strategi peningkatan daya saing ekspor produk udang …repository.ub.ac.id/8179/1/rosida, rizqa...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK UDANG DI
PT. ALTER TRADE INDONESIA, BUDURAN, SIDOARJO, JAWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh:
RIZQA AMALIA ROSIDA
NIM. 135080401111074
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK UDANG DI
PT. ALTER TRADE INDONESIA, BUDURAN, SIDOARJO, JAWA TIMUR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
RIZQA AMALIA ROSIDA
NIM. 135080401111074
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
SKRIPSI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK UDANG DI PT. ALTER TRADE INDONESIA, BUDURAN, SIDOARJO, JAWA TIMUR
Oleh :
RIZQA AMALIA ROSIDA
NIM. 135080401111074
telah dipertahankan didepan penguji
pada tanggal 22 Desember 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK
UDANG DI PT. ALTER TRADE INDONESIA, BUDURAN,
SIDOARJO, JAWA TIMUR
Nama Mahasiswi : RIZQA AMALIA ROSIDA
NIM : 135080401111074
Program Studi : Agrobisnis Perikanan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : DR. IR. HARSUKO RINIWATI, MP
Pembimbing 2 : PROF. DR. IR. NUDDIN HARAHAB, MP
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : DR. IR. PUDJI PURWANTI, MP
Dosen Penguji 2 : DR. IR. AGUS TJAHJONO, MS
Tanggal Ujian : 22 Desember 2017
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas karunia dan kesehatan yang diberikan selama ini
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Ibu Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP selaku pembimbing 1 dan Bapak Prof. Dr.
Ir. Nuddin Harahab, MP selaku ketua Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan
dan Kelautan serta pembimbing 2 yang telah memberi banyak masukan
dan bimbingan dalam penulisan Laporan Skripsi.
3. Ibu Wahyu Handayani, Spi, MBA, MP selaku Ketua Program Studi
Agrobisnis Perikanan
4. Ibu Dr. Ir. Pudji Purwanti, MP selaku Dosen Penguji 1 dan Bapak Dr. Ir.
Agus Tjahjono, MS selaku dosen penguji 2
5. Bapak dan ibu dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya Malang
6. Bapak Harry Yuli Susanto selaku Direktur PT. Alter Trade Indonesia yang
telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penghimpunan data di
perusahaan. Manager Pemasaran Internasional yaitu Bapak Bagus
Julianto selaku pembimbing dalam pengumpulan data, Ibu Diah Novianti
selaku Manager Legal dan Personalia atas arahannya.
7. Staf dan Karyawan PT. Alter Trade Indonesia yang telah banyak
memberikan bantuan dan informasi
8. Orang tua tercinta (ayah Mulyono dan mama Sumaimunah) serta adik
Rozana Dwita Rosida dan adik Regita Olivia Rosida atas doa, masukan,
dorongan, semangat dan aliran dana yang senantiasa mengiringi penulis
dalam setiap proses skripsi.
9. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Fajar Achmadi atas
semangat, masukan, dorongan, dan kontribusi selama proses penelitian
skripsi dan penulisan laporan.
10. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk sahabat AP (Nining
Yusnita, Dea Kusumawati, Khusnul Khotimah, Fitriatush Sholihah, Rizki
Dwi Lestari, Dela Anggun, Madu Alita Fitria, dan Ikrima Basyari) atas
semangat dan masukan dalam penulisan laporan skripsi.
Malang, 22 Desember 2017
Penulis
Rizqa Amalia Rosida
RINGKASAN
RIZQA AMALIA ROSIDA. Skripsi tentang Strategi Peningkatan Daya saing Ekspor Udang di PT. Alter Trade Indonesia, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur (dibawah bimbingan Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP dan Dr. Ir. Nuddin Harahab, MP).
Penelitian Skripsi ini dilaksanakan di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo yang terletak di desa Sukorejo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 20 Juli 2017 – 27 Juli 2017. Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang perikanan, maka dari itu perlu adanya upaya untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada. Salah satunya adalah ekspor. Selain memanfaatkan sumberdaya yang ada, ekspor juga dapat meningkatkan devisa negara.
Salah satu industri perikanan yang melakukan ekspor di Kabupaten Sidoarjo yaitu PT. Alter Trade Indonesia. Bergerak dibidang prosessor dan eksportir udang, industri ini memiliki peluang yang besar untuk dibangun dan dikembangkan karena letak dekat dengan bahan baku dan akses yang baik, sehingga dapat dikatakan menguntungkan dan kebutuhan pasar akan udang juga semakin tinggi. Namun pemasaran dari udang di PT. Alter Trade Indonesia masih berorientasi pada pasar tertentu. Selain itu dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi akan memicu persaingan. Perusahaan dituntut untuk dapat menyusun dan menerapkan strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasar, maupun memanfaatkan kesemapatan yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) Mengetahui profil PT. Alter Trade Indonesia, 2) Menganalisis Indikator yang mempengaruhi daya saing udang di PT. Alter Trade Indonesia, 3) Menganalisis faktor internal dan eksternal ekspor produk udang di PT. Alter Trade Indonesia, dan 4) Merumuskan strategi ekspor udang di PT. Alter Trade Indonesia. Sedangkan jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan secara non-probability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 8 orang yang merupakan Kepala Departemen yang ada di PT. Alter Trade Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi, dan kuisioner. Analisis data yang digunakan adalah Porter’s Diamond Model untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan daya saing ekspor produk udang, analisis faktor internal dan eksternal, penentuan posisi perusahaan menggunakan matriks IE, dan matriks SWOT untuk penentuan strategi, serta matriks Grand Strategy untuk fokus strategi yang dibahas.
Berdasarkan hasil analisis daya saing dengan Porter’s Diamond Model diperoleh bahwa dimensi kondisi permintaan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing di PT. Alter Trade Indonesia. Hal ini ditunjukan dari jumlah skor yang bernilai 3,81. Memiliki pembeli tetap di Jepang, tidak membuat perusahaan hanya terfokus pada pasar di negara tersebut. Semakin meluasnya pasar menyebabkan peningkatan permintaan disetiap tahunnya. Selain dapat memaksimalkan produksi, peningkatan permintaan menunjukkan bahwa PT. Alter Trade Indonesia memiliki produk dan pelayanan yang berkualitas, aman dan terpercaya bagi konsumen sehingga dapat menembus pasar ekspor yang memiliki standar keamanan pangan berbeda disetiap negaranya.
Berdasarkan Internal-Eksternal Matrix, dengan nilai total skor IFAS = 2,88 menggambarkan bahwa PT. Alter Trade Indonesia memiliki faktor internal yang kuat, dimana kekuatan-kekuatan yang ada bisa meminimalisir kelemahan yang ada. Sedangkan skor EFAS sebesar 2,56 menggambarkan bahwa PT. Alter Trade Indonesia memiliki respon yang baik terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman yang muncul. PT. Alter Trade Indonesia berada pada sel 5 yang artinya pada kondisi stabil ataupun dapat melakukan upaya dengan strategi intregasi horizontal. Sehingga berdasarkan matriks IE, PT. Alter Trade Indonesia dapat disarankan untuk melakukan perluasan pasar,
ii
fasilitas produksi dan teknologi melalui pengembangan internal maupun eksternal industri yang sama. Seperti menambah jumlah tambak yang dikelola dan memperluas mitra petambak.
Terdapat beberapa strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisa SWOT, yaitu : (a) Optimalisasi kapasitas produksi; (b) Memperbesar market share (pangsa pasar) di pasar utama atau pasar ekspor; (c) Peningkatan sales ekspor; (d) Mengembangkan sistem komunikasi online berupa website guna memudahkan dalam pemasaran dan pemesan bagi konsumen; (e) Mengadakan pelatihan / workshop mengenai produksi berazas HACCP; (f) Menambah area budidaya (tambak) milik perusahaan; (g) Memperluas jaringan mitra petambak; (h) Bekerja sama dengan instansi/akademisi guna inovasi budidaya (seperti pakan); (i) Menjaga kualitas produk; (j) Penjelasan teknis melalui social education untuk petambak mengenai; (k) Mengoptimalkan R&D yang ada; dan (l) Pemanfaatan kelebihan tenaga kerja untuk perluasan kapasitas.
Berdasarkan hasil analisis Matriks Grand Strategy, dimana anlisis tersebut berdasarkan perhitungan dari faktor eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap daya saing PT. Alter Trade Indonesia. Maka didapatkan hasil berupa titik koordinat yang mana hasil perhitungan berada pada daerah kuadran I atau berada pada daerah SO (Strenght Opportunity) yang artinya strategi peningkatan daya saing PT. Alter Trade Indonesia adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Dengan kata lain, PT. Alter Trade Indonesia memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Adapun strategi yang menjadi prioritas ialah Strategi SO, sebagai berikut: (1) Optimalisasi kapasitas produksi; (2) Memperbesar market share (pangsa pasar) di pasar utama atau pasar ekspor; (3) Peningkatan sales ekspor; dan (4) Mengembangkan sistem komunikasi online berupa website guna memudahkan dalam pemasaran dan pemesan bagi konsumen.
KATA PENGANTAR
Penulis menyajikan laporan penelitian yang berjudul “Strategi Peningkatan Daya
Saing Ekspor Produk Udang di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur”
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Di bawah bimbingan:
1. Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP
2. Prof. Dr. Ir. Nuddin Harahab, MP
Strategi peningkatan daya saing ekspor produk perikanan di PT. Alter Trade Indonesia
yang paling tepat menggunakan strategi SO yang menghasilkan empat strategi utama.
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi pengekspor dan
masyarakat umum, khususnya pengekspor udang.
Malang, Desember 2017
Rizqa Amalia Rosida
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 6 1.3 Tujuan ........................................................................................................... 9 1.4 Kegunaan ...................................................................................................... 9
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 11 2.2 Definisi Udang ............................................................................................... 14
2.2.1 Udang Windu (Panaeus Monodon) ....................................................... 14 2.3 Teori Strategi ................................................................................................. 15 2.4 Teori Daya Saing ........................................................................................... 22 2.5 Ekonomi Internasional ................................................................................... 23 2.6 Teori Perdagangan Internasional ................................................................... 25
2.6.1 Teori Ekspor.......................................................................................... 29 2.6.2 Tata Laksana Ekspor Hasil Perikanan................................................... 30
2.7 Profil Negara Tujuan Ekspor .......................................................................... 48 2.7.1 Profil Pasar Thailand ............................................................................. 48 2.7.2 Profil Pasar Jepang ............................................................................... 62
2.8 Porter’s Diamond Model ................................................................................ 72 2.9 Perumusan Strategi ....................................................................................... 74
2.9.1 External Factor Evaluation Matrix (Matriks EFE) ................................... 74 2.9.2 Internal Factor Evaluation Matrix (Matriks IFE) ...................................... 74 2.9.3 Internal-External Matrix (Matriks IE) ...................................................... 75 2.9.4 Matriks SWOT ....................................................................................... 75
2.10 Kerangka Pemikiran..................................................................................... 76
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 78 3.2 Objek Penelitian ............................................................................................. 78 3.3 Jenis Penelitian.............................................................................................. 78 3.4 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 79
3.4.1 Populasi ................................................................................................ 79 3.4.2 Sampel .................................................................................................. 79 3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel ................................................................. 79
3.5 Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 80 3.5.1 Data Primer ........................................................................................... 80
v
3.5.2 Data Sekunder ...................................................................................... 81 3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 81
3.6.1 Observasi .............................................................................................. 81 3.6.3 Wawancara .......................................................................................... 82 3.6.4 Studi Pustaka ........................................................................................ 82 3.6.4 Kuisioner ............................................................................................... 83
3.7 Definisi Operasional ....................................................................................... 83 3.8 Variabel dan Indikator .................................................................................... 84 3.9 Metode Analisis Data ..................................................................................... 85
4. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................................. 93
4.1.1 Geografis Wilayah ................................................................................. 93 4.1.2 Topografi Wilayah ................................................................................. 94
4.2 Keadaan Penduduk Desa Sukorejo ............................................................... 95 4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ............................... 95 4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Lapangan Usaha .............................. 96 4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama ............................................. 96
3.3. Perikanan di Kabupaten Sidoarjo .................................................................. 97
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Profil Perusahaan .......................................................................................... 100
5.1.1 Sejarah Perusahaan ............................................................................. 100 5.1.2 Profil Perusahaan ................................................................................. 101 5.1.3 Struktur Organisasi ............................................................................... 102 5.1.4 Ketenagakerjaan ................................................................................... 102 5.1.5 Proses Produksi .................................................................................... 104
5.2 Karakteristik Responden dan Distribusi Jawaban .......................................... 108 5.2.1 Distribusi Jawaban Responden .......................................................... 109
5.2.1.1 Dimensi Kondisi Faktor ........................................................... 109 5.2.1.2 Dimensi Kondisi Permintaan ................................................... 114 5.2.1.3 Dimensi Strategi Perusaahaan, Struktur, dan Persaingan ...... 115 5.2.1.4 Dimensi Industri Terkait dan Pendukung ............................... 117
5.3. Analisis Daya Saing ...................................................................................... 119 5.4 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ...................................................... 125
5.4.1 Faktor Internal ................................................................................... 125 5.4.1.1 Kekuatan ............................................................................... 125 5.4.1.2 Kelemahan ............................................................................ 132
5.4.2 Faktor Eksternal ................................................................................ 137 5.4.2.1 Peluang ................................................................................. 137 5.4.2.2 Ancaman ............................................................................... 141
5.5 Perumusan Strategi ...................................................................................... 145 5.6 Hasil Strategi Pengembangan ...................................................................... 151
6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 159 6.2 Saran ............................................................................................................ 161
6.2.1 Saran Praktis ....................................................................................... 161 6.2.2 Saran Akademis .................................................................................. 162
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ....... 163
Lampiran .................................................................................................. ....... 165
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Importir Produk Perikanan Terbesar di Dunia ..................................................... 2
2. Nilai Ekspor Produk Perikanan Thailand ............................................................ 50
3. Konsumsi Ikan Perkapita Thailand ..................................................................... 51
4. Impor Produk Perikanan Thailand ...................................................................... 53
5. Kondisi Perekonomian Jepang ........................................................................... 64
6. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Jepang Terhadap Produk Perikanan ............ 66
7. Perkembangan Impor Produk Perikanan Jepang Berdasarkan Komoditas Utama 66
8. Perkembangan Impor Produk Perikanan Jepang Berdasarkan Negara Eksportir 67
9. Dokumen yang diperlukan untuk Impor Clearance ............................................. 70
10. Standar Labelling di Jepang untuk Makanan Olahan ....................................... 72
11. Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 84
12. Variabel dan Indikator ...................................................................................... 85
13. Scoring Analisis Daya Saing ............................................................................ 87
14. Matrix EFE ....................................................................................................... 88
15. Matrix IFE ........................................................................................................ 89
16. Matriks SWOT Atau TOWS .............................................................................. 91
17. Data Penduduk Desa Sukorejo Berdasarkan Usia ........................................... 95
18. Data Penduduk Desa Sukorejo Berdasarkan Lapangan Usaha ....................... 96
19. Data Penduduk Desa Sukorejo Berdasarkan Agama ....................................... 96
20. Produksi Penangkapan Laut di Kabupaten Sidoarjo ......................................... 98
21. Produksi Udang di Tambak Menurut Jenis di Kab. Sidoarjo ............................. 99
22. Jumlah Tenaga Kerja PT. Alter Trade Indonesia .............................................. 102
23. Karakteristik Responden di PT. Alter Trade Indonesia, Sidoarjo ...................... 108
24. Jumlah Petambak dan Pandega di Kabupaten Sidoarjo ................................... 110
25. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Kondisi Faktor .......................... 112
26. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Kondisi Permintaan .................. 114
27. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Strategi Perusahaan, Struktur,
dan Persaingan ............................................................................................... 116
28. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Industri Terkait dan Pendukung 118
29. Hasil Skoring Analisis Faktor Daya Saing di PT. Alter Trade Indonesia ............ 119
30. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Daya Saing PT. Alter Trade Indonesia .... 122
31. Kriteria Penilaian untuk Analisis Daya Saing .................................................... 123
32. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) ............................. 136
vii
33. Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) ..................................... 144
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tiga Strategi Generik ............................................................................................ 18
2. Alur Prosedur Ekspor Hasil Perikanan .................................................................. 48
3. Rantai Pasok Ikan Laut Segar di Bangkok Fish Market ........................................ 57
4. Saluran Rantai Pasok Ikan Tawar di bangkok Fish Market ................................... 58
5. Diagram Prosedur Pre-Impor ................................................................................ 62
6. Diagram Proses Importasi .................................................................................... 62
7. Prosedur Impor Produk Seafood ke Jepang ......................................................... 69
8. Model Diamond Porter .......................................................................................... 74
9. Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 77
10. Matriks Internal Eksternal Model Untuk Strategi Korporat .................................. 90
11. Matriks Grand Strategi ....................................................................................... 92
12. Hasil Penentuan Posisi Perusahaan Dengan Matriks Internal Eksternal .......... 146
13. Matriks SWOT Untuk Perumusan Alternatif Strategi di PT. Alter Trade
Indonesia ......................................................................................................... 147
14. Matriks Grand Strategy (Hasil) ......................................................................... 150
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Administrasi Lokasi Penelitian .................................................................... 165
2. Struktur Organisasi PT. Alter ............................................................................. 167
11
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian terdahulu
Haryotejo (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Analysis of Export
Market Diversification of Indonesia’s Shrimp Commodity. Menurut penelitiannya
menyatakan bahwa secara umum ekspor komoditi udang Indonesia
memperlihatkan kecenderung cukup terkonsentrasi pada pasar Amerika Serikat
Serikat dan Jepang. Berdasarkan penghitungan daya saing, dengan
menggunakan RCA pada tiga negara tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat,
Jepang dan Uni Eropa, komoditi udang Indonesia memiliki daya saing yang
bagus di pasar negera Amerika Serikat dan Jepang. Sedangkan daya saing
komoditi udang Indonesia relatif lebih lemah di pasar Uni eropa. Rumusan
strategi yang diberikan untuk dapat meningkatkan daya saing ialah upaya
peningkatan promosi dengan pemanfaatan market intelegent negara-negara
tujuan ekspor potensial, dan penetrasi pasar ke negara-negara Non Tradisional
seperti China, Jerman, Belanda dan Puerto Rico. Selain itu perlunya melakukan
Bilateral Trade Agreement dan Regional Trade Agreement untuk memperluas
akses pasar ekspor. Serta meningkatkan mutu dan kualitas komoditi udang
ekspor Indonesia di pasar Uni Eropa melalui peningkatan standard mutu dan
sanitasi, serta pemeriksaan kandungan residu antibiotik terhadap udang yang
akan diekspor ke pasar Uni Eropa.
Lindawati, et al. (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Competitiveness
Analysis of Catfish Commodities of Bogor Distric”. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis daya saing dengan menggunakan
metoda PAM nilai Private Costs Ratio (PCR) sebesar 0,43, Domestic Resource
Costs Ratio (DRC) sebesar 0,14, Nominal Protection Coefficient on Tradables
Inputs (NPCI) sebesar 1,20 dan Nominal Protection Coefficient on Tradables
12
Inputs (NPCI) sebesar 1,15. Keempat angka tersebut merupakan indikator dari
rendahnya daya saing komoditas Lele di Kabupaten Bogor dibandingkan
komoditas saingannya yang berasal dari Tulungagung. Pada dasarnya
komoditas lele kabupaten Bogor memiliki daya saing kompetitif, namun tidak
secara komparatif. Lebih rendahnya daya saing komparatif komoditas ikan lele
Kabupaten Bogor tersebut terjadi selain karena tingginya harga input tradables,
juga oleh karena buruknya lingkungan yang menimbulkan kebutuhan atas input
tambahan berupa obat-obatan dan vitamin. Selain itu, daya saing kompetitif yang
dimiliki oleh komoditas lele Kabupaten Bogor, berasal dari adanya proteksi dalam
bentuk diskriminasi harga yang dikenakan terhadap harga komoditas lele oleh
pelaku pemasar di tingkat pengumpul. Menurut hasil analisis sensifitas dalam
penelitian ini memberi petunjuk bahwa untuk meningkatkan daya saing
komparatif komoditas ikan lele Kabupaten Bogor terdapat 2 strategi kebijakan.
Kebijakan pertama adalah penurunan dan stabilisasi harga input tradables.
Kebijakan ini dilakukan dengan dua buah program. Program pertama adalah
peningkatan ketersediaan berbagai input produksi - terutama input produksi
berupa pakan dan benih. Program kedua adalah pembatasan jumlah pelaku
usaha budidaya komoditas lele di Kabupaten Bogor. Kebijakan kedua adalah
peningkatan produktifitas para pembudidaya lele Kabupaten Bogor. Kebijakan ini
dapat dilakukan melalui program peningkatan kapasitas para pelaku usaha
melalui berbagai pelatihan cara berbudidaya yang baik dan benar, serta
modernisasi praktek-praktek berbudidaya.
Radiarta, et al. (2015), dalam penelitiannya yang berjudul “Analysis of
Aquaculture Development Based on Blue Ecomony Concept Using Analytical
Hierarchy Process (AHP) Approach”. Hasil penelitiannya yang dilakukan di
beberapa lokasi pengembangan perikanan budidaya dengan pendekatan AHP
menunjukkan bahwa penerapan BE di bidang perikanan budidaya masih harus
13
diperkaya dengan kerangka kebijakan kelautan dan perikanan, termasuk
didalamnya ketersediaan teknologi perikanan budidaya yang prospektif,
peningkatan sumberdaya manusia, sosialisasi konsepsi BE, dan penerapan
perikanan budidaya yang mampu mengakomodasi prinsip-prinsip BE.
Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT diperoleh alternative strategi yaitu
sebagai berikut (1) pengembangan sumber daya manusia (SDM); (2) Analisis
kelayakan komoditas; (3) Analisis kelayakan lahan yang lebih detail; (4)
Sosialisasi program dari pusat ke daerah; (5) Penerapan konsep BE pada
aktivitas budidaya.
Lestari, et al. (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Competitiveness
Improvement Strategy of Indonesia Processed Tuna in The International Market”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan analisis profil kompetitif,
tiga faktor produksi dan pemasaran sangat berpengaruh terhadap daya saing
ikan tuna yaitu (1) mutu ikan tuna yang dihasilkan diproses dengan berat 0,143,
(2) tarif dan non tarif dengan berat 0.114 dan (3) pengembangan dan pasar
promosi dengan berat 0,110. Faktor-faktor manusia dan kelembagaan, faktor
yang memiliki peranan penting dalam peningkatan dayasaing adalah (1) Peran
Pemerintah dalam pengembangan industri pengolahan tuna dengan berat 0.147,
(2) Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menangani mutu
dengan bobot 0,135, dan (3) peran pemerintah dalam pencegahan dan
penanganan illegal fishing berat 0,130. Berdasarkan analisis RCA dan analisis
matriks profil kompetitif yang dilakukan dalam penelitian ini, strategi prioritas
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing tuna Indonesia yang
diproses dengan faktor-faktor produksi dan pemasaran seperti (1) Meningkatkan
mutu olahan tuna Indonesia, (2) Mendorong mengatasi hambatan tarif dan non
tarif, (3) meningkatkan pengembangan pasar dan pengetahuan promosi.
Sedangkan prioritas strategik untuk faktor-faktor manusia dan kelembagaan
14
adalah (1) Meningkatkan Peran Pemerintah dalam pengembangan industri
pengolahan tuna, (2) Meningkatkan kapasitas SDM yang mampu menangani
mutu, (3) pemberantasan dan pengendalian illegal fishing.
2.2 Definisi Udang
Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, ikan
adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada di dalam lingkungan perairan. Pada bagian penjelasan angka 3 pasal 7
ayat (6), yang dimaksud dengan “jenis ikan” adalah a) ikan bersirip (pisces); b)
udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustacea); c) kerang, tiram, cumi-
cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (mollusca); d) ubur-ubur dan sebangsanya
(coelenterata); e) teripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermata); f)
kodok dan sebagainya (amphibia); g) buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air,
dan sebangsanya (reptilia); h) paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan
sebangsanya (mamalia); i) rumput laut, dan tumbuh-tumbuhan lain yang
hidupnya di dalam air (algae); dan j) biota perairan lainnya yang ada kaitannya
dengan jenis-jenis tersebut di atas; semuanya termasuk bagian-bagiannya dan
ikan yang dilindungi.
2.2.1 Udang Windu (Penaeus monodon)
Menurut Soetomo (1988) dalam Yuniarso (2006), klasifikasi udang windu
(Penaeus monodon) adalah sebagai berikut :
Phyllum : Arthropoda
Subphyllum : Mandibulata
Classis : Crustacea
Subclassis : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Subordo : Natantia
Familia : Penaeidae
15
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon
Menurut Yuniarso (2006), pada umumnya semua udang memiliki sifat alami
yang sama, yakni aktif pada malam hari (nocturnal), baik aktifitas untuk mencari
makan dan reproduksi. Beberapa indera yang digunakan udang untuk
mendeteksi makanan adalah penglihatan (sight), audio atau vibrio sense,
thermosense dan chemosense. Dari keempat indera tersebut chemosense atau
chemoreseptor merupakan alat yang paling peka untuk mendeteksi pakan.
Dalam mencari pakan udang lebih mengandalkan indera kimia daripada indera
penglihatan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ache (1982), yang menyatakan
bahwa alat chemoreseptor pada Crustacea bersifat sensitif dalam memberikan
respon untuk bahan-bahan kimia sebaik terhadap temperatur dan pH.
Udang windu memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas sampai pada
kisaran 35-45 ppt. Pertumbuhan udang windu ditunjukkan pada adanya proses
pergantian kulit (moulting). Kondsi udang saat ganti kulit sangat lemah sehingga
akan sangat mudah diserang oleh sesama udang lainnya. Hal ini disebabkan
udang memiliki sifat kanibalisme. Udang biasanya membenamkan diri kedalam
lumpur untuk menghindari ancaman tersebut (Sumeru dan Anna (2004) dalam
Yuniarso (2006)).
2.3 Teori Strategi
Strategi merupakan suatu gagasan yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Gagasan tentang konsepsi strategi pada dasarnya terus berubah , dipengaruhi
oleh pemikiran tentang lingkungan dan dicerminkan dalam paradigma stratejik,
yang tentunya terus berubah (Assuari, 2016).
Definisi strategi pertama yang dikemukakan oleh Chandler (1962) dalam
Rangkuti (2005) menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang dari
suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang
16
penting untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan menurut Porter (1985)
dalam Rangkuti (2005) Strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai
keunggulan bersaing. Sehingga perlu pemahaman yang baik mengenai konsep
strategi dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan. Konsep-konsep strategi
tersebut adalah sebagai berikut :
A. Distinctive Competence
Setiap perusahaan selalu berlomba dalam menciptakan suatu inovasi dengan
tujuan agar perusahaan tersebut lebih unggul dari pesaing dalam menciptakan
sesuatu, hal tersebut dapat dilakukan dari segi produk, pemasaran, bahkan
sistem manajemen. Jika inovasi yang diciptakan tidak mudah tiru, maka hal
tersebut dapat dijadikan sebuah kekuatan bagi perusahaan itu sendiri.
Perusahaan memiliki kekuatan yang tidak mudah ditiru oleh perusahaan pesaing
dipandang sebagai perusahaan yang memiliki Distinctive Competence. Dimana
distinctive competence adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar
dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaing, dan dapat
disebut dengan kompetensi unggulan. Kompetensi unggulan juga merupakan
suatu kekuatan yang dimiliki oleh hanya sebagian kecil perusahaan yang saling
bersaing. Organisasi yang mengeksploitasi kompetennsi unggulan seringkali
memperoleh keuntungan dari pasar dan memenangkan persaingan.
Menurut Day dan Wensley dalam Rangkuti (2005), identifikasi distinctice
competence dalam suatu organisasi meliputi keahlian tenaga kerja dan
kemampuan sumber daya. Kedua kemampuan tersebut memberi dapat yang
baik bagi perusahaan yakni dapat lebih unggul dibandingkan dengan
kompetitornya.
Peniruan kompetensi unggulan adalah upaya duplikasi kompetensi unggulan
perusahaan pesaing. Oleh karena itu perlu pengimplementasian strategi yang
berharga. Ketika suatu kompetensi tidak dapat ditiru, strategi yang
17
mengimplementasikan kompetensi tersebut menghasilkan keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan.
B. Competitive Advantage
Perusahaan umumnya berupaya untuk selalu dapat mencapai tujuan dan
sasarannya di dalam kondisi persaingan yang semakin ketat. Keberhasilan
pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan hanya dimungkinkan bila
perusahaan itu mempunyai keunggulan bersaing (competitive advantage).
Sehingga membangun keunggulan bersaing harus dilakukan perusahaan secara
tepat dan berkelanjutan, dengan menyusun strategi dan sekaligus
mengimplementasikannya (Assuari, 2016).
Keunggulan bersaing (competitive advantage) merupakan kegiatan spesifik
yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan
perusahaan lain. Keunggulan bersaing disebabkan oleh pilihan strategi yang
dilakukan perusahaan untuk merebut peluang pasar (Rangkuti, 2005).
Strategi yang ditetapkan untuk meningkatkan keunggulan bersaingnya agar
mencapai tujuan bisnis perusahaan berupa peran dominan perusahaan dalam
persaingan dipasar dinamakan Strategi Bisnis. Startegi Bisnis merupakan
keputusan untuk menggarahkan agar perusahaan dapat mempertahankan dan
meningkatkan posisi bersaingnya, dengan terus berupaya melakukan perbaikan
efisiensi, dan mengembangkan teknologi yang digunakan dalam produksi agar
dapat dicapai biaya rendah dan harga murah (Assuari, 2016).
Keunggulan bersaing perusahaan dapat dicapai melalui Strategi Keunggulan
Biaya, dengan menghasilkan produk tertentu yang sama di pasar, pada tingkat
biaya yang lebih rendah. Hal ini dapat dicapai, bila perusahaan melakukan
operasi produksinya dengan kapasitas yang berskala ekonomis, dan
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan. Strategi keunggulan bersaing
juga dapat pula di capai melalui penggunaan strategi Keunggulan Diferensiasi,
18
dimana pengusaha menghasilkan produk yang unik, dengan tampilan produk
yang berbeda dan harga yang premium (Assuari, 2016).
Kedua tipe dasar keunggulan bersaing diatas dikombinasikan dengan ruang
lingkup kegiatan perusahaan yang dilakukan untuk mencapainya akan
menghasilkan tiga pilihan Strategi Generik untuk mencapai kinerja diatas rata-
rata dalam suatu industry: keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus (Porter,
1985). Ketiga strategi generic dapat dilihat pada Gambar 1.
Pemikiran yang menlandasi konsep strategi generik adalah bahwa
keunggulan bersaing merupakan inti dari strategi apapun, dan mencapai
keunggulan bersaing mengharuskan perusahaan untuk menentukan pilihan jenis
keunggulan bersaing yang akan dicapainya serta cakupan pasar tempat
perusahaan akan mencapainya. Masing-masing strategi generic mencakup jalur
yang secara mendasar berbeda-beda menuju ke keunggulan bersaing. Strategi
keunggulan biaya dan strategi diferensiasi mencapi keunggulan bersaing dalam
beragam segmen industri luas. Sedangkan strategi fokus mengejar keunggulan
biaya (fokus biaya) atau diferensiasi (fokus diferensiasi) dalam segmen sempit.
CAKUPAN PERSAINGAN
Sasaran Luas→ 1. Keunggulan Biaya
2. Diferensiasi
Sasaran Sempit→
3A. Fokus Biaya 3B. Fokus Diferensiasi
Gambar 1. Tiga Strategi Generik (Porter, 1985)
Startegi dalam Ekspor Hasil Perikanan
Menurut Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(2015), dalam memasuki pasar ekspor, eksportir dapat mempertimbangkan 10
langkah strategis yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Keputusan manajemen untuk melaksanakan ekspor
19
Keputusan untuk melakukan ekspor ataupun hanya dipasarkan di dalam
negeri tergantung keputusan manajemen perusahaan. Apabila manajemen
perusahaan memutuskan untuk mengekspor, maka manajemen perusahaan
harus menentukan langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk
keberhasilan dalam memasuki pasar ekspor.
2) Menentukan komoditas/produk perikanan yang akan diekspor
Hal ini mencakup antara lain:
a. Komoditas/produk perikanan apa saja yang dapat diekspor?
- Semua komoditas/produk perikanan dapat diekspor, selama
dibutuhkan dan sesuai dengan selera pembeli
- Semua komoditas perikanan yang dapat di produksi, atau
- Semua komoditas yang dapat dipasok oleh produsen lain.
b. Komoditas/produk perikanan apa saja yang laku di pasar internasional?
Komoditas/produk perikanan yang laku di pasar internasional adalah
yang mempunyai daya saing tinggi. Komoditas yang mempunyai daya
saing tinggi pada umumnya ditentukan oleh faktor:
- Mutu/kualitas yang sesuai dengan selera konsumen,
- Kegunaan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen,
- Harga yang sesuai dengan daya beli konsumen,
- Waktu penyerahan (delivery time) yang sesuai dengan musim
pemasaran dan iklim di negara konsumen
c. Menganalisis kondisi negara tujuan ekspor
Sebelum memilih negara tujuan ekspor perlu dipelajari terlebih dahulu
beberapa kondisi dibawah ini:
- Populasi suatu negara untuk menentukan prospek pasar,
- Agama, tradisi dan budaya penduduk untuk menentukan selera di
negara itu,
20
- Kondisi politik, ekonomi, sosial, untuk menentukan resiko bisnis di
negara itu,
- Iklim di negara tujuan ekspor untuk menentukan jenis komoditas
dan penetapan waktu pengapalan (delivery)
- Peraturan ekspor-impor, perbankan, keuangan dan transportasi
untuk dapat menghitung harga yang akurat dan lain-lain.
d. Menetapkan pasar potensial dan segmen pasar
Setelah menetapkan pasar potensial dan segmen pasar, langkah
selanjutnya adalah menentukan saluran pemasaran yang akan dipilih.
Saluran pemasaran yang dapat dipilih antara lain:
- Menunjuk sole importer di negara bersangkutan,
- Menunjuk agen penjualan,
- Mendirikan confirming house atau kantor cabang,
- Menyerahkan urusan impor kepada importir umum di negara tujuan
ekspor,
- Diserahkan pada pembeli bebas (independent buyers)
e. Menentukan strategi operasional
Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola
dasar bauran pemasaran (marketing mix) yang dikenal dengan istilah 6-
P yaitu:
- Price
- Promotion
- Place
- Power of government
- Power of Parliament
f. Menentukan sistem promosi
Sedikitnya ada 5 media promosi yang dapat dipakai, antara lain:
21
- Pameran dagang internasional (trade fairs) di dalam negeri maupun
di luar negeri;
- Membuat brosur dan dikirimkan kepada calon pembeli;
- Pemasangan iklan di media cetak dan elektronik;
- Melalui Atase Perdagangan, Kamar Dagang Indonesia, Indonesia
Trade Promotion Center (ITPC);
- Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) dan Lembaga
Penunjang Ekspor (LPE);
g. Mempelajari peta pemasaran komoditas tertentu
Sebelum menentukan pasar potensial dan segmen pasar, sebaiknya
dipelajari peta pemasaran komoditi tertentu (gambaran potensi impor
dari suatu negara terhadap komoditi yang akan diekspor). Cara yang
biasa ditempuh dengan mengumpulkan data impor selama 2 – 5 tahun
negara tersebut.
h. Mempelajari dan alamat lengkap badan-badan promosi
Setelah menentukan promosi, langkah berikutnya mengumpulkan nama
dan alamat lengkap media promosi yang dipilih, khususnya yang berada
di wilayah negara sasaran ekspor
i. Menyiapkan brosur dan Price list
Agar calon pembeli lebih mengenal komoditas yang akan diekspor dapat
ditempuh cara sebagai berikut:
- Mengirimkan contoh barang itu sendiri
- Membuat brosur dan daftar harga
Harga yang disiapkan adalah catatan Harga Umum (Price Indicator)
agar pembeli dapat membandingkan harga tersebut dengan harga
komoditas serupa dari negara lain.
j. Menyiapkan surat perkenalan
22
Promosi, selain ikut trade fairs, juga dapat dilakukan dengan membuat
surat perkenalan yang dikirimkan kepada :
- Asosiasi importir di negara tujuan
- Atase perdagangan asing yang ada di dalam negeri
- Kantor perwakilan badan promosi negara asing, antara lain JETRO,
KOTRA, AMCHAM, dan lain-lain
- Atase Perdagangan di luar negeri
- BPEN serta seluruh kantor Indonesia Trade Pomotion Centre
(ITPC) di negara tujuan ekspor.
2.4 Teori Daya Saing
Istilah daya saing (competitiveness), meskipun setidaknya telah “diawali” oleh
konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) Ricardo abad 18,
mendapat perhatian yang semakin besar terutama pada tiga decade belakangan
ini. Daya saing, satu dari sekian jargon yang sangat popular, tetapi tetap tidak
sederhana untuk dipahami. Menurut Porter (1990), istilah daya saing sama
dengan competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan
bersaing sama dengan competitive advantage. Sehingga daya saing dapat
bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang
dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu (Mahatama, 2013).
Pada dasarnya secara umum daya saing didefinikanan sebagai kemampuan
dari suatu industry untuk menunjukan keunggulan dalam hal tertentu, dengan
cara memperlihatkan situasi dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil kerja
yang lebih baik dibandingkan dengan industry lainnya. Sehingga faktor yang
harus diperhatikan dalam persaingan adalah keunggulan ( Agustina, 2010).
Menurut Tambunan (2002), kondisi utama yang harus dipenuhi agar
pengembangan industry pada akhirnya dapat bersaing di pasar regional maupun
internasional adalah:
23
1. Menciptakan lingkungan internal yang kondusif. Meliputi kualitas sumber
daya manusia, penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi,
sistem manajemen, budaya bisnis, kekuatan modal, dan jaringan bisnis dari
pihak luar.
2. Menciptakan lingkungan eksternal yang kondusif. Meliputi sistem
pemburuhan dan kondisi pasar buruh, kondisi infrastruktur dan tingkat
pendidikan masyarakat.
2.5 Ekonomi Internasional
Pada hakekatanya ilmu ekonomi internasional adalah cabang dari ilmu
ekonomi yang memperlajari tentang kegiatan-kegiatan ekonomi antar satu
negara dengan negara lainnya atau segala sesuatu mengenai hubungan
ekonomi antar bangsa (Amalia, 2007). Ekonomi internasional adalah ilmu
ekonomi yang membahas ketergantungan antara negara-negara di dunia, baik
dari segi pedagangan internasional maupun pasar kredit internasional
(Salvatore,1994, dalam Apridar 2012)
Ilmu ekonomi internasional memperlajari alokasi sumberdaya yang langkah
guna memenuhi kebutuhan manusia. Hanya saja masalah alokasi dianalisa
dalam hubungan antara pelaku ekonomi satu negara dengan negara lain. Ilmu
ekonomi internasional berusaha untuk mempelajari bagaimana hubungan
ekonomi antara satu negara dengan negara lain dapat mempengaruhi alokasi
sumberdaya baik antara dua tersebut maupun antar beberapa negara.
Hubungan ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, infestasi,
pinjaman, bantuan serta kerja sama internasional. Oleh karena itu ekonomi
internasional lebih luas pengertiannya apabila dibandingkan dengan
perdagangan nasional yang hanya menyangkut pertukaran barang dan jasa saja.
24
Para pelaku yang mengadakan hubungan ekonomi internasional meliputi swasta,
pemerintah maupun organisasi internasional (Noprin, 2014).
Menurut Noprin (2014), menerangkan bahwa ekonomi internasional berbeda
dengan ekonomi interegional (antar daerah dalam satu negara). Ekonomi
internasional menyangkut beberapa negara dimana:
a) Mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal relatif lebih sukar
(immobilitias faktor produksi)
b) Sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang
berbeda
c) Faktor-faktor produksi yang dimiliki (faktor endowment) berbeda sehingga
dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan.
Secara khusus, ekonomi internasional berkutat dengan teori perdagangan
internasional, kebijakan perdagangan internasional, neraca pembayaran dan
pasar valuta asing, serta makroeonomi perekonomian terbuka. Teori
perdagangan internasional (international trade theory) menganalisis landasan
dan manfaat dari perdagangan. Kebijakan perdagangan internasional
(international trade policy) meneliti tentang alasan dan pengaruh dari
pembatasan perdagangan. Neraca pembayaran (balance of payment) mengukur
pendapatan dan pengeluaran total suatu negara terhadap negara- negara lain di
dunia, yang mana pasar valuta asing (foreign exchange market) merupakan
kerangka institusional untuk pertukaran mata uang suatu negara dengan negara
yang lain. Terakhir, makroekonomi perekonomian terbuka berkaitan dengan
mekanisme penyesuaian neraca pembayaran (adjustment in balance of
payment) ketika tejadi ketidakseimbangan (defisit atau surplus). Lebih penting
lagi, makroekonomi perekonomian terbuka menganalisis hubungan antara
sektor-sektor internal dan eksternal dari perekonomian suatu negara dan
bagaimana mereka saling terkait dan saling bergantung dengan perekonomian
25
negara-negara lain di dunia yang berada di dalam sistem moneter internasional
terbuka (Salvatore, 2014).
Ekonomi internasional mencakup baik aspek mikro maupun makro. Aspek
mikro, misalnya menyangkut masalah jual-beli secara internasional (yang sering
disebut dengan ekspor-impor). Kegiatan perdagangan internasional ini
tergantung pada keadaan pasar hasil produksi maupun pasar faktor produksi ,
yang merupakan salah satu topik dalam analisa ekonomi mikro. Masing-masing
pasar saling berhubungan satu dengan lain yang dapat mempengaruhi
pendapatan ataupun kesempatan kerja. Masalah ini merupakan topik makro
ekonomi (Noprin, 2014).
Berdagang dengan negara lain kemungkinan dapat memperoleh keuntungan,
yakni dapat membeli barang yang harganya lebih rendah dan mungkin dapat
menjual keluar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi. Perdagangan luar
negeri sering timbul karena adanya perbedaan harga di berbagai negara.
Perbedaan harga bukanlah hanya ditimbulkan oleh karena adanya perbedaan
ongkos produksi, tetapi juga karena perbedaan dalam pendapatan serta selera.
Permintaan akan sesuatu barang sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan.
Selera dapat memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan
sesuatu barang antara berbagai negara. Apabila persediaan suatu barang di
satu negara tidak cukup untuk memenuhi permintaan, negara tersebut dapat
mengimpor dari negara lain (Noprin, 2014)
2.6 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Noprin (2014), Teori perdagangan internasional membantu
menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta
bagaimana efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara. Di samping
itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukan adanya keuntungan
26
yang timbul dari adanya perdagangan internasional (gains from trade). Beberapa
teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional pada
dasarnya adalah sebagai berikut :
a) Teori Klasik
Keungguulan Absolut (absolut advantage) oleh Adam Smith
Adam Smith memulai dengan prinsip yang sederhana bahwa dua
negara hanya akan berdagang dengan satu sama lain secara suka rela
apabila kedua negara mendapat manfaat. Jika satu negara tidak
mendapatkan apa-apa atau kehilangan, dia akan menolak untuk
berdagang. Menurut adam Smith perdagangan antara dua negara
didasarkan pada keunggulan absolut. Ketika satu negraa lebih efisien
daripada yang lain dalamproduksi satu komoditas tetapi kurang efisien
daripada negara lain dalam memproduksi komoditas kedua, kedua
negara dapat mendapatkan manfaat dengan masing-masing
mengkhususkan diri dalam produksi komoditas yang memiliki keunggulan
absolut dan bertukar hasil dengan negara lainnya untuk komoditas yang
memiliki kelemahan absolut (Salvatore, 2014).
Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) rill bukan moneter
sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory)
perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya pada variabel rill. Seperti misalnya nilai sesuatu diukur
dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan
suatu barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan semakin
tinggi nilai barang tersebut (labor theory of value).
Adam smith percaya bahwa semua negara akan memperoleh
keuntungan dari perdagangan bebas dan sangat mengajurkan kebijakan
27
laissez faire yakni membatasi campurtangan pemerintah sekecil apapun
dalam sistem ekonomi (Salvatore, 2014).
Teori nilai tenaga kerja ini sifatnya sangat sederhana sebab
menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta
merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya bahwa
tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produkso itu tidak hanya satu serta
mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Namun teori ini memiliki dua manfaat :
pertama, memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan
tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukarkan. Kedua, meskipun
pada teori-teori berikutnya (teori modern) kita tidak menggunakan teori
nilai tenaga kerj namun prinsip teori ini tetap tidak bisa ditinggalkan atau
tetap berlaku (Noprin, 2014).
Kemanfaatan Relatif (comparative advantage) oleh John Struart Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative
advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comperative
disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih
murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan
ongkos yang besar.
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang
ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barag tersebut. Makin banyak tenaga yang dicurahkan untuk
memproduksi sutau barang, makin mahal barang tersebut. Apabila nilai
tukar dalam perdagangan itu sama dengan harga di dalam negeri salah
satu negara, maka keuntungan karena perdagangan (Gains from trade)
tersebut hanya ada pada satu negara saja.
Biaya Relatif (comparative cost) oleh David Ricardo
28
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah
teorinya tentang nilai/value. Menurutnya nilai/value sesuatu barang
tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barang tersebut (labor cost value theory). Perdangan antar
negara akan timbul apabila masing-masing negara memiliki comparative
cost yang terkecil.
Pada dasarnya teori comperative cost dan comperative advantage itu
sama, hanya kalau pada teori comparative advantage untuk sejumlah
tertentu tenaga kerja di masing-masing negara outputnya berbeda.
Sedangkan comparative cost, untuk sejumlah output tertentu, waktu yang
dibutuhkan berbeda antara satu negara dengan negara lain.
b) Teori Modern
Faktor Proporsi (Hecksher & Ohlin)
Teori yang lebih modern seperti yang dikemukakan oleh Hecksher dan
Ohlin menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu
negara dengan negara lain karena adanya perbedaan dalam jumlah
faktor produksi yang dimilikinya. Proporsi faktor produksi yang dimiliki
oleh suatu negara itu berbeda-beda, sehingga menimbulkan perbedaan
relatif harga-harga di berbagai negara
Kesamaan harga faktor produksi (factor price equalization) oleh P.
Samuelson
Inti dari teori ini adalah bahwa perdagangan bebas cenderung
mengakibatkan harga faktor-faktor produksi sama di beberapa negara.
Permintaan dan Penawaran (Teori Parsial)
Pada prinsipnya perdagangan antara 2 negara itu timbul karena
adanya perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan
29
ini berbeda misalnya karena perbedaan pendapat dan selera. Sedangkan
perbedaan penawaran misalnya dikarenakan perbedaan di dalam jumlah
dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.
2.6.1 Teori Ekspor
Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean
Indonesia ke daerah pabean negara lain. Biasanya proses ekspor dimulai dari
adanya penawaran dari suatu pihak yang disertai dengan persetujuan dari pihak
lain melalui sales contract process, dalam hal ini adalah pihak Eksportir dan
Importir. Proses pembayaran untuk pengiriman ini dapat melalui metode Letter of
Credit (L/C) atau non-L/C, masing-masing metode memiliki risiko dan
keuntungan tersendiri (Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, 2017)
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari sutau negara
ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Ekspor
barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di
negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari
perdagangan internasional, lawannya impor. Sektor ekspor yang pulih
merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi bagi sebagian besar negara di
asia Tenggara (Apridar, 2012).
Menurut Amir (2003), dalam persaingan internasional khususnya didalam
daya saing produk ekspor, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan. Aspek
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih
rendah dari harga yang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih
rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini negara
pengekspor memiliki keunggulan komparatif.
2. Mutu Produk, Mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan
selera konsumen.
30
3. Waktu Penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di
negara tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat
berakibat fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi dipasarkan
yang akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan produk
tersebut.
2.6.2 Tata Laksana Ekspor Hasil Perikanan
Memberikan produk dan layanan terbaik sudah pasti dilakukan dalam
pelaksanaannya dan standar yang ditetapkan. Namun menjadi lebih kompleks
ketika standar yang telah ada dalam negara pengekspor ditambah dengan
standar yang ditetapkan pula oleh negara mitra. Sehingga ekpor memerlukan
perhatian serta penanganan lebih karena kegiatan ini menyangkut dua negara
bahkan lebih. Selain itu pengekspor perlu memahami tata laksana ekspor di
dalam negeri maupun negara tujuan, demi mempertahankan daya saing yang
dimiliki.
Menurut Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015), dalam tata laksana
ekspor hasil perikanan ada beberapa hal yang perlu dipahami sehingga dapat
menambah wawasan dan menjadi bimbingan dalam pelaksanaan ekspor, antara
lain: (1) pelaku/lembaga dalam pemasaran internasional produk perikanan; (2)
dokumen dalam perdagangan internasional hasil perikanan; (3) proses
perdagangan internasonal hasil perikanan; (4) prosedur ekspor secara umum;
dan (5) prosedur ekspor hasil perikanan.
A. Pelaku/lembaga dalam Pemasaran Internasional Produk Perikanan
Proses ekspor tidak lepas dari beberapa pemangku kepentingan yang berasal
dari berbagai kalangan seperti eksportir itu sendiri, produsen, hingga lembaga
pemerintahan. Semuanya saling terintegrasi untuk mobilitas ekspor itu sendiri.
31
Menurut Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015), para pelaku/lembaga
yang terlibat dalam pemasaran internasional produk perikanan adalah sebagai
berikut:
a. Eksportir
Pelaku utama dalam perdagangan internasional produk perikanan seperti
contoh di atas adalah eksportir yang dalam hal ini kita sebut saja PT. Mina
Laut. Perusahaan/Eksportir hasil perikanan mungkin dapat dibagi 3 (tiga)
kategori yaitu Eksportir Produsen/ Pengolah, Eksportir Agen, dan Eksportir
Pedagang.
b. Produsen/Supplier
Sebagai contoh, PT. XYZ Laut mungkin saja hanyalah pedagang –
perantara dan bukan produsen/pengolah produk perikanan. Karena itu
dalam melakukan transaksi ekspornya, PT. XYZ Laut memerlukan bantuan
pengusaha lain, dalam hal ini adalah perusahaan supplier bahan baku.
Tetapi dalam rangka menciptakan sustainable resources atau sesuai Code
of Conduct Responsibility Fishery (CCRF) diharapkan eksportir juga
bertindak sebagai produsen.
c. Perbankan
Untuk membeli raw material dari supplier bahan baku dan melakukan
operasional proses produksi/ pengolahan maka biasanya perusahaan atau
eksportir produsen/pengolah memerlukan dana. Oleh karena itu perusahaan
membutuhkan dana untuk operasional produksi/pengolahan dari badan
usaha lain yaitu perbankan
d. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Produk
Untuk menjamin mutu dan keamanan pangan dari produk perikanan yang
akan diekspor, terutama untuk menjamin keamanan produk bila dikonsumsi
diperlukan pemeriksaan mutu produk dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk
32
oleh Otoritas Kompeten di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hasil
pemeriksaan mutu ini akan berpengaruh terhadap bonafiditas perusahaan/
eksportir dan buyer/importer sebagai penerima atau penjual produk
perikanan diluar negeri dan menghindari tuntutan ganti rugi (claims) dari
pembeli baik buyer terhadap eksportir atau konsumen terhadap importir.
Eksportir perlu mencermarti bahwa ada dua istilah Health Certificate (HC)
dalam buku ini berdasarkan fungsi dan tujuan dari Health Certificate
tersebut.
Oleh karena itu berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
nomor 19 tahun 2010 tentang Pengendalian Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan dinyatakan bahwa diperlukan upaya pencegahan yang perlu
diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan
pendistribusian untuk menghasilkan hasil perikanan yang bermutu dan aman
bagi kesehatan. Selanjutnya Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan
kewenangan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan sebagai Otoritas Kompeten untuk melakukan pengendalian
jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Kewenangan tersebut meliputi
penerbitan: sertifikat CPIB, sertifikat CBIB, sertifikat penerapan HACCP dan
sertifikat kesehatan.
Sedangkan apabila ada persyaratan tambahan lain oleh negara importir
yang mengharuskan atau meminta, maka perlu dilengkapi atau menyertakan
Sertifikat Kesehatan/Health Certificate dalam rangka pencegahan/ pengujian
hama dan penyakit ikan, dimana hal ini biasanya berlaku bagi produk ikan
hidup, pakan, dll yang diekspor atau diimpor. Eksportir dapat menghubungi
Stasiun Karantina, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang biasanya
berlokasi di lingkungan Pelabuhan Umum atau Bandar Udara untuk
mendapatkan sertifikat kesehatan dimaksud.
33
Untuk penerbitan HC produk perikanan tujuan konsumsi manusia,
eksportir dapat mengajukannya kepada LPPMHP yang mengeluarkan
berdasarkan hasil uji sesuai permintaan negara tujuan. Berdasarkan
keputusan Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan
Nomor KEP.115/KEP-BKIPM/2013 tentang Pendelegasian Kewenangan
Lembaga Inspeksi dan Sertifikasi Dalam Penerbitan Sertifikat Kesehatan,
telah diberikan kewenangan kepada 31 LPPMHP dalam penerbitan Sertifikat
Kesehatan sebagai jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Pada tanggal 30 November 2015 keputusan tersebut dicabut melalui
Keputusan Nomor 110/KEP-BKIPM/2015 tentang Pencabutan Atas
Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Nomor 115/KEP-BKIPM/2013 tentang
Pendelegasian Kewenangan Lembaga Inspeksi dan Sertifikasi Dalam
Penerbitan Sertifikat Kesehatan. Dengan diterbitkannya Keputusan
dimaksud, maka terhitung mulai 2 Januari 2016 kewenangan lembaga
inspeksi dan sertifikasi dalam penerbitan sertifikat kesehatan dilakukan oleh
BKIPM dan Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Daerah Provinsi, dapat melakukan fungsi pengujian mutu dan keamanan
hasil perikanan, sepanjang memenuhi persyaratan yang berlaku.
e. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Dalam kegiatan ekspor produk perikanan peran Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi adalah sebagai lembaga teknis untuk melakukan
pembinaan teknis secara periodik terhadap eksportir produsen/pengolah
dalam hal kelayakan dasar unit pengolahan ikan sesuai dengan Keputusan
Dirjen P2HP Nomor PER.09/DJ-P2HP/2010 tentang Persyaratan, Tata Cara
Penerbitan, Bentuk dan Format Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP).
34
f. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(dh. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan)
Dalam kegiatan ekspor produk perikanan Direktorat Jenderal Penguatan
Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan memiliki peran untuk
menerbitkan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (KP) dengan melakukan
penilikan/inspeksi (inspection) terhadap kelayakan dasar unit pengolahan
ikan dalam hal Cara Berproduksi Makanan Yang Baik atau Good
Manufacturing Practices (GMP), dan Prosedur Operasi Sanitasi Standar
atau Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP).
g. Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan
Dalam sistem perdagangan internasional atau untuk dapat memasuki
negara tujuan, maka berlaku persyaratan teknis yang disebut Sanitary and
Phytosanitary (SPS) yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang
Pangan (Food Law) atau Regulation in Food Hygiene di masing-masing
negara untuk memberikan jaminan mutu keamanan produk
makanan/perikanan. Selanjutnya, masing-masing negara eksportir membuat
instrumen kebijakan/ peraturan berkenaan dengan sistem manajemen mutu
dan keamanan pangan. Begitu juga halnya dengan Indonesia, Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengeluarkan instrumen kebijakan
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dalam rangka
mencapai harmonisasi dengan peraturan negara tujuan ekspor. Organisasi
di lingkungan KKP yang memiliki Otoritas Kompeten (Competent Authority)
dalam menerapkan sistem tersebut adalah Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Tugas dan
fungsi yang berkaitan dengan penerapan Sistem Jaminan Mutu dan
Keamanan Pangan tersebut adalah sebagai berikut:
35
- Melakukan audit verifikasi terhadap penerapan Hazard Analysis Critical
Control Points (HACCP)
- Memberikan persetujuan (approval) kepada eksportir
produsen/pengolah ikan untuk diusulkan kepada Komisi Eropa untuk
memperolah Approval Number sebagai salah satu persyaratan ekspor
ke Uni Eropa
- Melakukan registrasi yang diperbolehkan ekspor hasil perikanan ke
Tiongkok, Korea, Rusia, Kanada dan Vietnam
Dalam implementasi sehari-hari, Badan Karantina Ikan dan
Pengendalian Mutu Hasil Perikanan mendelegasikan tugas dan fungsi
tersebut kapada Kepala Pusat Sertifikasi Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan.
h. Usaha Jasa Transportasi atau Freight Forwarder (Forwarding Agent)
Freight forwarder adalah badan usaha yang bertujuan untuk memberikan
jasa pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan
menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut dan udara.
Peranan freight forwarder dalam ekspor-impor sangatlah besar, diantaranya
adalah yaitu melaksanakan pengurusan prosedur dan formalitas
dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya peraturan-peraturan
pemerintah negara ekspor, negara transit dan negara impor, melengkapi
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of Credit/Certificate of
Receipt/Bill of Lading/Sea Waybill/Air Waybill/House Bill of Lading/ Delivery
Order dan sebagainya, dan menyelesaikan biaya-biaya yang timbul sebagai
akibat dari kegiatan-kegiatan transportasi, penanganan muatan di
pelabuhan/gudang. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh freight forwarder
kemudian akan dibayar kembali oleh pemberi order ditambah dengan biaya
36
jasa pelayanan. Badan usaha itu lazimnya disebut: Usaha jasa Transportasi
atau Freight Forwarder (Forwarding Agent) atau EMKL (Ekspedisi Muatan
Kapal Laut), EMKU (Ekspedisi Muatan Kapal Udara), EMKA (Ekspedisi
Muatan Kereta Api).
i. Bea dan Cukai
Barang-barang, setelah dipersiapkan secara fisik untuk diekspor, diwajibkan
memenuhi formalitas ekspor seperti membayar pajak ekspor dan pungutan
negara lainnya seperti membuat dokumen pelindung ekspor sesuai
ketentuan Undang-undang Kepabeanan, pengisian formulir Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT).
Untuk menyeleasikan urusan ini kita harus berurusan dengan instansi
pemerintah, dalam hal ini dengan instansi bea dan cukai.
j. Lembaga Sertifikasi Lain
Dalam permintaan sertifikasi, eksportir perlu juga berpedoman pada
permintaan kelengkapan sertifikat yang dipersyaratkan oleh buyer/importir
yang tidak umum, dan dapat mengajukan sertifikasi kepada lembaga atau
institusi lain yang mampu melakukan dengan beberapa alasan sebagai
berikut:
- pengujian spesifik yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan, GMO, sebagai contoh untuk
produk canned snail, eksportir diminta untuk menyertakan sertifikat
GMO, apabila lembaga sertifikasi yang ditunjuk tidak dapat melakukan
pengujian sesuai dengan permintaan, maka dapat mengajukan kepada
lembaga sertifikasi lainnya.
- Untuk mengekspor hasil produk perikanan adakalanya suatu barang
dijual dengan kuantum yang tepat, yang harus dibuktikan dengan
sertifikat yang dikeluarkan oleh juru timbang yang disumpah (sworn
37
weigher). Pekerjaan itu biasanya dilakukan oleh Independent Surveyor
seperti PT. Sucofindo atau PT. Surveyor Indonesia
k. Perusahaan Asuransi
Perusahaan asuransi adalah pihak yang mengasuransikan barang-
barang yang dikapalkan sesuai nilai yang disyaratkan, mengeluarkan
sertifikat atau polis asuransi untuk menutup resiko yang dikehendaki dan
menyelesaikan tagihan kerugian-kerugian bila ada. Pada prinsipnya, jenis
asuransi dalam dunia pelayaran ada 2 yaitu:
- Asuransi kerangka kapal (hull & machinery insurance). Jenis asuransi ini
untuk menutup kemungkinan kerugian ataskerangka kapal dan mesin
kapal disebabkan oleh kejadian bahaya di laut (perils of the sea), seperti
pelanggaran atau tabrakan, kerusakan mesin, cuaca buruk, dan lain-
lain. Asuransi ini ditutup oleh pemilik kapal.
- Asuransi muatan (cargo muatan). Asuransi muatan dibagi dua, yakni
cargo marine insurance dan cargo liability insurance.
Cargo Marine Insurance
Asuransi yang ditutup oleh pemilik barang atas kemungkinan
kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau kehilangan barang
selama dalam pelayaran.
Cargo liability insurance
Asuransi yang ditutup oleh pengangkut atas kemungkinan
kerugian yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari pemilik
barang karena terjadi kerusakan atau kehilangan barang. Untuk
menutup cargo liability, pihak pengangkut pada umumnya telah
menjadi anggota P & I Club (asuransi bersama para pemilik
/operator kapal untuk menutup resiko yang tidak dapat
diasuransikan pada perusahaan asuransi).
38
l. Lembaga Promosi
Dalam memasarkan suatu komoditas perikanan ke luar negeri, eksportir
lazimnya membutuhkan bantuan lembaga-lembaga promosi untuk
memperoleh informasi pasar. Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Ditjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan memiliki Sub Direktorat
Promosi dan Kerjasama Pemasaran Luar Negeri dan Subdit Analisa dan
Informasi Pasar Luar Negeri yang bekerjasama dengan Lembaga promosi
yang didirikan oleh pemerintah, berbagai badan swasta, maupun asosiasi
pengusaha yang juga bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan
hasil perikanan Indonesia, adapun lembaga-lembaga atau institusi-institusi
dimaksud antara lain:
- Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)
- Atase Perdagangan di tiap KBRI
- Atase Perdagangan Kedutaan Asing
- CBI
- SIPPO
- Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC)
m. Perusahaan pelayaran
Perusahaan pelayaran (Shipping Company) adalah perusahaan yang
menerima barang dari shipper dan mengatur pengangkutan yang sesuai
serta menerbitkan B/L (Bill of Lading) atau surat bukti muat barang dan D/O
(Delivery Order).
n. Dinas yang diberi kewenangan oleh Kementerian Perdagangan
Untuk mengurus kemudahan dan keringanan bea masuk bagi komoditas
Indonesia yang diberikan oleh negara maju dalam rangka GSP (Generalized
System of Preference) maka komoditi ekspor Indonesia memerlukan apa
yang disebut Surat Keterangan Negara Asal (SKA) barang. SKA ini dapat
39
diperoleh dari Dinas Perdagangan Provinsi yang diberi kewenangan oleh
Kementerian Perdagangan.
o. Trucking Company
Trucking Company adalah pihak yang akan membawa container kosong
ke gudang eksportir untuk stuffing/ pemuatan barang-barang yang akan di
ekspor ke dalam container. Kemudian container tersebut akan dibawa ke
pelabuhan untuk dibongkar dan kemudian dimuat ke kapal untuk dikirim ke
importir.
p. Kedutaan Asing atau Atase Perdagangannya
Peraturan di negara pengimpor mewajibkan eksportir mengirimkan faktur
resmi yang lazim dikenal sebagai “Consuler Invoice” yaitu faktur yang
disahkan oleh kedutaan negara pengimpor yang berada di negara
pengekspor. Dengan demikian eksportir perlu pula berhubungan dengan
kedutaan asing atau atase perdagangannya.
Menurut Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015), dengan menguraikan
para pelaku seperti disebut di atas, dapat disimpulkan bahwa eksportir perlu
bekerja sama dengan berbagai badan usaha dan instansi pemerintah. Hal ini
berarti bahwa suksesnya pekerjaan ekspor sangat tergantung pada kemampuan
kita dalam mengkoordinasikan semua pelaku, sehingga dapat melakukan
tugasnya tepat waktu, efektif, dan efisian. Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan
ekspor adalah pekerjaan suatu tim, suatu kesebelasan, kesebelasan eksportir
nasional. Ekspor adalah tugas kolektif dan bukan tugas individual seorang
eksportir.
1) Dokumen dalam perdagangan internasional hasil perikanan
Kewajiban utama seorang eksportir adalah mengirimkan barang yang dipesan
importir/pembeli di luar negeri. Pengiriman itu biasanya dilakukan dengan kapal
40
laut atau kapal udara. Bukti pengiriman barang diberikan oleh perusahaan
pelayaran (shipping company) dalam bentuk dokumen yang lazim disebut Letter
of Credit atau L/C. Semua pelaku/ lembaga yang terlibat dalam suatu transaksi
ekspor-impor membuktikan kinerjanya dalam bentuk dokumen. Karena itu
perdagangan internasional juga sering disebut dengan “perdagangan dokumen.”
Dengan demikian, pengetahuan tentang perdagangan internasional dapat juga
dilakukan melalui pengenalan tentang jenis dokumen, fungsi, serta para
pelaku/lembaga yang mengeluarkan dokumen itu. Jenis dokumen sebagai
persyaratan ekspor dan lembaga yang menerbitkan dokumen tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Produsen
- Kontrak Penjualan
- Manufacturer Certificate
- Instruktur Manual
- Brosur
2. Eksportir
- Brosur
- Offersheet
- Sale’s Contract
- Invoice
- Consular Invoice
- Packing List
- Weight Note – Measurement List
- Letter of Indemnity
- Letter of Subrogation
- Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
- Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu
41
3. Bank
- Akad Kredit
- Letter of Credit
- Surat Setoran Pajak (SPP)
- Surat Setoran Bea Cukai (SSBC)
- Nota Perhitungan Pembayaran Wesel Ekspor
4. Stasiun Karantina dan/atau Balai/Laboratorium Pembinaan dan Pengujian
Mutu Hasil Perikanan
- Health Certificate atau Sertifikat Kesehatan produk perikanan ekspor
untuk tujuan konsumsi manusia;
- Health Certificate atau Sertifikat Kesehatan produk perikanan ekspor
untuk hama dan penyakit ikan atau media pembawanya.
5. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(dh. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan)
- Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)
Eksportir produsen/pengolah/unit pengolahan ikan yang akan
melakukan kegiatan ekspor produk perikanan harus memiliki Sertifikat
Kelayakan Pengolahan (SKP). SKP merupakan dokumen yang
menyatakan bahwa unit pengolahan tempat produk perikanan diolah
telah memenuhi standar kelayakan dasar penanganan/ pengolahan ikan
atau Good Manufacturing Practices (GMP), dan prosedur operasi
sanitasi standar atau Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP). Dalam proses mendapatkan SKP, maka Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi berkewajiban untuk melakukan kegiatan penilikan
awal/pra inspeksi (pre inspection) atau Pra-SKP. Hal ini merupakan
pembinaan terhadap perusahaan/unit pengolahan ikan sebelum institusi
teknis yaitu Direktorat Pengolahan Hasil, Ditjen P2HP melakukan
42
penilikan/inspeksi SKP lebih lanjut. Sertifikat Kelayakan Pengolahan
(SKP) merupakan salah satu persyaratan bagi unit pengolahan
ikan/eksportir pengolah dalam memperoleh Health Certificate yang
diterbitkan oleh LPPMHP.
6. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Sertifikat HACCP dan Approval Number
Proses Penerbitan Sertifikat HACCP dan Approval Number tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.19/MEN/2010
tentang Sertifikasi Penerapan HACCP, maka eksportir produsen/
pengolah juga harus memiliki Surat Keterangan Validasi HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Points) apabila melakukan ekspor
produk perikanan ke Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.
Persyaratan yang diperlukan dalam pengajuan HACCP antara lain:
Surat Ijin Usaha Perdagangan/Akta Notaris Pendirian Perusahaan
Bidang Pengolahan Hasil Perikanan/Ijin Usaha Perikanan (IUP);
Tanda Daftar Usaha Perikanan, mendapatkan SKP hasil Pembinaan
Ditjen P2HP, Buku Manual HACCP.
- Khusus untuk ekspor ke Uni Eropa termasuk Norwegia, China,
Korea, Vietnam, Rusia dan Kanada, UPI harus didaftarkan dulu oleh
Otoritas Kompeten Indonesia yakni Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan kepada Otoritas
Kompeten negara tujuan ekspor tersebut sebelum melakukan ekspor
hasil perikanan.
7. Usaha Jasa Transportasi (Freight Forwarder)
- Packing List
- Measurement List
43
- Weight Note
8. Bea dan Cukai
- Fiat (izin) muat barang
9. Independent Surveyor
- Certificate of Quality
- Certificate of Weight
- Chemical Analysis
- Survey Report
- Inspection Certificate
- Test Certificate
10. Perusahaan Asuransi
- Cover Note
- Insurance Policy
11. BPEN, CBI, SIPPO, dan ITPC
- General Information
- Trade Promotion and Exibithion
- Trade Mission
- Trade Fairs
- Trade Consultation
12. Perusahaan Pelayaran (Shipping Company) (Carrier)
- Mate’s Receipt (Resi Mualim)
- Bill of lading
- Exept Bewijs (EB)
- Claims Constatering Bewijs (CCB)
13. Angkutan Udara
- Airways Bill (AWB)
14. Dinas Perdagangan Provinsi
44
- Kuota produk perikanan
- Surat Keterangan Negara Asal (SKA) atau Certificate of Origin
- Angka Pengenal Ekspor (APE)
- Angka Pengenal Impor Umum (API-U)
- Angka Pengenal Impor – Terdaftar (Approved Traders)
15. Kantor Pajak
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
16. Kedutaan Negara Asing
- Consular Invoice
- Customs Invoice
B. Proses perdagangan internasonal hasil perikanan
Ditinjau dari penjelasan mengenai para pelaku atau lembaga yang berwenang
serta jenis-jenis dokumen yang diterbitkannya. Menurut Direktorat Akses Pasar
dan Promosi (2015), maka secara kronologis langkah-langkah yang diambil oleh
masing-masing pelaku/lembaga untuk keseluruhan proses dibagi menjadi 4
(empat), yaitu:
1. Sale’s Contract Process
2. Letter of Credit Opening Process
3. Cargo Shipment Process
4. Shipping Documents Negotiation Process
Sedangkan tugas dan fungsi Institusi yang berperan dalam prosedur Ekspor
Perikanan berdasarkan urutan proses pengurusan dokumen dalam ekspor
produk perikanan sebagai berikut:
1. Bank
2. Perusahaan Shipping (pelayaran samudera)/ pengangkutan
3. Lembaga Penguji Mutu dan Sertifikasi Mutu
4. Bea Cukai
45
5. Dinas Perdagangan Provinsi
6. Kementerian Perdagangan
7. Kedutaan (Counsellor)
8. Surveyor
9. Agen Ekspor
C. Prosedur ekspor secara umum
Persiapan Ekspor dan Kontrak
Menurut Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015), kegiatan ekspor dapat
dibagi dalam dua kegiatan yaitu proses kegiatan di dalam negeri dan proses
kegiatan diluar negeri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
ekspor:
1. Eksportir akan menerima order (pesanan) jenis produk perikanan dengan
jumlah dan kualitas yang diingini oleh pembeli/buyer luar negeri
2. Bank akan memberitahukan kepada eksportir bahwa pembeli atau buyer
telah membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir
3. Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir maker pemilik
barang/produsen (apabila eksportir sekaligus produser maka eksportir dapat
langsung mempersiapkan barang melalui manajer produksi di unit
pengolahan)
4. Eksportir melakukan pengepakan barang untuk diekspor (sea-worthy
packing). Khusus untuk produk perikanan, dalam proses produksi sebelum
produk disimpan pada umumnya sudah dipacking/atau dikemas. Apabila ada
pesanan (order) maka dilakukan pengeluaran barang sekaligus pengepakan
barang. Pada proses ini juga dilakukan pemeriksaan kode produksi dan lain-
lain apabila dianggap perlu
5. Eksportir memesan (booking) ruangan kapal dan mengeluarkan shipping
order pada maskapai pelayaran
46
6. Eksportir menyelesaikan semua formulir ekspor dengan semua instansi
ekspor yang berwenang
7. Eksportir menyelenggarakan pemuatan barang ke atas kapal, dengan atau
tanpa mempergunakan perusahaan ekspedisi
8. Eksportir mengurus bill of lading dengan maskapai pelayaran
9. Eksportir menutup asuransi-laut dengan maskapai asuransi
10. Menyiapkan faktur dan dokumen-dokumen pengapalan lainnya
11. Mengurus consular-invoice dengan trade councelor kedutaan negara
importir
12. Menarik wesel kepada opening bank dan menerima hasilnya dari negotiating
bank
13. Negotiating bank mengirimkan shipping documents kepada principalnya
negara importir
14. Eksportir mengirimkan shipping-advice dan copy shipping documents
kepada importir
Prosedur secara Umum
Prosedur ekspor barang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Eksportir dan Importir mengadakan korespondesi/ negosiasi. Apabila terjadi
kesepakatan dibuat kontrak dagang (sales contract)
2) Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada Opening Bank di
Luar Negeri
3) Opening Bank meneruskan L/C kepada Eksportir melalui
Correspondent/Receiving Bank di Indonesia
4) Correpondent/Receiving Bank meneruskan/ memberitahukan L/C kepada
Eksportir
5) Eksportir melakukan produksi dan penyiapan barang ekspor
47
6) Eksportir menghubungi maskapai pelayaran/penerbangan untuk
pelaksanaan pengiriman barang
7) Apabila barang sudah siap ekspor, dan ada kepastian jadwal pengapalan,
Eksportir mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di instansi Bea
& Cukai di pelabuhan muat. Pihak Bea & Cukai akan memfiat muat PEB
untuk pemuatan ke atas kapal
8) Kegiatan pemuatan barang ke kapal. Apabila Importir mewajibkan barang
ekspor harus disertai SKA, maka Eksportir mengurus dokumen Surat
Keterangan Asal atau SKA (Certificate of Origin) pada Instansi Penerbit SKA
dengan melampirkan dokumen-dokumen: foto copy PEB yang telah di fiat
muat Bea & Cukai dan foto copy B/L. Adapun Instansi Penerbit SKA adalah :
a) Dinas Perdagangan Provinsi
b) Dinas Perdagangan Kabupaten
c) KBN
d) SPOPDI di Pulau Batam
9) Eksportir melakukan negosiasi L/C kepada Correspondent/Receiving Bank,
dengan membawa B/L negotiable, PEB yang difiat muat Bea & Cukai serta
dokumen-dokumen lain yang disyaratkan dalam L/C
10) Correspondent/Receiving Bank mengirim dokumen-dokumen tersebut pada
butir 8 dan melakukan penagihan L/C kepada Opening Bank di Luar Negeri
11) Opening Bank menyerahkan dokumen tersebut pada butir 8 kepada Importir
untuk keperluan pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan serta
penyelesaian kewajiban/tagihan oleh Importir
12) Importir melaksanakan pengeluaran barang dari pelabuhan di dalam negeri
D. Prosedur ekspor hasil perikanan
Menurut Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(2015), menyatakan bahwa perlu dibedakan persyaratan ekspor produk
48
perikanan dalam dua macam yaitu produk ekspor perikanan sebagai komoditi
perikanan yang mematuhi terhadap persyaratan administrasi perdagangan
internasional dan produk ekspor perikanan sebagai komoditi perikanan yang
memiliki persyaratan khusus terkait pemenuhan aturan teknis sebagai produk
dengan tujuan untuk konsumsi manusia. Aspek persyaratan teknis ini perlu
diketahui oleh para pelaku usaha, dan buku ini secara tidak langsung memberi
gambaran penerapan Code of Conduct Responsible Fisheries. Dengan adanya
buku ini diharapkan pelaku usaha perikanan tidak sekedar menjadi trader tetapi
sebagai provider/supplier/producer yang berbasis produksi dengan orientasi
pemasaran. Alur prosedur dan persyaratan dokumen pendukung untuk
keperluan ekspor hasil perikanan dapat digambarkan pada gambar 2 dibawah
ini.
Gambar 2. Alur Prosedur Ekspor Hasil Perikanan
2.7 Profil Negara Tujuan Ekspor
2.7.1 Profil Pasar Thailand
Thailand merupakan salah satu pemain utama industry seafood dunia.
Berdasarkan catatan FAO Tahun 2013 produksi perikanan tangkapnya mencapai
49
1.843.747 ton. sementara ekspor sebesar pada tahun 2014 mencapai nilai USD
6,4 milyar, menjadikan Thailand peringkat 4 eksportir perikanan dunia dibawah
China, Norwegia dan Vietnam. Thailand juga merupakan pasar penting di Asia,
mengimpor sekitar USD 2,7 milyar. Selama dekade terakhir terjadi ekspansi yang
cukup besar dalam industri pengolahan udang beku dan cephalopoda serta
pengalengan tuna. Thailand sekarang menjadi produsen dan eksportir tuna
kaleng dan udang terbesar di dunia.
Dilain pihak, produksi domestik mengalami trend penurunan selama dekade
terakhir dikarenakan penurunan hasil tangkapan ikan laut sementara udang
menghadapi penyakit. Thailand mempunyai kapasitas industry pengolahan yang
cukup besar sementara permintaan domestik mengalami pertumbuhan yang
disebabkan meningkatnya pendapatan konsumen lokal, maka impor produk
perikanan niscaya meningkat dan diperkirakan terus meningkat dalam tahun-
tahun mendatang. Ikan merupakan salah satu menu dan sumber protein utama
di Thailand. Tingkat konsumsi ikan sekitar 30 kg/perkapita/tahun. Dengan jumlah
penduduk lebih dari 60 juta orang, pasar domestik dapat menyerap lebih 2 juta
ton produk perikanan pertahun. Produk perikanan lokal dan spesies tropis seperti
tilapia, makarel, pomfret, udang, sotong mendominasi konsumsi. Pasar prdouk
ikan segar sangat tersegmentasi berdasarkan spesies yang berbeda dan
cakupan produk. Ikan hidup dan segar merupakan jenis yang banyak dikonsumsi
oleh konsumen lokal dan setelahnya adalah ikan kering/asin seperti anchovy
kering, sotong kering dan ikan asap yang didistribusikan melalui pasar basah
maupun supermarket. Produk perikanan yang diimpor di pasar retail dan saluran
pemasaran lainnya (hotel, restoran, catering) pada umumnya dikonsumsi oleh
kalangan berpendapatan menengah ke atas, ekspatriat, turis asing, pelaku
usaha. Salmon dari Norwegia merupakan produk yang banyak dijual di outlet
50
retail, catering demikian juga spesies cod, kerang hijau, oyster, rajungan dan
lobster.
Tabel 2. Nilai Ekspor Produk Perikanan Thailand
Kode HS
Deskripsi 2012 (USD000)
2013 (USD000)
2014 (USD000)
TOTAL 8.039.284 6.920.958 6.413.535
‘1640 Prepared/preserved fish & caviar
3.440.774 3,390,367 3,062,700
‘1605 Crustaceans & molluscs, prepared/preserved
1.763.749 1,419,189 1,223,559
‘0306 Crustaceans 1.534.669 1,020,414 966,598 ‘03’07 Moluscs 464.813 417,414 453,554 ‘0304 Fish fillets and pieces,
fresh, chilled or frozen 416.711 288,315 320,859
‘0303 Fish, frozen, whole 208.237 147,410 177,316 ‘0305 Fish,cured or smoked and
fish meal fit for human consumption
125.241 150,781 111,354
‘0302 Fish, fresh, whole 34.477 43,666 52,411 ‘0301 Live fish 40.877 34,270 30,341 ‘1603 Extracts&juices of
meat,fish, crustaceans & mollusks
9.736 9,132 14,843
Sumber : UN. Comtrade dalam Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015)
Sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan Thailand,
meningkatnya pendapatan dan tumbuhnya gerai retail modern, terdapat
peningkatan permintaan produk siap masak dan saji baik dalam bentuk
segar/dingin, beku maupun diawetkan. Namun demikian, masyarakat Thailand
pada umumnya masih membeli ikan di pasar basah (pasar tradisional) untuk
diolah/dimasak di rumah.
Pada sektor pasar retail, produk ikan segar/dingin masih mendominasi konter
seafood termasuk jaringan distribusi modern sebperti jaringan toko dan
hypermarket. Kebanyakan ikan segar dan seafood di saluran pasar retail adalah
produk lokal dengan di display dan dipisah-pisahkan berdasarkan spesiesnya.
Supermarket dan hypermarket pada umumnya memisahkan area tampilan
(display) untuk ikan hidup, segar/dingin, beku, produk siap saji, kering maupun
ikan kaleng.
51
Dalam beberapa tahun terakhir, produk seafood bernilai tambah telah banyak
ditawarkan seperti fillet, potongan dan steak. Beberapa supermarket juga
menawarkan gerai in store cooking yang mana konsumen dapat memilih ikan
dan meminta gerai untuk memasaknya yang selanjutnya dibawa ke rumah.
Mereka siap menyediakan ikan goring dan jenis ikan goreng yang umum adalah
tilapia, gurame, dan patin/lele.
Konsumsi ikan kaleng juga tinggi khususnya ikan tuna kaleng, sardine,
makarel yang dipasok oleh produk lokal. Sealect, Ayam dan Three Lady Cooks
adalah merek utama di Thailand, diperkirakan ketiganya menguasai lebih dari
60% pangsa pasar ikan kaleng Thailand. Terdapat banyak merk ikan kaleng
lainnya di pasaran. Produsen ikan kaleng di Thailand telah mengembangkan
berbagai macam resep untuk seafood kaleng untuk catering lokal antara lain
tom-yum, curry, smoked, hot chilli selain produk yang telah dikenal secara umum
yaitu ikan kaleng dalam -in water, vegetable oil and tomato sauce.
Tabel 3. Konsumsi Ikan perkapita Thailand
Tahun Total
Produksi (1,000 MT)
Trash fish (non food
use) (1,000 MT)
Impor (1,000 MT)
Ekspor (1,000 MT)
Populasi (1,000 MT)
Perkiraan Konsumsi (Kg/Capita)
2004 4.100 772 1.330 2.070 61.97 41.76 2005 4.106 755 1.561 2.261 62.42 42.48 2006 4.030 673 1.559 2.433 62.83 39.53 2007 3.675 583 1.473 2.299 63.04 35.94 2008 3.204 443 1.619 2.343 63.39 32.15 2009 3.287 469 1.667 2.312 63.50 34.23 2010 3.063 419 1.683 2.462 65.40 28.53 2011 2.899 382 1.670 1.975 65.98 33.53 2012 3.000 384 1.666 1.908 66.00 35.97
Sumber: DOF, Thailand dalam Infofish 2013 dalam Direktorat Akses Pasar dan Promosi 2015
Saat ini saluran pasar ritel untuk produk ikan beku sangat berkembang dan
cenderung untuk melibatkan jenis spesifik ikan beku. Rak-rak seafood menjual
sejumlah merk lokal utama. Prantalay dan CP merupakan pemain kunci di
beberapa hypermarket seperti Lotus Tesco, dan Big C. Produk bernilai tambah di
Thailand sangat berkembang. Produk-produk yang biasanya diekspor dapat
52
ditemui di pasar lokal. Berbagai macam produk bernilai tambah dijual di pasar
retail utama dan juga di convenience store dengan kemasan dan tampilan yang
bagus. Kemasan ikan segar, olahan tepung, surimi, ikan olahan siap saji sudah
umum dijumpai di pasar retail.
Jasa katering (restoran dan hotel) juga menghasilkan bisnis yang besar di
Thailand seiring dengan majunya sektor pariwisata bagi perekonomiannya.
Spesies lokal seperti seabass, kerapu, udang, rajungan, sotong merupakan jenis
ikan yang banyak dijumpai dalam menu. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,
salmon menjadi sangat populer dalam sajian menu di Thailand, termasuk di
gerai-gerai makanan. Sebelumnya periode tersebut, salmon hanya mempunyai
ceruk pasar yang kecil dibeberapa hotel kelas atas dan outlet restoran Jepang.
Sebagai contoh, di Bangkok yang mempunyai populasi 12 juta jiwa dilaporkan
terdapat sekitar 3000 restoran (menengah sampai kelas atas) dan banyak
diantaranya menggunakan salmon sebagai sajian menunya.
Thailand mempunyai sejumlah besar gerai layanan makanan Jepang
termasuk restoran, jaringan restoran, jaringan noodle dan makanan cepat saji.
Jaringan gerai tersebut sangat penting bagi salmon maupun makarel jepang
(saba). Banyak hotel mempunyai restoran Jepang yang menjadi tulang
punggung pasar sushi. Sushi sangan penting bagi pasar salmon di Thailand.
Terdapat beberapa jaringan restoran Jepang, antara lain Fuji (30 gerai, termasuk
10 di lura kota Bangkok) dan Nippon Tei – The Tokyo Grill (7 gerai). Selain itu,
terdapat juga restoran Korea yang mempunyai permintaan terhadap Saba.
Salmon bahkan digunakan oleh beberapa restoran Cina (jaringan gerai MK),
termasuk untuk dim sum. Permintaan rajungan dan lobster impor terbesar ada di
restoran China (puncak permintaan pada Tahun Baru China) dan hotel kelas
atas. Produk impor lainnya yang banyak diminta adalah halibut, mussels, tiram,
lobster dan geoduck.
53
Permintaan Ikan oleh industri pengolahan
Thailand memiliki industri pengolahan ikan terbesar di dunia. Industrinya
terpilah-pilah dan banyak sekali pembeli dari bahan baku impor. Secara
keseluruhan, segmen pasar ini secara signifikan lebih besar dari jasa layanan
makanan dan pembeli retail. Terdapat sekitar 200 unit pengolahan ikan dan
sekitar 120 UPI tersebut mempunyai ijin untuk ekspor ke EU, AS dan Jepang.
UPI menghasilkan dan mengekspor berbagai ragam produk ikan, termasuk ikan
beku, semi olahan dan produk bernilai tambah. Diperkirakan sekitar 40 – 50%
ikan untuk industri pengolahan berasal dari pendaratan ikan domestik sedangkan
50 – 60 % berasal dari impor. Komoditas impor utama antara lain: tuna segar
dan beku; ikan segar dan beku utuh seperti makarel, sardine, salmon;
cephalopoda beku; udang beku, dan tiram segar dan beku.
Tabel 4. Impor Produk Perikanan Thailand
Kode HS Deskripsi 2012
(USD000)
2013
(USD000)
2014
(USD000)
TOTAL 3.073,236 3.145,507 2.705.294
‘030343 Skipjack or stripe-bellid
bonito, frozen ex headg
No 03.04 ,livers&roes
1.124.221 1.196.978 750.898
‘030749 Cuttle fish and squid,shelled or not, frozen, dried, salted or in brine
186.023 281.717 291.916
‘030389 Frozen fish, n.e.s. 235.764 237.172 252.031
‘030342 Tunas, yellowfin, frozen
excluding heading No
03.04, livers and roes
289.944 244.247 177.799
‘030341 Tunas,albacore or
longfinned, frozen, excl
headg No 03.04, livers &
roes
188.035 122.182 144.654
‘160414 Tunas,skipjack & Atl bonito, prepard/ preservd, whole/in pieces, ex mincd
143.917 125.439 100.396
‘030617 Other frozen shrimps and prawns
45.697 92.238 95.406
‘030353 Frozen Sardines , sardinella, brisling or
159.690 113.325 88.241
54
Kode HS Deskripsi 2012
(USD000)
2013
(USD000)
2014
(USD000)
sprats ‘030313 Frozen Atlantic salmon
and Danube salmon 50.391 48.270 74.661
‘030312 Frozen Pacific salmon other than red salmon
54.424 71.098 72.788
‘030354 Frozen Mackerel 88.118 61.352 64.143 ‘030499 Frozen fish meat whether
or not minced (excl. swordfish, toothfish and
33.024 44.924 60.869
‘030314 Frozen Trout 77.672 78.214 59.155 ‘030462 Frozen fillets, Catfish 17.616 28.860 35.051 ‘030344 Frozen bigeye tunas
"Thunnus obesus" 7.939 33.987 27.819
‘030214 Fresh or chilled, atlantic salmon and Danube salmon
8.811 17.883 20.662
‘160553 Prepared or preserved Molluscs : Mussels
314 7.159 19.812
‘030311 Frozen sockeye salmon [red salmon] "Oncorhynchus nerka"
7.503 10.426 18.455
‘030481 Frozen fillets, Pacific salmon, Atlantic and Danube
15.555 18.469 18.012
‘030489 Frozen fillets, other fish, n.e.s.
3.714 5.266 16.917
‘160415 Mackerel, prepared or preserved, whole or in pieces, but not minced
14.477 12.384 15.580
‘030289 Fresh or chilled fish, n.e.s. 39.983 21.115 14.760 ‘030232 Tunas, yellowfin, fresh or
chilled, excl heading No 03.04, livers and roes
11.749 7.443 13.878
‘030614 Crabs frozen, in shell or not, including boiled in shell
10.235 9.067 13.781
‘030799 Molluscs nes, shelld o not & aquatic invert nes, fz, drid, saltd o in brine
4.800 6.765 13.144
Sumber : UN. Comtrade dalam Direktorat Akses Pasar dan Promosi, 2015
Impor raw tuna dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan yang
banyak disebabkan oleh pasokan yang lebih sedikit dan meroketnya harga ikan
cakalang/skipjack. Impor bahan baku mentah yang mengalami kenaikan adalah
cephalopoda khususnya sotong, udang dan ikan beku. Sejumlah sotong beku
dan ikan beku seperti makarel dan salmon untuk konsumsi lokal, jadi
55
meningkatnya impor tidak serta merta untuk memenuhi bahan baku unit
pengolahan ikan.
Pengolahan tuna dan udang merupakan dua industri utama di Thailand untuk
pasar ekspor. Industri pengolahan tuna menghasilkan tuna kaleng dan juga pre-
cooked tuna loin. Thailand merupakan rumah bagi produsen dan eksport
terbesar, Thai Union Frozen Products Plc yang memiliki Chicken of the Sea (AS)
dan MW Brands (EU). Para pemain utama di industri ini menghasilkan merknya
sendiri dan juga di bawah kontrak OEM untuk pemilik merk asing. Bahan baku
tuna, cakalang beku, diimpor dari seluruh dunia. Thailand juga mengimpor semi-
olahan produk untuk bahan baku pengalengan yaitu pre-cooked tuna loin dari
China dan Indonesia. Sektor yang lebih kecil dari industry pengalengan adalah
makarel dan sardine kaleng yang keduanya diekspor dan dijual di pasar lokal.
Bahan baku untuk makarel dan sardin berasal dari lokal, namun juga diimpor
untuk sardine beku.
Sementara itu industri pengolahan udang sangat bergantung pada pasokan
lokal. Dalam beberapa tahun terakhir, industri telah meningkatkan pembelian
bahan baku dari luar negeri dikarenakan menurunnya produksi domestik,
walaupun jumlahnya relatip sedikit dibandingkan produksi lokal. Thailand
biasanya memproduksi sekitar 500.000 – 600.000 ton udang pertahun, dan lebih
dari 90% udang vanamei. Negara pemasok udang impor adalah India,
Bangladesh, Myanmar dan Vietnam. Udang impor tersebut selanjutnya diproses
menjadi produk bernilai tambah untuk ekspor ke AS dan Jepang serta UE.
Para pembeli dari industri pengolahan mendapatkan bahan baku dari pasar
global dan pada umumnya mempunyai pengetahuan yang baik tentang pasokan
ikan dunia. Ikan impor dibawa ke Thailand melalui perusahaan perdagangan
atau langsung dari pemasok luar negeri (eksportir) tergantung pada produk dan
negara asal barang. Tuna/skipjack pada umumnya dibawa melalui perusahaan
56
perdagangang sementara udang dan chepalopoda biasanya dibawa langsung
dari eksportir luar.
Prosedur pembayaran untuk barang-barang impor mengikuti
ketentuan/praktek internasional. Pembayaran mata uang asing untuk impor
biasanya dalam bentuk US Dollar melalui Letter of Credit (L/C) dengan bank
komersil. Untuk transaksi yang tidak melebihi THB 500.000 tidak memerlukan
persetujuan pemerintah dan aplikasi disampaikan ke Bank harus disertai
dokumen pendukung seperti sales contract, packing list dan invoice. Untuk
transaksi di atas THB 500.000, aplikasi disampaikan dengan import declaration
form bersama dengan packing list.
Sektor Retail
Sektor retail pangan Thailand terus berkembang dengan modern retail seperti
hypermarket, supermarket, cash and carry, dan convenience store memperoleh
pangsa pasar sementara tradisional retail secara bertahap menurun. Penjualan
retail pangan modern mencapai 70% toal penjualan retail. Pertumbuhan retail
modern yang cepat ini banyak didorong oleh meningkatnya investasi dari
jaringan retail internasional sejak tahun 2000 seperti Tesco (Inggris), Big C
Supercenter (Perancis) dan Siam Makro (Belanda). Jaringan Max Valu
supermarket dimiliki oleh perusahaan Jepang AEON, Tops dan Home Fresh Mart
dimiliki oleh Thai Group.
Sebagaimana disebutkan di atas, terdapat beberapa ratus unit pengolah ikan
modern yang berjalan di Thailand menghasilkan berbagai macam olahan ikan
termasuk produk bernilai tambah dan produk siap saji. Unit pengolahan secara
umum dapat dibagi menjadi:
- Pengalengan ikan: tuna kaleng, sardine, makarel, produk ikan lainny
seperti salmon spread, cumi kaleng, sotong, teri kaleng dll. Pengalengan
Thailand memproduksi berbagai macam kaleng dan produk in pouch
57
yang dijual di pasar internasional, regional dan lokal. Mereka
memproduksi ikan kaleng dengan cita rasa yang berbeda-beda: in brine,
in oil, in tomato sauce, dengan resep Tum Yam, kari, teriyaki,
tuna/salmon spread dll.
- Pengolah udang: udang vannamei adalah jenis utama yang diolah dan
sedikit udang windu. Berbagai macam jenis olahan udang antara lain
PTO, PD, udang tepung, nobashi, sushi, dll.
- Pengolah seafood beku: memproduksi berbagai macam bahan baku dari
ikan, cephalopods dan surimi.
Gambar 3. Rantai Pasok Ikan Laut Segar di Bangkok Fish Market
58
Gambar 4. Saluran Rantai Pasok Ikan Tawar di Bangkok Fish Market
Regulasi dan Sertifikasi
Berdasarkan undang-undang kepabeanan yang berlaku, semua produk yang
masuk ke Thailand, kecuali transshipment atau transit, tunduk pada pemeriksaan
bea cukai. Berkas-berkas kepabeanan harus disampaikan bersama dengan
dokumen pengangkutan kepada Divisi Inspeksi Import di titik pemasukan. Secara
umum, tarif bea masuk sudah dibayarkan sebelum barang diperiksa oleh Bea
Cukai. Dokumen yang dipersyaratkan untuk impor antara lain: Import Entry Form;
Commercial Invoice; Proforma Invoice; Packing List; Bill of Lading/Airwaybill;
Import Licence, Certificate of Origin dan Import Declaration untuk impor yang
melebihi THB 500.000.
Untuk importasi produk perikanan, certificate untuk duty exemption, juga
dipersyaratkan. Dalam banyak hal, Health (Quality) Certificate yang diterbitkan
oleh Otoritas Kompeten negara eksportir juga dipersyaratkan oleh FDA,
Kementerian Kesehatan Thailand. Dikarenakan hampir semua produk perikanan
yang masuk ke Thailand merupakan bahan baku untuk diproses dan dire-ekspor,
59
inspeksi dan prosedur inspeksi oleh otoritas Thailand biasanya minimal dan
diserahkan pada importer (pengolah).
Pada umumnya, perusahaan pengimpor menentukan standardnya sendiri
untuk memenuhi persyaratan dasar untuk bahan baku seperti kesegaran dan
persyaratan fisis lainnya (sensory). Inspeksi tidak langsung dilakukan oleh Fish
Inspection Division ketika mereka melakukan inspeksi di perusahaan untuk
memastikan persyaratan HACCP dipenuhi. Hal ini sangat berbeda dengan
prosedur ekspor dimana inspeksi mutu menjadi tanggung jawab penuh oleh Fish
Inspection Division of the Department of Fisheries.
Berikut prosedur importasi hewan akuatik ke Thailand:
a. Importasi ikan dan produk perikanan ke Thailand didasarkan atas regulasi:
Fisheries Act, B.E. 2490 (1947); Animal Epidemic Act, B.E. 2499 (1956);
Food Act, B.E. 2522 (1979); Wildlife Preservation and Protection Act, B.E.
2535 (1992); dan aturan terkait lainnya.
b. Pre import: Importir di Thailand menyampaikan permohonan Import Permit
(sebelum importasi) dari Fish Inspection Office (FIO) atau kantor perikanan
provinsi di pelabuhan pemasukan dengan dokumen-dokumen:
- Form No. 1/1
- Import permit bagi hewan akuatik liar (Wildlife Preservation and
Protection Act, B.E. 2535 (1992))
- Copy kartu identitas resmi
- Copy resdintial registration book
- Dokumen registrasi pendaftaran perusahaan
- Copy ijin perdagangan hewan akuatik
- Copy HC
- Untuk udang, HC harus menyertakan hasil uji residu: chloramphenicol
(<0.3 ppb), Nitrofurans (<0.3 ppb)
60
- Dalam hal produk impor untuk tujuan re-processing/re-exporting, lokasi
budidaya/stoking harus dicantumkan
- Dokumen lain yang dipersyaratkan
Dokumen-dokumen di atas harus disampaikan 7 hari sebelumnya.
Setelah permintaan impor dikabulkan, importir harus mengkonfirmasi
keterangan rinci pengiriman seperti tanggal, waktu, penerbangan, nomor
kapal, moda transportasi sebelum ketibaan produk di port.
c. Saat impor (date of import)
Pada saat importasi, importir harus menunjukkan dokumen yang
dipersyaratkan kepada petugas FIO di lokasi impor. Dokumen-dokumen
tersebut sebagai berikut:
- Import permit
- Dokumen persetujuan impor untuk ikan hidup atau ikan mati (Form
No.6)
- Form untuk impor makanan
- Import permit sesuai dengan Wildlife Preservation and Protection Act,
B.E. 2535
- Export permit untuk hewan akuatik liar yang diatur oleh CITES
- Impor Certificate untuk yellow-fin tuna dari Department of Fisheries.
- HC dari negara eksportir. Untuk udang, menyampaikan original copy HC
yang menyatakan kandungan residu: Chloramphenicol (<0.3 ppb),
Nitrofuran (<0.3ppb)
- Transportation permit
- Invoice
- Air Waybill atau Bill of Lading
- Packing List
- Dokumen lain yang dipersyaratkan
61
d. Inspeksi. Petugas memeriksa kelengkapan dokumen sebagai berikut:
- Hewan akuatik hidup
Setelah dokumen sudah dilengkapi dan persyaratan sudah dipenuhi
oleh impotir, petugas akan mengambil sampel untuk pengujian penyakit
sebelum import permit disetujui.
Jika dokumen tidak lengkap dan persyaratan lainnya tidak dipenuhi
oleh importir dan terdapat kecurigaan, petugas akan mengambil sampel
untuk tindakan karantina. Laboratorium yang ditunjuk akan melakukan
analisis untuk menjamin mutu sesuai dengan standar. Jika standar mutu
tidak dipenuhi, tindakan hukum akan dikenakan dan produk tersebut
akan dikembalikan ke negara asal.
- Bahan baku
Setelah persyaratan dokumen dilengkapi, petugas akan mengambil
sampel untuk uji residu sebelum import permit diterbitkan.
Spesies, ukuran dan jumlah/berat impor harus sesuai dengan yang
tercantum dalam import permit. Proses dan biaya tindakan karantina
dan inspeksi lalinnya menjadi tanggung jawab pihak importir.
e. Manakala dokumen tidak lengkap dan persyaratan lainnya tidak dipenuhi,
petugas akan mengambil sampel dan menahannya untuk proses inspeksi
selanjutnya. Laboratorium yang ditunjuk akan melakukan analisis untuk
menjamin mutu dan keamanan produk. Produk selanjutnya dapat dikirim
balik ke negara asal.
62
Gambar 5. Diagram Prosedur Pre-Impor
Gambar 6. Diagram Proses Importasi
2.7.2 Profil Pasar Jepang
Kondisi umum pasar Jepang
Jepang merupakan sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letak
astronomis Jepang adalah di 300 – 470 Lintang Utara dan 1280 – 1460 Bujur
Timur. Letak geografisnya adalah di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah
timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Tiongkok, Korea,
dan Rusia.
63
Kepulauan Jepang terdiri dari pulau-pulau stratovolcano, empat pulau utama
dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Jepang
berada 36°sebelah utara khatulistiwa dan 138°sebelah timur meridian utama.
Jepang berada di utara timur laut Cina dan Taiwan (dipisahkan oleh Laut Cina
Timur), sebelah timur Korea (dipisahkan oleh Laut Jepang), dan sebelah selatan
Rusia Timur Jauh.
Selain 4 pulau utama, terdapat 3.000 pulau-pulau berukuran lebih kecil,
termasuk Okinawa serta pulau-pulau kecil yang berpenghuni atau tidak
berpenghuni. Pada tahun 2006, total luas wilayah Jepang adalah 377.923,1 km²,
di antaranya 374.834 km² adalah daratan dan 3.091 km² perairan. Sekitar 73%
wilayah Jepang adalah daerah pegunungan.
Jepang berada di kawasan beriklim sedang dengan pembagian empat
musim yang jelas. Walaupun demikian, terdapat perbedaan iklim yang mencolok
antara wilayah bagian utara dan wilayah bagian selatan. Pada musim dingin,
Jepang bagian utara seperti Hokkaido mengalami musim salju, namun
sebaliknya wilayah Jepang bagian selatan beriklim subtropis. Iklim juga
dipengaruhi tiupan angin musim yang bertiup dari benua Asia ke Lautan Pasifik
pada musim dingin, dan sebaliknya pada musim panas. Hal ini menyebabkan
potensi perikanan Jepang bervariasi dan musim tangkapan berbeda antara
wilayah utara dan selatan. Keadaan ini merupakan peluang bagi ekspor produk
perikanan Indonesia ke pasar Jepang.
Populasi penduduk Jepang tahun 2014 diperkirakan sekitar 127,2 juta orang
atau menurun 0,23% dibandingkan jumlah penduduk tahun 2013. Masyarakat
Jepang homogen dalam etnis, budaya dan bahasa, dengan sedikit populasi
pekerja asing. Jumlah penduduk Jepang dari tahun 2010 sampai 2014
mengalami penurunan 7,68% per tahun. Pada tahun 2011, tingkat harapan
hidup di Jepang adalah 82,25 tahun, dan merupakan salah satu tingkat harapan
64
hidup tertinggi di dunia. Namun populasi Jepang dengan cepat menua sebagai
dampak dari ledakan kelahiran pascaperang diikuti dengan penurunan tingkat
kelahiran. Pada tahun 2004, sekitar 19,5% dari populasi Jepang sudah berusia
di atas 65 tahun.
Masalah lain termasuk meningkatkan generasi muda yang memilih untuk
tidak menikah atau memiliki keluarga ketika dewasa. Populasi Jepang
dikhawatirkan akan merosot menjadi 100 juta pada tahun 2050 dan makin
menurun hingga 64 juta pada tahun 2100.
Kondisi ekonomi
Pada tahun 2014, PDB Jepang mengalami penurunan sebesar 17,38 %
dibandingkan tahun 2013, yakni dari US$ 5.955 milyar di 2013 menjadi US$
4.920 di 2014. Sementara itu PDB perkapita Jepang mengalami kenaikan
sebesar 1,79% dari US$ 36.912 di 2013 menjadi US$ 37.573 di 2014. Hal ini
disebabkan karena Jepang mengalami resesi di 2014 khususnya di kuartal 2 dan
kuartal 3, yang merupakan pertama kali terjadi semenjak 2011. Sementara itu
angka tingkat pengangguran mengalami penurunan selama kurun waktu 2010-
2014.
Tabel 5. Kondisi Perekonomian Jepang
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
PDB (Milyar USD 5.035 5.495 5.905 5.955 4.920
PDB perkapita (USD) 34.698 36.296 36.203 36.912 37.573
Inflasi -1% -0,5% 0,2% -0,2% 1,5%
Tingkat Penganggurn 4,8% 4,8% 4,6% 4,3% 3,7%
Tenaga Kerja (Juta
Jiwa)
63,1 63,2 62,7 63,5 63,2
Sumber: Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015)
Saat ini Jepang masih berdiri sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke empat
didunia dibawah AS dan Cina. Merupakan anggota G7 dan merupakan negara
dengan teknologi yang paling maju. Industri manufaktur adalah salah satu
kekuatan Jepang, tapi negara ini miskin akan sumber daya alam. Pola umum
65
yang dijalankannya adalah sebagai berikut: perusahaan-perusahaan Jepang
mengimpor bahan-bahan mentah, lalu mengolah dan membuatnya sebagai
barang jadi, yang dijual di dalam negeri atau diekspor.
Potensi dan Peluang Perikanan Jepang
Pada tahun 2014 impor produk perikanan Jepang mengalami penurunan
sebesar 0,54% dibanding tahun 2013, yaitu dari US$ 16,06 Milyar (2013)
menjadi US$ 15,98 Milyar (2014). Beberapa produk utama pasar Jepang adalah
udang (17,63%), TTC (16,63%), salmonidae (8,50%). Beberapa produk yang
mengalami trend penurunan pada periode 2012-2014 adalah udang sebesar
3,38% per tahun, TTC sebesar 10,42% per tahun, kekerangan sebesar 7,21%
per tahun, kepiting/rajungan sebesar 10,68% per tahun, cumi-cumi sebesar
16,43% per tahun, sidat sebesar 22,54% per tahun dan rumput laut sebesar
3,8% per tahun. Sedangkan produk yang mengalami tren kenaikan pada periode
2012-2014 adalah mutiara sebesar 45,3%. Namun demikian, produk-produk
tersebut yang juga mengalami trend positif terhadap total selama periode
tersebut adalah udang sebesar 5,36% per tahun, salmonidae 7,71% per tahun
dan rumput laut sebesar 4,13% per tahun sebagaimana Tabel 1. Hal ini
menunjukkan bahwa secara umum impor Jepang pada hampir semua komoditas
mengalami penurunan. Penurunan impor perikanan di Jepang disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain kebijakan pemerintah Jepang yang semakin
membatasi impor perikanan dan mengoptimalkan produksi lokal. Disisi lain hal ini
selaras dengan data demografi penduduk Jepang, yang cenderung mengalami
penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2014, khususnya di kuartal 2 dan kuartal
3 mengalami resesi ekonomi yang menyebabkan penurunan daya beli.
Sebagai salah satu negara dengan tingkat konsumsi ikan tertinggi di dunia,
Jepang merupakan pasar yang sangat potensial untuk dijadikan negara tujuan
ekspor. Udang dan TTC merupakan komoditas paling digemari oleh masyarakat
66
Jepang. Selain itu Indonesia bisa mengoptimalkan ekspor melalui komoditas
mutiara, yang pada tahun 2014 terjadi peningkatan impor yang cukup tinggi.
Berdasarkan negara pengekspor utama, pada tahun 2014, Tiongkok
menempati urutan pertama dengan nilai sebesar US$ 2,73 Milyar (17,11%),
disusul Chili sebesar US$ 1,38 Milyar (8,65%), AS sebesar US$ 1,29 juta
(8,09%) dan Indonesia menempati urutan ketujuh dengan nilai US$ 945 juta
(5,92%). Hampir semua negara-negara pengekspor mengalami trend penurunan
yang siginifikan selama tiga tahun terakhir, antara lain China sebesar 8,71% per
tahun, Rusia sebesar 13,88% per tahun dan Thailand sebesar 16,77% per tahun,
sedangkan Indonesia mengalami penurunan sebesar 3,68% per tahun. Namun
demikian terdapat beberapa Negara yang mengalami tren kenaikan selama tiga
tahun terakhir, antara lain Vietnam sebesar 4,8% dan India sebesar 9,27%.
Tabel 6. Pola pengeluaran rumah tangga jepang terhadap produk perikanan Item Purchased Amount (¥) Ratio (%)
Tuna 4.507 11,7 Salmon 3.109 8,0 Shrimp 2.569 6,6 Octopus 1.059 2,7 Scallop 1.175 3,0 Other seafood 26.225 67,9
Total 38.645 100
Sumber : Ministry of Internal Affair and Communication Japan dalam Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015)
Tabel 7. Perkembangan Impor produk Perikanan Jepang Berdasarkan
Komoditas Utama, Tahun 2012-2014
NO
KOMODITAS
2012
2013
2014
TREND
NILAI
TREND
THD
TOTAL
12-14 12-14 VALUE
(USD 000)
% THD
TOTAL
VALUE (USD 000)
% THD
TOTAL
VALUE (USD 000)
% THD
TOTAL (%) (%)
1 Udang 2.992.691 15,92 2.979.839 18,55 2.791.343 17,47 (3,38) 5,36 2 TTC 3.351.682 17,83 2.668.503 16,61 2.656.474 16,63 (10,42) (3,37) 3 Salmonidae 1.386.389 7,37 1.178.002 7,33 1.358.818 8,50 0,16 7,71 4 Kekerangan 1.168.899 6,22 1.064.876 6,63 1.006.028 6,30 (7,21) 0,80 5 Kepiting/Rajungan 1.071.956 5,70 765.038 4,76 820.614 5,14 (10,68) (4,32) 6 Mutiara 399.689 2,13 381.637 2,38 744.652 4,66 45,30 53,96
7 Cumi-Cumi/ Sotong/Gurita
903.270 4,80 742.730 4,62 631.885 3,95 (16,35) (9,12)
8 belut/sidat 752.533 4,00 723.708 4,51 425.168 2,66 (22,54) (14,19) 9 Rumput Laut 321.588 1,71 288.807 1,80 296.305 1,85 (3,80) 4,13 10
Makarel 297.410 1,58 263.142 1,64 284.799 1,78 (1,65) 6,18
11
Lainnya 6.153.730 33 5.007.907 31,17
4.961.199 31,05 (9,78) (2,58)
Total 18.799.837 100 16.064.189 100 15.977.285 100 (7,55)
67
Posisi Indonesia sebagai peringkat keenam eksportir produk perikanan ke
Jepang pada tahun 2012 telah digeser oleh Vietnam pada tahun 2014. Hal ini
disebabkan Indonesia mengalami tren penurunan selama 3 tahun terakhir
sebesar 3,29%. Disisi lain Vietnam mengalami tren kenaikan selama 3 tahun
terakhir sebesar 4,8%, salah satu komoditas yang memberikan kontribusi
terhadap tren kenaikan ekspor Vietnam pada 2014 adalah udang.
Tabel 8. Perkembangan Impor Produk Perikanan Jepang Berdasarkan Negara Eksportir Utama Tahun 2012-2014 No Negara
Eksportir 2012 2013 2014 Trend
Nilai
Trend THD
Value (USD 000)
% THD Total
Value (USD 000)
% THD Total
Value (USD 000)
% THD Total
12-14 12-14
(%) (%)
1 China 3.290.548 17,50 2.840.177 17,68 2.734.062 17,11 (8,71) (1,10)
2 Chile 1.640.783 8,73 1.207.457 7,52 1.382.284 8,65 (5,97) 0,61
3 United States of
America
1.559.767 8,30 1.236.004 7,69 1.292.935 8,09 (8,08) (1,04)
4 Russian
Federation 1.521.474 8,09 1.233.287 7,68 1.124.644 7,04 (13,88) (6,73)
5 Thailand 1.600.788 8,51 1.281.883 7,98 1.107.188 6,93 (16,77) (9,72)
6 Viet Nam 926.192 4,93 935.375 5,82 1.015.847 6,36 4,80 13,69
7 Indonesia 1.011.547 5,38 952.672 5,93 945.357 5,92 (3,29) 4,99
8 Norway 924.237 4,92 797.128 4,96 874.955 5,48 (1,99) 5,65
9 Korea, Republic of
1.005.816 5,35 835.495 5,20 781.716 4,89 (11,69) (4,36)
10 Taipei, Chinese
643.523 3,42 442.553 2,75 475.833 2,98 (11,85) (5,71)
11 India 389.635 2,07 443.294 2,76 464.466 2,91 9,27 19,25
12 Canada 492.074 2,62 410.586 2,56 445.812 2,79 (3,99) 3,41
13 Australia 441.256 2,35 361.193 2,25 433.825 2,72 0,98 8,28
14 Philippines 265.868 1,41 241.706 1,50 238.830 1,49 (5,14) 2,87
15 Argentina 154.769 0,82 163.525 1,02 191.363 1,20 11,34 20,66
16 Peru 235.516 1,25 158.474 0,99 189.547 1,19 (6,55) (0,50)
17 French Polynesia
95.493 0,51 98.765 0,61 188.944 1,18 47,37 56,69
18 New Zealand
156.186 0,83 146.554 0,91 143.267 0,90 (4,20) 4,05
19 Morocco 129.620 0,69 173.184 1,08 141.545 0,89 7,67 19,27
20 Iceland 133.484 0,71 121.344 0,76 122.796 0,77 (3,95) 4,07
21 Lainnya 2.181.261 11,60 1.983.533 12,35 1.682.069 10,53 (12,13) (4,16)
Total 18.799.837 100 16.064.189 100 15.977.285 100 (7,55)
Sumber : Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015)
Persyaratan Pasar Jepang
Untuk bisa melakukan ekspor ke Jepang, harus dipastikan bahwa produk
tersebut memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan undang-undang sanitasi
makanan serta regulasi terkait lainnya yang antara lain adalah:
a) Foreign Exchange and Foreign Trade Act
68
Importasi produk perikanan ke Jepang harus mematuhi peraturan terkait dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Import quota: beberapa jenis ikan yang termasuk dalam kuota impor ke
negara Jepang antara lain adalah ikan herring (nishin), cod (tara), yellowtail,
mackerel, sardines, horse mackerel, saury, scallops, scallop eyes, squid,
etc. (live, fresh, chilled, frozen, filleted, or dried)
- Import approval: untuk importasi beberapa produk perikanan sebagaimana
berikut harus mendapatkan persetujuan impor dari Trade Minister yaitu
Bluefin tuna (yang dibudidayakan di Samudera Atlantik atau laut
Mediterranea and disimpan dalam bentuk segar/dingin); Southern bluefin
tuna (dalam bentuk segar dingin, termasuk dari Australia, New Zealand, the
Philippines, South Korea, or Taiwan); Bigeye tunas and prepared bigeye
tunas (asal dari Bolivia/Georgia) and ikan, crustaceans, and other aquatic
invertebrates and prepared food made from such, and animal-based
products using fish, crustaceans, and mollusks
- Advance acknowledgment: untuk mengimpor produk perikanan seperti
frozen bluefin, southern bluefin, and bigeye tuna, dan swordfish diperlukan
note of acknowledgment dari Minister of Trade.
- Acknowledgment at customs clearance: untuk dapat melakukan importasi
untuk produk Bluefin tuna, Southern Bluefin tuna, dan Swordfish dalam
bentuk segar dingin diperlukan beberapa dokumen seperti certificate of
statistics, fishing certificate, dan certificate of re-export
b) Food Sanitation Act
Sesuai dengan Notification No. 370 of the Ministry of Health, Labour and
Welfare, "Standards and Criteria for Food and Additives" issued under the
Food Sanitation Act dan Standards For Pesticide Residues, seafood dan
produk olahannya harus memenuhi sanitasi makanan yang dilakukan untuk
69
menguji jenis dan sumber bahan baku, dan untuk menguji jenis dan isi aditif,
residu pestisida, mikotoksin, dan sebagainya. Larangan impor dapat
dikenakan pada makanan apabila terdapat aditif, pestisida, atau konten
lainnya yang dilarang di Jepang yang melebihi tingkat batas yang
diperbolehkan.
c) Custom Act
Larangan impor bagi kargo yang tidak sesuai atau dipalsukan.
Prosedur Impor Produk Seafood ke Jepang
Gambar 7. Prosedur Impor Produk Seafood ke Jepang
70
Dokumen yang Diperlukan Untuk Import Clearance
Tabel 9. Dokumen yang Diperlukan untuk Import Clearance Submitted to Required document Seafood Processed
product
<Import quota>*1 Agricultural and Marine Products Office, Trade Control Policy Division, Trade Control Departement, Trade and Economic Coorperation Bureau, Ministry of Economy, Trade and Industry
Application form for import approval/quota
∆ -
<Import approval>*2 Agricultural and Marine Product Office, Trade Control Policy Division, Trade Control Departemen, Trade and Economic Coorperation Bureau, Ministry of Economy, Trade and Industry Far Seas Fisheries Division, Resources Management Departement, Fisheries Agency
Application form import appoval / quota
∆ -
Import agreement ∆ - Acknowledgement by Fisheries Agency
∆ -
<Import acknowledgement (before customs clearance)>^3 Agricultural and Marine Product Office, Trade Control Policy Division, Trade Control Departement, Trade and Economic Cooperation Bureau, Ministry of Economy, Trade and Industry
Application form for acknowledgement
∆ -
<Import acknowledgement (upon application for customs clearance)>^4 Agricultural and Marine Product Office, Trade Control Policy Division, Trade Control Departement, Trade and Economic Cooperation Bureau, Ministry of Economy, Trade and Industry
Bluefin tunas statistics certificate’5
∆ -
Southern bluefin tunas statistic certificate’5
∆ -
Imported food monitoring departments of Quarantine Stations, Ministry of Health, Labour and Welfare (Food sanitation inspection under the Food Sanitaton Act)
Notification form for importation of foods
- ○
Material / ingredient table - ○ Production flow chart - ○ Table of analysis result issued by the designated inspection institute (if there is a past record of import)
- ○
Local customs offices (Customs clearance under the Customs Act)
Declaration of import ○ ○ Invoice ○ ○ Packing list ○ ○ Bill of lading (B/L) or airway bill
○ ○
71
Peraturan Labelling Produk Perikanan ke Jepang
Pelabelan produk seafood dan produk olahannya yang diekspor ke Jepang
harus menggunakan bahasa Jepang dan mengikuti hukum dan peraturan
sebagai berikut
1) Act for Standardization and Proper Labeling of Agricultural and Forestry
Products,
2) Food Sanitation Act,
3) Measurement Act,
4) Health Promotion Act,
5) Act on the Promotion of Effective Utilization of Resources,
6) Act against Unjustifiable Premiums and Misleading Representations, and
7) Intellectual asset-related laws (e.g., Unfair Competition Prevention Act,
Trademark Act)
Ketika mengimpor dan menjual produk seafood sebagai produk segar,
importir harus memberikan informasi berikut pada label sesuai dengan standar
pelabelan kualitas makanan segar sesuai dengan Act for Standardization and
Proper Labeling of Agricultural and Forestry Products yang harus mencantumkan
informasi sebagai berikut:
1) product name,
2) country of origin,
3) content, dan
4) name and address of importer
72
Ketika mengimpor dan menjual produk seafood sebagai produk olahan,
importir harus memberikan informasi berikut pada label sesuai dengan standar
pelabelan kualitas makanan segar sesuai dengan Act for Standardization and
Proper Labeling of Agricultural and Forestry Products, and the similar
requirements for processed foods packed in containers under the Food
Sanitation Act yang harus mencantumkan informasi sebagai berikut :
1) Product name
2) Ingredients
3) Content
4) expiration date
5) storage method
6) country of origin
7) name and address of importer
Tabel 10. Standar Labelling di Jepang untuk Makanan Olahan Labeling
standards Processed product subject to abeling
standards Examples
Quality labelling standards for processsed foods
Salted fish, seaweed Salted herring roe, salted wakame seaweed
Prepared fish, seaweed (excluding those cooked or prepared and frozen products)
Tuna in soy sauce, mozuku seaweed in vinegar
Boiled or steamed fish, seaweed Boiled octopus
Fish the external surface of which is roasted
Lightly roasted bonito
Mixture of fresh agricultural, livestock, and fishery product
Nabe set (set of fishery products and vegetables for nabe)
Sumber : Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries dalam Direktorat Akses Pasar dan Promosi (2015)
2.8 Porter’s Diamond Model
Menurut Porter (1985) dalam Tambunan (2004) menyatakan bahwa hal-hal
yang harus dimiliki atau dikuasi oleh setiap perusahaan atau negara untuk
meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, tingkat
kewirausahaan yang tinggi, tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi,
73
kualitas tinggi dari produk yang dibuat, promosi yang luas dan agresif, pelayanan
purnajual (servis after sale) yang baik, tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan
atau pendidikan, etos kerja, disiplin, komitmen, kreatifitas, dan motivasi yang
tinggi, proses produksi mempunyai skala ekonomis, diferensiasi produk, modal
dan prasarana serta sarana lainnya yang cukup, jaringan distribusi di dalam dan
luar negeri yang luas dan diorganisasikan serta dikelola secara professional,
proses produksi dilakukan dengan sistem just-in-time (JIT).
Menurut Porter (1985), analisis daya saing kompetitif dilakukan dengan
menganalisa tiap komponen dalam Porter’s Diamond Theory. Komponen dalam
analisis teori berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) antara lain :
a. Factor Condition (FC), yaitu keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu
industri seperti tenaga kerja dan infrastuktur.
b. Demand Condition (DS), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa
dalam suatu negara.
c. Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan
industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan.
d. Firm Strategy, Structure, and Rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut
perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam
suatu industri domestik.
Keempat komponen yang ada pada Gambar 8. merupakan komponen utama
pada teori Porter Diamond. Dari hasil analisis komponen penentu daya saing,
kita dapat menentukan komponen yang menjadi keunggulan dan kelemahan
daya saing ekspor produk udang di PT. Alter Trade Indonesia. Hasil keseluruhan
interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan
perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industry
(Kaunang, 2013).
74
Gambar 8. Model Diamond Porter (Kaunang, 2013)
2.9 Perumusan Strategi
2.9.1 External Factor Evaluation Matrix (Matriks EFE)
Matrik EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal
perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal menyangkut
persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik,
pemerintahaan, hukum, teknologi, persaingan, di pasar industri dimana
perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena
faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. (Umar,
2013).
Sebelum strategi diterapkan, perencana strategi harus menganalisis
lingkungan eksternal untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan
ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena
masalah ini mungkin dapat mempengaruhi perusahaan di masa yang akan
datang (Rangkuti, 2004).
2.9.2 Internal Factor Evaluation Matrix (Matriks IFE)
Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan
berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan
Strategi Perusahaan, struktur dan persaingan
Kondisi Faktor
Industri terkait dan Pendukung
Kondisi Permintaan
75
informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari beberapa fungsional
perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran,
sistem informasi, dan produksu/operasi (Umar, 2013). Setelah mengetahui faktor
internal perusahaan, perlu di buat matrik yang menggambarkan faktor-faktor
yang terdapat pada perusahaan tersebut. Matrik tersebut biasa disebut dengan
internal factor evaluation matrix.
2.9.3 Internal-External Matrix (Matriks IE)
Matriks internal eksternal ini dikembangkan dari model General Electric (GE-
Model). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal
perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model
ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail
(Rangkuti, 2004).
Diagram IE Matriks mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada
prinsipnya kesempatan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama
yaitu :
a. Growth strategy
b. Stability strategy
c. Retrenchment strategy
2.9.4 Matriks SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman
(Threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal dan faktor
internal. Swot juga merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor
strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi.
76
Perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya
(Rangkuti, 2008).
Berdasarkan SWOT Matrix tersebut, dapat disusun empat strategi utama
yaitu SO; WO; ST; dan WT. Masing-masing strategi ini memiliki karakteristik
tersendiri dan hendaknya dalam implementasi strategi selanjutnya dilaksanakan
secara bersama-sama dan saling mendukung satu sama lain (Rangkuti, 2013).
2.10 Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang
disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori
yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan
sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel
yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan
untuk merumuskan hipotesis (Sugiyono, 2014). Kerangka pemikiran juga
dijadikan sebagai arah atau bahan acuan agar penelitian tidak keluar dari tujuan
penelitian.
Penelitian ini ditekankan pada strategi peningkatan ekspor pada produk
udang di PT. Alter Trade Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah dan
tinjauan pustaka sebelumnya, kerangka pemikiran penelitian di PT. Alter Trade
Indonesia dapat dilihat pada gambar 9.
77
PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
EKSPOR
IMPOR
PT. ALTER TRADE
INDONESIA
Identifikasi faktor daya saing (Porter’s Diamond Model)
1. Dimensi kondisi faktor 2. Dimensi kondisi permintaan 3. Dimensi strategi perusahaan 4. Dimensi industri terkait dan
pendukung
Analisis faktor lingkungan internal dan eksternal
(Matrik IFE dan matrik EFE)
Perumusan Strategi (Analisis SWOT)
Mengetahui Posisi Perusahaan (Matrik IE)
Gambar 9. Kerangka Pemikiran
78
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 di PT. Alter Trade Indonesia,
desa Sukorejo, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo,
Jawa Timur, Kode pos 61252.
3.2 Objek penelitian
Menurut Sugiyono (2014), Objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudaian ditarik kesimpulannya.
Objek dalam penelitian ini adalah PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo.
Adapun sasaran dari penelitian ini yaitu untuk merumuskan strategi peningkatan
daya saing ekspor PT. Alter Trade Indonesia.
3.3 Jenis Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk memperoleh gambaran mengenai strategi peningkatan daya saing
pemasaran produk surimi di PT. Alter Trade Indonesia.
Menurut Nazir (2014), analisa deskriptif adalah suatu metode yang memiliki
tujuan untuk mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala
yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek
yang dilakuankan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar
dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan dan pada
waktu yang akan datang. Analisa deskriptif terbagi menjadi analisa deskriptif
kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
79
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi bukan sekedar jumlah yang
ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat
yang dimilki oleh subjek atau objek itu (Sugiyono, 2014).
Menurut Nazir (2014), Suatu populasi adalah kumpulan individu dengan
kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Sehingga populasi dari penelitian ini
ialah seluruh pegawai dari PT. Alter Trade Indonesia.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
benar-benar respresentatif atau mewakili (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini
sampel yang digunakan adalah pegawai kantor pada PT. Alter Trade Indonesia
karena dianggap mewakili populasi dan dianggap memiliki pengetahuan yang
luas dalam bidang yang diteliti.
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non-
probability sampling, dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu
teknik penentu sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014).
Pertimbangan tertentu yang dimaksudkan misalnya orang tersebut dianggap
paling paham akan bidang tertentu, sehingga mempermudah peneliti dalam
pengamatan dan observasi objek atau situasi sosial yang diteliti.
Sehingga responden yang dipilih mewakili perusahaan yang dianggap
memiliki pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam mengenai
80
kondisi persaingan dan kondisi perusahaan secara keseluruhan. Adapun
responden tersebut ialah Head of Unit, Ka. Departemen Produksi, Ka.
Departement R&D, Ka. Departemen Ekspor-Impor, Ka. Departemen Pemasaran,
Ka. Departemen Quality Control, dan Ka. Departemen Bahan Baku.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumbernya ada
dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan
dengan cara mencatat hasil obserasi, partisipasi aktif, kuisioner dan wawancara.
Sedangkan data sekunder merupakan data atau informasi dalam bentuk catatan
yang didapatkan dari laporan seseorang, jurnal ilmiah, literatur, serta buku
terbitan berkala.
3.5.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama atau sumber
asli (langsung dari informan), misalnya dari individu atau perorangan konsumen,
karyawan, guru, petani, dan lainnya merupakan sumber utama data primer. Data
ini merupakan data mentah yang nantinya akan diproses untuk tujuan sesuai
dengan kebutuhan (Rianse, 2012).
Menurut Sugiyono (2014), data primer merupakan data yang diperoleh secara
langsung oleh peneliti dari subjek atau objek penelitian. Data primer yang
langsung di peroleh dari sumber dengan cara mencatat hasil pastisipasi aktif,
observasi serta wawancara di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo
meliputi :
1. Struktur Organisasi
2. Proses produksi
3. Faktor kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman
4. Pemberian nilai bobot perbandingan faktor, tujuan, dan strategi.
81
3.5.2 Data Sekunder
Data yang diambil dari sumber kedua atau bukan dari sumber aslinya. Data
sekunder bisa bentuk data yang tersaji dalam bentuk tabel, grafik, dan lain
sebagainya. Sumber data sekunder dapat berasal dari peneliti sebelumnya,
lembaga pemerintah, lembaga swasta dan lain sebagainya (Rianse, 2012).
Menurut Sugiyono (2014), data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan
untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini
dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data
sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan
dengan penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian ini data sekunder yang diperoleh dari PT. Alter Trade
Indonesia, Buduran, Sidoarjo meliputi data sebagai berikut :
1. Keadaan umum lokasi penelitian
2. Sejarah dan perkembangan perusahaan
3. Struktur organisasi perusahaan
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilalukan dalam berbagai sumber, setting, dan cara.
Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
cara berikut.
3.6.1 Observasi
Menurut Susan Stainback (1988) dalam Sugiyono (2014) menyatakan “In
participant observation, the researcher observes what people do, listen to what
they say, and participates in their activities”. Dalam observasi partisipasi, peneliti
mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka
ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
82
Observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara
pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat
standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 2014).
Pada tahap observasi ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
kegiatan yang dilakukan di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo.
Pengamatan tersebut berupa pengamatan terhadap pelaksanaan aspek teknis
pada perusahaan.
3.6.2 Wawancara
Menurut Nazir (2014), wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan-permasalahan
yang akan diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil
(Sugiyono, 2014).
Wawancara dilakukan menggunakan metode wawancara terstruktur dengan
melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber atau responden
atau pihak terkait di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo, dengan tujuan
supaya mendapatkan informasi yang lebih tepat dan akurat. Tahap wawancara
juga dapat memberikan informasi mengenai aspek faktor, tujuan, dan strategi
daya saing ekspor di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo.
3.6.3 Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun dokumen elektronik.
83
Studi pustaka merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan
observasi dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2014).
Menurut Nazir (2014), yang dimaksud metode studi pustaka adalah metode
yang dilakukan dengan pengumpulan data melalui literatur untuk memperoleh
pegangan tentang hal-hal yang diperlukan. Studi pustaka dilakukan dengan
membaca literatur dari buku teori, jurnal, tulisan ilmiah, dan laporan ilmiah untuk
membandingkan dengan yang terjadi di lapang.
3.6.4 Kuisioner
Kuisioner merupakan taknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Kuisioner juga cocok digunakan bila jumlah
responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2014).
Kuisioner dapat berupa angket yang disebarkan kepada narasumber yang
telah ditetapkan. Tujuan diberikannya angket antara lain :
1. Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian
2. Memperoleh informasi mengenai suatu masalah secara serentak
3.7 Definisi Operasional
Definisi operasional menjelaskan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengoperasikan pengukuran variabel, sehingga memungkinkan peneliti yang
lain untuk melakukan pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara pengukuran variabel yang lebih baik (Indriantoro dalam
Supomo, 2002). Secara rinci, definisi operasional dapat dilihat pada tabel 11.
84
Tabel 11. Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definisi Variabel
1 Dimensi Kondisi Faktor Keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu industry seperti tenaga kerja dan infrastruktur (Kaunang, 2013).
2 Dimensi Kondisi Permintaan Ketersediaan pasar yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing.
3 Dimensi Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
Strategi dan struktur yang ada pada perusahaan dan intensitas persaingan pada industry tertentu.
4 Dimensi Industri Terkait dan Pendukung
Ketersediaan keterkaitan yang kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang menghasilkan peningkatan daya saing perusahaan
5 Profil Perusahaan Uraian yang menjelaskan tentang perusahaan tersebut. Uraian tersebut berupa identitas dari perusahaan tersebut.
6 Faktor Internal Hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaan
7 Faktor Eksternal Hal-hal yang berkaitan dengan kelangsungan perusahaan namun tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan.
8 Daya Saing Kemampuan suatu sektor industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan di dlaam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari penerimaan sumberdaya yang digunakan (Esterhuizen et. al., 2008 dalam Saptana, 2010)
3.8 Variabel dan Indikator
Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga dapat diperoleh
informasi atau penjelasan tentang hal tersebut. Selanjutnya dapat ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2014).
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat nilai dan orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan (Agung, 2012). Adapun variabel dari penelitian
85
ini untuk mengukur daya saing perusahaan dengan menggunakan alat analisis
Porter’s Diamond Model tersaji pada tabel 12.
Tabel 12. Variabel dan Indikator
No Variabel Indikator Skala Pengukruan
1 Dimensi Kondisi Faktor
1. Sumberdaya Alam 2. Sumberdaya Manusia 3. Sumberdaya Modal 4. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan 5. Infrastruktur
Skala Likert
2 Dimensi Kondisi Permintaan
1. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
2. Komposisi Permintaan
Skala Likert
3 Dimensi Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
1. Strategi Perusahaan 2. Struktur Organisasi 3. Struktur Pasar 4. Persaingan Antar Perusahaan
Skala Likert
4 Dimensi Industri Terkait dan Pendukung
1. Industri Terkait 2. Pemerintah 3. Perguruan Tinggi atau Lembaga
Penelitian
Skala Likert
(Kaunang, 2013)
3.9 Metode Analisis Data
Menurut Sugiyono (2014), analisis data merupakan tahapan setelah seluruh
data dari berbagai sumber dan responden terkumpul. Tahapan dalam analisis
data yaitu mengelompokkan data dan menyusun data serta mengkategorikannya
sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin
dijawab.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif, adapun jenis penelitian berupa penelitian
deskriptif. Sehingga analisis datanya menggunakan analisis data deskriptif
kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Analisa deskriptif adalah suatu metode yang memiliki tujuan untuk
mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,
mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang
86
dilakuankan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari
pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan dan pada waktu
yang akan datang (Nazir, 2014).
Teknik analisis kualitatif yakni menggunakan proses berpikir induktif, untuk
menguji hipotetsis yang dirumuskan sebagai jawaban sementara terhadap
masalah yang diteliti. Induktif dalam hal ini dibuat bertolak dari berbagai dapat
yang diperoleh, dengan memperhatikan berbagai fakta yang teridentifikasi
menculnya maupun yang tidak (Rianse, 2012).
Menurut Hasan (2002), analisis kualitatif adalah analisis yang tidak
menggunakan metode matematik, model statistik dan ekonometrik. Analisis yang
dilakukan sebatas pada pengolahan datanya dan kemudian gambaran
keseluruhan aspek yang dilakukan perusahaan.
Teknik analisis kuantitatif disebut juga dengan teknik statistik dan digunakan
untuk menganalisis data yang berupa angka, baik hasil pengukuran maupun
hasil mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Teknik ini sangat banyak
digunakan berbagai kegiatan penelitian, sebab dianggap mudah dan dapat
menghasilkan simpulan yang lebih mudah dan dapat menghasilkan simpulan
yang lebih tepat dibandingkan dengan analisis kualitatif (Rianse, 2012). Salah
satu metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif ialah metode analisis
SWOT dimana faktor internal dan eksternal akan dibobot dan dari hasil
pembobotan dapat diketahui posisi perusahaan dengan bantuan matriks IE.
Selain itu, pembobotan juga dilakukan pada analisis daya saing perusahaan.
Berikut merupakan data yang dianalisis secara deskriptif antara lain :
1. Profil Perusahaan
Profil PT. Alter Trade Indonesia mencakup beberapa hal antara lain :
a) Lokasi perusahaan berdiri
b) Batas wilayah lokasi usaha
87
c) Nama pemilik usaha
d) Sejarah perusahaan
e) Struktur organisasi
f) Tenaga kerja
2. Analisis Daya Saing
Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
daya saing PT. Alter Trade Indonesia berdasarkan teori Porter’s Diamond
Model, seperti kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan,
struktur dan persaingan, serta industri terkait, dan pendukung. Untuk
menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap peningkatan daya
saing ekspor produk udang di PT. Alter Trade Indonesia menggunakan
bantuan kuisioner/angket seperti yang tersaji dalam tabel 13.
Kuisioner/angket tersebut selanjutnya akan diberikan kepada responden
yang dianggap paham secara mendalam tentang hal yang berkaitan, seperti
pimpinan perusahaan, kepala bagian produksi, dan kepala bagian ekspor-
impor. Selanjutnya dilakukan scoring untuk menentukan indikator yang
memiliki nilai tertinggi guna mempermudah dalam analisis.
Tabel 13. Scoring Analisis Daya Saing INDIKATOR DAYA SAING BOBOT RATING KOMENTAR
Dimensi Kondisi Faktor
Sumberdaya Alam
Sumberdaya Manusia
Sumberdaya Modal
Sumberdaya Ilmu Pengetahuan
Infrastruktur
Dimensi Kondisi Permintaan
Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Komposisi Permintaan
Dimensi Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
88
INDIKATOR DAYA SAING BOBOT RATING KOMENTAR
Strategi Perusahaan
Struktur Organisasi
Struktur Pasar
Persaingan Antar Perusahaan Dimensi Kondisi Industri Terkait dan Pendukung
Industri Terkait
Pemerintah
Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian
TOTAL
Sebelum dilakukan analisis, data yang telah di scoring di rating terlebih
dahulu. Rating didapatkan dari total scoring masing-masing indikator.
Sehingga didapatkan urutan indikator yang mempengaruhi berdasarkan nilai
yang didapat, selanjutnya data di analisis secara deskriptif.
3. Analisis faktor Internal dan Eksternal (IE)
Analisis faktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi daya
saing ekspor produk udang di PT. Alter Trade Indonesia dengan
menggunakan Internal Factor Evaluation Matrix (Matrik IFE) dan External
Factor Evaluation Matrix (Matrik EFE) yaitu dengan cara mengidentifikasi
faktor-faktor strategis internal dan eksternal dan disusun dalam kerangka
Strengths, weakness, Opportunity, Threath. Kemudian setelah
mengidentifikasi faktor-faktor tersebut, selanjutnya dilakukan pembobotan
dan rating.
Tabel 14. Matrik EFE FAKTOR-FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL
BOBOT RATING BOBOT x RATING KOMENTAR
PELUANG
………….
………….
ANCAMAN
………….
………….
TOTAL
(Sumber : Rangkuti, 2004)
89
Tabel 15 . Matrik IFE FAKTOR-FAKTOR STRATEGI INTERNAL
BOBOT RATING SKOR KOMENTAR
KEKUATAN
………….
………….
KELEMAHAN
………….
………….
TOTAL
(Sumber : Rangkuti, 2013)
Menurut Rangkuti (2013), cara mengisi tabel (eksternal maupun internal
faktor) tersebut di atas adalah
1) Susunlah di dalam kolom 1 (5 sampai 10 peluang dan ancaman)
2) Beri bobot masing-masing faktr dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat
pentng) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategik.
3) Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (di bawah
rata-rata), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi
perusahaan yang bersangkutan.
Nilai rating peluang dan ancaman selalu bertolak belakang, kalau
faktor peluangnya lebih besar, berilah nilai 4 sedangkan apabila faktor
ancamananya lebih besar, berilah nilai -4. Begitu pula pemberian nilai
untuk kekuatan dan kelemahan.
4) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai
dari 4,0 (sangat baik) sampai dengan 1,0 (di bawah rata-rata).
5) Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan alasan
faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
6) Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), sehingga diperoleh totaal
skor pembobotan untuk perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
90
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-
faktor strategis baik eksternal maupun internalnya. Total skor ini
selanjutnya dimasukkan ke dalam.
4. Perumusan Strategi
Perumusan strategi peningkatan ekspor produk udang menggunakan
Interal – External Matrix (Matriks IE) dan matriks TOWS atau SWOT maka
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Internal – External Matrix (Matriks IE)
Matriks internal – eksternal, untuk melihat strategi yang tepat untuk
diterapkan. Gabungan dua kondisi internal dan eksternal yang telah
dianalisis, selanjutnya dimasukan dalam Matriks IE. Matriks IE berguna
untuk mengetahui posisi persaingan yang terjadi pada korporat, unit
bisnis, ataupun produk yang di analisis. Matriks tersebut menganalisis 9
sel strategi perusahaan, akan tetapi pada dasarnya dikelompokkan
menjadi 3 strategi utama. Penentuan Strategi yang tepat, diharapkan
dapat mencapai keunggulan persaingan di periode yang akan datang.
KEKUATAN INTERNAL BISNIS Tinggi Rata-Rata Lemah
1 2 3
Tinggi GROWTH
Konsentrasi melalui integrasi vertikal
GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal
RETRENCHMENT Turnaround
DAYA TARIK INDUSTRI
4 5 6
Sedang STABILITY
Hati hati
GROWTH Konsentrasi melalui
integrasi Horizontal
STABILITY
Tak ada perubahan profit strategi
RETRENCHMENT Captive Company atau
Disvestment
7 8 9
Rendah GROWTH Difersifikasi Konsentrik
GROWTH Difersifikasi Konglomerat
RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuiditas
Gambar 10. Matrik Internal Eksternal model untuk strategi korporat (Sumber : Rangkuti, 2004)
91
Matriks TOWS atau SWOT
Analisis SWOT adalah proses identifikasi berbagai faktor secara
sistematis guna menentukan rumusan yang tepat dan melakukan strategi
perusahaan yang terbaik. Analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan(Weaknesses)
dan ancaman (Threats).
Tabel 16. Matrik SWOT atau TOWS
IFAS
EFAS
STRENGTHS (S)
Menentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal
WEAKNESS (W)
Menentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
Menentukan 5-10 faktor peluang eksternal
STRATEGI SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan-kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
Menentukan 5-10 faktor ancaman eksternal
STRATEGI ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
(Sumber : Rangkuti, 2004)
Matriks Grand Strategy
Penentuan matriks grand strategy didasarkan pada pemilihan dua variabel
sentral didalam proses penentuan:
1. Penentuan tujuan utama grand strategy
2. Memilih faktor-faktor internal atau eksternal untuk pertumbuhan atau
profitabilitas.
Agar lebih jelas lihat gambar 10 dibawah ini.
92
Gambar 11. Matriks Grand Strategy (Rangkuti, 2013)
4. KEADAAN UMUM WILAYAH
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Geografi Wilayah
PT. Ater Trade Indonesia berlokasi di Jalan Industri No.72, Desa Sukorejo,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Desa Sukorejo
merupakan salah satu desa yang memiliki luas wilayah relatif kecil sebesar 98,73
Ha, yaitu 2% dari luas wilayah Kecamatan Buduran yang sebesar 4.102,5 Ha.
Desa Sukorejo memiliki tanah sawah sebesar 7 ha dan 91,73 ha tanah kering.
Jarak tempuh Desa Sukorejo ke Ibukota Kecamatan yaitu 1,50 km, sedangkan
jarak antara Kecamatan Buduran dengan Ibu Kota Kabupaten Sidoarjo adalah ±5
km (BPS Kecamatan Buduran, 2016).
Kecamatan Buduran terdiri dari 14 Desa dengan Desa terkecil wilayahnya
adalah Desa Sidomulyo dengan luas 56,58 Ha dan desa terluas adalah Desa
Sawohan dengan luas 1.041,71 Ha. Adapun desa yang berada di kecamatan
Buduran antara lain : Desa Entalsewu, Desa Pagerwojo, Desa Sidokerto, Desa
Buduran, Desa Siwalanpanji, Desa Sidomulyo, Desa Prasung, Desa Sawohan,
Desa Damarsi, Desa Dukuhtengah, Desa Banjarsari, Desa Wadungasih, Desa
Banjarkemantren, Desa Sukorejo, Desa Sidokepung (BPS Kecamatan Buduran,
2016)
Kecamatan Buduran merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Sidoarjo yang secara geografi terletak di antara 7,30-7,50 Lintang
Selatan dan 112,50-112,90 Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Buduran dibatasi
oleh :
sebelah Utara : Kecamatan Gedangan
sebelah Selatan : Kecamatan Sidoarjo
sebelah Timur : Kecamatan Sedati
94
sebelah Barat : Kecamatan Sukodono
Kecamatan Buduran memiliki letak yang startegis, karena merupakan salah
satu kecamatan yang dilewati jalur yang menghubungkan antara dua kota besar
di Jawa Timur yaitu Surabaya dan Sidoarjo.
4.1.2 Topografi Wilayah
Menurut BPS Sidoarjo dalam Angka (2016), pembagian wilayah berdasarkan
ketinggian untuk di Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :
0-3 meter merupakan daerah pantai dan pertambakan, berada disebelah
timur meliputi 24,46% dari total luas wilayah Kabupaten Sidoarjo
3-10 meter meliputi bagian tengah yang berair tawar dan meliputi 40-81%
dari total luas wilayah Kabupaten Sidoarjo
10-25 meter di daerah bagian barat, meliputi 29,20% dari total luas wilayah
Kabupaten Sidoarjo
Terletak pada ketinggian ±4 meter di atas permukaan laut, suhu udara di
Kecamatan Buduran berkisar antara 200 C – 350 C. Sedangkan berdasarkan
kondisi air, 1.822,50 Ha dari luas wilayahnya adalah Daerah Air Asin. Selain itu
juga terdapat wilayah yang menjadi Daerah Banjir yang terbagi menjadi dua
jenis, antara lain daerah banjir sesudah hujan dengan luas 17,50 Ha dan daerah
banjir air pasang seluas 701,75 Ha. Kedalaman air tanah pada Kecamatan
Buduran seluruhnya berada pada kisaran 0-5 meter (BPS Kecamatan Buduran,
2016).
Topografi Kecamatan Buduran terdiri dari beberapa lapisan batuan yaitu
batuan Fasien Sedimen seluas 1.469 Ha dan batuan Alluvium seluas 2.633,50
Ha. Sedangkan Lapisan tanah Kecamatan Buduran terdiri dari 1.480,02 Ha
Alluvial Kelabu, 1.853,22 Ha Alluvial Hidromort, dan Kelabu Tua seluas 769,26
Ha (BPS Kecamatan Buduran, 2016).
95
Sebagaimana daerah lain di Indonesia, Kecamatan Buduran merupakan
daerah beriklim tropis. Hujan terjadi sepanjang tahun, hanya frekuensi terbanyak
terjadi ada bulan Februari dan April. Suhu terendah wilayah Kabupaten Sidoarjo
adalah 200C dan suhu tertinggi adalah 350C. Berdasarkan pengukuran curah
hujan pada tahun 2015, rata-rata curah hujan tahunan sebesar 161 mm, yang
berkisar antara 31 mm dibulan novemver sampai 526 mm di bulan Februari.
Sednagkan banyaknya hari hujan rata-rata 8 hari yang berkisar 2 hari dai bulan
November sampai 23 hari di bulan februari (BPS Kecamatan Buduran, 2016).
4.2 Keadaan Penduduk Desa Sukorejo
Secara garis besar masyarakat Desa Sukorejo terdiri dari 4.714 jiwa dan
1.082 KK, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.413 jiwa sedangkan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 2.301 jiwa. Sex Ratio Desa Sukorejo sebesar
104,87 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat hapir sekitar 105
penduduk laki-laki (BPS Kecamatan Buduran, 2016).
4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Keadaan penduduk di Desa Sukorejo jika ditinjau berdasarkan umur dapat
dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Data Penduduk Desa Sukorejo Berdasarkan Usia
No Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1 0 – 5 727 15,42 2 5 – 9 222 4,71 3 10 – 24 926 19,64 4 25 – 59 2.367 50,21 5 60 tahun ke atas 472 10,01
Jumlah 4.714 100
Sumber : BPS Kecamatan Buduran (2016)
Berdasarkan data kependudukan tahun 2016, Desa Sukorejo didominasi oleh
warga yang berusia 25 – 60 dengan 2.367 jiwa atau sebesar 50,21% dari jumlah
penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sukorejo
merupakan penduduk usia produktif.
96
4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Lapangan Usaha
Keadaan penduduk Desa Sukorejo yang bekerja berdasarkan lapangan
usaha dapat dilihat pada tabel 18 dibawah ini:
Tabel 18. Data Penduduk Desa Sukorejo Berdasarkan Lapangan Usaha
No Jenis Lapangan Usaha Jumlah Pekerja (Jiwa)
1 Pegawai Negeri 36 2 TNI 26 3 POLRI 12 4 Petani / Buruh Tani /
Nelayan 366
5 Karyawan Swasta 1.930 6 Karyawan Honorer - 7 Pedagang 40 8 Usaha Konstruksi - 9 Wiraswasta 3 10 Usaha Jasa Angkutan - 11 Purnawirawan /
Pensiunan 112
12 Jasa Lainnya 12
Jumlah 2.537
Sumber : BPS Kecamatan Buduran (2016)
Berdasarkan data pada tabel 9 dijelaskan bahwa penduduk yang bekerja
sebesar 2.537 jiwa atau 53,82% dari jumlah penduduk Desa Sukorejo, hal ini
dikarenakan 50,21% penduduk Desa Sukorejo dihuni oleh usia produktif yaitu
usia 25-59 tahun. Sedangkan pekerjaan yang dominan adalah karyawan swasta
yaitu sebesar 1.930 jiwa atau 76,07% dari total penduduk yang bekerja.
4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
Keadaan penduduk Desa Sukorejo yang bekerja berdasarkan agama yang
dianut didilihat pada tabel 19 dibawah ini :
Tabel 19. Data Penduduk Desa Sukorejo Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
Laki-laki Perempuan
1 Islam 2.402 2.286 99,45
2 Kristen 9 9 0,38
3 Katolik 2 6 0,17
4 Hindu - - -
97
No Agama Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
Laki-laki Perempuan
5 Budha - - -
6 Lain-lain - - -
Jumlah 2.413 2.301 100
Sumber : BPS Kecamatan Buduran (2016)
Berdasarkan data pada tabel 19 dijelaskan bahwa hampir seluruh penduduk
Desa Sukorejo merupakan pemeluk agama islam yaitu sebesar 4.688 jiwa dari
total penduduk sebanyak 4.714 jiwa.
4.3 Perikanan di Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kota besar di Provinsi Jawa Timur.
Memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Provinsi Jawa
Timur membuat Sidoarjo mengalami kemajuan yang sangat pesat dari
infrastruktur maupun perekonomian. Salah satu sumber pergerakan ekonomi
Kabupaten Sidoarjo berasal dari Sektor Perikanan. Sektor perikanan Kabupaten
Sidoarjo sejak dahulu kala sudah diakui oleh masyarakat, hal ini ditunjukkan
dengan maskot lambang Kota Sidaoarjo yang berupa Ikan Bandeng dan Ikan
Udang membentuk huruf S. Kota Sidoarjo juga mendapat sebutan atau julukan
sebagai Kota Delta, hal ini dikarenakan berdasarkan sejarah kota Sidoarjo berdiri
diatas Delta dari Sungai Brantas.
Sektor perikanan Kabupaten Sidoarjo mengandalkan udang dan bandeng
sebagai komoditas unggulan, yang dijadikan maskot lambang. Wilayah tambak di
Sidoarjo membentang dari utara ke selatan sepanjang pantai timur, dimulai dari
kecamatan Waru sampai Jabon (Sidoarjo dalam Angka, 2016).
Menggeluti usaha tambak di Sidoarjo cukup menjanjikan. Tambak seluas
15.513,41 Ha ternyata memberikan kesejahteraan tersendiri bagi 3.257 petani
tambak dan 3.246 pandega yang tersebar di 8 kecamatan dan 29 desa. Berbagai
jenis ikan dibudidayakan di tambak tersebut. Adapun jenis ikan yang
dibudidayakan di tambak selama 2015 antara lain: Ikan Bandeng dengan total
98
produksi sebesar 33.863.700 Kg; Udang Windu sebesar 3.613.000 Kg; Udang
Vanamei sebesar 6.929.600 Kg; Nila sebesar 13.661.800 Kg; Udang Lain
(Udang Putih, Udang Api-api, Udang Rebon) sebesar 3.150.600 Kg; Ikan Lain
(Mujair, Kakap Putih, Keting) sebesar 4.854.400 Kg; Kepiting sebesar 226.500
Kg; dan Rumput Laut sebesar 9.876.400 Kg (Sidoarjo dalam Angka, 2016).
Produksi bandeng tahun 2015 mengalami kenaikan sekitar 6% dari tahun
sebelumnya. Total produksi terbesar dari hasil tambak Kabupaten Sidoarjo,
bandeng tidak hanya dikonsumsi di Sidoarjo, tetapi juga diekspor ke luar
kabupaten. Sedangkan produksi udang windu dan vanamei yang dihasilkan
selama setahun sebesar 10,6 ribu ton. Produktivitas udang windu terlihat stabil
selama 5 tahun terakhir. Kenaikan yang tajam ada di udang vannamei, hal ini
karenakan daya tahan hidup yang tinggi diiringi dengan kemudahan
pemeliharaannya membuat vanamei mulai “dilirik” pengusaha tambak di Sidoarjo
(Sidoarjo dalam Angka, 2016).
Disisi lain, produksi penangkapan Ikan laut dari 8 komoditas, 4 komiditas
diantaranya mengalami kenaikan. Sedangkan 4 komoditas lainnya mengalami
penurunan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada table 20 yang tersaji.
Tabel 20. Produksi Penangkapan Ikan Laut di Kabupaten Sidoarjo
No Keterangan Jumlah / Total (Kg)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Dorang 730.200 733.900 737.540 741.960 458.850 2 Udang 232.800 234.100 235.250 237.200 346.700 3 Udang Lain 107.100 107.900 108.730 107.880 65.900 4 Kakap - - - 58.700 68.800 5 Lancam 273.500 275.300 276.585 279.000 192.600 6 Sembilang 263.200 265.500 266.500 278.100 249.000 7 Pari 456.200 458.800 461.040 405.650 419.700 8 Rajungan - - - 57.020 59.500
Jumlah 2.063.000 2.0755.500 2.085.645 2.165.510 1.861.050
Sumber : Sidoarjo dalam Angka, 2016
Selain potensi Perikanan yang telah dijelaskan, adapula potensi dari
perikanan air tawar, dimana produksi ikan air tawar di Sidoarjo sebanyak
99
18.132.000 Kg yang didominasi Jenis Lele sebanyak 17.946.300 Kg. Sedangkan
potensi perikanan tambak garam di Sidoarjo hanya terdapat di Kecamatan Sedati
dengan produksi sebanyak 17.720,52 Kwintal (Sidoarjo dalam Angka, 2016).
Sedangkan untuk produksi udang di tambak menurut jenis per bulan selama
tahun 2016 masih mengalami fluktuasi. Dengan total produksi selama setahun
3.615.100 Kg untuk udang windu, 5.963.700 Kg untuk udang vannamei. Agar
lebih jelas, dapat dilihat pada tabel 21 yang tersaji.
Tabel 21.Produksi Udang di Tambak Menurut Jenis per Bulan di Kabupaten Sidoarjo (Kg)
No Bulan Udang Windu Udang Vannamei
Udang Lain (udang putih, Udang
Api-api, Udang
Rebon)
1 Januari 227.800 375.700 258.900 2 Februari 372.500 632.200 193.900 3 Maret 434.000 763.300 201.500 4 April 235.000 387.700 289.000 5 Mei 217.000 357.900 335.000 6 Juni 271.300 447.200 318.100 7 Juli 289.200 477.100 194.900 8 Agustus 325.400 596.300 337.900 9 September 506.300 715.700 340.800 10 Oktober 260.300 429.300 181.600 11 November 235.100 387.700 171.300 12 Desember 242.200 393.600 227.600
Jumlah 3.616.100 5.963.700 3.100.500
Sumber : Sidoarjo dalam Angka, 2017
Berdasarkan data diatas, produksi udang windu di Sidoarjo lebih rendah dari
pada produksi udang vannamei, padahal Sidoarjo merupakan salah satu sentra
budidaya udang windu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
ialah kurangnya perhatian pemerintah. Sehingga banyak petambak yang beralih
budidaya udang vannamei. Selain itu, ketersediaan bibit udang windu juga
menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya produksi udang windu
menurun.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Profil Perusahaan
5.1.1 Sejarah Perusahaan
PT. Alter Trade Indonesia (ATINA) yang resmi didirikan pada tahun 2003
sebagai anak dari PT. Alter Trade Japan, Inc (ATJ) merupakan salah satu
perusahaan importir udang di Indonesia. Hal ini bermula pada tahun 1991, ATJ
melakukan survey akuakultur di Indonesia untuk mencari mitra yang sesuai
dengan tujuan ATJ, yaitu menghasilkan produk ecoshrimp yang memilki
keamanan pangan dengan mempertahankan keberlangsungan ekosistem.
Setelah melakukan survey akualtur di berbagai daerah, pada tahun 1992 ATJ
mulai mengimpor produk ecoshrimp khususnya udang windu (black tiger) dari
daerah Sidoarjo dan Gresik. Pada tahun yang sama pula, ATJ mengembangkan
kemitraan dengan pengolah lokal untuk mengolah Ecoshrimp. Pengembangan
terus-menerus dilakukan oleh ATJ, seperti halnya pengembangan kemitraan
dengan pemasok Gudang pada tahun 1998 untuk mengkonsolidasikan koleksi
udang dari gudang kecil.
Tahun 2000, ATJ memutuskan membuka kantor perwakilan di Indonesia. Lalu
di tahun berikutnya, ATJ mulai melakukan sistem keanggotaan petani dan
mendapat pemeriksaan awal oleh Naturland untuk Sertifikasi Organik. Dan
ditahun 2002, kantor perwakilan ATJ mendapat serifikasi organik oleh Naturland.
Pada tahun berikutnya, dimulailah dirikannya PT. Alter Trade Indonesia atau
biasa disingkat dengan ATINA. Keberadaannya bukan tanpa maksud, akan
tetapi untuk menggantikan ATJ. Selain itu untuk mempermudah segala proses
yang ada.
Tahun 2003 menjadi tahun yang bersejarah bagi ATINA, dimana perjalanan
perusahaan dimulai. Pada tahun ini pula ATINA mulai mendirikan
101
laboratoriumnya sendiri. Selain itu ATINA juga mengembangkan kemitraan
langsung dengan petani udang, mengembangkan pula kemitraan dengan salah
satu petambak udang di Situbondo, hingga mendukung pembentukan KPTOS
(Kelompok Tani Udang Lokal) dan mengembangkan kemitraan.
Seiring berjalannya waktu, ATINA semakin mengepakkan sayapnya. Hingga
tahun 2005 tepat bulan Januari, ATINA mendirikan pabrik pengelolahannya
sendiri dan saat itu pula operasi pemrosesan dimulai. Selain itu di tahun yang
sama pula, ATINA mendirikan operasi Ecoshrimp baru di Sulawesi Selatan dan
mendirikan unit pondasi tambak. Sedangkan di bidang kemitraan, ATINA mulai
melakukan kemitraan dengan Taiwan Technical Mission ke Indonesia (TTM)
untuk melakukan penelitian dan memasok kentang goreng organik kepada
anggota ATINA yang terdaftar.
Semakin bertambahnya tahun yang dilalui, ATINA semakin menunjukkan
eksistensinya. Pada tahun 2006, ATINA mendirikan pabrik pupuk baru yang
memproduksi pupuk cair, bokakhi dan kompos. Selain itu ATINA juga
menemukan 3 tambak produksi udang baru di Gresik untuk Ecoshrimp,
melakukan ekpansi kolam demonstrati ke 10 kolam, serta mulai melakukan
prosedur sampling yang lebih banyak termasuk tes mikrobiologi dan logam berat
pada pra panen udang dan pengemasan akhir. Sedangkan dalam aspek sosial
dan konservasi, ATINA membentuk LSM yang disebut OceAN untuk membantu
melaksanaan visi konservasi lingkungan secara nyata kepada masyarakat lokal.
Salah satunya adalah pembuatan sabun bio-degradable dan pupuk yang
disebutkan di atas.
5.1.2 Profil Perusahaan
Sebagai perusahaan prosessor dan ekspor udang dan seafood, PT. Alter
Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo memiliki visi dan misi sebagai berikut :
102
Visi :
To be market leader and integrated with slogan “Safety Food For People’s Life”
Misi :
- Create the mutually benefitable relationship between all the stake holder
- High quality standard for commodities produced
- Realize the environmental friendly industry
- Support small scales farmer for exist and having sustainable farming
5.1.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi pada PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo secara
umum di pimpin oleh seorang Director yang memimpin langsung 10 departemen
untuk mencapai tujuan perusahaan yang tertuang dalam visi dan misi
perusahaan. Departemen tersebut antara lain : Departemen Finance &
Accounting, Departemen Production & PPIC, Departemen Quality, Departemen
Legal & Personnel, Departemen Domestic Marketing, Departemen Internasional
Marketing, Departemen Hatchery, Departemen Raw Materials, Field Inspector,
dan Departemen Technician, GNR Purchase & Waste Treatment. Dimana
masing-masing departemen dipimpin oleh Manager yang membawahi supervisor
untuk membantu melaksanakan tugasnya. Agar lebih jelas, dapat dilihat pada
lampiran 2.
5.1.4 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja di PT. Alter Trade Indonesia terbagi atas dua kategori yang
tersaji pada tabel 22.
Tabel 22. Jumlah Tenaga Kerja PT. Alter Trade Indonesia
No. Keterangan STAFF WORKERS Jumlah
1. Jenis
Karyawan
Permanent
Annual Contact
87
12
-
137
236
2. Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
78
21
57
80
236
3. Umur 20 – 25 1 7 236
103
No. Keterangan STAFF WORKERS Jumlah
26 – 30
31 – 35
36 – 40
41 – 45
46 – 50
51 – 55
56~
14
32
38
9
3
1
1
18
48
25
26
11
1
1
4. Agama Islam
Kristen
Hindu
96
3
-
130
6
1
236
5. Status Menikah
Belum Menikah
Duda
90
9
-
115
13
9
236
6. Pendidikan SD
SMP
SMA
D1
D3
S1
S2
-
3
43
1
8
42
2
16
22
92
2
1
4
-
236
Sumber : PT. Alter Trade Indonesia, 2017
Tenaga kerja pada PT. Alter Trade Indonesia bagian staff berjumlah 99 orang,
79% di dominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada bagian Workers di
dominasi oleh tenaga kerja perempuan dengan presentase 58% yaitu sebesar 80
orang dari total pekerja yang berjumlah 137 orang.
Untuk saat ini jam kerja tenaga kerja PT. Alter Trade Indonesia dimulai pukul
08.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB dengan waktu istirahat mulai pukul 12.
WIB sampai 13.00 WIB dan HOK dimulai hari Senin hingga Jumat. Diluar jam
kerja perusahaan berlaku jam lembur. Untuk jam kerja normal upah tenaga kerja
yang diberikan terdiri dari gaji pokok dan biaya transportasi.
Selain itu, PT. Alter Trade Indonesia menerapkan toleransi tinggi salah
satunya seperti: bagi karyawan muslim diperbolehkan melaksanakan sholat
sesuai waktunya tanpa memperhatikan jam istirahat. Sedangkan untuk cara
perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh PT. Alter Trade Indonesia yaitu
104
dengan seleksi yang terdiri atas: Tes Berkas, Tes Wawancara, Tes Psikologi,
Tes Wawancara dengan Divisi, dan Training.
5.1.5 Proses Produksi Produk Udang di PT. Alter Trade Indonesia
Menurut Pangestu (2000), proses produksi atau operasi adalah proses
perubahan masukan menjadi keluaran. Macam barang dan jasa yang dikerjakan
banyak sekali sehingga macam proses yang ada juga menjadi banyak.
Udang beku merupakan produk olahan setengah jadi yang telah dibersihkan
dari kotoran dan dikemas dalam keadaan yang steril dengan bentuk sedemikian
rupa. Udang untuk bahan baku udang beku adalah udang windu (balck tiger) dan
udang windu yang digunakan hanyalah udang ecoshrimp. Udang ecoshrimp
sendiri ialah udang dari hasil budidaya yang menggunakan sistem ekstensif atau
tradisional tanpa menggunakan bahan kimia sama sekali seperti pellet. Terdapat
tiga daerah yang menerapkan budidaya ecoshrimp dan telah menjadi mitra dari
PT. Alter Trade Indonesia guna memasok bahan baku.
Adapun proses produksi udang beku di PT. Alter Trade Indonesia sebagai
berikut :
1. Penerimaan Luar
Udang yang didapatkan dari petambak yang menjadi mitra dari PT. Alter
Trade Indonesia. Udang diturunkan dari muatan dalam keadaan tersegel
didalam coolbox. Segel digunakan untuk mengurangi hal-hal yang dapat
menurunkan kualitas udang pasca panen. Selanjutnya udang dimasukkan
dalam box yang telah terisi es batu yang disiapkan oleh pekerja untuk dikirim
ke penerimaan dalam.
2. Penerimaan dalam
Ketika raw material (udang mentah) masuk dalam ruang penerimaan
dalam langsung dilakukan penimbangan. Lalu dilakukan sampling yang
105
hanya dikhususkan untuk udang dari hasil budidaya daerah Sidoarjo dan
Gresik untuk dilakukan pengujian berupa metal detector. Metal detector
merupakan mesin yang digunakan untuk menguji kadar bahan kimia
berbahaya yang terkandung di dalam udang. Sedangkan untuk udang yang
berasal dari Sulawesi langsung menuju meja penanganan, hal ini
dikarenakan sudah dilalukan pengujian sebelum dikirim ke PT. Alter Trade
Indonesia. Penanganan yang dilakukan yaitu potong kepala untu produk
Head Less. Lalu dilakukan lagi pengujian bahan timbal melalui mesin metal
detector, untuk selanjutnya dilakukan penimbangan untuk hasil PK. Setelah
dilakukan penimbangan, maka tahap selanjutnya ialah pencucian dengan
kadar garam sebesar 1 – 1,5%, Chlorin sebesar 10 – 30 ppm, dan pada
temperatur ≤ 2oC. Lalu penanganan terakhir pada tahap penerimaan dalam
ialah stock bilas, air yang digunakan hanya bercampurkan es batu , tanpa
chlorin maupun garam, dengan temperatur ≤ 0oC. Kemudian udang
dimasukkan pada bak, bak yang digunakan terdapat dua jenis yaitu bak
tampung dan bak yang langsung dilakukan penanganan di ruang sortasi.
3. Sortasi
Secara keseluruhan penangann yang dilakukan untuk udang yang berada
pada bak tampung dan udang yang langsung dari ruang penerimaan dalam
adalah sama, yaitu Quality Control → pencucian → timbang → ke ruang
kupas. Akan tetapi tetap terdapat perbedaan dalam penanganannya,
perbedaan tersebut terletak pada pencucian. Pada udang yang barasal dari
bak tampung hanya melalui 3 kali proses pencucian untuk selanjutnya
dimasukkan kembali ke bak tampung, sedangkan udang yang berasal
langsung dari ruang penerimaan barang melalui 5 kali pencucian dan
langsung ke ruang kupas.
4. Kupas (Pelling)
106
Ketika udang berada dalam ruang kupas atau peeling, baik udang
langsung maupun udang yang berasal dari bak tampung akan lakukan 5 kali
pencucian yang terdiri dari 2 kali pencucian dengan air, es batu, dan chlorin,
lalu dilanjutkan 3 kali pencucian dengan air, es batu dan garam. Maka
penanganan selanjutnya ialah pengupasan sesuai dengan produk yang
dipesan.
Agar kualitas dan keamanan dari udang terjadi, selalu dilakukan
pemantau dengan dilakukannya pengecekan penggunakan “check furrent
meter”. Pengecekan ini dilakukan pada saat udang selesai dikupas. Setelah
dilakukan pengecekan, udang dicuci dan ditimbang terlebih dahulu sebelum
masuk ke ruang berikutnya. Untuk udang yang akan menjadi produk Pin
Defaned (Pnd) dan Pin Defand Tail On (Pdto) ditempatkan pada tempat atau
keranjang yang berbeda.
5. Susun
Ruang susun merupakan tahapan terakhir dari penanganan udang segar
sebelum menjadi frozen food. Untuk produk udang Head Less atau tanpa
kepala, udang terlebih dahulu disortir dan setelahnya dilakukan penyusunan.
Sedangkan untuk produk PDTO dan PND dilakukan pengecekan terlebih
dahulu oleh bagian QC, lalu ditimbun untuk menunggu proses pembekuan.
Sebelum proses pembekuan, udang terlebih dahulu dicuci dengan air dan es.
Hal ini dilakukan agar suhu udang tetap terjaga sehingga kualitas udang tidak
rusak. Ada beberapa bentuk dalam penyusunan agar nilai estetika tetap
terjaga, seperti: produk PNDS dan PNDM disusun membentuk huruf U atau
J; produk PDTL term harus disusun lurus; serta produk HL dan PDTO
disusun sesuai bentuk tubuh.
6. Pembekuan
107
Pembekuan dilakukan menggunakan dua mesin yaitu mesin CPF dan
mesin IQF. Udang yang melalui mesin CPF tanpa melalui proses re-pack,
biasanya diperuntukkan pada produk PNDS B, PND MIX, dan HO.
Sedangkan udang yag diproses menggunakan mesin pembeku IQF menjadi
produk PNDS, PNDM, HL, PDTL, dan PDTO. Sebelum udang dimasukkan
dalam mesin, baik mesin IQF maupun CPF, terlebih dahulu dilakukan
pencucian sebanyak 5 kali. Setelah itu dilakukan penimbangan dan disusun
sesuai pesanan untuk selanjutnya dibekukan.
7. Packing
Produk yang berasal dari mesin IQF memiliki beberapa proses sebelum
dimasukkan kedalam cold storage. Proses pertama ialah udang beku
ditimbang menggunakan timbangan temporary 2500 gram, untuk selanjutnya
dimasukkan dalam mesin metal detector 2. Hal ini dilakukan untuk
memastikan keamanan dan kualitas yang terkandung pada produk. Lalu
dilakukkan proses cleansing sebelum dilakukannya penimbangan dengan
timbangan gross. Dan harus melalui mesin seal sebelum akhirnya pada
proses packing. Packing dilakukan menggunakan master carton (mc).
Kemudian di timbang kembali, sebelum dimasukkan dalam cold storage.
Suhu cold storage berkisar antara -20oC sampai – 25oC, dengan masa
simpan maksimal 6 bulan.
8. Re-packing
Re-packing dilakukan sesuai dengan permintaan dari konsumen. Hal
pertama sebelum dilakukannya proses re-packing ialah colleting per tanggal.
Kemudian dilakukan open frezzer, yang mana produk tersebut akan di cek
oleh QC seperti tipe produk dan lot number. Setelah pengecekan selesai
dilakukan oleh QC, maka tahap selanjutnya adalah penimbangan dengan
timbangan gross 1. Setelah ditimbang, produk harus dilakukan pengecekan
108
menggunakan metal detector 3 dan proses cleansing, untuk selanjutnya
ditempatkan pada polybag/pcs. Dan dilakukan penimbangan lagi
menggunakan timbangan gross 2, lalu melalui mesin seal. Untuk memastikan
produk tetap aman dan berkualitas sebelum di ekspor, tahap terakhir
sebelum packing ialah pengecekan kembali menggunakan mesin metal
detector 4. Setalah produk dipastikan aman dan kualitas, selanjutnya produk
di packing dan di timbang terlebih dahulu sebelum di masukkan dalam cold
storage untuk ekspor.
5.2 Karakteristik Responden dan Distribusi Jawaban
Penyebaran data dilakukan kepada orang-orang yang dipilih mewakili
perusahaan yang dianggap memilki pemahaman mendalam mengenai kondisi
perusahaan secara keseluruhan di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dijadikan sebagai responden,
karakteristiknya tersusun berdasarkan jenis kelamin, usia, jabatan, dan
pendidikan terakhir.
Terdapat 8 responden untuk kuisioner analisis daya saing yaitu manajer
finansial dan accounting, manajer produksi dan PPIC, manajer legal dan
personalia, manajer pemasaran domestik, manajer pemasaran internasional,
manajer bahan baku, manajer teknisi dan manajer field inspector. Berdasarkan
pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner kepada responden di PT. Alter
Trade Indonesia maka didapatkan karakteristik seperti yang tersaji pada tabel 23.
Tabel 23. Karakteristik Responden di PT. Alter Trade Indonesia, Sidoarjo
No Nama Jenis Kelamin
Usia Pendidikan terakhir
Jabatan
1 Mita D. M. P 29 S1 F&A Manager
2 Yudi
Siswanto
L 38 D3 Product & PPIC
Manager
3 Diah N P 37 S1 Legal & Personal
Manager
109
No Nama Jenis Kelamin
Usia Pendidikan terakhir
Jabatan
4 M. A.
Futhon
L 43 S1 Dommestic
Marketing
Manager
5 Bagus
Julianto
L 36 S1 International
Marketing
Manager
6 Wibowo
Agung .P
L 34 S1 Raw Material
Manager
7 Hendra
Gunawan
L 40 S1 Field Insector
Manager ( Senior
Manager)
8 Abraham J.
P.
L 46 SMA Tecnical, GNR
Purchasing &
Waste Treatment
Manager
Sumber : PT. Alter Trade Indonesia, 2017
5.2.1 Distribusi Jawaban Responden
Pengisian kuisioner analisis daya saing pada setiap dimensi faktor merupakan
distribusi jawaban responden. Berdasarkan teori Porter’s Diamond Models
terdapat 4 dimensi yang mempengaruhi daya saing suatu perusahaan antara
lain: dimensi kondisi faktor; dimensi kondisi permintaan; dimensi strategi
perusahaan, struktur, dan persaingan; dan dimensi industri terkait dan
pendukung. Distribusi jawaban pada setiap faktor diuraikan sebagai berikut:
5.2.1.1 Dimensi Kondisi Faktor
a. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan faktor penentu dalam peningkatan daya
saing di PT. Alter Trade Indonesia. Memiliki produk unggulan yaitu udang
windu dengan sistem budidaya ecoshrimp atau budidaya yang
mengedepankan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan tanpa
110
menggunakan campuran bahan kimia, membuat perusahaan harus mencari
petambak mitra untuk memenuhi suplai bahan baku agar produksi dapat
berjalan dengan lancar. Dengan potensi perikanan di Kabupeten Sidoarjo,
khususnya tambak, seperti yang tersaji pada tabel 24. Dimana petambak
ataupun pandega tersebar di 8 kecamatan yang ada di Sidoarjo, PT. Alter
Trade Indonesia mendapatkan bahan baku 90% berasal dari petambak
mitra. Sehingga indikator sumbedaya alam memiliki peranan yang cukup
kuat terhadap daya saing perusahaan.
Tabel 24. Jumlah Petambak dan Pandega di Kabupaten Sidoarjo
No Kecamatan Desa/ Kelurahan Luas (Ha) Pemilik Pandega
1 Waru Tambak Oso 384,04 107 107 Tambak Rejo 75,30 37 37 Tambak Sumur 29,00 25 25 2 Sedati Segoro Tambak 545,70 127 127 Banjar Kemuning 437,00 118 118 Tambak Cemandi 468,00 203 202 Kalanganyar 2.231,79 579 578 Buncitan 18,50 4 3 Pepe 376,00 140 139 3 Buduran Prasung 338,62 56 55 Damarsi 228,25 36 35 Sawohan 937,65 65 65 Siwalan Panji 6,50 5 4 4 Sidoarjo Rangkah Kidul 172,41 30 29 Gebang 1.593,86 198 197 Pucang Anom 439,60 28 26 Bluru Kidul 49,56 10 8 Kemiri 128,87 22 20 Sekardangan 887,62 111 110 5 Candi Kedung Peluk 1.031,65 141 141 6 Tanggulangin Banjar Panji 340,93 48 48 Banjar Asri 86,84 32 33 Penatarsewu 68,87 32 32 7 Porong Plumbon 450,39 81 80 Tayono 42,55 52 52 8 Jabon Permisan 873,00 326 326 Tambak Kalisogo 703,00 150 150 Kupang 1.381,76 242 245 Kedung Pandan 1.186,31 242 254
Jumlah 15.513,57 3.247 3.246
Sumber : Sidoarjo dalam Angka, 2017
111
b. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia juga merupakan faktor penting dalam peningkatan
daya saing perusahaan. Memiliki SDM yang kompeten, konsisten,
berkualitas, memiliki kemauan yang gigih serta memiliki komitmen yang kuat
dapat dijadikan sebagai tombak dalam peningkatan daya saing.
Tenaga kerja untuk staf memiliki karakteristik pendidikan yang mumpuni,
dari 99 orang yang bekerja sebagai staf, sebanyak 42,4% atau 42 orang
merupakan lulusan Strata-1 dan 2 orang memiliki gelar Master. Hal ini
menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia di PT. Alter Trade
Indonesia siap menghadapi pasar guna meningkatan daya saing
perusahaan.
Sedangkan untuk pekerja kontrak dengan berbagai macam latar
belakang pendidikan yang ada, sebagaian besar berada pada usia produktif.
Hal ini guna mengoptimalkan dalam proses produksi.
c. Sumber Daya Modal
Permodalan merupakan salah satu faktor yang sangat diperhitungkan
bagi setiap perusahaan. Hal ini dapat mempengaruhi keberlangsungan dari
suatu perusahaan. Pada PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo faktor
permodalan tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk kegiatan produksi
yang berjalan saat ini. Namun modal juga dapat menjadi penentu untuk
proses pembaruan sertifikasi yang telah ada.
d. Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumber daya IPTEK memiliki pengaruh yang sangat penting pada PT.
Alter Trade Indonesia. Perkembangan jaman yang begitu pesat
mengharuskan perusahaan untuk berkembang pula agar tetap eksis dalam
kancahnya. Beberapa inovasi terus dilakukan oleh PT. Alter Trade Indonesia
guna meningkatan ketersediaan bahan baku, sehingga dapat
112
memaksimalkan produksi. Selain itu, penggunaan mesin-mesin modern yang
menunjang kualitas produk yang dihasilkan juga telah diterapkan pada
perusahaan. Seperti absen menggunakan mesin finger print dan
pengecekan produk menggunakan metal detector.
e. Infrastruktur
Infrastruktur yang baik merupakan langkah awal dalam peningkatan daya
saing suatu perusahaan. Infrastruktur dapat mempengaruhi kelancaran
suatu perusahaan. PT. Alter Trade Indonesia memiliki infrastruktur yang
cukup baik, terletak di antara dua kota besar yaitu Kota Surabaya dan Kota
Sidoarjo membuat PT. Alter Trade Sidoarjo memiliki jaringan komunikasi
yang stabil. Transportasi yang memadai bagi pekerja serta penerangan yang
cukup baik. Jarak yang dekat dengan sumber bahan baku yaitu area
tambak, serta dekat dengan bandara dan jalan tol menuju pelabuhan
menjadi keuntungan tersendiri bagi PT. Alter Trade Indonesia. Sehingga
perusahaan dapat mengoptimalkan biaya-biaya yang ada untuk biaya
operasional.
Untuk dapat mengetahui lebih jelas hasil ditribusi jawaban responden pada
dimensi kondisi faktor dapat dilihat pada tabel 25.
Tabel 25. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Kondisi Faktor
No Dimensi Kondisi Faktor Nilai Total Jawaban
Responden STS TS CS S SS
1 Sumberdaya Alam %
1.1 Bahan baku selalu tersedia sehingga produksi dapat terus berjalan
3 1 3 1 26 65
1.2 Kualitas bahan baku cukup baik 4 2 2 30 75 1.3 Harga dan biaya bahan baku yang
diperoleh sesuai dan kompetiif 2 2 4 26 65
1.4 Jumlah alat dan mesin produksi sudah memadai
1 1 5 1 30 75
2 Sumberdaya Manusia
2.1 Pekerja memiliki keterampilan atau keahlian yang sesuai dengan yang
2 4 2 32 80
113
dipersyaratkan 2.2 Jumlah tenaga kerja telah
mencukupi kebutuhan produktivitas perusahaan
2 6 30 75
2.3 Pekerja mampu menghasilkan produk sesuai dengan target perusahaan
2 5 1 31 77,5
2.4 Tenaga kerja memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
2 5 1 31 77,5
3 Sumberdaya Modal
3.1 Faktor modal tidak menjadi kendala dalam pengembangan usaha
2 4 1 1 25 62,5
3.2 Sumber pembiayaan perusahaan berasal dari lembaga perbankan
1 4 3 26 65
3.3 Suku bunga kredit tidak memberatkan bagi perusahaan
1 2 3 1 1 23 55
3.4 Prosedur pengajuan untuk permodalan perusahaan dipermudah oleh perbankan terutama dalam persyaratan
4 3 1 29 65
4 Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4.1 Terdapat lembaga pendidikan yang mengadakan kerjasama dengan perusahaan untuk mengadakan kegiatan pelatihan, penyuluhan, diskusi , maupun seminar
2 3 1 2 27 67,5
4.2 Untuk memproduksi produk telah menggunakan teknologi mesin yang modern
2 2 4 26 65
4.3 Terdapat lembaga masyarakat berupa koperasi, kelompok tani maupun peneliti yang mengajak kerja sama melakukan inovasi produk
4 1 1 2 25 62,5
5 Infrastruktur
5.1 Kawasan perusahaan terdapat sistem transportasi yang memadai untuk para pekerja
1 1 2 4 25 62,5
5.2 Jaringan Komunikasi di perusahaan cukup stabil
6 2 34 85
5.3 Kondisi jalan cukup bagus untuk pendistribusian bahan baku maupun produk jadi
2 4 2 32 80
5.4 Perusahaan memiliki persediaan air bersih, energy listrik, dan genset yang cukup untuk menjalankan segala kegiatan operasional perusahaan
5 3 25 87,5
114
5.2.1.2 Dimensi Kondisi Permintaan
a. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Jumlah permintaan berkaitan dengan jumlah produksi, sehingga perlu
dilakukan langah yang strategis agar jumlah permintaan dapat meningkat
sehingga meningkatkan pula jumlah produksi. Fokus untuk memproduksi
Udang Windu Ecoshrimp, membuat PT. Alter Trade Indonesia memiliki
posisi tersendiri bagi konsumennya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
permintaan yang masuk namun belum dapat terpenuhi seluruhnya,
dikarenakan keterbatasan bahan baku (raw material).
b. Komposisi Permintaan
Komposisi permintaan berkaitan erat dengan segmentasi pasar dari PT.
Alter Trade Indonesia. Permintaan bukan hanya berasal dari Jepang yang
merupakan mitra tetap untuk penjualan produk, akan tetap juga berasal dari
Eropa, Vietnam, Korea Selatan, dan China. Sedangkan untuk segmen pasar,
PT. Alter Trade Indonesia membagi menjadi 2 segmen, antara lain :
- Premium Market : Ditujukan untuk produk ecoshrimp (Jepang)
- General Market : Untuk produk konvesional (Korsel, dll)
Agar dapat mengetahui lebih jelas hasil ditribusi jawaban responden pada
dimensi kondisi permintaan dapat dilihat pada tabel 26.
Tabel 26. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Kondisi Permintaan No Dimensi Kondisi Permintaan Nilai Total
Jawaban Responden
STS TS CS S SS
1 Jumlah Permintaan & Pola Pertumbuhan %
1.1 Adanya peningkatan permintaan produk setiap tahun
1 1 5 1 30 75
1.2 Jumlah produksi tergantung pada permintaan pembeli
1 7 31 50
2 Komposisi Permintaan %
2.1 Permintaan tidak hanya berasal dari pasar luar
1 6 1 32 80
2.2 Pangsa pasar produk tetap. Sehingga tidak kesulitan mencari pembeli
3 5 29 72,5
115
5.2.1.3 Dimensi Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
a. Strategi Perusahaan
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan sehingga perlu adanya
persiapan yang matang dalam pelaksanaannya. Ada beberapa strategi yang
diterapkan di PT. Alter Trade Indonesia, antara lain :
Diferensiasi produk. Ecoshrimp merupakan produk unggulan dari
perusahaan yang menjadikan perusahaan memiliki segmen pasar
tersendiri. Hal ini dapat dikatakan sebagai strategi produk dimana
perusahaan mampu mempertahankan produknya serta dapat memenuhi
konsumennya
Melakukan kegiatan kemitraan. Kegiatan kemitraan yang dimaksud
adalah kemitraan sebgai pemasok bahan baku (udang windu). Selain
digunakan untuk memasok bahan baku, kegiatan ini juga bertujuan
supaya petambak memiliki tambak yang berkelanjutan.
Melakukan survey konsumen. Secara berkala perusahaan mengirim
salah satu karyawan untuk menemui konsumen yang berada di Jepang.
Sehingga terjalin hubungan yang harmonis dengan perusahaan.
Melakukan survey bahan baku. Bahan baku disini dimaksudkan kepada
pemasok bahan baku. Dimana PT. Alter Trade Indonesia berusaha
menjalin hubungan yang baik terhadap petambak.
Menghasilkan produk yang berkualitas dari segi produk maupun proses
pengolahannya. Produk yang memiliki keamanan pangan yang terjaga
dan proses produksi produk hingga penanganan limbah yang terkelola
dengan baik.
Meningkatkan kualitas dan inovasi produk, baik yang dimunculkan dari
karwayan maupun bekerjasama dengan pihak pendukung.
116
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Alter Trade Indonesia sudah
sangat baik, sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing. Selain itu
koordinasi yang baik juga diterapkan dalam menjalankan visi dan misi yang
ada untuk mencapai tujuan, sehingga meminimalkan konflik yang timbul.
c. Persaingan Antar Perusahaan
Indonesia yang kini telah tercatat dalam 10 besar negara pengekspor
perikanan terbesar, udang merupakan salah satu primadonanya.
Terbukanya pasar ekspor membuat perusahaan besar maupun pengusaha
kecil berlomba-lomba memasarkan produknya. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar peluang yang ada, semakin besar pula persaingan yang
terjadi. Sama halnya yang dialami PT. Alter Trade Indonesia, persaingan
pasar yang kuat membuatnya terus melakukan inovasi agar tetap eksis di
kancahnya. Salah satu terobosannya ialah menjual produk seafood dan
membuka pasar selebar-lebarnya.
Untuk dapat mengetahui lebih jelas hasil ditribusi jawaban responden pada
dimensi strategi perusahaan, struktur, dan persaingan dapat dilihat pada tabel
27.
Tabel 27. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
No Dimensi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
Nilai Total Jawaban
Responden STS TS CS S SS
1 Strategi Perusahaan %
1.1 Perusahaan menyelesaikan pesanan dengan tepat waktu
1 2 3 2 30 75
1.2 Harga produk udang di perusahaan lebih murah atau sama dengan pesaing
4 3 1 21 50
1.3 Penggunaan teknik khusus dalam produksi produk
2 1 3 2 29 70
2 Struktur Organisasi
2.1 Perusahaan telah melakukan pencapaian visi dan misi dengan
1 4 3 25 55
117
No Dimensi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
Nilai Total Jawaban
Responden STS TS CS S SS
sangat baik 2.2 Struktur organisasi telah terstruktur
dengan baik 1 2 5 28 60
3. Persaingan Antar Perusahaan
3.1 Banyak muncul perusahaan yang memproduksi produk sejenis
1 5 2 33 82,5
3.2 Adanya persaingan harga antar industri sejenis
1 4 3 34 85
5.2.1.4 Dimensi Industri Terkait dan Pendukung
a. Industri Terkait
Adanya peningkatan kesempatan ekspor udang menyebabkan semakin
tingginya persaingan antar perusahaan untuk mendapatkan pasar. Semua
perussahaan berlomba menunjukkan keunggulannya masing-masing. PT.
Alter Trade Indonesia memilik banyak pesaing dalam ekspor udang windu.
Namun seiring berjalannya waktu, banyak perusahaan yang beralih ke
udang vannamei. Dan PT. Alter Trade Indonesia mampu mempertahankan
udang windu ecoshrimp.
b. Pemerintah
Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai bidang.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan menjadi dasar dalam pelaksanaan
perusahaan, mulai dari kebijakan sumberdaya manusia, kebijakan
sumberdaya alam hingga kebijakan ekspor. Ketika pemerintah dan
penggerak ekonomi saling bersinergi dengan baik, maka kemajuan
perekonomi yang baik. Hal ini pula yang dirasakan oleh PT. Alter Trade
Indonesia, kebijakan-kebijakan yang ada dirasa tidak memberatkan
perusahaan.
118
c. Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian
Lembaga penelitian atau perguruan tinggi merupakan pihak pendukung
yang dapat membantu menghasilkan suatu inovasi ataupun sumberdaya
manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, PT. Alter Trade Indonesia
memberikan kesempatan bagi mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi yang
ada untuk melakukan praktek kerja magang ataupun penelitian di
perusahaan. Selain sebagai media untuk praktek kerja magang, PT. Alter
Trade Indonesia mendapat wawasan ataupun saran yang bisa digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan ataupun strategi.
Untuk dapat mengetahui lebih jelas hasil distribusi jawaban responden pada
dimensi industri terkait dan pendukung dapat dilihat pada tabel 28.
Tabel 28. Hasil Distribusi Jawaban Responden Dimensi Industri Terkait dan Pendukung
No Dimensi Industri Terkait dan Pendukung Nilai Total Jawaban Responden STS TS CS S SS
1 Industri Terkait %
1.1 Terdapat persaingan antar pelaku usaha untuk mendapatkan pemasok bahan baku udang
2 4 2 32 80
1.2 Perusahaan lebih unggul dalam persaingan merebut pemasok bahan baku udang
1 4 2 1 27 67,5
1.3 Adanya keterlibatan pihak perbankan maupun non perbankan dalam pembiayaan usaha
1 7 31 77,5
1.4 Adanya bantuan dari lembaga dalam pengurusan ekspor
2 5 1 31 77,5
2 Pemerintah
2.1 Adanya kebijakan yang menyulitkan dalam pelaksanaan produksi atau pemasaran
1 3 2 2 21 52,5
2.2 Adanya subsidi pemerintah dalam pengembangan inovasi produksi
2 3 1 1 1 20 47,5
3 Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian
3.1 Adanya kerja sama dengan perguruan tinggi maupun penelitian yang menguntungan guna perkembangan perusahaan
1 4 1 2 28 70
3.2 Adanya keterlibatan perguruan tinggi dalam penemuan baru maupun aplikasi teknologi dari penelitian
1 2 2 1 2 25 62,5
119
5.3 Analisis Daya Saing
Analisis daya saing pada penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi
faktor apa saja yang memperngaruhi daya saing suatu perusahaan dan
seberapa besar pengaruhnya. Faktor tersebut di analisis menggunakan Porter’s
Diamond Models. Untuk mengetahui faktor manakah yang paling berpengaruh
terhadap daya saing PT. Alter Trade Indonesia, maka digunakan kuisioner yang
di isi oleh 8 responden dengan skala likert 1-5. Untuk mengetahui hasil
perhitungan distribusi jawaban responden tentang faktor-fator apa saja yang
berpengaruh terhadap daya saing PT. Alter Trade Indonesia dapat dilihat pada
tabel 29.
Setiap dimensi terdapat bebarapa variabel dimana masing-masing variabel
memiliki beberapa indikator pula yang berguna untuk menunjang kebenaran dari
setiap variabel. Skor penilaian setiap indikator didapatkan dari nilai total jawaban
responden dibagi dengan jumlah responden.
Tabel 29. Hasil Scoring Analisis Faktor Daya Saing di PT. Alter Trade Indonesia
No Variabel dan Indikator Skor total skor rata2 skor
Dimensi Kondisi Faktor
1 Sumberdaya Alam
1.1 Bahan baku selalu tersedia sehingga produksi dapat terus berjalan
3,25 14 3,5
1.2 Kualitas bahan baku cukup baik 3,75
1.3 Harga dan biaya bahan baku yang diperoleh sesuai dan kompetiif
3,25
1.4 Jumlah alat dan mesin produksi sudah memadai
3,75
2 Sumberdaya Manusia
2.1 Pekerja memiliki keterampilan atau keahlian yang sesuai dengan yang dipersyaratkan
4 15,5 3,87
2.2 Jumlah tenaga kerja telah mencukupi kebutuhan produktivitas perusahaan
3,75
2.3 Pekerja mampu menghasilkan produk sesuai dengan target perusahaan
3,875
2.4 Tenaga kerja memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
3,875
120
No Variabel dan Indikator Skor total skor rata2 skor
3 Sumberdaya Modal
3.1 Faktor modal tidak menjadi kendala dalam pengembangan usaha
3,125 12,375 3,09
3.2 Sumber pembiayaan perusahaan berasal dari lembaga perbankan
3,25
3.3 Suku bunga kredit tidak memberatkan bagi perusahaan
2,75
3.4 Prosedur pengajuan untuk permodalan perusahaan dipermudah oleh perbankan terutama dalam persyaratan
3,25
4 Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4.1 Terdapat lembaga pendidikan yang mengadakan kerjasama dengan perusahaan untuk mengadakan kegiatan pelatihan, penyuluhan, diskusi , maupun seminar
3,375 9,75 3,25
4.2 Untuk memproduksi produk telah menggunakan teknologi mesin yang modern
3,25
4.3 Terdapat lembaga masyarakat berupa koperasi, kelompok tani maupun peneliti yang mengajak kerja sama melakukan inovasi produk
3,125
5 Infrastruktur
5.1 Kawasan perusahaan terdapat sistem transportasi yang memadai untuk para pekerja
3,125 15,75 3,94
5.2 Jaringan Komunikasi di perusahaan cukup stabil
4,25
5.3 Kondisi jalan cukup bagus untuk pendistribusian bahan baku maupun produk jadi
4
5.4 Perusahaan memiliki persediaan air bersih, energi listrik, dan genset yang cukup untuk menjalankan segala kegiatan operasional perusahaan
4,375
Dimensi Kondisi Permintaan
1 Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
1.1 Adanya peningkatan permintaan produk setiap tahun
3,75 7,625 3,8125
1.2 Jumlah produksi tergantung pada permintaan pembeli
3,875
2 Komposisi Permintaan
2.1 Permintaan tidak hanya berasal dari pasar luar
4 7,625 3,8125
2.2 Pangsa pasar produk tetap. Sehingga tidak kesulitan mencari pembeli
3,625
Dimensi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
121
No Variabel dan Indikator Skor total skor rata2 skor
1 Strategi Perusahaan
1.1 Perusahaan menyelesaikan pesanan dengan tepat waktu
3,75 9,75 3,25
1.2 Harga produk di perusahaan lebih murah atau sama dengan pesaing
2,5
1.3 Penggunaan teknik khusus dalam produksi produk
3,5
2 Struktur Organisasi
2.1 Perusahaan telah melakukan pencapaian visi dan misi dengan sangat baik
2,75 5,75 2,875
2.2 Struktur organisasi telah terstruktur dengan baik
3
3 Persaingan Antar Perusahaan
3.1 Banyak muncul perusahaan yang memproduksi produk sejenis
4,125 8,375 4,19
3.2 Adanya persaingan harga antar industri sejenis
4,25
Dimensi Industri Terkait dan Pendukung
1 Industri Terkait
1.1 Terdapat persaingan antar pelaku usaha untuk mendapatkan pemasok bahan baku udang
4 15,125 3,78
1.2 Perusahaan lebih unggul dalam persaingan merebut pemasok bahan baku udang
3,375
1.3 Adanya keterlibatan pihak perbankan maupun non perbankan dalam pembiayaan usaha
3,875
1.4 Adanya bantuan dari lembaga dalam pengurusan ekspor
3,875
2 Pemerintah
2.1 Adanya kebijakan yang menyulitkan dalam pelaksanaan produksi atau pemasaran
2,625 5 2,5
2.2 Adanya subsidi pemerintah dalam pengembangan inovasi produksi
2,375
3 Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian
3.1 Adanya kerja sama dengan perguruan tinggi maupun penelitian yang menguntungan guna perkembangan perusahaan
3,5 6,625 3,31
3.2 Adanya keterlibatan perguruan tinggi dalam penemuan baru maupun aplikasi teknologi dari penelitian
3,125
Hasil total skor dan rata-rata yang dihasilkan oleh setiap dimensi
menunjukkan pengaruh dari setiap indikator. Selanjutya hasil tersebut
122
dimasukkan dalam matriks analisis daya saing. Matriks tersebut membantu
melihat dimensi mana yang paling kuat dan paling lemah pengaruhnya terhadap
daya saing di PT. Alter Indonesia. Agar mendapat pemahaman yang lebih jelas,
matriks tersebut tersaji pada tabel 30.
Tabel 30. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Daya Saing PT. Alter Trade Indonesia
No Dimensi dan Indikator Daya Saing Total Skor
Skor Rata-Rata
Jumlah
1 Dimensi Kondisi Faktor Sumberdaya alam 14 3,5 3,53125 Sumberdaya manusia 15,5 3,875 Sumberdaya modal 12,375 3,09375 Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi 9,75 3,25 Infrastruktur 15,75 3,9375
2 Dimensi Kondisi Permintaan Jumlah permintaan dan pola pertumbuhan 7,625 3,8125 3,8125 Komposisi permintaan 7,625 3,8125
3 Dimensi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
Strategi perusahaan 9,75 3,25 3,4375 Struktur organisasi 5,75 2,875 Persaingan antar perusahaan 8,375 4,1875
4 Dimensi Industri Terkait dan pendukung Industri terkait 15,125 3,3125 3,198 Pemerintah 5 2,5 Perguruan tinggi atau lembaga 6,625 3,3125
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa dimensi kondisi permintaan
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing di PT. Alter
Trade Indonesia. Hal ini ditunjukan dari jumlah skor yang bernilai 3,81, dengan
nilai indikator yang sama besarnya yaitu 3,81. Besar nilai yang sama
menunjukkan bahwa jumlah permintaan dan pola pertumbuhan memiliki
pengaruh yang sama kuatnya dengan komposisi permintaan. Adapun penentuan
kekuatan dari setiap variabel didasarkan pada kriteria nilai yang telah ditetapkan,
yang mana telah tersaji pada tabel 31.
123
Tabel 31. Kriteria Penilaian untuk Analisis Daya Saing
No Nilai Kriteria
1 0,0 – 1,5 Jika indikator tidak berpengaruh untuk peningkatan daya saing ekspor PT. ATINA
2 1,6 – 3,0 Jika indikator cukup kuat berpengaruh untuk peningkatan daya saing ekspor PT. ATINA
3 3,1 – 4,0 Jika indikator kuat berpengaruh untuk peningkatan daya saing ekspor PT. ATINA
4 4,1 – 4,0 Jika indikator sangat kuat berpengaruh untuk peningkatan daya saing ekspor PT. ATINA
Memiliki pembeli tetap di Jepang, tidak membuat perusahaan hanya terfokus
pada pasar di negara tersebut. Kini permintaan akan produk yang dihasilkan oleh
PT. Alter Trade Indonesia juga telah merambah ke daratan china, korea selatan,
vietnam hingga eropa. Semakin meluasnya pasar menyebabkan peningkatan
permintaan disetiap tahunnya. Selain dapat memaksimalkan produksi,
peningkatan permintaan menunjukkan bahwa PT. Alter Trade Indonesia memiliki
produk dan pelayanan yang berkualitas, aman dan terpercaya bagi konsumen
sehingga dapat menembus pasar ekspor yang memiliki standar keamanan
pangan berbeda disetiap negaranya.
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap daya saing di PT. Alter Trade
Indonesia ialah dimensi kondisi faktor dan indikator yang paling berpengaruh
adalah infrastruktur. Infrastruktur menjadi faktor dasar yang harus
dipertimbangkan oleh suatu perusahaan karena dapat mempengaruhi
keberlangsungan perusahaan tersebut. Hal ini pula yang tidak luput diperhatikan
oleh PT. Alter Trade Indonesia, memilih lokasi perusahan yang strategis menjadi
hal penting untuk meningkatkan daya saing. Yaitu terletak di kawasan industri
kecamatan Buduran dan diapit oleh dua kota besar yaitu kota Sidoarjo dan Kota
Surabaya membuat akses perusahaan seperti jalan sudah bukan menjadi
masalah. Selain diapit oleh dua kota besar, faktor pendukung lainnya ialah juga
dekat dengan bandara internasional Juanda Surabaya dan gerbang tol Sidoarjo
124
sehingga semakin mempermudah akses dalam pendistribusian produk maupun
baham baku. Faktor lain yang juga sangat penting dalam peningkatan daya saing
adalah dekatnya perusahaan dengan sumber daya bahan baku utama maupun
pendukung dan banyaknya sumberdaya manusia berkualitas yang ada di sekitar
perusahaan.
Dimensi strategi perusahaan, struktur dan persaingan menjadi faktor ketiga
yang berpengaruh dalam peningkatan daya saing udang di PT. Alter Trade
Indonesia dengan nilai 3,44. Sedangkan indiator yang memiliki pengaruh paling
besar ialah persaingan antar perusahaan. Persaingan antar perusahaan sudah
tidak dapat dipungkiri lagi merupakan faktor yang paling berpengaruh.
Persaingan antar perusahaan bukan hanya dari segi produk ataupun harga,
namun juga bersaing dari segi sumberdaya manusia dan teknologi yang
digunakan. Semakin ketatnya persaingan, faktor stategi perusahaan sudah
semestinya memiliki pengaruh dalam peningkatan daya saing. Strategi yang
tepat dalam memperluas pasar ataupun mitra untuk pemenuhan bahan baku
dinilai sangat penting bagi PT. Alter Trade Indonesia.
Dan dimensi industri terkait dan pendukung menjadi faktor terakhir yang
berpengaruh dalam peningkatan daya saing dari ke empat dimensi yang
digunakan dalam penelitian dengan nilai 3,19. Hal ini menjadi wajar dikarenakan
keberadaannya dapat dikelola ataupun di kontrol oleh perusahaan. Seperti
perbankan dan lembaga ekspor, keduanya berperan sebagai pihak ketiga dan
peran keduanya memberi pengaruh bagi internal perusahaan. Selain itu, terdapat
faktor pemerintah dianggap berpengaruh terhadap penngkatan daya saing
karena pemerintah bertugas sebagai pengawas serta pemangku kebijakan. Serta
birokrasi dalam pengurusan dokumen untuk ekpor ataupun uji mutu juga memiliki
andil dalam peningkatan daya saing. Ketika birokrasi dalam pengurusan
125
dokumen dipersulit, maka mempersulit pula suatu perusahaan dalam pencapaian
pasar ekspornya. Sehingga volume ekspor juga tidak berkembang secara pesat.
5.4 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
Faktor internal dan eksternal dalam perusahaan merupakan suatu hal yang
harus diketahui dalam penelitian ini. Dimana faktor-faktor tersebut akan dianalisis
menggunakan matriks IFAS dan EFAS. Untuk selanjutnya dilakukan pembobotan
guna menentukan pilihan strategi yang tepat dalam peningkatan daya saing di
PT. Alter Trade Indonesia.
5.4.1 Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang terdapat pada PT. Alter Trade
Indonesia dan dapat pula dikendalikan oleh perusahaan, dimana faktor tersebut
terbagi menjadi dua yaitu kekuatan dan kelemahan. Kekuatan atau strenght
terdiri atas faktor-faktor unggulan yang terdapat pada PT. Alter Trade Indonesia.
Hal sebaliknya juga pada kelemahan, dimana terdapat faktor yang menjadi
kekurangan pada perusahaan tersebut.
5.4.1.1 Kekuatan
Kekuatan (Strenght) ialah sumberdaya, keterampilan, atau unggulan-
unggulan yang dimiliki oleh PT. Alter Trade Indonesia untuk menghadapi pasar
atau persaingan yang ada. Kekuatan menjadi hal penting dalam penentuan
strategi guna peningkatan daya saing suatu perusahaan, dimana hal tersebut
dapat digunakan untuk menghadapi ancaman yang muncul dan meraih peluang
yang ada. Sedangkan untuk mengetahui kekuatan yang ada pada PT. Alter
Trade Indonesia dilakukan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan
pemberian kuisioner kepada orang yang dianggap paham dalam perusahaan
yaitu kepala departemen yang ada pada PT. Alter Trade Indonesia. Adapun hasil
dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa faktor kekuatan sebagai
berikut.
126
1. Kualitas bahan baku dan produk terjaga serta terjamin
Dalam industri pangan, kualitas sudah menjadi hal mutlak yang harus
dipenuhi oleh setiap pengusaha. Kualitas bukan hanya pada produk namun
bahan baku yang digunakan juga harus terjamin dan terjaga. Terjaga disini
diartikan sebagai tindakan atau penanganan yang dilakukan oleh perusahaan
terhadap produk dari awal proses produksi hingga produk siap di pasarkan. Maka
dari itu bobot yang diberikan pada faktor ini sebesar 0,12 dan rating 4 yang
artinya faktor ini memiliki tingkat dan pengaruh yang sangat tinggi terhadap
peningkatan daya saing.
Pada PT. Alter Trade Indonesia, produk yang dihasilkan terjaga kualitasnya
baik dari segi gizi maupun fisiknya. Hal ini terlihat dari penanganan yang di
lakukan sejak pasca panen hingga produk siap. Saat pasca panen, udang
langsung dimasukkan dalam coolbox dan di segel untuk menjamin tidak ada
penanganan yang tidak sesuai dengan prosedur, karena udang yang dihasilkan
merupakan standart udang ecoshrimp. Dimana udang ecoshrimp merupakan
udang alami yang tanda menggunakan bahan kimia dalam pembudidayaannya
guna terjaganya kelestarian lingkungan yang ada. Hal yang sama dilakukan
selama proses produksi, dimana udang selalu pada suhu dingin. Sehingga
kualitas dari udang tetap terjaga.
Sedangkan terjamin diartikan sebagai prosedur yang dilakukan dalam
penanganan dipastikan sudah sesuai dengan ketentuan atau standart yang ada.
Pada PT. Alter Trade Indonesia, prosedur penanganan sudah dilakukan sesuai
dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP). Hal ini dibuktikan dengan dimilikinya Certificate HACCP
dengan Rate A untuk produk Frozen Raw Shrimp dan Frozen Raw Seafood Mix
dengan masing-masing kode nomor 101.a/SM/HACCP/PB/10/16 dan
102.a/SM/HACCP/PB/10/16 yang berlaku hingga November 2017. Sedangkan
127
untuk terjaminnya proses produksi dan kualitas bahan baku, dibuktikan dengan
Sertifikat Kelayakan Pengelolaan yang berlaku hingga November 2017 dan Surat
Keterangan Penerapan Sistem Ketelusuran (Tracebility) Hasil Perikanan yang
berlaku higgga 23 Desember 2018.
2. Tenaga kerja yang dimiliki memadai dan berkompeten
Sumberdaya manusia selalu menjadi salah satu faktor kunci dalam
pengembangan suatu usaha. Hal itu pula yang terjadi di PT. Alter Trade
Indonesia, tenaga kerja yang ada pada perusahaan memiliki kompetensi yang
mumpuni dalam bidangnya. Terlihat dari data tenaga kerja 53 orang staff dari 99
orang saat ini merupakan lulusan Diploma hingga Strata. Selain itu dapat pula
dilihat dari masa kerja tenaga kerja di perusahaan, yang mana hampir sebagian
besar tenaga kerja kontrak maupun tetap, memiliki masa kerja >5 tahun.
Meskipun masa kerja tidak dapat sepenuhnya dijadikan sebagai tolak ukur
kompetensi tenaga kerja. Akan tetapi masa kerja dapat dijadikan sebagai salah
satu indikator tingkat kemampuan tenaga kerja dalam melaksaan tugas dan
penyesuian dengan regulasi yang ada.
Sehingga diberikan bobot sebesar 0,08 yang artinya faktor tenaga kerja yang
dimiliki memadai dan berkompeten memiliki pengaruh dalam peningkatan daya
saing suatu perusahaan. Sedangkan pemberian rating untuk menunjukkan
tingkat urgensi faktor. Pada faktor ini diberikan rating 3 yang artinya faktor ini
memilii tingkat urgensi yang cukup tinggi dalam upaya peningkatan daya saing
perusahaan, namun dapat dikelola oleh perusahaan dengan baik.
3. Memiliki pembeli tetap
Pembeli atau konsumen merupakan faktor kunci dalam peningkatan
konsumen. Dimana perusahaan di masa kini dituntut harus bisa memenuhi
kebutuhan konsumen, namun tetap mempertahankan keunggulan dari
produknya. Ketika suatu perusahaan mampu mempertahankan ciri khasnya
128
maka perusahaan tersebut telah melakukan distinctive competence. PT. Alter
Trade Indonesia memiliki produk utama berupa ecoshrimp dengan jenis udang
black tiger. Konsistensi perusahaan untuk tetap mempertahankan produknya
bukan tanpa kendala. Dimana kini eksistensi udang windu atau black tiger
semakin menurun, tergerus oleh perpindahan budidaya dari udang windu ke
udang vannamei.
Meskipun terdapat kendala yang dapat mempengaruhi perusahaan, hal ini
juga menjadi kekuatan bagi perusahaan. Kekuatan tersebut berasal dari
konsumen yang sangat peduli dengan lingkungan ataupun konsumen yang peka
terhadap rasa dapat menjadi pasar tetap perusahaan. Selain itu proses budidaya
ecoshrimp bisa menciptakan pandangan atau kelas atau selera yang tinggi bagi
konsumen, karena proses budidaya yang organik sudah jelas menciptakan rasa
yang berbeda pula untuk produk yang dihasilkan. Sehingga PT. Alter Trade
Indonesia dapat dikatakan bisa membuat pasarnya sendiri dengan adanya
konsumen tetap.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,06 yang artinya faktor ini dapat
mempengaruhi perusahaan namun dapat dikendalikan oleh perusahaan.
Sedangkan rating 3 karena tingkat urgensi yang tinggi namun dapat dikendalikan
oleh perusahaan dengan baik.
4. Memiliki fasilitas utama dan pendukung yang baik dan memadai
Tidak dapat dipungkiri lagi, infrastruktur menjadi salah satu hal utama yang
perlu diperhatikan. Infrastruktur yang baik dapat mengoptimalkan kegiatan
perusahaan sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu
infrastruktur yang baik dan memadai menunjukkan perusahaan tersebut telah
menerapkan standart yang berlaku dalam perusahaan pengelolaan udang.
Dimana implementasi atau pelaksanaan dari suatu standar yang telah ditentukan
129
dalam suatu perusahaan, dapat menjadi salah satu point untuk menguatkan
daya saing perusahaan tersebut.
Seperti yang telah dilakukan oleh PT. Alter Trade Indonesia, dimana
perusahaan tersebut telah memiliki fasilitas utama dan pendukung yang baik dan
memadai antara lain: gedung proses produksi, gedung perkantoran, akses jalan
yang baik, kantin, tempat pengolahan limbah, sanitasi, gudang dan berbagai
fasilitas lainnya. Bukan hanya sekedar fasilitas yang memadai, fasilitas yang ada
didasarkan dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satunya ialah
fasilitas pendukung berupa pengolahan limbah air sisa produksi. Dimana dalam
seluruh proses pengolahan udang selalu menggunakan air dalam prosesnya,
sehingga perlu penanganan khusus dalam pengolahannya sebelum dibuang ke
sungai. Penanganan tersebut dilakukan di area kolam yang telah disediakan,
yang mana di area tersebut terdapat beberapa kolam beton yang setiap
kolamnya memiliki penanganan khusus sebelum akhirnya dibuang ke kolam
ekstensif, yang selanjutnya diteruskan ke sungai.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,06 yang artinya faktor ini dapat
mempengaruhi perusahaan namun dapat dikendalikan oleh perusahaan.
Sedangkan pemberian rating 4 yang artinya faktor ini memiliki tingkat urgensi
yang tinggi untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Ketika fasilitas yang
ada merupakan fasilitas yang baik dalam hal kondisi fisik dan perawatan yang
baik pula, maka dapat menghasilkan produk yang baik pula. Selain itu, fasilitas
yang memadai juga dapat memudahkan penerbitan serifikat-sertifikat yang
diperlukan dalam kegiatan ekspor. Sehingga perlu diperhatikan dalam
pemenuhan dan perbaikan fasilitas yang ada.
5. Memiliki teknik khusus dan ketepatan waktu dalam produksi
Persaingan yang semakin ketat mengharuskan perusahaan melakukan
inovasi-inovasi guna meningkatkan daya saing perusahaan tersebut. Selain
130
meningkatkan daya saing, inovasi juga diperlukan untuk efisiensi jalannya
kegiatan. PT. Alter trade Indonesia juga menerapkan hal tersebut pada
perusahaannya, dimana terdapat teknik khusus yang digunakan dalam beberapa
kegiatannya, seperti penanganan limbah dan penggunaan mesin-mesin moderen
dalam proses produksi sehingga dapat mengefisienkan waktu yang ada.
Sedangkan salah satu inovasi yang dilakukan adalah pembuatan sabun yang
digunakan dalam proses sterilisasi pekerja sebelum dan sesudah memasuki
ruang produksi. Inovasi pembuatan sabun yang berasal dari minyak kelapa
bertujuan agar kehigienisan dari pekerja dapat terjaga, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi kualitas dari produk yang di olah.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,08 yang artinya faktor ini dapat
mempengaruhi perusahaan namun dapat dikendalikan oleh perusahaan.
Sedangkan pemberian rating 3 karena tingkat urgensi dari faktor ini yang tinggi
namun dapat dikendalikan oleh perusahaan dengan baik.
6. Memiliki struktur organisasi yang berjalan dengan efektif
Struktur organisasi yang tangguh merupakan benteng utama dalam
menghadapi pasar internasional. Persaingan yang ketat dari pemenuhan bahan
baku hingga proses pemasaran mengharuskan perusahaan-perusahaan ekportir
menempatkan orang-orang berkompeten dalam struktur organisasinya. Selain
mengatur dan memastikan jalannya perusahaan agar tetap sesuai dengan visi
dan misi yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sumberdaya
manusia yang ada dalam struktur organisasi juga harus memiliki komitmen yang
selaras dan kuat untuk meningkatkan daya saing dari perusahaan dalam
menghadapi pasar internasional.
Maka dari itu, sumberdaya manusia yang ditetapkan dalam susunan struktur
organisasi PT. Alter Trade Indonesia merupakan orang-orang yang berkompeten
dalam bidangnya dan memiliki pengalaman kerja di bidang tersebut dalam
131
jangka waktu minimal 7 tahun kerja. Sehingga pelaksanaan visi dan misi PT.
Alter Trade Indonesia dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dapat berjalan
secara efektif.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,06 yang artinya faktor ini dapat
mempengaruhi perusahaan namun dapat dikendalikan oleh perusahaan.
Sedangkan pemberian rating 2 artinya tingkat urgensi yang sedang, karena
perombakan struktur organisasi dilakukan berkala dan dalam jangka waktu yang
panjang. Serta sebelum dilakukan perombakan struktur organisasi, telah
dipertimbangkan secara matang.
7. Unggul dalam persaingan merebut pemasok bahan baku
Persaingan bukan hanya dalam pemasaran suatu produk, namun dapat
terjadi dalam segala hal. Seperti persaingan mendapat sumberdaya manusia
yang kompeten, persaingan dalam mencari mitra kerja, hingga persaingan dalam
pemenuhan bahan baku.
Bahan baku menjadi salah satu faktor kunci dalam keberlangsungan
perusahaan, bahan baku yang berkualitas tinggi dapat menghasilkan produk
yang baik pula. Dalam hal ini PT.Alter Trade Indonesia sangat memperhatikan
pemasok yang ada. Dimana PT. Alter Trade Indonesia akan menyeleksi dan
evaluasi pemasok bahan baku di perusahaan. Selain itu, perusahaan juga
memiliki kiat khusus dalam memudahkan pemenuhan bahan baku melalui
pemasok. Kiat ini diperlukan karena hampir 90% bahan baku yang digunakan
oleh perusahaan berasal dari pemasok yang merupakan petambak udang di
daerah Sidoarjo, Gresik, dan Sulawesi. Kiat tersebut adalah membuat mitra
dengan petambak yang sesuai dengan standar budidaya ecoshrimp. Dimana
petambak akan dibimbing, dipantau, hingga di evaluasi kegiatan budidaya yang
dilakukan guna menghasilkan ecoshrimp yng berkualitas.
132
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini dapat
memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan.
Hal ini dikarenakan keberadaan udang atau stok udang mempengaruhi jalan
produksi. Namun dapat dikendalikan oleh perusahaan dengan adanya sistem
kemitraan dengan petambak lokal. Sedangkan rating 3 artinya tingkat urgensi
yang tinggi namun dapat dikendalikan oleh perusahaan dengan baik.
5.4.1.2 Kelemahan
Berikut merupakan matrik dari IFAS (Internal Factor Strategy) yang ada pada
PT. Alter Trade Indonesia.
1. Ketersediaan bahan baku yang masih kurang
Seperti yang telah dijelaskan, bahan baku merupakan salah satu faktor kunci
dalam keberlangsungan perusahaan. Sehingga perlu penanganan khusus untuk
persediaan bahan baku, dalam hal kualitas maupun kuantitas. Bahan baku yang
berkualitas baik dapat meningkatkan daya saing dari perusahaan karena akan
menghasilkan produk yang baik pula. Namun sebaliknya, bahan baku juga bisa
menjadi kendala dalam peningkatan daya saing. Salah satu kendala adalah
keberadaannya ataupun kuntitas dari bahan baku tersebut.
Pada PT. Alter Trade Indonesia, bahan baku yang digunakan adalah udang
pilihan yang hanya dibudidayakan dengan sistem tradisional (ekstensif) yang
biasa disebut dengan ecoshrimp dan hanya dari jenis udang windu. Udang windu
hasil budidaya ramah lingkungan yang tanpa menggunakan pakan buatan dan
bahan kimia terdapat hanya pada tiga wilayah, yaitu Sidoarjo, Gresik, dan
Sulawesi Selatan. Pemilihan hanya pada satu komoditas yaitu udang windu,
sering kali menjadi kendala untuk ketersediaannya. Selain itu, ketersediaan
bahan baku udang windu ramah lingkungan (ecoshrimp) juga sering kali
terkendala akan faktor alam yang tidak menentu, persaingan dengan perusahaan
133
lainnya, serta faktor lingkungan. Dimana faktor lingkungan tersebut sering kali
tidak dapat dikendalikan atau ditangani oleh perusahaan.
Salah satu contoh kasus faktor lingkungan yang menjadi kendala dalam
ketersediaan bahan baku PT. Alter Trade Indonesia yaitu: Petambak udang
windu yang bekerja sama atau sebagai mitra dari PT. Alter Trade Indonesia
sering kali mendapat perlakukan kasar dari preman sekitar daerah tambak saat
panen udang windu. Sudah menjadi rahasia umum, para preman melakukan
pemalakan hasil panen (udang ecoshrimp) dengan ancaman “harta atau nyawa”.
Hal ini membuat petambak mitra harus menyerahkan hasil panen, sehingga
secara tidak langsung memberi dampak bagi perusahaan berupa berkurangnya
pasokan bahan baku yang masuk ke perusahaan untuk di proses.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang sangat kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan. Hal ini
dikarenakan keberadaan udang atau stok udang mempengaruhi jalan produksi.
Sedangkan rating 1 artinya tingkat urgensi yang tinggi, sehingga perlu adanya
inovasi dan strategi yang tepat guna menanggulangi kelemahan ini.
2. Faktor modal menjadi kendala dalam pengembangan perusahaan
Pengembangan perusahaan sudah seharusnya dilakukan oleh tiap
perusahaan, dalam segi fisik maupun tenaga kerja yang ada di dalamnya.
Pengembangan perusahaan dalam segi fisik merupakan pengembangan bentuk
atau bangunan dari perusahaan seperti penambahan fasilitas. Semakin lengkap
sarana dan prasarana pada perusahaan maka dapat memudahkan perusahaan
mendapat sertifikat-sertifikat yang berguna untuk meningkatkan daya saing.
Salah satu contohnya ialah kelengkapan untuk mendapatkan sertifikat Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP). Dalam proses pengembangan tersebut
sudah dipastikan membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sedangkan
perusahaan juga perlu menjaga arus perputaran uang yang ada. Sehingga
134
kadang kala modal dapat menjadi kendala dalam pengembangan perusahaan
skala besar. Seperti penambahan unit produksi baru.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,08 yang artinya faktor ini dapat
memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan.
Hal ini dikarenakan pengembangan perusahaan dalam bentuk penambahan
fasilitas sarana dan prasarana tidak harus dilakukan setiap tahunnya. Sedangkan
rating 2 artinya tingkat urgensi yang tinggi dalam penanganan kelemahan yang
ada namun dapat dikendalikan oleh perusahaan dengan baik.
3. Jumlah produksi tergantung pada permintaan pembeli
Faktor produksi sudah menjadi komponen utama yang diperhatikan karena
proses produksi bersangkutan dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Sehingga perlu adanya perencanaan yang matang agar proses produksi dapat
berjalan dengan efisien. Salah satu penentu agar proses produksi dapat berjalan
dengan efisien adalah jumlah permintaan pembeli atau konsumen. Jumlah
permintaan konsumen yang fluktuatif atau berubah-ubah mengharuskan
perusahaan untuk manage proses produksi agar efisien.
Pada PT. Alter Trade Indonesia udang yang datang ke perusahaan akan
langsung di proses untuk menjaga keamanan dan kualitas produk yang
dihasilkan. Sehingga proses produksi hanya akan berjalan ketika udang masuk
atau udang datang. Sedangkan untuk proses produksi di setiap produknya
dilakukan sebagian besar sesuai dengan permintaan pembeli. Maka dari itu perlu
adanya peramalan atau forecasting yang matang agar dapat mengefisiensi
proses produksi, yang secara tidak langsung juga menghemat biaya yang harus
dikeluarkan.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,06 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang cukup dalam peningkatan daya saing perusahaan. Namun bukan
menjadi kendala yang berarti dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka
135
panjang dapat menghambat peningkatan daya saing perusahaan. Sedangkan
rating 3 artinya tingkat urgensi yang sedang dalam penanganan kelemahan yang
ada karena dapat dikendalikan oleh perusahaan dengan baik.
4. Harga produk udang di pasaran lebih mahal
Harga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi daya beli konsumen.
Semakin berkembangnya zaman, harga seringkali dijadikan sebagai media
promosi untuk menarik minat konsumen. Pada sebagian konsumen harga juga
sering kali dijadikan indikator kualitas produk, sehingga berapapun harganya
tidak mempengaruhi minat beli konsumen. Konsumen itu pula yang menjadi
salah satu sasaran pasar PT. Alter Trade Indonesia, dimana konsumen tetap PT.
Alter Trade Indonesia merupakan konsumen yang menyukai produk alami
dengan kualitas premium namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan
dari produk tersebut. Karena terjaganya kelestarian lingkungan asal produk,
menandakan produk ecoshrimp merupakan produk dengan kualitas premium
yang membuat harganya lebih tinggi dari udang konvensional. Hal ini sering kali
menjadi kendala untuk pemasaran lokal, karena minimnya kesadaran konsumen
Indonesia akan kelestarian lingkungan produk yang di konsumsi.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,08 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang cukup dalam peningkatan daya saing perusahaan. Namun dapat
menghambat peningkatan daya saing perusahaan karena tingginya harga yang
ditetapkan, sedangkan konsumen ingin mendapatkan dengan harga miring.
Sedangkan rating 2 artinya tingkat urgensi yang tinggi dalam penanganan
kelemahan yang ada. Namun tetap dapat dikendalikan oleh perusahaan dengan
baik.
Setelah mengetahui faktor-faktor internal yang dimiliki oleh PT. Alter Trade
Indonesia dan mengukur seberapa besar faktor tersebut menggunakan skala
likert, data yang diperoleh dimasukkan dalam matriks IFAS dengan memberikan
136
bobot dan rating yang sesuai dengan apa yang ada di PT. Alter Trade Indonesia.
Agar dapat mendapat gambaran yang lebih jelas, dapat dilihat pada tabel 32.
Tabel 32. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)
KEKUATAN BOBOT RATING SKOR
Kualitas bahan baku dan produk terjaga dan terjamin
0,12 4 0,48
Menggunakan teknologi modern yang memadai 0,08 4 0,32
Tenaga kerja yang dimiliki memadai dan berkompeten
0,08 3 0,32
Memiliki pembeli tetap 0,06 3 0,18
Memiliki fasilitas utama dan pendukung yang baik dan memadai
0,06 4 0,24
Memiliki teknik khusus dan ketepatan waktu dalam produksi
0,08 3 0,24
Memiliki struktur organisasi yang berjalan dengan efektif
0,06 2 0,12
Unggul dalam persaingan merebut pemasok bahan baku
0,12 3 0,36
Jumlah 0,66
2,26
KELEMAHAN BOBOT RATING SKOR
Ketersediaan bahan baku yang masih kurang 0,12 1 0,12
faktor modal menjadi kendala dalam pengembangan perusahaan
0,08 2 0,16
jumlah produksi tergantung pada permintaan pembeli
0,06 3 0,18
harga produk udang di pasaran lebih mahal 0,08 2 0,16
Total 0,34
0,62
Jumlah total 1
2,88
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa faktor internal PT. Alter Trade
Indonesia memiliki total skor 2,88. Dimana menurut Rangkuti (2013), nilai skor
diperoleh berdasarkan hasil nilai bobot dikali nilai rating. Total nilai skor untuk
faktor internal menunjukkan bahwa semakin nilainya mendekati 1, semakin
banyak kelemahan internal dibandingkan kekuatannya. Sedangkan semakin
nilainya mendektai nilai 4, semakin banyak kekuatannya dibandingkan
kelemahannya.
137
Sehingga total skor 2,88 dapat diintepretasikan bahwa PT. Alter Trade
Indonesia memiliki lebih banyak kekuatan dibandingkan kelemahannya. Selain
itu total skor juga menunjukkan bagaimana reaksi perusahaan terhadap faktor
strategis internalnya.
5.4.2 Analisis Faktor Eksternal
Analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengetahui peluang dan ancaman
dari luar perusahaan. Berikut merupakan analisis faktor eksternal peluang dan
ancaman PT. Alter Trade Indonesia.
5.4.2.1 Peluang
Faktor peluang merupakan kondisi dalam lingkungan umum yang dapat
membantu perusahaan dalam mencapai daya saing strategis
1. Kemudahan dalam pengajuan untuk permodalan di perbankan
Setiap perusahaan memiliki sumber permodalan yang berbeda dan beraneka
ragam. Tidak terkecuali yang berasal dari lembaga perbankan. Lembaga
perbankan seringkali memberikan kemudahan dalam permodalan bagi
perusahaan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Hal ini memberikan
peluang bagi perusahaan untuk memperlancar arus perputaran uang. Sama
halnya dengan PT. Alter Trade Indonesia, kemudahan dalam pengajuan
permodalan memberikan angin segar bagi perusahaan untuk memperlancar
pengembangan usaha.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,06 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan. Hal ini
dikarenakan memudahkan perusahaan mendapatkan suntikan dana saat
dibutuhkan. Sedangkan rating 2 artinya tingkat urgensi atau kesempatan akan
peluang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkankan oleh perusahaan dengan
baik.
138
2. Terdapat lembaga maupun instansi untuk melakukan kerjasama guna
pengembangan usaha (inovasi dan SDM)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga akan memberikan
perubahan terhadap kebijakan perusahaan. Seperti efisiensi pada saat
melakukan produksi dan distribusi juga sangat di pengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Maka dari itu perlu adanya kerja sama dengan
akademisi maupun instansi terkait guna melakukan inovasi untuk meningkatkan
daya saing. Kerja sama tersebut dapat berupa melakukan proyek penelitian
dengan akademisi dalam hal pakan yang ramah lingkungan.
Seperti halnya PT. Alter Trade Indonesia, dimana perusahaan telah melihat
peluang tersebut dengan memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk
melakukan magang di perusahaan. Dengan adanya kegiatan tersebut,
perusahaan mendapat tambahan masukan dari hasil laporan magang yang
dilakukan mahasiswa. Selain itu, dengan adanya mahasiswa magang membantu
perusahaan untuk melakukan evaluasi dengan berbagai macam metode
terhadap hal yang sedang dikaji oleh mahasiswa. Dimana semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, akan semakin beragam pula
metode yang digunakan oleh mahasiswa magang dalam mengkaji permsalahan
yang ada. Semakin berkembagnya hal ini maka secara tidak langsung akan
menuntut managemen perusahaan untuk memilih yang terbaik bagi kepentingan
perusahaan.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan. Hal ini
dikarenakan inovasi sangat dibutuhkan dalam peningkatan daya siang suatu
perusahaan untuk menghadapi pasar internasional. Sedangkan rating 3 artinya
tingkat urgensi atau kesempatan akan peluang yang ada cukup besar sehingga
harus dimanfaatkankan oleh perusahaan dengan baik.
139
3. Jaringan komunikasi dan kondisi jalan sekitar perusahaan cukup baik
Kemudahan dalam berkomunikasi dapat menjadi ancaman, namun dapat
pula dijadikan sebagai peluang yang sangat besar. Dalam segi persaingan
pasar, akses yang tidak terbatas membuat PT. Alter Trade Indonesia dapat
memperkenalkan diri sebagai perusahaan processor dan eksportir yang cukup
berpengaruh di Indonesia khususnya wilayah Jawa Timur. Dengan mudahnya
penyebaran informasi juga memberikan dampak pula pada kemudahan
bertransaksi dengan pembeli. Dan secara tidak langsung, hal ini juga
memperluas cakupan pasar dari perusahaan. Sehingga perlu adanya
pemanfaatan yang maksimal untuk meningkatkan daya saing dari perusahaan
agar lebih unggul dari perusahaan lain.
Selain itu akses jalan yang cukup baik menjadi faktor tambahan yang sangat
menguntungan PT. Alter Trade Indonesia. Hal ini berdampak pada kemudahan
dalam distribusi produk dan bahan baku. Berlokasi diapit oleh dua kota besar,
Sidoarjo dan Surabaya, dan akses jalan tol yang dekat dapat menghemat biaya
dalam pengantarkan produk ke pelabuhan.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan. Hal ini
dikarenakan efisiensi perusahaan dalam distribusi maupun perluasan pasar.
Sedangkan rating 3 artinya tingkat urgensi atau kesempatan akan peluang cukup
besar sehingga dapat dimanfaatkankan oleh perusahaan dengan baik.
4. Permintaan yang meningkat dan pasar semakin luas
Meningkatnya suatu permintaan terhadap suatu produk memiliki beberapa
motif yang mendasarinya. Salah satunya adalah kualitas dari produk tersebut.
Pada sebagian konsumen, harga bukan menjadi faktor utama dalam membeli
sutau produk. Terutama untuk produk makanan, kualitas menjadi faktor prioritas
konsumen. Hal ini pula yang diterapkan oleh PT. Alter Trade Indonesia, dimana
140
kualitas menjadi faktor prioritas perusahaan. Secara tidak langsung, hal ini
memberikan dampak pada peningkatan permintaan produk yang dihasilkan oleh
PT. Alter Trade Indonesia karena perusahaan dapat menjaga kualitas yang
dimiliki. Menurut wawancara yang dilakukan dilapang, salah satu narasumber
mengatakan :
“ketika kita menjaga kualitas produk kita, pembeli datang dengan sendirinya. Jadi selama ini mbak, banyak pembeli yang datang sendiri. Karena nama kita (PT. Alter Trade Indonesia) sudah dikenal banyak orang kalau barang kita bagus. Apalagi hanya kita yang fokus pada black tiger, hampir semua perusahaan lain banyak yang pindah ke vannamei”
Sehingga kualitas yang terjaga memiliki hubungan yang erat terhadap
peningkatan permintaan produk di PT. Alter Trade Indonesia. Selain itu kualitas
yang terjaga juga memiliki korelasi yang erat dengan meluasnya pasar. Ketika
brand image yang telah dimiliki oleh PT. Alter Trade Indonesia sebagai
perusahaan penghasil ecoshrimp black tiger yang menjamin mutu dari produknya
semakin kuat, maka banyak konsumen dari berbagai negara yang datang
dengan sendirinya. Itu artinya, pasar dari perusahaan semakin meluas pula.
5. Kebijakan yang ada tidak menghambat untuk pengembangan usaha
Kepastian hukum di dalam suau Negara merupakan hal yang sangat
mempengaruhi pasar. Kebijakan negara yang dituangkan dalam Peraturan
Perundang-Udangan secara tidak langsung akan menentukan arah strategi
perusahaan. Sehingga kepastian hukum merupakan faktor yang tidak bisa
ditawar dan pasti akan memperngaruhi sebuah perusahaan.
Kebijakan yang ada selama ini tidak menghambat PT. Alter Trade Indonesia
dalam peningkatan daya saing. Dimana kebijakan tersebut sudah tertuang dalam
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan lain sebagainya. Selain itu kebijakan
tentang prosedur ekspor dan setifikat produksi untuk produk perikanan juga
sudah dijelaskan di dalam buku pedoman yang diterbitkan oleh Kementerian
141
Perikanan dan Kelautan itu memudahkan pelaku ekspor dalam memasuki pasar
internasional. Kemudahan-kemudahan tersebut dapat dilihat oleh PT. Alter Trade
Indonesia, dimana kini perusahaan terus berusaha menambah register number
untuk berbagai negara lainnya.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam peningkatan daya saing perusahaan. Hal ini
dikarenakan kebijakan yang ada sangat berpengaruh pada kemudahan
perusahaan mencapai pasar internasional, secara tidak langsung itu akan
menambah kuota ekspor. Sedangkan rating 2 artinya tingkat urgensi atau
kesempatan akan peluang cukup besar sehingga perlu dimanfaatkankan oleh
perusahaan dengan baik.
5.4.2.2 Ancaman
Faktor ancaman dapat dikatakan sebagai kondisi dalam lingkungan umum
yang menghambat usaha-usaha perusahaan untuk mencapai daya saing
strategis. Berikut merupakan faktor ancaman dari PT. Alter Trade Indonesia.
1. Transportasi umum di kawasan perusahaan belum ada
Faktor demografi yang berada di kawasan industri membuat PT. Alter Trade
Indonesia tidak memiliki akses transportasi umum sampai lokasi perusahaan.
Transportasi yang dapat mencapai perusahaan hanya kendaraan pribadi. Hal ini
dapat menjadi ancaman, namun tidak begitu berarti karena pesatnya
pertumbuhan moda transportasi di Indonesia.
Maka pada faktor ini diberikan bobot 0,06 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang sedang dalam menghambat peningkatan daya saing perusahaan.
Sebab meskipun tidak dapat dijangkau oleh transportasi umum, perkembangan
moda transportasi pribadi dapat menjawab ancaman tersebut. Sedangkan rating
142
4 artinya tingkat urgensi dari ancaman yang ada tidak berdampak besar bagi
kelangsungan perusahaan.
2. Muncul perusahaan yang memproduksi produk sejenis
Semakin mudahnya informasi akan pasar ekspor membuat banyak
perusahaan sejenis melakukan ekspor pula. Dalam ekonomi makro ini
merupakan hal positif, namun hal ini juga memberi dampak pada perusahaan
yang telah ada. Sehingga perlu taktik dan langkah strategis agar PT. Alter Trade
Indonesia dapat tetap bertahan dalam persaingan perdagangan internasional.
Maka dari itu PT. Alter Trade Indonesia terus berusaha untuk meningkatan daya
saingnya dalam segala aspek. Selain itu, munculnya perusahaan sejenis juga
menciptakan persaingan untuk mendapatkan bahan baku. Maka dari itu perlu
adanya inovasi untuk menangani persaingan bahan baku.
Sehingga pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang kuat dalam memperketat persaingan pasar internasional. Hal ini
dikarenakan perusahaan dengan produk sejenis menciptakan 2 persaingan
sekaligus, persaingan pasar dan persaingan dalam mendapatkan bahan baku.
Sedangkan rating 2 artinya tingkat urgensi dari ancaman yang ada berdampak
besar bagi kelangsungan perusahaan. Sehingga perlu langkah strategis unuk
meningkatkan daya siang perusahaan.
3. Terdapat persaingan antar industri dalam segi harga
Persaingan antar industri sudah pasti ada di dalam setiap perusahaan. Tidak
terkecuali PT. Alter Trade Indonesia. Persaingan antar industri juga muncul dari
segi harga, harga jual maupun harga beli bahan baku. Harga jual yang tinggi
untuk ecoshrimp membuat perusahaan melakukan strategi untuk dapat
mempertahankan dan memperluas pasar ditengah gempuran harga rendah oleh
pesaing.
143
Sehingga pada faktor ini diberikan bobot 0,12 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang kuat dalam menghambat peningkatan daya saing perusahaan.
Hal ini dikarenakan harga sanget berpengaruh pada daya beli konsumen.
Sedangkan rating 1 artinya tingkat urgensi dari ancaman yang ada berdampak
cukup kuat, namun dapat dikendalikan oleh perusahaan.
4. Tidak ada subsidi pemerintah dalam program pengembangan
Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam kegiatan pengembangan
perusahaan-perusahaan yang ada di dalam negeri agar memiliki daya saing
yang kuat untuk memasuki pasar internasional. Contoh nyata kegiatan yang
seharusnya dapat disubsidi pemerintah ialah kegiatan atau pelatihan mengenai
penanganan limbah B3 atau limbah sisa pengolahan. Serta pelatihan proses
produksi HACCP. Jarangnya subsidi dari pemerintah untuk program
pengembangan mengharuskan PT. Alter Trade Indonesia mendatangkan ahli
pengolahan limbah untuk menangani limbah air yang ada agar tidak mencemari
lingkungan sekitar.
Sehingga pada faktor ini diberikan bobot 0,08 yang artinya faktor ini memiliki
pengaruh yang sedang dalam menghambat peningkatan daya saing perusahaan.
Hal ini dikarenakan perusahaan dapat melalukan pelatihan sendiri. Sedangkan
rating 2 artinya tingkat urgensi dari ancaman yang ada berdampak cukup kuat,
namun dapat dikendalikan oleh perusahaan.
Setelah mengetahui faktor-faktor eksternal yang dimiliki oleh PT. Alter Trade
Indonesia dan mengukur menggunakan skala likert, data yang diperoleh
dimasukkan dalam matriks EFAS. Agar dapat mendapat gambaran yang lebih
jelas, dapat dilihat pada tabel 33.
144
Tabel 33. Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS)
PELUANG BOBOT RATING SKOR
Kemudahan dalam pengajuan untuk permodalan di perbankan
0,06 2 0,12
Terdapat lembaga maupun instansi untuk melakukan kerjasama guna pengembangan usaha (inovasi dan SDM)
0,12 3 0,36
Jaringan komunikasi dan kondisi jalan sekitar perusahaan cukup baik
0,12 3 0,36
Permintaan yang meningkat dan pasar yang semakin luas
0,12 4 0,48
Adanya bantuan dari lembaga ekspor dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan
0,08 3 0,24
Kebijakan yang ada tidak menghambat untuk pengembangan usaha
0,12 2 0,24
Total 0,62
1,8
ANCAMAN BOBOT RATING SKOR
Transportasi umum di kawasan perusahaan belum ada
0,06 4 0,24
Muncul perusahaan yang memproduksi produk sejenis
0,12 2 0,24
Terdapat persaingan antar industri dalam segi harga
0,12 1 0,12
Tidak ada subsidi pemerintah dalam program pegembangan
0,08 2 0,16
Total 0,38
0,76
Jumlah total 1,00
2,56
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Dapat dilihat bahwa total skor untuk faktor eksternal sebesar 2,56. Dimana
telah dijelaskan oleh Rangkuti (2013), bahwa semakin total skor mendekati 1
maka semakin banyak ancamannya dibandingkan dengan peluang. Sedangkan
apabila total skor mendekati 4, artinya semakin banyak peluang dibanding
ancaman. Sehingga PT. Alter Trade Indonesia memiliki peluang yang cukup baik
dari pada ancaman yang ada.
Selain itu, dapat dilihat pula jika jumlah total tidak melebihi 1,00 dimana
terdapat pembagian nailai bobot sebagai berikut : 0,12 untuk faktor yang
dianggap cukup penting bagi peningkatan daya saing perusahaan sebagaimana
dapat dilihat bahwa terdapat enam faktor yang memiliki nilai tersebut. Terdapat
145
pula nilai 0,08 untuk dua faktor yaitu adanya bantuan dari lembaga ekspor dan
faktor tidak adanya subsidi dari pemerintah. Selanjutnya ada pula bobot 0,06
pada dua faktor yang ada.
Untuk pemberian rating, menggunakan hasil dari pengukuran yang dilakukan
menggunakan skala likert dimana hasil tersebut juga dapat menunjukkan
seberapa besar faktor peluang dan anacaman tersebut mempengaruhi PT. Alter
Trade Indonesia. Untuk faktor peluang, semakin besar peluang yang ada atau
dengan kata lain semakin kuat pernyataan tentang faktor peluang tersbut, maka
semakin nilai akan mendekati angka 4. Sedangkan untuk faktor ancaman,
semakin besar besar ancaman tersebut, nilai yang diberikan semakin mendekati
angka 1.
5.5 Perumusan Strategi
Menurut Rangkuti (2013), formulasi strategi disusun berdasarkan analisis
yang diperoleh dari penerapan model SWOT. Tahapan kegiatannya adalah:
1. Tentukan faktor-faktor strategis eksternal
2. Tentukan faktor-faktor strategis internal
3. Rumuskan alternatif strategi: caranya dengan membuat Matriks Internal-
Eksternal dan Matriks SWOT
Sebelumnya telah dilakukan identifikasi faktor internal dan faktor eksternal
pada PT. Alter Trade Indonesia, maka selanjutnya adalah merumuskan alternatif
strategi. Pada proses perumusan strategi, dalam penelitian ini menggunakan tiga
tahapan. Tahapan yang pertama ialah penentuan posisi perusahaan
menggunaan Matriks Internal-External. Tahapan kedua ialah perumusan
alternatif strategi dengan menggunakan Matriks SWOT. Dan tahapan ketiga ialah
menentukan atau memilih fokus strategi yang telah di tetapkan, dengan
menggunakan Matriks Grand Strategy.
146
Penentuan Posisi Perusahaan
Gambar 12. Hasil Penentuan Posisi Perusahaan dengan Matriks Internal
Eksternal
Penentuan posisi perusahaan didasarkan pada analisis total skor faktor
internal dan eksternal, dengan mengunakan model internal-eksternal Matriks
(Wheelen, 1995, dalam Rangkuti, 2013). Berdasarkan Internal-Eksternal Matrix,
dengan nilai total skor IFAS = 2,88 menggambarkan bahwa PT. Alter Trade
Indonesia memiliki faktor internal yang kuat, dimana kekuatan-kekuatan yang
ada bisa meminimalisir kelemahan yang ada. Sedangkan skor EFAS sebesar
2,56 menggambarkan bahwa PT. Alter Trade Indonesia memiliki respon yang
baik terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman
yang muncul. Posisi PT. Alter Trade Indonesia dapat dilihat pada gambar 12.
Pada gambar tersebut, PT. Alter Trade Indonesia berada pada sel 5. Dimana
menurut Rangkuti (2013), strategi pertumbuhan melalui konsentrasi integrasi
horizontal adaah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan dengan cara
membngun di lokasi yang lain, dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Ketika
perusahaan dalam keadaan industri yang atraktif, strategi yang ditetapkan ialah
I II III
IV V VI
VII VIII IX
3.0
2.0
1.0
2.0 1.0 3.0 4.0 Kuat Rata-rata Lemah
Tinggi
Menengah
Rendah
147
konsolidasi. Tujuan dari strategi tersebut ialah relatif lebih defensif, yaitu
menghindari kehilangan penjulan dan kehilangan profit.
Sehingga berdasarkan matriks IE PT. Alter Trade Indonesia dapat
disarankan untuk melakukan perluasan pasar, fasilitas produksi dan teknologi
melalui pengembangan internal maupun eksternal industri yang sama.
Matriks SWOT
Pada analisis SWOT yang dilakukan di PT. Alter Trade Indonesia didapatkan
beberapa formulasi alternatif strategi yang diperoleh berdasarkan gabungan
internal dan eksternal faktor. Alternatif strategi tersebut dapat dilihat pada
gambar 13.
Internal
Eksternal
Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weaknesses)
Kualitas bahan baku dan produk terjamin dan terjaga
Tenaga kerja yang dimiliki memadai dan berkompeten
Memiliki pembeli tetap
Memiliki fasilitas utama dan pendukung yang baik dan memadai
Memiliki struktur organisasi yang berjalan dengan efektif
Unggul dalam persaingan merebut pemasok bahan baku
Ketersediaan bahan baku yang masih kurang
Faktor modal menjadi kendala dalam pengembangan perusahaan
Jumah produksi bergantung pada permintaan pembeli
Harga produk udang di pasaran lebih mahal
Peluang (Opportunities STRATEGI SO - Optimalisasi kapasitas
produksi - Memperbesar market
share (pangsa pasar) di pasar utama atau pasar ekspor
- Peningkatan sales ekspor
- Mengembangkan sistem komunikasi online berupa website
STRATEGI WO - Menambah area
budidaya (tambak) milik perusahaan
- Memperluas jaringan mitra petambak
- Bekerja sama dengan instansi/akademisi guna inovasi budidaya (seperti pakan)
Kemudahan dalam pengajuan untuk permodalan di perbankan
Terdapat lembaga maupun instansi untuk melakukan kerjasama guna pengembangan usaha(inovasi dan SDM)
Jaringan komunikasi dan kondisi jalan sekitar perusahaan
148
cukup baik
Permintaan yang meningkat dan pasar semakin luas
Adanya bantuan dari lembaga ekspor dan lembaga perbankan dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan
Kebijakan yang ada tidak menghambat untuk pengembangan usaha
guna memudahkan dalam pemasaran dan pemesan bagi konsumen
Ancaman ( Threats) STRATEGI ST - Menjaga kualitas
produk - Penjelasan teknis
melalui social education untuk petambak mengenai ecoshrimp
STRATEGI WT - Mengoptimalkan R&D
yang ada - Pemanfaatan
kelebihan tenaga kerja untuk perluasan kapasitas
Transportasi umum di kawasanan perusahaan belum ada
Muncul perusahaan yang memproduksi produk sejenis
Terdapat persaingan antar industri dalam segi harga dan pemasok bahan baku
Tidak ada subsisi pemerintah dalam program pengembangan
Gambar 13. Matriks SWOT untuk Perumusan Alternatif Strategi di PT. Alter
Trade Indonesia
Berdasarkan formulasi matriks SWOT diatas ada 4 alternatif strategi yang
dapat disarankan, yaitu SO strategi, ST strategi, WO strategi, dan WT Strategi.
Adapun masing-masing strategi yaitu:
a. SO Strategi
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya. Berikut merupakan alternatif strategi :
- Optimalisasi kapasitas produksi
- Memperbesar market share (pangsa pasar) di pasar utama atau pasar ekspor
- Peningkatan sales ekspor
149
- Mengembangkan sistem komunikasi online berupa website guna
memudahkan dalam pemasaran dan pemesan bagi konsumen
b. WO Strategi
Strategi yang diciptakan dengan meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang. Berikut merupakan alternatif strategi :
- Menambah area budidaya (tambak) milik perusahaan
- Memperluas jaringan mitra petambak
- Bekerja sama dengan instansi/akademisi guna inovasi budidaya (seperti
pakan)
c. ST Strategi
Strategi yang diciptakan dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman. Berikut merupakan alternatif strategi :
- Menjaga kualitas produk
- Penjelasan teknis melalui social education untuk petambak mengenai
ecoshrimp
d. WT Strategi
Strategi yang diciptakan dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman. Berikut merupakan alternatif strategi :
- Mengoptimalkan R&D yang ada
- Pemanfaatan kelebihan tenaga kerja untuk perluasan kapasitas
Matriks Grand Strategy
Berdasarkan hasil analisa faktor eksternal dan internal yang berpengaruh
terhadap daya saing PT. Alter Trade Indonesia menggunakan matriks IFAS dan
matriks EFAS serta dihitung dengan perhitungan skala likert, maka didapatkan
hasil sebagai berikut:
1. Skor untuk faktor kekuatan : 2,26
2. Skor untuk faktor kelemahan : 0,62
150
3. Skor untuk faktor peluang : 1,8
4. Skor untuk faktor ancaman : 0,76
Hasil penelitian ini mendapat titik koordinat dengan melakukan perhitungan
terhadap skor yang didapat dari faktor internal dan faktor eksternal sebagai
berikut :
- Sumbu horizontal (x) sebagai faktor internal menunjukkan titik koordinat (x)
sebesar : 2,16 – 0,62 = 1,64
- Sumbu vertikal (y) sebagai faktor eksternal menunjukkan titik koordinat (y)
sebesar : 1,8 – 0,76 = 1,04
Setelah mendapat titik koordinat (x) dan (y) dari hasil perhitungan diatas,
koordinat tersebut dimasukkan kedala Matriks Grand Strategy untuk menentukan
strategi apa yang harus dilakukan. Agar mendapat gambaran lebih jelas
mengenai hasil Matriks Grand Strategy tersaji pada gambar 14.
Gambar 14. Matriks Grand Strategy (hasil)
151
Menurut David (2010), kuadran pada Matriks Grand Strategy memiliki makna,
sebagai berikut:
1. Kuadran 1 : perusahaan memiliki posisi strategis yang sempurna
2. Kuadran 2 : Perusahaan sedang tumbuh namun tidak mampu bersaing
secara efektif
3. Kuadran 3 : Perusahaan berada pada pertumbuhan industri yang lambat dan
memiliki posisi kompetitif yang lemah
4. Kuadran 4 : Perusahaan berada pada posisi kompetitif yang kuat namun
berada di dalam industri yang lambat
Perusahaan-perusahaan yang berada dalam Kuadran I Matriks Grand
Strategy memiliki posisi strategis yang sempurna. Perusahaan-perusahaan
Kuadran I memiliki sumber daya yang memadai untuk mengambil keuntungan
dari berbagai peluang eksternal yang muncul di banyak bidang. Mereka bisa
mengambil risiko secara agresif jika perlu (David, 2010).
Sehingga berdasarkan hasil matriks Grand strategy menunjukkan jika titik
koordinat yang didapat berdasarkan hasil perhitungan berada pada daerah
kuadran I atau berada pada daerah SO (Strenght Opportunity) yang artinya
strategi peningkatan daya saing PT. Alter Trade Indonesia adalah
mendundukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).
Dengan kata lain, PT. Alter Trade Indonesia mampu mengambil keuntungan dari
peluang-peluang yang ada, sehingga perusahaan akan bersaing menggunakan
strategi-strategi bisnis yang agresif.
5.6 Hasil Strategi Pengembangan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, didapatkan
beberapa kesimpulan mengenai kondisi PT. Alter Trade Indonesia dengan
lingkup variabel dan indikator penelitian. Diharapkan kondisi yang didapatkan
152
dari beberapa analisis yang telah dilakukan tersebut, menghasilkan strategi-
strategi yang dapat meningkatan daya saing perusahaan di dalam pasar ekspor.
Adapun analisis yang telah dilakukan ialah analisis daya saing, analisis dengan
Matriks Internal-External, analisis SWOT, dan Analisis dengan Matriks Grand
Strategy.
Pada analisis daya saing, didapatkan hasil berupa faktor yang paling
berpengaruh ialah dimensi permintaan, dengan indikator jumlah permintaan dan
pola pertumbuhan, serta komposisi permintaan. Hal ini sesuai dengan analisis
matriks internal-eksternal yang menyatakan bahwa PT. Alter Trade Indonesia
berada pada strategi pertumbuhan melalui konsentrasi integrasi horizontal
dimana strategi tersebut berorientasi pada pertumbuhan yang menggunakan
kekuatan yang ada pada perusahaan.
Sedangkan untuk analisis SWOT, didapatkan alternatif strategi yang
digunakan untuk peningkatan daya saing PT. Alter Trade Indonesia. Dimana
berdasarkan analisis menggunakan Matriks Grand Strategy diperoleh hasil
bahwa strategi yang disarankan ialah mendukung strategi agresif karena berada
pada titik koordinat yang terletak pada kuadran I.
Dimana strategi SO atau strategi yang berada pada kuadran satu sendiri
memiliki beberapa bentuk strategi yang dapat digunakan menurut David (2010)
adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan pasar
Merupakan strategi yang berusaha untuk memperkenalkan produk atau
jasa yang sudah ada pada daerah (geografis) baru, serta memperluas
jaringan distribusi. Strategi ini dapat dilakukan bila perusahaan memiliki
jaringan distribusi yang kuat dan adanya peluang pasar baru, sehingga
memungkinkan untuk melakukan penambahan kapasitas produksi. Jadi
153
strategi ini dapat dilakukan dengan menambah saluran distribusi ke wilayah –
wilayah pasar baru secara geografi.
2. Penetrasi pasar
Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk/jasa saat
ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar mencakup
meningkatkan jumlah tenaga penjual, jumlah belanja iklan, menawarkan
promosi penjualan yang ekstensif, atau menigkatkan usaha publisitas.
3. Pengembangan produk
Merupakan strategi yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan dengan
cara memperbaiki produk yang sudah ada dan atau mengembangkan produk
yang baru. Strategi ini dapat dilakukan bila perusahaan memiliki kemampuan
untuk membuat/mengembangkan produk baru, dimana perekonomian sedang
tumbuh dan pada kondisi dimana kompetitor menawarkan produk yang
semakin bersaing. Strategi ini biasanya memerlukan anggaran penelitian yang
cukup besar.
4. Intergrasi ke depan
Strategi ini melibatakan akuisisi kepemilikan atau penigkatan kontrol atas
distributor atau pengecer. Biasanya cara yang efektif untuk
mengimplementasikan integrasi ke depan adalah waralaba (franchising)
5. Integrasi ke belakang
Merupakan strategi untuk mendapatkan kepemilikan terhadap produk atau
bahan baku. Strategi ini diperlukan untuk menigkatan pengawasan yang lebih
ketat terhadap supplier ( integrasi hulu ). Strategi ini sangat cocok ketika
pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalakan, terlalu mahal, atau
tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan.
154
6. Integrasi horizontal
Merupakan strategi yang bertujuan untuk meningkatkan pengawasan
terhadap para pesaing, dengan demikian segemen pasar lebih mudah
dikuasai/diperluas. Selain itu, strategi ini dapat dipergunakan untuk
meningkatkan kapasitas produksi.
7. Diversifikasi terkait
Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau
jasa baru yang masih berhubungan.
Untuk perusahaan-perusahaan tersebut, konsentrasi pada pasar (penetrasi
pasar dan pengembangan pasar) dan produk (pengembangan produk) yang ada
saat ini merupakan strategi yang sesuai. Bukan hal yang bijak bagi sebuah
perusahaan Kuadran I untuk beralih secara mendasar dari keunggulan
kompetitifnya yang sudah mapan. Bila perusahaan Kuadran I mempunyai
kelebihan sumber daya, maka integrasi ke belakang, integrasi ke depan, atau
integrasi horizontal bisa menjadi strategi efektif. Ketika suatu perusahaan
Kuadran I terlalu berpatokan dengan satu produk tertentu, diversifikasi terkait
kiranya dapat membantu mengurangi risiko yang berkaitan dengan lini produk
yang sempit (David, 2010).
Setelah dilakukan beberapa tahapan analisis, strategi yang tepat digunakan
ialah strategi SO (Strenght Opportunity) yang berada pada kuadran I, dengan
bentuk strategi integrasi horizontal untuk mengoptimalkan daya saing yang ada,
terutama daya saing kondisi permintaan, dengan memanfaatkan peluang –
peluang yang ada. Berikut merupakan strategi SO yang dihasilkan dari analisis
SWOT, antara lain:
155
1. Optimalisasi kapasitas produksi
Salah satu strategi yang harus dilakukan oleh PT. Alter Tade Indonesia
adalah memaksimalkan kapasitas produksi yang ada. Hal ini didukung dengan
dari hasil wawancara dengan bagian pemasaran, dimana perusahaan sering
menolak pemesanan ekspor dikarenakan ketersediaan produk yang terbatas
untuk produk Ecoshrimp. Sehingga penambahan kapasitas produksi sangat
diperlukan perusahaan, guna meningkatkan daya saing perusahaan.
Salah satu upaya yang mendukung penambahan produksi ialah memperluas
mitra petambak yang bekerja sama dengan perusahaan, dan perusahaan juga
dapat menambah jumlah tambak yang dikelola. Dengan adanya dua upaya
tersebut, maka perusahaan dapat mencapai dua tujuan sekaligus. Pertama,
dengan memperluas wilayah mitra petambak maka ketersediaan bahan baku
akan bertambah. Hal ini sesuai dengan misi perusahaan yang “Mendukung
petambak skala kecil untuk bertahan dan memiliki budidaya tradisional yang
berkelanjutan”. Kedua, penambahan jumlah tambak milik perusahaan sudah
dipastikan memiliki resiko yang besar. Dimana resiko tersebut dapat berupa
penambahan modal untuk membuka tambak baru, dan juga penambahan
sumberdaya manusia untuk pengolahan tambak baru. Namun hal ini dapat pula
menjadi peluang bagi perusahaan untuk mengefisienkan proses yang ada
dengan mengontrol sendiri kegiatan budidaya yang diinginkan. Dimana ketika
tambak dikelola oleh perusahaan, perusahaan dapat menentukan berapa kali
panen dalam satu kali siklus. Selama masa pemeliharaan, udang dapat dipanen
3 kali. Diharapkan dari hasil panen parsial dapat menyokong pembiayaan
operasional tambak dan mengurangi resiko kegagalan.
Selain itu, strategi optimalisasi kapasitas produksi juga sesuai atau
menjawab dari analisis-analisis lainnya. Dimana pada analisis daya saing, faktor
yang paling berpengaruh ialah komposisi permintaan dan jumlah permintaan.
156
Dengan kapasitas produksi meningkat, maka jumlah permintaan juga harus di
tambah dan salah satu upayanya ialah memperluas komposisi permintaan yang
ada. Dimana komposisi permintaan terdiri dari pangsa pasar dan daerah
pemasaran.
2. Memperbesar market share (pangsa pasar) di pasar utama atau pasar ekspor
Pangsa pasar yang luas sudah pasti menjadi tujuan bagi setiap perusahaan.
Sejurus dengan analisis daya saing yang telah dilakukan, dimana dimensi
kondisi permintaan menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing
PT. Alter Trade Indonesia. Maka diharapkan upaya yang dilakukan untuk
implementasi strategi ini dapat meningkatkan daya saing PT. Alter Trade
Indonesia.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah melakukan jajak pendapat atau
pengisian kuisioner kepada konsumen melalui website secara berkala atau
periodik. Selain dapat mengevaluasi perusahaan, hal ini dapat mengetahui
perkembangan dari selera konsumen, serta mengetahui posisi perusahaan
dengan produk pesaing. Sehingga perusahaan dapat melakukan inovasi produk
untuk kedepannya.
Upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk memperbesar pangsa pasar ialah
berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan pemerintah dalam negeri maupun
luar negeri. Hal ini dapat meningkatkan jaringan pasar yang ada. Salah satu
contoh adalah kegiatan pameran produk perikanan Sena 2017 di Amerika, serta
pameran produk ekspor seperti Trade Expo Indonesia 2017.
3. Peningkatan sales ekspor
Ketika suatu perusahaan ini memperbesar pangsa pasar yang dimiliki, maka
secara otomatis perusahaan harus menyiapkan pula sumberdaya manusia yang
berkompeten dalam bidangnya, yaitu sales. Sales disini berperan menggaet
157
konsumen dan mempertahankan konsumen yang ada. Sales ekspor harus
memiliki public speaking yang mumpuni. Sehingga dapat menarik konsumen.
Selain memiliki kemampuan dalam bernegosiasi, sales juga harus memiliki
pengetahuan yang luas akan bidang perikanan dan ekspor, khususnya ekspor
udang.
Maka dari itu perlu adanya perhatian khusus dalam perekrutan sumberdaya
manusia pada bagian pemasaran internasional. Perusahaan harus meyediakan
wadah berupa kegiatan pelatihan guna memperluas kemampuan sales yang
dimiliki. Dan juga melakukan evaluasi pada kinerjanya. Karena hal ini
mempengaruhi pada keberlangsungan dari permintaan perusahaan.
Jika dilihat dari hasil analisis daya saing, strategi ini masuk pada dimensi
kondisi faktor. Dimana kondisi faktor juga memiliki pengaruh yang cukup kuat
pada peningkatan daya saing. Sehingga perlu dilakukan upaya yang maksimal
dalam penerapan starteginya.
4. Mengembangkan sistem komunikasi online berupa website guna memudahkan dalam pemasaran dan pemesan bagi konsumen
Jaringan internet yang sudah tersebar luas dibelahan dunia membuat
perusahaan harus mengikuti perkembangan yang ada. Penyediaan fasilitas
internet berupa website guna memudahkan pemasaran, juga memudahkan
kontrol terhadap sistem yang berlaku. Karena semua transaksi dapat direkam
atau disimpan sesuai dengan history. Selain itu ketika konsumen merasakan
kemudahan dalam melakukan transaksi, maka hal itu meningkatkan minat
konsumen untuk melakukan pengulangan pembelian. Dan mengamati
perkembangan pasar juga dapat dilakukan dengan adana website dan sosial
media yang ada. Sehingga perlu adanya perhatian khusus dalam hal
perkembangan teknologi guna meningkatakan daya saing perusahaan.
158
Untuk hal ini, sebenarnya PT. Alter Trade Indonesia telah memiliki laman
website sendiri. Namun karena terjadi pembobolan pada website perusahaan
pada beberapa tahun silam, maka hingga saat ini PT. Alter Trade Indonesia
belum memiliki website baru ataupun melakukan penanganan pada website
yang telah dibobol.
Sehingga strategi ini disarankan diterapkan oleh PT. Alter Trade Indonesia.
Karena hal ini juga sesuai dengan analisis daya saing dan dan strategi agresif
pada kuadran I, dimana iptek juga berpengaruh cukup kuat pada peningkatan
daya saing. Maka PT. Alter Trade Indonesia diharapkan memberi perhatian lebih
pada strategi ini, karena website yang baik dapat dijadikan sebagai sales tak
hidup bagi perusahaan. Sedangkan pada kuadran I khususnya bentuk strategi
terintegrasi horizontal, website dapat di interpretasikan sebagai alat pengamat
pasar pada konsumen dan pengamat persaingan dengan perusahaan sejenis.
Sehingga iptek dapat digunakan sebagai jembatan bahkan kunci dalam
peningkatan permintaan yang ada.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi peningkatan daya saing
ekspor udang di PT. Alter Trade Indonesia, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. PT. Alter Trade Indonesia merupakan salah satu perusahaan processor dan
eksportir produk seafood yang beralamatkan di Jalan Industri No. 72 Desa
Sukorejo, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61252.
Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari Alter Trade Japan yang
bertempat di Jepang. PT. Alter Trade Indonesia memiliki produk unggulan
berupa udang windu ramah lingkungan atau biasa disebut dengan
ecoshrimp.
2. Pengaruh daya saing pada perusahaan dilakukan menggunakan alat bantu
berupa Porter’s Diamond Model. Model tersebut memiliki empat dimensi
dengan beberapa indikator disetiap dimensinya, indikator tersebut antara
lain: (1) Dimensi Kondisi Faktor, dengan indikator a) sumberdaya alam; b)
sumberdaya manusia; c) sumberdaya modal; d) sumberdaya ilmu
pengetahuan dan teknologi. (2) Dimensi kondisi permintaan, dengan
indikator berupa a) jumlah permintaan dan pola pertumbuhan; dan b)
komposisi permintaan. (3) Dimensi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan,
terdapat indikator berupa a) Strategi perusahaan; b) Struktur organisasi; c)
Persaingan antar perusahaan. Sedangkan (4) Dimensi Industri Terkait dan
Pendukung, memiliki indikator berupa a) industri terkait; b) Pemerintah; dan
c) Perguruan Tinggi atau Lembaga. Berdasarkan analisis dengan beberapa
indikator diatas, didapatkan indikator yang paling berpengaruh terdapat pada
160
dimensi kondisi permintaan, dengan indikator: (1) jumlah permintaan dan
pola pertumbuhan; dan (2) Komposisi permintaan
3. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan faktor internal dan eksternal
sebagai berikut :
Pada faktor internal, kekuatan perusahaan yang diperoleh yaitu: (1)
Kualitas bahan baku dan produk terjamin dan terjaga; (2) Tenaga kerja
yang dimiliki memadai dan berkompeten; (3) Memiliki pembeli tetap; (4)
Memiliki fasilitas utama dan pendukung yang baik dan memadai; (5)
Memiliki struktur organisasi yang berjalan dengan efektif; (6)
Menggunakan teknologi modern yang memadai; (7) memiliki teknik
khusus dn ketepatan atu dalam produksi; (8) Unggul dalam persaingan
merebut pemasok bahan baku. Adapun kelemahan internal perusahaan
yaitu: (1) Ketersediaan bahan baku yang masih kurang; (2) Faktor modal
menjadi kendala dalam pengembangan perusahaan; (3) Jumah produksi
bergantung pada permintaan pembeli; (4) Harga produk udang di
pasaran lebih mahal.
Pada faktor eksternal, peluang yang ada ialah: (1) Kemudahan dalam
pengajuan untuk permodalan di perbankan; (2) Terdapat lembaga
maupun instansi untuk melakukan kerjasama guna pengembangan
usaha(inovasi dan SDM); (3) Jaringan komunikasi dan kondisi jalan
sekitar perusahaan cukup baik; (4) Permintaan yang meningkat dan
pasar semakin luas; (5) Adanya bantuan dari lembaga ekspor dan
lembaga perbankan dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan; (6)
Kebijakan yang ada tidak menghambat untuk pengembangan usaha.
Adapun ancaman yang dihadapi oleh perusahaan ialah: (1) Transportasi
umum di kawasanan perusahaan belum ada; (2) Muncul perusahaan
161
yang memproduksi produk sejenis; (3) Terdapat persaingan antar
industri dalam segi harga dan pemasok bahan baku; (4) Tidak ada
subsisi pemerintah dalam program pengembangan
4. Terdapat beberapa alternatif strategi yang telah dirumuskan berdasarkan
analisis SWOT, yaitu :
a) Optimalisasi kapasitas produksi
b) Memperbesar market share (pangsa pasar) di pasar utama atau pasar
ekspor
c) Peningkatan sales ekspor
d) Mengembangkan sistem komunikasi online berupa website guna
memudahkan dalam pemasaran dan pemesan bagi konsumen
e) Mengadakan pelatihan / workshop mengenai produksi berazas HACCP
f) Menambah area budidaya (tambak) milik perusahaan
g) Memperluas jaringan mitra petambak
h) Bekerja sama dengan instansi/akademisi guna inovasi budidaya (seperti
pakan)
i) Menjaga kualitas produk
j) Penjelasan teknis melalui social education untuk petambak mengenai
k) Mengoptimalkan R&D yang ada
l) Pemanfaatan kelebihan tenaga kerja untuk perluasan kapasitas
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditujukan saran sebagai
berikut:
6.2.1 Saran Praktis
1. Bagi perusahaan disarankan memulai memperluas area tambak yang
dikelola sehingga dapat meningkatkan ketersediaan bahan baku.
162
2. Perusahaan juga disarankan memulai mengoptimalkan produksi, perluasan
pasar. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing.
3. Diharapkan ada kerjasama dengan instansi terkait untuk inovasi, seperti
berupa serum penumbuh pakan alami.
6.2.2 Saran Akademis
Saran akademis yang dapat diberikan adalah diharapkan bagi penelitian
selanjutnya dengan kajian yang terkait daya saing perusahaan yaitu :
1. Melakukan penelitian mengenai bauran pemasaran, analisis daya saing
untuk pasar lokal dan dampak MEA terhadap pemasaran.
2. Dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai hubungan perusahaan
dengan mitra petambak
3. Menggunakan variabel diluar variabel yang diteliti
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Petter. 2002. Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta : BPFE
Amalia, Lia. 2007. Ekonomi Internasional. Yogyakarta. Graha Ilmu Amri, Khairul. 2003. Budidaya Udang Windu secara Intensif. Jakarta. AgroMedia
Pustaka Apridar. 2012. Ekonomi Internasional (sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan
dalam aplikasinya). Yogyakarta. Graha Ilmu Assuari, S. 2016. Strategic Management Sustainable Competitive Advantages.
Jakarta. Rajawali Press. 2 hlm Bustami, B.R. dan Hidayat, P . 2013. Analisis Daya Saing Produk Ekspor
Provinsi Sumatera Utara. J.Ekonomi dan Keuangan 1(2): 56-71 David, F.R. 2010. Manajemen Strategis: Konsep. Jakarta. Gramedia Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. 2016. Tingkat Ekspor Udang
ke USA Semakin Meningkat Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. 2017. Panduan Ekspor.
Jakarta Direktorat Akses Pasar dan Promosi. 2015. Pedoman Ekspor Perikanan Ke
Negara Mitra (Belanda, Thailand, dan Jepang). Jakarta Haryotejo, Bagas. 2013. Analysis of Export Market Diversification of Indonesia’s
Shrimp Commodity. J. Sosek KP 8 (1): 85-91 Kaunang, Willy R., Ch. 2013. Daya Saing Ekspor Komoditi Minyak Kelapa
Sulawesi Utara. Jurnal EMBA 1(4): 1304-1316 Lestari, W. Syarief, R. dan Sumantadinata K. 2013. Competitiveness
Improvement Strategy of Indonesia Processed Tuna in the Internasional Market. Manajemen IKM 8(1): 36-44
Lindawati. Rahadian, R. dan Koeshendrajana, S. 2013. Competitiveness
Analysis of Catfish Commodities of Bogor Distric. J. Sosek KP 8(1): 93-101 Machdhoero, A.M. 1993. Metodologi Penelitian. UMM Press. Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Malang Meliala, A.S., Matondang N. dan Sari, R.M. 2014. Strategi Peningkatan Daya
Saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berbasis Kaizen. J. Optimasi Sistem Industri 13(2): 641-664
MS, Amir. 2003. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. Jakarta. PPM
164
Nazir, M. 2014. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia Porter, Michael E. 1985. Competitive Advantage : Creating and Sustaining
Superior Performance.Terjemahan oleh Alih Bahasa Penerbit Erlangga. 1994. Jakarta
Radiarta, I., N. Erlania. dan Haryadi, J. 2015. Analysis of Aquaculture Development Based on Blue Ecomony Concept Using Analytical Hierarchy Process (AHP) Approach. J Sosek KP 10(1): 47-59
Salvatore, Dominick. 2014. Ekonomi Internasional Edisi 9. Jakarta. Salemba
Empat Rangkuti, F. 2013. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta Tajerin dan Noor, M. 2004. Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional:
Sebuah Analisis dengan Menggunakan Pendekatan Pangsa Pasar Menggunakan Model Ekonometrika. J.Ekonomi Pembangunan 9(2): 177-191
Tambunan, Tulus. 2002. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran.
Jakarta. Pustaka LP3ES Tandjung, Marlopo. 2011. Aspek dan Prosedur Ekspor-Impor. Jakarta. Salemba
Empat Udaya, J. Wennadi, L.Y. dan Lembana, D. A. A. 2013. Manajemen Stratejik.
Yogyakarta. Graha Ilmu Yuniarso, Tommy. 2006. Peningkatan Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan
Daya Tahan Udang Windu (Penaeus monodon fab.) Stadium pl 7 – pl 20 Setelah Pemberian Silase Artemia yang telah Diperkaya dengan Silase Ikan. Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Biologi : Skripsi