strategi peningkatan daya saing industri furniture rotan indonesia...
TRANSCRIPT
-
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri berbahan baku rotan mulai dikenal pada tahun 1679. Industri rotan
diperkenalkan oleh Belanda dengan mendirikan sebuah perusahaan rotan di
kawasan Malaka. Rotan mulai masuk ke Eropa pada akhir abad ke-XVII. Pada abad
ke-XIX, rotan ditampilkan dalam sebuah pameran di Institut Tropis Kerajaan
Belanda atau Koninklijk Instituut voor de Tropen. Rotan kemudian berkembang
menjadi barang mewah di Eropa pada awal abad ke-XX. Bahkan dalam Courier
International (Juni 2010) diulas bahwa para pemimpin dunia seperti Perdana
Menteri Inggris Winston Churchill, Presiden Amerika Serikat Harry Truman dan
Sekretaris Jenderal Partai Sosialis Uni Soviet Joseph Staline duduk bersama di kursi
rotan saat pembahasan perang dunia ke dua di konferensi Potsdam, Jerman, pada
tahun 1945. Bahan baku kursi tersebut dari Sulawesi (Indonesian Trade Promotion
Center 2013).
Indonesia merupakan negeri penghasil bahan baku komoditi rotan terbesar di
dunia. Diperkirakan hampir setiap tahun sekitar 85% bahan baku rotan yang diserap
oleh industri furniture rotan di berbagai belahan dunia berasal dari Indonesia. Dari
jumlah itu, 90% rotan dihasilkan dari hutan tropis di pulau Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi. Komoditi rotan merupakan bahan baku industri yang tergolong
materi ramah lingkungan, sehingga produk hasil industri furniture rotan secara
langsung juga merupakan produk yang ramah lingkungan atau green products
(Kemendag 2013).
Tanaman rotan sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia untuk
dipergunakan sebagai bahan baku berbagai kerajinan tangan dan industri furniture
di dalam negeri. Saat ini, industri semacam itu sudah merambah ke berbagai negara
seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Eropa. Harga jual hasil kerajinan rotan oleh
pengrajin lokal mencapai ratusan hingga ribuan dolar AS di pasar internasional,
sedangkan untuk harga bahan baku awalnya di sentra-sentra kerajinan hanya
berkisar Rp 6 000 per kg. Hal tersebut mengindikasikan bahwa potensi peningkatan
nilai tambah produk yang dimiliki oleh komoditi rotan cukup besar.
Persaingan dagang atas penjualan produk hasil kerajinan tangan dan furniture
yang berbahan baku dari rotan saat ini tidak hanya terjadi di tingkat nasional seperti
di tingkat antar pedagang, melainkan juga telah merambah pasar internasional. Hal
ini terjadi karena sejak satu dekade terakhir beberapa negara mulai menyadari
tingginya nilai ekonomis yang bisa diperoleh melalui berbagai improvisasi dan
pengembangan produk pada berbagai hasil kerajinan dan furniture berbahan dasar
rotan. Sebagai dampaknya, kini perdagangan rotan dunia tidak hanya didominasi
oleh pengusaha Indonesia, tapi juga pengusaha yang berasal dari negara-negara
maju seperti Tiongkok, Taiwan dan Eropa. Menurut data UN Comtrade Database
2016, sepanjang tahun 2015 Indonesia tidak termasuk dalam lima besar pengekspor
industri furniture rotan ke seluruh dunia. Meskipun Indonesia merupakan produsen
bahan baku rotan, Indonesia menempati peringkat 21 sebagai negara pengekspor
industri furniture rotan dunia tahun 2015. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
sebagai produsen utama bahan baku rotan dunia belum mampu menguasi pasar
ekspor furniture dan produk olahan rotan lainnya di kawasan Internasional. Data
-
2
negara pengekspor industri furniture rotan dunia pada tahun 2015 ditampilkan pada
Gambar 1.
Sumber: UN Comtrade Database 2016 (diolah)
Gambar 1 Negara pengekspor industri furniture rotan dunia tahun 2015
Tiongkok menjadi negara terbesar dalam industri pengolahan rotan dunia
meskipun tidak memiliki bahan baku rotan dan hanya mengandalkan bahan baku
rotan yang berasal dari negara lain. Rotan mentah yang diekspor ke Tiongkok dari
berbagai negara dijadikan sebagai bahan baku utama untuk memproduksi produk-
produk furniture rotan melalui industri pengolahannya yang ketika dipasarkan
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan rotan mentah. Selain itu,
volume ekspor industri pengolahan rotan di Tiongkok jauh lebih tinggi
dibandingkan Indonesia yang merupakan negara sumber bahan baku utama industri
furniture rotan.
Kebutuhan bahan baku rotan saat ini untuk industri di dalam negeri mencapai
62 ribu ton per tahun dan diprediksi nilai tersebut akan terus meningkat di masa
mendatang (Kemendag 2013). Dengan pemberlakuan larangan ekspor rotan mentah
oleh Kementerian Perdagangan, diharapkan industri furniture rotan dalam negeri
akan dapat berkembang dan mampu menyerap produksi bahan baku yang
berlimpah. Selain itu, industri furniture rotan dari negara-negara pesaing yang
selama ini mengandalkan bahan baku dari Indonesia akan mengalami kesulitan
bahan baku, sehingga menyebabkan harga produknya akan menjadi lebih mahal
dan menurunkan daya saing negara tersebut di pasar internasional. Peluang ini
diharapkan mampu mendorong para pelaku bisnis dari sektor industri furniture
rotan agar dapat bersaing. Tetapi belum banyak yang memanfaatkan peluang pasar
tersebut dikarenakan produk rotannnya masih kalah bersaing atau belum memenuhi
standar produk Internasional. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan, karena
perusahaan yang memiliki produk berkualitas lebih berpeluang untuk
memenangkan persaingan pasar. Pengembangan ini memiliki peran yang sangat
penting bagi perusahaan, terutama untuk dapat merebut dan memenangkan pasar
furniture rotan Internasional, terutama dari negara-negara pesaing terdekat seperti
ASEAN dan Tiongkok. Pada sisi lain, berdasarkan laporan dari Kemendag (2013),
potensi untuk mengembangkan produk furniture rotan Indonesia terkendala oleh
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Ch
ina
Mex
ico
Unit
ed S
tate
s of
Am
eric
a
Oth
ers
Pola
nd
Ger
man
y
Cze
ch R
epubli
c
Can
ada
Ro
man
ia
Ital
y
Kore
a, R
epubli
c of
Vie
t N
am
Fra
nce
Hun
gar
y
Japan
Port
ugal
Unit
ed K
ingd
om
Slo
vak
ia
Slo
ven
ia
Bo
snia
an
d H
erze
go
vin
a
Cro
atia
Indon
esia
Tai
pei
, C
hin
ese
Spai
n
Turk
ey
Net
her
lands
Dal
am J
uta
US
$
-
3
beberapa faktor, yaitu kualitas produk furniture rotan Indonesia yang masih rendah,
desain produk furniture yang kurang inovatif serta proses produksi yang tidak
efisien. Apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus maka kemungkinan besar
dapat menyebabkan penurunan daya saing furniture rotan Indonesia. Melihat
permasalahan yang dihadapi Indonesia ini, maka diperlukan untuk melakukan suatu
penelitian tentang strategi peningkatan daya saing industri furniture rotan Indonesia
khususnya di kawasan AEAN dan Tiongkok.
Perumusan Masalah
Rotan merupakan komoditi hasil hutan nun kayu yang sempat menjadi
primadona dunia. Namun ketenaran rotan perlahan-lahan menurun dengan semakin
banyaknya pesaing yang berasal dari rotan sintetis dan berbagai isu lingkungan
yang berkembang menyertainya.
Kehadiran rotan sintetis yang terbuat dari bahan plastik Polyethilene dan
Polyvinyl Chloride (PVC) diduga dapat menjadi pesaing berat dari produk rotan
saat ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indonesian Trade Promotion
Center (2013) dengan Perusahaan furniture EDEN LOFT, bahan sintetis lebih
dipilih karena bahan sintetis lebih awet, tidak terkena kutu, rayap ataupun pin hole.
Alasan lain adalah bahan sintetis lebih mudah dibersihkan, lebih ringan dan lebih
lentur sehingga hasil anyamannya lebih rapi. Disamping faktor tersebut, rotan
sintetis memiliki lebih banyak pilihan warna dan harga yang lebih murah jika
dibandingkan dengan rotan asli. Selain itu, rotan asli sulit diperbaiki apabila sudah
rusak.
Sumber: UN Comtrade Database 2016 (diolah)
Gambar 2 Nilai ekspor furniture rotan Indonesia ke ASEAN dan Tiongkok
2001-2015
Industri rotan yang beralih ke rotan sintetis dipengaruhi oleh isu lingkungan
terkait perlindungan hutan. Dampak isu lingkungan terhadap rotan yang merupakan
salah satu hasil hutan menjadi latar belakang Uni Eropa memberlakukan peraturan
yang ketat untuk mengatur lalu lintas perdagangan rotan, khususnya di wilayah
Eropa. Hal ini mengakibatkan potensi ekspor furniture yang berbahan baku rotan
asli dari Indonesia saat ini lebih cenderung ke pasar ASEAN dan Tiongkok.
Berdasarkan data UN Comtrade Database 2016 pada Gambar 2, nilai ekspor
furniture rotan Indonesia ke kawasan ASEAN dan Tiongkok dari dalam kurun
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Dal
am J
uta
US
$
-
4
waktu 2001-2013, kinerja ekspor furniture rotan asal Indonesia menunjukkan tren
yang selalu naik walaupun sedikit berfluktuasi. Pada tahun 2013 terjadi penurunan
ekspor yang sangat signifikan. Pemberlakuan kebijakan larangan ekspor rotan
mentah dan setengah jadi pada awal tahun 2012 dapat meningkatkan volume ekspor
furniture rotan Indonesia secara signifikan. Setahun setelah kebijakan tersebut
diberlakukan justru membuat jumlah volume ekspor furniture rotan terjadi
penurunan drastis sebesar 15%. Industri furniture rotan di dalam negeri memang
harus mengalami perjuangan berat supaya dapat bersaing di pasar global. Salah satu
kendala besar yang dihadapi adalah tingkat ketersediaan bahan baku rotan di dalam
negeri yang kadang membuat frustasi para pengusaha furniture rotan seiring dengan
bertumbuhnya produk rotan sintetis dengan harga yang lebih murah. Hal ini
mengakibatkan industri furniture rotan dalam negeri lebih memilih bahan baku
rotan sintetis daripada bahan baku rotan asli dari Indonesia yang terkenal dengan
kualitas rotan unggulan yang dimilikinya. Penurunan volume ekspor yang sangat
drastis ini dapat menjadi sebuah indikasi bahwa daya saing industri furniture rotan
Indonesia di pasar ASEAN dan Tiongkok melemah selama 5 tahun terakhir.
Analisis dari Arifin et al. (2007) menunjukkan bahwa kinerja ekspor harus
ditumbuhkan kembali jika Indonesia ingin memulihkan daya saingnya, terutama
dalam hal furniture rotan.
Berdasarkan uraian tersebut, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan daya saing produk ekspor furniture rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi daya saing produk furniture rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok?
3. Bagaimana strategi kompetitif yang tepat untuk mendukung peningkatan daya saing industri furniture rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan
Tiongkok?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis daya saing produk ekspor furniture rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk furniture rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok.
3. Menentukan strategi kompetitif yang tepat untuk mendukung peningkatan daya saing industri furniture rotan Indonesia di kawasan
ASEAN dan Tiongkok.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan member manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kinerja industri furniture rotan Indonesia
terutama dalam era perdagangan bebas ACFTA.
-
5
2. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang bergerak di bidang Industri furniture rotan Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada rotan dalam bentuk barang jadi, yaitu berupa
furniture rotan berdasarkan harmonized system (HS) 1996 dengan level 6 digit
berdasarkan Indonesian Trade Promotion Center (2013) seperti yang ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Kode HS 1996 yang digunakan di dalam penelitian
Kode HS Nama Produk Deskripsi
460212 Keranjang, barang anyaman dan barang
lainnya, dibuat langsung sehingga berbentuk
dari bahan anyaman atau dibuat dari barang-
barang dari heading 46.01.
Keranjang rotan
940150 Kursi (selain yang dimaksud dalam heading
94.02), yang dikonversi menjadi tempat tidur
atau tidak, dan bagiannya.
Kursi rotan
940190 Kursi (selain yang dimaksud dalam heading
94.02), yang dikonversi menjadi tempat tidur
atau tidak, dan bagiannya.
Bagian lain untuk kursi
rotan
940380 Furniture lainnya dan bagiannya lainnya. Furniture rotan Sumber: Indonesian Trade Promotion Center (2013)
Agar tidak menimbulkan kerancuan dalam mencapai tujuan penelitian, maka
penelitian ini juga dibatasi pada pembahasan strategi peningkatan keunggulan daya
saing industri furniture rotan di tingkat nasional dan tidak membahas strategi
peningkatan keunggulan daya saing industri furniture rotan di tingkat perusahaan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Daya Saing
Daya saing suatu negara selalu menjadi pembahasan yang menarik, baik itu
di bidang ekonomi, politik, sosial atau teknologi. Dalam menghadapi rintangan
pembangunan peradaban suatu bangsa, daya saing suatu negara dianggap sebagai
salah satu sumber dari ketahanan negara tersebut. Peradaban yang hanya bisa
dibangun melalui kekuatan ekonomi, politik, dan budaya yang unggul. Dengan
daya saing yang tinggi, perekonomian dapat menjaga pertumbuhan ekonominya
dan mulai membangun kehidupan negara yang teratur dan saat itu pembangunan
peradaban dimulai (Tylor 1887; Rahman 2015). Pembangunan peradaban tidak
dapat dilakukan tanpa adanya kekuatan ekonomi. Sejarah menunjukkan bahwa
negara‐negara yang tinggi peradabannya selalu disokong oleh kekuatan ekonomi yang hebat (Cameron 1997; Moenir 2010). Kekuatan ekonomi sendiri tidak dapat
ditegakkan tanpa adanya daya saing. Dengan demikian, daya saing menjadi sangat
-
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB