studi analisis pendapat ibnu mundzir tentang...

75
STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG NIKAH TANPA SAKSI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (SI) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh: FATKHUDIN 2102179 JURUSAN AHWAL AL-SYAHSIYAH FAKULTAS SYAR'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

Upload: truongxuyen

Post on 15-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR

TENTANG NIKAH TANPA SAKSI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (SI)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh: FATKHUDIN

2102179

JURUSAN AHWAL AL-SYAHSIYAH

FAKULTAS SYAR'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2008

Page 2: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

PENGESAHAN

NAMA : FATKHUDIN

NIM : 2102179

Jurusan : AHWAL AL-SYAHSIYAH

Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR

TENTANG NIKAH TANPA SAKSI

Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang dinyatakan lulus pada tanggal :

14 Januari 2008 dan dapat diterima sebagai pelengkap ujian akhir Program Sarjana Strata Satu

(S.1) guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Syari’ah.

Semarang 11 Pebruari 2008 Ketua Sidang Sekretaris Sidang H.Khoirul Anwar M.Ag H. Ahmad Izzuddin, M.Ag NIP. 150 276 114 NIP. 150 290 930 Penguji I, Penguji II,

Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP. 150 254 348 Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. H. Ahmad Ghozali H. Ahmad Izzuddin,M.Ag. NIP. 150 247 012 NIP. 150 290 930

Page 3: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eks

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdr. Fatkhudin

Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang di-Semarang

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara:

Nama : Fatkhudin NIM : 2102179 Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR

TETANG NIKAH TANPA SAKSI

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqosahkan.

Demikian harap menjadi maklum.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Semarang, 16 Desember2007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Ahmad Ghozali Ahmad Izzuddin,M.Ag NIP. 150 247 012 NIP. 150 290 930

Page 4: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

MOTTO

مودة بينكم وجعل إليها لتسكنوا أزواجا أنفسكم من لكم خلق أن آياته ومن

يتفكرون لقوم لآيات ذلك في إن ورحمة

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berpikir.” (QS Ar Rum: 21)1

1 Depag RI, Alqur’an Dan Terjemahannya, t.t.,hlm. 644

Page 5: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا هللا مسبPuji syukur penulis panjatkan kepada Allah Azza wa jalla atas limpahan

rahmat, Taufik, hidayah serta inayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna

memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Syari’h IAIN Walisongo Semarang.

Untaian Shalawat dan salam senantiasa tersemai kepada revolusioner

sejati Nabi Muhammad saw, yang telah membawa risalah Islam yang penuh

dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat

menjadi bekal hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat.

Adalah suatu kebanggaan tersendiri, jika suatu tugas dapat terselesaikan

dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas

yang tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam

proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis itu

sendiri. Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena

beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuannya, khususnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Abdul Jamil, MA., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.

2. Drs. H. Muhyidin, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang.

iv

Page 6: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

3. Drs. H. Ahmad Ghozali dan Ahmad Izuddin, M.Ag, selaku pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan, saran, dan

bimbingan serta motivasi kepada penulis.

4. Dosen pengajar beserta staff karyawan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Semarang.

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan dukungan moral dan

material serta mendoakan dan mengharapkan kiprah penulis. Kakak-kakakku

tercinta, terimakasih atas motivasinya.

Penulis menyadari demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan skripsi

ini, penulis dengan rendah hati membuka serta menerima saran dan kritik yang

konstruktif dari berbagai pihak.

Sebelum penulis tutup, penulis hanya dapat mendo’akan mudah-mudahan

segala upaya, dan bantuan dari berbagi pihak dijadikan sebagai amal sholeh

mutaqobbalan dan mendapat balasan serta ridho dari Allah SWT. Dan akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya

dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin

Page 7: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING............................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

HALAMAN MOTO ........................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

HALAMAN DEKLARASI.............................................................................. vi

HALAMAN ABSTRAK.................................................................................. vii

HALAMAN KATA PENGANTAR................................................................ viii

HALAMAN DAFTAR ISI .............................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan...................................................................... 4

D. Telaah Pustaka ......................................................................... 4

E. Metode Penelitian ................................................................... 8

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 11

BAB II TINJAUAN UMUM SAKSI PERNIKAHAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Saksi......................................... 13

B. Syarat-syarat Saksi ................................................................... 15

C. Hikmah Menyaksikan Akad Nikah.......................................... 23

D. Pendapat Ulama Tentang Nikah Tanpa Saksi.......................... 24

BAB III PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG NIKAH TANPA SAKSI A. Sekilas Biografi Ibnu Mundzir................................................. 28

B. Buku Karya Ilmiah Ibnu Mundzir............................................ 32

C. Pendapat Ibnu Mundzir Tentang Nikah Tanpa Saksi .............. 33

D. Metode Istinbath Hukum Ibnu Mundzir Tentang Nikah

Tanpa Saksi .............................................................................. 36

x

Page 8: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG NIKAH

TANPA SAKSI A. Analisis Pendapat Ibnu Mundzir Tentang

Nikah Tanpa Saksi ................................................................... 43

B. Analisis Istinbat Hukum Ibnu Mundzir Tentang Nikah Tanpa

Saksi ......................................................................................... 48

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 55

B. Saran-saran............................................................................... 56

C. Penutup..................................................................................... 57

xi

Page 9: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fatkhudin

NIM : 2102179

Tempat/ Tanggal Lahir : Brebes, 10 Mei 1980

Alamat Asal : Cikandang Kec. Kersana Kab. Brebes

Jenjang Pendidikan :

1. SDN 03 Cikandang lulus tahun 1991

2. MSMH Kaliwungu

3. MSMH Kaliwungu

4. IAIN Walisongo Semarang

Fakultas syari’ah Jurusan AS angkatan tahun 2002

Page 10: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis mengatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan

Semarang, 27 Juli 2007

Deklarator,

Fatkudin

Page 11: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

PERSEMBAHAN

Kedua orang tuaku yang telah mendidik dari kecil hingga dewasa, do’a dan restu semoga menyertai kehidupanku dan semoga beliau berdua senantiasa dalam lindungan allah. Kakak-kakak semuanya yang selalau meberi motifasi atas saran dan sumbangsih, sehingga penulis dapat menggarap sekripsi ini. Kawan-kawanku senasib seperjuangan, TIM KKN Selopajang Timur, (boby, guponk, beni, imron, samsul, titin, erna, mamah, mut).

Page 12: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp./fax. (024) 7601291 Semarang 50185

ABSTRAK

Pernikahan dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat

pernikahan. Di antara rukun pernikahan adalah menghadirkan dua orang saksi.

Dalam masalah saksi jumhur ulama berpendapat saksi sebagai syarat sah

pernikahan. Mereka bersandar kepada hadist nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu

Abbas. Sementara ada yang berpendapat saksi bukan merupakan syarat sah

pernikahan, maka nikah tanpa saksi hukumnya sah. Pendapat ini dikemukakan

oleh Ibnu Mundzir yang tertuang dalam karyanya al-Isyraf ala’ Madzahib ahli

al-Ilmi menurutnya tidak ada ketetapan dari nabi tentang adanya dua orang

saksi dalam pernikahan. Selain itu nabi juga pernah melakukan nikah tanpa

saksi dan juga Ibnu Umar, Ibnu Zubair, dan Hasan ibn Ali melakukan hal

yang sama seperti nabi.berdasarkan keterangan tersebut penulis mencoba

menganalisis pendapat dan istinbathnya tentang nikah tanpa saksi.

Adapun dalam pengumpulan data pada penulisan skripsi ini penulis

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Sedangkan

obnyek yang penulis peneiti dalam masalah ini adalah karya Ibnu Mundzir

yaitu kitab al Isyraf ala’ Madzahib ahli al Ilmi sebagai sumber primernya.

Hasil analisis penulis bahwa nikah tanpa saksi masih menjadi perdebatan

di kalangan ulama. Dalam hal ini Ibnu Mundzir lebih melihat pada sosok nabi

yang pernah melakukannya sehingga ia berpendapat nikah tanpa saksi

hukumnya sah. Menurut penulis saksi sangat penting adanya dalam

pernikahan sebagai alat bukti jika suatu saat terjadi kemungkinan-

kemungkinan di luar pernikahan seperti pengingkaran yang dilakukan suami

istri terhadap nasab anak hasil pernikahannya.oleh karenanya saksi sangat

penting adanya dalam pernikahan.

Page 13: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sudah menjadi sunatulloh

manusia diciptakan dalam keadaan berpasang-pasangan yang terdiri dari laki-

laki dan perempuan. keduanya diciptakan dalam dua jenis yang berbeda

sebagai sarana menuju proses reproduksi dan sebagai metode untuk

regenerasi. Mereka diciptakan dari diri yang satu namun saling membutuhkan

satu sama lain. laki-laki membutuhkan seorang perempuan begitu juga

sebaliknya. Keduanya tidak bisa dipisahkan dari arena kehidupan yang sarat

dengan kebutuhan lahir dan batin.

Manusia secara fitrah atau nature diciptakan Tuhan dalam dirinya,

mempunyai kebutuhan-kebutuhan jasmani, di antaranya kebutuhan seksual

yang akan dipenuhi dengan baik dan teratur dalam hidup berkeluarga1. Untuk

memenuhi kebutuan tersebut manusia harus melalui proses pernikahan sebagai

solusi dalam menyalurkan hasrat seksual kepada lawan jenisnya. Dengan kata

lain pernikahan merupakan jalan satu-satunya yang dianggap sah oleh agama

yang harus dilewati oleh setiap laki-laki dan perempuan agar dapat

berhubungan secara intim, phisik dan psikis dalam merasakan ketentraman

dan kesenangan hidup2.

1 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan, 1998, hlm.

432. 2 Hasniah Hasan, Mewujudkan Keluarga Bahagia Sejahtera, Surabaya: CV. Amin

Surabaya, 1987, hlm. 10.

1

Page 14: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

2

Pernikahan menentukan boleh tidaknya mereka saling melengkapi,

saling memakai, dan saling mengasihi untuk merasakan kesenangan dan

keindahan hidup. Dalam masalah pernikahan Islam memberi aturan yang jelas

yang harus dipenuhi, termasuk di dalamnya masalah saksi. salah satu hal yang

menjadikan sahnya perkawinan adalah terpenuhinya syarat-syarat sahnya

perkawinan, yaitu syarat-syarat yang menentukan sahnya perkawinan. Jika

syarat-syarat tersebut terpenuhi, perkawinan itu sah menurut syara’ dan

mempunyai akibat hukum yang berupa adanya hak dan kewajiban3.

Rukun dan syarat-syarat perkawinan wajib dipenuhi, apabila tidak

dipenuhi maka pernikahan tidak sah. Disebutkan dalam kitab al-fiqh ala

madzahib al-Arba’ah bahwa “Nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi

syarat-syaratnya, sedangkan nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi

rukunnya. Dan hukum nikah fasid dan nikah batil sama yaitu tidak sah”4.

Adapun syarat sahnya akad nikah harus dihadiri oleh empar orang,

yaitu wali, mempelai laki-laki dan dua orang saksi yang adil5. Saksi dalam

akad nikah menjadi rukunnya, apabila dalam akad nikah tidak dihadiri oleh

para saksi maka pernikahannya tidak sah (batal). Dalam masalah saksi Quraish

Shihab memberikan komentar bahwa menurutnya tidak menemukan hal

tentang persaksian dalam pernikahan yang disinggung secara tegas oleh al-

Qur’an, tetapi sekian banyak hadist menyinggungnya6. Dalam masalah saksi

3 M. Suraji Dahlan, Fenomena Nikah Sirri, Surabaya: Pustaka Progressif, 1996, hlm. 22. 4 Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-fiqh ala’ al-Madzhahib al-Arba’ah, Juz IV, Maktabah

al-Tijariyah Kubro, hlm. 118. 5 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad al Husaini, Kifayatul Akhyar, Juz II,

Semarang: Toha Putra, hlm. 51 6 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, hlm. 203.

Page 15: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

3

jumhur ulama berpendapat bahwa perkawinan tidak sah jika ketika ijab qabul

tidak ada saksi yang menyaksikan sekalipun diumumkan kepada orang ramai

dengan cara yang lain, perkawinannya tetap tidak sah. Ini menunjukan bahwa

saksi dalam pernikahan sangat menentukan sah dan tidaknya suatu

pernikahan. Tetapi pendapat jumhur ulama belum final, masih ada sebagian

ulama yang berpendapat nikah tanpa saksi hukumnya sah. Di antara yang

berpendapat demikian adalah Ibnu mundzir. Pendapatnya tertuang dalam

kitabnya: al-Isyraf ala’ Madzahib Ahli al- Ilmi :

وليس يثيت عن النبي صلى اهللا عليه وسلم شئ فى : بكر وبال اق 7 ت الشاهدين فى النكاح ابثا

Artinya: “Tidak ada suatu ketetapan dari nabi tentang adanya dua orang saksi dalam pernikahan”.

Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik ingin

menelaah pemikiran Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi. Sejauhmana

pemikiran Ibnu Mundzir dalam memandang saksi dalam pernikahan. Maka

dengan ini penulis beri judul “STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU

MUNDZIR TENTANG NIKAH TANPA SAKSI”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, ada beberapa hal

yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu:

7 Ibnu Mundzir, Al-Isyraf ala’ Madzhahib Ahli al-Ilmi, juz III, Maktabah Dar al-Fatah,

hlm. 30.

Page 16: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

4

1. Bagaimana pendapat dan istinbath hukum Ibnu Mundzir tentang nikah

tanpa saksi ?

2. Analisis pendapat dan istinbath hukum Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa

saksi ?

C. TUJUAN PENULISAN SKRIPSI

Suatu langkah atau perbuatan akan mengarah jika dalam perbuatan

tersebut mempunyai tujuan. Demikian juga halnya dalam penyusunan skripsi

ini, ada dua tujuan yaitu:

1. Tujuan Formal

Yaitu untuk memenuhi persyaratan program akademik dalam rangka

menempuh studi akhir kesarjanaan.

2. Tujuan Teoritis, ada dua yaitu:

a. Untuk mengetahui pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi?

b. Untuk mengetahui istimbath hukum yang digunakan Ibnu Mundzir

tentang nikah tanpa saksi.

D. TELAAH PUSTAKA

Dalam sebuah penelitian diperlukan pencarian teori-teori, konsep-

konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teori bagi

penelitian yang akan dilakukan. Hal ini dilakukan agar penelitian mempunyai

dasar yang kuat. Maka untuk mendapatkan informasi hal yang disebut di atas,

Page 17: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

5

penulis melakukan penelaahan kepustakaan yaitu dengan membaca buku-buku

yang ada kaitannya dengan judul yang penulis bahas.

Ada dua sumber bacaan yaitu acuan umum dan acuan khusus. Sumber

acuan umum, yaitu kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia,

monograp, dan sejenisnya. Sedangkan acuan khusus yaitu kepustakaan yang

berwujud jurnal, buletin penelitian, tesis, disertasi dan sumber bacaan lain

yang memuat laporan hasil penelitian8. Dalam penelitian ini penulis juga

menggunakan kedua sumber tersebut yang dijadikan sebagai landasan teori

dalam meneliti permasalahan yang sedang diteliti.

Dikemukakan dalam kitab Bidayah al-Mujtahid bahwa kalangan

ulama berbeda pendapat menyangkut kedudukan hukum para saksi. Imam

Abu hanifah, Syafi’i dan Imam Malik sepakat bahwa saksi sebagai bagian dari

syarat sahnya pernikahan hanya mereka berbeda pendapat apakah kesaksian

tersebut merupakan syarat kesempurnaan pernikahan yang dituntut sebelum

pasangan suami istri bercampur (dukhul) atau syarat sahnya pernikahan yang

dituntut kehadiran mereka saat akad nikah dilaksanakan? betapapun perbedaan

itu namun para ulama sepakat melarang pernikahan yang dirahasiakan

berdasarkan perintah nabi untuk mengumumkan berita pernikahan. Bagaimana

kalau saksi-saksi itu diminta untuk merahasiakan pernikahan itu Imam Syafi’i

dan Abu Hanifah menilainya sah-sah saja. Sedangkan Imam Malik menilai

bahwa syarat yang demikian membatalkan pernikahan. Perbedaan ini lahir

dari analisis mereka tentang fungsi para saksi apakah fungsi mereka

8 Sumandi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1983, hlm. 66.

Page 18: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

6

keagamaan atau semata-mata tujuannya untuk menutup kemungkinan adanya

perselisihan pendapat.9.

Dalam kitab al-Muhadzab karya al-Syaerozi menerangkan tentang hal-

hal yang berkaitan dengan saksi dalam pernikahan menurutnya tidak sah nikah

kecuali dengan dua orang saksi, sementara Abu Tsaur sah pernikahan dengan

tanpa saksi karena nikah adalah akad maka sah tanpa saksi seperti jual beli.

pendapat ini dianggap salah oleh Syaeroji karena ada hadist dari Aisyah

bahwa nabi bersabda “setiap pernikahan yang tidak dihadiri oleh empat

orang yaitu calon suami (pelamar), wali dan dua orang saksi merupakan

zina”, berbeda dengan jual beli karena tujuan dari jual beli adalah harta,

sedangkan tujuan nikah adalah bersenang-senang (istimta’) dan menghasilkan

keturunan (anak), maka kedua hal tersebut dibangun atas prinsip hati-hati

(ihtiyat), dengan demikian tidak sah nikah kecuali dengan dua orang saksi10.

Dan juga dalam fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan hal

serupa yaitu tidak sah nikah kecuali dengan dua orang saksi, kata tidak di sini

maksudnya tidak sah yang berarti menunjukkan bahwa mempersaksikan

terjadinya ijab kabul merupakan syarat dalam perkawinan sebab dengan tidak

adanya saksi dalam ijab kabul dinyatakan tidak sah maka hal itu berarti

menjadi syaratnya11.

Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari Aisyah bahwa nabi bersabda “

Wajib dalam pernikahan empat orang yaitu suami, wali dan dua orang saksi

yang adil. Karena akad nikah berbeda dengan akad-akad yang lain dalam

9 Ibnu Rusdy, Bidayah al-Mujtahid, Juz II, Beirut: Dar al-Qolam, hlm. 20. 10 Al-Syaerozi, Al-Muhazzab, juz II, Semarang: Toha Putra, t. th., hlm. 260. 11 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz II, Dar al-Fikri, hlm. 49.

Page 19: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

7

melampauinya dari dua orang yang berakad sampai pihak ketiga yaitu anak

yang harus dijaga nasabnya dan wajib adanya saksi dalam pernikahan karena

dapat menjaga nasab anak yang belum lahir supaya suami istri tidak

mengingkari nasabnya.12

Untuk menghindari kesamaan tema dengan berbagai penelitian yang

sudah dilakukan, maka penulis menyajikan beberapa karya skripsi yang

relevan dengan judul yang penulis teliti, antara lain : Mulikhatus Sururiyah,

alumnus fakultas Syari’ah tahun 1998 dalam skripsinya yang berjudul “Studi

Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Penyelesaian Perkara Gugatan

Dengan Seorang Saksi Ditambah Sumpah Penggugat” disini dijelaskan

tentang kekuatan hukum dari suatu penyelesaian perkara gugatan dengan

seorang saksi ditambah sumpah penggugat.

Rihlatul khoiriyah,alumnus fakultas Syariah tahun 2000,dalam

skripsinya yang berjudul “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang

Kesaksian Orang Buta” menjelaskan tentang kekuatan hukum dari kesaksian

orang buta menurut Imam Syafi’i.

Slamet, alumnus Fakultas Syari’ah tahun 1997 dalam skripsinya yang

berjudul “Studi Komparatif Terhadap Persepsi Ulama Sunni Dan Syi’ah

Imamiyah Tentang Eksistensi Saksi Dalam Talak” menjelaskan terjadinya

perbedaan pendapat antara ulama Sunni dengan Syi’ah, di mana ulama Sunni

menganggap saksi dalam talak hanyalah sunnah, sedangkan ulama Syi’ah

menganggap bahwa keberadaan saksi dalam talak hukumnya wajib.

12 Al-Mawardi, al-Hawi Kabir, Juz 9, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.t., hlm.58.

Page 20: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

8

Evi Yusrini dengan skripsi berjudul “Studi Analisis Pemikiran Imam

Malik Tentang Kesaksian Wanita” dalam skripsi ini menjelaskan pemikiran

imam Malik tentang kesaskisan wanita ada yang membolehkan dan ada yang

tidak. Adapun alasan yang membolehkan karena tidak ada nash yang secara

jelas menolak kelayakan wanita untuk menjadi saksi. Sedangkan alasan yang

tidak memperbolehkan, karena pada umumnya wanita pada waktu itu tidak

membiasakan diri untuk mengamati kasus-kasus.

Mustain 2001 dengan judul, “Studi Analisis Pendapat Ibnu Hazm

Tentang Kebolehan Saksi non Muslim Mengenai Wasiat dalam Perjalanan”.

Dalam skripsi ini bahwa kesaksian orang kafir tidak boleh diterima sama

sekali, baik terhadap orang Islam selain mengenai wasiat dalam perjalanan.

Dari beberapa buku atau kitab serta skripsi yang penulis sebutkan

menunjukan bahwa fokus pembahasan dalam skripsi yang penulis susun ini

merupakan karya yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, sehingga masih

penting mengangkat tema ini ke dalam karya ilmiah.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Dalam skripsi ini penulis berusaha mengupas secara konseptual

terhadap pendapat Ibnu Mundzir tentang hukum nikah tanpa saksi. Oleh

karena itu, penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan kajian

pustaka, yaitu cara menuliskan, mereduksi dan menyajikan data-data13.

13 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rake Sarasin, 1993, hlm. 21.

Page 21: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

9

Adapun sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber primernya

dan juga sumber sekunder yaitu beberapa kitab atau buku atau sumber-

sumber yang lain sebagai penunjang yang membahas masalah yang ada

kaitannya dengan penelitian ini.

2. Sumber Data

Oleh karena penelitian ini adalah penelitian pustaka maka sumber

data dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah sumber utama atau pokok yang menjadi

bahan penelitian atau kajian dalam penelitian ini. Selanjutnya data ini

disebut data langsung atau data asli14. Dalam hal ini penulis mengambil

pemikiran Ibnu Mundzir yang tertuang dalam karyanya yaitu kitab al-

Isyraf ala’ Madzahib Ahli al - Ilmi sebagai sumber primernya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber yang menjadi bahan penunjang dan

pelengkap atau kajian dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya data ini

disebut data tidak langsung atau data tidak asli15. Maksudnya adalah

buku-buku tentang pendapat para ulama yang melengkapi dalam

pembahasan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan

metode kepustakaan ( library research ) yaitu penelitian yang

14 Saefuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, cet. I, hlm. 91.

15 Ibid.

Page 22: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

10

dilakukan dengan membaca sumber-sumber tertulis seperti buku-buku

dan kitab-kitab yang berkaitan dengan masalah yang dikemukakan16.

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data-data dan

informasi dari buku-buku atupun dokumen-dokumen yang menjelaskan

pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi.

3. Analisis Data

Sebagai tindak lanjut dari pengumpulan data maka metode analisis

data menjadi signifikan untuk menuju sempurnanya penelitian ini. Dalam

analisis data penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a. Metode Deskriptif Analisis

Metode deskriptif analisis yaitu prosedur atau cara

memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan obyek

yang diselidiki sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta yang

aktual.17 Metode ini penulis gunakan pada bab III, di sini penulis akan

menggambarkan pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi.

Pada bab IV, penulis akan menganalisis pendapat Ibnu Mundzir

tentang nikah tanpa saksi dan Istimbath hukumnya.

b. Metode Content Analysis

Metode content analysis yaitu analisis ilmiah tentang isi pesan

suatu komunikasi18 atau kajian isi19, dalam hal ini dengan menganalisa

16 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1991, cet. V, hlm. 30. 17 Hadari Nawawi, Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:

Gajah Mada University Press, 1995, hlm. 67 18 Noeng Muhajir, Op. cit., hlm. 68.

Page 23: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

11

pendapat dan istimbath hukum yang digunakan oleh Ibnu Mundzir

kaitannya dengan nikah tanpa saksi.

Pendekatan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan

sosiologis yang didasarkan pada postulat bahwa setiap produk

pemikiran memiliki konteks sosial. Dengan demikian untuk

memahami dan menjelaskan pemikiran fuqaha digunakan pendekatan

sosiologis yaitu untuk memahami sistem sosial dan entitas kehidupan

ketika ulama itu memproduk pemikirannya20.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis membagi

skripsi ini dalam lima bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I Bab pertama adalah pendahuluan, berisi: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode

penulisan skripsi, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II Bab kedua Tinjauan Umum tentang saksi pernikahan, berisi:

pengertian dan dasar hukum saksi, syarat-syarat saksi, hikmah

menyaksikan akad nikah, pendapat para ulama tentang nikah tanpa

saksi.

BAB III Bab ketiga adalah pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi

berisi: sekilas biografi Ibnu Mundzir, buku karya ilmiah Ibnu

19 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian kualitatif, bandung: Remaja Rosdakarya, 2001,

cet. XIV, hlm. 163. 20 Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar penelitian Hukum Islam dan pranata sosial, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 305.

Page 24: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

12

Mundzir, pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi,

istimbath hukum pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi,

BAB IV Bab keempat adalah analisis, berisi tentang analisis pendapat Ibnu

Mundzir tentang nikah tanpa saksi dan analisis istimbath hukum

pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah tanpa saksi.

BAB V Bab kelima merupakan akhir dari seluruh uraian skripsi, yang

memuat kesimpulan, saran-saran dan penutup.

Page 25: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

BAB II

TINJAUAN UMUM SAKSI PERNIKAHAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Saksi

Kata saksi adalah terjemahan dari bahasa arab شاهد yang berbentuk

isim fa’il. Kata tersebut berasal dari masdar شهادة/ شهود akar katanya adalah

yang menurut bahasa artinya menghadiri, menyaksikan شهود- يشهد-شهد

(dengan mata kepala), memberikan kesaksian di depan hakim, mengakui,

bersumpah, mengetahui, mendatangkan dan menjadikan sebagai saksi1. Ada

juga yang mengartiakan kata syahadah dengan khabar/berita, kemudian

syahadah secara bahasa artinya memberitahu, sedangkan menurut istilah

fuqaha adalah memberikan khabar/informasi yang berhubungan dengan suatu

peristiwa atau kejadian.2

Kata شهد adalah علم (mengetahui) sehingga maksud dari kata syahid

adalah orang yang membawa kesaksian dan menyampaikannya sebab dia

menyaksikan apa yang tidak diketahui orang lain. Pengetahuan itu diperoleh

melalui penglihatan atau pendengaran atau ketenaran dalam kasus yang pada

umumnya sulit untuk diketahui kecuali melaluinya, ketenaran adalah

kemasyhuran yang membuahkan dugaan atau pengetahuan.3

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata saksi berarti orang yang

melihat atau mengetahui, yakni orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa

1 A.W.Munawir, Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002, hlm. 746-747. 2 Imam al-Kasani,Badaa’iu al-Shanai,juz III,Beirut: Darul Kutub al Ilmiah,t.t.,hlm.390. 3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, JIlid 14, dialih bahasa Moh.Thalib, Bandung: PT. Al-

Ma’arif, Offset, 1997, hlm.55.

Page 26: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

untuk mengetahuinya supaya bilamana perlu peristiwa tadi sungguh-sungguh

terjadi atau orang yang mengetahui sendiri suatu kejadian dan orang tersebut

memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau

terdakwa.4 Di sini penempatannya saksi sebagai alat bukti, yang

pengertiannya adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang,

dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan

yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa

atau keadaan tersebut.5

Dari definisi yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa

saksi adalah orang yang melihat atau menyaksikan secara langsung dengan

dirinya sendiri suatu peristiwa atau kejadian. Dalam suatu pernikahan berarti

saksi melihat atau menyaksikan secara langsung bahwa telah terjadi akad

nikah di suatu tempat.

Adapun dasar hukum saksi dalam pernikahan terdiri dari Qur’an dan

hadist.

4 W.J.S.Poerwardamita, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai pustaka, 1995. 5 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,Yoyakarta: Pustaka

Pelajar,1996, hlm.165.

Page 27: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

☯ ⌧

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.6

☺ ⌦

☺ ☺

Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan7.

البغايا الالتى ينكحن : عن ابن عباس ان رسو ل اهللا صلى هللا عليه وسلم قال

)رواه الترمذى( انفسهن بغير بينة

Artinya: Dari Ibnu Abbas R.A berkata, Rosulullah bersabda pelacur yaitu orang-orang yang mengawinkan dirinya dengan tanpa saksi. (HR. Attirmidzi) 8

Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist yang penulis paparkan

menunjukan tentang adanya saksi dalam pernikahan. Hal ini tentu berbeda

6Depag RI,al-Quran Dan terjemahannya,hlm.945. 7 Ibid 8 Abi Isya Muhammad, Kitab Jami’ As-Sahih, Juz 3, Bairut: Darul Kutub Al-

Ilmiah,t.t.,hlm.411.

Page 28: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dengan pandangan Ibnu Mundzir yang tidak mewajibkan adanya saksi dalam

pernikahan.

B. Syarat-syarat Saksi

Syarat menurut terminologi para fuqoha seperti diformulasikan

Muhammad al-Khudari Bek, ialah sesuatu yang ketidakadaannya

mengharuskan tidak adanya hukum itu sendiri. Menurutnya hikmah dari

ketiadaan syarat itu berakibat pula memindahkan hikmah hukum atau sebab

hukum.9 Kedudukan syarat sangat penting adanya saksi dalam pernikahan.,

namun syarat tentunya berbeda dengan rukun. Kalau syarat berada di luarnya

sedangkan rukun berada di dalam suatu akad.

Masing-masing ulama fiqih menetapkan syarat-syarat menjadi saksi

pernikahan amat beragam. Imam Taqiyyudin menetapkan syarat saksi ada

enam syarat,

1. Islam

2. Baligh

3. Sehat akalnya

4. Merdeka

5. Laki-laki

6. Adil10

Dalam Risalatul Nikah Alhamdani menyebutkan syarat saksi,

1. Laki-laki

2. Baligh

9 Muhammad Al-Khudari Bek, Op.Cit., hlm.59. 10 M.Rifa’I dkk, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, Semarang:Toha

Putra,t.t.,hlm.279.

Page 29: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

3. Waras akalnya

4. Adil

5. Dapat mendengar dan melihat

6. Bebas,tidak dipaksa

7. Tidak sedang mengerjakan ihram hajji

8. Memahami bahasa yang digunakan untuk ijab dan qabul11

Imam al-Jaziri dalam kitabnya, Fiqih Madzahib al-Arba’ah

menyebutkan lima syarat untuk menjadi saksi,

1. Berakal, orang gila tidak boleh jadi saksi

2. Baligh, anak kecil tidak boleh jadi saksi

3. Merdeka, hamba sahaya tidak boleh jadi saksi

4. Islam

5. Saksi mendengar ucapan dua orang yang berakad secara

bersamaan, maka tidak sah kesaksian orang tidur yang

tidak mendengar ucapan ijab qabul dua orang yang

berakad12

Imam Hanafi mengemukakan bahwa syarat-syarat yang harus ada pada

pada seseorang yang menjadi saksi ialah:

a. Berakal, orang gila tidak sah menjadi saksi

b. Baligh, tidak sah saksi anak-anak

c. Merdeka, bukan hamba sahaya

d. Islam

11 Alhamdani,Risalatun Nikah,Pekalongan:Raja murah,1980,hlm.23. 12 Abdur Rahman, al Jaziri, Kitab fiqih Ala’ Madzahib al Arba’ah, Juz 4, Darul fikr, t.t.,

hlm. 17-18.

Page 30: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

e. Keduanya mendengar ucapan ijab dan kabul dari kedua belah

pihak

Imam Hambali mengatakan syarat-syarat saksi adalah:

a. Dua orang aki-laki yang baligh

b. Keduanya beragama islam, dapat berbicara dan mendengar

c. Keduanya tidak berasal dari satu keturunan kedua mempelai

Imam Syafi’i mengemukakan bahwa syarat-syarat saksi adalah:

a. Dua orang saksi

b. Berakal

c. Baligh

d. Islam

e. Mendengar

f. Adil13

Orang yang menjadi saksi dalam pernikahan harus memenuhi

persyaratan. Beberapa syarat yang harus ada pada seseorang yang menjadi

saksi adalah: berakal sehat, dewasa, mendengarkan ucapan kedua belah pihak

yang berakad dan memahami bahwa ucapan-ucapannya itu maksudnya

maksudnya adalah ijab kabul pernikahan. Bila para saksi itu buta maka

hendaknya mereka bisa mendengarkan suaranya dan mengenal betul bahwa

suara tersebut adalah suara tersebut adalah suaranya kedua orang yang

berakad.

13 Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih Munakahat,Bandung: Pustaka Setia, 1999, hlm.101.

Page 31: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Orang gila tidak dapat dijadikan saksi, karena kehadiran saksi itu di

samping menyaksikan akad nikah, juga menyaksikan pemberitahuan bahwa

akad nikah itu telah berlangsung. Bila suatu saat salah seorang suami istri

inkar maka saksi itu yang akan memberi kesaksian di pengadilan. Hal seperti

ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang waras atau sehat akalnya.14 Berikut

ini penjelasnnya.

a. Baligh

Anak-anak tidak dapat menjadi saksi, walaupun sudah mumayyiz

(menjelang baligh), karena kesaksiannya menerima pemberitahuan dan

menghormati acara pernikahan itu belum pantas. Berbeda dengan orang yang

sudah dewasa, dia dapat dan harus bertanggung jawab atas kesaksiannya itu.

Kedua syarat tersebut di atasi disepakati oleh fuqoha dan kedua syarat itu

dapat dijadikan satu, yaitu kedua saksi telah mukallaf.15

b. Mendengar dan memahami ucapan ijab dan qabul

Saksi harus mendengar dan memahami ucapan ijab dan qabul antara

wali dan calon pengantin laki-laki. Bagaimana mungkin orang dijadikan saksi

padahal dia tidak mengerti apa yang disaksikannya. Persyaratan ini di

kemukakan oleh sebagian besar fukaha.16

c. Laki-laki

Laki-laki merupakan persyaratan saksi dalam akad nikah.demikian

pendapat jumhur ulama selain Hanafiyyah. Dua orang saksi harus laki-laki

14 M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab Fiqh, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2000,

hlm.149-150. 15 Ibid 16 Ibid

Page 32: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dan tidak sah akad nikah bila yang menjadi saksi wanita semua, atau seorang

laki-laki dan dua orang wanita.Golongan Syafi’i dan Hambali mensyaratkan

saksi harus laki-laki. Akad nikah dengan saksi seorang laki-laki dan dua

perempuan tidak sah, sebagaimana riwayat Abu Ubaid dari Zuhri, katanya:

Telah berlaku contoh dari Rasulullah SAW bahwa tidak boleh perempuan

menjadi saksi dalam urusan pidana, nikah dan talak. Akad nikah bukanlah satu

perjanjian kebendaan, bukan pula dimaksudkan untuk kebendaan dan biasanya

yang menghadiri adalah laki-laki. Karena itu tidak sah akad nikah dengan

saksi dua orang perempuan, seperti halnya dalam urusan pidana tidak dapat

diterima kesaksiannya dua orang perempuan. Tetapi golongan Hanafi tidak

mengharuskan syarat ini.

Mereka berpendapat bahwa kesaksian dua orang laki-laki atau

seorang laki-laki dan dua perempuan sudah sah.17 Sebagaimana allah

berfirman

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai18,(Al-Baqarah:282)

17 Sayyid Sabiq,fiqih Sunnah Terjemah ,Bandung: al-ma’arif, Jilid 6,1 980, hlm. 91. 18 Depag RI,Al-Qu’ran Dan Terjemahannya,hlm.70.

Page 33: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Akad nikah sama dengan jual beli, yaitu karena merupakan perjanjian

timbal balik ini dianggap sah dengan saksi dua orang perempuan disamping

seorang laki-laki.19

d. Jumlah saksi

Saksi sekurang-kurangnya dua orang sebagaimana telah disebutkan

pada hadist yang diriwayatkan oleh Dara al- Quthny dan Ibnu Hibban.

Hanafiyyah membenarkan dalam kasus seperti: seseorang menyuruh orang

lain untuk menikahkan anaknya yang masih kecil (belum dewasa). Pada saat

itu ada seorang laki-laki yang hadir bersama bapak anak wanita itu sebagai

saksi. Pernikahan seperti ini dipandang sah , karena bapaknya ikut serta

menyaksikan akad nikah itu. Berbeda sekiranya bapaknya tidak ikut

menyaksikan, seperti tidak ada di tempat, nikah iu tidak sah karena saksi

hanya seorang saja.20

e. Adil

Saksi harus orang yang adil walaupun kita hanya dapat melihat

lahiriahnya saja. Demikian pendapat jumhur ulama. Syafi’iyyah, mereka

menegaskan bahwa pernikahan dianggap tidak sah bila saksinya fasiq.

Berbeda dengan Hanafiyyah, adil tidak menjadi persyaratan yang mutlak dan

orang fasiq pun dapat menjadi saksi karena tujuan saksi itu hadir untuk

mengetahui bahwa pernikahan itu telah berlangsung. Menurutnya saksi itu

19 Ibid 20 Ali Hasan, Opcit, hlm.151.

Page 34: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

cukup orang yang telah baligh, berakal, mendengar ucapan ijab dan qabul,

merdeka, dan islam.21

f. Islam

Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang syarat-syarat menjadi saksi

dalam perkawinan bila mana pasangan terdiri dari laki-laki muslim dan

perempuan muslim, apakah saksinya harus beragama islam? juga mereka

berpendapat jika yang laki-lakinya beragama islam apakah yang menjadi saksi

boleh orang yang bukan islam? Menurut Ahmad, Syafi’i dan Muhammad bin

al-Hasan perkawinannya tidak sah, jika saksi-saksinya bukan orang islam

karena yang kawin adalah orang islam sedang kesaksian bukan orang islam

terhadap orang islam tidak dapat ditertima. Tetapi Abu Hanifah dan Abi

Yusuf berpendapat bila perkawinan itu antara laki-laki muslim dan

perempuan Ahli al-Kitab maka kesaksian dua orang Ahli al-Kitab boleh

diterima.dan pendapat ini diikuti oleh Undang-Undang mesir.22

g. Melihat dan mendengar

Saksi harus orang yang melihat dan tidak bisa diterima orang yang

buta. Demikian pendapat yang kuat menurut Syafi’iyyah. Sedangkan jumhur

ulama dapat menerima kesaksian orang yang buta asalkan ia dapat mendengar

dengan baik ijab dan qabul itu dan dapat membedakan suara wali dengan

calon pengantin laki-laki itu. Saksi harus mendengar ucapan dua orang yang

berakad semuanya, sehingga apabila yang mendengar salah satunya saja yang

lain tidak, ataupun mendengar ucapan dengan kedua orang yang berakad dan

21 Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2002, hlm. 35. 22 Sayyid Sabiq, Op.Cit. hlm. 92.

Page 35: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

ucapannya lain maka tidak sah nikah, karena saksi yang dikehendaki adalah

hadirnya saksi yang manjadi rukun akad nikah dan rukun akad yaitu ijab qabul

maka apabila saksi tidak bisa mendengar ucapan ijab dan qabul maka tidak

jelas saksi menjadi rukun, maka tidak ditemukan sarat rukun.23

Akad nikah tidak sah kecuali dengan hadirnya dua orang saksi

yang muslim keduanya, mukallaf, merdeka, laki-laki dan adil.dan juga

disyaratkan lagi saksi harus dapat diterima kesaksiannya untuk setiap orang

untuk kedua mempelai. Dan kedua saksi harus dapat mendengar dan melihat

serta mengetahui ucapan ijab kabul kedua orang yang berakad.24

C. Hikmah Menyaksikan Akad nikah

Pernikahan yang dilakukan secara sembunyi (tanpa saksi) akan

mengundang prasangka buruk. Di antaranya adalah timbul fitnah dan tuhmah.

Dalam bahasa sehari-hari timbul bermacam-macam gosip yang merugikan

pasangan pengantin (terutama) dan semua keluarganya.

Saksi adalah sebagai penentu dan pemisah antara halal dan haram.

Perbuatan halal biasanya dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, karena

tidak ada keraguan, sedangkan perbuatan haram biasnya dilakukan secara

sembunyi-sembunyi.

Logikanya memang demikian sebab suatu pernikahan yang dilandasi

oleh cinta kasih dan disetujui oleh kedua belah pihak (calon besan), tidak

23 Al Kasani, Op.Cit., hlm.401. 24 Imam Taqiyyudin, Kifayatul Akhyar ,Semarang: Toha Putra,t.t.,hlm.51.

Page 36: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

perlu disembunyikan. Bila tidak ada saksi pada saat akad nikah maka kesan

yang ada nikah itu dalam keadaan terpaksa atau ada sebab- sebab lain yang

dipandang oleh orang lain negatif. Karena itu disunahkan mengadakan resepsi

perkawinan (walimatu’ ursy).25

Akad nikah merupakan tali hubungan kekeluargaan yang semestinya

menjadi perhatian sepenuhnya dari Agama. Untuk menjaga kesucian akad

tersebut wajarlah disyaratkan adanya saksi ketika berlangsung akad nikah itu.

Dengan demikian terhindarlah kemungkinan adanya tuduhan-tuduhan berlaku

seorang terhadap orang yang sudah menjadi suami istri, atau adanya

keingkaran tentang terjadinya suatu akad nikah yang mana akan merugikan

terhadap diri anak yang dilahirkan dari akad nikah tersebut atau menyulitkan

dalam soal kewarisan.26

Pada bagian keempat dalam kompilasi hukum islam khususnya

mengenai saksi dapat kita lihat pada pasal-pasal berikut.

Pasal 24

(1) Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah.

(2) Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi

Pasal 25

Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang

laki-laki muslim, adil, akil, baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna

rungu

Pasal 26

25 Ali Hasan, Op.Cit. hlm.153. 26 Ibrahim Hosen, Loc. Cit,hlm.180.

Page 37: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta

menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah

dilangsungkan.27

D. Pendapat Ulama Tentang Nikah Tanpa Saksi

Nikah tanpa saksi masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama

fiqih. Perbedaan tersebut terletak pada sudut pandang masing-masing ulama

yang memperselisihkan apakah saksi sebagai syarat sah akad nikah atau syarat

penyempurnaan saja ketika bersetubuh (dukhul). Selain itu dasar hukum yang

digunakan masing-masing ulama juga berbeda-beda.

Jumhur ulama berpendapat saksi sebagai syarat sah akad nikah, artinya

akad nikah harus dihadiri oleh para saksi, apabila tidak, maka pernikahannya

tidak sah. Inilah pendapat Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanabilah

Menurut Ulama Malikiyyah, saksi merupakan syarat sempurnanya

pernikahan, bukan syarat sah pernikahan, maka akad nikah menurut mereka

sah tanpa saksi, tetapi tidak sempurna kecuali dengan saksi. Mereka

mengatakan bahwa saksi hukumnya sunnah ketika akad nikah karena untuk

meredam perselisihan. Pendapat ini juga dipilih oleh Abdullah ibn Umar,

Urwah ibn Zubair, Abdullah ibn Zubair, Hasan ibn Ali dan dari kelompok

Ahli hadits (muhadditsin) seperti Abdurrahman ibn Mahdi dan Yazid bin

Harun.28 Mereka beralasan bahwa jual beli yang di dalamnya disebutkan soal

mempersaksikan ketika berlangsungnya jual beli sebagaimana termaktub

27 Lihat Kompilasi Hukum Islam (KHI). 28 Imam ‘Alauddin Abi Bakar ibn Mas’ud al Kasani, Badaaiu’ Al Shonaai’i, Juz III,

Beirut Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah, t.t. hlm. 391-392

Page 38: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dalam Al-Quran bukan merupakan bagian dari syarat-syarat yang wajib

dipenuhi. Allah tidak menyebutkan di dalam Al-Quran tentang adanya syarat

mempersaksikan dalam suatu pernikahan. Karena itu, tentu lebih baik jika

masalah mempersaksikan tidak termasuk salah satu syaratnya, tetapi cukuplah

diberitahukan dan disiarkan saja guna memperjelas keturunan.

Mempersaksikan ini boleh dilakukan setelah ijab kabul untuk menghindari

perselisihan antara kedua mempelai. Jika waktu ijab kabul tidak dihadiri oleh

para saksi tetapi sebelum mereka bercampur kemudian mempersaksikan maka

pernikahannya tidak batal, tetapi kalau sudah bercampur belum dipersaksikan

maka nikahnya batal.29

Kalangan ulama Syi’ah seperti Abdurrahman bin Mahdi, Zaid bin

Harun dan Ibnu Zubair berpendapat bahwa saksi bukan merupakan syarat sah

suatu pernikahan. Begitu juga Abdullah bin Idris, Ubaidullah bin Hasan dan

Abu Tsaur berpendapat sama. Karena menurut mereka hadist-hadist tentang

saksi itu tidak ada yang kuat atau shahih hal serupa juga dikemukakan oleh

Madzhab Ja’fariyah dan Dhahiriyah. Ada juga pendapat ulama yang

berpendapat nikah tanpa saksi boleh kemudian diumumkan. Pendapat ini

dianut oleh Al- Zuhri, Imam Malik dan penduduk Madinah.

Perselisihan mereka terletak pada apakah memberitahukan akad atau

menyaksikan akad nikah merupakan syarat sah akad nikah atau tidak.

Mengenai masalah ini terdapat dua kelompok yang berselisih pendapat.

Pertama memandang bahwa menyaksikan (saksi) merupakan syarat sah akad

29 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999,

hlm. 100

Page 39: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

nikah. Demikian menurut Jumhur Sahabat dan Jumhur ulama. Kedua

memandang bahwa saksi dalam akad nikah tidak menjadi syarat sah akad

nikah. Demikian menurut Abu Tsaur, Imam Ahmad menurut satu riwayat,

Adzzahiriyah, Imamiyah, Ibnu Abi Laila, Usman Al-Batty, (dari kalangan

Hanafi); dari kalangan Sahabat: Ibnu Umar, Hasan ibn Ali dan Ibnu Zubair;

dan dari kalangan Tabi’in: Salim dan Zuhri. Dalil-dalil yang dipegang oleh

golongan kedua ini adalah firman Allah.

ا

Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi(QS.An Nisa:3)30

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian (QS An Nur:32)31

Dalam ayat ini juga tidak menyebutkan adanya saksi dalam akad

nikah. Jadi jelaslah mensyaratkan saksi untuk sahnya akad nikah menambah-

nambah sesuatu yang tidak ada dalam Al-Quran32

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa saksi

dalam akad nikah masih diperselisihkan. Ada yang berpendapat saksi itu wajib

dalam akad nikah, ada juga yang berpendapat saksi itu tidak.

30 Depag RI,Al-Quran Dan Terjemahannya,hlm.115. 31 Ibid 32 Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, Jakarta: Balai Penerbitan Dan Perpustakaan Islam

Yayasan Ihya Ulumuddin Indonesia

Page 40: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

BAB III

PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG NIKAH TANPA SAKSI

A. Sekilas Biografi Ibnu Mundzir

Ibnu Mundzir nama lengkapnya Muhammad bin Ibrahim bin Mudzir,

sedangkan kunyahnya Abu Bakar. Ia lahir di Madinah tepatnya di Naisabur

bertepatan dengan wafatnya Imam Ahmad bin Hambal 241 H. Dan wafat di

Makkah tahun 309 H/221 M., ada yang mengatakan tahun 310 H dan 316 H.

Ia seorang yang dikenal soleh dan zahid. Ia termasuk tokoh terkemuka aliran

fiqih Syafi’i, seorang al-hafizd (banyak hafal hadits), kritis dan teliti terhadap

persoalan-persoalan fiqih, dan lebih dari itu ia adalah seorang mujtahid yang

tidak selalu terikat dengan prinsip-prinsip hukum imamnya. Meskipun telah

mencapai kedudukan sebagai mujtahid mutlak (pemikir fiqih bebas). Al-

Zahabi berpendapat bahwa Ibnu Mundzir adalah seorang mujtahid bebas yang

tidak terikat kepada pendapat siapapun.1

Sejarah perkembangan hidup Ibnu Mundzir dalam memahami kitab-

kitab terjemahan dan kitab-kitab fiqih ia menulis dan membacanya sendiri. Ini

menunjukkan sosok Ibnu Mundzir yang mempunyai kecerdasan intelektual,

kepribadian yang baik dan pemahaman fiqih yang mendalam. Semua itu

merupakan proses dari hasil belajar, pendidikan orang tua dan berkembangnya

ilmu agama yang luhur.

1 Abdullah Mustofa Al Maraghi, Pakar-pakar Fiqih Sepanjang Sejarah, Yogyakarta:

LKPSM, Cet.II, 2001, hlm.120.

Page 41: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Pada masa kebudayaan Islam mengalami kejayaan dan pada masa-

masa itu juga merupakan masa paling indah ketika pusat kebudayaan masih

dan cabang-cabangnya meluas. Pada masa itu juga banyak melahirkan para

muhaqiq (ahli taqiq), intelektual (bari’in) dan cendekiawan (nablaa’) dari

kelompok ulama yang menguasai cabang dari beberapa cabang pengetahuan

ilmu keagamaan, dan bahasa Arab. Dan pada waktu itu Ibnu Mundzir tumbuh

dan berkembang di Nisapur ibu kota Kharsan.

Ia mendengar di Naisabur tepatnya di tengah-tengah tempat tinggalnya

yaitu sekelompok guru-guru tafsir, hadits dan fiqih, hal ini membangkitkan

semangat Ibnu Mundzir untuk mengembara di suatu daerah dalam rangka

mencari ilmu. Ia menjadi seorang yang cerdas dengan bertemu para rawi

hadits, muthalaah dan mendengarkan, belajar dan berdiskusi sehingga ia

menemui karirnya sebagai seorang guru besar di Makkah dan menetap di sana.

Ibnu Mundzir adalah seorang yang tidak patah semangat dan tidak kenal lelah

dalam mencari ilmu dan tidak mudah putus asa, sampai ia mencapai

kemuliaan, menjadi orang yang terkenal dan mempunyai tempat yang luhur

sehingga Imam Addahabi dengan menyifatinya dengan ahli fiqih bebas (al

fiqih al auhad) sedangkan imam Taju Al-Addin Assubuki menyifatinya

dengan mujtahid mutlak.

Adapun ilmu-ilmu yang dipelajari Ibnu Mundzir meliputi tafsir hadits

dan fiqih. Ia mempelajari ilmu dari banyak guru. Di antara guru-guru Ibnu

Mundzir adalah sebagai berikut:

Page 42: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

1. Hasan Bin Muhammad Al Za’farani

Nama aslinya Abu Ali Al Hasan Bin Muhammad Bin Sabah Al-Bagdadi,

ia merupakan rawi hadits madzhab Syafi’i.

2. Muhammad Abdullah Bin Abdul Al Hakam

Nama aslinya Abu Abdilah Al Misri Al Maliki, ia seorang pengikut Imam

Syafi’i.

3. Al Rabi’ Bin Sulaiman Al Maradi.

Nama aslinya Abu Muhammad Rabi’ Bin Sulaiman Al Maradi, Al Misri,

pengikut madzhab Syafi’i, dan meriwayatkan kitab-kitabnya.

4. Muhammad Bin Abdul Wahab Al Abidi.

Nama aslinya Abu Ahmad Muhammad Bin Abdul Wahab Al Adibi.

5. Muhammad Bin Ismail Al Saigh.

Nama aslinya Abu Ja’far Muhammad Bin Ismail Al Saigh. Seorang ahli

hadits kota Makkah di zamannya.

6. Ishak Bin Ibrahim Addahari.

Nama aslinya Abu Ya’qub Ishak Bin Ibrahim Bin Ibad Addahari. Ia

seorang ahli hadits, dan meriwayatkan kitab-kitab Imam Abdul Razaaq Al

Sina’i.

7. Ali Bin Abdul Aziz Al Baghawi.

Al hafiz (banyak hafalan hadits), menempat di Mekkah Mukaramah.

8. Tamim Bin Muhammad Al Thusi.

Nama aslinya Abu Abdur Rahman Al Thusi. Ia peneliti kitab musnad.

Page 43: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Di samping mempunyai banyak guru Ibnu Mundzir juga mempunyai

banyak murid yang terkenal di antaranya:

1. Abdul Marwan Abdul Muluk Bin As Bin Muhammad Bin Bakar Al

Sa’adi. Ia dari golongan ulama Andalusia pindah ke Mekkah.

2. Abu Umar Ahmad Bin Abadah Bin Alkadah Al Ruaini. Ia hidup di

Kordova dan pindah ke Makkah.

3. Fadlullah Bin Said Al Baluti Al Andalusi.

4. Muhammad Bin Abdullah Bin Yahya Al Laits. Nama aslinya Abu

Abdillah Bin Abdullah Bin Yahya Al Laits ia seorang hakim di Kordova.

5. Abu Umar Ahmad Bin Said Bin Hazm Al Sadafi Al Qurtubi.

6. Ibnu Hiban Al Basati. Nama aslinya Abu Hatim Muhammad Bin Hiban Al

Tamimi Al Basati ia seorang guru besar, al hafiz pemilik kitab sahih.

7. Abu Hakam Munzir Bin Said Al Baluthi. Ia seorang hakim terkenal di

Kordova.

8. Abu Bakar Muhammad Bin Ibrahim Bin Ali Al Muqri Al Asbahani.

9. Abu Muhammad Abdullah Bin Abi Zaid Abdur Rahman Al Nadir Al

Qairawani. Ia seorang ahli fiqih madzhab Maliki, pengarang kitab fiqih

madzhab Maliki dan salah satu rawi hadits kitab Al Isyaf Ibnu Muudzir.

10. Hasan Bin Ali Bin Sya’ban Al Misri.

11. Hasain Bin Ali Bin Sya’ban.

Page 44: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

B. Buku Karya Ilmiah Ibnu Mundzir

Ibnu Mundzir menulis banyak buku, satu indikasi keluasan, kedalaman

dan ketajaman pikirannya. Karya-karya Ibnu Mundzir sebagai berikut:

1. Kitab al-Iqna yang dinamai dengan al iqna fil al furu’.

2. Ikhtilaf al ulama. Yaitu kitab yang di dalamnya menyebutkan pendapat

para fuqaha’ yang berselisih disertai dengan sebab perselisihannya dengan

Ibnu Mundzir menyebutkan dalil dan mentarjihnya dari beberapa pendapat

di sertai dengan sebab-sebab.

3. Ijma’ al ummat. Yaitu kitab yang memuat penyebutan beberapa hukum

fiqih yang disepakati oleh ahli al Ilmi. Kitab ini kecil dan isinya ringkas.

Imam Nawawi juga berpegang pada kitab ini dan kitab al Isyraf dalam

menukil madzhab ulama dalam kitabnya yaitu Al Majmu’.

4. Al Mabsut. Yaitu kitab besar dalam bidang fiqih sebagai mana yang telah

disifati oleh Addahabi, Imam Dawud, Ibnu Khalkan dan Imam Suyuti.

5. Al Ausat. Yaitu kitab yang luas, membahas fiqih secara umum disertai

dengan menyebutkan beberapa dalil. Kitab ini diringkas dari kitab

Assunan, al Ijma’ dan al Ikhtilaf.

6. Al Isyraf Ala’ Mazdahib Ahli Al Ilmi. Kitab ini banyak memberikan faidah

dan hakikat kitab ini ringkasan dari kitab al Ausat. Dalam kitab ini banyak

menyebutkan sanad hadits, sanad Atsar sahabat dan juga banyak

menyebutkan dalil imam madzhab serta hujjahnya sampai mengkaji

dalilnya.

Page 45: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

C. Pendapat Ibnu Mundzir Tentang Menikah Tanpa Saksi

Saksi dalam pernikahan masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan

ulama fiqih. Jumhur ulama sepakat bahwa saksi sangat penting adanya dalam

pernikahan. Apabila tidak dihadiri oleh para saksi, maka hukum

pernikahannya menjadi tidak sah walaupun di umumkan kepada khalayak

ramai dengan cara lain, karena saksi merupakan syarat sah pernikahan.

Dalam hal ini, Imam Hanafi, Syafii dan Ahmad Bin Hambal

berpandangan sama saksi merupakan syarat sah pernikahan. Sedangkan imam

Malik sendiri berpendapat saksi bukan merupakan syarat sah akad nikah tapi

cukup di umumkan. Begitu juga Malikiyyah saksi itu hanya sunnah saja ketika

akad.

Nikah tanpa saksi menjadi perhatian khusus Ibnu Mundzir untuk dikaji

dan ditemukan jawabannya. Sebagai seorang mujtahid ia mengeluarkan

ketetapan hukum yang berbeda dengan jumhur ulama dalam masalah nikah

tanpa saksi disebabkan oleh cara pandang dan metode yang digunakan dalam

memahami sebuah persoalan dan dasar hukum yang digunakan.

Ibnu Mundzir menolak pendapat jumhur ulama yang mengatakan saksi

sebagai syarat sah pernikahan. Menurutnya tidak ada ketetapan dari Nabi

tentang adanya dua orang saksi. Dengan demikian nikah tanpa saksi

hukumnya sah atau boleh.

Penjelasannya terutama dalam karyanya Al Isyraf Ala’ Madhahib Ahli

Al Ilmi.

Page 46: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

ثبت عن النبى صلى اهللا عليه وسلم شئ فى اثبات وليس ي: قال ابو بكر 2.الشاهدين فى النكاح

Abu bakar (Ibnu Mundzir) berkata: tidak ada ketetapan dari Nabi tentang adanya dua orang saksi dalam pernikahan.

Ibnu Mundzir menjelaskan lagi lewat ungkapan Yazid Bin Harun yang

mencela kaum rasionalis (ashab al ra’yu) dengan mengatakan Allah perintah

menyaksikan pada jual beli sesuai dalam firman-Nya.

.واشهدوا اذا تبايعتم Artinya: Dan persaksikanlah dalam jual beli.

3

Pengertiannya Allah perintah menikah tapi tidak perintah

menyaksikannya sementara kaum rasionalis (mazhab al ra’yi) menduga

bahwa jual beli itu boleh walaupun tidak di saksikan, dan menghukumi batal

pernikahan yang Allah tidak perintah menyaksikannya.

Kandungan ayat tersebut secara jelas saksi hanya pada jual beli bukan

pada pernikahan. Ini juga mendasari pendapat Ibnu Mundzir tentang nikah

tanpa saksi. Ibnu Mundzir lebih melihat pada dhahirnya ayat.

Pada penjelasan yang lain Ibnu Mundzir mengemukakan pendapatnya:

فان اعترض معترض فاعتل بخبرابن عباس فبأزاء ابن عباس : قال ابوبكر من اصحاب رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم الدين اجازوا بغير شهود ابن

والحسن بن على مع ان الخبر الثابت عن رسول اهللا صلى عمر وابن الزبير 4.اهللا عليه وسلم يدل على صحة النكاح الدى لم يخضر شهود

2 Ibnu Mundzir, Al Isyraf Ala’ Madzahib Ahli Al Ilmi, Juz 3, Beirut : Dar Al Fatah, t.t., hlm.29.

3 Depag RI Jakarta, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang : Al Waah, hlm.71. 4 Ibnu Mundzir, Op.Cit.

Page 47: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Abu Bakar (Ibnu Mundzir) berkata: apabila ada hadits yang bertentangan maka dianggap cacat dengan hadits Ibnu Abbas, maka dihadapkan pada hadits Ibnu Abbas dari sahabat Nabi yang membolehkan orang-orang nikah tanpa saksi seperti Ibnu Umar, Ibnu Zubair dan Hasan Bin Ali serta hadits Nabi yang menunjukkan sahnya nikah tanpa dihadiri oleh para saksi.

Dalam hal yang sama, Ibnu Mundzir menyebutkan hadits sebagai dasar

hukum yaitu hadits Annas Bin Malik.

ثبت عن انس بن مالك انه قال آنت ردين ابى طلحة فاسترى رسول اهللا صلى أرؤس فقال الناس ماندرى اتزوجها ام جعلها ام اهللا عليه وسلم جاريةبسبعة

5 )رواه مسلم. (ولد فلما اراد ان يرآب حجبها فعرفوا انه تزوجها

قال ابو بكر فاستدل من حضرالنبى صلى اهللا عليه وسلم على تزويجها 6.بالحجاب

Ditetapkan dari Annas Bin Malik bahwa sesungguhnya Nabi bersabda saya berada di belakang Abi Talhah kemudian Nabi membeli jariyah dengan tujuh orang saksi kemudian para sahabat berkata, kami tidak tahu apakah Nabi mengawininya atau menjadikannya sebagai ummu walad. Kemudian pada saat Nabi hendak menunggang unta Nabi menutupinya, kemudian para sahabat tahu bahwa Nabi mengawininya.

Hadits tersebut menurut Ibnu Mundzir, menunjukkan keberadaan Nabi

pada pernikahan dengan ditutupi. Dalam artian tidak disaksikan. Hadits ini

yang dijadikan dasar atas pendapatnya oleh Ibnu Mundzir ditemukan juga

pendapat Ibnu Mundzir dalam kitab yang lain bahwa Nabi memerdekakan

Syafiyyah Binti Huyay kemudian mengawininya dengan tanpa saksi.

Jadi dapat dipahami Ibnu Mundzir tetap pada pendiriannya bahwa

nikah tanpa saksi hukumnya sah.

5 Imam Muslim, Shahih Musmil,Juz 2, Beirut :Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, t.t., hlm.14. 6 Ibnu Mundzir, Op.Cit.

Page 48: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Karena tidak ada ketetapan dari Nabi dan juga Nabi sendiri pernah

melakukan nikah tanpa serta para sahabat sepeti Ibnu Umar, Ibnu Zubair dan

Hasan Bin Ali pernah melakukan hal yang sama seperti Nabi.

D. Metode Istimbath Hukum Ibnu Mundzir tentang Nikah Tanpa Saksi

Setiap ketetapan hukum mempunyai sumber pengambilan, dalam ilmu

ushul fiqh dikenal dengan istilah istinbat hukum. Setiap istinbat (pengambilan

hukum) dalam syariat Islam harus berpijak atas al-Qur’an al karim dan

sunnah Nabi. Ini berarti dalil-dalil syara’ ada dua macam yaitu: nash dan

ghairu nash (bukan nash). Dalil-dalil yang tidak termasuk dalam kategori

seperti qiyas dan istihsan, pada hakikatnya digali, bersumber dan berpedoman

pada nash.7

Dalil nash terdiri dari nash al-Qur'an dan as-Sunnah. Al-Qur'an dan as-

Sunnah menjadi pegangan pokok para mujtahid dalam mengistinbathkan

hukum sebelum beralih pada sumber hukum yang lain, termasuk Ibnu

Mundzir sendiri dengan melihat pada dhahirnya dalil dan dalalah sunnah yang

shahih.8 Hal ini menunjukkan kehati-hatian para mujtahid dalam menggali

hukum Islam dari sumber pokoknya yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Al-Qur'an

dan as-Sunnah menempati posisi sentral secara sumber Islam, sehingga

kebanyakan mujtahid dalam menyelesaikan persoalan terlebih dahulu melihat

pada al-Qur'an dan sunnah Nabi. Sebagai bukti Al-Qur'an dan hadits harus

7 Muhammad Abu Zahiah, Ushul Fiqih, Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, 1994, hlm.116. 8 Ibnu Mundzir, Op.Cit., hlm.12

Page 49: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dijadikan pegangan oleh para mujtahid dan umat Islam pada umumnya dengah

hadits Nabi.

و حدثني عن انه بلغه مالك ترآت فيكم امر ين لن تضلوا ما تمسكتم بهما آتا )رواه ما لك. (ب اهللا و سنة نبيه

Artinya: Dan Telah ceritakan kepada kami bahwa Imam Malik menyampaikan hadits telah aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua perkara di mana kamu tidak akan tersesat selagi berpegang kepada kitab Allah dan sunahku. (HR Malik)9

Jadi pada pokoknya sumber hukum Islam yang utama itu ada 2:

1. Al-Qur'an

2. As-Sunnah

Ibnu Mundzir sebagai seorang mujtahid istinbath hukumnya juga

merujuk pada al-Qur'an yaitu:

Dan juga hadits Nabi

للسامع يصيغته من غير توفق على آل لفظ اوآالم ظهر المعنى المراد به .قرينة خارجية اوتأمل سراء أآان مسوقا للمعنى المراد منه امال

Setiap lafal atau pembicaraan yang jelas makna yang dikehendakinya bagi orang yang mendengar dengan bentuknya tanpa mengandung karinah (tanda) yang dikeluarkan atau angan-angan baik mengandung makna yang dikehendaki atau tidak.10

Berarti di sini Ibnu Mundzir dengan melihat makna yang dikehendaki

oleh al-Qur'an dan as-Sunnah, selanjutnya dengan melihat pada dalalah baik

dari al-Qur'an ataupun Sunnah.

9 Imam Malik, Al Muwatha’, Beirut Libanon, Dar al Fikr, 1989, hlm. 602 10 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqih Islam, Juz I, Beirut : Darul Fikr, t.t, hlm.317

Page 50: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Pengertian dalalah ialah petunjuk kepada apa yang dimaksud. Dalam

hal ini yang dikehendaki oleh Ibnu Mundzir adalah dalalah sunnah yang

shahih. Karena yang menggunakan dasar hukum dalam mengistinbathkan

hukum dengan menggunakan sunnah yang shahih. Dalalah ini dibagi kepada

dalalah wad’iyah dan dalalah aqliyah. Kemudian dalalah wad’iyah dibagi

menjadi dalalah lafdiyah, yaitu petunjuk yang ditanggapi dari perkataan. Dan

dalalah ghoira lafdiyah, yaitu petunjuk yang ditinggalkan (diperoleh) bukan

dari perkataan.

Dalam Islam dikenal sumber pokok hukum Islam yaitu al-Qur’an dan

sunnah. Sebalum sumber-sumber hukum yang lain. Dalam hal ini al-Qur’an

menempati posisi teratas sebagai sumber hukum. Ini dipertegas dengan hadits

Nabi. Adapun pengertian al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan

melalui perantara malaikat Jibril ke dalam kalbu Rasulullah SAW. dengan

menggunakan bahasa Arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan

hujjah (penguat) dalam hal pengakuannya sebagai Rasul dan agar dan

dijadikan undang-undang bagi seluruh umat manusia.11

Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam dijadikan hujjah oleh

para mujtahid dan hukumnya merupakan undang-undang yang wajib dipatuhi.

Karena al-Qur’an diturunkan dari Allah secara qathi’ yang kebenarannya tidak

diragukan lagi. Al-Qur’an sudah diyakini oleh umat Islam sebagai kalam

Allah sehingga mereka mengkaji dalil dari al-Qur’an sebagai dasar istinbath.

11 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1996, hlm.39.

Page 51: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Sumber hukum selanjutnya setelah al-Qur’an yaitu as Sunnah

pengertiannya menurut ahli ushul ialah segala sesuatu yang disandarkan

kepada Nabi SAW yang berhubungan dengan hukum syara’ baik berupa

perkataan, perbuatan maupun taqrir. Berdasarkan pemahaman seperti ini,

mereka mendefinisikan sunnah sebagai berikut:

آل ماصدر عن النبى صلى اهللا عليه وسلم غير القران الكريممن قول اوفعل 12.اوتقرير ممايصلح ان يكون دليال لحكم شرعى

Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw selain al-Qur’an al-Karim baik berupa perkataan, perbuatan maupun takrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara’.

Sunnah cakupannya lebih luas dibanding hadits sebab sunnah

mencakup perkataan, perbuatan dan penetapan (taqrir) rasul yang bisa

dijadikan dalil hukum syara’ bila pada ulama hadits mencari penyelesaian

masalah itu kepada al-Quran dan sunnah Nabi. Begitu juga yang dilakukan

Ibnu Mundzir dalam membahas masalah dengan melihat dhahirnya dalil dan

dilalahnya sunnah yang shahih.

Para ulama sepakat bahwa apa saja yang datang dari Nabi baik ucapan,

perbuatan atau taqrir membentuk suatu hukum atau tuntutan yang

disampaikan kepada kita dengan sanad shahih dan mendatangkan qathi’ dan

zanni. Karenanya dengan kebenaran itu adalah sebagai hujjah bagi umat Islam

dan sebagai sumber pembentukan hukum Islam yang oleh para mujtahid

dijadikan rujukan istinbath hukum. Bila para ulama hadits dihadapkan kepada

12 Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Al-Sunnah Qabla Al-Tadqin, Beirut : Dal Al Fikr, 1997, Cet.ke-6, hlm.19.

Page 52: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

suatu masalah, pertama sekali para ulama ahlul hadits mencari penyelesaian

masalah itu kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Apabila para ulama hadits,

mendapatkan hadits yang berbeda-beda, maka mereka mengambil hadits

sebagai sumber hukum / hadits yang diriwayatkan oleh para perawi hadits

yang lebih utama dan memenuhi persyaratan. Kalau para ulama tersebut tidak

menemukan haditsnya selanjutnya mereka meninjau dan mempedomani

pendapat para sahabat Nabi. Andai kata tidak juga diperoleh pendapat para

sahabat mengenai masalah yang sedang dihadapi para ulama hadits tersebut,

maka selanjutnya barulah mereka melaksanakan ijtihad untuk menyelesaikan

suatu hukum.13

Sebagai pegangan dalam alur pemikiran Ibnu Mundzir dengan melihat

ia sebagai seorang alhafidz (banyak hafal hadits) maka istinbath hukum Ibnu

Mundzir dengan menggunakan hadits. Ibnu Mundzir sebagai pemikir yang

bebas artinya tidak terikat dengan pendapat imamnya. Ia melakukan ijtihad

dalam menyelesaikan persoalan. Ini dipahami dari metode istinbath hukum

Ibnu Mundzir. Metode yang digunakan Ibnu Mundzir dalam mengkaji

beberapa dalil menggunakan dalil khusus dalam masalah ilmu, ia mencari

kebenaran dan menguraikan disertai dengan dhahirnya dalil dan dilalah

sunnah yang shahih. Kemudian Ibnu Mundzir mentahqiq dan meneliti dalil

menyebutkan pendapat mazhab fiqih baru kemudian mengemukakan

13 Kazar Bakri, Fiqih dan Ushul Fiqih, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996,

hlm.100.

Page 53: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

pendapatnya.14 Hal ini menunjuk pada sosok Ibnu Mundzir sebagai seorang

mujtahid, maka ijtihad termasuk istinbath hukum Ibnu Mundzir .

Adapun pengertian ijtihad oleh sebagian ulama ushul menetapkan

bahwa ijtihad ialah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan

hukum syara’ dari kitabullah dan hadits Rasulullah.15 Ijtihad merupakan dasar

dan sarana pengembangan hukum Islam dan merupakan kewajiban bagi umat

Islam yang memenuhi syarat ijtihad.

Dilihat dari jumlah pelakunya, ijtihad dapat dibagi dua yaitu:

1. Ijtihad individual (ijtihad fardi)

2. Ijtihad kolektif (ijtihad jama’i)16

Yang dimaksud dengan ijtihad individual adalah ijtihad yang

dilakukan oleh seorang mujtahid saja. Sedangkan ijtihad kolektif adalah

ijtihad yang dilakukan bersama-sama oleh banyak ahli tentang suatu persoalan

hukum tertentu.17 Dalam hal ini, Ibnu Mundzir termasuk kategori ijtihad

individual karena melakukannya sendiri (mujtahid mutlak).

Tidak semua orang dapat berijtihad yang dapat menjadi mujtahid

kecuali orang yang memenuhi syarat ijtihad. Adapun syarat-syarat ijtihad

sebagai berikut:

1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami al-Qur'an dan kitab-kitab

hadits yang tertulis dalam bahasa Arab.

14 Ibnu Mundzir, Op.Cit., hlm.12 15 Hasbi Ash Shiddieqi, Pengantar Hukum Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

1997, hlm.501. 16 M. Daud Ali, Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm.117. 17 Ibid

Page 54: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

2. Mengetahui isi dan sistem hukum al-Qur'an serta ilmu-ilmu untuk

memahami al-Qur'an.

3. Mengetahui hadits-hadits hukum dan ilmu-ilmu hadits yang berkenaan

dengan pembentukan hukum.

4. Menguasai sumber-sumber hukum Islam dan metodenya.

5. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fiqih

6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan hukum Islam

7. Jujur dan ikhlas

Metode untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri

maupun bersama-sama dengan orang lain, di antara metode ijtihad adalah

ijma’ dan qiyas. Ijma adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli

mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa.18 Sedangkan qiyas

adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di

dalam al-Qur'an dan as-sunnah atau al-hadits dengan hal lain yang hukumnya

disebut dalam al-Qur'an dan sunnah Nabi karena persamaan illatnya.19

Jadi dapat disimpulkan istinbath hukum Ibnu Mundzir sama seperti

Imam Syafi’i, karena ia merupakan pemuka aliran Syafi’iyah dengan

menggunakan al-Qur'an, sunnah, ijma dan qiyas. Karena Ibnu Mundzir juga

berpegang pada kitab Imam Syafi’i yaitu al umm dan al risalah.

18 Ibid 19 Ibid

Page 55: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR

TENTANG NIKAH TANPA SAKSI

A. Analisis Pendapat Ibnu Mundzir Tentang Nikah Tanpa Saksi

Sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam bab III, bahwa Ibnu

Mundzir berpendapat nikah tanpa saksi sah atau boleh, dengan alasan tidak

ada ketetapan dari Nabi tentang dua orang saksi dalam pernikahan. Karena

Nabi juga pernah nikah dengan Syafiyyah binti Huyay dengan tanpa saksi.

Ibnu Mundzir Menolak pendapat Jumhur ulama yang menyatakan saksi

sebagai syarat sah pernikahan. Artinya nikah harus dihadiri oleh dua orang

saksi. Jika pernikahan tidak dihadiri oleh dua orang saksi maka pernikahan

tidak sah. Pendapat ini dianut oleh jumhur ulama. Menurut Ibnu Mundzir

pendapat mereka dianggap cacat, karena para sahabat seperti Ibnu Umar, Ibnu

Zubair, dan Hasan bin Ali, pernah melakuan nikah tanpa saksi.

Menurut analisa penulis, Ibnu Mundzir lebih melihat pada sosok Nabi

yang pernah melakukan nikah tanpa saksi, begitu juga para sahabat seperti

Ibnu Umar, Ibnu Zubair dan Hasan ibn Ali melakukan hal yang sama seperti

Nabi yaitu nikah tanpa saksi. Perihal tersebut dipahami oleh Ibnu Mundzir

sebagai ketetapan dari Nabi, konsekuwensinya nikah tanpa saksi boleh karena

Nabi sendiri melakukannya. Di samping itu, pemahaman Ibnu Mundzir

cenderung tekstualis. Jadi dalam hal ini, Ibnu Mundzir memahami apa adanya

sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi.

Page 56: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Dalam masalah ini penulis tidak sepakat dengan pendapat Ibnu

Mundzir, di sini penulis lebih melihat pada sisi maslahat ditetapkannya saksi

sebagai syarat sah akad nikah. Penulis lebih condong kepada pendapat yang

mewajibkan adanya saksi dalam pernikahan untuk menjaga keabsahan

keturunan seseorang dan agar tidak timbul penyimpangan. Saksi dapat juga

merahasiakan terjadinya akad atau menyiarkannya apabila kedua orang yang

mengadakan akad berpesan demikian, merahasiakan atau menyiarkan berita

tentang terjadinya akad nikah mempengaruhi sahnya akad nikah. Pada

prinsipnya saksi sebagai sesuatu yang penting dalam pandangan Syara’. Saksi

memberi kejelasan tentang adanya hak dan kewajiban seperti memberi nafkah,

menetapkan nasab, dan menghindari kesamaran (syubhat), mencegah

terjadinya prasangka buruk orang lain dan memberi kejelasan yang

membedakan antara pernikahan yang sah dan zina.

Pernikahan adalah ikatan lahir dan antara laki-laki dan perempuan.

Sebab itu harus dihadiri oleh para saksi. Hikmahnya adalah untuk

kemaslahatan kedua belah pihak. Apabila ada tuduhan dan kecurigaan orang

lain terhadap pergaulan keduanya, maka dengan mudah keduanya dapat

mendatangkan saksi tentang pernikahannya itu. Pernikahan melibatkan dua

orang yang berakad serta menginginkan mempunyai keturunan (anak) sebagai

tujuan dari pernikahan. Yang menjadi masalah di sini adalah anak, maka

untuk mengetahui nasab anak apakah hasil pernikahan yang sah atau tidak?

Apabila perempuan melahirkan anak, maka anak itu tetap menjadi anak

suaminya dan suaminya tidak dapat menolak dengan mengatakan bahwa anak

Page 57: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

itu bukan anaknya. Kecuali jika anak itu lahir sesudah dua atau tiga bulan dari

pernikahannya maka ketika itu nyatalah anak itu bukanlah anaknya. Suami

tidak mudah memungkiri istrinya sebagaimana isteri tidak dapat memungkiri

suaminya. Karena dihadapkan keduanya ada dua orang saksi Dengan

demikian terpeliharalah keturunan anak yang sah dalam masyarakat. Fugsi

saksi memberi informasi serta melindungi nasab anak dari hasil pernikahan.

Karena itu di luar orang yang berakad ada orang yang harus dilindungi

nasabnya... Saksi ikut memberi kepastian hukum sebagai orang yang

mengetahui jika suatu saat nanti terjadi kemungkinan-kemungkinan di luar

pernikahan seperti mempermasalahkan nasab anak, wali, dan sebagainya. Bila

terjadi hal demikian dapat mendatangkan saksi sebagai bukti keabsahan

pernikahan suami dan istri.

Jadi Ibnu Mundzir tidak mempertimbangkan kemaslahatan sebagai

tujuan ditetapkannya hukum. Padahal tujuan ditetapkannya hukum itu sendiri

untuk kemaslahatan umat manusia. Adapun apa yang pernah dilakukan Nabi

berkaitan dengan nikah tanpa saksi itu merupakan sifat khususiyah bagi Nabi

dan tidak bisa disamakan dengan orang lain.1 Bahkan ada pernikahan nabi

tanpa wali, tanpa saksi yaitu pernikahan Nabi dengan Zainab binti Jahsin,

Nabi dinikahkan langsung oleh allah berdasarkan wahyu, dalam al-Qur’an

disebutkan,

1 Ibnu Qudamah,Almughni,juz 7,Beirut:Darul Fikr,t.t.,hlm.7.

Page 58: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Maka tatkala Zaid Telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia.(al-ahzab:37).2

Apabila ketentuan tersebut diterapkan dalam konteks sekarang tentu

tidak relevan untuk diterapkan. Melihat situasi dan kondisi pada saat ini yang

sarat dengan perkembangan dan perubahan segalanya perlu kejelasan dan juga

penyelesaian secara lembaga. Hal ini dapat dilihat dalam kompilasi hukum

Islam menjelaskan bahwa saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung

akad nikah serta menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad

nikah dilangsungkan. Ketentuan ini memberi porsi lebih pada seorang saksi

dalam akad nikah yaitu bukan sekedar menyaksikan tetapi terlibat secara

administratif sebagai bukti telah berlangsungnya akad nikah yang kemudian

masuk dalam catatan sipil.

Pada masa modern sekarang ini pernikahan itu tidak cukup dengan dua

orang saksi saja melainkan pula disertai dengan keterangan dari penghulu

(Kadhi nikah). Meskipun surat keterangan itu tidak menjadi syarat rukun

pernikahan tapi faedahnya besar sekali karena surat keterangan itu cukuplah

sebagai saksi untuk pernikahan itu dan tidak perlu mengemukakan dua orang

saksi, yang kadang-kadang sulit mengemukakannya karena berjauhan tempat

2 Depag RI, Alqur’an Dan Terjemahannya, t.t., hlm. 673

Page 59: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

atau berhalangan. Inilah hikmahnya, maka diadakan pendaftaran nikah, bukan

untuk menjadi syarat, melainkan semata-mata untuk maslahat. Dalil seperti ini

dinamakan “Mashalih Mursalah” menurut Imam Malik.3

Kehadiran saksi pada saat akad nikah sangat penting artinya, karena

menyangkut kepentingan kerukunan berumah tangga, terutama menyangkut

kepentingan istri dan anak, sehingga tidak ada kemungkinan suami

mengingkari anaknya yang lahir dari istrinya itu. Juga supaya suami tidak

menyia-nyiakan keturunannya (nasabnya) dan tidak kalah pentingnya adalah

menghindari fitnah dan tuhmah (persangkaan jelek).

Dalam Islam itu sendiri dikenal prinsip dasar hukum islam di

antaranya memelihara kehormatan atau keturunan (hizfun al nasl). Disisi lain

sangat penting adanya untuk menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan,

keluarga dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang tidak terduga

datangnya dan juga melindungi dari tuduhan-tuduhan berzina.

Dalam konteks ini terlihat betapa pentingnya pencatatan pernikahan

yang ditetapkan melalui Undang-undang, namun di sisi lain pernikahan yang

tidak tercatat selama ada dua orang saksi tetap dinilai sah oleh agama. Bahkan

seandainya kedua saksi itu diminta untuk merahasiakan pernikahan yang

disaksikannya, maka pernikahan tetap dinilai sah menurut Imam Syafi’i dan

Imam Abu Hanifah.

Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan, penulis tidak

sepakat dengan pendapat Ibnu Mundzir, karena pernikahan akan terus terjadi

3Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1983,hlm.20-21.

Page 60: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dari masa ke masa yang tentunya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang

menghendaki adanya perubahan-perubahan yang lebih mengedepankan

kepentingan umum dan menghindari tindakan penyelewengan atau

pengingkaran dari pernikahan. Maka untuk mengantisipasi hal itu saksi

memang diperlukan adanya. Dalam setiap perkara muamalah termasuk di

dalamnya pernikahan diperlukan, karena dapat memperjelas masalah yang

terjadi dan terhindar dari kemungkinan terjadinya perselisihan maupun

keraguan.

Terlepas dari pro dan kontra penulis lebih melihat pada sisi maslahat

dihadirkannya dua orang saksi dalam pernikahan. Walaupun ada ayat Al-

Qur’an yang menjelaskan nikah tanpa wali dan tanpa saksi yang terjadi pada

diri Nabi tapi dalil ini tidak dipakai oleh fuqoha begitu juga dalil dalil yang

digunakan Ibnu Mundzir. Jadi dalil-dalil tersebut hanya sebatas pada dijadikan

sebagai wacana tidak masuk dalam wilayah penggunaannya karena hal seperti

itu dipahami oleh sebagian fuqoha hanya khusus untuk nabi.

B. Analisis Istinbath Hukum Ibnu Mundzir tentang Nikah Tanpa Saksi

Ibnu Mundzir sebagai pengikut madzhab Syafi’i, ia tetap melakukan

ijtihad sendiri tanpa terikat dengan pendapat Imam yang diikutinya. Ini dapat

dilihat dari pendapatnya yang berbeda, Imam Syafi’i berpendapat saksi

sebagai syarat sah akad nikah, maka nikah tanpa saksi hukumnya tidak sah.

Sedangkan pendapat Ibnu Mundzir saksi bukan merupakan syarat sah

pernikahan, maka nikah tanpa saksi hukumnya sah. Selain instinbath hukum

Page 61: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

yang digunakan Ibnu Mundzir juga berbeda dengan Imam Syafi’i, walaupun

sama-sama mengambil dari sumber yang sama yaitu hadits, tapi hadits yang

digunakan keduanya juga berbeda. Hal demikian tidak lepas dari cara pandang

seorang tokoh dalam memahami sebuah persoalan serta faktor sosiologis pada

waktu itu yang juga ikut mempengaruhi pemikirannya sehingga menghasilkan

ketetapan hukum yang berbeda.

Ibnu Mundzir dikenal sebagai ahli hadist (muhaddisin) dan ia hidup di

Madinah di mana tempat itu menjadi pusat perhatian dunia Islam sebagai kota

tempatnya ahli hadist. Di Madinah sebagai Ibu Kota Islam, beredar hadist

Nabi yang jauh lebih banyak/lengkap dibanding dengan daerah manapun.

Semua persoalan hukum dan budaya sudah terjawab oleh wahyu (al-Qur’an

dan hadist). Di sana tidak banyak varian mata pencaharian penduduk yang

terdapat di daerah irak. Ulamanyapun sudah mapan dengan tradisi

menyelesaikan masalah hukum dengan teks al-Qur’an tidak memerlukan

memeras otak. Sehingga pada masa itu Hijaz dikenal dengan sebagai pusat

hadist.4

Dalam masyarakat Islam terdapat kelompok orang yang metode

pemahamannya terhadap ajaran wahyu amat terikat oleh informasi dari nabi.

Dengan kata lain ajaran Islam itu diperoleh dari al-Qur’an dan petunjuk nabi

saja, bukan yang lain. Disamping disebut as-Sunnah petunjuk nabi juga

disebut hadist. Begitu juga Ibnu Mundzir yang lahir di Madinah sehingga

pemikirannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya. Seting sosial

4 M. Zuhri,Hukum Islam Dalam Lintasan Sejarah,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,1997,hlm.67.

Page 62: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

pada waktu ia hidup di Madinah ikut mempengaruhi pemikirannya, baik sosial

ekonomi, politik budaya dan hukum dalam menentukan sebuah hukum.

Dalam menistinbatkan hukum ia selalu berpegang kepada al-Qur’an

dan hadist nabi, ini sesuai dengan ulama hadist pada umumnya yang lebih

mengutamakan hadist dalam menyelesaikan masalah hukum. Maka di sini

penulis mengaplikasikan pendekatan sosiologi untuk mengetahui seting sosial

di tempat Ibnu Mundzir hidup dan berkembang dengan menetapkan hukum

nikah tanpa saksi yang menurutnya sah.

Istimbath hukum yang digunakan Ibnu Mundzir dalam maslah nikah

tanpa saksi adalah Al-Qur'an dan hadits. Dalam pendapatnya ia

mengemukakan ayat Al-Qur'an sebagai instinbatnya yaitu:

واشهدوا اذا تبا يعتمArtinya: “Dan persaksikanlah kamu sekalian ketika jual beli5”

Ayat ini dilihat dari segi dilalahnya menunjukkan pada saksi dalam

jual beli bukan pada pernikahan. Karena dalam Al-Qur'an tidak ada ayat yang

menjelaskan saksi dalam pernikahan. Maka benar adanya kalau Ibnu Mundzir

berpendapat nikah tanpa saksi hukumnya sah. Ini juga sesuai dengan metode

istimbath hukum yang digunakannya dengan melihat dhahirnya ayat dan juga

dalalahnya.

Adapun istinbath hukum yang digunakan Ibnu Mundzir dalam masalah

nikah tanpa saksi ia juga mengambil dari hadits Nabi yang disandarkan

kepada Anas Bin Malik.

5 Depag RI Jakarta, Al-Qur'an n Terjemahnya, Semarang: Al Waah, hlm 71

Page 63: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

عن انس بن مالك انه قال آنت ردين ابى طلحة فاشترى رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم جارية بسبعة أرؤس فقال الناس ماندرى اتزوجها ام جعلها ام ولد

6 )رواه مسلم( فلما اراد ان يرآب حجبها فعرفوا انه تزوجها

Dari Anas Bin Malik bahwa Nabi bersabda, saya berada di belakang Abi Talhah kemudian Nabi membeli jariyyah dengan tujuh orang saksi kemudian para sahabat berkata kami tidak tahu apakah Nabi mengawininya atau menjadikannya sebagai Ummu Walad maka ketika hendak menunggang unta Nabi menutupinya maka para sahabat tahu bahwa Nabi mengawininya.

Hadits tersebut dijadikan istinbath hukum oleh Ibnu Mundzir.

Menurutnya hadits tersebut menunjukkan pada kebenaran Nabi pada

pernikahan dengan tanpa saksi. Dalam kitab Syarah Shahih Muslim dijelaskan

bahwa hadits ini menunjukkan bahwa Nabi tidak menyuruh para orang-orang

untuk menyaksikan atas pernikahannya. Maka hadits itu dijadikan hujjah oleh

Imam Malik dan sekelompok ulama dari kalangan sahabat dan tabiin bahwa

sah akad nikah dengan tanpa saksi kemudian mengumumkan.7

Para ulama ahli hadits dan sebagian ulama ahli ushul serta ahli fiqih

sepakat menjadikan hadits shahih sebagai hujah dalam menggali hukum. Perlu

diketahui bahwa martabat hadits shahih ini tergantung kepada kedhabitan dan

keadilan para perawinya. Semakin dhabit dan adil si perawi, makin tinggi pula

tingkatan kualitas hadits yang diriwayatkan.

Kekuatan sunnah sebagai dalil hukum dapat dilihat dari dua segi,

pertama dari segi kebenaran materinya (sanadnya) dan kedua dari segi

kekuatan penunjukannya (dilalahnya).8

6 Imam Muslim, Sahih Muslim, Juz 2, Beirut: Dara l Kutub, Al Ilmiah, t.t., hlm. 14 7 Ibid 8 Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa

Raya, 1993, hlm 44

Page 64: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Dalam masalah hadist yang digunakan Ibnu Mundzir penulis melihat

ada pertentangan antara hadist yang digunakan Ibnu Mundzir dalam masalah

nikah tanpa saksi dan Jumhur ulama. Maka sesuai kaidah hukum yang telah

dirumuskan oleh ulama ahli ushul mengatakan ketika terjadi dua dalil hadist

yang bertentangan maka harus ada tarjih untuk mengetahui apakah dalil itu

layak untuk digunakan atau tidak dan salah satunya harus diunggulkan atau

dimenangkan semua itu bergantung pada metode tarjih.

Tarjih pengertiannya ialah

امتياز احد الدليلين المتماثلين بوصف يجعله اولى باالعتبار من االخراظهار

Artinya: Menampakan kelebihan salah satu dari dua dalil yang sama

dengan sesuatu yang menjadikan lebih utama dari yang lain.9

Hadist yang dijadikan dalil oleh jumhur ulama yang mewajibkan

adanya saksi dalam pernikahan,

عا ئسة رضي اهللا عنها قالت قال رسول اهللا صلي اهللا عليه وسلم ال نكاح عن

10) رواه البيهقي (إال بولي وسهدي عد ل Artinya: Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda tidak ada

pernikahan kecuali dengan dua orang saksi yang adil. (HR. Al- Baihaqi )

ان رسول اهللا عليه وسلم قال البغايا الالتى ينكحن انفسهن بغير ابن عباسعن 11)رواه الترمدى(بينة

9 Muin Umar dkk, Ushul Fiqh, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama,1986,hlm.183. 10 Imam Baihaqi, As-Sunnah Kubra, Juz 7, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah,t.t.,hlm.202. 11 Abi Isya Muhammad, Kitab Jami’ Sahih,juz III, Bairut:Darul Kutub Al-Ilmiah,t.t.,hlm.411.

Page 65: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a. berkata,Rasulullah SAW bersabda pelacur yaitu orang-orang yang mengawinkan dirinya sendiri dengan tanpa saksi. (HR. Al-Tirmidzi)

Kedua hadist tersebut sekalipun martabatnya lemah tapi satu sama lain

saling menguatkan, ini yang menjadi pegangan jumhur ulama. Hadist ini

diriwayatkan oleh banyak rawi hadist diantaranya, Ali, Umar, Ibnu Abbas,

Utrah, Ibnu Musayab, Au’zai, Syafi’I, Abi Hanifah, dan Imam Ahmad ibn

Hambal.

عن انس بن مالك انه قال آنت ردين ابى طلحة فاسترى رسول اهللا صلى اهللا

عليه وسلم جاريةبسبعة أرؤس فقال الناس ماندرى اتزوجها ام جعلها ام ولد

)رواه مسلم. (راد ان يرآب حجبها فعرفوا انه تزوجهافلما ا

Dari Annas Bin Malik bahwa sesungguhnya Nabi bersabda saya

berada di belakang Abi Talhah kemudian Nabi membeli jariyah dengan tujuh

orang saksi kemudian para sahabat berkata, kami tidak tahu apakah Nabi

mengawininya atau menjadikannya sebagai ummu walad. Kemudian pada

saat Nabi hendak menunggang unta Nabi menutupinya, kemudian para

sahabat tahu bahwa Nabi mengawininya

Sementara hadist yang digunakan Ibnu Mundzir dilihat dari segi

sanadnya hanya ada lima orang yaitu, Abu Baker ibn Abi Syaibah, Affan,

Muhammad ibn Salamah, Tsabit dan Anas ibn malik. Kemudian dilihat dari

matannya juga tidak begitu jelas dalalahnya dan pada kenyataannya jumhur

ulama banyak yang menggunakan hadist dari Ibnu Abbas tentang adanya saksi

Page 66: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dalam akad nikah.maka menurut penulis yang harus dijadikan pertimbangan

adalah tarjih dengan melihat,

a. Jumlah perawi yang banyak jumlahnya dimenangkan dari yang

sedikit b. Yang ada muakadnya didahulukan dari yang tidak c. Kalau keduanya hakiki maka yang lebih mashur yang dipakai d. Mantuk didahulukan atas mafhum e. Hukum yang berilah dimenangkan dari yang tidak f. Yang cocok dengan dalil-dalil lain dimenangkan dari yang

tidak12 Jadi penulis lebih condong kepada hadist yang digunakan Jumhur

ulama karena mengandung beberapa unsur tarjih yang sudah penulis sebutkan.

Pegangannya adalah hadis tersebut banyak yang meriwayatkan disamping itu

hadist tersebut mashur dikalangan ulama fiqh dan banyak yang menggunakan

hadist ini dan juga sesuai dengan maqosidu syari’ah yaitu saksi untuk

kemaslahatan umat manusia.

12 Muin Umar, Op.Cit,hlm.185-187.

Page 67: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP
Page 68: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembahasan nikah tanpa saksi dengan tokoh Imam Ibnu Mundzir telah

penulis paparkan, fokus permasalahan yaitu pendapat dan istinbat hukum Ibnu

Mundzir dalam masalah nikah tanpa saksi kemudian memberikan analisis.

Sebagai tindak lanjut, penulis memberi kesimpulan sebagai berikut ini:

1. Nikah tanpa saksi masih menjadi polemik di kalangan ulama fiqih

Pendapat Ibnu Mundzir yang mengatakan sah nikah tanpa saksi

merupakan bagian dari masalah furuiyyah yang perlu pengkajian yang

sangat teliti dan mendalam. Oleh karenanya dalam pemikiran Ibnu

Mundzir perlu pengkajian ulang terhadap pemikirannya yang dianggap

kontroversial dengan jumhur ulama.. Hal ini menyangkut aplikasi

pemikirannya dalam konteks masa kini apakah masih relevan untuk

diterapkan atau tidak. Alasan tidak ada ketetapan dari nabi tentang dua

orang saksi dalam pernikahan adalah sebagai sifat khususiyah bagi nabi di

mana orang lain tidak bisa melakukannya. Jadi pendapatnya tidak relevan

untuk diterapkan pada konteks sekarang. Pendapatnya tidak

mempertimbangkan maslahat saksi dalam pernikahan, yaitu untuk

kemaslahatan kedua pihak (suami istri) dan keluarga serta masyarakat

secara luas.

Page 69: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

2. Istinbat hukum yang digunakan oleh Ibnu Mundzir dalam masalah nikah

tanpa saksi adalah hadist riwayat Imam Muslim dan memahaminya

dengan melihat dhahirnya dalil dan dalalah sunah yang sahih. Di sini Ibnu

Mundzir terkesan tektualis dalam memahami dan menetapkan hukum

dengan melihat sisi dhahirnya saja dan tidak melihat hadist lain sebagai

pertimbangan. Melihat hadist yang digunakan hujjah oleh Ibnu Mundzir

ketika dihadapkan pada hadist lain yang mengaharuskan adanya dua orang

saksi maka terjadi pertentangan dua dalil yang berbeda, yaitu antara dalil

yang digunakan Ibnu Mundzir dengan Jumhur Ulama dengan demikian

tarjih sebagai upaya menemukan ketetapan dalil mana yang harus di

diunggulkan dan dipakai, lebih lanjut dalil jumhur ulama yang harus

dipakai karena lebih kuat dan banyak hadist yang lain sebagai penguat

tentang adanya dua orang saksi dalam pernikahan.

B. Saran-saran

Masalah nikah tanpa saksi, masuk dalam kategori ikhtilaf ulama,

artinya masih terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama.

Ada yang berpendapat saksi sebagai syarat sah pernikahan ada juga

yang menganggap tidak perlu adanya saksi dalam pernikahan. Sebagai

endingnya saran penulis:

1. Nikah tanpa saksi bagian dari masalah furu’iyyah yang harus dicari

jawabannya, maka diperlukan ketelitian dalam memahami pendapat dan

istinbath hukum yang digunakan dan sisi lain yang tidak boleh dilupakan

adalah dengan melihat konteksnya Nikah tanpa saksi walaupun jarang

Page 70: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

dilakukan atau sama sekali tidak di kalangan kita tetapi jadikanlah itu

sebagai pengetahuan. Semakin kaya pengetahuan maka akan membuka

jalan pikiran kita untuk bisa memahami perbedaan dan pada akhirnya

menjadikan sebagai rahmat. Perbedaan kondisi sosio kultural di mana para

Imam Mujtahid hidup merupakan salah satu faktor yang menghasilkan

produk hukum yang berbeda di antara para imam yang hidup pada masa

lampau sampai sekarang.

2. Mengambil pendapat Jumhur ulama sebagai bentuk kuatnya dalil dengan

lebih mempertimbangkan pada kemaslahatan.

C. Penutup

Rasa syukur, dengan ucapan hamdalah mengakhiri dari sebuah proses

penggarapan skripsi. Dan kata itu yang pantas untuk penulis ucapkan sebagai

wujud rasa syukur kepada Allah yang selalu memberi kenikmatan dan

pertolongan serta bimbingan kepada seluruh manusia.

Dalam menggarap skripsi ini, penulis menyadari banyak kekurangan,

kesalahan dan jauh dari sempurna, maka dengan lapang dada penulis siap

memberikan koreksi, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak.

Sebagai kata akhir, penulis memanjatkan do’a semoga dengan

selesainya skripsi ini dapat membawa manfaat bagi penulis dan pembaca pada

umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah serta

pertolongan dan bimbingan ke jalan yang lurus amin ya robbal alamin.

Page 71: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP
Page 72: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

DAFTAR PUSTAKA

Nasution,Harun, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan,

1998.

Hasan, Hasniah, Mewujudkan Keluarga Bahagia Sejahtera, Surabaya: CV. Amin

Surabaya, 1987.

Dahan, M. Suraji, Fenomena Nikah Sirri, Surabaya: Pustaka Progressif, 1996.

Al-Jaziry, Abdurrahman, Kitab al-fiqh ala’ al-Madzhahib al-Arba’ah, Juz IV,

Maktabah al-Tijariyah Kubro.

Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad, Kifayatul Akhyar, Juz II,

Semarang: Toha Putra.

Shihab, M. Quraish Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996.

Al-Mundzir, Ibnu, Al-Isyraf ala’ Madzhahib Ahli al-Ilmi, juz III, Maktabah Dar

al-Fatah

Suryabrata, Sumandi, Metode Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1983

Rusdy, Ibnu,, Bidayah al-Mujtahid, Juz II, Beirut: Dar al-Qolam

Al-Syaerozi,, Al-Muhazzab, juz II, Semarang: Toha Putra

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Juz II, Dar al-Fikri

Al-Mawardi, al-Hawi Kabir, Juz 9, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah

Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rake Sarasin, 1993

Azwar, Saefuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998

Page 73: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial,Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1991

Hadari Nawawi, Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian kualitatif, bandung: Remaja Rosdakarya,

2001

Bisri, Cik Hasan Pilar-pilar penelitian Hukum Islam dan pranata sosial, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Munawir, A.Warso., Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002

Al-Kasani, Imam,Badaa’iu al-Shanai,juz III,Beirut: Darul Kutub al Ilmiah, tth.

Poerwardamita W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia,Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai

pustaka, 1995.

Arto, Mukti Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,Yoyakarta:

Pustaka Pelajar,1996

Depag RI, al-Quran Dan terjemahannya

Muhammad, Abi Isya, Kitab Jami’ As-Sahih, Juz 3, Bairut: Darul Kutub Al-

Ilmiah, tth.

M.Rifa’I dkk, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, Semarang:Toha Putra

Alhamdani, Risalatun Nikah,Pekalongan:Raja murah,1980

Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih Munakahat,Bandung: Pustaka Setia, 1999

Hasan, M. Ali, Perbandingan Madzhab Fiqh, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

2000

Page 74: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2002

Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Imam ‘Alauddin Abi Bakar ibn Mas’ud al Kasani, Badaaiu’ Al Shonaai’i, Juz III,

Beirut Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah, tth.

Hosen, Ibrahim Fiqih Perbandingan, Jakarta: Balai Penerbitan Dan Perpustakaan

Islam Yayasan Ihya Ulumuddin Indonesia

Al Maraghi, Abdullah Mustofa Pakar-pakar Fiqih Sepanjang Sejarah,

Yogyakarta: LKPSM

Depag RI Jakarta, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang : Al Waah

Muslim, Imam Shahih Musmil,Juz 2, Beirut :Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, tth.

Abu Zarah, Muhammad, Ushul Fiqih, Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, 1994

Malik, Imam Al Muwatha’, Beirut Libanon, Dar al Fikr, 1989

Zuhaili, Wahbah Ushul Fiqih Islam, Juz I, Beirut : Darul Fikr

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1996

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, Al-Sunnah Qabla Al-Tadqin, Beirut : Dal Al Fikr,

1997

Bakri, Kazar, Fiqih dan Ushul Fiqih, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996

Al-Shiddieqi, Hasbi Ash Pengantar Hukum Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, 1997

Ali, M. Daud Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Ibnu, Qudamah,Almughni,juz 7,Beirut:Darul Fikr, tth.

Yunus, Mahmud Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT.Hidakarya

Agung,1983

Page 75: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU MUNDZIR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl...Drs. H. Slamet Hambali Drs. H. Eman Sulaeman, MH. NIP. 150 198 821 NIP

Zuhri M.,Hukum Islam Dalam Lintasan Sejarah,Jakarta:PT. Raja Grafindo

Persada,1997

Syarifuddin, Amir, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Padang:

Angkasa Raya, 1993

Muin Umar dkk, Ushul Fiqh, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama,1986

Al-Baihaqi, Imam As-Sunnah Kubra, Juz 7, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah,tth.

Muhammad, Abi Isya, Kitab Jami’ Sahih,juz III, Bairut:Darul Kutub Al-Ilmiah,

tth.