strategi pengembangan bisnis rumah tempe … · memprioritaskan alternatif strategi berdasarkan...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS RUMAH TEMPE
INDONESIA DI KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
RARA TAMA PUTRI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengembangan
Bisnis Rumah Tempe Indonesia di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbingn dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Rara Tama Putri
NIM H34100047
ABSTRAK
RARA TAMA PUTRI Strategi Pengembangan Bisnis Rumah Tempe Indonesia di
Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh JOKO PURWONO
Rumah Tempe Indonesia (RTI) adalah pelopor dan masih satu-satunya
produsen tempe higienis di Indonesia. Indikasi peluang menunjukkan bahwa RTI
dapat melakukan langkah strategis untuk mengembangkan bisnisnya. Penelitian
ini bertujuan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal yang
memengaruhi usaha Rumah Tempe Indonesia serta merumuskan dan
memprioritaskan alternatif strategi berdasarkan hasil analisis lingkungan internal
dan eksternal Rumah Tempe Indonesia. Pengambilan data dilakukan terhadap
enam responden pada bulan April 2014 hingga Mei 2014 di Rumah Tempe
Indonesia di Bogor, Jawa Barat. metode analisis data yang digunakan adalah
metode deskriptif dan metode perumusan strategi. Hasil analisis matriks IE
menunjukkan posisi RTI berada di kuadran dua yaitu tumbuh dan membangun.
Strategi yang paling tepat digunakan adalah strategi intensif dan integratif.
Terdapat 5 alternatif strategi yang dapat diterapkan RTI berdasarkan analisis
matriks SWOT. Hasil analisis matriks QSP menunjukkan strategi yang sebaiknya
menjadi prioritas dalam pengembangan bisnis RTI yaitu melakukan
pengembangan pasar baru secara intensif
Kata kunci: bisnis, pengembangan, Rumah Tempe Indonesia, strategi.
ABSTRACT
RARA TAMA PUTRI The Strategy of Rumah Tempe Indonesia Business
Development in Bogor City, West Java Province. Supervised by JOKO
PURWONO
Rumah Tempe Indonesia (RTI) is the pioneer and still the only
manufacturer of hygienic tempe in Indonesia. Opportunity indication showed that
RTI could do the strategy to develop its business. This research aims at
identifying the internal and external environment that influenced the business,
formulating and prioritizing the alternative strategy based on the result of RTI
internal and external environment analysis. Data collection was conducted on six
respondents in April 2014 until May 2014 at RTI in Bogor, West Java. Data
analysis methods used were descriptive method and strategy formulation
method. The results of the analysis indicated that the position of RTI in IE matrix
was in quadrant two, grow and build. The most appropriate strategies to use were
intensive and integrative strategy. There were 5 alternative strategies that could be
implemented by RTI based on SWOT matrix analysis.the result of QSPM analysis
showed the most prioritized strategy to implement in developing RTI business
was by intensively developing the new market.
Keywords: business, development, Rumah Tempe Indonesia, strategy.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
RARA TAMA PUTRI
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS RUMAH TEMPE
INDONESIA DI KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Bisnis Rumah Tempe Indonesia di
Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat
Nama : Rara Tama Putri
NIM : H34100047
Disetujui oleh
Ir Joko Purwono, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat kelulusan
pada Studi Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penelitian
ini dilaksanakan sejak bulan April-Mei 2014 dengan judul Formulasi Strategi
Pengembangan Bisnis “Rumah Tempe Indonesia” di Kota Bogor, Provinsi Jawa
Barat.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
papah, mamah, dan keluarga tercinta atas doa, kasih sayang, motivasi, dan
pelajaran yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Joko Purwono, MS selaku pembimbing
skripsi, Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM dan Ibu Ir Narni Farmayanti, MSc selaku
dosen penguji sidang skripsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak
manajemen Rumah Tempe Indonesia (Pak Sukhaeri, Pak Ridha, Bu Yayah, Pak
Endang, Pak Rikamto, dan Pak Yanto), teman- teman sebimbingan (Resti Istiarti,
Nada Fajriah, Syarifah Nurul Arumi, Ghazian Muhammad, dan Johanes Tarigan),
teman-teman seperjuangan Agribisnis 47, Sarastika Tiastiningsih, Dian W.
Maulasa, Rosalin Nur Ajani, Aisatul Mustaqimah, Inestha Naldi, Putri Yuth
Maryam serta sahabat- sahabat lainnya atas segala doa, motivasi, dan membantu
kelancaran proses penulisan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2014
Rara Tama Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Strategi
Tingkatan Strategi
Konsep Manajemen Strategis
Proses Manajemen Strategis
Perumusan (Formulasi) Strategi
Visi
Misi
Analisis Lingkungan Internal
Kekuatan dan Kelemahan
Analisis Lingkungan Eksternal
Peluang dan Ancaman
Alternatif Strategi
Matriks IFE, EFE,dan Matriks IE
Matriks SWOT
Matriks QSP
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Data dan Pengumpulan Data
viii
viii
viii
1
1
3
4
4
4
6
6
6
7
7
8
8
8
9
9
10
11
11
12
13
13
14
14
15
15
16
Teknik Analisis Data
Metode Deskriptif
Metode Perumusan Strategi
Tahap Input
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Kunci
Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Tahap Pencocokan
Matriks Internal Eksternal (IE Matrix)
Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats)
Tahap Keputusan
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
GAMBARAN UMUM RUMAH TEMPE INDONESIA (RTI)
Profil RTI
Visi dan Misi
Sejarah dan Perkembangan
IDENTIFIKASI LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL
Lingkungan Internal Rumah Tempe Indonesia
Manajemen
Pemasaran
Keuangan/ Akuntansi
Produksi/ Operasi
Penelitian dan Pengembangan
Sistem Informasi
Lingkungan Eksternal Rumah Tempe Indonesia
Kekuatan Ekonomi
Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi, dan Lingkungan
Kekuatan Politik, Pemerintah, dan Hukum
Kekuatan Teknologi
Kekuatan Persaingan
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Identifikasi Peluang dan Ancaman
18
18
20
20
21
21
23
25
25
26
27
27
28
28
29
29
30
30
30
31
32
32
34
34
35
35
36
36
37
37
38
40
FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
Tahap Input (Pemasukan Data)
Matriks IFE
Matriks EFE
Tahap Pencocokan
Matriks IE
Matriks SWOT
Tahap Keputusan
Matriks QSP
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
44
44
44
44
46
47
48
51
51
52
52
53
53
56
63
DAFTAR GAMBAR
1 Tingkatan Strategi di Dalam Perusahaan
2 Model Komprehensif Proses Manajemen Strategis
3 Model Lima Kekuatan Bersaing Porter
4 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
5 Kerangka Kerja Analitis Perumusan Strategi
6 Matriks IE (Internal Eksternal)
7 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
8 Struktur Organisasi Rumah Tempe Indonesia
9 Tata Letak Dalam Pabrik/ Ruang Produksi
10 Tahapan Produksi Tempe Segar RTI
11 Matriks IE pada Rumah Tempe Indonesia
12 Matriks SWOT pada Rumah Tempe Indonesia
7
8
12
15
20
26
27
31
33
34
47
49
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Berdasarkan
Masukan Hasil Unit Usaha Tahun 2011-2012
2 Pertumbuhan Jumlah UMKM dan Usaha Besar Tahun 2011- 2012
3 Pertumbuhan UKM Wilayah Bogor Tahun 2008-2012
4 Kisi-Kisi Teknik Pengambilan Data
5 Analisis Lingkungan Internal
6 Analisis Lingkungan Eksternal
7 Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Faktor Internal Menurut
Metode “Paired Comparison”
8 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
9 Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Menurut
Metode “Paired Comparison”
10 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
11 Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning)
12 PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar
Harga Konstan (2000) Tahun 2008- 2012 (Jutaan Rupiah)
13 Indeks Perkembangan Kota Bogor 2008- 2012 (%)
14 Matriks IFE pada Rumah Tempe Indonesia
15 Matriks EFE pada Rumah Tempe Indonesia
1
2
2
19
21
21
22
23
24
25
28
35
42
45
46
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perolehan Bobot Faktor Kunci Internal
2 Perolehan Peringkat Faktor Kunci Internal
3 Perolehan Bobot Faktor Kunci Eksternal
4 Perolehan Peringkat Faktor Kunci Eksternal
5 Perolehan Matriks QSP
6 Dokumentasi Penelitian Rumah Tempe Indonesia
56
57
58
59
60
61
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan
2000 pada tahun 2013 mencapai Rp 2 770.3 triliun, nilai tersebut menunjukkan
PDB Indonesia naik sebesar Rp 151.4 triliun dibandingkan tahun 2012 (PDB
senilai Rp 2 618.9 triliun). Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh
sebesar 5.78 persen dibanding tahun 2012, dimana semua sektor ekonomi
mengalami pertumbuhan. Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi
terbesar terhadap total pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar
1.42 persen (BPS 2013). Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM yang
dapat dilihat pada Tabel 1, perkembangan PDB atas dasar harga konstan dari hasil
unit usaha di dalam negeri mengalami kenaikan sebesar 6.23% dari tahun 2011
hingga tahun 2012. Kenaikan PDB hasil unit usaha dari Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) mengalami kenaikan sebesar 6% sedangkan dari usaha besar
mengalami kenaikan sebesar 6.54%. Akan tetapi walaupun kenaikan dari hasil
usaha besar lebih tinggi 0.54%, sebagian besar kenaikan PDB hasil unit usaha
tersebut dihasilkan dari UMKM dibandingkan dari usaha besar yang ada.
Bila dilihat dari pertumbuhan jumlah UMKM dan usaha besar tahun 2011 sampai
2012 pada Tabel 2, jumlah unit usaha di Indonesia mengalami pertumbuhan
sebesar 2.41%. Pada pertumbuhan ini, jumlah UMKM menunjukan peningkatan
yang lebih tinggi daripada usaha besar. Pertumbuhan UMKM dari tahun 2011
hingga 2012 sebesar 2.41% sedangkan usaha besar hanya mengalami
pertumbuhan sebesar 0.32%.
Di Kota Bogor, pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) berupa
industri pengolahan makanan semakin meningkat dan kompetitif. Upaya yang
Tabel 1 Perkembangan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Berdasarkan
Masukan Hasil Unit Usaha Tahun 2011-2012
Unit Usaha Tahun 2011
(Rp. Milyar)
Tahun 2012
(Rp. Milyar)
Perkembangan Tahun
2011-2012
Jumlah (Rp. Milyar) (%)
A. Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah
(UMKM)
1 369 326.0 1 451 460.2 82 134.2 6.00
- Usaha Mikro 761 228.8 790 825.6 29 596.8 3.89
- Usaha Kecil 261 315.8 294 260.7 32 944.9 12.61
- Usaha Menengah 346 781.4 366 373.9 19 592.5 5.65
B. Usaha Besar 1 007 784.0 1 073 660.1 65 876.1 6.54
(A+B) PDB Atas
Dasar Harga Konstan
2000
2 377 110.0 2 525 120.4 148 010.4 6.23
Sumber: Kemenkop (2013)
2
dilakukan UKM untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu produk
yaitu memperbaiki bentuk agar menarik, menyesuaikan rasa dengan selera
konsumen, dan membuat kemasan yang menarik akan mempunyai daya tarik
tersendiri bagi konsumen. Oleh karena itu suatu usaha/ bisnis harus memberikan
perhatian terhadap mutu suatu produk untuk dapat bersaing. Banyak UKM yang
saling berlomba untuk mendapatkan pangsa pasar dan berusaha dalam
memperbaiki mutu bisnisnya. Jumlah UKM di wilayah Bogor tahun 2008 sampai
2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah
padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya
akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai
berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka
peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya.
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu
kedelai, tauco, snack, dan sebagainya (Kementan 2007).
Pangan olahan turunan kedelai yang dikonsumsi paling banyak oleh
masyarakat Indonesia adalah tempe dengan konsumsi rata-rata perkapita pertahun
selama lima tahun terakhir adalah sekitar 7.09 kg (SUSENAS 2013). Tempe
Tabel 3 Jumlah UKM di Wilayah Bogor Tahun 2008-2012
Uraian Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Usaha Mikro (Unit) 25 718 25 804 26 320 26 846 27 383
Usaha Kecil (Unit) 4 822 4 838 4 936 5 038 5 139
Usaha Menengah (Unit) 1 607 1 614 1 646 1 679 1 710
Jumlah UKM (Unit) 32 147 32 256 32 901 33 559 33 572
Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor (2013)
Tabel 2 Pertumbuhan Jumlah UMKM dan Usaha Besar Tahun 2011-2012
Unit Usaha Tahun 2011
(Unit)
Tahun 2012
(Unit)
Pertumbuhan Tahun 2011-
2012
Jumlah (Unit) (%)
A. Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah
(UMKM)
55 206 444 56 534 592 1 328 147 2.41
- Usaha Mikro 54 559 969 55 856 176 1 296 207 2.38
- Usaha Kecil 602 195 629 418 27 223 4.52
- Usaha Menengah 44 280 48 997 4 717 10.56
B. Usaha Besar (UB) 4 952 4 968 16 0.32
(A+B) Jumlah UMKM
dan Usaha Besar 55 211 396 56 539 560 1 328 63 2.41
Sumber: Kemenkop (2013)
3
dengan bahan baku kedelai merupakan menu makanan sehari- hari yang sudah ada
sejak dulu dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Pada masa lalu, tempe sebagian
besar dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah saja. Hal ini disebabkan kualitas
dan cara pengolahan serta penyalurannya masih tradisional, termasuk dalam
sanitasi dan tingkat kebersihannya.
Perumusan Masalah
Rumah Tempe Indonesia (RTI) merupakan unit bisnis dari Koperasi
Pengrajin Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor. RTI merupakan
suatu usaha pengolahan makanan berbentuk UKM yang bergerak di bidang
pengolahan kedelai khususnya tempe di Kota Bogor yang telah berdiri sejak
pertengahan tahun 2012. Usaha ini didirikan sebagai upaya meningkatkan kualitas
produksi tempe menjadi lebih baik, sehingga dapat membuka pandangan
masyarakat umum sebagai konsumen tempe bahwa produk tempe telah dapat
diproduksi lebih higienis dan ramah lingkungan. RTI juga dibangun untuk
memberikan inspirasi dan menjadi referensi serta tempat belajar bagi pengrajin
tempe lain, sehingga mereka turut memproduksi tempe secara lebih
ramah lingkungan dan higienis.
RTI adalah pelopor dan masih satu-satunya produsen tempe higienis di
Indonesia karena telah menerapkan konsep Good Hygienic Practices (GHP) dan
Good Manufacturing Practices (GMP). Tempe yang dihasilkan telah mendapat
sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) dari lembaga
sertifikasi Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor dan telah memenuhi
persyaratan mutu tempe sesuai SNI Nomor 3144 Tahun 2009. Produksi tempe
yang dihasilkan oleh RTI memiliki merek dagang TEMPEKITA dengan daya
tahan dua kali tempe yang diproduksi secara tradisional.
Adanya tempe berbagai merek di pasar- pasar modern seperti di supermarket
(Giant Ekstra, Yogya, dll) mengindikasi adanya pesaing bagi RTI. Selain
menghadapai persaingan, dalam menjalankan kegiatan usahanya, Rumah Tempe
Indonesia juga memiliki beberapa peluang. Pertama, adanya peningkatan
pemasukan dari hasil UMKM terhadap PDB nasional. Kedua, peningkatan jumlah
UMKM secara nasional maupun di kota Bogor. Ketiga, RTI sering mendapat
kunjungan dari instansi maupun individu dari luar negeri seperti Amerika Serikat,
Australia, Thailand, dan Singapura. Peluang pertama dan kedua mengenai
peningkatan hasil UMKM terhadap PDB dan peningkatan jumlah UMKM secara
nasional maupun di Kota Bogor selain menjadi peluang bagi RTI juga
mengindikasi adanya peningkatan akan persaingan. Indikasi adanya persaingan
dan peluang bagi Rumah Tempe Indonesia di tengah perkembangan
perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa Rumah Tempe Indonesia harus
melakukan langkah-langkah strategis untuk dapat bersaing dan mengembangkan
bisnisnya. Langkah strategis juga agar omset penjualan meningkat yang pada
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan juga sebagai pencapaian visi, misi,
dan tujuan yang dimiliki.
Langkah strategis ini dimulai dengan proses perumusan strategi terlebih
dahulu untuk dapat diimplementasikan dalam usaha yang dijalani. Pada proses
perumusan strategi pengembangan bisnis/ usaha yang efektif dibutuhkan
serangkaian proses analisis internal dan eksternal untuk mengidentifikasikan
4
variabel kunci berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang akan
berpengaruh terhadap pengembangan bisnis Rumah Tempe Indonesia. Setelah
proses analisis tersebut kemudian proses analisis dilanjutkan dengan
menggunakan kekuatan dan memperbaiki kelemahan serta memanfaatkan peluang
dan menghindari ancaman yang ada sehingga prioritas strategi dapat dipilih untuk
diimplementasikan.
Berdasarkan persaingan dan peluang yang ada bagi usaha Rumah Tempe
Indonesia maka permasalahan yang akan dianalisis pada penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa saja faktor kunci lingkungan internal dan eksternal yang memengaruhi
usaha Rumah Tempe Indonesia?
2. Apa saja alternatif dan prioritas strategi pengembangan usaha yang sesuai
dan dapat dilakukan Rumah Tempe Inonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor kunci lingkungan internal dan eksternal yang
memengaruhi usaha Rumah Tempe Indonesia
2. Merumuskan alternatif strategi dan menetapkan prioritas strategi
pengembangan usaha berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan
eksternal Rumah Tempe Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu pengkajian lingkungan internal dan
eksternal serta merumuskan alternatif dan prioritas strategi pengembangan usaha
yang tepat bagi usaha Rumah Tempe Indonesia. Hasil penelitian ini hanya sebatas
pengkajian dan perumusan strategi pengembangan usaha, sedangkan tahap
implementasi, evaluasi dan seluruh penerapannya diserahkan kepada manajemen
Rumah Tempe Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Tempe bukan bahan pangan yang asing bagi orang Indonesia, terutama
masyarakat Jawa. Manuskrip Serat Centini yang terbit sekitar tahun 1815 di
Keraton Solo mencatat, kebiasaan makan tempe sudah ada sejak berabad-abad
sebelumnya. Sedangkan buku pertama yang mengemukakan berbagai hal
mengenai tempe diterbitkan pada tahun 1895 oleh seorang ahli mikrobiologi
Belanda, H.C. Princen Gereligs (Koswara, 1992). Prospek industri tempe sangat
baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 diperkirakan
mencapai empat persen per tahunnya (Solahudin 1998). Terdapat faktor- faktor
yang memengaruhi konsumsi tempe di kota Bogor. Beberapa faktor yang
memengaruhi yaitu harga tempe, harga tahu, harga telur, jumlah anggota keluarga,
pendidikan terakhir, kelas ekonomi bawah, dan kelas ekonomi menengah secara
5
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap konsumsi tempe di Kota Bogor pada
taraf nyata lima persen (Setiawan 2011).
Usaha tempe dapat dikatakan menguntungkan karena memiliki nilai
pendapatan atas biaya produksi yang positif. Usaha tempe yang dijalankan setelah
kenaikan harga kedelai masih memberikan keuntungan bagi pengrajin. Hal ini
dapat dilihat dari pendapatan yang positif dan nilai R/C rasio yang lebih besar dari
satu atas biaya total setelah kenaikan harga kedelai maupun atas biaya tunai
setelah kenaikan harga kedelai (Amalia 2008). Harvita mengatakan (2007),
keadaan industri kecil tempe di Pulau Jawa dan Lampung hampir seluruhnya
(90%) belum menerapkan prinsip-prinsip sanitasi dan higiene yang baik dan benar
dalam proses produksi pangan. Produk yang dihasilkan seluruhnya berupa tempe
segar dan belum melakukan diversifikasi produk. Tempe segar yang dihasilkan
menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tempe dengan alasan
antara lain: (1) ukuran biji lebih besar dan seragam serta kulit tipis, (2) kedelai
mudah diperoleh, (3) kedelai cukup bersih dan harga relatif stabil. Produk tempe
segar dipasarkan di pasar-pasar tradisonal, langsung kepada konsumen di pasar,
didistribusikan ke warung tegal, katering, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan
dan sebagainya.
Formulasi strategi pengembangan bisnis adalah bagian dari manajemen
strategi suatu perusahaan yang dapat mengarahkan bisnis pada lingkungan yang
dinamis sesuai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang yang dimiliki.
Tahap input pada strategi pengembangan usaha jamur pada The Pinewood Farm
di Bogor dilakukan dengan menganalisis faktor lingkungan internal dan eksternal.
Analisis faktor lingkungan internal menggunakan matriks IFE (Internal Factor
Evaluation) menghasilkan kekuatan utama berupa kualitas produk jamur baik dan
mampu memproduksi juga membuat bibit sendiri dan kelemahan utama berupa
kapasitas produksi jamur belum optimal. Analisis faktor lingkungan eksternal
menggunakan matriks EFE (External Factor Evaluation) menghasilkan peluang
utama berupa adanya peningkatan permintaan komoditas jamur dan ancaman
utama berupa peningkatan persaingan dalam industri jamur besar (Wira 2011).
Imran (2003) mengatakan bahwa di tahap input strategi pengembangan
usaha kecil dodol nenas Mekar Sari, analisis faktor lingkungan internal pada
matriks IFE didapatkan kekuatan utama berupa lebelisasi kemasan sudah lengkap
dan kelemahan utama adalah kurangnya promosi. Hasil analisis faktor lingkungan
eksternal pada matriks EFE yaitu peluang utama berupa penempatan dodol nenas
menjadi salah satu prioritas pengembangan oleh Pemda Subang dan ancaman
utama berupa kenaikan harga pokok bahan baku yang diakibatkan kenaikan inflasi.
Arum (2011) mengatakan bahwa tahap input strategi pengembangan usaha sari
buah belimbing pada CV Tirta Indah Sentosa di Kota Depok menganalisis faktor
lingkungan eksternal dan internal sehingga didapatkan beberapa peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan.
Tahap pencocokan menggunakan matriks IE menunjukkan posisi The
Pinewood Farm berada pada kuadran II (tumbuh dan kembangkan) dan dihasilkan
tujuh alternatif strategi dari matriks SWOT. Pada tahap keputusan strategi
menggunakan matriks QSP prioritas strategi yang dihasilkan yaitu menambah area
produksi perusahaan melalui penambahan kumbung jamur, peningkatan efisiensi
produksi untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan penghematan melalui
efisiensi biaya total dalam menghadapi ancaman (Wira 2011). Tahap pemaduan
6
menggunakan matriks IE pada usaha kecil dodol nenas Mekar Sari menunjukkan
posisi kuadran V (pertahankan dan pelihara). Selanjutnya dari matriks SWOT
dihasilkan tujuh strategi dan pada tahap pemilihan strategi pengembangan usaha
menggunakan AHP, strategi yang memiliki prioritas tertinggi yaitu
memaksimalkan penjualan di jalur lalu lintas utama, obyek wisata dan tempat
tempat strategis lainnya serta meningkatkan volum usaha (Imran 2003). Matriks
IE pada CV Tirta Indah Sentosa menunjukkan posisi perusahaan berada pada sel
V yaitu pada kondisi pertahankan dan pelihara. Selanjutnya dihasilkan tujuh
alternatif strategi dari matriks SWOT dan diteruskan pada tahap keputusan
menggunakan QSPM. Maka prioritas strategi yang dihasilkan yaitu peningkatan
penggunaan teknologi produksi, informasi dan pemasaran (Arum 2011).
Pada penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan bisnis terdapat
beberapa tahap dalam merumuskan strategi. Tahap perumusan strategi diawali
dengan tahap pemasukan data (tahap input) kemudian dilanjutkan dengan tahap
pencocokan untuk menghasilkan beberapa alternatif strategi lalu diprioritaskan
pada tahap keputusan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
terletak pada objek kajian, tempat penelitian dan hasil dalam penelitian. Penelitian
ini merupakan kegiatan merumuskan strategi pengembangan bisnis pada usaha
Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang terletak di Kota Bogor, Jawa Barat. Adapun
persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada alat analisis tahap input dan
pencocokan yaitu menggunakan matriks IFE, EFE, IE dan SWOT.
Pada tahap keputusan penelitian ini, cara memprioritaskan strategi berbeda
dengan penelitian Imran (2003) yang menggunakan AHP, peneliti menggunakan
QSPM yang bertujuan untuk mendapatkan strategi berdasarkan prioritas dari
alternatif-alternatif strategi yang didapat melalui matriks IE dan matiks SWOT.
QSPM membutuhkan penyusun strategi untuk mengintregasikan faktor internal
dan eksternal yang relevan ke dalam proses keputusan dan didesain untuk
menentukan daya tarik relatif dari alternatif tindakan yang layak. QSPM
digunakan karena keunggulannya yaitu set strategi dapat dievaluasi secara
bertahap atau bersama-sama dan tidak ada batasan untuk jumlah strategi yang
dapat dievaluasi atau jumlah set strategi yang dapat dievaluasi pada satu saat
menggunakan QSPM.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Strategi
Strategi saat ini menjadi kata kunci dalam daftar bahasa manajemen puncak
(McNamee 1992). Strategi adalah menetapkan arah kepada “manajemen” tentang
sumberdaya di dalam bisnis dan tentang bagaimana mengidentifikasi kondisi yang
memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di
dalam pasar (Dirgantoro 2001). Strategi adalah rencana berskala besar, bertujuan
ke masa depan untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan demi mancapai
tujuan perusahaan (Pearce dan Robinson 2009). Strategi dalam bisnis adalah kunci
pada manajemen puncak dengan rencana skala besar berkelanjutan yang
7
mengarahkan seluruh sumberdaya di dalamnya dan mengidentifikasi berbagai
kondisi demi mencapai tujuan perusahaan di masa depan, memperoleh
keuntungan terbaik dan memenangkan persaingan dalam pasar.
Tingkatan Strategi
Perusahaan pada umumnya mempunyai tiga tingkatan strategi yaitu strategi
korporasi, strategi unit bisnis, dan strategi fungsional (Umar 2010). Tingkatan
strategi di dalam perusahaan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Tingkatan Strategi di Dalam Perusahaan
Sumber: Purwanto (2007)
Konsep Manajemen Strategis
Manajemen strategis berkaitan dengan jangka panjang, fundamental dan
keputusan tentang misi perusahaan yang seringkali tak dapat diubah, skala operasi
dan penyebaran kegiatan pada perusahaan (McNamee 1992). Manajemen
strategis merupakan seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan
mengevaluasi keputusan yang bersifat lintas fungsional yang memungkinkan
organisasi mencapai tujuannya (David 2004). Menurut Pearce dan Robinson
(2009), manajemen strategis didefinisikan sebagai satu set keputusan dan tindakan
yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk
meraih tujuan suatu perusahaan. Jauch dan Glueck (1995) menyatakan bahwa
manajemen strategis akan membantu perusahaan dalam melihat ancaman dan
peluang di masa mendatang yang memungkinkan organisasi untuk dapat
mengantisipasi kondisi yang selalu berubah.
Manajemen strategis bisnis adalah tindakan yang dilakukan perusahaan
atau organisasi yang di dalamnya terdapat proses memformulasikan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan atau rencana fungsional dari
suatu perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuan jangka pendek dan
jangka panjangnya pada lingkungan yang dinamis. Manajemen strategis
menyediakan sasaran serta arah yang jelas bagi masa depan perusahaan.
Perusahaan yang mengembangkan sistem manajemen strategi memiliki
Strategi Tingkat
Fungsional
Strategi Tingkat
Bisnis
Strategi Tingkat
Korporat
Perusahaan
Multibisnis
Unit Bisnis B
Pemasaran
Unit Bisnis A
SDM Produksi R & D Keuangan
8
kemungkinan lebih besar untuk berhasil dan berkelanjutan dibandingkan dengan
perusahaan yang tidak mengembangkan manajemen strategi.
Proses Manajemen Strategis
David mengatakan bahwa proses manajemen strategis (strategic
management process) terdiri dari tiga tahap: formulasi strategi, implementasi
strategi, dan evaluasi strategi seperti pada model komprehensif proses manajemen
strategis pada Gambar 2. Pada penelitian ini proses manajemen strategis hanya
dilakukan sebatas pada tahap formulasi strategi, untuk tahap selanjutnya yaitu
tahap implementasi strategi dan tahap evaluasi strategi dilakukan oleh pihak
perusahaan sesuai pertimbangan bagian manajemen perusahaan.
Gambar 2 Model Komprehensif Proses Manajemen Strategis
Sumber: David (2004)
Perumusan (Formulasi) Strategi
Perumusan strategi menggabung perspektif yang berorientasi masa depan
dengan pertimbangan mengenai lingkungan internal dan eksternal (Pearce dan
Robinson 2009). Perumusan strategi terdiri dari mengembangkan misi bisnis,
mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan kekuatan dan
kelemahan internal, menetapkan obyektif jangka panjang, menghasilkan strategi
alternatif, dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan (David 2004).
Perumusan strategi menurut para pakar adalah salah satu tahap dari manajemen
strategi yang terdiri dari mengembangkan misi bisnis, menetapkan kekuatan dan
kelemahan internal, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan,
menghasilkan strategi alternatif, dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.
Visi
Visi perusahaan adalah wawasan luas ke masa depan dari manajemen dan
merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai oleh perusahaan di masa
Mengembang-kan pernyataan
visi misi
Analisis
Faktor
Internal
Analsis
Faktor
Eksternal
Menetapkan tujuan
jangka
panjang
Merumuskan
mengevaluasi dan memilih
strategi
Implementasi strategi,
isu
manajemen strategi
Formulasi strategi
Implementasi
strategi – isu –
isu pemasaran,
keuangan,
akuntansi, penelitian dan
pengembang-
an sistem
informasi
Mengukur dan
mengevaluai
kinerja
Implementasi strategi Evaluasi strategi
9
mendatang selain itu visi akan memberi arah dan ide aktual ke manajemen dalam
proses pembuatan keputusan (Purwanto 2007). Visi perusahaan merupakan cita-
cita yang ingin dicapai yang ada dalam benak pendiri perusahaan dan mewakili
seluruh anggota perusahaan (Umar 2010). Visi diperlukan agar selama dalam
masa keberlangsungan organisasi perusahaan semua komponen terkait memiliki
arah dan pegangan dalam menjalankan perusahaan selain itu visi diperlukan untuk
memotivasi tenaga kerja secara efektif (David 2004). Visi dari suatu perusahaan
merupakan wawasan luas ke masa depan dan cita-cita pendiri perusahaan yang
akan memberi arah dan ide aktual pada proses pembuatan keputusan di dalam
manajemen agar selama masa keberlangsungannya, semua komponen terkait
memiliki arah dan pegangan dalam menjalankan perusahaan.
Misi
Misi bisnis dipandang sebagai mata rantai antara melaksanakan beberapa
fungsi sosial dan tujuan yang lebih khas dari suatu organisasi yang dapat
digunakan sebagai legitimasi keberadaan perusahaan (Jauch dan Glueck 1995).
Misi merupakan pernyataan mengenai tatanan atas nilai dan kepercayaan
perusahaan yang menjadi dasar kegiatan atau peranan yang diharapkan
masyarakat dari badan usaha (Purwanto 2007). Misi adalah penjabaran secara
tertulis mengenai visi agar menjadi mudah dimengerti atau jelas bagi seluruh staff
perusahaan (Umar, 2010). Pernyataan misi yang baik mengungkapkan pelanggan,
produk atau jasa, pasar, teknologi, pemikiran untuk bertahan hidup, falsafah,
konsep diri, pemikiran untuk citra publik, dan pemikiran untuk karyawan (David
2004). Misi bisnis dari sebuah perusahaan merupakan penjabaran secara tertulis
mengenai visi yang mengungkapkan pelanggan, produk atau jasa, pasar, teknologi,
pemikiran untuk bertahan hidup, falsafah, konsep diri, pemikiran untuk citra
publik, dan pemikiran untuk karyawan.
Analisis Lingkungan Internal
Jauch dan Glueck (1995) menyatakan bahwa analisis lingkungan internal
adalah proses di mana perencana strategi mengkaji pemasaran dan distribusi,
penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumberdaya dan karyawan,
serta faktor keuangan dan akuntansi dari suatu perusahaan untuk mengidentifikasi
dengan jelas kekuatan dan kelemahan perusahaan saat ini. Pearce dan Robinson
(2009) mengungkapkan bahwa lingkungan internal dapat memperlihatkan daftar
kekuatan dan kelemahan yang berada dalam kontrol perusahaan. Analisis
lingkungan internal adalah salah satu aktivitas manajemen strategis dengan
mengenali dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam berbagai
bidang fungsional dari bisnis (David 2004).
David (2004) membagi bidang fungsional bisnis dalam analisis lingkungan
internal, yaitu :
1. Manajemen
Manajemen merupakan suatu tingkatan sistem pengaturan organisasi yang
mencakup sistem produksi, distribusi, pemasaran, pengelolaan sumber daya
manusia, dan keuangan. Fungsi manajemen terdiri atas lima aktivitas besar
yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penunjukan staf, dan
pengendalian.
10
2. Pemasaran
Pemasaran dapat diuraikan sebagai proses menetapkan, mengantisipasi,
menciptakan, dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan
produk dan jasa. Terdapat sembilan dasar fungsi pemasaran yaitu (1)
analisis pelanggan (2) membeli sediaan (3) menjual produk/ jasa (4)
merencanakan produk dan jasa (5) menetapkan harga (6) distribusi (7) riset
pemasaran (8) analisis peluang dan (9) tanggung jawab sosial.
3. Keuangan/ Akunting
Kondisi keuangan sering dianggap ukuran tunggal terbaik dari posisi
bersaing perusahaan dan daya tarik bagi investor. Menetapkan kekuatan dan
kelemahan keuangan amat penting untuk merumuskan strategi secara efektif.
Fungsi keuangan/ akunting terdiri dari keputusan investasi, keputusan
finansial, dan keputusan deviden.
4. Produksi/ Operasi
Fungsi produksi/ operasi dari suatu usaha terdiri dari semua aktivitas yang
mengubah masukan menjadi barang atau jasa. Manajemen produksi dan
operasi menangani masukan, pengubahan, dan keluaran yang bervariasi
antar industri dan pasar. Fungsi produksi/ operasi terdiri dari proses,
kapasitas, sediaan, tenaga kerja dan mutu.
5. Penelitian dan Pengembangan
Istilah penelitian dan pengembangan digunakan untuk menggambarkan
beragam kegiatan. Dalam beberapa institusi, para ilmuwan melakukan
penelitian dan pengembangan dasar di laboratorium dan berkonsentrasi pada
masalah teoritis, sementara di perusahaan para ahli melakukan
pengembangan prodik dengan berkonsentrasi pada peningkatan kualitas
produk.
6. Sistem Informasi
Sistem infomasi bertujuan untuk memperbaiki prestasi perusahaan dengan
memperbaiki mutu keputusan menejerial. Sistem informasi manajemen yang
efektif mengumpulkan, memberi kode, menyimpan, mensintesa dan
menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat menjawab
pertanyaan operasional dan strategis yang penting. Sistem informasi
computer yang efektif memanfaatkan perangkat keras komputer, perangkat
lunak, model untuk analisis, dan database.
Analisis lingkungan internal pada suatu usaha atau bisnis adalah salah satu
aktivitas manajemen strategis dimana perencana strategi mengenali dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam berbagai bidang
fungsional dari bisnis yang berada dalam kontrol perusahaan. Bidang fungsional
yang dimaksud pada analisis lingkungan internal suatu usaha atau bisnis terdiri
dari (1) manajemen (2) pemasaran (3) keuangan/ akunting (4) produksi/ operasi
(5) penelitian dan pengembangan dan (6) sistem informasi.
Kekuatan dan Kelemahan
Pearce dan Robinson (2009) mengungkapkan bahwa kekuatan merupakan
sumber daya (kapabilitas) yang dikendalikan oleh perusahaan ataupun tersedia
bagi suatu perusahaan yang membuat perusahaan tersebut relatif lebih unggul
dibandingkan pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang
11
dilayaninya, sedangkan kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan
dalam satu atau lebih sumber daya (kapabilitas) suatu perusahaan dibandingkan
pesaingnya, kelemahan ini menghambat efektifitas dari kinerja perusahaan.
Kekuatan adalah aktivitas dalam kendali organisasi yang prestasinya luar biasa
baik, sedangkan kelemahan adalah aktivitas dalam kendali organisasi yang
prestasinya luar biasa buruk (David 2004).
Kekuatan menurut para pakar adalah prestasi baik dari sumber daya dan
aktivitas yang dimiliki dan dikendalikan perusahaan yang membuat perusahaan
relatif lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Sedangkan kelemahan adalah
prestasi buruk, keterbatasan dan kekurangan dari sumber daya dan aktivitas yang
dimiliki dan dikendalikan perusahaan apabila dibandingkan dengan pesaingnya.
Kelemahan pada perusahaan akan menghambat efektifitas dari kinerja perusahaan
dalam berbisnis.
Analisis Lingkungan Eksternal
Pearce dan Robinson (2009) mengatakan bahwa lingkungan eksternal
adalah faktor-faktor di luar kendali perusahaan yang dapat mempengaruhi pilihan
arah dan tindakan, struktur organisasi, dan proses internal perusahaan. Analisis
lingkungan eksternal menekankan pada mengenali dan mengevaluasi
kecendrungan dan peristiwa di luar kendali perusahaan sehingga perusahaan dapat
merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang dan menghindari atau
mengurangi dampak ancaman (David 2004).
David (2004) membagi kekuatan eksternal menjadi lima kategori besar yaitu
(1) kekuatan ekonomi (2) kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan (3)
kekuatan politik pemerintah dan hukum (4) kekuatan teknologi dan (5) kekuatan
persaingan. Porter (1991) mengungkapkan bahwa keberhasilan suatu industri
ditentukan oleh daya tarik industri baik potensi laba atau intesitas persaingan dan
posisi daya saing perusahaan. Intesitas dan kemampuan perusahaan dalam industri
ditentukan oleh kekuatan persaingan yang ada dalam industri. Istilah kekuatan
persaingan ini disebut dengan Model Lima Kekuatan Bersaing Porter (Porter’s
Five Competitive Forces Model) yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Analisis lingkungan eksternal adalah mengenali dan mengevaluasi
kecendrungan dan peristiwa di luar kendali perusahaan yang dapat mempengaruhi
pilihan arah dan tindakan, struktur organisasi, dan proses internal perusahaan,
sehingga perusahaan dapat merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang
dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman. Kekuatan eksternal dapat
dikategorikan menjadi lima kategori besar yaitu (1) kekuatan ekonomi (2)
kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan (3) kekuatan politik
pemerintah dan hukum (4) kekuatan teknologi dan (5) kekuatan persaingan
(persaingan industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk subtitusi, daya
tawar pemasok, dan daya tawar pembeli).
Peluang dan Ancaman
Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada suatu keadaan ekonomi,
sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum, pemerintah, teknologi, dan
kecenderungan persaingan serta peristiwa yang dapat memberi keuntungan atau
12
Gambar 3 Model Lima Kekuatan Bersaing Porter
Sumber: Pearce dan Robinson (2009)
merugikan suatu organisasi secara signifikan di masa depan (David 2004).
Peluang dan ancaman ini berupa kondisi diluar kendali perusahaan sehingga
perusahaan perlu merumuskan strategi untuk memanfaatkan keuntungan dari
peluang dan menghindari ataupun mengurangi dampak kerugian dari ancaman
eksternal.
Alternatif Strategi
Alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh organisasi atau perusahaan
dikategorikan menjadi empat jenis dengan tiga belas tindakan. Alternatif-alternatif
tipe strategi tersebut adalah (David 2004):
1. Strategi Integrasi, memungkinkan sebuah perusahaan untuk mendapatkan
kontrol terhadap distributor, pemasok dan pesaing. Tipe strategi integrasi
terdiri dari:
a. Integrasi ke Depan, tipe strategi untuk memperoleh kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas distributor atau pengecer.
b. Integrasi ke Belakang, tipe strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok.
c. Integrasi Horisontal, tipe strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas para pesaing .
2. Strategi Intensif, dilakukan secara intensif untuk memperbaiki posisi
kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini. Tipe strategi
intensif terdiri dari :
a. Penetrasi Pasar, tipe strategi untuk mencari pangsa pasar lebih besar
untuk barang dan jasa yang sudah ada dengan usaha pemasaran yang
lebih gencar.
b. Pengembangan Pasar, tipe strategi untuk memperkenalkan produk-
produk yang sudah ada ke wilayah geografi baru.
c. Pengembangan Produk, tipe strategi untuk meningkatkan penjualan
dengan memperbaiki atau mengembangkan produk atau jasa yang
sudah ada.
Daya tawar pemasok
Persaingan Industri
Intensitas persaingan
Pendatang Baru
Substitusi
Pemasok Pembeli
Ancaman produk substitusi
Ancaman dari pendatang baru
Daya tawar pembeli
13
3. Strategi Diversifikasi, strategi ini dilakukan dengan cara mendiversifikasi
aktivitas bisnis. Tipe strategi diversifikasi terdiri dari:
a. Diversifikasi Konsentrik, tipe strategi untuk menambah produk atau
jasa baru tetapi berkaitan secara luas.
b. Diversifikasi Horisontal, tipe strategi untuk menambah produk atau jasa
baru tetapi tidak berkaitan untuk pelanggan yang sama.
c. Diversifikasi Konglomerat, tipe strategi untuk menambah produk atau
jasa baru tetapi tidak berkaitan.
4. Strategi Defensif, merupakan tipe strategi bertahan. Strategi ini terdiri dari:
a. Usaha Patungan, dua atau lebih perusahaan memberntuk kemitraan atau
konsorsium sementara untuk tujuan kapitalisasi atau beberapa peluang.
b. Penghematan, mengubah organisasi dengan penghematan biaya dan
aset untuk membalik penjualan dan laba yang menurun.
c. Divestasi, menjual satu atau sebagian dari perusahaan kepada pihak
lain.
d. Likuidasi, menjual seluruh aset perusahaan bagian per bagian atas nilai
aset berwujud.
Ada beberapa strategi alternatif yang dapat dipilih perusahaan pada akhir proses
perumusan strategi yaitu strategi integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi
dan strategi defensif. Strategi alternatif ini dipilih sebagai solusi dalam mencapai
tujuan perusahaan atau organisasi di masa yang akan datang dan pemilihannya
dipengaruhi beberapa faktor yang perlu dianalisis.
Matriks IFE, EFE, dan Matriks IE
Matriks IE (Internal- Eksternal) menggunakan parameter yang meliputi
parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masing-
masing akan diidentifikasi ke dalam elemen eksternal dan internal melalui matriks
Eksternal Factor Evolution (EFE) dan Internal Factor Evolution (IFE). Tujuan
penggunaan matriks IE adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat
perusahaan yang lebih detail (Rangkuti 2005). Matriks EFE digunakan untuk
mengevaluasi faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan sedangkan matriks
IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting (Umar 2008). Matriks IE
memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel.
Matriks IE dikembangkan saat ini untuk menggambarkan harapan- harapan di
masa mendatang. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total skor
IFE pada sumbu x dan total skor EFE pada sumbu y (David 2004)
Matriks SWOT
Menurut Pearce dan Robinson (2009), analisis matriks SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, Threat) merupakan teknik historis menciptakan gambaran
umum secara cepat mengenai situasi strategis perusahaan yang didasarkan pada
asumsi bahwa strategi yang efektif diturunkan dari kesesuaian yang baik antara
sumber daya internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dengan situasi
eksternalnya (peluang dan ancaman). Matriks SWOT merupakan matching tool
14
(alat penyesuaian) untuk memantu para manajer mengembangkan empat tipe
strategi yaitu: (David, 2006)
1. Strategi SO (Strengths - Opportunities). Strategi ini menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar
perusahaan.
2. Strategi WO (Weaknesses - Opportunities). Strategi ini bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan
memanfaaatkan peluang-peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strengths - Threats). Melalui strategi ini perusahaan berusaha
untuk menghindari atau mengurangi dampak dan ancaman-ancaman
eksternal dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya.
4. Strategi WT (Weaknesses - Threats). Strategi ini merupakan taktik untuk
bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan berusaha
menghindari ancaman.
Matriks QSP
Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning) atau Matriks Perencanaan
Strategi Kuantitatif adalah teknik analisis yang didisain untuk menentukan daya
tarik relatif dari alternatif tindakan yang layak (David, 2004). Teknik QSPM
membutuhkan penyusun strategi untuk mengintregasikan faktor internal dan
eksternal yang relevan ke dalam proses pengambilan keputusan. Secara objektif
teknik ini dilakukan untuk memilih strategi mana yang terbaik berdasarkan
alternatif strategi yang ada.
Kerangka Pemikiran Operasional
Tempe merupakan salah satu pangan khas Indonesia yang tidak bisa terlepas
dari masyarakat Indonesia. Tempe biasa diproduksi secara tradisional dan dijual
relatif murah. Rumah Tempe Indonesia (RTI) merupakan unit bisnis berbentuk
ukm dan salah satu produsen tempe yang terletak di kota Bogor. Bisnis RTI baru
berjalan sekitar 2 tahun ini belum memiliki pangsa pasar yang luas maka perlu
adanya strategi yang tepat untuk mengembangkan usahannya. Pada penelitian ini
penulis bermaksud memformulasikan strategi pengembangan bisnis Rumah
Tempe Indonesia. Alur keseluruhan konsep penelitian dijelaskan pada Gambar 4.
Tahap pertama penelitian ini diawali dengan melakukan analisis lingkungan
internal dan eksternal Rumah Tempe Indonesia menggunakan metode deskriptif.
Hasil dari analisis lingkungan internal digunakan sebagai informasi untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE, sedangkan hasil dari
analisis lingkungan eksternal digunakan sebagai informasi untuk mengidentifikasi
peluang dan ancaman pada matriks EFE. Tahap berikutnya dilanjutkan dengan
menentukan strategi alternatif menggunakan matriks IE dan matriks SWOT.
Tahap terakhir adalah tahap penentuan prioritas strategi. Alternatif strategi yang
dihasilkan pada matriks IE dan SWOT di urutkan berdasarkan prioritasnya. Alat
analisis yang digunakan yaitu QSPM. Hasil analisis QSPM berupa strategi dengan
nilai terbesar menjadi prioritas pertama dan menghasilkan rekomendasi strategi
yang dapat digunakan Rumah Tempe Indonesia dalam mengembangkan usahanya.
15
Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional Strategi Pengembangan Bisnis
Rumah Tempe Indonesia
Sumber: Data Primer (2014)
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Penelitian ini memiliki populasi yaitu usaha pengolahan kedelai (khususnya
tempe) di Kota Bogor sedangkan sampel yang dipakai untuk studi kasus ini yaitu
Rumah Tempe Indonesia. Rumah Tempe Indonesia terletak di kelurahan Cilendek
Indah, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan
Keterangan:
Ruang lingkup
penelitian
Internal
- Manajemen
- Pemasaran
- Keuangan
- Produksi dan Operasi
- Penelitian dan Pengembangan
-Sistem Informasi
Eksternal
- Kekuatan Ekonomi
- Kekuatan Sosial Budaya, Demografi
dan Lingkungan
- Kekuatan Politik, Pemerintah dan
Hukum
- Kekuatan Teknologi
- Kekuatan Persaingan
Analisis Lingkungan Usaha
Rumah Tempe Indonesia (RTI) adalah sebuah unit bisnis yang
berbentuk UMKM
Indikasi Persaingan dan Peluang:
1. Adanya tempe berbagai merek di pasar- pasar modern seperti di supermarket (Giant Ekstra, Yogya,
dll)
2. Adanya peningkatan pemasukan dari hasil UMKM terhadap PDB nasional.
3. Peningkatan jumlah UMKM secara nasional maupun di kota Bogor.
4. RTI sering mendapat kunjungan dari instansi maupun individu dari luar negeri seperti Amerika
Serikat, Australia, Thailand, dan Singapura.
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Identifikasi Peluang dan Ancaman
Penentuan Prioritas Strategi
Strategi Alternatif
Strategi Pengembangan Usaha
16
pertimbangan bahwa Rumah Tempe Indonesia merupakan produsen tempe
berkualitas premium di Kabupaten Bogor yang berpotensi mengembangkan
bisnisnya menjadi lebih besar. Selain itu pemilihan tempat tersebut juga
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan Rumah Tempe Indonesia untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan internal maupun eksternal.
Data dan Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2014 hingga Mei 2014
bertempat di Rumah Tempe Indonesia di Bogor, Jawa Barat. Jenis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
berasal dari wawancara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden.
Penentuan responden dilakukan dengan judgement sampling dengan pertimbangan
bahwa responden yang dimaksud memiliki kapasitas dan kemampuan dalam
merumuskan kebijakan perusahaan/ organisasi, termasuk merumuskan strategi
pengembangan dan mengenal betul dinamika bisnis yang dijalani. Responden
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pimpinan, Bagian Produksi, Bagian
Pemasaran, Bagian Operasional, dan Bagian Keuangan dari Rumah Tempe
Indonesia. Data sekunder diperoleh dari penelitian terdahulu dan literatur yang
terkait dengan topik penelitian ini.
Jenis data yang dikumpulkan untuk melakukan analisis faktor lingkungan
internal adalah : 1) Manajemen berupa data nama, sejarah, perkembangan dan keadaan umum
perusahaan, visi, misi dan tujuan, nama pendiri dan jumah karyawan
beserta tingkat pendidikannya, struktur organisasi beserta tugas dan
tanggung jawabnya, intensif yang diberikan untuk memotivasi kerja.
2) Pemasaran berupa data jenis produk, saluran distribusi produk, strategi
penetapan harga, kerjasama dan kemitraan, omset penjualan, kegiatan
promosi.
3) Keuangan berupa data kondisi ekonomi perusahaan, sumber modal dan
biaya-biaya.
4) Produksi/Operasi berupa data ketersediaan bahan baku, proses produksi,
kapasitas produksi, pengawasan produksi, fasilitas produksi.
5) Penelitian dan Pengembangan berupa data penerapan teknologi, inovasi dan
pengembangan produk.
6) Sistem Informasi berupa data pengumpulan dan penyajian informasi.
Jenis data yang dikumpulkan untuk melakukan analisis faktor lingkungan
eksternal adalah :
1) Kekuatan Ekonomi berupa data keadaan perekonomian secara umum,
tingkat pendapatan masyarakat, perkembangan tingkat harga produk dan
bahan baku.
2) Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan berupa data
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat
sekitar, laju pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk.
3) Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum berupa data stabilitas politik dan
keamanan, perundang-undangan peraturan pemerintah dalam perdagangan,
kebijakan pemerintah.
17
4) Kekuatan Teknologi berupa data perkembangan teknologi produksi,
perkembangan teknologi informasi, biaya aplikasi teknologi.
5) Kekuatan Persaingan
- Persaingan Industri berupa data tingkat pertumbuhan industri, jumlah
pesaing, karakteristik produk pesaing.
- Ancaman Pendatang Baru berupa jumlah pendatang baru dan hambatan
masuk industri.
- Ancaman Produk Subtitusi berupa data produk yang memiliki fungsi
yang sama, tingkat harga, tingkat penggunaan teknologi.
- Daya Tawar Pemasok berupa data jumlah pemasok, lokasi pemasok,
keberadaan pemasok lain, bentuk kerjasama, tingkat kepentingan
industri bagi pemasok, tingkat kepentingan produk yang dipasok bagi
industri, kekuatan tawar menawar pemasok, kemampuan pemasok
memenuhi bahan baku.
- Daya Tawar Pembeli berupa data loyalitas pelanggan terhadap produk
perusahaan, harga yang diterima pelanggan, kualitas produk yang dibeli
pelanggan, kekuatan tawar menawar pelanggan.
Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah interview guide, kuesioner dan alat pencatat. Berikut teknik pengumpulan
data pada penelitian ini:
1. Wawancara langsung dilakukan dengan pemilik dan responden ahli
(Manajer) Rumah Tempe Indonesia. Wawancara dilakukan dalam bentuk
diskusi dan percakapan dua arah dengan responden. Pada tahap wawancara
peneliti menggunakan instrumen berupa interview guide untuk
memudahkan peneliti menentukan alur pertanyaan dalam mewawancarai
responden dan memudahkan dalam proses analisis. Interview guide berisi
daftar pertanyaan yang akan membantu peneliti dalam menentukan faktor
internal kunci dan faktor eksternal kunci.
2. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Kekuatan
yang dimaksud adalah prestasi baik dari sumber daya dan aktivitas yang
dimiliki dan dikendalikan perusahaan yang membuat perusahaan relatif
lebih unggul dibandingkan pesaingnya sedangkan kelemahan adalah
prestasi buruk, keterbatasan dan kekurangan dari sumber daya dan aktivitas
yang dimiliki dan dikendalikan perusahaan apabila dibandingkan dengan
pesaingnya. Peluang yang dimaksud adalah kondisi baik diluar kendali
perusahaan yang bisa dimanfaatkan, sedangkan ancaman adalah kondisi
buruk di luar kendali perusahaan yang harus dihindari ataupun dikurangi
dampaknya. Kekuatan dan kelemahan didapatkan dengan melakukan
analisis lingkungan internal, sedangkan peluang dan ancaman didapatkan
dengan melakukan analisis lingkungan eksternal.
3. Pengisian bobot setiap faktor- faktor kunci. Bobot di sini menunjukkan
kepentingan relatif faktor-faktor kunci yang ada agar berhasil. Bobot dapat
diukur menggunakan metode paired comparison menurut teori Kinnear dan
Taylor (1992). Berikut rumus perolehan bobot yang digunakan:
αi = Bobot variabel ke-i
xi = Nilai variabel ke-i
i = 1,2,3,...n
n = Jumlah variabel
∑
18
Perolehan bobot pada setiap variabel (faktor kunci) didapat dengan
membagi jumlah nilai setiap variabel (xi) terhadap jumlah nilai keseluruhan
variabel (∑ ini 1 ).
4. Pengisian peringkat (rating) setiap faktor- faktor kunci. Peringkat menurut
David (2010) menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini
dalam merespon faktor tersebut dan ini didasarkan pada keadaan
perusahaan.
Data yang didapat dari pengisian bobot dan peringkat akan diolah dan
digunakan untuk menentukan posisi perusahaan saat ini pada matriks IE
(Internal-Eksternal). Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu
total nilai EFI (Evaluasi Faktor Internal) yang diberi bobot pada sumbu-x
dan total nilai EFE (Evaluasi Faktor Eksternal) yang diberi bobot pada
sumbu-y. Setelah itu, peneliti menggunakan matriks SWOT (Strengths,
Weakness, Opportunities, Threats) sebagai alat pencocokan dalam
mengembangkan empat tipe strategi (Strategi SO, WO, ST, dan WT).
Pencocokan dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal kunci.
5. Penentuan attaractiveness score (AS) dari tiap strategi dalam alternatif set
tertentu. AS adalah nilai numerik yang mengindikasi daya tarik relatif dari
setiap strategi di rangkaian alternatif tertentu. Secara khusus nilai AS harus
diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif satu
strategi atas strategi yang lain dengan mempertimbangkan faktor tertentu.
AS ditentukan dengan cara mengamati setiap faktor internal atau eksternal
kunci, pada suatu waktu tertentu, dan dengan mengajukan pertanyaan
“apakah faktor ini mempengaruhi strategi pilihan yang akan dibuat?” bila
jawaban “ya” maka strategi perlu diperbandingkan relatif terhadap faktor
kunci tersebut dan bila jawabannya “tidak” responden tidak perlu
memberikan nilai AS. Secara spesifik, nilai AS harus diberikan pada setiap
strategi untuk menunjukan daya tarik relatif dari satu strategi dengan
mempertimbangkan faktor tertentu.
Kisi-kisi instrumen (interview guide dan kuesioner) yang digunakan dalam
pengambilan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
metode perumusan strategi (Matriks IFE, Matriks EFE, Matriks IE, Matriks
SWOT, dan Matriks QSP). Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis data
kualitatif, sedangkan metode perumusan strategi digunakan untuk menganalisis
data kuantitatif. Sebelum melakukan analisis data, peneliti terlebih dahulu
melakukan pengolahan data menggunakan alat bantu software Microsoft Excel
2007 untuk tabulasi data dan perhitungan nilai bobot, nilai peringkat, nilai daya
tarik, Matriks IFE, Matriks EFE, dan Matriks QSP.
Metode Deskriptif
Pada penelitian ini analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif dalam
menggambarkan kondisi perusahaan yang bertujuan mendefinisikan visi, misi dan
tujuan perusahaan, karakteristik produk yang dihasilkan, tingkat pencapaian target
19
Sumber: Data Primer (2014)
Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen (Interview Guide dan Kuesioner) Penelitian
Variabel Indikator No. Butir Jumlah Ukuran Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis
Faktor Internal Manajemen a-m 13 Deskriptif Primer Ketua Deskriptif
Pemasaran a-n 14 Deskriptif Primer Manajer Pemasaran Deskriptif
Keuangan a-h 8 Deskriptif Primer Manajer Keuangan Deskriptif
Produksi/ Operasi a-j 10 Deskriptif Primer Manajer Produksi Deskriptif
Penelitian dan Pengembangan a-g 7 Deskriptif Primer Manajer Pengembangan Deskriptif
Sistem Informasi a-e 5 Deskriptif Primer Ketua Deskriptif
Faktor Eksternal Kekuatan Ekonomi a-f 6 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Sosial, Budaya,
Demografi dan Lingkungan
a-c 3 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Politik, Pemerintah
dan Hukum
a-c 3 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Teknologi a-d 4 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Persaingan Industri a-c 3 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Pendatang Baru a-b 2 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Produk Substitusi a-c 3 Deskriptif Primer & Sekunder Ketua, Manajer, Literatur Deskriptif
Kekuatan Daya Tawar
Pemasok
a-h 8 Deskriptif Primer Ketua, Manajer Produksi Deskriptif
Kekuatan Daya Tawar
Pembeli
a-d 4 Deskriptif Primer Ketua, Manajer Pemasaran Deskriptif
20
penjualan, kegiatan pemasaran, personalia, produksi dan operasi, penelitian dan
pengembangan serta sistem informasi yang digunakan perusahaan. Analisis ini
dilakukan dengan cara observasi langsung di lokasi penelitian dan wawancara.
Wawancara secara mendalam dilakukan menggunakan daftar pertanyaan
(kuesioner) yang telah dibuat sebelumnya dan dilakukan terhadap responden yang
telah dipilih secara sengaja.
Metode Perumusan Strategi
Pada manajemen strategi, teknik perumusan strategi dipadukan menjadi
kerangka kerja seperti pada Gambar 5.
TAHAP 1: TAHAP INPUT
TAHAP 2: TAHAP PENCOCOKAN
TAHAP 3: TAHAP KEPUTUSAN
Quantitative Strategic Palnning Matrix (QSPM)
Gambar 5 Kerangka Kerja Analitis Perumusan Strategi
Sumber: (David 2004)
Kerangka kerja tahap pertama dimulai pada tahap input yaitu meringkas informasi
input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Tahap kedua adalah
tahap pencocokan yaitu fokus menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan
memadukan faktor-faktor eksternal dan internal. Tahap ketiga yaitu tahap
keputusan yang akan menentukan strategi alternatif mana yang paling sesuai dari
hasil tahap kedua untuk digunakan dalam perusahaan. Pada penelitian ini
kerangka kerja perumusan strategi terdiri dari pengembangan matriks EFE dan
EFI di tahap input, matriks SWOT dan IE di tahap pencocokan, dan matriks QSP
di tahap keputusan.
Tahap Input
Pada tahap ini diawali dengan meringkas informasi input dasar yang
diperlukan dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal kunci untuk
merumuskan strategi. Informasi input yang telah diringkas, digabungkan,
dievaluasi dan diidentifikasi menjadi faktor kunci kemudian di urutkan sesuai
prioritas yang terpenting hingga yang paling tidak penting (David 2004). Setelah
faktor- faktor kunci diurutkan kemudian dianalisis menggunakan Matriks Evaluasi
Matriks Profil
Persaingan
Matriks EFE
(Eksternal Factor
Evaluation)
Matriks IFE
(Internal Factor
Evaluation)
Matriks SWOT
(Strengths-
Weakness-
Opportunities-
Threats)
Matriks SPACE
(Strategic
Position and
Action
Evaluation)
Matriks BCG
(Buston
Consulting
Group)
Matriks IE
(Internal-
External)
Matriks
Grand
Strategy
21
Faktor Internal (Matriks EFI) untuk kekuatan dan kelemahan sedangkan Matriks
Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks EFE) untuk peluang dan ancaman.
Identifikasi Faktor- Faktor Internal dan Eksternal Kunci
Identifikasi faktor eksternal kunci yaitu dengan menuliskan semua peluang
dan ancaman, sedangkan identifikasi faktor internal dengan menuliskan kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki perusahaan/ organisasi. Dalam penyajiannya faktor
yang bersifat positif (kekuatan dan peluang) ditulis sebelum faktor yang bersifat
negatif (kelemahan dan ancaman) dan diurutkan setiap faktor kunci yang akan
memengaruhi perusahaan. Berikut analisis lingkungan internal dianalisis dalam
Tabel 5 dan analisis lingkungan eksternal dalam Tabel 6.
Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan
berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan
informasi internal perusahaan dapat digali dari beberapa bidang fungsional
perusahaan seperti bidang manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, dan
sistem informasi. Terdapat lima langkah dalam mengembangkan matriks IFE:
(David 2004)
Tabel 6 Analisis Lingkungan Eksternal
Faktor Kunci
Peluang Ancaman
Probabilitas
Sukses
Daya
Atraktif
Probabilitas
Terjadi
Daya
Rusak
T S R T S T S R T S
A
B
C
….
Sumber: (Bryson 2004)
Tabel 5 Analisis Lingkungan Internal
Faktor Kunci Perusahaan Pesaing
T S R T S R
A
B
C
…
Sumber: (Bryson 2004)
22
1. Tuliskan faktor-faktor sukses kritis (faktor internal kunci) seperti yang
dikenali dalam proses audit-internal. Gunakan 10 sampai 20 faktor internal
yang terpenting, termasuk kekuatan maupun kelemahan. Tuliskan kekuatan
lebih dahulu kemudian kelemahan. Usahakan sespesifik mungkin, gunakan
persentase, rasio, dan angka perbandingan.
Berikan bobot dengan kisaran dari 0.0 (tidak penting) sampai 1.0
(terpenting) pada setiap faktor. Bobot yang diberikan pada suatu faktor
menunjukkan kepentingan relatif dari faktor itu untuk sukses dalam industri
yang ditekuni v perusahaan. Tanpa mempedulikan apakah faktor kunci
adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dianggap
mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi organisasi diberi bobot
tertinggi. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1.0. Penentuan
bobot pada analisis internal perusahaan/ organisasi dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada pihak manajemen dan ahli strategi dengan
menggunakan metode paired comparison (Kinnear & Taylor 1992). Format
teknik pembobotan dapat dilihat pada Tabel 7.
Penentuan bobot setiap faktor menggunakan skala 1,2 dan 3. Skala yang
digunakan untuk pengisian kolom adalah :
1. Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2. Jika indikator horisontal sama pentingnya dengan indikator vertikal
3. Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
Bobot dari setiap faktor dengan menentukan proposisi nilai setiap faktor
terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor dengan menggunakan rumus
sebagai berikut : (Kinnear dan Taylor 1992)
∑
2. Berikan nilai (peringkat) 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukan
apakah faktor itu mewakili kelemahan utama (peringkat= 1), kelemahan
kecil (peringkat= 2), kekuatan kecil (peringkat= 3), atau kekuatan utama
(peringkat= 4). Peringkat diberikan berdasarkan keadaan perusahaan,
sedangkat bobot dalam Langkah 2 didasarkan keadaan industri.
Tabel 7 Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Faktor Internal Menurut Metode
“Paired Comparison”
Faktor Internal
Kunci A B C …… Total Bobot
A
B
C
……
Total 1.00
Sumber: (Kinnear dan Taylor 1992)
αi = Bobot variabel ke-i
xi = Nilai variabel ke-i
i = 1,2,3,...n
n = Jumlah variabel
23
3. Kalikan setiap bobot faktor dengan nilai (peringkat) untuk menentukan
nilai yang dibobot untuk setiap variabel.
4. Jumlahkan nilai yang dibobotkan untuk setiap variabel untuk menentukan
total nilai yang dibobot untuk organisasi. Total nilai yang di bobotkan dari
seluruh variabel berkisar antara 1.00 sampai 4.00. Organisasi memiliki
posisi internal kuat apabila nilai yang dibobotkan antara 3.00-4.00,
memiliki posisi internal rata- rata apabila nilai yang dibobotkan antara
2.00-2.99, dan memiliki posisi internal lemah apabila nilai yang dibobotkan
antara 1.00-1.99. Berikut format matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
seperti Tabel 8:
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks EFE)
Menurut David (2004) matriks EFE membuat ahli strategi meringkas dan
mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik,
pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan. Matriks EFE digunakan untuk
mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan
untuk menganalisis kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, budaya, demografi dan
lingkungan, kekuatan politik, pemerintah dan hukum, kekuatan teknologi. dan
kekuatan persaingan. Terdapat lima langkah dalam mengembangkan matriks EFE:
(David 2004)
1. Tuliskan faktor-faktor sukses kritis (faktor eksternal kunci) seperti yang
diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Cari antara 10 dan 20 faktor,
termasuk peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahan/ organisasi
dan industrinya. Daftar peluang dahulu kemudian ancaman. Usahakan
sespesifik mungkin, gunakan persentasi, rasio, dan angka perbandingan.
2. Beri bobot pada setiap faktor dari 0.0 (tidak penting) sampai 1.0 (amat
penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar
Tabel 8 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Faktor-Faktor Internal Kunci Bobot Nilai
(Peringkat)
Nilai yang
dibobotkan (Bobot
dikali nilai)
Kekuatan Internal
1
2
3
……
Kelemahan Internal
1
2
3
……
Total 1.00 (Kisaran 1.00-4.00)
Sumber: (David 2004)
24
berhasil dalam industri tersebut. Jumlah dari semua bobot harus sama
dengan 1.0.
Penentuan bobot pada analisis ekesternal perusahaan dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada pihak manajemen dan ahli strategi dengan
menggunakan metode paired comparison (Kinnear & Taylor 1992). Format
teknik pembobotan dapat dilihat pada Tabel 9.
Penentuan bobot setiap faktor menggunakan skala 1,2 dan 3. Skala yang
digunakan untuk pengisian kolom adalah :
1. Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2. Jika indikator horisontal sama pentingnya dengan indikator vertikal
3. Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
Bobot dari setiap faktor dengan menentukan proposisi nilai setiap faktor
terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor dengan menggunakan rumus
sebagai berikut : (Kinnear dan Taylor 1992)
∑
3. Berikan nilai (peringkat) 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukan
seberapa efektif strategi perusahaan saat ini menjawab faktor ini, dengan
catatan 4=jawaban superior, 3=jawaban di atas rata-rata, 2=jawaban rata-
rata, 1=jawaban jelek. Peringkat didasarkan pada efektivitas strategi
perusahaan. Peringkat didasarkan pada keadaan perusahaan, sedangkan
bobot pada langkah 2 didasarkan pada industri.
4. Kalikan setiap bobot faktor dengan nilai (peringkat) untuk menentukan
nilai yang dibobot untuk setiap variabel.
5. Jumlahkan nilai yang dibobotkan untuk setiap variabel untuk menentukan
total nilai yang dibobot bagi organisasi. Total nilai yang dibobotkan dari
seluruh variabel berkisar antara 1.00 sampai 4.00. Organisasi memiliki
posisi internal yang kuat apabila nilai yang dibobotkan antara 3.00- 4.00,
memiliki posisi internal rata-rata apabila nilai yang dibobotkan antara 2.00-
2.99, dan memiliki posisi internal yang lemah apabila nilai yang dibobotkan
Tabel 9 Penilaian Bobot Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Menurut Metode
“Paired Comparison”
Faktor Eksternal
Kunci A B C …… Total Bobot
A
B
C
……
Total 1.00
Sumber: (Kinnear dan Taylor 1992)
αi = Bobot variabel ke-i
Xi = Nilai variabel ke-i
i = 1,2,3,...n
n = Jumlah variabel
25
antara 1.00- 1.99. Berikut format matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
seperti Tabel 10.
Tahap Pencocokan
Tahap ini adalah kunci efektif untuk menghasilkan strategi alternatif yang
layak dengan cara mencocokkan faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal.
Pada tahap ini peneliti menggunakan Matriks Internal Eksternl (IE Matrix) dan
Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) sebagai alat
analisis.
Matriks Internal Eksternal (IE Matrix)
Matriks IE adalah gabungan dari matriks IFE dan EFE yang terdiri dari
Sembilan sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks
IFE dan EFE. Sumbu X merupakan total skor matriks IFE dan total skor dari
matriks EFE pada sumbu Y. Pada sumbu X terdiri dari tiga skor yaitu; skor 1.00-
1.99 menunjukkan bahwa posisi internal lemah; skor 2.00-2.99 posisi internal
rata-rata; dan skor 3.00-4.00 posisi internal kuat. Sedangkan pada sumbu Y skor
1.00-1.99 menunjukkan bahwa posisi eksternal rendah; skor 2.00-2.99 posisi
eksternal menengah; dan skor 3.00-4.00 posisi eksternal tinggi (David 2004).
Berikut matriks IE seperti pada Gambar 6.
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak
berbeda, yaitu:
1. Divisi yang masuk sel I, II dan IV dapat disebut tumbuh dan bina (grow
and build). Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan
pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke
depan dan integrasi horizontal) merupakan strategi yang cocok pada divisi
ini.
2. Divisi yang masuk sel III, V dan VII dapat dikelola dengan strategi pelihara
dan pertahankan (hold and maintain). Penetrasi pasar dan pengembangan
produk merupakan dua strategi yang cocok digunakan pada divisi ini.
Tabel 10 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Faktor-Faktor Eksternal Kunci Bobot Nilai
(Peringkat)
Nilai yang
dibobotkan (Bobot
dikali nilai)
Kekuatan Eksternal
1
2
……
Kelemahan Eksternal
1
2
……
Total 1.00 (Kisaran 1.00-4.00)
Sumber: (David 2004)
26
3. Divisi yang masuk sel VI, VIII dan IX adalah panen dan divestasi (harvest
and divest). Strategi panen atau divestasi adalah strategi yang paling cocok
digunakan pada daerah ini.
Gambar 6 Matriks IE (Internal Eksternal)
Sumber: (David 2004)
M atriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)
Selain penggunaan matriks IE, terdapat matriks lain yang digunakan pada
tahap pencocokan yaitu matriks SWOT. Menurut David (2004) matriks SWOT
merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan empat tipe strategi
dengan mencocokkan faktor-faktor internal kunci (kekuatan dan kelemahan) dan
eksternal kunci (peluang dan ancaman). Empat tipe strategi yang dapat
dikembangkan dalam matriks ini adalah:
1. Strategi SO (Strength- Opportunities) atau strategi kekuatan- peluang.
Strategi ini menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang
eksternal.
2. Strategi WO (Weakness- Opportunities) atau strategi kelemahan- peluang.
Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan
memanfaatkan peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strength- Threats) atau strategi kekuatan- ancaman. Strategi ini
menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi
dampak ancaman eksternal.
4. Strategi WT (Weakness- Threats) atau strategi kelemahan- ancaman.
Strategi ini merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.
Menurut David (2004) terdapat delapan langkah dalam membuat matriks
SWOT, yaitu:
1. Tuliskan peluang eksternal kunci perusahaan.
2. Tuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan.
3. Tuliskan kekuatan internal kunci perusahaan.
4. Tuliskan kelemahan internal kunci perusahaan.
Grow and
Build
(I)
Grow and
Build
(II)
Hold and
Maintain
(II)
Grow and
Build
(IV)
Hold and
Maintain
(V)
Harvest and
Divest
(VI)
Hold and
Maintain
(VII)
Harvest and
Divest
(VIII)
Harvest and
Divest
(IX)
3.00-4.00 2.00-2.99 1.00-1.99
4.0
3.0
2.0
1.0
Tinggi
3.00-4.00
Sedang
2.00-2.99
Rendah
1.00-1.99
To
tal
Nil
ai
EF
E Y
an
g D
iber
i B
ob
ot
Total Nilai IFE Yang Diberi Bobot
Tinggi Sedang Rendah
27
5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil
strategi SO dalam sel yang ditentukan.
6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil
strategi WO dalam sel yang ditentukan.
7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil
strategi ST dalam sel yang ditentukan.
8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil
strategi WT dalam sel yang ditentukan.
Berikut format matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)
seperti pada Gambar 7.
Gambar 7 Matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)
Sumber: (David 2004)
Tahap Keputusan
Pada tahap ini peneliti menggunakan QSPM (Quantitative Strategic
Planning Matrix) sebagai alat analisis. QSPM menggunakan informasi input dari
tahap 1 untuk secara sasaran mengevaluasi strategi alternatif layak yang
diidentifikasi dalam tahap 2. QSPM mengungkapkan daya tarik relatif dari strategi
alternatif dan oleh karena itu menjadi dasar sasaran untuk memilih strategi
spesifik.
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
Menurut David (2006) langkah-langkah penyusunan strategi terpilih
melalui QSPM adalah sebagai berikut:
1. Mendaftar kekuatan dan kelemahan kunci internal kemudian peluang dan
ancaman kunci eksternal. Informasi data didapatkan langsung dari matriks
IFE dan matriks EFE.
2. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal.
Bobot ini identik dengan yang digunakan pada matriks IFE dan EFE.
(Selalu dibiarkan kosong)
Kekuatan-S
1.
2. (Daftar kekuatan)
3.
…..
Kelemahan-W
1.
2. (Daftar kelemahan)
3.
…..
Peluang –O
1.
2. (Daftar peluang)
3.
…..
Strategi SO
(Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang)
Strategi WO
(Atasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang)
Ancaman-T
1.
2. (Daftar ancaman)
3.
......
Strategi ST
(Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman)
Strategi WT
(Meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman)
28
3. Mengidentifikasi strategi alternatif yang diperoleh dari matriks SWOT yang
layak untuk diimplementasikan.
4. Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score/AS) dari setiap strategi
dalam alternatif set tertentu.
Nilai 1 = tidak menarik,
Nilai 2 = agak menarik,
Nilai 3 = menarik, dan
Nilai 4 = sangat menarik.
Nilai Attractiveness Score adalah seberapa besar daya tarik relatif dari
ssatu strategi atas strategi yang lain dengan mempertimbangkan faktor
tertentu.
5. Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score/ TAS) sebagai
hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik (AS) dalam setiap baris. TAS
menunjukkan daya tarik relatif dari setiap altematif strategi dengan hanya
mempertimbangkan dampak dari faktor sukses kritis eksternal dan internal
di baris tersebut.
6. Menghitung jumlah total nilai daya tarik dengan cara menjumlahkan semua
Total Attractiveness Score pada setiap kolom QSPM. Nilai TAS yang
tertinggi menuniukkan bahwa strategi tersebut yang paling baik untuk
diimplementasikan.
Berikut format QSPM seperti pada Tabel 11.
GAMBARAN UMUM RUMAH TEMPE INDONESIA (RTI)
Profil Usaha
Rumah Tempe Indonesia (RTI) adalah unit usaha/ bisnis dari Koperasi
Produsen Tempe Tahu Kabupaten Bogor (KOPTI Kab. Bogor) yang beralamat di
Jalan Raya Cilendek No. 27 Bogor Barat, Jawa Barat. RTI merupakan industri
pengolahan makanan berbentuk UKM yang bergerak di bidang pengolahan
kedelai khususnya tempe. Kegiatan utama dalam usaha ini adalah pembuatan
tempe mentah. RTI adalah industri tempe pertama yang memproduksi tempe
Tabel 11 Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning)
Faktor-Faktor Kunci Bobot
Alternatif strategi
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3
AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor Kunci Internal
-
- ……dst
Faktor Kunci Eksternal
-
- ……dst
Total
Sumber: (David 2004)
29
higienis berkualitas premium di Indonesia. Konsep pembangunan awal RTI
adalah mengkedepankan proses produksi tempe yang higienis serta ramah
lingkungan. Hal ini terbukti dari penggunaan peralatan yang serba stainless steel,
prosedur pengolahan yang mengikuti kaedah Good Hygienic Practices (GHP)
serta pengolahan limbah menggunakan teknologi Biogas. RTI telah memenuhi
persyaratan dan mendapat beberapa sertifikat pada produknya yaitu (1) sertifikat
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) dari Lembaga Sertifikasi
Laboratorioum Terpadu Institut Pertanian Bogor (2) telah memenuhi persyaratan
mutu tempe sesuai SNI Nomor 3144 Tahun 2009 (3) sertifikat halal dari MUI
Kota Bogor (4) izin Departemen Kesehatan dan (5) P-IRT (Pangan Industri
Rumah Tangga)
Visi dan Misi
Visi Rumah Tempe Indonesia (RTI) adalah mendorong perubahan dan
memperbaiki kualitas citra tempe di Indonesia. RTI memiliki tiga misi yaitu (1)
Mnjadi salah satu pusat produksi tempe yang higienis dan ramah lingkungan dan
mampu menyediakan produk tempe yang berkualitas kepada konsumen (2)
meningkatkan pengetahuan pengrajin tempe tradisional dalam menerapkan konsep
produksi yang lebih higienis dan ramah lingkungan (3) menjadi agen perubahan
untuk mengangkat dan mempromosikan tempe sebagai makanan sehat untuk
berbagai kalangan baik di dalam dan di luar negeri.
Sejarah dan Perkembangan
Pada awalnya KOPTI Kab. Bogor sebagai lembaga koperasi yang membina
pengrajin tempe tahu di Bogor melihat bahwa Indonesia akan memasuki era
perdagangan bebas. KOPTI Kab. Bogor baranggapan bahwa dalam menghadapi
era tersebut, proses produksi yang dilakukan para pengrajin tempe harus berubah
yaitu dari proses tradisional yang tidak berstandar menjadi proses yang lebih baik
dan higienis. Pada saat itu Kopti bekerjasama dengan Mercy Corp membuat dan
mensosialisasikan alat- alat/ mesin yang menunjang dalam pembuatan tempe
higienis kepada para pengrajin tempe. Para pengrajin menghiraukannya dan
beranggapan bahwa dengan pembuatan tempe yang tradisional saja permintaan
tempe saat ini masih tinggi. Mereka juga beranggapan bahwa para pengurus
KOPTI yang bukanlah pengrajin seperti mereka tidak mengerti apa- apa tentang
produksi tempe dan hanya bisa mensosialisasikan alat- alat/ mesin baru yang
belum teruji dalam meningkatkan nilai tambah pada tempe. Melihat respon yang
rendah dari para pengrajin maka dibangunlah Rumah Tempe Indonesia (RTI). RTI
didirikan sebagai unit usaha/bisnis dari KOPTI Kab. Bogor. Unit usaha ini
didirikan dengan tujuan awal sebagai prototype pabrik tempe higienis yang tepat
guna bagi pengrajin tempe di Indonesia.
Pembangunan RTI dimulai pada bulan September 2011 dan diresmikan
pada tanggal 6 Juni 2012. RTI merupakan hasil inisiasi dari tiga organisasi yaitu
Forum Tempe Indonesia (FTI), Koperasi Produsen Tempe Tahu Kabupaten Bogor
(KOPTI Kab. Bogor), dan Mercy Corp. Untuk pembangunan fisik bangunan dan
peralatan, RTI memperoleh dukungan dana dari empat lembaga yaitu, American
Soybean Association International Marketing (ASAIM), Uni Eropa, FKS
30
Multiagro, dan PT. Antam (persero) Tbk. Tujuan dari pembangunan RTI adalah
(1) sebagai pusat produsi tempe higienis dan ramah lingkungan (2) sebagai pusat
pengembangan produk olahan berbasis tempe (3) sebagai fasilitas pendidikan dan
penelitian bagi produsen tempe, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum yang
tertarik dengan tempe.
Awal tahun 2013, dengan permintaan yang semakin meningkat RTI melihat
peluang bisnis yang tinggi dari produksi tempe yang dilakukan sehingga RTI
ingin memperbesar pabrik tempe yang dimiliki. Hingga pada bulan November
2013 RTI membangun pabrik baru yang lebih luas di Cimandala Kabupaten
Bogor. Proses pembangunan pabrik dilakukan seperti pabrik pertama yang
berlokasi di Jalan Raya Cilendek tetapi dengan ukuran yang lebih luas yaitu
sekitar 1000 m2. Pabrik kedua ini belum mulai dioperasikan dan direncanakan
beroprasi pada akhir tahun 2014.
IDENTIFIKASI LINGKUNGAN INTERNAL DAN
EKSTERNAL
Lingkungan Internal Rumah Tempe Indonesia
Manajemen
RTI dipimpin oleh Bpk. Sukhaeri, SP selaku pimpinan. Beliau selaku
pimpinan memiliki wewenang tertinggi dalam mengelola manajemen bisnis dan
merupakan penanggung jawab RTI. Beliau mambawahi bagian operasional,
bagian produksi, bagian pemasaran dan bagian keuangan seperti pada Gambar 8.
Aktivitas manajemen terdiri dari empat fungsi yaitu planning, organizing, leading,
dan controlling dalam mencapai tujuan RTI.
Fungsi planning, diawali dengan menetapkan tujuan utama RTI yaitu (1)
menjadi model pabrik tempe higienis dan ramah lingkungan (2) menciptakan
kebanggaan dan mengangkat derajat profesi pengrajin tempe di Indonesia (3)
mengenalkan tempe unggulan kepada konsumen dan mendorong pencitraan yang
lebih baik terhadap tempe, dan (4) menjadi sarana pembelajaran dan penelitian
tentang produksi tempe higienis dan ramah lingkungan. Berdasarkan tujuan
tersebut RTI berusaha untuk meningkatkan omset penjualan produknya agar
kegiatan usahanya terus berjalan dan dapat memenuhi keempat tujuan utama
tersebut. Penetapan segmentasi pasar RTI adalah pasar premium yaitu konsumen
menengah atas, konsumen yang peduli akan kesehatan, konsumen yang peduli
akan kualitas produk, perusahan besar yang menggunakan tempe untuk diolah
menjadi makanan bayi, rumah sakit, kedai vegetarian, dan restoran. Sasaran pasar
produk RTI saat ini masih wilayah Bogor.
Fungsi organizing, dilakukan dengan mendesain struktur organisasi dalam
kegiatan bisnis RTI seperti pada Gambar 8. Terdapat pimpinan yang membawahi
bagian teknik, bagian produksi, bagian pemasaran dan bagian keuangan. Pimpinan
bertugas sebagai pemimpin kegiatan usaha RTI, pemegang keputusan tertinggi,
sekaligus sebagai penanggung jawab utama. Bagian operasional bertanggung
jawab atas kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan juga mengatur dan
31
Pimpinan
Sukhaeri, SP
Bagian Produksi
Ribiyanto
Bagian Pemasaran
Endang Maulana, SE
Bagian Teknik
Rikamto
Bagian Keuangan
Yayah Juariah
mengontrol seluruh kegiatan operasional RTI. Bagian produksi memimpin
kegiatan produksi dengan tiga orang karyawan, bertanggung jawab atas kegiatan
produksi di pabrik, dan mengontrol kualitas produk yang dihasilkan. Bagian
pemasaran bertanggung jawab atas pemasaran produk agar sampai ke konsumen.
Bagian keuangan bertanggung jawab dalam perhitungan pemasukan dan
pengeluaran dari bisnis yang dilakukan.
Gambar 8 Struktur Organisasi Rumah Tempe Indonesia
Sumber: Data Primer (2014)
Fungsi leading, dilakukan dengan penyeleksian karyawan dalam perekrutan,
menetapkan SOP dalam kegiatan produksi bagi para karyawan, memberikan
insentif sesuai hasil pekerjaannya untuk meningkatkan motivasi karyawan,
mengikutsertakan para karyawan dalam Training Pengenalan HACCP,
mengikutsertakan beberapa perwakilan RTI dalam beberapa seminar, dan
mengadakan studi banding dengan beberapa pihak. Fungsi controlling, dilakukan
dengan memantau seluruh kegiatan dan mengadakan rapat untuk mengevaluasi
seluruh kegiatan.
Pemasaran
Kegiatan pemasaran yang dilakukan RTI diidentifikasi menggunakan
bauran pemasaran (marketing mix) 4P (Product, Price, Promotion, Place) sebagai
indikator. Product, produk yang diproduksi RTI adalah tempe segar berbahan
baku kedelai. Produk terdiri dari tiga jenis berdasarkan jenis kedelai yang
digunakan yaitu (1) Tempe Organik (2) Tempe Premium Lokal, dan (3) Tempe
Premium Impor. Ukuran tempe yang dihasilkan yaitu dengan berat bersih sebelum
fermentasi (1) 300 gram, (2) 450 gram, dan (3) 800 gram. Price, produk RTI yang
dipasarkan berupa tempe segar dengan harga berbeda-beda sesuai jenis dan
beratnya. Penetapan harga yang dilakukan RTI berdasarkan Cost Plus yaitu
berdasarkan biaya atau penetapan harga lebih besar dari biaya. Menurut Downey
dan Ericson dalam Asmarantaka (2012), penetapan harga berdasarkan cost plus
ini secara sederhana menambahkan margin tetap terhadap biaya dasar (harga
pembelian). Margin tetap yang ditetapkan RTI berkisar antara 20% sampai 30%
pada harga jual setiap produk. Harga produk yang biasa dipesan konsumen
berkisar antara Rp 5 000 sampai Rp 15 000. Promotion, upaya promosi RTI saat
ini dilakukan dengan mengikuti beberapa pameran dan membangun kerjasama
32
dengan beberapa distributor. Place, daerah pemasaran RTI masih berfokus pada
wilayah Bogor dan masih merintis untuk memasuki daerah Jadetabek.
Pemasaran yang dilakukan RTI adalah pemasaran langsung pada konsumen.
Konsumen biasanya memesan langsung melalui telepon maupun datang langsung
ke lokasi pabrik untuk membeli produk. Pengiriman untuk wilayah Bogor
diantarkan langsung oleh karyawan dan apabila mendapat pesanan dari wilayah
Jadetabek pengiriman produk akan dilakukan menggunakan jasa pengiriman
seperti TIKI ataupun JNE. Kegiatan pemasaran yang dilakukan RTI belum
memiliki manajemen yang baik dan belum optimal dilakukan. Belum ada
perencanaan pemasaran yang matang dalam memasarkan produknya.
Keuangan/ Akuntansi
Investasi awal Rumah Tempe Indonesia diluar investasi lahan yaitu sebesar
510 juta Rupiah. Investasi awal ini berupa pabrik, reaktor pengolah limbah,
peralatan dan mesin. Sebagian dari total investasi awal adalah bantuan dari luar
RTI yaitu, 100 juta Rupiah bantuan dari perusahan importir kedelai (FKS
Multiagro), 50 juta Rupiah bantuan dari perusahaan ANTAM, dan 40 juta Rupiah
dari Mercy Corps Indonesia.
Fungsi akuntansi dapat menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan
dalam suatu bisnis dan berfungsi sebagai daya tarik bagi investor. Fungsi
akuntansi pada tingkat ukm biasanya berupa keputusan investasi dan keputusan
pembiayaan. Fungsi akuntansi ini sangat penting dilakukan untuk memonitor
aktivitas bisnis. Akuntasi yang dilakukan Rumah Tempe Indonesia masih
sederhana. Aktivitas akuntansi yang dilakukan hanya sebatas pada pencatatan
penerimaan dan pengeluaran bisnis dan belum berupa sistem akuntansi mendalam
mengenai keputusan investasi dan pembiayaan.
Produksi/ Operasi
Tempe yang diproduksi Rumah Tempe Indonesia (RTI) dilakukan secara
just in time dimana tempe akan diproduksi apabila ada pesanan dari konsumen.
Pada saat ini RTI memproduksi tiga jenis tempe segar yang dapat dipesan oleh
konsumen yaitu:
1. Tempe Organik, yaitu tempe yang diperoses menggunakan bahan baku
kedelai organik.
2. Tempe Premium Lokal, yaitu tempe yang diperoses menggunakan bahan
baku kedelai lokal terbaik yaitu varietas Grobogan.
3. Tempe Premium Impor, yaitu tempe yang diproses menggunakan bahan
baku kedelai impor dengan klasifikasi IP Food Grade Non GMO dan GMO
grade 1.
Pada saat ini rata- rata produksi RTI menghabiskan bahan baku kedelai 30- 75 kg
per hari dan menghasilkan sekitar 150 bungkus setiap harinya.
Proses produksi RTI dilakukan di sebuah pabrik berbentuk rumah yang
telah didesain agar efisien dan hemat energi. Desain tata letak pabrik/ ruang
produksi dapat dilihat pada Gambar 9. Desain ruang dan bangunan dibuat dengan
bagian berkaca yang cukup banyak sehingga cahaya bisa masuk dan mengurangi
penggunaan lampu. Langit-langit didesain tinggi untuk membantu aerasi sehingga
33
pekerja dalam keadaan nyaman. Tata letak mesin dan peralatan di pabrik
mengikuti alur kerja produksi tempe agar waktu produksi dan pembagian kerja
antar pengrajin menjadi jelas. Proses produksi basah dan kering dipisahkan
sehingga produk yang dihasilkan lebih higienis. Kewajiban berupa SOP didalam
ruang produksi juga diberlakukan demi kualitas produk.
Gambar 9 Tata Letak Dalam Pabrik/ Ruang Produksi
Sumber: Data Primer 2014
Produksi yang dilakukan dalam membuat tempe segar terdapat beberapa
tahapan. Tahapan produksi di RTI dapat dilihat pada Gambar 10. Produksi diawali
dengan tahap penyortiran kedelai. Kedelai yang diperoleh disortir dan dibersihkan
dari kotoran seperti pasir dan benda lain yang terbawa di dalam karung berasama
kedelai. Kemudian kedelai yang telah disortir, direndam dalam drum perendaman
selama 15 hingga 30 menit untuk menghilangkan kembali kotoran seperti debu
yang menempel pada kedelai. Kedelai yang telah bersih dari debu dan kotoran di
rebus hingga mekar dan empuk selama 1.5- 2 jam.
Kedelai yang telah di rebus di rendam kembali selama 24 jam agar kadar
asam pada kedelai turun dan optimal, hal ini dilakukan agar kualitas tempe yang
dihasilkan sempurna dan tidak cepat busuk. Setelah itu kedelai digiling
menggunakan mesin pengiling untuk memecah kulit kedelai dan dicuci kembali
hingga bersih dari kulitnya dan lendir yang menempel. Setelah bersih dan bebas
lendir kemudian kedelai di sterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan cara
memasukkan kedelai ke dalam dandang dan menyiramnya dengan air mendidih
ditutup dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu kedelai ditiriskan dan dibawa
ke meja peragian. Pada meja peragian dilakukan proses pemberian ragi dan proses
memasukkan kedelai ke dalam bungkus plastik yang sudah disiapkan. Plastik
Keterangan:
A : Ruang Produksi Basah
B : Ruang Produksi Kering
C : Ruang Fermentasi
D : Ruang Produk jadi
A
C
B
D
34
yang telah terisi kemudian di sealer dan disimpan dalam rak fermentasi.
Fermentasi dilakukan selama 24 jam dan tempe segar dapat dipasarkan ke
konsumen.
Gambar 10 Tahapan Produksi Tempe Segar RTI
Sumber: Data Primer (2014)
Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan penting dilakukan dalam hal inovasi produk.
Inovasi yang dilakukan tentunya akan menambah nilai dari produk yang akan
dijual. Selain itu aktivitas ini akan mengevaluasi produk yang dihasilkan.
Penelitian dan pengembangan dalam usaha RTI dilakukan oleh bagian produksi
dan bagian teknis. Aktivitas penelitian dan pengembangan dilakukan untuk
peningkatan kualitas dan pengembangan produk. Aktivitas penelitian dan
pengembangan pada produk RTI sampai saat ini dilakukan di pabrik secara
langsung pada satu tahun pertama saja. Aktivitas penelitian dan pengembangan
selanjutnya dilakukan dengan cara mengikuti berbagai pelatihan dan seminar
berkaitan dengan bisnis yang dijalani. Melakukan pelayanan dan menjalin
hubungan baik dengan konsumen pun dilakukan dalam upaya menunjang kegiatan
penelitian dan pengembangan usaha Rumah Tempe Indonesia.
Sistem Informasi
Sistem informasi yang efektif sangat dibutuhkan dalam aktivitas yang
berkaitan dengan bisnis dijalani. Sistem informasi akan meningkatkan kinerja dari
suatu bisnis. Sebuah sistem informasi mendasar yang efektif digunakan dalam
Penyortiran
Perebusan
Pencucian
Peragian
Penirisan
Perebusan
Penggilingan
Fermentasi
Perendaman awal
Perendaman awal
35
bisnis yaitu dengan penggunaan perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware) komputer. Rumah Tempe Indonesia (RTI) dalam menjalani aktivitas
bisnisnya menggunakan sistem informasi berupa beberapa seperangkat komputer
dengan software seperti microsoft office excel, microsoft office word, dll. RTI
juga telah memasang jaringan internet, memiliki email dan web. Sistem
informasi yang tersedia di RTI digunakan dengan baik akan tetapi penggunaan
internet seperti web dan email tidak aktif digunakan dalam aktivitas bisnis yang
dijalani.
Lingkungan Eksternal Rumah Tempe Indonesia
Kekuatan Ekonomi
Secara umum keadaan perekonomian Kota Bogor dapat dilihat dari nilai
PDRB (Pendapatan Domestik regional Bruto) Atas Dasar Harga Berlaku dan
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 menurut Lapangan Usaha. PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB berdasarkan harga tahun berjalan, baik
pada saat menilai produksi, biaya antara maupun komponen nilai tambahannya.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 adalah PDRB berdasarkan harga
tahun 2000 sebagai tahun dasar, perubahan PDRB ini mencerminkan perubahan
output yang tidak dipengaruhi perubahan harga yang biasanya cenderung
meningkat dari tahun ke tahun.
Dapat dilihat pada Tabel 12, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar Rp
10 089 943.96 juta di tahun 2008 meningkat menjadi Rp 17 323 335.99. PDRB
Atas Dasar Harga Konstan pun mengalami peningkatan yaitu dari Rp 4 252
821.78 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 5 394 161.34 juta di tahun 2012. Hal ini
menggambarkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah tejadi
peningkatan rill yang cukup signifikan sehingga peningkatan yang terjadi bukan
hanya karena faktor kenaikan harga ataupun inflasi tetapi juga merupakan
peningkatan kapasitas produksi sektoral.
Faktor ekonomi memiliki dampak langsung terhadap daya tarik potensial
dari berbagai strategi (David 2004). Kondisi perekonomian yang ditunjukan
PDRB Kota Bogor selama tahun 2008 sampai 2012 mengindikasi adanya
peningkatan perekonomian secara rill yang cukup signifikan. Hal ini berpengaruh
terhadap bisnis yang dijalani oleh RTI karena pangsa pasar yang utama saat ini
adalah wilayah Kota Bogor.
Tabel 12 PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga
Konstan (2000) Tahun 2008- 2012 (Jutaan Rupiah)
No Tahun PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
1 2008 10 089 943.96 4 252 821.78
2 2009 11 904 599.66 4 508 705.07
3 2010 13 908 899.57 4 785 434.36
4 2011 *) 15 487 253.96 5 081 482.69
5 2012 **) 17 323 335.99 5 394 161.34
Sumber: BPS Kota Bogor (2013) *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara
36
Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi, dan Lingkungan
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat ditinjau melalui
pendapatannyamaupun didekati dari sisi pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan
hasil SUSENAS 2011, rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di Kota Bogor
tahun 2011 adalah Rp 340 546 untuk kelompok makanan dan Rp 422 692 untuk
kelompok barang non makanan. Jika dilihat dari tahun sebelumnya, pengeluaran
pertkepita perbulan untuk kelompok makanan mengalami kenaikan sebesar
57.40% disbanding tahun 2010 dan 13.24% untuk kelompok barang non makanan
(BPS 2013). Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat Kota Bogor
mengalami kenaikan.
Isu lingkungan secara global mengenai limbah sampai saat ini masih gencar
disosialisasikan demi memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan keseimbangan
ekosistem. Ditulis oleh Satyahadi dalam www.indonesiaprintmedia.com (2014),
pada Juni 2013, Bank Dunia menerbitkan laporan berjudul What a Waste: A
Global review of Solid Waste Management.dalam laporan tersebut dibahas
mengenai masalah limbah di seluruh penjuru dunia yang menjadi tantangan serius
untuk ditangani. Limbah menjadi sebuah keniscayaan dalam aktivitas sosial dan
ekonomi manusia. Semakin banyak jumlah manusia dengan segala segala
kompleksitas aktivitas sosial dan ekonominya, maka akan semakin banyak pula
sampah atau limbah yang dihasilkan.
Peningkatan kesejahteraan dari masyarakat Kota Bogor dapat menjadi
peluang maupun ancaman bagi Rumah Tempe Indonesia dan akan berpengaruh
pada pengambilan keputusan strategi dalam menjalani bisnisnya. Disamping
faktor kesejahteraan masyarakat, isu lingkungan pun sangat berpengaruh pada
bisnis yang dijalani oleh RTI. Proses produksi tempe yang dilakukan oleh RTI
didesain agar meminimalisasi cemaran lingkungan. Proses produksi RTI
menggunakan LPG sebagai bahan bakar perebusan. LPG menggantikan kayu
bakar dan serbuk gergaji yang menghasilkan asap dan debu yang biasa dihasilkan
pada saat produksi. Cemaran (asap dan debu) tersebut biasanya menjadi sumber
masalah bagi warga sekitar dengan pabrik tempe, untuk itulah RTI menggunakan
bahan bakar LPG dalam produksinya. RTI juga memiliki pengolahan limbah
berupa reaktor yang ditanam di dalam tanah. Reaktor tersebut akan mengubah
limbah produksi tempe menjadi air terfilter yang akan masuk sumur resapan dan
biogas. Reaktor ini membuat warga sekitar tidak terganggu oleh bau tak sedap
maupun pencemaran air.
Kekuatan Politik, Pemerintah, dan Hukum
Aspek politik, pemerintahan dan hukum meliputi peraturan-peraturan,
undang-undang dan kebijaksanaan pemerintah baik pada tingkat daerah, provinsi
maupun nasional yang menentukan beroperasinya suatu perusahaan. Di negara
berkembang seperti Indonesia, aspek politik, pemerintahan dan hukum memiliki
pengaruh riil terhadap keberhasilan dan kegagalan suatu bisnis melalui peluang
dan ancaman yang ditimbulkan. Industri tempe merupakan usaha yang dilindungi
oleh undang-undang melalui Perpres No. 36 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa
industri tempe merupakan usaha yang dicadangkan bagi usaha mikro kecil dan
menengah. Dengan kata lain industri besar tidak diizinkan memproduksi tempe.
37
Undang- undang mengenai industri tempe pada Perpres No. 36 Tahun 2010
adalah kesempatan bagi Rumah Tempe Indonesia (RTI) sebagai unit usaha
berbasis UKM dalam kegiatan bisnisnya. Saat ini RTI telah mendapat izin
kecamatan setempat dalam pendirian usahanya. RTI juga telah memiliki perizinan
dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Pemerintah Kota
Bogor sejak 28 Agustus 2012 dengan NPWP No. 45.528.133.7-404.000 atas
kegiatan usaha pokok industri tempe kedelai, Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) Mikro dengan No. 517/ 251/ Mikro/ B/ BPPTPM/ VIII/ 2012, dan
sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga No. HK. 03.1.23.04.12.2205.
Kekuatan Teknologi
Pada saat ini perkembangan teknologi semakin pesat seiring perkembangan
jaman dan ilmu pengetahuan. Kemajuan teknologi akan menciptakan keunggulan
kompetitif pada suatu organisasi bisnis dan menjadi bagian terpenting dalam
manajemen strategis dalam bisnis. Rumah Tempe Indonesia (RTI) menjadi
pelopor bagi usaha tempe segar di Indonesia dalam hal adaptasi teknologi
produksi. Teknologi produksi berupa beberapa dalam pembuatan tempe segar dan
teknologi dalam pengolahan limbah pabrik telah dimiliki oleh RTI. Adaptasi
teknologi ini sangat mempengaruhi kualitas produk maupun efisiensi waktu
produksi dan biaya.
Teknologi pada media komunikasi dan informasi yang telah digunakan RTI
adalah telepon, telepon seluler, perangkat komputer, mesin fax, dan jaringan
internet. Penggunaan media tersebut dapat memperlancar aktivitas pemasaran
produk. Biasanya pelanggan melakukan pemesanan terlebih dahulu dengan
menghubungi perusahaan melalui telepon seluler. Media informasi dan teknologi
yang digunakan RTI bisa ditingkatkan lagi dengan memaksimalkan penggunaan
internet sebagai media iklan, dan komputer sebagai perangkat pengelolaan
operasional RTI. Perkembangan teknologi dan pemaksimalan teknologi yang
dimiliki tersebut dapat dijadikan peluang yang dapat menyokong kegiatan
operasional perusahaan.
Kekuatan Persaingan
Intesitas dan kemampuan perusahaan dalam suatu industri ditentukan oleh
kekuatan persaingan yang ada dalam industrinya. Kekuatan persaingan terdiri dari
persaingan industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk subtitusi, daya
tawar pemasok dan daya tawar pembeli (Porter 1991). RTI adalah unit usaha dari
KOPTI Kab. Bogor yang berbentuk UKM. RTI menjalankan bisnisnya pada
industri tempe segar dengan bahan baku kedelai. RTI adalah pelopor sebagai
produsen tempe higienis kualitas premium di Indonesia. RTI didirikan dengan
maksud menjadi percontohan bagi industri tempe yang ada di Indonesia. Untuk
mendukung hal tersebut, bisnis yang dilakukan RTI haruslah berkelanjutan
dengan upaya peningkatan pangsa pasarnya.
Dalam industri tempe, RTI memiliki keunggulan dalam kualitas
dibandingkan pesaingnya. Akan tetapi dalam besarnya pangsa pasar, para pesaing
RTI memiliki keunggulan yang lebih tinggi. Industri tempe adalah industri yang
cukup rendah hambatannya bagi pendatang baru untuk memasukinya. Permintaan
38
tempe yang cenderung meningkat pun mendukung pendatang baru untuk
memasuki bisnis dalam industri tempe ini. Bahan baku yang digunakan berupa
biji kedelai yang dibeli langsung dari KOPTI Kab. Bogor. KOPTI Kab. Bogor
memperoleh kedelai impor dari lima perusahan importir dan kedelai organik dari
satu pemasok. Belum ada kerjasama tertulis dengan para pemasok bahan baku.
Harga yang ditawarkan pada pembeli adalah harga tetap dan apabila pesanan
dalam jumlah besar maka akan mendapat bonus berupa produk yang sama.
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Berdasarkan analisis lingkungan internal yang dilakukan terhadap faktor (1)
manajemen (2) pemasaran (3) keuangan/ akunting (4) produksi/ operasi (5)
penelitian dan pengembangan dan (6) sistem informasi manajemen, didapatkan
dua belas faktor kunci sukses internal. Faktor kunci sukses internal tersebut
kemudian dibandingkan relatif dengan pesaing untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan dari Rumah Tempe Indonesia (RTI). Kekuatan dan kelemahan
kemudian dibobotkan untuk mengurutkan faktor yang memiliki pengaruh paling
tinggi hingga paling rendah terhadap RTI dan juga di beri peringkat oleh para
responden. Perolehan bobot faktor kunci internal (kekuatan dan kelemahan) dari
tiap responden dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan perolehan peringkat
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kekuatan- kekuatan yang dimiliki RTI berdasarkan pembobotan adalah:
1. Kualitas produk premium dengan perizinan yang lengkap
Kualitas dari produk (tempe segar) yang dihasilkan Rumah Tempe
Indonesia merupakan kualitas premium. Produk yang dihasilkan menggunakan
bahan baku kedelai grade 1 dan diolah secara higienis. Kualitas yang ditawarkan
produk RTI ini telah mendapatkan perizinan yang lengkap yaitu dengan
memenuhi persyaratan dan mendapat beberapa sertifikat pada produknya yaitu (1)
sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) dari Lembaga
Sertifikasi Laboratorioum Terpadu Institut Pertanian Bogor (2) telah memenuhi
persyaratan mutu tempe sesuai SNI Nomor 3144 Tahun 2009 (3) sertifikat halal
dari MUI Kota Bogor (4) izin Departemen Kesehatan dan (5) P-IRT (Pangan
Industri Rumah Tangga)
2. Fasilitas produksi pribadi berupa peralatan dan mesin semi modern
Fasilitas produksi yang dimiliki unit usaha Rumah Tempe Indonesia (RTI)
adalah milik pribadi di bawah naungan KOPTI Kab. Bogor. Fasilitas produksi
berupa pabrik seperti rumah seluas 170 m2 dengan peralatan dan mesin semi
modern di dalamnya. Peralatan utama yang dimiliki RTI terdiri dari satu buah
mesin pemecah kulit, empat buah drum stainless 69-70, dua drum stainless 79-95,
tiga buah rak steinless dan satu buah sealer. Seluruh peralatan di RTI seperti
dandang perebusan, dandang pencucian, dandang penirisan, meja peragian, meja
pengepakan serta rak fermentasi berbahan stainless. Semua fasilitas ini dimiliki
pribadi dan diciptakan untuk mendukung produk premium yang dihasilkan.
3. Terdapat merek dagang sendiri
Produk yang dihasilkan Rumah Tempe Indonesia telah memiliki merek
dagang sendiri yaitu dengan merek TEMPEKITA. Merek tersebut dicantumkan
pada kemasannya yang terbuat dari plastik bening yang tertutup rapat. Merek
TEMPEKITA yang dicantumkan adalah merek dagang resmi hasil produk Rumah
39
Tempe Indonesia. pencantuman merek pun disertai label halal MUI, nomor
sertifikat Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), dan berat saat
dikemas. Warna tulisan merek dan informasi mengenai perizinan produk terdiri
dari warna merah, hitam, kuning, dan hijau.
4. Terdapat SOP bagi para pekerja dalam proses produksi
Bagi Rumah Tempe Indonesia (RTI), Standard Operating Procedure (SOP)
merupakan kewajiban bagi para pekerjanya sebelum memulai proses produksi.
Hal ini dilakukan demi menjaga mutu produk yang akan dihasilkan.SOP pada
pabrik RTI merupakan tata tertib yang harus diperhatikan dan diikuti pada ruang
produksi. Beberapa SOP yang diberlakukan RTI dapat dilihat pada gambar di
Lampiran 6.
5. Terdapat pengolahan limbah pribadi
Rumah Tempe Indonesia (RTI) dilengkapi fasilitas pengolahan limbah
pribadi demi meminimalisir pencemaran lingkungan. Pengolahan limbah berupa
reaktor biogas yang ditanam di dalam tanah. Limbah yang dihasilkan pabrik akan
disalurkan kedalam reaktor kemudian disaring di bak filtrasi fisik menggunakan
ijuk, arang aktif, zeolite, kerikil dan pasir sehingga dihasilkan air yang telah
difilter kemudian masuk ke sumur resapan dan juga biogas. Reaktor biogas ini
membuat warga tidak terganggu oleh bau tak sedap maupun pencemaran sungai
karena produksi tempe.
6. Produk memiliki daya tahan relatif lebih lama
Daya tahan produk dan komposisinya mendukung sebuah produk untuk
dipasarkan. Produk tempe segar yang beredar dipasaran biasanya tidak memiliki
daya tahan yang lama yaitu sekitar satu sampai tiga hari, akan tetapi produk tempe
segar yang dihasilkan RTI dapat bertahan sampai lima hari. Daya tahan yang
dimiliki karena proses produksi yang higienis dan pengemasan yang baik.
7. Jangkauan distribusi luas
Pendistribusian produk yang dilakukan RTI merupakan pendistribusian
langsung pada konsumen. Jangkauan distribusi yang dimiliki RTI lebih luas
dibandingkan pesaingnya yang hanya mendistribusikan produknya ke pasar
terdekat. Jangkauan yang telah dilakukan RTI sampai saat ini adalah sekitar
Jabodetabek menggunakan jasa pengiriman yang biaya pengirimannya akan
ditanggung oleh konsumen.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki RTI berdasarkan pembobotan adalah:
1. Rendahnya kemampuan dan fokus manajemen
Dalam suatu usaha maupun organisasi fungsi manajemen sangatlah penting.
Fungsi manajemen terdiri atas lima aktivitas pokok yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pemotivasian, penempatan staf, dan pengontrolan (David 2004).
Setelah dilakukan observasi terhadap internal RTI, kemampuan dan kefokusan
manajemen dinilai masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan belum optimalnya
fungsi manajemen yang dijalankan RTI sebagi unit usaha dari KOPTI kab. Bogor.
2. Manajemen pemasaran belum optimal
Pada setiap bisnis, manajemen pemasaran merupakan salah satu faktor yang
penting untuk dijalani dengan baik. Manajemen pemasaran akan menghasilkan
strategi pemasaran bagi produk yang dihasilkan. Setelah dilakukan analisis
internal, diindikasi bahwa manajemen pemasaran yang dilakukan RTI belum
optimal. Pada RTI terdapat pengelola bagian pemasaran, akan tetapi kegiatan
40
pengelolaan manajemen pemasaran belum dilakukan secara focus dan belum ada
evaluasi rutin yang dilakukan.
3. Harga relatif lebih tinggi
Harga yang ditawarkan RTI pada produknya (tempe segar) relatif lebih
tinggi dipasaran. Satu buah tempe segar dijual dengan harga antara 5 000 sampai
15 000 rupiah sesuai jenis dan beratnya. Sedangkan di pasaran rata-rata harga
tempe antara 3 000 sampai 7 000 rupiah. Harga produk yang relatif lebih mahal
ini termasuk faktor kelemahan bagi RTI bila tidak dilakukan strategi yang tepat
dalam bisnisnya.
4. Belum adanya sistem akuntansi
Pada pengelolaan keuangan, RTI belum melakukan sistem akuntansi.
Bagian keuangan hanya melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran
secara sederhana lalu diserahkan hasilnya langsung digabungkan dengan
pengelolaan keuangan KOPTI Kab. Bogor. Hal ini merupakan kelemahan dari
pengelolaan keuangan internal dari RTI sebagai unit usaha dan akan berdampak
dalam jangka panjang apabila tidak diperbaiki.
5. Jumlah produksi cenderung hanya mengikuti pesanan
RTI melakukan produksi hanya mengikuti jumlah dan jenis pesanan
konsumennya. Dibandingkan para pesaingnya yang telah mempunyai target dan
jumlah tetap dalam berproduksi RTI memilih untuk berproduksi sesuai jumlah
pesanan. Para pesaingnya telah memiliki angka yang tetap dalam berproduksi dan
pendapatan dari hasil penjualan produknya.
Identifikasi Peluang dan Ancaman
Berdasarkan analisis lingkungan eksternal yang dilakukan terhadap faktor
(1) kekuatan ekonomi (2) kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan (3)
kekuatan politik pemerintah dan hukum (4) kekuatan teknologi dan (5) kekuatan
persaingan, didapatkan sepuluh faktor kunci sukses eksternal. Faktor kunci sukses
eksternal tersebut kemudian ditentukan mana yang menjadi peluang dan mana
yang menjadi ancaman bagi Rumah Tempe Indonesia (RTI). Peluang adalah
kondisi yang dapat menguntungkan bagi suatu usaha sedangkan ancaman adalah
kondisi yang dapat merugikan bagi suatu usaha. Peluang dan ancaman kemudian
dibobotkan untuk mengurutkan faktor yang memiliki pengaruh paling tinggi
hingga paling rendah terhadap RTI dan juga di beri peringkat oleh para responden.
Perolehan bobot faktor kunci eksternal (peluang dan ancaman) dari tiap responden
dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan perolehan peringkat dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Peluang yang dimiliki RTI berdasarkan pembobotan adalah:
1. Peningkatan pola konsumsi masyarakat akan gaya hidup sehat
Gaya hidup orang Indonesia semakin sehat berdasarkan riset. Disimpulkan,
masyarakat Indonesia usia 15 – 64 tahun semakin sadar akan kesehatan dan
melakukan apa saja untuk menjaga kesehatan. Survei dilakukan oleh IPSOS,
sebuah perusahaan riset pasar. Survei dilakukan pada Oktober tahun 2012
terhadap 1.044 orang Indonesia usia 15-64 tahun. Kota yang disurvei adalah kota-
kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Survei ini
mengungkapkan bagaimana orang Indonesia memandang dan menjaga
kesehatannya. Seiring perkembangan zaman, gaya hidup mengalami perubahan.
41
Dengan mempertahankan gaya hidup sehat maka berdampak pada usia harapan
hidup, karena peluang untuk jatuh sakit menjadi makin kecil. Berdasarkan survei
tersebut diketahui bahwa, sebanyak 64 persen responden menyatakan kesehatan
itu sangat penting dan akan melakukan apa saja agar tetap sehat. Hasil survei juga
menunjukkan, sebanyak 77 persen orang Indonesia yakin bahwa makan dengan
pola yang sehat dapat menjaga kesehatan (Rizal 2012). Berdasarkan hasil riset
yang dilakukan oleh IPSOS dalam artikel yang dikeluarkan sinar harapan,
terdapat peningkatan pola konsumsi masyarakat Indonesia akan gaya hidup sehat.
Peningkatan gaya hidup sehat pada masyarakat Indonesia merupakan peluang bagi
RTI dalam memasarkan produk tempe segarnya yang bergizi dan higienis.
2. Tren kuliner di masyarakat
Berdasarkan artikel yang berjudul “Tren Bisnis Kuliner” dalam
www.kulinologi.biz (2010), meski perubahannya tidak secepat dunia mode,
industri kuliner juga memiliki tren. Industri kuliner selama 5 tahun terakhir
dipengaruhi oleh media dengan berbagai acara kuliner yang dikemas variatif.
Acara kuliner yang makin variatif para penikmat acara kuliner kian bertambah.
Hal tersebut membuat tren dunia kuliner mengalami pergeseran. Tren menikmati
berbagai kuliner menjadi naik daun. Berburu tempat jajanan tak lagi hanya sebatas
kebutuhan mengisi perut, tetapi menjadi bagian dari hobi dan sarana penghilang
stres.
Istilah wisata kuliner menyamai pamor wisata belanja atau wisata jalan-
jalan. Setiap ada kesempatan, saat weekend atau waktu-waktu santai saat pulang
kantor ataupun kuliah masyarakat Indonesia seringkali mencari kuliner sesuai
mood dan rekomendasi yang didapat. Info tempat makan/ kuliner yang dituju
didapatkan dari TV, koran, majalah, internet, hingga buku khusus wisata kuliner.
Jika diamati, dunia kuliner di masyarakat Indonesia pun mempunyai tren
tersendiri. Tren wisata kuliner yang mewabah di masyarakat menjadi peluang bagi
para industri di bidang makanan seperti RTI untuk meningkatkan omsetnya.
3. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
Bisnis berbasis teknologi informasi semakin umum digunakan sehingga
meningkatkan efisiensi ekonomi, baik secara individu, kelompok atau
antarkomunitas pelaku bisnis perdagangan, antara lain maraknya pemasaran
melalui internet dan bisnis periklanan (Kemendag 2010). Pada saat ini
perkembangan teknologi dan komunikasi berkembang pesat. Dengan adanya
jaringan internet maka jaringan sosial pun semakin meluas. Tidak hanya sebatas
fax, telepon, ataupun email, pada saat ini terdapat jejaring sosial yang banyak
digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk berkomunikasi, mendapatkan
informasi maupun berbisnis. Jejaring sosial yang banyak digunakan masyarakat
Indonesia yaitu Facebook, Twitter, Instagram, Path, BBM, Whatsapp, Line,
Kakaotalk, dll. Hal ini menjadi peluang bagi RTI dalam upaya memasarkan
produknya.
4. Pertumbuhan positif perekonomian dan jumlah penduduk
Pertumbuhan perekonomian dan jumlah penduduk dapat dilihat pada indeks
perkembangan Kota Bogor di Tabel 13. Dapat dilihat pada tabel bahwa PDRB
atas dasar harga berlaku maupun harga konstan mengalami kenaikan dari tahun
2008 sampai tahun 2012. Peningkatan ini berpengaruh juga terhadap PDRB
perkapita atas dasar harga berlaku maupun harga konstan pada tahun 2008 sampai
tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pertumbuhan positif pada
42
perekonomian Kota Bogor pada tahun 2008 hingga tahun 2012. Selain itu, indeks
perkembangan kota Bogor pada Tabel 13 juga memperlihatkan adanya
peningkatan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun 2008 sampai 2012.
Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan positif jumlah penduduk di Kota Bogor.
Pertumbuhan positif perekonomian dan penduduk kota Bogor menjadi peluang
bagi RTI. diharapkan peluang tersebut akan meningkatkan omset penjualan dan
pendapatan dari usaha yang dijalani RTI.
5. Persaingan memasuki perdagangan bebas AFTA (ASEAN Free Trade Area)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang dibentuk pada waktu Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 merupakan wujud
dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan
bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia
serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
Pengusaha/produsen Indonesia dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan
dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi
dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam
memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN
lainnya (Depkeu 2014). Salah satu manfaat dari AFTA yang akan menjadi
peluang bagi RTI yaitu kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka
untuk beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Peluang
ini dapat dimanfaatkan juga oleh RTI untuk memperluas pangsa pasarnya dengan
keunggulan kompetitif yang dimilikinya dalam hal kualitas produk.
Ancaman yang dimiliki RTI berdasarkan pembobotan adalah:
Tabel 13 Indeks Perkembangan Kota Bogor 2008- 2012
No Uraian 2008 2009 2010 2011 2012
1 PDRB Atas Dasar
Harga Berlaku (Jutaan
Rupiah)
377. 67 445.60 520. 62 579.70 648. 42
2 PDRB Atas Dasar
Harga Konstan Tahun
2000 (Jutaan Rupiah)
159.19 168.76 179.12 190.20 201.91
3 Jumlah Penduduk
Pertengahan Tahun
(Jiwa)
121.19 123.98 126.57 128.85 131.52
4 PDRB Perkapita Atas
Dasar Harga berlaku
(Rupiah)
311. 64 359.41 411.32 449.92 493.04
5 PDRB Perkapita Atas
Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 (Rupiah)
131.35 136.12 141.52 147.62 153.52
Sumber: BPS Kota Bogor (2013)
43
1. Citra tempe sebagai panganan berbagai kalangan masyrarakat dengan harga
murah
Tempe adalah salah satu makanan olahan dari kedelai yang sudah dikenal
lama oleh masyarakat luas sebagai sumber protein nabati. Tempe merupakan
makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan, baik
itu kalangan kelas ekonomi atas, menengah dan bawah. Dibandingkan hasil
olahan kedelai lainnya seperti tahu, kecap, dan tauco, tempe memiliki harga yang
murah serta nilai kandungan gizi yang lebih baik. Masyarakat telah terbiasa dan
ter-mindset dengan harga tempe yang murah untuk dikonsumsi. Produk yang
diproduksi RTI adalah tempe higienis kualitas premium yang merupakan jenis
tempe segar yang dipasarkan dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan
tempe biasanya. Hal ini merupakan suatu ancaman bagi RTI dalam memasarkan
produknya. RTI membutuhkan manajemen pemasaran yang baik dalam
memasarkan produknya secara optimal.
2. Daya tawar pemasok tinggi
Bahan baku yang digunakan RTI didapat dari lima pemasok perusahaan
importer kedelai dan satu pemasok kedelai organik. Bahan baku tersebut dibeli
terlebih dahulu oleh KOPTI Kab. Bogor baru digunakan untuk produksi tempe
oleh RTI. Harga yang ditawarkan pemasok merupakan harga yang tetap dan tidak
ada kerjasama ataupun negosiasi harga yang dapat dilakukan. Hal itu
menunjukkan bahwa daya tawar pemasok cukup tinggi.
3. Produk subtitusi dengan fungsi sama
Tempe adalah olahan kedelai yang biasanya dikonsumsi masyarakat
Indonesia untuk pemenuhan protein dalam tubuh. Tempe memiliki ciri khas
tersendiri dalam hal rasa dan tekstur, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi
tahu sebagai produk olahan kedelai dengan tekstur yang berbeda untuk menjadi
produk subtitusi tempe. Tahu dan tempe memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai
pangan pelengkap dan pemenuhan protein bagi masyarakat Indonesia. Tempe dan
tahu memiliki perbedaan dalam hal penggunaan jenis kedelai. Tempe
menggunakan kedelai impor untuk hasil yang lebih baik sedangkan tahu
menggunakan kedelai lokal untuk hasil yang lebih baik karena saripatinya lebih
banyak. Produk subtitusi dari tempe ini berpotensi menjadi ancaman bagi RTI.
4. Hambatan masuk industri rendah
Perpres No. 36 Tahun 2010 menyatakan bahwa industri tempe merupakan
usaha yang dicadangkan bagi usaha mikro kecil dan menengah. Hal tersebut
mengindikasi bahwa industri tempe adalah industri yang cukup rendah
hambatannya bagi pendatang baru untuk memasukinya. Permintaan tempe yang
cenderung meningkat pun mendukung pendatang baru untuk memasuki bisnis
dalam industri tempe ini.
5. Harga produk pesaing lebih rendah
Tempe merupakan pangan murah meriah yang biasa di jual di pasar
tradisional. Dibandingkan dengan tempe yang dihasilkan RTI, rata- rata harga
pesaingnya berada dibawah dari harga yang dijual oleh RTI. Hal tersebut karena
perbedaan biaya produksi yang memengaruhi kualitas dari tempe yang dihasilkan
antara RTI dengan pesaingnya. Akan tetapi harga pesaing yang lebih rendah di
pasaran dapat menjadi ancaman bagi RTI apabila tidak disiasati dengan strategi
yang tepat.
44
FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS
Tahap Input (Pemasukan Data)
Tahap input (pemasukan data) merupakan tahap berisi informasi input
dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Pada tahap ini faktor internal
akan dimasukkan dalam matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan faktor
eksternal dalam matriks EFE (External Factor Evaluation). Semua informasi yang
telah dikumpulkan dan dianalisis sebagai faktor kunci internal dan eksternal akan
diberi bobot dan diberi peringkat untuk mendapatkan skor.
Matriks IFE
Analisis matriks IFE menghasilkan dua belas faktor kunci sukses internal
yang terdiri dari tujuh kekuatan dan lima kelemahan internal. Faktor kunci berupa
kekuatan dan kelemahan tersebut diberi bobot terlebih dahulu menggunakan
metode paired comparison kemudian diberi peringkat pada setiap faktor.
Pemberian bobot dan peringkat dilakukan oleh enam orang responden dari
internal RTI yaitu pemimpin usaha, bagian produksi, bagian pemasaran, bagian
keuangan dan, bagian operasional. Berdasarkan urutan yang didapat dari
pembobotan, kekuatan yang dimiliki RTI antara lain: (1) Kualitas produk (tempe)
premium dengan perizinan yang lengkap (2) Fasilitas produksi pribadi berupa
alat/ mesin semi modern (3) Terdapat merk dagang sendiri (4) Terdapat SOP
bagi para pekerja dalam proses produksi (5) Terdapat pengolahan limbah pribadi
(6) Produk (tempe) memiliki daya tahan relatif lama, dan (7) Jangkauan distribusi
luas. Sedangkan faktor kelemahan yang dimiliki perusahaan antara lain: (1)
Rendahnya kemampuan dan fokus manajemen (2) Pemasaran belum optimal (3)
Harga relatif tinggi (4) Belum adanya sistem akuntansi, dan (5) Produksi
cenderung hanya mengikuti permintaan konsumen
Hasil dari pemberian bobot dan peringkat yaitu nilai IFE yang dapat dilihat
pada Tabel 14. Hasil perhitungan matriks IFE menunjukan skor faktor kunci
internal sebesar 2.742437659. Hal ini mengindikasi bahwa Rumah Tempe
Indonesia memiliki posisi internal yang kuat karena skor faktor kunci internal
berada di atas 2.5. Hasil analisis matriks IFE untuk elemen kekuatan memperoleh
skor sebesar 2.117761584, sedangkan untuk elemen kelemahan memperoleh skor
sebesar 0.624676075. Nilai total skor kekuatan yang lebih besar dibandingkan
kelemahan menunjukkan bahwa dalam mengembangkan bisnisnya RTI mampu
memanfaatkan kekuatan internalnya dan mampu mengatasi kelemahan yang ada.
Dapat dilihat pada Tabel 14 bahwa kekuatan utama dari RTI adalah kualitas
produk premium dengan perizinan yang lengkap dengan skor 0.383788092,
sedangkan kelemahan utama RTI adalah pada belum adanya sistem akuntansi
dengan skor 0.114621651.
Matriks EFE
Analisis matriks EFE menghasilkan sepuluh faktor kunci sukses eksternal
yang terdiri dari lima peluang dan lima ancaman internal. Faktor kunci berupa
peluang dan ancaman tersebut diberi bobot terlebih dahulu menggunakan metode
45
paired comparison kemudian diberi peringkat pada setiap faktor. Pemberian bobot
dan peringkat dilakukan oleh enam orang responden dari internal RTI yaitu
pemimpin usaha, bagian produksi, bagian pemasaran, bagian keuangan, bagian
operasional. Berdasarkan urutan yang didapat dari pembobotan, peluang yang
dimiliki RTI antara lain: (1) Peningkatan pola konsumsi masyarakat akan gaya
hidup sehat (2) Tren kuliner di masyarakat (3) Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi (4) Pertumbuhan positif perekonomian dan jumlah penduduk, dan
(5) Persiapan memasuki perdagangan bebas AFTA (ASEAN Free Trade Area).
Sedangkan ancaman yang dimiliki perusahaan antara lain: (1) Citra tempe sebagai
panganan berbagai kalangan masyrarakat dengan harga murah (2) Daya tawar
pemasok tinggi (3) Produk substitusi dengan fungsi sama (4) Hambatan masuk
industri rendah, dan (5) Harga produk pesaing lebih rendah.
Hasil dari pemberian bobot dan peringkat yaitu nilai EFE yang dapat dilihat
pada Tabel 15. Hasil perhitungan matriks EFE menunjukan skor faktor kunci
Tabel 14 Matriks IFE pada Rumah Tempe Indonesia
Faktor Kunci Internal Bobot Peringkat Skor
Kekuatan
1. Kualitas produk (tempe)
premium dengan perizinan yang
lengkap
0.095947023 4 0.383788092
2. Fasilitas produksi pribadi berupa
alat/ mesin semi modern 0.090896518 3.833333 0.348436652
3. Terdapat merk dagang sendiri 0.083329963 3.333333 0.277766543
4. Terdapat SOP bagi para pekerja
dalam proses produksi 0.080829024 3.833333 0.309844592
5. Terdapat pengolahan limbah
pribadi 0.080202530 3.833333 0.307443032
6. Produk (tempe) memiliki daya
tahan relatif lama 0.079551868 3.166667 0.251914249
7. Jangkauan distribusi luas 0.079522808 3 0.238568424
Total Kekuatan 2.117761584
Kelemahan
1. Rendahnya kemampuan dan
fokus manajemen 0.092202082 1.5 0.138303123
2. Manajemen pemasaran belum
optimal 0.090264842 1.333333 0.120353123
3. Harga relatif tinggi 0.077624339 1.666667 0.129373898
4. Belum adanya sistem akuntansi 0.076414434 1.5 0.114621651
5. Produksi cenderung hanya
mengikuti permintaan konsumen
(sistem just in time)
0.073214568 1.666667 0.12202428
Total Kelemahan 0.624676075
Total 1 2.742437659
Sumber: Data Primer (2014) (Diolah)
46
eksternal sebesar 3.012453866. Hal ini mengindikasi bahwa Rumah Tempe
Indonesia dapat memanfaatkan dengan baik peluang dan mengatasi ancaman yang
ada di industrinya, karena total skor faktor kunci eksternal berada di atas 2.5.
Hasil analisis matriks EFE untuk peluang memperoleh skor sebesar 1.89021096,
sedangkan untuk ancaman memperoleh skor sebesar 1.122242907. Nilai total skor
peluang yang lebih besar dibandingkan ancaman menunjukkan bahwa RTI
merespon tinggi peluang yang ada dan merespon rendah ancaman. Dapat dilihat
pada Tabel 15 bahwa peluang terbesar bagi RTI adalah tren kuliner di masyarakat
dengan skor 0.416151204, sedangkan ancaman terbesar bagi RTI adalah citra
tempe sebagai panganan berbagai kalangan masyrarakat dengan harga murah
dengan skor 0.310280643.
Tahap Pencocokan
Pada tahap pencocokan berfokus pada penciptaan strategi alternatif yang
masuk akal dengan memperhatikan faktor- faktor internal utama berupa kekuatan
Tabel 15 Matriks EFE pada Rumah Tempe Indonesia
Faktor Kunci Eksternal Bobot Peringkat Skor
Peluang
1. Peningkatan pola konsumsi
masyarakat akan gaya hidup
sehat
0.120952654 3.166667 0.383016738
2. Tren kuliner di masyarakat 0.118900344 3.5 0.416151204
3. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi 0.114471172 3.5 0.400649102
4. Pertumbuhan positif
perekonomian dan jumlah
penduduk
0.111168385 3.166667 0.352033219
5. Persiapan memasuki
perdagangan bebas AFTA
(ASEAN Free Trade Area)
0.101508209 3.333333 0.338360697
Total Peluang 1.89021096
Ancaman
1. Citra tempe sebagai panganan
berbagai kalangan masyarakat
dengan harga murah
0.103426881 3 0.310280643
2. Daya tawar pemasok tinggi 0.094759450 2.5 0.236898625
3. Produk substitusi dengan
fungsi sama 0.082063765 2.5 0.205159413
4. Hambatan masuk industri
rendah 0.080937381 2.5 0.202343453
5. Harga produk pesaing lebih
rendah 0.071811760 2.333333 0.167560773
Total Ancaman 1.122242907
Total 1 3.012453866
Sumber: Data Primer (2014)
47
dan kelemahan, dan juga faktor- faktor eksternal utama berupa peluang dan
ancaman yang telah di analisis sebelumnya pada tahap pemasukan data. Teknik
dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks IE dan
matriks SWOT.
Matriks IE
Matriks IE adalah didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total skor IFE
pada sumbu x dan total skor EFE pada sumbu y. Total skor IFE sebesar
2.742437659 menggambarkan bahwa internal Rumah Tempe Indonesia (RTI)
berada dalam sedang/ rata-rata. Total skor EFE sebesar 3.012453866
menggambarkan bahwa RTI berada pada kondisi eksternal tinggi. Berdasarkan
total skor IFE dan total skor EFE, menunjukkan bahwa RTI berada pada sel II
(Gambar 11). Hal ini yang menggambarkan bahwa RTI berada pada posisi
tumbuh dan membangun (grow and build).
Gambar 11 Matriks IE pada Rumah Tempe Indonesia
Sumber: Data Primer (2014)
Strategi yang paling tepat digunakan RTI adalah strategi intensif (penetrasi
pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) dan atau integratif
(integrasi ke belakang, integrasi horizontal, dan integrasi ke depan). Strategi
intensif merupakan strategi secara intensif dalam memperbaiki posisi kompetitif
perusahaan dengan produk yang ada saat ini. Strategi intensif terdiri dari (1)
penetrasi pasar merupakan strategi untuk mencari pangsa pasar lebih besar untuk
barang dan jasa yang sudah ada dengan usaha pemasaran yang lebih gencar (2)
pengembangan pasar merupakan strategi untuk memperkenalkan produk-produk
yang sudah ada ke wilayah geografi baru (3) pengembangan produk merupakan
strategi untuk meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau
mengembangkan produk atau jasa yang sudah ada. Strategi integrasi
memungkinkan sebuah perusahaan untuk mendapatkan kontrol terhadap
distributor, pemasok dan pesaing. Strategi integrasi terdiri dari (1) integrasi ke
Grow and
Build
(I)
Grow and
Build
(II)
Hold and
Maintain
(II)
Grow and
Build
(IV)
Hold and
Maintain
(V)
Harvest and
Divest
(VI)
Hold and
Maintain
(VII)
Harvest and
Divest
(VIII)
Harvest and
Divest
(IX)
3.00-4.00 2.00-2.99 1.00-1.99
4.0
3.0
2.0
1.0
Tinggi
3.00-4.00
Sedang
2.00-2.99
Rendah
1.00-1.99
To
tal
Nil
ai
EF
E Y
an
g D
iber
i B
ob
ot
Total Nilai IFE Yang Diberi Bobot
Tinggi Sedang Rendah
48
depan merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan atau meningkatkan
kontrol atas distributor atau pengecer (2) integrasi horizontal merupakan strategi
untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas para pesaing, dan (3)
integrasi ke belakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok.
Tahap pencocokan pada matriks IE menghasilkan strategi alternatif
berdasarkan input skor IFE dan EFE. Analasis tahap pencocokan tidak hanya
dilakukan menggunakan matriks IE, analisis untuk menghasilkan alternatif
strategi juga dilakukan menggunakan matriks SWOT. Pada matriks SWOT akn
didapatkan empat strategi yaitu strategi SO (Strengths- Opportunities), strategi
WO (Weakness- Opportunities), strategi ST (Strengths- Threats), dan strategi WT
(Weakness- Threats).
Matriks SWOT
Berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal pada tahap input
dihasilkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Hasil analisis tersebut
kemudian dipadukan untuk mengembangkan matriks SWOT dan menghasilkan
alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam usaha Rumah Tempe Indonesia
(RTI) yang dapat dilihat pada Gambar 12. Pengembangan matriks SWOT ini
dilakukan juga berdasarkan perolehan analisis matriks IE yang dilakukan
sebelumnya. Alternatif strategi berdasarkan analisis matriks SWOT yang dapat
diterapkan dalam usaha RTI, yaitu:
1. Strategi SO (Strengths- Opportunities)
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal RTI untuk
memanfaatkan peluang eksternal. Strategi SO yang dapat diterapkan RTI yaitu:
Pengembangan pasar baru secara intensif
Strategi ini merupakan strategi intensif berdasarkan perolehan matriks IE pada sel
II yaitu strategi pengembangan pasar. Strategi ini dilakukan untuk meningkatkan
dan mengoptimalkan omset dari usaha yang dijalankan saat ini. Pada kegiatan
produksi, di RTI terdapat seorang kepala produksi, 3 orang pengrajin tempe yang
telah terseleksi, ruang produksi higienis dengan tata letak yang baik, SOP,
peralatan dan mesin sebagai sumber daya yang dimiliki. Kapasitas produksi RTI
dalam sekali produksi mencapai 1 ton kedelai, kapasitas ini lebih besar
dibandingkan rata- rata jumlah produksi yang dilakukan 6 bulan terakhir ini yaitu
sekitar 40 kg sampai 150 kg. Hal ini memungkinkan RTI melakukan
pengembangan pasar baru untuk memperkenalkan produk yang ada ke wilayah-
wilayah geografis yang baru secara intensif. Pengembangan pasar baru dapat
dilakukan secara intensif pada wilayah Jabodetabek. Strategi ini dapat dilakukan
RTI dengan menggunakan kekuatan internal berupa kualitas produk dengan
perizinan yang lengkap, fasilitas produksi pribadi berupa peralatan semi modern,
daya tahan produk yang relatif lebih lama, dan jangkauan distribusi luas, untuk
memanfaatkan peluang eksternal berupa peningkatan pola konsumsi masyarakat
akan gaya hidup sehat dan tren kuliner di masyarakat.
2. Strategi WO (Weakness- Opportunities)
Strategi WO adalah strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
internal RTI dengan cara memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO yang
dapat diterapkan RTI yaitu:
49
Menjalin kerjasama dengan para distributor yang memiliki konsumen sesuai
segmentasi pasar RTI
Strategi ini merupakan strategi integrasi berdasarkan perolehan matriks IE pada
sel II yaitu integrasi ke depan. Strategi ini berkaitan dengan usaha dalam
memperoleh kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas distributor atau paritel.
Distributor menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. RTI memiliki
produk dengan segmentasi pasar premium yaitu konsumen menengah atas,
konsumen yang peduli akan kesehatan, konsumen yang peduli akan kualitas
produk, perusahan besar yang menggunakan tempe untuk diolah menjadi
makanan bayi, rumah sakit, kedai vegetarian, dan restoran. Strategi menjalin
kerjasama dengan para distributor yang memiliki konsumen sesuai segmentasi
pasar RTI ini dapat dilakukan dalam mengembangkan usahanya. Strategi ini
diawali dengan survei pasar untuk melihat pasar- pasar potensial bagi produk yang
dihasilkan kemudian RTI dapat menjalin kerjasama dengan distributor yang ada
pada pasar potensial tersebut. Strategi ini dilakukan untuk memperbaiki
kelemahan berupa pemasaran yang belum optimal dengan memanfatkan peluang
berupa peningkatan pola konsumsi masyarakat akan gaya hidup sehat, tren kuliner
di masyarakat, dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Gambar 12 Matriks SWOT pada Rumah Tempe Indonesia
Sumber: Data Primer 2014
Kekuatan-S
1. Kualitas produk dengan perizinan
yang lengkap
2. Fasilitas produksi pribadi berupa peralatan semi modern
3. Terdapat merek dagang sendiri
4. Terdapat SOP bagi para pekerja dalam proses produksi
5. Terdapat pengolahan limbah pribadi
6. Produk memiliki daya tahan relatif lama
7. Jangkauan distribusi luas
Kelemahan-W
1. Rendahnya kemampuan dan
fokus manajemen
2. Pemasaran belum optimal
3. Harga relatif tinggi
4. Belum adanya sistem akuntansi
5. Produksi cenderung hanya mengikuti permintaan
konsumen
Peluang –O
1. Peningkatan pola konsumsi
masyarakat akan gaya hidup sehat
2. Tren kuliner di masyarakat
3. Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi
4. Pertumbuhan positif perekonomian dan jumlah
penduduk
5. Persiapan memasuki perdagangan bebas AFTA (ASEAN Free Trade
Area)
Strategi SO
1. Pengembangan pasar baru secara
intensif (S1, S2, S5, S6, S7, O1, O2,
O5)
Strategi WO
1. Menjalin kerjasama dengan
para distributor yang memiliki
konsumen sesuai segmentasi pasar RTI ( W2, W3, W5, O1,
O2, O3, O4 )
Ancaman-T
1. Citra tempe sebagai panganan
berbagai kalangan masyrarakat
dengan harga murah
2. Daya tawar pemasok tinggi
3. Produk substitusi dengan fungsi
sama
4. Hambatan masuk industri rendah
5. Harga produk pesaing lebih rendah
Strategi ST
1. Mempertahankan dan meningkatkan
kualitas produk (S2, S3, S4, T1, T4,
T5)
Strategi WT
1. Memperbaiki manajemen RTI
sebagai unit usaha dan
melakukan evaluasi fungsi
manajemen secara rutin (W1,
T1, T2, T4, T5 )
2. Membuat sistem akuntansi (W3, W4,T2, T3, T4, T5)
50
3. Strategi ST (Strengths- Threats)
Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman eksternal. Strategi ST yang
dapat diterapkan RTI yaitu:
Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk
Strategi ini termasuk dalam strategi intensif berdasarkan perolehan matriks IE
pada sel II yaitu strategi pengembangan produk. Strategi ini mengupayakan
peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki produk yang ada saat ini.
Strategi ini dapat dilakukan RTI dengan menggunakan kekuatan internal berupa
fasilitas produksi pribadi berupa peralatan semi modern, merek dagang sendiri,
SOP bagi para pekerja dalam proses produksi, dan pengolahan limbah pribadi
untuk menghindari ataupun mengurangi dampak ancaman daya tawar pembeli
relatif tinggi, hambatan masuk industri rendah dan harga produk pesaing yang
lebih rendah. Strategi ini mengarahkan RTI untuk selalu melakukan pengontrolan
pada kualitas produk yang dihasilkan setiap harinya. RTI juga perlu melakukan
penelitian dan pengembangan secara intensif untuk meningkatkan kualitas produk
yang dihasilkan seperti pada peningkatan kualitas, tekstur, serta rasa produk dan
teknik pengemasan produk.
4. Strategi WT (Strengths- Threats)
Strategi WT adalah strategi defensif yang diarahkan untuk mengurangi
kelemahan serta menghindari ancaman eksternal. Strategi WT yang dapat
diterapakan RTI yaitu:
Memperbaiki manajemen RTI sebagai unit usaha dan melakukan evaluasi
fungsi manajemen secara rutin Strategi ini merupakan strategi intensif berdasarkan perolehan matriks IE pada sel
II yaitu strategi pengembangan pasar. Sistem manajemen yang baik adalah salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu organisasi. Strategi ini akan
memperbaiki pengelolaan manajemen operasional RTI. Memperbaiki manajemen
RTI sebagai unit usaha akan meningkatkan kemampuan RTI dalam menghadapi
persaingan sehingga perusahaan dapat bertahan dan berkembang dalam
industrinya. Setelah dilakukan pengaturan sistem manajemen, kegiatan evaluasi
fungsi manajemen harus diagendakan secara rutin. Evaluasi rutin dilakukan
dengan pengadaan rapat organisasi. Kegiatan tersebut berisi pembahasan laporan
progress dari bagian pemasaran, produksi, operasional, dan keuangan, setelah itu
dilakukan evaluasi pada tiap bagian dan pemimpin memotivasi agar visi misi
organisasi tercapai. Kegiatan evaluasi ini akan mengaktifkan dan mengontrol
fungsi- fungsi manajemen organisasi secara jelas dalam pencapaian tujuan, misi,
dan visi dari RTI.
Membuat sistem akuntansi
Strategi ini merupakan strategi intensif berdasarkan perolehan matriks IE pada sel
II yaitu strategi pengembangan pasar. RTI merupakan unit usaha dari KOPTI Kab.
Bogor yang berbentuk UMKM. Membuat sistem akuntansi mandiri (tidak
bersentuhan langsung dalam sistem akuntansi induk usaha) akan membantu dalam
menentukan keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Keputusan investasi
atau disebut juga penganggaran modal adalah alokasi dan realokasi modal dan
sumber daya untuk berbagai produk, aset, dan divisi dalam sebuah organisasi,
sedangkan keputusan pembiayaan menentukan struktur modal terbaik bagi suatu
organisasi (David 2004). Pengelolaan keuangan UMKM bisa dilakukan secara
51
sederhana tanpa menggunakan sistem akuntansi, akan tetapi dengan adanya sistem
akuntansi yang baik akan membantu RTI merumuskan strategi secara efektif.
Tahap Keputusan
Pada tahap ini digunakan matriks QSP (Quantitative Strategic Planning)
sebagai alat dalam pengambilan keputusan strategi sebagai tahap akhir dari
analisis perumusan/formulasi strategi. Pada matriks QSP, informasi yang didapat
dari tahap input secara objektif digunakan untuk mengevaluasi strategi- strategi
alternatif yang diidentifikasi dalam tahap pencocokan (hasil pada matriks SWOT).
Matriks QSP
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi ((1) Pengembangan pasar baru
secara intensif (2) menjalin kerjasama dengan para distributor yang memiliki
konsumen sesuai segmenasi pasar RTI (3) mempertahankan dan meningkatkan
kualitas produk (4) memperbaiki manajemen RTI sebagai unit usaha dan
melakukan evaluasi secara rutin , dan (5) membuat sistem akuntansi) melalui
tahap pencocokan menggunakan matriks IE dan matriks SWOT, maka tahap akhir
dari analisis perumusan/ formulasi strategi adalah pemilihan strategi yang terbaik
untuk digunakan dalam pengembangan usaha RTI menggunakan matriks
Quantitative Strategic Planning (QSP).
Pada matriks QSP strategi yang memiliki nilai STAS (Sum Total
Attractiveness Score) atau jumlah keseluruhan daya tarik total paling tinggi
menunjukkan bahwa strategi tersebut paling menarik dibandingkan strategi
lainnya. Berdasarkan analisis matriks QSP, diperoleh prioritas strategi dari yang
tertinggi hingga terendah sebagai berikut: 1. Pengembangan pasar baru secara intensif, dengan STAS sebesar
6.269153111
2. Menjalin kerjasama dengan para distributor yang memiliki konsumen
sesuai segmentasi pasar RTI, dengan STAS sebesar 6.266078373
3. Memperbaiki manajemen RTI sebagai unit bisnis/ usaha dan melakukan
evaluasi fungsi manajemen secara rutin , dengan STAS sebesar
6.206630656
4. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk, dengan STAS sebesar
6.159021262
5. Membuat sistem akuntansi, dengan STAS sebesar 5.57066861
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada matriks QSP, maka strategi yang
sebaiknya diutamakan yaitu melakukan pengembangan pasar baru secara intensif.
Pengembangan pasar baru dilakukan dengan cara memperkenalkan produk yang
sudah ada pada daerah geografis yang baru. Rumah Tempe Indonesia saat ini
masih berfokus memasarkan produknya di Kota Bogor saja. Berdasarkan
keputusan strategi yang dihasilkan tersebut RTI dapat berupaya mengembangkan
pasar baru dengan produk yang ada saat ini ke wilayah Jadetabek secara intensif.
Strategi ini dilakukan dengan melakukan segmentasi pasar konsumen terlebih
dahulu dan ditunjang dengan membuat system akuntansi dan mengevaluasi
manajemen strategi fungsional secara rutin. Selain itu memastikan pasokan bahan
baku dan mengembangkan jaringan pasar juga perlu dilakukan.
52
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian formulasi strategi pengembangan bisnis yang
dilakukan pada usaha Rumah Tempe Indonesia (RTI), maka didapatkan simpulan
sebagai berikut:
1. Analisis lingkungan internal menghasilkan 12 faktor kunci internal yang
menjadi kekuatan dan kelemahan pada usaha RTI. Kekuatan yang dimiliki RTI
terdiri dari 7 faktor yaitu, (1) Kualitas produk (tempe) premium dengan
perizinan yang lengkap (2) Fasilitas produksi pribadi berupa alat/ mesin semi
modern (3) Terdapat merk dagang sendiri (4) Terdapat SOP bagi para
pekerja dalam proses produksi (5) Terdapat pengolahan limbah pribadi (6)
Produk (tempe) memiliki daya tahan relatif lama, dan (7) Jangkauan distribusi
luas. Sedangkan kelemahan yang dimiliki RTI terdiri dari 5 faktor yaitu, (1)
Rendahnya kemampuan dan fokus manajemen (2) Manajemen pemasaran
belum optimal (3) Harga relatif tinggi (4) Belum adanya sistem akuntansi,
dan (5) Produksi cenderung hanya mengikuti permintaan konsumen. Kekuatan
terbesar bagi usaha RTI adalah kualitas produk (tempe) premium dengan
perizinan yang lengkap, sedangkan kelemahan terbesar bagi usaha RTI adalah
belum adanya sistem akuntansi.
2. Analisis lingkungan eksternal menghasilkan 10 faktor kunci eksternal yang
menjadi peluang dan ancaman bagi usaha RTI. Peluang yang dapat
dimanfaatkan RTI terdiri dari 5 faktor yaitu, (1) Peningkatan pola konsumsi
masyarakat akan gaya hidup sehat (2) Tren kuliner di masyarakat (3)
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (4) Pertumbuhan positif
perekonomian dan jumlah penduduk, dan (5) Persiapan memasuki
perdagangan bebas AFTA (ASEAN Free Trade Area). Sedangkan ancaman
bagi RTI terdiri dari 5 faktor yaitu, (1) Citra tempe sebagai panganan berbagai
kalangan masyrarakat dengan harga murah (2) Daya tawar pemasok tinggi (3)
Produk substitusi dengan fungsi sama (4) Hambatan masuk industri rendah,
dan (5) Harga produk pesaing lebih rendah. Peluang terbesar bagi usaha RTI
adalah peningkatan pola konsumsi masyarakat akan gaya hidup sehat,
sedangkan ancaman terbesar bagi usaha RTI adalah citra tempe sebagai
panganan berbagai kalangan masyrarakat dengan harga murah.
3. Berdasarkan hasil matriks IFE dengan skor 2.742437659 dan matriks EFE
sebesar 3.012453866, diketahui bahwa posisi perusahaan pada matriks IE
berada pada kuadran II yaitu tumbuh dan membangun (grow and build).
Strategi yang paling tepat digunakan RTI adalah strategi intensif (penetrasi
pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) dan atau strategi
integratif (integrasi ke belakang, integrasi horizontal, dan integrasi ke depan).
Alternatif strategi yang dihasikan pada matriks SWOT didapatkan dengan
menerapkan strategi intensif dan integratif. Terdapat 5 alternatif strategi yang
dapat diterapkan RTI berdasarkan analisis matriks SWOT yaitu, (1)
Pengembangan pasar baru secara intensif (SO) (2) menjalin kerjasama dengan
para distributor yang memiliki konsumen sesuai segmentasi pasar RTI (WO)
(3) mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk (ST) (4) memperbaiki
53
manajemen RTI sebagai unit usaha dan melakukan evaluasi secara rutin
(WT1), dan (5) membuat sistem akuntansi (WT2). Berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan pada matriks QSP, maka strategi yang sebaiknya menjadi
prioritas dalam pengembangan bisnis RTI yaitu melakukan pengembangan
pasar baru secara intensif.
Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian formulasi strategi pengembangan
bisnis yang dilakukan pada usaha Rumah Tempe Indonesia (RTI), maka saran
yang dapat diberikan yaitu strategi yang telah dipilih (pengembangan pasar baru
secara intensif) sebaiknya dapat diimplementasikan. Langkah- langkah yang dapat
dilakukan untuk mengimplementasikan strategi tersebut yaitu:
- Melakukan segmentasi pasar konsumen. Segmentasi pasar ini dapat
dilakukan menggunakan variabel kawasan, ukuran provinsi, ukuran kota,
kepadatan, iklim, usia, jenis kelamin, ukuran keluarga, siklus hidup,
keluarga, penghasilan, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, suku
bangsa, kelas sosial, kepribadian, kesempatan memakai, manfaat yang dicari,
status pengguna, tingkat penggunaan, status loyalitas, tahap kesiapan, dan
sikap terhadap produk. Proses segmentasi pasar harus dilakukan secara tepat
dan akurat berdasarkan kemampuan dan tujuan internal.
- Memastikan bahan baku tersedia dan memungkinkan dalam menjalani
strategi ini. Kendali atas pemasok bahan baku dapat dilakukan pada
beberapa pemasok agar ketersediaan bahan baku selalu ada.
- Membuat sistem akuntansi. Pembuatan sistem akuntansi ini penting agar
alokasi dan realokasi modal dan sumber daya untuk berbagai produk, aset,
dan divisi dapat dilakukan secara tepat.
- Memperbaiki manajemen RTI sebagai unit usaha dan melakukan evaluasi
fungsi manajemen secara rutin
- Mengkomunikasikan strategi kepada seluruh pengelola bisnis RTI agar
proses pencapaian tujuan strategis dapat dilakukan dengan baik dan hasil
yang dicapai sesuai dengan tujuan organisasi.
- Mengembangkan jaringan pemasaran produk
Diharapkan terdapat penelitian lanjutan sebagai evaluasi bagi strategi
pengembangan usaha RTI yang telah di jalani.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia S. 2008. Dampak Kenaikan Harga Kedelai terhadap Efisiensi Teknis dan
Pendapatan Usaha Tempe dengan Pendekatan Stochastic Frontier (Studi
Kasus di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Arum I. S. R. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Sari Buah Belimbing pada CV.
Tirta Indah Sentosa Kota Depok, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
54
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik BPS: Pertumbuhan PDB
Tahun 2013 [Internet]. [diunduh 2014 Maret 7]; No. 16/02/Th. XVII.
Tersedia pada: http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb14.pdf.
David F. R. 2004. Manajemen Strategis Konsep. Alexander Sindoro, penerjemah;
Agus Widyantoro, editor. Jakarta (ID): Indeks. Terjemahan dari: Concepts
of Strategic Manajement. Ed ke- 7.
Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor. 2013. Perkembangan Jumlah UMKM di
Kota Bogor. Bogor (ID): Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor.
Dirgantoro, Crown. 2001. Manajemen Stratejik: Konsep, Kasus, dan
Implementasi. Jakarta (ID): Grasindo.
Harvita G. 2007. Identifikasi Kinerja Industri Kecil Tempe di Pulau Jawa dan
Lampung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Imran F. M. 2003. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dodol Nenas Mekar Sari
(Desa Tambak Mekar, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jauch L. R. , Glueck WF. 1995. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan.
Murad dan A.R. Henry Sitanggang, penerjemah; Agus Dharma, editor.
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Strategic Management and
Business Policy. Ed ke- 3.
Kinnear T. C., Taylor J. R. 1991. Marketing Research: An Applied Approach.
New York (US): McGraw-Hill, Inc.
[Kemenkeu] Kementrian Keuangan. 2014. ASEAN Free Trade Area. [Internet].
[diunduh 2014 Juni 7]. Tersedia pada:
http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
[Kemenkop] Kementrian Koperasi dan UKM. 2013. Perkembangan Data Usaha
Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2011-2012
[Internet]. [diunduh 2014 Februari 21]. Tersedia pada:
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=f
ile&id=394:perkembangan-data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-
usaha-besar-ub-tahun-2011-2012&Itemid=93
[Kemenkop] Kementrian Koperasi dan UKM. 2013. Perkembangan Data Usaha
Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2011-2012
[Internet]. [diunduh 2014 Februari 21]. Tersedia pada:
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=f
ile&id=394:perkembangan-data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-
usaha-besar-ub-tahun-2011-2012&Itemid=93.
[Kementan] Kementrian Pertanian RI. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan
Kedelai di Indonesia, Edisi Kedua [Internet]. [diunduh 2014 Februari 24].
Tersedia pada:
http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_tanamanpangan/ked
elai/kedelai-bagian-b.pdf.
Koswara S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta (ID): Pustaka Sinar
Harapan.
Kulinologi. 2010. Tren Bisnis Kuliner [Internet].
http://kulinologi.biz/index1.php?view&id=240 [Diakses tanggal 7 Juni
2014]
McNamee P. B. 1992. Strategic Management: A PC-based approach. London
(UK): Butterworth Heineman.
55
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian, Cetakan Ketujuh. Bogor (ID): Ghalia
Indonesia
Pearce J. A. , R.D. Robinson. 2009. Manajemen Strategis Formulasi,
Implementasi, dan Pengendalian. Kwan Men Yon, penerjemah; Nanda
Ayu W, editor. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic
Management- Formulating, Implementation, and Control, 10th
Edition.
Buku ke- 2 Ed ke- 10.
Porter M. E. 1991. Strategi Bersaing Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing.
Maulana A, penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Competitive Advantage.
Purwanto I. 2007. Manajemen Strategi. Bandung (ID): Yrama Widya
Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID):
PT Gramedia Pustaka Utama.
Rizal S. 2012. Gaya Hidup Sehat Orang Indonesia Meningkat [Internet]. [diunduh
2014 Juni 6]. Tersedia pada:
http://sinarharapan.co/news/read/10707/gaya-hidup-sehat-orang-indonesia-
meningkat
Setiawan I. 2011. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi di Kota Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor
Solahudin S. 1998. Visi Pembangunan Pertanian. Bogor (ID): IPB Press.
[Susenas] Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2014. Konsumsi Rata-Rata per Kapita
Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia, 2009-2013 [Internet].
[diunduh 2014 Februari 24]. Tersedia pada:
http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf
Umar H. 2008. Strategic Management in Action. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
Umar H. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik. Jakarta (ID): Rajawali
Pers.
Wira H. E. 2011. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Jamur pada The
Pinewood Farm di Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perolehan Bobot Faktor Kunci Internal
Faktor kunci Internal Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 6 Rata- Rata
Bobot
Kualitas produk (tempe) premium dengan
perizinan yang lengkap 0.098484848 0.097744361 0.08778626 0.098484848 0.102272727 0.090909091 0.095947023
Fasilitas produksi pribadi berupa alat/ mesin
semi modern 0.09469697 0.097744361 0.08778626 0.071969697 0.102272727 0.090909091 0.090896518
Produk (tempe) memiliki daya tahan relatif
lama 0.064393939 0.082706767 0.08778626 0.075757576 0.068181818 0.098484848 0.079551868
Terdapat pengolahan limbah pribadi 0.090909091 0.086466165 0.106870229 0.068181818 0.041666667 0.087121212 0.08020253
Terdapat SOP bagi para pekerja dalam proses
produksi 0.087121212 0.086466165 0.103053435 0.068181818 0.049242424 0.090909091 0.080829024
Terdapat merk dagang sendiri 0.083333333 0.07518797 0.072519084 0.079545455 0.098484848 0.090909091 0.083329963
Jangkauan distribusi luas 0.090909091 0.07518797 0.057251908 0.106060606 0.060606061 0.087121212 0.079522808
Belum adanya sistem akuntansi 0.079545455 0.07518797 0.095419847 0.064393939 0.087121212 0.056818182 0.076414434
Rendahnya kemampuan dan fokus
manajemen 0.090909091 0.07518797 0.099236641 0.090909091 0.102272727 0.09469697 0.092202082
Harga relatif tinggi 0.090909091 0.090225564 0.06870229 0.071969697 0.090909091 0.053030303 0.077624339
Manajemen pemasaran belum optimal 0.087121212 0.078947368 0.06870229 0.113636364 0.106060606 0.087121212 0.090264842
Produksi cenderung hanya mengikuti
permintaan konsumen 0.041666667 0.078947368 0.064885496 0.090909091 0.090909091 0.071969697 0.073214568
Total Bobot 1 1 1 1 1 1 1
Sumber: Data Primer 2011
57
Lampiran 2 Perolehan Peringkat Faktor Kunci Internal
Faktor kunci Internal Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 6 Rata- Rata
Peringkat
Kualitas produk (tempe) premium dengan
perizinan yang lengkap 4 4 4 4 4 4 4
Fasilitas produksi pribadi berupa alat/ mesin semi
modern 4 4 3 4 4 4 3.833333
Terdapat merk dagang sendiri 3 3 3 4 4 3 3.333333
Terdapat SOP bagi para pekerja dalam proses
produksi 4 4 4 3 4 4 3.833333
Terdapat pengolahan limbah pribadi 4 3 4 4 4 4 3.833333
Produk (tempe) memiliki daya tahan relatif lama 3 3 3 4 3 3 3.166667
Jangkauan distribusi luas 3 3 3 3 3 3 3
Rendahnya kemampuan dan fokus manajemen 2 2 2 1 1 2 1.5
Manajemen pemasaran belum optimal 1 1 2 2 1 2 1.333333
Harga relatif tinggi 1 2 2 2 2 2 1.666667
Belum adanya sistem akuntansi 2 1 1 1 1 2 1.5
Produksi cenderung hanya mengikuti permintaan
konsumen 2 1 2 2 2 2 1.666667
Sumber: Data Primer 2014
58
Lampiran 3 Perolehan Bobot Faktor Kunci Eksternal
Faktor kunci Eksternal Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 6 Rata- Rata
Bobot
Peningkatan pola konsumsi masyarakat akan gaya
hidup sehat 0.116666667 0.105555556 0.127777778 0.097938144 0.138888889 0.138888889 0.120952654
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi 0.127777778 0.116666667 0.15 0.097938144 0.133333333 0.061111111 0.114471172
Pertumbuhan positif perekonomian dan jumlah
penduduk 0.127777778 0.116666667 0.105555556 0.067010309 0.127777778 0.122222222 0.111168385
Tren kuliner di masyarakat 0.127777778 0.122222222 0.111111111 0.113402062 0.116666667 0.122222222 0.118900344
Persiapan memasuki perdagangan bebas AFTA
(ASEAN Free Trade Area) 0.127777778 0.127777778 0.094444444 0.097938144 0.1 0.061111111 0.101508209
Citra tempe sebagai panganan berbagai kalangan
masyrarakat dengan harga murah 0.1 0.111111111 0.094444444 0.092783505 0.116666667 0.105555556 0.103426881
Daya tawar pemasok tinggi 0.066666667 0.083333333 0.1 0.118556701 0.061111111 0.138888889 0.09475945
Produk substitusi dengan fungsi sama 0.083333333 0.083333333 0.083333333 0.097938144 0.083333333 0.061111111 0.082063765
Hambatan masuk industri rendah 0.055555556 0.066666667 0.083333333 0.113402062 0.061111111 0.105555556 0.080937381
Harga produk pesaing lebih rendah 0.066666667 0.066666667 0.05 0.103092784 0.061111111 0.083333333 0.07181176
Total Bobot 1 1 1 1 1 1 1
Sumber: Data Primer 2011
59
Lampiran 4 Perolehan Peringkat Faktor Kunci Eksternal
Faktor kunci Eksternal Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 6 Rata- Rata
Peringkat
Peningkatan pola konsumsi masyarakat akan
gaya hidup sehat 2 4 4 2 4 3 3.166667
Tren kuliner di masyarakat 3 4 4 4 3 3 3.5
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi 2 4 3 4 4 2 3.5
Pertumbuhan positif perekonomian dan
jumlah penduduk 3 3 3 3 4 3 3.166667
Persiapan memasuki perdagangan bebas
AFTA (ASEAN Free Trade Area) 3 3 3 3 4 4 3.333333
Citra tempe sebagai panganan berbagai
kalangan masyrarakat dengan harga murah 2 3 4 3 3 3 3
Daya tawar pemasok tinggi 2 3 3 3 2 2 2.5
Produk substitusi dengan fungsi sama 2 3 2 3 2 3 2.5
Hambatan masuk industri rendah 3 2 2 4 2 2 2.5
Harga produk pesaing lebih rendah 2 2 3 2 2 3 2.333333
Sumber: Data Primer 2014
60
Lampiran 5 Perolehan Matriks QSP
Faktor Kunci Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5
AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Kekuatan
Kualitas produk (tempe) premium dengan perizinan yang
lengkap 0.095947023 3.833333333 0.367796922 3.833333333 0.367796922 3.5 0.335814581 3.666666667 0.351805751 2.833333333 0.271849899
Fasilitas produksi pribadi berupa alat/ mesin semi modern 0.090896518 3.333333333 0.302988393 3.5 0.318137813 3.5 0.318137813 3.5 0.318137813 2.833333333 0.257540134
Terdapat merk dagang sendiri 0.083329963 3.833333333 0.319431525 3.666666667 0.305543198 3.66666667 0.305543198 3.666666667 0.305543198 2.833333333 0.236101562
Terdapat SOP bagi para pekerja dalam proses produksi 0.080829024 3.833333333 0.309844592 3.333333333 0.26943008 3.5 0.282901584 3.5 0.282901584 3.333333333 0.26943008
Terdapat pengolahan limbah pribadi 0.08020253 3.666666667 0.294075943 3 0.24060759 3.33333333 0.267341767 3.333333333 0.267341767 2.666666667 0.213873413
Produk (tempe) memiliki daya tahan relatif lama 0.079551868 3.333333333 0.265172893 3.666666667 0.291690183 3.5 0.278431538 3.333333333 0.265172893 2.5 0.19887967
Jangkauan distribusi luas 0.079522808 3 0.238568424 3.333333333 0.265076027 3 0.238568424 3.333333333 0.265076027 3.333333333 0.265076027
Kelemahan
Rendahnya kemampuan dan fokus manajemen 0.092202082 3 0.276606246 3 0.276606246 2.5 0.230505205 3.166666667 0.29197326 2.833333333 0.261239232
Manajemen pemasaran belum optimal 0.090264842 3.333333333 0.300882807 3 0.270794526 2.66666667 0.240706245 2.833333333 0.255750386 2.5 0.225662105
Harga relatif tinggi 0.077624339 3 0.232873017 3 0.232873017 3 0.232873017 2.833333333 0.219935627 3 0.232873017
Belum adanya sistem akuntansi 0.076414434 2.666666667 0.203771824 2.333333333 0.178300346 2.66666667 0.203771824 2.333333333 0.178300346 3 0.229243302
Produksi cenderung hanya mengikuti permintaan
konsumen 0.073214568 3 0.219643704 3 0.219643704 3 0.219643704 3.166666667 0.231846132 2.833333333 0.207441276
Peluang
Peningkatan pola konsumsi masyarakat akan gaya hidup
sehat 0.120952654 3.5 0.423334289 3.5 0.423334289 3.5 0.423334289 3.5 0.423334289 3 0.362857962
Tren kuliner di masyarakat 0.118900344 3 0.356701032 3 0.356701032 3 0.356701032 3.166666667 0.376517756 3 0.356701032
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi 0.114471172 3.5 0.400649102 3.666666667 0.419727631 3.33333333 0.381570573 3.666666667 0.419727631 3.333333333 0.381570573
Pertumbuhan positif perekonomian dan jumlah penduduk 0.111168385 3.166666667 0.352033219 2.833333333 0.314977091 3.16666667 0.352033219 3.166666667 0.352033219 2.666666667 0.296449027
Persiapan memasuki perdagangan bebas AFTA (ASEAN
Free Trade Area) 0.101508209 3 0.304524627 3 0.304524627 3.33333333 0.338360697 3 0.304524627 3 0.304524627
Ancaman
Citra tempe sebagai panganan berbagai kalangan
masyrarakat dengan harga murah 0.103426881 2.833333333 0.29304283 3.333333333 0.34475627 3.16666667 0.327518457 3.166666667 0.327518457 2.666666667 0.275805016
Daya tawar pemasok tinggi 0.09475945 2.5 0.236898625 2.666666667 0.252691867 2.5 0.236898625 2.333333333 0.221105383 2 0.1895189
Produk substitusi dengan fungsi sama 0.082063765 2.333333333 0.191482118 2.833333333 0.232514001 2.33333333 0.191482118 2.5 0.205159413 2 0.16412753
Hambatan masuk industri rendah 0.080937381 2.166666667 0.175364326 2.333333333 0.188853889 2.83333333 0.22932258 2.166666667 0.175364326 2.5 0.202343453
Harga produk pesaing lebih rendah 0.07181176 2.833333333 0.203466653 2.666666667 0.191498027 2.33333333 0.167560773 2.333333333 0.167560773 2.333333333 0.167560773
Total
68.66666667 6.269153111 68.5 6.266078373 67.3333333 6.159021262 67.66666667 6.206630656 61 5.57066861
Sumber: Data Primer 2014
61
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Rumah Tempe Indonesia
Gambar Proses Produksi
Gambar Ruang Kering
Gambar Saluran Limbah Menuju ke Reaktor
Gambar Ruang Basah
62
Gambar Ruang Fermentasi
Gambar Produk RTI
Gambar SOP di Ruang Produksi
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2014)
63
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rara Tama Putri dan lahir di Bandar Lampung
pada 3 Oktober 1992. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara
dari pasangan Saidi dan Ernasih.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu pada tahun 2004 lulus dari
Sekolah Dasar Negeri Semplak 2 Bogor. Pada tahun 2007 lulus dari Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2010 lulus dari Sekolah
Menengah Atas Negeri 2 Bogor. Keaktifan penulis semasa SMA salah satunya
sebagai anggota tim Degung SMAN 2 Bogor. Penulis juga pernah mendapat juara
2 Tim Cerdas Cermat UUD 1945 dan Ketetapan MPR RI Tingkat Provinsi Tahun
2007. Pada 2010 penulis melanjutkan kuliah dan diterima di Institut Pertanian
Bogor Departemen Agribisnis melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB). Saat kuliah penulis mengikuti kepanitiaan (Divisi Dana dan Sponsorship)
Masa Perkenalan Mahasiswa Departemen Agribisnis di IPBTahun 2012,
kepanitiaan (Divisi Konsumsi) Fieldtrip Departemen Agribisnis Angkatan 47
Tahun 2012, dan kepanitiaan (Divisi Konsumsi) Fieldtrip Departemen Agribisnis
Angkatan 47 Tahun 2013.