terhadap strategi yang disengaja.
e) Strategi dekat dengan pola dari masa lalu, tetapi kemudian
mungkin menjadi rencana untuk masa depan, dan pada akhirnya
sebagai perspektif untuk panduan keseluruhan perilaku (Mintzberg,
Ahlstrand dan Lampel, 1998: 208-209).
Aliran pembelajaran memandang formukasi strategi sebagai proses
pembelajaran. Aliran ini beranggapan bahwa dunia terlalu sempit untuk
mengembangkan strategi dalam sekejab sebagai sebuah perencanaan
dari visi yang jelas. Hasil dari aliran pembelajaran adalah teori Brian
Quinn, learning organization theory dari Chris Argyris dan teori chaos.
Teori Brian Quinn menunjukkan bahwa strategi yang sebenarnya
cenderung mengalami evolusi ketika keputusan internal dan peristiwa
eksternal mengalir bersama untuk menciptakan konsensus baru.
ccxi
Konsensus baru akan mendapat dukungan luas. Teori Quinn adalah
jenis perencanaan strategis dari atas ke bawah namun dilakukan
dengan cara yang fleksibel dan proses belajar. Artinya karyawan
diarahkan bekerja ke arah tujuan yang ingin dicapai namun belum
merubah target (proses formulasi strategi menyatu dengan
implementasi). Proses ini dikenal sebagai “strategi sambil jalan”.
Pemimpin tidak menentukan, tetapi menjadi sponsor dan katalisator
proses belajar organisasi. Kelemahan teori Quinn adalah : (1) coba-
coba memerlukan terlalu banyak waktu dan usaha, (2) sumberdaya
tidak digunakan secara terfokus, dan (3) metode ini tidak memadai
dalam keadaan darurat.
Learning Organization Theory oleh Argyris menunjukkan bahwa
strategi merupakan pengetahuan kolektif karena pengalaman. Ada dua
cara belajar organisasi yaitu simpul tunggal dan simpul ganda. Cara
belajar simpul tunggal adalah mendeteksi kesalahan dan membuat
organisasi tetap berada di jalur tersebut. Sebaliknya cara belajar
simpul ganda adalah mempertanyakan apakah strategi benar dan
memungkinkan eksekutif mencerminkan secara kritis mengenai apa
yang mereka lakukan dan mengajarkan kepada mereka untuk saling
belajar dari sesama.
Pemikiran Argyris tentang learning organization dikembangkan oleh
Arie de Geus yang berpendapat bahwa korporasi benar-benar hidup.
Organisasi bukan hanya mesin pencetak uang namun harus memiliki
ccxii
identitas, tujuan dan arah diri. Pemikiran de Geus tentang learning
organization dilengkapi lagi dengan pemikiran Peter M. Senge bahwa
organisasi perlu belajar secara kolektif dan membentuk visi kolektif
yang bertanggungjawab. Untuk menjadi organisasi pembelajar
diperlukan lima disiplin yaitu : (1) penguasaan pribadi, (2) modal
mental, (3) membangun visi bersama, (4) belajar dalam tim dan (5)
pemikiran sistem. Pemikiran sistem adalah memadukan semua disiplin
dan melebur menjadi badan teori dan praktek yang saling melekat.
Konsep learning organization terus diperbaiki menjadi konsep
Knowledge Management Structure (KMS) yang dikemukakan oleh
Tom Peters.
Sementara chaos theory menunjukkan sebagaian besar fenomena di
dunia tidak mempunyai hubungan linier antara penyebab dengan
akibat. Kekacauan menimbulkan pola non linier yang menetap. Salah
satu ide yang paling penting dari kekacauan adalah ketergantungan
sensitif pada kondisi awal, yang mengatakan bahwa pengaruh yang
amat kecil dan sering tidak terdeteksi dapat mempunyai pengaruh
yang besar. Oleh karena itu, harapkan hal-hal yang tidak diharapkan.
Peluang juga penting karena membawa first mover advantage
(keuntungan yang bergerak pertama). Ide kunci lain dari kekacauan
adalah kesamaan fractal, yaitu penuh dengan pola yang terjadi
berulang-ulang yang hanya dikenali oleh yang berpengalaman dalam
pengamatan secara tepat jenis bisnis itu. Hal ini menjelaskan mengapa
ccxiii
pengalaman dan intuisi lebih baik daripada analisis dan kecerdasan
baku.
7) The Power School atau Aliran Kekuatan
Aliran kekuatan ditandai dengan formasi strategi sebagai suatu proses
terbuka atas pengaruh, yang menekankan penggunaan kekuasaan
dan politik untuk negosiasi strategi yang menguntungkan bagi
kepentingan tertentu. Istilah “power” dipergunakan untuk
menggambarkan latihan pengaruh di luar ekonomi murni (yang
meliputi kekuasan ekonomi yang dipergunakan di balik konvensional
kompetisi pasar).
Terdapat dua bagian utama pada aliran kekuatan yaitu berkenaan
dengan kekuatan mikro dan makro. Intisati kekuatan mikro antara lain :
a) pembuatan strategi sebagai proses politik, b) pentingnya strategi
politik, dan c) manfaat dari politik. Untuk intisari kekuatan makro : a)
pengawasan eksternal oleh organisasi, b) analisis stakeholder, c)
manuver strategi, d) pembuatan strategi kooperatif.
Premis-premis dari aliran kekuatan antara lain :
a) Pembentukan strategi adalah gambaran kekuasaan dan politik
sebagai suatu proses di dalam organisasi atau sebagai perilaku
dari organisasi itu sendiri pada lingkungan eksternalnya.
b) Strategi-strategi kemungkinan menghasilkan semacam proses
yang diperlukan, dan mengambil bentuk posisi yang lebih dari
sekedar perspektif.
ccxiv
c) Kekuatan mikro melihat pembuatan strategi sebagai sesuatu yang
saling mempengaruhi melalui persuasi, tawar-menawar, dan
kadang kala konfrontasi langsung, dalam kerangka permainan
politik.
d) Kekuatan makro melihat organisasi sebagai perkenalan
kesejahteraannya sendiri melalui pengawasan dan kegiatan
kooperatif dengan organisasi lainnya, melalui penggunaan manuver
strategi sebaik sekumpulan daripada strategi yang bervariasi
jaringan dan aliansinya (Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998:
260).
Dengan demikian, aliran ini mengandung dua aspek, yaitu (1) praktek
politik internal, ketika anggota organisasi menggunakan kebijakan
untuk memperkuat kekuasaan sendiri dan (2) ketika organisasi
menggunakan lobi politik untuk mencapai tujuan yaitu peraturan yang
lemah atau subsidi. Aliran kekuatan melahirkan teori stakeholder. Teori
ini menunjukkan bahwa kesuksesan atau hidup matinya korporasi
sangat tergantung pada kemampuannya untuk menyeimbangkan
beragam kepentingan dari para stakeholder-nya seperti investor,
kreditor, pemasok, pelanggan, karyawan, pemerintah dan masyarakat.
Bila mampu menyelaraskannya korporasi akan meraih dukungan yang
berkelanjutan dari stakeholder. Dampaknya, pangsa pasar, penjualan
dan laba akan tumbuh berkesinambungan. Biaya-biaya yang
dikeluarkan juga akan bias diminimalisir.
ccxv
8) The Cultural School atau Aliran Budaya
Budaya adalah rajutan kumpulan individu menjadi entitas yang
terintegrasi, yang disebut organisasi. Aliran budaya adalah
pembentukan strategi sebagai suatu proses yang berakar pada
kekuatan sosial budaya. Premis-premis aliran budaya antara lain :
a) Pembentukan strategi adalah sebuah proses interaksi sosial, yang
didasarkan pada keyakinan dan pemahaman yang dibagikan oleh
anggota organisasi.
b) Individu-individu memperoleh keyakinan tersebut melalui sebuah
proses akulturasi atau sosialisasi, yang merupakan non verbal dan
tacit yang luas, walaupun kadang-kadang didorong oleh lebih
banyak doktrin-doktrin formal.
c) Anggota organisasi dapat kemudian mendeskripsikan keyakinan
yang mendukung budayanya, sementara asal-usul dan
penjelasannya mungkin tetap jelas.
d) Sebagai suatu hasil, strategi mengambil bentuk perspektif atas
semua, lebih dari posisi, mengakar pada perhatian kelompok dan
tercermin dalam pola-pola yang tertanam dalam pada sumberdaya
atau kapabilitas dari organisasi yang dijaga dan dipergunakan
sebagai suatu keunggulan kompetitif.
e) Budaya dan terutama ideologi tidak mendorong perubahan strategi
terlalu banyak sebagai kelangsungan strategi yang ada (Mintzberg,
Ahlstrand dan Lampel, 1998: 267-268).
ccxvi
Aliran budaya memfokuskan pada pengembangan konsensus dan
budaya internal yang dapat mendorong tercapainya tujuan korporasi.
Strategi ini akan bekerja dengan baik bila budaya merupakan unsur
fungsional dari sudut pandang pasar. Proses dilihat sebagai tindakan
kolektif dan saling bekerjasama. Strategi ini akan gagal bila budaya
tidak memadai atau menjadi tidak memadai karena perubahan besar
tidak diikuti dengan perubahan korporasi. Aliran budaya menghasilkan
pemikiran tentang Gods of Management dari Charles Handy.
Kepribadian dan karakter dari sebuah korporasi berasal dari beberapa
generasi dan pengalaman karyawan korporasi dan juga eksekutif
korporasi. Charles Handy membagi kelompok budaya umum menjadi
empat yaitu :
a) Apollo, adalah dewa perintah dan aturan. Dewa ini
menggambarkan budaya peran. Dalam budaya ini, alasan harus
berlaku dan tugas dapat dibagi secara logis. Budaya ini
diimplementasikan dalam bentuk struktur organisasi. Setiap orang
mengetahui perannya dan bekerja menurut aktivitas yang
didelegasikannya menurut job description. Maka Apollo pun
mewakili birokrasi yang diciptakan oleh Max Weber. Budaya
organisasi ini akan efisien untuk organisasi yang stabil dan tidak
banyak berubah. Setiap orang dalam organisasi diberi
tanggungjawab dan diperlakukan secara adil menurut kinerjanya.
Adanya tanggungjawab yang jelas dan tetap membuat banyak
ccxvii
orang merasa gaya Apollo mudah dipahami, aman dan bebas
stres. Kelemahan budaya organisasi ini adalah sulit beradaptasi
dengan lingkungan yang perubahan teknologi dan pasarnya cepat.
Gaya ini juga tidak cocok dengan individu yang kreatif, banyak
mengajukan pertanyaan dan menginginkan korporasi menjadi amat
pribadi.
b) Athena, adalah dewi perang yang masih muda, pelindung perajin
dan penjelajah. Dewi ini menggambarkan budaya korporasi yang
berorientasi pada tugas. Korporasi ini memiliki budaya
memecahkan masalah, tidak hierarkhis, menghargai keahlian
profesional dan mendorong kerjasama tim, kreatif dan enerjik.
Athena cocok untuk korporasi yang berbasis pada pengetahuan,
memiliki perubahan cepat, berpikir untuk diri sendiri dan toleran
terhadap dualisme.
c) Dionysus, adalah dewa budaya. Dewa ini menggambarkan sifat
individualistis dan anarkis dalam organisasi. Orang dengan budaya
ini sulit dikelola dan sering tidak mungkin dimotivasi. Mereka
memotivasi diri sendiri, sulit bergaul, memenuhi keperluan sendiri
dan memperhatikan mutu pekerjaannya, sehingga sulit untuk
bekerja dalam tim. Mereka paling efektif bekerja dalam korporasi
yang amat kecil atau sebagai unit yang terdiri dari satu orang.
d) Zeus, menggambarkan organisasi sebagai sederetan garis menuju
ke pusat tempat sang pemimpin duduk. Garis-garis konsentris yang
ccxviii
paling dekat dengan pusat mewakili kekuatan paling besar
(disamping Zeus sendiri). Keunggulan utama dari budaya Zeus
adalah : (1) kecepatan mengambil keputusan, (2) empati,
kepercayaan dan komitmen emosional, dan (3) struktur yang
ramping dan ekonomis. Organisasi Zeus mungkin amatir,
berpandangan sempit, kejam dan menimbulkan teka-teki, namun
dapat menunjukkan bakat yang besar dan komitmen yang besar
untuk mengubah dunia.
Seringkali pemimpin korporasi berpikir bahwa mereka harus membuat
strategi terlebih dahulu dan kemudian menciptakan budaya yang
mendukung penerapan strategi tersebut. Namun penerapan strategi
tanpa menghiraukan budaya yang berlaku sesungguhnya akan
membuat strategi tersebut sulit untuk dilaksanakan. Untuk itu, sebelum
merumuskan strategi, korporasi perlu menilai budaya korporasi yang
telah ada melalui analisis individual, small group discussion dan
membuat action plan bersama.
9) The Environmental School atau Aliran Lingkungan
Melalui para aktor pada ‘panggung’ utama aliran-aliran yang sudah
dibahas, yaitu kepalanya, perencananya, otaknya, organisasinya, dan
sebagainya, satu hal mencolok belum ada, yaitu serangkaian kekuatan
dari luar organisasi, yang disebut dengan lingkungan. Ketika aliran lain
melihat lingkungan sebagai sebuah faktor, maka aliran lingkungan
melihatnya sebagai sebuah pelaku.
ccxix
Aliran lingkungan membantu membawa seluruh pandangan
pembentukan strategi kepada keseimbangan, dengan cara meletakkan
lingkungan sebagai salah satu dari tiga kekuatan di dalam proses,
selain kepemimpinan dan organisasi. Lingkungan biasanya
diperlakukan sebagai serangkaian ‘pasukan samar’ di luar organisasi.
Biasanya lingkungan digambarkan sebagai sekumpulan dimensi
abstrak.
Premis-premis aliran lingkungan antara lain :
a) Lingkungan mempersembahkan dirinya sendiri kepada organsasi
sebagai serangkaian kekuatan umum yang merupakan pelaku
utama dalam proses pembuatan strategi.
b) Organisasi harus memberi respon pada kekuatan tersebut atau
lainnya dapat terpilih.
c) Kepemimpinan dengan demikian menjadi elemen pasif untuk tujuan
pemahaman lingkungan dan memastikan adaptasi yang tepat.
d) Organisasi berhenti mengkluster bersama dalam tipe ekologi yang
berbeda, posisi dimana mereka menetap hingga sumber daya
menjadi langka atau kondisinya terlalu bertentangan (Mintzberg,
Ahlstrand dan Lampel, 1998: 288).
Aliran lingkungan melahirkan complexity theory dan strategi stabilitas.
Complexity theory merupakan perkembangan dari chaos theory.
Penambahan penting complexity theory atas chaos theory adalah :
ccxx
a) Kerumitan terjadi pada sistem umpan balik yang rumit, artinya
dalam sistem ini sering terjadi hal-hal yang diluar dugaan,
b) Kerumitan terkait dengan bagaimana setiap bagian memunculkan
perilaku yang berbeda dari penjumlahan setiap bagian, misalnya
pelanggan individual muncul sebagai suatu pasar, dan
c) Kerumitan lebih mungkin terjadi dalam sistem yang dimulai dari
keadaan tidak teratur menjadi pola berskala besar dan dapat
dikenali.
Sementara strategi stabilitas adalah strategi dimana organisasi
mempertahankan ukuran organisasi dan level operasi bisnis yang ada.
Strategi stabilitas merupakan strategi jangka pendek. Situasi-situasi
yang mendorong dilakukannya strategi stabilitas antara lain :
a) Ketika industri berada pada fase pergolakan dengan beberapa
industri kunci dan tekanan dari luar yang secara drastis berubah
menyebabkan situasi masa depan menjadi sangat tidak dapat
diprediksi,
b) Ketika tidak ada peluang pada industri atau hanya terdapat sedikit
peluang pertumbuhan pada industri,
c) Ketika organisasi berada dalam tahap awal pertumbuhan,
d) Ketika organisasi berada pada tahap maturity dalam daur hidup
industri.
ccxxi
10) The Configuration School atau Aliran Konfigurasi / Struktur
Setiap aliran memiliki waktunya sendiri-sendiri dan tempat masing-
masing. Aliran konfigurasi, berbeda dari semua aliran lainnya dalam
hal tanggungjawab penting, aliran ini menawarkan kemungkinan
rekonsiliasi, salah satu jalan untuk menyatukan pesan-pesan dari
aliran yang lainnya. Aliran ini berpendapat bahwa strategi ditentukan
berdasarkan waktu dan lingkungan. Tidak ada cara yang benar untuk
mengembangkan strategi. Artinya suatu aliran mungkin cocok untuk
lingkungan yang berbeda. Dalam upaya mencari penyatuan, aliran ini
mengelompokkan berbagai elemen dari strategi, isi dari strategi dan
struktur organisasi dari isinya. Namun apabila organisasi sampai pada
tahap stabil, maka pembuatan strategi perlu menjelaskan lompatan
dari satu tahap ke tahap lain.
Terdapat dua ide utama dalam aliran ini yang mencerminkan
konfigurasi (yaitu organisasi dan segala sesuatu yang berada di dalam
konteks organisasi) dan transformasi (yaitu proses pembuatan
strategi). Keduanya ibarat dua sisi mata koin. Pada saat pembuatan
strategi menjadi suatu proses lompatan dari satu pernyataan ke
pernyataan lain, maka di sisi lain transformasi tidak terelakkan menjadi
konsekuensi dari konfigurasi itu. Terdapat waktu yang tetap dan waktu
untuk berubah. Premis-premis aliran kontingensi antara lain :
a) Kebanyakan, sebuah organisasi dapat digambarkan dalam istilah
semacam konfigurasi yang stabil dari ciri-cirinya yaitu untuk
ccxxii
pembedaan periode waktu, mengadopsi bentuk khusus dari
struktur yang cocok untuk jenis tertentu dari konteks yang
menyebabkannya terlibat dalam perilaku tertentu yang
menimbulkan serangkaian strategi tertentu.
b) Periode stabilitas sesekali disela oleh proses transformasi.
c) Pernyataan berturut-turut dari konfigurasi dan periode transformasi
mungkin agar dari waktu ke waktu menjadi urutan berpola,
misalnya menggambarkan lingkaran kehidupan organisasi.
d) Kunci dari manajemen strategik adalah untuk menopang stabilitas
atau paling tidak menyesuaikan perubahan strategis dari waktu ke
waktu, tapi secara periodik adalah untuk mengenali kebutuhan
akan transformasi dan dapat mengelola proses itu tanpa harus
menghancurkan organisasi.
e) Dengan demikian, proses pembuatan strategi dapat menjadi
rancangan konseptual atau perencanaan formal, analisis sistematik
atau visi kepemimpinan, pembelajaran kooperatif atau kompetisi
politik, yang berfokus pada kognisi individual, sosialisasi kelompok
atau respon sederhana dari kekuatan lingkungan, tetapi masing-
masing harus dapat menemukan waktu dan konteksnya sendiri-
sendiri.
f) Hasil dari strategi membawa bentuk rencana atau pola, posisi atau
perspektif, atau bentuk lainnya, tetapi lagi-lagi, harus memiliki
ccxxiii
waktunya masing-masing dan cocok dengan situasi masing-masing
(Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel, 1998: 305-306).
Korporasi dapat menggunakan strategi yang berbeda. Perubahan
revolusioner terjadi karena adanya perubahan strategi, struktur dan
kekuatan. Proses ini merupakan sebuah transformasi yang
menggabungkan banyak literatur preskriptif dan praktek dalam
perubahan stratejik.
2.1.4. Hasil Penelitian yang Relevan
Untuk menentukan jenis penelitian tentang strategi daya saing
dengan unit analisis organisasi perguruan tinggi, terlebih dahulu penulis
melakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa penelitian atau studi-studi
mengenai strategi peningkatan daya saing perguruan tinggi sebelumnya.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat penulis uraikan dalam
bentuk tabel beserta penjelasan mengenai letak perbedaannya dengan
penelitian yang penulis lakukan, sebagaimana tampak pada tabel 2.13.
berikut ini :
ccxxiv
ccxxv
ccxxvi
ccxxvii
ccxxviii
ccxxix
2.1.5. Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini menggunakan format studi kasus dengan level
analisis eksplanatif. Relevansi penggunaan format ini didasari oleh
beberapa alasan diantaranya penelitian ini berangkat dari teori Mintzberg,
Alhstrand dan Lampel (1998: 78) mengenai aliran konfigurasi dalam
pembentukan strategi dalam organisasi. Disamping itu penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi dan
situasi yang menjadi obyek penelitian dan berupaya menarik realitas
tersebut ke permukaaan sebagai suatu ciri, model atau gambaran tentang
strategi daya saing organisasi yang dipergunakan dalam kondisi dan
situasi tertentu. Disamping itu turut pula mendasari penggunaan format
yaitu fakta yang relevan bahwa dalam perencanaan stratejik organisasi,
dalam hal ini Perguruan Tinggi Negeri Kalimantan Timur harus senantiasa
meningkatkan berbagai sumberdaya dalam lingkungan internalnya dan
memahami berbagai tuntutan dan situasi lingkungan eksternalnya dalam
rangka mempertahankan keberlangsungan organisasinya.
Model kerangka pemikiran penelitian ini penulis visualisasikan
melalui gambar yang tersaji sebagai berikut :
ccxxx
Gambar 2.25. Kerangka Pikir Penelitian
Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mempersiapkan
para mahasiswa untuk mengambil tanggungjawab di dalam masyarakat
dalam rangka melaksanakan pembaruan dan perbaikan tata kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Melalui Tridharmanya, perguruan tinggi
diharapkan dapat mengaktualisasikan potensi yang ada sehingga dapat
memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan masyarakat. Untuk
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN STRATEGI & ALTERNATIF PROGRAM
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN STRUKTUR 4)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
ALTERNATIF KEBIJAKAN & REKOMENDASI
SUMBERDAYA
Proses Transformasi Organisasi
ccxxxi
itu diperlukan suatu analisis terhadap perencanaan stratejik yang telah
dilakukan untuk melaksanakan kegiatan sesuai tujuan yang telah
dirumuskan dalam upaya mencari strategi daya saing yang tepat untuk
mempertahankan keberadaan organisasi sebagai organisasi
penyelenggara pendidikan tinggi.
Perencanaan stratejik merupakan langkah awal dalam rumusan
standar proses manajemen stratejik. Tahap perencanaan stratejik terdiri
atas penyiapan sistem, penjabaran visi misi organisasi, tujuan dan
sasaran, analisis organisasi dan situasi, serta perumusan strategi dan
alternatif programnya, yang dikenal pula dengan istilah VMOSA (Visi, Misi,
Obyektif, Strategi, Action plan). Dilakukannya analisis mengenai
lingkungan internal maupun eksternal akan membantu organisasi dalam
strategi dan program-program kebijakannya dalam rangka mencapai
tujuan.
Namun sebelum itu, pada tahapan perumusan strategi, berbagai
alternatif strategi dalam rangka mencapai tujuan ditentukan dengan
mendeskripsikan terlebih dahulu sejumlah komponen struktural, antara
lain dengan mendeskripsikan : 1) tujuan organisasi, 2) strategi yang
dipergunakan, sebagaimana Miles dan Snow, 1978 dalam Burton,
DeSanctis dan Obel (2006: 24) mengemukakan bahwa cara yang
sederhana namun kuat untuk mendeskripsikan strategi yang
dipergunakan oleh organisasi adalah dengan melihat pada tipologi yang
dipergunakan, yakni tipe reaktor, bertahan, prospektor atau penganalisis,
ccxxxii
3) lingkungan, yang menjadi tempat bagi organisasi untuk
melaksanakan kegiatannya atau beroperasi, yang dikemukakan Burton,
DeSanctis dan Obel (2006: 43) terdiri atas empat jenis lingkungan, yaitu
lingkungan yang tenang, bervariasi, badai lokal dan pergolakan, 4)
konfigurasi, dimana Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 59)
mengemukakan lebih lanjut bahwa pemilihan strategi organisasi dapat
dilakukan dengan menentukan konfigurasi yang akan dipergunakan untuk
pencapaian tujuan, yang antara lain dapat dipilih konfigurasi sederhana,
fungsional, divisional atau matriks.
Pemilihan konfigurasi yang dipergunakan oleh organisasi dapat
pula dianalisis mengenai proses transformasi atau perubahan organisasi
yang dialami, dari organisasi tradisional, organisasi pembelajar hingga
organisasi pengembangan (Giley dan Maycunich, 2011: 231). Analisis
terhadap proses evolusi yang dialami oleh organisasi, dapat memberikan
kontribusi bagi tahap penyusunan alternatif kebijakan dan rekomendasi
sumberdaya yang merupakan komponen terakhir dari perencanaan
stratejik yang dilakukan. Walaupun evolusi organisasi cenderung tidak
mudah diamati karena merupakan suatu proses yang berkelanjutan.
Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan pendekatan analitis
eksplanatif dalam menilai model perencanaan stratejik dan strategi daya
saing yang dipergunakan oleh PTN Kalimantan Timur, yang merupakan
bentuk pendekatan manajemen stratejik yang berfokus pada proses
(“bagaimana”). Untuk melakukan pendekatan analitis tersebut, penulis
ccxxxiii
mempergunakan sarana analisis formation strategy schools oleh
Mintzberg, Ahlstrand dan Lampel (1998: 4) yang merupakan salah satu
perspektif dari proses pembentukan strategi dalam rangka memahami
secara tepat bagaimana suatu strategi dapat dipergunakan dalam suatu
organisasi sesuai dengan kondisi dan persoalan yang dihadapi, dengan
dikombinasikan pada rumusan teoritik Burton, deSanctis dan Lampel
(2006: 78) mengenai kesesuaian komponen struktural dari desain
organisasi.
Disamping itu, tentu saja hasil analisis SWOT yang telah dilakukan
PTN Kalimantan Timur turut menjadi fokus yang penulis pergunakan
dalam mengevaluasi model perencanaan stratejik yang dipergunakan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Steiss (2003: 58-59) mengenai lima
komponen dalam perencanaan stratejik yang dirumuskannya. Analisis
SWOT oleh Steiss dianggap sebagai teknik yang paling cocok untuk
dipergunakan dalam melakukan analisis situasional organisasi sektor
publik dan nonprofit.
Pearce dan Robinson (2009: 202-203) menyatakan analisis SWOT
adalah teknik paling umum yang digunakan sebagai kerangka logis yang
mengarahkan pembahasan mengenai situasi dan alternatif dasar suatu
organisasi. Analisis SWOT dilakukan sebagai rangkaian dari diskusi
kelompok manajerial dalam melakukan perencanaan strategi, berupa
pemberian bobot dan rating serta perkalian bobot dan rating untuk setiap
faktor SWOT. Hasil yang diperoleh adalah urutan ranking setiap faktor
ccxxxiv
yang ada, yang kemudian dapat digambarkan pada diagram atau grafik
analisis SWOT empat kuadran yang bertujuan untuk mengetahui posisi
organisasi dan mengidentifikasikan salah satu dari empat pola unik dalam
memasangkan sumberdaya internal organisasi dengan situasi eksternal
serta menetapkan grand strategy yang perlu dilakukan (Morrisey dalam
Akdon, 2011: 304). Melalui perencanaan stratejik yang tepat dalam
perumusan strategi daya saing, PTN Kalimantan Timur diharapkan dapat
lebih mampu memformulasikan strategi organisasinya melalui
pengelolaan faktor-faktor yang memiliki nilai daya saing sebagai suatu
kekuatan untuk mempertahankan keberadaannya.
ccxxxv
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi
kasusdengan level analisis explanatory atau eksplanatifyang berupaya
menganalisis karakteristik pemilihan strategidaya saing organisasi sebagai
sasaran operasional pelaksanaan modelstrategic planning PTN
Kalimantan Timur, dengan menggunakan teknik kualitatif. Perencanaan
stratejik organisasi sebagai aspek internal organisasi yang menjadi fokus
penelitian menjadi fenomena makro, sedangkan pemilihan strategi daya
saing organisasi sebagai aspek eksternal, dipandang sebagai fenomena
mikro.
Menganalisis fenomena-fenomena tersebut, baik mikro maupun
makro, akan dikaji melalui pendekatan struktural-fungsional. Dalam
pengertian umum, fungsi sebagai obyek akibat dari pola tindak sistem
akan menghadapi konsekuensi obyektif dari setiap sistem kebijakan yang
dilaksanakan. Bahkan untuk menyesuaikan sistem perumusan strategi
organisasi, dapat diuji melalui sudut pandang tersebut.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena dapat mengungkap
manifestasi perencanaan stratejik yang dilaksanakan oleh PTN
Kalimantan Timur. Proses perumusan strategi yang dipergunakan dalam
penelitian ini mempergunakan aliran konfigurasi yang dikemukakan oleh
ccxxxvi
Mintzberg, Alstrand dan Lampel (1998: 4), kemudian menggunakan model
perencanaan stratejik untuk organisasi sektor publik dan nonprofit dari
Steiss (2003: 58-59) yang mencakup lima komponen. Penilaian terhadap
perumusan strategi daya saing PTN Kalimantan Timur dilakukan melalui
analisis terhadap matriks Strategic Position and Action Evaluation
(SPACE) yang dihasilkan dari analisis SWOT yang telah dilakukan PTN
Kalimantan Timur.
Menggunakan metodologi tersebut penelitian ini dilakukan dengan
teknik wawancarauntuk memperoleh data tentang tindakan dan hasil
tindakan para perencana stratejik organisasi, serta kemudian memberi
interpretasi tentang alasan-alasannya guna memperoleh pemaknaan
interpretif. Obyek penelitian adalah PTN yang melakukan proses
perencanaan stratejik menuju pengembangan organisasi, yang dipilih
penulis secara sengaja berdasarkan kesesuaian data yang hendak
diambil, dengan berpindah dari informan yang satu kepada informan yang
lain hingga terjadi pengulangan pengumpulan data dan interpretasi.
3.2. Fokus Penelitian
Adapun hal-hal yang menjadi fokus penelitian ini adalah
menganalisis komponen perencanaan stratejik yang telah dilakukanpada
PTN di Kalimantan Timur, kemudian menganalisis pilihan strategi daya
saing yang dilakukan.Berikut adalah hal-hal yang menjadi fokus penelitian
ini :
ccxxxvii
1) Analisis Kesiapan Sistem, adalah analisis terhadap sejumlah
komponen yang diperlukan untuk persiapan proses perencanaan,
antara lain identifikasi isu-isu yang dihadapi organisasi, klarifikasi
aturan dan penentuan pelaksana perencanaan, persiapan profil
organisasi dan identifikasi informasi yang perlu dikumpulkan untuk
proses perencanaan.
2) Pernyataan Visi Misi, Tujuan dan Sasaran, adalah perumusan visi,
misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai organisasi.
3) Analisis SWOT atau Analisis Situasional, adalah kompilasi dari
sejumlah informasi mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi
serta informasi isu-isu eksternal kritis berupa peluang dan ancaman
yang harus dapat diatasi organisasi.
Sejumlah kekuatan dan kelemahan organisasi tersebut misalnya
potensi SDM, sarana dan prasarana, anggaran, teknologi, letak
geografis, kondisi politik praktis internal dan kondisi sosial budaya.
Sedangkan sejumlah faktor peluang dan ancaman tersebut antara lain
seperti perkembangan ekonomi, kerjasama antar perguruan tinggi,
kerjasama internasional, komunikasi dan teknologi, juga globalisasi.
4) Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif Program, adalah kegiatan
formulasi strategi beserta sejumlah alternatif program yang akan
dipergunakan organisasi, yang di dalam proses formulasinya akan
dilihat kesesuaian antar komponen struktural dari desain yang telah
dilakukan organisasi (yang meliputi tujuan utama, strategi, lingkungan
ccxxxviii
dan struktur organisasi) beserta strategi yang terpilih dan program-
programnya.
5) Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi Sumberdaya, adalah kegiatan
menguraikan sejumlah alternatif pedoman, peraturan atau prosedur
mengenai penerapan strategi terpilih untuk mencapai tujuan
organisasi, yang dilengkapi dengan uraian kondisi sumberdaya yang
perlu dipersiapkan dalam rangka melaksanakan kebijakan itu.
komponen struktural dari desain organisasi.
6) Proses transformasi organisasi, merupakan analisis sampingan di luar
daripada komponen perencanaan stratejik, yang merupakan tahapan
evolusi yang telah dilalui dan / atau sedang dijalani oleh organisasi
untuk mengetahui orientasi organisasi terhadap perubahan dan
pengembangan organisasi. Sehingga analisis tersebut akan dapat
memperkaya informasi bagi perumusan alternatif kebijakan dan
rekomendasi sumberdaya bagi organisasi.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai awal tahun 2012 hingga awal
tahun 2013 pada beberapa PTN di Kalimantan Timur, mengingat
perbandingan jumlah PTN dan PTS di Indonesia adalah 1 : 15. Data
terakhir menunjukkan jumlah perguruan tinggi di Indonesia saat ini
mencapai 2.848 buah, dan 175 buah diantaranya (6,14 persen) adalah
PTN (http://id.wikipedia.org).
ccxxxix
Untuk Provinsi Kalimantan Timur, perbandingan jumlah PTN dan
PTS adalah 1 : 9, dimana jumlah PTN hanya lima, sedangkan PTS
berjumlah 45 buah, sehingga jumlah PTN di Kalimantan Timur hanya
sebesar 10 persen. Maka dari itu penulis menganggap masih sangat
diperlukan kajian mengenai strategi daya saing organisasiPTN Kalimantan
Timur mengingat terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya
keberlanjutan PTN sebagai organisasi penyelenggara pendidikan tinggi,
yang menghantarkan penulis pada sebuah asumsi bahwa PTN di
Kalimantan Timur belum memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi
kondisi persaingan perguruan tinggi secara nasional maupun
internasional.
3.4. Desain Penelitian
Penulis mencoba merumuskan rencana penelitian melalui suatu
desain atau rancangan yang tampak sebagaimana gambar berikut ini :
Gambar 3.1. Desain Penelitian
Sumber : Penulis, 2011.
Kajian Teoritik tentang Strategi Daya Saing Organisasi
Observasi
Research Problems
Research Questions
Research Focus
Keabsahan Data: Credibility
Transferability Dependability Confirmability
Pengumpulan Data
Penyusunan Proposisi mengenai Strategi Daya
Saing Organisasi
Analisis Kualitatif
ccxl
Penelitian dimulai dari tahapan observasi yang kemudian
menghasilkan permasalahan dan pertanyaan penelitian,
dilanjutkandengan penetapan fokus penelitian berdasarkan kajian teoritik
mengenai perencanaan stratejik.Selanjutnya dilakukan penelitian dengan
mengumpulkan data-data yang diperlukan baik dari sumber data primer
maupun sekunder, dengan tidak mengabaikan keabsahan data.Data yang
telah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dan menghasilkan
proposisi-proposisi mengenai strategi daya saing alternatif bagi PTN
Kalimantan Timur.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2011: 13) mengemukakan bahwa di dalam penelitian
kualitatif, instrumen yang dipergunakan adalah orang atau human
instrument, yaitu peneliti itu sendiri.Untuk dapat menjadi instrumen, maka
peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga
mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi
sosial yang diteliti.Sehingga teknik pengumpulan datanya bersifat
triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara
gabungan / simultan.Untuk memudahkan dalam mengumpulkan data,
maka peneliti dapat menggunakan alat bantu berupa catatan lapangan,
alat perekam maupun foto dan pedoman wawancara (interview guide).
Dalam penelitian ini,pengumpulan data dilakukan melalui studi
pustaka juga studi lapangan.Sebagai konsekuensi penelitian yang bersifat
ccxli
kualitatif, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, yang berjenis wawancara semiterstruktur (semistructure
interview) yang dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan
wawancara terstruktur dengan tujuan untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancara diminta pendapat
dan ide-idenya.Namun demikian, wawancara tetap menggunakan
pedoman berupa daftar pertanyaan secara umum agar pertanyaan tetap
fokus pada permasalahan dalam rangka memperoleh data primer dari key
informan daninforman.Dalam melakukan wawancara, peneliti juga
mempergunakan alat perekam suara sebagai alat bantu pengumpulan
data secara optimal.
3.6. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini berdasarkan jenisnya terdiri atas
sumber data primer dan sumber data sekunder.Sesuai dengan sumber
data yang dipilih, maka jenis data dalam penelitian kualitatif dibagi ke
dalam kata-kata dan tindakan, foto dan statistik (Moleong, 2005: 112),
jenis-jenis data di atas semua dapat dipakai sebagai informasi yang
diperlukan. Keterangan berupa kata-kata atau cerita dari informan
penelitian dijadikan sebagai data utama (data primer), sedangkan tulisan
dan statistik dari berbagai dokumen yang relevan serta aktivitas dalam
proses perencanaan stratejik organisasi PTN dalam rangka pelaksanaan
ccxlii
peningkatan daya saing jasa pendidikan sebagai data pelengkap (data
sekunder).
Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah :
a. KeyInforman, sebagai sumber data utama dipilih secara purposive
atau bertujuan, yang dalam penelitian ini dipilih informan intern obyek
penelitian yang dikelompokkan pada kelompok sebagai berikut :
1) The strategy apex (pimpinan pucuk), yang bertanggungjawab
penuh atas jalannya organisasi, antara lain Rektor, Direktur atau
Kepala pada obyek penelitian.
2) The middle line (pimpinan pelaksana), yang menjembatani pucuk
pimpinan dengan bawahan pelaksana, seperti Pembantu Rektor,
Pembantu Direktur, Pembantu Ketua termasuk bagian di bawahnya
seperti Kepala Bidang dan Kepala Seksi Perencanaan dan
sebagainya, pada obyek penelitian.
b. Informan, sebagai sumber data utama lainnya yang dipilih secara
purposive atau bertujuan, yang dalam penelitian ini meliputi
mahasiswa (pengguna jasa pendidikan), alumni dan pihak pengguna
lulusan perguruan tinggi (perusahaan di daerah maupun pemerintah
daerah).
Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini antara
laindokumen-dokumen, yang bersifat melengkapi data utamayaitu hasil
wawancara dan pengamatan pada obyek penelitian.
ccxliii
3.5. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk kualitatif
yang dikatakan oleh Moleong (2005: 6) bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada satu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono (2011:
332) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada oranglain. Analisis
data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
yang dapat diceritakan kepada oranglain.
Untuk penelitian tentang strategi daya saing organisasiPTN
Kalimantan Timur ini, penulis mempergunakan teknik Analisis Model
Interaktif.Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2011: 334)
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas,
ccxliv
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data
reduction, data display, dan conclusion drawing / verification. Adapun
gambar model interaktif dalam analisis data kualitatif tampak
sebagaimana pada gambar berikut ini :
Gambar 3.2. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
Sumber : Milles dan Huberman dalam Sugiyono (2011: 335).
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci.Semakin banyak jumlahnya, maka
semakin kompleks dan rumit.Untuk itu perlu dilakukan analisis data
melalui reduksi data yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data.Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
Data Collection
Data Reduction
Data Display
Conclusion Drawing / Verifying
ccxlv
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya.Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan
data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut.
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan sebuah kesimpulan yang
kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi
atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan
kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.Data display yang dikemukakan
bila didukung oleh data-data yang mantap, maka dapat dijadikan
kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2011: 336-343).
ccxlvi
Rumusan masalah pada penelitian ini dijawab melalui analisis
terhadap matriks Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) yang
dihasilkan dari analisis Strengh, Weakness, Opportunities and Threats
(SWOT) yang telah dilakukan oleh PTN di Kalimantan Timur. Analisis
SWOT yang menghasilkan rata-rata skor digambarkan pada matriks
SPACE pada koordinat tertentu.Posisi PTN pada koordinat tersebutlah
yang kemudian dianalisis sebagai suatu posisi stratejik organisasi pada
lingkungan persaingan. Dari itulah kemudian analisis dikembangkan
kepada perumusan strategi daya saing melalui telaah pada komponen
struktural organisasi yang kemudian dikombinasikan dengan analisis
terhadap proses transformasi yang telah dilalui PTN Kalimantan Timur.
3.6. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa
yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui
bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat
tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk
dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan
berbagai latar belakangnya (Sugiyono, 2011: 363).
Pengertian reliabilitas dalam penelitian kuantitatif sangat berbeda
dengan reliabilitas dalam penelitian kualitatif karena terdapat perbedaan
paradigma dalam melihat realitas.Menurut penelitian kualitatif, suatu
ccxlvii
realitas itu bersifat majemuk / ganda, dinamis / selalu berubah, sehingga
tidak ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Selain itu, cara
melaporkan penelitian bersifat individualistik, selalu berbeda dari orang
per orang. Tiap peneliti memberi laporan menurut bahasa dan jalan
pikiran sendiri.Demikian pula dalam pengumpulan data, pencatatan hasil
observasi dan wawancara. Proses penelitian sendiri selalu bersifat
personalistik dan tidak ada dua peneliti akan menggunakan dua cara yang
persis sama (Sugiyono, 2011: 363-364).
Sugiyono (2011: 364-374) mengemukakan bahwa uji keabsahan
data dalam penelitian kualitatif meliputi : 1) uji credibility (dalam penelitian
kuantitatif disebut validitas internal), 2) transferability (dalam penelitian
kuantitatif disebut validitas eksternal), 3) dependability (dalam penelitian
kuantitatif disebut reliabilitas) dan 4)confirmalibity (dalam penelitian
kuantitatif disebut obyektivitas).Keempat jenis uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif tersebut terurai sebagai berikut :
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan :
a) Perpanjangan pengamatan,
Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang
pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan
pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber
ccxlviii
akansemakin terbentuk rapat, semakin akrab, semakin terbuka,
saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang
disembunyikan lagi.
b) Peningkatan ketekunan dalam penelitian,
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka
kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara
pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan
ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku
maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang
terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca maka
wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar atau
dipercaya atau tidak.
c) Triangulasi,
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Triangulasi sumber
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber, triangulasi teknik dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda, triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengecek data
ccxlix
pada sumber yang sama dengan waktu dan situasi yang berbeda-
beda.
d) Diskusi dengan teman sejawat,
e) Analisis kasus negatif,
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan
hasil penelitian hingga pada saat tertentu.Melakukan analisis kasus
negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan.Bila tidak ada lagi
data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data
yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
f) Member check.
Adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui
seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan
disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid,
sehingga semakin kredibel / dipercaya, tetapi apabila data yang
ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati
oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan
pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti
harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa
yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan member check
adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam
ccl
laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau
informan.
2. Uji Transferability
Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil
penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Agar
oranglain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada
kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka
peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang
rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.
3. Uji Dependability
Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya
dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk
mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti di dalam melakukan
penelitian.
4. Uji Confirmability
Menguji confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan
proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari
proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah
memenuhi standar confirmability. Dalam penelitian, jangan sampai
proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.
ccli
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Profil Universitas Mulawarman Samarinda
Sejarah Universitas Mulawarman (Unmul) dimulai pada 7 Juni
1962 berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor
15/PPK/KDH/1962. Kemudian berdasarkan SK Menteri Pendidikan
dan Ilmu Pengetahuan Nomor 130 Tahun 1962 pada 28 September,
27 September 1962 ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Unmul,
dan dikukuhkan secara resmi berdasarkan SK Presiden RI Nomor 65
pada 23 April 1963. Pada awalnya, Unmul hanya memiliki empat
fakultas yaitu Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan, Fakultas
Pertanian, Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertambangan. Pada
tahun 1982 berdasarkan SK Presiden RI Nomor 66 pada 7
September 1982 jumlah fakultas di Unmul bertambah menjadi lima
fakultas, yang antara lain Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan dan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Aspek legal yang saat ini dijadikan landasan pendirian dan
operasional Unmul adalah Statuta Unmul Tahun 2004 yang
ditetapkan melalui SK Menteri Pendidikan Nasional Nomor
091/O/2004 tanggal 29 Juli 2004. Pada tahun 2006, Unmul
cclii
menambah enam buah fakultas baru dan satu Unit Pelaksana
Fakultas (UPF) yang menyelenggarakan 53 program studi. Dalam
perkembangan hingga 2012, jumlah fakultas di Unmul telah
mencapai sepuluh fakultas, tiga UP dan 65 program studi.
Unmul memiliki empat kampus, yaitu Kampus Gunung Kelua,
Kampus Jalan Pahlawan, Kampus Jalan Pulau Flores dan Kampus
Jalan Banggeris. Kampus Gunung Kelua adalah kampus utama
dimana semua fasilitas pendidikan, pelatihan, olahraga dan Rektorat
berada. Struktur organisasi Universitas Mulawarman (tersaji pada
halaman lampiran) secara keseluruhan mengacu pada Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0117/0/1995
tanggal 18 Juli 1995, terdiri atas :
a. Dewan Penyantun
b. Unsur Pimpinan : Rektor dan Pembantu Rektor
c. Unsur Tenaga Pengajar : Dosen
d. Senat : Para Guru Besar, Rektor, Pembantu Rektor, Para Dekan
dan Wakil Dosen
e. Unsur Pelaksana Akademik : Fakultas, Lembaga Penelitian dan
Lembaga Pengabdian pada Masyarakat
f. Unsur Pelaksana Administrasi, terdiri dari : Biro Administrasi
Akademik Kemahasiswaan (BAAK), Biro Administrasi Umum dan
Keuangan (BAUK) dan Biro Administrasi Perencanaan,
Kerjasama dan Sistem Informasi Manajemen (BAPKSI)
ccliii
g. Unsur Penunjang (UPT/Unit Pelaksana Teknis)
:Perpustakaan,Pusat Komputer,Laboratorium,Bengkel,Kebun dan
Kolam Percobaan.
Berikut adalah periodisasi kepemimpinan pada masa
Presidium di Unmul Samarinda :
1) S. Mochsen (1962 – 1965)
2) A. Moeis Hassan (1965 – 1966)
3) Kol. Soekadilo (1966 – 1968)
4) Kol. A. Wahab Sjahranie (1968 – 1972)
Kemudian sejak 13 Juli 1972, ditetapkan Pimpinan Unmul
dijabat oleh Rektor hingga kini. Adapun periodisasi kepemimpinan
pada masa Rektor di Unmul Samarinda adalah sebagai berikut :
1) Prof. Dr. Ir. R. Sambas Wirakusumah. M.Sc. (1972 – 1980)
2) Prof. Dr. Ir. Soetrisno Hadi, M.ScF. (1980 – 1988)
3) Prof. Dr. HM. Yunus Rasyid, MA. (1988 – 1997)
4) Prof. Ir. H. Rachmad Hernadi, M.Sc. (1997 – 2006)
5) Prof. Dr. Ir. H. Ach. Ariffien Bratawinata, M.Agr. (2006 – 2010)
6) Prof. Dr. H. Zamrudiin Hasid, SE., SU. (2010 – sekarang).
Sumberdaya Manusia (SDM) pada Unmul terdiri atas tenaga
pengajar dan tenaga administrasi. Berikut tersaji data mengenai
jumlah tenaga pengajar Unmul :
ccliv
Tabel 4.1. Keadaan Dosen Unmul Samarinda
No Fakultas Pendidikan
Jml S1 S2 S3
1 2 3 4 5 6 1 Ekonomi 8 87 26 121 2 Isipol 6 70 15 91 3 Pertanian 10 82 16 108 4 Kehutanan 4 47 39 90 5 KIP 25 118 38 181 6 Perikanan & Ilmu Kelautan 3 51 14 68 7 Hukum 6 26 3 35 8 Matematika & IPA 5 64 12 81 9 Teknik 12 46 2 60
10 Kedokteran 14 39 3 56 11 Kesehatan Masyarakat 5 16 1 22 12 UP Farmasi 2 10 1 13 13 UP Ilmu Budaya 0 1 0 1
Total 100 657 170 927
Sumber : Bagian Kepegawaian Unmul Samarinda, 2012.
Memperhatikan tabel data tersebut di atas, maka dapat
diketahui tenaga pengajar Universitas Mulawarman pada umumnya
berpendidikan S2 (70,87 persen), dan sisanya berpendidikan S3
(18,34 persen) dan S1 (10,79 persen). Dengan demikian, masih
diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas tenaga pengajar yang
terkait dengan jenjang pendidikan formalnya dalam rangka efektivitas
pelaksanaan tugas Tridharma Perguruan Tinggi, yang mensyaratkan
tenaga pengajar memiliki jenjang pendidikan formal satu tingkat di
atas jenjang pendidikan yang diajarnya.
Sementara data mengenai jumlah tenaga administrasi pada
Unmul Samarinda, tersaji pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Keadaan Tenaga Administrasi Unmul Samarinda
cclv
No Unit /
Fakultas Pendidikan
Jml SD SLTP SLTA D1-D3 S1 S2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Rektorat 8 6 74 18 72 33 211 2 UPT. Perpus 0 0 6 6 9 4 25 3 Ekonomi 5 0 11 2 6 6 30 4 Isipol 0 0 10 5 18 3 36 5 Pertanian 2 1 19 4 10 4 40 6 Kehutanan 0 1 22 1 6 4 34 7 KIP 0 0 23 2 6 2 33 8 PIK 0 0 11 0 9 3 23 9 Hukum 0 0 2 0 6 2 10
10 MIPA 0 3 6 0 8 2 19 11 Teknik 0 0 8 0 4 0 12 12 Kedokteran 0 3 11 5 10 2 31 13 Kesehatan
Masyarakat 0 0 1 0 2 3 6
14 UP Farmasi 0 0 0 0 2 0 2 15 UP Ilmu
Budaya 0 0 1 0 2 0 3
Total 15 140 205 43 170 68 515
Sumber : Bagian Kepegawaian Unmul Samarinda, 2012.
Tabel data tersebut menunjukkan bahwa tenaga administrasi
pada Universitas Mulawarman pada umumnya berpendidikan SLTA
(39,81 persen).
4.1.2. Profil Politeknik Negeri Samarinda
Politeknik Negeri Samarinda pada awal berdirinya bernama
Politeknik Universitas Mulawarman Samarinda. Berdiri sejak Oktober
1987, yang merupakan angkatan kedua penyelenggaraan Politeknik
di Indonesia. Pada awal berdirinya, Jurusan yang diselenggarakan
untuk Bidang Rekayasa adalah Teknik Mesin, Teknik Elektro dan
Teknik Sipil, sedangkan untuk Bidang Tata Niaga adalah Akuntansi
dan Administrasi Niaga. Jenjang pendidikan untuk seluruh jurusan
tersebut adalah jenjang Diploma II. Sejalan dengan pertumbuhan
cclvi
dan kebutuhan industri, sejak tahun 1993 jenjang pendidikan Jurusan
Akuntansi dan Administrasi Niaga ditingkatkan dari Diploma II
menjadi Diploma III dan mulai tahun ajaran 1997/1998 seluruh
Jurusan Bidang Rekayasa ditingkatkan dari Diploma II menjadi
Diploma III. Pada tahun ajaran 1998/1999, Politeknik Negeri
Samarinda telah membuka jurusan baru, yaitu Teknik Kimia Industri.
Berdasarkan naskah kerjasama antara Direktur Jenderal
Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja Departemen
Tenaga Kerja RI Nomor KEP-31/BPP/1997 dan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
Nomor KEP.125/DIKTI/SKB/1997 serta Memorandum of
Understanding (Naskah Kesepakatan) kerjasama antara Kantor
Wilayah Departemen Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Nomor KEP.27/W.16/6/1997 dan Politeknik Universitas Mulawarman
Nomor 593/PNS/PP/1997, pada tahun ajaran 1997/1998 ini telah
dibuka program khusus teknisi untuk Jurusan Teknik Mesin Industri
dan Teknik Listrik Industri.
Susunan Organisasi Politeknik Negeri Samarinda (tersaji pada
halaman lampiran) terdiri atas :
a. Direktur dan Pembantu Direktur
b. Senat
c. Sub Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan,
Perencanaan dan Sistem Informasi
cclvii
d. Sub Bagian Administrasi Umum, Keuangan dan Kepegawaian
e. Jurusan
f. Laboratorium atau Studio
g. Kelompok Dosen
h. Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
i. Unit Pelaksana Teknis (UPT), meliputi :
1) Perpustakaan
2) Komputer
3) Bengkel atau Laboratorium
4) Unit Pemeliharaan dan Perbaikan
5) Unit Pelaksana dan Teknis lainnya.
j. Dewan Penyantun
Sumber Daya Manusia pada Politeknik Negeri Samarinda
terdiri atas tenaga pengajar dan tenaga administrasi. Untuk tenaga
pengajar pada Politeknik Negeri Samarinda,tingkat pendidikan S1
mendominasi keadaan pendidikan formal tenaga pengajar sebesar
56,65 persen, dilanjutkan dengan tingkat pendidikan S2 sebesar
42,67 persen dan yang berpendidikan S3 adalah paling sedikit (0,38
persen). Uraian data mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3. Keadaan Dosen Politeknik Negeri Samarinda
No Jurusan Jenis
Kelamin Pendidikan
Jml L P S1 S2 S3
cclviii
1 Administrasi Bisnis 20 13 9 23 1 33 2 Akuntansi 31 6 12 25 0 37 3 Desain 8 6 13 1 0 14 4 Teknik Elektro 30 2 20 12 0 32 5 Teknik Kimia 18 7 16 9 0 25 6 Kemaritiman 9 6 12 3 0 15 7 Teknik Mesin 26 6 18 14 0 32 8 Pariwisata 13 7 19 1 0 20 9 Teknik Sipil 25 10 12 23 0 35
10 Teknologi Informasi 17 3 18 2 0 20 Total 197 66 149 113 1 263
Sumber : Sub Bagian Administrasi Umum, Keuangan dan Kepegawaian Politeknik Negeri Samarinda, 2012.
Sedangkan datamengenai jumlah tenaga administrasi pada
Politeknik Negeri Samarinda ditunjukkan melalui tabel data berikut ini
:
Tabel 4.4. Keadaan Tenaga AdministrasiPoliteknik Negeri Samarinda
No Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin
Jumlah L P
1 SD 4 0 4 2 SLTP 9 0 9 3 SLTA 40 6 46 4 D1 – D3 27 5 32 5 S1 31 20 51 6 S2 4 2 6
Total 115 33 148
Sumber : Sub Bagian Administrasi Umum, Keuangan dan Kepegawaian Politeknik Negeri Samarinda, 2012.
Memperhatikan tabel data tersebut di atas, maka tampak
bahwa pada umumnya tenaga administrasi pada Politeknik Negeri
Samarinda berpendidikan SLTA (34,46 persen).
Untuk menunjang program pendidikan di Politeknik Negeri
Samarinda, mahasiswa diberikan pendidikan materi teori dan praktek
(di bengkel dan laboratorium) yang relevan dengan kemajuan ilmu
cclix
pengetahuan dan teknologi. Adapun fasilitas penunjang pendidikan
yang tersebar di semua jurusan adalah sebagai berikut :
1) Jurusan Teknik Mesin
a) Laboratorium Hidraulik dan Pneumatik
b) Laboratorium Overhull Mekanik
c) Workshop Mekanik
d) Laboratorium CNC
e) Laboratorium Automotive and Maintenance
f) Laboratorium Alat Berat (Kerjasama Politeknik dan Trakindo
Utama)
2) Jurusan Teknik Sipil
a) Workshop Sipil
b) Kerja Kayu (Carpentry)
c) Pengukuran dan Pemetaan (Surveying and Mapping)
d) Laboratorium Pengujian Tanah (Soil Testing)
e) Laboratorium Pengujian Bahan (Material Testing)
f) Studio Gambar (Drafting Studio)
3) Jurusan Teknik Elektro
a) Workshop Elektro
b) Laboratorium Elektro
4) Jurusan Akuntansi
a) Laboratorium Komputer (Local Area Network System)
b) Laboratorium Akuntansi
cclx
5) Jurusan Administrasi Bisnis
a) Laboratorium Pengetikan Elektronik
b) Laboratorium Pengetikan Manual
c) Laboratorium Perkantoran
d) Laboratorium Komputer (Local Area Network System)
e) Laboratorium Bahasa
6) Jurusan Teknik Kimia Program Studi Petro dan Oleo kimia
a) Laboratorium Dasar, membawahi :
1. Laboratorium Dasar Proses Kimia
2. Laboratorium Kimia Instrumen
3. Laboratorium Kimia Analitik
b) Laboratorium Satuan Operasi, membawahi :
1. Laboratorium Operasi Teknik Kimia I
2. Laboratorium Pilot Plan
3. Laboratorium Kontrol
Dengan demikian, pada Politeknik Negeri Samarinda terdapat
enam jurusan. Politeknik merupakan pendidikan profesional yang
menganut sistem paket dengan masa pendidikan selama tiga tahun
atau enam semester. Setiap semester berlangsung selama 20
minggu efektif dengan beban 38 jam pelajaran tiap minggu, satu jam
pelajaran biasanya sama dengan 50 menit. Komposisi jumlah jam
pelajaran teori dan praktek dalam tiga tahun, berbanding antara 45
persen teori dan 55 persen praktek.
cclxi
4.1.3. Profil Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Sulaiman (STAIN) Samarinda
Gagasan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Islam di
Kalimantan Timur pada awalnya dipelopori oleh beberapa tokoh yang
tergabung dalam organisasi Islam. Langkah pertama yang ditempuh
adalah mendirikan Sekolah Persiapan Institut Agama Islam
Kalimantan Timur pada 18 Agustus 1963. Secara resmi
penegeriannya dilakukan oleh Dr. Mukti Ali, MA atas nama Menteri
Agama RI pada 17 September 1964, yang sekarang menjadi
Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN) Samarinda.
Langkah selanjutnya adalah mendirikan Fakultas Islam swasta
yang secara resmi didirikan dengan Surat Keputusan Panitia
Pembukaan Fakultas Tarbiyah IAI Kalimantan Timur Nomor :
25/PN/1964 pada 17 September 1964 dengan menunjuk Letkol
Ngadio, BcHk. selaku pimpinan fakultas (Dekan). Kuliah perdana
dilaksanakan pada 6 Oktober 1964. Setelah berjalan selama
setahun, upaya penegerianpun dilakukan dengan terlebih dahulu
membentuk Yayasan Badan Wakaf Fakultas Tarbiyah pada
November 1965 dengan ketua H. Muis Hasan (Gubernur Kalimantan
Timur pada saat itu).
Selanjutnya pada tahun 1968 dibentuk panitia penegerian
Fakultas Tarbiyah IAI Kalimantan Timur dan pada November 1968
Fakultas Tarbiyah secara resmi menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN di
bawah binaan IAIN Sunan Ampel Surabaya, dengan SK Menteri
cclxii
Agama RI No.167/1968 dengan pimpinan Fakultas dipercayakan
kepada Drs. Tengku Rasyid Hamzah sebagai Pj. Dekan didampingi
Drs. H.M. Yusuf Rasyid sebagai Wakil Dekan dan M. Ayub Oms, BA.
selaku Sekretaris al-Jami’ah.
Dalam perjalanannya, pada tahun 1988 pembinaan Fakultas
Tarbiyah Samarinda dialihkan dari IAIN Sunan Ampel Surabaya
kepada IAIN Antasari Banjarmasin. Selanjutnya pada tahun 1997
kebijakan secara nasional telah merubah status Fakultas Tarbiyah
IAIN Antasari Samarinda menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Samarinda sesuai Keppres RI No. 11 Tahun 1997
pada 21 Maret 1997, KMA RI No. 311 Tahun 1997 pada 16 Juni
1997 dan SK Dirjen Binbaga Islam Depag RI No. E/136/1997 pada
30 Juni 1997.
Susunan Organisasi STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
(tersaji pada halaman lampiran) terdiri atas :
b. Ketua dan Pembantu Ketua
c. Senat
d. Bagian Administrasi
e. Sub Bagian Umum, Kepegawaian dan Keuangan, serta Akademik
Kemudian berikut ini adalah periodisasi kepemimpinan STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda :
1. Tengku Rasyid Hamzah (1979 – 1982)
2. Drs. H. Yusuf Rasyid (1982 – 1986, IAIN)
cclxiii
3. Drs. H. Sabran Djailani (1986 – 1989, IAIN)
4. Drs. H. Nuktah Arfawie Kurde, SH., M.Hum. (1989 – 1999, IAIN)
5. Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah (1999 – 2003, STAIN)
6. Prof. Dr. H. Fahmy Arief, M.Ag. (2003 – 2006, STAIN)
7. Prof. Dr. H. Abdul Hadi, M.Ag. (2006 – 2008, STAIN)
8. Dr. H. Hadi Mutaman, M.Ag. (2008 – 2012, STAIN).
Sumber Daya Manusia pada STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda terdiri atas tenaga pengajar dan tenaga administrasi.
Berikut tersaji data mengenai jumlah tenaga pengajar STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda :
Tabel 4.5. Keadaan Dosen STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
No Pendidikan Jenis Kelamin
Jml L P
1 S1 3 7 10 2 S2 43 22 65 3 S3 6 1 7
Total 52 30 82
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian dan Keuangan STAIN Sultan Sulaiman Samarinda, 2012.
Dengan demikian, tabel data tersebut di atas menunjukkan
bahwa pada umumnya tenaga pengajar pada STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda berpendidikan S2 (79,27 persen), kemudian
selanjutnya yang berpendidikan S1 (12,20 persen) dan paling sedikit
berpendidikan S3 (8,57 persen).
Sedangkan mengenai jumlah tenaga administrasi pada STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda, penulis sajikan tabel data berikut ini :
cclxiv
Tabel 4.6. Keadaan Tenaga Administrasi STAIN Sultan SulaimanSamarinda
No Pendidikan Jenis Kelamin
Jml L P
1 S2 1 1 2 2 S1 18 5 23 3 SLTA / sederajat 6 2 8
Total 25 8 33
Sumber : Sub Bagian Kepegawaiandan Keuangan STAIN Sultan Sulaiman Samarinda, 2012.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, tampak bahwa tenaga
administrasi pada STAIN Sultan Sulaiman Samarinda pada
umumnya berpendidikan S1 (69,70 persen).
Adapun jurusan dan program studi yang terdapat pada STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda antara lain :
1) Jurusan Tarbiyah
a) Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
b) Program Studi Kependidikan Islam (KI)
c) Program Studi Bahasa Inggris (PBI)
d) Program Studi Bahasa Arab (PBA)
2) Jurusan Syari’ah
a) Program Studi Ahwalus Syakhsiyyah / Pengadilan Islam (AS)
b) Program Studi Muamalah / Ekonomi Islam (MU)
3) Jurusan Dakwah
a) Program Studi Manajemen Dakwah (MD)
b) Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Dengan demikian, STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
memiliki tiga jurusan dan delapan program studi.
cclxv
4.2. Hasil Penelitian
Untuk dapat mendeskripsikan model empirik strategi daya saing
organisasi PTN Kalimantan Timur, penulis menyajikan langkah-langkah
formulasi strategi dan pilihan struktur organisasi yang telah dilaksanakan
oleh organisasi PTN Kaltim.
4.2.1. Perencanaan Stratejik Universitas Mulawarman
Uraian perencanaan stratejik yang dilakukan Universitas
Mulawarman (Unmul) dalam penelitian ini merupakan gabungan dari
dokumen Rencana Strategis Bisnis Universitas Mulawarman 2008-2012
dengan data primer yang berasal dari informan penelitian :
4.2.1.1. Analisis Kesiapan Sistem Unmul
Sebelum melakukan perencanaan, Unmul menetapkan
sejumlah kesiapan organisasi, antara lain dengan mengidentifikasi
isu-isu strategis yang dihadapi, mengklarifikasi aturan yang
mendasari perencanaan, menciptakan komite perencanaan dan
mempersiapkan profil organisasi. Produk yang dihasilkan dari
tahapan analisis kesiapan sistem adalah rencana untuk
perencanaan.
Terkait dengan kegiatan penyiapan sistem sebagai
komponen awal perencanaan stratejik di Unmul, II memberikan
informasisebagai berikut :
“Tahap awal dari perencanaan yang kita lakukan adalah mempersiapkan sistem terlebih dahulu. Kegiatannya antara lain
cclxvi
membuat daftar isu-isu strategis yang dihadapi Unmul, menyiapkan aturan-aturan yang mendasari kegiatan perencanaan, membentuk tim perencana, sampai pada penyusunan profil Unmul. Sejumlah informasi mengenai keuangan beserta proyeksi tentang kas dan anggaran juga harus dipersiapkan” (hasil wawancara pada Sabtu, 8 Juni 2013).
Kemudian ZHjuga memberikan pernyataan yang mendukung
informasi sebelumnya :
“Tentunya harus dibentuk tim yang menangani perencanaan, dengan berbagai ketentuan dan aturan yang mendasarinya. Dengan adanya tim itu, maka berbagai informasi yang dibutuhkan untuk membuat sebuah perencanaan dapat dipersiapkan. Jadi hal pertama yang dilakukan dalam perencanaan Unmul adalah pembentukan tim itu” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Juni 2013).
Berkenaan dengan identifikasi atas isu-isu strategis yang
dihadapi, Unmul melakukan evaluasi terhadap lingkungan internal
dan eksternalnya yang dari pengkajian itulah dirumuskan sejumlah
isu-isu strategis berikut ini :
1) Perubahan pola pendidikan tinggi di seluruh dunia yang
semakin cepat karena kemajuan ilmu, teknologi dan metode
pendidikan yang berdampak pada struktur dan paradigma
penyelenggaraan universitas.
2) Adanya paradigma baru pendidikan tinggi yang
mengedepankan daya saing bangsa seperti dituangkan dalam
HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003-2010.
3) Perubahan kebijakan nasional tentang pengembangan
pendidikan tinggi sebagai konsekuensi Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-undang Keuangan Negara,
cclxvii
Undang-undang Perbendaharaan Negara dan Peraturan
Pemerintah mengenai Badan Layanan Umum.
4) Tuntutan perbaikan dan pengembangan layanan universitas
khususnya dalam rangka kebijakan perbaikan pelayanan publik
bidang pendidikan.
5) Adanya perubahan kondisi status sosial kemasyarakatan ke
keadaan yang semakin baik.
6) Semakin terbatasnya keuangan pemerintah untuk anggaran
pendidikan.
7) Adanya peluang menjalin kerjasama dengan lembaga di tingkat
nasional maupun internasional.
8) Semakin perlunya kebutuhan untuk mengintegrasikan sains dan
moral dengan memadukan pola pendidikan universitas dengan
mengedepankan etika profesi.
9) Semakin diperlukannya kearifan dalam pengelolaan SDA ke
arah pengelolaan yang berkelanjutan.
10) Kebutuhan universitas untuk menjadi universitas berskala
internasional (Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012).
Kemudian mengenai aturan-aturan yang mendasari kegiatan
perencanaan stratejik yang dilakukan Unmul, dikatakan oleh
IImelalui pernyataan sebagai berikut :
“Memang penyusunan Renbis Unmul didasari oleh peraturan-
peraturan, diantaranya peraturan mengenai sistem pendidikan
cclxviii
nasional, pengelolaan keuangan, standar-standar nasional
mengenai pendidikan, dan sebagainya” (hasil wawancara pada
Sabtu, 8 Juni 2013).
Sejumlah aturan yang dimaksud dalam kutipan wawancara
tersebut di atas, dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2007 tentang
Persyaratan Administratif dalam Rangka Pengusulan dan
Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2006 tentang
Rencana Bisnis Anggaran.
Sedangkan dokumen yang dijadikan referensi penyusunan
Rencana Strategis Unmul antara lain adalah :
1) Pedoman Pendidikan Unmul Tahun 2007/2008.
2) Rencana Strategis Unmul Tahun 2006-2011.
cclxix
3) Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (Unmul) Tahun 2007.
4) Standar Pelayanan Minimum Unmul 2008-2012.
Setelah sejumlah aturan yang mendasari kegiatan
perencanaan telah disiapkan, maka langkah selanjutnya adalah
pembentukan tim perencana. Perencanaan stratejik Unmul
dilakukan oleh Tim Penyusun Proposal BLU yang dibentuk dengan
Surat Keputusan Rektor Unmul Nomor 143/DT/2008 tanggal 22
Maret 2008 dan dibantu oleh Tim Teknis yang dibentuk dengan
Surat Keputusan Rektor Nomor 190/DT/2008 tanggal 8 April 2008.
Tim Penyusunan Proposal BLU terdiri dari para anggota senat
universitas yang bertugas memberikan arah dan kebijakan yang
akan diterapkan oleh Unmul dalam rangka pengubahan status
menjadi BLU, sedangkan Tim Teknis Penyusunan Proposal BLU
merangkum dan menterjemahkannya dalam bentuk dokumen
Rencana Strategis Bisnis. Kedua tim tersebut terdiri dari seluruh
komponen yang memiliki kompetensi di bidang perencanaan dan
penganggaran.
Dengan telah dibentuknya tim perencana sebagai pihak-
pihak yang melakukan proses perencanaan stratejik, disusunlah
profil Unmul sebagaimana yang telah terjabar pada bagian awal
Bab IV ini. Profil Unmul memuat sejarah pembentukannya, lokasi,
struktur organisasi dan kepemimpinan. Di dalam proses
cclxx
perencanaan stratejik Unmul, tim perencana juga melakukan
penyajian informasi mengenai keuangan beserta proyeksinya.
Mengenai penyajian informasi mengenai keuangan, II
menyatakan bahwa :
“Selain menyusun profil Unmul, kami juga membuat semacam kerangka pembiayaan lima tahunan sebagai informasi keuangan untuk menyusun perencanaan strategis. Kerangka pembiayaan tersebut meliputi ketentuan anggaran, alokasi belanja operasi juga belanja modal. Mengapa kerangka pembiayaan perlu dibuat ? Tidak lain adalah untuk keperluan pelaksanaan perencanaan yang lebih sistematis dan lebih terstruktur pada setiap tahunnya” (hasil wawancara pada Sabtu, 8 Juni 2013).
Kerangka pembiayaan yang telah dipersiapkan Unmul dalam
analisis kesiapan sistemnya, meliputi beberapa poin sebagai
berikut :
1) Kebutuhan Anggaran
Tabel berikut menyajikan kebutuhan anggaran bagi Unmul
dalam membiayai program setiap tahunnya :
Tabel 4.7. Kebutuhan Anggaran Unmul 2008-2012
Program Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 Peningkatan infrastruktur pendidikan
263.465 284.441 452.255 557.139 662.023
Peningkatan kualitas pelayanan akademik
52.944 52.944 52.944 52.944 52.944
Pengembangan potensi mahasiswa
1.980 2.000 2.050 2.050 2.050
Memperluas networking dengan
3.132 3.200 3.250 3.300 3.350
cclxxi
lembaga nasional & internasional Peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan universitas
1.978 2.000 2.050 2.050 2.100
(Rp dalam milyar) Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul, 2008-2012. 2) Alokasi Biaya Operasional
Sumber pendanaan di atas kemudian dialokasikan ke dalam
kategori biaya operasional dan investasi. Untuk biaya operasional,
didominasi oleh program pengelolaan keuangan yang efektif dan
efisien karena pada dasarnya program ini berisi kegiatan-kegiatan
yang bersifat rutin. Sedangkan biaya operasional dalam program-
program lainnya merupakan pendanaan operasional dalam
menjalankan program tersebut.
Tabel 4.8. Alokasi Biaya Operasional Unmul 2008-2012
No Uraian Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 1 Biaya
Pelayanan : a. Biaya bahan b. Biaya jasa
pelayanan c. Biaya
pegawai d. Biaya
penyusutan e. Biaya peme-
liharaan f. Biaya daya
dan jasa
20.356
39.914
1.802
2.727
21.374
60.602
1.982
2.999
22.443
66.662
2.181
3.299
23.564
73.329
2.399
3.629
24.743
80.661
2.639
3.992
cclxxii
g. Biaya amortisasi
h. Biaya perjalanan
1.872
2.059
2.265
2.491
2.740 2 Biaya Umum
dan Administrasi : a. Biaya
pegawai b. Biaya adm.
kantor c. Biaya
penyusutan d. Biaya peme-
liharaan e. Biaya daya
dan jasa f. Biaya
promosi g. Biaya
amortisasi h. Biaya
perjalanan
13.504
13.318
2.703
1.818
1.248
20.201
14.649
2.974
1.999
1.372
22.221
16.114
3.271
2.199
1.510
24.443
17.726
3.598
2.419
1.661
28.109
19.498
3.958
2.661
1.828 (Rp dalam juta) Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul, 2008-2012. 3) Alokasi Biaya Investasi
Anggaran yang diperlukan dalam biaya investasi pada
prinsipnya terdiri dari lima bagian, yaitu :
a) Alokasi anggaran untuk mencukupi sarana dan prasarana yang
sesuai dengan strandar pelayanan minimal pendidikan.
b) Alokasi anggaran untuk beasiswa pendidikan dosen dan
mahasiswa.
c) Alokasi anggaran untuk pengembangan pendidikan
(pengembangan kampus Unmul II).
d) Alokasi anggaran untuk penelitian dan pengabdian pada
masyarakat.
cclxxiii
e) Alokasi anggaran untuk pengembangan fasilitas penunjang
akademik.
Tabel 4.9. Alokasi Biaya Investasi Unmul 2008-2012
Uraian Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 Sapras pendidikan
137.511 140.000 120.000 110.000 100.000
Beasiswa pen- didikan dosen & pegawai
9.466 9.500 9.700 9.800 10.000
Pengembangan pendidikan (kampus II)
4.195 37.758 62.930 104.884 209.768
Penelitian & pengabdian pada masy.
2.600 2.000 1.950 1.950 1.950
Fasilitas penunjang akademik
8.750 9.625 10.587 11.646 12.810
(Rp dalam milyar) Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul, 2008-2012.
Mengenai alokasi biaya investasi, II memberikan informasi
sebagai berikut :
“Untuk beasiswa pendidikan dosen dan pegawai, Unmul punya lebih dari sepuluh donatur, termasuk dari pemerintah, swasta maupun BUMN. Kemudian untuk pengembangan pendidikan, yaitu untuk pembangunan di kampus II Unmul, dari total kebutuhan dana rencananya 90 persen akan didanai oleh hibah dari Islamic Development Bank, dan 10 persennya oleh hibah Pemprov Kaltim” (hasil wawancara pada Sabtu, 8 Juni 2013). 4.2.1.2. Pernyataan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Unmul
Unmul merupakan unit organisasi di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin oleh Rektor yang
bertanggungjawab kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Unmul merumuskan visi sebagai berikut : “Universitas berstandar
cclxxiv
internasional yang mampu berperan dalam pembangunan bangsa
melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat
yang bertumpu pada SDA khususnya hutan tropis lembab (tropical
rain forest) dan lingkungannya”. Dengan demikian, Unmul harus
menjadi center of interest yang berfungsi sebagai agen pendorong
penggunaan SDA berkelanjutan dan Indonesia sebagai paru-paru
dunia. Untuk itu perlu dikembangkan perangkat keilmuan yang
memungkinkan mahasiswa untuk berpikir kritis, cerdas dan
universal tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Misi merupakan sesuatu yang harus diemban atau
dilaksanakan sesuai dengan visi yang telah ditetapkan agar tujuan
organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Misi Unmul
terdiri dari tiga komponen, antara lain :
1) Menghasilkan SDM yang berualitas, berkepribadian dan
profesional melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi yang
bertaraf internasional,
2) Menghasilkan riset yang berkualitas serta berdayaguna dengan
mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian,
3) Menyelenggarakan pengelolaan universitas yang akuntabel dan
mandiri sesuai dengan standar (nasional).
Terkait dengan visi misi Unmul, ZH memberikan pernyataan
sebagai berikut :
“Visi misi kita adalah World Class. Artinya dulu dosen-dosen itu kurang berkembang, sekarang sudah mulai berkembang walaupun
cclxxv
baru berbasis lokal. Bukan dosen itu cari uang, tapi kita harapkan dapat cari nilai tambah, harus dimiliki jiwa entrepenuer. Riset yang bisa menghasilkan manfaat bagi pihak yang terkait, misalnya bagi Pemda, untuk daerah, kemudian riset itu bisa dipublish dan dibaca oleh seluruh dunia. Dengan begitu dunia akan tahu bahwa Unmul punya macam-macam riset, yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya alam itu tadi. Kemudian untuk lulusan, lulusan kita kan sudah jelas. Tiap fakultas punya warna masing-masing, menghasilkan sarjana yang masing-masing sesuai dengan disiplin keilmuannya, tinggal menekankan penguasaan bahasa asing saja lagi untuk bisa go internasional dengan baik” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
Berkenaan dengan upaya pencapaian visi menjadi
Universitas bertaraf internasional, pada Unmul terdapat UPT.
Program Unggulan Internasional yang menginisiasi sejumlah
Magister and Doctoral Program, dan memiliki program-program
lainnya seperti International Joint and Double Degree, International
Joint Training, Symposium, Research and Publication.
Mengenai UPT. Program Unggulan Internasional, RA
menyatakan bahwa :
“Disini kami bekerja, menjalin kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi di luar negeri dalam rangka mewujudkan cita-cita World Class Unmul. Hingga sejauh ini pencapaian UPT. PUI cukup baik, walau keberadaan kami disini masih baru dan belum mendapat perhatian yang baik dari Universitas. Contohnya untuk kantor saja statusnya masih dipinjami Universitas alias sewa, dalam waktu dekat juga terancam akan digusur karena ruangan ini akan dipergunakan untuk kepentingan lain. Untuk perjuangan kami untuk sementara ini baru pada wilayah Asia Tenggara, dimana telah terjalin kerjasama antara Unmul dengan negara-negara ASEAN, terutama Korea, Thailand dan Jepang. Bukti pencapaiannya adalah dengan telah dibukanya International Office of Chulalongkorn University di Unmul Samarinda pada Juli 2012 lalu, terselenggaranya International Symposium on Human Development and Sustainable Utilization of Natural Resource in Asian Countries juga tahun 2012 lalu, ada pula kegiatan the 6th Korea-Thailand-Indonesia Joint Symposium on Biomass Utilization
cclxxvi
and Renewable Energy. Kemudian ada juga International Joint Research Collaboration with Gifu University, Japan dan lain-lain” (hasil wawancara pada Sabtu, 12 Januari 2013).
Pembukaan program double degree atau kerjasama dua
perguruan tinggi yakni Universitas Mulawarman Samarinda dengan
Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand, merupakan yang
pertama diselenggarakan di luar Jawa. Bahkan Biro Kerjasama
Luar Negeri (BLKN) Kemendikbud menjadikan Unmul sebagai
brand mark atau contoh pengembangan double degree dan
international university di luar Jawa, khususnya kawasan timur
Indonesia.
RAkemudian menyatakan bahwa :
“Itulah yang membanggakan setelah 50 tahun bekerja. Unmul
dapat penghargaan luar biasa dari BLKN Kemendikbud. Bukan
hanya yang pertama di Kalimantan, tapi pertama di luar Jawa,”
(hasil wawancara pada Sabtu, 12 Januari 2013).
RA lebih lanjut lagi menyatakan bahwa :
“Double degree merupakan penyelenggaraan kegiatan antar perguruan tinggi untuk suatu program studi secara bersama, dan saling mengakui lulusannya dengan dua gelar lulusan. Program double degree ini meliputi program jenjang pendidikan pascasarjana strata dua atau S2 Magister, dan strata tiga atau S3 doktor. Pengembangan double degree merupakan tujuan strategis pengembangan PUI Unmul di dalam masterplan pengembangan program jangka panjang. Yakni membaiknya sistem pendidikan Unmul yang berstandar internasional, terselenggaranya riset berkualitas internasional dengan penekanan pada SDA terbarukan, terbangunnya skema kerjasama saling menguntungkan bidang akademik dan non akademik dengan berbagai pihak dalam dan luar negeri, serta terbangunnya organisasi dan manajemen efektif untuk mencapai Tridharma Perguruan Tinggi. Selain itu, program
cclxxvii
double degree juga sejalan dengan masterplan pengembangan SDM Unmul yang notabene masih kekurangan tenaga dosen berpendidikan Doktor. Dari total 928 orang dosen Unmul pada tahun 2011, hanya sekitar 120 orang yang berpendidikan Doktor. Jadi yang dibutuhkan adalah infrastruktur, yakni program fasilitasi melalui program kerjasama internasional double degree itu tadi” (hasil wawancara pada Sabtu, 12 Januari 2013).
Dengan demikian, program double degree yang
diselenggarakan oleh UPT. Program Unggulan Internasional Unmul
dapat mempercepat terwujudnya program universitas internasional
dan menjadikan Unmul sebagai World Class University yang juga
dicita-citakan oleh Gubernur Kalimantan Timur, Dr. H. Awang
Faroek Ishak. Karena itu pula, Gubernur Kallimantan Timur
mendukung tujuan tersebut dengan menyediakan berbagai
program beasiswa baik dari Pemerintah Daerah, swasta maupun
dari program-program bantuan lainnya untuk bergabung pada
program double degree.
Kemudian mengenai misi Unmul akan penyelenggaraan tata
kelola internal organisasi, AAB menyatakan bahwa :
“Perintisan-perintisan Unmul sudah terlihat geliatnya untuk berkembang pada tahun 2000. Ketika itu, universitas sudah mulai melakukan gerakan pengembangan kampus dengan perintisan berbagai program studi baru sebagai cikal bakal berdirinya fakultas baru seperti Perikanan, MIPA, Kedokteran, Kesmas dan Teknik Pertambangan, serta perbaikan infrastruktur, sarana dan prasarana. Kini, Unmul sudah maju dan memiliki hampir 40 ribu mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, tidak hanya dari Kaltim saja” (kutipan wawancara dalam Buku 50 Tahun Universitas Mulawarman, 2012).
Tujuan adalah penjabaran dari visi dan misi organisasi,
tujuan strategis bisnis Unmul adalah :
cclxxviii
1) Aspek Keuangan
Meningkatkan kemandirian, efisiensi dan efektivitas pengelolaan
sumberdaya keuangan.
2) Aspek Pelayanan Pelanggan
a) Meningkatkan produktivitas dan efektivitas pendidikan,
b) Meningkatkan kuantitas dan kualitas pengkajian dan
penelitian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
c) Memanfaatkan pengetahuan ilmiah, teknologi dan
humaniora untuk pembangunan nasional dan daerah, serta
pemberdayaan masyarakat,
d) Mengintegrasikan sistem pendidikan nasional yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat,
e) Mewujudkan universitas berstandar nasional dan
internasional,
f) Mewujudkan program studi internasional,
g) Meningkatkan kuantitas dan kualitas kerjasama dalam dan
luar negeri.
3) Aspek Administrasi
a) Meningkatkan administrasi pencatatan dan pelaporan, baik
akademik maupun non akademik,
b) Meningkatkan status kelembagaan Unmul.
4) Aspek SDM
Meningkatkan kapasitas tenaga pendidik dan staf administrasi.
cclxxix
5) Aspek Sarana dan Prasarana
Meningkatkan sarana dan prasarana universitas untuk
mewujudkan universitas berstandar internasional.
Kemudian mengenai sasaran, Unmul merumuskan sasaran
strategisnya berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan untuk lima
tahun ke depan. Sasaran disusun untuk tiap aspek operasional
universitas, sebagai berikut :
1) Aspek Keuangan
a) Terwujudnya pengelolaan keuangan berdasarkan PPK-BLU,
b) Meningkatnya sumber-sumber pendanaan dari masyarakat,
c) Meningkatnya kontribusi dari hasil usaha untuk menunjang
pendidikan,
d) Meningkatnya sumber pendanaan dari hasil kerjasama dari
institusi lain,
e) Meningkatnya kualitas pengelolaan keuangan universitas.
2) Aspek Pelayanan Pelanggan
a) Meningkatnya kuantitas dan kualitas hasil pendidikan.
b) Meningkatnya produktivitas, kualitas dan relevansi hasil
penelitian yang sesuai dengan perkembangan masyarakat,
c) Meningkatnya partisipasi Unmul dalam proses
pembangunan masyarakat dan penanganan masalah sosial,
d) Terwujudnya kurikulum pendidikan yang berorientasi dunia
kerja,
cclxxx
e) Terwujudnya pengelolaan pendidikan yang efektif dan
efisien,
f) Terwujudnya perintisan program studi internasional,
g) Meningkatnya jumlah dan mutu kerjasama, baik dalam
negeri maupun luar negeri.
3) Aspek Administrasi
a) Meningkatnya kualitas layanan administrasi akademik
kemahasiswaan,
b) Meningkatnya kualitas layanan administrasi kepegawaian,
c) Terwujudnya Unmul menjadi BLU,
d) Terwujudnya akreditasi program studi,
e) Bertambahnya jumlah program studi,
f) Terwujudnya kurikulum pengajaran yang sesuai dengan
standar dunia kerja.
4) Aspek SDM
a) Meningkatnya kuantitas dan kualitas tenaga pendidik,
b) Meningkatnya kinerja pegawai.
5) Aspek Sarana dan Prasarana
a) Terwujudnya fasilitas perkuliahan sesuai standar pelayanan
minimal,
b) Terwujudnya fasilitas penunjang pendidikan sesuai standar
pelayanan minimal.
4.2.1.3. Analisis SWOT Unmul
cclxxxi
Analisis SWOT yang tersaji di dalam penelitian ini adalah
analisis lingkungan internal dan eksternal berdasarkan Rencana
Strategis Bisnis Universitas Mulawarman 2008-2012.
1) Kekuatan (Strength)
a. Komitmen pimpinan Universitas terhadap perubahan.
Mengenai komitmen pucuk pimpinan Unmul dalam
memandang perubahan, ZH, memberikan pernyataan
sebagai berikut :
“Sebenarnya antara pimpinan Unmul yang lalu dengan saya sekarang tidak ada perbedaan karena setiap kepemimpinan itu tentunya melanjutkan kebijakan pimpinan yang lama. Saya sekarang eranya lebih kepada pembenahan sistem, sistem itu yang harus kita tingkatkan, seperti sistem keuangan, pelaporan, akademik, kerjasama, kepegawaian, disiplin dan segala macam, sistem pengembangan, sistem pelayanan. Dan tiap pimpinan pasti punya komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan yang berarti. Jadi disitu penekanannya. Semua Rektor itu punya tugas masing-masing mulai pak Sambas, pak Soetrisno Hadi, pak Yunus Rasyid, pak Rachmad, pak Ariffien” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
b. Jumlah fakultas dan program studi.
Hingga tahun 2012, Unmul memiliki 10 fakultas, tiga
UP (Unit Pelaksana) dan 65 Program Studi (data lengkap
terlampir pada halaman lampiran 6). Mengenai hal ini, A,
mengatakan bahwa :
“Luar biasa perkembangan yang dicapai Unmul hingga saat ini bila ditinjau dari jumlah fakultas dan program studi. Unmul yang terakreditasi dengan nilai C, sekarang memiliki 65 program studi, ditambah satu lagi sesungguhnya dengan program studi Profesi Kedokteran yang masih dalam pengkajian mengenai perizinannya, dimana kebijakan pada
cclxxxii
tahun 2001 ke bawah mengatur izinnya adalah Program Studi Kedokteran dan Profesi, namun kebijakan 2001 ke atas mengatur bahwa keduanya harus dipisahkan, tidak bisa menjadi satu” (hasil wawancara pada Selasa, 16 Oktober 2012).
Kemudian mengenai jumlah program studi, Unmul
pada tiap tahunnya selalu berusaha untuk menambah
program studi baru sesuai dengan perkembangan
kebutuhan masyarakat, khususnya Kalimantan Timur.
Adapun perkembangan program studi di Unmul berdasarkan
Hasil Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Tahun Berjalan
dalam Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012 tersaji
sebagai berikut :
Gambar 4.1. Perkembangan Program Studi pada Universitas
Mulawarman
57 57 54 54 54 53
48
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012.
Memperhatikan gambar tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah
cclxxxiii
program studi di Unmul. Hal ini dikarenakan ditutupnya
masing-masing dua program studi pada Fakultas Pertanian
dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Pada Fakultas
Pertanian (Faperta), program studi yang dimaksud adalah
Program Studi S1 Ilmu Tanah dan Program Studi S1 Ilmu
Hama dan Penyakit Tumbuhan, sedangkan pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) program studi yang
dimaksud adalah Program Studi D3 Niaga dan Program
Studi D3 Perkantoran.
Pada tahun berikutnya, yakni 2009, Fakultas
Pertanian (Faperta) kemudian menambah satu program
studi baru yaitu Program Studi S1 Agroteknologi, yang
menjadikan jumlah program studi di Unmul adalah 54 buah
yang bertahan hingga tiga tahun. Pada tahun yang sama,
Program Studi S1 Sosial Ekonomi Pertanian berubah nama
menjadi Program Studi S1 Agrobisnis.
Diuraikan lebih lanjut pada Hasil Pengukuran dan
Evaluasi Kinerja Tahun Berjalan dalam Rencana Strategis
Bisnis Unmul 2008-2012 bahwa hingga tahun 2011 bahwa
dari 54 program studi S1 yang ada tercatat 37 program studi
sudah terakreditasi. Dengan demikian, secara persentase
68,51 persen program studi di Unmul berhasil diakreditasi.
Pada tahun 2012, dimana jumlah program studi telah
cclxxxiv
mencapai 65 buah, beberapa program studi telah habis
masa akreditasinya dan sedang menjalani proses
pengurusan akreditasinya kembali hingga kini.
c. Biaya pendidikan yang terjangkau dan proses seleksi yang
bervariasi sehingga meningkatkan akses masyarakat ke
pendidikan tinggi.
Biaya pendidikan (SPP) Unmul termasuk dalam
kategori sedang, dengan besaran nominal maksimal sebesar
Rp.2.500.000,00 per semester dan minimal sebesar
Rp.610.000,00. Biaya pendidikan di Unmul terjangkau akibat
adanya subsidi dari pemerintah yang cenderung selalu
mengalami peningkatan.
Pemerintah senantiasa meningkatkan subsidinya
kepada Unmul oleh besarnya kebutuhan dana untuk
merampungkan proyek pembangunan sarana dan prasarana
universitas. Walaupun demikian, keadaan semacam ini tidak
menggambarkan menurunnya kemampuan pendanaan,
akan tetapi sebaliknya menunjukkan keberhasilan
universitas dalam menggali sumber-sumber pendanaan
melalui kerjasama strategis dengan berbagai pihak.
Salah satu bentuk kerjasama strategis tersebut
adalah adanya pemberian beasiswa bagi mahasiswa Unmul
pada setiap tahunnya, yang berasal dari pemerintah maupun
cclxxxv
perusahaan-perusahaan swasta, dengan jenis, jumlah dan
jangka waktu beasiswa yang bervariasi.
Hal tersebut di atas dapat diketahui dan dibuktikan
melalui sajian data perkembangan jumlah mahasiswa Unmul
yang merupakan penerima beasiswa yang berasal dari
Pemerintah maupun Swasta pada tiga tahun terakhir
sebagaimana tampak pada data yang termuat di dalam
tabel4.10. berikut ini :
Tabel 4.10. Perkembangan Jumlah Mahasiswa Unmul Penerima
Beasiswa dari Pemerintah maupun Swasta 2010-2012
No Jenis
Beasiswa Jangka Waktu
Tahun 2010 2011 2012
1 BBM (Dikti) 1 thn 1.460 1.427 1.430 2 PPA (Dikti) 1 thn 1.915 1.350 1.360 3 BBM Mhs Baru (Dikti) 4 bln 30 375 - 4 PPA Mhs Baru (Dikti) 4 bln 100 300 - 5 BIDIK MISI 4 thn 330 328 600 6 BIDIK MISI *) 4 thn - 368 710 7 Osaka Gas Company 1 thn 80 80 80 8 BCA 1 thn 2 - - 9 Eka Tjipta Foundation*) 4 thn 135 135 57 10 PT. Pupuk Kaltim 1 thn 47 40 - 11 PT. Astra International 1 thn 10 10 10 12 Bank BRI 1 thn 50 - - 13 PT. Djarum Kudus 1 thn 4 7 - 14 Supersemar 1 thn 100 75 47 15 Supersemar Unggulan 1 thn - 2 2 16 Bank Indonesia 1 thn 40 40 40 17 PT. Badak NGL 1 thn 80 80 80
cclxxxvi
Bontang 18 PT. TASPEN 1 thn 43 30 30 19 BUMN *) 4 thn 37 37 37 20 Karya Salemba Empat 1 thn 15 15 15 21 Bantuan Stimulan D3 /
S1 Prestasi 1 thn 500 358 400
22 Bantuan Stimulan D3 /S1 TM
1 thn 500 542 500
23 Pegadaian 1 thn - 11 11 24 Pegadaian Baru 1 thn - 11 - 25 PT. Indomining 4 thn - 3 3 26 Bank BNI 1 thn - - 35 27 Pertamina (Bumi
Sobat) 1 thn - - 6
Jumlah 5.478 5.624 5.453
Ket : *) beasiswa lanjutan Sumber : Bagian Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan Unmul 2013. Sajian data tersebut di atas menunjukkan bahwa
sekitar 16 persen mahasiswa Unmul memperoleh bantuan
pendidikan melalui pemberian beasiswa yang berasal dari
berbagai pihak. Terkait dengan pemberian beasiswa, K,
mengemukakan bahwa :
“Sangat banyak donatur beasiswa bagi mahasiswa Unmul, baik dari pihak Pemerintah, BUMN maupun Swasta. Bayangkan setiap tahunnya lebih dari 5.000 mahasiswa dibantu pendidikannya dengan pemberian beasiswa. Ini sesungguhnya merupakan hasil kerjasama Unmul dengan berbagai pihak, yang Alhamdulillah mampu membawa manfaat bagi kelancaran pendidikan mahasiswa” (hasil wawancara pada Sabtu, 10 November 2012).
Kemudian II juga mengatakan pernyataan yang
sejalan dengan pernyataan informan sebelumnya, bahwa :
“Aspek keuangan memang juga menjadi kekuatan kita, yaitu
mendapat pendanaan yang cukup besar dari pemerintah.
Seperti pada 2010, ada bantuan IT dari APBN, kemudian
cclxxxvii
pada 2011 ada hibah dari Pemprov sekitar 600-700 miliar”
(hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
Sedangkan mengenai proses seleksi yang bervariasi
sehingga meningkatkan akses masyarakat ke pendidikan
tinggi, dapat terlihat dari keketatan persaingan ujian masuk,
yang diukur dari perbandingan antara jumlah mahasiswa
yang mendaftar dengan jumlah mahasiswa yang diterima.
Jumlah pendaftar sejak tahun 2000 terus mengalami
kenaikan yang signifikan hingga tahun 2011, dimana rata-
rata pertumbuhan kenaikan jumlah pendaftar adalah 8
persen selama tahun 2000 hingga 2007, dan 35,34 persen
selama tahun 2008 hingga 2012.
Berikut tersaji grafik keketatan persaingan ujian
masuk Unmul tersebut :
Gambar 4.2. Keketatan Persaingan Ujian Masuk
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul, 2008
Sejalan dengan sajian data mengenai perkembangan
jumlah pendaftar dan mahasiswa tersebut di atas,
mengatakan bahwa :
“Basis kekuatan Unmul sesungguhnya
jumlah mahasiswa” (kutipan wawancara pada
Oktober
Reputasi Unmul seba
negeri dan tertua (berdiri sejak 1962) di Provinsi Kalimantan
Timur membuka peluang untuk menerima mahasiswa yang
berasal dari dalam maupun luar Kalimantan Timur. Calon
mahasiswa Unmul 90 persen berasal dari wilayah
Kalimantan
jumlah mahasiswa Unmul dengan beberapa perguruan tinggi
swasta yang berpotensi menjadi kompetitor Unmul
0
5
10
15
20
2005
herregistrasi
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul, 2008-2012.
Sejalan dengan sajian data mengenai perkembangan
jumlah pendaftar dan mahasiswa tersebut di atas,
mengatakan bahwa :
“Basis kekuatan Unmul sesungguhnya memang
jumlah mahasiswa” (kutipan wawancara pada Sabtu, 13
Oktober 2012).
Reputasi Unmul sebagai satu-satunya universitas
negeri dan tertua (berdiri sejak 1962) di Provinsi Kalimantan
Timur membuka peluang untuk menerima mahasiswa yang
berasal dari dalam maupun luar Kalimantan Timur. Calon
mahasiswa Unmul 90 persen berasal dari wilayah
Kalimantan Timur. Berikut tersaji gambar perbandingan
jumlah mahasiswa Unmul dengan beberapa perguruan tinggi
swasta yang berpotensi menjadi kompetitor Unmul
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
herregistrasi diterima pendaftar
cclxxxviii
2012.
Sejalan dengan sajian data mengenai perkembangan
jumlah pendaftar dan mahasiswa tersebut di atas, II,
memang adalah
Sabtu, 13
satunya universitas
negeri dan tertua (berdiri sejak 1962) di Provinsi Kalimantan
Timur membuka peluang untuk menerima mahasiswa yang
berasal dari dalam maupun luar Kalimantan Timur. Calon
mahasiswa Unmul 90 persen berasal dari wilayah
Timur. Berikut tersaji gambar perbandingan
jumlah mahasiswa Unmul dengan beberapa perguruan tinggi
swasta yang berpotensi menjadi kompetitor Unmul
herregistrasi
pendaftar
sehubungan dengan kesamaan ciri khusus yang dimiliki,
kemiripan produk dan jasa yang ditawarkan serta alasan
geografis :
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008
Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa Unmul
mendominasi lingkungan persaingan apabila dilihat dari segi
jumlah mahasiswa, dimana dari seluruh mahasiswa pada
Perguruan Tinggi di Kalimantan Timur, sekitar 75 persen
adalah mahasiswa Unmul.
d. Aset atau sara
laboratorium yang sangat memadai untuk kegiatan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
Hasil survei dari pengukuran kinerja kepuasan
pelanggan terhadap sarana dan prasarana pendidikan
(terlampir pada halaman lampiran 8) menyim
sehubungan dengan kesamaan ciri khusus yang dimiliki,
kemiripan produk dan jasa yang ditawarkan serta alasan
geografis :
Gambar 4.3. Perbandingan Jumlah Mahasiswa
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012.
Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa Unmul
mendominasi lingkungan persaingan apabila dilihat dari segi
jumlah mahasiswa, dimana dari seluruh mahasiswa pada
Perguruan Tinggi di Kalimantan Timur, sekitar 75 persen
adalah mahasiswa Unmul.
Aset atau sarana prasarana pendidikan, penelitian dan
laboratorium yang sangat memadai untuk kegiatan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
Hasil survei dari pengukuran kinerja kepuasan
pelanggan terhadap sarana dan prasarana pendidikan
(terlampir pada halaman lampiran 8) menyimpulkan bahwa :
Unmul
Univ. Widya Gama
Untag
STMIK Wicida
UBT
cclxxxix
sehubungan dengan kesamaan ciri khusus yang dimiliki,
kemiripan produk dan jasa yang ditawarkan serta alasan
2012.
Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa Unmul
mendominasi lingkungan persaingan apabila dilihat dari segi
jumlah mahasiswa, dimana dari seluruh mahasiswa pada
Perguruan Tinggi di Kalimantan Timur, sekitar 75 persen
na prasarana pendidikan, penelitian dan
laboratorium yang sangat memadai untuk kegiatan Tri
Hasil survei dari pengukuran kinerja kepuasan
pelanggan terhadap sarana dan prasarana pendidikan
pulkan bahwa :
Univ. Widya Gama
STMIK Wicida
ccxc
a) Menurut mahasiswa, fasilitas perkuliahan secara umum
sudah cukup baik (memperoleh skor 17,59 dari nilai total
30), sehingga masih perlu ditingkatkan terutama untuk
fasilitas kelas. Sedangkan biaya pendidikan (SPP)
menurut mahasiswa wajar, artinya tidak murah dan tidak
mahal.
b) Menurut mahasiswa, kondisi fasilitas penunjang
akademik saat ini masuk dalam kategori cukup
(memperoleh skor 13,04 dari nilai total 25), sehingga
masih perlu ditambah dan ditingkatkan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Sarana laboratorium dan
olahraga perlu mendapat prioritas utama, kemudian
dilanjutkan dengan sarana kajian ilmiah dan
perpustakaan.
c) Menurut mahasiswa, fasilitas asrama mahasiswa juga
termasuk dalam kategori cukup (memperoleh skor 11,60
dari nilai total 20). Fasilitas asrama yang perlu menjadi
prioritas adalah fasilitas kamar, makan, tempat cuci dan
toilet.
Mengenai kondisi sarana dan prasarana Unmul
tersebut, II, mengatakan bahwa :
“Kondisi sarana prasarana yang dimiliki Unmul dapat dikatakan telah tersedia. Selain untuk menunjang aktivitas utama Tri Dharma, juga diharapkan dapat menjadi aset yang produktif. Walaupun sebenarnya kondisi sarana prasarana
ccxci
terutama untuk gedung kuliah masih di bawah Standar Pelayanan Minimum, yaitu seharusnya 300 m2, tapi Unmul baru 124 m2 per mahasiswa, tetapi proses belajar mengajar masih bisa berjalan dengan baik. Selama ini penerapan penggunaan gedung kuliah secara bersama-sama, adalah solusi untuk mengatasi kelayakan gedung kuliah untuk mahasiswa” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
Kondisi sarana prasarana yang dimiliki Unmul tersaji
secara rinci pada halaman lampiran 7. Masih terkait dengan
sarana prasarana pendidikan, berikut tersaji kutipan
wawancara terhadap APS (alumni Unmul) :
“Menyenangkan menempuh pendidikan pascasarjana di Unmul dengan adanya kemudahan akses informasi, keterbukaan, kompetisi dan kekeluargaan dari segenap civitas akademika. Semoga Unmul terus dapat menumbuhkembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui peningkatan daya saing, kreasi dan inovasi pada berbagai bidang yang memberikan daya guna dan manfaat yang berkesinambungan bagi tumbuh kembangnya SDM dan kesejahteraan masyarakat Kaltim, bangsa Indonesia dan dunia internasional” (kutipan wawancara dalam Buku 50 Tahun Universitas Mulawarman, 2012).
e. Meningkatnya jumlah beasiswa bagi mahasiswa berprestasi
maupun yang tidak mampu.
Sajian data mengenai perkembangan jumlah
mahasiswa Unmul sebagai penerima beasiswa dari berbagai
sumber telah tersaji pada halaman 131-132. Berikut
pernyataan K, mengenai beasiswa bagi mahasiswa Unmul :
“Mahasiswa yang berprestasi maupun yang tidak mampu banyak terbantu untuk memperoleh dana-dana pendidikan yang berasal dari beasiswa dari banyak pihak, yaitu Pemerintah, BUMN maupun pihak swasta. Diantaranya yang setiap tahun selalu menjadi sumber beasiswa bagi mahasiswa Unmul adalah Pupuk Kaltim, Bank Indonesia,
ccxcii
Osaka Gas Company, dan masih banyak lagi” (hasil wawancara pada Sabtu, 10 November 2012).
f. Daya serap daerah yang tinggi terhadap lulusan Unmul.
Terkait dengan daya serap terhadap lulusan Unmul,
RH mengemukakan bahwa :
“Saat ini posisi Unmul sangat vital dalam rangka ikut membantu meningkatkan kualitas pembangunan di Kaltim. Sebagai ilustrasi saja, pada saat saya datang di Kaltim, provinsi ini hanya memiliki lima orang insinyur. Dengan eksistensi Unmul saat ini, sudah ratusan ribu sarjana yang menyebar di seluruh Kaltim yang merupakan produk Unmul, yang tidak bisa dipungkiri, sudah ikut membangun Kaltim secara tidak langsung. Hampir semua posisi penting di pemerintahan, swasta dan birokrasi didominasi oleh alumni Unmul, itu fakta” (kutipan wawancara dalam Buku 50 Tahun Universitas Mulawarman, 2012).
Masih terkait dengan alumni yang merupakan produk
Unmul sebagai suatu kekuatan, M (alumni Unmul),
memberikan pernyataan bahwa :
“Puji syukur pada Allah SWT bahwa kita diberi kesempatan untuk menjadi insan pilihan yang bisa berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Saat ini sudah banyak alumni yang berperan serta dalam pembangunan bangsa, khususnya di Kaltim. Ada yang menjadi politikus, pedagang, PNS, pegawai perusahaan dan sebagainya. Ini merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa hasil dari perjuangan Unmul selama 50 tahun sudah tampak. Jadi dengan kenyataan bahwa alumni Unmul sudah menyebar menduduki posisi-posisi penting di Kaltim ini, sehingga bisa dikatakan bahwa Unmul sudah secara langsung maupun tidak langsung memberi kontribusi nyata dalam pembangunan daerah Kaltim” (kutipan wawancara dalam Buku 50 Tahun Universitas Mulawarman).
Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan JM
(alumni Unmul), yang menyatakan bahwa :
ccxciii
“Kita tahu bahwa alumni Unmul sudah menyebar menjadi orang-orang penting dalam pengambil kebijakan, baik di pemerintahan maupun di instansi swasta di Kaltim. Oleh karena itu, Unmul dengan demikian sudah membuktikan kiprahnya dalam membantu pembangunan masyarakat Kaltim. Saya bangga menjadi bagian anak bangsa yang diberi kesempatan membangun Kaltim, khususnya Kabupaten Berau” (kutipan wawancara dalam Buku 50 Tahun Universitas Mulawarman).
2) Kelemahan (Weakness)
a. Kurikulum dan proses belajar-mengajar belum sepenuhnya
berorientasi pada dunia kerja.
Terkait dengan hal tersebut, A, memberikan
pernyataan sebagai berikut :
“PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara umum merubah paradigma pendidikan nasional akibat tuntutan pembaharuan. Pembaharuan yang diinginkan diantaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam. Kemudian dituntut pula ada penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah menyesuaikan dengan kondisi setempat. Kemudian penyusunan standar kualifikasi pendidik dan sebagainya. Jadi timbul kebutuhan universitas untuk melakukan pembenahan di seluruh aspek, seperti SDM, sarana prasarana, metode kuliah, administrasi dan keuangan juga, yang tujuannya agar memenuhi standar nasional pendidikan itu tadi” (hasil wawancara pada Selasa, 16 Oktober 2012).
b. Sistem keuangan yang belum berorientasi pada output, tidak
didukung perencanaan dan infrastruktur teknologi secara
online.
ZH, memberikan pernyataannya sebagai berikut :
“Sistem pelayanan kita sekarang berbasis IT, dulu belum. Dulu manual sekarang digital semua, seperti pelayanan
ccxciv
SPP, pendaftaran mahasiswa baru, pendaftaran wisuda, yudisium, KKN semuanya sudah online. Tapi memang masih ada unit-unit layanan tertentu yang belum memanfaatkan teknologi informasi, termasuk bagian administrasi keuangan universitas dan billing system, dan harus kita benahi itu” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
c. Masih kecilnya penerimaan dari unit bisnis dan pemanfaatan
aset yang belum optimal.
II, memberikan informasi bahwa :
“Perbedaan yang mendasar antara Unmul saat kemarin masih PT murni dengan sekarang yang sudah menjadi BLU adalah terkait sistem keuangannya. Universitas murni sumber pendanaannya dari pemerintah, KPKN kemudian masuk ke Kas Negara melalui Badan Keuangan. Sedangkan untuk BLU, kita bisa menghasilkan sumber-sumber pendapatan lain melalui pengelolaan berbagai aset secara mandiri, pertanggungjawabannya kepada Badan Pengawas. Jika jadi BLU, pendapatan harus meningkat. Tapi, kondisi hingga kini, Unmul masih belum mampu memanfaatkan aset-aset yang ada secara maksimal, jadi penerimaan dari unit-unit bisnis juga masih kecil, karena apa? Karena jumlah mahasiswa dengan inkubasi bisnis yang ada tidak mempengaruhi sistem bisnis yang berjalan. Inkubasi bisnis yang merujuk pada investasi universitas yang dimaksud itu adalah di luar dari penerimaan mahasiswa yang bernilai sumbangan. Misalnya, departemen bisnis memberikan kontribusi terhadap Unmul melalui sewa lahan, travel dan sebagainya. Sedangkan saat ini pendapatan Unmul masih didominasi oleh pendapatan rupiah murni, yaitu APBN dari pemerintah, juga dari SPP mahasiswa. Dana dari usaha komersial justru masih kecil” (hasil wawancara pada Rabu, 7 November 2012).
Unmul telah memiliki beberapa unit usaha komersial
yang dapat menjadi potensi penerimaan, walau
sesungguhnya unit-unit usaha tersebut masih membutuhkan
manajemen aset yang lebih tepat (lihat tabel 4.11).
ccxcv
Dalam rangka mengembangkan sisi penerimaan,
Unmul masih perlu memaksimalkan kinerja unit usaha
mandiri yang mengelola aset-aset besar Unmul. Salah
satunya adalah Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS),
Hutan Bukit Soeharto dan Laboratorium ITC Fakultas
Ekonomi Unmul yang merupakan aset penghasil
penerimaan legal dan efektif. Apabila didukung oleh
kebijakan komitmen pimpinan universitas dan manajemen
pengelolaan yang profesional dan terintegrasi secara sistem
IT, tentunya akan memberikan dampak yang besar bagi
meningkatnya penerimaan Unmul dari segi usaha
komersialnya. Ketersediaan lahan Unmul yang relatif luas
dan tersebar di beberapa tempat di dalam dan luar kota pun
dapat diupayakan untuk meningkatkan penerimaan.
Kerjasama dengan investor dan manajemen yang baik akan
memberikan tambahan penerimaan dari manajemen lahan
dan lain-lain.
Tabel 4.11. Beberapa Potensi Penerimaan Unmul
No Aset Jenis
Penerimaan Pelaksana (Unit Kerja)
1 Auditorium Kontibusi Pemeliharaan Gedung
Rektorat
2 Rusunawa Sewa Direktorat Bisnis
3 GOR 27 September Kontrak Rektorat 4 Lab. ITC FE Unmul Sewa / Kontrak Fekon 5 Lab. Multimedia Fisip Sewa Fisip 6 Lab. Faperta Sewa/Kontrak Faperta
ccxcvi
7 Lab. Fahutan Sewa / Kontrak Fahutan 8 Lab. MIPA Sewa / Kontrak FMIPA 9 Lab. FTeknik Sewa / Kontrak FMIPA 10 Kantin CBF Sewa Fekon 11 Kantin CMU Rektorat Sewa Rektorat 12 Lahan Parkir Sewa Rektorat 13 Lapangan Sepakbola Sewa Rektorat 14 Kebun Raya Unmul
Samarinda (KRUS) Sewa / Kontrak / Usaha
UPT KRUS
15 Poliklinik / Medical Center
Biaya Perawatan
FKedokteran
16 Lembaga Penelitian Usaha UPT Lemlit 17 Guest House Sewa Direktorat
Bisnis 18 Gedung Bundar Fahutan Sewa Fahutan 19 Gedung Bundar
Pertanian Sewa Faperta
20 Ruang Serba Guna Rektorat
Sewa Rektorat
21 Gedung Dekanat FE Sewa Fekon
Sumber : Lampiran Tarif Aset Produktif Unmul, 2012.
d. Masih kurangnya tenaga pengajar atau dosen dengan
kualifikasi pendidikan S3.
Mengenai hal ini, II mengatakan bahwa :
“Target Unmul terkait dengan SDMnya yaitu mempercepat
tenaga pengajar untuk memperoleh pendidikan S3. Dalam
Masterplan tertuang bahwa 40 persen tenaga pengajar
Unmul harus Doktor. Jadi dari jumlah 939 dosen, maka
sekitar 375 orang harus S3” (hasil wawancara pada Sabtu,
13 Oktober 2012).
Sejalan dengan hal tersebut, RH mengemukakan
bahwa :
“Saya secara pribadi melihat aspek terpenting yang saat ini perlu diberi porsi perhatian yang lebih adalah SDM, terutama dosen. Jumlah dosen senior yang memasuki usia pensiun
ccxcvii
terus bertambah tidak bisa ditunda, sementara jumlah dosen junior yang akan naik pangkat berjalan sedikit lebih lambat. Hal ini menyebabkan terjadinya degradasi SDM yang cukup signifikan jika pengembangan SDM perguruan tinggi tidak diperhatikan secara serius. Oleh karena itu, Unmul perlu memikirkan adanya lembaga khusus yang memantau perkembangan staf pengajar. Saya yakin bahwa ujung tombak Perguruan Tinggi adalah program studi, dan di program studi inilah terletak peran penting staf pengajar. Ukuran kualitas perguruan tinggi sebagian besar ditentukan oleh berapa banyak jumlah guru besar. Maka memberikan kesempatan dosen untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan. Diharapkan mereka nantinya pulang membawa perubahan di Unmul, yang akhirnya diharapkan akan menjadi lokomotif Unmul untuk menuju World Class University” (kutipan wawancara dalam Buku 50 Tahun Universitas Mulawarman, 2012).
Persentase dosen sebagai tenaga pengajar pada
Unmul untuk keadaaan tahun 2012 dengan kualifikasi S3
hanya sebesar 11,4 persen dari total jumlah dosen Unmul,
sehingga dapat dikatakan masih sangat terbatas. Berikut
tersaji data kualifikasi pendidikan tenaga pengajar atau
dosen Unmul :
Tabel 4.12. Kualifikasi Pendidikan Dosen Unmul
No Fakultas Jenjang Pendidikan
Jml S1 S2 S3
1 Ekonomi 8 87 26 121 2 Isipol 6 70 15 91 3 Pertanian 10 82 16 108 4 Kehutanan 4 47 39 90 5 Keguruan dan
Ilmu Pendidikan 25 118 38 181
6 Perikanan dan Ilmu Kelautan
3 51 14 68
7 Hukum 6 26 3 35 8 MIPA 5 64 12 81 9 Teknik 12 46 2 60 10 Kedokteran 14 39 3 56
ccxcviii
11 Kesehatan Masyarakat
5 16 1 22
12 UP Farmasi 2 10 1 13 13 UP Ilmu Budaya 0 1 0 1
Jumlah 100 657 170 927
Sumber : Bagian Kepegawaian Unmul, 2012.
Disamping secara kualitas Unmul masih kekurangan
dosen dengan kualifikasi pendidikan S3, secara kuantitas
pun jumlah total tenaga pengajar atau dosen Unmul belum
dapat dikatakan memadai. Data rasio dosen dan mahasiswa
riil di Unmul sejak tahun 2005 hingga 2012 sebagaimana
tampak pada tabel 4.5. menunjukkan bahwa rasio dosen
dibanding mahasiswa S1 adalah 1 : 30 (rata-rata).
Sedangkan rasio yang perlu dicapai adalah 1 : 25 sesuai
standar yang ditentukan oleh BAN-PT.
Tabel 4.13. Rasio Dosen dan Mahasiswa Universitas Mulawarman
Tahun Jumlah
Total Rasio Dosen Mahasiswa
2005 794 21.383 22.813 1 : 27 2006 849 22.998 24.498 1 : 27 2007 841 22.247 24.070 1 : 26 2008 868 24.563 26.746 1 : 28 2009 903 30.330 32.700 1 : 34 2010 910 32.150 34.718 1 : 35 2011 916 34.698 37.702 1 : 38 2012 927 35.832 38.950 1 : 39
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012.
Rasio dosen dan mahasiswa senilai 1 : 39
menunjukkan masih belum idealnya jumlah dosen dibanding
jumlah mahasiswa di Unmul sebab rasio ideal dosen dan
mahasiswa sesuai ketentuan BAN-PT adalah 1 : 25.
ccxcix
Kebijakan menambah penerimaan universitas dengan cara
meningkatkan jumlah mahasiswa angat kontraproduktif
dengan ketentuan BAN-PT. Di sisi lain, menambah jumlah
dosen tetap sesuai dengan rasio ideal sukar dilakukan
dalam waktu cepat yang secara realistis tidak dapat
dilakukan selama lima tahun ke depan. Hal ini disebabkan
adanya kebijakan moratorium dan efisiensi jumlah PNS.
3) Peluang (Opportunities)
a. Komitmen kuat dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan anggaran pendidikan.
Mengenai hal tersebut, ZH menyatakan bahwa :
“Pemerintah Pusat juga daerah selalu mendukung pembangunan pendidikan kita selama ini. Unmul BLU sejak Maret 2009. Itu bukan kebijakan kita sendiri, tapi karena pemerintah pusat menganjurkan supaya perguruan tinggi harus kepada BLU. Kenapa harus BLU? Terutama pertama karena untuk dalam rangka peningkatan mutu bagi stakeholders kita. Kedua, adanya fleksibilitas dalam hal dana” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
b. Indikator mikro ekonomi yang menunjang peluang
masyarakat untuk mengenyam pendidikan di perguruan
tinggi (pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan kalangan menengah).
c. Bantuan Operasional PTN (BOPTN) dari Kemendikbud
melalui DIPA Dikti.
Mengenai hal tersebut, II mengemukakan bahwa :
ccc
“Adanya kebijakan uang kuliah tunggal melalui Surat Edaran Dirjen Dikti membawa implikasi pada biaya masuk universitas yang lebih murah. Hanya saja, bagi universitas terjadi defisit. Sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan BOPTN untuk universitas yang menerapkan UKT” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
d. Tawaran kerjasama dari luar negeri dalam bentuk Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
e. Beasiswa bagi tenaga pengajar dari program beasiswa
unggulan Dikti.
f. Tawaran pelatihan bahasa asing dari Dikti untuk
memperoleh sertifikat IELTS dan Sertifikat A1.
g. Program beasiswa dan Corporate Social Responsibility
(CSR) dari perusahaan-perusahaan swasta PMDN dan PMA
besar yang beroperasi di Kalimantan Timur.
h. Tawaran funded agency yang berguna bagi pengembangan
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Mengenai peluang poin d hingga h tersebut di atas, II
mengemukakan bahwa :
“Status Unmul yang telah menjadi BLU memberikan fleksibilitas bagi universitas untuk kreatif mencari sumber-sumber penerimaan baru. Maka kesempatan memperoleh dana dari hibah, berbagai bentuk kerjasama baik dalam negeri dan luar negeri, hingga usaha-usaha bisnis pun semakin terbuka” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
MY mengemukakan informasi yang serupa sebagai
berikut :
ccci
“Unmul mempunyai jaringan alumni yang luas dan juga punya akses yang baik dalam bisnis walaupun masih dalam skala lokal, begitu pula dengan akses ke lembaga-lembaga pemerintahan, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota di Kaltim, atau lembaga-lembaga swasta yang merupakan kekuatan penting bagi Unmul. Jaringan itu memperkuat bargaining position bagi Unmul dalam menjalin kerjasama dengan institusi dari dalam maupun luar negeri” (hasil wawancara pada Kamis, 25 Oktober 2012).
Grafik jumlah jalinan kerjasama Unmul dengan
institusi lain baik dalam maupun luar negeri berdasarkan
Hasil Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Tahun Berjalan pada
Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012 tersaji sebagai
berikut :
Gambar 4.4. Perkembangan Jumlah Kerjasama Unmul dengan
Institusi Lain
Dlm negeri 25
Luar negeri 18 18 15 12 10 9 8 7 7 0 0 4 3
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Umul 2008-2012.
Memperhatikan grafik mengenai jalinan kerjasama
Universitas Mulawarman dengan institusi lain tersebut di
atas, dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun
perkembangan kerjasama yang terjadi bersifat fluktuatif.
cccii
Nilai angka yang tertera menunjukkan jumlah MoU yang
ditandatangani bersama ataupun yang diperpanjang untuk
setiap tahunnya, bukan penjumlahan dari tahun sebelumnya.
Jumlah kerjasama yang terlihat pada grafik tersebut digagas
oleh Universitas Mulawarman dalam ranah Pembantu Rektor
IV, belum termasuk kerjasama yang dilakukan oleh fakultas
dan lembaga-lembaga lain. Sesungguhnya apabila
kerjasama-kerjasama tersebut terlapor dengan baik pada
kantor pusat Universitas, maka peningkatan kerjasama yang
tampak akan sangat tinggi.
Bentuk jalinan kerjasama sebelum tahun 2010
mayoritas berupa pengembangan pendidikan, yaitu kuliah
tamu, seminar atau konferensi, pemberian beasiswa kepada
mahasiswa maupun dosen, penelitian dan pelatihan. Namun
sejak tahun 2010 hingga seterusnya, juga dilakukan
penguatan kerjasama dengan pihak perbankan dan BUMD
yang terdapat di daerah Kalimantan Timur, sebesar 76,12
persen.
i. Kebijakan pemerintah yang merubah secara mendasar
struktur, manajemen dan etos kerja agar PT lebih
profesional dalam pengelolaan aset.
Terkait dengan kebijakan pengelolaan aset,
ZHmemberikan pernyataan sebagai berikut :
ccciii
“Namanya saja Badan Layanan Umum, jadi unsur pelayanannya yang harus ditekankan, tetapi harus dengan dana yang standby setiap saat. Kita tidak bisa melayani orang kalau tidak ada uangnya. Ada kerjasama agar bisa cepat dibayar, honor mengajar dan sebagainya. Sekarang sudah bisa cash and carry, terutama untuk program S2 dan S3. Ada keleluasaan penggunaan keuangan, mudah digunakan tapi harus pertanggungjawabannya ketat. Sehingga aspek perencanaan sangat menentukan, sebab jika tidak ada dalam DIPA, harus ada dalam RKAKL, tidak bisa dilaksanakan kegiatan yang mendadak-mendadak begitu, jadi harus ada perencanaan semua itu. Semua program studi pada tiap fakultas merencanakan baru bisa masuk RKAKL itu. Pengelolaannya dari fakultas, baru masuk ke universitas. Kalau sudah rampung baru ke RKAKL, DIPA baru ke keuangan. RKAKL itu melalui Dirjen Dikti, kalau anggaran itu pengurusannya di bawah Menteri Keuangan” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
j. Political will dari Kemendikbud untuk pengelolaan keuangan
yang transparan dan akuntabel.
Terkait dengan kebijakan pengelolaan keuangan, ZH
memberikan pernyataan sebagai berikut :
“Sejak Unmul BLU, sudah ada fleksibilitas keuangan, tidak seperti yang lalu. Seperti BHMN itu dari sudut idealisme UI, UGM, Unair, USU, IPB itulah warna dari sebuah perguruan tinggi yang bernafas sosial, tapi pelayanannya harus bagus, prima. Dengan penekanan pada pelayanan, ada keleluasaan penggunaan keuangan, mudah digunakan tapi harus pertanggungjawabannya ketat. Jadi dalam pengelolaan keuangan, diwujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas di dalamnya” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
4) Ancaman (Threats)
a. Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara, kemajuan
Universitas Borneo Tarakan dan pembentukan Institut Seni
ccciv
Budaya (ISBI) di Tenggarong dan Institut Teknologi
Kalimantan(ITK) di Balikpapan.
Hal yang menjadi ancaman bagi Unmul tersebut,
dikatakan oleh II bahwa :
“Cukup banyak hal yang dapat dianggap sebagai ancaman bagi Unmul ke depan. Diantaranya dengan terbentuknya Kaltara dan akan munculnya Institut Teknologi Kalimantan dan Institut Seni Budaya, juga dengan sudah berubahnya Borneo menjadi PTN, saya rasa perlu menjadi perhatian kita” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
b. Perkembangan universitas swasta di Samarinda dan
Kalimantan Timur yang makin bervariasi.
Terkait dengan hal tersebut, II mengatakan bahwa :
“Berdirinya Institut Teknologi Kalimantan dan Institut Seni Budaya nanti, juga adanya universitas-universitas swasta di Kaltim merupakan pesaing potensial yang dapat mempengaruhi segmentasi masyarakat kepada Unmul. Untuk PTN, tentunya Universitas Borneo Tarakan, untuk perguruan tinggi swasta, ada Widya Gama, Untag dan STMIK Wicida, yang memiliki kesamaan ciri khusus, kemiripan produk dan jasa yang ditawarkan serta alasan geografis” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
c. Perkembangan teknologi yang sangat cepat yang
menyebabkan peralatan-peralatan laboratorium dan TIK
cepat usang.
Mengenai hal ini, II mengemukakan bahwa :
“Proses bisnis utama yang ada di Unmul adalah akademik. Untuk menunjang kegiatan utama dan lainnya, maka ditetapkanlah pelayanan berbasis IT. Jadi pemanfaatan IT terus dikembangkan. Dengan tren teknologi yang berkembang pesat, maka pengembangan pemanfaatan IT perlu senantiasa diperhatikan unsur perawatannya” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
cccv
d. Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat dinamis dan
tuntutan mutu pendidikan yang makin tinggi sehingga
membutuhkan peningkatan SDM, serta sarana dan
prasarana.
Mengenai hal tersebut, II mengemukakan bahwa :
“Aspek SDM juga sarana prasarana merupakan salah satu indikator bisnis yang perlu senantiasa dikembangkan sesuai kebutuhan dan tuntutan yang ada. Diantaranya jumlah tenaga pengajar dan kualifikasinya, termasuk kualifikasi staf administrasi, kondisi teknologi informasi juga sarana dan prasarana yang tersedia” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
e. Persaingan dunia kerja yang makin ketat antar lulusan, baik
di dalam negeri maupun luar negeri.
f. Tawaran double degree dari universitas di Pulau Jawa mulai
jenjang S1, S2 dan S3.
MY mengemukakan bahwa :
“Unmul dosennya baru sekitar 16 persen lebih saja yang berpendidikan S3. Maka ke depan, menjadi salah satu target kami bahwa kualifikasi pendidikan dosen bisa mengalami peningkatan dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk studi lanjut. Yang sudah S2 lanjut S3, yang masih S1 lanjut S2 dan seterusnya. Karena di masa depan, kualifikasi SDM tentunya akan dapat menjadi kekuatan bagi Unmul dalam menghadapi persaingan” (hasil wawancara pada Kamis, 25 Oktober 2012).
g. Tren minat lulusan SMA untuk bekerja di industri kreatif pada
media audio visual.
h. Globalisasi dan persaingan bebas sehingga membutuhkan
kreativitas dalam peningkatan nilai jual.
cccvi
Terkait hal tersebut, IImemberikan informasi bahwa :
“Status Unmul yang telah menjadi BLU memberi fleksibilitas
bagi universitas untuk kreatif mencari sumber-sumber
penerimaan baru, karena saat ini sudah era persaingan
bebas” (hasil wawancara pada Rabu, 7 November 2012).
Faktor internal dan eksternal yang tertuang dalam analisis
SWOT Unmul dalam Rencana Strategis Bisnis 2008-2012 tersebut
dapat disajikan dalam bentuk tabel rekapitulasi sebagaimana
berikut ini :
Tabel 4.14. Rekapitulasi Faktor Eksternal Internal Universitas Mulawarman
Internal Factors
(IF)
STRENGTH Komitmen pimpinan
Universitas terhadap perubahan
Jumlah fakultas dan program studi
Biaya pendidikan yang terjangkau dan proses seleksi yang bervariasi
Sarana prasarana yang memadai
Jumlah beasiswa yang terus meningkat
Daya serap daerah yang tinggi terhadap lulusan
WEAKNESS Kurikulum dan proses
belajar-mengajar yang belum sepenuhnya berorientasi pada dunia kerja
Sistem keuangan yang belum berorientasi output, tidak terdukung perencanaan dan infra- struktur teknologi online
Masih kecilnya peneri- maan dari unit bisnis dan pemanfaatan aset yang belum optimal
Masih kurangnya dosen berpendidikan S3
External Factors
(EF)
OPPORTUNITIES Komitmen kuat dari
Pemerintah Pusat dan Pemda terhadap ang- garan pendidikan dan pengembangan SDM tenaga pengajar
Indikator mikro ekonomi menunjang peluang masyarakat untuk masuk
THREATS Pembentukan Provinsi
Kaltara, kemajuan UBT dan pembentukan ISBI dan ITK
Perkembangan universitas swasta yang makin bervariasi
Perkembangan teknologi yng sangat cepat menyebabkan peralatan
cccvii
pendidikan tinggi BOPTN dari
Kepmendikbud Tawaran kerjasama dari
luar negeri Beasiswa bagi dosen dan
tawaran pelatihan bahasa asing dari Dikti
Tawaran funded agency untuk pengembangan Tridharma
Political will dari Kemendikbud untuk pengelolaan keuangan
TIK dan lab cepat using Perkembangan ilmu yang
sangat dinamis dan tuntutan mutu pendidikan yang makin tinggi
Persaingan dalam dunia pendidikan dan dunia kerja yang makin ketat
Tawaran double degree dari universitas di Jawa
Tren minat lulusan SMA untuk bekerja di industri kreatif
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012. Dari hasil pengukuran kinerja internal dan analisis eksternal
yang telah dilakukan melalui analisis SWOT, dihasilkan skor
perhitungan dan terlihat matriks SPACEsebagai berikut :
Skor Kekuatan : 3.579
Skor Kelemahan : 9.144
Selisih skor kekuatan dan kelemahan : -5.565
Skor Peluang : 3.900
Skor Ancaman : 2.556
Selisih skor peluang dan ancaman : 1.344
Gambar 4.5. Posisi Unmul dalam Matriks SPACE
Peluang
6.0 5.0 Kuadran Kuadran III 4.0 I (Turn Around Strategy) (Aggressive Strategy) 3.0 (-5.565,1.344) 2.0
1.0 Kelemahan Kekuatan
cccviii
-6.0 -5.0 -4.0 -3.0 -2.0 -1.0 1.02.03.04.05.06.0 -1.0 -2.0 -3.0 Kuadran Kuadran IV -4.0 II (Defensive Strategy) (Diversification Strategy) -5.0 -6.0
Ancaman
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012. Berdasarkan matriks SPACE tersebut, Unmul memiliki posisi
pada kuadran III, yang berarti memiliki kelemahan yang lebih besar
daripada kekuatannya, namun memiliki peluang yang sangat besar.
Dengan demikian, untuk mencapai visi dan misinya Unmul harus
mempergunakan strategi WO (weakness-opportunities atau
kelemahan-peluang) atau disebut juga konsep strategi utamaTurn-
Around, yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal
dengan memanfaatkan peluang eksternal.
Berdasarkan analisis tersebut, Unmul memutuskan untuk
melakukan perubahan dalam hal orientasi, budaya dan pola pikir
SDMnya sehingga perlu dirumuskan strategi yang berfokus pada
culture, people dan process.Berikut ini tersaji gambar fokus
perubahan yang akan dilakukan Unmul Samarinda :
Gambar 4.6. Fokus Perubahan Universitas Mulawarman
Culture
cccix
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012. Terkait dengan hasil analisis SWOT Unmul, II mengatakan
bahwa :
“Dengan munculnya kompetitor baru di masa depan, seperti Institut Teknologi Balikpapan dan Institut Seni Kaltim, jadi Unmul saat ini melakukan perbaikan sistem manajemen karena hasil analisis SWOT pada kondisi saat ini, Unmul berada pada kuadran III. Jika yang lalu sampai dengan 2007, Unmul ada pada kuadran I dan mempergunakan strategi agresif, maka sekarang strategi bertahan yang digunakan, walau sebenarnya itu bukan strategi yang cukup menarik. Strategi bertahan yang dipergunakan mengarah pada perubahan etika dan tata kelola untuk memiliki etos kerja yang tinggi agar ke depan bisa ke arah peningkatan akreditasi. Karena umur Universitas tidak sejalan dengan akreditasi program studi, dimana nilai akreditasi yang C itu sama halnya dengan nilai akreditasi untuk program studi yang baru dibuka” (hasil wawancara pada Rabu, 7 November 2012).
Dengan hasil analisis SWOT terhadap faktor eksternal dan
internal tersebut serta visi menuju universitas yang bertaraf
internasional atau World Class University (WCU), setidaknya
Unmul telah merumuskan empat faktor kunci kesuksesan (key
success factors) yang perlu disinergikan, yaitu :
1) Mampu menarik kehadiran bakat-bakat terbaik ke dalam
komunitas Unmul yang memiliki nilai tawar untuk maju dan
berkembang,
People Process
cccx
2) Mampu mengundang dan memberdayakan potensi dan sumber
daya yang dimiliki melalui penguatan dan pengembangan
jejaring, baik dalam maupun luar negeri,
3) Mampu mempertahankan bakat-bakat terbaik dan menciptakan
suasana kerja yang kondusif antar pribadi dan lembaga di
lingkungan Unmul,
4) Mampu merespon permasalahan-permasalahan yang muncul
dan berasal dari mitra kerja dan lingkungan (stakeholders).
Untuk menuju WCU, Unmul perlu mengembangkan atmosfir
budaya akademik yang positif di kalangan SDMnya dan merubah
cara-cara proses kerjanya, sejumlah strategi yang perlu dilakukan
Unmul antara lain :
a. Memperbaiki struktur organisasi dan manajemen tata kelola.
b. Memperbaiki mekanisme kerja dari sistem manual ke sistem
online dalam aspek kepegawaian, keuangan, perencanaan dan
akademik.
c. Menjalin kerjasama pendidikan dan pengajaran, peneltian serta
pengabdian masyarakat dengan berbagai pihak secara lebih
intensif dan proaktif.
d. Mencari dana melalui usaha pengembangan bisnis sesuai jenis
pelayanan yang ada, baik berupa barang maupun jasa.
cccxi
e. Pembenahan internal diantaranya pengembangan SDM,
pembenahan sarana dan prasarana serta administrasi
Universitas.
f. Restrukturisasi pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien
agar kinerja keuangan lebih sehat.
Lebih lanjut II mengatakan bahwa :
“Arah kebijakan Unmul untuk saat ini berdasarkan Renbis yang
telah disusun yaitu perbaikan kualitas SDM dan sistem, membuka
basis kerjasama internasional dan memperbaiki tatanan struktur
organisasi kerja, kemudian juga pengembangan program studi dan
fakultas” (hasil wawancara pada Sabtu, 13 Oktober 2012).
4.2.1.4. Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif Program
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Bisnis Unmul
2008-2012, diketahui bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan dan
sasaran strategis yang telah dirumuskan dan dengan
memperhatikan posisi Unmul dari hasil analisis lingkungan, maka
Unmul merumuskan lima buah strategi sebagai berikut :
1) Pembenahan internal untuk meningkatkan daya saing
2) Peningkatan pelayanan yang berorientasi pelanggan (customer
oriented)
3) Peningkatan potensi mahasiswa
4) Peningkatan kuantitas dan kualitas riset
5) Restrukturisasi pengelolaan keuangan.
cccxii
Perumusan strategi tersebut kemudian akan dilanjutkan
dengan kegiatan analisis terhadap sejumlah pilihan alternatif
program. II menyatakan bahwa :
“Lima strategi yang dipilih Unmul sebagai strategi pengembangan memang berfokus pada perubahan dalam hal budaya kerja, pola pikir SDM juga proses kerjanya. Yang kemudian diyakini dapat dilakukan melalui strategi seperti pembenahan internal universitas, peningkatan kualitas pelayanan dan potensi mahasiswa. Tidak upa pula peningkatan riset oleh dosen, juga termasuk perbaikan dalam pengelolaan keuangan” (hasil wawancara pada Sabtu, 8 Juni 2013). 4.2.1.5. Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi Sumberdaya
Unmul
Strategi yang telah dipilih Unmul kemudian dikembangkan
melalui enam buah kebijakan dan lima buah program. Program-
program tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi kegiatan yang
dilaksanakan setiap tahun. Untuk mengukur tingkat keberhasilan
program, maka diperlukan indikator kinerja setiap program. Rincian
kebijakan dan program yang dimaksud terurai sebagai berikut :
1) Kebijakan meningkatkan daya dukung infrastruktur dan SDM
pendidikan tinggi. Kebijakan ini dicapai dengan Program
Peningkatan Infrastruktur Pendidikan.
2) Tersusunnya kurikulum yang berorientasi dunia kerja. Kebijakan
ini dicapai dengan Program Peningkatan Kualitas Layanan
Akademik.
cccxiii
3) Kebijakan mendorong dan mendukung kreativitas, motivasi dan
inovasi mahasiswa. Kebijakan ini dicapai dengan Program
Pengembangan Potensi Mahasiswa.
4) Kebijakan mendorong dan memfasilitasi peningkatan kuantitas
dan kualitas riset. Kebijakan ini dicapai dengan Program
Memperluas Networking dengan berbagai lembaga nasional
dan internasional.
5) Kebijakan mengembangkan SDM yang mampu mendukung
peningkatan kinerja keuangan universitas. Kebijakan ini dicapai
dengan Program Peningkatan Kemampuan Pengelolaan
Keuangan Universitas.
6) Kebijakan melaksanakan pengelolaan keuangan berdasarkan
pola pengelolaan keuangan BLU. Kebijakan ini dicapai dengan
Program Peningkatan Kemampuan Pengelolaan Keuangan
Universitas.
ZH mengemukakan bahwa :
“Jadi memang ada sejumlah kebijakan dan program yang dirumuskan untuk mengoperasionalkan strategi yang ada. Sehingga tentu ada keterkaitan antar komponen strategi, kebijakan dan program yang dilaksanakan. Kesemuanya merupakan perwujudan dari pernyataan visi misi, tujuan juga sasaran strategis Unmul” (hasil wawancara pada Selasa, 11 Desember 2012).
Mengenai rumusan strategi yang dituangkan dalam
kebijakan dan program tersebut di atas, II memberikan pernyataan
sebagai berikut :
cccxiv
“Program-program yang sudah dirumuskan itu dikembangkan dari Program Pendidikan Tinggi yang merupakan bagian dari RKA-KL Departemen Pendidikan Nasional. Ada hal-hal yang harus disesuaikan dalam menyusun anggaran tahunan dan kegiatan yang dilaksanakan. Maksudnya disesuaikan dengan kode juga istilah-istilah kegiatan sesuai dengan RKA-KL yang berlaku” (hasil wawancara pada Sabtu, 8 Juni 2013).
Perumusan strategi yang dilakukan Unmul dalam kaitannya
dengan pembuatan kebijakan-kebijakan dan program-program,
digambarkan dalam sebuah matriks keterkaitan, sebagaimana
tampak berikut ini :
Tabel 4.15. Matriks Keterkaitan Strategi, Kebijakan dan Program
pada Universitas Mulawarman
STRATEGI KEBIJAKAN PROGRAM Pembenahan internal untuk meningkatkan
daya saing
Meningkatkan daya dukung infrastruktur dan SDM pendidikan
tinggi
Peningkatan infrastruktur pendidikan
Peningkatan pelayanan yang
berorientasi pelanggan
Tersusunnya kurikulum yang berorientasi dunia
kerja
Peningkatan kualitas pelayanan akademik
Peningkatan potensi mahasiswa
Mendorong dan mendukung kreativitas,
motivasi dan inovasi mahasiswa
Pengembangan potensi mahasiswa
Peningkatan kuantitas dan kualitas riset
Mendorong dan memfasilitasi
peningkatan kuantitas dan kualitas riset
Memperluas networking dengan berbagai lembaga
nasional dan internasional
Restrukturisasi pengelolaan keuangan
Mengembangkan SDM yang mampu mendukung
peningkatan kinerja keuangan universitas
Peningkatan kemampuan
pengelolaan keuangan universitas
Sumber : Rencana Strategis Bisnis Unmul 2008-2012.
cccxv
4.1.2.6. Model Empirik Perencanaan Stratejik Unmul
Setelah mengkaji dan menganalisis proses perencanaan
stratejik yang dilakukan oleh Unmul, maka penulis sampai pada
sebuah temuan penelitian bahwa perencanaan stratejik yang
dilakukan telah memenuhi lima komponen perencanaan stratejik
sebagaimana rumusan Steiss (2003: 58-59). Namun demikian,
terdapat ketidaksesuaian perumusan strategi yang dilakukan
dengan kemampuan dan keadaan sumberdaya yang dimiliki Unmul.
Berdasarkan sepuluh aliran strategi yang dikemukakan oleh
Mintzberg, Alhstrand dan Lampel (1998: 4), maka Unmul dalam
merumuskan strategi bersaingnya berkiblat pada kelompok aliran
configuration, yang terindikasi dari adanya pengkombinasian arah
pembenahan organisasi pada aspek budaya organisasi, sumberdaya
manusia organisasi dan proses perubahan itu sendiri. Disamping itu,
terindikasi pula dari adanya upaya-upaya pengembangan unit-unit
bisnis komersial yang potensial dalam meningkatkan pendapatan
terkait dengan statusnya sebagai Badan Layanan Umum (BLU) sejak
tahun 2009.
Strategi bersaing yang dipergunakan oleh Unmultersebut
kemudian dalam penelitian ini berupaya dianalisis melalui komponen
struktural dari desain organisasi, yang meliputi tujuan utama
organisasi, strategi organisasi yang dipergunakan, pemahaman akan
lingkungan tempat operasi organisasi serta pemilihan konfigurasi
cccxvi
yang digunakan (Burton, DeSanctis dan Obel, 2006: 3). Pada
akhirnya, posisi Unmul di dalam proses transformasi organisasi pun
dapat diidentifikasi.
Adapun model empirik perencanaan stratejik Unmuldapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.7. Model Empirik Perencanaan Stratejik Unmul
Belum berkesesuaian
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN STRATEGI & ALTERNATIF PROGRAM
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN STRUKTUR 4)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
cccxvii
Sumber : Hasil penelitian, 2013.
Penjelasan mengenai gambar tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
Proses perencanaan stratejik yang dilakukan oleh Unmul
diawali dengan tahap 1) analisis kesiapan sistem, yang meliputi
identifikasi isu-isu strategis, pengumpulan aturan dan pembentukan
tim perencanaan, kemudian penyusunan profil universitas dan
penyajian informasi keuangan. Dilanjutkan dengan tahap 2)
perumusan visi dan misi, tujuan serta sasaran, dimana secara
umum Unmul berfokus pada pelaksanaan Tridharma Perguruan
Tinggi yang bertumpu pada SDA khususnya hutan tropis lembab
dan lingkungannya.
Kemudian selanjutnya adalah tahap 3) analisis lingkungan
internal dan analisis lingkungan ekternal melalui analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Sejumlah faktor
kekuatan dan kelemahan (strength dan weakness) yang
merupakan faktor lingkungan internal diperbandingkan dengan
sejumlah faktor peluang dan ancaman (opportunities and threats)
yang merupakan faktor lingkungan eksternal. Tahap berikutnya
adalah 4) perumusan strategi dan analisis alternatif program.
Dalam merumuskan strategi, Unmul melakukan perumusan
ALTERNATIF KEBIJAKAN & REKOMENDASI
SUMBERDAYA
cccxviii
komponen-komponen struktural, juga komponen-komponen SDM.
Gambar model perencanaan stratejik Unmul pada halaman 289
mengandung keterangan terjadinya ketidaksesuaian dalam
perumusan komponen struktural organisasi. Untuk memperjelas
poin ketidaksesuaian yang dimaksud tersebut, maka berikut penulis
sajikan rekapitulasi perumusan komponen struktural dalam
perumusan strategiUnmul :
Tabel 4.16. Rekapitulasi Komponen Struktural dari
Perumusan Strategi Unmul
No Komponen Struktural
Konsep Ideal Organisasi pada
Kuadran C Unmul
1 Tujuan Efektivitas Efektivitas 2 Strategi Prospector Prospector 3 Lingkungan Locally Stormy Varied 4 Konfigurasi Divisional Fungsional
Hasil Sesuai Tidak Sesuai
Sumber : Hasil penelitian, 2013.
Untuk perumusan komponen struktural pada Unmul, tujuan
yang ingin dicapai adalah efektivitas, dengan mempergunakan tipe
strategi prospector. Kedua komponen ini telah tepat sesuai dengan
rumusan teoritik Burton, deSanctis dan Obel (2006: 76). Namun,
lingkungan pasar yang dihadapi Unmul adalah lingkungan
bervariasi dan konfigurasi yang dipilih adalah struktur fungsional,
yang tidak berkesesuaian dengan dua komponen sebelumnya.
Ketidaksesuaian ini terjadi karena sejak menjadi Badan
Layanan Umum (BLU) pada tahun 2009, Unmul meningkatkan
cccxix
tujuan utamanya, yang awalnya adalah efisiensi, menjadi
efektivitas. Tujuan pada efektivitas berarti bahwa sebuah organisasi
lebih berfokus pada tujuannya yang ingin menjadi Universitas
bertaraf internasional, tetapi kurang memperhatikan penggunaan
sumberdaya secara efisien.
Tujuan utama pada efektivitas tersebut menjadikan strategi
yang kemudian dirumuskan untuk dipergunakan adalah tipe strategi
prospector, yang akan mampu membawa pencapaian tujuan
tersebut karena strategi prospector diaplikasikan dalam rupa
pendekatan yang agresif terhadap inovasi untuk mencari peluang-
peluang pasar baru dan ide-ide baru. Beberapa contoh mengenai
pengaplikasian strategi prospector yang telah dilakukan Unmul
adalah membuka program-program kerjasama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pendidikan tinggi di kawasan
perbatasan, membuka UPT. Program Unggulan Internasional
melalui jalinan kerjasama dengan perguruan tinggi luar negeri,
yang menyelenggarakan sejumlah Magister and Doctoral Program
dan program-program lainnya yang bersifat internasional seperti
International Joint and Double Degree, International Joint Training,
Symposium, Research and Publication. Untuk penciptaan program
tersebut, Biro Kerjasama Luar Negeri (BLKN) Kemendikbud
menjadikan Unmul sebagai brand mark atau contoh
cccxx
pengembangan double degree dan international university di luar
Pulau Jawa, khususnya kawasan timur Indonesia.
Strategi prospector dapat ditandai dengan adanya eksplorasi
yang tinggi pada peluang-peluang yang dimiliki Unmul, walaupun
eksploitasinya rendah pada situasi tertentu. Eksplorasi yang tinggi
tampak dari adanya upaya penciptaan terobosan-terobosan berupa
penciptaan produk lulusan yang kualitasnya lebih meningkat
dibandingkan dengan produk lulusan-lulusan sebelumnya, namun
mengabaikan aspek efisiensi dalam penggunaan sumberdaya.
Namun demikian, dalam situasi kompetitif, Unmul akan tetap dapat
bertahan walaupun struktur biayanya menjadi lebih tinggi.
Diharapkan, ke depan eksperimen dari ide-ide baru dapat pula
memunculkan produk baru lainnya, seperti karya tulis dosen, buku
ilmiah, hasil-hasil penelitian, hingga peningkatan akreditasi program
studi maupun perguruan tinggi yang lebih berkembang, tidak hanya
bereksperimen pada lulusan.
Namun demikian, untuk aspek lingkungan pasar, Unmul
sesungguhnya masih menghadapi lingkungan yang varied atau
bervariasi, bukan lingkungan locally stormy yang merupakan
lingkungan yang sesuai bagi tujuan efektivitas dan penggunaan
strategi prospector. Lingkungan yang bervariasi, memiliki banyak
faktor yang dapat dibawa dalam pertimbangan dan dapat saling
bergantung, tetapi relatif dapat diprediksikan. Unmul telah dikenal
cccxxi
oleh masyarakat Kalimantan Timur sebagai PTN yang mampu
menghasilkan banyak lulusan (per tahunnya dapat mencapai
hampir 4.000 lulusan), yang dapat ‘terjual’ pada berbagai sektor
pekerjaan yang ada di Kalimantan Timur. Lulusan Unmul sejauh ini
terserap dengan baik di daerah, dimana hal tersebut disebabkan
oleh adanya kekuatan jalinan kerjasama antara Unmul dengan
berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri melalui
jaringan alumninya yang luas dan adanya akses yang baik ke
lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta, juga termasuk akses
dalam bisnis walaupun masih dalam skala lokal. Lingkungan yang
demikian, mencerminkan bahwa lingkungan tersebut adalah
lingkungan yang dapat diprediksikan, walaupun masalah politik dan
moneter di Kalimantan Timur cukup mampu menjadi faktor-faktor
yang berpengaruh di dalam lingkungan itu. Terciptanya situasi yang
mudah berubah juga diakibatkan dari adanya pengembangan ide-
ide baru yang dianggap dapat membawa keuntungan, yang di sisi
lain menjadikan biaya sumberdaya sebagai titik perhatian kedua.
Selanjutnya mengenai struktur fungsional yang dipilih oleh
Unmul, dilakukan atas pertimbangan bahwa spesialisasi pekerjaan
merupakan hal yang penting bagi suatu BLU, dengan titik perhatian
pada pengolahan informasi. Maka dari itu, dalam Unmul tugas dan
aktivitas dikelompokkan berdasarkan fungsi utamanya sehingga
dibentuk sub unit-sub unit khusus yang menangani bidangnya
cccxxii
masing-masing, namun tetap saling berkoordinasi satu sama lain
dengan mempergunakan aturan dan petunjuk sebagai acuan
pelaksanaan kegiatan. Sub unit-sub unit khusus yang dimaksud
tersusun secara hirarkis di dalam struktur organisasi antara lain
seperti Unsur Pelaksana Akademik, Unsur Pelaksana Administrasi
yang terdiri lagi atas sejumlah bidang-bidang, juga Unsur
Penunjang (UPT). Dengan demikian, Unmul memiliki alasan yang
rasional untuk menetapkan individu-individu dan sub unit-sub unit
pada tugas khusus yang akan dilakukan, walaupun kondisinya
pada masa sekarang Unmul masih kekurangan individu-individu
yang memiliki spesialisasi khusus. Sehingga cenderung
mengandalkan SDM yang jumlahnya terbatas itu dalam
pelaksanaan tugas-tugas khusus secara berulang-ulang.
Struktur fungsional yang demikian itu menjadikan Unmul
lemah pada saat menghadapi kondisi lingkungan yang mengalami
perubahan. Dengan telah seringkali menghadapi kondisi
lingkungan yang selalu tetap, Unmul cenderung tidak mampu
dengan cepat merespon perubahan lingkungan yang terjadi karena
adanya faktor ‘kebiasaan’. Contohnya kebiasaan mengandalkan
sumberdaya manusia yang telah ‘biasa’ mengemban tugas
tertentu, maka tidak mudah untuk melibatkan sumberdaya baru
secara cepat. Dengan kata lain, masih terdapat kekakuan dalam
pemanfaatan sumberdaya manusia yang dianggap mampu
cccxxiii
melaksanakan spesialisasi pekerjaan di dalam organisasi secara
baik, atau kemampuan adaptasi organisasi terhadap perubahan
cukup rendah. Oleh karena itu, Unmul merumuskan strategi
bersaing yang berfokus pada pembenahan culture, people and
process. Sebab diyakini bahwa budaya organisasi pada Unmul
untuk menuju perubahan masih perlu direvitalisasi.
Hal penting yang sesungguhnya dapat menunjang
pelaksanaan strategi bersaing tersebut adalah dengan
mendiagnosis proses transformasi organisasi yang sedang dijalani
Unmul. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Unmul di dalam
perencanaan stratejiknya.
Masih adanya ketidaksesuaian antara komponen-komponen
struktural dari perumusan strategi yang dilakukan oleh Unmul,
menunjukkan bahwa Unmul sesungguhnya belum menemukan
komitmen perumusan strategi yang menuju pada perubahan
sebagai organisasi yang mampu memanfaatkan peluang sekaligus
membenahi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya (strategi WO
sebagaimana hasil dari analisis SWOT-nya). Melihat temuan
empirik tersebut, maka analisis deskriptif penulis mengenai posisi
Unmul dalam proses transformasi organisasi dapat dikategorikan
berada pada fase organisasi pembelajar, dimana Unmul masih
belajar untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, yang masih
memerlukan lebih banyak proses kreasi pengetahuan, walaupun
cccxxiv
komponen dalam perencanaan stratejik yang telah dilakukan telah
sesuai dengan model perencanaan stratejik organisasi sektor
publik dan nonprofit yang dirumuskan Steiss (2003: 58-59), dan
masih terdapat ketidaksesuaian antar komponen struktural dalam
tahap perumusan strateginya.
Dengan demikian, kekuatan yang dimiliki Unmul sebagai
universitas tertua di Kalimantan Timur (51 tahun pada September
2013), dengan jumlah mahasiswa terbesar di Kalimantan
(mencapai lebih dari 37.000 orang), tidak menjadi jaminan bahwa
Perguruan Tinggi pertama di Kalimantan Timur ini memiliki
pandangan dan mindset yang telah mampu mengikuti
perkembangan lingkungan. Untuk itu, diperlukan pembenahan
dalam proses perencanaan stratejiknya dan penguatan komitmen
dari para pelaksananya agar dapat mencapai visi misi dan tujuan
yang telah ditetapkan.
4.2.2. Perencanaan StratejikPoliteknik Negeri Samarinda
Uraian perencanaan stratejik yang dilakukan Politeknik Negeri
Samarinda (Polnes) dalam penelitian ini merupakan gabungan dari
dokumen Rencana Strategis Politeknik Negeri Samarinda 2008-2020
dengan data primer yang berasal dari informan penelitian :
4.2.2.1. Analisis Kesiapan Sistem Polnes
cccxxv
Sebelum melakukan perencanaan, Polnes menetapkan
sejumlah kesiapan organisasi, antara lain dengan mengidentifikasi
isu-isu strategis yang dihadapi, mengklarifikasi aturan yang
mendasari perencanaan, menciptakan komite perencanaan dan
mempersiapkan profil organisasi. Produk yang dihasilkan dari
tahapan analisis kesiapan sistem adalah rencana untuk
perencanaan.
Terkait dengan kegiatan penyiapan sistem sebagai
komponen awal perencanaan stratejik di Polnes, MAmemberikan
informasisebagai berikut :
“Pertama-tama dari proses perencanaan itu, sistemnya
dipersiapkan. Isu-isu strategis yang dihadapi apa saja kemudian
dibentuk tim yang akan melakukan perencanaan, dengan dasar
aturannya. Profil Polnes juga disusun dengan baik” (hasil
wawancara pada Jum’at, 7 Juni 2013).
Kemudian AMjuga memberikan pernyataan yang sejalan:
“Tentunya tim perencana sudah mempersiapkan berbagai hal yang
diperlukan untuk mempersiapkan sistem perencanaan. Mulai dari
aturan-aturan yang mendasari, profil juga informasi keuangan.
Bagian perencanaan, tetap berada di bawah Direktur dan harus
bertanggungjawab pada Direktur” (hasil wawancara pada Jum’at, 7
Juni 2013).
cccxxvi
Aturan yang dikatakan mendasari perencanaan stratejik
Polnes dalam kutipan wawancara tersebut di atas, dapat diuraikan
sebagai berikut :
1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa Politeknik
adalah bentuk Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan profesional.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi, yangmenyebutkan bahwa Politeknik
menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam
sejumlah bidang pengetahuan khusus yang diarahkan pada
kesiapan penerapan keahlian tertentu. Lebih lanjut dinyatakan
dalam Peraturan Pemerintah tersebut di atas bahwa Pendidikan
Profesional terdiri atas program Diploma I, II, III dan IV.
Setelah sejumlah aturan yang mendasari kegiatan
perencanaan telah disiapkan, maka langkah selanjutnya adalah
pembentukan tim perencana. Perencanaan stratejik Polnes
dilakukan oleh Tim Penyusun Rencana Strategis Politeknik Negeri
Samainda yang dibentuk dengan Surat Keputusan Direktur
Polnes.Tim Penyusun tersebut terdiri dari para anggota senat
politeknik yang bertugas memberikan arah dan kebijakan yang
akan diterapkan oleh Polnes ke depan, beserta sejumlah
cccxxvii
komponen yang dianggap memiliki kompetensi di bidang
perencanaan dan penganggaran.
AM memberi informasi mengenai tim perencanaan Polnes
dengan pernyataan sebagai berikut :
“Dalam perencanaan, kita lebih kepada kombinasi. Memang Direktur sebagai leadernya, tapi dalam setiap aksi kita melakukan koordinasi dalam rangka mencapai suatu target. Jadi sudah ada tim yang dibentuk untuk melakukan perencanaan, yang disusun berdasar ketentuan yang ada, juga atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu dari level pimpinan” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
Kemudian ada pula pernyataan dari MA yang menyatakan
bahwa :
“Mengenai tim perencana, sebenarnya yang sudah ada ini menurut saya kurang melibatkan pihak-pihak yang mengerti tentang anggaran. Padahal dalam perencanaan, anggaran sangat berkaitan, tidak dapat dipisahkan. Semoga ke depan, pimpinan bisa lebih melibatkan orang-orang yang memang mengerti tentang penganggaran, untuk dapat merumuskan perencanaan yang lebih baik” (hasil wawancara Jum’at, 10 Agustus 2012).
Dengan telah dibentuknya tim perencana sebagai pihak-
pihak yang melakukan proses perencanaan stratejik, disusunlah
profil Polnes sebagaimana yang telah terjabar pada bagian awal
Bab IV ini. Profil Polnes memuat sejarah pembentukannya, struktur
organisasi, keadaan SDM, serta keadaan sarana dan
prasarananya. Di dalam proses perencanaan stratejik Polnes, tim
perencana juga melakukan penyajian informasi mengenai
keuangan yang datanya tidak dapat disajikan secara rinci di dalam
cccxxviii
penelitian ini karena pertimbangan faktor kerahasiaan dokumen
internal dari pihak Polnes.
Dengan demikian, mengenai penyajian informasi keuangan,
hanya dapat disajikan data primer dari hasil wawancara terhadap
sejumlah informan penelitian. Sebagaimana AM menyatakan
bahwa :
“Selain menyusun profil Unmul, kami juga membuat semacam kerangka pembiayaan lima tahunan sebagai informasi keuangan untuk menyusun perencanaan strategis. Kerangka pembiayaan tersebut meliputi ketentuan anggaran, alokasi belanja operasi juga belanja modal. Mengapa kerangka pembiayaan perlu dibuat ? Tidak lain adalah untuk keperluan pelaksanaan perencanaan yang lebih sistematis dan lebih terstruktur pada setiap tahunnya” (hasil wawancara pada Jum’at, 7 Juni 2013).
MA juga turut memberikan informasi mengenai kondisi
keuangan Polnes dalam melakukan kesiapan sistem perencanaan :
“Untuk tahun anggaran 2011, dari sejumlah sasaran yang ingin dicapai, Polnes punya anggaran sekitar Rp. 62 milyar lebih yang dipergunakan untuk melaksanakan sekitar 80 lebih kegiatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang ada. Data rinci mengenai itu kita tidak bisa berikan karena keuangan merupakan hal yang riskan untuk diekspos ke luar karena berkaitan dengan pengelolaan internal Polnes” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012). 4.2.2.2. Pernyataan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Polnes
Visi dan misi Polnes berdasarkan keinginan bersama
tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Nomor 191/K18/KL/2008
tertanggal 19 September 2008 tentang Penetapan Visi dan Misi
Politeknik Negeri Samarinda 2020. Pemikiran penting dari
penetapan visi dan misi 2020 tersebut adalah :
cccxxix
1) Untuk menghindari pergantian atau perombakan visi dan misi
pada setiap pergantian Direktur Politeknik Negeri Samarinda.
2) Untuk menjadi acuan bersama yang disepakati dalam tiga
periode kepemimpinan, agar Direktur berikutnya dapat
menunjukkan kemampuannya untuk mencapai visi dan misi
yang diharapkan tanpa merubah indikator utama.
3) Sebagai antisipasi dalam memenangkan persaingan pada
tingkat perguruan tinggi dalam era globalisasi.
Visi Polnes berdasarkan Rencana Strategis Politeknik
Negeri Samarinda 2008-2020 adalah sebagai berikut : ”Berkualitas,
Sejahtera dan Unggul di Tingkat Nasional dan Internasional pada
tahun 2020”. Pengertian berkualitas, sejahtera dan unggul di tingkat
nasional dan internasional pada tahun 2020 adalah bahwa di dalam
visi tersebut terdapat tiga kata penting yang diperkirakan ketiga
kata tersebut baru dapat dicapai pada tahun 2020 melalui tiga
periode kepemimpinan.Penjelasan visi tersebut :
1. Berkualitas, yang berarti mimpi Polnes pada tahun 2012 adalah
menjadi penyelenggara pendidikan vokasi yang benar-benar
berkualitas dan profesional.
2. Sejahtera, yang berarti mimpi Polnes pada tahun 2016 adalah
mampu memberikan kesejahteraan kepada komunitas secara
signifikan baik dilingkungan internal maupun lingkungan
eksternalnya.
cccxxx
3. Unggul, yang berarti mimpi Polnes pada tahun 2020 dipercaya
sebagai penyelenggara pendidikan tinggi berkarakteristik
profesional di bidangvocational education and training
management system di tingkat nasional dan internasional.
4. Konsep visi secara umum adalah unggul baru dicapai bila
organisasi telah memilki budaya inovatif. Budaya inovatif baru
bisa dicapai bilamana masyarakat internal dan eksternalnya
telah memiliki kesejahteraan. Begitu juga kesejahteraan baru
bisa dicapai bilamana organisasi tersebut memiliki total quality
system.
Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi yang
berfungsi sebagai arah kebijakan yang sangat diperlukan untuk
dicapai. Adapun misi Polnes antara lain :
1) Menyelenggarakan pendidikan vokasi yang bertumpu kepada
peningkatan kualitas, perluasan akses dan lulusan berdaya
saing tinggi.
Arah kebijakan misi 1 menekankan bahwa Polnes diharapkan
mampu :
a. Menyelenggarakan program pendidikan tinggi vokasi yang
berkualitas dan profesional.
b. Mengembangkan dan memperluas akses program
pendidikan vokasi yang berdampak pada peningkatan
kesejahteraan.
cccxxxi
c. Meningkatkan daya saing lulusan
2) Membangun organisasi yang sehat, otonom dan komunitas
yang sejahtera.
Arah kebijakan misi 2 menekankan bahwa Polnes diharapkan
mampu :
a. Menyelenggarakan manajemen administrasi dan operasional
pendidikan yang sehat, berkualitas, profesional dan
akuntabel yang meliputi bidang akademik, kemahasiswaan,
perencanaan, aset, keuangan, kepegawaian, pemasaran /
kehumasan, legalitas, kearsipan, logistik, keamanan, belanja
barang dan jasa, pelaporan, dokumentasi, monitoring /
evaluasi.
b. Mempersiapkan kemandirian organisasi dalam rangka
penerapan Undang-undang BHP 2013.
c. Meningkatkan kesejahteraan kepada komunitas internal dan
eksternal.
3) Mengembangkan dan menghasilkan karya dan produk
intelektual yang inovatif.
Arah kebijakan misi 3 menekankan bahwa Polnes diharapkan
mampu :
a. Menghasilkan karya intelektual bernilai melalui
pengembangan dan pemanfaatan riset terapan dan
pengabdian masyarakat.
cccxxxii
b. Menciptakan unit-unit strategis sebagai unit penghasil
produk.
c. Menghasilkan produk bernilai minimal untuk mengatasi
kebutuhan sendiri dan pada gilirannya mampu menghasilkan
untuk memenuhi kebutuhan pasar.
4) Membangun networking dan pencitraan publik di tingkat
nasional dan internasional.
Arah kebijakan misi 4 menekankan bahwa Polnes diharapkan
mampu :
a. Mengembangkan kerjasama yang mampu memberikan
manfaat baik secara kelembagaan dan anggota civitas
akademika.
b. Mendorong seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam
pembentukan karakter budaya mutu.
c. Berpartisipasi secara aktif dan memberikan kesuksesan
dalam berbagai even baik nasional dan internasional.
Berkenaan dengan visi dan misi Polnes tersebut, AM
menyatakan bahwa :
“Polnes punya visi “Berkualitas, Sejahtera dan Unggul di Tingkat Nasional dan Internasional pada tahun 2020”. Target kita itu. Walaupun memang sifatnya muluk-muluk, paling tidak secara perencanaan, kita sudah tetapkan itu. Memang agak berat untuk bisa secara internasional, pesaing juga banyak, sehingga secara lokal dululah untuk Kaltim, kita coba penuhi dulu seperti apa kebutuhan yang ada di Kaltim. Bagaimanapun walau perlahan, pasti akan berkembang” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
cccxxxiii
Kemudian tujuan strategis pencapaian visi Polnes adalah :
1) Meningkatkan program pendidikan vokasi yang berkualitas dan
profesional
2) Meningkatkan program pengembangan dan perluasan akses
program pendidikan vokasi berbasis training
3) Meningkatkan program peningkatan daya saing lulusan
4) Meningkatkan kualitas program sistem administrasi dan
operasional pendidikan yang sehat, berkualitas dan akuntabel
5) Meningkatkan program peningkatan kesejahteraan komunitas
internal dan eksternal
6) Meningkatkan program peningkatan Karya Intelektual Bernilai
melalui pengembangan pribadi serta pemanfaatan hasil-hasil
riset terapan dan pengabdian masyarakat
7) Meningkatkan program pembangunan unit strategis penghasil
produk
8) Meningkatkan dan mengembangkan kerjasama kelembagaan
9) Meningkatkan program pembentukan karakter budaya mutu
10) Meningkatkan program pencitraan Polnes melalui even-even
lokal, nasional dan internasional.
Kemudian mengenai sasaran, Polnes merumuskan sasaran
strategisnya berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Sasaran
disusun untuk tiap tujuan strategis, sebagai berikut :
1) Pendidikan vokasi yang berkualitas dan profesional
cccxxxiv
a) Meningkatnya rasio minat dan merata di seluruh program
studi > 1:3,
b) 85 persen lulusan memiliki IPK > 2,75
c) Diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi industri,
d) Diperolehnya sertifikat ISO 9001 : 2000 untuk seluruh
program studi,
e) Diperolehnya sertifikat akreditasi BAN institusi A,
f) Diterapkannya proses belajar mengajar berbasis Information
and Communication Technology (ICT),
g) Terpenuhinya fasilitas proses belajar mengajar yang
mendukung kompetensi berbasis edukasi, training dan unit
produksi,
h) Tersedianya master plan pengembangan kampus
international class,
i) Terciptanya suasana kampus yang tertib, bersih, sehat dan
asri,
j) Terpenuhinya tenaga pengajar, administrasi, teknisi dan
laboran yang kompeten di bidangnya,
k) Diterapkannya sistem pengukuran kinerja dosen,
l) Terciptanya atmosfer akademik di seluruh program studi.
2) Pengembangan dan perluasan akses program pendidikan
vokasi berbasis training
cccxxxv
a) Dibukanya kelas program training yang menggunakan
kurikulum kompetensi berbasis industrial training standard,
b) Meningkatnya cakupan calon mahasiswa baru dari berbagai
daerah.
3) Peningkatan daya saing lulusan
a) Tersedianya kurikulum yang mampu menghasilkan softskill
character,
b) Tersedianya unit layanan student career yang mampu
dijadikan pusat informasi dan layanan konsultasi mahasiswa
c) Tersedianya program pelatihan tambahan bagi mahasiswa
dan alumni sebelum mereka memasuki dunia kerja.
4) Peningkatan Sistem Administrasi dan Operasional Pendidikan
yang Sehat, Berkualitas dan Akuntabel
a) Terciptanya sistem administrasi dan operasi yang kuat dan
akuntabel meliputi akademik, kemahasiswaan, perencanaan,
perawatan, aset, keuangan, kepegawaian, pemasaran,
layanan informasi dan publikasi (on web, on desk), layanan
hukum, layanan pengaduan, dokumentasi, monitoring /
evaluasi, audit sistem dan tindak lanjut,
b) Tersedianya sistem administrasi dan operasi berbasis IT,
c) Diterapkannya sistem pengukuran kinerja tenaga
administrasi, teknisi dan laboran,
cccxxxvi
d) Diperolehnya sistem belanja barang dan jasa yang efektif,
efisien dan akuntabel.
5) Penyiapan sistem, dokumen, SDM, fasilitas dan kebutuhan
anggaran dalam rangka implementasi UU BHP 2013
a) Tersedianya anggaran persiapan penerapan UU BHP,
b) Tersedianya grand strategy penerapan UU BHP,
c) Sosialisasi penerapan UU BHP kepada seluruh civitas
akademika Polnes,
d) Siapnya sistem dokuman UU BHP,
e) Siapnya SDM untuk mendukung UU BHP,
f) Siapnya perangkat organisasi dan pendukung lainnya,
g) Diperolehnya ijin penerapan BHP.
6) Peningkatan Kesejahteraan Komunitas Internal dan Eksternal
a) Peningkatan insentif bagi pegawai secara berkala,
b) Merealisasikan pembangunan perumahan bagi pegawai,
c) Meningkatnya jumlah pemberi beasiswa yang berasal dari
sektor industri,
d) Tersedianya asrama bagi mahasiswa dan pegawai yang
tidak mampu.
7) Peningkatan Karya Intelektual Bernilai melalui pengembangan
pribadi serta pemanfaatan hasil-hasil riset terapan dan
pengabdian masyarakat
cccxxxvii
a) Meningkatnya jumlah dosen yang berminat untuk meneliti
dari berbagai sumber pembiayaan,
b) Meningkatnya jumlah dosen yang mampu membuat buku
dan memiliki nilai tambah,
c) Meningkatnya jumlah dosen dan mahasiswa yang mampu
memberikan kontribusi positif bagi lembaga,
d) Meningkatnya jumlah dosen yang membuat bahan ajar
berbasis IT.
8) Pembangunan unit strategis penghasil produk
a) Tersedianya unit strategis penghasil produk bernilai
ekonomi,
b) Terbangunnya rantai bisnis yang relevan dan mapan,
c) Terciptanya sistem pendidikan berbasis industri.
9) Peningkatan dan pengembangan kerjasama kelembagaan
a) Meningkatnya kerjasama terimplementasi di bidang
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat,
b) Diperolehnya penerimaan secara signifikan dari hasil
kerjasama,
c) Mampu memberikan sumbangan pembiayaan untuk
kebutuhan riset dan pengabdian masyarakat.
10) Pembentukan karakter budaya mutu
a) Terbentuknya budaya ISO 9001 : 2000,
cccxxxviii
b) Terbentuknya budaya terencana, dilaksanakan sesuai
prosedur, dimonitor, didokumentasikan, dievaluasi dan
ditindaklanjuti.
11) Pencitraan Polnes melalui even-even lokal, nasional dan
internasional
a) Tersedianya SDM yang kompeten dalam bidang promosi,
b) Tersedianya fasilitas promosi di berbagai media,
c) Tersedianya sistem promosi yang kuat dan relevan,
d) Tersedianya bahan promosi yang berkualitas,
e) Aktif di berbagai even yang memberikan nilai pencitraan,
f) Terbangunnya jaringan yang kuat pada beberapa perguruan
tinggi dan industri ternama.
Berkenaan dengan tujuan dan sasaran tersebut, MA
menyatakan bahwa :
“Memang sasaran Polnes banyak sekali, namun sasaran tersebut
ditentukan dari perumusan tujuan yang telah ditetapkan, yang
memuat sebelas poin dalam rangka pencapaian visi misi Polnes”
(hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
4.2.2.3. Analisis SWOTPolnes
Analisis SWOT yang tersaji di dalam penelitian ini adalah
analisis lingkungan internal dan eksternal berdasarkan Rencana
Strategis Politeknik Negeri Samarinda2008-2020.
1) Kekuatan (Strength)
cccxxxix
a. Komitmen pimpinan Polnessebagai penyelenggara
pendidikan tinggi berkarakter profesional di bidang
vocational education and training management system.
Mengenai komitmen dari pimpinan organisasi, AB
mengemukakan :
“Dalam perencanaan, kita lebih kepada kombinasi. Memang Direktur sebagai leadernya, tapi dalam setiap aksi kita melakukan koordinasi dalam rangka untuk mencapai suatu target. Kita punya komitmen bersama bahwa Polnes sebagai penyelenggara pendidikan vocational, punya visi berkualitas, sejahtera dan unggul di tingkat nasional dan internasional pada tahun 2020. Walaupun memang sifatnya muluk-muluk, paling tidak secara perencanaan, kita sudah tetapkan itu. Memang agak berat untuk bisa secara internasional, pesaing juga banyak, sehingga secara lokal dululah untuk Kaltim, kita coba penuhi dulu seperti apa kebutuhan yang ada di Kaltim. Bagaimanapun walau perlahan, pasti akan berkembang” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
b. Penunjukkan dan kepercayaan bagiPolnes sebagai
Politeknik Pembina untuk Politeknik-politeknik lain di wilayah
Kalimantan Timur.
Berkenaan dengan hal tersebut, MA mengemukakan
bahwa :
“Banyak daerah yang merencanakan buka Politeknik, menjadikan peningkatan jumlah mahasiswa Polnes pada kondisi sekarang loncatannya dari tahun ke tahun tidak terlalu besar. Walaupun begitu, Polnes diminta jadi Pembina oleh seperti Politeknik Tanah Grogot, juga Balikpapan. Balikpapan sama Kubar justru sudah sering” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
Sejalan dengan informasi tersebut, AM mengatakan
bahwa :
cccxl
“Kami ini sebagai salah satu Politeknik yang menjadi Pembina bagi Politeknik-politeknik lainnya di Kalimantan. Terbukti kami sudah dipercaya untuk mengkaji program pendirian Politeknik. Sebagai contoh yaitu ke Tanah Grogot. Sampai-sampai kami dipercaya untuk mengurus bagaimana mengurus pendirian suatu Politeknik. Nunukan sudah, kemudian Tarakan juga” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
c. Diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 untuk seluruh
program studi.
Mengenai program studi-program studi yang telah
bersertifikasi ISO, MAmemberi informasi sebagai berikut:
“Kita inginnya lulusan kita berkualitas dan unggul dalam bersaing. Tentunya jika itu tercapai income ke dalam bisa mencapai kesejahteraan. Hal-hal yang dilakukan untuk mencapai itu yang berkualitas, pertama kita berusaha mencapai ISO, dan sudah ISO 2008 kemarin. Mulai dari awalnya lima program studi ISO, kemudian 10, sekarang sudah 18. Kemudian sekarang kita ini berusaha melengkapi yang di dalamnya, supaya nanti bisa menjadi acuan ke depan, untuk jadi standar, kemudian kita bisa menghasilkan income jika sudah sertifikasi” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
d. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi industri yang
menghasilkan softskill character.
Terkait dengan kurikulum pada Polnes, LM
memberikan pernyataan sebagai berikut :
“Untuk mencapai visi misi yang sudah ditetapkan, kami menerapkan kurikulum yang berbasis pada kompetensi industri agar mampu menghasilkan lulusan atau alumni yang berkesesuaian kemampuan yang dimilikinya dengan kebutuhan daerah atau perusahaan-perusahaan yang ada” (hasil wawancara pada Kamis, 9 Agustus 2012).
cccxli
e. Sarana prasarana pendidikan, penelitian dan laboratorium
yang sangat memadai untuk kegiatan Tri Dharma Perguruan
Tinggi.
Untuk sarana prasarana kegiatan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, MA mengemukakan :
“Terkait menghadapi masalah mutu, kami melakukan revitalisasi bangunan dan peralatan. Kita sebetulnya ingin mengarah ke sertifikasi berbagai lab, terutama yang dalam waktu dekat itu rencana kita lab kimia. Kita berharap bisa 17025 kita bisa usul untuk sertifikasi. Karena untuk perguruan tinggi kita ini sudah ISO 2008 kemarin, kemudian sekarang kita ini berusaha melengkapi yang di dalamnya, supaya nanti bisa menjadi acuan ke depan, untuk jadi standar, kemudian kita bisa menghasilkan income jika sudah sertifikasi. Kemudian yang ke pengelolaan itu manajemen mutu, baru mengarah ke peralatan dan kualitas SDM. Jadi dari segi kualitas harus ditambah lagi. Kalau itu sudah bisa berjalan, harapan kita lulusan berkualitas pelan-pelan ke depan grafiknya akan naik” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
f. Adanya program pelatihan tambahan bagi mahasiswa
sebelum memasuki dunia kerja.
Untuk program penyiapan calon lulusan dalam
memasuki dunia kerja, AM memberikan informasi sebagai
berikut :
“Kita lebih ke vocational, artinya lulusan Polnes ini punya skill tertentu. Jadi memang bobot skillnya lebih dipertajam, sehingga itu yang punya nilai lebih unggul dibanding lulusan perguruan tinggi yang sifatnya educational. Mungkin secara manajerial kita punya sisi lemah, tapi saya pikir itu seiring dengan berjalannya waktu kemampuan secara pribadi bisa mereka atasi. Yang kita perhatikan adalah memang lebih kepada kemampuan keterampilan. Ini dibuktikan bahwa lulusan Polnes ini kita memang ada schedule bahwa 6 bulan sebelum kelulusan itu kita coba, bagaimana apakah mereka
cccxlii
sudah tertampung. Contoh misalnya program alat berat, itu sudah hampir 100 persen enam bulan sebelum wisuda, terbukti mereka sudah tertampung karena kita ada beberapa kerjasama, contoh seperti Trakindo. Sehingga kompetensi yang kita berikan sudah sama sesuai dengan kompetensi yang diinginkan. Jadi kalau orang lain lihat Trakindo maju, maka dia juga melihat SDMnya tersebut” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
g. Materi pembelajaran yang terdiri atas teori dan praktek
dengan komposisi 45 persen teori dan 55 persen praktek.
Mengenai hal ini, salah seorang alumni Polnes, R,
mengemukakan bahwa :
“Dalam mencetak SDM, Polnes memberikan perbedaan dari
Universitas yang lain, dimana materi dan praktek diberikan
secara seimbang, sehingga dapat memperluas cakupan
pekerjaan yang dapat diperoleh setelah lulus kuliah” (hasil
wawancara pada Rabu, 15 Agustus 2012).
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan MRI (alumni
Polnes) bahwa :
“Polnes sangat berperan baik karena mampu menciptakan
generasi-generasi muda yang handal, karena kuliah di
Polnes tidak hanya teori yang didapatkan melainkan juga
praktek langsung. Sehingga diperoleh keahlian yang
sebelumnya tidak bisa, menjadi bisa” (hasil wawancara pada
Rabu, 15 Agustus 2012).
h. Daya serap daerah yang tinggi terhadap lulusan Polnes.
cccxliii
Terkait dengan daya serap daerah terhadap lulusan
Polnes, MA mengemukakan :
“Walau persaingan dunia kerja itu ketat, rata-rata perusahaan mengunggulkan lulusan Polnes dibandingkan dengan lulusan universitas, Politeknik itu lebih berharga daripada universitas karena mereka punya skill. Kalaupun ditraining kembali, lulusan kami tidak memerlukan waktu yang lama” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
AMjuga turut memberikan informasi yang sejalan
dengan informan sebelumnya dengan memberikan informasi
sebagai berikut :
“Lulusan Polnes memang ada schedule bahwa 6 bulan sebelum kelulusan itu kita coba, bagaimana apakah mereka sudah tertampung. Contoh misalnya program alat berat, itu sudah hampir 100 persen enam bulan sebelum wisuda, terbukti mereka sudah tertampung karena kita ada beberapa kerjasama dengan contoh seperti Trakindo. Sehingga kompetensi yang kita berikan sudah sama sesuai dengan kompetensi yang diinginkan. Itu cara agar lulusan kami punya daya serap yang tinggi di daerah. Jadi untuk lulusan, serapan kita cukup baik. Mungkin dilihat dari kemampuannya dari yang sudah bekerja” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
Sejalan dengan informasi tersebut, RP (alumni
Polnes) mengemukakan bahwa :
“Peran Polnes sangat besar karena hampir sebagian besar
para pekerja atau pelaksana proyek di Kaltim merupakan
alumnus Polnes, khususnya jurusan sipil” (hasil wawancara
pada Sabtu, 18 Agustus 2012).
2) Kelemahan (Weakness)
a. Belum meratanya rasio minat untuk setiap program studi.
cccxliv
Mengenai rasio minat untuk setiap program studi,
MAmenyatakan bahwa :
“Polnes itu sangat-sangat berkembang. Kita berdiri sejak 1987. Dan 1997 itu kami masih di bawah Unmul. Sampai sekarang mandiri, dulu namanya Politeknik Universitas Mulawarman, sekarang namanya Politeknik Negeri Samarinda. Jadi sudah banyak hal yang berkembang. Yang pertama, dulu hanya empat jurusan dengan empat program studi, saat ini sudah 10 jurusan, 18 program studi. Yang kedua adalah, kalau dulu peminatan tidak terlalu banyak, kalau sekarang sudah lebih bagus. Kisarannya 1 : 7, artinya satu kursi diminati oleh tujuh calon mahasiswa. Namun sayangnya, peminatan tersebut memang belum merata untuk seluruh program studi kami” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
b. Belum terpenuhinya jumlah tenaga pengajar pada sebagian
program studi.
Terkait dengan kuantitas tenaga pengajar pada
Polnes yang menjadi salah satu kelemahan Polnes saat ini,
MA mengemukakan informasi sebagai berikut :
“Dari segi peralatan, dosennya, hingga teknisinya kita berharap itu memang orang-orang yang kompeten. Sehingga kekurangan SDM tentang itu, kita harus mengupayakan pelatihan-pelatihan. Dari segi kualitas SDM harus ditambah. Kuantitas SDM memang juga perlu ditambah. Walau untuk kimia kita perlu menambah, sementara ini kita fokus untuk yang maritim dulu. Dosen tetapnya hanya berapa orang saja itu, karena susah untuk mencari yang mau jadi dosen. Karena mereka lebih besar pendapatannya di laut daripada jika jadi dosen” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
c. Sistem administrasi dan operasi yang belum sepenuhnya
berbasis IT.
cccxlv
d. Belum tersedianya grand strategy untuk penerapan Undang-
undang BHP.
Berkenaan dengan aspek strategi menuju BHP, MA
menginformasikan bahwa :
“Kalau perencanaan yang baru itu sebetulnya mereka masih menyusun renstra yang baru, jadi sementara ini masih melanjutkan program Direktur yang dulu, renstra yang lama habisnya di 2012 ini. Renstra baru itu masih mereka susun, jadi belum ada renstra untuk menuju BHP itu” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
e. Kesejahteraan komunitas internal yang belum tercapai
dengan optimal.
MA mengemukakan :
“Memang untuk aspek kesejahteraan, kita belum mencapai. Jadi dengan berusaha melengkapi sumber daya internal di dalamnya, supaya nanti bisa menjadi acuan ke depan, untuk jadi standar, harapannya kita nanti bisa menghasilkan income jika sudah sertifikasi itu. Karena jika lulusan kita berkualitas dan unggul dalam bersaing,tentunya bisa dapatincome ke dalam dan bisa mencapai kesejahteraan” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
3) Peluang (Opportunities)
a. Komitmen kuat dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan anggaran pendidikan.
Terkait dengan komitmen pemerintah sebagai
peluang bagi Polnes, MA mengatakan bahwa :
“Tentu saja Polnes mendapat dukungan kuat dari
Pemerintah Pusat maupun Daerah karena sumber
pendanaan yang utama adalah dari APBN, yang kedua dari
cccxlvi
APBD, kemudian ketiga adalah dari hibah-hibah” (hasil
wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
b. Indikator mikro ekonomi yang menunjang peluang
masyarakat untuk mengenyam pendidikan di Polnes
(pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan kalangan menengah).
Mengenai indikator mikro ekonomi sebagai salah satu
peluang bagi Polnes tersebut, AM mengemukakan
pendapatnya bahwa :
“Pertumbuhan ekonomi di Kaltim cukup pesat dan masyarakatnya terus tumbuh dari aspek sosial ekonominya. Maka kebutuhan akan kemampuan atau skill untuk bekerja itu juga sangat tinggi. Maka dari itu Polnes sebagai penyelenggara pendidikan yang lebih ke vocational bisa dikatakan mempunyai lulusan yang lebih unggul dibandingkan lulusan perguruan tinggi yang sifatnya educational. Walaupun memang secara manajerial kami masih memiliki sisi lemah, tapi saya pikir itu seiring dengan berjalannya waktu akan bisa diatasi” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
c. Bantuan Operasional PTN (BOPTN) dari Kemendikbud
melalui DIPA Dikti.
MA mengemukakan informasi mengenai hal tersebut
di atas bahwa :
“Perkembangan Polnes ementara ini masih merata seperti yang lalu karena pada dasarnya yang terlihat masalah anggaran itu beda jauh untuk tahun ini, terutama untuk peningkatan sarana dan prasarana. Kalau yang lalu beberapa program studi mencapai ISO, sekarang merambah ke lab-nya untuk sertifikasi. Sumber penganggaran dari APBN dan APBD. Tahun ini paling besar, hampir 100 M.
cccxlvii
Peruntukkannya untuk pengembangan fisik, kemudian peralatan” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
d. Penerapan Undang-undang BHP pada 2013.
e. Tawaran kerjasama dari dalam maupun luar negeri.
Terkait dengan poin e tersebut, AM mengatakan
bahwa :
“Berbicara kerjasama, justru Polnes besar peluangnya disitu. Untuk kebutuhan Kaltim sendiri sebenarnya sudah cukup. Tapi kadang-kadang ada perusahaan mencari, mungkin di Kalimantan ada perusahaan cabangnya, tapi kebutuhannya bukan untuk disitu, misalnya untuk ke luar. Contoh misalnya dikirim ke Abu Dhabi. Ada beberapa mahasiswa kami yang bekerja disana. Jadi memang kebetulan untuk Kaltim, cabang-cabangnya perusahaan sudah banyak, tetapi penggunanya sendiri bukan orang Kaltim, tetapi lebih diberikan ke luar” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
Sejalan dengan informasi tersebut, MA
mengemukakan :
“Kerjasama Polnes bagus dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan lulusan kami. Ada yang tes di Jakarta, seperti yang di Medco. Begitu mereka mau lulus, perusahaan meminta track record pendidikannya dari kita. Kadang-kadang mereka belum lulus, sudah habis diambil. Sampai kadang-kadang ijasahnya tidak diambil-ambil. Sudah lima enam tahun baru datang mengambil. Dengan jalinan kerjasama yang kami bangun, daya serap lulusan memang cukup bagus di Kaltim. Untuk di luar, kita agak susah memantau” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
4) Ancaman (Threats)
a. Pembentukan berbagai Politeknik lain di daerah-daerah
Kabupaten / Kota di Kalimantan Timur.
cccxlviii
Mengenai munculnya Politeknik-politeknik lain
sebagai kompetitor bagi Polnes, MApun mengemukakan
pernyataan sebagai berikut :
“Dari segi bisnis, memang munculnya Politeknik-politeknik lain bisa disebut sebagai kompetitor. Banyak daerah yang merencanakan buka Politeknik, menjadikan peningkatan jumlah mahasiswa Polnes pada kondisi sekarang loncatannya dari tahun ke tahun tidak terlalu besar. Walaupun begitu, Polnes diminta jadi Pembina oleh seperti Politeknik Tanah Grogot, juga Balikpapan. Balikpapan sama Kubar justru sudah sering. Tapi kita mikirnya lembaga tinggi ini untuk kepentingan masyarakat, jadi yang penting kita bisa jadi Pembina, itu sudah cukup” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
Sejalan dengan informasi tersebut, AM mengatakan
bahwa :
“Kemunculan Politeknik-politeknik baru tidak pernah kami anggap kompetitor, tetapi kami memandang mereka sebagai partner. Karena kami berkeyakinan kami punya ciri khas sendiri. Walaupun ada politeknik lain, tapi kami sudah cukup lama dan punya pengalaman, itulah yang saya pikir menjadi modal kami dalam berdaya saing. Apalagi kami ini sebagai salah satu Politeknik yang menjadi Pembina. Terbukti kami sudah dipercaya untuk mengkaji program pendirian Politeknik. Sebagai contoh yaitu ke Tanah Grogot. Sampai-sampai kami dipercaya untuk mengurus bagaimana mengurus pendirian suatu Politeknik. Nunukan sudah, kemudian Tarakan juga” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
b. Kebutuhan akan informasi dan perkembangan teknologi
yang sangat tinggimembutuhkan penyiapan infrastruktur,
SDM serta sarana dan prasarana yang mendukung demi
pencapaian tuntutan penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas.
cccxlix
Terkait dengan kebutuhan terhadap informasi dan
teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan di Polnes
tersebut, AM mengemukakan :
“Yang tidak kalah pentingnya dengan anggaran dalam rangka mencapai visi yaitu output yang diinginkan. Output misalnya kompetensi lulusan. Untuk mencapai kompetensi lulusan itu perlu ada tahapan yang dilalui, salah satunya adalah bagaimana pengembangan SDM tenaga pengajarnya, supaya memungkinkan untuk menghasilkan lulusan yang baik. Tenaga pengajar sudah kami tingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Kalau mungkin satu jurusan dulu hanya sekitar 6-7 dosen, sekarang satu jurusan satu program studi punya hampir 20 orang per program studi. Artinya rasio antara jml mahasiswa dengan dosen tercapai. Untuk tenaga administrasi juga sama, berimbang. Kita punya tenaga pengajar itu sekitar 340 orang. Jumlah seluruh SDM 430 orang, jadi sisanya, 175 orang itu staf atau tenaga administrasi. Kemudian sarana untuk praktek, alat yang kita order kita tingkatkan dengan kompetensi yang diinginkan, jadi lebih kesana arahnya. Mencoba bagaimana mendekatkan calon lulusan itu ke kompetensi yang diinginkan. Kompetensi itu tentu kaitannya dengan kebijakannya. Jadi kebijakannya lebih kesitu. Kalau yang operasional saya kira regulasinya sudah ditentukan” (hasil wawancara pada Selasa, 7 Agustus 2012).
Mendukung pernyataan tersebut di atas, MA berkata :
“Dalam Renstra 2012 itu terdapat sejumlah sasaran serta indikatornya. Kita sementara ini untuk sumber daya internal berfokus pada masalah IT kemudian masalah mutu. Kemudian revitalisasi bangunan dan peralatan. Kita sebetulnya ingin mengarah ke sertifikasi berbagai lab, terutama yang dalam waktu dekat itu rencana kita lab kimia. Kita berharap bisa 17025 kita bisa usul untuk sertifikasi. Karena untuk perguruan tinggi kita ini sudah ISO 2008 kemarin, kemudian sekarang kita ini berusaha melengkapi yang di dalamnya, supaya nanti bisa menjadi acuan ke depan, untuk jadi standar, kemudian kita bisa menghasilkan income jika sudah sertifikasi. Jadi kita dari segi peralatan, dosennya, hingga teknisinya kita berharap itu memang orang-orang yang kompeten. Sehingga kekurangan SDM tentang itu, kita harus mengupayakan pelatihan-pelatihan.
cccl
Dari segi kualitas harus ditambah. Kuantitas memang juga perlu ditambah, tapi untuk kimia kita perlu menambah, sementara ini kita fokus untuk yang maritim. Dosen tetapnya hanya berapa orang saja itu, karena susah untuk mencari yang mau jadi dosen. Karena mereka lebih besar pendapatannya di laut daripada jika jadi dosen” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
c. Persaingan dunia kerja yang makin ketat antar lulusan, baik
di dalam negeri maupun luar negeri dalam era globalisasi.
Terkait dengan persaingan dalam dunia kerja bagi
lulusan, MA mengemukakan :
“Saya pernah lama di bursa kerja, jadi kerjaan saya itu mengurusi kalau perusahaan minta tenaga kerja. Walau persaingan dunia kerja itu ketat, rata-rata perusahaan mengunggulkan lulusan kita dibandingkan dengan lulusan universitas, Politeknik itu lebih berharga daripada universitas karena mereka punya skill. Kalaupun ditraining kembali, tidak memerlukan waktu yang lama” (hasil wawancara pada Jum’at, 10 Agustus 2012).
Analisis faktor eksternal dan internal yang tertuang dalam
analisis SWOT tersebut, dapat direkapitulasi sebagai berikut:
Tabel 4.17. Rekapitulasi Faktor Eksternal Internal Polnes
Internal Factors
(IF)
STRENGTH Komitmen pimpinan Status sebagai Politeknik
Pembina di wilayah Kaltim Program studi yang telah
memiliki sertifikasi ISO 9001:2000
Penerapan kurikulum berbasis kompetensi industri yang menghasilkan softskill character.
Sarana prasarana yang memadai
Adanya program pelatihan tambahan bagi mahasiswa
WEAKNESS Belum meratanya rasio
minat untuk setiap program studi
Belum terpenuhinya jumlah tenaga pengajar pada sebagian program studi
Sistem administrasi dan operasi yang belum sepenuhnya berbasis IT
Belum adanya grand strategy untuk penerapan UU BHP
Kesejahteraan komunitas internal yang belum
cccli
sebelum memasuki dunia kerja.
Materi pembelajaran yang meliputi teori (45 persen) dan praktek (55 persen)
Daya serap daerah yang tinggi terhadap lulusan
tercapai dengan optimal
External Factors
(EF)
OPPORTUNITIES Komitmen kuat dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan anggaran pendidikan
Indikator ekonomi mikro yang menunjang peluang masyarakat memasuki pendidikan tinggi
BOPTN dari Kepmendikbud
Penerapan Undang-undang BHP pada 2013
Tawaran kerjasama dari dalam dan luar negeri
THREATS Pembentukan berbagai
Politeknik lain di daerah-daerah Kabupaten / Kota di Kalimantan Timur
Kebutuhan akan informasi dan perkembangan teknologi yang sangat tinggi
Persaingan dunia kerja yang makin ketat antar lulusan, baik di dalam negeri maupun luar negeri dalam era globalisasi
Sumber : Rencana Strategis Politeknik Negeri Samarinda 2008-2020.
Hasil analisis SWOT menunjukkan rata-rata skor
sebagaimana tampak di bawah ini, yang dilanjutkan dengan sajian
gambar posisi Polnes di dalam matriks Stratgic Position and Action
Evaluation (SPACE) :
Skor Kekuatan : 3.631
Skor Kelemahan : 2.980
Selisih skor kekuatan dan kelemahan : 0.651
Skor Peluang : 3.230
Skor Ancaman : 2.660
Selisih skor peluang dan ancaman : 0.570
Gambar 4.7.Posisi Polnes dalam Matriks SPACE Peluang
ccclii
0.6 (0.651,0.570) 0.5 Kuadran Kuadran III 0.4 I (Conservative Strategy) (Aggressive Strategy) 0.3 0.2
0.1 Kelemahan Kekuatan -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 -0.1 -0.2 -0.3 Kuadran Kuadran IV -0.4 II (Defensive Strategy) (Competitive Strategy) -0.5 -0.6
Ancaman
Sumber : Rencana Strategis Politeknik Negeri Samarinda 2008-2020. Berdasarkan matriks SPACE tersebut, posisi Polnesberada
pada kuadran I,yang artinya memiliki kekuatan yang lebih besar
daripada kelemahannya, dan memiliki peluang yang besar. Dengan
demikian, untuk mencapai visi dan misinya Polnes harus
mempergunakan strategi SO (strengths-opportunities atau
kekuatan-peluang) yang menggunakan kekuatan internal untuk
memanfaatkan peluang eksternal. Sehingga Polnes pun
mempergunakan konsep strategi utamaAgressive, dimana terdapat
penciptaan strategi yang mampu mendukung kebijakan
pertumbuhan secara cepat.
Dengan hasil analisis SWOT terhadap faktor eksternal dan
internal tersebut serta visi menuju politeknik yang berkualitas,
cccliii
sejahtera dan unggul di tingkat nasional dan internasional pada
tahun 2020, setidaknya Polnes telah merumuskantiga program dan
13 kebijakan untuk melaksanakan 11 tujuan dan 50 sasaran yang
telah dirumuskan sebelumnya.
4.2.2.4. Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif Program Polnes
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis Politeknik Negeri
Samarinda 2008-2020, diketahui bahwa dalam rangka mewujudkan
tujuan dan sasaran strategis yang telah dirumuskan dan dengan
memperhatikan posisi Polnes dari hasil analisis lingkungan, maka
Polnes merumuskan tiga program dan 13 kebijakan sebagaistrategi
yang telah dirumuskan. Adapun tiga program tersebut antara lain :
1) Program pemerataan dan perluasan akses perguruan tinggi,
2) Program peningkatan mutu relevansi dan daya saing,
3) Program penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan
publik.
Ketiga program tersebut merupakan bentuk dari perumusan
strategi yang dilakukan oleh Polnes. Tidak sebagaimana rumusan
Steiss (2003: 80-84) mengenai strategi dan program, kedua konsep
tersebut seolah menjadi satu dalam perencanaan stratejik yang
telah dilakukan oleh Polnes.
Mengenai hal tersebut, MAmemberikan pernyataan sebagai
berikut :
cccliv
“Jadi di dalam perencanaan stratejik Polnes, ketika kita membicarakan strategi, maka tentunya akan bicara mengenai program dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan. Jadi, strategi yang dipakai Polnes untuk meningkatkan daya saingnya adalah dengan mempergunakan tiga program itu dan sejumlah kebijakan-kebijakan yang menyertainya” (hasil wawancara pada Jum’at, 7 Juni 2013). 4.2.1.5. Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi Sumberdaya
Polnes
Strategi yang telah dipilih Polnes kemudian dikembangkan
melalui 13 buah kebijakan. Kebijakan-kebijakan tersebut dijabarkan
lebih lanjut menjadi kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun.
Rincian kebijakan yang dimaksud terurai sebagai berikut :
1) Kebijakan penguatan Politeknik.
2) Kebijakan mencanangkan moto tertib waktu, materi, pertemuan
dan pencatatan.
3) Kebijakan melaksanakan revisi kurikulum untuk mengikuti
perkembangan industri.
4) Kebijakan mempersiapkan program studi untuk memperoleh
sertifikat ISO 9001 : 2000.
5) Kebijakan mempersiapkan program studi untuk memperoleh
sertifikat akreditasi BAN institusi A.
6) Kebijakan jum’at bersih.
7) Kebijakan penguatan SDM.
8) Kebijakan pelaksanaan sosialisasi ke sekolah-sekolah di 13
Kabupaten / Kota.
9) Kebijakan percepatan mahasiswa masuk ke industri.
ccclv
10) Kebijakan peningkatan daya saing lulusan.
11) Kebijakan pencarian donator beasiswa.
12) Kebijakan penguatan organisasi.
13) Kebijakan pencarian sumber pembiayaan pihak ketiga melalui
kerjasama yang saling menguntungkan.
Mengenai rumusan strategi yang dituangkan dalam program
dan kebijakan tersebut, MA memberikan pernyataan sebagai
berikut :
“Kebijakan-kebijakan yang sudah dirumuskan itu dikembangkan
dari program-program yang merupakan strategi Polnes” (hasil
wawancara pada Jum’at, 7 Juni 2013).
4.2.2.6. Model Empirik Perencanaan Stratejik Polnes
Setelah mengkaji dan menganalisis proses perencanaan
stratejik yang dilakukan oleh Polnes,maka penulis sampai pada
sebuah temuan penelitian bahwa perencanaan stratejik yang
dilakukan telah memenuhi lima komponen perencanaan stratejik
sebagaimana rumusan Steiss (2003: 58-59). Namun demikian,
terdapat tumpangtindih penggunaan konsep strategi dengan
program dan kebijakan di dalam tahap perumusan strategi, yang
mengakibatkan komponen perencanaan stratejik yang keempat
dan kelima, seolah merupakan komponen yang sama.
Berdasarkan sepuluh aliran strategi yang dikemukakan oleh
Mintzberg, Alhstrand dan Lampel (1998: 4), maka Polnesdalam
ccclvi
merumuskan strategi bersaingnya berkiblat pada kelompok aliran
configuration, yang terindikasi dari adanya upaya-upaya
pengembangan pengelolaan organisasi yang berfokus pada
konsumen dan produk atau jasa yang dihasilkan dengan spesifikasi
khusus.
Strategi bersaing yang dipergunakan oleh Polnestersebut
kemudian dalam penelitian ini berupaya dianalisis melalui
komponen struktural dari desain organisasi, yang meliputi tujuan
utama organisasi, strategi organisasi yang dipergunakan,
pemahaman akan lingkungan tempat operasi organisasi serta
pemilihan konfigurasi yang digunakan (Burton, DeSanctis dan Obel,
2006: 3). Pada akhirnya, posisi Polnes di dalam proses
transformasi organisasi pun dapat diidentifikasi.
Adapun model empirik perencanaan stratejik Polnes dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.9. Model Empirik Perencanaan Stratejik Polnes
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
ccclvii
Sumber : Hasil penelitian, 2013.
Penjelasan mengenai gambar tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
Proses perencanaan stratejik yang dilakukan oleh Polnes
diawali dengan tahap 1) analisis kesiapan sistem yang meliputi
identifikasi isu-isu strategis, pengumpulan aturan dan pembentukan
tim perencanaan, kemudian penyusunan profil politeknik dan
penyajian informasi keuangan. Dilanjutkan dengan tahap 2)
perumusan visi dan misi, tujuan serta sasaran, dimana secara
umum Polnes menekankan pada keunggulan di tingkat nasional
kemudian di tingkat internasional.
Kemudian selanjutnya adalah tahap 3) analisis lingkungan
internal dan analisis lingkungan eksternal melalui analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Sejumlah faktor
kekuatan dan kelemahan (strength dan weakness) yang
merupakan faktor lingkungan internal diperbandingkan dengan
sejumlah faktor peluang dan ancaman (opportunities dan threats)
PERUMUSAN STRATEGI( PROGRAM& KEBIJAKAN )
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN STRUKTUR 4)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
ccclviii
yang merupakan faktor lingkungan eksternal. Tahap berikutnya
adalah 4) perumusan strategi (program dan kebijakan). Dalam
perencanaan stratejik Polnes, konsep strategi dianggap sama
dengan program dan kebijakan yang dirumuskan sebagai turunan
dari sasaran yang ingin dicapai.
Dalam perumusan strateginya, Polnes melakukan
perumusan komponen-komponen struktural, juga komponen-
komponen SDM. Perumusan komponen struktural dalam
perumusan strategi yang Polnes lakukan telah berkesesuaian satu
sama lain, sebagaimana rumusan Burton, deSanctis dan Obel
(2006: 76) yang dapat ditampilkan sebagaimana tabel berikut ini :
Tabel 4.18. Rekapitulasi Komponen Struktural dari
Perumusan Strategi Polnes
No Komponen Struktural
Konsep Ideal Organisasi pada
Kuadran C Polnes
1 Tujuan Efektivitas Efektivitas 2 Strategi Prospector Prospector 3 Lingkungan Locally Stormy Locally Stormy 4 Konfigurasi Divisional Divisional
Hasil Sesuai Sesuai
Sumber : Hasil penelitian, 2013.
Efektivitas sebagai tujuan utama yang ingin dicapai Polnes
tidak sebagaimana efektivitas yang ingin dicapai oleh Unmul
sebagai BLU, dimana Polnes berfokus pada output (barang atau
jasa) dan menganggap pendapatan sebagai fokus jangka panjang.
Tujuan utama Polnes adalah berfokus pada efektivitas output.
Pendanaan utama Polnes yang berasal dari APBN, APBD dan
ccclix
hibah-hibah menjadikan organisasi senantiasa melakukan inovasi
dalam penciptaan produknya melalui spesialisasi atas skill untuk
memenuhi lapangan pekerjaan. Penyelenggaraan pendidikan yang
lebih bersifat vocational menjadikan lulusan yang dihasilkan Polnes
memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan lulusan perguruan
tinggi yang memperoleh pendidikan yang lebih bersifat educational.
Disitulah letak Polnes memanfaatkan peluang untuk
mengembangkan produknya.
Cara-cara yang ditempuh Polnes untuk dapat memperoleh
pendanaan yang lebih baik dalam rangka mengembangkan
produknya, antara lain dengan keberhasilan program studi-program
studi mencapai ISO (International Organization for Standarization)
yaitu pemenuhan sejumlah standar-standar industrial dan komersial
level dunia untuk kepentingan Sistem Manajemen Mutu (SMM).
Pencapaian ISO tentunya meningkatkan citra organisasi,
meningkatkan kinerja lingkungan organisasi melalui perbaikan
komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak
yang berkepentingan, meningkatkan efisiensi kegiatan serta
memperbaiki manajemen organisasi melalui perencanaan,
pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan. Termasuk juga
meningkatkan daya saing sebab membantu memperoleh
kepercayaan dari konsumen atau mitra kerja atau pemodal. Jerih
payah tersebut pun berbuah manis dengan diperolehnya
ccclx
peningkatan pendanaan dari APBN maupun APBD pada tahun ini
yang mencapai hampir Rp. 100 Milyar yang diperuntukkan
pengembangan fisik dan pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan. Upaya selanjutnya yang sedang diupayakan oleh
Polnes dalam rangka meningkatkan daya saing adalah dengan
mengupayakan laboratorium-laboratorium prakteknya dapat
disertifikasi. Pencapaian sertifikasi laboratorium tentunya akan
berkaitan dengan perolehan pendapatan sebagai tujuan jangka
panjang Polnes.
Tujuan utama pada efektivitas tersebut menjadikan strategi
yang kemudian dirumuskan untuk dipergunakan adalah tipe strategi
prospector, dimana Polnes menerapkan pendekatan-pendekatan
yang agresif terhadap inovasi dan mencari peluang-peluang baru.
Contoh wujud daripada hal tersebut adalah pencapaian ISO bagi
program-program studi yang tersedia, pengadaan sejumlah mesin-
mesin atau alat-alat praktek baru pada berbagai jurusan yang
tersedia dalam rangka pemutakhiran sarana pendidikan dan
pengajaran, serta adanya kepercayaan dari politeknik-politeknik
lain yang tersebar di wilayah kabupaten terhadap Polnes untuk
memberikan pembinaan dan pendampingan. Dengan demikian,
Polnes pun memperoleh peluang pasar baru dan senantiasa
menjalani proses menuju pengembangan.
ccclxi
Dengan demikian, kepercayaan yang timbul dari konsumen,
mitra kerja dan pemodal sebagaimana terurai di atas merupakan
hasil dari pencapaian ISO bagi program-program studi yang ada di
Polnes. Kondisi yang demikian menjadikan Polnes telah memiliki
keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan untuk menghadapi
era kompetisi atau persaingan perguruan tinggi. Maka dari itu pula,
Polnes menempati peringkat kelima dari 19 Politeknik Negeri di
seluruh Indonesia (http://duniasoal.com/id).
Namun demikian, dalam situasi kompetitif, Polnes tetap
perlu menambah keunggulan bersaing dari aspek lainnya, terutama
dari aspek tenaga pengajar dan hasil-hasil penelitian dan
pengabdian masyarakatnya. Jenjang pendidikan doktoral (S3),
kepangkatan lektor kepala dan guru besar serta jumlah hasil-hasil
penelitian masih sangat perlu ditingkatkan untuk meningkatkan
kualitas lembaga dalam rangka memperkuat posisi Polnes dalam
dunia persaingan pendidikan tinggi.
Polnes menghadapi lingkungan locally stormy atau
lingkungan badai lokal. Hal yang menunjukkan tipe lingkungan
tersebut adalah adanya para perumus kebijakan pada Polnes yang
lebih berfokus pada faktor-faktor lingkungan yang tidak dapat
diprediksikan dampaknya bagi organisasinya. Hal tersebut tampak
dari lebih condongnya Polnes berupaya untuk meningkatkan
kualitasnya melalui upaya memenuhi sejumlah kriteria-kriteria
ccclxii
unggul dalam penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan dalam
rangka mengatasi tantangan lingkungan, diantaranya pencapaian
ISO 2008 dan sebagainya.
Polnes mempergunakan struktur organisasi divisional, yang
memiliki kekuatan pada barang / jasa atau dimensi pelanggan dan
lemah pada spesialisasi pekerjaan. Polnes tidak banyak berfokus
pada spesialisasi internal, tetapi lebih berfokus pada barang dan
jasa yang dihasilkan oleh organisasi atau pada pelanggan yang
dilayani. Penggunaan struktur divisional oleh Polnes mampu
memotivasi sumberdaya manusianya, mengendalikan kegiatan
operasi dan mampu meraih kesuksesan dalam bersaing di
lingkungan yang majemuk.
Polnes selama ini telah memiliki saluran-saluran
pendistribusian lulusan yang telah terjalin pada saat mahasiswa
sedang dalam proses menempuh pendidikan, yang dilakukan
dengan cara penempatan mahasiswa calon wisudawan(i) pada
perusahaan-perusahaan pada enam bulan sebelum menjalani
wisuda, yang tentunya dengan kesesuaian atas kriteria atau
kompetensi sebagaimana yang menjadi kebutuhan perusahaan-
perusahaan tersebut. Beberapa konsumen atau pelanggan dari
lulusan / produk Polnes adalah sejumlah perusahaan-perusahaan
di daerah, seperti Trakindo, United Tractors, Medco, KPC dan
sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut sebagai konsumen
ccclxiii
utama, memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan Polnes
menyediakan berbagai layanan bagi konsumen tersebut. Polnes
sebagai penyedia tenaga kerja yang terampil dan handal
memberikan syarat yang dibutuhkan kelompok konsumen secara
efektif. Semakin banyak produk Polnes yang tertampung pada
perusahaan-perusahaan tersebut, maka keunggulan dan citra
Polnes di dalam era persaingan pun akan semakin baik dan kuat.
Sedangkan mengenai penerapan struktur divisional yang
berdasarkan produk atau jasa yang dihasilkan, dipergunakan sebab
produk atau jasa yang spesifik sebagaimana lulusan politeknik
dengan kemampuan vokasionalnya, memerlukan penekanan
khusus yang memungkinkan dilakukannya pengawasan secara
ketat dan perhatian pada lini produk, namun sekaligus memerlukan
kekuatan manajemen yang memiliki keahlian lebih dan mengurangi
kendali manajemen dari atas. Namun demikian, Polnes masih perlu
melakukan upaya-upaya pengembangan yang lebih besar,
misalnya dengan cara mengembangkan atau meningkatkan
kualitas program-program studi yang peminatannya masih rendah.
Sehingga tidak hanya berfokus pada program-program studi yang
memiliki tingkat peminatan tinggi. Dengan demikian,
pengembangan tersebut hendaknya tidak hanya dalam segi
kuantitas, dimana pada saat ini telah terjadi peningkatan jumlah
jurusan dan program studi pada Polnes, yang semula empat
ccclxiv
jurusan dengan empat program studi, menjadi sepuluh jurusan
dengan 18 program studi. Namun juga harus mampu disertai
dengan peningkatan dari segi kualitasnya dalam rangka
transformasi organisasi yang lebih optimal dalam pencapaian
politeknik yang unggul di tingkat nasional maupun internasional.
Struktur divisional yang dipilih Polnes dalam desainnya,
telah mengandung unsur kesesuaian dengan tiga komponen
lainnya, yaitu tujuan utama organisasi yang berfokus pada
efektivitas, tipologi organisasi berupa strategi prospector yang
menghadapi lingkungan badai lokal atau locally stormy
sebagaimana tampak dalam rumusan Burton, DeSanctis dan Obel
(2006: 76).
Maka kesesuaian yang demikian itu menghantarkan analisis
deskriptif penulis bahwa posisi Polnes dalam proses transformasi
organisasi terletak pada tahapan organisasi pengembangan.
Dimana organisasi senantiasa melakukan ekspansi kapasitas dan
kapabilitas di sepanjang tahap evolusi atau metamorphosis yang
dilakukan. Organisasi juga memacu kegiatan untuk memajukan dan
memperbarui pertumbuhan individu, kelompok, organisasi dan
masyarakat. Konsekuensinya, organisasi pengembangan
menunjukkan penguatan otonomi, kapasitas, kapabilitas, kualitas,
pembaruan atau reformasi, dan peningkatan kekuatan daya saing
secara berkelanjutan. Sejalan dengan visinya yaitu ingin
ccclxv
membentuk politeknik yang berkualitas, sejahtera dan unggul di
tingkat nasional maupun internasional pada tahun 2020, maka
Polnes sudah semestinya mengembangkan organisasi secara
berkelanjutan, yang senantiasa memerlukan lebih banyak proses
kreasi pengetahuan.
Tahap atau fase organisasi pengembangan menjadi posisi
Polnes saat ini dengan demikian sesuai dengan komitmennya
dalam penentuan penggunaan strategi agresif dalam rangka
pencapaian visi misinya, sebagaimana hasil analisis SWOT yang
merekomendasikan dipergunakannya strategi SO (strengths-
opportunities).
4.2.3. Perencanaan StratejikSTAIN Sultan Sulaiman Samarinda
Uraian perencanaan stratejik yang dilakukan STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda dalam penelitian ini merupakan gabungan dari
dokumen Rencana Strategis STAIN Sultan Sulaiman Samarinda 2011-
2015 dengan data primer yang berasal dari informan penelitian :
4.2.3.1. Analisis Kesiapan Sistem STAIN
Sebelum melakukan perencanaan, STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda menetapkan sejumlah kesiapan organisasi, antara lain
dengan mempersiapkan sejumlah aturan yang mendasari kegiatan
perencanaan, menciptakan tim perencanaan dan mempersiapkan
ccclxvi
profil organisasi. Produk yang dihasilkan dari tahapan analisis
kesiapan sistem adalah rencana untuk melakukan perencanaan.
Terkait dengan kegiatan penyiapan sistem sebagai
komponen awal perencanaan stratejik di STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda, NT memberikan informasisebagai berikut :
“Disini perencanaan itu dilakukan mula-mula dengan pembentukan
tim perencanaan, yang kemudian menyusun profil STAIN kami.
Tim perencanaan terdiri dari para pimpinan STAIN ditambah tim
ahli perencanaan yang didatangkan dari luar” (hasil wawancara
pada Senin, 10 Juni 2013).
Kemudian S juga memberikan pernyataan yang sejalan :
“Untuk menangani perencanaan, itu memang sudah ada timnya.
Kami juga mendatangkan perencana ahli dari luar STAIN. Level
pimpinan pun tentunya ikut terlibat di dalamnya” (hasil wawancara
pada Senin, 10 Juni 2013).
Perencanaan stratejik STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
dilakukan oleh Tim Penyusun Rencana Strategis STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda yang dibentuk melalui Surat Keputusan Ketua
STAIN Sultan Sulaiman Samarinda. Tim Penyusun tersebut terdiri
dari para anggota senat STAIN (termasuk di dalamnya level
pimpinan) beserta sejumlah pihak yang dianggap memiliki
kompetensi di bidang perencanaan dan penganggaran dari dalam
maupun luar STAIN Sultan Sulaiman Samarinda.
ccclxvii
Berkenaan dengan aturan yang mendasari perencanaan
stratejik STAIN Sultan Sulaiman Samarinda, NT memberikan
pernyataan sebagai berikut :
“Kegiatan perencanaan yang dilakukan disini didasari sejumlah aturan tertentu, diantaranya Undang-undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Agama. Sebab penyelenggaraan pendidikan tinggi di STAIN merupakan bagian dari program Departemen Agama, sehingga secara keseluruhan harus bisa dipertanggungjawabkan” (hasil wawancara pada Senin, 10 Juni 2013).
Dengan telah dibentuknya tim perencana sebagai pihak-
pihak yang melakukan proses perencanaan stratejik atas dasar
aturan-aturan yang berlaku, maka kemudian disusun suatuprofil
STAIN Sultan Sulaiman Samarinda sebagaimana yang telah
terjabar pada bagian awal Bab IV ini. Profil STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda memuat sejarah pembentukannya, visi misi, asas dan
fungsi, struktur organisasi beserta lembaga-lembaga struktural dan
non struktural yang terdapat di dalamnya, keadaan SDM, serta
keadaan sarana dan prasarananya.
Dengan demikian, analisis kesiapan sistem yang dilakukan
STAIN Sultan Sulaiman Samarinda sebagai komponen awal dalam
perencanaan stratejik hanya meliputi pengumpulan aturan,
pembentukan tim dan profil STAIN.
4.2.3.2. Pernyataan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran STAIN
VisiSTAIN Sultan Sulaiman Samarinda berdasarkan
Rencana Strategis Politeknik Negeri Samarinda 2011-2015 adalah
ccclxviii
sebagai berikut : “Terwujudnya STAIN Samarinda sebagai lembaga
unggulan (center of excellence) yang mampu menghasilkan SDM
yang berkualitas dan memiliki keluasan ilmu / intelektual,
kedalaman spiritual dan ketinggian profesionalisme”.
Oleh sebab itu, STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
mempunyai misi untuk meningkatkan penyelenggaraan Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang mengarah kepada pencapaian alumni yang
memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, akhlak mulia dan amal,
melalui pendidikan, pelatihan dan pendalaman ilmu serta nilai-nilai
agama Islam yang berguna bagi pengembangan ilmu dan
masyarakat.
Berkenaan dengan visi misi STAIN Sultan Sulaiman
tersebut, NT memberikan pernyataan sebagai berikut :
“Visi kami yaitu ingin menjadi perguruan tinggi yang unggul, maksudnya adalah berbeda dari perguruan tinggi yang lain karena kita mencetak ulama. Sekalipun dia di Pendidikan Bahasa Inggris, kita mencetak guru Bahasa Inggris yang berkarakter ulama. Jadi ada pembentukan warna lain bagi mahasiswa kami. Itu yang kami katakan unggul itu tadi. Untuk pembentukan karakter ulama itu tadi, jadi yang paling kita utamakan adalah fasilitas ma’ahat-nya, yaitu asrama. Jadi mahasiswa itu satu tahun diasramakan lebih dulu. Kampus II disana itu asrama, jadi semua mahasiswa baru itu disana. Walaupun agak repot karena berbeda lokasi, namun kami saling bergantian demi pengembangan. Untuk Kaltim, perguruan tinggi yang bernuansa Islam itu STAIN, sehingga lulusan kami dapat dipercaya mampu menjadi karyawan atau pemimpin yang kuat keagamaannya. Karena sekarang ini mencari tenaga kerja yang memiliki karakter keagamaan, jujur, terbuka itu sulit” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
ccclxix
Penulis juga memperoleh informasi mengenai perumusan
visi dan misi STAIN Sultan Sulaiman ini dari S yang
mengemukakan bahwa :
“STAIN Samarinda untuk visi misi ke depan pertama kita adalah kerja tim, semua unsur kita libatkan dalam rangka capaian target rencana kerja dari STAIN sendiri, kami melakukannya bertahap. Tahap penyusunan misi visi, kemudian misi secara umum, kemudian kita libatkan mereka lagi dari ketua jurusan dan lembaga-lembaga lainnya untuk penyusunan visi dan misi masing-masing, sehingga disatukanlah semua unit dan lembaga yang ada di dalam STAIN ini hingga muncullah satu visi dan misi secara umum” (hasil wawancara pada Rabu, 19 September 2012).
Kemudian tujuan strategis pencapaian visi STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda adalah :
1) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan / atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan / atau menciptakan
ilmu pengetahuan agama Islam, Iptek dan seni yang
bernafaskan Islam.
2) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan
agama Islam, Iptek dan seni yang bernafaskan Islam, serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Dari dua tujuan strategis tersebut, dijabarkan sasaran yang
ingin dicapai dari tujuan itu, antara lain :
1) Bidang Pengelolaan Jurusan :
a) Jurusan Tarbiyah
ccclxx
1. Profesionalisme pelayanan akademik dan administrasi
kemahasiswaan,
2. Terlaksana bimbingan skripsi,
3. Terlaksana peran dosen penasehat,
4. Terlaksana PKL,
5. Terselenggara sistem pendidikan dan pengajaran,
6. Terselenggaranya seleksi judul skripsi,
7. Terselenggaranya seminar desain operasional,
8. Terselenggaranya ujian skripsi,
9. Terselenggaranya Kegiatan Orientasi Akademik Jurusan,
10. Terselenggaranya Seminar Pendidikan,
11. Terselenggara terbitnya jurnal ilmiah Jurusan Tarbiyah.
b) Jurusan Syari’ah
1. Profesionalisme pelaksanaan kegiatan akademik dan
administrasi kemahasiswaan,
2. Terselenggaranya sistem pendidikan dan pengajaran,
3. Terlaksana peran dosen penasehat,
4. Terlaksana peran pembimbing skripsi,
5. Terlaksana seminar proposal,
6. Terlaksana ujian munaqosah,
7. Terlaksana seminar dosen,
8. Penerbitan jurnal ilmiah Syariah Mazahib,
9. Terlaksana kegiatan pengabdian masyarakat,
ccclxxi
10. Terselenggara seleksi judul skripsi,
11. Terselenggara ujian komprehensif,
12. Terselenggaranya pelatihan kepengacaraan bagi
mahasiswa dan umum,
13. Terselenggaranya Seminar Akuntansi Perbankan
Syari’ah,
14. Terlaksananya workshop ilmu falak bagi mahasiswa.
c) Jurusan Dakwah
1. Pelaksanaan proses belajar-mengajar dengan efektif,
2. Terlaksana bimbingan skripsi secara optimal dan terarah,
3. Terlaksana kegiatan kepenasehatan akademik bagi
mahasiswa,
4. Terlaksana mata kuliah diampu oleh dosen yang
berkompetensi,
5. Terlaksana beban mengajar dosen,
6. Terlaksana pendistribusian jadwal,
7. Terselenggara seleksi judul proposal mahasiswa,
8. Terlaksana seminar desain operasional,
9. Terlaksana ujian skripsi mahasiswa,
10. Terlaksana ujian komprehensif secara periodik,
11. Terlaksana pembekalan PKL mahasiswa,
12. Terlaksana PKL mahasiswa,
ccclxxii
13. Terlaksana penerbitan jurnal Lentera secara berkali dua
kali setahun,
14. Terlaksana workshop Pengembangan Lembaga Kajian
dan Sosial Keagamaan,
15. Terlaksana workshop Strategi Pengembangan
Masyarakat Islam Berbasis Interpreneurship,
16. Terlaksana workshop Strategi Periklanan,
17. Terlaksana workshop Teknik Pembuatan Media Cetak,
18. Terlaksana workshop Peningkatan Profesionalisme
Penyiaran Radio,
19. Terlaksana pengelolaan model dan format radio
pendidikan.
2) Bidang Pengelolaan Perpustakaan :
a) Peminjaman dan pengembalian koleksi yang berjalan baik,
b) Penyelenggaraan workshop Penelusuran Sumber Rujukan
Perpustakaan untuk Mahasiswa,
c) Penyelenggaraan kegiatan Orientasi Perpustakaan bagi
mahasiswa baru,
d) Penambahan jumlah koleksi yang berkualitas,
e) Penyelenggaraan aplikasi program Mysipisis Pro untuk
pengolahan perpustakaan,
f) Penyelenggaraan program magang aplikasi Mysipisis Pro,
g) Penyelenggaraan layanan referensi, skripsi dan tandon.
ccclxxiii
3) Bidang Pelayanan Laboratorium Komputer :
a) Terlaksananya sewa dan upgrade bandwith internet,
b) Terlaksananya sewa host dan domain website,
c) Terlaksananya maintenance jaringan intranet dan komputer,
d) Tersedianya layanan laboratorium komputer,
e) Tersedianya update dan maintenance website.
4) Bidang Pelayanan P3M :
a) Meningkatnya motivasi dosen dalam penelitian,
b) Meningkatnya kualitas keberagaman dan keterampilan
masyarakat desa,
c) Meningkatnya kualitas pemahaman dan skill muallaf,
d) Mendewasakan mahasiswa dalam cara berfikir, bersikap
dan bertindak,
e) Meningkatkan kualitas SDM peneliti atau dosen,
f) Meningkatkan mutu dan profesionalitas da’i,
g) Mensosialisasikan hasil penelitian dosen,
h) Memotivasi dosen dalam menyusun naskah buku,
i) Meningkatkan kuantitas dan kualitas teknik penulisan karya
ilmiah,
j) Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap intensifikasi
pembelajaran keagamaan.
5) Bidang Pesantren Mahasiswa :
a) Meningkatnya kemampuan bahasa Arab dan Inggris,
ccclxxiv
b) Meningkatnya kemampuan membaca teks-teks Arab,
c) Meningkatnya kemampuan melakukan pengkajian kitab-
kitab kuning,
d) Meningkatnya kemampuan ilmu-ilmu pengantar studi Islam
melalui teks bahasa Arab,
e) Meningkatnya kemampuan baca Al-Qur’an dengan lancar,
f) Meningkatnya kemampan membaca Al-Qur’an sesuai
dengan kaidah tajwid.
6) Bidang Layanan Administrasi :
a) Terlaksananya kegiatan lanjutan pembangunan gedung
pendidikan lingkungan Kampus II Tahap III dan Tahap I
b) Terlaksananya kegiatan lanjutan pembangunan gedung
ma’ahad aljamiah Kampus II Tahap I,
c) Terselenggaranya kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas,
d) Terselenggaranya kegiatan keperluan sehari-hari
perkantoran,
e) Terselenggaranya kegiatan layanan langganan daya dan
jasa,
f) Terselenggaranya kegiatan kehumasan,
g) Surat-menyurat yang tertata dengan baik,
h) Pengadaan ATK,
i) Pengadaan perlengkapan sarana gedung,
j) Pengadaan perawatan gedung kantor,
ccclxxv
k) Pengadaan alat pengolah data perpustakaan,
l) Pengadaan buku perpustakaan,
m) Pengadaan dan pemasangan travo listrik,
n) Pengadaan perlengkapan laboratorium,
o) Terlaksana kegiatan penyusunan RKAL / DIPA,
p) Terlaksana kegiatan pengelolaan anggaran,
q) Terlaksana laporan SAI,
r) Terpenuhinya kenaikan pangkat karyawan dan dosen,
s) Terpenuhinya kenaikan gaji berkala karyawan dan dosen,
t) Terpenuhinya pengusulan Taspen, Askes, Karis / Karsu dan
Karpeg,
u) Terlaksananya kegiatan pembinaan administrasi
pengelolaan kepegawaian,
v) Terlaksananya kegiatan kepegawaian : surat-surat,
w) Terlaksananya gaji pegawai,
x) Terlaksananya kegiatan rapat-rapat unsur pimpinan,
y) Penyusunan kalender akademik,
z) Pendataan mahasiswa baru,
aa) Pembuatan nim mahasiswa baru,
bb) Distribusi KRS,
cc) Penerbitan Kartu Mahasiswa,
dd) Legalisir ijazah dan KHS,
ee) Penyusunan jadwal kuliah,
ccclxxvi
ff) Penyusunan Buku Alumni,
gg) Penyusunan Buku Induk Mahasiswa,
hh) Pelaksanaan heregistrasi,
ii) Pelaksanaan ujian semester,
jj) Pelaksanaan wisuda,
kk) Pelaksanaan entry data akademik,
ll) Pelaksanaan kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa di bawah
koordinasi Pembantu Ketua III.
7) Bidang Layanan Unit Pengembangan Mutu Akademik (UPMA) :
a) Terlaksananya workshop Pengembangan Metode
Rekrutmen Mahasiswa Baru,
b) Terlaksananya Lokakarya Peningkatan Mutu Layanan
Bimbingan Akademik bagi Dosen,
c) Terlaksana Pendampingan Pembelajaran bagi Cados dan
Tenaga Pengajar,
d) Terlaksana Orientasi Peningkatan Kemampuan Berbasis
Teknologi bagi Calon Lulusan,
e) Terlaksana Pelatihan E-Learning bagi Dosen-dosen
Jurusan.
4.2.3.3. Analisis SWOT STAIN
Analisis SWOT yang tersaji di dalam penelitian ini adalah
analisis lingkungan internal dan eksternal berdasarkan Rencana
ccclxxvii
Strategis STAIN Sultan Sulaiman Samarinda 2011-2015, yang
terjabar sebagai berikut :
1) Kekuatan (Strength)
a. Komitmen dari segenap pimpinan STAIN Samarinda untuk
mengembangkan good corporate governance.
Mengenai komitmen pimpinan STAIN, NT
menyatakan bahwa :
“Kalau waktu dahulu birokrasinya itu ada PK I, PK II, PK III yang menangani masing-masing bidang tapi sepertinya tidak ada koordinasi. Kalau sekarang sudah ada koordinasi. Sehingga dengan adanya itu, sekarang bapak Ketua sepertinya memperpendek dan mempermudah jalur-jalur birokrasi. Makanya kita melakukan pembenahan ke dalam, yang masih memiliki kelemahan. Ada komitmen yang kuat diantara kami” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
b. Adanya MoU kemitraan dalam negeri, baik yang sedang
maupun yang akan berjalan.
Berkenaan dengan perihal kerjasama atau kemitraan
yang terjalin antara STAIN Sultan Sulaiman dan pihak lain, S
memberikan informasi bahwa :
“Perkembangan STAIN yang menonjol hingga saat ini yaitu kami juga sudah bargain dengan perguruan tinggi terdekat, karena STAIN join management atau merger dengan Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta untuk memenuhi persyaratan capaian mahasiswa bila ingin alih status menjadi IAIN” (hasil wawancara pada Rabu, 19 September 2012).
c. Kultur kerja yang sesuai dengan tuntutan sebuah lembaga di
bawah Kementerian Agama RI.
ccclxxviii
Mengenai kultur kerja pada STAIN Sultan Sulaiman,
NT menyatakan bahwa :
“Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berada di bawah naungan Kementerian Agama, alhamdulillah kami senantiasa berupaya menciptakan kondisi kerja dengan budaya islami yang dapat dilihat dari seragam tenaga administrasi maupun pengajar, juga cara berkomunikasi dan sopan-santun dan sebagainya. Karena untuk mencetak sumberdaya berciri khas ulama tentunya harus diawali dulu dari pengajar dan pengelola lembaganya, bukan?” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
d. Hasil akreditasi program-program studi yang rata-rata
berkualitas baik (B).
Mengenai akreditasi berbagai program studi-program
studi yang ada pada STAIN Sultan Sulaiman, NT
menyatakan bahwa :
“Dulu satupun program studi tidak ada yang terakreditasi, jadi 2009 itu kami yang pertama melihat dulu terutama di bidang akademik, yaitu ijin penyelenggaraan program studi ada yang mati, tapi tetap berjalan terus-menerus. Ijin penyelenggaraan sudah kita dapatkan, baru kita mengusulkan akreditasi. Alhamdulillah kemarin awal 2012 semuanya sudah terakreditasi dengan nilai B, jadi karena kemudahan birokrasi yang bapak Ketua terapkan, memudahkan itu semua” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
Berikut tersaji data mengenai akreditasi program
studi-program studi yang berada di bawah naungan STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda :
Tabel 4.19. Akreditasi Program Studi pada STAIN Sultan Sulaiman
No Program Studi Jenjang Sebelum
Tahun 2011
Tahun 2011
ccclxxix
1 Al ahwal al-Syakhsiyyah
S1 - B
2 Muamalat S1 - - 3 Pendidikan Agama
Islam S1 B B
4 Pendidikan Bahasa Arab
S1 - -
5 Kependidikan Islam S1 - B 6 Pendidikan Bahasa
Inggris S1 - -
7 Manajemen Dakwah S1 - B 8 Komunikasi dan
Penyiaran Islam S1 - C
Sumber : Bagian Akademik STAIN Samarinda.
e. Kredibilitas yang cukup memadai sebagai penyelenggara
pendidikan dengan sistem penjaminan mutu yang telah
berjalan.
S memberikan informasi bahwa :
“Rencana strategis kerja kami berupaya juga terhadap pembagian tugas pokok dan fungsi (tusi), sehingga muncul standar operasional penyelenggaraan tugas dan fungsi STAIN Samarinda. Disini kami membuat satu standar dalam satu buku, mencakup semua unsur yang berisi uraian tugas masing-masing unit, uraian tugas Ketua, uraian tugas Pembantu Ketua I, II dan III. Jadi disini tugas-tugasnya sudah jelas. Mulai dari jurusan, lembaga P3N, peningkatan mutu, lab bahasa, lab komputer, perpustakaan, ada semua tusinya disini” (hasil wawancara pada Kamis, 4 Oktober 2012).
f. Adanya fasilitas perkantoran, perkuliahan, laboratorium
komputer (micro teaching and smart class) serta ruang
sidang semu yang representatif.
Mengenai fasilitas yang tersedia pada STAIN Sultan
Sulaiman, S memberikan informasi bahwa :
“Untuk perkembangan fasilitas kampus, yang utama asrama sekarang sudah kami siapkan di kampus II sebagai upaya
ccclxxx
untuk meningkatkan mutu lulusan. Itu kelihatan bahwa dengan adanya sistem pesantren kampus bagi mahasiswa, akan meningkatkan kualitas yang lebih bagus bagi STAIN dalam mencetak lulusan” (hasil wawancara pada Kamis, 4 Oktober 2012).
Sejalan dengan informasi tersebut di atas, NT juga
mengatakan bahwa :
“Karena visi STAIN ingin menjadikan perguruan tinggi unggul, maksudnya adalah berbeda dari perguruan tinggi yang lain karena kita mencetak ulama, jadi yang paling kita utamakan itu ada ma’ahat-nya, yaitu asrama. Jadi mahasiswa itu satu tahun diasramakan lebih dulu. Kampus II disana itu asrama, ada lemari, ada ranjangnya. Semua untuk mendukung pencapaian visi itu tadi” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
i. Alumni yang tersebar di berbagai bidang profesi.
Terkait dengan alumni STAIN Samarinda yang
tersebar di berbagai bidang profesi, NT mengatakan bahwa :
“Alumni kami seluruh sektor insyaAllah ada. Sebenarnya Wakil Gubernur sendiri adalah alumni sini. Jadi bukan hanya sektor agama, sektor birokrasi juga, ada beberapa orang yang jadi Camat. Ketua Dewan pak Ali Hamdi itu juga alumni sini. Kepala Madrasah juga sebagian besar alumni sini. Ternyata sekarang ini mencari tenaga kerja yang memiliki karakter keagamaan, jujur, terbuka itu sulit. Untuk Kaltim, perguruan tinggi yang bernuansa Islam itu STAIN, sehingga lulusan kami dipercaya mampu menjadi karyawan atau pemimpin yang kuat keagamaannya. Alhamdulillah” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
Masih terkait dengan alumni STAIN Samarinda, S
mengemukakan bahwa :
“Karena produk kita macam-macam, jadi alumni hampir
semua lini masuk. Pemerintahan iya, lembaga keuangan
ccclxxxi
juga ada, karena ada jurusan muamalat” (kutipan
wawancara pada Kamis, 4 Oktober 2012).
Namun demikian, berdasarkan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) STAIN Sultan Sulaiman
2010, diketahui bahwa lulusan STAIN Samarinda rata-rata
250 orang per tahun dan hanya sekitar 30 persen dari
lulusan tersebut yang terserap di lembaga kerja pemerintah.
Hal ini menunjukkan terbatasnya kesempatan kerja bagi
lulusan STAIN Samarinda untuk menjadi PNS, sehingga
diperlukan adanya penguatan pelatihan keterampilan atau
entrepreneurship secara sistematis dan intensif pasca
perkuliahan sebelum terjun ke masyarakat.
2) Kelemahan (Weakness)
a. Sistem manajemen Tri Dharma Perguruan Tinggi dan
kemahasiswaan serta perkantoran belum optimal, sehingga
unit manajemen tidak berjalan efisien.
Mengenai hal tersebut, NT memberikan informasi
sebagai berikut :
“Sistem perkantoran kami memang belum berjalan lancar
dengan maksimal. Misalnya dengan jauhnya jarak antara
kampus I dan kampus II memang membuat kami agak repot
karena berbeda lokasi. Namun kami saling bergantian,
ccclxxxii
yaitulah demi pengembangan” (hasil wawancara pada
Selasa, 11 September 2012).
b. Dana dari pemerintah dan yang terhimpun dari masyarakat
masih jauh dari memadai.
Terkait dengan hal tersebut, S mengemukakan bahwa
:
“Kondisi dan karakteristik mahasiswa kami sebagian besar
berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi
menengah ke bawah. Dengan demikian, pendapatan STAIN
Samarinda dari masyarakat yang bersumber dari SPP belum
menjadi andalan utama” (hasil wawancara pada Kamis, 4
Oktober 2012).
c. Banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal,
baik berupa kepakaran tenaga pengajar, lembaga non
struktural hingga sarana dan prasarana kampus.
Mengenai hal tersebut, NT memberikan informasi
sebagai berikut :
“Persentase publikasi hasil penelitian bidang sosial kemasyarakatan yang dihasilkan memang masih kurang maksimal karena budaya penelitiannya masih rendah. Tidak semua jurusan kami mempunyai jurnal penelitian. Makanya harapannya dengan telah mampunya dosen-dosen menyelesaikan studi S3nya nanti, budaya penelitian juga meningkat, karya-karya ilmiah akan banyak sehingga ada peningkatan kualitas dosen” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
ccclxxxiii
Sejalan dengan informasi tersebut S mengemukakan
bahwa :
“Nilai-nilai etos kerja untuk menghasilkan inovasi dalam
konteks Tri Dharma Perguruan Tinggi seperti hasil-hasil
penelitian ilmiah kami memang masih belum menonjol. Jadi
ke depan memang harus ada upaya-upaya perbaikan” (hasil
wawancara pada Kamis, 4 Oktober 2012).
d. Belum tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) kampus dalam modernisasi sistem
pembelajaran, on-line management, e-learning dan virtual
library sebab masih mempergunakan kelas manual.
Mengenai belum optimalnya pendayagunaan
berbagai sumber daya pada poin c dan d, S mengemukakan
bahwa :
“Kebijakan untuk menambah sumber pendapatan melalui peningkatan jumlah mahasiswa berdampak pada semakin melemahnya daya dukung fasilitas belajar, terutama ruang-ruang perkuliahan. Kemudian keterbatasan infrastruktur untuk mengakomodasi proses perkuliahan itu pada gilirannya jadi memperlemah proses belajar-mengajar. Sehingga persoalan program layanan dan daya tampung kami masih terus diupayakan” (hasil wawancara pada Rabu, 19 September 2012).
NT juga menambahkan informasi mengenai hal
tersebut sebagai berikut :
“Program akademik yang berkaitan dengan sistem informasi sampai kini masih belum berjalan optimal, biarpun sudah ada server baru. Kendalanya terutama setiap registrasi atau heregistrasi sering tidak berfungsi dengan baik, menjadikan
ccclxxxiv
pelayanan akademik untuk mahasiswa pun terhambat” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
e. Kesejahteraan SDM belum memadai.
Z mengemukakan bahwa :
“Terkait dengan administrasi keuangan dan kepegawaian STAIN, persoalan yang penting adalah mengenai sistem penghargaan dan kendali kinerja pegawai, baik dosen maupun tenaga administrasinya. Pengukuran Indeks Kinerjanya belum disertai dengan sistem penghargaan yang berkelanjutan, karena dukungan pendanaan yang masih sangat minim” (hasil wawancara pada Sabtu, 22 September 2012).
f. Belum lengkapnya parameter dan pedoman penjaminan
mutu (quality assurance) yang dalam pengembangannya
memerlukan penanganan khusus.
g. Rendahnya persentase tenaga pengajar berkualifikasi guru
besar, berpendidikan S3 dan tidak seimbangnya penyebaran
tugas dan perannya.
S mengemukakan informasi mengenai hal tersebut
sebagai berikut :
“STAIN jumlah dosennya sekitar tujuh puluh orang lebih dengan kualifikasi pendidikan S2 dan S3 adalah sumber daya potensial untuk mendukung pengembangan STAIN. Seandainya semua kemampuan itu dapat didayagunakan secara penuh dalam pelaksanaan tugas layanan, pasti lebih bermanfaat. Hanya saja, sampai saat ini untuk yang S3 masih sangat kurang dan semoga yang sedang studi lanjut itu dapat segera menyelesaikan studinya demi upaya-upaya pengembangan” (hasil wawancara pada Rabu, 19 September 2012).
3) Peluang (Opportunities)
ccclxxxv
a. Otonomi Perguruan Tinggi yang memungkinkan menjalin
kemitraan dengan berbagai lembaga di dalam maupun luar
negeri secara langsung.
b. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan untuk memaksimalkan
peran STAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam.
c. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
dengan menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20%
dari APBN untuk peningkatan kualitas pendidikan.
Terkait dengan poin a, b dan c sebagai peluang, NT
mengatakan bahwa :
“STAIN kita tentu saja mendapat dukungan kuat dan bantuan yang begitu besar dari Pemerintah Pusat, kalau Pemda juga sangat jelas mendukung, karena ini satu-satunya perguruan tinggi Agama Islam Negeri yang ada di Kaltim. Kami juga menjalin berbagai kemitraan dalam negeri karena sekarang memang eranya otonomi perguruan tinggi, sehingga peran STAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam semakin baik” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
d. Tawaran beasiswa bagi tenaga pengajar untuk studi lanjut
S2 atau S3.
e. Bantuan riset dalam maupun luar negeri bagi tenaga
pengajar dan mahasiswa.
ccclxxxvi
Terkait dengan poin d dan e tentang beasiswa bagi
tenaga pengajar dalam upaya pengembangan SDM, NT
mengatakan bahwa :
“Untuk dosen, di saat kami menerima terus terang yang
doktor cuma tiga orang. Tapi kemudian ada upaya. Dan
yang golongan IV itupun hanya empat orang” (kutipan
wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
Sejalan dengan pernyataan tersebut, S menyatakan
bahwa :
“Hingga saat ini perkembangan yang menonjol jelas prestasi bagian SDM dari tenaga pengajar, karena sudah banyak yang sedang studi S3, karena adanya bantuan beasiswa dan riset. Tapi kita yang masih Guru Besar baru satu orang, yang satu lagi baru tahap pengusulan. Walau demikian, kesempatan untuk studi lanjut S3 itulah yang menjadi penguat STAIN ke depannya” (hasil wawancara pada Rabu, 19 September 2012).
4) Ancaman (Threats)
a. Biaya operasional anggaran pendidikan yang rendah dari
pemerintah, yang mengharuskan menggali sumber dana
tambahan sendiri.
Z memberikan informasi mengenai hal tersebut
sebagai berikut :
“Dalam melaksanakan tupoksinya, STAIN Samarinda ditunjang dengan anggaran dari DIPA STAIN, yaitu dari SPP mahasiswa dan dana penunjang pendidikan. Secara umum, dari anggaran yang ada sebagian besar kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik. Namun begitu, seharusnya ke depan perlu lebih bisa mengadakan sumber-sumber pendapatan tambahan yang bisa lebih mensejahterakan,
ccclxxxvii
misalnya melalui pengelolaan kantin atau apalah” (hasil wawancara pada Sabtu, 22 September 2012).
b. Kurangnya proposal penelitian yang kompetitif sehingga
perolehan dana penelitian sangat terbatas, padahal problem
sosial yang tumbuh semakin kompleks.
Mengenai hal tersebut, NT memberikan informasi
sebagai berikut :
“Persentase publikasi hasil penelitian bidang sosial
kemasyarakatan yang dihasilkan memang masih kurang
maksimal karena budaya penelitiannya masih rendah. Tidak
semua jurusan kami mempunyai jurnal penelitian” (hasil
wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
c. Peta kebutuhan daerah belum teridentifikasi dengan baik,
padahal amat dibutuhkan untuk penyusunan program
pengabdian masyarakat.
Mengenai peta kebutuhan daerah, NT
mengemukakan bahwa :
“STAIN kami masih kurang memiliki sarana dan fasilitas yang bisa digunakan untuk menangani berbagai masalah sosial kemasyarakatan. Misalnya saja seperti LBH, Klinik Keluarga Sakinah, dan sebagainya. Padahal daerah tentunya membutuhkan penanggulangan masalah-masalah sosial semacam itu. Tapi disamping itu juga, kami belum mampu mengidentifikasi kebutuhan daerah secara cermat, sehingga untuk memikirkan kegiatan-kegiatan atau ide-ide ke arah itu masih sulit” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
ccclxxxviii
d. Transisi demokrasi dan perubahan sistem politik nasional
tidak diimbangi dengan kesiapan pendidikan politik melalui
kegiatan organisasi kemahasiswaan, sehingga mengurangi
nilai edukatif program organisasi mahasiswa internal dan
alumni sebagai bagian dari aset pendidikan STAIN
Samarinda.
e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, persaingan
global dan tuntutan produktivitas yang menuntut
ketersediaan fasilitas pendidikan berstandar internasional,
kesiapan SDM, dan sistem manajemen yang handal.
f. Modernisasi, liberalisasi dan kapitalisasi dunia bisnis yang
bersifat global yang menuntut pengembangan bisnis yang
bersifat nirlaba untuk mendukung kapasitas dan kapabilitas
STAIN Samarinda.
i. Kompetisi dan lingkungan persaingan yang semakin ketat.
Terkait dengan poin d hingga i tersebut,NT
mengemukakan bahwa :
“Memang banyak hal yang cukup menjadi ancaman bagi keberlangsungan STAIN. Tapi bagaimanapun, dengan kekhasan yang kami miliki dan bermacam-macam strategi yang kami rumuskan secara bersama-sama, saya rasa apapun itu harus dihadapi. Yang jelas pada dasarnya keinginan itu tak akan terlaksana, tanpa dilaksanakan. Sebesar apapun keinginan kita, jika kita melaksanakan, tidak akan bisa. Strategi yang pertama dilakukan itu memberikan pandangan yang sama pada bawahan mau sampai kapan kita begini terus? Disamping mereka yang kerja, kita di pihak pimpinan melakukan pengawasan dan tidak memberi batasan antara pimpinan dan bawahan, sehingga bisa jalan
ccclxxxix
dengan akrab dan tidak ada jarak” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
Hasil pemindaian lingkungan eksternal maupun internal yang
bersumber dari hasil analisis SWOT yang dilakukan oleh STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda, dapat direkapitulasi menjadi satu dalam
bentuk tabel sebagaimana tersaji berikut ini :
Tabel 4.20.
Rekapitulasi Faktor Eksternal Internal STAIN Sultan Sulaiman Internal Factors
(IF)
STRENGTH Komitmen pimpinan untuk
mengembangkan good corporate governance
Kultur kerja yang sesuai dengan tuntutan sebuah lembaga di bawah Kementerian Agama RI
MoU kemitraan dalam negeri
Hasil akreditasi pro- gram-program studi yg rata-rata berkualitas baik
Kredibilitas sebagai penyelenggara pendidikan dengan sistem penjaminan mutu yang cukup baik
Sarana prasarana yang memadai
Alumni yang tersebar di berbagai bidang profesi
WEAKNESS Sistem manajemen yang belum
berjalan optimal Belum memadainya dana dari
pemerintah dan yang terhimpun dari masyarakat
Potensi kepakaran tenaga pengajar, lembaga non struktural hingga sarana dan prasarana kampus yang belum dimanfaatkan secara optimal
Belum tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) kampus dalam modernisasi sistem pembelajaran
Belum lengkapnya pedoman penjaminan mutu
Terbatasnya tenaga pengajar berkualifikasi guru besar dan berpendidikan S3
External Factors
(EF)
OPPORTUNITIES Otonomi perguruan tinggi Peraturan tentang Standar
Nasional Pendidikan yang memaksimalkan peran
THREATS Biaya operasional anggaran
pendidikan yang rendah dari pemerintah
Kurangnya proposal penelitian
cccxc
STAIN Komitmen pemerintah
untuk peningkatan mutu pendidikan
Tawaran beasiswa bagi dosen
Bantuan riset dalam maupun luar negeri
yang kompetitif untuk perolehan dana penelitian
Peta kebutuhan daerah belum dapat diidentifikasi dengan baik
Transisi demokrasi dan perubahan sosial politik
Perkembangan iptek dan persaingan global
Modernisasi, liberalisasi dan kapitalisasi dunia bisnis
Kompetisi yang makin ketat
Sumber : Diolah dari Rencana Strategis STAIN Sultan Sulaiman Samarinda, 2011-2015.
Hasil analisis SWOT menunjukkan rata-rataskor
sebagaimana tersaji di bawah ini, dilanjutkan dengan sajian gambar
posisiSTAIN Sultan Sulaiman pada matriks SPACE:
Skor Kekuatan : 4.020
Skor Kelemahan : 8.504
Selisih skor kekuatan dan kelemahan : -4.484
Skor Peluang : 4.960
Skor Ancaman : 3.531
Selisih skor peluang dan ancaman : -1.429
Gambar 4.10. Posisi STAIN Sultan Sulaiman dalam Matriks SPACE
Peluang 6.0
5.0 Kuadran Kuadran III 4.0 I (Conservative Strategy) (AggressiveStrategy) 3.0 2.0
1.0 Kelemahan Kekuatan -6.0 -5.0-4.0 -3.0 -2.0 -1.0 1.02.03.04.05.0 6.0 -1.0
cccxci
(-4.484,-1.429) -2.0 -3.0 Kuadran -4.0 Kuadran IV II (Defensive Strategy) -5.0 (Competitive Strategy) -6.0
Ancaman
Sumber : Rencana Strategis STAIN Sultan Sulaiman Samarinda 2011-2015.
Berdasarkan matriks SPACE tersebut, posisi STAIN Sultan
Sulaiman Samarindaberada pada kuadran IVdimanakelemahan
yang lebih besar daripada kekuatannya, dan memiliki ancaman
yang besar daripada peluangnya. Dengan demikian, untuk
mencapai visi dan misinya STAIN Sultan Sulaiman harus
mempergunakan strategi WT (weakness-threats atau kelemahan-
ancaman), yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal
untuk menghindari ancaman eksternal. Strategi yang dimaksud
adalah konsep strategi utamaDefensive. Sebuah organisasi yang
menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal
akan berada pada posisi yang tidak aman. Maka STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda harus berusaha bertahan hidup, bergabung,
mengurangi ukuran atau memilih likuidasi (David, 2006: 286).
Dengan kondisi eksternal dan internal tersebut serta visi
menuju perguruan tinggi unggulan dan terdepan dalam pengkajian
dan pengembangan ilmu pengetahuan, seni dan budaya
cccxcii
keislaman, STAIN Sultan Sulaiman perlu melakukan sejumlah
strategi.
Mengenai hal tersebut, maka NT memberikan pernyataan
sebagai berikut :
“Dari hasil analisis posisi STAIN dalam persaingan, yang sudah melalui tahapan analisis SWOT maka arah kebijakan STAIN untuk masa sekarang adalah penguatan internal. Diantaranya bagaimana menciptakan pengelolaan yang lebih baik, juga bagaimana meningkatkan kualitas lulusan juga kualitas dosen, termasuk memperkuat pos-pos pembiayaan untuk kelancaran kegiatan. Jaringan-jaringan kerjasama juga coba untuk diperluas, yang singkatnya bagaimana lebih memajukan STAIN ini” (hasil wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
4.2.3.4. Perumusan Strategi dan Analisis Alternatif Program
STAIN
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda 2011-2015, diketahui bahwa dalam rangka
mewujudkan tujuan dan sasaran strategis yang telah dirumuskan
dan dengan memperhatikan posisi STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda dari hasil analisis lingkungan, maka STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda merumuskan enam buah strategi sebagai
berikut :
1) Melakukan penguatan dan pengembangan tata pamong,
kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan mutu.
2) Meningkatkan kualitas mahasiswa dan lulusan.
3) Meningkatkan kualitas SDM (tenaga pengajar dan tenaga
administrasi).
cccxciii
4) Melakukan evaluasi dan pengembangan kurikulum,
pembelajaran dan suasana akademik yang memenuhi standar
penjaminan mutu akademik STAIN.
5) Melakukan optimalisasi identifikasi penguatan dan
pengembangan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sistem informasi menuju kemandirian.
6) Melakukan perluasan jaringan pengembangan penelitian,
pengabdian masyarakat dan kerjasama dengan mitra kerja.
Perumusan strategi tersebut kemudian akan dilanjutkan
dengan kegiatan analisis terhadap sejumlah pilihan alternatif
program.
Mengenai hal tersebut, NT menyatakan bahwa :
“Sejumlah strategi yang dipilih STAIN sebagai strategi
pengembangan intinya berfokus pada pembenahan dan penguatan
internal organisasi, baik itu melalui sumberdaya dosennya,
pengelolaan manajemennya, hingga jaringan kerjasamanya” (hasil
wawancara pada Selasa, 11 September 2012).
4.2.3.5. Alternatif Kebijakan dan Rekomendasi Sumberdaya STAIN
Strategi yang telah dipilih STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda kemudian dikembangkan melalui sepuluh buah
kebijakan dan 14 buah program. Program-program tersebut
dijabarkan lebih lanjut menjadi kegiatan yang dilaksanakan setiap
tahun. Untuk mengukur tingkat keberhasilan program, maka
cccxciv
diperlukan indikator kinerja setiap program. Rincian sepuluh
kebijakan STAIN Sultan Sulaiman Samarinda tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Peningkatan layanan dan pengelolaan jurusan,
2) Peningkatan layanan perpustakaan,
3) Peningkatan layanan laboratorium komputer,
4) Peningkatan layanan laboratorium bahasa,
5) Peningkatan layanan pesantren mahasiswa,
6) Peningkatan layanan Unit Peningkatan Mutu Akademik,
7) Peningkatan layanan Administrasi Umum,
8) Peningkatan layanan Administrasi Kepegawaian dan SDM,
9) Peningkatan layanan Administrasi Keuangan,
10) Peningkatan layanan Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan.
Mengenai kebijakan-kebijakan tersebut S mengemukakan
bahwa :
“Di dalam dokumen renstra, termuat sejumlah kebijakan STAIN dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Kebijakan-kebijakan tersebut dirumuskan dengan menyesuaikan dari sejumlah strategi-strategi yang telah ditetapkan. Jadi tentu saja antara strategi dan kebijakan itu saling berkaitan. Begitu juga dengan program-program sebagai perwujudan operasional dari kebijakan yang masih sifatnya umum” (hasil wawancara pada Rabu, 19 September 2012).
Selanjutnya, program-program yang dirumuskan oleh STAIN
Sultan Sulaiman antara lain :
1) Pelaksanaan proses belajar-mengajar,
cccxcv
2) Pelaksanaan bimbingan skripsi,
3) Pelaksanaan kepenasehatan,
4) Pelaksanaan pembekalan PPL / PKL,
5) Pelaksanaan PPL / PKL,
6) Penyelenggaraan sistem perkuliahan,
7) Penyelenggaraan pengelolaan perpustakaan,
8) Penyelenggaraan pengelolaan laboratorium komputer,
9) Penyelenggaraan layanan P3M,
10) Penyelenggaraan sistem perkuliahan model pesantren
mahasiswa,
11) Penyelenggaraan layanan administrasi umum,
12) Penyelenggaraan layanan administrasi kepegawaian dan SDM,
13) Penyelenggaraan layanan administrasi keuangan,
14) Penyelenggaraan layanan administrasi akademik dan
kemahasiswaan.
4.2.3.6. Model Empirik Perencanaan Stratejik STAIN
Setelah mengkaji dan menganalisis proses perencanaan
stratejik yang dilakukan oleh STAIN Sultan Sulaiman Samarinda,
maka penulis sampai pada sebuah temuan penelitian bahwa
perencanaan stratejik yang dilakukan telah memenuhi lima
komponen perencanaan stratejik sebagaimana rumusan Steiss
(2003: 58-59). Namun demikian, terdapat ketidaksesuaian
perumusan strategi yang dilakukan dengan kemampuan dan
cccxcvi
keadaan sumberdaya yang dimiliki STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda.
Berdasarkan sepuluh aliran strategi yang dikemukakan oleh
Mintzberg, Alhstrand dan Lampel (1998: 4), maka STAIN Sultan
Sulaiman Samarindadalam merumuskan strategi bersaingnya
berkiblat pada kelompok aliran configuration, yang terindikasi dari
adanya pengkombinasian arah pembenahan organisasi pada aspek
sumberdaya manusia organisasi dan proses perubahan itu sendiri.
Disamping itu, terindikasi pula dari adanya upaya-upaya
pengembangan organisasi menjadi bentuk lembaga pendidikan yang
lebih besar, dimana STAIN Sultan Sulaiman Samarinda sedang
berupaya untuk dapat berkembang menjadi IAIN.
Strategi bersaing yang dipergunakan oleh STAIN Sultan
Sulaiman Samarindatersebut kemudian dalam penelitian ini berupaya
dianalisis melalui komponen struktural dari desain organisasi, yang
meliputi tujuan utama organisasi, strategi organisasi yang
dipergunakan, pemahaman akan lingkungan tempat operasi
organisasi serta pemilihan konfigurasi yang digunakan (Burton,
DeSanctis dan Obel, 2006: 3). Pada akhirnya, posisi STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda di dalam proses transformasi organisasi pun
dapat diidentifikasi.
Adapun model empirik perencanaan stratejik STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda dapat digambarkan sebagai berikut :
cccxcvii
Gambar 4.11. Model Empirik Perencanaan Stratejik STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
Belum berkesesuaian
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN STRATEGI & ALTERNATIF PROGRAM
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN STRUKTUR 4)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
cccxcviii
Sumber : Hasil penelitian, 2013.
Penjelasan mengenai gambar tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
Proses perencanaan stratejik yang dilakukan oleh STAIN
Sultan Sulaiman Samarinda diawali dengan tahap 1) analisis
kesiapan sistem, yang meliputi pengumpulan aturan dan
pembentukan tim perencanaan, kemudian penyusunan profil
universitas dan penyajian informasi keuangan. Namun demikian,
tahap pertama ini tidak mengandung proses identifikasi isu-isu
strategis yang dihadapi oleh STAIN Sultan Sulaiman Samarinda.
Proses kemudian dilanjutkan dengan tahap 2) perumusan visi dan
misi, tujuan serta sasaran, dimana secara umum Unmul berfokus
pada penciptaan SDM yang memiliki keluasan intelektual sekaligus
kedalaman spiritual.
Kemudian selanjutnya adalah tahap 3) analisis situasi
lingkungan internal dan analisis lingkungan ekternal melalui analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Sejumlah
faktor kekuatan dan kelemahan (strength dan weakness) yang
merupakan faktor lingkungan internal diperbandingkan dengan
sejumlah faktor peluang dan ancaman (opportunities and threats)
yang merupakan faktor lingkungan eksternal. Tahap berikutnya
ALTERNATIF KEBIJAKAN & REKOMENDASI
SUMBERDAYA
cccxcix
adalah 4) perumusan strategi dan analisis alternatif program.
Dalam merumuskan strategi, STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
melakukan perumusan komponen-komponen struktural, juga
komponen-komponen SDM. Gambar model perencanaan stratejik
STAIN Sultan Sulaiman Samarinda pada halaman 370
menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam perumusan
komponen struktural organisasi. Untuk memperjelas poin
ketidaksesuaian yang dimaksud tersebut, maka berikut penulis
sajikan rekapitulasi perumusan komponen struktural dalam
perumusan strategi STAIN Sultan Sulaiman Samarinda :
Tabel 4.21 Rekapitulasi Komponen Struktural dari
Perumusan Strategi STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
No Komponen Struktural
Konsep Ideal Organisasi pada
Kuadran B
STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda 1 Tujuan Efisiensi Efisiensi 2 Strategi Defender Defender 3 Lingkungan Varied Varied 4 Konfigurasi Fungsional Divisional
Hasil Sesuai Tidak Sesuai
Sumber : Hasil penelitian, 2013.
Untuk perumusan komponen struktural dari desain
organisasi STAIN Sultan Sulaiman Samarinda, tujuan yang ingin
dicapai adalah efisiensi, dengan mempergunakan tipe strategi
defender dan menghadapi lingkungan pasar bervariasi atau varied.
Ketiga komponen ini telah tepat sesuai dengan rumusan teoritik
Burton, deSanctis dan Obel (2006: 76). Namun ketidaksesuaian
yang terjadi adalah terletak pada pemilihan konfigurasi atau struktur
cd
organisasinya dimana, STAIN Sultan Sulaiman Samarinda memilih
untuk mempergunakan struktur divisional.
Ketidaksesuaian ini terjadi karena STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda berambisi untuk merubah status kelembagaannya dari
Sekolah Tinggi menjadi Institut, dalam rangka mencapai
kesejahteraan yang lebih baik, sehingga merasa perlu untuk
meningkatkan tingkatan konfigurasi organisasinya.
Namun demikian, STAIN Sultan Sulaiman Samarinda masih
menjadikan efisiensi sebagai tujuan utamanya, dimana
sumberdaya internal dimanfaatkan dengan seminim mungkin untuk
menekan biaya dalam menghasilkan output atau barang / jasanya.
Untuk dapat mempertahankan keberadaannya, maka STAIN Sultan
Sulaiman tetap mempertahankan penyelenggaraan kegiatan pada
biaya rendah.
Kelemahan organisasi yang memiliki tujuan pada efisiensi
adalah cenderung selalu memandang bahwa lingkungan yang
mereka hadapi akan selalu stabil. Padahal tidak demikian halnya
mengenai lingkungan di Kalimantan Timur akan kebutuhan
pendidikan. Adanya modernisasi, liberalisasi dan kapitalisasi dalam
dunia bisnis yang bersifat global saat ini, justru mengancam
keberadaan STAIN Sultan Sulaiman sebagai satu-satunya Sekolah
Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Agama Islam di
Kalimantan Timur. Maka dari itu sesungguhnya STAIN Sultan
cdi
Sulaiman perlu mempertahankan keberadaannya melalui pemilihan
strategi yang tepat, dengan pengembangan ide-ide baru dan
sebagainya.
Sumber pendanaan STAIN Sultan Sulaiman yang masih
sangat bergantung pada APBN dan APBD, menjadikan inovasi-
inovasi dalam menggali potensi sumber pendapatan tambahan
menjadi suatu hal yang urgent dan diperlukan demi kondisi
organisasi yang lebih mensejahterakan. Terlebih lagi penerimaan
yang berasal dari masyarakat (SPP mahasiswa dan dana
penunjang pendidikan) tidak dapat dijadikan andalan karena
kondisi karakteristik mahasiswa STAIN Sultan Sulaiman berasal
dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah.
Output berupa lulusan yang memiliki ciri khas keluasan
intelektual dan kedalaman spiritual sesungguhnya merupakan
penciptaan produk perguruan tinggi yang memiliki nilai luar biasa.
Mengingat perkembangan jaman saat ini cenderung mudah
mengesampingkan aspek-aspek keagamaan dalam segi-segi
kehidupan. Maka dari itulah STAIN Sultan Sulaiman yang
bersadarkan hasil analisis SWOT-nya perlu menerapkan strategi
WT (weaknesss-threats) yang diarahkan pada pengurangan
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
Tujuan utama pada efisiensi menjadikan STAIN Sultan
Sulaiman mempergunakan strategi bertahan atau defender dalam
cdii
mempertahankan keberadaan organisasinya. Dibandingkan
dengan Universitas Mulawarman dan Politeknik Negeri Samarinda,
tentu saja upaya-upaya pengembangan organisasi yang dilakukan
STAIN Sultan Sulaiman tampak berjalan lebih lambat. Hal ini terkait
dengan keterbatasan kualifikasi pendidikan tenaga pengajarnya
sebagai sumberdaya internal organisasi yang sesungguhnya
membutuhkan peningkatan yang cepat. Persentase yang rendah
dari tenaga pengajar berkualifikasi guru besar dan yang
berpendidikan S3, berdampak pada belum dapatnya STAIN Sultan
Sulaiman memanfaatkan kepakaran tenaga-tenaga pengajarnya
secara optimal, dengan indikasi yang tampak dari minimnya jumlah
publikasi hasil penelitian bidang sosial kemasyarakatan dan karya-
karya ilmiah yang dihasilkan. Namun demikian, pada saat ini
banyak tenaga pengajar yang sedang menjalani studi lanjut dalam
rangka meningkatkan kualifikasi tenaga pengajar sebagai
sumberdaya internal organisasi setelah mendapat bantuan
beasiswa dan riset.
Kemudian dari aspek manajemen organisasi, sistem
perkantoran STAIN Sultan Sulaiman pun belum berjalan lancar
akibat faktor wilayah atau area yang terpisah cukup jauh, antara
kampus I yang terletak di tengah kota Samarinda, sementara
kampus II terletak di wilayah menuju kota Balikpapan. Belum lagi
cdiii
dengan permasalahan infrastruktur teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) kampus yang belum tersedia.
Kondisi yang demikian itu menjadikan efektivitas
pelaksanaan tugas Tridharma belum sepenuhnya dapat dicapai.
Namun demikian, faktor historis tidak dapat diabaikan dalam
menganalisis kondisi perkembangan STAIN Sultan Sulaiman
sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam negeri di Kalimantan
Timur ini. Dalam usianya yang ke-16 tahun sejak tidak lagi menjadi
binaan dari lembaga pendidikan Islam yang lebih dulu berdiri, maka
STAIN Sultan Sulaiman berusaha mempertahankan
keberadaannya dengan strategi biaya rendah.
Namun demikian, pada saat ini STAIN Sultan Sulaiman
sedang berupaya membenahi kelemahan-kelemahan internal yang
dimiliki dengan cara pembenahan manajemen organisasi yang
dimulai dari pengupayaan pengurusan akreditasi program studi,
pembenahan fungsi pengorganisasian melalui pelaksanaan job
analysis atau analisis jabatan untuk menghasilkan uraian jabatan
(job description) dan spesifikasi jabatan (job specification) yang
tertuang dalam perumusan Standar Operasional Penyelenggaraan
(SOP) Tugas dan Fungsi (Tusi), yang akan membantu dalam
pembenahan internal organisasi. Dengan demikian, STAIN Sultan
Sulaiman pun telah memulai strategi WT yang direkomendasikan
dari hasil analisis SWOT yang telah dilakukan.
cdiv
STAIN Sultan Sulaiman menghadapi lingkungan yang
bervariasi atau varied dimana lulusan yang mampu dihasilkan oleh
STAIN Sultan Sulaiman dapat terserap dengan baik pada ‘pasar’,
dengan tertampungnya di banyak sektor pekerjaan yang tidak
hanya terbatas pada bidang keagamaan akibat telah cukup
bervariasinya jurusan atau program studi yang tersedia.
Kemudian berkenaan dengan aspek konfigurasi, struktur
divisional dipilih oleh STAIN Sultan Sulaiman karena organisasi ini
memiliki kekuatan pada barang / jasa atau dimensi pelanggan dan
lemah pada spesialisasi pekerjaan. STAIN Sultan Sulaiman tidak
banyak berfokus pada spesialisasi internal sebab sebagian besar
tenaga pengajar yang merupakan sumberdaya internalnya sedang
menjalani upaya pengembangan melalui studi lanjut, tetapi lebih
berfokus pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi
atau pada pelanggan yang dilayani. Penggunaan struktur divisional
oleh STAIN Sultan Sulaiman mampu memotivasi sumberdaya
manusianya, mengendalikan kegiatan operasi dan diharapkan
mampu meraih kesuksesan dalam bersaing di lingkungan yang
majemuk.
Konfigurasi divisional pada STAIN Sultan Sulaiman
dilakukan berdasarkan produk atau jasa dan ke depan
direncanakan akan ditambah penerapannya berdasarkan area
geografis dan proses. Mengenai penerapan struktur divisional yang
cdv
berdasarkan produk atau jasa yang dihasilkan, STAIN Sultan
Sulaiman selama ini menjadi penyedia tenaga kerja yang memiliki
keluasan dan kedalaman intelektual di bidang Agama Islam
sekaligus memiliki keluasan dan kedalaman spiritual melalui ciri
khas keulamaan bagi kelompok konsumen yang membutuhkan.
Untuk itu dalam proses penciptaannya, diperlukan penekanan
khusus yang memungkinkan dilakukan melalui pengawasan secara
ketat dan perhatian pada lini produk, namun sekaligus memerlukan
kekuatan manajemen yang memiliki keahlian lebih dan mengurangi
kendali manajemen dari atas. Perencanaan yang demikian itu
dituangkan STAIN Sultan Sulaiman dalam pemberlakuan sistem
peng-asrama-an bagi mahasiswanya pada ma’ahat (asrama) yang
sedang dalam proses pembangunan (gambar rencana
pengembangan kampus II STAIN Sultan Sulaiman terlampir pada
lampiran dokumentasi).
Kebijakan tersebut sekaligus sebagai perwujudan penerapan
struktur divisional berdasarkan area geografis juga di masa depan,
dengan membuat pemisahan kegiatan akademik berdasarkan area,
dimana kegiatan pembentukan karakter ulama dari mahasiswa
akan dilakukan di kampus II yang berfungsi sebagai asrama
selama satu tahun, sedangkan kampus I akan difungsikan sebagai
sentral pengajaran yang terkait dengan jurusan dan program studi
berikut kegiatan administratif perkuliahan.
cdvi
Selanjutnya mengenai perencanaan penerapan struktur
divisional berdasarkan proses dapat peneliti uraikan bahwa saat ini
STAIN Sultan Sulaiman sedang berupaya untuk memenuhi
sejumlah persyaratan untuk dapat meningkatkan status
lembaganya dari Sekolah Tinggi menjadi Institut. Untuk
mewujudkan cita-cita tersebut maka STAIN Sultan Sulaiman
sedang menunggu penyelesaian studi para tenaga pengajarnya
yang menjalani studi lanjut, disamping itu juga melakukan
bargaining dengan perguruan tinggi terdekat melalui join
management atau merger dengan Sekolah Tinggi Agama Islam
Swasta untuk memenuhi persyaratan capaian mahasiswa.
Dengan demikian, STAIN Sultan Sulaiman pada saat ini
sedang melakukan upaya-upaya pengembangan yang lebih besar
dalam rangka transformasi organisasi yang lebih optimal dalam
pencapaian visinya yaitu menjadi lembaga unggulan penghasil
SDM berkualitas yang memiliki keluasan ilmu / intelektual dan
kedalaman spiritual. Namun demikian, ketidaksesuaian pemilihan
struktur divisional untuk pencapaian tujuan efisiensi, penggunaan
strategi defender dan menghadapi lingkungan yang bervariasi,
akan menghambat proses pengembangan STAIN Sultan Sulaiman
dalam menggapai visinya. Melalui struktur fungsional pun,
sesungguhnya STAIN Sultan Sulaiman juga dapat menjalani
proses pengembangan, dengan lebih memperkuat lingkungan
cdvii
internalnya terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan visi besar
selanjutnya.
Secara umum, berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa PTN
Kalimantan Timur memiliki permasalahan di dalam melakukan
perencanaan stratejik dengan titik permasalahan yang berbeda-beda
antar masing-masing bentuk perguruan tinggi. Sehingga dapat dikatakan,
model empirik di lokasi penelitian tidak sesuai dengan model teoritis
mengenai perencanaan stratejik, yang di dalam penelitian ini berkiblat
kepada model perencanaan stratejik yang dirumuskan oleh Steiss (2003:
60). Disamping itu, PTN Kalimantan Timur juga tidak pernah melakukan
analisis terhadap proses transformasi yang dilalui oleh organisasinya yang
sesungguhnya mampu membantu organisasi dalam mempersiapkan
sumberdayanya untuk mengalami proses-proses perubahan atau
pengembangan. Hal tersebutlah yang menjadikan PTN Kalimantan Timur
belum memiliki daya saing nasional maupun internasional secara baik.
4.3. Pembahasan
Setelah memperoleh temuan empirik mengenai model
perencanaan stratejik pada PTN Kalimantan Timur yang diwakili oleh
sampelnya (Universitas Mulawarman, Politeknik Negeri Samarinda dan
STAIN Sultan Sulaiman Samarinda),selanjutnya penulis akan melakukan
pembahasan mengenai model empirik tersebut atas model teoritik yang
telah dirumuskan oleh para pakar :
cdviii
4.3.1. Kasus Universitas Mulawarman (Unmul)
4.3.1.1. Strategi Daya Saing Unmul
Strategi yang dipergunakan sebuah organisasi, dapat
dipahami dari matriks Strategic Position and Action Evaluation
(SPACE) yang merupakan salah satu teknik dalam tahap
pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi. Sumbu pada
matriks SPACE mewakili dua dimensi internal, yaitu kekuatan
keuangan (financial strengths – FS) dan keunggulan kompetitif
(competitive advantage– CA), serta dua dimensi eksternal, yaitu
stabilitas lingkungan (environmental stability – ES) dan kekuatan
industri (industrial strengths – IS). Keempat faktor tersebut
dianggap sebagai penentu yang paling penting dari keseluruhan
posisi strategis organisasi (Rowe dkk dalam David, 2006: 292).
Memperhatikan matriks SPACE yang dihasilkan dari analisis
SWOT yang telah dilakukan Universitas Mulawarman sebagaimana
tersaji pada halaman 286, diketahui bahwa di dalam lingkungan
persaingan PTN, Universitas Mulawarman berada pada kuadran III
yang disebut oleh Universitas Mulawarman sebagai posisi turn
around strategy. Penggunaan istilah tersebut sesungguhnya adalah
keliru, sebab di dalam matriks SPACE tidak dikenal strategi dengan
istilah seperti itu. Istilah yang tepat mengenai posisi Universitas
Mulawarman sebagaimana dimaksud dalam matriks tersebut
adalah kuadran conservative atau konservatif (Steiss, 2003: 77).
cdix
Para perencana Universitas Mulawarman memahami posisi
pada kuadran III artinya Unmul memiliki kelemahan yang lebih
besar daripada kekuatannya, namun memiliki peluang yang sangat
besar. Dengan demikian, untuk mencapai visi misinya, Unmul
harus memperbaiki kelemahan internalnya dengan cara
memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Maka strategi yang
dirumuskan Unmul antara lain melakukan perubahan dalam hal
orientasi, budaya dan pola pikir SDM-nya dengan berfokus pada
unsur budaya, orang-orang dan proses manajemennya. Usia
Unmul tidak sejalan dengan perkembangan yang seharusnya dapat
dicapai oleh organisasi PTN.
Menurut Steiss (2003: 78) kuadran yang menunjukkan suatu
organisasi sektor publik dan nonprofit memiliki daya saing adalah
kuadran I (agresif) dan kuadran II (kompetitif). Sedangkan
organisasi sektor publik dan nonprofit yang tidak memiliki daya
saing adalah organisasi yang berada pada kuadran III (konservatif)
dan kuadran IV (defensif).
Pembahasan lebih lanjut mengenai organisasi sektor publik
dan nonprofit yang berada pada kuadran III (konservatif)
dikemukakan oleh David (2006: 295-296). Kuadran konservatif
yang merupakan kuadran kiri atas dari matriks SPACE,
mengimplikasikan bahwa suatu organisasi harus tetap berada
dekat dengan kompetensi dasar organisasi dan tidak mengambil
cdx
resiko yang berlebihan. Strategi konservatif seringkali memasukkan
penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk,
dan diversifikasi konsentrik.
Pada kasus Unmul, implementasi dari rumusan strategi
konservatif diwujudkan dalam bentuk strategi pengembangan
produk.
Organisasi yang berada pada posisi konservatif, walaupun
dikatakan tidak memiliki competitiveness strategy atau strategi
daya saing dalam lingkungan persaingan, namun melakukan
strategi pembenahan internal organisasi agar dapat menciptakan
suatu strategi daya saing. Sejumlah strategi alternatif yang dapat
dilakukan untuk organisasi yang berada pada posisi konservatif
antara lain strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar,
pengembangan produk, dan diversifikasi konsentrik.
Strategi penetrasi pasar didefinisikan oleh David (2006: 227)
sebagai strategi yang meningkatkan pangsa pasar untuk produk
atau jasa saat ini di pasar melalui upaya pemasaran yang lebih
besar. Dalam PTN, maka aplikasi strategi penetrasi pasar adalah
dengan melakukan upaya-upaya pemasaran jasa pendidikan tinggi
Unmul sebagai salah satu PTN yang memiliki sejumlah kekuatan /
keunggulan tertentu yang lebih meluas. Selama ini, upaya-upaya
pemasaran jasa dapat dikatakan belum maksimal, sehingga Unmul
tidak berada pada posisi bersaing yang strategis. Memahami
cdxi
kondisi ini, Unmul harus membenahi cara pandangnya terhadap
lingkungan eksternal yang selama ini selalu dianggap cenderung
stabil. Padahal kondisi lingkungan persaingan yang dihadapi
Unmul, sesungguhnya adalah lingkungan yang bergejolak
walaupun dalam lingkup lokal, atau yang disebut Burton, deSanctis
dan Obel (2006: 43) sebagai lingkungan locally stormy. Lingkungan
semacam ini, adalah lingkungan yang memiliki ketidakpastian yang
tinggi walau tidak terlalu rumit, sehingga tidak dapat diprediksikan.
Para perencana Unmul harus lebih memperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang berdampak pada organisasinya, apabila ingin
lebih kompetitif di dalam persaingan PTN secara nasional maupun
internasional.
Kemudian mengenai strategi pengembangan pasar, David
(2006: 227) mendefinisikan sebagai strategi yang dilakukan dengan
memperkenalkan produk atau jasa saat ini ke area geografis yang
baru. Aplikasi dari strategi pengembangan pasar yang dapat
dilakukan oleh Unmul untuk meningkatkan daya saingnya antara
lain dengan melakukan promosi jasa pendidikan tinggi ke daerah-
daerah lain di luar Kalimantan Timur. Selama ini, Unmul telah
mendominasi calon mahasiswa dari daerah lokal Provinsi
Kalimantan Timur dengan cukup baik, dimana 90 persen
mahasiswa Unmul berasal dari daerah Kalimantan Timur. Apabila
ingin meningkatkan daya saingnya, sudah saatnya Unmul
cdxii
memperluas daerah pemasarannya dengan melakukan promosi ke
daerah-daerah di luar Kalimantan Timur dan di luar Pulau
Kalimantan.
Sedangkan strategi pengembangan produk, dikatakan David
(2006: 227) sebagai strategi yang dilakukan dengan meningkatkan
penjualan melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau
mengembangkan produk atau jasa baru. Strategi ini, telah
dilakukan oleh Unmul diantaranya melalui UPT. Program Unggulan
Internasional, dimana Unmul mencoba menciptakan produk baru
berupa lulusan dan riset bertaraf internasional dengan
menggandeng sejumlah perguruan tinggi di wilayah Asia Tenggara
melalui kerjasama. Ke depan, Unmul perlu terus mendukung UPT.
Program Unggulan Internasional yang telah dimiliki untuk semakin
memantapkan strategi dalam mencapai visi menjadi Universitas
bertaraf internasional.
Diversifikasi konsentrik adalah strategi yang dilakukan
dengan menambahkan produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan
dengan pelanggan saat ini (David, 2006: 227). Berbicara produk
atau jasa baru, maka aplikasi yang dapat dilakukan pada PTN
adalah dengan membuka program studi baru. Berdasarkan data
mengenai perkembangan program studi pada tiga hingga empat
tahun terakhir, diketahui bahwa jumlah program studi di Unmul
tidak mengalami penurunan maupun peningkatan. Walaupun
cdxiii
membuka program studi baru bukanlah perkara yang sederhana,
namun strategi ini dapat dijadikan sebagai langkah untuk
meningkatkan daya saing Unmul pada persaingan nasional
maupun internasional.
Dengan demikian, memahami posisi Unmul yang terletak
pada kuadran konservatif, menunjukkan bahwa salah satu temuan
dalam penelitian ini adalah Unmul belum memiliki strategi daya
saing di dalam lingkungan persaingan PTN secara nasional
maupun internasional. Untuk dapat lebih meningkatkan daya
saingnya, Unmul dapat mengaplikasikan sejumlah strategi alternatif
antara lain melalui strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar,
diversifikasi konsentrik dan melanjutkan strategi pengembangan
produk yang telah dilakukan.
4.3.1.2. Kesesuaian Model EmpirikPerencanaan Stratejik Unmul dengan Kerangka Pikir
Ketidaksesuaian komponen struktural dalam desain
organisasi pada proses perumusan strategi yang telah dilakukan
oleh Unmul, menunjukkan bahwa pilihan strategi dan implikasi
struktur yang dirumuskan oleh Unmul tidak sesuai dengan
kerangka pikir penelitian yang menyatakan terdapat lima komponen
dalam proses perencanaan stratejik pada organisasi sektor publik
dan nonprofit sebagaimana dirumuskan oleh Steiss (2003: 58-59).
Disamping itu, diperlukan suatu kesesuaian antara keempat
komponen struktural dalam tahap perumusan strategi organisasi
cdxiv
sesuai rumusan Burton, deSanctis dan Obel (2006: 76) ditambah
perlunya analisis terhadap proses transformasi yang telah dilalui
oleh sebuah organisasi sesuai teori Gilley dan Maycunich (2000: 6).
Rumusan teoritik Steiss (2003: 58-59) mengenai lima
komponen di dalam proses perencanaan stratejik antara lain
meliputi :
1) Analisis kesiapan sistem,
2) Pernyataan visi, misi, tujuan dan sasaran,
3) Analisis SWOT atau analisis situasional,
4) Perumusan strategi dan analisis alternatif program, serta
5) Alternatif kebijakan dan rekomendasi sumberdaya.
Kemudian sebuah desain organisasi dikatakan oleh Burton,
deSanctis dan Obel (2006: 3) harus dipilih berdasarkan konteks
tertentu, dan lebih jauh deskripsi daripada konteks itu harus bersifat
multidimensi, termasuk komponen struktural dan komponen
manusianya. Komponen struktural dalam desain organisasi meliputi
tujuan, strategi dan struktur. Sedangkan komponen manusia
meliputi proses kerja, orang-orang, koordinasi dan kontrol,
mekanisme insentif.Sesuai fokus penelitian, maka ruang analisis
dalam penelitian ini dibatasi hanya pada analisis terkait komponen
struktural dari desain organisasi PTN Kalimantan Timur.
Rumusan teoritik dari Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 76)
mengenai kesesuaian antara keempat komponen struktural dalam
cdxv
perumusan strategi, antara lain meliputi tujuan utama, strategi,
lingkungan dan konfigurasi organisasi, sebagaimana tampak pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.22. Kesesuaian antara Konfigurasi, Lingkungan, Strategi & Tujuan
Corresponding quadrant in organization design space
A B C D
Configuration Simple Functional Divisional Matrix Environment Calm Varied Locally
Stormy Turbulent
Strategy Types Reactor Defender Prospector Analyzer with Innovations
Analyzer without
Innovations Organizational
Goals Neither Efficiency Effectiveness Efficiency and
Effectiveness
Sumber : Burton, DeSanctis dan Obel, Organizational Design: A Step by Step Approach, 2006: 76.
Walaupun Unmul telah menjalankan kelima komponen di
dalam perencanaan stratejiknya, namun dalam komponen
perumusan strategi, masih belum mampu menetapkan komponen
struktural yang satu dengan yang lain secara tepat, yang
menunjukkan bahwa Unmul belum konsisten dalam menentukan
arah perubahan yang diinginkan sebagai organisasi yang mampu
memanfaatkan peluang sekaligus membenahi kelemahan-
kelemahan yang dimiliki, sebagaimana hasil analisis SWOT-nya
yang merekomendasikan perguruan tinggi ini mempergunakan
strategi WO (weakness-opportunities).
cdxvi
Rumusan teoritik mengenai lima komponen perencanaan
stratejik dari Steiss (2003: 58-59) dan komponen struktural dari
perumusan strategi yang dirumuskan Burton, deSanctis dan Obel
(2006: 76) sesungguhnya sangat relevan dipergunakan untuk
membenahi perencanaan stratejikUnmul agar kesesuaian antar
komponen dalam proses perencanaan stratejik tidak diabaikan,
dandapat digambarkan dalam bentuk modelsebagai berikut :
Gambar 4.12. Model Kesesuaian Komponen Struktural dari Desain Organisasi
Burton dkk
Defender Reactor Prospector Analyzer
Locally Stromy Turbulent Calm Varied
Tidak keduanya Efisiensi Efektivitas
Efisiensi & Efektivitas
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN STRATEGI & ALTERNATIF PROGRAM
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
cdxvii
Sumber : Diadaptasi dari Burton, deSanctis dan Obel (2006: 76).
Uraian mengenai gambar model tersebut di atas adalah
sebagai berikut :
1) Aspek Tujuan Utama Organisasi
Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 3-4) menyatakan bahwa
desain organisasi diawali dari tujuan organisasi, yang akan
bekerja dari atas ke bawah, mempertimbangkan strategi,
struktur, proses, orang-orang, koordinasi dan pengawasan).
Dikaji dari aspek tujuan utamanya, organisasi memiliki dua
tujuan fundamental atau utama, yaitu efisiensi dan efektivitas.
Efisiensi adalah fokus primer pada input, penggunaan
sumberdaya dan biaya. Sementara efektivitas adalah lebih
berfokus pada output, barang atau jasa, dan pendapatan.
Sebagian organisasi menempatkan prioritas yang lebih tinggi
efisiensi, berfokus pada meminimalisir biaya produksi barang
atau jasa. Sebagian lagi menekankan efektivitas, berfokus pada
peningkatan pendapatan atau merebut inovasi terdepan pada
pasar. Efisiensi dan efektivitas adalah dua dimensi yang tidak
berakhir pada skala tunggal. Pada model dua dimensi tujuan
tersebut terdapat empat macam tujuan yang berbeda,
Matriks Divisional Functional
Simple PENDESKRIPSIAN KONFIGURASI 4)
ALTERNATIF KEBIJAKAN & REKOMENDASI SUMBERDAYA
cdxviii
sebagimana tampak pada gambar model dimensi tujuan pada
halaman 129.
Berdasarkan model dimensi tujuan, Unmul secara empirik
berada pada kuadran C yang memiliki fokus lebih tinggi pada
efektivitas namun lebih rendah pada efisiensi. Hal ini berarti
bahwa Unmul berfokus pada tujuannya, namun kurang
memperhatikan penggunaan sumberdaya secara efisien.
2) Aspek Strategi Organisasi
Sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Snow dalam Burton,
DeSanctis dan Obel (2006: 24), sebuah cara yang sederhana
namun kuat yang dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan
strategi yang dipergunakan oleh suatu organisasi adalah melalui
tipologi atau strategi organisasi yang dipergunakan, yang terdiri
atas empat jenis yaitu reactor, defender, prospector dan
analyzer dengan atau tanpa inovasi.
Keempat tipologi organisasi tersebut dirumuskan Miles dan
Snow berdasarkan pendekatan inovasinya, apakah itu yang
memanfaatkan situasi saat ini (eksplorasi) ataukah yang
mengadopsi strategi mengeksplorasi inovasi-inovasi baru
(eksploitasi). Eksplorasi adalah proses mencari teknologi baru
atau cara baru untuk melakukan sesuatu, yang bisa meliputi
pencarian, pemvariasian, pengambilan resiko dan inovasi.
Sedangkan eksploitasi adalah mengambil keuntungan dari
cdxix
teknologi masa kini untuk melakukan sesuatu dalam cara baru,
yang bisa meliputi perbaikan, efisiensi, penyeleksian dan
pengimplementasian.
Eksplorasi dan eksploitasi dikembangkan untuk menganalisis
pembelajaran organisasional dan sifat pengetahuan, yang
berhubungan dengan strategi organisasi. Strategi merupakan
aplikasi dari pengetahuan, pembelajaran adalah perubahan
dasar pengetahuan untuk membangun strategi baru. Ruang
strategik atas eksplorasi dan eksploitasi bersama empat tipe
dasar strategi yang berhubungan dengan dimensi inovasi
organisasi yang dimaksud, telah tersaji pada halaman 136.
Gambar tersebut menunjukkan tipe-tipe strategi dan tujuan
organisasional yang sesuai dengan empat kuadran dari ruang
desain organisasi. Agar organisasi dapat memperoleh
kesesuaian yang baik, strategi dan tujuan harus jatuh pada
kolom yang sama dalam tabel tersebut.
Apabila dilihat berdasarkan pendekatan inovasi, Unmul dalam
hal ini mempergunakan strategi organisasi prospector, dimana
terdapat kesesuaian dengan tujuan organisasinya yang berada
pada kuadran C. Dengan strategi prospector, berarti Unmul
melakukan pendekatan yang agresif terhadap inovasi dengan
cara mencari peluang pasar baru atau ide baru. Namun tidak
memusatkan perhatian pada efisiensi dalam penggunaan
cdxx
sumberdaya. Situasi yang demikian sesungguhnya terlalu
beresiko, walau organisasi akan cenderung dapat tetap
bertahan.
3) Aspek Lingkungan Organisasi
Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 35) menyatakan lingkungan
adalah segala sesuatu di luar batas unit analisis organisasional,
antara lain para pelanggan, para pesaing, para pemasok, pasar
finansial, regulasi dan situasi hukum atau sistem politik, peluang
dan aspek lain dimana organisasi beroperasi.
Untuk mendeskripsikan lingkungan organisasi, terdapat dua
dimensi yang dapat dipergunakan, yaitu kompleksitas dan
ketidakpastian. Kompleksitas adalah sejumlah kekuatan yang
mempengaruhi organisasi. Ketidakpastian adalah derajat
ketidakjelasan mengenai kekuatan yang berdampak pada
organisasi. Dalam pengaplikasian dimensi kompleksitas dan
ketidakpastian untuk mendeskripsikan lingkungan, terdapat
empat tipe lingkungan antara lain lingkungan yang calm, varied,
localy stormy dan turbulent (Burton, DeSanctis dan Obel, 2006:
41-43) sebagaimana telah tersaji pada halaman 140.
Apabila dilihat berdasarkan dimensi kompleksitas dan
ketidakpastian, Unmul dalam hal ini menganggap memiliki
lingkungan tempat operasi yang varied atau bervariasi.
Lingkungan yang demikian bersifat sangat kompleks karena
cdxxi
memiliki banyak faktor yang dapat dibawa dalam pertimbangan,
namun faktor-faktor tersebut dapat diprediksikan dan / atau
cenderung berubah dalam batas-batas yang dapat
dikenali.Unmul merasa memiliki banyak produk dan mampu
menjualnya di pasar yang dapat diprediksikan. Sehingga para
pelaksana dalam lingkungan organisasi, berfokus pada
perencanaan dan koordinasi yang akan memungkinkan
organisasi me-manage kebergantungan antara faktor-faktor
yang terdapat di dalamnya.
4) Aspek Konfigurasi Organisasi
Pilihan akan konfigurasi organisasi – kadang kala disebut
struktur atau arsitektur organisasi – dikatakan Burton, DeSanctis
dan Obel (2006: 57) adalah keputusan kritikal yang dilakukan
oleh pelaksana. Memilih konfigurasi dan memutuskan
kompleksitas organisasi akan memungkinkan untuk melakukan
dengan baik segala tujuan dan strategi pada lingkungan
organisasi.
Dua dimensi penting yang telah dipergunakan untuk
membedakan dasar konfigurasi adalah barang / jasa atau
orientasi pelanggan dan spesialisasi pekerjaan. Dimensi barang
/ jasa atau orientasi pelanggan menyarankan bahwa tugas total
organisasi akan disebarkan oleh output dari organisasi itu
sendiri, yang akan memberi fokus eksternal. Sedangkan
cdxxii
dimensi spesialisasi pekerjaan mengindikasikan bahwa
pekerjaan akan dibagi dengan kegiatan khusus. Dua dimensi ini
mengindikasikan fokus mengenai bagaimana pekerjaan akan
dibagi kemudian bagaimana mengkoordinasikannya.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut, yakni orientasi pelanggan
terhadap barang / jasa yang dihasilkan serta spesialisasi
pekerjaan, Miles dan Snow dalam Burton, DeSanctis dan Obel
(2006: 58) mengemukakan ada empat dasar konfigurasi, yaitu
simple, functional, divisional dan matrix, seperti tersaji pada
halaman 143.
Apabila dilihat berdasarkan dimensi orientasi pelanggan dan
spesialisasi pekerjaan, Unmul dalam hal ini mempergunakan
konfigurasi fungsional. Konfigurasi fungsional memiliki
kelemahan pada barang / jasa (dimensi pelanggan lemah),
namun kuat pada spesialisasi pekerjaan. Titik perhatiannya
adalah pada pengolahan informasi. Keseluruhan tugas pada
organisasi dibagi dan ditugaskan pada sub unit-sub unit,
koordinasi dilakukan secara bersama dan hierarkis dengan
mempergunakan kombinasi antara aturan dan petunjuk.
5) Aspek Proses Transformasi Organisasi
Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa Unmul
menjalani proses transformasi organisasi pada fase organisasi
pembelajar. Unmul masih berada pada fase organisasi
cdxxiii
pembelajar disebabkan oleh masih belum mampunya
melakukan perumusan strategi secara tepat dan berkesesuaian
komponen strukturalnya satu sama lain dalam tahapan desain
organisasi. Memperhatikan kondisi yang demikian itu, maka
diperlukan pembenahan perumusan strategi pada Unmul agar
menemukan ketepatan dan kesesuaian komponen strategi
menuju pencapaian tujuan organisasinya dalam era persaingan
dan perubahan lingkungan yang dinamis.
Dalam penelitian ini, penulis kemudian mengkaitkan
komponen struktural dari desain organisasi yang telah dilakukan
Unmul dengan posisi organisasi dalam proses transformasinya,
sehingga dapat dianalisis kesesuaian antara komponen struktural
yang dimiliki organisasi dengan tahapan perkembangan menuju
perubahan organisasi yang telah dilalui, dilihat dari aspek
perkembangan SDM dan kesiapan organisasi terhadap
pembaruan. Berdasarkan konfigurasi yang dipergunakan Unmul
dalam merumuskan strateginya, maka Unmul berada pada
fasemenuju organisasi pembelajar.
Gilley dan Maycunich (2000: 6) menyatakan evolusi
pengalaman setiap organisasi, yang disebut transformasi, sifatnya
sukarela. Lebih dari 80 persen organisasi yang ada dewasa ini
berada pada fase tradisional, yakni organisasi yang hanya mampu
menghasilkan output yang memuaskan atau cukup memuaskan.
cdxxiv
Meski demikian, keefektifan kegiatan organisasi tradisional dapat
ditingkatkan dengan mengubahnya menjadi lebih tinggi dan lebih
efisien melalui evolusi level organisasi selanjutnya yaitu organisasi
pembelajar. Apabila SDM organisasi terus tumbuh dan mengalami
perkembangan, maka suatu organisasi dapat dikatakan telah siap
menjalani proses pembaruan dan transformasi.
Menurut Guns dan Anundsen (1996), pada dasarnya seluruh
organisasi belajar, tetapi tidak semua organisasi berbasiskan
pembelajaran. Kelebihan organisasi yang berbasis pembelajaran
adalah lebih berfokus pada upaya melakukan pekerjaannya dengan
lebih baik, dan memandang pembelajaran sebagai cara terbaik
untuk meningkatkan kinerja jangka panjang. Organisasi yang
berbasis pembelajaran mau mengorbankan kinerjanya saat ini demi
hari esok, sementara organisasi berbasis kinerja tidak mau
berkorban untuk saat ini dan untuk alasan tersebut, sisi finansial
dilihat lebih baik dalam jangka pendek.
Senge sebagai pakar yang mempopulerkan organisasi
pembelajar menjelaskan bahwa organisasi pembelajar bertujuan
dimana orang secara kontinyu memperluas kapasitasnya
menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana
pola-pola berpikir baru maupun perluasan pola berpikir dipelihara,
aspirasi kolektif disusun dengan leluasa, dan orang secara
cdxxv
berkelanjutan belajar mengenai bagaimana belajar secara
bersama-sama (dalam Sangkala, 2007: 281).
Terkait dengan konsep organisasi pembelajar tersebut,
Unmul belum menunjukkan mampu menciptakan sejumlah kondisi-
kondisi sebagaimana tersebut di atas. Pola-pola berpikir baru
dalam upaya pengembangan dan peningkatan kualitas universitas,
belum leluasa diterima, dipelihara apalagi diperluas. Budaya belajar
secara bersama-sama belum mampu dibangun dan dipelihara oleh
Unmul. Pengelolaan organisasi masih cenderung diwarnai oleh
kondisi politik internal kampus yang masih mengesampingkan
penciptaan organisasi yang berkembang sesuai tuntutan
lingkungan.
Padahal Senge, Kofman dan Kanter (1995) melihat bahwa
organisasi pembelajar berdiri di atas tiga landasan utama, yaitu : 1)
sebuah kultur yang berdasarkan kepada nilai-nilai manusia seperti
cinta, keingintahuan, kerendahan hati, perasaan terharu, 2) praktek
yang melahirkan percakapan dan koordinasi tindakan, 3) suatu
kemampuan untuk melihat dan bekerja dengan alur kehidupan dari
satu sistem. Unmul, masih jauh dari penciptaan tiga landasan
tersebut di atas.
Untuk memperbaiki kondisi internal organisasi, Unmul harus
mulai berbenah diri. Unmul perlu mempelajari dan mengadopsi
sejumlah rumusan teoritik para pakar manajemen stratejik
cdxxvi
organisasi sektor publik dan nonprofit mengenai bagaimana
seharusnya organisasi berkembang dalam proses transformasinya,
dari fase organisasi tradisional menuju fase organisasi pembelajar,
hingga akhirnya mampu berada pada fase organisasi
pengembangan.
Marquadt dan Reynolds (1994) menggambarkan sistem
model organisasi pembelajar secara matematis berupa gambar
irisan antara : organisasi (organization), anggota organisasi
(people), pengetahuan (knowledge), dan teknologi (technology),
dengan pembelajaran (learning) berada di pusat irisan.
Gambar 4.13. Model Sistem Organisasi Pembelajar
Sumber : Michael J. Marquadt, The Global Learning Organization, 1994.
Gambar tersebut pada hakekatnya menjelaskan bahwa
proses pembelajaran juga merupakan bagian dan harus terjadi baik
dalam subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi.
Organisasi
Teknologi Pengetahuan
Orang
Pembelajaran
cdxxvii
Jika proses pembelajaran dalam organisasi terjadi, akan terjadi
perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi,
kebijakan, dan prosedur, baik yang berkaitan dengan manusia
maupun organisasi. Oleh karena itu agar proses pembelajaran
terjadi, dibutuhkan sebelas elemen pokok dalam organisasi, yaitu :
a) struktur organisasi yang memadai, b) budaya pembelajaran
dalam organisasi, c) pemberdayaan, d) kreasi ilmu pengetahuan
dan transfer pengetahuan, e) teknologi pembelajaran, f) kualitas
pembelajaran, g) strategi pembelajaran, h) lingkungan yang mampu
mendukung, i) kelompok kerja dan jejaring kerja, j) visi
pembelajaran dan k) keterkaitan antar budaya.
Berkaitan dengan strategi transformasi organisasi, Unmul
telah melakukan dua unsur dari pendekatan 5R transformasi
organisasi.
Transformasi organisasi didefinisikan sebagai orkestrasi
perancangan ulang arsitektur generik organisasi yang walaupun
kecepatannya berbeda, namun secara simultan dicapai melalui
lima dimensi : reframing, restructuring, revitalizing, renewal dan
reinspiring atau yang disebut model 5-R transformasi (Agrawal
dalam Akib, 2011: 226).
Konsep pendekatan 5R transformasi organisasi adalah
pendekatan strategis-aplikatif (Agrawal dlm Akib, 2011) yang
meliputi :
cdxxviii
1. Reframing, oleh Normann (2001: 4) : melakukan perubahan
model mental / konsep organisasi dalam menjawab pertanyaan
seperti apa organisasi itu, tujuan apa yang akan dicapai dan
bagaimana cara mencapainya. Oleh Scharmer (2009: 51)
perubahan pola pikir tersebut merupakan level tiga dari Model
Teori U Pembelajaran dan Perubahan.
2. Restructuring : mempersiapkan dan menata ulang segala
sumberdaya organisasi dan mengarahkan untuk mencapai
tingkat kinerja daya saing yang tinggi dlm lingkungan yang
dinamis dan kompetitif. Dalam Scharmer (2009: 51), konsep
tersebut identik dengan konsep desain ulang yang berarti
perbaikan / perubahan struktur dan proses yang mendasari
kegiatan organisasi, yang merupakan level dua dari Model Teori
U Pembelajaran dan Perubahan.
3. Revitalizing : menguatkan / memerankan kembali fungsi-fungsi
dan elemen yang ada dalam organisasi dan menghadapkan
organisasi pada berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
melalui proses pembelajaran dan pertumbuhan berkelanjutan.
4. Renewal : memperbarui pandangan orang danspirit / image
organisasi. Caranya dengan mengkreasi dan mewujudkan
identitas dalam membangun lingkungan (Morgan, 1986: 245).
cdxxix
5. Reinspiring : menanamkan komitmen dan energi untuk
mewujudkan visi-misi bersama berdasarkan nilai-nilai etika atau
moral, estetika dan etos kerja yang dianut dalam organisasi.
Strategi transformasi organisasi melalui pendekatan 5R
tersebut perlu dikembangkan lebih lanjut oleh Unmul, yang baru
melakukan duaunsur R, yaknirestructuring dan
revitalizing.Restructuring berupaya dilakukan melalui strategi
perbaikan struktur organisasi dan manajemen tata kelola.
Revitalizing dilakukan melalui strategi jalinan kerjasama Tridharma
Perguruan Tinggi dengan berbagai pihak secara lebih intensif dan
proaktif.
Tidak terpatok pada usia organisasi, Unmul masih berada
pada fase menuju organisasi pembelajar. Sebagai universitas
tertua di Kalimantan Timur (genap berusia 51 tahun pada
September 2013) dan memiliki jumlah mahasiswa terbesar di
Kalimantan (mencapai lebih dari 37.000 orang), seharusnya proses
transformasi organisasi yang dijalani Unmul sudah berada pada
fase yang lebih maju, yaitu pada fase organisasi pembelajar atau
sedang menuju fase organisasi pengembangan. Kondisi yang
demikian maka dipahami membutuhkan pembaharuan atau
pembenahan budaya atau mindset organisasi yang lebih mampu
mengikuti perkembangan lingkungan dalam rangka
mempertahankan keberadaan organisasi tersebut.
cdxxx
Lembaga pendidikan dapat dikatakan sebagai organisasi
pembelajar jika memiliki ciri : 1) lembaga pendidikan tersebut
memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu di
dalamnya untuk terus belajar dan memperluas kapasitas dirinya, 2)
merupakan lembaga yang siap menghadapi perubahan dengan
mengelola perubahan itu sendiri (managing change). Dengan
demikian, proses belajar itu bukan sesuatu yang terjadi secara
alami maupun kebetulan, melainkan terjadi secara sengaja.
Untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar, lembaga
pendidikan harus mampu mendorong timbulnya suatu kondisi
prasyarat yang oleh Senge dalam Sangkala (2007: 283) juga
Marquadt dan Reynolds (1995) yang disebut sebagai enam faktor
disiplin pembelajaran :
1) Visi bersama (shared vision),
2) Modal mental (mental model),
3) Tim pembelajaran (team learning),
4) Individu yang ahli di bidangnya (personal mastery),
5) Pemikiran sistem (system thinking), dan
6) Dialog (dialogue).
Bentuk-bentuk perubahan yang berkaitan dengan perubahan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam lembaga pendidikan tinggi
yang dapat diadopsi oleh Unmul misalnya, perubahan dalam
metode pembelajaran sehingga menghasilkan pembelajaran
cdxxxi
kuantum (quantum teaching / learning), pembelajaran aktif (active
learning), pembelajaran konstekstual (contextual teaching learning),
sedangkan perubahan dalam manajemen misalnya Manajemen
Mutu Terpadu (TQM), penggunaan alat analisis Balanced Score
Card, dan sebagainya.
4.3.2. Kasus Politeknik Negeri Samarinda (Polnes)
4.3.2.1. Strategi Daya Saing Polnes
Memperhatikan matriks SPACE yang dihasilkan dari analisis
SWOT yang telah dilakukan Polnes sebagaimana tersaji pada
halaman 330, diketahui bahwa di dalam lingkungan persaingan
PTN, Polnes berada pada kuadran I yaitu kuadran aggresive atau
agresif. Pemahaman dan penggunaan istilah posisi organisasi
dalam lingkungan persaingan oleh Polnes telah sesuai dengan
rumusan teoritik Steiss (2003: 77).
Para perencana Polnesmemahami posisi pada kuadran I
artinya Polnes memiliki kekuatan yang lebih besar daripada
kelemahannya, dan memiliki peluang yang besar pula. Maka untuk
mencapai visi misinya, Polnespun mempergunakan kekuatan
internalnya dalam memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Maka
strategi yang dirumuskan Polnes yaitumenciptakan strategi-strategi
yang mampu mendukung kebijakan pertumbuhan secara cepat.
cdxxxii
Menurut Steiss (2003: 78) kuadran yang menunjukkan suatu
organisasi sektor publik dan nonprofit memiliki daya saing adalah
kuadran I (agresif) dan kuadran II (kompetitif). Sedangkan
organisasi sektor publik dan nonprofit yang tidak memiliki daya
saing adalah organisasi yang berada pada kuadran III (konservatif)
dan kuadran IV (defensif).
Pembahasan lebih lanjut mengenai organisasi sektor publik
dan nonprofit yang berada pada kuadran I (agresif) dikemukakan
oleh David (2006: 294-295). Kuadran agresif yang merupakan
kuadran kanan atas dari matriks SPACE, mengimplikasikan bahwa
organisasi berada pada posisi yang baik untuk menggunakan
kekuatan internalnya guna : 1) memanfaatkan peluang eksternal, 2)
mengatasi kelemahan internal, dan 3) menghindari ancaman
eksternal. Dengan demikian, penetrasi pasar, pengembangan
pasar, pengembangan produk, integrasi ke belakang, integrasi ke
depan, integrasi horizontal atau strategi kombinasi semuanya bisa
layak digunakan, tergantung pada kondisi spesifik yang dihadapi
organisasi.
Organisasi yang berada pada posisi agresif, sudah tentu
teridentifikasi memiliki competitiveness strategy atau strategi daya
saing dalam lingkungan persaingan. Sejumlah strategi alternatif
yang dapat dilakukan untuk organisasi yang berada pada posisi
agresif adalah masing-masing strategi alternatif sebagaimana
cdxxxiii
tersebut di atas, ataupun pengkombinasian diantara beberapa
strategi tersebut. Uraian mengenai sejumlah strategi alternatif bagi
organisasi dalam posisi kuadran agresif tampak pada tabel berikut
ini :
Tabel 4.23. Definisi Sejumlah Strategi Alternatif untuk Organisasi pada
Kuadran Agresif
Strategi Definisi Penetrasi pasar Meningkatkan pangsa pasar untuk produk /
jasa saat ini di pasar melalui upaya pemasaran yang lebih besar
Pengembangan pasar Memperkenalkan produk / jasa saat ini ke area geografis yang baru
Pengembangan produk Meningkatkan penjualan melalui perbaikan produk / jasa saat ini atau mengembangkan produk / jasa baru
Integrasi ke belakang Mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok bagi organisasi
Integrasi ke depan Mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas distributor atau pengecer
Integrasi horizontal Mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing
Sumber : Fred R. David, 2006, Strategic Management : Concept.
Strategi penetrasi pasar dan pengembangan pasar
apabiladiaplikasikan dalam organisasi PTN, dapat diwujudkan
dengan melakukan upaya-upaya pemasaran jasa pendidikan tinggi
sebagai salah satu PTN yang memiliki sejumlah kekuatan /
keunggulan tertentu yang lebih meluas. Selama ini, Polnes telah
dikenal dengan baik sebagai politeknik unggulan bahkan dijadikan
sebagai politeknik Pembina bagi politeknik-politeknik lain yang
cdxxxiv
tersebar di daerah. Walaupun demikian, para perencana Polnes
harus tetap berupaya agar upaya-upaya pemasaran jasa
pendidikannya dapat dilakukan secara lebih meluas, terutama
berupaya untuk lebih dikenal di luar Kalimantan Timur atau diluar
Pulau Kalimantan agar lebih berdaya saing, sesuai dengan visinya
ingin menjadi politeknik yang lebih berkualitas dan unggul di tingkat
nasional dan internasional.
Kemudian mengenai aplikasi strategi pengembangan
produk, selama ini Polnestelah melakukan peningkatan kualitas
mahasiswanya, melalui sejumlah cara diantaranya penerapan
bobot komposisi materi pembelajaran yang menitikberatkan pada
praktek (55 persen) dibandingkan teori (45 persen), adanya
program percobaan daya serap perusahaan terhadap calon lulusan
pada enam bulan sebelum kelulusan, sertifikasi program studi dan
sertifikasi laboratorium. Penerapan strategi pengembangan produk
tersebut, perlu terus dipertahankan dan dimungkinkan kiranya
muncul ide-ide inovasi baru di dalam perkembangannya, termasuk
diperkuat strateginya pada aspek SDM organisasi terutama tenaga
pengajarnya yang tingkat pendidikan umumnya adalah sarjana atau
S1 (56,65 persen). Polnes perlu memandang bahwa walaupun
jenjang pendidikan yang diselenggarakan adalah Diploma II hingga
IV, namun sejumlah keunggulan dalam hal tingkat pendidikan
cdxxxv
tenaga pengajar akan semakin bernilai baik apabila mampu
ditingkatkan.
Untuk beberapa jenis strategi integrasi, bagi organisasi
sektor publik dan nonprofit seperti PTN sepertinya tidak terlalu
dapat diaplikasikan, tidak sebagaimana perusahaan atau
organisasi profit. Terkecuali strategi integrasi horizontal, yang
masih dapat diaplikasikan karena dilakukan dengan cara
meningkatkan kontrol atas pesaing. Selama ini, Polnes
memandang bahwa di dalam lingkungan persaingan PTN,
politeknik lainnya bukanlah merupakan pesaing, namun lebih
dipandang sebagai partner. Walaupun di satu sisi cara pandang
demikian menunjukkan bahwa mindset Polnes dalam membangun
daya saing sungguh sehat dan positif, namun hendaknya Polnes di
sisi lain perlu senantiasa memperhatikan atau mengamati
lingkungan eksternalnya.
Dengan demikian, memahami posisi Polnes yang terletak
pada kuadran agresif, menunjukkan bahwa salah satu temuan
dalam penelitian ini adalah Polnes telah memiliki strategi daya
saing di dalam lingkungan persaingan PTN secara nasional
maupun internasional. Untuk tetap dapat mempertahankan daya
saingnya, Polnes dapat tetap mengaplikasikan sejumlah strategi
alternatif yang telah diterapkan, hingga terus melakukan
pembaharuan ide-ide dan inovasi bagi peningkatan kualitasnya.
cdxxxvi
4.3.2.2. Kesesuaian Model EmpirikPerencanaan Stratejik Polnes dengan Kerangka Pikir
Berdasarkan sepuluh aliran strategi yang dikemukakan oleh
Mintzberg, Alhstrand dan Lampel (1998: 4), maka Polnes dalam
merumuskan strategi daya saing organisasinya merujuk pada
kelompok aliran configuration, yang terindikasi dari adanya
pengelolaan organisasi yang memperhatikan komponen struktural,
sumberdaya manusia organisasi dan proses perubahan yang
terjadi di dalamnya.
Untuk Polnes, perguruan tinggi ini hanya melakukan empat
komponen dari lima komponen perencanaan stratejik rumusan
Steiss (2003: 58-59). Dimana komponen keempat dan kelima pada
prakteknya dianggap sebagai komponen yang sama. Konsepsi
perumusan strategi disamakan dengan konsepsi program dan
kebijakan, walaupun perumusan komponen strukturalnya telah
dilakukan secara benar. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
kekurangpahaman akan pengetahuan di bidang perencanaan
secara konseptual.
Walaupun demikian, kesesuaiankomponen struktural dalam
desain organisasi pada proses perumusan strategi yang telah
dilakukan oleh Polnes, menunjukkan bahwa perumusan strategi
dan alternatif program yang telah dilakukan oleh Polnes telah
sesuai dengan rumusan Burton, deSanctis dan Obel (2006: 76)
ditambah perlunya analisis terhadap proses transformasi yang telah
cdxxxvii
dilalui oleh sebuah organisasi sesuai teori Gilley dan Maycunich
(2000: 6).
Komponen struktural dalam desain organisasi rumusan
burton, deSanctis dan Obel (2006: 76) pada Polnes dapat diuraikan
sebagai berikut :
1) Tujuan utama organisasi Polnes adalah efektivitas, sebab
Polnes berada kuadran C dari model dimensi tujuan.
2) Strategi organisasi Polnes adalah prospector, yang sesuai
dengan tujuan utamanya.
3) Lingkungan organisasi yang dihadapi Polnes adalah locally
stormy, sesuai strategi organisasinya.
4) Konfigurasi organisasi Polnes adalah divisional, sesuai
lingkungan organisasi yang dihadapi.
Mengenai proses transformasi organisasi, berdasarkan
temuan penelitian diketahui Polnes berada pada fase organisasi
pengembangan. Gilley dan Maycunich (2000: 6) menyatakan
bahwa organisasi pengembangan merupakan fase terakhir gerakan
evolusioner organisasi. Organisasi pengembangan adalah
organisasi yang senantiasa melakukan ekspansi kapasitas dan
kapabilitas di sepanjang tahap evolusi atau metamorphosis yang
dilakukan, dengan memacu kegiatan untuk memajukan dan
memperbarui pertumbuhan individu, kelompok, organisasi dan
masyarakat.
cdxxxviii
Model evolusi organisasi Gilley dan Maycunich dalam Akib
(2011: 231) menunjukkan tiga fase transformasi suatu organisasi
yang terjadi di dalam daur hidup organisasi itu sendiri melalui
indikator pertumbuhan dan perkembangan SDM yang terjadi.
Apabila SDM organisasi terus tumbuh dan mengalami
perkembangan, maka suatu organisasi dapat dikatakan telah siap
menjalani proses pembaruan dan transformasi. Tujuan proses
transformasi sebagai aktivitas sentral adalah agar organisasi
mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru
dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu
memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin
ketat persaingannya.
Terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan SDM pada
Polnes, yang terjadi secara empirik bukanlah pertumbuhan dan
perkembangan dari segi tingkat pendidikan formal, melainkan dari
cara pandang, mental dan kesiapan SDM untuk menerima proses
perubahan dan transformasi di dalam organisasi.
4.3.3. Kasus STAIN Sultan Sulaiman Samarinda
4.3.3.1. Strategi Daya Saing STAIN
Memperhatikan matriks SPACE yang dihasilkan dari analisis
SWOT yang telah dilakukan STAIN sebagaimana tersaji pada
halaman 369, diketahui bahwa di dalam lingkungan persaingan
PTN, STAIN berada pada kuadran IV yaitu kuadran defensive atau
cdxxxix
defensif. Pemahaman dan penggunaan istilah posisi organisasi
dalam lingkungan persaingan oleh STAIN telah sesuai dengan
rumusan teoritik Steiss (2003: 77).
Para perencana STAIN memahami posisi pada kuadran IV
artinya STAIN memiliki kelemahan yang lebih besar daripada
kekuatannya, dan memiliki ancaman yang besar daripada
peluangnya. Maka untuk mencapai visi misinya, STAIN pun
melakukan pengurangan kelemahan internal untuk menghindari
ancaman eksternal. Dengan demikian, strategi yang dirumuskan
STAIN yaitu berusaha bertahan hidup, melakukan penggabungan
atau mengurangi ukuran, karena berada tidak aman.
Menurut Steiss (2003: 78) kuadran yang menunjukkan suatu
organisasi sektor publik dan nonprofit memiliki daya saing adalah
kuadran I (agresif) dan kuadran II (kompetitif). Sedangkan
organisasi sektor publik dan nonprofit yang tidak memiliki daya
saing adalah organisasi yang berada pada kuadran III (konservatif)
dan kuadran IV (defensif).
Pembahasan lebih lanjut mengenai organisasi sektor publik
dan nonprofit yang berada pada kuadran IV (defensif) dikemukakan
oleh David (2006: 296). Kuadran defensif yang merupakan kuadran
kiri bawah dari matriks SPACE, mengimplikasikan bahwa
organisasi seharusnya berfokus pada memperbaiki kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternal. Strategi defensif
cdxl
mencakup retrenchment, divestasi, likuidasi, dan diversifikasi
konsentrik.
Organisasi yang berada pada posisi defensif, walaupun
dikatakan tidak memiliki competitiveness strategy atau strategi
daya saing dalam lingkungan persaingan, namun melakukan
strategi pembenahan internal organisasi dan melakukan
pengembangan agar dapat menciptakan suatu strategi daya saing.
Sejumlah strategi alternatif yang dapat dilakukan untuk organisasi
yang berada pada posisi defensif adalah retrenchment, divestasi,
likuidasi, dan diversifikasi konsentrik.
Strategi retrenchmentdidefinisikan David (2006: 227)
dilakukan dengan mengelompokkan ulang melalui pengurangan
biaya dan aset terhadap penurunan penjualan dan laba. Strategi
ini, sesungguhnya kurang sesuai untuk diaplikasikan dalam
organisasi sektor publik dan nonprofit, sebab berfokus pada
penjualan produk dan perolehan laba.
Kemudian mengenai aplikasi strategi divestasi, David (2006:
227) mendefinisikan sebagai strategi yang dilakukan dengan
menjual satu divisi atau bagian perusahaan, sedangkan strategi
likuidasi adalah strategi yang dilakukan dengan cara menjual
seluruh aset perusahaan, sepotong-potong untuk nilai riilnya.
Strategi inipun sesungguhnya kurang sesuai untuk diaplikasikan
dalam organisasi sektor publik dan nonprofit terutama PTN karena
cdxli
pengelolaan dan kepemilikan STAIN adalah sepenuhnya berada di
bawah penanganan pemerintah dan di bawah Kementerian Agama
Republik Indonesia. Bukan sebagaimana pengelolaan oleh
perusahaan atau organisasi profit.
Diversifikasi konsentrik adalah strategi yang dilakukan
dengan menambahkan produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan
dengan pelanggan saat ini (David, 2006: 227). Berbicara produk
atau jasa baru, maka aplikasi yang dapat dilakukan oleh PTN
adalah dengan membuka program studi baru atau pelayanan jasa
baru. Walaupun berdasarkan data mengenai perkembangan
jurusan maupun program studi pada STAIN Sultan Sulaiman tidak
mengalami penurunan maupun peningkatan, namun STAIN
melakukan penambahan pelayanan jasa baru terkait dengan
program pengasramaan mahasiswa dalam ma’ahat pada kampus II
STAIN Sultan Sulaiman.
Dengan demikian, memahami posisi STAIN yang terletak
pada kuadran defensif, menunjukkan bahwa salah satu temuan
dalam penelitian ini adalah STAIN belum memiliki strategi daya
saing di dalam lingkungan persaingan PTN secara nasional
maupun internasional. Untuk tetap dapat mempertahankan
keberadaannya, STAIN dapat mencoba untuk terus
mengembangkan strategi diversifikasi konsentrik sebagai strategi
alternatif.
cdxlii
4.3.3.2. Kesesuaian Model EmpirikPerencanaan Stratejik STAIN dengan Kerangka Pikir
STAIN Sultan Sulaiman Samarindatelah melakukan kelima
komponen perencanaan stratejik sebagaimana rumusan Steiss
(2006: 58-59). Namun pada tahap pertama, yaitu analisis kesiapan
sistem, STAIN Sultan Sulaiman Samarinda tidak mengawalinya
dengan pengidentifikasian isu-isu strategis. Hal ini menunjukkan
kekurangtanggapan STAIN Sultan Sulaiman Samarinda terhadap
problematika di sekitar organisasi yang merujuk pada munculnya
sejumlah isu-isu strategis yang sesungguhnya perlu
diidentifikasikan untuk dapat dicari jalan keluarnya di masa depan.
Tidak cukup hanya disitu, perencanaan stratejik STAIN Sultan
Sulaiman Samarinda juga mengandung ketidaksesuaian komponen
struktural dalam tahap perumusan strateginya, dimana
kesalahannya terletak pada pemilihan konfigurasi yang tidak tepat
dalam menghadapi tujuan, strategi dan lingkungan yang ada. Hasil
analisis SWOT yang menunjukkan STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda harus membenahi kelemahan-kelemahan yang dimiliki
sekaligus mengatasi ancaman yang dihadapi (strategi WT) justru
terabaikan dengan pemilihan konfigurasi yang tidak sesuai. Target
yang terlalu tinggi atau jauh dengan kondisi keterbatasan kekuatan
internal, akan menjadikan proses pengembangan organisasi yang
sedang dijalani akan menemukan banyak hambatan.
cdxliii
Ketidaksesuaian komponen struktural dalam desain
organisasi pada proses perumusan strategi yang telah dilakukan
oleh STAIN, menunjukkan bahwa pilihan strategi dan implikasi
struktur yang dirumuskan oleh STAIN tidak sesuai dengan
kerangka pikir penelitian yang menyatakan terdapat lima komponen
dalam proses perencanaan stratejik pada organisasi sektor publik
dan nonprofit sebagaimana dirumuskan oleh Steiss (2003: 58-59).
Disamping itu, diperlukan suatu kesesuaian antara keempat
komponen struktural dalam tahap perumusan strategi organisasi
sesuai rumusan Burton, deSanctis dan Obel (2006: 76) ditambah
perlunya analisis terhadap proses transformasi yang telah dilalui
oleh sebuah organisasi sesuai teori Gilley dan Maycunich (2000: 6).
Rumusan teoritik Steiss (2003: 58-59) mengenai lima
komponen di dalam proses perencanaan stratejik antara lain
meliputi :
1) Analisis kesiapan sistem,
2) Pernyataan visi, misi, tujuan dan sasaran,
3) Analisis SWOT atau analisis situasional,
4) Perumusan strategi dan analisis alternatif program, serta
5) Alternatif kebijakan dan rekomendasi sumberdaya.
Kemudian sebuah desain organisasi dikatakan oleh Burton,
deSanctis dan Obel (2006: 3) harus dipilih berdasarkan konteks
tertentu, dan lebih jauh deskripsi daripada konteks itu harus bersifat
cdxliv
multidimensi, termasuk komponen struktural dan komponen
manusianya. Komponen struktural dalam desain organisasi meliputi
tujuan, strategi dan struktur. Sedangkan komponen manusia
meliputi proses kerja, orang-orang, koordinasi dan kontrol,
mekanisme insentif.Sesuai fokus penelitian, maka ruang analisis
dalam penelitian ini dibatasi hanya pada analisis terkait komponen
struktural dari desain organisasi PTN Kalimantan Timur.
Rumusan teoritik dari Burton, DeSanctis dan Obel (2006: 76)
mengenai kesesuaian antara keempat komponen struktural dalam
perumusan strategi, antara lain meliputi tujuan utama, strategi,
lingkungan dan konfigurasi organisasi, sebagaimana tampak pada
tabel 4.22. pada halaman 394.
Walaupun STAIN telah menjalankan kelima komponen di
dalam perencanaan stratejiknya, namun dalam komponen
perumusan strategi, masih belum mampu menetapkan komponen
struktural yang satu dengan yang lain secara tepat, yang
menunjukkan bahwa STAIN belum terlalu memahami pentingnya
kesesuaian antar komponen struktural dalam desain organisasi di
dalam upaya mempertahankan keberadaannya di dalam sejumlah
ancaman eksternal yang ada dengan kelemahan-kelemahan
internal yang begitu banyak, sebagaimana hasil analisis SWOT-nya
yang merekomendasikan perguruan tinggi ini mempergunakan
strategi WT (weakness-threats).
cdxlv
Rumusan teoritik mengenai lima komponen perencanaan
stratejik dari Steiss (2003: 58-59) dan komponen struktural dari
perumusan strategi yang dirumuskan Burton, deSanctis dan Obel
(2006: 76) sesungguhnya sangat relevan dipergunakan untuk
membenahi perencanaan stratejikSTAIN agar kesesuaian antar
komponen dalam proses perencanaan stratejik tidak diabaikan,
dankesesuaian antar komponen yang dimaksud telah digambarkan
sebagaimana bentuk model yang tersaji pada halaman 395.
1) Aspek Tujuan Utama Organisasi
Berdasarkan model dimensi tujuan, STAIN secara empirik
berada pada kuadran B yang memiliki fokus lebih tinggi pada
efisiensi. Hal ini berarti bahwa STAIN memiliki fokus pada
pemanfaatan sumberdaya dalam jumlah kecil yang diperlukan
untuk menghasilkan produk atau jasa. STAIN terus melanjutkan
apa yang telah dilakukan di masa lalu, melakukan perbaikan
atau peningkatan, serta tetap mempertahankan posisinya
dengan berfokus pada biaya rendah.
2) Aspek Strategi Organisasi
Apabila dilihat berdasarkan pendekatan inovasi, STAIN dalam
hal ini mempergunakan strategi organisasi defender, dimana
terdapat kesesuaian dengan tujuan organisasinya yang berada
pada kuadran B. Dengan strategi defender, berarti STAIN
organisasinya inovatif secara sempit dan pada ruang yang
cdxlvi
terbatas. Walaupun demikian, inovasi yang terbatas tersebut
dilakukan dengan sangat terfokus. Para pelaksana di dalam
STAIN berfokus pada upaya mempertahankan posisi di pasar.
Perencanaan disusun untuk mempertahankan posisi dan
mengamankan diri organisasi. STAIN memiliki produk yang
istimewa dengan nilai-nilai keulamaannya yang khas, sehingga
sukar ditembus oleh pihak lain. STAIN membangun posisi
dengan menjalankan efisiensi pada penggunaan sumberdaya,
sehingga tidak dapat berubah banyak atau berubah dengan
cepat.
3) Aspek Lingkungan Organisasi
Apabila dilihat berdasarkan dimensi kompleksitas dan
ketidakpastian, STAINmenghadapi lingkungan tempat operasi
yang varied atau bervariasi. Lingkungan yang demikian bersifat
sangat kompleks karena memiliki banyak faktor yang dapat
dibawa dalam pertimbangan, namun faktor-faktor tersebut dapat
diprediksikan dan / atau cenderung berubah dalam batas-batas
yang dapat dikenali. STAIN merasa mampu menjual produknya
yang khas pada pasar yang dapat diprediksikan. Sehingga para
pelaksana dalam lingkungan organisasi, berfokus pada
perencanaan dan koordinasi yang akan memungkinkan
organisasi me-manage kebergantungan antara faktor-faktor
yang terdapat di dalamnya.
cdxlvii
4) Aspek Konfigurasi Organisasi
Apabila dilihat berdasarkan dimensi orientasi pelanggan dan
spesialisasi pekerjaan, STAIN dalam hal ini mempergunakan
konfigurasi divisional. Konfigurasi divisional memiliki kekuatan
pada barang atau jasa (dimensi pelanggan yang kuat), namun
lemah pada spesialisasi internal. STAIN berfokus pada barang
atau jasa yang dihasilkan atau pada pelanggan yang
dilayaninya. Terdapat tingkatan eksekutif yang mengawasi sub
unit-sub unit yang relatif bergantung satu sama lain dan memiliki
batas hubungan dengan atasan.
5) Aspek Proses Transformasi Organisasi
Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa STAIN
menjalani proses transformasi organisasi pada fase organisasi
pembelajar. STAIN masih berada pada fase organisasi
pembelajar disebabkan oleh masih cukup mudanya usia PTN ini
(16 tahun sejak tidak lagi menjadi binaan dari lembaga
pendidikan Islam yang lebih dulu berdiri) serta belum
mampunya melakukan perumusan strategi secara tepat dan
berkesesuaian komponen strukturalnya satu sama lain dalam
tahapan desain organisasi. Memperhatikan kondisi yang
demikian itu, maka diperlukan pembenahan perumusan strategi
pada STAIN agar menemukan ketepatan dan kesesuaian
komponen strategi menuju upaya mempertahankan
cdxlviii
keberadaannya serta pencapaian tujuan organisasinya dalam
era persaingan dan perubahan lingkungan yang dinamis.
Dalam penelitian ini, penulis kemudian mengkaitkan
komponen struktural dari desain organisasi yang telah dilakukan
STAIN dengan posisi organisasi dalam proses transformasinya,
sehingga dapat dianalisis kesesuaian antara komponen struktural
yang dimiliki organisasi dengan tahapan perkembangan menuju
perubahan organisasi yang telah dilalui, dilihat dari aspek
perkembangan SDM dan kesiapan organisasi terhadap
pembaruan. Masih adanya ketidaksesuaian komponen struktural
dalam perumusan strategi, menunjukkan bahwa STAIN masih
berada pada fase menuju organisasi pembelajar, sama halnya
dengan Unmul.
Fase organisasi pembelajar ditandai dengan adanya ciri
pembelajaran dalam organisasi untuk beradaptasi terhadap
lingkungan, dimana kapasitas organisasi dikembangkan untuk terus
belajar, beradaptasi dan berubah.Menurut Pedler dkk dalam Dale
(2003), suatu organisasi pembelajar adalah organisasi yang : 1)
mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu
terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh
mereka, 2) memperluas budaya belajar sampai pada pelanggan,
pemasok dan stakeholder lain yang signifikan, 3) menjadikan
strategi pengembangan SDM sebagai pusat kebijakan bisnis, 4)
cdxlix
berada dalam proses transformasi organisasi secara terus-
menerus.
Organisasi pembelajar berbeda dengan organisasi
tradisional. Sejumlah perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara
kedua fase organisasi tersebutorganisasi pembelajar dengan
organisasi tradisional disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.24. Perbedaan Organisasi Tradisional dan Organisasi Pembelajar No Perbedaan Organisasi
Tradisional Organisasi Pembelajar
1 Sikap terhadap perubahan
Jika hal itu dapat dikerjakan, mengapa harus diubah?
Jika kamu tidak berubah, kamu tidak akan bekerja dalam waktu yang lama
2 Sikap terhadap ide-ide baru
Tertutup dengan ide-ide baru dari luar
Terbuka dengan ide-ide baru dari luar
3 Penanggungjawab inovasi
Bagian Penelitian dan Pengembangan
Setiap orang di dalam organisasi
4 Ketakutan utama Membuat kesalahan Tidak belajar, tidak akan dapat beradaptasi
5 Daya saing Produk dan layanan Kemampuan untuk belajar, ilmu pengetahuan dan keahlian
6 Pekerjaan manajer Mengontrol yang lain Mengijinkan yang lain
Sumber : Prabowo, 2010.
Memperhatikan tabel tersebut di atas, organisasi pembelajar
merupakan organisasi yang dinamis karena mampu memberikan
dorongan dan fasilitas kepada orang-orang di dalam organisasi
untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Namun demikian, untuk
dapat menjadi organisasi pembelajar, organisasi harus mampu
merubah cara pandangnya terhadap berbagai hal, antara lain :
cdl
1) Konsep tentang stabilitas organisasi.
Cara pandang ini adalah cara pandang dimana organisasi harus
berjalan sesuai dengan proses yang telah direncanakan dan
sedapat mungkin menghindari berbagai gejolak. Kondisi ini
harus diubah bahwa organisasi harus selalu dinamis karena
perkembangan eksternal yang cepat dan seringkali sulit
diprediksikan.
2) Konsep tentang birokrasi yang berjenjang.
Cara pandang ini merujuk bahwa organisasi harus memiliki
stabilitas, pemimpin merupakan komando utama dalam
organisasi, sehingga seluruh kegiatan dapat dikendalikan
dengan mudah. Organisasi harus merubah konsep tersebut
menjadi kepemimpinan bagi semua orang, yang artinya semua
orang di dalam organisasi diberi keleluasaan untuk mengambil
inisiatif dan bergerak menyelesaikan pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya tanpa harus menunggu perintah.
3) Konsep tentang organisasi yang kaku.
Cara pandang ini merupakan cara pandang yang
mengedepankan keamanan dan kestabilan melalui prosedur
organisasi yang berjenjang dan kaku sesuai dengan prosedur
yang ada. Untuk itu, organisasi harus bergeser menjadi lebih
fleksibel dalam prosedur, lebih menitikberatkan pada hal yang
cdli
esensial, dan lebih mementingkan pencapaian harapan
stakeholder.
4) Konsep pengendalian melalui aturan.
Pengendalian melalui aturan mengindikasikan bahwa organisasi
tersebut menjalankan organisasinya melalui pengawasan-
pengawasan yang dilakukan atasan kepada bawahan. Kondisi
ini mengindikasikan bahwa para pekerja tidak memiliki
keinginan sendiri untuk bekerja dengan baik atau tidak memiliki
pemahaman yang cukup tentang pentingnya pencapaian visi
organisasi. Konsep ini harus diubah menjadi pengendalian
melalui visi dan nilai. Artinya, bahwa para pekerja harus
memahami visi dengan baik, dan nilai-nilai di dalam organisasi
harus terinternalisasi dengan baik, organisasi harus benar-
benar memandang bahwa SDM adalah suatu aset yang sangat
penting. Perubahan ini penting karena akan berdampak pada
produktivitas dan efisiensi organisasi.
5) Paradigma informasi yang tertutup dan dirahasiakan.
Paradigma ini harus diubah menjadi organisasi yang melakukan
pembagian informasi. Organisasi tradisional beranggapan
bahwa atasan harus lebih pandai daripada bawahan, oleh
karena itu informasi hanya dimiliki oleh atasan sehingga
bawahan hanya menerima informasi-informasi dari atasan.
Selain itu, pada organisasi tradisional informasi seringkali
cdlii
dianggap akan dapat merusak kestabilan organisasi, sehingga
pembagiannya harus dibatasi pada orang-orang tertentu saja.
Pada organisasi pembelajar, paradigma berpikirnya dibalik,
dimana seluruh bawahan harus pandai, sehingga informasi pun
harus disebarluaskan. Dengan bawahan yang pandai, maka
banyak pekerjaan yang dapat didistribusikan dan manajer dapat
mencari atau mengembangkan pekerjaan baru atau
menyelesaikan pekerjaan yang masih bermasalah.
6) Konsep penerimaan terhadap hal-hal yang pasti.
Manajer pada organisasi pembelajar harus memiliki
kemampuan memprediksi yang baik dan memiliki keberanian
untuk menanggung resiko dari adanya kondisi yang tidak pasti.
Sehingga tidak seperti organisasi tradisional yang hanya
menerima hal-hal yang bersifat pasti saja.
7) Paradigma organisasi bersifat reaktif dan menghindai resiko.
Paradigma tersebut harus diubah menjadi organisasi yang
proaktif dan berani menanggung resiko. Manajemen reaktif
merupakan gaya manajemen tradisional yang hanya akan
bergerak jika ada masalah, dan kemudian memilih untuk
menghindari masalah. Sedangkan manajemen pada organisasi
pembelajar, mengerjakan sesuatu yang terencana dan
mengutamakan pengambilan inisiatif harus diutamakan sebab
melalui inisiatif, organisasi akan memiliki keunggulan kompetitif,
cdliii
karena ketika organisasi lain masih diam, organisasi pembelajar
sudah mengambil tindakan.
8) Konsep fokus pada internal organisasi.
Organisasi tradisional berfokus pada internal organisasi.
Konsep tersebut harus diubah menjadi organisasi yang berfokus
pada lingkungan kompetitif, dimana organisasi benar-benar
mengetahui kebutuhan dan harapan stakeholder dalam upaya
memenangkan persaingan dengan kompetitor lainnya.
9) Keunggulan untuk bertahan.
Organisasi tradisional memiliki keunggulan dalam bertahan
yang mengindikasikan bahwa kemampuan untuk berinovasi
kurang, dan cenderung bersikap menunggu. Organisasi
pembelajar harus bersifat inovatif dengan keunggulan kompetitif
yang berubah-ubah, karena mendorong SDMnya untuk
melakukan proses belajar.
10) Konsep bersaing pada pasar yang ada.
Organisasi tradisional yang hanya bersaing pada pasar yang
ada, harus diubah menjadi bersain ke masa depan yang
kontemporer. Dengan berbagai inovasi yang dikembangkannya,
organisasi pembelajar diharapkan mampu mengembangkan
produk-produk baru dengan pasar yang berbeda sehingga
dapat menghindari faktor ketatnya persaingan pada pasar
konvensional.
cdliv
Dengan demikian, STAIN masih perlu untuk lebih
mempersiapkan sejumlah kesiapan dalam memasuki fase
organisasi pembelajar untuk dapat terus mengadopsi konsep-
konsep teoritik mengenai perencanaan stratejik yang tepat dalam
rangka menghasilkan suatu strategi daya saing.
Temuan lainnya dalam penelitian ini adalah penggunaan strategi
dasar atau generik yang sama oleh PTN Kalimantan Timur dalam rangka
mempertahankan keunggulan bersaingnya, yaitu strategi kombinasi
antara diferensiasi dan biaya rendah. Sebab konsumen yang dihadapi
PTN Kalimantan Timur tidak hanya tertarik pada perbedaan kualitas,
pelayanan yang baik serta atribut dari produk yang dihasilkan (lulusan),
namun sekaligus juga memiliki kebutuhan akan biaya pendidikan yang
terjangkau. Konsumen atau pelanggan PTN Kalimantan Timur memang
90 persen adalah penduduk wilayah Kalimantan Timur itu sendiri, yang
dapat dikatakan memiliki karakteristik sensitif terhadap perbedaan produk
sekaligus sensitif pula terhadap harga. Disamping daripada itu, konsumen
atau pelanggan PTN Kalimantan Timur pada umumnya adalah konsumen
kelas menengah yang berada pada posisi transisi antara berorientasi
pada harga murah namun sudah memiliki keinginan akan produk
pendidikan yang berkualitas baik. Sementara untuk strategi berfokus,
diterapkan PTN Kalimantan Timur untuk pemberian pelayanan jasa
pendidikan bagi mahasiswa yang berada di daerah kawasan perbatasan
cdlv
serta pendidikan lanjutan jenjang S2 dan S3, yang memiliki target stratejik
berbeda dengan jenjang S1.
Penerapan strategi tersebutlah yang hingga kini mampu membantu
PTN Kalimantan Timur untuk tetap dapat mempertahankan
keberadaannya, walaupun belum mampu menembus pasar persaingan
nasional secara lebih baik. Padahal PTN Kalimantan Timur membuat
perencanaan strategis ke depan yang berfokus pada pencapaian tujuan
sebagai lembaga pendidikan tinggi bertaraf internasional. Logikanya,
untuk dapat mencapai target internasionalisasi, maka PTN Kalimantan
Timur seharusnya mampu mengatasi lingkungan persaingan nasional
terlebih dahulu. Kemerosotan peringkat perguruan tinggi yang dialami
PTN Kalimantan Timur pada tahun 2013, menjadi indikator
ketidakmampuan PTN Kalimantan Timur menghadapi tantangan
persaingan yang ada secara nasional.
Kondisi saat ini, pendapatan PTN Kalimantan Timur masih
didominasi oleh penerimaan murni, yaitu APBN, APBD dan hibah-hibah
dari pemerintah sertapenerimaan yang berasal dari masyarakat (SPP
mahasiswa dan dana penunjang pendidikan), sedangkan pendapatan dari
usaha-usaha komersial yang dikelola secara mandiri masih kecil,
sehingga ke depan masih dibutuhkan upaya pengembangan pengelolaan
usaha-usaha komersial yang potensial untuk meningkatkan pendapatan.
Kemudian lulusan PTN Kalimantan Timur pun memiliki daya serap yang
baik di daerah, dimana para lulusan tersebut banyak mengisi berbagai
cdlvi
sektor pekerjaan mulai dari lingkungan Pemerintah Daerah, lembaga
keuangan, perusahaan swasta dan sebagainya, melalui jalinan kerjasama
yang telah dibangun dengan berbagai pihak maupun tidak. Jaringan
alumni yang luas dan adanya akses yang baik ke lembaga-lembaga
pemerintahan maupun swasta, termasuk akses dalam bisnis walaupun
masih dalam skala lokal, turut menjadi faktor kesuksesan terserapnya
produk PTN Kalimantan Timur dengan baik dalam memenuhi kebutuhan
daerah akan sumberdaya potensial.
Dari aspek strategi yang terkait dengan kemampuan inovasinya,
PTN Kalimantan Timur mempergunakan strategi prospector, yang masih
rendah dalam eksploitasi, namun tinggi pada eksplorasi, yang tercermin
dari adanya keagresifan terhadap inovasi untuk mencari peluang-peluang
baru melalui ide-ide baru, teknologi baru ataupun proses baru. Namun
kurang memanfaatkan teknologi dan berbagai sumberdaya internal yang
telah ada secara optimal dalam mencapai tujuan organisasinya.
Lambatnya melaksanakan upaya-upaya perbaikan dan pembenahan tata
kelola organisasi juga turut memperjelas rendahnya kegiatan eksploitasi
pada PTN Kalimantan Timur.
4.3.4. Model Alternatif Perencanaan Stratejik dalam Perumusan Strategi Daya Saing Organisasi PTN Kalimantan Timur
Memahami kondisi yang dihadapi dua dari tiga PTN
Kalimantan Timur yang menjadi sampel penelitian, yang memiliki
visi menuju pembentukan lembaga pendidikan yang bertaraf
cdlvii
internasional, namun masih memiliki sejumlah kelemahan di dalam
melakukan perumusan strategis yang terkait dengan desain
organisasi pada komponen strukturalnya, maka penulis mencoba
merumuskan sebuah model alternatif perencanaan
stratejikuntukperumusan strategi daya saing organisasinya.
Terdapat dua model alternatif yang penulis ajukan bagi
kedua PTN di Kalimantan Timur yang berdasarkan hasil penelitian
belum memiliki strategi daya saing, yaitu Universitas Mulawarman
dan STAIN Sultan Sulaiman Samarinda. Pertama-tama penulis
tampilkan model alternatifperencanaan stratejik untuk perumusan
strategi daya saing organisasi Universitas
Mulawarmansebagaimana tampak pada gambar 4.14 pada
halaman 437.
Model alternatif yang penulis tawarkan bagi pembenahan
proses perencanaan stratejik untuk perumusan strategi daya saing
bagi Unmul, yang berdasarkan atas temuan penelitian belum
memiliki strategi daya saing karena berada pada posisi kuadran III
pada matriks SPACE yang dihasilkan dari analisis SWOT yang
telah dilakukan Unmul. Disamping itu, masih terdapat
ketidaksesuaian rumusan antar komponen struktural dalam desain
organisasi yang dilakukan, yang perlu dibenahi sebagaimana
rumusan teoritiknya. Model tersebut juga memuat adanya tahapan
diagnosis proses transformasi yang dialami organisasi dalam
cdlviii
kaitannya dengan melihat posisi organisasi dalam persaingan yang
terjadi.
Gambar 4.14.Model Alternatif Perencanaan Stratejik untuk Perumusan Strategi Daya Saing Unmul
Defender Reactor Prospector Analyzer
Matriks Divisional Functional
Simple
Locally Stromy Turbulent Calm Varied
Tidak keduanya Efisiensi Efektivitas
Efisiensi & Efektivitas
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN STRATEGI & ALTERNATIF PROGRAM
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
PENDESKRIPSIAN KONFIGURASI 4)
DIAGNOSIS PROSES TRANSFORMASI
ORGANISASI Org.
Pgembgn Org.
Tradisional
Org. Pmbljr
cdlix
Grand Strategy Generic Strategy Penetrasi pasar,
Pengemb. pasar/produk, Diversifikasi Konsentrik
Biaya rendah / Diferensiasi /
Kombinasi / Fokus
Model tersebut di atas memuat pentingnya penggunaan
strategi alternatif yang terdiri atas strategi dasar atau grand strategy
serta strategi generik tertentu sesuai dengan posisi Unmul saat ini
di dalam lingkungan persaingan yang ada. Penulis menganjurkan
penggunaan strategi generik yang perlu terus dipertahankan
melalui strategi biaya rendah, diferensiasi ataupun kombinasi atas
keduanya untuk target umum, sedangkan untuk target khusus perlu
dipergunakan strategi fokus. Sedangkan untuk grand strategy yang
dapat dipergunakan adalah strategi penetrasi pasar,
pengembangan produk ataupun pengembangan pasar, serta
diversifikasi konsentrik.
Kemudian selanjutnya penulis tampilkan model alternatif
perencanaan stratejik untuk perumusan strategi daya saing bagi
STAIN Sultan Sulaiman Samarinda pada gambar 4.15 di halaman
439, sesuai dengan posisinya saat ini di dalam lingkungan
persaingan yang ada. Model tersebut merupakan model alternatif
perencanaan stratejik untuk perumusan strategi daya saing bagi
STAIN Sultan Sulaiman yang penulis tawarkan sesuai dengan
posisi STAIN Sultan Sulaiman saat ini di dalam persaingan yang
ALTERNATIF KEBIJAKAN & REKOMENDASI SUMBERDAYA
PEMILIHAN STRATEGI DASAR & GENERIK
cdlx
tergambar dari matriks SPACE yang dihasilkan dari analisis SWOT
yang telah dilakukan.
Gambar 4.15.Model Alternatif Perencanaan Stratejik untuk Perumusan Strategi Daya Saing STAIN Sultan Sulaiman
Defender Reactor Prospector Analyzer
Matriks Divisional Functional
Simple
Locally Stromy Turbulent Calm Varied
Tidak keduanya Efisiensi Efektivitas
Efisiensi & Efektivitas
ANALISIS KESIAPAN SISTEM
PERNYATAAN VISI MISI
PERUMUSAN STRATEGI & ALTERNATIF PROGRAM
PERUMUSAN TUJUAN DAN SASARAN
PENDESKRIPSIAN TUJUAN 1)
ANALISIS SWOT / ANALISIS SITUASIONAL
PENDESKRIPSIAN STRATEGI 2)
PENDESKRIPSIAN LINGKUNGAN 3)
PENDESKRIPSIAN KONFIGURASI 4)
DIAGNOSIS PROSES TRANSFORMASI
ORGANISASI Org.
Pgembgn Org.
Tradisional
Org. Pmbljr
cdlxi
Grand Strategy Generic Strategy Diversifikasi Konsentrik Biaya rendah /
Diferensiasi / Kombinasi / Fokus
Perbedaan antara model alternatif perencanaan stratejik
untuk perumusan strategi daya saing bagi STAIN Sultan Sulaiman
dan bagi Unmul terletak pada penggunaan strategi dasar atau
grand strategy dan strategi generik yang harus dipergunakan.
Namun demikian, seluruh PTN Kalimantan Timur perlu
menambahkan pula kebijakan dan program mengenai peningkatan
kualitas SDMnya, yang merujuk kepada peningkatan kompetensi
seluruh masyarakat perguruan tinggi yang meliputi unsur pimpinan,
unsur tenaga pengajar, unsur pelaksana akademik (fakultas,
lembaga penelitian, lembaga pengabdian masyarakat), unsur
pelaksana administrasi beserta unsur-unsur penunjang lainnya.
Walaupun hal ini dapat menjadi tugas besar bagi PTN Kalimantan
Timur, namun disinilah letak gerakan evolusioner dari organisasi
untuk menjadi lebih baik dan lebih unggul.
Hal tersebut sejalan dengan Strategi Pendidikan Tinggi
Jangka Panjang yang dirumuskan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (Ditjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional RI dalam
HELTS (Hinger Education Long Term Strategy) yang berupaya
meningkatkan peran pendidikan tinggi di Indonesia untuk
memperkuat daya saing bangsa dalam menghadapi persaingan
ALTERNATIF KEBIJAKAN & REKOMENDASI SUMBERDAYA
PEMILIHAN STRATEGI DASAR & GENERIK
cdlxii
global. Perguruan tinggi yang telah memperoleh otonomi untuk
mengelola institusinya masing-masing maka dari itu perlu didukung
secara utama oleh masyarakat perguruan tinggi itu sendiri dengan
optimal. Dengan meningkatkan kualitas masyarakat perguruan
tinggi, maka output berupa lulusan yang lebih berkualitas, proses
pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni yang lebih berkualitas pula dapat menjadi keunggulan
PTN Kalimantan Timur dalam meningkatkan peran aktif perguruan
tinggi dalam proses pengembangan budaya bangsa dan
peningkatan kualitas layanan pendidikan bagi masyarakat.
Unsur pimpinan selaku penentu kebijakan perlu membenahi
mindset-nya akan pentingnya perubahan organisasi, dari fase
organisasi tradisional menuju organisasi pembelajar hingga
organisasi pengembangan. Organisasi terutama sektor publik
seharusnya senantiasa menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan. Sebagaimana Scott dalam Burton, deSanctis dan Obel
(2006: 37) menyatakan bahwa kinerja organisasi bergantung pada
bagaimana kecocokan organisasi dengan lingkungannya. Hal inilah
yang disebut sebagai pandangan rasional dalam pengorganisasian.
Dalam kaitan dengan kasus PTN Kalimantan Timur, maka
lingkungan dapat dikatakan sebagai determinan yang luas bagi
organisasi dalam menentukan strategi yang dipergunakan dalam
rangka membentuk organisasinya menjadi lebih baik. Sebagaimana
cdlxiii
teori sistem terbuka yang memandang organisasi tidak
sesederhana birokrasi namun merupakan entitas yang memiliki
kompleksitas tinggi, menghadapi ketidakpastian yang besar dalam
kegiatan operasinya, maka PTN Kalimantan Timur harus
senantiasa selalu berinteraksi dengan lingkungannya (Milakovich
dan Gordon, 2011: 165).
Sudah masanya untuk tidak lagi memandang perubahan
organisasi melalui pandangan tradisional bahwa perubahan
dipandang sebagai ancaman terhadap relasi kuasa yang sudah
ada, sehingga kemudian ditentang. Sumber-sumber individual dari
resistensi terhadap perubahan muncul dari karakteristik dasar
manusia seperti persepsi, kepribadian, kebiasaan dan kebutuhan,
sedangkan sumber-sumber organisasionalnya terletak di dalam
susunan struktural organisasi itu sendiri (Robbins dan Judge, 2008:
344-345). Justru organisasi yang sukses adalah organisasi yang
dapat mengubah diri untuk menghadapi persaingan yang terjadi.
Dengan kata lain, memiliki fleksibilitas yang baik. Walaupun tidak
semua perubahan itu baik, namun proses perubahan itu
menjadikan organisasi melalui evolusi untuk senantiasa belajar dan
mencoba berkembang dari posisi pertumbuhan organisasi yang
rendah menuju pertumbuhan yang tinggi.
Peningkatan kualitas unsur tenaga pengajar pun merupakan
hal yang penting untuk dilakukan sebab indikator dari mutu suatu
cdlxiv
lembaga pendidikan tinggi antara lain tergantung pada produktivitas
tenaga pengajar, yaitu banyaknya jumlah penelitian yang
berorientasi pada PATEN, HAKI dan publikasi jurnal internasional,
angka efisiensi edukasi dan karya yang mendapat pengakuan
paten, yang membutuhkan kompetensi dan komitmen yang kuat
dari tenaga pengajar. Disamping daripada itu, komponen yang
penting dari pemeringkatan perguruan tinggi dan akreditasi BAN-
PT terletak pada kualitas tenaga pengajar, yaitu jumlah dosen yang
cukup, jumlah dosen yang berpendidikan S3, serta jumlah dosen
yang mempunyai kepangkatan akademik lektor kepala dan guru
besar (BAN-PT, 2009). Selain itu, faktor penelitian yang
menghasilkan paten, hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal
internasional, serta banyaknya dosen yang menjadi pembicara
pada taraf internasional, sangat terkait dengan pentingnya
peningkatan kualitas SDM dari unsur tenaga pengajar. Demikian
pula dengan unsur pelaksana akademik, unsur pelaksana
administrasi beserta unsur-unsur penunjang yang perlu memiliki
kinerja akademik yang baik.
4.3.5. Proposisi Empirik
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tersebut, maka
terdapat beberapa proposisi yang dapat penulis hasilkan dari
analisis terhadap temuan empirik dengan rumusan teoritik yang
dipergunakan, antara lain sebagai berikut :
cdlxv
1. Proposisi Mayor :
Apabila sebuah organisasi pendidikan tinggi ingin lebih
kompetitif dalam era persaingan, maka proses perencanaan
stratejik yang dilakukan harus mengacu kepada model
perencanaan stratejik secara tepat.
2. Proposisi Minor :
a. Apabila perumusan komponen struktural dari desain
organisasi dilakukan secara berkesesuaian, maka
perencanaan stratejik organisasi yang dilakukan akan tepat.
b. Apabila perumusan strategi dilakukan dengan mengacu
pada posisi organisasi dalam persaingan, maka pemilihan
strategi pun akan tepat.
c. Apabila sejumlah strategi generik dikombinasikan di dalam
pelaksanaannya, maka target stratejik yang berbeda-beda
akan dapat dicapai.
d. Apabila organisasi sektor publik ingin memenuhi kriteria
keefektifan organisasi yang lebih baik, maka organisasi itu
perlu mengalami proses transformasi yang berkelanjutan.
cdlxvi
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkanhasilpenelitiandanpembahasanpadababsebelumnya,
makaterdapatbeberapahal yang menjadikesimpulandaripenelitianini :
1. UniversitasMulawarmanberdasarkanposisinya di
dalamlingkunganpersainganPTNsecaranasionalmaupuninternasional,
belum memiliki strategi daya saing, sebabberadapadaposisikonservatif
yang
berartiharustetapberadadekatdengankompetensidasarorganisasidantid
akmengambilresikoberlebihan. Untukitu,
UniversitasMulawarmanperlumempergunakanstrategidasarberupapene
trasipasar, pengembanganpasar,
ataudiversifikasikonsentriksertameneruskanstrategipengembanganpro
dukdanstrategigenerikberbiayarendah, diferensiasi,
ataukombinasikeduanyauntuk target
umumdanmeneruskanstrategifokusuntuk target khusus.
2. PoliteknikNegeriSamarindaberdasarkanposisinya di
dalamlingkunganpersaingan PTN
secaranasionalmaupuninternasionaltelahmemilikistrategidayasaing,
sebabberadapadaposisiagresif yang berartiberadapadaposisi yang
baikuntukmempergunakansejumlahkekuataninternalnyagunamemanfa
cdlxvii
atkanpeluang, mengatasikelemahan internal,
sekaligusmenghindariancamaneksternal. Namundemikian,
PoliteknikNegeriSamarindaperlulebihmenambahpengetahuan di
bidangperencanaanstratejikorganisasisektorpublikdan nonprofit
secarakonseptualsehubungandenganpemahamanakankonsepperumus
ankebijakandan program yang
dianggapsamadengankonsepperumusanstrategi.
3. STAIN Sultan Sulaimanberdasarkanposisinya di
dalamlingkunganpersainganPTN secaranasionalmaupuninternasional,
belum memiliki strategi daya saing, sebabberadapadaposisidefensif
yang berartiperluberfokuspadaperbaikankelemahan internal
danmenghindariancaman-ancamaneksternal. Untukitu, STAIN Sultan
SulaimanSamarindaperlumempergunakanstrategidasarberupadiversifik
asikonsentriksertameneruskanstrategigenerikberbiayarendah,
diferensiasi, ataukombinasikeduanyauntuk target umum.
5.2. ImplikasiPenelitian
Penelitianinimenghasilkanbeberapahal yang
memilikiimplikasisecarateoritik, metodologismaupunpraktis yang
dapatpenulisjabarkansebagaiberikut :
1. ImplikasiTeoritik
Bagipengembanganteoriorganisasi: 1)
hasilpenelitianinimendukungteoriMintzberg,
cdlxviii
AlhstranddanLampelmengenaitepatnyapenggunaanalirankonfigurasida
lamperumusanstrategibagisebuahorganisasiuntukdapatmengelolakeun
ggulanberbagaisumberdayanyadanmenyesuaikandiriterhadaplingkung
aneksternalnya, 2)
hasilpenelitianinijugamemperkuatteoriSteissmengenai lima
komponendalamperencanaanstratejikorganisasisektorpublikdan
nonprofit, 3) hasilpenelitianinijugamemperkuatteori Burton,
deSanctisdanObelmengenaipentingnyakesesuaiankomponenstruktural
dalamdesainorganisasiuntukmerumuskanstrategidayasaingsecaratepat
, 4) hasilpenelitianinijugamemperkuatteori Gilley
danMaycunichmengenai proses
transformasiorganisasibagitujuanpengembanganorganisasi, 5)
penelitianinimenghasilkankonseppenyelarasan model
teoritikdengankondisiaktual di lapangan yang dituangkandalam model
alternatifperencanaanstratejikbagiperumusanstrategidayasaingorganis
asiyang
diharapkandapatditerapkandalamupayamempertahankankeunggulanb
ersaing PTN Kalimantan Timurdanmenjadilebihkompetitif di
dalampersaingan, 6) menambahwawasankeilmuan yang
terfokuspadabidangkajianstrategisebagaibagiandaristrategic
planningmelaluidiskusiteoriorganisasiataspendalamanstuditentangstrat
egidayasaingorganisasi.
2. ImplikasiMetodologis
cdlxix
Dari segimetodologis, penggunaanpendekatanstudikasusdengan level
analisiseksplanatifinidapatmemperkayakhasanahpenelitian di
bidangadministrasipublik yang terkaitdengandimensimanajemenpublik,
denganmenyumbangkanhasilpenelitianmengenaiperkembanganformul
asistrategipadaorganisasisekltorpublikbidangpendidikantinggi.
Namunkekuranganpenelitianinisecarametodologisterletakpadatidakdia
nalisisnyasecaramenyeluruhmengenaiaspekdesainorganisasidalam
proses perumusanstrategi yang dilakukanolehobyekpenelitian,
dimanadesainorganisasiituseharusnyamemuatkesesuaianantarakompo
nenstrukturaldankomponenmanusiapadaorganisasi.
Penelitianinihanyamembatasifokusnyapadakomponenstrukturalatasdas
arpertimbangantitikberatkajianpadaperumusanstrategidayasaingorgani
sasisaja.
Makadariitu,
diharapkanpenelitilainnyadapatmelengkapimuatanpenelitianlanjutande
nganturutmenganalisakomponenmanusiadalamdesainorganisasipada
proses perumusanstrategi,
untukmenghasilkanstrategidayasaingorganisasisecaratepat.
3. ImplikasiPraktis
Bagipimpinan PTN Kalimantan Timurdiharapkan : 1) melakukan
penambahan strategi dalam rumusan strategi daya saing organisasi
yang telah dipergunakan dalam rangka menghapuskan faktor-faktor
penghambat upaya pertahanan keunggulan bersaing yang
cdlxx
telahdimilikiolehorganisasidalambentukupayapersiapanSDM
civitasakademika(yang meliputiunsurpimpinan, tenaga pengajar,
pelaksana akademik, pelaksana administrasi
besertaunsurpenunjanglainnya)terutamadarisegi kualitas dalam rangka
pencapaian visi menuju terbentuknya lembaga pendidikan tinggi yang
bertarafinternasional, 2) mampumembenahi proses
perencanaanstratejikorganisasisecaralebihtepatdenganmenitikberatka
nperhatianpadaposisiorganisasi di
dalampersaingandanpadakesesuaianantarkomponendalamdesainorga
nisasi yang dilakukan, 3)
mampumendorongpercepatantransformasiorganisasidariorganisasitrad
isionalmenujuorganisasipembelajarataupunorganisasipengembangand
enganmenghadirkanfleksibilitas yang
tinggiakanpentingnyaadaptasiorganisasiterhadaptuntutanperubahanlin
gkungan internal daneksternal.
Semogahasilpenelitianinimembawamanfaatdanmampumemberikan
sumbangsihbagipeningkatankualitasjasapendidikantinggi,
terutamapadaPTN di Kalimantan Timur.
cdlxxi
Lampiran 1.
PEDOMAN WAWANCARA
I. Identitas Informan / Narasumber
a. Nama PTN : _____________________
b. Nama Pimpinan PTN / diwakili oleh : _____________________
c. Jabatan : _____________________
TANGGAL WAWANCARA : _____________________
II. Pertanyaan-pertanyaan
1. Analisis Lingkungan Eksternal
1.1. Hal-hal apa saja yang mendukung (peluang) bagi PTN ini ?
1.2. Hal-hal apa saja yang menghambat (ancaman) bagi PTN ini ?
1.3. Bagaimana PTN ini melakukan analisis lingkungan eksternal
organisasi ?
1.4. Bagaimanakah PTN ini memanfaatkan berbagai pendukung /
peluang tersebut ?
1.5. Bagaimana pula PTN ini mengatasi berbagai hambatan / ancaman
tersebut?
2. Analisis Lingkungan Internal
2.1. Hal-hal apa saja yang mendukung (kekuatan) PTN ini ?
2.2. Hal-hal apa saja yang menghambat (kelemahan) PTN ini ?
2.3. Bagaimana PTN ini melakukan analisis lingkungan internal
organisasi ?
cdlxxii
2.4. Bagaimanakah PTN ini memanfaatkan berbagai pendukung /
kekuatan tersebut ?
2.5. Bagaimana pula PTN ini mengatasi berbagai hambatan /
kelemahan tersebut ?
3. Perumusan Strategi
3.1. Siapakah yang melakukan perencanaan strategis PTN ini ?
3.2. Siapakah yang membentuk / menunjuk mereka sebagai perencana
strategis PTN ini ?
3.3. Bagaimanakah proses perencanaan strategis yang mereka
lakukan ?
3.4. Hal apakah yang menjadi dasar dari perencanaan strategis PTN
ini ?
3.5. Apakah rumusan visi dan misi PTN ini ?
3.6. Apa sajakah tujuan jangka pendek maupun jangka panjang PTN
ini ?
4. Pilihan Strategi untuk Meningkatkan Daya Saing
4.1. Bagaimana kemampuan kompetitif PTN ini ?
4.2. Strategi apa yang dipergunakan PTN ini dalam persaingan jasa
pendidikan yang ada saat ini ?
4.3. Hal apakah yang menjadi dasar pemilihan strategi tersebut ?
4.4. Apa saja bentuk inovasi atau taktik operasional yang dilaksanakan
PTN dalam rangka melaksanakan strategi tersebut ?
4.5. Harapan apa yang diinginkan oleh PTN ini melalui strategi
tersebut?
4.6. Bagaimanakah hasil dari pelaksanaan strategi yang telah dipilih
tersebut ?
cdlxxiii
4.7. Pada masa sebelumnya, strategi apakah yang dipergunakan PTN
ini ?
4.8. Bagaimana hasilnya pelaksanaannya ?
4.9. Apabila diperbandingkan antara pelaksanaan strategi saat ini
dengan masa sebelumnya, manakah yang cenderung lebih
membawa manfaat bagi PTN ini ?
4.10Ke depan, inovasi atau taktik operasional apa yang akan dilakukan
PTN dalam rangka meningkatkan daya saingnya dalam
persaingan jasa pendidikan, khususnya bagi PTN ?
cdlxxiv
Lampiran 9. Struktur Organisasi Politeknik Negeri Samarinda
------- -------
Sumber : Gambaran Umum Politeknik Negeri Samarinda, 2012.
Lampiran 10. Struktur Organisasi STAIN Sultan Sulaiman
Samarinda
DewanPenyantun Direktur
Pudir I Pudir II Pudir III
UPT M&R
UPT.Bengkel
UPT.Perpustakaan
UPT. P3M
UPT.Komputer KBAAK PSI KBAUK
Kasubag.Akdmk&Mhs
Kasubag.Perenc.&SI
Kasubag. Tata Usaha
KasubagKe
KetuaJurusanTeknik
KetuaJurusanTeknik
KetuaJurusan
KetuaJurusanTek
nik
KetuaJurusanAkuntans
Dosen / TenagaPengajar
UPT. Lab Bahasa
Senat
KetuaJurusan
KetuaJurusan
KetuaJurusan
KetuaJurusan
DewanPenyantun Ketua
Kasubag.Umum
Kasubag.Akademik
Puket I Puket II Puket III KabagAkademik
cdlxxv
Sumber : ProfilSTAINSultan Sulaiman Samarinda, 2012.
Perpustakaan
P3M
Lab.Komputer
KetuaJurusanSyari’ahTeknik
Mesin
Dosen
UPMA
KetuaJurusan Tarbiyah
KetuaJurusanDakwah