structur hukum akad rahn

Upload: okvianto-putra-budiman

Post on 08-Jul-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    1/32

    1EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    STRUKTUR HUKUM AKAD RAHN

    DI PEGADAIAN SYARIAH KUDUS

    Oleh : Ahmad Supriyadi*

    Abstrak

    Pembahasan tentang gadai syariah volumenya masih sangatlangka, hal ini wajar karena lembaga yang mengembangkangadai syariah juga sangat minim, misalnya Pegadaian SyariahKudus. Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomilahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-

    Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.Regulasi ini di respon oleh Dewan Syariah Nasional denganmengeluarkan fatwa Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentangRahn dan juga fatwa Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentangRahn Emas. Kegiatan gadai syariah ini merupakan sistemhukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi inididasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belumada dalam sistem hukum perdata di Indonesia misalnyaar-rahn. Karena Sistem ar-rahn  berasal dari sistem hukum

    Islam. Ketiadaan aturan ini menimbulkan ketidakpastianhukum dan akan banyak masalah yang terjadi. Sedangkanpenelitian tentang struktur hukum pegadaian syariah dalamperspektif hukum Islam dan Hukum positif belum banyakdan hanya beberapa orang misalnya Zainuddin Ali, AbdulGhofur Anshori dan Nur Aliyah. Penelitian ini merupakanpenelitian lapangan dengan pengambilan datanya melaluiobservasi dan quesioner. Untuk bisa menyelesaikan rumusanmasalah yang ada peneliti menggunakan pendekatansistem dengan pemahaman bahwa dalam pegadaian

    syariah itu operasionalnya menggunakan sistem tertentu

    *  Dosen STAIN Kudus dan Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana

    IAIN Walisongo Semarang

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    2/32

    2

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    dan pendekatan yang lain yaitu pendekatan normatif yangdigunakan untuk menganalisis praktik pegadaian syariahdari sisi norma. Struktur hukum dalam pegadaian syariah

    yang telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapatdi simpulkan. Bahwa struktur hukum perjanjian yang di buatoleh para pihak yaitu struktur hukum gadai pada perjanjiangadai. Struktur hukum gadai yang di lakukan di PegadaianSyariah Kudus memuat : suatu perbuatan hukum olehseseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain ataumurtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan

     berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukumperdata termasuk perjanjian bernama yang mempunyaisifat timbal balik, di satu sisi punya hak dan di sisi lain

    punya kewajiban secara timbal balik. Perjanjian demikianitu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir, karenaterbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan yangdi perjanjikan mengandung unsur ekonomi.

    Kata Kunci: Struktur Hukum, Akad Rahn, Pegadaian Syariah

    A. Latar Belakang Masalah.

    Islam telah mengatur pemeluknya dalam segala aspekkehidupan melalui syariah yang dituangkan dalam kaedah-kaedah

    dasar dan aturan-aturan. semua pemeluk Islam di wajibkan untuk

    mentaatinya ataupun mempraktikkan dalam praksis kehidupan.

    Sehingga sangat wajar bila interaksi antara sesama umat Islam yang

     berdasarkan syariah perlu mendapat kajian yang serius karena umat

    perlu panduan keilmuan supaya tidak salah berperilaku. Karena itu

    perlu pengkajian aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita

    sehari-hari, diantaranya yang berawal dari interaksi sosial dengansesama manusia, khususnya dalam hal ekonomi.

    Pinjam meminjam dalam ekonomi adalah sesuatu yang lazim

    di lakukan oleh para pelaku ekonomi. Walau demikian meminjam

    untuk menanggung kebutuhan hidup berupa makan dan minum

    dengan pinjaman yang terlalu besar, tidaklah di anjurkan oleh Islam.

    Sedangkan pinjaman yang berkaitan dengan harta untuk modal usaha

    sangat di anjurkan, dengan dasar bahwa uang yang di miliki oleh paraaghniya supaya mempunyai nilai manfaat yang lebih.

    Berdasarkan fenomena ini pemerintah merasa prihatin karena

    kelemahan orang menjadi lahan yang enak bagi para pemilik modal.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    3/32

    3

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    Karena itulah pemerintah mendirikan lembaga formal tentang

    pegadaian. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembaga

     bank dan lembaga nonbank. Lembaga nonbank inilah pemerintah

    telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan umum(perum) yang melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian

    yang menawarkan pinjaman yang lebih mudah, proses yang jauh lebih

    singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah

    masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana. Hal ini kegiatan bagi

    masyarakat yang beragama non Islam. padahal Indonesia berpenduduk

    sebagian besar beragama Islam.

    Perum Pegadaian melihat masyarakat Indonesia yang sebagian

     besar beragama Islam, maka ia meluncurkan sebuah produk gadai yang

     berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat

     beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan, produk

    yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah.

    Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha

    di Indonesia yang secara resmi mempunyai in untuk melaksanakan

    kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk

    penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai sepertidimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150.

    Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat

    atas dasar hukum gadai (Heri Sudarsono, 2004:156). Undang-undang

    ini di atur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun

    2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.

    Kegiatan Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi yang

     baru lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo.

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon oleh

    Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor 25/

    DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/DSN-MUI/

    III/2002 tentang Rahn Emas.

    Kegiatan gadai syariah yang baru ini melahirkan sistem hukum

     baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan

    pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem

    hukum di Indonesia misalnya ar-rahn. Sistem ar-rahn  berasal dari

    sistem hukum Islam yang di tulis dalam kitab-kitab qih baik klasik

    maupun kontemporer yang kemudian di implementasikan oleh

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    4/32

    4

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    masyarakat Indonesi. Implementasinya memunculkan masalah baru

    di dalam hukum positip yaitu adanya dualisme sistem yaitu pegadaian

    konvensional yang pengaturannya mengacu pada hukum positip

    murni dan pegadaian syariah yang mengacu pada hukum Islam.

    Pegadaian syariah secara yuridis belumlah mempunyai dasar

    hukum yang kuat bila dilihat dari sisi hukum positip, karena belum

    adanya UU yang mengaturnya. Hal ini menimbulkan ketidak pastian

    hukum tentang pegadaian syariah, lebih-lebih bila ada perbuatan

    hukum yang bermasalah dan pasti akan ditanyakan bagaimana

    hukumnya?

    Walaupun saat ini belum pernah di dengar adanya suatumasalah hukum menyangkut pegadaian syariah, tapi di kemudian hari

    akan ada suatu wanprestasi di dalam implementasi produk-produk

    pegadaian syariah. Karena itu semua akan membutuhkan hukum.

    Di sisi lain masyarakat yang belum paham tentang syariah

    selalu bertanya apa dan bagaimana pegadaian syariah serta

     bagaimana operasionalnya? Tapi mereka juga ada kecurigaan

    tentang produk-produk yang di keluarkan oleh pegadaian syariah.

    Misalnya mempertanyakan apa bedanya pegadaian syariah dengankonvensional.

    Hal diatas menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat

    terhadap pegadaian syariah. Akibat yang di timbulkan adalah mereka

    kurang menyukai pegadaian syariah. Padahal umat Islam di Indonesia

    adalah penduduk mayoritas yang berinteraksi ekonomi secara

    syariah.

    B. Rumusan Masalah

    Akad rahn di Pegadaian Syariah Kudus merupakan perbuatan

    hukum yang tidak memiliki kepastian hukum dan dibutuhkan suatu

    pencarian kebenaran struktur hukumnya, sehingga dapat diambil

    rumusan masalah yaitu:

    Bagaimana struktur hukum akad rahn di Pegadaian Syariah

    Kudus dari perspektif hukum positif dan hukum Islam?

    C. Metode Penelitian

    Penelitian yang berjudul struktur hukum pegadaian syariah

    dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif (suatu tinjauan

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    5/32

    5

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    yuridis normatif terhadap praktek pegadaian syariah di Kudus) adalah

    Penelitian mengenai praktik dan sistem hukum di Pegadaian syariah

    yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

    Untuk menyelesaikan rumusan masalah, peneliti menggunakan

    pendekatan sistem dengan tujuan mendapatkan sistem yang saling

     berhubungan antara satu produk dengan produk lain di Pegadaian

    Syariah dan juga dengan pendekatan yuridis normatif untuk

    menemukan gambaran yang komprehensip mengenai struktur hukum

    yang ada dalam praktik Pegadaian Syariah.

    Obyek penelitian ini adalah praktik produk-produk Pegadaian

    Syariah dan subyeknya adalah seluruh pegawai atau karyawan diPegadaian Syariah Kudus dan para nasabahnya.

    Data yang diperoleh berupa data primer yang dikumpulkan

    dengan metode wawancara dan observasi. Wawancara untuk menggali

    data, dilakukan kepada manajer dan para nasabah di Pegadaian

    Syariah, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan

    yuridis normatif.

    Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengelompokan

    data dan memberi kode-kode tertentu kemudian dilakukanpengolahan data secara kualitatif melalui tahapan seleksi, klasikasi

    dan kategorisasi berdasarkan kelompok masalah, kemudian dilakukan

    analisa dengan pendekatan yuridis dan normatif. Dalam proses

    analisa data ini setidaknya peneliti akan menggunakan beberapa

    tahap: dimulai dengan analisa deskriptif yang memungkinkan

    peneliti menguraikan hasil penelitian apa adanya, lalu dilanjutkan

    dengan analisa hermeneutic  yaitu memberikan makna-makna yang

    ditemukan dalam hubungannya dengan aktivitas. Selanjutnya analisa

    dan kesimpulan yang logis, utuh, terpadu dan bisa dimengerti dengan

    menggunakan metode induktif.

    Laporan hasil penelitan ini berupa data sekunder dan data

    primer yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif kemudian

    disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu laporan yang memberikan

    gambaran secara menyeluruh dan sistematis.

    D. Telaah Pustaka

    Telaah pustakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman

    yang utuh terhadap implementasi rahn menurut hukum Islam, dimana

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    6/32

    6

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    rahn itu merupakan term yang diadopsi dari hukum Islam, kemudian

    di implementasikan di Indonesia.

    Pengertian Pegadaian SyariahKegiatan pegadaian syariah merupakan bagian obyek kajian

    dari ekonomi syariah. Kegiatan ini di zaman Rarulullah  telah di

    praktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam sejarah

    nabi pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besinya

    kepada orang Yahudi.

    Walaupun kegiatan ini sudah lama ada, namun karena kurang

    di gali oleh para ilmuan, sehingga kesulitan untuk mendenisikannya

    dalam Bahasa Indonesia. Bahkan kegiatan ini dalam term qih sering

    ada tapi untuk mempraktikkan belum bisa memasyarakat seperti

    sekarang ini.

    Pemahaman tentang pegadaian syariah dapat di lihat dari dua

    sisi, yaitu dari sisi pegadaian syariah sebagai lembaga perum dan juga

    pegadaian syariah dari sisi komersial atau menjalankan produk-produk

    yang di keluarkan oleh lembaga tersebut. Karena itu pembahasan ini

    nanti pada bab-bab berikutnya akan mengacu pada dua hal itu yaitupada lembaga dan pada sisi komersial.

    Pegadaian syariah di terjemahkan dari kata ar-rahn  dalam

    kitab-kitab qih (pemikiran hukum Islam) seperti dalam bidayah al-

    mujtahid.  Ar-Rahn  artinya secara terminologi adalah jaminan hutang

    atau gadai (Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998:996), begitu

     juga dalam kamus Hans Wehr (1980:363) bahwa ar-rahn  is deposit as

    security. Atas dasar dua pengertian secara terminologi itu dapat di

    simpulkan bahwa ar-rahn adalah pegadaian atau jaminan hutang. Ar-Rahn  pengertian secara bahasa artinya “tetap”, “berlangsung”, dan

    “menahan” (Wahbah Zuhaili, 2002:4202).

    Adapun pengertian ar-rahn  yang dimaksud adalah menahan

    harta yang dimiliki oleh peminjam uang sebagai jaminan atas pinjaman

    yang diterimanya  د وثقة    اش جل   Barang yang dadikan jaminan

    tersebut haruslah punya nilai jual atau yang memiliki nilai ekonomis,

    sehingga pihak yang menahan barang memperoleh kepastian jaminan

     bahwa peminjam akan melunasi pinjamannya dan bila tidak dapat

    melunasinya pihak penerima gadai dapat menjual barang jaminan

    sebagai pembayaran atas piutang nasabah (Sayyid Sabiq,1987:169).

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    7/32

    7

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    Karena itu gadai syariah perlu di cermati unsur-unsur yang

    ada dalam setiap kegiatannya. Menurut penulis bahwa gadai itu ada

    karena adanya suatu hubungan antara satu orang atau lebih dengan

    seorang atau lebih dalam lingkup menjadikan barang sebagai jaminanatas pembiayaan yang diberikan oleh murtahin. Dikatakan satu orang

     bila yang bertemu hanya pihak rahin dan murtahin saja. Tapi bila

     barang yang di gadaikan (marhun) itu milik saudaranya, maka pihak

    yang bertemu tidak hanya dua orang tetapi tiga orang. Hubungan

    antara mereka tidak hanya sekedar hubungan tetapi merupakan

    hubungan hukum, karena hubungan yang di lakukan oleh para pihak

    akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan hubungan hukum yang

    dimaksud adalah melakukan kesepakatan bahwa pihak rahin sepakat

    menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar

     biaya perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi

    sedangkan murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang.

    Atas keterangan tersebut menurut penulis bahwa gadai syariah

    adalah hubungan hukum antara satu orang atau lebih dengan seorang

    atau lebih dengan kata sepakat untuk mengikatkan dirinya bahwa

    di satu pihak (rahin) bersedia menyerahkan barang untuk ditahanoleh murtahin dan membayar biaya perawatan dan sewa tempat

    penyimpanan serta asuransi sedangkan murtahin sepakat untuk

    memberikan pinjaman uang tertentu sebesar nilai taksir.

      Pengertian tersebut perlu juga memperhatikan pengertian-

    pengertian yang di uraikan oleh para ahli hukum Islam antara lain :

    Rahn  menurut Ahmad Azhar Basyir (1983:50) perjanjian

    menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Karena itu

    perbuatan yang dilakukan adalah menjadikan sesuatu benda bernilaimenurut pandangan syariah sebagai tanggungan utang.

    Rahn menurut Sulaiman Rasjid (1976:295) adalah menjadikan

    suatu barang sebagai jaminan dalam utang piutang untuk memberikan

    kepercayaan dan keyakinan bahwa hutang itu akan ia bayar, dan bila

    ia tidak bisa membayar, barang tersebut bisa di jual oleh pemberi

    hutang.

    Menurut pemahaman Fadly “rahn”   berarti pemenjaraan.Misalnya perkataan mereka (orang Arab), “rahanasy syai-a”  artinya

    apabila sesuatu itu terus menerus dan menetap. Allah berrman:“Tiap-

    tiap diri bertanggung jawab atas perbuatannya.” (QS Al-Muddatsir: 38).

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    8/32

    8

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    Adapun menurut istilah syara’ , kata rahn ialah memperlakukan harta

    sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam, supaya dianggap sebagai

    pembayaran manakala yang berhutang tidak sanggup melunasi

    hutangnya. (Fathul Bari V: 140 dan Manarus Sabil I: 351).

    Atas dasar pengertian-pengertian di atas perlu di ambil satu

    pemahaman sebagai patokan dalam pengertian gadai syariah yang

    mencakup unsur-unsur antara lain :

    (a) Ada syarat subyek yaitu : orang yang menggadaikan (rahin) dan

    orang yang menerima gadai (murtahin) keduanya ada syarat-

    syarat tertentu :

    1. Telah dewasa menurut hukum

    2. Berakal

    3. Mampu atau cakap berbuat hukum

    (b) Ada syarat obyek yaitu : barang yang dapat di gadaikan (marhun)

    dengan syarat-syarat tertentu antara lain:

    1. Benda yang mengandung nilai ekonomis

    2. Dapat di perjual belikan dan tidak melanggar undang-

    undang.

    3. Barang milik rahin4. Benda bergerak

    (c) Adanya kata sepakat (sighot) yaitu : kata sepakat setelah negosiasi

    antara rahin dan murtahin yang kemudian di implementasikan

    dalam perjanjian.

    E. Hasil Penelitian

    1. Struktur Hukum Akad Rahn di PERUM Pegadaian Syariah

    Kudus.PERUM Pegadaian Syariah memiliki beberapa produk gadai

    yang telah di operasionalkan sejak adanya unit syariah hingga

    sekarang. Produk-produk itu antara lain:

    1.1. Produk Ar-Rahn (Gadai Syariah)

    a. Gadai Syariah Kudus

    Gadai syariah di Pegadaian Syariah adalah merupakan

    skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhikebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai yang

    sesuai dengan syariah dengan cara menyerahkan agunan

     berupa emas perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    9/32

    9

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

     bermotor (Sumber: liet Pegadaian Syariah). Atas dasar liet

    peneliti memberikan denisi yang spesik bahwa rahn adalah

    hubungan hukum yang dilakukan oleh rahin dan marhun untuk

    memberikan pinjaman berupa uang dari marhun sedangkanrahin menyerahkan sesuatu barang bergerak sebagai jaminan

    atas kemampuannya mengembalikan uang, dan membayar

     biaya sewa tempat dan pemeliharaan.

    Berdasarkan liet produk gadai syariah ini mempunyai

     beberapa keuntungan antara lain:

    a) Meningkatkan daya guna barang bergerak karena barang

    yang di gadaikan berupa motor, cukup di gadaikan BPKB-

    nya. Sehingga motor masih dapat di pakai oleh rahin  dan

    dapat menghasilkan keuntungan.

     b) Prosedur pengajuan dan syarat-syarat untuk mendapatkan

    pinjaman uang sangat mudah dan cepat

    c) Barang di taksir secara valid dan cermat sehingga nilai

    taksiran bisa optimal

    d) Jangka waktu pinjaman eksibel tidak di batasi, bebas

    menentukan pilihan pembayaran

    e) Barang gadai di jamin aman dan di asuransikan

    f) Sumber dana dan akad sesuai dengan syariah

    b. Tahap-Tahap Pelaksanaan gadai syariah

    Adapun untuk mendapatkan pinjaman dengan skim

    gadai syariah ini ada beberapa tahapan yang di lalui :

    a) Tahap Pengajuan

    Pada tahap ini seorang nasabah apabila inginmendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah ia harus

    datang dengan memenuhi beberapa persyaratan :

    1. Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya;

    2. Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berharga

    misalnya berupa emas, berlian, elektronik, dan kendaraan

     bermotor;

    3. Untuk kendaraan bermotor, cukup menyerahkan

    dokumen kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNKsebagai pelengkap jaminan;

    4. Mengisi formulir permintaan pinjaman;

    5. Menandatangani akad

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    10/32

    10

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah

    membawa barang jaminan disertai photo copy identitas

    ke loket penaksiran barang jaminan. Barang akan ditaksir

    oleh penaksir, kemudian akan memperoleh pinjaman uangmaksimal 90% dari nilai taksiran.

    Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang

    dilakukan sebagai berikut:

    b) Tahap Perjanjian

    Pada tahap perjanjian, pihak rahin  harus datang

    sendiri dan melakukan negosiasi terlebih dahulu atas

    perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bilapihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak

     jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah

    sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung

    menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di

    gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad roh 

    atau Fee Based marhun yang bisa di sebut arah yakni rahin 

    dimintai imbalan sewa tempat, ujroh pemeliharaan marhun

    dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan.Apa yang diperjanjikan?

    Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian gadai

    syariah adalah :

    (a) Judul perjanjian yaitu akad rahn.

    (b) Hari dan tanggal serta tahun akad

    (c) Kedudukan para pihak yaitu (1) kantor cabang pegadaian

    syariah yang diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih ,

    dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama sertakepentingan CPS, disebut sebagai pihak pertama. (2)

    rahin atau pemberi gadai adalah orang yang nama dan

    alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini.

    (d) Hal-hal yang diperjanjikan dalam gadai syariah antara

    lain : (1) rahn  dengan ini mengakui telah menerima

    pinjaman dari murtahin sebesar nilai pinjaman dan

    dengan jangka waktu pinjaman sebagaimana tercantum

    dalam surat buku rahn. (2) Murtahin dengan inimengakui telah menerima barang milik rahn yang

    digadaikan kepada murtahin, dan karenanya murtahin

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    11/32

    11

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

     berkewajiban mengembalikannya pada saat rahin telah

    melunasi pinjaman dan kewajiban-kewajiban lainnya. (3)

    Atas transaksi rahn tersebut diatas, rahn dikenakan biaya

    administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4)Apabila jangka waktu akad telah jatuh tempo, dan rahin

    tidak melunasi kewajiban-kewajibannya, serta tidak

    memperpanjang akad, maka rahin dengan ini menyetujui

    dan atau memberikan kuasa penuh yang tidak dapat

    ditarik kembali untuk melakukan penjualan atau lelang

    marhun yang berada dalam kekuasaan murtahin guna

    pelunasan pembayaran kewajiban-kewajiban tersebut.

    Dalam hal hasil penjualan atau lelang marhun tidak

    mencukupi untuk melunasi kewajiban-kewajiban rahin,

    maka rahin wajib membayar sisa kewajibannya kepada

    murtahin sejumlah kekurangannya. (5) Bilamana terdapat

    kelebihan hasil penjualan marhun, maka rahin berhak

    menerima kelebihan tersebut, dan jika dalam jangka

    satu tahun sejak dilaksanakan penjualan marhun, rahin

    tidak mengambil kelebihan tersebut, maka dengan ini

    rahin menyetujui untuk menyalurkan kelebihan tersebut

    sebagai shodaqah yang pelaksanaannya diserahkan

    kepada murtahin. (6) Apabila marhun tersebut tidak laku

    dual, maka rahin menyetujui pembelian marhun tersebut

    oleh murtahin minimal sebesar harga taksiran marhun.

    (7) segala sengketa yang timbul yang ada hubungannya

    dengan akad ini yang tidak dapat diselesaikan secara

    damai, maka akan diselesaikan melaui Badan ArbitraseSyariah Nasional (BASYARNAS) adalah bersifat nal

    dan mengikat.

    (e) Membubuhkan tandatangan menunjukkan persetujuan

    akad rahn.

      Selain akad rahn, ada pula akad aroh yang tujuannya

    adalah untuk memperjanjikan biaya-biaya yang berkaitan

    dengan rahn. Adapun perjanjian arah setelah akad rahn

    isinya adalah sebagai berikut :1. Berisi judul akad yaitu akad arah

    2. Hari dan tanggal serta tahun akad

    3. Keterangan tentang kedudukan para pihak : (1)

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    12/32

    12

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    Kantor Cabang Pegadaian Syariah sebagaimana

    tersebut dalam surat bukti rahn ini yang dalam hal

    ini diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih dan

    oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama sertakepentingan CPS untuk selanjutnya disebut sebagai

     Mu’ajjir. (2)  Musta’jir  adalah orang yang nama dan

    alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini.

    4. Pengakuan adanya akad rahn sebelumnya yang isinya

    : (1) bahwa musta’jir sebelumnya telah mengadakan

    perjanjian dengan muajjir  sebagaimana tercantum

    dalam akad rahn yang juga tercantum di dalam surat

     bukti rahn ini, dimana musta’jir  bertindak sebagai

    rahin dan muajjir bertindak sebagai murtahin dan

    oleh karenanya akad rahn tersebut merupakan bagian

    yang tidak terpisahkan dengan akad ini. (2) bahwa

    atas marhun berdasarkan akad diatas musta’jir setuju

    dikenakan arah.

    5. Kesepakatan tentang akad arah, yang isinya adalah

    : (1) para pihak sepakat dengan tarif arah sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku, untuk jangka

    waktu per-sepuluh hari kalender dengan ketentuan

    penggunaan ma’jur selama satu hari tetap dikenakan

    arah sebesar arah per-sepuluh hari. (2) Jumlah

    keseluruhan arah tersebut wajib di bayar sekaligus

    oleh musta’jir kepada mu’ajjir diakhir jangka waktu

    akad rahn atau bersamaan dengan dilunasinya

    pinjaman. (3) apabila dalam penyimpanan marhunterjadi hal-hal di luar kemampuan musta’jir sehingga

    menyebabkan marhun hilang/rusak tak dapat dipakai

    maka akan diberikan ganti rugi sesuai ketentuan yang

     berlaku di PERUM Pegadaian. Atas pembayaran

    ganti rugi ini musta’jir  setuju dikenakan potongan

    sebesar marhun bih + arah sampai dengan tanggal

    ganti rugi, sedangkan perhitungan arah dihitung

    sampai dengan tanggal penebusan / ganti rugi.

    Simulasi perhitungan gadai syariah berdasarkan

    akad ujroh ( fee based marhun) :

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    13/32

    13

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    Biaya yang di perhitungkan dalam membayar

    upah meliputi sewa pemakaian tempat, pemeliharaan

    marhun dan asuransi marhun. Maka perhitungan yang

    di lakukan adalah:

    Ijarah = Taksiran barang x Tarif (Rp.) x Jangka waktu

      10.000,- Hari

      Misalnya : nasabah memiliki 1 keping Logam Mulia

    seberat 25 gram dengan kadar 99,99% asumsi harta

    per gram emas 99,99%= Rp. 300.000,- maka cara

    menghitungnya adalah sebagai berikut:

    • Taksiran =25 gr. x Rp. 300.000,- = Rp. 7.500.000,-• Uang Pinjaman =90%xRp.7.500.000,- = Rp. 6.750.000,-

    • Ijaroh /10 hari = 7.500.000,- x 80 x 10 = Rp. 60.000,-

      Rp.10.000,- 10

    • Biaya Administrasi = Rp. 25.000,-

     Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 26 hari,

    aroh ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x 3 maka

     besar aroh adalah Rp. 180.000,- (Rp. 60.000,- x 3) aroh di bayar pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang

    dengan akad baru.

    Di Pegadaian Syariah, tarif yang biasa di kenakan

    pada nasabah dapat di lihat dalam gambar berikut ini (Daar

    Tabel dari Pegadaian Syariah) :Tarif Ijarah dan Biaya Administrasi Gadai Syariah (Rahn)

    c) Tahap Realisasi PerjanjianPada tahap realisasi akad yang telah di sepakati

     bersama dan telah di tandatangani oleh kedua belah

    Golongan

    UP Min UPMax Pembulatan UP

    PembulatanIjarah

    Tarif Ijarah

    Periode BiayaBiaya

     Administrasi

    Ket.

     

    Penghitungan Ijarah

     Administr asi Gadai

    SuratHilang

    Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.

     A 20,000 150,000 1,000 100 80 Per 10 hari 1,000 1,000

    B 151,000 500,000 1,000 100 80 Per 10 hari 5,000 2,000

    C 501,000 1,000,000 1,000 100 80 Per 10 hari 8,000 3,000

    D 1,005,000 5,000,000 5,000 100 80 Per 10 hari 16,000 4,000

    E 5,010,000 10,000,000 10,000 100 80 Per 10 hari 25,000 4,000

    F 10,050,000 20,000,000 50,000 100 80 Per 10 hari 40,000 4,000

    G 20,100,000 50,000,000 100,000 100 80 Per 10 hari 50,000 4,000

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    14/32

    14

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    pihak, maka tahap selanjutnya adalah realisasi penyerahan

    pinjaman kepada rahin.

    d) Tahap Akhir Gadai

    Pada tahap akhir gadai, yang di kerjakan adalah

    sebelum berakhirnya gadai, pihak murtahin  (Pegadaian

    Syariah) memberikan informasi kepada rahin bahwa

    pinjaman akan berakhir. Setelah di sampaikan maka rahin

    akan membayar sejumlah uang yang di pinjam dan biaya-

     biaya penyimpanan selama gadai. Dalam hal ini proses

    pelunasan bisa dilakukan kapan saja sebelum jangka

    waktunya, baik dengan cara sekaligus ataupun di angsur.Namun apabila pihak rahin tidak mampu membayar sebesar

    uang pinjamannya di tambah biaya sewa tersebut, maka

     barang di lelang oleh Pegadaian Syariah untuk membayar,

    sedangkan bila ada sisanya uang akan di kembalikan kepada

    rahin, tapi bila uangnya kurang untuk menutupi pinjaman

    dan biayanya maka pihak rahin di minta untuk membayar

    kekurangannya. Tapi pada kenyataan bahwa rahin  sering

    tidak membayar kekurangan dari uang pinjamannya.e) Realisasi Pelelangan Barang Gadai

    Pelelangan barang gadai di sebabkan karena pihak

    rahin tidak mampu membayar seluruh hutangnya beserta

     biaya-biaya yang harus di tanggungnya. Karena itu pihak

    murtahin diperbolehkan untuk menjual atau melelang barang

    yang telah di gadaikan kepada murtahin. Adapun meknisme

    penjualannya adalah sebagai berikut:

    (a) Pihak rahin mewakilkan kepada murtahin  untuk

    menjualkan barang yang digadaikan;

    (b) Pihak murtahin  akan menginformasikan secara umum

    melalui pengumuman bahwa akan diadakan lelang pada

    tanggal tertentu.

    (c) Pihak murtahin melaksanakan lelang yang sesuai dengan

    prosedur.

    Salah satu cara pelelangan barang gadai di pegadaiansyariah adalah (Zainuddin Ali,2008:51):

    (1). Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat

    pelelangan dengan margin 2% untuk pembeli.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    15/32

    15

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    (2). Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang

    tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan

    kerugian bagi rahin. Karena itu, pihak pegadaian

    melakukan pelelangan terbatas, yaitu hanya memilih beberapa pembeli.

    (3). Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan

    1% dari harga jual, biaya perwatan dan penyimpanan

     barang dan sisanya dikembalikan kepada rahin.

    (4). Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun, akan

    diserahkan oleh pihak pegadaian kepada baitul maal.

    2. Analisis Yuridis Dan Normatif Praktik Rahn di PERUMPegadaian Syariah Kudus

    2.1. Analisis Hukum Positip Terhadap Praktik Gadai di PERUM

    Pegadaian Syariah Kudus

    Analisis ini didasarkan pada hukum perdata yang ada di

    Indonesia dan merujuk pada KUH Perdata dengan meninggalkan

     beberap prinsip yang tidak sesuai dengan hukum Islam misalnya

    tentang riba, ataupun hal-hal lain yang tidak sesuai dengan hukumIslam.

    Pada asasnya bahwa hutang itu harus di bayar. Setiap orang

    yang mempunyai hutang ia mempunyai kewajiban untuk membayar

    sebesar hutang uang yang dipinjam. Tetapi bila sesorang bisa

    meminjam uang dengan pembayarannya di tangguhkan maka ia harus

    memberikan jaminan atas kemampuannya untuk membayar. Karena

    itu gadai pada prinsip adalah memberikan jaminan bahwa seseorang

     bisa membayar hutangnya.Gadai dalam Islam di sebut rahn  tapi dalam Kitab Undang-

    Undang Hukum Perdata Pasal 1150 juga telah ada yang memberikan

    pengertian bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang

     berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya

    oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan memberikan

    kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari

     barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya,

    dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya

    yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu

    di gadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (J. Satrio,1996:97).

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    16/32

    16

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    Dalam perjanjian tersebut telah di uraikan tentang para pihak

    atau disebut subyek perjanjian. Subyek perjanjian diatas ada dua

    yaitu rahin dan murtahin dan ini telah di atur dalam Pasal 1150 KUH

    Perdata.

    Di dalam perjanjian yang di perjanjikan adalah barang yang di

    gadaikan bahwa barang yang digadaikan yaitu berupak cicin. Barang

    tersebut adalah termasuk benda bergerak sebagaimana di atur dalam

    Pasal 1150 jo 1152 KUH Perdata. Karena itu barang gadai bisa benda

     bergerak dan bisa juga surat berharga.

    Tentang penyerahan barang gadai diletakkan dengan membawa

     benda gadai di bawah kekuasaan kreditur atau di bawah kekuasaanpihak ketiga sebagaimana pasal 1152. Penyerahan barang gadai di

    Pegadaian Syariah telah memenuhi pasal tersebut yang faktanya si

    rahin menyerahkan marhun bih kepada murtahin.

    Perjanjian gadai menurut ilmu hukum, termasuk perjanjian riil

    dan sifatnya konsensuil. Dikatakan riil karena benda yang dadikan

     jaminan benar-benar diserahkan kepada murtahin dan dikatakan

    konsensui, bahwa perjanjian ini lahir karena ada kata sepakat dari para

    pihak.2.1.1. Perumusan Gadai

    Perumusan tentang gadai sebagaimana dalam Pasal 1150 KUH

    Perdata telah menjadikan suatu ikatan hukum yang di akibatkan dari

    perjanjian gadai bahwa seseorang yang mendapatkan utang dengan

    menjaminkan barang berupa barang bergerak dan akan di bayar di

    kemudian hari. Kata ”gadai” disini memiliki dua arti yaitu sebagai

     benda gadai dan juga hak gadai.2.1.2.Para Pihak dalam Gadai

    Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai adalah raahin

    (pemberi gadai) dan murtahin (penerima jaminan).

    2.1.3. Barang yang di Gadaikan

    2.1.4. Penyerahan Barang Gadai

    2.2. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Rahn di PERUM

    Pegadaian Syariah kudus

    PERUM Pegadaian Syariah telah mengeluarkan beberapa

    produk jasa antara lain : gadai syariah, jual beli emas logam mulia

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    17/32

    17

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    (produk mulia) dan arrum. Dari tiga produk tersebut ada praktik

    produk pegadaian syariah yang hampir sama yaitu arrum dengan gadai

    syariah. Jasa-jasa tersebut telah didipraktikkan sebagaimana perjanjian

    yang didiskripsikan di atas yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.Secara umum perjanjian yang di gunakan dalam operasional jasa-jasa

    tersebut adalah akad rahn , akad arah dan akad jual beli murabahah.

    a. Gadai Syariah

    Gadai syariah atau rahn  telah di perbolehkan oleh al-

    Qur’an dan as-Sunnah untuk bermuamalah berdasarkan gadai.

    Dasarnya adalah :

     

    ڀ

     

    ڀ

     

    ڀڀ

     

    پ

     

    پ

     

    پ

     

    پ

     

    ٻ

     

    ٻ

     

    ٹ

     

    ٹٹ

     

    ٿ

     

    ٿ

     

    ٿ

     

    ٿ

     

    ٺ

     

    ٺ

     

    ٺ

     

    ٺ

     

    ڄ

     

    ڦڦ

     

    ڦ

     

    ڦ

     

    ڤ

     

    ڤ

     

    ڤڤ

     

    ٹ

     ڄ   ڄ ڄ

    Dan jika kamu dalam perjalanan (safar) dan kamu tidak dapati penulis,

    maka hendaklah ada jaminan (borg sebagai barang gadaian) yang kamu pegangi. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, makahendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (hutangnya)dan hendaklah ia takut kepada allah Tuhannya (Qs. Al-Baqarah, 283)

    Sedangkan akad yang telah terjadi di Pegadaian Syariah

    telah di atur mulai dari nama akad, subyek dan obyek akad,

    para pihak dalam akad bahkan sampai pada penyelesaian

    akad. Hal ini bila merujuk pada norma-norma yang ada dalam

    qih muamalah menurut Khalid Samhudi, bahwa akad rahn harus mempunyai empat rukun antara lain (internet september

    11,2007) :

    (a) Al Rahn atau Al Marhuun (barang yang digadaikan)

    (b) Al Marhun bih (hutang)

    (c) Shighat

    (d) Dua pihak yang bertransaksi yaitu Raahin  (orang yang

    menggadaikan) dan Murtahin (pemberi hutang).

    Sedangkan dalam referensi lain menyebutkan bahwa

    rukun rahn itu terdiri dari (Mahsin Hj. Mansor,1992:68):

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    18/32

    18

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    (a) Al-rahin  adalah orang yang menggadaikan barang untuk

    mendapatkan pinjaman uang;

    (b) Al-murtahin  adalah orang penerima gadai karena ia

    memberikan pinjaman uang;(c) Al-marhun adalah barang yang dadikan jaminan hutang;

    (d) Sighat adalah ab dan qabul.

    Para pihak yang bertransaksi bisa juga tidak hanya dua

    pihak tetapi bisa tiga pihak yaitu : pihak raahin, pihak murtahin

    dan pihak ketiga yang menjamin atas hutang-hutang raahin.

    Hal ini bisa terjadi pada saat barang yang di gadaikan itu milik

    orang lain, atau barang itu telah di jual kepada pihak ke-tiga.Pihak ke-tiga tersebut di sebut juga pemberi gadai atau

    raahin hanya saja tanggung jawabnya hanya terbatas sebesar

     benda gadai yang ia berikan, sedangkan lebih dari itu tetap

    menjadi tanggungan debitur raahin sendiri. Pihak ketiga

    pemberi gadai tidak mempunyai hutang tetapi secara yuridis ia

    mempunyai tanggungjawab dengan benda gadaiannya.

    Bila menganalisis perjanjian yang di buat oleh para

    pihak, keempat rukun yang di butuhkan oleh perjanjian rahntelah terpenuhi. Bahkan yang di perjanjikan tidak hanya itu saja,

    ada hal-hal lain yang di perjanjikan berkaitan dengan al-rahin 

    antara lain :

    a. Harus membayar uang pemeliharaan dan keamanan;

     b. Membayar biaya administrasi;

    c. Membayar asuransi;

    d. Membayar denda bila telat dalam pelunasan hutang;

    e. Menjual barang yang di gadaikan bila tidak mampu melunasihutangnya.

    Sedangkan penerima gadai juga ada perjanjian yang

    kedua belah sepakati antara lain:

    (a) Wajib memelihara barang dan mengamankan dari segala

    kerusakan;

    (b) Akan mengganti barang apabila karena kelalaian petugas

    gadai untuk mengamankan dan memelihara barang gadai;(c) Menyerahkan barang gadai bila rahin telah melunasi

    pinjamannya.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    19/32

    19

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    Berdasarkan penjelasan dalam qih muamalah, akad yang

    dibuat oleh para pihak di Pegadaian Syariah telah memenuhi

    rukun yang tercantum dalam akad gadai syariah tersebut.

    Sedangkan syarat rahn dalam qih muamalah menurutKhalid Samhudi adalah sebagai berikut (internet september

    11,2007) :

    (1) Syarat yang berhubungan dengan transaktor (orang yang

     bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya

    adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu

     baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur).

    (2) Syarat yang berhubungan dengan Marhun bih (barang gadai)

    ada dua:

    (a) Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat

    menutupi hutangnya baik barang atau nilainya ketika

    tidak mampu melunasinya.

    (b) Barang gadai tersebut adalah milik orang yang

    manggadaikannya atau yang diizinkan baginya untuk

    menjadikannya sebagai jaminan gadai.

    (c) Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis

    dan sifatnya, karena Al rahn adalah transaksi atau harta

    sehingga disyaratkan hal ini.

    (3) Syarat berhubungan dengan Al Marhun bihi (hutang) adalah

    hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.

    Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah adalah

    Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002

    tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan

    menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentukrahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

    a. Ketentuan Umum :

    1. Murtahin  (penerima barang) mempunya hak untuk

    menahan  Marhun  (barang) sampai semua utang rahin

    (yang menyerahkan barang) dilunasi.

    2.  Marhun  dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin.

    Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh

    murtahin kecuali seizin Rahin , dengan tidak menguranginilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti

     biaya pemeliharaan perawatannya.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    20/32

    20

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya

    menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga

    oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan

    penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak

     boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

    5. Penjualan marhun

    (a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan

    rahin untuk segera melunasi utangnya.

    (b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka

    marhun dual paksa/dieksekusi.

    (c) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi

    hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang

     belum dibayar serta biaya penjualan.

    (d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan

    kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

     b. Ketentuan Penutup

    (a) Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan

    kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara

    kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan

    melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai

    kesepakatan melalui musyawarah.

    (a) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan

    ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan

    diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

    Perjanjian yang di bahas selain syarat dan rukun ada juga

    tentang pembiayaan terhadap pemeliharaan dan perawatan barang gadai. Menurut Khalid Samhudi Ada beberapa ketentuan

    dalam gadai setelah terjadinya serah terima yang berhubungan

    dengan pembiayaan (pemeliharaan), pertumbuhan barang

    gadai dan pemanfaatan serta jaminan pertanggung jawaban bila

    rusak atau hilang, diantaranya:

    (a) Pemegang barang gadai

    Pemegang barang gadai adalah murtahin selama

    perjanjian belum berakhir.sebagaimana rman Allah:

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    21/32

    21

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

     

    ضة ق

     

    فن

     

    كت

     

    تدوا

     

    م و

     

    س

     

    عى

     

    م ك

     

    ن و

     Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang

    kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barangtanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).(QS. 2:283) dan sabdabeliau:

     

     

    كن

     

    ذا

     

    شب

     

    ر

    اد

     

    و

     

     

    كن

     

    ذا

     

    ك

     

    اظ

     

    ه ق

     

    شب و

     

    ك

     

    ي

    ا

     

    وعى

    Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan)diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya

    dan yang minum memberi naahnya. (Hadits Shohih riwayat AlTirmidzi).

    (b) Pembiayaan pemeliharaan dan pemanfaatan barang gadai

    Pada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan

    manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yang

    menggadaikan (Raahin) dan Murtahin tidak boleh mengambil

    manfaat barang gadaian tersebut kecuali bila barang tersebut

     berupa kendaraan atau hewan yang diambil air susunya,maka boleh menggunakan dan mengambil air susunya

    apabila ia memberikan naah (dalam pemeliharaan barang

    tersebut). Pemanfaatannya tentunya sesuai dengan besarnya

    naah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Hal

    ini di dasarkan sabda Rasululloh SAW :

     

     

    كن

     

    ذا

     

    شب

     

    ر

    اد

     

    و

     

     

    كن

     

    ذا

     

    ك

     

    اظ

     

    ه ق

     

    شب و

     

    ك

     

    اي

     

    (Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewanوعىdiminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainyadan yang minum memberi naahnya. (Hadits Shohih riwayat AlTirmidzi).

    Penulis kitab  Al Fiqh Al Muyassar  menyatakan:

    Manfaat dan pertumbuhan barang gadai adalah hak pihak

    penggadai, karena itu adalah miliknya. Tidak boleh orang

    lain mengambilnya tanpa seizinnya. Bila ia mengizinkanmurtahin (pemberi hutang) untuk mengambil manfaat

     barang gadainya tanpa imbalan dan hutang gadainya

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    22/32

    22

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    dihasilkan dari peminjaman maka tidak boleh, karena itu

    adalah peminjaman hutang yang menghasilkan manfaat.

    Adapun bila barang gadainya berupa kendaraan atau hewan

    yang memiliki susu perah, mak diperbolehkan murtahinmengendarainya dan memeras susunya sesuai besarnya

    naah tanpa izin dari penggadai karena sabda Rasululloh:

     

    ذا

     

    ه ق

     

    شب

     

    ر

    اد

     

    و

     

     

    كن

     

    ذا

     

    ه ق

     

    ك

     

    ا

    قة

    ا

     

    شب و

     

    ك

     

    ي

    ا

     

    وعى

     

     

    كن

     Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab naahnya,

    apabila digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengansebab naah apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya

    dan meminumnya naah.  (HR Al Bukhori no. 2512). Ini

    madzhab Hanabilah. Adapun mayotitas ulama qih dari

    hanayah, Malikiyah dan Sya’iyah mereka memandang

    tidak boleh murtahin mengambil manfaat barang gadai dan

    pemanfaatan hanyalah hak penggadai dengan dalil sabda

    Rasululloh:

    غه

     

    وعه

     

    غه

     

    ه

    Ia yang berhak memanfaatkannya dan wajib baginya biaya pemeliharaannya.(HR Al daraquthni dan Al Hakim)

    Khalid Samhudi menambahkan suatu keterangan

    yang diambil dari Ibnul Qayyim. Beliau memberikan

    komentar atas hadits pemanfaatan kendaraan gadai dengan

    pernyataan: Hadits ini menunjukkan kaedah dan ushulsyari’at yang menunjukkan bahwa hewan gadai dihormati

    karena hak Allah dan pemiliknya memiliki hak kepemilikan

    dan murtahin (yang memberikan hutang) memiliki padanya

    hak jaminan. Bila barang gadai tersebut ditangannya lalu

    tidak dinaiki dan tidak diperas susunya tentulah akan hilang

    kemanfaatannya secara sia-sia. Sehingga tuntutan keadilan,

    analogi (Qiyas) dan kemaslahatan penggadai, pemegang

     barang gadai (murtahin) dan hewan tersebut adalahMurtahin mengambil manfaat mengendarai dan memeras

    susunya dan menggantikannya dengan menaahi (hewan

    tersebut). Bila murtahin menyempurnakan pemanfaatannya

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    23/32

    23

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    dan menggantinya dengan naah maka dalam hal ini ada

    kompromi dua kemaslahatan dan dua hak.

    (c). Perpindahan kepemilikan dan Pelunasan hutang dengan

    barang gadai

    Barang gadai tidak berpindah kepemilikannya

    kepada murtahin apabila telah selesai masa perjanjiannya

    kecuali dengan izin orang yang menggadaikannya (Raahin) 

    dan tidak mampu melunasinya (Kholid Syamhudi).

    Pada zaman jahiliyah dahulu apabila telah jatuh tempo

    pembayaran hutang dan orang yang menggadaikan belum

    melunasi hutangnya kepada pihak yang berpiutang, makapihak yang berpiutang menyita barang gadai tersebut secara

    langsung tanpa izin orang yang menggadaikannya. Lalu

    Islam membatalkan cara yang dzalim ini dan menjelaskan

     bahwa barang gadai tersebut adalah amanat pemiliknya

    ditangan pihak yang berpiutang, tidak boleh memaksa

    orang yang menggadaikannya menjualnya kecuali dalam

    keadaan tidak mampu melunasi hutangnya tesebut. Bila

    tidak mampu melunasi saat jatuh tempo maka barang gadaitersebut dual untuk membayar pelunasan hutang tersebut.

    Apa bila ternyata ada sisanya maka ia milik pemilik barang

    gadai tersebut (orang yang menggadaikan barang tersebut)

    dan bila harga barang tersebut belum dapat melunasi

    hutangnya, maka orang yang menggadaikannya tersebut

    masih menanggung sisa hutangnya.

    Demikianlah barang gadai adalah milik orang yang

    menggadaikannya, namun bila telah jatuh tempo, makapenggadai meminta kepada murtahin (pemilik piutang)

    untuk emnyelesaikan permasalah hutangnya, karena itu

    adalah hutang yang sudah jatuh tempo maka harus dilunasi

    seperti hutang tanpa gadai. Bila ia dapat melunasi seluruhnya

    tanpa (menjual atau memindahkan kepemilikian) barang

    gadainya maka murtahin melepas barang tersebut. Bila ia

    tidak mampu melunasi seluruhnya atau sebagiannya maka

    wajib bagi orang yang menggadaikan (Raahin) untuk menjualsendiri barang gadainya atau melalui wakilnya dengan

    izin dari murtahin dan didahulukan murtahin daalam

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    24/32

    24

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    pembayarannya atas pemilik piutang lainnya. Apabila

    penggadai tersebut enggan melunasi hutangnya dan menjual

     barang gadainya, maka pemerintah boleh menghukumnya

    dengan penjara agar ia menjual barang gadainya tersebut.Apabila tidak juga menjualnya maka pemerintah menjual

     barang gadai tersebut dan melunasi hutang tersebut dari

    nilai hasil jualnya. Inilah pendapat madzhab Sya’iyah

    dan Hambaliyah. Malikiyah memadang pemerintah boleh

    menjual barang gadainya tanpa memenjarakannya dan

    melunasi hutang tersebut dengan hasil penjualannya.

    Sedangkan Hanayah memandang murtahin boleh

    menagih pelunasan hutang kepada penggadai dan meminta

    pemerintah untuk memenjarakannya bila nampak ia tidak

    mau melunasinya. Tidak boleh pemerintah (pengadilan)

    menjual barang gadainya, namun memenjarakannya saja

    sampai ia menjualnya dalam rangka menolak kedzoliman.

    Pendapat yang lebih kuat, pemerintah menjual

     barang gadainya dan melunasi hutangnya dengan hasil

    penjualan tersebut tanpa memenjarakan sang penggadai

    tersebut, karena tujuannya adalah membayar hutang dan

    itu terrealisasikan dengan hal itu. Ditambah juga adanya

    dampak negatip sosial masyarakat dan lainnya pada

    pemenjaraan. Apabila barang gadai tersebut dapat menutupi

    seluruh hutangnya maka selesailah hutang tersebut dan bila

    tidak dapat menutupinya maka tetap penggadai tersebut

    memiliki hutang sisa antara nila barang gadai dan hutangnya

    dan ia wajib melunasinya. Demikianlah keindahan islamdalam permasalah gadai, tidak seperti yang banyak berlaku

    direalitas yang ada. Dimana pemilik piutang menyita barang

    gadainya walaupun nilainya lebih besar dari hutangnya

     bahkan mungkin berlipat-lipat. Ini jelas perbuatan kejahiliyah

    dan kedzoliman yang harus dihilangkan.

    Akad yang telah di lakukan oleh para pihak juga

    memuat kapan berakhirnya suatu perjanjian. Menurut

    ketentuan syariat bahwa apabila hal-hal yang diperjanjikanitu telah terpenuhi yaitu hutang telah di bayar oleh rahin,

    maka perjanjian itu telah berakhir. Namun bia rahin belum

    mampu membayar hutangnya, ia di perbolehkan membayar

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    25/32

    25

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

     biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang kemudian

    diadakan pembaharuan dalam perjanjian gadai syariah. Jadi

    perjanjian yang baru di buat juga teramasuk perjanjian yang

     benar-benar baru menurut berlakunya perjanjian.Tentang ketidakmampuan rahin dalam membayar

    hutang, dalam syariat Islam di perbolehkan untuk menjual

     barang gadai yang ada di kekuasaan murtahin. Hal ini

    Sayyid Sabiq (1987:145) berpendapat bahwa klausula

    murtahin berhak menjual barang gadai pada waktu jatuh

    tempo perjanjian gadai, itu diperbolehkan. Karena barang

    yang digadaikan hak penguasa telah berpindah ke murtahin

    dalam hal menjual.

    Atas dasar keterangan tersebut berakhirnya perjanjian

    rahn  karena hal-hal berikut ini (Abdul Ghafur Anshori,

    2006:98) :

    (a) Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya;

    (b) Rahin membayar hutangnya;

    (c) Dual dengan perintah hakim atas perintah rahin;

    (d) Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun

    tidak ada persetujuan dari pihak rahin.

    F. SIMPULAN

    Berdasarkan deskripsi tentang struktur hukum akad rahn yang

    telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di simpulkan,

     bahwa struktur hukum akad rahn yang di buat oleh para pihak yaitu

    rahin dan marhun meruupakan struktur hukum gadai pada akad

    rahn. Tapi struktur ini berbeda dengan gadai konvensional yangmemberikan pinjaman uang dengan meminta bunga atas sejumlah

    uang yang dipinjam, sedangkan gadai syariah atau rahn meminta

    imbalan atas sewa tempat menaruh barang gadai atau marhun bih 

    dan biaya pemeliharaannya. Struktur hukum gadai yang di lakukan

    di Pegadaian Syariah Kudus memuat: suatu perbuatan hukum oleh

    seseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain atau murtahin

    untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan berupa benda

     bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum perdata termasukperjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal balik, di satu

    sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara timbal balik.

    Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir,

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    26/32

    26

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan

    yang di perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Struktur hukum

    tersebut telah diatur dalam KUH perdata dan telah diatur dalam

    hukum perdata yang berasal dari hukum Islam. Struktur hukum inimempunyai kekhususan dimana ia berasal dari struktur hukum Islam

    yang di adopsi dari budaya Islam di zaman Arab. Karena itu rahn yang

    diimplementasikan oleh gadai syariah mempunyai landasan hukum

    Islam yang kuat dan landasan hukum perdata Indonesia yang kuat,

    dengan tidak mempraktikkan bunga dalam praktik gadai.

    Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang

    perlu penulis sampaikan kepada publik bahwa :

    1. Keberadaan Pegadaian Syariah Kudus merupakan lembaga

    yang baru dan membutuhkan kreatitas umat Islam dalam

    mengembangkan produk-produk tentang kegiatan syariah yang

    dilakukan, karena itu hendaklah semua komponen umat Islam

    mendukung dengan bertransaksi di Pegadaian Syariah Kudus.

    2. Hendaknya Pegadaian Syariah mempunyai payung hukum

    yang lebih jelas dan spesik dari undang-undang karena gadai

    syariah mempunyai spesik perilaku, sehingga mempunyaikepastian hukum dalam melakukan kegiatan-kegiatan syariah

    yang berkaitan dengan gadai syariah.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    27/32

    27

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    DAFTAR PUSTAKA

    Abduk Kadir Muhammad, 1998, Hukum Perusahaan Indonesia , PT.

    Citra Aditya Bakti, Bandung.

    Abdul Ghofur Anshori, 2006, Gadai Syariah di Indonesia Konsep,

    Implementasi dan institusionalisasi, Gadjah Mada University

    Press, Yogyakarta.

    Abdul mannan,1995, Islamic economic, Theory and Practice , terjemahanoleh M. Nastangin, Teori dan Praktik Ekonomi Islam,Penerbit

    PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta.

    Abdullah bin Abdulmuhsin Alturki dan Abdulfatah Muhammad Al

    Hulwu, Mughni, Ibnu Qudamah Tahqiq , cetakan kedua tahun

    1412H, penerbit hajar, Kairo, Mesir.

    Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Abdullah bin Muhammad

    Al Muthliq dan Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan

    pertama tahun1425H Kitab Al Fiqh Al Muyassarah, Qismul

     Mu’amalah , Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA hal.

    115

    Abu Abdillah al-Maghribi, Mawâhib al-Jalîl, V/2, Dar al-Fikr, Beirut,

    cet.II. 1398.

    Abu Bakr Jabr Al Jazairi, 2005, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim ,

    Penerbit Buku Islam Kaah, Edisi Revisi.

    Adiwarman A. Karim,2006, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan ,PT. Raja Grando, Jakarta.

    Ahmad Azhar Basyir, 1983, Hukum Islam tentang Riba, Utang-Piutang

    Gadai , al-Ma’arif, Bandung.

    Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al

    Waie 57

    Al-Amaanah al ‘Aamah Lihai’at Kibar Al Ulama, 1422H,  Abhaats

    Hai’at Kibaar Al Ulama Bil Mamlakah Al Arabiyah Al Su’udiyah ,Cetakan I.

    Ali Anwar Yusuf,2002, Wawasan Islam , Setia Pustaka,Bandung.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    28/32

    28

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif  

    Surabaya: Risalah Gusti.

    Ari Agung Nugraha, 2004, Gambaran Umum Kegiatan Usaha Pegadaian

    Syariah , hp://ulgs.tripod.com.

    Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998, Kamus Kontemporer Arab

    Indonesia , Penerbit Multi Karya Graka, Yogyakarta.

    Biro Perbankan Syariah, Produk Perbankan Syariah , Karim Business

    consulting dan Bank Indonesia, Jakarta.

    Choiruman Pasaribu Dan Sukarwardi K Lubis, 2004, Hukum

    Perjanjian Dalam Islam , Sinar Graka, Jakarta.

    Dewan Syari’ah Nasional, Fatwa Tentang Hawaluh, No. 12 / DSN –

    MUI / IV / 2000, Majelis Ulama Indonesia

    Djuhaendah Hasan,1999,  Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum

    Pegadaian syariah di Indonesia , Magister Hukum Bisnis Pasca

    Sarjana UGM, Yogyakarta.

    Emmy Pangaribuan S., 1999,  Analisis Hukum Ekonomi Terhadap

    Hukum Persaingan , Makalah penataran hukum perdata dan

    ekonomi, UGM, Yogyakarta.Ghazali, al-Mustasyfa, dikutip oleh Umar Chapra,2000, Islam dan

    tantangan Ekonomi, Penerjemah Ichwan Abidin , Penerbit Gema

    insani Press bekerja sama dengan tazkia Institut, Jakarta.

    Hans Wehr, 1980,  A Dictionary of Modern Wrien Arabic , Libanon

    Beirut.

    Heri Sudarsono,2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , Penerbit

    Ekonosia,Yogyakarta.Hikmanto Juwono, 1998,  Analisa Ekonomi Atas Hukum Pegadaian

    syariah. Makalah disampaikan dalam seminar tentang

    Pendekatan ekonomi dalam pengmbangan sistem hukum

    nasional dalam rangka globalisasi, diselenggarakan oleh

    Fakultas Hukum UNPAD bekerjasama dengan BAPENAS,

    30 April 1998, Bandung.

    HR. Ibnu Majah No.2421, kitab al-Ahkam;Ibnu Hibban dan Baihaqi.

    hp://alislamu.com/index

    Ibn Muih al-Hanbali, al-Mubdi’ , IV/213, al-Maktab al-Islami, Beirut.

    1400 ;

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    29/32

    29

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    Ibnu Rusy, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtashid , Daarul

    Fikr.

    ------------------, Bidayatul Mujtahid, Asy-syifa’ terjemahan, semarang.

    Ibnu Taimiyah, Majmuk Fatawa , Daarul Ma’rifah Kairo.

    Ikhwan A.Bisri : 2008, Makalah Pelatihan Perbankan Syariah, tidak

    di publikasikan.

    Imam Nawawi dengan penyempurnaan Muhammad Najieb Al

    Muthi’I, cetakan tahun 1419H, Al Majmu’ Syarhul Muhadzab ,

    Dar Ihyaa Al TUrats Al ‘Arabi, Beirut.

     J.Satrio, 1992, Hukum Perjanjian , PT.Citra Aditya Bhakti, Jakarta.

     James Stoner, 1986, manajemen , erlangga, Jakarta.

     Johannes Ibrahim,2004, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia

     Modern , Raka Aditama, Bandung.

    Keraf, 1991, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur ,

    Kanisius, Yogyakarta.

    M. Dahlan Yacub Al-Barry, 2001, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer ,

    Arkola, Surabaya.

    Mahmud Syaltut,1985, al-Islam, Aqidah wa syariah , Bulan Bintang,

     Jakarta.

    Moch Rifa’i,2008, Perbankan Syari’ah , Wicaksono, Semarang.

    Mochtar eendi,1996, manajemen, Suatu Pendekatan Berdasarkan

     Ajaran Islam , Penerbit Bhratara, Jakarta.

    Moh Rifai, Moh Zuhri, Salomo, 1978,Terjemah Khulashah Akhyar ,

    Semarang: CV. Toha Putra.

    Moh. Rifa’i,2002, Konsep Perbankan Syariah , Penerbit wicaksana

    Semarang.

    Mohammad Sobari,2000, Islam dan Manajemen, disampaikan dalam

    pelatiahan Perbankan syariah, Institut Tazkia, Jakarta.

    Muchdarsyah Sinungan,1994, Strategi Manajemen Bank Menghadapi

    Tahun 2000 , PT. Rineka Cipta, Jakarta.

    Muhamad Djumhana,1993, Hukum Perbankan di Indonesia , Penerbit

    PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.----------------, 1996, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di

    Indonesia) Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    30/32

    30

    Ahmad Supriyadi

    Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2012

    Muhammad bin Ahmad ar-Ramli al-Anshari, Ghâyah al-Bayân

    Syarh Zabidi ibn Ruslân, I/193, Dar al-Ma’rifah, Beirut.;

    Muhammad Ridwan, 2004, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT) ,

    UII Press, Yogyakarta.

    Muhammad Sya’i Antonia, 2001, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek ,

    Gema Insani Jakarta.

    Muhammad,Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah (Mudharabah

    dalam Wacana Fiqih dan Praktik Ekonomi Modern) , Penerbit

    BPFE UGM, Yogyakarta.

    Nindyo Pramono, 1999,  Mengenal Lembaga Pegadaian syariah di

    Indonesia Sebuah Pendekatan dari Perspektif Hukum Ekonomi ,Magister Hukum Bisnis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta

    ---------------------, 1992, Perkembangan Aspek Hukum Perseroan Dalam

    Era Globalisasi Dalam Kaitannya Dengan Etika Bisnis , Fak.

    Hukum UGM,Yogyakarta.

    ---------------------, 2001, Hutang Menurut Pandangan Majelis Hakim

    Niaga , Makalah UGM, tidak dipublikasikan.

    Prasentiantono Toni A. 1997,  Agenda Ekonomi Indonesia , Gramedia,Pustaka Utama, Jakarta.

    PT. Danareksa, 1997 Pasar Modal Indonesia Pengalaman dan Tantangan ,

    Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta Hlm. 238

    Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,

    Pengetahuan Dasar Hukum Dagang,  Cetakan ke-5, Penerbit

    Djambatan, Jakarta.

    Rasiman Rasyid, Fiqih Islam Sayyid Sabiq, 1987, Fiqhus Sunnah Vol. III, Daarul Kitab al-’Arabi,

    Beirut.

    Simorangkir OP. 1983, Etika dan Moral Pegadaian syariah  ind. Hill

    Coo. Jakarta Hlm. 10

    Siti Fatimah, 2008,Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Hiwalah

    di BMT BIF Gedung Kuning Yogjakarta , Thesis UIN Sunan

    Kalaga Yogjakarta.

    Siti Ismati Jenie, 1996, Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan

    Kegiatan Pembiayaan , Magister Hukum Bisnis, UGM,

    Yogyakarta.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    31/32

    31

    Struktur Hukum Akad Rahn Pegadaian Syariah Kudus

    EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

    Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata , PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

    Subekti, 1995, Aneka Perjanjian , Citra Aditya Bakti, Bandung

    Sudikno Mertokusumo, 1991,  Mengenal Hukum Suatu Pengantar ,

    Liberti, Yogyakarta.

    Sulaiman Rasjid, 1976, al-Fiqh al-Islami , Penerbit at-Tahiriyyah

     Jakarta.

    Sulaiman Rasjid, 1994, Fiqih Islam , Sinar Baru Al Gesindo,

    Bandung,

    Susilo,YS.Triandaru, Sigit, etc.2000:180

    Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata

    Hukum Perbankan Indonesia , Grati, Jakarta, Hlm. 159.

    Syeikh Abdullah Al Bassaam, Kitab Taudhih Al Ahkam Min Bulugh

     Al Maram, cetakan kelima tahun 1423, Maktabah Al Asadi,

    Makkah, KSA

    T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy,1975, Beberapa Permasalahan Hukum

    Islam,Penerbit Tintamas, Jakarta.

    Veronica Komalawati, 1984, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter ,Sinar Harapan, Jakarta.

    Wahbah Zuhaili, 2002, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu , Jilid 4, Daar

    al-Fikr, Beirut.

    Warkum Sumitro, 1996,  Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-

    Lembaga Terkait , raja Grando Persaada, Jakarta.

    Wiroso, 2008, Konsep Perbankan Syariah, Penyaluran Dana Bank

    Syariah , makalah disampaikan dalam Pelatiahan PerbankanSyariah STAIN Kudus.

    Wiroso, 2008,Konsep Perbankan Syariah, Komparasi Bank Syariah dan

    Bank Konvensional , makalah disampaikan dalam Pelatiahan

    Perbankan Syariah STAIN Kudus.

    Wiroso, 2008,Konsep Perbankan Syariah, Penghimpunan Dana,

    makalah disampaikan dalam Pelatiahan Perbankan Syariah

    STAIN Kudus.

    Wiroso,2008, Konsep Perbankan Syariah, Jasa Keuangan,  makalah

    disampaikan dalam Pelatiahan Perbankan Syariah STAIN

    Kudus.

  • 8/19/2019 Structur Hukum Akad Rahn

    32/32

    Ahmad Supriyadi

    Yusuf Qardhawi, 1995, Norma dan Etika Ekonomi Islam , terjemahan,

    Gema Insani, Jakarta.

    Zainuddin Ali, 2008, Hukum Gadai Syariah , Sinar Graka, Jakarta.

    Zainul Arin, 2003,Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah , Penerbit

    Alvabet, Jakarta.

    Zainul Arin, Kebutuhan Fitrah Manusia Sebagai Pilar Kegitan Ekonomi

    Syari’ah , Khutbah Idul Fitri 1419 H (Jakarta : Yayasan Bina

    Sarana Masjid Raya Al-Iihad).